BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi
kehidupan manusia karena seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup
oksigen. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan memberikan
toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi
sebentar saja manusia tidak mendapat oksigen, maka yang akan terjadi
kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak
akan mengalami kerusakan yang lebih berat dan irreversibel
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di
Bristol Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh
Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920
mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka
panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967
melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran
lambat pada pasien hiperkapnia memberikan hasil yang baik tanpa retensi
CO2.
Peranan oksigen dan nutrisi dalam metabolisme memproduksi energi
utama untuk berlangsungnya kehidupan sangat bergantung pada fungsi paru
yang menghantarkan oksigen sampai berdifusi lewat alveoli kekapiler dan
fungsi sirkulasi sebagai transporter oksigen kejaringan. Selain sebagai bahan
bakar pembentukan energi, oksigen dapat juga dipakai sebagai terapi
berbagai kondisi tertentu.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari
(24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam
mempertahankan kelangsungan metabolisme sel sehingga di perlukan
fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas
mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO2 (hasil pembakaran sel).
Oksigen bergerak ke bawah tekanan atau konsentrasi gradien dari
tingkat yang relatif tinggi di udara, ke tingkat di saluran pernapasan dan
kemudian gas alveolar, darah arteri, kapiler dan akhirnya sel (lihat Gambar
1). PO2 mencapai level terendah (1-1.5kPa) di mitokondria, struktur dalam
sel yang bertanggung jawab untuk produksi energi. Penurunan PO2 dari
udara ke mitokondria dikenal sebagai kaskade oksigen. Penurunan PO2 ini
terjadi karena alasan fisiologis, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh keadaan
patologis, misalnya hipoventilasi, ventilasi perfusi ketimpangan, atau
difusi kelainan, yang akan mengakibatkan hipoksia jaringan.3
2
Gambar 1. Kaskade Oksigen. Dampak hipoventilasi diperlihatkan
dengan garis abu-abu dan dampak patologi shunt diperlihatkan pada
garis putus-putus.
2.2 Fisiologi Masuknya Oksigen3
Udara (atmosfer) di sekitar kita memiliki tekanan total 101kPa (1
atmosfer tekanan = 760mmHg =101kPa). Udara terdiri dari 21% oksigen,
78% nitrogen dan sejumlah kecil CO2, argon, dan helium. Tekanan yang
diberikan oleh oksigen dan nitrogen, ketika ditambahkan bersama-sama,
mendekati tekanan atmosfer. Oleh karena itu tekanan oksigen (PO2) dari
udara kering di permukaan laut adalah 21.2 kPa (21/100 x 101 = 21.2kPa).
Namun pada saat udara yang diinspirasi mencapai trakea, udara itu
dihangatkan dan dilembabkan oleh saluran pernapasan atas. Kelembaban
dibentuk dari uap air yang merupakan gas, sehingga menghasilkan
tekanan. Pada 37°C tekanan uap air di trakea adalah 6.3kPa. Mengambil
tekanan uap air ke dalam perhitungan, PO2 dalam trakea saat menghirup
udara (101-6,3) x 21/100 =19.9kPa sehingga pada saat oksigen telah
mencapai alveoli PO2 turun menjadi sekitar 13.4kPa. Hal ini karena PO2
gas di alveoli (PaO2) kemudian dikurangi dengan pengenceran dengan
karbon dioksida memasuki alveoli dari kapiler paru. PaO2 dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan gas alveolar:3
PaO2 = FiO2 – PaCO2
RQ
Dimana RQ = hasil bagi pernapasan, rasio produksi CO2 terhadap
konsumsi O2, biasanya sekitar 0,8.
