UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES
MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,
RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ISMAIL FAHMI, S.Kep
1006823330
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JULI 2013
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES
MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,
RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
program profesi Ners Ilmu Keperawatan
ISMAIL FAHMI, S.Kep.
1006823330
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JULI 2013
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
ii
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
iii
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, Penulis dapat menyelasaikan karya ilmiah akhir Ners ini yang berjudul
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto
Mangunkusumo”.
KIAN ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa profesi sampai pada
penyusunan KIAN ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan
rancangan KIAN ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih pada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2. Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed. sebagai ketua program studi Ners Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3. Ibu Yulia, SKp., MN.,Ph.D. sebagai pembimbing penyusunan KIAN yang
telah banyak memberikan dukungan, waktu, bimbingan, dan pemahaman
selama proses penyusunan KIAN ini
4. Ns. Yeane A., S.Kep. selaku kepala ruangan lantai 7 ruang IPD zona RSCM
dan penguji KIAN ini.
5. Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada kedua orang tua
dan mertuaku yang senantiasa mendoakan demi kelancaran penyelesaian
Penulisan ini, permaisuriku tercinta Yuyun Peni Astri dan generasi hebatku
(Nafeeza Dhia Syafarana dan Naysila Dhia Syafarana) dengan segala cinta
dan pengorbanan, cinta kasih yang tiada henti kepada Penulis.
6. Teman-teman Ekstensi angkatan 2010 yang bersama-sama saling membantu
menyelesaikan KIAN ini.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
v
Semoga Allah memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua yang telah
membantu Penulis dalam mewujudkan KIAN ini. Penulis menyadari dalam
penyusunan KIAN ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala pendapat
saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat Penulis harapkan.
Depok, 12 Juli 2013
Penulis
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Ismail Fahmi, S.Kep.
NPM : 1006823330
Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-xclusive Royalty –
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD,
Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
beserta perangkat yang ada jika (diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 12 Juli 2013
Yang menyatakan
(Ismail Fahmi, S.Kep.)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ismail Fahmi, S.Kep.
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus
di Ruang IPD, Lantai 7 zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.
Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin atau kerja insulin. Masalah psikososial seperti stres dan
kecemasan pada klien dengan yang mengalami diabetes melitus sangat
mempengaruhi status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien karena
mempengaruhi kadar gula darah. Karya ilmiah akhir ners ini dilakukan untuk
menganalisis implementasi asuhan keperawatan relaksasi otot progresif
berdasarkan evidence based practice dalam mengatasi ketidakstabilan kadar gula
darah pada klien dengan masalah diabetes melitus di ruang IPD lantai 7 zona A
RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik relaksasi
otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien diabetes sehingga
mampu menurunkan kadar gula darah.
Kata Kunci: relaksasi otot progresif, kadar gula darah.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ismail Fahmi, S.Kep.
Study Program : Nursing
Judul : Analysis of Urban Health Clinical Nursing Practice in
Patient with Diabetes Mellitus in Internal Medicine
Room Care, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo
Hospital
Diabetes mellitus is caused by secretory the impairment of insulin or function of
insulin. Psychological problems such as stress and anxiety in patients with
diabetes mellitus might influence health status and healing process due to high
blood glucose. This final clinical nursing paper aimed to analyze nursing care
intervention of progressive muscle relaxation based on evidence based practice to
overcome instability of blood glucose level in patient with diabetes mellitus at
medical ward, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Results
shown that Progressive Muscle Relaxation can reduce stress in patient with
diabetes mellitus and high blood glucose level.
Keywords : progressive muscle relaxation, blood glucose level
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ..................................................................................... ........1
1.2.Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3.Tujuan .................................................................................................. ........6
1.4.Manfaat ............................................................................................... ........6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus ................................................................. ........7
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus .................................................. ........7
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus........................................................... 7
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2............................................................................8
2.2.1 Penyebab dan Faktor Risiko .................................................. ........8
2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2 ....................................................... .......11
2.2.3 Manifestasi Klinis...........................................................................11
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik......................................................... .......12
2.2.5 Penatalaksanaan..............................................................................12
2.2.6 Komplikasi .....................................................................................14
2.3 Stres dan Diabetes Melitus.......................................................................16
2.4 PMR.........................................................................................................20
2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Melitus..............................................22
2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Melitus................................................23
3 TINJAUAN KASUS
3.1 Analisis Kasus...........................................................................................24
3.1.1 Pengkajian................................................................................ .....24
3.1.2 Diagnosa ....................................................................................... 31
3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan................................................ ......32
4 ANALISA SITUASI
4.1 Profil RSCM .............................................................................. .......36
4.2 Analisa Kasus.....................................................................................38
4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan..............................................41
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan. .............................................. .......45
4.3.1 Hasil Jurnal Reading............................................................ 45
4.3.2 Aplikasi Klinik................................................................. .... 46
4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah .................................................... .. .....49
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
x Universitas Indonesia
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ................................................................................... .......51
5.2 Saran ......................................................................................... .......51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Hal
1. Tabel 3.1 Pengakajian faktor risiko kaki diabetes mellitus........................... 27
2. Tabel 3.2 Klasifikasi ulkus diabetik menurut Wagner ................................. 28
3. Tabel 3.3 Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index ......... 29
4. Tabel 3.4 Analisa Data .................................................................................. 31
5. Table 3.5 Rencana asuhan keperawatan ........................................................ 34
6. Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah
dilakukan PMR ....................................................................... 48
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Gambar 2.1 Epinephrine merangsang mobilisasi energy ............................... 18
2. Gambar 2.2 Kontrol pengeluaran kortisol ...................................................... 19
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format Pengkajian
Lampiran 2 : Langkah-langkah PMR
Lampiran 3 : Biodata Penulis
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat bagi
pelayanan keperawatan, perkembangan ilmu dan pendidikan keperawatan
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau
kerja insulin, sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein (American Diabetes Association,2013). Diabetes Mellitus (DM) sering
juga disebut penyakit pembunuh dimana angka kejadiannya didunia terus
mengalami peningkatan. Tahun 2000 ada 171 juta orang menderita diabetes
didunia dan ini diramalkan n meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (WHO,
2006), angka kejadian DM diseluruh dunia mencapai 335 juta jiwa pada tahun
2010 dan di tahun 2025 menjadi 500 juta jiwa diseluruh dunia jika tidak ada
usaha pencegahan yang dilakukan (Aguilar, Teran dan de la Pena, 2011).
Kejadian diabetes ini juga meningkat cukup signifikan di Indonesia, data yang
diterbitkan oleh PP-PL Kemenkes RI (2011) Indonesia sendiri diperkirakan oleh
akan terjadi peningkatan angka Diabetesi dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
21,3 juta pada tahun 2030, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia
tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban
dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat
sejumlah 8,2 jutapenyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.
Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun
2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan
asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan
terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
(Perkeni, 2011).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
2
Universiitas Indonesia
Peningkatan angka penderita diabetes berpengaruh bagi status kesehatan
masyarakat secara menyeluruh karena akan menyandang diabetesi seumur hidup.
; American Diabetes Association,(2013) mengklasifikasikan DM berdasarkan
etiologi menjadi : DM tipe I, DM tipe II, DM tipe lain, dan DM gestasional. Di
Indonesia DM tipe 2 menjadi kejadiaan tertinggi dan meningkat pada daerah
perkotaan dari pada rural. Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai
penjuru dunia (PERKENI, 2006). Pusat data dan informasi Persatuan rumah sakit
Indonesia [PD-Persi] (2011) mengemukakan bahwa diperkirakan 85% sampai
95% dari semua kasus diabetes dinegara maju adalah DM tipe 2 dan
menyumbang persentase bahkan lebih tinggi dinegara berkembang. Kejadian
diabetes tipe 2 ditemukan pada klien yang berusia > 40 tahun dan prevalensinya
akan terus meningkat dengan bertambahnya umur (Medicastore, 2007; Rochman
dalam Sudoyo, 2006).
Derektorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular RI pada tahun 2008
mengemukakan bahwa 90% dari keseluruhan penderita DM di Indonesia adalah
DM tipe 2, tingginya kejadian DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-
faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.Lingkungan yang
diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari
pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan
gaya hidup seseorang. DM tipe 2 sering tidak menunjukan gejala yang khas pada
awalanya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat atau keluhan
penyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut.
Setiap tahun 3,2 juta orang meninggal akibat DM dan atau komplikasinya. Data
yang dikeluarkan oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
melaporkan bahwa pasien yang baru didiagosis diabetes 12% mengalami
komplikasi dari mikrovaskuler berupa neuropati (Akca dan Cinar, 2006).
Penelitian yang dilakukan Frykberg, Zgonis, Armstrong, Driver, Guirini et al
(2006) menyatakan neuropati merupakan salah satu komplikasi pada pasien
diabetes, 15 % neuropati pada ekstremitas bawah akan berkembang
menyebabkan ulkus diabetik.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
3
Universiitas Indonesia
Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan
rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat
penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-
40 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya
perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan
dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008), penelitian yang dilakukan oleh
Mason (2009) terhadap penderita ulkus kaki diabetik, hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stres dan kecemasan tinggi akan
mengalami perlambatan dalam penyembuhan luka, dan lebih lanjut Mason (2009)
mengemukakan bahwa 27% klien mengalami depresi dan 26% mengalami
kecemasan yang diakibatkan oleh nyeri dan bau pada luka.
Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivitas saraf simpatis dan
peningkatan kortisol yang selanjutnya akan meningkatkan konversi asam,amino,
laktat, piruvat dihati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, dengan
demikian akan meningkatkan kadar glukosa darah. Di lain pihak kehidupan yang
penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada diabetesi
(Smeletzer & Bare,2008).
Mekanisme dasar DM tipe 2 adalah faktor genetik, resistensi insulin maka cara
yang digunakan untuk memperbaiki kelaianan tersebut harus tergambar dalam
program pengelolaan. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan RI
(2008) mencanangkan program yang berfokus pada upaya preventif dan
promotif terhadap faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya diabetes secara
terintegrasi melibatkan unsur swasta. Hal itu tercermin dalam 5 (lima) pilar
pengendalian DM, meliputi: edukasi kesehatan, terapi gizi, latihan jasmani,
pengontrolan kadar gula darah dan terapi farmakologi (PERKENI, 2006).
Keperawatan merupakaan ilmu terapan yang memadukan sintesa dan penerapan
ilmu biofisik, perilaku, dan humanistik disertai ilmu tentang hubungan antara
perawat, klien dan lingkungan dalam konteks kesehatan. Keperawatan berfokus
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
4
Universiitas Indonesia
pada pelayanan asuhan individu, kelompok atau masyarakat yang sehat dan
sakit. Asuhan keperawatan berorientasi dalam melindungi, mempromosikan, dan
mengoptimalisasi kesehatan pasien, mencegah penyakit dan cedera, meringankan
penderitaan melalui diagnosis dan penanganan respons manusia, serta mendukung
pelayanan terhadap pasien (American Nurses Association, 2004).
Perawatan mandiri merupakan kontribusi berkelanjutan bagi klien untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir
ini pemberian intervensi keperawatan pasien DM tipe 2 lebih menekankan
konteks kolaborasi , perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan
mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam pengelolaan klien
dengan diabetes. Salah satu tindakan dalam perawatan mandiri yang dapat
dilakukan oleh pasien adalah dengan melakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi
dapat digunakan dalam pengendalaian kadar gula darah pada penderita (Smeletzer
& Bare,2008).
Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada
cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif merupakan
salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan.
Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen
stres salah satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada
penderita DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap
penurunan kadar gula darah pada DM tipe 2 tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi
di RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot
progresif secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Monica, M (2011) yang berjudul Mind-Body
Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi
otot progresif, terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,
sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C .
Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara
signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
5
Universiitas Indonesia
Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini dipaparkan analisis praktek profesi
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan sistem
endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres pada pasien DM
yang dirawat di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Peningkatan angka penderita diabetes militus diperkirakan akan terus bertambah
secara signifikan pada negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia
dengan 15% penderita DM tipe 2 adalah masyarakat perkotaan. Diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang banyak menimbulkan komplikasi salah satunyya
adalah ulkus diabetikum .Hal ini membuat beban psikologis klien dan selanjutnya
dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, PERKENI telah menetapkan
sandart pengelolaan diabetes, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
diharapkan mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam konteks
nonfarmakologis dalam mengelola klien dengan diabetes salah satunya relaksasi
untuk mengatasi stresnya. Berbagai studi melaporkan bahwa intervensi berbasis
relaksasi mampu mengatasi kecemasan. Terapi otot progresif merupakan salah
satu intervensi nonfarrmakologis yang mampu menurunkan respon stres dan
selanjutnya dapat menurunkan risiko peningkatan kadar gula darah. Dengan
demikian masalah yang demikian masalah karya ilmiah ini adalah Berdasarkan
hal tersebut, penulis memaparkan analisis praktek profesi keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan pada pasien gangguan sistem endokrin diabetes
mellitusdengan menerapan manajemen stres di RSUP Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
6
Universiitas Indonesia
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum.
