perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI PERILAKU MENYIMPANG (DEVIANT BEHAVIOR)
KAUM URBAN (STUDI KASUS KOMUNITAS PUNK DI KOTA
SURAKARTA)
TAHUN 2009-2010
Skripsi
Oleh :
LISTYA INTAN ARTIANI
NIM K5405026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Listya Intan Artiani. K5405026. STUDI PERILAKU MENYIMPANG
(DEVIANT BEHAVIOR) KAUM URBAN (STUDI KASUS KOMUNITAS
PUNK DI KOTA SURAKARTA) TAHUN 2009 - 2010. Skripsi. Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Maret.
2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Persebaran komunitas punk
(scene punk) di Kota Surakarta. 2) Karakteristik punk di Kota Surakarta. 3)
Persepsi masyarakat terhadap perilaku kaum punk. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Sumber data diperoleh dari informan,
peristiwa / aktivitas, tempat / lokasi dan dokumen. Informan yang dipilih yaitu
kaum punk Kota Surakarta, sebagian kaum punk selain Kota Surakarta yang dapat
membantu memberikan informasi, sebagian masyarakat yang bisa dimintai
keterangan, baik itu masyarakat di lingkungan kaum punk tinggal maupun
masyarakat di sekitar tempat berkumpulnya kaum punk. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara terstruktur, pengamatan atau observasi, analisis dokumen, dan
kuesioner atau angket. Validitas data diperoleh melalui triangulasi data dan
metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis spasial dengan
menggunakan peta dan model analisis interaktif (interactive of analysis model).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Distribusi tempat
berkumpulnya komunitas punk (scene punk) di Kota Surakarta meliputi beberapa
lokasi yaitu: Sriwedari, Kleco, Purwosari, Gladhag, Ngapeman, Brondongan,
Timuran, Ngarsopuro, dan Proliman. 2) Kaum punk di Kota Surakarta memiliki
latar belakang dan karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut antara
lain karakteristik demografi, karakteristik sosial ekonomi, karakteristik punk, dan
karakteristik lain-lain. a) Karakteristik demografi kaum punk Kota Surakarta
yaitu: (1) mayoritas yang tergabung dalam komunitas punk rata-rata berjenis
kelamin laki-laki dengan presentase ± 92,86 %, sedangkan presentase perempuan
± 7,14 %; (2) mayoritas yang tergabung dalam komunitas punk tergolong dalam
usia remaja; (3) sebagian besar kaum punk memiliki status belum pernah menikah
dengan presentase ± 92,86 %, sedangkan punk yang telah menikah ± 7,14 %; (4)
rata-rata yang tergabung dalam komunitas punk di Kota Surakarta berasal dari
dalam Kota Surakarta itu sendiri dengan presentase ± 64,29 %, sedangkan yang
berasal selain dari Kota Surakarta ± 35,71 %. b) Karakteristik sosial ekonomi
kaum punk Kota Surakarta yaitu: (1) pada umumnya yang tergabung dalam dalam
komunitas punk adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan jenjang SMA
dengan presentase ± 61,43 %; (2) berdasarkan hasil pengamatan di lapangan jenis
pekerjaan mereka seperti wiraswasta, percetakan, tattoo artist, design grafis,
ngamen, sablon kaos, buruh kasar, dan lain-lain. c) Karakteristik punk Kota
Surakarta yaitu: (1) fashion dan musik meliputi: (a) mayoritas punk di Kota
Surakarta memiliki tata rambut yang masuk kedalam kategori lain-lain dengan
presentase ± 47,14 %. Sebagian besar punk di Kota Surakarta memiliki warna
rambut yang dicat hitam dengan presentase 58,57 %; (b) sebagian besar punk di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Kota Surakarta sering menggunakan kaos berwarna hitam dan berdesign band-
band punk lokal dengan presentase ± 78,58 %; (c) pada umumnya punk di Kota
Surakarta memakai celana gunung dengan presentase sebesar ± 54,29 %.
Sebagian besar punk atau ± 87,14 % dari responden menempel emblem di celana
atau jaket mereka; (d) mayoritas kaum punk memakai sepatu boot merk lain yaitu
sepatu boot selain Doc. Mart atau sepatu boot yang dipesan dari perajin di
Jogjakarta atau Jakarta dengan presentase ± 67,15 %; (e) mayoritas punk memakai
piercing atau tindik dengan presentase ± 64,29 %, sedangkan yang tidak memakai
piercing atau tindik hanya ± 35, 71 %; (f) sebagian besar kaum punk memiliki tato
permanen di tubuhnya dengan presentase ± 68,57 %; (g) sebagian besar punk di
Kota Surakarta ± 54,29 % beraliran street punk, sedangkan anarcho punk di Kota
Surakarta hanya ± 25,71 %. Mayoritas kaum punk di Kota Surakarta kurang
menyukai aliran crustcore dan melodic. (2) Sikap dan perilaku punk yaitu: (a)
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari masing-masing kriteria pada
intensitas kaum punk di lokasi scene. Masing-masing kriteria hampir memiliki
presentase yang sama ± 30 %. Mayoritas punk di Kota Surakarta memiliki radius
rumah dengan lokasi scene > 1,5 km dengan presentase ± 81,43 %; (b) seluruh
kaum punk pernah berkunjung ke scene punk ke luar kota atau scene punk daerah
lain dengan presentase ± 100 %; (c) kaum punk sering mengunjungi gigs punk
baik didalam maupun luar Kota Surakarta. Menurut hasil penelitian tidak
ditemukan punk yang tidak pernah mengunjungi gigs. Setiap punk pasti pernah
mengunjungi gigs; (d) sebagian besar kaum punk paham tentang norma-norma
dalam masyarakat dengan presentase ± 95,71, tetapi norma-norma tersebut tidak
mereka implementasikan dalam kehidupan sehari-hari; (e) kaum punk di Kota
Surakarta kadang-kadang memiliki sikap antipati terhadap masyarakat sekitar
dengan presentase ± 68,57 %. d) Karakteristik lain-lain kaum punk Kota Surakarta
yaitu: (1) hampir seluruh kaum punk Kota Surakarta masih memiliki orang tua;
(2) hampir seluruh kaum punk Kota Surakarta pernah dikejar atau terkena razia
oleh aparat negara terutama Satpol PP. 3) Persepsi masyarakat terhadap komunitas
punk adalah punk merupakan salah bentuk perilaku menyimpang (deviant
behavior). Mayoritas masyarakat menganggap perilaku punk menyimpang dari
tendensi sentral karena hal tersebut tercermin dari fashion dan lifestyle komunitas
punk yang berbeda dari masyarakat pada umumnya, namun dibalik semua itu
punk memiliki sebuah kreatifitas tersendiri. Tidak menutup kemungkinan bahwa
punk dekat dengan alkohol, walaupun tidak semua punk adalah alkoholik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Listya Intan Artiani. K5405026. THE BEHAVIORAL STUDY DIGRESS
(DEVIANT BEHAVIOR) OF THE URBAN CLAN (THE CASE STUDY OF
COMMUNITY PUNK IN SURAKARTA) OF THE YEAR 2009-2010.
Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret
State University of Surakarta. March. 2011.
The objective of this research are: 1) To know the disseminating of the
punk community (punk scene) in Surakarta. 2) The characteristic of punk in
Surakarta. 3) The society perception to the behavior of punk. This research uses
the descriptive research method qualitative. The data source obtained from the
informant, event / activity, place / location and document. The informant who
selected is the punk clan in Surakarta, besided that the partly of punk outside
Surakarta also can be asked some information, the partly of society which can be
asked information, even that society in the environment of the punk omit and also
the society around their place gather. Sampling technique that used is purposive
sampling. The technique of data collecting that used is the structure interview, the
perception or observation, analyse the document, and enquette. The validity of
data was obtained through the triangulation of data and method. The technique
analyse of data that used is analysis spatial by using map and interactive of
analysis model.
Based on the result of this research, this is can conclude as follows: 1) The
place distribution gather of the punk community (punk scene) covering some
location that is: Sriwedari, Kleco, Purwosari, Gladhag, Ngapeman, Brondongan,
Timuran, Ngarsopuro, and Proliman. 2) The punk in Surakarta have background
and characteristic which different each other. The characteristic for example the
demography characteristic, the economic social characteristic, the characteristic of
punk itself and others characteristic. a) The demography characteristic the punk of
Surakarta is: (1) Majority who merged into the punk community is men ± 92,86
%, while the percentage of woman about ± 7,14 %; (2) Majority who merged into
the punk community include in the adolescent age; (3) Mostly of punk having
status have never married ± 92,86 %, while the punk have been married about ±
7,14 %; (4) The mean which is merged into the punk community in Surakarta
coming from within town of Surakarta itself by percentage ± 64,29 %, while
coming apart from Surakarta ± 35,71 %. b) The economic social characteristic the
punk of Surakarta is: (1) Generally the punk who is jointed into community is
those with level of education of Senior High School ladder ± 61,43 %; (2) Based
on the the observation in the field, their work type like open the merchandise rock
shop, printing office, tattoo artist, graphical design, ngamen (sing a song on the
street), labourrer, and others. c) The characteristic the punk of Surakarta is: (1)
The fashion and music is: (a) Majority the punk of Surakarta have the hair-do
which is inclusived into the other category ± 47,14 %. Mostly of punk in
Surakarta have the hair colour painted black ± 58,57 %; (b) Mostly of punk in
Surakarta often use the black t-shirt with the local groups band of punk design ±
78,58 %; (c) Generally the punk of Surakarta use mount pants or army pants ±
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
54,29 %. Mostly of punk or ± 87,14 % from the responder patch the emblem in
their jacket or pants; (d) Majority of punk use the dissimilar label boot besides
Doc. Mart or the boot which ordered from boot maker in Jogjakarta or Jakarta ±
67,15 %; (e) Majority of punk have piercing ± 64,29 %, while who don‟t have
piercing only ± 35,71 %; (f) Mostly of punk have the permanent tattoo in theirs
body ± 68,57 %; (g) Mostly of punk in Surakarta ± 54,29 % is a street punk, while
anarcho punk only ± 25,71 %. Majority the punk of Surakarta less take a fancy to
the crust core and melodic genre. (2) The attitude and behavioral of punk is: (a)
There are not significant difference from each criterion to the punk intensity in the
scene location. Each criterion almost have the same percentage ± 30 %. Majority
of punk in Surakarta have the house distance with the scene location > 1,5 km
about ± 81,43 %; (b) Entire of punk have paid a visit to the punk scene out town
or other ± 100 %; (c) The punk often visit the gigs punk inside and also outside
Surakarta. According to the research result is not founded the punk who have
never visited gigs. Every punk surely have visited gigs; (d) Mostly of punk
understand about the norm in the society ± 95,71 %, but they don‟t implemented it
in everyday life. (e) The punk of Surakarta sometime have the antipathy attitude
to the surround of society ± 68,57 %. d) Another characteristic the punk of
Surakarta is: (1) Almost all the punk of Surakarta still has parent; (2) Almost the
punk of Surakarta have been pursued or incurred by aparat state especially set of
police pamong district public service. (3) The society perception to the punk
community is punk represent one of behavioral form digress (deviant behavior).
The society majority assume that the punk behavior digress from the central
mainstream because of that thing have seen from the fashion and different
lifestyle of the punk community from society generally, but at the opposite of all
that punk have a separate creativity. Not close the possibility that the punk close
to alcohol, although not all punk is alcoholic.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
“Jangan pernah membeda-bedakan karena kita semua adalah sama yaitu umat
Tuhan Allah Pencipta Alam Semesta. Jadi tetaplah optimis, semangat, berjuang,
terus berkarya, dan tidak usah takut dalam menghadapi rintangan apapun. Hantam
prasangka buruk dan yakinlah kalau kita bisa. Jangan lupa selalu berdoa karena
segala sesuatu atau urusan semuanya akan kembali dan terjadi atas izin dari-Nya”.
(Penulis)
“Ikhlas dan bersabarlah”
(Penulis)
“Lakukan atau mati”.
(Bombardir)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan
kepada:
Ayahku tersayang alm. Sukiman bin Wongso
Taruno
Ibuku yang paling sabar
Kakakku alm. Heru Subekti yang telah
banyak memberikan inspirasi hidup
Kaum Punk n Skin Kota Surakarta (semangat
Djoeang)
Kaum Punk n Skin seluruh Indonesia
Sahabat dan orang-orang yang senantiasa
menemani dan menyayangiku, kalian
membuat hari-hariku tak pernah sepi
Teman-teman Geografi 2005
Brahmahardhika Mapala FKIP UNS
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya
skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas bantuanya, disampaikan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindardjono, M.Si selaku Pembimbing I yang telah
memberi pengarahan, bimbingan serta dorongan sampai selesainya
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Inna Prihartini, MS selaku Pembimbing II yang telah memberi
pengarahan, bimbingan serta dorongan sampai selesainya penyusunan skripsi
ini.
6. Ibu Pipit Wijayanti, S.Si, M.Sc selaku Pembimbing Akademik.
7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
8. Kaum punk dan skinhead di Kota Surakarta pada khususnya dan di Indonesia
pada umumnya yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, dan
motivasi.
9. Keluarga besar Sriwedari Boot Bois, Kleco, Purwosari, Gladhag, Ngapeman,
Ngarsopuro, Proliman, Timuran, Brondongan (scene komunitas punk) atas
bantuan dan dukungannya.
10. Paguyuban Wirobrajan, Jogjakarta yang telah memberikan newsletter.
11. Alm. Bp. Sukiman bin Wongso Taruna ku tersayang. Maafkan anakmu ini
yang belum bisa memberikan kebahagiaan kepada Bapak. Saya berjanji akan
melaksanakan semua pesan dan nasehat yang Bapak amanatkan kepada saya.
Terimakasih atas semua perhatian cinta, kasih sayang, kepercayaannya, doa
dan dukunganya.
12. Ibuku tersayang atas semua perhatian, doa, cinta, kasih sayang dan
ketulusannya.
13. Semua saudara dan keluarga atas doa, motivasi dan kasih sayangnya.
14. Keluarga besar drg. Sunardi atas bantuan, motivasi, dan dukungannya.
15. Keluarga besar Violet dan seluruh crew, Mas Aris, Mas Aan, Hasit, Woko,
Wawan, Prabowo alias Kholis, Widi, Atun, Alfind atas bantuan, hiburan,
motivasi, kebersamaan, dan persahabatannya. Semoga jalinan kekeluargaan
tetap terjaga sepanjang waktu. Maju dan terus berkaryalah Bengal RI.
16. Dik Gundul, Mas Kecil tato, Pedro, Mas Lius, Waras, Mas Bayu Kleco,
Pendik, Pedo, Singgih, Awank, Tegar Melati di Tapal Batas atas bantuan,
waktu, dan dukungannya.
17. Sahabatku Upik, Tanwirul Huda, Eko PP, Inez, Siti Nur Muslimah, Darsini,
Darsono, Agung Aha, Ardhian Achmad Said, Permata Gita Putri, Bu Aris,
Dania, Wahyu Artha Bayu Murti atas hiburan, motivasi, kebersamaan,
persahabatan, bantuan dan dukungannya.
18. Teman-teman Seni Rupa FKIP UNS, Udin, Tugas, Yudhi atas waktu dan
motivasinya.
19. Keluarga besar pedagang kaki lima di Boeluvard UNS atas dukungan dan
motivasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
20. Teman-temanku Mapala Brahmahardhika FKIP UNS.
21. Teman-temanku Geo brotherhood 2005.
22. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang.
Surakarta, Maret 2011
Penulis,
Listya Intan Artiani
NIM. K5405026
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………….…………………………………………… i
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ………………………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. iv
ABSTRAK …………………………………………………………………… v
ABSTRACT …………………………………………………………………. vii
MOTTO ……………………………………………………………………… ix
PERSEMBAHAN …………………………………………………………… x
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xvii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xix
DAFTAR PETA …………………………………………………………….. xxi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xxii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………… 9
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 9
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 9
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Punk
a. Sejarah Punk …………………………………………….. 11
b. Pengertian Punk …………………………………………. 12
1) Punk sebagai Tren Remaja dalam Fashion
dan Musik …………………………………………….. 13
2) Punk sebagai Keberanian Memberontak dan
Melakukan Perubahan ……………………………….. 19
3) Punk sebagai Bentuk Perlawanan yang “Hebat” karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Menciptakan Musik, Gaya Hidup, Komunitas, dan
Kebudayaan Sendiri ………………………………….. 20
c. Filosofi Punk …………………………………………… 26
2. Karakteristik Punk
a. Karakteristik Demografi ……………………………….. 31
b. Karakteristik Sosial Ekonomi ………………………….. 32
3. Perilaku Menyimpang ……………………………………... 34
B. Hasil Penelitian yang Relevan ……………………………….. 36
C. Batasan-batasan Istilah ……………………………………….. 42
D. Kerangka Pemikiran ………………………………………….. 46
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………... 49
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ……………………………….. 49
C. Sumber Data ………………………………………………….. 52
D. Populasi dan Sampel ………………………………………..... 53
E. Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 53
F. Validitas Data ………………………………………………… 56
G. Teknik Analisis Data ………………………………………… 56
H. Prosedur Penelitian …………………………………………… 58
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Letak, Batas dan Luas ……………………………………. 60
2. Penduduk Kota Surakarta ……………..………………….. 62
3. Sarana dan Prasarana ……………………………………… 64
4. Keadaan Sosial ……………………………………………. 65
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Persebaran Kaum Punk di Kota Surakarta
(Scene Komunitas Punk) ……………………………………. 67
2. Karakteristik Punk di Kota Surakarta ………………………. 102
3. Persepsi Masyarakat terhadap Perilaku Punk ………………. 128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 141
B. Implikasi ……………………………………………………… 145
C. Saran ………………………………………………………….. 147
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 149
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Alur Pemikiran ……………………………………….. 48
Gambar 2. Model Analisis Interaktif ………………………………………... 58
Gambar 3. Traffic Light di Kleco (Scene Komunitas Punk) ………………… 70
Gambar 4. Kali Kleco ……………………………………………………….. 70
Gambar 5. Kaum Punk di Kleco (Scene Komunitas Punk) ………….……… 71
Gambar 6. Peneliti dan Kaum Punk di Kleco (Scene Komunitas Punk) ……. 71
Gambar 7. Punk di Kleco (Scene Komunitas Punk) ………...……………… 72
Gambar 8. Photo View Scene Komunitas Punk Kleco ……………………… 73
Gambar 9. Photo View Scene Komunitas Punk Sriwedari ………………….. 77
Gambar 10. Photo View Scene Komunitas Punk Proliman ………………….. 80
Gambar 11. Photo View Scene Komunitas Punk Gladhag …………………… 83
Gambar 12. Photo View Scene Komunitas Punk Ngarsopuro ……………….. 86
Gambar 13. Band Punk Middle Finger ………………………………………. 89
Gambar 14. Photo View Scene Komunitas Punk Purwosari …………………. 90
Gambar 15. Punk di Ngapeman (Scene Komunitas Punk) …….……………. 92
Gambar 16. Photo View Scene Komunitas Punk Ngapeman ……………….. 93
Gambar 17. Traffic Light di Brondongan (Scene Komunitas Punk) ………... 95
Gambar 18. Photo View Scene Komunitas Punk Brondongan ……………… 96
Gambar 19. Photo View Scene Komunitas Punk Timuran …………………. 99
Gambar 20. Mohawk Spiky ………………………………………………….. 108
Gambar 21. Mohawk Kipas dan Mohawk Mohican ………………………… 108
Gambar 22. Mohawk Runcing ………………………………………………. 109
Gambar 23. Emblem ………………………………………………………… 112
Gambar 24. Celana Gunung ………………………………………………… 113
Gambar 25. Celana Kotak-kotak ¾ dari Bahan Flannel ……………………. 114
Gambar 26. Doc.Mart dalam Fashion Punk ………………………………… 115
Gambar 27. Peneliti dan Kaum Punk ………………………………………. 118
Gambar 28. Peneliti dan Kaum Punk ………………………………………. 119
Gambar 29. Kaum Punk dari Luar Kota ……………………………………. 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 30. Kaum Punk dari Luar Kota …………………………………… 121
Gambar 31. Salah Satu Gigs Punk di Rams Studio ………………………… 123
Gambar 32. Slame Dance dalam Gigs Punk ……………………………….. 124
Gambar 33. Beberapa Masyarakat yang Memberikan Pendapat Mengenai
Perilaku Punk…………………………………………………. 164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Penelitian yang Relevan ……………………………………… 36
Tabel 2. Luas Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………….. 60
Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan
Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008 …………………… 62
Tabel 4. Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin Tahun 2008 ……………………………………. 63
Tabel 5. Banyaknya Penduduk yang Datang dan Pindah di Kota Surakarta
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 ……………………………….. 64
Tabel 6. Banyaknya Kendaraan Angkutan Umum yang Berdomisili di
Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………… 64
Tabel 7. Panjang Jalan Menurut Status Jalan dan Keadaan di
Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………… 65
Tabel 8. Banyaknya Fasilitas Perlindungan Sosial Menurut Kecamatan di
Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………... 66
Tabel 9. Banyaknya Penyandang Tuna Sosial Menurut Jenis dan
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………… 67
Tabel 10. Jumlah Kaum Punk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2009-2010 …………………………………………………. 102
Tabel 11. Status Perkawinan Kaum Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 …………………………………………………. 103
Tabel 12. Daerah Asal Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 ……... 104
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Kaum Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 ………………………………………………… 105
Tabel 14. Model Rambut Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 …... 107
Tabel 15. Warna Rambut Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 …... 109
Tabel 16. Warna dan Design Kaos yang Sering Digunakan oleh
Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 …………………... 110
Tabel 17. Celana Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 ………….... 111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Tabel 18. Keberadaan Emblem pada Fashion Kaum Punk
Kota Surakarta Tahun 2009-2010 ……………………………….. 111
Tabel 19. Jenis Sepatu Boot Kaum Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 ……………………………………………….. 115
Tabel 20. Piercing (Tindik) Kaum Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 ……………………………………………….. 116
Tabel 21. Tato Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 …………… 116
Tabel 22. Aliran Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010 …………. 117
Tabel 23. Intensitas Kaum Punk Kota Surakarta di Lokasi Scene
Tahun 2009-2010 ………………………………………………. 119
Tabel 24. Radius Rumah Kaum Punk Kota Surakarta dengan
Lokasi Scene …………………………………………………….. 120
Tabel 25. Kunjungan Kaum Punk Kota Surakarta ke Scene
Luar Kota Tahun 2009-2010 ……………………………………. 122
Tabel 26. Frekuensi Kaum Punk Kota Surakarta Mengunjungi
Gigs Punk Tahun 2009-2010 …………………………………… 122
Tabel 27. Pemahaman Kaum Punk Kota Surakarta tentang
Norma Sosial dalam Masyarakat ………………………………. 125
Tabel 28. Sikap Antipati Kaum Punk Kota Surakarta terhadap
Masyarakat …………………………………………………….. 126
Tabel 29. Pengejaran Kaum Punk Kota Surakarta oleh Aparat Negara …. 128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR PETA
Peta 1. Administrasi Kota Surakarta Tahun 2010 …………………………….. 61
Peta 2. Persebaran Komunitas Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 …………………………………………………….. 100
Peta 3. Kuantitas Komunitas Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010 ….............................................................................. 101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian untuk Kaum Punk.
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Penelitian untuk Masyarakat terhadap Perilaku
Punk.
Lampiran 3. Jumlah Responden (Kaum Punk) di Tiap-tiap Scene Komunitas
Punk di Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
Lampiran 4. Foto-Foto Penelitian.
Lampiran 5. Surat-surat Perijinan Penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat modern yang serba
kompleks. Segala rutinitas masyarakat mengikuti detak dalam sendi kehidupan
kota. Aktivitas masyarakat perkotaan berjalan dengan kecepatan penuh,
meninggalkan siapa saja yang tak sanggup mengejar. Saling pukul bukan hal yang
aneh, apalagi tabu bagi masyarakat kota. Nilai-nilai atau norma sosial yang dulu
menjadi falsafah dalam kehidupan bermasyarakat sekarang dianggap tidak relevan
lagi untuk kehidupan bersama dan kehidupan yang saling berbagi. Hal tersebut
merupakan indikator bahwa kota telah mengalami perkembangan dalam segala
bidang, sehingga memunculkan suatu sistem di masyarakat yang secara struktur
dan kulturnya berbeda dengan struktur dan kultur masyarakat pedesaan.
Masyarakat kota sebagai sistem dinamis berarti bahwa disitu
dimungkinkan terjadinya perubahan. Perubahan tersebut dapat dipandang sebagai
suatu proses yang selain berlangsung terus, juga bermakna bagi masyarakat itu
sendiri. Material yang hingga sekarang tersedia untuk menunjukkan arah
kemungkinan membuat perumusan mengenai perubahan sosial, banyak digali dari
proses yang terjadi dalam kota seperti: urbanisasi, industrialisasi, dan modernisasi
(Daldjoeni, 1997: 32).
Kenyataan sosial yang dijumpai dalam kehidupan kota yang banyak disitu
adalah anomi, konflik, perubahan sosial, bahkan disintegrasi. Sehubungan itu
masyarakat sebagai suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun
perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang
terpecah-pecah secara ekonomis (Karl Max dalam Daldjoeni, 1997: 32).
Dengan mengetahui karakteristik masyarakat kota, maka terdapat definisi
kota itu sendiri menurut beberapa geograf. Dalam literatur geografis dapat
ditemukan berbagai definisi kota. Bintarto dalam Daldjoeni (1997: 23)
mengemukakan bahwa “Kota itu suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai oleh strata sosial-
ekonomi yang heterogen dengan coraknya yang materialistis”.
Berdasarkan pendapat Bintarto di atas dapat disimpulkan bahwa kota itu
merupakan tempat bermukim warga kota, tempat bekerja, tempat hidup, dan
tempat berkreasi. Sesuai itu maka selayaknyalah jika kelestarian kota harus
didukung oleh berbagai prasarana dan sarana yang cukup untuk jangka waktu
lama.
Geograf Berry dalam Daldjoeni (1997: 24) berpendapat bahwa “Struktur
kota itu terdiri atas tiga unsur yaitu kerangka (jaringan jalan), daging (kompleks
perumahan penduduknya) dan darah (gerak-gerik manusia)”. Geograf lain ada
yang menafsir daging dalam arti yang lebih luas, yakni lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang wadah fisiknya berupa pasar (ekonomi), kampus
(pendidikan), rumah sakit (kesehatan), rumah ibadat (keagamaan), stadion
(olahraga), dan seterusnya.
Geograf Hofmeister dalam Daldjoeni (1997: 25) mendefinisikan bahwa
“Kota itu adalah suatu pemusatan spasial dari tempat tinggal dan tempat kerja
manusia yang kegiatan umumnya di sektor ekonomi sekunder dan tersier, dengan
pembagian kerja ke dalam dan arus lalu lintas yang beraneka, antara bagian-
bagiannya dan pusatnya, yang pertumbuhannya sebagian besar disebabkan oleh
bertambahnya kaum pendatang yang mampu melayani kebutuhan-kebutuhan
barang serta jasa bagi wilayah yang jauh letaknya”.
Kota adalah tempat dimana peradapan manusia baru muncul sebagai
akibat interaksi sosial antarwarga yang berasal dari bermacam wilayah dengan
beragam latar belakang. Dengan begini, kota pun bisa menjadi muara bagi seni
urban sebagai dampak kreasi dan ekspresi dari budaya urban (Mulyono dalam
Kennedy, 2009: 27).
Gejala sosiologis yang lahir dari kebudayaan industrial di kota menjadi
pemicu munculnya kelas menengah dengan atribut dan identitas khusus, semisal
yuppies (young urban professionals) dan yiffies (young individualistic freedom
minded view). Gaya hidup kedua kelompok ini sangat khas dengan pola hidup
matrealisme. Konsumenrisme semacam inilah yang kemudian melanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
masyarakat kota yang bisa jadi merupakan konsekuensi logis ketika sebuah kota
dikembangkan dengan konsep ekonomi yang paling dominan. Akibatnya,
kesenjangan dan diferensiasi sosial masyarakat kota kian jelas (Mulyono dalam
Kennedy, 2009: 28).
Pembengkakan jumlah penduduk ditambah dengan keragaman populasi
warga kota telah memicu berbagai masalah. Disamping persoalan klasik seperti
kemacetan, kekumuhan, dan polusi. Masalah lainnya juga mengemuka misalnya
saja ketimpangan sosial, kejahatan, marginalisasi, juga etos kaum urban.
Kompleksitas masyarakat kota dengan segala dinamikanya telah
membentuk pola tersendiri. Banyak kalangan menyebutnya sebagai urban culture
atau budaya perkotaan. Sebuah budaya yang menjamur dan mengisi ruang publik,
termasuk lewat seni maupun aktivitas lainnya. Sebuah budaya yang timbul karena
kejenuhan terhadap apa yang sudah ada. Sebuah budaya yang lahir akibat
pertemuan beragam budaya. Urban culture dicirikan dengan adanya kegiatan-
kegiatan khas urban yang dilakukan oleh penghuni kota didalam sebuah konteks
urban seperti pedestrian, jalan, atau plaza. Secara definitif, kegiatan khas urban
culture disebut sebagai kegiatan subkultur komposit urban. Sementara muncul
pendapat lain yang menyebut urban culture sebagai street culture (budaya
jalanan), namun pendapat ini segera mendapat sangkalan bahwa urban culture
tidak selalu identik dengan budaya jalanan karena siapapun yang tinggal di kota
berhak menganut apapun, kendati dengan definisi yang berbeda-beda. Hal
terpenting adalah kaum pendatang tetap memiliki satu semangat urban spirit
(Mulyono dalam Kennedy, 2009: 35).
Kota adalah tempat dimana keberagaman bertemu. Keberagaman tentang
apapun : suku, status atau kelas sosial, hingga ideologi. Keberagaman inilah yang
memicu hadirnya perebutan ruang-ruang eksistensi, perebutan ruang keinginan
untuk diakui. Keberagaman ini jugalah yang memicu hadirnya kreasi inovatif dan
karya alternatif terhadap kondisi kota.
Ditengah masyarakat modern sekarang terdapat keberagaman, salah
satunya adalah status atau kelas sosial. Kelas sosial dalam masyarakat pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
umumnya terbagi menjadi kelas rendah (pendapatan rendah), kelas menengah, dan
kelas sosial tinggi (pendapatan tinggi).
Di kota besar negara yang sudah maju, kejahatan remaja berkaitan erat
sekali dengan kemiskinan. Hal ini dicerminkan oleh distribusi ekonomis dan
distribusi ekologis dari orang-orang yang berasal dari kelas-kelas sosial yang
berbeda-beda. Dengan sendirinya dalam masyarakat sedemikian ini terdapat
banyak kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. Semua keadaan tadi dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak-
anak remaja yang berasal dari stratifikasi ekonomis rendah dengan pola subkultur
kemiskinan, namun anak-anak remajanya memiliki ambisi materiil yang terlalu
tinggi dan tidak realistis (Kartono, 2006: 33).
Pada masyarakat dengan status sosial rendah juga terdapat keberagaman
dalam pola tingkah laku. Ada yang hidup dengan pola tingkah laku biasa (sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat) dan ada pula
sebagian masyarakat yang hidup dengan pola tingkah laku yang luar biasa (anomi)
atau tidak sesuai dengan kaidah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Kondisi tersebut tentu akan memacu timbulnya masalah-masalah sosial di dalam
masyarakat. Salah satunya adalah muncul perilaku menyimpang (deviant
behavior) .
Perilaku menyimpang disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala
sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat
disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh
faktor-faktor sosial.
Albert K. Cohen dalam Hadisuprapto (2008: 19) mengemukakan bahwa
„Deviant behavior as behavior which violates institutionalized expectations-that
is, expectations which are share and recoqnized as legitimate within a social
system”.
Semua tingkah laku yang sakit secara sosial merupakan penyimpangan
sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya
memakai cara pemecahan sendiri yang non komersiil, tidak umum, luar biasa atau
abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara tersendiri demi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kepentingan pribadi. Deviasi tingkah-laku tersebut dapat mengganggu dan
merugikan subyek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Deviasi tingkah-laku
ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi sentral, atau
menyimpang dari ciri umum rakyat kebanyakan. Tingkah laku menyimpang
secara sosial juga disebut sebagai diferensiasi sosial, karena terdapat diferensiasi
atau perbedaaan yang jelas dalam tingkah lakunya, yang berbeda dengan ciri-ciri
karakteristik umum, dan bertentangan dengan hukum atau melanggar peraturan
formal (Kartono, 2006: 5).
Dalam situasi anomie, tinggi kecenderungan terjadinya marginalities
sistem nilai dan norma di masyarakat berlaku pun tidak, dianggap tidak berlaku
pun belum. Anggota masyarakatnya seolah-olah kehilangan pegangan nilai-nilai
dan norma-norma manakah yang seharusnya dipilih dan dijadikan pedoman untuk
berperilaku di masyarakat. Situasi perubahan sosial tersebut telah memberikan
dampak terhadap anak dan remaja. Pada satu pihak, dalam dirinya sendiri masih
mengalami “konflik” kejiwaan dan perlu “berbenah jiwa”, pada lain pihak selalu
saja dalam proses berbenah jiwa ini “diganggu” oleh situasi yang selalu saja
berubah, tidak jelas dan tidak pasti itu. Situasi ini paling terasakan oleh remaja
yang hidup di perkotaan. Komposisi penduduk perkotaan yang relatif tinggi
tingkat kemajemukannya dan tajamnya ketimpangan kondisi kehidupan di
perkotaan tentunya akan melahirkan problema-problema sosial khas perkotaan.
Kemajemukan dan ketimpangan itu misalnya bisa dilihat dari aspek pendidikan,
ada kelompok orang yang sangat terdidik dan amat luas serta canggih
pengetahuannya sehingga terkenal secara nasional, bahkan internasional, tetapi
ada juga orang yang sekolah dasar pun tidak tamat. Aspek pekerjaan, ada orang-
orang yang bekerja dibidang teknologi yang sangat canggih, sementara ada pula
orang-orang yang kemampuannya terbatas. Gaya hidup, ada orang-orang yang
mempunyai gaya hidup mewah. Sementara itu masih banyak orang yang hidupnya
pas-pasan. Kondisi-kondisi yang serba kontras ini tentu akan melahirkan berbagai
masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali problema-
problema yang harus dihadapi para remajanya (Hadisuprapto, 2008: 48).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Remaja-remaja yang berasal dari kelas atas dan menengah tentunya
mempunyai tata nilai dan norma-norma yang khas sehingga berbeda dari tata nilai
dan norma remaja kelas bawah. Kemudahan-kemudahan yang dinikmati remaja
kelas atas dan menengah pun hanya menjadi lamunan kelas bawah.
