BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik
secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu
peristiwa pembunuhan1. Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh
dunia akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000.
Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam.
Ini, menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis, kejadian
di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang hampir mustahil2.
World Health Organization (WHO) mencatat tenggelam menempati urutan ketiga
penyebab kematian di dunia akibat cedera yang tidak disengaja. Penegakan penyebab
kematian akibat tenggelam dapat dilihat dari pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan
dalam jenazah, dan pemeriksaan tambahan baik pemeriksaan diatom ataupun
pemeriksaan darah pada jantung. WHO menyatakan bahwa 0,7% penyebab kematian di
dunia atau lebih dari 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam.
WHO juga mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000 orang meninggal
karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di dunia akibat cedera tidak
disengaja3. Menurut Global Burden of Disease (GBD), angka tersebut sebenarnya lebih
kecil dibandingkan seluruh kasus kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh
banjir, kecelakaan angkutan air, dan bencana lainnya4. Insiden paling banyak terjadi pada
negara berkembang, terutama pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun. Selain
umur, faktor resiko lain yang berkontribusi meningkatkan terjadinya kasus tenggelam di
antaranya jenis kelamin terutama laki-laki yang memiliki angka kematian dua kali lipat
terhadap perempuan, penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat pada 50% kasus
yang melibatkan remaja maupun dewasa, anak-anak tanpa pengawasan saat berada di air,
perburukan dari kondisi medis sebelumnya (kejang, sakit jantung, pingsan), dan
percobaan bunuh diri. Kasus tenggelam lebih banyak terjadi di air tawar (danau, sungai,
kolam) sebesar 90% dan sisanya 10% terjadi di air laut3.
Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine satu
pertiga daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang.
Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali
lebih sering mati akibat tenggelam berbanding golongan wanita. Di Indonesia, kita tidak
banyak mendengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan
keadaan sosial ekonomi di Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi
air, baik lautan, danau maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan
dalam air seperti hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi
dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek
wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang
atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya
adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia. Untuk bisa mengetahui serta
memperkirakan cara kematian mayat yang terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan
autopsi luar dan autopsi dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain
sebagai penunjang seperti pemeriksaan getah paru untuk penemuan diatome dan bercak
paltouf di permukaan paru, pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma
untuk menemukan tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah, terutama bagi
mayat yang telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada
satu bagian tubuhnya saja.
Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan apakah korban
masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda kekerasan dan sebab
kematiannya. Apabila semua ini digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita
untuk memperkirakan cara kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban
bukan merupakan tanda pasti korban mati akibat tenggelam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh kedalam cairan. Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian asfiksia,
dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terajadi perubahan elektrolit dalam darah,
sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada; baik tenggelam dalam air tawar (fresh
water drowing), maupun tenggelam dalam air asin (salt water drowing) 1.Tenggelam juga
diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru
dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin.
Drowning atau tenggelam didefinisikan sebagai masuknya cairan yang cukup
banyak ke dalam saluran nafas atau paru-paru5.
2.2 Jenis- jenis Tenggelam
Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: wet drowning, dry
drowning, secondary drowning, dan the immersion syndrome (cold water drowning)
(Modi, 1988).
Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang
terinhalasi. Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi,
yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan
edema paru pada kasus tenggelam di air asin.
Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi
sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme
laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest,
atau kolaps sirkulasi.
Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa hari
setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal
akibat komplikasi.
Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba meninggal
setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol
dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus pada kejadian ini.
