REFERAT
TORSIO TESTIS
TALIB
1102011274
PEMBIMBING :
Dr. Yeppy AN Sp.B, FINACS, MM
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANGOKTOBER 2015
I.1 ANATOMI SCROTUM, TESTIS, DAN FUNICULUS SPERMATICUS
A. ANATOMI SCROTUM
Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri
dari dua lapis: kulit dan fascia superficialis. Fascia
superficialis tidak mengandung jaringan lemak,
tetapi pada fascia superficialis terdapat selembar
otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunica dartos,
yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin,
dan dengan demikian mempersempit luas
permukaan kulit. Ke arah ventral fascia superficialis
dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa
selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke
arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis
perineum.
Arteri untuk skrotum ialah :
1. Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.
2. Arteriae pudendae externae dari arteria
femoralis.
3. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
Vena scrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei
inguinales superficiales.
Saraf scrotum ialah :
1. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang
sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.
2. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.
3. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum dorsal.
4. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan scrotum
kaudal.
B. ANATOMI TESTIS
Kedua testis terletak dalam scrotum dan
menghasilkan spermatozoon dan hormone, terutama
testosterone. Permukaan masing-masing testis
tertutup oleh lamina visceralis tunicae vaginalis,
kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan
funiculus spermaticus. Tunica vaginalis ialah sebuah
kantong peritoneal yang membungkus testis dan
berasal dari processus vaginalis embrional. Lamina
parietalis tunicae vaginalis berbatasan langsung pada
fascia spermatica interna dan lamina visceralis
tunicae vaginalis melekat pada testis dan epididimis.
Sedikit cairan dalam rongga tunica vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina
parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.
Epididimis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada permukaan kranial dan
permukaan dorsolateral testis. Bagian-bagian epididimis yaitu :
1. Bagian cranial yang melebar, yakni caput epididimis terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk
oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
2. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididimis untuk ditimbun.
3. Corpus epididimis terdiri dari ductus epididimis yang berbelit-belit.
4. Cauda epididimis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut spermatozoon
dari epididimis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke dalam pars prostatica urethrae.
Arteria testicularis berasal dari pars abdominalis aortae, tepat kaudal arteria renalis. Vena-vena
meninggalkan testis dan berhubungan dengan plexus pampiniformis yang melepaskan vena
testicularis dalam canalis inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales
dan nodi lymphoidei pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling
arteria testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan serabut
simpatis dari segmen medulla spinalis.
C. ANATOMI FUNICULUS SPERMATICUS
Funiculus spermaticus menggantung testis dalam scrotum dan berisi struktur-struktur yang
melintas ke dan dari testis. Funiculus spermaticus berawal pada anulus inguinalis profundus,
lateral dari arteria epigastrica inferior, melalui canalis inguinalis, dan berakhir pada tepi dorsal
testis dalam scrotum. Funiculus spermaticus diliputi oleh fascia pembungkus yang berasal dari
dinding abdomen.
Pembungkus funiculus spermaticus dibentuk oleh tiga lapis
fascia dari dinding abdomen ventral sewaktu masa vetal :
1. Fascia spermatica interna dari fascia transversalis.
2. Fascia cremasterica dari fascia penutup musculus obliquus
internus abdominis.
3. Fascia spermatica externa dari aponeurosis musculus
obliquus externus abdominis.
Pada fascia cremasterica terdapat ikal-ikal (loops) musculus
cremaster yang secara refleks mengangkat testis ke atas ke dalam scrotum, terutama sewaktu
dingin. Musculus cremaster, yang berasal dari musculus obliquus internus abdominis,
memperoleh persarafan dari ramus genitalis nervi genitofemoralis (L1,L2).
Komponen funiculus spermaticus ialah :
1. Ductus deferens (vas deferens), pipa berotot dengan kepanjangan sekitar 45 cm yang
menyalurkan mani dari epididimis.
2. Arteria testicularis yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan memasok darah kepada
testis dan epididimis.
3. Arteri untuk ductus deferens dari arteria vesicalis inferior.
4. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
5. Plexus pampiniformis, anyaman pembuluh balik yang dibentuk melalui anastomosis
beberapa sampai dua belas vena.
6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan parasimpatis pada ductus
deferens.
7. Ramus genitalis nervi genitofemoralis mempersarafi musculus cremaster.
8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur berdekatan ke nodi
lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-aortici.
II.2. TORSIO TESTIS
A. DEFINISI
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis.
Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan
tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam
setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh
atrofi testis.
Testis dapat terputar dalam kantong skrotum (torsio) akibat perkembangan abnormal dari
tunika vaginalis dan funikulus spermatikus dalam masa perkembangan janin. Insersi abnormal
yang tinggi dari tunika vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat
bergerak seperti anak genta di dalam genta, sehingga testis kurang melekat pada tunika vaginalis
viseralis. Testis yang demikian mudah memuntir dan memutar funikulu spermatikus. Jenis torsio
ini disebut sebagai torsio funikulus spermatikus intravaginalis.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos
masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis
mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
B. EPIDEMIOLOGI
Torsio testis merupakan kelainan yang cukup sering. Di mana torsio testis, epididimitis dan
torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri skrotum akut. Torsio testis juga
merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda,
dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita
oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri
berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam.
Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema, kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis.
C. ETIOLOGI
Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan
itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan,
latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai
skrotum.
Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering
dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horizontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika
seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri
berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam.
Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis.
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididimis dan investment yang tidak komplet dari epididimis dan testis posterior
oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang
tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini
menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih
sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Funiculus spermaticus terpeluntir
Aliran darah terhenti
Iskemia testis
Testis berotasi
Nekrosis
Nyeri menjalar ke
abdomen
Pembengkakan pada testis
Mual dan muntah
Demam
ETIOLOGI
Kelainan sistem penyangga testis
Faktor predisposisi lain
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering
terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
E. MANIFESTASI KLINIK
Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis atau orchitis akut atau
trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga
dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul
disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel.
Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak
dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar
ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan
dengan apendisitis akut.
Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam
ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat
berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididimitis.
F. DIAGNOSA
Penegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara :
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab akut
scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan
hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang
mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini,
dapat dilihat adanya testis yang terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan
bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral,
oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum
disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan
yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila
dilakukan elevasi testis (Prehn sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster.
Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki sensitivitas 99% pada torsio
testis.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria dengan atau tanpa bakteri
mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada
epididimitis. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.
b. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography :
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90%
dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis yang
echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi pada
skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai
terjadi.
Nuclear Scintigraphy :
1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat
aliran darah testis.
2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah
yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia
akibat infeksi.
4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan
tanda patognomonik terjadinya torsio.
G. DIAGNOSA BANDING
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab dari akut
scrotum, antara lain :
1. Epididimitis akut.
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut
biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus
suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya), atau pernah menjalani
kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat
dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut
terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri
tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20
tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata
Hernia scrotalis terjadi apabila kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat
direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan
ke kranial melalui anulus eksternus. Dapat juga dilakukan pemeriksaan transluminasi pada
hernia scrotalis cahaya tidak dapat menembus dinding skrotum.
3. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan transluminasi
dimana cahaya dapat menembus skrotum.
4. Tumor testis
Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas dalam testis yang dapat menyebabkan testis
membesar seperti ada benjolan dalam skrotum. Gejala yang paling sering muncul pada
pasien dengan ini adalah pembesaran testis yang berlangsung gradual yang tidak disertai
dengan rasa nyeri. Pada bimanual ditemukannya masa atau pembesaran yang menyeluruh
pada testis.
H. KOMPLIKASI
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan dalam
bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas terlihat setelah 2 jam dari torsi.
Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau
detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya
suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi
testikular dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis
meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah kesuburan
yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak diperbaiki dengan cukup
cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan
kemungkinan penyelamatan.
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian ini bergantung
pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis testikular kontralateral
juga merupakan sekuele yang diketahui mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko
subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari
torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu :
1. Non-operatif
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan memutar testis
kearah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka
dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan,
dicoba detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi
telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi harus tetap dilaksanakan.
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat,
pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa
anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi
torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana
testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi
manual akan memperburuk derajat torsio.
2. Operatif
Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami
torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup,
dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi
pada testis kontralateral.
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan
pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat
dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
b. Melakukan detorsi testis yang torsio
c. Memeriksa apakah testis masih viable
d. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian
ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis
kontralateral. Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral.
Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.
Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan
mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak
terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan
pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam
skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas dikemudian hari.
J. PROGNOSIS
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena
angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Bila dilakukan penanganan sebelum 6 jam hasilnya
baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi.
Viabilitas testis sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.
Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan
dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan
terapi (13%).
DAFTAR PUSTAKA
1. Blandy,J., 1992. Lecture Notes on Urology. Oxford : Blackwell Scietific Publication
2. Cuckow,P.M., Frank,J.D., 2001. Torsion of The Testis. Didapat dari : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1464-410x.2000.00106.x/full diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
3. Govindarajan. 2011. Pediatric Testicular Torsion. Didapat dari : http://emedicine. medscape.com/article/2035074-overview diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
4. Graham, et al. 2009. Testicular Torsion. Didapat dari : http://connection. ebscohost.com/c/articles/52796608/testicular-torsion diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
5. Greenberg,M. 2005. Testicular Torsion in Greenberg's Text Atlas of Emergency Medicine. USA : Lippincott Williams & Wilkins
6. Kusbiantoro. 2007. Torsio Testis. Didapat dari : http://bedahunair.hostzi. com/web_documents/torsio_testis.doc diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
7. Moore,K.L., Agur,A.M.R., 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates
8. Prekumnar,K. 2004. The Massage Connection Anatomy and Physiology. USA : Lippincott Williams & Wilkins
9. Price,S.A., Wilson,L.M., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
10. Purnomo,,B.P., 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
11. Ringdahl,E., Teague,L., 2006. Testicular Torsion. Didapat dari : http://www.aafp. org/afp/2006/1115/p1739.html diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
12. Sjamsuhidajat,R., DeJong,W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC