PRESENTASI KASUS
Disusun Oleh
dr. Miratasya Zulkarnaen
Pembimbing
dr. Elvi Agustina dan dr. Normasari
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. KANUDJOSO DJATIWIBOWO
BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
JUNI 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi dari kejang adalah bangkitan yang disebabkan oleh muatan listrik yang abnormal
dan berlebihan yang terjadi secara paroksismal yang disebabkan oleh gangguan anatomi,
fisiologi atau gabungan dari keduanya, dilain sisi kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rektal diatas 38oC) akibat suatu proses ekstrakranial, tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain dan tanpa adanya
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, dengan rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang
demam terjadi pada 2-5% bayi dan anak di seluruh dunia yang sehat secara neurologis
Dalam menegakkan diagnosis kejang demam dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Prognosis pada pasien kejang demam dapat diperkirakan dari
jenis kejang yang dialami, usia pasien, suhu pasien saat kejang, adanya keturunan kejang demam
atau epilepsi pada keluarga. Edukasi kepada orangtua mengenai kejang demam, pencegahan dan
tatalaksana awal dirumah, dan rekurensi adalah tugas utama dokter.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. AM
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kampung Lama, Samboja
Usia : 6 bulan 3 hari
Suku : Kalimantan Timur
No. Rekam Medik : 00.54.57.32
Identitas Orang Tua Pasien
Ayah
Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Penjual Sayur
Suku : Kalimantan Timur
Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Kalimantan Timur
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada Juni 2013.
Keluhan Utama
Kejang 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien kejang 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sedang berbaring di kasur lalu
kejang kelojotan seluruh badan, mata mendelik keatas, kejang berlangsung selama 2 menit, tidak
biru. Selesai kejang pasien terlihat lemas, awalnya menangis pelan lalu perlahan menjadi
kencang, pasien mengenali ibu pasien, tidak tampak adanya kelemahan tubuh sesisi, mulut
mencong, pingsan, ataupun perbedaan perilaku setelah kejang. Ini adalah kejang kali pertama.
1 hari SMRS (Kamis 27.06.2013) siang hari sekitar pukul 14.00 pasien demam mendadak
dengan suhu 39C pasien sulit makan, rewel. Pasien dibawa ke dokter umum dan diberikan
sanmol sirup untuk diberikan setengah sendok takar. Panas turun selama 3-4 jam lalu pukul
21.00 pasien kembali panas 39C, pasien kejang sebelum ibu sempat memberikan obat lalu pasien
dibawa ke IRD RSKD. Ibu pasien menyangkal adanya pilek, batuk, sesak, muntah, mencret,
keluar cairan dari telinga, tampak nyeri saat berkemih, mengedan saat berkemih, riwayat trauma,
riwayat bepergian keluar kota (-). Adanya tanda-tanda perdarahan berupa mimisan, bintik-bintik
dibadan, kulit kuning disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat biru (-), riwayat alergi (-), asma (-).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga/Lingkungan yang ada hubungan dengan Penyakit
Sekarang
Kejang di dalam keluarga (+) pada paman pasien dari ayah, asma (-), alergi (-).
Riwayat Sosial
Pasien tinggal dengan Ibu, ayah dan ke 3 saudara pasien. Dilingkungan rumah pasien tidak
pernah terjadi banjir, sumber air dari PAM, dilingkungan rumah banyak genangan air (+)
terutama di pot, banyak baju baju yang digantung didalam rumah (+). Riwayat diadakan
pengasapan dilingkungan rumah (-). Tetangga dengan penyakit demam berdarah (+), tetangga
dengan riwayat malaria todak diketahui.
Riwayat Kehamilan
Riwayat obstetrik ibu adalah P4A0. Usia ibu saat sedang hamil pasien adalah 32 tahun.
Riwayat sakit selama masa kehamilan (-), konsumsi alkohol (-), rokok (-), obat-obatan (-). Ibu
pasien kontrol teratur tiap bulan ke bidan dan di USG 4x di dokter dan dikatakan kandungannya
tidak ada masalah.
Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara, dilahirkan di bidan puskesmas samboja
secara spontan, pasien lahir cukup bulan ( 38 minggu), lahir dengan presentasi kepala. Pasien
lahir dengan berat lahir 2700 gram dan panjang lahir 51 cm. Lingkar kepala dan APGAR skor
tidak diketahui ibu. Pasien langsung menangis saat lahir, tidak ada riwayat kuning atau biru pada
bibir dan tangan
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya selalu naik berat badan dan tingginya setiap bulan
diukur di puskesmas. Pasien aktif dan selalu bermain dengan anak seusianya, pasien mulai
belajar membolak balik kan badan dari posisi terlentang menjadi tengkurap pada usia 3-4 bulan,
usia 5 bulan mulai mengangkat kepala dan mampu mempertahankan, pasien menjadi lebih sering
mengoceh. Pada usia 6 bulan pasien dapat duduk namun masih mudah terguling.
