BAB I
PENDAHULUAN
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga
orbita. Seperti bagian tubuh lainnya, mata pun tidak terhindarkan dari berbagai
macam trauma yang mengenainya meskipun telah mendapat perlindungan.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.1
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada
mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut : trauma tumpul, trauma
tembus bola mata, dan trauma radiasi.1,2
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan
pada lensa. Kekeruhan pada lensa akan menyebabkan sinar menjadi terhalang
sehingga dapat terjadi penurunan daya penglihatan.1Katarak dapat mengenai
semua umur dan terutama pada orang tua karena proses penuaan (katarak senile).
Namun, dapat terjadi juga pada anak – anak. Katarak pada anak berhubungan
pada beberapa keadaan termasuk kelainan kromosom, sindrom sistemik,
kongenital serta faktor eksternal berupa trauma atau radiasi. Beberapa faktor lain
yang terlibat, mencakup trauma, toksisitas obat (steroid), penyakit metabolik
(diabetes dan hiperparatiroidisme) dan penyakit mata (uveitis dan ablasio
retina).1,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK TRAUMATIK
I. DEFINISI
Katarak merupakan proses opasifikasi pada lensa. Katarak
traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata,
dapat berupa trauma perforasi maupu tumpul yang terlihat setelah beberapa
hari atau beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut
ataupun gejala sisa dari trauma mata.2
Katarak traumatik pada anak paling sering disebabkan karena
adanya trauma benda asing pada lensa atau adanya trauma tumpul pada bola
mata. Lensa akan menjadi berwarna putih beberapa saat setelah masuknya
masuknya benda asing atau trauma tumpul. Jika mengenai kapsul lensa
biasanya menyebabkan humour aquous ataupun viterus yang penetrasi ke
struktur lensa. Dapat memberikan manifestasi berupa cetakan dari iris di
permukaan anterior lensa.5
2
Traumatic di bagian lensa.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
Lensa merupakan struktur yang transparan yang dilapisi oleh kapsul tipis
yang homogen, berbentuk cakram bikonveks. Letak di depan badan kaca dan
di belakang iris. Titik pusat permukan anterior dan posterior disebut polus
anterior dan polus posterior, garis yg melewati kedua polus disebut sumbu
(aksis). Lensa dibungkus suatu kapsul, yang merupakan membran bening yg
menutup lensa dengan erat dan tebal pd permukaan anterior.
Fungsi kapsul: mengubah bentuk lensa dan melindungi dari badan kaca
dan humor akuos, dan berperan pada proses akomodasi.Lensa dipertahankan
pa posisinya karena dari depan ditekan oleh humor akuos dan dari belakang
di tekan oleh humor vitreus (badan kaca) dan zonula (ligamentum
suspensorium) yg merupakan membran tipis yang menutupi permukaan
badan siliar, prosesus siliaris dan lensa.
Sifat fisik lensa sesuai usia. Pada fetus :lensa hampir sferis dan agak lunak.
Pada dewasa,permukaan anterior kurang cembung dibandingkan permukaan
posterior dan lebihkeras. Pada umur 40-45 tahun, lensa bertambah besar dan
pipih, warna kekuningan, dan lebih keras. Lensa tidak memiliki suplai darah
atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aquous
humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa
metabolismenya. Lensa menerima suplai nutrisi dari humor aquos yang
membasahinya. Lensa dititupi oleh suatu kapsul yang elastis, ini adalah alasan
mengapa lensa cenderung pada keadaan sferis.1
Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga
semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah.
3
Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin
dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa
yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada
keseimbangan faktor-faktor yang berperan.5
Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid,
dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.
Bagian–bagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan
nukleus.1
a. Kapsul
Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat
mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa
adalah lamella zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat
zonula. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus
meningkat ketebalannya selama kehidupan. Bagian paling tebal dari
kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan pre-ekuator posterior dan
yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu sekitar 2-4 mm.
Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh
gabungan kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari
zonula.1,2
b. Serat Zonula
Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal
dari lamina basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars
plikata korpus siliar. Terutama terdiri dari rangkaian serat yang melintas
4
dari badan siliar ke lensa. Menahan lensa pada posisinya dan
memungkinkan muskulus siliaris untuk dapat digunakan bergerak. Serat
ini tersusun dalam 3 kelompok
1) Serat yang berasal dari pars plana dan bagian anterior dari orra
serrata. Berjalan ke anterior untuk berinseri pada anterior dari
ekuator
2) Serat yang berasal dari bagian anterior pada prosessus siliaris
melintasi bagian posterior untuk berinsersi dengan ekuator bagian
posterior
3) Kelompok ketiga dari serat ini melintas dari puncak prosessus siliaris
secara lansung masuk kedalam untuk berinsersi pada ekuator. Serat-
serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara
kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi,
meninggalkan lapis anterior dan posterior.1
c. Epitel lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri
dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel
ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal
termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat
menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel
epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial
memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan
peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat
melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi
dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang
sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis.1
d. Korteks dan Nukleus
5
Korteks merupakan bagian perifer yang terdiri dari serat lensa yang
masih muda. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang.
Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan
tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y
ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.2
Berdasarkan periode perkembangan zona yang berbeda, nukleus
lensa ini terbagi menjadi1,3:
1. Nukleus embrionik. Ini adalah bagian terdalam dari nukleus yang
berhubungan dengan lensa pada masa gestasi 3 bulan pertama. Terdiri
dari serat lensa primer yang dibentuk oleh pemanjangan dari sel
dinding posterior vesikel lensa
2. Nukleus fetal, berada disekitar nukleus embrionik dan berkaitan
dengan lensa pada 3 bulan pertama masa gestasi sampai dengan
kelahiran
3. Nukleus infantile. Berkaitan dengan lensa dari kelahiran sampai masa
remaja
4. Nukleus dewasa. Berhubungan dengan serat lensa yang terbentuk
setelah masa remaja sampai dengan kematian.
Struktur lensa
III. FISIOLOGI LENSA
6
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot siliaris relaksasi,
menggerakkan serat zonula dan memperkecil diameter antero-posterior lensa
sampai ukuran terkecil dalam posisi ini. Daya refraksi lensa akan diperkecil
sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Gangguan lensa dapat
berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali refraksi. Pasien yang
mengalami gangguan-gangguan tersebut mengalami kekeruhan penglihatan
tanpa nyeri.
Suplai makanan lensa berasal dari proses difusi humor aquos. Ini
menyerupai suatu struktur jaringan dengan humor aquos sebagai substratnya
dan bola mata sebagai wadah yang menyediakan suatu suhu yang konstan.
Metabolism dan proses biokimia yang lebih detail melibatkan proses yang
kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Oleh karena itu tidak
memungkinkan untuk mempengaruhi perkembangan katarak dengan
pengobatan.1
Aktivitas metabolik terutama utnuk pemeliharaan kesatuan, transparansi
dan fungsi optic dari lensa. Epitel dari lensa membantu untuk menjaga
keseimbangan ion dan memperbolehkan transportasi nutrisi, mineral dan air
pada lensa. Tipe transportasi ini diartikan sebagai “system pump-leak” yang
membuat transport aktif dari natrium, kalium, kalsium dan asam amino dari
humor aquos masuk kedalam lensa sebagai suatu proses difusi pasif sepanjang
kapsul lensa posterior.
Pemeliharaan keseimbangan (homeostasis) adalah penting untuk
kejernihan lensa dan sangat berkaitan erat dengan keseimbangan cairan.
