LAPORAN
FISIKA EKSPERIMEN
BIDANG : MATERIAL
JUDUL EKSPERIMEN
SINTESIS SENYAWA PEROVSKIT Ba1-xSrxTiO3 (x = 0,0; 0,03) MELALUI
SINTERING DAN KARAKTERISASI STRUKTUR DAN
DIELEKTRISITAS
OLEH
NAMA : RIZMEIA NUR ATMASARI
NIM : 100322405278
OFF. : N-H
KELOMPOK : 7
HARI/TGL : 22 FEBRUARI 2013
PEMBIMBING : Dr. MARKUS DIANTORO. M.Si
PROGRAM STUDI FISIKA
JURUSAN FISIKA FMIPA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2013
SINTESIS SENYAWA PEROVSKIT Ba1-xSrxTiO3 (x = 0,0; 0,03) MELALUI
SINTERING DAN KARAKTERISASI STRUKTUR DAN
DIELEKTRISITAS
I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui fase murni BaTiO3 dan Ba0.97Sr0.03TiO3
2. Mahasiswa dapat mengetahui parameter kisi BaTiO3, Ba0.97Sr0.03TiO3 dan data
ICSDD dengan software PCW.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh Doping Sr terhadap struktur Kristal
4. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh Doping Sr terhadap sifat fisis Kristal
5. Mahasiswa mampu membandingkan BaTiO3 sebelum dan sesudah didopping
dengan Sr.
6. Mahasiswa dapat membandingkan besarnya konstanta dielektrik BaTiO3
sebelum dan sesudah didopping dengan Sr.
II. DASAR TEORI
Penelitian pada bidang fisika material terus dikembangkan dan makin
gencar dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya meningkatnya jumlah
artikel ilmiah yang diterbitkan dan dapat juga dilihat dari makin cepatnya
teknologi canggih yang memanfaatkan sifat material cerdas. Pada dasarnya ada
dua main stream dalam penelitian material yaitu; (1) untuk mendapatkan jawaban
permasalahan fisika fundamental, dan (2) untuk menemukan dan memenuhi
permintaan dunia aplikasi teknologi.
Usaha meningkatkan nilai ekonomi suatu material dapat dilakukan melalui
berbagai cara. Secara garis besar cara itu adalah dengan mengubah performa
makroskopis dan dengan mengubah struktur mikroskopis. Secara makroskopis
suatu material dapat ditingkatkan performanya dengan melakukan pengecatan,
pelapisan dengan material lain yang sesuai, pengubahan bentuk maupun
ukurannya. Material untuk keperluan seni kerajinan, untuk keperluan bangunan
termasuk dalam kategori ini. Secara mikroskopis, material dapat diubah sifatnya
melalui doping atau subtitusi unsur serupa, membuat komposit, membuat hibrid
organik-inorganik. Material untuk keperluan elektronik, fotonik, spintronik,
magnetodielektrik atau material cerdas lain termasuk dalam kategori ini. Pada
modul ini yang akan dipelajari adalah kelompok kedua.
Metode sintesis material fungsional pada umumnya dapat dilakukan secara
fisika atau secara kimia atau gabungan keduanya. Secara fisika sintesis bahan
dapat dilakukan melalui proses sintering, parsial melting, atau melting. Proses
melting dilakukan dengan tujuan membentuk kristal tunggal, proses partial
melting ditempuh untuk memperoleh polikristal yang terorientasi. Sedangkan
proses sintering dipilih untuk mendapatkan material yang orientasi butirannya
random atau polikristal. Unutk kajian awal, sintering merupakan pilihan utama
dan paling banyak digunakan karena merupakan proses yang murah dan cepat.
Proses presipitasi atau kopresipitasi merupakan contoh sintesis melalui reaksi
kimia. Kedua cara kimia maupun fisika di atas digunakan untuk mensintesis
material bulk.
Pada dasarnya untuk mendapatkan material yang dikategorikan sebagai
kelompok film tipis dapat dilakukan melalui proses deposisi. Proses deposisi
dapat berupa deposisi fasa padat, fasa cair maupun deposisi fasa gas. Untuk
deposisi fase padat dapat dilakukan melalui elektrodeposisi. Prinsip utama elektro
deposisi adalah memberi tegangan pada larutan ionik. Dengan kondisi ini ion
positif akan menuju kutub negatif terus menerus sampai terbentuk lapisan.
