MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAMPERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHSjofjan Bakar
DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA:MENCIPTAKANPEMERINTAH DAERAH YANG EFEKTIF, RESPONSIF, DAN AKUNTABELDidi Ahmadi
STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATAUNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANG PERTUMBUHAN DOMESTIKEKONOMI LOKALPROVINSI NUSA TENGGARA BARATMuhammad Ali Sagalo
MENGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI DANMAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKUR AKUNTABILITASINVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA TANGERANG SELATANRusdianto
RESEARCH DEVELOPMENT PEMBANGUNAN ZERO PROVERTY BERBASISPRODUKSI DAN INDEKS SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENGENTASKANKEMISKINAN DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAHWajib dan Erniati
VOLUME III | EDISI 1 | TAHUN 2015 ISSN 2337-3318
JUR
NA
L PembangunanDaerah
M E D I A R E F E R E N S I D A E R A H M E M B A N G U N
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI
JURNALPEMBANGUNAN DAERAH
VOL. III EDISI 1 JAKARTA 2015 ISSN 2337-3318
ii JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
iiiJURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
DewanRedaksiPELINDUNG : Menteri Dalam NegeriPENANGGUNGJAWAB : Dr. H. Muh. Marwan, M.SiKETUA DEWAN REDAKSI : Dr. Drs. SjofjanBakar, M.ScANGGOTA : Hasiholan Pasaribu, SE., MPKP
Drs. Binar Ginting, MMEdi Sugiharto, SH., M.SiDrs. Sugiyono, M.SiIr. Muhammad Hudori, M.Si
REDAKTUR UTAMA : Iwan Kurniawan, ST, MMREDAKTUR PELAKSANA : Subhany, SE, M.SiREDAKSI : Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT
Ali Hasibuan, SH., MMMuhammad Nur Fajar Asmar, S.STPDede Sulaeman, Rizki Ganie Satria J.HNT.Arif Rahman
MITRA BESTARI : Dr. Moch. Fachrurrozi, M.SiDr. RulliNasrullah, M.Si
ALAMAT REDAKSI : Direktorat Jenderal Bina Pembangunan DaerahKementerian Dalam NegeriJl. Taman Makam Pahlawan No. 20 KalibataJakarta Selatan 12750Telp.: 021-7992537Email: [email protected]
iv JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
Pengantar Redaksi
emerintahan sekarang memberikan berbagai macam perubahan positif dariaspek reformasi birokrasi. Pemerintah memberikan banyak tuntutanterhadap penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah. Oleh karenaitu, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah harus terusdimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidakmenimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus
mendorong kesejahteraan yang lebih berkeadilan.Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan,
khususnya pada aspek perencanaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harusdilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena keberhasilan pembangunan nasionaltercermin dari kesuksesan pembangunan di daerah.
Melihat pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan desentralisasi selanjutnya jugamengatur pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimanatelah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapatberbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan PemerintahPusat (sebagai urusan absolut).
Di samping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren yangmaknanya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentudapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Terkait ini,terdapat enam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yangmembutuhkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusionalmasyarakat.
Melihat isu ini, Sjofjan Bakar, Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan DaerahKementerian Dalam Negeri mengurai secara apik model penerapan SPM dalamperencanaan pembangunan daerah yang terangkum dalam tulisannya, Model PenerapanStandar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Tulisan itumengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumenperencanaan pembangunan daerah.
Artikel kedua ditulis olehDidi Ahmadi, Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan padaDirektorat Pengembangan Wilayah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri. Artikelyang diberi judul, Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan PemerintahDaerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel mengulas teori desentralisasi dan melihatperkembangan implementasinya di Indonesia. Lalu, setelahnya ia mengajukan beberaparekomendasi atas masalah yang dihadapai pemerintahan daerah.
P
vJURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
Secara tandas ia menyimpulkan bahwa dari satu setengah dekade perjalanandesentralisasi di Indonesia adalah benar bahwa desentralisasi telah melahirkan beberapadaerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahan secara efektif dan efisien. Namun,kebanyakan daerah lain justru masih berkutat dengan masalah. Oleh karena itu,menurutnya, desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi.Melihat potensi wisata daerah-daerah di Indonesia yang sangat melimpah, Muhammad AliSagalo, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram tertarik untuk mengupasnyasecara khusus. Dalam artikel ketiga, Strategi Pembangunan dan Pengembangan DestinasiPariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal ProvinsiNusa Tenggara Barat, ia mengupas potensi wisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) denganmenawarkan langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan dan pengembangandestinasi wisata di daerah tersebut.
Ia melihat, pembangunan sektor pariwisata akan mampu mengangkat kesejahteraanmasyarakat di daerah NTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang lebihdulu dikenal mampu memberikan kenyaman. Berdasarkan penelitiannya, pariwisata NTBtelah berhasil mengangkat derajat masyarakat dengan berbagai peluang pengelolaan berbagaibidang industri kreatif dan kerajinan. Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluardari tingginya faktor miskin dan pengangguran masyarakat.
Sementara itu, dalam artikel keempat, Rusdianto, Peneliti Pusat StudiDesentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIE-AD) Jakarta, tertrik untuk mengupas pentingnya komunikasi elektronik dalammengoptimalkan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)di daerah dan secara khusus ia mengambil kasus pemerintah Kota Tangerang Selatan,Provinsi Banten. Artikelnya berjudul, Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensidan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutandi Kota Tangerang Selatan.
Dalam artikel terakhir, redaksi menampilkan sebuah penelitian yang dilakukan olehWajib dan Erniati, Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi SulawesiTengah dan Dosen IAIN Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Kedua peneliti ini mengkajiprogram penanggulangan kemiskinan di Kota Palu yang dilaksanakan mulai tahun 2007,yaitu sejak pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) di Kota Palu saat itu juga meluncurkan Program Daerah PemberdayaanMasyarakat (PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), sertaProgram Pembangunan Kelurahan Berjangka (PPKB).
Dalam temuannya, di Kota Palu, menunjukkan bahwa penanggulangan kemiskinanbelum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, dan diskoordinasi. Penelitiankeduanya berjudul, Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks SumberdayaManusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.[]
vi JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014
Daftar Isi
PENGANTAR REDAKSI iv
DAFTAR ISI vi
MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 1DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHSjofjan Bakar
DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA 23MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG EFEKTIF,RESPONSIF, DAN AKUNTABELDidi Ahmadi
STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI 41PARIWISATA UNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANGPERTUMBUHAN DOMESTIK EKONOMI LOKAL PROVINSINUSA TENGGARA BARATMuhammad Ali Sagalo
MENGGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI 73DAN MAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKURAKUNTABILITAS INVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DIKOTA TANGERANG SELATANRusdianto
TINJAUAN PENGARUH MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 95TERHADAP PERGERAKAN BARANG DAN TENAGA KERJAWajib dan Erniati
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan
Pembangunan Daerah
Sjofjan Bakar
Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri
Abstrak
Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi. Argumentasi
tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang berhak
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak otonominya.
Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut memiliki otonomi.
Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan
pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang
sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut).Disamping itu,
terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan
yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam kaitan ini, terdapat enam Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang membutuhkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional masyarakat. Tulisan ini akan
menguraikan model penerapan SPM dalam perencanaan pembangunan daerah, dengan
mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumen
perencanaan pembangunan daerah.
Kata Kunci: SPM, Urusan, Desentralisasi, Indonesia
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
2 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Abstract
The implementation of regional autonomy is closely related to the decentralization policy. This
argument seems logic given the decentralization is entitled affairs organized by the local government
for the implementation of autonomy rights. In other words, decentralization can take place only if the
local government has autonomy. Furthermore, decentralization policy also regulates the distribution of
affairs between the Central Government and Local Government, as stipulated in Law No. 23 Year
2014 on Local Government. The distribution of government affairs is based on the premise that there is
always a variety of government affairs that remain the authority of the central government (absolute
affairs).In addition, there are concurrent government affairs, meaning that the handling of government
affairs in part or particular field can be carried out jointly between the Central Government and Local
Government. In this regard, there are six Mandatory Government Affairs relating to fundamental
services that require minimum service standards (MSS) to guarantee the constitutional rights of the
people. This article will outline the model of implementation of MSS in regional development, with a
case study of the integration of MSS in the health sector to regional development planning documents.
Keywords : MSS, Affairs, Decentralization, Indonesia
I. Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan daerah dan kepentingan masyarakat setempat dalam
Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui pemberian otonomi yang seluas-
luasnya tersebut, daerah diharapkan dapat melaksanakan pembangunan untuk peningkatan
dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha,
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik, serta daya saing daerah.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
3JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi.
Argumentasi tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang
berhak diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak
otonominya. Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut
memiliki otonomi. Di Indonesia, konsep desentralisasi yang dimuat dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 lebih merujuk pada desentralisasi yang bersifat politik atau devolusi.
Dalam konteks ini, Bird dan Vaillancourt1 berpendapat bahwa telah terjadi pendelegasian
sebagian wewenang dan tanggung jawab membuat keputusan dan pengendalian atas
sumber-sumber daya kepada instansi pemerintah daerah yang memiliki lembaga perwakilan
dan memiliki kekuasaan pemerintahan.
Desentralisasi politik pada dasarnya mencakup pemerintahan wilayah administratif
dan pemerintahan daerah otonom. Dalam pemerintahan wilayah administratif ditandai
dengan adanya aparat dan pejabat-pejabat birokrasi pemerintah pusat yang ditugaskan di
daerah sebagai field administrator. Aparat ini tidak memiliki kekuasaan politik, namun
mempunyai kewenangan administratif guna melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan di tingkat pusat. Sebaliknya, pada pemerintahan daerah otonom, terdapat
lembaga perwakilan yang didasarkan atas pemilihan dan mempunyai kekuasaan
pemerintahan di tingkat daerah (lembaga eksekutif). Lembaga-lembaga tersebut memiliki
kewenangan politik untuk membuat kebijakan publik.
Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut
didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang
sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut). Urusan
pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara
1Bird, R. M. and Vaillancourt, F.(1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge:Cambridge University Press
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
4 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
secara keseluruhan. Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat
concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pada prinsipnya, urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan
Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan
Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan
Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional
masyarakat. Sementara itu, terkait pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak
terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan, Kementerian/Lembaga
berkewajiban membuat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan
pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke
Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga tersebut dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah
provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada 4 (empat) prinsip, antara lain:
1. Prinsip akuntabilitas, yakni penanggungjawab penyelenggaraan suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan
jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu Urusan
Pemerintahan;
2. Prinsip efisiensi adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan
berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat
diperoleh;
3. Prinsip eksternalitas adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan
berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat
penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan;
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
5JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
4. Prinsip kepentingan strategis nasional adalah penyelenggara suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka menjaga
keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan negara, implementasi hubungan
luar negeri, pencapaian program strategis nasional dan pertimbangan lain yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejalan dengan penerapan otonomi daerah, Pemerintah Pusat juga menerapkan
kebijakan desentralisasi fiskal guna melaksanakan urusan yang telah menjadi kewenangan
pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Manakala Daerah mempunyai kemampuan
keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan, maka
Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen transfer lain seperti DAK (Dana Alokasi
Khusus) guna membantu daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah setiap tahunnya telah mengalokasikan belanja
Kementerian/Lembaga, belanja non Kementerian/Lembaga, dan belanja transfer ke daerah
guna mempercepat pembangunan daerah.
Di tingkat pemerintah daerah, meskipun pola penerimaan daerah masih
mengandalkan komponen belanja transfer dari pemerintah pusat, namun berdasarkan data
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan pola belanja daerah
belum menekankan pada belanja-belanja yang bersifat produktif (e.g. belanja modal) pada
periode 2010 – 2013 (lihat Diagram 1).
Diagram 1 : Perkembangan Belanja Daerah 2010 – 2013
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
6 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan
Terlebih lagi, realisasi yang dihasilkan dari belanja tersebut relatif minim. Data
Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa
pada tahun 2012, realisasi keseluruhan belanja daerah hanya mencapai 88,95 %. Kondisi ini
mengakibatkan besarnya potensi SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan)
dan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran TahunSebelumnya) yang terjadi di banyak
daerah.
Tinjauan yang lebih mendalam dilakukan oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah,
Kementerian Dalam Negeri (2014) juga menemukan inkonsistensi program dan kegiatan
antardokumen perencanaan pembangunan daerah. Terkait hal tersebut, 17,07 persen
program yang disusun dalam RencanaKerjaPemerintah Daerah (RKPD) tidak berpedoman
pada Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD),
dan 85,84 persen pagu anggaran yang dialokasikan dalam RKPD tidak direncanakan dalam
RPJMD. Bahkan, 14,70 persen program yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
RPJMD tidak dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang AnggaranPendapatanBelanja
Daerah (APBD) dan 103,04 persen pagu program yang dianggarkan dalam APBD
melampaui pagu baseline yang ditetapkan dalam RPJMD.
Besarnya potensi SILPA dan SiLPA, serta inkonsistensi program dan kegiatan
antardokumen perencanaan pembangunan daerah berimplikasi pada ketiadaan jaminan
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
7JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Oleh
karenanya, Pemerintah Pusat menyusun dan menerapkan SPM sebagaistandar minimal
bagipelayanandasar yang wajibditerimaolehmasyarakat.Sejalan dengan penerapan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini SPM yang telah dan
akan disusun oleh setiap Kementerian/Lembaga merupakan Urusan Pemerintahan Wajib
yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c.
pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e.
ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial.
Tulisan ini akan menguraikan model penerapan SPMdalamperencanaan
pembangunan daerah, dengan mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang
Kesehatan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
II. Perencanaan Pembangunan dalam Sistem Pemerintahan yang
Terdesentralisasi
Proses perencanaan pembangunan di Indonesia secara umum dijabarkan dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Undang-Undang ini menegaskan sistem perencanaan pembangunan nasional
sebagai satu kesatuan yang tata cara perencanaan untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Proses penyusunan dokumen perencanaan sendiri dilakukan melalui proses
teknokratik, politik, partisipatif, bottom-up dan top-down (Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010). Proses
teknokratik biasanya dilakukan oleh kalangan birokrasi. Proses ini menggunakan data dan
metode ilmiah untuk menentukan kebutuhan masyarakat. Dalam praktiknya akan ada
sinkronisasi antara proses politik dan proses teknokratik. Untuk menjaga konsistensinya,
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
8 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
kedua proses ini perlu mengacu pada arah pembangunan jangka panjang yang termuat dalam
RPJPN dan RPJPD.
Pada proses politik, mulanya ahli-ahli teori perencanaan publik menggunakan
informasi preferensi (keinginan) semua penduduk sebagai awal dari proses perencanaan
pembangunan. Namun kini, karena kurang praktis, maka preferensi penduduk tidak lagi
dikumpulkan melalui penelitian, tetapi diganti dengan proses politik. Pemilihan umum
dipandang sebagai “market of plan” dimana calon Presiden/Wakil Presiden/Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dan legislatif menawarkan program-program pembangunan
yang akan dilaksanakan bila kelak menang. Inilah salah satu bentuk proses politik dalam
perencanaan.
Sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari
good governance, maka proses perencanaan pembangunan juga melalui proses partisipatif.
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa
pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa
tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah “stakeholders” menjadi
sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Perencanaan partisipatif
berangkat dari keyakinan bahwa keberhasilan program-program pembangunan ditentukan
oleh komitmen semua stakeholders, dan komitmen ini didapat dari sejauhmana mereka
terlibat dalam proses perencanaan program tersebut.
Konsep perencanaan partisipatif dalam sistem perencanaan pembangunan nasional
diwujudkan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.Mekanisme musyawarah ini
membahas sebuah rancangan rencana dan dikembangkan bersama semua pelaku
pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara
negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha,
kelompok profesional, organisasi non-pemerintah, dan lain-lain.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
9JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Proses top-down versus bottom-up lebih mencerminkan proses perencanaan di dalam
pemerintahan, yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah Pusat.
Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang
dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain
menyelaraskan program-program untuk menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua
kegiatan pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan rencana-rencana lembaga pemerintah
dilaksanakan melalui musywarah perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat pusat,
propinsi, maupun kabupaten/kota.
Pada sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top-
down dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana perencanaan makro
yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari
semua stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan
lembaga-lembaga pemerintah menyusun rencana kerja.Proses perencanaan di Indonesia
bermuara pada dokumen perencanaan yang secara umum terbagi menjadi 3 jenis dokumen,
yakni:
1. Dokumen perencanaan jangka panjang dengan skala waktu 20 tahun;
2. Dokumen perencanaan jangka menengah dengan skala waktu 5 tahunan; dan
3. Dokumen perencanaan jangka pendek dengan skala tahunan.
Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan,
tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari
input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus
memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan
dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan
informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat,
ketersediaan sumberdaya dan visi/arah pembangunan. Jadi, perencanaan lebih kepada
bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
10 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
dampak.
Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, diperlukan
kerjasama dan keterpaduan program (joined-up) antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam merealisasikan program-program pemerintahan. Dalam konteks Joining-up
ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada dasarnya harus bergerak selaras untuk
mewujudkan tujuan yang sama dan mewujudkan tujuan kenegaraan secara keseluruhan2.
Konsep joining up ini di Indonesia terwujud dalam pembagian peran dan pembagian urusan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal dicantumkan dalam
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini
secara tegas memisahkan urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan umum3.
Hal yang menarik disini adalah terkait urusan pemerintahan konkuren, yang
dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam
urusan pemerintahan ini, telah diberikan batasan dan pembagian kewenangan antarlevel
pemerintahan; pusat, provinsi dan kabupaten/kota4. Masing-masing level pemerintahan
melaksanakan urusan pemerintahan secara terpadu yang tujuan akhirnya untuk mencapai
kehidupan bernegara,pencapaiankesejahteraanmasyarakat, mewujudkankeadilansosial,
danmembangunmanusia Indonesia seutuhnya sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi
Indonesia.
Pelaksanaan urusan konkuren di daerah dalam model otonomi Indonesia dilakukan
untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan
berusaha, meningkatkan dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah5. Guna
mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya tingkat konsistensi yang tinggi dalam program
2 Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks on SomeProblems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy: Interactive Governanceand Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar, Cheltenham, Glos, 1997), pp. 95-128.
3 Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 dan Pasal 10.4 Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 sampai dengan Pasal 24.5 Pasal 258 UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
11JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
pembangunan pada setiap level pemerintahan. Konsistensi ini menjamin bahwa setiap level
pemerintahan bergerak dalam arah yang sama sesuai tugas dan kewenangannya. Pada titik
ini, rencana pembangunan daerah memainkan peranan yang sangatpenting untuk
memastikan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah ditujukan untuk pencapaian
tujuan kenegaraan dan selaras dengan kesejahteraanmasyarakatdanpembangunan nasional.
Sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, konsistensi
dan sinkronisasi antardokumen perencanaan dan antarlevel pemerintahan perlu tetap dijaga.
Secara umum, pola ketehubungan antardokumen perencanaan adalah sebagai berikut:
Gambar 1 : Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pusat dan Daerah
Sumber : Diolah dari produk legislasi
III. Model Integrasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
3.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan SPM
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
12 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 344 ayat (1), Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah wajib menjamin
terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan urusan pemerintahan yang telah menjadi
kewenangan daerah. Oleh karenanya, setiap pemerintah daerah diharuskan membuat
maklumat pelayanan publik sebagai prasyarat dasar, sehingga masyarakat di daerah tersebut
mengerti jenis pelayanan publik yang disediakan, bagaimana mendapatkan aksesnya,
kejelasan dalam prosedur dan biaya untuk memperoleh pelayanan publik tersebut, serta
adanya saluran keluhan manakala pelayanan publik yang didapat tidak sesuai dengan standar
yang telah ditentukan.
Dengan mempertimbangkan keberadaan berbagai tingkatan pemerintahan di
Indonesia, maka pihak yang sangat mendesak membutuhkan SPM adalah pihak pemerintah
Kabupaten/Kota. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten/kota.
Konsekuensinya, daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dan keleluasaan
untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya;
2. Apabila dibandingkan dengan posisi Provinsi maupun Pusat, maka posisi
Kabupaten/Kota paling dekat dengan masyarakat. Sehingga tuntutan pelayanan
publik akan lebih langsung diarahkan pada pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam rangka menyusun SPM, daerah Kabupaten/Kota wajib menyiapkan rencana
pencapaian SPM. Sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79
Tahun 2007, Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang dituangkan
dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), RencanaKerjaPemerintah Daerah (RKPD),
RencanaStratgeisSatuanKerjaPerangkat Daerah (Renstra-SKPD), dan RencanaKerja
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
13JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
(Renja)-SKPD untuk digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan biaya dalam
penyelenggaraan pelayanan dasar. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan beberapa
tahapan, antara lain:
1. Persiapan penerapan SPM. Tahapan persiapan penerapan SPM dimulai dari
pembentukan Tim Koordinasi Penerapan SPM, serta penyusunan program kerja
tahunan (Annual Work Plan/AWP) dan keseluruhan (Overall Work Plan/OWP) tim
kooordinasi tersebut untuk mengetahui stakeholders dan tanggung jawab (role
sharing) masing stakeholders yang terlibat. Setelah AWP dan OWP disusun, masing-
masing SKPD, dalam hal ini Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota, melaksanakan
program kerja;
2. Identifikasi kewenangan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah telah membagi urusan pemerintahan bidang kesehatan dalam
beberapa sub-urusan, yang mencakup: a. upaya kesehatan; b. sumberdaya manusia
kesehatan; c. ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman; serta d.
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan. Sub-urusan tersebut telah membagi
habis kewenangan masing-masing ditingkatan pemerintahan dan Tim Koordinasi
yang telah terbentuk diharuskan melakukan pemetaan awal guna mengidentifikasi
kewenangan Kabupaten/Kota tersebut;
3. Penentuan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar. Kondisi awal tersebut
dapat dilihat dari kegiatan yang sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait
dengan database dan profil pelayanan yang tertuang dalam SPM Bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota;
4. Penyusunan target pelayanan dasar yang akan dicapai. Terdapat beberapa langkah
dalam menentukan target capaian SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota,
antara lain: a. Validasi dan verifikasi realisasi dan target capaian kinerja untuk setiap
jenis indikator SPM Bidang Kesehatan; b. Melakukan analisa perbandingan status
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
14 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
awal dan realisasi capaian kinerja dengan target capaian SPM Bidang Kesehatan
secara nasional; c. Mengkaji permasalahan pencapaian kinerja pelayanan; dan d.
Melakukan analisaawal kapasitas/kemampuan Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota
dimaksud;
5. Analisa kemampuan, kondisi, potensi, karakteristikdaerah dan komitmen nasional
secara komprehensif. Sejatinya, kondisi, potensi, serta karakteristik daerah
mengandung pengertian ketersediaan sumberdaya yang dimiliki baik yang telah
dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat
dimanfaatkan untuk menunjang pencapaian SPM. Sementara, kemampuan daerah
didefinisikan sebagai kemampuan keuangan daerah, dan seluruh komponen di
dalamnya seperti PAD dan dana perimbangan, yang dapat digunakan dalam
membiayai pencapaian SPM. Sedangkan komitmen nasional mengacu pada
komitmen pendanaan dan SDM guna mendukung target SPM yang ingin dicapai,
serta batas waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah
ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga dengan memperhatikan analisis
kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah;
Analisis kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah disusun
menggunakan teknik SWOT berdasarkan data, statistik dan informasi yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum.
Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara
langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan. Misalkan: data teknis,
sarana dan prasarana fisik, personil, alokasi anggaran untuk pelaksanaan SPM
dimaksud. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik dan
informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang
Kesehatan namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
15JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Misalnya, kondisi geografis, demografis, pendapatan, sarana prasarana umum, dan
sosial;
6. Penyusunan skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai
dengan pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
7. Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM Bidang Kesehatan sesuai
perhitungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan kemampuan keuangan
daerah;serta penyusunan analisa standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan
satuan harga kegiatan;
8. Penyusunan rencana aksi penerapan pencapaian SPM.
3.2. Tahap Pengintegrasian SPM
Pada prinsipnya, pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang
yang dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM
bidang di RKPD. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang akan menjadi
pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, yang nantinya dijabarkan setiap tahunnya ke
dalam Renja SKPD (lihat Gambar 2).
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
16 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Gambar 2: Kedudukan Rencana Pencapaian SPM Dalam Dokumen
Perencanaan Pembangunan Daerah
Adapun mekanisme integrasi SPM dalam dokumen perencanaan pembangunan
daerah digambarkan dalam Gambar 3.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
17JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Gambar 3 : Integrasi Rencana Pencapaian SPM Bidang Kesehatan Dalam
Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah
Pada poin pertama, rencana kerja pencapaian SPM bidang kesehatan yang disusun
oleh Tim Koordinasi masuk dalam rencana kerja penyusunan RPJMD. Pada poin kedua dan
ketiga, Tim Koordinasi yang telah terbentuk melakukan pemetaan awal guna
mengidentifikasi kewenangan Kabupaten/Kota terkait urusan dan sub-urusan Kesehatan.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
18 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Selanjutnya, Tim melakukan perumusan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar
dengan menggunakan database dan profil pelayanan dasar bidang kesehatan. Database dan
profil inilah yang menjadi bagian dari analisis gambaran umum kondisi daerah pada Bab II
RPJMD (lihat Tabel 1).
Tabel 1 : Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian
Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan di
Kabupaten / Kota
Analisis gambaran umum kondisi daerah kemudian menghasilkan perumusan
permasalahan pembangunan, yang nantinya akan menjadi Analisa Isu-Isu Strategis pada Bab
IV RPJMD. Telaah isu-isu strategis diformulasikan oleh stakeholders dalam menyusun Visi,
No Aspek/Fokus/Bidang
Urusan/Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja Standar Intepretasi
Blm tercapai (<)
Sesuai (=)
Melampaui (>)
(n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)
KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
Kesejahteraan Sosial
Kesehatan
Angka Kelangsungan
Hidup Bayi
Angka Usia Harapan
Hidup
Persentase Balita Gizi
Buruk
Diisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
bersangkutan
Standar
SPM
Nas
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
19JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Misi, Tujuan, dan Sasaran pada Bab V RPJMD, hingga perumusan Strategi dan Kebijakan
pada Bab VI RPJMD dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sasaran
yang ingin dihasilkan. Sementara itu, pada poin 4, 5, 6, dan 7, program dan kegiatan
prioritas SPM bidang kesehatan, indikator program dan kegiatan bidang kesehatan, serta
kebutuhan pendanaan program dan kegiatan bidang kesehatan selama 5 (lima) tahun
tertuang dalam Bab VII dan Bab VIII RPJMD (lihat Tabel 2).
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
20 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
Tabel 2 : Indikasi Rencana Program Prioritas yang Disertai dengan Kebutuhan
Pendanaan di Kabupaten/Kota
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
21JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
IV. PENUTUP
Era pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla memberikan berbagai macam
perubahan positif dari aspek reformasi birokrasi. Meskipun Ditjen Bina Pembangunan
Daerah Kementerian Dalam Negeri mengalami perubahan struktur, organisasi, dan tata
kerja yang cukup signifikan, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah
harus terus dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menimbulkan
kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong kesejahteraan yang
lebih berkeadilan.
Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan,
khususnya pada aspek perencanaan,oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus
dilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena pembangunan nasional merupakan upaya
dan pencapaian pembangunan terpadu yang dilakukan bersama dengan daerah. Pemerintah
Pusat dan Daerah juga perlu berpijak pada kerangka pikir yang sama, yaitu: (i) Stabilitas
(stability) yang mencakup stabilitas ekonomi, sosial, dan politik; yang perlu di jaga di setiap
daerah agar upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan
tanpa gangguan; (ii) Pemerataan yang Berkeadilan (equity) yang memastikan keikutsertaan
seluruh masyarakat untuk berperan dan ikut serta dalam pembangunan dan menikmati hasil
pembangunan (inclusiveness). Kedua langkah tersebut berjalan secara simultan dengan
penataan dan pelaksanaan urusan, baik urusan yang telah menjadi kewenangan daerah,
maupun urusan yang mutlak menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
22 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Sjofjan Bakar
DAFTAR PUSTAKA
Bird, R. M. and Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries.
Cambridge:
Cambridge University Press.
Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks
on Some
Problems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy:
Interactive
Governance and Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar,
Cheltenham, Glos,
1997), pp. 95-128.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan,Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah. Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,Pengendalian
Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:
Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
Didi Ahmadi
Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan pada Direktorat Pengembangan Wilayah,Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri
Abstrak
Evolusi sektor publik di penjuru dunia mengarah pada perwujudan model pemerintahanyang lebih fleksibel, inovatif, dan memiliki sense kewirausahaan. Desentralisasi menjadi isusentral dalam rangka mewujudkan gerakan besar tersebut. Secara teoretis ia terbagi kedalam tiga aspek: politik, administratif, dan fiskal. Di beberapa negara maju, macamnegara-negara OECD, desentralisasi berhasil menghadirkan layanan publik yang lebihefektif dan efisien. Negara-negara berkembang, sebagaimana kasus yang terjadi diIndonesia, cenderung mengimplementasikan desentralisasi hanya pada dua aspek pertama,sementara tetap menyerahkan urusan fiskal pada pemerintah pusat. Kesimpulan yang dapatditarik dari satu setengah dekade perjalanan desentralisasi di Indonesia adalah bahwa benaria telah melahirkan beberapa daerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahansecara efektif dan efisien. Namun, kebanyakan daerah lain justru masih berkutat denganmasalah. Oleh karena itu desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi. Tulisan ini akanmengulas teori desentralisasi dan melihat perkembangan implementasinya di Indonesia,untuk kemudian mengajukan beberapa rekomendasi atas masalah yang dihadapaipemerintahan daerah.
