1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan pelaksanaan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung disusun dengan mengacu pada
Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi
Birokrasi. Hal ini dikarenakan sampai tahun 2010
dan awal 2011 Mahkamah Agung masih
melaksanakan program dan kegiatan sesuai
dengan perencanaan reformasi birokrasi sesuai
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan
demikian sebagian besar laporan ini berisi
capaian-capaian program dan kegiatan sesuai
Peraturan Menteri PAN Nomor:
PER/15/M.PAN/7/2008. Namun demikian
semester dua tahun 2011 ini, Mahkamah Agung
sudah sepenuhnya melaksanakan reformasi
birokrasi yang secara strategis mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010
– 2035 dan Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Roadmap
Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Secara teknis,
pelaksanaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung mengacu pada serangkaian pedoman
berikut ini:
1. (Buku 1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan
Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.
2. (Buku 2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan
Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga.
3. (Buku 3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Road Map
Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
4. (Buku 4) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Perubahan.
5. (Buku 5) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan
Reformasi Birokrasi.
Mulai semester 2 tahun 2011
ini, Mahkamah Agung sudah
sepenuhnya melaksanakan
reformasi birokrasi yang secara
strategis mengacu pada
Peraturan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 Tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi
2010 – 2035 dan Peraturan
Menteri PAN dan RB Nomor
20 Tahun 2010 Tentang
Roadmap Reformasi Birokrasi
2010 – 2014.
2
6. (Buku 6) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penataan Tata Laksana.
7. (Buku 7) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins.
8. (Buku 8) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Pengetahuan.
9. (Buku 9) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga.
Pokok-pokok Bahasan
Laporan ini terdiri dari pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
1. Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan.
Pokok bahasan ini menjelaskan latar belakang dan sejarah reformasi peradilan yang
dimulai sejak tahun 2003 kemudian menyusul reformasi birokrasi yang dimulai tahun
2006. Pada bagian ini juga dijelaskan perkembangan kebutuhan Mahkamah Agung
untuk mengintegrasikan reformasi birokrasi ke dalam reformasi peradilan.
2. Reformasi Peradilan Mahkamah Agung
Dalam pokok bahasan ini menjelaskan bagaimana pembaruan atau pembenahan
dilakukan di area tehnis untuk memenuhi TUPOKSI utama Mahkamah Agung dalam
memutus perkara. Pembahasan terutama pada cara-cara Mahkamah Agung dalam
mengikis tunggakan perkara dan percepatan dalam proses penyelesaian penanganan
perkara.
3. Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya
Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick
qins yang dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses
pembaruan peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan.
4. Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
Pada pokok bahasan ini ditampilkan secara detil pencapaian dan capaian reformasi
birokrasi Mahkamah Agung.
Reformasi Birokrasi dalam Reformasi Peradilan
Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi
Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan
peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:
071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam
3
lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok
kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim
Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program
dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.
Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur
pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20
Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut
memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,
yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila
dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam
waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.
Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter
organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi
dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim1 dengan susunan sebagai berikut :
A. Tim Pengarah
Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI
Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI
2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
B. Tim Pelaksana
Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan
Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI
Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI
1 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/KMA/SK/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011
4
Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:
No Pelaksana Program dan Kegiatan
Reformasi Birokrasi
1 Kelompok Kerja Manajemen
Perkara
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
2 Kelompok Kerja Manajemen
Sumber Daya Manusia,
Perencanaan dan Keuangan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
c. Penataan SDM aparatur
3 Kelompok Kerja Pendidikan dan
Pelatihan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan Manajemen SDM Aparatur
4 Kelompok Kerja Pengawasan
Internal
a. Penguatan Pengawasan Intern
b. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
5 Kelompok Kerja Akses
Terhadap Keadilan
a. Manajemen Perubahan
b. Penataan Perundang-undangan
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
Mahkamah Agung percaya bahwa dengan susunan tim seperti tersebut di atas, proses
reformasi birokrasi khususnya dan reformasi peradilan umumnya dapat lebih cepat dicapai.
Reformasi Peradilan Mahkamah Agung
Tunggakan perkara di Mahkamah Agung dan proses penyelesaian perkara adalah dua hal
penting yang berkaitan dengan pelaksanaan TUPOKSI utama Mahkamah Agung dan Badan-
badan peradilan di bawahnya. Berbagai upaya positif dan sistematis dilakukan oleh
Mahkamah Agung memenuhi TUPOKSI tersebut, antara lain :
1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana.
2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kepaniteraan secara berkelanjutan.
3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara
Salah satu kebijakan yang mendukung pencapaian TUPOKSI utama Mahkamah Agung adalah
menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara. Penyempurnaan tersebut dilaksanakan
berdasarkan Surat Keputusan KMA Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September
2009. Surat Keputusan tersebut memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di
Mahkamah Agung bukan saja kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah
Agung, akan tetapi juga memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani
5
perkara. Dengan adanya pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan
paling lama 2 (dua) tahun, dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6
(enam) bulan.
Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini
1. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480
perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.
2. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun
terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga
jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah
22.315 perkara.
3. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung
selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Perdata 7.915 perkara (35,47%),
2. Pidana khusus 5.025 (22,52 %),
3. Pidana umum 3.965 (17,77 %),
4. Tata usaha negara 2.475 (11,11 %),
5. Perdata khusus 1.655 (7,42 %),
6. Perdata agama 902 (4,04 %), dan
7. Pidana militer 373 (1,67 %).
Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun
2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.
Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam
memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985
perkara.
Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam
sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.
Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya
Program quick wins secara khusus dibahas dalam laporan ini, karena capaian quick qins yang
dicanangkan telah terbukti menjadi pengungkit bagi perkembangan proses pembaruan
peradilan dan memberi manfaat berkelanjutan. Contoh program pengembangan website yang
merupakan salah satu bentuk pengembangan teknologi informasi, mendorong pada
pembangunan sistem-sistem informasi lainnya, seperti Sistem Layanan Informasi Perkara,
Sistem Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi, dll. Tabel pada halaman
berikut memberikan gambaran bagaimana program quick wins mendorong bergulirnya
perbaikan yang memberikan manfaat berkelanjutan.
6
NO PROGRAM QUICK WINS KELANJUTAN PROGRAM
1 Transparansi Peradilan
Bagi Mahkamah Agung, transparansi peradilan adalah salah satu
bentuk dari keterbukaan informasi publik. Untuk melaksanakan hal
tersebut, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28
Agustus 2007. Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan
Keterbukaan informasi di Pengadilan ini merupakan lompatan
quantum (quantum leap)2. Hal ini karena lahirnya Surat Keputusan
ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang
diundangkan 30 April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.
Secara teknis, salah satu bentuk transparansi peradilan adalah
uploading putusan ke website Mahkamah Agung. Sampai dengan
September 2010, telah diupload 18,332 putusan.
Meja Informasi Keterbukaan informasi juga diwujudkan dalam bentuk ketersediaan meja
informasi baik di Mahkamah Agung maupun pengadilan-pengadilan di
bawahnya. Prinsip dasar dari meja informasi adalah sejauhmana Pengadilan
dapat memberikan informasi yang diperlukan pencari keadilan dalam jangka
waktu yang sesuai.
Meja informasi di Mahkamah Agung telah dikunjungi oleh 481 orang dan
sampai Januari - Desember 2010 dikunjungi 2140 orang. Mayoritas
masyarakat menanyakan informasi status perkara (80%). Mengadukan
masalah 18 persen, menanyakan informasi lain 2 persen.
Sampai 2010 sebanyak 218 pengadilan telah memiliki sarana meja
informasi. Sebagian pengadilan yang belum memiliki sarana meja informasi
disebabkan karena kurangnya anggaran untuk mendukung pengadaan
pengembangan teknologi informasi termasuk sarana meja informasi.
2 Pengembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka mendukung penerapan SK KMA No.
144/KMA/SK/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di
Pengadilan, seluruh pengadilan diharapkan mengembangkan website
atau halaman untuk memberikan pelayanan informasi kepada
masyarakat. Berkat alokasi anggaran pengembangan sistem informasi
pengadilan pada tahun 2009, maka di tahun 2010 sebanyak 729
satuan kerja pengadilan telah memiliki website.
a. Sistem layanan informasi Perkara. Layanan ini memungkinkan publik
untuk mengetahui status perkaranya secara mandiri. Pencarian informasi
bisa dilakukan berdasarkan nomor register perkara di Mahkamah Agung,
asal pengadilan, nama para pihak, jenis perkara maupun nomor surat
pengantar dari pengadilan asal. Jika telah menemukan perkara yang
ingin diketahui statusnya, masyarakat juga bisa melihat detil dari status
perkara tersebut. Jika perkara yang dimaksud telah putus, publik juga
bisa memperoleh dokumen putusannya. Akses terhadap dokumen
putusan bisa dilakukan melalui website Mahkamah Agung, yang juga
bisa diakses dari meja informasi.
2 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI, Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas
Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat : http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595)
7
b. Informasi Peraturan Perundang-undangan. Mahkamah Agung telah
mengembangkan aplikasi database peraturan perundang-undangan
berbasis web yang dapat menyimpan dan menampilkan kembali
peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh user yang
membutuhkannya. Aplikasi tersebut dapat diakses melalui website
Mahkamah Agung
c. Sistem Informasi Manajemen Perkara. Manajemen Perkara
merupakan tugas inti di Mahkamah Agung. Proses penyelesaian perkara
di Mahkamah Agung merupakan proses yang mengalir sejak perkara
masuk sampai diputus (alur perkara/caseflow). Teknologi Informasi
selama ini juga telah dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.
d. Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi (TI).
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung
mengembangkan suatu aplikasi dasar untuk membantu pelaksanaan
fungsi pengawasan. Aplikasi ini terfokus kepada penanganan pengaduan
masyarakat dan tindak lanjut penanganannya sampai pemeriksaan
selesai dilakukan.
e. Pelaporan Keuangan Perkara. Sejak disahkannya Surat Edaran
Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 09/2008 tentang Pelaporan
Penerimaan dan Penggunaan Biaya Perkara pada Pengadilan,
Mahkamah Agung telah memulai era baru dalam pengumpulan dan
pengelolaan laporan keuangan perkara
f. Manajemen Perencanaan dan Keuangan. Penggunaan aplikasi
komputer untuk manajemen perencanaan dan keuangan di Mahkamah
Agung dilakukan dengan menggunakan rangkaian paket aplikasi yang
telah disediakan oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola
keuangan negara.
8
g. SMS Gateway. Sistem ini dibangun pada tahun 2008 dan hingga kini
masih diimplementasikan. Sistem ini digunakan untuk melakukan
pelaporan penerimaan dan penggunaan biaya perkara, juga melaporkan
besaran dan penyerapan anggaran prodeo dan sidang keliling.
h. Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP). Sistem manajemen
kepegawaian (SIKEP). bertujuan untuk mengintegrasikan data
kepegawaian yang ada di lingkungan Mahkamah Agung. Dengan adanya
SIKEP tersebut, diharapkan Mahkamah Agung akan memiliki database
terintegrasi tentang Sumber Daya Manusia (SDM), menggantikan
aplikasi SDM sektoral yang selama ini ada di masing-masing satuan
kerja tertentu
3 Pengelolaan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dimaksud di sini berkaitan dengan pembayaran biaya perkara. Untuk menjamin kepastian besaran
biaya berperkara dan transparansi pengelolaannya, maka sejak dicanangkan sebagai program quick wins – Mahkamah Agung tidak lagi tidak lagi
mengelola biaya perkara. Uang perkara itu, wajib langsung dibayarkan ke kas negara, sebagaimana Surat Keputusan KMA nomor 144/2007 tentang
transparansi dan keterbukaan informasi di Pengadilan. Selanjutnya keputusan pengelolaan biaya perkara ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di Bawahnya.
4 Kode Etik Hakim
Pedoman Perilaku Hakim (PPH) ditetapkan melalui SK KMA No.
104AKMA/SK/XII/2006 pada Desember 2006. Sepuluh prinsip
ditetapkan sebagai pedoman bagi hakim, yaitu adil, jujur, arif dan
bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab,
menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati, dan
profesional. Sampai saat ini telah lebih dari 2,000 orang hakim dari
7,000 orang hakim yang telah mendapat pelatihan pedoman perilaku
hakim
Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi
Yudisial
9
5 Manajemen SDM, khususnya Analisa Pekerjaan, Evaluasi Pekerjaan dan Sistem Remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah
tunjangan kinerja)
Delapan ratus tujuh puluh lima uraian pekerjaan dan 26 kelas jabatan
Tabel 1
Program Quick Wins dan Kelanjutan Program
Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
Berdasarkan pemahaman terhadap Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sebagaimana telah diuraikan di atas, berikut adalah tabel pencapaian
aktivitas reformasi birokrasi yang dilakukan Mahkamah Agung.
NO PROGRAM DAN
KEGIATAN
CAPAIAN
A ARAHAN STRATEGIS
1. Program Quick Wins Sudah dibahas secara khusus pada pokok bahasan sebelumnya
2. Penilaian Kinerja
Organisasi
Melakukan Organization Diagnostic Assessment dengan menggunakan parameter International Framework of Court
Excellence. Kerangka kerja Court Excellence ini sudah digunakan oleh banyak badan peradilan di seluruh dunia. Oleh
karena itu, proses penilaian ini dianggap sebagai benchmarking.
Parameter pengukuran yang digunakan meliputi tujuh area, yaitu:
1. Manajemen dan Kepemimpinan Peradilan
2. Kebijakan Peradilan
3. Sumber Daya Manusia, Material dan Keuangan
4. Proses Pengadilan
5. Kebutuhan dan Kepuasan Pengguna
6. Pengadilan yang Terjangkau
7. Kepercayaan Publik
10
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam proses ini adalah survei melalui kuesioner dan focus group
discussion.
Dalam proses ini penilaian diberikan, baik internal maupun eksternal. Penilai eksternal terdiri dari akademisi, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan,
Kepolisian, Perwakilan Pemerintah Daerah, Pengacara dan Media Massa.
Penilai eksternal menilai hanya pada empat area yaitu: proses pengadilan; kebutuhan dan kepuasan pengguna;
pengadilan yang terjangkau dan kepercayaan publik. Sementara penilai internal menilai ketujuh area tersebut di atas.
Secara umum, hasil dari penilaian3 dengan menggunakan kerangka kerja Court Excellence ini, adalah sebagai berikut:
1. Lembaga peradilan Indonesia baru mencapai kurang dari 50% untuk mewujudkan sebuah Court Excellence,
pada ketujuh area Court Excellence.
2. Peradilan masih sangat lemah pada aspek perencanaan. Sementara pada aspek implementasi sedikit lebih baik.
3. Terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara penilaian responden internal dan responden eksternal hampir
pada keempat area yang menjadi kriteria. Hal ini memberikan indikasi bahwa secara umum, badan peradilan
belum dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh publik
4. Area kebijakan peradilan cenderung dinilai lebih baik dibandingkan nilai pada area-area lainnya.
5. Area kebutuhan dan kepuasan pengguna cenderung dinilai lebih buruk dibandingkan dengan area-area lainnya. 3. Postur Birokrasi 2025 Postur birokrasi Mahkamah Agung 2025 digambarkan dengan jelas pada Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 –
2035. Cetak biru tersebut dengan jelas menggambarkan postur birokrasi yang diinginkan Mahkamah Agung, antara
lain melalui :
1. Visi dan misi yang baru
2. Sepuluh kondisi badan peradilan yang diinginkan
3. Strategi badan peradilan
4. Disain organisasi badan peradilan
Cetak biru ini juga dengan jelas menggambarkan prioritas dan milestone pencapaian setiap lima tahunan serta
3 Laporan Organizational Diagnostic Assessment Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2009
11
gambaran besar rencana kerjanya.
Salah satu program besar yang merupakan strategi Mahkamah Agung dalam upaya terutama menjaga kepastian hukum,
adalah penerapan sistem kamar. Saat ini pembahasannya sudah rampung sekitar 70%. Direncanakan untuk diujicoba
pelaksanaannya pada tahun 2011 ini. Sistem kamar ini akan mendorong peningkatan kompetensi dan profesionalisme
dari para hakim. Selanjutnya perubahan menjadi sistem kamar ini, akan ditindaklanjuti dengan tinjauan terhadap
restrukturisasi organisasi.
B MANAJEMEN PERUBAHAN
Sosialisasi dan
Internalisasi
Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi
Seiring dengan telah selesainya perumusan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035, maka dirumuskan pula
Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi. Strategi ini dikembangkan dengan mengenali karakter
dari program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai visinya (kondisi yang
diinginkan) dari kondisinya saat ini. Selain itu juga apa yang harus dilakukan untuk membuat program dan
kegiatan perubahan yang dimaksud menghasilkan suatu dampak perubahan perilaku yang diinginkan, termasuk di
dalamnya adalah strategi komunikasinya. Kondisi yang diinginkan berdasarkan pedoman reformasi birokrasi
adalah yang dimaksud sebagai postur birokrasi 2025. Postur ini secara jelas dituangkan dalam Cetak Biru
Pembaruan Peradilan 2010 – 2035. Dalam cetak biru, postur yang diinginkan secara jelas telah dituangkan dalam
bentuk programprogram dan kegiatan-kegiatan pembaruan/perubahan. Sementara kondisi saat ini sesuai dengan
pedoman diambil dari penilaian kinerja saat ini. Penilaian posisi saat ini didapat melalaui organization diagnostic
assessment.
Dalam perumusan strategi ini, data dikumpulan melalui survey dengan kuesioner dan wawancara serta focus group
discussion. Responden dari kuesioner adalah seluruh Pimpinan, hakim, pejabat dan staf Mahkamah Agung dan
Badan-badan peradilan di Bawahnya. Wawancara dilakukan pada Pimpinan dan pejabat eselon 1 serta focus group
discussion dilakukan pada beberapa eselon 2.
Hasil survey4 menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya, secara umum siap menerima dan melakukan
4 Startegi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi Mahkamah Agung, 2010
12
perubahan.
2. Program-program dan kegiatan-kegiatan perubahan yang diinginkan sebagian besar bersifat mendasar, dalam
skala besar dengan dampak perubahan signifikan.
3. Dengan budaya organisasi yang ada saat ini, maka untuk sebagian besar program dan kegiatan yang dimaksud
di atas harus dilaksanakan dengan strategi perubahan power coercive
4. Dengan strategi tersebut, maka jelas bahwa peran pimpinan tertinggi Mahkamah Agung untuk mengarahkan
perubahan adalah sebuah keharusan. Selain itu keterlibatan pimpinan di semua jenjang organisasi adalah
mutlak.
5. Strategi dan media komunikasi yang paling banyak dipilih dan dianggap paling efektif adalah rapat-rapat baik
formal maupun informal dan memo-memo.
Selanjutnya strategi ini dibahas dalam rapat strategic plan untuk merumuskan program-program prioritas lima
tahun berikutnya (2010 – 2014). Rapat strategic plan ini dihadiri oleh Ketua dan dua wakil ketua Mahkamah
Agung, Ketua Muda Pembinaan dan Koordinator Pembaruan Mahkamah Agung. Program-program prioritas ini
kemudian diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan dan penganggaran. Seluruh kegiatan ini
berlangsung sejak awal hingga pertengahan 2011.
Sosialisasi dan Internalisasi
Kegiatan sosialisasi dan internalisasi sesungguhnya adalah bagian dari setiap program atau kegiatan perubahan
yang dijalankan. Kegiatan-kegiatan sosialisasi yang banyak dilakukan melalui forum-forum khusus, leaflet,
pengumuman-pengumuman yang dipasang di tempat-tempat tertentu, rapat-rapat serta pelatihan-pelatihan untuk
membangun kapabilitas internal organisasi, talkshow, dan media massa.
13
C PENATAAN SISTEM
Analisa Jabatan – Evaluasi
Jabatan – Sistem Remunerasi
Telah dirumuskan 785 uraian pekerjaan dan 26 peringkat jabatan
Tunjangan kinerja telah diterima berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 19 Tahun 2008
tentang Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan-
badan Peradilan yang Berada di bawahnya.
Secara operasional PerPres tersebut diperjelas dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor.
070/KMA/SK/V/2008 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya. Secara teknis pelaksanaan diatur berdasarkan Surat Sekretaris
Mahkamah Agung Nomor. 315/SEK/ 01/V/2008 tentang Remunerasi/Tunjangan Khusus Kinerja Mahkamah
Agung RI
Sambil menunggu perumusan sistem penilaian kinerja individu, seiring dengan turunnya tunjangan kinerja –
sebagai dasar penghitungan tunjangan kinerja diperhitungkan dengan tingkat kedisiplinan kerja pegawai. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Ketua Mahakamah Republik Indonesia Nomor. 071/KMA/SK/V/2008 tentang
Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di Bawahnya. Selanjutnya
operasionalisasi dilakukan dengan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor.
035/KMA/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor.071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri Pada mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada
di Bawahnya.
D PENATAAN ORGANISASI
1. Redefinisi Visi, Misi dan
Strategi Redefinisi Visi dan Misi
Pada tanggal 10 September 2009 telah berhasil dirumuskan visi Mahkamah Agung yang baru, yaitu :
Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung.
14
Misi yang baru:
1. Menjaga kemandirian badan peradilan
2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan
Dalam penterjemahannya, Badan Peradilan Indonesia yang Agung, secara ideal adalah sebuah Badan
Peradilan yang:
1. Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan berkeadilan.
2. Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam
APBN.
3. Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur.
4. Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya
ringan dan proporsional.
5. Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif
bagi penyelenggaraan peradilan.
6. Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta
aparat peradilan yang berintegritas dan profesional.
7. Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan.
8. Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.
9. Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi.
10. Modern, berbasis Teknologi Informasi terpadu.
Nilai-nilai organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya juga berhasil dirumuskan.
Nilai-nilai ini diharapkan akan membentuk budaya organisasi dan menjadi pedoman perilaku warga badan
peradilan. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:
1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
2. Integritas dan Kejujuran
3. Akuntabilitas
15
4. Responsibilitas
5. Keterbukaan
6. Ketidakberpihakan
7. Perlakuan yang sama di hadapan hukum
2. Restrukturisasi Secara konseptual restrukturisasi organisasi Mahkamah Agung tertuang dalam Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Di dalam Cetak Biru tersebut, restrukturisasi organisasi menjadi kebutuhan Mahkamah Agung dan Badan-badan
peradilan di bawahnya, utamanya disebabkan beberapa hal berikut:
1. Adanya pengembangan kebutuhan para pemangku kepentingan, untuk lebih berorientasi pada kepuasan para
pencari keadilan dan pengguna pengadilan.
2. Adanya perubahan visi, misi dan strategi organisasi.
3. Adanya keinginan untuk menumbuhkan budaya organisasi yang baru: profesional dan bebas KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme).
4. Adanya keinginan untuk menjadi organisasi dengan kinerja yang lebih baik..
5. Adanya kebutuhan untuk menjadi organisasi yang modern dengan memanfaatkan teknologi informasi.
6. Adanya keinginan untuk menyederhanakan rantai birokrasi.
7. Adanya tumpang tindih tugas, pokok dan fungsi antar posisi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pengembangan organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di
bawahnya mengarah pada dua desain organisasi, yaitu:
Organisasi berbasis kinerja (performance-based organization)
Oganisasi berbasis pengetahuan (knowledge-based organization)
Pengembangan dua desain organisasi tersebut, dapat dianggap sebagai dua fase perkembangan organisasi. Keduanya
memberikan gambaran terjadinya dua kali perubahan/penyesuaian struktur organisasi sebagai konsekuensi logis
terhadap desainnya. Organisasi berbasis kinerja akan menjadi fondasi untuk Mahkamah Agung dan Badan-badan
peradilan di bawahnya, berkembang menjadi organisasi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan
keahlian.
16
Syarat yang harus dipenuhi agar Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya dapat berhasil dengan
dua desain organisasi ini, adalah perlunya pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Pemanfaatan teknologi
informasi ini penting untuk memastikan adanya komunikasi terpadu dan pengelolaan pengetahuan (knowledge
management) yang kuat. Dengan demikian, diperkirakan struktur organisasi Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan di bawahnya akan sungguh-sungguh menjadi organisasi yang modern, tepat fungsi, tepat ukuran dengan
kinerja maksimal.
Selain itu dalam cetak biru juga disampaikan perencanaan sistem pengelolaan organisasi terdesentralisasi. Hal ini
dipandang paling tepat mengingat struktur dan demografi keberadaan pengadilan yang ada, mulai di wilayah pusat
pemerintahan, provinsi, kabupaten dan kota.
Mengenai struktur akan dikembangkan mengikuti disain organisasi di atas setelah strategi sistem kamar disepakati
perumusannya. Dengan demikian struktur organisasi akan berkembang sesuai dengan fungsi-fungsi yang diperlukan
untuk mencapai TUPOKSI utamanya.
3. Analisa Beban Kerja Pada tahun 2009 telah selesai dilaksanakan analisa beban kerja yang kemudian dilanjutkan dengan staffing
assessment. Secara umum Staffing assessment dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengetahui kapasitas
ideal (jumlah pegawai ideal) dalam sebuah organisasi berdasarkan pengukuran tingkat kesibukan suatu posisi/jabatan
dalam organisasi relatif terhadap waktu efektif yang tersedia untuk melaksanakan seluruh tugas dan tanggungjawab
dalam rentang waktu satu tahun.
Secara umum, hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment adalah:
1. Beban kerja belum merata. Ada beberapa posisi yang beban kerjanya sangat tinggi tetapi beberapa posisi
lainnya beban kerjanya cenderung rendah
2. Distribusi pegawai dan hakim pada pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia juga masih belum
sepenuhnya seimbang.
Untuk melaksanakan rekomendasi dari aktivitas ini memerlukan pemikiran dan perencanaan yang detil dan matang,
mengingat keterkaitan yang tinggi kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan kepegawaian serta kemampuan
17
penganggaran.
Hasil dari analisa beban kerja dan staffing assessment serta uraian pekerjaan menjadi pertimbangan sangat penting
pada saat pengembangan struktur organisasi.
E PENATAAN TATA LAKSANA
1. Penyusunan Business
Process untuk
menghasilkan SOP
Pelaksanaan dari aktivitas Penyusunan Business Process untuk menghasilkan SOP dilakukan secara bertahap. SOP
yang dihasilkan antara lain:
1. Kepaniteraan: prosedur penyelesaian perkara kasasi dan PK pidana maupun perdata serta draft pengesahan
penanganan softcopy putusan dan upload ke situs atau website Mahkamah Agung.
2. Badan urusan Administrasi: telah dibuat SOP yang mencakup Biro perencanaan dan Organisasi, Biro
Keuangan dan Biro perlengkapan
3. Direktorat Jenderal badan peradilan Umum, agama dan Militer dan Tata usaha negara: telah dibuat SOP yang
mengacu pada pola bindalmin bagi lingkungan peradilan umum, Peradilan Agama serta Peradilan Militer dan
tata usaha negara.
4. Badan Pengawasan telah dibuat SOP/pedoman pengawasan dilingkungan badan peradilan ( Pengaduan
Masyarakat)
5. Beberapa pengadilan, baik pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama juga telah
mengembangkan SOP
2. Elektronisasi
Dokumentasi/ Kearsipan
Elektronisasi Tata Persuratan
Sistem administrasi persuratan juga merupakan tantangan yang dihadapi pada hampir semua tingkatan pegawai di
Mahkamah Agung. Selama ini banyak timbul masalah misalnya penomoran surat, catatan disposisi, pencarian surat
aktif maupun yang sudah tidak aktif yang belum seragam dan sifatnya manual. Aplikasi ini akan memberikan fasilitas
kepada pengguna/user untuk membuat dan mencari kembali surat, baik surat masuk dan surat keluar. Dengan aplikasi
persuratan ini juga akan mengurangi penggunaan kertas khususnya proses disposisi persuratan. Saat ini Aplikasi ini
baru diimplementasikan di lingkungan satuan kerja Badan Urusan Administrasi (BUA) Mahkamah Agung. Secara
bertahap akan diimplementasikan kepada seluruh satuan kerja Mahkamah Agung.
18
F PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM
1. Asesmen Kompetensi
Individu
Asesmen kompetensi individu untuk pertama kali dilakukan terhadap 6 (enam) orang pejabat eselon 2. Asesmen
dimaksudkan untuk melihat kesiapan dan kecocokan kompetensi keenam orang pejabat ini untuk bisa diajukan
sebagai kandidat pejabat eselon 1 ke TPA (Tim Penilai Akhir). Keenam orang pejabat ini adalah mereka yang sudah
dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi sesuai Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, serta sudah lulus SesPim 1. Asesmen dilakukan oleh pihak ketiga pada
tanggal 22 Juni 2011.
Asesmen kompetensi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan sebagai profil kompetensi dan disain
asesmen.
2. Membangun Sistem
Penilaian Kinerja
Beberapa aktivitas yang mengarah pada sistem penilaian kinerja sudah dilakukan seperti penyusunan timesheet dan
formulir Catatan Harian Kerja, namun kegiatan ini masih belum menjadi kebijakan umum bagi semua unit kerja.
Dalam pelaksanaannya penggunaan timesheet dan catatan harian kerja masih belum berjalan secara optimal dan
belum pernah ada evaluasi pelaksanaannya.
3. Mengembangkan Sistem
Pengadaan (staffing) dan
Seleksi
Mahkamah Agung melakukan kajian terhadap proses dan sistem rekrutmen yang saat ini berlangsung. Kajian
menghasilkan beberapa rekomendasi, seperti: Mengembangkan profil kompetensi untuk posisi/jabatan atau
kelompok posisi/jabatan; membangun strategi "jemput bola" dalam proses rekrutmen (sourcing strategy) untuk
mendapatkan kandidat-kandidat terbaik; Mempertimbangkan hasil Analisa Beban Kerja (workload analysis dan
staffing assessment) dalam perencanaan kebutuhan SDM (workforce planning) dan rekrutmen; dll.
Meski belum semua rekomendasi di atas dilaksanakan, untuk mengurangi subyektivitas, Mahkamah Agung
bekerjasama dengan pihak ketiga – dalam hal ini Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk Psikotes dan
Universitas Padjajaran untuk pembuatan dan pengiriman soal ujian serta pemeriksaan dan pemberian
peringkat/ranking hasil ujian. Pengumuman kelulusan disebarluaskan secara transparan melalui situs Mahkamah
Agung, www.mahkamahagung.go.id, www.badilag.net, www.badilum.info, dan pada papan pengumuman yang
berada di Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia
19
4. Mengembangkan Pola
Pelatihan dan
Pengembangan
Berangkat dari kebutuhan untuk bisa menghasilkan (terutama) hakim-hakim yang berkualitas, Mahkamah Agung
berupaya mendefinisikan hakim ideal. Definisi ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi apa
sajakah yang harus dimiliki dan program pengembangan apa sajakah yang diperlukan.
Definisi hakim ideal yang berhasil didefinisikan adalah: “hakim yang adil, teguh, mampu mengendalikan diri,
bijaksana dan berpengetahuan luas, berakhlak mulia, mampu menata dan mengelola proses kerja dan
perlengkapannya, komunikatif, mampu memimpin dan dipimpin, serta menjalankan tugas-tugasnya secara
optimal”.
Berdasarkan definsi tersebut di atas, kompetensi umum yang harus dimiliki seorang hakim untuk mencapai profil
ideal tersebut adalah: adil, teguh, pengendalian diri, bijaksana dan berpengetahuan luas, mulia, memiliki kapasitas
administrasi dan manajerial, komunikatif, memiliki jiwa kepemimpinan.
Dengan adanya kompetensi tersebut, memudahkan Mahkamah Agung dalam mengembangkan pola
pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi. Beberapa kegiatan yang dilakukan Mahkamah Agung untuk
merumuskan pola pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi antara lain dengan mengubah strategi
pengembangan dan menyempurnakan kurikulum pendidikan hakim. Saat ini Mahkamah Agung sudah memiliki ;
Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC). Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC) merupakn
program intensif dengan durasi 2 tahun yang memadukan antara metode in-class training dan on-the job training
yang akan meningkatan standar calon hakim dan mempersiapkan calon hakim untuk benar-benar siap
menjalankan tugas sebagai seorang hakim.
5. Memperkuat Pola Rotasi,
Mutasi dan Promosi
Terkait penguatan pola karir, Mahkamah Agung melakukan kajian untuk mengetahui kebutuhannya. Beberapa hasil
rekomendasi dari kajian pola karir, pola rotasi, mutasi dan promosi tersebut, adalah:
1. Membangun model kompetensi (teknis dan non-teknis) dan profil kompetensi untuk seluruh jabatan di
Mahkamah Agung dan menggunakannya sebagai dasar promosi dan pengembangan karir pegawai.
2. Membangun kriteria promosi, mutasi dan pengembangan karir yang lebih spesifik sesuai dengan persyaratan
jabatan.
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan jabatan
4. Melakukan kajian terhadap kewenangan staf fungsional bagi kemungkinan untuk menjalankan tugas-tugas
6. Memperkuat Pola Karir
20
pejabat struktural.
5. Melakukan kajian proses kerja dan disain struktur organisasi
6. Melakukan kajian kembali mengenai jenjang karir untuk jabatan Kepaniteraan
7. Membangun/memperkuat
database Kepegawaian
Biro Kepegawaian terus melakukan kegiatan pemutakhiran data yang terdapat dalam SIKEP secara berkala. Langkah
ini ditempuh untuk memastikan pemotretan database kepegawaian terkini di lingkungan Mahkamah Agung dan
keempat peradilan di bawahnya. Sistem informasi kepegawaian tidak bisa dilepaskan dari sistem manajemen SDM
yang berbasis kompetensi. Competency based human resources management (CBHRM) ini mengunakan kemajuan
teknologi informasi sehingga memudahkan operasionalisasi baik pengembangan kepegawaian berbasis kinerja
maupun memenuhi tuntutan reformasi birokrasi.
Aplikasi SIKEP dapat menunjukkan secara tepat waktu (realtime) data kepegawaian dalam beberapa kategori. Selama
ini yang banyak dimanfaatkan adalah pencarian berdasarkan kategori kepangkatan, masa kerja, dan riwayat jabatan.
SIKEP yang berjalan dengan baik kan sangat membantu jajaran internal Mahkamah Agung melakukan pengawasan,
pembinaan, pendidikan, bahkan promosi dan mutasi. Melalui SIKEP, pimpinan semua satuan kerja bisa melihat latar
belakang dan riwayat pekerjaan semua karyawan Mahkamah Agung. Sistem semacam ini tentu saja bermanfaat untuk
penentuan jenjang karir yang berbasis pada kinerja dan prestasi. Jika diterapkan pada penanganan perkara oleh hakim,
SIKEP dapat membantu pimpinan Mahkamah Agung untuk melihat kinerja hakim dalam memutus perkara. Pada
tahun 2010 perluasan aplikasi SIKEP bisa mencapai 200 pengadilan lain. Pemeliharaan aplikasi SIKEP di 600
pengadilan tetap dijalankan
G PENGUATAN UNIT ORGANISASI
1. Penguatan Unit
Kerja/Organisasi
Kepegawaian
Penguatan yang dilakukan saat ini masih bersifat pelatihan yang ditujukan sebagai penguatan kapabilitas pengelola
kepegawaian. Salah satu bentuk kegiatan tersebut adalah Pelatihan Sertifikasi Training Officer Course (TOC) bagi
Pejabat dan Pegawai Terkait Pembinaan Administrasi Pengelolaan Kepegawaian di Lingkungan Badan dan
Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung
21
2. Penguatan Unit
Kerja/Organisasi
Kediklatan
Untuk meningkatkan kapasitas di bidang Manajemen Pengelolaan Diklat di lembaga Pendidikan Peradilan,
Mahkamah Agung melakukan studi banding ke sejumlah negara. Beberapa tempat studi banding tersebut antara lain:
National Judicial Institute Canada.
