TUGAS AKHIR
PENGARUH PEMANFAATAN KAPUR PADAM SEBAGAI FILLER PADA
STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI YANG MENGGUNAKAN ASBUTON
Disusun Oleh:
IBRAHIM
D111 13 531
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
`
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘aalamin, atas rahmat dan hidayah yang telah
dilimpahkan oleh Allah SWT., maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini,
yaitu sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa di dalam tugas akhir yang sederhana ini terdapat
banyak kekurangan dan sangat memerlukan perbaikan secara menyeluruh.
Tentunya hal ini disebabkan keterbatasan ilmu serta kemampuan yang dimiliki
penulis, sehingga dengan segala keterbukaan penulis mengharapkan masukan dari
semua pihak.
Tentunya tugas akhir ini memerlukan proses yang tidak singkat.
Perjalanan yang dilalui penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak lepas
dari tangan-tangan berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik
berupa materi maupun dorongan moril. Olehnya itu dengan segala kerendahan
hati, ucapan terima kasih, penghormatan serta penghargaan yang setinggi-
tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yaitu ayahanda Madi, dan ibunda Rasinah, atas kasih
sayang dan segala dukungan selama ini, baik spritiual maupun materi, serta
seluruh keluarga besar atas sumbangsih dan dorongan yang telah diberikan.
iii
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS., M.Eng, selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT. dan Bapak Ir. H. Achmad Bakri
Muhiddin, Msc. Ph.D., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Bapak Prof. Dr. Eng. Muh. Wihardi Tjaronge, ST., M.Eng., selaku dosen
pembimbing I, atas segala kesabaran dan waktu serta nasihat spiritual yang
telah diluangkannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari
awal penelitian hingga terselesainya penulisan tugas akhir ini.
5. Bapak Dr. Ir. Abd. Rahman Djamaluddin, MT, selaku dosen pembimbing II,
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan mulai dari awal penelitian hingga terselesainya penulisan tugas
akhir ini serta selaku Kepala Laboratorium Struktur dan Bahan Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang telah memberikan izin atas
segala fasilitas yang digunakan.
6. Bapak Abrar, yang telah memberikan kesempatan untuk ikut dalam tim
penelitian beliau, serta telah banyak memberikan bantuan baik berupa
masukan, saran, serta menyediakan segala keperluan dalam penelitian ini.
7. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
8. Bapak Alm. Sudirman Sitang, ST., selaku Laboran Laboratorium Struktur dan
Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas segala
bimbingan selama pelaksanaan penelitian di laboratorium.
iv
9. Kepala Seksi Pengujian dan Peralatan BBPJN VI serta karyawan yang telah
membimbing dan membantu kami dalam penelitian.
10. Kak Ari, Kak Dimas, Kak Miswar, Kak Edo, Kak Ikram, Kak Boby, Kak
Faldy, Kak Sabrina Harahap, Kak Rima, Kak Adit, Kak Yessy, Kak Ismi, Kak
Danny, Kak Ivany selaku kakak-kakak di Laboratorium Riset Ecomaterial,
yang senantiasa memberikan dukungan semangat dalam menyelesaikan
penelitian ini.
11. Saudara-saudariku seangkatan 2013 Teknik Sipil, yang senantiasa
memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Keep
on Fighting Till The End.
Tiada imbalan yang dapat diberikan penulis selain memohon kepada Allah
SWT., melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, Aamiin. Semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Mei 2017
Penulis
v
ABSTRACT
The emulsion asphalt mixture construction is easier, fuel efficient and more
environmentally friendly than the use of hot asphalt mixture. In addition, the mixing
process of bitumen emulsion is simpler, using only concrete mixer or agitating truck
as mixer and water as emulsifier and additive. In addition, there is now
considerable effort to address damage to AC-WC pavement layers such as the use
of additives added to asphalt binder as an anti-stripping agent and in addition to
improving resistance to deformation such as the Rutting. One of the ingredients that
has been used as a binder is hydrated lime. This study aims to determine the
effective asphalt content and Marshall parameters of asphalt emulsion mixture
using hydrated lime as filler material. The test results showed that the effective
asphalt emulsion content used in the mixture was 5.5% of the total asphalt emulsion
mixture. The stability value of the emulsion asphalt mixture that did not use
hydrated lime was 1288.80 kg, while the stability of the mixture with hydrated lime
content of 25%, 50%, 75%, and 100% was 1411,71 kg, 1503.02 kg, 1597.83 kg ,
and 1699.67 kg, respectively. This means that lime contributes positively in
increasing the stability value of the asphalt emulsion mixture with an increase of
31.88%.
Key Words : Asphalt Emulsion, Asbuton, hydrated lime, Stability.
ABSTRAK
Konstruksi campuran aspal emulsi lebih mudah, hemat bahan bakar dan lebih
ramah lingkungan dibandingkan penggunaan campuran aspal panas. Selain itu,
proses pencampuran emulsi aspal lebih sederhana, hanya menggunakan mixer
beton atau truk agitasi sebagai mixer dan air sebagai pengemulsi dan aditif. Selain
itu, sekarang ada banyak usaha untuk mengatasi kerusakan lapisan perkerasan AC-
WC seperti penggunaan aditif yang ditambahkan ke pengikat aspal sebagai agen
anti-pengupasan dan sebagai tambahan untuk meningkatkan ketahanan terhadap
deformasi seperti Rutting. Salah satu bahan yang telah digunakan sebagai pengikat
adalah kapur terhidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan aspal
efektif dan parameter Marshall campuran emulsi aspal menggunakan kapur
terhidrasi sebagai bahan pengisi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan
emulsi aspal efektif yang digunakan dalam campuran adalah 5,5% dari total
campuran emulsi aspal. Nilai stabilitas campuran aspal emulsi yang tidak
menggunakan kapur terhidrasi adalah 1288,80 kg, sedangkan stabilitas campuran
dengan kadar kapur terhidrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% adalah 1411,71 kg,
1503,02 kg, 1597,83 kg, dan 1699,67 kg. Ini berarti bahwa kapur padam
berkontribusi positif dalam meningkatkan nilai stabilitas campuran emulsi aspal
dengan kenaikan 31,88%.
Kata Kunci : Aspal Emulsi, Asbuton, Kapur Padam, Stabilitas.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
1.5. Batasan Masalah.................................................................................. 4
1.6. Sistematika Penulisan ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspal Emulsi ....................................................................................... 6
2.1.1. Definisi Emulsi ....................................................................... 7
2.1.2. Kalsifikasi dan Pemberian Nama Emulsi................................ 11
2.1.3. Pengujian Emulsi .................................................................... 15
2.1.4. Aplikasi Emulsi....................................................................... 15
2.1.5. Pembuatan Emulsi................................................................... 17
2.2. Aspal Buton......................................................................................... 20
2.3. Agregat ................................................................................................ 25
2.4. Kapur Padam....................................................................................... 31
vii
2.5. Pengujian Aspal dengan Metode Marshall ......................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Umum.................................................................................................. 39
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 40
3.3. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 40
3.4. Pengumpulan Data Penelitian ............................................................. 41
3.5. Pengambilan Material Penelitian ........................................................ 41
3.6. Pemeriksaan Karakteristik Material .................................................... 41
3.6.1. Pemeriksaan Karakteristik Agregat ........................................ 42
3.6.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik BGA ................................... 42
3.6.3. Karakteristik Aspal Emulsi Jenis CSS-1h EA-60 .................. 44
3.6.4. Gradasi Campuran Aspal Dingin .......................................... 44
3.6.5. Gradasi Campuran dan Mix Design ...................................... 45
3.7. Pembuatan Benda Uji.......................................................................... 46
3.8. Pemeriksaan Karakteristik Campuran Aspal Beton dengan
Metode Marshall ................................................................................. 47
3.8.1. Mix Design Metode Marshall ................................................. 47
3.8.2. Karakteristik Metode Marshall ............................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Material ......................................... 54
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat ............................... 54
4.1.2. Penentuan Gradasi Campuran ................................................. 55
4.1.3. Kadar Aspal Emulsi Efektif ................................................... 56
4.1.4. Mix Design ............................................................................. 57
4.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Campuran Aspal Beton dengan
Metode Marshall ................................................................................ 58
4.2.1. Hubungan Kadar Kapur padam dengan Stabilitas ................. 59
4.2.2. Hubungan Kadar Kapur Padam dengan flow ........................ 60
4.2.3. Hubungan Kapur Padam dengan Marshall Quetiont ............. 61
viii
4.2.4. Hubungan Kadar Kapur Padam dengan VIM ........................ 62
4.2.5. Hubungan Kadar Kapur Padam dengan VMA ....................... 63
4.3. Pola Keretakan ................................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 67
5.2. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tingkatan Aspal Emulsi Berdasarkan ASTM dan AASHTO................11
Tabel 2.2. Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik ........................................................12
Tabel 2.3. Tingkatan Aspal Emulsi Anionik...........................................................13
Tabel 2.4. Tipe Penggunaan Aspal Emulsi............................................................. 17
Tabel 2.5. Tipikal Hasil Analisa Kimia Pembentuk Bitumen Asbuton ..................21
Tabel 2.6. Ketentuan Aspal Buton Granular ...........................................................22
Tabel 2.7. Persyaratan Agregat Kasar .....................................................................26
Tabel 2.8. Persyaratan Agregat Halus.....................................................................27
Tabel 3.1. Metode Pengujian Karakteristik Agregat Kasar ....................................42
Tabel 3.2. Metode Pengujian Karakteristik Abu Batu ...........................................42
Tabel 3.3. Metode Pengujian Karakteristik Aspal Buton Granular ........................ 43
Tabel 3.4. Hasil Pemeriksaan Buton Granular Aspal (BGA) ................................ 43
Tabel 3.5. Karakteristik Aspal emulsi CSS-1h EA-60............................................44
Tabel 3.6. Rencana Jumlah Benda Uji ....................................................................47
Tabel 3.7. Ketentuan Sifat-sifat Campuran dingin AC-WC..........................................51
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat Kasar....................................54
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Abu Batu............................................55
x
Tabel 4.3. Komposisi Material dalam Berat Untuk 1200 gram Benda Uji .............58
Tabel 4.4. Komposisi Material dalam Persen Untuk 1200 gram Benda Uji...........58
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Contoh Aplikasi Aspal Emulsi.......................................................... 7
Gambar 2.2. Tipe dari Beberapa Emulsi................................................................ 8
Gambar 2.3. Distribusi Ukuran Partikel Emulsi .................................................... 9
Gambar 2.4. Tahapan dalam Pemecahan Emulsi................................................... 10
Gambar 2.5. Diagram Pencampuran Aspal Emulsi Sistem Batch Plant................ 19
Gambar 2.6. Jenis-Jenis Gradasi Agregat .............................................................. 30
Gambar 2.7. Skematis VIM dan VMA .................................................................. 37
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .................................................................... 40
Gambar 3.2. Alat Pengujian Marshall ................................................................... 51
Gambar 4.1. Gradasi Agregat Gabungan ............................................................... 56
Gambar 4.2. Hubungan Kandungan Kadar Kapur Padam Terhadap Nilai
Stabilitas............................................................................................ 59
Gambar 4.3. Hubungan Kandungan Kadar Kapur Padam Terhadap Nilai
Flow .................................................................................................. 60
Gambar 4.4. Hubungan Kandungan Kadar Kapur Padam Terhadap Nilai
Marshall Quetiont (MQ)................................................................... 61
Gambar 4.5. Hubungan Kandungan Kadar Kapur Padam Terhadap Nilai
VIM .................................................................................................. 62
Gambar 4.6. Hubungan Kandungan Kadar Kapur Padam Terhadap Nilai
VMA ................................................................................................ 63
xii
Gambar 4.7. Pola Retak Kadar Kapur Padam 0% ................................................ 64
Gambar 4.8. Pola Retak Kadar Kapur Padam 25% .............................................. 64
Gambar 4.9. Pola Retak Kadar Kapur Padam 50% .............................................. 65
Gambar 4.10. Pola Retak Kadar Kapur Padam 75% .............................................. 65
Gambar 4.11. Pola Retak Kadar Kapur Padam 100% ............................................ 65
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat
Lampiran Tabel Gradasi Agregat Gabungan
Lampiran Hasil Pengujian Marshall Setiap Variasi
Lampiran Foto Penelitian
xiii
DAFTAR NOTASI
°C = Derajat celcius
% = Persen
cm = Centimeter
mm = Milimeter
Pen = Penetrasi
AC = Asphalt Concrete
AC WC = Asphalt Concrete Wearing Course
BGA = Buton Granular Asphalt
MQ = Marshall Quotient
VIM = Void in Mix
VMA = Void Mineral in Agregat
ASTM = American Society for Testing Materials
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation
Officials
SNI = Standar Nasional Indonesia
KAO = Kadar Aspal Optimum
AC WC = Asphalt Concrete Wearing Course
BGA = Buton Granular Asphalt
MQ = Marshall Quotient
VIM = Void in Mix
VMA = Void Mineral in Agregat
PA = Kadar Aspal Efektif Perkiraan Terhadap Berat Agregat
AK = Persentase Agregat Kasar Tertahan Saringan No. 8
AH = Persentase Agregat Halus Lolos Saringan No. 8 Tertahan No.
