REVISI TUGAS INDIVIDU DAN KELOMPOK
ANALISIS FORENSIK DALAM KASUS MUTILASI TOL CIKAMPEK
Disusun Oleh :
Marjoana Burju Harahap 1108105004
Ni Putu Rusma Eva Arista 1108105037
Putu Yuliantari 1108105040
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2013
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Topik : Analisis Forensik Kasus Mutilasi Tol Cikampek
Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa
identitas. Ke enam potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi
rambut, dada dan tangan sebelah kiri. Bukti fisik lain yang ditemukan adalah, terdapat sidik jari
pada tubuh korban, bekas luka penembakan pada dada korban dan cctv yang mengarah pada titik
– titik lokasi pembuangan potongan tubuh di sekitar semak dan pinggiran jalan tol. Setelah
dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM ( Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) dan selama 36
jam pencarian tersangka , ditemukan hasil bukti – bukti yang mengarah kepada Benget
Situmorang (Suami Korban) . Pengrebekan rumah tersangka oleh kepolisian di jalan Bungur
Raya, RT11/06, KP Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur dan ditemukan lagi sejumlah barang
bukti lain berupa golok dan pisau berdarah serta mobil angkot dengan Nomor Polisi B 2316 PG.
Dari barang bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah menentukan identitas personal dari
korban melalui tes DNA pada rambut dan dibandingkan pada darah dalam senjata pembunuh
(golok dan pisau) yang ditemukan. Identifikasi ondotologi pada potongan tubuh untuk
membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan
rekonstruksi wajah dan uji serologic untuk memudahkan keluarga yang merasa kehilangan
anggota keluarganya .
Barang Bukti Kasus :
Marjoana Buru Harahap
1. Rambut korban mutilasi dianalisis dengan metode DNA pringerprint menggunakan PCR.
2. Bercak darah pada senjata pembunuh (Golok dan pisau) dianalisis dengan metode DNA
pringerprint menggunakan PCR .
3. Indentifikasi Gunshoot Residu dengan metode dengan metode SEM/EDS dan identifikasi
kimia.
Ni Putu Rusma Eva Arista
1. Analisis gigi dengan metode Asam Aspartan untuk mengetahui perkiraan umur korban
mutilasi.
2. Analisis Luka Pembusukan dengan metode Using successional waves of insects dan
untuk mengetahui waktu kematian korban mutilasi.
Putu Yuliantari
1. Analisis Sidik Jari yang dimiliki korban .
2. Analisis Narkotika pada tersangka dengan GC-MS.
3. Analisis Serologik pada rambut Korban Mutilasi dengan metode kimia.
Hasil Analisis Barang Bukti :
1. Hasil analisis dari metode ini adalah dengan mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint
antara rambut dan darah pada senjata pembunuh. Dan diketahui, bahwa golok dan pisau
tersebut merupakan senjata pembunuh yang digunakan tersangka benget situmorang
2. Dari data kepolisian didapatkan perkiraan korban mutilasi adalah wanita, berumur sekitar
30-an tahun, dan tinggi badan sekitar 160 cm.
3. Hasil analisis dengan metode Asam Aspartan diperkirakan korban berumur 32 tahun .
4. Hasil analisis terhadap luka pembusukan, diperkirakan mayat korban dibunuh 3 – 5 hari
sebelum ditemukan.
5. Dari luka penembakan, diketahui bahwa korban ditembak dari jarak dekat, jenis SMITH
& WESSON ( tipe SW ) kaliber 36 SW dengan tinggi perkiraan tersangka 165cm.
6. Uji positif narkotika jenis cannabinol dan morfin ditemukan pada tersangka.
7. Setelah digunakan sampel pembanding, diketahui sidik jari korban ialah Dhanar Sri
Astuti (Istri Tersangka).
8. Gunshoot Residu pada analisis dengan SEM/EDS dan Uji kimia didapatkan hasil positif
Pb – Ba – As.
Dari hasil analisis setiap barang bukti, ahli forensik mendapatkan bebarapa kaitan antara
waktu kejadian pembuangan yang berkisar pukul 05.00 WIB , waktu pemotongan / mutilasi
mayat korban yang berkisar kurang dari 12 jam dan waktu pembunuhan korban yang berkisar 3 –
5 hari , dilihat dari luka membusuk yang terjadi di tubuh korban. Identifikasi selanjutnya adalah
analisis pada luka penembakan pada dada korban disekitar pleura atau paru korban dan
ditemukan bahwa tersangka menggunakan senjata api jenis SMITH & WESSON ( tipe SW )
caliber 36 SW . Dari hasil Identifikasi Personal, diketahui korban adalah Wanita berumur 30-an
tahun, berambut hitam panjang, dan tinggi sekitar 160 cm, didukung oleh data postmortem
berupa sketsa wajah korban mutilasi digambar pada keadaan mata terbuka dan mata tertutup,
ekspresi wajah biasa dan wajah tersenyum. Hal ini, untuk memudahkan polisi dalam mencari
keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya.
