8/2/2019 refrat pdl olie
1/49
BAB I
PENDAHULUAN
Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang
terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen
dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas,
kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan
hiperplasi akibat iritasi kronik; dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan
bronkokonstriksi otot polos. Berbagai kelainan di luar saluran napas yang dapat
menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh tumor paru, pembesaran kelenjar
dan tumor mediastinum.1
Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam
penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang
ditandai oleh hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan.
Penyakit paru obstruktif kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus
ekspirasi yang abnormal dan tidak mengalami perubahan secara nyata pada
observasi selama beberapa bulan.1
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2009, PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan
efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat
keparahan pada tiap pasien. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara
lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena
itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini
dapat ditegakkan bahkan sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga
progresivitas penyakit dapat dicegah.1,2
PPOK adalah penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi ke-4 di
Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa morbiditas dan mortalitas akan terus
meningkat. Diperkirakan 12 juta orang di AS didiagnosis dengan PPOK
sementara 12 juta lainnya memiliki PPOK yang tidak terdiagnosis.1 Di Indonesia
tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survey Kesehatan
1
8/2/2019 refrat pdl olie
2/49
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menunjukkan angka kematian karena
bronkitis kronik, emfisema dan asma menduduki peringkat keenam dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK diperkirakan akan
meningkat di waktu yang akan datang dengan makin tingginya harapan hidup dan
faktor resiko yang cukup luas.3
PPOK menimbulkan beban kesehatan, sosial dan ekonomi yang besar. Hal
ini dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran mengenai penatalaksanaan yang
tepat oleh dokter umum.1
Walaupun telah tersedia pedoman penatalaksanaan evidence-based,
penelitian menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman akan PPOK khususnya
diantara dokter umum masih rendah. Penelitian yang dilakukan Tsagaraki et al
menemukan bahwa walaupun pedoman penatalaksanaan PPOK telah tersedia,
spesialis cenderung untuk mengikuti pedoman tersebut sementara dokter umum
tidak. Hal ini dapat menyebabkan tingginya angka PPOK di masyarakat yang
tidak terdiagnosis maupun yang tidak diobati, khususnya pada tahap awal di mana
intervensi dini akan lebih menguntungkan.1
Oleh karena itu, refrat ini dibuat untuk membahas penatalaksanaan PPOK
yang terdiri dari pencegahan, terapi nonfarmakologi dan farmakologi, serta
rehabilitasi. Semoga refrat ini dapat menambah wawasan pengetahuan kita
sehingga dapat memberi pengobatan optimal bagi pasien.
2
8/2/2019 refrat pdl olie
3/49
BAB II
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
2.1 Anatomi dan Fisologi Paru
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan
pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai
apeks dan basis. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar
paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus
oleh fisura interlobaris; paru kiri dibagi menjadi dua lobus, yang terbagi lagi
atas beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkus.4
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan
merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya,
bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan
bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut
yang lebih tajam.4
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oeh oto
polos sehingga ukurannya dapat berubah.4
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkious
respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3)
sakus alveolaris terminalis, yaitu struktur akhir paru.asinus memiliki garis
tengah kira-kira 0,5 1,0 cm. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya
3
8/2/2019 refrat pdl olie
4/49
oleh dinding tipis atau septum.lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-
pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus
alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel yang
diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah.
Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan
seluas sebuah lapangan tenis.4
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas
membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan
saat inspirasi dan cenderung kolaps pada saat ekspirasi. Tetapi, untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein (surfaktan) yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada
waktu inspirasi dan mencegah kolaps pada waktu ekspirasi.4
Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan
viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan. Tidak ada
ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis
sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari
tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolpas paru.4
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal.
Pertama, jaringan elastis paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung
menarik paru menjauh dari rangka toraks. Permukaan pleura viseralis dan
pleura parietalis yang saling menempel tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap
ada kekuatan kontinu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenla
sebagai tekanan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura secara terus-
menerus bervariasi sepanjang siklus pernapasan, tetapi selalu negatif.4
4
8/2/2019 refrat pdl olie
5/49
Suplai darah ke paru-paru bersumber dari arteria bronkialis dan arteria
pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru.
Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalarn
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru halus yang mengitari dan menutupi
alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk proses pertukaran gas
antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan
melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang kemudian membagikannya
kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.4,5
Dasar mekanika pernapasan dari rongga dada adalah inspirasi dan
ekspirasi yang digerakkan oleh otot-otot pernapasan. Ketika dada membesar
karena aksi otot-otot inspirasi, maka kedua paru mengembang mengikuti
gerakan dinding dada. Dengan mengembangnya dada, udara masuk melalui
saluran pernapasan ke alveoli. Pengembangan rongga dada menyebabkan
saluran udara lebih lebar, sehingga lebih banyak udara yang masuk ke alveoli.5
Pada waktu otot-otot inspirasi rileks, maka ekspirasi mengambil alih;
penurunan volume rongga dada bersama-sama dengan recoiljaringan elastis
kedua paru menghasilkan pengeluaran udara. Otot-otot yang bekerja pada
inspirasi normal adalah otot diafragma dan eksternal intercostal.5
Pengajaran pernapasan terutama tergantung pada kontrol gerakan iga
dan pernapasan ditekankan pada tempat iga yang bergerak dari daerah paru
yang mengisap udara. Pada prinsipnya gerakan dinding dada dibagi tiga
bagian yang pola gerakannya berbeda-beda, yakni: (1) Dinding dada bagian
atas dan sternum mempunyai gerakan ke atas dan ke depan pada inspirasi dan
kembali ke posisi semula pada ekspirasi, (2) Dinding dada bagian tengah
mempunyai gerakan ke samping dan ke depan pada inspirasi dan kembali ke
posisi semula pada ekspirasi dan (3) Dinding dada bagian bawah mempunyai
gerakan ke samping dan terangkat selama inspirasi dan kembali ke posisi
semula pada ekspirasi.5
2.2 Definisi
5
8/2/2019 refrat pdl olie
6/49
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati dengan efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat
menyebabkan berbagai derajat keparahan pada tiap pasien. Komponen
pulmonernya ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Keterbatasan aliran udara tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan suatu respon inflamasi abnormal pada paru terhadap
partikel-partikel berbahaya atau gas.2
Obstruksi saluran napas pada PPOK disebabkan bronkitis kronis dan
emfisema. Pada emfisema terjadi pelebaran rongga udara distal sampai
bronkiolus terminal disertai destruksi septa alveolar. Bronkitis kronik
merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan batuk disertai dahak selama
paling sedikit tiga bulan dalam dua tahun berturut-turut.2,6
2.3 Etiologi
Keterbatasan aliran udara kronik yang khas pada PPOK disebabkan oleh
suatu campuran dari penyakit saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif) dan
destruksi parenkim (emfisema), dengan kontribusi relatif yang bervariasi pada
setiap orang. Inflamasi kronik menyebabkan perubahan struktural dan
penyempitan saluran napas kecil. Destruksi parenkim paru, juga oleh proses
inflamasi, menyebabkan hilangnya perlekatan alveolar pada saluran napas
kecil dan menurunkan recoilelastis paru, sebaliknya perubahan-perubahan ini
mengurangi kemampuan saluran napas untuk tetap terbuka selama ekspirasi.
