PREPOSISI HATTA حتى) ) DALAM TERJEMAHAN SURAH
ALI-IMRAN DAN SURAH AN-NISA: STUDI KOMPARASI
TERJEMAHAN AL-QUR’ AN
VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
Oleh:
ABDUL ROZAK
NIM: 107024001163
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
PREPOSISI HATTA حتى) ) DALAM TERJEMAHAN SURAH
ALI-IMRAN DAN SURAH AN-NISA: STUDI KOMPARASI
TERJEMAHAN AL-QUR’ AN
VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
Oleh:
ABDUL ROZAK
NIM: 107024001163
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan
gelar.
Jakarta, 09 Juni 2011
Abdul Rozak
NIM: 107024001163
ii
PREPOSISI HATTA حتى) ) DALAM TERJEMAHAN SURAH
ALI-IMRAN DAN SURAH AN-NISA:
STUDI KOMPARASI TERJEMAHAN AL-QUR’ AN
VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
ABDUL ROZAK
NIM: 107024001163
Di bawah bimbingan:
Drs. HD Sirojuddin AR, M. Ag
NIP: 19570715 198803 1001
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “.Preposisi Hatta Dalam Terjemahan Surah Ali- -Imran ( (حتى
Dan Surah An-Nisa: Studi Komparatif Terjemahan Al-qur’an Versi Mahmud
Yunus Dan H. B. Jassin. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 09 Juni 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, Kamis, 09 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Penguji,
Dr. H. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum
NIP: 1970 0505 200003 1001 NIP: 1979 1229 2005011004
Pembimbing, Penguji,
Drs. HD Sirojuddin AR, M. Ag Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag
NIP: 19570715 198803 1001 NIP: 1957 0816 199403 1001
iV
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat
rahmatNya, Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini. Skripsi ini ditulis sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Tarjamah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Drs. HD
Sirojuddin AR,M. Ag atas segala bantuan, koreksian, masukan-masukan,
bimbingan, serta waktu luang yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai
pada waktunya. Penghargaan serupa kepada Karlina Helmanita, M.Ag sebagai
dosen yang pertama kali mengajarkan tentang penelitian.
Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Ketua Jurusan Tarjamah, Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag., yang telah
banyak memberikan bantuan dan motivasi selama studi saya di jurusan Tarjamah.
Begitu juga kepada Drs. Ikhwan Azizi, M.Ag, mantan Ketua Jurusan Tarjamah,
yang telah memberikan arahan dan ilmu yang sangat berharga bagi Penulis.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen Jurusan Tarjamah
yang selalu sabar mengajarkan dan mendidik saya selama perkuliahan atau pun di
V
luar perkuliahan. Semoga ilmu dan kesabaran mereka mengalir dan menjadi amal
kebaikan yang tak pernah putus.
Keluarga tercinta, terutama kedua orang tua Penulis, Ayahanda Mardani
dan Ibunda tercinta Fatimah terima kasih atas segala doa, dukungan dan semangat
yang selalu diberikan tiada henti yang selalu memotivasi Penulis. Adik-adik dan
kakak-kakak saya terima kasih atas segala bantuan dan semangatnya.
Teman seperjuangan dan satu bimbingan, Hilman Ridha, yang selalu
memberikan semangat dan berbagi di kala suka dan duka selama pengerjaan
skripsi ini. Untuk teman-teman terhebat Penulis, Rahma, Diah Restu Fani, Aisyah,
Ismy, Sifa, Nur Ahdiani, Reza, Anas, Syukran, dan Umar, atas segala kerjasama,
pengertian dan semangatnya.
Teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah sama-sama berjuang dan saling memberikan motivasi dan juga adik-
adik jurusan Tarjamah. Dan kepada pihak-pihak lain yang terkait dalam Penulisan
skripsi ini yang belum disebutkan namanya. Hanya Allah sang pembalas
keikhlasan dan ketulusan.
Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis
maupun pembaca. Penulis juga menyadari akan banyaknya kekurangan pada
penyusunan skripsi ini, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
Penulis harapkan
Jakarta, 20 Juni 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL....................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................... 9
D. Metodologi Penelitian..................................................................... 10
E. Sistematika Penulis......................................................................... 11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Penerjemahan................................................................................12
1. Pengertian Penerjemahan...........................................................12
2. Metode Penerjemahan Al-Qur’an..............................................13
3. Cara menerjemahkan Al-Qur’an.................................................14
B. Sintaksis……..................................................................................18
1. Pengertian...................................................................................18
2. Penggunaan kata………………………………………………..19
a. Adverbia ……………………………………………………19
b. Konjungsi……………………………………………………22
c. Preposisi……………………………………………………..23
C. Pembagian kelas kata dari morfologi…………………………..24
1. Fonem…………………………………………………………24
2. Leksem………………………………………………………...24
3. Kata……………………………………………………………25
4. Frase…………………………………………………………...25
5. Klausa……………………………………………...………….26
viii
6. Kalimat………………………………………………………..27
D. Makna Konjungsi dalam Bahasa Indonesia.................................24
1. Sehingga................................................................................24
2. Sampai...................................................................................24
3. Bahkan...................................................................................26
4. Supaya...................................................................................26
5. Agar/supaya..........................................................................26
6. Kecuali..................................................................................26
7. Sebelum.................................................................................28
BAB III GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENERJEMAHAN AL-QUR’
AN MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
A. Penerjemahan Al-Qur’ an Mahmud Yunus............................30
1. Riwayat Hidup Mahmud Yunus.............................................30
2. Karya Tulis Mahmud Yunus .................................................31
3. Metode Tafsir Mahmud Yunus..............................................34
4. Corak Tafsir Mahmud Yunus.................................................35
B. Penerjemahan Al-Qur’an H.B.Jassin.......................................37
1. Riwayat Hidup H.B.Jassin.......................................................37
2. Karya Tulis H.B.Jassin.............................................................38
3. Cara kerja H.B.Jassin dalam menerjemahkan Al-Quran..........40
4. Hambatan-hambatan dan Tanggapan Tokoh Penerjemah
Al-Quran Terhadap Terjemahan Al-Quran............................ 40
BAB IV ANALISIS PREPOSISI MENURUT MAHMUD YUNUS DAN H.B.
JASSIN DALAM SURAH ALI-IMRAN DAN AN-NISA..43
Ayat yang mengandung preposisi حتى dalam Al-Qur’an terjemahan
Mahmud Yunus dan H.B Jassin...........................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................63
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................67
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam bermasyarakat kita sering
mengucapkan perkatan yang belum sesuai dengan kaidah bahasa itu sendiri. Karena
tidak semua masyarakat mengenal kaidah berbahasa yang baik, hal ini menyebabkan
terjadinya fenomena ketimpangan dalam berkomunikasi antara kelas atas dengan
kelas bawah.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar
tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-
pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar
komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim
bahasa harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan
identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan
adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi
2
dengan bendanya. Seiring dengan berkembangnya waktu sehingga bahasa itu dapat
berubah dengan sendirinya.
Bahasa menjadi suatu kajian tersendiri yang disebut ilmu linguistik, dibidang
ilmu linguistik terdiri ilmu penunjang lainnya antara lain morfologi, fonologi,
sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Sintaksis menurut Chaer adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata
dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.1
Sintaksis menurut Verhaar adalah cabang tata bahasa yang membahas
hubungan antar kata dalam ucapan.2
Dari beberapa pendapat ahli dapat kita simpulkan bahwa bahasa bertujuan
mengkaji hubungan antar kata dalam suatu kontruksi. Sintaksis mengkaji hubungan
kata yang satu dengan kata yang lainnya pada suatu kontruksi. Baik kontruksi yang
dimaksud berbentuk kalimat, klausa, atau hanya sekedar frasa. Kajian tentang
hubungan antar kata di dalamnya disebut sintaksis.
Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu
kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
1 Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka cipta, 2009) hal. 8
2 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, (Malang: Miskat, 2004), hal.38
3
Sistem gramatikal biasanya dibagi atas subsistem gramatikal biasanya dibagi
atas subsistem morfologi dan subsisten sintaksis. Subsistem morfologi membicarakan
pembentukan kata dari satu-satuan yang lebih terkecil, yang lazim disebut morfem
menjadi satuan yang satuannya lebih tinggi yang siap digunakan dalam subsistem
sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu
kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.3
Sintaksis merupakan cabang ilmu yang mengkaji hubungan antar kata
(kalimah), frasa(tarkib), dan kalimat (jumlah). Namun, setidaknya sintaksis dalam
bahasa Arab yaitu ilmu nahu yaitu menentukan hubungan antar kata (kalimah) dalam
suatu kontruksi (kalam dan jumlah).
Dengan adanya acuan tentang sintaksis seorang pembaca menjadi tertarik
untuk mengerti betapa pentingnya artian sebuah kata, yang kemudian berubah
menjadi sebuah kata yang kaya dalam artian sebuah bahasa.
Preposisi dalam bahasa Arab itu berupa jar pada asalnya ditandai dengan
kasrah. Tapi diganti oleh ya pada isim musanna, jama mudzakkar salim dan asma‟
khamsah. Dan diganti dengan fathah pada isim-isim yang tidak menerima tanwin jika
tidak dimasuki „al‟ ال dan tidak idhafat.
3 Abdul Chaer , Sintaksis Bahasa Indonesia, hal. 3
4
Jar dan majrurnya itu berhubungan dengan muta‟ aliq (kata atau keterangan
sebelumnya). Muta‟ liq zharaf atau jar majrur adalah fi‟il atau yang berarti fi‟ il
seperti masdar, isim fai‟ il, isim maf‟ ul, sifat musyabbahat dan isim tafdhil.
Muta‟aliq tersebut harus dibuang apabila merupakan sifat yang umum, yaitu yang
dapat dipahami tanpa menyebutkannya.4
Merupakan salah satu unsur bahasa yang dapat dijumpai pada hampir setiap
bahasa. Preposisi digolongkan ke dalam kelompok partikel karena memiliki ciri-ciri
yang sama dengan partikel, yaitu unsur yang relatif, tidak mengalami perubahan dan
tidak menerima unsur lain dalam bentuknya. Selain itu, preposisi juga tidak pernah
berfungsi sebagai subjek, partikel, objek atau keterangan dalam kalimat.
Preposisi tersebut dapat dibentuk frase preposisional. Unsur yang mengikuti
preposisi akan menduduki fungsi tertentu dalam kalimat setelah bergabung dengan
kata lain atau kelompok kata membentuk frase eksosentris. Frasa eksosentris adalah
frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan salah satu unsurnya.5
Frasa eksosentris biasanya dibedakan atas frasa eksosentris yang direktif dan
frasa eksosentris yang non-direktif. Frasa eksosentris yang direktif komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti sehingga, bahkan, dan akibatnya, berupa kata
atau kelompok kata, yang biasanya berkatagori nomina. Karena komponen
pertamanya berupa preposisi, maka frasa eksosentrik yang direktif ini lazim juga
disebut frase preposisional.
4 Mustofa Tomum Mahmud Afandi Umar Sulthon Bek Muhammad, Terj. Kaidah Tata
Bahasa Arab, (Jakarta: Daruul Ulum Press). Hal 288 5 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, hal.38
5
Frasa eksosentrik yang non-direktif komponen pertamanya berupa artikulus,
seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kum sedangkan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba.6
Preposisi merupakan unsur bahasa yang tidak memiliki makna leksikal, tetapi
memiliki makna gramatikal. Preposisi adalah frase yang penghubungnya menduduki
posisi di bagian depan.7
Antara preposisi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab tidak ada
perbedaan dalam menyusun sebuah kalimat tetapi, kalau preposisi bahasa Arab
meliputi pada kata sebelumnya dan kata yang sesudahnya. Pembahasan yang akan
dibahas apakah preposisi hatta حتى) ) dalam bahasa Arab selalu diartikan sehingga,
dan apakah hatta حتى) ) juga bisa diartikan sampai.
Preposisi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah harf al-jarr. Preposisi
bahasa Arab sangat menarik untuk dianalisis, karena memiliki keunikan-keunikan.