2.3 Mekanisme Tenggelam
Mekanisme pada kasus tenggelam, bukan hanya sekedar masuknya airan kedalam
saluran pernapasan, akan tetapi merupakan hal yang cukup kompleks, mekanisme dalam
air asin berbeda dengan tenggelam dalam air tawar.
a. Tenggelam dalam Air Tawar6
inhalasi air tawar
↓
alveolus paru-paru
↓
absorbsi dalam jumlah besar
↓
hipervolemi ← hemodilusi hebat (±72%) → hemolisis
↓ ↓
tekanan sistole menurun perubahan biokimiawi
↓ ↓
fibrilasi ventrikel K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun
↓ ↓
anoksia cerebri → M A T I ← anoksia myocardium
air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi
hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya
hemolysis
oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium
dalam plasma meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang
hebat pada myocardium
hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi
menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan sistole, dan dalam waktu
beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel
jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia
cerebri yang hebat, hal ini yang menerangkan mengapa kematian terjadi
cepat1.
b. Tenggelam dalam Air Asin6
inhalasi air asin
↓
alveolus paru-paru
↓
hemokonsentrasi
↓
hipovolemi ← cairan sirkulasi berdifusi keluar → hematokrit meningkat
↓ ↓
viskositas darah meningkat K+ menurun, Na+ dan Cl- meningkat
↓ ↓
payah jantung K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun
↓
M A T I
terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai
sekitar 42 persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi
edema pulmonum yang hebat dalam waktu relatif singkat.
pertukaran elekrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan meningkatnya
hematokrit dan peningkatan kadar Natrium plasma.
fibrilasi ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada myocardium dan
disertai peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah
jantung.
tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan
menetap dalam beberapa menit1.
2.4 Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam
1. Pemeriksaan luar pada kasus tenggelam
Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50F per menit. Suhu tubuh
akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam. Lebam mayat, akan
tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala. Lebam mayat berwarna merah
terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama bagian atas
tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia mayora pada wanita, kulit telapak
tangan dan kaki mengelupas.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini
terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan perubahan
post mortal karena terjadinya rigor mortis. Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai
kriteria diagnostik.
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut
atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah masuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika
bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya
upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan
terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas
pembusukan.
Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua
kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah. Pada pria genitalianya dapat
membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-
ereksi.
Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda
bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat
dari masuknya korban ke dalam air.
Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan bahwa berusaha
untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang
tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan
hidup pada saat terbenam. Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian
depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-
benda di sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan“darah”, sehingga tidak
jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.
Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke sungai,
kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga menyebabkan kerusakan
pada kepala atau patahnya tulang leher. Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka
dapat dipastikan bahwa kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa
ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan kemungkinan
adanya unsur tindak pidana, misalnya setelah diberi racun korban dilempar ke tempat
tersebut dengan maksud mengacaukan penyidikan1.
2. Pemeriksaan dalam
Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum terjadinya kematian
ini. Hal tersebut dikarenakan air yang masuk ke paru-paru akan bercampur dengan udara
dan lendir sehingga menghasilkan buih-buih halus yang memblok udara di vesikula.
Dalam beberapa kasus, kematian dapat terjadi dari asfiksia obstruktif yang juga dikenal
sebagai tenggelam kering yang disebabkan oleh kejang laring yang dibentuk oleh
sejumlah kecil air yang memasuki laring. Pada beberapa kasus lainnya air tidak masuk ke
paru-paru sehingga tanda-tanda klasik tenggelam tidak dapat kita temukan (Modi, 1988).
Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban tenggelam, kita harus
memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah dalam keadaan pembusukan lanjut
atau belum. Apabila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, maka
pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan akan menjadi lebih sulit.
Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat
mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula halnya
dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama air. Benda asing dalam trakhea
dapat tampak secara makroskopik misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan
sebagainya. Sedangkan yang tampak secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan
diatome1.
Pleura juga dapat kita temukan pada pemeriksaan kasus ini. Pleura yang
ditemukan dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan, perdarahan
ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter alveoli atau oleh karena
terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen. Bercak perdarahan yang besar
(diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat di
bawah pleura. Bercak ini disebut bercak “Paltouf” yang ditemukan pada tahun 1882 dan
diberi nama sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut.
Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah
paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.
Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti, paru-paru biasanya sangat
mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada permukaan tampak adanya jejas
dari tulang iga, pada perabaan kenyal. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat
sehingga beratnya dapat mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru-paru normal adalah
sekitar250-300 gram.
Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang
berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman bercampur
buih keluar dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-paru normal, keluarnya
cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah dipijat dengan dua jari. Gambaran
paru-paru seperti tersebut diatas dikenal dengan nama “emphysema aquosum” atau
“emphysema hydroaerique”.
Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang berwarna merah gelap dan
cair, tidak ada bekuan1.
3 Pemeriksaan khusus pada kasus tenggelam7
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam adalah:
Percobaan getah paru (Longsap proof), Pemeriksaan darah secara kimia, Tes Destruksi
& analisa isi lambung , Pemeriksaan histopatolgi jaringan paru, Menentukan berat jenis
plasma (BJ plasma).
Pemeriksaan Getah Paru 7
Pemeriksaan getah paru merupakan pemeriksaan patognomonis untuk kasus-kasus
tertentu. Dicari benda-benda asing dalam getah paru yang diambil pada daerah
subpleura, antara lain: pasir, lumpur, telur cacing, dan tanaman air. Cara pemeriksaan
getah paru yaitu:
1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong hilus.
2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung disiram dengan
dengan air bersih (bebas diatom dan alga).
3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau
kembali dibersihkan dengan air yang mengalir.
4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian permukaan paru
diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali dibersihkan di bawah air yang
megalir, lalu dikibaskan sampai kering.
5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian diteteskan pada
objek glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop.
6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan irisan didaerah
subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu
ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop.
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit
jumlahnya. Bila banyak mungkin irisan terlalu dalam.
Pemeriksaan darah secara kimiawi 1
o Gettler, menunjukan adanya perbedaan kadar khlorida dari uadara yang diambil dari
jantung kanan dan jantung kiri.
o Durlacher, menyatakan test yang lebih di percaya adalah penentuan perbedaan berat
jenis plasma dari jantung kiri dan kanan.
o Palson dan Gee, berpendapat bahwa kedua test tersebut dapat dipakai sebagai data
konfirmatip dalam tenggelam, dengan catatan pemeriksaan di lakukan dalam
beberapa jam setelah terbenam.
4. Pemeriksaan diatome pada tenggelam7
Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat. Silikat ini
tahan terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome dijumpai di air tawar, air laut,
sungai, sumur, dan lain-lain. Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam
saluran pernafasan dan saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, iadi
absorpsi dan mengikuti aliran darah.
Diatome ini dapat sampai ke hati, paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila
diatome positif berarti korban masih hidup sewaktu tenggelam. Oleh karena banyak
terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat
menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada
tenggelam dengan mekanisme asfiksia.
Cara pemeriksaan diatome 7
Keseluruhan prosedur dalam persiapan bahan untuk analisa diatom meliputi
contoh air dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan dari hasil otopsi korban,
jaringan yang dihancurkan untuk mengumpulkan diatom, konsentrasi diatom, dan analisa
mikroskopis. Pengumpulan bahan dari media tenggelam yang diduga harus dilakukan
semenjak penemuan jenazah, dari air permukaan dan dalam,menggunakan 1 hingga 1,5 L
tempat steril untuk disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan bahan-bahan dari
korban dugaan tenggelam yang diambil dengan cara steril., kebanyakan berasal dari paru-
paru, ginjal, otak, dan sumsum tulang.
Usaha untuk mencari diatome (binatang bersel satu) dalam tubuh korban karena
adanya anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu tenggelam, maka akan
terjadi aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk tetap bernafas maka terjadi
kerusakan bronkioli/bronkus sehingga terdapat jalan dari diatome untuk masuk ke dalam
tubuh. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian
kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan
tersebut. Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu:
1. Ambil jaringan paru sebanyak 150-200 gram, bersihkan lalu masukkan ke dalam
tabung Erlenmeyer, masukkan H2SO4 pekat sampai menutup seluruh jaringan paru
dan biarkan selama 24 jam sehingga seluruh jaringan paru hancur dan seperti bubur
hitam.
2. Panaskan dengan api yang kecil sampai mendidih sehingga semuanya benar-benar
hancur.
3. Tuangkan ke dalamnya beberapa tetes HNO3 pekat, sampai warnanya kuning
jernih.
