Makalah Mandiri PBL
Blok 18 - Sistem Respirasi 2
Stephanie Pangestian (10.2009.096) / B-3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Kejadian asma meningkat
baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini
diduga berhubungan dengan meningkatnya industri dan pola hidup, sehingga tingkat polusi
cukup tinggi meskipun hal ini masih perlu dibuktikan.
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk,
sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Derajat
serangan asma dapat dimulai dari serangan ringan hingga serangan berat yang dapat
mengancam nyawa. Serangan asma biasanya mencerminkan terdapatnya kegagalan seperti
gagalnya pencegahan serangan, tatalaksana jangka panjang atau penghindaran dengan
pencetus. Berat serangan tidak ada hubungan dengan frekuensinya.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.
1
PEMBAHASAN
Anamnesa
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan
atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas dari
ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah
berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.
Anamnesis yang dipakai dalam kasus anak yang diduga mengalami asma adalah
dengan teknik alloanamnesis, yaitu menanyakan berbagai hal kepada orang tua si anak yang
dapat mendukung atau menyingkirkan berbagai kemungkian, yang pada akhirnya akan
membantu kita untuk menegakkan suatu diagnosis. Dalam alloanamnesis kita dapat
menanyakan hal – hal sebagai berikut:1
Apakah anak mendapat serangan mengi berulang?
Apakah anak mengalami gangguan batuk pada malam hari?
Apakah batuk atau mengi timbul sesudah aktifitas?
Apakah batuk atau mengi atau rasa berat di dada timbul sesudah paparan alergen /
polutan?
Apakah flu yang diderita berlanjut menjadi sesak nafas atauberlangsung lebih dari 10
hari?
Apakah keluhan membaik dengan terapi asma?
Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik
di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan
peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda
atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.2
2
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik
saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan
konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya
gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat
serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol.
Pemeriksaan penunjang
Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis
gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat
dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai
normal.2
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada
pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan
histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive
dapat ditegakkan.
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak2,3
Parameter klinisKebutuhan obat, dan faal paru
Asma episodic jarang (asma ringan)
Asma episodic sering(asma sedang)
Asma persisten(asma berat)
1.Frekuensi serangan
3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan
2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang tahun, tidak ada remisi
3.Intensitas serangan
Ringan Sedang Berat
4.Di antara serangan
Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5.Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu <3x/minggu
Sering terganggu>3x/minggu
Sangat terganggu
6.Pemeriksaan fisis diluar serangan
Normal, tidak ditemukan kelainan
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ steroid inhalasi dosis 100-200 ụg
Perlu, steroid inhalasiDosis ≥400 ụg/hari
3
8.Uji faal paru(di luar serangan)
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%
9.Variabilitas faal paru(bila ada serangan)
≥20% ≥30% ≥50%
Tabel 2. Penetuan derajat serangan asma
Parameter klinis,Fungsi paru, Laboraturium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas
Sesak (breathless) BerjalanBayi :Menangis keras
BerbicaraBayi :Tangis pendek& lemahKesulitan menetek dan makan
IstirahatBayi :Tidak mau minum / makan
Posisi Bisa berbaring Lebih sukaDuduk
Duduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat
Kata-kata
Kesadaran Mungkin irritable
Biasanyairritable
BiasanyaIrritable
kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring,Sepanjang ekspirasi± inspirasi
Sangat nyaring, Terdengar tanpa stateskop
Sulit /Tidak terdengar
Penggunaan ototBantu respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoxTorako- Abdominal
Retraksi Dangkal,Retraksi Interkosta
Sedang, ditambahRetraksi suprasternal
Dalam, ditambahNapas cuping hidung
Dangkal/Hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu BradipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:Usia frekuensi napas normal<2 bulan < 60 / menit2-12 bulan < 50 /menit1-5 tahun < 40 / menit6-8 tahun < 30 / menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
4
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :Usia Frekuensi nadi normal2-12 bulan < 160 / menit1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit
Pulsus paradoksus Tidak ada<10 mmHg
Ada10-20 mmHg
Ada>20 mmHg
Tidak ada,Tanda kelelahanOtot respiratorik
PEFR atau FEV1PrabronkodilatorPascabronkodilator
(% Nilai dugaan/>60%>80%
Nilai terbaik)40-60%60-80%
<40%<60%Respon < 2 jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHgPaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Working Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan
atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari (nokturnal), musiman,
setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atau atopi pada pasien atau keluarga.3,4
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya
umur khususnya diatas umur 3 tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak
yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru
yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji
provokasi bronkus dengan histamine, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan
dingin, atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu didapatkannya:5
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
5
Gambar 1. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
Differential Diagnosis
Bronkhitis
Bronkitis adalah suatu kondisi yang timbul bila dinding bagian dalam saluran
pernapasan utama terinfeksi dan meradang. Keadaan ini biasanya diikuti dengan infeksi
pernapasan seperti demam. Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu bronkitis akut dan kronis.
