RESISTENSI GULMA RUMPUT Axonopus compressus, Eleusine indica,
dan Ottochloa nodosa ASAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
LAMPUNG SELATAN TERHADAP GLIFOSAT
( Skripsi )
Oleh
Novia Dwi Anjani
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
RESISTENSI GULMA RUMPUT Axonopus compressus, Eleusine indica,
dan Ottochloa nodosa ASAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
LAMPUNG SELATAN TERHADAP GLIFOSAT
Oleh
Novia Dwi Anjani
Resistensi terhadap herbisida merupakan suatu keadaan tumbuhan tetap bertahan
hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya mematikan
spesies tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji resistensi gulma Axonopus
compressus, Eleusine indica, dan Ottochloa nodosa yang berasal dari perkebunan
kelapa sawit Lampung Selatan terhadap herbisida glifosat. Rancangan yang
digunakan yaitu Split plot dengan 5 ulangan. Terdiri dari dua faktor, faktor
pertama adalah asal gulma, yaitu gulma terpapar glifosat lebih dari 30 tahun dan
gulma yang tidak terpapar glifosat. Faktor kedua adalah tingkatan dosis bahan
aktif herbisida glifosat yaitu dosis 0, 480, 960, 1.920, 3.840, 7.680, 15.360 g/ha.
Penelitian ini diterapkan secara terpisah pada masing-masing gulma Axonopus
compressus, Eleusine indica, dan Ottochloa nodosa. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan nilai ED50 (Median Effective Dose) gulma Axonopus compressus,
Eleusine indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar glifosat masing-masing
407.28, 551.20, 427.42 g/ha, sedangkan untuk gulma yang tidak terpapar memiliki
nilai masing-masing 240.01, 249.90, 291.63 g/ha, artinya gulma yang terpapar
Novia Dwi Anjani
glifosat memerlukan dosis lebih tinggi untuk teracuni 50% dibandingkan gulma
yang tidak terpapar glifosat. Nilai LT50 (Median Lethal Time) gulma Axonopus
compressus, Eleusine indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar glifosat
memiliki nilai yang lebih rendah disemua dosis dibandingkan dengan gulma yang
tidak terpapar glifosat artinya gulma terpapar glifosat membutuhkan waktu lebih
lama untuk teracuni dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar glifosat.
Nilai Nisbah Resistensi (NR) gulma Axonopus compressus, Eleusine indica dan
Ottochloa nodosa yang terpapar masing-masing adalah 1.70, 2.21, dan 1.5, maka
gulma Axonopus compressus dan Ottochloa nodosa masih belum menunjukkan
adanya resistensi terhadap glifosat, sedangkan gulma Eleusine indica sudah
mengalami resistensi rendah.
Kata kunci : gulma, glifosat, resistensi
RESISTENSI GULMA RUMPUT Axonopus compressus, Eleusine indica,
dan Ottochloa nodosa ASAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
LAMPUNG SELATAN TERHADAP GLIFOSAT
Oleh
Novia Dwi Anjani
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
hdul Skripsi
\- -..-_.- r r^t-.-.-:.-----I \ dr I ld lvl<uLlDls w4
Nomor Pokok Mahasiswa
Jwusan
Fakultas
RESISTENSI GfIt,MA RUMPLIT Axonopascompressus, Eleusine indica, llan Ottochloanodosa ASAL PERKEBUNAN KELAPASAWIT LAMPUNG SELATAII TERIIADAPGLIFOSAT
+b"'t" So'i 4Ettsni
l4t4t2tt79
Agroteknologi
Pertanian
MEI\IYETUJIII
1. Komisi Pembimbing
Nanik Sriyani, M.Sc.I 1986032001
Dr. Hidaya.t Pujisiswanto, S.P", M.P.NIP 19751217200501rc04
2. Keftia .Trrnsan Agroteknologi
Prof. Dn Ir. Sri Yusnainio M.Sc.NIP 1963050819881 r2001
MENGESAEKAIY
l. Tim Penguji
Ke-tua Prof. Dr,Ir. Nanik Sriyani, M.Sc,
Sekretaris
PengujiBukan Pernbimbing : Dr.Ir. Rusdi Evizal, M.S.
i ? -- +iiiil#br.If.. h:wan Sukri Banuwa, M.Si.
Tanggal tulus l-ijian Skripsi : 19 Novemher 2018
2. Deka-n Fakulta-s Pertanian
SURAT PER}I"YATAAN
SaJ'a yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi saya yang
berjudul "RESISTENSI GULMA RUMPUT Axonopus compressu; Eleusine
indica, dan Ottochloa nodosaAsAl PERKEBTINAN KELAPA SAWIT
LAMPLTNG SELATAN TERHADAP GLIFOSAT" merupakan hasil karya
sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain. Semua hasil yang tertuang
dalam skripsi ini telah mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah Universitas
Lampung. Bila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil
salinan atau dibuat oleh orang lain maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Bandar Lampung, Desember 2018
'oidwiAnjani
t414121179
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 November 1996 di Gunung Sugih Lampung
Tengah. Penulis berasal dari keluarga dengan 6 anggota keluarga yaitu orang tua,
Bapak Ngatiman dan Ibu Narti, serta kakak Hendra Rohmatullah S.Pd dan ke dua
orang adik yaitu Dania Lingga Pertiwi dan Akbar Setiawan. Penulis memulai
pendidikan di SD N 1 Gunung Sari pada tahun 2002, pada tahun 2008 penulis
diterima di SMP N 2 Punggur, dan dilanjutkan menempuh pendidikan tingkat
sekolah menengah atas di SMA N 1 Gunung Sugih pada tahun 2011.
Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi.
Selama menjadi mahasiswa agroteknlogi, penulis aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan tingkat fakultas yaitu FOSI dan organisasi tingkat Universitas
yaitu KOPMA, UKM Penelitian, Tapak Suci, dan organisasi eksternal KMNU.
Bismillahirrohmanirrohim
Dengan Penuh Rasa Syukur dan Bangga, Aku Persembahkan Karyaku Ini Kepada:
Kedua Orangtuaku Tercinta Bapak Ngatiman dan Ibu Narti Kedua Orangtua Asuh Bapak Abdul Kadir Salam dan Ibu Nanik Sriyani
Kakakku Tersayang Hendra Rohmatulloh Beserta Istri Siti Aisyah Kedua Adikku Tercinta Dania Lingga Pertiwi dan Akbar Setiawan
Kakek Gito Wiyono Dan Alm. Timan Serta Nenek Alm. Salinem Dan Parti Mas Anim Alamsyah
Serta Seluruh Keluarga dan Sahabat
Sebagai Bukti dan Tanda Terima Kasihku Atas Doa Yang Selalu Terucap Untuk Kesuksesan dan Keberhasilanku Serta Semua Jasa dan Pengorbanan Yang Telah Diberikan Kepadaku
Selama Ini
Dan Untuk Almamaterku Tercinta
Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat
Qs An-Naba:14-16
“Betapapun kekayaan yang dimiliki seseorang, keluasan wilayah kekuasaan, kehormatan, gelar, dan segala atribut yang dimiliki seseorang, tidak akan pernah bisa dimiliki selamanya.
Kematian akan mengakhiri kepemilikan itu.”Yusuf Mansur
Keindahan yang kita anggap keindahan, kebahagiaan yang kita anggap kebahagiaan, dan keberhasilan yang kita anggap keberhasilan, tidak ada artinya bila Allah tidak
menyukainya.”Yusuf Mansur
“Sesungguhnya dunia itu hina, barang siapa yang terus mengejar dunia maka bersiaplah untuk dihinakan oleh dunianya.” Novia Dwi Anjani
“kesuksesan akan didapatkan jika kita yakin, yakin ada Alloh SWT yang selalu disisi.” Novia Dwi Anjani
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ RESISTENSI GULMA RUMPUT Axonopus compressus,
Eleusineindica, dan Ottochloa nodosa ASAL PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT LAMPUNG SELATAN TERHADAP GLIFOSAT “.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat dan
menambah pengetahuan serta menambah wawasan bagi kita semua. Selama
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Sc selaku Ketua Jurusan Program Studi
Agroteknologi
3. Bapak Prof. Dr. Ir Setyo D. Utomo, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan
Program Studi Agronomi dan Hortikultura Universitas Lampung
4. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku dosen pembimbing 1 sekaligus
orang tua yang telah memberi banyak bimbingan dan masukan serta saran
kepada penulis baik dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P. selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan pengarahan, saran, bantuan, nasehat dalam melaksanakan
penulisan skripsi
6. Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S selaku dosen pembahas yang telah memberikan
pengarahan, saran, bantuan, nasehat kepada penulis dalam melaksanakan
penulisan skripsi ini.
7. Bapak Yohanes Cahya Ginting, Ir. M.S. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa membimbing dan memberi arahan kepada penulis.
8. Orang tua tercinta Bapak Ngatiman dan Ibu Narti yang selalu memotivasi
memberikan doa, kasih sayang, pengorbana, nasehat dan dukungan kepada
penulis selama ini.
9. Abah KH. M. Fahrurrizal S.Sos dan Umi Hj. Siti Fatimah selaku Orang Tua
sekaligus Guru di Pondok Pesantren yang selalu memberikan doa, restu, ridho
dan dukungannya kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan.
10. Mas Hendra Rahmatullah S.Pd, teteh Siti Aisyah A.Md, Dania Lingga Pertiwi,
Akbar Setiawan, Maridi, dan Juanah selaku kakak dan adik yang senantiasa
memberi arahan, semangat, dukungan, dan doa kepada penulis.
