7/30/2019 referat tifoid putrie
1/20
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangDemam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan
terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur
fekal-oral.1
Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization
(WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Sebuah
penelitian berbasis populasi yang melibatkan 13 negara di berbagai benua,
melaporkan bahwa selama tahun 2000 terdapat 21.650.974 kasus demam tifoid
dengan angka kematian 10%. Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan
pada kelompok usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per
100,000 penduduk.1,2
Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses, muntahan
maupun cairan badan. Salmonella typhi dapat menyebar melalui tangan
penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak secara langsung dengan kuman Salmonella thypi. Kontak langsung
berarti ada kontak antara orang sehat dan bahan muntahan penderita demam tifoid.Kontak tidak langsung dapat melalui air misalnya air minum yang tidak dimasak, air
es yang dibuat dari air yang terkontaminasi, atau dilayani oleh orang yang membawa
kuman, baik penderita aktif maupun carrier.3
7/30/2019 referat tifoid putrie
2/20
2
Gambaran klinis demam tifoid sangat bervariasi, ringan sampai berat dengan
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi
variasi ini terutama adalah usia. Meskipun demam tifoid pada usia < 5 tahun dapat
disertai sepsis, secara umum gambaran klinis lebih ringan sehingga dapat
menyulitkan dalam menegakkan diagnosis. Penelitian mengenai demam tifoid pada
kelompok usia < 5 tahun belum banyak dilaporkan(khususnya) di Indonesia.4
Bahaya yang ditimbulkan penyakit ini dapat berupa perdarahan akibat luka
pada usus yang dapat menimbulkan syok dan kematian bagi si penderita. Untuk
mencegah kejadian bahaya akibat penyakit tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotika yang sesuai pada waktu yang tepat sehingga si penderita dapat
disembuhkan.3
Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien demam tifoid
sangat penting, karena dapat mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian.1
Rendahnya resistensi tubuh pada anak dan keadaan bakteri khususnya
jumlah bakteri yang masuk, virulensi, maupun resistensi bakteri terhadap
antibiotik yang diberikan menyebabkan demam tifoid kadangkala menjadi berat.
Kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol merupakan antibiotik lini pertama yang
telah dipakai selama puluhan tahun sampai akhirnya timbul resistensi yang disebut
multidrug resistant Salmonella typhi (MDRST). Dalam 5 tahun terakhir telah
dilaporkan kasus demam tifoid berat pada anak bahkan fatal yang disebabkan
oleh adanya resistensi obat ganda terhadap salmonella typhi (MDRST).Beberapa
penelitian menunjukkan keunggulan seftriakson sebagai antibiotik terpilih.5,1
7/30/2019 referat tifoid putrie
3/20
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DefinisiDemam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan
terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur
fekal-oral.1
2.2. EpidemiologiDemam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization
(WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Sebuah
penelitian berbasis populasi yang melibatkan 13 negara di berbagai benua,
melaporkan bahwa selama tahun 2000 terdapat 21.650.974 kasus demam tifoid
dengan angka kematian 10%. Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan
pada kelompok usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per
100,000 penduduk.1,2
Di Indonesia, menurut laporan data surveilans yang dilakukan oleh sub
Direktorat surveilans Departemen Kesehatan, insiden penyakit menunjukkan
angka yang terus meningkat yaitu jumlah kasus pada tahun 1990, 1991, 1992, 1993,
dan 1994 berturut-turut adalah 9,2 ; 13,4 ; 15,8 ; 17,4 per 10000 penduduk.Sementara data penyakit demam tifoid dari Rumah Sakit dan pusat kesehatan
juga meningkat dari 92 kasus pada tahun 1994 menjadi 125 kasus pada tahun
1996 per 100.000 penduduk. Kecenderungan meningkatnya angka kejadian demam
7/30/2019 referat tifoid putrie
4/20
4
tifoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain : urbanisasi, sanitasi yang
buruk, karier yang tidak terdeteksi dan keterlambatan diagnosis.6
Sedangkan pada tahun 1985 insiden demam tifoid di Indonesia
diperkirakan sebagai berikut:
Umur 04 tahun : 25,32 %
Umur 59 tahun : 35,59 %
Umur 1014 tahun : 39,09 %
Data rumah tangga tahun 1985 / 1986 menunjukkan demam tifoid (klinis)
sebesar 12 per 1000 penduduk per tahun.6
2.3. EtiologiPenyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi dan atauparatyphi A, B dan C.
Salmonella typhi adalahbakteri gram negatif batang.7
Salmonella merupakan Gram negatif, motile, batang, aerobik, tidak
menghasilkan spora, berflagela, berkapsul, termasuk famili Enterobacteriaceae.
Mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa tapi tidak terhadap
laktosa atau sukrosa. Kuman ini tahan pada pembekuan dalam air jangka waktu lama,
namun mati pada pemanasan suhu 54,40C selama satu jam dan 60
0C selama 15
menit. Terdapat tiga jenis Salmonella yaitu Salmonella typhi (mempunyai 1 serotipe),
Salmonella enteritidis (lebih dari 1500 serotipe), dan Salmonella choleraesuis (1
serotipe). Salmonella mempunyai empat komponen antigen, yakni antigen H
(flagela), antigen O (dinding sel/lipopoli sakarida), yang terdiri dari lebih dari 60
jenis antigen, antigen Vi/antigen kapsul, dan protein membran luar (outer membrane
protein).8
Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses, muntahan
maupun cairan badan. Salmonella typhi dapat menyebar melalui tangan
penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak secara langsung dengan kuman Salmonella thypi. Kontak langsung
7/30/2019 referat tifoid putrie
5/20
5
berarti ada kontak antara orang sehat dan bahan muntahan penderita demam tifoid.
Kontak tidak langsung dapat melalui air misalnya air minum yang tidak dimasak, air
es yang dibuat dari air yang terkontaminasi, atau dilayani oleh orang yang membawa
kuman, baik penderita aktif maupun carrier.3
Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah
tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk.7
Manusia terinfeksi
Salmonella typhi secara fecal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi yang masuk ke
saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan infeksi,
Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang
menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila
keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka
hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi.9
Gambar 2.1. Salmonella typhi, the agent of typhoid. Gram stain. (CDC)10
2.4. PatogenesisPatogenesis Infeksi Salmonella typhi
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi
akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah,
7/30/2019 referat tifoid putrie
6/20
6
menimbulkan bakteriemia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti
aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke
dalam saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan
menginfeksi Peyers patches, yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian
kembali memasuki peredaran darah, menimbulkan bakteriemia sekunder. Pada saat
terjadi bakteriemia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid.9
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
dalam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel
sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri
ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui
duktus thorasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar
ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam darah lagi mengakibatkan bakterimia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.11
Didalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu disekresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui
feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang lama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut.11
7/30/2019 referat tifoid putrie
7/20
7
Di dalam plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (Salmonella thypi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitarplaque Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,serosa
usus dan dapat mengakibatkan perforasi.11
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsiatrik, kardiovaskuler, pernafasan,
dan gangguan organ lainnya.11
Patogenesis deman tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu:
1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, nodus
limfatikus mesentrikus, dan organ-organ intestinal sistem retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.12
7/30/2019 referat tifoid putrie
8/20
8
Gambar 2.2. Patofisiologi Demam Tifoid12
2.5. Manifestasi KlinisManifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat
bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam
tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas
disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik
berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul
komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini
mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.13,14
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada
semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari
menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus
atauPneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil
lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria
7/30/2019 referat tifoid putrie
9/20
9
dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain Salmonella typhi juga
dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau
koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut
dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.15
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan
diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya Salmonella typhi dalam darah dan
85% telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa
memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala
klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut
(49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah
kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%).11
Hal
ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit
(15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%), mual
(42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).12
Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi
relatif, ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan
neurologis fokal.14
Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%), ensefalopati
(11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%), melena (0.7%),
ikterus (0.7%).16
Pada anak usia sekolah dan remaja mulainya gejala tersembunyi. Gejala awal
demam, malaise , anoreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang
selama 2-3 hari. Walaupun diare berkonsistensi sop kacang mungkin ada selama awal
perjalanan penyakit, konstipasi kemudian menjadi gejala lebih mencolok. Mual dan
muntah adalah jarang dan memberi kesan komplikasi, terutama jika terjadi pada
minggu kedua atau ketiga. Batuk dan epitaksis mungkin ada. Kelesuan berat dapat
7/30/2019 referat tifoid putrie
10/20
10
terjadi pada beberapa anak. Demam yang terjadi secara bertingkat menjadi tidak
turun-turun dan tinggi dalam 1 minggu, sering mencapai 400C.