3
Alveolus ke darah
Darah kembali ke jantung dari jaringan memiliki PO2 yang rendah
(4.3kPa) dan berjalan ke paru-paru melalui arteri pulmonari. Arteri
pulmonari membentuk kapiler paru, yang mengelilingi alveoli. Oksigen
berdifusi (bergerak melalui membran memisahkan udara dan darah) dari
tekanan parsial tinggi di alveoli (13kPa) ke daerah tekanan parsial lebih
rendah, yaitu darah di kapiler paru (4.3kPa). Setelah oksigenasi, darah
bergerak ke pembuluh darah paru dan kembali ke sisi kiri jantung, yang
akan dipompa ke jaringan sistemik. Dalam paru-paru yang sempurna, PO2
darah vena pulmonal akan sama dengan PO2 di alveolus. Dua faktor utama
yang menyebabkan PO2 darah vena paru menjadi kurang dari PaO2, yaitu,
untuk meningkatkan perbedaan alveolar arteri. Ini adalah ventilasi /
perfusi mismatch (baik meningkatkan deadspaces atau shunt) dan difusi
perlahan melintasi membran alveolar-kapiler.
Difusi
Oksigen berdifusi dari alveolus ke kapiler pada keadaan PCO2 sama
dengan yang di alveolus. Proses ini berlangsung cepat (sekitar 0.25 detik)
dan biasanya selesai pada saat darah telah berlalu sekitar sepertiga dari
jalan sepanjang paru kapiler. Total waktu transit melalui kapiler adalah
0.75 detik (lihat Gambar 2a). Dalam paru-paru normal, bahkan jika curah
jantung dan aliran darah melewati alveoli meningkat selama latihan, ada
cukup waktu untuk equilibrium (Gambar 2b). Penyakit paru dapat
menyebabkan kelainan membran alveolar-kapiler, sehingga merusak
transfer oksigen dari alveolus ke kapiler (difusi kelainan). Pada saat
istirahat mungkin masih ada waktu untuk PaO2 untuk menyeimbangkan
dengan oksigen alveolar, tetapi pada saat latihan mentransfer oksigen
penuh adalah mustahil dan hipoksemia berkembang (Gambar 2c). Namun,
kemampuan paru-paru untuk mengkompensasi besar dan masalah yang
disebabkan oleh difusi gas sedikit adalah penyebab yang jarang untuk
4
hipoksia, kecuali dengan penyakit seperti fibrosis alveolar.
Gambar 2. (a). Difusi normal dari alveolus ke kapiler selama melewati
darah di sepanjang kapiler. Dalam 0,25 detik Hemoglobin sel darah
merah disaturasi sempurna dan tekanan parsial oksigen di dalam darah
seimbang dengan di dalam alveolus dan kemudian difusi berhenti. (b).
Difusi oksigen dengan peningkatan curah jantung (catatan skala waktu
terpendek di dalam x-axis). Sel darah merah mungkin hanya berhubungan
dengan gas alveolar untuk 0,25 detik, bagaimanapun ini masih akan
5
membutuhkan waktu untuk mencapai saturasi penuh. (c). Gangguan difusi
oksigen dimana merupakan sebuah membran alveolar-kapiler abnormal.
Saturasi hanya diterim saat istirahat (garis solid), tetapi waktu yang tidak
cukup untuk saturasi penuh ketika curah jantung meningkat. (d). Hasil
dari desaturasi eksersional (tanda panah).
2.3 Deliveri Oksigen
Sistem sirkulasi bekerja sama dengan sistem respirasi dalam
transport oksigen dari udara luar ke sel mitokondria. Oksigen dalam darah
diangkut dalam bentuk terikat dengan Hb dan terlarut dalam plasma.
Setiap 100 cc darah yang meninggalkan kapiler paru membawa oksigen
kira-kira 20 cc, dimana hanya 3% yang dibawa terlarut dalam plasma.
Oksigen diikat oleh Hb terutama oleh ion Fe dari unit heme. Masing-
masing unit heme mampu mengikat 4 molekul oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin dimana ikatannya bersifat reversible. Setiap eritrosit
mempunyai 280 juta molekul Hb, dimana setiap molekul Hb memiliki 4
unit heme. Setiap eitrosit dapat membawa miliaran molekul oksigen.
Prosentase unit heme yang mengandung okigen terikat, dikenal
sebagai saturasi hemoglobin (SaO2). Jika semua molekul Hb dalam darah
penuh berisi oksigen artinya saturasinya 100%.
Kebanyakan oksigen dalam tubuh 97-98% ditransport dalam
bentuk terikat dengan Hb. Molekul Hb tersusun dalam 2 bagian dasar.