Metode sintesis film tipis fase cair dapat dilakukan melalui spincoating, deep
coating, dan spray coating. Material yang akan dibuat dalam bentuk film tipis
harus dibentuk dalam fasa cair atau gel menggunakan pelarut yang sesuai.
Beberapa metode sintesis film tipis fase uap antara lain CVD, MOCVD, dan
sputtering.
Barium Strontium Titanat (BST) merupakan salah satu bahan maju untuk
aplikasi sirkuit terpadu (IC). Secara khusus, BST memiliki potensi penting untuk
digunakan sebagai sel penyimpan muatan dalam DRAM (Dynamic Random
Access Memori) karena memiliki konstanta dielektrik tinggi. Konstanta dielektrik
senyawa ini dapat mencapai 20000 dalam keramik BST bulk.
Ba1-xSrxTiO3, memiliki struktur perovskit ABX3, yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Tingginya konstanta dielektrik merupakan hasil dari perpindahan ion
Ti dari pusat oksigen oktahedral. Berdasarkan penelitian Ba1-xSrxTiO3
menunjukkan kelarutan padat(solid solubility) penuh atas semua rentang komposi,
dengan struktur kubik pada suhu kamar untuk rentang 0,3 < x , 1, menjadi
tetragonal untuk 0 x 0,3. Parameter kisi mulai dari 3,905 A untuk SrTiO3,
dengan a = 3,994 Å dan c = 4,038 Å untuk BaTiO3 untuk BST bulk. Untuk
aplikasi DRAM, bentuk kubik BST lebih disukai, dengan konstanta dielektrik
yang tinggi dicapai dekat pada x = 0,3. Distorsi tetragonal dari BST terkait dengan
transisi paraelektrik-ke-feroelektrik dekat dengan suhu kamar untuk komposisi
Ba0,7Sr0,3TiO3.
Gambar 1. Struktur kristal perovskit (Ba,Sr)TiO3.
Teori Dielektrisitas
Secara sederhana bahan dielektrik adalah bahan yang tidak memiliki
muatan bebas atau semua partikel bermuatannya terikat kuat pada molekul
penyusunnya. Senyawa ini termasuk dalam kelompok kristal non-sentrosimetrik.
Jika dikenai medan listrik, material dielektrik tidak menghantarkan arus listrik E,
tetapi akan timbul pergeseran listrik D.
Dalam bahan dielektrik, kumpulan momen dipol p membentuk polarisasi
P, yakni jumlah momen dipol persatuan volume. Untuk suatu Kristal, polarisasi
merupakan jumlah momen dipole dalam suatu sel satuan dibagi dengan volume
sel. Jika bahan mengandung jumlah molekul persatuan volume sebanyak N, dan
masing-masing memiliki momen p, maka polarisasinya dapat didefinisikan
sebagai
P= Np ……………………………………..(1)
Dalam kasus ini P, E, p, dan D merupakan besaran berarah. Menurut
persamaan Maxwell tentang pergeseran,
D= µ0 (E + P) ............................................ (2)
Dengan D adalah pergeseran (displacement) atau induksi listrik, µ0 adalah
dielektrisitas bahan dalam ruang hampa, E adalah medan listrik, dan P adalah
polarisasi. Polarisasi dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, diantaranya
yaitu, polarisasi elektronik, polarisasi ionik, polarisasi dipolar, polarisasi muatan
ruang.
Secara eksperimen konstanta dielektrik dapat diperoleh dari pengukuran
kapasitansi listrik. Pada kesempatan ini hanya dibahas pengukuran DC.
Kapasitansi merupakan ukuran kemampuan dua konduktor dalam menyimpan
muatan Q, ketika beda potensial V diterapkan yang memenuhi persamaan
C = Q/V = Coulomb(C)
Volt (V ) = Farad (F) ……….…………. (3)
Kapasitansi suatu kapasitor kosong sangat ditentukan oleh geometri.
Konstanta kesebandingan didefinisikan sebagai εo merupakan permitivitas ruang
hampa. Selanjutnya kapasitansi kapasitor lempeng sejajar memiliki persamaan
Co = εo (V
d )A
V= εo A
d …………………………………… (4)
Dengan q : muatan listrik (C), d : jarak (m), dan A : luas (m2)
Ketika suatu bahan disisipkan diantara plat sejajar, kapasitansi menjadi
bertambah. Konstanta dielektrik dituliskan seperti pada persamaan (5).
