8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 1/110
TB Anak Juknis
1 Juknis Manajemen TB Anak
PETUNJUK TEKNIS
MANAJEMEN TB ANAK
614.542
Ind
P
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2013
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 2/110
TB Anak Juknis
2 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 3/110
614.542
Ind
P
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2013
PETUNJUK TEKNIS
MANAJEMEN TB ANAK
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 4/110
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak.__
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013
ISBN 978-602-235-3436-9
1. Judul
I. TUBERCULOSIS – PREVENTION AND CONTROL
II. CHILD HEALTH SERICES III. COMMUNICABLE DISEASE
614.542
Ind
P
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 5/110
TB Anak Juknis
i Juknis Manajemen TB Anak
KATA PENGANTAR
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda
dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat
ini sangat pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB
setiap tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB
yang ternotiikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11
%, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan
kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%.
Untuk menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan
tingkat global. TB pada anak saat ini merupakan salah satu komponen penting
dalam pengendalian TB, dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi,
salah satunya adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab
utama kematian pada anak dan bayi di negara endemis TB.
Penatalaksanaan kasus TB pada anak merupakan upaya komprehensif,yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan penyusunan buku Panduan
Manajemen dan Tatalaksana TB Anak yang diharapkan dapat menjembatani
ketiga aspek tersebut.
Buku panduan ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan seluruh Fasilitas
Pelayanan Kesehatan baik Puskesmas, Balai Kesehatan Paru Masyarakat,
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Parusampai Rumah Sakit untuk mempermudah petugas di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dalam melakukan tatalaksana TB pada anak.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 6/110
TB Anak Juknis
ii Juknis Manajemen TB Anak
Akhirnya kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada tim
penyusun dan narasumber serta berbagai pihak yang telah berkontribusidalam penyusunan petunjuk teknisg ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak terkait, khususnya dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Jakarta, Nopember 2013
Direktur Jenderal PP & PL
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
NIP 195509031980121001
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 7/110
TB Anak Juknis
iii Juknis Manajemen TB Anak
KATA SAMBUTAN
Ketua Kelompok Kerja Nasional Tuberkulosis Anak
Assalamu’alaikum wr.wb
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan
TB paru orang dewasa. Masalah yang dihadapi pada TB anak adalah masalah
diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala dan tanda TB anak sering tidakkhas, sehingga perlu ketelitian dalam anamnesis dan pemeriksaan isik.
Populasi basil TB paru anak sangat sedikit (paucibacillary) sehingga
sulit mendapatkan basil TB untuk konirmasi diagnosis TB. Mendiagnosis TB
pada anak membutuhkan anamnesis dan analisis yang teliti, adanya kontak
dengan TB dewasa aktif, pemeriksaan isik dan penunjang lainnya seperti uji
kulit tuberkulin dan foto rontgen. Dengan menganalisis hasil pemeriksaan
yang teliti dapat dihindari overdiagnosis atau underdiagnosis TB anak. Dosisobat anti Tuberkulosis pada anak relatif lebih tinggi daripada dewasa karena
perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik.
Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat
maka akan meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak
yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
Buku petunjuk teknis ini diharapkan dapat dipakai di berbagai tingkat
fasilitas pelayanan kesehatan dan dapat membantu dalam diagnosis TB anak
dan pengobatannya. Buku ini dapat digunakan oleh mahasiswa kedokteran,
dokter umum dan dokter spesialis.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 8/110
TB Anak Juknis
iv Juknis Manajemen TB Anak
Kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang
telah membantu terbitnya buku ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Nopember 2013
Ketua Kelompok Kerja Nasional
Tuberkulosis Anak (Pokja TB Anak)
Nastiti N. Rahajoe, Dr, SpA(K)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 9/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 10/110
TB Anak Juknis
vi Juknis Manajemen TB Anak
Dr. Anastasia Tri Yuli Susanti : Pengelola Program TB Prov Jateng
Dr. Fify Mulyani : Pengelola Program TB Prov DKI JakartaAnita Nur Fajri, SKM, MKes : Pengelola Program TB Prov Jabar
Eneng Nuraini, SKM : Pengelola Program TB Prov Banten
Dr. Hari Basuki : Master Trainer TB
Dr. HD Djamal : Master Trainer TB
Dr. Setiawan Jati Laksono : WHO
Dr Maria Regina Loprang : WHO
Drg. Endang Nuraini : KNCV
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 11/110
TB Anak Juknis
vii Juknis Manajemen TB Anak
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
KATA SAMBUTAN ............................................................................................................ iii
DAFTAR KONTRIBUTOR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Epidemiologi ...................................................................................... 1
B. Patogenesis ......................................................................................... 2BAB II DIAGNOSIS TB PADA ANAK ................................................................... 7
A. Penemuan Pasien TB Anak ........................................................... 7
B. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak ........... 8
C . Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring ................ 11
D . Tuberkulosis Anak Dalam Keadaan Khusus ......................... 16
E . Klasiikasi dan Deinisi Kasus TB anak ................................... 24
BAB III PENGOBATAN TB ANAK ......................................................................... 27
A. Paduan OAT Anak ............................................................................. 27
B. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak ....................... 31
BAB IV MANAJEMEN TUBERKULOSIS PERINATAL .................................... 34
BAB V MANAJEMEN TB HIV PADA ANAK ...................................................... 39
BAB VI MANAJEMEN TB RESISTEN OBAT PADA ANAK ............................ 44
A. Deinisi .................................................................................................. 44
B. Diagnosis TB MDR pada anak ..................................................... 44
C. Prinsip penatalaksanaan TB MDR pada anak ...................... 45
D. Alur Tata Laksana Anak yang diobati TB MDR dan HIV .. 48
BAB VII PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PADA ANAK ................................. 49
A. Vaksinasi BCG pada Anak .............................................................. 49
B. Skrining dan Manajemen Kontak ............................................. 50
C. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid .......................... 52
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 12/110
TB Anak Juknis
viii Juknis Manajemen TB Anak
BAB VIII PENCATATAN, PELAPORAN DAN INDIKATOR TB ANAK ......... 54
BAB IX PERAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI FASILITAS PELAYANANKESEHATAN DALAM TATALAKSANA TB ANAK ............................ 66
BAB X PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB ..................... 71
BAB XI DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74
Lampiran 1. Pelaksanaan Uji Tuberkulin ............................................................ 75
Lampiran 2 Pengambilan Sampel pada Anak ..................................................... 80
Lampiran 3 Perhitungan status gizi pada anak ................................................. 85
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 13/110
TB Anak Juknis
1 Juknis Manajemen TB Anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
Epidemiologi Tuberkulosis adalah rangkaian gambaran informasi
yang menjelaskan beberapa hal terkait orang, tempat, waktu dan
lingkungan. Secara sistematis dan informatif menguraikan sejarah
penyakit tuberkulosis, prevalens tuberkulosis, kondisi infeksi tuberkulosis
dan cara/ risiko penularan serta upaya pencegahannya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBmenyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak
adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
Cara Penularan:
• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa
maupun anak.
• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya,
kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan,
lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada
pasien TB dengan BTA negatif.
• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
Besaran masalah TB Anak • Tuberkulosis anak merupakan faktor
penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari
15 tahun adalah 40−50% dari jumlah
seluruh populasi (Gambar ).
Jumlah populasi berdasarkan usia
(IJTLD 2004; 8:627−9).
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 14/110
TB Anak Juknis
2 Juknis Manajemen TB Anak
• Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun
• 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anakmeninggal setiap tahun akibat TB
• Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya
alat diagnostik yang “child-friendly ” dan tidak adekuatnya sistem
pencatatan dan pelaporan kasus TB anak.
• Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak
negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.
• Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anakdi antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian
menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila
dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari
1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun,
dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih
tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB
anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan
tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
B. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi
TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya
sangat kecil (<5 µm), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus..
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesiik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesiik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidakseluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian
kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang
biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 15/110
TB Anak Juknis
3 Juknis Manajemen TB Anak
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyaisaluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inlamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus
(perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer ( primary
complex ).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknyakompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang
cukup untuk merangsang respons imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TBterbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB
baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas
selular spesiik (cellular mediated immunity , CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru
biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk ibrosis
atau kalsiikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami ibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 16/110
TB Anak Juknis
4 Juknis Manajemen TB Anak
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesardan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran
normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inlamasi yang
berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinlasi di segmen
distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi
total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inlamasidan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk istula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadipenyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yangmempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan
kelenjar limfe superisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di
sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula
dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus
Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 17/110
TB Anak Juknis
5 Juknis Manajemen TB Anak
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam
darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi
infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman
TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host )
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita)
terutama di bawah dua tahun.Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di
dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah
besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis,
sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 18/110
TB Anak Juknis
6 Juknis Manajemen TB Anak
*1)
*4)
*Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread ).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi
yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 19/110
TB Anak Juknis
7 Juknis Manajemen TB Anak
BAB II
DIAGNOSIS TB PADA ANAK
A. Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah
atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular
adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA
positif dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan
kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan
pada bab proilaksis TB pada anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang
paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa
gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan
bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesiik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 20/110
TB Anak Juknis
8 Juknis Manajemen TB Anak
Gejala klinis spesifik terkait organ
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yangterkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan
kulit, adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.3. Tuberkulosis sistem skeletal:
• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis liktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
B. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian
yang cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya
penyakit menular yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab
TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum,
bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 21/110
TB Anak Juknis
9 Juknis Manajemen TB Anak
langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan
biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukanpemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan
tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana
diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat
Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode
serologi untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan mikrobiologik sulit
dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen. Spesimen
dapat berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung
selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan
penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi(PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang khas.
Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia
langhans dan atau kuman TB.
Perkembangan Terkini Diagnosis TB
Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk
meningkatkan ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan
biakan dengan metode cepat yaitu penggunaan metode cair, molekular
(LPA=Line Probe Assay ) dan NAAT=Nucleic Acid Amplification Test) (misalnyaXpert MTB/RIF). Metode ini masih terbatas digunakan di semua negara
karena membutuhkan biaya mahal dan persyaratan laboratorium tertentu.
WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah
mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert
MTB/RIF. Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan
Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak,
dan dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada anak ada beberapa
kondisi tertentu yaitu tersedianya teknologi ini. Saat ini data tentang
penggunaan Xpert MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yanglebih baik dari pemeriksaan mikrokopis, tetapi sensitivitasnya masih lebih
rendah dari pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert
MTB/RIF yang negatif tidak selalu menunjukkan anak tidak sakit TB.
Cara Mendapatkan sampel pada Anak
1. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 22/110
TB Anak Juknis
10 Juknis Manajemen TB Anak
mampu mengeluarkan dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif
lebih tinggi pada anak >5 tahun.2. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada
anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
3. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung,
terutama apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa
dikerjakan secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatanyang memadai untuk melaksanakan metode ini.
Secara lebih lengkap metode ini dijelaskan pada lampiran.
Berbagai penelitian menunjukkan organ yang paling sering berperan
sebagai tempat masuknya kuman TB adalah paru karena penularan TB
sebagai akibat terhirupnya kuman M.tuberculosis melalui saluran nafas
(inhalasi). Atas dasar hal tersebut maka baku emas cara pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis TB adalah dengan cara menemukan kuman
dalam sputum. Namun upaya untuk menemukan kuman penyebab TB pada
anak melalui pemeriksaan sputum sulit dilakukan oleh karena sedikitnya
jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.
Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab TB anak dapat
dilakukan penegakan diagnosis TB anak dengan memadukan gejala klinis
dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak erat
dengan pasien TB menular merupakan salah satu informasi penting untuk
mengetahui adanya sumber penularan. Selanjutnya, perlu dibuktikan
apakah anak telah tertular oleh kuman TB dengan melakukan uji tuberkulin.
Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi hipersensitiitas
terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara tidaklangsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam
tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin
positif) belum tentu menderita TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya
tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman TB. Bila
daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien tersebut secara klinis akan
tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun
apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan
kuman, maka anak akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 23/110
TB Anak Juknis
11 Juknis Manajemen TB Anak
klinis maupun radiologis. Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak
spesiik, karena gambarannya dapat menyerupai gejala akibat penyakitlain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian dalam menilai gejala klinis
pada pasien maupun hasil foto toraks.
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan
melakukan uji tuberkulin/mantoux test . Tuberkulin yang tersedia di
Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute
Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji tuberkulin belum tersedia
di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Cara melaksanakan uji tuberkulin
terdapat pada lampiran.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan
foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena
juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan
foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali
gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang
TB adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa iniltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto torakslateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsiikasi dengan iniltrat
h. Tuberkuloma
C . Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring
Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik
dapat dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik
yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal
sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji
coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes
dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk
mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 24/110
TB Anak Juknis
12 Juknis Manajemen TB Anak
pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan
agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaanpenunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai
berikut:
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular
mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB
dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil
pengobatan secara cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon
klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan
apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 25/110
TB Anak Juknis
13 Juknis Manajemen TB Anak
Sistem skoring ( scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang
TB di fasyankesParameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak
jelas
- Laporan keluarga,
BTA (-) / BTA tidak
jelas/ tidak tahu
BTA (+)
Uji tuberkulin
(Mantoux)
Negatif - - Positif (≥10 mm
atau ≥5 mm pada
imunokompromais)
Berat Badan/
Keadaan Gizi
- BB/TB<90% atau
BB/U<80%
Klinis gizi buruk
atau BB/TB<70%atau BB/U<60%
-
Demam yang
tidak diketahui
penyebabnya
- ≥2 minggu - -
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran kelenjar
limfe kolli, aksila,
inguinal
- ≥1 cm, lebih dari 1
KGB, tidak nyeri
- -
Pembengkakantulang/sendi panggul,
lutut, falang
- Ada pembengkakan - -
Foto toraks Normal/
kelainan
tidak jelas
Gambaran sugestif
(mendukung) TB
- -
Skor Total
Gambar Alur diagnosis dan tatalaksana TB Anak di Puskesmas
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 26/110
TB Anak Juknis
14 Juknis Manajemen TB Anak
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan:1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
Kejang, kaku kuduk
Penurunan kesadaran
Kegawatan lain, misalnya sesak napas
Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada
bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa
diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status
gizi untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes,
sedangkan untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000(lihat lampiran).
Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi
selama 1 bulan.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik
setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa iniltrat,
atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsiikasi dengan
iniltrat, tuberkuloma.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter,
pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas
kesehatan terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan
tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 27/110
TB Anak Juknis
15 Juknis Manajemen TB Anak
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, makadilakukan observasi atau diberi INH proilaksis tergantung dari umur
anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada
TB anak
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka
dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauandilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis,
maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas
(uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi
dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB
dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS.
Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 28/110
TB Anak Juknis
16 Juknis Manajemen TB Anak
Algoritma Tatalaksana TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 29/110
TB Anak Juknis
17 Juknis Manajemen TB Anak
D . Tuberkulosis Anak Dalam Keadaan Khusus
Sebagian besar kasus TB anak adalah kasus TB paru dengan lesiminimal dengan gejala klinis yang ringan, tidak mengancam kehidupan
ataupun menimbulkan kecacatan. Pada beberapa kasus, dapat muncul
gejala klinis yang berat seperti TB meningitis, TB milier, dll.
Tingkat layanan primer dengan fasilitas terbatas, mungkin tidak mampu
melakukan diagnosis dan tatalaksana pasien TB dengan gejala klinis yang
berat. Dokter dan petugas layanan primer harus mampu mengenali gejala
awal TB dengan gejala klinis yang berat dan mengetahui waktu yang tepat
untuk merujuk. Sehubungan dengan itu, akan diuraikan secara ringkas,
hal- hal yang penting untuk pengenalan dan tatalaksana awal kasus TB
dengan gejala klinis yang berat pada anak. Pelayanan kesehatan sekunder
wajib mencatat kasus TB dengan gejala klinis yang berat ini sesuai dengan
Program Nasional Pengendalian TB
1. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena
sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat
paucibacillary (kuman sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman
TB pada pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak.TB dengan konirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik dengan
pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.
TB anak yang sudah mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat
ditemukan hasil BTA positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan
pada dewasa. Hal ini biasa terjadi pada anak usia remaja awal. Anak
dengan BTA positif ini memiliki potensi untuk menularkan kuman M
tuberculosis kepada orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu pada anak
terutama dengan gejala utama batuk dan dapat mengeluarkan dahak
sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis.
Selain itu apabila memungkinkan, spesimen untuk pemeriksaan
laboratorium dapat diperoleh melalui aspirasi dahak, bilasan lambung
atau induksi sputum,
Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan pada tahun
2011, prosentase kasus TB BTA positif pada anak 0-14 tahun adalah
6,3 % dari seluruh kasus TB anak, angka ini meningkat dari tahun 2010
yaitu sebesar 5,3%.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 30/110
TB Anak Juknis
18 Juknis Manajemen TB Anak
2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB padaSistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan
TB dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau
meninggalkan gejala sisa pada anak.
Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama, sakit kepala,
diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun khususnya jika
terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA
positif. Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis
dengan sistem skoring tidak direkomendasikan.
Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan
isik dan dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta
pengambilan cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila didapatkan
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah-muntah dan
edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI,
untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti hidrosefalus. Apabila
keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati masa kritis, maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis
berat dan merupakan 3—7% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier terjadi
oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa
ke seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara
kasat mata pada foto torak. Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu1. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
2. status imunologis pasien (nonspesiik dan spesiik), seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama
3. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi).
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 31/110
TB Anak Juknis
19 Juknis Manajemen TB Anak
Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai
sesak nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadihipoksia, pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai
gangguan fungsi organ, serta syok.
Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 2—3 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat
khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di
seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang
hampir seragam (1—3 mm).
Jika dokter dan petugas di fasyankes primer menemukan kasus dengan
klinis diduga TB milier, maka wajib dirujuk ke RS rujukan. Diagnosis
ditegakkan melalui rewayat kontak dengan pasien TB BTA positif, gejala
klinis dan radiologis yang khas. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan
pungsi lumbal walaupun belum timbul kejang atau penurunan kesadaran.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya
demam setelah 2—3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan,
perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan berat badan.
Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilangdalam 5—10 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan
sampai beberapa bulan. Pasien yang sudah dipulangkan dari RS dapat
melanjutkan pengobatan di fasyankes primer.
4. Tuberkulosis Tulang/ Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi
berkisar 1—7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah:
tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi
lutut (gonitis).
Gejala dan tanda spesiik spesiik berupa bengkak, kaku, kemerahan,
dan nyeri pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa
ditemukan gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna
benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan
abses dingin. Kelainan neurologis terjadi pada keadaan spondilitis yang
lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai tatalaksananya
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 32/110
TB Anak Juknis
20 Juknis Manajemen TB Anak
Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang
dan kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakandi daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang
ditemukan atroi otot paha dan betis.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi, CT scan
dan MRI. Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada derajat
kerusakan sendi atau tulangnya. Pada kelainan minimal umumnya
dapat kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat
menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.
5. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superisial, yang disebut dengan skrofula,
merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling sering
terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus
timbul 6—9 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa
kasus dapat timbul bertahun-tahun kemudian. Lokasi pembesaran
kelenjar limfe yang sering adalah di servikal anterior, submandibula,
supraklavikula, kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau daerah aksila.
Kelenjar limfe biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal
penyakit. Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras, discrete,dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering teriksasi pada jaringan
di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral,
tetapi infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah
dada dan leher-bawah saling bersilangan. Uji tuberkulin biasanya
menunjukkan hasil positif, Gambaran foto toraks terlihat normal.
Diagnosis deinitif memerlukan pemeriksaan histologis dan
bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat dilakukan di
fasilitas rujukan.
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga pleura.
Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi
pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan dalam 2
bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai
; (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang gagal
mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai batuk
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 33/110
TB Anak Juknis
21 Juknis Manajemen TB Anak
nonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral (95%). Pasien
juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang hebat. Pemeriksaanfoto toraks dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi pleura hampir selalu
terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya. Untuk
diagnosis deinitif dan terapi, pasien ini harus segera dirujuk.
Penunjang diagnostik yang dilakukan di fasilitas rujukan adalah
analisis cairan pleura, jaringan pleura dan biakan TB dari cairan pleura.
Drainase cairan pleura dapat dilakukan jika cairan sangat banyak.
Penebalan pleura sebagai sisa penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.
7. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas
dan paling sering dijumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat
penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB.
Manifestasi klinis skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak.
Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis,
submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher. Selain itu,
skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau trunkus tubuh, yang
disebabkan oleh TB tulang dan sendi.
Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau iniltrat
subkutan dalam yang keras ( firm), berwarna merah kebiruan, dan
tidak menimbulkan keluhan (asimtomatik). Iniltrat kemudian meluas/
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy ). Selanjutnya
mengalami pencairan, luktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan
kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa, dasar yang
bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted ),
berwarna kebiruan, disertai istula dan nodul granulomatosa yang
sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriksberupa pita/benang ibrosa padat, yang membentuk jembatan di
antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan,
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan ibrosis padat, sinus
yang mengeluarkan cairan, serta massa yang luktuatif.
Diagnosis deinitif adalah biopsi aspirasi jarum halus/ BAJAH/ fine
needle aspiration biopsy =FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka (open
biopsy ). Pada pemeriksaan tersebut dicari adanya M. tuberculosis
dengan cara biakan dan pemeriksaan histopatologis jaringan. Hasil PA
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 34/110
TB Anak Juknis
22 Juknis Manajemen TB Anak
dapat berupa granuloma dengan nekrotik di bagian tengahnya, terdapat
sel datia Langhans, sel epiteloid, limfosit, serta BTA.Tatalaksana pasien dengan TB kulit adalah dengan OAT dan tatalaksana
lokal/topikal dengan kompres atau higiene yang baik.
8. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di
peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar. M
tuberculosis sampai ke organ tersebut secara hematogen ataupun penjalaran
langsung. Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai,
yaitu sekitar 1—5% dari kasus TB anak. Umumnya terjadi pada dewasa
dengan perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1).
Pada peritonium terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan yang
dapat membentuk satu kesatuan (konluen). Pada perkembangan
selanjutnya, omentum dapat menggumpal di daerah epigastrium
dan melekat pada organ-organ abdomen, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan obstruksi usus. Di lain pihak, kelenjar limfe yang
terinfeksi dapat membesar, menyebabkan penekanan pada vena porta
dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.
Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul gejala klinisumum TB anak. Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukannya massa
intraabdomen dan adanya asites. Kadang-kadang ditemukan fenomena
papan catur, yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya massa
yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada obstruksi
usus dan asites.
Tuberkulosis hati jarang ditemukan, hasil penyebaran hematogen
melalui vena porta atau jalur limfatik, yaitu rupturnya kelenjar limfe
porta hepatik yang membawa M. tuberculosis ke hati. Lesi TB di hati
dapat berupa granuloma milier kecil (tuberkel). Granuloma dimulai
dengan proliferasi fokal sel Kupffer yang membentuk nodul kecil sebagai
reaksi terhadap adanya M. tuberculosis dalam sinusoid hati. Makrofag
dan basil membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, sel
datia Langhans (makrofag yang bersatu), dan limfosit T.
Diagnosis pasti TB abdomen dilaksanakan di fasyankes rujukan.
Beberapa pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan adalah foto polos
abdomen, analisis cairan asites dan biopsi peritoneum. Pada keadaan
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 35/110
TB Anak Juknis
23 Juknis Manajemen TB Anak
obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi.
9. Tuberkulosis Mata Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea,
sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis liktenularis (KF).
Keratokonjungtivitis liktenularis adalah penyakit pada konjungtiva dan
kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inlamasi
yang disebut likten pada daerah limbus, disertai hiperemis di sekitarnya.
Umumnya ditemukan pada anak usia 3—15 tahun dengan faktor risiko
berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia,
dan dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB.
Untuk menyingkirkan penyebab stailokokus, perlu dilakukan usap
konjungtiva.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah untuk mencari
penyebabnya seperti uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, dan
pemeriksaan feses. Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus
fasikuler, parut kornea, dan perforasi kornea. Penggunaan kortikosteroid
topikal mempunyai efek yang baik tetapi dapat menyebabkan glaukoma
dan katarak.10. Tuberkulosis Ginjal
Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya
bertahun-tahun. TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen.
Fokus perkijuan kecil berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan
kuman TB ke dalam tubulus. Massa yang besar akan terbentuk dekat
dengan korteks ginjal, yang mengeluarkan kuman melalui istula ke
dalam pelvis ginjal. Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke ureter,
prostat, atau epididimis.
Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal,
hanya ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis. Disuria,
nyeri pinggang atau nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat
terjadi sesuai dengan berkembangnya penyakit.
Superinfeksi dengan kuman lain, yang sering kali menyebabkan gejala
yang lebih akut, dapat memperlambat diagnosis TB sebagai penyakit
dasarnya. Hidronefrosis atau striktur ureter dapat memperberat
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 36/110
TB Anak Juknis
24 Juknis Manajemen TB Anak
penyakitnya. BTA dalam urine dapat ditemukan. Pielograi intravena
(PIV) sering menunjukkan massa lesi, dilatasi ureter-proksimal, fillingdefect kecil yang multipel, dan hidronefrosis jika ada striktur ureter.
Sebagian besar penyakit terjadi unilateral. Pemeriksaan pencitraan lain
yang dapat digunakan adalah USG dan CT scan.
Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian OAT juga
dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang terjadi. Apabila
diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT
selama 4—6 minggu.
11. Tuberkulosis Jantung
Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah perikarditis
TB, tetapi hanya 0,5—4% dari TB anak. Perikarditis TB biasanya terjadi
akibat invasi kuman secara langsung atau drainase limfatik dari kelenjar
limfe subkarinal.
Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris, lesu, dan BB turun.
Nyeri dada jarang timbul pada anak. Dapat ditemukan friction rub dan
suara jantung melemah dengan pulsus paradoksus. Terdapat cairan
perikardium yang khas, yaitu seroibrinosa atau hemoragik. Basil
Tahan Asam jarang ditemukan pada cairan perikardium, tetapi kulturdapat positif pada 30—70% kasus. Hasil kultur positif dari biopsi
perikardium yang tinggi dan adanya granuloma sering menyokong
diagnosis TB jantung. Selain OAT diberikan juga kortikosteroid.
Perikardiotomi parsial atau komplit dapat diperlukan jika terjadi
penyempitan perikard.
E . Klasifikasi dan Definisi Kasus TB anak
Beberapa istilah dalam deinisi kasus TB anak:• Terduga pasien TB anak: setiap anak dengan gejala atau tanda mengarah
ke TB Anak
• Pasien TB anak berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis:
adalah pasien TB anak yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya
positif dengan pemeriksaan mikroskopis langsung atau biakan atau
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Pasien TB
paru BTA positif masuk dalam kelompok ini.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 37/110
TB Anak Juknis
25 Juknis Manajemen TB Anak
• Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak
yang TB yang tidak memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapatpengobatan TB berdasarkan kelainan radiologi dan histopatologi sesuai
gambaran TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah Pasien
TB Paru BTA negatif, Pasien TB dengan BTA tidak diperiksa dan
Pasien TB Ekstra Paru.
Penentuan klasiikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal
berikut:
• Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala
hanya pembesaran kelenjar tidak selalu menderita TB Ekstra Paru.
Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru diklasiikasikan
sebagai TB paru• Riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Baru
Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 28
dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai deinisi di
atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru.
b. Pengobatan ulang
Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan
OAT lebih dari 1 bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaanbakteriologis sesuai deinisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau
ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan sebelumnya, anak dapat
diklasiikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien yang diobati
kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
• Berat dan ringannya penyakit
a. TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 38/110
TB Anak Juknis
26 Juknis Manajemen TB Anak
b. TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan
berat atau kematian, misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulangdan sendi, TB abdomen, termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA
positif, TB resisten obat, TB HIV.
• Status HIV
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB pada
daerah endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan
pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasiikasikan sebagai:
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahuid. HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV
diklasiikasikan sebagai HIV expose, sampai terbukti HIV negatif.
Apabila hasil pemeriksaan HIV menunjukkan hasil negatif pada
anak usia < 18 bulan, maka status HIV perlu diperiksa ulang setelah
usia > 18 bulan.
• Resistensi Obat
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M.
tuberculosis terhadap OAT terdiri dari:
a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama.
b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT
lini pertama lainnya.
d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan
resistan terhadap salah satu OAT golongan luorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu
Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT
lain yang dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang sesuai,
pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan cepat. Termasuk
dalam kelompok ini adalah setiap resistansi terhadap rifampisin
dalam bentuk Monoresistance, Polydrug Resistance, MDR dan XDR.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 39/110
TB Anak Juknis
27 Juknis Manajemen TB Anak
BAB III
PENGOBATAN TB ANAK
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan)
dan proilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan proilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (proilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (proilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.• Pemberian gizi yang adekuat.
• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
A. Paduan OAT Anak
Prinsip pengobatan TB anak:
• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif,
diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap
hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering
terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.
• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-
lain dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis
TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 40/110
TB Anak Juknis
28 Juknis Manajemen TB Anak
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lamapemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh
dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan
pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inlamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.
• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obatKombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Skema Panduan OAT Anak
Catatan : Mengacu kepada upaya Program Nasional Pengendalian TB,
setelah pemberian pengobatan selama 6 bulan, dapat dilaporkan sebagai
pasien dengan hasil akhir : Pengobatan Lengkap.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 41/110
TB Anak Juknis
29 Juknis Manajemen TB Anak
Tabel . Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya
Nama Obat
Dosis harian
(mg/kgBB/
hari)
Dosis
maksimal
(mg /hari)
Efek samping
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitis
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal,
reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan
enzim hati, cairan tubuh
berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia,
gangguan gastrointestinal
Etambutol (E) 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta warna
merah hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 42/110
TB Anak Juknis
30 Juknis Manajemen TB Anak
• Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap
sesuai dengan tabel tabel berikut ini:
JenisFase
intensif
Fase
lanjutanPrednison Lama
TB Ringan 2HRZ 4HR - 6 bulan
Efusi pleura TB 2 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
TB BTA positif 2HRZE 4HR -
TB paru dengan
tanda-tanda
kerusakan luas:
2HRZ+E
atau S
7-10HR 4 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
9-12
bulan
TB milier
TB + destroyed lung
Meningitis TB 10HR 4 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
12 bulan
Peritonitis TB 2 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
Perikarditis TB 2 mgg dosis penuh-
kemudian tappering off
Skeletal TB -Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu
paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk
anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel . Dosis kombinasi pada TB anak
Berat badan
(kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150)
4 bulan
(RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 43/110
TB Anak Juknis
31 Juknis Manajemen TB Anak
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
• Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
• Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
• OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
• Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat
tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
B. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak
Pemantauan pengobatan pasien TB Anak
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihatkepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada
fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan,
respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan
baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan
meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon
pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6
bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka
pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana
yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis,bukan untuk menilai hasil pengobatan.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain
seperti foto toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai
pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang
positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 44/110
TB Anak Juknis
32 Juknis Manajemen TB Anak
dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan
dan pasien dinyatakan selesai.Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan
pengobatan pasien TB BTA pos.
Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan
asupan piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka
dapat diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/
hari direkomendasikan diberikan pada
• bayi yang mendapat ASI eksklusif,
• pasien gizi buruk,
• anak dengan HIV positif.
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku
Pedoman Nasional Pengendalian TB.
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan terapi.
• Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan
di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali
mulai dari awal.
• Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di
fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatansampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan
risiko terjadinya TB kebal obat.
Pengobatan ulang TB anak
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali
dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 45/110
TB Anak Juknis
33 Juknis Manajemen TB Anak
benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebihcermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil pemeriksaan
dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasiikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak
dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 46/110
TB Anak Juknis
34 Juknis Manajemen TB Anak
BAB IV
MANAJEMEN TUBERKULOSIS PERINATAL
Pengelolaan neonatus dari ibu sakit TB
Kehamilan akan meningkatan risiko berkembangnya TB aktif pada
wanita yang sebelumnya terinfeksi, terutama pada trimester terakhir atau
pada periode awal pasca-natal. Kejadian TB pada ibu hamil meningkat secara
bermakna, sejak awal epidemi HIV. Sekitar 2% dari ibu hamil yang terinfeksi
HIV didiagnosis dengan TB, dan TB merupakan penyebab utama kematian ibu
di daerah endemik TB HIV. Peningkatan risiko untuk bayi yang baru lahir dari
ibu dengan TB dan TB/ HIV meliputi :
• infeksi dan penyakit TB
• transmisi HIV dari ibu-ke-bayi
• lahir prematur dan berat badan lahir rendah
• kematian peri-natal dan neonatus
• menjadi yatim piatu
Pengelolaan TB pada kehamilanTB sering tidak terdiagnosis pada ibu sebelum neonatusnya dicurigai
atau terbukti TB. Manifestasi klinis TB pada kehamilan hampir sama bila
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil dengan bentuk paling umum
yaitu TB paru. TB diseminata terjadi pada 5-10% dari wanita hamil yang
menderita TB, dan ini adalah risiko utama untuk terjadinya perinatal TB.
Oleh karena itu, semua wanita hamil di daerah endemik TB/HIV harus
ditapis untuk gejala TB. Sama pentingnya untuk wanita hamil yang diduga
TB harus dites HIV. Jika TB didiagnosis, terapi harus dimulai segera untuk
mencegah penularan dan mencegah kematian. Ibu hamil yang terinfeksi HIV
dengan TB diobati dengan ART sesuai pedoman WHO. Ko-infeksi dengan TB
merupakan indikasi tambahan untuk dimulai ART. Waktu yang optimal untuk
memberikan ART tergantung pada jumlah CD4, toleransi terhadap pengobatan
TB dan faktor klinis lainnya. Intervensi untuk mencegah penularan HIV dari
ibu-ke-bayi disesuaikan dengan pedoman WHO.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 47/110
TB Anak Juknis
35 Juknis Manajemen TB Anak
TB neonatal
Ada 2 istilah pada TB neonatal yang harus dibedakan yaitu :
• TB kongenital : terjadi ketika neonatus tertular M tuberculosis saat
dalam rahim melalui penyebaran hematogen lewat vena umbilikal,
atau saat persalinan melalui aspirasi atau meminum cairan amnion
atau sekresi cervicovaginal yang terkontaminasi M tuberculosis. Gejala
TB kongenital biasanya muncul pada minggu pertama kehidupan dan
mortalitas TB kongenital tinggi.
• TB neonatal/TB perinatal : adalah ketika neonatus terinfeksi setelah
lahir dengan terpapar pada kasus TB BTA (+), yaitu biasanya ibu atau
kontak dekat lain. Penularan pascanatal terjadi secara droplet denganpatogenesis yang sama seperti TB pada anak.
Seringkali sulit membedakan antara TB kongenital dan TB neonatal/perinatal.
Neonatus yang terpapar TB dapat bergejala ataupun tidak. Gejala TB pada
neonatus mulai muncul minggu ke 2-3 setelah kelahiran. Gejala dan tanda
tidak spesiik, diagnosis sering terlambat oleh karena awalnya diduga sepsis.
Gejala awal seperti letargi, sulit minum, berat badan lahir rendah dan kesulitan
pertambahan berat badan. Tanda klinis lain meliputi distres pernapasan,
pneumonia yang sulit sembuh, hepatosplenomegali, limfadenopati, distensiabdomen dengan asites, atau gambaran sepsis neonatal dengan TB diseminata.
Diagnosis TB harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada infeksi
kronis neonatal yang berespon buruk terhadap terapi antimikroba, infeksi
kongenital, dan pneumoni atipikal. Petunjuk yang paling utama dalam diagnosis
TB pada neonatus yaitu riwayat ibu terinfeksi TB atau HIV. Poin utama pada
riwayat ibu meliputi pneumonia yang sulit membaik, kontak dengan kasus
indeks TB , dan riwayat pengobatan TB dalam 1 tahun terakhir.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada TB kongenital adalah
pemeriksaan M. tuberculosis melalui darah vena umbilikus dan plasenta. Padaplasenta sebaiknya diperiksa gambaran histopatologis dengan kemungkinan
adanya granuloma kaseosa dan BTA, bila perlu dilakukan kuretase endometrium
untuk mencari endometritis TB.
Manajemen neonatus asimptomatik yang terpapar terhadap ibu dengan TB
Setelah kelahiran, neonatus yang lahir dari ibu dengan suspek atau terbukti
TB, harus dipastikan apakah sakit TB atau tidak. Penting untuk menentukan
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 48/110
TB Anak Juknis
36 Juknis Manajemen TB Anak
tingkat infeksi ibu dan susceptibility terhadap obat TB melalui pemeriksaan
BTA dan biakan/ uji kepekaan. Tidak perlu memisahkan neonatus dari ibu jikaibu tidak memiliki MDR TB dan pemberian ASI dapat dilanjutkan. Imunisasi
BCG sebaiknya tidak diberikan dahulu, sampai status TB neonatus tersebut
diketahui. Imunisasi BCG juga sebaiknya tidak diberikan pada neonatus atau
bayi yang sudah dikonirmasi terinfeksi HIV.
Jika neonatus tersebut tidak memiliki gejala (asimtomatik), dan ibunya
terbukti TB yang sensitif dengan OAT, maka neonatus diberikan terapi
pencegahan dengan isoniazid (10mg/kg) selama 6 bulan. Neonatus harus
dipantau secara rutin setiap bulan, dan dievaluasi kemungkinan adanya gejala
TB untuk memastikan TB aktif tidak berkembang.
Pada akhir bulan ke 6, bila bayi tetap asimptomatik, pengobatan dengan
INH distop dan dilakukan uji tuberkulin. Jika uji tuberkulin negatif dan tidak
terinfeksi HIV, maka dapat diberikan BCG 2 minggu setelahnya, Akan tetapi
jika uji tuberkulin positif, harus dievaluasi untuk kemungkinan sakit TB.
Jika ibu terbukti tidak terinfeksi dan sakit TB, bayi harus diskrining TB.
Jika tidak ada bukti infeksi TB, maka bayi harus dipantau secara teratur untuk
memastikan penyakit TB aktif tidak berkembang.
Jika diagnosis sakit TB sudah dikonirmasi atau bayi menunjukkan tandaklinis sugestif TB, pengobatan harus dimulai oleh dokter spesialis anak.
Imunisasi BCG diberikan 2 minggu setelah terapi jika bayi tidak terinfeksi HIV.
Jika terinfeksi HIV, BCG tidak diberikan.
Neonatus yang lahir dari ibu yang MDR atau XDR-TB harus dirujuk ke ahli
untuk menangani masalah ini. Kontrol infeksi diperlukan untuk mengurangi
kemungkinan transmisi dari ibu ke anak yaitu dengan menggunakan masker.
Tatalaksana neonatus dengan sakit TBNeonatus sakit TB harus dirawat di ruang perinatologi atau NICU di
fasilitas rujukan. Pengobatan TB kongenital dan TB neonatal sama, dan harus
dilaksanakan oleh dokter yang berpengalaman dalam manajemen TB anak.
Harus dilakukan investigasi lengkap dari ibu dan neonatus. Foto toraks dan
pengambilan spesimen dari lokasi yang memungkinkan harus diambil, untuk
membuktikan diagnosis TB pada neonatus. Pemberian OAT harus dimulai pada
bayi yang kita curigai TB sambil menunggu konirmasi bakteriologis karena
TB berkembang dengan cepat pada neonatus.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 49/110
TB Anak Juknis
37 Juknis Manajemen TB Anak
Respon baik terhadap terapi dapat dilihat dari nafsu makan yang
meningkat, pertambahan berat badan dan perbaikan radiologis. Menyusui bayitetap dilakukan oleh karena risiko penularan M tuberculosis melalui ASI dapat
diabaikan. Demikian juga tentang OAT yang dikonsumsi ibu, hanya dieksresikan
dalam jumlah kecil, dan tidak terbukti dapat menginduksi resistensi obat.
Bayi tidak boleh dipisahkan dari ibu, oleh karena menyusui dapat diandalkan
menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup
neonatus dengan TB.
Gambar 4. Alur pengelolaan neonatus dan bayi dari ibu dengan TB aktif
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 50/110
TB Anak Juknis
38 Juknis Manajemen TB Anak
*Catatan
1) Diagnosis TB pada ibu dibuktikan secara klinis, radiologis danmikrobiologis. Bila ibu terdiagnosis TB aktif maka diobati dengan
OAT. Apabila memungkinkan, bayi tetap disusui langsung, tetapi ibu
harus memakai masker untuk mencegah penularan TB pada bayinya.
Pada ibu yang sangat infeksius (BTA positif), bayi dipisahkan sampao
terjadi konversi BTA sputum atau ibu tidak infeksius lagi, tetapi tetap
diberikan ASI yang dipompa. Pemeriksaan ulangan BTA pada ibu yang
memberikan ASI dilakukan 2 minggu setelah pengobatan. Dosis obat
TB yang ditelan ibu mencapai ASI dalam jumlah maksimal 25% dosis
terapeutik bayi.
2) Lakukan pemeriksaan plasenta (PA, makroskopik & mikroskopik), dan
darah v.umbilikalis (Mikrobiologi=BTA & biakan TB).
3) Klinis:
• Prematuritas, berat lahir rendah, distres pernapasan, hepato-
splenomegali, demam, letargi, toleransi minum buruk, gagal
tumbuh, distensi abdomen.
• Bila klinis sesuai sepsis bakterialis dapat diberikan terapi kombinasi.
4) Pemeriksaan penunjang :• Foto rontgen toraks dan bilas lambung
• Bila pada evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau ear
discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau PA
• Bila selama perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan
pemeriksaan USG abdomen, jika ditemukan lesi di hati, lanjutkan
dengan biopsi hati
5) Imunisasi BCG sebaiknya tidak diberikan dahulu. Setelah ibu dinyatakan
tidak infeksius lagi, maka dilakukan uji tuberkulin. Jika hasilnya negatif,
isoniazid dihentikan dan diberikan BCG pada bayi.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 51/110
TB Anak Juknis
39 Juknis Manajemen TB Anak
BAB V
MANAJEMEN TB HIV PADA ANAK
Meningkatnya prevalens HIV membawa dampak peningkatan risiko
paparan, progresivitas penyakit TB dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas akibat TB serta masalah TB lainnya, misalnya TB diseminata
(milier), TB Ekstra Paru, serta TB MDR. Fenomena ini dapat diamati pada
daerah sub sahara di Afrika yang mempunyai angka pasien HIV dan koinfeksi
TB cukup tinggi. Demikian pula dengan Indonesia, kecenderungan peningkatan
pengidap HIV positif, terutama dengan meningkatnya penggunaan narkoba,
akan meningkatkan insiden TB dengan masalah-masalah tertentu yang terjadipada pengidap HIV positif. Seperti halnya pada dewasa, pada awal infeksi HIV
saat imunitas masih baik tanda dan gejala TB tidak berbeda dengan anak tanpa
HIV.
Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering
ditemukan pada anak terinfeksi HIV dan menyebabkan peningkatan angka
kesakitan dan kematian pada kelompok tersebut. Besarnya angka kejadian
TB pada anak terinfeksi HIV sampai saat ini sulit diperoleh secara akurat.
