SKRIPSI
KAJIAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN KEBUN KOPI
YANG DIGADAIKAN
(Studi Kasus di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten
Tanggamus)
Oleh:
TINA AGUSTIN
NPM. 1502090047
Jurusan: Hukum Ekonomi Syariah(HESy)
Fakultas: Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1441H/2020M
KAJIAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN KEBUN KOPI
YANG DIGADAIKAN
(Studi Kasus di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus)
Diajukan untuk memenuhi tugas dan memenuhi sebagian syarat guna memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
TINA AGUSTIN
NPM. 1502090047
Pembimbing I : H. Husnul Fatarib, Ph.D
Pembimbing II : Dr. H. Azmi Siradjuddin, Lc, M. Hum
Jurusan: Hukum Ekonomi Syariah(HESy)
Fakultas: Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1441H/2020M
ABSTRAK
KAJIAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK
PEMANFAAATAN KEBUN KOPI YANG DIGADAIKAN (STUDI KASUS
DESA TALANG LEBAR KECAMATAN PUGUNG KABUPATEN
TANGGAMUS)
Oleh:
Tina Agustin
NPM. 1502090047
Salah satu kegiatan muamalah yang sering dilakukan oleh masyarakat saat ini
yaitu gadai. Gadai yang merupakan salah satu kegiatan saling tolong menolong
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Praktik gadai yang dilakukan
masyarakat di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus
dengan cara: Bapak Samsudin menggadaikan kebun kopinya seluas 0,5 hektar
sebesar Rp 10.000.000,00 selama 1 tahun kepada Bapak Suhar, dengan syarat
yang mengelola dan mengambil seluruh kebun kopi yang dijadikan jaminan
tersebut adalah Bapak Suhar sampai Bapak Samsudin melunasi hutangnya sesuai
dengan waktu yang telah disepakati. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik pemanfaatan kebun kopi
yang digadaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Analisis hukum Islam terhadap praktik pemanfaatan kebun kopi yang
digadaikantersebut yang ada di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten
Tanggamus. Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat menjadi media
belajar bagi peneliti untuk dan memecahkan masalah dan khususnya yang
berkaitan dengan praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan dan
diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pemikiran lebih lanjut terhadap
masyarakat yang melakukan praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan.
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yang dilakukan di
Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus. Untuk
mendapatkan data yang valid peneliti menggunakan sumber data primer dan
sumber data sekunder. Peneliti menggunakan metode analisis kualitatif dengan
metode berpikir deduktif. Berdasarkan hasil penelitian, praktik gadai yang terjadi
di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus telah memenuhi
rukun dan syarat gadai, ditinjau dari hukum ekonomi syariah gadai tersebut
diperbolehkan, namun jumlah hasil yang diambil dari marhun kurang sesuai
karena seluruh hasil kebun kopi yang dijadikan jaminan diambil seluruh hasilnya
oleh murtahin, bukan sekedar untuk mengganti biaya pemeliharaan dan
perawatan.
MOTTO
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
(QS. Al-Maidah: 2)
PERSEMBAHAN
Dengan kerendahan hati dan rasa syukur kepada Allah SWT, peneliti
mempersembahkan skripsi ini kepada:
1. Ayahanda tercinta Arsan dan Ibunda Raunah yang senantiasa mendoakan
yang terbaik untuk peneliti, memberi kesejukan hati, dan memberi dukungan
demi keberhasilan peneliti.
2. Kakak-kakakku tercinta Raden, Herma Yulisa dan Nur Hidayatullah yang
senantiasa memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Almamater IAIN Metro.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah
dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah
IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).
Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M. Ag , selaku rektor IAIN Metro.
2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Syariah.
3. Bapak Sainul, SH., MA, selaku ketua jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
4. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph. D, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
5. Bapak Dr. H. Azmi Siradjuddin, Lc., M.Hum, selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
6. Ibu Netty Hermawati, SH., MA., MH dan Bapak Fredy Gandhi Midia, SH.,
MH sebagai Penguji 1 dan Sekertaris dalam kelancaran sidang munaqosyah.
7. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro.
8. Seluruh perangkat Desa Talang Lebar yang telah menyediakan waktu dan
membekali ilmu pengetahuan kepada peneliti.
Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan danditerima
dengan kelapangan dada. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Syariah.
Metro, Januari 2019
Peneliti
Tina Agustin
NPM. 1502090047
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ............................................. vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
D. Penelitian Relevan ............................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI A. Gadai................................................................................................... 12
B. Pemanfaatan Barang Gadai .................................................................. 20
C. Batal atau Berakhinya akad Gadai ....................................................... 24
D. Konsep Gadai Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah .............. 25
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian ..................................................................... 33
B. Sumber Data........................................................................................ 34
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 35
D. Teknik Analisia Data ........................................................................... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus . 39
B. Pelaksanaan Pemanfaatan Gadai Kebun Kopi di Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus ......................................... 42
C. Kajian Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Pemanfaatan
Kebun Kopi Yang Digadaikan ............................................................. 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 62
B. Saran .................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Batas-Batas Wilayah Desa Talang Lebar ....................................................... 39
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Talang Lebar Menurut Jenis Kelamin ....................... 40
Tabel 4.3 Pendidikan Penduduk Desa Talang Lebar ..................................................... 40 Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Desa Talang Lebar Menurut Mata Pencaharian ............... 41
Tabel 4.5 Pelaksanaan Gadai ........................................................................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pembimbing Skripsi
2. Outline 3. Alat Pengumpul Data
4. Surat Research
5. Surat Tugas
6. Surat Balasan Research 7. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi
8. Surat Keterangan Bebas Pustaka
9. Foto-Foto Penelitian 10. Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki banyak kebutuhan, bukan
hanya kebutuhan rohani saja, akan tetapi manusia juga memiliki kebutuhan
jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tentunya manusia harus saling
berinteraksi antara sesamanya dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut
dengan bermuamalah. Salah satu kegiatan muamalah yang sering dilakukan
oleh masyarakat saat ini yaitu gadai. Gadai yang merupakan salah satu
kegiatan saling tolong menolong manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Borg pada awalnya, merupakan alternatif yang diberikan kepada
orang yang kesulitan, sementara ia dalam perjalanan. Dalam QS. Al-Baqarah
[2]: 283, Allah memerintahkan pihak yang terlibat dalam utang piutang untuk
mencatatkan utang. Namun, apabila tidak ada yang dapat mencatat, maka
sebagai jaminannya dapat diserahkan sesuatu sebagai borg-nya. Selain
bertujuan untuk menjamin utang, borg juga merupakan cara meminta
kepercayaan dari yang punya utang bahwa utang tersebut akan dibayar.1
1 Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 95.
Gadai adalah pinjam-meminjam uang dengan menyerahkan barang
dan dengan batas waktu.2 Dalam Islam, ar-rahn merupakan akad tabarru’
(akad saling tolong menolong) tanpa ada imbalan jasa. Adapun rukun ar-rahn
menurut jumhur ulama ada empat, yaitu: ar-rahin (orang yang menyerahkan
barang jaminan) dan al-murtahin (orang yang menerima barang jaminan), al-
marhun (barang jaminan), al-marhun bih (utang), dan sighat.3 Ar-rahn
hukumnya jaiz (boleh) menurut Al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’.4Adapun
dasar hukum ar-rahn adalah QS. Al-Baqarah [2: 283]:
“jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahuiapa yang
kamu kerjakan.
2 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi) (Jakarta: Prenada Media
Group, 2016), 197. 3 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip dan Implementasinya pada sektor
Keuangan syariah), 254. 4 Ibid., 252.
Menurut pasal 1150 KUHPdt, gadai adalah hak yang diperoleh
kreditor atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitor
atau oranglain atas namanya, untuk menjamin suatu utan, dan yang
memberikan kekuasaan kepada kreditor untuk mendapat pelunasan dari benda
tersebut lebih dulu daripada kreditor lainnya. Benda jaminan itu dapat berupa
benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak, apabila benda jaminan
itu bergerak, hak atas benda jaminan itu disebut gadai (pand). Apabila benda
jaminan itu berupa benda tidak bergerak, hak atas benda jaminan itu disebut
“hak tanggungan” atau dapat juga berupa hipotek. Menurut ketentuan pasal
1162 KUHPdt, hipotek adalah hak kebendaan atas suatu benda tidak bergerak
untuk mengambil pergantian dari benda tersebut bagi pelunasan suatu utang
apabila debitor tidak membayar utangnya.5 Berdasarkan penjelasan di atas
dapat diketahui bahwa bukan hanya hukum Islam saja yang mengatur tentang
gadai tetapi diatur juga dalam hukum perdata.
Gadai yang terjadi di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus disebut hak tanggungan atau hipotek karena benda
yang dijadikan sebagai jaminan utang piutang adalah berupa benda tidak
bergerak. Dalam penulisan ini peneliti menggunakan istilah gadai karena
istilah tersebut yang dipakai di masyarakat. Setelah peneliti menjelaskan
gadai menurut hukum Islam dan hukum perdata, peneliti akan menjelaskan
tentang praktik gadai yang terjadi di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus.
5 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2014), 171-177.
Sebagaimana hasil survey yang telah dilakukan Di Desa Talang
Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus yang mayoritas
masyarakatnya adalah berprofesi sebagai petani kopi dan rata-rata masyarakat
melakukan praktik gadai kebun kopi dengan sistem keseluruhan dari hasil
kebun kopi diambil oleh penerima gadai seperti yang dilakukan oleh bapak
Samsudin dan bapak Suhar. Bapak Samsudin meminjam uang kepada bapak
Suhar sebesar Rp 10.000.000,00 selama 1 tahun dengan jaminan berupa
kebun kopi seluas 0,5 hektar yang dimiliki bapak Samsudin. Dalam perjanjian
tersebut, bapak Suhar memberikan syarat kepada bapak Samsudin bahwa
bapak Suhar yang mengurus dan mengambil seluruh hasil dari kebun kopi
tersebut sampai bapak Samsudin mengembalikan uang yang dipinjamnya dari
bapak Sumar sebesar Rp 10.000.000,00. Apabila bapak Samsudin tidak bisa
membayar hutangnya sebesar Rp 10.000.000,00 tersebut pada waktu yang
telah ditentukan dalam akad, maka hutang tersebut diperpanjang berdasarkan
kesepakatan yang disepakati. Kebun kopi adalah mata pencaharian pokok
bapak Samsudin, biasanya bapak Samsudin mendapatkan hasil panen kebun
kopinya sebesar 3 kwintal biji kopi bersih pertahun. Ketika kebun kopi
tersebut digadaikan maka bapak Samsudin tidak berhak mengambil hasil dari
kebun kopi tersebut selama satu tahun karena sudah digadaikan kepada bapak
Suhar. Jadi, bapak Samsudin mendapat beban harus menyerahkan seluruh
hasil kebun kopinya dan juga ia harus membayar hutangnya sebesar Rp
10.000.000,00 yang ia pinjam dalam waktu satu tahun kepada bapak Suhar.6
6 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Melihat cara pelaksanaan gadai di atas peneliti menyatakan bahwa
praktik gadai yang terjadi di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus layak untuk di teliti lebih lanjut. Karena praktik gadai
yang dilakukan kurang sesuai dengan sebagaimana mestinya. Karena pada
hakikatnya akad ar-rahn dalam Islam adalah akad tabarru’, yakni akad yang
dilaksanakan tanpa ada imbalan dan tujuannya hanya sekedar tolong
menolong.7 Akad gadai bertujuan meminta kepercayaan dan menjamin utang
bukan mencari keuntungan dan hasil. Selama hal itu demikian keadaannya,
maka orang yang memegang gadai (murtahin) yang memanfaatkan barang
gadai tak ubahnya seperti qiradh (utang piutang) yang mengalir manfaat yang
oleh nabi disebut riba.8 Ketika penerima gadai mengambil seluruh hasil dari
kebun kopi yang digadaikan, itu berarti penerima gadai mengambil
keuntungan dari utang piutang tersebut. Dengan demikian peneliti tertarik
ingin meneliti lebih lanjut bagaimana “Kajian Hukum Ekonomi Syariah
Terhadap Praktik Pemanfaatan Kebun Kopi yang Digadaikan”.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan pertanyaan
penelitian sebagai berikut “Bagaimana kajian hukum ekonomi syariah
terhadap praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan”?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tanggal 13 Mei 2019.
