REFERAT
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pembimbing:
dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp. KJ, M. Kes.
Disusun oleh:
Dian Revita Sari, S. Ked
M. Novsandri Syuhar, S. Ked
Anita Nur Charisma, S.Ked
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
PERIODE 22 JUNI 2015 – 18 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah suatu cabang spesialistik di
bidang ilmu kedokteran yang mempunyai kedudukan dan sifat yang khusus,
dalam arti ilmu ini tidak seluruhnya terletak di bidang ilmu kedokteran fisik,
tetapi secara primer mempunyai corak spesifik yaitu mempelajari kesatuan
fungsional yang khas pada tiap diri manusia yang disebut kepribadian atau fungsi
mental.1
Psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari segala segi kejiwaan dari manusia dalam keadaan sehat maupun sakit
dengan tujuan untuk meneliti proses terjadinya, menegakkan diagnosa,
merencanakan dan melaksanakan pengelolaan dan pengobatan dari segala macam
gangguan dan penyakit jiwa termasuk segala tingkah laku manusia serta bertujuan
untuk melakukan pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, serta rehabilitasi
dari penderita dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan jiwa manusia. 1
Walaupun psikiatri merupakan cabang dari ilmu kedokteran di mana cara
pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosa berbeda dengan cara
pemeriksaan pada ilmu kedokteran fisik pada umumnya karena adanya penekanan
pada fungsi mental atau kepribadian tanpa mengacuhkan keadaan kesehatan fisik
dalam diri pribadi tersebut, sehingga diagnosa pada pasien psikiatri berbeda dalam
beberapa hal dengan diagnosa dari pasien-pasien dengan masalah kesehatan fisik.
Diagnosa dalam bidang psikiatri jarang sekali didasarkan pada etiologi melainkan
berpedoman pada teori-teori yang berusaha menjelaskan keluhan-keluhan
berdasarkan teori dasar dari perilaku-perilaku umum yang diterima oleh
masyarakat. Hal ini tentu saja berbeda dengan cara diagnosa dari kedokteran fisik
yang menekankan etiologi dari gangguan-gangguan fisik yang dialami oleh setiap
manusia serta tidak adanya patokan-patokan eksternal yang sah dalam diagnosa
psikiatri, sedangkan pada kedokteran fisik diagnosa didasarkan pada patokan-
patokan yang sah dan telah disepakati bersama oleh komunitas kedokteran di
dunia.1
1
Tujuan dari pemeriksaan psikiatri adalah untuk memperoleh informasi
yang dapat digunakan oleh pemeriksa untuk menegakkan diagnosis pemeriksaan
ini dapat dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap pasien
(autoanamnesis) maupun dengan orang lain yang dekat dengan pasien
(alloanamnesia) ataupun dengan observasi terhadap keadaan, perilaku maupun
tingkah lakunya di mana semuanya memberikan makna yang penting dalam hal
penegakan suatu diagnosis. Dengan ditegakkannya suatu diagnosis maka seorang
dokter dapat membuat suatu perkiraan mengenai prognosis suatu penyakit dan
tentu saja menentukan respon dokter tersebut terhadap jenis dan macam
pengobatan yang akan diberikan terhadap suatu pasien.2
Untuk mengobati seorang pasien psikiatri secara efektif maka seorang
psikiatri harus membuat diagnosis yang akurat dan dapat dipercaya. Dan untuk
menyusun sebuah diagnosis yang baik, maka dokter tersebut haruslah belajar
mengenai pengaruh-pengaruh genetika, temperamental, biologi, perkembangan
social dan psikologis. Seorang psikiatri juga haruslah mampu untuk
menyampaikan keprihatinan, empati, rasa hormat, dan kemampuan kepada pasien
untuk menciptakan suatu hubungan (raport), kepercayaan yang memungkinkan
pasien untuk berbicara jujur dan akrab. Dengan persiapan diatas maka seorang
psikiatri dapat membuat sebuah wawancara yang baik yang dapat digunakan
untuk membuat suatu diagnosis secara tepat.2
BAB II
2
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang
menggambarkan tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang
pasien psikiatrik saat wawancara, yang meliputi penampilan, pembicaraan,
tindakan, persepsi dan pikiran selama wawancara. Walaupun pada situasi pasien
sama sekali tidak berbicara, inkoheren, atau menolak untuk menjawab pertanyaan,
pemeriksa tetap bisa mendapatkan informasi yang memadai melalui observasi
yang cermat.3
Secara garis besar gambaran status mental adalah :3
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
2. Mood dan afek
a. Mood
b. Afek
c. Keserasian afek
3. Pembicaraan
4. Persepsi
5. Pikiran
a. Proses dan bentuk pikir
b. Isi pikir
6. Sensorium dan kognisi
a. Kesadaran
b. Orientasi dan daya ingat
c. Konsentrasi dan perhatian
d. Kemampuan membaca dan menulis
e. Kemampuan visuospasial
f. Pikiran abstrak
g. Intelegensi dan kemampuan informasi
3
h. Bakat kreatif
i. Kemampuan menolong diri sendiri
7. Pengendalian impuls
8. Daya nilai dan tilikan
9. Taraf dapat dipercaya
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Dalam kategori ini, psikiater mendeskripsikan penampilan pasien dan
kesan fisik keseluruhan yang tercermin dari postur, pembawaan, pakaian, dan
kerapihannya. Bila pasien secara khas tampak aneh, dokter dapat bertanya,
“Adakah orang yang mengomentari penampilan anda?” “Bagaimana anda
menggambarkan penampilan anda?” “Dapatkah anda membantu saya memahami
pilihan anda dalam berpenampilan?”4
Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan penampilan adalah
tampak sehat, tampak sakit, mudah terlihat sakit, pembawaan tenang, tampak tua,