Keterbatasan aliran udara paling baik diukur dengan spirometri.2
2.4. Faktor Risiko
Di seluruh dunia, merokok merupakan faktor risiko yang paling umum
untuk PPOK.1,2,3,4 Meskipun pada banyak negara, polusi udara yang dihasilkan
dari pembakaran kayu dan bahan bakar lain juga teridentifikasi sebagai faktor
risiko PPOK.2
2.4.1. Faktor Genetik
6
8/2/2019 refrat pdl olie
7/49
Sebagaimana pemahaman tentang pentingnya faktor risiko untuk PPOK
berkembang, begitu pula dengan pengenalan bahwa semua faktor risiko PPOK
secara esensial dihasilkan dari interaksi antara gen dan lingkungan. Oleh
karena itu, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu orang
yang dapat mengalami PPOK akibat dari perbedaan predisposisi genetik
terhadap penyakit, atau berapa lama mereka hidup.2
Sebanyak 85% hingga 90% pasien dengan PPOK memiliki riwayat
merokok. Namun, hanya 15% dari perokok yang akan mengidap PPOK,
mengindikasikan sepertinya terdapat faktor konstitusional atau genetik yang
menentukan risiko berkembangnya obstruksi saluran napas pada seseorang.7
Defisiensi herediter berat 1-anti-trypsin merupakan satu-satunya faktor
resiko terkait genetik yang diketahui sampai saat ini.2,7,8 Pada masyarakat
normal volume alfa-1 antitripsin yaitu lebih dari 2,5 g/L. Defisiensi ini
seringnya terjadi pada masyarakat di Eropa Utara.2
Alfa-1 antitripsin merupakan reaktan fase akut yang meningkat saat
terjadi reaksi peradangan dan pemberian estrogen. Integritas struktural elastin
paru bergantung pada antienzim ini, yaitu dengan melindungi paru dari
protease yang dihasilkan leukosit. Kurangnya alfa-1 antitripsin menyebabkan
proteksi terhadap jaringan paru berkurang dan terjadi peleburan dinding
alveolus yang bersebelahan sehingga terjadi emfisema paru.2 Perkembangan
emfisema panlobular dan berkurangnya fungsi paru yang cepat dan prematur
terjadi pada perokok dan bukan perokok dengan defisiensi berat 1-anti-
trypsin.2,7,8
Walaupun defisiensi 1-anti-trypsin relevan hanya dengan sedikit bagian
populasi dunia, hal itu tetap mengilustrasikan adanya interaksi antara gen dan
paparan lingkungan yang menyebabkan PPOK.2
2.4.2. Paparan Inhalasi
Setiap tipe partikel, tergantung pada ukuran dan komposisi, dapat
mengkontribusi berat risiko yang berbeda, dan total risiko akan bergantung
pada integral paparan yang terinhalasi. Dari banyaknya paparan inhalasi yang
7
8/2/2019 refrat pdl olie
8/49
dapat ditemui selama hidup, hanya rokok tembakau, debu okupasional, dan
bahan kimia yang diketahui menyebabkan PPOK.2
Angka kejadian dan kematian pada bronkitis kronis dan emfisema
banyak dijumpai pada daerah industri. Eksaserbasi pada bronkitis
berhubungan dengan polusi dari Sulfur dioksida (SO2).6
2.4.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses-proses yang terjadi
selama kehamilan, kelahiran, dan paparan pada masa anak-anak.
Berkurangnya pencapaian fungsi paru yang maksimal dapat mengidentifikasi
indiviu tersebut memiliki risiko yang meningkat terhadap berkembangnya
PPOK. Semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama
kehamilan dan masa anak-anak potensial dalam meningkatkan risiko
seseorang mengalami PPOK. Sebagai contoh, suatu studi mengkonfirmasi
hubungan positif antara berat lahir dan FEV1 pada masa dewasa.2
2.4.4. Stress Oksidatif
Paru secara berkesinambungan terpapar pada oksidan yang dihasilkan
baik secara endogenos dari fagosit maupun secara eksogenos dari polutan
udara atau rokok tembakau.2 Ketika keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan berubah, akan terjadi stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya
menghasilkan efek membahayakan secara langsung pada paru tetapi juga
mengaktivasi mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.2
2.4.5. Jenis Kelamin
Peranan jenis kelamin dalam menentukan risiko PPOK masih tidak jelas.
Dahulu, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan mortalitas
PPOK lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan. Penelitian dari negara
maju menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sekarang ini hampir sama antara
laki-laki dan perempuan, yang kemungkinan merefleksikan perubahan pola
8
8/2/2019 refrat pdl olie
9/49
merokok tembakau. Beberapa penelitian menganggap bahwa perempuan lebih
mungkin terkena efek rokok tembakau daripada laki-laki.2
2.4.6 Infeksi
Infeksi dapat berkontribusi pada ptogenesis dan progresi PPOK, dan
kolonisasi bakteri berhubungan dengan inflamasi saluran udara, dan memiliki
peran yang signifikan dalam eksaserbasi. Riwayat infeksi saluran napas
semasa kecil berhubungan dengan berkurangnya fungsi paru dan
meningkatkan gejala-gejala respiratori pada masa dewasa. Mungkin ada
peningkatan diagnosis infeksi berat pada anak yang memiliki penyakit dasar
hiperesponsif saluran napas, yang dianggap sebagai faktor risiko untuk PPOK.
Infeksi HIV mempercepat onset emfisema yang berhubungan dengan rokok.
Inflamasi paru yang diinduksi HIV memiliki peran dalam proses tersebut.
Riwayat tuberkulosis diketahui berhubungan dengan obstruksi saluran napas
pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.2
2.4.7. Status Sosial Ekonomi
Terdapat bukti bahwa risiko berkembangnya PPOK berhubungan secara
terbalik dengan status sosial ekonomi. Hal itu masih tidak jelas,
bagaimanapun, jika pola ini merefleksikan keterpaparan terhadap polutan
udara indoor dan outdoor, kepadatan, nutrisi buruk, atau faktor lain yang
berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah.2
2.4.8. Nutrisi
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko independen untuk PPOK tidak jelas.
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan otot pernapasan, melalui mengurangi massa otot pernapasan dan
kekuatan serat otot yang tersisa. Hubungan kelaparan dan status
anabolik/katablik dengan perkembangan emfisema telah terbukti dalam
penelitian eksperimental pada hewan. CT scan paru pada perempuandengan
9
8/2/2019 refrat pdl olie
10/49
malnutrisi kronik akibat anorexia nervosa menunjukkan perubahan mirip
emfisema.2
2.4.9. Asma
Asma mungkin merupakan faktor risiko bagi PPOK, walaupun buktinya
tidak konklusif. Dalam suatu laporan kohor longitudinal dari Tucson
Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, orang dewasa dengan
asma ditemukan memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi mendapat PPOK
daripada orang yang tidak menderita asma. Penelitian longitudinal lain pada
orang denan asma menemukan bahwa sekitar 20% subjek menunjukkan tanda-
tanda fungsional PPOK, keterbatasan aliran udara irreversibel, dan koefisien
transfer menurun.2
2.5. Patogenesis
Partikel dan gas yang berbahaya disertai dengan faktor dari manusia
dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada paru-paru. Peradangan pada
paru ini kemudian diperburuk oleh dua faktor penting yaitu stres oksidatif dan
meningkatnya jumlah proteinase pada paru-paru. Peradangan paru, stres
oksidatif dan peningkatan proteinase ini menampakkan kelainan patologis
pada penderita PPOK.2
Gambar 1. Patogenesis PPOK2
10
Peradangan Paru
Partikel dan Gas yang berbahaya
(rokok tembakau)
Faktor dari Manusia
Patologi PPOK
Stres Oksidatif Proteinase
Anti-proteaseAnti-oksidan
8/2/2019 refrat pdl olie
11/49
Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan merokok dalam waktu
lama dapat merusak gerakan silia, menghambat makrofag alveolar, dan
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar penghasil mukus. Selain itu
merokok menghambat kerja antiprotease dan menyebabkan leukosit
polimorfonuklear menghasilkan enzim proteolitik secara akut. Akibatnya
timbul kerusakan dinding saluran napas perifer (emfisema). Pada saluran
napas tepi terjadi obstruksi kronik berat pada saluran napas, terjadi
peradangan, atrofi, metaplasia sel goblet dan skuamosa, dan sumbatan lendir
pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratorius.6,9
2.5.1. Sel-sel Peradangan
PPOK ditandai oleh pola tertentu dari peradangan yang melibatkan
neutrofil, makrofag, limfosit, dan eosinofil.2 Inhalasi asap rokok atau gas
berbahaya lainnya mengaktivasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik neutrofil yang merekrut lebih banyak makrofag dan
neutrofil, dan elastase.7,8 Sel-sel ini melepaskan mediator peradangan dan
berinteraksi dengan sel-sel pada saluran napas dan parenkim paru.2
Peningkatan jumlah makrofag dan leukosit polimorfonuklear yang
teraktivasi kemudian melepaskan elastase yang tidak bisa dinetralkan secara
efektif oleh antiprotease, menyebabkan destruksi paru.7,8 Peningkatan
makrofag ditemukan pada lumen saluran napas, parenkim paru, dan cairan
bilasan bronkus. Monosit pada darah akan berdiferensiasi menjadi makrofag
di dalam jaringan paru-paru.10
Pada PPOK nampak peningkatan limfosit T, yaitu CD8+ di dinding
saluran napas dan parenkim paru.2,8 CD8+ bersifat sitotoksik pada sel-sel
alveolus, menyebabkan destruksi alveolus. Limfosit B juga meningkat pada
saluran napas perifer dan folikel limfoid. Kemungkinan peningkatan ini
disebabkan infeksi pada saluran napas. Peningkatan eosinofil ditemukan pada
sputum dan dinding saluran napas pada saat terjadi eksaserbasi.2
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel
bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis.