Kata Kunci: desentralisasi/otonomi daerah, desentralisasi politik, desentralisasi administratif,desentralisasi fiskal, pembangunan daerah, pemerintah daerah.
Abstract
Public sector evolution around the world tries to realize the more flexible, innovative, andentrepreneurial model of government. Decentralization policy lies in the core of this massive movement.Theoretically, decentralization consists of three main aspects: political, administrative and fiscal. Insome advanced countries, like those from OECD countries, decentralization succeeds to deliver moreeffective and efficient public services. Developing countries, as is the case in Indonesia, tend to
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
24 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
implement decentralization only in the first two aspects, while retaining fiscal matters to the centralgovernment. The conclusion that can be drawn from one and a half decade of decentralization inIndonesia is that it is true that it has spawned several areas, which to some extent succeeded to realizelocal government effectively and efficiently. However, most regions are still struggling with manyproblems. Therefore, Indonesian decentralization needs further reforms. This paper will review thedecentralization theory and look at its implementation in Indonesia, then try to propose somerecommendations on the problems faced by local government.
Key Words: decentralization/local autonomy, political decentralization, administrativedecentralization, fiscal decentralization, local development, local government.
Pendahuluan
Keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang fleksibel, inovatif, dan memiliki sense
kewirausahaan yang tinggi telah menjadi gerakan besar dalam konteks evolusi sektor publik
di seluruh dunia. Desentralisasi kewenangan pemerintah menjadi tema sekaligus tuntutan
utama dari strategi ini, selain juga penyederhanaan hirarki birokrasi, perhatian lebih pada
aspek kualitas, dan pengutamaan prinsip ramah pelanggan (costumer friendly) pada berbagai
layanan pemerintahan (Osborne dan Gaebler 1992: 12; Pollit 2002: 276). Dalam tulisan
ini, desentralisasi atau otonomi daerah dimaknai sebagai penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah atau lembaga teknis di daerah untuk mengelola dan
mengatur fungsi-fungsi publik (Bank Dunia, dikutip dalam tulisan Green 2005: 1; Bardhan
2002: 186).
Sebagai tuntutan sekaligus konsekuensi dari gerakan Reformasi 1998, pemerintah
Indonesia memulai proyek besar desentralisasi sejak tahun 1999. Setelah secara formal
diimplementasikan pada tahun 2001, tak bisa dimungkiri bahwa desentralisasi tampak
berhasil mengubah postur besar pemerintahan dan mewujudkan beberapa kemajuan.
Sebutlah misalnya pembagian kewenangan pemerintahan dan perubahan sistem politik ke
arah yang semakin terbuka. Namun demikian, desentralisasi juga masih menyisakan banyak
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
25JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
masalah. Ganjalan itu terbentang mulai dari problem klasik birokrasi yang belum efektif,
perilaku koruptif yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah), sampai dengan lambannya
respon pemerintah menyikapi buruknya fasilitas dan layanan yang diberikan kepada
masyarakat. Untuk itu, desentralisasi butuh terus direformasi.
Tulisan ini akan memberikan gambaran umum tentang desentralisasi secara teoretis
dan praktiknya di beberapa negara. Ia kemudian mengulas perjalanan desentralisasi di
Indonesia secara umum dalam 1,5 dekade terakhir, dan kemudian coba memberikan
rekomendasi agar desentralisasi Indonesia berjalan secara lebih efektif, responsif, dan
akuntabel. Rekomendasi tulisan ini terutama akan mengambil fokus pada soal perbaikan
struktur dan koordinasi manajemen publik, reformulasi sistem politik di daerah, penegakan
hukum, dan pemberdayaan masyarakat sipil.
Desentralisasi dan Pembangunan
Secara konseptual desentralisasi dibagi menjadi tiga elemen, yaitu politik,
administratif, dan fiskal (Schneider 2003: 33; Green 2005: 2). Schneider, dalam tulisannya
yang berjudul Decentralization: Conceptualization and Measurement, merujuk desentralisasi
politik pada seberapa besar pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada
pemerintahan di level bawahnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi politik dari
pemerintahan. Ia mengacu pada teori political science terutama tentang mobilisasi,
partisipasi, representasi, dan agregasi kepentingan. Dalam teori tersebut, sistem yang
terdesentralisasi secara politik terjadi dimana aktor dan isu-isu politik lebih menggema di
tingkat lokal dan setidaknya sebagiannya bebas dari pengaruh pusat (Fox dan Aranda 1996,
dikutip Schneider 2003: 39).
Sementara desentralisasi administratif merujuk pada seberapa besar kewenangan
yang dimiliki oleh selain pemerintah pusat (pemerintahan di level provinsi,
kabupaten/kota). Desentralisasi administratif mengacu pada teori administrasi publik.
Fokusnya adalah pada sejauh mana bisa menciptakan birokrasi yang modern, birokrasi yang
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
26 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
efisien, efektif dan rasional merujuk pada teori Max Weber (Schneider 2003: 37). Untuk
hal itu, teori desentralisasi administratif menggunakan istilah deconcentration, delegation, dan
devolution dalam konteks distribusi kewenangan pemerintahan (Rondinelli 1990).
Singkatnya, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah pada dekonsentrasi hanyalah sedikit
(berbeda tipis dari sistem yang sentralistik), sementara itu sedikit lebih banyak pada
delegasi, dan pada devolusi derajat otonominya paling besar. Yang membedakan ketiganya
adalah pada model kontrol pemerintah pusat. Kalau pada dekonsentrasi pusat masih
melakukan kontrol lewat saluran birokrasi di tingkat lokal, pada delegasi pusat hanya
memiliki kontrol secara kontraktual, maka pada devolusi daerah terbebas dari dua model
kontrol tersebut (Schneider 2003: 38).
Sedangkan desentralisasi fiskal merujuk pada seberapa besar pemerintah pusat
membagi urusan fiskal kepada pemerintahan di level bawahnya. Konsep ini mengacu pada
teori fiscal federalism yang mengedepankan prinsip maksimalisasi kesejahteraan. Prinsip yang
menurut Schneider (2003: 36) tergambar dari gabungan antara stabilitas ekonomi,
efektivitas alokasi, dan pemerataan distribusi. Yang paling penting diperhatikan di sini
adalah sampai sejauh mana setiap tingkatan pemerintahan memiliki impact dari fiskal. Jadi,
kalau terdapat sumberdaya di sebuah daerah dan dikalkulasi akan jauh lebih maksimal dan
menguntungkan jika dikelola oleh daerah, maka pemerintah pusat harus melepaskan
kewenangan pengelolaan sumber ini pada daerah. Demikian juga sebaliknya. Namun, teori
ini tak lepas dari kritik. Pranab Bardhan (2002), misalnya, mengkritik asumsi umum teori
ini yang terlalu Amerika-sentris, dan karenanya bisa jadi tidak cocok untuk diterapkan di
negara berkembang yang karakter ekonomi, model birokrasi, dan lain-lainnya sangat
berbeda.
Konsepsi teoretis desentralisasi menyiratkan pesan bahwa sejatinya desentralisasi
adalah sebuah sistem di mana pusat hanya memainkan sedikit saja peran pada beberapa atau
sebagian besar elemen utamanya. Konsep ini mulai membius perhatian dunia baik negara
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
27JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
maju maupun berkembang pada era 1980-an. Namun demikian, ia tidak lantas dilaksanakan
secara membabi buta karena beberapa pakar menemukan bahwa desentralisasi tidak selalu
sinonim dengan nilai-nilai positif. Bersamanya juga selalu melekat impact yang negatif
(Green 2005; Schneider 2003; Adam, Dellis dan Kammas 2014).
Negara-negara maju yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD) menerapkan tiga elemen utama desentralisasi, namun hingga kini
masih terus mereformulasi pola distribusi pusat dan daerah. Dalam konteks itu, para
peneliti menemukan bahwa praktik desentralisasi mereka yang sampai masuk ke wilayah
fiskal telah memperlihatkan hasil yang memuaskan. Penelitian Adam, Dellis dan Kammas
(2014), misalnya, mengkonfirmasi bahwa tingginya desentralisasi fiskal di negara-negara
OECD berkorelasi positif dengan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terutama
sebagaimana terlihat dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan layanan kesehatan. Meski
begitu, jika desentralisasi fiskal dibuka lebih luas lagi dari standar yang diterapkan negara-
negara OECD sekarang ia justru bisa berimbas negatif. Pada titik itu, pelayanan publik
malah bisa jadi tidak efisien (Adam, Dellis dan Kammas 2014: 44).
Bagaimana dengan negara-negara berkembang? Di negara-negara berkembang,
sejak era 1980-an, desentralisasi dianggap sebagai resep mujarab untuk mengatasi problem
akut kemandegan ekonomi dan tidak efisiennya pemerintah pusat yang sentralistik
(Schneider 2003: 33-34). Setali tiga uang dengan keyakinan internal masing-masing negara,
organisasi multilateral juga kemudian selalu menyertakan desentralisasi pada banyak
programnya di negara berkembang. Hal ini tidak aneh karena secara umum prasyarat
keberhasilan pelaksanaan desentralisasi belum sepenuhnya dimiliki oleh kelompok negara
ini. Lantas apa itu prasayarat keberhasilan desentralisasi? World Bank, sebagaimana
dijelaskan Green (2005: 2), setidaknya mengidentifikasi lima hal yaitu (1) memastikan
bahwa sumberdaya keuangan daerah sesuai atau minimal cukup untuk membiayai kapasitas
pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik; (2) masyarakat daerah harus
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
28 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
mengetahui ongkos real dari layanan publik; (3) masyarakat juga harus bisa menyatakan
keinginan mereka dengan cara yang baik dan membangun; (4) harus ada transparansi dan
akuntabilitas dari setiap kegiatan pemerintah daerah; dan (5) sistem hukum harus sesuai
dengan tujuan utama sistem politik negara.
Namun, kemunculan desentralisasi di negara-negara berkembang biasanya
didahului oleh perubahan politik dan sosial-ekonomi atau bisa juga karena tekanan publik
(Kudo 2004: 153), bukan murni kesadaran pemerintah untuk mendistribusikan wewenang
sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat. Sudah begitu, sebagaimana disimpulkan oleh
Polidano dan Hulme (1999: 125-126), desentralisasi di negara berkembang ini lebih
didominasi oleh praktik devolusi otoritas politik, sementara sedikit saja perhatian yang
dicurahkan pada desentralisasi manajemen. Implikasinya, praktik desentralisasi di negara-
negara ini lebih terkonsentrasi pada pembagian wewenang politik, ketimbang bagaimana
segera mengoptimalkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan layanan publik yang
menyejahterakan rakyatnya.
Hal lain yang menyebabkan buah desentralisasi belum segera bisa dipetik di negara
berkembang adalah fakta bahwa kapasitas personil pemerintah daerah mereka masih sangat
kurang (Polidano dan Hulme 1999: 126). Belum lagi adanya hambatan yang datang dari
kelompok elit dan kelompok kepentingan lokal. Kasus di negara-negara berkembang,
misalnya, memperlihatkan bahwa tidak sedikit dari kelompok elit dan kepentingan yang
memanfaatkan desentralisasi hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya
(Minogue 1998: 20; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Maka alih-alih memproduksi
layanan publik yang efektif dan efisien, desentralisasi di negara berkembang tak jarang hanya
mempertontonkan adu kekuatan massa karena ketakpuasan hasil pemilihan kepala daerah
dan kemudian menjadikan pemerintahan daerah sebagai lahan subur praktik korupsi.
Satu Setengah Dekade Desentralisasi Indonesia
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
29JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Di Indonesia, desentralisasi dilahirkan secara berdarah-darah. Reformasi 1998
memakan korban mahasiswa dan rakyat jelata serta memorak-porandakan beberapa kota.
Hasilnya, desentralisasi yang dinamai otonomi daerah itu kemudian melahirkan sistem
politik dan pemerintahan Indonesia yang lebih demokratis dan terbuka. Pada saat yang sama
kebebasan sipil sebagaimana terlihat pada makin bebasnya pers dan partisipasi warga juga
makin tergaransi (Green 2005: 4).
Desentralisasi, yang idenya disetujui oleh semua golongan dan ideologi dari yang
paling kanan sampai ke yang paling kiri (Bardhan 2002: 185-186), di negeri ini juga diyakini
menjadi solusi untuk menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mumpuni baik dari sisi
kebijakan politik dan administratif, maupun kekuatan keuangan daerah. Ia pada saat yang
sama akan mendorong keterlibatan lebih luas masyarakat dalam pembangunan daerah dan
menumbuhkan iklim evaluasi publik yang lebih kondusif. Dengan begitu, idealnya
pemerintah daerah akan dapat menghadirkan layanan publik yang lebih cepat dan mudah,
sanggup mengatrol pembangunan daerah karena dukungan kapasitas keuangan yang
mumpuni, dan iklim pemerintahan menjadi lebih sehat karena semakin besarnya partisipasi
masyarakat dan organisasi non-pemerintah dalam menyumbangkan gagasan maupun
memberikan evaluasi pada performa pemerintahan daerahnya.
Namun, tidak sebagaimana potret negara-negara OECD, dalam bingkai
desentralisasi berbalut negara kesatuan, Undang-Undang di Indonesia hanya
mengakomodasi dua komponen pertama dalam konsep desentralisasi (politik dan
administasi), sementara tetap mempertahankan kebijakan fiskal sebagai bagian dari otoritas
pemerintah pusat (Green 2005: 4, 9). Undang Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah
yang secara berkala direvisi mulai dari UU No. 22/1999, kemudian UU No. 32/2004, dan
terakhir UU No. 23/2014 menempatkan urusan pemerintahan absolut seperti politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama sebagai
domain pemerintah pusat. Dari situ, aspek pembagian administrasi terlihat sudah tidak
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
30 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
menjadi masalah. Distribusi kewenangan politik, selain urusan politik luar negeri, juga
sepertinya sudah lebih selaras dengan konsep desentralisasi. Tetapi soal fiskal, desentralisasi
di Indonesia tampak masih menjalankannya dengan setengah hati, untuk tidak mengatakan
sama sekali tidak mengakomodasi.
Di atas segalanya, kebijakan otonomi daerah yang sudah diinisiasi sejak 1999 dan
kemudian diimplementasikan pada 2001 jelas telah mengubah Indonesia secara umum.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan atau distribusi kewenangan kini sudah semakin jelas
dan tidak lagi terpusat. Untuk hal itu UU Pemerintahan Daerah menggunakan istilah
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (UU No. 23/2014). Desentralisasi
adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Sementara dekonsentrasi hanya pelimpahan sebagian urusan pemerintahan pusat kepada
kepala daerah dan instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan tugas pembantuan adalah
penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian
urusan pemerintahan pusat atau dari pemerintah provinsi kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Postur pemerintahan daerah mengalami perubahan signifikan setelah tahun 1999.
Jumlah daerah otonom provinsi, kabupaten/kota meningkat tajam. Sampai dengan 2014
saja, menurut data Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
(Kemendagri) 8 provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kotamadya baru telah terbentuk. Artinya,
kini Indonesia memiliki 34 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota. Tahun 2015 dan ke
depannya, parlemen Indonesia masih dan akan terus menggodok rancangan undang-undang
untuk usulan puluhan bahkan ratusan pemekaran daerah baru.
Selain menghasilkan penambahan daerah dan mempertegas pembagian urusan
pemerintahan, 1,5 dekade praktik desentralisasi juga telah melahirkan beberapa daerah
percontohan dimana pemerintahannya sudah berjalan relatif lebih efektif, responsif dan
akuntabel. Beberapa daerah tersebut misalnya Kabupaten Sragen di Jawa Tengah dan
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
31JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Kabupaten Jembrana di Bali. Kabupaten Sragen telah berhasil membangun beberapa unit
pemerintahan menjadi sumber pendapatan daerah, memberikan pelatihan kejuruan bagi
warga, dan melaksanakan beberapa urusan dan manajemen pemerintahan secara elektronik
dengan lebih mengaktifkan peran serta pemerintah di tingkat terendah. Sementara
Jembrana telah berhasil merestrukturisasi unit pemerintahan dan manajemen birokrasi
secara umum, memberikan block grand dalam jumlah signifikan kepada sekolah negeri
maupun swasta, dan telah memfungsikan perizinan satu atap untuk layanan pemerintahan
(Prasojo 2008: 9-13). Ini adalah contoh nyata kemajuan daerah yang sanggup mengambil
dampak positif desentralisasi. Sebuah capaian spesial yang pada rezim sentralistik
sebelumnya bahkan sama sekali tak terbayangkan.
Namun begitu, desentralisasi Indonesia tidak sama dengan desentralisasi di negara
federal. UUD 1945, misalnya, membatasi bahwa hubungan antara pemerintah pusat dengan
daerah otonom adalah bersifat dependent-subordinate, bukan independent-coordinative seperti di
negara federal. Di sini pemerintah pusat tidak sepenuhnya melepaskan otonomi kepada
pemerintah daerah. Maka, dalam kasus pembuatan peraturan daerah (Perda) contohnya,
pemerintah daerah tidak bisa begitu saja membuat dan menetapkan peraturan. Selain tentu
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan, ia juga tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Permendagri No.
1/2014). Jika Perda melanggar hal tersebut, ia bisa dibatalkan.
PR Desentralisasi
Di luar batasan kewenangan pengelolaan urusan pemerintah daerah yang ditentukan
undang-undang, desentralisasi Indonesia jelas belum sepenuhnya terbebas dari masalah.
Beberapa kendala yang hingga saat ini menghambat laju perkembangan desentralisasi dapat
disebutkan misalnya pada kenyataan akan masih tingginya tingkat korupsi yang dilakukan
oleh pemerintah di era otonomi daerah. Dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) Indonesia
hanya memperoleh skor 32 - 34 dari total 100 dalam indeks persepsi korupsi yang dibuat
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
32 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
oleh Transparency International (Transparency International 2014). Skor tersebut
menempatkan Indonesia di peringkat ke-107 dari 175 negara. Artinya, Indonesia masih
berada di zona merah korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat begitu banyaknya korupsi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Dari 2004 sampai dengan 2014, sebanyak 36,5 persen
tindak pidana korupsi (TPK) dilakukan oleh pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota). Sementara TPK terbesar melibatkan unsur kementerian/lembaga yang
berjumlah tak kurang dari 44,5 persen (KPK 2014). Dari data tersebut, desentralisasi jelas
belum dapat meminimalisasi apalagi memberantas penyakit akut korupsi. Kalau begitu, apa
yang masih menjadi pekerjaan rumah desentralisasi? Green (2005: 7) mengidentifikasi
faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi elit lokal pada proses administrasi
dan kurangnya pengawasan eksternal atas kegiatan dan pembelanjaan pemerintah daerah.
Rasionalisasinya adalah karena otoritas mereka di era desentralisasi semakin meningkat, elit
dan pejabat lokal sekarang menggunakan wewenang itu untuk meminta hadiah atau suap
dalam hal, misalnya, pemrosesan administrasi dan perijinan bisnis. Si pelaku usaha, pada
titik lain, hampir tidak punya pilihan kecuali membayar urusan yang tidak transparan demi
memperlancar proses perijinan. Sementara itu, pengawasan masyarakat sipil juga masih
lemah. Kombinasi sempurna inilah yang kemudian menjadikan persoalan perizinan sebagai
ruang yang menghubungkan suap dengan praktik korupsi (Kuncoro, 2004).
Masalah lain yang dapat diidentifikasi adalah problem klasik berupa masih
ditemukannya alur birokrasi berbelit yang jauh dari prinsip efektivitas dan lambannya
respon pemerintah daerah atas keluhan masyarakat. Hal tersebut, pada gilirannya, berujung
pada ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Di sini,
masalah realnya adalah kekurangan sumberdaya manusia di level pemerintahan daerah,
kultur kolot birokrasi yang masih emoh mengedepankan prinsip costumer friendly, dan
kurang berfungsinya sistem informasi pemerintah daerah. Pada faktor yang disebutkan
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
33JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
terakhir, misalnya, sesungguhnya kini hampir tidak ada lagi pemerintahan di Indonesia baik
pada level pusat maupun daerah yang tidak memiliki situs web dan layanan elektronik.
Sayangnya, tidak semua fasilitas itu dapat diakses secara terbuka oleh publik (Kudo 2004,
hal. 167). Sehingga, arus informasi pemerintah-masyarakat dan sebaliknya menjadi
terputus.
Dengan kondisi seperti itu, maka sepertinya benar belaka jika Pepinsky dan
Wihardja (2011) menyimpulkan bahwa desentralisasi Indonesia tidak memberikan efek
positif dan kausal pada performa ekonomi secara nasional. Di tingkat lokal, pemerintah
daerah yang semakin memiliki kebebasan untuk bersaing memanfaatkan sumberdaya
produktif terhambat karena heterogenitas yang sangat luas antardaerah. Sementara
kewajiban pemerintah daerah agar akuntabel terhadap masyarakatnya sendiri kerap
menguap menjadi semata ilusi karena, terutama di daerah-daerah yang secara sosioekonomi
tertinggal, masyarakatnya tidak memiliki mekanisme punishment yang jelas dan ketat atas
kegagalan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang pro-kesejahteraan (Pepinsky
dan Wihardja 2011: 352).
Meramu Pemerintah Daerah
Melihat masih berkelindannya permasalahan yang membebat proses desentralisasi,
konsepnya di Indonesia jelas memerlukan reformasi lebih lanjut. Karena desentralisasi
menjadikan pemerintah daerah sebagai pemeran utama, maka peran, fungsi dan posisi
mereka perlu direvitalisasi. Revitalisasi perlu dilakukan di berbagai aspek agar pemerintah
daerah dapat lebih efektif, responsif dan akuntabel dalam menjalankan tugas melayani
masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pertama, merestrukturisasi praktik
manajemen publik. Hal ini, misalnya, bisa dijalankan dengan menyederhanakan prosedur
pelayanan publik, mendefinisikan ulang posisi pegawai negeri menjadi lebih menyerupai
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
34 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
sistem pasar, dan memfokuskan kebijakan pemerintah pada fasilitas dan layanan yang lebih
dirasakan publik secara langsung (Caiden dan Sundaram 2004: 380).
Penyederhanaan prosedur layanan publik akan dapat memangkas waktu dan biaya
dalam memroses urusan administratif. Ini penting mengingat compliance costs dalam hal
waktu pemrosesan dianggap sebagai beban yang justru lebih berat daripada monetary costs
(Lewis, 2006). Sementara pengadopsian prinsip pasar pada layanan kemasyarakatan akan
membuat pemerintah daerah menjadi lebih responsif. Menempatkan masyarakat sebagai
pelanggan seperti dalam pasar akan membuat pemerintah tertantang untuk terus melakukan
inovasi dalam rangka memenuhi demand masyarakat. Dengan begitu, selain akan dapat
menjamin pemenuhan permintaan masyarakat, pemerintah juga mestinya akan semakin
mempermudah sekaligus mempermurah ongkos urusan publik. Namun, seperti yang terjadi
di India (Caiden dan Sundaram 2004: 380), mengimplementasikan langkah tersebut
tampaknya bukanlah urusan yang mudah. Di samping mensyaratkan political will
pemerintah, ia membutuhkan kontrol yang lebih luas dan kuat baik dari internal pemerintah
maupun dari masyarakat sipil untuk memastikan akuntabilitas, efisiensi dan kualitas
layanannya.
Kedua, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah. Pengelolaan sungguh-
sungguh atas informasi pemerintah secara elektronik bisa menjadi cara efektif dalam konteks
ini (Kudo 2004; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Pengalaman Italia dalam mereformasi
manajemen publik akan sangat baik diterapkan di Indonesia. E-government yang dibangun
oleh Italia, misalnya, tidak hanya mencakup penyediaan informasi pemerintah melalui
website, tetapi juga deklarasi secara online dan e-payment (Kudo 2004: 156-158). Mereka
menerapkan sistem itu pada sektor perpajakan dan semua pengadaan yang dilakukan
pemerintah. Pada gilirannya, hal tersebut mendukung upaya pemerintah Italia dalam usaha
merasionalisasi keuangan, menjamin akuntabilitas pemerintah, menurunkan tingkat
korupsi, dan memperkuat suasana politik yang demokratis. Sekarang, yang dibutuhkan oleh
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
35JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Indonesia, di luar permasalahan teknologi, adalah dukungan serius terutama terkait
prosedur administrasi, sistem dan kemauan pemerintah, juga pengawasan dari masyarakat
(Caiden dan Sundaram 2004: 379; Kudo 2004: 157).
Ketiga, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pemerintahan daerah. Tak bisa
dimungkiri bahwa kapasitas aparatur pemerintahan daerah masih menjadi pekerjaan rumah
yang berat dalam rangka menjalankan roda otonomi daerah menjadi lebih efektif dan
efisien. Yang butuh terus diperbaiki di sini adalah pola rekrutmen pegawai negeri di daerah.
Hal ini penting karena merekrut orang yang benar dan tepat lewat prosedur yang obyektif
menjadi fondasi bagi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif (CGD 2008: 66). Hal lain
yang mesti terus dilakukan adalah upgrading kapasitas aparatur pemerintah lewat pendidikan
dan pelatihan terutama di bidang administrasi dan teknologi (Polidano dan Hulme 1999;
Kudo 2004). Peningkatan kapasitas ini sangat vital karena, sebagaimana diingatkan Caiden
dan Sundaram (2004: 380), pegawai negeri yang tidak terampil akan cenderung bergantung
pada instruksi pimpinan sehingga mudah dimanfaatkan oleh mereka yang berwatak
oportunis untuk melegitimasi sikap dan tindak korupnya.
Pada titik itu, hambatan besarnya terletak pada minimnya dukungan dan kapasitas
keuangan daerah (Green 2005: 8). Tak sedikit daerah di Indonesia yang sejatinya cukup
kaya tetapi kurang memperhatikan capacity upgrading aparaturnya, sementara daerah-daerah
yang terbilang miskin, untuk memenuhi kebutuhan wajibnya saja kadang masih tidak
sanggup, apalagi untuk memberikan dukungan keuangan bagi peningkatan kapasitas
pegawainya. Dalam konteks ini, Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan kepada seluruh
pemerintah daerah tampak belum mampu membantu menghasilkan pemerintahan yang
efektif. Sementara itu Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya menyasar pada pemenuhan urusan
pemerintahan secara fisik. Maka model alternatif subsidi silang antara daerah yang memiliki
fiskal mumpuni dengan daerah miskin perlu terus direformulasi sehingga pemerataan tidak
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
36 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
semata menjadi kegiatan rutin bancakan anggaran, tetapi lebih berdaya guna bagi
pembangunan daerah.
Keempat, mengintensifkan koordinasi antarlevel dan sektor pemerintahan. Hal ini
penting dilakukan untuk menjadikan kegiatan pemerintah semakin fokus dengan cakupan
yang lebih jelas. Koordinasi yang intens, menurut Green (2005: 8), akan dapat menurunkan
anggaran pemerintah, menjadikan layanan publik semakin efisien, dan pada saat yang sama
bisa mencegah maraknya korupsi. Dengan komunikasi dan koordinasi yang intens, lembaga-
lembaga pemerintah akan dapat memetakan permasalahan prioritas sekaligus dapat saling
melengkapi kegiatan antarlembaga pemerintahan, bukan hanya asal menyerap anggaran.
Dengan begitu tidak akan ada lagi kasus di mana program dengan tujuan yang sama
dijalankan oleh beberapa departemen. Kalaupun tetap terjadi persinggungan, maka lewat
koordinasi, anggaran pemerintah akan dengan mudah dipecah pada level cakupan atau
konsentrasinya.
Kelima, melakukan penataan ulang politik lokal dan penguatan penegakan hukum.
Hal ini terutama dilakukan sebagai respon atas maraknya tindak korupsi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Sudah mafhum bahwa korupsi dapat membunuh semua jenis reformasi
dan membuat desentralisasi menggali lubang kuburnya sendiri (Caiden dan Sundaram 2004,
hal. 382). Desentralisasi menjadi hilang efektivitasnya dan pembangunan daerah menjadi
terhambat karena kanal anggaran disulap sementara alokasi disunat oleh okunum
pemerintah yang hanya memprioritaskan kepentingan sesaat.
Di era otonomi daerah di mana pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung,
potensi korupsi sudah bisa dibaca dari proses calon kepala daerah mengikuti kontestasi.
