Laporan Praktikum Hari/Tgl :Kamis,8 November 2012Sanitasi Dan Higiene Dosen : Mrr. Lukie T, STP, Msi
Asisten : Wira Yani Febi H, Amd
UJI DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK METODE CAKRAM
KERTAS SARING DAN DIFUSI SUMUR
Oleh
Kelompok 5/A-P1
Rico Fernando T J3E111044
Salma Fikriyah J3E111062
Aqmila Muthi Rafa J3E111066
Chintia Hutagalung J3E111089
Nia Alliffiana J3E111133
PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mempelajari efektivitas beberapa jenis disinfektan dan
antiseptik serta. Selain itu, mempelajaru penerapan metode cakran kertas saring
dan metode difusi sumur untuk mengevaluasi aktivitas dan efektivitas beberapa
jenis disinfektan dan antiseptik.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
2.1.1 Metode Cakram Kertas Saring
Tabel 1. Cakram Kertas Saring Formaldehid
Kelompok
Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)
Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 0,403 0,421 0,757 0,263 - 0,4610 0,1668
2 1,615 0,625 1,0775 0,67 - 0,9969 0,7801
3 4,0807 3,14 - - 1,4519 3,6104 10,2322
4 0,845 0,675 0,075 0,93 0,85 0,6313 0,3128
5 0,212 0,253 - - - 0,2325 0,0424
6 1,525 0,97 1,035 1,27 - 1,2000 1,1304
7 - - - - - - -
Tabel 2. Cakram Kertas Saring Iodium
Kelompok
Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)
Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 0,253 0,379 0,458 0,308 - 0,3495 0,0959
2 0,705 0,65 0,81875 0,91625 0,7725 0,4685
3 - - - - - - -
4 0,17 0,17 0,085 0,055 0,04 0,1200 0,0113
5 - - - - - - -
6 0,095 0,035 0,13 0,18 0,015 0,1100 0,0095
7 - - - - - - -
Tabel 3. Cakram Kertas Saring Komersial
Kelompok
Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)
Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 0,296 0,177 0,293 0,19 - 0,2390 0,0448
2 0,6575 1,1225 0,545 0,3775 0,4325 0,6756 0,3583
3 0,6644 1,1304 - - 1,0202 0,8974 0,6322
4 0,845 0,05 0,05 0,05 0,04 0,2488 0,0486
5 - - - - - - -
6 0,21 0,035 0,285 0,375 0,2 0,2263 0,0402
7 - - - - - - -
2.1.2 Metode Difusi Sumur
Tabel 4. Difusi Sumur Formaldehid
Kelompok
Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)
Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 0,388 0,293 0,358 0,403 - 0,3605 0,1020
2 1,07 0,925 0,61 0,595 - 0,8000 0,5024
3 0,4298 0,6079 0,053 - 0,3636 0,1038
4 0,78 0,63 0,83 0,68 0,62 0,7300 0,4183
5 0,215 0,215 0,195 0,185 - 0,2025 0,0322
6 0,745 0,755 0,68 0,66 - 0,7100 0,3957
7 0,25 0,25 0,5 0,5 - 0,3750 0,1104
Tabel 5. Difusi Sumur Iodium
Kelompok
Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata (cm)
Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 - - - - - - -
2 - - - - - - -
3 - - - - - - -
4 - - - - - - -
5 - - - - - - -
6 0,115 0,055 0,105 0,115 0,165 0,0975 0,0075
7 - - - - - - -
Tabel 6. Difusi Sumur Komersial
Kelompok Luas Zona Hambat (cm) Rata-Rata
(cm)Rata-Rata Luas (cm2)1 2 3 4 Kontrol
1 - - - - - - -
2 0,7145 1,49625 - - - 1,1054 0,9592
3 - - - - - - -
4 0,14 0,12 0,19 0,19 0,13 0,1600 0,0201
5 - - - - - - -
6 0,085 0,06 0,055 0,11 - 0,0775 0,0047
7 - - - - - - -
Keterangan:
(-) : Tidak ada areal bening
Kelompok Ganjil : Komersial Y , E.coli
Kelompok Genap : Komersial X , S. Aureus
2.2 Pembahasan
Usaha manusia untuk mengatasi mikroorganisme penyebab penyakit dan
penurunan mutu bahan pangan banyak menggunakan penambahan bahan
pengawet untuk mencegah atau mengurangi kerusakan dan kerugian yang
diakibatkan. Bahan pengawet untuk mencegah kerusakan biologi yang disebabkan
oleh mikroorganisme disebut dengan antimikroba. Senyawa antimikroba ada yang
termasuk kelompok antibiotika, desinfektan, dan antiseptik. Antibiotika adalah
suatu substansi yang dihasilkan mikroorganisme yang dalam jumlah amat sedikit
menunjukkan kegaiatan antimikroba.
