i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Hutan di dalam kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)Unit VII - Hulu Sarolangun yang berada di Kabupaten Sarolangun ProvinsiJambi telah mengalami banyak persoalan yang terkait dengan pengelolaannya.Kebakaran Hutan, perambahan hutan, dan pembalakan liar masih terus menjaditantangan hingga saat ini. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadimemerlukan model dan strategi pengelolaan yang tepat dan efektif.
Dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit VII -Hulu Sarolangun merupakan aksi nyata di dalam upaya mempercepatpenyelesaian masalah hutan dan konflik yang ada di dalamnya. Hadirnyalembaga ini dalam kerangka memastikan adanya pengelolaan hutan di tingkattapak/lapangan. Pembagian peran antara institusi pengurusan hutan (DinasPerkebunan dan Kehutanan) dan institusi pengelolaan hutan (KPH) diharapkandapat memperkuat efektifitas dan efisiensi kegiatan di bidang kehutanan.Dengan cara ini, arah menuju pengelolaan hutan yang lestari (sustainable forestmanagement) lebih jelas dan mudah di ukur.
Salah satu bagian awal dari penyiapan pengelolaan kawasan hutanadalah penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan baik jangka panjang (10tahun) maupun jangka pendek (tahunan). Penyusunan pengelolaan jangkapanjang diperlukan untuk menjadi acuan rencana kerja di tingkat tapak dalambentuk unit-unit pengelolaan hutan (KPH) yang akan mengelola hutan secaraterintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjaminkeberlangsungan fungsinya sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturanperundang-undangan.
Berdasarkan SK Menhut No. SK. 714/Menhut-II/2011, KPHP Unit VII -Hulu Sarolangun seluas + 121.102 ha. Areal yang berhutan masih mencapai60%. Tanaman budidaya yang mencakup pertanian campuran, kebun karetmasyarakat sudah mencapai lebih dari 10 % dari luas total. Kedepan tekanandan gangguan terhadap kawasan hutan KPHP Model Unit VII - Hulu SarolangunSarolangun akan semakin tinggi sejalan dengan semakin luas dan banyaknyaaktivitas illegal di dalam kawasan areal KPHP Unit VII - Hulu Sarolangun.
KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun memiliki ragam bentukpemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Dalam pemanfaatan hutan, saatini ada dua perusahaan pemegang ijin usaha pemanfaatan kawasan hutan(IUPHHK-HT) dan satu ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), kedepan adabeberapa perusahaan atau lembaga yang mengajukan proses perijinan.
Wilayah KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun secara ekologis kedepan diproyeksikan akan mengalami tekanan ke arah deforestasi dandegradasi karena aktivitas illegal seperti perambahan hutan dan pembalakanliar. Eksistensi kawasan ini juga akan mengalami tekanan kerusakan yang dapatdiakibatkan oleh konversi lahan menjadi lokasi pemukiman dan pertambangan.Untuk itu penanganan masalah ini secara terpadu dan komprhensif sangatlahdiperlukan.
ii
Secara ekonomi, adanya akses yang mudah dan banyaknya kegiatanusaha yang berkembang di sekiar KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangun akanmemberikan multiplier effect yang cukup positif.
Ada 52 desa yang terletak di sekitar kawasan hutan KPHP Model Unit VII- Hulu Sarolangun. Secara sosial budaya, masyarakat di desa-desa iniumumnya masih memegang teguh nilai-nilai adat. Ketergantungan dan tingkatkepentingan terhadap kawasan hutan masih tinggi. Ke depan, tekanan terhadappenguasaan terhadap lahan yang berada di dalam kawasan oleh masyarakatakan terus terjadi sejalan dengan perluasan ijin konsesi oleh perusahaan.Dengan demikian akan ada peningkatan potensi terjadinya konflik sosial.Terhadap pengusahaan lahan di dalam kawasan KPHP Model Unit VII - HuluSarolangun perlu diarahkan pada model Hutan Adat, Hutan Tanaman, HutanDesa. Perluasan kesempatan dan akses masyarakat lokal dalam pemanfaatankawasan hutan yang ada disekitarnya akan mampu meminimalkan konflik sosialyang mungkin terjadi. Kondisi ini juga pada masa depan akan turut menjaminpengelolaan hutan secara berkelanjutan.
Berdasarkan arah, tujuan dan sasaran pembangunan provinsi dankabupaten serta memperhatikan kondisi, potensi dan permasalahan didalamnya maka Rencana pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu Sarolangunyang utama adalah optimalisasi akses semua pihak termasuk masyarakatsekitar kawasan KPHP model Unit VII - Hulu Sarolangun sebagai salah satujalan bagi resolusi konflik sumberdaya hutan demi tercapainya pengelolaanberkelanjutan. Visinya adalah “ Hutan Lestari KPHP Mandiri ”. Sedangkan misiyang akan dijalankan adalah Mendukung peningkatan kontribusi pemanfaatandan penggunaan kawasan hutan terhadap kesejahteraan masyarakat danperekonomian daerah, Menjamin kelestarian fungsi ekologis hutan sekaligussebagai zona lindung dan penyangga wilayah bawah Kabupaten Sarolangun,Membangun kelembagaan pengelolaan kawasan hutan berbasis bisnis yangkokoh dan kuat, Meningkatkan peluang partisipasi para pihak terutamamasyarakat setempat dalam mengakses sumber daya hutan dalam berbagaiskema pengelolaan, Mempertahankan nilai-nilai adat sebagai warisan dalamupaya mempertahankan dan melestarikan hutan, Menjadikan kawasan KPHPsebagai salah satu sentra research (penelitian) ekosistem hutan tropis diProvinsi Jambi.
iv
DAFTAR ISI
Teks Hal
Lembar Pengesahan
Ringkasan eksekutif .................................................................................. i
Kata pengantar.......................................................................................... iii
Daftar isi .................................................................... ............................... iv
Daftar Tabel ............................................................................. ................ viii
Daftar Lampiran....................................................................................... ix
Daftar Gambar ........................................................................................ x
BAB I. Pendahuluan ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................... .............. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................. 2
1.3 Sasaran ............................................................................ ....... 3
1.4 Ruang Lingkup ........................................................................ 3
1.5 Batasan Pengertian ................................................................. 4
BAB II Deskripsi Kawasan ........................................................................ 9
2.1 Risalah Wilayah ....................................................................... 9
2.1.1 Letak ..................................................................................... 9
2.1.2 Luas ............................................................................. ......... 9
2.1.3 Aksesibilitas ................................................................. .......... 10
2.1.4 Batas ............................................................................ ......... 11
2.1.5 Topografi ...................................................................... .......... 12
2.1.6 Geologi dan Jenis Tanah ....................................................... 13
2.1.7 Iklim dan DAS………… .......................................................... 14
v
2.1.8 Sejarah Wilayah KPHP .......................................................... 15
2.1.9 Pembagian Blok Wilayah KPHP .............................................. 16
2.2 Potensi Sumberdaya Hutan...................................................... ... 18
2.2.1 Penutupan lahan .......................................................... .......... 18
2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat ............................ 20
2.3.1 Kondisi sosial Ekonomi............................................................. 20
2.3.1 Kondisi Sosial Budaya…........................................................... 22
2.4 Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan... 23
2.4.1 Ijin Pemanfaatan Hutan ............................................... ........... 23
2.4.2 Ijin Penggunaan Kawasan Hutan ............................................ 24
2.5 Kondisi KPHP dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah 25
2.5.1 Perspektif Tata Ruang ................................................. ............. 25
2.5.2 Perspektif Pembangunan Daerah ............................................ 27
2.6 Pembangunan Kehutanan di Wilayah KPHP............................... 28
2.7 Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan.................................. 29
2.7.1 Aspek Ekologi…………………………….................................... 30
2.7.2 Aspek Ekonomi……………….………….................................... 31
2.7.3 Aspek Sosial Budaya……..…………….................................... 31
2.7.4 Aspek Kelembagaan…………………….................................... 32
BAB III Visi dan Misi ..................................................................................... 34
3.1 Visi Pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu ............................. 34
3.2 Misi Pengelolaan KPHP Model Unit VII - Hulu.............................. 37
3.3 Capaian Tujuan yang diharapkan…………………………………. 38
BAB IV Analisis dan Proyeksi ................................................................ ...... 40
4.1 Analisa data dan Informasi........................................................... 40
vi
4.1.1 Pembangunan Kehutanan………………………………. …….. 40
4.1.2 Potensi …………………………………………............................ 40
4.1.3 Kondisi Sosial, ekonomi dan budaya………………................... 41
4.1.4 Dasar Pembagian KPHP Limau Unit VII - Hulu......................... 42
4.1.5 Manfaat ……........................................................................... .. 43
4.2 Proyeksi Kondisi Wilayah…………………………………………. 44
4.2.1 Proyeksi rencana kelola KPHP................................................ 44
1. Kelola Kawasan ..................................................................... 44
2. Kelola Produksi ......................................................... ........... 46
3. Kelola Kelembagaan............................................................. 48
BAB V Rencana Kegiatan ....................................................................... ..... 49
5.1 Inventarisasi dan Penataan Hutan Berkala ................................. 49
5.2 Pemanfaatan Hutan pada Wilayah tertentu ................................ 55
5.3 Pemberdayaan Masyarakat ...................................................... .. 60
5.4 Pembinaan dan pemantauan Areal yang telah ada Ijin .............. 64
5.5 Penyelenggaraan Rehabilitasi di Areal di Luar Ijin ...................... 65
5.6 Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi pada Areal yang
Berijin.................................................................................................. 66
5.7 Perlindungan dan Konservasi Alam.............................................. 67
5.8 Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemilik Ijin.............................. 69
5.9 Koordinasi dan Sinkronisasi dengan Stakeholder terkait............ 70
5.10 Penyediaan dan peningkatan Kapasitas Sumberdaya ............. 70
5.11 Pendanaan ................................................................................ . 71
5.12 Sarana dan prasarana ............................................................... . 73
5.13 Pengembangan Database .......................................................... 73
vii
5.14 Rasionalisasi Wilayah Kelola..................................................... . 74
5.15 Review Rencana Pengelolaan.................................................. 76
5.16 Pengembangan Investasi ........................................................ 76
Tabel Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan ..................................... 77
BAB VI Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.................................. 84
6.1 Pembinaan .............................................................................. ..... 84
6.2 Pengawasan......................................................................... ........ 84
6.3 Pengendalian............................................................................. .... 85
BAB VII Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan............................................ 86
8.1 Pemantauan .............................................................. ................... 86
8.2 Evaluasi ..................................................................................... ... 86
8.3 Pelaporan ........................................................................... .......... 87
BAB VIII Penutup............................................................................................ 88
LAMPIRAN .......................................................................................... ..........
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan di KPHP Unit VII-Hulu……… ....................... 10
Tabel 2.2. Jumlah Desa di KPHP Model Unit VII………………………………… 12
Tabel 2.3. Jenis Tanah di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu…………………………. 14
Tabel 2.4. Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu………………………… 14
Tabel 2.5. Luas Tata Hutan Berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan KPHP
Unit VII-Hulu…………………………………………………………………………... 17
Tabel 2.6 Luas Tutupan Lahan di KPHP Unit VII-Hulu…………………………... 18
Tabel 2.7 Jumlah Penduduk di KPHP Unit VII-Hulu… …………………………... 21
Tabel 2.8. Sebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Sarolangun………………… 26
Tabel 5.1. Tata Waktu Inventarisasi Berkala dan Penataan hutan di KPHP
Unit VII-Hulu………………………………………………………………………….. 50
Tabel 5.2. Hutan Adat di KPHP Unit VII-Hulu……………………………………. 55
Tabel 5.3. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan
di KPHP Unit VII-Hulu…………………………………………………………………. 53
Tabel 5.4. Tata Waktu Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Hutan di KPHP
Unit VII-Hulu……………………………………………………………………………. 56
Tabel 5.5. Tata Waktu Pemberdayaan masyarakat Kawasan Hutan di KPHP
Unit VII-Hulu……………………………………………………………………………. 63
Tabel 5.6. Tata Waktu Pemantauan Pada Areal KPHP yang ada Ijin ….……… 64
Tabel 5.7 Tata Waktu Rehabilitasi Lahan…..……………………………………… 66
Tabel 5.8. Tata Waktu Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan pada Areal yang ada ijin……………….……………………………………… 67
Tabel 5.9. Tata Waktu Perlindungan dan Konservasi Alam….…………………… 69
Tabel 5.10 Tata Waktu Koordinasi dan Sinkronisasi………………………………. 70
Tabel 5.11 Tata Waktu Penyedian dan Peningkatan Kapasitas SDM...………… 71
Tabel 5.12 Tata Waktu Kegiatan Penyediaan Dana.……………………………… 72
Tabel 5.13 Tata Waktu Kegiatan Pengembangan Data Base.…………………… 74
Tabel 5.14 Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun...…… 74
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Matrik Rencana KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
Lampiran 2. Peta :
1) Peta Penetapan Wiayah KPHP Model Limau
2) Peta Penutupan Lahan Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu
3) Peta Potensi Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu
4) Peta Aksesibilitas Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu
5) Peta Tata Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
6) Peta Wilayah tertentu KPHP Limau Unit VII – Hulu
7) Peta Zona Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII – Hulu
8) Peta Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII – Hulu
9) Peta IUPHHK - HTI Kawasan Hutan KPHP
10) Peta Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan KPHP
11) Peta Geologi Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu
12) Peta Curah Hujan Wilayah KPHP Limau Unit VII – Hulu
13) Peta Kemiringan Lereng di Wilayah KPHP Unit VII-Hulu
14) Peta Arahan RKTN KPHP Unit VII-Hulu
15) Peta Lahan Kritis Wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu
16) Peta Indikatif Kawasan Hutan Batang Asai
17) Peta Indikatif Kawasan Hutan Limun
18) Peta Kerja Wilayah KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
19) Peta Kawasan Hutan KPHP Limau Unit VII - Hulu
20) Peta Hutan Adat KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
.
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Pemanfaatan KPHP Limau Unit VII - Hulu ……………………… 24
69
BAB VIIIPENUTUP
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP
Model Unit VII-Hulu (2013-2023) ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan
pengelolaan kawasan hutan di tingkat tapak dalam jangka panjang. Oleh karena itu
dokumen perencanaan ini masih bersifat makro dan indikatif. Dengan demikian
masih diperlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam rencana-rencana yang lebih rinci
dan dengan cakupan masa perencanaan yang lebih pendek (tahunan).
Rencana pengelolaan yang telah disusun ini diharapkan dapat dipedomani
oleh semua pihak yang memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan KPHP Model
Unit VII-Hulu. Pelaksanaan dan penjabaran lebih lanjut dari rencana pengelolaan ini
perlu dimonitor pencapaian pelaksanaannya agar tetap konsisten sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Namun disadari pula bahwa masa perencanaan ini cukup panjang sehingga
seringkali sulit untuk dapat memprediksi dinamika yang terjadi baik dari sisi teknis,
kebijakan, maupun politis. Dalam kerangka ini maka rencana pengelolaan KPHP
Model Unit VII-Hulu jangka panjang ini terbuka untuk dapat direview agar dapat
sinkron dan tetap bersinergi terhadap kebijakan maupun kepentingan banyak pihak,
selama dapat memberikan dampak yang lebih untuk pembangunan kehutanan
khususnya di wilayah KPHP Unit VII-Hulu.
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangBerdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.
77/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tetang penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
Provinsi Jambi meliputi area dengan luas ± 1.458.934 ha terdiri dari HL dengan
luas ± 175.483 HP dengan luas ± 981.530 ha, HPT dengan luas ± 301.922 Ha.
Dari Keputusan Menhut tersebut, di Kabupaten Sarolangun terdapat dua KPH yaitu
KPHP Unit VII dan KPHP Unit VIII. Selanjutnya KPHP (Unit VII) telah ditetapkan sebagai
KPHP Model sesuai SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011 tanggal 19 Desember
2011 dengan luas ± 121.102 ha, terdiri dari Hutan Lindung 54.793 ha, Hutan Produksi
Tetap 22.502 ha dan Hutan Produksi 43.807 ha. Secara administratif, KPHP Unit VII-
Hulu terletak di Kabupaten Sarolangun. Kawasannya terdiri dari beberapa kelompok hutan
produksi yaitu HP Batang Asai, HP Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale.
Kondisi kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu menghadapi banyak persoalan. Di
tingkat lapangan terjadi perambahan baik untuk pemukiman maupun usaha perkebunan
masyarakat. Adanya tumpang tindih antara ijin usaha perkebunan dan kawasan KPHP
Unit VII-Hulu belum terselesaikan. Berakhirnya ijin atau dicabutnya beberapa konsesi
pemanfaatan hasil hutan kayu satu dekade yang lalu telah mengakibatkan kian tingginya
tekanan terhadap kerusakan hutan di areal KPHP Unit VII-Hulu. Ketiadaan pengelola
kawasan hutan di tingkat tapak telah membuat kawasan hutan semakin “open access”.
Menilik tantangan yang dihadapi maka pada tingkat lapangan diperlukan
perencanaan pengelolaan hutan yang baik. Perencanaan pengelolaan KPHP memerlukan
kuantifikasi dan formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek
finansial untuk menyiapkan kondisi pemungkin pelaksanaan agar dapat dimonitor,
dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis unit-unit kelestarian yang permanen.
Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang yang mantap maka akan
memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur.
Memperhatikan kondisi kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu, perlu segera disusun
dokumen perencanaan yang mampu mencerminkan kondisi saat ini dan gambaran
kawasan hutannya dalam dasa warsa kedepan. Rencana pengelolaan jangka panjang 10
(sepuluh) tahun bersifat komprehensif dan indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan
rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis yang lebih operasional di
tingkat lapangan.
2
Dalam kerangka inilah dokumen Rencana Pengelolaan KPH Model Unit VII – Hulu
disusun sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk unit-unit pengelolaan
hutan yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan
hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (Sustainable forest management)
sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundangan.
Setelah terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.714/Menhut-II/2011
tanggal 19 Desember 2011 tentang Penetapan wilayah KPHP Model Limau (Unit VII),
operasionalisasi KPH Model Unit VII – Hulu dilaksanakan melalui berbagai kegiatan,
seperti : prakondisi pengelolaan hutan (pengadaan sarana/prasarana; tata hutan dan
penyusunan RPHJP yang difasilitasi oleh BPKH XIII Pangkal Pinang), dan konvergensi
kegiatan teknis di lokasi KPH dari UPT Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
Provinsi/Kabupaten.
Mengingat Permenhut P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL/P baru terbit tahun 2013, dan dari
hasil diskusi dengan para Kepala KPH lingkup Regional Sumatera, maka disepakati
bahwa periode RPHJP KPHL/P adalah 2014 - 2023.
1.2. Maksud dan TujuanPenyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPH-JP) KPHP Unit
VII-Hulu dimaksudkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan pada
Wilayah KPHP Unit VII-Hulu selama 10 (sepuluh) tahun dari 2014-2023.
Adapaun tujuan penyusunan dokumen RPH-JP KPHP Unit VII-Hulu adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan yang memberikan manfaat
sosial, ekonomi, dan ekologi yang berkelanjutan melalui pengelolaan kawasan dan
seluruh potensinya secara komprehensif.
2. Mewujudkan suatu rencana pengelolaan hutan yang mempertimbangkan dan
memperhatikan potensi dan kekhasan KPHP Unit VII-Hulu
3. Mewujudkan Pengelolaan hutan yang efektif dan efisien
4. Menjamin terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal
5. untuk menjadi acuan bagi rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana
teknis pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu di tingkat
tapak.
6. Menjadi acuan unutk melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
7. Memudahkan dalam pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
3
1.3 SasaranTersusunnya rencana pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu, yang mencakup
kawasan hutan produksi seluas 121.102 ha yang terdiri dari kelompok HP Batang Asai,
HP Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale.