Sudah bukan rahasia lagi jika pemimpin daerah terpilih akan coba mengembalikan
pengeluaran kampanye mereka dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Untuk itu,
beberapa ahli mengusulkan pentingnya pemberdayaan budaya kejujuran (Minogue 1998:
32; Green 2005: 8). Tetapi hal itu sungguh terlalu abstrak, maka yang penting diwujudkan
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
37JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
adalah, misalnya, pengaturan standar transparansi, penciptaan kode etik pelayanan publik,
dan penguatan pengawasan baik secara internal maupun eksternal. Bersama dengan itu juga
penting hadirnya penegakan hukum yang lebih kuat. Sebab sistem hukum yang lemah
dengan hakim yang bisa dinegosiasi, misalnya, hanya akan melahirkan mekanisme hukum
yang justru menjadi ladang korupsi para elit dan lembaga hukum itu sendiri.
Keenam, memperkuat kontrol secara proporsional baik oleh pemerintah pusat
maupun masyarakat sipil. Memang benar bahwa pemerintah daerah memerlukan otonomi
untuk menjalankan desentralisasi secara efektif. Namun, kemelimpahan otonomi juga
menyimpan bahanya sendiri. Salah satu yang paling sering muncul adalah penyalahgunaan
kekuasaan yang justru bertentangan dengan tujuan desentralisasi sendiri. Oleh karena itu,
desentralisasi yang efektif juga memerlukan semacam kontrol atau pemantauan yang
proporsional dari pemerintah pusat. Hal ini misalnya dapat dilakukan lewat penerbitan
beberapa peraturan pemerintah terkait penyelenggaraan otonomi daerah. Indonesia
memang telah memiliki banyak peraturan dan petunjuk teknis untuk hal itu, namun yang
perlu terus diperjelas adalah, misalnya, soal standar pelayanan, sistem atau alat kontrol
untuk menjamin efisiensi, pengukuran kinerja, dan mekanisme audit keuangan
pemerintahan daerah (Minogue 1998: 31).
Pada titik lain, kontrol terhadap pemerintah daerah juga perlu ditunjang dengan
keterlibatan aktif masyarakat. Pelajaran dari Rajasthan India dan Proshika Bangladesh dapat
dicontoh oleh Indonesia. Di kedua daerah tersebut, sebagaimana dicatat Polidano dan
Hulme (1999: 127), masyarakat sipil berperan besar dalam memberikan tekanan dan
kontrol kepada pemerintah untuk memastikan tepat sasarannya penyaluran bantuan.
Mereka bahkan masuk pada ranah advokasi yang ditujukan untuk melindungi kelompok
bisnis lokal agar tidak mudah dimanfaatkan kepentingan sesaat pemerintah daerah. Kontrol
masyarakat sipil itulah yang pada gilirannya membuat pemerintah daerah lebih efektif dalam
mengelola bantuan dan urusan sosial lainnya. Sementara advokasi pada usaha kecil dan
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
38 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
menengah berbuah pada terjaganya kondusivitas iklim usaha dan akhirnya meningkatkan
kesejahteraan para warga.
Kesimpulan
Desentralisasi adalah konsep yang didesain untuk mendistribusikan otoritas
pemerintahan dari pusat ke daerah. Semangatnya adalah menghilangkan kehadiran penentu
kebijakan tunggal yang sangat rawan penyelewengan. Secara teoretis ia bisa berbentuk
desentralisasi politik, administratif, dan fiskal. Pelaksanaannya di beberapa negara maju,
seperti kasus negara-negara OECD, membuahkan hasil pada semakin efektif dan efisiennya
layanan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah.
Konsep desentralisasi menjadi booming di era 1980-an, dan sejak itu ramai diadopsi
oleh negara-negara berkembang. Pemicu praktik desentralisasi di negara berkembang
kebanyakan adalah huru-hara masalah sosio-ekonomi-politik dan tekanan publik. Maka
desentralisasi yang muncul lebih berwarna politik-administratif, kurang menyentuh wilayah
fiskal. Indonesia persis mengalami hal tersebut lewat kemunculan gerakan reformasi 1998.
UU pemerintahan daerah disyahkan dan terus direvisi untuk menyesuaikan dengan kondisi
dan coba mendekati idealitas konsepsi desentralisasi. Hasilnya, pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah semakin diperjelas. Namun wewenang yang dimiliki
pemerintah daerah tidak tak terbatas karena UUD 1945 membatasi hubungan pusat dan
daerah sebagai dependent-subordinate. Pada soal postur pemerintahan, efek desentralisasi di
Indonesia lebih besar lagi. Ia berhasil melahirkan daerah otonom baru degan jumlah yang
sangat signifikan.
Meski dapat memunculkan beberapa daerah percontohan, penerapan desentralisasi
Indonesia masih menyisakan masalah. Maraknya korupsi yang dilakukan pemerintah daerah,
masih ditemukannya alur birokrasi berbelit, dan lambannya respon pemerintah daerah atas
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
39JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
keluhan masyarakat adalah beberapa di antaranya saja. Untuk itu, desentralisasi perlu terus
direvitalisasi dan direformasi. Beberapa hal yang penting dipertimbangkan untuk
menciptakan pemerintah daerah yang efektif, responsif dan akuntabel di antaranya adalah
merestrukturisasi manajemen publik, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah,
meningkatkan kapasitas SDM pemerintahan daerah, mengintensifkan koordinasi, menata
ulang format politik lokal dan memperkuat penegakan hukum, serta memperkuat kontrol
atas kinerja pemerintah daerah.
Referensi
Adam, A, Dellis, MD, & Kammas, P 2014, ‘Fiscal decentraliszation and public sectorefficiency: evidence from OECD countries’, Economic and Governance, vol. 15, h. 17-49.
Bardhan, P 2002, ‘Decentralization of governance and development’, Journal of EconomicPerspectives, vol. 16, No. 4, h. 185-205.
Caiden, G & Sundaram, P 2004, ‘The specificity of public service reform’, PublicAdministration and Development, vol. 24, h. 373-383.
Commission on Growth and Development (CGD) 2008, ‘The Policy ingredients of growthstrategy, part 2’, The Growth report: strategies for sustained growth and inclusivedevelopment, The World Bank, h. 33-69.
Green, K 2005, ‘Decentralization and good governance: the case of Indonesia’, MunichPersonal RePEc Archive, h. 1-11.
Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri)2014, Pembentukan daerah-daerah otonom di Indonesia sampai dengan tahun 2014.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2012, 2013, 2014, KPK, Jakarta.
Kudo, H 2004, ‘Reform of public management through ITC: interface, accountability andtransparency’, Research in Public Policy Analysis and Management, vol. 13, h. 153-174.
Kuncoro, A 2004, ‘Bribery in Indonesia: Some Evidence from Micro-Level Data’, Bulletinof Indonesian Economic Studies, Vol. 4, No. 3.
Lewis, B 2006, ‘Local Tax Effect on Business Climate’, Jakata, Mimeo.
Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel
40 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Didi Ahmadi
Minogue, M 1998, ‘Changing the state: concept and practice in the reform of publicsector’, in M Minogue, C Polidano & D Hulme, (eds.), Beyond the new publicmanagement, Edward Elgar, Cheltenham, h. 17-37.
Osborne, D & Gaebler, T 1992, Reinventing government, Addison-Wesley, Reading, h. 1-24.
Pepinsky, TB & Wihardja, MW 2011, ‘Decentralization and economic performance inIndonesia’, Journal of East Asian Studies, vol. 11, No. 3, h. 337-371.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentangPembentukan Produk Hukum Daerah.
Polidano, C & Hulme, D 1999, ‘Public management reform in developing countries’,Public Management Review, vol.1, no. 1, h. 121-132.
Pollit, C 2002, ‘The new public management in international perspective: an analysis ofimpacts and effects’, in K McLaughlin, SP Osborne and E Ferlie (eds.), New publicmanagement: current trends and future prospects, Routledge, London, h. 274-292.
Prasojo, E 2008, ‘Reformasi birokrasi dan good governance: kasus best practices dari sejumlahdaerah di Indonesia’, makalah dipresentasikan dalam Simposium Internasional JurnalAntropologi Indonesia, h. 1-15.
Schneider, A 2003, ‘Decentralization: conceptualization and measurement’, Studies inComparative International Development, vol. 38, no. 3, h. 32-56.
Transparency International, Corruption Perceptions Index 2014, diakses pada tanggal 5Mei 2015, http://www.transparency.org/cpi2014/results.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999; UU No. 32 Tahun 2004; danUU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan
Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Muhammad Ali Sagalo
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram
AbstrakPembangunan sektor pariwisata tujuannya mengangkat kesejahteraan masyarakat didaerahNTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang dikenal mampumemberikan kenyaman. Pariwisata NTB telah berhasil mengangkat derajat masyarakatdengan berbagai peluang pengelolaan berbagai bidang industri kreatif dan kerajinan.Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluar dari tingginya faktor miskin danpengangguran masyarakat. Pariwisata di NTB merupakansalah satu faktor penting bagipembangunan masyarakat. Apalagi menumbuhkan industri kreatif lebih terbuka danmeningkatnya ekonomi domestik lokal.
Kata Kunci : Strategi Pembangunan, Pengembangan, Destinasi Pariwisata UnggulanPertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal
AbstractTourism sector development goal to lift the welfare of the people in the area NTB as the area of choicefor foreign tourists are known to provide comfort. NTB tourism has managed to elevate the public witha variety of opportunities management of a variety of creative and craft industries. So NTB tourismsectoris considered a way out of the high factor of poor and unemployed community. Tourism in NTB isanimportant factor for the development of society. Moreover, the creative industries grow more openand increasing local domestic economy.
Keywords: Development Strategy, Development, Growth Domestic Tourism Destination LeadingLocal Economy
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
42 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Pendahuluan
Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia
yang sedang mengalami peningkatan pertumbuhan kunjungan wisatawan setiap tahun.
Pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan pendapatan
(Rio S. Migang, dkk., 2010). Maka dari itu Industri pariwisata di NTB diharapkan memiliki
keterkaitan ke belakang yang kuat dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pengembangan
industri pariwisata di NTB telah berdampak positif terhadap pendapatan regional (PDRB),
penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi pendapatan masyarakat. Dampak positif
tersebut terjadi akibat dari keterkaitan antarsektor dalam proses produksi guna memenuhi
permintaan.1
Lombok sebagai suatu Destinasi Wisata (daerah tujuan wisata) utama nasional, baik
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantaratelah dikenal sejak lama. Kemajuan
sektor pariwisata NTB melampaui proyeksi UNDP dengan porsentase kunjungan wisatawan
mancanegara sebesar 281 porsen dan kunjungan wisatawan nusantara sebesar 86 porsen
pada tahun 1991. Sejak tahun 1990-an sektor parisiwata NTB, khususnya di pulau Lombok
dan Sumbawa secara signifikan terus meningkat hingga pada tahun 1997 ketika Indonesia
dan Asia pada umumnya dilanda krisis moneter. Tingkat kunjungan wisatawan asing,
khususnya dari negara-negara Asia menurun drastis. Keadaan ini tidak berlangsung lama,
1 Faturahman menjelaskan dalam penelitiannya bahwa dukungan dan pembinaan terhadap atraksi seni budayaperlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan struktur obyek pariwisata NTB sehingga tidak semata-matamengandalkan obyek wisata alam tetapi dapat dikembangakan seperti di daerah lain, Bali dan DIY yangmemiliki obyek wisata alam dan wisata budaya yang sama-sama berkembang dengan baik. Objek-objekwisata budaya terutama seni dan budaya, menurut pria kelahiran Lombok Timur, 29 November 1954, sangatbanyak menyerap tenaga kerja tetapi belum berperan memadai keterkaitan dan dampak bagi industripariwisata, sehingga perlu dikembangkan agar dapat menjadi objek wisata yang menjadi setingkat denganobyek wisata alam sebagaimana peranan seni budaya pada daerah tujuan wisata lainnnya seperti Bali dansebagainya. Sementara penyerapan tenaga kerja dari industri pariwisata di bidang jasa hiburan dan atraksibudaya diakuinya cukup besar yakni mampu menyerap sekitar 30 ribu orang tenaga kerja dari 47 ribu tenagakerja yang bekerja di bebagai sektordi NTB. Selain atraksi seni budaya, imbuhnya, industri mutiara perlumendapat perhatian khusus dalam hal pembinaan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dandukungan dalam proses perdagangan terutama dalam proses promosi. (HumasUGM/GustiGrehenson,http://ugm.ac.id/id/berita/41211.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb, diakses pada tanggal10 Januari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
43JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
yakni pada tahun 1999 sektor pariwasata sudah mulai menunjukkan kegairahannya hingga
tahun 2000 ketika bom mengguncang pulau Bali sebagai barometer pariwisata nasional.
Pulau Lombok dan Sumbawa merupakan daerah yang memiliki banyak tujuan wisata
yang dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun asing. Namun karena kurangnya
promosi membuat daerah yang ada di pulau Lombok dan Sumbawa jarang dikenal oleh para
wisatawan. Dengan mengacu pada perkembangan pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara
Barat dimulai sejak tahun 1967 hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan
(SK) Gubernur KDH Tingkat I Nusa Tenggara Barat tanggal 28 Mei 1967 No. 256/Sek.
1/3/1967, tentang pembetukan Badan Pembimbing Kepariwisataan Daerah untuk
merencanakan pengembangan industri pariwisata NTB yang dipusatkan di Lombok Barat.
Namun secara yuridis penetapan kawasan industri pariwisata di provinsi Nusa Tenggara
Barat dimulai sejak tahun 1989 hal tersebut sesuai dengan SK Gubernur NTB No. 2 tahun
1989 tentang penetapan 15 kawasan pariwisata di NTB yaitu; 9 yang terdapat di pulau
Lombok diantaranya Senggigi, Gili Gede, Suranadi, Kuta, Selung Blanak, Sade (Rambitan),
Gili Indah, Gunung Rinjani, dan Gili Sulat. Sedangkan di pulau Sumbawa terdapat 6
kawasan industri pariwisata, yaitu Moyo, Pantai Maluk, Pantai Hu’u, Gunung Tambora,
Bima dan Sape (Dwi Sudarsono, dkk. 1999: 4).
Selain wisata alamnya seperti; laut, pantai maupun Gunung, Lombok juga memiliki
wisata budaya. Atraksi wisat budaya banyak kita jumpai di pulau Lombok seperti tari
Gendang Beleq, Peresean, upacara Bau Nyale (Festival Bau Nyalae) di pantai Seger, Kuta,
Pujut Lombok Tengah. Selain itu juga terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti;
Taman Narmada, Pura Lingsar, Taman Mayura, dan lain sebagainya. Seiring dengan
hadirnya pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat berdampak pula pada adat-istiadat
masyarakat setempat termasuk sosial budayanya (I GustiBagusRaiUtama,tanpatahun).
Terkait dengan perkembangan pariwisata di Lombok dan Sumbawa,maka
pengembangan pariwisatanyaharus dengan konsep yang mengarah pada pembangunan
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
44 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
pariwisata berkelanjutan. Adapun dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan itu sangat
erat kaitanya dengan bagaimana manajemen destinasi pariwisata itu sendiri yang dalam hal
ini adalah manajemen destinasi wisata yang ada di pulau Lombok menuju pembangunan
pariwisata berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut salah satu aspek yang perlu ditata
adalah pariwisata budaya yang ada di pulau Lombok karena daya tarik ini sangat potensi
dalam rangka pembangunan pariwisata berkelanjutan di Lombok sebab selain Lombok
memiliki potensi budaya yang unik juga manajemennya harus sesuai dengan konsep-konsep
pariwisata berkelanjutan.
Salah satu bentuk manajemen destinasi pariwisata pulau menuju pembanguanan
pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam Pariwisata budaya sebab hal tersebut
tersebut merupakan salah satu atraksi wisata penting di pulau Lombok baik itu dengan
konsep penggunaan air yang bagus seperti di salah satu destinasi budaya di Lombok, yaitu di
Pura Lingsar maupun di Taman Narmada. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya yang
ada guna mendukung pembagunan pariwisata berkelanjutan itu harus memperhatikan
beberapa aspek diantaranya adalah aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Oleh
karenanya salah satu bentuk manajemen destinasi wisata pulau menuju pembanguanan
pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam bentuk pariwisata budaya.2
2 Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstraks, misalanya saja suatu gejala yangmelukiskan kepergian orang-orang dalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau penyebrangan orang-orang pada tapal batas suatu negara/pariwisata internasional (Salah Wahab, 1976:3). Proses bepergian inidapat menyebabkan terjadinya interaksi, dan hubungan-hubungan, saling pengertian insani, perasaan-perasaan, persepsi, motivasi, tekanan-tekanan, kepuasan, kenikmatan, dan lain sebagainya diantara sesamapribadi atau antarkelompok. Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan sebagai suatu alat untukmemperkecil kesenjangan, saling pengertian diantara negara-negara yang sudah berkembang, yang biasanyaadalah negara-negara sumber wisatawan atau negara pengirim wisatawan. Pada dasarnya bagian-bagian darigejala pariwisata terdiri dari tiga unsur yaitu; manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata),tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yangdihabiakan dalam perjalan ini sendiri dan selam berdiam di tempat tujuan). Unsur waktu dapat bervariasisesuai dengan jarak diantara titik pemberangkatan dengan negara atau daerah tujuan wisata, alat transportasiyang dipergunakan, lamanya mengvinap di tempat tujuan tersebut dan sebagainya(Dinas Pariwisata Seni danBudaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun 2002, Pemerintah Kabupaten LombokBarat).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
45JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian suatu
Negara, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan di sektor-sektor lain secara tidak
langsung. Adapun manfaat kegiatan kepariwisataan bagi suatu Negara dan daerah
diantaranya:
1. Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya
memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat-istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam;
2. Pariwisata menjadi faktor penting dalam mengembangkan ekonomi, karena kegiatannya
mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya. Selain hal tersebut di atas
secara nasional tujuan kepariwisataan adalah sebagai berikut;3
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. Menghapus kemiskinan;
d. Mengatasi pengangguran;
e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya;
f. Memajukan kebudayaan;
g. Mengangkat citra bangsa;
h. Memupuk rasa cinta tanah air;
i. Memperkukuh jadi diri dan kesatuan bangsa; dan
j. Mempererat persahabatan antarbangsa.
Selain itu juga, daya tarik wisata (atraksi wisata) merupakan suatu hal yang mutlak
diperlukan guna menghidupkan dunia kepariwisataan termasuk di dalamnya adalah
kebudayaan yang unik seperti halnya yang ada di Lombok Nusa Tenggara Barat. Terkait
dengan hal tersebut, menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
3 Undang-undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
46 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Keadaan alam, flora dan
fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal
pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya tarik wisata dibagi
menjadi empat (4) bagian yaitu (Salah Wahab, 1996):
1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai dan
pemandangan alam lainnya;
2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur bersejarah dan
modern, monumen, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan tempat-tempat
perbelanjaan lainnya;
3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni, teater, hiburan,
dan museum;
4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan
sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat.
Selain empat komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki komponen
aksesibilitas dan amenitas.4 Menurut Damanik dan Weber (2006:13) daya tarik wisata yang
baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan
keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat
pada suatu daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni
seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda
dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orisinalitas,
4 Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan daya tarik wisata yang satudengan daya tarik wisata yang lain di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut dan udara.Aksesibilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang rute dan tarifangkutan (Damanik dan Weber, 2006:12-13).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
47JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai
daya tarik wisata.
Daya tarik wisata budaya atau pariwisata budaya di Lombok merupakan salah satu
bentuk pariwisata yang sangat potensial untuk pemabagunan pariwisata berkelanjutan. Dan
berikut adalah beberapa atraksi wisata yang terkait dengan pariwisata budaya menuju
pariwisata berkelanjutan diantaranya (Sartika, ArindaCici, 2011):
a. Pura Lingsar
Kompleks Pura dan Kemaliq Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan
bangunan pura di dalamnya. Bangunan Pura sendiri tidak begitu besar tetapi mempunyai
beberapa keistimewaan. Pura ini terdiri atas tiga kompleks, yaitu kompleks Pura Lingsar
(Pura Gaduh), kompleks Kemaliq, dan kompleks Pesiraman.
Berdasarkan fungsinya, bangunan-bangunan yang terdapat di Pura/Taman Lingsar ini
dapat kita kelompokan menjadi 3 kelompok bangunan, yaitu:
1. Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh).Pura ini dikelilingi oleh tembok dari batu bata dengan
tinggi 3,51m, tebal 85 cm, dan diberi pintu utama di sebelah barat bagian tengah.
Tembok batu bata ini disebut pula Kori Agung. Bagian dalam halaman pura (jeroan
pura) terdapat bangunan-bangunan suci, diantaranya adalah Bale Banten, penyungsungan
Betara Gunung Agung, penyungsungan Betara Alit Sakti di bukit,penyungsungan Betara
Ngerurah, penyungsungan Betara Gunung Rinjani, Bale Pararianan dan Bale Pawedaan.
2. Kompleks Kemaliq. Kompleks ini dikelilingi oleh Penyungsungan Betara Gde Lingsar (Betara
Lingsir),petaulan atau pratina, Arca Garuda Wisnu, Bale Sekepat,dan Bangunan Baru.
3. Kompleks Pesiraman.Kompleks ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pesiraman Laki-laki
(Permandian untuk kaum laki-laki) dan Pesiraman Perempuan (Permandian untuk kaum
wanita). Di dalam Kompleks Pesiraman ini terdapat beberapa bangunan, yaitu bangunan
betara bagus belian, pancuran, dan Pancuran Loji.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
48 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
b. Taman Narmada
Sebuah tujuan wisata bak surgawi berupa taman tetirah keluarga kerajaan, sekaligus
tempat suci penyelenggaraan aktivitas religi yang unik dan amat tenteram dengan
panorama Gunung Rinjani yang eksotis yang berada di Taman Narmada, Lombok Nusa
Tenggara Barat. Kalau Kota Yogyakarta memiliki Tamansari sebagai tempat wisata yang
merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan bagi kerabat Keraton Yogyakarta, di
Lombok juga terdapat sebuah taman serupa yang disebut dengan Taman Narmada.
Taman Narmada ini dahulu kerap dipakai sebagai tempat peristirahatan keluarga raja dan
sebagai tempat suci bagi umat Hindu dalam mengadakan upacara adat Pekelem.
Taman Narmada dibangun tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, yakni Anak
Agung Ngurah Karangasem. Pemilihan nama Narmada juga tidak lepas dari agama Hindu
yang dianut oleh raja dan rakyat pada masa itu. Narmada diambil dari kata Narmadanadi,
nama sebuah anak Sungai Gangga di India yang dianggap suci oleh umat Hindu.
Penggunaan air di dalam Taman Narmada ini memberikan satu pelajaran penting, yaitu
bagaimana seharusnya kita menggunakan air secara baik dan benar, karena sistem
penggunaan air yang ada di taman Narmada ini adalah sistem yang sangat bagus dimana
penggunaan mata air alami, yaitu mata air yang selalu mengalir sepanjang zaman tanpa
harus merusak ekosistem yang ada.
Jika dalam pembangunan kepariwisataan menggunakan sumberdaya secara bijak itu
berarti bahwa salah satu indikator pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat
terwujud. Sebab, air merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pembangunan
kepariwisataan terutama untuk pariwisata berkelanjutan “sustainable tourism development”.
Salah satu upaya yang sangat menarik guna menggunakan air secara bijak adalah bahawa
ternyata air itu bisa membuat awet muda, selain air itu sebagai salah satu sumber
kehidupan. Di samping itu juga di Taman Narmada ini adalah sebuah bangunan yang
disebut Balai Petirtaan yang sumber airnya berasal dari Gunung Rinjani dan merupakan
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
49JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
pertemuan antara tiga sumber mata air, yaitu Lingsar, Suranadi, dan Narmada. Karena
mata airnya berasal dari Gunung Rinjani dan tempat pertemuan tiga sumber mata air,
maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum
dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.
Sebagai bangunan tua dan bersejarah, Taman Narmada tidak lepas dari mitos.
Mitos yang berkembang di sana dan dipercaya sebagian orang adalah khasiat awet muda
dari mata air di dalam kompleks taman ini. Taman Narmada memang dipenuhi dengan
kolam, parit, dan pancuran. Air ini mengalir sepanjang hari tanpa kenal henti. Di
beberapa lokasi, air dijatuhkan menjadi pancuran. Pancuran itu sering dimanfaatkan
pengunjung untuk membasuh muka dan cuci tangan. Air yang melimpah dan bening ini
memang mengagumkan. Tidak heran jika berkembang mitos bahwa yang mandi atau
sekadar membasuh muka dan dari taman ini dipercaya akan awet muda karena kondisi
airnya yang sejuk dan bening belum tercemar polusi. Boleh jadi air yang berasal dari
Pegunungan Rinjani ini mengandung banyak mineral yang bermanfaat bagi kesehatan
kulit. Mineral-mineral ini akan membantu menunda penuaan dini dengan memberikan
efek pelembapan. Apalagi dengan meminum air yang kaya mineral, selain merupakan
cara yang ampuh menunda proses penuaan, berkhasiat menjaga kesehatan (Tengku Nor
RizanTengkuMohdMaasum, 2011).
Antara taman Narmada dan Pura Lingsar mempunyai kemiripan serta kaitan yang
erat terutama dalam hal kebudayaan dan pariwisata Lombok. Dalam hal ini kita
mendapat pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya membina kerukunan serta
saling toleransi antarsesama supaya tercipta keharmonisan dalam hidup termasuk di
dalamnya adalah bagaimana seharusnya kita menjaga hubungan baik dengan alam
lingkungan sekitar. Disamping itu juga di Lombok terdapat berbagai tradisi, kebudayaan,
adat-istiadat maupun kesenian yang hingga kini masih dilestarikan seiring dengan
berkembangnya pariwisata:
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
50 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
a. Tari Gendang Beleq;
b. Peresean;
c. Bau Nyale;
d. Sade.
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) fokus padapembangunan dan
pengembangan destinasi pariwisata unggulan sebagai upaya menarik minat wisatawan baik
dalam negeri maupun luar negeri. Destinasi yang memiliki daya tarik spesial sebagai pusat
pembangunan seperti wilayah tenun khas suku sasak di desa Sade, Gili Trawangan, Gili Air,
Pulau Satonda dan Gili Meno. Hal ini dilakukan mulai tahun 2014 hingga tahun 2016.
Pelaksanaan perencanaan pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata
unggulan didasarkan pada peraturan daerah (perda) yang telah ditetapkan guna memperjelas
arah pengembangan pariwisata terpadu. Dasar-dasar tersebut misalnya bertolak pada
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata
di NTB. Kemudian Perda ini sudah diperbarui karena bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 yang merupakan penjabaran dari Undang
Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang
kepariwisataan.
Setelah diterbitkan regulasi rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional,
maka harus ada rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah yang ditetapkan melalui
peraturan daerah yang telah diperbarui.Dengan demikian, perda rencana induk
pembangunan pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat lebih mempertegas kawasan
pengembangan pariwisata di wilayah NTB, yang disesuaikan dengan MP3EI (Masterplan
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
51JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) (Ahmad Kamal Abdullah,
2011: 92).
Untuk menetapkan arah kebijakan pengembangan pariwisata terpadu dan program
strategis kepariwisataan di wilayah NTB, maka disiapkan regulasi ditingkat daerah sesuai
dengan arah pembangunan dan pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan jangka
menengah yang memiliki pengaruh positif terhadap potensi pariwisata dari sisi produk,
pasar, spasial, sumberdaya manusia, manajemen, dan aspek lainnya.Dengan begitu,
diharapkan pariwisata NTB tumbuh dan berkembang serta berkelanjutan bagi proses
pembangunan dan pengembangan wilayah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, regulasi tersebut juga untuk mengatur peran setiap lintas instansi sektoral, pelaku
bisnis, maupun lintas daerah/wilayah, agar dapat mendorong pengembangan pariwisata
secara sinergis dan terpadu.
Sesuai dengan konsep pembangunan maritim dan konsep MP3EI, maka provinsi Nusa
Tenggara Barat berada dalam koridor yang sama dengan provinsi lain dalam pembangunan
dan pengembangan pariwisata dan ketahanan pangan. Ada empat pilar pembangunan
pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat, yang meliputi pelaku pariwisata, media, lingkungan
dan destinasi. Pengembangan empat pilar pembangunan pariwisata daerah NTB, tentu
membutuhkan pola penataan kawasan pengembangan dan pembenahan infrastruktur yang
telah ada. Anggaran daerah untuk pembangunan dan pengembangan destinasi di tahun 2014
lebih banyak dari anggaran promosi mencapai Rp 18 miliar dan anggaran promosi hanya
sebesar Rp 2 miliar saja dari sebelumnya Rp 7 miliar lebih. Hal ini, merupakan upaya serius
pengembangan potensi pariwisata NTB dilakukan meskipun porsinya relatif berkurang
dibanding tahun sebelumnya. Pasalnya, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012
sampai sekarang ini dan akan terus dilakukan telah sukses melampui target dengan angka
kunjungan mencapai 1.163.142 wisatawandengan rincian 752.306 wisatawan mancanegara
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
52 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
dan wisatawan nusantara 876.816 orang, bahkan lebih dan setiap tahun mengalami
peningkatan yang luar biasa.