7 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip dan Implementasinya pada sektor
Keuangan syariah), 257. 8 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi)., 212.
Adapun yang menjadi tujuan peneliti adalah untuk mengetahui
bagaimana kajian hukum ekonomi syariah terhadap praktik pemanfaatan
kebun kopi yang digadaikan tersebut yang ada di Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus?
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Secara Teoritis
1) Sebagai media belajar bagi peneliti dan memecahkan masalah dan
khususnya yang berkaitan dengan praktik pemanfaatan kebun kopi
yang digadaiakan.
2) Bagi masyarakat luas umumnya dan khususnya masyarakat di Desa
Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus?
b. Secara Praktis
1) Diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pemikiran lebih lanjut
terhadap masyarakat yang melakukan praktik pemanfaatan kebun kopi
yang digadaikan.
2) Diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam
praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan.
D. Penelitian Relevan
Sejauh pengamatan dan penelusuran peneliti menemukan beberapa
penulisan penelitian diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Deka Amilia Sari mahasiswa Universitas
Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung dengan judul “Tinjauan
hukum Islam terhadap bagi hasil barang gadaian antara penggadai dan
penerima gadai dalam pandangan hukum ekonomi Islam di Desa
Tanjungraya Kecamatan Waytenong Kabupaten Lampung Barat”9
penelitian ini membahas tentang bagi hasil barang gadaian yaitu praktik
gadai yang terjadi di Desa Tanjungraya, si A menggadaikan kebunnya
dengan si B sebesar Rp. 20.000.000,00 selama 3 tahun, penggadai tetap
mengelola kebun tersebut dan pada saat panen penerima gadai meminta
syarat bahwasannya barang yang digadaikan tersebut harus dibagi dua
setiap kali panen sampai hutang tersebut dilunasi. Praktik gadai seperti
ini dibolehkan karena dilihat dari akad pada saat melakukan perjanjian
pihak penggadai dan penerima gadai terjadi sesuai dengan kesepakatan.
Pada saat melakukan penyerahan tidak menimbulkan kerugian, tidak ada
gharar, dan tidak ada unsur riba. Dapat diketahui bahwa penerima gadai
meminjamkan uang sebesar Rp. 20.000.000,00 tersebut selama 3 tahun
kepada penerima gadai apabila tidak mendapat apa-apa maka penerima
gadai tersebut rugi, pada zaman sekarang ini tidak ada orang yang akan
meminjamkan uang tersebut tanpa keuntungan pihak penerima gadai
mendapatkan kerugian. Sedangkan penggadai mendapatkan keuntungan
karena mendapat pinjaman uang dengan memberikan hasil kebun yang
digadaikan dibagi dua dengan penerima gadai maka praktik tersebut
sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Menguntungkan
9 Deka Amilia Sari, Tinjauan hukum Islam terhadap bagi hasil barang gadaian antara
penggadai dan penerima gadai dalam pandangan hukum ekonomi Islam di Desa
Tanjungraya Kecamatan Waytenong Kabupaten Lampung Barat, TP, 2017-2018, Skripsi,
UIN Raden Intan Lampung. www.google.com. di unduh pada tanggal 5 Mei 2019, pada jam
19:45 WIB.
bagi penggadai karena telah diberikan pinjaman Rp. 20.000.000,00
selama 3 tahun dan menguntungkan pula bagi penerima gadai (pemberi
pinjaman) karena hasil dari barang yang digadaikan dibagi dua antara
penggadai dan penerima gadai. Dapat diketahui bahwa praktik yang yang
terjadi di Desa Tanjungraya tersebut atas dasar kesepakatan keduabelah
pihak, tidak ada unsur pemaksaan dan kerugian didalamnya maka praktik
tersebut dibolehkan. Berdasarkan penjelasan dari penelitian di atas maka
persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama membahas
tentang gadai kebun kopi. Perbedaan dengan penelitian peneliti adalah
sistem bagi hasil yang dilakukan yaitu penerima gadai meminta syarat
bahwasanya hasil kebun yang digadaikan harus dibagi dua hasilnya
selama hutang tersebut belum dilunasi, maka hasil dari kebun kopi
tersebut harus tetap dibagi dua sampai hutang penggadai dilunasi.
Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti bahwa hasil dari
kebun kopi yang digadaikan seluruhnya adalah milik penerima gadai
sampai hutang tersebut benar-benar dilunasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Saddam Hasri Mahasiswa Universitas
Islam Negeri (UIN) Sutan Syarif Kasim Riau dengan judul
“Pengambilan Hasil Gadai Lahan Sawit dan Karet Serta Dampaknya
Terhadap Penggadai Menurut Perspektif Fiqh Muamalah di Desa
Sarang-arang Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir”10 penelitian ini
10 Saddam Hasri, Pengambilan Hasil Gadai Lahan Sawit dan Karet Serta Dampaknya
Terhadap Penggadai Menurut Perspektif Fiqh Muamalah di Desa Sarang-arang Kecamatan
Pujud Kabupaten Rokan Hilir, TP, 2012-2013, Skripsi, UIN Sutan Syarif Kasim Riau.
www.google.com. di unduh pada tanggal 10 Mei 2019, pada jam 12:42 WIB.
membahas tentang pegadaian yang telah menjadi kebiasaan masyarakat
di Desa Siarang-arang Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir
memberikan 100% dari taksiran barang jaminan, tetapi selama hutang
belum dibayarkan maka hasil dari harta tersebut menjadi hak milik
pemberi pinjaman modal. Pegadaian yang terjadi di masyarakat Desa
Siarang-arang yang selama ini telah turun temurun dilakukan masyarakat
dengan menggunakan bunga berbentuk pengambilan hasil harta selama
hutang dibayarkan sama hukumnya dengan melakukan transaksi pada
bank konvensional yang memakai bunga dan diharamkan oleh para
ulama. Masyarakat Desa Siarang-arang apabila membutuhkan dana
secara mendadak, mereka langsung menuju juragan/penerima gadai
dikarenakan ada beberapa faktor membuat masyarakat tidak bisa
menggadaikan lahannya kepada badan pegadaian resmi. Adapun alasan
masyarakat yang membutuhkan dana tidak bisa meminjam kepada
pegadaian syariah atau bank dikarenakan lembaga tersebut meminta
jaminan kebun sawit atau karet mereka dengan surat-surat lengkap.
Terdapat dampak dari pegadaian di Desa Siarang-arang Kecamatan
Pujud dalam segi ekonomi yang terdiri dari pendapatan bulanan dan
pekerjaan setelah menggadaikan lahan sawitnya serta keadaan sosial dan
psikis dari penggadai. Jumhur ulama fiqh selain Hanabilah berpendapat
bahwa pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang
jaminan karena barang itu bukan miliknya secara penuh. Hak pemegang
barang jaminan terhadap barang itu hanyalah sebagai jaminan piutang
yang ia berikan. Berdasarkan penjelasan dari penelitian di atas maka
persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama membahas
tentang gadai kebun yang terjadi di masyarakat dan hasil dari kebun yang
digadaikan yang dijadikan sebagai jaminan hutang diambil seluruhnya
oleh penerima gadai. Adapun perbadaan dari penelitian yang dilakukan
oleh peneliti adalah jenis kebun yang dijadikan sebagai barang jaminan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mutawaddiah Mahasiswa Universitas
Islam Negeri (UIN) Alauddin Makasar dengan judul “Pelaksanaan
Gadai Tanah dalam Perspektif Ekonomi Islam di Desa Bajiminasa
Bulukumba”11 penelitian ini membahas tentang pelaksanaan gadai tanah
(sawah) di Desa Bajiminasa dialkukan sejak dahulu dengan alasan
persoalan ekonomi. Persoalan gadainya hanya dilakukan secara lisan,
yaitu pihak rahin mendatangi dan menawarkan sawahnya kepada
murtahin untuk digadaikan dengan maksud untuk memperoleh pinjaman
sejumlah uang, dari pertemuan tersebut rahin dan murtahin mengadakan
kesepakatan. Menurut pandangan ekonomi Islam bila dilihat dari rukun
dan syarat gadai sudah terpenuhi. Akan tetapi, dilihat dari segi sighat
(penentuan batas waktu) yang tidak dipermasalahkan. Sehingga
mengakibatkan hak dan kewajiban gadai dalam ekonomi Islam belum
terpenuhi sepenuhnya seperti: apabila telah jatuh tempo dan rahin tidak
mampu melunasi utangnya. Maka murtahin berhak menjual barang gadai
tersebut. Sedangkan, yang terjadi di Desa Bajiminasa tidak adanya
11 Mutawaddiah, Pelaksanaan Gadai Tanah dalam Perspektif Ekonomi Islam di Desa
Bajiminasa Bulukumba, TP, 2015-2016, Skripsi, UIN Alauddin Makasar. www.google.com.
di unduh pada tanggal 10 Mei 2019, pada jam 12:50 WIB.
penjualan sawah (barang gadai) meskipun telah jatuh tempo. Tidak
adanya penjualan sawah atau barang gadai, karena rahin memang tidak
ingin menjualnya. Jadi, pelaksanaan gadai tanah (sawah) di Desa
Bajiminasa Bulukumba belum sepenuhnya sesuai dengan ekonomi Islam.
Berdasarkan penjelasan dari penelitian di atas maka persamaan dengan
penelitian peneliti adalah sama-sama membahas tentang gadai kebun
yang terjadi di masyarakat dan hasil dari kebun yang digadaikan yang
dijadikan sebagai jaminan hutang diambil seluruhnya oleh penerima
gadai. Adapun perbadaan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah jenis kebun yang dijadikan sebagai barang jaminan dan apabila
telah jatuh tempo pembayaran utang tidak adanya penjualan marhun.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gadai
1. Pengertian Gadai
Secara etimologi, gadai (ar-rahn) berarti tetap dan lestari. Gadai
dikatakan juga al-hasbu, artinya penahanan, misalnya ungkapan ni’matun
rahinah (karunia tetap dan lestari , yang dalam hukum positif disebut dengan
barang jaminan agunan dan tangguhan).12 Sedangkan secara terminologi, ar-
rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya, dan barang tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya.13
Secara istilah, rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang yang diterimanya.14 Arti gadai juga adalah
pinjam-meminjam uang dengan menyerahkan barang dan dengan batas waktu.
12 Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),
187.
13 Fadlan, “Gadai Syariah Perspektif Fikih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan,”
Jurnal Iqtishadia, Vol.1 No.1 Juni 2014, 31.
14 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 262.
Rahn juga diartikan dengan menggadaikan atau merungguhkan. Sebagaimana
sabda Nabi SAW berikut:15
صلى الله عليه وسلم –أنه النهبييه –رضي الله عنها –عن عائشة
طعاما إلى أجل معلوم ، وار تهن منه اشت – رى من يهو دي 16. درعا من حديد
“Dari Aisyah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi secara tempo dan ia menggadaikan baju besinya kepada
orang Yahudi itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Menurut Ibn ‘Arafah, rahn adalah menjadikan barang sebagai jaminan
utang yang dapat diambil kembali setelah utang dibayar. Mahmud
‘Abd. al-Rahman mendefinisikan rahn dengan menjadikan barang yang
bernilai sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat atau cenderung
mengikat. Sayyid Sabiq menyatakan bahwa rahn adalah menjadikan
sesuatu atau barang yang bernilai harta menurut syara’ sebagai jaminan
utang.17
Menurut ketentuan pasal 1150 KUHPdt, gadai adalah hak yang
diperoleh kreditor atas suatu benda bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya, untuk menjamin
suatu utang, dan memberikan kekuasaan kepada kreditor untuk
mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dulu daripada kreditor
lainnya, kecuali biaya untuk melelang benda tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan,
biaya-biaya mana harus didahulukan.18
2. Dasar Hukum Gadai
a. Al-Quran
Legitimasi rahn dalam al-Quran adalah berdasarkan surat al-
Baqarah ayat 283:
15 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi) (Jakarta: Prenada Media
Group, 2016), 197.