Ketidakmerataan kesempatan tersebut lalu cenderung timbulnya kelompok-
kelompok di masyarakat, tidak terkecuali para remajanya menjadi beberapa
kategori (a) kelompok conformities; (b) kelompok pembaharu (positif maupun
negatif); (c) kelompok ritualis; (d) kelompok retreatis; dan (e) kelompok rebellis
(Merton dalam Hadisuprapto, 2008: 50). Disamping itu, terjadinya komunikasi
dan interaksi antar remaja berbagai kelas itu akan melahirkan pula perasaan-
perasaan tersendiri. Pada kalangan remaja kelas bawah sering timbul subculture
delinquent. Suatu sub-budaya tandingan yang diciptakan oleh sementara remaja
kelas bawah sebagai reaksi dan akibat kecemburuan sosial mereka terhadap
remaja kelas diatasnya. Indikator-indikator sub-budaya tersebut dapat dikenali
dari berbagai sistem tata nilai, gaya hidup, kebiasaan yang salah satunya
ditampakkan dari penggunaan-penggunaan bahasa yang “tidak lazim” (prokem)
yang dikembangkan dikalangan mereka. Tidak jarang sikap reaktif dari kelompok
kelas bawah ini tampil dalam wujud perilaku-perilaku penyimpangan dan bersifat
sangat meresahkan masyarakat (Cohen dalam Hadisuprapto, 2008: 50).
Salah satu contoh bentuk perilaku yang dianggap oleh masyrakat sebagai
perilaku menyimpang (deviant behavior) yang terdapat dalam realitas kehidupan
masyarakat perkotaan adalah munculnya subkultur punk. Punk sampai saat ini
masih menjadi fenomena dalam lingkup budaya kawula muda. Komunitas punk
sebagai suatu kelompok sosial ternyata bukan hanya sekumpulan individu, tetapi
juga membentuk tindakan bersama. Komunitas punk merupakan sebuah
masyarakat yang mempunyai nilai-nilai dimana sering terjadi persimpangan
dengan nilai-nilai masyarakat yang sudah ada.
Punk sendiri berasal dari komunitas underground yang merasa bosan
dengan nama besar band-band rock. Di tahun 1970-an lahir musik punk yang
memiliki kode pakaian jauh lebih radikal, anakis, dan memberontak. Seperti
musik rock yang mengungkapkan frustasi dan harapan kaum remaja, musik punk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
juga mengungkapkan pemberontakannya kepada orang tua dan pemerintah Inggris
serta kemapanan masyarakat di tahun 1970-an. Jumlah penggangguran semakin
membengkak dan perasaan keterasingan semakin meningkat dengan menguatnya
kekuatan ultranasionalis pada saat itu. Musik punk ini lahir di perkampungan
kumuh di London dan berbeda dengan para rocker di tahun 1960-an yang berasal
dari perkampungan kumuh di Liverpool dan Manchester. Musik punk juga
melawan kemapanan musik rock di tahun 1970-an yang terlalu komersil,
petunjukkannya selalu diadakan di arena, bergelimangan kejayaan, dikelilingi
para groupies, dan telah menjadi anggota VIP club. Perlawanan itu dilakukan
dengan cara menciptakan gaya musik yang kasar, lengkap dengan kode fashion
yang anarkis dengan menolak segala hal yang dilakukan pemusik rock di tahun
1960-an (Rusbiantoro, 2008: 110). Definisi underground sendiri adalah salah satu
pergerakan musik yang dijalankan oleh golongan atau komunitas tertentu secara
bergerilya / terselubung / bawah tanah yang jauh dari kehidupan masyarakat
umum.
Tubuh-tubuh kaum punk seakan mengalami proses aktualisasi. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh heterogenitas dan selalu ingin tampil berbeda,
walaupun disitu muncul abnormalitas dalam modus eksistensinya. Saat mereka
berproses dan berlomba-lomba membentuk citra, penyimpangan-penyimpangan
itu sering tampak secara vulgar. Seperti itulah gambaran perilaku mereka.
Mungkin karena anggapan bahwa sesuatu yang biasa hanya akan dipandang biasa
juga, namun sesuatu yang berbeda atau tidak biasa (aneh) akan dilihat berbeda.
Hampir disetiap kota besar di Indonesia , dapat dipastikan ada sekelompok
anak muda punk. Bahkan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain.
Penampilan kaum punk yang nyentrik penuh aksesoris dan seni tubuh; mereka
menyerupai galeri urban yang membiak, mengisi jalanan dan sudut-sudut ruang
kota. Masuknya punk ke Indonesia tidak lepas dari pemberitaan media
mainstream. Di Indonesia, kultur punk dikenal pertama kali sebagai bentuk
musikal dan fashion statement. Ada banyak hal yang mendorong terjadinya kultur
punk antara lain karena gap bahasa, gap ekonomi, dan gap krisis masa muda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Subkultur punk telah merambah Kota Surakarta. Komunitas punk dapat
ditemukan di beberapa sudut ruang Kota Surakarta. Komunitas punk di Kota
Surakarta cukup berkembang dan ada beberapa komunitas punk yang bertahan
untuk tetap eksis. Kebanyakan kelompok punk di dimulai dari pembentukan group
musik yang memainkan musik aliran punk dan berkembang menjadi kelompok
atau komunitas. Dari group band yang dibentuk akan memiliki penggemar yang
sering mendatangi tempat mangkal group band tersebut dan lama-lama menjadi
tidak hanya sebuah band tetapi kelompok yang bisa menaungi semuanya.
Punk di Kota Surakarta banyak mengalami pengembangan dimana busana
punk sudah tidak lagi terlalu frontal melainkan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat Kota Surakarta. Pengembangan tersebut biasanya dilakukan
oleh anak muda penggemar punk yang berada di lingkungan akademis seperti
sekolah atau kampus. Pengembangan ini juga diterapkan dalam hal musik dan
tingkah laku, karena punk pada awalnya „anti kemapanan‟ banyak dari pengikut
punk di Kota Surakarta hanya mengambil punk dari sisi busananya saja atau dari
sisi musiknya tanpa harus mengikuti ideologi yang sebenarnya.
Dalam perkembangannya jumlah punk setiap harinya tidak berkurang
tetapi justru bertambah banyak. Bukan hanya secara kuantitas mereka bertambah
tetapi secara kualitas mereka pun semakin eksis dan semakin terlihat keberanian
mereka dalam berekspresi. Keberadaan scene-scene punk (tempat berkumpul
komunitas punk) di Kota Surakarta mulai bertambah. Seiring hal tersebut
komunitas-komunitas punk yang menggeliat semakin memantapkan eksistensinya.
Keberadaan scene-scene komunitas punk tersebut sangat menarik untuk diteliti
distribusi spasialnya.
Dalam hal ini peneliti ingin meneliti bidang yang tidak jauh beda dengan
bidang yang digeluti penulis. Dalam penelitian ini penulis ingin memetakan
distribusi kaum punk di Kota Surakarta. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
penulis ingin meneliti dengan judul “Studi Perilaku Menyimpang (Deviant
Behavior) Kaum Urban (Studi Kasus Komunitas Punk di Kota Surakarta)
Tahun 2009-2010”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah yang telah diuraikan di
atas. Maka penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana persebaran scene komunitas punk di Kota Surakarta?
b. Bagaimana karakteristik punk di Kota Surakarta?
c. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap perilaku kaum punk?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai penulis adalah :
a. Untuk mengetahui persebaran scene komunitas punk di Kota Surakarta.
b. Untuk mengetahui karakteristik punk di Kota Surakarta.
c. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap perilaku kaum punk.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian apa dan bagaimanapun bentuknya diharapkan
mempunyai manfaat tertentu. Demikian pula dengan penelitian ini diharapkan
mampu memberikan manfaat bagi pribadi maupun masyarakat luas. Adapun
manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan ilmu
geografi sosial yaitu tinjauan geografi tentang komunitas punk di Kota
Surakarta, dan juga untuk mendukung teori-teori yang ada sehubungan
dengan bidang sosial khususnya yang menyangkut perilaku menyimpang
dan kelompok minoritas yang termarjinalisasi dalam suatu masyarakat.
b. Bagi penulis, untuk menerapkan pengetahuan antara teori yang didapat
dengan kenyataan di lapangan.
c. Bagi UNS, untuk memberikan sumbangan tulisan bagi perpustakaan yang
ada di UNS, baik perpustakaan pusat, fakultas maupun perpustakaan
program studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Manfaat Praktis
a. Peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada
Pemerintah Kota Surakarta dan instansi yang terkait dengan masukan
mengenai fenomena punk yang ada di Kota Surakarta, sehingga dapat
memberikan penanganan secara arif dan bijaksana.
b. Masyarakat pada umumnya agar dapat menyikapi dengan cara yang lebih
bijaksana terhadap fenomena punk di Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Punk
a. Sejarah Punk
Munculnya subkultur punk pada awalnya terjadi sekitar tahun 1970-an di
London-Inggris yang diakibatkan oleh para pemuda London yang menderita dari
tinnginya angka pengangguran dan status dari kubu kelas sosial. Dalam
kelanjutannya, situasi yang diibaratkan seperti “tidak ada masa depan”
memunculkan pergerakan punk dengan kekuatan tersendiri. Mereka melawan
dengan keadaan musik yang liar dan busana anti kemapanan dengan tata rambut
yang aneh dan aksesoris dari barang-barang bekas murahan. Pergerakan ini
dengan cepat dan terang-terangan mempengaruhi hati pemuda kelas bawah di
London.
Fitriansyah dalam Kennedy (2009: 134) mengemukakan bahwa ”Punk
merupakan sub-budaya yang lahir di London. Gerakan anak muda yang diawali
oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang
mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral
oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang
tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui
lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana, namun terkadang kasar, beat
yang cepat dan menghentak”.
Fitriansyah dalam Kennedy (2009: 135) berpendapat bahwa ”Pada awal
kelahirannya, punk memang teridentifikasi sebagai pemberontakan.
Pemberontakan punk dinyatakan dengan pemberontakan semiotik yang
diaplikasikan pada fashion dan musik. Namun, pemberontakan tersebut pula yang
dijual oleh industri dan dijadikan sebagai sumber profit yang dapat dieksploitasi.
Hal ini ditandai dengan bergabungnya Sex Pistols dengan industri musik
mainstream EMI. Kemudian pasar industri musik dipenuhi dengan band-band
kloning mereka yang mengubah subkultur punk menjadi sesuatu yang mapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pemberontakan dapat dibeli. Akhir dari era Sex Pistols ini merupakan titik balik
sejarah perkembangan punk”.
Ketika punk menjadi komoditas pasar yang dapat dieksploitasi, individu
yang terlibat dalam subkultur ini mengasingkan diri kembali. Punk berpindah ke
bawah tanah, tetap eksis tetapi tidak terliput oleh media. Justru setelah era Sex
Pistols tersebut, punk berkembang dengan pesat melalui jaringan pertemanan yang
independent (Fitriansyah dalam Kennedy, 2009: 135).
Punk generasi kedua ini memfokuskan pada isu-isu dan aktivitas
independent yang lebih politis daripada generasi Sex Pistols seperti isu
feminisme, gender, pemberdayaan komunitas, independensi, rasisme, fasisme, isu
anti perang dan lain-lain. Semua ini merupakan isu komunal yang beredar diantara
komunitas punk sendiri dalam rangka melawan informasi dari arus budaya utama
atau dominan (Fitriansyah dalam Kennedy, 2009: 136).
Masuknya punk ke Indonesia tidak lepas dari pemberitaan media massa.
Di Indonesia, kultur punk dikenal pertama kali sebagai bentuk musikal dan
fashion. Punk tidak hadir sebagai respon keterasingan dalam masyarakat modern,
melainkan dari sebuah kerinduan akan sebuah bentuk representasi baru saat tak
ada hal lama yang dapat mempresentasikan diri remaja lagi. Tidak heran apabila
hal-hal yang substansial baru muncul bertahun-tahun setelah punk dikenal secara
musikal dan fashion statement (Fitriansyah dalam Kennedy, 2009: 136).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kultur punk memang
hadir di Indonesia tanpa hal-hal yang substansial. Punk lahir sebagaimana produk
post-modern lainnya, lahir tanpa esensi. Ada banyak hal yang mendorong
terjadinya hal ini antara lain karena gap bahasa, gap ekonomi, dan gap krisis masa
muda (Fitriansyah dalam Kennedy, 2009: 137).
b. Pengertian Punk
Punk sampai saat ini masih menjadi fenomena dalam lingkup budaya
kawula muda, tentang pengertian punk sendiri ada beberapa pendapat yang
merajuk pada istilah tersebut. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2009: 583),
“Punk adalah pemuda yang ikut gerakan menentang masyarakat yang mapan,
dengan menyatakan lewat musik, gaya berpakaian dan gaya rambut yang khas”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pengertian tersebut menggambarkan punk sebagai suatu subkultur yang memiliki
sistem perilaku, seperangkat nilai dan cara hidup yang digunakan untuk
menunjukkan perlawanannya terhadap budaya dominan atau budaya popular.
Ahsoul dalam Kennedy (2009: 238) mengemukakan bahwa “Punk adalah
pilihan. Punk adalah sandaran hidup. Punk adalah media ekspresi. Punk adalah
eksistensi diri dan punk adalah dunia sekelompok anak muda yang sedang
meneriakkan suara-suara terbungkam dan terpinggirkan karena timpangnya
kehidupan sosial masyarakat kota; kaum urban”.
Ada tiga definisi punk seperti yang disebutkan Craig O‟Hara yang dikutip
oleh Fitriansyah dalam Kennedy (2009: 134) adalah “Pertama, punk sebagai tren
remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk sebagai keberanian memberontak
dan melakukan perubahan. Ketiga, punk sebagai bentuk perlawanan yang „hebat‟
karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri”.
1) Punk sebagai tren remaja dalam fashion dan musik
a) Punk sebagai tren remaja dalam fashion
Pada umumnya masyarakat mendefinisikan punk pertama kali dengan
melihatnya dari segi fashion. Menurut Barnard (2009: 66), “Fashion dan pakaian
adalah kultural dalam artian keduanya merupakan cara untuk mengomunikasikan
identitasnya. Keduanya merupakan cara untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan
identitas kelompok baik itu ke kelompok lain maupun ke para anggota kelompok
itu sendiri. Fashion dan pakaian itu komunikatif karena keduanya merupakan cara
nonverbal untuk memproduksi serta mempertukarkan makna dan nilai-nilai”.
Menurut Solomon dalam Rusbiantoro (2008: 104), “Ada sesuatu yang
totemik didalam cara kita mengenakan pakaian untuk mengomunikasikan
identitas kelompok kita. Dengan cara memakai totem tertentu, kita dapat
mengumumkan siapa diri kita, dan dengan siapa kita mengidentifikasikan diri”.
Punk mungkin bisa dipahami sebagai suatu fenomena ideologis yang lebih
eksplisit. Ini mungkin dapat dilihat dalam kalung rantai, tas gombrang, jepit
keselamatan, pakaian rongsokan yang “murahan . . . rancangan yang vulgar . . .
dan warna yang “menjijikkan” yang merupakan satu serangan ideologis terhadap
nilai-nilai estetis kelas-kelas dominan, apabila bukan serangan kapitalisme itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
sendiri. Rantai, tas gombrang, dan jepit keselamatan tidak dipakai kelas dominan
sebagai dekorasi, pakaian, dan perhiasan, namun mereka mengenakannya
ditubuhnya padahal kelas dominan mengenakan dekorasi dan perhiasan. Pakaian,
warna, dan desainnya hanya murahan, vulgar dan menjijikkan untuk suatu
kelompok orang tertentu, dan guna mengontruksi serangkaian tampang punk, punk
bisa dilihat sebagai kebalikan dari nilai-nilai yang dianut kelompok orang tertentu
(Hebdige dalam Barnard, 2009: 61).
Punk menggunakan fashion dan pakaian untuk menantang ideologi
dominan dan melawan distribusi kekuasaan dalam tatanan sosial. Cara yang
digunakan punk adalah untuk menarik perhatian pada ketidakalamiahan konsepsi
kelas dominan tentang kecantikan, untuk menunjukkan bahwa mereka adalah
sesuatu yang dipikirkan oleh orang dengan memikirkan konsepsi-konsepsi
alternatif (Barnard, 2009: 63).
Fashion didalam punk jauh lebih mengagetkan dan membuat takut orang
yang melihat penampilannya karena benda-benda yang tidak pantas seperti peniti
(safety pins), jepitan pakaian dari plastik, komponen televisi, silet, tampon dapat
menjadi aksesoris dari pakaian punk. Bahkan mereka memakai T-shirt yang
berlumuran darah. Rambutnya dicat hijau dengan gaya spike, mohawk, bihawk,
atau trihawk. Tujuan dari penampilan ini memang membuat shock sekaligus
menimbulkan kesan aneh bagi orang yang melihatnya. Selain itu, gaya seperti ini
memang disengaja untuk menimbulkan kesan seperti anak yang teraniaya dan
mengalami kekerasan didalam keluarganya, atau menunjukkan diri sebagai orang
terbuang yang dibenci oleh masyarakat (Rusbiantoro, 2008: 111).
Seperti yang dikemukakan oleh Hebdige (1999: 231), “Objek-objek yang
dipinjam dari konteks yang paling kotor mendapat tempat dalam ansambel punk:
rantai kakus dihias menjadi lengkung indah didada yang dibingkai dengan
keliman plastik. Peniti dikeluarkan dari konteks „utilitas‟ domestiknya dan
dikenakan sebagai ornamenyang mengerikan disekitar pipi, kuping atau bibir.
Tenun buangan „murahan‟ (PVC, plastik, lureks, dan lain-lain) dengan desain
vulgar (misalnya corak kulit macan) dan warna-warna „buruk‟, yang telah lama
diapkir oleh seksi mutu dalam industri fashion karena dinilai sebagai kitsch
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
usang, diselamatkan kaum punk dan diubah menjadi garmen (celana pipa talang
flyboy, rok mini „umum‟) yang menawarkan komentar yang awas tentang apa
yang disebut kemodernan dan selera”.
Dibawah ini merupakan perwujudan fashion dan pakaian serta aksesoris (bentuk
dan jenis) didalam punk antara lain :
a) Tata rambut : tata rambut dalam fashion punk adalah mode rambut
mohawk. Mode potongan rambut ini diinspirasi dari gaya rambut suku
„Mohican‟ Indian. Mode potongan rambut mohawk ialah menipiskan atau
memotong rambut di bagian kiri-kanan dan menyisakan bagian tengah
rambut yang panjang lalu diberdirikan menyerupai tengkuk kuda. Mode
rambut mohawk terbagi menjadi 3 (tiga) antara lain: „mohawk mohican’,
„mohawk runcing‟, mohawk spiky’.
b) T-shirt atau kaos oblong : kaos biasanya berwarna hitam dan bergambar
band-band punk atau kadang bertuliskan slogan kritik sosial. Biasanya
kaos sengaja dibikin lusuh atau dirobek untuk mendapatkan kesan kusam
dari jalanan.
c) Jaket kulit : jaket yang dikenakan biasanya dilengkapi dengan hiasan
paku-paku atau spike, peluru bekas, pin, emblem band-band punk atau
bordiran slogan-slogan punk. Biasanya jaket juga sengaja dibikin lusuh
atau dirobek untuk mendapatkan kesan kusam dari jalanan.
d) Celana : celana yang dipakai dalam busana punk adalah celana jeans ¾,
berwarna hitam. Bentuk lain selain celana jeans adalah celana kotak-kotak,
model ¾ dari bahan flannel. Pada celana yang dikenakan ditempeli
emblem atau bordiran slogan-slogan punk.
e) Sepatu boot : sepatu yang dikenakan dalam fashion punk adalah jenis
sepatu boot. Sepatu boot didalam fashion punk adalah komponen penting
yang bisa dikatakan menjadi ciri khas dari fashion punk. Sepatu boot
panjangnya hampir menyentuh lutut, berlubang tali 8 hingga 20 dari
bawah sampai atas. Tali sepatu boots biasanya berwarna hitam, merah, dan
kuning. Pada awalnya yang digunakan adalah sepatu boot merk „Doc.
Marteen‟ dengan warna hitam. Seiring perkembangan mode sepatu boot
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yang dipakai bermacam-macam. Dalam pemakaian boots ini yang
membedakan dengan pemakai boots lainnya.
f) Eye shadow : digunakan untuk menghitamkan mata yang akan memberi
kesan lebih seram. Eye shadow biasanya jarang digunakan karena fashion
punk adalah busana jalanan. Eye shadow biasanya digunakan pada saat ada
gig (pertunjukkan musik).
g) Cat rambut : digunakan untuk mewarnai rambut dengan warna-warna
cerah seperti merah, pink, kuning, hijau, atau biru sesuai dengan selera
pemakainya.
h) Lem kayu / lem kertas dan hairspray : digunakan untuk mengeraskan
rambut agar bisa berbentuk mohawk.
i) Cat kuku : cat digunakan di kuku-kuku tangan, biasanya berwarna hitam.
j) Rantai : biasanya dikenakan di saku belakang dan dikaitkan ke ikat
pinggang, atau biasanya juga dilingkarkan di leher.
k) Ring : ring terbuat dari bahan logam berbentuk lingkaran dengan diameter
yang berbeda-beda serta memiliki ukuran yang bervariasi. Biasanya ring
digunakan sebagai liontin di kalung rantai atau kalung tali, atau bisa
diikatkan di ikat pinggang.
l) Gembok : biasanya digunakan sebagai pengait kalung rantai, dan biasanya
dikaitkan dilubang tali sepatu.
m) Spike atau kulit imitasi : terbuat dari bahan kulit yang ditempeli logam-
logam runcing kecil berbentuk kerucut atau bundar. Biasanya spike
digunakan sebagai gelang atau ikat pinggang.
n) Piercing (tindik) : dipakai ditelinga, cuping hidung, bibir, lidah, bahkan
pipi. Kebanyakan piercing dipakai ditelinga, berwarna hitam , terbuat dari
logam yang berukuran lebih besar daripada anting biasa sehingga akan
menyebabkan lubang yang besar di telinga pemakainya.
o) Gelang : biasanya terbuat dari logam, karet hitam atau tali.
p) Tato : tato berasal dari bahasa Tahiti, yaitu „tatu‟ yang berarti menandakan
sesuatu. Bentuk ini memiliki dua jenis pilihan, yakni permanen dan
remanen. Biasanya jenis tato yang digunakan didalam komunitas punk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
adalah tato permanen. Tato biasanya menghiasi bagian tubuh sesuai selera
pemakainya.
Pada perwujudan fashion dan pakaian yang dikenakan punk tersebut
berfungsi sebagai penanda bagi mereka yang membedakannya dengan komunitas
lain. Objek tersebut merupakan aksesoris khas yang dimiliki punk dan dipakai
dalam keseharian, khususnya apabila ada event-event tertentu misalnya didalam
gig punk.
b) Punk sebagai tren remaja dalam musik
Rusbiantoro (2008: 29) mengemukakan bahwa “Musik merupakan alat
penyatu dari semua gerakan politik dan budaya tanding. Musik juga merupakan
alat politis yang paling efektif untuk mengadakan protes sosial dan menggugah
kesadaran masyarakat akan situasi sosial pada saat yang sangat genting dan
meresahkan”.
Musik bagi kaum punk adalah ekspresi jiwa, oleh karena itu lirik lagu
yang ditulis, biasanya berisikan sedikit kekerasan dan kemarahan pada segala
bentuk penindasan seperti kapitalisme, rasisme, fasisme, kritikan-kritikan
terhadap penguasa, dan beberapa tema cinta dengan kata-kata yang tidak
menyayat hati tentunya, serta juga menceritakan tentang kehidupan sehari-hari
sebagai punk.
Musik Oi! memiliki ciri irama yang lurus dan monoton mirip mars dengan
akar musik rock. Musiknya agak kocar-kacir dan adakalanya rentaknya harmonic
tetapi simple / sederhana, minimal kord guitarnya 2 atau 3 kord. Ketukan drumnya
statis dan terkadang agak ngebut. Teknik vokalnya asal-asalan seperti orang
ngoceh. Sound guitarnya kurang garang tetapi agak noise (pecah). Ciri-ciri musik
punk ini adalah anarchy, rebel, anti kemapanan, drugs dan sex.
Oi! adalah musik untuk semua dan semua orang yang berjalan di jalanan
kota dan melihat rendah pada kaum elit dapat dihubungkan dengan Oi!.
Semua orang yang bekerja sepanjang hari sebagai budak gaji dapat
dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang selalu merasa berbeda, juga
dapat dihubungkan dengan Oi!. Musik Oi! tidak memandang perbedaan ras,
warna, dan kepercayaan. “Oi! music is about having a laugh and having a
say, plain and simple….” (Fitriyansyah dalam Kennedy, 2009: 137).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Di tahun 1999-an, musik Oi! semakin berkembang di scene musik tanah
air. Band-band Oi! bermunculan di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, Malang dsb. Berbekal etika DIY (Do it Yourself), mereka merintis
usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri
untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran.
Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut
distro. Musik Oi! merupakan salah satu dari jenis musik underground. Tidak
semua orang bisa menikmati musik Oi! karena kaset dan lagu-lagu Oi! beredar di
komunitas terbatas. Distro merupakan sebuah toko dimana orang bisa
mendapatkan kaset dan CD dari band-band underground termasuk band Oi! lokal
maupun luar negeri. Informasi-informasi mengenai band-band, info dan review
kaset atau CD serta publikasi gigs Oi! diterbitkan melalui fanzine, sebuah majalah
minimalis buatan komunitas musik underground lokal yang juga bisa didapatkan
di distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan di distro.
Distro juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesoris, buku dan
majalah, poster serta jasa tindik (piercing) dan tato. Seluruh produk dijual terbatas
dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro
adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja
barang bermerek luar negeri.
Di Kota Surakarta, ada banyak band-band punk seperti Tendangan Badut,
The Orak-Arik, Anti Regime, Underdog, The Mobster, Freedom Choice,
Barbershop, dan band-band punk lainnya yang berusaha konsisten dijalur indie
label. Band-band punk di Kota Surakarta kebanyakan bernaung di bawah Bon
Rodjo Records dan Semangat Djoeang Records. Lagu-lagu yang dibawakan
bertemakan anarkhisme, ideologi, pemberontakan terhadap pemerintah dan
menceritakan tentang kehidupan mereka sehari-hari sebagai punk dengan irama
musik yang keras dan menghentak. Mereka biasa latihan musik di studio musik
untuk menambah ketrampilan dalam hal bermusik.
Musik punk memang keras jika dilihat dari unsur kekuatan bunyinya, akan
tetapi jika dilihat lebih dalam ternyata dalam lirik-lirik yang mereka tulis terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
sebentuk ekspresi jiwa punk terhadap lingkungan sekitar, dan sesuatu yang ingin
mereka perjuangkan, mereka tulis dalam bentuk kata-kata sederhana melalui
musik.
2) Punk sebagai keberanian memberontak dan melakukan perubahan
Di tahun 1970-an lahir musik punk yang mempunyai kode pakaian jauh
lebih radikal, anarkis, dan memberontak. Seperti musik rock yang
mengungkapkan frustasi dan harapan kaum remaja, musik punk juga
mengungkapkan pemberontakannya kepada orang tua dan pemerintahan Inggris
serta kemapanan masyarakat di tahun 1970-an. Jumlah pengangguran semakin
membengkak dan perasaan keterasingan semakin meningkat dengan menguatnya
kekuatan ultra nasionalis pada saat itu. Musik punk juga melawan kemapanan
musik rock di tahun 1970-an yang terlalu komersil. Perlawanan itu dilakukan
dengan cara menciptakan gaya musik yang kasar, lengkap dengan kode fashion
yang anarkhis dengan menolak segala hal yang dilakukan pemusik rock di tahun
1960-an (Rusbiantoro, 2008: 110).
Punk generasi kedua ini memfokuskan pada isu-isu dan aktivitas
independent yang lebih politis seperti isu feminisme, gender, pemberdayaan
komunitas, independensi, rasisme, isu anti perang dan lain-lain. Semua ini
merupakan isu komunal yang beredar diantara komunitas punk itu sendiri dalam
rangka melawan informasi dari budaya mainstream. Punk berusaha menentang
semua budaya dominan atau budaya konsumerisme yang dikuasai oleh borjuis dan
melawan segala bentuk kapitalisme (Fitriansyah dalam Kennedy, 2009: 136).
Subkultur punk mempresentasikan “derau” (sebagai lawan dari suara).
Seperti yang dikemukakan oleh Hebdige (1999: 168), “Kaum punk mesti
menghadirkan diri sebagai „orang bejat‟; sebagai lambang dari pembusukan yang
dipublikasikan besar-besaran, yang dengan sempurna memepresentasikan kondisi
jumud di Inggris Raya. Berbagai ansambel stilistik yang diadopsi kaum punk
sudah pasti merupakan ekspresi dan agresi, frustasi dan kecemasan yang serius.
Inilah yang membuat, pertama, kecocokan metafora punk baik bagi anggota
subkultur tersebut maupun lawan mereka dan, kedua, keberhasilan subkultur punk
dalam sebagai tontonan: kemampuannya untuk menghadirkan tanda-tanda dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
seluruh himpunan masalah kekinian. Inilah yang membuat subkultur ini mampu
menarik anggota baru dan menyebabkannya ditanggapi dengan berang oleh orang
tua, guru, dan pegawai, yang menciptakan kepanikan moral terhadap mereka,
termasuk dari para „wirausahawan moral‟, penasihat setempat, „budayawan‟
(pundit) dan perdana menteri yang berkewajiban untuk melancarkan „perang
salib‟ terhadap mereka. Dalam rangka mengomunikasikan kekacauan, mula-mula
bahasa yang pantas tadi harus diseleksi, meskipun kelak disubversi. Agar punk
dapat dienyahkan sebagai chaos, ia pertama-tama harus „dipahami‟ sebagai
derau”.
3) Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan
musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri.
a) Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan
musik.
Musik punk tidak terlalu mementingkan musikalisasi, tetapi yang lebih
dipentingkan adalah ekspresi dan jiwa punk. Musik bagi mereka adalah sebuah
ekspresi dan pendistribusian pesan perlawanan seperti anarkhisme, kapitalisme,
borjuis, sistem, rasisme, fasisme maupun militerisme. Musisi punk mempunyai
esensi penolakan terhadap nilai-nilai yang sudah mapan, nilai-nilai yang sudah
ada didalam masyarakat. “Maksud dari pernyataan tersebut bahwa punk
menjunjung tinggi nilai anti kemapanan yaitu bebas mengatur hidup mereka
sendiri” (kutipan dalam film Punk in Love).
Pogo merupakan suatu gerakan yang muncul di acara musik punk dan
biasanya dipicu oleh speed. Seperti yang diungkapkan oleh Malcom Butt (2009:
30) “Ketika 1976 berlanjut, dan reputasi negatif Sex Pistols meningkat, demikian
juga reputasi negatif Sid. Dia begitu tertarik untuk melihat band tersebut sehingga
dia melompat-lompat di tempat dengan „kegilaan‟ yang dipicu oleh speed,
sehingga secara tidak sengaja melahirkan tarian khas punk rock, pogo”.
b) Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan gaya
hidup.
Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif,
mengandung pengertian bahwa “Gaya hidup sebagai cara hidup mencakup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respons terhadap hidup, serta
terutama perlengkapan untuk hidup” (Takwin dalam Adlin, 2006: 37).
Ada hubungan timbal balik dan tidak dapat dipisahkan antara keberadaan
citra (image) dan gaya hidup (lifestyle). Gaya hidup sebagai cara manusia
memberikan makna pada dunia kehidupannya, membutuhkan medium dan ruang
untuk mengekspresikan makna tersebut, yaitu ruang bahasa dan benda-benda,
yang didalamnya citra mempunyai peran yang sangat sentral. Di pihak lain, citra
sebagai sebuah kategori didalam relasi simbolik antara manusia dan dunia objek,
membutuhkan aktualisasi dirinya kedalam pelbagai dunia realitas, termasuk dunia
gaya hidup (Piliang dalam Adlin, 2006: 71).
Gaya hidup dalam arus kultur kontemporer ini kemudian memunculkan
dua hal yang sama sekaligus berbeda yaitu alternatif dan diferensiasi. Kedua hal
itu bisa jadi esensinya sama tetapi berbeda manifestasi eksistensinya. Alternatif
lebih bermakna resistensi atau perlawanan terhadap arus budaya mainstream,
sedangkan diferensiasi justru sebaliknya mengikuti arus budaya mainstream
dengan membangun identitas diri yang berbeda dari yang lain. Diferensiasi adalah
suatu pilihan untuk membuat diri berbeda dengan mengonsumsi barang-barang
yang ditawarkan pemegang modal, sedangkan alternatif adalah sebuah bentuk
resistensi untuk tidak mengikuti arus kapitalisme (Adlin, 2006: 92).
Punk mereproduksi seluruh sejarah jahit-menjahit bagi kultur pemuda
kelas pekerja pasca perang dengan forma „cut-up‟ (sobekan) –nya yang
memadukan berbagai unsur yang berasal dari epos-epos yang jauh berbeda.