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat
pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang
terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Antibiotik adalah segolongan
senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau
menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri (Craig., 1998). Berdasarkan sifatnya antibiotik dibagi menjadi
dua; antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif
terhadap bakteri dan antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang
bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri (Van Saene., 2005).
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu
mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Desinfektan
digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada benda-benda
mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain-lain.
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan
suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet
bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan.
Kerusakan yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal
(kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali).
Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada
konsentrasi dan kultur yang digunakan. Mekanisme penghambatan
mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan
permeabilitas membran sel yang dapatmenyebabkan kehilangan komponen
penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruksi atau kerusakan fungsi material
genetik.
Pada praktikum Sanitasi dan Higiene pada tanggal 18 Oktober 2012,
dilakukan pengujian terhadap efektivitas beberapa disinfektan yaitu formaldehid,
iodium, dan komersial dengan metode difusi sumur dan metode cakram kertas
saring.
2.2.1 Metode Cakram Kertas Saring
Metode Kirby-Bauer atau metode difusi disk merupakan cara yang paling
banyak dipakai untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam
antibiotika. Pada metode difusi disk digunakan cakram kertas saring yang
mengandung suatu obat (antibakteri) dengan konsentrasi tertentu yang
ditempelkan pada lempeng agar yang telah ditanami kuman. Hambatan (killing
zone) akan tampak sebagai daerah yang tidak memperlihatkan pertumbuhan
kuman disekitar cakram. Lebar daerah hambatan tergantung ada atau tidaknya
daya serap obat kedalam agar dan kepekaan kuman terhadap obat tersebut
(Anonim, 2009).
Interpretasi hasil pengujian difusi disk dapat dilihat dari dua alternatif.
Pertama ialah apabila di sekitar paper disk terdapat zona (daerah) bening tanpa
pertumbuhan bakteri; hal ini dinyatakan positif, berarti obat tradisional yang diuji
mempunyai daya antimikroba. Alternatif kedua ialah apabila di sekitar paper
disk tidak terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri dinyatakan
negatif yang berarti desinfektan yang diuji tersebut tidak mempunyai daya
antimikroba (Pudjarwoto, 1992). Pada praktikum ini, pengujian efektivitas
disinfektan dan antiseptik dengan metode cakram kertas saring menggunakan
media formaldehid, iodium, dan komersial.
2.2.1.1 Metode Cakram Kertas Saring Formaldehid
Formaldehid ini sudah dikenal sejak lama sebagai zat bakterisid.
Mempunyai sifat–sifat reduksi yang kuat sekali dan sangat reaktif terhadap asam
amino dan protein, dan berdasarkan hal inilah maka formaldehid ini mempunyai
daya antibakteri. Formaldehid diaplikasikan dalam bidang medis untuk sterilisasi,
sebagai pengawet, dan bahan pembersih rumah tangga. Fungsinya sebagai
desinfektan untuk membunuh virus, bakteri, fungi, dan parasit baru efektif jika
konsentrasi penggunaannya besar. Algae, protozoa, dan organisme uniseluler lain
cukup sensitif terhadap formaldehid dengan konsentrasi akut letal berkisar 0,3-22
mg/l (WHO, 1989). Mekanisme formaldehid sebagai desinfektan adalah
membunuh sel dengan cara mendehidrasi sel jaringan dan sel bakteri dan
menggantikan cairan yang normal dengan komponen kaku seperti gel sehingga sel
bakteri akan kering.
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram
kertas saring formaldehid pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,1668 cm2.
Pada kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,7801 cm2. Pada kelompok 3, luas
areal bening sebesar 10,2322 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar
0,3128 cm2. Pada kelompok 5, luas areal bening sebesar 0,0424 cm2. Pada
kelompok 6, luas areal bening sebesar 1,1304 cm2. Pada kelompok 7, tidak
terbentuk areal sebesar bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona
areal bening karena cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat
sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan
formaldehid yang menetes pada tempat bagian kontrol sehingga air steril yang
bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan
S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih besar
dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur
S.aureus yaitu sebesar 1,1304 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 10,2322 cm2.