Preposisi yang hanya terdiri dari satu huruf, yaitu ka „seperti‟, li „untuk‟, ta „demi‟,
„hatta‟ „sehingga‟ dan bi „dengan‟,. Selain itu preposisi bahasa Arab menyebabkan
kata yang mengikutinya berkasus majrur dan genetif.
Sepanjang sejarah, terjemahan telah membuat komunikasi, seseorang dapat
mempertimbangkan terjemahan ilmu; praktis, tampaknya rasional untuk menganggap
seni. Namun, terlepas dari apakah orang menganggap terjemahan sebagai seni, ilmu
6 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h.226.
7 Henry Guntur Tariga, Pengajaran Sintaksis (Bandung:Angkasa, tt), h. 94.
6
pengetahuan, atau kerajinan, orang harus ingat bahwa terjemahan yang baik harus
memenuhi fungsi yang sama.
Penerjemahan adalah suatu proses transfer, yang bertujuan pada transformasi
teks ditulis ke dalam sebuah teks optimal setara, dan yang memerlukan sintaksis,
semantik dan pemahaman pragmatis dan pengolahan analitis.
Dengan adanya berbagai macam terjemahan pada ayat Al-Qur‟ an sehingga
ada pula perbedaan kosakata pada ayat tersebut sehingga muncullah perbedaan arti
kata dalam ayat Al-Qur‟ an, dengan meningkatnya ilmu kajian bahasa seseorang
dapat mengartikan suatu bahasa pada landasan ilmu tentang tata bahasa.
Al-Qur‟an diturunkan dengan bahasa Arab, untuk itu setiap muslim
mempunyai keinginan untuk dapat membaca dan memahami Al-Qur‟ an dalam
bahasanya yang asli. Tetapi, Karena tiap orang itu tidak mempunyai kemampuan atau
kesempatan yang sama, maka diperlukan terjemahan Al-Qur‟ an dari bahasa Arab ke
bahasa Indonesia. Terjemahan ini merupakan salah satu cara untuk masyarakat
muslim non Arab yang belum memahami Al-Qur‟ an, disebabkan kesulitan bahasa.
Masyarakat muslim non Arab dapat memahami Al-Qur‟ an dengan baik
apabila dapat memahami partikel dalam kaidah bahasa. Partikel hatta memiliki tiga
perbedaan, yaitu hatta dapat menjelaskan isim zhair, menjelaskan masdar mua‟ wal
dan harfu athaf.8
8 Muhammad Ali-Sultan, Al-Adawat An-Nahwiyah, (Suria: Dasar Ash-Shamani, 2000), h. 42
7
معنى وعمال (الى)هي بمنزلت : الجا رة لالسم الظا هر
„‟Mengjarkan ismi zhahir yaitu posisi makna dan kerjaannya sama seperti ila.9
Contoh:
Artinya:‟‟ sampai kamu masuk ke dalam kubur.‟‟
Contoh preposisi hatta حتى) ) menurut Al-Imam Yahya Al-Imrani seperti
dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” disebutkan :
رج وقتها وجب عليه قضاءهاخومن وجبت عليه الصالة فلم يصلها حتى
Artinya: Barangsiapa yang diwajibkan shalat, maka ia tidak melakukan sampai
keluar (habis) waktunya, maka wajib atasnya mengqada salatnya.10
Contoh preposisi hatta حتى) ) lainnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
seperti yang dikutip dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” yaitu:
سىرة فيها سجدة فيسجد ونسجد معه حتى ما أ القران فيقرأان النبي صلى اهلل عليه وسلم كان يقر
يجد بعضنا مىضعا لمكان جبهته
Artinya: „‟Sesungguhnya Nabi SAW, sedang membaca Al-Qur‟an, maka beliau
membacakan surat yang di dalamnya terdapat ayat sajadah, beliau dan kami
bersujud bersama beliau, sehingga tidak mendapatkan sebagian dari kami suatu
tempat untuk dahinya,‟‟ 11
Jadi, partikel hatta juga berfungsi sebagai harfu nasb, yaitu menasabkan fi‟ il
mudari dengan an yang di simpan, dengan syarat fi‟ il mudari tersebut menunjukkan
9 Muhammad Ali-Sultan, Al-Adawat An-Nahwiyah, hal. 42
10 Syarif Mursal Al-Batawi, Deskripsi Salat dan Qada, Bogor: Persilaan Assafinah, 2010,
Cet-1, h. 128 11
Syarif Mursal Al-Batawi, Deskripsi Salat dan Qada, .h. 105
8
zaman istiqbal (masa yang akan datang). Disamping itu pula partikel hatta dapat
berfungsi sebagai harfu jar dan harfu nasab, hatta juga berfungsi sebagai huruf athaf,
yang mana posisi ma, tuf harus mengikuti ma‟ tuf ilaih. Baik dalam bentuk
merafakan, menasabkan.