tampak muda, kusut, kekanak-kanakan, dan aneh. Tanda ansietas harus
diperhatikan : tangan lembab, dahi berkeringat, postur tegang, mata melebar.2
b. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan
tertentu serta melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku adalah
respons total individu terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah
ekspresi perilaku individu yang terwujud dalam ragam aktivitas motorik.5
Berikut ini diuraikan berbagai ragam gangguan perilaku motorik dalam
praktik psikiatri, yaitu:3
1. Stupor katatonia: penurunan aktivitas motorik secara ekstrim,
bermanifestasi sebagai gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak
dan kaku seperti patung. Keadaan ini dapat dijumpai pada skizofrenia
katatonik.
2. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan
motorik tak bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh
4
stimulus eksternal. Dapat ditemui pada skizofrenia katatonik, seringakali
silih berganti dengan stupor katatonik.
3. Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh pada posisi
tertentu dalam waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri dengan
satu kaki selama berjam-jam tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejala
yang dapat ditemukan pada skizofrenia katatonik.
4. Flexibilitas cerea: kadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur
tanpa perlawanan sehingga diistilahkan seluwes lilin.
5. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat
terbatas, pada keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik.
6. Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada
parkinsonisme atau penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan
yang kaku dan kehilangan respon spontan.
Kategori ini merujuk kepada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku
motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh,
kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan,
fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan. Gelisah, meremas-remas
tangan, berjalan mondar-mandir, dan manifestasi fisik lain harus dijelaskan.
Retardasi psikomotor atau melambatnya pergerakan tubuh secara umum harus
ditandai. Semua aktivitas yang tidak bertujuan harus dideskripsikan.2
c. Sikap terhadap Pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak-blakan, seduktif, defensif,
merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan,
suka mengelak, atau berhati-hati; semua kata sifat dapat digunakan di sini.
Tingkat rapport yang terbina harus dicatat.5
2. Mood dan Afek
a. Mood
Mood didefinisikan sebagai emosi yang menetap dan telah meresap yang
mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Kata sifat yang biasa digunakan
untuk mendeskripsikan mood berupa depresif, putus asa, mudah tersinggung,
5
cemas, marah, meluap-luap, euforik, hampa, bersalah, terpesona, sia-sia, rendah
diri, takut, atau bingung. Mood dapat labil, berfluktuasi, atau berganti dengan
cepat antara dua ekstrim (contohnya tertawa keras dan ekspansif pada satu waktu,
menangis dan putus asa di waktu berikutnya).2
Mood: adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang
Mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.3
a. Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang “normal”,yakni
individu mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan
irama hidupnya.
b. mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai
dengan kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif
mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan semangat . secara
obyektif tampak dari sikap murung dan perilakunya yang lamban.
c. mood hipertimia: suasana perasaan yang secara pervasif memperlihatkan
semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas
kehidupan. Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak energik secara
berlebihan.
d. mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak
menyenangkan. Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel
atau bosan.
e. Mood euforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.
f. mood ekstasia: suasana perasaan yang diwanai dengan kegairahan yang
melua-luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat
psikostimulansia.
g. Aleksitimia: adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk
menghayati suasana perasaannya. Seringkali diungkapkan sebagai
kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit
untuk mengungkapkan perasaannya.
h. Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan
kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.
i. mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal, tidak atau
sangat sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan
6
mood kosong nyaris kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan
di sekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.
j. Mood labil: suasana perasaan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian
dan tak terduga. Dapat terjadi pada gangguan psikosis akut.
k. Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung, mudah
marah, dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak
disenanginya.
b. Afek
Afek dapat didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang
tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku
ekspresif. Afek dapat kongruen atau tidak kongruen dengan mood. Afek dapat
dideskripsikan sebagai dalam kisaran normal, menyempit, tumpul, atau datar.