16 Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim,
hadis nomor 275, (Jakarta: PT Darul Falah, 2002), 761.
17 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi)., 198.
18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2014), 171.
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu;amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memeperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”19
b. As-Sunnah
Landasan hukum atau dasar hukum dari akad gadai (rahn) selain
al-Quran ialah beberapa hadis berikut ini:
صلى الله –أنه النهبييه –رضي الله عنها –عن عائشة
طعاما إلى أجل معلوم ، –عليه وسلم اشترى من يهو دي 20. وار تهن منه درعا من حديد
“Dari Aisyah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pernah membeli
makanan dari seorang Yahudi secara tempo dan ia menggadaikan baju
besinya kepada orang Yahudi itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
الظههر -صلى الله عليه وسلم -عن أبى هريرة قل قل رسول الله
قهته إذا كان مرهونا ويسرب لبن الدهر إذا كان مرهونا يركب بنف وعلى الهذى يشرب ويركب نفقته.21
“Dari Abu Hurairah Radiyallahu’anhu bahwa Rasulullah
Shalallaahu’alaihi wa sallam barsabda: “Punggung hewan yang
digadaikan boleh dinaiki dengan membayar dan susu hewan yang
digadaikan boleh diminum dengan membayar. Bagi orang yang menaiki
dan meminumnya wajib membayar.”
19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2010), 49.
20 Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim,
hadis nomor 275, 761.
21 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits Shahih Al-
Bukhari 1, (Jakarta: Almahira, 2011), 567.
لا قال: -صلى الله عليه وسلم -عن أبى هريرة قال أن رسول اللههن من صا حبه الهذى رهنه له غنمه وعليه غرمه.22 يغلق الره
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:”gadai tidak
menutup pemiliknya yang menggadaikannya (Ia memiliki hasilnya) dan
wajib menanggung kerusakannya.”
c. Ijma’
Kaum muslimin sepakat diperbolehkan rahn (gadai) secara syariat
ketika bepergian (safar) dan ketika di rumah (tidak bepergian) kecuali
Mujahid berpendapat yang berpendapat rahn (gadai) hanya berlaku ketika
bepergian berdasarkan ayat di atas. Akan tetapi pendapat Mujahid ini
dibantah dengan argumentasi hadis di atas. Disamping itu, penyebutan safar
(bepergian)ayat di atas keluar dari yang umum (kebiasaan).23
d. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Pasal 385 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
menyatakan bahwa:
1) Pada prinsipnya harta pinjaman tidak boleh digadaikan kecuali dengan
seizin pemiliknya.
2) Apabila pemilik harta memberi izin secara mutlak, maka peminjam
boleh menggadaikannya secara mutlak, maka peminjam boleh
menggadaikannya secara mutlak; dan apabila pemilik harta memberi
izin secara terbatas maka peminjam harus menggadaikannya secara
terbatas.
22 Abu Abdullah bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadits Ibnu Majah,
(Jakarta:Almahira, 2011), 436. Hadis ke-2441
23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 290.
3) Pemilik harta yang mengizinkan hartanya dijadikan jaminan dalam
rahin harus mengetahui dan memahami resikonya.
4) Pemilik harta yang dipinjamkan dan telah digadaikan, mempunyai hak
untuk meminta kepada pemberi gadai guna menebus harta gadai serta
mengembalikan kepadanya.24
e. Fatwa tentang Gadai
Dalam konteks hukum, di Indonesia telah ditemukan beberapa
produk hukum yang berkaitan dengan rahn ini, baik dalam bentuk peraturan
prundang-undangan maupun dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN Majelis Ulama Indonesia. Undang-undang pertama yang menyebutkan
istilah ijarah adalah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU
Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dalam Undang-undang ini, rahn
disebut dengan istilah agunan yang berarti jaminan tembahan yang
diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan ini diperkuat
lagi dalam pasal 1 ayat 26 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah yang menyebutkan bahwa rahn (agunan) adalah jaminan tambahan,
baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan
oleh pemilik aguan kepada bank syariah dan/atau UUS, guna menjamin
pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.
24 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 107.
Produk hukum lain yang berbicara tentang rahn adalah Fatwa DSN
MUI. Ada tiga fatwa yang terkait dengan rahn ini, yaitu Fatwa DSN-MUI
Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, Fatwa DSN-MUI Nomor
26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, dan Fatwa DSN-MUI Nomor
26/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tajily.
Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 telah
disebutkan berbagai aturan yang berkaitan dengan rahn. Rahn dalam fatwa
tersebut diartikan dengan menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Selain itu, dalam fatwa tersebut dikemukakan pula ketentuan umum yang
berkaitan dengan rahn.
Himpunan fatwa keuangan syariah Dewan Nasional MUI
menyatakan, bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan. Ketentuan rahn yaitu:
1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua hutang rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.
2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,
marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan manfaatnya sekedar
pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan.
3) Pemeliharaan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya
dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Penjualan marhun:
a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk
segera melunasi hutangnya.
b) Apabila rahin tetap tidak bisa melunasi hutangnya, maka marhun
dijual paksa/dieksekusikan melalui lelang sesuai syariah.
c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban rahin.25
3. Rukun dan Syarat Gadai
a. Rukun Gadai
Rukun gadai ada empat, yaitu:
1) Akad Ijab dan kabul, seperti seseorang berkata; ”aku gadaikan
mejaku ini dengan harga Rp. 10.000,00” dan yang satu lagi
menjawab. “Aku terima gadai mejamu seharga Rp. 10.000,00”
atau bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan
surat, isyarat, atau yang lainnya.
2) Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai
(murtahin). Adapun syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf,
25 Yadi Janwari, Fikih Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), 104-105.
yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami
persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3) Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang
dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum
janji utang harus dibayar.
4) Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap.26
b. Syarat Gadai
Syarat-syarat ar-rahn menurut ulama fiqh sesuai dengan rukun
ar-rahn meliputi sebagai berikut.
1) Syarat yang berkaitan dengan orang yang berakad, yaitu cakap
dalam bertindak hukum menurut jumhur ulama,yaitu orang yang
balig dan berakal, sedangkan menurut ulama Hanafiyah, cukup
dengan berakal sehat saja.
2) Syarat yang berkaitan dengan shighat ulama Hanafiyah
mengatakan dalam akad ar-rahn tidak boleh dikaitkan dengan
akad tertentu atau dengan masa yang akan datang karena akad ar-
rahn sama dengan akad jual-beli. Jika ada syarat yang dikaitkan
dengan masa yang akan datang, syaratnya batal, sekalipun
akadnya sah. Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan
Hanabilah, apabila mendukung kelancaran akad, syarat-syarat
tersebut dibolehkan akan tetapi jika bertentangan dengan
kebiasaan akad ar-rahn maka syaratnya batal.
26Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), 107-108.
3) Syarat yang berkaitan dengan al-marhun. Syarat ini meliputi
beberapa hal. Pertama, barang jaminan tersebut boleh dijual dan
nilainya seimbang dengan utang. Kedua, barang jaminan itu jelas
dan tertentu. Ketiga, barang jaminan tersebut bernilai harta dan
boleh dimanfaatkan. Keempat, agunan itu milik sah orang yang
berutang. Kelima, barang jaminan itu tidak berkaitan dengan orang
lain. Keenam, barang jaminan merupakan harta yang utuh tidak
bertebaran dalam beberapa tempat. Ketujuh, barang jaminan itu
boleh diserahkan materi atau manfaatnya.
4) Syarat yang berkenaan dengan al-marhun. Hal ini meliputi bahwa
utang itu merupakan hal yang wajib dikembalikan kepada orang
yang berutang, utang boleh dilunasi dengan agunan, dan utang
harus jelas dan tertentu.27
B. Pemanfaatan Barang Gadai
Pada hakikatnya, barang gadai (marhun) tidak boleh diambil
manfaatnya, baik oleh rahin maupun murtahin, kecuali mendapat izin dari
pihak yang bersangkutan. Hal ini karena hak rahin terhadap marhun
setelah akad ar-rahin bukan hak milik sempurna atas perbuatan hukum
terhadap barang tersebut. Hak murtahin atas marhun hanya terbatas pada
sifat kebendaan tersebut yang memiliki nilai, bukan pada pemanfaatan
hasilnya. Sekalipun demikian, ketentuan tersebut bertentangan dengan
prinsip Islam dalam hak milik bahwa hak milik pribadi tidak mutlak, tetapi
27 Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, 190-191.
memiliki fungsi sosial terhadap harta hakikatnya milik Allah (Q.S. An Nur
ayat 33) dan merupakan amanah bagi pemiliknya.28
Tidak boleh menyia-nyiakan manfaat suatu barang, meskipun
barang gadaian. Setiap barang yang bermanfaat harus dimanfaatkan.29
Pada dasarnya tidak boleh terlalu lama memanfaatkan borg sebab hal itu
akan menyebabkan borg hilang atau rusak. Hanya saja diwajibkan
mengambil faedah ketika berlangsungnya rahn. Berkaitan barang gadaian,
maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai siapa yang
berhak memanfaatkan barang gadaian yang dijadikan jaminan atas hutang,
apakah pihak yang menggadaikan (rahin) atau penerima gadai (murtahin).
Jumhur ulama selain Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak boleh
memanfaatkan borg, kecuali jika rahin tidak mau membiayai borg. Dalam
hal ini murtahin dibolehkan mengambil manfaat sekadar untuk mengganti
ongkos pembiayaan.30
Ulama Hanafi berpendapat bahwa hukum kebolehan memanfaatkan
barang gadaian oleh si penggadai jika hal itu diizinkan oleh pemilik
barang. Dari pendapat Hanafi ini dapat dipahami, jika tidak dizinkan oleh
pemilik barang, maka haram bagi si penggadai untuk memanfaatkan
barang gadaian tersebut.
28 Ibid., 193-194.
29 Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2015), 169.
30 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 172-173.
Imam Malik berpendapat bahwa manfaat atau hasil dari barang
yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan. Akan tetapi, si
penerima gadai dapat mengambil manfaat berdasarkan syarat-syarat yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Imam Hambali lebih melihat kepada barang yang digadaikan.
Adakalanya barang yang digadaikan itu berupa binatang yang bisa
dijadikan kendaraan, beternak, dan bisa diperah. Menurut Imam Hambali,
boleh bagi si penerima gadai untuk menungganginya dan menebus
susunya tanpa seizin dari pihak pemilik barang gadaian. Adakalanya juga
barang yang digadaikan itu bukan berupa binatang , maka si penerima
gadai boleh mengambil manfaat dengan seizin pemilik barang gadaian.
Menurut Imam Hambali, dibolehkannya mengambil manfaat bagi
penerima gadai itu bukan dikarenakan sebab menguntungkan kalau sebab
itu maka menurutnya termasuk riba dan haram meskipun ada izin dari
pemilik barang gadaian.31
Akad gadai bertujuan meminta kepercayaan dan menjamin utang
bukan mencari keuntungan dan hasil. Selama hal itu demikian keadaannya,
maka orang yang memegang gadai (murtahin) yang memanfaatkan barang
gadai tak ubahnya seperti qiradh (utang piutang) yang mengalir manfaat
yang oleh Nabi disebut sebagai riba. Larangan tersebut berlaku jika barang
gadai bukan binatang yang bisa ditunggangi atau binatang ternak yang bisa
diambil susunya. Jika barang yang dijadikan jaminan adalah binatang
31 Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017), 263.
ternak, maka menurut sebagian ulama Hanafiyah, penerima gadai
(murthain) boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari
pemiliknya.32 Ulama Hanabilah berpendapat bahwa murtahin boleh
memanfaatkan borg jika berupa hewan seperti dibolehkan untuk
mengendarai atau mengambil susunya, sekadar pengganti pembiayaan.33
Tetapi apabila melebihi maka termasuk riba.