200
F = Persentase Agregat Lolos Saringan No. 200
AR = Kadar Residu Dalam Campuran (%)
BA = Berat Jenis Aspal
xiv
CS = Berat Jenis Semu
DA = Berat Dalam Air (gr)
E = Berat di Udara (gr)
FS = Berat SSD (gr)
G = BJ Bulk – Berat Benda Uji (gr)
H = Berat Benda Uji (gr)
L = Berat Benda Uji Setelah Oven (gr)
KA = Kadar Air (%)
S = Stabilitas (kg)
F = Nilai Flow (mm)
ITS = Indirect Tensile Strength
P = Beban (N)
H = Tinggi/Tebal Benda Uji (mm)
D = Diameter Benda Uji (mm)
% BGA = Persentase BGA dalam campuran aspal emulsi
RS = Rapid Setting
MS = Medium Setting
SS = Slow Setting
s = Softer
h = Harder
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ditinjau dari pelaksanaan pekerjaan penggunaan aspal emulsi lebih mudah,
hemat bahan bakar dan lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan aspal
keras. Proses pencampuran aspal keras dengan material lain/agregat
membutuhkan asphalt mixing plant (AMP) dan pada suhu yang mencapai 140 °C
atau dikenal dengan istilah campuran panas (hot mix). Sementara untuk proses
pencampuran aspal emulsi lebih sederhana hanya membutuhkan concrete mixer
atau molen sebagai alat pencampur menggunakan air sebagai bahan pengemulsi
dan bahan aditif. Proses ini dinamakan campuran dingin atau cold mix.
Berdasarkan analisa EI untuk memproduksi 1 ton campuran hot mix diperlukan
bahan bakar solar rata-rata 9,15 liter, sementara untuk proses cold mix diperlukan
rata-rata 1,02 liter per ton campuran. Untuk penghamparan di lokasi pekerjaan
suhu aspal hot mix harus berkisar 100 °C – 120 °C yang tentu saja hal ini sulit
dipertahankan jika cuaca hujan, sedangkan cold mix dihampar pada suhu ruangan
berkisar 25 °C – 32 °C sehingga pada saat pelaksanaannya cuaca tidak terlalu
berpengaruh. Selain dari itu jalan yang lokasinya jauh dari AMP, terutama jalan
yang terletak di pedalaman (pelosok) butuh penanganan yang sesegera mungkin
dilakukan (Rosalina dan Mulizar, September 2013: 1-10).
2
Bahan pengisi (filler) dalam campuran aspal beton adalah bahan yang lolos
saringan No.200 (0,075 mm). Bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu
batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur
tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan
pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi,
maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal
yang banyak untuk memenuhi workability. Sebaliknya kekurangan bahan pengisi
campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan
sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang. Saat ini telah banyak upaya
yang telah dilakukan dalam mengatasi kerusakan-kerusakan pada lapis perkerasan
AC-WC seperti pemakaian bahan aditif yang ditambahkan kedalam bahan
pengikat aspal sebagai anti pengelupasan (stripping agent) dan sebagai bahan
aditif untuk meningkatkan ketahanan terhadap deformasi seperti alur (rutting).
Salah satu material yang telah digunakan sebagai bahan pengikat adalah kapur
padam.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penggunaan aspal emulsi yang
menggunakan aspal alam Buton sebagai bahan pengikat dan kapur padam sebagai
bahan pengisi pada campuran aspal beton dapat dijadikan sebagai suatu penelitian
mengingat keuntungannya dibandingkan aspal keras. Oleh karena itu, maka
penulis mengangkat sebuah Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Pemanfaatan
Kapur Padam Sebagai Filler Pada Stabilitas Campuran Aspal Emulsi yang
Menggnakan Asbuton”.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini :
1. Bagaimana kadar aspal efektif campuran aspal emulsi tanpa menggunakan kapur
padam sebagai bahan pengisi .
2. Bagaimana campuran aspal emulsi yang menggunakan kapur padam sebagai
bahan pengisi terhadap parameter Marshall.
3. Bagaimana pola keretakan yang terjadi setelah pengujian stabilitas marshall.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini :
1. Untuk menentukan kadar aspal efektif campuran aspal emulsi yang menggunakan
kapur padam sebagai bahan pengisi.
2. Untuk menentukan parameter Marshall campuran aspal emulsi yang menggunakan
kapur padam sebagai bahan pengisi.
3. Untuk mengidentifikasi pola keretakan untuk semua variasi kadar kapur padam.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu :
1. Memberikan gambaran tentang campuran aspal emulsi yang menggunakan aspal
alam Buton sebagai bahan subtitusi residu aspal minyak dan kapur padam sebagai
bahan pengisi berdasarkan kadar aspal efektif.
2. Memberikan gambaran tentang campuran aspal emulsi yang menggunakan kapur
padam sebagai bahan pengisi berdasarkan parameter Marshall.
4
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan sebagai ruang lingkup dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Metode penelitian yang dilakukan yaitu berupa eksperimen murni di laboratorium.
2. Aturan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI)
3. Gradasi yang digunakan adalah gradasi rapat (dense graded).
4. Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal emulsi jenis CSS-1h.
5. Buton granular asphalt (BGA) digunakan sebagai bahan subtitusi residu aspal
minyak.
6. Untuk penentuan kadar aspal efektif, digunakan aturan yang terdapat dalam dalam
buku 5 (Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton dan Peremaja Emulsi).
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk tetap terarah pada tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka perlu
disusun sebuah sistematika penulisan, dengan urutan sebaga iberikut:
BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, serta sistematika
penulisan. Bab pendahuluan menjelaskan poin permasalahan yang
diamati, menjelaskan tujuan pentingnya hasil penelitian bagi
pengembangan ilmu perkerasan jalan, ruang lingkup sebagai batasan
5
dalam penulisan, serta sistematika sebagai pengenalan isi per bab dalam
skripsi.
BAB II Tinjauan Pustaka, menjelaskan dasar teori tentang aspal emulsi, aspal
buton,buton granular aspal, agregat kasar (chipping), agregat halus, filler,
kapur padam, pengujian karakteristik agregat, gradasi, pengujian
karakteristik aspal emulsi, kadar aspal efektif dan pengujian parameter
Marshall.
BAB III Metode Penelitian, menerangkan penelitian secara umum baik dari segi
alur penelitian maupun waktu dan lokasi penelitian, metode pemeriksaan
komponen campuran yaitu agregat dan aspal emulsi yang menggunakan
aspal alam Buton serta metode penentuan kadar aspal efektif dan
pengujian parameter Marshall.
BAB IV Hasil dan Pembahasan, menyajikan data penelitian dan membahas analisis
dari data tersebut, untuk mencapai hasil dari penelitian.
BAB V Penutup, berisi kesimpulan hasil analisis data penelitian dan saran sebagai
hasil pandangan penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan
tujuan penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah aspal cair yang dihasilkan dengan cara
mendispersikan aspal keras bitumen ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan
bahan pengemulsi. Aspal emulsi merupakan hasil dispersi bahan aspal semen
dalam air secara merata dengan menggunakan emulsifier yang berfungsi mengikat
molekul aspal dengan molekul air. Dalam suatu campuran emulsi, kandungan
aspal umumnya berkisar ± 55-75% dan kandungan bahan pengemulsi (emulsifier)
± 3 %.
Penggunaan aspal emulsi di mulai pada awal abad ke-20. Saat ini 5%
sampai 10% dari kelas aspal yang digunakan adalah dalam bentuk emulsi, tetapi
penggunaan aspal emulsi sangat bervariasi antar Negara. Amerika Serikat adalah
produsen terbesar di dunia dari aspal emulsi. Keuntungan dari aspal emulsi
dibandingkan dengan aspal panas adalah dapat mengurangi pengikat yang dapat
terkait dengan aplikasi suhu rendah, kompatibilitas dengan binder berbasis air
yang lain seperti lateks karet, semen dan pelarut-pelarut redah. Peran komponen
aspal emulsi seperti pengemulsi atau emulsifier, asam atau alkali, dan aditif-dalam
menentukan sifat fisik dan reaktivitas emulsi dapat dijelaskan. Klasifikasi aspal
emulsi dapat dibedakan menjadi beberapa berdasarkan nilai reaktivitas, muatan
partikel, dan sifat fisik yang dapat dijelaskan. Dua puluh tahun terakhir telah
terlihat kemajuan dalam pemahaman tentang bagaimana pengaruh kimia dari
kinerja emulsi yang terjadi. Akibatnya formulasi dapat dikembangkan untuk
7
mengoptimalkan kinerja dari bahan konstruksi atau proses konstruksi yang bukan
hanya untuk memenuhi spesifikasi standar tetapi lebih dari itu yakni mudah dalam
perawatan, cepat kering dan bahan dingin yang dicampur memiliki sifat yang lebih
baik.
Gambar 2.1. Contoh aplikasi aspal emulsi(sumber: Ertech.com, 2000)
2.1.1. Definisi Emulsi
Menurut Alan James, Overview of Asphalt Emulsion, Transportation
Research Circular E-C102, 2006 menyatakan bahwa emulsi adalah fase terdispersi
dari suatu cairan kedalam cairan lain. Contoh umum dalam kehidupan sehari-hari
seperti susu, mentega, mayones, dan krim kosmetik. Emulsi dapat dibentuk oleh
dua cairan yang tidak bercampur, tetapi dalam banyak kasus, emulsi adalah suatu
peristiwa yang merupakan salah satu fase air. Secara umum, emulsi dapat
dikategorikan menjadi :
1. Minyak dalam air (O /W), emulsi adalah suatu yang berasal dari fase lanjutan
yang di dispersi di dalam cairan berminyak.
8
2. Air dalam minyak (W /O) ‘terbalik’, emulsi adalah suatu yang mempunyai fase
kontinyu yaitu minyak dan fase dispersi air.
3. W/O/W, emulsi adalah beberapa tetesan aspal mungkin berisi tetesan air kecil
dalam aspal emulsi yang dapat memiliki struktur yang lebih kompleks.
Viskositas emulsi dan terutama perubahan viskositas emulsi selama
penyimpanan sangat dipengaruhi oleh fase internal air (6,7).
Dalam beberapa emulsi, fase disperse mengandung fase lain yang mungkin
tidak memiliki komposisi yang sama sebagai fase kontinyu. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tipe dari beberapa emulsi (a) Emulsi O/W , (b) Emulsi W/O, dan (c)Emulsi W/O/W.
Sumber : James, A. Overview of Asphalt Emulsion, Transportation ResearchCircular E-C102, 2006.
Aspal standar (aspal) emulsi biasanya bagian dari O/W (oil in water) jenis
dan mengandung dari 40% sampai 75% aspal, 0,1% sampai 2,5% bahan
pengemulsi atau biasa dikenal dengan emulsifier, 25% sampai 60% air ditambah
beberapa minor komponen bahan penyusun. Tetesan aspal berukuran antara 0,1-20
9
mikron diameter. Emulsi dengan ukuran partikel dalam kisaran ini kadang-kadang
disebut sebagai macroemulsions. Macroemulsions adalah cairan coklat dengan
konsistensi dari susu krim ganda, yang sebagian besar tergantung pada kadar aspal
atau kadar bitumen dan ukuran partikel.
Ada beberapa distribusi ukuran partikel dalam emulsi dan distribusi ini
dipengaruhi oleh komposisi emulsi dan alat yang digunakan dalam memproduksi
emulsi. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel dari tetesan emulsi ini
sangat mempengaruhi sifat fisik emulsi, seperti viskositas dan stabilitas
penyimpanan. Rata-rata ukuran partikel yang lebih besar dapat menurunkan
viskositas atau kekentalan dari emulsi, seperti halnya distribusi ukuran partikel
yang luas atau bimodal. Ukuran partikel juga dapat mempengaruhi kinerja emulsi.
Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. (a) Distribusi ukuran partikel aspal emulsi dan (b) Mikrograf dariaspal emulsi
Sumber : James, A. Overview of Asphalt Emulsion, Transportation ResearchCircular E-C102, 2006
Secara umum, ukuran partikel yang lebih kecil dapat meningkatkan kinerja
dari campuran dan aplikasi serta penerapan di lapangan. Beberapa perkembangan
terbaru dalam teknologi aspal emulsi telah dapat dikembangkan untuk kemampuan
10
mengontrol ukuran partikel dan distribusi ukuran emulsi selama proses
emulsifikasi terjadi dan akibatnya dapat mempengaruhi sifat-sifat dari emulsi,
diantaranya viskositas dan stabilitas penyimpanan 24 jam. Macroemulsions secara
inheren tidak stabil bekerja. Selama periode waktu, mungkin beberapa jam atau
beberapa tahun, fase aspal akhirnya akan terpisah dari air. Aspal tidak larut dalam
air dan pemecahan emulsi akan melibatkan fusi tetesan. Dapat terlihat dalam
Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Tahapan dalam pemecahan emulsiSumber : James, A. Overview of Asphalt Emulsion, Transportation Research
Circular E-C102, 2006.