Perbedaan ketahanan bakteri dapat disebabkan adanya perbedaan alamiah
antara kedua golongan bakteri. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif
dimana selnya sebagian besar (90%) terdiri dari lapisan peptidoglikan dan lapisan
tipis asam teikoat (Fardiaz, 1989). Asam teikoat menyebabkan permukaan sel
bakteri gram positif bersifat polar dan mempunyai muatan negatif. Sifat ini akan
mempengaruhi laju penetrasi molekul-molekul ke dalam sel yang akhirnya dapat
menyebabkan kebocoran sel.
Sedangkan E. coli adalah bakteri gram negatif dimana dinding selnya lebih
kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif. Bakteri gram positif hanya
mempunyai satu lapisan membran yang mengandung peptidoglikan sedangkan
bakteri gram negatif mempunyai membran dalam dan membran luar. Lapisan
membran luar (outer 34 wall layer) mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan
lipoprotein. Lapisan ini bersifat impermeabel terhadap molekul besar tetapi dapat
melalukan molekul kecil. Lipopolisakarida dan peptidoglikan merupakan saringan
bagi berbagai ukuran molekul, sedangkan plasma membran bersifat impermeabel
bagi molekul yang ukurannya jauh lebih kecil (Lay dan Hastowow, 1992 dalam
Nurmilah Y, 2009).
Menurut Gorman (1991) dalam Naufalin, dkk (2004) pada bakteri gram
negatif terdapat sisi hidrofilik yaitu gugus karboksil, amino, fosfat, dan hidroksil
yang peka terhadap senyawa polar. Sedangkan kepekaan bakteri gram positif
disebabkan tidak terdapatnya molekul reseptor spesifik untuk penetrasi
antimikroba dan susunan matriknya terbuka (Russell, 1991 dalam Naufalin,
2004). Pada bakteri gram positif susunan dinding sel lebih sederhana terdiri atas 2
lapis namun memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Meskipun dinding sel
bakteri E.coli lebih kompleks terdiri atas 3 lapis namun lapisan peptidoglikan tipis
(Beveridge, 1997 dalam Juliantina, 2008). Formaldehid dapat merusak bakteri
karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formeldehid dengan protein, yang
pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi dari lisin diantara gugus-
gugus polar dari peptidanya (Angka, 1992).
Berdasarkan pengamatan, bahan formaldehid dapat membentuk zona
bening terbesar pada media tumbuh bakteri S.aureus. dan bakteri E.coli.
Formaldehid dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena didalamnya terdapat
unsur aldehida. Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam
bakteri dehidrasi (kekurangan air). Menurut Dewi (2010) unsur aldehida
didalamnya bersifat mudah bereaksi dengan protein, karena ketika dimasukan ke
media, formaldehid akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan
hingga terus meresap ke bagian dalam. Protein yang telah rusak, tidak akan
digunakan bakteri untuk bermetabolisme dan menghasilkan energi, sehingga tidak
terjadi pertumbuhan bakteri karena sumber nutrien untuk tumbuh telah dirusak
oleh antibiotik formaldehid.
2.2.1.2 Metode Cakram Kertas Saring Iodium
Iodium merupakan satu-satunya antimikroba kimia golongan halogen yang
berbentuk padat pada suhu kamar dan dapat berubah secara spontan menjadi gas
tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Iodium telah banyak digunakan sebagai
desinfeksi kulit karena sifatnya yang germisida terhadap bakteri fungi, spora dan
virus (Volk dan Wheeler, 1992). Umumnya untuk tujuan anti mikroba, iodium
digunakan dalam bentuk preparat lugol atau povidone iodin (Reddish,1961).
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram
kertas saring iodium pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,0959 cm2. Pada
kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,4685 cm2. Pada kelompok 4, luas areal
bening sebesar 0,0113 cm2. Pada kelompok 6, luas areal bening sebesar 0,0095 cm2.
Pada kelompok 3, 5, dan 7 tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada
perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena cairan yang di tambahkan
hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin
dikarenakan karena ada cairan iodiumyang menetes pada tempat bagian kontrol
sehingga air steril yang bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas
sebagai antimikroba.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan
S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih kecil
dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur
S.aureus yaitu sebesar 0.05024 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0,0959 cm2.
