Trauma OromaksilofasialTrauma Oromaksilofasial adalah trauma yang
menyebabkan cedera pada jaringan lunak maupun jaringan keras di daerah wajah, mulut, dan dentoalveolar.
Cedera pada jaringan lunak berupa : abrasi, kontusio, luka bakar, dan laserasi.
Cedera pada wajah berupa : fraktur mandibula, fraktur wajah bagian tengah (midface), dan laserasi wajah.
Cedera dentoalveolar berupa : fraktur tulang alveolar, fraktur gigi-geligi yang disertai dengan luksasi, pegesran letak gigi, dan avulsi.
(Hupp dkk, 2008)
Klasifikasi Trauma Oromaksilofasial
1. Fraktur kerangka wajah meliputi : Fraktur mandibula Fraktur maksila Fraktur zigomatik Fraktur tulang alveolar Fraktur tulang – tulang wajah lainnya2. Cedera jaringan gigi 3. Cedera jaringan lunak
(Yokohama dkk, 2006)
Bentuk Luka Trauma OrofasialTergantung penyebabnya:1.Luka sayat (vulnus scissum) disebakan karena
benda tajam2.Luka tusuk (vulnus punctum) disebabkan karena
benda runcing3.Luka robek (vulnus laceratum) disebabkan benda
yang permukaannya tidak rata4.Luka lecet (ekskoriasi) disebabkan karena gesekan5.Vulnus kombusi disebabkan karena panas dan zat
kimia tertentu
Etiologi Trauma Oromaksilofasial
Kecelakaan lalu lintasTrauma sewaktu bermainKecelakaan sewaktu bekerja Kecelakaan di industriKecelakaan sewaktu berolahragaArus listrikBahan kimia
Faktor PredisposisiOklusi abnormalOverjet > 4mmInsisivus yang ke labialLip incompetentBibir atas yang pendekBernapas melalui mulut
Trauma Dentoalveolar
Trauma yang terbatas pada gigi dan jaringan/struktur pendukung dari alveolus
Laki-laki tiga kali lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan
Penyebab :1. Kecelakaan lalu lintas2. Terjatuh3. Kecelakaan sewaktu olah raga4. Pendeerita epilepsi
Klasifikasi Trauma DentoalveolarSistim WHO (Dimodifikasi Andreasen)
1. Infrak email2. Fraktur email/ fraktur
mahkota sederhana
3. Intrusif luxation (central dislocation).
4. Extrusif luxation (peripheral dislocation, partial avultion)
Cedera Gingiva dan Mukosa Oral Laserasi gingiva atau mukosa luka
/sobekan benda tajamKontusio gingiva atau mukosa oral luka
memar/ pukulan benda tumpulAbrasi gingiva atau mukosa oral. luka
daerah supefisial / lecet gesekan, goresan
Anamnesis Riwayat trauma yang akurat Siapa, dimana, kapan, bagaimana dan
bagaimana kejadiannya terapi apa yang sudah diberikan sebelumnya Apakah ditemukan sesuatu di tempat kejadian
trauma Bagaimana status kesehatan umumnya Mual, muntah, amnesia, sakit kepala, ngangguan
penglihatan , dsbnya Apakah ada gangguan oklusi
Pemeriksaan Klinis
Pendekatan awal Perhatian utama diarahkan terhadap adanya: tersumbatnya saluran nafas Perdarahan yang mengamcam jiwaVentilasi yang adekuat
Pemeriksaan Klinis• Pemeriksaan fisik umum
– KU– Vital Sign– Kesadaran
• Pemeriksaan ekstraoral – Edema, hematom, gangguan gerak– Abrasi, laserasi, contusion pada daerah kepala dan leher– Adanya tanda asimetris termasuk keterbatasan
membuka mulut• Pemeriksaan Intra Oral
– Jaringan lunak (lidah, dasar lidah, mukosa labial, gimgiva)
– Jaringan keras – Gigi (displacement, mobilitas, fraktur, perubahan warna)
Radiografi• Pemeriksaan Radiologis
– Pilih sesuai kebutuhan– Untuk melihat :
• fraktur akar atau fraktur tulang• kelainan jaringan periodontal • fragmen-fragmen• Tingkat perkembangan akar• Radiolusensi periapikal
Manajemen dan Perawatan Trauma Pada Jaringan Lunak
Determination of child immunization status:
• If the child had received a primary immunization activated with booster injection of toxoid .
• Unimmunized child can be protected by tetanus antitoxin.
Adequate debridment of the wound
Manajemen dan Perawatan Fraktur mahkota tanpa terbukanya pulpa
Dilakukan penghalusan Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa
Dilakukan pulp caping atau pulpotomy Fraktur mahkota-akar
Dilakukan endodontik Pembuatan mahkota
Fraktur akar tanpa mobility Fraktur pada akar dengan 2/3 coronal tanpa displaced
dilakukan splinting selama 3 bulan Fraktur akar 1/3 apikal diobservasi untuk melihat
vitalitas
• Fraktur akar dengan mobility– Pada 1/3 apikal dilakukan splinting 9-12 minggu
• Concused teeth.– Observasi, tes vitalitas secara teratur
• Subluksasi tanpa displaced.– Dilakukan imobilisasi dengan IDW.
• Displaced– Dilakukan imobilisasi 6-8 minggu
• Avulsion.– Dilakukan replantasi dan fiksasi – Perawatan maksimal 48 jam setelah trauma.