Diciptakanlah chaos dengan jambul dan jaket kulit, pengait bordil dan pemetik
siput, sepatu kets dan paka macs, rambut cepak mod dan langkah besar skinhead,
celana pipa dan kaus kaki mencolok, kulkas gelandangan dan sepatu boot bovver
– seluruhnya dibiarkan „ditempatnya‟ dan „diluar waktu‟ dengan perekat dasyat :
peniti dan plastik gantungan baju, rantai perbudakan (bondage) dan potongan-
potongan tali yang mendapat banyak perhatian, dengan rasa ngeri dan
terperangah. Oleh sebab itulah punk menjadi tempat yang sangat tepat untuk
mengawali kajian semacam ini karena gaya punk mengandung bermacam-macam
pantulan terpiuh dari semua subkultur pasca perang ini (Hebdige, 1999: 51).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Banyak sekali perilaku kaum punk yang dianggap menyimpang oleh
masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hebdige
(1999: 182) “Dalam kebanyakan kasus, inovasi stilistik subkulturlah yang mula-
mula menarik perhatian media. Selanjutnya aksi menyimpang atau „anti sosial‟ –
vandalisme, menyumpah, berkelahi, „perilaku binatang‟ – ditemukan polisi,
pengadilan, media massa; dan aksi-aksi ini dipakai untuk „menjelaskan‟
penyelewengan orisinil subkultur terhadap kode busana. Memang, baik perilaku
menyimpang atau pun identifikasi seragamnya yang khas ini (atau lebih lazim,
gabungan keduanya) dapat menjadi pemicu bagi timbulnya kepanikan moral.
Dalam hal punk, dikerlingnya gaya punk oleh media nyaris bersamaan waktunya
dengan ditemukannya atau diciptakannya penyimpangan punk”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa punk menjadi salah satu
bentuk resistensi terhadap gaya hidup. Penggunaan gaya dalam subkultur punk
sangat berbeda dan simbolik. Hal ini merupakan suatu bentuk deviasi sebagai
tindakan penyimpangan perilaku yang bertentangan dengan masyarakat, dan
digunakan sebagai perjuangan melawan budaya dominan atau kelompok dominan
(orang tua, kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, atau negara).
c) Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan
komunitas.
Kehidupan sosial orang dipengaruhi oleh bentuk komunitas (community)
dimana ia hidup. “Sebuah komunitas dapat didefenisikan baik sebagai suatu
kelompok kesatuan manusia (kota kecil, kota, desa), maupun sebagai seperangkat
perasaan (rasa keikatan, kesetiaan)” (Gottschalk dalam Horton dan Hunt, 1984:
129). Namun demikian, tidak terdapat keseragaman dalam penggunaan istilah
terebut. Salah satu definisi yang banyak digunakan seperti yang dikemukakan oleh
Horton dan Hunt (1984: 129) “Komunitas adalah suatu kelompok setempat (lokal)
dimana orang melaksanakan segenap kegiatan (aktivitas) kehidupannya”.
Menurut Hillery dalam Horton dan Hunt (1984: 129) “Definisi komunitas
yang lebih terinci mencakup: (1) sekelompok orang yang hidup dalam, (2) suatu
wilayah tertentu, yang memiliki, (3) pembagian kerja yang berfungsi khusus dan
saling tergantung (interdependent), dan (4) memiliki sistem sosial-budaya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mengatur kegiatan para anggota, (5) yang mempunyai kesadaran akan kesatuan
dan perasaan – memiliki, serta (6) mampu bertindak secara kolektif dengan cara
yang teratur”.
Namun demikian, definisi diatas tidak digunakan secara seragam. Istilah
komunitas juga dipakai untuk menyebutkan dusun dan desa kecil yang hanya
memiliki sejumlah kecil rumah. Disamping itu, dapat juga dipakai untuk
menyatakan hampir setiap subkultur atau kelompok kategori orang, baik secara
geografis maupun secara sosial (misalnya komunitas orang kulit hitam, komunitas
guru, atau komunitas punk).
Menurut Daldjoeni (1997: 9) “Suatu community memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) berisi kelompok manusia, (2) menempati suatu wilayah geografis, (3)
mengenal pembagian kerja kedalam spesialisasi dengan fungsi-fungsi yang saling
tergantung, (4) memiliki kebudayaan dan sistem sosial bersama yang mengatur
kegiatan mereka, (5) para anggotanya sadar akan kesatuan serta kewargaan
mereka dari community, dan (6) mampu berbuat secara kolektif menurut cara
tertentu”.
Musik oi! street punk di Indonesia, memiliki jumlah komunitas yang
cukup besar dan tersebar di berbagai kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bali, Malang dan Surakarta. Komunitas musik
oi! street punk di Indonesia baik itu dari kaum skinhead, punk maupun hardcore
kerap diasosiasikan sebagai kelompok yang sama, yaitu komunitas punk.
Sriwedari Boot Bois adalah nama komunitas punk pertama di Kota
Surakarta terdeteksi keberadaannya sejak tahun 1997-an. Berawal dari kebiasaan
anak-anak nongkrong dijalanan sekitar Singosaren, kemudian berusaha membuat
komunitas yang lebih idealis dengan mengadopsi kultur punk yang sebelumnya
telah lebih dulu di kalangan kaum jalanan di beberapa kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya. Kesukaan pada minuman keras
dan musik street punk adalah hal utama yang menjadi pemersatu bagi komunitas
ini. Pertambahan jumlah anak-anak yang berkumpul, membuat komunitas awal ini
bermigrasi ke belakang gedung pertunjukkan Sriwedari dimana terdapat kebun
kosong yang bisa dijadikan tempat tongkrongan baru. Letak gedung pertunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Sriwedari yang berada di pusat kota serta kepopuleran tempat ini sebagai salah
satu tempat hiburan membuat komunitas ini cepat dikenal oleh masyarakat Kota
Surakarta.
Sriwedari Boot Bois, sebuah nama yang mengacu pada kelompok Boot
Boys atau hooligan di Inggris yang kehidupannya tidak bisa dijauhkan dari
sepakbola dan perilaku geng jalanan. Sriwedari adalah tempat dimana komunitas
ini berkumpul. Meskipun demikian, anak-anak Sriwedari Boot Bois bukanlah
geng hooligan sepak bola, mereka hanya mengadopsi nama yang identik dengan
kultur skinhead agar lebih gampang dikenali sebagai komunitas street punk.
Komunitas Sriwedari Boot Bois sering mengadakan pertunjukkan gigs
punk. Gigs adalah hal wajib yang harus dilakukan sebuah komunitas musik
underground untuk menunjukkan eksistensi dan pergerakan mereka. Terdapat
keistimewaan didalam gigs punk, karena band-band yang ditampilkan tentunya
hanya dari aliran punk saja dengan penonton yang mayoritas adalah para
skinhead, punk dan hardcore. Gigs merupakan hal yang sangat penting bagi
komunitas punk setempat, mereka dapat berkumpul dan bersenang-senang
bersama didalam gigs dengan memanfaatkan dansa ala punk seperti saling
bertubrukan, pogo, membentuk moshing pit, slamce dance atau ber-head banging.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan komunitas
sangat berpengaruh pada perkembangan kultur punk. Komunitas merupakan suatu
tempat dimana berbagai macam aktivitas dilakukan misalnya berkumpul,
bersenang-senang, serta bertukar informasi tentang band-band punk dan gigs
punk. Masing-masing komunitas memiliki band, mereka membuat gigs dengan
mengundang band-band punk dari komunitas lain baik itu dalam kota maupun luar
Kota Surakarta.
d) Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan
kebudayaan sendiri.
Menurut Sugiharto dalam Adlin (2006: 4) “Kebudayaan atau kultur adalah
konsep yang telah sangat tua. Kata latinnya cultura menunjuk pada pengolahan
tanah, perawatan, dan pengembangan tanaman atau ternak. Isilah itu selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
telah berubah menjadi gagasan tentang keunikan adat kebiasaan suatu
masyarakat”.
Punk merupakan suatu subkultur yang mencakup sistem perilaku,
seperangkat nilai, dan cara hidup. Menurut Rusbiantoro (2008: 107) “Subkultur
merupakan sekelompok orang dengan perilaku dan kepercayaan berbeda yang
membedakan mereka dari budaya yang lebih besar yang memisahkan mereka”.
Menurut Hebdige dalam Adlin (2006: 287) ”Subkultur sering melakukan
perlawanan budaya secara sistematis, mulai dari simbol-simbol yang diproduksi
oleh pakaian, musik, dan apapun yang dapat mempengaruhi secara visual (visible
affectations)”.
Pengertian lain mengenai subkultur juga dikemukakan oleh Sue Titus Reid
(2000: 122) “Subculture an identifiable segment of society or group having
specific patterns of behavior, folkways, and more that set that group apart from
the others within a culture or society”.
Menurut Hebdige seperti yang dikutip oleh Barker dalam Adlin (2006:
186) “Subculture is neither an affirmation nor a refulsal. It is a declaration of
independency and of alien intent. It is at one and same time an insubordination of
and conformation to powerlessness. It is a play for attention and refusal to be
read transparently”.
Menurut Hebdige dalam Rusbiantoro (2008: 107) “Anggota subkultur
sering menunjukkan keanggotaanya melalui penggunaan gaya yang berbeda dan
simbolik”. Hal ini merupakan suatu bentuk deviasi sebagai tindakan
penyimpangan perilaku yang yang bertentangan dengan masyarakat, dan
digunakan sebagai perjuangan melawan budaya dominan atau kelompok dominan
(orang tua, kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, atau negara). Oleh
karena itu, penelitian atas subkultur punk harus mempelajari simbolisme yang
berhubungan dengan fashion atau pakaian, musik, atau gaya hidup yang tampak
dari anggota subkultur tersebut, dan juga simbol-simbol yang digunakan untuk
menunjukkan perlawanannya terhadap budaya dominan.
Punk sebagai subkultur telah membentuk bangunan budaya baru yang
berbeda dengan budaya mainstream yang dianut oleh kaum muda sejak awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kemunculan di Inggris hingga perkembangannya sampai sekarang. Nilai-nilai
yang menjadi substansi punk sebagai subkultur tetap diyakini oleh anggotanya.
Walaupun punk telah berganti generasi, tetapi sebagai sebuah subkultur nilai-nilai
dan eksistensi punk masih dipertahankan hingga sekarang.
c. Filosofi Punk
1) Ideologi Punk
Menurut Rusbiantoro (2008: 105) “Ideologi sesungguhnya adalah sistem
pemikiran, sistem kepercayaan, atau sistem simbolik yang menyinggung
mengenai aksi sosial atau politik praktis”. Pengertian lain mengenai ideologi
adalah kesadaran palsu (false consciousness) yang merupakan hasil dari
pertarungan ideologi dominan oleh mereka yang mempunyai kepentingan yang
tidak terefleksikan.
Adapun fungsi ideologi adalah seperti yang dikemukakan oleh Althusser
dalam Rusbiantoro (2008: 106) “Fungsi ideologi adalah untuk membentuk
individu-individu sebagai subjek, dimana subjek dibentuk sebagai efek dari
struktur yang sebelumnya telah diberikan.
Adapun ideologi yang dianut oleh kaum punk antara lain :
a) DIY (Do it yourself)
Ideologi yang mendasari semua aktivitas dan usaha punk dalam
menjalankan komunitas adalah Do It Yourself (DIY). DIY secara sempit dapat
diartikan segala sesuatu harus dilakukan sendiri atau mandiri. Maksud dari segala
sesuatu harus dilakukan sendiri bukan berarti dilakukan tanpa bantuan orang lain,
tapi dilakukan tanpa bekerja sama dengan segala sesuatu yang berhubungan
dengan major label yang selalu menjadi pihak kapitalis. Subkultur punk yang
termasuk dalam gerakan underground (bawah tanah), memaknai DIY bukan
hanya sebuah mekanisme produksi dan distribusi produk kultural punk, tetapi
lebih dari itu DIY merupakan pedoman bagi punk dalam setiap aktivitas.
Kaum punk mempunyai semboyan DIY atau semuanya diciptakan sendiri
mulai dari baju sampai majalah dan bukan produksi industri yang dikomersilkan
secara luas demi mencari keuntungan semata. Usaha ini berkembang menjadi
semacam toko kecil yang lazim disebut distro. CD dan kaset tidak lagi menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-
shirt yang bergambarkan band-band punk dan tulisan-tulisan yang bertemakan
kritik sosial, aksesoris, emblem, buku dan majalah (fanzine), poster, serta jasa
tindik (piercing) dan tato. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang
amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi
perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar
negeri atau produk yang diciptakan oleh kapitalis.
Etika do it yourself yang menjadi motivasi kaum punk tidak bisa
diterapkan di semua bidang. Di beberapa hal seperti pekerjaan misalnya, mereka
juga bekerja untuk orang lain demi tuntutan kehidupan yang semakin menjepit.
Idealisme punk dijalani berdasar ketetapan hati individu masing-masing. Punk
tidak hanya mengenai fashion style, musik, ataupun kekerasan, namun lebih
kepada sikap pembebasan diri dari segala sesuatu yang membelenggu kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika DIY (Do it Yourself)
adalah semangat yang mendasari semua usaha dan aktivitas punk dalam
komunitas yang berarti bahwa segala sesuatu bergantung pada usaha dan kerja
keras diri sendiri, menolak bekerja sama dengan major label, berusaha melawan
budaya arus utama dalam membangun komunitas. Etika DIY (Do it Yourself)
merupakan sebuah jalan alternatif bagi kaum punk dalam menjalankan kegiatan
untuk tetap menolak budaya dominan atau budaya konsumerisme.
b) Anarkisme
Istilah “anarkhis” atau “anarkhisme” dalam bahasa Inggris disebut
“anarchy”, berasal dari bahasa Yunani “anarchos” atau “anarchein”. Anarchos
atau anarchein berarti tanpa pemerintahan atau pengelolaan dan koordinasi tanpa
hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan
dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan
anarkhisme adalah suatu paham atau ideologi yang mempercayai bahwa segala
macam bentuk negara, pemerintahan dan kekuasaannya merupakan lembaga–
lembaga dan alat untuk melakukan penindasan terhadap kehidupan, oleh sebab itu
para anarkhis menginginkan negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus
dihilangkan atau dihancurkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Perbedaan persepsi antara masyarakat umum dengan kaum punk mengenai
makna anarkhis yang sebenarnya, seringkali disalah gunakan oleh pemerintah
untuk menuding bahwa perilaku anarkhis adalah perilaku yang cenderung
mengarah pada kericuhan atau kekacauan, atau yang biasa disebut chaos.
Hampir semua perilaku yang ditunjukkan oleh kaum punk selalu dikatakan
sebagai perilaku anarkhis. Makna anarkhis selama ini dipahami oleh masyarakat
Indonesia, kenyataannya sangat berbeda dengan makna anarkhis yang dianut oleh
kaum punk. Hampir semua punk percaya akan prinsip anarkhisme untuk tidak
sama sekali menggunakan pemerintahan resmi atau pengatur serta menghargai
kebebasan dan tanggung jawab masing-masing individu.
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkhisme akhirnya memberikan
warna baru dalam ideologi anarkhisme itu sendiri, sebab kaum punk dalam
pergerakannya memiliki ciri khas tersendiri. Gerakan punk yang mengusung
anarkhisme sebagai ideologi dinamakan sebagai gerakan Anarcho-punk. Kaum
anarkhisme dalam pergerakan menggunakan simbol yang terdiri dari huruf “A”
kapital didalam sebuah lingkaran. Kata anarkhi atau anarkhisme dihampir seluruh
bahasa dimulai dengan huruf “A”, hal ini membuat simbol itu dapat diterima di
semua negara. Lingkaran tersebut melambangkan persatuan. Dengan disatukannya
lingkaran dengan huruf “A”, simbol tersebut melambangkan kekuatan.
Simbol anarkhi juga digunakan oleh pergerakan Anarcho Punk yang
merupakan salah satu bagian dari pergerakan aliran punk pada akhir tahun 1970-
an. Pergerakan Anarcho Punk secara tidak langsung menggunakan lingkaran A
yang tidak rapi dan lebih artistik. Simbol ini merupakan hasil dari pergerakan
“DIY” atau Do it Yourself yang menjadi semangat dari komunitas punk.
Punk terlibat dalam berbagai gerakan yang mendukung hak perempuan,
kelas pekerja serta membenci masyarakat kapitalis dan komunis. Gerakan punk
berasal dari negara yang memiliki kebijakan-kebijakan dengan sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme telah menimbulkan kemiskinan serta eksploitasi terhadap
rakyat, namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa kapitalisme telah membuat
sebagian orang dapat merasakan kemewahan hidup dari hasil eksploitasi mereka
terhadap kelas pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kaum punk memaknai anarkhisme tidak hanya sebatas pengertian politik
saja, melainkan lebih luas dari itu. Dalam keseharian hidup, anarkhisme berarti
tanpa aliran pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman,
karena mereka bisa menciptakan aturan hidup dan perusahaan rekaman sendiri
sesuai keinginan mereka.
2) Tinjauan Makna Filosofi dan Simbolik dalam Fashion Kaum Punk.
Fashion punk yang dipopulerkan oleh kaum punk memiliki makna filosofis
dan simbolis yang diterapkan dalam unsur-unsur busana punk sebagai berikut :
a) Mode rambut Mohawk
Ideologi yang bertentangan memiliki rambut yang berlawanan. Rambut
bukan hanya menjadi simbol jenis kelamin, ia juga bisa menjadi simbol ideologi.
Rambut adalah simbol yang mengekspresikan selera musik dan nilai yang
berbeda. Dengan kata lain, aksesoris maupun bahasa menjadi sesuatu yang
berbeda bukan hanya berdasarkan pandangan mayoritas konvensional, namun
juga dari masing-masing kelompok khusus tersebut.
Mode rambut mohawk diambil dari potongan rambut suku Mohican di
Indian. Mode rambut disisakan bagian tengah rambut dan diberdirikan runcing
menyerupai bulu tengkuk kuda yang kaku yang ditegakkan lurus-lurus dengan
lem kayu atau pernis. Menurut keterangan dari sumber data mohawk menyiratkan
keberanian seperti suku „Mohican Indian‟ yang berani dan suka berperang. Hal ini
berarti punk adalah orang yang berani menentang ketikadilan dalam masyarakat
dan siap berperang dengan siapapun yang menahan gerakan mereka. Mode rambut
mohawk juga diciptakan sebagai kejutan untuk memberi gambaran „anti
kemapanan‟ di tengah tatanan masyarakat yang modern.
b) Jaket dan celana jeans
Jaket dan celana dari bahan jeans dipakai kaum punk dengan alasan bahan
jeans tahan lama sehingga pengikut punk yang menolak kemapanan bisa tahan
lama dalam memakai celana. Selain itu bahan jeans pada awalnya dipakai oleh
kaum penambang. Hal ini sesuai dengan konsep „anti kemapanan‟ karena kaum
penambang adalah kaum kelas bawah. Bahan jeans dipilih untuk mengingatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diri punk dan masyarakat bahwa kelas bawah selalu hidup dan banyak buruh yang
dipinggirkan dalam masyarakat.
c) Spike
Pada awalnya spike atau logam-logam runcing dalam busana punk
digunakan sebagai alat pertahanan dikarenakan pada awal lahirnya subkultur
punk, kaum punk dianggap sampah dalam masyarakat dan karena sering
melakukan protes mereka ditangkapi polisi. Oleh karena itu kaum punk
mengenakan spike, ikat pinggang yang bermata besi dan rantai untuk melawan
polisi atau untuk pertahanan mereka.
Setelah periode itu kaum punk tetap memakai spike yang ditanamkan di
jaket jeans, gelang, dan ikat pinggang sebagai aksesoris yang melambangkan
perlawanan mereka terhadap kekuasaan.
d) Kalung rantai
Kalung rantai dalam fashion punk dipakai sebagai lambang kesederhanaan.
Kalung rantai juga dipakai untuk menunjukkan bahwa kelompok punk adalah
kelompok yang peduli dengan kelas bawah, kaum buruh pengangguran, kaum
yang termarjinalisasi dan masyarakat di lapisan sosial terendah lainnya.
Aksesoris yang berupa kalung dari rantai dan gembok adalah barang-
barang rumah tangga yang mudah didapat, siapapun bisa mendapatkannya. Hal ini
adalah kebalikan dari kaum kelas atas yang sering memamerkan perhiasan emas
dan permata sebagai gelang atau kalung. Fashion punk melawannya dengan
kalung dari rantai dan gelang dari logam-logam.
e) Sepatu Boots
Menurut filosofi boot hitam adalah boot itu sepatu yang keras, kuat,
maskulin (tidak cengeng), dan anti kompromi. Hitam adalah warna yang kuat dan
tidak mudah pudar.
Sepatu boots dalam fashion punk adalah pernyataan bahwa punk adalah
kaum buruh di karenakan pada waktu itu kaum buruh selalu memakai sepatu
boots untuk bekerja. Sepatu boots yang dipakai dalam fashion punk juga menjadi
simbol bahwa kaum punk adalah pekerja keras layaknya buruh. Hal ini
menggambarkan bahwa. punk sebenarnya bukan perusuh atau pembuat onar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mereka juga pekerja keras hanya saja mereka tidak bekerja untuk sistem
kapitalisme yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya. Punk sangat menolak adanya upah buruh yang rendah dan
eksploitasi alam.
f) Simbol Anarki
Simbol anarki dalam punk tidak berarti hidup mereka tanpa aturan. Anarki
yang dimaksud dalam punk adalah persamaan hak bagi semua umat manusia
sehingga aturan-aturan tidak diperlakukan lagi karena banyak aturan yang
dijalankan justru merugikan masyarakat bawah.
Hampir semua perilaku yang ditunjukkan oleh kaum punk selalu dikatakan
sebagai perilaku anarkhis. Makna anarkhis selama ini dipahami oleh masyarakat
Indonesia, kenyataannya sangat berbeda dengan makna anarkhis yang dianut oleh
kaum punk. Hampir semua punk percaya akan prinsip anarkhisme untuk tidak
sama sekali menggunakan pemerintahan resmi atau pengatur serta menghargai
kebebasan dan tanggung jawab masing-masing individu.
Simbol anarki yang digunakan oleh punk dan diterapkan dalam pakaiannya
memiliki makna bahwa punk mencintai kedamaian dan menginginkan persamaan
hak bagi seluruh umat manusia tanpa adanya kelas dan status dalam masyarakat.
2. Karakteristik Punk
Karakteristik merupakan pengembang kata dari dasar “karakter”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 422) „Karakter adalah huruf. Karakterisasi
adalah perwatakan yang bersifat khusus. Karakteristik sendiri adalah „ciri-ciri
khusus; mempunyai kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu‟. Adapun
yang dibahas dalam penelitian ini adalah karakteristik demografi dan sosial
ekonomi kaum punk.
a. Karakteristik Demografi
Karakteristik demografi kaum punk yang akan dibahas meliputi: jenis
kelamin, umur, dan daerah asal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
1) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik penduduk yang pokok. Struktur ini
mempunyai pengaruh penting baik terhadap tingkah laku demografi maupun
sosial ekonomi (Nurdin dalam Wirosuhardjo, 1981: 20).
Data tentang jenis kelamin dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui rata-rata jenis kelamin seseorang yang tergabung dalam punk.
Diperkirakan lebih dari tujuh puluh persen yang tergabung dalam komunitas punk
adalah seseorang yang berjenis kelamin laki-laki, sedangkan presentase
perempuan yang tergabung dalam punk jumlahnya sedikit sekali.
Jenis kelamin yang dimaksudkan disini adalah variasi jenis kelamin setiap
punk (responden), yang dikategorikan ke dalam kelompok jenis kelamin laki-laki
dan perempuan.
2) Umur
Umur menentukan data demografi yang sangat vital karena umur dapat
digunakan sebagai dasar kependudukan yang erat kaitannya dengan kegiatan
ekonomi penduduk. Umur dapat diketahui dari tanggal, bulan, dan tahun
kelahiran. Perhitungan umur dinyatakan dalam tahun yang dibulatkan ke bawah
atau menurut ulang tahun terakhir (Nurdin dalam Wirosuhardjo, 1981: 20).
Data tentang umur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
rata-rata umur seseorang menjadi anggota punk atau tergabung dalam komunitas
punk. Dalam penelitian ini umur ditentukan menurut pengakuan responden.
3) Daerah Asal
Data mengenai daerah asal punk merupakan salah satu faktor yang cukup
penting untuk diketahui. Hal ini berkaitan dengan status kependudukan mereka di
scene punk. Data mengenai daerah asal penting untuk menentukan golongan
migran atau non migran. Yang dimaksud tempat asal adalah tempat dimana para
responden atau kepala rumah tangga dilahirkan (Akbar dalam Sumadi dan Evers,
1982: 193).
b. Karakteristik Sosial Ekonomi
Karakteristik sosial ekonomi kaum punk yang akan dibahas dalam
penelitian ini meliputi : tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh dalam kegiatan manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Rohman (2009: 8) “Pendidikan sebagai usaha
menuntun segenap kekuatan kodrat yang ada pada anak baik sebagai individu
manusia maupun sebagai anggota masyarakat agar dapat mencapai kesempurnaan
hidup”.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
dalam Rohman (2009: 10) tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan
bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang dibutuhkan bagi
dirinya, masyarakat dan bangsa”.
Tingkat pendidikan dalam hal ini akan berpengaruh terhadap kegiatan
seseorang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status sosial ekonomi
seseorang. Umumnya yang tergabung dalam komunitas punk adalah mereka yang
mempunyai tingkat pendidikan hanya jenjang SMA, tetapi ada juga yang
memiliki tingkat pendidikan sampai jenjang Perguruan Tinggi.
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, jenjang
pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
b) Pendidikan non formal
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
c) Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor penentu dalam merubah
sikap, pikiran, dan pandangan seseorang di dalam menghadapi perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat atau lingkungan, sehingga tingkat pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
formal sangat berpengaruh dalam produktivitas dan kemampuan seseorang yang
secara langsung maupun tidak langsung juga ikut meningkatkan harkat dan
martabat seseorang.
Dalam penelitian ini yang dimaksud tingkat pendidikan adalah tingkat
pendidikan kaum punk, yaitu dari yang tidak tamat SD sampai Perguruan Tinggi.
2) Jenis Pekerjaan
Pekerjaan merupakan bagian yang terpisahkan dari kehidupan manusia,
sebab pekerjaan dapat menghasilkan barang dan jasa. Pengertian pekerjaan
menurut Swasono (1983: 22) adalah kegiatan yang dilakukan oleh satu-satunya
ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan demikian pekerjaan
merupakan sekumpulan kedudukan yang memiliki persamaan kewajiban/tugas
pokok. Satu pekerjaan dapat dilakukan oleh satu beberapa orang yang tersebar di
beberapa tempat. Suatu kelompok pekerjaan pada umumnya mencakup beberapa
rangkuman pekerjaan dalam mata pencaharian, profesi/kegiatan yang
berhubungan dengan tugas pokoknya.
Swasono juga menbagi pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu pekerjaan
pokok dan pekerjaan sampingan. Pekerjaan yang digeluti seseorang setiap hari
sering disebut pekerjaan pokok, dalam artian pekerjaan tersebut sumber pekerjaan
utama orang tersebut. Selain itu pekerjaan pokok mempunyai sifat keajegan,
kontinyu, dan berkaitan erat dengan sistem dan aturan tertentu, sedangkan
pekerjaan sampingan adalah suatu pekerjaan yang sifatnya menambah
penghasilan, secara relatif tidak semua orang memilikinya, karena pekerjaan
tersebut sangat tergantung pada keadaan, waktu, dan tenaga yang dimilikinya.
Pekerjaan sampingan hanya bertujuan untuk menambah penghasilan atau
mungkin untuk alasan-alasan tertentu.
3. Perilaku Menyimpang
Kartono (2005: 11) berpendapat bahwa “Deviasi atau penyimpangan
diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-
ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Menurut Kartono (2005: 14) “Tingkah laku abnormal/menyimpang ialah
tingkah laku yang tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada
umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada”.
Menurut Kartono (2005: 15), Ciri-ciri tingkah laku yang menyimpang itu
bisa dibedakan dengan tegas, yaitu:
1. Aspek lahiriah, yang bisa diamati dengan jelas. Aspek ini bisa dibagi dalam
dua kelompok, yakni berupa:
Deviasi lahiriah yang verbal dalam bentuk: kata-kata makian, slang (logat,
bahasa popular), kata-kata kotor yang tidak senonoh, dan lain-lain.
Deviasi lahiriah yang nonverbal; yaitu semua tingkah laku yang nonverbal
yang nyata kelihatan.
2. Aspek-aspek simbolik yang tersembunyi
Khususnya mencakup sikap-sikap hidup, emosi-emosi, sentimen-sentimen,
dan motivasi-motivasi yang mengembangkan tingkah laku menyimpang.
Yaitu berupa pikiran yang paling dalam dan tersembunyi, atau berupa iktikad
kriminal di balik semua aksi-aksi kejahatan dan tingkah laku meniympang.
Sebagian besar dari tingkah laku menyimpang misalnya kejahatan, pelacuran,
kecanduan narkotika, dan lain-lain memiliki sifat tersamar dan tersembunyi,
tidak kentara atau bahkan tidak bisa diamati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Penelitian yang Relevan
Tabel 1. Penelitian yang Relevan
No Judul penelitian Peneliti,
tahun
penelitian
Tujuan penelitian Metode
penelitian
Hasil penelitian
1.
2.
Komunitas Skinhead di Kota Solo
(Studi Deskriptif Kualitatif
Tentang Pola Komunikasi
Skinhead di Kota Solo).
Pengaruh Musik Underground
Terhadap Kehidupan Remaja
Surakarta (Studi Kasus Tentang
Kehidupan Sehari-hari Para
Pemusik Underground di
Surakarta Tahun 1993-2003).
Hendra
Nugraha,
2007
Endy
Irwanto,
2007
Mengetahui bagaimana pola
komunikasi pada komunitas
Sriwedari Boot Boy‟s dalam
mempertahankan
eksistensinya di Solo.
1. Mengetahui bagaimana
latar belakang munculnya
musik underground di
Surakarta.
2. Mengetahui kondisi sosial
dan orientasi budaya yang
mendukung masyarakat di
Surakarta.
3. Mengetahui pengaruh
musik underground
terhadap kehidupan
remaja di Surakarta.
Metode
deskriptif
kualitatif.
Penelitian
sejarah
dengan
empat
langkah
metode,
yaitu
heuristik,
kritik
sumber,
interpretasi,
dan
histografi
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
komunikasi Komunitas Sriwedari Boot Boy‟s dalam
mewadahi komunitas khususnya komunitas
penggemar musik underground yang ada di Solo;
dari siapa dan kepada siapa informasi itu diberikan.
Dalam mempertahankan eksistensinya di Solo dan
Sriwedari pada khususnya, Komunitas Sriwedari
Boot Boy‟s menggunakan struktur pola Semua
Saluran, Y dan Roda.
1. Musik underground yang muncul dan
berkembang pada tahun 90-an di Indonesia
termasuk di Solo telah memberikan semangat
dan nafas baru bagi dunia musik di Indonesia.
Perkembangan tema lirik lagu yang sesuai
dengan keadaan sosial masyarakat dan
kritikan-kritikan pedas terhadap pemerintah
serta juga bertemakan tentang hal-hal ghaib
yang tidak masuk akal telah merubah sebagian
kecil kehidupan para remaja pendengar dan
penggemar musik underground yang tanpa
disadari telah membentuk suatu komunitas dan
identitas yang baru, namun pada umumnya
musik yang berkembang di Indonesia tetap
dipengaruhi oleh musik dari barat.
2. Letak wilayah, kondisi wilayah dan kondisi
sosial budaya masyarakat Surakarta merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3.
Perilaku pada Punker Solo (Studi
Kasus Perilaku Anak Punk di
Komunitas Purwosari Street Punk
Kota Surakarta)
Nanik
Irnawati,
2008
1. Mengetahui latar
belakang kehidupan
keluarga anak punk.
2. Mengetahui persepsi
keluarga terhadap
perilaku anak punk.
3. Mengetahui persepsi anak
punk terhadap keluarga.
4. Mengetahui faktor-faktor
yang melatarbelakangi
pemilihan punker sebagai
gaya hidup pada anak-
anak punk.
5. Mengetahui perilaku anak
Metode
kualitatif
deskriptif
faktor lain yang mendukung perkembangan
musik ini. Perkembangan sosial masyarakat
berubah dari pola agraris ke pola industri
modern. Keadaan ini sangat mendukung
masyarakat untuk bersikap lebih terbuka
dengan segala sesuatu yang datangnya dari
luar.
3. Pengaruh musik underground terhadap para
remaja Surakarta berdampak baik (positif) dan
buruk (negatif). Keberadaan musik
underground ini telah mempengaruhi
kehidupan masyarakat Surakarta terutama para
remajanya. Ini terlihat dengan banyak
munculnya band-band lokal Kota Solo yang
bermunculan secara cepat bagaikan jamur. Pola
perilaku para remaja juga tidak ketinggalan,
mereka telah terbawa imbas oleh musik ini
seperti gaya hidup hippie yang secara langsung
maupun tidak langsung telah memacu adanya
dekadensi moral.
1. Latar belakang kehidupan keluarga punker
yaitu: a. perekonomian keluarga anak punk
tidak hanya berasal dari keluarga ekonomi
lemah saja, tetapi sebagian juga berasal dari
latar belakang keluarga yang mapan secara
ekonomi; b. beberapa punker berasal dari
keluarga yang sangat disiplin dalam
menanamkan pendidikan agama, akan tetapi
mereka tidak bisa menghayati pendidikan
agama sebagai pengetahuan; c. punker yang
hidup dijalanan mempunyai komunikasi
dengan pihak keluarga yang bersifat buruk
sebab sebagian besar waktu mereka dihabiskan
di jalan bersama anak punk di scene.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
punk dalam komunitas.
6. Mengetahui persepsi anak
punk terhadap remaja
lain.
7. Mengetahui persepsi
masyarakat terhadap
keberadaan anak punk.
8. Mengetahui hubungan
antara perilaku anak punk
kaitannya dengan norma
yang berlaku di
masyrakat.
2. Persepsi keluarga terhadap perilaku anak punk
yaitu: a. anak punk mempunyai perilaku
menyimpang yang tercermin dari pakaian dan
akesoris punk yang dianggap tidak pantas
untuk dikenakan serta perilaku yang biasa
dilakukan di jalan seperti aktivitas mabuk,
membuat keributan dan kegaduhan, jarang
pulang kerumah, acuh tak acuh terhadap
lingkungan sehingga dapat meresahkan
masyarakat sekitar; b. anak punk mempunyai
kreativitas karena mampu berkarya lewat musik
dengan membentuk sebuah band untuk
menyalurkan bakat dan hobi di bidang musik.