17
Selama minggu kedua penyakit demam tinggi bertahan, dan kelelahan,
anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Penderita tampak sangat sakit,
bingung dan lesu. Menggigau dan pingsan (stupor) mungkin ada. Tanda-tanda fisik
adalah bradikardi relatif, yang tidak seimbang dengan tinginya demam.
Hepatomegali, spleenomegali, dan perut kembung dengan nyeri difus amat
lazim.Pada sekitar 50% penderita, ruam makula atau makulopapular (yaitu bintik
merah) tampak pada sekitar hari ke-7 sampai hari ke-10. Ronki dan rales tersebar
dapat terdengar pada auskultasi dada. Jika tidak terjadi komplikasi, gejala dan tnada
fisik sedikit demi sedikit sembuh dalam 2-4 minggu, tetapi malaise dan kelesuan
dapat menetap selam 1 sampai 2 bulan lagi. Penderita mungkin menjadi lebih kurus
pada akhir penyakit.17
Gejala berdasarkan bentuk klinis demam tifoid:12
A. Demam tifoid klinisPanas lebih dari 7 hari, di dukung gejala klinik lain:
- Gangguan GIT : typhoid tongue, rhagaden, anoreksia, konstipasi/ diare- Hepatomegali- Tidak ditemukan penyebab lain dari panas.
B. Demam tifoidDemam Tifoid Klinis + Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urine atau
feces dan/ atau pemeriksaan serologis didapatkan titer O Ag > 1/160 atau meningkat
lebih 4 kali dalam interval 1 minggu.
C. Demam tifoid beratDemam Tifoid + keadaan: lebih dari minggu kedua sakit, toksik, dehidrasi,
delirium jelas, hepatomegali (& splenomegali), leukopeni < 2000/ul, aneosinofilia,
SGOT/SGPT meningkat
D. Ensefalopati tifoidDemam tifoid atau demam tifoid klinis disertai satu atau lebih gejala:
7/30/2019 referat tifoid putrie
11/20
11
- kejang- kesadaran menurun: soporous sampai koma- kesadaran berubah/ kontak psikik tidak ada
Gambar 2..3. Manifestasi Klinis Demam Tifoid18
2.6. DiagnosisA. Anamnesis12
Demam lebih dari 7 hari. Demam timbul insidius, naik secara bertahap setiaphari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam
bertahan tinggi pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis
(step-ladder temperature chart)
Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi Gangguan GIT: anoreksiam muntah, nyeri perut, konstipasi/diare, kembung,
bau nafas tak sedap
7/30/2019 referat tifoid putrie
12/20
12
Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, danikterus
B. Pemeriksaan klinis12 Gejala klinis bervariasi dari ringan sampai berat dengan komplikasi Kesadaran dapat menurun mulai apatis sampai koma, delirium
Pada demam tifoid berat anak tampak toksik: tampak sakit berat
Demam Bradikardi relatif jarang terjadi pada anak Rhagaden, thypoid tounge ( bagian tengah kotor dengan tepi hiperemis dantremor)
Meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai dibandingkanspleenomegali
C. Kriteria Diagnosis12 Apabila ditemukan gejala klinis sperti diatas, seorang klibnisi dapat membat
diagnosis demam tifoid klinis
Diagnosis pasti apabila ditemukan: Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urinatau feses dan atau pemeriksan serologis didapatkan titer O Ag 1/160 atau
menningkat lebih dari 4 kali dalam interval 1 minggu (titer fase akut ke fase
konvalens)
2.7. Diagnosis BandingPada stadium dini demam tifoid beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis
dapat merupakan diagnosis banding yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular
seperti tuberkulosis, infeksi Jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan
malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam typhoid yang berat, sepsis, leukemia,
limfoma, dan penyakit hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.17
Selain itu, dapat
didiagnosis banding dengan demam berdarah dengue, malaria, dan infeksi saluran
kemih.