Hasil pengamatan CCTV diketahui bahwa potongan tubuh dibuang menggunakan mobil
angkot dengan Nomor Polisi B 2316 PG yang beralamat di jalan Bungur Raya, RT11/06, KP
Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur. Setelah investigasi, ditemukan barang bukti lain berupa golok
dan pisau dapur dengan bercak darah serta mobil angkot yang diduga digunakan tersangka dalam
membuang mayat. Hasil positif ditunjukkan dalam analisis DNA fingerprint antara rambut
korban dan darah pada senjata pembunuh. dibuktikan dalam kesamaan pembanding antara sidik
jari di tubuh korban dengan sidik jari korban sesuai pelaporan keluarga yang kehilangan anggota
keluarganya.Pada pengujian dengan analisis GC-MS bahwa tersangka telah menggunakan
Narkotika Jenis Cannabinol dan Morfin . Sehingga dapat disimpulkan tersangka Benget
Situmorang memutilasi Danar Sri Astuti dalam keadaan dipengaruhi oleh Narkotika. Sedangkan
pada luka penembakan terdapat Gunshoot Residu yang analisis dengan SEM/EDS dan Uji kimia
serta didapatkan hasil positif Pb – Ba – As.
Investigator:
Nama NIM Tanda Tangan
1. Marjoana Burju Harahap 1108105004
2. Ni Putu Rusma Eva Arista 1108105037
3. Putu Yuliantari 1108105040
INVESTIGATOR : MARJOANA BURJU HARAHAP (NIM : 1108105004)
Nama Bukti Fisik : 6 (enam ) Potongan Tubuh Korban Mutilasi, Rambut Korban Mutilasi,
Darah pada golok (Senjata Pembunuh), Luka penembakan, residu penembakan pada sarung
tangan pelaku.
Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa
identitas. Ke enam potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi
rambut, dada dan tangan sebelah kiri. Setelah dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM
( Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) terdapat luka penembakan pada dada korban. Dari barang
bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah menentukan Jarak dan sudut pada luka
penembakan serta Pemeriksaan SEM/EDS, pemeriksaan kimiawi pada luka penembakan dari
luka tersebut dapat diketahui benda atau senjata api yang digunakan untuk membunuh korban
dan selama 36 jam pencarian tersangka , ditemukan hasil bukti – bukti yang mengarah kepada
Benget Situmorang (Suami Korban) . Pengrebekan rumah tersangka oleh kepolisian di jalan
Bungur Raya, RT11/06, KP Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur dan ditemukan lagi sejumlah
barang bukti lain berupa golok dan pisau berdarah . Dari barang bukti yang diketahui, analisis
selanjutnya adalah menentukan identitas personal dari korban melalui tes DNA pada rambut dan
pada darah dalam senjata pembunuh (golok dan pisau) yang ditemukan.
A. Analisis DNA
Bukti fisik rambut pada korban mutilasi tol cikampek dan darah pada senjata pembunuh
(golok, pisau) dianalisis dengan metode analisis DNA fingerprint. Sistematika analisis DNA
fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa dilakukan di laboratorium kimia.
Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel sampai ke analisis dengan PCR. Pada
pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah
didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel
DNA. Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex.
Phenolchloroform biasa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex
digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut.
Amplifikasi DNA dengan PCR
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro.
Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah
semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua
kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci
utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan
DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan
ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Taq DNA polymerase diisolasi dari bakteri Thermus
aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Enzim ini tahan sampai temperature mendidih
100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 70-72°C. Sepasang primer oligonukleotida yang
spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target
dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan.
Dasar siklus PCR yang utama merupakan siklus berulang 30-35 siklus meliputi:
a. Denaturation (95°C), 30 detik denaturasi dua untai DNA template menjadi untai tunggal
b. Annealing (55–60°C), 30 detik pengenalan/penempelan primer DNA template, suhu
annealing ditentukan oleh susunan primer. Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan
menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template. Temperatur
annealing biasanya 5ºC dibawah Tm primer yang sebenarnya.
c. Extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang diinginkan sebagai
produk amplifikasi.
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, enzim DNA polimerase
yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.
Cara Kerja:
PCR mix solution, untuk 10ul solution maka campurkan:
1. Aquadest steril = 2 μL
2. PCR mix = 5 μL
3. Primer 1(10pmole) = 1 μL
4. Primer 2 (10pmole) = 1 μL
5. Sampel DNA = 1 μL
Contoh PCR Program:
1. Hot start (denaturasi awal) 94o C selama 2 menit
2. Siklus amplifikasi diulang 31 kali terdiri dari
a) Denaturasi 94o C selama 60 detik
b) Annealing 58o C selama 45 detik
c) Ekstensi 72o C selama 60 detik
3. Periode ekstensi pada suhu 72o C selama 5 menit
Catatan; bila primer diganti program PCR menyesuaikan susunan primer dan panjang
DNA produk amplifikasi yang diinginkan
Sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar penyusunan DNA
fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang
urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi
dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi.
Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering pada senjata pembunuh dan
dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut yang ditemukan di TKP. Kemudian primer
amplifikasi tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan
basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA
Sampel.