Meningkatnya jumlah kasus TB pada anak terinfeksi HIV disebabkan tingginya
transmisi Mycobacterium tuberculosis dan kerentanan anak (CD 4 kurang dari
15%, umur di bawah 5 tahun). Meningkatnya kasus HIV pada orang dewasa
telah berdampak terhadap peningkatan jumlah anak yang terinfeksi HIV pada
umur yang rentan sehingga anak tersebut sangat mudah terkena TB terutama
TB berat (milier dan meningitis)
Infeksi HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis
dan tatalaksana TB pada anak menjadi lebih sulit karena faktor berikut :
1. Beberapa penyakit yang erat kaitannya dengan HIV, termasuk TB,
banyak mempunyai kemiripan gejala.2. Interpretasi uji tuberkulin kurang dapat dipercaya. Anak dengan kondisi
imunokompromais mungkin menunjukkan hasil negatif meskipun
sebenarnya telah terinfeksi TB.
3. Anak yang kontak dengan orangtua pengidap HIV dengan BTA sputum
positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal ini
terjadi, dapat tejadi kesulitan dalam tatalaksana dan mempertahankan
keteraturan pengobatan.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 52/110
TB Anak Juknis
40 Juknis Manajemen TB Anak
Tanpa konirmasi bakteriologis, diagnosis TB anak terutama berdasarkan
4 hal, yaitu : 1) kontak dengan pasien TB dewasa terutama yang BTA positif; 2)uji tuberkulin positif (>5 mm pada anak terinfeksi HIV); 3) gambaran sugestif
TB secara klinis (misalnya Gibbus) dan 4 ) gambaran sugestif TB pada foto
toraks 5) Respons terhadap OAT.
Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengeluarkan Permenkes 21 th
2013, semua pasien TB wajib ditawarkan untuk tes HIV melalui pendekatan
TIPK ( Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan)
World Health Organization merekomendasikan dilakukan pemeriksaan
HIV pada suspek TB maupun sakit TB. Kecurigaan adanya HIV pada penderita,
terutama:
a. Gejala-gejala yang menunjukkan HIV masih mungkin, yaitu infeksi
berulang (≥3 episode infeksi bakteri yang sangat berat (seperti
pneumonia, meningitis, sepsis dan sellulitis) pada 12 bulan terakhir),
bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati
generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang
menetap dan/atau berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster
(shingles), dermatitis HIV, penyakit paru supuratif yang kronik (chronic
suppurative lung disease).b. Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga
lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV, yaitu: otitis
media kronik, diare persisten, gizi kurang atau gizi buruk.
c. Gejala atau kondisi yang sangat spesiik untuk anak dengan infeksi HIV,
yaitu: PCP (Pneumocystis carinii pneumonia), kandidiasis esofagus, LIP
(lymphoid interstitial pneumonitis) atau Sarkoma Kaposi.
Skema permintaan HIV ini dinamakan Provider Initiated Testing and
Counseling /PITC atau Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan/
KTIPK tanpa melihat faktor risiko perilaku.
Mengingat adanya kondisi imunokompromais, cut-off point uji tuberkulin
pada pasien HIV diturunkan menjadi 5 mm, sehingga hasil indurasi 5 mm
saja pada uji tuberkulin sudah dikategorikan positif. Tuberkulosis paru pada
bayi dapat bermanifestasi secara akut. Oleh karena itu, jika ibu mengidap HIV
dan TB, adanya TB paru harus dipikirkan pada bayi yang tidak memberikan
respons terhadap antibiotik standar. TB paru sulit dibedakan dengan LIP yang
sering terjadi pada pasien dengan HIV berusia >2 tahun. Gejala khas LIP antara
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 53/110
TB Anak Juknis
41 Juknis Manajemen TB Anak
lain limfadenopati generalis dan simetris, pembesaran kelenjar parotis, dan
jari tabuh.Pengobatan TB HIV pada Anak
Tujuan pemberian OAT adalah mengobati pasien dengan efek samping
minimal, mencegah transmisi kuman dan mencegah resistensi obat. Saat ini,
paduan obat TB pada anak yang terinfeksi HIV yang telah disepakati WHO
(2011) adalah INH, Rifampisin, PZA dan Etambutol selama fase intensif 2 bulan
pertama dilanjutkan dengan minimal 4 bulan pemberian INH dan Rifampisin
selama fase lanjutan. Pada TB milier dan meningitis TB diberikan INH,
Rifampisin, PZA, Etambutol dan Streptomisin selama fase intensif selanjutnya
INH dan Rifampisin selama 10 bulan fase lanjutan.
Tambahan terapi yang direkomendasikan untuk pasien anak HIV dan TB
termasuk cotrimoxazole preventive therapy (CPT), antiretroviral therapy (ART)
dan suplementasi piridoksin dengan dosis 10 mg/hari serta pemberian nutrisi.
Kategori diagnostik TB pada penderita HIV Fase awal Fase lanjutan
TB ringan, TB paru BTA negatif, Limfadenitis TB 2RHZE RH (4-7 bulan)
TB tulang 2RHZE RH (10 bulan)
TB milier, TB meningitis 2RHZES RH (10 bulan)Pasien TB anak yang terinfeksi HIV mempunyai kecenderungan relaps
yang lebih besar dibanding anak yang tidak terinfeksi. Untuk mengatasi hal ini
maka pengobatan TB anak terinfeksi HIV diberikan lebih lama yaitu 9 bulan
sedangkan pada TB milier, meningitis TB dan TB tulang selama 12 bulan.
Mortalitas TB pada anak terinfeksi HIV lebih besar dibanding anak yang tidak
terinfeksi karena tingginya ko-infeksi oleh patogen lain, absorpsi dan penetrasi
OAT terhadap organ yang terkena pada anak terinfeksi HIV jelek, misdiagnosis,
kepatuhan kurang, malnutrisi berat dan imunosupresi berat.
Tatalaksana TB pada anak dengan HIV yang sedang atau akan mendapatkan
pengobatan antiretroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan memperhatikan
interaksi antara obat. Interaksi antara obat TB dan antiretroviral dapat
menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak efektif, serta
bertambahnya risiko toksisitas.
Rifampisin misalnya, obat ini berinteraksi dengan obat penghambat enzim
reverse transkriptase nonnukleosida (non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitor , NNRTI) dan pengambat enzim protease ( protease inhibitors: PI).
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 54/110
TB Anak Juknis
42 Juknis Manajemen TB Anak
Rifampisin menurunkan konsentrasi PI hingga 80% atau lebih, dan NNRTI
hingga 20—60%.Rekomendasi ART dapat diberikan bersamaan dengan rifampisin adalah
efavirenz (suatu NNRTI) ditambah 2 obat penghambat reverse transcriptase
nukleosida (nucleoside reverse transcriptase inhibitor , NRTI), atau ritonavir
(dosis yang dinaikkan) ditambah dua NRTI. Rekomendasi mengenai kombinasi
ini sering mengalami revisi sehingga harus disesuaikan dengan informasi
terbaru menurut CDC.
Reaksi simpang (adverse events) yang ditimbulkan oleh OAT hampir
serupa dengan yang ditimbulkan oleh obat antiretroviral, sehingga dokter
sulit membedakan ketika akan menghentikan obat yang menimbulkan reaksi.
Isoniazid dapat menyebabkan neuropati perifer, begitu juga dengan NRTI
(didanosine, zalcitabine, dan stavudine). Reaksi paradoks juga dapat terjadi jika
pengobatan terhadap TB dan HIV mulai diberikan pada waktu bersamaan.
Dosis OAT tidak memerlukan penyesuaian karena tidak dipengaruhi oleh
ARV. Pemberian ARV dapat dimulai bila anak telah mendapat OAT selama
minimal 2-8 minggu
Keadaan klinis dan imunologis anak dengan HIV harus diperhatikan untuk
menentukan hal-hal berikut:
• apakah pemberian OAT akan dimulai bersamaan dengan obat antiretroviral,
• apakah pemberian antiretroviral harus menunggu 2 bulan setelah
pemberian OAT dimulai, atau
• apakah pengobatan TB harus diselesaikan dahulu sebelum pemberian
antiretroviral dimulai.
Pada anak yang akan diberikan pengobatan TB ketika sedang mendapatkan
pengobatan antiretroviral, harus dilakukan evaluasi kembali terhadap
antiretroviral yang digunakan serta lamanya pengobatan TB dengan paduanOAT tanpa rifampisin.
Pemberian steroid untuk TB berat pada anak dengan HIV disesuaikan
dengan keadaan imunosupresi penderita.
Pemberian ART
Bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV dan terbukti terinfeksi HIV langsung
diberikan ART tanpa mempertimbangkan kadar CD4. Pada anak yang terinfeksi
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 55/110
TB Anak Juknis
43 Juknis Manajemen TB Anak
HIV, pemberian ART dimulai setelah pasien mendapat pengobatan TB selama
2-8 minggu (lebih disukai adalah 8 minggu) untuk mengurangi terjadinya IRIS(Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome) dan efek samping obat yang
saling tumpang tindih. Hal yang paling penting diperhatikan pada anak HIV
dengan TB adalah potensi interaksi obat terutama golongan NNRTI dengan
Rifampisin.
Pemilihan ARV dan pemantauan pengobatannya mengacu pada buku
Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Koinfeksi TB HIV
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK)
Beberapa IO (Infeksi Oportunistik) pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)
dapat dicegah dengan pemberian pengobatan proilaksis. Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan yaitu proilaksis primer dan proilaksis sekunder.
Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan untuk
mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang
ditujukan untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah
diderita sebelumnya
Berbagai penelitian telah membuktikan efektiitas PPK dalam menurunkan
angka kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut
dikaitkan dengan penurunan insidens infeksi oportunistik.
Pemberian PPK mengacu pada buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis
Koinfeksi TB HIV
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 56/110
TB Anak Juknis
44 Juknis Manajemen TB Anak
BAB VI
MANAJEMEN TB RESISTEN OBAT PADA ANAK
Kejadian TB resisten obat pada anak secara global masih belum pasti
karena kesulitan mendapatkan konirmasi bakteriologis pada anak. Kejadian
TB kebal obat di Indonesia belum pasti, tetapi kewaspadaan terhadap kasus
ini perlu ditingkatkan mengingat penatalaksanaan kasus TB pada anak masih
belum optimal dan angka kejadian TB kebal obat pada dewasa yang terus
meningkat. Diperkirakan banyak anak yang kontak dengan kasus TB dewasa
kebal obat, sehingga kejadian TB kebal obat pada anak akan mencerminkanpengendalian TB kebal obat pada dewasa.
A. Definisi
Resistensi obat pada pasien TB ada 3 yaitu monoresisten, MDR,
dan XDR. Dikatakan monoresisten bila hasil uji kepekaan mendapatkan
resisten terhadap isoniazid atau rifampisin.3 Seorang pasien TB anak
dikatakan mengalami MDR bila hasil uji kepekaan mendapatkan hasil basil
M. tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin, sedangkanextensively drug-resistant (XDR)-TB bila hasil uji kepekaan mendapatkan
hasil MDR ditambah resisten terhadap luoroquinolon dan salah satu obat
injeksi lini kedua (second-line injectable agents
B. Diagnosis TB MDR pada anak
Diperlukan petunjuk kecurigaan klinis yang cermat untuk mendiagnosis
MDR TB pada anak. Faktor-faktor risiko termasuk riwayat pengobatan
sebelumnya, tidak ada perbaikan dengan pengobatan TB lini pertama,adanya kontak MDR TB yang telah diketahui, kontak dengan pasien yang
meninggal saat pengobatan TB atau pengobatan TB yang gagal.
Anak tersangka TB MDR akan dilakukan pemeriksaan sesuai dengan alur
pemeriksaan dewasa tersangka TB MDR.
Algoritme berikut menunjukkan strategi diagnostik untuk menentukan
faktor risiko TB MDR pada anak yang terdiagnosis maupun tersangka TB.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 57/110
TB Anak Juknis
45 Juknis Manajemen TB Anak
C. Prinsip penatalaksanaan TB MDR pada anak
Prinsip dasar paduan terapi pengobatan untuk anak sama dengan
paduan terapi dewasa pasien TB MDR. Obat-obatan yang dipakai untuk
anak MDR TB juga sama dengan dosis disesuaikan dengan berat badan
pada anak. Bagaimanapun, kebanyakan obat lini kedua tidak child-friendly .
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 58/110
TB Anak Juknis
46 Juknis Manajemen TB Anak
Prinsip Paduan pengobatan TB MDR pada anak:
Anak-anak dengan MDR TB harus ditata laksana sesuai dengan prinsippengobatan pada dewasa. Yang meliputi:
• Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu
masih sensitif; satu darinya harus injectable, satu luorokuinolon (lebih
baik kalau generasi kuinolon yang lebih akhir bila ada), dan PZA harus
dilanjutkan
• Gunakan high-end dosing bila memungkinkan
• Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT.
• Durasi pengobatan harus 18-24 bulan
• Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung.
• Pemantauan pengobatan TB MDR pada anak sesuai dengan alur pada
dewasa dengan TB MDR.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 59/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 60/110
TB Anak Juknis
48 Juknis Manajemen TB Anak
D. Alur Tata Laksana Anak yang diobati TB MDR dan HIV
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 61/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 62/110
TB Anak Juknis
50 Juknis Manajemen TB Anak
B. Skrining dan Manajemen Kontak
Skrining dan manajemen kontak adalah kegiatan investigasi yangdilakukan secara aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu (1) anak
yang mengalami paparan dari pasien TB BTA positif, dan (2) orang dewasa
yang menjadi sumber penularan bagi anak yang didiagnosis TB.
Latar belakang perlunya Investigasi Kontak:
1. Konsep infeksi dan sakit pada TB.
2. Anak yang kontak erat dengan sumber kasus TB BTA positif sangat
berisiko infeksi TB dibanding yang tidak kontak yaitu sebesar 24.4–
69.2%.
3. Bayi dan anak usia < 5 tahun, mempunyai risiko sangat tinggi untuk
berkembangnya sakit TB, terutama pada 2 tahun pertama setelah
infeksi, bahkan pada bayi dapat terjadi sakit TB dalam beberapa
minggu.
4. Pemberian terapi pencegahan pada anak infeksi TB, sangat mengurangi
kemungkinan berkembangnya sakit TB.
Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah :
1. Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati
temuan kasus sakit TB.
2. Identiikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB,
yang berisiko untuk berkembang jadi sakit TB
3. Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB, meliputi
anak usia < 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.
Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB
dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis TB. Skrining
kontak ini dilaksanakan secara sentripetal dan sentrifugal.