Menganalisis kegiatan dalam menjalankan peran selama praktik profesi praktek
profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan
sistem endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres sebagai
salah satu intervensi keperawatan pada pasien DM, intervensi ini dianalisis
dengan pendekatan proses penemuan evidence based nursing di RSUP Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Melakukan analisis kegiatan praktek profesi praktek profesi keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan berdasarkan peran praktikan yang meliputi :
a. Pemberi asuhan keperawatan pada pasien endokrin khususnya pasien
diabetes mellitus dengan pendekatan teori dan jurnal keperawatan.
b. Inovator intervensi pada area keperawatan pada pasien endokrin
khususnya pasien Diabetes mellitus berdasarkan evidence based practice..
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Untuk pelayanan keperawatan
Memberi masukan pada pelayanan kesehatan untuk mengunakan stres
manajemen salah satunya latihan terapi otot progresif sebagai intevensi
keperawatan dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien diabetess melitus
1.4.2 Untuk perkembangan ilmu keperawatan
Mengembangkan kajian penggunaan stres manajemen salah satunya terapi
otot progresif sebagai terapi komplementer untuk menurunkan glukosa darah
pada pasien diabetes melitus.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
7 Universitas Inddnesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 ini dijelaskan tentang konsep penyakit DM yang mencakup
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnostik, penatalaksanaan
dan komplikasi. Selain itu dijelaskan juga teori konsep stres terkait DM.
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Pengertian
Diabetes mellitus (DM) merupakan sindrome yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplay insullin dan kebutuhan, yang dikarakteristikan
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein Hiperglikemia dan gangguan terkait lainnya dalam metabolisme tubuh
dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf
dan pembuluh darah American Diabetes Association (2013) . Smeltzer & Bare,
2008 mendefinisikan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik lainnya
akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan
system vaskular.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut ADA (2013) diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : (1)
Diabetes mellitus tipe 1, meliputi autoimun dan idiopatik, (2) Diabetes mellitus
tipe 2, (3) Diabetes kehamilan (Gestasional Diabetes Mellitus / GDM), (4)
Diabetes mellitus tipe lain, meliputi defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik),
endokrinopati (akromegali, sindroma cushing), karena obat / zat kimia, infeksi
(rubella congenital, CMV), sindroma genetik lain (sindrom down, sindrom
klinefelter, Sindrom Turner)..
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan kejadian yang bervariasi
diantara kelompok etnis. Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi serangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan. (Suyono, 2011).
2.2.1 Penyebab dan faktor resiko diabetes tipe 2
Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2
disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan
terhadap lingkungan.Lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko
DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang
kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah
kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Kondisi
obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas
akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 , 4 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang dengan status gizi normal., sedangkan menurut Inzucchi, Porte,
Sherwin dan Baron (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan
kadar gula darah dan terjadinya DM diantaranya:
2..2.1.1 Usia
DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 – 45 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi
glukosa mencapai 50-92. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11%
individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe II (Ignativicius & Workman,
2006). Goldberg dan Coon dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur
memiliki keterkaitan yang erat dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia,
semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
semakin tinggi. Proses perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana
usia 40 tahun menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta
pankreas mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga
terjadi penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). .
2.2.1.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko diabetes mellitus. Insiden diabetes
adalah 1,1 per 1.000 orang/tahun pada wanita dan 1,2 per 1.000 orang/tahun pada
laki-laki. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkap hal
itu setelah mengamati 51.920 laki-laki dan 43.137 perempuan. Seluruhnya
merupakan pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh
(IMT) di atas batas kegemukan atau overweight. Laki-laki terkena diabetes pada
IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT
33,69 kg/m2 (Sudoyo, 2006).
Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki,
penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas
sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010).
Berdasarkan karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status
ekonomi yang tertinggi pula (RISKESDAS,2010). Menurut karakteristik,
penduduk mulai umur 19 tahun mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih dari
anjuran PUGS. Penduduk laki-laki mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih
banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari anjuran PUGS. Demikian juga
penduduk di perdesaan mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih besar dari
penduduk di perkotaan dan lebih dari anjuran PUGS. Pada penduduk yang
keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga)
baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari
penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 )
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.2.1.3 Kurangnya berolahraga atau beraktivitas
Aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM.
Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan
memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin
serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang
yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami DM
dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih aktif. Olahraga dapat
dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat menurunkan sensitifitas
sel terhadap insulin dapat menurun sehingga dapat mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan Diabetes Mellitus (Waspadji, 2009).
2.2.1.4 Tingkat pendidikan
Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab
kematian dibanding dengan subjek berpendidikan tinggi. Selanjutnya, orang
diabetes dengan tingkat pendidikan yang rendah, memiliki kerentanan mortalitas
yang lebih tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998). Hal ini dikaitkan
dengan kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pengelolaan dan
pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan.
2.2.1.5 Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg
atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai
penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,
mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih
belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab
utama peningkatan kadar glukosa. Dampak dari tidak terkontrolnya gula darah
adalah komplikasi baik mikrovaskuler ataupun makrovaskuler. Komplikasi kronik
DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM
(Waspadji, 2009).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2
Patogenesis diabetes tipe 2 belum ada pembuktian terkait dengan mekanisme
autoimun. Pada tipe ini, faktor genetik lebih berperan sebagai pencetus dan gaya
hidup. Penelitian epidemologik menunjukan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya
terjadi akibat sejumlah defek, masing-masing memberi kontribusi pada risiko, dan
masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan (Robin, Cotran, & Kumar,
2007).Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. (Robin,
Cotran, & Kumar, 2007).
2.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus terjadi karena kondisi hiperglikemi.
Price dan Wilson (2006) mengemukakan manifestasi klinis DM dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin: pasien yang mengalami defiensi insulin
tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Hiperglikemia parah menyebabkan
diuresis osmotik hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran kemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih menyebabkan
keseimbangan kalori negatif dan berat badan menurun yang berdampak pada
semakin besarnya rasa makan (polifagia), dan pasien mengeluh lelah dan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
mengantuk karena kurangnya energi (astenia) karena hilangnya protein tubuh dan
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. (Price & Wilson, 2006).
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut konsensus PERKENI ( 2011)Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui
tiga cara:
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Mengukur kadar glukosa plasma
setelah klien berpuasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah klien meminum
minuman yang mengandung glukosa. Tes ini digunakan untuk mengetahui
diabetes dan prediabetes. Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT
lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian Fasting Plasma Glucose
(FPG) untuk mendiagnosis prediabetes, tetapi kurang nyaman untuk
dijalankan. OGTT memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat
glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum
cairan yang mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Jika
tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg/dL 2 jam setelah
minum glukosa, orang tersebut memiliki pradiabetes disebut toleransi
glukosa terganggu atau Impaired Glocose Tolerance (IGT). Memiliki IGT
dapat juga seperti memiliki IFG, berarti orang memiliki peningkatan
risiko diabetes tipe 2. Bila glukosa plasma 2 jam setelah meminum
glukosa adalah 200 mg/dL atau lebih, dan harus dikonfirmasi dengan
mengulangi tes pada hari lain, berarti seseorang memiliki diabetes
2.2.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah dengan menormalkan aktivitas insulin dan
kadar gula darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Merujuk pada hasil konsensus PERKENI tahun 20011
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
menyebutkan 4 pilar manajemen DM tipe 2, meliputi 1) manajemen diet 2)
Latihan jasmani 3) Obat berkhasiat hipoglikemik dan 4) Edukasi. Manajemen diet
pada pasien diabetes mellitus diharapkan untuk mengatur jumlah kalori yang
masuk dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang
disarankan bervariasi tergantung kepada kebutuhan. Nilai gizi yang di anjurkan
yaitu Karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25% dengan jumlah kalori
di hitung dari berat badan idaman {(TB- 100)-10%)} dikali kalori basal 30kkal/
kgbb untuk laki-laki, 25 kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk
aktivitas lalu dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, sore 25%.
dan 2-3 porsi makan ringan 10- 15%. Jumlah kandungan serat 25 g/ har
(Waspadji, 2009).
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2
(PERKENI, 2011) berguna mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan
meningkatkan kepekaan terhadap insulin (Price & Wilson, 2006). Dianjurkan
latihan teratur 3-4x/ minggu selama 30 menit, bersifat CRIPE (Continuous,
Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance training), sedapat mungkin
mencapai sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur). Hati-hati pada
diabetes tidak terkendali (gula darah >250 mg/dL) karena olahraga dapat
meningkatkan kadar glukosa darah dan benda keton yangdapat berakibat fatal.
Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga
pada setiap 20-30 menit jika olahraga berlangsung lama. Jika sebelum olahraga
KGD di bawah 100 mg berarti KGD rendah (hipoglikemi). Oleh karena itu,
penderita DM dianjurkan untuk makan makanan ringan yang mengandung 15-30
gram karbohidrat. Namun, bila penderita DM tipe 2 dengan KGD di atas 250 mg
atau penderita DM tipe 1 dengan KGD di atas 200 mg sebaiknya olahraga ditunda
dulu.
Penggunaan farmakologi dalam diabetes dapat berupa obat hipoglikemik oral
yang memicu sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinid, dapat juga obat
penambah sensitivitas terhadap insulin seperti biguanid dan tiazolidion,
penghambat glukosidase alfa dan incretin mimetic yang merupakan penghambat
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
DPP-4. Untuk kondisi dimana obat oral tidak memungkinkan lagi untuk
digunakan maka penggunaan insulin dapat menjadi pilihan (Waspadji, 2009).
Penggunaan obat hipoglikemi oral diberikan berdasarkan interaksi obat dalam
tubuh. Metformin diberikan 500 hingga 1700mg/hari. Metformin menurunkan
produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa usus dan meningkatkan
kepekaan insulin khususnya dihati. Metformin tidak menyebabkan peningkatan
berat badan dapat dipakai oleh pasien obesitas. Tiazolidinedion meningkatkan
kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hati. Dosisnya 4
hingga 8 mg/hari. Bila kadar gula darah tidak dapat dikontrol dengan cara-cara
diatas maka pasien diabetes tipe 2 yang sel beta masih berfungsi maka dapat
menggunakan sulfonylurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan
meningkatkan produksi insulin. Dosisnya adalah glipizid 2,5 sampai 40 mg/hari
dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari. Gabungan sulfonurea dan pensensitif insulin
adalah terapi yang sering digunakan untuk pasien dengan diabetes tipe 2 (Price &
Wilson, 2006).
Pilar terakhir dari penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes
sangatlah penting dilakukan edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi bertujuan
dapat merubah perilaku pasien diabetes sehingga akan meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya (Waspadji, 2006).
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada pasien DM adalah komplikasi
mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler salah
satunya adalah neurophati diabetic. Neuropati merupakan komplikasi yag umum
terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara
berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi
nontraumatik. Mekanismen terjadinya disfungsi vascular dan sel saraf pada
kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Beberapa mekanisme biokimia
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
mungkin menjadi pemicu hiperglikemia yang mengaktifkan jalur heksosamin
yang diperantarai enzim fruktosa 6 fosfat, yang merupakan substrat glikosilasi dan
pembentukan proteoglikan. Jalur heksosamin mengubah fungsi glikosilasi enzim
seperti endotelial nitric oxide syntase dan mengganggu ekspresi gen untuk
transforming growth factor a (TGF-a) dan plasminogen activator inhibitor-1
(PAI-1).10,11 Growth factor memegang peranan penting dalam terjadinya
komplikasi diabetes dan pada penderita DM produksinya meningkat. Saat ini telah
dibuktikan terdapatnya hubungan peningkatan beberapa growth factor dengan
terjadinya komplikasi DM, seperti platelet derived growth factor, epidermal
growth factor, insulin like growth factor- 1, growth hormon dan fibrolast growth
factor. Semua growth factor tersebut terbentuk melalui 4 teori terjadinya
komplikasi DM yaitu jalur AGEs, sorbitol, diasilgliserol dan heksosamin.
Sebagian besar penderita ulkus kaki diabetes datang dengan kategori ulkus derajat
3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih dalam
sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema
dengan ukuran lebih dari 2 cm. Ulkus diabetik dapat dibagi pada 3 kategori besar,
yaitu tipe iskemik, neuro-iskemik dan neuropati. Sebagian besar ulkus diabetik
adalah tipe neuropati, namun pasien dengan ulkus diabetik harus dilakukan
penilaian secara objektif untuk menilai status vaskularnya, yaitu dengan riwayat
klaudikasio, denyut nadi tungkai dan angka brachial index (ABI), untuk
menetapkan rencana penatalaksanaan lebih lanjut. (Unger, 2007)..
Fain (2009) mengatakan risiko komplikasi makrovaskular lebih tinggi terjadi pada
diabetes tipe 1 dibandingkan dengan diabetes tipe 2 komplikasi makrovaskuler
dapat menyebabkan terjadinya pada Penyakit jaantung koroner stroke, dan PAD.
