REFERAT
KELAINAN REFRAKSI
Disusun oleh:
Fitriend Syahputri
030.09.095
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA
DR. ESNAWAN ANTARIKSA
01 Desember 2014 – 03 Januari 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-
Nyalah, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “kelainan refraksi” dengan
baik. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program
Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit Mata RSAU dr. Esnawan Antariksa. Penulis
berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai
pihak yang berkepentingan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada:
1. dr. Sriharto, SpM selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari
para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan referat ini.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat
diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan
kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus
yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi
gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang.1 Angka
kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun
jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun,
14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun.1 Pada etnis tertentu,
peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina
memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan
menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18
tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.1
2
BAB II
ANATOMI MEDIA REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas
kornea, aquous humor, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh.
A. KORNEA
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dan sifatnya yang transparan
merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau dengan
kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Indeks bias kornea adalah
1,38.2 Kornea terdiri dari beberapa lapis
jaringan yang menutup bola mata
bagian depan yaitu epitel, membran
bowman, stroma, membran descement
dan endotel. Saraf sensoris yang
mempersarafi kornea yaitu saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid yang
masuk ke dalam stroma kornea
menembus membran Bowman dan
melepaskan selubung Schwannya.
B. CAMERA OCULI ANTERIOR
Camera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan dengan kornea, dan bagian
3
posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian central Camera oculi anterior memiliki
kedalaman sekitar 2,5 mm. ukuran ini bertambah dangkal pada pasien dengan
hipermetrop dan bertambah dalam pada pasien dengan myopia. Camera oculi anterior
berisi cairan aqueus ±0.25ml.
C. IRIS
Iris adalah bagian paling
anterior dari uvea yang
merupakan perpanjangan dari
koroid. Yang tersusun dari
satu lapisan sirkular tipis yang
memiliki fungsi mengatur
cahaya yang masuk ke mata.
Pengaturan cahaya masuk
ditentukan oleh keseimbangan
antara konstriksi musculus sfingter pupil yang dipengaruhi sistem parasimpatis nervus
III dan muskulus dilatators pupil sistem simpatis dari nervus cervicalis. Pada bagian
tengah dari iris terdapat suatu celah yang disebut dengan pupil memiliki diameter
±4mm. iris membatasi ruangan antara kornea dan lensa menjadi camera oculi anterior
dan camera oculi posterior. Iris mendapatkan perdarahan perdarahan dari circulus
major iris yang merupakan anastomosis antara arteri ciliaris posterior longus dan
arteri ciliaris anterior.
D. CAMERA OCULI POSTERIOR
Berisi 0.06ml cairan aqueus humor. Pada bagian anteriornya berbatasan dengan
iris dan sebagian corpus ciliaris. Bagian posteriornya berbatasan dengan lensa. Dan
bagian lateral dari camera oculi posterior berbatasan dengan corpus ciliaris.
E. LENSA
Dalam keadaan normal lensa mata manusia transparan, dan berbentuk biconvex.
Lensa terletak diantara iris dan vitreus humor. Diameter dari lensa ±9-10mm, dengan
4
ketebalan yang bervariasi antara ±3,5 – 5mm. dan mempunyai berat sekitar 135 –
255mg. lensa mempunyai dua permukaan permukaan posteriornya(radius
curvaturanya 10mm) lebih conveks dibandingkan dengan permukaan anteriornya
(radius curvaturanya 6mm). Kedua permukaan ini kemudian bertemu di equator.
Lensa memiliki indeks refraktif 1.39 dengan kekuatan 15 – 16 dioptri. Kekuatan
akomodasi lensa berbeda – beda berdasarkan usianya.
F. VITREUS HUMOR
Vitreus humor merupakan suatu struktur yang lembek, transparan dan berbentuk
seperti jeli, yang mengisi 4/5 bagian posterior cavum bola mata, dan memiliki volume
4ml. vitreus bersifat hidrofilik dan memiliki fungsi optic. Selain itu vitreus berfungsi
untuk menyalurkan nutrisi kedalam lensa dan retina. Struktur vitreus yang normal
terdiri dari serat kolagen dan diselingi oleh lapisan lapisan asam hialuronat.