Waktu lapisan air antara tetesan di floccules akan menipis dan tetesan akan
menyatu. Koalesensi tersebut tidak dapat dibalik. Faktor-faktor yang dapat
memaksa tetesan bersatu adalah ketika penurunan percepatan gravitasi, penguapan
air, geser atau pembekuan akan mempercepat flokulasi dan proses peleburan,
seperti halnya yang dapat mengurangi muatan pada tetesan. Viskositas rendah
aspal dapat menyatu lebih cepat dibandingkan aspal dengan viskositas yang tinggi.
Tentu saja, akhirnya kita ingin tetesan emulsi dapat menyatu setelah aspal emulsi
telah bergabung dengan agregat dan telah digunakan sebagai perkerasan jalan.
11
2.1.2. Klasifikasi dan Pemberian Nama Emulsi
Aspal emulsi dapat dikelompokkan menurut jenis muatan listriknya dan
menurut kecepatan pengerasannya. Berdasarkan muatan listrik yang
dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi (Martens and Borgfeldt,
1985) :
1. Aspal emulsi kationik atau disebut aspal emulsi asam adalah aspal emulsi yang
bermuatan positif. Pada saat ini aspal emulsi yang umum digunakan di
Indonesia adalah aspal emulsi kationik, karena aspal emulsi tipe ini cocok
dengan hampir semua batuan (agregat) yang ada di Indonesia. Aspal emulsi
yang termasuk jenis aspal emulsi kationik yang cocok digunakan untuk
membuat campuran dingin adalah CSS-1, CSS-1h, CMS-2 dan CMS-2h.
Tingkatan aspal emulsi berdasarkan ASTM dan AASHTO dapat dilihat pada
Tabel 2.1. (Ridwan Hadi Rianto, 2007). Spesifikasi aspal emulsi kationik dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Tingkatan Aspal Emulsi Berdasarkan ASTM dan AASHTO
Aspal Emulsi Aspal Emulsi KationikRS-1 CRS-1RS-2 CRS-2
MS-1 CMSMS-2 2MS-2h CMS-2h
H FMS-1 -H-FMS-2 -H FMS-2h -H FMS-2s -
SS-1 CSS-1SS-2 CSS-1h
Sumber : Bina Marga, 1999
12
Tabel 2.2. Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
No. Sifat-Sifat Pengikatan Cepat(CRS 1)
PengikatanCepat (CMS 2)
Pengikatan Cepat(CSS 1)
Min Mak Min Mak Min Mak
1Kekentalan pada suhu25°C (detik)
- - - - 20 100
2Kekentalan pada suhu50°C (detik)
20 100 50 450 - -
3 Pengendapan 1 hari (%) - 1 - 1 - 1
4 Pengendapan 5 hari (%) - 5 - 5 - 5
5Daya tahan terhadap air(%)
- - 80 100 - -
6 Muatan listrik Positif Positif Positif Positif Positif Positif
7 Sisa penyulingan (%) 55 - 65 - 57 -
8Penetrasi 25oC 100g, 5dtk
100 250 100 250 100 250
9Daktilitas 25oC, 5cm/menit
40 - 40 - 40 -
10Kelarutan terhadaptrychloroe thylene(%berat)
97.5 - 97.5 - 97.5 -
Sumber : SNI 03-6832-2002
13
2. Aspal emulsi anionik atau disebut aspal emulsi alkali adalah aspal emulsi yang
bermuatan negatif dan banyak digunakan untuk melapisi batuan basa.
Berdasarkan proporsi emulsifier yang digunakan, aspal emulsi anionik
dibedakan dalam beberapa kelas seperti yang diberikan dalam tabel 2.3.
(Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Departemen Pekerjaan Umum,
2006).
Tabel 2.3. Tingkatan Aspal Emulsi Anionik
Aspal Emulsi Aspal Emulsi Anionik
RS-1 RS-1
RS-2 RS-2
MS-1 MS-1
MS-2 MS-2
MS-2h MS-2h
H FMS-1 HFMS-1
H-FMS-2 HFMS-2
H FMS-2h HFMS-2h
H FMS-2s HFMS-2s
SS-1 SS-1
SS-2 SS-1hSumber : The Asphalt Institute, ES, 1983
Huruf RS, MS dan SS dalam Tabel 2.1. dan 2.3. menyatakan kecepatan
pemantapan (setting) aspal emulsi tersebut, yaitu cepat mantap (RS = rapid
setting), mantap sedang (MS = medium setting) dan lambat mantap (slow setting).
Sedangkan huruf ‘C’ menyatakan bahwa aspal emulsi ini adalah jenis kationik
atau bermuatan listrik positif. Huruf ‘h’ dan ‘s’ yang terdapat pada akhir simbol
aspal emulsi menyatakan bahwa aspal ini dibuat dengan menggunakan aspal
keras yang lebih keras (h = harder) atau yang lebih lunak (s = softer).
14
Huruf HF yang dicantumkan pada awal simbol aspal emulsi anionik
menunjukkan bahwa aspal ini memiliki kemampuan mengembang yang tinngi (HF
= high float). Tingkat pengembangan ini dapat diukur melalui uji pengembangan
berdasarkan AASHTO T-50. Aspal emulsi kode ini dapat digunakan pada
pekerjaaan yang menuntut penggunaan film aspal yang tebal dengan tidak
menimbulkan resiko pengaliran kembali aspalnya (drainage off). Seperti halnya
aspal cair, aspal emulsi dapat digunakan juga baik sebagai bahan pengikat pada
campuran beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) dan lapis
perekat (tack coat). Dalam penggunaannya, pemanasan untuk menurunkan tingkat
kekentalan aspal ini mungkin tidak diperlukan.
3. Aspal emulsi monionik merupakan aspal yang tidak bermuatan listrik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dibedakan menjadi
(Hendarsin, 2000 dalam Mutohar, Y., 2002; Atkins, 1997) :
a. Aspal emulsi RS (Rapid Setting), direncanakan mempunyai tingkat
reaksi yang cepat dengan agregat penyertanya dan berubahnya emulsi
ke aspal. Jenis RS akan menghasilkan lapisan film yang relatif tebal.
b. Aspal emulsi MS (Medium Setting), direncanakan memiliki tingkat
pencampuran medium dengan sasaran agregat kasar. Karena jenis ini
tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat, maka campuran
yang menggunakan jenis ini akan tetap dapat dihamparkan dalam
beberapa menit.
c. Aspal emulsi SS (Slow Setting), jenis ini direncanakan untuk hasil
pencampuran yang memiliki stabilitas tinggi. Jenis ini digunakan
15
dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus
yang tinggi.
2.1.3. Pengujian Emulsi
Kebanyakan metode uji telah diterima sebagai standar ASTM dan SNI.
Pengujian terbagi ke dalam tiga kelompok : pengujian mengenai penanganan sifat
emulsi, seperti kandungan residu, viskositas, stabilitas penyimpanan dan tertahan
saringan no. 20. Pengujian yang mengklasifikasikan emulsi menjadi cepat mantap
(rapid setting), mantap sedang (medium setting) atau lambat mantap (slow setting),
seperti demulsibility, uji campuran semen dan coating tes serta tes pada residu
ditemukan pada penguapan, seperti penetrasi atau daktilitas. Emulsi dapat
digunakan untuk menambah fungsi emulsi yang terkait dengan aplikasi tertentu
seperti dalam campuran dingin, chip seal, dll, yang menggunakan agregat dalam
pekerjaan dan pelakasanaanya.
2.1.4. Aplikasi Emulsi
Beberapa aplikasi dari berbagai tingkatan emulsi dapat dilihat dalam Tabel
2.4. dalam penggunaan yang bervariasi. Pilihan emulsi untuk berbagai aplikasi
merupakan suatu hal yang berhubungan dengan reaktivitas emulsi dengan
reaktivitas agregat dan kondisi lingkungan yang terjadi. Sebagian besar reaktivitas
agregat terkait dengan fraksi yang sangat baik mengenai ukuran atau gradasi yang
dapat memberikan kontribusi terbesar terhadap campuran aspal. Jadi emulsi yang
reaktif jenis RS (rapid setting) digunakan pada daerah yang permukaannya rendah
sedangkan agregat yang tidak aktif dapat digunakan dalam chip seal, sedangkan
emulsi yang reaktifnya rendah jenis SS akan digunakan untuk campuran padat
16
dingin yang memiliki tinggi isi -75 bahan mikron dan akibatnya reaktivitas
menjadi tinggi. Kondisi lingkungan juga harus diperhitungkan. Suhu yang tinggi
akan mempercepat reaksi kimia dan proses fisika yang terlibat dalam pembuatan
emulsi, dan karena itu menuntut pembuatan emulsi yang lebih lambat agar
viskositas menunjukkan nilai yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Campuran aspal emulsi, yang dibentuk hanya mengandalkan bahan
emulsifier untul merekatkan antar agregat penyusunnya, tidak membutuhkan
peralatan yang kompleks dan pekerjaan yang rumit, sehingga pada akhirnya dapat
menurunkan harga pengadaan campuran secara keseluruhan. Cara pencampuran
yang selama ini paling banyak dipakai yaitu pencampuran panas atau hot mix;
campuran ini membutuhkan biaya yang mahal sebab membutuhkan peralatan dan
pekerja yang banyak. Mahalnya penyediaan peralatan dan pekerja akan
menyebabkan peningkatan harga campuran aspal secara keseluruhan. Karenanya
alternatif lain dari campuran aspal panas diperlukan keberadaannya guna menekan
biaya. Salah satu alternatifnya adalah campuran aspal dingin atau yang dikenal
dengan campuran aspal emulsi. Sebagai pengganti dari panas, pada campuran
aspal emulsi digunakan suatu media lain yaitu air yang berfungsi sebagai
katalisator. Tetapi karena air memiliki sifat non polar sedangkan aspal bersifat
polar, maka diperlukan unsur lain yang mempunyai sifat keduanya sekaligus yaitu
sifat polar dan non polar. Unsur yang memiliki sifat keduanya disebut unsur
pengemulsi (emulsifier) atau agen pencampur (flux agent).
17
Tabel 2.4. Tipe Penggunaan Aspal Emulsi
ANIONIK KATIONIKRS MS SS RS MA SS
Mixes tanamanGradasi terbuka a aGradasi padat
Reklamasi jalan aspal Persediaan campuran a a
Lapisan kepingan Campuran perkerasan
Gradasi terbuka Pasta b
Pasta untuk capeseal bMicrosurfacing b
Dalam-tempat CampuranRAP a a
Gradasi padat Stabilisasi tanah Aplikasi semprot
Chipseal Kabut segel-pemeraman
semen
Tack coat a a Unggul a a
Debu paliatif Mulch
Penetrasi macadam Lainnya
Pelapis waterproofing cJalan dan jalan setapak
sealers c
a mungkin berisi pelarutb tidak perlu lulus tes campuran semenc mungkin berisi tanah liat
Sumber : Alan James, Overview of Asphalt Emulsion, Transportation Research CircularE-C102, 2006.
2.1.5. Pembuatan Emulsi
Emulsi dibuat dengan mencampur aspal (bitumen) panas dengan air yang
mengandung agen pengemulsi dan menerapkan energi mekanik yang cukup untuk
memecah aspal menjadi tetesan dengan kata lain disuling dengan cara destilasi.
18
Jelas bahwa proses pembuatan emulsi tidak hanya dapat mempengaruhi sifat fisik
dari emulsi tetapi juga mempengaruhi kinerja emulsi. Emulsifikasi dapat dilawan
oleh kohesi internal dan viskositas aspal (bitumen) dan tegangan permukaan dari
tetesan yang dapat menolak terbentuknya antar muka yang baru. Tetesan kecil
dapat menimbulkan energi yang tinggi, viskositas aspal (bitumen) yang rendah
pada suhu emulsifikasi dan konsentrasi emulsifier (yang dapat mengurangi
tegangan antar muka). Pada proses yang paling umum, emulsifier dilarutkan dalam
fase air dari emulsi, dan air ini akan membentuk emulsi seperti sabun yang
merupakan campuran dengan aspal cair panas di pabrik koloid. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
Aspal keras dari tangki penyimpanan dipanaskan hingga cair dan dialirkan
ke dalam tangki penampung phasa padat. Kerosin dengan jumlah sesuai rencana,
ditambahkan kedalam tangki penampung tersebut dari selanjutnya diaduk hingga
homogen. Di dalam tangki penampung aspal ini, phasa padat (aspal) dipanaskan
dengan suhu yang dikontrol hingga 145 °C ± 5 °C atau dengan kekentalan 2 poise.