Penyakit Makrovaskuler merupakan akibat lanjut dari arterisklerosis yang di
akibatkan oleh tertimbunnya di lemak dilapisan endotel pembuluh darah.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi dari DM. Prevalensi pasien
ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka
mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit
yang terbanyak sebesar 80% untuk Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada tujuh
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
juta pasien DM yang harus dikelola di seluruh Indonesia. Antisipasi ke arah
tersebut harus dimulai dari saat ini, karena kalau tidak dikerjakan dengan baik
penyulit kronik akibat DM akan merupakan beban yang sangat berat untuk
ditanggulangi. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan
ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-40 hari.. Dampak dari ulkus kaki diabetik
akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien,
gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup Beberapa
pusat penelitian di Indonesia mendapatkan angka kematian ulkus/ gangrene
diabetes berkisar antara 17-32% sedangkan laju amputasi antara 15-30%. Nasib
pasien pasca amputasi juga tidak menggembirakan. Dalam satu tahun pasca
amputasi 14,8% meninggal, meningkatkan menjadi 37% dalam pengamatan
selama tiga tahun. Rerata umur pasien hanya 23.8 bulan pasca amputasi. (Hastuti,
2008).
2.3 Stres dan Diabetes Melitus
Stress merupakan pengalaman individu yang disembunyikan melalui suatu
rangsangan atau stressor. Stressor adalah dorongan yang mengganggu yang ada
dalam berbagai sitem (Newman dan Fawcett yang dikutip dari Perry dan Potter,
2009). Bila ditinjau dari penyebab stres, dapat digolongkan sebagai berikut 1)
Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang selalu tinggi atau rendah,
suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.2) Stres
kimiawi, disebabkan oleh asa-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau
gas.3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
menimbulkan penyakit. 4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur,
fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak
normal.5) Stres psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan
interpersonal, soail, budaya, atau keagamaan.
Stres fisiologi seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjainya
hiperglikemi dan mencetuskan terjainyya ketoasidosis diabetikum. Stres
emosional yaang terjadi akibat tingginya kadarr glukosa darahh bisa berdampak
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
negatif pada klien (Smeltzer & Bare, 2008). Selama stres respon umum / general
adaptation syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima
masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak
dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara
langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis. Mengeluarkan CRH untuk
merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu pengeluaran Vasopresin.
Stimulasi simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine, dimana
keduanya memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glucagon oleh pancreas.
Selain itu vasokonstriksi arteriole di ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung
memicu sekresi rennin dengan menurunkan aliran darah ke ginjal. Renin
kemudian mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara
ini, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem
saraf simpatis maupun sistem endokrin(Sherwood. 2000).
Stres yang dialami oleh pasien DM yang telah mengalami ulkus diabetik yaitu
terkait dengan nyeri pada saat terjadinya pergantian balutan sehingga memberi
dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang dilakukan Vileikyte
(2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang diakibat oleh stres
yang dipicu karena adanya ulkus dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Efek
buruk lain darri stres yaitu stres dan emosi negatif dapat meyebabkan perubahan
prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh. Fisher., Mullan., Skaff.,
Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa pada 506 pasien diabetes
selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan psikososial dan depresi serta
diabetes distress dari waktu ke waktu.
2.3.1 Perubahan hormon pada keadaan stres.
2.3.1.1 Katekolamin
Respon saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengkatifan menyeluruh
sistem saraf simpatis. Hipotalamus akan menolong untuk mempersiapkan tubuh
untuk fight to fight akibat rangsangan stres. Hal ini menyebabkan : peningkatan
tekanan arteri,, Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot, bersamaan
dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tidak diperlukan untuk
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
aktivitas motorik yang cepat., peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh
tubuh., peningkatan konsentrasi glukosa darah, peningkatan proses glikolisis di
hati dan otot, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivitas mental,
peningkatan kecepatan koagulasi darah. Seluruh efek tersebut menyebabkan orang
tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila
tidak ada efek di atas. (Sherwood. 2000, Guyton. 2000)
Perangsangan saraf simpatis yang menuju medulla adrenalis menyebabkan
pelepasan sejumlah besar epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah
sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa dalam darah ke semua jaringan
tubuh. Secara simultan, sistem simpatis memanggil kekuatan-kekuatan hormonal
dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrine dari medulla adrenal.
Epinephrine memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak
dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya
memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000)
Gbr.1
Epinephrine
merangsang
mobilisasi energi (Baron. 2003)
2.3.1.2 Kortisol
Peran kortisol dalam membantu tubuh mengatasi stress, diperkirakan berkaitan
dengan efek metabolik nya. Kortisol mempunyai efek metabolik yaitu
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan menggunakan simpanan protein
dan lemak. Suatu anggapan yang logis adalah bahwa peningkatan simpanan
glukosa, asam amino, dan asam lemak tersedia untuk digunakan bila diperlukan,
misalnya dalam keadaan stress. (Guyton. 2000)
Gbr.2. Kontrol pengeluaran kortisol (Silverthorne. 2001).
2.3.1.3 Insulin dan glukagon
Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam keseluruhan
respon metabolik terhadap stres. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang
dikeluarkan menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang Glukagon.
Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar
glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan Glukagon, yang kadarnya
meningkat selama stres, meningkatkan glycogenolysis dan (bersama kortisol)
glukoneogenesis di hati. Namun insulin yang sekresi nya tertekan selama stres
mempunyai efek yang berlawanan terhadap glycogenolysis di hati Stimulus utama
untuk sekresi insulin adalah peningkatan glukosa darah, sebaliknya efek utama
insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah. Apabila insulin tidak dengan
sengaja dihambat selama respon stres, hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stres
akan merangsang sekresi insulin untuk menurunkan kadar glukosa. Akibatnya
peningkatan kadar glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon-respon
hormonal yang berkaitan dengan stres juga mendorong pengeluaran asam-asam
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
lemak dari simpanan lemak, karena epinephrine glucagon dan kortisol
meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin menghambat nya.(Sherwood, 2000)
2.4 Progressive Muscle Relaxation
2.4.1 Definisi
PMR adalah gerakan mengencangkan dan melemaskan otot pada suatu bagian
tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara
berturut-turut (Lindquist,2002).
2.4.2 Indikasi
PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada
pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.
Latihan ini membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan
imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeletzer
Bare, 2002).
PMR memberikan manfaat dalam mengurangi stres dan ansietas. Richard S, et,al
(2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres salah
satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita
DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap penurunan
kadar gula darah pada DM tipe 2 pada tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi di
RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif
secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Monica M. (2011) yang berjudul Mind-Body
Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi
otot progresif, terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,
sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C .
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara
signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes.
2.4.3 Manfaat PMR
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara
kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini. Teknik relaksasi semakin
sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan.
Stres mencetuskan beberapa sensasi daan perubahan fisik, meliputi peningkatan
aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau memperlambat
pernafasan, meningkatkan denyut jantung dan menurukan fungsi digestiv.
Lindquist, 2002 menyebutkan bahwa respon stres adalah bagian dari jalur umpan
balik yang tertutup antara otot dan fikiran. Penilaian terhadap stresor
mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat
jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tesebut dengan cara
mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis.
2.4.4 Kontra Indikasi
Kontraindikasi latihan PMR antara lain adalah cidera akut atau muskulo skletal,
dan penyakit jantung akut ataupun berat (Lindquist, 2002). Latihan PMR dapat
mengaktivasi saraf parasimpatis sehingga meningkatkan kondisi rileks yang dapat
menyebabkan hipotensi, sehinga perlunya dilakukan pengukuran tekanan darah.
2.4.5 Prosedur PMR
Jadwal latihan digunakan dalam aktu 1 minggu, PMR dilakukan 2 kali sehari
selama 30 menit. Latihan dilakukan pagi dan sore dan dilakukan setelah makan.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus
Penkajian berfokus pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik disertai
pemantauan glukosa kapiler. Pasien diminta untuk menjelaskan gejala yang
dialaminya seperti poliuri, polidipsi, polifagi, kulit kering, penglihatan kabur,
penurunan berat badan, perasaan gatal-gatal pada vagina dan ulkus yang lama
sembuh. Kaji kadar gula darah, kadar keton dalam urin, dan kaji terhadap adanya
tanda-tanda ketoasidosis diabetik yang mencakup pernafasan kussmaull, hipotensi
ortostatik, mual, muntah, nyeri abdomen dan letargi. Pantau hasil laboratorium
untuk mengenali tanda-tanda asidosis metabolik seperti penurunan nilai pH serta
kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Selain itu kondisi luka yang terlihat pada kulit juga menjadi
fokus perhatian. Pengkajian kulit yang cermat khususnya pada daerah yang
menonjol dan ekstremitas bawah terhadap resiko terjadinya neuropati, kaji
terhadap adanya perasaan kesemutan, rasa nyeri yang terus menerus pada
ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare, 2008).
Selain pengkajian terhadap perubahan fisik pasien pengkajian psikososial pasien
juga harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terapi DM seperti keterbatasan sumber financial dan ada tidaknya
dukungan keluarga. Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap dan
tingkah laku yang tampak serta bahasa tubuh seperti sikap menarik diri, cemas,
menghindari kontak mata. Tanyakan pada pasien tentang kekhawatiran yang
utama dan ketakutan terhadap penyakit diabetes. Kaji terhadap kemampuan
menghadapi berbagai situasi sulit dimasa lampau untuk menilai koping pasien
(Smeltzer & Bare, 2008).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Mellitus
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Diabetes Mellitus
menurut Nanda (2012-2014); Lewis (2011), dan Smeltzer & Bare (2002),. Yaitu
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakseimbangan asupan makanan; kurang pengetahuan;koping individu tidak
efektif 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan
hambatan sirkulasi perifer 3) Kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes
berhubungan dengan kurang terpapar dengan sumber informasi tentang penyakit,
diet, latihan, obat, kontrol berat badan dan perawatan kaki 4) Risiko kerusakan
integritas kulit berhubungan penurunan sirkulasi; peningkatan kadar glukosa
darah; penurunan mobilitas; penurunan sensasi 5) Risiko infeksi berhubungan
dengan peningkatan kadar glukosa darah; penurunan perfusi jaringan; tidak
adekuatnya mekanisme pertahanan primer; efek dari penyakit kronik 6)
Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan ketidakadekuatan menajemen
terapi, hipermetabolismee, proses infeksi, dan perubahan status kesehatan 7)
Kecemasan berhubungan dengan diagnosa diabetes; potensial komplikasi
diabetes; regimen perawatan mandiri 8) Ketidakefektifan manajemen kesehatan
diri (manajemen diabetes) berhubungan dengan kompleksitas regimen terapeutik,
kurang pengetahuan, ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak, kurang dukungan
sosial. 9) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
insufisiensi pengetahuan tentang diet, kontrol berat badan, keuntungan dan risiko
latihan, monitor gula darah mandiri, medikasi, perawatan kaki, hipoglikemi dan
sumber yang tersedia.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
24 Universitas Inddnesia
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi
gambaran penkajian pada pasien DM tipe 2 dan ulkus pedis dextra post amputasi.
3.1 Analisis Kasus
3.1.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. U
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Buruh
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jaticempaka RT.02 RW.07 Jaticempaka
Pondok Gede Bekasi
Tanggal masuk RS : 13 April 2013
No. RM : 384 – 33 - 16
Diagnosa Medis : DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus
diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage
II
B. Riwayat Kesehatan
Dua bulan SMRS, klien tersandung batu yang menyebabkan kaki klien luka. Luka
tersebut tidak kunjung sembuh dan luka menjadi semakin bengkak, merah, dan
terasa nyeri. Dua minggu SMRS, luka klien menjadi lebih dalam dan
mengeluarkan cairan dan berbau. Klien lalu berobat ke RS Bekasi karena luka
meluas ke jempol kaki kanan dan klien demam. Tanggal 13 april 2013 klien lalu
dirujuk ke RSCM karena luka tidak kunjung sembuh kemudian taanggal 14 Mei
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
2013 klien telah dilakukan debridement pada daerah plantar dekstra karena ulkus
DM dan amputasi pada digiti 4 dextra.. Klien didiagnosis DM tipe 2 post
amputasi digiti 4 etc ulkus diabetikum ; Hipertensi stage 2 ; CKD stage II.
C. Riwayat penyakit terdahulu
Klien telah menderita DM sejak 18 tahun yang lalu dan Hipertensi sejak dua
tahun yang lalu. Gejala awal yang klien rasakan adalah sering pipis pada siang
dan malam hari, sering merasa haus, dan lapar serta badan sering terasa lemas.
Klien mengatakan bahwa semenjak tahu bahwa gula darah klien 250 mg/dl, klien
selalu berobat ke klinik dan mendapatkan obat DM dan hipertensi, klien
mengkonsumsi metformin dan glibenclamide tetapi klien tiddak pernah
mengontrol kesehatannya di pelayanan kesehatan.. selama ini kklien
mengaataakan tidak mempunyai keluhan terhadap ginjalnya, buang air kecil
lancar. Klien mengatakan bahwa klien suka makan makanan yang manis-manis
dan jarang berolahraga.
