BAB I
PENDAHULUAN
Menteri BUMN dalam berbagai kesempatan menyatakan untuk tidak memberikan
penekanan pada kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang menjadi
strategi terdepan pengelolaan BUMN selama lima tahun terakhir ini. Dalam Master Plan
Sebaliknya, orientasi atau fokus perhatian dari Kantor Kementerian BUMN dalam lima
tahun mendatang adalah bagaimana agar setiap BUMN berupaya untuk selalu terus
menerus menciptakan dan meningkatkan nilai (value creation and improving) perusahaan
agar mampu meraih keuntungan (profitabilitas) yang sebesar-besarnya dan mampu
meningkatkan kuantitas serta kualitas, baik produk dan layanan kepada konsumen dan
masyarakat. Ini menunjukkan bahwa restrukturisasi BUMN, sebagai salah satu kebijakan
pokok Kementerian BUMN, telah dipilih sebagai strategi utama untuk perbaikan kinerja
Beberapa pihak mengemukakan pesimismenya terhadap proses restrukturisasi yang
dipilih pemerintah untuk mengelola BUMN. Beberapa argumen yang terangkum adalah
proses restrukturisasi BUMN akan membutuhkan proses yang lama dan ongkos yang
besar, karena kurangnya dukungan politik yang kuat dan berkesinambungan,. Selain itu
tidak adanya keprihatinan (sense of crisis) pada pemilik saham dan manajer BUMN
tentang urgennya restrukturisasi BUMN yang merupakan prasyarat penting dilakukannya
restrukturisasi. Sedikitnya jumlah manajer Indonesia yang memiliki kompetensi
profesional merestrukturisasi perusahaan juga dikatakan akan menyulitkan proses
restrukturisasi BUMN. Restrukturisasi BUMN juga akan menumbuhkan perlawanan
sengit yang kemungkinan besar akan timbul dari pihak-pihak yang merasa dirugikan
dengan adanya restrukturisasi BUMN dan adanya pemimpin perusahaan yang
memanfaatkan proses restrukturisasi untuk kepentingan sendiri.
perusahaan-perusahaanmiliknegara.
Kekhawatiran-kekhawatiran tersebut cukup wajar melihat bagaimana pemerintah
memperlakukan BUMN selama ini, walaupun mungkin perlu dilakukan riset yang lebih
komprehensif untuk mendapatkan data pendukung untuk beberapa argumen yang
disampaikan. Selain itu argumen-argumen yang ada masih menyisakan pertanyaan
tentang alternatif strategi yang perlu dipertimbangkan Kementerian BUMN, baik untuk
memudahkan proses restrukturisasi tersebut maupun sebagai pengganti strategi
restrukturisasi itu sendiri. Kemudian, dalam keadaan Kementerian BUMN sudah berbulat
tekad untuk melakukan restrukturisasi BUMN, akan lebih baik jika kita memikirkan
langkah-langkah yang perlu dilakukan agar restrukturisasi perusahaan-perusahaan milik
negara tersebut dapat dilakukan dengan baik, daripada bersikap pesimis. Karena itu
tulisan ini mencoba membahas beberapa hal yang kiranya bisa dilakukan pemerintah
untuk menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran tersebut dalam merestrukturisasi
BUMN.
BAB II
PEMBAHASAN
I. BUMN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi
dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Badan Usaha Milik
Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang belum optimal. Sebagaimana termaktub
dalam Undang-Undang 19/2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah
kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan
terbatas lainnya. Konstelasi ekonomi-politik dalam skala global juga akan berkorelasi
dengan konteks nasional. Globalisasi adalah suatu tantangan terbesar bagi kemandirian
perekonomian nasional, khususnya BUMN dalam fungsinya menyelenggarakan
perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan ekonomi
hari ini adalah semakin mantabnya posisi liberalisme ekonomi yang ditandai dengan
semakin tingginya ketimpangan sosial masyarakat. Hingga dirasa peran BUMN menjadi
sangat krusial untuk melakukan suatu inovasi tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi
namun juga dalam pemerataan ekonomi nasional.