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat
pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint.
Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil
kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta. Hasil analisis dari metode ini adalah dengan
mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint antara rambut dan darah pada senjata pembunuh. Dan
diketahui, bahwa golok dan pisau tersebut merupakan senjata pembunuh yang digunakan
tersangka benget situmorang.
B. Analisis Luka dan Residu Penembakan
Deskripsi luka yang minimal untuk korban meninggal terdiri dari:
1. Lokasi luka
2. Ukuran dan bentuk defek
3. Lingkaran abrasi
4. Lipatan kulit yang utuh dan robek
5. Bubuk hitam sisa tembakan, jika ada
6. Bagian yang ditembus/dilewati
1. Arah Tembakan
Penggunaan senjata tanpa alur, luka tembak dekat akan memperoleh informasi tentang
sudut tembakan karena adanya ilmu ukur, serta ada tidaknya kelim jelaga/residu. Luka tembak
yang tepat akan membentuk lubang yang sirkuler serta perubahan warna pada kulit, jika sudut
penembakan olique akan mengakibatkan luka tembak berbentuk ellips, panjang luka
dihubungkan dengan pengurangan sudut tembak. Pada luka tembak jarak dekat. Diindentifikasi
dengan banyaknya residu yang tersisa pada tubuh korban. Petunjuk ini berguna untuk
pembanding dengan shotgun. Luka tembak yang disebabkan shotgun dengan sudut oblique akan
membentuk luka seperti anak tangga. Jaringan juga berperan serta dalam perubahan gambaran
luka karena adanya kontraksi otot.
Pada kasus mutilasi , luka penembakan terdapat pada dada dan ditemukan penetrasi tembakan
kerusakan berat pada pleura serta paru dan memakai senjata jenis SMITH & WESSON ( tipe SW
) kaliber 36 SW.
2. Metode SEM/EDS
GSR pada luka tembak tempel atau luka tembak jarak dekat pada kasus mutilasi Tol
Cikampek :
Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan
butir-butir mesiu.
Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan
lebih banyak mengambil warna biru (basofilik staining).
Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam
atau hitam kecoklatan.
Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada
permukaan kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit.
Gunshoot Residu ( GSR ) menggunakan metode Scanning Electron Microscopy ( SEM /
EDS ) memiliki kemampuannya untuk memperoleh informasi baik morfologi dan komposisi
unsur partikel . Sistem SEM / EDS yang otomatis menganalisis data GSR dengan komputer
SEM . Saat ini , teknik utama yang digunakan untuk mendeteksi GSR .
Scanning Electron Microscopy / Energi Dispersif Spektroskopi ( SEM / EDS )
Analisis ini dapat mendeteksi jumlah jejak timbal ( Pb ) , barium ( Ba ) , dan antimony ( Sb )
dalam sampel , turun ke kisaran nanogram. Namun, hasil analisis GSR hanya membuktikan
bahwa Pb , Ba , dan Sb menunjukkan hasil positif dari sampel tanpa menghubungkan mereka ke
sumber tunggal. SEM dapat menganalisis partikel – partikel dasar dan mempertahankan
karakteristik partikel . SEM dapat mengikat kehadiran Pb, Ba, dan Sb ke partikel tunggal. Selain
itu, SEM mampu mendeteksi ke partikel mikro GSR pada seluruh sampel dengan tingkat
sensitivitas yang tinggi. Oleh karena itu SEM dapat menunjukkan hasil positif yang lebih nyata.
Ketika menganalisis bahan , yang terbaik adalah menggunakan instrumen yang paling cocok
untuk materi / sampel . Pada kasus mutilasi Tol Cikampek, instrumen yang digunakan adalah
SEM, karena memuat hasil analisis GSR , termasuk pembesaran , pencitraan , komposisi , dan
otomatisasi partikel. Meskipun SEM terkenal karena kemampuan pembesaran yang tinggi , juga
berfungsi pada pembesaran rendah diperlukan untuk beberapa aplikasi . Misalnya, dalam GSR
analisis sampel umumnya scan pada perbesaran 100 × . Dibandingkan dengan mikroskop optik ,
kedalaman fokus yang jauh lebih besar pada SEM dan karena seluruh partikel tetap dalam
keadaan fokus . SEM dapat dilengkapi dengan dua model . Model electron sekunder
menghasilkan gambar dengan penampilan tiga dimensi . Backscattered electron mode
menghasilkan gambar yang berhubungan kecerahan pada komposisi dan berguna untuk
diferensiasi fase umum . SEM dilengkapi dengan analisa X - ray dan EDS , juga disebut sebagai
EDX ( untuk analisis dispersif energi sinar- X ) , yang memberikan informasi tentang komposisi
unsur dari bahan yang dianalisis . Berbeda dengan prosedur analisis kimia , hasil analisis kimia
yang diperoleh SEM pada volume yang sangat kecil (µm) . Dengan cara ini , unsur-unsur yang
terkait satu sama lain dalam senyawa kimia dapat diidentifikasi. Prosedur analisis citra dapat
diterapkan ke data digital untuk mengidentifikasi " fitur , " benda-benda yang baik terang atau
lebih gelap dari matriks sekitarnya . Kombinasi pencitraan backscattered elektron , EDS , dan
control komputer memungkinkan sampel yang akan dianalisis secara otomatis . Obyek dapat
diamati dan dijelaskan dalam hal bagaimana mereka berinteraksi dengan energi . Oleh karena itu,
kami akan membagi pembahasan kita menjadi tiga komponen : sumber energi , interaksi energi
dan spesimen , dan mendeteksi efek interaksi itu.