D. Pengkajian Kebutuhan Dasar
Pasien mempunyai riwayat dibetes miletus (DM) sejak 18 tahun yang lalu dan
tidak pernah memeriksakan diri kepelayanan kessehaatan serta minum obat yang
dibeli sendiri diapotik. Pasien sudah pernah di rawat selam 6 kali karena penyakit
DM di Rumah Sakit Daerah Bekasi., Pasien juga mempunyai riwayat dislipidemia
sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. , Tidak terdapat riwayat alergi obat dan
makanan , Pasien Suku Jawa dengan pekerjaan sebagai buruh ,pasien tinggal di
perkampungan yang sudah padat dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik
karea banyak yang membuang sampah di jalan dan selokan juga banyak
digunakan untuk membuang limbah rumah tangga, Pasien seorang buruh untuk
berobat mengandalkan jamkesda dan patungan dari anak-anknya dan selama ini
cukup untuk berobat. Anak-anak pasien selalu memberikan dukungan pasien
untuk dapat mencapai kesehatan yang lebih baik dengan cara mengantar berobat
rutin, mengatur pola makan sesuai anjuran rumah sakit sebelumnya (di Bekasi).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Pada saat pengkajian Pasien terlihat rileks tidak ada keluhan sesak nafas baik
saat berbaring dan saat aktifitas dan pada malam hari. RR saat berbaring 20
x/menit, suara paru vesikuler tidak terdengar ronkhi ataupun whezing . Kulit
pasien tidak terlihat pucat, akral teraba hangat pada kedua tangan, pada kaki
kanan teraba dingin , CRT 3 detik. Saturasi oksigen 100%. Konjungtiva tidak
anemis. Tekanan darah 140/90 mmHg terapi Amlodipine 10 mg, Valsartan 80
mg , nadi 88x/menit. Gambaran EKG sinus rhytme, rate 86x/menit, interval PR
0,016, QRS 0,08, axis jantung normal, poor R V1-V3, T inverted di V4-V6.
Adanya ulkus dan post debridemen dan amputasi digiti 4 jumlah eksudat sedikit
ukuran luka > 10,1 cm2
(10x5x0,5 cm), kedalaman luka parsial, jaringan nekrotik
lengket, warna kuning lunak, slough kuning, tipe jaringan granulasi merah ,
eritema +, kultur mikroba: ada kolonisasi e. Coli, ABI kanan : 0,8, ABI kiri : 0,96,
Luka bau.
Pemeriksaan dopler 3 mei 2013 kesan soft plak pada CFA dextra,
MONOFILAMEN test adanya neuropati pada ektremitas dextra hasil
pemeriksaan laboratorium leukosit : 7,84 10` 3/ul, LED : 125 mm, Trombosit ;
413 10`` gr/ul, Eusonofil 4,2%, Neutrofil 68,6%, Limfosit 13,3%, Monosit 13,8%.
Terapi Simvatatin 1 x 10 mg, Ampicilin sulbactam 2 x 1.5 gr
Tabel 3.1
Pengakajian faktor risiko kaki diabetes melitus
Faktor resiko kaki diabet:
Deformitas struktural : ( ) 2
Hilang sensasi protektif : (√) 3
Penyakit vaskular perifer : ( ) 1
Penyakit ulserasi/amputasi : ( v ) 3
Mendereita DM> 10 tahun : (√) 2
Nefropati/ retinopati : ( v ) 1
Penyakit jantung/merokok : (v ) 1
Score : 10 (resiko tinggi)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Tabel 3.2
Klasifikasi ulkus
Kedua tungkai bawah edema (dalam 2 mm), abdomen terlihat buncit, terdapat
stiffing dullness abdomen pada auskultasi lingkar perut 98 cm. Suara jantung S1
dan S2, tidak terdapat bunyi jantung tambahan (gallop, S3 dan S4, mur-mur).
Tekanan JVP 5- 2 cm H20, tidak distensi vena jugularis, foto thorak (tanggal 14
April 2013) tidak tampak kardiomegali, CTR 70 %, tidak terdapat infiltrate dan
elongasi. Kedua tungkai edema derajat 1. Hasil USG abdomen kanan ukuran
ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal
korteks 1.6 cm Nilai elektrolit darah : natrium darah tanggal 5 mei 2013 136
mmol/L (normal 135-147), klorida 103.4 mmol/L (normal 95-108), magnesium
1,8 mg/dL (1,6-2,6), kalium 3,8 mmol/L (3,5-5,5), kalsium 2,04 mmol/L. BUN
22 mg/dL (6-20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46).
Catatan balance cairan selama 24 jam minum 600 cc, urine 1200 cc dengan
pembeiaan lasik 40 grm (total ± 800 ml). Pasien mematuhi anjuran untuk tidak
minum banyak supaya cairan didalam tubuh tidak bertambah banyak dan makan
sesuai anjuran rumah sakit.
Pasien makan setiap habis 1/2 porsi klien mengeluh mual saat makan, jenis diet
DM dan rendah garam 2100 kkal (protein 60grm, lemak,,58grm,karbohidrat 336
gram). Berat badan terakhir (menurut pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT 27,34 kg
kesan pasien gemuk. Pasien tidak nafsu makan. Kadar Hb 10,6 gr/dL (normal 13-
Selulitas/ulserasi/gangren
K.kanan K. kiri
Tidak ada ulkus ( ) 0 ( ) 0
Deformitas ( ) 0 ( ) 0
Edema ( ) 0 ( ) 0
Selulitas ( ) 0 ( ) 0
Ulkus superficial ( ) 1 ( ) 1
Ulkus dasar tendon/kapsul ( v ) 2 ( ) 2
Ulkus dasar tulang ( ) 2 ( ) 2
Abses ( ) 3 ( ) 3
Osteomielitis ( ) 3 ( ) 3
Sepsis sendi ( ) 3 ( ) 3
Gangren ( ) 4 ( ) 4
Gangren diseluruh kaki ( ) 5 ( ) 5
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
16), hematokrit 32 % (36-47). HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 :
201 mg dl (normal <100), albumin 3.24 g/dl, terapi yang diberikan Humalog 12
unit 3 x 1 (subcutan), Domperidon 3x10 mg, Omeprazole 2x20 mg, Asam folat 1
x 15 mg.
Pasien beraktivitas ditempat tidur karena keterbatasan gerak, keadaan umum
lemah, keterbatasan gerak pada ekstremitas kanan bawah. Kemampuan ambulasi
dengan duduk di tempat tidur. diSemua fungsi dilakukan diatas tempat tidur
pasien dengan dibantu oleh keluarga pasien. Frekuensi tidur malam dan siang
pasien 10 jam/hari dan tidak ada keluhan istirahat dan tidur. Pasien mempunyai
keinginan untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri. Penilaian
kemampuan aktivitas berdasarkan bartel index secara rinci dapat dilihat pada
tabel 3.3.
Tabel 3.3
Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index
Aktivitas Skor Aktivitas Skor
Makan
0 = tidak mampu
5 = dibantu dengan dipotong-potong,
dihaluskan, dimodifikasi
10 = mandiri
10 Berpakaian
0 = dibantu
5 = dibantu, tapi sebagian dapat
dilakukan secara mandiri
10 = mandiri
5
Mandi
0 = tidak mampu
5 = mandiri
5 Toileting
0 = dibantu
5 = dibantu, tapi sebagian mandiri
10 = mandiri
5
Berdandan
0 = dibantu
5 = mandiri (cuci muka, gosok gigi,
keramas)
0 Tangga
0 = tidak mampu
5 = butuh bantuan
10 = mandiri
0
Bowels
0 = inkontinensia
5 = tidak mampu mengontrol
10 = mampu mengontrol
10 Bladder
0 = inkontinensia
5 = tidak mampu mengontrol
10 = mampu mengontrol
10
Mobilisasi
0 = tidak mampu mobilisasi atau
mobilisasi <50 yard
5 = menggunakan kursi roda <50 yard
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang
atau instruksi <50 yard
15 = mandiri tetapi dapat juga
menggunakan alat bantu <50 yard
10 Berpindah
0 = tidak mampu, tidak memiliki
keseimbangan untuk duduk
5 = membutuhkan bantuan 1-2 orang
10 = membutuhkan bantuan berupa
instruksi
15 = mandiri
10
Nilai Total 65
Kriteria : 1 – 20 (dependen total), 21 – 40 (dependent berat), 41 – 60 (dependent
sedang), 61 – 90 (dependent ringan), 91 – 100 ( independent/mandiri).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Pasien berusaha adaptasi dengan lingkungan di rumah sakit supaya dapat tetap
beristirahat. Pengkajian konsep diri terhadap perubahan status kesehatan berupa
pasien kepikiran dengan penyakitnya meskipun sudah diberobatkan dan dibawa
ke rumah sakit berulang-ulang tapi penyakitnya tidak sembuh malahan timbul
komplikasi hingga akhirnya di amputasi . Pasien merasakan obat-obatan yang
diminum hanya bekerja sementara saja kalau belum minum obat kembali gula
darahya naik.
Keluarga yang tinggal serumah anak yang belum menikah. Perawatan di rumah
dibantu oleh anak. Sumber pelayanan kesehatan komunitas yang digunakan
RSUD Bekasi. Layanan Pra rs dengan Puskesmas terdekat. Keluarga tidak
memahami perawatan di rumah. Layanan. Klien Makanan makan yang selalu
disediakan oleh anak selama di RS klien makan yang disediakan RS. Pasien dapat
berinteraksi baik dengan lingkungan yaitu dengan keluarga, pasien satu ruangan,
keluarga pasien satu ruangan, perawat, dokter dan anggota keluarga yang
berkunjung. Pasien menggunakan jamkesda kebutuhan pengajaran sebelum
pulang yaitu pengaturan diet, perawatan DM, dan manajemen stres.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
E. Analisa data
Tabel 3.4
Analisa data
No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
1
Jumat ,
09/5/2013
DS: klien mengeluh nafsu
makan nya turun, klien
mengatakan makan hanya habis
½ porsi yang disediakan
DO : klien tampak pucat,
anemis, nafsu makan menurun,
Berat badan terakhir (menurut
pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT
27,34 kg kesan gemuk. Pasien
tidak nafsu makan. Kadar Hb
10,6 gr/dL (normal 13-16),
hematokrit 32 % (36-47). GDS
tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13
: 201 mg dl (normal <100),
albumin 3.24 g/dl
Defisiensi insulin
(penurunan pengambilan
dan penggunaan glukosa
oleh jaringan yang
berakibat pada
peningkatan
metabolisme protein dan
lemak)
ketidakseimban
gan nutrisi ;
kurang dari
kebutuhan
tubuh
2 Jumat ,
09/5/2013
DS :
Pasien mengeluh nyeri pada
luka
DS :
- ulkus DM pedis dextra
- eksudat serosa
- jumlah eksudat sedikit ukuran
luka > 10,1 cm2 (10x5x0,5 cm)
- kedalaman luka parsial
- jaringan nekrotik lengket,
warna kuning lunak
- slough kuning
- tipe jaringan granulasi merah
- eritema +
- kultur mikroba: ada kolonisasi
e. coli
- ABI kanan : 0,8
- ABI kiri : 0,96
- Luka bau
Ulkus diabetikum akibat
dari infeksi dan
penurunan sirkulasi
perifer.
Kerusakan
integritas kulit
3 Jumat ,
09/5/2013
DS :
Klien mengatakan menderita
DM sejak 18 tahun yang lalu.
DO :
HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185
mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl
Adanya ulkus diabetikum di
kaki.
Penurunan pengambilan
dan penggunaan glukosa
oleh jaringan yang
berakibat pada
peningkatan
metabolisme protein dan
lemak.
ketidakstabilan
kadar gula
darah
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
4 Jumat ,
09/5/2013
DO :
Klien mengeluh sesak bila
berbaring datar ditempat tidur.
DS :
Kedua tungkai bawah edema
(dalam 2 mm), abdomen
terlihat buncit, terdapat stiffing
dullness abdomen pada
auskultasi lingkar perut 98 cm.
Tekanan JVP 5- 2 cm H20,.
Kedua tungkai edema derajat 1.
Hasil USG abdomen kanan
ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm
dengan tebal korteks 1.14 cm.
Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal
korteks 1.6 BUN 22 mg/dL (6-
20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-
1,25), ureum 143 mg/dL (17-
46). Catatan balance cairan
selama 24 jam minum 600 cc,
urine 1200 cc dengan
pembeiaan lasik 40 grm (total ±
800 ml).
Penurunan filtrasi
glomerulus dan
penurunan tekanan
onkotik
Kelebihan
Volume cairan
tubuh
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah :
a. Kelebihan Volume cairan tubuh berhubungan dengan Penurunan filtrasi
glomerulus dan penurunan tekanan onkotik.
b. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Defisiensi insulin (penurunan pengambilan dan penggunaan
glukosa oleh jaringan yang berakibat pada peningkatan metabolisme
protein dan lemak).