11
8/2/2019 refrat pdl olie
12/49
Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens
produksi mukus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang
bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis.
Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease
menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran
udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil nonkartilago.
Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan
timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.7,8
2.5.2. Stress Oksidatif
Stres oksidatif diperkirakan memiliki peranan penting dalam patogenesis
PPOK. Oksidan yang disebabkan oleh asap rokok dan partikel-partikel
berbahaya lain, dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil. Sel-sel ini nampaknya
menurunkan jumlah anti-oksidan pada pasien PPOK. Stres oksidatif berupa
pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal
bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide mempunyai beberapa efek samping
pada paru-paru yaitu aktivasi sel-sel peradangan, inaktivasi protease,
merangsang sekresi mukus, dan meningkatkan eksudasi plasma.2,7 Biomarker
dari stres oksidatif seperti hidrogen peroksida akan meningkat pada sputum
dan sirkulasi sitemik pasien PPOK.2
2.5.3. Ketidakseimbangan Proteinase-Antiproteinase
Proteinase pada paru-paru dapat menghancurkan komponen jaringan
ikat, sedangkan antiproteinase mencegah terjadinya penghancuran ini.
Beberapa proteinase, yang berasal dari sel-sel peradangan dan sel-sel epitel,
meningkat pada pasien PPOK. Proteinase yang menyebabkan penghancuran
elastin dan komponen jaringan ikat pada parenkim paru merupakan gambaran
penting pada emfisema, dan terjadi secara ireversibel.2
2.6. Patofisiologi
12
8/2/2019 refrat pdl olie
13/49
2.6.1. Hambatan Aliran Udara dan Terperangkapnya Udara
Hambatan aliran udara kronik merupakan karakteristik PPOK yang
disebabkan karena penyakit pada saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif)
dan destruksi parenkim (emfisema). Peradangan kronik menyebabkan
perubahan struktural dan penyempitan pada saluran napas kecil. Destruksi
parenkim paru, yang juga disebabkan proses peradangan, menyebabkan
rusaknya dinding alveoli dan penurunan elastisitas. Perubahan-perubahan ini
akan menghambat aliran udara selama ekspirasi.2
Peradangan, fibrosis, dan eksudat pada saluran napas kecil berhubungan
dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Obstruksi saluran napas perifer
menghambat keluarnya udara ekspirasi, menyebabkan terjadinya hiperinflasi.
Pada emfisema terjadi gangguan pertukaran udara karena pelebaran dan
destruksi bronkiolus dan duktus alveolus. Hiperinflasi menurunkan kapasitas
inspirasi sedangkan kapasitas residu fungsional meningkat, terutama saat
beraktifitas. Hal ini yang menyebabkan terjadinya sesak napas.2
2.6.2. Gangguan Pertukaran Udara
Gangguan pertukaran udara menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea.
Pada umumnya, pertukaran udara akan semakin memburuk seiring perjalanan
penyakit. Gangguan pertukaran udara berhubungan dengan PO2 arteri dan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q). Obstruksi saluran napas perifer
juga mengganggu keseimbangan ventilasi-perfusi.2
2.6.3. Hipersekresi Mukus
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami gejala hipersekresi mukus.
Pada bronkitis kronik terjadi hipersekresi mukus, menyebabkan terjadinya
batuk kronik dan produksi sputum. Bronkitis kronik berhubungan dengan
hiperplasia dan hipertopi kelenjar mukus pada submukosa saluran napas besar.
Pada saluran napas kecil ditemukan hiperplasia sel goblet, fibrosis
peribronkial, sel radang pada mukosa dan submukosa, serta edema.2,6
2.6.4. Hipertensi Pulmonal
13
8/2/2019 refrat pdl olie
14/49
Hipertensi pulmonal ringan sampai sedang dapat timbul pada PPOK
dikarenakan vasokonstriksi arteri pulmonal karena hipoksia. Hal ini
menyebabkan perubahan struktural antara lain hiperplasia intima dan
hipertropi otot polos. Hilangnya bantalan kapiler pada emfisema juga akan
meningkatkan tekanan pada sirkulasi pulmonal. Hipertendi pulmonal yang
progresif menyebabkan hipertopi ventikel kanan, sehingga dapat terjadi gaga;
jantung kanan (cor pulmonal).2
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau
kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan
hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran
darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau
kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan
CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat,
pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada
beberapa pasien dengan PPOK berat.2
Karena PPOK sering berkembang pada perokok lama pada usia
menengah, pasien-pasien sering memiliki variasi penyakit lain yang
berhubungan dengan rokok atau penuaan. PPOK sendiri juga memiliki efek
ekstrapulmoner yang signifikan yang mengarah pada kondisi-kondisi
komorbid. Data dari Belanda menunjukkan bahwa 25% populasi orang
berumur 65 tahun atau lebih menderita dua kondisi komorbid dan 17 %
lainnya memiliki tiga kondisi komorbid. Penurunan berat badan, kelainan
nutrisi, dan disfungsi otot skeletal diketahui sebagai efek ekstrapulmoner dari
PPOK dan pasien-pasien berisiko menderita infark miokard, angina,
osteoporosis, infeksi saluran napas, patah tulang, depresi, diabetes, gangguan
tidur, anemia, dan glaukoma. Eksistensi PPOK dapat benar-benar
meningkatkan risiko utnuk terjadinya penyakit lain.2
2.7. Diagnosis
14
8/2/2019 refrat pdl olie
15/49
Riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang mendetail penting untuk
menegakkan diagnosis PPOK. Akan tetapi pemeriksaan fungsi paru sangat
penting untuk diagnosis. Diagnosis PPOK sebaiknya dipertimbangkan untuk
setiap individu yang memiliki dispnea, batuk kronis atau produksi sputum, dan
atau riwayat terpapar faktor risiko PPOK, terutama merokok.2
Sesak merupakan gejala utama pada PPOK dan merupakan alasan utama
pasien berobat. Sesak pada pasien dengan PPOK ditandai dengan peningkatan
usaha untuk bernapas, berat, dan terengah-engah. Pada PPOK sesak menetap
dan bersifat progresif, bahkan pada saat beraktifitas ringan pasien akan
mengeluh sesak. Seiring menurunnya fungsi paru, sesak akan semakin hebat,
dan pasien merasa tidak mampu berjalan dengan kecepatan yang sama seperti
orang-orang seusianya.2
Batuk kronis kadang menjadi gejala awal pada PPOK. Awalnya batuk
timbul hanya sekali-kali kemudian menjadi setiap hari. Batuk kronis pada
PPOK bisa disertai ataupun tanpa sputum. Adanya produksi sputum selama
tiga bulan atau lebih dalam dua tahun merupakan definisi epidemiologis dari
bronkitis kronik. Produksi sputum sulit untuk dievaluasi karena pasien lebih
sering menelan sputumnya daripada membuangnya. Sputum yang purulen
menunjukkan peningkatan mediator peradangan, dan timbulnya eksaserbasi.2
2.7.1. Anamnesis
Indikator Kunci untuk Mempertimbangkan Diagnosis PPOK
Pertimbangkan PPOK, dan lakukan pemeriksaan spirometri, jika setiap
indikator ini ada pada seorang individu berusia lebih dari 40 tahun. Indikator-
indikator ini tidak berdiri sendiri sebagai kriteria diagnosis, tetapi adanya
beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.2
Dyspnea yang progresif (memburuk dari waktu ke waktu),
biasanya makin parah dengan aktivitas, menetap (muncul setiap hari),
dideskripsikan oleh pasien sebagai peningkatan usaha untuk bernapas,
rasa berat, air hunger, atau gasping.2
Batuk kronik, bisa intermitten dan bisa unproduktif.2
15
8/2/2019 refrat pdl olie
16/49
Produksi sputum kronik, setiap pola produksi sputum kronik
dapat mengindikasikan PPOK.