Capaian ini didukung oleh promosi yang masif dan terarah oleh pemerintah dan
pelaku usaha pariwisata.Namun, pada sisi obyek wisata, masih perlu dilakukan penataan dan
penyediaan sarana serta fasilitas pendukung yang lebih representatif, misalnya "rest area"
(shelter), kamar mandi atau tempat bilas, musalla atau masjid serta tempat sampah (Raihanah
M.M, 2013: 33). Dalam melakukan upaya penataan destinasi, bila hanya mengandalkan
pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kewenangannya, belum dapat dilaksanakan secara
optimal, mengingat kapasitas fiskal pemerintah kabupaten/kota relatif terbatas.Karena itu,
dialokasikan anggaran penataan destinasi pariwisata dalam jumlah yang cukup memadai dari
Pemerintah Provinsi NTB sekaligus mengurangi anggaran promosi.5
Berbagai macam bentuk pembangunan dan pengembangan pusat destinasi pariwisata
NTB, seperti pulau Gunung Satonda yang merupakan gunung api seluas 2.600
hektardijadikan taman wisata laut yang memiliki danau airasin di tengah pulau.
Diperkirakan danau terbentukakibat letusan Gunung Tambora sehingga mengakibatkan
tsunami hingga menerjang Kaldera Gunung Satonda pada tahun 1815. Lalu pembangunan
"open stage" (panggung terbuka) Udayana Kota Mataram, penataan infrastruktur jalan
lingkar Gili Air Lombok Utara, pembangunan fasilitas wisata di Aik Nyet Sesaot Lombok
Barat, pembuatan "geo trail" Timbanuh untuk menuju Gunung Rinjani Lombok Timur dan
pembangunan jalur pendakian Gunung Tambora Kabupaten Dompu, Gunung Barujari yang
5Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini fokus membenahi destinasi wisata untuk meningkatkankunjungan wisatawan ke daerah itu. Pada tahun 2015 Disbudpar selain melakukan promosi langsung di dalamdan luar negeri, juga membenahi obyek wisata yang ada di Pulau Lombok dan Sumbawa. Dinas Kebudayaandan Pariwisata NTB mencatat angka kunjungan wisatawan hingga akhir 2014 mencapai 1.629.122 orang.Berdasarkan angka kunjungan itu, Pemprov NTB pada 2015 terus melakukan pembenahan danpengembangan di berbagai bidang, terutama destinasi wisata yang menjadi daya tarik wisatawan.Pembenahan difokuskan pada destinasi wisata yang tidak dikelola oleh investor. Beberapa obyek wisatamasih perlu dilakukan penataan dan penyediaan sarana dan fasilitas pendukung yang lebih representatif.Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat(http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangkan.Destinasi.Pariwisata.UnggulanDiakses pada tanggal 18 februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
53JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
terletak di Kaldera Gunung Rinjani (3.726 mdpl) merupakan gunung baru yang muncul di
Kaldera karena adanya aktivitas vulkanik yang disebut zona inti Gunung Rinjani. Gunung
baru terakhir meletus 2009 dan menciptakan kawah baru di sisi timur. Kemudian destinasi
unggulan yang ada di kabupaten Sumbawa bagian Timur, yakni pantai panjang ketapang
jemplung sebagai pusat wisata kuliner, dan pulau Moyo Kabupaten Sumbawa.
Pembenahan destinasi wisata bukan hanya untuk mendatangkan wisatawan dan
membuatnya betah untuk berwisata ke NTB, tetapi banyak dampak positif yang secara tidak
langsung bermanfaat bagi masyarakat sekitar lokasi wisata, yakni peningkatan taraf ekonomi
yang sangat luar biasa dan terjadinya perubahan atas pergerakan pendapatan masyarakat
Nusa Tenggara Barat.Destinasi wisata juga bertujuan mendatangkan wisatawan, sektor ini
bisa berperan dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja, atau memberi peluang usaha di
bidang pariwisata yang dikelola masyarakat sekitar.
Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah provinsi NTB adalah menggandeng
kelompok sadar wisata dalam membangun destinasi wisata untuk membantu dalam
pengembangan dan upaya menarik wisatawan datang berkunjung (Hang Siew Ming, 2011:
201).Kelompok yang dibentuk memelihara dan menjaga destinasi wisata unggulan.Dengan
demikian, wisatawan akan merasa nyaman ketika berwisata dan keramahtamahan
masyarakat lokal juga harus ditingkatkan serta kondusifitas keamanan destinasi harus baik.
Pada masa ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun pariwisata NTB dan
mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dan sektor dengan diluncurkan sejumlah
program, seperti Gerbang Emas Bangun Desa,pembanguan Bandara Internasional Lombok.
Tidak hanya itu, ada kepastian investasi dari Emaar Properties Dubai Uni Emirat Arab untuk
mengembangkan Lombok Tourism Development Corporotion (LTDC) di Lombok Tengah bagian
selatan dan World Islamic Travel Mart (WITM) serta Join International Seminar on Islamic Tourism
2015. Pemerintahan daerah provinsi bersama masyarakat Nusa Tenggara Barat terus
bergegas meretas jalan kebuntuan harapan menuju terwujudnya NTB Berdaya Saing.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
54 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Bahkan pemerintah NTB menerapakan tempat wisata syariah yang bekerjasama
antara WITM Malaysia dengan NTB. Dipilih sebagai lokasi wisata Islami karena
menyediakan paket wisata syariah yang didukung mayoritas penduduk yang beragama
Islam.Setidaknya ada tiga indikasi NTB dijadikan lokasi wisata syariah, yakni
pertama,keberadaan penghafal Al-Quran; kedua, predikat Pulau Seribu Masjid; dan
ketiga, banyaknya pondok pesantren dan kota-kota santri di Pulau Lombok dan Pulau
Sumbawa.Lombok dan pulau Sumbawa itu memang indah,sangat cocok pariwisata Islami.
Tujuan lain, wisata syariah adalah dapat memenuhi kebutuhan para pelancong dari dalam
dan luar negeri, khususnya yang beragama Islam. Sejumlah restoran, pedagang kaklima,
gerai makanan, ‘warteg’ dan lain sebagainya juga menyediakan makanan yang telah terjamin
dan tersertifikasi halal.Di Lombok dan pulau Sumbawa, cukup banyak pondok pesantren
yang kerap dikunjungi wisatawan mancanegara. Para turis itu pun menjadikannya sebagai
tempat belajar. Pondok pesantren dijadikan tempat wisata syariah antara lain Pondok
pesantren Muhammadiyah, Nurul Haramain Narmada, Nurul Hakim, dan Al-Islahuddiny di
Lombok Barat, Qomarul Huda Bagu di Lombok Tengah, serta Nahdlatul Wathan di Pancor
dan Anjani, Lombok Timur.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan
Instrumen branding strategi promosi pariwisata mewakili gambaran besar entitas
pariwisataNusa Tenggara Barat, hendaknya juga mengakomodir berbagai kepentingan
masyarakatdengan tujuan sosialisasi,apa yang disebut "Holiday is Lombok Sumbawa", sekaligus
pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015.Branding pariwisata NTB,
Holiday is Lombok Sumbawa sudah bagus. Hanya saja terjebak dalam kata holiday (liburan)
saja. Karena orang yang datang ke Lombok dan Sumbawa itu bukan untuk liburan semata,
tetapi juga ada kepentingan lain seperti rapat, bisnis, olahraga, pendidikan (studi banding),
dan lainnya.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
55JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Gagasan dalam menjawab tantangan pariwisata pada masa depan, pertama,
peningkatan kualitas riset pariwisata. Kita memahami riset yang bagus akan
menghasilkan database yang kuat. Database yang kuat adalah pijakan yang tepat pula dalam
menentukan kebijakan pariwisata. Metode risetnya diharapkan mampu memberikan
gambaran tentang tren pasar pariwisata dunia saat ini dan bagaimana tingkat kepuasan
wisatawan yang datang ke Indonesia. Kedua, inovasi e-tourism Indonesia, yakni digitalisasi
semua proses dan rantai nilai dalam industri pariwisata, baik itu dalam bidang perjalanan,
perhotelan, makanan, maupun kerajinan yang semua produk tersebut dipromosikan secara
terintegrasi satu pintu, one stop tourism promotionservice. E-tourism Indonesia ini diharapkan
memaksimalkan efisiensi, efektivitas, dan memperluas jangkauan dampak promosi secara
eksternal. Sistem ini mampu membuat pariwisata Indonesia lebih mendunia dan mudah
diakses informasinya secara internal. Sistem ini diharapkan mampu jadi terobosan teknologi
yang memudahkan pemerintah pusat dan daerah dalam bersinergi melaksanakan program
pariwisata nasional. Ketiga, peningkatan kualitas sadar wisata. Pembangunan pariwisata
dikatakan berhasil jika pelaksanaannya tak saja mampu mendatangkan wisatawan yang
menyejahterakan masyarakat secara ekonomi, juga menghadirkan kesadaran6 di hati setiap
individu untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kelestarian daerah tujuan wisata yang
mereka tinggali. Program peningkatan sadar wisata selain pendekatan klasik, perlu juga
strategi komunikasi publik yang kreatif dan menyentuh dalam penyampaian pesan tentang
perilaku sadar wisata kepada masyarakat.7
6DPR di Tengah Pusaran Politik Oligarki, AA GN ARI DWIPAYANA (Kliping Kompas/19April2011)7Tidak ada yang menyangsikan negeri ini kaya keanekara gaman budaya, banyak pilihan tujuan wisata yangtersebar dari Sabang hingga Merauke, semakin menguatkan kalau Indonesia benar-benar zamrudkhatulistiwa. Pariwisata Indonesia tidak bisa lepas dari permasalahan klasik yang membelitnya. Tantanganpada zaman digital tentunya lebih beragam lagi. Hal yang menarik adalah target kunjungan 20 juta wisatawanyang dicanangkan Kementerian Pariwisata merupakan angka yang fantastis, hampir dua kali lipat daripencapaian kunjungan wisatawan selama ini. Dibutuhkan lebih dari sekadar kerja keras menyusun cetak birustrategi promosi yang diikuti agenda pembenahan dan perbaikan, mulai dari tingkat pelayanan, regulasi,infrastruktur, ICT, SDM, dan aspek pendukung hingga ke daerah
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
56 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Keempat, pembangunan wisata syariah. Dibandingkan negara lain, seperti Malaysia,
Thailand, Cina, dan Uni Emirat Arab, Indonesia termasuk telat melaksanakan program
wisata syariah sebagai diversifikasi produk pariwisata yang mencoba meraih pasar potensial
wisatawan Muslim mancanegara. Padahal, Indonesia sangat kaya akan keindahan alam yang
bisa menjadikannya favorit Muslim friendly destination. Apalagi kriteria wisata syariah, seperti
makanan halal, penunjuk arah kiblat, dan tempat salat sudah bagian dari kehidupan
masyarakat Indonesia yang memang mayoritas Muslim.
Kelima, peningkatan kualitas SDM pariwisata. Ini sangat berkaitan dengan Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) 2015, bagaimana menyiapkan SDM pariwisata yang mumpumi
untuk menjawab persaingan dengan tenaga kerja asing. SDM pariwisata Indonesia yang
unggul harus ditunjang latar belakang pendidikan yang secara akademis dan praktis siap
pakai dan adaptif terhadap permintaan industri pariwisata. SDM pariwisata yang siap pakai
masih sedikit dan belum merata. Institusi pendidikan pariwisata kerap kewalahan
menghasilkan mahasiswanya yang sesuai harapan pasar pariwisata. Kualitas pemanduwisata
(guide) Indonesia yang harus juga ditingkatkan dari segi kemampuan berbahasa asing dan
kualitas layanan.
Untuk itu, pemerintah kabupaten/kota seluruh NTB sebagai garda terdepan dalam
mempromosikan berbagai potensi pariwisata agar terus melakukan upaya branding
kepariwisataan tersebut.Tentu tidak luput untuk mendengar masukan masyarakat, baik dari
pelaku usaha wisata, seniman/budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh pemuda, maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.Sementara itu
pengembangan sektor pariwisata tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masa kini. Maka,
pemerintah daerah harus membangun pariwisata berkelanjutan (eco tourism).Bahkan, respon
para wisatawan, segala hal yang berbau pelestarian, termasuk di bidang pariwisata, selalu
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/12/30/nhe7j5-banyak-wna-miliki-lahan-di-lokasipariwisata-di-ntb. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
57JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
mendapat atensi cukup besar.Karena itu, keindahan Lombok dan Sumbawa dari ratusan
pulau-pulau kecil di sekitarnya memiliki potensi yang sangat besar manfaatnyasehingga
dapat direncanakan dan dilaksanakan secara maksimal, bertujuan memberi dampak besar
bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, dalam memberikan izin kepada para investor agar diperhatikan betul.
Apakah site plan (rencana pembangunan) yang ditawarkan sudah memenuhi kriteria-kriteria
seperti ditetapkan pemerintah.Jangan sampai masyarakat merasa asing dengan lingkungan
sendiri.8 Untuk itu, setiap pembangunan hendaknya tetap harus memperhatikan ruang
publik. Sehingga tidak ada gesekan dengan masyarakat ke depannya.BrandingHoliday is
Lombok Sumbawa diharapkan tidak terbatas wacana tetapi menjadi spirit (semangat) bagi para
wisatawan bahwa memilih Lombok dan Sumbawa sebagai tujuan kedatangan, entah rapat,
bisnis, olahraga, atau lainnya yang merupakan langkah tepat.
Maka oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata di
sejumlah daerah di Provinsi NTB dilakukan secara sinergitas dan terpadu antara pemerintah
dengan pihak swasta, misalnya pembangunan sektor pariwiata bidang kuliner didahului
dengan pelatihan dan pembinaan oleh pihak pemerintah Dinas Pariwisata, Perindustrian dan
perdagangan serta Dinas Koperasi dengan melibatkan Koperasi Unit Desa (KUD) dan
perbankan terutama Perusahaan Daerah yang bergerak pada Bank Perkreditan Rakyat (PD
BPR) tersebar sampai ke kecamatan dan desa.Dengan demikian, pemerintah setempat
membangun pusat kegiatan seperti; pusat perbelanjaan hasil kerajinan tangan bahan mutiara
8Selain itu, diantara permasalahan yang ada bahwa sekitar gunung Rinjani salah satu objek wisata, banyakditemukan fakta bahwa Warga Negara Asing (WNA) yang membeli lahan di lokasi pariwisatauntukdigunakan sebagai tempat usaha dengan modus menikahi orang daerah. Hingga saat ini WNA yang membelilahan di Lombok sudah banyak jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Namun, hal tersebut menyebabkanpermasalahan yang membuat repot pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya pihak Badan KoordinasiPenanaman Modal (BKPM) harus membatasi tentang kepemilikan modal usaha pariwisata. Kepemilikanmodal usaha pariwisata di Lombok harus jelas dan dibatasi. Warga negara Asing yang tidak memiliki izinkerja di Indonesia bisa bekerja di objek wisata meski memakai izin liburan. Termasuk salah satunya sebagaiinstruktur snorkeling. Kondisi tersebut, membuat masyarakat lokal yang menjadi instruktur tidak bisaberkembang (http://cikalnews.com/read/6841/24/12/2014/ntb-susun-branding-pariwisata. Diakses padatanggal 18 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
58 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
dan lainnya, pusat penjualan kuliner berikut fasilitas infrastruktur berupa sarana jalan,
transportasi dan lain-lain. Hasilnya lumayan, bisa mendominasi PAD (Pendapatan Asli
Daerah). Di Kabupaaten Lombok Tengah, misalnya baru 3 tahun bisa menghasilkan PAD
sekitar Rp. 110 Miliar (70%)yang bersumber dari sektor pariwisata.9 Kegiatan pembangnan
sektor kepariwasataan berkembang sangat pesat hingga menyaingi Provinsi Bali.
Dana promosi pariwisata yang bersumber dari APBD 2010 itu, dialokasikan dalam
dua tahapan masing-masing Rp250 juta dari APBD murni dan Rp1,4 miliar dari APBD
perubahan. Selanjutnya, dukungan anggaran untuk BPPD NTB di 2011 mengalami
peningkatan karena total anggaran program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 untuk
promosi pariwisata yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTB juga
bertambah menjadi Rp7,5 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp1,5 miliar. Pada 2013
dialokasikan anggaran untuk BPPD NTB sebesar Rp7 miliar, namun pada APBD murni
2014 dikurangi menjadi Rp2 miliar saja, karena anggaran pengembangan pariwisata NTB
lebih mengarah kepada penataan destinasi dengan dukungan anggaran sebesar Rp18 miliar.
Kepengurusan BPPD Provinsi NTB periode 2010-2013 telah berakhir terhitung 31 Januari
2013, sehingga dilakukan proses pemilihan pengurus baru.
Apalagi, pembangunan oleh perusahaan konsorsium di bidang properti The Blacksteel
Group dengan membangun kawasan superblok lombok city center di Kabupaten Lombok NTB
untuk mengapreasiasi budaya dan pesona alam. Pembangunan superblok di atas 8,8 hektar
lahan menjadi pusat perbelanjaan, pengembangan ekonomi kreatif terbesar pertama di NTB
dengan tenant nasional dan internasional. Lombok dan Sumbawa merupakan sasaran
strategis untuk mengembangkan bisnis properti, ekonomi kreatif dan meningkatkan daya
saing masyarakat NTB.Dengan demikian, pembangunan diyakini dapat meningkatkan
9Buku ikhtisar data pembangunan Nusa Tenggara Barat, tahun 2001.Published 2001 oleh BadanPerencanaan Daerah, ProvinsiNTB in Indonesian.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
59JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
destinasi pariwisata, MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), tingkat kunjungan
wisatawan dan lainnya.10
Pertumbuhan Domestik Ekonomi Kreatif Lokal
Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan ekonomi kreatif sebagai aktivitas
bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan
pariwisata membutuhkan tangan-tangan kreatif masyarakat untuk menghidupkan lalu lintas
ekonomi dalam setiap ruang kehidupan masyarakat. Demikian pula kekuatan ekonomi
kreatif, juga membutuhkan pasar yang sasarannya adalah masyarakat di berbagai daerah.
Perpaduan itu, dapat bersinergi dalam rangka membangun ekonomi masyarakat. Kawasan
pariwisata yang potensial memerlukan unsur masyarakat yang mutlak harus libatkan secara
intens dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif. Ini sebagai bentuk membangun
kepercayaan dan partisipasi dalam pengembangan pariwisata ekonomi kreatif. Telah banyak
memang yang telah dilakukan, tetapi karena tidak adanya komunikasi, informasi dan
sosialisasi sehingga masyarakat menganggap itutidak membangun pariwisata.11
Aspek tersebut diharap dapat tumbuh dan berkembang secara positif serta
berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengembangkan sektor
pariwisata dalam rangka menyatukan arah pembangunan yang dilakukan provinsi maupun
daerah. Dengan harapan tidak terjadinya perbedaan-perbedaan yang berpotensi
menghambat pengembangan dan pembangunan. Pemerintah harus berorientasi pada upaya-
10Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa(http://www.beritasatu.com/forum-bisnis/186288-lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada tanggal 19 Februari 2015).11Sejauh ini pemerintah daerah telah membuat program Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata EkonomiKreatif. Melalui program ini nantinya pemda akan libatkan seluruh unsur bidang pariwisata seperti parapengusaha, pelaku wisata, seniman, budayawan dan unsur lainnya yang berkaitan. Melalui FGD tersebutnantinya pemda akan menghimpun masukan saran dan sekaligus membangun partispasi masyarakat. Denganterbangunnya dialog dan komunikasi aktif ini diharapkan warga dan para pemerhati pariwisata mengetahuiapa yang menjadi program kerja pemda, apa yang telah dilakukan dan apa rencana kedepan(http://www.gaungntb.com/2015/01/pembangunan-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-perlu-masukan-warga.Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
60 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
upaya pertumbuhan, ekonomi kreatif, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan
kemiskininan, serta pelestarian lingkungan yang berkaitan tentang pariwisata. Tentu dalam
hal ini masalah keamanan di kawasan pariwisata tidak bisa kita pinggirkan, sebab itu sangat
berpengaruh terhadap minat kunjungan wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.
Keberadaan Perda No. 7 Tahun 2013 tentang Ripparda, menuntut suatu usaha dari berbagai
pihak. Hal ini demi mengimplementasikan visi pariwisata NTB, yaitu terwujudnya NTB
sebagai destinasi Indonesia yang berdaya saing secara Internasional (EndangMulyani, dkk.,
2007: 117).
Namun dari sisi lain, pentingnya pembangunan pariwisata juga harus dilihat konteks
pertumbuhan ekonomi kreatif yang berasal dari berbagai hasil pertanian dan hasil kerajinan
lainnya.Sektor pertanian dan kerajinan merupakan andalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat,
sehingga masih tergolong sebagai daerah agraris. Penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanianpun masih tertinggi. Hampir 50 persen dari tenaga kerja yang bekerja di sektor
ini. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian di NTB besarannya nomor 2 (dua)
setelah sektor pertambangan dan penggalian yang didalamnya terdapat produksi konsentrat
tembaga sebagai komoditas ekspor. Provinsi NTB ditetapkan sebagai daerah swasembada
beras dan juga sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional. Tahun 2012, Luas
Panen padi di NTB meningkat 1,77 persen atau 7.386 ha. Sedangkan peningkatan produksi
padi di NTB tahun 2012 sebesar 2,28 persen atau 47.094 ton.
Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan sektor pariwisata untuk segala bidang
yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai pusat pariwisata dapat menjadi salah
satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes 2014 mencatat sebanyak 242
desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dengan bangunan berdiri
diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal dan mancanegara.
Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat,
yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
61JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 82,45 triliun dan PDRB
perkapita mencapai Rp17,27 juta. Sedangkantanpa sub kategoripertambanganbijihlogam,
PDRB Provinsi NTB atasdasarhargaberlakuadalahsebesarRp 75,64triliun. Kemudian,
EkonomiProvinsi NTB tahun 2014 tumbuh 5,06 persensedikitmelambatdibandingtahun
2013 sebesar 5,15 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan
usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 31,04 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit sebesar 11,66
persen.Tanpa sub kategori pertambangan bijih logam, ekonomi Provinsi NTB tumbuh
sebesar 6,15 persen mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar
5,40 persen.
Pentingnya pengembangan sektor pariwisata berbasis natural destinasi dalam
membangun sektor pariwisata guna mengangkat kesejahteraan masyarakat di
daerahmasihdiakui. Karena itu, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 sampai
sekarang ditandai dengan banyak pelaku pariwisata yang gencar mempromosikan objek
wisata andalan dan mendorong kemajuan ekonomi kreatif di NTB sehingga pemerintah
pusat pun sangat mengatensi program tersebut.12Seluruh pengeluaran wisatawan, terdapat
sebanyak 20 persen habis untuk akomodasi, hiburan dan restoran. Sedangkan, 25 persen
transportasi, 5 persen sektor jasa dan 10 persen hasil kreatif.Sehingga, dampak ekonomi
dari sisi jumlah penerimaan pelaku pariwisata dari wisatawan domestik maupun
mancanegara mencapai lebih dari Rp 3,1 triliun. Niai investasi Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) pariwisata pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp.290-an miliar dan
Penanaman Modal Asing (PMA) senilai 38-an juta dollar Amerika.
12Program VLS 2012 sendiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kawasan wisataSenggigi, Kabupaten Lombok Barat, NTB, pada 6 Juli 2009 lalu, dan kini, Gubernur NTB telah pulameluncurkan program VLS lanjutan yakni, VLS jilid II dengan target kunjungan dua juta wistawan pada2015 mendatang dirangkaikan dengan dua abad meletusnya Gunung Tambora yang konon letusannya palingdahsyat se-dunia hingga kini.Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
62 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Dari survey Venue Magazine edisi Maret 2012-2015 bahwa NTB menempati posisi
kelima nasional sebagai daerah pilihan yang dikunjungi para wisatawan mancanegara di
Indonesia. Peringkat pertama masih dipegang Bali, disusul PulauKomodo, Yogyakarta dan
Jakarta. NTB masih lebih menarik dan mendunia dimata para wisatawan asing dibandingkan
destinasi tersohor lainnya, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara
dengan Bunaken-nya, maupun kawasan Raja Ampat di Papua.Survey ini, memperkuat hasil
survey sebelumnya yang dilakukan Bank Indonesia, Mataram, menyebutkan 90,45 persen
wisatawan yang mengunjungi NTB akan kembali mengunjungi Lombok Sumbawa. Sekali
lagi, fakta ini muncul ditengah fasilitas dan penataan obyek wisata yang masih terus harus
dibenahi.
Dari jumlah pengunjung tersebut, dapat diketahui bahwa Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) yang terdiri dari wisatawan mancanegara dan dalam negeri merupakan indeks
komposit persepsi rumah tangga mengenai kondisi ekonomi kreatif yang mereka
kembangkan sebagaimana diperlukan oleh konsumen dan perilaku konsumsi terhadap situasi
perekonomian pada triwulan berjalan.Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014
di NTB sebesar 108,11menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan IV-2014
meningkat dibandingkan keadaan triwulan III-2014, namun tingkat optimisme wisatawan
sebagai konsumen menurundibandingkan triwulan sebelumnya (nilai ITK Triwulan III-2014
sebesar 111,54).
Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah
tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi
makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB
pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan
terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun
tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu. Membaiknya
kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 yang akan datang diperkirakan karena
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
63JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
akan adanya peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen (ITK= 108,45), dan rencana
untuk pembelian barang tahan lama (ITK= 103,53).13
Sedikitnya sebelas sektor penyusun industri priwisata yang memberikan dampak
ekonomi cukup kuat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Enam sektor diantaranya
memiliki keterkaitan dalam pengembangan industri, sektor industri mutiara, restoran,
angkutan travel dan wisata, perhotelan non berbintang, angkutan udara dan industri ukiran
kayu. Sisanya, perhotelan berbintang, industri gerabah, penukaran uang, atraksi budaya dan
pramuwisata menjadi sektor kunci.
Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri
kreatif harus diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan
masyarakat. Kita bisa melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014
sebesar 69,28 pada skala 0 - 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap
individu. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bagus,
demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bagus.
Indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan
waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah, dan aset, keadaan lingkungan, dan kondisi
keamanan.14
Dengan naik turunnya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan
dari hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi. Maka, memicu terjadinya inflasi
secara terus menerus. Kita lihat pada bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat mengalami
inflasi sebesar 0,47 persen. Angka inflasi ini berada di atas angka deflasi nasional yang
tercatat sebesar 0,24 persen. Wilayah Nusa Tenggara Barat, inflasi Kota Mataram sebesar
13Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar 108,11,Rilis: Kamis,5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015 - 09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.14BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat Tahun 2014Sebesar 69,28, Rilis:Kamis, 5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
64 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
0,45 persen dan Kota Bima mengalami inflasi sebesar 0,58 persen.Inflasi Nusa Tenggara
Barat bulan Januari2015 sebesar 0,47 persen terjadi karena adanya kenaikan indeks pada
kelompok bahan makanan sebesar 2,17 persen; sandang 1,44 persen; perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar 1,14 persen; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,79
persen; pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,25 persen dan kesehatan 0,11 persen.