Povidone iodine adalah suatu iodofor suatu kompleks yodium dengan
polivinil pirolidon. Yodium yang dilepas, bekerja sebagai antiseptik berspektrum
luas. Povidone Iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai
antiseptik,mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus,
protozoa, dan spora bakteri. Iodine 10% merupakan antiseptik yang mempunyai
daya bunuh bakteri yang kuat, lama dan berspektrum luas. Kerjanya langsung dan
cepat membunuh bakteri dan bukan menahan perkembangan bakteri. Umumnya
untuk tujuan antimikroba iodine digunakan dalam bentuk preparat lugol untuk
povidone iodine (Reddish, 1961; Setiadi dkk, 1985), sedangkan pada praktikum
iodium yang digunakan hanya 4%. Perbedaan konsentrasi iodium tersebut
menjadi alasan tidak adanya zona hambat yang menandai keefektifan daya kerja
desindektan tersebut. Maka tidak adanya zona bening yang terbentuk dikarenakan
konsentrasi dari iodium yang kurang ampuh untuk menghambat pertumbuhan
bakteri.
Mekanisme kerja iodium sebagai antimikroba dengan mempresentasikan
protein-protein, sebagian hilang dalam bentuk ikatan dan sebagian lagi
dikonversikan dalam bentuk ion iodida. Iodium dalam bentuk ikatan terus
berpenetrasi sehingga efeknya terus berlanjut. Sedangkan menurut Drs. Usman
Suwandi (1992) iodium membunuh mikroorganisme dalam bentuk garam dengan
protein melalui halogenisasi langsung. Konsentrasi efektif iodium terhadap
mikroorganisme tidak bervariasi secara lebar tetapi mempunyai kecepatan
membunuh yang berbeda-beda (Reddish, 1961).
2.2.1.3 Metode Cakram Kertas Saring Komersial
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram
kertas saring iodium pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,0448 cm2. Pada
kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,3583 cm2. Pada kelompok 3, luas areal
bening sebesar 0,6322 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,0486 cm2.
Pada kelompok 6, luas areal bening sebesar 0,0402 cm2. Pada kelompok 5 dan 7,
tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada
zona areal bening karena cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak
bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan
komersial yang menetes pada tempat bagian kontrol sehingga air steril yang
bercampur dengan formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan
S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih besar
dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur
S.aureus yaitu sebesar 0,3583 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0,6322 cm2.
Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian terhadap zat
disinfektan, Zat disinfektan yang digunakan adalah disinfektan komersial x dan
disenfektan komersial y. Sedangkan bakteri yang digunakan sebagai penguji
dalam metode cakram kertas saring kali ini yaitu S. Aureus dan E. coli. Bahan
kimia atau substansi yang dapat mematikan bakteri disebut bakterisidal,
sedangkan bahan kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut
bakteriostatik. Bahan antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi
rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi.
Dalam menghambat aktivitas mikroba, senyawa aktif antimikroba
berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi dan
koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti. Keampuhan suatu
antimikroba atau disinfektan dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang
terbentuk akibat berdifusinya zat disinfektan tersebut. Antimikroba atau
disinfektan yang berbeda memiliki laju difusi yang berbeda pula, karena itu
keampuhan antimikroba satu tidak sama dengan antimikroba yang lainnya.
Dilihat dari hasil pengamatan bahan antimikroba berupa disinfektan
komersial x maupun disinfektan komersial y dari setiap kelompok penguji adalah
substansi atau disinfektan mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapatmenyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, dan destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik.
Mekanisme pertama menggangu pembentukan dinding sel, mekanisme ini
disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada
dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun
dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk
tak terdisosiasi.
Mekanisme kedua bereaksi dengan membran sel, komponen bioaktif dapat
mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat
mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat
mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi protein, menghambat
pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-
ase pada membran sel.
Mekanisme ketiga menginaktivasi enzim, mekanisme yang terjadi
menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan
kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan
memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan
aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi
berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini
berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti
(inaktif). Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika
mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur
enzim dengan komponen senyawa antimikroba.
Mekanisme keempat menginaktivasi fungsi material genetik, komponen
bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA),
menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan
menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya
proses pembelahan sel untuk pembiakan.
2.2.2 Metode Difusi Sumur
Metoda yang paling sering digunakan adalah metoda difusi agar yang
digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Kerjanya dengan mengamati
daerah yang bening, yang mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media agar (Jawetz et al.,
2005). Pada praktikum ini, metode difusi sumur yang digunakan adalah cara cup
plat. Cara ini juga sama dengan cara cakram, dimana dibuat sumur pada media
agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi
antibiotik yang akan di uji.