BUMN dalam segi bentuk, ada 2 macam :
a) Perusahaan Umum (Perum) à Public Corporation
· Memiliki tujuan sosial dan tujuan keuntungan (profit oriented) dengan
pembagian presentase tujuan 50-50 (fifty-fifty)
· Modal keseluruhan dimiliki oleh negara dan dipisahkan dengan APBN,
tetapi dipertanggungjawabkan secara tersendiri kepada Departemen
Keuangan dan tekhnis.
· Karyawan Perum sebagian merupakan PNS dan sisanya Perum diberikan
otonomi untuk merekrut pegawai perusahaan sendiri
b) Persero à State Company
· Modal sebagian saja dimiliki oleh negara , hanya ada aturan bahwa yang
harus dimiliki oleh negara adalah 51% dan sisanya dimiliki oleh non
pemerintah, yaitu 49%.
· Pegawai Persero tidak memiliki fasilitas seperti PNS pada umumnya,
diperlakukan seperti pegawai swasta biasa (ada UU yang mengatur)
· Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat
· Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Secara praktis peran BUMN adalah sebagai stabilitator, dinamisator, sekaligus
innovator dalam perekonomian nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa BUMN
merupakan salah satu instrument utama negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Senyampang dengan hal tersebut BUMN merupakan manifestasi dari suatu amanat
konstitusi, UUD 1945 pasal 33 ayat 2 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara”.
Secara statistik bila ditinjau dari jumlah BUMN sampai saat ini terdapat sekitar 139 yang
masih eksis.
Pertanyaan kemudian yang muncul adalah bagaimana BUMN mengalami kerugian
mengingat BUMN adalah instrument ekonomi nasional yang mampu memonopoli hajat
hidup orang banyak. Hal ini dikarenakan adanya missed management yang bermuara
pada nuansa politis yang masih menghinggapi BUMN.
Mengingat banyak BUMN yang kinerjanya kurang baik, maka BUMN perlu
diberdayakan secara optimal. Tujuan dari pemberdayaan BUMN tantara lain :
· Agar mampu berperan sebagai pendukung bangkitnya perekonomian nasional serta
dapat memberikan kontribusi kepada APBN (dividen dan pajak).
· Agar mampu berperan sebagai sarana dan prasarana untuk mencetak Sumber Daya
Manusia yang unggul terutama dalam kepemimpinan dunia usaha.
· Agar mampu berperan sebagai kekuatan penyeimbang (conterveiling power) terhadap
kekuatan ekonomi yang telah ada, melalui aliansi strategis dengan pihak lain pada
tingkat nasional maupun internasional, termasuk dalam rangka kemitraan dengan Usaha
Kecil,Menengah dan Koperasi.
· Agar dapat mendayagunakan asset yang dikelola secara optimal, antara lain melalui
program restrukturisasi dan privatisasi secara transparan dan simultan.
Mengingat BUMN memegang peranan yang penting dan turut mempengaruhi kinerja
perekonomian nasional, maka BUMN perlu dikelola dengan efektif dan efisien
berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Hal lain yang juga perlu
diperhatikan adalah bagaimana BUMN mampu menjadi sokoguru perekonomian yang
berdasarkan pada falsafah Pancasila, utamanya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
selaras dengan pemerataan ekonomi. Solusi akan peningkatan kualitas BUMN adalah
berkaitan dengan proses restrukturisasi. Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk
menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.
Hal ini penting adanya guna peminimalisiran nuansa politis yang seringkali menjadi
permasalahan utama dalam pengelolaan di tubuh BUMN. Hingga nantinya BUMN
mampu mandiri sebagai instrument penggerak perubahan perekonomian
nasional yang lebih progresif dan produktif.