Riwayat Nutrisi
Sejak lahir pasien mendapat ASI ekslusif hingga saat ini, intensitas menyusu 5-8x/hari.
Pasien sudah makan MPASI berupa bubur cerelac 2x/hari (3 sendok takar). Makan makanan
jajan (-)
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B 2x, BCG 1x, DPT 2x, dan Polio3x.
Imunisasi campak (-).
Pemeriksaan 28/06/2013
Subject
Demam (+), kejang berulang (-), muntah (-), Makan dan minum agak malas, BAK dan
BAB baik
Objective
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, , pasien tampak tenang dan aktif, kontak (+), tidak
tampak sesak, tidak tampak pucat, tidak tampak biru, tidak tampak kuning,
terpasang infus dan kesan gizi cukup.
Kesadaran : Compos mentis.GCS15
Tanda vital
Frekuensi nadi : 128 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi nafas : 25 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Tekanan darah : -
Suhu tubuh : 38,5 0 C
Diuresis :2,6cc/KgBB/jam
Data Antopometri
Berat badan : 6.3 kg
Tinggi badan : 64 cm
Lingkar kepala : 43 cm (normosefal)
Lingkar lengan atas : 13 cm
Menurut kurva WHO: BB/U = z score berada antara -1 SDdan -2 SD
TB/U = z score berada antara median dan -1 SD
BB/TB = z score berada di -1SD
LK/U = z score berada antara median dan 1 SD
LLA/U = z score berada antara median dan -1 SD
Status gizi :
BB/TB : (6.3Kg/6.6Kg) x 100% : 95
Kesan: Gizi baik, perawakan normal, normocefal
Status Generalis
Kulit : turgor baik, sianosis (-), ikterus (-), rash (-), ptekie (-).
Kepala : normocephal, deformitas (-), ubub-ubun besar datar
Wajah : bentuk wajah simetris, tidak terdapat kesan paresis N.VII, dismorfik (-)
Rambut : hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata : edema palpebra (-), bulu mata lentik, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor 2mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), gerak bola mata normal (N.III, IV, VI baik)
Telinga : bentuk daun telinga baik, deformitas (-), liang telinga serumen +/+,sekret -/- .
Respon terhadap suara baik +/+
Hidung : deformitas (-), sekret (+) cair jernih,darah (-), deviasi septum (-).
Bibir : bibir berwarna merah, sianosis (-)
Mulut : higinien oral terkesan baik, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), detritus (-), pus (-),
post nasal drip (-)
Leher : pembesaran KGB colli (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga IV linea midklavikula sinistra, thrill (-), lifting (-),
heaving (-)
- Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris dalam keadaan inspirasi dan
ekspirasi
- Auskultasi: vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
- Inspeksi : datar, venektasi (-), deformitas (-)
- Palpasi : supel, lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi: bising usus (+), 4x/menit
Punggung : deformitas (-), tidak terdapat kelainan bentuk tulang belakang, spina bifida (-)
Anus : terdapat lubang anus, tidak ada tanda-tanda peradangan.
Kelenjar : tidak teraba pembesaran KGB pada daerah colli, axila, dan inguinal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik, spastisitas (-/-), atrofi atau hipotrofi (-/-)
Status Neurologis
TRM : kaku kuduk (-), Brudzinski I (-/-), Brudzinski II (-/-), Laseque sign (-/-), Kernig
sign(-/-)
Motorik : Kesan baik
Refleks : Secara umum kesan baik
Kesan nervus kranialis baik
Pemeriksaan penunjang 27/6/2013 23:55
Darah
Hematologi Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.8 g/dL 9.4-13.9 g/dL
Leukosit 15200 /uL 6.000-18.000 /uL
Eritrosit 4.4 H 3.1-4.3
Hematokrit 34.5 % 28-42 %
Trombosit 344000 /uL 150.000 – 400.0000 /uL
Hitung jenis
Segmen 53.7 % 30 – 60 %
Limfosit 31.1 % 25 – 40 %
Monosit 15.2 % H 2 – 8 %
Kimia
Glukosa darah sewaktu 91 mg/dl 76 – 180 mg/dl
Kalsium 1.27 mmol/L 1.12 – 1.32 mmol/L
Natrium 136 mmol/L 136 – 146 mmol/L
Kalium 4.3 mmol/L 3.5 – 5.1 mmol/L
Urinalisis Hasil Nilai Rujukan
Makroskopis
Warna Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Kimiawi
Berat Jenis 1.010 1.005 – 1.030
Leukosit - -
Nitrit - -
pH 7.5 5.0 – 8.0
Protein - -
Glukosa - -
Keton - -
Urobilinogen - -
Bilirubin - -
Darah - -
VTC - -
Sedimen
Leukosit 0-2 1-5
Eritrosit 0-1 0-1
Silinder - -
Epitel 2-4 0-4
Kristal - -
Lain-lain -
Assessment
Febris hari ke 2 dengan Kejang Demam Sederhana e.c infeksi viral
Plan
Infus RL 25 TPM mikro
Amoksilin 100mg/8 jam IV
Paracetamol drop 0.9 ml setiap 4-6 jam
Darah Lengkap besok pagi
Follow Up
Pemeriksaan 30/06/2013
Subject
Demam (-), kejang berulang (-), muntah (-), Makan dan minum mau, BAK dan BAB baik,
manifestasi perdarahan (-), sesak napas (-)
Objective
Kesadaran : Compos mentis.GCS15
Tanda vital
Frekuensi nadi : 125 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi nafas : 26 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Tekanan darah : -
Suhu tubuh : 37,0 0 C
Diuresis :3cc/KgBB/jam
Kesan: Gizi Baik, perawakan normal, normocefal
Status Generalis
Kulit : putih, turgor baik, sianosis (-), ikterus (-), rash (-), ptekie (-).