1.4 Ruang LingkupRuang lingkup penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang meliputi
aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, yang datanya diperoleh dari data informasi
hasil inventarisasi hutan dan penataan hutan serta sumber data lainnya, baik data primer
ataupun data sekunder.
Unsur-unsur materi yang disusun mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang KPHP Unit VII-Hulu meliputi:
1. Pendahuluan;
2. Deskripsi kawasan yang didalamnya terdapat informasi risalah wilayah KPH, potensi,
data informasi sosial budaya, serta data informasi perijinan yang telah ada;
3. Visi dan Misi dalam Pengelolaan hutan;
4. Analisis dan proyeksi, yang memuat analisa data dan informasi yang saat ini tersedia
baik primer maupun sekunder serta proyeksi kondisi wilayah KPH dimasa yang akan
datang;
5. Rencana kegiatan, yang memuat rencana kegiatan strategis selama jangka waktu
pengelolaan antara lain: inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya,
pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan
pemantauan (controlling) pada areal KPH yang telah ada ijin pemanfaatan maupun
penggunaan kawasan hutan dan penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin;
6. Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada
areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya,
penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, penyelenggaraan
koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi
dan stakeholder terkait, penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, penyediaan
pendanaan, pengembangan data base, rasionalisasi wilayah kelola, review rencana
pengelolaan dan pengembangan investasi;
4
7. Selain itu dalam dokumen ini juga memuat kegiatan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian serta pemantauan evaluasi dan pelaporan.
1.5 Batasan Pengertian1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (UU 41 tahun
1999).
3. Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, yang dalam
pelaksanaannya memperhatikan hak-hak masyarakat setempat, yang lahir karena
kesejarahannya dan keadaan hutan. Tata hutan mencakup kegiatan pengelompokan
hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya,
dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat
secara lestari. Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok
berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok dibagi
pada petak-petak berdasarkan intensitas dan efisiensi pengelolaan. Berdasarkan blok
dan petak disusun rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.
4. Areal tertentu adalah suatu areal tertentu, dalam kawasan hutan produksi, kawasan
hutan lindung, dan/atau kawasan hutan konservasi dapat ditetapkan sebagai hutan
desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, atau kawasan untuk tujuan khusus, sehingga
keeradaannya tidak lepas dari prinsip pengelolaan hutan lestari.
5. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik
bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya sehingga pemerintah
perlu menugaskan Kepala KPH untuk memanfaatkannya.
6. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui
keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.
7. Blok adalah bagian wilayah KPHP Unit VII-Hulu yang dibuat relatif permanen untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
8. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha
pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakukan pengelolaan atau silvikultur yang
sama.
9. Anak Petak adalah bagian dari petak yang bersifat temporer, yang oleh sebab
tertentu memperoleh perlakuan silvikultur atau kegiatan pengelolaan yang khusus.
5
10.Pengurusan Hutan meliputi kegiatan penyelenggaraan yaitu perencanaan kehutanan,
pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan pendidikan dan latihan serta
penyuluhan kehutanan dan pengawasan (UU 41 tahun 1999)
11.Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan
hutan, penatagunaan, kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan
penyusunan rencana kehutanan.
12.Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan dan konservasi alam.
13.Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
14.Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan
pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan
hutan.
15.Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan, dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
16.Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan
dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.
17.Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
18.Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah
topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang
berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainnya, menyimpan serta mengalirkannya
ke danau atau laut secara alami.
19.Unit pengelolaan hutan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi
pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, seperti KPHP
Unit VII-Hulu . Unit pengelolaan hutan merupakan kesatuan pengeloalan hutan terkecil
6
pada hamparan lahan hutan sebagai wadah kegiatan pengelolaan hutan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
20.Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi
pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
21.KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju
situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak.
22.Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) adalah kesatuan pengelolaan hutan
yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan produksi. KPHP
merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan produksi.
23.KPHP Unit VII-Hulu merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis
terpusat (tidak terpencar-pencar) yang terdiri dari satu atau lebih tipe tegakan,
mengandung atau akan ditanami tumbuhan pohon (vegetasi) berada dalam satu
kesatuan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan berbentuk kesatuan kepemilikan dan/atau
kesatuan perencanaan pengelolaan hutan untuk keperluan menerapkan suatu
preskripsi manajeman hutan dengan tujuan pengusahaan hutan lestari.
24.Para pihak adalah pengelola KPHP Unit VII-Hulu, perwakilan pemerintah yang
berwenang, serta perwakilan masyarakat penerima manfaat dan dampak pengelolaan
KPHP Unit VII-Hulu. Partisipasi parapihak dapat berupa penyampaian informasi
sebagai bentuk penyampaian informasi paling rendah, sampai dengan keterlibatan
parapihak pada setiap tahapan proses penyusunan rencana pengelolaan.
25.Tata batas dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu adalah melakukan penataan batas
dalam wilayah kelola KPHP Unit VII-Hulu berdasarkan pembagian blok dan petak.
26.Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan kewajiban Pemerintah, Provinsi
Jambi, kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala KPHP
Unit VII-Hulu. Kewajiban pelaksanaan pemberdayaan meliputi pendampingan
penyusunan rencana pengelolaan areal pemberdayaan masyarakat, serta penguatan
kapasitas atau kelembagaan.
27.Rencana pengelolaan hutan adalah konfigurasi peta situasi, visi, misi, tujuan dan
sasaran yang dijabarkan ke dalam resep atau arah manajemen strategi yang terpadu
yang menyangkut kelola kawasan, kelola pemanfaatan hutan, kelola pasar, kelola
konservasi dan kelola rehabilitasi-restorasi dalam kerangka pencapaian fungsi
ekonomi lingkungan dan sosial yang optimal.
28.Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah Rencana Pengelolaan hutan
pada tingkat strategi berjangka waktu 10 tahun atau seluruh jangka benah
pembangunan KPH
7
29.Rencana pengelolaan Jangka pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka
waktu satu tahun pada tingkat keiatan operasional berbasis petak dan/atau zona
dan/atau blok.
30.Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi
hasil hutan.
31.Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
32.Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekositemnya.
33.Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
34.Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang
berasal dari hutan.
8
BAB IIDESKRIPSI KAWASAN
2.1. Risalah Wilayah2.1.1 Letak
Merujuk pada Penetapan Wilayah KPH Provinsi Jambi oleh Menteri
Kehutanan melalui SK. Menhut Nomor SK. 77/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari
2010 terdapat 17 KPH di wilayah Provinsi Jambi meliputi area dengan luas ±
1.458.934 ha terdiri dari HL dengan luas ± 175.483 HP dengan luas ± 981.530 ha,
HPT dengan luas ±301.922. Salah satu KPH tersebut adalah KPHP Model Unit VII-
Hulu yang secara geografis terletak 102°46'12" sampai dengan 103°15’36" Bujur
Timur dan 02°45’00" sampai dengan 03°16'48" Lintang Selatan.
Secara administrasi pemerintahan, wilayah KPHP VII terletak di 4 (empat)
kecamatan, yaitu Kecamatan Pelawan, Kecamatan Limun, Kecamatan Cermin Nan
Gedang, dan Kecamatan Batang Asai. Batas-batas wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit
VII Hulu adalah sebagi berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan APL dan HP Batang Asai (Kabupaten
Merangin)
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumsel
- Sebelah Barat berbatasan dengan HL. Hulu Landai Bukit Pale (Kabupaten
Merangin)
- Sebelah Timur berbatasan dengan APL
2.1.2. LuasKPHP Unit VII-Hulu Unit VII di Kabupaten Sarolangun telah ditetapkan
sebagai KPHP Model sesuai SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011 tanggal 19
Desember 2011 dengan luas ± 121.102 ha, dengan rincian sebagaimana pada
Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan di KPHP Model Unit VII-Hulu(SK Menhut Nomor SK. 714/Menhut-II/2011)
No Fungsi Hutan Luas
1 Hutan Lindung 54.793 ha
2 Hutan Produksi Tetap 22.502 ha
3 Hutan Produksi 43.807 ha
Jumlah 121.102 haSumber : Disbunhut Kab. Sarolangun tahun 2013
9
Dari Tabel 2.1. di atas terdapat dua fungsi hutan yaitu hutan produksi dan hutan
lindung, namun secara luasan didominasi oleh hutan produksi sehingga KPHnya
berupa KPHP.
2.1.3 AksesibilitasAkses menuju KPHP ini dapat ditempuh melalui jalan darat dari ibukota
kabupaten yaitu Sarolangun. Jarak terdekat dengan ibukota kabupaten adalah
wilayah Pelawan dan Limun yang dapat ditempuh selama 20 menit sedangkan yang
terjauh adalah wilayah Batang Asai dan hulu limun yang memerlukan perjalanan 5
jam.
Akses menuju desa-desa yang terdekat dengan kawasan KPHP Model Unit
VII-Hulu umumnya jalan darat yang berupa jalan aspal dan jalan tanah. Pada
beberapa tempat seperti di kawasan HP. Limun dan Batang asai (bukit raya),
terdapat jalan aspal yang membelah kawasan hutan.
Infrastruktur yang terdapat di KPHP Model Unit VII-Hulu adalah adanya jalan
yang mendukung kegiatan pengelolaan hutan. Seperti yang telah diuraikan diatas
bahwa jalan menuju lokasi desa di sekitar KPHP Model Unit VII-Hulu sebagian sudah
jalan aspal dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah, sehingga akses menuju
lokasi harus dilalui dengan menggunakan kendaraan roda empat double gardan.
Transportasi memegang peranan penting dalam menunjang mobilitas
masyarakat serta barang dan jasa yang keluar maupan masuk. Komunikasi dan
penerangan saling mengkait dalam mendukung arus informasi di dalam dan keluar
wilayah. Selain sarana transportasi sebagai aksesibilitas, perlu juga sarana
komunikasi dan penerangan.
Namun sarana komunikasi dan penerangan sangat terbatas. Ketersediaan
sarana transportasi, sarana komunikasi dan penerangan yang terbatas ini
menyebabkan masyarakat merasa terisolasi untuk melakukan berbagai macam
kegiatan, apalagi menyangkut transaksi dagang diantara desa-desa yang
bertetangga. Untuk itu, sarana transportasi antar desa dan sarana penerangan perlu
mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah sehingga mempermudah akses
masyarakat untuk memperoleh kebutuhan hidup lainnya serta dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan menjual hasil panennya ke desa-desa lain, kota
kecamatan bahkan kota kabupaten.
10
2.1.4 BatasDilihat dari sejarahnya, kawasan HP. Batang Asai merupakan kawasan
Register peninggalan jaman Belanda dan pernah dilaksanakan penataan batas.
Adapun untuk wilayah HP. Batang Asai I dan HP. Bukit Pale Hulu Landai telah
dilaksanakan penataan batas pada tahun 1998 sepanjang 75 km oleh Sub Balai
Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Jambi.
Kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu juga berbatasan dengan cukup banyak
desa-desa. Beberapa diantaranya merupakan desa transmigrasi (Trans Sungai
Dingin). Bahkan beberapa pusat desa diantaranya berada dalam kawasan.
Tercatat ada 52 desa yang terpengaruh dengan keberadaan KPHP Model Unit VII-
Hulu seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Daftar Desa yang terpengaruh dengan keberadaanKPHP Model Unit VII-Hulu
Sumber : BPS Kabupaten Sarolangun
Wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu Sarolangun juga berbatasan dengan
Kabupaten Merangin lebih tepatnya berbatasan dengan KPHP Lubuk Pekak
Merangin. Selain itu KPHP Unit VII-Hulu berbatasan langsung dengan Kabupaten
Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.
2.1.5 TopografiDilihat dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 50.000, wilayah KPHP
termasuk lahan kering dengan topografi bergelombang ringan sampai berat, dengan
ketinggian 68 – 553 m dpl.
Zz No Kecamatan Ibukota
Jumlah Desa/Kelurahan
2007 2010
Buah Buah
1. Batang Asai Pekan Gedang 20 20
2. Limun Pulau Pandan 13 13
4. Pelawan Pelawan 11 11
10Cermin Nan
Gedang
Cermin Nan
Gedang8 8
Jumlah 52 52
11
Berdasarkan Peta Kelas Lereng Provinsi Jambi dan berdasarkan pengamatan
secara umum kawasan hutan KPHP Unit VII-Hulu mempunyai medan datar sampai
dengan bergelombang dengan persentase kelerengan yang bervariasi yang terdiri
dari 80 % areal bertopografi datar (0 - 8 %), 10 % bertopografi landai (8 – 15 %) dan
10 % areal bertopografi agak curam (15 – 25 %). Kawasan KPHP Limau (Unit VII)
mempunyai ketinggian diantara 50 – 300 dari permukaan laut.
2.1.6 Geologi dan Jenis TanahJenis tanah di wilayah Kabupaten Sarolangun cukup beragam di berbagai
tempat. Rincian dari jenis-jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Sarolangun adalah
sebagai berikut : podsolik, seluas 73,8 persen yang mayoritas terdapat dalam
wilayah Kecamatan Mandiangin dan Limun, sedangkan sebagian lagi terdapat dalam
Kecamatan Sarolangun, Batin VIII, Pauh, Air Hitam, Pelawan, Singkut dan Batang
Asai. Latosol, seluas 20 persen terdapat dalam wilayah Kecamatan Batang Asai dan
Sarolangun. Organosol, seluas 4,2 persen berada dalam wilayah Kecamatan Pauh
dan sebagaian kecil di Kecamatan Pelawan, Singkut. humic gley, seluas 2,0 persen
terdapat di wilayah Kecamatan Sarolangun, Pauh dan Pelawan, Singkut.
Jenis tanah pada wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-hulu secara umum
termasuk kategori jenis tanah Podsolik, komplek podsolik latosol serta komplek
andosol dan latosol.
Tabel .2.3. Jenis tanah di Kabupaten Sarolangun berdasarkan luasan
Sumber : Badan Pertanahan Kabupaten Sarolangun Tahun 2013
2.1.7 Iklim dan DASDari sisi iklim, KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun termasuk beriklim tropis.
Keadaan iklim rata-rata dari tahun 2007 sampai 2012 berkisar antara 23oC-32oC.
No Kecamatan
Jenis Tanah (Ha)
PMK Latosol Andosol AluvialKomp
Latosol+
Litosol
Jumlah
1.
2.
3
4
Pelawan
Limun
Cermin Nan
Gedang
Batang Asai
29.945
6.560
-15.400
67.601
4.320
5.595
-
10.155
-
14.720
-
5.420
16.033
16.785.
-
42.700
-
-
-
50.300
111.900
-
85.800
12
Kelembaban udara rata-rata berkisar 78%. Dan curah hujan rata-rata 260 mm.
Tabel 2.4. Curah Hujan Tahun 2010 di Kabupaten Sarolangun
TahunBulan
Curah Hujan (Mm) BanyaknyaHari Hujan
2010 2010Januari 305,6 16
Februari 349,1 17
Maret 253,1 10
April 188,8 8
Mei 174,1 10
Juni 65,4 5
Juli 152,4 10
Agustus 195,9 11
September 143,3 6
Oktober 797,8 8
November 401,1 10
Desember 765,5 6Sumber : BPS Sarolangun Dalam Angka Tahun 2011
Keadaan hidrologi umumnya berpengaruh secara langsung terhadap sumber
daya lahan dan potensi yang dimiliki Kabupaten Sarolangun. Dimana wilayah
Kabupaten Sarolangun itu sendiri terbagi dalam 4 DAS yaitu DAS Batang Tembesi,
DAS Batang Asai, DAS Batang Limun, dan DAS Batang Air Hitam. Dampak dari di
kelilinginya wilayah Kabupaten Sarolangun adalah jika musim hujan cenderung air
yang mengalir pada DAS tersebut akan meluap hingga berpengaruh pada
permukaan.
Di dalam kawasan hutan KPHP Limau (Unit VII) terdapat sungai-sungai dan
kanal-kanal yang hampir semuanya dapat digunakan sebagai transportasi bagi
perusahan maupun masyarakat setempat.
2.1.8 Sejarah Wilayah KPHPKawasan hutan untuk KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-Hulu merupakan Hutan
Negara, berdasarkan fungsinya merupakan Hutan Produksi dan Hutan Lindung
terdiri dari HP Batang Asai, HP Sungai Kutur, HPT Lubuk Pekak, HL Tinjau Unit VII-
Hulu, dan HL Hulu Landai Bukit Pale.
13
Sejak awal dekade 1970-an, pemanfaatan kawasan hutan di Kabupaten
Sarolangun telah dibagi-bagi dalam bentuk kelola manajemen HPH dengan orientasi
pemanfaatan hasil hutan kayu. Namun dalam pelaksanaannya kinerja HPH sering
mengabaikan aspek-aspek kelestarian sehingga kelestarian produksinya tidak
terjaga yang menyebabkan kawasan mengalami degradasi dan deforestrasi.
Wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII – Hulu setelah tidak dikelola oleh ex HPH
PT. Nusaleace Tc, PT. Pulau Krakatau (PT. Inhutani V), dan PT. Bina Lestari hanya
dilakukan tindakan pengamanan dan perlindungan hutan yang dilakukan oleh aparat
kehutanan baik Provinsi maupun Kabupaten untuk menjaga kawasan hutan tersebut.
Didalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu Unit VII – Hulu terdapat lokasi yang
sedang diusulkan untuk review tata ruang seluas 3000 ha. Kondisinya sudah berupa
pemukiman masyarakat, kebun karet dan sawit masyarakat Kecamatan Cermin Nan
Gedang.
Dalam kawasan KPHP Unit VII-Hulu Unit VII-Hulu tidak ada peruntukan
kawasan untuk kegiatan-kegiatan non kehutanan baik perkebunan, transmigrasi
maupun pencadangan lahan untuk kegiatan lainnya yang dikeluarkan oleh Bupati
Sarolangun. Namun demikian, saat ini di kawasan KPHP Unit VII-Hulu telah ada
rencana pemanfaatan kawasan untuk konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) bagi
PT. Gading Karya Makmur dan PT. Hijau Arta Nusa yang prosesnya sudah pada
tahap SP 2 dan SP 1.
2.1.9 Pembagian BlokBerdasarkan pertimbangan berbagai kondisi yang ada maka tata hutan KPHP
Model Unit VII - Hulu dilakukan dengan membagi kawasan dalam blok-blok seperti
tersebut diatas. Sebaran luasan untuk masing-masing pemanfaatan kawasan hutan
disajikan pada Tabel 2.5.
2.2 Potensi Sumberdaya Hutan2.2.1 Penutupan Hutan
Berdasarkan hasil penafsiran penutupan lahan diperoleh hasil tutupan lahan di
KPHP Model Unit VII – Hulu masih memiliki areal berhutan seluas 49.452,83 ha
(43,82 %) dan non hutan seluas 63.727,64 ha (56,18 %). Lebih rinci tutupan lahan
dapat dilihat seperti pada tabel 2.6.
14
Tabel .2.5. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan
No. Blok Tata Hutan Luas (ha)1 Hutan Lindung
1. HL Bukit Tinjau Limun
Blok Perlindungan Inti 38.582
Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 7.474
2. HL Bukit Hulu Landai Bukit Pale
Blok Perlindungan 6.226
Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 2.524
2 Hutan Produksi Terbatas
HPT. Bukit Lubuk Pekak
Blok Perlindungan 8.595
Blok Pemanfaatan Terbatas 13.249
Blok Pemberdayaan Masyarakat 953
3 Hutan Produksi
1. HP Batang Asai
Blok Pemanfaatan 11.506
Blok Pemanfaatan Terbatas 9.755
Blok Pemberdayaan Masyarakat 4.721
2. HP Sungai Kutur
Blok Pemanfaatan 12.253
Blok Pemanfaatan Terbatas 1.502
Blok Pemberdayaan Masyarakat 3.763
Luas Total 121.102
Tabel 2.6. Luas dan Persentase Tutupan Lahan di KPHP Model Unit VII-Hulu
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Hutan Primer 3575,80 2,86
2 Hutan Bekas Tebangan 92242,00 74
`3 Belukar Muda dan Semak 9605,10 7,76
4 Perkebunan/Perkebunan Campuran 2121,19 17
5 Tanah Terbuka 82,46 0,7
6 Pertanian Campuran 13583,44 11
7 Transmigrasi 47,10 0,04Sumber : Citra landsat tahun 2009
15
Pada HP. Batang Asai, HP. Sungai Kutur dan HL Hulu Landai Bukit Pale,
vegetasi yang dominan adalah hutan bekas tebangan (74 %). Lahan yang berupa
pertanian campuran juga cukup tinggi di wilayah ini yaitu mencapai 11 %. Sementara
tutupan lahan berupa hutan primer hanya 2,86 %. Selanjutnya tutupan lahan lainnya
berupa kebun campuran, tanah terbuka dan semak belukar.