Dari ketiga fungsi di atas kita dapat melihat adanya perbedaan makna partikel
hatta dalam padanan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan banyaknya makna dalam
mengartikan partikel hatta, sesuai dengan maksud kalimat itu sendiri. Partikel hatta
mempunyai banyak makna yang mana hal ini juga sangat berpengaruh dalam
penerjemahan bahasa Indonesia.
Dari contoh-contoh dan uraian di atas jelas bahwa harfu hatta berfungsi dapat
menjarkan isim, dapat menashabkan fi‟il mudhari dan dapat sebagai harfu ‟athaf.
Dilatar belakangi uraian di atas, maka Penulis ingin mengangkatnya dalam
sebuah judul:
PREPOSISI HATTA حتى) ) DALAM TERJEMAHAN SURAH ALI-
IMRAN DAN SURAH AN-NISA: STUDI KOMPARASI TERJEMAHAN AL-
QUR’AN VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka Penulis membatasi masalah pada
penerjemahan kata hatta حتى) ) versi Mahmud Yunus dan penerjemahan kata
hatta حتى) ) versi H.B. Jassin pada surah Ali-Imran dan Surah An-Nisa.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan
dikaji adalah sebagai berikut:
a. Ada berapakah jumlah kata preposisi حتى ) ) dalam surah Ali Imran dan surah
An-Nisa?
b. Ada berapa bentuk atau arti penerjemahan hatta حتى) ) dalam Al-Qur‟an
terjemahan Mahmud Yunus dan H. B. Jassin?
c. Dari kedua terjemahan dua surah tersebut, mana yang penerjemahan hatta
?paling tepat dengan sesuai tuturan Bsa ( (حتى
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulis skripsi ini adalah:
1. Mengetahui tentang penerjemahan padanan preposisi hatta حتى) ) dalam
penerjemahan Al-Qur‟an surah Ali Imran dan An-Nisa versi Mahmud Yunus
dan H. B. Jassin.
2. Sebagai usaha menjaga dan memelihara penerjemahan dalam Al-Qur‟an.
10
Sedangkan manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi:
1. Manfaat Bagi Akademisi
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, ide atau
gagasan untuk menambah literatur atau bahan, referensi pada perpustakaan
fakultas adab dan humaniora
2. Bagi Penulis
Dengan kajian ini Penulis dapat menambah wawasan keilmuan dan
memperkaya khazanah mengenai padanan preposisi hatta حتى) ) dalam bahasa
Indonesia
3. Bagi Praktisi
Kajian ini diharapkan dapat menjadi saran dalam mengembangkan tentang
kaidah dalam berbahasa agar mudah dipahami oleh masyarakat umum.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan skripsi ini, Penulis memilih metode kualitatif dan metode
deskripsi analisis, yakni dengan menggunakan dan menjelaskan permasalahan
yang didasari oleh sumber-sumber yang terkumpul. Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan cara studi pustaka. Dalam metodologi ini akan mempermudah
penulis dalam mengkaji sebuah bahasa dan akan timbul pengalaman yang sangat
luas dalam bidang penerjemahan.
11
2. Metode Pembahasan
Penulis melakukan analisa data-data tersebut, selanjutnya mengadakan
perbandingan atas penerjemahan yang satu dengan yang lain, lalu Penulis
menentukan sikap atau pendapat sebagai kesimpulan.