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Ulkus diabetikum akibat
dari infeksi dan penurunan sirkulasi perifer
d. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan penurunan
pengambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan yang berakibat pada
peningkatan metabolisme protein dan lemak.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 3.5
Rencana Asuhan Keperawatan
Nama Pasien : Tn. U
Umur : 58 tahun
No. Rekam Medis : 384 – 33 – 16
Diagnosa Medis :DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage II
No Data Design and Plan Regulate and Control
Diagnosa
Keperawatan
Nursing Outcome
(NOC)
Nursing Intervention
1. Data subjektif :
klien mengeluh nafsu
makan nya turun, klien
mengatakan makan
hanya habis ½ porsi
yang disediakan
Data Objektif :
klien tampak pucat,
anemis, nafsu makan
menurun, Berat badan
terakhir (menurut
pasien) 70 kg, TB 165
cm, IMT 23,87 kg kesan
gemuk. Pasien tidak
nafsu makan. Kadar Hb
10,6 gr/dL (normal 13-
16), hematokrit 32 %
(36-47). GDS tgl 5/5/13
185 mg/dL, tgl 6/5/13 :
201 mg dl (normal
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
(Partly
compensatory)
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi :
- Pasien
mengungkapkan
tidak ada mual
dan nafsu makan
baik
- Intake makan
sesuai kebutuhan
tubuh
- Berat badan
dalam rentang
ideal
- Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
- Nilai Hb dalam
batas normal
- Kadar glukosa
tubuh dalam
rentang normal
Method of helping guidance :
- Kaji status nutrisi pasien
- Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi status nutrisi pasien
- Kaji pola makan dan aktifitas pasien
- Kaji pengetahuan pasien dan keluarga
tentang diet diabetik.
- Monitoring nilai laboratorium yang terkait
status nutrisi seperti albumin, Hb, transfusi
darah, elektrolit.
- Monitor kadar serum lipid seperti
kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida
- Monitoring kadar glukosa darah tiap 6 jam
Support :
- Libatkan pasien dan keluarga dalam
merencanakan kebutuhan nutrisi
- Berikan dukungan positif jika pasien
mampu melaksanakan program nutrisi
dengan benar.
Setelah pasien menjalani 7 hari
perawatan ditemukan
perkembangan :
S :
- Pasien mengatakan tidak ada
mual.
O :
- diet nasi biasa 2100 kkal
- porsi makan yang disajikan
dihabiskan.
- konjungtiva tidak anemis,
- HB 11,2 grm/dl
A : masalah teratasi
P :
- Kaji pola makan pasien
- Monitoring nilai laboratorium
yang terkait status nutrisi
- Berikan dukungan positif jika
pasien mampu melaksanakan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
<100), albumin 3.24
g/dl
Teaching :
- Berikan pendidikan kesehatan tentang diet
DM, obat-obatan dan resiko tidak mentaati
program terapi
Kolaborasi :
- Laksanakan program terapi pemberian anti
diabetik
- Konsultasikan dengan ahli gizi untuk
mengidentifikasi dan merencanakan
kebutuhan nutrisi pasien
- Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian nutrisi intravena
program nutrisi dengan benar
- Berian terapi
Asam folat 1 x 15 mg.
2. Data Subjektif :
Pasien mengeluh nyeri
pada luka
Data objektif :
- ulkus DM pedis dextra
- eksudat serosa
- jumlah eksudat sedikit
ukuran luka > 10,1
cm2 (10x5x0,5 cm)
- kedalaman luka
parsial
- jaringan nekrotik
lengket, warna kuning
lunak
- slough kuning
- tipe jaringan granulasi
merah
- eritema +
- kultur mikroba: ada
Kerusakan
integritas kulit
(Wholly
compensatory)
Pasien dapat
mempertahankan
integritas kulit
- Jaringan kulit
utuh
- Vaskularisasi
perifer baik
- Luka bersih
- Granulasi baik
- Epitelialisasi
baik
Method of helping guidance :
- Monitor integritas kulit, catat warna,
vaskularisasi, granulasi dan epitelialisasi
luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Bersihkan luka dengan normal saline
dengan teknik steril
- Hindari penekanan pada luka
- Kaji keadaan dan bentuk kaki, adanya kalus
- Kaji status sirkulasi vaskuler kaki dengan
palpasi, pulsasi
- Kaji adanya edema
- Kaji sensasi kaki
Support : - Anjurkan pasien menjaga kebersihan kaki
- Anjurkan pasien menjaga kelembapan kaki
- Anjurkan pasien melakikan latihan senam
kaki
Setelah 12 hari perawatan,
perkembangan pasien :
S : -
O :
- Setelah dilakukan heacting
sekunder pada luka post
amputasi dan ebridemen
luka klien baik, kering, tidak
adanya serosa pada luka.
- ABI kanan : 0,8
- ABI kiri : 0,92
- leukosit : 6,84 10` 3/ul, LED : 40 mm, Trombosit ;
155 10`` gr/ul,
A : masalah teratasi.
P :
- Hindari penekanan pada luka
- Kaji status sirkulasi vaskuler
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
kolonisasi e. coli
- ABI kanan : 0,8
- ABI kiri : 0,96
- Luka bau
- Anjurkan pasien selalu menggunakan alas
kaki
- Instruksikan pasien untuk menghindari
trauma.
Directing :
- Berikan pemberian antibiotik sesuai
program
kaki dengan palpasi, pulsasi
- Kaji sensasi kaki
- Anjurkan pasien menjaga
kebersihan kaki
3. Data Subjektif :
- Pasien menderita DM
sejak 18 tahun yang
lalu
Data objektif :
HbA1c 9,2, GDS tgl
5/5/13 185 mg/dL, tgl
6/5/13 : 201 mg dl
Adanya ulkus
diabetikum di kaki.
Ketidakstabila
n gula darah
(Wholly
compensatory)
- Kadar glukosa
darah normal
- Glukosa urine
negatif
- Keton urine
negatif
Manajemen hiperglikemia
Method of helping guidance :
- Monitor kadar glukosa darah
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
- Monitor keton urin
- Monitor gas darah arteri, dan elektrolit
- Monitor intake dan output cairan
Support : - Anjurkan pasien mematuhi manajemen
penatalaksanaan diabetes.
Teaching :
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang
pengontrolan gula darah sendiri dan
manajemen hiperglikemia
- Ajarkan klien manajemen stres PMR
Directing :
- Berikan cairan peroral
- Batasi aktifitas ketika gula darah > 250
mg/dl, terutama jika keton urin positif
Setelah 7 hari perawatan,
perkembangan pasien :
S : -
O :
- KGDH 123/125/130 mg/dl
A : Masalah teratasi
P :
- Monitor kadar glukosa darah
- Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia
- Berikan cairan peroral
- Monitor intake dan output
cairan
- Berikan cairan intravena
- Program fix dose
Humalog 3 x 12 unit
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Kolaborasi :
- Berikan insulin sesuai program
4. Data Subjektif :
Klien mengeluh sesak
bila berbaring datar
ditempat tidur
Data Objektif :
Kedua tungkai bawah
edema (dalam 2 mm),
abdomen terlihat
buncit, terdapat stiffing
dullness abdomen pada
auskultasi lingkar perut
98 cm. Tekanan JVP 5-
2 cm H20,. Kedua
tungkai edema derajat
1. Hasil USG abdomen
kanan ukuran ginjal 9.3
x 4.7 cm dengan tebal
korteks 1.14 cm. Ginjal
kiri 8.8 x 4.6 cm tebal
korteks 1.6 BUN 22
mg/dL (6-20), kreatinin
3.4 mg/dL (0,72-1,25),
ureum 143 mg/dL (17-
46). Catatan balance
cairan selama 24 jam
minum 600 cc, urine
1200 cc dengan
pembeiaan lasik 40 grm
(total ± 800 ml).
Kelebihan
volume cairan
(Wholly
compensatory)
Tiddak terjadi
kelebihan volume
cairan
- Terbebas dari
edema, efusi,
anasarka
- Bunyi napas
bersih, tidak ada
dyspneu/
orthopneu
- Terbebas dari
distensi vena
jugularis
- TTV dalam
batas normal
- Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan dan
kebingungan
Managemen cairan
Method of helping guidance :
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan (hiponatremi,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati dll)
- Kaji lokasi dan luas edema
-
Support :
- Monitor BB
- Monitor hasil Iab yang sesuai dengan
retensi ciran (BUN, Ht, osmolaritas urin)
- Monitor status hemodinamik termasuk,
MAP,
- Monitor TTV
- Monitor indikasi retensi atau kelebihan
volume cairan (crackel, edema, asites)
-
Teaching :
- Ajarkan klien dalam menghitung intake
dan output
Tindakan kolaborasi :
- Pemberian diuretik
- Batasi masukan cairan pada keadaan
hiponatremi dilusi dengan serum Na
<130 mEq
Setelah 12 hari perawatan,
perkembangan pasien :
S :
Pasien melaporkan bengkak
dikakinya berkurang
O :
Kedua tungkai bawah edema
(dalam 2 mm), lingkar perut 88
cm. Tekanan JVP 5- 1 cm H20,.
Kedua tungkai edema derajat 1.
1.6 BUN 18 mg/dL (6-20),
kreatinin 1.7 mg/dL (0,72-1,25),
ureum 83 mg/dL (17-46).
A: kelebihan volume cairan
tidak teratasi.
P :
- Monitor BB
- Monitor hasil Iab yang
sesuai dengan retensi ciran
(BUN, Ht, osmolaritas urin)
- Monitor status hemodinamik
termasuk, MAP,
- Monitor TTV
- Monitor indikasi retensi atau
kelebihan volume cairan
(crackel, edema, asites)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
36 Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISA SITUASI
Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi
pengkajian, masalah keperawatan intervensi terkait masalah.
4.1 Profil RSCM
Dalam upaya mendukung peningkatan mutu rumah sakit, pemerintah telah
membuat kebijakan yang dituangkan dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit Indonesia Kelas Dunia dan SK Menteri Kesehatan No. 1195 Tahun 2010
tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional. RSUPN Dr.
Cipto Mangukusumo merupakan salah satu RS yang sedang berproses menuju
akreditasi internasional ISO 9001:2008 dan Joint Comission International (JCI).
Bidang Keperawatan yang merupakan pelaksana teknis dari Direktorat Medik dan
Keperawatan untuk mewujudkan misi dan visi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
mulai menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 yaitu sistem
manajemen yang memberikan jaminan, proses-proses di dalamnya memenuhi
kriteria mutu yang ditetapkan dan selalu melakukan tindakan perbaikan yang
berkesinambungan untuk lebih fokus kepada kepuasan pelanggan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Bidang Keperawatan berupaya untuk selalu
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pelanggannya agar tercapai manajemen
mutu yg akuntabel, transparan, berkeadilan, dan memenuhi harapan pelanggan.
Hal ini kami tuangkan dalam rencana strategis tahun 2011-2015, Pedoman Mutu
dan Rencana Kerja Tahunan. Pedoman Mutu Bidang keperawatan mempunyai
visi untuk memberikan Pelayanan Keperawatan Paripurna yang bermutu dan
Profesional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia
Pasifik tahun 2014.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Misi bidang keperawatan meliputi
a. Memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, bermutu dan nyaman
pada semua lapisan masyarakat.
b. Mewujudkan tenaga keperawatan yang memiliki kompetensi komprehensif
melalui pendidikan berkelanjutan.
c. Menjadi pusat wahana pendidikan, pelatihan dan riset keperawatan bagi
tenaga keperawatan maupun peserta didik keperawatan.
d. Mewujudkan sistem manajemen pelayanan keperawatan yang dinamis,
akuntabel dan transparan.
e. Mewujudkan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi tenaga
keperawatan.
Yang menjadi falsafah keperawatan dalam menjalankan tugasnya yaitu
a. Setiap manusia telah diberi rahmat oleh Tuhan yang Maha Esa kehidupan dan
kematian yang baik serta mulia
b. Setiap pasien sebagai individu harus dihargai tanpa membeda-bedakan suku,
agama, warna kulit dan status sosial.
c. Asuhan Keperawatan diberikan berdasarkan kebutuhan pasien yang
dilaksanakan secara komprehensif dan profesional sesuai dengan situasi dan
kondisi.
d. Asuhan Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
secara menyeluruh, direncanakan serta diberikan secara bekerja sama dengan
Tim Kesehatan lain, pasien dan keluarganya.
e. Pendidikan Keperawatan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang
pelayanan keperawatan profesional dan merupakan tanggung jawab bersama
antara Perawat dan Rumah Sakit.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
4.2 Analisa Kasus
Hasil pengkajian mengambarkan klien Tn. U usia 58 tahun menderita Diabetes
melitus tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu , orang tua klien sebelumnya juga
menderita diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (2013) DM
adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Secara teori DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan adanya
resistensi insulin perifer dan karena kondisi ini maka sel beta pankreas akan terus
menerus memproduksi insulin sebagai kompensasi dari resistensi insulin dan
untuk menjaga agar gula darah tetap normal. Tn U menderita DM tipe 2 yang
diturunkan secara genetik hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
Ignatavicius (2006) dimana pada DM tipe 2 kerusakan progresif di pankreas
membuat insulin menurun setiap waktu penurunan kemampuan hampir sebagian
besar sel dalam merespon insulin. Resistensi insulin dan kegagalan sel beta
pankreas disebabkan oleh genetik
Selain faktor genetik, faktor non genetik berperan paling besar dalam
meningkatkan terjadinya Diabetes tipe 2, faktor yang bisa meenjadi pemicu
terjadinya keadaan tersebut menurut Inzucchi, Porte, Sherwin dan Baron (2005)
diantaranya:usia, jenis kelamin,hipertensi, tingkat pendidikan dan faktor aktivitas.
