BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jumlah pertumbuhan penduuduk di dunia telah mengalami
perkembangan yang pesat. Meningkatnya jumlah penduduk, berarti juga
meningkatkan jumlah kebutuhan. Oleh karena itu, manusia melakukan berbagai
upayah untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara mengolah sumber daya yang
disedikan oleh alam. Sebagai contoh, penggunaan energi tidak hanya terpaku pada
energi Bahan Bakar Minyak (BBM) tetapi juga menggunakan batu bara.
Bahkan dewasa ini, batu bara akan menjadi sumber energi pertama
sebesar 33 %, kemudian disusul oleh energi gas 30%, minyak bumi 20 %, dan
enegi lainnya sebesar 4 %.
Pertambahan penduduk juga telah membuat manusia semakin lupa dengan
kondisi alam saat ini. Manusia, sudah tidak memikirkan bagaimana dampak yang
diberikan terhadap apa yang mereka kerjakan. Perusakan hutan, meningkatnya
jumlah transportasi, buruknya pengolahan sampah, meningkatnya jumlah industri,
serta hasil limbah yang dihasilkan telah membuat alam berubah.
Penggunaan bahan bakar fosil (batu bara) sebagai sumber utama serta
aktivitas manusia telah membuat alam mendekati kerusakan. Pembakaran batu
bara sebagai energi telah melepaskan karbondioksida ke udara sekitar 74 % dari
emis total. Deforastasi atau kerusakan hutan menyumbang 23 %, sisanya kurang
1
dari 4% berasal dari industri, terutama industri semen, oksidasi CO di troposfer,
dan proses alamiah lainnya.
Pelepasan karbondioksida sebenarnya tidak menjadi masalah karena alam
bisa menyeimbangkan dimana lautan akan menjadi penyeimbangnya. Akan tetapi
jumlah karbon dioksida yang ada di udara telah melewati ambang batas.
Hasil penelitian IPCC, setelah revolusi industri dimana kita menemukan
teknologi, memang ada kenaikan sangat signifikan. Konsentrasi CO2 yang semula
hanya 280 ppm sekarang menjadi 386 ppm. Padahal tingkat 280 ppm itu selama
1700 tahun. Jadi terlihat sekali peningkatan pesat konsentrasi CO2 saat ini.
Gas karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas rumah kaca
penyebab pemanasan global. Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim
(United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC), ada 6
jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu: karbondioksida (CO2), dinitro
oksida (N2O ), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs),
dan hidroflorokarbon (HFCs). Gas rumah kaca berbeda dengan polutan dari segi
jangka waktu dampak. Polutan secara langsung berdampak pada makhluk
hidup, sedangkan gas rumah kaca berdampak tidak langsung. Melalui
perantara proses di dalam lingkungan biogeokimia, gas-gas rumah kaca
baru berdampak pada makhluk hidup dan memiliki life time yang relatif lama.
Sifat gas rumah kaca adalah menaikkan suhu bumi dengan cara
menangkap radiasi gelombang pendek dari matahari dan memantulkannya
ke bumi. Gas rumah kaca juga memantulkan radiasi gelombang panjang ke
2
bumi, sehingga bumi seakan-akan mendapatkan pemanasan dua kali. Dampak dari
gas rumah kaca adalah pemanasan global dan efek rumah kaca. Sedangkan
dampak turunan dari pemanasan global salah satunya adalah perubahan iklim.
Naiknya suhu rata-rata bumi adalah salah satu bukti telah terjadi perubahan iklim.
Pemanasan global ini pun mendapatkan radiasi matahari tambahan lagi
karena terdapatnya lubang ozon. Penipisan ozon mengakibatkan radiasi
sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke bumi semakin besar
intensitasnya.
Selain pemanasan global, peningkatan CO2 apabila tidak mendapat
perhatian dapat membahayakan kesehatan manusia. Konsentrasi CO2 di udara
tidak boleh melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman maksimum untuk balita,
anak-anak, orang tua, dan individu dengan masalah kesehatan kardiopulmonari
(jatung dan paru-paru) secara signifikan lebih kecil. Untuk paparan dalam jangka
waktu pendek (di bawah 10 menit) adalah 30.000 ppm (3%). Konsentrasi karbon
dioksida yang melebihi 4% dan langsung maka berbahaya bagi keselamatan jiwa
dan kesehatan.
Meningkatnya jumlah karbondioksida di atmosfer harus mendapatkan
perhatian yang lebih oleh seluruh manusia yang menghuni bumi ini. Sehingga
diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi jumlah karbondioksida. Penelitian-
penelitian yang baru tentang pemecahan masalah ini juga diperlukan dalam
rangka mengembalikan kondisi alam sesuai semula.
Namun, selain diperlukan upaya untuk mengurangi, diperlukan juga
penelitian-penelitian tentang bagaimana memanfaatkan gas karbondioksida yang
3
berlebih tersebut. Sehingga pemanfaatan CO2 tesebut juga akan menjadi salah satu
cara mengurangi jumlah karbondioksida tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis
merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa dampak yang diberikan karbondioksida terhadap kehidupan manusia ?
2. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi gas karbondioksida ?
C. PENGERTIAN JUDUL
1. KARBONDIOKSIDA
Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah
atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan
hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi
kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi
tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang
penting karena ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat.
Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi,
dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada
proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen
4
penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping
pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari
gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.
Karbondioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1
atm namun langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam
bentuk padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering. Karbon
dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan
terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini
disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan
asam karbonat yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan ketika seseorang
bersendawa setelah meminum air berkarbonat (misalnya Coca Cola). Konsentrasi
yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk kesehatan, sedangkan
konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan.
Pada keadaan STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m³,
kira kira 1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O)
mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol.
Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu
pembakaran logam seperti magnesium.
Pada suhu −78,51° C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat
melalui proses deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es
kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis,
Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat
5
pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang menyebabkannya sangat praktis
adalah karbon dioksida langsung menyublim menjadi gas dan tidak meninggalkan
cairan. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan sembur.
2. Karbondioksida di Atomosfer Bumi
Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan
konsentrasi sekitar 385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan
massa. Massa atmosfer bumi adalah 5,14×1018 kg, sehingga massa total karbon
dioksida atmosfer adalah 3,0×1015 kg (3.000 gigaton). Konsentrasi karbon
dioksida bervariasi secara musiman. Di wilayah perkotaan, konsentrasi karbon
dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di ruangan tertutup, ia dapat
mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di atmosfer terbuka.
Peningkatan tahunan CO2 atmosfer rata-rata peningkatan tahunan pada
tahun 1960-an adalah 37% dari rata-rata peningkatan tahunan tahun 2000-2007.
Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan
penggundulan hutan, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat
sekitar 35% sejak dimulainya revolusi industri. Pada tahun 1999 sebanyak,
2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat dari pembangkitan energi
listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh. Lima ratus juta
tahun yang lalu, keberadaan karbon dioksida 20 kali lipat lebih besar dari yang
sekarang dan menurun 4-5 kali lipat semasa periode Jura dan secara lambat
menurun sampai dengan revolusi industri.
Sampai dengan 40% dari gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi
semasa ledakan subaerial adalah karbon dioksida. Menurut perkiraan paling
6
canggih, gunung berapi melepaskan sekitar 130-230 juta ton CO2 ke atmosfer
setiap tahun. Karbon dioksida juga dihasilkan oleh mata air panas, seperti yang
terdapat di situs Bossoleto dekat Terme Rapolano di Toscana, Italia. Di sini, di
depresi yang berbentuk mangkuk dengan diameter kira-kira 100 m, konsentrasi
CO2 setempat meningkat sampai dengan lebih dari 75% dalam semalam, cukup
untuk membunuh serangga-serangga dan hewan yang kecil, namun menghangat
dengan cepat ketika cahaya matahari memancar dan berbaur secara konveksi
semasa pagi hari. Konsentrasi setempat CO2 yang tinggi yang dihasilkan oleh
gangguan air danau dalam yang jenuh dengan CO2 diduga merupakan akibat dari
terjadinya 37 kematian di Danau Moboun, Kamerun pada 1984 dan 1700
kematian di Danau Nyos, Kamerun. Namun, emisi CO2 yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari kuantitas yang
dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 milyar ton setiap tahun.
3. SUMBER PENYEBAR KARBONDIOKSIDA
Menurut para ahli, sumber utama CO2 adalah pembakaran bahan bakar
fosil yang menyumbang sekitar 74 persen dari emisi total. Sumber CO2 kedua
adalah deforestasi, baik melalui proses pembusukan maupun pembakaran
menyumbang 23 persen. Sisanya, kurang dari 4 persen berasal dari industri,
terutama industri semen, oksidasi CO di troposfer, dan proses alamiah lainnya.
7
Tabel 1 : Menurut Hasil Penelitian PPLH-IPB
S
Sektor
Emisi GRK Equivalen CO2
(Gg) %
Kehutanan & Tata Guna Lahan 315.290,19 42,5
Energi & Transportasi 303.829,95 40,9
Pertanian 99.515,24 13,4
Proses Industri 17.900,50 2,4
Limbah 6.039,39 0,8
Total 742.575,26 100
Sumber: Hasil penelitian PPLH-IPB dimuat pada ALGAS National Workshop Proceedings, Maret 1997, dalam ALGAS (1997)
Tabel 2 : Menurut Emisi Kementrian Lingkungan Hidup
Sumber pencemaran Emisi tahunan
Pembakaran BBM stationer 16,9
Industri 15,3
Transportasi 54,5
Pembakaran limbah pertanian 7,3
Pembuangan sampah 4,2
Lain-lain 1,8
Total 100
Sumber : Emisi Kementrian Lingkungan Hidup (www. Asdep.go.id) tahun 2008 (25 maret 2009)
Tabel 3: Menurut halam site
Sumber Emisi
Pembakaran Batu bara 9 milyar ton CO2
Konversi lahan dan perusakan hutan 2,563 milyar ton CO2e
Aktivitas pemakian energi, pertanian,
dan limbah
451 juta ton CO2
8
Sumber : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13865/1/09E02422.pdf
Sedangkan menurut Deputi III Menteri Negara Lingkungan Hidup (MenLH)
Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan
Lingkungan, Masnellyarti Hilman, atau lebih akrab dipanggil Nelly menjelaskan
total sumber emisi Indonesia tersebut terdiri atas konversi hutan dan lahan sebesar
36 persen, emisi penggunaan energi sebesar 36 persen, emisi limbah 16 persen,
emisi pertanian 8 persen dan emisi dari proses industri 4 persen.
4. NEGARA PENGHASIL CO2 TERBESAR
Sebuah lembaga riset independen yang berbasis di Amerika, CGD (Center
for Global Development), menunjukkan di mana penghasil gas CO2 berada dan
berapa banyak gas CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dan menyebabkan kenaikan
efek rumah kaca. CGD menjelaskan bahwa pembangkit listrik merupakan
kontributor terbesar penghasil CO2 (sekitar 25 % dari total emisi CO2). CGD
mengumpulkan data dari sekitar 50.000 pembangkit listrik di seluruh dunia dan
mengumpulkannya dalam suatu database yang disebut CARMA (Carbon
Monitoring For Action).
Data yang dikumpulkan dalam CARMA berasal dari laporan pemerintah
dan pembangkit itu sendiri. Bila data yang diperoleh masih kurang, CARMA
melakukan perkiraan emisi dengan metode statistik berdasarkan jenis dan umur
pembangkit listrik, bahan bakar yang digunakan, serta jumlah energi yang di
hasilkan. CARMA berhasil mengumpulkan daftar negara penghasil emisi CO2
9
terbesar dari sektor pembangkit listrik serta daftar pembangkit listrik di seluruh
dunia yang paling banyak menghasilkan emisi CO2.