International Cooperation Departement (ICD) Research and Training Institute Minstry of Justice Japan.
Tujuan dari studi banding ini adalah untuk mendapat gambaran dan melakukan observasi aktif terhadap:
Pola pengelolaan Diklat aparat peradilan, khususnya mekanisme dan manajemen online course/distance
learning, yang sangat cocok diterapkan di Indonesia, terutama bagi hakim-hakim yang bertugas didaerah-
daerah;
Manajeman dan organisasi diklat yang profesional
3. Perbaikan Sarana dan
Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan kegiatan. Seiring dengan
perkembangan Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya, kebutuhan terhadap sarana dan prasarana
bertambah. Oleh karena itu, dalam penyusunan angggaran, dialokasikan dana untuk membangun sarana dan prasarana
seperti pengadaan tanah, pembangunan gedung kantor, pengadaan meubelair, pengadaan komputer, penyediaan
jaringan internet, pengadaan kendaraan dinas, dan penyediaan rumah dinas, dll.
Keberhasilan dalam pengadaan website dan jaringan internet di pengadilan2, pengadaan meja informasi, pengadaan
pengadilan tipikor, pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan Mahkamah Agung adalah beberapa upaya perbaikan
sarana dan prasarana.
H PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Regulasi – Deregulasi –
Menyusun Regulasi Baru
Dalam upaya melakukan regulasi – deregulasi – menyusun regulasi baru, Mahkamah Agung telah melakukan tahapan
kegiatan sebagai berikut:
A. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan
Penelusuran literatur hukum khususnya peraturan perundang-undnagan merupakan komponen penting dalam
kerja lembaga peradilan. Oleh karenanya akses yang mudah terhadap peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu prasarat penting dalam memastikan terlaksananya secara efektif, efisien dan adil. Untuk
memudahkan penelusuran literatur hukum tersebut Mahkamah Agung telah menyusun kompilasi peraturan
22
perundang-undangan. Kompilasi peraturan ini disusun dalam bentuk manual yang berupa buku himpunan
peraturan maupun dalam format elektronik
Beberapa produk kompilasi peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat Mahkamah Agung antara lain:
1. Himpunan Peraturan perundang-undangan tentang Kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung Serta
Badan peradilan di Indonesia (2009)
2. Himpunan Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung 1951 – 2009)
3. Informasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pemilu (2009)
4. Himpunan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2003-2006
5. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 35 tahun 2007
6. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 36 tahun 2008
7. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2009 nomor 37tahun 2007
8. CD Himpunan Peraturan Perundang-undanganan Dan Hukum Lainya Mahkamah Agung-RI 1945
9. CD Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Hukum Lainya Serta Kebijakan Mahkamah Agung RI
(1945-2008)
B. Kajian Peraturan Perundang-undangan
Kegiatan ini dilakukan untuk membahas permasalahan seputar peraturan perundang-undangan yang dinilai
bermasalah. Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah untuk mendapatkan informasi seputar peraturan yang dinilai
akan menghambat kinerja atau palaksanaan reformasi birokrasi serta memberikan rekomendasi yang diperlukan
untuk memperbaiki peraturan yang dinilai bermasalah. Untuk melakukan kajian tersebut Mahkamah Agung
telah melakukan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kegiatan Kajian Pakar. Pelaksanaan
FGD melibatkan berbagai pihak dilingkungan Mahkamah Agung yang berkepentingan dengan tema
permasalahan. Adapun Tema-tema yang diangkat dalam kegiatan FGD adalah terkait dengan permasalahan:
1. Organisasi
2. Sumber Daya Manusia
3. Manajemen Perkara
4. Anggaran dan Asset
23
5. Transparansi Peradilan
6. Pengawasan
Hasil dari kegiatan kajian peraturan perundang-undangan ini adalah laporan hasil kajian yang berisi:
1. Peta peraturan perundang-undangan
2. Hasil analisis peraturan perundang-undangan
3. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut
I PENGAWASAN INTERNAL
1. Menegakkan Disiplin
Kerja
Dalam rangka percepatan penegakan disiplin, Mahkamah Agung telah mengambil kebijakan penegakan disiplin kerja
diantaranya dalam bentuk kegiatan mengefektifkan pengawasan melekat dan penanganan pengaduan dengan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983 jo Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pengawasan
Melekat, melakukan pengawasan reguler, monitoring dan penilaian kinerja Pengadilan.
Penegakan disiplin kinerja di Mahkamah Agung melalui 6 aspek aktivitas meliputi :
2. Pembentukan aturan yang berkaitan dengan penegakan disiplin.
Untuk mendukung pelaksanaan penegakan disiplin di Mahkamah Agung, maka telah dibuat beberapa aturan
sebagai standar acuan dalam penegakan disiplin kerja, antara lain: SK KMA No. 080/SK/VIII/2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan. SK KMA No. 076/KMA/SK/VI/2009
Tentang Pedoman Pelaksanan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan; SK Kabawas No.
MA/BP/03/SK/IV/2007 Tentang Norma Perilaku Aparatur Badan Pengawasan; SK KMA No.
KMA/096/SK/X/2006 Tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama dalam melaksanakan tugas pengawasan.
3. Melakukan Sosialisasi Aturan Tersebut.
Agar aparatur peradilan memahami aturan-aturan yang harus dijalankan dalam melaksanakan tugas pokok
peradilan maka dilakukan sosialisasi dalam bentuk:
1. Rapat koordinasi dan konsultasi pengawasan dengan 4 (empat) lingkungan peradilan
2. Menerbitkan buku saku aturan-aturan terkait dan didistribusikan kepada pengadilan
24
3. Menerbitkan brosur-brosur tentang penanganan pengaduan
4. Penunjukan Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Pengadilan Negeri Bandung
dan Pengadilan Agama Bandung sebagai pilot project pelaksanaan penanganan pengaduan sesuai dengan SK
KMA No. 153/KMA/SK/XI/2009 Tentang Penunjukan Pengadilan sebagai percontohan penanganan
pengaduan.
4. Laporan Pengaduan Masyarakat
Selama ini Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di Bawahnya telah memiliki sistem pengaduan
masyarakat. Tujuan dari sistem pengaduan tersebut pada hakekatnya adalah untuk merespon keluhan baik yang
berasal dari masyarakat, instansi lain maupun dari internal pengadilan sendiri terhadap penyelenggaraan peradilan
maupun perilaku aparat pengadilan. Untuk pelaksanaan sistem tersebut, Mahkamah Agung menerbitkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009 yang merupakan amandemen dari lampiran ke IV
SK. KMA. No. 080/KMA/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga
Peradilan. Saat ini setiap anggota masyarakat dapat melaporkan pengaduan pada pengadilan tingkat pertama,
pengadilan tingkat banding atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung melalui meja informasi yang berada di
pengadilan bersangkutan maupun tersedia secara online. Pengawasan Internal dilakukan dengan membuka akses
pengaduan online dan segera meresponnya dan mengumumkan penindakannya melalui website. Dalam surat
keputusan tersebut juga ditampilkan Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat berdasarkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sistem pengaduan masyarakat yang baru,
Mahkamah Agung menerbitkan brosur tentang informasi layanan pengaduan masyarakat dan prosedur
penyampaian laporan pengaduan yang disebarluaskan melalui Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan
Tingkat Banding. Sebanyak 6700 booklet, 20.100 brosur dan 2010 poster disebarluaskan untuk masyarakat
melalui Pengadilan tingkat banding di seluruh Indonesia.
5. Sistem Administrasi Pengawasan
Pengolahan dan mekanisme kerja bidang pengawasan yang selama ini dilakukan secara manual sekarang telah
25
dibantu oleh Sistem Informasi dan Administrasi Pengawasan (SAP) sehingga bersifat elektronis. Saat ini sistem
tersebut tengah dikembangkan untuk memproduksi dan mengelola keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengawasan guna memberikan dukungan yang lebih komprehensif terhadap pelaksanaan fungsi
Badan Pengawasan.
6. Revisi buku IV tentang Tata Laksana Pengawasan
Pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Tahun 2009 di Palembang telah disampaikan edisi revisi Buku II
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan. Revisi
Buku II tersebut pada prinsipnya mencakup berbagai perubahan dalam teknis hukum acara. Mengingat obyek
pengawasan internal di lingkungan peradilan juga mencakup permasalahan ini maka sejalan dengan hal tersebut
Badan Pengawasan melakukan Revisi terhadap Buku IV agar materi yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pengawasan sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Buku II. Hasil revisi terhadap Buku IV tersebut
selanjutnya disosialisasikan dalam Rapat Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan.
7. Pengawasan Reguler
Selama tahun 2009 Pengawasan Mahkamah Agung telah melaksanakan pengawasan reguler yang mencakup 89
obyek pemeriksaan, meliputi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan
Militer.
8. On the Spot/Inspeksi Langsung
Mahkamah Agung juga melakukan pemeriksaan On The Spot /inspeksi langsung atas pemeriksaan yang dilakukan
atas temuan BPKP dan temuan pengawas eksternal BPK. Pemeriksaan On The Spot (inspeksi langsung) pada
tahun 2009 dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) Satuan Kerja diantaranya Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi
Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer, yang
meliputi 10 (sepuluh) wilayah Denpasar, Yogyakarta, Kupang, Makasar, Kendari, Pekanbaru, Medan, Jayapura,
Surabaya dan Banda Aceh. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil temuan BPKP dan
temuan pengawas eksternal BPK diantaranya mengenai perkembangan atas realisasi kerugian negara berkaitan
dengan penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DIPA dan Tuntutan Ganti Rugi
(TGR) serta laporan tentang manajemen aset.
26
9. Monitoring
Pada tahun 2009 Tim Pemeriksa Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah menyelenggarakan monitoring untuk
memantau tindak lanjut hasil Pemeriksaan Reguler pada 17 Obyek Pemeriksaan. Monitoring ini dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan atau tindak lanjut yang telah dilakukan atas hasil pengawasan yang telah
dilakukan.
10. Hasil Penanganan Pengaduan
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung menerima tembusan surat pengaduan dari masyarakat,
yang diajukan ke pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama sebanyak 2.302 surat. Sedangkan surat
pengaduan yang ditujukan langsung kepada Badan Pengawasan adalah sebanyak 2.140 surat, dengan perincian
sebagai berikut :
Diproses sebanyak 891 surat dengan rinciang sebagai berikut :
1. Diperiksa oleh Bawas sebanyak 296 surat;
2. Dijawab melalui surat sebanyak 268;
3. Didelegasikan ke Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 327 surat;
Surat yang tidak layak diproses sebanyak 1.249 surat.
Sedangkan Pengaduan yang masuk melalui website secara online antara bulan Maret-Desember 2009 adalah
sebanyak 300 pengaduan dengan perincian sebagai berikut:
1. Bukan kewenangan Bawas sebanyak 45 surat.
2. Dijawab dengan surat sebanyak 97 surat.
3. Ditelaah sebanyak 37 surat.
4. Tidak layak proses sebanyak 121 surat
27
11. Pengawasan Melekat
Mahkamah Agung melalui Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/096/SK/X/2006 Tentang
Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dalam melaksanakan
tugas pengawasan, telah memberikan kewenangan penuh kepada pimpinan pengadilan melakukan penindakan
dalam rangka memfungsikan pengawasan melekat.
2. Menegakkan Kode Etik Upaya menegakkan kode etik, adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari quick wins. Dalam aktivitas ini,
Mahkamah Agung telah berhasil, antara lain dalam:
1. Menyusun dan mensosialisasikan Pedoman Perilaku Hakim serta memberikan pelatihan pada lebih dari 2,000
hakim
2. Membentuk Majelis Kehormatan Hakim, bersama dengan Komisi Yudisial
3. Melakukan kerjasama dengan beberapa instansi, salah satunya dengan Kejaksaan Agung
Tabel 2
Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi serta Pencapaiannya
28
BAGIAN PERTAMA
REFORMASI BIROKRASI DALAM REFORMASI PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi
mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya
membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen di bidang
administratif, personil dan finansial5 serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”,
memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk
menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang
profesional, efektif, efisien, transparan serta akuntabel.
Penyatuan atap beserta semua konsekuensi
logis yang muncul untuk menjadi lembaga
yang mumpuni dalam bidang peradilan dan
mampu mengelola administratif, personil,
finansial dan sarana prasarana, membuat
Mahkamah Agung melakukan perubahan
atau pembaruan di semua aspek secara
hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan
sumber daya dan terus mendesaknya
perkembangan kebutuhan publik akan
perubahan di Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus
dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang
mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan
pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-
badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.
Salah satu rekomendasi cetak biru adalah perlunya dibentuk Tim Pembaruan Peradilan. Tim
Pembaruan Peradilan melalui Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung (KMA)
bernomor KMA/26/SK/IV/2004. Tim pembaruan Mahkamah Agung ini tidak hanya terdiri
dari internal Mahkamah Agung tetapi juga pihak eksternal. Tim pembaruan terdiri dari 6
(enam) kelompok kerja, yaitu:
1. Kelompok kerja manajemen perkara
2. Kelompok kerja teknologi informasi
3. Kelompok kerja pendidikan dan pelatihan
5 Pasal 21 Undang Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman junctis Pasal 13 ayat (1) Undang
Undang No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 11 Undang Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
29
4. Kelompok kerja sumber daya manusia
5. Kelompok kerja manajemen keuangan
6. Kelompok kerja pengawasan
Setiap kelompok kerja terdiri dari unsur Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, pejabat
eselon 1 dan 2 serta perwakilan dari pihak eksternal. Selain berada di dalam setiap pokja,
pihak eksternal juga berperan dalam tim khusus yang disebut sebagai tim asistensi teknis
pembaruan peradilan. Keberadaan tim asistensi teknis, utamanya adalah sebagai akselerator
untuk mendorong percepatan pelaksanaan rekomendasi cetak biru melalui upaya koordinasi
antar instansi dan donor. Selain itu juga berperan dalam menjalankan fungsi monitoring dan
evaluasi serta publikasi.
Berikut adalah gambaran milestone reformasi birokrasi dalam reformasi peradilan
Mahkamah Agung.
Gambar 1.
Milestone Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung
30
Pada tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudoyono berkunjung ke Mahkamah Agung
dan berdialog dengan Pimpinan Mahkamah Agung
dan seluruh Hakim Agung. Dalam kunjungan
tersebut, Presiden menegaskan dukungannya
terhadap reformasi peradilan yang mencakup
reformasi aparatur penegak hukum yang sejatinya
adalah untuk membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih. Dukungan ini memberikan semangat
untuk mempercepat pelaksanaan pembaruan.
Sepanjang tahun 2006 hingga 2007, Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di
bawahnya melalui kelompok kerja pembaruannya melakukan perubahan atau perbaikan
dalam organisasi dan tata kerja, manajemen perkara, pengawasan internal, Sumber Daya
Manusia, pendidikan dan pelatihan, pembinaan karir, dan sistem teknologi informasi serta
manajemen keuangan.
Salah satu perbaikan yang menyangkut organisasi dan tatalaksana adalah Perbaikan Tata
Kerja. Perbaikan ini dimulai dengan memperbaharui Struktur Organisasi Mahkamah Agung
yang diatur dalam Peraturan Presiden RI No. 14 Tahun 2005 tentang Kepaniteraan
Mahkamah Agung dan Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat
Mahkamah Agung untuk kemudian ditindaklanjuti dengan disahkannya Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/018/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Mahkamah Agung RI dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor:
MA/SEK/07/SK/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung
RI.
Pada tahun 2007 diadakan pertemuan antara Tim Pembaruan MA dengan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan kerangka pikir reformasi birokrasi
sebagai upaya mencegah praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kerangka pikir ini
memperkuat reformasi peradilan, utamanya reformasi aparatur penegak hukum. Pertemuan
tersebut berlanjut pada pembentukan tim kerja reformasi birokrasi yang terdiri dari
perwakilan Departemen Keuangan (DepKeu), Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (Kemenneg PAN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK dan MA. Untuk
selanjutnya tim sepakat untuk menjadikan DepKeu, Kemenneg PAN, BPK dan MA sebagai
instansi percontohan reformasi birokrasi. Pada perjalanannya Kemenneg PAN mengundurkan
diri dan selanjutnya berperan sebagai pengelola pelaksanaan reformasi birokrasi.
Masing-masing lembaga yang menjadi percontohan RB merumuskan program quick wins
yang sesuai dengan karakteristik lembaga dan terutama yang menyentuh pada aspek-aspek
kebutuhan/pelayanan publik. Program quick wins ini utamanya bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan publik. Program quick wins Mahkamah Agung adalah:
31
1. Transparansi Putusan
2. Pengembangan Teknologi Informasi
3. Pengelolaan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
4. Kode Perilaku Hakim
5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan
dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)
Pada tahun 2008 terbit Peraturan Menteri PAN Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Dengan terbitnya
peraturan menteri PAN ini, maka lembaga yang menjadi
percontohan RB diminta untuk melanjutkan kegiatan RB-
nya sesuai dengan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi,
termasuk Mahkamah Agung.
Berdasarkan penilaian atas quick wins, Mahkamah Agung
berhasil mendapatkan tunjangan kinerja berdasarkan
Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2008. Sebagai
konsekuensi turunnya tunjangan kinerja, Ketua Mahkamah
Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 071/KMA/SK/V/2008 tertanggal 14 Mei
2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan
Khusus Hakim Dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan
yang di Bawahnya. Surat Keputusan ini disosialisasikan terhadap para Ketua Pengadilan
Tingkat Banding se-Indonesia. Perjalanan reformasi birokrasi Mahkamah Agung pada kurun
waktu 2008 - 2010 beserta capaiannya akan disampaikan pada bagian berikut.
Seiring dengan dilaksanakannya agenda-agenda reformasi birokrasi, Mahkamah Agung
mencatat bahwa pada pidato kenegaraan dalam rangka memperingati ulang tahun
kemerdekaan RI di depan Sidang DPR RI tanggal 14 Agustus 2010, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menegaskan kembali tekad pemerintah untuk melaksanakan reformasi
gelombang kedua, termasuk di dalamnya reformasi birokrasi. Dengan demikian kami
memahami bahwa perjalanan reformasi birokrasi adalah sebagaimana gambar berikut ini:
32
Gambar 2
Pemahaman Perjalanan Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi gelombang kedua ini merupakan upaya perbaikan berkelanjutan dari
gelombang sebelumnya dan telah diselaraskan dengan RPJPN dan RPJMN. Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 (diterbitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010) dan Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 - 2014 (diterbitkan dengan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010)
menandakan dimulainya RB gelombang dua, sekaligus merupakan penyempurnaan Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15
Tahun 2008).
Sejalan dengan reformasi birokrasi gelombang kedua, setelah mengevaluasi implementasi
Cetak Biru 2003, Mahkamah Agung mengembangkan Cetak Biru Peradilan 2010 – 2035.
Dalam Cetak Biru ini, reformasi birokrasi menjadi fokus dari upaya-upaya pembaruan
peradilan. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:
071/KMA/SK/V/2011 tentang Tim Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI. Dalam
lampiran Surat Keputusan ini, Ketua Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap kelompok
kerja dalam Tim Pembaruan Peradilan (sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor : 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim
Pembaruan Peradilan) bertanggungjawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan program
dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan areanya.
Tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung dibentuk dengan mengacu pada struktur
pengelolaan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20
Tahun 2010 Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2010 – 2014. Acuan tersebut
memberikan pemahaman terhadap prinsip mendasar yang disampaikan dalam aturan tersebut,
yaitu bahwa: perubahan yang diinginkan dalam reformasi birokrasi hanya akan terjadi bila
dipimpin langsung oleh pimpinan tertinggi. Selain itu, perubahan tersebut akan terjadi dalam
waktu yang lebih cepat bila seluruh jajaran pimpinan terlibat secara aktif.
33
Berdasarkan pemahaman terhadap prinsip dasar dan dengan melihat konteks dan karakter
organisasi Mahkamah Agung serta untuk memastikan pengintegrasian reformasi birokrasi
dalam reformasi peradilan, maka dibentuklah tim6 dengan susunan sebagai berikut :
A. Tim Pengarah
Ketua : Ketua Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung RI
Anggota : 1. Wakil Ketua Yudisial Mahkamah Agung RI
2. Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
B. Tim Pelaksana
Penanggung Jawab : Wakil Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI
Ketua : Koordinator Tim Pembaruan Peradilan
Wakil Ketua : Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung RI
Sekretaris : Sekretaris Mahkamah Agung RI
Wakil Sekretaris : Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI
Pelaksana Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi:
No Pelaksana Program dan Kegiatan
Reformasi Birokrasi
1 Kelompok Kerja Manajemen
Perkara
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
2 Kelompok Kerja Manajemen
Sumber Daya Manusia,
Perencanaan dan Keuangan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan TataLaksana
c. Penataan SDM aparatur
3 Kelompok Kerja Pendidikan dan
Pelatihan
a. Penataan dan Penguatan Organisasi
b. Penataan Manajemen SDM Apartur
4 Kelompok Kerja Pengawasan
Internal
a. Penguatan pengawasan intern
b. Penguatan akuntabilitas kinerja
c. Peningkatan kualitas pelayanan publik
d. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
5 Kelompok Kerja Akses
Terhadap Keadilan
a. Manajemen Perubahan
b. Penataan perundang-undangan
c. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
6 Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 071/Kma/Sk/V/2011Tanggal: 2 Mei 2011
34
Dengan kebijakan dan strategi pelaksanaan seperti disebutkan di atas, dapat dipastikan
integrasi antara reformasi peradilan dan reformasi birokrasi dapat dicapai dengan hasil
yang lebih maksimal.
35
BAGIAN KEDUA
REFORMASI PERADILAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
Reformasi peradilan sebagai payung perubahan Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan di bawahnya, mencakup pembaruan dalam tugas pokoknya, yaitu manajemen
perkara. Bila dikaitkan dengan reformasi birokrasi, manajemen perkara erat berhubungan
dengan pelayanan publik, utamanya pihak pencari keadilan dan pengguna pengadilan.
Manajemen perkara dalam hal ini berkaitan dengan kecepatan memutus perkara dan kualitas
putusan. Hal tersebut berkaitan erat dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengikisan
tunggakan perkara.
Sampai dengan tahun 2009 (berdasarkan Laporan Tahunan 2009), berbagai upaya dilakukan
oleh kelompok kerja manajemen perkara untuk mengatasi tunggakan perkara dan upaya
mencegah agar tunggakan perkara tidak terjadi lagi. Program dan kegiatan yang dimaksud,
adalah:
NO PROGRAM KEGIATAN
1 Pengikisan
tunggakan perkara
Penyempurnaan definisi tunggakan perkara
Penyempurnaan sistem pendataan perkara, dilakukan
berdasarkan Surat Keputusan Panitera Mahkamah Agung RI
Nomor 69 PAN/INT/VI/2009 Tentang Tim Penyempurnaan
Sistem Informasi Perkara Kepaniteraan Mahkamah Agung RI
yang intinya membentuk tim untuk menyempurnakan aplikasi
spreadheet yang digunakan selama ini. Cara yang ditempuh
adalah dengan mengkapitalisasi penggunaan spreadsheet yang
lama dan mengembangkan sistem sharing spreadsheet secara
tersentralisir dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Sistem
baru akan merubah cara kerja staf kepaniteraan dengan
memperpendek mata rantai proses penanganan perkara dalam
penggunaan sistem lebih cepat
Redistribusi perkara dan percepatan minutasi sesuai SK KMA
nomor 056A/KMA/SK/IV/2009 tentang penarikan seluruh berkas
perkara yang terregistrasi tahun 2005 ke bawah untuk dimasukkan
pada tim kikis, sehingga diharapkan pada akhir tahun 2009 tidak
ada lagi perkara-perkara tunggakan di bawah tahun 2005.
Program ini dilanjutkan dengan penarikan semua berkas perkara
tahun 2006 yang masih ada pada majelis untuk diselesaikan oleh
tim Kikis.
36
NO PROGRAM KEGIATAN
2 Penyempurnaan
Sistem Pengelolaan
Keuangan Perkara di
Mahkamah Agung
Biaya proses penyelesaian perkara selanjutnya disebut biaya proses
adalah biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang
berkaitan dengan proses penyelesaian perkara dan pendukung lainnya,
dikelola secara efektif, efisien, transparan dan dicatat dalam catatan
atas laporan keuangan laporan Mahkamah Agung, yang
dipertanggungjawabkan kepada pihak - pihak yang berperkara yang
besarnya ditetapkan dalam putusan. Pengelola biaya proses adalah
Panitera pada Mahkamah Agung dan Panitera/Sekretaris pada Badan
Peradilan yang berada di bawahnya. Selanjutnya pengelolaan biaya
proses ini dilaksanakan sesuai dengan SK Panitera Mahkamah Agung
RI Nomor 15A/SK/PAN/IX/2009 tanggal 01 September 2009 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02
Tahun 2009.
3 Penyempurnaan
Ketentuan Mengenai
Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 10 Tahun 2009
tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa peninjauan
kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan
hanya 1 kali.
Tabel 3
Program dan Kegiatan Mencegah Tunggakan Perkara
Untuk memastikan keberhasilan program dan kegiatan di atas, selama tiga tahun terakhir
Mahkamah Agung RI telah melakukan langkah-langkah yang positif dan sistematis, antara
lain:
1. Perbaikan kebijakan dengan meningkatkan sarana dan prasarana,
2. Peningkatan ketrampilan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kepaniteraan secara berkelanjutan,
3. Crash program penyelesaian tunggakan perkara.
Untuk menghindari terjadinya tunggakan perkara di masa yang akan datang, Mahkamah
Agung menyempurnakan standar kinerja penanganan perkara melalui Surat Keputusan KMA
Nomor 138/KMA/SK/IX/2009, tanggal 11 September 2009. Surat Keputusan tersebut
memberikan penekanan penyelesaian proses berperkara di Mahkamah Agung bukan saja
kepada administrator yudisial yaitu Kepaniteraan Mahkamah Agung, akan tetapi juga
memberikan batasan waktu kepada Hakim Agung yang menangani perkara. Dengan adanya
pedoman ini maka penyelesaian perkara yang semula ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun,
dapat ditekan menjadi 1 (satu) tahun dengan batas toleransi 6 (enam) bulan. Gambar di
bawah memberikan penjelasan secara lebih detil mengenai standar kinerja penanganan
perkara:
37
Gambar 3
Standar Kinerja Penanganan Perkara
Semua upaya yang dilakukan, secara umum mendorong terjadinya peningkatan kinerja dalam
penyelesaian perkara. Detil capaian kinerja dapat dilihat pada Laporan Tahunan Mahkamah
Agung tahun 2009 yang disertakan bersama laporan ini.
38
Sebagai ilustrasi kondisi tumpukan perkara Mahkamah Agung saat ini
4. Selama tahun 2010, Mahkamah Agung RI menerima perkara sebanyak 13.480
perkara. Jumlah ini naik 7,50 % dari tahun 2009 yang menerima 12.540 perkara.
5. Jumlah perkara masuk tahun 2010 ini merupakan jumlah terbesar dalam enam tahun
terakhir. Sementara itu sisa perkara tahun sebelumnya berjumlah 8.835, sehingga
jumlah perkara yang ditangani Mahkamah Agung selama tahun 2010 berjumlah
22.315 perkara.
6. Sementara itu berdasarkan jenis perkara, jumlah perkara pada Mahkamah Agung
selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. perdata 7.915 perkara (35,47%),
b. pidana khusus 5.025 (22,52 %),
c. pidana umum 3.965 (17,77 %),
d. tata usaha negara 2.475 (11,11 %),
e. perdata khusus 1.655 (7,42 %),
f. perdata agama 902 (4,04 %), dan
g. pidana militer 373 (1,67 %).
Dari jumlah tersebut melalui berbagai upaya seperti yang disebutkan sebelumnya, pada tahun
2010 Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 13.891 perkara.
Dari angka perkara yang diputus ini menunjukkan bahwa kinerja Mahkamah Agung dalam
memutus perkara naik 15,90 % dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.985
perkara.
Sebagaimana perkara masuk, jumlah perkara putus ini merupakan jumlah terbesar dalam
sepuluh tahun terakhir, bahkan dalam sejarah Mahkamah Agung.
39
BAGIAN KETIGA
PROGRAM QUICK WINS MAHKAMAH AGUNG DAN CAPAIANNYA
Program Quick Wins
Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya, quick wins Mahkamah Agung ada 5 (lima)
program, yaitu:
1. Transparansi Putusan
2. Pengembangan Teknologi Informasi
3. Pengelolaan PNBP
4. Kode Perilaku Hakim
5. Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya analisa pekerjaan, evaluasi pekerjaan
dan sistem remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)
Dasar pemikirian pemilihan kelima program quick wins tersebut adalah sebagai berikut:
PROGRAM WAKTU DAMPAK
TINGKAT
KEMUDAHAN KETERANGAN
+ / - + / - + / -
Transparansi putusan
Sangat bersentuhan
dengan kebutuhan
publik
Mendorong
transparansi
Pengembangan Teknologi
Informasi
Mendorong transparansi
dan terwujudnya good
governance
Pengelolaan PNBP
Mendorong
transparansi
Meningkatkan
akuntabilitas
Kode etik hakim
Meningkatkan
profesionalisme
Manajemen SDM,
khususnya analisa
pekerjaan, evaluasi
pekerjaan dan sistem
remunerasi (dalam hal ini
yang dimaksud adalah
tunjangan kinerja)
Meningkatkan
akuntabilitas
Meningkatkan
profesionalisme
Tabel 3.
Dasar Pemikiran Program Quick Wins Mahkamah Agung
40
Capaian
Capaian yang dilaporkan pada bagian ini, adalah hasil yang telah dicapai oleh Mahkamah
Agung dalam melaksanakan program quick wins. Secara rinci capaian tersebut di jelaskan
sebagai berikut:
1. Transparansi putusan
1.1 Mengembangkan Landasan Keterbukaan informasi
Langkah pertama yang ditempuh Mahkamah Agung untuk mewujudkan
transparansi peradilan adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.
Banyak pihak yang menilai Surat Keputusan Keterbukaan informasi di Pengadilan
ini merupakan lompatan quantum (quantum leap)7. Hal ini karena lahirnya Surat
Keputusan ini jauh sebelum DPR mensahkan Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008) yang diundangkan 30
April 2008 dan berlaku mulai 1 Mei 2010.
Secara umum, keputusan ini mengatur beberapa hal diantaranya:
i. Jenis informasi yang harus diumumkan oleh pengadilan serta mekanisme
pengumumannya;
ii. Jenis informasi yang dapat diminta masyarakat kepada pengadilan;
iii. Prosedur dalam memberikan pelayanan informasi, termasuk biaya dan waktu
pelayanan, hak mengajukan keberatan;
iv. Pihak yang bertugas memberikan pelayanan informasi; serta
v. Sanksi.
Langkah diseminasi Surat Keputusan KMA Nomor : 144/2007 yang merupakan
salah satu aktivitas manajemen perubahan, dimulai pada kesempatan Rakernas
Mahkamah Agung Tahun 2007 di Makassar8 yang dilaksanakan pada tanggal 2-7
September 2007, atau satu minggu setelah ditandatanganinya Surat Keputusan KMA
tersebut. Bentuk diseminasi pada forum Rakernas ini dengan cara mempresentasikan
dan membagikan Surat Keputusan KMA tersebut kepada seluruh peserta rakernas.
7 Sebutan ini disampaikan oleh Ketua Program Studi Humas Depertemen Ilmu Komunikasi Fisip UI,
Fauzie Syuaib, pada acara Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia, tanggal 12 Juni 2008 (lihat
: http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1475&Itemid=595) 8 Rakerna MA Tahun 2007 dilaksanakan di Hotel Clarion Makassar diikuti oleh 470 perserta yang terdiri
dari 117 Peradilan Umum, 44 Peradilan Militer, 121 Peradilan Agama, 94 Mahkamah Agung, 12 Hakim Adhoc,
LSM dan Tim Pembaruan Mahkamah Agung. (lihat:
http://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?jid=8&bid=574)
41
Aktivitas diseminasi Surat Keputusan Keterbukaan Informasi di Pengadilan ini
lebih intensif dilakukan pada tahun 2008-2009, yaitu melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Loka Karya SK KMA 144/2007 di 7 (tujuh) Perguruan Tinggi
Mahkamah Agung (Ditjen Badilag) bekerja sama dengan IALDF (Indonesia-
Australia Legal Development Facility) menyelenggarakan kegiatan diseminasi
Surat Keputusan KMA 144/2007 dalam bentuk Loka Karya di 7 (tujuh)
Perguruan Tinggi yang diikuti oleh unsur akademisi, praktisi hukum, dan
organisasi/lembaga swadaya masyarakat.
Gambar 4
Kegiatan Loka Karya SK KMA 144/2007 di Universitas Indonesia
Pada Tanggal 12 Juni 2010
Ketujuh tempat penyelenggaraan kegiatan loka karya tersebut adalah sebagai
berikut :
NO TEMPAT
PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER
1 UI Jakarta 12 Juni
2008
Dr. Artidjo Alkostar
2 Unair Surabaya9 24 Juni
2008
Dr. Harifin A. Tumpa
9 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1490
42
NO TEMPAT
PENYELENGGARAAN WAKTU NARA SUMBER
3 Universitas10
Tanjungpura, Pontianak
1 Juli 2008 Atja Sondjaja, SH
4 Universitas Mataram11
8 Juli 2008 Wiwiek Awiati SH,
Mhum dan Drs. H.
Hidayatullah, SH
5 IAIN Sumut, Medan12
15 Juli
2008
Dr. Artijo Alkostar, Prof.
Dr. Ningrum Sirait
6 Unsyiah Aceh 16 Juli
2008
Dr. Artidjo Alkostar
7 Universitas Hasanuddin
Makassar13
29 Juli
2008
Dr. Harifin A. Tumpa
Tabel 4.
Tempat Lokakarya dan Jadwal Pelaksanaan Lokakarya Diseminasi
SK KMA 144/2007
b. Sosialisasi Surat Keputusan KMA 144/2007 untuk 4 Lingkungan Peradilan
Ditjen Badilag bekerja sama dengan IALDF menyelenggarakan kegiatan
sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Seluruh Ketua, Wakil Ketua, dan
Panitera/Sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama di seluruh
Indonesia. Penyelenggaraan sosialisasi ini dilaksanakan di 14 tempat kegiatan:
Bandung, Banten, Semarang, Surabaya, Mataram, Makassar, Banjarmasin,
Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, Aceh, Manado, dan Jayapura.
c. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan.