Bukti berupa sarung tangan tenunan berserat ( Gambar 2 ) yang dipakai pelaku dalam
menembak menggambarkan penampilan partikel GSR terperangkap dalam serat kain. Sarung
tangan dipakai di tangan menembak ditempatkan dalam SEM dan dipindai secara manual untuk
menemukan daerah dengan populasi terberat partikel GSR ( Gambar 3 ) . Kawasan itu dipotong
dari sarung tangan dan ditempatkan datar di panggung SEM untuk pemeriksaan . Prosedur ini
dilanjutkan dengan kemungkinan item tertentu pada pakaian mungkin telah terkena GSR .
Setelah senjata telah diidentifikasi selanjutnya adalah mengisolasi daerah potensi tinggi GSR .
Sebuah Kit ( Double tape standar SEM GSR jenis samplers disiapkan ) dianalisis menggunakan
SEM dalam modus variabel tekanan . Dua ratus tiga puluh ( 230 ) partikel ditandai sebagai
potensial partikel GSR di sisi belakang kanan sampel . Delapan partikel diklasifikasikan sebagai
karakteristik GSR ; empat partikel diklasifikasikan sebagai GSR dengan komposisi Pb - Ba - Sb .
Total Analisis waktu adalah 59 menit , 43 s . Gambar 3.9 menggambarkan partikel khas yang
dikonfirmasi sebagai GSR .
Gambar 2. Anyaman serat sarung tangan yang dikenakan selama penembakan korban
( A ) dan setelah yang dipotong untuk analisis ( B ).
Gambar 3. gambar BE ( A ) dan EDS spektrum ( B ) partikel pada sarung tangan .
Kedua partikel komposisi untuk GSR ( Pb , Ba , Sb )
Gambar 4. Penyisipan sarung tangan ke dalam ruang SEM untuk pemeriksaan oleh
variabel tekanan SEM.
3. Pemeriksaan Kimiawi
Pada “black gun powder” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfis, sulfat,
karbonat, tiosianat dan tiosulfat. , Pada “smokeles gun powder” dapat ditemukan nitrit dan
selulosa nitrat. Pada senjata api yang modern, unsur kimia yang dapat ditemukan ialah timah,
barium, antimon, dan merkuri. Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari peluru
sendiri dapat di temukan ialah timah, antimon, nikel, tembaga, bismut perak dan thalium.
Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap didalam atau di sekitar luka.
Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang menggenggam
senjata.
a. Uji difenhidramin
Uji difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan spektrofotometri terhadap Sb
pada tangan tersangka pelepas tembakan, terutama pada senjata jenis revover merupakan salah
satu cara pembuktian terhadap pelaku penembakan.
b. Uji Parafin
Uji tradisional yang mata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez, yang menggunakan
parafin), yang menggunakan parafin cair untuk mengambil residu dari tangan dan kemudian
menambahkannya dengan diphenylamine. Tes parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik,
sebab hanya mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat memberikan
hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan, pupuk, atau obat-obatan.
c. Tes Harrison & Gilroy
Menggunakan kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya dengan tes
parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi adanya unsur logam
mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu harus diperhitungkan apakah pekerjaannya
berkaitan dengan logam-logam tersebut.
Dari hasil analisis barang bukti , kesimpulan yang didapatkan antara lain :
1. Hasil analisis DNA dengan PCR hasil positif didapat pada analisis DNA pada rambut
korban dan darah pada senjata pembunuh.
2. Senjata yang digunakan adalah jenis SMITH & WESSON ( tipe SW ) kaliber 36 SW.
3. Hasil analisis menggunakan SEM/EDS dan uji kimiawi diketahui bahwa residu
positif Pb – Ba - Sb
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, D., Speer Reloading Manual No. 11, Omark Industries, Inc., Lewiston, ID, 1987
Bruce, B. (Eds.). 1997. Genome Analysis, a laboratory manual. vol 1 (Analyzing DNA). USA:
Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Frost, G. E., Ammunition Making — An Insider’s Story, National Rifle Association,
Washington, D.C., May 1990, 47–69.
Innis, M.A.(Eds.). 1990. PCR Protocols a Guide to Methods and Applications. California:
Academic Press, Inc.
Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR. UK: Bios Scientific Publisher.
Rammage, C., Kenneth, Lymans Reloading Handbook, 46th ed., Lyman Publications,
Wrobel, H. A., Millar, J. J., and Kijek, M., Identification of ammunition from gunshot
residue and other cartridge related materials — a preliminary model using .22 caliber
rimfire ammunition, J. Forensic Sci. 43 (2), 324, 1998.