Sementara teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Yang diterbitkan oleh
CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Merunjuk pada semua yang dituliskan di atas dan metode yang digunakan,
serta untuk mempermudah Penulisa skripsi, agar memudahkan pembahasan penulis
skripsi ini. Dibagi menjadi lima bab yang di susun sebagai berikut:
Bab I. Berisi latar belakang masalah permasalahn, tujuan dan kegunaan
penelitian, sumber dan data prosedur kerja.
Bab II. Berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan preposisi hatta حتى) )
Bab III. Berisi kerangka teori yang terdiri dari wawasan sintaksis preposisi
dalam bahasa Indonesia-Arab dan pembagian kelas kata dalam
morfologi
Bab IV. Berisi tentang analisis data-data padanan preposisi hatta حتى dalam
bahasa Indonesia.
Bab V. Berisi kesimpulan dan saran-saran dari Penulis.
Terakhir sekali Penulis akan mencantumkan daftar pustaka yang digunakan
sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi ini.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penerjemahan
1. Pengertian Terjemahan
Kata terjemahan berasal dari kata „‟terjemah‟‟ dapat diartikan sebagai
kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata terjemah berarti alih bahasa dari satu bahasa ke
bahasa yang lain.12
Secarah harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan sesuatu
pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.13
Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, kata terjemah digunakan untuk dua
macam pengertian, yaitu:
1. Mengalih atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa
lain, tanpa menerangkan makna asal yang diterjemahkan.
2. Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang
terkandung dalamnya, dengan menggunakan bahasa lain.14
Secara etimologis, istilah terjemah menurut Az-Zarqani memiliki empat
makna, yakni:
a. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
12
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), h. 1492 13
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusat Pembinaan
Bahasa Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan, 1989), h. 938 14
Muhammad Husayn al-Dzahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun, (t, k; t, p, 1976), h. 23
13
b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama misalnya bahasa Arab
dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan
bahasa Indonesia pula.
c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab
dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya.
d. Memindahkan tuturan dari suatu bahasa ke bahasa lain seperti mengalihkan
bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Karena itu, penerjemah disebut pula
pengalih bahasa.
Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai
mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi
seluruh makna dan maksud tuturan itu.15
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terjemah adalah memindahkan Bahasa Sumber
ke Bahasa Sasaran dengan memperhatikan maksud yang terkandung di dalam Bahasa
Sumber atau dengan kata lain mengalih suatu serangkaian pembicaraan dari bahasa
satu ke bahasa lain, dengan tujuan memahami maksud yang terkandung di dalam
bahasa asal. Terjemahan dapat diartikan sebagai mengganti teks dari suatu bahasa ke
bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.
2. Metode Penerjemahan Al-Quran
Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam
15
Syihabuddin, Penerjemahan Arab- Indonesia (Teori dan praktek), (Bandung: Humaniora,
2005), h. 8
14
bahasa penerima.16
Sehingga merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau
pernyataan yang tertulis dalam satu bahasa dengan berupa pesan atau pernyataan
yang sama dengan bahasa lain".
Metode penerjemahan bisa diartikan cara melakukan penerjemahan dan
rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.17
Metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana
dalam pelaksanaan penerjemahan.18
Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan
menerjemahkan diperlukan kehati-hatian, karena kesalahan dalam satu tahap akan
menimbulkan kesalahan dalam tahap lainnya. Apabila hal ini terjadi, maka
terjemahan yang dihasilkan akan mengandung kesalahan-kesalahan.
3. Cara penerjemahan Al-Quran
Cara menerjemahkan Al-Qur‟an ke dalam bahasa Indonesia yang baik yaitu
dengan melalui beberapa tahapan.19
Terjemahan terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) terjemahan harfiah,
ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang
sedikit pun dari bentuk lahiriah Bahasa Sumber, (2) terjemahan bahasa, yaitu
terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi
tujuannya adalah mengungkapkan sari ide atau maksud yang terkandung dalam
16
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (teori dan Praktek), h. 68 17
Frans Sayogi, Teori dan Praktek Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia,
(Tanggerang: Pustaka Anak Negri, 2009), h. 89 18
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), h. 83 19
Alam Datuk Tombak, Metode Menerjemahkan Al-quran karim 100 kali pandai, (Jakarta:
Rineka cipta, 1992), h. 5
15
naskah asli, dan (3) terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang mengarah pada
kesepadanan anatara Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran.
Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti kata: (1) Terjemah Harfiah,
yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari
bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan
susunan dan tertib bahasa pertama, (2) Terjemahan Tafsiriyah atau Terjemahan
Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat
dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.20
Jadi, metode penerjemahan adalah cara memindahkan makna dari satu unit
bahasa ke bahasa yang lain.
Ada beberapa metode dan jenis terjemahan yang diterapkan dalam praktik
menerjemahkan. Hal ini disebabkan adannya beberapa faktor:
1. Adanya perbedaan beberapa sistem antara Bahasa Sumber dengan Bahasa
Sasaran.
2. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan.
3. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi.
4. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks.
Dalam proses menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tersebut
tidak selalu berdiri sendiri, dalam artian bahwa ada kemungkinan seorang penerjemah
20
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2001), h. 443
16
menetapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam proses penerjemahan
sebuah teks.21
Adapun beberapa metode atau cara penerjemahan itu yakni:
a. Penejemahan Kata Demi Kata
Dalam penerjemahan kata per kata, sering disebut Interlinear Translation,
yaitu susunan kata Bahasa Sumber (BSu) dipertahankan dan kata-kata
diterjemahkan satu per satu dengan makna yang paling umum, di luar konteks.
Kata-kata kultural diterjemahkan secara harfiah.
b. Penerjemahan Harfiah
Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal Bahasa
Sumber dikonversikan ke padanan bahasa sasaran yang paling dekat tetapi
kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia ini berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual
Bahasa Sumber yang tepat dalam melaksanakan hal itu, penerjemahan akan
berhadapan dengan kendala struktur gramatikal Bahasa Sasaran. Dengan
menggunakan metode ini penerjemah mentransfer kata-kata kultural dan
mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal
(penyimpangan dari norma-norma Bahasa Sumber) dalam penerjemahan.
21
M. Rudolf, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris ,(Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), cet
ke 1, h. 29
17
d. Penerjemahan Semantik
Berbeda antara penerjemahan setia dan penerjemahan semantik adalah bahwa
metode setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan
metode semantik lebih luas.
e. Saduran
Metode ini merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya
jenis ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi yang dimana tema,
karakter, dan alur dipertahankan.
f. Penerjemahan Bebas
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan
mengorbankan bentuk teks Bahasa Sumber. Biasanya metode ini berbentuk
paraphrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan
biasa dipakai di kalangan media massa.
g. Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks Bahasa Sumber, tetapi
sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang
tidak didapati pada versi aslinya.
18
h. Penerjemahan Komunikasi
Berupaya memberikan makna kontekstual Bahasa Sumber yang tepat
sedemikian rupa sehingga isinya dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti
oleh pembaca.22
Jadi, penerjemahan adalah merupakan usaha untuk menyatakan kembali ide
dari satu bahasa ke bahasa lain. Penerjemahan mengimplikasikan adanya dua bahasa,
yakni Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran. Bahasa Sumber adalah bahasa teks yang
diterjemahkan dan Bahasa Sasaran adalah bahasa teks hasil terjemahan. Jadi, kita
menerjemahkan teks Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka bahasa Arab adalah
Bahasa Sumber dan bahasa Indonesia merupakan Bahasa Sasarannya.
B. Sintaksis
1. Pengertian Sintaksis
Sintaksis dalam bahasa Yunani: Sun + Tattern = mengatur bersama-sama
adalah bagian dari tatabahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses
pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.23
Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam
bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.24
22
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2007), h.14-17
23 Gorys keraf, Tata Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT. Nusa Indah, 1969), h. 137
19
Sintaksis adalah kata sifat yang berasal dari kata benda.25
Sintaksis
membicarakan seluk-beluk frase dan kalimat.26
Sintaksis bisa diartikan ilmu tata
kalimat. Dalam sintaksis dibahas hubungan antara kata, frase, dan klausa.27
Sintaksis
menelaah struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga
kalimat.28
Jadi sintaksis itu ilmu yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata
dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas
bagian-bagiannya.