G. RETINA
Retina merupakan bagian mata yang berupa lembaran saraf berlapis tipis dan semi
transparan dalam dua pertiga posterior bola mata. Retina akan meneruskan
rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan ke otak.
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Makula adalah daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm
atau daerah yang dibatasi arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di retina
juga terdapat fovea, foto reseptornya 35.000 sel kerucut, tidak ada sel batang, dan
bagian retina yang paling tipis. Fovea luasnya kurang dari 1 mm2 berfungsi untuk
penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis hanya berdiameter 0,3 mm.
5
Retina terdiri dari 10 lapisan yang berturut-turut dari dalam ke luar adalah sebagai
berikut: 2
1. Lapisan membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf
Mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin
dan bipolar
5. Lapisan inti dalam
Mengandung badan sel bipolar, amakrin, dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar
Mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Lapisan membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Lapisan epitel pigmen retina
6
BAB III
FISIOLOGI PENGLIHATAN
VISUS
Visus atau visual acuity (VA) merupakan salah satu ukuran dari ambang penglihatan
yang akan dibicarakan pada makalah ini, oleh karena kaitannya yang erat dengan masalah
refraksi. Kata acuity berasal dari bahasa Latin yaitu acuitas yang berarti ketajaman. Maka
VA berkenaan dengan ketajaman atau kejelasan penglihatan seseorang. VA
menggambarkan kemampuan seseorang untuk melihat dan mengidentifikasi suatuobjek.
Oleh karena itu, pemeriksaan VA merupakan suatu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan untuk melihat fungsi penglihatan seseorang
AKOMODASI
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubahtegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa
dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang. Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara
lain:
a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi
cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan
kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian
perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral
dan menjadi cembung.
7
Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyatatanpa
akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah
titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah
daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan
untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya
sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang
menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
A = 1/P–1/R
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur danpunctum
proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya
elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.
REFRAKSI
Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket
individual energy seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang. Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal
dengan berkas cahaya. Berkas-berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus
dibelokkan ke arah dalam untukdifokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina
agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan inilah
yangdisebut sebagai refraksi.
Refraksi terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.Cahaya bergerak lebih
cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya. Ketika suatu berkas
cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat
(sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai
8
medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.Dua faktor penting dalam refraksi :
densitas komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan densitas,semakin besar
derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar
sudut,semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan
refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata,yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total
karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan
densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea
seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya
kemampuan refraksi lensa dapat di sesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai
keperluan untuk melihat dekat/jauh. Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa
bayangan cahaya terfokus di retina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah
terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai
retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda
dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh.
Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)dianggap sejajar saat
mencapai mata. Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat
memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada
sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi
sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak
yangsama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan
lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.
MEKANISME PENGLIHATAN
VA seperti sudah dijelaskan di atas merupakan kemampuan mata untuk melihat hal-
hal yang detil. Untuk mencapai hal ini, sistem optik dari mata harus memproyeksikan
bayangan yang fokus pada fovea, sehingga memiliki resolusi dan warna terbaik. Namun
tajam penglihatan seseorang dengan penglihatan warna seseorang merupakan dua hal
yang berbeda. Masing-masing dapat dipengaruhi secara terpisah tanpa mempengaruhi
fungsi yang lain.
9
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa
kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.
Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda
tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena
otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Korteks visual merupakan bagian dari korteks serebral pada bagian posterior dari
otak yang bertanggung jawab dalam memproses suatu rangsang penglihatan. Sepuluh
derajat lapang pandang di sekitar makula manusia diwakili oleh 60% dari korteks visual.