Dengan demikian diketahui bahwa hanya sebagian saja areal di dalam
kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang masih berhutan, itupun berupa hutan
bekas tebangan. Sebagian besar diantaranya telah berubah menjadi areal pertanian,
perkebunan dan pemukiman.
Keadaan hidrologi umumnya berpengaruh secara langsung terhadap sumber
daya lahan dan potensi yang dimiliki Kabupaten Sarolangun. Dimana wilayah
Kabupaten Sarolangun itu sendiri terbagi dalam 4 DAS yaitu DAS Batang Tembesi,
DAS Batang Asai, DAS Batang Limun, dan DAS Batang Air Hitam. KPHP Model Unit
VII-Hulu sendiri dialiri oleh DAS Batang Asai dan Das Batang Limun yang mana
didalam kawasan hutan tersebut terdapat sungai-sungai dan kanal-kanal yang
hampir semuanya dapat digunakan sebagai transportasi bagi perusahan maupun
masyarakat setempat.
Potensi non kayu yang terdapat di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Model Unit VII - Hulu di antaranya adalah Rotan, Karet , Madu, Damar, dan
Cempedak. Karet banyak terdapat di area kawasan Hutan Produksi Model Unit VII -
Hulu yang sudah dijadikan area perkebunan oleh masyarakat.
Potensi Jasa Lingkungan di sekitar wilayah KPHP Model Unit VII - Hulu
terdapat obyek wisata Goa Bukit Bulan yang terdapat di desa Bukit Bulan. Goa
tersebut bisa menjadi jalan setapak untuk warga menuju ke kawasan wilayah KPHP
Model Unit VII - Hulu. Potensi jasa lingkungan air sungai untuk wisata arung jeram,
lubuk larangan, air terjun seluro di Batang Asai, sumber mata air pemandian dewa di
Bukit Bulan yang dapat dikembangkan menjadi unit kelola usaha air minum dalam
kemasan.
Jenis satwa yang terdapat di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Model Unit VII - Hulu meliputi Harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrea), Babi
(Sus scrofa), Ular, Burung Murai (Copsychus Malabaricus) dan berbagai jenis satwa
lainnya. Harimau Sumatra menjadi salah satu satwa langka yang dilindungi oleh
pemerintah.
Sedangkan potensi jenis tanaman berupa kayu adalah : Bulian/ Ulin
(Eusideroxylon zwagerii T.et.B), Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera sp),
16
Gaharu (Acquillaria sp), Meranti (Shorea spp.).Dari hasil inventarisasi, wilayah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu masih memiliki
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan
potensinya, keadaan pohon/kayu yang ada di kawasan Hutan Produksi Model Unit
VII - Hulu cukup besar yaitu sebesar 29.834,309 m3. Dari hasil survei di lapangan,
diketahui bahwa area Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu
didominasi oleh tingkat pohon muda (pancang dan tiang). Jumlah pohon dewasa
semakin jarang dijumpai. Untuk tegakan hutan alam maupun tanaman sangat
berpotensi untuk pengembangan skema REDD.
2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat2.3.1. Kondisi Sosial Ekonomi
Kabupaten Sarolangun merupakan kabupaten pemekaran yang mempunyai
sumber daya alam yang cukup besar seperti pertanian, perkebunan, kehutanan dan
pertambangan dan lain sebagainya.
Masyarakat kabupaten Sarolangun masih memegang teguh adat dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam hal peranan dalam pengelolaan sumber
daya hutan. Pada wilayah KPHP Unit VII-Hulu, yakni pada Kecamatan Limun
terdapat juga kawasan hutan adat Bukit Bulan seluas 1.430 Ha yang tersebar di 5
desa yaitu desa Berkun, Mersip, Meribung, Napal Melintang dan Lubuk Bedorong.
Pada umumnya masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hasil hutan non kayu
dari wilayah KPHP VII juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat seperti halnya
rotan, Damar, Jernang,, gaharu dan lain sebagainya untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
Sebagian besar penduduk di sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan
menanam sayuran, buah – buahan, karet atau kelapa sawit. Biasanya lahan
perkebunan yang mereka punya adalah warisan turun temurun dari nenek moyang
mereka yang terkadang lahan yang mereka klaim berada di dalam kawasan hutan,
karena kebun mereka itu adalah warisan turun temurun dari nenek moyang mereka
yang sudah berpuluh-puluh tahun. Disinilah peran pemerintah untuk
mensosialisasikan batas kawasan hutan yang ada agar nantinya tidak menjadi
konflik yang berkepanjangan.
17
Tabel 2.7. Jumlah Penduduk di wilayah KPHP Unit VII-Hulu
No. Kecamatan Luas JumlahPenduduk
Kepadatan
1. Batang Asai 858 16 036 19
2. Limun 799 15 343 19
3. Cermin Nan Gedang 320 10 858 34
4. Pelawan 330 28 138 85
Jumlah 2.307 70.375 39,25Sumber : BPS Kabupaten Sarolangun 2011
Selama ini proses transaksi jual beli yang terjadi antara masyarakat di daerah
sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu adalah adanya pedagang pengumpul
yang datang ke desa untuk membeli hasil panen masyarakat setempat atau dijual
pada pengumpul yang berada di desa itu sendiri. Umumnya hasil panen yang
dipasarkan adalah tanaman perkebunan dan buah-buahan, sebagian tanaman
pangan, palawija dan sayuran. Jika petani menjual ke pedagang pengumpul yang
datang ke desa maka penentuan harga jual sebagian besar ditentukan oleh
pedagang, mengingat biaya pemasaran ditanggung pedagang. Namun masyarakat
merasa senang karena ada pedagang pengumpul yang datang ke desa untuk
membeli hasil panen, sekalipun dengan harga yang rendah. Masyarakat di daerah
sekitar kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu berpikir bahwa mereka tidak perlu untuk
membawa hasil panen dari desa sampai ke pasar lagi karena ada yang
mempermudah transaksi jual beli, mengingat jarak ke pasar cukup jauh dan
kendaraan yang digunakan haruslah kendaraan double gardan karena akses jalan
yang tersedia masih berupa jalan tanah. Masyarakat akan ke pasar dengan hasil
panen mereka, apabila ada kebutuhan lain yang harus dibelanjakan.
2.3.2. Kondisi Sosial BudayaSebagian besar pendapatan ekonomi penduduk yang berada di sekitar
kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu adalah mata pencaharian dari sektor pertanian
berupa persawahan irigasi dan non irigasi, pertanian lahan kering dan perkebunan
khususnya kebun karet. Sebagian lagi dari penduduk bekerja dibidang perdagangan
dan pegawai negeri sipil.
Kecamatan dan DesaTerdapat 4 (empat) wilayah Kecamatan dan 9 (sembilan) wilayah Desa yang
berada didalam atau disekitar wilayah KPHP Model Limau, Kab. Sarolangun, masing
18
–masing diantaranya adalah : Kec. Batang Asai, Kec. Limun dan Kec. Cermin Nan
Gedang, sedangkan Desa-Desanya adalah (Desa Muara Pemuat, Desa Raden
Anom, Desa Lubuk Bangkar, Desa Panca karya, Desa Lubuk Bedorong, Desa Napal
Melintang, Desa Sikamis, Desa Teluk Rendah dan Desa Kampung Tujuh).
KelembagaanKelembagaan yang ada pada tiap desa meliputi lembaga formal dan lembaga
informal. Lembaga formal yang ada pada tiap desa adalah Kepala Desa berserta
perangkatnya yang paling aktif dalam pengelolaan masyarakat desa, disamping itu
ada juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tetapi belum aktif dalam pengelolaan
desa karena berbagai keterbatasan terutama belum jelasnya pembagian peran dan
tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Lembaga informasi yang cukup aktif
adalah Lembaga Adat yang diwakili oleh Ketua Adat pada setiap dusun, fungsi
utamanya terutama menyangkut penyelesaian persengketaan/perselisihan antar
warga sehari-hari serta menyangkut adat istiadat yang berkaitan dengan upacara
adat. Di samping itu ada PKK dan Karang Taruna yang aktifitasnya timbul
tenggelam serta organisasi olah raga dan kesenian.
2.4. Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan2.4.1. Ijin Pemanfaatan Hutan
Di wilayah KPHP Unit VII-Hulu di Kabupaten Sarolangun terdapat areal Ex.
HPH PT. Bina Lestari seluas 32.680 yang telah habis masa berlakunya pada Tahun
1999. Sampai dengan saat ini areal eks HPH tersebut belum ada pengelolanya.
Namun demikian dari luas wilayah KPHP Unit VII-Hulu seluas 121.102 Ha telah
dialokasikan atas permohonan ijin usaha pemanfaatan hutan berupa ijin HTI PT.
Gading Karya Makmur dan PT. Hijau Antar Nusa seluas 32.680 Ha hingga saat ini
telah SP-1 atau masih dalam proses di Kementerian Kehutanan.
Pada umumnya kawasan hutan yang tidak ada pengelolanya sangat rawan
terhadap perambahan hutan dan tebangan liar serta kebakaran hutan karena
masyarakat beranggapan bahwa hutan dimaksud seolah-olah tidak ada pemiliknya,
sementara sosialiasasi dan pendekatan pemerintah baik pusat, propinsi dan
kabupaten sangat minim dan lemah ditingkat pengawasan.
19
Gambar 2.1. Gambar Peta Pemanfaatan KPHP Unit VII-Hulu Unita Vii - Hulu
2.4.2. Ijin Penggunaan Kawasan Hutan/ Pinjam Pakai Kawasan HutanBerdasarkan analisis spasial data di tingkat provinsi, pada wilayah KPHP
Model Unit VII-Hulu terdapat penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pertambangan. Saat ini terdapat pertambangan yang arealnya masuk dalam
kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu, yaitu ijin pinjam pakai kawasan pada HL Hulu
Landai Bukit Pale untuk usaha pertambangan emas (PT. Aneka Tambang)
2.5. Kondisi KPHP Dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah2.5.1. Perspektif Tata Ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sarolangun ditetapkan
melalui Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2007 dengan masa berlaku 10 tahun
(2004-2014). Secara struktural, tata ruang wilayah Kabupaten Sarolangun dibagi
menjadi 3 (tiga) sub sistem yang disebut sebagai wilayah pengembangan, yaitu :
1. Sub Sistem I (Wilayah Pengembangan Sarolangun Bawah/Hilir)
Wilayah ini diarahkan bagi pengembangan perkebunan dan tanaman keras.
Wilayah pengembangan berada di bagian timur kabupaten, meliputi ; Kecamatan
Mandiangin, Air Hitam dan Pauh.
20
2. Sub Sistem II (Wilayah Pengembangan Sarolangun Tengah)
Wilayah ini diarahkan bagi pengembangan perdagangan dan jasa. Wilayah
pengembangan berada di bagian tengah kabupaten, meliputi ; Kecamatan
Sarolangun, Pelawan, Singkut dan Bathin VIII.
3. Sub Sistem III (Wilayah Pengembangan Sarolangun Atas/Hulu)
Wilayah ini diarahkan sebagai wilayah lindung serta pengembangan bagi
pertanian tanaman pangan padi sawah. Wilayah pengembangan berada di
bagian Barat kabupaten, meliputi ; Kecamatan Batang Asai, Cermin Nan Gedang
dan Limun.
Berdasarkan Perda RTRW Kabupaten (Pasal 10), penataan ruang disusun
menurut strategi pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi :
1. Arahan pemanfaatan kawasan lindung.
2. Arahan pengembangan kawasan budidaya.
3. Arahan pengembangan budidaya perkebunan.
4. Arahan pengembangan budidaya kehutanan.
5. Arahan pengembangan sektor pariwisata.
6. Arahan pengembangan kawasan pemukiman.
7. Arahan pengembangan sistem kota-kota.
8. Arahan pengembangan prasarana wilayah.
9. Arahan pengembangan kawasan prioritas.
Sesuai RTRW Kabupaten Sarolangun, pola penggunaan lahan (present land
use) dibagi menjadi 3, yaitu untuk hutan, perkebunan, pertanian dan pemukiman.
Penggunaan lahan yang paling dominan adalah untuk kebun campuran yaitu
299.667 ha dengan komoditi utama berupa tanaman karet dan kelapa sawit.
Tabel 2.8. Sebaran Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi di Kab. Sarolangun
Keterangan : CA: Cagar Alam ; HP : Hutan Produksi HPT : Hutan Produksi Terbatas ; HL :Hutan Lindung (Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2010)
No KecamatanKawasan Hutan
JumlahCA TN HL HP HPT
1 Sarolangun - - - 950 2.365 3.315
2 Pelawan
Singkut
- - - 6.735 - 6.735
3 Limun - - 21.065,00 37.345 - 58.4104 Batang Asai - - 33.220,00 6.122 23.393,24 62.735,44
5 Pauh - - - 18.778 15.743,00 43.331,00
6 Mandiangin 73,74 8.810 - 29.921 47.856,63 77.851,37Jumlah 73,74 8.810 54.285,20 99.851 89.357,87 252.377,81
21
Upaya pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu tetap mengacu pada rencana
tata ruang kabupaten dan provinsi. Karena KPHP Model Unit VII-Hulu berada di zona
hulu Kabupaten Sarolangun dan kawasannya berstatus sebagai hutan produksi dan
hutan lindung maka pola pemanfaatannya diarahkan sebagai kawasan perlindungan.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sarolangun, sebagian
kawasan di wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu yang merupakan kawasan produksi
maka pola pemanfaatan diarahkan untuk pemanfaatan kawasan dalam hal produksi
baik kayu maupun non kayu.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi dan
RTRW Kabupaten Sarolangun, rencana pola ruang di sekitar wilayah KPHP Model
Unit VII-Hulu sebagian besar merupakan pertanian. Peruntukan pertanian ini
mencakup kebun campuran, kebun karet, kebun swasta sejenis dan sawah irigasi
teknis.
2.5.2. Perspektif Pembangunan DaerahKPHP Model Unit VII-Hulu berperan penting bagi pembangunan daerah.
Dalam sektor kehutanan KPHP Model Unit VII-Hulu diharapkan dapat menunjang
pembangunan jangka panjang Jambi melalui peningkatan pemanfaatan sumber daya
alam guna penyediaan sumberdaya pangan yang berkelanjutan.
Selain itu keberadaan KPHP Model Unit VII-Hulu juga diharapkan dapat
mendukung pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) sebagai bagian dari
upaya (i) Membangun pertanian terutama pangan dan perkebunan berskala teknis
dan ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat guna
dan (ii) Membangun industri pengolahan dan manufaktur yang berdaya saing global
dengan menciptakan nilai tambah potensial yang proporsional dengan memperkokoh
kemitraan hulu-hilir, serta industri kecil, menengah, dan besar.
Pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB
Kab. Sarolangun menjadi 39,08% lebih tinggi dibanding sektor pertambangan yang
kontribusinya mencapai 34,06%. Dengan kontribusi terbesar ini menjadikan sektor
pertanian menjadi sektor utama penggerak perekonomian Kabupaten Sarolangun.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten
Sarolangun maka selama periode 2005-2025 diharapkan terjadi perubahan dan
peningkatan secara siginifikan sehingga dapat terwujud hal-hal sebagai berikut :
Terpeliharanya luasan lahan untuk kegiatan hutan produksi;
22
Meningkatnya minat masyarakat untuk mengelola hasil-hasil hutan produksi dan
untuk hasil hutan produksi yang berkembang sudah memiliki nilai tambah yang
berarti;
Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan sudah dilaksanakan dan semakin
tegasnya penegakan hukum terhadap penebangan liar (illegal logging) dan
penyelundupan kayu;
Semakin mudahnya mendapatkan benih kayu unggul melalui program pembibitan
benih kayu unggul terutama waktu produksi yang relatif lebih singkat;
Teknologi pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi semakin luas.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Kabupaten Sarolangun maka dalam jangka 5 tahun (2011-2016) sektor kehutanan
diharapkan dapat mendukung pencapaian Misi Pengembangan Agropolitan. Misi ini
dapat tercapai apabila didukung pula dengan terwujudnya kelestarian sumber daya
hutan. Pencapaian ini dilakukan dengan revitalisasi pertanian melalui kegiatan
rehabilitasi lahan kritis, pemantapan kawasan hutan, dan peningkatan upaya
perlindungan hutan.
2.6. Pembangunan Kehutanan di Wilayah KPHPKegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pada wilayah KPHP Model Unit VII-
Hulu baru sampai pada tahap persiapan atau prakondisi pembangunan KPHP.
Kegiatan pembangunan saat ini difokuskan pada penyusunan dokumen kebijakan,
survey dan identifikasi potensi, kondisi fisik dan permasalahan. Kegiatan ini
diharapkan dapat menggunakan anggaran APBD Kabupaten Sarolangun, APBD
Provinsi Jambi melalui Dinas Kehutanan, dan APBN melalui Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Kementerian Kehutanan.
Sarana dan prasarana KPHP Model Unit VII-Hulu difasilitasi oleh UPT
Kementerian Kehutanan (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIII Pangkal
Pinang). Juga didukung oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan UPT-UPT Kementerian
Kehutanan yang ada di Palembang sebagai upaya mendukung percepatan
beroperasinya KPHP Model Unit VII-Hulu.
2.7. Isu Strategis, Kendala, dan PermasalahanSebagian lahan pada HP Batang Asai dan HP Sungai Kutur serta HL Hulu
Landai bukit Pale telah berubah menjadi lokasi pemukiman masyarakat dan kebun.
Pada tahun 2005, berdasarkan hasil inventarisasi kawasan HP Batang Asai dan HP
Sungai Kutur oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun
23
diperoleh hasil 25 % kawasan hutan telah berubah fungsi menjadi pemukiman,
perkebunan karet dan sawit, fasilitas umum dan persawahan.
Pokok permasalahan kawasan di KPHP Unit VII-Hulu di Kabupaten
Sarolangun adalah kebutuhan lahan yang disebabkan kurangnya lahan garapan dan
kebutuhan kayu untuk kehidupan masyarakat sehari-hari sehingga mengakibatkan
mendorong terjadinya praktek illegal logging dan perambahan hutan di hampir
seluruh kawasan hutan terutama yang sangat berdekatan dengan perkampungan
penduduk dan kebun garapan masyarakat.
Disamping itu perambahan dan perladangan oleh masyarakat, lebih
didorong oleh motif ekonomi dan penguasaan atas sumber daya lahan. Korelasi
permasalahaannya adalah kemiskinan masyarakat sekitar kawasan hutan. Hal ini
berhubungan dengan persoalan akses yang terbatas, terutama dalam hal
memperoleh sumber penghasilan. Disamping itu masih terdapat persoalan lain
seperti ketersediaan air, tata batas kawasan dan konflik horizontal pemanfaatan
kawasan.
Salah satu ketertinggalan fungsi produktifitas masyarakat mengakses
potensi sumber daya hutan adalah teknologi kehutanan yang masih tertinggal
dibanding sektor lain serta pelaksanaan pembangunan kehutanan yang bersifat
konvensional merupakan kendala dalam pengelolaan hutan.Isu strategis dan kendala serta permaslahan yang ada di KPHP Unit VII-Hulu
Sarolangun dikelompokkan ke dalam beberapa aspek, yaitu aspek ekologi, aspek
ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek kelembagaan.
2.7.1. Aspek Ekologia. Belum tersedianya rencana pengelolaan yang mantap.
b. Belum adanya data/informasi secara detail mengenai kawasan hutan, yang meliputi
potensi hutan (kayu, non kayu, jasa lingkungan dan wisata alam), kondisi dan
permasalahan sosekbud masyarakat sekitar hutan.
c. Banyak kawasan hutan yang kondisinya kritis berupa (lahan terbuka, semak belukar
dan hutan sekunder dengan potensi rendah, sebagai akibat perambahan,
peladangan, dan penyerobotan kawasan hutan).
d. Adanya permasalahan tenurial di dalam kawasan, misalnya adanya perkebunan
kelapa sawit yang disinyalir berada di dalam kawasan KPHP Unit VII-Hulu
Sarolangun dan adanya pemukiman masyarakat di dalam kawasan. Permasalahan
ini menjadi salah satu isu penting dalam pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu
24
Sarolangun, karena kemantapan kawasan merupakan syarat bagi terjaminnya
pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
e. Terjadnya gangguan keamanan hutan dalam bentuk perambahan, ilegal logging,
penguasaan lahan, perladangan dan lainnya.
2.7.2 Aspek EkonomiAspek ekonomi merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhitungkan
dalam pembangunan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun. Kesejahteraan masayarakat sekitar
hutan secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi keamanan hutan.
Kemiskinan dapat menjadi pendorong kegiatan illegal di dalam kawasan hutan. Selain
itu, kebutuhan akan lahan untuk pembangunan non kehutanan yang semakin
meningkat untuk memenuhi kebutuhan hidup juga dapat mengancam keberadaan
hutan.
Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
meliputi :
a. Akses pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam guna memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap konsumsi jasa hutan belum dikembangkan secara optimal.
b. Belum dikembangkannya jenis-jenis tanaman yg bernilai ekonomis tinggi untuk
mendukung pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraannya dan
mendorong kemandirian pengelolaan KPH.
c. Belum dikembangkannya akses pasar hasil hutan, khususnya HHBK.
d. Rendahnya insentif dan bantuan modal dari pemerintah dan sektor swata untuk
mengembangkan usaha di bidang kehutanan.
e. Masih terbatasnya infrastruktur di wilayah KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun untuk
mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi.
2.7.3 Aspek Sosial BudayaKeberhasilan pengelolaan hutan di tingkat tapak sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosial budaya masyarakat di sekitarnya. Masyarakat di sekitar kawasan KPHP Unit VII-
Hulu Sarolangun mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan
didekatnya. Sejauh ini permasalahan yang dihadapi dalam aspek sosial budaya,
diantaranya :
a. Masyarakat sekitar hutan sebagian besar belum mengetahui keberadaan KPHP Unit
VII-Hulu Sarolangun di sekitar mereka.
b. Rendahnya pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap usaha-usaha
konservasi, perlindungan dan pemeliharaan kawasan hutan. Selama ini masyarakat
menganggap hutan hanyalah sebagai cadangan lahan baru untuk bertani dan
25
berkebun, sumber kayu untuk bahan bangunan dan kayu bakar, pangan dan obat-
obatan.
c. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan lahan
dikawasan hutan dan peningkatan nilai tambah hasil-hasil hutan, khususnya HHBK.
d. Belum diakuinya secara yuridis (formal) keberadaan masyarakat adat beserta nilai-
niai kearifan lokalnya, yang seharusnya menjadi bagian dalam kegiatan pengelolaan
kehutanan, termasuk belum dilibatkannya tokok-tokoh kunci dalam masyakat seperti
tokoh agama dan tokoh adat.
2.7.4 Aspek KelembagaanSalah satu ketidakberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia
dikarenakan lemahnya kelembagaan pengelolaan di tingkat tapak. Permasalahan
lemahnya kelembagaan yang dihadapi oleh KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun, tidak hanya
berpusat pada organisasi KPHnya tetapi juga lemahnya kelembagaan di masyarakat
sekitar kawasan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi, diantaranya :
a. Belum adanya sarana dan prasarana lengkap yang mendukung beroperasinya
kelembagaan KPH sampai tingkat lapangan, seperti halnya perlengkapan dan
peralatan kerja dan sarana prasarana lainnya.
b. Kelembagaan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun berbentuk Unit Pelaksanaan
Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Sarolangun, sehingga secara otomatis mempunyai tugas dan fungsi pengurusan
hutan. Sedangkan berdasarkan PP no 6 tahun 2007, jo. PP 3 Tahun 2008 serta
Permenhut no P.6/Menhut-II/2010, menegaskan bahwa KPH mempunyai tugas
dan fungsi sebagai pengelola (pemangku) kawasan hutan. Konsekuensinya
adalah arah kebijakan yang dijalankan dalam lingkup pengurusan hutan, serta
system penganggarannya belum mandiri karena bergantung pada bidang-bidang
Dinas Kehutanan Kabupaten Unit VII-Hulu Sarolangun.
c. Struktur organisasi belum mencerminkan organisasi pengelolaan hutan sampai
tingkat tapak. Karena dalam struktur organisasi tersebut belum ada bagian/ resort
pengelolaan hutan dilapangan.
d. Jumlah personil KPH masih terbatas
e. Masih rendahnya kapasitas SDM yang ada dalam pengelolaan hutan.
f. Belum terbangunnya sistem data dan informasi SDH kawasan.
26
g. Keterbatasan tata hubungan kerja, karena tata hubungan kerja sebagai UPTD
harus dilakukan melalui dinas kehutanan terkait, sehingga kurang sesuai dengan
tugas dan sifat pekerjaan KPH yang menuntut akselerasi kerja dan meningkatkan
intensitas kerjasama dengan lembaga lain.
h. Rendahnya kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan
sehingga berpengaruh terhadap perekrutan masyarakat sebagai tenaga lapangan
dalam pengelolaan hutan di kawasan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun.
i. Belum kuatnya kelembagaan ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam rangka
menopang perekonomian masyarakat.Merujuk kepada berbagai permasalahan yang telah diulas diatas maka yang
menjadi isu strategis bagi KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun untuk segera ditindaklanjuti,
antara lain :
a. Belum ada rencana pengelolaan hutan yang mantap
b. Adanya pengelolaan sebagian kawasan hutan di wilayah KPHP Unit VII-Hulu
Sarolangun yang tidak sesuai dengan fungsi hutan, yaitu untuk perkebunan
kelapa sawit.
c. Masih banyaknya lahan kritis
d. Kondisi masyarakat di lingkar kawasan hutan yang masih miskin.
e. Persepsi masyarakat sekitar hutan yang memandang hutan hanya dari fungsi
ekonomis, belum memahami fungsi ekologis dari hutan.
27
BAB. IIIVISI DAN MISI
Merujuk pada arahan strategi dan kebijakan pengelolaan KPHP maka dapat
diterjemahkan lebih lanjut dalam bentuk visi dan misi pengelolaan KPHP Model
Limau Unit VII-Hulu . Visi merupakan cara pandang dalam pengelolaan KPHP Model
Limau Unit VII-Hulu dalam mencapai tujuan yang mendekati idealnya. Pencapaian
visi dilakukan dengan menjalankan misi yang telah disusun.
3.1. Visi Pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-HuluVisi pembangunan jangka panjang Jambi (2008-2025) adalah menjadikan
Provinsi Jambi Unggul dan Terdepan di Luar Jawa pada tahun 2025. Visi
pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) adalah menjadikan Provinsi
Jambi Sejahtera dan Terdepan Bersama Masyarakat Cerdas yang Berbudaya pada
tahun 2013. Visi sektor kehutanan Provinsi Jambi (2011-2016) adalah menjadikan
hutan di Provinsi Jambi sebagai penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran
rakyat (Tabel 4.1).
Visi Pembangunan Provinsi Jambi Tahun 2005-2025 adalah : Jambi EMAS
(Ekonomi Maju, Aman, Adil dan Sejahtera). Untuk mewujudkan visi pembangunan
tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan Provinsi Jambi sebagai
berikut:
1. Meningkatkan Kualitas dan Ketersediaan Infrastruktur Pelayanan Umum.
2. Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Kesehatan, Kehidupan Beragama dan
Berbudaya.
3. Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Pendapatan Masyarakat berbasis
Agribisnis dan Agroindustri.
4. Meningkatkan Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Optimal dan Berwawasan
Lingkungan.
5. Meningkatkan Tata Pemerintahan yang baik, Jaminan Kepastian dan
Perlindungan Hukum serta Kesetaraan Gender.
Perwujudan visi dan misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jambi
dilaksanakan secara bertahap dengan skala prioritas tertentu yang akan menjadi
agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Manengah (RPJM) Daerah dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Tahapan dan skala prioritas yang
ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan pokok yang hendak diselesaikan
tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karenanya, tekanan skala prioritas
28
dalam setiap tahapan berbeda-beda, namun semua urgensi saling terkait secara
utuh dan bersifat berkesinambungan dari tahapan ke tahapan berikutnya dalam
rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan Jambi 2025 .
Prioritas pembangunan bidang sumberdaya alam (hutan) dan lingkungan
hidup pada tahap ini adalah meningkatkan daya dukung lingkungan, guna
percepatan pembangunan untuk menuju visi misi pembangunan Jambi 20 tahun.
Peningkatan daya dukung lingkungan ini dilakukan melalui:
1. Perbaikan kepranataan, penataan ruang yang mampu mengarahkan pergerakan
orang dan barang, antisipasi pertumbuhan wilayah, khususnya kawasan
perkotaan, sinkronisasi rencana tata ruang wilayah Provinsi dengan
kabupaten/kota, pengelolaan sumber daya alam (hutan) dan pelestarian fungsi
lingkungan ke arah yang lebih baik.
2. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan pendidikan lingkungan di sekolah,
pengembangan sistem informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup,
penyusunan peraturan lingkungan yang memadai, serta berjalannya upaya
penegakan hukum lingkungan.
Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sarolangun
Periode 2011 - 2016, adalah suatu kondisi yang akan dicapai Kabupaten Sarolangun
lima tahun ke depan. Memperhatikan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan
peluang serta mempertimbangkan berbagai isu yang ada, maka visi Kabupaten
Sarolangun yang akan diwujudkan pada tahapan kedua RPJP Daerah Kabupaten
Sarolangun (Tahun 2011 – 2016) adalah : “ Sarolangun Lebih Maju dan Sejahtera “
Agar Visi RPJMD Kabupaten Sarolangun Tahun 2011 – 2016 tersebut dapat
diwujudkan, maka ditetapkan 5 (lima) misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan Infrastruktur Pelayanan Umum
2. Meningkatkan Perekonomian Masyarakat dan Daerah
3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
4. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
5. Meningkatkan Tata Kehidupan Masyarakat Yang Agamis, Berbudaya dan
Harmonis.
Sedangkan Visi Kehutanan Kabupaten Sarolangun (2011-2015) adalah
“Terwujudnya kelestarian fungsi kebun dan hutan sebagai penyangga kehidupan,
memperkuat ekonomi kerakyatan serta meningkatkan kesejahteraan yang
berkeadilan”.
29
Misi yang akan diemban oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Sarolangun sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan fungsi dan pemanfaatan hutan.
2. Meningkatkan usaha ekonomi masyarakat dalam bidang kehutanan dan
perkebunan.
3. Meningkatkan kelancaran tugas aparatur.
Mendasari visi kehutanan provinsi dan kabupaten maka visi KPHP Model
Limau Unit VII-Hulu adalah “ Hutan Lestari KPHP Mandiri ”Pengelolaan hutan lestari dapat diartikan dalam hal sebagai berikut :
1. Lestari secara ekonomi berarti akan dapat memberikan kontribusi bagi
pendapatan daerah dan nasional serta mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitar KPHP Model Limau Unit VII-Hulu Lestari.
2. Lestari secara sosial, berarti mampu memberikan dan menyediakan serta
menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi
pengangguran dan kemiskinan.
3. Lestari secara lingkungan berarti tetap terjaganya fungsi-fungsi utama dan alami
dari hutan di KPHP Model Limau Unit VII-Hulu sehingga dapat memberikan
manfaat berupa jasa lingkungan yang berkelanjutan dan memberikan
kenyamanan bagi masyarakat luas.
3.2. Misi Pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-HuluAgar dapat mencapai visi yang telah ditetapkan maka perlu ditetapkan misi
pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu . Misi ini merupakan pengejawantahan
dari visi yang ingin diraih pada masa mendatang. Misi yang disusun dapat menjadi
arahan bagi penentuan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pengelolaan KPHP
Model Limau Unit VII-Hulu adalah:
1. Mendukung peningkatan kontribusi pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan terhadap kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.
2. Menjamin kelestarian fungsi ekologis hutan sekaligus sebagai zona lindung dan
penyangga wilayah bawah Kabupaten Sarolangun.
3. Membangun kelembagaan pengelolaan kawasan hutan berbasis bisnis yang
kokoh dan kuat.
4. Meningkatkan peluang partisipasi para pihak terutama masyarakat setempat
dalam mengakses sumber daya hutan dalam berbagai skema pengelolaan.
30
5. Mempertahankan nilai-nilai adat sebagai warisan dalam upaya mempertahankan
dan melestarikan hutan.
6. Menjadikan kawasan KPHP sebagai salah satu sentra research (penelitian)
ekosistem hutan tropis di Provinsi Jambi.
Misi pembangunan jangka panjang Jambi (2008-2025) yang terkait dengan
pembangunan dunia kehutanan adalah meningkatkan pemanfaatan sumber daya
alam guna penyediaan sumberdaya energi dan pangan yang berkelanjutan.
Beberapa misi pembangunan jangka menengah Jambi (2011-2016) yang terkait
dengan pembangunan sektor kehutanan adalah membangun pertanian terutama
pangan dan perkebunan berskala teknis dan ekonomis dengan infrastruktur yang
cukup dan penerapan teknologi tepat guna dan membangun industri pengolahan dan
manufaktur yang berdaya saing global dengan menciptakan nilai tambah potensial
yang proporsional dengan memperkokoh kemitraan hulu-hilir, serta industri kecil,
menengah, dan besar.
Misi utama sektor kehutanan Provinsi Jambi (2011-2016) yang terkait dengan
pengelolaan hutan adalah tercapainya produktifitas dan peningkatan kualitas
pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan konservasi sumber daya hutan dan lahan
yang berkelanjutan dan mendayagunakan sumber daya hutan secara optimal, adil
dan bertanggung jawab dengan melibatkan peran aktif masyarakat untuk
mewujudkan Jambi sebagai lumbung kayu nasional.
Misi utama pembangunan jangka panjang Sarolangun (2005-2025) yang
terkait dengan bidang kehutanan adalah mewujudkan Kabupaten Sarolangun yang
asri dan lestari. Adapun misi utama pembangunan jangka menengah Sarolangun
(2011-2016) yang berhubungan dengan bidang kehutanan adalah pengembangan
agropolitan. Sedangkan misi sektor kehutanan Kabupaten Sarolangun (2011-2016)
yang utama adalah mewujudkan pemantapan kawasan dan pemanfaatan sumber
daya hutan dan lahan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3.3. Capaian tujuan utama yang diharapkanDari visi dan misi KPHP Limau Unit VII - Hulu yang telah dirumuskan di atas,
maka capaian-capaian tujuan utama yang diharapkan terpenuhi selama kurun waktu
10 tahun (2014 – 2023) adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan upaya pengelolaan kawasan hutan yang mampu berkontribusi
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.
31
2. Terlaksananya upaya-upaya pemantapan status dan fungsi kawasan hutan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
3. Tertatanya wilayah kelola KPHP Limau Unit VII - Hulu ke dalam blok-blok dan
petak-petak berdasarkan data dan informasi yang detail di lapangan.
4. Terselenggaranya fungsi penggunaan kawasan hutan melalui pembinaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggara ijin penggunaan kawasan
KPHP Limau Unit VII - Hulu.
5. Terlaksananya upaya-upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.
6. Terselenggaranya fungsi rehabilitasi, reklamasi, dan perlindungan hutan.
7. Tersedianya data informasi peluang investasi pengembangan kehutanan di
wilayah KPHP Limau Unit VII - Hulu
8. Terwujudnya kelola bisnis pada wilayah tertentu dengan penanaman agroforestry
terpadu yang mampu mendanai KPH secara mandiri.
9. Menjadi bagian dari fungsi research perhitungan, pelaporan, dan verifikasi dalam
rangka upaya penurunan emisi karbon.
32
BAB IVANALISIS DAN PROYEKSI
4.1. Analisa data dan Informasi4.1.1. Pembangunan Kehutanan.
Program-program kegiatan kehutanan yang telah dilaksanakan di wilayah
KPHP Unit VII-Hulu hingga Tahun 2013 ini adalah kegiatan berupa Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) seperti Hutan Adat, Hutan Desa, Sumber
Pengembangan Benih Gaharu, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), Hutan
Kemasyarakatan (HKm), Tumpangsari, Pengembangan obyek wisata alam,
tanaman bawah tegakan, budidaya lebah madu, damar mata kucing, rotan, dan lain-
lain.
Pada wilayah KPHP Unit VII – Hulu terdapat dua konsesi ijin di hutan produksi
berupa ijin usaha pengusahaan hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HTI) yaitu PT.
Gading Karya Makmur (SP 1) dan PT. Hijau Antar Nusa (SP 2). Sementara pada
kawasan hutan lindung telah ada konsesi ijin pinjam pakai kawasan untuk kegiatan
penambangan emas oleh PT. Aneka Tambang (tahap eksplorasi).
Dengan rencana pengelolaan tesebut, seluruh program ini diharapkan akan
memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan dengan
mengintegrasikan program rehabilitasi kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar
kawasan hutan.
4.1.2. PotensiPotensi sumber daya tumbuhan non kayu yang terdapat di Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu di antaranya adalah Rotan, Karet ,
madu, Damar, dan cempedak. Karet banyak terdapat di area kawasan Hutan
Produksi Model Unit VII - Hulu yang sudah dijadikan area perkebunan oleh
masyarakat.
Di sekitar wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu
terdapat obyek wisata Goa Bukit Bulan yang terdapat di desa Bukit Bulan. Goa
tersebut bisa menjadi jalan setapak untuk warga menuju ke kawasan wilayah KPHP
Model Unit VII - Hulu. Potensi jasa lingkungan air sungai untuk wisata arung jeram,
lubuk larangan, air terjun seluro di Batang Asai, sumber mata air pemandian dewa di
Bukit Bulan yang dapat dikembangkan menjadi unit kelola usaha air minum dalam
kemasan.
33
Jenis satwa yang terdapat di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Model Unit VII - Hulu meliputi Harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrea), Babi
(Sus scrofa), Ular, Burung Murai (Copsychus Malabaricus) dan berbagai jenis satwa
lainnya. Harimau Sumatra menjadi salah satu satwa langka yang dilindungi oleh
pemerintah.
Sedangkan potensi jenis tanaman berupa kayu adalah : Bulian/ Ulin
(Eusideroxylon zwagerii T.et.B), Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera sp),
Gaharu (Acquillaria sp), Meranti (Shorea spp.).Dari hasil inventarisasi, wilayah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu masih memiliki
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan
potensinya, keadaan pohon/kayu yang ada di kawasan Hutan Produksi Model Unit
VII - Hulu cukup besar yaitu sebesar 298.343,309 m3. Dari hasil survei di lapangan,
diketahui bahwa area Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Unit VII - Hulu
didominasi oleh tingkat pohon muda (pancang dan tiang). Jumlah pohon dewasa
semakin jarang dijumpai. Untuk tegakan hutan alam maupun tanaman sangat
berpotensi untuk pengembangan skema REDD.