II. Restrukturisasi BUMN
Kalimat pertama dalam bukunya The Renewal Factor, Robert H. Waterman Jr.
mengatakan bahwa the constant is change. Yang tetap adalah perubahan. Namun
sayangnya banyak orang yang membenci perubahan, banyak orang takut terhadap
perubahan bahkan sebagian lagi tidur pada saat perubahan datang. Tanpa perubahan tidak
mungkin kita akan bertahan.
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang
merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan
guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat
beroperasi secara efisien, transparan, dan professional. Tujuan restrukturisasi adalah
untuk:
1. meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
2. memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
3. menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen
4. memudahkan pelaksanaan privatisasi.
Restrukturisasi meliputi:
a. restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor
dan/atau peraturan perundang-undangan;
b. restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
1. peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat
monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2. penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN
selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban
pelayanan publik.
Salah satu masalah yang menyebabkan BUMN di masa lalu kurang mampu menunjukkan
prestasi bisnisnya adalah kurang jelasnya arah kebijakan BUMN, hingga dibentuknya
Kementerian Negara BUMN (1998) dan diterbitkannya UU No. 19/2003 (tentang
BUMN) dirasa mampu mereduksi permasalahan yang ada dalam BUMN.
Dibentuknya Kementerian Negara BUMN adalah untuk lebih menegakkan peran
Pemerintah sebagai kuasa pemegang saham/pemilik BUMN yang terpisah dengan peran
Pemerintah sebagai regulator. Sedangkan UU No. 19/2003 telah mendikotomikan
peran antara
pemilik, regulator supervisor dan operator. Untuk bank BUMN, misalnya pemilik adalah
Pemerintah melalui Menteri BUMN, regulator dan supervisor adalah Bank Indonesia, dan
bagi yang sudah go public, supervisor lain adalah Menteri Keuangan melalui Badan
Pengawasan Pasar Modal, sedangkan operator adalah Dewan direksi yang diawasi oleh
Dewan Komisaris. Dengan adanya dikotomi ini, maka intervensi politik dan birokrasi
semakin dapat diminimalisir akan berdampak pada profesionalisme manajerial BUMN
yang semakin optimal.Kebijakan pemerintah dalam restrukturisasi BUMN didorong oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi organisasi dalam
kinerja BUMN itu sendiri dan keuangan Negara yang tidak menggebirakan. Sedangkan
faktor eksternal yang menjadi pendorong restrukturisasi BUMN adalah pendirian dan
aktivitas organisasi bisnis internasional serta regional yang menetapkan prinsip-prinsip
pasar bebas dalam bisnis global.
Sedangkan tujuan go-public sebagai salah satu bentuk restrukturisasi BUMN di Indonesia
adalah untuk :
i.Meningkatkan penerimaan Negara yang digunakan untuk mempercepat pelunasan
hutang luar negeri dengan beban bunga komersil dan untuk meningkatkan penerimaan
BUMN yang akan digunakan untuk membiyai investasi baru.
ii.Meningkatkan efisiensi dan daya saing BUMN dipasar.
iii.Mendorong pertumbuhan pasar modal dalam negeri. Progam restukturisasi BUMN
sebagai salah satu upaya pemerintah untuk membenahi BUMN agar pengelolaanya
sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Pasal 33
undang-undang dasar 1945 sebagai pedoman dalam sistem ekonomi nasional bukanlah
suatu prinsip atau ketentuan yang berdiri sendiri, melainkan sangat erat dengan prinsip-
prinsip lainya terutama dengan masalah kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pasal 33
ditempatkan bersama dengan pasal 34 di dalam bab tentang kesejahteraan sosial.
Kesejahteraan sosial merupakan suatu tujuan yang sangat erat dengan masalah
keadilan sosial seperti yang dimaksudkan oleh sila kelima pancasila dan asas-asas yang
secara konstitusional pada pembukaan undang-undang dasar 1945.