Saraf-saraf di bagian tersebut diperkirakan terlibat dalam proses VA. Cahaya berjalan dari
suatu objek ke fovea melalui suatu sumbu imajiner yang dinamakan aksis visual.
Struktur-struktur yang terdapat pada aksis ini mempengaruhi kualitas penglihatan
seseorang. Struktur ini antara lain lapisan air mata, kornea, humor akuous, pupil, lensa,
humor vitreous dan terakhir adalah retina.
BAB IV
10
KELAINAN REFRAKSI
Emetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak terhingga difokuskan tepat
pada retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak
terhingga difokuskan didepan atau dibelakang retina, pada satu atau dua meridian.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmat.
I. HIPERMETROPIA
1.1 Definisi
Hipermetropia (hiperopia) atau long-sightedness adalah suatu keadaan mata dimana
csinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa akomodasi.
Oleh karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran yang buram.
Gambar: perbedaan penglihatan normal dengan hipermetropia
1.2 Etiologi
Hipermetropia dapat berbentuk aksial, kurvatura, indeks, posisional, atau oleh karena
tidak adanya lensa.
1. Axial hypermetropia merupakan bentuk hipermetropia yang paling sering
11
ditemukan. Pada kondisi ini, kekuaran refraksi mata normal, namun terdapat
pemendekan axis dari bola mata. Tiap pemendekan sebanyak 1mm dari
diameter anteroposterior menyebabkan perubahan 3 dioptri.
2. Curvatural hypermetropia merupakan kondisi dimana kornea, lensa, atau
keduanya lebih datar daripada normal, sehingga terjadi penurunan refraksi.
Sekitar 1mm peningkatan radius kurvatura menyebabkan perubahan 6 dioptri.
3. Index hypermetropia terjadi disebabkan menurunnya indeks refraksi dari lensa
pada usia tua. Dapat pula terjadi pada diabetes yang sedang dalam terapi.
4. Positional Hypermetropia akibat dari lensa yang diletakan pada bagian
posterior
5. Absence of crystalline lens dapat merupakan kongenital atau dengan
dilakukannya operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior sehingga
orang tersebut menjadi afakia (terjadi hipermetropia yang tinggi)
1.3 Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk klasifikasi hipermetropia secara klinis :
1. Hipermetropia simpel
Merupakan bentuk yang paling sering. Hal ini disebabkan oleh variasi biologis normal
dari pertumbuhan bola mata. Hal ini termasuk hipermetropia aksial dan kurvatura.
2. Hipermetropia patologis
Disebabkan oleh kongenital ataupun didapat, diluar dari variasi biologis normal
pertumbuhan bola mata. Hal ini termasuk:
- hipermetropia indeks (akibat sklerosis korteks lensa)
- hipermetropia posisional (akibat subluksasi posterior dari lensa)
- afakia (kongenital ataupun akibat operasi)
- hipermetropia konsekutif (akibat over-koreksi dari miopia)
3. Hipermetropia fungsional
Hal ini merupakan akibat dari paralisisnya kemampuan akomodasi seperti pada paralisa
n.3 dan oftalmoplegia internal
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya :
12
1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan akomodasi mata
1. Hipermetropia Laten
a. Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang
dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata
b. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
c. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang
dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes
a. Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia
b. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan
dalam pemeriksaan subjektif
c. Terdiri dari dua komponen :
i. Hipermetropia fakultatif, yang bisa diukur dan dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi
pasien tanpa menggunakan lensa. Semua hipermetropia laten adalah
hipermetropia fakultatif.. Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten
akan menolak pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan
penglihatannya. Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan
jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan
menggunakan lensa positif
ii. Hipermetropia absolut, merupakan residual dari hipermetropia manifes,
yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi.
1.4 Tanda dan Gejala Klinis
13
Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari usia dan derajat
beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil dapat
mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan gejala.
2. Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh, namun karena terjadi
akomodasi terus menerus, pasien akan mengalami keluhan astenopia. Keluhannya
adalah mata lelah, nyeri kepala frontal atau fronto-temporal, mata berair, dan
fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja dan meningkat saat
malam.
3. Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan hipermetropia cukup
berat, mata tidak dapat mengkoreksi hanya dengan kemampuan akomodasi.
Sehingga pasien mengeluh gejala astenopia dan penglihatan buram.
4. Penurunan penglihatan saja. Bila kelainan hipermetropia sangat berat, pasien
biasanya tidak melakukan akomodasi (terutama orang dewasa) sehingga terjadi
penurunan penglihatan dekat dan jauh.
Gejala obyektif:
1. Ukuran bola mata yang lebih kecil secara keseluruhan
2. Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti konvergensi
3. Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
4. Pupil terlihat lebih kecil karena akomodasi
5. Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih banyak vaskular
dengan batas tidak tegas atau mungkin menyerupai papilitis (namun tidak ada edema
papil, sehingga disebut pseudopapillitis). Retina mungkin terlihat bercahaya akibat
refleksi cahaya yang lebih besar (shot silk appearance).
1.5 Penatalaksanaan
1. pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya
gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
2. pada remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi
14
dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.
Lensa kontak dapat disarankan dengan hipermetropia unilateral (Anisometropia).
Lensa kontak dapat diresepkan setelah hipermetrop stabil, apabila tidak, harus
mengganti lensa kontak berkali-kali.
3. Jumlah total hipermetropia diperoleh dengan pemeriksaan refraksi dengan
sikloplegik.
4. Secara bertahap tingkatkan koreksi lensa sferis dengan interval 6 bulan sampai
pasien menjadi hipermetropia manifes
Gambar: Koreksi pada mata hipermetropi
3. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Efektif dalam mengkoreksi hipermetropi hingga + 4D
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Dengan menggunakan laser excimer. Namun proses efek regresi dan
penyembuhan epitel yang lama merupakan masalah utama.
c. Conductive keratoplasty (CK)
Merupakan prosedur noninsisional dan nonablasi dimana kornea di pertajam
dengan mengerutkan kolagen dengan energi radiofrekuensi. Teknik ini efektif
untuk mengkoreksi hipermetropi hingga +3 D
15
1.6 Komplikasi
1. Hordeolum, blefaritis, atau kalazion berulang akibat sering mengucek mata untuk
menghilangkan kelelahan mata
2. Strabismus dapat terjadi pada anak (biasanya usia 2-3 tahun) karena akomodasi
secara terus menerus.
3. Ambliopia dapat terjadi pada beberapa kasus. Hal ini dapat terjadi anisometropik
(unilateral hipermetropia), strabismik (pada anak dengan akomodasi berlebihan),
atau ametropik (pada anak dengan hipermetropia berat tidak terkoreksi)
4. Glaukoma sekunder sudut tertutup. Pada mata hipermetropia, terdapat COA yang
relatif lebih sempit. Akibat dari pembesaran ukuran lensa seiring usia, mata tersebut
menjadi rentan terhadap serangan akut glaukoma. Hal ini perlu diingat pada pasien
hipermetropia usia tua.
II. MIOPIA
2.1 Definisi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina. Pada miopia,
titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat
disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu
panjang. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah nearsightedness.
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini
memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini
akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya
berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina
2.2 Etiologi
16
Klasifikasi miopia berdasarkan etiologi yaitu:
1. Axial myopia. Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter anteriorposterior
bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai.
2. Curvatural myopia. Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea, lensa, atau eduanya.
3. Positional myopia. Akibat dari penempatan lensa di bagian anterior.
4. Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan sklerosis
nukleus.
5. Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien dengan spasme
akomodasi.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan perjalanan penyakitnya :
1. Miopia stasioner : miopia yang menetap setelah dewasa
2. Miopia progresif : miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna : keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
Klasifikasi berdasarkan derajat beratnya miopia :
1. Miopia ringan : lensa koreksinya 0.25 sampai dengan 3.00 Dioptri
2. Miopia sedang : lensa koreksinya 3.25 sampai dengan 6.00 Dioptri
3. Miopia berat : lensa koreksinya > 6.00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
Klasifikasi berdasarkan usia :
1. Juvenile Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan
terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis.
Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang
menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh
berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia
17
9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun.
Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya. Miopia yang
mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan lebih jarang ditemukan.
Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada
usia 15 tahun)
2. Adult Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun.
a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun
b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun
c. Late adult onset myopia miopia yang terjadi setelah usia 40 tahun
Klasifikasi secara klinik :
1. Miopia kongenital
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis pada
usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang bilateral.
Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh. Myopia
kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya seperti katarak,
microthalmos, aniridia, megalokornea, dan pemisahan retina kongenital. Koreksi dini
miopia kongenital disarankan.
2. Miopia simplek
Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai
kelainan fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain. Prevalensinya meningkat
dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14% pada usia 15 tahun. Karena peningkatan terjadi
pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun, hal ini disebut juga school myopia.
Etiologi
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat atau tidak
berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan miopia simpel yaitu :
Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola mata
atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.
Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola mata
Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
18
Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata, dimana
prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua miopia (20%)
daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua miopia
(5%).
Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan adanya
hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan tidak
melakukan pemakaian kacamata.
Gejala subjektif
penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan anak
miopia.
Gejala objektif
Bola mata yang sedikit menonjol
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf optik
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan terus
naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya biasanya tidak
melebihi 6-8 D.
19
Diagnosis
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi
3. Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah kelainan
progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan miopia yang berat
pada dewasa muda dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis secara
memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik dan proses
pertumbuhan secara general.
Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii) lebih sering pada ras tertentu
seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi, dan jarang pada Negroid, Nubian, dan Sudan.
Telah disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait dengan herediter sangat
berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera karena distensibilitasnya
mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid mengalami degenerasi karena
20
peregangan, yang akhirnya menyebabkan degenerasi retina.
Peran proses pertumbuhan secara general
Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak dapat di lupakan dalam
progres miopia. Pemanjangan
segmen posterior dari bola
mata dimulai hanya saat
periode pertumbuhan aktif.
Oleh karena itu, faktor
defisiensi nutrisi, penyakit
penyerta, gangguan endokrin
yang mempengaruhi proses
pertumbuhan general juga
mempengaruhi progres dari
miopia. Hipotesis etiologis
miopia patologis seperti
disamping :
Gambar: hipotesis etiologi miopia patologis
Gejala klinis
Gejala subjektif :
1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan karena biasanya
kelainannya berat. Pada tahap lanjut, penurunan visus tidak dapat terkoreksi karena
terdapat perubahan degeneratif.
2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang
disebabkan degenerasi vitreus.
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat
berat dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:
1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian posterior.
Bagian anterior bola mata biasanya normal.
2. Kornea terlihat besat
21
3. COA dalam
4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya lambat
5. Pemeriksaan funduskopi:
Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur.
Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.
2.4 Gejala Klinis
Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak
pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah
22
diperiksa.
Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia
hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur
bila melihat objek jauh.
Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya
dapat disembuhkan.
Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha
akomodasi
2.5 Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif,
setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik. Cara
subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan
dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki
tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat
yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5 meter),
jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan
occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan
sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat terbaca
huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
23
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu
retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat
pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus
menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan
jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata. Jarak pemeriksaan biasanya ½
meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar
yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop,
tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik
arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik
tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi
dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2
dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien.
Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup
dengan pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada
umumnya bisa dilakukan.
2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
Cara optik
1. Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa
konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila
bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan
meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan
24
mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.
2. Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap
ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak
dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir
semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata
mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior
kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan
anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea
perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang
masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)
25
Prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi
dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang
teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.4
Kriteria pasien untuk LASIK
Umur lebih dari 20 tahun.
Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK
- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma setelah operasi,
- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
26
- LASIK jauh lebih mahal
- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
4. Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation)
Dianjurkan untuk miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus unilateral.
Baru-baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL dengan
kekuatan yang sesuai direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12 D.
5. Phakic Intraocular Lens
Atau implantasi intraocular contact lens (ICL) juga dipertimbangkan
untuk koreksi miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus
diimplantasi di COA atau di COP di anterior dari lensa asli.
6. Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas
permeabel saat malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi
miopia hingga -5D dan dapat digunakan untuk pasien usia kurang dari 18
tahun.
2.7 Komplikasi
a. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D
resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah
tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%
serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun
proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan
hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-
27
bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus
sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia
tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
c. Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler
pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang. Dapat
juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan
pandang. Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan
konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
d. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
e. Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina
maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah
penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair
berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat
menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung
berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera
penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang
tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina
2.8 Prognosis
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita
miopia memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif
miopia prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus,
sedangkan pada miopia maligna prognosisnya sangat jelek
28
III. ASTIGMATISME
3.1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan
sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat gambaran palang, garis
vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam pada dua jarak pandang yang
berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola sepak yang tidak
memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik.
3.2 Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien yang
memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi
mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan
sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan
frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme
meningkat dengan usia.
3.3 Etiologi
1. Astigmatisme kornea adalah hasil dari kelainan kelengkungan kornea. Ini merupakan
penyebab paling umum dari astigmatisme.
2. Silindris Lenticular. Penyebab ini jarang terjadi. Kemungkinan terjadi karena
i. Curvatural akibat kelainan kelengkungan lensa seperti yang terlihat dalam
Lenticonus
ii. Posisi akibat memiringkan atau penempatan yang miring pada lensa seperti
yang terlihat pada subluksasi.
iii. Index Silindris mungkin jarang terjadi karena indeks refraktif variabel lensa
di meridian berbeda.
3 . Silindris retina karena penempatan miring makula juga dapat dilihat namun sangat
jarang
29
3.4 Klasifikasi
Mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis fokus. Astigmatisma dapat
dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2 garis fokus ini, yakni
sebagai berikut:
a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan
yang lainnya berada di retina.
b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan retina.
c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan
yang lainnya berada di retina.
d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang
retina.
e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua, yakni
astigmatisma reguler dan ireguler :
a. Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang
konstan pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma
selalu sama pada setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan
kacamata lensa silindris. Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada
anak-anak, dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya
bias/ kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder
plus dipakai pada/ mendekati meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan
pada orang dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/
memiliki daya bias/ kelengkungan yang lebih besar daripada meridian
vertikal, dan sebuah koreksi silinder plus dipakai pada/ mendekati
meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
30
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada
sudut yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya
lagi 100.
b. Astigmatisma Ireguler
Yakni apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari
titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90
pada setiap titik, kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau
keratometri, secara keseluruhan, meridian utama pada kornea ini tidak tegak
lurus satu sama lain. Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya
sedikit astigmatisma ireguler, dan peralatan seperti topografer kornea dan
wavefront aberrometer dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan ini secara
klinis.
3.5 Patofisiologi
a. Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang lain.
Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis
meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.3
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi
terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/
31
90 satu sama lain.3
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang
horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea. Tipe
astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak. Sementara itu,
apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan
astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi
antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan
direpresentasikan dalam dioptri (D).3
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.3
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90. Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-
beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak
memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum dari
permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan bentuk bola
football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan
lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu
sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of
Sturm.6
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridian-
meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap
garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang berbeda
sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua garis
fokus ini. Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler.
Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of least confusion, dan
merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar
32
akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis rata-
rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder
merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:7
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal
pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari
perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,
keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior, subluksasi
lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan
kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia. Semua mata memiliki
setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler
dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang
saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler
terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda
3.6 Manifestasi Klinis
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejalagejala
sebagai berikut :
a) Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan
ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
33
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang pada penderita
astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala – gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek- ucek mata.