Tn U berusia 58 tahun dan sudah 18 tahun menderita Dm, Goldberg dan Coon
dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur memiliki keterkaitan yang erat
dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia, semakin meningkat usia maka
prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses
perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana usia 40 tahun
menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta pankreas
mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga terjadi
penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). Hasil penelitian sekitar
6% individu berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita
DM tipe II (Ignativicius & Workman, 2006).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Klien Tn. U berjenis kelamin laki-laki dimana itu merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit diabetes melitus meskipun belum diketahui secara pasti
pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian DM tipe 2 dan peningkatan kadar gula
darah. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkapkan
bahwa 51.920 laki-laki sseluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan
umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan atau
overweight. Berdasarkan penelitian tersebut penulis menggambarkan bahwa
faktor yang berperan dalam terjadinya diabetes melitus adalah indeks massa tubuh
dimana laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2, berdasarkan
pengukuran antopometri IMT Tn. U 27.34 Kg dengan lingkarr perut 98 cm secara
teori keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan klien, tapi yang terjadi
pada Tn. U. dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan
lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih
berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010).
Tn. U yang seorang buruh dan status ekonomi kurang memiliki karakteristik
penggunaan energi dari karbohidrat yang lebih dari anjuran penggunaan yaitu
60%, hal tersebut sesuai dengan survey yang dilakukan RISKESDAS pada tahun
2010 dimana berdasarkan karakteristik, obesitas cenderung lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal di perkotaan. Dan penduduk laki-laki mengkonsumsi
energi dari karbohidrat lebih banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari
anjuran 60% kebutuhan energi, hal ini disebabkan karena tingginya tingkat
aktivitas yang banyak mengeluarkan energi dimana Tn. U sehari bekerja selama
10 jam. Status ekonomi juga mempengaruhi hal tersebut pada penduduk yang
keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga)
baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari
penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 ).
Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab
kematian dan peningkatan komplikasi diabetes dibanding dengan subjek
berpendidikan tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998) hal ini sesuai
dengan tinggkat pendidikan klien Tn. U yang hanya berpendidikan SLTP. Faktor
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
40
Universitas Indonesia
tingkat pendidikan menjadi perhatian pada penderita diabetes, dikaitkan dengan
kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pegelolaan dan
pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan Pilar terakhir dari
penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes sangatlah penting dilakukan
edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi ini dilakukan dengan tujuan
menunjang perubahan perilaku pasien diabetes untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal
dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Tn. U terdiagnosis menderita DM tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu saat ini
terdiagnosis ulkus diabetikum, hipertensi stage 2 dan CKD stage 2. Ulkus
diabetik yang terjadi pada klien Tn. U merupakan efek lanjut dari neuropati
sehingga klien mengalami amputasi , klien datang ke RSCM dengan kategori
ulkus derajat 3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih
dalam sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema
dengan ukuran lebih dari 2 cm. Neuropati merupakan komplikasi yang umum
terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara
berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi
nontraumatik. Mekanisme terjadinya disfungsi vaskuler dan sel saraf pada
kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa mekanisme
biokimia mungkin menjadi pemicu termasuk glikosilasi nonenzimatic.
Hiperglikemia diduga dapat meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang
selanjutnya mengaktifkan protein kinase C (PKC). Diasilgliserol menimbulkan
perubahan pada tingkat molekuler berupa gangguan pada proses transkripsi gen
yang berfungsi untuk sintesis fibronektin, kalogen tipe IV, protein kontraktil, dan
protein matrik ekstraseluler di sel endotel dan neuron (Fain, 2009).
Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan
rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat
penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
41
Universitas Indonesia
40 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya
perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan
dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008)
Tn. U mengeluhkan keadaannya sekarang,klien jugga mengatakan sakit yna
dieritanya tidak bisa sembuh, hal itu akan mempengaruhi tingkat kesembuhan
klien dan klien menatakan nyeri saat pergantian balutan . Stres yang dialami oleh
Tn. U memberi dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang
dilakukan Vileikyte (2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang
diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Efek buruk lain dari stres yaitu stres dan emosi negatif dapat
meyebabkan perubahan prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh.
Fisher., Mullan., Skaff., Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa
pada 506 pasien diabetes selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan
psikososial dan depresi serta diabetes distress dari waktu ke waktu.
.
Akibat lanjut dari stres yang terjaddi pada Tn. U akan menyebabkan peningkatan
viskositas pembuluh darah dalam mekanisme hemodinamik sehingga
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan penurunan elastisitas kapiler 2)
Nefrophaty diabetic sehingga saat ini klien menderita CKD stage 2.
4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan
Pada bagian ini penulis memaparkan analisis penerapan teori keperawatan pada
kasus kelolaan. Secara rinci kasus gangguan system endokrin yang dilakukan
asuhan keperawatan pada saat profesi adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan,
komplikasi CKD, ulkus kaki diabetes dan gangrene. Analisis penerapan teori
keperawatan dilakukan berdasarkan masalah keperawatan pasien. Hasil analisis
diperoleh bahwa diagnosa yang ditemukan pada kasus kelolaan pada pasien
gangguan system endokrin adalah kelebihan volume cairan, nutrisi kurang/lebih
dari kebutuhan tubuh, ketidakstabilan glukosa darah, kerusakan integritas kulit.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
42
Universitas Indonesia
Terjadinya kelebihan volume cairan terkait pasien mengalami penurunan kadar
albumin darah yang disebabkan kurangnya asupan protein, pengeluaran protein
melalui ulkus kaki diabetes dan kebocoran filtrassi pada keadaan gangguan
fungsi renal . Hal ini terlihat dari gambaran pasien yang mengalami kelebihan
volume cairan yaitu hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm
dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 cm
kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46). Pada keadaaan
tersebut terlihat terjadinya penebalan pada nefron ginjal yang disebabkan oleh
nefropaty sehingga akan menurunkkan filtrasi glomerulus, dan selanjutnya akan
menyebabkan peningkatan akumulasi cairan, hal terrsebut diperparah dengan
terjadinya hipoalbumin yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik
selanjutnya akan terjadi perpindahan ECF ke interestisial salah satunya ke ruang
peritonium.
Data mengindikasikan pasien mengalami masalah nutrisi yang kurang dari
kebutuhan tubuh. Pasien mendapatkan diet DM 2100 kkal. Perhitungan Diet DM
berdasarkan BB 70 Kg dan TB 160 cm, diperoleh BB ideal berdasarkan
perhitungan (160 - 100) – 6 adalah 54 Kg. Status gizi pasien dengan berat badan
lebih yang mengalami infeksi, hipoalbumin (albumin 3,24 g/dl) dan terdapat luka
ulkus pedis dextra yang luas mengindikasikan pasien harus mendapatkan asupan
makanan yang memadai.
Pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat sangat mendukung proses penyembuhan
pasien. Akan tetapi ditemukan pasien tidak dapat menghabiskan porsi makan yang
disajikan sesuai program diet yang telah ditentukan. Pasien mengeluh mual dan
muntah setiap makan nasi, ditemukan juga tanda klinis kurangnya asupan nutrisi
berupa konjungtiva anemis, pucat, dan pasien mengeluh lemas( kadar Hb 10,6
gr/dL) . Perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk mengganti bentuk penyajian
makanan pasien dalam bentuk yang lebih lembut agar mudah diasup,
mengidentifikasi dan merencanakan bersama pasien dan keluarga tentang
kebutuhan nutrisi Tn. U. Kadar Hb merupakan dasar perawat melakukan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
43
Universitas Indonesia
kolaborasi dalam pemberian Asam folat, asam folat sebagai salah satu komponen
pembentukan sel darah merah.
Terapi gizi adalah salah satu pilar utama DM yang direkomendasikan untuk
mengatasi masalah nutrisi pada klien DM. Terapi gizi merupakan terapi non
farmakologis yang berupa kegiatan pengaturan pola makan berdasarkan status gizi
pasien DM dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Manfaat yang diharapkan
dari pengaturan diit ini adalah mengontrol gula darah pada batas normal,
memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki sistim koagulasi darah
(Sugondo dkk, 2009).
Terdapatnya ulkus DM pedis dextra post amputasi digiti 4 dengan ukuran yang
luas (10x5x0,5 cm). Berdasarkan data yang ditemukan tersebut, perlu dirumuskan
masalah keperawatan kerusakan integritas kulit. Akibat yang ditimbulkan dari
masalah ini sangat luas diantarnya nyeri yang timbulkan saat pengggantian
balutan luka selanjutnya dapat mamicu terjadinya Stres fisiologi yang dialami
oleh pasien hal ini akan berdampak terhadap penyembuhan luka seperti penelitian
yang dilakukan Vileikyte (2007) didapatkan data bahwa efek kecemasan dan
depresi yang diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus menunjukkan
secara signifikan berpengaruh terhadap penyembuhan luka. Penelitian yang
dilakukan oleh Nurachmah 2011 menggambarkan terjainya peningkatan jumlah
rata-rata TGF β1 dan kadar kortisol antara tindakan perawatan luka secara modern
dan konvensional sehingga akan memicu terjadinya pemecahan protein dan
lemak. Oleh sebab itu intervensi yang dapat dilakukan pada klien untuk
menurunkan reaksi stres yaitu dengan melakukan managemen stres, Relaksasi
merupakan salah satu tehnik managemen stres yang didasarkaan pada cara kerja
sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR) merupakan
salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan.
Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen
stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Pada Tn. U ditemui kadar albumin darah yang rendah. Penurunan albumin dalam
darah merupakan salah satu faktor penghambat proses penyembuah luka.
Peningkatan pemberian protein pada kondisi Tn. U perlu dipertimbangkan
dengan fungsi ginjal yang menurun. Protein yang diberikan pada Tn. U adalah 1
gr/Kg BB/hari dengan pertimbangan untuk meningkatkan proses penyembuhan
luka. Sumber protein yang diberikan 50 % berasal dari sumber hewani dan 50 %
berasal dari sumber nabati.
Masalah keperawatan berupa ketidakstabilan glukosa darah terjadi terkait dengan
manajemen kesehatan diri pasien dalam menjalani terapi dan perawatan diabetes.
Manajemen kesehatan diri yang tidak efektif didefinisikan sebagai pola
pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik kehidupan sehari-
hari untuk pengobatan penyakit dan gejala yang ditimbulkan yang tidak
memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan.
Perilaku ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan terapi ditunjukkan dengan diit
yang dilakukan dengan tidak benar dan pasien tidak pernah kontrol walaupun
telah mengetahui terdeteksi diabetes sejak 18 tahun yang lalu. Untuk itu pasien
perlu dilakukan discharge planning yang diprogramkan sejak pasien masuk
rumah sakit. Pemberian Discharge Planning dapat mengurangi hari rawatan
pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan
pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat dilakukan melalui
Discharge Planning ( Naylor, 1990 ). Dan menurut Mamon et al (1992),
pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu
pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum disebelum dipulangkan, beberapa
penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek yang
penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester,
1996).
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
45
Universitas Indonesia
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan.
DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat
dikontrol dengan manajemen terapi yang menjadi bagian hidup pasien DM. Hal
ini berakibat terjadinya tuntutan terhadap perubahan gaya hidup pasien DM.
Berbagai respon yang terjadi akibat dari perubahan gaya hidup tersebut. Salah
satunya terjadinya gangguan psikososial pada pasien Dm. Berdasarkan pada
pembuktian, dimana pasien diabetes rentan mengalami masalah psikososial yang
dapat berpengaruhi terhadap terkontrolnya kadar gula darah. Dari beberapa pusat
penelitian di Indonesia rerata lama perawatan DM dengan ulkus/ gangrene adalah
28-40 hari. Penerapan manajemen diabetes dan dampak dari ulkus kaki diabetik
akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien,
gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup dalam
kehidupan sehari-hari dapat menjadi beban bagi pasien, sehingga dapat
menimbulkan stress, perasaan frustrasi, marah, kewalahan, dan putus asa (Fisher,
Glasgow, & Stryker, 2010).
Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada
cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR)
merupakan salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan
kecemasan. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
manajemen stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM
tipe 2.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk menerapkan managemen
stres terapi otot progresif sebagai bagian dari perawatan ulkus kaki diabetik.
Penerapan managemen stres terapi otot progresif dilakukan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Monica M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011)
yang berjudul Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen.
4.3.1 Hasil Jurnal Reading (Critical Review)
Praktek berdasarkan pembuktian dilakukan dengan dimulai dari penelusuran
literature melalui EBSCO data bases, CINAHL, Proquest, dan MEDLINE. Kata
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
46
Universitas Indonesia
kunci yang digunakan yaitu: Diabetes stress Management, muscle proogressive
sehingga didapatkan jurnal dengan judul Mind-Body Therapies in Diabetes
Management Selanjutnya dilakukan review kritis pada literature yang
mendukung.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas dari meditative
therapies for glycemic control dengan nonmeditative therapies for glycemic
contro. Desain penelitian ini menggunakan Randomised Controlled Clinical Trial
(RCT). Subyek penelitian adalah laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari
18 tahun yang mengalami diabetes tipe 2, dan satu penelitian dilakukan pada
orang dewasa dengan diabetes tipe 1.
