1
POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM ORGANISASI
KEMAHASISWAAN
Penulis :
Budi Santoso
Nenik Diah Hartanti.
Raisha Vircani Audi
UNIVERSITAS GUNADARMA
MEI 2019
2
ABSTRAKSI
“Pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Organisasi Kemahasiswaan”
Kata Kunci : Komunikasi Antar Budaya, Interaksi Simbolis, Pola Komunikasi
Komunikasi merupakan sebuah proses dimana sebuah interaksi antara komunikan dan
komunikator yang melakukan pertukaran pesan didalamnya yang terjadi secara langsung
maupun tidak langsung, komunikasi sendiri bisa dikatakan merupakan hal yang paling
krusial dalam kehidupan ini. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pola
Komunikasi Antar Budaya yang terjadi didalam Sebuah Organisasi Kemahasiswaan. Teori
yang digunakan adalah Teori Interaksionisme Simbolik. Metode Penelitian adalah
Kualitatif. Hasil Penelitian : Pola komunikasi antarbudaya yang terjadi dalam etnik sunda
dan etnik serawai yaitu pola komunikasi primer. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan
yang sudah tertera di bab sebelumnya bahwa Etnik sunda memiliki gaya komunikasi yang
sopan dan lembut, sedangkan Etnik serawai memiliki gaya komunikasi yang tegas.
Kesimpulan : Berdasarkan persepektif interaksionalisme simbolik, para informan
penelitian cenderung sosok yang aktif dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang
lain. Walau secara mind etnik serawai tidak terlalu memikirkan pendapat orang lain namun
komentar lingkungan sekitar tetap menjadi pengaruh dalam tindakan berdiskusi di saat
kegiatan rapat.
Buku (1982 – 2013)
3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan sebuah proses dimana sebuah interaksi antara komunikan
dan komunikator yang melakukan pertukaran pesan didalamnya yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung, komunikasi sendiri bisa dikatakan merupakan hal yang
paling krusial dalam kehidupan ini. Sebuah interaksi bisa tidak berarti apa-apa jika
komunikasi didalamnya tidak berjalan pada semestinya. Komunikasi merupakan hal yang
paling penting bagi individu dalam melakukan interaksi. Manusia selain sebagai makhluk
sosial yang hidup berkelompok dan berkomunikasi dengan sesamanya, juga sebagai
individu dengan latar belakang budaya yang berlainan. Mereka saling bertemu, baik secara
tatap muka maupun melalui media komunikasi. Komunikasi adalah proses kegiatan
pengoperan/penyampaian warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu pihak
(seseorang atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam usaha
mendapatkan saling pengertian.( Wursanto, 2001:31). Kadang kala individu merasakan
komunikasi itu tidak efektif, yang dikarenakan adanya salah penafsiran oleh si penerima
pesan, dan kesalahan penafsiran tersebut dikarenakan persepsi oleh setiap individu yang
berbeda-beda. Seperti sebuah situasi yang terjadi bila pengirim pesan adalah anggota suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain. Budaya
mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Situasi ini tidak dapat dihindarkan, karena
sebetulnya, setiap kali seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain mengandung
potensi komunikasi antarbudaya. Hal ini dikarenakan setiap orang selalu berbeda budaya
dengan orang lain, sekecil apa pun perbedaan tersebut. Komunikasi antarbudaya
(intercultural communication) adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-
orang berbeda budaya (Maletzke dalam Mulyana, 2005: xi). Komunikasi antarbudaya pada
dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi: apa
makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak
dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomuni-kasikannya (verbal dan nonverbal) dan
kapan mengkomunikasikannya (Mulyana, 2005).
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di
dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di indonesia. Tidak dapat
kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi
sumber kekayaan bagi bangsa indonesia. Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak
memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya
masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat sudah harus siap menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks
keberagaman kebudayaan atau aspek lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak peduli
dimana kita berada, kita selalu berkomunikasi dengan orang lain yang berasal dari
kelompok. ras, etnik ataupun budaya lain.
Melihat realita bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang plural maka akan
terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang
kemudian mempunyai ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satunya yang
terdapat pada Etnik Sunda dan Etnik Serawai.
4
Komunikasi antarbudaya adalah sebuah situasi yang terjadi bila pengirim pesan
adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya
yang lain. Dalam keadaan demikian komunikan atau komunikator dihadapkan kepada
maasalah-masalah yang ada dalam suatu siatuasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu
budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana orang-orang
berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terkendali, dengan memanfaatkan
sumber daya (dna, material, lingkungan, metode, sarana, prasarana, data) dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan bersama.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas dengan jelas dapat dirumuskan pertanyaan peneliti
terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu, “Bagaimana Pola Komunikasi antar Budaya
yang terjadi didalam sebuah Organisasi”
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pola Komunikasi Antar Budaya yang
terjadi didalam Sebuah Organisasi Kemahasiswaan.
5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Konseptual
2.1.1 Komunikasi
Komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang
terhadap inforamasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan,
pembicaraan, gerakgerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang
membuat reaksi-reaksi 8 terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada
pengalaman yang pernah di alami. Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu
hadir dalam setiap komunikasi yaitu, sumber informasi dan penerima informasi. Sumber
informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki bahan informasi untuk disebarkan
kepada masyarakat luas, sedangkan penerima informasi adalah per orang atau kelompok
dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau yang menerima informasi. Oleh
karena itu, maka sebuah proses komunikasi memeliki dimensi yang sangat luas dalam
pemaknaannya, karena dilakukan oleh subjek-subjek yang beragam dan konteks sosial
yang majemuk.
2.1.2 Pola Komunikasi
Bahwasanya pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata. Karena keduanya
mempunyai keterkaitan makna sehingga mendukung dengan makna lainnya. Maka lebih
jelasnya dua kata tersebut akan diuraikan tentang penjelasannya masing-masing.
Kata “pola” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya bentuk atau
sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap, yang mana pola dapat dikatakan contoh atau
cetakan. Sedangkan menurut Alex Sobur dalam Ensiklopedi Komunikasi menyatakan
bahwa: Pola adalah Bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa
dipakai untuk membuat atau menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika
sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang
dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Pola
juga dapat dikatakan dengan model, yaitu cara untuk menunjukkan sebuah objek yang
mengandung kompleksitas proses didalamnya dan hubungan antara unsur-unsur
pendukungnya
Sedangkan istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu
communicatos yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communis
yang bermakna umum atau bersamasama.
Menurut Sarah Trenholm dan Arthur Jensen sebagaimana dikutip oleh Marhaeni
Fajar, bahwa yang dimaksud dengan komunikasi adalah suatu proses dimana sumber
mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran. (Marhaeni Fajar, 2009)
6
Sedangkan menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid, komunikasi adalah
suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi
antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.
(Marhaeni Fajar, 2009)
Jadi menurut Effendy yang dimaksud dengan pola komunikasi adalah proses yang
dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsurunsur yang dicakup beserta
keberlangsunganya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis. (Onong
Uchjana Effendy, 1993) Proses komunikasi yang sudah masuk dalam kategori pola
komunikasi yaitu;
1. Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang sebagai media
atau saluran. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang verbal dan
lambang nonverbal.
a. Lambang verbal Dalam proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal
paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang
mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atauperistiwa,
baik yang konkret maupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan
masa yang akan datang.
b. Lambang nonverbal Lambang nonverbal adalah lambang yang dipergunakan
dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat dengan anggota
tubuh, antara lain kepala, mata, bibir, tangan, dan jari.