Pada anak-anak umumnya yang terjadi adalah bronkitis akut yang disebabkan oleh
infeksi virus (90%). Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas kronik dapat
memudahkan terjadinya bronkhitis akut. Gejala dari bronkitis akut adalah batuk yang
menyebabkan sulit bernapas, umumnya diawali dengan batuk kering dan dalam beberapa hari
(2 - 3 hari) berubah menjadi batuk produktif dengan dahak, dapat pula diertai mengi. Anak
dapat mengeluhkan sakit di retrosternal. Anak dapat muntah akibat batuknya, terdapat
demam yang tidak terlalu tinggi, dan terdapat influenza atau pilek. Pada beberapa hari tidak
ada kelainan pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan
suara nafas kasar.5
Bronkitis akut adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya (1 – 2
minggu). Yang perlu dilakukan adalah membuat suasana nyaman di rumah. Berikan anak
banyak minuman, apabila ada humidifier atau alat untuk memberikan uap untuk anak di
rumah maka dapat diberikan, serta anak membutuhkan obat batuk untuk mengencerkan
dahaknya dan mengurangi batuknya.
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus sehingga tidak membutuhkan
antibiotik. Gejalanya akan berlangsung antara 5-10 hari dan akan membaik dalam 10-14
hari. Selain virus, terdapat faktor risiko iritan yang memudahkan peradangan saluran
pernapasan seperti asap rokok dan polusi udara. Karena itulah selain obat-obatan dan
minuman yang adekuat, penghindaran asap rokok dan polusi udara juga sebaiknya
dilakukan.5
6
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sedikitnyan 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis,
bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu.
Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya adalah
RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah
parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah / droplet.
Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi
bisa menyebabkan penyakit yang berat. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah Usia
kurang dari 6 bulan, Tidak pernah mendapatkan ASI, Prematur, Menghirup asap rokok.
Gejala klinis yang timbul pada bronkiolitis adalah batuk, wheezing (bunyi nafas
mengi), sesak nafas atau gangguan pernafasan, sianosis (warna kulit kebiruan karena
kekurangan oksigen) , takipneu (pernafasan yang cepat), retraksi interkostal (otot di sela iga
tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas), pernafasan cuping hidung
(cuping hidung kembang kempis), demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang
terjadi).
Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan
membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72
jam pertama. Jarang terjadi bronkiolitis ulang.
7
Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA)
Asma Rhinitis Faringi-
tis
Laringi-
tis
trakeitis laringotrak
eitis
pneumo
nia
Etiolog
i
Reaksi
alergen,
Terpapar
zat asing
Jamur,
Tungau,
Kerak kulit
binatang
peliharaan,
M.
pneumonia
Infeksi
streptoc
occus,
Alergi,
Cuaca
Invasi
bakteri
/virus
(RSV)
Infeksi
S.
aureus
H.
influen
zae
Infeksi
virus
(Strep
t.viridians)
Pneu-
moko-
kus
M.
pneumo
niae
Gejala
klinis
Mengi,
Sesak
nafas,
Batuk
persisten
Batuk,
Bersin,
Anoreksia,
Hidung
tersumbat,
Ingusan
sepanjang
tahun
Nyeri
telan,
Batuk,
Pilek,
Demam
tinggi
Demam,
Nyeri
telan,
Sakit
tenggo
rok,
Serak
Batuk
malam
Batuk
keras,
Demam
tinggi,
Sekresi
purelen
banyak
Stridor,
batuk
keras,
retraksi
IC, panas
tinggi
Sesak
nafas,
nafas
cuping
hidung,
tarikan
hidung,
Demam
Umur Anak < 2 th 4-7 th 1-3 th < 3 th 1-2 th 2–6 bln
EtiologiSecara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
(d) Jenis Kelamin
(e) Ras/Etnik
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)
8
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas tertentu
(j) Perubahan cuaca
Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan
dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa literatur
menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma
harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap
bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak
ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB adalah
latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable maximum heart rate.6
Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya
kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk
menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana
terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya
proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada
akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB
atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil,
atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:7
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
9
Hiperaktivitas bronkus obstruksi
Gejala Asma
Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)
Faktor Genetik
Faktor Lingkungan
Sensitisasi inflamasi
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam
rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap
rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering,
olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis,
dan gastroesofageal refluks).