Bagian protein atau globin dibuat oleh rantai polipeptide dimana tiap
rantai mengandung kelompok heme yang mengandung Fe membawa satu
molekul oksigen karena ada 4 rantai maka setiap molekul dapat mengikat
4 molekul oksigen. Kapasitas Hb membawa oksigen setiap gram Hb dapat
mengikat 1,34 cc oksigen, maka menurut persamaan :
Ikatan O2 = (Hb x SaO2 x 1,34)
Bila PaO2 tinggi, seperti dalam kapiler paru oksigen berikatan
6
dengan Hb, bila PaO2 rendah seperti dalam kapiler jaringan oksigen
dilepas dari Hb. utama Fungsi sistem respirasi adalah mempertahankan
tekanan partiel O2 dan CO2 dalam darah arteri sedekat mungkin ke normal,
dalam keadaan tertentu.
Adekuat tidaknya fungsi respirasi diukur dengan nilai PaO2 dan
PaCO2 sedangkan cara lain hanya bisa menilai tidak adekuatnya fungsi
repirasi tetapi tidak menjamin adekuatnya fungsi respirasi.
Untuk dapat mengetahui kapasitas angkut oksigen dengan jelas
harus diketahui afinitas oksigen untuk jaringan maupun pengambilan
oksigen oleh paru. Ketika eritrosit melalui kapiler alveoli; oksigen akan
berdifusi ke plasma dan meningkatkan PaO2 dan berikatan dengan Hb.
Gambar 3. Kurva Disosiasi Oksihemoglobin
Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan hubungan antara
SaO2 dan PaO2, dimana kita dapat mengetahui sejauh mana peningkatan
dan penurunan PaO2 mempengaruhi SaO2 secara bermakna, semakin besar
saturasi semakin baik mutu Hb, semakin besar volume O2 yang dapat
diangkut oleh darah kejaringan.
Menurut rumus :
7
SaO2=gHbO2
Hb total×100 %
g HbO2 = Saturasi O2 x total Hb
Volume persen O2 yang diangkut sebagai HbO2 = SaO2 x total Hb x 1,34.
Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.
Deliveri O2 = CaO2 x CO x 10
Rumus diatas diperlukan untuk mencari tahu faktor mana yang
perlu dikoreksi agar DO2 terpenuhi. Hubungan antara SaO2 (sebagai
ordinat) dan PaO2 (sebagai absis) dalam satu kurva berbentuk S disebut
kurva disosiasi oksihemoglobin. Pada PaO2 100 mmHg maka SaO2 97%
dan bila PaO2 27 mmHg maka SaO2 50%. PaO2 27 mmHg disebut P50
artinya pada tekanan partiel tersebut Hb mengikat O2 hanya 50%, bila P50
diatas 27 mmHg maka artinya diperlukan PaO2 yang lebih tinggi untuk
mengikat O2 dimana kurva bergeser ke kanan dan sebaliknya kurva
bergeser kekiri mudah mengikat O2 tetapi sulit melepaskannya ke jaringan.
Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point
tertentu pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Poin yang harus diingat
pada kurva disosiasi O2 dijelaskan pada tabel 1.
PaO2 (mmHg) SaO2 (%) Makna Klinis
100 97 Muda normal
80 95 Orang tua
60 90 Bahu kurva (penurunan O2 yang
bermakna)
40 75 Transport O2 lemah, kadar O2 dalam
darah vena (normal), hipoksemia kritis.
8
20 35 Level terendah yang ditoleransi.
Tabel 1. Makna Klinis PaO2 dan SaO2
Penurunan PaO2 kira-kira 25 mmHg dari 95 menjadi 70 mmHg
hanya memengaruhi sedikit perubahan pada oksihemoglobin sama artinya
dengan situasi seorang mendaki ketinggian 6000 feet dari permukaan laut,
atau bertambahnya umur dari 20 tahun menjadi 70 tahun, atau penderita
penyakit paru yang moderate. Tetapi penurunan PaO2 sebesar 25 mmHg
dari 60 mmHg menjadi 35 mmHg lain halnya, akan terjadi perubahan yang
serius.