2
Riwayat terpapar terhadap faktor risiko, merokok tembakau,
debu dan bahan kimia, asap dari dapur rumah tangga dan mesin
pemanas.2
Diagnosis sebaiknya dikonfirmasi dengan spirometri. Jika spirometri
tidak dapat dilakukan, diagnosis PPOK sebaiknya dibuat menggunakan semua
peralatan yang tersedia. Gejala dan tanda klinis dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis. Dalam minat memperbaiki keakuratan
diagnosis PPOK, setiap usaha sebaiknya dibuat untuk menyediakan akses
kepada spirometri yang terstandarisasi.2
Riwayat medis yang terinci dari seorang pasien baru yang diduga
memiliki PPOK harus dinilai:2
Keterpaparan pasien terhadap faktor risiko, seperti merokok dan
paparan lingkungan atau okupasional.
Riwayat penyakit dahulu, meliputi asma, alergi, sinusitis atau
polip hidung, infeksi saluran napas, dan penyakit saluran napas lain.
Riwayat PPOK dalam keluarga atau penyakit respiratori kronik
lain.
Pola perkembangan gejala; PPOK biasanya berkembang pada
masa dewasa dan kebanyakan pasien menyadari adanya keadaan susah
bernapas yang bertambah, winter colds lebih sering, dan beberapa
restriksi sosial selama beberapa tahun sebelum mencari pertolongan
medis.
Riwayat eksaserbasi atau rawat inap akibat gangguan respiratori;
pasien mungkin waspada terhadap gejala yang memburuk secara
periodik meskipun jika episode ini bukan merupakan suatu PPOK
eksaserbasi.
16
8/2/2019 refrat pdl olie
17/49
Adanya komorbiditas, seperti penyakit jantung, keganasan,
osteoporosis, dan gangguan muskuloskeletal, yang juga dapatberkontribusi pada keterbatasan akivitas.
Ketepatan pengobatan medis saat ini; sebagai contoh, beta bloker
yang diresepkan untuk penyakt jantung biasanya kontraindikasi untuk
PPOK.
Dampak terhadap kehidupan pasien; meliputi keterbatasan
aktivitas, kehilangan pekerjaan dan dampak ekonomi, efek pada kegiatan
rutin keluarga, dan perasaan depresi dan ansietas.
Kemungkinan untuk mengurangi faktor risiko, terutama
penghentian merokok.
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Walaupun merupakan bagian yang penting dari pelayanan pasien, suatu
pemeriksaan fisik jarang membantu diagnosis pada PPOK. Tanda-tanda fisik
dari keterbatasan aliran udara biasanya tidak tampak hingga gangguan yang
signifikan dari fungsi paru terjadi, dan pendeteksian tanda-tanda tersebut
relatif kurang sensitif dan spesifik. Beberapa tanda fisik mungkin ada pada
PPOK tetapi ketidakhadiran mereka tidak menyingkirkan diagnosis.2
Pemeriksaan fisik didapatkan1,2,8:
Inspeksi
Pursed - lips breathing(mulut setengah terkatup mencucu),
Dada emfisematous atau barrel chest (diameter antero - posterior
dan transversal sebanding),
Takipnea,
Penggunaan otot bantu napas,
Hipertropi otot bantu napas,
Pelebaran sela iga,
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai,
17
8/2/2019 refrat pdl olie
18/49
Penampilanpink pufferatau blue bloater,
PalpasiPada emfisema stem fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa.
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
2.7.3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Diagnosis PPOK didukung dengan penemuan obstruksi saluran udara
persisten dengan menggunakan spirometri setelah pemberian bronkodilator
(didefinisikan dengan FEV1/FVC kurang dari nilai prediksi ). Pengukuran
volume paru dapat memperlihatkan adanya peningkatan pada volume residual
dan kapasitas total paru walaupun diagnosis obstruksi saluran napas hanya
dapat diketahui dengan keberadaan abnormalitas FEV1/FVC. Kapasitas
keseluruhan karbon dioksida biasanya menurun dengan adanya emfisema
namun normal pada pasien dengan bronchitis kronik.7
Fungsi pulmoner biasanya menurun secara progresif dan walaupun
diprediksi kurang akurat pada pasien tertentu, nilai rata-rata tahunan
penurunan FEV1 yaitu 50 hingga 100 mL. Penurunan FEV1 dipercepat pada
pasien yang tetap merokok. Aktivitas menurun secara bermakna ketika FEV1
hanya berkisar 1 L. FEV1 pasca bronkodilator, performa setelah berjalan
selama 6 menit, derajat sesak napas, dan index massa tubuh telah
diidentifikasi sebagai predictor harapan hidup.
18
8/2/2019 refrat pdl olie
19/49
2.7.4. Derajat Keparahan PPOK2
Stadium I: PPOK ringanDintandai dengan keterbatasan ringan aliran udara ( terprediksi
FEV1/FVC < 0,70; FEV1 < 80%). Gejala-gejala berupa batuk kronik dan
produksi sputum bisa ada, tapi tidak selalu. Pada tingkat ini, individu
biasanya tidak menyadari bahwa fungsi parunya tidak normal.
Stadium II: PPOK sedang
Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang lebih buruk ( terprediksi
FEV1/FVC < 0,70; 50% < FEV1 < 80%), dengan sesak napas yang secara
khas berkembang pada pemaksaan dan batuk dan produksi sputum
kadang-kadang juga ada. Pada tingkat ini pasien biasanya mencari
pertolongan medis karena gejala respiratori kronik atau suatu eksaserbsai
penyakit mereka.
Stadium III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang lebih buruk dari Stage II
( terprediksi FEV1/FVC < 0,70; 30% < FEV1 < 80%), sesak napas yang
lebih hebat, kapasitas latihan berkurang, lemah, dan eksaserbasi beruang
yang hampir selalu memiliki dampak pada kualitas hidup pasien.
Stadium IV: PPOK sangat berat
Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang parah ( terprediksi
FEV1/FVC < 0,70; FEV1 < 30% atau FEV1 < 50% ditambah adanya
kegagalan respiratori kronik). Pasien mungkin mengalami PPOK sangat
berat meskipun FEV1 > 30%, kapanpun komplikasi ini ada. Pada tingkat
ini, kualitas hisup sangat terganggu dan eksaserbasi dapat mengancam
nyawa.