Restuktrurisasi BUMN merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menjadikan
BUMN sebagai sarana pemerintah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sesuai dengan yang dimaksud oleh sila kelima pancasila dan alenia keempat
pembukaan undangundang dasar 1945. Menurut Rawls, teori keadilan merupakan teori
yang paling komprehensif sampai saat ini. Menurut Rawls “keadilan adalah kejujuran.
Keadilan merupakan suatu nilai yang mewujudkan keseimbangan antara bagian-bagian
dalam kesatuan, dan antara tujuan pribadi dengan tujuan bersama, itulah yang disebut
dengan keadilan. Secara hipotesis teori Rawls ini dapat diaplikasikan dengan kondisi di
Indonesia. Dalam realitas terjadi ketimpangan dalam sektor ekonomi nasional, oleh
karena itu perlu diperbaiki. Oleh karena itu melalui restrukturisasi BUMN, secara ideal
merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk menata kembali sistem ekonomi nasional
yang dalam prakteknya tidak seimbang tersebut. Peran BUMN yang strategis dan jumlah
aset yang relatif sangat besar akan merupakan sarana yang dapat memungkinkan
penataan kembali sistem ekonomi nasional seperti yang dikemukakan oleg Rawls dengan
seruan untuk reorganisasi sebagai syarat untuk dapat menuju kepada suatu masyarakat
ideal yang baru. Sedangkan tujuan keadilan sosial ialah menyusun suatu masyarkat yang
seimbang dan teratur dimana semua warganya mendapatkan kesempatan untuk
membangun suatu kehidupan yang layak dan mereka yang lemah kedudukannya
mendaptkan bantuan seperluhnya. Pemerintah sebagai pimpinan Negara bertugas untuk
memajukkan kesejahteraan yang merata dan dalam rangka itu berhak dan berwajib untuk
menuntut kepada para warganya agar memberikan sumbangan mereka sesuai dengan
kemampuan mereka masing-masing.
Agenda dari setiap BUMN adalah bagaimana mampu survive dalam perubahan yang ada.
Restrukturisasi merupakan salah satu cara BUMN agar tetap eksis dalam menggerakkan
perekonomian nasional dengan cara penataan ulang secara mendasar.
Pertanyaan pokok sebelum membenahi tata kelola BUMN adalah apakah kita telah
benar-benar memahami BUMN dan mengapa BUMN menjadi demikian. Pertanyaan ini
sangat fundamental, mengingat upaya pembenahan BUMN tidak sepenuhnya berhasil
disebabkan tidak cukup mengetahui ke-BUMN-an itu sendiri. Bahkan, program
restrukturisasi BUMN akan menjadi bumerang tersendiri apabila tidak dipahami secara
mendasar. Restrukturisasi BUMN yang berhasil memerlukan strategi yang kontekstual.
Konteks BUMN yang strategis adalah budaya perusahaan, kepemimpinan, dan tugas atau
misi BUMN.
a. Budaya Perusahaan
Salah satu cara memahami BUMN adalah dengan membandingkan budaya kerjanya,
karena nilai budaya yang ada dalam organisasi perusahaan, secara signifikan ikut
menentukan keberhasilan pendayagunaan sumber daya manusia dalam pencapaian
tujuan bersama.
1) Orientasi Kerja. Dalam perusahaan swasta yang berorientasi hasil, pola manajerial
cenderung kepada kemampuan produktivitas pencapaian tujuan (manajement by
objective). Sedangkan di perusahaan BUMN kecenderungannya orientasi kerja
adalah prosedur. Hingga ada stigma di BUMN adalah birokrasi berbelit. Hal ini
berkaitan dengan pengambilan kebijakan yang kurang efisien dalam
mengeksekusi bahkan cenderung subjektif.
2) Cara Menghadapi Masalah. Pada perusahaan BUMN, budaya yang berkembang
adalah mengedepankan proses penyelesaian masalah daripada permasalahannya
sendiri. Konsekuensinya, kebijakan perusahaan menjadi lebih lambat, karena
setiap isu terjebak pada proses daripada substansinya.
