BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B Jenis kelamin : Laki - laki
Tempat / Tgl Lahir : Jakarta, 10/12/1997 (17thn) Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SLTA
Alamat : Jl. Bojong Indah No. 12 Masuk RS : 6 September 2015
Kel. Pondok Kelapa,
Kec.Duren Sawit, Jakarta Timur
ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis, tanggal: 7 September 2015
I.2 RIWAYAT PENYAKIT
Lokasi : ICU RSI Pondok Kopi Jakarta
Tanggal / waktu : 7 September 2015
Tanggal masuk : 6 September 2015
Keluhan utama : Luka robek di dada sebelah kiri bawah akibat terkena bacokan benda
tajam
Keluhan tambahan : nyeri dada ketika menarik napas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pada tanggal 6 September 2015, pasien datang ke IGD dengan keluhan luka tusuk akibat
tawuran, mengenai dada kiri bagian bawah. Setelah itu pasien segera di bawa ke IGD RSIJPK.
Saat datang ke IGD pasien dalam keadaan sadar, mengaku ingat kejadian saat ditusuk. Pasien
merasa nyeri di bagian yang terkena tusukankan dan semakin nyeri jika pasien menarik napas.
Selain itu pasien juga merasa sesak napas. Sesak napas awalnya tidak ada, kemudian semakin
lama semakin dirasakan pasien.
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Dahulu
1
( ) Cacar ( ) Malaria ( ) Batu Ginjal / Saluran Kemih
( ) Cacar air ( ) Disentri ( ) Burut (Hernia)
( ) Difteri ( ) Hepatitis ( ) Penyakit Prostat
( ) Batuk Rejan ( ) Tifus Abdominalis( ) Wasir
( ) Campak ( ) Diabetes Melitus ( ) Ginjal
(+) Influenza ( ) Sifilis () Alergi
( ) Tonsilitis ( ) Gonore ()Tumor
( ) Khorea ( ) Hipertensi ( ) Penyakit Pembuluh
( ) Demam Rematik Akut( ) Ulkus Ventrikuli ( ) Perdarahan Otak
( ) Pneumonia ( ) Ulkus Duodeni ( ) Psikosis
( ) Pleuritis ( ) Gastritis
( ) Tuberkulosis ( ) Batu Empedu Lain-lain: ( )
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
apapun. Riwayat alergi obat disangkal.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, serta alergi obat dalam keluarga disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN/POLA HIDUP
Pasien rajin berolahraga. Riwayat mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan terlarang
disangkal oleh pasien.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK 6 SEPTEMBER 2015
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak
sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 88 x/menit, teratur, isi cukup
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
2
Nafas : 20x / menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 36O C
Kepala : Normocephali
Rambut : Rambut hitam distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan.
Mata :
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Tenang Palpebra Tenang
Tidak anemis,
tidak ikterik
Konjungtiva, Sklera Tidak anemis,
tidak ikterik
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat(+), isokor
refleks cahaya (+)
Iris, Pupil Bulat(+), isokor
refleks cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Telinga :
Aurikula Dekstra Aurikula Sinistra
Normotia Bentuk Normotia
Tidak nyeri Nyeri tekan aurikula Tidak nyeri
Tidak nyeri Nyeri tekan tragus Tidak nyeri
Lapang, cairan (-) Liang telinga Lapang, cairan (-)
Minimal Serumen Minimal
Sulit dinilai Membran timpani Sulit dinilai
Hidung Bentuk : simetris
Sekret : -/-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir Simetris saat diam, mukosa normal, kering (-), sianosis (-)
Mulut Oral higiene buruk, gigi caries (-), trismus (-),
mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-)
3
lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
Tenggorokan Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
Leher Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah, tekanan vena Jugularis
(JVP) : 5-2 cm H20
Thoraks Bentuk dada simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan
abdomino-thorakal, tidak ada retraksi.
Jantung Inspeksi : bentuk dada normal, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 6 di linea
midklavikula kiri
Perkusi : batas kanan jantung lebih sedikit dari linea sternalis
kanan dan batas kiri jantung 1 cm dar linea midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I - II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi : bentuk dada normal, simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor
o Batas paru - hati setinggi sela iga 6 linea midklavikula kanan
o Batas paru- lambung setinggi sela iga 8 linea aksilaris anterior
kiri
Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing
-/-
Abdomen Inspeksi : perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi
pada kulit perut maupun benjolan
Palpasi : Distensi (+), NT (+), hepar dan lien tidak teraba
membesar.