Kepala : normocephal, deformitas (-), ubub-ubun besar datar
Wajah : bentuk wajah simetris, tidak terdapat kesan paresis N.VII, dismorfik (-)
Rambut : hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata : edema palpebra (-), bulu mata lentik, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor 2mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), gerak bola mata normal (N.III, IV, VI baik)
Telinga : bentuk daun telinga baik, deformitas (-), liang telinga serumen +/+,sekret -/- .
Respon terhadap suara baik +/+
Hidung : deformitas (-), sekret (+) cair jernih,darah (-), deviasi septum (-).
Bibir : bibir berwarna merah, sianosis (-)
Mulut : higinien oral terkesan baik, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), detritus (-), pus (-),
post nasal drip (-)
Leher : pembesaran KGB colli (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris dalam keadaan inspirasi dan
ekspirasi
- Auskultasi: vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
- Inspeksi : datar, venektasi (-), deformitas (-)
- Palpasi : supel, lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi: bising usus (+), 3x/menit
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik, spastisitas (-/-), atrofi atau hipotrofi (-/-)
Pemeriksaan Penunjang 30/06/2013
Hematologi Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.3 g/dL 9.4-13.9 g/dL
Leukosit 4850 /uL L 6.000-18.000 /uL
Eritrosit 4.0 3.1-4.3
Hematokrit 32.7 % 28-42 %
Trombosit 144000 /uL L 150.000 – 400.0000 /uL
Hitung jenis
Eosinofil 0.8 L 1 – 4
Basofil 0.2 0 – 1
Segmen 29.5 % L 30 – 60 %
Limfosit 64.3 % H 25 – 40 %
Monosit 5.2 % 2 – 8 %
Assessment
Febris hari ke 2 dengan Kejang Demam Sederhana e.c infeksi viral
Suspek Demam Dengue dd Demam Berdarah Dengue grade I
Plan
Infus RL 25 TPM mikro
Amoksilin 100mg/8 jam IV
Paracetamol drop 0.9 ml setiap 4-6 jam
Darah Lengkap besok pagi
Observasi manifestasi perdarahan, nyeri perut, mual muntah, sesak napas, gelisah,
penurunan kesadaran
Motivasi minum dan makan
Follow Up
Pemeriksaan 1/07/2013
Subject
Demam (-), kejang berulang (-), muntah (-), Makan dan minum mau, BAK dan BAB baik,
manifestasi perdarahan (-), sesak napas (-)
Objective
Kesadaran : Compos mentis.GCS15
Tanda vital
Frekuensi nadi : 130 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi nafas : 25 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
Tekanan darah : -
Suhu tubuh : 36,6 0 C
Diuresis :3.2cc/KgBB/jam
Kesan: Gizi Baik, perawakan normal, normocefal
Status Generalis
Kulit : putih, turgor baik, sianosis (-), ikterus (-), rash (-), ptekie (-).
Kepala : normocephal, deformitas (-), ubub-ubun besar datar
Wajah : bentuk wajah simetris, tidak terdapat kesan paresis N.VII, dismorfik (-)
Rambut : hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata : edema palpebra (-), bulu mata lentik, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor 2mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), gerak bola mata normal (N.III, IV, VI baik)
Telinga : bentuk daun telinga baik, deformitas (-), liang telinga serumen +/+,sekret -/- .
Respon terhadap suara baik +/+
Hidung : deformitas (-), sekret (+) cair jernih,darah (-), deviasi septum (-).