11. Mas Anim Alamsyah yang selalu memberikan motivasi serta membantu
penulis dalam melaksanakan penelitian dan proses penulisan skripsi
12. Santri putra dan santri putri pondok pesantren Darussa’adah yang senantiasa
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
13. Teman-teman satu penelitian resistensi Nawa, Mora, Kenny, dan Nisri yang
selalu siap membantu dan memberikan arahan kepada penulis dalam
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, tak lupa juga kepada Gede
yang selalu membantu penulis dalam melaksanakan penelitian
14. Sahabat dan teman-teman di Agroteknologi 2014 atas kebersamaan dan
persaudaraan selama ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekeliruan dan kekurangan
dalam penulis laporan Praktik Umum ini, akan tetapi penulis berharap tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Novia Dwi Anjani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
1.4 Kerangka Pemikiran.................................................................................. 5
1.5 Hipotesis ................................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
2.1 Kelapa Sawit ............................................................................................. 8
2.2 Gulma ...................................................................................................... 11
2.2.1 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Morfologi dan Botani ................. 12
2.2.1.1 Gulma golongan rumput (Grasses) ................................. 12
2.2.1.2 Gulma golongan teki (Sedges) ........................................ 13
2.2.1.3 Golongan gulma daun lebar (Broadleaves) ..................... 14
2.2.2 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Siklus Hidup ............................... 15
2.2.2.1 Gulma Semusim (Annual Weeds) ................................... 15
2.2.2.2 Gulma Dua Musim (Biannual Weeds) ............................ 15
2.2.2.3 Gulma Tahunan (Perennial Weeds) ................................ 16
2.2.3 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Habitat Tumbuh .......................... 16
2.2.3.1 Gulma Air (Aquatic Weeds) ........................................... 17
2.2.3.2 Gulma Daratan (Terestrial Weeds) ................................. 17
2.3 Axonopus compressus ............................................................................. 18
2.4 Eleusine indica ........................................................................................ 19
2.5 Ottochloa nodosa .................................................................................... 21
2.6 Glifosat .................................................................................................... 23
2.7 Resistensi Gulma .................................................................................... 24
2.7.1 Pengertian Resistensi ..................................................................... 24
2.7.2 Mekanisme Resistensi. ................................................................... 28
2.7.3 Sejarah Resistensi. ......................................................................... 28
ii
2.8 Masalah Gulma Resisten Herbisida ........................................................ 28
2.9 Pengujian Resistensi Gulma ................................................................... 30
2.10 Pengelolaan Terjadinya Resistensi ......................................................... 31
2.11 Kerugian Akibat Resistensi..................................................................... 32
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 34
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 34
3.2 Pointing map ........................................................................................... 34
3.3 Sejarah Lahan Gulma .............................................................................. 35
3.4 Bahan dan Alat ........................................................................................ 35
3.5 Rancangan Penelitian .............................................................................. 35
3.6 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 39
3.6.1 Persiapan Gulma Bahan Percobaan ............................................... 39
3.6.2 Penanaman Gulma Bahan Percobaan ............................................ 39
3.6.3 Aplikasi Glifosat ............................................................................ 41
3.6.4 Pengamatan.................................................................................... 42
3.6.4.1 Persen Keracunan ............................................................ 42
3.6.4.2 Tingkat Kehijauan Daun ................................................. 42
3.6.4.3 Bobot Kering Gulma ....................................................... 43
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 43
3.7.1 Kecepatan Meracuni ...................................................................... 43
3.8 Dosis Efektif (ED50) ................................................................................ 44
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 46
4.1 Gulma Axonopus compressus ................................................................. 46
4.1.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma Axonopus compressus ..... 46
4.1.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma Axonopus compressus ............... 50
4.2.3 Bobot Kering Gulma Axonopus compressus ................................. 61
4.1.3 Nilai Gulma LT50 Axonopus compressus terhadap Glifosat .......... 53
4.1.4 Nilai ED50 dan NR Axonopus compressus terhadap glifosat........ 54
4.2 Gulma Eleusine indica ............................................................................ 56
4.2.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma Eleusine indica ................ 56
4.2.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma Eleusine indica .......................... 59
4.2.3 Bobot Kering Gulma Eleusine indica............................................ 61
4.2.4 Nilai LT50 Gulma Eleusine indica terhadap Glifosat .................... 61
4.2.5 Nilai ED50 dan NR Eleusine indica terhadap glifosat .................. 63
4.3 Gulma Ottochloa nodosa ........................................................................ 64
4.3.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma Ottochloa nodosa .......... 644
4.3.2 Tingkat Kehijauan Daun Gulma Ottochloa nodosa ...................... 68
4.3.3 Bobot Kering Gulma Ottochloa nodosa ........................................ 70
4.3.4 Nilai LT50 Gulma Ottochloa nodosa terhadap Glifosat ................ 70
4.3.5 Nilai ED50 dan NR Ottochloa nodosa terhadap glifosat .............. 72
iii
V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 74
5.1 Simpulan ................................................................................................. 74
5.2 Saran ....................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76
LAMPIRAN ......................................................................................................... 79
Tabel 7 – tabel 17 ...................................................................................... 80-86
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai LT50 Axonopus compressus terhadap glifosat ........................................ 54
2. Nilai ED50 dan NR Axonopus compressus terhadap glifosat ......................... 54
3. Nilai LT50 Elleusine indica terhadap glifosat ................................................. 62
4. Nilai ED50 dan NR Eleusine indica terhadap glifosat .................................... 63
5. Nilai LT50 Ottochloa nodosa terhadap glifosat ............................................... 71
6. Nilai ED50 dan NR Ottochloa nodosa terhadap glifosat ................................ 72
7. Data persen keracunan gulma Axonopus compressus akibat perlakuan
herbisida glifosat ............................................................................................. 80
8. Data persen keracunan gulma Eleusine indica akibat perlakuan herbisida
glifosat ............................................................................................................. 81
9. Data persen keracunan gulma Ottochloa nodosa akibat perlakuan
herbisida glifosat ............................................................................................. 82
10. Data Asli bobot kering Axonopus compressus ................................................ 83
11. Data Asli bobot kering Eleusine indica .......................................................... 83
12. Data Asli bobot kering Ottochloa nodosa ....................................................... 84
13. Transformasi data bobot kering Ottochloa nodosa ( +0,5) ...................... 84
14. Data asli persen kerusakan Axonopus compressus.......................................... 85
15. Data asli persen kerusakan Eleusine indica .................................................... 85
16. Data asli persen kerusakan Ottochloa nodosa ................................................ 86
17. Transformasi data persen kerusakan Ottochloa nodosa ( +0,5) ............... 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kelapa Sawit di Lahan Perkebunan ................................................................ 11
2. Axonopus compressus ..................................................................................... 19
3. Eleusine indica ................................................................................................ 21
4. Gulma Ottochloa nodosa ................................................................................ 22
5. Rumus Bangun Glifosat .................................................................................. 23
6. Gulma Terpapar .............................................................................................. 23
7. Gulma Tidak Terpapar .................................................................................... 34
8. Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Axonopus compressus terhadap
glifosat ............................................................................................................. 36
9. Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Eleusine indica terhadap
Glifosat ............................................................................................................ 37
10. Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Ottochloa nodosa terhadap
glifosat ............................................................................................................. 38
11. Gulma Axonopus compressus ......................................................................... 40
12. Gulma Eleusine indica .................................................................................... 40
13. Gulma Ottochloa nodosa ................................................................................ 40
14. Aplikasi Glifosat ............................................................................................. 41
15. Persen Keracunan Gulma Axonopus compressus ........................................... 48
16. Respon Axonopus compressus Terpapar dan Tidak Terpapar Glifosat
Terhadap Aplikasi Glifosat Pada 14 HSA ...................................................... 49
17. Tingkat Kehijauan Daun Axonopus compressus ........................................... 51
18. Bobot Kering Gulma Axonopus compressus .................................................. 52
vi
19. Persen Keracunan Gulma Eleusine indica Akibat Aplikasi Herbisida
Glifosat ............................................................................................................ 57
20. Respon Eleusine indica Terpapar dan Tidak Terpapar Glifosat Terhadap
Aplikasi Glifosat Pada 14 HSA....................................................................... 58
21. Tingkat Kehijauan Daun Eleusine indica ..................................................... 60
22. Bobot Kering Gulma Eleusine indica Terhadap Glifosat ............................... 61
23. Persen Keracunan Gulma Ottochloa nodosa Akibat Aplikasi Herbisida
Glifosat ............................................................................................................ 66
24. Respon Ottochloa nodosa Terpapar dan Tidak Terpapar Glifosat
Terhadap Aplikasi Glifosat ............................................................................. 67
25. Tingkat Kehijauan Daun Ottochloa nodosa ................................................... 69
26. Bobot Kering Gulma Ottochloa nodosa Terhadap Glifosat ........................... 70
70
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (Crude Palm
Oil/CPO) dan inti sawit (Palm kernel/PK) merupakan salah satu primadona
tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas bagi
Indonesia. Cerahnya prospek komoditas minyak kelapa sawit dan produk
turunannya di dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
produktivitasnya (Pardamean, 2017).
Menurut data Oil World pada 2003, produksi minyak sawit rata-rata tercatat
mencapai 3,8 ton CPO/ha/tahun. Bertumbuhnya industri kelapa sawit juga
berhasil meningkatkan perekonomian di pedesaan, karena mampu menyediakan
16 juta lapangan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung (4 juta
orang bekerja langsung disektor perkebunan kelapa sawit dan 12 juta orang
terlibat secara tidak langsung dalam industri kelapa sawit). Di sisi lain,
pembangunan dan pengelolaan industri kelapa sawit ke depannya mengalami
tantangan yang tidak ringan, yaitu tuntutan stakeholders untuk membangun sistem
industri minyak sawit berkelanjutan, ketersediaan lahan yang semakin sempit,
lingkungan tercemar, konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati serta
alih fungsi dan lain sebagainya.
2
Dalam menanggulangi ancaman tersebut maka industri kelapa sawit terus
berupaya meningkatkan produksi dalam hal budidaya. Proses budidaya kelapa
sawit untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi tidaklah mudah, salah satu
yang dapat menjadi penyebab menurunnya produksi kelapa sawit disebabkan
karena keberadaan gulma, maka dari itu penting untuk mengetahui bagaimana
cara pengendalian gulma.
Untuk mengatasi keberadaan gulma di areal perkebunan kelapa sawit maka
diperlukan suatu tindakan pengendalian. Pengendalian gulma dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu mekanis, kultur teknis, fisik, biologis, kimia, dan
terpadu. Pengendalian gulma secara kimia dengan menggunakan herbisida lebih
diminati karena mudah digunakan, membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, hemat
waktu dan lebih cepat dalam proses mengendalikan gulma (Pardamean, 2017).
Pengendalian gulma dengan herbisida selain relatif murah juga bertujuan untuk
mendapatkan pengendalian gulma secara selektif. Pemakaian herbisida yang non
selektif terletak pada kemampuannya untuk mematikan gulma tanpa merusak
tanaman budidaya. Penggunaan herbisida yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan abnormalitas pada pertumbuhan dan pembungaan kelapa sawit,
seperti pertumbuhan yang terpuntir (Pardamean, 2017).