Sedangkan penurunan indeks terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan 3,57 persen. Laju inflasi Nusa Tenggara Barat tahun kalender (Januari2015 –
Desember 2014) sebesar 0,47 persen, dan laju inflasi tahun ke tahun (Januari2015 –
Januari2014) sebesar 6,21 persen.15
Nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar
US$114.371.523, angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan
ekspor November 2014 yang bernilai US$45.931.478. Ekspor pada bulan Desember 2014
sebagian besar atau 52,95persen ditujukan ke Negara Jepang, Korea Selatan sebesar 30,27
persen dan Cinasebesar 15,83 persen.Jenis barang yang diekspor sebagian besar senilai
US$113.264.707 (99,03%) berupa konsentrat tembaga; perhiasan/permata (0,89%) dan
ikan dan udang (0,04%).Nilai Impor pada bulan Desember 2014 bernilai US$11.971.247,
nilai ini mengalami peningkatan 35,67 persen dibanding dengan BulanNovember 2014 yang
sebesar US$8.824.087. Sebagian besar Impor berasal dari Negara Thailand (28,58%),
Jepang (27,55%),danCina (15,09%).Jenis barang impor dengan nilai terbesar adalah
karetdanbarangdarikaret (27,78%), plastik dan barang dari plastik (27,41%) dan benda-
benda dari besi dan baja (18,84%).16
15BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat Mengalami InflasiSebesar 0,47 Persen, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).16BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Rilis Senin, 2 Februari 2015, updated Selasa, 3 Februari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
65JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Penyebab inflasi dan deflasi dari perekonomian Nusa Tenggara Barat adalah
meningkatnya jumlah penumpang yang datang menggunakan angkutan laut pada bulan
Desember 2014sampai 2015 sebanyak 3.830orang, naik 13,62 persen dibandingkan bulan
November 2014. Demikian pula jumlah penumpang yang berangkat mengalami
peningkatansebesar 19,11 persen. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan
domestik pada bulan Desember 2014 sebanyak 114.153orang, naik 13,61 persen dari bulan
November 2014. Demikian pula jumlahpenumpang datang melalui penerbangan
internasional, mengalamipeningkatan 37,92persen dibandingkan bulan November
2014.Jumlah penumpang yang berangkat melalui penerbaangan domestik sebanyak 104.695
orang pada bulan Desember 2014, naik 3,23 persen dari bulan November 2014. Demikian
pula penumpangberangkatmelaluipenerbanganinternasionalnaik 13,97 persen dibandingkan
bulan November2014.17
Pada bulan November 2014 tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang
mengalami penurunandibandingkan bulan Oktober 2014. TPK bulanNovember 2014
tercatat sebesar 47,30 persen, turun 5,12point dibandingkan keadaan bulan Oktober 2014
dengan TPK 52,42 persen. Demikian pula jika dibandingkan dengan TPK bulan November
2013 yang mencapai 63,56 persen, turun 16,26 point. Rata-rata lama menginap (RLM)
tamu hotel bintang pada bulan November 2014 tercatat 2,18 hari, turun 0,29 hari
dibandingkan dengan RLM bulan Oktober 2014 yang tercatat 2,47hari.
Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan November 2013 yang mencapai
2,58 hari, terjadi penurunan 0,40 hari. Jumlah tamu yang menginap pada hotel bintang
bulan November 2014 tercatat 49.917 orang, jumlah ini mengalami penurunan 6,50 persen
dibanding tamu bulan Oktober 2014 yang sebanyak 53.390 orang. Namun jika
dibandingkan dengan bulan November 2013, yaitu sebanyak 44.584 orang, mengalami
17Jumlah Penumpang yang Datang Melalui Penerbangan Domestik pada Bulan Desember 2014 Sebanyak114.153 Orang, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
66 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
peningkatan sebesar 11,96 persen.TPK hotel non bintang pada bulan November 2014
tercatat 26,47 persen, turun 0,25 point dibandingkan dengan TPK bulan Oktober 2014
yang tercatat 26,72 persen. Demikian pula bila dibandingkan dengan TPK bulan November
2013 yang mencapai 31,82 persen, turun 5,35 point. Rata-rata lama menginap (RLM)
hotel non bintang pada bulan November 2014 mencapai 1,78 hari, naik 0,06 hari
dibandingkan bulan Oktober 2014. Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan
November 2013 yang tercatat 1,71 hari, naik sebesar 0,07 hari.18
Kalau dihubungkan dengan perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa
Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen),
berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret
2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen).Selama periode Maret – September
2014, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 15,13ribu orang (dari
370,18 ribuorang pada Maret 2014 menjadi 385,31ribuorang pada September 2014),
sementara di daerah perdesaan berkurang sebanyak 19,33 ribu orang (dari 450,64orang
pada Maret 2014 menjadi 431,31ribuorang pada September 2014).Penduduk miskin di
daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 18,54 persen, bertambah menjadi 19,17 persen
pada September 2014. Sedangkan, untuk penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang,
yaitudari16,31 persen padaMaret 2014menjadi 15,52 persen pada September 2014.Peranan
komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik
di Perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2014, sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,51persen untuk perkotaan dan 79,24
persen untuk daerah perdesaan.Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai
18Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses pada tanggal 26 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
67JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan adalah beras, rokokkretek
filter,gulapasir, telurayamras, mie instan, dan bawang merah.
Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di
perkotaan adalah, sedangkan di perdesaan sendiri adalah perumahan, pakaian jadi anak-
anak, angkutan, bensin, kayu bakar, pakaian jadi perempuan dewasa dan pendidikan.Pada
periode Maret – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami
kenaikandari 2,560 pada Maret 2014 menjadi 2,922 pada September 2014. Ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari
Garis Kemiskinan dan terjadi ketimpangan pengeluaran penduduk.Begitu juga Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan, dari 0,606 pada Maret 2013 menjadi
0,722 pada September 2014. Dengan naiknya P2 berarti semakin tersebar penduduk
miskinnya dari garis kemiskinan.19
Sehingga, kalau dihitung dari berbagai faktor diatas dengan kalkulasi data yang ada.
Maka, pertumbuhan produksi rata-rata industri manufaktur mikro dan kecil provinsi NTB
tahun 2014, adalah:20
a. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil (IMK)Provinsi NTB (q-to-
q) triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 8,48 persendariproduksiIndustritriwulan III
tahun 2014;
2. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil Propinsi NTB (y-on-y)
triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 3,82 persendibandingtriwulan yang
samapadatahun 2013;
3. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturMikrodan Kecil Provinsi NTB
tahun 2014 naiksebesar 6,26 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun 2013;
19Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai 17,05 Persen(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015).20BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB Tahun2014 Naik Sebesar 6,26 %,Senin, 2 Februari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015).
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
68 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
4. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Propinsi NTB (q-on-
q) padatriwulan IV tahun 2014 turunsebesar 1,06 persendariproduksi IBS triwulan III
tahun 2014;
5. PertumbuhanproduksiIndustriBesardanSedang (IBS) Provinsi NTB (y-on-y)
padatriwulan IV tahun 2014 naiksebesar 8,93 persendibandingtriwulan yang
samapada Tahun 2013;
6. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Provinsi
NTB tahun 2014 naiksebesar 4,17 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun
2013.
Penutup
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran
untuk mengetahui strategi pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata provinsi
Nusa Tenggara Barat, adalah sebagai berikut:
Kesimpulan
Provinsi Nusa Tenggara Barat sedang gencar melakukan pembangunan dan
pengembangan destinasi pariwisata. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek kesejahteraan
kepada masyarakat, utamanya masalah ketahanan pangan.Gambaran destinasi pariwisata
Nusa Tenggara Barat, membutuhkan masyarakat dengan tujuan sosialisasi atau "Holiday is
Lombok Sumbawa"dan sekaligus pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015.
Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB dilakukan secara
sinergitas antara pemerintah dengan pihak swasta, misalnya bidang kuliner, industrial,
perdagangan dan koperasi usaha kecil.Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan
ekonomi kreatif sebagai aktivitas bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan
bagi masyarakat.Aspek tersebut menumbuhkankesejahteraan masyarakat secara positif dan
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
69JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
berkelanjutan. Peningkatan tersebut karena tersedianya sarana perdagangan diberbagai
pusat pariwisata sebagai indikator kemajuan perekonomian. Tahun 2014 sebanyak 242
desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dan bangunan untuk
menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal, dan mancanegara. Sehingga dari
sektor ini kesejahteraan masyarakat dari ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat, yakni
dapat diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
berlaku mencapai Rp 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta.
Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah
tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi
makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB
pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan
terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun
tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu.Dengan
demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri kreatif harus
diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kita bisa
melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014 sebesar 69,28 pada skala 0
- 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu.
Dengan naik tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari hasil
penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi.Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan
sektor pariwisata untuk segala bidang yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai
pusat pariwisata dapat menjadi salah satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes
2014 mencatat sebanyak 242 desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional
kerajinan dan bangunan diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan
lokal dan mancanegara. Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif
Provinsi NTB sangat pesat, yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
70 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai
Rp. 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta.
Dengan naiknya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari
hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi kreatif lainnya. Maka, justru menambah
nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar US$114.371.523,
angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan ekspor November 2014
yang bernilai US$45.931.478.Sementara perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa
Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen),
berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret
2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen). Komoditi ekonomi kreatif
menentukan besar dan kecilnya nilai pendapatan dan mengguranggi angka kemiskinan, baik
di perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata sudah tidak mengeluh untuk mendapatkan dan
pembelian rumah, pakaian, ongkos angkutan, bensin, kayu bakar,dan pendidikan.
Saran
Sarana kepada pemerintah Provinsi Nusa tenggara Barat adalah:
1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata perspektif ketahanan pangan harus terus
dilakukan di seluruh provinsi NTB;
2. Strategi promosi pariwisata harus melibatkan dunia pendidikan dan masyarakat luas
serta memberikan keramahan pada para pelancong maupun turis mancanegara;
3. Perkuat Piarisasi Holiday is Lombok Sumbawa, sebagai konsep menjanjikan sebuah
pariwisata yang bisa mendatangkan investasi besar-besaran;
4. Sinergitas dan terpadu antara pemerintah dengan pihak swasta dalam pengembangan
pariwisata segala bidang;
5. Menumbuhkan industri kreatif sehingga masyarakat dapat menikmati secara leluasa;
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan
Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
71JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
6. Memperkuat peraturan tentang tidak diperbolehkan kepada turisme asing dan lokal
dari daerah lain untuk melalukan transaksi penjualan barang ekspor maupun impor
dari negara lain;
7. Proteksi terhadap seluruh produk luar negeri yang mengancam produk lokal dan
mempersempit ruang gerak turisme khusus pada industri kreatif bahwa mereka tidak
boleh membeli tanah, berjualan, menikah illegal, dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka
Fathurrahman, Pengembangan Pariwisata Nusa Ttenggara Barat, Humas UGM,
http://ugm.ac.id/id/berita/412-11.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb
Diakses padatanggal 10 Januari 2015.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun
2002, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
Undang-undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009, Jakarta: Harvarindo.
Salah Wahab, 1996. Manajemen Kepariwisataan, cetakan ketiga, Paradnya Paramita, Jakarta.
Damanik dan Weber, 2006, Eksotisme Pariwisata NTB, Institute for Global Justice,Jakarta.
Sartika, Arinda Cici, 2011. Pembangunan Pariwisata “Oceaneo Ecotourism” padaObyekWisata
Gili Trawangan, Universitas Brawijaya.
Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat,
http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangka
n.Destinasi.Pariwisata.Unggulan. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.
Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa,http://www.beritasatu.com/forum-
bisnis/186288-lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada
tanggal 19 Februari 2015.
Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat
72 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Muhammad Ali Sagalo
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar
108,11,Rilis: Kamis, 5 Pebruari 2015 updated : Kamis, 12 Pebruari 2015 -
09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.
BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat
Tahun 2014 Sebesar 69,28,Rilis kamis, 5 Feb 2015 updated : Kamis, 12 Februari
2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses
pada tanggal 18 Februari 2015.
BPS NTB, Jan 2015 NTB Mengalami Inflasi Sebesar 0,47 %, Senin, 2 Februari
2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses
pada tanggal 18 Februari 2015.
BPS NTB, Nilai Ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat,Des 2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Senin,
2 Feb 2015, http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126.
Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.
BPS NTB, Jumlah Penumpang Yang Datang Melalui Penerbangan Domestik Pada Bulan Desember
2014 Sebanyak 114.153 Orang,Senin, 2 Februari
2015.http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses
pada tanggal 18 Februari 2015.
BPS NTB, Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara
Barathttp://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses
pada tanggal 26 Februari 2015.
BPS NTB, Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai
17,05 Persen, Jumat, 2 Jan
2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117.
BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB
Tahun 2014 Naik Sebesar 6,26 Persen,Senin, 2 Februari
2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130.
Mengagas Komunikasi E-MusrenbangMencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi
Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan
Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
Rusdianto
Peneliti Pusat Studi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu
EkonomiAhmad Dahlan (STIE-AD) Jakarta
Abstrak
Mengagas komunikasi e-musrenbang merupakan metode baru dalam pembangunan daerah yang
dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya inefisiensi waktu dan
anggaran dalam penyerapan masukan, saran, kritik maupun aspirasi dari masyarakat. Sehingga
agenda maksimalisasi pembangunan infrastruktur yang menjadi penunjang kesejahteraan masyarakat
dapat diukur sistem akuntabilitas kinerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
tersebut.
KataKunci:Komunikasi E-Musrenbang,MaksimalisasiInfrastruktur, Akuntabilitas Investasi
Pembangunan
Abstract:
Notions e-musrenbang communication is a new method in regional development carried out by the
government. It aims to prevent inefficiencies in the absorption time and budget input, suggestions,
criticisms and aspirations of the community. Thus maximizing infrastructure development agenda into
supporting public welfare measurable performance accountability system of government in the
implementation of the sustainable development.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
74 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Keywords: Communication E-Musrenbang, Maximalization Infrastructure, Development Investment
Accountability
LatarBelakang
Krisis pèmbangunan merupakan masalah klasik bangsa Indonesia. Kegagalan realisasi
program kesejahteraan bagi masyarakat tidak dapat dipungkiri. Puluhan tahun bangsa ini
melaksanakan pembangunan, tampaknya masih jauh dari kenyataan, apalagi pembangunan
tidak berorientasi memyeluruh pada aspek penting kehidupan negara.
Menurut Merlinta Sembiring (2013:12) bahwa kinerja pembangunan yang diwujudkan
dalam pertumbuhan pembangunan baik ekonomi, budaya, politik dan lapangan kerja belum
optimaldalam menjawab tantangan disparitas distribusi pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Meski begitu, momentum musrenbang dilaksanakan sebagai aktivitas tahunan
dengan perencanaan pembangunan yang boleh dibilang mengagumkan. Tetapi, program
perencanaan itu sungguh ironis, hanya 40 persen terealisasi dan justru pada saat bersamaan
angka pengangguran semakin meningkat dan membumbung tinggi.
Pembangunan belum menjadi arus perubahan masyarakat untuk mengantar Indonesia
pada pertumbuhan ekonomi ke level 6,0 porsen sebagaimana keinginan bersama.
Seharusnya hasil pembangunan mencapai optimum kalau dilihat dari rencana yang telah
disepakati. Padahal, program yang ditetapkan dalam musrenbang bisa menumbuhkan dan
mendorong kadar batas maksimal daĺam proses implementasi kesejahteraan masyarakat.
Wajar harapan itu muncul mengingat Indonesia dikenal alamnya kaya-raya.
Paradigma musrenbang sudah keluar dari jalur, mestinya dalam perencanaan
pembangunan di terapkan sistem aspirasi publik agar proses pembangunan sesuai visi yang
ditetapkan bersama. Selama ini, memang terjadi inefisiensi musrenbang karena faktor
banyak menyerap bugeting adalah birokrasi. Sementara kinerja birokrasi sangat panjang,
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
75JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
menjemukan dan menghambat kerja-kerja pembangunan. Bukan hanya di faktor birokrasi,
tetapi dibidang lain juga harus direvitalisasi sehingga pembangunan berjalan baik tanpa ada
hambatan yang serius.
Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada
sisi makro agar kebijakan yang selama ini penghambat laju perubahan dari implementasi
pembangunan itu dapat diperbaiki. Kalau melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2013-2014 bahwa kemiskinan di Indonesia mengalami tren meningkat setiap tahun, baik
ukuran indeks kedalaman kemiskinan (IKK) maupun indeks keparahan kemiskinan di dalam
negeri. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,75% (Maret 2013) menjadi 1,89 %.
Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,43% (Maret 2013) menjadi 0,48%.
Tercatat secara kedalaman perkotaan sebesar 1,41% dan perdesaan jauh lebih tinggi, yaitu
2,37%. Sementara nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,37%
sementara di daerah perdesaan sebesar 0,60%.
Artinya tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia semakin parah. Sebab berada
menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin
melebar. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase. Karena ada
dimensi lain, yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Tentunya akan membantu
pemerintah dalam musrenbang sehingga tidak lagi ada persoalan data kemiskinan parah
maupun disparitas pembangunan. Fungsi peran pemerintah dalam proses pembangunan
adalah harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin dan mengurangi tingkat
keparahan dari kemiskinan.
Namun, porsentase kemiskinan sempat menurun sedikit pada 2014-2015, sebagaimana
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil terbaru pendataannya, bahwa pada bulan Maret
2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang sekitar 11,25%.
Sementara, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan
dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang. Selama periode
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
76 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak
0,17 juta dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014.
Sementara itu, di daerah perdesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada
September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014. Sedangkan persentase penduduk
miskin di daerah perkotaan September 2013 sebesar 8,55% turun menjadi 8,34% pada
Maret 2014 kemudian persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun 14,37% pada
September 2013 menjadi 14,17% pada Maret 2014. Namun, trend turun tidak berarti
validasi data BPS membenarkan kondisi masyarakat Indonesia yang masih parah
kemiskinannya dan menurunnya tingkat kesejahteraan.
Disinilah butuh kearifan dalam musrenbang untuk mengukur tingkat kemiskinan
dengan pendekatan preventif dalam menangani berbagai masalah sehingga dengan konsep
tersebut memiliki jangkauan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atas
problem kemiskinan yang terjadi. Hal ini, dipandang agar tidak terjadi inefisiensi pada
rencana pembangunan (musrenbang), maka metode pemerintah dalam menghitung garis
kemiskinan yang terdiri dari metode Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Pemakaian metode dan pendekatan penghitungan
dalam musrenbang,bisa mencegah disparitas sehingga stigma kemiskinan turunan itu tidak
terjadi lagi.
Harus disadari bahwa pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung
secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya untuk meningkatkan
dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) serta menjalankan
roda perekonomian dengan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 UUD 1945 menjadi
modal dalam perencanaan pembangunansehingga lebih praktis mewujudkan keadilan,
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui berbagai peran dan keberpihakan dalam
menjamin taraf hidup rakyat.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
77JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Komunikasi e-musrenbang1Mencegah Inefisiensi
Musrenbang sebaiknya menjadi cambuk bagi pemerintah bersama masyarakat untuk
menjalin komunikasi yang baik agar penyerapan aspirasi bisa maksimal. Kesan yang selama
ini bahwa musrenbang membuang anggaran, energi dan waktu, tak sesuai dengan tujuan
pembangunan. Sehingga menyebabkan terjadinya inefisiensi yang berkonotasi pemborosan
dan tidak tepat sasaran.
Penyebab inefisiensi pada pola pembangunan adalah pertama; tidak efektifnya
komunikasi antara pemerintah dan masyarakat pada saat musrenbang berlangsung. Kedua;
mahalnya ongkos birokrasi, mulai anggaran kecil hingga besar.Ketiga: hal ini sangat rumit
karena harus melalui jalur birokrasi yang begitu membosankan. Harus disadari bahwa
pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana
dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Kegiatan musrenbang tingkat kecamatan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat
maupun lembaga negara telah menampung aspirasi usulan program kegiatan dari masyarakat
sekitar. Dasar hukum musrenbang adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Usulan tersebut mencakup bidang kegiatan
peningkatan pelayanan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, keamanan lingkungan,
penanggulangan masalah sosial dan program kegiatan lainnya yang ada di Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), anggaran hibah, peningkatan ekonomi kreatif bagi warga yang
terlibat dalam UKM (Usaha Kecil Menengah).
Daerah kota Tangerang Selatan(Tangsel) sendiri kegiatan dilaksanakan di kecamatan
Serpong yang terdiri atas 9 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 419 item
1Rusdianto (2015), “Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang,” Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos,Terbit pada Rabu 18 Maret 2015. Hal. 5.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
78 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
dengan total anggaran mencapai Rp. 260.950.257.986. Sedangkan pada Kecamatan
Serpong Utara yang terdiri atas 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk terdapat 757 item
dengan total anggaran sebanyak Rp 112.131.097.975. Dilanjutkan di Kecamatan Ciputat
yang terdapat 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 643 item dengan total
anggaran mencapai Rp. 74.533.747.722. Kecamatan Ciputat Timur yang terdiri dari 6
kelurahan menampung 977 item usulan dengan total anggaran sebanyak Rp.
120.186.738.509.
Kemudian di Kecamatan Pondok Aren yang terdiri atas 11 kelurahan, Bappeda Kota
Tangsel telah menampung usulan program kegiatan pembangunan dari warga yang
jumlahnya mencapai 1.208 item. Total jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk
mengakomodir usulan tersebut mencapai Rp. 197.091.794.150. Sedangkan pada
Kecamatan Pamulang yang terdiri dari 8 kelurahan jumlah usulan ada sebanyak 796 item
dengan total anggaran senilai Rp 183.737.963.029. Terakhir adalah di Kecamatan Setu
yang terdiri dari 6 kelurahan/desa menampung usulan warga sebanyak 189 item kegiatan
pembangunan dengan total anggaran senilai Rp. 167.027.773.198.
Menurut Setu Wahyudi Leksono (2014) bahwa hasil inventarisir data yang ada di
wilayahnya terdapat 287 usulan dengan pagu total anggaran mencapai Rp. 63 miliar.
Sedangkan jumlah kegiatan mencapai 809 item dengan total anggaran sebanyak Rp. 152
miliar. Perbaikan RSUD Tangsel, seperti merenovasi beberapa ruang rawat inap dan
ruangan lainnya. Selain itu akan ada penambahan tempat tidur pasien yang terdiri dari tahap
1 dan 2 masing-masing sebanyak 100 tempat tidur pasien, dan tahap 3 sebanyak 250 tempat
tidur pasien.
Gagasan pemerintah dalam menanggapi berbagai usulan tersebut, maka pemerintah
tangsel sendiri membuat pola baik yang tergolong unik, yakni komunikasi e-musrenbang
dengan harapan pemerintah Tangsel terus memberikan inovasi dalam program pelayanan
bagi masyarakat yang semakin dibuat sedemikian mudah. Komunikasi e-musrenbang ini
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
79JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
tentu memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mengusulkan pembangunan di
wilayahnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi lewat dunia maya.
Penerapan Elektronik Musyawarah Rencana Pembangunan atau e-musrenbang ini
merupakan sistem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang diyakini dapat
menyajikan data lebih akurat dan lebih efektif menyaring usulan warga. Pemakaian e-
musrenbang tahun 2015 bagi Tangsel menjadi daerah percontohan dalam mendorong
transparansi dan akutabilitas data usulan yang masuk dari warga sekitar.
Pola sistem komunikasi e-musrenbang ini bisa menjadi produk unggulan bagi Indonesia
dan seluruh kepala daerah lainnya karena penerapan aplikasi SIMRAL e-musrenbang
menyajikan data akurat, kegiatan tepat sasaran, pengelompokkan jenis usulan pekerjaan
lebih mudah hingga memperpendek waktu rekapitulasi data usulan. Dalam menginput data
usulan program pembangunan yang masuk digunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen
Penganggaran dan Pelaporan (Simral). Aplikasi ini merupakan hasil kerjasama dengan Pusat
Teknologi Informasi dan Teknologi BPPT. Sesuai dengan namanya, Simral meliputi
perencanaan yang perwujudannya adalah proses musrenbang Tingkat Kelurahan, Tingkat
Kecamatan, Tingkat Kota (Forum SKPD dan Musrenbang Tingkat Kota), bergulir terus
menjadi KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran – Penetapan Plafon Anggaran
Sementara), penetapan R-APBD yang dirapatkan dengan legislatif, sampai pada penetapan
APBD. E-musrenbang ini, berbasis internet.
Masyarakat yang ingin mengetahui usulan kegiatan di wilayahnya dapat dengan mudah
mengakses informasinya melalui situs website resmi Pemkot Tangsel sesuai dengan motto
Kota Tangsel, Cerdas dan Modern. Pada tahapan perencanaan dan pengganggaran,
dinamika perubahan sangat tinggi dan komplek. Selesai ditetapkan sebagai KUA-PPAS,
alokasi anggaran dibahas dalam acara rapat dengar pendapat (hearing) antara legeslatif
dengan SKPD terkait, yang berpotensi terjadi perubahaan dalam berbagai sisi. Dengan
Simral setiap kejadian perubahan tersimpan dan tercatat dalam Simral.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
80 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Dalam proses perencanaan anggaran, Simral menyusun dan mencatat tiga tahap atau
tiga jenis RAPBD – RAPBD yang diajukan ke legislatif oleh Tim Anggaran Eksekutif,
RAPBD persetujuan bersama antara Eksekutif dan legislatif, dan APBD hasil revisi
Pemerintah Provinsi. Semua tercatat dalam sistem e-musrenbang. Pada saat peyusunan
DPA, setiap kegiatan yang dilakukan oleh SKPD dapat terpantau secara real timeuntuk
menyelsaikan proses implementasi perencanaan pembangunan yang telah dirancang
sebelumnya.
Selesai tahapan perencanaan pembangunan tergantung Simral yang meliputi aspek
penatausahaan keuangan. Pada wilayah ini di-input segala bentuk kegiatan transaksi
keuangan baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran. Proses belanja daerah yang
dilakukan setiap SKPD seperti pembuatan SPD, SPP, SPM, SP2D, Buku Besar, dan
sebagainya semua masuk dalam proses manajemen Simral. Demikian pula dalam hal proses
pendapatan. Dengan di-input-nya segala aktivitas keuangan dalam sistem yang online, maka
progres pengeluaran dan pendapatan daerah akan dengan mudah diketahui dan tentunya
akan menjadi acuan dalam mengontrol keuangan daerah serta memantau tingkat penyerapan
anggaran SKPD.
Simral juga meliputi pelaporan yang wujudnya adalah pelaporan akuntansi berbasis
aktual, yang merupakan pola pelaporan relatif baru dari pola pelaporan akuntansi
sebelumnya yang berbasis kas. Setiap alur kerja yang ada pada Simral mengacu pada
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
Permendagri Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, dan Permendagri Nomor
64 tentang Penetapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.
Tentu hal ini menjadi daya tarik masyarakat mewujudkan perencanaan pembangunan
partisipatif dan berkualitas. Program kegiatan berupa pengentasan kemiskinan dan
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
81JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
peningkatan wirausaha ekonomi kreatif telah terpadu yang dicanangkan serta tertuang
dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2011-2016.
Perencanaan pembangunan secara transparan dan tersusun dengan baik. Sehingga
masyarakat bisa melihat dan memonitor pelaksanaannya. Ini menjadi hal yang baik,
kedepan.
Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur Kota Tanggerang Selatan2
Visi misi pembangunan infrastrukur pemerintahan masih sangat minim. Hal itu terjadi
karena tidak berusaha melaksanakan komitmen, sebagaimana janjinya.Banyaknya masalah
pembangunan, membuat tangsel kelihatan semrawutan, mulai dari pencemaran air,
dangkalnya aliran selokan dan kumuhnya tempat pedagang rombong, PKL dan asongan. Hal
ini merupakan hambatan dan kendala mensejahterakan masyarakat. Tambah dibebani oleh
kurangnya kesadaran masyarakat. Buktinya, masih banyak yang membuang sampah
sembarangan. Semangat gotong royong pun sudah mulai memudar dan ketidakpedulian
sama sekali.
Padahal, dahulu gotong royong sudah menjadi budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat, sehingga pada setiap hari minggu atau pada hari-hari libur lainnya masyarakat
selalu berbondong-bondong untuk bergotong royong membersihkan selokan dan saluran
air, membakar sampah yang berserakan dan lain-lain dengan dipandu oleh kepala
desa/kelurahan, kepala dusun atau tokoh masyarakat setempat.
Sehingga, keinginan untuk mewujudkan pembangunan bukan hanya pemerintah saja.
Tetapi di butuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat seutuhnya.3 Melihat pembangunan
2Rusdianto (2015), “Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur,” Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos,Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5.3Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, “Revitalisasi Kota dan Kabupaten yang LebihBerkelanjutan: Kerangka Kerjasama dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan Madura,”JurnalPembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun2013. Hal. 60.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
82 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
infrastruktur Tangsel masih banyak kekurangan, bahkan proses pembangunan ada yang
masih berlangsung sejak lama. Apalagi, aktivitas galian C yang meresahkan masyarakat terus
saja berjalan, padahal selain mengancam kelestarian alam juga merusak jalan.
Akibatnya, hampir setiap tahun Pemkot Tangsel melakukan perbaikan jalan dan main
‘tambal sulam’ untuk mencegah kerusakan jalan yang lebih parah. Faktanya, sekitar
Karawaci, BSD dan pusatkota Tangsel sendiri masih melakukan perbaikan jalan dan
mengeluarkan anggaran APBD Kota Tangsel hanya untuk membiayai pembangunan fasilitas
infrastruktur yang sama setiap tahun.
Seharusnya, pemerintah jangan hanya memikirkan uang masuk untuk menambah
PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Tangsel, tapi juga memikirkan uang keluar
pembangunan yang merugikan lingkungan masyarakat karena pola pembangunannya tak
memiliki strategi perbaiki jangka panjang. Sehingga pembangunan hanya berjalan begitu
saja, apalagi tidak dikontrol sama sekali.
Anehnya lagi, proyek pembangunan jalan wilayah Tangerang Selatan banyak belum
selesai padahal telah mengakibatkan penggusuran terhadap masyarakat. Sebetulnya, begitu
banyak masyarakat yang ingin mengetahui rencana pembangunan tersebut. Namun
pemerintah Tangsel tidak berusaha menjelaskan maupun komunikasi dengan masyarakat
masalah proses pembangunan. Pembangunan infrastruktur merupakan suatu strategi dalam
penyediaan sarana sesuai dengan prinsip dasar penyediaan infrastruktur secara keseluruhan.