Biro Hukum dan Humas, pada akhir tahun 2008 menyelenggarakan sosialisasi
SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris 4 lingkungan peradilan, sebagai
berikut:
NO TEMPAT KETERANGAN
1 Semarang Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta
2 Surabaya Wilayah Jawa Timur
3 Makassar Wilayah Sulawesi Selatan
10 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1568 11 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1577 12 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1600 13 http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1655
43
4 Pontianak Wilayah Kalimantan Barat
5 Bandung Wilayah Jawa Barat
6 Palembang Wilayah Sumatera Selatan
7 Medan Wilayah Sumatera Utara
8 Aceh Wilayah Aceh
Tabel 5
Lokasi Sosialisasi SK KMA 144/2007 bagi Panitera/Sekretaris
Empat lingkungan peradilan
d. Sosialisasi SK KMA 144/2007 Melalui Pencetakan Poster dan Booklet
Selain melalui kegiatan sosialisasi tatap muka, diseminasi Surat Keputusan
Keterbukaan Informasi di pengadilan dilakukan dengan publikasi booklet dan
poster-poster yang didistribusikan ke pengadilan
Gambar 5
Publikasi booklet dan poster-poster terkait sosialisasi SK KMA 144/2007
e. Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan
Untuk memastikan terimplementasinya keterbukaan informasi yang diwajibkan
oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 dan SK KMA 144/2007, Ketua Mahkamah
Agung RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2010 tanggal 29 April
2010 tentang Instruksi Implementasi Keterbukaan Informasi pada Pengadilan.
1.2 Publikasi Putusan
a. Aturan/Renja Publikasi Putusan
Sebelum menjadi program quick wins reformasi birokrasi di tahun 2007,
Publikasi Putusan telah tertera dalam Cetak Biru Mahkamah Agung 2003-2009
yang diterbitkan pada tahun 2003. Langkah ini semakin kongkrit dengan
ditandatanganinya dokumen nota kesepahaman (MoU) antara Mahkamah Agung
dengan Federal Court of Australia, dan Family Court of Australia, MoU MA
dengan Millenium Challenge Corporation – Indonesia Control of Corruption
44
Project (MCC-ICCP), dan Surat Kerjasama Mahkamah Agung dengan Asian
Legal Information Institute yang dikelola oleh University Technologi of Sydney
(UTS).
b. Konsep/Sistem Publikasi Putusan
Sistem yang merupakan instrumen bagi pelaksanaan publikasi putusan ini yang
utama adalah Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor
144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007.
Kemudian dalam tingkatan teknis publikasi putusan melalui website, rujukan
sistemnya berdasarkan pada Standard Operating Prosedure (SOP) pengelolaan,
pengiriman (e-mailing), dan uploading putusan. Sebagai contoh dari sistem di
tingkatan teknis ini adalah Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama
Nomor: 3490/DJA/OT.01/IX/2008 tanggal 11 September 2008 yang ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia.
Sementara itu, untuk memastikan bahwa setiap website pengadilan memuat
menu publikasi putusan, maka Mahkamah Agung atas kerjasama dengan MCC-
ICCP, telah menerbitkan Buku Standarisasi Menu Website Pengadilan pada
tahun 200814
.
14 Buku Standarisasi Website ini merupakan hasil rumusan dari Rapat Kerja Perumusan Standar Model dan
Transparansi Anggaran dan Keuangan Peradilan di Lingkungan Mahkamah Agung yang dilaksanakan 12-16
Agustus 2009 di Surabaya, atas fasilitas MCC-ICCP, USAID. Selain memuat transparansi anggaran, dalam
buku inipun diatur standar menu website, diantaranya menu publikasi putusan. Sementara itu, khusus untuk
website di lingkungan peradilan agama, Ditjen Badilag telah menerbitkan Standarisasi Pengelolaan Website di
lingkungan Peradilan Agama, yang diterbitkan tahun 2008
45
Khusus untuk publikasi putusan di Mahkamah Agung, telah memiliki aplikasi
(software) untuk publikasi putusan pada website.
Gambar 6
Snapshot Tampilan Direktori Putusan
c. Implementasi Putusan
Mahkamah Agung melakukan launching publikasi putusannya melalui website
(http://www.putusan.net), satu minggu setelah ditandatanganinya SK
Keterbukaan Informasi di Pengadilan, yakni pada momentum Rakernas MA
Makassar (Senin, 3 September 2007). Pada saat launching tersebut telah
diupload sebanyak 784 putusan. Website ini dikelola oleh tim Mahkamah
Agung bekerjasama dengan MCC-ICCP dengan pelaksana Hukum Online;
46
Setelah program MCC-ICCP berakhir pada Maret 2009, dilakukan Migrasi
Server untuk publikasi putusan ke server MA, sehingga direktori putusan ini
menjadi subdomain website mahkamah agung. Sejak periode ini putusan
Mahkamah Agung bisa diakses di : http://putusan.mahkamahagung.go.id/. Pada
bulan Agustus 2010 dilakukan upgrade website direktori putusan MA, sehingga
sistemnya bisa menampung tidak hanya putusan Mahkamah Agung tetapi juga
putusan pengadilan di semua tingkatan dan semua lingkungan peradilan se-
Indonesia.
Tabel 6
Jumlah Putusan yang diupload
2. Pengembangan Teknologi Informasi
Teknologi informasi berpotensi untuk membantu kelancaran proses kerja di lingkungan
Mahkamah Agung, termasuk dalam upaya menyelesaiakan perkara dan memberikan
pelayanan publik. Berbagai upaya untuk memanfaatkan teknologi informasi selama ini
telah dilakukan, baik berupa pengembangan berbagai sistem dan aplikasi komputer,
maupun penyediaan infrastruktur perangkat keras dan jaringan komputer.
Beberapa capaian kegiatan terkait dengan pengembangan teknologi informasi di
Mahkamah Agung adalah sebagai berikut:
2.1 Penyusunan Master Plan Teknologi Informasi
Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No.
MA/SEKl07/SKlII1I/2006 tentang Sistem Peradilan di Bawah Satu Atap dimana
kebijakan penerapan teknologi informasi di lingkungan Mahkamah Agung dan
pengadilan daerah berada di bawah koordinasi Biro Hukum dan Humas Badan
Urusan Administrasi Mahkamah Agung. Namun sampai saat ini Mahkamah Agung
belum memiliki arsitektur sistem informasi yang terintegrasi antara satuan kerja-
satuan kerja di bawah Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan di bawahnya.
Terutama sekali menyangkut organisasi pengelolaan teknologi dan sistem
informasi termasuk prosedur pengelolaan teknologi informasi, arsitektur
TAHUN UPLOAD
2007 1.397
2008 7.264
2009 7.332
2010 2.339
JUMLAH 18.332
47
data/informasi, arsitektur aplikasi, dan arsitektur infrastruktur teknologinya.
Penerapan teknologi informasi di Mahkamah Agung tumbuh berdasarkan
kebutuhan masing-masing pengguna tanpa mempertimbangkan ada hubungan
kebutuhan dengan pengguna di tempat yang lain pada sebuah satuan kerja atau
pada satuan kerja lainnya. Hal ini disebabkan arah pengembangan sistem informasi
Mahkamah Agung hingga saat ini belum diturunkan dalam sebuah rencana
strategis sistem informasi Mahkamah Agung, untuk itu dipandang perlu untuk
menyusun Master Plan Sistem Informasi Mahkamah Agung pada tahun anggaran
2010.
Tujuan penyusunan Master Plan Sistem Informasi Mahkamah Agung adalah agar
tercipta kesesuaian antara tujuan teknologi informasi dengan tujuan bisnis
Mahkamah Agung, terintegrasinya sistem, memfasilitasi dan mengelola perubahan
pada berbagai aspek organisasi, meminimalkan biaya pengembangan sistem,
pembuatan aplikasi dan sumber daya serta adanya standar teknologi informasi di
Mahkamah Agung.
Master Plan Sistem Informasi Mahkamah Agung mengakomodasi kebutuhan
Mahkamah Agung tentang:
Rencana strategis pengembangan Teknologi Informasi Mahkamah Agung;
Rencana pengembangan sistem informasi;
Rencana pengembangan infrastruktur teknologi informasi Mahkamah
Agung;
Dalam rangka mendukung penerapan SK KMA No. 144/KMA/SK/VII/2007
tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan, seluruh pengadilan diharapkan
mengembangkan website atau halaman untuk memberikan pelayanan informasi
kepada masyarakat. Berkat alokasi anggaran pengembangan sistem informasi
pengadilan pada tahun 2009, maka di tahun 2010 sebanyak 729 satuan kerja
pengadilan telah memiliki situs web dan 680 diantaranya tercatat sebagai situs web
aktif15
.
Berdasarkan hasil survei pengolahan dan pengumpulan data pada bagian
pengembangan sistem informatika, tampak bahwa lingkungan Peradilan Agama
paling banyak memiliki website, yaitu 372 unit, dan 304 website diantaranya aktif
dijalankan. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2009, yaitu 356 unit. Di
lingkungan Peradilan Umum tercatat 305 unit pengadilan yang sudah memiliki
halaman sendiri di dunia maya. Angka ini meningkat secara signifikan dibanding
tahun 2009 yang hanya 141 unit pengadilan. Peningkatan signifikan juga terjadi di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dimana sepanjang tahun 2010 sudah 30
15
Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2010
48
unit pengadilan yang memiliki website dan seluruhnya dilaporkan aktif. Di
lingkungan Peradilan Militer, jumlah pengadilan yang memiliki website hanya 9
pada tahun 2009, mengalami peningkatan drastis menjadi 22 unit pengadilan pada
tahun 2010.
Kondisi website pengadilan di empat lingkungan peradilan bisa dilihat pada grafik
di bawah ini;
Grafik 1
Peningkatan Pembangunan Website Wilayah Peradilan Agama 2009-2010
49
Grafik 2
Peningkatan Pembangunan Website Wilayah Peradilan TUN 2009-2010
Grafik 3.
Peningkatan Pembangunan Website Wilayah Peradilan Militer 2009-2010
Pada Peradilan Militer dan TUN penyediaan website semuanya telah aktif.
Berkembangnya jumlah pengadilan yang memiliki website menunjukkan kesadaran
untuk memberikan layanan beragam informasi pengadilan kepada masyarakat.
Namun sebenarnya pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pelayanan
publik bukan hanya dikembangkan di Mahkamah Agung dan empat lingkungan
50
peradilan. Unit-unit lain juga berusaha memanfaatkan teknologi serupa. Misalnya
Perpustakaan Mahkamah Agung.
2.2 Meja Informasi
Meja informasi adalah satu bentuk pelayanan kepada Masyarakat dengan
memanfaatkan Teknologi informasi. Meja informasi pengadilan ditempatkan pada
tempat yang nyaman dan mudah diakses oleh publik dengan tetap memperhatikan
aspek keamanan baik secara fisik seperti pemberian tanda pengenal sebagai visitor
(tamu) maupun nonfisik seperti keamanan serangan virus komputer, hacker dll.
Minimum sarana yang perlu ada pada meja informasi pengadilan adalah satu meja
petugas informasi dan dokumentasi, papan pengumuman, serta adanya media
informasi seperti leaflet, laporan pengadilan, dll. Sesuai dengan kemampuan
pengadilan sarana tersebut dapat diganti dengan alat-alat elektronik lainnya, seperti
TV LCD, PC dan aplikasi sistem informasi pengadilan, dll. Prinsip dasar dari meja
informasi adalah tidak semata wujud fisik dan kelengkapan teknologi informasi
saja namun juga sejauhmana Pengadilan dapat memberikan informasi yang
diperlukan pencari keadilan dalam jangka waktu yang sesuai.
Secara pengelolaan, meja informasi merupakan kerjasama antara satuan-satuan
kerja pada Mahkamah Agung. Bertindak sebagai penanggung jawab meja
informasi adalah Sekretaris Mahkamah Agung dan penanggung jawab harian
dilaksanakan oleh Kepala Biro Hukum, Humas dan teknologi informasi Mahkamah
Agung.
Konstruksi fisik dan infrastruktur telah diselesaikan pada Maret 2009 yang lalu
dengan dukungan program MCC-ICCP dan IALDF. Meja informasi dilengkapi
dengan sarana informasi berupa layar televisi LCD yang menyajikan beragam
informasi, 4 (empat) buah terminal komputer yang terhubung ke Pusat Data
Mahkamah Agung, dan petugas informasi yang selalu siap membantu publik yang
datang ke meja informasi tersebut guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Jenis informasi tersebut adalah yang berkaitan dengan Mahkamah Agung seperti
informasi perkara, informasi hukum (perundang-undangan), informasi
kepegawaian, informasi keuangan, perpustakaan, dan pelayanan pengaduan yang
sedang atau telah proses di Mahkamah Agung. Semenjak diluncurkan pada bulan
Juni – Desember 2009, meja informasi di Mahkamah Agung telah dikunjungi oleh
481 orang dan sampai Januari - Desember 2010 dikunjungi 2140 orang16
. Setiap
harinya rata-rata orang berkunjung menanyakan berbagai macam informasi.
Mayoritas masyarakat menanyakan informasi mengenai status perkara, mencapai
80% dari keseluruhan permintaan. Mengadukan masalah 18 persen, menanyakan
informasi lain sebanyak 2%.
16
Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2010
51
Penyelenggaraan meja informasi tidak hanya berlaku di Mahkamah Agung tetapi
juga berlaku pada pengadilan di bawahnya baik tingkat banding maupun tingkat
pertama. Standar meja informasi yang dibangun di pengadilan tingkat banding
maupun tingkat pertama mengacu kepada meja informasi Mahkamah Agung,
namun disesuaikan dengan kemampuan anggaran pengadilan masing-masing.
Penanggung jawab informasi harus menunjuk petugas informasi dan dokumentasi
yang bertugas menyediakan dan memberikan pelayanan informasi kepada
masyarakat yang datang ke pengadilan untuk mendapatkan informasi maupun
pengaduan. Tiga jenis kategori informasi pengadilan yang harus dikelola yakni:
i. informasi yang harus disampaikan diminta atau tidak,
ii. informasi yang diberikan oleh petugas informasi dan dokumentasi kalau
diminta pemohon, dan
iii. informasi dengan pengecualian harus dengan permohonan kepada
penanggung jawab informasi.
Dari hasil survey yang dilakukan Bagian Pengembangan Sistem Informatika Biro
Hukum dan Humas Mahkamah Agung terhadap 337 pengadilan di 17 propinsi dari
33 propinsi, terdapat sebanyak 218 pengadilan telah memiliki sarana meja
informasi. Sebagian pengadilan yang belum memiliki sarana meja informasi
disebabkan karena kurangnya anggaran untuk mendukung pengadaan
pengembangan teknologi informasi termasuk sarana meja informasi.
Gambar 7
Pengunjung Meja Informasi Mahkamah : Mengakses Website Terkait.
2.3 Sistem layanan informasi Perkara
Informasi yang paling banyak dicari oleh pencari keadilan adalah informasi
mengenai perkara. Untuk memudahkan publik dalam mendapatkan informasi
tersebut, maka disediakan layanan informasi perkara dan informasi putusan pada
situs online Mahkamah Agung. Layanan ini memungkinkan publik untuk
mengetahui status perkaranya secara mandiri. Pencarian informasi bisa dilakukan
52
berdasarkan nomor register perkara di Mahkamah Agung, asal pengadilan, nama
para pihak, jenis perkara maupun nomor surat pengantar dari pengadilan asal. Jika
telah menemukan perkara yang ingin diketahui statusnya, masyarakat juga bisa
melihat detil dari status perkara tersebut. Jika perkara yang dimaksud telah putus,
publik juga bisa memperoleh dokumen putusannya. Akses terhadap dokumen
putusan bisa dilakukan melalui situs web Mahkamah Agung, yang juga bisa
diakses dari meja informasi. Direktori putusan Mahkamah Agung dikenal dengan
nama putusan.net, sesuai dengan nama domain Internet yang dulu digunakan.
Seiring dengan penerapan kebijakan konsolidasi penamaan domain, kini layanan
tersebut bisa diakses melalui alamat Internet http: //putusan.mahkamahagung.go.id.
Gambar 8
Direktori Putusan Mahkamah Agung
2.4 Informasi Peraturan Perundang-undangan
Mahkamah Agung telah mengembangkan aplikasi database peraturan perundang-
undangan berbasis web yang dapat menyimpan dan menampilkan kembali
peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh user yang membutuhkannya.
Aplikasi tersebut dapat diakses melalui website Mahkamah Agung, namun
mengingat keterbatasan usernya yang tidak dapat koneksi internet aplikasi tersebut
juga disiapkan dalam kepingan compact disc yang dapat diinstall ke dalam
53
komputer pribadi untuk dimanfaatkan dalam penelusuran peraturan perundang-
undangan.
Gambar 9
Tampilan Halaman Depan Aplikasi Database Peraturan Perundang-Undangan
2.5 Sistem Informasi Manajemen Perkara
Manajemen Perkara merupakan tugas inti di Mahkamah Agung. Proses
penyelesaian perkara di Mahkamah Agung merupakan proses yang mengalir
sejak perkara masuk sampai diputus (alur perkara/caseflow). Teknologi informasi
selama ini juga telah dimanfaatkan untuk keperluan tersebut. Sebelumnya
Mahkamah Agung telah memiliki sistem informasi administrasi perkara (SIAP)
untuk keperluan tersebut. Operasionalisasi SIAP lebih lanjut kemudian sempat
terkendala karena adanya perubahan organisasi dan alur kerja yang menuntut
adanya perubahan atas aplikasi. Sementara itu kebutuhan untuk tetap mencatat
status perkara masih tetap ada. Berawal dari diperolehnya 40.000 data perkara
dalam sebuah spreadsheet Excel yang berasal dari proses audit tumpukan perkara
di Mahkamah Agung (didukung Indonesia Australia Legal Development
Facility/IALDF), selanjutnya Mahkamah Agung kemudian melihat adanya peluang
untuk mengembangkan lebih jauh data yang telah terkumpul guna meningkatkan
kapasitas pendataan perkara pada Kepaniteraan. Saat ini pencatatan informasi
perkara utamanya dilakukan dengan menggunakan sebuah aplikasi yang berbasis
pada penggunaan spreadsheet Excel tersebut. Aplikasi ini didesain untuk
digunakan oleh petugas pendaftaran perkara pada setiap Kepaniteraan Muda,
petugas pada Asisten Koordinator pada Ketua Tim Yudisial, dan petugas pada
setiap Hakim Agung. Secara periodik dan semi otomatis data tersebut akan
dikonsolidasikan via jaringan komputer. Penggunaan spreadsheet Excel tersebut
memberikan fleksibilitas bagi Mahkamah Agung untuk memigrasikan data ke
54
dalam sebuah aplikasi modern di kemudian hari, mengingat impor atas data Excel
umumnya telah didukung oleh banyak aplikasi. Belajar dari pengalaman
infleksibilitas aplikasi untuk beradaptasi pada perubahan struktur dan alur kerja
pada organisasi, pada tahun 2009 Mahkamah Agung mengimplementasikan
aplikasi yang berbasis mesin workflow. Dengan teknologi ini, jika ada perubahan
alur kerja ataupun struktur organisasi, perubahan bisa dilakukan secara mandiri
dengan menyesuaikan konfigurasi, tanpa perlu memprogram ulang aplikasinya.
Aplikasi ini sudah mendukung antar muka berbasis web dan memberikan fitur-fitur
layaknya sebuah aplikasi modern, seperti pengaturan tenggat penyelesaian,
notifikasi otomatis, sampai publikasi ke khalayak luas sesuai kriteria publikasi
yang ditetapkan secara real time.
Gambar 10
Tampilan Sistem Informasi Admiministrasi Perkara
2.6 Pengawasan dan Pengaduan Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung mengembangkan suatu
aplikasi dasar untuk membantu pelaksanaan fungsi pengawasan. Aplikasi
dikembangkan sebagai uji coba dan transisi menuju pengembangan selanjutnya.
Aplikasi ini terfokus kepada penanganan pengaduan masyarakat dan tindak lanjut
penanganannya sampai pemeriksaan selesai dilakukan. Berangkat dari inisiatif
untuk mempermudah pengelolaan data dan informasi menyangkut pengaduan
masyarakat pada Badan Pengawasan, sistem administrasi ini kemudian
dikembangkan untuk juga mampu memproduksi atau menyimpan semua dokumen
yang dihasilkan fungsi pendukung pelaksanaan sistem administrasi pada Badan
Pengawasan, meliputi seluruh surat masuk (termasuk surat pengaduan) dan surat
55
keluar, sebelum pengembangan selanjutnya akan memberikan dukungan yang lebih
komprehensif terhadap pelaksanaan fungsi Badan Pengawasan.
Secara umum aplikasi ini memiliki fungsi sebagai berikut :
Mencatat permohonan informasi yang masuk
Melakukan komunikasi dalam rangka pengumpulan informasi yang diminta,
baik terhadap petugas dari satuan kerja lain, maupun dengan pemohon
informasi
Monitoring proses pengolahan informasi
Menjawab/mengirimkan hasil informasi yang dicari oleh pemohon.
Menerima pengajuan keberatan terhadap pelayanan informasi yang tidak
sesuai
Gambar 11
Arsitektur Sistem Pengawasan dan Tampilan Aplikasi Pengaduan
2.7 Pelaporan Keuangan Perkara
Sejak disahkannya Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 09/2008
tentang Pelaporan Penerimaan dan Penggunaan Biaya Perkara pada Pengadilan,
Mahkamah Agung telah memulai era baru dalam pengumpulan dan pengelolaan
laporan keuangan perkara. Hal ini meliputi:
i. Kejelasan alur pengelola laporan keuangan perkara dan;
ii. Penggunaan sistem SMS dalam pelaporan keuangan perkara sebagai
tambahan terhadap prosedur manual yang telah ada. Penggunaan SMS
dimaksudkan untuk mempercepat pengumpulan dan pengolahan
informasi keuangan perkara yang dikelola oleh pengadilan tingkat
pertama dan banding. Sebelumnya diperlukan waktu setidaknya 2 (dua)
bulan untuk mengumpulkan dan mengolah laporan secara manual dari
pengadilan tingkat pertama dan banding seluruh Indonesia. Pelaporan
dengan menggunakan aplikasi SMS membuat laporan dapat dikumpulkan
56
dalam waktu seketika, karena data dikumpulkan secara elektronik dan
langsung diolah secara real time melalui aplikasi
Gambar 12.
Cara Kerja Sistem Pelaporan Keuangan Perkara
2.8 Manajemen Perencanaan dan Keuangan
Penggunaan aplikasi komputer untuk manajemen perencanaan dan keuangan di
Mahkamah Agung dilakukan dengan menggunakan rangkaian paket aplikasi yang
telah disediakan oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara.
Beberapa aplikasi yang dimanfaatkan adalah:
i. Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementerian dan Lembaga
(RKAKL)
ii. Aplikasi Laporan Triwulanan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan
Anggaran
iii. Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
Aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
Aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Negara (SIMAK-BMN)
iv. Aplikasi Target Pagu dan Realisasi PNBP
v. Aplikasi Sistem Informasi Keuangan (SISKA)
57
2.9 Manajemen Kepegawaian
Pada tahun 2008, Mahkamah Agung bekerjasama dengan USAID dalam proyek
MCC-ICCP mengembangkan Sistem Informasi Kepegawaian (SIKEP) yang selesai
tahun 2009, bertujuan untuk mengintegrasikan data kepegawaian yang ada di
lingkungan Mahkamah Agung. Dengan adanya SIKEP tersebut, diharapkan MA
akan memiliki database terintegrasi tentang Sumber Daya Manusia (SDM),
menggantikan aplikasi SDM sektoral yang selama ini ada di masing-masing satuan
kerja tertentu. Dalam aplikasi SIKEP data terpusat pada sebuah server di
Mahkamah Agung. Para satuan kerja mengakses sistem itu melalui antar muka
berbasis web. Pendekatan ini diharapkan akan menjamin integrasi dan konsistensi
data kepegawaian nantinya. Aplikasi kepegawaian SIKEP merupakan sebuah
sistem berbasis yang meliputi beberapa area fungsional manajemen kepegawaian
yakni: administrasi data personel (termasuk data keluarga, pendidikan, pelatihan,
teguran/sanksi, dsb), data karir, struktur organisasi serta administrasi sistem secara
umum. Selain itu aplikasi kepegawaian SIKEP juga memiliki fasilitas untuk
perekaman dan pelaporan kekayaan pejabat negara. Semua fasilitas tersebut
dipandang perlu untuk membantu Mahkamah Agung melakukan reformasi
birokrasi, khususnya menyangkut manajemen kepegawaian.
58
Gambar 13
Aplikasi Database Kepegawaian
2.10 Manajemen Penelitian dan Pengembangan
Pemanfaatan teknologi informasi untuk kebutuhan Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) masih relatif terbatas. Badan
Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan (Balitbangdiklat) Mahkamah
Agung antara lain memanfaatan teknologi informasi untuk mendata SDM yang
akan dan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tetapi aplikasi ini belum
terhubung dengan aplikasi untuk manajemen kepegawaian yang menyimpan profil
seluruh SDM di Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan di bawahnya. Saat
59
ini Balitbangdiklat Mahkamah Agung juga telah memiliki situs web dengan alamat
www.litbangdiklatkumdil.net untuk keperluan penyediaan informasi umum seputar
Balitbangdiklat. Gedung Balitbangdiklat juga telah terhubung ke gedung
Mahkamah Agung melalui teknologi VPN. Sebagian ruangan kantor dan ruangan
serbaguna yang digunakan untuk pelatihan telah terhubung dengan internet melalui
jaringan Acess Point (wireless). Dimasa yang akan datang, diharapkan data yang
dikelola dalam sistem ini juga harus terhubung dengan data SDM lainnya seperti
yang ada pada database kepegawaian (SIKEP) dan database pengawasan.
Gambar 14
Tampilan Website BalitbangDiklat Kumdil
2.11 Website Mahkamah Agung
Situs web Mahkamah Agung memiliki alamat www.mahkamahagung.go.id berisi
informasi mengenai Mahkamah Agung secara umum, memuat berita seputar
Mahkamah Agung dan pengadilan pengadilan daerah, informasi mengenai profil
Mahkamah Agung, anggaran dan keuangan, sumber daya manusia, logistik dan
lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan pengguna khususnya publik maka pada
tahun 2009 telah dilakukan pengembangan website Mahkamah Agung, dimana ada
perubahan dalam tampilannya menjadi lebih dinamis dan representatif serta
penambahan fitur-fitur yang dapat mengakomodasi seluruh informasi yang
dibutuhkan publik, seperti intranet, help-desk, pengumuman, video dll.
60
Gambar 15.
Tampilan Website Mahkamah Agung
2.12 Layanan Email
Sejak tahun 2009, Mahkamah Agung juga mengimplementasikan aplikasi email
yang berupaya menjangkau lebih banyak pengguna di lingkungan Mahkamah
Agung. Saat ini ada 256 pegawai yang terdiri dari pimpinan, pejabat eselon 1
sampai dengan eselon 3 telah memiliki akun surat elektronik (email) dengan
domain mahkamahagung.go.id serta berupaya memanfaatkannya seoptimal
mungkin dalam rangka tukar menukar informasi menggunakan fasilitas internet.
Layanan email ini akan dikembangkan secara bertahap agar seluruh pegawai pada
setiap satuan kerja termasuk satuan kerja pengadilan memiliki email dengan
domain mahkamahagung.go.id.
2.13 Tata Persuratan
Sistem administrasi persuratan juga merupakan tantangan yang dihadapi pada
hampir semua tingkatan pegawai di Mahkamah Agung. Selama ini banyak timbul
masalah misalnya penomoran surat, catatan disposisi, pencarian surat aktif maupun
yang sudah tidak aktif yang belum seragam dan sifatnya manual. Aplikasi ini akan
memberikan fasilitas kepada pengguna/user untuk membuat dan mencari kembali
surat, baik surat masuk dan surat keluar. Dengan aplikasi persuratan ini juga akan
mengurangi penggunaan kertas khususnya proses disposisi persuratan. Saat ini
Aplikasi ini baru diimplementasikan di lingkungan satuan kerja Badan Urusan
61
Administrasi (BUA) Mahkamah Agung. Secara bertahap akan diimplementasikan
kepada seluruh satuan kerja Mahkamah Agung.
Gambar 16
Tampilan Aplikasi Tata Persuratan
2.14 Perpustakaan
Mahkamah Agung memiliki sistem informasi perpustakaan online pada unit Biro
Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung yang
memungkinkan Setiap user baik masyarakat umum maupun pegawai Mahkamah
Agung dapat melihat katalog perpustakaan untuk melihat status referensi
kepustakaan yang dicari. Publik dapat mengakses sistem ini pada situs web
Mahkamah Agung. Saat ini publik dapat melihat sebatas katalog perpustakaan,
kedepannya sistem ini akan dikembangkan bukan hanya katalog tetapi dapat
mengakses dokumen tertentu yang menjadi koleksi perpustakaan yang dibutuhkan
publik.
2.15 SMS Gateway
Sistem ini dibangun pada tahun 2008 dan hingga kini masih diimplementasikan.
Sistem ini digunakan untuk melakukan pelaporan penerimaan dan
penggunaan biaya perkara, juga melaporkan besaran dan penyerapan anggaran
prodeo dan sidang keliling. Untuk mengakomodir perkembangan pelayanan
terhadap masyarakat pencari keadilan dalam hal informasi bantuan hukum, mulai
tahun 2011, SMS Gateway dilengkapi dengan menu Posbakum (Pos Bantuan
Hukum). Berkaitan dengan bantuan hukum, Mahkamah Agung telah mengeluarkan
Surat Edaran No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.
Untuk menindaklanjuti pedoman ini, pada tanggal 2 November 2010, Mahkamah
Agung kembali mengeluarkan Surat Edaran No. 46 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pelaporan Penggunaan Dana Bantuan Hukum. Berdasarkan SEMA ini setiap
pengadilan tingkat pertama wajib melaporkan penggunaan dana bantuan hukum
melalui sistem sms dan pelaporan berbasis web yang telah disediakan Ditjen
62
Badilum. Laporan melalui sms dilakukan setiap bulan dan sudah harus diterima di
Ditjen Badilum paling lambat setiap tanggal 5 bulan selanjutnya. Jalur pelaporan
keuangan Bantuan Hukum akan menggunakan jalur yang sama dengan jalur
pelaporan keuangan perkara.
2.16 SIDPA
Salah satu misi Ditjen Badilag sebagaimana termaktub dalam Rencana Strategis
Ditjen Badilag 2004-2009 dan 2009-2014 adalah modernisasi administrasi
peradilan agama. Misi ini kemudian diwujudkan dalam bentuk kegiatan pembuatan
aplikasi yang mengotomatisasi Pola Bindalmin, yang kemudian dikenal dengan
nama SIADPA yang terdiri dari SIADPA Utama, SIADPA LIPA (Pelaporan),
SIADPA KIPA (Keuangan dan Kasir) dan SIADPA REGISTER. Aplikasi ini
merupakan otomatisasi dari sitem penyelenggaraan administrasi tingkat pertama,
otomatisasi pelaporan perkara, otomatisasi keuangan perkara, dan otomatisasi
Register perkara. Dalam DIPA Ditjen Badilag 2005-2009 teralokasikan anggaran
untuk implentasi aplikasi SIADPA untuk pengadilan agama di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 2005-2009, Ditjen Badilag telah mengimplementasikan SIADPA di
seluruh satuan kerja Pengadilan Agama secara bertahap. Untuk mendapat
gambaran mengenai peta implementasi dari sistem ini, Ditjen Badilag telah
merealese laporan impelementasi SIADPA di lingkungan Peradilan Agama selama
periode 2005-2009, dalam situs resminya www.badilag.net, yang bisa dilihat pada
URL:
http://www.badilag.net/data/ditbinadpa/REKAP%20PEMASANGAN%20SIADPA
1.pdf.
Setelah SIADPA terimplementasikan di 75 % pengadilan agama pada tahun 2008,
di sejumlah satuan kerja pengadilan agama telah dikembangkan aplikasi SIADPA
berbasis website. Pengembangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses
publik terhadap informasi perkara, sepanjang yang diperbolehkan oleh SK KMA
144/2007. Beberapa Pengadilan Agama yang sudah menggunakan SIADPA web
ini antara lain Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Pengadilan Agama Jakarta Timur,
Pengadilan Agama Kendal, Pengadilan Agama Purwodadi, dan Pengadilan Agama
Semarang.
63
Gambar 17
Tampilan SIADPA WEB Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2.17 NIR
NIR adalah aplikasi untuk menghimpun data base SIADPA dari pengadilan agama
seluruh Indonesia. Pengembangan sistem NIR ini dilakukan pada tahun 2008 atas
bantaun AusAID melalui program IALDF. Secara fisik server NIR ini berada di
Gedung Data Center Telkom, Jakarta. Pada awal pengembangannya, data base
SIADPA yang sudah ada di aplikasi NIR ini adalah Pengadilan Agama Jakarta
Utara, Jakarta Pusat, Tangerang, Tigaraksa, Bandung, Cimahi, Kendal, Semarang,
Wonosari, Malang, dan Surabaya. Hingga saat ini tercatat 33 database SIADPA
Pengadilan Agama yang sudah terkoneksi pada aplikasi NIR.
3. Pengelolaan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dimaksud di sini berkaitan dengan
pembayaran biaya perkara. Untuk menjamin kepastian besaran biaya berperkara dan
transparansi pengelolaannya, maka sejak dicanangkan sebagai program quick wins – MA
tidak lagi tidak lagi mengelola biaya perkara. Uang perkara itu, wajib langsung distor ke
kas negara, sebagaimana Surat Keputusan KMA nomor 144/2007 tentang transparansi
dan keterbukaan informasi di Pengadilan.
64
Selanjutnya keputusan
pengelolaan biaya perkara ini
tercantum dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 53
Tahun 2008 tentang Jenis dan
Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berlaku Pada
Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di
Bawahnya. Peraturan
Pemerintah ini ditandatangani
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 23 Juli 2008.
Dalam pasal 1 diatur, biaya
perkara yang berasal dari
Mahkamah Agung, Peradilan
Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Tata Usaha Negara,
dan Hak Kepaniteraan lainnya
merupakan jenis dari (PNBP).
Gambar 18
Tampilan SIADPA WEB Pengadilan
Biaya perkara yang diterima Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya
harus dalam bentuk mata uang rupiah. Hal ini tercantum dalam pasal 2 PP itu. Dalam
pasal 3, diatur mengenai seluruh PNBP yang Berlaku pada Mahkamah Agung dan
badan-badan peradilan yang berada di bawahnya wajib disetor langsung secepatnya ke
kas negara.