2.7.5. Rontgen Thorax dan Pemeriksaan lainnya
Foto Thorax(Chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma
datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal,
dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi,
foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang
19
8/2/2019 refrat pdl olie
20/49
sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah
terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidakcost-effective atau
modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Walaupun pencitraan
dapat memperlihatkan keberadaan PPOK, hanya spirometri yang merupakan
standar kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.7
Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di
bawah nilai prediksi, dengan adanya tanda cor pulmonale dan selama
eksaserbasi akut berat untuk menilai oksigenasi dan kemungkinan adanya
hiperkapnia.2,7
Pemeriksaan 1-antitrypsin juga direkomendasikan untuk pasien PPOK
dengan umur yang lebih muda dibanding rata-rata.2,7
2.8. Diagnosis Banding
Pada beberapa pasien dengan asma kronik, suatu perbedaan yang jelas
dari PPOK tidak mungkin menggunakan pencitraan mutakhir dan teknik
pemeriksaan fisiologikal, dan diasumsikan bahwa asma dan PPOK ada
berdampingan pada pasien-pasien ini. Dalam kasus ini, penatalaksanaan yang
diberikan sekarang ini sama dengan penatalaksanaan asma.2
Tabel 1. Diagnosis Banding PPOK2
Diagnosis Tanda yang Mendukung Diagnosis
PPOK Onset usia 40 tahun ke atas
Gejala progresif
Riwayat merokok/terpapar faktor risiko
Sesak saat beraktivitasKeterbatasan aliran udara yang irreversibel
Asma Onset pada masa anak-anak
Gejala hilang timbul
Gejala terutama di malam/pagi hari
Terdapat alergi, rhinitiis, dermatitis
RPK asma
Keterbatasan aliran udara yang reversibel
Gagal jantung
kongestif
Ronki basah halus di basal paru
Foto thoraks: jantung melebar, edema paru
Bronkiektasis Sputum dalam jumlah besar
20
8/2/2019 refrat pdl olie
21/49
Berhubungan dengan infeksi bakteri
Ronki kasar pada auskultasi
Foto thoraks menunjukkan dilatasi dan penebalandinding bronkus
Tuberkulosis Onset pada semua usia
Foto thoraks menunjukkan infiltrat atau lesi noduler
Diagnosis: pemeriksaan mikrobiologis
Membedakan antara PPOK dengan asma sangat penting karena asma
merupakan sumbatan saluran napas yang intermitten dan penanganan asma
berbeda dengan PPOK. Hiperresponsif bronchial (didefinisikan sebagai
perubahan periodic pada forced expiratory volumedalam waktu 1 detik
[FEV1]), dapat ditemukan pula pada PPOK walaupun biasanya dengan
magnitude yang lebih rendah dibanding pada asma. Perbedaan utama adalah
asma merupakan obstruksi saluran napas reversible, dimana PPOK merupakan
obstruksi saluran napas yang permanent. Selain itu terdapat perbedaan
manifestasi lainnya antara asma dengan PPOK. Namun demikian, penelitian
telah mengindikasikan pengendalian asma kronis yang buruk pada akhirnya
menyebabkan perubahan struktur dan obstruksi saluran napas yang persisten,
sehingga dalam kasus seperti ini asma telah berevolusi menjadi PPOK tanpa
adanya riwayat merokok.7
2.9. PPOK Eksaserbasi Akut
PPOK eksaserbasi akut adalah peristiwa di mana pada perjalanan
penyakit terdapat perubahan dalam beratnya sesak, batuk dan produksi sputum
yang melebihi variasi harian, memiliki onset akut, dan membutuhkan
pengobatan yang berbeda dari obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien
PPOK.1
Penyebab paling sering dari eksaserbasi akut adalah infeksi
trakeobronkial dan polusi udara. Penelitian dengan menggunakan data dari
kultur sputum serta serologis menunjukkan bahwa 50% kejadian eksaserbasi
akut disebabkan infeksi.1
21
8/2/2019 refrat pdl olie
22/49
Infeksi bakteri menimbulkan perubahan jalan napas dan inflamasi
sistemik yang menyebabkan peningkatan beratnya gejala PPOK. Respon
inflamasi akan meningkatkan aktivitas enzim proteolitik yang jika berlanjut
akan memperberat PPOK, menyebabkan cedera epitel jalan napas dan
mengganggu mekanisme imun paru-paru. Gangguan mekanisme imun
selanjutnya dapat mempermudah terjadinya kolonisasi bakteri.1
Sesak bertambah merupakan gejala utama eksaserbasi, kadang diikuti
mengi. Selain itu produksi sputum dan batuk meningkat, perubahan warna
pada sputum, dan demam. Eksaserbasi kadang disertai beberapa keluhan tidak
spesifik seperti takikardi, takipnea, rasa tidak enak badan, insomnia,
mengantuk, pegal-pegal, depresi, dan cemas. Penurunan toleransi terhadap
aktivitas, deman, dan/atau anomali radiologis baru pada paru-paru juga bisa
menandakan terjadinya eksaserbasi. Pada pasien PPOK stadium IV, tanda
penting dari eksaserbasi adalah perubahan pada status mental pasien.2
Penilaian derajat eksaserbasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan1:
Foto thoraks: dapat membedakan dengan penyakit lain dengan gejala
yang sama.
EKG: membantu diagnosis hipertrofi ventrikel kiri, aritmia, dan iskemi
miokard.
Pemeriksaan lain:
o Kultur sputum dan uji sensitivitas antibiotik
o Pemeriksaan elektrolit dan gula darah
22
8/2/2019 refrat pdl olie
23/49
BAB III
PENATALAKSANAAN PPOK
Suatu rencana penatalaksanaan PPOK yang efektif meliputi 4 komponen; (1)
Menilai dan memonitor penyakit; (2) Mengurangi faktor risiko; (3) Mengatasi
PPOK stabil; dan (4) Mengatasi eksaserbasi.2 Pada bab ini akan dibahas mengenai
poin 2, 3, dan 4.
Penatalaksanaan PPOK ringan sampai sedang (Stage I dan II) meliputi
penghindaran dari faktor risiko untuk mencegah progresi penyakit dan
farmakoterapi sesuai kebutuhan untuk mengontrol gejala. PPOK berat dan sangat
berat (Stage III dan IV) sering memerlukan gabungan dari beberapa disiplin
berbeda, suatu variasi jalan pengobatan, dan suatu komitmen dari klinisi untuk
mendukung pasien secara berkelanjutanan seiring dengan progresivitas penyakit.
Pasien PPOK memerlukan konseling khusus mengenai penghentian merokok,
instruksi latihan fisik, anjuran nutrisi, dan dukungan perawatan berkelanjutan.
Tidak semua pendekatan diperlukan oleh setiap pasien, dan penilaian potensi
keuntungan dari setiap pendekatan pada setiap tingkat keparahan penyakit
merupakan aspek krusial dari penatalaksanaan penyakit yang efektif.2
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah
progresivitas penyakit, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas, memperbaiki
status kesehatan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati
eksaserbasi, menurunkan mortalitas, serta mencegah atau meminimalisasi efek
23
8/2/2019 refrat pdl olie
24/49
samping pengobatan. Dalam memilih rencana penatalaksanaan, keuntungan dan
risiko untuk tiap individu, biaya, secara langsung dan tidak langsung, pada
individu, keluarganya, dan masyarakat, harus dipertimbangkan.2
Pasien harus diidentifikasi sedini mungkin, dan tentunya sebelum tingkat
keparahan penyakit yang paling berat ketika kecacatan yang terjadi telah besar.