Infrastruktur merupakan katalis pembangunan. Ketersediaan infrastruktur
memudahkan akses komunikasi masyarakat sehingga meningkatkan produktivitas
pertumbuhan ekonomi Tangsel. Hampir semua aktivitas masyarakat dan pemerintah hanya
menghadapi macet, jalanan rusak dan gray-gray pedagang rombong yang semrawut, maka
alhasil pembangunan Tangsel tidak fundamental pada perbaikan sektor ril daerah. Padahal
yang harus dipahami oleh pemerintah Tangsel, yakni keberadaan infrastruktur merupakan
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
83JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
alat komunikasi untuk menjalankan roda ekonomi dan pendidikan masyarakat dengan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan dasar rakyat Tangsel.
Peran Komunikasi Elektronik PemerintahanKota Tanggerang Selatan
Yang dimaksud peran komunikasi elektronik pemerintahan Tangsel, yakni
memaksimalkan ketersedian infrastruktur dalam pembangunan sehingga apapun faktor
kebutuhan masyarakat menjadi optimal, maka komunikasi pemerintahan dalam perspektif
pembangunan harus terkait dengan potensi kekuatan ekonomi Tangsel, seperti pertanian,
perkebunan, budi daya ikan, industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Untuk menjamin
hal ini, bagi pemerintah Tangsel harus menerapkan upaya terbuka dan mendorong
masyarakat yang menjadi kelompok sasaran pelayanan4 infrastruktur tersebut agar dapat
berpartisipasi, misalnya peran pemerintah dan masyarakat secara langsung dalam
pengelolaan institusi layanan publik.
Dalam konteks investasi infrastruktur perlu mempertimbangkan minat investor,
bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui kombinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tanggerang Selatan. Seiring dengan
diimplementasikannya desentralisasi fiskal dan diberikannya kewenangan luas bagi daerah,
maka pemerintah Tangsel diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada yang
membebani masyarakat.
Disinilah peran komunikasi pemerintahan bersama masyarakat dengan mendorong
partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah, sehingga
pembangunan infrastruktur mampu mendorong majunya taraf perekonomian daerah dan
sekitarnya. Untuk itu perlu kerangka komunikasi pemerintah daerah bersama masyarakat,
bukan hanya pada saat musrenbang dilaksanakan membangun komunikasi elektronik sangat
4Rusdianto, “Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah BerbasisAgropolitanyang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen PembangunanDaerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 18.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
84 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
penting. Karena saking penting bahwa sewaktu menjalankan tugas pembangunan sebagai
kontrol sangat perlu melakukan komunikasi dengan masyarakat.
Tentu pola komunikasi itu bertujuan indentifikasi rencana kebutuhan infrastruktur
secara lokal dan regional, sehingga dikoordinasikan bersama pemerintah pusat dan daerah
dalam jangka waktu cukup panjang menginggat kegiatan pembangun tersebut penting agar
semua sektor bisa terpenuhi, seperti ekonomi makro, sektor keuangan, kebijakan
berkelanjutan dan mekanisme sektor publik. Sehingga menjadi maksimal dan efisien.
Tujuan komunikasi elektronik pemerintahan adalah proses pelaksanaan pembangunan
yang memiliki andil penting.5 Everett M. Rogers (1985) dalam Rusdianto (2014)
menyatakan, komunikasi elektronik pemerintahan sangat penting dalam pembangunan yang
merupakan konsekuensi perubahan menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai
kehendak dari suatu pemerintahan. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentu
perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi
dalam pembangunan kemaritiman Indonesia harus dikaitkan dengan arah perubahan
tersebut. Artinya kegiatan komunikasi dalam agenda pembangunan kemaritiman harus
mampu mengantisipasi dan mendorong gerak pembangunan.
Pembangunan merupakan proses keselarasan antara aspek kemajuan dan kepuasan
(pelayanan). Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses,
yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap,
pendapat dan perilakunya. Maka pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga
komponen yakni komunikator pembangunan (aparat pemerintah dan masyarakat), pesan
5Rusdianto, “Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial MicroFinance,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi4 Tahun 2014. Hal. 34.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
85JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
program pembangunan dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas sasaran
pembangunan.6
Infrastruktur BerkelanjutanKota Tanggerang Selatan7
Pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan, sehingga
dalam jangka panjang keberadaan infrastruktur tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.
Mekanisme penyediaan infrastruktur harus mendasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi, serta memperhatikan aspek efisiensi dan keadilan.
Infrastruktur sebagai sistem komunikasi yang dikaitkan dengan unsur tata ruang
daerah sehingga memiliki peran penting terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran
infrastruktur terhadap perkembangan wilayah dan kota memiliki kontribusi yang sangat
signifikan, baik pada aspek perekonomian, sosial kemasyarakatan, maupun kelestarian
lingkungan. Akan tetapi arah kebijakan pembangunan sistem infrastruktur yang berlangsung
saat ini belum menunjukan hasil yang memadai untuk memerankan fungsinya sebagai
pengarah dan pendorong pembangunan.8
Berbagai persoalan yang terkait dengan pelayanan infrastruktur yang terjadi saat ini
mengarah pada kadar persoalan yang semakin berat, misalnya pelayanan infrastruktur
transportasi, penyediaan air bersih, pembuangan limbah, serta infrastruktur lainnya. Solusi
aat ini penyelesaian persoalan yang parsial sehingga bisa mengatasi ketidakmampuan sistem
infrastruktur dalam memerankan fungsinya. Banyak aspek yang menjadi penyebab, misalnya
keterbatasan serta kebijakan alokasi anggaran pembangunan, aspek kejelasan kewenangan
serta peraturan, ataupun konflik antardaerah dalam melaksanakan pembangunan
6Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif buku “PerananKomunikasi Massa dalamPembangunan,”terbitan Yogyakarta, GadjahMada University Press dalam Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 4.7Rusdianto, Tangsel Pos Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5.8Muhammad Ali Sagalo, “Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental BerbasisKearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan DaerahKementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 22.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
86 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
infrastruktur.Maka sistem infrastruktur menjadi pendukung utama dalam sistem
komunikasi dan strata sosial maupun sistem ekonomi.9 Oleh karena itu, setiap perancangan
masing-masing sistem infrastruktur maupun keseluruhannya harus dilakukan dalam konteks
keterpaduan dan menyeluruh.
Apabila tidak menyeluruh, tentu makin lama semakin besar, meluas, dan serius.
Persoalan pemerintah Tangsel disebabkan terlambat dalam finalisasipembangunan
infrastruktur berkelanjut, sehingga masa demi masalah akan timbul dikemudian hari bersifat
lokal atau translokal. Dampak-dampak banjir yang terjadi terhadap lingkungan mata rantai
yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek masalah, maka berbagai
aspek lainnya akan mengalami dampak pula. Maka peran pemerintah daerah Tangsel dalam
menggusung pembangunan infrastruktur berkelanjutan harus perhatikan seluruh aspek
terkait, jangan mengabaikan hal-hal penting dan hanyabisa merencanakan.
AkuntabilitasInvestasi PembangunanKota Tanggerang Selatan10
Pertumbuhan pembangunan Tangsel cukup membanggakan. Walaupun sejauh ini
belum maksimal pada proses akuntabilitasnya. Hal tersebut, bukanlah suatu halangan dan
rintangan bagi pemerintah Tangsel, tetapi akuntabilitas merupakan indikator pertumbuhan
dan keberhasilan suatu daerah. Hal ini terkait harapan pemerintah Tangsel dalam
pembangunan bersifat populis dan mencapai target.
Pembangunan tumbuh karena pengelolaan secara intensif terhadap daya dorong
lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus.11 Sehingga pelaksanaan pembangunan
tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Pelaksaan pembangunan harus berdasarkan Sistem
9Rully Nasrullah, “Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,”Jurnal Pembangunan DaerahDitjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 77.10Rusdianto (2015), “Akuntabilitas Investasi Pembangunan,” Opini Koran Harian Tangsel Pos Terbit padaSenin 23 Februari 2015.11Ruslan, “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Perdesaan dan Industri Lokal Market MenujuKemandirian Indonesia,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian DalamNegeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 9.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
87JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Akuntalitas Kinerja Instansi pemerintah (SAKIP) sehingga pembangunan berdaya dan
berhasil guna, serta bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Akuntabilitas pembangunan sebagai alat analisis dalam memberi jawaban kepada
masyarakat secara luas. Dalam konteks pemerintah, pembangunan merupakan amanat yang
harus dilaksanakan baik jangka panjang maupun pendek.12 Di Tangsel, kewajiban
pemerintah untuk menerapkan sistem akuntabilitas kinerja pembangunan berlandaskan pada
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Dalam Inpres tersebut, akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
pembangunan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik kepada masyarakat.
Siklus akuntabilitas pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen
berbasis kinerja, pertama, penetapan perencanaan strategi objektif pembangunan. Kedua,
penetapan ukuran perencanaan pembangunan yang akan di laksanakan. Ketiga, penganggaran
yang terbuka bagi masyarakat, Keempat, pelaporan pelaksaan pembangunan yang transfaran.
Keempat siklus diatas, merupakan nilai-nilai efisiensi, efektivitas, reliabilitas, dan prediktibilitas
yang harus tertanam pada segenap pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan di Tanggerang
Selatan sehingga tidak mengalami program yang bersifat abstraks.
Mengukur Akuntabilitas Pembangunan Kota Tanggerang Selatan
Tidak menutup kemungkinan bahwa perhatian pemerintah Tangsel terhadap akuntabilitas
pembangunan dan kinerja sangat kurang serta minim. Pemerintah Tangsel lebih
mengutamakan pada proses penyerapan anggaran yang benar sesuai dengan dokumen-
dokumen administrasi sebagai bukti pertanggungjawaban, sementara kualitas realisasi
12Iwan Nugroho, “Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah,”Jurnal Pembangunan DaerahDitjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 10.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
88 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
anggaran tersebut dapat diukur dengan kinerja pembangunan yang ada, baik fisik maupun
nonfisik, sebagaimana prioritas sebelumnya yang ingin di capai.13
Pemerintah telah melakukan penilaian atas SAKIP Tangsel tahun 2014. Hasilnya
pemerintah Tangsel mendapat nilai 79,03 predikat Baik (B). Nilai itu sedikit naik
dibandingkan tahun 2012 yang memperoleh nilai 74,11 predikat (B+). Evaluasi tersebut
dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada
hasil (result oriented government). Diperlukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan
akuntabilitas pembangunan dilingkungan pemerintah Tangsel. Apalagi, Tangsel
menargetkan APBD Murni 2015 sebesar Rp 2,7 triliun. Angka ini naik Rp. 200 miliar
dibandingkan APBD sebelumnya sebesar Rp. 2,5 triliun. Maka angka tersebut
membutuhkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pememerintah dan legislatif
sehingga program pembangunan disesuaikan dengan proses akuntabilitas agar rencana
pembangunan dan investasi yang digerakkan dapat menjadi jawaban dari sektor pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, hingga kesejahteraan rakyat.
Peluang Investasi PembangunanKota Tanggerang Selatan14
Potensi pembangunan daerah Tangsel sangat beragam dan membuka peluang investasi
yang lebih besar. Hal ini menjadi bagian daya tarik pemerintah sebagai upaya peningkatan
kualitas pembangunan, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Ini
merupakan target penting pemerintah Tangsel sebagai tolak ukur kemampuan daerah
menjual potensi yang dimilikinya dan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan
mendukung investasi.
13Eka Intan Kumala Putri, “Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah dalam PerencanaanKawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia,”Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 25.14Rusdianto, Koran Harian Tangsel Pos Terbit pada Senin 23 Februari 2015.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
89JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Melihat potensi yang dimiliki Tangsel sangat strategis sebagai daerah penyangga dan
memiliki akses yang baik dengan daerah lainnya. Maka sangat banyak potensi yang bisa
dikelola secara baik, antara lain:pertama,park and ride(pembangunan fasilitas persinggahan),
berupa lahan parkir, hotel, ruang pertemuan, pusat perbelanjaan dan fasilitas area stasiun
kereta api yang presentatif. Kedua,kereta api dan monorail sebagai sarana transportasi
massal.Ketiga,pengelolaan sampah dengan mendaurulang sebagai bagian dari pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Keempat, pembangunan instalasi pengolahan air bersih/air minum, masih sangat
membutuhkan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kelima,pembangunan
permukiman vertikal sebagai respon terhadap kepadatan penduduk Tangsel telah melebihi
8.856 jiwa/Km2, maka akan semakin sulit untuk membangun permukiman yang
membutuhkah lahan yang luas. Keenam,kawasan jasa dan perdagangan terpadu, konteks
pembangunan ini maka pemerintah Tangsel harus mengajak para investor bekerjasama
mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, berbagai fasilitas bisnis, tempat
rekreasi modern, gedung kesenian dan budaya, convention center.
Ketujuh, pembangunan convention center,sebagai kota perdagangan dan jasa, maka salah
satu sarana perkotaan dan dapat dijadikan icon Tangsel yang lebih baik kedepannya.
Kedelapan,sektor industri dan pergudangan, melihat luas lahan yang tersedia, pemerintah
Tangsel menempatkan tujuan pembangunan pada sektor industri dan pergudangan sebagai
andalan. Kesembilan,sektor pertanian, peternakan dan perikanan, saat ini memiliki lahan
yang dapat dimanfaatkan untuk sektor pertanian, peternakan dan perikanan dengan luas
kurang lebih 2.794.41 ha atau 18,99 % dari luas lahan Tangsel, maka pemanfaatan lahan
untuk sektor ini masih cukup potensial.
Sesuai dengan motto cerdas, modern dan religius, maka peluang investasi pembangunan
Tangsel sangat besar dan menarik perhatian banyak pihak. Perkembangan sangat positif dan
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
90 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
berharap terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembangunan15 yang akuntabel dan
baik. Harapan masyarakat sangat besar, sehingga perlu banyak pihak untuk terlibat dalam
proses pembangunan di Tangsel.
Karena pembangunan Tangsel, upaya meningkatkan kualitas masyarakat secara
berkesinambungan yang didasari kepada kekuatan sumber daya yang dimanfaatkan sesuai
dinamika yang berkembang. Pembangunan Tangsel ditujukan untuk mewujudkan
masyarakat adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam susunan perikehidupan bangsa
yang aman, tentram, tertib, dan dinamik, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib, dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Maka sebab itu, pembangunan hendaknya dilandaskan pada suatu perencanaan yang
menyeluruh16 sehingga terdapat akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembangunan hendaknya dilaksanakan secara jelas tujuan dan arahnya. Pada setiap kegiatan
pembangunan harus mempunyai tepat sasaran sehingga berguna seacara efektif dan efisien.
Sasaran pembangunan Tangsel untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
masyarakat, dan ketertiban yang berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan
sosial.
Prioritas akuntabilitas pembangunan merupakan sebuah reportase yang mesti
menampung masukan atau kritik terhadap rencana pembangunan Tangsel. Agar program
pembangunan sesuai prioritas yang telah ditetapkan pada Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara
15Rusdianto, “Konektivitas Pembangunan dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Ketahanan PanganBerkelanjutan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri,Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 64.16Supadiyanto, “Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,”Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 48.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
91JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
(KUA & PPAS). Prioritas tersebut menjadi model peningkatan kualitas infrastruktur dasar,
peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan, optimalisasi penyelenggaraan pemerintah daerah, dan pemberdayaan
usaha mikro kecil menengah dan penanggulangan kemiskinan dan pengganguran.
Penutup
Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada
sisi makro agar kebijakan yang menjadi penghambat laju implementasi pembangunan bisa
diperbaiki.Tentu, masyarakat ingin mengetahui kegiatan pembangunan di wilayahnya
sehingga mengakses informasinya melalui metode pengaduan dan pelayanan melalui
elektronik musrenbang (e-musrenbang) Tangsel sesuai dengan tahapan perencanaan dan
pengganggaran dalam proses pembangunan.
Sehingga dengan cara komunikasi e-musrenbang akan memberikan dampak lebih
pada penataan wilayah dan investasi infrastruktur yang sangat perlu mempertimbangkan
minat masyarakat, bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui
kombinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tangsel. Komunikasi
elektronik e-musrenbang sebagai kendali pembangunan oleh pemerintah yang bertujuan
mempercepat proses pelaksanaan pembangunan yang diperuntukan bagi masyarakat Kota
Tanggerang Selatan. Sistem e-musrenbang dalam perencanaan pemerintah merupakan
infrastruktur pendukung utama dalam sistem komunikasi antara masyarakat dengan
pemerintah sebagai pelaksana pembangunan.
Oleh karena itu, setiap perancangan masing-masing sistem e-musrenbang dapat
memperjelas posisi maksimalnya pembangunan infrastruktur untuk mengukur akuntabilitas
investasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak ketiga sehingga keterpaduan itu
bersifat populis dan mencapai target.
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
92 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
Pembangunan tumbuh karena pengelolaan komunikasi e-musrenbang secara intensif
terhadap daya dorong lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus. Sehingga
pelaksanaan pembangunan tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Akuntabilitas pembangunan
dan kinerja sangat mengutamakan proses penyerapan aspirasi, anggaran dan kebijakan
sebagai bukti pertanggungjawaban, baik fisik maupun nonfisik. Potensi yang bisa dikelola
secara baik, antara lainpark and ride(pembangunan fasilitas persinggahan), kereta api dan
monorail, pengelolaan sampah dengan mendaurulang, pembangunan instalasi pengolahan
air bersih/air minum,kawasan jasa perdagangan terpadu,sektor industri dan pergudangan,
pertanian, peternakan dan perikanan.
Elektronik musrenbang (e-musrenbang) dapat memfasilitasi kegiatan pembangunan yang
tepat sasaran sehingga berguna secara efektif dan efisien. Sasaran pembangunan Tangsel
adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan masyarakat, dan ketertiban yang
berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan sosial.
Daftar Pustaka
Rusdianto (2015), Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang, Koran Harian Tangsel Pos Group
Jawa Pos, Terbit pada Rabu 18 Maret 2015.
Rusdianto (2015), Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur, Koran Harian Tangsel Pos Group
Jawa Pos, Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015.
Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, Revitalisasi Kota dan Kabupaten Yang Lebih
Berkelanjutan: Kerangka Kerjasama Dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan
Madura,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013.
Rusdianto, Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah Berbasis
Agropolitas Yang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
93JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1
Tahun 2013.
Rusdianto, Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial Micro
Finance, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.
Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif dalam buku
“PerananKomunikasi Massa Dalam Pembangunan”, terbitan Yogyakarta, GadjahMada
University Press ke dalam Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend
Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.
Muhammad Ali Sagalo, Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental
Berbasis Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda)
Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun
2014.
Rully Nasrullah, Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,Jurnal Pembangunan
Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I
Edisi 1 Tahun 2013.
Rusdianto (2015), Akuntabilitas Investasi Pembangunan, Opini Koran Harian Tangsel Pos
Terbit Pada Senin 23 Februari 2015
Ruslan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Pedesaan dan Industri Lokal Market
Menuju Kemandirian Indonesia,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend
Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.
Iwan Nugroho, Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah, Jurnal Pembangunan
Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I
Edisi 2 Tahun 2013.
Eka Intan Kumala Putri, Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah Dalam Perencanaan
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia, Jurnal Pembangunan Daerah
Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan
94 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Rusdianto
(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2
Tahun 2013.
Rusdianto, Konektivitas Pembangunan Dalam Rangka Meningkatkan Produktifitas
Ketahanan Pangan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend
Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013.
Supadiyanto, Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,Jurnal Pembangunan Daerah
(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2
Tahun 2013.
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan
Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
Wajib dan Erniati
Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dan Dosen IAIN Palu
Provinsi Sulawesi Tengah
Abstrak
Program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan mulai tahun 2007, yaitu sejak
pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kota
Palu. Pada saat itu Kota Palu juga meluncurkan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat
(PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan
Kelurahan Berjangka (PPKB). Ketiga program tersebut merupakan kegiatan daerah dalam
penanggulangan kemiskinan di Kota Palu. Tahun 2012 dilakukan berbagai kajian dalam
penanggulangan kemiskinan yang sudah dilaksanakan. Kenyataan menunjukkan penanggulangan
kemiskinan belum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, diskoordinasi.
Kata Kunci: Pembangunan Zero Proverty, Produksi, Sumberdaya Manusia dan
Mengentaskan Kemiskinan
Abstract
Poverty alleviation programs in Palu implemented starting in 2007, ie since the declaration by the President of
the National Program for Community Empowerment (PNPM) in Palu. At that time the city of Palu also
launched the Regional Program for Community Empowerment (PDPM) and Urban Poverty Program (P2KP)) and
Village Development Program Futures (AEOS). The third program is an activity in the area of poverty reduction
in Palu. In 2012 carried out various studies on poverty reduction has been implemented. Reality shows poverty
reduction is not well integrated, common sectoral ego, incoordination.
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
96 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Keywords: Zero proverty Development, Production, Human Resources and Alleviating
Poverty
Pendahuluan
Kota Palu merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah
mencapai 395,06 Km². Sebagai daerah otonom, Kota Palu terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Kota Palu juga sebagai Ibukota Provinsi
Sulawesi Tengah, maka tingkat aktivitas di sektor pelayanan dan pemerintahan cukup tinggi,
karena merupakan daerah penyangga untuk kabupaten yang ada di sekitarnya. Sesuai data
kependudukan jumlah penduduk Kota Palu saat ini mencapai 385.684 jiwa terdiri 195.463
laki-laki dan 190.330 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 104.085 KK.
Jumlah penduduk tersebut tersebar pada 8 (delapan) kecamatan.
Jumlah penduduk yang terbesar di Kecamatan Palu Selatan yang mencapai 75.217
jiwa, kemudian Kecamatan Mantikulore dengan 66.540 jiwa, sedangkan Kecamatan
Tawaeli paling sedikit, yaitu 22.656 jiwa. Ditinjau dari jumlah KK menunjukkan bahwa
jumlah total KK di Kota Palu ialah 104.085 KK. Jumlah KK terbesar di Kecamatan Palu
Selatan mencapai 20.342 KK dan terendah ialah KecamatanTawaeli sebesar 5.994 KK.
Diperoleh informasi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2012
mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu menjadi 9,24% dibandingkan tahun
2011. Program yang berorentasi pada masyarakat miskin memberikan dampak cukup baik
di Kota Palu. Selain itu, penurunan proporsi penduduk bawah kemiskinan merupakan salah
satu indikator meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Dari jumlah Keluarga tersebut, masyarakat miskin di Kota Palu mencapai 13.673 KK
atau sebesar 35.637 jiwa (9,24%). Oleh sebab itu, sudah selayaknya mendapatkan perhatian
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
97JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
khusus dari semua pihak, terutama dari Pemerintah Kota Palu untuk menanganinya.
Dengan adanya perhatian khusus diharapkan reduksi kemiskinan dapat berangsur
terminimalisir, sehingga seluruh rumah tangga sasaran dapat terintervensi atau tersentuh
program yang ada. Untuk itu Pemerintah Kota Palu mengambil berbagai pendekatan
melalui beberapa kegiatan dalam rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan
(zero poverty). Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin, pekerjaan
dan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013
No Uraian Jumlah
1 Jumlah Penduduk (Jiwa) 385,684
2 Komposisi Penduduk menurut:
a
Jenis Pekerjaan
- Belum/Tidak Bekerja 97,166
- Mengurus Rumah Tangga 64,686
- Pelajar/Mahasiswa 84,778
- Pensiunan 4,649
- PNS 22,055
- TNI dan Kepolisian 4,285
- Pedagang 2,026
- Petani 5,217
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
98 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
- Dan lain-lain 100,792
b
Pendidikan
- Belum Sekolah 59,787
- Tidak Tamat SD 47,493
- SD 48,312
- SLTP 57,133
- SLTA 125,967
- Diploma II 4,823
- Diploma III 8,671
- Strata I 29,714
- Strata II 3,448
- Strata III 336
Sumber Data: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palu, Oktober 2013.
Latar Belakang
Paradigma pembangunan di Kota Palu secara garis besar dapat dikategorikan dalam
dua paradigma pembangunan (development paradigm), yaitu: (1) Paradigma pembangunan
yang berpusat pada produksi (production centered development); (2) Paradigma pembangunan
yang berpusat pada manusia (people centered development).
Paradigma pembangunan yang bertumpu pada produksi, dengan menitikberatkan
perhatiannya pada pertumbuhan ekonomi dengan indikator meningkatnya pendapatan dan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
99JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
menumbuhkan tingkat kesejahteraan masyarakat (welfare oriented development). Sedangkan
paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia menekankan peranan manusia bukan
hanya sebagai sumberdaya dan obyek penuh, tetapi lebih dipandang sebagai subyek dan
aktor pembangunan yang menentukan tujuan yang hendak dicapainya sendiri, menguasai
sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut dan yang mengarahkan proses
yang memengaruhi dan menentukan hidupnya sendiri.
Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan
kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum dapat ditingkatkan apabila masalah kemiskinan
dapat dikurangi. Masalah kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Kota Palu pada
khususnya, merupakan masalah klasik yang sangat dilematis, sehingga perlu pengkajian dan
penanganan yang serius. Telah banyak teori dan konsep yang dibangun dan telah banyak
pula upaya yang dilakukan untuk menyingkap tabir kemiskinan dan segala upaya
penanggulangannya.
Orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi untuk
mengatasi masalah kemiskinan mengandung beberapa kelemahan. Pertama, pembangunan
yang memandang masyarakat sebagai obyek bantuan dalam bentuk berbagai pelayanan dan
pemberian fasilitas sosial, justru memperbesar ketergantungan masyarakat pada uluran
tangan pemerintah. Kedua, model pembangunan ini cenderung menguras sumberdaya yang
tersedia. Ketiga, pembangunan yang seharusnya melayani kepentingan seluruh masyarakat
kemudian hanya menjadi pelayanan dari lapisan atas yang sangat terbatas jumlahnya. Kondisi
yang demikian belum dapat secara optimal mendukung usaha penanggulangan kemiskinan,
namun cenderung menimbulkan kesenjangan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat.
Menyadari adanya kelemahan pada strategi tersebut, maka Pemerintah Kota Palu,
berinisiatif untuk menggeser paradigma pembangunan daerahnya dari paradigma
pertumbuhan ekonomi ke paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
100 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
centered). Sehingga sejak tahun 2007 kebijakan yang bermuara pada pembangunan
masyarakat (community development) mendapat porsi yang relatif besar dalam proporsi APBD
Kota Palu. Paradigma ini memfokuskan pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.
Sejak tahun 2007 Pemerintah Kota Palu telah meletakkan konsep kerja terintegrasi
antarpemerintah, swasta, dan masyarakat, yaitu sebuah ide atau gagasan menjadi suatu
langkah kongkret dengan meluncurkan program yang diarahkan untuk mengentaskan
kemiskinan, yakni Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM), dan pada tahun
2011 menajamkan startegi tersebut ke dalam bingkai program penaggulangan kemiskinan
(Zero poverty). PDPM merupakan program penanggulangan masalah kemiskinan yang
menekankan pada segi pemberdayaan masyarakat sambil menguatkan institusi masyarakat
dengan garis depan, yaitu kelurahan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Berdasarkan fenomena dan identifikasi permasalahan pembangunan yang telah ada,
maka Kota Palu, menyusun secara bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat satu
konsep yang jelas, aplikatif, komprehensif serta berkesinambungan untuk pelaksanaan kerja
penanggulangan kemiskinan, dalam bentuk suatu kebijakan publik yang secara jelas
menegaskan kembali keberpihakan pada kepentingan, perlindungan dan pemenuhan hak
dasar bagi masyarakat miskin di Kota Palu.
Alasan pengembangan program dan permasalahan yang dihadapi
Kapasitas Pendukung pengembangan program yang dimiliki pemerintrah Kota Palu dalam
mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan yang ada, disesuaikan dengan kinerja pembangunan
penanggulangan kemiskinan, tersinergi dalam agregasi sinergis dengan kinerja pembangunan daerah
yang tertuang dalam dokumen rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) berdurasi 20
tahun, dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berdurasi 5
tahun.
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
101JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Dalam dua dokumen perencanaan tersebut, tertera bahwa kinerja pembangunan
untuk mereduksi kemiskinan, penganggarannya terletak pada semua SKPD, namun belum
merata baik berdasarkan kuantitas anggaran maupun kualitas program yang ada. Di samping
itu beberapa daerah di Kota Palu masih memerlukan percepatan pembangunan daerah bagi
daerah-derah kantong kemiskinan. Untuk mensinergikannya maka, pada saat ini telah dibuat
dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah, yang berisi strategi dan tahapan serta
skenario program dan pembiayaan untuk penanggulangan kemiskinan di Kota Palu.
Model pendekatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu ditujukan untuk
menggairahkan masyarakat dengan berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial yang menganut
prinsip “Peduli dan Berbagi.” Dengan model ini diharapkan dapat menyentuh langsung akar
masalah kemiskinan yang ada di masyarakat, yaitu mencakup perubahan sikap, perbaikan
hubungan sosial, pemenuhan kebutuhan infrastuktur lingkungan yang layak, meningkatnya
derajat kesehatan dan pemenuhan perumahan layak huni.