Perkusi : hipertimpati
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Anogenetalia Jenis kelamin laki-laki
Ekstremitas Ekstremitas atas : Edema -/-
4
Akral hangat +/+
Deformitas -/-
Ekstremitas bawah : Edema +/+
Akral hangat +/+
Deformitas -/-
Kulit Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler <2 detik.
Vertebrae Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
Status Lokalis
Regio Thorax
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi tidak ada,
Tampak vulnus laceratum pada hemithorax sinistra sepanjang
linea midclavicularis – linea axilaris anterior sinistra ICS 6 – ICS
7, sudut luka lancip, ukuran panjang x lebar = 10 x 5 cm
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, krepitasi (-/-),
Nyeri tekan (+/-). Kedalaman luka 5 cm.
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium, 06 September 2015 (06. 54)
Darah Rutin Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,1 (L) 12,5 – 15,5
Leukosit 12,0 (H) 5,0 – 10,0
Hematokrit 39 (L) 40 – 50
Trombosit 500 (H) 150 – 400
5
Rontgen Thorax, 6 September 2015
Kesan:
Cor dan pulmo dalam batas normal
Struktur tulang tidak terlihat fraktur.
I.5 RESUME
Pasien seorang laki-laki berusia 18 tahun, datang ke IGD dengan keluhan terkena tusukan
di dada kiri bawah akibat tawuran, menyebabkan luka robek. Pasien segera di bawa ke IGD
RSIJPK. Saat datang ke IGD pasien dalam keadaan sadar, mengaku ingat kejadian saat ditusuk.
Pasien merasa nyeri di bagian yang terkena tusukan dan semakin nyeri jika pasien menarik
napas. Selain itu pasien juga merasa sesak napas, sesak napas awalnya tidak ada, kemudian
semakin lama semakin dirasakan.
Dari pemeriksaan fisik didapati status generalis dalam batas normal, status lokalis regio
thorax tampak vulnus laceratum pada hemithorax sinistra sepanjang linea midclavicularis – linea
axilaris anterior sinistra ICS 6 – ICS 7, sudut luka lancip, ukuran panjang x lebar x tinggi = 10cm
x 5cm x 5cm.
Dari hasil pemeriksaan foto thoraks, didapatkan kesan Cor dan pulmo dalam batas
normal, struktur tulang tidak terlihat fraktur.
I.6 DIAGNOSIS KERJA
Vulnus laceratum et regio hemithorax sinistra
6
I.7 PENATALAKSANAAN
O2 2 liter/menit
IVFD RL + tramadol 1 ampul
Injeksi ketorolac 1 ampul
Injeksi tetagam 1 ampul
Wound toilet
Konsul dr. Sp.B :
Rencana operasi
Puasakan pasien
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
I.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
I.9 LAPORAN OPERASI
Tanggal : 6 September 2015 pukul 10. 30 – 11.30 WIB
Diagnosis pra bedah : vulnus laceratum er thorax sinistra
Diagnosis pasca bedah : vulnus laceratum er thorax sinistra dengan rupture paru lobus
bawah
Pasien dengan anastesi umum
Tampak luka tusuk dengan perdarahan dan paru yang robek terbuka sepanjang + 8cm
pada lobus kiri, dilakukan hecting primer
Dipasang selang WSD
Tidak ada perdarahan kembali, ditutup dengan vicril no.1
Luka ditutup
Instruksi Post Operasi :
Bila kesakitan tramadol 100 mg
Bila mula/muntah ondancentron 4 mg
Meropenem 3x 1 gr
7
Vit. C 4 x 200 mg
I.10 FOLLOW UP
Tanggal/
Hari
Perawatan
S O A P
6/09/ 2015,
12.00
ICU
OS dari OK
post OP
thoracotomy
& pasang
WSD
Kesadaran Dalam
pengaruh obat
TD: 86/33 mmHg
Nadi : 102x/menit,lemah
RR: 18x/menit
S: 37ºC
Status Generalis:
Mata : CA anemis +/+
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
Akral dingin
Post op
thoracotomy –
WSD ec
Vulnus
laceratum er.