Akses menuju spirometri merupakan kunci diagnosis PPOK dan sebaiknya
tersedia untuk pekerja pelayanan kesehatan yang merawat pasien PPOK.2
Mendidik pasien, dokter, dan masyarakat untuk mengenali bahwa batuk,
produksi sputum, dan terutama kesulitan bernapas bukanlah gejala-gejala yang
sepele merupakan aspek penting dari pelayanan kesehatan masyarakat penyakit
ini.2
Perbedaan penting ada pada tiap negara dalam pendekatan pada penyakit
kronik seperti PPOK dan dalam bentuk terapi yang dapat diterima dan
diperbolehkan. Perbedaan etnik dalam metabolisme obat, terutama untuk
pengobatan oral, dapat menghasilkan perbedaan pilihan dalam masyarakat yang
berbeda.2
3.1. Mengurangi Faktor Risiko
Mengidentifikasi, mengurangi, dan mengontrol faktor risiko merupakan
langkah pencegahan dan pengobatan setiap penyakit. Dalam kasus PPOK,
faktor-faktor ini meliputi rokok tembakau, keterpaparan okupasional, dan
polusi udara dan iritan indoordan outdoor. Sejak merokok tembakau menjadi
faktor risiko yang paling umum ditemukan untuk PPOK di seluruh dunia,
program kontrol tembakau (pencegahan merokok) sebaiknya
diimplementasikan dan program pengehentian merokok sebaiknya telah
tersedia dan dianjurkan untuk semua perokok. Reduksi dari keterpaparan
personal terhadap debu okupasional, asap, dan gas dan terhadap polutan udara
indoor dan outdoor juga merupakan suatu tujuan yang penting untuk
mencegah onset dan progresi PPOK.2
PPOK memiliki variasi gejala dan tidak semua individu mengikuti
perkembangan yang sama. PPOK adalah penyakit yang progresif, terutama
24
8/2/2019 refrat pdl olie
25/49
jika pasien terpapar agen-agen berbahaya secara terus-menerus. Menghentikan
keterpaparan terhadap agen-agen tersebut, meskipun ketika keterbatasan aliran
udara signifikan, dapat menghasilkan sedikit perbaikan fungsi paru dan
memperlambat bahkan menghentikan progresivitas penyakit. Bagaimanapun,
jika sudah terjadi, PPOK dan komorbiditas-komorbiditasnya tidak dapat
disembuhkan dan oleh karena itu harus dirawat secara berkesinambungan.
Pengobatan PPOK dapat mengurangi gejala, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi eksaserbasi, dan dapat mengurangi mortalitas.2
3.1.1. Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya jalan yang paling efektif dan
hemat biaya pada kebanyakan orang untuk mengurangi risiko berkembangnya
PPOK dan menghentikan progresivitasnya. Kebijakan dan program kontrol
tembakau yang komprehensif dengan jelas, konsisten, dan pesan-pesan
berulang untuk tidak merokok sebaiknya disampaikan melalui setiap jalur
yang memungkinkan.2
Intervensi efektif meliputi penggantian nikotin dengan potongan kecil
transdermal, permen karet, dan spray nasal; konseling dari dokter dan tenaga
kesehatan lain; program diri sendiri dan grup; dan teguran berhenti merokok
dari masyarakat. Bagaimanapun, penyedia layanan kesehatan, meliputi dokter,
perawat, dokter gigi, psikologis, apoteker, dan tenaga kesehatan lain
merupakan kunci untuk memberikan pesan dan intervensi penghentian
merokok. Dokter pelayanan primer juga dapat memainkan peran yang sangat
penting dalam memberi penyuluhan mengenai bahaya perokok pasif dan
pentingnya menerapkan lingkungan kerja bebas rokok.2
Sekarang telah hadir sejumlah farmakoterapi efektif untuk mendukung
usaha berhenti merokok, farmakoterpai direkomendasikan ketika konseling
tidak cukup membantu pasien untuk berhenti merokok. Pertimbangan khusus
sebaiknya diberikan sebelum menggunakan farmakoterapi dalam populasi
terpilih: orang dengan kontraindikasi medis, perokok ringan (kurang dari 10
batang per hari), dan wanita hamil dan remaja perokok.
25
8/2/2019 refrat pdl olie
26/49
Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa terapi penggantian nikotin
dalam berbagai bentuk dipercayai meningkatkan angka penahanan keinginan
merokok dalam waktu lama. Terapi penggantian nikotin akan lebih efektif jika
dikombinasi dengan terapi konseling dan kebiasaan. Kontraindikasi medis
untuk terapi penggantian nikotin meliputi penyakit jantungn koronerunstable,
ulkus peptikum yang tidak terobati, dan infark miokardium atau stroke.
Penelitian khusus tidak mendukung penggunaan terapi penggantian nikotin
lebih dari 8 minggu, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan
penggunaan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan dan, dalam
beberapa penelitian menunjukkan penggunaan modalitas terapi penggantian
nikotin multipel lebih efektif. Untuk perokok berat, permen karet 4 mg lebih
efektif daripada 2 mg.2
Terapi penggantian nikotin yang paling umum digunakan adalah permen
karet karena membutuhkan sedikit latihan untuk penggunaan yang efektif dan
berhubungan dengan sedikit masalah kepatuhan. Namun, walaupun permen
karet nikotin merupakan terapi penghentian merokok yang efektif, telah
tercatat masalah-masalah kepatuhan, mengurangi penggunaan, penerimaan
sosial, risiko berkembangnya gejala sendi temporomandibula, dan rasa permen
karet yang tidak enak.2
Bupropion antidepresan dan nortriptyline juga menunjukkan
peningkatan angka berhenti merokok dalam waktu lama, tetapi sebaiknya
selalu digunakan sebagai elemen dalam program intervensi suportif daripada
terapi tunggal.2
Usaha untuk mengurangi merokok melalui inisiatif kesehatan
masyarakat sebaiknya juga fokus pada perokok pasif untuk meminimalisasi
risiko bagi individu bukan perokok.2
3.1.2. Paparan Okupasional
Banyak pekerjaan yang menunjukkan keterkaitan dengan risiko PPOK
yang meningkat, terlebih yang terlibat paparan terhadap asap dan debu
mineral dan biologikal. Walaupun tidak diketahui berapa banyak individu
26
8/2/2019 refrat pdl olie
27/49
yang berisiko mengalami penyakit saluran napas dari keterpaparan
okupasional di negara maju atau pun berkembang, banyak gangguan
respiratori yang diinduksi pekerjaan bisa dikurangi atau dikontrol melalui
suatu variasi strategi yang ditujukan pada pengurangan beban dari partikel dan
gas yang terinhalasi.2
Implementasi, pengawasan dan aturan yang ketat, kontrol yang
secara legal dimandatkan mengenai eksposur yang terkandung di udara
di tempat kerja.
Inisiasi edukasi intensif dan berkelanjutan bagi pekerja yang
terpapar, manager industrial, tenaga kesehatan, dokter pelayanan primer,
dan legislator.
Mengedukasi karyawan, pekerja, dan pembuat kebijakan
mengenai bagaimana merokok tembakau memperburuk penyakit paru
dan mengapa usaha-usaha untuk mengurangi merokok di mana terdapat
zat berbahaya merupakan hal yang penting.