Muatan air dari lensa berkuran seiring dengan perjalanan usia dimana isi dari
protein lensa yang insoluble (albuminoid) meningkat lensa menjadi lebih
keras, kurang elastis dan kurang transparan. Suatu penurunan kejernihan lensa
yang berkaitan dengan usia adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari sama
halnya dengan pengerutan kulit dan rambut putih. Gambaran klinik dari
penurunan kejernihan lensa muncul pada 95% dari seluruh orang diatas umur
7
65 tahun. Porsi bagian tengan atau nukleus dari lensa menjadi sklerosis dan
sedikit kekuningan seiring dengan perjalanan usia.1
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan waktu perkembangan katarak sebagai berikut :
1. Katarak kongenital (bayi)
2. Katarak juvenil (anak umur < 40 tahun)
3. Katarak senil (orang tua >= 40 taun tanpa disertai penyakit/penyebab
katarak lain)
a) Stadium insipien
Lensa mata mulai keruh
Penderita mulai merasakan kabur
Sering kali visus masih normal (6/6)
b) Katarak senilis imatur
Kekeruhan pada lensa mata belum menyeluruh
Katarak anterior: pasien melirik, kabut bergerak pada arah
yang sama
Katarak nuklearis: pasien melirik, kabut tetap pada tengah
Katarak subposterior: pasien melirik, kabut bergerak
sebaliknya
c) Katarak senilis matur
Penderita mengeluh tidak dapat melihat
Kekeruhan sudah menyeluruh pada lensa mata
Visus penderita 2/60 – 1/ ~ lp buruk
d) Katarak hipermatur
Penderitan merasa penglihatan sangat terganggu
Biasanya disertai keluhan: matasakit, cekot-cekot kadang
merah, tergantung sejauh mana komplikasi yang sudah
terjadi.
8
Pembagian berdasarkan lokasinya ada 3 mayor katarak :
1) Katarak kortikal : merusak lapisan luar lensa. Kekeruhan yang tampak
seperti gelombang reguler dan perifer ke sentral lensa. Kekeruhan terus
berkembang hingga menganggu penglihatan jauh.
2) Katarak subskapuler merupakan dikarakteristikan oleh gumpalan sel-
sel epitel yang abnormal pada kutub posterior lensa tepat didalam
kapsul. Sel-sel tersebut secara cepat membentuk plak di pusat aksis
visual. Ketajaman memburuk pada cahaya terang ketika pupil
mengecil.
Dibagi mejadi 2 yaitu : Sub kapsuler anterior :
kekeruhansearahdengangerakan bola mata. Sub
Kapsulerposterior :Saat bola matabergerak,
kekeruhanbergerakberlaeanan dg gerakan bola mata
3) Katarak Nuklear : mengenai inti dari lensa. Saat bola matabergerak,
kekeruhantdkbergerak/diam
Katarak komplikata (disebabkan penyakit lain):
e) trauma tembus [intra okuler],
f) post op intra okuler,
g) infeksi [uveitis],
h) diabetes melitus
Klasifikasi katarak karena traumatik:3
a) Kontusio
b) Injuri Perforasi
c) Radiasi ionisasi
V. ETIOLOGI
1. Katarak Unilateral
- Idiopatik
- Anomali okular
- Katarak Traumatik
9
Penyebab katarak traumatik adalah akibat trauma, baik trauma
tajam sebagai benda asing yang mengenai lensa maupun trauma tumpul,
radiasi dan kimia pada bola mata yang memperlihatkan manifestasi
kekeruhan lensa sesudah beberapa hari atau beberapa tahun.2
VI. PATOFISIOLOGI
Klasifikasi katarak traumatik : 5
1. Trauma tumpul (Kontusio)
2. Injuri perforasi
3. Radiasi Elektromagnetik
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul okuler dapat terjadi pada beberapa keadaan1,8:
a. Pukulan langsung pada bola mata misalnya dengan kepalan tangan,
bola atau benda – benda yang tumpul seperti batu,
b. Trauma tumpul akibat kecelakaan yang mengenai bola mata, dapat
terjadi pada kecelakaan lalu lintas, juga dalam pekerjaan.