Waters, D., Pet Loads, 3rd ed., Wolfe Publishing Co., Prescott, AZ, 1980.
INVESTIGATOR : NI PUTU RUSMA EVA ARISTA (NIM: 1108105037)
Nama Bukti Fisik : Gigi geligi , luka membusuk dan pola tusukan atau potongan tubuh mayat
Topik Kasus : Mutilasi Tol Cikampek
Kelompok : 10
Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa identitas. Ke
enam potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi rambut, dada
dan tangan sebelah kiri. Setelah dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM ( Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo). Dari barang bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah menentukan
identitas personal dari korban melalui bukti fisik gigi , bukti ini dapat digunakan sebagai analisis
dalam identifikasi ras , jenis kelamin , DNA dari jaringan sel dalam rongga , rekonstruksi wajah
dari tulang rahang. Pada kasus ini bukti fisik yang dianalisis adalah luka yang sudah membusuk
pada tubuh korban yang berguna untuk menetukan waktu kematian korban, dan dari luka
tersebut dapat di analisis benda atau senjata yang digunakan untuk membunuh korban.
A. Pemeriksaan Gigi Geligi
Pada mayat mutilasi dengan tubuh yang sudah terpisah-pisah dengan metode asam
aspartat . Asam aspartat telah digunakan untuk memperkirakan usia berdasarkan adanya senyawa ini
pada lapisan dentin gigi manusia. Teknologi ini digunakan pada bidang gigi forensik yang berasal dari
penelitian paleontologi terhadap fosil tulang dan kerangka. Sebagian besar protein dalam tubuh kita
mengandung L-amino acid, dimana D-amino acid tersebut terkandung dalam tulang, gigi, otak, dan lensa
mata. D-amino acid dipercaya dapat memperlambat proses metabolik dan memperlambat laju
pembusukan. Asam aspartat mempunyai kecepatan pembentukan paling tinggi dari semua asam amino.
Tahun 1976, Helfman dan Rada menggunakan informasi ini untuk memperkirakan usia dengan
membandingkan rasio D : L aspartic acid dalam gigi pada 20 subjek dengan hasil bagus (r = 0,979). Rasio
D : L yang tinggi didapatkan pada usia muda dan semakin turun dengan bertambahnya usia, yang diduga
karena perubahan lingkungan. Tahun 1985, Origano dkk melaporkan kegunaan aspartic acid pada
bidang gigi forensik untuk menentukan usia pada saat meninggal. Tahun 1990, Ritz dkk melaporkan
bahwa banyaknya asam aspartat pada dentin dapat digunakan untuk menentukan saat kematian, dan
menyimpulkan kalau metode ini dapat memberikan penentuan umur yang lebih akurat dibanding
parameter umur yang lain. Untuk penentuan usia digunakan persamaan linear sebagai berikut :
Ln(l+D/L) / (1-D/L) = 2.k(aspartat).t + konstanta
Ket : k = first order kinetik
t = usia sesungguhnya
Tahun 1991, Ohtani dan Tamamoto mempelajari hubungan asam aspartat ini dengan
menggunakan potongan gigi secara memanjang, dengan hasil yang lebih bagus (r = 0,991). Gigi
yang digunakaan adalah gigi seri tengah dan premolar 1 bawah. Mereka menemukan
memperkirakan umur yang lebih baik dengan cara memecah fraksi Asam Amino Total (TAA) ke
dalam fraksi kolagen yang tidak larut (1C) dan fraksi peptide yang terlarut (SP). Jika
dibandingkan dengan pemeriksaan asam amino total atau fraksi kolagen yang tidak larut, maka
fraksi peptida yang terlarut memiliki kadar asam aspartat dan glutamin yang lebih tinggi. Ohtani
dan Yamato menyimpulkan ada korelasi yang bagus antara Asp D/L dengan usia yang
sesungguhnya yang dinyatakan dengan rumus linier 1C dan SP serta TAA, dan SP nampaknya
mampu memberikan perkiraan usia yang lebih dapat diandalkan karena tingkat pembentukannya
yang tinggi hampir 3 kali lipat daripada TAA.( Jagmahender S. 2008)
Teknik ini diharuskan memotong gigi secara memanjang, membuang pulpa dentis,
mencuci dengan asam chlorida 0,2M, air suling (3x), ethanol dan ether (masing-masing 5 menit)
kemudian hancurkan dalam mortir sampai halus. Tambahkan 1 ml HCl 1M ke dalam 10 mg
serbuk yang telah halus ini, kemudian disentrifuge pada kecepatan 5000 rpm selama 1 jam pada
suhu 5ºC. Campuran tersebut kemudian dihitung dengan teknik gas chromatography yang
memakai derivat N-terfluoroacetyl isopropyl ester dan gas pembawa Helium. Ketelitian metode
ini adalah 3-4 tahun dari usia yang sesungguhnya. (Jagmahender S. 2008)
Pemeriksaan Luka Membusuk
Dalam bidang forensik identifkasi ini disebut entomologi forensik yang menggunakan
serangga untuk mengetahui lama waktu kematian suatu mayat. Dalam kasus mutilasi ini
digunakan 2 metode yaitu , Using successional waves of insects dan Maggot Age and
Development. Metode Using successional waves of insects adalah melihat lama waktu kematian
dengan mengidentifikasi serangga yang ada pada mayat tersebut. Serangga yang menyukai
mayat yang sudah/setengah membusuk, salah satunya Piophilidae yang datang ke mayat setelah
terjadi proses fermentasi. Secara kronologis, jika ada mayat yang mati dan masih baru, serangga
yang menyukainya akan langsung menuju mayat tersebut, melakukan reaksi enzimatis pada
mayat tersebut (dapat berupa proses fermentasi) dan apabila sudah selesai, maka gelombang
serangga yang berikutnya akan datang, dan melakukan reaksi enzimatis pula, begitu seterusnya.