Istilah yang digunakan pada skrining dan manajemen kontak
1. Kasus Indeks : Kasus yang diidentiikasi sebagai kasus TB baruatau berulang;
dapat berupa sumber kasus dewasa, atau anak
sakit TB
2. Sumber Kasus : Kasus TB (biasanya BTA sputum positif) yang
menyebabkan infeksi atau sakit pada kontak.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 63/110
TB Anak Juknis
51 Juknis Manajemen TB Anak
3. Investigasi kontak : Proses sistematis yang diitujukan untuk mengiden-
tiikasi kasus TB yang belum terdiagnosis padasekelompok orang yang kontak dengan kasus indeks
4. Kontak erat : Hidup dan tinggal bersama dalam satu tempat
tinggal dengan sumber kasus (contoh ayah, ibu,
pengasuh, dll) atau mengalami kontak yang sering
dengan sumber kasus (contoh sopir, guru, dll).
5. Kontak serumah : Seseorang yang saat ini tinggal bersama atau pernah
tinggal bersama di satu tempat tinggal selama satu
malam atau lebih ATAU sering/beberapa hari,
bersama-sama dengan kasus indeks selama 3 bulansebelum diagnosis atau mulai terapi TB.
6. Terapi preventif : Pengobatan yang diberikan kepada kontak
yang diidentiikasi infeksi TB. Yang memiliki
risiko berkembangnya sakit TB setelah terpapar
dengan sumber kasus TB BTA positif, bertujuan
untuk mengurangi kejadian sakit TB.
Langkah Pelaksanaan Skrining Kontak
Jika Kasus Indeks adalah dewasa BTA positif • Tentukan berapa jumlah anak yang kontak dengan kasus indeks,
sesuai dengan deinisi di atas
• Setiap anak yang sudah diidentiikasi, harus dilakukan evaluasi
tentang ada atau tidaknya infeksi dan gejala TB (lihat bab diagnosis)
• Jika terdapat gejala sugestif TB, harus dievaluasi untuk kemungkinan
sakit TB (lihat bab diagnosis)
• Catat semua anak yang teridentiikasi sebagai kontak TB pada
register TB 01
Gejala utama TB
a. BB turun atau sulit naik
b. Demam menetap > 2 minggu dan atau keringat malam
c. Batuk menetap ≥ 3 minggu, non remitting
d. Nafsu makan tidak ada disertai gagal tumbuh
e. Fatique, kurang bermain, kurang aktif
f. Diare menetap> 2 minggu
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 64/110
TB Anak Juknis
52 Juknis Manajemen TB Anak
• Kontak dengan gejala sugestif TB harus dievaluasi menggunakan
sistem skoring.• Jika tidak ada gejala sugestif TB, maka anak dapat dipertimbangkan
untuk mendapatkan pengobatan preventif dengan Isoniazid selama
6 bulan apabila anak berumur < 5 tahun.
Jika kasus indeks adalah anak dengan sakit TB
• Tentukan sumber kasus dengan melakukan identiikasi terhadap
orang dewasa yang pernah kontak erat dan atau kontak serumah
(sesuai deinisi di atas) dalam 3 bulan terakhir.
• Jika dapat diidentiikasi, evaluasi apakah tersangka sumber kasus TBdewasa tersebut sudah didiagnosis atau telah mendapat terapi TB.
• Jika belum, pastikan sumber kasus mendapat manajemen yang
layak sesuai pedoman kasus TB dewasa
• Identiikasi juga anak lain yang mungkin sudah terpapar dari
tersangka sumber kasus tersebut dan evaluasi sesuai langkah-
langkah di atas.
C. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasadengan BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10%
dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak
kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB
milier) sehingga diperlukan pemberian kemoproilaksis untuk mencegah
terjadinya sakit TB.
Cara pemberian Isoniazid untuk Pencegahan sesuai dengan tabel
berikut:
Umur HIV Hasil pemeriksaan Tata laksanaBalita (+)/(-) Infeksi laten TB INH proilaksis
Balita (+)/(-) Kontak (+), Uji tuberkulin (-) INH proilaksis
> 5 th (+) Infeksi laten TB INH proilaksis
> 5 th (+) Sehat INH proilaksis
> 5 th (-) Infeksi laten TB observasi
> 5 th (-) Sehat Observasi
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 65/110
TB Anak Juknis
53 Juknis Manajemen TB Anak
Keterangan
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke
3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB
dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen
terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid proilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB
selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid proilaksis dapat
dihentikan.• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan proilaksis dengan INH selesai.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 66/110
TB Anak Juknis
54 Juknis Manajemen TB Anak
BAB VIII
PENCATATAN, PELAPORAN DAN INDIKATOR TB ANAK
TB anak mencerminkan efektiitas dari program pengendalian TB,
termasuk deteksi kasus dewasa, pelacakan kontak, transmisi dari TB baik yang
sensitif maupun resisten obat, dan vaksinasi BCG. Pencatatan dan pelaporan TB
dan HIV pada anak secara akurat sangat penting dalam rangka meningkatkan
surveilans epidemiologi, mengukur luaran dari intervensi dan memungkinkan
perencanaan dan pengorganisasian pelayanan TB dan HIV anak. Pencatatan
dan pelaporan yang teratur juga dibutuhkan untuk dukungan teknis,
pemenuhan kebutuhan obat TB untuk anak dan menentukan jumlah petugasyang diperlukan. Oleh karena itu, kasus TB anak harus selalu diikutserttakan
dalam pencatatan dan pelaporan Program TB Nasional. Pencatatan meliputi
pencatatan suspek, identiikasi kasus TB anak, pelacakan kontak, pengobatan,
follow up serta luaran pengobatan.
Pencatatan Kasus TB Anak
Semua anak yang diobati TB harus dicatat dalam formulir register TB.
Semua kolom dalam formulir register harus dilengkapi, termasuk umuranak, jenis TBnya, status HIV dan pemberian PPK (Pengobatan Pencegahan
Kortimoksazol) dan ART jika terinfeksi HIV.
Pengelompokan umur untuk pencatatan dan pelaporan
• Anak 0-4 tahun (sampai 4 tahun 11 bulan)
• Anak 5-14 tahun
Formulir dan alur pencatatan kasus TB Anak
Formulir yang diperlukan untuk pencatatan kasus TB Anak adalah:
a. Daftar Tersangka (Suspek) TB (TB 06)
b. Kartu Pengobatan Pasien TB (TB 01)
c. Kartu Identitas Pasien TB (TB 02)
d. Register TB 03 UPK
e. Formulir Rujukan/ Pindah Pasien TB (TB 09)
f. Formulir Hasil akhir Pengobatan Pasien TB Pindah (TB 10)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 67/110
TB Anak Juknis
55 Juknis Manajemen TB Anak
Catatan:
Pada kasus TB dengan gejala klinis yang berat, setelah menelan seluruhdosis OAT pengobatan pada bulan 6, hasil akhir pengobatan dapat
dinyatakan sebagai PL (Pengobatan Lengkap). Anak tetap melanjutkan
pengobatan sampai dinyatakan selesai oleh dokter berdasarkan
perbaikan tanda-tanda klinis..
Pada TB 03, di kolom Paduan Obat diubah menjadi Kode Paduan Obat,
dengan pilihan: 1 (Kat 1), 2(Kat 2), 3(Kat Anak dg 3 obat), 4(kat Anak
dg 4 obat), 5 (IPT)
Pasien TB anak setelah evaluasi 2 bulan, kemudian dinyatakan bukan
TB, dalam pencatatan hasil akhir pengobatan dilaporkan sebagaiDefault.
Di samping pencatatan di register pengobatan TB, rekam medis di
fasilitas pelayanan kesehatan perlu tetap dipertahankan. Penting pula untuk
mengintegrasikan informasi skrining TB, hasilnya dan pengobatannya (kuratif
atau preventif) di dalam KMS anak. Hal ini akan dapat meningkatkan kelanjutan
pelayanan dan komunikasi antar pelayanan kesehatan. Perlu diciptakan
dan dibina hubungan antara pelayanan TB dan HIV serta pencatatan dan
pelaporannya dalam rangka kolaborasi TB/HIV.
Hasil akhir pengobatan TB anak
Deinisi hasil akhir pengobatan untuk TB anak sama dengan yang dipakai
pada penderita TB dewasa untuk menjaga kesesuaian pelaporan baik pada
kasus TB anak maupun dewasa. Respon terapi pada anak TB paru BTA negatif,
TB paru tanpa pemeriksaan dahak, dan TB ekstra paru dinilai dengan penilaian
secara berkala tiap bulan dengan pencatatan pencapaian berat badan dan
perbaikan gejala klinis. Pada anak dengan TB paru BTA positif, pemeriksaandahak harus diulang sesuai dengan jadwal pemeriksaan ulang pada pasien TB
dewasa.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 68/110
TB Anak Juknis
56 Juknis Manajemen TB Anak
Tabel. Hasil Akhir Pengobatan TB anak
Hasil pengobatan Definisi
Sembuh Pasien TB anak yang hasil pemeriksaan
bakteriologis positif pada awal pengobatan dan
telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
dan pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif
pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan Lengkap Pasien TB anak yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil
pemeriksaan bakteriologis ulang pada AP dan padasatu pemeriksaan sebelumnya.
Gagal Pasien TB anak yang hasil pemeriksaan bakteriologis
positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan. Selain itu juga pasien yang diketahui
menjadi pasien TB MDR selama pengobatan, baik
dengan hasil BTA positif atau negatif.
Meninggal Pasien TB anak yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
Putus berobat(loss to follow up)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Tidak ada hasil
evaluasi
Pasien TB yang hasil akhir pengobatan tidak
diketahui. Termasuk dalam kriteria ini adalah
”pasien pindah (transfer out)” ke fasyankes lain
Berbeda dengan penderita dewasa, kebanyakan TB anak tidak didiagnosis
secara mikroskopis, sehingga istilah “Sembuh” menjadi luaran yang jarang
terjadi karena memerlukan follow up secara mikroskopis. Oleh karena itu
banyak anak yang secara klinis telah sembuh setelah pengobatan penuh akantercatat sebagai “Pengobatan Lengkap”
Interpretasi Data kasus TB dan luarannya
Evaluasi hasil akhir pengobatan dengan analisi kohort pada anak
merupakan indikator penting dalam menilai kualitas program pengendalian
TB anak. Lebih lanjut, data jenis TB dan umur anak merupakan informasi yang
penting sebagai indikator penemuan kasus dan pencatatan TB anak.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 69/110
TB Anak Juknis
57 Juknis Manajemen TB Anak
Indikator Program TB anak
Untuk menilai kemajuan dan keberhasilan kegiatan tatalaksana TB anak,digunakan 2 indikator utama yaitu:
1. Proporsi kasus TB anak terhadap seluruh kasus TB
Adalah prosentase seluruh kasus TB anak yang diobati di antara seluruh
kasus TB semua tipe yang diobati dalam periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak yang diobati (tidak termasuk
anak yang mendapatkan pengobatan pencegahan
dengan INH)
Sumber Data :• TB.07
Contoh :
Jumlah kasus TB anak (tidak termasuk anak yang
mendapatkan pengobatan pencegahan dengan
INH) yang diobati pada bulan januari sampai
dengan Maret 2013 adalah 15
Denominator Jumlah seluruh kasus TB semua tipe yang diobati.
Sumber data :
• TB.07Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB semua tipe yang diobati
pada bulan Januari sampai dengan Maret 2013
adalah 100
Rumus perhitungan
indikator
Jumlah kasus TB anak yang diobati
x 100%Jumlah seluruh kasus TB semua tipe
yang diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikatortersebut adalah = 15/100 x 100% = 15%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung jawab Wasor Kabupaten/ Kota
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 70/110
TB Anak Juknis
58 Juknis Manajemen TB Anak
Kegunaan dan penilaian Angka ini dianalisis dengan memperhatia
berbagai aspek. Angka indikator ini diharapkanberkisar 8-15%. Pada kondisi dimana pencatatan
dan pelaporan berjalan dengan baik, angka ini
menggambarkan over atau under diagnosis, serta
rendahnya angka penularan TB pada anak. Bila
angka indokator ini kurang atau melebihi kisaran
yang diharapkan, maka perlu diperiksa prosedur
TB anak di fasyankes.
2. Proporsi anak yang sembuh dan pengobatan lengkap (Angka Keberhasilan
Pengobatan TB anak)
Adalah prosentase kasus TB anak yang dinyatakan sembuh dan pengobatan
lengkap pada hasil akhir pengobatan di antara seluruh kasus TB anak yang
diobati dalam periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak yang dinyatakan sembuh dan
pengobatan lengkap pada hasil akhir pengobatan
(tidak termasuk anak yang mendapatkan
pengobatan pencegahan dengan INH)
Catatan: untuk kasus TB dengan pengobatanlebih dari 6 bulan (misalnya pada kasus TB ekstra
paru berat), maka hasil akhir pengobatan yang
dimaksud adalah hasil pengobatan pada bulan
keenam
Sumber Data :
• TB.01 , atau TB.08
Contoh :
Jumlah kasus TB anak yang diobati mulai bulan
Januari sampai dengan Maret 2013 dan pada akhirpengobatan, atau pada bulan keenam pengobatan
untuk yang diobati lebih dari enam bulan,
dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) adalah 13
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 71/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 72/110
TB Anak Juknis
60 Juknis Manajemen TB Anak
1. Proporsi TB anak yang berumur 0-4 tahun terhadap seluruh kasus TB anak
Adalah prosentase seluruh kasus TB anak umur 0-4 tahun yang diobati diantara seluruh kasus TB anak yang diobati dalam periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak umur 0-4 tahun yang
diobati (tidak termasuk anak yang mendapatkan
pengobatan pencegahan dengan INH)
Sumber Data :
• TB.07
Contoh :
Jumlah kasus TB anak umur 0-4 tahun (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatanpencegahan dengan INH) yang diobati pada bulan
Januari sampai dengan Maret 2013 adalah 3
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH).
Sumber data :
• TB.07
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2013 adalah 15
Rumus perhitungan
indikatorJumlah kasus TB anak umur 0 - 4
tahun yang diobati x 100%
Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikatortersebut adalah = 3/15 x 100% = 20%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung
jawab
Wasor Kabupaten/ Kota
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 73/110
TB Anak Juknis
61 Juknis Manajemen TB Anak
Kegunaan dan penilaian Angka ini menggambarkan under diagnosis dan
under reporting kasus TB anak. Angka indikator ini diharapkan lebih dari
50%. Kasus anak pada rentang umur 0-4 tahun
diharapkan lebih tinggi dari rentang umur 5-14
tahun, karena anak berumur 0 -4 tahun lebih
rentan terinfeksi TB daripada kelompok umur
5-14 tahun.