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:7
Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang
terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada
kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih
merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR
merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel
yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen)
yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31.7
EpidemiologiBerdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003),
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak
4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita
yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat
sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000)
terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.
Asma adalah penyakit kronik yang umum menyebabkan peningkatan angka
kesakitan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika
Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta
anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak
di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi
10
Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1
juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164
kematian anak akibat asma pada tahun 1998.6
Gejala klinis
Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak 2 tahun. Secara klinis asma dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksimal karena iritasi dan batuk kering.
Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada
stadium ini, anakakan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam. Ekspirasi
memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut bekerja. Terdapat
retraksi suprasternal, epigastrium, dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan
membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat,
dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak
lambat pada pernafasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal,
retraksi suprasternal dan interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas
hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan
juga batuk seperti ditekan. Pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas yang
mendadak meninggi.
Patofisiologi
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas
yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa dan inflamasi
saluran nafas. Sumbatan jalan nafas yang terjadi tidak merata di seluruh paru dan
menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara (air trapping), dan
distensi paru yang berlebih (hiperinflasi). Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di
seluruh jaringan bronkus menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi.
11
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi
melalui saluran nafas yang menyempit, dapat semakin mempersempit atau menyebabkan
penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks.
Peningkatan tekanan intratorakal mungkin dapat mempengaruhi arus balik vena dan
mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja
nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi
hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai keadaan
alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi
kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan
asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau
nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan
ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia
jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas dan masukan kalori yang kurang.
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang
terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli
sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan akan meningkatkan risiko
terjadinya ateletaksis.
Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan
dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran
jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat
dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah ateletaksis.
Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis, dan bila ada infeksi
akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung
beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang biasa disebut status
12
asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan
pernafasan dan kegagalan jantung.
Penatalaksanaan
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang (di
luar serangan).11,12 Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara
lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:3
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain
dan berolah raga.
2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan
tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tujuan tatalaksana saat serangan:4
- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Apabila tujuan ini tercapai maka perlu re-evaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat
pengobatan dinaikkan (step up) atau perubahan pengobatan atau bila tujuan telah tercapai dan
stabil 1 – 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan-pelan (step down).3
Syarat step up:
1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah dilakukan.
2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.
3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4-6 minggu.
4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada.
ICS baru boleh dinaikkan.
Syarat step down :
13
1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.
2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.
3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil yang
masih dapat mengendalikan asmanya.
4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat
diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan
obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala
asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka
obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk
mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian
pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya
kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan
pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.3
Obat – obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi,
jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.
Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi
cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya
bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas
vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.
Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis
selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan
hipertensi.
14
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung
dan CNS.
β2 agonis selektif
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval
20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15
mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai
dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat: MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat
inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih
sering terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit,
dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 –
0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan
takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena
efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada
serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan antikolinergik.
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor
adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian
15
oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan
nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya
terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.8
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
2. Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam.
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6
tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau
rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma
jangka panjang pada anak.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:
Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup
lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan
sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di
pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari
diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.
16
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja
sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,
menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan
menurunkan permeabilitas vascular.8
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru
lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis
metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis
Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB
dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.
Obat – obat Pengontrol
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan
long acting oral β2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan
inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan
mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari
eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi
paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah
terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation
receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan
pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya
lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya
dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :
17
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane;
Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;
Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction
Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat
montelukast ini belum ada di Indonesia;
Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan
kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)
sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot
polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-
inflamator.
Ada 2 preparat LTRA :
a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.
(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10
mg 2 kali sehari.
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma
dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi
hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting β2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan
sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate
dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI
sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan
meningkatkan kepatuhan memakai obat.
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan
untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi
teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
18
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,
palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping
muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis
inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.