3. Persepsi punker terhadap keluarga ialah: a.
keluarga sebagi hal utama yang secara
langsung berperan besar dalam membentuk
kepribadian anak; b. keluarga sebagai pihak
yang tidak mampu memberikan kasih sayang
dan perhatian terhadap anak; c. keluarga
dianggap terlalu membatasi perilaku anak
dengan berbagai aturan dan larangan dari orang
tua.
4. Faktor yang melatar belakangi pemilihan
punker sebagai gaya hidup pada anak punk
yaitu: a. fashion punk dan makna simbolik
setiap atributnya; b. musik punk sebagai
pendistribusian pesan pemberontakan; c.
euphoria pemberontakan, kebebasan dan
equalaity; d. kecewa dengan keluarga karena
keluarga kurang memahami dan memberikan
perhatian kepada anak; e. pengaruh pergaulan
dengan teman sebaya.
5. Perilaku anak punk dalam komunitas yaitu:
nongkrong bersama sambil minum-minuman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
keras, main kartu, mengamen di jalan latihan
band di studio musik, membuat tato, tindik dan
piercing, menonton konser musik punk baik
dalam kota maupun luar kota serta membuat
gig (konser musik) punk sendiri, nyetreet ke
luar kota untuk menjalin komunikasi dan
solidaritas dengan punker luar kota, membuat
berbagai aksesoris punk dengan etos D.I.Y (Do
it Yourself). Aktivitas tersebut bertujuan untuk
menunjukkan eksistensi punk di masyarakat
dan merubah pandangan masyarakat bahwa
punk bukan sekedar sampah masyarakat.
6. Persepsi punker terhadap remaja lain yaitu: a.
punker menganggap remaja lain yang bukan
anak punk sebagai seorang remaja yang tidak
jauh berbeda dengan anak punk dalam
pergaulan karena anak punk tidak hanya
berteman terbatas pada kalangan anak punk
saja melainkan juga berteman dengan remaja
lain di luar punk; b. remaja yang bukan anak
punk dianggap masih belum bisa mandiri,
mereka hanya bergantung pada orang tua serta
tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya
sendiri; c. beberapa punker merasa tidak suka
bila melihat remaja lain memakai fashion punk
yang elah menjadi identitas kelompok punk
karena dianggap mereka hanya meniru cara
berpakaian punk tanpa tahu makna yang ada di
balik fashion punk walaupun setiap orang juga
berhak memakai fashion apa yang
diinginkannya.
7. Persepsi masyarakat terhadap komunitas punk
ialah masyarakat memandang remaja yang
menjadi anak punk telah menganut gaya hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4.
Studi Perilaku Menyimpang
(Deviant Behavior) Kaum Urban
(Studi Kasus Komunitas Punk di
Kota Surakarta) Tahun 2009-2010.
Listya
Intan
Artiani,
2011
1. Mengetahui persebaran
scene komunitas punk di
Kota Surakarta.
2. Mengetahui karakteristik
Metode
deskriptif
spasial.
yang tidak sesuai dengan lingkungan sekitar
sebab kebebasan yang dianut oleh anak punk
telah disalah artikan lewat perilaku anak punk
di scene seperti nongkrong sambil mabuk-
mabukan, punk berperilaku acuh tak acuh
terhadap lingkungan sekitar dengan
mengabaikan norma yang berlaku, akan tetapi
mereka juga kreatif dalam menciptakan musik
yang berirama keras.
8. Hubungan antara perilaku anak punk kaitannya
dengan norma yang berlaku di masyarakat
yaitu: a. mayoritas masyarakat menganggap
bahwa perilaku punk adalah negatif karena
menyimpang dari norma dan dapat
mengganggu ketenangan masyarakat umum
walaupun tidak semua masyarakat merasa
terganggu secara langsung dengan perilaku
anak punk; b. perilaku anak punk termasuk
perilaku yang menyimpang secara sosial tetapi
belum masuk pada wilayah pelanggaran
hukum; c. walaupun perilaku anak punk
dianggap menyimpang oleh mayoritas
masyarakat, tetapi anak punk sebagai subjek
pelaku merasa bahwa sebagai sebuah subkultur
punk memiliki norma sendiri yang cenderung
menyimpang dari kultur yang dominan,
sehingga norma yang berlaku di masyarakat
tidak sama dengan norma yang berlaku di
komunitas punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
punk di Kota Surakarta.
3. Mengetahui persepsi
masyarakat terhadap
perilaku kaum punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Anarcho punk
Punk yang mengusung anarkhisme sebagai ideologi (Anonim).
Anomie
Suatu keadaan tanpa norma (Durkheim dalam Hadisuprapto, 2008: 27).
Distro
Merupakan kependekan dari distribution outlet. Distro merupakan sebuah tempat
untuk menampung hasil kreativitas anak muda dan sebagai wadah bagi suatu
komunitas (Novianti dalam Kennedy, 2009: 120).
Emblem (Badge)
Aksesoris busana yang berupa slogan-slogan dan group band (Anonim).
Fanzine
Suatu media independent yang berisikan ide-ide dan kritik komunitas terhadap
budaya dominan, selain itu juga berisi review dan interview band-band indie.
Fanzine dalam komunitas punk sering juga disebut dengan newsletter (Anonim).
Gig
Istilah untuk menyebut suatu pertunjukkan musik punk (Anonim).
Hardcore
Istilah yang diambil oleh industri musik sebagai sebuah kategorisasi yang
dimunculkan pada awal tahun 80-an dan awalnya diterapkan pada genre musik
post-punk Amerika Utara yang bercirikan punk dan heavy metal. Musik sejenis ini
dikenal sebagai trash metal atau jika lebih ingar bingar disebut speedcore (Jube,
2008: 163).
Herbert
Istilah untuk menyebut preman yang menyukai musik punk dan kadang bergabung
bersama kaum punk dalam komunitas (Anonim).
Hooligan
Istilah untuk menyebut kaum punk dan skinhead yang fanatik terhadap sepak bola
(Anonim).
Indie
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Istilah yang mulai digunakan oleh media pada tahun 70-an untuk menamakan
label rekaman independen yang tidak berafiliasi dengan konglomerat-konglomerat
bisnis besar manapun (major label). Isilah indie berasal dari ranah punk dengan
etos do it yourself yang mendukung lahirnya label-label rekaman kecil serta
menghadang monopoli label-label besar di Inggris (Jube, 2008: 168).
Mainstream
Istilah yang digunakan untuk menyebut budaya arus utama yang kaku dan
seragam (Rusbiantoro, 2008: 109).
Mohawk
Mode potongan rambut yang terinspirasi dari gaya rambut suku Mohican Indian.
Mode potongan rambut Mohawk ialah menipiskan atau memotong rambut di
bagian kiri-kanan dan menyisakan bagian tengah rambut yang panjang lalu
dibedirikan menyerupai tengkuk kuda (Anonim).
Moshing
Moshing adalah menari mengikuti irama musik heavy metal, hardcore, dan
turunan musik rock lainnya. Aktivitas yang lebih merupakan bentuk geliat
komunal energetik dibanding sekedar menari diadopsi oleh para penggemar hard
rock selama akhir tahun 80-an sebagai pengganti headbanging dan slam-dancing.
Para penonton konser musik keras memanjat panggung dan kemudian
melemparkan diri ke tengah penonton lainnya. Praktik ini dikenal sebagai stage-
diving. Kata “Mosh” adalah temuan yang muncul dari istilah-istilah yang standar
seperti halnya jostle, mash, mass, squah, crush, dan thrust (Jube, 2008: 176).
Oi
Dinamakan oi karena ceracau nyanyian atau tangisan keras para pengikutnya. Oi
adalah gerakan neo-skinhead pada awal tahun 1980-an yang dibentuk oleh
beberapa band rock (Skrewdriver, Four Skins) yang memainkan anthem musik
post-punk, minimalis serta mendukung etos sayap kanan ekstrem. Inspirasi
pertama untuk kecenderungan ini muncul dari band punk Sham 69 yang telah
mendorong histeria kebanggaan proletarian yang secara politik ambivalen pada
tahun 1978 dan 1979. Oi menjadi fenomena minoritas berbagai fanzine-nya mirip
dengan propaganda Neo-Nazi dan eksponen-eksponennya terlibat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
kekerasan rasis serta politis yang teroganisir. Pada paruh kedua tahun 1980-an oi
tidak lagi menjadi mode yang berbasis musik. Oi justru bergabung dengan aliansi-
aliansi kanan internasional yang terbentang dari London hingga Praha (Jube,
2008: 177).
Perilaku menyimpang
Tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik
rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi (Kartono, 2005: 11).
Pogo
Merupakan tarian yang dilakukan dengan melompat ke atas dan ke bawah serta
kedua lengan tak bergerak di satu sisi. Tarian ini disebut pogo karena
kemiripannya dengan gerakan-gerakan para pemain stik pogo. Pogo adalah ciri
para penonton dan penyuka acara punk yang bereaksi pada musik pilihan mereka.
Konon pogo ditemukan oleh Sid Vicious ketika dia masih menjadi fans dan
bergabung dengan Sex Pistols. Pogo adalah pose minimalis yang menjadi jenis
tarian yang tepat bagi kerusuhan di depan panggung. Para penari pogo membuka
jalan bagi mode tarian berikutnya yaitu slam- dancing (Jube, 2008: 178).
Punk
Pemuda yang ikut gerakan menentang masyarakat yang mapan lewat musik, gaya
berpakaian dan gaya rambut yang khas (Kamus Bahasa Indonesia, 2009: 583).
Scene
Istilah untuk menyebut daerah tempat berkumpul (tongkrongan) kaum punk.
Scene cenderung berkaitan dengan keberadaan suatu komunitas (Anonim).
Skinhead
Pada awalnya merupakan istilah slang untuk orang yang berkepala gundul, dan di
Inggris secara khusus dikenakan pada anggota gang-gang jalanan. Pada tahun
1967 skinhead menjadi kultus kaum muda kelas pekerja yang konformis dan
reaksioner yang menggunakan busana fred perry, doc.marteen, serta potongan
rambut crew-cut (Jube, 2008: 188).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Street punk
Kaum punk yang hampir seluruh aktivitasnya dihabiskan di jalanan. Mereka
sering ngamen di dalam bus dan di sekitar lampu lalu lintas. Kegiatan yang sering
dilakukan adalah nongkrong di jalanan sambil minum-minuman keras dan mabuk-
mabukan (Anonim).
Subkultur
Sekelompok orang dengan perilaku dan kepercayaan berbeda yang membedakan
mereka dari budaya yang lebih besar yang memisahkan mereka (Rusbianto, 2008:
107).
Underground
Merupakan istilah yang menggambarkan jaringan-jaringan resistensi yang muncul
selama perang dunia II. Sementara underground yang muncul pada akhir era 60-
an menjadi sinonim untuk kontra kultura dan masyarakat alternatif (Jube, 2008:
189).
Venue
Tempat atau area gigs diadakan (Anonim).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
D. Kerangka Pemikiran
Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki masyarakat yang
heterogen. Dan didalam kemajemukan masyarakat tersebut terdapat berbagai
macam kelompok yang terbagi berdasarkan atas kelas sosial. Tiap-tiap kelas sosial
memiliki suatu cara hidup tertentu. Pola perilaku masyarakat tersebut ada yang
berdasarkan atas norma-norma yang berlaku bahkan ada juga yang berperilaku
anomie. Sekelompok orang yang berperilaku anomie tersebut cenderung
termarjinalisasi didalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku anomie mereka
dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai perilaku menyimpang (deviant
behavior).
Subkultur punk merupakan salah satu contoh subkultur yang dianggap
oleh sebagian besar masyarakat sebagai perilaku menyimpang (deviant behavior).
Punk sampai saat ini masih menjadi fenomena dalam lingkup budaya kawula
muda. Komunitas punk sebagai suatu kelompok sosial ternyata bukan hanya
sekumpulan individu, tetapi juga membentuk tindakan bersama. Komunitas punk
merupakan sebuah masyarakat yang mempunyai nilai-nilai dimana sering terjadi
persimpangan dengan nilai-nilai masyarakat yang sudah ada.
Keberadaan punk di Kota Surakarta masih dianggap sebagai suatu hal
yang baru atau asing oleh masyarakat. Sebagai kelompok yang termarjinal,
mereka memiliki anggota yang sedikit dan keberadaan mereka sangat sulit
terdeteksi atau jarang ditemukan di beberapa tempat di Kota Surakarta. Dengan
kondisi seperti itu punk bergabung dengan punk lain membentuk suatu komunitas.
Didalam komunitas tersebut mereka memiliki suatu tindakan bersama atau
aktivitas, terdapat berbagai macam hal yang unik dan menarik dalam komunitas
tersebut untuk diteliti. Dalam suatu komunitas mereka menentukan scene dimana
mereka sering berkumpul untuk melakukan berbagai hal, misalnya berdiskusi
tentang perkembangan punk, gigs punk, dan sebagainya.
Perkembangan jumlah punk setiap harinya tidak berkurang tetapi justru
bertambah banyak. Mereka yang tergabung dalam punk terdiri dari berbagai
kelompok usia dengan karakteristik yang berbeda-beda baik itu karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
demografi maupun sosial ekonomi. Setiap punk memiliki latar belakang
kehidupan yang berbeda. Selain itu setiap punk mempunyai pendapat tersendiri
mengenai alasan mereka ikut bergabung dalam komunitas dan menjalani hidupnya
sebagai seorang punk. Sekarang ini perkembangan punk bukan hanya secara
kuantitas mereka bertambah tetapi secara kualitas mereka pun semakin eksis.
Keberadaan scene-scene komunitas punk di Kota Surakarta mulai bertambah.
Seiring hal tersebut komunitas-komunitas yang menggeliat memantapkan
eksistensinya. Dengan adanya hal tersebut, penulis ingin meneliti distribusi
spasial atau persebaran scene komunitas punk di Kota Surakarta.
Kaum punk menjunjung tinggi nilai equality (persamaan), unity
(kebersamaan), dan anarchy (anarkhi). Nilai-nilai tersebut merupakan sebagian
dari filosofi yang dianut oleh kaum punk. Tak heran kaum punk sering melakukan
mobilitas ke berbagai kota untuk bertemu dengan punk lain dalam suatu scene dan
gigs punk dengan tujuan untuk memupuk dan meningkatkan rasa kebersamaan
dan persaudaraan.
Subkultur punk mendefinisikan dirinya sebagai perlawanan terhadap nilai-
nilai budaya dominan. Punk menjadi salah satu bentuk resistensi terhadap gaya
hidup. Penggunaan gaya dalam subkultur punk sangat berbeda dan simbolik. Hal
ini merupakan suatu bentuk deviasi sebagai tindakan penyimpangan perilaku yang
bertentangan dengan masyarakat dan digunakan sebagai perjuangan melawan
budaya dominan atau kelompok dominan (orang tua, kalangan elite masyarakat,
norma sosial yang ketat, atau negara). Dengan adanya perilaku tersebut memicu
munculnya banyak pendapat atau persepsi pro dan kontra dari masyarakat
mengenai perilaku punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 1. Kerangka Alur Pemikiran
Punk di Kota Surakarta
Karakteristik punk di
Kota Surakarta
1. Karakteristik demografi
- Jenis kelamin
- Umur
- Status perkawinan
- Daerah asal
2. Karakteristik sosial
ekonomi
- Tingkat pendidikan
- Jenis pekerjaan
3. Karakteristik punk
- Fashion dan musik
- Sikap dan perilaku
4. Karakteristik lain-lain
Persebaran komunitas
punk di Kota Surakarta
Persebaran scene punk
di Kota Surakarta
Persepsi
masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam mengadakan penelitian, penulis mengambil tempat atau lokasi
penelitian di Kota Surakarta, yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Laweyan,
Banjarsari, Serengan, Pasar Kliwon, dan Jebres. Alasan penulis mengambil tempat
ini sebagai objek penelitian adalah karena Kota Surakarta merupakan kota yang
memiliki heterogenitas masyarakat. Didalam pluralisme masyarakat tersebut
terdapat sekelompok kecil masyarakat yang termarjinalisasi. Fenomena punk telah
menjadi bagian dari masyarakat Kota Surakarta, walaupun tingkah laku mereka
sering dianggap sebagai perilaku menyimpang (deviant behavior) oleh sebagian
besar masyarakat. Sebagai kelompok yang termarjinalisasi, keberadaan kaum
punk sangat sulit ditemui atau jarang ditemukan pada beberapa tempat di Kota
Surakarta. Dengan kondisi seperti itu punk bergabung dengan punk lain
membentuk suatu komunitas. Dalam suatu komunitas mereka menentukan scene
dimana mereka sering berkumpul untuk melakukan berbagai aktivitas. Kecil
kemungkinan kita menjumpai scene komunitas punk dalam satu kecamatan di
Kota Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian selama 6 bulan yaitu
dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penulisan yang dilakukan memiliki tujuan untuk bisa menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu teori. Agar tujuan yang diinginkan
dapat tercapai maka diperlukan suatu metode yang tepat dan sesuai dengan
masalah yang akan dikaji.
Menurut Narbuko dan Achmadi (2003: 1) “Metodologi artinya cara
melakukan sesuatu dengan mengunakan pikiran secara seksama untuk mencapai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
suatu tujuan. “Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,
merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporannya. Jadi metodologi
penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan/
mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi
kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai
menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah”.
Sukmadinata (2009: 5) mengemukakan bahwa “Penelitian diartikan
sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis analisis data yang dilakukan
secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu”.
Menurut Sukmadinata (2009: 52) “Metode penelitian merupakan
rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan, penelitian yang didasari oleh asumsi-
asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-
isu yang dihadapi”. Dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang dikaji maka
peneliti memilih metode deskriptif kualitatif.
Nawawi dan Martini (1994: 73) mengemukakan bahwa “Metode deskriptif
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan
menggambarkan / melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”. Dalam studi
geografi, untuk melihat kaitan antar variabel-variabel yang ada pada fenomena
tersebut dilakukan dengan kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang
sebagai penekanan yang disebut dengan pendekatan spasial.
Geografi selalu melihat keseluruhan gejala dalam ruang dengan
memperhatikan secara mendalam tiap aspek yang menjadi komponen dalam ruang
tersebut. Komponen tersebut berupa komponen alamiah dengan komponen
insaniah yang mengkaji faktor alam dan faktor manusia baik dari segi objek,
fenomena yang terjadi, potensi daerah yang ada serta tingkah laku manusia
sehingga membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan. Dalam
penelitian ini metode deskriptif spasial sangat tepat untuk menjelaskan persebaran
scene komunitas punk di Kota Surakarta.
Hadi (2011) mengemukakan tekanan utama geografi tidak pada substansi
akan tetapi pada sudut pandang spasial, yang mana produk akhir dari geografi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
adalah wilayah-wilayah (regions) yang memiliki persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan yang ada di muka bumi. Dari pengwilayahan tesebut hasil
akhirnya adalah peta tematik, yang dapat digunakan untuk melakukan
rekomendasi.
Dalam (http://himago.wordpress.com). Geografi mengkaji obyek,
fenomena, potensi dan masalah yang ada pada ruang mukabumi dalam perspektif
spasial. Obyek itu divisualkan dalam bentuk peta dengan tema tertentu dan
dikenal sebagai peta tematik. Peta itu menampilkan obyek, fenomena, potensi
ruang mukabumi dalam bentuk tema tunggal dan dapat pula sintesis dari beberapa
tema. Selain itu, peta tematik ini dapat pula merupakan presentasi analisis spasial.
Segi lain dalam analisis spasial adalah dengan melakukan korelasi yaitu
membandingkan dua hal (tema, layer) yang berbeda untuk melihat ada tidaknya
kaitan sebab akibat. Korelasi dapat berbentuk korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik, antara unsur fisik dengan unsur sosial ekonomi, juga antara
unsur sosial ekonomi dengan unsur sosial ekonomi (Hadi, 2009: 2-3).
Dalam penelitian ini korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik
digunakan untuk mengetahui persebaran scene komunitas punk. Persebaran
tersebut diperoleh secara keruangan antara pemilihan lokasi scene komunitas punk
dengan jaringan jalan yang terdapat di Kota Surakarta. Korelasi unsur fisik
dengan unsur sosial menghubungkan antara lokasi scene komunitas punk dengan
jumlah kaum punk yang berada di lokasi scene tersebut.
Maka hasil akhir dari pengolahan data spasial dalam penelitian ini adalah
peta dan deskripsi korelasi spasial. Adapun peta tersebut antara lain:
1. Peta Persebaran Komunitas Punk Kota Surakarta Tahun 2009 – 2010.
2. Peta Kuantitas Komunitas Punk Kota Surakarta Tahun 2009 – 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya diamati
dan dicatat untuk pertama kalinya (Marzuki, 2002: 55). Alfandi (2001: 49)
mengemukakan bahwa “Data primer adalah data yang berada paling dekat dengan
sumber gejala atau data yang diperoleh dari sumber utama yang berwenang
mengelola data yang bersangkutan”. Data primer sebagai data pokok penelitian
diperoleh dari hasil wawancara kepada para responden dalam hal ini kaum punk di
Kota Surakarta dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan
sebelumnya.
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Lokasi scene komunitas punk di Kota Surakarta.
b. Data karakteristik kaum punk yang diperoleh dengan menggunakan teknik
wawancara dan kuesioner.
c. Data tentang persepsi masyarakat terhadap perilaku kaum punk diperoleh
dengan menggunakan teknik wawancara dan kuesioner atau angket.
2. Data Sekunder
Dalam penelitian ini, selain menggunakan data primer sebagai data pokok
juga menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diobservasi
oleh peneliti kemudian dikonfirmasikan dengan sumber data yang lain untuk
memperoleh data baru yang setara dengan data aslinya (Alfandi, 2001: 49). Data
sekunder merupakan data pelengkap dan memberikan gambaran mengenai objek
penelitian.
Marzuki (2002: 56) mengemukakan bahwa “Data sekunder adalah data
yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti misalnya biro
statistik, majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya”.
Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan yaitu data jumlah
penduduk dan monografi Kota Surakarta yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
D. Populasi dan Sampel
Menurut Tika (1997: 32) “Populasi adalah himpunan individu atau obyek
yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas”. Selanjutnya Tika (1997: 33)
“Sampel adalah sebagian dari obyek atau individu-individu yang mewakili suatu
populasi”. Pada penelitian ini populasi juga digunakan sebagai sampel. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh kaum punk Kota Surakarta. Penelitian ini
merupakan penelitian populasi sehingga sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh kaum punk Kota Surakarta.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dapat dipercaya dari beberapa sumber yang
telah dikumpulkan, maka diperlukan cara atau teknik tertentu dalam pengumpulan
data. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain :
1. Wawancara
Menurut Narbuko dan Achmadi (2003: 83) “Wawancara adalah proses
tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang
atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.” Selanjutnya Moleong (2009: 186) menjelaskan bahwa
“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu”.
Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh keterangan atau
informasi yang terinci dan mendalam dalam rangka pengumpulan data. Kegiatan
ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara lisan dengan informan.
Daftar pertanyaan disusun terlebih dahulu agar informasi yang dibutuhkan dapat
terjaring secara lengkap.
Dalam penelitian ini digunakan wawancara terstruktur dengan informasi
yang bertindak sebagai responden yang terdiri dari mereka yang dipilih karena
memiliki pengetahuan dan memahami segala sesuatu yang bekaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pertanyaan- pertanyaan yang ada. Dalam hal ini wawancara dilakukan terhadap
kaum punk di Kota Surakarta.
Menurut Moleong (2009: 190) “Wawancara terstruktur adalah wawancara
yang pewancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan”.
Peneliti yang menggunakan jenis wawancara ini bertujuan mencari
jawaban terhadap hipotesis. Untuk itu pertanyaan-pertanyaan disusun dengan
ketat. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel yang representatif
ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali. Semua subjek
dipandang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan.
2. Pengamatan atau Observasi
Untuk mendapatkan atau memperoleh data primer, selain dengan
mengadakan wawancara juga menggunakan teknik observasi atau pengamatan
karena pada dasarnya pengetahuan geografi merupakan suatu ilmu yang diperoleh
dari pengumpulan data, fakta dan sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan.
Menurut Narbuko dan Achmadi (2003: 70) “Pengamatan adalah alat
pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematik
gejala-gejala yang diselidiki”.
Sukmadinata (2009: 220) mengemukakan bahwa “Observasi (observation)
atau pengamatan merupakan suatu tenik atau cara mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung”.
Sasaran observasi lapangan pada penelitian ini adalah lokasi (scene)
komunitas punk di Kota Surakarta. Data diperoleh dengan cara melakukan
pencatatan dan pengamatan dengan menggunakan GPS yang mengacu pada
fenomena yang diteliti. Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh data
yang ada di lapangan yaitu data mengenai persebaran scene komunitas punk di
Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3. Dokumentasi
Arikunto (2006: 231) berpendapat bahwa “Metode dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”.
Sukmadinata (2009: 221) berpendapat bahwa “Studi dokumenter
(documentary study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik”.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi secara
tertulis atau dalam bentuk gambar yang didapat dari kantor atau instansi yang
terkait. Data yang dikumpulkan antara lain: letak, luas wilayah, batas wilayah, dan
data lainnya yang berhubungan dengan daerah penelitian.
Teknik dokumetasi dilakukan untuk mengumpulkan data guna mendukung
penelitian ini, data sekunder dapat diperoleh dari teknik dokumentasi diantaranya
mengenai keadaan umum daerah penelitian dan scene komunitas punk di Kota
Surakarta. Adapun dokumen atau arsip berupa foto dokumentasi, rekaman video,
rekaman wawancara, catatan lapangan mengenai perilaku punk, serta fanzine yang
diterbitkan oleh komunitas punk.
4. Kuesioner atau angket
Menurut Narbuko dan Achnmadi (2003: 76) “Metode kuesioner adalah
suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau
bidang yang akan diteliti”.
Sukmadinata (2009: 219) berpendapat bahwa “Angket atau kuesioner
(Questionnare) merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden)”.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kuesioner untuk
mengetahui sikap dan persepsi dari responden. Responden disini adalah
masyarakat dan kaum punk itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
F. Validitas Data
Untuk menjamin kesahihan data yang diperoleh dari penelitian ini dengan
menggunakan teknik triangulasi. Caranya dengan membandingkan data yang
diperoleh dengan sesuatu yang lain di luar itu. Teknik triangulasi yang dipakai
kali ini adalah Triangulasi dengan sumber. Menurut Moleong (2009: 330)
“Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu”. Menurut Patton :
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaa atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:
(1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;
(2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan (Patton dalam Moleong, 2009: 330).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik triangulasi dengan sumber.
G. Teknik Analisis Data
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2009: 280) mengemukakan bahwa
“Analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan
tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan
sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu”.
Moleong (2009: 280) mengemukakan bahwa “Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data”.
Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data kedalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasi. Data yang telah dikumpulkan diseleksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
diolah, selanjutnya diambil kesimpulan atas dasar analisis kualitatif. Analisis data
secara kuantitatif dilakukan pada beberapa variabel yang telah ditentukan.
Analisis data kuantitatif tersebut dilakukan hanya sebagai alat bantu dalam
mendeskripsikan variabel secara kualitatif. Analisis data yang digunakan adalah
model analisis interaktif.
Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui karakteristik punk dan
persepsi masyarakat terhadap perilaku kaum punk adalah mengikuti model
analisis interaktif (interactive of analysis model). Miles dan A. Michael Huberman
(1992: 16) mengemukakan bahwa “Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan/verifikasi”. Ketiga komponen dalam kegiatan analisis tersebut
tentunya tidak lepas dari proses pengumpulan data sebagai proses siklus.
1. Reduksi data
Setelah data dikumpulkan, dibaca, dan dipelajari maka selanjutnya adalah
mengadakan reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan jalan membuat
abstraksi yaitu membuat rangkuman inti, membuang data yang tidak perlu,
mengatur data dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga agar tetap berada
didalamnya, sehingga penarikan kesimpulan akhir dari penelitian dilakukan
dengan mudah oleh peneliti. Reduksi data berlangsung selama riset
berlangsung.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah mengorganisasi informasi secara sistematis untuk
mempermudah penelitian dalam menggabungkan dan merangkai keterikatan
antar data dalam menyusun penggambaran proses serta memahami fenomena
yang ada pada objek penelitian. Melalui penyajian data akan memungkinkan
peneliti untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena yang ada. Penyajian
data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan teks naratif yang berupa catatan
lapangan.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Setelah data yang diperlukan terkumpul, direduksi, dan disajikan dalam
bentuk tabel dan teks naratif maka tahap terakhir adalah penarikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kesimpulan. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi dapat segera ditarik kesimpulan yang sifatnya sementara. Agar
kesimpulan lebih mantap maka peneliti memperpanjang waktu observasi. Dari
observasi tersebut ditemukan data baru yang dapat mengubah kesimpulan
sementara, sehingga diperoleh kesimpulan yang mantap.
Proses model analisis interaktif dapat ditujukan dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
Sumber: Miles dan A. Michael Huberman (1992: 20)
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan penjelasan yang memberikan gambaran
tentang keseluruhan dari kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis data yang
terkumpul, sampai dengan penulisan laporan. Prosedur dalam penelitian ini dapat
dirinci sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap paling awal dalam sebuah penelitian.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :
a. Menentukan lokasi dan waktu penelitian
b. Mengamati permasalahan yang ada pada lokasi yang telah ditentukan
c. Survei ketersediaan data
d. Studi pustaka
Pengumpulan data Penyajian data
Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2. Tahap Penyusunan Proposal
Pada tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap persiapan, yaitu berupa
kegiatan merumuskan permasalahan yang ada ke dalam tulisan berupa
proposal penelitian yang terdiri dari pendahuluan, kajian teori dan metodologi
penelitian.
3. Tahap Penyusunan Instrumen
Kegiatan pada tahap ini adalah mempersiapkan sarana yang digunakan untuk
mengumpulkan data.
4. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa mengumpulkan melalui studi
dokumen dan observasi di lapangan.
5. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah terkumpul untuk kemudian
dideskripsikan.
6. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini merupakan tahap penyusunan laporan penelitian berupa skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Letak, Batas, dan Luas
Kota Surakarta merupakan salah satu kota administrasi yang terdapat di
Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis Kota Surakarta terletak antara 7˚32‟13”
LS - 7˚ 35‟ 12” LS dan 110˚46‟10” BT - 110˚ 51‟ 25” BT. (Peta Rupabumi
Lembar Surakarta 1403-343 Skala 1 : 25.0000 Tahun 2001).
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Solo” merupakan dataran
rendah dengan rata-rata ketinggian ± 92 m dari permukaan laut. Kota Surakarta
secara admistratif berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali dan
Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo
Luas Kota Surakarta mencapai 44,04 km² yang terbagi dalam 5 kecamatan,
yaitu : Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari.
Sebagian besar lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar 61,68%. Untuk
kegiatan ekonomi juga memakan tempat yang cukup besar juga yaitu berkisar
antara 20% dari luas yang ada. Luas masing-masing kecamatan ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Luas Kota Surakarta Tahun 2008
No Kecamatan Luas (Ha) %
1 Laweyan 863,86 19,62
2 Serengan 319,40 7,25
3 Pasar Kliwon 481,52 10,93
4 Jebres 1.258,18 28,57
5 Banjarsari 1.481,10 33,63
Jumlah 4.404,06 100
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2. Penduduk Kota Surakarta
a. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008
Berdasarkan hasil estimasi Survei Penduduk Antar Sensus (2005) tahun
2008 penduduk Kota Surakarta mencapai 522.935 jiwa dengan rasio jenis
kelamin sebesar 90 yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan
terdapat sebanyak 90 penduduk laki-laki.
Tingkat kepadatan penduduk Kota Surakarta pada tahun 2008 mencapai
12.849 jiwa/km². Tahun 2008 tingkat kepadatan penduduk tertinggi di
Kecamatan Serengan yang mencapai angka 199.899. Dengan tingkat
kepadatan yang tinggi akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti
perumahan, kesehatan, dan juga tingkat kriminalitas. Jumlah penduduk, rasio
jenis kelamin dan tingkat kepadatan tiap kecamatan di Kota Surakarta Tahun
2008 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap
Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008
No Kecamatan Jumlah Penduduk Rasio Jenis
Kelamin
Tingkat
Kepadatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Laweyan 54.164 55.766 109.930 97,13 12.723
2 Serengan 31.263 32.295 63.558 96,80 19.899
3 Ps. Kliwon 43.172 44.808 87.980 96,35 18.272
4 Jebres 70.466 71.826 142.292 98,11 11.311
5 Banjarsari 80.259 81.834 162.093 98,08 10.945
Jumlah 279.324 286.529 565.853 97,49 12.849
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
b. Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun
2008
Komposisi penduduk di wilayah Kota Surakarta adalah termasuk
komposisi penduduk usia muda dengan jumlah penduduk perempuan lebih
besar dibandingkan penduduk laki-laki. Komposisi penduduk menurut umur
dan jenis kelamin dapat memberikan gambaran tentang jumlah tenaga kerja
dan besarnya angka ketergantungan, adapun penduduk Kota Surakarta
menurut kelompok umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 4. Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2008 (Berdasarkan hasil SUSENAS 2008)
No Tahun Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 0-4 17.542 17.781 35.323
2 5-9 21.098 18.726 39.825
3 10-14 16.592 18.725 35.317
4 15-19 20.861 22.277 43.138
5 20-24 27.968 29.865 57.833
6 25-29 24.656 24.420 49.076
7 30-34 19.676 21.810 41.487
8 35-39 19.439 20.388 39.826
9 40-44 18.493 20.150 38.642
10 45-49 13.513 21.572 35.086
11 50-54 13.511 17.305 30.815
12 55-59 11.852 13.275 25.127
13 60-64 9.008 8.535 17.543
14 65+ 13.037 20.858 33.896
Jumlah 247.246 275.687 522.934
Sumber : BPS Kota Surakarta (diolah dari hasil Supas 2005)
c. Penduduk yang Datang dan Pindah di Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin
Tahun 2008
Kota Surakarta merupakan salah kota yang menjadi pusat petumbuhan di
Propinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta memiliki faktor penarik dan faktor
pendorong, misalnya fasilitas yang lengkap sehingga menyebabkan banyak
orang datang dan pindah di Kota Surakarta. Berdasarkan banyaknya penduduk
yang datang dan pindah di Kota Surakarta sebagian besar terjadi di Kecamatan
Banjarsari yaitu penduduk yang datang (in- migran) sebanyak 4.129 orang dan
penduduk yang pindah (out-migran) sebanyak 4.041 orang. Penduduk
perempuan lebih sering melakukan migrasi dibandingkan penduduk laki-laki.