Bibir : bibir berwarna merah, sianosis (-)
Mulut : higinien oral terkesan baik, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), detritus (-), pus (-),
post nasal drip (-)
Leher : pembesaran KGB colli (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris dalam keadaan inspirasi dan
ekspirasi
- Auskultasi: vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
- Inspeksi : datar, venektasi (-), deformitas (-)
- Palpasi : supel, lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi: bising usus (+), 4x/menit
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik, spastisitas (-/-), atrofi atau hipotrofi (-/-)
Pemeriksaan Penunjang 01/07/2013
Hematologi Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 10.6 g/dL 9.4-13.9 g/dL
Leukosit 4490 /uL L 6.000-18.000 /uL
Eritrosit 4.1 3.1-4.3
Hematokrit 33.2 % 28-42 %
Trombosit 142000 /uL L 150.000 – 400.0000 /uL
Hitung jenis
Eosinofil 0.4 L 1 – 4
Basofil 0.2 0 - 1
Segmen 15.5 % L 30 – 60 %
Limfosit 66.6 % H 25 – 40 %
Monosit 17.1 % H 2 – 8 %
Assessment
Febris hari ke 5 dengan Kejang demam Sederhana
Demam Dengue hari ke 5
Plan
Pasien dibolehkan pulang
Paracetamol drop 0.9 ml setiap 4-6 jam
Motivasi minum dan makan
Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Qua ad sanactionam : Dubia ad bonam
Qua ad functionam : Bonam
BAB III
LANDASAN TEORI
Demam
Demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang
diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sebagai respons terhadap perubahan set point, untuk
mencapai target set point baru maka secara fisiologis tubuh melakukan minimalisir pada
pelepasan panas dan memaksimalkan produksi panas.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu sirkardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada dini hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul
16.00 – 18.00. Suhu tubuh normal yaitu 36,5-37,5. Pasien dianggap demam bila suhu rektal
mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,5oC, atau suhu membran tympani mencapai
37,6oC.
Pola demam
Pola demam Keterangan
Hektik atau
septik
terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
-Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tetap tidak pernah
mencapai suhu badan normal
-Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari: Malaria, limfoma, endocarditis
Kontinyu Peningkatan suhu tubuh yang menetap ,tidak berbeda lebih
dari satu derajat. selama periode 24 jam
-Demam tifoid, malaria falciparum malignan
KEJANG DEMAM
Kejang adalah bangkitan yang disebabkan oleh muatan listrik yang abnormal dan
berlebihan yang terjadi secara paroksismal yang disebabkan oleh gangguan anatomi, fisiologi
atau gabungan dari keduanya.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rectal
diatas 38oC) akibat suatu proses ekstrakranial, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat,
gangguan elektrolit atau metabolik lain dan tanpa adanya riwayat kejang afebris sebelumnya,
dengan rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang demam terjadi pada 2-5% bayi dan anak di
seluruh dunia dengan fungsi neurologis yang normal.
Berdasarkan kriteria Livingstone, penyakit kejang demam diklasifikasikan menjadi
kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung dengan durasi kurang dari 15 menit, bersifat umum, tidak berulang dalam 24 jam,
tidak adanya defisit neurologis yang tersisa pasca kejang. Kejang demam sederhana memiliki
insidensi 80% dari total keseluruhan kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang
demam kompleks bersifat fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan terjadi rekurensi dalam
periode 24 jam. Kejang lama merupakan istilah pada kejang yang terjadi lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 24 jam dan diantara bangkitan kejang anak tetap
sadar.
Pungsi Lumbal
Kejang
Kejang tanpa demamKejang + Demam
EpilepsiDefisit Neurologis (+)Defisit Neurologis (-)
Kejang Demam Sederhana
Kejang Demam Kompleks
Infeksi Bakteri
Infeksi Tuberkulosis
Infeksi Virus
Epidemiologi
Insidens kejang demam antara anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun sebesar 3%. Jika
terdapat keluarga derajat pertama dengan kejang, maka anak memiliki risiko 10% mendapatkan
kejang demam. Tiga puluh persen sampai 40% anak yang mengalami kejang demam akan
mengalami kejang berulang. Sebanyak 2-5% bayi dan anak yang sehat secara neurologis
mengalami paling sedikit satu serangan kejang demam. Angka rekurensi kejang demam sebesar
30% setelah episode kejang pertama, 50% setelah episode kejang kedua atau lebih, dan 50%
dengan onset kejang demam sebelum usia satu tahun. Kejang demam lebih sering terjadi pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Risiko terjadinya epilepsi setelah kejang demam hanya 1% pada kasus kejang demam
sederhana dan 6% pada kejang demam kompleks. Pada anak dengan abnormalitas perkembangan
saraf didapatkan risiko sebesar 33% terjadinya epilepsi.