Apabila penerima gadai mengeluarkan biaya untuk memelihara
atau merawat barang gadai (marhun) misalnya memberi makan binatang
yang digadaikan dengan terlebih dahulu meminta izin kepada hakim dalam
keadaan orang yang menggadaikan tidak ada, sedangkan dia tak setuju,
maka ini berarti pemberi gadai berutang kepada penerima gadai yang
memberi makan binatang yang digadaikan. Hanya saja, ulama mazhab
Syafi’i berpendapat bahwa pemberi gadai (rahin) boeh memanfaatkan
barang yang telah dijadikan jaminan utang asal tidak mengurangi kualitas
dan kuantitas barang itu. Karena untung rugi barang tersebut menjadi
haknya. Namun apabila manfaat barang itu berkurang secara kualitatif dan
kuantitatif, maka ia tidak boleh memanfaatkannya. Menurut ulama
Hanabilah, apabila barang jaminan itu bukan hewan atau sesuatu yang
tidak memerlukan biaya pemeliharaan seperti tanah. maka pemegang
barang jaminan tidak boleh memanfaatkannya.34
32 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi)., 211-212.
33 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, 172.
34 Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi)., 212.
Sohari Sahrani dalam bukunya fiqih muamalah menjelaskan,
apabila barang gadaian itu berupa barang yang mudah disimpan,
seperti : emas, pakaian, kendaraan dan sebagainya berada ditangan
penerima gadai. Jika berupa tanah, rumah ternak dan sebagainya
biasa berada di tangan pihak penggadai, apabila barang gadaian itu
berupa barang yang bisa diambil manfaatnya sepanjang tidak
mengurangi nilai aslinya, misalnya: kuda dapat ditunggangi, lembu
atau kerbau dapat digunakan untuk membajak, mobil atau sepeda
motor dapat dikendarai, dan juga jasah yang diperoleh diimbangi
dengan ongkos pemeliharaan.35
Ulama fiqih menyatakan “bahwa ketika berlangsung nya akad
kedua belah pihak menetapkan syarat bahwa kedua belah pihak boleh
memanfaatkan barang agunan maka akad rahn tersebut dianggap
tidaksah”.36
C. Batal atau Berakhirnya Akad Gadai
Berakhirnya akad rahn, menurut Wahbah Az-Zuhaili dikarenakan hal-
hal berikut:
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya
2. Rahin (penggadai) membayar hutangnya
3. Dijual paksa, yaitu dijual berdasarkan penetapan hakim atas permintaan
rahn.
4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, sekalipun dengan pemindahan
oleh murtahin.
5. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak
rahn.
6. Rusaknya barang gadaian oleh tindakan atau penggunaan murtahin.
35 Sohari Sahrani, Fiqih Muamalah,(Bogor: Ghaliah Indonesia, 2011), 160.
36 Sohari Sahrani, Fiqih Muamalah., 240.
7. Memanfaatkan barang gadai dengan menyewa, hibah atau sadaqah, baik
dari pihak rahn maupun murtahin.
8. Meninggalnya rahn (menurut malikiyah) dan atau murtahin (menurut
hanafiyah), sedangkan Syafiiyah dan Hannabilah, menganggap
kematian para pihak tidak mengahiri akad rahn.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berakhirnya
akad rahn apabila rahin (penggadai) telah membayar lunas hutang nya
kemudian murtahin (penerima gadai) menyerahkan kembali barang jaminan
kepada rahin atau salah satu pihak meninggal dunia. Para ulama berbeda
pendapat dalam hal meninggalnya pihak yang berakad. Menurut ulama
Malikiyah dan Hanafiyah meninggalnya salahsatu pihak rahin atau murtahin,
maka akad rahn berakhir. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah meninggalnya pihak yang berakad tidak mengahiri akad rahn. Hal
ini karena akad rahn disebut bisa dilanjutkan oleh ahli waris pihak yang
meninggal (rahin atau murtahin).37
D. Konsep Gadai Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
1. Rukun dan Syarat Rahn
Gadai menurut KHES Bab I Pasal 20 ayat 14, rahn/gadai adalah
penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai
jaminan.38 Dalam Bab XIV Pasal 373 KHES, menyatakan bahwa:
(1) Rukun akad rahn terdiri dari: murtahin, rahin, marhun, marhun
37 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 243.
38 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1., 16.
bih/utang, dan akad.
(2) Dalam akad gadai terdapat 3 (tiga) akad paralel, yaitu: qardh, rahn, dan
ijarah.
(3) Akad yang dimaksud ayat (1) di atas harus dinyatakan oleh para pihak
dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat.
Pasal 374 menyatakan bahwa para pihak yang melakukan akad rahn
harus memiliki kecakapan hukum. Pasal 375 menyatakan bahwa akad rahn
sempurna apabila marhun telah diterima oleh murtahin.
Pasal 376 menyatakan:
(1) Marhun harus bernilai dan dapat diserah-terimakan.
(2) Marhun harus ada ketika akad dilakukan.
2. Penambahan dan Pergantian Harta rahn
Mengenai Penambahan dan Pergantian Harta rahn Pasal 377
menyatakan bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam marhun, maka turut
digadaikan pula.39 Pasal 378 menyatakan bahwa marhun dapat diganti dengan
marhun yang lain berdasarkan kesepakatan keduabelah pihak. Pasal 379
menyatakan bahwa marhun bih/utang yang dijamin dengan marhun bisa
ditambah secara sah dengan jaminan marhun yang sama. Pasal 380
menyatakan bahwa setiap tambahan dari marhun merupakan bagian dari
marhun asal.
3. Pembatalan Akad Rahn
Berkaitan dengan pembatalan akad rahn dalam KHES terdapat
39 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1,. 105.
beberapa pasal yang mengatur hal tersebut. Pasal 381 menyatakan bahwa
akad rahn dapat dibatalkan apabila marhun belum diterima oleh murtahin.
Pasal 382 menyatakan bahwa murtahin dengan kehendak sendiri dapat
membatalkan akadnya. Pasal 383 menyatakan bahwa:
(1) Rahin tidak dapat membatalkan akad rahn tanpa persetujuan dari
murtahin.
(2) Rahin dan murtahin dapat membatalkan akad dengan kesepakatan.
Pasal 384 menyatakan bahwa murtahin boleh menahan marhun
setelah pembatalan akad sampai marhun bih/utang yang dijamin oleh marhun
itu dibayar lunas.
4. Rahn harta pinjaman
Menurut KHES Bagian Keempat Pasal 385 menyatakan bahwa:
(1) Pada prinsipnya harta pinjaman tidak boleh digadaikan kecuali dengan
seizin pemiliknya.
(2) Apabila pemilik harta memberi izin secara mutlak, maka peminjam boleh
menggadaikannya secara mutlak; dan apabila pemilik harta memberi izin
secara terbatas maka peminjam harus menggadaikannya secara terbatas.
(3) Pemilik harta yang mengizinkan hartanya dijadikan jaminan dalam rahn
harus mengetahui dan memahami resikonya.
(4) Pemilik harta yang dipinjamkan dan telah digadaikan, mempunyai hak
untuk meminta kepada pemberi gadai guna menebus harta gadai serta
mengembalikan kepadanya.
5. Hak dan Kewajiban dalam Rahn
Mengenai hak dan kewajiban dalam rahn telah diatur dalam KHES
Bagian Kelima Pasal 386 yang menyatakan bahwa:
(1) Murtahin mempunyai hak menahan marhun sampai marhun bih/ utang
dibayar lunas.
(2) Apabila rahin meninggal, maka murtahin mempunyai hak istimewa dari
pihak-pihak yang lain dalam mendapatkan pembayaran utang.40
Pasal 387 menyatakan bahwa adanya marhun tidak menghilangkan
hak murtahin untuk menuntut pembayaran utang. Pasal 388 menyatakan
bahwa rahin dapat menuntut salah satu marhun apabila ia telah membayar
lunas utang yang didasarkan atas jaminan marhun tersebut.
Pasal 389 menyatakan bahwa akad rahn tidak batal karena rahin dan
murtahin meninggal. Pasal 390 menyatakan bahwa:
(1) Ahli waris yang memiliki kecakapan hukum dapat menggantikan rahin
yang meninggal.
(2) Perbuatan hukum ahli waris dari rahin yang tidak cakap hukum
dilakukan oleh walinya.
(3) Wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat menjual harta gadai
setelah mendapat izin dari murtahin untuk melunasi utang.
Pasal 391 menyatakan bahwa:
(1) Apabila rahin meninggal dunia dalam keadaan pailit, pinjaman tersebut
tetap berada dalam status pinjaman.
(2) Marhun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas tidak boleh dijual
40 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Edisi Revisi Cet. Ke 1,. 106-107.
tanpa persetujuan rahin.
(3) Apabila rahin bermaksud menjual marhun sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), marhun harus dijual meskipun tanpa persetujuan murtahin.41
Pasal 392 menyatakan bahwa:
(1) Apabila pemberi pinjaman harta yang digadaikan meninggal dunia dan
utangnya lebih besar dari kekayaannya, maka rahin harus segera
membayar utang/menebus marhun yang telah dipinjam dari yang
meninggal.
(2) Apabila rahin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mampu
mambayar utang/menebus marhun, maka harta yang dipinjamnya
/marhun akan terus dalam status sebagai marhun dalam kekuasaan
murtahin.
(3) Ahli waris dari pemberi pinjaman harta yang dijadikan marhun dapat
menebus harta itu dengan cara membayar utang rahin.
Pasal 393 menyatakan bahwa:
(1) Apabila ahli waris rahin tidak melunasi utang pewaris/rahin, maka
murtahin dapatmenjual marhun untuk melunasi utang pewaris.
(2) Apabila hasil penjualan marhun melebihi jumlah utang rahin, maka
kelebihan tersebut dikembalikan kepada ahli waris rahin.
(3) Apabila hasil penjualan marhun tidak cukup untuk melunasi utang rahin,
maka murtahin berhak menuntut pelunasan utang tersebut kepada ahli
warisnya.
41 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1,. 108.
Pasal 394 menyatakan bahwa kepemilikan marhun beralih kepada ahli
waris apabila rahin meninggal.42
6. Hak Rahin dan Murtahin
Hak rahin dan murtahin telah diatur di dalam KHES Bagian keenam
Pasal 395 yang menyatakan bahwa rahin dan murtahin dapat melakukan
kesepakatan untuk meminjamkan marhun kepada pihak ketiga. Pasal 396
menyatakan bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun tanpa izin
rahin.
7. Penyimpanan Marhun
Mengenai penyimpanan barang jaminan/marhun dalam KHES
Bagian Ketujuh telah diatur dalam Pasal 397 menyatakan bahwa murtahin
dapat menyimpan sendiri marhun atau pada pihak ketiga. Pasal 388
menyatakan bahwa kekuasaan penyimpanan harta gadai sama dengan
kekuasaan penerima harta gadai. Pasal 399 menyatakan bahwa penyimpanan
harta gadai tidak boleh menyerahkan harta tersebut baik kepada pemberi
gadai maupun kepada pemberi gadai tanpa izin dari salah satu pihak.
Pasal 400 menyatakan bahwa:
(1) Harta gadai dapat dititipkan kepada penyimpan yang lain apabila
penyimpan yang pertama meninggal, dengan persetujuan pemberi dan
penerima gadai.
(2) Pengadilan dapat menunjuk penyimpan harta gadai apabila pemberi dan
penerima gadai tidak sepakat.
42 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1,. 109.
Pasal 401 menyatakan bahwa pemberi gadai bertanggung jawab atas
biaya penyimpanan dan pemeliharaan harta gadai, kecuali ditentukan lain
dalam akad.
8. Penjualan Harta Rahn
Mengenai penjualan harta rahn telah di dalam KHES Bagian
Kedelapan dalam Pasal 402 yang menyatakan bahwa apabila telah jatuh
tempo, pemberi gadai dapat mewakilkan kepada penerima gadai atau
penyimpan atau pihak ketiga untuk menjual harta gadainya.
Pasal 403 menyatakan bahwa:
(1) Apabila jatuh tempo, penerima gadai harus memperingatan pemberi
gadai untuk segera melunasi utangnya.
(2) Apabila pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya maka harta gadai
dijual paksa melalui lelang syariah.
(3) Hasil penjualan harta gadai digunakan untuk melunasi utang, biaya
penyimpanan dan pemeliharaan yang belum dibayar erta biaya penjualan.