Dalam kisaran afek yang normal terdapat variasi ekspresi wajah, nada suara,
pergerakan tangan dan tubuh. Apabila afek menyempit, kisaran dan intensitas
ekspresi berkurang. Demikian halnya pada afek tumpul, ekspresi emosi semakin
jauh berkurang. Untuk mendiagnosis afek datar, tidak boleh ditemukan tanda
ekspresi afektif; suara pasien monoton dan wajahnya tidak bergerak. Tumpul,
datar, dan menyempit adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada
kedalaman emosi yang tampak; depresif, bangga, marah, takut, cemas, merasa
bersalah, euforik, dan meluap-luap adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
kepada mood tertentu. Psikiater harus mengingat kesulitan pasien dalam memulai,
mempertahankan, atau mengakhiri suatu respon emosional.2
Afek: adalah respons emosional saat sekarang. Yang dapat dinilai lewat
ekspresi wajah, pembicaraan, sikap, dan gerak-gerik tubuhnya (bahasa tubuh).
Afek mencerminkan situasi emosi sesaat.3
a. Afek luas adalah afek pada rentang normal, ekspresi emosi yang luas
dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara
maupun gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.
b. Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas.
Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat
dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi.
7
c. Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi
emosi yang tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton, dan
bahasa tubuh yang sangat kurang.
d. Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek
menumpul. Pada keadaan ini dapat dikatakan individu kehilangan
kemampuan ekspresi emosi. Ekspresi wajah datar, pandangan mata
kosong, sikap tubuh yang kaku, gerakan, gerakan sangat minimal, dan
irama suara datar seperti robot.
e. Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang
terlihat dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang
dihayatinya.
f. Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak
cocok dengan suasana yang dihayati. Misalnya, seseorang yang
menceritakan suasana duka cita, tapi dengan wajah riang dan tertawa-tawa.
g. Afek labil: menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba-tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.
c. Keserasian Afek
Seorang psikiater dapat mempertimbangkan konteks keseuaian respon
emosi pasien mengenai subjek yang sedang pasien bicarakan. Pasien waham yang
sedang menjelaskan waham kejar mestinya marah atau takut akan pengalaman
yang dipercaya terjadi pada dirinya. Kemarahan atau rasa takut adalah ekspresi
yang sesuai dalam konteks ini. Sejumlah psikiater mengistilahkan ketidak
sesuaian afek untuk kualitas respons yang terdapat pada beberapa pasien
skizofrenik, yaitu ketika afek pasien tidak kongruen dengan apa yang sedang dia
katakan (contohnya afek datar saat membicarakan impuls untuk membunuh).2
3. Pembicaran
Deskripsikan pembicaraan pasien apakah ia berbicara spontan atau tidak,
gambarkan kuantitas, kecepatan produksi dan kualitas bicara. Amati cara pasien
berbicara seperti banyak bicara, mengomel, fasih, pendiam, tidak spontan, atau
berespons normal terhadap isyarat yang disampaikan pemeriksa. Pembicaraan
dapat cepat atau lambat, tertekan, ragu-ragu, emosional, dramatik, monoton,
8
keras, berbisik, cadel, terpatah-patah, atau bergumam. Adanya impermen
berbicara seperti stuttering dan juga irama bicara yang tidak lazim atau disprosodi
juga dilaporkan saat mengobservasi pembicaraan pasien.2
4. Persepsi
Sebuah proses mental yang merupakan pengiriman stimulus fisik menjadi
informasi psikologis sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar.5
Beberapa contoh gangguan persepsi:3
1. Depersonalisasi: satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari
perasaan subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau khayali
(asing, tidak dikenali)
2. Derealisasi: perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak
nyata.
3. Ilusi: suatu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal
yang nyata.
4. Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan
stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dihayalkan
sebagai hal yang nyata. Jenis-jenis halusinasi:
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
mulai jatuh tertidur, secara umum bujan tergolong fenomena patologis.
b. Halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika
seseorang mulai terbangun , secara umum bukan tergolong fenomena
patologis.
c. Halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru biasanya berupa suara
orang meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan
jenis halusinasi yang paling sering ditemuakan pada gangguan
psikiatri.
d. Halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa
berbentuk jelas (orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahay),
sering kali terjadi pada gangguan medis umum.
e. Halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi
pada gangguan medis umum.
9
f. Halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak
enak sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan
medis umum.
g. Halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs
(sensasi anggota tubuh teramputasi), atau fornikasi (sensasi merayap di
bawah kulit).
h. Halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam
tubuhnya, lebih sering menyangku organ dalam (juga dikenal sebagai
cenesthesic hallucination).
i. Halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat
lebih kecil (micropsia)
Contoh pertanyaan yang digunakan untuk menggali pengalaman halusinasi
meliputi sebagai berikut : Pernahkah anda mendengar suara-suara ata bunyi-
bunyian lain yang tidak didengar orang lain atau saat tidak ada orang di sekitar
anda? Pernahkah anda mengalami sensasi aneh pada tubuh anda yang tampaknya
tidak dirasakan oleh orang lain? Pernahkan anda melihat pemandangan atau hal
yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh orang lain?2
5. Pikiran
Pikiran dapat dibagi menjadi proses (bentuk) dan isi. Proses merujuk pada
cara seseorang menyatukan ide dan asosiasi, yaitu bentuk kerangka berpikir
seseorang. Proses atau bentuk pikir dapat bersifat logis dan koheren atau sangat
tidak logis dan bahkan tidak dapat dipahami. Isi merujuk pada apa yang
sebenarnya dipikirkan seseorang: ide, kepercayaan, preokupasi, obsesi.2
a. Proses Pikir (Bentuk Pikir)
Pikiran melompat (flight of idea)
Gangguan arus pikiran dimana pikirannnya dapat cepat beralih dari topik satu
ke topik lainnya (pendengar masih bisa mengerti). Ciri-cirinya biasanya
berbicara cepat, banyak bicara, bnyak gagasan/rencana yang kelihatanya
sangat cemerlang tapi tidak realistis. Biasanya penderita ini disebut manik.
Pikiran melambat (though reterdatium)
Gangguan arus pikiran dimana pikirannya menjadi lambat. Biasanya terjadi
pada pasien depresi berat. Ciri-cirinya biasanya, bicara pelan dan lambat.
10
Pikiran terhalang (thought bloking)
Gangguan arus pikiran tiba-tiba terhenti, kemudian saat pembicaraan
disambung kembali namun dengan tema yang berbeda.
Perseverasi
Gangguan arus pikiran dimana jika ditanya, dia akan menjawab berulang-
ulang terhadap pertanyaan walau sudah berganti pertanyaan namun
jawabanya tetap sama seperti pertanyaan yang pertama. Biasanya terjadi pada
pasien skizofrenia.
Verbigerisi
Gangguan berbicara dimana pasien mengulang kata-kata yang sama tapi tidak
ada yang hubungan dengan apa yang ditanyakan.
Inkoherensi
Gangguan arus pikiran dimana tidak ada asosiasi (tidak dapat dimengerti)
atau tidak sambung antar kata-kata yang dibicarakan.
Asosiasi longgar
Gangguan arus pikir dengan ide-ide yang berpindah dari satu subjek ke
subjek lain yang tidak berhubungan sama sekali.
Sirkumstansial
Pembicaraan yang mutar-mutar tidak langsung ke point yang diharapkan.
Tangensial
Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan pada akhirnya
tidak mencapai point yang diharapkan.
Umumnya cara berbicara berhubungan dengan proses pikir. Adapun
gangguan berbicara yang ada berupa:
Gagap
Ganggguan bicara dimana bicara terputus-putus karena pengulangan kata-
kata, biasanya karena orang itu ingin menyampaikan banyak ide dalam waktu
sangat terbatas sehingga pembicaraannnya terputus, bisa dimulai anak usia 4
tahun. Pada sebagian kasus menghilang pada masa dewasa, ada sampai
dewasa.
Mutisma
11
Gangguan bicara berupa tidak mau bicara sama sekali. Salah satu yang
termasuk mutisma adalah mutisma selektif (hanya mau bicara dengan orang
tertentu tetapi tidak mau bicara dengan yang lainnya).
Neologisma
Salah satu gangguan dimana pasien menciptakan kata-kata baru. Kata- kata
itu tidak ada dalam kamus atau bahasa sehari-hari.
Word salad
Terjadi pencampur-adukan bahasa sehari-hari sehingga tidak ada pengartian.
b. Isi Pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi (yang dapat melibatkan
penyakit pasien), obsesi (“Apakah anda memiliki ide yang mengganggu dan
berulang?”), kompulsi (“Adakah hal yang anda kerjakan berulang-ulang, dalam
suatu repetisi?”, “Adakah hal yang harus anda lakukan dengan cara atau urutan
tertentu?” “Bila anda tidak mengerjakan dengan cara tersebut, haruskah anda
mengulang?” “Apakah anda tahu mengapa anda melakukannya dengan cara
itu?”), fobia, rencana, niat, ide, berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan,
gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu.2
Waham—kepercayaan salah yang menetap dan tidak sesuai dengan latar
belakang budaya pasien—dapat bersifat kongruen-mood (sejalan dengan mood
depresif atau elasi) atau tidak kongruen-mood. Waham dapat bersifat aneh dan
melibatkan kepercayaan mengenai adanya kendali eksternal. Waham dapat
memiliki tema seperti kejar atau paranoid, kebesaran, cemburu, somatik, bersalah,
nihilistik, atau erotik.2
Gangguan isi pikir: Disini yang terganggu adalah buah pikiran atau keyakinan
seseorang dan bukan cara penyampaiannnya. Dapat berupa miskin isi pikir,
waham, obsesi, fobia, dan lain-lain.3
1. Kemiskinan isi pikir: pikiran yang hanya menghasilkan sedikit informasi
dikarenakan ketidakjelasan, pengulangan yang kosong atau frase yang
tidak dikenal.