Banyaknya penduduk yang datang dan pindah di Kota Surakarta menurut jenis
kelamin tahun 2008 disajikan pada Tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 5. Banyaknya Penduduk yang Datang dan Pindah di Kota Surakarta
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008
No Kecamatan Datang (in- migran) Pindah (out-migran)
Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Laweyan 1.169 1.218 2.387 1.063 1.096 2.159
2 Serengan 557 588 1.145 532 571 1.103
3 Ps. Kliwon 1.010 1.011 2.021 855 863 1.718
4 Jebres 1.556 1.581 3.137 1.193 1.153 2.346
5 Banjarsari 2.032 2.097 4.129 2.006 2.035 4.041
Jumlah 6.324 6.495 12.819 5.649 5.718 11.367
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
3. Sarana dan Prasarana
a. Sarana angkutan
Sarana angkutan merupakan salah satu indikator terhadap baiknya kondisi
jalan, karena semakin baik atau semakin panjang jalan akan berpengaruh terhadap
jumlah kendaraan angkutan. Banyaknya kendaraan angkutan umum yang
berdomisili di Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Banyaknya Kendaraan Angkutan Umum yang Berdomisili di Kota
Surakarta Tahun 2004 – 2008
No Kendaraan Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Taksi 347 387 389 423 430
2 Angkutan 411 443 443 443 423
3 Bus Perkotaan 277 279 281 281 281
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
Berdasarkan tabel diatas, sarana angkutan di Kota Surakarta jika dilihat
dari jenis angkutan dan jumlahnya sudah memadai dalam menunjang aktivitas
masyarakat.
b. Prasarana jalan
Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat.
Prasarana jalan yang baik dan memadai diharapkan dapat mendukung usaha
peningkatan kegiatan sektoral. Semakin baik kondisi jalan, akan semakin lancar
mobilitas kegiatan ekonomi dan semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
kegiatan-kegiatan baru yang akan memberi kesejahteraan pada penduduk.
Prasarana jalan di Kota Surakarta dan kondisinya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Panjang Jalan Menurut Status Jalan dan Keadaan di Kota Surakarta
Tahun 2008
Keadaan Jalan Status Jalan (km)
Jalan Negara Jalan Propinsi Jalan Kab/Kota
2007 2008 2007 2008 2007 2008
A. Jenis Permukaan
1. Aspal
2. Kerikil
3. Tanah
4. Tidak diperinci
13,15
-
-
-
13,15
-
-
-
16,33
-
-
-
16,33
-
-
-
468,73
97,55
0,57
109,01
468,73
97,55
0,57
109,01
Jumlah 13,15 16,33 675,86
B. Kondisi Jalan
1. Baik
2. Sedang
3. Rusak
4. Rusak berat
2,65
6,05
4,45
-
2,65
6,05
4,45
-
-
3,75
12,58
-
-
3,75
12,58
-
447,78
206,92
18,29
2,87
447,78
206,92
18,29
2,87
Jumlah 13,15 16,33 675,86
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa Kota Surakarta sebagian
besar memiliki jalan dengan jenis permukaan berupa aspal. Dari seluruh total
panjang jalan di Kota Surakarta sebagian besar jalan dengan kondisi baik. Kondisi
jalan di Kota Surakarta tersebut sudah dapat berperan penting dalam mendukung
perkembangan kota.
4. Keadaan Sosial
a. Fasilitas perlindungan sosial
Tantangan yang dihadapi oleh Kota Surakarta saat ini adalah adanya
pengaruh negatif dari luar negeri sebagai akibat adanya globalisasi, sehingga arus
komunikasi dan informasi menjadi sulit tersaring dan terbendung. Hal tersebut
menyebabkan munculnya masalah-masalah sosial didalam kota. Pemerintah Kota
Surakarta telah membangun beberapa fasilitas dalam rangka mengatasi berbagai
masalah sosial yang ada didalam kota. Banyaknya fasilitas perlindungan sosial
lebih jelasnya disajikan pada Tabel 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 8. Banyaknya Fasilitas Perlindungan Sosial Menurut Kecamatan di Kota
Surakarta Tahun 2008
No Kecamatan Jenis Fasilitas Perlindungan Sosial
Panti Asuhan Panti
Wreda/Jompo
Panti Cacat Panti
Rehabilitasi
1 Laweyan 2 1 4 1
2 Serengan 3 0 1 0
3 Pasar Kliwon 0 0 0 0
4 Jebres 2 0 2 2
5 Banjarsari 6 2 4 0
Jumlah 13 3 11 3
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa jenis fasilitas
perlindungan sosial Kota Surakarta pada tahun 2008 dengan jumlah terbesar yaitu
panti asuhan sebanyak 13 buah. Sebagian besar panti asuhan berada di Kecamatan
Banjarsari. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kota Surakarta memiliki banyak
kasus anak terlantar. Berbagai jenis fasilitas perlindungan sosial yang dibangun
menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Surakarta telah peduli terhadap masalah-
masalah sosial yang muncul di Kota Surakarta.
b. Penyandang tuna sosial
Dari tahun ke tahun jumlah penyandang tuna sosial di Kota Surakarta
selalu berubah-ubah. Banyaknya penyandang tuna sosial menunjukkan kualitas
penduduk kota itu sendiri. Apabila sebuah kota memiliki banyak penyandang tuna
sosial maka kualitas masyarakat kota tersebut sangatlah buruk. Sebaliknya apabila
penyandang tuna sosial berjumlah sedikit menunjukkan bahwa kota tersebut
memiliki kualitas dan pelayanan sosial masyarakat yang baik. Banyaknya
penyandang tuna sosial menurut jenis dan kecamatan di Kota Surakarta tahun
2008 disajikan pada Tabel 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel 9. Banyaknya Penyandang Tuna Sosial Menurut Jenis dan Kecamatan di
Kota Surakarta Tahun 2008
No Kecamatan Lansia
Terlantar
WTS P&G Waria Anak
Terlantar
Anak
Nakal
Bekas
Napi
1 Laweyan 20 3 2 0 11 10 25
2 Serengan 25 6 30 0 16 7 26
3 Ps. Kliwon 237 7 72 7 186 23 46
4 Jebres 176 23 36 0 46 17 56
5 Banjarsari 199 27 60 5 265 16 35
Jumlah 657 66 200 12 524 73 188
Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2008
Berdasarkan tabel diatas pada tahun 2008 penyandang tuna sosial
terbanyak adalah lansia terlantar yaitu 657 orang yang sebagian besar berada di
Kecamatan Pasar Kliwon. Jumlah penyandang tuna sosial terkecil adalah waria
yaitu 12 orang dan mayoritas juga berada di Kecamatan Pasar Kliwon.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Persebaran Kaum Punk di Kota Surakarta (Scene Komunitas Punk)
a. Kleco (Scene Komunitas Punk)
Kleco merupakan salah satu tempat dimana disitu terdapat fenomena punk
di Kota Surakarta. Kleco terletak di Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan.
Kleco merupakan scene komunitas punk yang cukup ramai dan kebanyakan kaum
punk dari luar Kota Surakarta selalu singgah di scene tersebut.
Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk
komunitas di Kleco. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik
yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara jaringan jalan dan
lahan kosong dengan scene komunitas punk di Kleco.
Kleco (scene komunitas punk) terletak di Jalan Slamet Riyadi (jalan raya
utama di Kota Surakarta). Jalan Slamet Riyadi tersebut merupakan jalur jalan
arteri yang merupakan penghubung antara Kota Surakarta dengan kota-kota lain.
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah masuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
dibatasi secara berdaya guna. Selain berada di jalan arteri, Kleco (scene komunitas
punk) letaknya juga berada di jalur lalu lintas utama Kota Surakarta sehingga
sarana dan prasarana transportasi mudah diperoleh. Kleco merupakan pintu masuk
utama bagi kaum punk luar kota yang berasal dari wilayah barat. Hal tersebut
menjadikan scene Kleco memiliki kuantitas atau jumlah kaum punk yang berada
di lokasi scene lebih besar dibandingkan dengan scene punk yang lain di Kota
Surakarta. Di Kleco (scene komunitas punk) terdapat kaum punk yang berasal dari
dalam maupun luar Kota Surakarta. Adapun punk dari luar kota biasanya berasal
dari Jakarta, Semarang, Salatiga, Jogjakarta, Surabaya, dan lain-lain. Dengan
adanya lokasi yang strategis tersebut menyebabkan scene punk di Kleco mudah di
akses oleh komunitas punk baik yang berasal dari dalam maupun luar Kota
Surakarta. Dapat disimpulkan bahwa Kleco (scene komunitas punk) memiliki
tingkat accecibility (keterjangkauan) yang baik. Hal tersebut di atas dapat di
ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial antara jaringan jalan
dengan scene komunitas punk di Kleco.
Unsur fisik lain yang berkaitan dengan pemilihan lokasi scene komunitas
punk adalah keberadaan lahan kosong. Di sekitar lokasi scene komunitas punk di
kleco terdapat lahan kosong yaitu sekitar tugu Kleco yang berada di dekat SMK
Batik Surakarta. Mereka menggunakan lahan kosong tersebut untuk istirahat,
sharing, dan lain-lain. Scene ini memiliki suasana yang teduh karena terdapat
banyak pohon yang rimbun. Selain berada di sekitar tugu Kleco, lahan kosong lain
yang mereka gunakan sebagai lokasi scene adalah taman (tangga menuju ke
sungai) di samping traffic light. Letak scene yang berada di samping lampu lalu
lintas dapat mereka manfaatkan untuk ngamen. Uang hasil dari mengamen mereka
gunakan untuk membeli sebungkus nasi, rokok, dan lain-lain. Sebungkus nasi
dinikmati bersama walaupun sedikit tetapi sama rasa dan sama rata. Perilaku
tersebut mencerminkan filosofi dalam punk yaitu equality dan unity. Berdasarkan
hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi
spasial antara keberadaan lahan kosong dengan scene komunitas punk di Kleco.
Interaksi merupakan salah satu hal yang ditekankan pada kajian
keruangan. Dalam hal ini adalah interaksi antara keberadaan lokasi scene
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
komunitas punk dengan lingkungan sekitar (fasilitas). Sekitar lokasi scene
komunitas punk di Kleco terdapat pasar, beberapa restoran dan sektor informal
yang cukup banyak misalnya pedagang kaki lima, sehingga dapat dijadikan oleh
sebagian kaum punk sebagai lahan pekerjaan seperti menjadi tukang parkir.
Berdasarkan sudut pandang pola kajian studi geografi, hal tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial ekonomi.
Adapun interaksi antara keberadaan lokasi scene komunitas punk dengan
masyarakat sekitar secara sosial terasa nyaman karena terdapat hubungan yang
harmonis antara masyarakat sekitar dengan komunitas sehingga jarang sekali
terjadi kekacauan di Kleco (scene komunitas punk). Perilaku kaum punk yang
suka mabuk-mabukan di pinggir jalan kadang meyebabkan masyarakat sekitar
merasa terganggu sehingga kadang juga terjadi kekacauan. Pada umumnya antara
masyarakat sekitar dan kaum punk terjalin suatu sikap saling menghormati.
Apabila ada warga masyarakat yang membutuhkan bantuan berupa tenaga maka
tak segan-segan kaum punk menolong mereka. Selain terjalin hubungan yang baik
terhadap warga masyarakat sekitar juga tercipta kerukunan diantara sesama punk
dalam komunitas. Sikap seperti itu mampu menciptakan suasana nyaman dan
kondusif sehingga banyak komunitas punk dari scene lain sering berkunjung ke
Kleco baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
Untuk lebih jelasnya foto view scene komunitas punk di Kleco ditampilkan
pada Gambar 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 3. Traffic light di Kleco (Scene Komunitas Punk)
Gambar 4. Kali Kleco
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 5. Kaum Punk di Kleco (Scene Komunitas Punk)
Gambar 6. Peneliti dan Kaum Punk di Kleco
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 7. Punk di Kleco (Scene Komunitas Punk)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
b. Sriwedari (Scene Komunitas Punk)
Sriwedari (scene komunitas punk) terletak di Kelurahan Sriwedari,
Kecamatan Laweyan. Komunitas punk yang berada di Sriwedari (scene komunitas
punk) lebih dikenal dengan sebutan Sriwedari Boot Bois. Komunitas Sriwedari
Boot Bois terdiri dari kaum punk dan skinhead.
Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk
komunitas di Sriwedari. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur
fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara jaringan jalan
dan lahan kosong dengan lokasi scene komunitas punk.
Sriwedari (scene komunitas punk) terletak di Jalan Slamet Riyadi (jalan
raya utama di Kota Surakarta). Jalan Slamet Riyadi tersebut juga merupakan jalur
jalan kolektor di Kota Surakarta. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. Selain
berada di jalan kolektor, Sriwedari (scene komunitas punk) terletak di pusat kota
dan jalur lalu lintas utama Kota Surakarta sehingga sarana dan prasarana
transportasi lengkap dan mudah diperoleh. Pada umumnya jalur lalu lintas terkait
dengan keberadaan traffic light. Dengan adanya traffic light kadang mereka
manfaatkan untuk ngamen. Sriwedari (scene komunitas punk) terletak pada satu
jalur scene yang dimulai dari Kleco, Purwosari, dan Gladhag. Dengan adanya
lokasi yang strategis tersebut menyebabkan scene komunitas punk di Sriwedari
sangat mudah di akses oleh komunitas punk baik yang berasal dari dalam maupun
luar Kota Surakarta. Dapat disimpulkan bahwa scene komunitas punk di Sriwedari
memiliki tingkat accecibility (keterjangkauan) yang baik, sehingga memiliki
kuantitas atau jumlah kaum punk yang berada di lokasi scene cukup besar. Hal
tersebut di atas dapat di ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial
antara jaringan jalan dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk di Sriwedari.
Unsur fisik lain yang berkaitan dengan pemilihan lokasi scene komunitas
punk adalah keberadaan lahan kosong. Lahan kosong tersebut terletak di belakang
kompleks taman Sriwedari. Pada awal terbentuknya Komunitas Sriwedari Boot
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Bois bukan berada di belakang kompleks taman Sriwedari, melainkan di jalanan
sekitar Singosaren. Sriwedari Boot Bois adalah nama komunitas punk pertama di
Kota Surakarta terdeteksi keberadaannya sejak tahun 1997-an. Berawal dari
kebiasaan anak-anak nongkrong di jalanan sekitar Singosaren, kemudian berusaha
membuat komunitas yang lebih idealis dengan mengadopsi kultur punk yang
sebelumnya telah lebih dulu dikalangan kaum jalanan dibeberapa kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Semarang. Kesukaan pada minuman
keras dan musik street punk adalah hal utama yang menjadi pemersatu bagi
komunitas ini. Pertambahan jumlah anak-anak yang berkumpul, membuat
komunitas awal ini berpindah ke belakang gedung pertunjukkan Sriwedari dimana
terdapat kebun kosong yang dapat dijadikan tempat tongkrongan atau scene yang
baru. Dengan adanya hal tersebut menjadikan lokasi scene aman dan tenang untuk
aktivitas mereka seperti sharing dan mabuk-mabukan. Letak gedung pertunjukkan
Sriwedari yang berada di pusat kota serta terkenalnya tempat ini sebagai salah
satu tempat hiburan membuat komunitas ini cepat dikenal oleh masyarakat Kota
Surakarta. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan atau korelasi spasial antara keberadaan lahan kosong dengan pemilihan
lokasi scene komunitas punk di Sriwedari.
Dari komunitas Sriwedari Boot Bois terlahir band punk, oi!, dan hardcord
seperti Tendangan Badut, The Orak-arik, Underdog, dan lain-lain. Komunitas
Sriwedari Boot Bois sering mengadakan gigs punk. Gigs merupakan hal yang
sangat penting bagi komunitas punk, mereka dapat berkumpul dan bersenang-
senang bersama didalam gigs.
Interaksi merupakan salah satu hal yang ditekankan pada kajian
keruangan. Dalam hal ini adalah interaksi antara keberadaan lokasi scene
komunitas punk dengan lingkungan sekitar (fasilitas). Sekitar lokasi scene
komunitas punk di Sriwedari terdapat beberapa fasilitas rekreasi keluarga atau
taman hiburan. Dengan adanya tempat rekreasi dapat memunculkan area parkir
disekitar tempat tersebut dan berkembangnya sektor informal misalnya restoran,
warung makan, dan pedagang kaki lima, sehingga dapat dijadikan oleh sebagian
kaum punk sebagai lahan pekerjaan seperti menjadi tukang parkir. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
sudut pandang pola kajian studi geografi, hal tersebut dapat diketahui bahwa
terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial ekonomi. Adapun
interaksi antara keberadaan lokasi scene komunitas punk dengan masyarakat
sekitar secara sosial terasa nyaman karena sebagian besar kaum punk di lokasi
scene berdomisili di Kebonan, Kelurahan Sriwedari. Terdapat hubungan yang
harmonis antara masyarakat sekitar dengan komunitas sehingga jarang sekali
terjadi kekacauan di Sriwedari (scene komunitas punk).
Selain terjalin hubungan yang baik antara kaum punk dengan warga
masyarakat sekitar juga tercipta kerukunan diantara sesama punk dalam
komunitas. Kaum punk dan skinhead yang berada dalam komunitas Sriwedari
Boot Bois memiliki cara pandang dan berpikir yang luas serta idealis sehingga
komunitas tersebut sering dijadikan sebagai wadah diskusi atau sharing diantara
sesama punk baik punk yang berasal dari dalam maupun luar Kota Surakarta.
Kondisi seperti itu menyebabkan banyak punk dari scene lain di Kota Surakarta
ikut tergabung kedalam komunitas Sriwedari Boot Bois.
Untuk lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Sriwedari
ditampilkan pada Gambar 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c. Proliman (Scene Komunitas Punk)
Proliman (scene komunitas punk) terletak di Kelurahan Setabelan,
Kecamatan Banjarsari. Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial
antara unsur fisik dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi dan
membentuk komunitas di Proliman. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara
jaringan jalan dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk. Proliman (scene
komunitas punk) terletak di perlimaan jalan arah ke stasiun Balapan dan
Ngemplak. Ngemplak terletak di jalur utama kendaraan umum jurusan Semarang-
Surabaya dan berada di dekat terminal Tirtonadi. Jalur jalan tersebut termasuk
jalur jalan arteri yang merupakan penghubung antara Kota Surakarta dengan kota-
kota lain. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah
masuk dibatasi secara berdaya guna. Dengan melihat adanya jaringan jalan dan
sarana transportasi yang lengkap menyebabkan kaum punk yang berdomisili
disekitar Proliman terutama daerah Cindirejo, Kelurahan Gilingan memutuskan
membentuk scene komunitas punk di Proliman. Hal tersebut berkaitan dengan
aksesibilitas (keterjangkauan) yang merupakan salah satu unsur yang ditekankan
pada kajian keruangan. Pada umumnya aksesibilitas berkaitan dengan jaringan
jalan dan sarana transportasi. Semakin baik dan banyak jaringan jalan serta sarana
dan prasarana transportasi, maka aksesibilitas (keterjangkauan) juga akan baik.
Begitu juga sebaliknya, apabila suatu daerah memiliki jaringan jalan serta sarana
dan prasarana transportasi yang kurang lengkap atau sedikit, maka daerah tersebut
akan sulit diakses oleh pihak dari daerah lain (aksesibilitas jelek). Sekitar
Proliman (scene komunitas punk) terdapat sarana dan prasarana transportasi yang
memadai misalnya Stasiun Balapan dan Terminal Tirtonadi sehingga lokasi scene
tersebut mudah diakses oleh kaum punk dari luar daerah. Kaum punk yang berasal
dari beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan
Surabaya sering singgah di Proliman (scene komunitas punk). Kondisi jalur lalu
lintas yang ramai menyebabkan disitu banyak terdapat lampu lalu lintas (traffic
light). Letak scene yang berada di samping lampu lalu lintas (traffic light) dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
mereka manfaatkan untuk ngamen. Dapat disimpulkan bahwa Proliman (scene
komunitas punk) memiliki tingkat accecibility yang baik. Hal tersebut di atas
dapat di ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial antara jaringan
jalan dengan lokasi scene komunitas punk di Proliman.
Unsur fisik lain yang berkaitan dengan pemilihan lokasi scene komunitas
punk adalah keberadaan lahan kosong. Lahan kosong tersebut berada di sekitar
Monumen 45. Mereka menggunakan lahan kosong tersebut untuk istirahat,
sharing, dan lain-lain. Anak-anak yang tergabung dalam komunitas punk yang
berada di lokasi Proliman (scene punk) tidak sebanyak yang terdapat di Sriwedari
dan Kleco (scene punk). Proliman (scene punk) sering terlihat ramai pada hari
Sabtu malam Minggu dibandingkan dengan hari-hari biasa. Berdasarkan hal
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial
antara keberadaan lahan kosong dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk di
Proliman.
Untuk lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Proliman
ditampilkan pada Gambar 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
d. Gladhag (Scene Komunitas Punk)
Gladhag (scene komunitas punk) terletak di Kelurahan Kampung Baru,
Kecamatan Pasar Kliwon. Gladhag (scene komunitas punk) terletak di Jalan Urip
Sumohardjo di kawasan citywalk. Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi
spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi
dan membentuk komunitas di Gladhag. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara
jaringan jalan dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk. Gladhag
merupakan salah satu scene komunitas punk yang berada di jalan kolektor (Jalan
Urip Sumohardjo). Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. Selain berada di jalan
kolektor, Gladhag terletak di pusat kota dan jalur lalu lintas utama Kota Surakarta
sehingga sarana dan prasarana transportasi sangat memadai. Dengan melihat
adanya jaringan jalan dan sarana transportasi yang lengkap menyebabkan kaum
punk memutuskan membentuk scene komunitas punk di Gladhag. Hal tersebut
berkaitan dengan aksesibilitas (keterjangkauan) yang merupakan salah satu unsur
yang ditekankan pada kajian keruangan, sedangkan aksesibilitas itu sendiri
berkaitan dengan jaringan jalan, sarana dan prasarana transportasi. Gladhag
memiliki posisi strategis karena di tempat tersebut sering digunakan sebagai
tempat pemberhentian sementara bus kota dan terdapat traffic light sehingga
sangat memungkinkan untuk dapat mengamen di dalam bus juga di persimpangan
jalan yang dekat dengan traffic light. Gladhag (scene komunitas punk) terletak
pada satu jalur scene yang dimulai dari Kleco, Purwosari, dan Sriwedari. Dengan
adanya lokasi yang strategis tersebut menyebabkan scene komunitas punk di
Gladhag sangat mudah di akses oleh komunitas punk baik yang berasal dari dalam
maupun luar Kota Surakarta. Dapat disimpulkan bahwa scene komunitas punk di
Gladhag memiliki tingkat accecibility (keterjangkauan) yang baik. Hal tersebut di
atas dapat di ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial antara
jaringan jalan dengan lokasi scene komunitas punk di Gladhag.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik yang lain
mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di Gladhag.
Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik yang dimaksud
dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara lingkungan sekitar (fasilitas)
dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk. Berdasarkan fakta di lapangan
Gladhag berada di pusat kota, dimana sektor perekonomian, perdagangan, dan
pariwisata tumbuh secara pesat. Dengan adanya hal tersebut memungkinkan
segala sesuatu yang dicari bisa diperoleh di Gladhag. Menurut beberapa informan
alasan mereka memilih lokasi scene di Gladhag karena memiliki fasilitas yang
lengkap (transport, WC umum, dan jarak yang cukup dekat dengan agen penjual
minuman keras). Bagi kaum punk, selain digunakan sebagai tempat tongkrongan,
kaum punk juga memanfaatkan Gladhag sebagai tempat menjual stiker, poster dan
aksesoris di sepanjang trotoar. Mereka tidak memakai fashion punk secara
lengkap ketika berjualan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa selain
terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik, juga terdapat
korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial ekonomi.
Perilaku kaum punk yang suka mabuk-mabukan di lokasi scene dianggap
meresahkan warga masyarakat. Perilaku tersebut merupakan salah satu sebab
yang menjadi alasan penertiban kaum punk oleh Satpol PP Surakarta. Hal tersebut
menyebabkan pada saat ini Gladhag (scene komunitas punk) agak sepi oleh kaum
punk.
Untuk lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Gladhag
ditampilkan pada Gambar 11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
e. Ngarsopuro (Scene Komunitas Punk)
Ngarsopuro (scene komunitas punk) terletak di Kelurahan Keprabon,
Kecamatan Banjarsari. Ngarsopuro terletak di sepanjang Jalan Diponegoro yang
menghubungkan antara citywalk Jalan Slamet Riyadi dengan kompleks
Mangkunegaran.
Kawasan Ngarsopuro sering disebut dengan sebutan night market
Ngarsopuro, dulu lokasi ini lebih dikenal dengan sebutan Pasar Triwindu (Windu
Jenar). Namun pasca revitalisasi namanya agak berubah, sebenarnya night market
itu hanya berlaku ketika akhir minggu saja, dan rencananya jalan di pasar ini
(Jalan Diponegoro Solo) akan diberlakukan car free everyday.
Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk
komunitas di Ngarsopuro. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur
fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara jaringan jalan
dengan lokasi scene komunitas punk. Jaringan jalan di kawasan Ngarsopuro
menjadi bagian yang penting dari sistem pergerakan kota karena berakses
langsung ke citywalk di Jalan Slamet Riyadi. Untuk menuju ke Ngarsopuro sangat
mudah, dari arah Jalan Slamet Riyadi (jalan terbesar di Kota Surakarta) belok kiri
di traffic light Ngarsopuro. Bisa juga dari arah plaza Singosaren lurus ke arah
utara setelah menyebrangi Jalan Slamet Riyadi. Ngarsopuro lokasinya tepat di
depan Puro Mangkunegaran, salah satu dari dua keraton yang ada di Kota
Surakarta. Kawasan Ngarsopuro jika diakses dari Jalan Slamet Riyadi akan
terlihat seperti gerbang masuk ke arah Mangkunegaran. Kawasan ini sangat bersih
dan rapi dengan citywalk yang sangat lebar. Ngarsopuro terletak di pusat kota dan
jalur lalu lintas utama Kota Surakarta sehingga sarana dan prasarana transportasi
sangat memadai. Dengan melihat adanya jaringan jalan dan sarana transportasi
yang lengkap menyebabkan kaum punk memutuskan membentuk scene komunitas
punk di Ngarsopuro. Hal tersebut berkaitan dengan aksesibilitas (keterjangkauan)
yang merupakan salah satu unsur yang ditekankan pada kajian keruangan,
sedangkan aksesibilitas itu sendiri berkaitan dengan jaringan jalan, sarana dan
prasarana transportasi. Dengan adanya lokasi yang strategis tersebut menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
scene komunitas punk di Ngarsopuro sangat mudah di akses oleh komunitas punk
baik yang berasal dari dalam maupun luar Kota Surakarta. Dapat disimpulkan
bahwa scene komunitas punk di Ngarsopuro memiliki tingkat accecibility
(keterjangkauan) yang baik. Hal tersebut di atas dapat di ketahui bahwa terdapat
hubungan atau korelasi spasial antara jaringan jalan dengan scene komunitas punk
di Ngarsopuro.
Terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial ekonomi
mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di Ngarsopuro.
Ngarsopuro merupakan kawasan cagar budaya. Hal ini didukung dengan adanya
Keraton Mangkunegaran yang letaknya dekat dengan pusat kota, kawasan ini juga
diperuntukkan sebagai district perdagangan. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya toko-toko kecil dan beberapa shopping center yang ada disana.
Ngarsopuro terdiri dari tiga pasar, yaitu pasar elektronik, pasar Ngarsopuro, dan
pasar Windu Jenar. Kawasan ini bisa menjadi pusat kegiatan baru bagi aktivitas
sosial, ekonomi, dan seni budaya untuk kebutuhan masyarakat Kota Surakarta.
Kontribusi kawasan Ngarsopuro terhadap Kota Surakarta dipengaruhi oleh tata
letak kawasan yang berada dalam simpul-simpul ekonomi dan pergerakan kota.
Hal tersebut menyebabkan kawasan Ngarsopuro menjadi salah satu target
kawasan yang akan dijadikan sebagai icon Kota Surakarta. Keramaian dan
keindahan kota yang didukung oleh aktivitas sosial, ekonomi, dan seni budaya
sangat terasa di Ngarsopuro terutama pada waktu malam hari. Hal itulah yang
menyebabkan kaum punk membentuk komunitas dan memilih Ngarsopuro
sebagai tempat tongkrongan atau scene punk. Kawasan Ngarsopuro dijadikan oleh
sebagian kaum punk sebagai lahan pekerjaan seperti menjadi tukang parkir pada
malam hari. Berdasarkan sudut pandang pola kajian studi geografi, hal tersebut
dapat diketahui bahwa terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur
sosial ekonomi.
Lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Ngarsopuro ditampilkan
pada Gambar 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
f. Purwosari (Scene Komunitas Punk)
Purwosari (scene punk) terletak di Kelurahan Purwosari, Kecamatan
Laweyan. Purwosari (scene komunitas punk) merupakan scene komunitas punk
yang terbentuknya sudah cukup lama di Kota Surakarta. Kaum punk di Purwosari
lebih dikenal dengan sebutan Purwosari Street Punk (PSP). Keberadaan Purwosari
(scene komunitas punk) telah mengalami pergantian. Pada awal keterbentukannya
dahulu scene komunitas punk berada di bekas reruntuhan bangunan kosong, tetapi
sekarang berada di depan kantor Indosat. Pada intinya masih terdapat hubungan
atau korelasi spasial dalam pemilihan lokasi scene yang lama dengan scene yang
sekarang.
Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial antara unsur fisik
dengan unsur fisik mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk
komunitas di Purwosari. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur
fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara jaringan jalan
dan bekas reruntuhan bagunan kosong dengan scene komunitas punk di
Purwosari.
Purwosari (scene komunitas punk) terletak di Jalan Slamet Riyadi (jalan
raya utama di Kota Surakarta). Jalan Slamet Riyadi tersebut juga merupakan jalur
jalan kolektor di Kota Surakarta. Selain berada di jalan kolektor, Purwosari (scene
komunitas punk) terletak di pusat kota dan jalur lalu lintas utama Kota Surakarta
sehingga sarana dan prasarana transportasi lengkap dan mudah diperoleh. Sekitar
Purwosari (scene komunitas punk) terdapat sarana dan prasarana transportasi yang
memadai misalnya kereta api di Stasiun Purwosari, sehingga lokasi scene tersebut
mudah diakses oleh kaum punk dari luar daerah. Jarak dari Stasiun Purwosari ke
lokasi scene cukup dekat. Pada umumnya jalur lalu lintas terkait dengan
keberadaan traffic light. Traffic light tersebut berada didekat lokasi scene. Dengan
adanya traffic light kadang mereka manfaatkan untuk ngamen. Purwosari (scene
komunitas punk) terletak diantara Kleco (scene komunitas punk) dan Sriwedari
(scene komunitas punk).
Lokasi Purwosari (scene komunitas punk) yang strategis tersebut
menyebabkan scene komunitas tersebut sangat mudah di akses oleh komunitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
punk baik yang berasal dari dalam maupun luar Kota Surakarta. Dapat
disimpulkan bahwa scene komunitas punk di Purwosari memiliki tingkat
accecibility (keterjangkauan) yang baik, sehingga memiliki kuantitas atau jumlah
kaum punk yang berada di scene cukup besar. Terdapat perbedaan yang signifikan
antara jumlah kaum punk yang berada di scene yang dulu dengan sekarang. Hal
tersebut di atas dapat di ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi spasial
antara jaringan jalan dengan pemilihan scene komunitas punk di Purwosari.
Unsur fisik lain yang berkaitan dengan pemilihan lokasi scene komunitas
punk adalah keberadaan bekas bangunan yang kosong. Pada awal terbentuknya
Komunitas Purwosari Street Punk (PSP), memilih berada di bekas bangunan
kosong yang merupakan gedung bekas swalayan SE di Purwosari. Pada saat ini
Purwosari (scene komunitas punk) pindah di depan kantor Indosat karena adanya
renovasi atau pembangunan gedung bekas swalayan SE yang dulu ditempati.
Perubahan atau pembangunan tersebut juga mempengaruhi intensitas kaum punk
di scene. Lokasi scene di depan kantor Indosat tidak senyaman dan sebebas
tempat scene yang dahulu. Kondisi Purwosari (scene komunitas punk) sekarang
ini sangat sepi dari kaum street punk. Sepinya Purwosari (scene komunitas punk)
disebabkan juga oleh kaum punk yang telah memiliki kepentingan masing-masing
seperti bekerja dan telah berkeluarga. Kadang pada waktu tertentu mereka
berkumpul di lokasi scene yang baru tersebut. Dari Purwosari (scene komunitas
punk) memunculkan band punk antara lain Freedom Choice dan Middle Finger.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau
korelasi spasial antara keberadaan lahan kosong dengan pemilihan lokasi scene
komunitas punk di Purwosari.
Lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Purwosari ditampilkan
pada Gambar 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 13. Band Punk Middle Finger
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
g. Ngapeman (Scene Komunitas Punk)
Ngapeman (scene komunitas punk) terletak di Priyobadan, Kelurahan
Timuran, Kecamatan Banjarsari. Ngapeman (scene komunitas punk) terletak
diantara scene komunitas punk Sriwedari, Timuran, dan Ngarsopuro. Ngapeman
(scene komunitas punk) merupakan scene yang lokasinya berada di dalam sebuah
perkampungan penduduk.
Terbentuknya scene komunitas punk di Ngapeman secara sudut pandang
spasial tidak terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik,
melainkan terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial
mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di Ngapeman.
Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial yang dimaksud
dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara terbentuknya scene komunitas punk
dengan perkampungan yang mayoritas remajanya adalah kaum punk. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, secara sosial Kampung Priyobadan mayoritas
remajanya merupakan kaum punk. Pada awalnya di kampung tersebut hanya
terdapat beberapa remaja saja yang menganut subkultur punk, mereka terpengaruh
dari scene-scene punk terdahulu yang berada di Kota Surakarta seperti Sriwedari
(scene komunitas punk). Secara tidak langsung, gaya dan tingkah laku mereka
diikuti oleh remaja lainnya. Pada akhirnya terdapat banyak remaja yang kemudian
menganut subkultur punk dan membentuk komunitas punk di Priyobadan.
Komunitas berkaitan erat dengan lokasi scene, kaum punk di Priyobadan
membentuk scene komunitas punk bukan berupa bangunan kosong yang biasanya
dijadikan sebagai scene, melainkan di gang sempit di perkampungan dan rumah-
rumah yang pemiliknya adalah seorang punk. Scene kaum punk di Priyobadan,
Kelurahan Timuran lebih dikenal dengan sebutan Ngapeman (scene komunitas
punk).
Kaum punk di Ngapeman kadang juga nongkrong di trotoar dekat Hotel
Novotel di Jalan Slamet Riyadi. Jaringan jalan kurang begitu berpengaruh dalam
pemilihan lokasi scene komunitas punk di Ngapeman. Atau dengan kata lain tidak
terdapat korelasi spasial antara jaringan jalan dengan pemilihan scene komunitas
punk di Ngapeman. Letak scene yang berada di perkampungan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
menyebabkan scene tersebut jarang diakses oleh kaum punk dari luar kota.
Mayoritas yang sering berada di scene tersebut adalah kaum punk Kota Surakarta
itu sendiri. Hal tersebut dapat diketahui bahwa Ngapeman (scene komunitas punk)
memiliki tingkat accecibility yang kurang baik.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara sudut
pandang geografi terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial
yang mempengaruhi terbentuknya scene komunitas punk di Ngapeman.
Lebih jelasnya foto view scene komunitas punk Ngapeman ditampilkan
pada Gambar 16.
Gambar 15. Punk di Ngapeman (Scene Komunitas Punk)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
h. Brondongan (Scene Komunitas Punk)
Brondongan (scene komunitas punk) terletak di Kelurahan Danukusuman,
Kecamatan Serengan. Brondongan (scene komunitas punk) tepatnya berada di
Dawung Tengah. Secara sudut pandang spasial terdapat korelasi spasial antara
unsur fisik dengan unsur fisik serta korelasi spasial antara unsur fisik dengan
unsur sosial mengapa kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di
Brondongan. Adapun korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur fisik yang
dimaksud dalam hal ini adalah terdapat hubungan antara jaringan jalan dan bekas
reruntuhan bagunan kosong dengan scene komunitas punk di Brondongan.
Terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial mengapa
kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di Brondongan. Adapun
korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial yang dimaksud dalam hal
ini adalah terdapat hubungan antara lokasi scene dengan perkampungan yang
mayoritas remajanya adalah kaum punk. Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, secara sosial Dawung Tengah mayoritas remajanya merupakan kaum
punk. Pada awalnya di Brondongan hanya terdapat beberapa remaja saja yang
menganut subkultur punk, mereka terpengaruh dari scene-scene punk terdahulu
yang berada di Kota Surakarta seperti Sriwedari (scene komunitas punk). Secara
tidak langsung, gaya dan tingkah laku mereka diikuti oleh remaja lainnya. Pada
akhirnya terdapat banyak remaja yang kemudian menganut subkultur punk dan
membentuk komunitas punk di Brondongan. Komunitas berkaitan erat dengan
lokasi scene, Brondongan (scene komunitas punk) berupa bangunan kosong yang
di dekatnya terdapat gang sempit di perkampungan dan terletak di dekat
perempatan jalan yang menghubungkan antara Kota Surakarta dengan Kabupaten
Sukoharjo. Kaum punk jarang berada di rumah atau bangunan kosong tersebut
melainkan sering berada di gang sempit di dekat bangunan tersebut. Berdasarkan
hal di atas dapat disimpulkan bahwa secara sudut pandang geografi terdapat
korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial yang mempengaruhi
terbentuknya scene komunitas punk di Brondongan.
Brondongan terletak di dekat jalan kolektor yang menghubungkan antara
Kota Surakarta dengan Kabupaten Sukoharjo karena secara geografis kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
daerah tersebut saling berbatasan. Hal tersebut menjadikan Brondongan memiliki
arus lalu lintas yang ramai dan banyak terdapat traffic light. Dengan melihat
adanya jaringan jalan menyebabkan kaum punk yang berdomisili disekitar
Dawung Tengah, Kelurahan Danukusuman memutuskan membentuk scene
komunitas punk di Brondongan. Scene Brondongan merupakan scene komunitas
punk yang letaknya tidak di pusat Kota Surakarta sehingga fasilitas transportasi
kurang lengkap. Kondisi yang demikian menjadikan Brondongan (scene
komunitas punk) jarang diakses oleh kaum punk dari luar kota. Kaum punk yang
sering berada disitu adalah punk yang rumahnya terletak di dekat lokasi scene dan
kaum punk dari Kab. Sukoharjo. Dapat disimpulkan bahwa scene komunitas punk
di Brondongan memiliki tingkat accecibility (keterjangkauan) yang kurang baik
sehingga memiliki kuantitas atau jumlah kaum punk sedikit yang berada di scene.
Hal tersebut di atas dapat di ketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi
spasial antara jaringan jalan dengan pemilihan lokasi scene komunitas punk di
Brondongan, sedangkan lokasi scene berpengaruh pada kuantitas atau jumlah
kaum punk yang berada di scene.
Foto view scene komunitas punk Brondongan lebih jelasnya ditampilkan
pada Gambar 18.
Gambar 17. Traffic Light di Brondongan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
i. Timuran (Scene Komunitas Punk)
Timuran (scene komunitas punk) merupakan scene punk yang terletak di
Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari. Timuran (scene komunitas punk)
terletak diantara scene Sriwedari, Ngapeman, dan Ngarsopuro. Timuran (scene
komunitas punk) merupakan scene yang lokasinya berada di dalam sebuah
perkampungan penduduk.
Terbentuknya scene komunitas punk di Timuran secara sudut pandang
spasial terdapat korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial mengapa
kaum punk memilih lokasi dan membentuk komunitas di Timuran. Adapun
korelasi spasial antara unsur fisik dengan unsur sosial yang dimaksud dalam hal
ini adalah terdapat hubungan antara lokasi scene dengan perkampungan yang
mayoritas remajanya adalah kaum punk. Berdasarkan observasi di lapangan,
secara sosial Timuran mayoritas remajanya merupakan kaum punk. Pada awalnya
di kampung tersebut hanya terdapat beberapa remaja saja yang menganut
subkultur punk, mereka terpengaruh dari scene-scene punk terdahulu yang berada
di Kota Surakarta seperti Sriwedari (scene komunitas punk). Secara tidak
langsung, gaya dan tingkah laku mereka diikuti oleh remaja lainnya. Pada
akhirnya terdapat banyak remaja yang kemudian menganut subkultur punk dan
membentuk komunitas punk di Timuran. Komunitas berkaitan erat dengan lokasi
scene, Timuran (scene komunitas punk) berupa rumah kosong yang letaknya
berdekatan dengan dengan taman. Timuran (scene komunitas punk) juga berada di
rumah yang pemiliknya juga seorang punk. Rumah tersebut letaknya di samping
poskamling dan lahan kosong sehingga lokasi scene tersebut sangat aman untuk
aktivitas mereka terutama aman untuk mabuk-mabukan. Kaum punk hidup rukun
dengan para herbert di Timuran. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa secara sudut pandang geografi terdapat korelasi spasial antara
unsur fisik dengan unsur sosial yang mempengaruhi terbentuknya scene
komunitas punk di Timuran.
Secara spasial kurang terdapat hubungan antara jaringan jalan dengan
keterbentukan scene komunitas punk di Timuran. Timuran (scene komunitas
punk) tidak berada di jalan kolektor pada umumnya, tetapi berada di jalan lokal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi. Timuran (scene komunitas punk) jarang dikunjungi oleh
kaum punk dari luar kota karena tingkat accecibility-nya kurang baik dan letaknya
berada ditengah perkampungan penduduk. Kaum punk yang sering berada di
scene tersebut adalah kaum punk dari Kota Surakarta.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur fisik
seperti keberadaan lahan kosong, gang sempit, dan poskamling merupakan salah
satu faktor yang lebih berpengaruh daripada jaringan jalan terhadap pemilihan
scene komunitas punk di Timuran.
Untuk lebih jelasnya foto view scene komunitas punk di Timuran
ditampilkan pada Gambar 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
2. Karakteristik Punk di Kota Surakarta
Karakteristik merupakan pengembang kata dari dasar “karakter”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 422) „Karakter adalah huruf. Karakterisasi
adalah perwatakan yang bersifat khusus. Karakteristik sendiri adalah „ciri-ciri
khusus; mempunyai kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu‟. Adapun
karakteristik punk di Kota Surakarta sebagai berikut:
a. Karakteristik demografi
1) Jenis kelamin
Data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui komposisi punk
berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin yang dimaksudkan disini adalah
variasi jenis kelamin setiap punk (responden), yang dikategorikan ke dalam
kelompok jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jumlah kaum punk Kota
Surakarta menurut jenis kelamin lebih jelasnya disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Kaum Punk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun
2009-2010.
No Jenis kelamin Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Laki-laki 65 92,86
2 perempuan 5 7,14
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas yang
tergabung dalam punk berjenis kelamin laki-laki dengan presentase sebesar
92,86 %, sedangkan presentase perempuan yang tergabung dalam punk
jumlahnya sedikit sekali 7,14 %. Perbedaaan yang sangat signifikan tersebut
dapat disebabkan oleh sifat dasar dari keduanya (genetika). Laki-laki lebih
menyukai hal-hal yang sifatnya keras dan penuh tantangan.
2) Umur
Data tentang umur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
rata-rata umur seseorang yang tergabung dalam komunitas punk. Dalam
penelitian ini umur ditentukan menurut pengakuan responden. Dari data
penelitian dapat disimpulkan bahwa umur responden yang tergabung dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
komunitas punk ± 15 - 25 th. Usia tersebut merupakan usia yang tergolong
kedalam usia remaja. Punk yang tergolong dalam usia tersebut merupakan
punk yang masih aktif di lokasi scene dan sering mengunjungi gigs punk atau
sering terlibat kegiatan di dalam komunitas. Dapat disimpulkan bahwa
mayoritas yang tergabung dalam komunitas punk tergolong ke dalam usia
remaja.
3) Status perkawinan
Perkawinan merubah status seseorang dari bujangan atau janda/duda
menjadi status kawin. Dalam demografi status perkawinan penduduk dapat
dibedakan menjadi status belum pernah menikah, menikah, pisah atau cerai,
janda atau duda. Di daerah dimana pemakaian KB rendah, rata-rata umur
penduduk saat menikah pertama kalinya serta lamanya seseorang dalam status
perkawinan akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas. Usia
kawin dini menjadi perhatian penentu kebijakan serta perencana program
karena berisiko tinggi terhadap kegagalan perkawinan, kehamilan usia muda
yang berisiko kematian maternal, serta resiko tidak siap mental untuk
membina perkawinan dan menjadi orangtua yang bertanggungjawab. Status
perkawinan kaum punk Kota Surakarta lebih jelasnya disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Status Perkawinan Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Status perkawinan Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Belum pernah menikah 65 92,86
2 Menikah 5 7,14
3 Cerai (duda/janda) 0 0
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas yang
tergabung dalam punk memiliki status belum pernah menikah dengan
presentase sebesar 92,86 %. Hal tersebut disebabkan karena mayoritas yang
tergabung dalam punk adalah usia remaja sehingga mereka belum memikirkan
urusan berumah tangga. Kaum punk yang telah menikah hanya 7,14%. Pada
umumnya mereka menikah pada usia dini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
4) Daerah asal
Data mengenai daerah asal kaum punk merupakan salah satu faktor yang
cukup penting untuk diketahui. Hal ini berkaitan dengan status kependudukan
mereka di scene punk. Data mengenai daerah asal penting untuk menentukan
golongan migran atau non migran. Daerah asal kaum punk Kota Surakarta
ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Daerah Asal Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Daerah asal Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Kota Surakarta 45 64,29
2 Lain-lain (selain
Kota Surakarta)
25 35,71
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata yang
tergabung dalam komunitas punk di Kota Surakarta berasal dari dalam Kota
Surakarta itu sendiri dengan presentase sebesar 64,29 %. Sedangkan yang
berasal selain dari Kota Surakarta memiliki presentase sebesar 35,71 %. Punk
yang berasal dari Kota Surakarta memiliki jarak yang dekat antara lokasi
tempat tinggal dengan lokasi scene masing-masing, sedangkan punk yang
berasal dari luar Kota Surakarta kebanyakan dari mereka tinggal di scene atau
hidup di jalanan sebagai seorang street punk. Kadang dalam jangka waktu
tertentu mereka kembali ke daerah asal masing-masing dan kemudian kembali
lagi ke Kota Surakarta. Menurut hasil survei, mereka berasal dari Sragen,
Sukoharjo, Karanganyar, Salatiga, Wonogiri, Jogjakarta, Ponorogo, Surabaya,
dan Blora.
b. Karakteristik sosial ekonomi
1) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap kegiatan seseorang yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status sosial ekonomi seseorang.
Dalam penelitian ini yang dimaksud tingkat pendidikan adalah tingkat
pendidikan kaum punk, yaitu dari yang tidak tamat SD sampai Perguruan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Tinggi. Data mengenai tingkat pendidikan kaum punk Kota Surakarta lebih
jelasnya disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Tingkat pendidikan Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Tidak tamat SD 1 1,43
2 Tamat SD 3 4,29
3 Tamat SMP 23 32,85
4 Tamat SMA 43 61,43
5 Akademi/Sarjana 0 0
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya yang
tergabung dalam komunitas punk adalah mereka yang memiliki tingkat
pendidikan jenjang SMA dengan presentase sebesar 61,43 %. Sebagian punk
di Kota Surakarta masih berstatus sebagai pelajar dan aktif di scene pada
waktu malam hari.
2) Jenis pekerjaan
Pekerjaan merupakan bagian yang terpisahkan dari kehidupan manusia,
sebab pekerjaan dapat menghasilkan barang dan jasa. Dalam penelitian ini
yang dimaksud pekerjaan adalah jenis pekerjaan kaum punk sehari-hari atau
aktivitas ekonomi dalam rangka menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ideologi yang mendasari semua aktivitas
dan usaha punk dalam menjalankan komunitas adalah Do it Yourself (DIY).
DIY secara sempit dapat diartikan segala sesuatu harus dilakukan dengan
kerja keras sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak berpihak pada kapitalis.
Filosofi Do it Yourself (DIY) adalah semangat yang mendasari semua usaha
dan aktivitas punk dalam komunitas. Filosofi DIY juga diterapkan kaum punk
dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Dalam hal ini adalah jenis
pekerjaan mereka. Berdasarkan hasil penelitian jenis pekerjaan mereka seperti
wiraswasta, percetakan, tattoo artist, design grafis, ngamen, sablon kaos,
buruh kasar, dan lain-lain. Ngamen merupakan jenis pekerjaan yang sering
dilakukan punk di Kota Surakarta. Pada umumnya mereka ngamen di traffic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
light yang letaknya tak jauh dari lokasi scene. Mayoritas punk yang jenis
pekerjaannya ngamen di jalanan atau traffic light menjalani hidupnya sebagai
seorang street punk. Semboyan mereka adalah „Jangan bosan hidup di jalan
karena jalan tak pernah bosan menghidupimu!‟. Kaum punk yang tergolong ke
dalam usia dewasa dan memiliki skill yang khusus pada umumnya bekerja
sebagai wiraswasta seperti usaha distro atau rock merchandise shop, Semangat
Djoeang studio tato, dan lain-lain. Walaupun sebagian punk yang tergabung
dalam komunitas masih berstatus sebagai pelajar tetapi mereka juga tidak
terlalu mengandalkan uang sekolah dari orang tua. Kadang mereka bekerja
dengan cara menjual aksesoris, stiker dan poster di pinggir jalan atau trotoar
setelah pulang sekolah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
kaum punk memiliki jiwa yang mandiri, pantang menyerah dan selalu
berlandaskan etika DIY dalam menjalankan segala aktivitasnya terutama
dalam mencari nafkah.
c. Karakteristik punk
1) Fashion dan musik
Pada umumnya masyarakat mendefinisikan punk pertama kali dengan
melihat dari segi fashion. Fashion dan pakaian merupakan cara untuk
mengkomunikasikan identitasnya. Musik bagi kaum punk adalah ekspresi
jiwa, oleh karena itu lirik lagu yang ditulis, biasanya berisikan sedikit
kekerasan, kritikan terhadap penguasa dan segala bentuk penindasan. Fashion
dan musik merupakan cara untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan identitas
kelompok baik itu ke kelompok lain maupun ke para anggota kelompok itu
sendiri. Adapun karakteristik punk dilihat dari segi fashion dan musik adalah
sebagai berikut:
a) Model rambut
Rambut adalah simbol yang mengekspresikan selera musik dan nilai yang
berbeda. Ideologi yang bertentangan memiliki rambut yang berlawanan. Tata
rambut dalam fashion punk adalah mode rambut mohawk. Mode potongan
rambut mohawk adalah menipiskan atau memotong rambut di bagian kiri-
kanan dan menyisakan bagian tengah. Rambut sering ditegakkan lurus-lurus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
dengan lem kayu atau pernis pada saat mereka datang ke gigs punk atau acara
lain. Kadang rambut mereka dicat warna-warni seperti merah, pirang, hijau,
dan lain-lain. Model rambut yang dimaksudkan disini adalah variasi model
rambut setiap punk (responden), yang dikategorikan ke dalam kelompok
mohawk mohican, mohawk runcing, mohawk spiky, kipas, dan lain-lain. Model
rambut kaum punk Kota Surakarta di tampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Model Rambut Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Model rambut Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Mohawk Mohican 24 34,29
2 Mohawk runcing 5 7,14
3 Mohawk spiky 1 1,43
4 Kipas 7 10
5 Lain-lain 33 47,14
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas punk di Kota
Surakarta memiliki tata rambut yang masuk ke dalam kategori lain-lain
dengan presentase sebesar 47,14 %. Lain-lain disini maksudnya adalah model
rambut selain model rambut mohawk seperti tata rambut model biasa dan
gundul. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar punk yang tergabung
dalam komunitas masih berstatus sebagai seorang pelajar sehingga tata rambut
disesuaikan dengan tata tertib sekolah. Hanya punk yang tergolong usia
dewasa saja yang berani mengadopsi tata rambut mohawk mohican, mohawk
runcing dan kipas. Pada umumnya yang mengadopsi model rambut tersebut
adalah mereka yang telah lulus sekolah atau sudah tidak bersekolah lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Gambar 20. Mohawk Spiky
Gambar 21. Mohawk Kipas dan Mohawk Mohican
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Kaum punk selain mengadopsi tata rambut model mohawk, mereka juga
sering mewarnai rambutnya. Hal tersebut dilakukan sebagai wahana ekspresi
diri. Untuk lebih lanjutnya warna kaum rambut punk Kota Surakarta disajikan
pada Tabel 15.
Tabel 15. Warna Rambut Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Warna rambut Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Hitam 41 58,57
2 Lain-lain 29 41,43
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar punk di
Kota Surakarta memiliki warna rambut yang dicat hitam dengan presentase
sebesar 58,57%. Kriteria warna rambut selain warna hitam hanya sebesar
41,43%. Pada umumnya mereka yang memiliki warna rambut yang dicat
hitam adalah punk yang masih berstatus sebagai pelajar dan punk yang sudah
berkeluarga. Adapun yang tergolong dalam kriteria warna rambut lain-lain
adalah mereka yang menjalani hidupnya sebagai street punk atau punk yang
tidak terikat oleh suatu aturan apapun dan selalu aktif di scene.
Gambar 22. Mohawk Runcing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
b) T-shirt atau kaos oblong
Sering kita jumpai di ruas jalan di kota bahwa kaum punk identik dengan
warna hitam. Hal tersebut mereka implementasikan dalam gaya berpakaian
mereka. Mayoritas kaum punk menyukai kaos berwarna hitam dengan design
kaos yang bertuliskan kritik sosial, selain itu kaos sering bergambar band punk
yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Warna dan design kaos yang
sering digunakan oleh kaum punk Kota Surakarta disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Warna dan Design Kaos yang Sering Digunakan oleh Kaum Punk
Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Warna dan design kaos
yang sering digunakan
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Hitam dan bergambar
band-band punk
55 78,58
2 Hitam bertuliskan slogan
kritik sosial
4 5,71
3 Lain-lain 11 15,71
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya punk di
Kota Surakarta sering menggunakan kaos berwarna hitam dan berdesign band-
band punk lokal dengan presentase sebesar 78,58 %. Selain berdesign band-
band punk kadang juga bertuliskan kritik sosial. Biasanya kaos sengaja dibikin
lusuh atau dirobek untuk mendapatkan kesan kusam dari jalanan. Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kaum punk selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai dalam komunitas.
c) Celana
Kaum punk identik dengan dandanan lusuh yang tampak pada gaya
berpakaian mereka baik itu kaos, jaket ataupun celana. Dandanan lusuh
biasanya nampak pada seorang street punk yang berjiwa disorder. Mereka
bertahan hidup di ruas jalan kota. Celana mereka kadang sobek dan ditempeli
dengan emblem. Kaum punk biasanya menggunakan celana yang terbuat dari
bahan yang nyaman dan tahan lama, misalnya jeans, flannel, dan army. Celana
kaum punk Kota Surakarta disajikan pada Tabel 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Tabel 17. Celana Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Celana Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Jeans ¾ 25 35,71
2 Kotak-kotak ¾
dari bahan flannel
7 10
3 Lain-lain (celana
gunung)
38 54,29
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar punk di
Kota Surakarta memakai celana gunung dengan presentase sebesar 54,29 %.
Celana gunung memiliki design yang sangat tepat dipakai oleh kaum punk.
Celana gunung memiliki kantong atau saku yang banyak dan lebar serta
terbuat dari bahan yang tahan dingin sehingga sangat tepat dipakai ketika
hidup dijalanan (life on the street). Celana gunung tersebut dimodifikasi
model pensil dan biasanya sering ditempeli dengan emblem yang bertuliskan
slogan-slogan atau band-band punk. Keberadaan emblem pada fashion kaum
punk Kota Surakarta disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Keberadaan Emblem pada Fashion Kaum Punk Kota Surakarta
Tahun 2009-2010.
No Emblem pada
celana
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Ada 61 87,14
2 Tidak ada 9 12,86
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan pada Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kaum
punk atau 87,14% dari responden menempel emblem di celana atau jaket
mereka. Emblem biasanya bergambarkan band-band punk dan kritik sosial.
Hal tersebut merupakan ciri khas dan kebanggaan didalam komunitas punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Gambar 23. Emblem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Gambar 24. Celana Gunung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Gambar 25. Celana Kotak-kotak ¾ dari Bahan Flannel
d) Sepatu boot
Sepatu yang dikenakan dalam fashion punk adalah jenis sepatu boot.
Sepatu boot adalah komponen penting yang bisa dikatakan ciri khas punk.
Pada awalnya yang digunakan adalah sepatu boot Dr. Martens. Bagi kaum
punk dan skinhead, sepatu ini bergaya tangguh. Sementara bagi para
pendobrak gaya, sepatu yang sering disebut Doc Mart ini adalah pilihan tepat
untuk menarik perhatian. Terlebih, Doc Mart membuktikan diri bisa terus
bertahan menghadapi tren. Seiring perkembangan jaman kaum punk banyak
yang memakai sepatu boot selain Doc Mart. Jenis sepatu boot kaum punk
Kota Surakarta lebih jelasnya disajikan pada Tabel 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Tabel 19. Jenis Sepatu Boot Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Jenis sepatu boot Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Doc Martens 18 25,71
2 Boot merk lain 47 67,15
3 Lain-lain 5 7,14
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kaum
punk memakai boot merk lain dengan presentase sebesar 67,15%. Merk lain di
sini maksudnya adalah sepatu boot selain Doc Mart atau sepatu boot yang
dipesan dari para perajin di Jogjakarta atau Jakarta. Alasan mereka memilih
boot pesanan karena harganya lebih murah dan sesuai dengan selera pemakai.
Sepatu boot panjangnya hampir menyentuh lutut, berlubang tali 8 hingga 20
dari bawah sampai atas. Tali sepatu boot biasanya berwarna hitam, merah,
kuning, dan biru.
Gambar 26. Doc. Mart dalam Fashion Punk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
e) Piercing atau tindik
Kaum punk identik dengan piercing (tindik) yang menghiasi tubuh
mereka. Piercing yang menjadi ciri khas kaum punk terutama terdapat di
telinga. Piercing (tindik) kaum punk Kota Surakarta disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Piercing (tindik) Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Piercing (tindik) Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Punya 45 64,29
2 Tidak punya 25 35,71
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas punk
memakai piercing atau tindik dengan presentase sebesar 64,29%, sedangkan
yang tidak mempunyai piercing atau tindik hanya 35,71%. Piercing biasanya
dipakai ditelinga, cuping hidung, bibir, lidah, bahkan pipi. Kebanyakan
piercing dipakai di telinga, berwarna hitam terbuat dari logam atau plastik
yang berukuran lebih besar daripada anting biasa sehingga akan menyebabkan
lubang yang besar di telinga pemakainya.
f) Tato
Tato atau seni rajah tubuh merupakan hal yang identik dengan kaum punk.
Mayoritas kaum punk memiliki tato permanen ditubuhnya. Tato merupakan
ekspresi jiwa bagi kaum punk. Masing-masing gambar tato memiliki makna
dan sejarah tersendiri bagi pemiliknya. Keberadaan tato kaum punk Kota
Surakarta disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Tato Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Tato Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Punya 48 68,57
2 Tidak punya 22 31,43
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 68,57 % kaum punk
memiliki tato di tubuhnya. Tato yang digunakan adalah tato permanen. Punk
ingin menunjukkan bahwa tato bukanlah identik dengan kriminal tetapi tato
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
adalah seni. Punk di Kota Surakarta yang tidak bertato 31,43%, pada
umumnya mereka masih berstatus sebagai pelajar. Ada juga punk yang masih
berstatus pelajar tetapi mereka juga memiliki tato di tubuhnya.
g) Aliran punk
Punk merupakan komunitas yang sangat berbeda dengan komunitas lain
pada umumnya. Punk terbagi dalam beberapa aliran yang memiliki ciri khas
tersendiri. Aliran punk akan berdampak pada selera atau jenis musik dan cara
pandang masing-masing punk. Aliran kaum punk Kota Surakarta lebih
jelasnya disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Aliran Kaum Punk Kota Surakarta Tahun 2009-2010.
No Aliran punk Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Crustcore 0 0
2 Hardcore 8 11,43
3 Anarcho 18 25,71
4 Melodic 0 0
5 Street punk 38 54,29
6 Lain-lain 6 8,57
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar punk di
Kota Surakarta 54,29% beraliran street punk. Anarcho punk di Kota Surakarta
hanya 25,71%. Street punk adalah punk yang sering ngamen dan hidup di
jalanan. Anarcho cenderung menekankan pada persamaan hak bagi semua
umat manusia dan tidak ada penindasan di muka bumi ini, sedangkan street
punk cenderung kepada kerasnya perjuangan hidup di jalan. Mayoritas punk di
Kota Surakarta tidak menyukai aliran crustcore dan melodic.
2) Sikap dan perilaku
Punk merupakan suatu subkultur yang mencakup sistem perilaku,
seperangkat nilai, dan cara hidup. Masyarakat awam sering menganggap sikap
dan perilaku punk sebagai perilaku menyimpang. Komunitas punk sudah
berusaha untuk selalu menunjukkan perilaku positif dalam masyarakat, namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
mayoritas masyarakat masih memberikan persepsi yang negatif terhadap
keberadaan komunitas punk.
Gambar 27. Peneliti dan Kaum Punk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Gambar 28. Peneliti dan Kaum Punk
a) Intensitas kaum punk di lokasi scene
Scene merupakan rumah kedua bagi komunitas punk. Banyak hal yang
dapat dilakukan kaum punk di scene antara lain sharing, membahas isu-isu
yang baru dalam komunitas, dan terkadang juga mereka mabuk-mabukan.
Scene merupakan bagian terpenting dalam komunitas punk karena scene
berhubungan dengan eksistensi komunitas. Kaum punk memiliki intensitas
yang berbeda-beda untuk selalu berada di lokasi scene. Masing-masing kaum
punk selalu berusaha untuk tetap menjaga atau berada di scene. Hal tersebut
dilakukan agar eksistensi komunitas tetap terjaga. Intensitas kaum punk Kota
Surakarta di lokasi scene ditampilkan pada Tabel 23.
Tabel 23. Intensitas Kaum Punk Kota Surakarta di Lokasi Scene Tahun 2009-
2010.
No Intensitas di lokasi
scene
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Jarang 24 34,28
2 Kadang-kadang 23 32,86
3 Sering 23 32,86
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dari masing-masing kriteria. Masing-masing kriteria hampir
memiliki presentase yang sama 30%. Kaum punk silih berganti berkunjung ke
lokasi scene. Punk yang sudah berkeluarga pun masih sering berada di scene
tetapi pada waktu malam hari. Punk yang jarang berada di scene adalah
mereka yang radius rumahnya cukup jauh dari lokasi scene dan pada
umumnya masih berstatus sebagai pelajar. Radius rumah kaum punk Kota
Surakarta dengan lokasi scene ditampilkan pada Tabel 24.
Tabel 24. Radius Rumah Kaum Punk Kota Surakarta dengan Lokasi Scene.
No Radius rumah dengan
lokasi scene
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 < 500 m 1 1,43
2 500 m - 1,5 m 4 5,71
3 1 km – 1,5 km 8 11,43
4 > 1,5 km 57 81,43
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa mayoritas punk di Kota
Surakarta memiliki radius rumah dengan lokasi scene > 1,5 km dengan presentase
sebesar 81,43%. Tidak kita jumpai punk yang jarak antara rumah dengan lokasi
scene-nya < 500 m. Hal tersebut disebabkan oleh sikap kaum punk yang sedikit
tertutup terhadap masyarakat sekitar (tetangga) daerah asal mereka.
b) Kunjungan kaum punk ke scene di lain kota
Kaum punk sangat menjunjung tinggi nilai equality dan unity. Demi
memupuk nilai-nilai tersebut kaum punk sering mengunjungi scene punk luar
kota. Hal tersebut mampu meningkatkan dan menguatkan eksistensi komunitas
punk di manapun mereka berada. Kunjungan kaum punk Kota Surakarta ke scene
punk luar kota ditampilkan pada Tabel 25.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Gambar 29. Kaum Punk dari Luar Kota
Gambar 30. Kaum Punk dari Luar Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Tabel 25. Kunjungan Kaum Punk Kota Surakarta ke Scene Punk Luar Kota
Tahun 2009-2010.
No Kunjungan ke
scene punk luar
Kota Surakarta
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Pernah 70 100
2 Tidak pernah 0 0
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan dari masing-masing kriteria. Hampir 100% punk pernah berkunjung
ke scene punk di lain kota. Kaum punk Kota Surakarta sering mendatangi gigs
punk yang diadakan oleh punk di scene lain kota. Kadang sebagian besar street
punk tinggal sementara di scene lain kota. Tujuan mereka adalah untuk
menjalin persaudaraan, menjunjung tinggi nilai equality (persamaan) dan unity
(kebersamaan).
c) Frekuensi mengunjungi gigs punk
Gigs punk merupakan hal yang sangat penting bagi komunitas punk. Gigs
adalah istilah untuk menyebut suatu pertunjukkan musik punk. Di dalam gigs
mereka dapat berkumpul dan bersenang-senang. Gigs merupakan wadah
dimana punk bebas berekspresi dan berkreasi. Gigs mampu menjalin equality
dan unity. Selain kaum punk terdapat juga kaum skinhead dan hardcore yang
berkumpul di gigs punk. Frekuensi kaum punk Kota Surakarta mengunjungi
gigs punk disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Frekuensi Kaum Punk Kota Surakarta Mengunjungi Gigs Punk
Tahun 2009-2010.
No Frekuensi
mengunjungi gigs
punk
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Sering 47 67,14
2 Kadang-kadang 23 32,86
3 Tidak pernah 0 0
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 67,14% punk di Kota
Surakarta sering mengunjungi gigs punk baik di dalam maupun luar kota.
Menurut hasil penelitian tidak ditemukan punk yang tidak pernah
mengunjungi gigs. Setiap punk pasti pernah mengunjungi gigs. Hal tersebut
dilakukan untuk menunjukkan eksistensi dan pergerakan mereka.
Gambar 31. Salah Satu Gig Punk di Rams Studio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Gambar 32. Slamce Dance dalam Gig Punk
d) Pemahaman tentang norma sosial dalam masyarakat
Norma adalah kaidah, aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang
diterima secara en bloc/utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan
tingkah laku sehari-hari, agar hidup ini terasa aman dan menyenangkan
(Kartono, 2005: 14). Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-
kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan
sosial. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau
suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah
terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan diantara manusia
dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Kaum punk merupakan bagian dari masyarakat. Perilaku punk sering dianggap
sebagai perilaku menyimpang karena tingkah lakunya tidak bisa diterima oleh
masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada.
Sebagian besar dari mereka juga mengetahui norma sosial dalam masyarakat.
Pemahaman kaum punk Kota Surakarta tentang norma sosial dalam
masyarakat ditampilkan pada Tabel 27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Tabel 27. Pemahaman Kaum Punk Kota Surakarta tentang Norma Sosial
dalam Masyarakat.
No Tingkat pengetahuan
tentang norma dalam
masyarakat
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Paham 67 95,71
2 Tidak paham 3 4,29
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa 95,71% kaum punk paham
tentang norma-norma dalam masyarakat. Tetapi norma-norma tersebut tidak
mereka implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kadang mereka sering
melanggar norma atau peraturan lainnya didalam masyarakat. Sebatas dari
hasil survei, sebenarnya pelanggaran yang sering mereka lakukan adalah
mabuk-mabukan.
e) Sikap antipati terhadap masyarakat
Kaum punk sering diidentifikasikan oleh mayoritas masyarakat sebagai
suatu komunitas yang tertutup dan memiliki sikap antipati terhadap
masyarakat. Adapun pengertian sikap antipati menurut Kamus Bahasa
Indonesia (2009: 32), “Antipati adalah penolakan atau perasaan tidak suka
yang hebat; perasaan menentang sesuatu yang bersifat pesona dan abstrak”.