Selanjutnya phasa padat siap untuk dialirkali ke dalam Colloid Mill. Bahan
Pengemulsi, Asam Klorida, Kalsium Klorida dan air dengan jumlah sesuai rencana
dimasukkan ke dalam tangki penampung phasa cair. DI dalam tangki bahan-bahan
tersebut diaduk hingga homogen dan dipanaskan dengan suhu yang dikontrol pada
55 °C ± 5 -C. Selanjutnya phasa cair siap untuk dialirkan ke dalam Colloid Mill.
19
Gambar 2.5. Diagram pencampuran aspal emulsi sistem batch plantSumber : Pedoman Pembuatan Aspal Emulsi Jenis Kationik, Departemen PU,
1999
Kebanyakan aspal emulsi yang diproduksi menggunakan pabrik koloid.
Pabrik ini terdiri dari rotor kecepatan tinggi yang berkisar pada 1000 rpm untuk
6000 rpm dalam sebuah stator, jarak antara rotor dan stator biasanya 0,25 mm
sampai 0,50 mm, dan biasanya disesuaikan sesuai dengan kodisi yang dapat
terjadi. Aspal panas dan larutan pengemulsi dibuat secara terpisah tetapi secara
bersamaan akan dialirkan ke pabrik koloid. Suhu dari dua komponen bervariasi
tergantung pada kelas dan presentase aspal dalam emulsi, jenis pengemulsi, dll.
Viskositas aspal yg memasuki pabrik koloid tidak boleh melebihi 0,2 Pa.s, untuk
mencapai viskositas ini, suhu aspal yg digunakan berada dalam kisaran 100 oC
sampai 140 oC. Suhu fase air disesuaikan sehingga suhu emulsi yang dihasilkan
tidak boleh lebih dari 90 °C. Ketika aspal dan larutan pengemulsi memasuki pabrik
koloid maka keduanya akan mengalami kekuatan geser intens yang akan
menyebabkan terbentuknya gelembung-gelembung kecil pada aspal. Butiran ini
kemudian dilapisi dengan pengemulsi yang akan memberikan tetesan ke
20
permukaan sehingga dapat terbentuk muatan listrik dan gaya elektrostatik yang
dapat mencegah terjadinya penggabungan dari tetesan. Aspal dan fase berair
secara terpisah akan mengalir ke pabrik koloid yang diukur dengan pompa atau di
bawah kontrol manual yang berhubungan dengan flow meter.
Metode dalam menambahkan pengemulsi untuk air bervariasi. Beberapa
pengemulsi, seperti amina, harus dicampur dan bereaksi dengan asam, misalnya
asam klorida sedangkan seperti asam lemak, harus dicampur dan bereaksi dengan
alkali, misalnya natrium hidroksida. Pencampuran ini bertujuan untuk mencapai
kelarutan air.
2.2. Aspal Buton
Aspal Buton merupakan aspal alam yang berada di Indonesia, yaitu di
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton atau Aspal batu Buton ini pada
umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses geologi.
Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul ke
permukaan menyusup di antara batuan yang porous. (Dept. PU, 2006).
Diperkirakan deposit Asbuton sekitar 60.991.554,38 ton atau setara dengan
24.352.833,07 barel minyak. (Suryana A, 2003 dalam Tjaronge, 2012).
Menurut N Suaryana (2008), Kebutuhan aspal nasional Indonesia sekitar
1,2 juta ton pertahun. Dari kebutuhan ini, baru 0,6 juta ton saja yang dapat
dipenuhi oleh PT. Pertamina sedangkan sisanya dipenuhi melalui impor.
Sementara ketersedian aspal minyak semakin terbatas dan harga yang cenderung
naik terus seiring dengan harga pasar minyak mentah dunia. Untuk menjawab
kendala di atas, maka salah satu alternatif yang menjanjikan adalah penggunaan
21
aspal buton yaitu asbuton sebagai bahan subsitusi aspal minyak. Pada saat ini
teknologi Asbuton telah berkembang pesat meliputi Asbuton butir, Asbuton pra-
campur dan Asbuton ekstraksi. Hasil kajian terhadap uji skala penuh di Kolaka
Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa asbuton mempunyai kemampuan dapat
mensubsitusi aspal minyak serta dapat memperbaiki kinerja campuran berasapal.
Kadar bitumen dalam Asbuton bervariasi dari 10% sampai 40%. Pada
beberapa lokasi ada pula Asbuton dengan kadar bitumen sampai 90%. Bitumen
asbuton memiliki kekerasan yang bervariasi. Asbuton dari Kabungka umumnya
memiliki bitumen dengan nilai penetrasi di bawah 10 dmm sedangkan Asbuton
dari Lawele umumnya memiliki bitumen dengan nilai penetrasi di atas 130 dmm
dan mengandung minyak ringan sampai 7%. Apabila minyak ringan pada Asbuton
Lawele diuapkan, nilai penetrasi bitumen turun hingga dibawah 40 dmm.
Kecenderungan komposisi kimia bitumen Asbuton dan aspal minyak disajikan
pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Tipikal Hasil Analisa Kimia Bitumen Asbuton dan Aspal MinyakMenurut Puslitbang
No. Jenis PengujianBitumenAsbuton
Aspal Minyak
1 Asphaltene, % 51,32 21,71
2
Malthene, % 5,61 1,29∙ Nitrogen Bases (N) 26,67 29,77∙ Acidaffis I (AI) 11,77 31,12∙ Paraffins (P) 4,61 16,10
3 N/P % 1,27 0,08
4Parameter KomposisiMalthene %(N+AI)/(AI+P)
1,97 0,66
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)
22
Seperti telah diketahui, di dalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu
aspal (bitumen) dan mineral. Didalam pemanfaatannya untuk pekerjaan
peraspalan, kedua unsur tersebut akan sangat dominan mempengaruhi kinerja dari
campuran beraspal yang direncanakan
Untuk dapat digunakan sebagai bahan perkerasan, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi Aspal Buton Granular. Spesifikasi yang
disyaratkan oleh Departemen Pekerjaan Umum ditunjukkan pada Tabel 2.6.
berikut ini.
Tabel 2.6. Ketentuan Aspal Buton Granular
Sifat - Sifat AsbutonMetode
Pengujian
Tipe
5/20 15/20 15/25 20/25
Kadar BitumenAsbuton; %
SNI 03-3640-1994
18-22 18-22 23-27 23-27
Ukuran butir asbutonbutir
Lolos ayakan No.4 (4,75mm); %
SNI 03-1968-1990
100 100 100 100
Lolos ayakan No.8 (2,36mm); %
SNI 03-1968-1990
100 100 100 Min 95
Lolos ayakan No.16(1,18mm); %
SNI 03-1968-1990
Min 95 Min 95Min95
Min 75
Kadar air, %SNI 06-2490-
1991Maks 2 Maks 2
Maks2
Maks 2
Penetrasi Aspal asbutonpada 25o,C,100 g, 0,5detik ; 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
≤10 10-18 10-18 19-22
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2007)
23
Asbuton butir dapat diproduksi dengan berbagai ukuran. Dilihat dari segi
kemudahan mobilisasi bitumen, makin kecil ukuran butir maka makin mudah
bitumen Asbuton termobilisasi dalam campuran beton aspal. Pada Asbuton
campuran panas, pada prinsipnya Asbuton butir dengan jumlah tertentu
dimasukkan ke dalam campuran beraspal panas aspal minyak. Fungsi Asbuton
pada campuran tersebut adalah sebagai bahan tambah (additive) dan sebagai bahan
subtitusi aspal minyak. Sebagai bahan tambah, Asbuton diharapkan akan
meningkatkan karakteristik aspal minyak dan karakteristik campuran beraspal
terutama agar memiliki ketahanan terhadap beban lalu lintas dan kepekaan
terhadap temperatur panas di lapangan yang lebih baik.
Aspal buton dapat digunakan antara lain untuk :
Perkerasan/lapisan permukaan sebagai pengganti aspal minyak.
Asbuton Tile (Tegel Asbuton)
Block Asbuton antara lain untuk trotoar.
Mengekstraksi bitumen dari asbuton.
Melapis bendung/embung agar kedap air.
Asbuton cocok untuk konstruksi berat karena aspal hasil ekstraksi dari
asbuton tidak mengandung parafin dan sedikit kadar sulfur sehingga kualitasnya
lebih tinggi. Pengolahan dengan pemanas putar dengan hasilnya berupa aspal
butiran (BGA/Buton Granule Asphalt) dengan kandungan bitumen antara 20
hingga 25%. Aspal Buton dapat digunakan sebagai lapis permukaan jalan, fondasi
atas jalan (asphalt treated base) dan fondasi bawah jalan (asphalt treated sub
24
base) yang dapat dilakukan dengan cara campuran panas (hot mix) atau campuran
dingin (cold mix).
Asbuton terdiri dari mineral dan bitumen. Mineral Asbuton didominasi
oleh “Globigerines limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk
dari jasad renik binatang purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat
halus, relatif keras, berkadar kalsium karbonat tinggi dan baik sebagai filler pada
beton aspal. Namun dalam Asbuton, mineral dapat dianggap sebagai gumpalan-
gumpalan filler yang membentuk butiran besar dan poros yang tidak mudah
dihaluskan menjadi filler tetapi juga tidak cukup keras untuk dianggap sebagai
butiran agregat. Kendala yang dapat ditimbulkan oleh keadaan seperti ini,
sebagaimana yang terjadi pada campuran Asbuton yang digunakan di era tahun
80-an yang dikenal dengan campuran Lasbutag, yaitu mineral Asbuton yang pada
awal pencampuran berupa butiran besar berubah menjadi kantong-kantong butiran
yang lebih halus (filler) setelah mengalami masa pelayanan. Atau kasus lain, di
lapangan sering kali ditemui campuran lasbutag yang pada awal penghamparan
tampak cukup baik namun terjadi bleeding setelah masa pelayanan tertentu. Hal
ini dapat disebabkan oleh mineral Asbuton, yang pada awalnya berupa butiran
besar/kasar dan poros, menyerap bahan peremaja tetapi kemudian setelah masa
pelayanan tersebut berubah menjadi butiran-butiran halus dengan melepas bahan
peremaja yang diserapnya dan campuran menjadi lebih padat sehingga aspal
terdesak keluar. Dilihat dari komposisi kimianya, bitumen Asbuton memiliki
senyawa nitrogen base yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bitumen Asbuton
memiliki pelekatan yang baik dan. Namun dilihat dari karakteristik lainnya,
25
bitumen Asbuton memiliki nilai penetrasi yang rendah dan getas. Agar Asbuton
dapat dimanfaatkan di bidang perkerasan jalan maka pada prinsipnya bitumen
harus diusahakan sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik mendekati
karakteristik aspal minyak (aspal keras) untuk perkerasan jalan. Untuk maksud
tersebut maka diperlukan bahan peremaja yang dapat membuat bitumen Asbuton
memiliki karakteristik seperti yang disyaratkan untuk aspal minyak secara
permanen.
2.3. Agregat
Agregat merupakan partikel mineral yang digunakan sebagai bahan
campuran pada berbagai jenis campuran melekat seperti beton, pondasi dasar
jalan, campuran aspal, dan lain-lain (Atkins,H.N.,PE., 1997).
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang
keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu
batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana
transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung
perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang
digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan (Manual
Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Departemen Pekerjaan Umum).
Persyaratan agregat berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Asbuton Buku 5 adalah :
1) Agregat Kasar
a) Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan No.8
(2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau
26
bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang
diberikan dalam Tabel 3.1.
b) Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harus
disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size)
agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal
maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum adalah
satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan bahan
tertahan kurang dari 10 %.
c) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan
dalam Tabel 2.7. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen
terhadap berat agregat yang lebih besar dari 2,36 mm dengan bidang
pecah satu atau lebih.
Tabel 2.7. Persyaratan agregat kasar
Pengujian Standar Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm)
SNI 03-6877-2002
95/90(*)
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥10 cm)
80/75(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
27
d) Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
Unit Pencampur Aspal melalui pemasok penampung dingin (cold bin
feeds) sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan agregat dapat
dikendalikan dengan baik.
2) Agregat Halus
a) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri atas pasir atau
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8
(2,36 mm) sesuai SNI 03-6819-2002.
b) Fraksi agregat kasar, agregat halus pecah mesin dan pasir harus
ditumpuk terpisah.
c) Pasir boleh digunakan dalam campuran beraspal panas dengan asbuton
olahan. Persentase maksimum yang dijinkan untuk laston (AC) adalah
10%.
d) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.
e) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan dipasok ke
Unit Pencampur Aspal dengan melalui pemasok penampung dingin
(cold bin feeds) yang terpisah sedemikian rupa sehingga rasio agregat
pecah halus dan pasir dapat dikontrol dengan baik.
f) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 2.8.