K = CCo
= ε A /d
εo A /d = ε
εo ………………………………...... (5)
Dengan ε merupakan permitivitas bahan dielektrik dalam F/m.
BaTiO3
Barium titanat pada saat ini merupakan material ferroelektrik yang sangat
cepat perkembangan penelitiannya. Hal ini menarik karena barium titanat
mempunyai struktur kristalperovskite yang sederhana, hal ini dapat
mempermudah pemahaman tentang material ferroelektrik itu sendiri.Struktur
Kristal yang jauh lebih sederhana bila dibanding dengan bahan feroelektrik
lainnya.Barium titanat mudah diaplikasi karena dalam segi kimia maupun
mekanik lebih stabil dan mempunyai temperatur curie yang mendekati temperatur
kamar dibandingkan material ferroelektrik lainnya yaitu sebesar 120o. Aplikasi
dari barium titanat antara lain sebagai kapasitor baik sebagai kapasitor multilayer
maupun kapasitor single layer, sebagai sensor tekanan dan sensor suhu.
Barium Titanat (BaTiO3) merupakan salah satu bahan dielektrik dari jenis
feroelektrik yang mempunyai struktur perovskite ABO3 dengan A menyatakan
atom Ba2+ dan B menyatakan ion Ti4+.Masing-masing ion barium dikelilingi oleh
12 ion oksigen. Ion-ion barium dan oksigen ini membentuk kisi kubus pusat muka
( face centered cubic ). Atom-atom titanium terletak di posisi oktahedral
dikelilingi oleh 6 ion oksigen. Akibat penambahan maupun penggantian pada
posisi atom Ba2+ dan Ti4+ sebagian atau seluruhnya dengan ion-ion dapat
menyebabkan (Moulson,1990):
a. Perubahan suhu Curie menyebabkan puncak permitivitas dapat
bergeser posisinya. Penggantian Sr2+ pada posisi Ba2+ dalam BaTiO3akan
menurunkan Tc sedangkan penggantian dengan Pb2+ akan meningkatkan Tc.
b. Ion-ion ( Fe3+, Ni2+, Co3+) yang menempati posisi Ti4+ dapat
mereduksi faktor disipasi.
c. Penambahan senyawa seperti CaZrO3 pada BaTiO3 dapat
menyebabkan pelebaran puncak permitivitas terhadap temperatur. Bahan tersebut
juga akan mempengaruhi suhu Curie, dan diharapkan permitivitas permitivitas
bahan yang tinggi dapat diperoleh.
d. Kation-kation dengan valensi lebih tinggi dari ion-ion yang
digantikan pada konsentrasi tinggi (>0.5% kation) mengakibatkaan terhambatnya
pertumbuhan kristal.
e. Subsituen dengan valensi yang lebih tinggi pada Ba2+ pada
konsentrasi rendah (<0.2% kation) menyebabkan resistivitasnya menurun. Tetapi
bila substituen memiliki valensi lebih rendah seperti pada posisi Ti4+, maka
subtituen akan bertindak sebagai akseptor dan dapat meningkatkan resistivitas
bahan dielektrik.
Keramik BaTiO3 mempunyai nilai konstanta dielektrik yang sangat besar
pada temperature ruang, tetapi juga mempunyai nilai dielektrik loss yang besar
pula. Besarnya nilai konstanta dielektrik ini sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah temperatur kalsinasi saat pembuatan keramiknya.
Oleh karena itu, nilai konstanta dielektrik dari suatu keramik merupakan suatu
fungsi temperatur. Semakin tinggi temperatur kalsinasi saat pembuatan
keramiknya maka nilai konstanta dielektriknya semakin besar pula.
III. PROSEDUR EKSPERIMEN
III.1 ALAT
1. Neraca digital
2. Mortar dan pestel
3. Alat cetak/ dies
4. Alat penekan hidrolik
5. Tungku listrik
6. DC capacitance
7. Set pengukur I-V
8. XRF PanAnalytical
9. XRD Pan Analytical
III.2 BAHAN
1. BaCO3
2. SrCO3
3. TiO2
III.3 CARA MEMPEROLEH DATA
1. Desain Bahan
Menganalisis bahan dengan membuat persamaan reaksi Ba1-xSrxTiO3 untuk
masing – masing x=0 dan x=0,03 dari bahan awal yang disediakan.
a. Ba1-xSrxTiO3 dengan x = 0
Bahan dasar yang digunakan adalah BaCO3, SrCO3 dan TiO2. Melalui
tabel periodik unsur – unsur dapat diketahui berat atom relatif masing – masing
unsurnya.