Tabel 4 : 25 negara penghasil emisi CO2 terbesar
No Negaara Jumlah CO2 yang dihasilkan (dalam ton)1 Amerika 2.790.000.000
2 China 2.680.000.000
3 Rusia 661.000.000
4 India 583.000.000
5 Jepang 400.000.000
6 Jerman 356.000.000
7 Australia 226.000.000
8 Afrika Selatan 222.000.000
9 United Kingdom 212.000.000
10 Korea Selatan 185.000.000
11 Polandia 166.000.000
12 Italia 165.000.000
13 Taiwan 153.000.000
14 Spanyol 148.000.000
15 Kanada 144.000.000
16 Turki 102.000.000
17 Meksiko 101.000.000
18 Indonesia 92.900.000
19 Iran 86.200.000
20 Ukraina 79.100.000
21 Thailand 76.400.000
22 Arab Saudi 75.900.000
23 Kazakhstan 62.300.000
24 Malaysia 61.100.000
25 Belanda 58.900.000
10
Tabel 5 : daftar pembangkit listrik di dunia penghasil emisi CO2 terbesar
NoPembangkit
ListrikNegara
Jumlah CO2 yang dihasilkan
(dalam ton)
1 Taichung Taiwan 41.300.000
2 Poryong Korea Selatan 37.800.000
3 Castle Peak China 35.800.000
4 Reftinskaya SDPP Rusia 33.000.000
5 Tuoketo-1 China 32.400.000
6 Mailiao FP Taiwan 32.400.000
7 Vindhyachal India 29.000.000
8 Hekinan Jepang 28.900.000
9 Kendal Korea Selatan 28.600.000
10 Janschwalde Jerman 27.400.000
11 Suralaya Indonesia 27.200.000
12 Tangjin Korea Selatan 26.900.000
13 Majuba Afrika Selatan 26.500.000
14 Taean Korea Selatan 26.400.000
15 Beilungang China 26.000.000
5. PENELITIAN CO2 TERDAHULU
Karbon dioksida yang terikat secara renggang di lautan dalam bentuk ini
jumlahnya lima puluh kali lipat lebih banyak daripada karbon dioksida yang ada
di udara. Bila kandungan karbon dioksida di udara menurun karena sesuatu hal,
tingkat yang normal akan dicapai kembali melalui pelepasannya dari cadangan
besar yang ada di lautan.
11
Kebanyakan jasad-jasad hidup memiliki ensim karbonat anhidrase yang
mempercepat rekasi antara karbondioksida dengan air. Di lautan, hujan cangkang
yang mengandung krbonat berjaln terus-menerus dan memenuhi dasar samudra
dalam bentuk lapisan-lapisan kapur atau karang, sehinga mencegah kemandekan
karbondioksida di laisan atas lautan. Dr. A.E. Ringwod telah berpendapat bahwa
pemecahan tanah dan batuan secara terus-menerus oleh jasad-jasad hidup
mempercepat reksi antara karbon dioksida, air , dan batuan karbonat.
Pada tahun 1957, dua orang ilmuwan pada Scripps Institution of
Oceanografy California, Roger Revelle dan Has Usess, menulis artikel dalam
jurnal Tellus tentang masalah samudera ini. Apa yang mereka temukan, amat
mencemaskan. Lebih dari itu, yang ditemukan itu mungkin merupakan batasan
terpenting satu-satunya dalam abad batasan, fakta utama yang ganjil dari planet
yang panas dan dipaksakan.
Apa yan mereka temukan adalah, bahwa kebijaksanaan konvensional itu
keliru bahwa lapisan atas samudra, tempat udara dan permukaannya bertemu dan
mengadakan transaksi, akan menyerap amat sedikit kelebihan karbondioksida
yang dihasilkan leh manusia.
Tepatnya, apa yang mereka demonstrasikan adalah, bahwa suatu
perubahan agak kecil dalam jumlah karbondioksida bebas yang dilarutkan dalam
air lautan sesuai dengan suatu perubahan yang relatif besar dalam tekanan
karbondioksida, bertepatan dengan ekuilibrium antara samudera dan atmosfer.
Secara dramatis, apa yang mereka tunjukkan adalah bahwa sebagian besar
karbondioksida yang dipompa ke udara oleh jutaan cerobong asap, tungku, dan
12
asap mobil, akan berada di udara, yang agaknya lambat laun akan memanaskan
bumi.
Sejak adanya kehidupan di bumi, suatu jumlah tertentu karbondioksida di
atmosfer, dan ini selamanya telah menangkap sejumlah tertentu sunar matahari
untuk memanaskan bumi . jika tidak ada karbondioksida, dunia kita mungkin
menyerupai planet Mars barangkali menjadi begitu dingin sehingga sunyi dari
kehidupan. Maka sedikit dampak “rumah Kaca” ada baiknya – tumbuhan yang
merupakan kehidupan menjadi subur dalam kehangatannya. Yang menjadi
masalah adalah berupa banyaknya? Di venus atmosfer terdiri dari 97%
karbondioksida. Walhasil, ini menahan radiasi inframerah seratus kali lebih
efisien dari pada atmosfer bumi, dan membuat planet itu 700 derajat lebih panas
dari pada bumi. Atmosfer bumi kebanyakan terdiri dari nitrogen dan oksigen
dewasa ini hanya terdapat 0,035% karbondioksida, nyaris hanya berapa sekelumit
saja. Keprihatinan mengenai dampak rumah kaca juga merupakan keprihatinan
tentang meningkatnya angka itu dari 0,035% sampai 0,55% atau 0,66%, yang
tidak dapat dikatakan banyak. Tetapi cukup banyak untuk mengubah segala
sesuatu.
Scripps Institution menggaji seorang ilmuwan muda, Charles Keeling dan
dia mendirikan stasium-stasiun pemantauan di Kutub Selatan dan 11,150 kaki di
atas samudra pasifik dekat Mauna Loa di Hawaii. Studinya segera
mengkonfirmasikan hipotesis Revelle-Suess, Atmosfer terisi karbondioksida.
Ketika Keeling pertama kali memulai studinya pada tahun 1958, atmosfer di
Mauna Loa mengandung sekitar 315 ppm karbondioksida. Studi tersebut berturut-
13
turut menunjukkan bahwa setiap tahun angka itu bertambah, dalam rasio yang
meningkat. Pada mulanya peningkatan setiap tahun adalah sekitar 0,7 ppm;
memang 1,5 ppm kedengarannya sangat kecil. Tetapi dengan mengebor lubang-
lubang dalam gletser-gletser serta menguji udara yang terperangkap dalam es
zaman purba, bahkan dengan memeriksa udara yang tertutup dalam teleskop-
teleskop kuno, para ilmuwan dapat menghitung bahwa atmosfer sebelum Revolusi
Industri mengandung sekitar 280 ppm dan bahwa sebenarnya angka itu sama
tingginya seperti yang dilaporkan selama 16.000 tahun ini. Studi yang sekarang
memperlihatkan 360 ppm. Pada rasio 1,5 ppm setiap tahun, konsentrasi
karbondioksida prarevolusi industri di atmosfer akan berlipat dua dalam 140 tahun
mendatang. Dan oleh karena, sebagaimana telah kita lihat, karbondioksida pada
tingkat yang sangat rendah membantu menentukan iklim, maka karbondioksida
yang dua kali lipat tingkat terendah ini, sekalipun masih kecil dalam pengertian
yang pasti, akan mendatangkan dampak yang hebat.
6. DATA KONSENTRASI CO2
NOAA pada hari kamis 7 oktober di Mauna Loa Observatory, Hawaii
membuat data tentang konsentrasi CO2 seperti yang di perlihatkan pada
gambar berikut.
14
Sumber Data : Laboratorium Penelitian Sistem Bumi (ESRL)/ Administrasi
Kelautan dan Atmonsfor Nasional
Data set CO2 : Asli data file yang dibuat oleh NOAA pada hari Kamis 7 Oktober
2010 (13:52:04)
Lokasi : Mauna Loa Observatory, Hawaii
D. TUJUAN PENELITIAN
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan
berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, yaitu :
1. Mendeskripsikan dampak yang diberikan karbondioksida terhadap
kehidupan manusia.
15
2. Mendeskripsikan upaya yang untuk mengurangi jumlah karbondioksida.
E. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian maka diharapkan
penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai
informasi mengenai dampak yang diberikan CO2 terhadap kehidupan manusia
serta upaya yang dapat dilakukan dalam meminimalisir jumlah CO2.
F. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kajian pustaka dengan
cara mengkaji literatur berupa buku-buku dan data-data di halaman website yang
ada kaitannya dengan judul penelitian. Untuk mendukung pembahasan ini, penulis
juga mengambil data-data terbaru dengan mengkomparasinya dengan kajian teori
dari literatur tersebut. Informasi yang penulis dapat dari halaman website berupa
data-data sekaligus sebagai fakta yang dijadikan penulis dalam membahas
penelitian yang bersifat analisis deskriptif kualitatif.
16
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak yang Diberikan CO2 Terhadap Kehidupan Manusia
Adapun dampak yang diberikan CO2 terhadap kehidupan manusia di
bedakan menjadi 2 bagian sebagi berikut.
1.Dampak positif
Dampak positif yang di berikan CO2 terhadap kehidupan manusia
a. Gas CO2 bisa susutkan lemak tubuh
Gas karbondioksida (carboxytherapy) bisa digunakan untuk membuat sel-sel
lemak menyusut dan menurunkan berat badan. Seperti yang dikutip dari Daily
Mail, penelitian yang dilakukan oleh University of Siena, Italia, kepada 48 wanita
yang memiliki kelebihan lemak terutama pada bagian paha dan perut, mencoba
untuk menyuntikkan gas karbondioksida ke dalam permukaan kulit mereka.
Setelah disuntik,ternyata rata-rata orang yang menjadi objek mengalami
penyusutan di paha sebanyak 2 cm dan di perut sebesar 3 cm.
Teknik menyuntikkan gas karbondioksida atau yang dikenal dengan
carboxytherapy ini sebenarnya sudah banyak digunakan di beberapa tempat
17
kecantikan untuk menghilangkan selulit. Tehnik ini sempat memicu kontroversi
karena seorang wanita di Amerika pernah meninggal dunia karena melakukan
terapi tersebut.
Namun para peneliti mengatakan bahwa karbondioksida (CO2) adalah gas
yang alami dan tidak beracun karena diproduksi oleh sel tubuh manusia sendiri.
Karena merupakan gas alami, maka dengan cepat gas tersebut dapat diserap ke
dalam aliran darah dan langsung dikeluarkan melalui pernafasan dan juga ginjal
manusia.
Hanya dalam beberapa menit, terapi dengan karbondioksida ini dilaporkan
bisa mengecilkan jaringan lemak. Cara kerjanya adalah sebagai berikut, sebuah
jarum suntik yang berisi gas karbondioksida ditusukkan pada bagian permukaan
kulit. Gas karbondioksida kemudian akan berdifusi ke dalam pembuluh darah dan
jaringan di sekitarnya.
Pembuluh darah kemudian akan melebar yang akhirnya membuat aliran
darah lebih kuat dan lancar. Semakin lancar aliran darah artinya semakin banyak
oksigen dan nutrien yang masuk ke dalam tubuh. Dan semakin banyak oksigen,
semakin banyak pula karbondioksida yang bisa membunuh sel-sel lemak.