4.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya.Kondisi masyarakat yang berada disekitar wilayah KPHP Unit VII-Hulu sangat
tergantung pada kondisi hutan yang ada terutama yang berkaitan dengan fungsinnya
sebagai daerah tangkapan air sumber air untuk kebutuhan rumah tangga maupun
untuk kegiatan produksi pertanian pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Hutan wilayah hulu juga menyediakan sumber energi (kayu bakar) bagi sebagian
penduduk. Potensi pengembangan pariwisata diwilayah KPHP Unit VII-Hulu
diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja dan usaha masyarakat sekitar
hutan.
Masyarakat di wilayah KPHP Model Unit VII – Hulu masih menjaga dan
melestarikan nilai-nilai marga budaya lokal/ adat istiadat warisan nenek moyang. Hal
tersebut tercermin dengan adanya kearifan lokal 5 (lima) marga yaitu Marga Bukit
Bulan, Marga Cermin Nan Gedang, Marga Batang Asai, Marga Bathin Pengambang
dan Marga Sungai Pinang.
4.1.4. Dasar Pembagian KPHP Unit VII-HuluPembagian wilayah KPH didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan utama sebagai
dasar analisis yaitu : (1) kewilayahan/ekosistim secara spasial, (2) kajian pembagian
34
kewenangan, serta (3) kemampuan dalam pengelolaan hutan.
Pendekatan ekosistem dilakukan dengan mengembangkan indikator Daerah
Aliran Sungai (DAS) seperti menyangkut pengaturan tata air, penetapan wilayah hulu
sungai sebagai cathment area dan wilayah hilir sebagai wilayah layanan, serta status
fungsi hutan. Secara fisik kawasan tersebut akan dibatasi oleh kondisi topografis
berupa dataran tinggi, puncak bukit dan gigir-gigir gunung. Kajian dilakukan dengan
mempertimbangkan alur sungai, topografi dan fisiografi suatu kawasan mengingat
pengaruhnya terhadap wilayah sungai, terutama menyangkut penyimpanan,
penampungan dan distribusi air dalam suatu wilayah.
Pendekatan pembagian kewenangan secara spasial diwujudkan dalam batas-
batas kabupaten serta jenis kewenangan yang diserahkan. Perwujudan dari jenis
kewenangan tersebut adalah status dan fungsi kawasan hutan dimana kawasan
dengan fungsi konservasi merupakan kewenangan pemerintah pusat yang
pengelolaannya dilakukan institusi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen
Kehutanan.
Pendekatan kemampuan dalam pengelolaan hutan dilakukan dengan
menggunakan indikator span of control , aksesibilitas serta kesatuan wilayah.
Kemampuan pengelolaan tersebut akan mencerminkan efektivitas dan efisiensi
sertas aspek kelestarian sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2007. Aksesibilitas akan dicerminkan oleh kemudahan dalam
mencapai lokasi karena ketersediaan sarana dan prasarana transportasi atau karena
jarak lokasi dengan orbitasi. Kawasan hutan pada wilayah kelola KPHP Unit VII-Hulu
merupakan kawasan hutan yang kompak dengan aksesibilitas tinggi karena sudah
tersedia sarana dan prasarana transportasi berupa jalan aspal dan jalan sirtu, serta
sudah tersedia angkutan umum.
Penetapan wilayah KPHP Unit VII-Hulu didasarkan pada pertimbangan
ekosistem, melalui kajian wilayah DAS yaitu termasuk dalam wilayah DAS dengan
kawasan hutan yang didalamnya merupakan daerah tangkapan air yang sangat vital.
Sebagai sebuah kesatuan ekosistem, KPHP Unit VII-Hulu perlu dikelola secara
tersendiri, karena kebutuhan masyarakat akan air, baik untuk irigasi maupun air
bersih yang disuplay terutama dari areal KPHP Unit VII-Hulu. Keberadaan
masyarakat yang masih sangat mengandalkan air sungai, akan memberi pengaruh
langsung terhadap aktivitas pertanian dan pendapatan masyarakat karena secara
umum masyarakat sekitar masih bertumpu pada sektor pertanian tradisional.
35
4.1.5. ManfaatManfaat yang dapat diperoleh dari Rencana Pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu
antara lain meliputi :
1. Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan), akan bermanfaat sebagai bahan
penentuan arah kebijakan, perencanaan program dan anggaran, bahan
pengendalian, monitoring dan evaluasi.
2. Pemerintah Provinsi Jambi, akan bermanfaat sebagai bahan perencanaan yang
bersifat mikro, perencanaan anggaran serta penyusunan tahapan kegiatan dan
sasaran pada setiap kawasan wilayah kelola KPHP di Wilayah Propinsi Jambi.
3. Pemerintah Kabupaten, akan bermanfaat bagi penyesuaian perencanaan yang
lebih detail, perhitungan sharing anggaran APBD Kabupaten, penentuan sasaran
dan kegiatan yang lebih tepat,
4. Masyarakat, akan bermanfaat sebagai bahan acuan dan landasan dalam
pelaksanaan kegiatan pemanfaatan, dorongan dalam partisipasi masyarakat
meliputi kegiatan pemeliharaan, pengamanan maupun rehabilitasi.
4.2. Proyeksi Kondisi Wilayah4.2.1. Proyeksi Rencana Kelola KPHP Unit VII-Hulu
Rencana pengelolaan KPHP Unit VII-Hulu dilakukan dengan melalui model
kelola sebagai berikut :
1. Kelola Kawasan.Kawasan hutan yang berada diwilayah KPHP Unit VII-Hulu akan terus
dipertahankan luas, batas-batas, peruntukan dan status kawasan secara fisik di
lapangan maupun secara yuridis untuk menjamin azas kelestarian hutan serta
kepastian pengelolaan. Batas wilayah kelola dan batas fungsi hutan akan
dipertahankan dengan melakukan pengawasan dan patroli rutin sehingga setiap
perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih dini, melakukan rekonstruksi batas luar
dan batas fungsi untuk memperjelas batas dan memulihkan kondisi dan kedudukan
pal batas, serta melakukan penataan dalam bentuk blok-blok atau petak sebagai
bagian administrasi kawasan hutan yang bermanfaat dalam pengelolaan lebih lanjut.
a. Pengawasan batas wilayah.
Kegiatan ini bertujuan untuk monitoring kondisi kawasan dan batas hutan
sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat diketahui lebih awal untuk
memperoleh penanganan lebih lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi patroli
36
rutin batas kawasan hutan, orientasi kawasan hutan serta rekomendasi kebijakan
dalam rangka penanganan peubahan kondisi.
b. Pemeliharaan dan rekonstruksi batas.
Batas-batas wilayah kelola serta batas luar dan batas fungsi kawasan hutan akan
dipelihara dan dilakukan rekonstruksi dengan tujuan memperjelas batas serta
menegaskan batas sesuai dengan kedudukan semula. Rekonstruksi batas
dilakukan dengan mengembalikan pal batas pada kedudukan semula sesuai
dengan hasil tata batas.
Pelaksanaan pemeliharaan batas dan rekonstruksi batas tesebut didasarkan
pada hasil pengawasan lapangan sehingga dapat diketahui secara tepat
pelaksanaan kegiatan menyangkut lokasi, panjang batas serta jumlah dan kondisi
pal batas. Rekonstruksi batas akan dilakukan dengan memulihkan kedudukan
dan posisi pal batas sesuai dengan hasil tata batas dengan didasarkan pada data
ukur lapangan.
c. Penataan Kawasan
Penataan kawasan dimaksudkan untuk mengatur arah peruntukan kawasan
hutan dengan membagi blok-blok kawasan. Penataan dilakukan dengan
memasang patok batas masing-masing blok sesuai dengan rencana
pengembangan kawasan hutan pada wilayah kelola KPH. Penataan blok
tanaman diupayakan dengan luas 100 Ha, sebagai bagian dari administrasi
pengelolaan hutan luar jawa.
Pengelolaan kawasan akan mengarah pada upaya pengamanan kawasan
terhadap berbagai gangguan keamanan hutan serta penggunaan kawasan sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Secara normatif, setiap
penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan akan dipandang
sebagai illegal dan perlu dicegah. Oleh karenanya, penggunaan kawasan hutan
harus didasarkan pada perizinan oleh pihak yang berwenang.
2. Kelola Produksi.Pengelolaan usaha dalam KPHP Unit VII-Hulu didasarkan pada potensi yang
tersedia dalam kawasan serta status fungsi hutan yang menjadi wilayah KPH. Status
fungsi hutan yang bermacam-macam akan menyebabkan pengelolaan dapat
dilakukan untuk tujuan yang berlainan, namun kesesuaian fungsi hutan tersebut
dijalankan secara simultan.
37
Hutan produksi akan dikembangkan untuk produksi hasil hutan kayu dan non
kayu dengan memperhitungkan kemampuan produksi lestari. Untuk itu, penentuan
kelas perusahaan dan luas kawasan yang dikelola akan menentukan tingkat
ekonomis usaha yang ditetapkan. Kondisi dan potensi sumber daya hutan, akan
menentukan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan. Potensi hutan produksi yang
rendah akan ditingkatkan melalui program rehabilitasi hutan dengan jenis tanaman
unggulan yang sesuai dengan kelas perusahaan.
Pada kawasan hutan lindung, kegiatan pengelolaan yang perlu dilakukan
adalah pengembangan potensi hutan menuju fungsi perlindungan bagi daerah
sekitarnya meliputi pengaturan tata air dan konservasi tanah. Rehabilitasi akan terus
dilakukan pada kawasan hutan lindung yang rusak serta menjaga konservasi tanah
untuk pengendalian bencana longsor dan erosi. Kegiatan yang akan dikembangkan
berupa vegetatif seperti penanaman jenis tanaman yang mampu memberi fungsi tata
air dan konservasi tanah (beringin, goak, legum, dll). Hasil penanaman akan terus
dipelihara melalui kegiatan perawatan tanaman, penyulaman, pendangiran,
pembersihan (piringan), dan penjarangan.
Upaya pemanenan pada kawasan hutan produksi dilakukan dengan
memperhitungkan etat luas yaitu luas kawasan hutan (produksi) yang dikelola dibagi
umur daur, agar diperoleh produksi yang lestari. Hasil panen akan dipasarkan
melalui mekanisme pelelangan secara adil untuk memperoleh harga pasar yang
wajar dan menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh merupakan pendapatan KPH
yang diperuntukan bagi pembiayaan operasional kegiatan dan pembangunan KPH.
Kelola usaha dilakukan dengan mempertimbangkan status fungsi dan potensi
sumber daya hutan yang tersedia, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2007 dan peraturan perundangan lainnya yaitu :
a. Kawasan hutan produksi diperuntukan bagi produksi hasil hutan kayu melalui
mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan hasil hutan
non kayu melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
(IUPHHBK).
b. IUPHHK dapat dilakukan dengan membangun sumber daya hutan melalui
penanaman pada kawasan hutan produksi (tetap dan terbatas) yang dalam
kondisi rusak dengan jenis tanaman kayu-kayuan. Pemanfaatan secara langsung
dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi yang produktif dengan tetap
mewajibkan rehabilitasi kawasan hutan eks penebangan serta menjamin
keberhasilan tanaman.
38
c. Pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan hutan produksi dapat dilakukan
melalui mekanisme Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) yang
mengembangkan potensi jasa lingkungan sebagai usaha ekonomi yang
berwawasan lingkungan.
d. Kawasan hutan lindung diperuntukan bagi perlindungan dan pengaturan tata air
serta konservasi tanah. Kegiatan usaha ekonomi akan dibatasi sepanjang tidak
mengganggu fungsi dari kawasan hutan lindung yang telah ditetapkan. Usaha
yang dapat dikembangkan antara lain IUPJL, penanaman rehabilitasi hutan, dan
IUPHHBK.
e. Kawasan konservasi akan sangat dibatasi sesuai dengan fungsi utamanya serta
mengembangkan manfaat ekonomi dan ekologi secara bersamaan.
Pengembangan IUPJL dapat dilakukan pada kawasan dengan status fungsi
sebagai Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Buru dan Taman Wisata
Laut. Pada kawasan konservasi dengan fungsi Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa tidak diperkenankan adanya kegiatan usaha ekonomi karena
merupakan tipe perwakilan ekosistem khas dan habitat alami flora dan fauna.
f. Pola pengembangan usaha dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat
secara aktif dalam bentuk peserta tumpang sari, maupun partisipasi dalam
keswadayaan untuk kegiatan rehabilitasi hutan terutama karena kesadaran
masyarakat.
3. Kelola Kelembagaan.Kelembagaan KPH yang disusun, dapat dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) atau pengembangan fungsi dari institusi Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Sarolangun. Pembentukan institusi tersebut dilakukan melalui
Peraturan Bupati dan Peraturan Daerah sebagai dasar pembentukan organisasi
KPH.
Untuk mendukung keberlanjutan organisasi KPH, maka harus dapat diperoleh
pendapatan melalui produksi barang dan jasa yang memperhitungkan aspek
kelestarian. Pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk kegiatan lebih lanjut
sehingga organisasi KPH dapat berlangsung secara kontinyu. Oleh karena itu,
organisasi KPH mempunyai urgensi yang tinggi dituntut untuk mampu mandiri, baik
dalam pelaksanaan kegiatan (bebas dari tekanan) maupun dari sisi pembiayaan.
39
BAB VRENCANA KEGIATAN
5.1. Inventarisasi dan Penataan Hutan BerkalaPemantapan kawasan hutan secara yuridis dan de facto sangat diperlukan
dalam pengelolaan kawasan hutan. Sebagian kawasan hutan di KPHP Model Unit
VII-Hulu telah dilakukan tata batas, namun perlu rekonstruksi maupun pemeliharaan
batas kawasan.
Kegiatan inventarisasi secara berkala diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Inventarisasi potensi kayu
b. Inventarisasi potensi hasil hutan non kayu
c. Inventarisasi satwa
d. Inventarisasi potensi jasa lingkungan
e. Inventarisasi kondisi sosial ekonomi masyarakat
Dalam periode lima tahunan dan atau kurun waktu tertentu sesuai kebutuhan
dilakukan inventarisasi hutan di wilayah yang belum dibebani ijin. Untuk wilayah yang
telah dibebani ijin, pengelola akan mencari data sekunder dari inventarisasi hutan
yang dilakukan oleh pemegang ijin. Inventarisasi terdiri dari aspek biogeofisik dan
sosekbud. Inventarisasi dilakukan pada tahun ke 4 dan tahun ke delapan. Data dari
hasil inventarisasi tersebut menjadi dasar bagi penyusunan rencana pengelolaan
jangka panjang periode berikutnya.
Inventarisasi biogeofisik meliputi:
1. Inventarisasi tumbuhan dengan tujuan: a) menaksir potensi hasil hutan kayu
(jenis, diameter dan jumlah pohon), menaksir potensi hasil hutan non kayu (rotan,
bambu, getah, dsb), mencatat keberadaan dan kelimpahan jenis tumbuhan
dilindungi,
2. Inventarisasi satwa dengan tujuan: menaksir populasi satwa, khususnya satwa
yang dilindungi
Berdasarkan inventarisasi tumbuhan dan satwa, selanjutnya KPH akan
memetakan wilayah-wilayah yang memiliki nilai konservasi yang tinggi karena kaya
akan keragaman hayati dan menjadi habitat bagi jenis-jenis tumbuhan dan satwa
yang dilindungi.
Selain melakukan inventarisasi pada kawasan, KPHP Unit VII-Hulu juga
mengkompilasi data tanah (erosi), hidrologi (debit air, kualitas air) dan iklim (curah
hujan, suhu dan kelembaban udara relative) yang dipantau secara rutin.
40
Inventarisasi sosekbud bertujuan untuk mencari data tentang :
kependudukan, pendidikan, kesehatan, perekonomian, penggunaan lahan,
pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat, adat istiadat, sarana kesehatan dan
sarana komunikasi dan transportasi.
Metoda inventarisasi dan pengolahan data hasil inventarisasi mengikuti
Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan pada wilayah KPHL dan KPHP (2010) dan
Petunjuk Teknis Sosial Budaya di Dalam/Sekitar Hutan/Kesaatuan Pengelolaan
Hutan (2011) yang diterbitkan oleh Direktorat Inventarisasi Pemantauan Sumberdaya
Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.
Tabel 5.1. Tata waktu rencana kegiatan inventarisasi berkala dan penataanhutan
No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Inventarisasi potensi kayu2. Inventarisasi Potensi Hasil
Hutan Non Kayu3. Inventarisasi satwa4. Inventarisasi potensi jasa
lingkungan5. Inventarisasi kondisi sosekbud.6. Pemancangan batas luar7. Pemancangan batas blok8. Patroli batas kawasanKegiatan penataan hutan secara berkala difokuskan pada hal-hal sebagai
berikut :
a. Penataan blok
b. Penataan petak
Dari kelompok Hutan Produksi dan Hutan Lindung yang perlu dilakukan tata batas
yaitu HP Batang Asai, HP Sungai Kutur dan Hutan Lindung Hulu Landai Bukit Pale.
Kegiatan tersebut yaitu :
1. Penataan batas kawasan hutan
2. Rekonstruksi dan pemeliharaan batas kawasan hutan
3. Pembuatan blok dan petak
4. Pemeliharaan blok dan petak
5. Inventarisasi Hutan
Kegiatan penataan hutan secara berkala difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Penataan blok berkala
b. Penataan petak berkala
41
Pada Kawasan KPHP Model Unit VII – Hulu Kabupaten Sarolangun dalam tata hutan
terdapat 2 blok yaitu :
1. Blok Fungsi Lindung seluas 54.793 ha, terdiri dari :
a. Blok Inti.
b. Blok Pemanfaatan terbatas.
2. Blok Fungsi Produksi seluas 66.309 ha, terdiri dari :
a. Blok Khusus untuk pemanfaatan pencadangan hutan adat seluas 1.368 ha yang
terdiri dari :
- Hutan adat Lubuk Bedorong seluas 441 ha.
- Hutan adat desa Meribung seluas 461 ha.
- Hutan desa Napal Melintang seluas 201 ha.
- Hutan adat desa Mersip seluas 158 ha.
- Hutan adat desa Berkun seluas 98 ha.
- Hutan Adat Temenggung
- Hutan Adat Muara Pemuat
- Hutan Adat Raden Anom
Keberadaan hutan adat tersebut tersebar di kawasan hutan seluas 20 % dan di
areal penggunaan lain (sekitar kawasan hutan) seluas 78 %.Tabel 5.2. Hutan Adat yang ada di wilayah KPHP Unit VII - Hulu
No. Nama Hutan Adat Lokasi / Site Desa Luas(Ha)
1. HA - Rio Peniti Dsn. Lb. Bedorong Lubuk Bedorong 3132. HA – Pengulu Lareh Dsn. Temalang Temalang 1283. HA – Pengulu Batuah Dsn. Meribung Meribung 2954. HA – Datuk Monti Dsn. Tinggi Meribung 485. HA – Pengulu Sati Dsn. Sei Beduri Meribung 1006. Rimbo Larangan Dsn. Meribung Meribung 187. HA – Imbo Pseko Dsn. Npl Melintang Napal Melintang 1408. HA – Imbo Lembago Dsn. Npl Melintang Napal Melintang 709. HA – Datuk Rajo Intan Dsn. Mersip Ulu Mersip 80
10. HA – Datuk Menteri Sati Dsn Mersip Ulu Pangi Mersip 7811. HA – Bukit Rayo - Berkun 9812. HA - Temenggung Dsn. Mengkadai Temenggung 131,7513. HA – Muara Pemuat - Muara Pemuat 69,4114. HA – Raden Anom - Muara Pemuat 59,7515. HA – Panca Karya - Panca Karya
b. Blok pemanfaatan pencadangan hutan desa.
c. Blok Pemanfaatan Hutan Tanaman.
d. Blok Perlindungan.