Praktikum uji desinfektan dengan metode difusi sumur menggunakan
beberapa jenis desinfektan. Tujuan digunakan macam-macam jenis desinfektan
yakni untuk mengetahui desinfektan mana yang paling efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri yang diinokulasikan pada sumur. Kerentanan bakteri
terhadap suatu antibakteri dapat diukur secara in vitro dengan menggunakan
prinsip difusi agar. Beberapa proses berlangsung ketika infusa yang mengandung
antimikroba dimasukkan ke dalam sumur pada agar medium yang telah
diinokulasi. Pertama, terjadi penyerapan air dari medium agar dan kemudian
melarut. Kemudian antimikroba itu berdifusi pada medium agar sesuai dengan
hukum fisika yang berlaku atas proses difusi suatu molekul. Hasil yang didapat
berupa diameter zona hambat pada agar sekeliling sumur. Terbentuknya areal
bening di sekitar koloni bakteri menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan
bakteri uji. Semakin luas areal bening menunjukkan semakin tinggi aktivitas
antimikroba. Pada praktikum ini, pengujian efektivitas disinfektan dan antiseptik
dengan metode difusi sumur menggunakan media formaldehid, iodium, dan
komersial. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur
terhadap dua jenis bakteri yaitu Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri
gram positif dan Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif.
Penggunaan kedua bakteri tersebut didasarkan pada keberadaan bakteri E. coli dan
S. aureus yang cukup banyak dan tersebar pada tubuh manusia, keduanya
merupakan bakteri patogen yang dapat menganggu kesehatan manusia.
2.2.1.1 Metode Difusi Sumur Formaldehid
Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi
efektif sekitar 8%. Formaldehida merupakan disinfektan yang
bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal,
dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan. Senyawa ini
memiliki daya inaktivasi mikroba dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat
terinaktivasi oleh senyawa organik.
Formaldehid biasanya digunakan sebagai desinfektan yang efektif
terhadap bakteri, jamur dan virus. Formaldehid 1 % efektif sebagai bakterisid
tetapi memerlukan waktu kontak yang lama dan daya kerjanya lambat. Kadar
formaldehid 0.5 % memerlukan waktu 6-12 jam untuk membunuh kuman, dan 2-4
hari untuk membunuh spora, bahkan dalam kadar 8 % diperlukan waktu 18 jam.
Formaldehid 10 % juga digunakan untuk mensterilkan alat-alat kedokteran dan
untuk sterilisasi sputum pasien tuberkulosis digunakan larutan formaldehid 8 %
dalam larutan alkohol 70 % (Arif dan Sjamsudin, 1995).
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram
kertas saring formaldehid pada kelompok 1 luas areal bening sebesar 0,1020 cm2.
Pada kelompok 2, luas areal bening sebesar 0,5024 cm2. Pada kelompok 3, luas
areal bening sebesar 0,1038 cm2. Pada kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,418
cm23. Pada kelompok 5, luas areal bening sebesar 0,0322 cm2. Pada kelompok 6,
luas areal bening sebesar 0,3957 cm2. Pada kelompok 7, luas areal bening sebesar
0,1104 cm2. Pada kelompok 4, pada perlakuan kontrol, terdapat zona areal bening,
Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena cairan yang
di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba. Hal tersebut
mungkin dikarenakan karena ada cairan formaldehid yang menetes pada lubang
bagian kontrol sehingga air steril yang bercampur dengan formaldehid
mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan
S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli lebih kecil
dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur
S.aureus yaitu sebesar 0.05024 cm2 sedangkan E.coli yakni sebesar 0.5024 cm2.
Perbedaan zona hambat (luas areal bening) disebabkan karena perbedaan struktur
dinding sel bakteri. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif dimana
selnya sebagian besar (90%) terdiri dari lapisan peptidoglikan dan lapisan tipis
asam teikoat (Fardiaz, 1989). Asam teikoat menyebabkan permukaan sel bakteri
gram positif bersifat polar dan mempunyai muatan negatif. Sifat ini akan
mempengaruhi laju penetrasi molekul-molekul ke dalam sel yang akhirnya dapat
menyebabkan kebocoran sel.