Pengikatan PaO2 diatas 90 mmHg tidak akan mempengaruhi
kemampuan Hb mengangkut O2 karena Hb cukup jenuh pada PaO2 80
mmHg. Penurunan afinitas oksigen digambarkan dengan kurva bergeser
ke kanan. Sebaliknya peningkatan afinitas oksigen dengan gambaran
kurva bergeser ke kiri. Jika pH darah menurun (asidosis) maka kurva
bergeser kekanan artinya oksigen lebih mudah di lepas di jaringan
sebaliknya bila alkalosis maka afinitas Hb tehadap oksigen meningkat dan
oksigen sukar dilepas. Selain pH ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kurve bergeser kekanan:
a. Peninggian konsentrasi CO2.
b. Peninggian temperatur darah
c. Peninggian 2,3 difosfogliserat(DPG) dalam darah
Ketika mempertimbangkan kecukupan pengiriman oksigen ke
jaringan, tiga faktor perlu dipertimbangkan: kadar hemoglobin, curah
jantung dan oksigenasi. Jumlah oksigen yang tersedia untuk tubuh dalam
satu menit dikenal sebagai pengiriman oksigen.
2.4 Isi Oksigen (Oksigen Content)
Total oksigen isi darah adalah penjumlahan menyangkut larutan
yang lebih yang dibawa oleh hemoglobin. Kenyataannya, ikatan oksigen
dengan hemoglobin secara teoritis tidak pernah mencapai maksimum
9
tetapi adalah semakin dekat kepada 1.31 mL O2/dl darah per mm Hg. Total
isi oksigen dinyatakan oleh penyamaan yang berikut:
Oksigen Content = ([0.003 mL O2 / dl blood per mm Hg] x PO2)+
( SO2 x Hb x 1.31 mL/dL blood)
2.5 Konsumsi Oksigen
Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang
istirahat sadar (konsumsi oksigen istirahat) dan sekitar 25% dari
kandungan oksigen arteri digunakan setiap menit. Hemoglobin dalam
darah vena campuran adalah sekitar 73% jenuh (98% minus 25%). Pada
saat istirahat, pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh melebihi konsumsi
oksigen. Selama latihan, oksigen meningkatkan konsumsi. Peningkatan
kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan cardiac output
Jantung yang outputnya rendah, rendahnya kadar hemoglobin (anemia)
atau saturasi oksigen rendah akan mengakibatkan berkurangnya
pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada perubahan kompensasi dalam
salah satu faktor lainnya.
Jika pengiriman oksigen jatuh relatif terhadap konsumsi oksigen,
jaringan mengekstrak lebih banyak oksigen dari hemoglobin dan saturasi
darah vena campuran turun di bawah 70%. Di bawah titik tertentu,
menurunnya pengiriman oksigen tidak dapat dikompensasi oleh
peningkatan oksigenekstraksi, dan ini hasil dalam metabolisme anaerob
dan laktatasi dosis. Situasi ini dikenal sebagai oksigenasi supply-
dependent.
2.6 Pengangkutan Pernafasan Gas di dalam Darah.
A. Oksigen
Oksigen dibawa darah di dalam dua bentuk, solusi yang dihancurkan
dan di dalam bentuk gabungan yang kembali dengan hemoglobin.
Oksigen yang Dihancurkan
Jumlah oksigen yang dihancurkan darah dapat diperoleh dari
Hukum Henry' S, yang mana konsentrasi dari segala gas di dalam
10
larutan adalah sebanding ke tegangan sebagiannya. Rumusnya sebagai
berikut:
gas konsentrasi = αx Partial pressure '
Dimana α = koefisien daya larut gas untuk larutan yang ditentukan
pada temperature
Gambar 8. Efek dari ventilasi alveolar pada alveolar Pco2 , pada
produksi dua tingkat CQ2. (Direproduksi dan yang dimodifikasi,
dengan ijin, dari Nunn JF: Ilmu faal Berhubung pernapasan Yang
diterapkan, 5Th Ed. Lumb A [ editor]. Butterwcrth-Heinemann, 2000.