28
Tabel 2.8. Persyaratan agregat halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %
Material Lolos Saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min 45
4) Bahan Pengisi (Filler)
Bila diperlukan bahan pengisi maka bahan pengisi yang digunakan
harus dari semen portland, Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak
dikehendaki.
Debu batu (stonedust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus
kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan
sesuai SNI 03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200
(75 micron) tidak kurang dari 75% dari yang lolos ayakan No. 30 (600
micron) dan mempunyai sifat non plastis.
Agregat sebagai salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan
memikul lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Pemakaian agregat sebagai
bahan perkerasan jalan perlu diperhatikan mengenai gradasi, kebersihan,
kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir tekstur permukaan, porositas,
absorpsi, berat jenis dan daya kelekatan aspal.
Kualitas suatu agregat sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang
dikandungnya. Diantara sifat-sifat yang ada yaitu strength atau kekuatan,
29
durability atau keawetan, adhesiveness atau daya rekat terhadap aspal dan
workability atau kemudahan dalam pelaksanaan.
Kombinasi dari berbagai ukuran agregat (gradasi) merupakan salah satu
faktor pentingyang dapat mempengaruhi nilai porositas/void in mix, permeabilitas
campuran, serta stabilitasperkerasan dengan beban di atasnya.
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus
berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel
harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini
disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam
campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas
campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau
tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi
agregat diukur.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat
harus melalui satu set saringan. Ukran saringan menyatakan ukuran bukaan
jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan
kawat per inchi persegi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam
persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu.
Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos atau tetahan pada
masing-masing saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu gradasi
terbuka (open graded) dan gradasi rapat (dense graded). (Ferguson, 2005).
30
Gradasi terbuka (open graded)
Stabilitas campuran bergradasi terbuka berasal dari sifat saling
mengunci antar partikel agregat yang berukuran sama, terutama pada
bagian pemukaan agregat yang datar. Sifat-sifat dari gradasi jenis ini
yaitu terdapat pori di antara partikel, sangat permeabel, dan
berdrainase baik. Campuran bergradasi terbuka dapat bersifat non-
plastik dan tidak rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
partikel uap air.
Gradasi rapat (dense graded)
Pada campuran dengan gradasi rapat, terdapat partikel besar yang
saling mengunci satu sama lain, sementara partikel halus
mengisirongga di antara partikel berukuran besar. Sifat dari gradasi
jenis ini yaitu dapat menghasilkan campuran yang sangat padat, sedikit
permeabel dan sangat stabil, namun rentan terhadap partikel uap air
karena tingkat kelembaban pada pori-porinya relatif kecil. Gambar di
bawah ini menunjukkan perbedaan gradasi terbuka (b) dan gradasi
rapat (a)
Gambar 2.6. Jenis-jenis gradasi agregat
Sumber: Porous Pavement (Bruce K. Ferguson, 2005)
31
2.4. Kapur Padam
Kapur padam merupakan hasil pemadaman atau penyeduan dari kapur
tohor yang dapat digunakan untuk pembuatan adukan. Kapur tohor yang masih
berupa bongkah, setelah disiram dengan air akan hancur hingga berupa tepung
kapur atau bubur kapur (Universitas Sumatera).
Apabila hasil pembakaran dan pemadaman sempurna, maka kapur tohor
akan hancur menjadi tepung kapur atau bubur kapur. Bila pembakaran dan atau
pemadaman kurang sempurna maka akan terdapat butir-butir kapur tohor yang
belum hancur. Sisa-sisa butir ini akan merugikan dalam adukan.
Untuk menghasilkan kapur padam, terdapat dua cara pemadaman kapur tohor
yaitu :
1. Pemadaman secara kering
a. Kebutuhan air untuk menyiram lebih kurang 1/3 dari jumlah kapur tohor
b. Kapur tohor diletakkan diatas lantai setebal lebih kurang 5 cm secara
merata
c. Kemudian air disiramkan perlahan-lahan dan merata atau diaduk-aduk
sampai semua kapur tohor hancur menjadi tepung kapur.
Hasil pemadaman tersebut berupa tepung kapur kering. Untuk pembuatan
adukan kapur padam ini diayak dengan ayakan, karena masih terdapat sisa-sisa
butir kapur yang mentah atau kapur tohor yang belum hancur.
32
2. Pemadaman secara basah
a. Dengan cara basah diperlukan bak besar dan bak kecil yang
berdampingan, serta sejumlah air lebih kurang 3x dari jumlah kapur tohor
yang akan dipadamkan
b. Di dalam bak besar dimasukkan air dan kapur tohor, yang perlu diaduk
hingga berupa bubur kapur
c. Dari bak besar bubur kapur dialirkan kebak kecil.
Karena sisa-sisa butir yang belum hancur telah mengendap di dalam bak
besar, maka bubur kapur yang telah dialirkan ke dalam bak kecil umumnya telah
halus seluruhnya, sehingga untuk keperluan pembuatan adukan tidak perlu
diadakan penyaringan lagi. Reaksi kimia yang terjadi pada pemadaman kapur
adalah :
CaO + H2O → Ca (OH)2
Dimana :
CaO = Kapur tohor
H2O = air
Ca(OH)2 = Kapur padam
Menurut National Lime Association (2003), kapur padam (Hydrates lime)
telah digunakan di Amerika Serikat sejak Tahun 1910
33
Menurut Peter E. Sebaaly (2006), terdapat keuntungan keuntungan
penggunaan kapur padam sebagai bahan aditif dan filler pada perkerasan beton
aspal campuran panas antara lain:
(1) Meningkatkan ketahanan perkerasan beton aspal terhadap pengelupasan
(stripping) akibat air,
(2) Mengurangi atau menghambat proses oksidasi aspal.
(3) Memperbaiki sifat sifat mekanis campuran seperti katahanan terhadap alur
(rutting) dan kelelahan (fatique) pada perkerasan beraspal. Kapur juga dapat
mempengaruhi kinerja campuran beton aspal dengan cara meningkatan ikatan
antara aspal dan agregat.
2.5. Pengujian Aspal dengan Metode Marshall
Metode Marshall
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce
Marshall, dan telah distandarisasi SNI 06-2489-1991. Prinsip dasar metode
Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis
kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall
merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji)
berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk
mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau
flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan
tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-
1991. Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji,
34
penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow,
dan perhitungan sifat volumetrik benda uji. Pada persiapan benda uji, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Jumlah benda uji yang disiapkan.
2. Persiapan agregat yang akan digunakan.
3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.
4. Persiapan campuran aspal beton.
5. Pemadatan benda uji.
6. Persiapan untuk pengujian Marshall.
Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan
kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuaran padat yang
terbentuk. Dalam hal ini benda uji atau briket beton aspal padat dibentuk dari
gradasi agregat campuran yang telah didapat dari hasil uji gradasi, sesuai
spesifikasi campuran. Pengujian Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan
kelelehan (flow) mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991. Dari hasil gambar
hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, maka akan diketahui kadar
aspal optimumnya.
Pengujian Marshall dilakukan untuk mengetahui nilai stabilitas dan
kelelehan (flow), serta analisa kepadatan dan pori dari campuran padat yang
terbentuk. Dalam hal ini benda uji atau briket beton aspal padat dibentuk dari
gradasi agregat campuran tertentu, sesuai spesifikasi campuran. Metode Marshall
dikembangkan untuk rancangan campuran aspal beton. Sebelum membuat briket
35
campuran aspal beton maka perkiraan kadar aspal optimum dicari dengan
menggunakan aturan dari buku 5. Setelah menentukan proporsi dari masing-
masing fraksi agregat yang tersedia, selanjutnya menentukan kadar aspal total
dalam campuran. Kadar aspal total dalam campuran beton aspal adalah kadar
aspal efektif yang membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori
antara agregat, ditambah dengan kadar aspal yang akan terserap masuk ke dalam
pori masing-masing butir agregat. Setelah diketahui estimasi kadar aspalnya maka
dapat dibuat benda uji. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum umumnya
dibuat 15 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing
berbeda 0,5%. Sebelum dilakukan pengujian Marshall terhadap briket, maka
dicari dulu berat jenisnya dan diukur ketebalan dan diameternya di tiga sisi yang
berbeda. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelehan
(flow) benda uji mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991. Parameter Marshall yang
dihitung antara lain: VIM, VMA, VFB.
Karakteristik Metode Marshall
Unit weight merupakan berat volume kering campuran yang
menunjukkan kepadatan campuran beton aspal. Campuran dengan kepadatan yang
tinggi akan mempunyai kemampuan menahan beban yang lebih tinggi daripada
campuran dengan kepadatan rendah.
36
Stability (stabilitas) adalah indikator dari parameter campuran hasil uji
Marshall yang menjelaskan kemampuan lapis aspal beton untuk menahan
deformasi atau perubahan bentuk akibat beban lalu lintas yang bekerja pada lapis
perkerasan tersebut. Nilai stabilitas menunjukkan kekuatan dan ketahanan
campuran beton aspal terhadap terjadinya perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur (rutting) maupun bleeding. Semakin rendah nilai stabilitas
campuran, menunjukkan semakin rendahnya kinerja campuran dalam memikul
beban roda kendaraan.
Flow menunjukkan besarnya deformasi dari campuran beton aspal akibat
beban yang bekerja pada perkerasan. Flow merupakan salah satu indikator
terhadap lentur. Besarnya rongga antar campuran (VIM) dan penggunaan aspal
yang tinggi dapat memperbesar nilai kelelehan plastis
VIM (Voids In Mix) merupakan volume pori dalam campuran yang telah
dipadatkan atau banyaknya rongga udara yang berada dalam campuran. Dalam hal
ini perhitungan volume sampel tidak dilakukan dengan perendaman sampel dalam
air dikarenakan berat kering permukaan jenuh (SSD).
VMA merupakan volume rongga yang terdapat diantara butir-butir
agregat suatu campuran beraspal padat, termasuk di dalamnya rongga yang berisi
aspal efektif dan menunjukkan persentase dari volume total benda uji. Asphalt
Institute merekomendasikan bahwa harga VMA dari campuran beraspal padat
dapat dikalkulasikan dalam hubungannya dengan berat jenis kering total agregat
(aggregatet Bulk Spesific Gravity). Pemakaian agregat bergradasi senjang dan
kadar aspal yang rendah dapat memperbesar VMA.
37
Gambar 2.7. Skematis VIM dan VMA.
MQ (Marshall Quetiont) adalah nilai pendekatan yang hampir
menunjukkan nilai kekakuan suatu campuran beraspal dalam menerima beban.
Nilai MQ diperoleh dari perbandingan antara nilai stabilitas yang telah dikoreksi
terhadap nilai kelelehan (flow) dan dinyatakan dalam satuan kg/mm atau kN/mm.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Umum
Metode yang digunakan dalam penenelitian ini adalah metode eksperimen di
laboratorium. Aspal beton diproduksi dengan menggunakan jenis agregat yang
langsung berasal dari stone crusher, bahan pengikat berupa aspal emulsi yang berasal
dari bitumen hasil ekstraksi aspal alam Buton, dan kapur padam sebagai bahan pengisi.
Selanjutnya dilakukan pengkajian dan pengujian terhadap parameter Marshall
yaitu stabiltas, kelelehan (flow), MQ, VIM, dan VMA. Parameter-parameter tersebut
dijadikan acuan untuk pembuatan sampel dengan kandungan kadar aspal emulsi 5,5%.
Standar/aturan yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu :
a. Buku 5 Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton Butir Peremaja
Emulsi.
b. Buku 3 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan.
c. Standar Nasional Indonesia (SNI)
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
39
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Eco Material Jurusan Sipil,
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Kampus Gowa untuk penyiapan agregat dan
benda uji serta pengujian Marshall. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan sejak
bulan September sampai November 2016.
3.3. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Selesai
Pengujian Karakteristik Marshall
Analisa Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Pembuatan Benda Uji dengan Variasi Kandungan Kadar Aspal Emulsi 5,5%
Memenuhi Spesifikasi
Perencanaan Mix Design
Penggabungan Gradasi Agregat AC-WC
Tidak
Ya
Pemeriksaan Karakteristik AgregatHalus
Dasar Teori dan Penelitian Jenis Penelitian
Agregat Kasar (Chipping 1-2) Agregat Kasar (Chipping 0,5-1) Abu Batu
Pemeriksaan Karakteristik AgregatKasar
Mulai
40
3.4. Pengumpulan Data Penelitian
Pada penelitian ini digunakan dua metode pengumpulan data yaitu:
a. Studi pustaka, bertujuan memperoleh data sekunder melalui berbagai literatur
seperti buku, jurnal penelitian, artikel-artikel ilmiah, serta standar-standar
pengujian.
b. Pemeriksaan dan pengujian sampel di laboratorium, bertujuan mendapatkan data
primer yang akan digunakan dalam menganalisa hasil dari penelitian yang
dilaksanakan.