Faktor Risiko
Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya kejang:
1. Anak dengan usia lebih muda, semakin muda usia anak semakin tinggi risiko.
2. Durasi antara penyakit dengan kejang sempit
3. Temperatur saat kejang lebih rendah
4. Adanya riwayat kejang dalam keluarga
Patofisiologi
Demam adalah peningkatan temperatur tubuh diatas rata-rata normal yang disebabkan
stimulasi pirogen pada hipotalamus. Pirogen endogen, berupa sitokin inflamasi dan toksin
mikroba, sering menjadi penyebab terjadinya demam pada anak dengan infeksi. Melalui
pelepasan PGE2 pada sirkulasi darah sirkumventrikular, terjadi peningkatan set point
hipotalamus yang menyebabkan mekanisme konservasi panas berupa vasokonstriksi dan
produksi panas berupa peningkatan laju metabolisme basal.
Berdasarkan pendapat Prichard dan McGreal, kejang yang terjadi sewaktu demam pada
anak disebabkan oleh anoksia relatif. Anoksia relatif terjadi akibat vasokonstriksi yang
merupakan respon terhadap lepasnya PGE2 . Peningkatan suhu sebesar 1oF akan meningkatkan
metabolisme basal sebanyak 7%, sehingga aliran darah harus ditingkatkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan glukosa ke otak. Pada anak terdapat perbedaan rasio sirkulasi serebral
terhadap sirkulasi sistemik yang jauh lebih besar dibandingkan dewasa. Keadaan anoksia relatif
terjadi saat peningkatan aliran darah ke otak tidak mencukupi kebutuhan oksigen. Predisposisi
genetik juga berperan dalam terjadinya kejang demam pada anak.
Manifestasi Klinis
Demam yang mendahului kejang dengan jarak dari onset demam ke onset kejang tidak
lebih dari 16 jam. Klasifikasi kejang demam berdasarkan sederhana atau kompleks dapat
ditentukan berdasarkan karakter kejang.
Penyebab demam sebisa mungkin ditemukan fokus infeksinya, penyebab utama demam
mendadak tinggi umumnya viral sedangkan penyebab demam pada anak yang sering adalah
infeksi saluran pernapasan akut, insfeksi saluran kemih, otitis, campak, diare. Selain itu perlu
disingkirkan penyebab kejang lainnya berupa trauma, konsumsi obat dan makanan, serta
kelainan intrakranial lainnya. Evaluasi riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam atau
epilepsi dalam keluarga. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
kejang demam kompleks, setelah kejang mungkin terjadi Todd paresis.
Temuan klinis kearah meningitis harus dapat disingkirkan, yaitu berupa penurunan
kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, tanda rangsal meningeal, tanda Brudzinsky, Kernig,
dan Laseque. Pemeriksaan tanda meningitis pada anak dibawah usia 18 tahun seringkali tidak
muncul. Jika didapatkan keraguan mengenai kemungkinan meningitis atau ensefalitis pada anak,
maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pungsi lumbal untuk memeriksa cairan
serebrospinal (CSS).
Pemeriksaan darah perifer biasanya dilakukan untuk mencari penyebab demam.
Pemeriksaan elektrolit dilakukan untuk menilai komplikasi dari penyakit yang mendasari, seperti
pada diare. Urinalisis juga dilakukan untuk mencari adanya infeksi salurah kemih (ISK) sebagai
sumber penyebab demam, terutama jika fokus infeksi atau penyebab lain tidak didapatkan pada
pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan untuk kejang demam
kompleks, kejang fokal, kejang dengan penurunan kesadaran, atau kejang demam kompleks yang
terjadi pada anak usia >6 tahun.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) dilakukan pada anak kejang demam yang
dicurigai meningitis. Bada bayi (usia <12 bulan), meningitis sulit dikenali karena manifestasi
klinis yang tidak jelas. Untuk itu, anak usia <12 bulan dengan kejang demam merupakan indikasi
(sangat dianjurkan) dilakukan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS. Pemeriksaan CSS juga
dianjurkan untuk kejang demam pada anak usia 12-18 bulan. Pada anak usia >18 bulan, tidak
rutin untuk dilakukan pemeriksaan CSS.
Pemeriksaan pencitraan seperti foto sinar X kepala, CT-scan, atau MRI dilakukan dengan
indikasi kelainan neurologik fokal menetap (misalnya hemiparesis), paresis nervus VI, atau
edema papil.
Tatalaksana
Pencegahan serangan kejang demam
Antipiretik
Dosis parasetamol adalah 10-15 mg/kg berat badan/kali, diberikan 4 kali per hari dan tidak
lebih dari 6 kali. Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kg berat badan/hari, 3-4 kali per hari.
Pemberian antikonvulsan berupa diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kg berat badan setiap 8
jam atau dapat juga digunakan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg berat badan setiap 8
jam pada suhu tubuh diatas 38,5oC.