42
e. Blok wilayah tertentu /wilayah belumada ijin yang akan diproyeksikan sebagai
wilayah kelola bisnis KPHP.
Berdasarkan pertimbangan berbagai kondisi yang ada maka tata hutan KPHP
Model Unit VII - Hulu dilakukan dengan membagi kawasan dalam blok-blok seperti
tersebut diatas. Sebaran luasan untuk masing-masing pemanfaatan kawasan hutan
disajikan pada Tabel 6.3.
Tabel 5.3. Luas Tata Hutan berdasarkan Fungsi Pemanfaatan Kawasan
No. Blok Tata Hutan Luas (ha)1 Hutan Lindung
1. HL Bukit Tinjau LimunBlok Perlindungan Inti 38.582Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 7.474
2. HL Bukit Hulu Landai Bukit PaleBlok Perlindungan 6.226Blok Perlindungan Berbasis Masyarakat 2.524
2 Hutan Produksi TerbatasHPT. Bukit Lubuk Pekak
Blok Perlindungan 8.595Blok Pemanfaatan Terbatas 13.249Blok Pemberdayaan Masyarakat 953
3 Hutan Produksi1. HP Batang Asai
Blok Pemanfaatan 11.506Blok Pemanfaatan Terbatas 9.755Blok Pemberdayaan Masyarakat 4.721
2. HP Sungai KuturBlok Pemanfaatan 12.253Blok Pemanfaatan Terbatas 1.502Blok Pemberdayaan Masyarakat 3.763Luas Total 121.102
Kegiatan inventarisasi dilakukan secara berkala untuk mengetahui
perkembangan potensi hutan yang berupa flora, fauna, sumber mata air,
pertambangan, geothermal, inventarisasi potensi bencana, rawan kebakaran dan
kondisi sosial di wilayah kelola KPHP Model Unit VII-Hulu. Selain itu hasil
inventarisasi ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penataan hutan yang lebih
baik dan lebih mantap. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan
pemegang ijin, pemanfaatan dan penggunaan hutan di wilayah kelola KPHP Unit VII
– Hulu, lembaga-lembaga penelitian atau dengan pihak lain yang memungkinkan.
Kegiatan inventarisasi secara berkala dapat dilakukan setiap 5 tahun sekali, sesuai
permenhut P.6/Menhut-II/2010.
43
5.2. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah TertentuDari luasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang terdiri HL 54.793 ha, Hutan
Produksi 43.807 ha dan Hutan Produksi terbatas 22.502 ha, sebagian telah diberikan
ijin pemanfaatan berupa ijin usaha untuk hutan tanaman (IUPHHK-HT) dan ijin
pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Namun masih ada sebagian dari kawasan
tersebut yang belum teralokasikan kepada pihak ketiga yang akan menjadi wilayah
kelola wilayah tertentu oleh KPHP Model Unit VII-Hulu seluas ± 10.000 ha. Kegiatan
pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu
difokuskan pada:
a. Pemanfaatan kawasan hutan yang lebih berorientasi pada kelola produksi /
ekonomi.
b. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang lebih berorientasi pada kelola ekologi.
Pada blok pemanfaatan wilayah tertentu pengelola KPHP Unit VII-Hulu akan
melakukan pemanfaatan hutan dengan bekerja sama dengan pihak ketiga ataupun
dikelola secara mandir serta dengan pola kemitraan dengan masyarakat sekitar
hutan sehingga dapat membuka peluang usaha yang sebesar-besarnya guna
tercapainya kemakmuran rakyat dan kemandirian KPHP Unit VII-Hulu
Hasil hutan yang dimanfaatkan dapat berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non
kayu dan jasa lingkungan. Untuk dapat melakukan pemanfaatan tersebut pihak
pengelola akan terlebih dulu menaksir potensi hasil hutan tersebut. Selain itu pada
wilayah tertentu KPHP Unit VII-Hulu juga akan mengembangkan budidaya
tanaman kehutanan untuk dimanfaatkan hasil hutan kayu maupun hasil hutan
Non kayunya dan, pengelola KPHPM juga akan menyun TOR kerjasama dengan
pihak ketiga. Selain itu, pengelola juga akan mencari mekanisme keuangan agar
sesuai dengan peraturan yang ada.
Tabel 5.4. Tata waktu kegiatan pemanfataan hutan di wilayah tertentuNo. Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101. Identifikasi wilayah potensial untuk
dimanfaatkan2. Menaksir potensi hasil hutan kayu3. .Menaksir potensi hasil hutan non
kayu4. Menaksir potensi jasa lingkungan5. Menjajaki kerjasama dengan pihak
ketiga, termasuk menyun TOR
44
6. Merumuskan mekanismepengelolaan keuangan
7. Melaksanakan pemanfaatan
Beberapa rencana bisnis yang akan dikembangkan pada wilayah tertentu ini
yaitu :
1. Pemungutan hasil hutan kayu pada hutan alam
Kegiatan ini diadakan pada wilayah tertentu yang masih mempunyai
potensi tegakan dengan diameter diatas 50 cm. Pemungutan hasil hutan kayu
hutan alam ini dilakukan dengan pola kemitraan bersama masyarakat, dengan
pihak ke tiga, atau dengan pola mandiri.
Pemungutan hasil hutan kayu hutan alam pada wilayah tertentu KPHP
Unit VII-Hulu dilakukan dengan tetap mengutamakan kaedah kelestarian hutan
baik secara ekologi, ekonomi maupun secara sosial budaya sehingga dalam
pelaksanaanya KPHP Unit VII-Hulu akan menerapkan sistem TPTI serta
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan.
Melalui kegiatan ini juga diharapkan masyarakat lokal dapat memperoleh
pendapatan baik secara langsung maupuntidak langsung, selain itu dengan
pemungutan hasil hutan kayu hutan alam ini diharapkan akan dapat memenuhi
kebutuhan kayu pertukangan, kayu meubeler masyarakat lokal secara
berkesinambungan.
2. Pengembangan tanaman karet dengan sistem agroforestri terpadu
Tanaman Karet ( Hevea Brnziliensis, red) adalah tanaman yang sudah
sangat dikenal sistem pengelolannya oleh masyarakat sekitar kawasan hutan
yang ada di wilayah KPHP Unit VII-Hulu, sehingga pengembangan tanaman
karet pada wilayah tertentu yang sudah terbuka dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat.
Pengembangan tanaman karet yang akan dilakukan oleh KPHP Unit VII-
Hulu tentu juga tetap mengedepakan kaedah kelestarian hutan dimana dalam
pengelolaan dilakukan secara manual dan tidak menggunakan alat berat. Melalui
kegiatan pengembangan karet ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang
cukup banyak baik saat penanaman, pemeliharaan, maupun sampai saat
pemungutan hasil/ penyadapan.
3. Budidaya kayu Jabon
Kayu Jabon salah satu kayu yang banyak ditanam dan diminati
masyarakat disekitar kawasan KPHP Unit VII-Hulu. Kayu Jabon ini merupakan
45
kayu mudah dan cepat pertumbuhannya serta tidak rentan terhadap hama dan
penyakit. Budidaya kayu Jabon yang akan dilakukan pada wilayah tertentu
KPHP Unit VII-Hulu akan dilakukan dengan cara mengintegrasikan
penanamannya dengan tanaman lain dibawah tegakan seperti Jahe merah, Nilam
atau tanaman jenis palawija.
4. Pengembangan obyek wisata
Obyek wisata adalah salah satu kegiatan yang akan dikembangkan dalam
kawasan hutan oleh KPHP Unit VII-Hulu. Pengembangan obyek wisata ini akan
bekerjasama dengan beberapa instansi terkait seperti Dinas Pariwisata, dan
beberapa instasi lain yang kompeten dalam menunjang kemajuan kegiatan obyek
wisata di wilayah KPHP Unit VII-Hulu.
Melalui pendataan yang dilakukan dibeberapa titik dalam kawasan KPHP Unit
VII-Hulu, ada beberapa obyek wisata potensial yang akan dikembangkan
diantaranya pengembangan objek wisata air terjun, obyek wisata Goa Celao
Petak, objek wisata mata air pemandian dewa Bukit Bulan (air minum kemasan),
objek wisata panorama Batang Asai, wisata pendidikan dan beberapa obyek
wisata lainnya.
5. Pengembangan PLTMH
Potensi PLTMH yang ada di wilayah KPHP Unit VII-Hulu adalah potensi
yang sangat potensial untuk dikembangkan mengingat sampai saat ini kebutuhan
listrik adalah merupakan kebutuhan mendasar yang ketersediaanya belum
terpenuhi secara optimal. Pemanfaatan Pembangkit listrik tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) diwilayah kerja KPHP Unit VII-Hulu sudah banyak dilirik oleh beberapa
Investor, mengingat pada kawasan KPHP Unit VII-Hulu banyak terdapat sungai
dengan debit air dan kecepatan aliran yang layak untuk dibangun PLTMH
seperti sungai seluro, sungai bathin pengambang, Batang Asai, Sungai limun
dan banyak sungai-sungai lainnya yang dapat dibangun PLTMH sehingga dapat
mengatasi krisis listrik terutama bagi masyarakat yang ada di wilayah hulu
Kabupaten Sarolangun. Guna tercapainya pembangunan PLTMH seperti yang
diharapkan maka KPHP Unit VII-Hulu akan menggandeng pihak ketiga
sebagai penyandang dana dan sebagai pelaksana setelah terlebih dahulu
melakukan pengkajian yang mendalam sehingga tetap terjaganya kelestarian
dan fungsi kawasan hutan.
6. Penangkaran rusa
Menurunnya populasi rusa yang ada di alam terutama yang terdapat
46
dalam kawasan hutan akhir-akhir ini tidak terlepas dari semakin maraknya
perburuan liar yang dilakukan masyarakat. Kondisi ini apabila dibiarkan dan
tidak ada tindakan konkrit yang dapat dilakukan maka dikhawatirkan rusa sebagai
jenis liar yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999 ini akan punah.
Karena itu KPHP Unit VII-Hulu akan mengambil inisiatif untuk mengadakan
penangkaran diwilayah KPHP Unit VII-Hulu dimana saat ini masih banyak
dijumpai rusa liar.
Penangkaran rusa di KPHP Unit VII-Hulu akan dilakukan secara semi alami
dimana pengelolaan dilakukan dengan melepaskan rusa di habitat aslinya dengan
melakukan pemagaran lokasi serta menanam jenis-jenis tumbuhan sebagai
pakan rusa serta dilakukan pemantauan secara rutin terhadap perkembangan
rusa tersebut.
Penangkaran rusa dalam skala besar juga berpeluang dalam memenuhi ketersedian
dan kecukupan daging nasional sekaligus menjawab krisis daging di Indonesia.
7. Pengembangan Program REDD+
Sebagai organisasi pengelolaan hutan di tingkat tapak, KPHP Unit VII-Hulu
ikut secara aktif dalam menjalankan kebijkan nasional REDD+ mengingat Indonesia
adalah salah satu negara pengemisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di dunia.
Melalui skema REDD+ maka diharapkan Indonesia dapat mengurangi emisi
dengan mengurangi tekanan terhadap hutan yang masih ada serta
meningkatkan serapan dengan melaksanakan program penanaman hutan baik
dengan skema HKM, HTR, RE, RHL maupun dengan hutan desa dan hutan
adat.
Pemanfaatan hutan oleh Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dapat
dilakukan secara sendiri maupun bekerjasama/bermitra dengan pihak lain. Apabila
dirasakan telah cukup memiliki kemampuan baik dari sisi sumber daya maupun
sumber dana maka Pengelola dapat melakukannya secara mandiri. Namun apabila
belum memungkinkan untuk melakukannya sendiri maka dapat bekerja sama
dengan pihak lain dalam skema yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
5.3. Pemberdayaan MasyarakatSebagai pemangku dan pengelola kawasan maka melekat pula kewajiban
untuk memberdayakan dan membina masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan
hutan KPHP Model Unit VII-Hulu dikelilingi oleh banyak desa-desa yang ada di
47
sekitarnya. Dengan demikian kepentingan masyarakat sekitar kawasan perlu
diperhatikan dan diakomodasi sehingga dapat memberikan manfaat yang positif bagi
keberlangsungan pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu secara aman dan
berkelanjutan.
Saat ini sudah banyak skema-skema pengelolaan hutan yang dapat
melibatkan masyarakat secara langsung sebagai subyek pengelola hutan di
wilayahnya. Adanya ijin usaha bagi perorangan maupun kelompok atau desa seperti
hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, hutan desa (hutan negara yang
dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani
ijin/hak), dan hutan konservasi telah membuka akses yang sangat luas bagi
masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumber daya hutan di sekitarnya bagi
peningkatan kualitas hidup dan penghidupannya.
Dalam kerangka kelola sosial-ekonomi maka kegiatan pemberdayaan
masyarakat diarahkan pada:
a. Pemberian akses pemanfaatan hutan bagi masyarakat sekitar hutan dalam
berbagai skema pengelolaan yang dimungkinkan, HD dan HTR.
b. Pelaksanaan pembinaan masyarakat di sekitar hutan melalui fasilitasi Kelompok
Tani Hutan.
c. Peningkatan ekonomi produktif dengan agroforestry terpadu.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar wilayah
KPHP Unit VII-Hulu, pengelola akan memberikan akses kepada masyarakat
terhadap hutan melalui program hutan kemasyarakatan (HKM), hutan desa (HD) dan
hutan tanaman rakyat (HTR). Pengelola KPHP akan terlebih dulu melakukan
sosialisasi tentang HKM, HD dan HTR kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan yang lain (LSM, perangkat desa, dinas terkait) dan memutuskan
program apa yang cocok untuk dilaksanakan bagi masing-masing desa dan
kelompok masyarakat yang berada di dalam dan sekitar wilayah KPHP. Setelah itu
dilakukan fasilitasi.
Untuk program HKM, jenis kegiatan fasilitasi meliputi:
a. pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat.
b. pengajuan permohonan izin
c. penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan.
d. teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan.
e. pendidikan dan latihan
f. akses terhadap pasar dan
48
g. pengembangan usaha.
Tujuan dari kegiatan fasilitasi program HKM adalah untuk (Permenhut no 37 tahun
2007) :
a. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengelola organisasi
kelompok;
b. Membimbing masyarakat mengajukan permohonan izin sesuai ketentuan yang
berlaku.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam menyusun rencana kerja
pemanfaatan hutan kemasyarakatan;
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam melaksanakan budidaya
hutan melalui pengembangan teknologi yang tepat guna dan peningkatan nilai
tambah hasil hutan;
e. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat setempat melalui
pengembangan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan;
f. Memberikan informasi pasar dan modal dalam meningkatkan daya saing dan
akses masyarakat setempat terhadap pasar dan modal;
g. Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengembangkan usaha
pemanfaatan hutan dan hasil hutan.Untuk program HD, kegiatan fasilitasi meliputi:
a. pendidikan dan latihan;
b. pengembangan kelembagaan;
c. bimbingan penyusunan rencana kerja hutan desa;
d. bimbingan teknologi;
e. pemberian informasi pasar dan modal; dan
f. pengembangan usaha.
Tujuan dari fasilitasi program HD adalah untuk meningkatkan kapasitas lembaga
desa dalam pengelolaan hutan (Permenhut no 49 tahun 2008).
Untuk program HTR, pegelola PHPM akan membentuk koperasi yang
anggotanya terdiri dari masyarakat sekitar hutan. Meskipun IUPHHK HTR dapat
diberikan kepada perorangan akan tetapi KPHP membatasi dulu kepada koperasi,
mengingat pembinaan dan pengawasan terhadap koperasi akan lebih mudah
daripada kepada perorangan. Untuk anngota koperasi, KPHP akan memberikan
fasilitasi seperti pada kelompok masyarakat pada HKM dan Lembaga desa pada HD,
serta menambahkan pelatihan teknis penyiapan lahan, pembibitan, penanaman,
pemeliharan, dan pemanenan.
49
Untuk melaksanakan kegiatan fasilitasi tersebut pengelola KPHP Unit VII-Hulu akan
bekerjasama dengan pihak lain, antara lain:
a. perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat;
b. lembaga swadaya masyarakat;
c. lembaga keuangan;
d. Koperasi; dan
e. BUMN/BUMD/BUMS.
Tabel 5.5. Tata waktu kegiatan pemberdayaan masyarakat
No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Sosialisasi HKM, HD dan HTRkepada masyarakat dan instansiterkait
2. Pembentukan kelompokmasyarakat
3. Fasilitasi kepada lembaga desadan kelompok masayarakat
4. Identifikasi lokasi untuk HKM, HDdan HTR
5. Fasilitasi penyusunan rencanakerja
6. Fasilitasi Pengajuan ijin7. Pembinaan kelompok tani (HKM,
HTR), koperasi (HTR) danlembaga pedesaan (HD).
Pelaksanaan pembinaan masyarakat di sekitar kawasan dapat dilakukan bekerja
sama dengan pengelola ijin usaha pemanfaatan dan penggunaan kawasan yang
memiliki kewajiban yang sama dalam pemberdayaan masyarakat.
5.4. Pembinaan dan Pemantauan Areal yang Telah Ada IjinTerhadap areal KPHP Model Unit VII-Hulu yang telah memiliki ijin usaha
pemanfaatan maupun penggunaan kawasan, perlu dilakukan pembinaan dan
pemantauan secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan
pengelolaan kawasan hutan dapat tetap berjalan sesuai perencanaan.
Kegiatan pembinaan dan pemantauan areal yang telah berijin diarahkan pada:
a. Pelaksanaan pembinaan terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan.
50
b. Pelaksanaan pemantauan (controlling) terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan.
Untuk mencapai kelestarian hutan, pengelola KPHP akan memantau
pelaksanaan IUPHHK yang ada dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu agar pemegang
ijin mematuhi peraturan. Pemantauan dilakukan melalui pemeriksaan dokumen,
penafsiran citra satelit dan pengecekan lapangan. Pengelola KPHP akan mengecek
kesesuaian antara rencana karya tahunan dan pelaksanaanya, antara lain lokasi,
luas dan volume penebangan, perlindungan kawasan lindung, penanaman
pengkayaan pada lahan-lahan bekas penabangan.
Tabel 5.6. Tata waktu kegiatan pemantauan pada areal KPHP yang ada ijinNo. Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101. Pemantauan pemegang ijin
pemanfaatan dalam kawasan2. Pembinaan pemegang ijin
pemanfaatanPermasalahan dan hambatan yang ditemukan atau dihadapi dalam
pengelolaan hutan dapat dikoordinasikan dan didiskusikan secara Pengelola KPHP
Model Unit VII-Hulu sebagai penanggung jawab di tingkat kelola atau tapak.
5.5. Penyelenggaraan Rehabilitasi di Areal di Luar IjinUntuk kawasan hutan yang kritis dan rusak maka perlu dilakukan rehabilitasi.
Apabila kawasan tersebut berada di areal pemegang konsesi ijin usaha maka
kegiatan rehabilitasi menjadi tanggung jawab pemilik ijin tersebut. Adapun untuk
hutan yang terdegradasi dan berada di luar ijin usaha maka menjadi tanggung jawab
dan kewenangan Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu untuk melakukan rehabilitasi.
Rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi ekologi hutan agar
dapat optimal kembali. Pada areal hutan yang tidak dibebani ijin yang mengalami
degradasi karena aktifitas illegal akan dilakukan rehabilitasi dengan penanaman jenis
pohon sesuai dengan kondisi ekologis dan peruntukan lahan. Jika kerusakan terjadi
di sempadan sungai maka jenis pohon yang dipilih adalah pohon-pohon jenis asli
(indigenous species) dengan tujuan untuk melindungi tanah dari erosi. Jika
kerusakan terjadi di areal lain yang datar, dekat dengan permukiman, maka jenis
yang dipilih adalah pohon-pohon kehidupan yang memiliki nilai ekonomi sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah pendapatan.