Mekanisme Trauma pada bola mata akibat benda tumpul1:
a. Dampak langsung (Direct impact on the globe). Menghasilkan
kerusakan maksimum ketika terkena trauma langsung (gambar A).
b. Compression wave force. Ditransmisi melalui cairan ke seluruh arah
dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke
belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang- kadang
gelombang penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera
pada tempat yang jauh dari tempat cedera awal yang disebut counter
coup(gambar B).
c. Reflected compression wave force. Setelah mengenai dinding luar,
maka gelombang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat
merusak fovea(gambar C).
d. Rebound compression wave forcer. Setelah mengenai dinding
belakang, gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang
10
dapat merusak koroid dan diafragma dengan tarikan dari belakang ke
depan(gambar D).
e. Indirect force. Kerusakan okuler dapat juga dapt disebabkan trauma
tidak langsung, misalnya bola mata mengenai struktur tulang dan
elastis dari struktur penyusun bola mata.
Mekanisme trauma pada bola mata
Terdapat empat mekanisme yang berperan dalam trauma okuli, antara lain
sebagai berikut1,3,6:
1) Coup
Coup merupakan kekuatan awal yang langsung disebabkan oleh trauma.
2) Countercoup
Countercoup diartikan pada gelombang energi yang merupakan akibat
dari mekanisme coup dimana gelombang tersebut ditransmisikan
seluruhnya ke bagian okuler serta struktur orbita lainnya. Jadi,
countercoup menunjuk pada cedera yang jauh dari tempat trauma awal.
3) Pemanjangan Equatorial
Selama terjadi trauma tumpul, ada pemendekkan cepat pada bagian
anterior-posterior yang diikuti pemanjangan equator dari bola mata dan
kemudian akan kembali mengkerut seperti keadaan normal sebelumnya.
Peregangan dari ekuatorial akan meregangkan kapsul lensa, zonula
zinnia ataupun keduanya.
4) Global repositioning
11
Mekanisme terakhir, bola mata akan kembali ke bentuk normal tetapi
tidak memungkinkan dapat sembuh dan menyebabkan adanya
kerusakan pada bola mata.
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun
lambat. Trauma pada lensa dapat mengakibatkan luka berupa :
- Vissius ring. Merupakan gambaran cincin berwarna coklat yang
terlihat pada kapsula anterior
- Katarak traumatic merupakan katarak yang terjadi akibat trauma
tumpul atau perforasi yang terlihat sesudah beberapa hari atau tahun.
- Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga
lensa berpindah tempat. Dapat terjadi secara spontan pada keadaan
zonula zinn yang rapuh (sindroma marphan)
- Dislokasi lensa dapat terjadi pada keadaan putusnya zonula zinn ang
menyebabkan kedudukan lensa terganggu.
Pada umumnya, manifesatasi awal dari katarak kontusio adalah
opasifikasi bentuk stellate atau bentuk rosette (rosette cataract). Biasanya
tampak pada sumbu aksial termasuk kapsul posterior lensa. Selain itu,
dapat memberikan tanda berupa pigmen dari iris yang tercetak ke
permukaan anterior lensa yang disebut vossius ring. Walaupun vossius
ring secara visual dapat menghilang dalam beberapa waktu, namun tanda
ini merupakan indicator dalam trauma tumpul.1
Vossius Ring katarak stellate
12
2. Trauma Perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi
untuk terbentuknya katarak, terutama perforasi pada lensa sangat sering
menimbulkan opasifikasi pada korteks lensa yang mengalami trauma.
Pada umumnya, proses tersebut berkembang sangat cepat. Jika objek yang
menyebabkan perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa
biasanya tidak memberi dampak pada lensa, dan bila trauma tidak
menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak juga tidak
terbentuk. Hal ini tentu juga bergantung pada penatalaksanaan luka kornea
yang hati – hati dan pencegahan terhadap infeksi. 2
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa yang ruptur terjadi pada anak – anak, maka akan
diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan massa lensa biasanya
secara berangsur – angsur diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang
lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas
karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata telah hilang. Oleh
karena itu, dibutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler.