Penekanan utama sebaiknya pada pencegahan primer, yang dicapai
paling baik dengan eliminasi atau reduksi keterpaparan terhadap berbagai
substansi di tempat kerja. Pencegahan sekunder yang dicapai melalui surveilan
dan deteksi dini, juga merupakan hal yang penting. Kedua pendekatan
diperlukan untuk memperbaiki keadaan saat ini dan untuk mengurangi beban
penyakit paru.2
3.1.3 Polusi UdaraIndoordan Outdoor
Mengurangi risiko dari polutan udara indoor dan outdoor dapat
dilakukan dan memerlukan suatu kombinasi dari kebijakan publik dan langkah
protektif yang diambil masing-masing individu.2
Regulasi Kualitas Udara
Pada tingkat nasional, pencapaian tingkat yang telah ditetapkan dari
standar kualitas udara sebaiknya menjadi prioritas utama; tujuan ini akan
membutuhkan aksi legislatif. Memahami risiko kesehatan yang dihasilkan dari
27
8/2/2019 refrat pdl olie
28/49
sumber-sumber polusi udara lokal mungkin sulit dan membutuhkan keahlian
dalam kesehatan masyarakat, toksikologi, dan epidemiologi. Dokter lokal
dapat terlibat melalui kepedulian tentang kesehatan pasien mereka atau
sebagai advokat bagi lingkungan masyarakat.2
Langkah-Langkah untuk Penyedia Layanan Kesehatan atau pun Pasien
Penyedia layanan kesehatan sebaiknya memperhitungkan faktor risiko
PPOK meliputi riwayat merokok, riwayat keluarga, keterpaparan terhadap
polusi indoor dan outdoor, dan status sosial ekonomi bagi masing-masing
pasien. Berikut ini beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan:2
Individu yang berisiko mengalami PPOK:
Pasien sebaiknya dinasehati tentang jenis dan tingkat risiko untuk
PPOK mereka.
Jika berbagai bahan bakar padat digunakan untuk memasak dan
pemanas, ventilasi yang adekuat harus tersedia.
Peralatan perlindungan pernapasan telah dikembangkan untuk
penggunaan di tempat kerja untuk meminimalisasi keterpaparan
terhadap gas dan partikel beracun. Pada banyak keadaan, usaha yang
kuat sebaiknya dibuat untuk mengurangi keterpaparan melalui
mengurangi emisi di tempat kerja dan memperbaiki ventilasi, daripada
hanya dengan cara sederhana menggunakan proteksi saluran napas
untuk mengurangi risiko polusi udara ambien.
Ventilasi dan intervensi untuk menemukan standar kualitas udara yang
aman di tempat kerja menawarkan kesempatan terbesar untuk
mengurangi keterpaparan pekerja terhadap polutan udara yang
diketahui dan mengurangi risiko PPOK, meskipun sampai sekarang
tidak ada penelitian untuk menghitung keuntungan ini.
Pasien-pasien yang telah didiagnosis PPOK:2
Orang dengan PPOK yang parah sebaiknya mengawasi pemberitahuan
publik mengenai kualitas udara dan waspada bahwa berada di dalam
28
8/2/2019 refrat pdl olie
29/49
ruangan ketika kualitas udara sedang buruk dapat membantu
mengurangi keluhan mereka.
Penggunaan obat sebaiknya mengikuti indikasi klinis yang umum;
regimen terapeutik sebaiknya tidak digunakan karena kejadian episode
polusi tanpa bukti perburukan gejala atau fungsi paru.
Orang-orang yang memiliki risiko tinggi sebaiknya menghindari
latihan yang berat di luar ruangan selama episode polusi.
3.2. Mengatasi PPOK Stabil
3.2.1. Edukasi
Bagi pasien PPOK, edukasi kesehatan memainkan peran penting dalam
penghentian merokok dan juga dapat berperan dalam meningkatkan
keterampilan, kemampuan untuk menangani penyakit, dan status kesehatan.2
Penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa edukasi pasien
sendiri tidak memperbaiki prestasi latihan atau fungsi paru, tetapi dapat
berperan dalam meningkatkan keterampilan, kemampuan mengatasi penyakit,
dan status kesehatan. Cara tersebut mungkin paling penting pada PPOK ketika
intervensi famakologis hanya memberi sedikit manfaat pada fungsi paru.2
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya.2,3 Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di
unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan
waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan
semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian
aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien PPOK.3
Tujuan dan Strategi Edukasi
29
8/2/2019 refrat pdl olie
30/49
Penting bagi pasien PPOK untuk mengetahui penyakit mereka, faktor
risiko progresivitas penyakit, dan peran mereka dan tenaga kesehatan dalam
mencapai penatalaksanaan dan hasil optimal. Edukasi sebaiknya dibuat sesuai
kebutuhan, derajat berat penyakit dan lingkungan setiap pasien, interaktif,
diarahkan pada meningkatkan kualitas hidup, mudah diikuti, praktis, dan
sesuai dengan keterampilan intelektual dan sosial pasien dan perawat.2,3
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan.3
Komunikasi terbuka antara pasien dan dokter merupakan hal penting
dalam menangani PPOK. Diperlukan juga sikap empati, perhatian dan
komunikatif. Profesional kesehatan sebaiknya memberi perhatian pada
ketakutan pasien dan bersikap pengertian, fokus pada tujuan edukasi,
membuat regimen pengobatan untuk masing-masing pasien, mengantisipasi
efek dari penurunan fungsi, dan mendorong pasien untuk optimis melatih
keterampilan.2
Komponen sebuah Program Edukasi
Topik yang paling banyak diterapkan untuk program edukasi meliputi
penghentian merokok, informasi dasar mengenai PPOK dan patofisiologi
penyakit, pendekatan umum pada terapi dan aspek spesifik pengobatan medis,
keterampilan manajemen diri, strategi untuk meminimalisasi dispnea, nasehat
mengenai kapan harus mencari pertolongan, manajemen diri dan pengambilan
keputusan selama eksaserbasi, dan petunjuk lanjutan dan persoalan akhir
kehidupan.2
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan,
ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:3
1. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada penderita pada
waktu diagnosis PPOK ditegakkan.
2. Pengunaan obat - obatan
30
8/2/2019 refrat pdl olie
31/49
- Macam obat dan jenisnya.
- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau
nebuliser).
- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan
selangwaku tertentu atau kalau perlu saja).
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan.
- Berapa dosisnya.
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen.
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen.
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya.
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
- Demam
- Pada pasien PPOK stadium IV, tanda penting dari
eksaserbasi adalah perubahan pada status mental pasien.2
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.
Komponen dalam edukasi berdasarkan derajat penyakit adalah:2
Bagi semua pasien
- Informasi dan saran dalam menurunkan faktor resiko
PPOK stadium I sampai stadium III
- Informasi tentang penyebab dan pola penyakit PPOK
- Instruksi dalam penggunaan obat inhalasi dan obat-obat lainnya
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Strategi mengurangi sesak
PPOK stadium IV
31
8/2/2019 refrat pdl olie
32/49
- Informasi tentang komplikasi
- Informasi penggunaan oksigen
3.2.2. Terapi Farmakologi
Tidak ada pengobatan PPOK yang ditujukan untuk memodifikasi
penurunan fungsi paru jangka panjang yang menjadi ciri penyakit ini. Oleh
karena itu, farmakoterapi untuk PPOK digunakan untuk mengurangi gejala
dan atau komplikasi.2
Tabel 2. Daftar obat umum yang dipakai pada PPOK2
Obat Inhaler (g) Nebuliser
(mg/ml)
Oral
(mg)
Lama kerja
(jam)
2-agonis
Lepas Cepat
- Fenoterol
- Salbutamol
- Terbutaline
Lepas Lambat- Formoterol
- Salmeterol
100-200 MDI
100,200
MDI&DPI
250-500 DPI
12-24 MDI&DPI
50-100 MDI
%DPI
0,5-2,0
2,5-5,0
5-10
2-4
2,5-5,0
4-6
4-6
4-6
12
12
Antikolinergik
Lepas Cepat
- Ipratropium
bromide
- Oxitropium
bromide
Lepas Lambat
- Tiotropium
40-80 MDI
100 MDI
18 DPI
0,25-0,5
1,5
6-8
7-9
24
Kombinasi 2-agonis lepas cepat + antikolinergik dalam satu inhaler
- Fenoterol/
Ipratropium
- Salbutamol/
Ipratropium
200/80 MDI
75/15 MDI
1,25/0,5
0,75/4,5
6-8
6-8
Metilxantin
- Aminofilin
- Teofilin SR
200
100-400
4-6
12-24
Glukokortikosteroid Inhaler
32
8/2/2019 refrat pdl olie
33/49
- Beklometason
- Budesonide
- Flutikasone
- Triamnisolon
100,250,400
MDI&DPI
100,200,400 DPI
50-500
MDI&DPI
100 DPI
0,2-0,4
0,2; 0,25;0,5
40
Kombinasi 2-agonis lepas lambat + glukokortikosteroid dalam satu
inhaler
- Formoterol/
Budesonide
- Salmeterol/
Fluticasone
4,5/80, 160 DPI
(9/320 DPI)