Untuk mengefektifkan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tersebut, Mahkamah
Agung selanjutnya mengeluarkan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 42
Tahun 2008 yang pada intinya mengatur tahapan dan teknis pengelolaan biaya PNBP di
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya. Selain itu masing-masing
Pengadilan juga wajib untuk melaporkan pengelolaan Biaya PNBP tersebut setiap
bulannya kepada Mahkamah Agung RI. Mahkamah Agung juga mengeluarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 Tahun 2008 tentang Pemungutan Biaya
Perkara yang mengatur antara loain kewajiban pembayaran biaya perkara melalui Bank
dan membatasi pembayaran biaya perkara secara langsung dari pihak-pihak berperkara
65
pada pengadilan serta pengembalian sisa biaya perkara pada para pihak. Hal ini juga
mengimplementasikan akuntabilitas keuangan pengadilan.
Realisasi dan Target PNBP
3.1 Realisasi PNBP
Dari laporan realisasi PNBP 2 tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut:
MAP Uraian
Penerimaan Target PNBP Realisasi
%
Realisasi
Terhadap
Target
PNBP
Keterangan
PNBP
Umum
PNBP
Fungsional
16.762.814.600 14.833.792.071
12.421.166.075
79,5% PP No. 53
Baru terbit
23 Juli 2008
Jumlah 16.762.814.600 47.254.958.146 79,5%
Tabel 7
Realisasi PNBP Tahun Anggaran 2009
MAP Uraian
Penerimaan Target PNBP Realisasi
%
realisasi
terhadap
target
PNBP
Keterangan
PNBP
Umum
PNBP
Fungsional
16.762.814.600 19.217.308.385
40.676.891.095
76.6%
Jumlah 16.762.814.600 59.894.199.480 76.6%
Tabel 8
Realisasi PNBP Tahun Anggaran 2010
66
3.2 Target PNBP 2011
Berikut adalah target PNBP 2011
MAP Uraian
Penerimaan Target PNBP Realisasi
%
realisasi
terhadap
target
PNBP
Keterangan
PNBP Umum
PNBP
Fungsional
10.262.000.000 21.139.039.244
44.744.580.205
62,6%
Jumlah 10.262.000.000 65.883.619.429 62,6%
Tabel 9
Target PNBP Tahun Anggaran 2011
4. Kode Etik Hakim
Cetak Biru Pembaharuan Mahkamah Agung RI Tahun 2003 Bab VI Pengawasan dan
Pendisiplinan Hakim menyebutkan, salah satu hal yang sering mendapat sorotan
sehubungan dengan penyelenggaraan pengadilan adalah sorotan mengenai kelemahan
kinerja, kualitas dan integritas sebagai hakim, termasuk Hakim Agung. Hal ini
menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. Karena itu,
untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan maka
Mahkamah Agung harus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dan
kinerja serta memperkokoh integritas hakim.
Upaya perbaikan terhadap integritas dan kualitas hakim, haruslah mengarah pada upaya
perbaikan sistem yang menyeluruh, mulai dari rekrutmen hakim, pembinaan karir,
pemberian gaji dan fasilitas yang sesuai, sampai dengan melakukan pengawasan dan
penegakan disiplin bagi hakim yang melakukan penyimpangan. Bagian ini hanya akan
membahas mengenai sistem pengawasan dan pendisiplinan hakim serta Hakim Agung
4.1 Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim (PPH)
Pedoman Perilaku Hakim (PPH) ditetapkan melalui SK KMA No.
104AKMA/SK/XII/2006 pada Desember 2006. Sepuluh prinsip ditetapkan sebagai
pedoman bagi hakim, yaitu adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas
tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah
hati, dan profesional. PPH belum memuat sanksi dan penjabaran perilaku dengan
lebih detil, untuk itu sebagai tindak lanjut maka disusunlah SK 215/KMA/SK/
XII/2007 mengenai Pelaksanaan dan Penegakan Perilaku Hakim. Proses penyusunan
kedua peraturan ini dilakukan melalui dana APBN. Untuk lebih memperkenalkan
67
dan membantu proses pengejawantahan nilai-nilai PPH dalam pekerjaan hakim
sehari-hari, maka perlu dilakukanlah Pelatihan PPH. Saat ini ada ± 7.000 hakim.
Dengan jumlah peserta pelatihan yang cukup besar, maka Mahkamah Agung
menerima dengan tangan terbuka bantuan pelatihan dari berbagai pihak. Melalui
kerjasama antara Proyek “Tata Pemerintahan yang Baik” (didanai oleh Uni Eropa
melalui British Council) dan Mahkamah Agung, telah diberikan pelatihan pedoman
perilaku hakim selama tiga hari pada 1200 hakim yang telah bekerja selama 1-5
tahun atau hakim yunior. Para pelatih adalah hakim senior yang telah menempuh
Pelatihan untuk Pelatih (training of trainers). Pelatihan ini menggunakan metode
pembelajaran orang dewasa (adult learning methodology) dengan cara interaktif.
Metode ini dirasakan lebih efektif diterapkan dan lebih membantu peserta dalam
menyerap, memahami, dan menanamkan hal-hal yang telah disampaikan dalam
pekerjaan sehari-hari. Mengusung metode yang sama, pelatihan PPH bagi hakim
diteruskan untuk 2000 hakim lainnya (khususnya hakim senior) yang didukung oleh
Proyek “Kontrol Korupsi di Indonesia” (didanai oleh Millenium Challenge
Corporation melalui USAID). Saat ini telah dilakukan Pelatihan bagi Pelatih/ToT
(training of trainers) dengan 85 peserta. Selanjutnya akan dilatih juga seluruh Ketua
Pengadilan Tinggi untuk menjadi Pelatih. Harapannya pada akhir 2008, telah
dilakukan pelatihan PPH minimum pada 2000 hakim.
Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim selain dibiayai oleh DIPA Balitbang Diklat
Kumdil Mahkamah Agung, juga mendapat bantuan dari Lembaga Donor seperti
MCC ICCP/USAID. Hasil pelaksanaan kerja sama dengan MCC ICCP/USAID
adalah kurikulum, silabus dan modul Pedoman Perilaku Hakim yang dikeluarkan
tahun 2007, yang disosialisasikan kepada para Hakim pada 4 (Empat) lingkungan
Peradilan di beberapa Propinsi, berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor 078/KMA/SK/III/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Pelaksanaan
Sosialisasi Pedoman Perilaku Hakim (PPH) dan Pelatihan Yudisial Berkelanjutan.
Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim sebagai wujud implementasi amanat Undang-
undang Nomor 46 tahun 2009 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang diwujudkan
dengan Pelatihan Calon Hakim (sertifikasi) pada tahun 2009 - 2010 sejumlah ± 450
orang dan pelatihan Hakim Tipikor tahun 2009 - 2010 sejumlah ± 250 orang.
4.2 Penerapan PPH dan Majelis Kehormatan Hakim
Pada tanggal 12 Januari 209 Undang-undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
disahkan. Dalam undang-undang tersebut terdapat perubahan ketentuan mengenai
pengawasan internal di Mahkamah Agung RI. Ketentuan yang dimaksud adalah
ketentuan Pasal 32 huruf A dimana disebutkan bahwa pengawasan internal yang
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh
68
Komisi Yudisial dilakukan berpedoman pada kode etik dan pedoman perilaku hakim
yang ditetapkan bersama diantara kedua lembaga.
Sebagai tindak lanjut dari perubahan Undang-undang tersebut pada tanggal 8 April
2009 ditetapkan Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung dan Ketua
Komisi Yudisial RI Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 – Nomor :
02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kemudian
pada tanggal 8 September 2009 telah ditetapkan Keputusan Bersama antara Ketua
Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No 129/KMA/SKB/IX/2009
tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan
Majelis Kehormatan Hakim. Pada Surat Keputusan Bersama tersebut ditentukan
bahwa sebelum Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI mengajukan
usul pemberhentian berdasarkan hasil pemeriksaan, kepada Hakim Terlapor
diberikan kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Undang-undang No. 3 Tahun 2009 Pasal 11 huruf A angka (6) sampai dengan (9)
selanjutnya mengatur bahwa Majelis Kehormatan Hakim dibentuk bersama oleh
Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial. Keanggotan Majelis
Kehormatan Hakim terdiri atas 3 (tiga) orang Hakim Agung dan 4 (empat) orang
anggota Komisi Yudisial. Sidang Majelis Kehormatan Hakim dibuka dan terbuka
untuk umum dan hasilnya apabila berupa usulan pemberhentian disampaikan dan
hasilnya berupa usulan pemberhentian disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung
untuk diusulkan kepada Presiden RI.
Dari 11 rekomendasi yang diberikan Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung, 8
rekomendasi perlu disesuaikan dengan tingkat kesalahan para terlapor, selanjutnya
rekomendasi para terlapor tersebut diambil alih oleh Mahkamah Agung, sedangkan
2 rekomendasi dari Mahkamah Agung telah di lakukan Sidang Majelis Kehormatan
Hakim terhadap 3 orang Hakim dan Keputusan sebagai berikut :
Terlapor Sdr. S, SH., MH dilakukan 2 (dua ) kali persidangan, Sidang Pertama
tanggal 15 September 2009 dan Sidang Kedua tanggal 29 September 2009 tanpa
dihadiri Terlapor dengan Keputusan “ diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatan Hakim”.
Terlapor Sdr. A . S, SH Terlapor dilakukan 2 (dua) kali persidangan. Sidang
Pertama tanggal 8 Desember 2009 dan Sidang Kedua tanggal 14 Desember
2009 yang dihadiri Terlapor dengan Keputusan “dijatuhi Hukuman Disiplin”
Tidak bersidang selama 2 (dua ) tahun dan ditempatkan sebagai Hakim
Yustisial pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh, serta diturunkan pangkatnya 1
(satu) tingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun, dengan akibat hukumnya
dikurangi tunjangan remunerasi selama 2 (dua) tahun sebesar 100 % (seratus
persen) tiap bulan.
69
Terlapor Sdr. A.K.S, SH dilakukan 2 (dua) kali persidangan, Sidang Pertama
tanggal 8 Desember 2009 dan Sidang Kedua tanggal 14 Desember 2009 yang
dihadiri Terlapor dengan Keputusan “dijatuhi Hukuman Disiplin : Tidak
bersidang selama 20 bulan dan ditempatkan sebagai Hakim Yustisial pada
Pengadilan Tinggi Kupang, serta diturunkan pangkatnya 1 (satu) tingkat lebih
rendah selama 1 (satu) tahun, dengan akibat hukumnya dikurangi tunjangan
remunerasi selama 2 (dua) tahun sebesar 100% (seratus persen) tiap bulan.”
4.3 Kerjasama dengan Kejaksaan Agung Terkait Pengawasan
Bahwa dalam proses peradilan pidana hingga saat ini masih sering dijumpai berbagai
bentuk penyimpangan baik oleh aparat pengadilan maupun aparat kejaksaan atau
oleh kedua belah pihak secara bersama-sama yang berakibat tercederainya rasa
keadilan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan tercapainya peradilan yang
tertib, adil, dan bebas dari korupsi kolusi serta nepotisme, maka dipandang perlu
dilakukan pengawasan secara bersinergi antara Mahkamah Agung dan Kejaksaan.
Dalam upaya mewujudkan jejaring pengawasan tersebut pada tanggal 16 Juli 2009
telah ditandatangani Nota Kesepahaman Bersama antara Mahkamah Agung RI
dengan Kejaksaan Agung RI No. 095/KMA/SKB/VII/2009 dan KEP-
075/A/JA/07/2009 tentang Pengawasan yang pada intinya mengatur koordinasi
pengawasan antara Mahkamah Agung RI dan Kejaksaan Agung.
Gambar 19
Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa
Agung RI Menandatangani MoU
Pengawasan
70
Hal signifikan yang dimungkinkan oleh Nota Kesepahaman ini adalah adanya
mekanisme tukar menukar informasi apabila ada aparat pada jajarannya yang
melakukan penyimpangan atau indikasi adanya penyimpangan baik dalam tertib
hukum acara, jadwal persidangan, pelaksanaan putusan pengadilan, maupun
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku.
5. Manajemen SDM, khususnya Analisa Pekerjaan, Evaluasi Pekerjaan dan Sistem
Remunerasi (dalam hal ini yang dimaksud adalah tunjangan kinerja)
5.1 Pelaksanaan Kegiatan Analisa Pekerjaan dan Evaluasi Pekerjaan
Mahkamah Agung melakukan pelaksanaan analisa jabatan, evaluasi dan
manajemen remunerasi dengan bantuan USAID yang tertuang dalam perjanjian “
grant agreement between The republic Of indonesia as recepient and the
Government of U.S.A (USAID) as donor “ Strenghten Anti Coruption Effort
and Promote Immunization Coverage “ No . Grant : 497-M-497-021 dengan
fihak konsultan MCC-ICCP.
Analisa jabatan dimaksudkan untuk memberikan kejelasan cakupan pekerjaan dan
tanggungjawab termasuk target kinerja utama pada setiap posisi. Dengan demikian
diharapkan setiap orang memahami apa yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya. Hasil dari kegiatan ini adalah dokumen uraian pekerjaan.
Uraian pekerjaan menjelaskan seluruh aspek dan kegiatanan dari sebuah pekerjaan.
Hasil ini dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan adanya timpang
tindih tugas dan tanggungjawab antar posisi. Selain itu, hasil ini juga menjadi dasar
bagi pelaksanaan kegiatan SDM lain maupun dalam pembenahan organisasi.
Gambar 20
Kegiatan Pengambilan Data Uraian Pekerjaan
71
Pengambilan data dilakukan dengan metoda sampling, mewakili lingkungan
peradilan, kelas pengadilan, karakteristik lokasi pengadilan serta kekhususan lain.
Selain itu, pemegang jabatan harus sudah berada di posisi tersebut sekurang-
kurangnya 6 bulan. Khusus untuk posisi dengan pemegang jabatan tunggal, maka
seluruhya menjadi sampel.
Selanjutnya dilaksanakan evaluasi pekerjaan. Pada tahapan ini, setiap pekerjaan
dihitung bobotnya berdasarkan dimensi pekerjaan yang telah dirumuskan dalam
uraian pekerjaannya. Setelah diberikan bobot, maka akan diketahui grading atau
tingkatan sebuah pekerjaan relatif dalam organisasi Mahkamah Agung.
Dari dua tahapan kegiatan ini, diperoleh hasil sebagai berikut:
A. Delapan ratus tujuh puluh lima uraian pekerjaan yang mencakup uraian
pekerjaan:
i. Ketua & wakil MA
ii. TUADA
iii. Hakim Agung
iv. Hakim
v. Sekretariatan
vi. Kepaniteraan
vii. Eselon 1 – 4
viii. Tenaga fungsional
B. Dua puluh enam tingkatan pekerjaan
5.2 Pelatihan Job Descriptions Training
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan uraian pekerjaan tersebut Mahkamah Agung
perlu melakukan sosialisasi kepada seluruh jajaran aparatnya. Hal ini penting
dilakukan agar uraian pekerjaan tidak sekedar menjadi dokumen tertulis,
melainkan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan tepat. Atas dasar pemikiran
tersebut Mahkamah Agung memerlukan sekelompok orang yang siap untuk
menyebarluaskan uraian pekerjaan kepada pihak-pihak yang lebih luas di
lingkungan Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan di bawahnya. “Job
Descriptioan Champions” adalah salah satu ikhtiar Mahkamah Agung untuk
menyiapkan orang pilihan yang akan menyebarluaskan uraian pekerjaan kepada
berbagai pihak dilingkungan Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan
dibawahnya.
72
Kegiatan “Job Descriptions Champions Traning” diselenggarakan Pusdiklat
Mahkamah Agung RI, Ciawi Bogor pada 8 – 9 September 2009.
A. Peserta
Peserta terdiri dari:
i. Pimpinan Mahkamah Agung, yang diwakili
Wakil Ketua Non-Yudisial
Ketua Muda Bidang Pembinaan
ii. Seluruh jajaran eselon 1 Mahkamah Agung
iii. Eselon II dan Eselon III di lingkungan Dirjen dan Badan
iv. Perwakilan Panitera Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding di empat
lingkungan peradilan di Indonesia
B. Jumlah
Jumlah seluruh peserta adalah 40 orang, yang terdiri dari:
1. Tamu undangan berjumlah 10 orang, yang terdiri dari Wakil Ketua
Mahkamah Agung Non-Yudisial, Ketua Muda Pembinaan dan 8
jajaran eselon 1
2. Sembilan Peserta pelatihan dari eselon II dan III di lingkungan Dirjen
dan Badan
3. Dua puluh satu peserta pelatihan dari Panitera Sekretaris (Pansek)
tingkat banding di empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia.
Gambar 21
Suasana Pemberian Materi Pelatihan
73
Gambar 22
Simulasi Penyampaian Materi Uraian Pekerjaan oleh Peserta Pelatihan
Bukti-bukti pencapaian program quick wins dapat dilihat pada tabel berikut:
NO PENCAPAIAN QUICK WINS BUKTI PENCAPAIAN
1 Transparansi Peradilan melalui
publikasi putusan
Mengembangkan Landasan
Keterbukaan informasi. Langkah
pertama yang ditempuh Mahkamah
Agung untuk mewujudkan
transparansi peradilan adalah
dengan mengeluarkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor :
144/KMA/SK/VIII/2007
Pada saat Rapat Kerja Nasional
Mahkamah Agung 3 September
2007 di Makassar telah
diluncurkan website
http://www.putusan.net untuk
publikasi putusan. Pada saat
peluncuran telah diupload 784
putusan
Untuk memastikan bahwa setiap
website pengadilan memuat menu
publikasi putusan diterbitkan Buku
Standarisasi Menu Website. Selain
menu publikasi putusan buku
inipun memastikan adanya menu
transparansi anggaran pada setiap
website yang dibangun.
Pengadilan pada tahun 2008
Pada 2009, dilakukan Migrasi
Server untuk publikasi putusan ke
server MA, sehingga direktori
putusan ini menjadi subdomain
website mahkamah agung. Sejak
Fotocopy Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor
144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28
Agustus 2007
Foto peluncuran situs putusan
Mahkamah Agung
Situs: http://www.putusan.net
Fotocopy Surat Edaran Nomor 6
Tahun 2010 tanggal 29 April 2010
tentang Instruksi Implementasi
Keterbukaan Informasi pada
Pengadilan
Buku Standarisasi Menu Website
Pengadilan pada tahun 2008
Situs :
http://putusan.mahkamahagung.go.id untuk publikasi putusan
Buku Cetak Biru Mahkamah Agung
2003-2009
Buku Panduan penyelenggaraan situs
web Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama mahkamah Agung
RI Tahun 2008
Fotocopy Surat Nomor.
211/DJA/HK/65/VI/2010 dari
Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama Mahkamah Agung RI kepada
Ketua Mahkamah Syar’iyah
Aceh/Ketua Pengadilan Tinggi
Agama seluruh Indonesia perihal
dukungan pimpinan terhadap
publikasi putusan perkara
Fotocopy Keputusan Wakil Ketua
74
periode ini putusan Mahkamah
Agung bisa diakses di :
http://putusan.mahkamahagung.go.
id Pada bulan Agustus 2010
dilakukan upgrade website
direktori putusan Mahkamah
Agung, sehingga sistemnya bisa
menampung tidak hanya putusan
Mahkamah Agung tetapi juga
putusan pengadilan di semua
tingkatan dan semua lingkungan
peradilan seluruh Indonesia
Sampai tahun 2010 telah diupload
putusan sebanyak 18,332.
Mahkamah Agung RI Bidang Non
Yudisial Nomor : 01/WKMA-
NY/SK/I/2009 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pelayanan Informasi
Pada Mahkamah Agung RI
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010
Fotocopy Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor : 1-
144/KMA/SK/I/2011 Tentang
Pedoman Pelayanan Informasi di
Pengadilan
Standart Operasional Procedure
(SOP) uploading putusan
2 Pengembangan Teknologi Informasi
Dalam rangka mendukung
penerapan SK KMA No.
144/KMA/SK/VII/2007 tentang
Keterbukaan Informasi di
Pengadilan, seluruh pengadilan
diharapkan mengembangkan
website atau halaman untuk
memberikan pelayanan informasi
kepada masyarakat.Untuk itu pada
tahun anggaran 2009 dialokasikan
sejumlah dana pada setiap
pengadilan untuk pengembangan
website.
Dengan pengalokasian itu, pada
tahun 2009 : 529 satuan kerja
pengadilan telah memiliki situs
web. Pada tahun 2010 jumlah
tersebut menjadi: 729 satuan kerja
pengadilan telah memiliki situs
web. Jumlah ini mengDengan
perincian:
372 web pengadilan agama
305 web pengadilan umum
30 web pengadilan tata usaha
negara
22 web pengadilan militer
Teknologi informasi di Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan
di bawahnya juga dikembangkan
untuk:
Sistem layanan informasi
Sistem database peraturan
perundang-undangan. Selain
dengan sistem ini, juga
disiapkan kepingan compact
disc yang dapat diinstall ke
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2009 dan 2010
Website http://mahkamahagung.go.id/
75
dalam komputer pribadi
Sistem informasi manajemen
perkara
Sistem pengawasan dan pengaduan
yang secara umum mengelola:
pencatatan permohonan informasi
yang masuk; komunikasi
pengumpulan informasi yang
diminta; monitoring proses
pengolahan informasi; pengiriman
hasil informasi yang dicari oleh
pemohon; penerimaan pengajuan
keberatan terhadap pelayanan
informasi yang tidak sesuai
Pengembangan Teknologi Informasi
- lanjutan
Sistem pelaporan keuangan perkara
(dikembangkan berdasarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 09/2008). Sistem ini
meliputi:
o Kejelasan alur pengelola laporan
keuangan perkara
o Penggunaan sistem SMS dalam
pelaporan keuangan perkara.
Penggunaan SMS dimaksudkan
untuk mempercepat pengumpulan
dan pengolahan informasi
keuangan perkara yang dikelola
oleh pengadilan tingkat pertama
dan banding. Sebelumnya
diperlukan waktu setidaknya 2
(dua) bulan untuk mengumpulkan
dan mengolah laporan secara
manual dari pengadilan tingkat
pertama dan banding seluruh
Indonesia. Pelaporan dengan
menggunakan aplikasi SMS
membuat laporan dapat
dikumpulkan dalam waktu
seketika, karena data
dikumpulkan secara elektronik
dan langsung diolah secara real
time.
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2009 dan 2010
Website http://mahkamahagung.go.id/
: tampilan aplikasi sistem-sistem
yang dimaksud
Buku manual SIKEP
76
Sistem manajemen perencanaan
dan keuangan. Penggunaan aplikasi
komputer untuk manajemen
perencanaan dan keuangan di
Mahkamah Agung dilakukan
dengan menggunakan rangkaian
paket aplikasi yang telah
disediakan oleh Kementerian
Keuangan sebagai pengelola
keuangan negara.
Sistem manajemen kepegawaian
(SIKEP). bertujuan untuk
mengintegrasikan data
kepegawaian yang ada di
lingkungan Mahkamah Agung.
Dengan adanya SIKEP tersebut,
diharapkan Mahkamah Agung akan
memiliki database terintegrasi
tentang Sumber Daya Manusia
(SDM), menggantikan aplikasi
SDM sektoral yang selama ini ada
di masing-masing satuan kerja
tertentu
Pengembangan Teknologi Informasi
(lanjutan)
Sistem manajemen penelitian dan
pengembangan. Badan Penelitian,
Pengembangan, Pendidikan dan
Pelatihan (Balitbangdiklat)
Mahkamah Agung antara lain
memanfaatan teknologi informasi
untuk mendata SDM yang akan dan
telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
Layanan e-mail. Sejak tahun 2009,
Mahkamah Agung juga
mengimplementasikan aplikasi email
yang berupaya menjangkau lebih
banyak pengguna di lingkungan
Mahkamah Agung
Sistem administrasi persuratan
Aplikasi ini akan memberikan
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2009 dan 2010
Website http://mahkamahagung.go.id/
: tampilan aplikasi sistem-sistem
yang dimaksud
Fotocopy Surat Edaran No. 46 Tahun
2010 tentang Tata Cara Pelaporan
Penggunaan Dana Bantuan Hukum.
Berdasarkan SEMA ini setiap
pengadilan tingkat pertama wajib
melaporkan penggunaan dana
bantuan hukum melalui sistem sms
dan pelaporan berbasis web yang
telah disediakan
77
fasilitas kepada pengguna/user untuk
membuat dan mencari kembali surat,
baik surat masuk dan surat keluar.
Saat ini Aplikasi ini baru
diimplementasikan di lingkungan
satuan kerja Badan Urusan
Administrasi (BUA) Mahkamah
Agung. Secara bertahap akan
diimplementasikan kepada seluruh
satuan kerja Mahkamah Agung.
Sistem informasi perpustakaan.
Setiap user baik masyarakat umum
maupun pegawai Mahkamah Agung
dapat melihat katalog perpustakaan
untuk melihat status referensi
kepustakaan yang dicari. Publik
dapat mengakses sistem ini pada
situs web Mahkamah Agung. Saat
ini publik dapat melihat sebatas
katalog perpustakaan, kedepannya
sistem ini akan dikembangkan bukan
hanya katalog tetapi dapat
mengakses dokumen tertentu yang
menjadi koleksi perpustakaan yang
dibutuhkan publik.
Sistem SMS gateway. Sistem ini
digunakan untuk melakukan
pelaporan penerimaan dan
penggunaan biaya perkara, besaran
dan penyerapan anggaran prodeo dan
sidang keliling. Mulai tahun 2011,
SMS Gateway dilengkapi dengan
menu Posbakum (Pos Bantuan
Hukum)
Pengembangan Teknologi Informasi
(lanjutan)
SIADPA (Sistem Informasi
Administrasi Pengadilan Agama).
Salah satu misi Ditjen Badilag
sebagaimana termaktub dalam
Rencana Strategis Ditjen Badilag
2004-2009 dan 2009-2014 adalah
modernisasi administrasi peradilan
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2010
SIADPA WEB Pengadilan Agama
Jakarta Pusat
Website: http://www.badilag.net
78
agama. Misi ini kemudian
diwujudkan dalam bentuk kegiatan
pembuatan aplikasi yang
mengotomatisasi Pola Bindalmin.
SIADPA terdiri dari SIADPA
Utama, SIADPA LIPA
(Pelaporan), SIADPA KIPA
(Keuangan dan Kasir) dan
SIADPA REGISTER. Beberapa
Pengadilan Agama yang sudah
menggunakan SIADPA web ini
antara lain Pengadilan Agama
Jakarta Pusat, Pengadilan Agama
Jakarta Timur, Pengadilan Agama
Kendal, Pengadilan Agama
Purwodadi, dan Pengadilan Agama
Semarang.
3 Pengelolaan Penerimaan Bukan
Pajak (PNBP). Keputusan
pengelolaan biaya perkara ini
tercantum dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 53 Tahun 2008 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis. Dalam
pasal 1 diatur, biaya perkara yang
berasal dari Mahkamah Agung,
Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hak
Kepaniteraan lainnya merupakan jenis
dari (PNBP). Dalam pasal 2 PP itu.
Dalam pasal 3, diatur mengenai
seluruh PNBP yang Berlaku pada
Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan yang berada di bawahnya
wajib disetor langsung secepatnya ke
kas negara. Untuk mengefektifkan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
tersebut, Mahkamah Agung
selanjutnya mengeluarkan Surat Wakil
Ketua Mahkamah Agung Nomor 42
Tahun 2008 yang pada intinya
mengatur tahapan dan teknis
pengelolaan biaya PNBP di
Mahkamah Agung dan Badan
Fotocopy Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2009
Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) No 4 Tahun 2008 tentang
Pemungutan Biaya Perkara
79
Peradilan dibawahnya
Mahkamah Agung juga
mengeluarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) No 4
Tahun 2008 tentang Pemungutan
Biaya Perkara yang mengatur
antara lain kewajiban pembayaran
biaya perkara melalui Bank dan
membatasi pembayaran biaya
perkara secara langsung dari pihak-
pihak berperkara pada pengadilan
serta pengembalian sisa biaya
perkara pada para pihak.
4 Kode Etik Hakim/Pengawasan.
Untuk meningkatkan
profesionalisme, kualitas dan
integritas sebagai hakim, termasuk
Hakim Agung, melalui SK KMA
No. 104AKMA/SK/XII/2006 pada
Desember 2006 – ditetapkanlah
Pedoman Perilaku Hakim (PPH).
Sepuluh prinsip ditetapkan sebagai
pedoman bagi hakim, yaitu adil,
jujur, arif dan bijaksana, mandiri,
berintegritas tinggi, bertanggung
jawab, menjunjung tinggi harga diri,
berdisiplin tinggi, rendah hati, dan
profesional.
Penerapan PPH dan Majelis
Kehormatan Hakim.
Menindaklanjuti Undang-undang
No. 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-
undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, pada tanggal 8
April 2009 ditetapkan Keputusan
Bersama antara Ketua Mahkamah
Agung dan Ketua Komisi Yudisial
RI Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009
– Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009
tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. Kemudian pada
tanggal 8 September 2009 telah
ditetapkan Keputusan Bersama
antara Ketua Mahkamah Agung RI
Fotocopy SK KMA Nomor
104AKMA/SK/XII/2006
Buku Pedoman Perilaku Hakim
Fotocopy SK KMA Nomor
215/KMA/SK/ XII/2007 mengenai
Pelaksanaan dan Penegakan Perilaku
Hakim
Fotocopy Surat Keputusan Bersama
antara Ketua Mahkamah Agung dan
Ketua Komisi Yudisial RI Nomor:
047/KMA/SKB/IV/2009 – Nomor :
02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
Fotocopy Surat Keputusan Bersama
antara Ketua Mahkamah Agung RI
dan Ketua Komisi Yudisial RI No
129/KMA/SKB/IX/2009 tentang Tata
Cara Pembentukan, Tata Kerja dan
Tata Cara Pengambilan Keputusan
Majelis Kehormatan Hakim
Fotocopy Nota Kesepahaman
Bersama antara Mahkamah Agung RI
dengan Kejaksaan Agung RI No.
095/KMA/SKB/VII/2009 dan KEP-
075/A/JA/07/2009 tentang
Pengawasan
80
dan Ketua Komisi Yudisial RI No
129/KMA/SKB/IX/2009 tentang
Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja
dan Tata Cara Pengambilan
Keputusan Majelis Kehormatan
Hakim
Untuk mengatasi berbagai bentuk
penyimpangan baik oleh aparat
pengadilan maupun aparat kejaksaan
dan tercapainya peradilan yang
tertib, adil, dan bebas dari korupsi
kolusi serta nepotisme, maka
dipandang perlu dilakukan
pengawasan secara bersinergi antara
Mahkamah Agung dan Kejaksaan.
Dalam upaya mewujudkan jejaring
pengawasan tersebut pada tanggal 16
Juli 2009 telah ditandatangani Nota
Kesepahaman Bersama antara
Mahkamah Agung RI dengan
Kejaksaan Agung RI No.
095/KMA/SKB/VII/2009 dan KEP-
075/A/JA/07/2009 tentang
Pengawasan yang pada intinya
mengatur koordinasi pengawasan
antara Mahkamah Agung RI dan
Kejaksaan Agung.
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2010
5 Manajemen SDM, khususnya
Analisa Pekerjaan, Evaluasi
Pekerjaan dan Sistem Remunerasi
(dalam hal ini yang dimaksud
adalah tunjangan kinerja)
Dilaksanakan kegiatan analisa
pekerjaan dan evaluasi pekerjaan,
dengan hasil: 875 uraian pekerjaan
dan 26 peringkat jabatan
Telah menerima tunjangan kinerja
berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor : 19
Tahun 2008 tentang Tunjangan
Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri di Lingkungan
Selanjutnya aturan-aturan
pelaksanaan penerimaannya
dilakukan dengan surat-surat
keputusan Ketua dan Sekretaris
Laporan Tahunan Mahkamah Agung
Tahun 2009
Fotocopy uraian jabatan
Fotocopy Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor : 19
Tahun 2008 tentang Tunjangan
Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai
Negeri di Lingkungan Mahkamah
Agung dan badan Peradilan Yang
Berada di bawahnya;Surat Sekretaris
Mahkamah Agung RI Nomor.
596/SEK/01/VI/2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembayaran
Remunerasi Mahkamah Agung RI;
Fotocopy Surat Sekretaris Mahkamah
Agung RI Nomor.
099/SEK/01/III/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembayaran
Remunerasi Mahkamah Agung RI;
Fotocopy Surat Sekretaris Mahkamah
81
Mahkamah Agung
Selanjutnya sambil menunggu
pengembangan sistem penilaian
kinerja yang kelak akan digunakan
untuk dasar pemberian tunjangan
kinerja, maka untuk sementara
Mahkamah Agung menetapkan
disiplin kerja sebagai acuan
melalui Keputusan Ketua
Mahakamah Republik Indonesia
Nomor. 071/KMA/SK/V/2008
tentang Ketentuan Penegakan
Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan
Pemberian Tunjangan Khusus
Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri
Pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di
Bawahnya
Agung Nomor. 315/SEK/ 01/V/2008
tentang Remunerasi/Tunjangan
Khusus Kinerja Mahkamah Agung
RI;
Fotocopy Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor.
070/KMA/SK/V/2008 tentang
Tunjangan Khusus Kinerja Pegawai
Negeri di Lingkungan mahkamah
Agung dan Badan-badan Peradilan
yang Berada di Bawahnya;
Fotocopy Keputusan Ketua
Mahakamah Republik Indonesia
Nomor. 071/KMA/SK/V/2008
tentang Ketentuan Penegakan
Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan
Pemberian Tunjangan Khusus
Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri
Pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang berada di Bawahnya;
Fotocopy Surat Sekretaris Mahkamah
Agung RI Nomor.
596/SEK/01/VI/2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembayaran
Remunerasi Mahkamah Agung RI;
Fotocopy Surat Sekretaris Mahkamah
Agung RI Nomor.
099/SEK/01/III/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembayaran
Remunerasi Mahkamah Agung RI;
Fotocopy Keputusan Ketua
mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor.
069/KMA/SK/V/2009 tentang
Perubahan Pertama atas Keputusan
Ketua mahkamah Agung RI Nomor:
71/KMA/SK/V/2008 tentang
Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja
Dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim
dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah
Agung dan badan Peradilan Yang
Berada di Bawahnya;
Fotocopy Keputusan Sekretaris
Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor.
035/KMA/SK/IX/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia
Nomor.071/KMA/SK/V/2008 tentang
Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja
82
Dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim
dan pegawai Negeri Pada mahkamah
Agung dan Badan Peradilan Yang
Berada di Bawahnya
Tabel 10
Pencapaian dan Bukti Pencapaian Quick Wins
Lampiran bukti dokumen Quick Wins berada dalam kotak Quick Wins
83
BAGIAN EMPAT
CAPAIAN REFORMASI BIROKRASI MAHKAMAH AGUNG:
PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN
Sesuai mandat Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sejak tahun 2008 MA dan badan
peradilan di bawahnya terus berupaya melaksanakan program dan kegiatan yang sudah
digariskan.