Pada umumnya, masyarakat awam kadang berasumsi bahwa punk itu seram
dan suka melakukan kekacauan (chaostic). Komunitas punk seringkali
dianggap sebagai sekelompok orang yang seharusnya tidak ada dalam susunan
masyarakat. Berbagai persepsi negatif dan sikap masyarakat yang selalu
berusaha untuk menghindari interaksi dengan komunitas punk atau segala
sesuatu yang berhubungan dengan punk dapat memacu timbulnya sikap
antipati kaum punk terhadap masyarakat. Sikap antipati kaum punk Kota
Surakarta terhadap masyarakat disajikan pada Tabel 28.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Tabel 28. Sikap Antipati Kaum Punk Kota Surakarta terhadap Masyarakat.
No Sikap antipati
terhadap masyarakat
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Sering 0 0
2 Kadang-kadang 48 68,57
3 Tidak pernah 22 31,43
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kaum punk di Kota
Surakarta kadang-kadang memiliki sikap antipati terhadap masyarakat sekitar
dengan presentase sebesar 68,57 %. Sikap antipati kaum punk terhadap
masyarakat tersebut sering menyebabkan terjadinya prasangka buruk antara
masyarakat dengan komunitas punk itu sendiri.
d. Karakteristik lain-lain
1) Orang tua
Orang tua merupakan figur yang penting dalam proses terbentuknya
karakter atau kepribadian seorang anak. Orang tua yang bertanggung jawab,
sebagian besar dari mereka mampu mendidik anak dengan baik. Sebaliknya
orang tua yang kurang memiliki sikap bertanggung jawab dalam keluarga
akan berdampak pada terbentuknya sikap mental atau kepribadian yang
kurang baik bagi anak. Keharmonisan keluarga, ada tidaknya kekerasan dalam
keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seorang anak.
Setiap punk memiliki latar belakang keluarga yang berbeda antara satu sama
lain.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa
hampir seluruh punk di Kota Surakarta memiliki orang tua yang masih
lengkap tetapi ada juga yang tidak lengkap. Sebagian besar dari mereka
berasal dari keluarga yang kurang harmonis dan orang tua mereka sebagian
ada yang bercerai. Kekerasan dan perselisihan yang sering terjadi di dalam
rumah tangga akhirnya berujung pada perceraian orang tua. Dalam situasi
keluarga yang demikian biasanya tidak terdapat ketenangan, kerhamonisan,
kerukunan, loyalitas, dan solidaritas keluarga yang kuat. Tidak ada pula upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
mendisiplinkan diri dengan kebiasaan hidup yang baik. Masing-masing orang
tua mau hidup dengan caranya sendiri, menurut selera dan kesenangan sendiri.
Keadaan keluarga tersebut diatas sangat mengacaukan perkembangan pribadi
anak. Berbagai masalah yang muncul dalam keluarga menyebabkan mereka
mencari suatu kelompok yang membuat mereka aman, sehingga mereka turun
ke jalan. Mereka meninggalkan orang tua atau dengan kata lain mereka jarang
bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Kaum punk menganggap
teman sebagai keluarga dan jalan sebagai rumah bagi mereka.
2) Pengejaran kaum punk Kota Surakarta oleh aparat negara
Aparat negara yang dimaksud dalam hal ini adalah Satpol PP (Satuan
Polisi Pamong Praja). Kaum punk seringkali berurusan dengan pihak
berwajib. Satpol PP seringkali melakukan sweaping terhadap kaum punk,
mereka menganggap aksi kaum punk meresahkan warga masyarakat seperti
mabuk-mabukan di lokasi scene (tempat dimana mereka berkumpul) dan
kadang di pinggir jalan. Dalam aksi tersebut seringkali terjadi baku hantam
antara Satpol PP dengan kaum punk. Sikap Satpol PP yang terlalu anarki
terhadap kaum punk membuat mereka sangat membenci aparat negara. Selain
hal tersebut terdapat sebab lain yang menyebabkan kaum punk sangat anti
terhadap aparat negara yaitu kaum punk menganggap bahwa sikap aparat
negara yang sering semena-mena terhadap rakyat kecil. Peran aparat negara
kini semakin tidak dipercaya oleh masyarakat, polisi seolah menjadi suatu alat
hegemoni pemerintah atau kalangan elit tertentu. Hak setiap orang untuk
mendapatkan perlindungan dan kedamaian saat ini nampaknya sangat sulit
diperoleh. Peran aparat negara yang seharusnya bertindak sebagai pelerai dan
pencegah aksi kekerasan justru mereka sering menjadi aktor dalam kasus
kekerasan. Hal-hal diatas merupakan salah satu dari beberapa penyebab
mengapa kaum punk sangat anti terhadap aparat negara atau militer.
Sebenarnya kaum punk sangat menginginkan hidup damai dan saling
menghormati antar sesama. Pengejaran kaum punk Kota Surakarta oleh aparat
negara disajikan pada Tabel 29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Tabel 29. Pengejaran Kaum Punk Kota Surakarta oleh Aparat Negara.
No Dikejar oleh aparat
negara
Frekuensi Frekuensi relatif (%)
1 Pernah 70 100
2 Tidak pernah 0 0
Jumlah 70 100
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh punk di
Kota Surakarta pernah dikejar atau terkena razia oleh aparat negara terutama
Satpol PP.
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Perilaku Punk
Sebagian besar masyarakat pada umumnya menilai seseorang berdasarkan
penampilan luar atau fisik orang tersebut. Hal itu sama seperti ketika masyarakat
mendeskripsikan seseorang tergabung dalam komunitas punk atau bukan juga
berdasarkan fashion dan style-nya saja. Mayoritas masyarakat menilai punk hanya
berdasar fashion dan style-nya. Sekumpulan orang dengan dandanan rambut gaya
mohawk dicat warna-warni, pakaian serba gelap, pierching dan tato di tubuh
seolah-olah membawa ingatan kepada segerombolan anak muda yang
menampilkan dirinya sebagai komunitas punk. Penganut dari komunitas punk
tersebut juga terus bertambah dari waktu ke waktu, yang menunjukkan bahwa
semakin banyak orang yang tertarik untuk masuk dalam komunitas tersebut. Pada
kenyataannya, semakin banyak orang yang dalam komunitas punk, ternyata bukan
malah menunjukkan adanya kelebihan dalam komunitas itu, tetapi justru
memperlihatkan adanya penolakan–penolakan dari masyarakat terhadap
komunitas punk. Pandangan sinis, cibiran, umpatan, pengucilan hingga pengusiran
pada beberapa acara tertentu (seperti contohnya pada acara-acara musik). Hal-hal
tersebut sudah sering diterima oleh komunitas punk.
Hal itu terasa wajar ketika dihadapkan bahwa terdapat kenyataan bahwa
komunitas punk termasuk sebagai kelompok minoritas dalam kehidupan
masyarakat. Mayoritas masyarakat lebih suka berpakaian rapi, cerah, dan sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dengan mode dunia, sedangkan komunitas punk dengan dandanannya yang identik
dengan warna hitam, sepatu boot dan dandanan lusuh lainnya menjadi kelompok
yang dianggap minoritas. Diantara mayoritas masyarakat yang semakin berlomba-
lomba untuk mempercantik diri, komunitas punk dengan konsepnya yang bebas
dan anti kemapanan sungguh terasa sangat mencolok. Perbedaan dalam cara
penunjukan identitas individu tersebut kemudian ternyata oleh masyarakat
dipandang sebagai sebuah kesalahan. Sebenarnya hal yang paling ditakutkan
dalam kesalahpahaman penerimaan masyarakat terhadap komunitas punk ini
adalah adanya kemungkinan bahwa itu adalah identitas sebenarnya masyarakat
Indonesia yang tidak mengakui adanya perbedaan. Atau dengan kata lain
mengatakan bahwa semua hal yang berbeda adalah suatu hal yang salah. Padahal
sebenarnya tidak ada yang salah dengan perbedaan itu. Setiap perbedaan yang
muncul adalah hal yang wajar, termasuk masalah identitas yang diangkat oleh
komunitas punk.
Terdapat beberapa masyarakat yang menyesal karena telah keliru menilai
sekelompok anak muda yang didalam darahnya menggelorakan nafas anti
kemapanan karena muak dengan ketidakadilan dan penindasan. Kehidupan
masyarakat kota yang individualis, mereka lawan dengan kebersamaan. Laporan
pemerintah yang menjanjikan pencapaian pembangunan, peningkatan ekonomi,
kesejahteraan rakyat, dan sudah tidak ada lagi kelaparan, ternyata hanyalah janji
belaka. Punk menjawab itu semua dengan cara turun ke jalan, mengamen untuk
bertahan hidup.
Masyarakat yang pernah berinteraksi atau bersosialisasi dengan punk
mengidentifikasikan punk sebagai pemberontakan. Pemberontakan punk
dinyatakan dengan pemberontakan yang diaplikasikan pada fashion dan musik.
Kemudian hal tersebut menjadikan kultur punk sebagai suatu gerakan gaya hidup
tandingan (counter culture). Punk memiliki penampilan yang nyentrik penuh
aksesoris dan seni tubuh. Padahal punk tak sebatas pada penampilan, punk tak
sekedar fashion dan tak hanya ngamen di perempatan jalan. Punk adalah pilihan
dan sandaran hidup. Punk adalah media ekspresi. Punk adalah eksistensi diri dan
punk adalah dunia sekelompok anak muda yang sedang meneriakkan suara-suara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
terbungkam dan termarjinalkan karena timpangnya kehidupan sosial masyarakat
kota atau kaum urban.
Kadang dengan sinis masyarakat menyebut punk sebagai gembel jalanan
Mereka menganggap punk hanya sebatas ngamen di jalan. Gaya penampilan punk
lebih cenderung kepada penampilan yang compang-camping bahkan lebih mirip
gelandangan, karena bagi mereka ini merupakan cara untuk menunjukkan
solidaritas mereka terhadap kaum yang masih tertindas diatas bumi ini. Semua
identitas yang mereka kenakan adalah simbol keberpihakan pada kaum yang
tertindas. Kaum punk akan berhenti mengenakan penampilan “compang-camping”
atau dandanan lusuh dan gaya hidup menggelandang ini setelah tidak ada lagi
penindasan di bumi ini. Semua berawal saat kelompok orang prihatin terhadap
nasib sesamanya dan menjadi marah dan berontak karena jiwa muda mereka.
Padahal lebih dari itu semua punk memiliki cara hidup dan ideologi yang berbeda
dengan budaya mainstream.
Publik senantiasa berpendapat bahwa punk identik dengan tindakan
kriminal seperti mencuri atau mencopet atau tindakan lain yang mengandung
unsur vandalisme. Pernyataan tersebut sungguh sangat menyakitkan bagi seorang
punk dan telah merusak citra komunitas punk. Berdasarkan fakta di lapangan hal
tersebut sangatlah tidak benar. Walaupun punk memiliki fashion dan style yang
menyerupai geng jalanan, tetapi dalam tindakan dan ucapannya punk itu selalu
jujur. Punk itu anti kekerasan dan anti penindasan. Punk tidak suka mengambil
hak milik orang lain. Punk sangat menghargai hak dan kebebasan hidup orang
lain. Punk bukan preman jalanan dan juga bukan sampah masyarakat. Di balik
fashion dan style yang berbeda dengan budaya mainstream dan telah dianggap
oleh sebagian besar masyarakat sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang,
sebenarnya terdapat suatu jiwa penyayang dan tidak suka merugikan hak milik
atau kebebasan orang lain. Punk memiliki jiwa yang mandiri, bebas dan merdeka.
Bebas dan merdeka dalam hal ini adalah bebas mengatur hidupnya sendiri, bebas
berfikir, berkreasi dan bebas yang bertanggungjawab. Kaum punk menjunjung
tinggi anti penindasan. Hal ini memiliki maksud bahwa semua umat manusia di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
bumi ini sama dan setara, lalu mengapa masih ada penindasan. Hal tersebut
mereka lawan dengan kebersamaan dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Hal tersebut diatas berkaitan dengan hal-hal yang tertulis dalam fanzine
yang diproduksi oleh komunitas punk itu sendiri. Adapun hal dibawah ini
merupakan kutipan dari fanzine yang diproduksi oleh komunitas punk di Jakarta.
“Baik musikalitas dan aksi politiknya, punk telah menjadi alarm terhadap
eksploitasi dan kacau balaunya dunia. Teriakan, harapan, kesedihan, dan
amarahnya memberikan peringatan bagi siapa saja yang mau mendengar, melihat,
dan peduli. Hampir semua kekacauan itu disebabkan oleh faktor ekonomi.
Ekonomi mempengaruhi politik atau sebaliknya, politik mempengaruhi ekonomi.
Faktor ekonomi erat kaitannya dengan sistem kapitalisme yang telah mendominasi
hampir seluruh lini kehidupan masyarakat. Munculnya kapitalisme telah
merugikan banyak pihak terutama masyarakat miskin. Kapitalisme telah
menjadikan kaum proletar/kelas pekerja semakin miskin dan menderita,
sedangkan para pemilik modal (borjuis) semakin kaya. Dalam kondisi tersebut
tidak terdapat pembagian hasil yang adil sehingga terjadi kesenjangan sosial
berdasarkan status kelas dalam masyarakat. Kapitalisme telah menciptakan tirani.
Manusia saling berebut penguasaan atas alat-alat produksi. Berbagai bentuk
eksploitasi yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup, penghianatan,
penindasan, penjajahan, pemberontakan, dan perjuangan radikal selalu berkaitan
erat dengan ekonomi yang berujung pada kapitalisme”, (Punk Ilegal DIYfanzine #
3, Mei 2010 hal 5, riz). Berdasarkan pada kutipan fanzine di atas dapat simpulkan
bahwa kapitalisme dan penindasan serta hal-hal lain yang merugikan masyarakat
terutama masyarakat miskin sangatlah ditentang oleh kaum punk.
Kaum punk sangat berpihak kepada kaum miskin dan sangat membenci
kapitalis. Tidak ada dalam sejarah dunia yang menyebutkan bahwa seorang punk
pernah bekerja sebagai buruh pabrik. Mereka lebih baik ngamen atau jadi buruh
kasar daripada bekerja sebagai buruh pabrik. Mereka menganggap seorang
kapitalis hanya mengeksploitasi tenaga manusia secara berlebihan tanpa
memberikan imbalan yang sepantasnya. “Lebih baik makan alang-alang daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
beras kapitalis”, sepenggal slogan diatas merupakan sedikit dari sekian banyak
kata yang digunakan untuk mengkritik paham kapitalis.
“Punk bicara tentang kebersamaan yang membuat kita bersatu dan kuat”.
Itulah sepenggal kalimat yang diucapkan salah satu punk. Memang tidak bisa
dipungkiri bahwa punk memiliki semangat kebersamaan yang tinggi. Hal tersebut
sejalan dengan salah satu filosofi dalam punk yaitu unity. Kebersamaan punk tak
hanya sebatas dalam tindakan yang dianggap sebagai perilaku menyimpang
misalnya mabuk-mabukan. Tetapi ada kebersamaan lain yang dilandasi oleh
semangat kekeluargaan yang tinggi misalnya di scene punk Kleco terdapat
beberapa punk dan sejumlah tamu dari luar kota. Sebagian dari mereka ngamen di
traffic light. Setelah itu uang hasil ngamen dikumpulkan untuk membeli makanan,
anggap saja itu sebungkus nasi dan beberapa lauk pauk. Kemudian mereka
menikmati nasi bungkus tersebut secara bersama-sama walaupun masing-masing
hanya mendapat beberapa suap nasi tetapi sama rata dan sama rasa. Hal tersebut
memberikan gambaran kepada kita bahwa seorang punk yang dianggap buruk
oleh masyarakat malah memiliki semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang
tinggi tanpa melihat adanya perbedaan dalam kehidupan manusia. Punk berusaha
memudarkan jenjang status sosial, menjunjung tinggi equality, gotong royong,
kolektif, dan sebagainya.
Masyarakat sering menuduh punk melakukan serentetan tindak
kriminalitas. Citra punk yang nampak buruk tersebut disebabkan oleh segelintir
orang yang tidak bertanggungjawab dan mereka itu bukan berasal dari dalam
komunitas punk melainkan dari golongan kaum yang lain seperti anak jalanan
(anjal). Sering citra punk diperparah oleh anjal atau remaja yang ikut-ikutan
bergaya ala punk. Persepsi tentang menjadi punk itu sendiri juga disalah pahami
oleh sebagian besar generasi muda yang mengaku-ngaku sebagai punk. Mereka
menganggap bahwa kalau sudah berpakaian punk ala punk, bersepatu boot,
ditindik, ditato, mereka sudah punk. Sebagian remaja mengartikan punk sebagai
hidup bebas tanpa aturan. Pemahaman yang salah dan setengah-tengah itu
mengakibatkan banyak dari mereka melakukan tindakan meresahkan masyarakat.
Salah satu contohnya adalah mabuk-mabukan dimuka umum secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
bergerombolan. Mereka sering melakukan kekacauan (chaos) dimana-mana
dengan mengatas namakan sebagai seorang punk. Mereka tidak memahami
filosofi dan ideologi punk yang sebenarnya. Kemudian, masyarakat awam
menarik kesimpulan bahwa punk adalah segerombolan remaja yang berperilaku
negatif. Didukung hingar bingar musik punk dan lirik yang berisi kecaman
perlawanan semakin menyempurnakan miringnya persepsi masyarakat tentang
punk. Bahkan, ada juga yang menganggap punk hanya sekedar aliran musik keras
belaka. Padahal, itu bukanlah cerminan dari punk sebenarnya. Dengan kata lain,
masyarakat hanya melihat punk dari kulit luarnya saja.
Secara visual masyarakat awam pada umumnya sulit membedakan antara
anak jalanan (anjal) dengan punk. Hal yang paling mudah untuk diamati untuk
membedakan antara anak jalanan dengan punk adalah dari segi fashion dan gaya.
Adapun dari segi fashion dan gaya, dandanan kaum punk atau street punk pada
umumnya terlihat lebih kacau (chaos) daripada anak jalanan. Hal paling mencolok
yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk membedakan antara anak jalanan
dengan kaum punk adalah terdapat pada sepatu boot atau boots. Pada umumnya
kaum punk cenderung lebih sering menggunakan boots sedangkan anak jalanan
lebih cenderung memakai sepatu warriors atau sepatu-sepatu biasa. Hal tersebut
dikarenakan terdapat sebuah makna atau filosofi yang penting dalam pemakaian
boots. Kaum punk menganggap bahwa boots adalah nyawa mereka, sedangkan
anak jalanan kurang begitu tahu tentang filosofis sepatu boot itu sendiri.
Selain faktor diatas terdapat hal lain yang memperburuk citra punk yaitu
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam membedakan antara punk dan bukan
punk. Seringkali masyarakat awam menilai sekelompok remaja yang berada di
pinggir jalan yang bergaya ala berandalan atau preman itu merupakan bagian dari
komunitas punk. Padahal mereka bukan bagian dari komunitas punk dan punk
sendiri sangat tidak menyukai sikap premanisme. Preman jalanan sering meniru
fashion punk, tetapi fashion yang mereka gunakan terkesan kaku dan tidak sinkron
dengan esensi dalam punk. Sekelompok orang tersebut sering disebut sebagai
herbert. Herbert ditujukan kepada pengamen atau preman yang kadang lokasi
tongkrongan mereka berada di dekat scene punk. Kadang herbert sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
menyanyikan lagu yang bertemakan punk sewaktu mereka mengamen. Seringkali
herbert juga melakukan pengompasan terhadap anak jalanan lainnya. Perilaku
herbert yang seperti itu sering membuat emosi kaum punk terpancing dan tak
jarang antara herbert dan punk sering terjadi baku hantam.
Punk secara keseluruhan adalah bentuk sebuah perlawanan terhadap
penindasan, namun disatu sisi ada beberapa segelintir punk yang hanya
berpenampilan punk dengan jiwa “premanisme”nya. Dengan serta merta mengaku
punk dan menindas komunitas lainnya. Realita ini memang terjadi dan sangat
disesalkan dari punk itu sendiri. Perihal ini mengimplementasikan bagaimana jika
suatu individu dalam masyarakat disudutkan pada sebuah kondisi dimana individu
tersebut menjadi victim tindak “premanisme” oknum punk. Mungkin hal tersebut
akan digeneralisasikan bahwa punk adalah komunitas “preman”. Bukankah tidak
sejalan, disatu pihak punk lain menyuarakan perlawanan terhadap sebuah sistem
yang menindas, tapi disatu pihak lainnya “oknum” punk lainnya menindas. Ironis
memang, namun inilah fakta yang terjadi. Memang setiap paham memiliki sudut
positif dan negatif tersendiri. At last but not least, penilaian tetap tergantung pada
individu masyarakat masing-masing dalam menyikapinya. Do it yourself (Punk
Ilegal DIYfanzine # 4, September 2010 hal 9, sty). Itulah beberapa faktor yang
telah menyebabkan citra punk nampak lebih buruk dimata publik.
Sebenarnya punk bukan hanya segerombolan anak muda yang dianggap
sampah masyarakat oleh mayoritas masyarakat. Punk merupakan sekelompok
anak muda yang mau berpikir dan peduli tentang keadaan sosial masyarakat
sekitar. Ketika mereka berada di lokasi scene, mereka sering melakukan sharing
bersama membahas tentang isu-isu yang sedang terjadi didalam maupun luar
negeri. Selain hal tersebut mereka juga membahas tentang aspek sosial, politik,
ekonomi, dan budaya serta bagaimana suatu sistem dalam instansi atau lembaga
sering menindas dan merugikan kaum miskin atau masyarakat ekonomi lemah.
Kemudian hal tersebut mereka lawan dengan membuat slogan-slogan sosial
berupa emblem yang tertempel pada celana dan jaket lusuh mereka. Terdapat juga
organisasi komunitas punk di Indonesia yang sering melakukan suatu aksi
penolakan terhadap suatu hal yang patut ditentang karena tidak sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
perikemanusiaan dan perikeadilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa punk adalah
sekelompok remaja yang mau berpikir dan peduli tentang keadaan sosial
masyarakat.
Punk memang identik dengan jiwa pemberontak. Selain jiwa pemberontak,
dalam diri punk juga terdapat jiwa seni. Hal tersebut sering diimplementasikan
dalam desain-desain kaos yang dijual dalam komunitas. Kaos-kaos tersebut dijual
dengan harga yang murah hanya sebatas sebagai pengganti ongkos produksi.
Mayoritas dari mereka sangat menyukai design grafis. Ada juga sebagian dari
kaum punk yang memiliki kemampuan seni merajah tubuh atau berprofesi sebagai
tattoo artist. Tattoo artist yang keahliannya cukup terkenal di komunitas punk
atau skinhead di dalam maupun luar Kota Surakarta yaitu Arie kecil dan Londho
tato. Hal tersebut membuktikan bahwa punk dapat dikatakan sebagai individu
yang kreatif. Hasil survei menunjukkan bahwa 40% dari 50 responden
mengatakan bahwa punk sebagai individu yang kreatif sedangkan sisanya
mengatakan punk sebagai individu yang kurang kreatif, tidak kreatif, biasa saja
dan lain-lain.
Kaum punk memiliki jiwa sosial dan empati yang tinggi kepada
masyarakat terutama masyarakat miskin. Adapun hal tersebut dapat dibuktikan
berdasarkan fakta berikut ini. Kaum punk memiliki pemikiran bahwa untuk jaman
sekarang tampaknya keberadaan dukun sunat di perkotaan sudah mulai tergusur
oleh cara-cara yang lebih modern dan canggih seperti dokter, mantri atau ahli
bedah yang memang lebih aman dan lebih steril cara penanganannya. Otomatis
untuk kebanyakan masyarakat miskin yang ada diperkotaan mau tidak mau
terbiasa dan terkondisikan untuk mengkhitankan anaknya ke dokter, yang
biayanya cukup mahal. Pemerintah kita tidak mempunyai program khusus untuk
mengkhitankan anak-anak Indonesia secara gratis. Saat ini yang ada hanyalah
sunatan-sunaan massal yang diadakan oleh yayasan-yayasan independen mungkin
swasta mungkin juga negeri, tetapi itu hanya diadakan 1 tahun sekali atau 2 kali di
tempat yang itu-itu juga. Misalnya sunatan massal yang diadakan oleh Pertamina
yang diadakan di gedung Pertamina itu sendiri yang pesertanya tidak dapat
menjangkau kaum miskin kota yang berada di pinggiran atau di pelosok-pelosok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
daerah kumuh/tertinggal. Atas dasar pemikiran-pemikiran di atas tersebut kaum
punk berusaha berbagi kemandirian yang mereka miliki dengan membuat suatu
program sunatan massal yang akan mereka lakukan semampunya. Dimulai dengan
sumbangan dari kawan-kawan Jakarta punk yang sudah bekerja, kolekan dari
masing-masing komunitas dan juga sumbangan dari kawan-kawan dari luar
komunitas yang peduli akan keberadaan komunitas tanpa mengharapkan nama
besar dan lain-lainnya. Aksi sunatan massal pertama yang mereka adakan di
daerah Gunung Sindur Parung Tangerang pada tanggal 24 April 2008 dan aksi
yang kedua di daerah Rawa Belong Jakarta Barat pada tanggal 25 Mei 2008. Pada
tanggal 29 Juni 2008 diadakan di Bintaro tepatnya di Jalan Kebon Kopi, Pondok
Betung, Pondok Aren, Tangerang. Adapun untuk acara khitanan yang ketiga
tersebut dikerjakan oleh Bintaro street crew bekerja sama dengan semua kawan-
kawan punk di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi dengan membuat acara malam
kamisan (Rabu malam) yaitu merupakan suatu acara yang berbentuk garage sale
(menjual barang-barang dengan harga obral), sablon (konsumen membawa kaos
sendiri dan biaya sablon dikenakan harga Rp. 4000,00), lelang (menjual barang-
barang koleksi dengan penawaran harga tertinggi), diskusi bahkan akustikan yang
kesemua hasilnya dialokasikan untuk keberlansungan acara seperti pengadaan
sarung, baju koko, kopiah, snack, susu dan bubur untuk sarapan yang akan
dikhitan, uang angpao, dokter, tenda, dan tumpengan bersama warga sekitar dan
lain-lainnya (Punk Ilegal DIYfanzine # 3, Mei 2010 hal 11, kr).
Adapun contoh hal positif lain yang terdapat dalam kaum punk kepada
warga masyarakat yang sedang tertimpa musibah adalah sebagai berikut. Seperti
yang kita ketahui dulu bahwa propinsi Daerah Istimewa Aceh pernah terkena
bencana alam tsunami pada tanggal 26 Desember 2006. Peristiwa tersebut
menelan banyak korban jiwa. Kerusakan terjadi dimana-mana. Butuh banyak
waktu dan dana untuk renovasi berbagai fasilitas terutama fasilitas kesehatan
berupa obat-obatan dan lain-lain. Sebenarnya aspek yang perlu disembuhkan
adalah aspek psikologisnya. Pada umumya mereka mengalami rasa trauma atau
depresi setelah peristiwa tersebut. Dengan adanya situasi tersebut, Marjinal yang
merupakan salah satu band anarcho punk yang cukup terkenal di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
melakukan kegiatan bakti sosial dengan cara mereka mengadakan pertunjukkan
musik yang bertujuan untuk menghibur para korban tsunami. Uang hasil dari
penjualan tiket disumbangkan kepada para korban bencana tsunami di Aceh.
Selain hal tersebut diatas, terdapat contoh lain seperti yang tercetak dalam koran
Joglosemar edisi Rabu, 28 Juli 2010 hal 21 pada kolom Rakyat Bicara yang
mengatakan bahwa “Terimakasih buat anak punk yang menolong aku waktu
kecelakaan di bangjo dekat RS. Panti Waluyo pada hari Jum‟at tanggal 16 pagi
jam 08.30 semoga Allah Swt membalas kebaikanmu. Amin. (08995243342)”.
Kedua hal tersebut merupakan sebagian kecil sikap positif yang dapat diambil dari
kaum punk.
Perilaku punk yang dianggap oleh masyarakat sebagai perilaku
menyimpang karena pada umumnya perilaku punk tidak dapat diterima oleh
masyarakat dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Perilaku punk
terkesan acuh tak acuh terhadap norma sosial yang berlaku. Terdapat diferensiasi
atau perbedaan yang jelas dalam tingkah laku punk, yang berbeda dengan ciri-ciri
karakteristik umum, dan bertentangan dengan hukum atau melanggar peraturan
formal. Sehingga masyarakat merasa ngeri melihat tingkah laku punk seperti
tubuh penuh tato dan piercing serta kebiasan buruk lainnya.
Sebenarnya 95,71% dari 70 responden kaum punk mengetahui dan
memahami norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, tetapi mereka
mengacuhkannya. Norma-norma tersebut dianggap sangat mengekang kehidupan
mereka. Kita dapat melihat bahwa sebagian dari norma sosial bertentangan
dengan fashion, lifestye dan musik punk, misalnya kebiasan mabuk-mabukan,
lirik lagu yang berisi kritik sosial dan makian. Kadang-kadang perilaku kaum
punk di scene dianggap meresahkan masyarakat sekitar seperti gitaran atau
kencrungan. Hal tersebut membuat masyarakat di sekitar lokasi scene merasa
kurang nyaman dan suasana menjadi berisik.
Salah satu personel dari Sampah Pribadi Wahyu aka Mbelek (Semangat
Djoeang Zine edisi 2#, July 2010) berpendapat tentang perkembangan punk di
Kota Surakarta “Mungkin bisa dibilang saat ini cukup membudaya di Kota
Surakarta, mungkin di setiap sudut kota kita pasti menjumpai pemuda-pemudi ber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
attribute punk, mulai dari yang kecil, muda, tua, cowok maupun cewek, gak tau
apa benar-benar dari lubuk hatinya atau hanya sekedar gaya atau
trend…hahaha…tapi kami tetap supprt 100% ! semoga semakin banyaknya scene
punk di Kota Surakarta tidak menimbulkan sebuah perpecahan tetapi semakin
mempererat persaudaraan…!”
Ada juga pesan dari salah satu personel Sampah Pribadi Encix untuk
teman-teman punk yang lain (Semangat Djoeang Zine edisi 2#, July 2010)
“Jadilah anak yang baik, hormati orang tua dan temen2mu, jangan bosan hidup di
jalan karena jalan tak pernah bosan menghidupimu!, punk boleh tapi kebersihan
harus tetap dijaga ‟ADUUUS NDHEE‟, bumi kita satu mengapa kita tidak
bersatu?! Keep DIY and Struggle for Our Life”.
Terdapat juga beberapa keluh kesah yang ingin disampaikan komunitas
punk kepada masyarakat. Hal tersebut seperti yang dikutip penulis dalam
Semangat Djoeang Zine edisi 2# “Kami mewakili teman-teman senasib
sependeritaan kami, ada beberapa keluh kesah kami selama ini (1) untuk orang-
orang yang berlindung dibalik jubah putihnya, jangan suka main pukul donk, itu
dosa loo…(2) untuk bapak-bapak Satpol, jangan gunduli kami terus donk… kami
capek lari-lari terus tiap malam! Hufd! (3) untuk orang-orang yang tak henti-
hentinya memfitnah kami, semoga dibuka pintu hatinya, rejeki lancar, jembar
kubure… oh yaa, yang terakhir… buat Bapak Walikota realisasikan venue gigs
buat kami dong… karena itu satu-satunya wadah kami berekspresi! yo‟i
mameeend…!”.
Orang-orang yang berlindung dibalik jubah putih disini maksudnya adalah
FPI (Front Pembela Islam). Memang FPI sering kali melakukan sweaping
terhadap kaum punk di lokasi scene. Alasan mereka cukup singkat yaitu karena
punk sering mabuk-mabukan. Selain tindakan FPI, sikap Satpol PP pun juga telah
membuat kaum punk kewalahan dalam menghadapinya. Satpol PP sering
mencukur rambut mohawk kaum punk apabila mereka terjaring dalam razia.
Beban kaum punk bertambah juga ketika sebagian dari masyarakat memfitnah
mereka. Sebenarnya hal yang sangat diharapkan oleh kaum punk di Kota
Surakarta adalah terealisasinya venue gigs yang resmi untuk mereka sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
mereka dapat berekspresi dan berkreasi tanpa adanya suatu permasalahan dengan
aparat negara atau golongan lainnya.
Hasil survei dari 50 responden yang memiliki latar belakang yang
berbeda-beda menunjukkan bahwa 46% responden mengatakan perilaku punk
termasuk perilaku menyimpang, 34% responden mengatakan fashion dan musik
kaum punk dianggap biasa saja, 42% responden mengatakan perilaku kaum punk
di lokasi scene sekitar tempat tinggal mereka tidak mengganggu atau biasa saja,
40% responden mengatakan kadang-kadang kaum punk bersikap ramah terhadap
warga masyarakat, 42% responden mengatakan kaum punk tidak bersikap antipati
terhadap masyarakat sekitar, 38% responden mengatakan kadang-kadang aktivitas
kaum punk dianggap meresahkan oleh masyarakat sekitar, 40% responden
mengatakan kadang-kadang perilaku punk dianggap melanggar norma-norma
yang berlaku didalam masyarakat, dan 60% responden mengatakan terdapat sisi
positif dalam diri kaum punk.
Komunitas punk seringkali dianggap sebagai kelompok orang yang
seharusnya tidak ada dalam susunan masyarakat. Hal tersebut terjadi ketika alat
inderalah yang pertama kali digunakan dalam proses pembentukan persepsi.
Dandanan komunitas punk yang seringkali terlihat sangar selalu dipandang
sebagai hal yang menakutkan bagi masyarakat dan juga terdapat keinginan-
keinginan untuk menghindari interaksi dengan komunitas punk. Padahal yang
terjadi saat ini adalah, segala hal yang berhubungan dengan punk sedapat mungkin
akan dihindari oleh masyarakat.