(4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik pemberi gadai dan
kekurangannya menjadi kewajiban pemberi gadai.43
Pasal 404 menyatakan bahwa apabila pemberi gadai tidak diketahui
keberadaannya, maka penerima gadai boleh mengajukan ke pengadilan agar
pengedilan menetapkan bahwa penerima gadai boleh menjual harta gadai
untuk melunasi utang pemberi gadai.
43 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1,. 110-111.
Pasal 405 menyatakan bahwa apabila harta gadai tidak menyimpan
dan/atau memelihara gadai sesuai dengan akad, maka pemberi gadai dapat
menuntut ganti rugi. Pasal 406 menyatakan bahwa apabila harta gadai rusak
karena kelalaiannya, penerima gadai harus mengganti harta gadai.
Pasal 407 menyatakan bahwa apabila yang merusak harta gadai adalah
pihak ketiga, maka yang bersangkutan harus menggantinya. Pasal 408
menyatakan bahwa penyimpanan harta gadai harus mengganti kerugian
apabila harta gadai itu rusak karena kelalaiannya.44
44 Pusat Pengkajian Hukum Islam (PPMHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi
Revisi Cet. Ke 1,. 112.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research).
Penelitian lapangan adalah penelitian yang bertujuan mempelajari secara
intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi status sosial,
individu, kelompok, lembaga , dan masyarakat.45
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kajian hukum
ekonomi syariah terhadap praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan
(studi kasus desa talang lebar kecamatan pugung kabupaten tanggamus).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memberikan
gambaran tentang suatu peristiwa yang terjadi.46
Berdasarkan keterangan tersebut bahwa penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran secara
sistematis, factual, dan akurat mengenai situasi-situasi atau kejadian-
45 Purnomo Setiyadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, edisi ke-2, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), 24.
46 Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
23.
kejadian yang digambarkan dengan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang yang dapat diamati untuk memperoleh kesimpulan.
B. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh.47 Penelitian ini menggunakan dua
sumber data yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang hendak
dijelaskan, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Adapun sumber data yang dimaksud adalah:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang dapat dikumpulkan
langsung oleh peneliti melalui pihak pertama.48 Sumber data primer ialah
data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan,
gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti.49
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
memeberikan data kepada pengumpul data.50 Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data primernya yaitu lima orang pemberi gadai dan empat
orang penerima gadai di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus.
47 Suharsini Arikanto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rajawali,
1987), 129.
48 Husaini Usman, R. Purnomo Setiady Akbar, Pengantar Statistik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), 225.
49 Suharsini Arikanto, Prosedur Penelitian., 22. 50 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2011), 225.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder menurut Sarjono Soekanto adalah mencakup
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, dan sebagainya.51 Menurut Lofland sebagaimana
dikutip oleh Moleong bahwa sumber data utaa dala penelitian kualitatif
ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis
datanya dibagi kedalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto
dan statistik.52
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan sumber data sekunder adalah sumber data kedua yaitu sumber
data yang diperoleh dari sumber lain yang tidak berkaitan secara
langsung dengan penelitian ini, seperti data yang diperoleh dari
perpustakaan antara lain buku-buku yang membahas tentang gadai.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara
Salah satu metode pengumpul data dilakukan melalui wawancara,
yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara
langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para
responden. Wawancara bermakna berhadapan langsung antara
interviewer(s) dengan responden, dan kegiatannya dilakukan secara
51 Sarjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), 10.
52 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
157.
lisan.53 Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.54
Metode ini menggunakan wawancara bebas. Wawancara bebas
artinya peneliti boleh menanyakan apa saja yang dianggap perlu dalam
wawancara, respondan juga boleh manjawab bebas sesuai pikiran yang
ingin dikemukakannya.55 Dengan demikian peneliti memperoleh
gambaran yang lebih luas tentang bagaimana kajian hukum ekonomi
syariah terhadap praktik pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan (studi
kasus desa talang lebar kecamatan pugung kabupaten tanggamus).
Sasaran dalam metode wawancara ini adalah pihak-pihak pemberi
maupun penerima gadai untuk mengetahui dan menggali informasi
terkait dengan penelitian.
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah proses pengumpulan data secara
tertulis maupun tercetak. Dokumentasi adalah mencuri data-data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, dan sebagainya.56 Dokumentasi digunakan untuk
mengungkap kembali jika diperlukan untuk keperluan analisa atau
pembanding lainnya.
53 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), 39.
54 Lexy J Meloeng, Metode Penelitian., 186.
55 S. Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 119.
56 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet. Ke-6, (Bandung: Alfabeta, 2010), 9.
Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mencari data
mengenai penyebab adanya praktik pemanfaatan kebun kopi yang
digadaikan.
D. Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.57 Teknik analisa data
yang dilakukan oleh peneliti mengumpulkan data yang dilakukan oleh
peneliti mengumpulkan data adalah mengelola data-data yang ada.
Analisis adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi suatu yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.58
Peneliti menggunakan metode analisis kualitatif lapangan, karena
data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan dalam bentuk
uraian. Creswell (1998), menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu
gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan
responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian
kualitatif merupakan riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
manggunakan analisis dengan pendekatan induktif.59 Kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu sumber dari
57 W. Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: Grasindo, 2004), 123.
58 LexyJ, Meloeng, Metode Penelitian., 248.
59Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2013), 34.
tertulis suatu ungkapan tingkah laku yang di observasi dari manusia
tersebut.60 Penelitian kualitatif bersifat deduktif yaitu dalam penelitian
kualitatif data yang bersifat umum digunakan untuk membangun konsep,
wawasan dan pengertian baru yang bersifat lebih khusus.61
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian menggunakan data
yang telah diperoleh dalam bentuk uraian-uraian untuk dianalisis dengan
cara berfikir deduktif yang berangkat dari informasi pada praktik
pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan di Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus yang dianalisis secara umum
setelah itu diuraikan secara khusus. Hal ini dapat diketahui dengan
mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang bersangkutan. Kemudian
peneliti mengumpulkan informasi-informasi yang terjadi di lapangan
dalam penyelesaian terhadap Kajian Hukum Ekonomi Syariah Terhadap
Praktik Pemanfaatan Kebun Kopi yang Digadaikan (Studi Kasus di Desa
Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus).
60 Burhan Ashara, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 16.
61 W. Gulo, Metode Penelitian, 4.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus
1. Kondisi Wilayah Desa Talang Lebar
Pekon Talang Lebar Kecamatan Pugung merupakan pemekaran dari
Pekon Tangkit Serdang Kecamatan Pugung dengan jumlah penduduk 254
KK atau 982 jiwa terdiri dari: laki-laki 494 jiwa dan perempuan 488
jiwa..62
a. Batas-Batas Wilayah
Batas wilayah digunakan untuk mengatur dan menandai luas
cakupan suatu wilayah daerah tersebut atau pemisah antara daerah satu
dengan daerah lain. Berikut adalah tabel batas wilayah Desa Talang Lebar.63
Tabel 4.1
Batas-Batas Wilayah Desa Talang Lebar
Batas Wilayah Desa/Kelurahan Kecamatan
Sebelah Utara Pekon Batu Tegi Air Naningan
Sebelah Selatan Pekon Tangkit Serdang Pugung
Sebelah Timur Sungai Way Sekampung -
Sebelah Barat Pekon Tekad Pulau Panggung
Sumber: Dokumentasi Profil Pekon Talang Lebar
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Desa Talang Lebar berbatasan
langsung dengan Desa lain seperti: Batu Tegi, Tangkit Serdang, dan Tekad
serta kecamatan lain yaitu: Air Naningan, Pugung, dan Pulau Panggung.
62Dokumentasi Profil Pekon dan Kelurahan Talang Lebar Kecamatan Pugung
Kabupaten Tanggamus Tahun 2019. 63Dokumentasi, Data Pokok Desa/ Pekon dan Kelurahan Talang Lebar Tahun 2019.
b. Luas Wilayah
Desa Talang Lebar memiliki luas wilayah 1.193,12 Ha. Yang terdiri
dari:64
1) Lahan Sawah : 0 Ha
2) Lahan Ladang : 175 Ha
3) Lahan Perkebunan : 1.004 Ha
4) Lahan Peternakan : 0 Ha
5) Hutan : 0 Ha
6) Waduk/Danau/Situ : 0 Ha
7) Lahan Lainnya : 12,42 Ha
2. Keadaan Penduduk Desa Talang Lebar
a. Jumlah Penduduk
Desa Talang Lebar mempunyai jumlah penduduk 770 jiwa yaitu
sebagai berikut:65
Tabel 4.2
Jumlah penduduk Desa Talang Lebar menurut jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-Laki 413
2 Perempuan 357
Jumlah 770
Sumber: Data Pokok Desa/ Pekon Dan Kelurahan Talang Lebar Tahun
2019
64 Dokumentasi, Data Pokok Desa/ Pekon dan Kelurahan Talang Lebar Tahun 2019.
65 Dokumentasi, Data Pokok Desa/ Pekon dan Kelurahan Talang Lebar Tahun 2019.
b. Menurut Pendidikan
Masyarakat Desa Talang Lebar pendidikannya beragam. Berikut
jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Talang Lebar:66
Tabel 4.3
Pendidikan Penduduk Desa Talang Lebar
No Pendidikan Jumlah
1 Tidak Sekolah 7 Orang
2 Pra Sekolah 26 Orang
3 Tamat SD Sederajat 295 Orang
4 Sedang SD Sederajat 84 Orang
5 Tidak Tamat SD Sederajat 194 Orang
6 Sedang SMP 150 Orang
7 Tamat SMP 145 Orang
8 Sedang SMA/SMK 126 Orang
9 Lulus SMA/SMK 145 Orang
10 Lulus Akademi/DI-DIII -
11 Sedang DI-DIII -
12 Sarjana SI 2 Orang
13 Sedang Sarjana SI 18 Orang
14 Sarjana S2 1 Orang
Jumlah 1.193 Orang
Sumber: Tingkat Perkembangan Desa Talang Lebar Tahun 2019
c. Mata Pencaharian
Data mata pencaharian yang ditekuni oleh masyarakat di Desa
Talang Lebar dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:67
Tabel 4.4
Keadaan Penduduk Desa Talang Lebar Menurut Mata
Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah Orang
1 Karyawan 9 Orang
2 Pegawai Negeri Sipil 3 Orang
3 TNI/Polri 1 Orang
4 Swasta 5 Orang
5 Wiraswasta/Pedagang 17 Orang
6 Petani 210 Orang
66 Dokumentasi, Tingkat Perkembangan Desa Talang Lebar Tahun 2019. 67 Dokumentasi, Data Pokok Desa/ Pekon dan Kelurahan Talang Lebar Tahun 2019.
7 Buruh Tani 22 Orang
8 Nelayan 0 Orang
10 Jasa 0 Orang
11 Peternak 0 Orang
12 Pengerajin 0 Orang
13 Pekerja Seni 0 Orang
14 Pensiunan 0 Orang
15 Lainnya 207 Orang
16 Tidak Bekerja/Pengangguran 301 Orang
Sumber: Data Desa/ Pekon Dan Kelurahan Talang Lebar Tahun2019
B. Pelaksanaan Pemanfaatan Gadai Kebun Kopi di Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus
Gadai merupakan salah satu kegiatan tolong menolong antara sesama
manusia dengan memberikan sejumlah uang untuk dipinjamkan dan barang
digunakan sebagai jaminan tanpa mengharapkan imbalan. Gadai yang terjadi
di Desa Talang Lebar adalah gadai dengan memberikan kebun kopi untuk
dijadikan sebagai barang jaminan hutang.