Dengan model pendekatan pemberian bantuan dan penyediaan kemudahan untuk
pelayanan dasar terhadap masyarakat miskin, diharapkan tingkat kesejahteraan,
kemakmuran, dan taraf hidup masyarakat miskin di Kota Palu meningkat. Sebelum tahun
2008, penanganan kemiskinan belum terfokus dan terintegrasi dengan baik, dan masih
berupa program bantuan kesehatan yang belum berjalan efektif. Penanganan kemiskinan di
Kota Palu lebih banyak untuk bantuan kesehatan masyarakat miskin, belum menyentuh akar
masalah. Dengan adanya kenyataan tersebut perlu inovasi yang dapat menyelesaikan
permasalahan penanganan kemiskinan secara bertahap dan tepat sasaran.
Pengantar model good practice dan unsur-unsur inovasi
Untuk menanggapi belum padunya dan masih bersifat ego sektoral pananganan
kemiskinan, maka Pemerintah Kota Palu melakukan inovasi dengan membentuk Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Tim ini mempunyai tugas untuk
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
102 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
merumuskan penanganan kemiskinan melalui program zero poverty, salah satunya tugas
melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas penanganan kemiskinan secara terpadu.
Dalam rapat koordinasi tersebut penanganan kemiskinan melalui program Zero
Poverty menetapkan 4 (empat) kebutuhan dasar yang harus dilayani dan dipenuhi oleh
penduduk miskin. Kebutuhan dasar tersebut meliputi:
a. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan pelayanan persalinan melalui
program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda);
b. Bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni untuk masyarakat miskin
dan bantuan sosial lainnya yang bersifat produktif;
c. Menciptakan lapangan pekerja bagi masyarakat miskin, melalui program padat
karya produktif;
d. Pemberian bantuan beasiswa untuk anak kaum duafa.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan program zero poverty, maka kelurahan melakukan
pendataan dan memverifikasi serta memberikan rekomendasi terhadap warga miskin
penerima layanan atau bantuan. Layanan tersebut meliputi bidang kesehatan, perbaikan
rumah layak huni, padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya serta pemberian
beasiswa. Pelaksanaan program zero poverty di Kota Palu dilakukan secara bertahap, dengan
menetapkan skala prioritas. Pada program tersebut, prioritas pertama adalah layanan
kesehatan untuk warga miskin, yaitu dengan jalan memberikan rekomendasi atau kartu
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Gagasan awal program zero poverty ini adalah dari Walikota Palu, Rusdy Mastura,
yakni perlu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (warga miskin) dan pelayanan
masyarakat miskin harus dilakukan secara tepat dan terintegrasi dengan baik, sehingga
kualitas hidupnya akan meningkat. Dengan gagasan tersebut dibentuklah tim terpadu
penanganan kemiskinan, yaitu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
103JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Palu, yang melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku
kepentingan.
Kerangka aturan percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Implementasi program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan
jauh sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk
bidang layanan kesehatan, layanan perbaikan rumah layak huni, serta bantuan sosial lainya
dilaksanakan sejak tahun 2007 dan sudah berjalan efektif. Program layanan kesehatan
instansi yang bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan dan Badan Rumah Sakit Daerah
Kota Palu.
Sedangkan untuk layanan perbaikan rumah layak huni instansi yang bertangung jawab
adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu untuk dana
yang berasal dari APBD Kota Palu. Adapun bantuan sosial lainnya instansi vertikal yang
bertanggung jawab adalah Dinas Sosial Tenaga Kerja. Untuk mengetahui mengenai kegiatan
penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dapat dilihat gambar berikut:
Gambar 3Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu
(3)
Kegiatan padat
karya produktif
(4)Pemberian
beasiswa siswa tidakmampu
(2)Pemberian Bantuan
Pembangunanrumah layak
huni
(1)Pemberian
Pelayanankesehatan dan
ibu hamil
Pelaksanaan Kegiatan
1. Kelompok kerja pelayanankesehatan dan ibumelahirkan
2. Kelompok kerjapemberian bantuanpembangunan rumahlayak huni
3. Kelompok Kerja kegiatanpadat karya produktif
4. Kelompok Kerjapemberian beasiswa siswatidak mampu
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
104 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Penanganan kemiskinan di Kota Palu dapat kelompokkan menjadi 4 (empat)
kegiatan. Program pertama yang perlu dilakukan pada penanganan kemiskinan di Kota Palu
adalah pelayanan kesehatan untuk warga miskin dan pelayanan ibu melahirkan. Kesehatan
merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sedangkan pelayanan
dasar yang kedua adalah bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni dan bantuan
sosial lainnya, misalnya teknologi tepat guna.
Untuk pelaksanaan pembangunan rumah layak huni dilakukan dengan program padat
karya produktif. Program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) ketiga adalah padat
karya produktif dan kegiatan keempat adalah pemberian beasiswa untuk siswa tidak
mampu. Dengan kegiatan ini diharapkan warga miskin memperoleh pelayanan yang sama di
bidang pendidikan. Dengan adanya pemberian beasiswa ini, diharap akan perubahan pola
pikir dan wawasan, sehingga dapat memutus rantai kemiskinan.
Selanjutnya kegiatan menanggulangan kemiskinan di Kota Palu melalui program zero
poverty adalah dengan pola padat karya produktif. Program padat karya produktif ini
sebenarnya sudah dilaksanakan bersama dengan pembangunan rumah layak huni dan
pembangunan infrastruktur lainnya. Namun untuk lebih intensif program padat karya
produktif dengan berbagai skenario peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan
berusahatahun 2013, maka Pemerintah Kota Palu menetapkan beberapa komponen
kegiatan, yang meliputi:
1. Peningkatan kapasitas masyarakat;
2. Komponen pendamping, yaitu untuk pendampingan padat karya produktif;
3. Konponen bantuan langsung masyarakat, ditujukan pada masyarakat dengan
jumlah Rp. 500.000,- (tetantif) per bulan keluarga sasaran;
4. Komponen perbaikan dan peningkatkan infrastruktur lingkungan serta
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, misalnya pembersihan dan
penghijauan lingkungan, kegiatan Jumantik (juru pemamtau jentik); dan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
105JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
5. Padat karya produktif, misalnya bantuan usaha tani, ternak dan bantuan bibit ikan
dan kegiatan lainnya.
Penanganan masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan oleh satu instansi saja. Oleh
sebab itu, kepedulian dari semua pihak akan mempercepat mengatasi permasalahan
kemiskinan. Untuk lebih cepat memberikan layanan kesehatan terhadap warga miskin,
terhadap warga yang belum memiliki kartu Jamkesda, maka proses pelayanan tetap
dilakukan sambil menunggu melengkapi persyaratan kartu Jamkesda. Dari sisi reformasi
birokrasi pada sektor pelayanan publik, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai
terobosan memperbaiki pelayanan publik, antara lain: penetapan Standar Operasional
Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Publik (SPP), dan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
maupun peningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi masyarakat.
Upaya terobosan perbaikan pelayanan publik tersebut ditujukan untuk mengatasi
persoalan kemiskinan. Untuk meningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi
masyarakat, Pemerintah Kota Palu pada tanggal 9 sampai dengan 11 Juli 2013 telah
melaksanakan aplikasi Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2009, yaitu
mulai dari lokakarya awal, lokakarya lanjutan sampai janji perbaikan pelayanan publik.
Tujuan program pelaksanaan penanggulangan kemiskinan (zero poverty)
Tujuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, baik melalui kegiatan
pelayanan kesehatan warga miskin, pemberian bantuan rumah layak huni dan bantuan sosial
lainnya, dan pemberian beasiswa siswa tidak mampu maupun kegiatan padat karya produktif
bertujuan:
1. Memperbaiki serta meningkatkan kualitas lingkungan fisik di sekitar tempat
tinggal masyarakat, melalui kegiatan padat karya produktif dan bantuan rumah
layak huni;
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
106 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sasaran melalui insentif yang tertuju
langsung ke masyarakat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah
tangganya;
3. Memperbaiki kohesi sosial antarwarga melalui kebersamaan dan gotong royong
untuk meningkatkan kepedulian melalui perbaikan lingkungan yang ada di
sekitarnya;
4. Meningkatkan kepedulian Pemerintah Kota Palu terhadap keberpihakan anggaran
yang responsif dan tertuju langsung pada masyarakat sasaran;
5. Meningkatkan standar dan kualitas kesehatan serta kapasitas lingkungan
masyarakat; dan
6. Memberikan dorongan dan penguatan untuk menciptakan lapangan kerja dengan
memberikan penjaminan pinjaman pada perbankan.
Prinsip-prinsip pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan (Zero
Poverty)
Terdapat beberapa prinsip dalam pelaksanaan program kegiatan penanggulangan
kemiskinan di Kota Palu, yaitu:
a. Partisipatif, setiap tahapan proses kegaiatan (perencanaan, palaksanaan, tanggung
jawab dan pengawasan) melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sekaligus
yang akan menerima manfaat;
b. Transparan dan akuntabel, setiap tahapan dilaksanakan secara terbuka dan hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat maupun pemeriksa keuangan;
c. Sederhana dan mudah dikerjakan, maksudnya jenis kegiatan dan proses
pelaksanaannya diupayakan mudah dan sistematis serta dapat dilaksanakan sendiri
oleh masyarakat dengan tetap mengacu pada ketentuan yang dipersyarakatkan,
khususnya untuk program padat karya produktif; dan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
107JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
d. Berkualitas secara layak, agar dalam pelaksanaan tetap mengacu pada pencapaian
kualitas standar teknis pekerjaan dan pengembangan infrastruktur secara baik.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikategorikan dalam beberapa keberhasilan
upaya pemerintah kota Palu melakukan proses pembangunan manusia dan membangun
sentra produksi usaha daerah mulai dari kesehatan, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Capaian tersebut adalah:
a. Pencapaian Ivonasi Kesehatan Warga Miskin
Inovasi di bidang pelayanan kesehatan adalah sejak Tahun 2008 sampai sekarang
pembangunan infrastruktur kesehatan menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah Kota
Palu, hal ini tercermin dari infrastruktur kesehatan seperti pembangunan dan peningkatkan
pelayanan pada Rumah Sakit Umum Anutapura, Puskemas dan Posyandu. Percepatan
pelayanan kesehatan untuk warga miskin juga diwujudkan dalam bentuk pemberian
pelayanan rujukan atau berobat lanjut, di mana untuk masyarakat yang belum memiliki
kartu Jamkesda, pihak rumah sakit tetap memberikan pelayanan. Saat ini Pemerintah Kota
Palu telah menerbitkan Kartu Jamkesda berjumlah 24.304 kartu. Sedangkan dalam kurun
waktu 2008-2013, upaya peningkatan pelayanan derajat kesehatan masyarakat melalui
pembangunan fisik pelayanan terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Sasaran Pelayanan Kesehatan di Kota Palu
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
108 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Pembangunan infrastruktur kesehatan tidak hanya dilakukan pada Rumah Sakit
Umum Anutapura, namun fasilitas kesehatan lainnya. Berikut ini tabel pembangunan
infrastruktur sarana kesehatan.
Tabel 3. Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu
N
o.Infrakstruktur
Volume Ket
1. Rehabilitasi Puskesmas 12 unit -
2 Rumah dinas 15 unit Rumah medis & para medis
3 Poliklinik bersalin desa 7 unit Penyiapan sarana persalinan
4 Puskesmas pembantu 29 unit Rehab
5 Poskesdes 1 unit -
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Palu, 2013
Adapun beberapa inovasi program reformasi birokrasi di bidang pelayanan kesehatan
untuk masyarakat miskin yang telah dilakukan di Kota Palu, yaitu:
1. Pelayanan masyarakat miskin di Kota Palu, melalui program Peduli Kaum Dhuafa,
dilakukan melalui: a). Program “health care”, meliputi kegiatan sunatan massal
dengan sasaran masyarakat miskin, operasi katarak, operasi bibir sumbing,
program promotif-preventif-kuratif bagi masyarakat miskin; b). Program jaminan
pembiayaan masyarakat miskin melalui program Jamkesda dan Jamkesprov; serta
c). Kegiatan pelayanan ibu melahirkan.
2. Pegembangan kelurahan siaga;
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
109JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
3. Program percepatan pelayanan kesehatan pada Pukesmas dan rumah sakit serta
Kota Palu kota sehat; dan
4. Program perbaikan mutu layanan Puskesmas (reformasi birokrasi pelayanan
kesehatan pada puskesmas dan rumah sakit).
Gambar 5. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Warga Miskin
Sejak tahun 2008-2013 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 23.558 jiwa
mayarakat miskin, pembinaan di 10 dusun sulit, pembinaan 12 institusi, layanan 85
keluarga rawan gizi, pendistribusian layanan makanan tambahan bagi 350 orang, pelayanan
kesehatan 43.159 siswa dari keluarga miskin. Pelayanan kesehatan warga miskin juga telah
diberikan layanan imunisasi DT/TT pada 39.104 murid, layanan imunisasi campak pada
19.945 murid, operasi katarak pada 43 pasien, operasi pada 190 pasien bibir sumbing,
penyunatan massal terhadap 3.752 pasien warga. Selain itu telah dilakukan kunjungan dan
pemeriksaan terhadap 3.000 ibu hamil dalam rangka screening bumil risti, pemeriksaan IVA
sederhana terhadap 250 dalam rangka screening Ca Cerviks, layanan pertolongan persalinan
terhadap 102 bumil dari keluarga miskin, penyediaan obat 100% di sarana pelayanan
kesehatan dan penanganan 2.550 orang kasus gizi kurang, penanganan 147 orang kasus
anemia Ibu Hamil (Bumil). Adapun alokasi APBD Kota Palu yang diperuntukkan terhadap
pelayanan warga miskin sebagai berikut:
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
110 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Tabel 4. Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin
Tahun 2013
N
No. Jenis Pelayanan Jumlah kegiatan Jumlah Biaya Keterangan
1
1 Jasa pelayanan Jamkesda
1 paket Rp. 993.106.955 PAD Kota
Palu
2
2 Pelayanan makan pasien Jaskesmas
1 Paket Rp. 720.000.000 PAD Kota
Palu
3
3 Pelayanan pasien miskin Jamkesmas
1 Paket Rp. 4.100.000.000 PAD Kota
Palu
4
4. Belanja obat Jamkesmas
1 Paket Rp. 2.408.415.000 PAD Kota
Palu
5
5. Belanja sarana pasien Jamkesmas
2 paket Rp. 6.095.561548 PAD Kota
Palu
6
6.
Belanja makanan dan obat untuk
warga miskin pada RSU Kota Palu
1 paket Rp. 199.822.630 PAD Kota
Palu
7
7.
Pengobatan kesehatan kaum duafa
pada Puskesmas
8000 orang Rp. 120.000.000 PAD Kota
Palu
8
8. Bantuan makan minum Balita dan
pemeriksaan ibu hamil, persalinan
dan Bumil anemia pada Pukesmas
300 Bumil 600
Maknin Balita
102 persalinan
147 Bumil anemia
Rp. 730.500.000
PAD Kota
Palu
9
9. Pelayanan kesehatan operasi katarak
Pelayanan operasi bibir sumbing
43 orang
147 orang Rp. 250.000.000 PAD Kota
Palu
1
10. Pelayanan sunatan massal
500 orang Rp. 100.000.000 PAD Kota
Palu
Sumber : Dinas Kesehatan dan RSUD Kota Palu, Oktober 2013
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
111JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Pencapaian Pembangunan Permukiman Layak Huni dan Penataan
Kawasan bagi Masyarakat Miskin
Pembangunan permukiman di perkotaan, dalam pelaksanannya harus memperhatikan
kaidah seperti pembangunan rumah layak huni dan infrastruktur sehingga penghuni merasa
nyaman, kondusif untuk melakukan usaha ekonomi, dan dapat dinikmati. Pemerintah Kota
Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi birokrasi, yaitu pembentukan Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu berdasarkan Keputusan Walikota Palu
Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari 2013. Dengan pembentukan tim ini
diharapkan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu lebih terarah dan tepat sasaran.
Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan, yaitu koordinasi antara kelompok kerja
pada SKPD, maupun instansi vertikal dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui
kegiatan pembangunan rumah layak huni. Adapun alokasi dana yang telah digunakan untuk
pembangunan rumah layak huni dan penataan kawasan pemukinan sebagaimana terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 5. Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu
Permukiman TahunNilai
PeruntukanAPBN APBD
Untad 2008-2009 7,000,000,000 Kontribusi
Pemda dlm
bentuk IMB,
air, listrik,
tanah
Mahasiswa
Kalikoa (Ujuna) 2009-2010 11,500,000,000 Kumuh
Kayu Malue 2009-2010 9,600,000,000 Pekerja
Alkhairaat 2009-2010 5,500,000,000 Mahasiswa
Rusunawa Lere 2010-2011 11,500,000,000 Kumuh
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
112 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu, Oktober 2013
Hasil yang Dicapai Inovasi Kegiatan Padat Karya Produktif dan Bantuan
Sosial Lainnya
Program bantuan sosial untuk Raskin pada tahun 2012 berjumlah 14.359 KK,
sedangkan pada tahun 2013 berjumlah 13.673 KK. Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan
kesehatan warga miskin, bantuan pembangunan rumah layak huni, serta bantuan-bantuan
Perumahan
Nelayan Telise
2009 750,000,000 - Relokasi
Perumahan
Swadaya
2008-2010 785,000,000 - BBR
PNPM Mandiri
Perkip
2010 1,000,000,000 - Miskin
Kawasan Khusus
Nelayan
2010-2012 2,000,000,000 - Nelayan
Perumahan
Nelayan
2005-2006 - 800,000,000 Relokasi
Perumahan Salena 2006-2008 - 1,000,000,000 Miskin
Perumahan
Uwetumbu
2009-2010 - 500,000,000 Miskin
Perum. Korban
Bencana Ujuna
2008 - 600,000,000 Kebakaran
Jumlah 49,635,000,000 2,900,000,000
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
113JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
sosial lainnya berjalan efektif, maka pelaksanaannya harus dilakukan secara bersamaan.
Dengan penetapan skala prioritas pengentasan kemiskinan diharapkan progam ini akan
berjalan dengan baik. Khusus untuk program padat karya produktif diarahkan agar dapat
memberikan dampak langsung kepada masyarakat sasaran, untuk memenuhi kebutuhan
infrastruktur dasar, meliputi:
1. Pembukaan jalan baru dan peningkatkan jalan lingkungan yang telah ada, serta
perbaikan sanitasi lingkungan, meliputi: perbaikan drainase, perbaikan saluran
rumah tangga, dan penghijauan lingkungan;
2. Pengelohan sampah terpadu berbasis komunitas;
3. Pembuatan ruang terbuka hijau skala komunitas;
4. Pengelolaan usaha tani, yaitu berupa peternakan secara bersama;
5. Pengembangan kesehatan masyarakat melalui kegiatan partisipatif pemantauan
jentik; dan
6. Bantuan pembangunan rumah layak huni.
Untuk program pembangunan rumah layak huni dilaksanakan dengan penyedian
bahan bangunan, sedangkan pengerjaan dilakukan secara swadaya dan program padat karya
terbatas untuk pembangunan rumah layak huni. Progran zero poverty tahun 2013 lebih
diintensifkan dengan pendekatan untuk menggairahkan masyarakat dan kesetiakawan sosial
dengan menganut prinsip “Peduli Dan Berbagi”, dengan dialokasikan anggaran sebesar Rp.
20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) melalui APBD Kota Palu untuk kegiatan padat
karya produktif.
Program padat karya produktif ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan pola
gotong royong sesuai konsep kearifan lokal (nosiala pale) yang didukung/dibantu relawan
sosial dan unsur organisasi sosial kemasyarakatan. Selain itu, program padat karya produktif
ini, agar porsi APBD Kota Palu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat miskin
dengan cara memberikan konpensasi dana kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
114 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
hampir miskin. Kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya telah banyak
membawa dampak terhadap perbaikan perekonomian masyarakat. Tingkat keberhasilan
kegiatan-kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan
Sosial Lainnya Kepada Warga Miskin Tahun 2013
N
No. Jenis Pelayanan
Jumlah
Kegiatan Jumlah Biaya Keterangan
1
1. Bantuan pelayanan fasilitas
pengembangan Usaha Kecil Menengah
(UKM)
5 gerobak,
1 mesin neci2
mesin open 1
mesin las
1 mesin cuci 1
mesin giling
Rp. 50.000.000
DAU Kota Palu
2
2.
Bantuan mesin peralatan IKM
makanan olahan
4 Paket Rp. 20.000.000 PAD Kota Palu
3
3.
Bantuan mesin peralatan kemasan IKM
makanan olahan
4 Paket Rp. 20.000.000 PAD Kota Palu
4
4.
Bantuan mesin peralatan IKM
kerajinan
8 Paket Rp. 40.000.000 PAD Kota Palu
5
5.
Bantuan pembuatan bibit kelapa
unggulan (padat karya produktif) 5000 bibit Rp. 18.400.000 PAD Kota Palu
6
6.
Bantuan pelatihan dan bibit ikan lele,
paten dan ikan nila warga miskin
45.000 Ekor Rp. 44.500.000 PAD Kota Palu
7
7.
Bantuan pengadaan bibit tanaman,
nangka, mangga, tomat dan cabe
4 paket Rp. 50.000.000 PAD Kota Palu
8
8.
Bantuan penyandang cacat berat
selama 12 bulan 96 orang Rp. 345.600.000 APBN
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
115JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
9
9. Bantuan Lansia selama 6 bulan 100 orang Rp. 654.000.000 APBN
1
10. Padat karya infrastruktur 3 paket Rp. 757.956.000 APBN
Sumber: Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013
Dengan pendekatan yang digunakan pada kegiatan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat, diharapkan program ini dapat memulihkan kondisi kesejahteraan dan
mengembangkan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya masing-masing. Pola padat karya
yang dilakukan yaitu, selama 4 (empat) hari mulai hari Senin sampai hari Kamis masyarakat
dilibatkan pada padat karya produktif. Sejak tahun 2008 padat karya peduli dilaksanakan
bersamaan dengan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Program bercorak
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program pemberdayaan yang
dikreasikan dari pusat, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), namun
mengalami penyesuaian dengan kondisi dan tipikal lokalitas di daerah. Pelaksanaan PDPM
merupakan dari zero poverty, dimulai dengan Penyusunan Program Pembangunan Kelurahan
Berjangka (PPKB) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat.
Pola yang dilakukan adalah meningkatkan pengembangan infrastruktur dan sosial
ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. PDPM telah menyentuh
sampai ketingkat kelurahan dan komunitas dengan kelembagaan KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat) serta melalui fasilitasi TPM (Tenaga Penggerak Masyarakat). Siklus PDPM
mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan, menggunakan pendekatan
partisipatoris. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil pelaksanaan dapat sesuai dengan
keinginan masyarakat. PDPM dilaksanakan di semua kelurahan di Kota Palu, dengan alokasi
pembiayaan murni dari APBD Kota Palu, trend pemanfaatan dananya dapat dilihat pada
gambar berikut:
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
116 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Gambar 6. Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu
Sumber: Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota Palu,
Oktober 2013
Sejalan dengan PNPM yang dicanangkan di Palu oleh Presiden pada tahun 2007, maka Kota
Palu telah menyiapkan program serupa, yakni P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan). Program ini bertujuan untuk meningkatan partisipasi Masyarakat dalam membangun
infrastruktur lingkungan.
Dari tabel tersebut diatas diperoleh informasi bahwa alokasi dana untuk Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) mencapai Rp. 23.591.800.000,- (dua puluh tuga
miliar lima ratus Sembilan pulih satu juta delapan ratus ribu rupiah) berasal dari APBN dan Rp.
6.871.000.000,- (enam miliar delapan ratus tujuh puluh satu juta rupiah) bersumber dari APBD
Kota Palu. Untuk PDPM alokasi dananya mencapai Rp. 6,847,000,000,- (enam miliar
delapan ratus empat puluh tujuh juta rupiah) dibiayai oleh APBD Kota Palu.
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
117JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Gambar 7. Pembangunan Infrastruktur Lingkungan di Kota Palu
Pencapaian Inovasi Pemberian Beasiswa
Untuk meningkatkan akses layanan pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin
melalui Peduli Kaum Dhuafa telah diberikan beasiswa daerah:
1) Tahun 2006-2013 siswa Sekolah Dasar sebanyak 4.580, dan siswa Sekolah
Menengah Pertama sebanyak 1800 Siswa;
2) Sejak tahun 2009 dibangun MoU antara Pemerintah Sulawesi Tengah dengan
Pemerintah Kota Palu dalam pelaksanaan program pendidikan Gratis bagi SD/MI,
SMP/MTs Negeri dan swasta di Kota Palu;
3) Tahun 2009-2013 oleh Yayasan Anantovea yang menyalurkan beasiswa bagi yang
tidak mampu;
4) Pengiriman pelajar ke President University sejumlah 50 0rang (25 orang tahun
2008, 25 Orang tahun 2009 di 5 Jurusan Industri), dengan dana yang dialokasikan
melalui APBD Kota Palu sebesar Rp.700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
118 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Dengan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu
dapat dilihat pada kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) yang ada telah
mendorong masyarakat miskin menjadi insan yang produktif dan bermartabat bukan
berdasarkan rasa belas kasihan. Selain itu hasil yang nampak dari kegiatan penanggulangan
kemiskinan adalah penciptaan lapangan kerja, Pemerintah Kota Palu telah merintis program
pemberdayaan masyarakat melalui Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM)
sejak tahun 2008.
Dampak lain di bidang reformasi birokrasi dengan pembentuk tim tersebut
mekanisme penanggulangan kemiskinan telah melibatkan unsur masyarakat, mulai dan
tahap identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Melalui proses pembangunan partisipatif, terutama masyarakat miskin, dapat
ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek
penanggulangan kemiskinan. Salah satu aspek penting yang diperoleh dengan adanya tim
tersebut adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat, serta kegiatan
penanggulangan kemiskinan. Dampak atau manfaat dari program zero poverty dalam
penanggulangan kemiskinan, yaitu telah berhasil menginstitusionalisasikan suatu program
daerah bercorak pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program
pemberdayaan yang dikreasikan dari pemerintah dan disesuaikan dengan kondisi dan tipikal
lokalitas di daerah.
Melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu pelaksanaan
kegiatannya telah menyentuh sampai ketingkat kelurahan dan komunitas kelembagaan KSM
(Kelompok Swadaya Masyarakat), Proses pelaksanaan dari awal sudah melibatkan peran
serta masyarakat melalui fasilitasi TPM (tenaga penggerak masyarakat). Dari segi pelayanan
masyarakat, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi
birokrasi, sehingga pengurusan izin atau surat lainnya dapat tepat waktu, dan adanya
kepastian serta masyarakat dapat mengajukan pengaduan. Sebagai pembanding dengan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
119JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
adanya pembentukan tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tersebut telah
menunjukkan terjadinya koordinasi dan integrasi penanggulangan kemiskinan antara SKPD
terkait dengan baik.
Tabel 8. Situasi Sebelum Pembentukan Tim KPK
dan Sesudah Pembentukan Tim
Situasi Sebelum Pembentukan Tim Sesudah Pembentukan Tim
SKPD bekerja kurang fokus akibat
data yang tidak riel.
Kelurahan kurang dilibatkan dalam
penanganan kemiskinan, termasuk penyiapan
data
Terjadinya perbedaan basis data yang
digunakan oleh masing-masing SKPD yang
menangani kemiskinan
Pelayanan yang diberikan tidak
efektif akibat tidak ada kejelasan instansi yang
bertanggung jawab.
Pelayanan kepada masyarakat miskin
kurang tepat waktu dan tidak jelas.
Dalam penanggulangan kemiskinan
tidak didasarkan pada standar operasional
prosedur (SOP)
Kurang transparan mulai tahap
Terjadi koordinasi dan integrasi
penanggulangan kemiskinan karena data yang
digunakan sama.
Kegiatan tepat sasaran, karena
kelurahan sebagai ujung tombak kegiatan yang
mengatahui di lapangan
Data yang digunakan tiap-tiap SKPD
sama dalam pemberian pelayanan
Pelayanan menjadi efektif dan
efisien, karena SKPD penanggung jawab
cukup jelas untuk masing-masing kegiatan
dengan data yang sama.
Pelayanan kepada warga miskin tepat
waktu dan tidak berbelit dan ada kepastian
waktu penyelesaian.
Dalam pelaksanaan kegiatan
didasarkan pada Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
Mulai tahap perencanaan,
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
120 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan
dan evaluasi
Dari segi APBD Kota Palu kurang
dirasakan secara langsung oleh masyarakat
miskin
pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi
berjalan efektif,karena melibatkan masyarakat
Porsi APBD Kota Palu dapat
dirasakan secara langsung oleh masyarakat
miskin
Perancangan dan Penerapan Good Practice
Gagasan awal program zero poverty adalah Walikota Palu, Rusdy Mastura dan Wakil
Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu, bahwa untuk menangani masalah kemiskinan perlu
keseriusan dari semua pemangku kepentingan. Pelaku utama pada program ini adalah
Sekretariat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu, dengan
penanggung jawab sekaligus ketua adalah Sekretaris Kota Palu, Drs. H. Aminuddin Atjo,
M.Si.