Sedangkan E. coli adalah bakteri gram negatif dimana dinding selnya lebih
kompleks dibandingkan dengan bakteri gram positif. Bakteri gram positif hanya
mempunyai satu lapisan membran yang mengandung peptidoglikan sedangkan
bakteri gram negatif mempunyai membran dalam dan membran luar. Lapisan
membran luar (outer 34 wall layer) mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan
lipoprotein. Lapisan ini bersifat impermeabel terhadap molekul besar tetapi dapat
melalukan molekul kecil. Lipopolisakarida dan peptidoglikan merupakan saringan
bagi berbagai ukuran molekul, sedangkan plasma membran bersifat impermeabel
bagi molekul yang ukurannya jauh lebih kecil (Lay dan Hastowow, 1992 dalam
Nurmilah Y, 2009).
Zona bening tersebut terjadi karena antimikroba akan mengakibatkan
pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam area pertumbuhan bakteri yang
padat sehingga tak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin tersebut. Keampuhan
suatu antimikroba dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang terbentuk
akibat berdifusinya zat antibiotika tersebut, Antimikroba yang berbeda memiiki
laju difusi yang berbeda pula, karena itu keampuhan antimikroba satu sama lain
tidak sama (Wilson 1982). Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat
jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air). Menurut Dewi (2010) unsur
aldehida didalamnya bersifat mudah bereaksi dengan protein, karena ketika
dimasukan ke media, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian
permukaan hingga terus meresap ke bagian dalam. Protein yang telah rusak, tidak
akan digunakan bakteri untuk bermetabolisme dan menghasilkan energi, sehingga
tidak terjadi pertumbuhan bakteri kerena sumber nutrien untuk tumbuh telah
dirusak oleh antibiotik formalin.
2.2.1.2 Metode Difusi Sumur Iodium
Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air
dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk
mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan
sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang
cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif
mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi Kelemahan iodofor
diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih dan mahal.
Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C.
Iodium termasuk dalam grup halogen, dengan konsentrasi hipoklorit –
konsentrasi tertinggi HCIO (warexin) – larutan 1,5% yodium tinktur – konsentrasi
tertinggi. Adapun keuntungan dari iodium ialah pencuci dan desinfektan tidak
meninggalkan warna, meninggalkan residu anti baktrei, iodium tinktur bersifat
tuberkulosidal. Dan kelemahan dari iodium adalah tintur menimbulkan warna dan
iritasi kulit, aktifitasnya hilang di dalam air sadah, korosif terhadap logam,
menyebabkan pengeringan kulit.
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram kertas
saring iodium pada kelompok 6 luas areal bening sebesar 0,0075 cm2. Pada
kelompok 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, tidak terbentuk luas areal bening. Seharusnya pada
kontrol tidak terdapat areal bening karena kontrol hanya berisi air steril. Hal ini
kemungkinan dikarenakan terkontaminasi oleh udara saat membuka cawan
mungkin terlalu lebar ataupun karena terkena tetesan dari iodin pada lubang
sumur didekatnya. Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening
E.coli dan S.aureus berbeda. Jarak zona hambat formaldehid pada bakteri E.coli
lebih kecil dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi
sumur S.aureus yaitu sebesar 0.0075 cm2 sedangkan E.coli tidak terbentuk zona
hambat.
Larutan desinfektan (iodium) ini akan menimbulkan gradien konsentrasi di
dalam agar dan membentuk penghambatan yang dapat dilihat sebagai zona
bening. Semakin jauh jarak masuk ke dalam agar, maka konsentrasi produk yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, berkurang dan hanya beberapa bakteri
yang dapat terhambat. Hal inilah yang menimbulkan gradient yang berbeda pada
tingkat konsentrasi tertentu (Davidson dan Parish, 1993). Batas dari zona bening
adalah pada saat kekuatan larutan desinfektan (iodium) sudah jauh berkurang,
sehingga tidak lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji. Zona bening yang
terbentuk disebut juga diameter penghambatan. Diameter penghambatan yang
dibentuk, dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi produk, tingkat
kelarutan produk dan kemampuan produk untuk berdifusi ke dalam agar (Prescott
etal., 2003). Semakin lebar diameter penghambatan, maka aktivitas senyawa
antimikroba semakin besar. Ekstrak yang menunjukkan aktivitas penghambatan
terkuat akan dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya.