3) Punishment. Hal ini berkaitan dengan nalar subjektifitas yang lebih diutamakan
daripada objektifitas pada mekanisme kerja BUMN. Penghargaan terhadap
karyawan lebih mengutamakan senioritas daripada kinerja yang telah dicapai.
4) Komunikasi. Pada perusahaan swasta, terdapat kecenderungan untuk menghargai
komunikasi yang terbuka, lugas dan apa adanya. Proses inovasi pun berasal dari
bottom – up sehingga berdampak pada kinerja perusahaan yang progresif.
Berbeda pada BUMN yang cenderung kaku, pun proses inovasi lebih mengarah
pada pola top – down sehingga akan berdampak pada keberlangsungan BUMN
semakin tertinggal dalam persaingan yang semakin global.
5) Kesetaraan. Watak paternalistik yang mengakar kuat di tubuh BUMN
menyebabkan sulit menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.
b. Kepemimpinan
Restrukturisasi akan lebih berhasil jika dimulai dari pemimpinnya, terlebih untuk
organisasi yang sedang menurun kinerjanya. Selain daripada BUMN membutuhkan
pemimpin berkualitas yang the right man in the right place, juga harus merubah nilai
paternalistik menjadi lebih “membumi”. Dalam hal ini kaum-kaum teknokrat akan
lebih berarti daripada kepemimpinan yang bersifat “karbitan” yang berbau nepotisme.
c. Misi BUMN Perusahaan swasta biasanya berkembang dengan cepat karena memiliki
tugas yang lebih sempit, yaitu menciptakan nilai dan memberikan laba. Terlepas dari
itu, mereka juga dituntut menjadi corporate citizen, yaitu menjadi warga negara yang
baik, dengan melakukan program corporate social responsibility. BUMN, sejak awal
didirikan mengemban tugas nasional – bukan tugas korporasional. Misalnya,
menyalurkan kredit bersubsidi (seperti BRI), menjaga ketersedian pupuk nasional
(seperti PUSRI), menjaga distribusi BBM (Pertamina), ketersediaan listrik (PLN), dan
lain-lain.Hal ini menjadi pekerjaan rumaha (PR) tersendiri bagi BUMN untuk
menyeleraskan kewajiban terhadap pelayanan publik dengan tugas eksistensialnya
sebagai perusahaan. UU No. 19/2003 pasal 12 dikatakan bahawa BUMN persero adalah
BUMN yang bertujuan menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sementara pada pasal 36 disebutkan bahwa maksud dan tujuan perum adalah
menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umumberupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat
berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Amanat undang-undang
tersebut sudah jelas kiranya untuk melaksanakan secara konsisten dan berkomitmen
terhadap rakyat. Saat ini, BUMN berjumlah 139 perusahaan. Tentu saja, tidak seluruh
BUMN menjadi unit usaha yang menguntungkan (profit making). Maka dari itu, perlu
dikelompokkan unit usaha yang berfungsi sebagai public service obligation (PSO),
seperti transportasi publik, rumah sakit,dan sebagainya. Selain itu, ada kelompok usaha
yang memang sangat strategis, seperti Perum Peruri (percetakan uang), Perum PNRI
(percetakan dokumen negara), PT Pindad (produsen senjata api).
Restrukturisasi kelembagaan harus dimulai dari pangkalnya, yaitu kementerian negara
BUMN. Selama ini, Kementerian ini memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu perumusan
kebijakan publik dan pengelolaan BUMN.
Agar tidak menimbulkan kerancuan, Kementerian Negara BUMN sebaiknya
memfokuskan diri pada perumusan kebijakan publik. Kementerian ini juga bisa menjadi
semacam “penghubung” dengan DPR dan lembaga lain yang terkait (juga dengan
masyarakat). Dalam kaitannya dengan strategi pembangunan nasional, dialah yang harus
menerjemahkan visi Presiden ataupun kebijakan Bappenas.