Adapun deskripsi mengenai pelaksanaan gadai di Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 4.5
Pelaksanaan Gadai
Nama Status Pengelola Hutang Sistem Jangka
Waktu Hasil
Samsudin Rahin Murtahin 10 juta
Murtahin 100%
1 Tahun 5,9 Juta Suhar Murtahin
Indra Rahin Murtahin 20 Juta
Murtahin
100% 2 Tahun
11,8
Juta Jamilah Murtahin
Usta Rahin Rahin 15 Juta
Bagi hasil 50:50
1 Tahun 2,9 Juta Titin Murtahin
Wanto Rahin
Murtahin 10 Juta Murtahin
100% 1 Tahun
5,9
Juta Dartini Murtahin
Hartono Rahin
Sumber: wawancara dengan rahin dan murtahin
Pelaksanaan Gadai yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Talang
Lebar jika dilihat dari segi pengelolaannya terdapat dua cara yaitu kebun
kopi yang dijadikan sebagai barang jaminan dikelola sendiri oleh rahin dan
kebun kopi yang dijadikan barang jaminan dikelola oleh murtahin. Adapun
sistem pembagian hasil dari kebun kopi yang digadaikan ada dua macam
pembagian yaitu mengikuti siapa yang mengelola kebun kopi tersebut. Jika
kebun kopi dikelola oleh pihak rahin maka hasil dari kebun kopi tersebut
dibagi dua antara pihak rahin dan murtahin mendapatkan bagian setengah-
setengah dari jumlah hasil kebun kopi tersebut (50:50).
Selanjutnya, jika kebun kopi tersebut dikelola oleh pihak penerima
gadai (murtahin) maka hasil dari kebun kopi tersebut adalah milik penerima
gadai (murtahin) 100 %.
1. Kondisi Sosial Ekonomi
Mayoritas masyarakat Desa Talang Lebar adalah berprofesi sebagai
petani kopi, usaha tani yang banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Talang
Lebar yaitu perkebunan kopi, karet, dan lada. Selain berprofesi sebagai
petani, masyarakat Desa Talang Lebar juga ada yang berprofesi sebagai guru,
pedagang, buruh tani dan lain-lain. dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakat Desa Talang Lebar sangan bergantung pada hasil perkebunannya,
apabila harga kopi naik dan hasil panen kopinya juga banyak maka
pendapatan yang yang didapat juga banyak. Begitupun sebaliknya apabila
harga kopi turun dan hasil kopi juga tidak banyak maka pendapatan yang
didapat juga sedikit.68
2. Pihak-Pihak Yang Melakukan Praktik Gadai
a. Penerima Gadai (Murtahin)
1) Bapak Suhar, Umur 36 tahun. Bapak Suhar adalah seorang
wirausaha dan juga petani kopi. Bapak Suhar memiliki usaha
perdagangan sembako di Desa Banding Agung , dan Bapak Suhar
juga memiliki 2 hektar kebun kopi di Desa Talang Lebar terdapat
5.000 batang pohon kopi.69
2) Ibu Jamilah, Umur 55 Tahun adalah seorang petani, ia memiliki
kebun kopi kurang lebih sekitar 3 hektar terdapat sekitar 7.500
batang pohon kopi yang terletak di beberapa desa yaitu Desa Batu
Bedil 1 hektar dan di Desa Talang Lebar 2 hektar. Ibu Jamilah
sudah sering meminjamkan uang dengan barang jaminan berupa
kebun kopi tidak hanya kebun kopi, Ibu Jamilah juga menerima
barang jaminan berupa sawah.70
3) Ibu Titin, Umur 58 tahun adalah seorang petani, ia memiliki sawah
1 hektar dan kebun kopi 2 hektar terdapat sekitar lima ribu batang
pohon kopi. Ibu titin sudah 2 kali melakukan praktik gadai kebun
kopi, bukan hanya menerima gadai kebun kopi di Desa Talang
68 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Petani Kopi (Pemberi Gadai),
Pada Tanggal 12 November 2019. 69 Hasil Wawancara dengan Bapak Suhar Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada
Tanggal 12 November 2019. 70 Hasil Wawancara dengan Ibu Jamilah Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada
Tanggal 13 November 2019.
Lebar tetapi Ibu Titin juga pernah menerima gadai kebun kopi di
Desa lain yaitu di Desa Air Bakoman.71
4) Ibu Dartini, Umur 58 Tahun adalah seorang petani kopi. Ia
memiliki 2,5 hektar kebun kopi yang terdiri dari 1 hektar di Desa
Talang Lebar dan 1,5 hektar di Desa Talang Muara. Ibu Dartini
juga memiliki sawah 1 hektar di Desa Sinar Agung. Ibu Dartini
sudah sering melakukan praktik gadai, ia memberikan pinjaman
uang dengan jaminan berupa kebun kopi. Saat ini Ibu Dartini sudah
memberikan pinjaman kepada Bapak Wanto dan Hartono dengan
jaminan berupa kebun kopi.72
b. Pemberi Gadai (Rahin)
1) Bapak Samsudin, Umur 48 Tahun adalah seorang petani kopi, ia
memiliki kebun kopi 2 hektar sekitar 5.000 batang pohon kopi.
Bapak Samsudin menggadaikan kebun kopinya kepada Bapak
Suhar seluas 1 hektar terdapat 2.500 batang pohon kopi. Bapak
Samsudin meminjam uang sebesar Rp. 10.000.000,00 kepada
Bapak Suhar menggadaikan kebun kopi nya kepada Bapak Suhar
selama satu tahun.73
2) Bapak Indra, Umur 50 Tahun adalah seorang pedagang bakso dan
petani kopi, ia memiliki usaha dagang bakso dan ia juga memiliki
71 Hasil Wawancara dengan Ibu Titin Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada Tanggal
14 November 2019. 72 Hasil Wawancara dengan Ibu Dartini Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada
Tanggal 15 November 2019. 73 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 12 November 2019.
0,5 hektar kebun kopi terdapat sekitar 1.500 batang pohon kopi.
Bapak Indra meminjam uang sebesar Rp. 20.000.000,- kepada Ibu
Jamilah dengan menggadaikan kebun kopinya 0,5 hektar selama
dua tahun kepada Ibu Jamilah.74
3) Ibu Usta, Umur 45 Tahun adalah seorang buruh tani dan petani
kopi, ia memiliki 0,5 hektar kebun kopi terdapat sekitar 1.500
batang pohon kopi. Ibu Usta meminjam uang kepada Ibu Titin
sebesar Rp. 15.000.000,00 dengan menggadaikan 0,5 hektar kebun
kopinya kepada Ibu Titi selama satu tahun.75
4) Bapak Wanto, Umur 40 Tahun adalah seorang petani kopi, ia
memiliki 1 hektar kebun kopi terdapat sekitar 2.500 batang pohon
kopi. Ia meminjam uang sebesar Rp. 10.000.000,00 dengan
menggadaikan kebun kopinya seluas 0,5 hektar kepada Bapak
Badrun selama satu tahun.76
5) Bapak Hartono, Umur 56 Tahun adalah seorang buruh tani, ia
memiliki 0,5 hektar kebun kopi terdapat sekitar 1.500 batang pohon
kopi. Ia meminjam uang sebesar Rp. 10.000.000,00 kepada Bapak
Hartono dengan menggadaikan 0,5 hektar kebun kopinya kepada
Ibu Dartini selama satu tahun.77
74 Hasil Wawancara dengan Bapak Indra Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal
12 November 2019 75 Hasil Wawancara dengan Ibu Usta Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 14
November 2019 76 Hasil Wawancara dengan Bapak Wanto Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal
15 November 2019 77 Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 16 November 2019
3. Praktik Gadai Yang Terjadi di Desa Talang Lebar
Gadai adalah Gadai merupakan salah satu kegiatan tolong
menolong antara sesama manusia dengan memberikan sejumlah uang
untuk dipinjamkan dan barang digunakan sebagai jaminan tanpa
mengharapkan imbalan. Menurut Ibu Dartini, gadai adalah utang piutang
dengan menjaminkan suatu barang atau kebun sebagai bentuk
kepercayaan terhadap orang yang berhutang.78
a. Pelaksanaan Akad Gadai
Pelaksanaan gadai yang terjadi di Desa Talang Lebar hanya
dilakukan antara kedua belah pihak yang melakukan akad tidak
melibatkan pihak kelurahan, sehingga tidak ada data tentang siapa saja
yang melakukan gadai.79 Rahin datang langsung ke rumah masyarakat
yang biasa meminjamkan uang atau masyarakat yang biasa menerima
gadai (murtahin). Rahin memberitahukan kepada murtahin bahwa ia
ingin meminjam sejumlah uang kepada murtahin. Apabila murtahin
bersedia meminjamkan uang kepada rahin, maka rahin harus
memberikan jaminan berupa kebun kopi untuk jaminan kepercayaan
kepada murtahin atas pinjaman uang yang telah diterimanya.
Penentuan harga gadai pada awalnya ditentukan oleh pihak rahin,
lalu pihak murtahin boleh menawar harga yang telah ditentukan oleh
rahin. Apabila rahin dalam keadaan terdesak, maka rahin akan menerima
78 Hasil Wawancara dengan Ibu Dartini Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 15
November 2019. 79 Hasil Wawancara dengan Bapak Purwoto Selaku Sekertaris Desa Talang Lebar, Pada
Tanggal 07 November 2019.
tawaran dari murtahin, namun apabila pihak rahin tidak menerima
tawaran dari pihak murtahin maka rahin akan mencari murtahin lain.80
Sebelum terjadi kesepakatan maka murtahin terlebih dahulu akan
menaksir luas kebun kopi yang akan dijadikan jaminan, dimana letak
kebun kopi yang dijadikan jaminan, perkiraan hasil kebun kopi yang
dijadikan jaminan apakah sesuai dengan pinjaman yang akan ia berikan
apabila ia yang mengelola kebun kopi tersebut. Namun ada pula
murtahin yang langsung menerima tawaran dari rahin melihat kondisi
rahin yang sedang sangat membutuhkan pinjaman.81
Akad perjanjian gadai yang terjadi antara rahin dan murtahin
adalah rahin dan murtahin bertemu langsung dan membuat kesepakatan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dengan melakukan ijab-qabul
“saya gadaikan kebun kopi saya seluas 0,5 hektar kepada bapak sebagai
jaminan hutang saya kepada bapak sebesar Rp. 10.000.000,00 selama
satu tahun.” dan pihak murtahin menjawab “saya pinjamkan uang Rp.
10.000.000,- ini dan saya terima gadai tersebut beserta dengan syaratnya
bahwa yang mengurus dan mengambil hasil adalah saya sendiri sampai
utang tersebut lunas.” 82
80 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 12 November 2019 81 Hasil Wawancara dengan Ibu Titin Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada Tanggal
14 November 2019 82 Hasil Wawancara dengan Ibu Jamilah Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada
Tanggal 13 November 2019
Gadai yang dilakukan oleh masyarakat Desa Talang Lebar hampir
sama yang membedakan hanya jumlah uang beserta waktu
pengembalian, luas kebun yang digadaikan, bagi hasil, dan siapa yang
akan mengelola kebun kopi yang digadaikan. Bapak Samsudin
menggadaikan kebun kopinya dengan harga Rp. 10.000.000,- dalam
jangka waktu satu tahun, Bapak Indra menggadaikan kebun kopinya
dengan harga Rp. 20.000.000,00 dalam jangka waktu dua tahun, Ibu Usta
menggadaikan kebun kopinya dengan harga Rp.15.000.000,00 dalam
jangka waktu satu tahun,Bapak Wanto menggadaikan kebun kopinya
dengan harga Rp. 10. 000.000,00 dalam jangka waktu satu tahun, dan
Bapak Hartono menggadaikan kebun kopinya dengan harga Rp. 10.