2. Waham/delusi: satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak
12
konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak
bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
Jenis-jenis waham:6
a. Waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil, dan aneh (contoh:
makhluk luar angkasa menanamkan elektroda di otak manusia)
b. Waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinan yang
tergabung dengan satu tema/kejadian (contoh:orang yang dikejar-kejar
polisi atau mafia)
c. waham nihilistik: persaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya
atau dunia tidak ada atau menuju kiamat.
d. Waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi tubuh
(contoh:yakin otaknya meleleh).
e. Waham paranoid: termasuk didalamnya waham kebesaran, waham
kejaran/persekutorik, waham rujukan (reference), dan waham
dikendalikan.
Waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya
psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat,
sangat berkuasa atau sangat besar.
Waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang menandai
seorang paranoid, yang mengira bahwa dirinya adalah korban
dari usaha untuk melukainya, atau yang mendorong agar dia
gagal dalam tindakannya. Kepercayaan ini sering dirupakan
komplotan yang khayali, dokter dan keluarga pasien dicurigai
bersama-sama dicurigai berkompol untuk merugikan, merusak,
mencederai, atau menghancurkan dirinya.
Waham rujukan (delusion of reference): satu kepercayaan
keliru yang meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti
akan memfitnah, membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
Waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa keinginan,
pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.
Termasuk didalamnya:
Thought insertion
13
Merasa pikirannya dimasukan oleh orang lain/kekuatan lain.
Thought withdrawal
Merasa pikirannya disedot/ditarik oleh orang lain/kekuatan
lain.
Thought broadcasting
Merasa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain.
Thought control
Merasa pikirannya dikendalikan oleh orang lain/kekuatan lain.
f. Waham cemburu: keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu
patologis tentang pasangan yang tidak setia.
g. Erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya pada perempuan, merasa
yakin bahwa seseorang sangat mencintainya.
3. Obsesi: suatu ide yang tegar menetap dan seringkali tidak rasional, yang
biasanya dibarengi suatu kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan,
tidak dapat dihilangkan dengan usaha yang logis, berhubungan dengan
kecemasan.
4. Kompulsi: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu
impuls, jika ditahan akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang
sebagai dari respons dari obsesi atau timbul untuk memenuhi satu aturan
tertentu.
5. Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu
terjadi berhubungan dengan stimulus atau situasi spesifik yang
mengakibatkan keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus
tersebut. Beberapa contoh diantaranya:
a. Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi khusus
(contoh takut pada laba-laba atau ular)
b. Fobia sosial: ketakutan dipermalukan di depan publik seperti rasa takut
untuk berbicara, tampil, atau makan di depan umum.
c. Akrofobia: ketakutan berada di tempat yang tinggi
d. Agorafobia: ketakutan berada di tempat yang terbuka
e. Klaustrofobia: ketakutan berada di tempat yang sempit
f. Ailurofobia: ketakutan pada kucing
14
g. Zoofobia: ketakutan pada binatang.
h. Xenofobia: ketakutan pada orang asing.
i. Fobia jarum: ketakutan yang berlebihan menerima suntikan.
6. Sensorium dan Kognisi
Bagian sensorium dan kognisi pada pemeriksaan status mental berusaha
mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien, kemampuan berpikir abstrak,
serta derajat tilikan dan daya nilai.
a. Kesadaran
Kesadaran atau sensorium adalah suatu kondisi kesigapan mental individu
dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam diri. Gangguan
kesadaran seringkali merupakan pertanda kerusakan organik pada otak. Terdapat
berbagai tingkat kesadaran yaitu:
1. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental
individudalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya.
Individu mampu memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya
serta bereaksi secara memadai.
2. Apatis: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu
berespons lambat terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran
apatis tampak tak acuh terhadap situasi di sekitarnya.
3. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung
tidur. Orang dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan
bereaksi lambat terhadap stimulus dari luar.
4. Stupor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan
kesadaran stupor nyaris tidak berespon terhadap stimulus dari luar, atau
hanya memberikan respons minimal terhadap perangsangan kuat.
5. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan
koma tidak dapat bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat
apapun perangsangan diberikan padanya.
6. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu
tidak mampu berpikir jernih dan berespons secara memadai terhadap
15
situasi di sekitarnya. Seringkali individu tampak bingung, sulit
memusatkan perhatian dan mengalami disorientasi.
7. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan
fungsi kognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium
dapat sangat berfluktuasi, yaitu suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu
nampak apatis. Keadaan delirium sering disertai gangguan persepsi
berupa halusinasi atau ilusi. Biasanya orang dengan delirium akan sulit
untuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian (3P
terganggu).
8. Kesadaran seperti mimpi (dream like state)n: adalah gangguan kualitas
kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam
keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak
seperti melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan
(sleep walking) yang akan sadar bila diberikan perangsangan
(dibangunkan), sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi
terhadap perangsangan.
9. Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai
halusinansi. Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab
gangguan otak organik. Penderita seperti berada pada keadaan separuh
sadar, respons terhadap lingkungan terbatas, perilakunya impulsif,
emosinya labil dan tak terduga.
Kognisi adalah kemampuan untuk mengenal/ mengetahui mengenai benda
atau keadaan atau situasi yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan
kognisi intelegensi seseorang. Termasuk dalamfunsi kognisi adalah memoro/
daya ingat, konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung,
visuospatial, fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf intelegensi.3
b. Orientasi dan Daya ingat
Orientasi adalah kemampuan individu untuk mengenali obyek atau situasi
sebagaimana adanya. Dibedakan atas orientasi personal/ orang yaitu kemampuan
untuk mengenali orang-orang yang sudah dikenalnya. Orientasi ruang/spatial
yaitu kemampuan individu untuk mengenali tempat dimana ia berada. Sesuai
16
dengan ranah yang terganggu maka dibedakan gangguan orientasi, tempat dan
wakrtu. Gangguan orientasi dering terjadi pada kerusakan organik di otak.3
Gangguan orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
Adanya kelainan biasanya tampak sesuai urutan ini (yaitu sensasi waktu biasanya
lebih dulu terganggu sebelum sensasi tempat); demikian juga saat pasien
membaik, gangguan menghilang dalam urutan terbalik. Psikiater harus
menentukan apakah pasien dapat menyebutkan dengan tepat tanggal dan jam saat
ini. Sebagai tambahan, bila pasien dirawat inap, apakah mereka tahu telah berapa
lama mereka dirawat? Apakah pasien bersikap seolah mereka berorientasi ke
waktu sekarang? Pada pertanyaan mengenai orientasi pasien terhadap tempat,
tidak cukup bila pasien hanya mampu menyebutkan nama dan lokasi rumah sakit
dengan tepat; mereka juga harus berlaku seolah mereka tahu dimana mereka
berada. Dalam mengkaji orientasi terhadap orang, psikiater akan menanyakan
apakah pasiennya mengetahui nama-nama orang disekitarnya dan apakah mereka
memahami perannya dalam hubungan dengan orang-orang tersebut. Apakah ia
mengetahui siapa diri pemeriksa? Hanya pada contoh yang parah saja pasien
sampai tidak mengenali dirinya sendiri.2
Adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman-penyimpanan - dan
pemanggilan kembali. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat
yaitu:3
1. Amnesia: adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh
pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik
di otak, misalnya pada kontusio serebri, namun dapat juga disebabkan oleh
faktor psikologik misalnya pada gangguan stress pasca trauma, individu
dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis.
Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi:
a. Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap
pengalaman/informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya,
seorang pengendara motor yang mengalami kecelakaan, tidak
mampu mengingat peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.
b. Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori terhadap pengalaman
atau informasi sebelum titik waktuk kejadian. Misalnya seorang
17
gadis yang jatuh dari atap dan mengalami trauma kepala, tidak
mampu mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum
kecelakaan.
2. Paramnesia:
Sering disebut sebagai ingatan palsu, yakni terjadinya distorsi ingatan dari
informasi/pengalaman yang sesungguhnya. Dapat disebabkan oleh faktor
organik di otak misalnya pada demensia, namun dapat juga disebabkan
oleh faktor psikologik misalnya pada gangguan disosiasi. Beberapa jenis
paramnesia, antara lain:
a. Konfabulasi: adalah ingatan palsu yang muncul untuk mengisi
kekosongan memori. Biasa terjadi pada orang dengan demensia.
b. Deja Vu: adalah suatu ingatan palsu terhadap pengalaman baru.
Individu merasa sangat mengenali suatu situasi baru yang
sesungguhnya belum pernah dikenalnya.
c. Jamais Vu: adalah kebalikan dari Deja Vu, yaitu merasa asing
terhadap situasi yang justru pernah dialaminya.
d. Hiperamnesia: adalah ingatan yang mendalam dan berlebihan
terhadap suatu pengalaman.
e. Screen memory: adalah secara sadar menutupi ingatan akan
pengalaman yang menyakitkan atau traumatis dengan ingatan yang
lebih dapat ditoleransi.
f. Letologika: adalah ketidakmampuan yang bersifat sementara dalam
menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan
pengalamannya. Lazim terjadi pada proses penuaan atau stadium
awal dari demensi.
Berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan
menjadi:
1. Memori segera (immidiate memory): adalah kemampuan mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik
sampai beberapa menit.
18
2. Memori baru (recent memory): adalah ingatan terhadap
pengalaman/informasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
3. Memori jangka menengah (recent past memory): adalah ingatan
terhadap peristiwa yang terjadi selama beberapa bulan yang lalu.
4. Memori jangka panjang: adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah
lama terjadi (bertahun-tahun yang lalu)
Ingatan jangka pendek dapat diperiksa dengan menanyakan pasien
mengenai selera makan dan apa yang dimakannya saat sarapan atau makan
malam sebelumnya. Pada poin ini pasien dapat diminta untuk mengingat
nama pewawancara. Meminta pasien untuk mengulangi enam angka secara
berurutan kemudian kebalikannya adalah uji untuk retensi ingatan segera.