Massa Atom relatif (Ar)
C = 12
O = 16
Ti = 47,88
Ba = 137,33
Sr = 87,6
Massa Molekul Relatif (Mr)
BaCO3 = 137,33 + 12 + (3 x 16) = 197,33
TiO2 = 47,88 + (2 x 16) = 79,88
CO2 = 12 + (2 x 16) = 44
BaTiO3 = 137,33 + 47,88 + (3 x 16) = 233,21
Persamaan kesetaraan reaksi
BaCO3 + TiO2 BaTiO3 + CO2
Melalui perbandingan mol yang dari hasil kesetaraan reaksi didapatkan
perbandingan mol untuk massa 1 gram BaTiO3 yakni perbandingan koefisien
bahan dengan BaTiO3 x Mr bahan x mol BaTiO3
BaCO3 = 11
x197,33 x1
233,21=0.84615 gram
TiO = 11
x79,88 x1
233,21=0.34252 gram
CO2 = 11
x 44 x1
233,21=0.18867 gram
Jadi komposisi sampel adalah
Massa BaCO3 = 0.84615 gram
Massa TiO2 = 0.34252 gram +
1.18867 gram
b. Ba1-xSrxTiO3 dengan x = 0.03
Bahan dasar yang digunakan adalah BaCO3, SrCO3 dan TiO2. Melalui
tabel periodik unsur – unsur dapat diketahui berat atom relatif masing – masing
unsurnya.
Massa Atom relatif (Ar)
C = 12
O = 16
Ti = 47,88
Ba = 137,33
Sr = 87,6
Massa Molekul Relatif (Mr)
BaCO3 = 137,33 + 12 + (3 x 16) = 197,33
SrCO3 = 87,6 + 12 + (3 x 16) = 147,6
TiO2 = 47,88 + (2 x 16) = 79,88
CO2 = 12 + (2 x 16) = 44
Ba0.97Sr0.03TiO3 = (0.97 x 137,33) + (0.03 x 87,6) + 47,88 + (3 x 16)
= 231,72
Persamaan kesetaraan reaksi
0.97 BaCO3 + 0.03 SrCO3 + TiO2 Ba0.7Sr0.03TiO3 + CO2
Melalui perbandingan mol yang dari hasil kesetaraan reaksi didapatkan
perbandingan mol untuk massa 1 gram Ba0.97Sr0.03TiO3 yakni perbandingan
koefisien bahan dengan Ba0.97Sr0.03TiO3 x Mr bahan x mol Ba0.97Sr0.03TiO3
BaCO3 = 0.97
1x 197,33 x
1231,72
=0.82604 gram
SrCO3 = 0.03
1x 147,6 x
1231,72
=0.01911 gram
TiO2 = 11
x79,88 x1
231,72=0.34473 gram
CO2 = 11
x 44 x1
231,72=0.18988 gram
Jadi komposisi sampel adalah
Massa BaCO3 = 0.82604 gram
Massa SrCO3 = 0.01911 gram
Massa TiO2 = 0.34473 gram +
1.18988 gram
2. Pencampuran dan Penghalusan
a. Menuangkan masing – masing bahan dalam mortar
b. Menggerus bahan sampai homogen dan halus, minimal dilakukan sampai
10 jam agar mendapatkan hasil yang maksimal
3. Pembentukan pellet
a. Mencetak bahan yang sudah tercampur dan halus tersebut dalam bentuk
pellet.
b. Memasukkan bahan yang sudah tercampur dan halus dalam tabung yang
kemudian ditekan atau dipress dengan tekanan tinggi.
c. Menimbang massa dari sampel yang sudah dipelet tersebut.