Herbisida yang biasa digunakan di perkebunan adalah glifosat yang merniliki
spektrum daya berantas cukup luas, tetapi harganya relatif mahal, oleh karena itu
banyak dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh efisiensi
penggunaan glifosat tanpa mengurangi efikasi. Glifosat digunakan sejak tahun
3
1970 di lahan perkebunan dan terus berkembang sampai dengan sekarang dengan
berbagai macam merk dagang (Heap, 2011).
Herbisida glifosat atau N - (Prophonomthyl glicine) adalah herbisida pasca
tumbuh yang mempunyai daya berantas luas dan bersifat sistemik. Glifosat
merupakan bahan aktif yang memiliki spektrum luas dan efektif dalam
mengendalikan gulma dari golongan rumput, teki, dan daun lebar serta mampu
mengendalikan gulma semusim dan tahunan (Thomson,1979).
Glifosat merupakan bahan aktif herbisida yang paling banyak digunakan untuk
mengendalikan gulma pada lahan perkebunan. Lahan perkebunan kelapa sawit
Lampung Selatan telah menggunakan herbisida berbahan aktif glifosat sejak tahun
1980 (PTPN VII Unit Rejosari, 2013) sehingga penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya resistensi pada gulma Axonopus compressus,
Eleusine indica dan Ottochloa nodosa pada perkebunan kelapa sawit di Lampung
Selatan.
Resistensi gulma merupakan kemampuan suatu gulma untuk bertahan terhadap
aplikasi herbisida melebihi dosis yang dianjurkan. Resitensi gulma bisa terjadi
akibat aplikasi herbisida dengan jenis bahan aktif yang sama dan secara terus
menerus. Resistensi gulma di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh
menurunnya efektivitas suatu teknologi pengendalian tidak terjadi dalam waktu
singkat (Rochmah, 2017).
Resistensi herbisida berkembang setelah adanya proses seleksi yang berlangsung
selama banyak generasi. Resistensi merupakan suatu fenomena evolusi yang
4
diakibatkan oleh seleksi pada gulma yang diberi perlakuan herbisida secara terus
menerus dengan jenis yang sama (Yamsuddin,1999). Kemunculan resistensi
gulma telah banyak dilaporkan di berbagai negara, berdasarkan laporan Heap
(2005) kasus kemunculan resistensi herbisida bermula di Negara Eropa dan
Amerika.
Negara yang telah banyak melakukan penelitian tentang resistensi herbisida dan
telah dilaporkan mengalami resistensi yaitu di Eropa, Amerika dan Afrika ,
sedangkan Indonesia masih sangat sedikit laporan tentang resistensi (Heap, 2011).
Informasi mengenai resistensi gulma terhadap herbisida di Indonesia masih sangat
minim, padahal resistensi merupakan salah satu masalah serius dalam penggunaan
herbisida untuk mengendalikan gulma. Terdapat banyak perkebunan besar di
Indonesia yang menggunakan herbisida secara intensif untuk mengendalikan
gulma. Hal ini memungkinkan munculnya spesies-spesies gulma yang tahan
terhadap suatu herbisida. Penelitian mengenai resistensi gulma terhadap herbisida
sangat penting dilakukan untuk menambah informasi tentang gulma yang telah
mengalami resitensi. Informasi ini berguna untuk melakukan pencegahan dan
pengelolaan agar dampak negatif resistensi gulma dapat diminimalisir.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat disusun
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Berapakah ED50 dan LT50 resistensi gulma Axonopus compressus, Eleusine
indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar dan tidak terpapar glifosat ?
5
2. Apakah terdapat resistensi gulma Axonopus compressus, Eleusine indica dan
Ottochloa nodosa di perkebunan kelapa sawit terhadap glifosat ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah maka penelitian ini dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui ED50 dan LT50 resistensi gulma Axonopus compressus, Eleusine
indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar dan tidak terpapar glifosat.
2. Mengetahui ada atau tidaknya resistensi gulma Axonopus compressus, Eleusine
indica dan Ottochloa nodosa terhadap glifosat.
1.4 Kerangka Pemikiran
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyal kelapa sawit (Crude Palm
Oil/CPO) dan inti sawit (Palm kernel/PK) merupakan salah satu primadona
tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas bagi
Indonesia. Gulma merupakan unsur terpenting yang dapat mempengaruhi
produktivitas kelapa sawit, maka dari itu gulma terus dikendalikan. Pengendalian
gulma di perkebunan kelapa sawit lebih sering dilakukan secara kimiawi
menggunakan herbisida. Herbisida yang sering digunakan di tanaman kelapa
sawit adalah glifosat dan paraquat, karena dosis terus meningkat serta penggunaan
herbisida secara intens dan dalam jangka waktu lebih dari 30 tahun maka
dikhawatirkan terjadi resistensi glifosat terhadap gulma di tanaman kelapa sawit
tersebut.
6
Resistensi gulma merupakan kemampuan suatu gulma untuk bertahan terhadap
aplikasi herbisida pada dosis yang dianjurkan. Resistensi gulma dapat terjadi
akibat aplikasi herbisida dengan jenis bahan aktif yang sama dan secara terus
menerus. Penggunaan bahan aktif glifosat pada herbisida untuk mengendalikan
gulma di tanaman perkebunan telah digunakan sejak tahun 1970-an, karena
penggunaan glifosat yang cukup lama maka diduga terjadinya resistensi pada
gulma tersebut.
Mekanisme kerja glifosat dalam mematikan gulma adalah dengan menghambat
aktifitas enzim EPSP (5-enolpyruvyshikimat 3-phospat), EPSP dihasilkan dari
shikimat 3-phospat atau phospoenolpyruvate pada jalur asam shikimat. Enzim
EPSP berperan dalam biosintesa asam-asam amino yaitu, tryptofan,
phenylalanine, dan tyrosine. Keberadaan glifosat dapat menghambat kegiatan
tersebut, sehingga terjadi kekurangan asam-asam amino tersebut yang dibutuhkan
dalam sintesa protein pada jalur sintesis untuk pertumbuhan (Bukowska, 2005).
Glifosat telah diaplikasi sangat lama dan rutin di perkebunan kelapa sawit
Lampung Selatan yaitu lebih dari 30 tahun. Dengan demikian, diduga gulma
tersebut mengalami resistensi terhadap glifosat. Resistensi gulma dapat diketahui
dengan membandingkan antara gulma yang sering terpapar glifosat dengan gulma
yang tidak pernah terpapar glifosat. Pengujian dapat dilakukan dengan
membandingkan respon keracunan ED50 dan LT50 antara gulma yang terpapar
dengan tidak terpapar glifosat. Status resistensi gulma yang sering terpapar
herbisida dapat diketahui dengan melihat nilai Nisbah Resistensi (NR) yang
diperoleh dengan membandingkan nilai ED50 dan LT50 gulma yang terpapar
herbisida dan gulma yang tidak terpapar herbisida glifosat.
7
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab
rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Nilai ED50 gulma Axonopus compressus, Eleusine indica dan Ottochloa nodosa
yang terpapar herbisida lebih tinggi dibanding gulma yang tidak terpapar
herbisida. Sedangkan nilai LT50 gulma yang terpapar herbisida lebih panjang
dibanding gulma yang tidak terpapar herbisida.
2. Terdapat resistensi gulma rumput Axonopus compressus, Eleusine indica dan
Ottochloa nodosa terhadap herbisida glifosat.
70
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Hasil panen utama dari tanaman kelapa sawit adalah buah kelapa sawit yang
disebut tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan
membentuk buah pada umur 18 – 24 bulan. Buah yang terbentuk memiliki
kandungan minyak yang masih rendah dan belum ekonomis dan biasanya dibuang
(kastrasi). Tujuan kastrasi agar pertumbuhan tanaman terfokus ke vegeteatif.
Setelah tanaman berusia > 24 bulan, bunga dipelihara dan pada umur 30 bulan
dapat dilakukan panen perdana (Pardamean, 2017).
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak, pertama minyak yang berasal
dari daging buah (mesokrap) berwarna merah kekuningan atau lebih dikenal
minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), kedua minyak yang
berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa
sawit atau palm kernel oil (Pardamean, 2017).
Kelapa sawit berbentuk pohon tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut
tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping, selain itu juga terdapat
beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan
tambahan aerasi. Seperti jenis palm, daun ke 5 tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda, mirip dengan
9
tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang
tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun, setelah umur 12 tahun
pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip
dengan kelapa.Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat
jarang terjadi penyerbukan sendiri (Pardamean, 2017).
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat
lebih besar dan mekar. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu,
hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan
yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah.
Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas FFA ( free fatty
acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari
tiga lapisan yaitu eksoskarp yang merupakan bagian kulit buah berwarna
kemerahan dan licin, mesoskarp yang merupakan serabut buah, dan endoskarp
yang merupakan cangkang pelindung inti (Pardamean, 2017).
Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini
tumbuh dengan ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-
90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm
setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan
saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah sawit (Pardamean, 2017).
10
Perawatan tanaman mutlak diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Oleh karena itu, setelah selesai penanaman kelapa sawit dimulailah masa
pemeliharaan tanaman belum menghasilkan selama 2,5 tahun sampai 30 bulan
atau sampai tanamna mulai dipanen. TBM dikelompokkan menjadi tiga yaitu
TBM 1 (0 – 12 bulan), TBM 2 (13 – 24 bulan), TBM 3 (25 – 30 bulan)
(Pardamean, 2017).
Jenis gulma yang menjadi kompetitor di lahan perkebunan kelapa sawit adalah
gulma daun lebar, rumput, dan pakis. Golongan gulma berdasarkan tingkat
kompetisi yaitu kelas A : sangat berbahaya, ciri-cirinya sangat kompetitif,
mengeluarkan zat racun yang menghambat sebagai inang alternative hama dan
penyakit serta berduri. Contohnya : Brachiaria mutica rumput lempuyangan,
Imperata cylindrical alang-alang . kelas B : sangat berbahaya, ciri-cirinya sangat
kompetitif yang harus dikendalikan dan apabila perlu harus dimusnahkan,
Contohnya : Ottochloa nodosa rumput kawatan , Eleusine indica jakut jampang.
Kelas C : dapat ditoleransi, ciri-cirinya : kurang kompetitif, tetapi memerlukan
pengendalian yang teratur, bermanfaat untuk mencegah erosi, contohnya
Axonopus compressus rumput pakisan, Cynodon dactylon rumput grintingan.