50/100, 250, 500
DPI25/50, 125, 250
MDI
Glukokortikosteroid Sistemik
- Prednison
-
Metilprednisolon
5-60
4, 8, 16
3.2.2.1. BronkodilatorPengobatan bronkodilator merupakan inti untuk mengatasi gejala PPOK.
Obat tersebut diberikan sesuai landasan kebutuhan atau pada landasan regular
untuk mencegah atau mengurangi gejala dan eksaserbasi. Pengobatan
bronkodilator terpenting adalah 2-agonis, antikolinergik, dan metyhlxanthine
yang digunakan tunggal atau dalam kombinasi. Pengobatan regular dengan
bronkodilator long-acting lebih efektif dan sesuai daripada pengobatan dengan
bronkdilator short-acting.2
Prinsip kerja 2-agonist adalah untuk relaksasi otot polos pernapasan
dengan merangsang 2adrenergik reseptor, yang meningkatkan AMP siklik
dan berfungsi antagonis terhadap bronkokonstriksi. Pemberian secara inhalasi
lebih menguntungkan dari pada cara oral karena efeknya cepat pada organ
paru dan efek sampingnya minimal. Efek inhalasi 2-agonis lepas cepat
berakhir dalam empat sampai enam jam. Inhalasi 2-agonis lepas lambat,
seperti salmeterol dan formoterol, menunjukkan efek selama 12 jam atau
33
8/2/2019 refrat pdl olie
34/49
lebih. Efek samping yang dapat terjadi karena rangsangan 2-adrenergik
reseptor yaitu sinus takikardia, dan bisa terjadi gangguan irama jantung.
Hipokalemia dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan diurerika
thiazid.2,9
Efek penting pengobatan antikolinergik seperti ipratropium, oxitropium,
dan tiotropium bromide pada PPOK yaitu dengan menghambat efek
asetilkolin pada reseptor M3. Efek bronkodilator pada inhalasi antikolinergik
lepas cepat lebih lama dibandingkan 2-agonis lepas cepat, efek
bronkodilatornya dapat mencapai 8 jam setelah pemberian. Efek tiotropium
dapat mencapai lebih dari 24 jam. Pengobatan menggunakan antikolinergik
lepas lambat dapat memperbaiki efektifitas rehabilitasi paru. Penggunaan
jangka panjang agen inhalasi ini cukup aman. Efek samping utama yaitu mulut
kering dan terasa pahit.2
Efek dari golongan xantin masih menjadi kontoversi. Diperkirakan
bekerja sebagai inhibitor phosphodiesterase non selektif. Teofilin efektif
dalam pengobatan PPOK, namun karena berpotensi menyababkan keracunan
inhalasi bronkodilator lebih dipilih. Teofilin dosis rendah menurunkan
eksaserbasi pada pasien PPOK, tetapi tidak meningkatkan fungsi paru post-
bronkodilator. Efek samping yang terjadi dengan pemberian metilxantin yaitu
aritmia atial dan ventrikular, dan kejang grand mal. Efek samping lain yaitu
sakit kepala, insomnia, mual, dan terasa seperti terbakar di dada.2
Kombinasi terapi bronkodilator dengan mekanisme dan durasi yang
berbeda dapat meningkatkan efek bronkodilator dengan efek samping yang
sedikit. Kombinasi 2-agonis, antikolinergik, dan/atau teofilin dapat
memperbaiki fungsi paru dan status kesehatan.2
3.2.2.2. Glukokortikoid
Efek glukokortikosteroid oral dan inhalasi pada PPOK tidak sebesar
pada asma, dan perannya dalam pengobatan PPOK stabil terbatas pada
indikasi spesifik. Glukokortikosteroid inhaler apabila digunakan secara teratur
dapat menurunkan frekuensi eksaserbasi serta memperbaiki status kesehatan
34
8/2/2019 refrat pdl olie
35/49
pada pasien PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi dan eksaserbasi berulang.
Berhenti dari terapi dengan inhalasi glukokortikosteroid dapat menyebabkan
eksaserbasi pada beberapa pasien. Pengobatan dengan inhalasi
glukokortikosteroid direkomendasikan bagi pasien PPOK lanjut dan
eksaserbasi berulang. Kombinasi glukokortikosteroid inhaler dengan 2-agonis
lepas lambat lebih efektif dibandingkan salah satu saja dalam menurunkan
eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru serta status kesehatan.2
Efek samping pengobatan jangka panjang dengan glukokortikosteroid
sistemik yaitu miopati steroid, yang menyebabkan kelemahan otot,
menurunkan fungsi, dan menyebabkan gagal napas. Karena itu, penggunaan
kortikosteroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan pada PPOK.2
Tabel 3. Terapi pada tiap stadium PPOK:2
I: Ringan II: Sedang III: Berat IV: Sangat
Berat
- VEP1/KVP 6,0 kPa, 45 mmHg)
Frekuensi napas 25 kali per menit.
Kontraindikasi pemberian ventilasi mekanik non-invasive yaitu:2
46
8/2/2019 refrat pdl olie
47/49
Henti napas
Ketidakstabilan kardiovaskular (hipotensi, aritmia, infarkmiokardial)
Perubahan status mental, pasien tidak kooperatif
Beresiko tinggi terjadi aspirasi
Obesitas
Abnormalitas nasofaring
Indikasi pemberian ventilasi mekanik invasive yaitu:2
Talah gagal menggunakan ventilasi non-invasive
Sesak berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan
pergerakan abdominal paradoksal
Frekuensi napas > 35 kali per menit
Hipoksemia yang mengancam nyawa
Asidosis berat (pH < 7,25) dan/atau hipekapnea (PaCO2 > 8,0 kPa,
60 mmHg)
Henti napas
Somnolen, gangguan kesadaran
Komplikasi kardiovaskular (hipotensi, syok)
Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia,
emboli paru, barotrauma, efusi pleura massif)
47
8/2/2019 refrat pdl olie
48/49
BAB IV
RINGKASAN
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan efek
ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat
keparahan pada tiap pasien. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara
lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena
itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini
dapat ditegakkan bahkan sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga
progresivitas penyakit dapat dicegah.2
Suatu rencana penatalaksanaan PPOK yang efektif meliputi 4 komponen; (1)
Menilai dan memonitor penyakit; (2) Mengurangi faktor risiko; (3) Mengatasi
PPOK stabil; dan (4) Mengatasi eksaserbasi.2 Tujuan penatalaksanaan PPOK
adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, memperbaiki
toleransi terhadap aktivitas, memperbaiki status kesehatan, mencegah dan
mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi, menurunkan
mortalitas, serta mencegah atau meminimalisasi efek samping pengobatan. 2
Mengidentifikasi, mengurangi, dan mengontrol faktor risiko merupakan
langkah pencegahan dan pengobatan setiap penyakit. Berhenti merokok
merupakan satu-satunya jalan yang paling efektif dan hemat biaya pada
kebanyakan orang untuk mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan
48
8/2/2019 refrat pdl olie
49/49
menghentikan progresivitasnya. Selain rokok, faktor risiko yang harus dihindari
adalah keterpaparan okupasional dan polusi udara indoor dan outdoor.2
Tidak ada pengobatan PPOK yang ditujukan untuk memodifikasi penurunan
fungsi paru jangka panjang yang menjadi ciri penyakit ini. Oleh karena itu,
farmakoterapi untuk PPOK digunakan untuk mengurangi gejala dan atau
komplikasi.2