3.5. Pengambilan Material Penelitian
Material yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber
yaitu :
a. Material agregat kasar dan agregat halus diambil dari sungai Bili-Bili kecamatan
Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.6. Pemeriksaan Karakteristik Material
Pemeriksaan karakteristik material ini digunakan untuk memastikan bahwa
bahan-bahan yang akan digunakan untuk membentuk benda uji nanatinya benar-benar
sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. Pemeriksaan karakteristik material
meliputi pemeriksaan karakteristik agregat, pemeriksaan karakteristik bitumen hasil
ekstraksi aspal alam Buton dan pemeriksaan karakteristik komposisi unsur-unsur
pembentuk aspal emulsi berbasis bitumen hasil ekstraksi aspal alam Buton.
41
3.6.1. Pemeriksaan Karakteristik Agregat
Jenis pengujian dan metode pengujian agregat kasar (chipping) dan abu batu.
ditunjukkan pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2
Tabel 3.1. Metode Pengujian Karakteristik Agregat Kasar
Pengujian Metode Pengujian
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990
Berat Jenis SNI 03-1969-1990
Indeks Kepipihan RSNI T-01-2005
Keausan Agregat dengan mesin Los Angeles SNI 2417-2008
Tabel 3.2. Metode Pengujian Karakteristik Abu Batu
Pengujian Metode Pengujian
Penyerapan Air SNI 03-1970-1990
Berat Jsenis SNI 03-1970-1990
Sand Equivalent SNI 03-4428-1997
3.6.2 Karakteristik BGA(Buton Granular Aphalt) 20/25
Aspal Buton Granular (Buton Granular Aphalt) digunakan sebagai bahan
substitusi dari aspal minyak. Aspal Buton Granular yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan BGA tipe 20/25 artinya memiliki nilai penetrasi sekitar 20 mm serta
kandungan bitumen berkisar 25%. Hasil pengujian sifat-sifat fisik Buton Granular
Aspal tipe 20/25 menggunakan metode SNI. Rekapitulasi hasil pengujian karakteristik
Buton Granular Aspal Tipe 20/25 dapat dilihat pada Tabel 3.3
42
Tabel 3.3. Metode Pengujian Karakteristik Aspal Buton Granular (Buton Granular
Aphalt) tipe 20/25
No Pengujian Metode
1. Kadar Bitumen BGA SNI 03-3640-1994
2. Kadar Air SNI 06-2490-1991
3. Penetrasi Asbuton Hasil Ekstraksi SNI 06-2456-1991
4. Titik Lembek Hasil Ekstraksi SNI 06-2434-1991
5.Titik Nyala Sebelum dan Sesudah
SNI 06-2433-1991Ekstraksi
6. Berat Jenis Mineral BGA SNI 03-1969-1990
7. Berat Jenis Bitumen BGA SNI 06-2441-1991
Sumber: PT. Summitama Intinusa
Tabel 3.4. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Buton Granular Aspal (BGA)
No Pengujian HasilSpesifikasi
Min. Max.
1. Kadar Aspal Hasil Ekstrak (%) 23 23 272. Kadar Mineral Hasil Ekstrak (%) 77 - -3. Kadar Air (%) 1,8 - 24. Titik Nyala Sebelum Ekstraksi (oC) 168 - -5. Berat Jenis BGA Sebelum Ekstrak 1,78 - -
Sumber: PT. Summitama Intinusa
43
3.6.3 Karakteristik Aspal Emulsi Jenis CSS-1h EA-60
Karakteristik aspal emulsi jenis CSS-1h kode EA-60 yang digunakan dalam
penelitian ini ditunjukan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Karakteristik Aspal emulsi CSS-1h EA-60
No.Jenis Pengujian
MetodePengujian
HasilPengujian
Spesifikasi* Satuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kekentalan Saybolt Furol pada 25°C
Stabilitas penyimpanan 24 jam
Muatan listrik partikel
Analisa saringan tertahan no.20
Penyulingan
Kadar Air
Kadar Minyak
Kadar Residu
Penetrasi residu
Deaktilitas residu
Kelarutan residu dalam C2HCl3
SNI 03-6721-2002
SNI 03-6828-2002
SNI 03-3644-1994
SNI 03-3843-1994
SNI 03-3642-1994
SNI 06-2456-1991
SNI 06-2432-1991
SNI 06-2438-1991
39
0,6
Positif
0
36,65
2,0
62,35
101
103
99,4
20 – 100
Max. 1
Positif
Max 0,1
-
-
Min 57
100 – 250
Min 43
Min 97,5
Detik
%
-
% Lolos
%
%
%
0,1 mm
Cm
%
Sumber: Laboratorium Balai Bahan dan Perkerasan Jalan pada tanggal 4 September 2012.
3.6.4 Gradasi Campuran Aspal Dingin
Setelah pengujian material memenuhi spesifikasi untuk campuran Campuran
aspal dingin, maka dibuat komposisi campuran untuk pembuatan benda uji.
44
Dalam penelitian ini jumlah kadar aspal emulsi mengacu pada rumus
menentukan kadar aspal efektif .
PA = (0,05 AK + 0,1 AH) + 0,5 F) x 0,7……...…………(3.1)
Dimana:
PA = Kadar aspal efektif perkiraan terhadap berat agregat
AK = % Agregat kasar tertahan saringan no.8
AH = % Agregat halus lolos saringan No. 8 tertahan No.200
F = % Agregat lolos saringan No.200
Kadar aspal yang diperoleh dibulatkan mendekat angka 0,5 % yang terdekat.
Misal dari perhitungan didapat 6,3 %, maka dibulatkan menjadi 6,5 %, atau bila
didapat 5,7 %, maka dibulatkan menjadi 5,5 %. (Buku 3 Bina Marga, 2006)
3.6.5 Gradasi Campuran dan Mix Design
Setelah material diuji dan memenuhi spesifikasi untuk campuran AC-WC
(Asphalt Concrete Wearing Course), maka dibuat komposisi campuran untuk
pembuatan benda uji yang bertujuan untuk menentukan proporsi agregat dan mencari
variasi kadar aspal emulsi. Besar proporsi masing-masing agregat yaitu agregat kasar,
abu batu dan filler ditentukan menurut gradasi Laston Lapis Aus (AC-WC) Spesifikasi
campuran beraspal Departemen Pekerjaan Umum 2010. Dari masing-masing agregat
45
kemudian digabung dan dilakukan analisa saringan hingga didapatkan presentase
gabungan yang sesuai dengan spesifikasi.
Agregat yang digunakan yaitu agregat batu pecah 1-2 cm dan agregat batu
pecah 0,5-1 cm, serta menggunakan agregat halus yang tertahan saringan no.200 atau
abu batu dan lolos saringan no.200 yaitu filler. Perbandingan komposisi agregat antara
agregat kasar batu pecah 1-2 cm, agregat kasar batu pecah 0,5-1 cm dan abu batu adalah
30% : 36% : 34% terhadap komposisi agregat.
Kadar kandungan aspal emulsi yang digunakan yaitu 5,5% dari berat agregat
dalam campuran. Komposisi agregat dan kadar kandungan aspal emulsi merupakan
variabel terikat (dependent variable).
3.7 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji mengacu pada Standar Nasional Indonesia, diawali
dengan penimbangan komponen penyusun campuran, yaitu agregat kasar, abu batu dan
filler, serta aspal emulsi dari aspal alam Buton sesuai rancangan mix design.
Gabungan agregat dan aspal emulsi dari bitumen hasil ekstraksi aspal alam
Buton dicampur sambil diaduk hngga merata. Selanjutnya, campuran dimasukkan ke
mould silinder yang telah dilapisi kertas saring di kedua sisinya. Proses ini dilakukan
dengan menuangkan semua campuran dan proses pemadatan dengan alat penumbuk
(berat 4,5 kg dan tinggi jatuh 45,7 cm) dengan jumlah tumbukan 50 kali untuk setiap
bidang. Kemudian benda uji yang telah dipadatkan dikeluarkan dari mould dengan
46
menggunakan ejector. Setelah benda uji dibuat berdasarkan variasi kandungan kadar
aspal emulsi dari aspal alam Buton untuk masa curing yang telah ditentukan
sebelumnya maka benda uji disimpan di dalam suhu ruang untuk menunggu waktu
pengujian Marshall dilaksanakan.
Rencana jumlah benda uji yang akan dibuat dalam penelitian ini yaitu sebanyak
25 buah, dengan rincian pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Rencana Jumlah Benda Uji
Pengujian
Kadarkapurpadam
KadarAspal
EmulsiJumlah Benda
UjiStandar Pengujian
Marshall
0%
5,5%
5 SNI 06-2489-1991 Tentang
Metode PengujianCampuran Aspaldengan Metode
Marshall
25% 5
50% 5
75% 5
100% 5
3.8 Pemeriksaan Karakteristik Campuran Aspal Beton dengan Metode
Marshall
3.8.2 Mix Design Metode Marshall
Salah satu metode untuk menghasilkan design yang baik adalah Marshall Test.
Dikembangkan oleh Bruce Marshall dari Missisipi State Highway Department sekitar
tahun 1940-an dibuat standard dalam ASTM D 1559-89, dengan membuat beberapa
benda uji dengan kadar aspal yang berbeda kemudian di test stability dan flow.
Stabilitas menunjukkan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban.
47
Stabilitas terdiri dari stabilitas kering dan stabilitas basah. Stabilitas kering merupakan
ukuran ketahanan benda uji dalam menerima beban dalam kondisi kering udara.
Sementara stabilitas basah merupakan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam
menerima beban dalam kondisi jenuh.
3.8.3 Karakteristik Metode Marshall
Unit Weight
Unit weight (berat volume) dinyatakan dalam satuan gram/cm3 dan dapat
dihitung dengan rumus :Gmb = .............................................................................................(3.2)
Dimana :
Gmb = Berat volume kering campuran (gram/cm3)
W = Berat benda uji di udara (gram)
B = Volume benda uji (cm3)
VIM (Voids in Mix)
Nilai VIM dinyatakan dalam bilangan satu angka dibelakang koma atau dalam
persen (%) terhadap campuran dan dihitung dengan rumus :P = 1 − ×100 %...................................................................(3.3)
SG = % % % ………………………………………..……(3.4)
D = ² ……………………………………..…………..…………...(3.5)
48
Dimana :
P = Volume rongga udara dalam campuran (%)
SGmix = Berat jenis maksimum campuran
SG = Spesific Grafity komponen (gram/cm3)
D = Berat jenis efektif total agregat (gram/cm3)
%W = % berat tiap komponen
Stability (Stabilitas)
Stabilitas dinyatakan dalam satuan Kg dan diperoleh dari pembacaan arloji
pada alat uji Marshall dengan rumus sebagai berikut :
Stability = O × E’ × Q……………………………………...(3.6)
Dimana :
Stability = Stabilitas Marshall (Kg)
O = Pembacaan arloji stabilitas (Lbf)
E’ = Angka korelasi volume benda uji
Q = Kalibrasi alat Marshall
Nilai stabilitas yang disyaratkan untuk aspal beton adalah minimal 550 Kg
(Persyaratan Tes Marshall Buku 5 Bina Marga, 2006).
Flow (Kelelehan plastis)
Nilai flow diperoleh dari pembacaan arloji kelelehan pada alat uji Marshall dan
dinyatakan dalam satuan mm.
49
VMA (Voids in Mineral Aggregat)
Nilai VMA diperoleh dengan rumus := 100 − × ……………………………,.………..(3.7)
Dimana :
VMA = Volume pori antara butir agregat di dalam beton aspal padat (%)
Gsb = Berat jenis kering total agregat
Pb = Kadar aspal (%)
Gmb = Berat volume kering campuran (gram/cm3)
VFB (Voids Filled Bitument)
Nilai VFB diperoleh dengan rumus := ( ) % dari VMA………………………………………..(3.8)
Dimana :
VFB = Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal
VMA = Volume pori antara butir agregat di dalam beton aspal padat (%)
P = Volume rongga udara dalam campuran (%)
MQ (Marshall Quetiont)
Hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari
kelenturan yang potensial terhadap keretakan disebut Marshall Quotient. Nilai
Marshall Quotient dihitung dengan rumus 3.8.
MQ = …………………………………………………………………….(3.9)
50
Dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Stabilitas (kg)
F = Nilai flow (mm)
Gambar 3.2. menunjukkan alat pengujian Marshall yang dapat digunakan untuk
mengukur stabilitas dan flow sehingga dapat menunjukkan ukuran ketahanan suatu
benda uji dalam menerima beban yang ada.