4. Cairan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
5. Sedimennya dicuci dengan akuades kemudian disentrifuge lagi.
6. Sedimennya dilihat dibawah mikroskop. Periksalah kerangka diatome yang berupa
sel-sel yang cerah dengan dinding bergaris-garis bentuk bulat, panjang, dan lain-
lain.
5. Pemeriksaan DNA
Metode lain dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan amplifikasi DNA
ataupun RNA diatom pada jaringan manusia, analisa mikroskopis pada bagian jaringan,
kultur diatom pada media, dan spectrofluophotometry untuk menghitung klorofil dari
plankton di paru-paru. Metode pendeteksi diatom di darahmeliputi observasi secara
langsung diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium
dodecyl sulfate, atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane filter.
Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang.
Setelah pencampuran selesai diatom dapat diisolasi dengan metode sentrifuse atau
membrane filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan menyingkirkan
semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap beberapa kali
dengan air distilled. Penggunaan saring nitroselulose adalah bagi bahan dengan jumlah
diatom yang rendah dan diikuti dengan analisa LM.
6. Pemeriksaan darah jantung
Pemeriksaaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik
jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar
elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan. Sedangkan pada
tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat
menyokong diagnosis 3.
Kematian Mendadak pada Tenggelam dalam Air yang Dingin6
Mati mendadak segera setelah seseorang masuk ke dalam air yang dingin, sering
disinggung, walaupun tanpa penyebab langsung, oleh karena spasme laring atau vagal
refleks yang menyebabkan cardiac arrest.
Keadaan tersebut, yaitu yang mendadak tadi, hanya dapat dijelaskan oleh karena
terjadinya fibrilasi ventrikel pada koeban, dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang
masuk ke air yang dingin atau tersiram air yang dingin dapat menimbulkan ventricular
ectopic beat.
Pada eksperimen terhadap pemuda yang fisiknya prima dan berumur 20 tahun,
yang ‘dibenamkan’ sampai batas leher dalam air yang suhunya 29oC. terjadi hal sebagai
berikut :
1. setelah 1½ menit denyut jantung naik dari 61 ke 67/ menit dalam irama sinus
2. air dengan suhu 29oC tersebut kemudian disiramkan ke kepala, agar tercipta
keadaan seperti terbenam sebagian, tanpa melindungi pernapasan
3. denyut jantung (HR), lambat 52/menit, dan 9 detik setelah disiram, terjadi
ventricular ectopic beat, aritmia berlangsung selama 25 detik, ketika jantung
kembali ke irama normal pada 56/menit.
2.5 Diagnosis tenggelam8
Bila mayat masih segar maka diagnosis akibat tenggelem dapat dengan mudah
ditegakan melalui pemeriksaan yang teliti :
- Pemeriksaan luar
- Pemeriksaan dalam
- Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat
jenis serta kadar elektrolit darah.
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat
berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh
penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau diatom pada sumsum tulang makan
diagnosis akan menjadi makin pasti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Abdul Mun’im idries 1997, pedoman kedokteran forensik edisi pertama
2. Szpilman D, Bierens JJLM, Handley AJ, Orlowski JP. Review article: Drowning.
NewEngland Journal of Medicine. 2012;366:2102-10.
3. World Health Organization. Drowning. Fact sheet No347; Okt 2012 [diakses Desember
2013]; Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs347en/
4. Wulur RA, Mallo JF, Tomuka DC. Gambaran temuan autopsi kasus tenggelam di BLU
RSU Prof DR R D Kandou Manado periode Januari 2007-Desember 2011 Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi Manado; 2013
5. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’in A, Sidhi, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Ed I. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.
6. SKYDRUGZ: Refarat Mekanisme Tenggelam . http://skydrugz.com/2012/08/refarat-
mekanisme tenggelam.html#ixzz3XckPhTjW.
7. Apuranto H. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, edisi ketujuh.
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya. Editor Hoediyanto. Hal 86-94.
8. Bagian kedokteran forensik Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia 1994 edisi
pertama.