Kelas D gulma bermanfaat, ciri-cirinya kurang kompetitif dan keberadaannya
perlu dipertahankan, contohnya : Ageratum conyzoides babadotan, Cleome
rutidosperma maman.
11
Gambar 1 Kelapa Sawit di Lahan Perkebunan
Gulma di perkebunan kelapa sawit ialah semua jenis tumbuhan yang tumbuh dan
menimbulkan gangguan bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit
(Mangoensoekardjo, 1982). Sedangkan, menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984)
pengendalian gulma yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit adalah
secara mekanis dan kimia. Aplikasi kedua cara tersebut tergantung pada faktor
ekologis, praktis dan pertimbangan ekonomis.
2.2 Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan
manusia sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Karena gulma
dapat menyebabkan persaingan dengan tanaman budidaya yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kekurangan unsur hara bagi tanaman yang dibudidayakan
tersebut. Gulma merupakan bagian dari OPT, selain hama dan penyakit
tumbuhan. Pada awalnya ilmu gulma merupakan ilmu yang paling lambat
12
perkembangannya dibandingkan dengan ilmu hama dan penyakit karena adanya
perbedaan intensitas serangan pada ketiga OPT tersebut dan pendapat bahwa
gulma telah teratasi dengan adanya praktik kultivasi atau pengolahan tanah
(Sembodo, 2010).
2.2.1 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Morfologi dan Botani
Berdasarkan morfologi dan biotaninya, gulma dikelompokkan menjadi golongan
yaitu golongan rumput (Grasses) famili Poaceae, golongan teki (Sedges) famili
Cyperaceae, dan golongan daun lebar (Broadleaves/herbaceous)
(Moenandir, 1993).
2.2.1.1 Gulma golongan rumput (Grasses)
Gulma golongan rumput (Grasses) termasuk dalam famili Gramineae/Poaceae.
Ciri-ciri umum gulma golongan rumput antara lain memiliki batang bulat atau
agak pipih dan rata-rata berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku (ruas),
tersusun dalam dua deret, umumnya memiliki tulang daun sejajar. Gulma terdiri
atas dua bagian, yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun pada umumnya
berbentuk garus dengan tepi yang rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas
pada batas antara pelepah daun dan helaian daun.
Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (Spikelet) yang dapat bertangkaiatau
tidak (Sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga
kecil (Floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanya dikelilingi oleh sepasang
daun pelindung (Bractea) yang tidak sama besarnya, yang besar disebut Lemna
dan yang kecil disebut Palea buahnya disebut Caryopsis atau Grain, Gulma
13
dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon.
Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara
mekanik.
Contoh gulma golongan rumput adalah sebagai berikut :
a) Cynodon dactylon (L.) Pers. (Kakawatan, Gigirintingan Suket grinting)
b) Eleusine indica (L.) Gaena (Rumput belulang, Cerulang jukut jampang)
c) Imperata cylindrica (L.) Beauv (Alang-alang, Carulang, Jukut jampang)
d) Echinochloa crus-galli (L.) Cerv ( Jajagoan)
e) Echinochloa colanum (L.) Cerv (Jajagoan leutik)
f) Panicum repens L. (Lulampuyangan, Jajahean)
g) Paspalum conjugatum Bergrn (Jukut japang pait, Jukut pait, Rumput)
(Moenandir, 1993).
2.2.1.2 Gulma golongan teki (Sedges)
Gulma golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae. Batang umumnya
berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga. Daun
tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (Ligula). Ibu tangkai
karangan bunga tidak berbuku-buku dan sering dalam bulir (Spica) atau anak
bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung dan buahnya tidak membuka.
Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian
mekanis, karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan
berbulan-bulan.
14
Contoh gulma golongan teki adalah sebagai berikut :
a) Cyperus bervifolius (Jukut pendul)
b) Cyperus rotundus L (Teki)
c) Cyperus difformia L. (Jukut papayungan).
d) Cyperus halpan L. (Papayungan)
e) Cyperus iria L. (Jekeng, Lingih alit).
f) Cyperus kyllingia Endl. (Jukut pendul bodas, Teki, Teki bodot, Teki pendul).
g) Fimbristylis littoralis geidlah (L) cahl (Panon munding, Tumbaran).
(Moenandir, 1993).
2.2.1.3 Golongan gulma daun lebar (Broadleaves)
Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun
lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir
masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya.
Contoh gulma berdaun lebar adalah sebagai berikut ;
a) Salvinia molesla (Kimbang, Kayambang janji, Lukut cai, Lukut)
b) Marsilea crenala presl (Semangi, Samanggen).
c) Ageratum conyzoides L. (Babadotan, Wedusan).
d) Borreria alata (Kabumpang lemah, Goletrak, Letah hayam, Rumput setawar).
e) Stachyarpheta indica (L.) vahl (Jarong, Gajihan)
f) Amaranthus spinosus L. (Bayam duri, Bayem eri, Senggang cucuk).
g) Synedrella nodiflora (L.) gaentn (Babadotan lalakina, Jotang, Jotang kuda)
h) Physalis angulata (Ciplukan)
(Moenandir, 1993).
15
2.2.2 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Siklus Hidup
Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma semusim
(Annual weeds), gulma dua musim (Biannual weeds), dan gulma tahunan
(Perennial weeds).
2.2.2.1 Gulma Semusim (Annual Weeds)
Siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai
akhimya mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya, gulma semusim
mudah dikendalikan, namun pertumbuhannya sangat cepat karena produksi biji
sangat banyak. Oleh karena itu, pengendalian gulma semusim memerlukan biaya
yang lebih besar.
Contoh gulma semusim adalah sebagai berikut :
a) Amaranthus sp. (Bayam duri)
b) Digitaria sp. (Rumput jampang)
c) Eleusine indica (Lulangan, Rumput belulang)
d) Ipomoea purpurra
e) Setaria sp.
(Moenandir, 1993).
2.2.2.2 Gulma Dua Musim (Biannual Weeds)
Siklus hidup gulma dua musim lebih dari satu tahun, namun tidak lebih dari dua
tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan bentuk roset, pada tahun
16
kedua berbunga, menghasilkan biji, dan akhimya mati. Pada periode roset, gulma
jenis ini pada umumnya sensitif terhadap herbisida.
Contoh gulma dua musim adalah sebagai berikut :
a) Aretium sp.
b) Circium vulgare
c) Verbascum thapsus
2.2.2.3 Gulma Tahunan (Perennial Weeds)
Siklus hidup gulma tahunan lebih dari dua tahun dan mungkin tidak terbatas
(menahun). Jenis gulma ini kebanyakan berkembang biak dengan biji, meskipun
ada juga yang berkembang biak secara vegetatif. Gulma tahunan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Misalnya, pada musim kemarau jenis
gulma ini seolah-olah mati karena ada bagian yang mengering, namun bila
ketersediaan air cukup, gulma akan segera bersemi kembali.
Contoh gulma tahunan adalah sebagai berikut :
a) Cynodon dactylon
b) Cyperus rotundus
c) Imperata cylindrica
(Moenandir, 1993).
2.2.3 Klasifikasi Gulma Berdasarkan Habitat Tumbuh
Berdasarkan habitatnya, gulma dapat dibedakan menjadi gulma air (aquatic
weeds) dan gulma daratan (terestrial weeds).
17
2.2.3.1 Gulma Air (Aquatic Weeds)
Pada umumnya, gulma air tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun
setengah tenggelam. Gulma air dapat berupa gulma berdaun sempit, berdaun
lebar, ataupun teki-tekian.
Contoh gulma air adalah sebagai berikut :
a) Cyperus difformis
b) Cyperus iria
c) Echinochloa colonum
d) Echinochloa crus-galli
e) Eichomia grassipes
f) Leersia hexandra
g) Leptochloa chinensis
h) Monochoria vaginalis
i) Salvinia molesia
j) Scirpus mucronatus
(Moenandir, 1993).
2.2.3.2 Gulma Daratan (Terestrial Weeds)
Gulma daratan tumbuh di darat, antara lain di tegalan dan perkebunan. Jenis
gulma daratan yang tumbuh di perkebunan sangat tergantung pada jenis tanaman
utama, jenis tanah, iklim, dan pola tanam
Contoh jenis gulma daratan adalah sebagai berikut :
a) Ageratum conyzoides
18
b) Axonopus compressus
c) Chromolaena odorata
d) Euphorbia sp.
e) Imperata cylindrica
f) Mikania micrantha
(Moenandir, 1993).
2.3 Axonopus compressus
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Axonopus
Spesies : Axonopus compressus
(Manidool, 1992)
Sinonim dari Axonopus compressus adalah Anastrophus compressus (S.W.)
Schlechtend.; Panicum platycaulon (Poir.) O.K; Paspalum compressus (SW.)
Raspail; P. platycaulon Poir. Nama inggris Axonopus compressus yaitu Blanket
grass, Carpet grass, dan Savannah grass sedangkan untuk nama Indonesia
Axonopus compressus adalah rumput pahitan.
Ekologi dari gulma Axonopus compressus adalah tanaman ini tumbuh baik di
daerah yang kering, cerah agak lembab tapi tidak basah biasanya tumbuh di lahan
19
perkebunan karet, kelapa sawit, dan juga di pinggir jalan. Gulma Axonopus
compressus dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis. (Sriyani dkk, 2014).
Berikut adalah gambar Axonopus compressus Gambar 2.
Gambar 2 Axonopus compressus
2.4 Eleusine indica
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Graminae
Genus : Eleusine
Spesies : Eleusine indica
Nama daerah : Rumput belulang
20
Salah satu gulma yang membutuhkan penanganan serius ialah gulma belulang,
gulma ini banyak ditemukan di kebun sayuran dan perkebunan kelapa sawit,
karet, ubi kayu dan kebun buah-buahan. Eleusine indica termasuk ke dalam famili
Poaceae, gulma ini memiliki karakter ciri berakar serabut, bagian bawah daun
berwarna putih atau perak dan daunnya melipat dan merata di atas permukaan
tanah. Untuk satu tanaman biasanya dapat menghasilkan sekitar 50.000 biji
(Breden dan James 2015).