Profesor Nick Finer dari University College London, mantan Ketua
Asosiasi Inggris untuk Studi Obesitas, mengatakan walaupun bisa mengecilkan
ukuran tubuh namun terapi itu tidak bersifat permanen dan tidak bisa menurunkan
resiko tidak sehat lainnya yang muncul dari berat badan berlebih. Injeksi
karbondioksida bisa saja mengurangi lemak di bawah permukaan kulit tapi tidak
18
bisa mengatasi lemak dalam perut yang merupakan penyebab utama penyakit
diabetes, jantung dan lainnya.
b. CO2 pembius untuk transportasi ikan nila merah ( Oreochromis sp. )
Transportasi ikan hidup pada dasarnya adalah memaksa menempatkan
ikan dalam suatu lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan
disertai perubahan - perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak.
Keberhasilan mengurangi pengaruh mendadak dari perubahan dan lingkungan itu
memberi kemungkinan mengurangi tingkat kematian dan tujuan transportasi dapat
tercapai. Sebelum ditransportasikan ikan hidup akan mengalami perubahan
fisiologis dari keadaan hidup aktif menjadi dorman melalui proses pembiusan.
Salah satu cara pembiusan yang dilakukan adalah dengan menggunakan
gas CO2. Karbondioksida (CO2) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
dengan berat 1,5 kali berat udara. Karbondioksida adalah obat bius yang aman
untuk pembiusan jangka panjang maupun jangka pendek dan sangat dianjurkan
untuk digunakan dalam transportasi ikan hidup karena lebih efektif, harga lebih
murah dan aman . Proses pemingsanan dengan gas CO2 terjadi melalui
penghambatan sistem respirasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tekanan gas CO2 yang efektif
untuk pemingsanan dan suhu media pengemasan yang sesuai untuk transportasi
ikan nila merah hidup. Tujuan lainnya untuk mengetahui bentuk pengemasan
yang sesuai untuk transportasi ikan nila merah hidup, pengaruh transportasi
19
terhadap kepadatan ikan dan efisiensi kemasan serta kualitas air terhadap
kelulusan hidup ikan dalam kemasan.
Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. percobaan dalam penelitian pendahuluan meliputi karantina
ikan, pemingsanan dan pengukuan lama pingsan. Pemingsanan ikan nila merah
dengan gas CO2 dilakukan pada tekanan 5 mmHg, 10 mmHg, 15 mmg, 20 mmHg
dan 25 mmHg. Pengukuran lama pingsan dilakukan setiap dua jam sekali pada
media air sekitar suhu pngsan yaitu 80° - 110° C. Perlakuan dalam penelitian
utama terhadap ikan nila merah hidup yang dilakukan meliputi pengemasan dalam
media serutan kayu mahoni pada suhu rendah (100° - 110°C) dan suhu ruangan
(290° - 300°C), pengemasan dalam media air tanpa aerasi suhu (100° - 110°C),
pengemasan dalam media air beraerasi suhu (100° - 110°C) dan transportasi
dalam media air beraerasi suhu (100° - 110°C) selama 14 jam.
Hasil percobaan diperoleh bahwa tekanan gas CO2 sebesar 15 mmHg
efektif untuk memingsankan ikan nila merah hidup dibandingkan tekanan 20
mmHg dan 25 mmHg untuk waktu pingsan yang sam selama 20 menit. Ikan yang
pingsan ditandai oerculum yang sangat lemah dan gerak renang serta
keseimbangan rangsangan yang hilang total. Suhu media air (100° - 110°C)
adalah sesuai untuk pengemasan ikan nila merah dan ikan mampu bertahan dalam
kondisi pingsan selam 10 jam dengan kelulusan hidup 100%. Pada suhu media air
80° - 90°C dan 90° - 100°C ikan nila merah hanya mampu bertahan selam 1 jam
dan 3,5 jam dengan kelulusan hidup masing - masing 60 %.
20
Bentuk pengemasan yang sesuai untuk transportasi ikan nila merah hidup
adalah pengemasan dalam media air beraerasi pada suhu (100° - 110°C). Pada
bentuk pengemasan ini ikan nila merah mampu bertahan hidup selama 20 jam
dengan presentase kelulusan hidup 33,33 % dan mencapai 100 % kelulusan
hidupnya selama pengemasan 14 jam. Aerasi dalam pengemasan ini berfungsi
untuk mengurangi konsentrasi CO2 selama pengemasan.
Pengemasan dalam media air tanpa aerasi suhu (100° - 110°C) ikan nila
merah hanya mampu bertahan hidup selam 6 jam dengan prosentase kelulusan
hidup 16,67 %. Sedangkan pengemasan dalam media serutan kayu mahoni, ikan
nila merah hanya mampu bertahan hidup selam + 2 jam. Sistem vertilasi pada
kemasan tidak berpengaruh terhadap kelulusan hidup ikan. Pada pengemasan suhu
rendah (100° - 110°C) dengan vertilasi kelulusan hidup ikan 0% sedangkan tanpa
vertilasi mencapai 66,67 %. Pengemasan pada suhu ruang (290° - 300°C) dengan
vertilasi kelulusan hidup ikan dicapai 33,33 % dan tanpa vertilasi 0%. Kematian
ikan yang tinggi dalam pengemasan ini disebabkan oleh stress setelah perlakuan
pemingsanan dan kekurangan oksigen.
Prosentasi kelulusan hidup ikan nila merah dalam transportasi selam 14
jam dengan media air beraerasi suhu (100°-110°C) mencapai 50 % pada
kepadatan 36 ekor/kemasan (14,4 kg/9 liter). Diduga pada kepadatan 30
ekor/kemasan (12 kg/9 liter) dan 24 ekor/kemasan (9,6 kg/9 liter) akan diperoleh
prosentase kelulusan hidup yang lebih tinggi.
c. Mengubah CO2 menjadi etanol
21
Metanol dan etanol merupakan senyawa alkohol yang paling populer
akhir-akhir ini, khususnya di era pencarian sumber energi terbaru, sebagai
antisipasi terhadap habisnya cadangan minyak bumiyang di perkirakan terjadi 200
tahun ke depan.
Terkait dengan hal itulah maka beberapa peneliti dari jurusan Kimia
FMIPA UGM seperti Prof Drs Jumina, PhD, Dr Dwi Siswanta, Meng, serta Ir
Arief Budiman, MS, D.Eng dari jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik tengah
mengembangkan teknologi konversi karbondioksida menjadi etanol.
Menurut Jumina, pengembangan konversi karbon tersebut dilakukan
dengan menggunakan pereaksi Grignard yang diteruskan dengan reduksi
menggunakan senyawa boran. Teknologi ini cukup efisien sebagaimana
ditunjukkan oleh konversi totalnya yang mencapai 60-70 persen.
Etanol juga sebagai alternatif yang dapat diperoleh dari karbondioksida
melalui perlakuan dengan pereaksi Grignard diteruskan dengan esterifikasi dan
reduksi.
Jumina menambahkan meskipun terdapat satu langkah ekstra, namun
teknologi alternatif ini memberikan konversi total sedikit lebih tinggi (65-75%)
dibandingkan proses yang pertama. Seperti halnya teknologi konversi
kabondioksida menjadi metanol, teknologi konversi karbondioksida menjadi
etanol ini juga sedang diajukan hak patennya di Ditjen HKI.
Awal tahun 2010 ini pengajuan hak paten sudah kita lakukan,
etanol atau bioetanol sejauh ini telah dimanfaatkan secara langsung sebagai
22
pengganti premium baik dalam bentuk murni maupun dalam bentuk campuran
dengan premium yang dikenal sebagai gasohol. Metanol merupakan reagen pokok
yang harus direaksikan dengan trigleserida sawit, jarak, jagung, maupun
triglesireda hewani dalam pembuatan biodiesel yang merupakan pengganti solar.
Menurut Jumina metanol dalam bentuk murni juga telah digunakan sebagai bahan
bakar fuel cell.
Tahun 2009, paten pengolahan karbondioksida menjadi metanol telah
diberikan kepada George Olah dari Univesity of Southern California-AS. Karena
jasanya mengkonversi karbondioksida menjadi metanol ia meraih nobel Kimia
tahun 1994.
d. Teknologi baru ubah sinar matahari dan karbondioksida menjadi biofuel
Sebuah perusahaan menambah daftar panjang kesuksesan mengubah
karbon dioksida menjadi bahan bakar. Hanya saja menurut perusahaan tersebut
yang bernama Joule Biotechnologies, teknologi yang dikembangkannya
mempunyai kelayakan yang tinggi dibanding teknologi lain.
BIll Sims, CEO Joule Biotechnologies mengatakan, hingga saat ini telah
banyak metode baru untuk menghasilkan bahan bakar dari CO2, tetapi tidak
satupun yang mampu menghilangkan hambatan akibat tingginya biaya produksi,
kendala lingkungan dan kurangnya proyek dalam skala nyata.
Teknologi yang dikembangkan Joule Biotechnologies menggunakan
organisme yang berfotosintesa. Organisme yang telah direkayasa secara genetis
tersebut akan menjadi katalisator dalam mengubah sinar matahari dan CO2
23
menjadi bahan bakar cair tanpa memerlukan lahan untuk keperluan pertanian dan
air bersih.
Menurut Joule Biotechnologies, teknologi yang dikembangkannya berbeda
dari teknologi saat ini untuk menghasilkan biofuel dari algae atau selulosa yang
tinggi biaya produksi, membutuhkan banyak tahapan proses dan tingginya resiko
dalam memperbesar skalanya.
Teknologi yang disebut ''Helioculture'' ini menghasilkan ''SolarFuel'',
energi dalam bentuk cair dengan densitas energi 100 kali lebih besar dibanding
baterai konvensional dan bisa disimpan serta dikirim secara efisien tanpa ada
penurunan daya.
Rencananya pada tahun ini perusahaan tersebut akan siap dengan skala
komersial bahan bakar ''SolarEthanol''. Di tahun 2011, uji coba konsep produksi
bahan bakar hidrokarbon tersebut bisa dilaksanakan sekaligus membuktikan
pernyataan perusahaan tersebut.
e. Bahan bakar cair dari karbondioksida
Sejumlah peneliti di bidang rekayasa genetik dari University of California
Henry Samueli School of Engineering and Applied Science berhasil memproduksi
bahan bakar cair berbasis karbon dioksida.
Bahan bakar cair yang dihasilkan oleh tim yang dipimpin oleh James C.
Liao yang juga Chancellors Professor of Chemical and Biomolecular Engineering
di UCLA, adalah isobutanol. Cairan ini berpotensi tinggi untuk menjadi alternatif
bahan bakar. Prosesnya pun tergolong "sederhana", yakni melalui rekayasa
24
genetika cyanobactarium sehingga mampu mengonsumsi karbondioksida. Dengan
pasokan energi yang diperoleh secara langsung dari sinar matahari, melalui
mekanisme fotosintesis, cyanobacterium pun akhirnya menghasilkan bahan bakar
cair berupa isobutanol.
Secara umum, metode baru ini memiliki manfaat jangka panjang dan
global. Liao beserta tim berpendapat. Metode ini berpotensi menghasilkan nilai
ekonomi energi yang lebih bersih dan lebih ramah lingkungan. Keunggulan
pertama yang dimiliki adalah metode ini mendaur tilang karbon dioksida yang ada
sehingga mereduksi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
fosil. Ada pun manfaat lainnya adalah harganya yang "murah" karena
menggunakan energi matahari dalam proses konversi karbon dioksida menjadi
bahan bakar cair yang dapat dimanfaatkan secara langsung pada infrastruktur
energi yang ada, termasuk pada mobil.
Bila dibandingkan dengan teknik penyediaan bahan bakar cair lain,
misalnya menghasilkan bahan bakar nabati dari tanaman atau ganggang, teknik ini
tergolong lebih praktis. Betapa tidak, konversi karbondioksida menjadi isoButanol
ini tidak melibatkan tahapan intermediat yang terlalu banyak sehingga berubah
menjadi bahan bakar yang siap dimanfaatkan. Metode ini jauh lebih murah dan
lebih efisien ketimbang pendekatan yang ada selama ini.