Gambar 3.2. Alat Pengujian Marshall
Tabel 3.7. Ketentuan sifat-sifat campuran dingin AC-WC
Karakteristik Campuran PersyaratanRongga di antara mineral agregat (VMA), (%) Min. 16Rongga dalam campuran (VIM) Marshall, (%) 3 - 12Stabilitas Marshall pada 22°C, (kg) Min. 550Stabilitas sisa setelah perendaman 4 × 24 jam (%) Min. 60Tebal film aspal, micron Min. 8Penyelimutan agregat kasar, % Min. 75
Sumber : Buku 5 Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton Butir PeremajaEmulsi.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Material
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat
Serangkaian hasil pengujian karakteristik agregat untuk mengetahui
kelayakan penggunaan agregat sebagai bahan campuran beraspal. Tabel 4.1.
menunjukkan hasil pengujian karakteristik agregat kasar dan Tabel 4.2.
menunjukkan hasil pengujian karakteristik abu batu sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan karakteristik agregat kasar
No. Pemeriksaan Hasil UjiSpesifikasi
SatuanMin Max
1Penyerapan AirBatu Pecah 0,5 - 1 cm 2,07 - 3,0 %Batu Pecah 1 - 2 cm 2,08 - 3,0 %
2
Berat JenisBatu Pecah 0,5 - 1 cmBerat Jenis Bulk 2,62 2,5 - -Berat Jenis SSD 2,67 2,5 - -Berat Jenis Semu 2,77 2,5 - -Batu Pecah 1 - 2 cmBerat Jenis Bulk 2,62 2,5 - -Berat Jenis SSD 2,68 2,5 - -Berat Jenis Semu 2,77 2,5 - -
3Indeks KepipihanBatu Pecah 0,5 - 1 cm 20,10 - 25 %Batu pecah 1 - 2 cm 9,38 - 25 %
4Keausan AgregatBatu Pecah 0,5 - 1 cm 25,72 - 40 %Batu Pecah 1 - 2 cm 24,36 - 40 %
Sumber : Lab Ecomaterial UNHAS
52
Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan karakteristik abu batu
No. Pemeriksaan Hasil UjiSpesifikasi
SatuanMin Max
1 Penyerapan Air 2,79 - 3,0 %
2Berat Jenis Bulk 2,44 2,5 - -Berat Jenis SSD 2,51 2,5 - -
Berat Jenis Semu 2,62 2,5 - -
3 Sand Equivalent 89,66 50 - %Sumber : Lab Ecomaterial UNHAS
Berdasarkan dari hasil pengujian karakteristik agregat kasar (batu pecah),
serta abu batu, terlihat bahwa agregat yang digunakan memenuhi standar nasional
indonesia yang telah disyaratkan.
4.1.2. Penentuan Gradasi Campuran
Proporsi agregat gabungan didapatkan dari nilai perbandingan komposisi
agregat rencana dikalikan dengan nilai persen lolos pada analisa saringan. Setelah
itu, hasil yang diperoleh untuk semua komponen yaitu batu pecah 1-2 cm, batu
pecah 0,5-1 cm dan abu batu kemudian dijumlahkan dan dilakukan analisa
saringan hingga didapatkan presentase gabungan yang diharapkan. Gradasi
agregat gabungan dapat dilihat pada lampiran.
Selanjutnya, proporsi agregat gabungan yang telah diperoleh tersebut
disesuaikan dengan nilai interval spesifikasi. Setelah itu, agregat gabungan serta
interval spesifikasi diplot ke dalam grafik, seperti yang ditunjukkan pada gambar
4.1.
53
Gambar 4.1. Gradasi agregat gabungan
Pada Gambar 4.1. terlihat bahwa rancangan agregat gabungan yang dibuat
berada dalam interval spesifikasi Bina Marga untuk bahan jalan berdasarkan buku 5
tentang campuran beraspal dingin dengan asbuton butir peremaja emulsi pada lapis
permukaan aspal AC-WC(Asphalt Concrete Wearing Course) sehingga dapat
diperoleh campuran yang optimal.
4.1.3 Kadar Aspal Emulsi Efektif
Berdasarkan rumus penentuan kadar aspal emulsi efektif maka ditentukan
kadar aspal emulsi sebuah benda uji sebagai berikut.
PA = (0,05 AK + 0,1 AH) + 0,5 F) x 0,7
54
Dimana:
AK = 51,96%
AH = 40,63%
F = 1,89%
PA = (0,05 . 51,96% + 0,1 . 40,63%) + 0,5 . 1,89%) x 0,7)
= 5,3%
Nilai kadar aspal emulsi efektif yang didapatkan sebesar 5,3% dapat
dibulatkan menjadi 5,5% dengan mengacu pada Buku 3 (Campuran Beraspal Panas
dengan Asbuton Olahan) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pekerjaan Umum tahun
2006.
4.1.4 Mix Design
Berdasarkan komposisi agregat yang diperoleh dibuat benda uji dengan variasi
kandungan kadar aspal emulsi 5,5% dari berat total campuran. Jumlah benda uji
untuk masing-masing kandungan kadar kadar kapur padam adalah sebanyak 5 buah
sehingga untuk total benda uji untuk keseluruhan variasi kandungan kadar kapur
padam adalah sebanyak 25 buah. Tabel 4.3. dan Tabel 4.4 masing-masing
memperlihatkan komposisi material dalam berat dan dalam persen yang didapatkan
dari proporsi agregat berdasarkan dari hasil pengujian analisa saringan.
55
Tabel 4.3. Komposisi material dalam berat untuk 1200 gram benda uji
KadarAspal (%)
Agregat (gram)Aspalemulsi
Jumlah(gram)Batu Pecah
1-2 cmBatu Pecah0.5-1 cm
BGAAbuBatu
Filler(kapurpadam)
5.5 215.5 408.2 30.4
487,5 0
58.4
1200481,8 5,7 1200476,2 11,3 1200470,5 17,0 1200464.8 22,7 1200
Sumber : Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Ecomaterial UNHAS
Tabel 4.4. Komposisi material dalam persen untuk 1200 gram benda uji
KadarAspal (%)
Agregat (%)Aspal(%)
Jumlah(%)Batu Pecah
1-2 cmBatu Pecah0.5-1 cm
BGAAbubatu
Filler(kapurpadam)
5.5 17.9 34 2,5
40,6 0
5.5 100
40,0 0,5
39,6 1.0
39,2 1,4
38,7 1.8Sumber : Hasil pengujian dan perhitungan Lab. Ecomaterial UNHAS
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Campuran Aspal Beton dengan Metode
Marshall
Pengujian dengan masing-masing variasi kandungan kadar aspal emulsi
menggunakan pemadat Marshall dengan jumlah tumbukan 50 kali untuk masing-
masing bidang. Parameter yang didapatkan yaitu stabilitas, kelenturan atau kelelehan
56
(flow), MQ, VIM, dan VMA yang menunjukkan ukuran ketahanan suatu benda uji
dalam menerima beban diperoleh dari hasil analisis terhadap pengujian Marshall.
4.2.1 Hubungan Kadar Kapur Padam dengan Stabilitas
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar kapur padam
dengan stabilitas yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Hasil pengujian
memperlihatkan ketika kandungan kadar kapur padam meningkat maka nilai stabilitas
juga ikut meningkat hingga mencapai suatu nilai optimum.
Gambar 4.2. Hubungan kandungan kadar kapur padam terhadap nilai stabilitas
Nilai stabilitas yang diperoleh memenuhi semua spesifikasi yang ditetapkan
oleh Buku 5 Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton Butir Peremaja Emulsi,
yaitu Min 550 kg. Nilai stabilitas terendah yaitu pada campuran dengan kadar kapur
padam 0% dengan nilai stabilitas 1288,80 kg dan nilai stabilitas tertinggi pada
campuran dengan kadar kapur padam 100% dengan nilai stabilitas 1699,67 kg. Hal
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
0 25 50 75 100
Stab
ilita
s (k
g)
Kadar kapur padam (%)
57
ini dikarenakan penggunaan kapur padam sebagai bahan pengisi memberikan
konstribusi posiif dalam peningkatan nilai stabilitas campuran aspal emulsi dengan
peningkatan sebesar 31,88%.
4.2.2 Hubungan Kadar Kapur Padam dengan Flow
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, Hubungan antara kadar kapur padam
dengan flow yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Hubungan kandungan kadar kapur padam terhadap nilai flow
Nilai flow yang diperoleh memenuhi semua spesifikasi yang ditetapkan oleh
Bina Marga, yaitu 2 mm sampai 4 mm. Nilai flow terendah yaitu pada campuran
dengan kadar kapur padam 100% dengan nilai flow 2,97 mm dan nilai flow tertinggi
pada campuran dengan kadar kapur padam 0% dengan nilai flow 3,52 mm. Campuran
dengan kadar aspal kapur padam 100% memiliki nilai flow terkecil di antara kelima
variasi campuran. Kandungan air akan menyebabkan terjadinya rongga halus pada
1
2
3
4
5
0 25 50 75 100
Flo
w (
mm
)
Kadar kapur padam (%)
58
campuran hingga pada kadar optimum rongga halus memberikan kemampuan untuk
lebih lentur (flexibilitas). Namun apabila bertambahnya rongga antar campuran dan
penggunaan kandungan kadar kapur padam yang rendah dapat menyebabkan nilai
kelelehan plastis (flow) meningkat.
4.2.3 Hubungan Kadar Kapur Padam dengan Marshall Quetiont (MQ)
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar kapur padam
dengan marshall quetiont yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Hubungan
kandungan kadar kapur padam dengan marshall quetiont didapatkan hubungan
yang kuat.
Gambar 4.4. Hubungan kandungan kadar kapur padam terhadap nilai marshallquetiont
Nilai marshall quetiont yang diperoleh memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
oleh Bina Marga, yaitu min 250 kg/mm. Nilai marshall quetiont terendah yaitu pada
300
400
500
600
700
0 25 50 75 100
MQ
(kg
/mm
)
Kadar kapur padam (%)
59
campuran dengan kadar kapur padam 0% sebesar 366,59 kg/mm, dan nilai marshall
quetiont tertinggi pada campuran dengan kadar kandungan kapur padam 100%
sebesar 573,95 kg/mm. campuran dengan kadar kapur padam 100% memiliki nilai
marshall quetiont terbesar di antara kelima variasi campuran.
4.2.4 Hubungan Kadar Kapur Padam dengan VIM
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar kapur padam
dengan VIM yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Hubungan kandungan kadar kapur padam terhadap nilai VIM
VIM menyatakan banyaknya persentase rongga udara dalam campuran aspal.
Semakin kecil nilai VIM, maka akan bersifat kedap air. Namun nilai Vim yang
terlalu kecil dapat mengakibatkan keluarnya aspal ke permukaan. Pada Gambar 4.5
menunjukkan bahwa penambahan variasi kadar kapur padam ke dalam campuran
3
4
5
6
7
8
0 25 50 75 100
VIM
(%
)
Kadar kapur padam (%)
60
menyebabkan nilai VIM meningkat. Hal ini disebabkan karena rongga yang ada
terisi oleh kapur lebih banyak.
4.2.5 Hubungan Kadar Kapur Padam dengan VMA
Gambar 4.6. Hubungan kandungan kadar kapur padam terhadap nilai VMA
Dari Gambar 4.6. nilai VMA menunjukkan bahwa penambahan semakin
meningkat dengan penambahan variasi kadar kapur padam ke dalam campuran
menyebabkan nilai VMA meningkat. Hal ini disebabkan karena karena penambahan
kapur padam membuat ruang yang tersedia untuk menampung volume aspal dan
volume rongga udara yang di perlukan dalam campuran semakin banyak.
15
16
17
18
19
0 25 50 75 100
VM
A (
%)
Kadar kapur padam (%)
61
4.2.6 Pola Keretakan
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, terlihat pola keretakan yang berbeda-
beda tergantung kandungan kadar aspal emulsi. Gambar 4.7. sampai dengan gambar
4.11. memperlihatkan pola keretakan dari benda uji.
Gambar 4.7. Pola retak kadar kapur padam 0%
Gambar 4.8. Pola retak kadar kapur padam 25%
62
Gambar 4.9. Pola retak kadar kapur padam 50%
Gambar 4.10. Pola retak kadar kapur padam 75%
Gambar 4.11. Pola retak kadar kapur padam 100%
63
Pola kehancuran memperlihatkan terjadi kerusakan pada batu pecah, aspal
emulsi yang mengikatnya serta penambahan kapur padam sebagai bahan pengisi. Jika
kadar kapur padam yang kita gunakan kecil maka kekuatan untuk mengikat antar
agregat kecil, hal ini bisa mengakibatkan lapisan mudah diresapi oleh air, oksidasi
mudah terjadi, dan mengakibatkan stabilitas kecil dan perkerasan jadi mudah hancur
mengingat juga komposisi aspal emulsi yang terdiri dari partikel aspal, bahan
pengemulsi dan air. Berdasarkan teori, stabilitas lapisan perkerasan merupakan
kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan
bentuk seperti gelombang, alur (rutting) ataupun bleeding. Tetapi harus diusahakan
pula kestabilannya agar jangan terlalu tinggi, karena bisa menyebabkan lapisan
tersebut menjadi kaku dan cepat mengalami retak.