Maggot Age and Development (Perkembangan Belatung)
Dengan adanya telur, larva, pupa, maupun imago pada mayat tersebut, dapat diketahui
berapa lama waktu meninggal pada mayat tersebut, karena pada serangga, tiap perubahandari
satu fase ke fase lain mempunyai waktu-waktu tertentu yang pasti, sehingga
dapatmengidentifikasi mayat dengan metode tersebut. Walau tetap terdapat kemungkinan tidak
akurat karena adanya berbagai faktor, salah satunya perpindahan yang menyebabkan perbedaan
suhu yang berimbas pada metabolisme perkembangbiakan serangga tersebut. ( Jason HB.diakses
2012)
Seperti halnya membandingkan hasil DNA primer pada korban dengan hasil DNA
sampling pada barang bukti . Identifikasi karakteristik yang sama juga digunakan pada larva
untuk mencoba mengkonfirmasi keberadaan mayat mayat sebelum di TKP . Isi DNA dari tubuh
larva para lalat atau belatung pada bagian tubuh mayat di Tol Cikampek dan lokasi kejadian
terduga (Rumah Benget Situmorang) dianalisis bersama sama sebagai sebuah perbandingan
untuk menegaskan bahwa kedua sampel DNA tersebut berasal dari sumber yang sama.(
http://www.emedicine.medscape.com diakses 2012, November 30 )
Langkah- langkah Forensik Entomologi
a. Peralatan Entomological yang diperlukan termasuk plastik atau polikarbonat, sekrup -top
guci sampling untuk kedua spesimen yang diawetkan, botol pembunuhan mengandung
etil asetat , label / spidol non-permanen , kuas cat, jaring entomologis dan agen
membunuh larva , seperti seperti air mendidih , dan pengawet serangga . Sejumlah
pengawet bisa digunakan , termasuk 70-80 % alkohol , KAAD dan Kahle Solution .
b. Sebagian larva juga harus dibiarkan dalam keadaan hidup , idealnya pada suhu kamar ,
tidak beku atau dingin saat belatung atau larva yang disimpan . Tabung kaca sampel
terdiri dari yang sampel yang diawetkan dan hidup , setiap bagian pada tubuh yang
diperiksa, Larva dapat dibunuh dengan ditenggelamkan selama 30 detik dalam air
mendidih . Habitat umum yang terdapat di TKP harus didata. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah , apakah tubuh telah dibungkus atau ditutupi dalam beberapa cara
(Plastik pada potongan tubuh bagian kepala) , kemiringan tanah pada semak atau jalan tol
cikampek, sifat vegetasi dan deskripsi habitat secara umum , bersama dengan foto-foto
yang terkait, dan suhupada tol cikampek dan lokasi pembunuhan juga harus dicatat ,
bersama dengan tingkat cahaya atau shading di lokasi kejadian .
c. Menangkap beberapa kelompok serangga terbang (ex. lalat) dan serangga merangkak (ex.
kumbang) pada lokasi kejadian.
d. Mengalisis siklus pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga dan larva, untuk
mengetahui perkiraan waktu kematian mayat korban mutilasi .
1. Saat menghembuskan nafas terakhir , belatung dapat memberikan kontribusi untuk perkiraan
waktu kematian. Caranya memeriksa alat pernafasan belatung, sebab alat pernafasan ini terus
mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Tentu saja yang bisa mengetahuinya adalah para
ahli forensik.
2. Perpindahan mayat, belatung dapat membantu menentukan apakah lokasi ditemukannya mayat
sama dengan lokasi kematian. Caranya mencocokkan jenis belatung atau serangga lain yang
ditemukan di tubuh mayat dengan tipe lalat atau serangga lain yang hidup di sekitar lokasi
ditemukannya mayat.
3. Mencari Penyebab Kematian, Caranya bagian tubuh mayat yang menjadi tempat paling favorit
berkumpulnya belatung merupakan sebuah petunjuk penting. Belatung umumnya paling
menyukai hidup dibagian mata, hidung, telinga, mulut. Intinya bagian berlobang dari tubuh,
karena belatung suka kegelapan di lubang. (http://www.scienceinschool.org .diakses2012,
November 30)
Hasil analisis diperoleh perkiraan kematian oleh kedokteran forensik pada mayat kasus
mutilasi tol cikampek sekitar 3 – 5 hari , dilihat dari pembusukan mayat dan rambut yang mulai
terlepas dari kulit kepala.