Adapun capaian pelaksanaan program dan kegiatan reformasi birokrasi secara keseluruhan
adalah sebagai berikut:
1. Program Arahan Strategi
1.1 Kegiatan : Quick Wins
Program percepatan reformasi birokrasi secara detail telah dibahas pada bagian
sebelumnya (secara khusus sudah dibahas pada bagian 3).
1.2 Kegiatan : Penilaian Kinerja Organisasi
Sejalan dengan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung dan seluruh pengadilan
perlu dilakukan audit kinerja meliputi teknis penanganan perkara, manajemen
peradilan, administrasi persidangan, administrasi perkara, administrasi umum serta
unsur yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Tujuannya adalah
meningkatkan kualitas kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang
berdampak pada peningkatan citra peradilan dan peningkatan kepercayaan
masyarakat pada institusi peradilan. Berkaitan dengan hal tersebut Badan
Pengawasan telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan No.
26A/BP/SK/VIII/2010 tanggal 21 Juni 2010 tentang Pedoman Audit dan Penilaian
Kinerja Pengadilan. Pada tahun 2010 Badan Pengawasan Mahkamah Agung
menargetkan audit kinerja dilakukan untuk 100 Satuan kerja, namun sesuai anggaran
yang tersedia hanya dapat dilakukan pada 74 (tujuh puluh empat) satuan kerja yang
diutamakan pada Wilayah II (Jawa, Bali dan Madura) yang menghasilkan LHP
(Laporan Hasil Pemeriksaan).
Penilaian terhadap organisasi juga dilakukan melalui Organization Diagnostic
Assessment (ODA). Organization Diagnostic Assessment (ODA) dilakukan dengan
menggunakan kriteria International Framework of Court Excellence. Kerangka kerja
ini adalah kerangka kerja yang telah diadopsi oleh hampir semua badan peradilan di
dunia. Kriteria atau parameter International Framework of Court Excellence terdiri
dari tujuh area court excellence yang terbagi dalam tiga kategori. Berikut skema atau
bagan International Framework of Court Excellence:
84
Gambar 23
International Framework of Court Excellence
Hasil dari penilaian ini menggambarkan kondisi Mahkamah Agung saat ini
(current state) yang merupakan titik berangkat proses pembaruan. Data diambil
dari seluruh pemangku kepentingan yang diambil dengan metoda sampling, baik
internal maupun eksternal. Internal terdiri dari Pimpinan Mahkamah Agung dan
setiap tingkatan di bawahnya. Eksternal berasal dari akademisi; lembaga
pemerintah lain, seperti: kejaksaan, kepolisian, KPK, Komisi Yudisial, DPR;
pengacara; Lembaga Swadaya Masyarakat; perwakilan Pemda; dan media
massa. Tehnik pengambilan data yang digunakan adalah kuesioner (kuesioner
court excellence) dan wawancara serta Focus Group Discussion (FGD).
Secara umum, hasil dari penilaian dengan
menggunakan kerangka kerja Court Excellence
ini, adalah sebagai berikut:
a. Lembaga peradilan Indonesia baru mencapai
kurang dari 50% untuk mewujudkan sebuah
Court Excellence, pada ketujuh area Court
Excellence.
b. Peradilan masih sangat lemah pada aspek
perencanaan. Sementara pada aspek
implementasi sedikit lebih baik. Kondisi ini
memberi gambaran bahwa badan peradilan
85
masih mengandalkan pada penyelesaian-penyelesaian masalah yang bersifat
sementara dan responsif. Itu sebabnya hasil yang didapat masih belum
optimal dan umumnya tidak memberikan dampak yang berkelanjutan.
c. Terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara penilaian responden internal
dan responden eksternal, dimana penilaian responden eksternal lebih rendah
dari penilaian responden internal. Empat area yang dinilai oleh responden
internal dan eksternal adalah : proses pengadilan, kebutuhan dan kepuasan
pengguna pengadilan, pengadilan yang terjangkau dan kepercayaan publik.
Hal ini memberikan indikasi bahwa secara umum, badan peradilan belum
dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh publik.
d. Area kebijakan peradilan cenderung dinilai lebih baik dibandingkan nilai
pada area-area lainnya.
e. Area kebutuhan dan kepuasan pengguna cenderung dinilai lebih buruk
dibandingkan dengan area-area lainnya.
f. Pengadilan-pengadilan di Jakarta dan wilayah barat serta tengah relatif
memberikan penilaian yang lebih baik pada institusi, dibandingkan dengan
pengadilan-pengadilan di wilayah timur dan ujung wilayah barat. Kondisi ini
memberikan indikasi bahwa paling tidak penyebaran informasi belum
merata.
Sementara hasil untuk setiap area dapat dilihat pada tabel berikut:
NO AREA NILAI POSITIF* NILAI KRITIS**
1 Manajemen dan
Pimpinan Badan
Peradilan
Penjabaran sasaran jangka
pendek dalam program
kegiatan yang tepat
Keterbukaan pada visi,
sasaran, program
peradilan
2 Kebijakan
peradilan
Pelayanan dapat dinikmati
masyarakat pencari keadilan
Tujuan jangka pendek,
jangka menengah dan
jangka panjang sesuai
dengan nilai peradilan
3 Sumber daya
manusia,
material dan
keuangan
Pengelolaan sumber daya
hakim secara efektif
Ketersediaan SIMKEU
yang transparan
Penggunaan analisa
beban kerja untuk
kebutuhan staf
pengadilan
4 Proses
pengadilan
Pemisahan peran dan
tanggung jawab hakim dan
staf pengadilan
Hakim memenuhi nilai-
Pengukuran kualitas
pelayanan dan putusan
pengadilan
86
nilai pengadilan
5 Kebutuhan dan
Kepuasan
Pengguna
Pengadilan
Petugas menindaklanjuti
pengaduan dan permintaan ,
dengan penuh tanggung
jawab
Pengumpulan
informasi berkala
tingkat kepuasan
pengguna
6 Pengadilan yang
terjangkau
Biaya perkara yg terjangkau
masyarakat
Memfasilitasi bantuan
hukum bagi pencari
keadilan
7 Kepercayaan
publik
Menyediakan informasi
proses perkara pengadilan",
dan pernyataan
Menyediakan informasi
jumlah perkara, tunggakan,
rencana, penetapan
Menyediakan informasi
statistik pengawasan”
dinilai merupakan
pelayanan pengadilan
yang relatif paling
buruk
Tabel 11
Hasil Penilaian Area dengan Menggunakan Kerangka Kerja Court Excellence
Catatan:
╸ * : nilai positif di sini menyatakan bahwa pernyataan yang
menggambarkan kondisi ini dinilai dalam rentang “sedikit lebih baik
sampai lebih baik” dibandingkan dengan pernyataan lain pada area
tersebut. Hal ini memberikan arti bahwa kondisi ini adalah kondisi yang
tetap perlu untuk diperbaiki atau ditingkatkan guna mendapatkan hasil
yang lebih baik lagi.
╸ ** : nilai kritis di sini menyatakan bahwa pernyataan yang
menggambarkan kondisi ini dinilai dalam rentang “buruk sampai paling
buruk” diantara dengan pernyataan lain pada area tersebut. Hal ini
memberikan arti bahwa kondisi ini adalah kondisi kritis yang harus
menjadi prioritas perbaikan/perubahan.
1.3 Kegiatan : Postur Birokrasi 2025
Berdasarkan kondisi saat ini sebagaimana hasil ODA (Organizational Diagnostic
Assessment), Pimpinan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya
merumuskan kondisi masa depan yang diinginkan (postur birokrasi 2025) dan
memberikan arahan strategis perubahan guna perbaikan serta menentukan prioritas
perubahan/perbaikan. Bayangan atau harapan masa depan yang diinginkan
kemudian dirumuskan dalam visi dan misi Mahkamah Agung. Arahan strategis
dirumuskan dalam, pertama: kriteria keberhasilan atau kondisi-kondisi yang harus
terjadi saat visi tercapai. Kedua: nilai-nilai yang harus dikembangkan menjadi
budaya organisasi dan menjadi pedoman perilaku bagi semua warga badan
87
peradilan. Ketiga adalah strategi baru badan peradilan. Salah satunya adalah akan
diterapkannya sistem kamar dan upaya pembatasan perkara. Hal ini dimaksudkan
untuk membangun profesionalisme dalam memutus perkara dan menjaga kepastian
hukum.
Dalam buku cetak biru ini, juga memberi gambaran besar mengenai tahap-tahap
implementasi yang dibagi dalam kurun waktu lima tahunan. Rencana kerja secara
umum dan target-target capaian juga dapat dilihat pada buku tersebut.
NO PENCAPAIAN PROGRAM ARAHAN
STRATEGIS BUKTI PENCAPAIAN
1. Penilaian Kinerja Organisasi
Secara serius Mahkamah Agung melakukan penilaian
kinerja dengan berbagai metoda untuk mengetahui
detil posisi organisasi.
Dengan Surat Keputusan Kepala Badan
Pengawasan No. 26A/BP/SK/VIII/2010 tanggal 21
Juni 2010, Badan Pengawasan ahkamah Agung
menyusun Pedoman Audit dan penilaian Kinerja
dan melaksanakan audit kinerja
Selain itu juga melakukan audit administrasi
kinerja sebagaimana telah ditentukan oleh
Pemerintah
Dalam upaya memposisikan diri terhadap kondisi
peradilan tingkat global, Mahkamah Agung juga
melakukan penilaian dengan standar International
Framework of Court Excellence melalui
Organization Diagnostic Assessment
Fotocopy Surat
Keputusan Kepala Badan
Pengawasan No.
26A/BP/SK/VIII/2010
tanggal 21 Juni 2010
tentang Pedoman Audit
dan Penilaian Kinerja
Pengadilan.
Fotocopy laporan hasil
kegiatan audit dan
penilaian kinerja
LAKIP tahun 2008, 2009
dan 2010
Fotocopy dokumen hasil
organization diagnostic
assessment
2. Postur Birokrasi 2025
Postur birokrasi Mahkamah Agung 2025
digambarkan dengan jelas pada Cetak Biru
Pembaruan Peradilan 2010 – 2035. Cetak biru
tersebut dengan jelas menggambarkan postur
birokrasi yang diinginkan Mahkamah Agung, antara
lain melalui :
Visi dan misi yang baru
Sepuluh kondisi badan peradilan yang
diinginkan
Strategi badan peradilan
Disain organisasi badan peradilan
Cetak biru tersebut juga dengan jelas
menggambarkan prioritas dan milestone pencapaian
Dokumen Cetak Biru
Peradilan 2010-2035
88
setiap lima tahunan serta gambaran besar rencana
kerjanya
Tabel 12
Pencapaian dan Bukti Capaian Program Arahan Strategi
Lampiran bukti dokumen Arahan Strategi berada dalam kotak
Program Arahan Strategi
2. Program Manajemen Perubahan
Mengelola perubahan adalah sebuah pekerjaan besar yang akan terus berlangsung selama
proses perubahan atau pembaruan di Mahkamah Agung berjalan. Pengelolaan perubahan
akan menentukan seberapa nyata perubahan atau pembaruan akan terwujud di Mahkamah
Agung dan Badan-badan Peradilan di bawahnya.
Bagi Mahkamah Agung, kesadaran mengelola
perubahan diperkuat dengan hasil evaluasi terhadap
program dan kegiatan pembaruan yang
dilaksanakan pada tahun 2008. Evaluasi ini
dilaksanakan sebagai persiapan untuk penyusunan
Cetak Biru Mahkamah Agung berikutnya. Hasil
evaluasi akan digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan program perubahan apalagi
yag diperlukan dan seberapa besar perubahan
tersebut perlu dilakukan. Selain itu juga didorong
oleh adanya kesadaran dari segenap Pimpinan
Mahkamah Agung bahwa reformasi birokrasi
haruslah menjadi bagian integratif dari proses
pembaruan peradilan secara umum. Oleh karena itu, evaluasi ini penting untuk
mengidentifikasi bagaimana memposisikan reformasi birokrasi agar bisa mendorong
proses pembaruan peradilan yang memang difokuskan pada aspek-aspek teknis peradilan.
Hasil evaluasi tersebut menyatakan bahwa keberhasilan program dan capaian yang
diperoleh Mahkamah Agung, baru mencapai 30%. Angka 30% keberhasilan di sini
sesungguhnya menunjukkan tingkat keberlanjutan dari keluaran suatu program atau
aktivitas, bukan merujuk pada jumlah program atau aktivitas yang dijalankan. Bila
melihat angka pencapaian ini, memang dirasakan sangat kecil, mengingat upaya
perumusan kegiatan dan penyusunan sistem baru serta sosialisasinya telah memakan
waktu, tenaga dan biaya yang besar.
Evaluasi terhadap program
dan kegiatan pembaruan
pada tahun 2008
dimaksudkan untuk
mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan
program perubahan apalagi
yang diperlukan dan
seberapa besar perubahan
tersebut perlu dilakukan.
89
Hasil ini dikonfirmasi dengan hasil penilaian organisasi (ODA = Organizational
Diagnostic Assessment) yang dilakukan pada tahun 2009. Bila evaluasi sebelumnya
dilakukan terhadap program dan kegiatan, ODA
dilakukan terhadap pelaku dan penerima program
serta kegiatan tersebut. Hasil ODA menunjukkan
bahwa kinerja lembaga peradilan masih tetap
mendapatkan sorotan dari berbagai kalangan,
antara lain mengenai informasi proses peradilan
yang tertutup, biaya berperkara yang tinggi, masih
sulitnya akses masyarakat miskin dan
terpinggirkan, serta proses penyelesaian perkara
yang dirasakan masih sangat lama. 17
Hasil tersebut memberi gambaran bahwa tiga
faktor penting dalam proses pembaruan peradilan,
yaitu program dan kegiatan; pelaku/pelaksaa
program dan kegiatan; dan penerima manfaat dari
program dan kegiatan, tidak terkoneksi dengan
baik satu sama lain. Koneksi yang dimaksud
adalah belum dirumuskan strategi terhadap ikatan
perencanaan, pelaksanaan dan evalusasi yang
secara khusus, komprehensif dan terstruktur untuk membawa program dan kegiatan
individu, tim dan organisasi dari keadaan sekarang ke keadaan masa depan yang
diinginkan dan untuk mengelola individu yang akan terkena dampak dari proses
perubahan tersebut. Apa dituliskan terakhir ini, adalah apa yang biasa disebut sebagai
manajemen perubahan yang didukung dengan strategi komunikasi.
Oleh karena itu segera setelah Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035 (yang
merupakan keberlanjutan dari Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2004) selesai pada tahun
2010, maka disusunlah Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi. Strategi
Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi Mahkamah Agung, secara khusus
dikembangkan dengan maksud:
1. Merencanakan bagaimana rekomendasi-rekomendasi Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010 – 2035 dapat dilaksanakan dan berhasil, baik terhadap organisasi
maupun aparat peradilan serta yang terpenting adalah bagi para pencari keadilan
dan pengguna pengadilan.
2. Memastikan prioritas yang jelas dan terukur bagi Mahkamah Agung, sehingga
hasil yang diinginkan terjadi tepat waktu, tepat guna dengan kualitas yang baik
17
Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035, Bab 1 : Pendahuluan, Sub-bab A: Latar Belakang dan Konteks
Pembaruan.
Belum dirumuskan strategi
terhadap ikatan
perencanaan, pelaksanaan
dan evalusasi yang
komprehensif dan
terstruktur untuk membawa
program dan kegiatan;
individu; tim dan
organisasi dari keadaan
sekarang ke keadaan masa
depan yang diinginkan dan
untuk mengelola individu
yang akan terkena dampak
dari proses perubahan.
tersebut
90
3. Membantu Mahkamah Agung membangun infrastruktur pengelola perubahan:
tim, kapabilitas, monitoring dan evaluasi.
4. Mengantisipasi adanya penolakan-
penolakan terhadap perubahan dan
merencanakan tindakan-tindakan untuk
mengatasi18
Dalam merumuskan strategi manajemen
perubahan dan strategi komunikasi, Mahkamah
Agung menggunakan hasil evaluasi kinerja
organisasi dan organization diagnostic assessment
digunakan sebagai titik berangkat pembaruan
peradilan (dimana di dalamnya terdapat reformasi
birokrasi). Sementara Dokumen Cetak Biru
Pembaruan Peradilan sebagai titik tujuan. Dengan
menarik garis dari titik berangkat pembaruan ke
arah titik tujuan pembaruan, diperoleh gambaran
bahwa sejumlah perubahan yang dibutuhkan adalah perubahan-perubahan yang sifatnya
mendasar dan relatif memiliki dampak yang besar, seperti redefinisi visi dan misi serta
nilai-nilai, perubahan sistem kamar, pembatasan perkara, struktur organisasi untuk
mewadahi perubahan sistem kamar, dan beberapa lainnya yang bisa dilihat pada
Dokumen Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010 – 2035.
Dari pemahaman terhadap prioritas serta karakter program dan kegiatan perubahan yang
direncanakan, terlihat bahwa strategi yang akan banyak dijalankan adalah strategi power
coercive19
. Dengan budaya organisasi yang ada sekarang, strategi didasarkan pada
pelaksanaan wewenang dan pemberlakuan sanksi ini dipercaya akan berhasil. Dalam
implementasinya, aktor utama dari strategi ini adalah Pimpinan Mahkamah Agung dan
Badan-badan Peradilan di bawahnya. Oleh karena itu para pemimpin harus memiliki
kepemimpinan yang kuat, dan konsisten serta tepat dalam menghitung resiko, baik
terhadap organisasi, pegawai maupun kepada sesama pemimpin.
Mengingat sifat-sifat perubahan dan dampak yang akan ditimbulkan serta strategi yang
akan digunakan, Mahkamah Agung juga melakukan asesmen kesiapan organisasi untuk
berubah. Asesmen ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesiapan berubah dari orang-
orang di badan peradilan, sekaligus untuk mendapatkan gambaran seberapa besar tingkat
resistensi atau penolakan yang mungkin muncul. Hal ini penting untuk mengenali dan
merencanakan program-program untuk mengatasinya. Selain itu dalam asesmen ini juga
digali informasi media komunikasi apa yang dianggap paling tepat dalam proses
perubahan ini.
18
Dokumen Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi, 2010. 19
Dokumen Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi, 2010.
Dengan menarik garis dari
titik berangkat pembaruan
ke arah titik tujuan
pembaruan, diperoleh
gambaran bahwa sejumlah
perubahan yang dibutuhkan
adalah perubahan-
perubahan yang sifatnya
mendasar dan relatif
memiliki dampak yang
besar.
91
Asesmen dilakukan melalui desktop analysis, kuesioner yang disebarkan kepada
Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung hingga staf pengadilan di seluruh Indonesia,
dan focus group discussion. Hasil dari asesmen20
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
NO TINGKATAN NILAI PENJELASAN
1 Organisasi secara umum
(Mahkamah Agung dan
badan-badan peradilan di
bawahnya)
67,9
Secara umum Mahkamah Agung dan
Badan-badan peradilan di bawahnya pada
semua tingkatan, dapat digolongkan
sebagai siap untuk mendukung perubahan
atau untuk berubah.
2 Mahkamah Agung 64,7
3 Pengadilan tingkat banding 66,6
4 Pengadilan tingkat pertama 68,5
Tabel 13
Tingkat Kesiapan Organisasi secara umum untuk Berubah
Dokumen Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi memberikan
pemahaman bagaimana rekomendasi cetak biru yang berupa program-program dan
aktivitas-aktivitas perubahan akan diimplementasikan. Dengan adanya dokumen ini
diharapkan program dan aktivitas tersebut akan dapat berjalan sesuai rencana dan
memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Secara umum manajemen perubahan, antara lain mencakup aktivitas-aktivitas sebagai
berikut:
1. Mendefinisikan dan menanamkan nilai-nilai baru, sikap, norma dan perilaku
dalam sebuah organisasi yang mendukung cara-cara baru melakukan pekerjaan
dan mengatasi resistensi terhadap perubahan.
2. Membangun konsensus diantara pemangku kepentingan pada perubahan
spesifik yang dirancang untuk lebih memenuhi kebutuhan mereka.
3. Mengelola proses perubahan besar dalam menerapkan teknologi informasi,
proses bisnis, struktur organisasi dan tugas pekerjaan untuk mengurangi resiko
dan biaya perubahan, serta mengoptimalkan manfaatnya.
20
Dokumen Strategi Manajemen Perubahan dan Strategi Komunikasi, 2010.
92
4. Mengidentifikasi dan membahas resiko-resiko mereka yang terlibat dalam
melaksanaan perubahan, memperkuat kemampuan individu dan organisasi
untuk menangani perubahan dengan
baik.
Dokumen strategi manajemen perubahan dan
strategi komunikasi ini terdiri dari:
1. Asesmen kesiapan Mahkamah Agung
dan Badan-badan peradilan di bawahnya
untuk berubah
2. Strategi manajemen perubahan
3. Strategi komunikasi
4. Tim Manajemen Perubahan
Aktivitas: Sosialisasi dan Internalisasi
Pada dasarnya aktivitas sosialisasi dan internalisasi selalu dilakukan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari setiap program dan kegiatan pembaruan. Bagi Mahkamah Agung,
aktivitas sosialisasi dan internalisasi ini ditujukan tidak hanya untuk distribusi informasi
tetapi juga termasuk membangun kapabilitas organisasi. Oleh karena itu aktivitas ini
dijalankan dengan berbagai cara dan media, antara lain melalui :
1. Barang-barang cetakan seperti poster, booklet, flyers, buku-buku, dsb
2. Website
3. Rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan, baik formal maupun informal
4. Peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan, seperti surat keputusan dari pejabat
yang berwenang, surat edaran, dsb
5. Presentasi
6. Pelatihan-pelatihan/seminar/workshop, dsb
7. Asistensi teknis
Program Manajemen Perubahan dan kegiatan-kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan
secara khusus dilaksanakan untuk program dan kegiatan terkait reformasi birokrasi,
beberapa diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut:
NO PENCAPAIAN PROGRAM
MANAJEMEN PERUBAHAN BUKTI PENCAPAIAN
Manajemen Perubahan
Tersusunnya strategi manajemen
perubahan dan strategi komunikasi
Mahkamah Agung
Buku Strategi Manajemen
Perubahan dan Strategi Komunikasi
Mahkamah Agung, 2010
Bagi Mahkamah Agung,
aktivitas sosialisasi dan
internalisasi ini ditujukan
tidak hanya untuk distribusi
informasi tetapi juga
termasuk membangun
kapabilitas organisasi.
93
1
Sosialisasi dan Internalisasi
Transparansi Peradilan Melalui Publikasi
Putusan
Mempresentasikan dan membagikan SK
KMA 144/2007 kepada seluruh peserta
Rakernas Mahkamah Agung Tahun 2007
di Makassar.
Instrumen bagi pelaksanaan publikasi
putusan adalah Surat Keputusan
Mahkamah Agung Nomor
144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28
Agustus 2007
Pencetakan poster dan booklet
Loka Karya SK KMA 144/2007 di 7
(tujuh) Perguruan Tinggi
Sosialisasi SK KMA 144/2007 untuk 4
(empat) Lingkungan Peradilan
Poster dan booklet
Keputusan Penanggung Jawab
Kegiatan/Pejabat Pembuat
Komitmen/Kepala Biro Hukum
dan Humas Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung
RI Nomor :
03/S-KEP/BUA.6/HS/ XII/2008
Tentang Penunjukan Narasumber
dan Panitia Pelaksanaan
Sosialisasi Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor :
144/KMA/SK/VIII/2007 Tanggal
28 Agustus 2007 bagi
Panitera/Sekretaris Pengadilan
Tingkat Banding, dan Pengadilan
Tingkat Pertama di Wilayah
Hukum Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Tinggi Agama,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan DILMILTI III
Surabaya;
Keputusan Penanggung Jawab
Kegiatan/Pejabat Pembuat
Komitmen/Kepala Biro Hukum
dan Humas Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung
RI Nomor : 04/S-
KEP/BUA.6/XII/2008 Tentang
Penunjukan Peserta Kegiatan
Sosialisasi Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor:
144/KMA/SK/VIII/2007 Tanggal
28 Agustus 2007 Bagi
Panitera/Sekretaris Pengadilan
Tingkat Banding dan Pengadilan
Tingkat Pertama di Wilayah
Hukum Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Tinggi Agama,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan DILMILTI III
Surabaya;
Keputusan Penanggung Jawab
94
Kegiatan/Pejabat Pembuat
Komitmen/Kepala BiroHukum
dan Humas Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung
RI Nomor: 01/S-KEP/BUA.6/HS/
XI/2008 Tentang Penunjukan
Narasumber dan Panitera
Pelaksana Sosialisasi Surat
Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Nomor :
144/KMA/SK/VIII/2007 bagi
Panitera/Sekretaris Pengadilan
Tingkat Banding dan Pengadilan
Tingkat Pertama pada empat
Lingkungan Peradilan;
Laporan Kegiatan Sosialisasi
Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor :
144/KMA/SK/VIII/2007 bagi
Panitera/Sekretaris Pengadilan
Tingkat Banding dan Pengadilan
Tingkat Pertama pada empat
Lingkungan Peradilan di wilayah
Provinsi Sumatra Selatan dan
Provinsi Lampung;
Laporan Kegiatan Sosialisasi
Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Nomor :
144/KMA/SK/VIII/2007 bagi
Panitera/Sekretaris Pengadilan
Tingkat Banding dan Pengadilan
Tingkat Pertama pada empat
Lingkungan Peradilan di wilayah
Provinsi Sumatra Utara;
Keputusan Kepala Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung
RI Nomor : 25A/S-KEP/BUA-
HUKMAS/V/2008 Tentang
Kegiatan Sosialisasi Dalam
Rangka Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik pada empat
Lingkungan Peradilan di Seluruh
Indonesia beserta
Daftar Hadir Pelaksanaan
95
Sosialisasi di Semarang dan
Surabaya;
2 Pedoman Perilaku Hakim
Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim selama
tiga hari.
Laporan Tahunan Mahkamah
Agung 2008, 2009, dan 2010
3 Analisa Pekerjaan, Evaluasi Pekerjaan dan
Sistem Remunerasi
Pelatihan Uraian Pekerjaan selama dua
hari
Pelatihan Champion untuk Uraian
Pekerjaan selama dua hari
Laporan Tahunan Mahkamah
Agung 2009
Laporan Tahunan Mahkamah
Agung 2010
4 Sosialisasi Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010 – 2035 dan Reformasi
Birokrasi
Secara formal Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010 – 2035 pertama kali
disampaikan pada Rakernas Mahkamah
Agung 2010 di Makassar. Selain presentasi
yang disampaikan oleh Ketua Muda
Pembinaan, Buku Cetak Biru juga
dibagikan pada seluruh peserta Rakernas.
Pada Rakernas tersebut juga
disosialisasikan reformasi birokrasi
gelombang ke dua. Sosialisasi ini, selain
memberikan informasi juga mengingatkan
kembali bahwa pelaksanaan reformasi
birokrasi di Mahkamah Agung belum
selesai. Sosialisasi disampaikan melalui
presentasi yang disampaikan oleh Wakil
Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-
Yudisial dan Ketua Muda Pembinaan.
Selain presentasi, dibagikan pula Laporan
Singkat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Pada kesempatan tersebut, berkenan pula
hadir Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
Proses sosialisasi ini kemudian dilanjutkan
dengan sesi serupa yang diselenggarakan
di Bandung, Malang dan Batam
Agenda Rakernas
Buku Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010 – 2035
Buku Laporan Singkat
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Mahkamah Agung
Foto-foto
5 Analisa Beban Kerja
Pada kegiatan Analisa Beban Kerja, sosialisasi
dan internalisasi dilakukan melalui pelatihan
dan asistensi teknis.
Foto-foto
Materi pelatihan
96
A. Pelatihan
a. Tujuan
Tujuan dari pelatihan ini, adalah:
Agar peserta memahami proses Analisa
Staffing Assessment di Mahkamah
Agung dan Pengadilan, dan
Agar peserta dapat melakukan Analisa
Staffing Assessment di Mahkamah
Agung dan Pengadilan
b. Peserta
Pansek Pengadilan Tingkat Banding
seluruh Indonesia
Pejabat eselon 3 dan 4 Unit
kepegawaian dan ortala 4 (empat)
peradilan di lingkungan Mahkamah
Agung
Pejabat eselon 3 dan 4 Biro
kepegawaian dan ortala Mahkamah
Agung
c. Jumlah Peserta
Jumlah seluruh peserta adalah 87 orang,
yang terdiri dari:
Pansek Pengadilan Tingkat Banding
seluruh Indonesia berjumlah 66 orang
Pejabat eselon 3 dan 4 Unit
kepegawaian dan ortala 4 (empat)
peradilan di lingkungan Mahkamah
Agung berjumlah 13 orang
Pejabat eselon 3 dan 4 Biro
kepegawaian dan ortala Mahkamah
Agung berjumlah 8 orang
II. Asistensi Teknis
Tujuan:
Memberikan umpan balik terhadap
pelaksanaan pengisian dan perhitungan
analisa beban kerja
Meningkatkan keterampilan dalam
pelaksanaan pengisian dan perhitungan
analisa beban kerja
Membantu koordinator pelaksana
staffing assessment di lingkungan
pengadilan agar mampu memandu
97
proses pengisian kuesioner dan
perhitungan beban kerja secara akurat
dan tepat
Aktivitas setiap pelaksanaan kunjungan
asistensi analisa beban kerja adalah sebagai
berikut:
Paparan materi analisa beban kerja
Latihan koreksi oleh peserta dan
presentasi hasil koreksi
Simulasi kepemanduan (menyampaikan
materi analisa beban kerja)
Sebagai peserta dalam kegiatan kunjungan
asisten analisa beban kerja pada setiap lokasi
sebagai berikut:
Panitera Sekretaris
Wakil Panitera dan Wakil Sekretaris
Bagian kepegawaian
Operator komputer
Asistensi dilakukan di daerah-daerah sbb:
Bangka Belitung untuk Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama
(20 Agustus 2009)
Banjarmasin untuk Pengadilan Tinggi
dan Pengadilan Tinggi Agama
(1 September 2009)
Jakarta untuk Pengadilan Tinggi
Militer/Dilmiltama (3 September 2009)
Makasar untuk Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi
Agama (14 September 2009)
Tabel 14
Aktivitas Sosialisasi
Lampiran bukti dokumen berada dalam kotak Program Manajemen Perubahan
3. Program : Penataan Sistem
Aktivitas : Analisa Jabatan, Evaluasi Jabatan dan Remunerasi
Program dan kegiatan ini telah dibahas secara detail pada bagian program
percepatan (quick wins)
98
4. Penataan Organisasi
4.1 Aktivitas: Redefinisi, Misi dan Strategi
Salah satu arahan strategis yang dirumuskan berdasarkan hasil ODA adalah perlunya
merumuskan kembali (redefinisi) visi dan misi. Visi dan misi yang baru ini menjadi
tujuan pencapaian Mahkamah Agung di masa depan sebagai respon mengantisipasi
perkembangan kebutuhan para pemangku kepentingan. Visi dan misi Mahkamah
Agung yang baru adalah sebagai berikut:
Sementara visi Mahkamah Agung yang lama adalah :
Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri,
efektif, efisien, serta mendapatkan kepercayaan publik, profesional dan
memberikan pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan biaya
rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik.
Misi Mahkamah Agung yang lama adalah :
1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang-undang dan peraturan,
serta memenuhi rasa keadilan masyarakat;
2. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur
tangan pihak lain.
99
3. Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan pada masyarakat
4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan
5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, dan bermartabat
serta dihormati
6. Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, tidak memihak dan
transparan
Dalam penterjemahannya, visi Mahkamah Agung yang baru : Badan Peradilan
Indonesia yang Agung, secara ideal digambarkan sebagai sebuah Badan Peradilan
yang:
1. Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif,
dan berkeadilan.
2. Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang
dialokasikan secara proporsional dalam APBN.
3. Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang
jelas dan terukur.
4. Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang
sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional.
5. Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja
yang aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan.
6. Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan
kriteria obyektif, sehingga tercipta aparat peradilan yang berintegritas dan
profesional.
7. Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan
jalannya peradilan.
8. Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.
9. Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas,
dan transparansi.
10. Modern, berbasis Teknologi Informasi terpadu.
Nilai-nilai organisasi Mahkamah Agung juga berhasil dirumuskan. Nilai-nilai ini
diharapkan akan membentuk budaya organisasi dan menjadi pedoman perilaku
warga badan peradilan. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:
1. Kemandirian kekuasaan kehakiman
2. Integritas dan kejujuran
3. Akuntabilitas
4. Responsibilitas
5. Keterbukaan
6. Ketidakberpihakan
7. Perlakuan yang sama di hadapan hukum
100
4.2 Kegiatan : Analisa Beban Kerja
Aktivitas analisa beban kerja adalah kelanjutan proses dari aktivitas analisa
pekerjaan. Analisa pekerjaan memberikan pemahaman mengenai apa yang harus
dikerjakan dan dihasilkan pada posisinya. Hal ini untuk selanjutnya membawa
Mahkamah Agung pada pertanyaan berikutnya, yaitu berapa banyak orang yang
dibutuhkan dalam setiap posisi tersebut untuk bisa memberikan hasil sebagaimana
yang diinginkan organisasi?. Pertanyaan mendasar inilah yang dijawab oleh aktivitas
Mahkamah Agung.
Dalam kegiatan ini, selain menghitung beban kerja, Mahkamah Agung juga
melakukan apa yang dikenal sebagai staffing assessment. Secara umum Staffing
assessment dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengetahui kapasitas ideal
(jumlah pegawai ideal) dalam sebuah organisasi berdasarkan pengukuran tingkat
kesibukan suatu posisi/jabatan dalam organisasi relatif terhadap waktu efektif yang
tersedia untuk melaksanakan seluruh tugas dan tanggungjawab dalam rentang waktu
satu tahun.
Kepentingan melaksanakan aktivitas ini, selain merupakan mandat reformasi
birokrasi sebagaimana yang tercantum dalam Pedoman Umum Reformasi Birokrasi
Nasional. Aktivitas ini juga menjadi rekomendasi Cetak Biru Mahkamah Agung
Republik Indonesia (2003), bagian V.F.3.2 Sumber Daya Manusia: mengenai jumlah
pegawai yang secara detil menyatakan sebagai berikut:
Mahkamah Agung perlu menghitung kembali jumlah pegawai untuk mencapai
ukuran organisasi yang paling tepat.
Disain Aktivitas
Aktivitas staffing assessment berdasarkan analisa beban kerja ini dilaksanakan selama
10 (sepuluh) bulan: sejak Juni 2008 hingga Maret 2009. Tahapan aktivitas ini, adalah
sebagai berikut:
Gambar 24
Tahap Aktivitas Staffing Assessment
101
Tahap 1 – Memahami konteks.
Pada dasarnya tahapan ini adalah mempelajari dokumen yang ada untuk
mengembangkan dan mendapatkan pemahaman mengenai organisasi
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Pemahaman ini meliputi,
antara lain proses kerja dan fungsi-fungsi dari hakim dan staf serta aspek-aspek
lain yang paling kritikal mempengaruhi beban kerja.
Tahap 2 – Pengambilan data : Kunjungan Sampel.