Idealnya, Menteri Negara BUMN berperan sebagai Kepala Badan yang bertugas
merumuskan kebijakan publik, mengembangkan secara strategis dan politis semua
BUMN. Tentu saja isu-isu terkait hukum dan kebijakan makro pengembangan BUMN
berada dalam ruang lingkupnya. Adapun urusan teknis operasional BUMN akan berada
di tangan para direksi perusahaan holding dan direksi setiap BUMN.
Restrukturisasi juga dilakukan dengan membentuk beberapa perusahaan holding.
Holding-holding tersebut dibentuk dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik
bisnis, skala usaha ataupun alasan-alasan keekonomisan lainnya. Untuk menampung unit-
unit usaha unggulan, misalnya, bisa dibentuk sebuah perusahaan holding dari kelompok
BUMN blue chips.Bisa juga kelompok usaha berbasis keuangan bersatu menjadi
perusahaan investasi yang membawahi bank, sekuritas, asuransi dan multifinance.
III. Holding Company Sebagai Alternatif Solusi Dalam Restrukturisas BUMN
Agar tujuan Reformasi BUMN (restrukturisasi) dapat diwujudkan maka salah satu cara
untuk mencapainya adalah dengan mengelompokan BUMN kedalam beberapa grup yang
dikenal dengan Holding Company. Dengan demikian perlu di mengerti dan diyakini
bahwa pembentukan Holding bukanlah tujuan tetapi hanya alat untuk mencapat tujuan
yakni pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan berdaya cipta tinggi.
Melalui pengelompokan BUMN kedalam Holding dimungkinkan terjadinya peningkatan
penciptaan nilai pasar perusahaan (market value creation) yakni usaha untuk melipat
gandakan nilai perusahaan yang ada saat ini. Disamping itu melalui Holding diharapkan
pula akan dapat meningkatkan keunggulan kompetitif. Karena akan memberikan fokus
dan skala usaha yang lebih ekonomis, mampu menciptakan corporate leverage sehingga
dapat meningkatkan bargaining position. Selain itu akan dapat pula menciptakan sinergi
yang optimal (melalui pendekatan vertical integration), dan harus mampu melakukan
rationalisasi perusahaan yang mempunyai value creation yang rendah.
Adapun bentuk dari holding adalah sebagai berikut:
1. Umbrella holding adalah pembentukan holding yang akan mengelola suatu
kelompok prusahaan yang berasal dari sektor yang berbeda misalnya Agroindustri
dan farmasi.
2. Focused holding yakni membentuk beberapa holding yang terdiri dari perusahaan
yang berasal dari satu sektor.
3. Roll-up adalah menggabungkan BUMN yang usahanya sama kedalam satu perusahaan.
4. Sedangkan status quo adalah tetap memelihara BUMN yang telah ada atas dasar
standalone karena tidak dapat digabungkan ke kelompok manapun. Sejalan dengan
tujuan pembentukan Holding, maka program ini akan memberikan
manfaat sebagai berikut: (1) Mendorong proses penciptaan nilai, market value creation
dan value enhancement. (2) Mensubstitusi defisiensi manajemen di anak-anak
perusahaan. (3) Mengkoordinasikan langkah agar dapat akses ke pasar internasional.
(4) Mencari sumber pendanaan yang lebih murah. (5) Mengalokasikan kapital dan
melakukan investasi yang strategis. (6) Mengembangkan kemampuan manajemen
puncak melalui cross-fertilization.