11
Gambar 9. Kurva Dissosiasi Hemoglobin -Oxygen Orang dewasa
yang normal. (Yang dimodifikasi, dengan ijin, dari Barat JB:
Physiology - Berhubung pernapasan Penting, 3rd ed. Williams &
Wilkins, 1985)5
2.7 Anestesi terhadap pernapasan
Efek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap
respirasi telah dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan
kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadap
kedalaman anestesia. Zat-zat anestetik intravena dan abar (volatile) serta
opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respons terhadap
CO2. Respon ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat
abar trikloretilen meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau
hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang
kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas,
12
terjadilah napas cepat dan dalam (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia
atau hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat
kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat napas,
terjadilah napas dangkal dan lambat (hipoventilasi).
Induksi anestesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional
(functional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma
keatas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Menggigil pasca
anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat, mukosa
jalan napas mudah terangsang, produksi lendir meningkat, darahnya
mengandung HbCO kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat O2
menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardia dan
hipertensi.
Dalam kondisi normal hanya O2 yang diambil paru dan tidak ada
ambilan terhadap nitrogen. Bila ada gas kedua yang diabsorbsi dengan
cepat, seperti N2O masuk kedalam paru kemudian ambilan gas ini
memiliki efek mengkonsentrasikan gas-gas yang tetap berada dalam
alveoli. Efek terhadap O2 tidak memiliki kepentingan klinis, tetapi
peningkatan kadar zat-zat anestetik abar (volatile) akan mempercepat
induksi anesthesia. Kebalikannya bila pemberian N2O dihentikan, eliminasi
gas ini akan mengencerkan gas-gas dalam alveoli dan akan menyebabkan
hipoksemia jika tidak diberikan tambahan O2.
Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan
pusat pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Efek ini dapat
dibalikkan dengan menggunakan naloxone. Zat - zat anestetik abar
(volatile)dapat menekan pusat pernapasan dengan cara yang
sama.walaupun eter memiliki efek yang lebih kecil pada pernapasan
dibandingkan dengan zat-zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu
Alirah darah di paru-paru, hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi
yang tidak sebanding dan menurunkan efisiensi dari oksigenasi.
Nitrit oxide hanya mempunyai efek minor pada pernapasan. Efek
depresan dari opioid dan zat abar bersifat aditif dan monitoring ketat dari
pernapasan sangatlah penting, ketika oksigen tidak tersedia respirasi harus
selalu didukung selama proses anetesi berlangsung.
13
BAB III
KESIMPULAN
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, sebentar saja manusia tidak mendapat oksigen maka akan langsung fatal
akibatnya. Tidak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen
juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pemberian oksigen dapat
memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan
memperbaiki kualitas hidup. Oksigen ditransportasi dari udara yang kita hirup ke
tiap sel di dalam tubuh. Secara umum, gas bergerak dari area dengan konsentrasi
tinggi (atau tekanan) ke daerah dengan konsentrasi rendah (atau tekanan).
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam)
atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahankan
kelangsungan metabolisme sel sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat.
` `
Peningkatan kebutuhan oksigen biasanya disediakan oleh peningkatan
cardiac output. Jantung yang outputnya rendah, rendahnya kadar hemoglobin
(anemia) atau saturasi oksigen rendah akan mengakibatkan berkurangnya
pengiriman oksigen jaringan, kecuali ada perubahan kompensasi dalam salah satu
faktor lainnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Law, Robert & Henry Bukwirwa. 1999. The Physiology of Oxygen Delivery.
Anaesthesia, edition 10. (Diakses dari www.worldanaesthesia.org pada
tanggal 7 April 2016).
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical
Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007
3. Mc. Lellan, S.A. 2004. Oxygen delivery and haemoglobin. The Journal
Oxford of Anaesthesia. (diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/559763 pada tanggal 7 April 2016)
4. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,
Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2006, p. 791-811
5. Conte, Benjamin MD, etc. Perioperative Optimization of Oxygen Delivery.
2010. (Diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/730822_2 pada
tanggal 8 April 2016).
15
Top Related