Dari hasil analisis barang bukti , kesimpulan yang didapatkan antara lain :
4. Hasil analis dengan metode Asam Aspartat diperkirakan korban berumur 32 tahun
5. Hasil analisis terhadap luka pembusukan, diperkirakan mayat korban dibunuh 3 – 5
hari sebelum ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Jagmahender S. Sharma BR. Forensic Ondotologi: A Supplement to Forensic Death Investigation.
India; 2008; p 26-31.
Jason HB. Stephen JC. Forensic Entomology[online]. Cited on 2012, November 30. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com
Martin H. Amoret B. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012, November 30. Available from :
http://www.scienceinschool.org
INVESTIGATOR : PUTU YULIANTARI (1108105040)
Nama Bukti Fisik : 6 (enam ) Potongan Tubuh Korban Mutilasi, Sidik Jari korban, Urine
tersangka yang diduga mengandung narkotika.
Topik Kasus : Analisis Forensik pada Kasus Mutilasi Tol Cikampek
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa
identitas. Ke enam potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi
rambut, dada dan tangan sebelah kiri. Setelah dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM
( Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) . Pengrebekan rumah tersangka oleh kepolisian di jalan
Bungur Raya, RT11/06, KP Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur dan ditemukan lagi angkot
dengan Nomor Polisi B 2316 PG. Dari barang bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah
menentukan identitas personal dari korban melalui tes Serologik pada rambut korban dan analisis
sidik jari korban serta menentukan narkotika yang dikonsumsi tersangka.
A. Analisis Sidik Jari
Analisis sidik jari dilakukan untuk mengetahui sisik jari korban pada kasus mutilasi tol
cikampek. Pada kasus ini ditemukan sidik jari pada tubuh korban yang digunakan untuk
mengetahui identitas korban.
Cara mengidentifikasi sidik jari korban
- Potongan tangan kanan dan tangan kiri diambil pola sidik jarinya . Bila jari-jari mayat
menggenggam, jari-jari tersebut ditarik sehingga menjadi lurus lalu dilakukan
pengambilan dengan sendok mayat.
- Jika jari-jari tersebut sulit diluruskan, sayatlah bagian dalam jari pada ruas kedua
sehingga jari dapat diluruskan, lalu pengambilan dilakukan dengan sendok mayat. Untuk
ibu jari sayatan dilakukan antara ibu jari dan telunjuk. Jika mayat sudah mulai membusuk
(awal dekomposisi), biasanya kulit ari mulai terlepas. Bila keadaanya demikian maka
dilakukan dengan cara pemeriksaan kulit jari tersebut apakah masih baik atau ada bagian
yang rusak.
- Bersikan kulit jari tersebut dengan hati-hati. Kulit dipasang dalam jari petugas sehingga
pengambilannya dapat dilakukan. Jika kulit jari tersebut mudah terlepas sama sekali, kulit
jari dioleskan tinta kemudian dijepit diantara dua kaca dan difoto.
- Hasil olesan tinta pada jari di tekankan pada kertas untuk disimpan dan dibandingkan
dengan sidik jari korban dengan sidik jari di kartu identitas. (Aris, 2011)
Cara mencocokan sidik jari pada korban dengan sidik jari pada kartu identitas.
- Sidik jari yang dicurigai diletakan berdampingan dengan sidik jari yang diketahui pada
finger print comparator kemudian dengan menggunakan peralatan tersebut segeralah
membandingkan kedua sidik jari tersebut. Pemeriksaan perbandingan harus selalu dimulai
dari sidik jari laten (sidik jari yang dicurigai) ke sidik jari yang diketahui, jangan
sebaliknya.
- menentukan apakah kedua sidik jari tersebut mempunyai bentuk pokok lukisan yang
sama. Bila bentuk pokok tidak utuh, perhatikan aliran garis-garis papiler antara kedua
sidik jari itu sama.
- Bila bentuk pokok lukisan kedua sidik jari tersebut berbeda, sudah pasti kedua sidik jari
tersebut tidak identik. Sehingga pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan.
- bila bentuk pokok lukisan atau papiler kedua sidik jari tersebut sama, pemeriksaan yang
rinci harus dilakukan lebih lanjut dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Menentukan salah satu galton detail pada sidik jari laten sebagai titik awal. Kemudian
periksalah galton detail yang sama pada sidik jari yang diketahui dan tentukan pula
sebagai titik awal.
Menentukan galton detail kedua, yang dekat titik awal pada sidik jari laten. Tentukan
pula galton detail kedua yang ini pada sidik jari yang diketahui. Perhatikan posisi,
serta hubungkan galton detail kedua ini dengan titik awal baik pada sidik jari laten
maupun sidik jari yang diketahui dengan interval garis kapiler harus sama. (Aris,
2011)
Kedua pola sidik jari tersebut dicocokan apakah memiliki kesamaan. Hasil pencocokan
maka sidik jari tersebut memiliki kecocokan pola yang sama dengan sidik jari danar sehingga
korban diketahui bernama Sri Danar, ia adalah istri tersangka.