Bila kurang dari angka yang diharapkan, maka
perlu dicek prosedur diagnosis TB anak khususnya
pada anak usia 0-4 tahun di fasyankes serta biladi puskesmas perlu dievaluasi koordinasi antara
layanan KIA dengan program TB
2. Proporsi kasus TB ekstra paru pada anak
Adalah prosentase kasus TB ekstra paru pada anak yang diobati di antara
seluruh kasus TB anak yang diobati dalam periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB ekstra paru pada anak yang
diobati (tidak termasuk anak yang mendapatkan
pengobatan pencegahan dengan INH) Sumber Data :
• TB.07
Contoh :
Jumlah kasus TB anak ekstra paru yang diobati
pada bulan Januari sampai dengan Maret 2013
adalah 2
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH).Sumber data :
• TB.07
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2013 adalah 15
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 74/110
TB Anak Juknis
62 Juknis Manajemen TB Anak
Rumus perhitungan
indikator
Jumlah kasus TB anak ekstra paru
yang diobati x 100%
Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator
untuk TB ekstra paru adalah = 2/15 x 100% = 13%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung jawab Wasor Kabupaten/ Kota
Kegunaan dan penilaian Angka ini menggambarkan beban permasalahan
TB ekstra paru di suatu wilayah dan kondisi overdan under diagnosis TB ekstra paru pada anak
3. Proporsi anak dengan TB milier, meningitis TB dan spondilitis TB
Adalah prosentase kasus TB anak dengan TB milier atau meningitis TB atau
spondilitis TB di antara seluruh kasus TB anak yang diobati dalam periode
satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak dengan TB milier atau
meningitis TB atau spondilitis TB
Sumber Data :• TB.01, atau TB.03
Contoh :
Jumlah kasus TB anak dengan TB milier atau
meningitis TB atau spondilitis TB pada bulan
Januari sampai dengan Maret 2013 adalah 1
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH).
Sumber data :• TB.01 , atau TB.07
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2013 adalah 15
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 75/110
TB Anak Juknis
63 Juknis Manajemen TB Anak
Rumus perhitungan
indikator
Jumlah kasus TB anak dengan TB
milier atau meningitis TB atauspondilitis TB x 100%
Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator
tersebut adalah = 1/15 x 100% = 6%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung jawab Wasor Kabupaten/ Kota
Kegunaan dan penilaian Angka ini menggambarkan kualitas pengobatanTB anak
Angka ini seharusnya rendah di tempat yang angka
cakupan BCG nya tinggi, karena vaksinasi BCG
dapat mencegah terjadinya TB berat pada anak.
Jika angka tinggi maka beban kasus TB berat di
wilayah tersebut cukup besar dan perlu kerjasama
lintas program untuk menganalisis program
imunisasi BCG serta upaya peningkatan gizi di
wilayah tersebut. Jika angka indikator ini kecil,maka perlu dievaluasi kualitas diagnosis TB anak
serta kewaspadaan pada kasus TB anak ekstra paru
4. Proporsi TB anak yang mengakses layanan HIV
Adalah prosentase kasus TB anak dengan layanan HIV (konseling pada orang
tua, tes HIV dan PDP) di antara seluruh kasus TB anak yang diobati dalam
periode satu tribulan
Numerator Jumlah kasus TB anak dengan layanan HIV
(konseling pada orang tua, tes HIV dan PDP)Sumber Data :
• TB.01 , atau TB.03
Contoh:
Jumlah kasus TB anak yang didiobati mulai Januari
sampai Maret 2012 dan mendapatkan konseling
HIV pada orang tuanya atau tes HIV atau layanan
PDP adalah 5
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 76/110
TB Anak Juknis
64 Juknis Manajemen TB Anak
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatanpencegahan dengan INH).
Sumber data :
• TB.01,atau TB.07
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2012 adalah 15
Rumus perhitunganindikator
Jumlah kasus TB anak dengan
layanan HIV (konseling pada orang
tua, tes HIV dan PDP) x 100%
Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator
tersebut adalah = 5/15 x 100% = 33%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung jawab Wasor Kabupaten/ KotaKegunaan dan penilaian Angka ini menggambarkan kolaborasi TB HIV pada
anak
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%
dari kasus anak.
Bila kurang atau lebih dari angka yang diharapkan,
maka perlu diupayakan untuk mempermudah
akses layanan HIV dan meningkatkan penyuluhan
tentang TB dan HIV
5. Proporsi TB anak yang dilakukan pelacakan kontak
Adalah prosentase kasus TB anak yang dilacak kontaknya di antara seluruh
kasus TB anak yang diobati
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 77/110
TB Anak Juknis
65 Juknis Manajemen TB Anak
Numerator Jumlah kasus TB anak yang dilakukan pelacakan
kontak serumah dan atau kontak sesekolahSumber Data :
• TB.01
Contoh:
Jumlah kasus kasus TB anak yang dilacak kontaknya
pada periode Januari sampai Maret 2013 adalah 15
Denominator Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH).
Sumber data :• TB.01
Contoh:
Jumlah seluruh kasus TB anak yang diobati (tidak
termasuk anak yang mendapatkan pengobatan
pencegahan dengan INH) pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2012 adalah 15
Rumus perhitungan
indikatorJumlah kasus TB anak yang dilacak
kontaknyax 100%Jumlah seluruh kasus TB anak yang
diobati
Dari contoh diatas, hasil perhitungan indikator
tersebut adalah = 5/15 x 100% = 33%
Frekuensi perhitungan Setiap triwulan
Penanggung jawab Pengelola TB di fasyankes
Kegunaan dan penilaian Angka ini menggambarkan kegiatan pelacakan
kontak pada kasus TB anak
Angka indikator ini diharapkan sebesar 100%dari kasus anak.
Bila kurang atau lebih dari angka yang diharapkan,
maka akan berisiko pada kegagalan dalam
memutus rantai penularan dan timbul infeksi
berulang
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 78/110
TB Anak Juknis
66 Juknis Manajemen TB Anak
BAB IX
PERAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI FASILITASPELAYANAN KESEHATAN DALAM TATALAKSANA TB ANAK
NO TUPOKSIPELAYANAN
KESEHATAN DASAR
RUJUKAN TK. I RUJUKAN TK.II
RSUD KABUPATEN /
KOTA
RS RUJUKAN UTAMA
PROVINSI
1
PENJARINGAN
SUSPEK
Pelayanan dasar
melaksanakan
penjaringan suspek TB
anak dengan cara :1. Anamnesis
2. Pemeriksaan isik
Rujukan tk.I
melaksanakan
penemuan kasus TB
anak dengan cara :1. Anamnesis
2. Pemeriksaan isik
Rujukan tk.II
melaksanakan
penemuan kasus tb anak
dengan cara :1. Anamnesis
2. Pemeriksaan isik
2
DIAGNOSIS
Bila 1 + 2 menunjukkan
TB, maka dinilai dengan
menggunakan skoring
sistem, bila skoring ≥ 6,
dinyatakan TB
Bila 1 + 2 menunjukkan
TB, maka dinilai dengan
menggunakan skoring
sistem, bila skoring ≥ 6,
dinyatakan TB
Bila 1 + 2 mengarah TB,
maka penilaian sistem
skoring dapat digunakan
sebagai entry point
bersama pemeriksaan
penunjang lain yang
dianggap perlu (spt.
Biopsi dan kultur) dalammenegakkan diagnosis
deinitif TB.
Bila hasil penilaian
sistem skoring < 6, tetapi
gejala klinis mengarah
kepada TB maka harus
merujuk ke rujukan tk.1
Bila pasien tidak
memungkinkan untuk
dirujuk, diagnosis
dapat ditegakkandengan merujuk pada
keterangan dalam
sistem skoring pada bab
diagnosis
Menerima rujukan dari
fasyankes dasar dengan
melengkapi parameter
penilaian skoring sistem
atau pemeriksaan lain
yang dianggap perlu (uji
tuberkulin dan rontgen
foto toraks)
Menerima rujukan dari
fasyankes di bawahnya
dengan pemeriksaan lain
yang dianggap perlu.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 79/110
TB Anak Juknis
67 Juknis Manajemen TB Anak
3 PENGOBATAN
A. PEMBERIANOAT
Bila diagnosis TB anaktelah ditegakkan, maka
dilakukan pemberian
oat sesuai kategori anak
yang digunakan secara
nasional sesuai dengan
penyakitnya
Bila diagnosis TB anaktelah ditegakkan, maka
dilakukan pemberian
oat sesuai regimen
yang digunakan secara
nasional sesuai dengan
penyakitnya
Bila diagnosis TB anaktelah ditegakkan, maka
dilakukan pemberian
oat sesuai regimen
yang digunakan secara
nasional sesuai dengan
penyakitnya kecuali
pada kasus-kasus khusus
seperti reaksi obat yang
tidak diinginkan, suspek
MDR)
B. FOLLOW UPKASUS
Pemantauan kasusdilakukan dengan cara
menilai kemajuan
perbaikan klinis,
perkembangan isik dan
psikologis
Pemantauan kasusdilakukan dengan cara
menilai kemajuan
perbaikan klinis,
perkembangan isik dan
psikologis
Pemantauan kasusdilakukan dengan cara
menilai kemajuan
perbaikan klinis,
perkembangan isik dan
psikologis
Bila dalam 2 bulan
pengobatan tidak
ada perbaikan maka
obat tetap diteruskan,
pasien harus dirujuk ke
fasyankes rujukan
Menerima rujukan dari
fasyankes dasar dan
menindak lanjuti dengan
melakukan pemeriksaan
yang dianggap perlu.
Menerima rujukan dari
fasyankes dibawahnya
dan menindak lanjuti
dengan melakukan
pemeriksaan yang
dianggap perlu
Setelah dilakukan
pengobatan maka
fasyankes rujukan dapat
merujuk kembali ke
fasilitas kesehatan dasar
sebelumnya bila kondisi
pasien stabil.
Setelah dilakukan
pengobatan maka
fasyankes rujukan
dapat merujuk kembali
ke fasilitas kesehatan
sebelumnya
4 PENCATATAN
DAN
PELAPORAN
Semua fasilitas pelayanan kesehatan melakukan pencatatan & pelaporan
dengan form TB yang baku (TB.06, TB.05, TB.04, TB.01, TB.02, TB.09 dan
TB.10)
5 INDIKATOR Untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan TB di fasyankes, maka
dibutuhkan pencatatan yang baku dan menggunakan indikator sesuai
Buke Pedoman Nasional TB dan melengkapi dengan indikator proses yang
diperlukan oleh fasyankes
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 80/110
TB Anak Juknis
68 Juknis Manajemen TB Anak
6 SISTEM
RUJUKANA. RUJUKAN
TATA LAKSANA
PASIEN
(1). Bila ditemukan
kasus-kasus berat,dan
adanya komplikasi paru
maka Fasyankes dasar
harus merujuk pasien TB
ke Fasyankes Rujukan
dengan menggunakan
form standar TB
(2). Bila pasien TB akan
pindah ke Fasyankes
yang setingkat karena
alasan dekat ataupun
alasan lainnya
(1). Bila ditemukan
kasus-kasus berat, dan
adanya komplikasi
paru yang memerlukan
sarana prasarana yang
lebih lengkap maka
Fasyankes harus
merujuk pasien TB ke
Fasyankes Rujukan
dengan menggunakan
form standar TB
(2). Bila pasien TB akan
pindah ke Fasyankes
yang setingkat karena
alasan dekat ataupun
alasan lainnya.
(3). Bila dalam
kasus berat, kondisi
pasien telah teratasi
maka pasien dapat
dikembalikan ke
Fasyankes yang merujuk.
(4). Bila pasien TB
mangkir, Fasyankes
Rujukan dapat
berkoordinasi dengan
Puskesmas dan Wasor
untuk membantu
pelacakan pasien
mangkir.
(1). Bila pasien TB akan
pindah ke Fasyankes
yang setingkat karena
alasan dekat ataupun
alasan lainnya.
(2). Bila dalam
kasus berat, kondisi
pasien telah teratasi
maka pasien dapat
dikembalikan ke
Fasyankes yang merujuk.
(3). Bila pasien TB
mangkir, Fasyankes
Rujukan dapat
berkoordinasi dengan
Puskesmas dan Wasor
untuk membantu
pelacakan pasien
mangkir.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 81/110
TB Anak Juknis
69 Juknis Manajemen TB Anak
B. RUJUKAN
PENYUNTIKANTUBERKULIN
(1). Fasyankes dasar
dapat berfungsi sebagaifasyankes dan fasyankes
rujukan tuberkulin
(2.).Fasyankes rujukan
tuberkulin menerima
rujukan untuk
melakukan uji tuberkulin
dari fasyankes
(3). Fasyankes rujukan
tuberkulin dapat
mendiagnosis TB anak
dengan tambahanuji tuberkulin atau
mengirim pasien
yang diuji tuberkulin
untuk dibaca dan
atau didiagnosis oleh
fasyankes pengirim.
(1) Rujukan Tk 1 dapat
berfungsi sebagaifasyankes dan fasyankes
rujukan tuberkulin
(2.).Fasyankes rujukan
tuberkulin menerima
rujukan untuk
melakukan uji tuberkulin
dari fasyankes
(3). Fasyankes rujukan
tuberkulin mendiagnosis
TB anak dengan
tambahan uji tuberkulinatau dapat mengirim
pasien yang diuji
tuberkulin untuk dibaca
dan atau didiagnosis
oleh fasyankes pengirim.
(1) Rujukan Tk 2 dapat
berfungsi sebagaifasyankes dan fasyankes
rujukan tuberkulin
(2.).Fasyankes rujukan
tuberkulin menerima
rujukan untuk
melakukan uji tuberkulin
dari fasyankes
(3). Fasyankes rujukan
tuberkulin mendiagnosis
TB anak dengan
tambahan uji tuberkulinatau dapat mengirim
pasien yang diuji
tuberkulin untuk dibaca
dan atau didiagnosis
oleh fasyankes pengirim.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 82/110
TB Anak Juknis
70 Juknis Manajemen TB Anak
a
b
c
d
Anak 0 - 14 tahun Anak 0 - 14 tahun
Suspek TB Anak
Sistem Skoring
Pembacaan Uji Tuberkulin
Suspek TB Anak
Sistem Skoring
Penyuntkan Uji Tuberkulin
Pembacaan Uji Tuberkulin
Penegakan DiagnosisPenegakan Diagnosis
Terapi TB Anak Terapi TB Anak
Fasyankes Fasyankes Rujukan Tuberkulin
a. Pasien dirujuk untuk penyuntkan tuberkulin ke fasyankes rujukan
b. Pasien dikembalikan untuk dibaca hasil tuberkulin di fasyankes
c. Pasien dibaca tuberkulin di fasyankes rujukan tuberkulin,
kembali ke fasyankes asal untuk penegakan diagnosis
d. Pasien ditegakkan diagnosis di fasyankes rujukan tuberkulin,
kembali ke fasyankes asal untuk memulai pengobatan
Alur Rujukan Tuberkulin di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 83/110
TB Anak Juknis
71 Juknis Manajemen TB Anak
BAB X
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB
Pengendalian infeksi TB terutama adalah diagnosis kasus TB dan
pengobatan yang adekuat, serta mengikuti perkembangan pasien dengan baik
(tidak terjadi drop-out) di tingkat pelayanan kesehatan manapun. Selain upaya
di atas, diperlukan pula perbaikan lingkungan rumah seperti ventilasi (pintu
dan jendela) yang baik dan masuknya sinar matahari ke dalam rumah secara
efektif. Pengendalian transmisi TB di klinik HIV juga perlu diperhatikan karena
anak terinfeksi HIV merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap infeksiapapun terutama TB dan apabila mereka sakit TB maka dapat menjadi sumber
penularan selanjutnya.