4. Sintering
a. Memasukkan sampel pelet tersebut dalam cawan alumina atau cawan
keramik.
b. Memasukkannnya dalam tungku listrik
c. Memanaskan dari temperature ruang sampai 1000 oC dengan laju kira-kira
6 sampai 10 oC per menit.
d. Tercapailah temperatur 1000 oC tersebut pada 6 jam.
e. Menahan pada 1000 oC selama sekitar 10 sampai 48 jam.
f. Menurunkan suhu sampai temperature ruang.
g. Mengeluarkan sampel pada saat sudah dingin
h. Menimbang massa sampel setelah proses sintering
III.4 CARA ANALISIS DATA
a. Mengkarakterisasi data BaTiO3 dan BaSrTiO3 dengan XRD
b. Mengkarakterisasi kandungan bahan pada data BaTiO3 dan BaSrTiO3
dengan XRF
c. Mambuat analisa fase yang ada pada senyawa hasil sintering dan
mengamati apakah struktur kristalnya sama
d. Menghitung berapa konstanta dielektrik bahan.
e. Mambandingkan hasil perhitungan bahan yang sudah di dopping dengan
bahan yang tidak di dopping.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 HASIL
1. Hasil XRD
o BaTiO3 data dari database dan BaTiO3 model
o BaTiO3 data dari database dan Ba0.7Sr0.03TiO3
2. Hasil XRF
IV.2 PEMBAHASAN
Posisi puncak yang ditunjukkan oleh grafik menggambarkan tempat atom –
atom berada yang direpresentasikan dengan sudut 2. Untuk mendapatkan
parameter kisi dari hasil X-RD maka digunakan Hukum Bragg untuk
menganalisisnya. Berdasar dari sumber pustaka seperti pada jurnal dan
International Centre for Diffraction Data (ICSDD) telah diketahui system kristal
BaTiO3 yakni berbentuk tetragonal dan Ba0.97Sr0.03TiO3 berbentuk kubik..
Informasi ini mempermudah untuk dapat menganalisi parameter kisi baik pada
Kristal BaTiO3 maupun yang telah didoping dengan SrCO3 yakni Ba0.97Sr0.03TiO3.
Berdasar hasil Cell Ref dalam mencari sudut 2 untuk Ba0.97Sr0.03TiO3
didapatkan data
Parameter Kisi BaTiO3
Sebelum direfinement a = 3.994500 ; c = 4.033500
Sesudah direfinement a = 4.002288 ; c = 4.030170
Parameter Kisi BaSrTiO3
Sebelum direfinement a = 3.994500 ; c = 4.033500
Sesudah direfinement a = 3.995951 ; c = 4.013430
Terjadi perubahan parameter kisi antara sebelum dan sesudah di doping.
Hasil eksperimen bahan Ba0.97Sr0.03TiO3 dibandingkan dengan model bahan
sebelum didoping menunjukkan bahwa terdapat kandungan jenis bahan yang
sama kecuali terhadap pendopingnya (Sr) tidak terdapat dalam BaTiO3.
Kandungan bahan Ba0.97Sr0.03TiO3 menunjukkan bahwa selain kandungan Ba
=77,8%, Sr = 2,2% dan Ti = 19,0% itu sendiri terdapat kandungan bahan lain
seperti P = 0,2%, Ca = 0,13%, Fe = 0,095%, Ni = 0,01%, Cu = 0,049%, Ga =
0,074%, Yb = 0,21%, dan Os = 0,31% menunjukkan bahwa bahan yang disintesa
mengandung impuritas yang berasal lingkungan sekitar. Hal ini dimungkinkan
disebabkan karena
1) Pada waktu mencampur bahan tidak dalam kondisi udara bersih artinya
berada pada kelembapan normal,
2) Pada waktu penggerusan terjadi kontak antara bahan dengan udara
sehingga memungkinkan terjadinya reaksi,
3) Pada waktu penyimpanan, aluminium foil yang digunakan kurang begitu
rapat dalam menutupnya,
4) Seharusnya jangka waktu penggerusan yang diperlukan lebih dari 10 jam,
5) Kurang sterilnya alat – alat yang digunakan
Setelah dilakukan pengukuran terhadap konstanta dielektriknya memakai
kapasitansi meter diperoleh bahwa kapasitansinya sebesar 3,5 nF (C = 3,5 nF), jari
– jari bahan sebesar 7,5 mm dan tebal 3,5 mm. Sedangkan untuk data model
diperoleh bahwa kapasitansinya 22 pF. Berikut perhitungan kapasitansi
C = 3,5 nF = 4,3 x 10-9 F
r = 7,5 mm = 7,5 x 10-3 m
d = 3,5 mm = 3,5 x 10-3 m