Dalam tahap ini, tim konsultan mengunjungi sampel untuk pengambilan data.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan beberapa tehnik, yaitu:
pengisian kuesioner dan wawancara. Selama proses pengambilan data, tim juga
melakukan observasi langsung.
Tahap 3 – Proses Validasi
Proses validasi dilakukan dalam format focus group discussion. Untuk
pengadilan focus group discussion diikuti oleh Ketua Pengadilan, Wakil Ketua
Pengadilan dan PANSEK (Panitera Sektretaris).
Tahap 4 – Analisa Data.
Untuk mencapai keluaran yang diharapkan, analisa data dilakukan melalui
beberapa tahapan, yaitu:
1. Mengitung FTE (Full Time Equivalent) setiap pemegang jabatan yang
menjadi sampel
2. Mengembangkan AWU (Administrative Working Unit) yang dalam
aktivitas ini dikatakan sebagai FTE normatif
3. Menghitung analisa regresi untuk mengetahui hubungan antar faktor.
Dalam hal ini adalah memeriksa apakah jumlah kasus berhubungan
dengan jumlah orang/pegawai.
Pelaksanaan aktivitas staffing assessment berdasarkan analisa beban kerja ini
dilandasi oleh kebutuhan Mahkamah Agung untuk mengetahui berapa jumlah
pegawai (hakim dan staf) yang tepat. Hal ini merupakan bagian dari upaya
Mahkamah Agung dalam melakukan pembenahan organisasi dan manajemen
sumber daya manusianya (kepegawaian).
Berdasarkan studi dokumen yang dilakukan dipahami bahwa sesuai dengan
TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi) utama organisasi, yang
dikatakan sebagai beban kerja utama Mahkamah Agung dalam aktivitas ini
102
adalah jumlah kasus yang harus diputus. Beberapa faktor kritikal yang dianggap
mempengaruhi beban kerja utama ini adalah:
Tren jumlah kasus yang diputus
Jenis peradilan (dianggap mewakili jenis kasus dalam tataran atas
analisa (high level analysis))
Kelas pengadilan pada tiap jenis peradilan
Jumlah pegawai pada setiap posisi di setiap lokasi
Lokasi spesifik
Standar efektif waktu kerja (analisa berdasarkan ketetapan MenPan
dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 071/KMA/SK/V/2008 tentang disiplin kerja)
TUPOKSI
Dokumen uraian pekerjaan
Standar aktivitas dan posisi di pengadilan
Pemahaman atas faktor-faktor tersebut di atas, untuk selanjutnya digunakan
dalam menentukan sampel dan pengembangan kuesioner yang akan digunakan
sebagai salah satu alat dalam pengumpulan data.
Dari studi pendahuluan juga dipahami bahwa standarisasi proses kerja belum
sepenuhnya dijalankan oleh unit-unit kerja yang ada. Oleh karena itu, untuk
memastikan kredibilitas data yang diambil, maka aktivitas ini menetapkan
jumlah data yang diambil adalah 80% dari populasi pemegang jabatan pada
setiap posisi yang dijadikan sampel.
Keluaran utama dari aktivitas ini adalah:
Formula kebutuhan hakim dan staf pengadilan, terdiri dari :
o FTE (Full Time Equivalent) setiap posisi yang dijadikan sampel
o AWU (Administrative Working Unit) = FTE normatif setiap posisi
yang dijadikan sampel
o Alokasi waktu kerja (prosentase) vs aktivitas kerja utama untuk
setiap posisi yang dijadikan sampel
Simulasi rencana distribusi hakim dan staff pengadilan, terdiri dari:
103
o Profil sampel
o Analisa kebutuhan
o Simulasi rencana distribusi
Software/program penghitungan FTE dan analisa regresi
Pelatihan staffing assessment untuk para pengelola kepegawaian di
lingkungan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tingkat Banding
Hasil atau keluaran dari staffing assessment berdasar analisa beban kerja ini,
akan mendorong perubahan pada sub-sistem pengelolaan sumber daya manusia
lainnya. Hal ini dikarenakan hasil dari aktivitas ini memiliki hubungan yang erat
dengan komponen pengelolaan SDM. Oleh karena itu aplikasi dari hasil staffing
assessment berdasar analisa beban kerja ini, memerlukan pemikiran dan
perencanaan yang detil dan matang.
Sesuai dengan cakupan staffing assessment yang menyeluruh bagi Mahkamah
Agung dan seluruh lingkungan peradilan yang berada di bawah supervisi
Mahkamah Agung, maka sampel yang digunakan mencakup seluruh posisi yang
ada di Mahkamah Agung dan empat lingkungan peradilan yaitu Peradilan
Umum (PN), Peradilan Agama (PA), Peradilan Militer (Dilmil) dan Peradilan
Tata Usaha Negera (PTUN).
Pertimbangan yang digunakan untuk menentukan sampel adalah:
1. Keterwakilan posisi dalam struktur organisasi
2. Keterwakilan jumlah pemegang jabatan setiap posisi
3. Keterwakilan kekhasan setiap lingkungan pengadilan
4. Keterwakilan distribusi jumlah kasus yang ditangani.
5. Kondisi khusus teritorial layanan lingkungan pengadilan di Indonesia,
yaitu adanya pengadilan yang berada pada:
a. Daerah Konflik
b. Daerah Perbatasan/Terpencil
6. Ketersediaan waktu dan biaya dalam pelaksanaan pengambilan data.
Dengan mengacu pada pertimbangan-pertimbangan tersebut ditetapkan jumlah
sampel yang diambil sebagai berikut:
1. Mahkamah Agung, seluruh posisi dengan keterwakilan pemegang jabatan
minimal 80% dari seluruh pemegang jabatan setiap posisi, kecuali untuk
posisi-posisi pimpinan unit kerja 100%.
104
2. Lingkungan Pengadilan, seluruh posisi dengan keterwakilan pemegang
jabatan minimal 80% dari seluruh pemegang jabatan setiap posisi,
kecuali untuk posisi-posisi pimpinan unit kerja 100%.
Khusus untuk pengadilan pertimbangan distribusi jumlah kasus yang ditangani,
kondisi khusus teritorial, dan ketersediaan waktu serta biaya menjadi faktor
utama pemilihan contoh. Tabel berikut adalah sampel pengadilan yang dipilih
untuk pelaksanaan staffing assessment.
KELAS
PENGADILAN
KELOMPOK
JUMLAH
KASUS
NAMA PENGADILAN
PENGADILAN UMUM
Kelas IA Khusus
L (low) PN Surakarta
M (medium) PN Bekasi
H (high) PN Jakarta Pusat
Kelas IA
L PN Balikpapan
M PN Yogyakarta
H PN Banjarmasin
Kelas IB
L PN Magelang
M PN Cibinong
H PN Balebandung
Kelas II
L PN Sinabang
M PN Garut
H PN Kepanjen
Pengadilan Tingkat
Banding
L PT Yogyakarta
M PT Banda Aceh
H PT DKI Jakarta
Daerah Terpencil PN Sinabang
Daerah Perbatasan PN Batam
Daerah Konf ik PN Banda Aceh
PENGADILAN AGAMA
Kelas IA
L PA Mataram
M PA Jakarta
H PA Cilacap
Kelas IB
L PA Kupang
M PA Balikpapan
H PA Cianjur
Kelas II L Msy. Sinabang
M PA Magelang
105
H PA Kab. Malang
Pengadilan Tingkat
Banding
L PTA Kupang
M PTA Samarinda
H PTA Surabaya
Daerah Terpencil
Daerah Perbatasan
Daerah Konflik
PA Msy. Sinabang
PA Batam
Msy Banda Aceh
PENGADILAN MILITER
Pengadilan Tingkat
Pertama
L Dilmil III-15 Kupang
M Dilmil III-16 Makasar
H Dilmil II-08 Jakarta
Pengadilan Tingkat
Banding
L Dilmilti III Surabaya
M Dilmilti I Medan
H Dilmilti II Jakarta
Dilmiltama Jakarta
Daerah Terpencil Dilmil III-15 Kupang
Daerah Perbatasan Dilmil I-05 Pontianak
Daerah Konflik Dilmil I-01 Banda Aceh
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Pengadilan Tingkat
Pertama
L PTUN Bengkulu
M PTUN Pontianak
H PTUN Jakarta
Pengadilan Tingkat
Banding
L PT TUN Makasar
M PT TUN Surabaya
H PT TUN Jakarta
Daerah Terpencil PTUN Jayapura
Daerah Perbatasan PTUN Pontianak
Daerah Konflik PTUN Banda Aceh
Tabel 15
Daftar Sampel Pengadilan untuk Pelaksanaan Staffing Assessment
4.3 Aktivitas : Restrukturisasi Organisasi
Secara konseptual restrukturisasi organisasi Mahkamah Agung tertuang dalam Cetak
Biru Peradilan 2010 – 2035. Di dalam Cetak Biru tersebut, restrukturisasi organisasi
menjadi kebutuhan Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya,
utamanya disebabkan beberapa hal berikut:
106
Adanya pengembangan kebutuhan para pemangku kepentingan, untuk lebih
berorientasi pada kepuasan para pencari keadilan dan pengguna pengadilan.
Adanya perubahan visi, misi dan strategi organisasi.
Adanya keinginan untuk menumbuhkan budaya organisasi yang baru:
profesional dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Adanya keinginan untuk menjadi organisasi dengan kinerja yang lebih baik..
Adanya kebutuhan untuk menjadi organisasi yang modern dengan
memanfaatkan teknologi informasi.
Adanya keinginan untuk menyederhanakan rantai birokrasi.
Adanya tumpang tindih tugas, pokok dan fungsi antar posisi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pengembangan organisasi Mahkamah Agung
dan Badan-badan peradilan di bawahnya mengarah pada dua disain organisasi, yaitu:
Organisasi berbasis kinerja (performance-based organization) yang
ditargetkan bisa tercapai dan mapan pada tahun 2019.
Oganisasi berbasis pengetahuan (knowledge-based organization) yang
ditargetkan bisa tercapai dan mapan pada tahun 2035
Pengembangan dua desain organisasi tersebut, dapat dianggap sebagai dua fase
perkembangan organisasi. Keduanya memberikan gambaran terjadinya dua kali
perubahan struktur organisasi sebagai konsekuensi logis terhadap desainnya.
Organisasi berbasis kinerja akan menjadi fondasi untuk Mahkamah Agung dan
Badan-badan peradilan di bawahnya, berkembang menjadi organisasi yang
berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan keahlian.
Syarat yang harus dipenuhi agar Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di
bawahnya dapat berhasil dengan dua desain organisasi ini, adalah perlunya
pemanfaatan teknologi informasi secara maksimal. Pemanfaatan teknologi informasi
ini penting untuk memastikan adanya komunikasi terpadu dan pengelolaan
pengetahuan (knowledge management) yang kuat. Dengan demikian, diperkirakan
struktur organisasi Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya akan
sungguh-sungguh menjadi organisasi yang modern, tepat fungsi, tepat ukuran
dengan kinerja maksimal.
Pembaruan organisasi Badan Peradilan ke depan diharapkan menuju:
1. Organisasi Berbasis Kinerja (Performance Based Organization)
Organisasi berbasis kinerja adalah sebuah inisiatif untuk mendorong organisasi
Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya menjadi lebih efektif
107
dan efisien. Agar Mahkamah Agung menjadi organisasi berbasis kinerja
(sebagaimana karakteristik disain organisasi ini), maka:
Perlu pemisahan yang jelas antara urusan teknis dan non- teknis.
Perlu memastikan kejelasan pembagian tugas, tanggungjawab dan
kewenangan, serta garis komando/pelaporan.
Pengembangan desain dan implementasi penilaian kinerja organisasi dan
penilaian kinerja individu haruslah menjadi prioritas utama.
Perlu dipastikan semua aparatur peradilan memiliki keterampilan untuk
melakukan penilaian kinerja.
2. Organisasi Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Organization)
Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi, di satu sisi sangat
membantu manusia, namun di sisi lain juga memunculkan jenis-jenis atau
modus-modus pelanggaran atau kejahatan baru yang kemudian menjadi perkara-
perkara jenis baru bagi pengadilan. Sebagai konsekuensinya harus ditemukan
cara-cara kerja baru untuk menyikapi perkembangan tersebut. Hal ini
merupakan tantangan sendiri baik bagi para hakim sebagai pemutus perkara
maupun bagi aparatur peradilan. Hakim dituntut untuk memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang cukup untuk memahami perkara-perkara tersebut, untuk
bisa memutus dengan seadil-adilnya. Aparatur peradilan dituntut untuk
melahirkan cara-cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien.
Pada prakteknya, sebagian hakim telah memiliki pengetahuan atau keterampilan
untuk memutus perkara-perkara yang merupakan varian baru akibat
perkembangan teknologi atau pengetahuan baru dan aparatur peradilan telah
mengembangkan cara-cara kerja baru. Namun demikian, kesemuanya itu masih
berupa tacit knowledge, sesuatu yang diketahui dan dialami, namun belum
diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit Knowledge sangat sulit
dipindahkan kepada orang lain karena pengetahuan tersebut tersimpan pada
pikiran masing-masing individu. Hal ini membuat pengetahuan dan
keterampilan belum secara merata dimiliki oleh seluruh hakim dan aparatur
peradilan di Indonesia. Oleh karena itu, tacit knowledge ini penting untuk
diubah menjadi explicit knowledge, yaitu pengetahuan yang dapat diungkapkan
dengan kata-kata, formula atau rumus yang bisa dilihat, didengar, dirasa, dan
disentuh. Explicit knowledge dapat langsung dipindahkan kepada orang lain
secara lengkap melalui media buku, laporan, koran, lukisan, atau bentuk media
lainnya. Bila seluruh tacit knowledge bisa diubah menjadi explicit knowledge,
maka Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan di bawahnya akan lebih
mudah menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) utamanya.
108
3. Sistem Pengelolaan Organisasi
Mengingat struktur dan demografi keberadaan pengadilan yang ada, mulai di
wilayah pusat pemerintahan, provinsi, kabupaten dan kota, maka sistem
pengelolaan organisasi terdesentralisasi adalah sistem yang paling tepat
digunakan. Sistem ini mendelegasikan sebagian besar wewenang pengambilan
keputusannya kepada tingkatan manajemen di bawah manajemen puncak.
Dengan mengadopsi sistem ini, maka seluruh Pengadilan Tingkat Pertama akan
di bawah pengelolaan Pengadilan Tingkat Banding. Oleh karena itu, Pengadilan
Tingkat Banding haruslah diperkuat kapasitas dan kapabilitasnya untuk
memastikan percepatan penyelesaian perkara dan peningkatan kualitas putusan.
Penguatan Pengadilan Tingkat Banding ini, diharapkan dapat mengurangi arus
perkara ke tingkat kasasi yang menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi
Mahkamah Agung saat ini.
Keberhasilan pengelolaan organisasi yang terdesentralisasi, ditentukan oleh
beberapa hal:
Kejelasan proses kerja dan SOP atau Standar Prosedur Operasional untuk
setiap proses kerja.
Kejelasan tugas, tanggungjawab, target dan pengukuran terhadap hasil kerja
dari setiap posisi.
Kejelasan wewenang yang diberikan atau yang dimiliki oleh setiap posisi
untuk mengambil keputusan.
Kejelasan resiko dan dampak yang akan muncul bila tugas dan tanggung
jawab tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Tersedianya sistem pengelolaan organisasi dengan teknologi informasi yang
terpadu harus senantiasa dalam kondisi terhubung (interconnected).
Keharusan untuk senantiasa dalam kondisi “terhubung” ini, dengan cepat
akan mendorong Mahkamah Agungdan badan-badan peradilan di bawahnya
menjadi organisasi yang modern. Keberadaan sistem-sistem tersebut sangat
penting untuk memastikan kecepatan dan keakuratan data untuk dapat
menghasilkan keputusan yang tepat dalam waktu singkat.
Profesionalitas aparatur peradilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab utama harus memiliki keterampilan menggunakan sistem-sistem yang
dibangun.
Kondisi-kondisi tersebut di atas secara bertahap akan membawa organisasi
Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, menjadi organisasi
yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) yang menjadi salah satu tujuan
reformasi birokrasi. Prasyarat utama untuk menuju pada kondisi-kondisi
109
NO PENCAPAIAN PROGRAM PENATAAN
ORGANISASI BUKTI PENCAPAIAN
1
Redefinisi Visi, Misi dan Strategi
Penyusunan Cetak Biru Mahkamah Agung
yang di dalamnya ada pembahasan
Perubahan visi, misi dan strategi
Mahkamah Agung
Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010-2035 halaman
20 – 24
2 Analisa Beban Kerja
Melaksanakan Analisa Beban kerja
Melakukan Pelatihan analisa beban kerja
Melakukan Kunjungan Asistensi Analisa
Beban Kerja
Dokumen Metodologi analisa
beban kerja
Dokumen hasil analisa beban
kerja ( Contoh Analisa Beban
Kerja di lingkungan BUA)
Foto Pelaksanaan Analisa beban
kerja
Foto Pelaksanaan Pelatihan
analisa beban kerja
Foto pelaksanaan kunjungan
Asistensi Analisa Beban Kerja
3 Restrukturisasi
Mengembangkan Desain organisasi
Dokumen Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010 – 2035
Tabel 16
Capaian dan Bukti Capaian Program Penataan Organisasi
Bukti dokumen capaian ada pada kotak Program Penataan Organisasi
5. Penataan Tata Laksana
5.1 Penyusunan Proses Bisnis yang Menghasilkan SOP
Mengawali aktivitas penyusunan tata laksana (business process) yang menghasilkan
SOP, Mahkamah Agung pada tahun 2008 telah menyusun rencana kerja pelaksanaan
penyusunan SOP pada badan urusan administrasi (Biro Perencanaan dan Organisasi,
Biro keuangan, Biro Perlengkapan) bersama-sama dengan pihak konsultan proyek
MCC-ICCP. Anggaran Kegiatan ini berasal dari negara donor sesuai dengan
perjanjian: “grant agreement between The republic Of indonesia as recepient and the
Government of U.S.A (USAID) as donor “ Strenghten Anti Coruption Effort and
Promote Immunization Coverage “ No . Grant : 497-M-497-021 .
Pelaksanaan dari kegiatan tersebut diatas dilakukan secara bertahap yang meliputi
pembuatan draft konsep atau sistem prosedur operasi baku pada :
1. Kepaniteraan: Draft prosedur penyelesaian perkara kasasi dan PK pidana
maupun perdata serta draft pengesahan penanganan softcopy putusan dan
upload ke situs atau website Mahkamah Agung.
110
2. Badan urusan Administrasi: telah dibuat draft SOP yang mencakup Biro
perencanaan dan Organisasi, Biro Keuangan dan Biro perlengkapan
3. Direktorat Jenderal badan peradilan Umum, agama dan Militer dan Tata
usaha negara: Telah dibuat Draft pola bindalmin bagi lingkungan peradilan
umum, Peradilan Agama serta Peradilan Militer dan tata usaha negara.
4. Badan Pengawasan telah dibuat Draft pedoman pengawasan dilingkungan
badan peradilan ( Pengaduan Masyarakat).
Kegiatan sosialisasi draft SOP Biro Perencanaan dan Keuangan tersebut di atas telah
dilaksanakan melalui kegiatan seminar 2 (dua) hari pada tahun 2009 yang diikuti
oleh pejabat, eselon II, eselon III dan eselon IV. Anggaran yang diperlukan dalam
penyelenggaraan seminar ini dibiayai oleh MCC-ICCP USAID. Kegiatan sosialisasi
juga dilakukan terhadap SK 076/KMA/SK/2009 di 14 wilayah Pengadilan termasuk
Mahkamah Agung dengan diikuti 373 peserta.
Penerapan terhadap Beberapa SOP tersebut di atas, juga telah dilaksanakan
berdasarkan :
1. Surat Edaran Panitera Mahkamah Agung No. 73 PAN/INT/IV/2008 tentang
pengesahan prosedur penanganan soft copy putusan dan upload ke Website
Mahkamah Agung
2. Surat Panitera No. 191/Pan/IV/2008 tentang kelengkapan berkas perkara
kasasi dan Peninjauan Kembali
3. Surat keputusan KA BUA No. 80/II/SK/IX/2009 tentang pemberlakuan
Prosedur Operasi Baku pada badan Urusan Administrasi.
4. Surat kepurusan KMA No. 076/KMA/SK/VI/2009 tentang penanganan
berkas perkara yang ditangani oleh pengadilan tingkat pertama dan tingkat
banding dapat bersinergi dengan apa yang telah dilakukan oleh Mahkamah
Agung RI
5. SK KMA No. 153/KMA/SK/XI/2009 tentang Penunjukan Pengadilan
percontohan untuk pengaduan masyarakat.
5.2 Elektronisasi Dokumentasi/ Kearsipan (e-archive)
Kegiatan elektronisasi dokumen di Mahkamah Agung sudah mulai dilakukan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lainya adalah:
1. Membuat kebijakan tentang dokumen elektronik sebagai kelengkapan
permohonan kasasi
2. Menyusun prosedur penanganan softcopy putusan dan upload ke situs
Mahkamah Agung .
3. Menyusun Data base peraturan perundang-undanganan secara elektronik
Tabel berikut menjelaskan tentang capaian dan bukti pencapaian dari kedua aktivitas
dalam program Penataan Tatalaksana.
111
NO PENCAPAIAN PROGRAM
PENATAAN TATALAKSANA BUKTI PENCAPAIAN
1
Penyusunan proses bisnis yang
menghasilkan SOP
Menyusun SOP yang mengakomodir
peningkatan sistem
Kegiatan sosialisasi draft SOP
dilakukan terhadap SK
076/KMA/SK/2009 di 14 wilayah
Pengadilan termasuk Mahkamah
Agung dengan diikuti 373 peserta
Perjanjian: “grant agreement between
The republic Of indonesia as recepient
and the Government of U.S.A
(USAID) as donor “ Strenghten Anti
Coruption Effort and Promote
Immunization Coverage “ No . Grant :
497-M-497-021 .
Laporan pelaksanaan kegiatan
perumusan/penyusunan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Juru Sita
pengadilan Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum;
Laporan pelaksanaan kegiatan
penyusunan standar operasional
prosedur (SOP) Sekretariat Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum;
Standar operating procedures (SOP)
Biro Hukum dan Humas Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung RI
Tahun 2009;
Standar operating procedures (SOP)
Biro Keuangan Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung RI
Tahun 2009;
Standar operating procedures (SOP)
Biro Kesekretariatan Pimpinan Badan
Urusan Administrasi Mahkamah Agung
RI Tahun 2009;
Standar operating procedures (SOP)
Biro Kepegawaian Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung RI
Tahun 2009;
Standar operating procedures (SOP)
Biro Pengawasan Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung RI
Tahun 2009;
Buku panduan sistem administrasi
perkara kepaniteraan pengadilan agama
(SIADPA) sosialisasi KMA 144 Tahun
2007 Tentang keterbukaan informasi di
pengadilan;
Prosedur Operasi Baku Pada Biro
Perencanaan Badan Urusan
112
Administrasi Nomor :
80/BUA/SK/IX/2009 Tentang
Pemberlakuan Prosedur Operasi Baku
Pada Badan Urusan Administrasi;
Prosedur Operasi Baku Pada Biro
Keuangan Badan Urusan Administrasi
Nomor : 80/BUA/SK/IX/2009 Tentang
Pemberlakuan Prosedur Operasi Baku
Pada Badan Urusan Administrasi;
Prosedur Operasi Baku Pada Biro
Perlengkapan Badan Urusan
Administrasi Nomor :
80/BUA/SK/IX/2009 Tentang
Pemberlakuan Prosedur Operasi Baku
Pada Badan Urusan Administrasi;
2 Elektronisasi dokumentasi/ kearsipan
(e-archive)
Membuat kebijakan tentang dokumen
elektronik sebagai kelengkapan
permohonan kasasi
Menyusun prosedur penanganan
softcopy putusan dan upload ke situs
Mahkamah Agung.
Menyusun Data base peraturan perUU
elektronik
Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor.
15/BUA.6/HS/SP/XII/2010, Surat
Edaran Nomor. 14 Tahun 2010 tentang
Dokumen Elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan
Peninjauan Kembali;
Nomor. 085/PAN/II/2011 perihal
Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran
Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor. 14 Tahun 2010
tentang Dokumen Elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan
peninjauan Kembali;
Memorandum Nomor.
73/PAN/INT/VI/2008 Tanggal 27 Juni
2008 tentang Pengesahan prosedur
penanganan softcopy putusan dan
upload ke situs Mahkamah Agung RI.
Contoh Dokumen elektronik peraturan
perundang-undangan
Tabel 17
Capaian dan Bukti Capaian Program Penataan Tatalaksana
Bukti dokumen Capaian ada pada kotak Program Penataan Tatalaksana
113
6. Program : Penataan Sistem Manajemen SDM
6.1 Aktivitas : Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Individu
Asesmen kompetensi individu untuk pertama kali dilakukan terhadap 6 (enam)
orang pejabat eselon 2. Asesmen dimaksudkan untuk melihat kesiapan dan
kecocokan kompetensi keenam orang pejabat ini untuk bisa diajukan sebagai
kandidat pejabat eselon 1 ke TPA (Tim Penilai Akhir). Keenam orang pejabat ini
adalah mereka yang sudah dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi sesuai
Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam
Jabatan Struktural, serta sudah lulus SesPim 1. Asesmen dilakukan oleh pihak
ketiga pada tanggal 22 Juni 2011.
Secara sederhana, berikut adalah gambar tahapan asesmen kompetensi:
Gambar 25
Tahapan Asesmen Kompetensi
Memahami posisi strategis eselon 1, dan profil kompetensinya – maka metoda
asesmen kompetensi yang dipilih adalah metoda assessment center. Metoda ini
mensyaratkan setidaknya beberapa hal sebagai berikut:
Pengambilan data atau pengukuran kompetensi dilakukan dengan berbagai
tehnik;
Asesmen terhadap satu orang dilakukan oleh lebih dari satu asesor;
Ada proses integrasi data
6.2 Aktivitas : Membangun Sistem Penilaian Kinerja
Beberapa aktivitas yang mengarah pada sistem penilaian kinerja sudah dilakukan
seperti penyusunan timesheet dan formulir Catatan Harian Kerja, namun kegiatan
114
ini masih belum menjadi kebijakan umum bagi semua unit kerja. Dalam
pelaksanaannya penggunaan timesheet dan catatan harian kerja masih belum
berjalan secara optimal dan belum pernah ada evaluasi pelaksanaannya.
6.3 Aktivitas : Mengembangkan Sistem Pengadaan (staffing) dan Seleksi
Dalam upaya mengembangkan sistem pengadaan dan seleksi pegawai berbasis
kompetensi yang transparan, akuntabel dan fair – sebagaimana diinginkan oleh
reformasi birokrasi, Mahkamah Agung melakukan kajian terhadap proses dan sistem
rekrutmen yang saat ini berlangsung. Kajian ini dilaksanakan atas kerjasama
Mahkamah Agung dengan USAID melalui program ICCP (Indonesia Control of
Corruption Project). Kajian ini mempelajari efektivitas sistem rekrutmen dan
pengembangan karir di Mahkamah Agung dan menyiapkan rekomendasi bagi
perbaikan yang dibutuhkan.
Beberapa hasil rekomendasi terhadap pengembangan sistem pengadaan dan seleksi
adalah sebagai berikut:
Mengembangkan profil kompetensi untuk posisi/jabatan atau kelompok
posisi/jabatan yang untuk selanjutnya digunakan sebagai basis atau
parameter seleksi.
Mengusulkan independensi anggaran rekrutmen (SDM) Mahkamah Agung
kepada institusi atau lembaga negara terkait.
Mempertimbangkan hasil Analisa Beban Kerja (workload analysis dan
staffing assessment) dalam perencanaan kebutuhan SDM (workforce
planning) dan rekrutmen untuk menjaga efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran.
Membangun strategi "jemput bola" dalam proses rekrutmen (sourcing
strategy) untuk mendapatkan kandidat-kandidat terbaik, termasuk:
A. bekerjasama dengan universitas-universitas unggulan maupun
institusi-institusi lainnya, baik di dalam dan di luar negeri, untuk
mendapatkan kandidat-kandidat terbaik, baik dalam bentuk
penyediaan bea-siswa,
perlakuan khusus bagi lulusan
terbaik maupun program
lainnya.
B. meningkatkan penggunaan
teknologi (e-recruitment)
untuk memudahkan proses
penjaringan kandidat.
Membangun strategi sosialisasi dan
pencitraan Mahkamah Agung sebagai
"Employer of Choice", maupun
Untuk mendapatkan
kandidat terbaik, penting
bagi Mahkamah Agung
untuk membangun strategi
sosialisasi dan pencitraan
sebagai "Employer of
Choice".
115
sosialisasi dan pencitraan yang positif atas profesi hakim, misalnya melalui
presentasi, seminar dan aktivitas PR (public relations) lainnya.
Membangun database bagi kandidat cadangan berdasarkan data yang lulus
tes tertulis maupun wawancara. Pengembangan database ini dapat menjadi
bagian dari Pengembangan HRIS (Human Resources Information System)
yang terintegrasi di lingkungan Mahkamah Agung.
Meningkatkan proses komunikasi antar Biro Kepegawaian dengan pengguna
(Satuan kerja), dan menjadikan proses komunikasi ini sebagai bagian dari
SOP proses rekrutmen, seleksi dan penempatan.
Pengembangan sistem dan metode wawancara (berbasis kompetensi),
termasuk melibatkan pengguna maupun pembentukan panel dalam proses
wawancara, untuk meningkatkan objektifitas penilaian dan memastikan
didapatkannya kandidat-kandidat terbaik.
Mahkamah Agung melakukan wawancara (berbasis kompetensi) untuk
CPNS non-Cakim untuk memastikan didapatkannya kandidat-kandidat
terbaik.
Mahkamah Agung menetapkan kelompok-kelompok universitas berdasarkan
akreditasi BAN dan tingkat IPK. (Catatan: Hasil kajian dari
pengelompokkan ini dapat diintegrasikan dengan "sourcing strategy")
Membangun model kompetensi (teknis dan non-teknis) untuk seluruh
jabatan di Mahkamah Agung dan menggunakannya dalam proses rekrutmen
dan seleksi.
Mempertajam persyaratan atau kualifikasi jabatan (kompetensi) yang
terdapat di uraian pekerjaan, dan mengintegrasikannya dengan sistem
rekrutmen. (Catatan: Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara
kualifikasi yang terdapat pada uraian pekerjaan dengan pemegang jabatan
saat ini).
Membangun sistem pengawasan untuk memastikan kebenaran informasi dan
dipenuhinya persyaratan administrasi pelamar (compliance dan quality
assurance)
Mengoptimalkan fungsi Badan Pengawasan dan Satuan kerja dalam validasi
persyaratan administratif atau menyerahkan proses validasi persyaratan
administrasi di dalam proses rekrutmen ke lembaga eksternal yang
independen, misalnya universitas, LSM atau lembaga profesional lainnya.
Menyediakan beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswi terbaik untuk berkarya di
Mahkamah Agung.
Melakukan kajian efektivitas dan efisiensi jalur media yang digunakan untuk
proses rekrutmen untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses
rekrutmen di masa mendatang.
Meski belum semua rekomendasi di atas dilaksanakan, untuk mengurangi
subyektivitas, Mahkamah Agung bekerjasama dengan pihak ketiga – dalam hal ini
116
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk Psikotes dan Universitas Padjajaran
untuk pembuatan dan pengiriman soal ujian serta pemeriksaan dan pemberian
peringkat/ranking hasil ujian. Pengumuman kelulusan disebarluaskan secara
transparan melalui situs Mahkamah Agung, www.mahkamahagung.go.id,
www.badilag.net, www.badilum.info, dan pada papan pengumuman yang berada di
Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia.
Gambar 26
Suasana Tes Wawancara Calon Hakim 2009 oleh Panitia Seleksi
Gambar 27
Suasana Psikotes Calon Hakim Periode 2009
117
6.4 Aktivitas : Mengembangkan Pola Pengembangan dan Pelatihan
Berangkat dari kebutuhan untuk bisa menghasilkan (terutama) hakim-hakim yang
berkualitas, Mahkamah Agung melakukan serangkaian aktivitas dalam
mengembangkan pola pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi. Kebutuhan
ini ternyata selaras dengan apa yang dikehendaki oleh reformasi birokrasi.
Serangkaian aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
A. Penyempurnaan Kurikulum Pendidikan Hakim
Upaya mengembangkan pola pengembangan dan pelatihan berbasis kompetensi
dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan menyempurnakan Kurikulum
pendidikan hakim yang telah digunakan dari tahun 2006 (setelah proses satu atap).
Kurikulum tersebut perlu disempurnakan dengan menggunakan metode-metode
pendidikan kontemporer, terutama metode pendidikan hakim yang bersifat lebih
spesifik.
Bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia serta beberapa
pakar hukum dari Universitas Indonesia dengan fasilitasi dari Indonesia-
Netherland National Legal Reform Program (NLRP), Mahkamah Agung telah
menyelenggarakan Analisa Kebutuhan Pelatihan (AKP) yang bertujuan untuk
menghasilkan kurikulum pelatihan hakim tingkat pertama (dulu disebut Pelatihan
Cakim), dengan penekanan pada profil ideal dan kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap hakim dan bagaimana kurikulum tersebut dapat membantu Mahkamah
Agung dalam menghasilkan hakim-hakim sesuai dengan profil dan kompetensi
tersebut. Analisa yang dilakukan meliputi analisa tugas, analisa kompetensi dan
analisa kinerja hakim. Proses AKP dilakukan dengan pengumpulan data dan
berbagai masukan dari Mahkamah Agung, pihak eksternal seperti Komisi
Yudisial, pengacara, kejaksaan, kepolisian dan pengguna pengadilan lainnya
dengan tujuan menampung kebutuhan-kebutuhan pihak tersebut akan hakim yang
ideal.
Hasil dari AKP akan selanjutnya dituangkan dalam bentuk paket kurikulum,
silabus, materi ajar termasuk metode pengajaran untukpelatihan hakim di tahun
2010. Secara tidak langsung, proses AKP ini telah memenuhi ketentuan paket
Undang-Undang yang baru dimana dalam melakukan pendidikan hakim,
Mahkamah Agung diisyaratkan untuk melakukan kerjasama dengan perguruan
tinggi.
118
Gambar 28
Tim Penyusun Kurikulum Diklat Cakim sedang Membahas
Pengembangan AKP Sebagai Bahan Penyusunan Kurikulum Cakim
B. Pelatihan Sertifikasi Bagi Hakim Tindak Pidana Korupsi
Untuk memastikan adanya kesatuan hukum dalam penanganan perkara tindak
pidana korupsi, sejak tahun 2007, Mahkamah Agung telah memberikan Pelatihan
Sertifikasi bagi Hakim Tindak Pidana Korupsi. Kebijakan ini menggarisbawahi
bahwa tindak pidana korupsi akan ditangani oleh hakim-hakim senior yang telah
mengikuti seleksi, ujian dan pelatihan sertifikasi. Lebih lanjut, ternyata dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana
Korupsi, pelatihan sertifikasi Hakim Tipikor ini akan menjamin pemenuhan
kebutuhan akan hakim tipikor seiring dengan pendirian pengadilan tindak pidana
tipikor di tingkat propinsi seluruh Indonesia.