Hemithorax
sinistra dengan
ruptur paru
lobus bawah
Instruksi dr. Sp.B :
Awasi TTV s/d
stabil
Puasa hingga BU
(+)
IVFD Asering 3
kolf/24 jam
Meropenem 3 x 1
gr
Paracetamol 4 x
500 mg IV
Cek Hb, bila < 10
transfusi PRC
Hitung produksi
WSD
Instruksi dr.Sp.An:
Vit. K 3 x 1 amp
satu hari
Kalnex 3 x 1
6/09/ 2015,
15.30
ICU
Sesak napas,
Nyeri daerah
yang
terpasang
selang WSD
GCS 15
TD: 69/40 mmHg
Nadi : 113x/menit,lemah
RR: 18x/menit
S: 37.8ºC
Post op
thoracotomy –
WSD ec
Vulnus
laceratum er.
Instruksi dr.Sp.An:
Loading asering
500 cc
Transfusi PRC 600
cc
8
Status Generalis:
Mata : CA anemis +/+
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
Akral dingin
WSD : produksi cairan
400 cc, undulasi +,
merah
Laboratorium
(6/09/2015, 12.13):
Hb : 7,1 (L)
Leukosit : 16. 6 (H)
Ht : 21 (L)
Trombosit : 423 (H)
Hemithorax
sinistra dengan
ruptur paru
lobus bawah
Bila TD belum
naik setelah
transfusi
dobuject 5 mcg
dan vascon 0,05
mcg
Instruksi dr. Sp. B:
Acc transfusi PRC
Terapi lain lanjut
7/09/2015
ICU
Sesak napas
berkurang,
Nyeri daerah
yang
terpasang
selang WSD
GCS 15
TD: 118/81 mmHg
Nadi : 85x/menit
RR: 16x/menit
S: 37.3ºC
Mata : CA anemis +/+
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
Akral hangat
WSD : produksi cairan
50 cc, undulasi -, merah
Laboratorium
(6/09/2015, 06.08):
Hb : 10,4 (L)
Post op
thoracotomy –
WSD hari I
Instruksi dr. Sp. B:
Terapi lanjut
Awasi perdarahan
Dobuject dan
vascon stop
Ro thorax post
WSD
Boleh pindah
ruangan
Instruksi dr.Sp.An:
IVD Asering
1500/24 jam
9
Rontgent Thorax 7/09/2015:
Kesan :
Dibanding foto sebelumnya pulmo
tampak perbaikan
Cor dalam batas normal
Tip WSD di intra abdomen, sub
diafragma kiri?.
Tanggal/
Hari
Perawatan
S O A P
8/09/2015 Sesak
(-),Nyeri
daerah yang
terpasang
selang WSD
GCS 15
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit
RR: 20x/menit
S: 36.5ºC
Mata : CA anemis +/+
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
Akral hangat
WSD : produksi cairan
minimal, undulasi -
Laboratorium
(8/09/2015, 21.04):
Hb : 8.3
Leukosit : 6300
Albumin : 2.8 (L)
Post op
thoracotomy –
WSD hari II
Instruksi dr. Sp. B:
Terapi lanjut
Aff DC
Transfusi PRC 500
cc
Cek albumin
Klem WSD jika
sesak lepas klem
9/092015 Sesak (-), GCS 15 Post op Instruksi dr. Sp. B:
10
Nyeri daerah
yang
terpasang
selang WSD
TD: 110/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR: 20x/menit
S: 37,4ºC
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
thoracotomy –
WSD hari III
Terapi lanjut
Aff WSD
Ro thorax ulang
10/09/2015 (-) GCS 15
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,4ºC
Pulmo: SN vesikuler +/+
Rh -/- Wh-/-
Kesan Ro thorax post
WSD : efusi pleura kiri
Post op
thoracotomy –
WSD hari IV
Instruksi dr. Sp. B:
Boleh pulang
Obat pulang :
As. Mefenamat 3 x
1 tab
Fixacep 2 x 200
mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
II.1. DEFINISI
Trauma toraks adalah semua rudapaksa yang mengenai toraks yang meliputi dinding
toraks dan segenap isinya baik rudapaksa tajam, tumpul maupun tajam.3
II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi Rongga Thorax
Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra
thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan
berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga
memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk
tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis
mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior.
Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan
gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan
terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta,
dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk
12
tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi
sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru
selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
Fisiologi
Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yang memakai pegas,
artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja aktif karena kontraksi otot
intercostals menyebabkan rongga thorax mengembang, sedangkan tekanan negatif yang
meningkat dalam rongga thorax menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke
dalam paru. Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif karena
elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostals, menekan rongga thorax
hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara keluar melalui jalan napas.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah:
1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari paru dengan
cara inspirasi dan ekspirasi tadi.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem jalan napas
sampai alveoli
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel pada dinding alveoli
(pertukaran gas)
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan oksigennya dan darah
venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk
menghidupi jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan menimbulkan
gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini
misalnya terdapat pada suatu trauma pada thorax. Adanya lubang di dinding dada atau di pleura
visceralis akan menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura, sehingga pleura visceralis
terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan
diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberi
tekanan negatif, udara ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi. 2
II.3. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dibagi menjadi 2, yaitu:
13
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat pisau,
tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi komplikasi berupa
pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi akibat luka
tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat menyebabkan patah tulang
iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan paradoksal, ruptur diafragma, atau
komplikasi kardiovaskuler yang serius. Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada
kecelakaan pesawat dan mobil besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta
descenden distal arteri subclavia dan ruptur diafragma. Luka yang remuk/hancur
menyebabkan perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.
II.4. PATOFISIOLOGI
Secara singkat patofisiologi dari trauma toraks meliputi : 3
1. Perdarahan
Keluar (exsanguinasi)
Tertampung pada rongga pleura (hematotoraks)
Perdarahan kecil-kecil, masuk kedalam jaringan (hematoma)
Perdarahan intraalveolar, diikuti kolapsnya kapiler-kapiler dan atelektasis, hingga
tahanan perifer di paru meningkat, diikuti aliran darah menurun dan akan terjadi
gangguan pertukaran gas.
Perdarahan tertampung pada cavum pericardii (tamponade cordis)
2. Kerusakan akveoli/jalan napas/pleura sehingga pernapasan bocor
Tertampung pada cavum pleura (pneumotoraks)
Tempat kebocoran bersifat katub/ventil, terjadi pneumotoraks desakan (tension
pneumotorax)
Udara masuk kedalam jaringan bawah kulit (emfisema kutis)
Udara masuk kedalam jaringan di mediastinum (emfisema mediastinum)
14
3. Patah tulang iga
Timbulnya rasa nyeri, sehingga penderita tidak mau bernafas (terjadi gangguan
ventilasi) dan tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/tidak bisa keluar).
Terjadi fail chest bila patah tulang iga jamak dan segmental (lebih dari satu tempat)
4. Kompresi pada dada dapat menimbulkan terjadinya asfiksia traumatika
II.5 GAMBARAN KLINIS4,6
Gambaran klinis dari trauma toraks tergantung dari struktur atau organ dalam rongga
thorax yang mengalami kelainan akibat trauma, diantaranya terdiri dari : Nyeri, dyspneu – akibat
fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus
utama atau kerusakan serius organ viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak napas
memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks desak (tension
pneumothorax). Selain itu dapat juga terjadi :
1. Syok – akan parah jika berhubungan dengan kerusakan organ dalam
2. Trauma dinding dada – tampak memar, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri
pada fraktur kosta.
3. Emfisema subkutis – krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara yang masuk
ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya trakhea daerah
servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis – ditandai dengan nyeri atau suara
ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi bersamaan dengan
suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau trakhea.
5. Deviasi trakhea – akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi sebelahnya,
akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP) – terjadi
pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru – hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang menurun atau
hilang menunjukkan hemothoraks, pneumothoraks atau kolaps paru. 4,6
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan bila
tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera:
1. Obstruksi jalan napas
Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
15
PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift
3. Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura
4. Tamponade
Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
Tanda: tidak spesifik, syok
Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura
6. Ruptur trakheobronhial
Tanda: Dispnoe, batuk darah
Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
8. Flail chest berat dengan kontusio paru
Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura
9. Perforasi esofagus
Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran
mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks
II.6 PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAX
Prinsip
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary
survey - secondary survey)
16
Standar pemeriksaan diagnostik (hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan
melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa.
Pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah
melakukan prosedur penanganan trauma.
PRIMARY SURVEY
Airway
Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
Periksa frekwensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
Circulation
Assesment
17
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
Torakotomi emergency bila diperlukan
Operasi Eksplorasi vaskular emergency
II.7 KELAIAN AKIBAT TRAUMA THORAX DAN TATALAKSANANYA
TRAUMA PADA DINDING DADA
FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada
dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan
trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga
IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan
intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada
iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala
(pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,
atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks,
hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung,
18
diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek
lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat
manajemen analgetik yang tidak adekuat.