Pencegahan penularan dan infeksi pada orang serumah serta fasilitas
pelayanan kesehatan merupakan komponen penting pada kontrol dan
tatalaksana TB pada anak. Petugas kesehatan yang menangani pasien TB
merupakan kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi TB. Penularan infeksi
rumah sakit kuman M. tuberkulosis dari pasien TB ke petugas kesehatan sudah
diketahui sejak lama dan angka kejadiannya terus meningkat.
Pengendalian infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan dimulai dari aspek
dukungan manajemen berupa komitmen dan kepemimpinan dalam kegiatan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Kegiatan
lainnya berupa upaya pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
dengan 4 pilar utama
a. Pilar aktivitas manajemen
Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif
dalam kegiatan PPI TB di fasyankes.
Tujuan pengendalian manajerial adalah untuk menjamin tersedianyasumberdaya terlatih yang diperlukan untuk pelaksanaan PPI. Kegiatan
pengendalian manajerial meliputi pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring serta evaluasi pada semua aspek PPI TB
b. Pilar pengendalian administratif
Tujuan pengendalian administratif adalah untuk melindungi petugas
kesehatan, pengunjung dan pasien dari penularan TB dan untuk
menjamin tersedianya sumberdaya yang diperlukan untuk pelaksanaan
PPI.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 84/110
TB Anak Juknis
72 Juknis Manajemen TB Anak
c. Pilar pengendalian lingkungan
Tujuan dari pengendalian lingkungan adalah untuk mengurangikonsentrasi droplet nuclei di udara dan mengurangi keberadaan benda-
benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi.
Pengendalian lingkungan adalah upaya dengan menggunakan teknologi
yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan
kadar percik renik di udara sehingga tidak menularkan orang lain.
Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan sistem ventilasi yang
menyalurkan percik renik kearah tertentu atau ditambah dengan
penggunaan radiasi ultraviolet
d. Pilar pengendalian alat pelindung diri (APD) Pengendalian perlindungan diri adalah untuk melindungi petugas
kesehatan yang harus bekerja di lingkungan dengan kontaminasi
percik renik di udara yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya dengan
pengendalian administratsi dan lingkungan
Tindakan efektif pencegahan dan pengendalian infeksi TB tanpa stigma
1. Penyuluhan kesehatan kepada pasien dan masyarakat
2. Membuat rencana pengendalian infeksi
3. pengumpulan sputum yang aman
4. Menggalakkan etika batuk dan hygiene batuk
5. Pisahkan pasien curiga TB untuk mendapat layanan cepat
6. Lakukan diagnosis dan tatalaksana dengan cepat
7. Ventilasi udara yang baik
8. Petugas kesehatan memakai APD
9. Bangunan fasilitas kesehatan yang menunjang
10. Monitor pelaksanaan infeksi kontrol
Pada daerah endemik TB, selain risiko tinggal di lingkungan dengan kasus
TB menular yang relative tinggi, terdapat risiko penularan TB pada anak-anak
yang datang ke fasyankes. Risiko infeksi tersebut meningkat untuk bayi dananak atau anak yang terinfeksi HIV dari segala usia yang datang ke fasyankes
dengan orangtuanya. Risiko paparan TB semakin besar di fasyankes yang
menangani kasus TB HIV.
Anak dengan TB sering tidak dianggap menular dan karena itu tidak
mungkin untuk menularkan TB. Namun, beberapa anak dengan BTA positif
dapat menularkan TB, oleh karena itu pengendalian infeksi juga penting di
klinik anak. Beberapa lokasi yang perlu penguatan pengendalian infeksi adalah:
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 85/110
TB Anak Juknis
73 Juknis Manajemen TB Anak
• Perawatan bayi baru lahir
• Fasyankes yang melayani pasien TB dewasa dan TB anak. Pengaturanjam kunjungan klinik juga penting untuk mengatur waktu kunjungan
antara pasien TB dan anak yang memiliki resiko tinggi untuk tertular
• klinik HIV
• Fasyankes yang merawat anak dengan gizi buruk
Anak usia sekolah dengan TB sebaiknya istirahat dirumah sampai diketahui
statusnya tidak menular.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 86/110
TB Anak Juknis
74 Juknis Manajemen TB Anak
BAB XI
DAFTAR PUSTAKA
Department of Health and Human Services, 2002, 2000 CDC Growth Chart for
the United States: Methods and Development
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 2004, Bab Jumlah
Populasi berdasarkan usia, 8:627-9
Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB HIV
Kemenkes, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kemenkes, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,Depkes-IDAI, 2008, Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak, Kelompok
Kerja TB Anak
Mark Nicol, use of Xpert MTB/RIF for the diagnosis of tuberculosis in
children, Unpublished
UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi
WHO, 2006, Guidance for national tuberculosis programmes on yhe
management of tuberculosis in children
WHO, September 2009, Dosing instruction for the use of currently available
ixed-dose combination TB medicines for children
WHO, 2006, Ethambutol eficacy and toxicity: literature review and
recommendations for daily and intermittent dosage in children
WHO, 2012, Rapid Advice Treatment of Tuberculosis in Children
WHO, 2012, Draft of Guidance for national tuberculosis programmes on yhe
management of tuberculosis in children, Second edition
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 87/110
TB Anak Juknis
75 Juknis Manajemen TB Anak
Lampiran 1.
Pelaksanaan Uji Tuberkulin
Persiapan penyuntikan tuberkulin
1. Bahan (antigen) yang digunakan untuk Uji Tuberkulin di Indonesia yaitu
Purified Protein Derivative atau biasanya disingkat dengan PPD. PPD yang
digunakan adalah PPD RT 23 dengan Tween 80.
2. Tulislah tanggal pada setiap vial dari PPD pada waktu PPD tersebut dibuka.
Jangan menggunakan PPD yang sudah dibuka lebih dari 30 hari.
3. PPD harus disimpan di tempat yang dingin (suhu 2 – 8 derajat Celcius) yaitu
dalam refrigrator (lemari es) atau dalam cool-box atau vaccine-carrier dengancool-pack . Jangan menyimpan dalam freezer sebab PPD tidak boleh beku. PPD
yang beku, tidak dapat digunakan untuk Uji Tuberkulin dan harus dibuang.
4. Simpanlah PPD ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Jika PPD
tersebut terpapar dengan sinar matahari untuk suatu jangka waktu yang
lama, PPD tersebut tidak dapat digunakan lagi.
5. Alat suntik (semprit) yang digunakan untuk uji tuberkulin ini adalah
semprit sekali-pakai khusus untuk tuberkulin yaitu semprit 1 cc dengan
jarum 26 – 27 gauge yang panjangnya 1 cm dan 20o bevel .
Cara melakukan uji tuberkulin
1. Cara mengambil Tuberkulin PPD dari vial:
A. Tusukkan jarum secara vertikal ke dalam vial
B. Ambil tuberkulin PPD sebanyak 0,1 ml dengan cara membalik vial
kemudian cabut jarum dari vial.
C. Ganti jarum dengan yang baru (ukuran No 26/ 27 G). Jarum yang sudah
digunakan untuk mengambil PPD dari vial tidak boleh digunakan untuk
menyuntikkan PPD tersebut.
2. Pemilihan lokasi penyuntikan , a dan antisepsis
a. Lokasi pada volar lengan bawah 5-10 cm di
bawah lipatan siku atau daerah 1/3 tengah
dari lengan bawah
b. Pilih area yang bersih dari luka, lesi kulit atau
jaringan parut
c. Lakukan asepsis dan antisepsis dengan kapas
alkohol
5 – 10 cm
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 88/110
TB Anak Juknis
76 Juknis Manajemen TB Anak
3. Penyuntikan secara intra kutan / intra dermal
a. Masukkan jarum secara perlahan, lubang ujung jarum menghadap keatas, membentuk sudut 5–15° dengan permukaan lengan.
b. Lubang ujung jarum harus masuk tepat di dalam permukaan kulit
(sampai sebatas lubang ujung jarum).
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 89/110
TB Anak Juknis
77 Juknis Manajemen TB Anak
4. Pengecekan suntikan
a. Setelah dilakukan injeksi yang benar, akan terlihat intradermal wheal (penonjolan di tempat penyuntikkan berwarna pucat dengan gambaran
pori-pori seperti kulit jeruk) dengan diameter 5–6mm.
b. Setelah jarum suntik dicabut, daerah penyuntikkan jangan diusap atau
ditekan dengan kapas atau alat lain.
c. Jika tidak berhasil (tidak terlihat intradermal wheal ), lakukan ulangan
pada lokasi paling sedikit berjarak 5 cm dari tempat suntikan
sebelumnya.
d. Jangan dilingkari dengan pulpen/spidol, karena dapat menghalangi
pembacaan hasil. Data-data dicatat di dalam catatan medis.5. Pencatatan data
a. Catat data yang diperlukan pada catatan medis, yaitu berupa tanggal
dan jam dilakukannya penyuntikan, lokasi penyuntikan dan nomer lot
PPD.
Pembacaan Uji Tuberkulin
Hasil uji tuberkulin harus dibaca 72 jam setelah penyuntikan. Indurasi
yang baik dan dapat dinilai adalah indurasi yang bulat, permukaan rata dan
berwarna merah. Jika permukaan indurasi tidak rata atau terdapat tonjolan ditengahnya, maka indurasi tidak dapat dibaca karena merupakan tanda adanya
infeksi di lokasi penyuntikkan dan dinilai ulang 2 hari lagi. Bila indurasi
berwarna biru atau kehitaman berarti menunjukkan ada hematom sehingga
tidak dapat dinilai dan harus dilakukan uji tuberkulin ulang setelah 2 minggu.
Pengukuran indurasi dilakukan secara transversal dari indurasi.
1. Inspeksi lokasi penyuntikan
- Secara visual lakukan inspeksi
pada lokasi penyuntikan di tempatyang terang dengan pencahayaan
yang baik, dan yang akan diukur
adalah indurasinya bukan
kemerahan pada kulit (eritema).
indurasi
eritema
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 90/110
TB Anak Juknis
78 Juknis Manajemen TB Anak
2. Palpasi indurasi
- Gunakanlah ujung jari untuk merababatas / tepi indurasi. Palpasi jari
dilakukan dari area luar ke arah indurasi.
3. Tandai indurasi
- Ujung jari digunakan sebagai petunjuk
untuk menandai tepi indurasi, tandai
dengan pena.
- Dapat juga menggunakan metode
ballpoint, yaitu ujung pena ditarik dari
area di luar kemerahan menuju ke arah
indurasi sampai ujung pena terasa
mengenai tepi indurasi
4. Ukur diameter indurasi menggunakan penggaris elastis yang transparan
- Tempatkan “nol / 0” dari penggaris di sisi
kiri batas indurasi
- Baca nilai di tepi kanan indurasi
5. Catat diameter indurasi
- Jangan mencatat hasil sebagai “positif” atau “negatif”
- Catatlah hasil dalam skala mm
- Jika tidak ada indurasi, catat hasil : 0 mm
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 91/110
TB Anak Juknis
79 Juknis Manajemen TB Anak
Interpretasi hasil Uji Tuberkulin
Tabel Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin
Pembacaan Indurasi Penafsiran
Negatif 0 - 4 Tidak ada infeksi
Sedang dalam masa inkubasi
Anergi
Positif meragukan 5 - 9 Infeksi M.Atipik
BCG
Infeksi TB alamiah
Kesalahan teknis
Positif 10 - 14 Infeksi TB alamiah
BCG
Infeksi M atipik
≥ 15 Sangat mungkin infeksi TB alamiah
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 92/110
TB Anak Juknis
80 Juknis Manajemen TB Anak
Lampiran 2
Pengambilan Sampel pada Anak
Prosedur dasar metode umum mendapatkan spesimen dari anak untuk
pemeriksaan mikroskopi : ekspektorasi, bilas lambung dan induksi sputum.
A. Ekspektorasi
Latarbelakang
Semua spesimen sputum yang diproduksi oleh anak harus dikirim
untuk pemeriksaan mikroskopi, dan bila tersedia untuk biakan kuman
Mtb. 3 spesimen sputum harus didapatkan yaitu :
1. Spesimen sewaktu (pada evaluasi pertama)
2. Spesimen pagi hari hari dan spesimen sewaktu kedua (pada kunjungan
selanjutnya)
Prosedur
Jelaskan pada anak dan keluarganya tujuan pengumpulan spesimen
1. Perintahkan anak untuk berkumur dengan air sebelum menghasilkan
sputum. Tujuan : untuk membersihkan makanan dan bakteri yang dapatmengkontaminasi di mulut.
2. Perintahkan anak menarik dua kali nafas panjang, tahan selama beberapa
detik setelah setiap inhalasi lalu keluarkan nafas perhalan. Bernafas lagi
untuk ketiga kalinya lalu dengan kuat keluarkan udara keluar. Minta anak
untuk menarik nafas kembali lalu batuk. Tindakan ini akan menghasilkan
sputum dari dalam paru. Minta anak memegang kontainer sputum dekat
dengan bibir dan masukkan sputum ke kontainer setelah batuk produktif.
3. Jika jumlah sputum tidak cukup, minta pasien untuk batuk lagi.Banyak
pasien tidak dapat memproduksi sputum dari dalam saluran pernafasanhanya dalam beberapa detik. Berikan anak waktu yang cukup untuk
memproduksi ekspektorasi.