Gulma Eleusine indica memiliki system perakaran serabut. Akar rumput
membentuk tali halus. Akar serabut yang kecil-kecil memiliki percabangan yang
sangat banyak, selain itu juga memiliki bulu yang halus. Bunga Rumput Belulang
tegak atau condong ke samping dengan dua sampai tujuh bulir yang tumbuh
menjari (digitatus) pada ujung batang. Bulir lainnya (nol sampai tujuh) tumbuh di
bawah atau tersebar atau rapat satu sama lain.
Sumbu bulir lurus dan rata-rata 2,5-15 cm panjangnya dan muncul di ujung
batang. Buah Rumput Belulang berbentuk elips meruncing dan sangat ringan
memiliki putik, bijinya berwarna putih berbentuk bulat seperti telur tidak keras,
ringan dan pada biji tua berwarna kuning kecoklatan (Tjitrosoepomo, 1989).
Berikut adalah gambar Eleusine indica (Gambar 3).
21
Gambar 3 Eleusine indica
2.5 Ottochloa nodosa
Klasifikasi : Ottochloa nodosa
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Ottochloa
Spesies : Ottochloa nodosa
Gulma Ottochloa nodosa termasuk tanaman C4 yang memiliki daya adaptasi
cukup baik pada lingkungan yang kering dan panas. Berdasarkan hasil korelasi
menunjukkan bahwa tingkat intensitas cahaya yang semakin tinggi justru dapat
memicu pertumbuhan dan perkembangan gulma ini. Sementara jika kondisi
kelembaba semakin tinggi akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
22
gulma ini. semakIn tinggi intensitas cahaya akan semakin meningkat pula suhu
udara di sekitar pertanaman dan tingkat kelembabannya juga menjadi rendah
(Simangunsong, 2018).
Gambar 4 Gulma Ottochloa nodosa
Gulma Ottochloa nodosa hanya mampu dikendalikan oleh herbisida amonium
glufosinat dengan dosis 450 g/ha pada 4 MSA (Hastuti, 2004). Pada dosis ini
herbisida menjadi lebih letal dan daya racun herbisida menjadi lebih tinggi. Selain
itu juga dikarenakan permukaan atas daun gulma Ottochloa nodosa tidak berbulu
(WSSA, 2014) sehingga droplet menjadi lebih mudah untuk kontak dengan daun
dan masuk ke dalam jaringan daun. Pada 8 dan 12 MSA, keberadaan gulma
Ottochloa nodosa tidak lagi mampu terkendali baik oleh perlakuan herbisida
amonium glufosinat ataupun oleh perlakuan penyiangan mekanis karena
pertumbuhan kembali gulma Ottochloa nodosa yang sudah semakin tinggi sejak 4
MSA.
23
2.6 Glifosat
Glifosat adalah salah satu bahan aktif herbisida. Glifosat merupakan nama umum
dari asam organik lemah yang tersusun dari glisin dan posponometil dengan BM
169,07 g/mol. Berikut adalah gambar 5. Rumus Bangun dari Glifosat berdasarkan
( International Union of Pure and Applied Chemistry ) IUPAC
Glyphosate
Nama IUPAC
N-(phosphonomethyl)glycine
Gambar 5 Rumus Bangun Glifosat
Cara kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-
3-fosfat sintase (EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino
aromatik, seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin.
Nama kimia glifosat menurut nomenklatur IUPAC adalah N- (phosponomethyl)
glycine dengan rumus kimia C3H8NO5P. Mekanisme kerja glifosat mematikan
gulma adalah dengan menghambat aktifitas enzim EPSP (5- enolpyruvyshikimat
3-phospat), EPSP dihasilkan dari shikimat 3-phospat atau phospoenolpyruvate
pada jalur asam shikimat. Enzim EPSP berperan dalam biosintesa asam-asam
24
amino yaitu, tryptofan, phenylalanine, dan tyrosine. Keberadaan glifosat dapat
menghambat kegiatan tersebut, sehingga terjadi perpisahan asam-asam amino
tersebut yang dibutuhkan dalam sintesa protein pada jalur sintesis untuk
pertumbuhan (Bukowska, 2005).
Menurut Sutikno (1992), glifosat merupakan herbisida purna tumbuh yang
berspektrum luas, bersifat tidak selektif dan sangat efektif untuk mengendalikan
rumput tahunan, gulma berdaun lebar dan gulma yang memiliki perakaran dalam.
Tipe formulasi herbisida ini adalah aqua solution yang berbentuk pekatan
berwarna kuning kecoklatan yang larut didalam air, cara kerja herbisida
Isopropilamina glifosat bersifat sistemik sehingga dapat mematikan seluruh
bagian gulma termasuk akar dan bagian vegetatif di dalam tanah, hal ini terjadi
karena partikel herbisida yang bersifat racun ditranslokasikan dari daun sampai ke
bagian akar di dalam tanah (Girsang, 2005).
2.7 Resistensi Gulma
2.7.1 Pengertian Resistensi
Pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dapat menimbulkan
munculnya gulma resisten terhadap herbisida. Populasi gulma resisten terhadap
herbisida adalah populasi yang mampu bertahan hidup normal pada dosis
herbisida yang biasanya mematikan populasi tersebut. Populasi gulma resisten
terbentuk dikarenakan adanya tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis
secara berulang-ulang dalam periode yang lama tanpa adanya pergantian jenis
herbisida lain (Purba, 2009).
25
Resistensi terhadap herbisida merupakan suatu keadaan tumbuhan tetap bertahan
hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya mematikan
spesies tersebut. Pada beberapa negara, muncul biotipe gulma yang resisten
terhadap herbisida. Biotipe merupakan populasi spesies tumbuhan yang memiliki
“karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya. Karakteristik tersebut
dapat berupa ketahanan/resistensi spesies terhadap suatu herbisida. Munculnya
resistensi herbisida pada suatu populasi merupakan suatu contoh terjadinya
evolusi gulma yang sangat cepat (Hager dan Refsell, 2008).
Pemakaian herbisida secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
mengakibatkan terjadinya dominansi populasi gulma resistensi-herbisida atau
dominansi gulma toleran herbisida. Populasi gulma resisten merupakan suatu
kemampuan gulma untuk bertahan hidup secara normal pada dosis herbisida yang
biasanya mematikan populasi tersebut. Hal ini terjadi akibat adanya tekanan
tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam
periode yang lama. Spesies gulma yang dapat hidup normal setelah mendapat
perlakuan herbisida disebut sebagai gulma toleran. Kemampuan ini dimiliki oleh
semua individu anggota spesies gulma tersebut dan bukan hasil dari adanya
tekanan seleksi (Purba, 2009).
2.7.2 Mekanisme Resistensi
Penggunaan herbisida secara intensif telah mengakibatkan banyak evolusi gulma
yang resisten terhadap herbisida. Penggunaan herbisida secara besar-besaran
tanpa adanya variasi dalam pengelolaan herbisida dapat dengan cepat
26
memunculkan mutasi populasi gulma yang resistensi herbisida. Resistensi gulma
terhadap herbisida dapat terjadi karena adanya mutasi pada site of action gulma
sehingga herbisida tidak dapat meracuni gulma. Selain mutasi pada site of action,
terdapat mekanisme lain seperti metabolisme herbisida, mengurangi translokasi
dan serapan herbisida, dan kompartementalisasi herbisida atau metabolitnya
(Manalil, 2015).
Gen merupakan materi yang mengandung informasi genetik. Gen dapat
mengalami duplikasi diri untuk menyampaikan informasi genetika dari generasi
ke generasi berikutnya. Mutasi gen merupakan mutasi yang terjadi karena adanya
perubahan susunan molekul gen atau perubahan pada struktur DNA. Perubahan
tersebut akan mempengaruhi sifat kerja dari gen. Pada mutasi gen, pengaruh
terjadi pada saat terjadinya sintesis DNA (replikasi). Apabila pada saat sintesis
DNA tersebut terjadi mutasi maka mutagen akan mempengaruhi pemasangan basa
nukleotida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleotida yang seharusnya.
Pada mutasi gen tidak terjadi perubahan lokus, bentuk, dan jumlah kromosom.
Pada peristiwa ini yang mengalami perubahan adalah m-RNA, sehingga dalam
sintesis protein akan menghasilkan perubahan protein, akibatnya menghasilkan
fenotipe yang berbeda (Suryo, 2004).
Spesies tumbuhan yang resisten merupakan spesies yang memiliki karakteristik
tertentu yang berbeda dibandingkan spesies tumbuhan yang rentan terhadap
herbisida. Keempat mekanisme yang dikenal resistensi terhadap herbisida adalah:
1. Berubahnya target-site
Herbisida memiliki target aksi tertentu yang pada umumnya bertindak untuk
mengganggu proses atau fungsi tertentu dalam tumbuhan. Jika target aksi ini
27
berubah, herbisida tidak lagi terikat ke lokasi aksi dan tidak dapat
mengerahkan efek fitotoksiknya . Mekanisme ini merupakan mekanisme
yang paling umum dari resistensi herbisida.
2. Peningkatan Metabolisme
Metabolisme pada tumbuhan merupakan salah satu mekanisme tanaman yang
digunakan untuk mendetoksifikasi senyawa asing seperti herbisida. Gulma
yang resisten dapat memiliki kemampuan untuk cepat menonaktifkan
herbisida yang berpotensi toksik sebelum dapat mencapai target-site di dalam
tanaman.
3. Kompartementalisasi atau Penyerapan
Beberapa tumbuhan mampu membatasi pergerakan senyawa asing yang
menyebabkan efek berbahaya bagi tumbuhan seperti herbisida dalam sel atau
jaringan tanaman. Dalam hal ini, herbisida dapat dinonaktifkan baik melalui
proses pengikatan seperti contoh pada molekul gula tanaman atau dihapus dari
daerah aktif secara metabolik dari sel ke daerah-daerah yang tidak aktif,
sehingga herbisida menjadi tidak berpengaruh.
4. Over- ekspresi protein target
Jika protein target pada tumbuhan diproduksi dalam jumlah besar, maka efek
herbisida dapat menjadi tidak signifikan atau tidak berpengaruh bagi
tumbuhan (Buhler, 2002).
2.7.3 Sejarah Resistensi
Kasus resistensi gulma terhadap herbisida sebenarnya telah terjadi dari tahun
1908. Namun karena lambatnya pemberitaan tentang penggunaan herbisida di
lahan pertanian dan panjangnya siklus kehidupan tanaman menyebabkan kasus
resisten herbisida tidak cepat ditangani.