Dalam kurun waktu 2007 – 2009, hakim senior yang berhasil mengikuti pelatihan
dan mendapatkan sertifikat adalah sebanyak 850 orang. Untuk tahun 2009 saja,
sebanyak 290 hakim telah mengikuti dan mendapatkan sertifikasi hakim tipikor.
Di bawah ini adalah tabel hakim yang telah mengikuti dan mendapatkan
sertifikasi hakim tipikor:
119
Tabel 18
Jumlah Peserta yang Mengikuti Sertifikasi Hakim Tipikor
Gambar 29
Pelatihan Hakim Tipikor Angkatan VI
C. Menyusun Cetak Biru Diklat
Hakim dan Pegawai Pengadilan yang bernaung di bawah Badan Peradilan
dituntut untuk senantiasa meningkatkan dan memperluas wawasan serta
keahlian. Penambahan kapasitas profesi akan mendorong kualitas
penyelenggaraan peradilan dan pelayanan hukum kepada masyarakat sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan terhadap Badan
Peradilan. Salah satu cara adalah dengan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan yang komprehensif, terpadu dan sinergis dengan kebutuhan Badan
Peradilan dan nilai keadilan yang hidup di masyarakat.
Untuk mendapatkan SDM yang kompeten dengan kriteria obyektif, berintegritas
dan profesional, maka Mahkamah Agung mengembangkan “Sistem Pendidikan
dan Pelatihan Profesi Hakim dan Pegawai Pengadilan yang berkualitas dan
terhormat (Qualified and Respectable Judicial Training Center/JTC). Sistem ini
120
akan dapat terwujud dengan usaha perbaikan pada berbagai aspek, meliputi:
kelembagaan (institusional), sarana dan prasarana, SDM, program diklat yang
terpadu dan berkesinambungan, pemanfaatan hasil diklat, anggaran diklat serta
kegiatan pendukung lainnya seperti penelitian dan pengembangan. Konsep yang
akan diadopsi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ke depan adalah
konsep pendidikan yang permanen dan berkelanjutan (ContinuingJudicial
Education/CJE). CJE mengandung maksud pendidikan dan pelatihan yang
diberikan kepada (calon) hakim dan aparatur pengadilan merupakan kelanjutan
dari pendidikan formal yang sebelumnya telah mereka dapatkan.
Pengembangannya kemudian akan menyesuaikan dengan perkembangan profesi
yang mereka geluti sepanjang karirnya di pengadilan.
Sebagai pedoman implementasi CJE ini, terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yaitu:
Bersifat komprehensif, terpadu dan sinergis untuk membantu hakim
dan pegawai pengadilan memenuhi harapan masyarakat;
Bersifat khusus yang merupakan bagian dari pendidikan
berkelanjutan dan terpusat pada kebutuhan pengembangan
kompetensi hakim dan pegawai pegadilan.
Dalam mengimplementasi konsep CJE ini, Mahakamah Agung sepenuhnya
mengembangkan metode adult learning (praktek-praktek pendidikan orang
dewasa). Penerapan metoda ini akan menumbuhkan dasar-dasar sistem dan
budaya dalam implementasi disain organisasi berbasis pengetahuan (knowledge
based organisization). Para hakim serta pegawai pengadilan akan terus belajar
dari produkproduk yang dihasilkan mereka sendiri.
C. Penerapan Materi Ajar Percontohan pada Diklat Cakim 2010
Rekomendasi Analisis Kebutuhan Pelatihan yang dihasilkan pada tahun 2009
mulai diterapkan dalam Kurikulum Diklat Cakim 2010, dengan pemilihan 10
materi ajar dari masing-masing peradilan, kecuali Peradilan Militer. Sebab,
untuk tahun 2010, tidak ada calon hakim dari Peradilan Militer yang
diikutsertakan pada Diklat Cakim 2010. Ke depan, cakupan pelatihan akan
diperluas.
Sesuai ketentuan dalam Buku Panduan Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung, satu materi ajar wajib memuat silabus, modul/bahan ajar, metode
pengajaran yang diterapkan serta indikator pencapaian yang jelas mengenai
kompetensi atau keahliaan yang harus terlihat dan terukur melalui pemilihan
suatu materi ajar.
121
Satu hal yang terus dilakukan oleh Pusdiklat Teknis Diklat Kumdil Mahkamah
Agung adalah penyusunan kurikulum diklat secara kolektif, terkoordinir,
tersentralisasi dan di bawah arahan koordinator tim penyusun, yang dalam hal
ini, diketuai oleh Ketua Muda Perdata Khusus, Hakim Agung Atja Sondjaja.
Pembuatan materi tidak lagi diserahkan secara individual kepada masing-
masing pengajar yang akan bertugas, tetapi dilakukan secara kolektif untuk
menampung ilmu dan keahlian para hakim senior. Koordinasi dan sentralisasi
pembuatan bahan atau modul ajar dimaksudkan untuk memastikan ada
keseragaman dan standardisasi bahan ajar, menghindari tumpang tindih dan
pengulangan dalam pemberian materi, serta kendali kualitas (quality control)
atas bahan ajar yang dihasilkan. Pada gilirannya koordinasi dan sentraliasi
pembuatan bahan atau modul ajar akan mengefektifkan pelaksanaan pelatihan di
lingkungan Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung . Dari segi substansi,
proses ini akan menghasilkan bahan ajar yang memberikan pemahaman yang
setidak-tidaknya sama kepada para hakim, yang pada gilirannya akan
meningkatkan kualitas putusan serta kesatuan hukum yang merupakan tugas
yang diemban oleh Mahkamah Agung. Dari segi manajemen pelatihan yang
baik, pengembangan kurikulum secara micro teaching dapat membantu Trainer
agar dapat memberikan materi pelatihan secara efektif dan peserta dapat secara
aplikatif menerapkan ilmu yang didapat dan meningkatkan
kompetensi/keahliannya ketika sudah efektif diangkat menjadi hakim.
D. Proses Penyusunan Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC)
Dengan didukung oleh The Indonesia-Netherlands National Legal Reform
Program (NLRP), Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik
Indonesia telah melakukan serangkaian agenda pembaruan di bidang pendidikan
dan pelatihan hakim dimulai dengan pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pelatihan
(AKP) bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. AKP
dilaksanakan dengan penggabungan metode analisis kompetensi, analisis tugas,
dan analisis kinerja, dengan melibatkan para stakeholders (pemangku
kepentingan) peradilan, seperti akademisi, ahli hukum, pengacara, para hakim
dan masyarakat. AKP telah menghasilkan definisi hakim ideal yang akan
menjadi landasan bagi pembuatan kurikulum pelatihan-pelatihan oleh Balitbang
Diklat Teknis Mahkamah Agung. Walaupun AKP ini baru dilaksanakan untuk
pendidikan dan pelatihan hakim, perlu diingat bahwa untuk selanjutnya,
pelatihan-pelatihan teknis dan non teknis lainnya harus selalu
mempertimbangkan definisi hakim ideal tersebut, sehingga program litbang
diklat adalah program yang komprehensif dan saling berkaitan.
122
Berdasarkan AKP, definisi hakim ideal adalah:
“hakim yang adil, teguh, mampu mengendalikan diri, bijaksana dan
berpengetahuan luas, berakhlak mulia, mampu menata dan mengelola proses
kerja dan perlengkapannya, komunikatif, mampu memimpin dan dipimpin,
serta menjalankan tugas-tugasnya secara optimal”
Definisi hakim ideal tersebut mencakup kompetensi umum dan kompetensi
khusus yang harus dijabarkan dalam bentuk kurikulum pelatihan. Kompetensi
umum yang harus dimiliki seorang hakim untuk mencapai profil ideal tersebut
adalah:
Adil, Teguh, Pengendalian Diri, Bijaksana dan Berpengetahuan luas,
Mulia, Memiliki kapasitas administrasi dan manajerial, komunikatif,
memiliki jiwa Kepemimpinan.
Selain delapan kompetensi hakim yang bersifat umum, hakim juga harus
memiliki kompentensi khusus atau kompetensi kerja (working competence)
untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya sebagai hakim. Setiap kompetensi
khusus merupakan perpaduan dari pengetahuan, kemampuan, keterampilan,
kebiasaan, minat, sifat, dan motif tertentu. Kompetensi umum dan khusus untuk
membentuk hakim ideal selanjutnya menjadi landasan bagi Balitbang Diklat
Mahkamah Agung dalam penyusunan program diklat bagi aparatur. Sebagai
kelanjutan dari AKP, NLRP dan Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung
sebagai bagian dari pelatihan dan pendidikan berkelanjutan (long-career
learning process) mengembangkan suatu Program Pendidikan Calon Hakim
(PPC) Terpadu, program intensif dengan durasi 2 tahun yang memadukan antara
metode in-class training dan on-the job
training yang akan meningkatan standar
calon hakim dan mempersiapkan calon
hakim untuk benar-benar siap
menjalankan tugas sebagai seorang
hakim. Pembentukan kurikulum, silabus,
satuan acara perkuliahan (SAP) dan
modul pengajaran dilakukan secara
partisipatif penuh di bawah pimpinan dan
arahan Ketua Kelompok Kerja
Pendidikan dan Pelatihan Hakim Agung
DR. Mohammad Saleh, SH dan
Koordinator SK No. 147 Tahun 2009,
Hakim Agung Atja Sondjaja. Dalam
tahapan penyempurnaan rekomendasi
Program Pendidikan Calon
Hakim (PPC) Terpadu:
program intensif 2 tahun
yang memadukan antara
metode in-class training
dan on-the job training
untuk meningkatkan
standar calon hakim untuk
benar-benar siap
menjalankan tugas sebagai
seorang hakim
123
kurikulum PPC Terpadu, Mahkamah Agung RI juga telah dibantu oleh 2 (dua)
orang ahli pendidikan hakim yaitu Charlotte Keijzer (Long Term Expert)
seorang Hakim dari Belanda yang ditugaskan oleh Konsili Yudisial Belanda dan
Dr. Henriette Schatz (Short Term Expert). Untuk selanjutnya, Program
Pendidikan Cakim Terpadu telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI No. 169/KMA/SK/X/2010 tanggal 4 Oktober 2010
tentang Penetapan dan Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Calon
Hakim Terpadu.
Gambar 30
Proses Penyusunan Program Pendidikan Calon Hakim Terpadu (PPC)
E. Program Rutin
Sejak terbitnya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 140 Tahun
2008, Mahkamah Agung melaksanakan program pendidikan dan pelatihan
hukum dan peradiln secara berkesinambungan. Berbagai diklat teknis
diselenggarakan, termasuk program sertifikasi bagi hakim-hakim khusus. Ada
yang sifatnya merupakan program rutin, dalam arti dijalankan terus setiap tahun,
dan ada pula program diklat yang dilaksanakan karena kebutuhan khusus. Total
peserta yang mengikuti program rutin pada tahun 2010 tercatat mencapai 2743
orang.
F. Pelatihan Hakim Berkelanjutan
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pendalaman materi-materi dan
praktek-praktek teknis peradilan bagi hakim-hakim muda dengan pengalaman
sebagai hakim kurang atau sama dengan 5 tahun. Tahun 2010 ini jumlah hakim
yang mengikuti Pelatihan Hakim Berkelanjutan sebanyak 250 orang.
124
Gambar 31
Diskusi kelompok peserta pelatihan Hakim Berkelanjutan di Pusdiklat Mahkamah
Agung, Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 22 s.d. 25 Nopember 2010.
G. Penjajagan Program Master Degree dengan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia didukung oleh program Changes for Justice (C4J)
Untuk pemerataan ilmu pengetahuan yang lebih maju bagi para Hakim di
seluruh Indonesia, terutama bagi mereka yang telah menunjukkan kualifikasi
yang handal serta bagi mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti
program Magister Hukum, Mahkamah
Agung dengan dukungan dari USAID-
C4J (Changes for Justice) menjajaki
kemungkinan kerjasama dengan Fakultas
Hukum Universitas Indonesia untuk
pelaksanaan Program Master Degree
yaitu program beasiswa Magister Hukum
bagi hakim dengan masa kerja 6 - 15
tahun. Program Master Degree ini
berbeda dengan program-program
magister hukum yang ada lainnya karena
kurikulum dirancang secara khusus
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi profesi hakim
yang menjalankan tugas sehari-hari
mereka di pengadilan. Bagi para hakim yang berhasil untuk mengikuti program
ini akan menjalani status “Tugas Belajar”. Program pendidikan ini direncanakan
untuk dilaksanakan di Universitas Indonesia dalam jangka waktu program 3
(tiga) semester, sehingga program yang diberikan pun akan sangat padat
Program Master Degree ini
berbeda dengan program-
program magister hukum
yang ada lainnya karena
kurikulum dirancang secara
khusus untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi
profesi hakim yang
menjalankan tugas sehari-
hari mereka di pengadilan.
125
H. Pembuatan Sistem Perpustakaan Badan Diklat Litbang Kumdil
Era teknologi informasi saat ini, kekuatan sebuah lembaga ditentukan oleh
penguasaan atas informasi yang dimiliki dan dikelolanya. Informasi ini banyak
tersimpan dalam berbagai bentuk, baik itu buku, serial, prosiding, jurnal,
laporan penelitian/naskah akademis ataupun project report. Pengelolaan ilmu
pengetahuan dari mulai dibuat dan
diciptakan sampai akhirnya diterima
oleh orang yang membutuhkannya
memerlukan sebuah mediator
pengetahuan (content manager).Salah
satu bentuk mediator pengetahuan
adalah perpustakaan. Perpustakaan
menjadi sangat penting, terlebih apabila
lembaga tersebut berkaitan dengan
pendidikan, pelatihan dan penelitian. Hal
ini berlaku pula bagi Badan Litbang
Diklat Kumdil Mahkamah Agung.
Perpustakaan di Badan ini menjadi
sangat vital mengingat badan inilah yang
akan menyiapkan tenaga-tenaga ahli di peradilan, baik itu hakim maupun staf
pendukungnya. Apabila melihat kondisi awal perpustakaan tahun 2008 sampai
2009, pengelolaannya masih bersifat sederhana dan belum optimal sementara
jumlah koleksi buku semakin bertambah serta keinginan Pemustaka (peminjam
buku) semakin tinggi. Maka di tahun 2010 sangat dimungkinkan untuk
membangun perpustakaan berbasis teknologi informasi/digital. Untuk itu, pada
tahun 2010 bekerjasama dengan NLRP melalui Daniel S Lev Law Library
dilakukan pembenahan dan pengembangan Perpusatakaan. Lingkup kegiatan
berupa analisis terhadap keadaan eksisting perpustakaan, penyusunan renstra,
penyusunan struktur organisasi dan uraian kerja, penyusunan SOP, pengadaan
sistem informasi perpustakaan yang berbasis web dan pengolahan koleksi buku.
Sementara untuk peningkatan kapasitas bagi petugas perpustakaan juga
dilaksanakan berbagai pelatihan dan workshop.
Sesuai dengan kriteria pasal 7 Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan, Perpustakaan Khusus adalah perpustakaan yang diperuntukan
secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga
masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi
lain. Pasal 25 menyebutkan perpustakaan khusus menyediakan bahan
perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustakan di lingkungannya. Merujuk
pada kriteria tersebut, Perpustakaan Badan Litbang Diklat Kumdil dapat
dikualifisir sebagai Perpustakaan Khusus, karena 60 % koleksi buku adalah
Perpustakaan bagi
Balitbang Diklat Kumdil
adalah kebutuhan yang
sangat vital, mengingat
TUPOKSI utamanya
adalah menyiapkan tenaga-
tenaga ahli di peradilan,
baik itu hakim maupun staf
pendukungnya.
126
tentang hukum dan peradilan. Pengelolaannya menerapkan sistem berbasis
teknologi informasi dimana mulai dari pengolahan, layanan, sirkulasi sampai
dengan pelayanan pemustaka untuk penelusuran koleksi buku menggunakan
aplikasi open source Senayan Library Management System (SliMs) yaitu
database berbasis web untuk memenuhi automasi perpustakaan (library
automation). Untuk jasa layanannya, perpustakaan menggunakan sistem tertutup
(close access services), dimana saat penelusuran koleksi buku, pemustaka
mengakses catalog dengan komputer yang telah tersedia di ruang layanan
perpustakaan melalui fitur Online Public Access Catalogue (OPAC) yang
tersedia di aplikasi SliMs. Pemustaka tidak langsung menuju ke lokasi
penyimpanan buku tetapi akan dilayani sepenuhnya oleh petugas layanan. Fitur
OPAC juga dapat diakses melalui Situs Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung yaitu www.litbangdiklatkumdil.net dengan sub domain
perpustakaan.litbangdiklatkumdil.net.
Hingga saat ini koleksi perpustakaan yang telah diinput ke dalam SliMs adalah
sebagai berikut.
Koleksi Bahasa
Indonesia 2912 Judul 6244 Eksemplar
Koleksi Bahasa Asing 978 judul 4103 judul
Koleksi e-book 213 judul -
Jumlah 4103 judul 9175 eksemplar
Tabel 19
Jumlah Koleksi Perpustakaan Litbang Diklat Kumdil yang telah Diinput
I. Kerjasama dengan Pihak Ketiga
o Kerjasama dengan United Office on Drugs and Crime (UNODC) dalam
bentuk Pendidikan dan Pelatihan Tindak Pidana Korupsi bagi Hakim tingkat
Banding dan tingkat Pertama. Pelaksanaan kerjasama ini berlangsung pada
13 - 17 Januari 2010 di Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung.
o Kerjasama dengan Kejaksaan Agung tentang Pendidikan dan Pelatihan
Terpadu antara Jaksa dan Hakim untuk kesamaan persepsi di bidang Hukum
dan Peradilan dalam penanganan perkara. Acara ini berlangsung di Pusdiklat
Kejaksaan Agung pada 24 Maret – 27 April 2010.
o Kerjasama dengan Bank Indonesia tentang pendalaman pengetahuan para
Hakim di bidang Perbankan dalam bentuk Temu Wicara. Tujuannya untuk
127
meningkatkan wawasan para hakim dalam menangani perkara Perbankan.
Kerjasama Mahkamah Agung dengan Bank Indonesia dilaksanakan di
empat kota, yaitu Banda Aceh (21-22 April 2010), Palembang (19-20 Mei
2010), Banjarmasin (21-22 Juli 2010), dan Jakarta (13 Desember 2010).
o Kerjasama dengan Komisi Nasional Perempuan tentang Pelatihan bagi
Aparat Penegak Hukum tentang Penanganan kasus-kasus kekerasan
terhadap yang sensitif gender. Tujuan utama dari program ini adalah
mendorong dibentuknya sebuah mekanisme mengenai sistem Peradilan
Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan (SPPT-PKKTP). Wujud kerjasama ini sudah tiga kali
dilaksanakan, yaitu di Pontianak yang melibatkan 8 orang hakim (20-
22April 2010), Denpasar dengan tema menumbuhkan sensitivitas gender
dan hak asasi perempuan dalam kasus KDRT (5-7 Mei 2010), dan Jakarta
(3-5 November 2010).
o Kerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
tentang orientasi dan pendalaman bagi hakim tentang penerapan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (PDKRT) dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Tujuan
dari orientasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan
hakim dalam penerapan Undang-Undang PKDRT dan Undang-Undang
PTPPO sebagai upaya untuk mencegah dan menangani kekerasan dalam
rumah tangga dan tindak pidana perdagangan orang di Papua (8-10 Juni
2010) melalui peradilan yang berperspektif korban.
o Kerjasama dengan International Labour Organization (ILO) dalam
bentuk workshop tentang Peradilan Hubungan Industrial, bertema “Training
Needs Assessment for the Industrial Relation Court Pilot Workshop for
Judges” dilaksanakan di Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung
pada 23-25 November 2010. Peserta acara ini adalah 17 orang hakim tingkat
kasasi dan tingkat pertama Pengadilan Hubungan Industrial. Dari enam
kegiatan kerjasama peradilan teknis dengan berbagai lembaga itu, jumlah
hakim yang sudah mengikuti pelatihan mencapai 363 orang. Ke depan,
jumlah peserta akan terus ditambah sesuai dengan kebutuhan, sehingga
melibatkan lebih banyak pengadilan dan lembaga.
128
Gambar 32
Workshop tentang perdilan hubungan industrial di Pusdiklat. Mahkamah Agung,
Megamendung, Bogor,
6.5 Aktivitas : Memperkuat Pola Karir
Terkait penguatan pola karir, Mahkamah Agung melakukan kajian untuk mengetahui
kebutuhannya. Beberapa hasil rekomendasi dari kajian pola karir adalah sebagai
berikut:
Membangun model kompetensi (teknis dan non-teknis) dan profil
kompetensi untuk seluruh jabatan di Mahkamah Agung dan
menggunakannya sebagai dasar promosi dan pengembangan karir pegawai.
Membangun kriteria promosi, mutasi dan pengembangan karir yang lebih
spesifik sesuai dengan persyaratan jabatan.
Melakukan kajian untuk memperbaiki DP3, termasuk kemungkinan untuk
membangun sistem Penilaian Kinerja yang lebih objektif dan yang
diperuntukkan khusus bagi lingkungan Mahkamah Agung.
Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan jabatan
Membangun sistem database SDM (HRIS) yang terintegrasi dengan berbagai
sistem SDM lainnya dan yang dapat memfasilitasi pengelolaan
pengembangan karir pegawai dengan efisien dan efektif.
Melakukan kajian terhadap kewenangan staf fungsional bagi kemungkinan
untuk menjalankan tugas-tugas pejabat struktural.
129
Melakukan kajian proses kerja dan disain struktur organisasi
Melakukan kajian terhadap unit kerja yang menangani pengelolaan SDM
secara terpadu, efisien dan efektif di Mahkamah Agung, termasuk
kemungkinan adanya sentralisasi maupun desentralisasi fungsi SDM maupun
pembentukan fungsi-fungsi khusus di Biro Kepegawaian dalam menangani
proses rekrutmen, seleksi dan penempatan, promosi dan mutasi maupun
sistem dan program SDM lainnya.
Melakukan kajian kembali mengenai pemberlakukan batas usia maksimum
pensiun yang berbeda-beda serta implikasinya bagi sistem pengembangan
karir maupun sistem SDM lainnya.
Melakukan kajian kembali mengenai jenjang karir untuk jabatan
Kepaniteraan.
6.6 Aktivitas : Database kepegawaian
Biro Kepegawaian terus melakukan kegiatan pemutakhiran data yang terdapat dalam
SIKEP secara berkala. Langkah ini ditempuh untuk memastikan pemotretan
database kepegawaian terkini di lingkungan Mahkamah Agung dan keempat
peradilan di bawahnya. Sistem informasi kepegawaian tidak bisa dilepaskan dari
sistem manajemen SDM yang berbasis kompetensi. Competency based human
resources management (CBHRM) ini mengunakan kemajuan teknologi informasi
sehingga memudahkan operasionalisasi baik pengembangan kepegawaian berbasis
kinerja maupun memenuhi tuntutan reformasi birokrasi.
Aplikasi SIKEP dapat menunjukkan secara tepat waktu (realtime) data kepegawaian
dalam beberapa kategori. Selama ini yang banyak dimanfaatkan adalah pencarian
berdasarkan kategori kepangkatan, masa kerja, dan riwayat jabatan. SIKEP yang
berjalan dengan baik kan sangat membantu jajaran internal Mahkamah Agung
melakukan pengawasan, pembinaan, pendidikan, bahkan promosi dan mutasi.
Melalui SIKEP, pimpinan semua satuan kerja bisa melihat latar belakang dan
riwayat pekerjaan semua karyawan Mahkamah Agung. Sistem semacam ini tentu
saja bermanfaat untuk penentuan jenjang karir yang berbasis pada kinerja dan
prestasi. Jika diterapkan pada penanganan perkara oleh hakim, SIKEP dapat
membantu pimpinan Mahkamah Agung untuk melihat kinerja hakim dalam
memutus perkara. Pada tahun 2010 perluasan aplikasi SIKEP bisa mencapai 200
pengadilan lain. Pemeliharaan aplikasi SIKEP di 600 pengadilan tetap dijalankan,
sementara prioritas membuka aplikasi baru di 200 pengadilan mengalami hambatan.
130
Program ini sudah diusulkan untuk direalisasikan pada tahun 2010 tetapi belum
mendapat persetujuan. Program tahun lalu mendapat bantuan dana dari donor.
Pada tahun 2010, bantuan tersebut tidak tersedia. Meskipun ada masalah dana, hal
ini tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melanjutkan pengembangan sistem
informasi kepegawaian. Apalagi kepegawaian Mahkamah Agung akan terus
berkembang.
Agar sistem ini berjalan secara berkesinambungan, perbaikan dan pemeliharaan
SIKEP harus terus dilaksanakan. Mahkamah Agung terus mengembangkan road
map, memperbaiki konten, dan integrasi antar unit di lingkungan peradilan demi
memudahkan pembinaan dan pengelolaan SDM.
Melalui SIKEP, dapat dilihat dengan mudah jumlah total pegawai Mahkamah
Agung hingga Desember 2010, yakni mencapai 35.988 orang. Jumlah ini meningkat
dibanding tahun sebelumnya, karena pada tahun 2009 jumlah pegawai Mahkamah
Agung mencapai 35.491 orang.
Berikut adalah tabel pencapaian dan bukti pencapaian Program Penataan Sistem
Manajemen SDM
NO PENCAPAIAN PROGRAM PENATAAN
SISTEM MANAJEMEN SDM BUKTI PENCAPAIAN
1 Pelaksanaan Asesmen Kompetensi
Individu
Telah dilakukan untuk kandidat eselon 1
yang akan diajukan pada Tim Penilai
Akhir
Fotocopy profil kompetensi
Materi pengarahan peserta asesmen
2
Membangun Sistem Penilaian Kinerja
Sampai saat ini penilaian kinerja di
Mahkamah Agung, pada prinsipnya
menggunakan DP3. Namun demikian
pengembangan ke arah pengukuran kinerja
yang lebih tepat, telah diupayakan dengan:
Menyusun sistem penilaian kinerja
dengan membuat Time sheet
Menyusun formulir Catatan Harian
Kerja
Contoh time sheet di Dirjen Badan
Peradilan Agama
Contoh catatan harian kerja Dirjen
Badilag
3 Membangun Sistem Pengadaan
(Staffing) dan Seleksi
Kajian tentang proses dan sistem
rekrutmen
Menerbitkan kebijakan untuk
Fotocopy dokumen kajian proses dan
sistem rekrutmen
Fotocopy Surat Perjanjian Kerja
Sama antara Penanggung Jawab
Kegiatan Penyelenggaraan
131
mendukung pelaksanaan Pengadaan dan
Seleksi
Bekerjasama dengan pihak ketiga
dalam pengelolaan pengadaan dan
seleksi
Menyusun Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil
Menyusun SOP pelaksanaan pengadaan
dan seleksi
Rekrutmen Tenaga Tehnis dan Non
Tehnis di Lingkungan Mahkamah
Agung dengan Pusat Komputer dan
Teknologi Informasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia, tentang
pembuatan master soal, pembuatan
master lembar jawaban komputer
(LJK), kunci jawaban soal,
penggandaan soal, pengandaan
lembar jawaban komputer dan
pengelolaan/koreksi lembar jawaban
komputer bagi pelamar Calon hakim
(Cakim) dan Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) di lingkungan
Mahkamah Agung RI, Nomor.
131A/BUA.2/CPNS.002/VI/2008,
tanggal 16 Juni 2008, Nomor.
029/CCIT/FMIPA/V/2008, tanggal
27 Mei 2008;
Fotocopy Standar Prosedur
Operasional (SOP), Proses
Rekrutmen Pegawai Biro
Perencanaan, Badan Urusan
Administrasi Mahkamah Agung RI
Nomor.622/BUA.2/07/VIII/2010,
tanggal penetapan 02 Agustus 2010;
Fotocopy Surat Keputusan
Nomor.023/BUA.2/F.00.1/VIII/2009
, tentang permintaan pembuatan
mastyer soal, master lembar jawaban
komputer (LJK), kunci jawaban soal,
pengolahan/koreksi lembar jawaban
komputer ujian serta perengkingan
Calon Hakim (Cakim) dan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
formasi tahun 2009 Mahkamah
Agung melalui proses pemilihan
langsung;
4 Mengembangkan Pola Pengembangan
dan Pelatihan
Menyusun Pedoman Pelaksanaan
Pelatihan
Menyusun Kurikulum Pelatihan
Dokumen Kerjasama MA-
Universitas Indonesia dalam
penyusunan kurikulum dengan
fasilitas NLRP
Dokumen kurikulum, silabus, materi
132
Pelatihan sertifikasi hakim Tipikor
Penyelenggaraan Bimbingan Teknik
untuk peningkatan ketrampilan di
lingkungan Peradilan
ajar Pelatihan Hakim
Dokumen Cetak Biru Diklat
Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI No. 169/KMA/SK/X/2010
tentang Penetapan dan Pelaksanaan
Program Pendidikan dan Pelatihan
Calon Hakim Terpadu
Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI No. 140 Tahun 2008
Keputusan Direktur Jenderal Badan
Peradilan Militer dan Peradilan Tata
Usaha Negara Mahkamah Agung RI
Nomor : KEP/48/DJMT/VI/2010
Tentang Pembentukan Panitia
Kegiatan Pembinaan Teknis
Pemberkasan Perkara Kasasi,
Peninjauan Kembali dan Grasi bagi
Para Panitera Pengadilan Militer
pada Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Militer dan Tata Usaha
Negara Mahkamah Agung RI;
Keputusan Direktur Jenderal Badan
Peradilan Militer dan Pengadilan
Tata Usaha Negara Nomor :
KEP/50/DJMT/VI/2010 Tentang
Penunjukan Panitia Kegiatan
Peningkatan Kemampuan dan
Profesionalisme Hakim Militer;
Keputusan Direktur Jenderal Badan
Peradilan Militer dan Pengadilan
Tata Usaha Negara Nomor :
KEP/14/DJMT/II/2010 Tentang
Pembentukan Panitia Kegiatan
Bimbingan Teknis Pemberkasan
Perkara Kasasi dan Peninjauan
Kembali Tata Usaha Negara.
Buku panduan pendidikan dan
pelatihan terpadu hakim dan jaksa
seluruh Indonesia (Balitbang Diklat
Kumdil Pusdiklat Teknis Peradilan,
Megamendung Bogor 18 November
s.d 2 Desember 2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
hakim pengadilan hubungan
industrial (PHI) seluruh Indonesia
133
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 6 s.d 11 Desember 2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
hakim niaga seluruh Indonesia
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 6 s.d 11 Desember 2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
hakim pengadilan perikanan seluruh
Indonesia (Balitbang Diklat Kumdil
Pusdiklat Teknis Peradilan,
Megamendung Bogor 6 s.d 11
Desember 2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
ekonomi hakim Tinggi Banding dan
Tingkat Pertama Peradilan Agama
seluruh Indonesia (Balitbang Diklat
Kumdil Pusdiklat Teknis Peradilan,
Megamendung Bogor 25 s.d 30 April
2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
mediator hakim Tinggi Banding dan
Tingkat Pertama Peradilan Agama
seluruh Indonesia (Balitbang Diklat
Kumdil Pusdiklat Teknis Peradilan,
Megamendung Bogor 19 s.d 24 April
2010;
Buku panduan pelatihan hakim dan
hakim ad-hoc dalam perkara korupsi
angkatan X Tahun 2010 Peradilan
Umum Tinggi Banding dan Tingkat
Pertama Peradilan Agama seluruh
Indonesia (Balitbang Diklat Kumdil
Pusdiklat Teknis Peradilan,
Megamendung Bogor 5 s.d 11
Desember 2010;
Buku panduan pelatihan sertifikasi
mediator hakim Tingkat Pertama
Peradilan Umum seluruh Indonesia
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 19 s.d 24 April 2010;
Buku panduan pelatihan teknis
fungsional hakim berkelanjutan
134
(CJE) Peradilan Umum Wilayah
Hukum PT seluruh Indonesia
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 22 s.d 26 November 2010;
Buku panduan pelatihan teknis
fungsional bagi Panitera/Panitera
Pengganti Peradilan Umum Wilayah
Hukum PT seluruh Indonesia
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 18 s.d 22 Oktober 2010;
Buku panduan pelatihan teknis
fungsional bagi Calon
Panitera/Panitera Pengganti
Peradilan Agama Wilayah Hukum
PTA seluruh Indonesia (Balitbang
Diklat Kumdil Pusdiklat Teknis
Peradilan, Megamendung Bogor 17
s.d 21 Agustus 2010;
Buku panduan fungsional
peningkatan profesionalisme bagi
Panitera/Panitera Pengganti dan
Jurusita/Jurusita Pengganti Peradilan
Tata Usaha Negara seluruh Indonesia
(Balitbang Diklat Kumdil Pusdiklat
Teknis Peradilan, Megamendung
Bogor 17 s.d 21 Agustus 2010;
Panduan pengelolaan dan
penyelengaraan penelitian dan
pengembangan dan pendidikan
pelatihan hukum dan peradilan
Mahkamah Agung RI 2008;
5 Memperkuat Pola Rotasi, Promosi Dan
Mutasi
Kajian tentang pola Rotasi dan Mutasi
Fotocopy Kajian Pola Karir dan
Rekrutmen
6 Memperkuat Pola Karir
Kajian tentang penyelenggaraan pola karir
Fotocopy Kajian Pola Karir dan
Rekrutmen
7 Database kepegawaian
Menyusun Pedoman Penggunaan
Database Kepegawaian
Membangun sistem database
kepegawaian yang diberi nama SIKEP
Pelatihan penggunaan sistem database
SIKEP
Fotocopy Surat
Nomor.274/BUA.2/07/VII/2009
tentang Pemberitahuan tempat
pelatihan lanjutan TOT data base
kepegawaian di Makasar;
Fotocopy Surat Nomor.
310/BUA.2/VII/2009 tentang
135
Pemberitahuan perubahan jadwal
pelatihan data base kepegawaian di
Ciawi, Surabaya dan Makasar;
Fotocopy Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Calon Pegawai Negeri
Sipil, Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor. 30
Tahun 2007, tanggal 27 Agustus
2007;
Fotocopy Surat (Nomor :
081/BUA.2/07/II/2009 Perihal:
Pelatihan Database Kepegawaian;
Fotocopy Keputusan Sekretaris
Mahkamah Agung RI Nomor:
002/SEK/PEMBT.07/X/2008
Tentang Pembentukan Tim
Pengelola dan Perumusan Sistem
Serta Pendataan Database
Kepegawaian Pada Mahkamah
Agung RI dan Badan Peradilan Yang
Berada Dibawahnya;
Materi/modul pelatihan SIKEP
Tabel 20
Capaian dan Bukti Capaian Program Penataan Sistem Manajemen SDM
Lampiran Bukti Dokumen Capaian ada pada kotak Program Program Penataan
Sistem Manajemen SDM
7. Penguatan Unit Organisasi
7.1 Penguatan Unit Kerja Kepegawaian
Untuk penguatan unit kerja kepegawaian, Mahkamah Agung menyelenggarakan
pelatihan untuk pengelola kepegawaian. Salah satu bentuk kegiatan tersebut adalah
Pelatihan Sertifikasi Training Officer Course (TOC) bagi Pejabat dan Pegawai
Terkait Pembinaan Administrasi Pengelolaan Kepegawaian di Lingkungan Badan
dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung.