Gambar 2.1.2 Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi ini dinilai sebagai model klasik, karena model ini merupakan model
pemula yang dikembangkan Aristoteles, kemudian Lasswell hingga Shannon dan Weaver.
Aristoteles membuat pola komunikasi yang terdiri atas tiga unsur, yakni:
2. Pola Komunikasi Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama
(Dedy Mulyana,2010).
Komunikator menggunakan media kedua ini karena komunikan yang dijadikan sasaran
komunikasinya jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya, jauh dan
banyak. Komunikasi dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan
7
efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang
pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi (Dedy
Mulyana,2010).
Gambar 2.1.2 Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi Laswell melibatkan lima komponen komunikasi yang meliputi Who
(siapa), Say what (mengatakan apa), In wich channel (menggunakan saluran apa), to whom
(kepada siapa), what effect (apa efeknya). (Hafied Cangara, 2010)
3. Pola Komunikasi Linear Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear
berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi,
proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi
komunikasi tatap muka (face to facecommunication) maupun dalam situasi komunikasi
bermedia (mediated communication). (Hafied Cangara, 2010).
Gambar 2.1.2 Pola Komunikasi Linear
Komunikasi tatap muka, baik komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
maupun komunikasi kelompok (group communication) meskipun memungkinkan
terjadinya dialog, tetapi ada kalanya berlangsung linear. Proses komunikasi secara linear
umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia, kecuali komunikasi melalui media
telepon. Komunikasi melalui telepon hampir tidak pernah berlangsung linear, melainkan
dialogis, tanya jawab dalam bentuk percakapan. Komunikasi linier dalam prakteknya
hanya ada pada komunikasi bermedia, tetapi dalam komunikasi tatap muka juga dapat
dipraktekkan, yaitu apabila komunikasi pasif.(Hafied Cangara, 2010)
8
Menurut Widjaja, pola komunikasi dibagi menjadi 4 (empat) model yaitu :
a) Pola Komunikasi Roda
Pola komunikasi roda menjelaskan pola komunikasi satu orang kepada orang
banyak, yaitu (A) berkomunikasi kepada (B), (C), (D), dan (E).
B
E A C
D
Gambar 2.1 Pola Komunikasi Roda
Contoh Ilustrasi :
Seseorang, biasanya pemimpin menjadi fokus perhatian. Ia dapat berhubungan
dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa
berhubungan dengan pemimpinnya.
a) Pola Komunikasi Rantai
Pola komunikasi ini, seseorang (A) berkomunikasi dengan orang lain (B)
seterusnya ke (C), (D) dan (E).
9
Gambar 2.2 Pola Komunikasi Rantai
Contoh Ilustrasi :
A dapat berkomunikasi dengan B, B dapat berkomunikasi dengan C, C dapat
berkomunikasi dengan D dan begitu seterusnya.
b) Pola Komunikasi Lingkaran
Pola komunikasi ini hampir sama dengan pola komunikasi rantai, namun terakhir
(E) berkomunikasi kembali pada orang pertama (A).
A
E B
D C
Gambar 2.3 Pola Komunikasi Lingkaran
Contoh Ilustrasi :
Setiap orang hanya bisa berkomunikasi dengan dua orang, disamping kiri dan
kanannya. Dengan perkataan lain, dalam model ini tidak ada pemimpin.
c) Pola Komunikasi Bintang
Pada pola komunikasi bintang ini, semua anggota saling berkomunikasi satu sama
lainnya.
B C E
10
A
Gambar 2.4 Pola Komunikasi Bintang
Contoh Ilustrasi :
Disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all channel, setiap anggota dapat
berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.
Pola Komunikasi yang dimaksud disini adalah gambaran tentang bentuk atau cara
yang digunakan seseorang atau sekelompok orang dalam menyampaikan pesan baik
secara langsung maupun melalui media dalam konteks hubungan dan interaksi yang
berlangsung di masyarakat.
Menurut T. Hani Handoko, dalam bukunya manajemen mengemukakan bahwa
ada 4 (empat) pola komunikasi (atau yang disebut dengan jaringan komunikasi), yakni :
a. Pola Lingkaran
A
C D
Gambar 2.5 Pola Lingkaran
E B
C
B E
11
B
Dimana B hanya dapat berkomunikasi dengan A dan C, untuk berkomunikasi
dengan E maka B harus melalui A atau melaui C dan seterusnya. Pola lingkaran adalah
bentuk yang tidak terpusat atau desentralistik.
b. Pola Rantai
C
A E
Gambar 2.6 Pola Rantai
Pada pola ini menunjukkan dua bawahan A dan E yang melapor kepada atasan
mereka B dan D, yang selanjutnya oleh B dan D dilaporkan ke C. Garis koordinasi secara
structural yang melibatkan komunikasi antara bawahan dengan atasan.
c. Pola Bintang
D E
Gambar 2.7 Pola Bintang
Dimana C dapat berkomunikasi langsung dengan A, B, D dan E. Garis koordinasi
ini melibatkan semua komponen yang dapat
B
C
12
berkomunikasi, dimana C sebagai centralnya komunikasi dengan yang lainnya, begitu
juga sebaliknya.
d. Pola Y
AB
Gambar 2.8 Pola Y
Dimana E berkomunikasi dengan D, Kemudian dari D ke C dan disampaikan
kepada A dan B. Garis koordinasi yang terpusat pada satu titik C, Kemudian dari C
langsung sampai ke A dan B.
Dan pola komunikasi Menurut Effendy, 1989 Pola Komunikasi terdiri atas 3
macam yaitu:
1. Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan dari Komunikator
kepada Komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media, tanpa ada
umpan balik dari Komunikan dalam hal ini Komunikan bertindak sebagai
pendengar saja.
2. Pola Komunikasi dua arah atau timbale balik (Two ways traffic
aommunication) yaitu Komunikator dan Komunikan menjadi salingtukar
fungsi dalam menjalani fungsi mereka, Komunikator pada tahap pertama
menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi.
Namun pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah komunikator utama,
C
E
13
komunikator utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses Komunikasi
tersebut, Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.
(Siahaan, 1991)
3. Pola Komunikasi multi arah yaitu Proses komunikasi terjadi dalam satu
kelompok yang lebih banyak di mana Komunikator dan Komunikan akan saling
bertukar pikiran secara dialogis.penting atas terjadinya hubungan antar
manusia.hubungan dengan berkomunikasi, pada hakikatnya manusia adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan
bantuan dari orang lain.
2.1.3 Komunikasi Antarbudaya
Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan
komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-
komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Namun, apa
yang terutama menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan
penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Ciri ini saja memadai untuk
mengidentifikasi suatu bentuk intraksi komunikatif yang unik yang harus
memperhitungkan peranan dan fungsi budaya dalam proses komunikasi (Deddy
Mulyana, 2000). Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Kita segera
dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan
disandi dalam suatu budaya dan haus disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah
kita lihat, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung
jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki
setiap orang (Deddy Mulyana, 2000).