28
Kasus resistensi tanaman terhadap herbisida pertama kali dilaporkan pada awal
tahun 1957 di Hawaii terhadap herbisida 2,4-D, yaitu biotipe dandelion dan wortel
liar. Laporan tentang resisten herbisida yang pertama kali dikonfirmasi adalah
kasus resisten Senecio vulgaris terhadap herbisida triazine, dan dilaporkan pada
tahun 1968 di Amerika (Santhakumar, 2012).
2.8 Masalah Gulma Resisten Herbisida
Resistensi gulma E. indica terhadap glifosat banyak terjadi di berbagai wilayah di
berbagai negara. Salah satunya adalah kasus resistensi gulma E. indica yang
terjadi di pertanaman kapas USA Mississipi pada tahun 2010. Gulma resisten
terhadap glifosat juga sebelumnya pernah terjadi di perkebunan buah di Malaka
dan Teluk Intan, Malaysia pada tahun 1997 E. indica di daerah tersebut telah
mengalami resistensi berganda yang disebut dengan multiple resistance yaitu
mengalami resisten terhadap dua bahan aktif herbisida. Resistensi gulma yang lain
terjadi di Colombia, Caldas tahun 2006 (Heap, 2014).
Kasus terjadinya gulma resisten terhadap glifosat telah terjadi dan dilaporkan di
berbagai negara. Laporan mengenai terdapatnya gulma resisten terhadap glifosat
salah satunya terjadi di negara India pada gulma (Amaranthus sp), (Digitaria
sanguinalis), (Setaria faberi), dan (Ambrosia trifida) di pertanaman kedelai
dengan penggunanan glifosat lebih dari 8 tahun (Davis et al, 2007).
Resistensi gulma terhadap glifosat juga dilaporkan terjadi di negara Amerika
Serikat terhadap gulma (Ipomoea hederacea), dan (Sorghum bicolor) pada
pertanaman kedelai dengan penggunaan herbisida glifosat lebih dari 2 tahun
29
secara terus menerus (Hilgenfeld, 2004). Gulma resisten terhadap glifosat juga
dilaporkan terjadi di pertanaman jagung di Amerika Serikat bagian barat terhadap
gulma (Kochia scoparia), (Panicum milaiceum), dan (Chenopodium desiccatum)
dengan penggunaan herbisida glifosat lebih dari 5 tahun (Wilson et al, 2008).
Menurut penelitian (Rochmah, 2017) telah ditemukan resitensi parakuat terhadap
gulma Eleusine indica di perkebunan jambu biji Lampung Timur, menurut
(Haryadi, 2017) juga terdapat resistensi glifosat diperkebunan jambu biji pada
gulma Eleusine indica, sedangkan menurut (Elfandari, 2017) juga ditemukan
resistensi pada gulma E. Indica dan Axonopus compressus di perkebunan kelapa
sawit Lampung Selatan, serta menurut (Mulyati, 2004) telah ditemukan adanya
resistensi bahan aktif glifosat dengan dosis 48 % dan glifosat 24 % + 2,4 D 12 %
pada perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan di PTPN VIII, Cikasungka,
Bogor, Jawa Barat.
Pada tahun 2014 oleh Hastuti telah dilakukan penelitian terhadap gulma Ottochloa
nodosa di perkebunan karet, dari hasil penelitian didapatkan bahwasanya
Ottochloa nodosa mampu dikendalikan oleh herbisida ammonium glufosinat
dengan dosis 450 g ha-, hal ini menunjukkan bahwa gulma tersebut semakin kuat
dan sulit untuk dikendalikan, sedangkan gulma Ottochloa nodosa ini juga terdapat
pada perkebunan kelapa sawit Lampung Selatan namun menggunakan bahan aktif
herbisida glifosat.
Resistensi gulma terhadap herbisida tentu telah meluas dan meningkat diberbagai
belahan dunia. Sebuah survey mengidentifikasi 437 biotipe dari 238 spesies (138
dikotil, dan 100 spesiaes monokotil) gulma di 66 negara resisten terhadap 22 kelas
30
herbisida (Heap, 2014). Penggunaan tanaman transgenik yang toleran terhadap
herbisida glifosat menjadi penyebab munculnya resistensi gulma di Amerika
(Hammond 2010).
2.9 Pengujian Resistensi Gulma
Resistensi terhadap herbisida dapat diketahui dengan melakukan suatu tes atau
pengujian terhadap suatu populasi gulma yang diduga telah berkembang dari
biotipe rentan menjadi biotipe resisten. Menurut Beffa et al, 2012 dalam
pengujian resistensi terhadap herbisida dapat menggunakan 4 metode yaitu
Greenhouse Bioassay pengujian resistensi dengan cara mengamati respon bibit
gulma terhadap herbisida. Data hasil pengamtan diperoleh dengan pengamatan
secara visual yaitu menghitung jumlah gulma yang mati akibat herbisida atau
berdasarkan bobot segar gulma.
Biochemical assays metode ini dengan cara menguji resistensi berdasarkan
perubahan enzim gulma sebagai respon terhadap herbisida. Molecular assays
yaitu metode menentukan resistensi dengan cara mengamati terjadinya mutasi gen
pada gulma akibat herbisida (Beckie et al, 1990).
Analitical assays pengujian dengan melakukan metode kuantitatif maupun
kualitatif serta kemungkinan dapat digunakan untuk menetapkan EMR pada jenis
gulma monokotil dan dikotil yang ditemukan di lahan gandum (Beckie et al,
1990).
31
Petri dish-based assays
Petri dish-based assays merupakan metode pengujian resistensi gulma dengan
menggunakan parameter pengamatan menunjukkan bahwa biotipe resisten sangat
tidak sensitive terhadap pemberian berbagai konsentrasi herbisida dibandingkan
dengan biotipe rentan herbisida (Beckie et al, 1990)..
Petridish bioassay umumnya membutuhkan panjang tunas atau akar sebagai
parameter pertumbuhan untuk membedakan respon antara biotipe resisten dan
biotipe rentan terhadap larutan herbisida yang berkembang didalam suatu populasi
(Beckie et al, 1990).
Sygenta Quick-Test (QT) merupakan cara pengujian resistensi herbisida yang
dilakukan oleh perusahaan sygenta. Pengujian ini dilakukan dengan cara whole-
plant yang dirancang untuk mendeteksi dengan cepat apakah gulma yang terpapar
herbisida di lapangan merupakan spesies resisten tanpa berhubungan dengan uji
laboratorium. Metode ini sangat sederhana, kuat, hemat biaya, cepat, dan dapat
menjadi acuan bagi para petani dalam mengendalikan gulma yang resisten
terhadap herbisida (Boutsalis,2001).
Berdasarkan dari beberapa metode yang diperoleh, metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Greenhouse Bioassay.
2.10 Pengelolaan Terjadinya Resistensi
Rotasi Herbisida
Terjadinya resistensi gulma diakibatkan penggunaan satu jenis herbisida secara
terus menerus. Sebab itu disarankan untuk melakukan penggunaan herbisida
32
alternatif. Untuk mencegah terjadinya resitensi perlu dilakukan rotasi aplikasi
herbisida. Rotasi herbisida dapat menggunakan herbisida dengan bahan aktif
berbedadan mekanisme kerja berbeda namun juga bisa menggunakan bahan aktif
yang sama namun mekanisme kerjanya yang berbeda.
Pengendalian secara mekanik
Apabila gulma sudah mengalami resistensi cara pengendalian yang efektif juga
dapat dilakukan dengan cara pengendalian secara mekanik menggunakan arit,
koret atau alat untuk pengendalian gulma lainnya. Biasanya pengendalian ini
dapat diaplikasikan pada tanamana sudah menghasilkan.
IWM (Integrated weed Management)
Menurut PT Sygenta Indonesia IWM (Integrated weed Management) merupakan
suatu teknik pengendalian dengan cara mengkombinasikan beberapa pengendalian
gulma dengan biaya yang paling ekonomis.
2.11 Kerugian Akibat Resistensi
Gulma Menjadi Kompetitor Tanaman Budidaya
Apabila gulma sudah mengalami resistensi maka akan sulit untuk dikendalikan,
dan keberdaan gulma yang tidak bisa dikendalikan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya karena dapat menjadi
kompetitor dalam hal unsur hara, air, dan lain sebagainya yang dapat menurunkan
hasil produksi.
Meningkatkan Biaya Pemeliharaan
33
Karena gulma sudah tidak mampu teracuni pada dosis anjuran maka usaha yang
dapat dilakukan adalah dengan menaikkan dosis anjuran, dengan terus menaikkan
dosis anjuran maka akan meningkatkan pula biaya pemeliharaan.
Pencemaran Lingkungan
Karena gulma sudah tidak mampu teracuni pada dosis anjuran, maka peningkatan
dosis dilakukan, apabila dosis meningkat di tanah dan dalam jangka waktu lama
serta intens maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang pada akhirnya
dapat menjadi racun tidak hanya bagi gulma tetapi juga bagi makhluk hidup yang
lainnya.
Hilangnya Alat.
Dalam proses pembuatan satu jenis bahan aktif herbisida biaya yang dapat
digunakan sekitar 80 juta $. Maka dari itu, apabila gulma sudah resisten terhadap
satu jenis bahan aktif herbisida maka herbisida tersebut tidak akan dapat
digunakan lagi dan kerugian besar akan terjadi.
70
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2017 – Januari 2018 di Rumah
Plastik di area Sekolah Global Madani Jln Kavling Raya Kec. Rajabasa Kota
Bandar Lampung.
3.2 Pointing map
Gulma terpapar glifosat diambil dari Perkebunan Kelapa Sawit Lampung Selatan
dengan kode GPS -5.2960112, 105.1780482, sedangkan gulma tidak terpapar
glifosat diambil dari lahan pekarangan warga Gunung Terang Bandar Lampung
dengan kode GPS -5.3808507, 105.2302383. Berikut adalah Gambar 6 dan
Gambar 7.