136
7.2 Penguatan Unit Kerja Kediklatan
Untuk meningkatkan kapasitas di bidang Manajemen Pengelolaan Diklat di
lembaga Pendidikan Peradilan, Mahkamah Agung melakukan studi banding ke
sejumlah negara. Beberapa tempat studi banding tersebut antara lain:
National Judicial Institute Canada.
International Cooperation Departement (ICD) Research and Training
Institute Minstry of Justice Japan.
Tujuan dari studi banding ini adalah untuk mendapat gambaran dan melakukan
observasi aktif terhadap:
Pola pengelolaan Diklat aparat peradilan, khususnya mekanisme dan
manajemen online course/distance learning, yang sangat cocok diterapkan di
Indonesia, terutama bagi hakim-hakim yang bertugas didaerahdaerah;
Manajeman dan organisasi diklat yang profesional.
7.3 Perbaikan Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan
kegiatan. Seiring dengan perkembangan Mahkamah Agung dan Badan-badan
peradilan di bawahnya, kebutuhan terhadap sarana dan prasarana bertambah. Oleh
karena itu, dalam penyusunan angggaran, dialokasikan dana untuk membangun
sarana dan prasarana seperti pengadaan tanah, pembangunan gedung kantor,
pengadaan meubelair, pengadaan kendaraan dinas, dan penyediaan rumah dinas.
A. Pengadaan Sarana dan Prasarana
i. Pengadaan Sarana dan Prasarana Tahun 2010
Berikut ini peningkatan sarana dan prasarana yang dilakukan selama tahun
2010 baik berupa pengadaan tanah, pembangunan gedung kantor dan rumah
dinas, pengadaan kendaraan operasional, perlengkapan kantor maupun
kelengkapan fungsional peradilan:
NO BENTUK SARANA
DAN PRASARANA RINCIAN PENGADAAN JUMLAH
1 Pengadaan Tanah Pembelian tanah yang
dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
3 lokasi
5 lokasi
-
1 lokasi
2 Pengadaan Meubelair Pengadaan meubelair untuk
rumah dinas yang dilaksanakan
pada:
- Peradilan Umum
1 lokasi
137
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
- Pusat
1 lokasi
--
2 lokasi
3 Pembangunan Gedung
Kantor
Pembangunan gedung kantor
yang dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
30 lokasi
40 lokasi
8 lokasi
3 lokasi
4 Pembangunan Rumah
Dinas
Pembangunan rumah dinas yang
dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
10 lokasi
---
Tabel 21
Pengadaan Sarana dan Prasarana Tahun 2010
ii. Perbandingan Pengadaan Sarana dan parasana Tahun 2009 dan 2010
Dibanding tahun 2009, ada penurunan jumlah sarana dan prasarana berupa
pengadaan tanah yang disediakan pada tahun 2010. Pada tahun ini hanya
disediakan tanah di sembilan lokasi, sedangkan tahun lalu disediakan 27
lokasi. Sebaliknya, ada peningkatan jumlah gedung kantor yang dibangun.
Tahun ini, ada 81 lokasi pengadaan kantor, naik dibanding tahun 2009 yang
tercatat di 55 lokasi. Rincian perbandingannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
138
NO
BENTUK
SARANA DAN
PRASARANA
RINCIAN PENGADAAN JUMLAH
2009
JUMLAH
2010
1 Pengadaan Tanah Pembelian tanah yang
dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
6 lokasi
20 lokasi
1 lokasi
-
3 lokasi
5 lokasi
-
1 lokasi
2 Pembangunan
Gedung Kantor
Pembangunan gedung
kantor yang dilaksanakan
pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
- Pusat
12 lokasi
33 lokasi
7 lokasi
3 lokasi
30 lokasi
40 lokasi
8 lokasi
3 lokasi
3 Pembangunan
Rumah Dinas
Pembangunan rumah dinas
yang dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
11 lokasi
13 lokasi
--
-
10 lokasi
---
4 Pengadaan
Kendaraan Dinas
Roda 4
5 Unit
Tabel 22
Pengadaan Sarana dan Prasarana Tahun 2009 dan 2010
iii. Rehabilitasi dan Renovasi
Selain menyediakan dan membangun sarana dan prasarana baru, Mahkamah
Agung juga menganggarkan biaya rehabilitasi dan renovasi. Mengikuti
perjalanan waktu, sejumlah sarana dan prasarana pengadilan sudah tidak
memadai sehingga perlu direnovasi dan direhabilitasi. Sepanjang tahun 2010
telah dilakukan langkah rehabilitasi dan renovasi di 64 lokasi yang tersebar
di seluruh Indonesia. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut.
139
BENTUK SARANA
DAN PRASARANA
RINCIAN
REHABILITASI/RENOVASI JUMLAH
Gedung Kantor Dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
33 lokasi
14 lokasi
-
3 lokasi
Rumah Dinas Dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
11 lokasi
2 lokasi
--
Sarana dan
Prasarana
Dilaksanakan pada:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
1 lokasi
---
Tabel 23
Rincian Rehabilitasi dan Revonasi
B. Progress Penghapusan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Negara
i. Tahun 2010
KEGIATAN BMN YANG DIHAPUS JUMLAH
Penghapusan
Aset
1. Kendaraan Dinas Roda 4
2. Kendaraan Dinas Roda 2
3. Meubelair
4. Bangunan Gedung dan Rumah Dinas
20 unit
39 unit
48 satuan kerja
19 unit
Pemanfaatan
Aset
BMN
Ruislag (Tukar Menukar Aset)
Alih Fungsi 8 lokasi
Pinjam Pakai
Tabel 24
Progress Penghapusan dan Pemanfaatan
Aset Barang Milik Negara Tahun 2010
140
ii. Tahun 2009 – 2010
KEGIATAN BMN YANG DIHAPUS JUMLAH
2009
JUMLAH
2010
Penghapusan
Aset
1. Kendaraan Dinas Roda 4
2. Kendaraan Dinas Roda 2
3. Meubelair
4. Bangunan Gedung dan
Rumah Dinas
19 Unit
42 Unit
48 Satuan
kerja
17 Unit
20 unit
39 unit
48 satuan kerja
19 unit
Pemanfaatan
Aset
BMN
Ruislag (Tukar Menukar
Aset)
3 lokasi
Alih Fungsi 4 lokasi 8 lokasi
Pinjam Pakai
Tabel 25
Progress Penghapusan dan Pemanfaatan
Aset Barang Milik Negara Tahun 2009-2010
Berikut adalah tabel capaian dan bukti pencapaian Program Penguatan Unit Organisasi
NO PENCAPAIAN PROGRAM
PENGUATAN UNIT ORGANISASI BUKTI PENCAPAIAN
1 Penguatan Unit Kerja Kepegawaian
Pelatihan Sertifikasi Training Officer
Course (TOC) bagi Pejabat dan Pegawai
Terkait Pembinaan Administrasi
Pengelolaan Kepegawaian
Fotocopy Keputusan Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan dan
Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan
Peradilan Mahkamah Agung RI Nomor :
48/BLD/SK/VIII/2010 Tentang
Pelaksanaan Pelatihan Sertifikasi Training
Officer Course (TOC) bagi Pejabat dan
Pegawai Terkait Pembinaan Administrasi
Pengelolaan Kepegawaian di Lingkungan
Badan dan Pengembangan dan Pendidikan
dan Pelatihan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung tahun anggaran 2010;
2 Penguatan unit kerja kediklatan
Studi Banding Balitbang Diklat Kumdil
MA ke E COLE NATIONALE DE LA
MAGISTRATURE BORDEUX,
PERANCIS
Studi banding ke Swedia
Studi Banding Ke ITALIA
Laporan Hasil Studi Banding Tim
Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung RI Ke Italia Tanggal 17 s.d 18
Desember 2009;
Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor : 147A/KMA/SK/X/2009
Tentang Penunjukan Tim Studi
Banding Ke Italia;
Keputusan Ketua Mahkamah Agung
141
RI Nomor : 147G/KMA/SK/X/2009
Tentang Penunjukan Tim Studi
Banding Ke Swedia;
Laporan Tim Study Banding Ke
Swedia Tanggal 18 s.d 19 Desember;
Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor : 147E/KMA/SK/X/2009
Tentang Penunjukan Tim Study
Banding Ke Perancis;
Laporan Studi Banding Tim Badan
Litbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung RI Ke E Cole Nationale De La
Magistrature Bordeaux, Perancis;
Perbaikan sarana dan prasarana
Menyusun Pedomanan pengelolaan
sarana dan prasana
Menyusun Pengembangan Prototype
Gedung Pengadilan
Menyusun Pedoman Pembangunan
Gedung Kantor dan Rumah Jabatan
Laporan Jumlah pembangunan dan
Rehab Gedung di lingkungan
Mahkamah Agung dan
Prototype Gedung Pengadilan dan
Rumah Dinas Pedoman Bagunan
Gedung Kantor dan Rumah Jabatan
Edisi 2007;
Rekap Belanja Modal Pagu Definitif
T.A 2010 Biro Perencanaan dan
Organisasi BUA 2010 (Lingkungan
Peradilan Agama);
Daftar Pembangunan Gedung Kantor
Pengadilan sampai dengan T.A 2010;
Daftar pembangunan/rehab gedung
kantor pengadilan;
Daftar pembangunan rumah dinas;
Daftar rehab rumah dinas pengadilan;
Surat Keputusan Kepala Badan
Litbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung RI Nomor :
03A/BLD/SK/I/2010 Tentang
Training of Trainer (TOT) Pedoman
Perilaku Hakim (PPH) bagi Hakim
Tingkat Pertama dan Banding 4
(empat) Lingkungan Peradilan Seluruh
Indonesia;
Memorandum Nomor :
03A/BLD/SK/I/2010 Tentang Laporan
Pelaksanaan Tugas Pusdiklat Teknis
Peradilan Mahkamah Agung T.A
2010.
Tabel 26
Capaian dan Bukti Capaian Program Penguatan Unit Organisasi
142
Lampiran Bukti Dokumen Capaian ada pada kotak Program Program Penguatan Unit
Organisasi
8. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
8.1 Memetakan Regulasi, Deregulasi dan Menyusun Regulasi Baru
Inventori peraturan undang-undang adalah merupakan salah satu aktivitas yang
harus dilakukan sesuai dengan buku Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.
Mahkamah Agung inventori peraturan undang-undang, sebagai bagian dari
penyempurnaan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Dalam pelaksanaan Inventori perundang-undangan, Mahkamah Agung telah
melakukan hal-hal sebagai berikut:
A. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan
Penelusuran literatur hukum khususnya peraturan perundang-undnagan
merupakan komponen penting dalam kerja lembaga peradilan. Oleh karenanya
akses yang mudah terhadap peraturan perundang-undangan merupakan salah
satu prasarat penting dalam memastikan terlaksananya secara efektif, efisien dan
adil. Untuk memudahkan penelusuran literatur hukum tersebut Mahkamah
Agung telah menyusun kompilasi peraturan perundang-undangan. Kompilasi
peraturan ini disusun dalam bentuk manual yang berupa buku himpunan
peraturan maupun dalam format elektronik. Dengan adanya kompilasi hukum
ini peta peraturan perundang-undangan khususnya dilingkungan Mahkamah
Agung dengan mudah dapat dilihat dan publik bisa mengakses dengan mudah
sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa produk kompilasi peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat
Mahkamah Agung antara lain:
1. Himpunan Peraturan perundang-undangan tentang Kekuasaan kehakiman
dan Mahkamah Agung Serta Badan peradilan di Indonesia (2009)
2. Himpunan Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung 1951 – 2009)
3. Informasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pemilu (2009)
4. Himpunan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2003-2006
5. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 35
tahun 2007
6. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 36
tahun 2008
7. Informasi Peraturan perundang-undangan (JDI) MA-RI 2009 nomor 37tahun
2007
143
8. CD Himpunan Peraturan Perundang-undanganan Dan Hukum Lainya
Mahkamah Agung-RI 1945
9. CD Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Hukum Lainya Serta
Kebijakan Mahkamah Agung RI (1945-2008)
B. Kajian Peraturan Perundang-undangan
Kegiatan ini dilakukan untuk membahas permasalahan seputar peraturan
perundang-undangan yang dinilai bermasalah. Tujuan kegiatan ini tidak lain
adalah untuk mendapatkan informasi seputar peraturan yang dinilai akan
menghambat kinerja atau palaksanaan reformasi birokrasi serta memberikan
rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki peraturan yang dinilai
bermasalah. Untuk melakukan kajian tersebut Mahkamah Agung telah
melakukan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kegiatan
Kajian Pakar. Pelaksanaan FGD melibatkan berbagai pihak dilingkungan
Mahkamah Agung yang berkepentingan dengan tema permasalahan. Adapun
Tema-tema yang diangkat dalam kegiatan FGD adalah terkait dengan
permasalahan:
1. Organisasi
2. Sumber Daya Manusia
3. Manajemen Perkara
4. Anggaran dan Asset
5. Transparansi Peradilan
6. Pengawasan
Hasil dari kegiatan kajian peraturan perundang-undangan ini adalah laporan
hasil kajian yang berisi:
1. Peta peraturan perundang-undangan
2. Hasil analisis peraturan perundang-undangan
3. Rekomendasi dan rencana Tindak lanjut
PENCAPAIAN PROGRAM
PERUNDANG-UNDANGAN BUKTI PENCAPAIAN
Memetakan Regulasi, Deregulasi,
Menyusun Regulasi Baru
1. Kompilasi dan digitalisasi kumpulan
peraturan perundang-undangan
2. Kajian peraturan perundang-undangan
bermasalah
3. Menyusun Naskah akademis untuk
perbaikan peraturan
Fotocopy SK Sekretaris nomor
007/2009 tentang Penunjukan Pokja
Penilaian Kinerja organisasi Melalui
Inventori peraturan perundang-undangan
Fotocopy SK BUA Nomor:
23/BUA/SK/III/2010 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Sosialisasi
Pengenalan dan Pemanfaatan Database
Himpuran peraturan Perundang-
144
undangan dan hukum Lainya.
Himpunan Peraturan perundang-
undangan tentang Kekuasaan kehakiman
dan Mahkamah Agung Serta Badan
peradilan di Indonesia (2009)
Himpunan Surat Edaran dan Peraturan
Mahkamah Agung 1951 – 2009)
Informasi Peraturan Perundang-
undangan tentang Pemilu (2009)
Himpunan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI tahun 2003-2006
Informasi Peraturan perundang-
undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 35
tahun 2007
Informasi Peraturan perundang-
undangan (JDI) MA-RI 2007 nomor 36
tahun 2008
Informasi Peraturan perundang-
undangan (JDI) MA-RI 2009 nomor
37tahun 2007
CD Himpunan Peraturan Perundang-
undanganan Dan Hukum Lainya
Mahkamah Agung-RI 1945
CD Himpunan Peraturan Perundang-
undangan dan Hukum Lainya Serta
Kebijakan Mahkamah Agung RI (1945-
2008)
Hasil kajian peraturan perundang-
undangan
Contoh naskah akademis
Tabel 27
Capaian dan Bukti capaian Program Perundang-undangan
Lampiran bukti dokumen capaian ada pada kotak Program Perundang-undangan
9. Pengawasan Internal
9.1 Menegakkan Displin Kerja
Reformasi Birokasi Mahkamah Agung pada dasarnya merupakan upaya untuk
mewujudkan Peradilan yang modern, independen, bertanggung jawab, kredibel dan
menjunjung tinggi hukum dan keadilan, untuk itu harus dilakukan pembaruan dan
perubahan mendasar terhadap kemampuan kerja para aparatur peradilan yang tentu
harus ditunjang dengan sumber daya yang mampu dan berintegritas tinggi. Untuk
mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan penegakan disiplin kerja. Dengan harapan
145
kekurangan dan permasalahan dapat terpantau sehingga dapat dilakukan tindakan
untuk perbaikan.
Berkaitan dengan hal tersebut Mahkamah Agung telah mengambil kebijakan
penegakan disiplin kerja diantaranya dalam bentuk kegiatan mengefektifkan
pengawasan melekat dan penanganan pengaduan dengan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1983 jo Inpres No. 1 Tahun 1989 Tentang Pedoman
Pengawasan Melekat, melakukan pengawasan reguler, monitoring dan penilaian
kinerja Pengadilan.
Pengawasan Internal dalam penegakan disiplin kerja dalam upaya percepatan
pencapaian tujuan reformasi birokrasi dilakukan dengan membuka akses pengaduan
online dan segera meresponnya dan mengumumkan penindakannya melalui website.
Adapun Tujuan dari penegakan displin adalah:
1. Meningkatnya disiplin dan kualitas kerja aparat peradilan.
2. Terwujudnya aparat peradilan yang mampu mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas peradilan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, bersih dan
bebas dari KKN.
3. Terciptanya pelayanan prima terhadap masyarakat pencari keadilan sesuai asas
sederhana, cepat dan biaya ringan.
Penegakan disiplin kinerja di Mahkamah Agung melalui 6 aspek aktifitas meliputi :
1. Pembentukan aturan yang berkaitan dengan penegakan disiplin.
Untuk mendukung pelaksanaan penegakan disiplin di Mahkamah Agung, maka
telah dibuat beberapa aturan sebagai standar acuan dalam penegakan disiplin
kerja antara lain :
a. SK KMA No. 071/KMA/K/VI/2008 Tentang Ketentuan Penegakan
Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja
Hakim dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan
yang Berada di Bawahnya.
b. SK KMA No : 060/KMA/SK/V/2009 Tentang Perubahan Pertama atas
Keputusan KMA No. 071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan
Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang
Berada Dibawahnya.
c. SK Sekma No. 035/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan
KMA No. 071/KMA/SK/V/2008 Tentang Ketentuan Penegakan Disiplin
Kerja Dalam Melaksanakan Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
146
Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang
Berada di Bawahnya.
d. SK KMA No. 080/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan.
e. SK KMA No. 076/KMA/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Pelaksanan
Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan.
f. SK Kabawas No. MA/BP/03/SK/IV/2007 Tentang Norma Perilaku
Aparatur Badan Pengawasan.
g. SK Kabawas No. 08/BP/SK/XII/2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Kepala Badan Pengawasan No. MA/BP/03/SK/IV/2007 Tentang Norma
Perilaku Aparatur Badan Pengawasan.
h. SK Kabawas No. 08/BP/SK/XII/2007 Tentang Uraian Jabatan Pada Badan
Pengawasan Mahkamah Agung RI.
i. SK KMA No. KMA/096/SK/X/2006 Tentang Tanggung Jawab Ketua
Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dalam
melaksanakan tugas pengawasan.
j. SK Kabawas No. 26A /BP/SK/VI/2010 Tentang Pedoman Audit dan
Penilaian Kinerja Pengadilan.
k. SK Kabawas No. 33/BP/SK/XII/2009 Tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Kesekretariatan Badan Pengawasan.
l. SE KMA Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Pembagian Tugas Ketua
Pengadilan Tinggi / Negeri dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi / Negeri.
2. Melakukan Sosialisasi Aturan Tersebut.
Agar aparatur peradilan memahami aturan-aturan yang harus dijalankan dalam
melaksanakan tugas pokok peradilan maka dilakukan sosialisasi dalam bentuk:
a. Rapat koordinasi dan konsultasi pengawasan dengan 4 (empat) lingkungan
peradilan
b. Menerbitkan buku saku aturan-aturan terkait dan didistribusikan kepada
pengadilan
147
c. Menerbitkan brosur-brosur tentang penanganan pengaduan
d. Penunjukan Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Tinggi Agama
Bandung, Pengadilan Negeri Bandung dan Pengadilan Agama Bandung
sebagai pilot project pelaksanaan penanganan pengaduan sesuai dengan
SK KMA No. 153/KMA/SK/XI/2009 Tentang Penunjukan Pengadilan
sebagai percontohan penanganan pengaduan.
3. Laporan Pengaduan Masyarakat
Selama ini Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya telah
memiliki sistem pengaduan masyarakat. Tujuan dari sistem pengaduan tersebut
pada hakekatnya adalah untuk merespon keluhan baik yang berasal dari
masyarakat, instansi lain maupun dari internal pengadilan sendiri terhadap
penyelenggaraan peradilan maupun perilaku aparat pengadilan. Dengan kata
lain, masyarakat dapat berperan dalam memantau proses peradilan. Dengan
perkembangan Undang-Undang dan tuntutan masyarakat atas kinerja lembaga
peradilan yang semakin tinggi maka dirasa penting untuk melakukan perubahan
dalam penanganan pengaduan agar lebih akuntabel dan transparan. Prinsip
transparansi dan akuntabilitas yang dimaksudkan adalah proses penanganan
pengaduan dan tindak lanjutnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan prosedur yang
berlaku, untuk itu Mahkamah Agung menerbitkan Surat Keputusan Ketua
Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009 yang merupakan amandemen dari
lampiran ke IV SK. KMA. No. 080/KMA/SK/VIII/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan.
Saat ini setiap anggota masyarakat dapat melaporkan pengaduan pada
pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding atau Badan Pengawasan
Mahkamah Agung melalui meja informasi yang berada di pengadilan
bersangkutan maupun tersedia secara online.
Berikut ini Skema Alur Penanganan Pengaduan Masyarakat berdasarkan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 076/KMA/SK/VI/2009:
148
Gambar 33
Skema Alur Penanganan Perkara
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap sistem
pengaduan masyarakat yang baru, Mahkamah Agung menerbitkan brosur
tentang informasi layanan pengaduan masyarakat dan prosedur penyampaian
laporan pengaduan yang disebarluaskan melalui Pengadilan Tingkat Pertama
maupun Pengadilan Tingkat Banding. Sebanyak 6700 booklet, 20.100 brosur
dan 2010 poster disebarluaskan untuk masyarakat melalui Pengadilan tingkat
banding di seluruh Indonesia.
Berikut ini contoh brosur informasi layanan pengaduan masyarakat dan
prosedur penyampaian pengaduan masyarakat:
149
Gambar 34
Contoh Brosur Informasi Layanan Pengaduan
Untuk memastikan pemahaman serta keterlibatan Pengadilan Tingkat Banding
dan Tingkat Pertama, Badan Pengawasan dalam mengimplementasi sistem
tersebut, Mahkamah Agung bekerjasama dengan LeIP juga menyelenggarakan
Sosialisasi SK KMA No. 076/KMA/ SK/VI/2009 kepada personil Badan
Pengawasan Mahkamah Agung serta Hakim Tinggi pada 13 (tiga belas)
Pengadilan Tingkat Banding seperti yang diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 28
Penyelenggaraan Sosialisasi Sistem Pengaduan
150
4. Sistem Administrasi Pengawasan
Pengolahan dan mekanisme kerja bidang pengawasan yang selama ini dilakukan
secara manual sekarang dibantu oleh Sistem Informasi dan Administrasi
Pengawasan (SAP) sehingga bersifat elektronis. Pada awalnya SAP dibangun
untuk mempermudah pengelolaan data dan informasi pengaduan masyarakat pada
Badan Pengawasan dan dikembangkan sebagai uji coba dan transisi menuju
pengembangan selanjutnya. Saat ini sistem tersebut tengah dikembangkan untuk
memproduksi dan mengelola keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengawasan guna memberikan dukungan yang lebih komprehensif
terhadap pelaksanaan fungsi Badan Pengawasan.
5. Revisi buku IV tentang Tata Laksana Pengawasan
Pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung Tahun 2009 di Palembang telah
disampaikan edisi revisi Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan. Revisi Buku II
tersebut pada prinsipnya mencakup berbagai perubahan dalam teknis hukum
acara. Mengingat obyek pengawasan internal di lingkungan peradilan juga
mencakup permasalahan ini maka sejalan dengan hal tersebut Badan Pengawasan
melakukan Revisi terhadap Buku IV agar materi yang dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan pengawasan sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Buku
II. Hasil revisi terhadap Buku IV tersebut selanjutnya disosialisasikan dalam
Rapat Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan.
6. Pengawasan Reguler
Selama tahun 2009 Pengawasan Mahkamah Agung RI telah melaksanakan
pengawasan reguler yang mencakup 89 obyek pemeriksaan, meliputi Pengadilan
Negeri, Pengadilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer,
yaitu:
151
Tabel 28
Obyek Pemeriksaan Tahun 2009
152
Berikut ini ditampilkan jumlah obyek pengawasan reguler dalam 5
tahun terakhir (Tahun 2004 - 2009):
Grafik 4
Jumlah obyek pengawasan reguler (Tahun 2004 - 2009)
7. On the Spot/Inspeksi Langsung
Mahkamah Agung juga melakukan pemeriksaan On the Spot/inspeksi langsung
atas pemeriksaan yang dilakukan atas temuan BPKP dan temuan pengawas
eksternal BPK. Pemeriksaan On The Spot (inspeksi langsung) pada tahun 2009
dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) Satuan Kerja diantaranya Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer, yang meliputi 10 (sepuluh) wilayah
Denpasar, Yogyakarta, Kupang, Makasar, Kendari, Pekanbaru, Medan, Jayapura,
Surabaya dan Banda Aceh. Pemeriksaan dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil
temuan BPKP dan temuan pengawas eksternal BPK diantaranya mengenai
perkembangan atas realisasi kerugian negara berkaitan dengan penyimpangan
dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DIPA dan Tuntutan Ganti
Rugi (TGR) serta laporan tentang manajemen aset.
8. Monitoring
Pada tahun 2009 Tim Pemeriksa Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI telah
menyelenggarakan Monitoring untuk memantau tindak lanjut hasil Pemeriksaan
Reguler pada 17 Obyek Pemeriksaan. Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana kemajuan atau tindak lanjut yang telah dilakukan atas hasil
pengawasan yang telah dilakukan. Monitoring Tindak Lanjut pada tahun 2009
dilakukan meliputi wilayah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama antara lain
:
153
Tabel 29
Wilayah Monitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Internal
9. Pembinaan/Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan
Sebagai voorpost dan garda terdepan pengawasan internal jajaran peradilan maka
kualitas Pengadilan Tingkat Banding harus ditingkatkan agar sesuai dengan
ketentuan dan bersinergi dengan pengawasan yang dilakukan Badan Pengawasan
Mahkamah Agung RI. Menindaklanjuti hal tersebut maka dilakukan rapat kerja
dalam rangka Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan dengan para
Hakim Pengadilan Tingkat Banding. Materi utama dalam pembinaan ini adalah
Buku IV tentang Dalam jangka waktu lima hari para peserta diberikan materi
pokok berdasarkan termasuk 1 (satu) hari praktek pemeriksaan di Pengadilan
Tingkat Pertama.
Gambar 35
Rapat Kerja Pengawasan bagi Pengadilan Tingkat Banding
154
10. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Pengawasan
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengawasan di Mahkamah Agung I
dan Badan-badan peradilan di bawahnya saat ini adalah kapasitas SDM
pengawasan yang memadai khususnya tenaga auditor (pemeriksa sesuai dengan
keahliannya). Menindaklanjuti hal tersebut maka Badan Pengawasan melakukan
kerjasama dalam bentuk bimbingan teknik (Bintek) dengan instansi terkait
diantaranya :
a. Pelatihan Auditing tingkat dasar bekerjasama dengan Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b. Pendidikan dan Pelatiham (Diklat) Keuangan DIPA Angkatan I Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
c. Sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa bekerjasama dengan Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
d. Penyusunan Standar Pelayanan dan SOP bekerjasama dengan Kementerian
Sekretariat Negara.
11. Hasil Penanganan Pengaduan
Pada tahun 2009, Badan Pengawasan Mahkamah Agung menerima tembusan
surat pengaduan dari masyarakat, yang diajukan ke pengadilan tingkat banding
dan tingkat pertama sebanyak 2.302 surat. Sedangkan surat pengaduan yang
ditujukan langsung kepada Badan Pengawasan adalah sebanyak 2.140 surat,
dengan perincian sebagai berikut :
Diproses sebanyak 891 surat dengan rinciang sebagai berikut :
Diperiksa oleh Bawas sebanyak 296 surat;
Dijawab melalui surat sebanyak 268;
Didelegasikan ke Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 327 surat;
Surat yang tidak layak diproses sebanyak 1.249 surat.
Berikut ini hasil penanganan pengaduan melalui surat yang diterima oleh
Mahkamah Agung disajikan dalam bentuk Grafik:
155
Grafik 5
Penanganan Pengaduan
Sedangkan Pengaduan yang masuk melalui website secara online antara bulan
Maret-Desember 2009 adalah sebanyak 300 pengaduan dengan perincian sebagai
berikut:
a. Bukan kewenangan Bawas sebanyak 45 surat.
b. Dijawab dengan surat sebanyak 97 surat.
c. Ditelaah sebanyak 37 surat.
d. Tidak layak proses sebanyak 121 surat
12. Pengawasan Melekat
Mengefektifkan pengawasan melekat dimaksudkan untuk memberikan
kewenangan penuh kepada pimpinan pengadilan melakukan penindakan dalam
rangka memfungsikan pengawasan melekat sebagaimana dituangkan dalam surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : KMA/096/SK/X/2006 Tentang
Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama dalam melaksanakan tugas pengawasan.
13. Pengukuran Kinerja Pengadilan
Melakukan penilaian terhadap kinerja pengadilan, yang sebelum tahun 2010
pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan pengawasan reguler dengan materi
pengawasan mengacu pada buku IV Tentang Tata Laksana Pengawasan
Peradilan, dalam hal hasil evaluasi perlu ditindaklanjuti oleh Pengadilan yang
bersangkutan maka dibuat kontrak kinerja. Jika ada penyimpangan yang tidak
156
dapat diselesaikan hanya dengan kontrak kinerja dilanjutkan dengan pemeriksaan
khusus.
14. Penindakan Terhadap Pelanggaran Disiplin Kerja
Terhadap pelanggaran disiplin kerja maka sesuai aturan yang ada dilakukan
penindakan dengan rincian sebagai berikut :
NO JENIS PENEGAKAN
DISPLIN 2008 2009 2010
1 Disiplin Ringan 9 orang 33 orang 28 orang
2 Disiplin Sedang 6 orang 8 orang 4 orang
3 Disiplin Berat 38 orang 61 orang 17 orang
Tabel 30
Penindakan Pelanggaran Disiplin Kerja Tahun 2008
9.2 Menegakkan Kode Etik
Aktivitas kode etik menjadi bagian dari program percepatan (quick wins) dan sudah
dibahas pada bagian sebelumnya.
NO PENCAPAIAN PROGRAM
PENGAWASAN INTERNAL BUKTI PENCAPAIAN
1 Menegakkan Disiplin Kerja
Kegiatan Pembinaan Kepegawaian
Tersedia Daftar Peraturan Tentang
Disiplin Pegawai dan Sanksi
Disiplin.
Tersedia pedoman terkait sanksi
pelanggaran disiplin
Penegakan displin dengan
memberikan sanksi mereka yang
melakukan pelanggaran
Fotocopy UU Kekuasaan kehakiman
Fotocopy Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Fotocopy SK Dirjen Badan Peradilan
Agama nomor:
009/Dja.1/SK/KU/V/2009 Tentang
Kegiatan Pembinaan Pegawai
kepegawaian
Fotocopy Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 42 Tahun
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps
dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
157
Fotocopy SK KMA Nomor
080/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman
pelaksanaan Pengawasan di
Lingkungan Lembaga Peradilan
Fotocopy SK KMA Nomor
76/KMA/SK/VI/ 2009 Tentang
Pedoman Pelaksanaan penanganan
Pengaduan dilingkungan
Fotocopy SK KMA No :
071/KMA/SK/V/2008 Tentang
Ketentuan Penegakan disiplin kerja
dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri Pada Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang
Berada di Bawahnya.
Fotocopy SK KMA No :
069/KMA/SK/V/2009 Tentang
Perubahan Pertama atas Keputusan
KMA RI Tentang Ketentuan
Penegakan disiplin kerja dalam
Pelaksanaan Pemberian Tunjangan
Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai
Negeri Pada Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan yang Berada di
Bawahnya.
Fotocopy SK SekMA No :
035/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Keputusan KMA RI No :
071/KMA/SK/V/2008 Tentang
Ketentuan Penegakan disiplin kerja
dalam Pelaksanaan Pemberian
Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan
Pegawai Negeri Pada Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang
Berada di Bawahnya
Buku IV (Edisi Revisi ta(Edisi Revisi
tahun 2009) : Tata Laksana
Pengawasan Peradilan.
Fotocopy SKB KMA dan KY No :
129/KMA/SKB/IX/2009 –
04/SKB/P.KY/IX/2009 Tentang Tata
Cara Pembentukan, Tata Kerja dan
Tata Cara Pengambilan Keputusan
Majelis Kehormatan Hakim.
158
Fotocopy SK KMA No :
215/SK/KMA/XII/2007 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pedoman
Perilaku Hakim.
Contoh Laporan rekapitulasi daftar
Hadir (badilag)
Rekapitulasi hukuman disiplin
dilingkungan Mahkamah Agung
Laporan Hasil Pemeriksaan Bawas
(2010)
Contoh Surat Keputusan tentang
penjatuhan hukuman pelanggaran
disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
2 Menegakkan kode etik
Penyusunan kode etik dilingkungan
Mahkamah Agung
Sosialiasi Pedoman Perilaku Hakim
Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim
Penegakan Kode Etik
Fotocopy Pedoman perilaku hakim
Fotocopy Laporan kegiatan
sosialisasi pedoman perilaku hakim
Foto kegiatan
Laporan kegiatan Pelatihan
Foto kegiatan
Fotocopy Laporan/ contoh rekap
pegawai/hakim yang melakukan
pelanggaran dan laporan/contoh
rekap pegawai/hakim yang
mendapatkan sanksi
Tabel 31
Capaian dan Bukti Capaian Program Pengawasan Internal
Lampiran Bukti Dokumen Capaian ada pada kotak Program Pengawasan Internal
159
PENUTUP
Proses reformasi peradilan yang di dalamnya termasuk reformasi birokrasi adalah sebuah
perjalanan panjang dan bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan, apalagi bila mengingat
bahwa perubahan ini ditujukan pada adanya suatu perubahan budaya dan pola pikir individu.
Namun demikian Mahkamah Agung telah bertekad untuk terus melaksanakan apa yang telah
dimulai pada tahun 2003. Kebulatan tekad ini semata-mata untuk menjawab kebutuhan para
pemangku kepentingan, sehingga diharapkan kepercayaan publik terhadap badan peradilan
terus meningkat.
Menjadi Badan Peradilan yang Agung adalah sebuah tugas yang harus dijalankan dan
diselesaikan.
Top Related