Opasifikasi cortical complete setelah trauma Soemering”
perforasi dengan kerusakan pada kapsul lensa
3. RadiasiElektromagnetik
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah : 2
a. Sinar infra merah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja di pemanggangan. Bila seseorang
berada pada jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang
mencair dan pupilnya midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak
13
9°C. Demikian pula iris yang mengabsorpsi sinar infra merah akan
panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa dapat mengakibatkan katarak
dan eksfoliasi kapsul lensa.
b. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet banyak terdapat pada saat bekerja las dan menatap
sinar matahari. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan
terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak
akan nyata terlihat.
c. Sinar X dan sinar terionisasi 2
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel
secara tidak normal.
VII. GEJALA KLINIS
Penurunan ketajaman visus
Katarak menyebabkan penurunan ketajaman visual baik itu jarak jauh atau
dekat. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang
berbeda, seperti pada katarak subkasupler posterior, mengurangi tajam
penglihatan dekat, dari pada jauh. Katarak nuklear menurunkan tajam
penglihatan jauh dan tetap baik pada jarak dekat.
Silau
Keluhan ini ditemukan pada katarak jenis subkapsuler posterior dan
kortikol.
Sensitivitas kontrs .
Akan sulit membedakan ketajaman gambar, kecerahan jarak ruang
sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan.
Penglihatan ganda.
Benda yang dilihat dapat berwarna sedikit kekuning-kuningan.
14
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien.
Pada anamnesis diperoleh sebagai berikut :4
- Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
- Riwayat keadaan mata sebelumnya apakah ada riwayat operasi,
glukoma, retinal detachment, penyakit mata karena gangguan
metabolik
- Riwayat penyakit lain seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan,
homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase. Keluhan mengenai
penglihatan seperti penurun visus, pandangan ganda pada satu mata
atau kedua mata dan nyeri pada mata
Pada pemeriksaan fisis diperoleh sebagai berikut:9
- Visus, lapangan pandang dan pupil
- Kerusakan ekstraokular – fraktur tulang orbita, gangguan saraf
traumatik
- Tekanan intraocular – glaucoma sekunder, pendarahan retrobulbar
- Bilik anterior – hifema, iritis, iridodonesis, robekan sudut
- Lensa – subluksasi, dislokasi, integritas kapsula (anterior dan
posterior), katarak (luas dan tipe)
- Vitreus – ada atau tidak adanya pendarahan vitreus posterior
- Fundus – Retinal detachment, rupture koroid, pendarahan preintra dan
sub retina, kondisi saraf optic
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:9
- B-scan – jika pole posterior tidak dapat terlihat
- A-scan – sebelum ekstraksi katarak
- CT scan orbita – adanya fraktur, benda asing atau kelainan lain.
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif
Pemberian antibiotik sistemik dan topical serta kortikosteroid
topical dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi
15
dan uveitis. Atropine sulfat 1% 1 tetes 3 kali sehari dianjurkan untuk
menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan
sinekia posterior.
2. Operatif
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
Bila terjadi pada anak-anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada
anak dapat dipasang lensa intraokular primer atau sekunder. Apabila
tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi
tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaucoma, uveitis, dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan
glaucoma sering dijumpai pada orang tua. Pada beberapa pasien dapat
terbentuk cincin soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi
tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai pendarahan, ablasi retina,
uveitis atau salah letak lensa.4
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau
setelah perandangan mereda. Apabila terjadi glaucoma selama periode
menunggu, bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat
peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatik, biasanya
digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk
mengeluarkan katarak kongenital , terutama pada pasien berusia
kurang dari 30 tahun.
Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada
kasus-kasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperative dan
stabilitas zolnular harus diketahui/diprediksi. Pada kasus dislokasi
posterior tanpa glaucoma, inflamasi atau hambatan visual, pembedahan
mungkin tidak diperlukan. Indikasi untuk penatalaksanaan
pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah sebagai
berikut4:
- Penurunan visus yang berat (unacceptable)
16
- Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian
posterior.
- Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaucoma
- Rupture kapsul dengan edema lensa
- Keadaan patologis ocular lain yang disebabkan trauma dan
membutuhkan tindakan bedah
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain dapat terjadi ambylopia jika
tidak segera dilakukan operasi. Dapat juga terjadi dislokasi lensa dan
subluksasi yang sering ditemukan bersamaan dengan katarak traumatik. Pada
katarak traumatik bila terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis maka
segera akan dilakukan ekstraksi lensa.2,4
Lebih dari 200.000 operasi katarak dilakukan setiap tahunnya di Inggris,
dan meskipun teknik operasi modern memiliki tingkat keamanan yang
diharapkan, komplikasi masih terjadi. Harapan pasien untuk operasi katarak
sangat tinggi. Semua pasien harus diingatkan untuk kemungkinan resiko
pembedahan sebelum diberikan persetujuan untuk operasi.4,9
1. Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang (
sekitar 1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan
penglihatan berat yang permanen. Propioniobacterium dapat
menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah operasi
dengan uveitis refraktori.
2. Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat
menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan permanen.
3. Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk
anestesi intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil
kemungkinannya.
4. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan
jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah
komplikasi intra operatif.
17
5. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang
lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula)
yang menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan
prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi ini berarti bahwa lensa
intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga
dalam resiko tinggi ablasio retina post operatif.
6. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai
tipe mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau
penyakit radang mata sebelumnya.
7. Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post
operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah
operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat
diobati dengan penanganan radang post operasi.
8. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan
membutuhkan penanganan post operatif.
9. Kekeruhan kapsul posterior. Bekas luka dari bagian posterior dari
kantung kapsul, dibelakang lensa intraokuler terjadi pada lebih dari
20% pasien. Laser kapsulotomi akan dibutuhkan.
XI. PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi
pada saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.
Apabila trauma yang terjadi tidak mencapai segmen posterior maka visus
akan lebih baik jika dibandingkan terjadi trauma hingga segmen posterior
bola mata. Mengenai visual katarak pada anak terutama pada anak yang
memerlukan operasi, prognosisnya tidak sebaik pada katarak orang
dewasa. Hal ini berhubungan dengan terjadinya ambliopia dan kelaianan
tambahan lain yang menyertai, misalnya adanya kelainan pada nervus
optic atau retina akan membatasi tingkat penglihatan.5,6
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurana AK. Ocular Injury. Comprehensive Ophthalmology. 4thEd. New
Delhi: New Age International (P). 2007. p. 401-15.
2. Ilyas HS. Trauma mata. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2009. h.1-13, 259-276
3. Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Short Textbook. In: Lens. New York:
thieme Stuttgart. 2000. p. 169-203.
4. Kuhn. F. Lens. Ocular trauma Principle and Practice. Thieme: New York.
2002. p. 180-97.
5. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Lensa. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya
Medika: Jakarta. 2009. h. 169-77.
6. Sundaram,V. Cataract. Training in Ophthalmology the Essential Clinical
Curriculum. Oxford Universuty Press: London. p. 256-60.
7. Wilson, EM. Pediatric Ocular Trauma. Pediatric Ophthalmology Current
Thougt and A Practical Guide. Springer: USA. 2009. p. 377, 475-6.
8. Rappon J. Primary Care Ocular Trauma Management. Pacific University
Oregon. Available from : http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaMa
nagement.pdf
9. Khaw, PT. Cataract. ABC of Eye. 4rh Ed. BMJ: Spain. 2004. p. 47-9.
-
19