Terapi Suportif
a. Terapi oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung,
masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur
dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
b. Campuran Helium dan oksigen
Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai
tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi
salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus,
meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat
memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran
turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.
c. Terapi cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya
asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.
Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi
Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan
pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru.
Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.
Cara Pemberian Obat
UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)
>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan Bubuk
19
Autohaler
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut
(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek
sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang
lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak
usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber,
Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol
minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak
kecil dan bayi.
Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak
hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah
menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21
tahun. Asma episodik sering, 20% sudah tidak timbul pada masa akil-balik, 60% tetap
sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang
pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering, hampir 60% tetap sebagai asma
kronik/persisten dan sisanya menjadi asma episodik jarang. Secara keseluruhan dapat
dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah
menghilang.
Faktor yang dapat mempengaruhi prognosis asma anak ialah :
- Umur ketika serangan pertama timbul, seringnya serangan asma, berat-ringannya
serangan asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapat serangan asma.
- Banyak-sedikitnya faktor atopi pada diri anak dan keluarganya.
- Lamanya minum air susu ibu.
- Menderita atau pernah menderita eksema infantil yang sulit diatasi.
- Usaha pengobatan dan penanggulangannya.
- Apakah ibu/bapak atau teman sekamar/serumah merokok. Polusi udara yang lain di
rumah atau di luar rumah juga dapat mempengaruhi.
- Penghindaran alergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu meneteki.
20
- Jenis kelamin, kelainan hormonal, dll.
Preventif
Penanggulangan asma pada anak sekarang yang lebih penting bukan mengatasi serangan,
melainkan untuk mencegah serangan asma tersebut. Anak yang menderita serangan asma
harus dapat hidup layak serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya. Segala upaya
penggunaan obat dan non obat harus dinilai untung dan ruginya berdasarkan tujuan utama
tadi yaitu tidak boleh mengganggu tumbuh kembang anak. Tindakan kita harus meningkatkan
mutu kehidupan anak asma itu untuk sekarang dan masa depan.9
- Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak memelihara
hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi kelembaban kamar untuk
anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
- Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan
- Menghindari faktor pencetus (contoh: makanan berpotensi alergen)
- Penggunaan obat, tindakan untuk mencegah, meredakan, dan mengurangi reaksi yang
akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.
PENUTUP
Kesimpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi
episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam
kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. Asma memberi dampak negatif bagi
pengidapnya seperti sering menyebabkan anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan
olahraga serta aktifitas seluruh keluarga, juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat,
menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan menimbulkan masalah pembiayaan. Selain itu,
mortalitas asma relatif tinggi.
Penanggulangan serangan asma terdiri dari pencegahan serangan asma, bila perlu
dengan obat dan penanganan serangan asma. Penanganan serangan asma dapat dilakukan di
rumah yang dilakuakan oleh pasien atau keluarganya dan di luar rumah yang dilakukan oleh
petugas kesehatan. Bila serangan asma tidak ditanggulangi dengan baik dapat mengakibatkan
kematian.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Maranatha D. Asma Bronkial. FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2009. Surabaya:
h. 55- 68.
2. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH, Kosem MS, Rusmil K, dkk,
penyunting. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Badan Penerbit IDAI; 2005. Jakarta.
3. Rahajoe N. Deteksi dan penanganan asma anak, dalam : Manajemen kasus respiratorik
anak dalam praktek sehari-hari. Yapnas Suddharprana; 2007. Jakarta: Edisi ke-1: h. 97-106.
4. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman nasional asma anak. UKK Pulmonologi
PP IDAI; 2009. Jakarta.
5. Nataprawira HMD. Diagnosis asma anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku ajar respirologi anak. Badan Penerbit IDAI; 2008. Jakarta: Edisi ke-1:
h.105-18.
6. Nelson. Textbook of Pediatrics: Childhood asthma. Elsevier Science; 2003. USA.
7. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
pengendalian penyakit asma. Departemen Kesehatan RI; 2009. h. 5-11.
8. Suherman SK. Ascobat P. Adrenokortikotropin, adrenokortikosteroid, analog sintetik dan
antagonisnya, dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan terapi. Balai Penerbit
FKUI; 2008. Jakarta: Edisi ke-5: h. 496-500.
9. Tjokronegoro A, Utama H. Updates in pediatric emergencies. Balai Penerbit FKUI; 2004. Jakarta. h.57-71.
Emfisema Paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak
pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan
suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.
22