B. Analisis Narkotika Pada Tersangka
Saat polisi melakukan penggrebekan dirumah tersangka ternyata dirumah tersangka
terdapat beberapa tanaman ganja sehingga tersangka perlu diperiksa urinnya untuk mengetahui
apakah tersangka telah menggunakan narkotika jenis ganja.
1. Analisis Ganja dan morfin
- Preparasi Sampel
a. Sampel urine diekstraksi dengan pelarut 2 propanol dan kloroform 1:1 .
b. Disonifikasi selama 2 jam, kemudian disentrifugasi selama 10 menit.
c. Fase pelarut dibagian bawah dipindahkan ke dalam cawan penguap kemudian
dibiarkan selama 60 menit sampai pelarut menguap dan dibilas dengan methanol
untuk dianalisa.
- Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan ini menggunakan Marquist Test dan Fast blue test Salt B.
Cannabinol dideteksi dengan menggunakan reagens Fast Blue Test Salt B menghasilkan
endapan ungu, Morfine dideteksi menggunakan Marquist Test yang juga menghasilkan
endapan ungu. Hal ini menunjukkan bahwa sampel positif mengandung cannabinol dan
morfin.
- Analisa GCMS
a. Digunakan Gas kromatografi (GC) Agilent digabung dengan Spektroskopi Massa
(MS) model 5890.
b. Kolom yang digunakan adalah HP 5 MS dengan 0,25 mm ID dan 0,25 μl ketebalan
film.
c. Gas pembawa Helium dengan laju konstan 1,5 ml/menit.
d. Model splitles dengan waktu 60 detik.
e. Temperatur injector = 250°C dan temperature interface 265°C.
f. Temperatur oven 150°C selama 2 menit dan meningkat menjadi 280°C dengan laju
(rate) 100C/menit.
2. Hasil kadar cannabinol dan morfin
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan GCMS bahwa didalam urin tersangka memang
betul mengandung narkotika jenis ganja (cannabinol) dan morfin. Hasil pengakuan tersangka
ternyata tersangka memang betul sering menggunakan narkotika jenis tersebut. (Muhammad,
2013)
C. Analisis Serologik Pada Rambut
Pemeriksaan serologik rambut dilakukan untuk mengetahui pencocokan golongan darah
korban mutilasi yang sudah setengah membusuk dengan anggota keluarga. Parasit tertentu dapat
memberikan perubahan struktur dari pada korteks dan medulla rambut. Unsur-unsur yang
merupakan komposisi rambut dapat ditentukan oleh Neutron Activation Analysis.
Cara penentuan golongan darah rambut :
- Ambil sehelai rambut, dicuci dengan aquadest dan kemudian dengan aceton. Setelah
dikeringkan, lalu dipotong-potong kira-kira dalam ukuran 1-2 cm. Kemudian semua
potongan dimasukkan dalam mortir, lalu digerus, supaya lapisan luarnya rusak.
- Gurusan rambut tersebut dimasukkan dalam 3 tabung reaksi.
o Tabung pertama ditambah dengan anti serum A
o Tabung kedua ditambah dengan anti serum B
o Tabung ketiga ditambah dengan anti serum H (O).
- Ketiga tabung tersebut didiamkan di dalam es (tempetatur 40c) selama satu malam.
Kemudian anti serum dibuang, lalu dicuci dengan Nacl dan ditempatkan pada suhu 560c,
selama 10 menit.
- Cairan dipindahkan ke tabung lian dan pada masing-masing tabung dimasukkan suspensi
erithrosit yang sesuai. Tunggu lima menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
1.000 putaran permenit, selama satu menit. Kemudian hasil dilihat dari adanya
aglunitasi. Hasil positif golongan darah terlihat aglutasi pada tabung tersebut. (Alfred,
2004)
Dari hasil analisis barang bukti , kesimpulan yang didapatkan antara lain :
6. Setelah digunakan sampel pembanding, diketahui sidik jari korban ialah bernama Sri
Danar (Istri Tersangka).
7. Hasil GCMS membuktikan bahwa tersangka positif menggunakan narkotika jenis
Cannabinol dan Morfin.
8. Golongan darah pada korban pembusukan dapat dilakukan dengan analisis serologic
pada rambut
DAFTAR PUSTAKA
Taufik Muhammad, dkk. 2013. Deteksi Narkotika Jenis Cannabinol dan Morfin dari Sampel
Urin Pengguna Narkotika : Jurnal Kimia, FMIPA, Universitas Sumatra Utara
Setyorahman Aris, WP. 2011. Kajian Implementasi Kewenangan Penyidik Untuk Melakukan
Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daskiloskopi dalam Pengungkapan Perkara
Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo : Skripsi Fakultas Hukum Unversitas Sebelas
Maret.
Satyo Alfred. 2004. Rambut Sebagai Alat Identifikasi. Universitas Sumatera Utara : Fakultas
Kedokteran , Bagian Ilmu Kedokteran Hakim
Top Related