51
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2008 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi hutan diselenggarakan
melalui kegiatan:
a. reboisasi;
b. pemeliharaan tanaman;
c. pengayaan tanaman; atau
d. penerapan teknik konservasi tanah.
Rehabilitasi lahan dilakukan dengan bekerjasama dengan Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Ketahun melalui skema-skema yang melibatkan masyarakat.
Tabel 5.7. Tata waktu kegiatan rehabilitasi lahan
No. Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Identifikasi lahan kritis.
2. Penyusunan rencana
3. Pengadaan bibit
4. Penanaman
5. Pemeliharaan tanaman
Kegiatan rehabilitasi juga diarahkan pada:
1. Pelaksanaan rehabilitasi pada areal di luar ijin pemanfaatan maupun penggunaan
kawasan hutan.
2. Monitoring dan evaluasi rehabilitasi pada areal di luar ijin pemanfaatan maupun
penggunaan kawasan hutan.
5.6. Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi pada Areal yang BerijinSesuai dengan peraturan perundangan maka untuk kawasan hutan yang telah
diberikan ijin usaha maka tanggung jawab kegiatan rehabilitasi diserahkan kepada
pemilik ijin usaha yang bersangkutan. Pihak Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu
memiliki peran dalam pembinaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan rehabilitasi
pada areal tersebut. Melalui pembinaan dan pemantauan diharapkan kegiatan
rehabilitasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan dan target
pencapaian.
Di dalam wilayah KPHP Unit VII-Hulu yang telah dibebani IUPHHK kewajiban
rehabilitasi dan reklamasi hutan menjadi kewajiban pemegang ijin. Pengelola KPHP
akan memberikan sosialisasi dan pelatihan teknik rehabilitasi dan reklamasi hutan.
52
Selanjutnya pengelola KPHP juga akan memantau pelaksanaan rehabiltasi dan
reklamasi hutan melalui pemeriksaan dokumen, pengecekan lapangan dan
penafsiran citra.
Tabel 5.8. Tata waktu kegiatan pembinaan dan pemantauan rehabilitasi danreklamasi hutan pada areal yang ada ijin
No. Kegiatan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Pemantauan pemegang ijinpemanfaatan dalamkawasan
2. Pembinaan pemegang ijinpemanfaatan
Kegiatan pembinaan dan pemantauan rehabilitasi pada areal yang terlah berijin
diarahkan pada:
a. Pembinaan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi terhadap pemegang ijin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
b. Pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi terhadap pemegang ijin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
5.7. Perlindungan dan Konservasi AlamRencana kegiatan perlindungan dan konservasi sumber daya alam terdiri dari
3 fokus kegiatan, yaitu pengendalian kebakaran hutan, pengelolaan kawasan
perlindungan sebagai kawasan konservasi, pengelolaan keanekaragaman hayati.
Fokus kegiatan pengendalian kebakaran hutan dimaksudkan untuk mencegah,
memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di dalam kawasan KPHP Model Unit VII-
Hulu serta melakukan tindakan-tindakan penanganan pasca kebakaran hutan. Upaya
ini dilaksanakan baik secara internal maupun dengan melatih dan melibatkan
masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan KPH. Pengendalian kebakaran
hutan dan lahan difokuskan pada lahan-lahan yang dikuasai masyarakat yang
berada di dalam kawasan KPH maupun yang berbatasan dengan KPH.
Pengelolaan konservasi alam dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan
pengelolaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu yang didasarkan pada status
hukum yang kuat, pengelolaan data dan informasi yang berbasiskan kawasan,
mengembangkan pembinaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pengelolaan keanekaragaman hayati dan produk-produk tumbuhan dan satwa liar
53
dimaksudkan untuk menjaga, mengawetkan dan mempercepat pemulihan jenis dan
populasi di dalam kawasan.
Kegiatan perlindungan dan konservasi alam diarahkan pada upaya:
a. Deliniasi areal perlindungan setempat
b. Upaya perlindungan dan pengawetan flora dan fauna
c. Upaya Konservasi HCVF (Fauna : Ikan semah, Burung Murai Batu dll. Flora :
Jernang, Gaharu, Damar Mata Kucing, anggrek dll)
d. Sosialisasi kebakaran hutan
e. Pemantauan titik api (hotspot).
f. Patroli pengamanan hutan.
g. Inventariasi perambahan kawasan hutan
h. Pelatihan pemadaman kebakaran hutan dan lahan
i. Pebentukan kelompok masyarakat pemadam kebakaran hutan
Table 5.9. Tata waktu kegiatan perlindungan dan konservasi alam.
No. Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Perlindungan kawasan lindung(sempadan sungai, mata air,lahan cangat curam, dsb)
2. Konservasi wilayah yang memilikinilai konservasi tinggi (HCVF)
5.8. Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemilik IjinAgar kegiatan pengelolaan hutan di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu dapat
berjalan efektif dan lancar maka diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi antar
pemegang ijin. Koordinasi lebih ditujukan untuk saling berukar informasi dan data
serta pengalaman antar pemilik ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan
hutan.
Sinkronisasi lebih diupayakan untuk menyerasikan dan mengintegrasikan
semua kegiatan di dalam kawasan yang dikelola oleh masing-masing pemilik ijin
agar tidak saling tumpang tindih dan saling klaim. Fasilitasi kegiatan ini dapat
diperankan oleh Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu.
Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi diarahkan pada:
a. Pelaksanaan koordinasi kegiatan antar pemegang ijin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu
54
b. Pelaksanaan sosialisasi dan sinkronisasi kegiatan antar pemegang ijin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu.
5.9. Koordinasi dan Sinkronisasi dengan Stakeholders TerkaitDalam upaya mengelola hutan di kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu agar
lebih berdaya guna dan memiliki dampak yang meluas maka diperlukan adanya
koordinasi dan sinkronisasi dengan stakeholders yang memiliki keterkaitan dengan
kegiatan pada tingkat tapak. Koordinasi lebih ditujukan untuk saling berukar informasi
dan data serta pengalaman antara Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dengan
stakeholders. Sinkronisasi lebih diupayakan untuk menyerasikan dan menyinergikan
semua kegiatan di dalam kawasan KPHP Model Unit VII-Hulu agar sejalan dengan
berbagai tujuan dan kepentingan pembangunan yang lebih besar.
Tabel 5.10. Tata waktu kegiatan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin
KegiatanTahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Koordinasi dan sinkronisasi
Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi diarahkan pada:
a. Pelaksanaan koordinasi Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dengan instansi
maupun pihak yang terkait di semua tingkatan.
b. Pelaksanaan sinkronisasi kegiatan di tingkat tapak antara Pengelola KPHP Model
Unit VII-Hulu dengan instansi maupun pihak yang terkait di semua tingkatan.
5.10. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas Sumber DayaAgar dapat berfungsi dengan baik maka sebagai institusi pengelola kawasan
hutan memerlukan kecukupan kuantitas maupun kuantitas sumber daya manusia.
Untuk itu perlu diupayakan penyediaan sumber daya manusia baik tenaga
manajerial, teknis maupun non teknis dan pendukung. Perlu pula disertai dengan
upaya peningkatan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia yang ada di institusi
Pengelola KPHP agar dapat berperan optimal bagi kemajuan KPHP.
Tabel 5.11. Tata waktu kegiatan penyediaan dan peningkatan kapasitas
No. Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Perekrutan SDM
2. Pelatihan
55
Kegiatan penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM diarahkan pada:
a. Identifikasi dan pengusulan kebutuhan pegawai baik struktural, non struktural,
maupun fungsional.
b. Identifikasi kebutuhan pelatihan (training need assesment).
c. Pengembangan kapasitas personil melalui berbagai program pendidikan,
pelatihan dan pembinaan.
d. Pemenuhan tenaga teknis kehutanan melalui tenaga kontrak
e. Bermitra dengan Masyarakat
5.11. PendanaanAgar tercapai tujuan, sesuai visi dan misi KPHP Model Unit VII-Hulu,
diperlukan dukungan pendanaan yang kuat. Sumber pendanaan dapat berasal dari
KPHP Model Unit VII-Hulu sendiri. KPHP Unit VII-Hulu dirancang untuk menjadi unit
pengelolaan yang mandiri secara finansial, bahkan menjadi profit center. Pada tahap
awalnya, KPHP Unit VII-Hulu belum dapat mandiri karena organisasinya belum
berjalan, sehingga pengelola KPH akan mencarikan dana dari pemerintah maupun
pemerintah daerah. Pada tahap selanjutnya, setelah organisasi pengelola berjalan
dengan efektif, pendanaan juga diperoleh dari penerimaan pemanfaatan hasil hutan
kayu, non kayu dan jasa lingkungan. Selain itu pihak pengelola akan mengusahakan
kerjasama dengan LSM nasional dan internasional yang dapat mendanai program-
program tertentu, misalnya pembinaan masyarakat dan konservasi. Kegiatan yang
dilakukan untuk penyediaan pendanaan:
1. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran biaya rutin. Kegiatan ini dilakukan
setiap tahun untuk diajukan ke pemerintah dan pemerintah daerah.
2. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran biaya untuk program-program
tertentu, untuk diajukan ke lembaga donor, nasional maupun internasional.
3. Penyediaan dana dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, non kayu dan jasa
lingkungan. Tata waktu kegiatan penyediaan dana sebagaima Tabel 5.12.
Adapun dukungan dana lainnya dimungkinkan untuk diperoleh dengan
menjalin kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak, para pemegang ijin usaha
yang di dalam wilayah KPHP Model Unit VII-Hulu, APBN, APBD, BLU, mitra lembaga
donor, dana dari swadaya masyarakat dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
56
Table 5.12. Tata waktu kegiatan penyediaan dana
Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyusunan rencana kegiatan dananggaran ke pemerintah danpemerintah daerah.Penyusunan rencana kegiatan dananggaran ke lembaga donor.Penyediaan dana dari kegiatanpemanfaatan hasil hutan kayu, nonkayu dan jasa lingkungan.
5.12. Sarana dan PrasaranaAgar pengelolaan kawasan hutan KPHP Model Unit VII-Hulu dapat berhasil
dengan baik diperlukan berbagai sarana prasarana pokok dan penunjang.
Kebutuhan terhadap sarana dan prasarana ini terutama yang terkait dengan
pembangunan infrastruktur bagi institusi baru sebagai KPHP Model Unit VII-Hulu.
Berbagai sarana prasarana tersebut diarahkan pada:
a. Pengadaan dan pembangunan prasarana kantor berupa tanah dan gedung
kantor KPHP dan resort beserta isinya.
b. Pengadaan sarana transportasi berupa kendaraan roda 4 dan 2.
c. Pengadaan sarana komunikasi.
d. Pengadaan alat perlengkapan kerja di lapangan.
5.13. Pengembangan DatabaseData base yang lengkap dan tidak kadaluwarsa sangat berguna untuk
pengambilan keputusan dalam pengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu. Selain itu
data base juga bermanfaat bagi pihak luar yang membutuhkan informasi tentang
KPHP Model Unit VII-Hulu seperti misalnya para peneliti dari perguruan tinggi atau
lembaga penelitian, LSM, instansi pemerintah dan individu. Oleh karena itu dalam
organisasi KPHP Model Unit VII-Hulu, akan ditunjuk petugas khusus yang mengelola
data base yang bertanggung jawab dalam pengumpulan, penyimpanan, pengolahan
dan penyajian data ke dalam informasi yang siap digunakan.
Data dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan
dan juga dari luar. Tentu saja tidak setiap data dapat begitu saja diberikan untuk
pihak luar. Dalam pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan
pihak luar harus diikat oleh standar operasional prosedur. Data yang dikumpulkan
dapat berupa analog atau manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-
57
lain), juga dapat berupa data digital (dokumen, data GIS dan data digital lainnya).
Unit yang secara khusus mengelola data base ini merupakan division support system
atau pendukung sistem organisasi KPHP Model Unit VII-Hulu yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan dari tingkat KPH hingga unit terkecil.
Tabel 5.13. Tata waktu kegiatan pengembangan data base
Kegiatan Tahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengadaan peralatanpendukungPengembangan systemdatabasePemutakhiran data
Beberapa kegiatan pendukung dalam membangun program pengembangan
database antara lain:
1. Pelatihan SDM pengelola data base.
2. Penyiapan perangkat data base
3. Penyusunan dan pengelolaan sistem data base
4. Membangun manajemen sistem pusat informasi
5.14. Rasionalisasi Wilayah KelolaPengelolaan KPHP Model Unit VII-Hulu dimasa yang akan datang
menghadapi tantangan yang berat. Tantangan terberat adalah bertambahnya
populasi penduduk sekitar kawasan KPH yang dapat mempengaruhi ekosistem
hutan di KPHP Model Unit VII-Hulu. Hal ini menuntut pihak pengelola KPH untuk
melakukan kalkulasi yang scientific based yang dapat dipertanggungjawabkan.
Rasionalisasi pengurusan wilayah kelola mencakup 2 aspek yaitu: 1) aspek
fisik (kawasan) yang mencakup aspek silvikultur, tata guna hutan, eksplorasi potensi
dan lainnya, dan 2) aspek non teknis yang meliputi rasionalisasi kelembagaan
wilayah kelola hutan mulai dari tingkat blok sampai dengan tingkat petak (organisasi,
kewenangan dan personil).
Rasionalisasi wilayah kelola dari aspek fisik merupakan bentuk penilaian
kembali terhadap kawasan blok atau petak pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan yang mengalami perubahan. Misalnya jika blok pemanfaatan kayu hutan
tanaman yang dikelola oleh pemegang ijin tidak mampu dikelola dengan efektif dan
efisien maka perlu dirasionalisasi wilayah kerjanya. Perubahan wilayah kelola juga
akan mempengaruhi operasional personil dilapangan.
58
KPHP Model Unit VII-Hulu menginginkan terwujudnya kepastian areal kerja
melalui kegiatan tata batas, penataan ruang yang efisien dan efektif. Inventarisasi
hutan di wilayah ini dilakukan untuk memperbaiki strategi dan pengembangan
wilayah kelola yang sesuai dengan kondisi terkini. Pelaksanaan rasionalisasi wilayah
kelola ini dapat dilakukan bekerjasama dengan pemegang ijin konsesi pemanfaatan
maupun pengguna kawasan pada areal masing-masing.
Untuk di luar areal konsesi seperti pada wilayah pemanfaatan tertentu,
Pengelola KPHP Model Unit VII-Hulu dapat melakukannya secara mandiri. Bentuk
rasionalisasi wilayah kelola diarahkan pada:
a. Tata batas kawasan pada areal di dalam ijin konsesi.
b. Tata batas kawasan pada areal di luar ijin konsesi.
c. Identifikasi dan inventarisasi kinerja pemanfaatan Hutan Tanaman
5.15. Review Rencana PengelolaanAgar rencana pengelolaan jangka panjang (10 tahun) KPHP Model Unit VII-
Hulu selalu sesuai dengan kondisi terkini, maka diperlukan peninjauan kembali
(review) terhadap rencana pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kesesuaian antara rencana dan data serta fakta di lapangan, akan memudahkan
pelaksanaan di tingkat tapak. Selain itu, kegiatan review bermanfaat untuk
mengetahui apakah upaya pengelolaan hutan telah dilaksanakan secara efektif dan
efisien dalam kerangka kelestarian hasil dan kelestarian hutan, serta dapat melihat
keberhasilan dan hambatan dalam pelaksanaan RPHJP tahun berjalan. Apabila
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan maka
dapat segera dapat diambil langkah-langkah strategis untuk perubahan dan
percepatan pencapaian target.
5.16. Pengembangan InvestasiSebagai unit kelola yang memiliki kewenangan untuk mengelola kawasannya
sendiri, upaya untuk mengembangkan investasi menjadi dimungkinkan. Investasi
yang dilakukan oleh KPHP Model Unit VII-Hulu diarahkan pada kelola produksi yang
memberikan manfaat ekonomi bagi KPHP Model Unit VII-Hulu sendiri maupun
pemerintah/daerah dan masyarakat. Pengelolaan produksi ini dapat berupa kayu
maupun non kayu. Skema-skema pengembangan investasi dapat dilakukan dan
sesuai dengan kondisi di tingkat tapak. Bentuk pengembangan investasi diarahkan :
a. Pengembangan investasi pada produksi hasil hutan kayu.
b. Pengembangan investasi pada produksi hasil hutan non kayu.
59
Tabel 5.14. Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
I. Inventarisasiberkala wilayahkelola sertapenataanhutannya
1. Inventarisasi1.1. Inventarisasi potensi
kayu berkala1.2. Inventarisasi satwa
berkala1.3. Inventarisasi nonkayu1.4. Inventairsasi jasa
lingkungan berkala1.5. Inventarisasi sosial
budaya berkala
Wilayahtertentu
52.121 ha 500.000.000 KPHbekerja samadenganpemegang ijinkonsesi danlembagalembagapenelitian /pendidikan.
2014-2023 KPH,Pemegang ijinkonsesi,Kemhut, DishutJambi, DishutSarolangun,StakeholdersterkaitMitra donor
2. Penataan Hutan2.1. Penataan blok
berkala, penataanpetak berkala
2.2. Penataan batas2.3. Rekonstruksi batas2.4. Sosialisasi
kawasan hutan
Wilayah KPH
HP Batang Asai,HP Sungai kutur,HP Bukit LubukPekak
52.121 ha
75 km100 km
2.000.500.000
975.000.0001.000.000.000
KPHBPKH/PTBDishutProv/DishutKab/KPH
2014-2019
20142014-2018
KPH,Pemegang ijinkonsesi,Kemhut, DishutJambi, DishutSarolangun
II. Pemanfaatanhutan padawilayah tertentu
1. Pemanfaatankawasan hutan untukperdagangan karbon(REDD+)
HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun
10.000 ha 22.000.000.000 KPH danLembaga DonoratauPerusahaanPerdaganganKarbon
Setiap tahunselama 10tahun
Lembaga DonoratauPerusahaanPerdaganganKarbon
2. Penanaman Jelutung 1.HP SungaiKutur
2.HP BukitLubuk Pekak
3.HP BatangAsai
1.500 ha
750 Ha
1.200 Ha
7.500.000.000 KPH, BPK danMitra
2014-2020 Mitra, APBD,APBN
60
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
3. Penanaman Karet HP Batang Asai 1000 Ha 10.000.000.000 KPH,BPK danmitra
2014-2017 APBD, Mitra.HD. BPK
4. Penanaman Gaharu HP LubukPekak
500 Ha 1.000.000.000 KPH,BPK danmitra
2014-2023 APBD, DAK,APBN, Mitra
5. Penanaman Jernang HP SungaiKutur
500 Ha 5.000.000.000 KPH, Mitra,Lembaga Desa,BPK, BPDAS
2014-2023 APBD, APBN,Mitra
6. Penanaman Kayu-kayuan (Jabon, Merantidll)
1.HP SungaiKutur
2.HP Bukit LubukPekak
3.HP BatangAsai
5000 Ha 25.000.000.000 KPH, Mitra,Lembaga Desa,BPK, BPDAS
2014-2023 APBD, APBN, Mitra
III. Pemberdayaanmasyarakat
1. Pembangunan HutanDesa (HD) dan KTH
2. Fasilitasi HKm
Desa di HPBukit LubukPekakHP Batang Asaidan HPHP SungaiKutur
32 Desa
10.000 ha
1.000.000.000
6.000.000.000
KPH, DishutSarolangun,DishutJambi, BPDASLHD, LSM, KPH,DishutSarolangun,BP2HP, BPKH
2014-2017
2014-2017
APBD, APBN(BPDAS), MitraAPBD, APBN(BP2HP)
IV. Pembinaan danpemantauan(controlling) padaareal KPH yangtelah ada ijinpemanfaat-anmaupunpenggunaan
1. Pelaksanaanpembinaan terhadappemegang ijinpemanfaatan danpenggunaankawasan hutan
HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun
3 kali pertahun
400.000.000KPH, Dishut
KPH, DishutSarolangun,Dishut Jambi,Kemhut
2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPTKementerian
2. Pelaksanaanpemantauan(monev)
HP. BatangAsai, HP Sungai
2 x 4pemegang ijin
500.000.000 KPH, DishutSarolangun,
2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPT
61
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
kawasan hutan terhadap pemegangijin pemanfaatan danpenggunaankawasan hutan
Kutur dan HLBukit TinjauLimun
DishutJambi, Kemhut
Kementerian
V. Penyelenggaraanrehabilitasi padaareal di luar ijin
1. Pelaksanaanrehabilitasi hutan diareal kritis dan agakkritis
HP Batang Asai 12.360 ha 43,259,163,500 KPH 2014-2023 KPH, Mitra,Dishut, UPTKementerian
VI. Pembinaan danpemantauanpelaksanaanrehabilitasi danreklamasi padaareal yang sudahada ijin pemanfa-atan dan penggu-naan kawasanhutannya
1. Pembinaanpelaksanaanrehabilitasi danreklamasi terhadappemegang ijin
HP. BatangAsai, HP SungaiKutur dan HLBukit TinjauLimun
4 pemegangijinkonsesi
400.000.000 KPH 2 kalisetahunselama 10tahun
KPH, DishutSarolangun, DishutJambi, KemhutMitra(Pemegang ijin)
2. Reklamasi 5.000 ha 5.000.000.000 KPH,Pemegang ijin
2014-2023
3. Pemantauan pelaksa-naan rehabiltasi danreklamasi terhadappemegang ijin pemanfa-atan dan penggunaankawasan hutan
HP Batang Asaidan HP SungaiKutur
4 pemegangijin
500.000.000 KPH 2015-2023 KPH
VII. Rencana Penye-lenggaraanperlindunganhutan dankonservasialam
1. Deliniasi areal Perlin-dungan setempat
Sempadansungai
Limun danBatang Asai
500.000.000 KPH, PT. PML,LHD
2014-2016 APBD, APBN,Mitra
2. Upaya Perlindungandan Pengawetan floradan fauna
4 kelompokHP
4 buku 400.000.000 KPH, Mitra,Kemenhut/BKSDA
2014-2017 APBN
3. Sosialisasi kebakaranhutan
Desa-desa dalamwilayah KPH
6 bulan 600.000.000 KPH, UnsurKecamatan,Dishut Kab/Prop
2014-2023 APBD, APBN,Mitra
62
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
4. Pemantauan titik api(hotspot)
4 kelompokhutan dalamwilayah KPH
3 bulan 600.000.000 KPH 2014-2023 APBD, APBN,Mitra
5. Patroli pengamananhutan
HP Batang Asaidan HP SungaiKutur
12 kali 600.000.000 KPH, Mitra,Dishut Kab/Prop/UPT Prop.