3.7 Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan
2. Uji refraksi
i. Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial len s
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique).
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.4
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3. Uji pengaburan
34
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan
kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.
Gambar: kartu tes astigmatisme
4. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut
tidak terbentuk sempurna.5
5. Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan
horizontal.
3.8 Penatalaksanaan
35
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi
dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
IV. PRESBIOPI
36
4.1 Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersama dengan proses penuaan pada semua
orang karena kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat skerosis lensa.
4.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopi paling banyak didapatkan pada populasi dengan usia tua.
Walaupun susah untuk memperkirakan insiden kronis seperti presbiopia, karena onset
yang lambat, tapi insiden tertinggi terjadi pada usia 42 sampai 44.6
4.3 Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akan
menyebabkan presbiopi. Hal ini terjadi karena:
1. Perubahan degenerati pada lensa, yang meliputi
a) Penurunan elastisitas kapsul lensa
b) Peningkatan ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa
2. Penurunan kekuatan m. Siliaris seiring dengan peningkatan usia
Penyebab dari presbiopia dini:
1. Hipermetropi yang tidak dikoreksi
2. Sklerosis prematur lensa
3. Kelemahan umum menyebabkan kelemahan pada m. Siliaris
4. Glaukoma kronis simpel
4.4 Patofisiologi
Presbiopia bukan merupakan suatu kelainan refraksi, tapi kondisi fisiologis
insufisiensi dari akomodasi yang menyebabkan penurunan visus progresif. pada mata
emetrop, titik jauh tak terhingga sedangkan titik dekat bervariasi menurut usia (usia 10
tahun 7 cm, usia 40 tahun 25 cm, dan usia 45 tahun 33 cm). Jadi kita biasa membaca
buku pada jarak 25 cm, jadi kita dapat membaca buku dengan nyaman sampai hingga
usia 40 tahun. Setelah usia 40 tahun, titik jauh akomodasi mundur di belakang titik
normal membaca. Kesimpulannya, kondisi dimana terjadi penurunan visus dekat terkait
37
dengan usia dalam penurunan akomodasi atau kenaikan punctum proximum disebut
presbiopia.
4.5 Gejala Klinis
1. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga
disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
2. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada
jarak baca yang biasa
3. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
4. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
4.6 Penatalaksanaan
Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat.
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan
hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger
20/30
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi
bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa
+3.00D
Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan
40 tahun +1.00 D
45 tahun +1.50 D
50 tahun +2.00 D
55 tahun +2.50 D
60 tahun +3-00 D
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
38
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:
a. Bifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresif
b. Trifokal
untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresi
c. Bifokal kontak
untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah adalah untuk
membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
d. Monovision kontak
lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk melihat
dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang
digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto
e. Monovision modified
lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa kontak untuk melihat jauh
pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk melihat jauh dan satu mata
digunakan untuk membaca.
BAB V
39
KESIMPULAN
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina,
dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Dikenal istilah emetropia
yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan
refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia. Kelainan-kelainan
refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang sesuai. Dan perkembangan ilmu
pengetahuan menyediakan modalitas terapi pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-
kelainan refraksi.
DAFTAR PUSTAKA
40
1. PERDAMI. Refraksi. Available at: http://perdami.or.id/?page=newsseminat3
Accessed: Dec 20th 2014.
2. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009. Hal: 1-18, 382-398.
3. Sidarta I. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna
dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Jakarta. 2005. hal: 64-83.
4. Khurana A.K. comprehensive ophthalmology. Fourth edition. India : New
age international. 2007. P.3-1, 89-92, 167-169, 243 – 245, 249.
5. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Ed 1st. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2011.
6. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition;
Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia. 2002.
7. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism.
Dalam: Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 – 190.
Available at: www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: Dec 20th
2014.
41