Keunggulan yang satu ini juga diakui oleh Liao. Ia mengatakan,
"Pendekatan, baru ini tidak melibatkan dekonstruksi biomassa, baik dalam kasus
biomassa selulosa ataupun biomassa dari alga. Harus disadari, tahapan
25
dekonstruksi semacam itu menjadi hambatan ekonomis tertinggi dalam produksi
bahan bakar nabati."
Dalam penelitian yang turut didanai oleh U.S. Department of Energy ini,
langkah pertama yang dilakukan oleh tim Liao adalah meningkatkan jumlah
enzim pengikat karbon dioksida, yakni RuBisCo, melalui teknik rekayasa
genetika pada cyanobacterium Syne-cliococcus elongatus. Liao dan timnya lalu
mengawinkan dengan gen-gen dari mikroorganisme lain guna menghasilkan satu
tipe strain yang mampu memanfaatkan karbon dioksida dan sinar matahari
sehingga dihasilkan gas isobutyraldehide. Pemisahan gas dari sistem tergolong
mudah karena titik didih yang rendah dan tingginya tekanan udara yang dimiliki
oleh isobutyraldehide.
Tentu saja, tempat yang paling ideal untuk berjalannya sistem seperti ini
adalah pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan karbon dioksida. Dengan
demikian, gas rumah kaca yang dihasilkan dapat dengan mudah ditangkap dan
langsung diubah menjadi bahan bakar cair.
f. Teknologi nanotube mengubah CO2 menjadi bahan bakar
Titanium oksida nanotube dengan bertenaga sinar matahari dapat
membentuk metana dari CO2, yang memungkinkan dapat menjadi sumber energi
masa depan. Material ini dapat mengurangi secara dramatis emisi CO2 dan
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, seperti yang disampaikan oleh para
peneliti dari Amerika Serikat.
26
Peneliti dari Pennsylvania State University, Craig Grime bekerjasama
dengan Oomman Varghese, Maggie Paulose and Thomas LaTempa menjelaskan
dalam tulisannya tentang hal ini didalam jurnal Nanoletters. Di dalam tulisannya,
buangan asap CO2 akan bisa dikumpulkan dan diletakkan ke dalam konvertor,
secara cepat dengan bantuan sinar matahari mengubah CO2 menjadi bahan bakar.
Nanotube yang tersusun secara vertikal ini,hampir meyerupai sarang lebah
kosong. Pada bagian atas nanotube, terdapat lapisan tipis tembaga oksida.
Tembaga dan titanium oksida bertindak sebagai katalis. Ketika sinar matahari
mengenai tembaga oksida, karbon dioksida akan diubah menjadi karbon
monoksida. Dan ketika sinar matahari mengenai titanium oksida, molekul air akan
terpecah. Hidrogen dibebaskan dari air dan karbon dibebaskan dari CO2 kemdian
direkombinasi untuk menghasilkan metana yang dapat terbakar, dan sisa atom
oksigen kemudian berpasangan untuk menghasikan O2 yang dapat digunakan
untuk pernapasan.
Para peneliti dapat membuat membran tipis yang berukuran 25 sampai 100
sentimeter persegi. Sampai saat ini, membrane tersebut mampu menghasilkan 250
liter metana. Penambahan cahaya dan CO2 yang lebih banyak, dapat menghasilkan
metana yang lebih banyak pula. Diperkirakan, cahaya yang dikumpulkan dalam
setiap 100 meter persegi dalam setiap membrane, dapat menghasilkan lebih dari
500 liter metana pada hari cerah
g. Pemanfaatan karbondioksida murni terhadap petumbuhan
mikroorganisme pada produk minuman fanta
27
Dari hasil sebuah penelitian, bahwa sifat-sifat kimia dari karbondioksida
yang dapat menghambat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah :
1). Karbondioksida murni jika dilarutkan akan membuat suasana larutan menjadi
asam yaitu sekitar pH 4-5. Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH dibawah
5,0 dan di atas 8,0 bakteri tidak dapat umbuh dengan baik.
2). Jika karbondioksida murni dilarutkan murni di dalam larutan, maka akan
membentuk susunan gas anearob, yaitu kadar oksigen menjadi sangat sedikit,
bahkan tidak sama sekali, sementara kebanyakan patogen atau mikroba yang
dapat menimbulkan penyakit merupakan mikroba anaerob atau membutuhkan
oksigen sebagai sumber aseptor elektron terakhir dalam proses bioenerginya.
3). Karbondioksida merupakan zat kimia yang berfungsi sebagai antagonis
mikroba yang bersifat anorganik. Karbondioksida diketahui memiliki sifat-
sifat mengawetkan pada tekanan tinggi daripada dijumpai dalam udara
atmosfer. Selain dipergunakan dalam minuman yang berkanbondioksida ,
juga digunakan pada bahan pangan olahan sebagian, seperti misalnya pada
biskuit yang tidak dipanggang.
Kemudian data dari analisa yang diperoleh peneliti dari pemeriksaan hasil
produk untuk E.coli adalah negatif, untuk yeast dan mold hasil analisanya di
dalam produk masih ditemukan adanya mikroba. Dibandingkan dengan standar
mutu PT CCBI yang dikandung dalam sampel minuman fanta ini masih dibawah
ambang batas maksimum. Untuk yeast count misalnya tidak boleh terdapat lebih
dari 7 cfu/10 ml setelah dibotolkan untuk Mold court tidak boleh terdapat lebih
28
dari 1 cfu/10 ml. begitu juga untuk E.coli tidak boleh ada di dalam minuman
Fanta mikroba ini dapat menyebabkan penyakit perut.
Dari hasil data yang diperoleh oleh peneliti, bahwa kandungan mikroba
dapat diperkecil bahkan dihambat melalui karbonasi pada pembuatan minuman
Fanta berdasarkan kadar karbondioksida yang terlarut dalam botol. Tetapi pada
jumlah kandungan Yeast dan Mold yang masih cukup signifikan ditemukan pada
sampel, ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminasi dari bahan kemasan
berupa tutup botol, dari peralatan, personil yang terlibat dalam produk dari
minuman yang diproduksi PT CBBI tersebut.
Sehingga dari hasil penelitiannya, peneliti berkesimpulan bahwa
karbondioksida dalam jumlah dan tekanan yang optimal, dapat menghambat dan
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang terkandung dalam minuman
fanta setelah dibotolkan
h. Ice dry ice expand tobacco
PT Resources Jaya Teknik Indonesia (RMI)menjadikan Indonesia sebagai
negara pertama yang melakukan langkah nyata dalam pemanfaatan teknologi
terapan pemanfaatan gas buang karbon dioksida di Forum Bright Green,
Kopenhagen, Denmark, yang digelar 12-13 Desember 2009.
Forum Bright Green adalah pameran teknologi ramah lingkungan yang
diikuti ratusan industri dan universitas penyedia teknologi ramah lingkungan.
Menteri Ilmu Pengetahuan dan Inovasi Denmark Helge Sander, Putri Kerajaan
Swedia Victoria Ingrid Alice Desiree, Pangeran Norwegia Haakoen Magnus, dan
Pangeran Kerajaan Denmark Frederik Andre Hendrik Christian hadir dalam
29
perhelatan tersebut.
Penandatanganan MoU dilakukan Presdir PT Resources Jaya Teknik
Indonesia Rohmad Hadiwijoyo dan Chief Sales Officer Union Engineering
Michael Mortensen serta disaksikan Jari Frijc-Madsen, perwakilan Deplu
Denmark, dan Duta Besar Indonesia untuk Denmark, Abdul Rahman Saleh.
Dalam MoU yang ditandatangani pada 12 Desember tersebut, kedua
pihak sepakat akan membangun sistem teknologi Dry Ice Expanded Tobacco,
pengembang tembakau menggunakan es kering (DIET) di Cilegon, Jawa Barat,
senilai 12 juta dollar AS. , ,
, Cara kerja teknologi Dry Ice Expanded Tobacco adalah dengan menyemprotkan
selubung karbon dioksida pada daun tembakau kemudian diberikan tekanan dan
suhu yang tinggi sehingga memaksa volume sel daun tembakau mengembang
hingga dua kali lipat.
Menurut Managing Director AircoDiet, anak perusahaan Union yang
nengembangkan teknologi DIET, Asbjorn Schwert, dengan aplikasi teknologi ini,
volume tembakau yang dihasilkan menjadi dua kali lipat sehingga menekan
jumlah tembakau yang digunakan dalam produksi rokok. Gas karbondioksida
yang digunakan juga hanya 50 persen dalam satu kali proses. Sisanya bisa
kembali digunakan untuk produksi selanjutnya, sebutnya dalam siaran pers yang
diterima ,,Kompas.com.
Menurut Michael Mortensen, gas karbon dioksida dalam sistem DIET
berkapasitas 300 kg/jam yang dibangun di Cilegon itu akan memanfaatkan karbon
dioksida hasil olahan gas buang PT Krakatau Stell yang dikerjakan PT Krakatau
30
Karbonindo. PT Krakatau Karbonindo merupakan anak usaha bersama RMI dan
Krakatau Stell yang awal tahun ini membangun pemurnian karbon dioksida
senilai,,,,,,,,,31,8,,,,,,,,,juta,,,,,,,,,dollar,,,,,,,,,AS,,,,,,,,,berkapasitas,,,,,,,,,72.000,,,,,,,,,ton. karbondioksida per tahun di
Cilegon. "Dengan kesepakatan ini, RMI menjadi perusahaan pertama non-
produsen rokok yang memanfaatkan teknologi DIET. Indonesia menjadi negara
pertama yang melakukan langkah nyata di Kopenhagen.
i. Penggunaan laser CO2 dalam operasi bedah pada hewan
Dalam melakukan pembedahan pada dunia kedokteran, saat ini sering
digunakan LASER CO2 (Karbondioksida). Laser jenis ini telah terbukti kinerjanya
dan telah digunakan selama sekitar tiga puluh tahun dalam dunia pembedahan
pada manusia. Baru-baru ini laser tersebut juga digunakan untuk melakukan
pembedahan pada hewan-hewanpeliharaan.
Seringnya digunakan laser ini dalam operasi bedah tentu disebabkan oleh
kelebihan- kelebihannya sebagai berikut.
1). Mengurangi rasa sakit
Hewan peliharaan akan mengalami pengurangan rasa sakit secara
signifikan yang terjadi setelah operasi. Hal ini terjadi hampir pada setiap kasus
yang pernah ditangani. Kenyataannya, pada saat pemotongan cakar kucing,
pengurangan rasa sakit sangat besar ketika digunakan berkas laser.
2). Mengurangi kebengkakan
Ketika jaringan diiris baik dengan pisau bedah maupun gunting,
peradangan akan muncul dimulai dari jaringan yang terpengaruh. Peradangan ini
31
terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan sistem peredaran darah dan pembuluh
limpa. Karena berkas cahaya secara efektif memanaskan sistem pembuluh limpa,
kebengkakan yang terjadi setelah operasi akan berkurang banyak. Hal ini akan
membuat hewanpeliharaan merasa nyaman selama proses penyembuhan.
3). Mengendalikan infeksi
Berkas laser beroperasi pada temperatur lebih dari 93°C. Hal ini
membuatnya sangat efektif dalam membunuh bakteri yang berpotensi untuk
mengakibatkan infeksi. Hal ini sangat penting untuk bagian-bagian yang sangat
sulit mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri pada daerah pembedahan.
Contohnya adalah pada operasi bisul atau pemotongan cakar.