2.1.4 Bentuk-bentuk Komunikasi Antarbudaya
Kita menggunakan istilah komunikasi antarbudaya secara luas untuk mencakup
semua bentuk komunikasi di antara orang-orang yang berasal dari kelompok yang
14
berbeda selain juga secara lebih sempit yang mencakup bidang komunikasi antara
kultur yang berbeda. Model komunikasi antarbudaya yang disajikan yaitu:
1. Komunikasi antarbudaya.
2. Komunikasi antara ras yang berbeda.
3. Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda.
4. Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda.
5. Komunikasi antara bangsa yang berbeda.
6. Komunikasi antara subkultur yang berbeda.
7. Komunikasi antara suatu subkultur dan kulutur yang dominan.
8. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda.
Jadi cara kita berkomunikasi sebagian besar dipengaruhi kultur, orang-orang dari
kultur yang berbeda akan berkomunikasi secara berbeda. Kita harus menaruh perhatian
khusus untuk menjaga jangan sampai perbedaan kultur menghambat interaksi yang
bermakna, melainkan justru menjadi sumber untuk memperkaya pengalaman
komunikasi kita. Jika kita ingin berkomunikasi secara efektif, kita perlu memahami
dan menghargai perbedaan-perbedaan ini.
2.1.5 Budaya dan Komunikasi
Hubungan antar budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami
komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar
berkomunikasi. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku tersebut
dipelajari dan diketahui, dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang
dunia mereka maelalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label-label yang
dihasilkan budaya mereka (Deddy Mulyana, 2000). Kemiripan budaya dalam persepsi
memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau
peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan
gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu
terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita.
15
Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya diantara yang satu
dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang
diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula (Deddy Mulyana, 2000).
Budaya adalah suatu pola hidup menyeleruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Untuk
menyederhanakan dan membatasi pembahasan kita, kita akan memeriksa beberapa
unsur sosio-budaya yang berhubungan dengan persepsi, proses verbal dan proses
nonverbal. Unsur-unsur sosio-budaya ini merupakan bagian-bagian dari komunikasi
antarbudaya. Bila kita memadukan unsur-unsur tersebeut, sebagaimana yang kita
lakukan ketika kita berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-
komponen sesuatu sistem stereo, setiap komponen berhubungan dengan dan
membutuhkan komponen lainnya. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu metriks
yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi
bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi
antarbudaya (Deddy Mulyana, 2000).
2.1.6 Etnik Sunda
Secara antropologi-budaya dapat dikatakan, bahwa yang disebut bangsa sunda
adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa sunda
serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta bertempat tinggal di
daerah jawa barat, daerah yang sering disebut tanah pasundan atau tatar sunda
(koencaraningrat, 2010)
Bahasa sunda yang dipandang sebagai bahasa sunda terhalus adalah dialek
cianjur. Sedangkan bahasa sunda yang agak kurang halus adalah bahasa sunda di
Banten, Karawang, Bogor, Cirebon. Bahasa Baduy yang terdapat di kabupaten lebak
provinsi Banten adalah bahasa sunda Kuno.
Banten dan cirebon merupakan daerah percaumpuuran dimana digunakan
bahassa sunda dan bahasa jawa. Orang banten dan orang cirebon yang menggunakan
16
bahasa sunda tidak menyebut dirinya orang sunda tetapi menyebut dirinya orang
cirebon atau orang Banten.
2.1.7 Etnik Serawai
Masyarakat Serawai adalah salah satu dari suku bangsa Melayu yang tinggal di
Kabupaten Seluma. Hubungan lalu lintas yang semakin lancar dari Kabupaten Seluma
ke Kota Bengkulu mendorong banyak warga masyarakat Serawai dengan mudah
datang dan pergi ke Kota Bengkulu. Pada mulanya mereka datang ke Kota Bengkulu
untuk menjual hasil pertanian.
Masyarakat Serawai yang mulai mapan akhirnya memilih tinggal menetap di
Kota Bengkulu. Selain untuk berdagang dan berusaha mencari penghidupan yang lebih
baik, mereka datang ke Kota Bengkulu untuk melanjutkan pendidikan. Masyarakat
Serawai yang menetap di Kota Bengkulu mulai menyesuaikan diri dengan masyarakat
Bengkulu, termasuk dalam bahasa. Akibat adanya kontak bahasa, perlahan-lahan
masyarakat Serawai mulai menjadi penutur dua-bahasa, bahkan beragam-bahasa.
Mereka mampu berbicara dalam Bahasa Serawai (BS), Bahasa Melayu Bengkulu
(BMB), Bahasa Indonesia (BI) dan mungkin bahasa yang lain seperti Bahasa Inggris
(B Ing).
Pada masyarakat dwibahasa atau beragam-bahasa, percampuran kode, alih
kode, atau malah pergeseran penggunaan bahasa sering terjadi. Seperti dikatakan oleh
Mardikantoro (2007: 43), dalam masyarakat beragam-bahasa sering terjadi kontak
bahasa atau kontak dialek. Kontak bahasa dalam konteks masyarakat yang bersifat
multikultural sangat berpotensi menyebabkan terjadinya apa yang disebut pergeseran
penggunaan bahasa.
Menurut Poedjosoedarmo (2000), pergeseran penggunaan bahasa tidak terjadi
secara pasif. Pergeseran bahasa bukan terjadi karena kekurangsempurnaan telinga anak
dalam memahami bahasa orangtua (Hockett, 1958) melainkan karena dipicu oleh
hakikat dan keperluan komunikasi. Pergeseran penggunaan bahasa itu terjadi secara
aktif karena anggota masyarakat terpisah dari kelompok besarnya, lalu berpindah ke
tempat lain.
17
Setelah terjadi migrasi dari Kabupaten Seluma ke Kota Bengkulu, populasi
masyarakat Serawai yang tinggal di Kota Bengkulu semakin bertambah. Jumlah
masyarakat Serawai yang tinggal di Kota Bengkulu hingga saat ini diperkirakan
mencapai 41.841 jiwa. Selain Serawai, suku lainny yang tinggal di Kota Bengkulu
adalah Melayu Bengkulu sebanyak 41.974, Jawa 38.936, Rejang 20.313, Lembak
12.411, Pasemah 6.947, Minangkabau 33.199, Sunda 7.248, serta suku lain seperti
Cina, Batak, Bali, Aceh, dan sebagainya sebanyak 76. 761 (BPS Bengkulu, 2000).
Dari segi jumlah, masyarakat Serawai yang tinggal di Kota Bengkulu cukup
besar. Namun karena mereka pendatang dan hidup membaur dengan suku lainnya,
mereka akhirnya beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan penduduk setempat,
termasuk dalam bahasa. Mereka tinggal dan tersebar di beberapa wilayah seperti
daerah perbatasan antara Kota Bengkulu dengan Kabupaten Seluma, antara lain di
Kelurahan Betungan, Kelurahan Padang Kemiling, dan Kelurahan Pagar Dewa.
Sebagian lagi tinggal di tengah Kota Bengkulu, antara lain di Kelurahan Kandang
Limun, Kelurahan Anggut Dalam, Kelurahan Kebun Gran, Kelurahan Sawah Lebar,
Kelurahan Kebun Kenanga, Kelurahan Belakang Pondok, dan Kelurahan Penurunan.