64
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil pengujian serta pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kadar aspal emulsi efektif dalam campuran sebesar 5,5% dari total
aspal emulsi.
2. Nilai stabilitas campuran aspal emulsi yang tidak menggunakan kapur
padam sebesar 1288,80 kg, 25% kapur padam 1411,71 kg, 50% kapur
padam 1503,02 kg, 75% kapur padam 1597,83 kg, Sedangkan untuk
kapur padam 100% sebesar 1699,67 kg. hal ini berarti kapur padam
memberikan konstribusi positif dalam peningkatan nilai stabilitas
campuran aspal emulsi dengan peningkatan sebesar 31,88%.
3. Pola kehancuran memperlihatkan terjadi kerusakan pada batu pecah,
kapur padam dan aspal emulsi yang mengikatnya.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka terdapat beberapa hal yang
disarankan, yaitu:
1. Hasil dari penelitian ini dapat kita ketahui bahwa penggunaan
campuran aspal emulsi yang menggunakan kapur padam diharapkan
mampu meningkatkan penerapan aspal dingin. Sehingga diharapkan
65
mampu mengurangi pemakaian aspal panas. Selain itu penelitian ini
diharapkan dapat mendukung penerapan campuran aspal dingin yang
berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
AkzoNobel. Bitumen Emulsion. Technical Bulletin. AkzoNobel.
Anonim, 1991. SNI 06-2489-1991, Metode Pengujian Campuran Aspal Dengan
Alat Marshall, Badan Standar Nasional Jakarta.
Anonim, 2011. SNI 4798:2011, Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik, Badan Standar
Nasional Jakarta.
Budiamin, Tjaronge M.W., Sumarni Hamid Aly and Rudy Djamaluddin. 2015.
Mechanical Characteristics of Hotmix Cold Laid Containing Buton
Granular.
James, A. 2006. Overview of Asphalt Emulsion. Transportation Research
Circular Number E-C102. Washington: Transportation Research Board of
National Academies.
Kurniadji, (2007), “Asbuton (Aspal Buton) sebagai Bahan Perkerasan Jalan”,
Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan, Bandung.
Timothy R. dkk., 2013. Laporan Research Evaluation of Asphalt Binders Used for
Emulsions. Minnesota Local Road Research Board.
Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku 1, 2006, Departemen
Pekerjaan Umum.
Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku 3, 2006, Departemen
Pekerjaan Umum.
Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Buku 5, 2006, Departemen
Pekerjaan Umum.
Nyoman Suaryana, (2008). Penelitian Pemanfaatan Asbuton Butir di Kolaka
Sulawesi Tenggara-Indonesia.
Nur Ali, Lawalenna Samang, M.W.Tjaronge, Sakti Adji Adisasmita, 2012,
“Kajian Eksperimental Aspal Berpori Menggunakan Liquid Asbuton
Sebagai bahan Pengikat Substitusi Pada Lapis Permukaan Jalan. UNHAS,
Makassar.
Pedoman Pembuatan Aspal Emulsi Jenis Kationik, No. 024/T/BM/1999,
Lampiran No. 2 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga N0.
76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999, Departemen Pekerjaan
Umum.
Pedoman Pemanfaatan Asbuton Buku 1, 2006, Departemen Pekerjaan Umum.
Ridwan Hadi Rianto, (2007). Pengaruh Abu Sekam Sebagai Bahan Filler Terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR).
Shell Bitumen, The Shell Bitumen Hand Book, Shell Bitumen, Nottingham, 1990.
Salomon, Delman R. 2006. Asphalt Emulsion Technology. Washington, DC.
Transportation Research Board.
Spesifikasi Khusus. 2010. Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton dan
Peremaja Aspal Emulsi. Direktorat Jenderal Bina Marga.
Spesifikasi Khusus. 2010. Campuran Beraspal Dingin dengan Asbuton dan
Peremaja Aspal Emulsi. Direktorat Jenderal Bina Marga.
Transportation Research, Number E-C 102, (2006). Asphalt Emulsion
Technology.
Tjaronge, M.W. and Rita Irmawaty. 2012. Influence of Water Immersion on
Physical Properties of Porous Asphalt Containing Liquid Asbuton as
Bituminous Asphalt Binder.
Mashuri, Joy Fredi Batti dan Listiana. 2013. Pengaruh Penggunaan Kapur padam
Sebagai Bahan Pengisi (FILLER)
LAMPIRANDOKUMENTASI PENELITIAN
GAMBAR KETERANGAN
PengambilanAgregat Kasar,Halus, Abu batu danFiller di Jl. PorosMalino Km. 6Bontomarannu,Gowa, Sulawesi-Selatan
Proses PenyaringanKapur Padam
Alat AutomaticAsphalt Compactor
Alat PengeluarContoh
Proses PencampuranSampel
Aspal dalam mould
Proses curing udara
Proses pengujianmenggunakanMarshall
GAMBAR KETERANGAN
SampelProses pengujianMarshall, Dengan kadaraspal 4,5 %.Dimana Campuran aspaltersebut mengandung 50% kapur padammengalami keruntuhan.
SampelProses pengujianMarshall, Dengan kadaraspal 5 %.Dimana Campuran aspaltersebut mengandung 50% kapur padammengalami keruntuhan.
SampelProses pengujianMarshall, Dengan kadaraspal 5,5 %.Dimana Campuran aspaltersebut mengandung 50% kapur padammengalami keruntuhan.
GAMBAR KETERANGAN
SampelProses pengujian Marshall,Dengan kadar aspal 6 %.Dimana Campuran aspaltersebut mengandung 50 %kapur padam mengalamikeruntuhan.
SampelProses pengujian Marshall,Dengan kadar aspal 6,5 %.Dimana Campuran aspaltersebut mengandung 50 %kapur padam mengalamikeruntuhan.
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN BERAT JENIS
No. Contoh ABU BATUA B
Berat benda uji kering perm. Jenuh (SSD) 500 298.20 291.20
Berat benda uji kering oven BK 290.10 284.70
Berat Piknometer diisi air (250 oC) B 643.70 638.05
Berat pik. Benda Uji (SSD) + air (250 oC) Bt 823.46 819.52
A B rata-rata
2.449 2.595 2.522Berat jenis (Bulk) BKB + 500 - Bt
2.518 2.654 2.586Berat Jenih kering perm.Jenuh (SSD)
500B + 500 - Bt
2.629 2.758 2.694Berat jenis semu (Apperent) BKB + BK - Bt
2.792 2.283 2.538Penyerapan(Absorption)
500 - BK x 100 %BK
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN BERAT JENIS
Jenis Material : Split 0,5 - 1Konstruksi :
- Berat contoh SSD diudara (A) = 3,006 gram
- Berat contoh SSD didalam air (B) = 1,883 gram
- Berat contoh kering (C) = 2,945 gram
Perhitungan :
- Apparent Specific Gravity = C = 2.773C - B
- SP.Gravity on Dry Basis = C = 2.622A - B
- SP Gravity SSD Basis = A = 2.677A - B
- Apparent Specific Gravity = A - C x 100 = 2.071C
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN BERAT JENIS
Jenis Material : Split 1 - 2
Konstruksi :
- Berat contoh SSD diudara (A) = 5,007 gram
- Berat contoh SSD didalam air (B) = 3,140 gram
- Berat contoh kering (C) = 4,905 gram
Perhitungan :
- Apparent Specific Gravity = C = 2.779C - B
- SP.Gravity on Dry Basis = C = 2.627A - B
- SP Gravity SSD Basis = A = 2.682A - B
- Absorbtion = A - C x 100 = 2.080C
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 20021210
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN SAND EQUIVALENT
Material : ABU BATU
No. Contoh I II
Clay reading 11.6 11.5
Sandreading 10.4 8
Perhitungan:Sand Equivalent
I IISandReading x 100 % = 89.66 69.57Clay Reading
Rata -rata 79.61
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN KEAUSAN
CONTOH : SPLIT 1 - 2
SARINGAN BERATSEBELUM TEST
BERATTERTAHANSESUDAH
TEST
JUMLAHBERAT
TERTAHAN
JUMLAH PERSEN
LOLOS TERTAHAN TERTAHAN LEWAT
3" 2 1/2 "2 1/2 " 2 "
2 " 1 1/2 "1 1/2 " 1
1 3/4 "3/4 " 1/2 " 2,5001/2 " 3/8 " 2,5003/8 " 1/4 "1/4 " No. 4No. 4 No. 8
No. 12
JUMLAH BERAT 5,000 3,782 3,782 75.64 24.36
Banyaknya yang ausadalah :
a. = 5,000 gramb. = 3,782 gramc. = 1,218 gram
(c / a) x100 % =
1,218 x100% =
24.36 %
5,000
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN KEAUSAN
CONTOH :SPLIT0.5 - 1
SARINGAN BERATSEBELUM
TEST
BERATTERTAHANSESUDAH
TEST
JUMLAHBERAT
TERTAHAN
JUMLAH PERSEN
LOLOS TERTAHAN TERTAHAN LEWAT
3" 2 1/2 "2 1/2 " 2 "
2 " 1 1/2 "1 1/2 " 1
1 3/4 "3/4 " 1/2 " 2,5001/2 " 3/8 " 2,5003/8 " 1/4 "1/4 " No. 4No. 4 No. 8
No. 12
JUMLAH BERAT 5,000 3,714 3,714 74.28 25.72
Banyaknya yang ausadalah :
a. = 5,000 gramb. = 3,714 gramc. = 1,286 gram
(c / a) x100 % =
1,286 x 100% =
25.72
%5,000
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN INDEKS KEPIPIHAN
Material :Split1 - 2
Ukuran Saringan(mm)
Ukuran Lubang Slot BeratTertahan
(gr)
BeratLolos(gr)
BeratTotal(gr)
IndexKepipihan
( % )Keterangan
Lebar Panjang
53.50 - 50.80 34.29 10050.80 - 33.10 26.67 9033.11 - 25.40 19.05 8025.40 - 19.10 13.34 7019.10 - 12.70 9.53 60 253 248412.70 - 09.52 6.65 50 122 137309.52 - 06.32 4.80 40 89 1092
464 4949 9.38
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
PEMERIKSAAN INDEKS KEPIPIHAN
Material : Split 0.5 -1
Ukuran Saringan(mm)
Ukuran Lubang Slot BeratTertahan
(gr)
BeratLolos(gr)
BeratTotal(gr)
IndexKepipihan
( % )KeteranganLebar Panjang
53.50 - 50.80 34.29 10050.80 - 33.10 26.67 9033.11 - 25.40 19.05 80 1816 487 2303 9.7425.40 - 19.10 13.34 70 1834 503 2337 10.0619.10 - 12.70 9.53 60 345 15 360 0.312.70 - 09.52 6.65 5009.52 - 06.32 4.80 40
3995 1005 5000 20.10
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
ANALISA PENGGABUNGAN AGREGAT
Dites Oleh :Diperiksa Oleh :
JENIS CAMPURAN : AC - WCPENELITIAN MAHASISWA
1 1/2" 1" 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30 No. 50 No. 200
37.5 25 19,1 12,5 9,52 4,75 2,36 0,600 0,300 0.075
% PASS 100.00 100.00 100.00 81.23 34.48 15.22 - - - -
% BATCH 30.00 30.00 30.00 24.37 10.34 4.57 - - - -
% PASS 100 100.00 100.00 98.79 98.27 37.13 35.78 16.96 14.01 2.80
% BATCH 36.00 36.00 36.00 35.56 35.38 13.37 12.88 6.11 5.04 1.01
% PASS 100 100.00 100.00 100.00 100.00 88.51 68.19 32.56 23.45 5.68
% BATCH 34.00 34.00 34.00 34.00 34.00 30.09 23.18 11.07 7.97 1.93
100.00 100.00 100.00 93.93 79.72 48.03 36.07 17.18 13.02 2.94
100 100.00 100.00 90-100 68-85 45-70 25-55 5 - 20 2 - 9
ANALISA GABUNGAN AGREGATUJI COBA LIQUID AS BUTON
Nomber of SieveNo. 16
1,18
BATU PECAH 1 - 2 -
30.00 -
BT PECAH 0,5-1 22.35
36.00 8.05
ABU BATU 45.73
34.00 15.55
25.6-31.6 19.1-23.1 15.50
Gabungan Agregat 23.59
Spesifikasi
39.10Daerah Larangan
G O V E R N M E N T O F R E P U B L I C I N D O N E S I A
Makassar, Oktober 2016
Kepala Laboratorium Eco Material
Prof. Dr. M. Wihardi Tjaronge, S.T., M. EngNIP. 19680529 2002121002
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
GRAFIK HASIL PENGUJIAN MARSHALL
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
LABORATORIUM RISET ECO MATERIALJURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDINKAMPUS TEKNIK GOWA Jl. Poros Malino km 14,5 Tlp. (0411) 587636 Gowa 92171
Top Related