FRAKTUR KLAVIKULA
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma
pada sendi bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Penatalaksanaan
1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
2. Operatif : fiksasi internal
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis
dan pembuluh darah subklavia.
FRAKTUR STERNUM
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
Sering disertai fraktur Iga.
Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran
sternum yang tumpang tindih.
Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).
19
Penatalaksanaan
1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan
observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk
stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada
organ atau struktur di mediastinum.
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
Kasus jarang
Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi
sternoklavikula) menonjol kedepan
Posterior : sendi tertekan kedalam
Pengobatan : reposisi
FLAIL CHEST
Definisi
Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel
berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa atau
dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” segmen yang mengambang
akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi, sehingga
udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada
paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. Fraktur
pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks, pneumothoraks,
hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat keadaan penderita.
Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan jika korban trauma masuk rumah
sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat berkembang.
Karakteristik
Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat
pada pasien dalam ventilator
20
Menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang
seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik
pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan
atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD
berkala dan takipneu
pain control
stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet
fisioterapi agresif
tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2. Gagal/sulit weaning ventilator
3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5. Menghindari cacat permanen
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU
PNEUMOTHORAX
Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang terperangkap
dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga
mengganggu proses pengembangan paru. Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering
21
terjadi akibat adanya penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks
bisa juga terjadi akibat decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur
iga. Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks terbagi atas tiga
yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD
Tension Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara
dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru,
mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous
return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi,
JVP ↑, asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
2. WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk
rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
22
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
HEMATOTHORAX
Definisi: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus
pada dada.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan
yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah
yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan
depresi pernapasan
Pemeriksaan
Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.
Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
Penatalaksanaan
23
Tujuan:
Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
Water Sealed Drainage
Fungsi WSD sebagai alat:
1. Diagnostik
2. Terapeutik
3. Follow-up
Tujuan:
1. Evakuasi darah/udara
2. Pengembangan paru maksimal
3. Monitoring
Indikasi pemasangan:
Pneumotoraks
Hematotoraks
Empiema
Effusi pleura lainnya
Pasca operasi toraks
Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.
Tindakan :
Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.
Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokard.
Indikasi pencabutan WSD :
1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi negatif
atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
2. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)
KONTUSIO PARU
24
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi
dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul
thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema
parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan
kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas
berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi → lung
compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hypoxia & work of breathing ↑
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika,
bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang
disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme
terjadinya pneumothoraks oleh karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan
adanya tubrukan yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
25
RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada
daerah toraks inferior atau abdomen atas.
Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior.
Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau
intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat kita curigai
bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh
ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior.
Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan
perdarahan pada cavum pleura kiri.
Dapat terjadi ruptur ke intra perikardia
Diagnostik:
Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen akut)
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral, terlihat
adanya organ viseral di toraks)
CT scan toraks
Penatalaksanaan:
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS
Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul
dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada
saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran
trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian
26
ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1
sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks,
pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat
merupakan gejala dari ruptur ini.
TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat, trauma
tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck
yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa
disertai ruptur dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
Trauma tumpul di daerah anterior
Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs mid-
klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum
menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi
eksplorasi emergency
2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi.
27
3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat
untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel
beberapa bulan/tahun pasca trauma.
RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur tersering adalah di
bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari
penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang
melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan
bronkus utama kiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmad, K. B., Purba, R. T., 1991, Trauma Torak dan Laporan Kasus Trauma Torak dalam
Simposium Pengenalan Dini Dan Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma, Fakultas Kedokteran
28
Universitas Kristen Indonesia, Jakarta: 25-35
2. Sjamsuhidajat, R., de Jong W., 1997, Buku-Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta:
512-524
3. Anonym, 2000, Standar Pelayanan Medis RSUP DR.Sardjito, jilid 3, 2nd ed, Medika Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 167-172
4. Marijata, 2006, Trauma Dada dalam Pengantar Dasar Bedah Klinis, Unit Pelayanan Kampus
(UPK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 18-26
5. Anonym, 2006, Primary Trauma Care,
http://www.primarytraumacare.org/PTCMain/Training/pfd/PTC_INDO.pdf
6. Anonym, 2006, Chest Injury, http://www.madsci.com/manu/trau_che.htm#60
7. 1. Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Jakarta : Komisi
Trauma IKABI. 2004
29