Kesalahan persepsi bagi komunitas punk ternyata telah memasuki
pemikiran masyarakat lebih dalam dari yang telah diperkirakan. Bahkan dalam
kenyataannya didapati kasus bahwa kesalahan persepsi telah menutupi aspek
positif yang dimiliki oleh identitas yang diusung oleh komunitas punk ini. Segala
macam penerimaan buruk yang telah didapatkan oleh komunitas punk ternyata
tidak menghalangi kemauan untuk tetap eksis dalam tekanan yang telah diberikan
oleh kelompok mayoritas. Identitas mengenai kelompok anti kemapanan sebagai
bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang masih tertindas oleh penguasa akan
tetap dipelihara oleh komunitas punk. Tetapi yang secara jelas harus dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
perubahan adalah mengenai perilaku masyarakat terhadap komunitas punk itu
sendiri.
Pada posisi punk, para pelaku punk, dan perilaku punk dianggap salah dan
menyimpang oleh kelompok masyarakat dominan. Masyarakat dominan ini
beranggapan bahwa perilaku mereka yang paling benar, tentunya asumsi ini
diperkuat dengan adanya birokrasi sistem negara. Punk merupakan bagian dari
masyarakat yang memiliki nilai-nilai normatif tersendiri, dengan mengedepankan
perjuangan akan kaum tertindas, mengungkapkan kepalsuan, dan lain-lain
ternyata dikucilkan dan diasingkan dan bahkan dianggap sebagai sampah oleh
masyarakat, sedangkan perangkat masyarakat yang legal yang melakukan
tindakan yang merugikan masyarakat didiamkan dan dianggap suatu hal yang
biasa dalam masyarakat. Kedua hal yang berbanding terbalik tersebut diatas
seharusnya menjadikan setiap individu untuk menjadi masyarakat yang sadar akan
arti dan makna hidup serta memiliki wacana yang luas terhadap realitas kehidupan
dalam bermasyarakat (Punk Ilegal DIYfanzine # 3, Mei 2010 hal 10, kr).
Komunitas punk sudah berusaha untuk selalu menunjukkan perilaku
positif dalam masyarakat, namun mayoritas masyarakat masih memberikan label
negatif terhadap keberadaan komunitas punk. Pemahaman masyarakat yang harus
dirubah adalah mengenai pemahaman bahwa berbeda tidak selalu berarti salah.
Perbedaan adalah hal yang bisa mempercantik suatu bentuk kehidupan
masyarakat. Hal yang diharapkan adalah jangan sampai pandangan negatif
terhadap perbedaan tersebut malah mengaburkan setiap kebenaran yang terdapat
didalam perbedaan tersebut. Atau dengan kata lain jangan sampai perbedaan
pemahaman mengenai identitas bisa membutakan mata untuk melihat hal positif
yang ingin disampaikan oleh komunitas punk. Seperti ketegaran komunitas punk
tanpa henti meneriakkan slogannya “PUNK NOT DEAD !!”, maka pengajaran
terhadap pemahaman bahwa perbedaan itu indah, harus tetap ditegakkan oleh
masyarakat Indonesia sehingga tak perlu lagi adanya penekanan-penekanan
terhadap kelompok minoritas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang diperoleh selama penelitian
mengenai studi perilaku menyimpang (deviant behavior) kaum urban (studi kasus
komunitas punk di Kota Surakarta) maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dengan melihat peta persebaran kaum punk di Kota Surakarta dapat
diketahui bahwa persebaran scene komunitas punk di Kota Surakarta terdapat
dibeberapa lokasi antara lain: Sriwedari, Kleco, Gladhag, Ngapeman, Timuran,
Brondongan, Purwosari, Ngarsopuro, dan Proliman. Scene komunitas punk atau
tempat berkumpulnya kaum punk tertua dan pertama di Kota Surakarta adalah di
jalanan sekitar Singosaren, kemudian pindah ke Sriwedari (belakang joglo
Sriwedari) hingga sampai sekarang komunitas punk tersebut tetap eksis dengan
sebutan Sriwedari Boot Bois.
Berdasarkan pada peta distribusi kaum punk di Kota Surakarta dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar scene komunitas punk terletak di jalan arteri
dan jalan kolektor. Dengan kata lain terletak pada satu jalur jalan utama di Kota
Surakarta yaitu Jalan Slamet Riyadi sehingga memudahkan kaum punk baik yang
berasal dari dalam maupun luar Kota Surakarta untuk berkunjung dari satu scene
ke scene yang lain. Hal utama yang paling diperhitungkan dalam mencari lokasi
scene adalah lokasi yang strategis dan aman. Pada umumnya kaum punk memilih
lokasi scene yang terletak di perempatan jalan dan banyak terdapat traffic light
sehingga dapat dimanfaatkan oleh street punk untuk mengamen. Jaringan jalan
merupakan faktor utama yang diperhatikan oleh kaum punk dalam memilih lokasi
scene. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat accebility atau keterjangkauan kaum
punk dalam bergerak dari satu scene ke scene lain.
Selain faktor jalan terdapat faktor lain yang menjadi dasar kaum punk
dalam memilih lokasi scene adalah lahan kosong. Mereka sering menggunakan
bekas bangunan kosong, reruntuhan bangunan, poskamling, gang sempit atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
taman. Hal tersebut dimaksudkan agar aktivitas mereka tidak mengganggu
masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap punk di Kota
Surakarta memiliki latar belakang dan karakteristik yang berbeda-beda.
Karakteristik tersebut antara lain karakteristik demografi, karakteristik sosial
ekonomi, karakteristik punk, dan karakteristik lain-lain.
Karakteristik demografi kaum punk Kota Surakarta yaitu: (1) mayoritas
yang tergabung dalam komunitas punk rata-rata berjenis kelamin laki-laki dengan
presentase 92,86 %, sedangkan presentase perempuan 7,14 %; (2) mayoritas yang
tergabung dalam komunitas punk tergolong dalam usia remaja; (3) sebagian besar
kaum punk memiliki status belum pernah menikah dengan presentase 92,86 %,
sedangkan punk yang telah menikah 7,14 %; (4) rata-rata yang tergabung dalam
komunitas punk di Kota Surakarta berasal dari dalam Kota Surakarta itu sendiri
dengan presentase 64,29 %, sedangkan yang berasal selain dari Kota Surakarta
35,71 %.
Karakteristik sosial ekonomi kaum punk Kota Surakarta yaitu: (1) pada
umumnya yang tergabung dalam dalam komunitas punk adalah mereka yang
memiliki tingkat pendidikan jenjang SMA dengan presentase 61,43 %; (2)
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan jenis pekerjaan mereka seperti
wiraswasta, percetakan, tattoo artist, design grafis, ngamen, sablon kaos, buruh
kasar, dan lain-lain.
Karakteristik punk Kota Surakarta yaitu: (1) fashion dan musik meliputi:
a) mayoritas punk di Kota Surakarta memiliki tata rambut yang masuk kedalam
kategori lain-lain dengan presentase 47,14 %. Sebagian besar punk di Kota
Surakarta memiliki warna rambut yang dicat hitam dengan presentase 58,57 %; b)
sebagian besar punk di Kota Surakarta sering menggunakan kaos berwarna hitam
dan berdesign band-band punk lokal dengan presentase 78,58 %; c) pada
umumnya punk di Kota Surakarta memakai celana gunung dengan presentase
sebesar 54,29 %. Sebagian besar punk atau 87,14 % dari responden menempel
emblem di celana atau jaket mereka; d) mayoritas kaum punk memakai sepatu
boot merk lain yaitu sepatu boot selain Doc. Mart atau sepatu boot yang dipesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
dari perajin di Jogjakarta atau Jakarta dengan presentase 67,15 %; e) mayoritas
punk memakai piercing atau tindik dengan presentase 64,29 %, sedangkan yang
tidak memakai piercing atau tindik hanya 35, 71 %; f) sebagian besar kaum punk
memiliki tato permanen di tubuhnya dengan presentase 68,57 %; g) sebagian
besar punk di Kota Surakarta 54,29 % beraliran street punk, sedangkan anarcho
punk di Kota Surakarta hanya 25,71 %. (2) Sikap dan perilaku punk yaitu: a) tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dari masing-masing kriteria pada intensitas
kaum punk di lokasi scene. Masing-masing kriteria hampir memiliki presentase
yang sama 30 %. Mayoritas punk di Kota Surakarta memiliki radius rumah
dengan lokasi scene > 1,5 km dengan presentase 81,43 %; b) seluruh kaum punk
pernah berkunjung ke scene punk ke luar kota atau scene punk daerah lain dengan
presentase 100 %; c) kaum punk sering mengunjungi gigs punk baik didalam
maupun luar Kota Surakarta. Menurut hasil penelitian tidak ditemukan punk yang
tidak pernah mengunjungi gigs. Setiap punk pasti pernah mengunjungi gigs; d)
sebagian besar kaum punk paham tentang norma-norma dalam masyarakat dengan
presentase 95,71 %, tetapi norma-norma tersebut tidak mereka implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari; e) kaum punk di Kota Surakarta kadang-kadang
memiliki sikap antipati terhadap masyarakat sekitar dengan presentase 68,57 %.
Karakteristik lain-lain kaum punk Kota Surakarta yaitu: (1) sebagian besar
kaum punk Kota Surakarta berasal dari keluarga yang kurang harmonis; (2)
hampir seluruh kaum punk Kota Surakarta pernah dikejar atau terkena razia oleh
aparat negara terutama Satpol PP.
Mayoritas masyarakat menilai punk pertama kali hanya berdasarkan pada
penampilan luar atau fashion dan style-nya saja. Punk termasuk kelompok
minoritas dalam kehidupan masyarakat seringkali dianggap sebagai perilaku
menyimpang (deviant behavior). Masyarakat yang pernah berinteraksi atau
bersosialisasi dengan punk mengidentifikasikan punk sebagai pemberontakan.
Kadang dengan sinis masyarakat menyebut punk sebagai gembel jalanan. Publik
juga senantiasa berasumsi bahwa punk sering melakukan tindakan kriminal.
Pernyataan tersebut telah merusak citra komunitas punk. Hal tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan atau fakta di lapangan. Walaupun punk memiliki fashion dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
style yang menyerupai geng jalanan, tetapi dalam tindakannya punk itu selalu
jujur. Punk itu anti kekerasan dan anti penindasan. Punk tidak suka mengambil
hak milik orang lain. Punk sangat menghargai hak dan kebebasan hidup orang
lain. Salah satu faktor yang menyebabkan persepsi negatif masyarakat adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam membedakan antara punk dan bukan
punk.
Fashion dan style yang berbeda dengan budaya mainstream telah dianggap
oleh sebagian besar masyarakat sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang.
Mayoritas masyarakat menganggap punk menganut gaya hidup yang tidak sesuai
dengan lingkungan sekitar seperti mabuk-mabukan, bertato, berperilaku acuh tak
acuh terhadap lingkungan sekitar dengan mengabaikan norma yang berlaku.
Persepsi remaja lain terhadap kaum punk bahwa punk sebagai individu
yang kreatif dalam menciptakan musik yang berirama keras dengan lirik yang
berisi kecaman perlawanan terhadap suatu sistem yang tidak adil dan cenderung
menindas kaum miskin. Mereka juga menganggap bahwa walaupun punk sebagai
salah satu bentuk perilaku menyimpang tetapi mereka memiliki rasa sosial,
kebersamaan, dan persaudaraan yang kuat. Remaja lain sering menganggap kaum
punk sebagai remaja yang memiliki penampilan kumal karena mereka jarang
mandi, dan sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan atau scene punk.
Persepsi negatif masyarakat telah menutupi aspek positif yang dimiliki
oleh identitas yang diusung komunitas punk. Segala persepsi buruk dari
masyarakat ternyata tidak menghalangi kemauan kaum punk untuk tetap eksis dan
berkarya dalam tekanan yang telah diberikan oleh kelompok mayoritas. Punk
memiliki prinsip bahwa bertahan adalah suatu bentuk perlawanan. Identitas
mengenai kelompok anti kemapanan sebagai bentuk solidaritas terhadap
masyarakat yang masih tertindas oleh penguasa akan tetap dipelihara oleh
komunitas punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan
diatas, maka implikasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
Fenomena punk telah mewabah di Kota Surakarta. Fenomena tersebut
masih dianggap asing oleh masyarakat sehingga mereka menganggap perilaku
punk sebagai deviant behavior. Seharusnya masyarakat harus lebih memahami hal
apakah yang ingin disampaikan atau diungkapkan oleh kaum punk dibalik fashion
dan style yang unik tersebut. Sebenarnya fashion dan style punk bersifat simbolik.
Apapun atribut atau setiap sesuatu yang dipakai oleh kaum punk memiliki makna
tertentu. Simbol-simbol tersebut merupakan aplikasi dari ekspresi kaum punk
terhadap kekecewaan dan pemberontakan dari sistem yang menindas kaum
miskin. Perlawanan punk tidak hanya berkutat pada sistem pemerintahan, politik,
perang dingin, dan sistem-sistem lain, tetapi punk juga sangat menentang
kapitalisme yang menindas ekonomi kaum miskin. Punk juga peduli pada isu-isu
baru yang muncul di dunia seperti pemanasan global dan perubahan iklim.
Perlawanan-perlawanan tersebut mereka ekspresikan lewat fashion, style, musik,
sikap, dan tingkah laku. Hal-hal tersebut diatas seharusnya mampu menjadi
sebagian referensi masyarakat dalam membuka wacana berpikir masyarakat
sehingga masyarakat dalam memberikan persepsi terhadap punk tidak hanya
berupa persepsi miring melainkan juga persepsi positif. Persepsi negatif
masyarakat terhadap kaum punk disebabkan kurangnya komunikasi dan diskusi
antara masyarakat dan kaum punk. Hal tersebut disebabkan sebagian besar
masyarakat merasa takut atau ngeri melihat fashion dan style punk yang terlihat
sangar sehingga masyarakat lebih baik menghindari interaksi terhadap kaum punk.
Sikap penghindaran masyarakat tersebut menimbulkan prasangka yang buruk
antara masyarakat dengan kaum punk sehingga masyarakat kadang berlaku sinis
terhadap kaum punk. Golongan mayoritas atau masyarakat mainstream selalu
meremehkan golongan minoritas seperti kaum punk. Seharusnya masyarakat lebih
bersikap terbuka dan menghargai perbedaan yang terjadi didalam dinamika
kehidupan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Kaum punk yang mayoritas adalah remaja merupakan usia yang penuh
dengan tantangan dan ingin mencoba atau mengadopsi hal baru yang datangnya
dari luar tanpa menyaring terlebih dahulu apakah hal tersebut sesuai dengan
budaya Indonesia atau tidak, sehingga remaja yang menyukai hal-hal yang berbau
provokatif seharusnya mempunyai pendirian dan kepribadian yang kuat agar tidak
mudah terbawa arus terhadap hal-hal yang berdampak buruk.
Dengan mengetahui dimana saja titik-titik persebaran tempat
berkumpulnya atau scene komunitas punk Kota Surakarta diharapkan warga
masyarakat bersikap wajar ketika bertemu atau berinteraksi dan tidak memancing
suatu permasalahan yang dapat menimbulkan suatu pertengkaran dengan kaum
punk.
Dengan mengetahui karakteristik kaum punk Kota Surakarta diharapkan
semua pihak baik itu keluarga, masyarakat ataupun pemerintah lebih paham dan
tahu tentang punk sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, lebih bijak dalam
menghadapi fenomena punk, kalau perlu semua pihak atau elemen masyarakat
bersatu dalam membimbing, mengarahkan, dan menciptakan suatu wadah bagi
kaum punk untuk berekspresi. Dengan adanya sikap positif dan dukungan dari
seluruh elemen masyarakat dapat memungkinkan terjadinya suatu perubahan yang
lebih baik pada kaum punk. Hal tersebut dapat memunculkan stigma masyarakat
terhadap kaum punk yang dahulu bersifat negatif lama kelamaan akan berubah
menjadi stigma positif. Dengan kata lain masyarakat mampu melihat sisi positif
dalam diri kaum punk.
Penyimpangan-penyimpangan sosial yang diakukan oleh kaum punk telah
membuat masyarakat sekitar merasa terganggu dan merasa tidak nyaman dengan
keberadaan mereka. Kadang kaum punk sering berurusan dengan aparat negara
terutama Satpol PP perihal tentang penyimpangan yang mereka perbuat,
seharusnya penanganan terhadap kaum punk dilakukan lebih intensif dan bijak
dengan mencari akar permasalahan dari diri kaum punk sebagai jalan keluarnya.
Hasil penelitian Kelas XI Semester I dengan materi pokok pembelajaran
Antroposfer. Adapun tujuan pembelajaran yaitu siswa diharapkan mampu untuk
menjelaskan tentang pengertian antroposfer secara luas. Setelah mempelajari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
materi tersebut, siswa diharapkan mampu memahami tentang pengertian
antroposfer, faktor-faktor antroposfer, dan wilayah budaya yang ada di permukaan
bumi.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut, kepada:
1. Kaum punk Kota Surakarta
Kaum punk diharapkan untuk memikirkan kembali gaya hidup sebagai
seorang punk dan mulai merencanakan masa depan, serta mewujudkan tujuan-
tujuan hidupnya dengan mengembangkan potensi yang dimiliki. Kaum punk
juga diharapkan untuk tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan
masyarakat sekitar dan menunjukkan perilaku yang positif agar keberadaan
mereka tidak mendapat penolakan dari masyarakat.
2. Orang tua dan keluarga
Kaum punk sebagian besar memiliki latar belakang keluarga yang kurang
harmonis. Mereka adalah korban dari sikap egois orang tua terhadap anak.
Orang tua dan keluarga diharapkan lebih memperhatikan kebutuhan remaja,
baik secara fisik maupun psikologis dengan cara lebih memperhatikan
pergaulan anak, dan perlu menciptakan komunikasi yang baik, memberikan
pengertian dan kesempatan kepada anak terutama berkaitan dengan problem
yang dihadapi remaja, serta berusaha meluangkan waktu untuk anak.
3. Masyarakat
Diharapkan mempunyai sikap yang lebih bijaksana dalam memandang
fenomena punk, mencoba memahami bagaimana budaya punk dan makna
simbolik dibalik semua atribut yang dikenakan oleh punk, memahami
kehidupan kaum punk yang sebenarnya, serta berpikir positif dengan tidak
menciptakan persepsi-persepsi negatif terhadap komunitas punk sehingga akan
tercipta kerukunan dan hubungan yang baik antara masyarakat dan kaum
punk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
4. Pemerintah Kota Surakarta
Diharapkan Bapak Walikota merealisasikan venue gigs yang resmi untuk
kaum punk karena hal tersebut merupakan satu-satunya wadah bagi kaum
punk untuk berekspresi dan berkreasi tanpa adanya suatu permasalahan
dengan aparat negara atau golongan lainnya. Diharapkan aparat negara
terutama Satpol PP untuk tidak bertindak kejam atau berlebihan dalam
penanganan terhadap kaum punk. Kaum punk juga manusia sama seperti kita
semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
DAFTAR PUSTAKA
Alfathri, Adlin, dkk. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas.
Yogyakarta : Jalasutra.
Alya, Qonita. 2009. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Indahjaya
Adipratama.
Barnard, Malcolm. 2009. Fashion sebagai Komunikasi: Cara Mengomunikasikan
Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Yogyakarta : Jalasutra.
Bunga Hitam. Album: Persembahanku, rilis tahun 2004.
Butt, Malcolm. 2009. Sid Vicious Bintang Rock ‘n Roll. Yogyakarta : Ayyana.
Daldjoeni, N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung : Alumni.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Endy Irwanto. 2007. Pengaruh Musik Underground terhadap Kehidupan Remaja
Surakarta (Studi Kasus tentang Kehidupan Sehari-hari Para Pemusik
Underground di Surakarta Tahun 1993-3003). Skripsi: FSSR UNS.
Hadi, Partoso. 2009.Prodi P. Geografi. Blog; http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id
diakses Bulan Juni 2011.
Hadisuprapto, Paulus. 2008. Delinkuensi Anak: Pemahaman dan
Penanggulangannya. Malang : Bayumedia Publishing.
Hebdige, Dick. 1999. Asal-usul dan Ideologi Subkultur Punk. Yogyakarta : Buku
Baik.
Hendra Nugraha. 2007. Komunitas Skinhead di Kota Solo (Studi Deskriptif
Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Skinhead di Kota Solo. Skripsi: FISIP
UNS.
Horton, Paul B & Hunt, Chester L. 1984. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.
http://himago.wordpress.com (diakses Bulan 27 Juni 2011).
http://www.anarchoi.gudbug.com. Filosofi Punk – Anarkisme, Anonim (diakses
Bulan Maret 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Joglosemar. 2010. Surat Kabar: Kolom Rakyat Bicara. Tanggal, 28 Juli 2010.
Jube. 2008. Musik Underground Indonesia: Revolusi Indie Label. Yogyakarta :
Harmoni.
Kartono, Kartini. 2005. Patologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo.
__________. 2006. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Kennedy, Edward S, dkk. 2009. Galeri Urban: Narasi Kota dalam Labirin Seni.
Yogyakarta : EKSPRESI Buku.
Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia Press.
Miles, Matthew B & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nanik Irnawati. 2008. Perilaku pada Punker Solo (Studi Kasus Perilaku Anak
Punk di Komunitas Purwosari Street Punk Kota Surakarta). Skripsi: FKIP
UNS.
Narbuko, Cholid & Achmadi, Abu. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.
Punk Ilegal DIYFanzine. (3rd
ed). Mei 2010. Kolom, Artikel, Gig report, Review
Band. Jakarta.
_________. (4th
ed). September 2010. Review Band. Jakarta.
Reid, Sue Titus. 2000. Crime and Criminology. New York : McGraw-Hill.
“Review Band”. (1st ed). 2009. Newsletter. Solo: Semangat Djoeang.
Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan. Yogyakarta :
Laksbang Mediatama.
Rusbiantoro, Dadang. 2008. Generasi MTV. Yogyakarta : Jalasutra.
Soerjono, Soekanto & Lestarini, Ratih. 1988. Sosiologi Penyimpangan. Jakarta :
Rajawali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Sumardi, Mulyanto & Evers, Hans Dieter. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta : Rajawali.
Swasono, Yudo. 1983. Metode Perencanaan Tenaga Kerja. Yogyakarta : BPFE.
Synnott, Anthony. 2007. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat.
Yogyakarta : Jalasutra.
Tika, Moh. Pabundu. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
“Tua Muda Sama Rata Tanpa Membedakan Warna”. (2nd
ed). 2010. Newsletter.
Solo: Semangat Djoeang.
Wirosuhardjo, Kartomo. 1981. Kebijaksanaan Kependudukan dan
Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta : LP3ES.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Lampiran 1
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN
“STUDI PERILAKU MENYIMPANG (DEVIANT BEHAVIOR) KAUM
URBAN (STUDI KASUS KOMUNITAS PUNK DI KOTA SURAKARTA)
TAHUN 2009 - 2010”
Peneliti : Listya Intan Artiani
NIM : K5405026
Program Studi : Pendidikan Geografi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Wawancara dilakukan pada
Hari / tanggal : ….
Jam : ….
A. Identitas Umum
1. Nama : ….
2. Alamat Tinggal : ….
Kelurahan : ….
Kecamatan : ….
3. Lokasi Scene : ….
Kelurahan : ….
Kecamatan : ….
B. Karakteristik Demografi Kaum Punk
1. Jenis kelamin responden
1. Laki-laki
2. Perempuan *
1. Data hasil wawancara ini dijamin kerahasiannya.
2. Data hasil wawancara ini semata-mata hanya untuk kepentingan studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
2. Tempat dan tanggal lahir (umur)
Jawab : ….
3. Daerah asal : ….
Kelurahan : ….
Kecamatan : ….
4. Status perkawinan
1. Belum kawin
2. Kawin
3. Cerai (duda / janda)
C. Karakteristik Sosial Ekonomi Kaum Punk
5. Tingkat pendidikan saudara
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Akademi / Sarjana
6. Jenis pekerjaan : ….
Pekerjaan pokok : ….
Pekerjaan sampingan : ….
7. Berapa perkiraan pendapatan bersih rata-rata Anda setiap hari ?
Jawab : ….
D. Karakteristik Kaum Punk
8. Lokasi Scene : ….
Kelurahan : ….
Kecamatan : ….
9. Alasan Anda memilih lokasi scene ditempat tersebut ?
Jawab : ….
10. Berapakah perkiraan jarak radius rumah Anda dengan lokasi scene ini ?
1. Kurang dari 500 m
2. 500 m – 1 Km
3. 1 Km – 1,5 Km
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
4. Lebih dari 1,5 m
11. Apakah setiap hari Anda berada di lokasi scene tersebut ?
1. Ya
2. Tidak
12. Dalam satu minggu, berapa hari Anda berada di lokasi snene ?
Jawab : ….
13. Berapa jam Anda berada di lokasi scene setiap harinya ?
Jawab : Dari jam …. WIB s/d ….WIB
Lamanya : ….Jam
14. Apa saja yang Anda lakukan ketika berada di scene komunitas punk ?
Jawab : ….
15. Apakah Anda pernah berkunjung ke scene komunitas punk di luar Kota Solo ?
1. Pernah
2. Tidak pernah
16. Apakah alasan Anda berkunjung ke scene komunitas punk di luar Kota Solo ?
Jawab : ….
17. Dimanakah lokasi scene komunitas punk di luar Kota Solo yang pernah Anda
kunjungi ?
Jawab : ….
18. Berapa lama Anda berada di scene komunitas punk di luar Kota Solo ?
Jawab : ….
19. Bagaimana sambutan komunitas punk lain di luar Kota Solo terhadap punk
Solo ?
Jawab : ….
20. Sejak kapan Anda telah mengenal punk ?
Jawab : ….
21. Siapa yang mengenalkan subkultur punk pada Anda ?
Jawab : ….
22. Mengapa Anda tertarik pada subkultur punk ?
Jawab : ….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
23. Bagaimana pendapat Anda mengenai subkultur punk ?
Jawab : ….
24. Apakah Anda memahami ideologi dalam subkultur punk ?
Jawab : ….
25. Apakah Anda mengimplementasikan punk sepenuhnya dalam kehidupan
sehari-hari ?
1. Ya
2. Tidak
26. Apakah Anda memahami tentang norma-norma yang berlaku didalam
masyarakat ?
1. Ya
2. Tidak
27. Bagaimana pendapat Anda tentang norma-norma yang berlaku didalam
masyarakat ?
Jawab : ….
28. Menurut sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa “Perilaku punk
merupakan perilaku menyimpang”. Bagaimana pendapat Anda mengenai
pernyataan tersebut ? setuju atau tidak setuju ? serta berikan alasannya ?
Jawab : ….
29. Apakah Anda sering bersikap antipati atau anarki terhadap orang di sekitar
Anda ?
1. Sering
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
30. Apakah Anda masih punya orang tua ?
1. Ya
2. Tidak
31. Bagaimana pendapat orang tua Anda terhadap perilaku Anda sebagai kaum
punk ?
Jawab : ….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
32. Apakah Anda pernah dikejar Satpol PP atau aparat negara lainnya ?
1. Pernah
2. Tidak pernah
E. Karakteristik Kaum Punk dalam Fashion dan Musik
33. Model rambut Anda
1. Mohawk Mohican
2. Mohawk runcing
3. Mohawk spiky
4. Kipas
5. Lain-lain (…………………………..)
34. Warna rambut Anda
1. Hitam
2. Lain-lain (…………………………..)
35. Warna dan gambar kaos yang sering digunakan oleh Anda
1. Hitam dan bergambar band-band punk
2. Hitam dan bertuliskan slogan kritik sosial
3. Lain-lain (…………………………..)
36. Jenis celana yang sering digunakan oleh Anda
1. Celana jeans ¾
2. Celana kotak-kotak ¾ dari bahan flannel
3. Lain-lain (…………………………..)
37. Apakah Anda menempel emblem pada celana ?
1. Ya
2. Tidak
38. Jenis sepatu boot yang Anda gunakan
1. Sepatu boot merk „Doc. Marteen‟
2. Sepatu boot merk lainnya (…………………………..)
3. Lain-lain (…………………………..)
39. Warna tali sepatu pada boot Anda
1. Hitam
2. Merah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
3. Biru
4. Kuning
5. Lain-lain (…………………………..)
40. Apakah Anda memiliki piercing (tindik) di tubuh ? dimana saja letaknya ?
Jawab : ….
41. Aksesoris yang sering dipakai oleh Anda
1. Ring
2. Rantai
3. Gembok
4. Gelang
5. Spike
6. Lain-lain (…………………………..)
42. Apakah Anda mempunyai tato di tubuh ?
1. Ya
2. Tidak
43. Aliran musik punk yang Anda sukai
1. Crustcore punk
2. Hardcore punk
3. Anarcho punk
4. Melodic punk
5. Ridicoulus punk / Fun Punk
6. Lain-lain (…………………………..)
44. Sebutkan band punk favorite Anda di Kota Solo ?
Jawab : ….
45. Sebutkan band punk favorite Anda dari luar Kota Solo ?
Jawab : ….
46. Sebutkan band punk favorite Anda dari luar negeri ?
Jawab : ….
47. Apakah Anda menyukai musik yang diproduksi oleh major label ?
1. Ya
2. Tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
48. Apakah Anda sering menghadiri gigs punk ?
1. Sering
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
49. Di kota mana saja gigs punk yang pernah Anda hadiri selama periode tahun
2009 - 2010 ?
Jawab : ….
50. Sebutkan hal apa saja yang Anda lakukan dalam gigs punk ?
Jawab : ….
F. Karakteristik Kaum Punk dalam Sikap dan Perilaku
51. Bagaimana pendapat Anda tentang filosofi DIY dalam punk ?
Jawab : ….
52. Bagaimana pendapat Anda mengenai anarkhi dalam punk ?
Jawab : ….
53. Bagaimana sikap Anda terhadap warga masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar lokasi scene ?
Jawab : ….
54. Apakah Anda sering melakukan penyimpangan moral dalam kehidupan
sehari-hari ?
1. Sering
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
55. Penyimpangan moral apa sajakah yang pernah Anda lakukan ?
Jawab : ….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
Lampiran 2
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN
“STUDI PERILAKU MENYIMPANG (DEVIANT BEHAVIOR) KAUM
URBAN (STUDI KASUS KOMUNITAS PUNK DI KOTA SURAKARTA)
TAHUN 2009 -2010”
UNTUK MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU KAUM PUNK
Peneliti : Listya Intan Artiani
NIM : K5405026
Program Studi : Pendidikan Geografi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret, Surakarta
No Responden : ….
Tanggal Wawancara : ….
1. Nama : ….
2. Jenis kelamin : Laki-laki / perempuan *
3. Umur : …..th
4. Pekerjaan : ….
5. Tingkat pendidikan Anda
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Akademi / Sarjana
3. Data hasil wawancara ini dijamin kerahasiannya.
4. Data hasil wawancara ini semata-mata hanya untuk kepentingan studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
6. Apakah Anda mengetahui atau mengenal punk ?
1. Ya
2. Tidak
7. Dari hal apakah yang pertama Anda lihat ketika Anda mendeskripsikan
seorang itu sebagai punk ?
1. Rambut Mohawk
2. Dandanan lusuh
3. Aksesoris yang eksentrik
4. Perilaku menyimpang
5. Lain-lain (………………………………….)
8. Apakah Anda pernah berinteraksi atau bersosialisasi dengan kaum punk ?
1. Pernah
2. Tidak pernah
3. Kadang-kadang
4. Lain-lain (………………………………….)
9. Menurut Anda apakah perilaku punk termasuk perilaku menyimpang ?
1. Ya
2. Tidak
3. Lain-lain (………………………………….)
10. Bagaimana pendapat Anda tentang fashion dan musik kaum punk ?
1. Bagus
2. Biasa saja
3. Jelek
4. Lain-lain (………………………………….)
11. Sejauh pengamatan Anda tentang fashion, musik, dan kaum punk. Apakah
mereka dapat dikatakan sebagai individu yang kreatif ?
1. Kreatif
2. Kurang kreatif
3. Tidak kreatif
4. Biasa saja
5. Lain-lain (………………………………….)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
12. Bagaimana perilaku kaum punk di lokasi scene (tempat nongkrong) di dekat
atau sekitar tempat tinggal Anda ?
1. Menggangu
2. Biasa saja
3. Tenang atau damai-damai saja
4. Lain-lain (………………………………….)
13. Apakah mereka (kaum punk) bersikap ramah terhadap Anda dan masyarakat
sekitar ?
1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
4. Lain-lain (………………………………….)
14. Apakah mereka bersikap antipati terhadap Anda dan masyarakat sekitar ?
1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
4. Lain-lain (………………………………….)
15. Menurut Anda apakah keberadaan mereka (aktivitas kaum punk) meresahkan
Anda dan masyarakat sekitar?
1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
4. Lain-lain (………………………………….)
16. Sejauh pengamatan Anda apakah perilaku punk melanggar norma yang
berlaku di dalam masyarakat ?
1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
4. Lain-lain (………………………………….)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
17. Menurut pengamatan Anda apakah terdapat sisi positif dalam punk ?
1. Ada
2. Tidak ada
3. Lain-lain (………………………………….)
18. Sebutkan sisi positif yang Anda dapat simpulkan dari kaum punk !
Jawab : ….
19. Sebutkan sisi negatif yang Anda dapat simpulkan dari kaum punk ?
Jawab : ….
20. Menurut Anda, bagaimana seharusnya peran serta masyarakat dan pemerintah
dalam menghadapi fenomena punk di Indonesia pada umumnya dan di Kota
Surakarta pada khususnya ?
Jawab : ….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
Lampiran 3
Jumlah Responden (Kaum Punk) di Tiap-tiap Scene Komunitas Punk
di Kota Surakarta Tahun 2009-2010
No Lokasi Tempat Berkumpulnya
Komunitas Punk (Scene Punk)
di Kota Surakarta
Jumlah Responden
1 Sriwedari 11
2 Kleco 19
3 Gladhag 2
4 Purwosari 9
5 Timuran 7
6 Ngapeman 4
7 Brondongan 3
8 Proliman 6
9 Ngarsopuro 9
Jumlah 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
Lampiran 4
Gambar 33. Beberapa Masyarakat yang Memberikan Pendapat Mengenai
Perilaku Punk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
Top Related