A = Luas lingkaran = r2
= (7,5 x 10-3)2
= 1,7662 x 10-4 m2
C= εAd
ε=CdA
ε=(4,3 x10−9 ) . (3,5 x 10−3 )
1,7662 x10−4
ε=(15,05 x10−12)1,7662 x10−4
ε=8,521 x10−9 F/m
K= εε0
, dengan 0 = 8.85 x 10-12 C/Nm2
K=8,521 x10−9
8,85 x10−12
K=¿ 962,8
Setelah melalui analisa dielektrisitas bahan Ba0.7Sr0.3TiO3 maka
didapatkan konstanta dielektrik bahan yakni sebesar K = 962,8
Pemberian doping berarti proses penambahan atom baru pada Kristal yang
sudah tersusun oleh atom – atom penyusun Kristal sebelumnya. Berdasar referensi
dari jurnal – jurnal material Sr2+ termasuk ion soft doping yang berarti ion ini
dapat menghasilkan material ferroelektrik lebih soften yaitu koefisien elastic lebih
tinggi, sifat medan koersif yang lebih rendah, factor kualitas mekanik yang lebih
rendah dan kualitas listrik yang lebih rendah. Terbukti untuk factor kualitas listrik
yang lebih rendah, berikut merupakan perbandingan kapasitansi bahan yang
dieksperimenkan dengan data bahan eksperimen tanpa doping karena konstanta
dielektrik bahan sebanding dengan kapasitansi bahan (K = CCo
) yakni
Ba0.97Sr0.03TiO3 = 3,5 nF
BaTiO3= 22 pF
Semakin besar kapasitansi bahan maka muatan listrik yang dihasilkan akan
semakin besar pula (C = QV
)
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil eksperimen di atas maka
1. Pengkarakterisasi menggunakan XRD dapat diketahui pengaruh pendopingan
pada BaTiO3 mempengaruhi perubahan parameter kisi dan besar dielektrisitas
bahan.
2. Kandungan bahan setelah disinterring baik pada model pembanding atau bahan
sebelum didoping yakni BaTiO3 dan setelah didoping Ba0.97Sr0.03TiO3 masih
mengandung impuritas dengan kandungan yang cukup tinggi
3. Struktur bahan sebelum didoping BaTiO3 dan setelah didoping yakni
Ba0.97Sr0.03TiO3 memiliki perbedaan struktur kristalnya. BaTiO3 memiliki
struktur Kristal tetragonal dan Ba0.97Sr0.03TiO3 struktur kristalnya kubik.
4. Struktur Kristal BaTiO3 dan Ba0.97Sr0.03TiO3 terbukti berkisi sama yakni
primitif.
SARAN
a. Lebih ditingkatkan lagi membaca jurnal-jurnal penelitian yang ada dan
Sering melakukan eksperimen sehingga dapat memberikan pengalaman
yang lebih baik bagi peneliti.
b. Sebaiknya sebelum melakukan eksperimen, peneliti terlebih dahulu
membaca dan mengetahui teori yang ada sehingga peneliti tidak
mengalami kesulitan dalm melaksanakan eksperimen.
c. Saat melakukan pengukuran terhadap dielektrisitas bahan, peneliti
diharapkan lebih teliti lagi sehingga pengukuran tersebut dapat dilakukan
dengan benar.
VI. DAFTAR PUSTAKA
William D Callister, dan David G. Rethwisch, Materials Science and
Engineering, SI version, edisi VIII, John Wiley & Sons, 2011
Thomas Remmel, Richard Gregory and Beth Baumert, Characterization of
Barium Strontium Titanate Films Using XRD, JCPDS-International
Centre for Diffraction Data 1999, 42 pp 38-45
Piticescu, R. M., Vilarnhoa, P., Popescu, L. M., Piticescu, R. R.,
Hydrothermal synthesis of perovskite based materials for
microelectronic applications, Journal of Optoelectronics and
Advanced Materials Vol. 8, No. 2, April 2006, p. 543 – 547
Diantoro, Markus. 2013. Petunjuk Eksperimen Fisika, Sintesis Senyawa
Perovskit Ba1-xSrxTiO3 (x = 0,0; 0,03) Melalui Sintering dan
Karakterisasi Struktur dan Dielektrisitas. Malang : Universitas
Negeri Malang
Parno. 2006. Modul Pendamping I Mata Kuliah Fisika Zat Padat Bab I
Struktur Kristal. Malang : Universitas Negeri Malang
Parno. 2000. Diktat Kristalografi. Malang : Universitas Negeri Malang
VII. LAMPIRAN
Gambar penentuan di elektrisitas
Top Related