Gambar 6 Gulma Terpapar Gambar 7 Gulma Tidak Terpapar
35
3.3 Sejarah Lahan Gulma
Gulma yang terpapar glifosat diambil dari lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Lampung Selatan, Rejosari Natar. Perkebunan kelapa sawit ini berdiri pada tahun
1957 dengan status masih milik Belanda, lalu pada tahun 1963 jatuh ke tangan
Indonesia, pada tahun 1980 berkembang dan mulai ditanami kelapa sawit dengan
luas kurang lebih 25 ha (PTPN VII Unit Rejosari,2013)
3.4 Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan bibit gulma penting kelapa sawit Lampung Selatan
yang telah menggunakan glifosat lebih dari 30 tahun Axonopus compressus
Eleusine indica dan Ottochloa nodosa. Sebagai pembanding digunakan bibit
gulma Axonopus compressus, Eleusine indica dan Ottochloa nodosa yang belum
terpapar glifosat (Gunung Terang). Herbisida yang digunakan adalah glifosat
(Grandup 480 SL). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain
knapsack sprayer, nosel merah, timbangan, gelas ukur, ember, gembor, nampan
plastik, gelas plastik, alat pengukur, alat tulis, oven, label dan alat kelengkapan
lainnya.
3.5 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara terpisah pada setiap spesies gulma Eleusine indica,
Ottochloa nodosa, dan Axonopus compressus. Rancangan yang digunakan yaitu
Split plot dengan 5 ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran
gulma. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari satu gulma pada satu pot
berukuran diameter 10 cm.
36
Faktor pertama adalah asal gulma, yaitu :
A1 : Gulma terpapar glifosat dari Lampung Selatan
A2 : Gulma yang tidak terpapar glifosat dari daerah Gunung Terang
Faktor kedua adalah tingkatan dosis bahan aktif herbisida glifosat yang terdiri dari
tujuh taraf, yaitu dosis 0 g/ha (D0), 480 g/ha (D1), 960 g/ha (D2), 1.920 g/ha (D3),
3.840 g/ha (D4), 7.680 g/ha (D5), 15.360g/ha (D6).
I
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
II
A2D3 A1D2
A2D4 A1D6
A2D6 A1D1
A2D0 A1D4
A2D1 A1D3
A2D5 A1D0
A2D2 A1D5
III
A2D6 A1D3
A2D5 A1D1
A2D0 A1D6
A2D1 A1D5
A2D2 A1D0
A2D4 A1D2
A2D3 A1D4
IV
A1D4 A2D3
A1D3 A2D2
A1D6 A2D5
A1D0 A2D1
A1D5 A2D4
A1D1 A2D0
A1D4 A2D6
V
Keterangan :
A1 = gulma terpapar herbsida
A2 = gulma tidak terpapar herbisida
D0= 0 g/ha, D1= 480 g/ha, D2= 960 g/ha,
D3= 1.920 g/ha D4= 3.840 g/ha, D5= 7.680
g/ha, D6= 15.360 g/ha.
Gambar 8 Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Axonopus compressus
terhadap Glifosat
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
37
Selanjutnya adalah Gambar 9 tentang tata letak percobaan
I
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
II
A2D3 A1D2
A2D4 A1D6
A2D6 A1D1
A2D0 A1D4
A2D1 A1D3
A2D5 A1D0
A2D2 A1D5
III
A2D6 A1D3
A2D5 A1D1
A2D0 A1D6
A2D1 A1D5
A2D2 A1D0
A2D4 A1D2
A2D3 A1D4
IV
A1D4 A2D3
A1D3 A2D2
A1D6 A2D5
A1D0 A2D1
A1D5 A2D4
A1D1 A2D0
A1D4 A2D6
V
Keterangan :
A1 = gulma terpapar herbsida
A2 = gulma tidak terpapar herbisida
D0= 0 g/ha, D1= 480 g/ha, D2= 960 g/ha,
D3= 1.920 g/ha D4= 3.840 g/ha, D5= 7.680
g/ha, D6= 15.360 g/ha.
Gambar 9 Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Eleusine indica terhadap
Glifosat
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
38
Selanjutnya adalah Gambar 10 tentang tata letak percobaan
I
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
II
A2D3 A1D2
A2D4 A1D6
A2D6 A1D1
A2D0 A1D4
A2D1 A1D3
A2D5 A1D0
A2D2 A1D5
III
A2D6 A1D3
A2D5 A1D1
A2D0 A1D6
A2D1 A1D5
A2D2 A1D0
A2D4 A1D2
A2D3 A1D4
IV
A1D4 A2D3
A1D3 A2D2
A1D6 A2D5
A1D0 A2D1
A1D5 A2D4
A1D1 A2D0
A1D4 A2D6
V
Keterangan :
A1 = gulma terpapar herbsida
A2 = gulma tidak terpapar herbisida
D0= 0 g/ha, D1= 480 g/ha, D2= 960 g/ha,
D3= 1.920 g/ha D4= 3.840 g/ha, D5= 7.680
g/ha, D6= 15.360 g/ha.
Gambar 10 Tata Letak Percobaan Resistensi Gulma Ottochloa nodosa terhadap
Glifosat
A1D3 A2D5
A1D6 A2D3
A1D0 A2D4
A1D1 A2D0
A1D2 A2D2
A1D4 A2D1
A1D5 A2D6
39
3.6 Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Persiapan Gulma Bahan Percobaan
Sebelum pelaksanaan percobaan, kegiatan awal yang dilakukan adalah survei
lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengambil kecambah
gulma dari daerah yang terpapar glifosat (perkebunan kelapa sawit Lampung
Selatan).
Bibit dari masing-masing gulma (Axonopus compressus, Eleusine indica dan
Ottochloa nodosa) diambil dari dua tempat yaitu daerah yang terpapar glifosat
(lahan perkebunan kelapa sawit Lampung Selatan) dan daerah yang belum
terpapar glifosat (Gunung Terang). Kecambah yang telah diambil dari lahan
dimasukkan ke dalam koran yang sudah dibasahi dengan air lalu dimasukkan ke
plastik sebelum ditanam ke media percobaan. Gulma di aplikasi herbisida setelah
berumur kurang lebih dua bulan terhitung dari penanaman kecambah ke dalam
pot.
3.6.2 Penanaman Gulma Bahan Percobaan
Kecambah gulma ditanam ke dalam pot berdiameter 10 cm yang berisi media
tanam top soil, kompos, dan pasir. Setiap pot ditanam 1 gulma, dan gulma
dipelihara sampai berumur dua bulan setelah pindah tanam. Berikut adalah gulma-
gulma yang digunakan sebagai bahan penelitian dapat dilihat pada Gambar 11
Gambar 12 dan Gambar 13.
40
Gambar 11 Gulma Axonopus compressus
Gambar 12 Gulma Eleusine indica
Gambar 13 Gulma Ottochloa nodosa
41
3.6.3 Aplikasi Glifosat
Sebelum aplikasi, kalibrasi alat semprot untuk menentukan volume semprot.
Penentuan volume semprot disesuaikan dengan dosis perlakuan herbisida. Nosel
yang digunakan adalah nosel warna merah dengan lebar bidang semprot 2 m.
Kalibrasi dilakukan dengan metode luas untuk menentukan volume semprot yang
didapat sebesar 350 g/ha yang dibutuhkan untuk luas lahan 2 x 5m,
penyemprotan dilakukan dari dosis terendah hingga dosis tertinggi. Berikut adalah
gambar 14. pada saat aplikasi glifosat terhadap gulma di lahan percobaan
Gambar 14 Aplikasi Glifosat
Gulma yang telah siap aplikasi dikelompokkan berdasarkan keseragaman dengan
lima ulangan dan diberi label sesuai perlakuan. Aplikasi ketiga jenis gulma
dilakukan sebanyak dua kali yang pertama yaitu gulma Axonopus compressus,
lalu empat hari kemudian baru aplikasi Eleusin indica dan Ottochloa nodosa.
Gulma yang akan diaplikasi disusun secara acak, kemudian disemprot merata
sesuai dosis perlakuan. Gulma yang telah diaplikasi herbisida diletakan pada
42
lahan terbuka yang terkena sinar matahari agar penyerapan herbisida oleh gulma
dapat optimal. Selanjutnya gulma disusun pada rak di rumah plastik sesuai
perlakuan percobaan.
3.6.4 Pengamatan
3.6.4.1 Persen Keracunan
Pengamatan persen keracunan dilakukan dengan mengamati secara visual gejala
yang ditimbulkan herbisida pada gulma yaitu perubahan warna daun, bentuk daun,
pertumbuhan tidak normal, dan gulma mengering hingga mati. Penentuan persen
keracunan dilakukan dengan membandingkan gulma yang diberi perlakuan
herbisida dengan gulma tanpa perlakuan (kontrol). Perbandingan antar kondisi
gulma tersebut dapat diperoleh nilai persen keracunan gulma. Pengamatan
dilakukan setiap 2 hari sekali dimulai dari 2 HSA hingga 14 HSA (hari setelah
aplikasi).
3.6.4.2 Tingkat Kehijauan Daun
Tingkat kehijauan daun diukur pada 4, 8, 10, 14 HSA. Pengukuran tingkat
kehijauan daun dilakukan dengan menggunakan SPAD 502. Tujuan dilakukan
pengukuran tingkat kehijauan daun adalah untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan tingkat kehijauan daun pada gulma yang diduga resisten dengan gulma
non resisten setelah diberi perlakuan dosis herbisida berbahan aktif glifosat.
43
3.6.4.3 Bobot Kering Gulma
Setelah pengamatan persen keracunan berakhir, dilakukan pengamatan bobot
kering gulma. Pemanenan gulma dilakukan pada 2 HSA hingga 14 HSA (hari
setelah aplikasi). Gulma dipanen dengan cara memotong pangkal batang gulma.
Gulma yang dipanen hanya bagian yang masih hidup, sedangkan bagian yang
sudah mati dibuang. Biomassa gulma yang telah dipanen dimasukan ke dalam
amplop kertas yang telah diberi label sesuai perlakuan. Gulma dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 80oC selama 48 jam. Setelah dikeringkan, gulma
kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya sesuai perlakuan.
3.7 Analisis Data
3.7.1 Kecepatan Meracuni
Kecepatan glifosat meracuni gulma yang diujikan diperoleh dari data persen
keracunan. Data dianalisis dengan anailisis probit untuk menentukan nilai Lethal
Time (LT50). LT50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh atau
meracuni gulma yang diuji sebesar 50%. Dari nilai LT50 dapat diketahui waktu
yang dibutuhkan glifosat untuk meracuni gulma hingga 50%. Kecepatan meracuni
herbisida dapat diperoleh dari transformasi persen keracunan ke nilai probit
dengan bantuan tabel probit dan hari pengamatan diubah ke dalam bentuk log.