Suatu niat yang baik tentu selalu akan ada tantangannya (bukan hambatan). Demikian
pula dengan pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan berdaya cipta tinggi
melalui Holding, banyak pro dan kontra dilontarkan. Terutama oleh kelompok yang
belum pernah melakukan kegiatan bisnis secara nyata atau pihak yang belum mengetahui
konsep dan strategi program ini secara rinci. Bagi praktisi bisnis atau pebisnis rencana ini
sangat mudah dimengerti dan memang cara terbaik (meskipun bukan obat yang mujarab)
untuk menyelamatkan BUMN yang patut untuk diselamatkan.
Dan new business dimaksudkan membentuk perusahaan baru yang bergerak dibidang
usaha yang memang dibutuhkan oleh seluruh BUMN misalnya information technology.
Dari aspek legal masih perlu pula dikaji pengaruh ketentuan peraturan perundangan yang
baru terhadap beroperasinya Holding, misalnya Undang-undang Otonomi daerah,
Undang-undang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah ataupun Undang-undang
Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Tidak sehat. Dan untuk bentuk usaha
Holding sendiri apabila yang dimaksud adalah Strategic Holding atau Management
Holding saat ini belum ada peraturan perundangan yang mengaturnya dan belum diatur
dalam Undang-undang No. 1/1995 tentang Perseroan terbatas.
Pembentukan Holding telah pula menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya birokrasi
baru yang berarti menambah beban pembiayaan baru yang akan menciptakan high-cost
economy. Sesungguhnya pola Holding yang ditawarkan adalah justru untuk
menghilangkan prosedur birokrasi yang saat ini masih ada sedangkan untuk beban
overhead-nya sendiri akan dapat dikendalikan karena sebenarnya dalam Holding hanya
diperlukan antara 20 -30 orang saja tenaga-tenaga yang profesional dan memiliki visi
strategik kedepan. Dengan demikian kekhawatiran ini sebenarnya tidak perlu timbul
apabila menyadari bahwa kelemahan holding akan dengan mudah dipecahkan dengan
baik oleh suatu leadership yang kuat. Disamping itu berbagai keuntungan yang akan
diperoleh dari Holding pun tampak sangat jelas antara lain efisiensi usaha sebagai akibat
vertical-integration, cross-vertilization tenaga kerja khususnya eksekutif BUMN, prioritas
investasi untuk sektor yang lebih menguntungkan.
BAB III
PENUTUP
Restrukturisasi BUMN menjadi sebuah klise. Terlalu sering diulang-ulang, sehingga
justru kehilangan makna dan urgensi. Padahal, kompleksitas masalah membuat isu
restrukturisasi tetap menjadi sesuatu yang relevan sekaligus mendesak. Paling tidak, ada
dua alasan mengapa restrukturisasi BUMN menemukan kembali relevansinya. Pertama,
krisis finansial global telah membuat perdebatan “swasta” versus “negara” menjadi
aktual.
Sudah agak lama, kesadaran kita dibawa pada satu prinsip besar bahwa pengelolaan
swasta selalu lebih baik daripada negara. Maka, Let the free market do and let
government sleep. Namun, pengalaman krisis belakangan ini membuat negara
dibangunkan kembali dari tidurnya. Kedua, menghadapi Pemilu 2009, isu BUMN
menjadi salah satu topik hangat. Di tengah potensi kemiskinan dan pengangguran yang
semakin meningkat, kehausan akan peran BUMN juga menguat. Tampaknya, tak terlalu
sulit menggalang niat untuk sesegera mungkin melakukan restrukturisasi. Soalnya adalah
bagaimana dan mulai dari mana. Untuk memulai sesuatu, kita perlu berpikir apa tujuan
akhirnya. Tak terlalu salah kalau kita mengatakan tujuan akhir restrukturisasi BUMN
adalah meningkatkan daya saing. Visi Indonesia 2030 menargetkan ada 30 perusahaan
nasional yang masuk ke dalam Fortune Global 500. Rasanya, tak berlebihan jika di antara
sekian perusahaan tersebut, termasuk di dalamnya BUMN.