4). Minimalisasi pendarahan saat pembedahan
Jika irisan dibuat dengan pisau bedah, pembuluh darah kecil akan
terpotong di dalam kulit dan lapisan jaringan yang berada di bawah kulit.
Pembuluh darah ini dapat berceceran selama proses pembedahan atau bahkan
pada pasca pembedahan. Biasanya kasus ini diatasi dengan mengapitkannya
dengan kapas, dicegah infeksinya dengan besi panas, atau dengan menggunakan
spons sampai pendarahan tersebut berhenti. Proses ini memerlukan waktu yang
lama, yang berarti pembedahan akan berlangsung lama dan akan terjadi
pembengkakan setelah operasi. Berkas laser sangat efektif dalam melakukan
pembekuan darah. Sedikit pendarahan yang terjadi selama proses pembedahan
yang berarti waktu pembiusan dan perbaikan yang lebih singkat.
32
2.DAMPAK NEGATIF
Dampak negatif yang di berikan CO2 terhadap kehidupan manusia
a. Pemanasan global
1.) Pengertian pemanasan global
Pemanasan Global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi
akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Pemanasan Global
akan diikuti dengan Perubahan Iklim, seperti meningkatnya curah hujan di
beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di
belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan
disebabkan kenaikan suhu.
2). Hubungan pemanasan global dengan efek rumah kaca
Bumi ini sebetulnya secara alami menjadi panas karena radiasi panas
matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan
Bumi lalu dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di
atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O),
sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga Bumi menjadi hangat pada suhu
yang tepat (60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan manusia untuk bisa bertahan
hidup. Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas
33
rumah kaca, suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC. Sayangnya, karena
sekarang ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas yang
ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin panas.
3). Penyebab pemanasan global
Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang
dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara, hal tersebut
disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan
chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya
dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan
serta pembakaran hutan.
Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi
metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs
merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan
global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida,
chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi
di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan
vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang
berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas
rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat
pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara
spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari
34
energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan
yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk
pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya
hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil,
baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan
bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan
energi nuklir.
Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon,
menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro
lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.
4). Dampak pemanasan global
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi
lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut,
perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya
flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb. Sedangkan
dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : a) gangguan terhadap
fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, b) gangguan terhadap fungsi prasarana
dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara, c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, e)
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit.
Dampak-dampak lainnya :
35
a) Musnahnya berbagai jenis keanekragaman hayati, b) Meningkatnya frekuensi
dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir, c) Mencairnya es dan glasier
di kutub, d) Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun
karena kekeringan yang berkepanjangan, e) Kenaikan permukaan laut hingga
menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100 diperkirakan permukaan air laut
naik hingga 15 – 95 cm, f) Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya
pemutihan karang (coral bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh
dunia, g) Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan, h) Menyebarnya penyakit-
penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah-daerah baru karena bertambahnya
populasi serangga (nyamuk), i) Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak
karena terjadi arus pengungsian.
5). Dampak karbondioksida terhadap kesehatan.
Permasalahan lingkungan yang kerap kali mengancam kota- kota besar di
Indonesia saat ini adalah pencemaran udara terutama yang bersumber dari emisi
kendaraan bermotor dengan pola penyebaran spasial yang meluas dari emisi CO2
yang keluar dari knalpot atau saluran pembuangan kendaraan bermotor kota
Samarinda. Dampak negatif dari pencemaran udara terhadap kesehatan manusia
sangatlah signifikan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah urban di mana
mobilitas dan kepadatan kendaraan bermotor di jalan sangat tinggi. Gangguan
yang disebabkan oleh pencemaran udara bagi manusia antara lain gangguan pada
sistem pernafasan, peredaran darah, iritasi mata bahkan berpotensi mengakibatkan
kanker.
36
Menurut Tjandra, (1995) dalam Anonim, (2006), mengatakan juga bahwa
ada tiga cara masuknya polutan dari udara ke dalam tubuh manusia, yaitu inhalasi,
ingesti dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan dari udara ke paru dapat
menyebabkan gangguan di paru dan saluran napas, dan selain itu bahan polutan
dapat kemudian masuk dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat di alat
tubuh. Bahan polutuan tersebut, juga tidak jarang masuk ke saluran cerna. Reflek
batuk akan mengeluarkan bahan polutan dari paru yang kemudian ditelan dan
akan masuk ke saluran cerna. Bahan polutan dari udara masuk ketika makan atau
minum.
Seperti halnya di paru maka bahan polutan yang masuk ke saluran cerna
dapat menimbulkan efek lokal dan dapat disebarkan ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Permukaan kulit dapat menjadi pintu masuk bahan polutan dari
udara. Sebagian besar polutan hanya menimbulkan akibat buruk pada bagian
permukaan kulit seperti dermititis dan alergi saja, tetapi sebagian lain-khususnya
polutan organik dapat melakukan penetrasi kulit dan menimbulkan efek sistemik.
CO2 terpapar di udara dapat menghasilkan berbagai efek kesehatan. Ini mungkin
termasuk sakit kepala, pusing, kegelisahan, yang geli atau pin atau jarum rasa,
kesulitan bernapas, berkeringat,tiredness, peningkatan denyut jantung,
meninggikan tekanan darah, koma,asphyxia kesawan dan bahkan radang dingin
jika terkena es kering (Anonim, 2008)
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method
of Measurement menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara terhadap
kesehatan maupun lingkungan yaitu :
37
Tingkat I : Konsetrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II : Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera,
akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-
akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III : Konsentrasi yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-
fungsi faal yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit
menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV : Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau
kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Pada konsentrasi 3% berdasarkan volume di udara, bersifat narkotik
ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan
menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar 5% berdasarkan
volume menyebabkan stimulasi pusat pernafasan, pusing-pusing, kebingungan,
dan kesulitan pernafasan yang diikuti sakit kepala dan sesak nafas. Pada
konsentrasi 8% menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor,
dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit.
Oleh karena bahaya kesehatan yang diasosiasikan dengan paparan karbon
dioksida maka bahwa paparan rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama
waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman
maksimum untuk balita, anak-anak, orang tua, dan individu dengan masalah
38
kesehatan kardiopulmonari (jatung dan paru-paru) secara signifikan lebih kecil.
Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit) adalah 30.000
ppm (3%). Konsentrasi karbon dioksida yang melebihi 4% dan langsung maka
berbahaya bagi keselamatan jiwa dan kesehatan (Yasa, 2009).
Karbon dioksida merupakan gas penting pada suatu proses pernapasan di
dalam tubuh. Pernapasan internal adalah suatu proses, dimana oksigen diangkut
menuju keseluruh jaringan badan dan karbon dioksida membantu pengangkutan
oksigen. Secara umum manusia yang terkena dampak pencemaran emisi
kendaraan bermotor terutama emisi karbon diokasida (CO2) jika kandungan atau
banyaknya unsur kimia karbon diokasida yang terhisap melalui hidung dan mulut
terus kesaluran pernapasan tenggorokan dan menuju paru-paru melebihi
kemampuan tubuh manusia menetralisirnya dimana seharusnya bermanfaat bagi
tubuh manusia dikarenakan berkelebihan karbon diokasida (CO2) maka
menyebabkan iritasi dan infeksi saluran pernapasan atau iritasi dan infeksi pada
saluran tenggorokan yang sering disebut sindruma nyeri tenggorokan atau
pernapasan nyeri tenggorokan (Moerad, 2008), jika terus masuk kedalam darah
melalui paru-paru maka akan menyebakan kematian.
Karbon diokasida menjaga PH dalam darah agar konstant, yang mana
peran terpenting untuk pertahanan. Pada sistem penyangga di mana karbon
diokasida berperan sangat penting dalam jaringan yang disebut penyangga
karbonat. terdiri dari ion bikarbonat dan menghancurkan karbon diokasida,
dengan asam karbon. Asam karbon dapat menetralkan ion hidroksida, yang akan
mengikat pH dalam darah ketika terjadi peningkatan. Bikarbonat ion dapat
39
menetralkan ion hidrogen, yang akan menyebabkan suatu penurunan pH darah
ketika terjadi penambahan. Dengan adanya peningkatan dan menurunkan pH
dalam darah maka hidup seseorang akan terancam. Terlepas dari menjadi
penyangga atau bantalan penting di dalam sistem manusia, karbon diokasida
adalah juga dikenal untuk menyebabkan kesehatan mempengaruhi ketika
konsentrasi melebihi suatu batas tertentu. Bahaya kesehatan CO2 yang utama
adalah (Miller, 2008) :
a) Asphyxiation
Disebabkan oleh pelepasan karbon dioksida di dalam suatu area yang tidak
terdapat gas oksigen dan tertutup. Ini dapat menurunkan konsentrasi oksigen
terhadap suatu tingkatan yang sangat berbahaya untuk kesehatan manusia.
b) Frostbite
Karbon dioksida padat yang terdapat di bawah - 78oC pada tekanan udara
reguler, dengan mengabaikan temperatur udara. Penanganan material ini untuk
lebih dari seperdetik atau yang kedua tanpa perlindungan sesuai dapat
menyebabkan melepuh, dan lain efek tak dikehendaki. Gas karbon diokasida
dilepaskan bebas dari suatu silinder baja, seperti suatu pemadam api, penyebab
efek serupa.
40
c) Kidney damage or coma
Disebabkan oleh suatu gangguan di dalam keseimbangan kimia
penyangga karbonat. Dimana konsentrasi karbon diokasida meningkat atau
berkurang, menyebabkan keseimbangan tersebut terganggu, dan kehidupan
manusia terancam dalam situasi yang mencemaskan.
41
B. UPAYA MENGURANGI GAS KARBONDIOKSIDA (CO2)
1. Tidak mengganggu kehidupan paus sperma
Paus sperma merupakan hewan yang mampu membantu menangani
masalah karbondioksida. Kotoran paus sperma mungkin membantu samudra
menyerap emisi karbon dioksida, CO2, kata para ilmuwan, seperti dikutip "BBC".
Tim peneliti Australia memperhitungkan paus sperma Samudra Selatan
melepaskan 50 ton zat besi setiap tahun.
Limbah tersebut merangsang pertumbuhan tumbuhan laut kecil
phytoplankton yang menyerap CO2 selama fotosintesis. Proses tersebut
menghasilkan penyerapan sekitar 40.000 ton karbon -- lebih dari dua kali lipat
jumlah yang dilepaskan paus dengan bernapas, kata hasil penelitian.
Para peneliti mencatat dalam jurnal Royal Society Proceedings B bahwa
proses itu juga menghasilkan lebih banyak makanan untuk paus, yang
diperkirakan berjumlah 12.000. Fitoplankton adalah dasar jaring makanan laut di
belahan bumi ini, dan pertumbuhan tumbuhan sangat kecil ini dibatasi oleh
jumlah zat makanan yang tersedia, termasuk zat besi.
Dalam masa sekitar satu dasawarsa terakhir, banyak ilmuwan
bereksperimen dengan mencurahkan besi ke laut secara sengaja sebagai 'cara
mengatasi' perubahan iklim.
Tidak semua eksperimen itu berhasil. Eksperimen terbesar, ekspedisi
Lohafex Jerman, mencurahkan enam ton besi ke Samudra Selatan pada tahun
2008, namun tidak menemukan kenaikan pelepasan karbon (carbon uptake) secara
42
berkelanjutan. Meski 40.000 ton karbon kurang dari 1/1.000 emisi tahunan dari
pembakaran bahan bakar fosil, peneliti mencatat bahwa jumlah total dari seluruh
dunia mungkin lebih substansial. Populasi paus sperma diperkirakan mencapai
beberapa ribu ekor di seluruh samudra, meski spesies ini dikenal sulit dihitung.