Dari log hari (X) dan probit (Y) ditentukan persamaan regresi sederhana Y = aX +
b. Dari persamaan regresi tersebut ditentukan nilai X dengan Y = 5 untuk
menentukan nilai log hari dimana gulma teracuni 50%. Nilai X kemudian diubah
44
ke anti log sehingga diperoleh nilai LT50 (Lethal Time). (Hasinu, 2009). Nilai Y =
5 digunakan karena nilai probit dari 50% adalah 5.
3.8 Dosis Efektif (ED50)
ED50 adalah suatu nilai yang menunjukan keefektifan dosis herbisida dalam
meracuni spesies gulma. Data bobot kering gulma yang diperoleh kemudian
dikonversi menjadi persen kerusakan. Persen kerusakan adalah nilai yang
menunjukkan seberapa besar herbisida dapat mematikan gulma. Nilai persen
kerusakan dapat diperoleh dengan membandingkan nilai bobot kering perlakuan
herbisida dengan kontrol menggunakan persamaan berikut :
% kerusakan = (1-(P/K)) x 100%
Keterangan :
P = Nilai bobot kering gulma dengan perlakuan herbisida.
K = Nilai bobot kering gulma kontrol.
Persen kerusakan ditransformasi ke dalam nilai probit dengan bantuan tabel
probit. Taraf dosis yang diuji diubah kedalam bentuk log. Dari nilai probit persen
kerusakan (Y) dan log dosis (X), ditentukan persamaan regresi sederhana Y = aX
+ b. Dari persamaan tersebut, ditentukan nilai X untuk Y = 5 karena yang dicari
adalah ED50 (nilai probit dari 50% adalah 5). Nilai X kemudian dianti log
sehingga diperoleh ED50 gulma. ED50 menunjukkan dosis yang menyebabkan
penekanan gulma hingga 50% (Guntoro et al, 2013).
45
3.9 Nisbah Resistensi (NR)
Nisbah Resistensi (NR) merupakan nilai dari perbandingan ED50 gulma terpapar
dengan gulma tidak terpapar. Berdasarkan nisbah resistensi didapatkan
penggolongan tingkat resistensi gulma spesies uji. Gulma tergolong resisten tinggi
apabila nilai NR 6-12, resistensi rendah apabila nilai NR 2-6, dan tergolong
sensitif apabila nilai NR < 2 (Ahmad et al, 2012).
70
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Nilai ED50 (Median Effective Dose) gulma Axonopus compressus, Eleusine
indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar glifosat masing-masing 407.28,
551.20, 427.42 g/ha, sedangkan untuk gulma yang tidak terpapar memiliki
nilai masing-masing 240.01, 249.90, 291.63 g/ha. Artinya gulma yang
terpapar glifosat memerlukan dosis lebih tinggi untuk teracuni 50%
dibandingkan gulma yang tidak terpapar glifosat.
2. Nilai LT50 (Median Lethal Time) gulma Axonopus compressus, Eleusine
indica dan Ottochloa nodosa yang terpapar glifosat memiliki nilai yang lebih
rendah disemua dosis dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar
glifosat artinya gulma terpapar glifosat membutuhkan waktu lebih lama untuk
teracuni dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar glifosat.
3. Nilai Nisbah Resistensi (NR) gulma Axonopus compressus, Eleusine indica
dan Ottochloa nodosa yang terpapar masing-masing adalah 1.70, 2.21, dan
1.5, maka gulma Axonopus compressus dan Ottochloa nodosa masih belum
menunjukkan adanya resistensi terhadap glifosat, sedangkan gulma Eleusine
indica sudah mengalami resistensi rendah.
75
4. Memberikan informasi kepada pemilik perkebunan kelapa sawit Lampung
Selatan dan perusahaan lain yang menggunakan glifosat tentang terjadinya
resistensi terhadap gulma di perkebunan kelapa sawit tersebut.
5.2 Saran
Adapun saran penulis untuk penelitian selanjutnya yaitu
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang resistensi terhadap anakan gulma
resisten Eleusine indica dilahan perkebunan kelapa sawit Lampung Selatan.
2. Dilakukan penelitian terhadap gulma Eleusine indica yang resisten di
perkebunan selain di perkebunan kelapa sawit Lampung Selatan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hamdani,M.S., M. J. Owen, Qin Yu, and S. B. Powles. 2012. ACCase-
Australian Grain Belt. Weed Technology 26:130–136.
Beckie,H. J.,L.F. Friesen, K.M. Nawolsky, dan I.N. Morrison. 1990. A Rapid
Bioassay to Detect Trifluralin-Resistant Green Foxtail (Setaria viridis).
Weedtechnology 4:505-508.
Beffa, R., F. Andrea, L. Lother, H. Martin, L. Bernd, P.R.S Juan dan S.Harry .
Weed Resistance Diagnostic Technologies to Detect Herbicide Resistance
in Cerealgrowing Areas. 25th
German Conference on weed Biology and
Weed Control Boutsalis.
Preston, J. K dan S.B. Powles. 2001. Molecular Basis of Resistance to
Acetolactate Synthase-Inhibiting Herbicides in Sisymbrium oriental and
Brassica tournefortii. Pesticide Science 55:507-516.
Breden, G and James T.B. 2015. Goosegarss (Eleusine indica). Turfgrass Science.
University of Tenessee. www.tenesseturfgrassweeds.org. Diakses pada
tanggal 5 Mei 2017 Pukul 18.56 Wib.
Buhler,W. 2002. Incidence and History of Herbicide Resistance (WSSA).
Pesticide Environmental Stewardship. Promoting Proper Pesticide Use and
Handling. Center for Integrated Pest Management.
Bukowska, B. 2005. Toxicity of 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid-Molecular
Mechanisms. Polish J. of Environ. Stud. 15(3):365-374.
CRC Weed Management. 2003. Weed management guide: Praxelis (Praxelis
clematidea). Cooperative Research Centre (CRC) for Australian Weed
Management. Australia. Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap
Beberapa Jenis Gulma Padi.
Davis, M.M., O'Keefe, S.L., Primrose, D.A., Hodgetts, R.B. (2007). A
neuropeptide hormone cascade controls the precise onset of post-eclosion
cuticular tanning in Drosophila melanogaster. Development 134(24):
4395--4404.
Guntoro, D. Fitri, and T. Yuga. 2013. Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif
77
Hager, A.G. dan Refsell, D. J. 2008. Herbicides persistence and how to test foR
residues in soils. Illinois Agricultural Pest Management Handbook.
University of Illinois Extension. Urbana.
Hammond, E. Third World Network.2010. Genetically Engineered Backslide :
The Impact Of Glyphosate Resistant Palmer Pigweed On Agriculture In
The United States.
Haryadi, Agustinus. 2017. Uji Resistensi Gulma Rumput Belulangan (Eleusine
indica),Jalantir (Erigeron sumatrensis), Dan Teki Udelan (Cyperus
kyllingia) Asal Perkebunan Jambu Biji Lampung Timur Terhadap
Herbisida Glifosat. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hastuti, Yuliana, Nurjannah. 2014. Efikasi Herbisida Amonium Glufosinatt
Gulma Umum Pada Perkebunan Karet yang Menghasilkan [ Hevea
Brasiliensis ( Muell.) Arg ]. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Heap I. 2005. The international survey of herbicide resistent weeds.
http://www.weedscience.com. Diakses pada tanggal 6 Mei 2017 pukul
15.09 WIB.
Heap I. 2011. Global Distribution of Herbicide Resistance. WSSA Herbicide
Resistance Management Lesson 1. WSSA All Rights Reserved.
Manalil, S. 2015. An analysis of polygenic herbicide resistance evolution and
its management based on a population genetics approach. Basic and
Applied Ecology. 16 :104–111.
Mangoensoekardjo, S. 1976. Keracunan Herbisida Pada Kelapa Sawit. Prasarana
dan Pembahasan Kelapa Sawit 1976. Hal 229 – 234.
Manidool, C. (1992) Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. In: 't Mannetje, L. and
Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages. pp.
53-54. (Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, the Netherlands).
Moenandar, Jody. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian gulma. Rajawali Pers.
Jakarta.
Moenandar, Jody. 2010. Persaingan Tanaman Budidaya Dengan Gulma. Raja
Grafindo. Jakarta.
Oil world (2003) Palm Oil in march 2013. Jerman, Juni, Diakses Pada Tanggal 15
Juni 2018 dari http:/oilworld.biz/statistic/by_commodity/Juni/2013.
Pardamean, Maruli. 2017. Kupas Tuntas Agribisnis Kelapa Sawit. Swadaya,
Jakarta timur.
78
Prather, T.S., J.M. Ditomaso dan J.S. Holt. 2000. Herbicide Resistance: Definition
and Management Strategies. Division of Agriculture and Natural
Resources (University Of California). Htpp://anrcatalog.ucdavis.edu.[22
Maret 2018]
Purba, E.2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma
Mengatasi Populasi Gulma Resistensi Toleran Herbisida. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara,
Medan
Rochmah, A. 2017. Uji Resistensi Gulma Eleusine Indica, Erigeron Sumatrensis,
Dan Cyperus Kyllingia Dari Perkebunan Jambu Biji Di Lampung Timur
Terhadap Herbisida Parakuat. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Santhakumar. 2012. Herbicides-resistance management in developing
countries. Weed Management for Developing Countries. FAO Plant
Production and Protection Paper. Sawah. IPB. Bogor. Bul. Agrohorti
1(1):14–148.
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Simangunsong, Y. P. 2018. Manajemen Pengendalian Gulma Perkebunan Kelapa
Sawit. Bul Agrohorti 6 (2) : 189 – 196. Bogor.
Sriyani, N, Lubis, A.T, Sembodo, D.R.J, Mawardi,D, Suprapto, H, Susanto, H,
Pujisiswanto, H, Abdachi, T, Oki,Y. 2014. Upland Weed Flora of
Southern Sumatera. An Illustrated Weed Identification Book. Global
Madani Press. Bandar Lampung.
Sutikno,S. 1992. Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Thompson, R.P.1979. There has never been a herbicide like this before. Round
Up Herbicides Symposium III For Sumatra. Medan P 3 – 33.
Tjitrosoedirdjo, S,.I.H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (eds). 1984. Pengelolaan
Gulma Di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor PT Gramedia. Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Schozophyta,
Thallophyta,Bryophyta, Pterydophyta). Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Yamsuddin, E., dan Hutauruk, C.H. 1999. Pengendalian Gulma Dengan Herbisida
Pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan. Jur. PPKS. 09:1-3.
Top Related