Mekanisme kerja iodine sebagai antimikroba dengan mempresentasikan
protein-protein, sebagaian hilang dalam bentuk ikatan dan sebagaian lagi
dikonversikan dalam bentuk ion iodida. Iodium dalam bentuk ikatan terus
berpenetrasi sehingga efeknya terus berlanjut. Pendapat lain mengatakan bahwa
iodium membunuh mikroorganisme dalam bentuk garam dengan protein melalui
halogenisasi langsung. Konsentrasi efektif iodium terhadap mikroorganisme tidak
bervariasi secara lebar tetapi mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-
beda ( Lud Waluyo, 2005)
2.2.1.3 Metode Difusi Sumur Komersial
Setelah diinkubasi selama dua hari, hasil pengamatan dengan cakram
kertas saring iodium pada kelompok 2 luas areal bening sebesar 0,9592 cm2. Pada
kelompok 4, luas areal bening sebesar 0,0201 cm2. Pada kelompok 6, luas areal
bening sebesar 0,0047 cm2. Pada kelompok 1, 3,5 dan 7, tidak terbentuk luas areal
bening. Seharusnya pada perlakuan kontrol tidak ada zona areal bening karena
cairan yang di tambahkan hanya air steril yang tidak bersifat sebagai antimikroba.
Hal tersebut mungkin dikarenakan karena ada cairan komersial yang menetes
pada lubang bagian kontrol sehingga air steril yang bercampur dengan
formaldehid mempunyai efektivitas sebagai antimikroba.
Berdasarkan hasil praktikum dapat dilihat luas areal bening E.coli dan
S.aureus berbeda. Jarak zona hambat komersial pada bakteri E.coli lebih kecil
dibandingkan dengan S.aureus. Luas areal bening terbesar pada difusi sumur
S.aureus yaitu sebesar 0.9592 cm2 sedangkan E.coli tidak terbentuk zona hambat.
Hal ini dapat disebabkan karena bahan komersial x yang digunakan untuk
metode difusi sumur mungkin sudah berkurang efektivitasnya untuk menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli karena sudah lama
disimpan, bahan komersial yang digunakan juga baunya sudah tidak kuat lagi
mungkin karena telah dicampurkan atau diencerkan dengan air.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa untuk
mengevaluasi aktivitas dan efektivitas desinfektan dapat dilakukan dengan metode
difusi sumur dan cakram kertas saring berdasarkan pembentukan zona
penghambatan (areal bening). Jenis desinfektan yang mempunyai efektivitas
paling baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus adalah formaldehid. Staphylococcus aureus (gram positif)
memiliki ketahanan terhadap disinfektan lebih besar daripada bakteri Escherichia
coli (gram negatif).
3.2 Saran
Sebaiknya, sebelum dilakukan praktikum alat dan bahan yang akan
digunakan dipersiapkan terlebih dahulum sehingga praktikan dapat melakukan
pengujian dengan cepat. Selain itu, penyediaan alat-alat yang akan digunakan
jumlahnya ditambah untuk mengurangi terjadinya kesalahan akibat kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agnesa, A. 2010. Uji sensitifitas. http://kesmas-unsoed.blogspot.com [7 November 2012]
Dewi, FK. 2010. Aktivetas antibakteri akstrak etanol buah mengkudu terhadap bekteri pembusuk daging segar [terhubung berkala] http://eprints.uns.ac.id [19 Mei 2011].
Gould, Dinah dan Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Pahrudin. 2006. Aplikasi bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie basah matang. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Pelczar M.J. dan Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta : UI Press.
Temaja, I G. 2010. Laporan assei mikrobiologi. http://dweeja.wordpress.com [7 November 2012]
Veteriner. 2009. Senyawa-senyawa antibakterial. http://duniaveteriner.com [19 Mei 2011].
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Wilson Gisvold. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Semarang : IKIP Semarang Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perthitungan Luas areal Bening
Difusi Sumur Formadehid Kelompok 5
π d2
4 = 3,14 x0,20252
4 = 0,0322 cm2
Cakram Kertas Saring Formaldehid Kelompok 5
π d2
4 = 3,14 x0,23252
4 = 0,424 cm2
Lampiran 2. Gambar Hasil Pengamatan
Gambar 1. Difusi Sumur Formaldehid
Gambar 2. Difusi Sumur Iodium
Gambar 3. Difusi Sumur Komersial Y
Gambar 4. Kertas Cakram Saring Komersial Y
Gambar 5. Kertas Cakram Saring Iodium
Gambar 6. Kertas Cakram Saring Formaldehid
Top Related