Ingatan jangka panjang dapat diuji dengan menanyakan pasien mengenai
informasi masa kanak-kanaknya yang dapat diuji kebenarannya kemudian.
Meminta pasien untuk mengingat berita penting terbaru selama beberapa
bulan terakhir digunakan untuk memeriksa ingatan jangka menengah.
Seringkali pada gangguan kognitif, ingatan jangka pendek terganggu lebih
dulu dan ingatan jangka panjang terganggu belakangan. Bila terdapat
gangguan, adakah usaha yang dilakukan untuk mengatasi atau
menutupinya? Apakah digunakan penyangkalan, konfabulasi, reaksi
katastrofik, atau srkumstansialitas untuk menutupi defisit ini? Reaksi
terhadap kehilangan ingatan dapat memberi petunjuk penting tentang
kelainan yang mendasari serta mekanisme koping. Sebagai contoh,
seorang pasien yang tampak memiliki gangguan ingatan namun pada
kenyataannya sedang mengalami depresi cenderung lebih memikirkan
kehilangan ingatannya daripada seseorang yang menderita hilang ingatan
akibat demensia.2
c. Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi dan perhatian adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental
pada pengalaman tertentu. Gangguan perhatian meliputi ketidakmampuan
memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, ataupun mengalihkan
19
perhatian. Pada gangguan kesadaran khususnya delirium ketiga ranah perhatian
tersebut terganggu. Terdapat beberapa jenis gangguan perhatian/ konsentrasi,
yaitu:3
1. Distraktibilitas
Adalah ketidakmampuan individu untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh
berbagai stimulus yang terjadi disekitarnya. Lazim ditemui pada
gangguan cemas akut dan keadaan maniakal.
2. Inatensi selektif
Adalah ketidakmampuan memusatkan perhatian pada obyek atau situasi
tertentu, biasanya situasi yang membangkitkan kecemasan. Misalnya
seorang dengan fobia simplek tidak mampu memusatkan perhatian pada
obyek atau situasi yang memicu fobianya.
3. Kewaspadaan berlebih (hypervigilance).
Adalah pemusatan yang berlebihan terhadap stimulus eksternal dan
internal sehingga penderita tampak sangat tegang.
Konsentrasi pasien dapat terganggu karena berbagai alasan. Gangguan
kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik—
semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi. Pengurangan
kelipatan 7 dari angka 100 secara serial adalah tugas sederhana yang memerlukan
konsentrasi penuh dan kemampuan kognitif. Pemeriksa harus selalu mengkaji
apakah ansietas, sejumlah gangguan mood atau kesadaran, atau kelemahan belajar
berperan dalam kesulitan tersebut?
Perhatian (atensi) diperiksa dengan cara berhitung atau meminta pasien
untuk mengeja kata dunia (atau kata lain) secara terbalik. Pasien juga dapat
diminta untuk menyebutkan lima nama benda yang dimulai dengan huruf
tertentu.2
d. Kemampuan membaca dan menulis
20
Pasien harus diminta untuk membaca satu kalimat (contohnya, “Pejamkan
matamu”) kemudian mengerjakan hal yang diperintahkan oleh kalimat itu. Pasien
juga harus diminta untuk menulis kalimat sederhana namun lengkap.2
e. Kemampuan Visuospasial
Pasien harus diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian
depan jam dinding atau segilima bertumpuk.2
f. Pikiran Abstrak
Pikiran abstrak adalah kemampuan untuk menangani konsep-konsep.
Pasien mungkin memiliki gangguan dalam konsep atau menangani ide. Dapatkah
pasien menjelaskan persamaan, contohnya antara apel dan pir atau antara
kebenaran dan keindahan? Dapatkah pasien memahami peribahasa sederhana,
sperti “Air beriak tanda tak dalam”? Jawaban dapat konkret (memberikan contoh
spesifik untuk menggambarkan artinya) atau sangat abstrak (memberikan
penjelasan yang sangat umum). Ketepatan jawaban dan cara memberikan jawaban
harus dicatat. Pada reaksi katastrofik, pasien dengan kerusakan otak menjadi
sangat emosional dan tidak dapat berpikir secara abstrak.2
g. Intelegensi dan Kemampuan Informasi
Intelegensi pasien berhubungan dengan kosa kata dan pengetahuan umum
yang dimilikinya seperti nama presiden saat ini dan informasi-informasi terkini.
Pendidikan status ekonomi pasien juga perlu dicatat untuk penilaian ini.