Kelangkaan besi membatasi pertumbuhan fitoplankton di banyak kawasan
di luar Samudra Selatan. Dengan demikian kotoran ikan paus menjadi pupuk bagi
tumbuhan di beberapa belahan dunia. Menurut pandangan ini, paus sperma tidak
makan dan membuang kotoran di tempat yang sama. Jika yang terjadi sebaliknya,
mereka mungkin menyerap dan menghasilkan besi dalam jumlah yang sama. Paus
sperma menyantap makanan mereka, utamanya cumi-cumi, di laut dalam, dan
membuang kotoran di tempat yang lebih dangkal tempat fitoplankton bisa tumbuh
berkat akses ke sinar matahari. Menghasilkan zat besi di sini pada akhirnya baik
untuk paus kata para peneliti - yang dipimpin oleh Trish Lavery dari Flinders
University di Adelaide. Fitoplankton dimakan oleh hewan-hewan laut kecil --
zooplankton -- yang kemudian dimangsa oleh mahluk yang lebih besar yang
kemudian mungkin dimakan oleh ikan paus. Para ilmuwan mengindikasikan
mekanisme serupa mungkin mendasari "krill paradox" - temuan bahwa krill di
perairan Antarktika tampaknya apparently berkurang ketika paus baleen yang
memakan krill diburu dengan jumlah tangkapan mencapai puluhan ribu.
2. Pengelolaan sampah dengan baik
Sampah memang diindikasikan menjadi salah satu penyumbang gas rumah
kaca. Untuk itulah pembuangan sampah terbuka ditempat pembuangan akhir
43
(TPA) harus diperhatikan. Sampah organik yang tertimbun mengalami
dekomposisi secara anaerobic. Proses itu menghasilkan gas CH4. Sampah yang
dibakar juga akan menghasilkan gas CO2. Gas CH4 mempunyai kekuatan merusak
20 kali lipat dari gas CO2.
Untuk itu, seiring antisipasi terjadinya degradasi pemanasan global dewasa
ini, kementerian lingkungan hidup berupaya memastikan adanya revolusi
lingkungan melalui undang-undang No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah. Dalam UU tersebut, ditegaskan paradigma baru dalam pengelolaan
sampah yakni ‘kumpul-pilah-olah’ dari yang sebelumnya ‘kumpul-angkut-buang’,
melalui UU itu pula, prinsip pengelolaan sampah yang ditekankan lebih
mengutamakan prinsip pengendalian pencemaran serta prinsip sebagi sumber
daya.
Pelaksanaan kedua prinsip tersebut lebih mengarah pada penerapan 3R
(Reduce, Reuse, Recycle), extended producer’s responsibility (EPR). Artinya
pemanfaatan sampah dan pemprosesan akhir sampah melalui pembagian
kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. Memang, tanpa adanya ancaman pemanasan global
pun, tumpukan sampah yang menggunung di TPA telah menjadi masalah
tersendiri. Bau yang menyengat, air lindi yang mencemari sumber air disekitar
TPA dan bahkan ledakan gas metan (CH4) yang menimbulkan korban jiwa,
misalnya kasus TPA leuwi Gadjah, Bandung ,TPA Bantar Gebang, Bekasi dan
lain-lain.
44
Namun pelaksanaan paradigma “kumpul-pilah-olah”, bukanlah hal yang
mudah. Ada banyak upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan
sampah. dari kesemua upaya yang ada hendaknya bertumpu pada bagaimana
mencari solusi guna mengatasi permasalahan pengelolaan sampah. Paling tidak
untuk saat ini telah ada payung hukum nasional soal pengelolaan sampah, tinggal
bagaimana mengembangkan kebijakan dan regulasi operasional berkaitan dengan
pengelolaan sampah dengan cara baru: pengelolaan yang berlandaskan pada
prinsip sampah adalah sesuatu yang harus dikurangi dan jika sudah terlanjur
menjadi sampah, harus bisa diolah menjadi sumber daya yang dapat
dimanfaatkan.
3. Teknologi carbon capture storage
Kebijakan mitigasi dikeluarkan untuk mereduksi produksi energi yang
berkaitan dengan emisi CO2. Salah satunya dengan program Carbon Capture and
Storage atau Sequestration (CCS). Program CCS adalah suatu terminologi
untuk teknologi baru tentang mitigasi dan suatu pilihan untuk mengurangi emisi
gas buang CO2 ke atmosfer. Bagi para produsen, bahan bakar teknologi itu
dianggap bisa mengurangi dampak perubahan iklim.
Proses CCS
Cara kerja CCS berpusat pada konsep menangkap (capture) CO2 dari beberapa
sumber berbeda, seperti pembangkit listrik, pabrik pengolahan, lapangan minyak,
dan gas dengan kandungan CO2 tinggi, perumahan dan area bisnis, atau
45
pembakaran,,hutan.
Penangkapan di udara sebenarnya dimungkinkan, namun mengambil CO2
di udara akan turut memasukkan oksigen. Akibatnya, menangkap udara untuk
kemudian difilter dan diambil CO2 -nya kemudian disetorkan ke ruang
penyimpanan hanya akan memperlambat siklus oksigen di biosfer.
Ada tiga tipe berbeda dalam penangkapan CO2. Pertama, penangkapan
pasca pembakaran. Gas CO2 dipindahkan setelah pembakaran bahan bakar fosil.
Skema itu akan mengaplikasikan pembangkit listrik konvensional. Gas
CO2 akan langsung ditangkap dari corong asap gas atau sumber keluaran yang
besar lainnya. Tipe itu banyak diaplikasikan di berbagai industri walaupun dalam
skala berbeda. ,
, Kedua, teknologi sebelum proses pembakaran. Teknologi itu diaplikasikan
dalam penyaring dan produksi tenaga. Pada kasus itu, bahan bakar fosil secara
parsial dioksidasi atau bisa dinamakan digasifikasi. Saat masih berbentuk Syngas
(CO dan H2), teknologi itu akan mampu memisahkan CO2 dan H2.
Hasilnya CO2 dapat segera ditangkap dan H2 langsung difungsikan sebagai bahan
bakar.
Ketiga adalah pembakaran Oxy-fuel. Bahan bakar akan dibakar dalam
oksigen, bukan di udara. Untuk membatasi temperatur nyala api yang dihasilkan
untuk menyamai pembakaran konvensional, cerobong asap yang berpendingin
diresirkulasikan dan diinjeksikan ke kamar pembakaran. Cerobong asap itu akan
mengandung CO2 dan uap air. Kandungan itu selanjutnya akan mengembun
46
melalui pendingin. Hasilnya, CO2 murni dapat dialirkan ke penyimpanan.
Hasil tangkapan itu kemudian ditransportasikan atau diinjeksikan ke dalam
lapisan penampungan (reservoir) bawah tanah untuk selanjutnya disimpan (store)
dalam tempat tersebut untuk selamanya. Skemanya, dari beberapa penghasil emisi
CO2 yang disebutkan di atas, ditempatkan pipa-pipa penghantar berdimensi
raksasa untuk menghubungkannya dengan tempat penyimpanan geologi di bawah
tanah. Ada beberapa pilihan untuk tempat penyimpanan tersebut. Pertama, tempat
penampungan gas dan minyak kosong yang diletakkan satu kilometer di bawah
permukaan tanah. Kedua, penggunaan CO2 untuk mempertinggi pemulihan
produksi gas dan minyak. Ketiga, penempatan di tanah dengan lapisan garam
tinggi. Khusus penyimpanan dalam kategori ketiga, dibagi atas dua jenis, yaitu di
lepas pantai dan menjorok ke arah pantai. Keempat, penempatan penampungan
CO2 untuk meningkatkan produksi batu bara.
Penampungan gas dan minyak merupakan storage yang paling banyak
digunakan karena memuat emisi karbon dalam jumlah besar. Stuart Haszeldine,
profesor geologi dari University of Edinburgh, Inggris, mengatakan belum ada
opsi lain dalam perihal penyimpanan tersebut. Diperlukan sepasang lapisan ruang
penyimpanan yang mampu menyerap dan tersegel penutup yang kedap batu
garam dan tanah. Hal itu dapat mencegah risiko kebocoran.
Setelah CO2 ditangkap, penting bahwa CO2 dapat disimpan secara aman
dan permanent. Ada beberapa metode penyimpanan.
47
a). Karbon dioksida dapat diinjeksikan ke dalam sub permukaan bumi, teknik
yang dikenal sebagai peyimpanan secara geologis. Teknologi ini memungkinkan
penyimpanan CO2 secara permanen dalam jumlah yang besar dan teknologi ini
merupakan opsi penyimpanan yang pernah dikaji secara lengkap. Selama tapak
dipilih secara hati-hati, CO2 dapat disimpan untuk waktu yang lama dan dipantau
untuk memastikan tidak ada kebocoran.
b). Minyak tanpa gas dan reservoir gas merupakan pilihan penting untuk
penyimpanan secara geologis. Estimasi akhir memperkirakan bahwa lapangan
minyak tanpa gas memiliki kapasitas total CO2 sebanyak 126 gigaton. Reservoir
gas alam tanpa gas memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 800 gigaton.
c) . Dapat pula disimpan dalam batuan reservoir air garam jenuh dalam sehingga
memungkinkan negara-negara untuk menyimpan CO2 selama ratusan tahun.
Kapasitas penampungannya diperkirakan berkisar antara 400 - 10.000 gigaton.
Penyimpanan CO2 memiliki manfaat ekonomi dengan meningkatkan
produksi minyak dan metan lapisan batu bara. CO2 dapat digunakan sebagai
pendorong minyak dari strata bawah tanah. Selain itu penyimpanan CO2 dapat
meningkatkan produksi gas metan lapisan batu bara sebagai hasil sampingan yang
sangat berharga. Dan sesuai dengan tujuan awal, penangkapan karbon mampu
mengurangi CO2 di atmosfer dalam jumlah yang besar.
48
4. Vegetasi hutan
Departemen Kehutanan menempuh 3 (tiga) tahapan penanganan isu
pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (Reducing Emissions from
Deforestation and Degradation in Indonesia). Pengurangan emisi dari deforestasi
dan degradasi (REDDI) merupakan terjemahan initiatif internasional ke dalam
konteks nasional. Oleh karenanya REDDI tidak didesain eksklusif terhadap
kebijakan kehutanan, tetapi untuk mendukung tercapainya tujuan kebijakan dan
upaya- upaya yang dilakukan dalam menuju pembangunan kehutanan yang
berkelanjutan.
Kedua tahapan penanganan REDDI adalah sebagai berikut.
a). Fase Persiapan
Pada fase ini kegiatan difokuskan pada penyiapan basis negosiasi di COP-
13 dan penyiapan desain serta kriteria pemilihan lokasi sebagai pilot sites. Studi
komprehensif yang mencakup aspek metodologi dan strategi serta kajian aspek
pasar dan insentif, dilakukan selama bulan Juli-November 2007. Studi dilakukan
oleh tenaga ahli inernasional dan nasional, dengan nara sumber dari
instansi/organisasi terkait atau perorangan sesuai keahliannya. Pembiayaan
didukung oleh World Bank, UK-DFID, Jerman, dan Australia. Hasil studi akan
dipresentasikan pada side events di COP
Diharapkan pada COP-13 sudah dapat diumumkan lokasi potensial untuk
pilot activities berdasarkan kriteria yang dibangun dalam studi di atas, serta
calon lokasi pilot activities yang telah mendapat komitmen dukungan
pendanaannya
49
b). . Fase Transisi dan Implmentasi
Pada tahap transisi, pelaksanaan pilot activities, dimaksudkan sebagai
sarana learning by doing process, termasuk di dalamnya testing metodologi dan
strategi yang dihasilkan dari studi sebelumnya, termasuk mekanisme insentif.