Pengobatan jangka panjang diindikasikan pada:
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
Didapatkan kelainan neurologis yang nyata sesudah atau sebelum kejang (hemiparesis,
paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus)
Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan pada:
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam lebih sama dengan 4 kali pertahun
Obat untuk jangka panjang adalah:
Fenobarbital 3-4mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis
atau
Asam valproat 15-40mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis
Pengobatan jangka panjang dilakukan selama 1 tahun bebas kejang, dihentikan secara
bertahap.
Indikasi rawat:
Kejang demam pertama kali
Kejang demam kompleks
Usia <6 bulan
Terdapat kelainan neurologis
Hiperpireksia
Edukasi kepada orang tua sangatlah penting.
Edukasi orangtua untuk tidak panik,
mengajari tatalaksana awal dirumah dan
kemungkinan terjadinya rekurensi,
menjelaskan prognosis.
PrognosisKejang demam sederhana tidak menyebabkan kerusakan otak dan kemampuan intelektual setelah
kejang tidak berubah. Terdapat risiko 1-2% untuk terjadinya epilepsi. Anak dengan kejang
demam kompleks memiliki peningkatan risiko sebesar 4-12% menjadi epilepsy.
DEMAM DENGUE (DD) DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flaviridae dan punya 4 jenis serotipe, yaitu : DEN1, DEN2, DEN3, DEN4.
Serotipe DEN3 merupakan yang paling dominan dan menunjukan manifestasi klinis yang berat.
Terdapat 3 faktor penting yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia (host), virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Jika seseorang dengan virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti maka virus
dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Kemudian di dalam tubuh nyamuk, virus ini akan
berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar diseluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus berada dalam kelenjar liur nyamuk. Ketika nyamuk itu menggigit dan
menghisap darah manusia, dikeluarkan terlebih dahulu air liurnya untuk menghindari pembekuan
darah ketika dihisap. Bersamaan dengan itulah virus dengue dipindahkan. Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrisic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Seseorang dengan kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak akan terserang
penyakit ini. Akan tetapi pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup akan
menimbulkan gejala, mulai dari yang ringan hingga berat.
Patogenesis
Patogenesis DD dan DBD sebagian besar masih dalam bentuk hipotesis, ada 2 teori yang
paling banyak dianut. Teori pertama adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous
infection). Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih
besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus, dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Selain itu dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di rongga serosa
( efusi pleura, asites).
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus bereplikasi baik pada tubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
DD dan DBD memiliki manifestasi klinik yang serupa namun dibedakan dengan ada atau
tidaknya kebocoran plasma.
Manifestasi klinis yang ditemukan antara lain:
Demam
Nyeri otot dan/atau nyeri sendi
Leukopenia
Ruam
Limfadenopati
Trombositopenia
Diathesis hemoragik
Kriteria Diagnosis WHO tahun 1997 untuk DBD :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari menifestasi perdarahan :
• Uji bendung positif
• Petekie, ekimosis, atau purpura.
• Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi)
• Hematemesis atau melena.
Trombositopenia
Terdapat minimal satu dari manifestasi plasma leakage :
• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, jika
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
• Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia.
Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia + hemokonsentrasi
serta dikonfirmasi secara uji serologik
Derajat Penyakit (WHO, 1997)
- Derajat I : demam disertai gejala tidak khas + uji tourniquet (+)
- Derajat II : derajat I + perdarahan spontan dikulit/perdarahan lain
- Derajat III : terdapat kegagalan sirkulasi, nadi cepat & lemah serta penurunan tekanan
darah ≤ 20mmHg, hipotensi ( sistolik menurun s/d 80 mmHg atau kurang),
sianosis sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasien gelisah.
- Derajat IV : syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.
Kriteria Rawat Inap dan Rawat Jalan menurut WHO
Tatalaksana
Prinsip utama terapi bersifat
suportif dan simtomatis.
Pemberian cairan yang adekuat sesuai dengan jumlah kebutuhan, antipiretik dan antiemetic
apabila didapatkan keluhan. Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan yang mengancam
nyawa, kebutuhan cairan harus dipenuhi secepat-cepatnya dengan jumlah yang tepat.
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan
a. Perawatan sesuai derajat penyakit :
- DF dan Derajat I (kemampuan makan dan minum baik) : puskesmas, one day care.
- DF dan Derajat I dengan penyulit seperti konvulsi, mual muntah berlebihan : rumah sakit
- Derajat II/III/IV : rumah sakit, bila perlu Intensive Care Unit (ICU).
b. Ketersediaan fasilitas laboratorium
c. Ketersediaan fasilitas bank darah
d. Dasar pengobatan DBD adalah terapi simtomatik dan terapi suportif dengan mengatasi
kehilangan cairan plasma.
e. Pada penggantian volume plasma, jenis cairan yang dianjurkan adalah air putih, sari buah,
teh manis, susu, ASI sesuai dengan kebutuhan rumatan.
f. Pada DF, cairan melalui intravena dibutuhkan bila :
- Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
minum per-oral.