Di daerah tersebut, masyarakat Serawai hidup membaur dengan suku lainnya dan
berkomunikasi menggunakan BMB.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Interaksionisme Simbolik
Konsep teori interaksionisme simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert Blumer
sekitar tahun 1939. Dalam lingkup sosiologi, idea ini sebenarnya sudah lebih dahulu
dikemukakan George Herbert Mead, tetapi kemudian dimodifikasi oleh blumer guna
mencapai tujuan tertentu. Teori ini memiliki idea yang baik, tetapi tidak terlalu dalam
dan spesifik sebagaimana diajukan G.H. Mead.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan
masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini
menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang
18
memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka
sendiri yang menentukan perilaku manusia. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan
dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang
memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru
merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.
Menurut teori Interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara
manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka
maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang
ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang
terlihat dalam interaksi sosial.
Secara ringkas Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis
berikut:
1. Individu merespon suatu situasi simbolik, mereka merespon lingkungan
termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan
media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada
obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu
dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya
obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik,
tindakan atau peristiwa itu ) namun juga gagasan yang abstrak.
3. Makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial,
perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses
mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya
yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang
19
diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori
interaksionisme simbolik. Tiga konsep itu dan hubungan di antara ketiganya
merupakan inti pemikiran Mead, sekaligus key words dalam teori tersebut.
Interaksionisme simbolis secara khusus menjelaskan tentang bahasa, interaksi sosial
dan reflektivitas.
20
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian atau informan merupakan hal yang menjadi
pertimbangan utama dalam pengumpulan data pada penelitian kualitatif. Dalam
pengambilan sampel pada penelitian ini. Subjek dari penelitian ini adalah etnik sunda
dan Etnik Serawai di BEM Fikom Universitas Gunadarma 2018-2019
Objek Penelitian
Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi obyek
penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-
hal lain jika dianggap perlu (Husein Umar (2005). Objek penelitian ini adalah pola
komunikasi antar etnik sunda dan etnik serawai dimana etnik sunda dan etnik serawai
memiliki komunikasi dalam berinteraksi yang mempunyai makna berbeda . kasus yang
peneliti angkat adalah pola komunikasi yang dilakukan etnik sunda dan etnik serawai
di BEM Fikom Universitas Gunadarma 2018-2019.
3.2 Pendekatan Penelitian
Untuk metode penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975) dalam (Moleong, 2007), kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara utuh. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti mencari
semua data yang dibutuhkan, kemudian dikelompok-kelompokan menjadi lebih
spesifik.
Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai
suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan
dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya
21
tidak dapat diukur dengan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data
tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape,
dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Penelitin ini juga
menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi memfokuskan
pada pengalaman pribadi individu, subjek penelitiannya adalah orang yang mengalami
langsung kejadian atau fenomena yang terjadi, bukan individu yang hanya mengetahui
suatu fenomena secara tidak langsung atau melalui media tertentu ( Ghony & Fauzan,
2012)
3.3 Paradigma Penelitian
Paradigma yang peneliti gunakan ialah paradigma konstruktivisme. Paradigma
konstruktivisme meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha
memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja (Creswell, 2009).. Mereka
mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka,
makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-
makna inipun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih
mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna
menjadi sejumlah kategori dan gagasan. Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak
mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut :
Observasi
Cara observasi dilakukan peneliti untuk menunjang data yang telah ada.
Observasi penting dilakukan agar dalam penelitian tersebut data-data yang diperoleh
dari wawancara dapat dianalisis nantinya dengan melihat kecenderungan yang terjadi
melalui proses dilapangan.
Observasi berguna untuk menjelaskan, memberikan dan merinci gejala yang
terjadi, mengamati secara langsung objek yang diteliti sehingga memperoleh data yang
22
diperlukan. Dalam hal ini yang diamati adalah Komunikasi antarbudaya mahasiswa
Jambi dan mahasiswa Sunda di Universitas Gunadarma.
Cara observasi yang peneliti lakukan adalah observasi non partisipan.
Observasi non partisipan merupakan metode observasi dimana periset hanya bertindak
mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan oleh
kelompok yang diteliti, baik kehadirannya diketahui atau tidak (Kriyantono, 2006).
Wawancara
Untuk memperoleh data informasi secara akurat dari narasumber langsung
peneliti melakukan metode wawancara semiterstruktur. Pada wawancara
semiterstruktur ini, peneliti mempunyai daftar pertanyaan tertulis tapi memungkinkan
untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yakni terkait dengan
permasalahan. Wawancara ini dikenal pula dengan nama wawancara terarah atau
wawancara bebas terpimpin,artinya wawancara dilakukan secara bebas, tapi terarah
dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang akan ditanyakan dan telah
disiapkan terlebih dahulu (Kriyantono, 2006).
Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan bahan tertulis seperti buku-buku referensi, jurnaljurnal,
artikel internet untuk mendapatkan data informasi yang diperlukan. Dokumentasi yang
peneliti lakukan dalam bentuk rekaman, foto-foto dan hasil wawancara yang sengaja
peneliti lakukan untuk mendapatkan informasi yang peneliti butuhkan.
23
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Objek Penelitian
Sejarah ORMAWA BEM FIKOM Universitas Gunadarma
Adalah organisasi yang berada ditingkat Fakultas di Universitas Gunadarma.
Organisasi ini dibentuk pada tanggal 25 Januari 2014 awal mula nya adalah
bernamakan Himikom (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi) kemudian dileburkan
pada bulan mei 2018. BEM FIKOM ini merupakan satu-satunya organisasi mahasiwa
yang berada di tingkat Fakultas Ilmu Komunikasi. Hingga saat ini organisasi ini berusia
5 tahun, dari awal organisasi ini terbentuk tentu nya sudah banyak mengalami
perubahan. Adapun urutan ketua BEM FIKOM Universitas Gunadarma pertama kali
priode 2014-2015 ialah Ibrahim Dwi Rudianto, priode 2015-2016 Colidah Astri
Pertiwi, priode 2016-2017 Veronika Dina Maryani, priode 2017-2018 M.Iman Noor
Firdausy dan 2018-2019 Bella Amalia. Itulah sejarah singkat mengenai BEM FIKOM
Univeritas Gunadarma.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian
Metode Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara
mendalam dengan 4 informan penelitian dan para informan pendukung lainnya. Para
informan ini merupakan etnik sunda dan etnik serawai.
Didalam BEM FIKOM Universitas Gunadarma 2018-2019 sendiri terjalin
Komunikasi sesama pengurusnya. Didalam kepengurusan Priode 2018-2019 terdapat
beragam suku dan budaya. Salah satu nya yaitu etnik sunda dan etnik serawai.
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan
penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi yang terjadi
didalam BEM FIKOM ini bisa dikategorikan sebagai mode komunikasi atarbudaya
yang memiliki perbedaan etnik 1 dengan etnik yang lain. Bukan menjadi sesuatu yang
24
aneh jika di dalam organisasi memiliki berbagai macam etnik. Dalam penelitian ini
peneliti menulis mengenai pola komunikasi antara entik sunda dan etnik serawai di
BEM FIKOM, menurut hasil analisi peneliti jika dilihat dari bentuk-bentuk komunikasi
antarbudaya yang ada pada penelitian ini termaksud ke dalam komunikasi antara
kelompok etnik yang berbeda.