7/30/2019 referat tifoid putrie
13/20
13
2.8. Pemeriksaan Penunjang12A. Pemeriksaan Darah Tepi
Anemia, umumnya terjadi karena supresi sumsusm tulang, defesiensi besi,atau perdarahan usus
Aneusinofilia Leukopenia Limfositosis relatif Trombositopenia Pemeriksaan SGOT, SGPT dengan indikasi tanda-tanda demam tifoid berat.
B. Pemeriksaan Serologi Serologi widal titer O Ag 1/160 atau menningkat lebih dari 4 kali dalam
interval 1 minggu (titer fase akut ke fase konvalens)
Kadar IgM dan IgG (Typii-dot)C. Biakan Salmonella
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit Biarakan dari urine atau feses kemungkinan keberhasilan lebih kecil
dibandingkan biakan darah
D. Pemeriksaan RadiologisFoto abdomen bila diduga terjadi komplikasi intraintestinal (perforasi usus,
perdarahan saluran cerna)
E. EKG bila dicurigai miokarditis
2.9. Tata Laksana12A. Perawatan
Isolasi Tirah baring sampai 7 hari bebas panas, kemudian mobilisasi secara bertahap
B. Diet Bebas serat, tidak merangsang Tidak menimbulkan gas
7/30/2019 referat tifoid putrie
14/20
14
Mudah dicerna (lunak) Tidak dalam jumlah banyak Bubur saring sampai 7 hari bebas panas, bubur biasa (3 hari, kemudian
makanan biasa
Bila intake peroral < 50%, kesadaran menurun makanan personde ataucairan IV
C. Medikamentosa Obat pilihan pertama: Kloramfenikol 100 mg/kg BB/hari oral atau IV dalam
4 dosis (dosis maksimal 2 g/hari) sampai tujuh hari bebas panas, minimal 10
hari.
Apabila Hb
7/30/2019 referat tifoid putrie
15/20
15
Bila terdapat peritonitis atau perdarahan saluran cerna: pasien dipuasakan,pasang pipa nasogastrik, nutrisi parenteral, transfusi darah (atas indikasi),
foto abdomen, antibiotik sefalosporin generasi III parenteral
Bila terjadi perforasi usus: konsultasi dengan bagian Bedah untuk tindakanlaparotomi
Pengobatan penunjango Beri cairan iv bila: dehidrasi, keadaan umum lemah, tidak dapat makan
peroral, atau timbul syok.
o Terapi demam tifoid dengan syok sesuai dengan standar penatalaksanaanberdasarkan penyebab syok (syok hipovolemik atau syok sepsis)
o Transfusi darah bila Hb
7/30/2019 referat tifoid putrie
16/20
16
perut yang mencolok, sakit, muntah, dan tanda-tanda peritonitis. Sepsis dengan
berbagai basili Enterik Gram-negatif aerob dan anaerob dapat terjadi. Walaupun
hasil uji fungsi hati terganggu pada beberapa penderitam hepatitis dan kolestistitis
yang nyata dipandang merupakan komplikasi.17
Pneumonia yang sering disebabkan oleh super infeksi dengan organisme yang
selain Salmonella lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Pada anak,
pneumonia atau bronkitis sering ada (sekitar 10%). Miokarditis toksik mungkin
ditampakkan oleh aritmia, blokade sinoatrial, perubahan ST-T pada
elektrokardiogram, syok kardiogenik, infiltrasi lemak, dan nekrosis miokardium.
Trombosis dan flebitis jarang terjadi. Komplikasi neurologis termasuk kenaikan
tekanan intrakranial, trombosis serebral, ataksia serebral akut, khorea, afasia,
ketulian, psikosis dan mielitis transversal. Neuritis perifer dan optik telah dilaporkan.