- Nilai Hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
g. Pemberian antipiretik bila suhu > 37.5.oC dengan dosis (10-15mg/KgBB) 4-6x/hari.
h. Monitor berkala : tanda vital (kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas),
diuresis (>1 mg/KgBB/jam), kadar hematokrit.
Kriteria memulangkan pasien
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/ mm3
Tidak dijumpai distress pernapasan
BAB III
DISKUSI
Penegakkan Diagnosis Pasien
Pasien perempuan, An. AM usia 6 bulan datang ke IRD dengan diagnosis kejang demam.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat kejang yang didahului demam dengan jarak onset
keduanya tidak lebih dari 16 jam. Karakteristik demam yang dialami anak AM adalah kurang
dari 15 menit, tidak berulang, kejang bersifat umum tanpa adanya deficit neurologis sisa pasca
kejang. Usia anak ini terletak pada rentang paling sering terjadinya kejang demam yaitu 6 bulan
hingga 5 tahun. Riwayat adany gangguan kesadaran disangkal, adanya muntah atau diare yang
dapat menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit sehingga bermanifestasi kejang disangkal,
riwayat trauma disangkal, riwayat kejang sebelumnya juga disangkal. Pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan adanya gangguan neurologis, syaraf kranial secara keseluruhan terkesan baik,
pemeriksaan tanda rangsang meningeal sebagai pertanda meningitis juga memiliki hasil negatif,
Pada pemeriksaan fisik kepala tidak ditemukan adanya ubun-ubun membonjol, mata cekung,
paresis atau dismorfik wajah. Secara umum penyebab kejang adalah proses ekstrakranial, hal ini
sesuai dengan definisi dari kejang demam.
Penyebab demam yang memicu terjadinya kejang pada setiap anak harus diketahui, focus
infeksi dicari dari anamnesis terarah, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Karakteristik demam yang dialami anak AM adalah demam tinggi mendadak yang merupakan
karakteristik demam yang disebabkan oleh infeksi virus. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan
adanya fokus infeksi seperti liang telinga hiperemis, riwayat keluar cairan dari telinga, batuk
pilek, faring hiperemis, tonsil yang membesar, pembesaran kelenjar getah bening, rhonki pada
paru, peningkatan bising usus, tanda radang pada OUE dan anus. Pada pemeriksaan urin lengkap
dengan spesimen urin pancar tengah pagi hari tidak ditemukan adanya infeksi. Pada pemeriksaan
darah lengkap serial perhari didapatkan adanya leukopenia, trombositopenia dan peningkatan
jumlah monosit dan limfosit. Adanya peningkatan kedua komponen sel darah putih tersebut
merupakan fenomena shift to the left yang menandakan adanya infeksi virus. Pada pasien ini
tidak didapatkan adanya tanda tanda perdarahan, kebocoran plasma dan haemokonsentrasi.
Kondisi demam dengan leukopenia dan trombositopenia juga umum ditemukan pada pasien
leptospirosis, malaria, demam tifoid, hepatitis. Pada pasien ini leptospirosis dan hepatitis dapat
disingkirkan karena tidak ada manifestasi kuning, riwayat jajan dan hepatomegali. Demam tifoid
dapat disingkirkan dari tipe demam yang panas sepanjang hari, tinggi mendadak, tidak adanya
bradikardi relatif, tidak adanya gangguan gastrointestinal. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan penyebab demam adalah demam dengue dengan
diagnosis banding demam berdarah dengue derajat 1, dengan dilakukannya pemeriksaan darah
lengkap setiap 24 jam tidak ditemukan adanya hemokonsentrasi dan tanda tanda kebocoran
plasma oleh sebab itu diagnosis pasti penyebab demam adalah demam dengue. Demam dengue
pada anak bukanlah suatu indikasi rawat, namun apabila ditemukan faktor penyulit seperti mual
muntah, sulit makan dan minum, kejang dsb maka anak harus dirawat.
Alasan pasien ini dirawat adalah kejang demam yang pertama kali, tujuan dirawat adalah
untuk mengobservasi dam mengevaluasi serta mengatasi penyebab demam. Dalam masa 4 hari
perawatan tidak ditemukan adanya kejang berulang, demam dapat diatasi dengan antipiretik.
Tatalaksana yang diberikan adalah:
1. Infus RL 25 TPM mikro
Pemberian cairan kristaloid ringer laktat 25 tetes permenit mikro merupakan kebutuhan
cairan rumatan, anak AM tidak memiliki gangguan makan dan minum
BB anak : 6kg
10 kg pertama x 100
10 kg kedua x 50
10 kg selanjutnya x 25
6x100 = 600cc/24 jam = 25 cc/ jam = 25 TPM mikro
2. Paracetamol drop 0.9 ml setiap 4-6 jam
10-15mg/KgBB
6 x (10-15) = 60 – 90mg
1ml drop = 125 mg
3. Amoksilin 100mg/8 jam IV
Prognosis pada pasien ini:
1. Ad vitam : Bonam
Kejang demam sederhana dengan ec DD tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut
yang mengancam nyawa
2. Ad functionam: Bonam
Fungsi tubuh pasien dalam pemantauan selama 4 hari tidak mengalami gangguan, tidak
ada defisit neurologis pada anak. Hal ini perlu terus di observasi dikarenakan kejang
demam memiliki hubungan bermakna dengan epilepsi yang dapat mengganggu fungsi.