Pada penelitian ini peneliti memakai pola komunikasi merupakan suatu proses
penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu
lambang sebagai media atau saluran. Dalam komunikasi antar budaya peneliti memilih
bentuk komunikasi antar kelompok etnis yang berbeda dikarenakan dalam BEM
FIKOM terdapat 2 etnik yang berbeda antara sunda dan serawai.
Dari sini peneliti membahas tentan budaya dan komunikasi di karenakan ttg
etnik sunda dan serawai. Hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami
untuk memahami komunikasi. Oleh karena itu melalui pengaruh budayalah oeang-
orang belajar komunikasi. Komunikasi itu terkait oleh budaya. Sebagaimana budaya
diantara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi
individu-individu yang di asuh dalam budaya tersebut pun akan berbeda pula. Karena
pada hakikatnya komunikasi itu memang terikat oleh budaya.
Proses interaksi yang dilakukan masyarakat Erabaru adalah pertemuan dengan
etnik lain adalah suatu keharusan dan menjadi kegiatan yang tidak bisa dihindari,
sehingga proses komunikasi dan interaksi dilakukan secara tatap muka maupun
komunikasi yang menggunakan media komunikasi. Individu-individu tersebut saling
bertemu dalam kegiatan mereka sehari-hari, tetapi masing-masing mempraktekkan
budaya masing-masing. Meski begitu mereka menghargai adanya keberagaman etnis
yang ditunjukkan dengan adanya sikap toleransi antarbudaya yang berbeda bisa dilihat
dari sikap saling menghargai, saling mempercayai dan saling menghormati yang ada
diantara Pengurus BEM FIKOM . seperti yang diutarakan oleh Vicco selaku
perwakilan etnik serawai dalam kutipannya:
25
“cara berinteraksi normal seperti halnya teman-teman yang lain cuman ya tadi
karena ada penekanan dalam bahasa yang digunakan sehari-hari Kan ntar gua
harus menghadapi lingkungan yang baru Jadi gua harus sebisa mungkin
menyesuaikan dengan kondisi yang baru dan harus saling memahami satu sama
lain”. (Wawancara Vicco Tri Wahyu, Depok 29 Juli 2019).
Seperti halnya di yang disampaikan oleh Rida Anjani, dimana kita harus saling
menghormati perbedaan budaya yang ada, yang diutarakan Rida selaku perwakilan
etnik sunda dalam kutipannya:
“kalau kita ada di organisasi itu kan memang kayak Banyak suku kemudian
beda-beda cara mereka berkomunikasi, cara Mereka menyelesaikan masalah,
cara mereka menyampaikan pendapat,nah disitu kita harus saling menghormati
perbedaannya nah kaya misalnya dia ngomongnya suaranya kerasa kaya marah
kadang bukan berarti marah tapi memang itu, Nah kalau ngelihat suku Serawai
kayaknya nggak jauh beda tapi mereka Emang itu tadi orangnya. Kalau
ngomong, kalau mereka nggak penting itu nggak akan ngomong dan mereka
lebih lebih orangnya lebih to the point dan lebih tegas gitu kalau ngomong kalau
diri sendiri sebagai orang Sunda”. (Wawancara Rida Anjani, Depok 29 Juli
2019).
Dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tentram, rukun dan damai
bukanlah hal yang sulit, namun tidak juga mudah. Ditengah perbedaan yang ada,
dibutuhkan sikap saling toleransi, keterbukaan, dan saling menghargai di setiap
individunya. Termasuk juga yang tercermin didalam Kepengurusan BEM FIKOM.
Dimana proses komunikasi di pengaruhi oleh kultur yang berbeda namun perbedaan
kultur tersebut tidak digunakan sebagai hambatan dalam komunikasi.
Jika dilihat dari analisis diatas dapat disimpulkan pola komunikasi pada etnik
sunda dan etnik serawai di BEM FIKOM adalah pola komunikasi primer
4.2.2 Deskripsi Informan
Informan 1
Nama : Rida Anjani
Umur : 21 Tahun
Status : Mahasiswi
Etnik : Sunda
26
Informan 1 merupakan seorang Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019 yang
menjabat sebagai Sekertaris umum. Ia seorang dari rantauan Bogor dan berasal dari
Etnik Sunda, ia keturuan etnik sunda dari seorang ayah dan ibu nya. Ia anak pertama
dari 3 bersaudara. Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, mudah berkomunikasi dan
dewasa
Informan 2
Nama : Nurhaliza
Umur : 20 Tahun
Status : Mahasiswi
Etnik : Serawai
Informan 2 merupakan seorang Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019 yang
menjabat sebagai Bendahara 1. Ia dari rantauan bengkulu dan berasal dari etnik
serawai. Ia anak pertama dari 3 bersaudara. Ia tinggal di Bengkulu, ia dikenal sebagai
orang yang cuek, tidak banyak bicara, dan memiliki logat yang khas ketika berbicara.
Informan 3
Nama : Vicco Tri Wahyu
Umur : 22 Tahun
Status : Mahasiswa
Etnik : Serawai
Informan 3 merupakan seorang Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019. Ia
berasal dari Bengkulu dan ber etnik Serawai. Ia anak dari ibu dan bapak asal suku
serawai dan ia anak ke3 dari 3 bersaudara. Ia dikenal sebagai orang yang jarang berbaur
dengan sesama pengurus di BEM FIKOM dan dikenal sebagai orang yang cuek.
27
Informan 4
Nama : Muhammad Ardian
Umur : 21 Tahun
Status : Mahasiswa
Etnik : Sunda
Informan 4 merupakan seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019. Ia
berasal dari Bogor dan Ber Etnik sunda, ia keturunan sunda dari ibu dan bapaknya dan
ia adalah anak tunggal Ia dikenal sebagai seorang yang keras kepala dan kritis.
4.3 Analisis Hasil Penelitian
4.3.1 Analisis Pola Komunikasi Pada Etnik Sunda Dan Etnik Serawai
Informan 1
Informan 1 merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM yang berasal dari etnik
sunda. Ia keturuan etnik sunda dari seorang ayah dan ibu nya. Ia anak pertama dari 3
bersaudara. Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, mudah berkomunikasi dan dewasa. .
Menurut pandangan anggota lain dan ia sendiri seperti dalam kutipannya :
“berkaca dari ini kali ya surat-surat yang pernah di terima dari temen-temen
pengurus dan mungkin karna termasuk dari pengurus inti kaya lebih banyak
ngomong dihormati terus juga kebetulan cuma beberapa kan angkatan 16 jadi
merasa diri lebih dituakan teman-teman banyak yang nanya yang sering, Jadi
mungkin mereka Melihatnya sebagai apa ya tempat mengadu mungkin atau
penasihat”.
Naluri sebagai anak pertama membuat ia menjadi seseorang yang kuat dan dapat
banyak orang disekitarnya merasa nyaman untuk berbagi dengannya dan terbukti dari
kutipan wawancara diatas.