Kemampuan untuk memahami konsep yang canggih juga merefleksikan
kemampuan intelegensi.2
h. Bakat Kreatif
i. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
7. Pengendalian Impuls
Dinilai kemampuan pasien untuk mengontrol impuls seksual, agresif, dan
impuls lainnya. Penilaian terhadap pengendalian impuls dilakukan pula untuk
menilai apakah pasien berpotensi membahayakan diri dan orang lain. Pasien
mungkin tidak dapat mengontrol impuls karena gangguan kognitif dan psikotik,
atau karena gangguan kepribadian. Kontrol impuls dapat dinilai dari informasi
21
terakhir perilaku pasien tentang pasien, atau perilaku yang diobservasi selama
wawancara.2
8. Daya Nilai dan Tilikan
Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut.
1. Daya nilai sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar
(situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai
dalam situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku
di dalam kehidupan sosial budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau
kepribadian antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.
2. Uji daya nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan.3
Selama berlangsungnya pencatatan riwayat, psikiater harus mampu mengkaji
aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Apakah pasien
memahami kemungkinan akibat perilakunya dan apakah pasien terpengaruh oleh
pemahaman tersebut? Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya
dalam suatu situasi imajiner? Contohnya, apa yang akan pasien lakukan ketika ia
mencium asap dalam suatu gedung bioskop yang penuh sesak?2
Tilikan (insight) adalah tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan
penyakitnya. Dalam arti luas, tilikan sering disebut sebagai wawasan diri, yaitu
pemahaman seseorang terhadap kondisi dan situasi dirinya dalam konteks realitas
sekitarnya. Dalam arti sempit merupakan pemahaman pasien terhadap
penyakitnya. insight terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk memhami
kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi dirinya. 2
Jenis-jenis tilikan:3
1. insight derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya
2. insight derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya
3. insight derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
4. insight derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab sakitnya
22
5. insight derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam
perilaku praktisnya.
6. insight derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
9. Taraf dapat dipercaya
Pemeriksaan psikiatrik juga memperhatikan kesan pemeriksa terhadap
kemampuan pasien untuk dapat dipercaya dan bagaimana ia menyampaikan
peristiwa dan situasi yang terjadi secara akurat. Pemeriksaan dapat menilai
kejujuran dan keadaan yang sebenarnya dari yang dikatakan pasien.2
Setelah pemeriksa melakukan wawancara psikiatrik komprehensif,
pemeriksaan status mental, informasi yang didapat dirangkum dalam bentuk
laporan psikiatrik, dengan susunan sesuai standar riwayat psikiatrik dan status
mental. Setelah itu pemeriksa menyarankan pemeriksaan lebih lanjut bila
diperlukan dan membuat resume tentang penemuan yang bermakna dan tidak,
membuat diagnosis multiaksial sementara, membuat prognosis, bila perlu
membuat formulasi psikodinamik dan terakhir membuat rencana
penatalaksanaan.2
23
BAB III
KESIMPULAN
Tujuan dilakukannya pemeriksaan psikiatrik dan status mental dengan
baik adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien dan keluarganya,
sehingga dokter dapat mengetahui pasien secara keseluruhan, dan dapat
menentukan diagnosis serta pengobatan yang paling tepat kepada pasien.
Komponen utama dalam melakukan pemeriksaan psikiatri dengan
baik adalah dengan melakukan wawancara, observasi, dan pemeriksaan status
mental secara benar. Hal ini perlu didukung oleh kemampuan dokter sebagai
ahli psikiatri. Menangani pasien secara holistik dapat memudahkan dokter
untuk mendapat gambaran pasien secara keseluruhan, sehingga dokter dapat
mengetahui berbagai riwayat kehidupan pasien, dapat menggali faktor
pencetus untuk penyakitnya, dan faktor-faktor lain yang berkaitan seperti
24
lingkungan. Dengan adanya data yang lengkap, akan sangat membantu dokter
dalam menentukan langkah diagnosis dan terapi yang tepat. Pengobatan yang
lengkap meliputi pengobatan fisik, psikologis dan sosiobudaya yang tidak
hanya tertuju pada obat-obatan saja, namun juga terapi yang memang
dibutuhkan pasien, yang sesuai dengan penyebab timbulnya penyakit pada
pasien, sehingga kemungkinan untuk berulangnya penyakit akan semakin
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grebb, Jack A. Kaplan, Harold I, Sadock, Benjamin J : Kaplan and
Sadock. Behavioural Sciences Clinical psychiatry, Seven edition,
William & Wilkins 428 East Preston Street, Baltimore, Maryland
21202,USA 1994.
2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, fourth
edition,American Psychiatric Association, Washington DC.
3. Sadock BJ, Sadock VA Comprehensive Textbook of Psychiatry, edit,
Seventh Ed, Lippncott Williams & Wilkins, A Wolters Kluwer Company,
Philadelphia, 2000: hal 1169-1189.
4. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Buku Ajar
Psikiatri Edisi ke-2, Jakarta, 2013.
25
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Ed, Text revision, 1400 K Street, N.W,
Washington, DC 2005:hal 298-306.
6. W.F Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press, 2005.
7. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III.
Departemen Kesehatan RI, hal 103-118.
26