4. Bila tidak ada ekspektorasi, anggap kontainer sudah digunakan dan buang
pada tempat yang sesuai.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 93/110
TB Anak Juknis
81 Juknis Manajemen TB Anak
B. Bilas lambung
Latarbelakang
Anak dengan TB dapat menelan mukus yang mengandung M.
tuberculosis. Bilas lambung merupakan teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan isi lambung untuk dapat mengkonirmasi diagnosis TB
dengan mikroskop dan biakan kuman Mtb. Karena distress yang akan
dialami anak, dan rendahnya lapang pandang BTA positif di mikroskop,
maka prosedur ini hanya dilakukakan bila biakan tersedia. Mikroskopi
kadang bisa memberikan hasil false-positive (terutama pada anak yang
terinfeksi HIV yang berisiko memiliki mycobacteria nontuberculous).
Biakan dapat menentukan kepekaan organisme terhadap obat anti TB.
Bilas lambung digunakan untuk mengumpulkan spesimen untuk
pemeriksaan mikroskopi dan biakan kuman MTb dimana sputum tidak
dapat diekpektorasi secara spontan ataupun diinduksi dengan menggunakan
salin hipertonis. Prosedur ini paling berguna untuk anak yang dirawat di RS.
Namun, hasil biakan positif dari 3 set bilas lambung hanya sekitar 25-50%
dari anak dengan TB aktif.Sehingga, hasil smear ataupun biakan negatif tidak
mengeksklusi TB pada anak.Bilas lambung dikumpulkan dari anak yang
dicurigai pulmonary Tb. Selama tidur, sistem mukosiliary menyebabkanmukus berkumpul di tenggorakan. Mukus lalu tertelan dan tertinggal di
lambung sampai lambung kosong. Sehingga, spesimen yang mengandung
jumlah bakteri terbanyak didapatkan di pagi hari.
Bilas lambung tiga pagi berturut-turut harus dilakukan pada tiap
pasien.Angka ini untuk memaksimalkan lapang pandang smear-positivity .
Sebagai catatan, bilas lambung yang pertama memiliki lapang pandang
terbesar.Untuk melaksanakan test secara benar biasanya dibutuhkan dua
orang (satu melaksanakan test dan satu lagi sebagai asisten). Anak puasa
setidaknya 4 jam (3 jam pada bayi) sebelum prosedur dan anak denganhitung trombosit yang rendah atau kemungkinan pendarahan sebaiknya
tidak menjalani prosedur ini.
Peralatan yang dibutuhkan:
• Sarung tangan
• Nasogastric tube ( biasanya ukuran 10 F atau lebih besar )
• Syringe 5, 10, 20 or 30 cm3dengan konektor nasogastric tube yang
sesuai
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 94/110
TB Anak Juknis
82 Juknis Manajemen TB Anak
• Kertas litmus
• Kontainer spesimen• Pulpen untuk memberi label spesimen
• Formulir permintaan laboratorium
• Air steril atau normal salin (0.9% NaCl)
• Larutan Na bicarbonate (8%)
• alkohol/chlorhexidine.
Prosedur
Prosedur dapat dilakukan pada pasien rawat inap, pagi hari ketika
pasien bangun di bedside atau di ruangan tindakan yang ada di bangsal, ataupada pasien rawat jalan (diperlukan fasilitas yang lengkap). Anak berpuasa
setidaknya 4 jam (bayi 3 jam) sebelum prosedur.
1. Cari asistan untuk membantu
2. Siapkan semua peralatan sebelum memulai prosedur
3. Posisikan anak dengan posisi terlentang atau miring. Asisten membantu
memegang pasien.
4. Tentukan jarak antara hidung dan lambung, untuk memperkirakan jarak
yang akan dibutuhkan untuk memasukan tube ke dalam lambung.
5. Sambungkan syringe ke nasogastric tube.6. Masukan nasogastric tube dengan lembut melalui hidung sampai ke
lambung.
7. Aspirasi isi lambung (2-5 ml) menggunakan syringe yang sudah melekat ke
nasogastric tube.
8. Untuk memeriksa posisi tube benar atau tidak, test isi lambung dengan
kertas litmus, kertas litmus biru berubah menjadi merah (dalam respons
terhadap asam lambung) (Juga bisa diperiksa dengan memasukan beberapa
udara (3-5 ml0 dari syringe ke lambiung dan dengarkan menggunakan
stetoskop).9. Jika tidak ada cairan yang teraspirasi, masukan 5-10 ml air atau normal
saline dan coba untuk mengaspirasi lagi
• Jika masih belum berhasil coba lagi (walaupun posisi nasogastric tube
tidak benar dan air ataupun normal salin masuk kedalam saluran udara,
risiko efek samping sangatlah kecil)
• Jangan diulangi lebih dari tiga kali.
10. Ambil isi lambung (idealnya 5-10 ml)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 95/110
TB Anak Juknis
83 Juknis Manajemen TB Anak
11. Pindahkan cairan lambung dari syringe ke kontainer steril (sputum
collection cup).12. Tambahkan volume cairan sodium bicarbonate sejumlahspesimen ( untuk
menetralkan isi lambung yang asam dan mencegah pengrusakan basil
tuberkel).
Setelah prosedur
1. Seka kontainer spesimen dengan alkohol/chlorhexidineuntuk mencegah
infeksi silang dan beri label.
2. Isi formulir permintaan laboratorium.
3. Transportasikan spesimen (di cool box) ke laboratorium untuk diprosessecepat mungkin (dalam 4 jam)
4. Jika ada kemungkinan dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk
metransportasikan spesimen, letakkan dalam refrigerator (4–8 °C) dan
simpan sampai bisa ditransportasikan.
5. Berikan anak makanan seperti biasa.
Keamanan
Bilas lambung biasanya merupakan prosedur yang tidak menghasilkan
aerosol. Anak hanya berisiko kecil mentransmisikan infeksi, sehingga dapatdilakukan dengan aman di kamar rawat inap atau ruang tindakan rutin.
C. Induksi sputum
Tidak seperti bilas lambung, induksi sputum merupakan prosedur yang
menghasilkan aerosol. Bila memungkinkan, prosedur ini sebaiknya dilakukan
diruang isolasi yang memiliki tindakan pencegahan kontrol infeksi yang
mencukupi (negative pressure, sinar ultraviolet (nyalakan jika ruang tidak
digunakan) dan kipas ekstraktor).
Induksi sputum merupakan prosedur yang berisiko rendah. Hanya sedikit
efek samping yang dilaporkan,seperticoughing spells, mild wheezingdan
epistaksis. Penelitian terbaru menunjukkan prosedur ini dapat dilakukan
dengan aman pada bayi.(2), namun staf memerlukan pelatihan dan peralatan
khusus untuk melakukan prosedur ini pada bayi.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 96/110
TB Anak Juknis
84 Juknis Manajemen TB Anak
Pendekatan umum
Periksa anak sebelum prosedur untuk memastikan mereka cukup sehatuntuk menjalani prosedur.Anak dengan karakteristik dibawah ini sebaiknya
tidak menjalani induksi sputum :
• Belum cukup puasa : jika anak belum puasa setidaknya 3 jam, tunda
prosedur sampai waktu yang tepat.
• Distress pernafasan berat (termasuk tachypnea, wheezing, hipoksia)
• Sedang dalam intubasi
• Perdarahan : hitung trombosit rendah, kemungkinan pendarahan,
epistaksis (simptomatik atau hitung platelet<50/ml darah).
• Penurunan kesadaran
• Riwayat asma (yang didiagnosis dan ditatalaksana oleh klinisi)
Prosedur
1. Berikan bronkodilator (contoh salbutamol) untuk mengurangi risiko
wheezing.
2. Berikan nebulisasi saline hipertonic (3% NaCl) selama 15 menit atau
sampai 5 cm3larutan sudah diberikan.
3. Berikan isioterapi dada bila perlu; hal ini berguna untuk memobilisasisekresi.
4. Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa ekspektorasi, ikuti prosedur
di section A untuk mengekspektorat sputum.
5. Untuk anak yang tidak dapat mengekspektorate (contoh anak yang
lebih muda), lakukan :
(i) suction hidung untuk membersihkan sekresi nasalatau (ii)aspirasi
nasopharyngealuntuk mengumpulkan spesimen yang sesuai.
Setiap peralatan yang akan digunakan kembali harus didisinfektan dan
disterilisasi sebelum digunakan pada pasien berikutnya.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 97/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 98/110
TB Anak Juknis
86 Juknis Manajemen TB Anak
dari anak yang akan diukur status gizinya.
8) Hitung prosentase Berat badan anak dengan berat badanidealnya dengan rumus : BB anak/BB ideal x 100%
9) Dengan Kriteria Waterlow 1972, tentukan status gizi anak
sebagai berikut:
• >90-110% ⇒ normal
• >80-90% ⇒ mild malnutrition
• >70-80% ⇒ moderate malutrition
• <70% ⇒ gizi buruk
• Mild dan moderate malnutrition termasuk kategori gizi kurang
Perhitungan BB/U
Perhitungan BB/U menggunakan tabel sesuai dengan jenis kelamin dan
kelompok umur.
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 99/110
TB Anak Juknis
87 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 100/110
TB Anak Juknis
88 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 101/110
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 102/110
TB Anak Juknis
90 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 103/110
TB Anak Juknis
91 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 104/110
TB Anak Juknis
92 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 105/110
TB Anak Juknis
93 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 106/110
TB Anak Juknis
94 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 107/110
TB Anak Juknis
95 Juknis Manajemen TB Anak
Lampiran Tabel Berat Badan Menurut Umur (Sampai Usia 3 Tahun 5 Bulan)
Usia >80% <80% <60% Usia >80% <80% <60%
Bulan Kg Kg Kg Bulan Kg Kg Kg
0 3.3 2.6 2 0 3.2 2.6 1.9
1 4.3 3.4 2.6 1 4 3.2 2.4
2 5.2 4.2 3.1 2 4.7 3.8 2.8
3 6 4.8 3.6 3 5.4 4.3 3.2
4 6.7 5.4 4 4 6 4.8 3.6
5 7.3 5.8 4.4 5 6.7 5.4 4
6 7.8 6.2 4.7 6 7.2 5.8 4.3
7 8.3 6.6 5 7 7.7 6.2 4.6
8 8.8 7 5.3 8 8.2 6.6 4.9
9 9.2 7.4 5.5 9 8.6 6.9 5.2
10 9.5 7.6 5.7 10 8.9 7.1 5.3
11 9.9 7.9 5.9 11 9.2 7.4 5.5
12 10.2 8.2 6.1 12 9.5 7.6 5.7
13 10.4 8.3 6.2 13 9.8 7.8 5.9
14 10.7 8.6 6.4 14 10 8 6
15 10.9 8.7 6.5 15 10.2 8.2 6.1
16 11.1 8.9 6.7 16 10.4 8.3 6.2
17 11.3 9 6.8 17 10.6 8.5 6.4
18 11.5 9.2 6.9 18 10.8 8.6 6.5
19 11.7 9.4 7 19 11 8.8 6.6
20 11.8 9.4 7.1 20 11.2 9 6.7
21 12 9.6 7.2 21 11.4 9.1 6.822 12.2 9.8 7.3 22 11.5 9.2 6.9
23 12.4 9.9 7.4 23 11.7 9.4 7
24 12.6 10.1 7.6 24 11.9 9.5 7.1
25 12.8 10.2 7.7 25 12.1 9.7 7.3
26 13 10.4 7.8 26 12.3 9.8 7.4
27 13.1 10.5 7.9 27 12.4 9.9 7.4
28 13.3 10.6 8 28 12.6 10.1 7.6
29 13.5 10.8 8.1 29 12.8 10.2 7.7
30 13.7 11 8.2 30 12.9 10.3 7.7
31 13.8 11 8.3 31 13.1 10.5 7.9
32 14 11.2 8.4 32 13.3 10.6 8
33 14.2 11.4 8.5 33 13.4 10.7 8
34 14.4 11.5 8.6 34 13.6 10.9 8.2
35 14.5 11.6 8.7 35 13.8 11 8.3
36 14.7 11.8 8.8 36 13.9 11.1 8.3
37 14.8 11.8 8.9 37 14.3 11.4 8.6
38 15 12 9 38 14.4 11.5 8.6
39 15.2 12.2 9.1 39 14.6 11.7 8.8
40 15.3 12.2 9.2 40 14.8 11.8 8.9
41 15.5 12.4 9.3 41 14.9 11.9 8.9
LAKI-LAKI (sampai usia 3.5 tahun) PEREMPUAN (sampai usia 3.5 tahun)
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 108/110
TB Anak Juknis
96 Juknis Manajemen TB Anak
Lampiran Tabel Berat Badan Menurut Umur (Usia 3 Tahun 5 Bulan — 15 Tahun)
LAKI-LAKI (usia 3.5 —15 tahun) PEREMPUAN (usia 3.5 —15 tahun)
Usia >80% <80% <60% Usia >80% <80% <60%
Tahun Kg Kg Kg Tahun Kg Kg Kg
3.5 15.7 12.6 9.4 3.5 15.1 12.1 9.1
4 16.7 13.4 10 4 16 12.8 9.6
4.5 17.7 14.2 10.6 4.5 16.8 13.4 10.1
5 18.7 15 11.2 5 17.7 14.2 10.6
5.5 19.7 15.8 11.8 5.5 18.6 14.9 11.2
6 20.7 16.6 12.4 6 19.5 15.6 11.7
6.5 21.7 17.4 13 6.5 20.6 16.5 12.6
7 22.9 18.3 13.7 7 21.8 17.4 13.1
7.5 24 19.2 14.4 7.5 23.3 18.6 14
8 25.3 20.2 15.2 8 24.8 19.8 14.9
8.5 26.7 21.4 16 8.5 26.6 21.3 16
9 28.1 22.5 16.9 9 28.5 22.8 17.1
9.5 29.7 23.8 17.8 9.5 30.5 24.4 18.3
10 31.4 25.1 18.8 10 32.5 26 19.5
10.5 33.3 26.6 20 10.5 34.7 27.8 20.8
11 35.3 28.2 21.2 11 37 29.6 22.2
11.5 37.5 30 22.5 11.5 39.2 31.4 23.5
12 39.8 31.8 23.9 12 41.5 33.2 24.9
12.5 42.7 34.2 25.6 12.5 43.8 35 26.3
13 45.5 36.4 27.3 13 45.1 36.1 27.1
13.5 48 38.4 28.8 13.5 47.8 38.2 28.7
14 51 40.8 30.6 14 49.2 39.4 29.5
14.5 53.8 43 32.3 14.5 50.8 40.6 30.5
15 56.2 45 33.7 15 51.8 41.4 31.1
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 109/110
TB Anak Juknis
97 Juknis Manajemen TB Anak
8/20/2019 TB Anak 2013
http://slidepdf.com/reader/full/tb-anak-2013 110/110
TB Anak Juknis