Subyek penelitian terdiri dari 2 kelompok pasien yaitu kelompok intervensi dan
kontrol. Studi teknik relaksasi dengan dan biofeedback dengan diabetes tipe 2
selama 1 tahun setelah intervensi kelompok lima sesi terapi relaksasi dan edukasi
diabetes terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol, sedangkan
kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C . Penurunan A1C
sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara signifikan risiko
komplikasi pada tipe 2 diabetes.
4.3.2 Aplikasi klinik
Penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini dilaksanakan dengan
menggunakan hasil penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dari Monica
M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in.
Proses pelaksanaan diawali dengan perizinan dari kepala ruangan ruang IPD lantai
7 RSCM. Tahapan selanjutnya dilaksanakan presentasi tentang rencana
pelaksanaan praktek berdasarkan pembuktian yang akan diterapkan. Presentasi
dilakukan di depan tim perawat kamar 702 terkait dalam upaya sosialisasi dan
memperoleh dukungan agar PMR dapat diterapkan secara berkelanjutan dan
menjadi bagian dari standar prosedur operasional dalam pengendalian kadar gula
darah klien DM.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Penerapan praktek berdasarkan pembuktian diawali dengan mengidentifikasi
pasien kelolaan yang dirawat berupa pengkajian tingkat stress, nyeri dan
psikososial klien. Hasil pengkajian klien teridentiikasi mengalami stres ringan
Kemudian pasien yang memenuhi kriteria, dijadikan passien kelolaan. Klien
diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur tindakan PMR (Lampiran
2).
Penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini mulai dilakukan pada tanggal 11
18 Mei 2013. Intervensi dilakukan di ruangan pasien yang disessuaikan dengan
jadwal praktik penulis durasi dilakukan selama 15 menit. Penilaian
perkembangan kondisi klinis dan kadar gula darah menggunakan glocometer
ruangan dan dilakukan setiap latihan PMR. Penerapan intervensi PMR
dilaksanakan selama 7 hari sesuai dengan prosedur yang ditetapkan . Hasil yang
diperoleh dari penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1
Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah dilakukan PMR
Waktu KGDH sebelum PMR KGDH sesudah PMR
Tanggal 11/5/2013
Jam 09.00
198mg/dl
194 mg/dl
Tanggal 13 /5/2013
Jam 09.00
188 mg/dl
188 mg/dl
Tanggal 14/5/2013
Jam 17.00
198 mg/dl
172 mg/dl
Tanggal 15/5/2013
Jam 17.00
168 mg/dl
148 mg/dl
Tanggal 16/5/2013
Jam 09.00
155 m/dl 123 mg/dl
Tanggal 17/5/2013
Jam 17.00
147 mg/dl 125 mg/dl
Tanggal 18/5/2013
Jam 09.00
146 mg/dl 130 mg/dl
MEAN
171, 42 mg/dl 154, 28 mg/dl
Berdasarkan tabel diatas bahwa rata- rata kadar gula darah sebelum intervensi
adalah 171,42 m/dl dan rata- rata kadar gula darah setelah intervensi adalah
154,8 mg/dl.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Hasil intervensi menunjukan bahwa Tn. U setelah dilakukan PMR selama 7 hari
memperlihatkan adanya penurunan kadar gula darah, penulis meyakinin PMR
memberikan pengaruh menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2.
Mekanisme PMR menurunkan kadar gula darah pada passien DM tipe 2
dihubungkan dengan stres dimana selama stres respon umum / general adaptation
syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan
mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari
banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung
mengaktifkan sistem saraf simpatis. Perangsangan saraf simpatis yang menuju
medulla adrenalis menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinephrine dan
norepinephrine ke dalam darah sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa
dalam darah ke semua jaringan tubuh. Secara simultan, sistem simpatis
memanggil kekuatan-kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran
epinephrine dari medulla adrenal. Epinephrine memperkuat respon simpatis dan
mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk
melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi simpanan karbohidrat
dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000). Hasil intervensi ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mashudi (20 11)di RSUD Raden Mattaher Jambi
menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif secara signifikan menurunkan
kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Penerapan stes managemen dalam asuhan keperawatan pasien diabetes tidak
dapat terwujud hanya dengan mempersiapkan keterampilan perawat dalam
melakukan intervensi , namun juga dibutuhkan dukungan dari pihak manajemen
berupa adanya komitmen dan kebijakan dan keterlibaatan langsung klien sebagai
penerima intervensi . Manajer sebagai pemimpin diharapkan dapat memberikan
kebijakan, motivasi dan monitoring dalam keberlangsungan dan keberhasilan dari
sebuah kegiatan dan klien diharapkan peran aktifnya dalam menerapkan intervensi
yang telah diajarkan. Hambatan yang dialami dalam penerapan intervensi ini
adalah manajemen pemberian asuhan keperawatan terkait dengan ketenagaan
dimana terjadi ketidaseimbaangan tenaga perawat dengan klien yang di rawat dan
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
belum optimalnya pelaksanaan pengkajian psikososial pada klien dengan
diabetes, sertakemandirian klien dalam melaksanakan intervensi secara mandiri.
4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah
Berdasarkan pengalaman praktek profesi dalam mengelola pasien, klasifikasi
sistem keperawatan dapat berbeda walaupun pasien memiliki masalah
keperawatan yang sama. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi status
sistem keperawatan pasien yaitu pengetahuan dan persepsi pasien tentang
manajemen DM, kondisi penyakit, pengalaman sakit pasien, tingkat stres dan
pengelolaan diri, spiritual, interaksi pasien dan tim kesehatan yang merawat
pasien, interaksi sesama pasien yang dirawat, budaya, support system, edukasi dan
tatanan ruangan perawatan.
Konsep praktek keperawataan menekankan pada aspek partisipasi pasien dalam
penerapan intervensi keperawatan sehingga mampu meningkatkan kemampuan
diri klien . Kemampuan perawatan diri pasien menentukan hubungan yang dibina
antara klien dan perawat. Ide utamanya adalah pasien dapat mengambil manfaat
dari kualitas dan kemampuan perawat membantu pasien dalam memaksimalkan
perawatan diri yang dapat teridentifikasi dalam sistem keperawatan. Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin memandang pasien
adalah individu yang dapat meningkatkan kompetensi dirinya yang dibutuhkan
untuk perawatan diri saat sakit. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang diperlukan dalam membantu
pasien meningkatkan kemampuan perawatan diri pasien.
Pelaksanaan intervensi keperawatan PMR dapat dilakukan dengan melakukan
focus group dengan meningkatkan kemandirian klien dan peran serta klien.
Berdasarkan pengalaman praktik profesi dalam mengelola pasien ditemukan
peningkatan aktualisasi diri pasien dan keluarga seiring dengan keberhasilan
pasien melakukan peningkatan kemampuan perawatan dirinya. Ruangan rawat
inap yang mempunyai kapasitas lebih dari 1 tempat tidur yaitu 6 tempat tidur pada
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
50
Universitas Indonesia
ruang rawat biasa membantu mempercepat terjadinya peningkatan kemandirian
pasien dalam perawatan diri. Interaksi antar pasien yang dirawat dapat
menumbuhkan motivasi dan membantu meningkatkan self efficacy pasien
terhadap manajemen DM yang harus dipatuhi.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
51 Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan simpulan dan saran mengenai analisis praktek profesi
keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem endokrin.
5.1 Simpulan
5.1.1 Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin perlu
dilakukkan secara komprehensif, dalam upaya memenuhi kebutuhan perawatan
diri pasien secara bertahap. Masalah psikososial pada klien dengaan gangguan
sisstem endokrin khusus nya masalah diabetes melitus sangat mempengaruhi
status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien. Dalam melaksanakan
implementasi keperawatan pada kasus gangguan sistem endokrin kemandirian
pasien untuk memanajemen stres dan terapi penyakitnya dengan baik. sebagian
besar membutuhkan modifikasi gaya dan manajemen stres yang baik.
5.1.2 Berdasarkan pembuktian ilmiah diperoleh bahwa penerapan manajemen stres
dengan tehnik relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien
dengan ulkus kaki diabetes sehingga dapat menekan aktivasi hormonal yang
mampu meningkatkan kadar gula darah klien.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Peningkatan pengetahuan perawat secara berkala tentang asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami gangguan sistem endokrin dengan dasar
pengambilan keputusan klinik berdasarkan pembuktian (evidence based) perlu
dilakukan sehinggga kualitas asuhan keperawatan dapat meningkat dan akhirnya
mampu mempercepat masa rawat klien.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
52
Universitas Indonesia
5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan evidence based penting dijadikan dasar
dalam standart operasional prosedur tindakan keperawatan sehingga
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan
gangguan pada sistem endokrin.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
53 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, F., Teran, J.M., De La Pena, J.E. (2011). “The Pathogenesis of the
Diabetic Foot Ulcer: Prevention and Management” Global Perspective on
Diabetic Foot Ulcerations: 156-182
Akca, A.T., Cinar, S. (2006). Comparison of psychosocial adjustment in people
with diabetes with and without diabetic foot ulcerationAustralian Journal
Of Advanced Nursing, 25(4): 87-96.
American Diabetes Association. (2013). Diagnosis and Classification of DM.
Diabetes care.Jan 2013.Vol 36.S67-S74
____________. (2004). Nursing : Scope and Standards of Practice. Silver Spring,
Md: The Association.
Baron W.F., Boulpep E.L. 2003. Medical Physiology. Philadelphia. Sounders.
Cole-King, A., Garding, K.G. (2001) Psychological Factors and Delayed Healing
in Chronic Wounds. Psychosomatic Medicine 63:216–220.
Fain, J.A. (2009). Management of client with diabetes mellitus dalam Black, J.M
& Hawk, J.H. Medical surgical nursing: clinical management for positive
outcome (8th
ed.). Singapore: Sauders Elsevier.
Fisher, L., Glasgow., Russel., Mullan, J., Skaff, M., & Polonsky, W. (2008)
Development of a Brief Diabetes Distress Screening Instrument. Annals
Family Medicine. 6(3). 1-7
Frykberg. G. R et al .(2006). Diabetes Foot Disorder:a Clinical Practice
Guideline. The Journal of Foot & Angle Surgery
Guyton A.C. 2000. Text Book of Medical Physiology, 10th
. Ed. USA. W.B.
Saunders Co.
Harper E.A. (1998). Discharge planning: An interdisciplinary method. Silverberg
Press: Chicago, IL.
Hastuti,T.R. (2008). Faktor – Factor Resiko Ulkus Diabetik pada Penderita
Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Tesis
Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing; critical
thinking for collaborative care (5th
ed.). St Louis Missouri: Saunders
Elsevier.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
54
Universitas Indonesia
International Diabetes Federation. (2005). IDF Clinical guidelines task force :
Global guideline for Type 2 diabetes. Brussels: International Diabetes
Federation.
Inzucchi, S., Porte, Sherwin, Baron (2005). The Diabetes Mellitus Manual: a
primary care companion to Ellenberg and Rifkin’s (6th
eds). Singapore.
McGrawHill.
Kumar, Cotran, & Robbin. (2007). Robbin basic pathology. (7th
Ed) (Brahm U.,
Penerjemah). Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Litbangkes, RI. (2010). Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional.
http://www.litbang.depkes.go.id/laporan RKD/
Mason, V. (2009). Psychological and physiological factors influencing chronic
wound healing: the role of stress and pain. The Mölnlycke Health Care
Symposium booklet. 2: 1-2.
Mashudi (2011) Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar
Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 DiRumah Sakit
Umum Raden Mattaher Jambi.
Monica M. (2011) Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen.
NANDA International.(2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications
2012-2014. St. Louis: Mosby.
Nilsson, Johansson, Sundquist, J. (1998). Low educational status is a risk factor
for mortality among diabetic people. Sweden: Department of Community
Health Sciences, University of Lund. Diabet Med. Mar;15(3):213-9.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di
Indonesia. PB PERKENI
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.(2006). Petunjuk praktis pengelolaan
diabetes melitus tipe 2. (Editor: S. Soegondo, P.Soewondo, I. Subekti
dkk.). Jakarta : PB. PERKENI.
Potter, P.A., Perry, A.N. (2009). Fundamental of nursing (6th
ed.). ST Louis
Missouri: Mosby.
PP-PL Kemenkes RI (2011). World Diabetes Day 14 November 2011
http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374
Price, S.A., Willson, L.M. (2005) Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
55
Universitas Indonesia
Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah sakit Indonesia. (2011) Neuropati
Diabetik Menyerang Lebih Dari 50% Penderita
Diabeteshttp://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23
&nid=612 diperoleh pada tanggal 04 Juni 2013.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (2010). Departemen Kesehan RI.
Robbins, N.C., Shaw, CA., dan Lewis, S.L. (2007). Nursing Management
Diabetes Mellitus dalam S.L., Lewis. M.M., Heitkamper, S.R., Dirksen,
P.G., O’Brien, dan L. Bucher. Medical Surgical Nursin; Assesment and
management of clinical problems, (7 th Edition) Elseiver Mosby.