3. Ad sanactionam : Dubia ad Bonam
Setiap anak yang mengalami kejang demam memiliki kecenderungan untuk mengalami
kejadian berulang. Semakin sering seorang anak mengalami kejang demam maka risiko
berulangnya semakin tinggi. Suhu tubuh saat terjadinya kejang juga mempengaruhi,
semakin rendah suhu tubuh saat terjadi kejang maka akan semakin mudah anak
mengalami kejang demam berulang.
Pasien diperbolehkan pulang karena secara klinis kondisi pasien membaik, tidak ada
manifestasi perdarahan, tidak ada kejang berulang, trombosit diatas 50.000. Edukasi pada
orangtua mengenai pengawasan berupa manifestasi perdarahan, mual muntah hebat, penurunan
kesadaran yang merupakan tanda tanda perburukan.
Edukasi mengenai kejang yang harus dimengerti orangtua adalah penyebab terjadinya
kejang, kemungkinan terjadinya kejang berulang dan bagaimana cara memberikan pertolongan
pertama pada kejang. Pemberian diazepam melalui rektal dapat diajarkan kepada orangtua
sebagai pertolongan pertama, berikut hal yang harus diajarkan kepada orangtua:
Jangan panic
Longgarkan pakaian anak yang ketat, terutama di sekitar leher
Baringkan anak pada posisi miring untuk menghindari aspirasi akibat lendir/muntah
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut anak supaya tidak menyumbat jalan napas
Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
Ukur suhu, observasi, dan catat durasi serta bentuk kejang
Tetap bersama pasien selama kejang
Berikan diazepam rektal, bila kejang telah berhenti, jangan berikan lagi
Bawa anak ke RS terdekat
Didalam buku ilmu kesehatan anak dijelaskan bahwa pada pasien dengan riwayat kejang
demam sebelumnya maka orangtua dapat diedukasi untuk memberikan antikonvulsan pencegah
kejang berupa diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kg berat badan setiap 8 jam atau dapat juga
digunakan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg berat badan setiap 8 jam pada suhu tubuh
diatas 38,5oC, namun tidak semua rumah sakit melakukan hal ini dikarenakan efek samping
diazepam yang paling ditakutkan adalah depresi otot pernapasan.
Edukasi orangtua untuk menguras genangan air dirumah pasien dan dilingkungan sekitar,
membersihkan gantungan gantungan baju yang merupakan tempat bersarangnya nyamuk,
memotivasi orangtua untuk melaporkan ke RT setempat bahwa telah terjadinya kasus DD dan
DBD dilingkungan rumah sehingga perlu diadakan pengasapan.
Status imunisasi anak hingga saat ini sudah lengkap dan sesuai jadwal, motivasi orangtua
untuk terus membawa anak ke posyandu untuk dilakukan evaluasi pertumbuhan dan
perkembangan serta vaksinasi.
Daftar Pustaka
1. Mikati MA. Febrile seizures. In: Nelson textbook of pediatrics 19th edition. Philadelphia :
Elsevier Saunders. 2011.
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, editor. Konsensus penatalaksanaan kejang demam.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2006. hal.1-15.
3. Hirtz DG, Nelson KB. Febrile seizures. In: Clinical pediatric neurology 3 rd edition. New
York : Demos Medical. 2009. p.517-23
4. Provisional Committee on Quality Improvement, Subcommittee on Febrile Seizures. Practice
parameter: the neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizure. AAP
Policy 1996; 97:769-75.
5. Mangunatmadja I. Kejang Demam: Diagnosis dan Tata Laksananya. Tutorial Modul
Kesehatan Anak dan Remaja. Departemen IKA FKUI-RSCM, 2009.
6. Lissauer T, Clayden G. Illustrated textbook of pediatrics. Ed 3. Philadelphia: Mosby-Elsevier,
2007. hal.451-2.
7. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag;
2009.h.1-24.
8. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting.
Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York:
Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
9. Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.Del
Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-
3. :Butterworths;1990.h.990-3.
10. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007.h.
11. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-
44
12. Sudarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SR, editor. Infeksi virus dengue. Dalam: Buku ajar
Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & penyakit tropis. Edisi pertama. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2002. h 176-209.
13. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tatalaksana DBD di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI : 2004.
14. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting.
Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-
Raven;1997.h.215-36