Sekuele permanen jarang.17
2.11.PrognosisPrognosis untuk penderita demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya, serotif Salmonella penyebab, serta komplikasi. Di
negara maju dengan terapi antimikroba yang tepat, angka mortalitas di bawah 1%. Di
negara sedang berkembang angka mortalitas lebih tinggi daripada 10%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, rawat inap di rumah sakit, dan pengobatan.
Munculnya komplikasi, seperti perforasi saluran pencernaan atau perdarahan berat,
meningitis, endokarditis dan peneumonia disertai dengan angka morbiditas dan
mortalitas tinggi.17
Relaps sesudah respon klinis awal teradi pada 4-8% penderita yang tidak
diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat antimikroba yang
tepat, manifestasi replaps yang nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik
dan menyerupai penyakit akut. Namun, relaps biasanya lebih ringan dan lebih
pendek. Dapat terjadi relaps berulang. Resiko menjadi pengidap rendah pada anak
7/30/2019 referat tifoid putrie
17/20
17
dan bertambah pada semakin tua, dari semua penderita dengan demam tifoid 1-5%
penderita menjadi pengidap kronis.17
2.12.PencegahanPada daerah endemik, sanitasi diperbaiki dan bersih, air mengalir sangat
penting untuk menegndalikan demam tifoid. Untuk meminimalkan penularan dari
orang ke orang dan kontaminasi makanan, cara-cara higeine personil, cuci tangan,
dan perhatian terhadap persiapan makanan diperlukan.17
Beberapa vaksin terhadap Salmonella typhi tersedia. Vaksin Polisakarida
(capsular Vi polysacharide) memberikan proteksi terbatas (kemanjuran 51-67%) dan
disertai dengan pengaruh yang merugikan termasuk demam, reaksi lokal, dan nyeri
kepala pada sekurang-kurangnya 25% penerima. Dua dosis 0,5 mL diberikan secara
subkutan berjarak 4 minggu atau lebih, telah direkomendasikan untuk anak usia 10
tahun atau lebih 0,25 mL perdosis direkomendasikan untuk anak yang lebih muda.
Vaksin berlisensi baru kedua yaitu vaksin tifoid oral (Ty-21a). Beberapa penelitian
besar terbukti manjur (67-82%). Pengaruh merugikan yang berarti jarang. Empat
kapsul berselaput diberikan selang sehari. Vaksin oral tidak dianjurkan diberikan
pada usia sebelum 6 tahun.17
Vaksin tifoid dianjurkan pada wisatawan ke daerah endemis, terutama Amerika
Latin, Asia tenggra dan Afrika. Wisatawan demikian perlu diperingatakan bahwa
vaksin bukan pengganti higiene perorangan dan pemilihan makanan minuman tetap
hati-hati, karena tidak ada vaksin yang mendekati kemanjuran 100%.17
7/30/2019 referat tifoid putrie
18/20
18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KesimpulanDemam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan
terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur
fekal-oral. Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi dari bahan feses, muntahan
maupun cairan badan. Manifestasi klinis demam tifoid berupa demam lebih dari 7
hari, anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, terdapat gangguan GIT,
seperti anoreksiam muntah, nyeri perut, konstipasi/diare, kembung, bau nafas tak
sedap. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus. Diagnosis pasti apabila ditemukan: Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urin
atau feses dan atau pemeriksan serologis didapatkan titer O Ag 1/160 atau menningkat
lebih dari 4 kali dalam interval 1 minggu (titer fase akut ke fase konvalens).
3.2. Saran
Pada daerah endemik, sanitasi diperbaiki dan bersih, air mengalir sangat
penting untuk mengendalikan demam tifoid. Untuk meminimalkan penularan dari
orang ke orang dan kontaminasi makanan, cara-cara higeine personil, cuci tangan,
dan perhatian terhadap persiapan makanan diperlukan.Beberapa vaksin terhadap oleh
Salmonella typhi tersedia.