Sherwood, Lauralel .(2001).Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Silverthorne. 2001. Human Physiology an Inntegrated Approach, 2th. Ed. San
Francisco. Pearson Education, Inc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2008). Medical Surgical Nursing Brunner &
Suddarth.. Philadelphia: Lippincott
(2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, (Edisi 8) Jakarta : EGC.
Sudoyo A.W. dkk (2009). Buku ajar Ilmu penyakit dalam edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI. Internal Publishing Jakarta
Suyono, S. (2011). Patofisiologi Diabetes Mellitus dalam dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., Subekti, I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu .
Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Taylor, C., Lillis, C., & Lemone, P. (1997). Fundamental of nursing the art and
the science of nursing care. Philadelphia : Lippincott.
Unger, J. (2007). Diabetes management in primary care. Philadelphia: Wolters
Kluwer Lippincott Williams & Wilkins Vileikyte, L. (2007). Stress and wound healing. Clinics in Dermatology 25(1): 49-
55.
Waspadji, S. (2009). Diabetes mellitus: Mekanisme dasar dan pengelolaannya
yang rasional, dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti (Eds).
Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu (hlm 31-45). Jakarta : FKUI.
WHO (2006) Definition And Diagnosis Of Diabetes Mellitus And Intermediate
Hyperglycemia. Report of a WHo/IDf ConsultatIon: the WHO Document
Production Services. Geneva: Switzerland.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
DATA DEMOGRAFI
Nama : Tanggal masuk RS :
JK : Masuk dari :
Umur : No. RM :
Agama : Ruang/Kelas :
Status :
Pendidikan :
RIWAYAT KEPERAWATAN
Tanggal Pengkajian : / / Jam Pengkajian :
Datang ke Unit dengan :
Keluhan utama /Alasan Masuk RS:
_______________________________________________________________________
Riwayat Penyakit Sekarang :
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
Riwayat Penyakit Dahulu : ______________________________________________
Riwayat bedah terdahulu :
Amputasi : lokasi…………………… lain-lain,………………….
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Ulserasi kaki Bedah vaskuler Bedah kaki Tidak pernah
Riwayat Rawat Inap :
Riwayat Penyakit Keluarga :
Transfusi darah : Pernah Tidak pernah
Alat bantu yang digunakan : ada,………… Tidak ada
TB/BB : cm/ Kg
Orientasi :
VITAL SIGN
Suhu : 0 C Nadi : x/ mnt
RR : x/mnt TD : / mmHg
Riwayat alergi :
Obat-obatan :
Jenis Obat Dosis Obat Frekuensi Obat terakhir yang
dikonsumsi
Pengomsumsian :
PENYIMPANGAN KESEHATAN
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tembakau Jumlah : Lama:
Alkohol Jumlah : Lama:
Obat yang tak terkendali Jumlah : Lama:
PERNAPASAN DAN SIRKULASI
Nyeri dada : ada/ tidak Gambaran : _________________________________
Palpitasi : ada/ tidak
Sesak napas : ada/ tidak Jelaskan :.___________________________________
Edema : ada/ tidak Lokasi :
Vertigo : ada/ tidak
Lain – lain :
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
KESEIMBANGAN NUTRISI DAN CAIRAN
Diet RS :
Perhitungan Diet
BB Kg dan TB cm
BB ideal = ( - 100) – = Kg
IMT = ( )
KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI UNIVERSAL
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kebutuhan kalori basal = Kg x 25% =
Koreksi dari Usia dan aktivitas =
Balans cairan : cc/hari
Minum (oral) : cc/hari Urine : cc/hari
Parenteral : cc/hari IWL : cc/hari
Muntah : cc/hari
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir :
Mulut/gigi :
Saluran cerna :
Lain –lain : -
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
ELIMINASI
Pola Defekasi :
Perubahan terbaru : ada / tidak
Pola Berkemih :
Perubahan terbaru : ada / tidak
Lain-lain :
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
KONDISI NORMAL
Mengerti bahasa Indonesia :
Penurunan Memori :
Pendengaran :
Kognisi :
Lain-lain :
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
REPRODUKSI
Wanita – Periode menstruasi terakhir :
Pemeriksaan pap terakhir :
Rabas vagina/perdarahan :
Kontrasepsi :
Hamil :
Pria – Masalahprostat :
Hernia :
PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
Cara mengatasi stress :
Masalah khusus terkait rawat inap :
Perubahan hidup yang dialami pada tahun lalu :
PERLINDUNGAN DAN KENYAMANAN
Ketidaknyamanan/nyeri :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
None Mild Moderate severe
*numerical rating pain scale berdasarkan Visual Assesment Scale (VAS)
Cara mengatasi nyeri :
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Kerusakan kulit :
Indikator penilaian klinis kulit berdasarkan Leg UlcerMeasurement Tool (LUMT)
No Domain penilaian klinis Kategori respon Skor
1 Tipe eksudat Tidak ada (0), serosanginosa (1), serosa (2),
seropurulen (3), purulenta (4).
2 Jumlah eksudat Tidak ada (0), sedikit sekali/hampir tidak ada (1),
sedikit (2), sedang (3), banyak sekali (4)
3 Ukuran panjang x lebar
(dari bagian pinggir
perbatasan epithelium)
Sembuh (0), < 2,5 cm2
(1),
2,5 – 5,0 cm2 (2), 5,1 – 10,0 cm
2 (3),
10,1 cm2 atau lebih (4)
4 Kedalaman Sembuh (0), Kehilangan kulit ketebalan (1),
parsial (2), ketebalan penuh (3), tendon/tampak
kapsul sendi sampai tulang (4)
5 Undermining
(terbesar pada posisi jam…)
0 cm (0), >0-0,4 cm (1), > 0,4-0,9 cm (2), >0,9-
1,4 cm (3), > 1,5 (4)
6 Tipe jaringan nekrotik Tidak ada (0), slough putih (1), mudah lepas (2),
slough putih sampai kuning (3), lengket atau
fibrin, eskar warna abu-abu sampai hitam lunak,
eskar hitam kering keras (4)
7 Jumlah jaringan nekrotik
menutupi dasar luka
Tidak tampak (0), 1-25% (1), 26-50% (2), 51-
75% (3), 76 – 100% (4)
8 Tipe jaringan granulasi Sembuh (0), merah terang (1), merah muda agak
kehitaman (2), pucat (3), tidak ada (4)
9 Jumlah jaringan granulasi
menutupi dasar luka
Sembuh (0), 76-100% (1), 51-75% (2), 26-
50% (3), 1-25% (4)
10 Tepian luka (kemajuan
perbatasan)
Sembuh (0), > 50 % (1), epithelium tidak jelas
(2), <50% (3), epithelium melekat, tidak ada
kemajuan (4)
11 Viabilitas kulit peri ulkus
- Kallus - eritema
- Dermatitis - ungu pucat
- Maserasi
- Indurasi (pengerasan)
- Ungu tidak pucat
0 tidak ada
1 hanya satu
2 dua atau tiga
3 empat atau lima
4 enam atau lebih
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
- Kulit dehidrasi
12 Edema kaki Tidak ada (0), non pitting (1), pitting (2), fibrosis
(3), lipodermatosklerosis mengeras
13 Lokasi edema kaki Tidak ada (0), di lokasi periulcer (1), kaki,
meliputi ankle (2), sampai pertengahan betis (3),
sampai ke lutut (4)
14 Pengkajian bioburden Sembuh (0), kolonisasi ringan (1), kolonisasi berat
(2), infeksi lokal (3), infeksi sistemik (4)
Keluhan kaki : Rasa tebal/pegal Rasa terbakar/teriris
Keluhan lain, sebutkan………………………….
Pemeriksaan kaki : ABI kanan / kiri : /
Kulit Kaki Kuku Kaki Disfungsi Biomekanis
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Perabaan dingin - - Penebalan - - Kalus - -
Kulit berkilap - Infeksi jamur - - Corns - -
Atrofi lemak
subkutan
- - Tumbuh
kedalam
- - Hammer
Toes
- -
Robor - - Filling time jari < 3 - Bunion - -
Pucat pada elevasi - - Charcot √ √
Tidak ada rambut
kaki
- -
Denyut Dorsalis Pedis Tibialis Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kuat √ √ √ √
Lemah - - - -
Hilang - - - -
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Resiko jatuh (berdasarkan Morse Scale) :
N
o
Risiko
Skala
Skor hari rawat ke
2 3 4 5 6
1 Mempunyai riwayat jatuh, baru atau dalam 3 bulan terakhir
a. tidak
b. ya
0
25
2 Diagnosis sekunder >1
a. tidak
b. ya
0
25
3 Ambulasi berjalan
a. bedrest/dibantu perawat
b. penyangga/tongkat/walker/threepot/kursi roda
c. mencengkram furniture
0
15
30
4 Terpasang IV line/pemberian antikoagulan (heparin)/obat
lain yang berefek samping jatuh
a. tidak
b. ya
0
20
5 Cara berjalan/berpindah
a. normal/bedrest/immobilisasi
b. kelelahan dan lemah
c. keterbatasan/terganggu
0
10
20
6 Status mental
a. normal/sesuai kemampuan diri
b. lupa keterbatasan diri/penurunan kesadaran
0
15
TOTAL SKOR
Ket : Skor 0 – 24 : tidak beresiko untuk jatuh
Skor 25-50 : resiko rendah, lakukan intervensi standar jatuh
Skor > 51 : resiko tinggi, lakukan intervensi jatuh resiko tinggi
Lain-lain :
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Tingkat energi :
Semua fungsi mandiri :
Aktivitas Skor
Makan/minum Keterangan :
0 = Mandiri,
1 = Memerlukan alat bantu,
2 = Memerlukan bantuan dari orang lain
3 = Memerlukan bantuandari orang lain dan alat
bantu
4 = Tergantung/tidak mampu
Tidur
Mandi
Ke toilet
Berpakaian
Oral hygiene
Hair care
Nail care
Foot care
Perineal care
Prosthesis care
Bed mobility
Berpindah
Ambulasi
olahraga
Keterbatasan aktivitas/gerak :
Frekuensi tidur :
Lain-lain :
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Keluarga yang tinggal serumah :
Perawatan di rumah dibantu oleh :
Pemanfaatan sumber komunitas :
Layanan Pra RS :
Perawatan di Rumah :
Layanan Makanan :
Lingkungan :
Hambatan Tata Ruang Rumah :
Tangga di Rumah : ada / tidak
Transportasi :
Keuangan :
Kebutuhan pengajaran sebelum pulang :
Hambatan pengajaran :
Fasilitas perawatan lanjut :
Rujukan yang direkomendasikan :
Lain-lain :
Keterangan :
PENGKAJIAN PERENCANAAN PULANG
RENCANA PEMULANGAN
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 2
LANGKAH- LANGKAH RELAKSASI
PROGRESSIV MUSCLE RELAXATION
Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan
ini semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat
kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada
tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada
tangan kanan.
Gerakan pertama
Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga
otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke
langit-langit
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan kedua
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang
terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan
ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.
Gerakaan ketiga
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan
bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-
tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian
gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
Gerakan keempat
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk
melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata,
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan
alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk
mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat
dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata
(gambar 5).
Gerakaan kelima Gerakan keenam
Gerakan kedelapan Gerakan ketujuh
Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot
rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga
ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan kesembilan (gambar 7) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan untuk
merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot
leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan
kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada
permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di
bagian belakang leher dan punggung atas.
Gerakan kesembilan
Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar
7). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta
untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian muka.
Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan
dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu
busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan
selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
membiarkan otot-otot menjadi lemas.
Gerakan Kesebelas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan keduabelas, dilakukan untuk melemaskan otototot dada. Pada gerakan ini, klien
diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian
dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal
dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi
sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.
Gerakan keduabelas
Gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan
cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang
dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal
untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini
dilakukan secara berurutan.
Gerakan ketigabelas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara
meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga otot paha terasa
tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar delapan), sedemikian
sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien
harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan
dilakukan masing-masing dua kali.
Gerakan keempat belas
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 3
BIODATA PENULIS
Nama : Ismail Fahmi
Tempat Tangggal Lahir : Jambi, 27 Juni 1984
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS POLTEKKES KEMENKES JAMBI
Orang Tua : Agus Salim
Siti Asiah
Istri dan Anak : Yuyun Peni Astri
Nafeeza Dhia Syafarana
Naysila Dhia Syafarana
Alamat Rumah : Jln. H.Badar RT.23 No.73 Kel. Pasir Putih Kec.
Jambi Selatan Kota Jambi 36139
Alamat Institusi : Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Kec.
Telanaipura Jambi.
Email : [email protected]
No Telp : 0812-8116-9571
Riwayat Pendidikaan : SD Negeri No. 89/IV Kota Jambi (1990-1996)
SMP Negeri 6 Kota Jambi (1996-1999)
SMA Negeri 2 Kota Jambi (1999-2002)
Poltekkes Jambi Jur Keperawatan (2004-2007)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(2010 – 2013)
Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013
Top Related