Organisasi bukan hal yang baru baginya, menurutnya komunikasi kunci
penting dalam keberhasilan hubungan berorganisasi berdasarkan pengelaman yang
didapatkan sebelumnya ia pernah berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki
latar belakang etnik yang berbeda. Saat ini di organisasi BEM FIKOM ia telah berkerja
sama dengan pengurus yang memiliki latar belakang etnik yang berbeda salah satunya
28
ialah etnik serawai. Menurutnya pengurus BEM dari etnik serawai memiliki
komunikasi yang berbeda dari etnik sunda. Etnik serawai lebih tegas dalam
menyampaikan pesannya. Menurut kutipannya :
“kalau kita ada di organisasi itu kan memang kayak banyak suku kemudian
beda-beda cara mereka berkomunikasi, cara Mereka menyelesaikan masalah,
cara mereka menyampaikan pendapat, kadang bukan berarti marah tapi
memang itu nggak jadi kayaknya gitu Nah kalau ngelihat suku Serawai
kayaknya nggak jauh beda tapi mereka Emang itu tadi orangnya. Kalau
ngomong, kalau mereka nggak penting itu nggak akan ngomong dan mereka
lebih lebih orangnya lebih to the point dan lebih tegas gitu kalau ngomong kalau
diri sendiri sebagai orang Sunda”
Pola komunikasi informan 1 yang terjalin dengan informan lain dari suku
serawai termasuk pola komunikasi primer. Karna pola komunikasi primer merupakan
suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Lambang dalam hal ini
adalah lambang verbal dan lambang nonverbal.
Komunikasi yang terjalin antara informan 1 dan informan lainnya biasanya banyak
terjadi pada saat rapat harian, rapat acara dan rapat akbar.
Informan 2
Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019 yang
menjabat sebagai Bendahara 1. Ia dari rantauan bengkulu dan berasal dari etnik
serawai. Ia anak pertama dari 3 bersaudara. Ia tinggal di Bengkulu, ia dikenal sebagai
orang yang cuek, tidak banyak bicara, dan memiliki logat yang khas ketika berbicara.
Menurut pandangan anggota lain dan ia sendiri seperti dalam kutipannya :
“orangnya monoton mungkin agak tertutup, cuek, logat bicara nya keras”
Ia sendiri mengakui bahwa dirinya memang seperti itu.
Organisasi BEM ini adalah hal baru bagi ia, menurutnya komunikasi hal yang
penting dalam keberhasilan berorganisasi berdasarkan pengelaman yang didapatkan
sebelumnya ia pernah berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki latar
belakang etnik yang berbeda. Saat ini di organisasi BEM FIKOM ia telah berkerja sama
29
dengan pengurus yang memiliki latar belakang etnik yang berbeda salah satunya ialah
etnik sunda. Menurutnya pengurus BEM dari etnik sunda memiliki komunikasi yang
berbeda dari etnik serawai. Etnik sunda berbicara lebih lembut daripada etnik serawai
yang kerass . Menurut kutipannya :
“Kalau suku Serawai sendiri perbedaannya kira-kira yang terlihat menonjol
paling cara bicaranya kalau sunda kan lembut Kalau serawai lebih keras, kira-
kira nggak terlalu jadi perbedaan, sama aja tergantung orangnya”
Pola komunikasi informan 2 yang terjalin dengan informan lain dari suku
serawai termasuk pola komunikasi primer. Karna pola komunikasi primer merupakan
suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Lambang dalam hal ini
adalah lambang verbal dan lamabng nonverbal.
Komunikasi yang terjalin antara informan 2 dan informan lainnya biasanya banyak
terjadi pada saat rapat harian, rapat acara dan rapat akbar.
Informan 3
Informan 3 merupakan seorang Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019. Ia
berasal dari Bengkulu dan ber etnik Serawai. Ia anak dari ibu dan bapak asal suku
serawai dan ia anak ke3 dari 3 bersaudara. Ia dikenal sebagai orang yang jarang berbaur
dengan sesama pengurus di BEM FIKOM dan dikenal sebagai orang yang cuek.
Menurut pandangan orang lain dan ia sendiri pada kutipannya :
“ini penilaian orang terhadap diri gue yang sebenarnya itu tergantung orang
yang menilai diri gua sih sejauh ini yang gua terima sih nggak ada yang aneh-
aneh sih mereka bilang gue juga bisa berbaur dengan lingkungan, gue bisa
bersosialisasi makanya gue bisa masuk Bem jadi nggak ada kendala sih dengan
orang-orang baru yang hadir dalam lingkungan gua tapi secara pribadi.tapi gua
juga dikenal sebagai orang yang cuek kalau belum mengenal gua lebih jauh”
Organisasi merupakan hal yang sering ia ikuti dikampus, salah satumya adalah
BEM FIKOM, menurutnya komunikasi merupakan hal yang penting dalam
keberhasilan berorganisasi berdasarkan pengelaman yang didapatkan sebelumnya ia
30
pernah berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang etnik yang
berbeda. . Menurutnya pengurus BEM dari etnik sunda memiliki komunikasi yang
berbeda dari etnik serawai. Etnik sunda lebih sopan saat berbicara . Menurut
kutipannya :
“kaya biasa aja sih cara bagaimana kita berkomunikasi dengan orang baru
nggak ada masalah sih dalam diri gue pribadi yang penting gue bisa nyambung
saat berkomunikasi, tapi yang gua tau etnik sudan memang lebih sopan saat
berbicara”
Pola komunikasi informan 3 yang terjalin dengan informan lain dari suku
serawai termasuk pola komunikasi primer. Karna pola komunikasi primer merupakan
suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Lambang dalam hal ini
adalah lambang verbal dan lambang nonverbal.
Komunikasi yang terjalin antara informan 3 dan informan lainnya biasanya
banyak terjadi pada saat rapat harian, rapat acara dan rapat akbar.
Informan 4
Informan 4 merupakan seorang Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi di Universitas
Gunadarma. Ia merupakan salah satu pengurus BEM FIKOM priode 2018-2019. Ia
berasal dari Bogor dan Ber Etnik sunda, ia keturunan sunda dari ibu dan bapaknya dan
ia adalah anak tunggal Ia dikenal sebagai seorang yang keras kepala dan kritis. Menurut
pandangan orang lain dan ia sendiri pada kutipannya :
“Pastinya kembali lagi ke tiap-tiap perspektif orang, tapi yang saya sering
dengar ialah orang melihat saya sebagai sosok yang keras kepala dan juga kritis,
pemalas namun benar atau tidak nya itu semua relatif karena memang
perbedaan perspektif dan tentunya saya tidak bisa menilai diri saya sendiri”
Organisasi merupakan hal yang sering ia lakui, ia sering mengikuti beberapa
organisasi, menurutnya organisasi itu hal yang menyenangkan dan bisa membah relasi
serta wawasan. sebelumnya ia pernah berkomunikasi dengan orang-orang yang
memiliki latar belakang etnik yang berbeda. Menurutnya pengurus BEM dari etnik
31
serawai memiliki komunikasi yang berbeda dari etnik sunda . Etnik serawai lebih tegas
ketika berkomunikasi . Menurut kutipannya :
“Tidak terlalu banyak perbedaan khusus dari etnik serawai sendiri ketika
berkomunikassi kepada etnik sunda, mungkin untuk etnik serawai sendiri
mereka lebih tegas ketika berkomunikasi mungkin itu sudah menjadi ciri khas
sumatra.”