Proses Penerapan Good Practice, Tahapan Kegiatan dan Langkah-langkap
yang Dilakukan
Pelaksanaan program penaggulangan kemiskinan (zero poverty) secara instensif
dilaksanakan pada tahun 2007, di mana berdasarkan gagasan Walikota Palu tersebut, maka
untuk mengefektifkan harus dimasukkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kota Palu. Program ini awalnya dititikberatkan pada kegiatan bidang kesehatan dan
pembangunan rumah layak huni serta kegiatan padat karya produktif. Program ini
merupakan kebutuhan dasarnya yang harus ditangani terlebih dahulu, selanjutnya pada
kegiatan pemberian beasiswa.
Untuk program pelayanan kesehatan warga miskin penganggarannya melalui
Jamkesmas dan Jamkesda. Kegiatan ini awalnya untuk pelayanan kesehatan rujukan ke
rumah sakit warga miskin atau untuk berobat pada Pukesmas di Wilayah Kota Palu. Tahun
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
121JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
2012, pelayanan kesehatan berkembang bukan hanya untuk bantuan kesehatan semata,
tetapi merambah pada pelayanan ibu melahirkan secara gratis di Pukesmas, operasi bibir
sumbing, sunatan massal, dan peningkatan gizi masyarakat miskin. Dengan program ini
diharapkan pelayanan kesehatan masyarakat miskin berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
Masyarakat miskin memperoleh hak sama di bidang pelayanan kesehatan.
Pada awalnya program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) tahun 2007
dilaksanakan secara terpisah (masing-masing Pokja) dan belum terintegrasi dengan baik.
Kelompak kerja pelayanan kesehatan warga miskin cenderung kurang melibatkan instansi
lainnya. Begitu juga untuk pembangunan rumah layak huni, yang dikerjakan secara padat
karya, cenderung kurang terarah dan tanpa didukung data akurat.
Setelah dilakukan berbagai evaluasi, maka dalam program penanggulangan
kemiskinan perlu berbagai pembenahan dan harus melibatkan berbagai pihak terkait,
sehingga program tersebut benar-benar tepat sasaran. Oleh sebab itu, sejak tahun anggaran
2013 dibentuklah tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Palu, yaitu
dengan keputusan Walikota Palu Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari
2013, yang mempunyai tugas antara lain melakukan koordinasi dan pengendalian. Pada tim
tersebut, masing-masing kelompok kerja yang terlibat diatur berdasarkan tugas fungsi dan
tanggung jawab, sehingga program tepat sasaran.
Pemerintah kelurahan dan kecamatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menyiapkan data dan sekaligus ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, baik untuk kegiatan pelayanan kesehatan untuk warga miskin,
pemberian beras mikin, pembangunan rumah layak huni dan pemberian beasiswa maupun
kegiatan padat karya produktif. Seiring dengan perkembangan, maka pelaksanaan kegiatan
penanggulangan dilakukan evaluasi dan pembenahan secara berkelanjutan. Pada tahun 2013
program kegiatan inovatif yang dipilih oleh pemerintah Kota Palu untuk mensasar
permasalahan pembangunan yang ada, yaitu memfokuskan kebijakan pembangunan pada
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
122 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
upaya mereduksi kemiskinan di Kota Palu sambil memperkuat kelembagaan kelurahan dan
mengoptomalkan kelembagaan yang telah ada di masyarakat, dengan harapan semua warga
miskin harus kena sasaran program.
Pembenahan dan penyempurnaan yang dilakukan antara lain meningkatkan peran
lembaga kemasyarakatan, yakni dengan skema memberikan peran yang luas pada kelompok
masyarakat untuk terlibat aktif dalam rangkaian kegiatan mulai dalam tahap perencanaan,
ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan serta turut mengevaluasi kegiatan yang berlangsung.
Langkah-langkah pembenahan dan penyempurnaan kegiatan dipilih 3 (tiga) skenario utama
penanganannya, yaitu perbaikan infrastruktur, pengembangan ekonomi produktif dan serta
memperkuat kohesivitas sosial kemasyarakatan. Dengan skenario tersebut diharapkan
semua warga dapat terlayani dan tidak lagi dijumpai warga miskin di Kota Palu yang tidak
mempunyai penghasilan.
Strategi atau langkah-langkah yang digunakan dalam program inovatif Kota Palu,
yaitu melalui optimalisasi jangkauan pelayanan dasar pada masyarakat sasaran, meliputi
perluasan kesempatan kerja dengan penghasilan yang memadai, pekerjaan yang dilakukan
melalui skema padat karya produktif. Skema pada karya produktif maksudnya kegiatan
pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan pembuatan atau rehabilitasi infrastruktur
sederhana maupun kegiatan produktif lainnya. Fokus kegiatan padat karya tersebut meliputi
bidang kesehatan melalui jumantik (juru pemantau jentik), bidang lingkungan hidup berupa
melakukan penanaman pohon produktif dan bantuan bidang peternakan. Filosofi dasar dari
kegiatan penanggulangan kemiskinan Kota Palu adalah tidak ada lagi rumah tangga miskin di
Kota Palu yang berjumlah 13.673 KK tidak terlayani oleh fasilitas pemerintah yang
bersentuhan langsung dengan reduksi kemiskinan melalui pembenahan infrastruktur daerah
serta bantuan langsung berupa beras murah. Kegiatan penanggulangan kemiskinan
dikelompokan pada 3 (tiga) cluster atau kelompok sasaran, yaitu:
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
123JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
1. Kelompok pertama, ditujukan untuk keluarga miskin, yaitu dilaksanakan dengan
cara intervensi langsung berupa pemberian uang sejumah Rp. 500.000 (lima ratus ribu
rupiah) setiap bulan. Konsekuensi keluarga sasaran yang menerima dana tersebut
diwajibkan terlibat dalam berbagai skema kerja padat karya produktif yang berpola
pemberdayaan masyarakat. Untuk pengendalian dan operasionalnya memanfaatkan lembaga
kelurahan sebagai motor penggerak dan dinamisator kebijakan di lapangan.
2. Kelompok kedua, yaitu memaksimalkan kekuatan komunitas masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan. Kegiatan menekankan penguatan Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Pada kelompok kedua, masyarakat dapat
mengkreasikan gagasannya menjadi tindakan nyata untuk penanggulangan permasalahan
kemiskinan di lingkungannya. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti rehabilitasi infrastuktur
sederhana, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.
3. Kelompok ketiga, yaitu dengan membuka kesempatan bagi para pemuda atau
masyarakat yang berminat dan telah memiliki usaha untuk difasilitasi dengan kredit
perbankan. Pemerintah Kota Palu berupaya melakukan pembinaan terhadap para pemuda
dan keluarga miskin tersebut, sehinga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan
mempunyai pendapatan sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kota Palu,
berupa pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat telah memiliki usaha ekonomi rumah
tangga akan dikembangkan permodalannya.
Skenario yang dilakukan dalam permodalan, Pemerintah Kota Palu dengan dukungan
Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dialokasi anggaran sebesar Rp.
10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) melalui APBD Kota Palu. Dari dana tersebut, Rp.
8.000.000.000,- untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan permodalan. Sedangkan
skemakegiatan zero poverty Pemerintah Kota Palu mengalokasikan sejumlah Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah), untuk digunakan sebagai jaminan bagi perbankan, agar
memudahkan pinjaman yang akan dilakukan oleh para kelompok masyarakat. Pinjaman
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
124 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
tersebut dapat berfungsi sebagai penggerak ekonomi kreatif. Hal yang perlu diperhatikan
bahwa penanggulangan kemiskinan tidak semata melihat kemiskinan dalam dimensi aspek
pendapatan dan konsumsi, tetapi juga melihat aspek kontinuitas pendapatan sebagai faktor
yang layak untuk diintervensi.
Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) di Kota Palu,
mengambil skenario tentang pemutusan terhadap siklus kemiskinan. Elemen atau faktor
penyebab kemiskinan, hendak diputus melalui program zero poverty. Dengan pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Palu ada beberapa harapan yang ingin dicapai atau diubah seperti yang
tersebut pada gambar di atas.
Pengorganisasi penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu
berdasarkan peran dan fungsinya secara spesifik dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggung
jawab program penanggulangan kemiskinan adalah Sekretaris Daerah Kota Palu. Untuk
mengefektifkan kegiatan pada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, maka pada
tingkat Kota Palu dibentuk tim pengendalian SKPD teknis serta sekretariat yang bertugas
membantu pengelolaan administrasi dan menjamin kegiatan terlaksana sesuai rencana.
Sedangkan untuk tingkat kecamatan dan kelurahan dibentuk tim penanggung jawab,
khususnya untuk kegiatan padat karya produktif, yaitu yang berfungsi mengkoordinasi dan
mengkontrol pelaksanaan kegiatan, yang dibantu oleh tim fasilitator kecamatan dan
kelurahan.
Pada program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai kewenangan dan memberikan rekomendasi warga
miskin penerima layanan/bantuan. Pada tahap ini, didasarkan pada data-data yang diberikan
oleh pihak kelurahan, di mana warga miskin berdomisili. Pada tahap pelaksanaan kegiatan,
pemerintah kelurahan merupakan ujung tombak utama, dengan harapkan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
125JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
pelayanan/bantuan tepat sasaran. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
program ini, sebagaimana tertera dalam tabel 9 berikut:
Tabel 9. Pihak yang Terlibat dan Peran dalam Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu
No Pihak yang Terlibat Peran dan Keterlibatan
1. Walikota dan Wakil Walikota Palu Memberikan dukungan dan komitmenMengambil kebijakan strategis, termasuk pendanaan
2. Sekretaris Daerah Kota Palu Sebagai ketua sekaligus penanggung jawab kegiatanMemberikan arahan kegiatan kepada anggota Tim Koordinasi PenanggulanganKemiskinan (KPK)
3. Kepala Bappeda Koordinator Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sekaligus ketuapengendali Tingkat Kota PaluMelakukan koordinasi dengan SKPD penanggung jawabMerumuskan kebijakan teknis
4. Kepala Dinas Kesehatan Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan kesehatan danibu melahirkan melalui program Jamkesmas dan Jamkesda pada Puskesmas
5. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD)
Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan Jamkesmas danJamkesda Rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
6 Kepala Dinas Tata Ruang danPerumahan
Bertanggung jawab atas pendanaan dan penyiapan bahanpembangunan rumahlayak huni
7. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan rumah layak huniBertanggung jawab pelaksanaan kegiatan padat karya pembangunaninsfrastruktur
8. Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan sosial lainnya.Bantuan pembangunan rumah layak huni.
9. Kepala Badan PemberdayaanMasyarakat
Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan teknologi tepat guna dan bantuanperalatan industri rumah tangga.Bertanggung jawab pendanaan padat karya produktif
10 Kepala Dinas Pendidikan Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan beasiswa siswamiskin.
11. Kepala Bagian Pembinaan Program,Kabag Humas, Kepala BagianOrganisasi
Anggota tim pengendali Program penanggulangan Kota Palu
12. Kepala Puskesmas Bertanggung jawab pelaksanaan pelayanan persalinan pada Puskesmasperawatan.
13. Kepala Bagian Perekonomian Bertanggung jawab atas pelaksanaan Raskin (Beras Miskin)14. Camat Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kegiatan di Wilayahnya
Tim pengendalian tingkat kecamatan di wilayah kerja.15. Lurah Bertanggung jawab atas penyiapkan data penduduk miskin di Wilayahnya.
Bertanggung jawab atas pelaksanaan program di wilayahnya.
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
126 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Untuk mengefektifkan kegiatan yang dilaksanakan fungsi tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, di mana tim ini setiap 3 (tiga) bulan mengadakan rapat
koordinasi untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus melakukan monitoring.
Dalam melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan, diperlukan komitmen dari
pimpinan dan seluruh jajarannya. Setiap kegiatan atau permasalahan harus dikoordinasikan
dan dikomunikasikan, yaitu bagaimana strategis dan mekanisme serta apa yang harus
dikoordinasikan.
Begitu juga terhadap permasalahan yang timbul, komitmen pimpinan dan semua
pihak yang terlihat akan dapat memecahkan permasalahan. Selain itu semua pihak yang
terlihat harus konsisten terhadap kegiatan penanggulangan kemiskinan. Hal lain yang perlu
mendapatkan perhatian ialah masalah karektistik dan budaya masyarakat maupun
sumberdaya yang tersedia. Sehingga dalam penetapkan strategis dan manajemen
penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran. Berikut ini merupakan alur dan hal-hal
yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu:
Gambar 11. Yang Harus Dilakukan dalam Mempercepat
Penanggulangan Kemiskinan
Komitmen pimpinan terhadap penanggulangankemiskinan
Komitmen seluruh jajaran terhadap penanggulangankemiskinan
Komunikasi dan koordinasi -Strategi- Mekanisme- Apa yang harusdikomunikasi/koordinasikanMengolah dan menangani permasalahan yang
timbul
Dibutuhkan Komitmen semua pihak terhadappenanganan masalah
Konsistensi
Strategi Pelaksanaan
Karekteristik masyarakat Budayamasyarakat Sumber daya yang tersedia
Manajemen penanggulangankemiskinan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
127JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Selanjutnya untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang,
dari mulai tingkat kota dan kelompok kerja (Pokja) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
tingkat kecamatan dan tingkat kelurahan. Adapun pelaku yang terlibat dalam monitoring
dan evaluasi yaitu:
a. Tingkat Kota Palu, dilakukan oleh tim pengendali dan SKPD terkait, evaluasi
dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana dan pelaksanaan, serta untuk
memberikan pembinaan teknis kegiatan padat karya produktif;
b. Tingkat kecamatan, dilakukan oleh tim pengendalian kecamatan dibantu oleh
fasilitator, yaitu untuk memastikan pelaksanaan tepat waktu dan sesuai rencana;
c. Tingkat kelurahan, evaluasi dan monitoring dilakukan terhadap kualitas pekerjaan
dilakukan oleh masyarakat sasaran.
Anggaran untuk Penerapan Good Practice
Sesuai program penangggulangan kemiskinan di Kota Palu, maka pembiayaan atau
pendanaan operasional mengacu kelompok kerja (Pokja). Skema pendanaan untuk
pelayanan kesehatan warga miskin menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Badan
Rumah Sakit Daerah (RSUD) Anutapura Kota Palu. Dinas kesehatan mempunyai kewajiban
pendanaan untuk pelayanan persalinan dan berobat pada Puskesmas, sedangkan RSUD
Anutapura Kota Palu bertanggung jawab terhadap penganggaran pasien rawat inap
pemegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Anggaran untuk penerapan good practice
berkenaan dengan program atau kegiatan koordinasi penanggulangan kemiskinan di Kota
Palu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), APBN, dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan adanya dukungan dana tersebut
diharapkan pelaksanaan kegiatan tepat sasaran.
Untuk penganggaran Kelompok Kerja (Pokja) kegiatan pembangunan rumah layak
huni, yang bertanggung jawab adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan Dinas Pekerjaan
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
128 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Umum. Bantuan pembangunan rumah layak huni yang berasal dari Kementerian Sosial
Republik Indonesia menjadi tanggung jawab Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, sedangkan
penganggaran bantuan rumah layak huni yang berasal dari APBD Kota Palu menjadi
tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu dan Dinas Tata Ruang dan Perumahan
Kota Palu. Bantuan pembangunan rumah layak kepada masyarakat miskin diberikan apabila
warga miskin tersebut secara nyata adalah pemilik tanah yang akan dibangun, hal ini untuk
menghindari terjadinya (tumbuhnya rumah-rumah) komplek di kemudian hari.
Penganggaran untuk kegiatan pelayanan pemberian beasiswa terhadap siswa tidak
mampu menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Kota Palu. Pendanaan untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat berupa bantuan teknologi tepat guna menjadi tanggung jawab
Badan Pemberdaayaan Masyarakat Kota Palu. Sedangkan bantuan beras miskin (Raskin)
menjadi tanggung jawab Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota Palu. Alokasi dana
program penanggulangan kemiskinan (zero proverty) Pemerintah Kota Palu Tahun Anggaran
2013 sebagai berikut:
Tabel 13. Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota
Palu Tahun 2013
No. Jenis Kegiatan SKPD Jumlah Biaya (Rp) KeteranganA. PELAYANAN KESEHATAN1 Belanja obat dan perbekalan pelayanan
JamkesdaRSUD Anuta Pura 199.822.630 PAD Kota Palu
2. Pelayanan Kesehatan Jamkesda RSUD Anuta Pura 993.106.955 PAD Kota Palu3 Pelayanan makan pasien Jaskesmas RSUD Anuta Pura 720.000.000 PAD Kota Palu4. Pelayanan pasien miskin Jamkesmas RSUD Anuta Pura 4.100.000.000 PAD Kota Palu5. Belanja obat Jamkesmas RSUD Anuta Pura 2.408.415.000 PAD Kota Palu6. Perbaikan gizi masyarakat miskin RSUD Anuta Pura 367.200.000 PAD Kota Palu7. Belanja sarana pasien Jamkesmas RSUD Anuta Pura 6.095.561.548 PAD Kota Palu8. Bantuan makanan dan obat untuk warga
miskin pada RSU Kota PaluRSUD Anuta Pura 199.822.630 PAD Kota Palu
9 Pengobatan kesehatan kaum duafa padaPuskesmas Dinas Kesehatan
120.000.000 PAD Kota Palu
10 Bantuan makan minum Balita dan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
129JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
pemeriksaan ibu hamil, persalinan danBumil anemia dan dan layanan kesehatanlainnya.
Dinas Kesehatan 730.500.000 PAD Kota Palu
11 Pelayanan kesehatan operasi katarak danoperasi bibir sumbing
Dinas Kesehatan250.000.000 PAD Kota Palu
12. Pelayanan sunatan missal Dinas Kesehatan 100.000.000 PAD Kota PaluJUMLAH 16.284.428.763
B PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN1. Bantuan kelompok Usaha bersama 30
(kube)Dinas Sosial danTenaga Kerja
450.000.000 APBD dan APBN
2. Bantuan keluarga harapan Dinas Sosial danTenaga Kerja
3.412.900.000 APBN
3. Rehalitasi sosial penyandang cacat Dinas Sosial danTenaga Kerja
345.600.000 APBN
4. Perlindungan sosial lanjut usia Dinas Sosial danTenaga Kerja
240.000.000 APBN
5. Pelayanan korban bencana sosial Dinas Sosial danTenaga Kerja
654.000.000 APBN
6. Program padat karya produktif Dinas Sosial danTenaga Kerja
757.956.000 APBN
JUMLAH 5.860.456.000C. BIDANG PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN1. Bantuan obat-obatan, makanan dan lainnya Dinas Pertanian
kehutanan dankelautan
307.070.000 APBD Kota Palu
2. Bantuan bibit kelapa dan pengolahan hasilperkebunan
Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
698.400.000 APBN dan APBD
3. Bantuan pembibitan Pohan asam dan kemiri Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
685.074.500 APBD Kota Palu
4. Pengembangan dan bantuan bibit ikan lele,paten dan nila
Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
73.100.000 APBD Kota Palu
5. Bantuan produksi pertanian dan bibittanaman mangga, nangka, tomat dan capai
Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
89.000.000 APBD Kota Palu
6. Pengelolaan irigasi untuk tanaman pangan Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
539.000.000 APBN
7. Pengembangan sarana dan prasaranapertanian untuk pengadaan kontruksi jalan
Dinas Pertaniankehutanan dankelautan
1.192.500.000 APBD dan DAK
8. Pengembangan sarana dan prasaranapertanian untuk pengadaan kontruksi
Dinas Pertaniankehutanan dan
2.162.658.000 APBD dan DAK
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
130 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
jaringan air kelautan9. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAD)Badan PP danketahanan Pangan
1.249.004.430 APBD Kota Palu
JUMLAH 6.906.806.930D. BIDANG INDUSTRI, KOPERASI DAN USAHA KECIL
MENENGAH (UKM)1. Pengembangan UKM yang Kondusif Dinas Perindag
Koperasi danUKM
200.000.000 APBD Kota Palu
2. Bantuan subsidi kebutuhan pokok, gulapasir, minyak goreng dan beras
Dinas PerindagKoperasi danUKM
15.000.000 APBD Kota Palu
3. Bantuan UKM untuk grobak, mesin las,mesin open dan lainnya
Dinas PerindagKoperasi danUKM
50.000.000 APBD Kota Palu
4. Bantuan peralatan untuk Industri Kecil danMenengah (IKM)
Dinas PerindagKoperasi danUKM
80.000.000 APBD Kota Palu
JUMLAH 345.000.000E KEGIATAN PADAT KARYA PRODUKTIF1 Pengadaan kontruksi jalan dan peningkatan
jalanDINAS PU,Energi dan SDM
2.196.000.000 APBD Kota Palu20% untukprogram padatkarya produktif
2. Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong
DINAS PU,Energi dan SDM
833.293.700 APBD Kota Palu20% untukprogram padatkarya produktif
3. Pembangunan jaringan air bersih/airminum di wilayah Kota Palu
DINAS PU,Energi dan SDM
3.888.925.000 APBD Kota Paludan DUK 20%untuk programpadat karyaproduktif
JUMLAH 6.918.218.700G. BANTUAN BEASISWA SISWA/MAHASISWA TIDAK
MAMPU1 Bantuan hibah beasiswa/ mahasiswa tidak Dinas Pendidikan 700.000.000 APBD Kota Palu
Sumber: Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan, Oktober 2013
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
131JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Faktor Sukses Utama Program Penanggulangan Kemiskinan
Faktor utama yang melandasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK)
berjalan dengan baik dan tepat sasaran adalah adanya dukumen dan komitmen dari Walikota
dan Wakil Walikota Palu, serta Sekretaris Daerah Kota Palu. Selain itu program ini berjalan
dengan baik atas dukungan dinas teknis, camat, lurah dan masyarakat. Pembelajaran positif
adanya program kegiatan ini adalah terbentuknya koordinasi yang harmonis antar-Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), stakeholders dan masyarakat dalam penanggulangan
kemiskinan. Secara rinci faktor sukses utama program penanggulangan kemiskinan di Kota
Palu sebagai berikut:
a. Komitmen dan kebijakan Walikota Palu dalam rangka pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, didukung pula dari semua SKPD serta adanya berbagai
terobosan kebijakan dan inovasi bidang pelayanan;
b. Koordinasi yang baik sehingga tercapainya sinergi antar-SKPD dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi;
c. Sumberdaya aparatur yang memiliki integritas dan komitmen kuat dalam
menjalankan prosedur pelayanan kepada masyarakat;
d. Penguatan pola pikir dari jajaran Pemerintah Kota Palu sebagai penyelenggara
pelayanan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan;
e. Pelaksanaan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dilaksanakan
sinergi dengan program penanggulangan kemiskinan;
f. Partisipasi masyarakat dalam penentuan kebutuhan, penyusunan rencana,
pelaksanaan sampai pengawasan terlibat secara langsung;
g. Adanya standar operasional prosedur dan grand design sistem yang jelas dan
terarah;
h. Kesiapan sarana-prasarana dalam menunjang palaksanaan tugas dan fungsi,
misalnya data kependudukan, sistem informasi, dan sebagainya;
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
132 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan dilakukan secara berkala;
j. Adanya media pengaduan sebagai akses untuk menyampaikan informasi, apabila
terdapat pelayanan yang tidak sesuai yang diharapkan.
Hal yang perlu untuk diperhatikan oleh daerah yang ingin mereplikasi atau
mentransfer good practice ini adalah komitmen Walikota dan Wakil Walikota Palu,
Sekretaris Daerah Kota Palu dan jajaran eksekutif dan dukungan legislatif, serta penyediaan
dana, sarana dan prasarana. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam penerapan
good practice tentang penetapkan mekanisme kerja maupun penetapan standar operasional
prosedur kelompok-kelompok kerja yang menangani program penanggulangan kemiskinan
dan sarana pedukung berupa perangkat lunak untuk mengelola database.
Gambar 13. Penanggulanan Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi
Penutup
Tanggal 28 Januari 2013 dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
(KPK) Kota Palu. Dengan dibentuknya tim tersebut, mekanisme kerja dilakukan
penyempurnaan. Salah satu yang dilaksanakan adalah pembentukan kelompok kerja (Pokja)
dan tim teknis SKPD, penanggung jawab kegiatan kecamatan dan kelurahan.
Kebutuhan pelayanan dasar kesehatan wargamiskin belum maksimal
Infrastruktur dan rumah layak huni warga miskinbelum tersedia
Pelayanan kesehatan warga miskin maksimal,jelas, sederhana, bersih dan tidak berbelit
Produktivitas rendah danpenghasilan tidak tetapdan kekurangan modal
Memberi stimulus melalui bantuan pinjamanuntuk menciptakan lapangan kerja
Tersedia instrastruktur dan rumah layak hunidengan partisipasi masyarakat
Pendapatan warga miskinrendah dan tabunganrendah
Pendapatan meningkat dan tabungan meningkat
Rentan anaknya putus sekolah dan tidak sekolahBantuan beasiswa siswa tidak mampu, dalamrangka memutus lingkaran kemiskinan
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
133JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Model pendekatan yang digunakan adalah untuk menggairahkan masyarakat dengan
berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial menganut prinsip “Peduli Dan Berbagi”
penanggulangan kemiskinan (zero proverty) dilaksanakan melalui 4 program, yaitu: a).
Pelayanan kesehatan warga miskin; b). Bantuan pembangunan rumah layak huni; c). Padat
Karya Produktif; dan d). Bantuan beasiswa pendidikan.
Untuk mereduksi kemiskinan dapat berangsur terminimalisir, maka dibuat strategi
penanggulangan kemiskinan daerah, dengan skenario kegiatan yang dikelompokan 3 (tiga)
cluster atau kelompok sasaran, yaitu: Cluster I (sasaran warga sangat miskin), dengan intervensi
langsung, melalui bantuan Rp. 500.000.,- setiap bulan, dengan konsekuensi ikut kegiatan
padat karya produktif selama 4 hari. Cluster II (warga miskin), yaitu memaksimalkan
komunitas masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, dengan penguatan PDPM dan
pemberian pelatihan. Sedangkan cluster III (Warga hampir miskin), yaitu dengan membuka
kesempatan bagi warga, terutama yang telah mengikuti pelatihan dan memiliki usaha
ekonomi keluarga akan dikembangkan permodalannya, maka akan difasilitasi kredit
perbankan.
Pencapaian pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui program daerah dapat
dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu: yang pertama dari segi hasil pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, sedangkan kedua manfaat atau hasil dari segi reformasi
birokrasi. Di sektor kesehatan sejak tahun 2008 sampai Bulan Oktober 2013 telah yang
dicapai, antara lain menerbitkan kartu Jamkesda 24.304 Kartu dan pelayanan kesehatan
terhadap warga miskin, layanan makanan tambahan, imunisasi DT/TT murid, imunisasi
campak murid, operasi katarak dan bibir, penyunatan massal dan layanan pertolongan
persalinan.
Hasil yang dicapai bantuan pembangunan rumah layak huni, meliputi relokasi rumah
nelayan, bantuan perumahan warga Salena, dan korban bencana. Untuk pelayanan bantuan
sosial meliputi: bantuan fasilitas pengembangan usaha kecil, bantuan peralatan IKM,
Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
134 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
bantuan bibit pertanian dan bibit ikan. Selain itu, yang telah dilakukan ialah bantuan bidang
peternakan, bantuan alat pengolah makanan ternak, bantuan perbengkelan, alat
pertukangan dan bantuan bibit bawang goreng serta alat pengolahan bawang goreng serta
bantuan beras miskin (Raskin).
Di bidang layanan pendidikan bagi warga miskin melalui Peduli Kaum Dhuafa telah
diberikan beasiswa daerah untuk siswa SD dan SMP serta penyaluran beasiswa oleh Yayasan
Anantovea bagi yang tidak mampu, serta pengiriman pelajar ke berbagai perguruan tinggi.
Perubahan yang mendasar di bidang pola pikir dan budaya kerja adalah dengan penetapan
program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan semua satuan kerja, maka inovasi
yang dilakukan dalam merubah pola pikir (mendset) dan budaya kerja semua pegawai harus
mempunyai pemahaman dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai tanggung jawabnya
serta memahani alur pekerjaan.
Daftar Pustaka
Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Palu, Oktober 2013.
Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu, Dinas kesehatan Kota Palu, 2013.
Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin Tahun 2013, Dinas Kesehatan dan
RSUD Kota Palu, Oktober 2013.
Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu,
Oktober 2013.
Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan Sosial Lainnya Kepada Warga
Miskin Tahun 2013, Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013.
Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu, Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota
Palu, Oktober 2013.
Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan
di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah
135JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015
Wajib dan Erniati
Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu Tahun 2013 dan Penanggulanan
Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi, Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan,
Oktober 2013.
Top Related