2014-2023 APBD,APBN,Mitra
6. Inventarisasiperambahan
HP Batang Asai 10.000Ha
500.000.000 KPH, Dishut,Kecamatan
2014-2023 APBD, APBN
7. Pelatihan Pemadamankarhut dan Pembentuk-an kelompok masyara-kat pemadam karhut
Kantor KPH 5angktn
5 Angkatan 1.000.000.000 KPH, Mitra,DishutKab/Prop. UPTKarhut
2014-2019 APBDKab/Prop,APBN
VIII.Penyelenggaraankoordinasi &sinkronisasiantar pemegangijin
1. Pelaksanaankoordinasi antarpemegang ijinpemanfaatan danpenggunaankawasan
Wilayah KPH 2 x 5pemegang ijinkonsesi= 10
400.000.000 KPH, DishutSarolangun,DishutJambi, Kemhut
2014-2023 APBD, Mitra,APBN
2. Pelaksanaansosialisasi dansinkronisasi kegiatanantar pemegang ijinpemanfaatan danpenggunaan kawasan
Kantor KPH 2 kali/th 400.000.000 KPH, Mitra 2014-2023 APBD, Mitra,APBN
IX. Koordinasi dansinergi denganinstansi danstakeholderterkait.
Pelaksanaan koordinasiPengelola KPHP ModelUnit VII Hulu denganinstansi maupun pihaklain yang terkait padasemua tingkatan.
KPH 2 kali/th 400.000.000 KPH, MitraBadiklatSarolangun,BKDSarolangun,Kemhut, DishutSarolangun
2014-2023 APBD, APBN,Mitra
63
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
XI. Penyediaanpendanaan
1. Pembuatan rencanaanggaran dan kegiat-anrutin kepada PemdaSarolangun danKemenhut
KPH 1 paket 150.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
2014-2023 APBD
2. Pembuatan proposalskema sharing penda-naan dari Pemerintah,Pemerintah Provinsi,dan PemerintahKabupaten
KPHP Unit VII-HuluSarolangun
1 paket 250.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
2014-2023 KPHP Unit VII-HuluSarolangun
3. Pembuatan proposalpenjalinan kerjasamakegiatan dengan pihakketiga yang tidakmengikat dan dapat salingmenguntungkan
KPHP Unit VII-HuluSarolangun
1 paket 300.000.000 KPHP Unit VII-Hulu Sarolangun
2014-2023 KPHP Unit VII-HuluSarolangun
XII. Penyediaansarana danprasarana
1. Pengadaan dan Pemba-ngunan prasaranakantor berupa tanah dangedung kantor KPHPdan resort besertaisinya
Kec. CNG 1 paket 1.000.000.000 BPKH, PihakKetiga
2012-2015 APBD, APBN
2. Pengadaan saranatransportasi berupamobil dan speedboat
KPH 1 paket 1.000.000.000 KPH 2014-2016 APBN, APBD
3. Pengadaan saranakomunikas
KPH 1 paket 100.000.000 KPH 2014-2015 APBN, DAKDAK, APBD
4. Pengadaan alatperlengkapan kerja dikantor dan lapangan
KPH 1 paket 500.000.000 KPH 2014-2016 APBD,APBN,DAK
64
Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Lokasi Volume Indikasi Biaya(Rp)
Pelaksana Waktu Sumber Dana
XIII.Pengembangandata base
1. Pengadaan peralatanpendukung database
KPH 1 paket 500.000.000 KPH, PihakKetiga
2014-2023 DAK,APBNMitra, APBD
2. Pengembangansistem database
KPH 1 paket 450.000.000 KPH 2014-2023
XIV. Rasionalisasiwilayah kelola
1. Tata batas kawasanpada areal di dalam ijinkonsesi dan diluar ijinkonsesi
KPH 35.000 ha 3.500.000.000 PTB, Mitra 2014-2016 Pihak Ketiga
2. Identifikasi daninventarisasi kinerjapemanfaatan HutanTanaman
HP Batang Asaidan HPSungaiKutur
35.000 ha 350.000.000 KPH, Dishut,UPT Kemenhut
2017 APBD, APBN, Mitra
XV. ReviewRencanaPengelolaan
Review RencanaPengelolaan HutanJangka Panjang
KPH 1 paket 300.000.000 KPHbekerjasamadengan tenagaahli / pihakketiga
2016 APBD, APBN
XVI.Pengembanganinvestasi
1. Pengembanganinvestasi padaproduksi hasil hutankayu
KPH 1 paket 500.000.000 KPH
2. Pengembanganinvestasi padaproduksi hasil hutannon kayu
KPH 1 paket 500.000.000 KPH
65
BAB VIPEMBINAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
6.1. PembinaanPembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan pelaksanaan
Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang terkait dengan pengelolaan
hutan produksi. Selain itu juga mencakup pembinaan terhadap pelaksanaan tugas
dekonsentrasi dan tugas perbantuan, pinjaman dan hibah luar negeri sejauh terkait
dengan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu.
Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas
Kehutanan Provinsi Jambi meliputi pembinaan terhadap pelaksanaan pengelolaan
KPHP Model Limau Unit VII-Hulu yang berskala regional. Pembinaan yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun meliputi pembinaan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu pada skala tapak.
Pembinaan yang diberikan dapat berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,
arahan, dan atau supervisi. Pembinaan dilakukan secara berkala setiap semester (6
bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan pembinaan secara khusus.
Hasil pembinaan digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap pengelolaan KPHP Model
Limau Unit VII-Hulu ke depan.
6.2. PengawasanPengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan efektifitas
pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang terkait dengan
pengelolaan hutan produksi. Selain itu juga mencakup pengawasan terhadap
efektifitas pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas perbantuan, pinjaman dan
hibah luar negeri sejauh terkait dengan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-
Hulu.
Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas
Kehutanan Provinsi Jambi meliputi pengawasan terhadap efektifitas pelaksanaan
pembinaan penyelenggaraan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu yang memiliki
keterkaitan dengan kewenangan Pemerintah Provinsi.
Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun meliputi
pengawasan terhadap efektifitas pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan KPHP
Model Limau Unit VII-Hulu pada skala tapak. Pengawasan secara formal dilakukan
66
secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat
dilakukan pengawasan secara khusus. Hasil pengawasan digunakan sebagai bahan
perbaikan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap
pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu ke depan.
6.3. PengendalianPengendalian meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu. Kegiatan monitoring dilakukan agar
hasil yang dicapai dapat memenuhi atau sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Monitoring dan evaluasi secara formal dilakukan secara berkala setiap semester (6
bulan). Namun dalam keadaan tertentu dapat dilakukan monitoring dan evaluasi
secara khusus. Hasil pengendalian digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan, dan/atau perbaikan terhadap
pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu ke depan.
67
BAB VIIPEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan merupakan alat pengelolaan untuk
menyesuaikan kembali kegiatan-kegiatan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu akibat
perubahan-perubahan temporal yang terjadi.
7.1. PemantauanPemantauan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu dimulai dari
tingkat pusat hingga daerah. Di tingkat pusat, pemantauan dapat dilakukan oleh
Kementerian Kehutanan melalui UPT-UPT kemenhut yang ada di wilayah Provinsi
Jambi. Di tingkat daerah, pemantauan dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Jambi melalui Gubernur dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten.
Sedangkan di tingkat tapak dapat dilakukan oleh Pengelola KPHP Model Limau Unit
VII-Hulu sendiri.
Pemantauan dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun
dalam keadaan tertentu dapat dilakukan pemantauan secara khusus. Hasil
pemantauan dapat dijadikan alat untuk perbaikan dan penyesuaian kembali terhadap
kegiatan-kegiatan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu agar tetap sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi.
7.2. EvaluasiEvaluasi dapat diberikan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan melalui
Menteri Kehutanan untuk tingkat pusat. Pada tingkatan daerah, Pemerintah Provinsi
Jambi melalui Gubernur dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten
dapat memberikan penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan KPHP Model Limau
Unit VII-Hulu. Adapun evaluasi secara internal dilakukan dilakukan oleh Pengelola
KPHP Model Limau Unit VII-Hulu sendiri untuk tingkat tapak.
Evaluasi dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun dalam
keadaan tertentu dapat dilakukan evaluasi secara khusus. Hasil evaluasi dapat
dijadikan bahan rujukan untuk perbaikan dan penyesuaian kembali terhadap
kegiatan-kegiatan pengelolaan KPHP Model Limau Unit VII-Hulu agar tetap berjalan
sesuai dengan target dan tingkat pencapaian yang telah ditentukan.
68
7.3. PelaporanPelaporan dilakukan kepada instansi vertikal yang memiliki keterkaitan secara
kewenangan teknis dan politis (kebijakan). Di tingkat Pusat, pelaporan disampaikan
kepada Kementerian Kehutanan melalui Menteri Kehutanan. Di tingkat Provinsi,
pelaporan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jambi melalui Gubernur dan
Kepala Dinas. Sedangkan di tingkat Kabupaten, pelaporan disampaikan kepada
Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui Bupati dan Kepala Dinas.
Pelaporan dilakukan secara berkala setiap semester (6 bulan). Namun untuk
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan tertentu, pelaporan dapat diberikan
sesuai waktu yang dibutuhkan.
FASILITASI HUTAN ADAT DI KABUPATEN SAROLANGUN (s/d September 2013)
No. Nama Hutan Adat Lokasi / Site Desa Kecamatan Tahun Luas (Ha) Keterangan
1. HA - Rio Peniti Dsn. Lb. Bedorong Lubuk Bedorong Limun 2005 313 SK Bupati No.206 Thn. 2010
2. HA – Pengulu Lareh Dsn. Temalang Temalang Limun 2005 128 SK Bupati No.206 Thn. 2010
3. HA – Pengulu Batuah Dsn. Meribung Meribung Limun 2006 295 SK Bupati No.206 Thn. 2010
4. HA – Datuk Monti Dsn. Tinggi Meribung Limun 2006 48 SK Bupati No.206 Thn. 2010
5. HA – Pengulu Sati Dsn. Sei Beduri Meribung Limun 2006 100 SK Bupati No.206 Thn. 2010
6. Rimbo Larangan Dsn. Meribung Meribung Limun 2006 18 SK Bupati No.206 Thn. 2010
7. HA – Imbo Pseko Dsn. Npl Melintang Napal Melintang Limun 2006 140 SK Bupati No.206 Thn. 2010
8. HA – Imbo Lembago Dsn. Npl Melintang Napal Melintang Limun 2006 70 SK Bupati No.206 Thn. 2010
9. HA – Datuk Rajo Intan Dsn. Mersip Ulu Mersip Limun 2006 80 SK Bupati No.206 Thn. 2010
10. HA – Datuk Menteri Sati Dsn Mersip Ulu Pangi Mersip Limun 2006 78 SK Bupati No.206 Thn. 2010
11. HA – Bukit Rayo - Berkun Limun 2008 98 SK Bupati No.206 Thn. 2010
12. HA - Temenggung Dsn. Mengkadai Temenggung Limun 2011 131,75 dalam proses
13. HA – Muara Pemuat - Muara Pemuat Batang Asai 2012 69,41 dalam proses
14. HA – Raden Anom - Muara Pemuat Batang Asai 2012 59,75 dalam proses
15. HA – Panca Karya - Panca Karya Limun 2013 dalam proses
FASILITASI HUTAN DESA DI KABUPATEN SAROLANGUN (s/d September 2013)
No. Fasilitator Desa Kecamatan Tahun Usulan Luas (Ha) Keterangan
1. NGO G-Cinde Batin Pengambang Batang Asai 2012-2013 3.797,3 Proses Usulan Ke Bupati
2. NGO G-Cinde Tambak Ratu Batang Asai 2012-2013 1.641 Proses Usulan Ke Bupati
3. NGO G-Cinde Muara Air Dua Batang Asai 2012-2013 2.184,9 Proses Usulan Ke Bupati
4. NGO G-Cinde Batu Empang Batang Asai 2012-2013 11.454,9 Proses Usulan Ke Bupati
5. NGO G-Cinde Sei Keradak Batang Asai 2012-2013 5.811,2 Proses Usulan Ke Bupati
6. NGO G-Cinde Simpang Narso Batang Asai 2012-2013 10.786,2 Proses Usulan Ke Bupati
7. NGO KKI-Warsi Lubuk Bedorong Limun 2013 7.529 Proses Usulan Ke Bupati
8. NGO KKI-Warsi Napal Melintang Limun 2013 5.674 Proses Usulan Ke Bupati
9. NGO KKI-Warsi Berkun Limun 2013 8.584 Proses Usulan Ke Bupati
MATRIK RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANGKPHP MODEL UNIT VII-HULU KABUPATEN SAROLANGUN
TAHUN 2014 S/D 2023
Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15A. Tata Hutan
1 Inventarisasi tumbuhan Kali 1 1 22 Inventarisasi satwa Kali 1 1 1 33 Inventarisasi Sosekbud Kali 1 1 1 34 Kompilasi data geologi, tanah, iklim Kali 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 105 Pembagian blok unit - 5 - - - - - - - - 56 Pemancangan batas Patok 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1,000
B. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu1 Identifikasi wilayah potensial Kali 1 1 2
No. Nama KegiatanRENCANA KEGIATAN TAHUNAN
KETERANGAN
1 Identifikasi wilayah potensial Kali 1 1 22 Kerja sama dengan pihak ketiga Kali 1 1 23 Merumuskan Pengelolaan Kali 1 1 24 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Ha 1,000 1,000 2,000 3,000 1,000 1,000 1,000 1,000 11,0005 Pengembangan tanaman karet Ha - - 1,000 1,000 3,000 3,000 1,000 1,000 - - 10,0006 Budidaya kayu jabon Ha - - - 3,000 3,000 - - - - - 6,0007 Pengembangan obyek wisata Unit - - 1 1 1 1 1 1 1 - 78 Pengembangan PLTMH Unit - - - 1 1 - - - - - 29 Penangkaran rusa Ekor - - - 20 20 - - - - - 40
10 Pengembangan Program REDD+ Ha - 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 - - - 6,000C. Pemberdayaan Masyarakat
1 Sosialisasi HKM, HD, HTR Kali 4 4 82 Fasilitasi lembaga desa & kelompok masy. Kali 4 4 5 5 5 243 Pembinaan kelompok tani Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
D. Pembinaan & Pemantauan Pemegang Izin 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 371 Pembinaan pemegang izin Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Pemantauan pemegang izin Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
E. Rehabilitasi Areal Di Luar Izin1 Identifikasi lahan kritis Kali 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 102 Penyusunan rencana Kali 1 - - - - - - - - 13 Pengadaan bibit Juta - - 1 1 1 1 1 1 - - 64 Penanaman Ha - - 100 100 100 100 100 100 100 - 7005 Pemeliharaan tanaman Ha - - - 100 100 100 100 100 100 100 700
Satuan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Jumlah1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
No. Nama KegiatanRENCANA KEGIATAN TAHUNAN
KETERANGAN
F. Pembinaan & Pemantauan Rehabilitasi &Reklamasi Areal Yang Sudah Ada Izin
1 Pembinaan Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Pemantauan Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
G. Perlindungan hutan & Konservasi Alam1 Perlindungan Blok lindung Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 202 Konservasi wilayah dgn nilai kons. tinggi Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 40
H. Koordinasi & Sinkronisasi dgn Pemegang Izin Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40I. Koordinasi & Sinergi dgn Stakeholder Terkait Kali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40J. Penyediaan & Peningkatan Kapasitas SDM
1 Perekrutan Org 5 10 10 10 10 452 Pelatihan Org 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 47
K. Pendanaan1 Dari pemerintah pusat & daerah Juta 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 10,0001 Dari pemerintah pusat & daerah Juta 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 10,0002 Dari lembaga donor Juta - 500 500 500 500 500 500 500 500 500 4,5003 Dari pemanfaatan hasil hutan Juta - - - - 100 200 300 400 500 600 2,100
L. Sarana & Prasarana - - - - - - - - - - - -1 Pembangunan kantor KPHP Unit 1 - - - - - - - - - 12 Pembangunan kantor RPH Unit - - 1 1 1 1 - - - - 43 Pengadaan Mobil Unit 1 1 1 - 1 - - - - - 44 Pengadaan Motor Unit 2 2 2 2 2 2 - - - - 125 Pembangunan rumah dinas Unit - - 1 1 - - - - - - 26 Pengadaan peralatan kantor dan Jalan Patroli Juta - 200 500 300 300 100 100 100 100 100 1,8007 Pemeliharaan kantor, rumah & kendaraan Juta 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1,000
M. Pengembangan Database1 Pengadaan peralatan Unit 1 1 1 1 42 Pengembangan sistem Unit - 1 - - 1 - - 1 - - 33 Pemutakhiran data Kali 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
N. Rasionalisasi Wilayah Kelola1 Analisis data Kali - - - 1 1 - - - - - 22 Penentuan luas & lokasi RPH Unit - 2 2 - - - - - 4
O. Review Rencana Pengelolaan Kali 1 1P. Pengembangan Investasi unit 1 1 1 3
1 Menyusun rencana pemanfaatan Kali - 1 1 - - - - - - - 22 Melakukan kerja sama dgn investor Kali - - 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Top Related