Pola komunikasi informan 4 yang terjalin dengan informan lain dari suku sunda
termasuk pola komunikasi primer. Karna pola komunikasi primer merupakan suatu
proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Lambang dalam hal ini
adalah lambang verbal dan lambang nonverbal.
Komunikasi yang terjalin antara informan 3 dan informan lainnya biasanya
banyak terjadi pada saat rapat harian, rapat acara dan rapat akbar.
Pola komunikasi antarbudaya yang terjadi dalam etnik sunda dan etnik serawai
yaitu pola komunikasi primer. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan yang sudah
tertera di bab sebelumnya bahwa Etnik sunda memiliki gaya komunikasi yang sopan
dan lembut, sedangkan Etnik serawai memiliki gaya komunikasi yang tegas.
4.3.2 Analisis Teori Interaksionisme Simbolik Pada Etnik Sunda Dan Etnik
Serawai Di BEM FIKOM
Informan 1
Analisis pada informan 1 berdasarkan perspektif Teori Interaksionisme
Simbolik dimana 3 konsep utama nya adalah Mind, Self, Society. Dalam konsep mind
manusia harus menggembangian pikiran melalui interaksi dengan orang lain Informan
1 menggunkan pikirannya untuk menganalisis dan memaknai setiap perkataan teman-teman
melalui interaksi yang terjadi didalam organisasi BEM FIKOM
“saya orangnya memang perasa dan memikirkan apa yang menjadi pandangan
orang lain, tapi jika itu membangun untuk saya pasti akan terima sebagai bahan
evaluasi dan intropeksi. Dengan hal tersebut saya jadi mengetahui bagaimana
saya harus bersikap dan berkomunikasi dengan pengurus lain”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti menilai bahwa informan 1 ini memiliki mind yang
cukup positif.
32
Konsep self menurut mead dipahami melalui bahasa. Oeang memiliki
kemampuan untuk menjadi subjek dan objek dari dirinya sendiri. Diri yang bertindak
disebut I sedangkan diri yang mengamati disebut Me. I bersifat spontan dan impulsif
sedangkan me bersifat reflektif dan peka secara sosial. Konsep self pada informan 1
bertindak sebagai Me karna ia lebih peka secara sosial, terbukti pada kutipan itu sendiri
“berkaca dari ini kali ya surat-surat yang pernah di terima dari temen-temen
pengurus dan mungkin karna termasuk dari pengurus inti kaya lebih banyak
ngomong dihormati terus juga kebetulan cuma beberapa kan angkatan 16 jadi
merasa diri lebih dituakan teman-teman banyak yang nanya yang sering, Jadi
mungkin mereka Melihatnya sebagai apa ya tempat mengadu mungkin
mungkin atau penasihat”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti ini menilai bahwa informan 1 merupakan sosok
yang memiliki kemampuan sosial yang baik dalam mengatasi masalah dan bisa
dijadikan tempat berbagi banyak orang. Hal ini sesuai dengan konsep self sebagai me.
Didefinisikan mead sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia.
Ada 2 bagian penting masyarakat yang mempengaruhi seseorang. Pertama secara
khusus (particular others) seperti keluarga, teman, dan kolega. Yang kedua orang lain
secara umum (generelized others) yang merujuk kepada cara pandang dari kelompok
sosial. Bagian penting yang mempengaruhi informan 1 ini adalah dari kalangan
particular others yaitu teman. Informan 1 merupakan sosok yang lebih dekat dengan
pengurus inti, ia juga sering berdiskusi karna dianggap sebagai sosok yang dewasa, hal
ini sesuai dengan kutipan dengan salah satu teman dekatnya
“Rida kalau di BEM itu kan sebagai sekertaris kalau ditanya ia didalam BEM,
ia sosok yang bisa menjadi penengah intinya baik lah”
33
Informan 2
Analisis pada informan 1 berdasarkan perspektif Teori Interaksionisme
Simbolik dimana 3 konsep utama nya adalah Mind, Self, Society. Dalam konsep mind
manusia harus menggembangian pikiran melalui interaksi dengan orang lain Informan
2 tidak menggunakan pikirannya untuk menganalisis dan memaknai setiap perkataan
teman-teman melalui interaksi yang terjadi didalam organisasi BEM FIKOM dalam
kutipannya
“Terima, kalau kritik yang membangun tapi kalau kritik ngejatuhin Nggak
terima”
Dari kutipan diatas informan 2 ini orang yang tidak terlalu memikirkan perkataan orang
lain, kecuali kata-kata tersebut penting baginya dan bersifat kontruktif.
Konsep self menurut mead dipahami melalui bahasa. Oeang memiliki
kemampuan untuk menjadi subjek dan objek dari dirinya sendiri. Diri yang bertindak
disebut I sedangkan diri yang mengamati disebut Me. I bersifat spontan dan impulsif
sedangkan me bersifat reflektif dan peka secara sosial. Konsep self pada informan 2
bertindak sebagai I karna ia spontan dan impulsif. Terbukti pada kutipan itu sendiri
“biasanya langsung pulang, karena capek”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti ini menilai bahwa informan 2 merupakan sosok
yang individual. Hal ini sesuai dengan konsep self sebagai I.
Didefinisikan mead sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia.
Ada 2 bagian penting masyarakat yang mempengaruhi seseorang. Pertama secara
khusus (particular others) seperti keluarga, teman, dan kolega. Yang kedua orang lain
secara umum (generelized others) yang merujuk kepada cara pandang dari kelompok
sosial. Bagian penting yang mempengaruhi informan 2 ini adalah dari kalangan
particular others yaitu teman. Informan 2 merupakan sosok yang lebih dekat dengan
pengurus inti, ia juga sering berdiskusi karna dianggap sebagai sosok yang pendiam,
hal ini sesuai dengan kutipan
34
“orangnya monoton mungkin agak tertutup, cuek, logat bicara nya keras”
Informan 3
Analisis pada informan 1 berdasarkan perspektif Teori Interaksionisme
Simbolik dimana 3 konsep utama nya adalah Mind, Self, Society. Dalam konsep mind
manusia harus menggembangian pikiran melalui interaksi dengan orang lain Informan
3 tidak menggunakan pikirannya untuk menganalisis dan memaknai setiap perkataan
teman-teman melalui interaksi yang terjadi didalam organisasi BEM FIKOM dalam
kutipannya
“tergantung kalau kritikannya masuk di akal gua ya gua terima tapi kalau.
Itu juga nggak masuk akal ya gua bisa brontak istilah apa namanya mengklaim
bahwa gue nggak salah lagi. itu juga tergantung”
Dari kutipan diatas informan 3 ini orang yang tidak terlalu memikirkan perkataan orang
lain, kecuali kata-kata tersebut penting baginya dan bersifat kontruktif.