Pilot activities dapat berupa pengurangan emisi dari deforestasi, pengurangan
emisi dari degradasi, dan konservasi.
Fase Implementasi (mulai tahun 2012 atau lebih awal tergantung
perkembangan dalam negosiasi COP), yang merupakan pelaksanaan mekanisme
REDDI dengan modalities, rules, dan prosedur sesuai keputusan COP.
5. Pemanfaatan tepung mocal
Penggunaan tepung mocal sebagai bahan dasar roti menggantikan gandum
ternyata mempunyai dampak positif pada usaha pelestarian lingkungan.
Mengganti gandum dengan tepung mocal bisa mengurangi pelepasan
karbondioksida,,(CO2),,ke,,udara.
Itulah yang coba dikampanyekan Ivannela Kartika, mahasiswi Fakultas
Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pangan Unika Soegijapranata
Semarang angkatan 2006 saat mengikuti pemilihan duta muda lingkungan yang
digelar PT Bayer di Jakarta.
Dalam sebuah riset yang dilakukan di Semarang, dia melihat tepung
mocal (modified cassava flour), tepung yang berasal dari ketela yang
difermentasi, bisa menggantikan peran gandum 100 persen untuk pembuatan
produk seperti brownies, nastar, dan cheesestick.. Bahkan ketika dikalkulasi,
50
jumlah karbondioksida yang dihasilkan sangat tinggi dilihat dari sisi transportasi
impor,,,gandum.
Mengubah persepsi masyarakat untuk menggunakan tepung mocal
memang tidak mudah dan harus bertahap. Apalagi penggunaan tepung ini belum
begitu populer. Namun dari beberapa toko roti di Semarang sudah ada yang
menggunakan tepung ini. Karena proyek yang saya lakukan merupakan proyek
jangka panjang, maka hasilnya belum bisa dirasakan dalam waktu dekat,
pungkasnya. (Leonardo Agung B-45)
6. Penanaman tanaman penyerap karbonndioksia
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida yang
berlebih adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan sangat baik dalam
penyerapan CO2. Widyastama (1991) dalam Dahlan (1992) menyatakan bahwa
tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 adalah damar (Agathis alba), daun
kupu – kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia
(Acacia auricoliformis) dan beringin (Ficus javanica). Menurut Sugiarti (1998),
Flamboyan (Delonix regia) dan kembang merak (Caesalpinia pulcherrima)
merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas karbondioksida dan
sekaligus relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).
Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman
yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang
merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan,
kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba,
glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong
51
sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium,
sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah
2002)
Selain itu, berikut ini beberapa tanaman yang sangat penting peranannya dalam
menyerap karbondioksida di sekitar kita.
Tabel 6 : Daya serap tumbuhan terhadap karbondioksida
No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap
CO2(Kg/pohon/tahun)
1 Trembesi Samanea saman 28.448,39
2 Cassia Cassia sp 5.295,47
3 Kenanga Canangium odoratum 756,59
4 Pingku Dysoxylum excelsum 720,49
5 Beringin Ficus benyamina 535,90
6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83
7 Matoa Pometia pinnata 329,76
8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73
9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18
10 Bungkur Lagerstroemia speciosa 160,14
Lanjutan tabel 6 : Daya serap tumbuhan terhadap karbondioksida
52
No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap
CO2(Kg/pohon/tahun)
11 Jati Tectona grandis 135,27
12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51
13 Johar Cassia grandis 116,25
14 Sirsak Annona muricata 75,29
15 Puspa Schima wallichii 63,31
16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68
17 Flamboyan Delonix regia 42,20
18 Sawo kecik Manilkara kauki 36,19
19 Tanjung Mimusops elengi 34,29
20 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima 30,95
21 Sempur Dilena retusa 24,24
22 Khaya Khaya anthotheca 21,90
23 Merbau pantai Intsia bijuga 19,25
24 Akasia Acacia mangium 15,19
25 Angsana Pterocarpus indicus 11,12
26 Asam kranji Pithecelobium dulce 8,48
27 Saputangan Maniltoa grandiflora 8,26
28 Dadap merah Erythrina cristagalli 4,55
29 Rambutan Nephelium lappaceum 2,19
30 Asam Tamarindus indica 1,49
7. Pohon sintetis penyerap karbondioksida
53
Satu orang, satu pohon. Anjuran menanam ini sedang giat dikampanyekan
di Indonesia untuk mengurangi laju pemanasan global. Setiap batang pohon
diharapkan akan menyerap sebanyak-banyaknya karbon dioksida yang diyakini
sebagai biang keladi pemanasan global. Di Amerika Serikat, Klaus Lackner,
ilmuwan geofisika dari Columbia University, menawarkan alternatif lain. Bukan
pohon tapi mesin yang bisa menyerap gas karbon dioksida seperti pohon.
Di Amerika Serikat, salah satu negara penghasil emisi gas CO2 terbesar di
dunia, masalah gas rumah kaca ini memang merupakan topik penting di kalangan
ilmuwan. Terutama sejak Al Gore giat mengampanyekan film dokumenter
Bukan hanya di Amerika Serikat, masalah pemanasan global akibat
menumpuknya gas rumah kaca ini juga menjadi topik penting di kalangan
ilmuwan di seluruh dunia. Richard Branson, seorang industrialis asal Inggris
bahkan membuat sebuah sayembara terbuka yang cukup menantang. Ia bersedia
memberikan hadiah AS $ 25 juta (sekitar Rp250 miliar) bagi ilmuwan yang bisa
mengembangkan teknologi untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer
secara signifikan. Jumlah pengurangan itu dianggap “signifikan” jika melampaui
jumlah satu triliun ton karbon dioksida per tahun. Syarat lainnya, teknologi itu
harus ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek yang berbahaya bagi
manusia.
Gayung pun bersambut. Klaus Lackner menjawab tantangan ini dengan
menciptakan “pohon sintetis”. Pohon sintetis rekaan Lackner ini tentu saja tidak
bisa memiliki sifat-sifat alamiah tumbuhan. Kerumitan sistem sel-sel tumbuhan
tidak mungkin ditandingi dengan teknologi apa pun saat ini. Lewat proses
54
fotosintesis yang terjadi di dalam daun, sebuah pohon bisa bekerja ganda. Ia bisa
menyerap zat asam arang (karbon dioksida) dari udara lalu mengeluarkan zat
asam (oksigen) yang dibutuhkan oleh manusia atau hewan untuk bernapas.
Tumbuhan juga tak perlu listrik. Ia hanya perlu udara, air, dan sinar
Matahari. Tak ada limbah berbahaya yang dihasilkan oleh sebuah pohon. Bukan
hanya menghasilkan oksigen, proses fotosintesis juga menghasilkan karbohidrat
dan,,,,nutrisi,,,lain,,,yang,,,diperlukan,,,manusia.
Tentu saja Klaus Lackner tidak bermaksud menyaingi semua kelebihan
pohon itu. Ia hanya fokus pada satu hal, yaitu penyerapan karbon dioksida.
Bentuk mesin ciptaannya pun tidak akan persis menyerupai pohon dengan batang
dan daun-daun yang membentuk kanopi. Bentuknya lebih menyerupai sebuah
menara berteknologi tinggi yang punya kemampuan menyerap karbon dioksida
dari udara. Satu buah menara dengan materi penyerap seluas 1 meter persegi
diharapakan bisa menangkap 10 ton karbon dioksida setiap tahun. Jika satu
menara berisi 100 meter persegi penyerap, berarti pohon artifisial itu bisa
menangkan,,,...1.000,,,ton,,,...CO2,,....,tiap,,,tahun.
Tinggal dihitung saja berapa banyak pohon sintetis yang dibutuhkan untuk
menyerap karbon dioksida sampai Lackner berhak atas hadiah yang ditawarkan
oleh Richard Branson. Kalau Richard Branson mensyaratkan angka 1 triluin ton
CO2, berarti Lackner harus “menanam” satu juta pohon artifisial yang ia
kembangkan.
Teknologinya sekarang memang masih mahal, tapi bisa diwujudkan,”kata
Lackner. Prototipe alat ini sedang dibuat oleh perusahaan Global Research
55
Technologies. Satu alat diperkirakan seharga £100,000! (sekitar Rp 1,6 miliar).
Namun, Lackner menjamin teknologinya akan menjadi murah setelah mesin
diproduski,,,dalam,,,skala,,,massal.
Pohon buatan Lackner ini secara teoretis bisa “hidup” hingga dua tahun.
Selama dua tahun itu, ia akan terus-menerus menyerap karbon dioksida dari udara
sepanjang hari. Karbon dioksida yang sudah diserap ini selanjutnya disimpan di
dalam tanah. Sebagian akan digunakan untuk kebutuhuan industri.
Bisa..........dipakai..........ulang
Sebetulnya teknologi pengikat gas karbon dioksida bukanlah sesuatu yang
sama sekali baru. Teknologi ini sudah banyak dipakai di industri. Yang sulit
adalah membersihkan filter penyerap itu sehingga ia bisa dipakai lagi dengan
biaya operasional yang murah. Inilah yang ditawarkan oleh Professor Lackner. Ia
menciptakan materi berbahan resin yang berfungsi sebagai absorben (penyerap)
karbon dioksida lewat mekanisme pertukaran ion. Mekanisme pertukaran ion ini
membuat biaya operasional menjadi jauh lebih murah. Lackner pun menjamin
listrik yang dikonsumsi alat ini cukup ekonomis untuk tujuan yang lebih besar,
yaitu pengurangan emisi karbon dioksida secara nasional bahkan global.
Saat udara yang mengandung karbon dioksida mengalir lewat materi resin
ini, kandungan karbon dioksida secara otomatis akan diikat oleh absorben. Setelah
resin ini jenuh, kandungan gas CO2 di dalamnya akan disedot sehingga materi ini
siap digunakan kembali. Cara membersihkan kandungan gas CO2 pun tidak
mahal. Gas asam arang ini cukup diusir dengan gas dari uap air panas.
56
Gas CO2 yang dikumpulkan dari alat ini selanjutnya akan disalurkan ke
tempat khusus. Dalam skenario yang dibuat oleh Lackner, sebagian gas akan
disemprotkan ke dalam rumah kaca, yang selanjutnya akan diisap oleh tanaman
untuk fotosintesis. Sebagian digunakan untuk menumbuhkan alga yang akan
memproduksi bahan pangan, pupuk, atau bahan bakar nabati. Sebagian akan
digunakan untuk keperluan industri. Sebagian akan disimpan di dalam tanah
sehingga bisa mengurangi konsentarsi gas rumah kaca di atmosfer.
Meski mendapat sambutan positif dari sebagian ilmuwan, temuan ini tak
disambut begitu hangat di kalangan para aktivis lingkungan. Menurut mereka,
teknologi penyerap karbon dioksida ini justru akan mengalihkan manusia dari
upaya menggunakan sumber-sumber energi terbarukan yang tidak menghasilkan
karbon dioksida. Pasalnya, alat ini tidak mengurangi jumlah total karbon dioksida
di alam, tapi hanya memindahkan tempatnya. Para aktivis itu berpendapat, upaya
meredam laju pemanasan global harus dengan membatasi penggunaan bahan
bakar yang menghasilkan karbon dioksida. Pada saat yang sama, manusia harus
beralih kepada energi yang tidak banyak menghasilkan karbon dioksida, misalnya
tenaga..........surya..........atau..........kincir..........tenaga..........angin.
Namun Lackner berkilah, manusia tampaknya tidak bisa melepaskan diri
dari ketergantungan terhadap bahan bakar yang menghasilkan karbon dioksida.