• Fraktur alveolar– Debridement– Reduksi dan imobilisasi jika ada fragmen tulang yang
terlepas bersama gigi.– Splinting/fiksasi 6 minggu– Golden period: kurang dari 24 jam. Jika lebih lakukan
ekstraksi dan alveolectomy
ObjektifMempertahankan gigi yang terkena trauma dan
prognosis perawatanTergantung dari:
Kompleksitas cedera maksilofasialKondisi gigi-geligiUmur pasienTempat terkenanya traumaEkspektasi pasien
Prognosis DipengaruhiAdanya ujung akar yang terbukaJaringan gusi yang intak dan kerusakan
jaringan periodontalKerusakan jaringan tulang pendukungFraktur akar
Fiksasi dan Imobilisasi
Tindakan pemasangan alat untuk menstabilkan satu gigi atau lebihmengikat atau menggabungkan gigi goyah
kawat band splin dari logam cor, plastik atau acrylik
Syarat Fiksasi yang Baik
• Mudah dipasang di dalam mulut tanpa melalui prosedur laboratorium yang lama.
• Bersifat pasif pada tempatnya, tanpa menyebabkan tekanan pada gigi.
• Tindak berkontak dengan gusi dan tidak mengiritasi gusi. • Tidak terdapat sangkutan pada saat oklusi yang normal.• Mudah dibersihkan dan dipakai pada oral higiene yang baik. • Tidak menyebabkan trauma pada gigi atau gusi. • Memberikan jalan bagi perawatan endodontik. • Mudah dikeluarkan. • Memperhatikan nilai estetik yang baik. • Harganya murah dan bahan-bahannya mudah diperoleh di
pasaran.
Periode Stabilisasi
Cedera Dentoalveolar Durasi Imobilisasi
Gigi yang mobile 7 – 10 hari
Gigi yang berubah tempat 2 – 3 minggu
Fraktur akar 2 – 4 bulan
Replantasi gigi (matur) 7 – 10 hari
Replantasi gigi (imatur) 3 – 4 minggu
(Ellis, 2003, Soft Tissue and Dentoalveolar Injuries)
Macam Teknik Fiksasi• Interdental wiring fixation fiksasi pengikatan kawat
interdental metode Essig, Eyelet (Ivy). • Arch bar wiring pengikatan kawat dengan arch bar.
Jenisnya antara lain erich bar dan jelenko bar• Resin komposit splin • Alat Orthodontik bracket kasus ekstrusi dan avulsi. • Metal cast splint splin dengan menggunakan logam
cor. • Sectional acrylic splint splin dengan menggunakan
bahan dari akrilik. • Titanium trauma Splint
Alat dan Bahan• Kawat soft stainless steel wire 0,35• Eyelet wire : 15cm dgn loop 3mm di
tengahnya 10- 20 buah• Wire forcep/ arteri clamps• Cheek dan tongue retractor• Instrumen menekan dan menahan kawat ke
di bawah cingulum/undercut gigi di sekitar servikal gigi
• Pemotong kawat
Erich Arch Bar
Fiksasi menggunakan Erich arch bar ini lebih cepat dan sering digunakan. Pada gigi posterior menggunakan kawat 0,5 supaya rigid dan untuk gigi anterior menggunakan kawat 0,4
Jelenko Arch Bar
Jelenko arch bar ini mirip dengan erich arch bar. Perbedaaannya terletak di kaitan tempat untuk ikatan MMF nya lebih panjang dari erich arch bar. Jenis ini jarang digunakan.
Glasgow Coma Scale (GCS)
• suatu cara menilai kesadaran seseorang dengan beberapa indikator.
• Kesadaran merupakan suatu tingkat sadar diri seseorang terhadap lingkungannya dan kesan yang ditimbulkan terhadap rangsangan tertentu.
• Perubahan kesadaran bisa terjadi dari berbagai macam metabolic, keracunan, atau adanya sesuatu di otak.
Tingkat Kesadaran (menurut GCS) • Delirium/konfusi merupakan penurunan
tingkat kesadaran yang ringan. Pasien bingung, disorientasi, mispersepsi dari rangsangan, dan tidak bisa berpikir atau mengikuti arahan
• Stupor merupakan tahap tidak adanya respon dari pasien pada berbagai macam stimuli. Pasien kelihatannya seperti sadar, tetapi lupa terhadap perintah verbal.
• Koma mengarah kepada kehilangan kesadaran sepenuhnya.
Indikator GCS JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon buka mata (E):
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri
Tidak ada respon
4
3
2
1
Respon motorik (m) :
Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri
Menarik anggota yang dirangsang (fleksi normal)
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon (flasid)
6
5
4
3
2
1
Respon verbal (V) :
Berorientasi baik
Berbicara mengacau
Kata-kata tidak teratur
Hanya suara erangan
Tidak ada suara
5
4
3
2
1
KLASIFIKASI
BERDASARKAN PATOFISIOLOGI1. Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak
tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat (pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri : kerusakan jar. Otak + pingsan > 10 mnt atau terdapat lesi neurologik yang jelas.
3. Laserasi serebri : kerusakan otak yg luas + robekan duramater + fraktur tulang tengkorak terbuka.
BERDASARKAN GCS :1. GCS 13-15 : Cedera kepala ringan CT scan dilakukan
bila ada lucid interval/ riw. kesadaran menurun. evaluasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral + tanda-tanda vital.
2. GCS 9-12 : Cedera kepala sedang prks dan atasi gangg. nafas, pernafasan dan sirkulasi, pem. ksdran, pupil, td. fokal serebral, leher, cedera orga lain, CT scan kepala, obsevasi.
3. GCS 3-8 : Cedera kepala berat : Cedera multipel. + perdarahan intrakranial dengan GCS ringan /sedang.
Top Related