Kita perlu berkaca pada keberhasilan BUMN Malaysia yang tergabung dalam
perusahaan holding Khazanah Nasional Berhad dan BUMN Singapura di bawah naungan
Temasek Holdings. Fakta ini membuktikan perusahaan di bawah kepemilikan negara
sangat mungkin menjadi pemain besar di tingkat dunia. Kita perlu membedakan antara
“kepemilikan” dan “pengelolaan”. Meski kepemilikan tetap di tangan negara, tetapi
pengelolaan bisa tetap dilakukan secara profesional, sebagaimana layaknya perusahaan
swasta. Mungkinkah? Tentu saja, ada beberapa prasyarat kelembagaan yang harus
dipenuhi. Pertama, aparatur negara yang terkait dengan BUMN harus mengedepankan
prinsip governance (good public governance). Kedua, pada level unit-unit usaha sendiri,
harus selalu berorientasi pada penerapan prinsip good corporate governance.
Dengan penerapan sistem governance secara komprehensif, akan muncul struktur,
system dan prinsip yang baik, sehingga dalam jangka panjang akan muncul “budaya’ dan
“generasi” baru yang sejalan dengan peningkatan daya saing BUMN. Terkait dengan
struktur dan sistem, keberadaan BUMN selama ini tidak bisa dipisahkan dari sistem
kelembagaan birokrasi kenegaraan. BUMN berada di bawah Kementerian Negara diatur
oleh peraturan perundang-undangan yang kadang kala masih bertabrakan satu sama lain,
juga diatur oleh berbagai departemen teknis, dan berurusan dengan berbagai kekuatan
politik di DPR. Campur aduk ini membuat kinerja BUMN tidak bisa maksimal. Seorang
direktur sebuah BUMN misalnya, waktunya habis untuk acara seremonial serta melayani
kepentingan berbagai pihak (termasuk DPR), sementara waktunya untuk mengurusi
perusahaan menjadi sedikit. Saat ini, BUMN berjumlah 139 perusahaan. Tentu saja, tidak
seluruh BUMN menjadi unit usaha yang menguntungkan (profit making). Maka dari itu,
perlu dikelompokkan unit usaha yang berfungsi sebagai public service obligation (PSO),
seperti transportasi publik, rumah sakit, dan sebagainya. Selain itu, ada kelompok usaha
yang memang sangat strategis, seperti Perum Peruri (percetakan uang), Perum PNRI
(percetakan dokumen negara), PT Pindad (produsen senjata api). Gagasan ini
membutuhkan kemauan politik yang kuat, mengingat restrukturisasi BUMN adalah hal
yang kompleks. Selain ganjalan politik dan perundang-udangan di tingkat parlemen, ada
pula hal teknis yang menghambat, seperti persoalan pajak penggabungan perusahaan.
Belum lagi mengenai interpretasi Undang-Undang Kekayaan Negara yang mengandung
implikasi hukum cukup tinggi.
Pendek kata, tanpa ada kemauan politik yang kuat, cita-cita tentang BUMN yang berdaya
saing tinggi hanya tetap wacana. Upaya untuk mewujudkannya harus terus didorong,
hingga pada tujuannya, yakni BUMN yang berdaya saing tinggi, akan memberi manfaat
bagi kemakmuran bangsa.
BAB IVDAFTAR PUSTAKA
http://eprints.undip.ac.id/13784/1/2001MH648.pdf diakses pada tanggal 26 November 2011
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2006/09/04/19-tteg-bumn.pdf diakses pada 27 November 2011
http://mediadata.co.id/MCSIND-2010/Privatisasi-dan-Restrukturisasi-18-Besar-BUMN-Menuju-Go-Publik.pdf diakses pada 27 November 2011
http://www.madani-ri.com/wp-content/uploads/2009/06/paper-bumn-as-of-3-juni-2009_reformasi-kelembagaan-dan-penerapan-governance-menuju-bumn-berdaya-saing-global_.pdf diakses pada 27 Novemeber 2011
Top Related