“Manusia akan terus menggunakannya” katanya. Itu sebabnya ia berpendapat,
kalaupun kita tidak bisa mengurangi produksi karbon dioksida, setidaknya kita
bisa..........mengurangi..........jumlah..........gas..........ini..........di..........atmosfer.
Terlepas dari debat itu, teknologi yang dikembangkan oleh Lackner ini
57
bisa menawarkan cara baru dalam menyaring gas. Tidak harus terkait dengan
masalah pemanasan global. Kalaupun teknologi ini layak untuk diaplikasikan
dalam meredam pemanasan global, mungkin Klaus Lackner layak masuk
nominasi..........untuk..........menerima ..........hadiah..........dari..........Richard..........Branson.
8. Fotobiorektor mikroalgae mampu serap 90% CO2
Fotobioreaktor mikroalgae (phytoplankton) yang dirancang Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mampu menyerap 90 persen karbon
dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh cerobong asap pabrik.
"Riset kami memperlihatkan, dari 100 ppm karbon yang dihasilkan, 90
ppm di antaranya ditangkap oleh mikroalgae," kata peneliti dari Pusat Teknologi
Lingkungan BPPT, Nugroho Raharjo, di gerai pameran teknologi yang digelar
BPPT pada 28-30 September di gedung 2 BPPT Jakarta, Rabu sore.
Fotobioreaktor, ujarnya, adalah reaktor yang digunakan untuk
mereaksikan organisma dengan bantuan cahaya. Organisma yang digunakan
adalah mikroalgae dari jenis Chlorella sp yang dalam fotosintesisnya
menggunakan..........CO2..........untuk..........kemudian..........melepas..........O2.
BPPT telah menguji coba dua macam fotobioreaktor yakni single tubular airlift
photobioreactor (STAP) pada 2008 dan multitubular airlift photobioreactor
(MTAP).pada..........2009-2010.
MTAP dapat menyerap satu gram CO2 per liter media kultur mikroalgae
per hari sehingga dengan 105 liter satu unit MTAP dengan tujuh sel (tabung)
58
dapat..........menyerap..........105..........gram..........CO2..........per..........hari.
Keunggulan dari kultur mikroalgae yang dilakukan dalam fotobioreaktor
adalah kondisi steril bisa dipertahankan, produksi terkontrol, desain bisa
disesuaikan dengan kebutuhan industri, dan tak memerlukan lahan yang luas.
Emisi dari industri diinjeksi ke fotobioreaktor yang dipasang di lokasi
pembuangan gas (emisi) suatu pabrik. Ini akan menyerap gas karbon sehingga
mampu..........mengurangi..........emisi..........CO2..........ke..........atmosfer.
Ia menguraikan, emisi dari cerobong asap disedot oleh kompresor, lalu
ditempatkan dalam kontainer penampung dan dialirkan ke tabung-tabung
fotobioreaktor yang berupa pipa aclyric (mika) untuk diproses. Pipa ini bisa
diperbesar untuk pabrik berkapasitas besar yang mengeluarkan banyak emisi.
Kultur mikroalgae di fotobioreaktor itu, ujarnya, selain akan menghasilkan
pengurangan emisi, juga menghasilkan oksigen (O2) dan biomassa mikroalgae.
Kalau mikroalgae sudah jenuh CO2, dilakukan lagi penyemaian
mikroalgae. Mikroalgae baru yang lapar ini akan menangkap CO2 dengan lebih
aktif.Sedangkan..........bisa..........dilakukan..........kira-kira..........dua..........kali..........sehari.
Cara pembersihan CO2 dengan mikroalgae jauh lebih murah dibanding
cara konvensional, ujarnya sambil mengakui bahwa untuk membuat prototipe
fotobioreaktor..........itu..........pihaknya..........membutuhkan..........sekitar..........Rp.50..........juta.
Fotobioreaktor ini menurut Nugroho, sudah dipraktekan di lokasi
pembuangan emisi pabrik susu Indolacto, Ciracas dan akan digunakan juga oleh
pabrik..........baterai..........ABC.
BPPT, urainya, berencana akan meneliti mikroalgae yang mampu
59
menyerap gas lain yang juga berbahaya seperti gas metan yang dihasilkan oleh
sampah dan 21 kali lebih berbahaya dari pada CO2.
9.Padang,,,,,,,,,,rumput,,,,,,,,,,sumber,,,,,,,,,,biofuel,,,,,,,,,,unggulan,,,,,,,,,,masa,,,,,,,,,,depan
Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif
pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa depan harus
segera ditemukan dalam waktu dekat.Para peneliti dari Universitas Minnesota
berpendapat bahwa campuran dari rerumputan padang rumput adalah sumber
biofuels yang paling baik. Mereka meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang
terbuat dari biomass padang rumput adalah bahan bakar yang ‘karbon negatif’,
maksudnya bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan
mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan menggunakan
ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan ‘karbon positif’, yaitu
penggunaannya akan menambah kadar karbondioksida pada atmosfer. Para
peneliti tersebut bahkan berpendapat bahwa dengan memproduksi bahan bakar
yang terbuat dari rerumputan di tanah/ladang yang sudah tidak layak tanam untuk
pertanian, akan mengurangi emisi karbondioksida global sampai 15%. Walaupun
pendapat ini tentu saja masih mendapatkan sanggahan dari ahli lainnya.
David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan
direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari proyek
riset ini. "Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman tanaman padang
rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan menyingkirkan karbon
dioksida dari atmosfer." Juga kalau ditanam di atas tanah tidak subur, mereka bisa
60
menyediakan sebagian besar keperluan energi global, dan membiarkan tanah yang
subur..........untuk..........produksi..........makanan.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di Cedar Creek Natural History
Area, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang ditanami
dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat bermacam-macam dan
tanaman berbunga lain menghasilkan 238 persen lebih banyak bioenergi rata-rata,
daripada lahan yang ditanami dengan berbagai tanaman padang rumput satu
spesies..........termasukv..........monocultures..........switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi
yang lebih baik daripada monocultures sangat mudah untuk dimengerti: beberapa
tanaman tumbuh selama musin semi sedangkan yang lain bertambah besar pada
musim lain, oleh sebab itu mereka 'melengkapi' satu sama lain.
Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah
kaca yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen, mengangkut dan
mengubah tanaman ke dalam bahan bakar — serta karbon dioksida yang
dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar— dan membandingkannya dengan
jumlah karbondioksida yang dihirup oleh tanaman-tanaman tersebut selama
proses pertumbuhan, padang rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih baik
daripada..........biji-bijian ..........jagung..........ethanol..........atau..........biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena
rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang sudah tidak layak
lagi..........untuk..........digunakan..........sebagai..........lahan..........pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman (rerumputan)
61
diatas 500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak pakai untuk pertanian, di
seluruh dunia, akan bisa menggantikan sekitar 13% dari konsumsi minyak global,
dan mengurangi sekitar 15% dari emisi karbon dioksida, taksiran Tilman dan
koleganya.
10. Menangkap karbondioksida dengan teknologi mesi roket
Karbon dioksida maih menjadi pusat perhatian para ilmuwan. Perannya
dalam meningkatkan suhu bumi dan mengakibatkan perubahan iklim ''memaksa''
para ilmuwan untuk menemukan teknologi yang tepat untuk menangkap dan
kemudian..........menyimpannya.
Teknologi Carbon Capture saat ini --sayangnya-- menyerap 80% biaya
listrik yang digunakan. Hal tersebut diungkapkan Vice President ATK Robert
Bakos. ATK sendiri merupakan perusahaan yang berpengalaman dalam produksi
peralatan untuk keperluan luar angkasa. Menurut Bakos teknologi berbeda yang
dikembangkan ATK mampu menekan biaya tersebut hingga 30%.
Teknologi yang dikembangkan ATK untuk menangkap karbon masih
menggunakan teknologi berbasis roket yang sudah dikuasainya. Aerodinamika
kecepatan tinggi merupakan kunci dari sistem teknologinya. Jika Anda
mempercepat udara bergerak hingga kecepatan tinggi, Anda harus
membiarkannya mengembang dengan sangat cepat. Keadaan tersebut
mendinginkan udara dan dalam beberapa kasus jika udara mengandung uap air,
maka uap tersebut akan berubah menjadi air atau bahkan salju. Hal yang sama
juga..........bisa..........diaplikasikan ..........pada..........CO2.
62
CO2 merupakan gas yang berada di bawah kondisi normal, tetapi jika
dibekukan maka akan membentuk apa yang biasa disebut dry ice. Kemudian
partikel-partikel tersebut bisa diambil dengan menggunakan berbagai macam
peralatan yang ada, dan kemudian disimpan, diproses atau digunakan untuk
berbagai..........aplikasi..........kembali.
ATK mengusulkan untuk memberikan tekanan pada gas buang
pembangkit listrik, kemudian melewatkan gas bertekanan tersebut melalui nozzle
roket sehingga mengakibatkan gas tersebut berkembang dan mendingin, sehingga
akan..........terbentuk..........dry..........ice.
Meski terlihat relatif sederhana, tapi Bakos menjelaskan bahwa teknologi
tersebut membutuhkan riset lebih mendalam. Dengan bantuan dana dari Advanced
Research Projects Agency --sebuah badan yang berada di bawah Departemen
Energi Amerika Serikat yang khusus menangani proyek teknologi canggih--
teknologi tersebut akan didemonstrasikan pada skala laboratorium dalam waktu
14 bulan mendatang.
11. Tenaga surya atasi masalah emisi karbondiosksida
Ada beberapa pilihan yang memungkinkan untuk dijadikan energi
alternatif. Energi panas bumi misalnya. Memang energi tersebut murah dan ramah
lingkungan, tetapi persediaannya terbatas dan teknologi untuk pengelolaannya
masih tergolong mahal. Bila menggunakan energi air memang merupakan energi
yang murah untuk digunakan. Tetapi, harus diingat juga bila musim kemarau
datang. Secara tiba-tiba persediaan air dapat berkurang drastis. Tenaga surya
63
dapat dijadikan pilihan tepat sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Energi
matahari yang dipancarkan ke bumi adalah sebesar 15.000 kali dari penggunaan
energi global. Dengan teknologi yang telah ada saat ini, sangat memungkinkan
untuk mengolah tenaga surya dengan menggunakan peralatan yang tidak
menghabiskan banyak tempat di bumi. Energi surya ini dapat dimanfaatkan secara
solar thermal dengan solar panel dan photogalvanic / photovoltaic. Pada prinsip
solar thermal, sinar matahari diperkuat cermin yang mengalihkan ke alat penyerap
berisi cairan. Cairan ini kemudian memanas dan menghasilkan uap yang
membangkitkan generator turbo pembangkit tenaga listrik. Dengan metode
photovoltaic merupakan metode mengkonversi tenaga matahari menjadi energi
listrik dengan memanfaatkan lempengan sillikon. Lempengan silikon yang
terkena sengatan matahari , menghasilkan ion positif. Sedangkan lapisan
sebaliknya, menghasilkan ion negatif. Bila ion tersebut digabungkan, maka akan
tercipta energi listrik. Seharusnya Indonesia yang mendapat banyak pancaran
sinar matahari dapat memanfaatkan tenaga ini. Memang pada awalnya biaya yang
dibutuhkan besar, namun jangan lupa bahwa bahan baku nya diperoleh secara
cuma-cuma. Pada akhirnya, dibutuhkan penanganan serius dari pemerintah untuk
mendalami pengelolaan tenaga surya ini dan harus disediakan dana besar untuk
menelitinya. Dan semua pihak harus aktif mendukung / berpartisipasi untuk
mengganti bahan baku yang lama dengan tenaga surya. Apabila setiap pihak dapat
bekerjasama, maka Indonesia akan memiliki pembangkit listrik dengan bahan
baku yang ramah lingkungan dan efisien.
64