000.000,- dalam jangka waktu satu tahun.83 Terjadinya perbedaan
jumlah pinjaman dan jangka waktu pengambalian terjadi karena nominal
jumlah uang yang dipinjam.84
Bagi hasil dari kebun kopi yang digadaikan, terjadi perbedaan bagi
hasil dari kebun kopi yang digadaikan antara pihak; Bapak Samsudin,
Bapak Indra, Bapak Wanto dan Bapak Hartono sama-sama
menggadaikan kebun kopi nya seluas 0,5 hektar dengan sistem yang
mengurus dan menganbil semua hasilnya adalah murtahin85 Berbeda
dengan yang dilakukan oleh Ibu Usta dengan Ibu titin, Ibu Usta
83 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin, Bapak Indra, Ibu Usta, Bapak Wanto dan
Bapak Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 12-16 November 2019. 84 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 12 November 2019. 85 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin, Bapak Indra, Bapak Wanto Dan Bapak
Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 12-16 November 2019.
menggadaikan kebun kopinya dengan sistem bagi hasil 50:50 (dibagi
dua) dan yang mengurus kebun kopi tersebut adalah Ibu Usta.86
Saat akad gadai kebun kopi terjadi baik dari rahin dan murtahin
tidak menggunakan saksi, hal tersebut dikarenakan antara rahin dan
murtahin sudah saling mengenal dan mempercayai antara satu sama
lain.87 Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Samsudin, Bapak Indra, Ibu
Usta Bapak Wanto dan Bapak Hartono yang menyatakan bahwa tidak
perlu mendatangkan saksi karena sudah saling kenal lama dan saling
mempercayai bahkan ada yang masih ada hubungan kekerabatan.88
b. Alasan melakukan Gadai
Beberapa alasan yang melatar belakangi terjadinya gadai kebun
kopi yang dilakukan masyarakat Desa Talang Lebar adalah kebutuhan
ekonomi seperti kebutuhan yang sangat mendesak yaitu untuk biaya
kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah, biaya pengobatan yang mahal.
Ketika musim paceklik datang sehingga penghasilan tidak mencukupi
kebutuhan sehari-hari dan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi
maka solusi dari permasalahan ini adalah dengan menggadaikan kebun
kopi.
86 Hasil Wawancara dengan Ibu Usta Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 14
November 2019. 87 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 12 November 2019. 88 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin, Bapak Indra, Ibu Usta, Bapak Wanto dan
Bapak Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 12-16 November 2019.
Menggadaikan kebun kopi yang dimiliki menjadi pilihan utama karena
bingung mencari pinjaman dari orang secara cuma-cuma dengan nominal
uang yang dipinjam lumayan besar.89
Selain itu, alasan pihak murtahin menerima gadai dari pihak rahin
dikerenakan untuk tolong menolong saling membantu tetangga yang
sedang membutuhkan uang dan meminta jaminan kebun sebagai jaminan
kepercayaan, sedangkan mengurus dan mengambil hasil dari kebun kopi
yang digadaikan adalah untuk penghasilan tambahan selama uang yang ia
pinjamkan belum dilunasi oleh rahin.90
c. Pemanfaatan Kebun Kopi yang Digadaikan
Kebun kopi yang dijadikan jaminan adalah kebun kopi yang
sudah berbuah permusimnya, kebun kopi adalah tanaman kopi yang
sudah tumbuh permanen dan sebelumnya menghasilkan buah kopi. Agar
kebun kopi tersebut berbuah maksimal, maka kebun kopi harus dirawat
seperti memberi pupuk, menunas, menyetek, memotong rumput, dan
lain-lain.91
Kebun kopi yang dijadikan jaminan, didalam kebun kopi tersebut
bukan hanya tanaman kopi saja namun tanaman lain seperti pohon
pisang, pohon duku, pohon durian, dan lain-lain. dalam hal ini,
pemanfaatan yang dilakukan oleh murtahin bukan hanya hasil kopi yang
89 Hasil Wawancara dengan Ibu Usta Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 14
November 2019. 90 Hasil Wawancara dengan Ibu Titin Selaku Penerima Gadai (Murtahin), Pada Tanggal
14 November 2019 91 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 12 November 2019
diambil, namun hasil dari tanaman lain seperti buah pisang dan tanaman
lain yang terdapat di kebun kopi tersebut. Pengelolaan kebun kopi yang
digadaikan yang terjadi di Desa Talang Lebar berbeda-beda. Seperti yang
dilakukan oleh Ibu Usta, bahwa kebun kopi yang digadaikan dikelola
sendiri olehnya selaku pihak rahin. Alasan Ibu Usta mengelola sendiri
kebun kopi yang ia gadaikan karena kebutuhan yang banyak untuk biaya
sekolah anak sehingga penghasilan mengurus kebun kopi yang hanya 0,5
hektar dan penghasilan berjualan bakso kurang mencukupi. Ketika kebun
kopi yang digadaikan dikelola oleh rahin maka hasil dari kebun kopi
tersebut dibagi dua (50:50) antara rahin dan murtahin. Pembagian hasil
kebun kopi yang digadaikan dibagi dua berdasarkan kesepakatan dan
bukan hanya hasil dari tanaman kopi yang dibagi, namun hasil tanaman
yang tumbuh di kebun tersebut seperti hasil panen buah pisang, lada,
duku, durian dan lain-lain.92
Kebun kopi yang kelola sendiri oleh rahin biaya pengelolaan dan
perawatan kebun kopi tersebut seperti pupuk dan obat pestisida
ditanggung oleh murtahin. Ibu Usta mengungkapkan bahwa hasil dari
kebun kopi yang ia gadaikan 0,5 hektar adalah kurang lebih 3 kwintal,
jadi Ibu Usta dan murtahin hanya mendapat 0,5 kw atau jika
dinominalkan yaitu sebesar Rp. 2.700.000,00 dan hasil kebun lain seperti
pisang, lada, dan lain-lain juga dibagi dua (50:50). Gadai seperti ini
memang membantu pihak rahin karena sudah dibantu oleh murtahin
92 Hasil Wawancara dengan Ibu Usta Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 14
November 2019
biaya pengelolaannya dan perawatan, namun tetap saja menurut rahin
cukup memberatkan rahin karena hasil kebun kopi yang sedikit harus
dibagi dua dengan pihak murtahin.93
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Bapak Samsudin, Bapak
Indra, Bapak Wanto, dan Bapak Hartono. Kebun kopi yang digadaikan
dikelola oleh murtahin dan hasilnya (100%) adalah milik murtahin.
Selama rahin belum dapat melunasi hutangnya kepada murtahin maka
seluruh hasil kebun kopi tersebut dikelola dan diambil oleh murtahin
sampai waktu yang telah disepakati. Apabila sudah jatuh tempo maka
pihak rahin dan murtahin akan memperpanjang waktu dengan syarat
sama seperti pada awal perjanjian gadai tersebut.94 Bapak Hartono
menggadaikan kebun kopinya seluas 0,5 hektar kepada murtahin dan
yang mengelola serta mengambil seluruh hasil dari kebun kopi tersebut
adalah murtahin. Hasil dari kebun kopi yang digadaikan tersebut menurut
Bapak Hartono biasanya sampai 3 kwintal dan seluruh hasil kebun kopi
tersebut diambil oleh murtahin.95
Menurut Bapak Wanto gadai seperti ini terjadi karena sedang
dalam keadaan terdesak tidak ada pilihan lain karena sangat
membutuhkan uang tanpa terlalu banyak syarat yang harus dipenuhi,
tanpa ada biaya bulanan seperti meminjam uang di bank, hanya dengan
93 Hasil Wawancara dengan Ibu Usta Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 14
November 2019. 94 Hasil Wawancara dengan Bapak Samsudin, Bapak Indra, Bapak Wanto dan Bapak
Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal 12-16 November 2019. 95 Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada
Tanggal 16 November 2019.
menjaminkan sebuah kebun kopi tanpa menyerahkan surat tanah dapat
memperoleh pinjaman dengan mudah. Kemudian jika sudah jatuh tempo
waktu pengembalian uang antara pihak rahin maupun murtahin dapat
memperpanjang waktu pengembalian uang dengan syarat kebun kopi
yang digadaikan yang mengelola dan mengambil seluruh hasilnya adalah
murtahin.96
C. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Pemanfaatan
Kebun Kopi Yang Digadaikan
Hukum Ekonomi Syariah adalah kumpulan peraturan yang berkaitan
dengan praktik ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang
bersifat komersial dan tidak komersial yang didasarkan pada hukum Islam.
Gadai salah satu kegiatan muamalah yang sering dilakukan oleh
masyarakat di Desa Talang Lebar. Gadai telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
Surah al-Baqarah: 283:
Artinya:”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu;amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memeperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”(QS. Al-Baqarah:
283).
Gadai diperbolehkan dalam hukum Islam. Nabi Muhammad SAW
pernah melakukan gadai. Beliau menggadaikan baju besinya kepada seorang
yahudi. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadis berikut ini:
96 Hasil Wawancara dengan Bapak Wanto Selaku Pemberi Gadai (Rahin), Pada Tanggal
15 November 2019
صلى الله عليه –أنه النهبييه –رضي الله عنها –عائشة عن
طعاما إلى أجل معلوم ، وار تهن –وسلم اشترى من يهو دي
. منه درعا من حديد
“Dari Aisyah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pernah membeli makanan
dari seorang Yahudi secara tempo dan ia menggadaikan baju besinya kepada
orang Yahudi itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkait dengan pelaksanaan gadai di Desa Talang Lebar dapat
dideskripsikan di bawah ini:
1. Rukun dan Syarat Gadai
Gadai mempunyai rukun dan syarat, rukun gadai seperti akad ijab dan
qabul, aqid yaitu orang yang berakad (rahin dan murtahin), barang yang
dijadikan jaminan (marhun), dan ada hutang (marhun bih). Pelaksanaan gadai
di Desa Talang Lebar telah memenuhi keempat rukun tersebut, yaitu adanya
akad ijab dan qabul yang dilakukan antara rahin dan murtahin, adanya aqid
yaitu rahin dan murtahin, adanya marhun yaitu kebun kopi, dan marhun bih
yaitu adanya utang.
Adapun syarat orang yang melakukan akad gadai yaitu cakap dalam
bertindak hukum, yaitu orang yang baligh dan berakal, syarat marhun yaitu
barang jaminan boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, barang
jaminan bernilai harta dan boleh dimanfaatkan, barang jaminan itu jelas dan
tertentu, barang jaminan milik sah orang yang berutang , barang jaminan
tidak berkaitan dengan orang lain, barang jaminan adalah harta yang utuh
tidak bertebaran di beberapa tempat, barang jaminan boleh diserahkan materi
dan manfaatnya.
Gadai yang terjadi di Desa Talang Lebar telah memenuhi rukun dan
syarat gadai, antara pihak rahin dan pihak murtahin telah saling bertemu dan
memberikan pernyataan saling serah terima. Hal ini dapat dilihat dari
pengucapan kata-kata “saya gadaikan kebun kopi saya...” “saya pinjamkan
uang ... dan saya terima gadai...” yang dalam pelaksanaan gadai kebun kopi
tersebut dilaksanakan oleh rahin dan murtahin yang cakap hukum sudah
dewasa dan berakal sehat jasmani maupun rohani. Kebun kopi yang dijadikan
jaminan adalah kebun kopi milik sendiri yang telah membuahkan hasil dan
marhun bih (utang) sudah sesuai dengan Hukum Islam karena
pengembaliannya sesuai dengan hutang awal dan tidak ada penambahan.
Pelaksanaan akad gadai yang dilakukan oleh masyarakat Desa Talang
Lebar masih banyak pihak yang yang tidak menggunakan surat perjanjian
tertulis dan saksi. Meskipun sudah saling mempercayai dan masih adanya
ikatan keluarga. Perjanjian tertulis dan saksi penting untuk menjadi bukti jika
kemudian hari terjadi perselisihan antara pihak rahin dan murtahin dan
wanprestasi.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan
gadai yang dilakukan oleh masyarakat Desa Talang Lebar sudah memenuhi
rukun dan syarat gadai.
2. Pemanfaatan Barang Jaminan
Gadai adalah kegiatan meminjam sejumlah uang dengan memberikan
barang yang bernilai sebagai jaminan atas uang yang dipinjam, dan apabila
utang tersebut tidak dapat dilunasi pada waktu yang telah ditentukan maka
barang jaminan tersebut dapat di lelang atau dijual untuk melunasi utang
tersebut.
Kebun kopi yang dijadikan sebagai barang jaminan adalah kebun kopi
yang sebelumnya sudah berbuah dan menghasilkan buah permusimnya. Jadi,
kebun kopi tersebut hanya perlu dirawat tidak perlu melakukan penanaman
kembali seperti memberi pupuk, membersihkan kebun agar pohon kopi
tersebut dapat menghasilkan buah yang banyak.
Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah (KHES) Pasal 396
menyatakan bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun tanpa seizin
rahin. Jumhur Ulama selain Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak
boleh memanfaatkan barang jaminan, kecuali jika rahin tidak mau membiayai
barang jaminan. Dalam hal ini murtahin boleh mengambil manfaat sekedar
mengganti ongkos pembiayaan.
Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI//III/2002 menyatakan
marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak
mengurangi nilai marhun dan manfaatnya sekedar pengganti biaya
pemeliharaan dan perawatan. Pemeliharaan penyimpanan marhun pada
dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh
murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi
kewajiban rahin.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa gadai boleh
dimanfaatkan oleh murtahin atas izin dari rahin, namun hasil dari barang
jaminan tidak boleh diambil seluruhnya oleh murtahin karena murtahin hanya
dapat mengambil manfaat sekedar untuk mengganti biaya perawatan yang
sudah ia keluarkan untuk merawat kebun kopi tersebut. Pelaksanaan gadai di
Desa Talang Lebar rata-rata masyarakat yang melakukan gadai kebun kopi
barang jaminan yang berupa kebun kopi dikelola dan dimbil seluruh hasilnya
oleh murtahin, bukan hanya hasil dari buah kopinya saja namun hasil
tanaman yang ada di kebun kopi tersebut juga diambil oleh murtahin. Hal ini
dapat dilihat dari pemaparan di bawah ini:
a. Kebun yang dikelola oleh murtahin
1) Bapak Samsudin menggadaikan kebun kopi seluas 0,5 hektar dengan
harga Rp. 10.000.000,00 selama satu tahun. Hasil permusimnya ± 3
kwintal, jika diasumsikan dengan harga Rp. 18.000,00 per kilogram
maka hasilnya adalah Rp. 5.400.000,00 permusimnya. Hasil buah
pisang di kebun tersebut ± 5 kwintal jika diasumsikan dengan harga
Rp. 1.000,00 maka hasilnya adalah Rp. 500.000,00 dalam satu tahun.
Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang dalam waktu satu
tahun maka hasilnya adalah Rp. 5.900.000,00. Hasil tersebut akan
sepenuhnya diambil oleh murtahin karena yang mengelola kebun
kopi tersebut adalah murtahin.
2) Bapak Indra menggadaikan kebun kopi seluas 0,5 hektar dengan
harga Rp. 20.000.000,00 selama satu tahun. Hasil permusimnya ± 3
kwintal, jika diasumsikan dengan harga kopi Rp. 18.000,00 per
kilogram maka hasilnya adalah Rp. 5.400.000,00 permusimnya.
Hasil buah pisang di kebun tersebut ± 5 kwintal jika diasumsikan
dengan harga Rp. 1.000,- maka hasilnya adalah Rp. 500.000,00
dalam satu tahun. Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang
dalam waktu satu tahun maka hasilnya adalah Rp. 5.900.000,00
dalam waktu 2 tahun maka murtahin akan mendapatkan hasil kopi
±6 kwintal, jika diasumsikan dengan harga kopi Rp. 18.000,00 per
kilogram maka hasilnya adalah Rp. 10.800.000,00 permusimnya.
Hasil buah pisang di kebun tersebut selama dua tahun ± 10 kwintal
jika diasumsikan dengan harga Rp. 1.000,00 maka hasilnya adalah
Rp. 1.000.000,00. Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang
dalam waktu dua tahun maka hasilnya adalah Rp. 11.800.000,00.
Hasil tersebut akan sepenuhnya diambil oleh murtahin karena yang
mengelola kebun kopi tersebut adalah murtahin.
3) Bapak Wanto menggadaikan kebun kopi seluas 0,5 hektar dengan
harga Rp.10.000.000,00 selama satu tahun. Hasil permusimnya ± 3
kwintal, jika diasumsikan dengan harga Rp. 18.000,00 per kilogram
maka hasilnya adalah Rp. 5.400.000,00 permusimnya. Hasil buah
pisang di kebun tersebut ± 5 kwintal jika diasumsikan dengan harga
Rp. 1.000,00 maka hasilnya adalah Rp. 500.000,00 dalam satu tahun.
Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang dalam waktu satu
tahun maka hasilnya adalah Rp. 5.900.000,00. Hasil tersebut akan
sepenuhnya diambil oleh murtahin karena yang mengelola kebun
kopi tersebut adalah murtahin.
4) Bapak Hartono menggadaikan kebun kopi seluas 0,5 hektar dengan
harga Rp.10.000.000,00 selama satu tahun. Hasil permusimnya ± 3
kwintal, jika diasumsikan dengan harga Rp. 18.000,00 per kilogram
maka hasilnya adalah Rp. 5.400.000,00 permusimnya. Hasil buah
pisang di kebun tersebut ± 5 kwintal jika diasumsikan dengan harga
Rp. 1.000,00 maka hasilnya adalah Rp. 500.000,00 dalam satu tahun.
Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang dalam waktu satu
tahun maka hasilnya adalah Rp. 5.900.000,00. Hasil tersebut akan
sepenuhnya diambil oleh murtahin karena yang mengelola kebun
kopi tersebut adalah murtahin.
b. Kebun yang dikelola oleh rahin
Ibu Usta menggadaikan kebun kopi seluas 0,5 hektar dengan
harga Rp.15.000.000,00 selama satu tahun. Hasil permusimnya ± 3
kwintal, jika diasumsikan dengan harga Rp. 18.000,00 per kilogram
maka hasilnya adalah Rp. 5.400.000,00 permusimnya. Hasil buah
pisang di kebun tersebut ± 5 kwintal jika diasumsikan dengan harga
Rp. 1.000,00 maka hasilnya adalah Rp. 500.000,00 dalam satu tahun.
Jika dijumlahkan hasil kopi dan hasil buah pisang dalam waktu satu
tahun maka hasilnya adalah Rp. 5.900.000,00. Maka Ibu Usta dan
murtahin akan mendapatkan bagian sebesar Rp. 2.950.000,00 dalam
waktu satu tahun.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa
pemanfaatan kebun kopi yang digadaikan yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten
Tanggamus kurang sesuai dengan hakikat akad gadai adalah akad
tolong menolong. Murtahin boleh memanfaatkan marhun dengan
syarat telah diberikan izin oleh rahin dan hasil barang jaminan
tersebut diambil sekedar untuk mengganti ongkos pembiayaan,
namun gadai yang dilakukan masyarakat Desa Talang Lebar
merugikan pihak rahin, karena kebun kopi yang seharusnya hasil
dan pengelolanya adalah rahin dikuasai penuh oleh murtahin dan
hasil dari pemanfaatan kebun kopi tersebut sangat menguntungkan
pihak murtahin. Terlebih dengan gadai yang telah ditetapkan jumlah
dan bagi hasilnya itu sangat mendzolimi pihak rahin.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa praktik
gadai kebun kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Talang Lebar
Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus telah memenuhi syarat gadai
dalam hukum Islam.
Pemanfaatan kebun kopi yang dijadikan sebagai jaminan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Talang Lebar diperbolehkan karena seizin
rahin, berdasarkan kompilasi hukum ekonomi syariah (KHES) Pasal 396
yang menyatakan bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun tanpa
seizin rahin. Menurut pendapat Jumhur Ulama selain Hanabilah bahwa
murtahin tidak boleh memanfaatkan barang jaminan, kecuali jika rahin tidak
mau membiayai barang jaminan. Dalam hal ini murtahin boleh mengambil
manfaat sekedar mengganti ongkos pembiayaan. Menurut Fatwa DSN-MUI
Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 menyatakan pada prinsipnya, marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak
mengurangi nilai marhun dan manfaatnya sekedar pengganti biaya
pemeliharaan dan perawatan. Namun dalam pengambilan jumlah hasil dari
marhun kurang sesuai karena seluruh hasil kebun kopi diambil seluruhnya
oleh murtahin bukan sekedar untuk mengganti biaya pemeliharaan dan
perawatan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan, peneliti
mengungkapakan beberapa saran yang berhubungan dengan penelitian ini,
adapun saran-saran tersebut antara lain:
1. Bagi pihak pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin)
hendaklah dalam melakukan akad gadai kebun kopi hendaklah
menggunakan surat perjanjian dan saksi pada saat melakukan akad gadai
untuk menjadi bukti jika kemudian hari terjadi perselisihan antara pihak
rahin dan murtahin dan wanprestasi.
2. Bagi pihak penerima gadai (murtahin) hendaklah dalam memberikan
pinjaman kepada pemberi gadai (rahin) tidak mencari keuntungan lebih
dari gadai kebun tersebut, apabila kebun kopi tersebut dipercayakan
kepada murtahin untuk mengelolanya maka biaya yang dikeluarkan rahin
hanya untuk mengganti biaya pengelolaan dan pemeliharaan yang telah
dikeluarkan murtahin.
3. Bagi pihak pemerintah desa, hendaklah terlibat dalam praktik gadai kebun
kopi di Desa Talang Lebar baik dari memberikan pemahaman tentang
gadai yang sesuai dengan prinsip hukum Islam maupun tentang
pencatatan gadai.
DAFTAR PUSTAKA
Alu Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim,
hadis nomor 275, Jakarta: PT Darul Falah, 2002.
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Ensiklopedia Hadits Shahih
Al-Bukhari 1, (Jakarta: Almahira, 2011).
Arikanto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rajawali, 1987.
Ashara, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: Diponegoro, 2010.
Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogayakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Djazuli, A. Ilmu Fiqh (Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam), Cet. 7. Jakarta: Kencana, 2010
Enizar. Hadis Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Fadlan. “Gadai Syariah Perspektif Fikih Muamalah dan Aplikasinya dalam
Perbankan,” Jurnal Iqtishadia, Vol.1 No.1 Juni 2014.
Fathurrahman Djamil. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Gulo, W. Metode Penelitian. Jakarta: Grasindo, 2004.
Ibnu Majah, Abu Abdullah bin Yazid al-Qazwini. Ensiklopedia Hadits Ibnu
Majah, (Almahira, ), 436. Hadis ke-2441
Idri. Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi). Jakarta: Prenada
Media Group, 2016.
Janwari, Yadi. Fikih Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015.
Khosyi’ah, Siah. Fiqh Muamalah Perbandingan. Bandung: CV Pustaka Setia,
2014.
Setiyadi Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial edisi ke-2. Jakarta: Bumi
Aksara, 2011.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Meloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2014.
Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2015.
Nasution, S. Metode Reseach Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2013.
Pusat P engkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM) Edisi Revisi
cet. Ke-1, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009.
Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip dan Implementasinya pada sektor
Keuangan syariah). Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sahrani, Sohari. Fiqih Muamalah. Bogor: Ghaliah Indonesia, 2011.
Shidiq, Sapiudin. Fikih Kontemporer. Jakarta: Kencana, 2017.
Soekanto, Sarjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004.
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet. Ke-6. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sugono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010.
Suryabrata, Samadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
FOTO-FOTO PENELITIAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Peneliti bernama lengkap Tina Agustin, kerap
disapa Tina, lahir di Talang Lebar, 24 Agustus 1997,
yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Peneliti lahir dari pasangan suami istri Bapak Arsan dan
Ibu Raunah.
Peneliti menyelesaikan pendidikan formal di SDN 1 Sindang Marga lulus
pada tahun 2008/2009, lalu peneliti melanjutkan sekolah menengah pertamanya di
SMPN 2 Talang Padang lulus pada tahun 2011/2012, setelah itu lanjut kejenjang
SLTA di SMAN 1 Pulau Panggung pada tahun 2014/2015 dengan mengambil
jurusan IPA.
Setelah lulus SMA kemudian peneliti melanjutkan pendidikan S1 di
STAIN Jurai Siwo Metro yangkemudian pada tanggal 19 Desember 2016 beralih
status menjadi IAIN Metro . peneliti memilih Jurusan Hukum Ekonomi Syariah di
Fakultas Syariah, dan pada masa akhir studi, peneliti mempersembahkan skripsi
yang berjudul “KAJIAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP
PRAKTIK PEMANFAATAN KEBUN KOPI YANG DIGADAIKAN (Studi
Kasus di Desa Talang Lebar Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus)”.
Top Related