7/30/2019 referat tifoid putrie
19/20
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidabutar, S. dan Satari, H. I. 2010.Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid padaAnak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri. 11 (6): 432 - 439.
2. Riyatno, I. P. dan Sutrisna, E. 2011. Cost-effectiveness Analysis PengobatanDemam Tifoid Anak Menggunakan Sefotaksim dan Kloramfenikol di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwekerto. Mandala of Health. 5 (2): 1 - 5.
3. Musnelina, L. , dkk. 2004. Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan DemamTifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 - 2002. MAKARA
KESEHATAN. 8 (1): 27 - 31.
4. Setiabudi, D. dan Madiapermana, K. 2005. Demam Tifoid pada Anak Usia dibawah 5 Tahun di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Hasan Sadikin, Bandung.
Sari Pediatri. 7 (1): 9 - 14.
5. Tjandra, L. 2011. Efikasi dan Toleransi Pengobatan Demam Tifoid Anak.Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
(http://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/judul/84, Diakses 20 Agustus 2012).
6. Rohman. 2010.Distribusi Penderita Demam Tifoid Menurut Umur dan Gejala(Studi Kasus di RSI. Roemani). Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010.
ISBN: 978.979.704.883.9, hal. 88 - 90.
7. Brooks, G. F. , Butel, J. S. , Morse, S. A. 2001. Medical Microbiology, 22nd ed.USA: Appleton & Lange, pg. 219, 225 - 227.
8. Retnosari, S. dan Tumbelaka, A. R. 2000. Pendekatan Diagnostik Serologikdan Pelacak Antigen Salmonella typhi. Sari Pediatri. 2 (2): 9095.
9. Salyers, A. A. and Whitt, D. D. 2002. Bacterial Pathogenesis, 2nd ed.Washington: ASM Press, pg. 229 - 243.
10. Todar, K. 2009. Salmonella and Salmonellosis. Department of Bacteriology,University of Wisconsin-Madison.
(http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Salmonella.html, Diakses
tanggal 20 Agustus 2012).
http://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/judul/84http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Salmonella.htmlhttp://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Salmonella.htmlhttp://elib.fk.uwks.ac.id/jurnal/judul/847/30/2019 referat tifoid putrie
20/20
20
11. Widodo, D. 2006.Demam Tifoid. Dalam:Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi,I., Simadibarata, M., Setiati, S. (Editor).Buku Ajar Ilmu Penyakit FK UI, Edisi
Keempat(hal. 1752- 1757). Balai Penerbit FK UI, Jakarta, Indonesia.
12. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan AnakRSMH, 2012.
13. Darmowandowo, D. 2003. Demam Tifoid. Dalam : Continuing Education IlmuKesehatan Anak XXXIII (hal. 19-34). Surabaya Intellectual Club, Surabaya,
Indonesia.
14. Tumbelaka, A. R. 2005. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid pada Anak.Simposium Infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI
Cabang Jawa Timur. Malang : IDAI Jawa Timur, hal. 37 - 50.
15. Pawitro, U. E. , Noorvitry, M. , Darmowandowo, W. 2002. Demam Tifoid.Dalam : Soegijanto, S. (Editor). Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan
Penatalaksanaan, Edisi 1 (hal. 1 - 43). Salemba Medika, Jakarta, Indonesia.
16. Darmowandowo, W. 1998.Demam tifoid. Media Ikatan Dokter Indonesia. 23 :4 - 7.
17. Ashkenazi, S. dan Cleary, T. G. 2000. Infeksi Salmonella. Dalam : Wahab, A.S., dkk. (Editor).Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Vol. 2 (hal. 965-974).
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.
18. Runge, M. S. and Greganti, M. A. 2008. Infectious Diseases in Travelers. In :Netter's Internal Medicine - 2nd Edition (pg. 768). Elsevier. All Rights
Reserved (http://www.netterimages.com/image/3919.htm, Diakses tanggal 20
Agustus 2012)
http://www.netterimages.com/product/9781416044178/index.htmhttp://www.netterimages.com/image/3919.htmhttp://www.netterimages.com/image/3919.htmhttp://www.netterimages.com/product/9781416044178/index.htm