Konsep self menurut mead dipahami melalui bahasa. Oeang memiliki
kemampuan untuk menjadi subjek dan objek dari dirinya sendiri. Diri yang bertindak
disebut I sedangkan diri yang mengamati disebut Me. I bersifat spontan dan impulsif
sedangkan me bersifat reflektif dan peka secara sosial. Konsep self pada informan 3
bertindak sebagai I karna ia lebih tidak banyak basa-basi dan impulsif. Terbukti pada
kutipan itu sendiri
“ini penilaian orang terhadap diri gue yang sebenarnya itu tergantung orang
yang menilai diri gua sih sejauh ini yang gua terima sih nggak ada yang aneh-
aneh sih mereka bilang gue juga bisa berbaur dengan lingkungan, gue bisa
bersosialisasi makanya gue bisa masuk Bem jadi nggak ada kendala sih dengan
orang-orang baru yang hadir dalam lingkungan gua tapi secara pribadi.tapi gua
juga dikenal sebagai orang yang cuek kalau belum mengenal gua lebih jauh.”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti ini menilai bahwa informan 3 merupakan sosok
yang individual . Hal ini sesuai dengan konsep self sebagai I.
Didefinisikan mead sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia.
Ada 2 bagian penting masyarakat yang mempengaruhi seseorang. Pertama secara
35
khusus (particular others) seperti keluarga, teman, dan kolega. Yang kedua orang lain
secara umum (generelized others) yang merujuk kepada cara pandang dari kelompok
sosial. Bagian penting yang mempengaruhi informan 2 ini adalah dari kalangan
particular others yaitu teman. Informan 2 merupakan sosok yang lebih dekat dengan
pengurus inti, ia juga sering berdiskusi karna dianggap sebagai sosok yang pendiam,
hal ini sesuai dengan kutipan teman dekatnya
“Lebih banyak diam, tidak terlalu banyak omong dan tidak akan mengungkap
kan apapun jika tidak penting”
Informan 4
Analisis pada informan 4 berdasarkan perspektif Teori Interaksionisme
Simbolik dimana 3 konsep utama nya adalah Mind, Self, Society. Dalam konsep mind
manusia harus menggembangian pikiran melalui interaksi dengan orang lain Informan
1 menggunkan pikirannya untuk menganalisis dan memaknai setiap perkataan teman-
teman melalui interaksi yang terjadi didalam organisasi BEM FIKOM
“Saya mungkin termaksud orang yang menerima nya karna tentu saja yang
menilai diri kita orang lain namun kritik dan saran tersebut pun saya rasa harus
ada sedikit latar belakang dan juga alasan-alasan yang logis dan falid agar
kemudian saya bisa improve dan jika memang alasan tersebut tidak logis
menurut saya disitu mungkin saya tidak bisa menerima kritik dan saran
tersebut”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti menilai bahwa informan 4 ini memiliki mind yang
cukup positif.
Konsep self menurut mead dipahami melalui bahasa. Oeang memiliki
kemampuan untuk menjadi subjek dan objek dari dirinya sendiri. Diri yang bertindak
disebut I sedangkan diri yang mengamati disebut Me. I bersifat spontan dan impulsif
sedangkan me bersifat reflektif dan peka secara sosial. Konsep self pada informan 4
bertindak sebagai Me karna ia lebih peka secara sosial, terbukti pada kutipan itu sendiri
36
“Pastinya kembali lagi ke tiap-tiap perspektif orang, tapi yang saya sering
dengar ialah orang melihat saya sebagai sosok yang keras kepala dan juga kritis,
pemalas namun benar atau tidak nya itu semua relatif karena memang
perbedaan perspektif dan tentunya saya tidak bisa menilai diri saya sendiri”
Berdasarkan kutipan diatas peneliti ini menilai bahwa informan 4 merupakan sosok
yang mudah bergaul. Hal ini sesuai dengan konsep self sebagai me.
Didefinisikan mead sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia.
Ada 2 bagian penting masyarakat yang mempengaruhi seseorang. Pertama secara
khusus (particular others) seperti keluarga, teman, dan kolega. Yang kedua orang lain
secara umum (generelized others) yang merujuk kepada cara pandang dari kelompok
sosial. Bagian penting yang mempengaruhi informan 4 ini adalah dari kalangan
particular others yaitu teman. Informan 4 merupakan sosok yang lebih sering
berdiskusi dan dewasa, hal ini sesuai dengan kutipan dengan salah satu teman dekatnya
“Menurut gua ardian sosok yang tanggung jawab, pintar, mudah berbaur dan
sangat dewasa”
37
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis dan hasil pembahasan
diatas tentang Pola Komunikasi Etnik Sunda dan Etnik Serawai di BEM FIKOM
Universitas Gunadarma 2018-2019, maka peneliti menyimpulkan bahwa etnik sunda
dan etnik serawai yang perlu disimpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Pola komunikasi antarbudaya yang terjadi dalam etnik sunda dan etnik serawai
yaitu pola komunikasi primer.
2. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan yang sudah tertera di bab sebelumnya
bahwa Etnik sunda memiliki gaya komunikasi yang sopan dan lembut,
sedangkan Etnik serawai memiliki gaya komunikasi yang tegas.
3. Berdasarkan persepektif interaksionalisme simbolik, para informan penelitian
cenderung sosok yang aktif dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang
lain. Walau secara mind etnik serawai tidak terlalu memikirkan pendapat orang
lain namun komentar lingkungan sekitar tetap menjadi pengaruh dalam
tindakan berdiskusi di saat kegiatan rapat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alo, Lilliweri. 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. Mandar Maju : Bandung
Ardianto, Erdinaya. 2005. Komunikasi Massa SuatuPengantar.Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktikEdisi
Revisi. Jakarta: RinekaCipta.
Atkinson, Rita L, Richard C Atkinson, dan Ernest R Hilgard. 1997. Pengantar –
Psikologi Edisi ke Delapan Jilid 2, Jakarta :Erlangga.
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University
Press
Cangara, Hafied, 2002, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada.
De Fleur, Melvin L dan Sandra Ball-Rokeach, 1982 Theories of Mass
Communication.
Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Djuroto, Totok. 2007. Mengelola Radio Siaran: Mendulang Untung dari Bisnis
Informasi dan Hiburan. Semarang: Dahara Prize
Fauziahardiyani, 2009.Komunikasi dan Media Massa. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hidayat, DeddyNur. 2009. PENGANTAR KOMUNIKASI MASSA. Jakarta: Rajawali
Pers.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Prenada
Media Group.
Moleong, Lexy J. (2010), Metodologi penelitian kualitatif, Remaja
Rosdakarya,Bandung
Morissan. 2005. Media Penyiaran, StrategiMengelola Radio danTelevisi. Tangerang:
Ramdina Prakarsa
39
Mulyana, Dedi. 2001. IlmuKomunikasi, SuatuPengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Cespur: Malang.
Olii, Helena. 2007. Opini publik. Jakarta: PT Indeks.
Rakhmat, Jalaludin. 2005, PsikologiKomunikasiEdisiRevisi, Bandung:
RemajaRosdakarya.
Rohim, Syaiful. 2009. TeoriKomunikasi. Jakarta: PT. RinekaCipta.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2003. Psikologi Remaja, Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali
______________________. 2006. Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV Rajawali.
Sendjaja, Djuarsa, 2004. PengantarIlmuKomunikasi. Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada
Siregar, Syofian. 2013. MetodePenelitianKuantitatif. Jakarta: PT
FajarInterpratamaMandiri.
Sugiyono, 2009, MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatifdan R&D, Bandung
:Alfabeta.
Triartanto, Yudo. 2010. Broadcasting Radio. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widasarana
Indonesia
Top Related