2. Penggunaan Kata
a. Adverbia
Adverbia adalah unsur bahasa yang menerangkan verba pada umumya,
sebagai adjektiva, dan adverbia itu sendiri.29
Kata keterangan adalah kategori yang
24
M.Ramlan, Ilmu bahasa Indonesia “Sintaksis”, (Yogyakarta: CV.Karyono,) Cet. Ke-3,
h.17 25
J, W. M. Verhaar, Pengantar Lingustik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1995), h. 9 26
Ruswan Suwani M. S. Dkk, Struk Bahasa Bonai,. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,1985), h. 49 27
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , h. 131 28
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik, (Jakarta: Gramedia,
2007), h. 123 29
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,
(Bandung: PT Refika Aditama:, 2006), cet ke-2, h.45
20
dapat mendamping adjektifa, numeralia, atau proposisi dalam kontruksi sintaksis,
adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, atau kalimat.30
Adverbia dapat diartikan juga sebagai kata yang secara sintaksis berfungsi
memberikan penjelasan kepada verba, atau adjektifa31
Adverbia dapat terdiri atas suatu morfem dan dapat terdiri atas dua morfem
atau lebih.32
Berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan atas delapan
bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Adverbia kualitatif adalah adverbial yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Yang termasuk adverbia ini
adalah kata-kata, seperti paling, sangat, lebih dan kurang.
2. Adverbia kuantitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan jumlah. Yang termasuk adverbia ini antara lain, kata
banyak, sedikit, kira-kira dan cukup.
3. Adverbia limitative adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan pembatasan. Kata-kata, seperti hanya, saja dan sekadar
termasuk contoh adverbia ini.
30
Abdul Muthalib,dkk, Tata Bahasa Mandar, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1992), cet. ke-1, h. 148 31
Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, (Jakarta: Pusat Pembinaaan dan
Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, h.. 62
32 Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pusat, 1988), h. 223
21
4. Adverbia frekuentatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan
adverbia itu. Kata-kata yang tergolong dalam adverbia ini adalah selalu,
sering, jarang dan kadang-kadang.
5. Adverbia kewaktuan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbia
itu. Yang termasuk adverbia ini ialah bentu, seperti baru dan segera
6. Adverbia kecaraan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan bagaimana peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu
berlangsung atau terjadi. Yang termasuk adverbia kecaraan ini adalah bentuk-
bentuk, seperti diam-diam, secepatnya, dan pelan-pelan.
7. Adverbia konstraktif adalah adverbia yang menggambarkan pertentangan
dengan makna kata atau hal yang dinyatakan sebelumnya. Yang termasuk
adverbia konstraktif adalah bahkan, malahan dan justru.
8. Adverbia keniscayaan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya
hal/peristiwa yang dijelaskan adverbia keniscayaan adalah niscaya, pasti dan
tentu.
Ada 4 macam posisi adverbia yaitu :
a. Yang mendahului kata yang diterangkan.
b. Yang mengikuti kata yang diterangkan.
22
c. Yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan.
d. Yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan.
Dari segi bentuknya, adverbia dapat dibedakan atas adverbia tunggal dan
adverbia gabungan, yaitu:
a. Adverbia tunggal dapat dirinci menjadi adverbia yang berupa
(1) Kata dasar, seperti baru, hanya, lebih, hampir, saja, sangat, segera,
selalu, senantia
(2) Kata berafiks, seperti sebaiknya, sebenarnya, sesungguhnya, agaknya,
biasanya, rupanya, dan
(3) Kata ulang, seperti diam-diam, lekas-lekas, pelan-pelan, tinggi-tinggi
b. Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar. Kedua
kata dasar yang merupakan adverbia gabungan ada yang berdampingan dan
ada pula yang tidak berdampingan.33
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
adverbia adalah unsur bahasa yang memberikan keterangan pada verba adjektiva atau
kalimat.
b. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang berfungsi sebagai pemarkah hubungan
antara kata, frasa, klausa, atau kalimat34
33 Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), PT. Refika Aditama,:
Bandung, 2007, h.83-85
23
Konjungsi dapat diartikan pula sebagai kategori yang menghubungkan kata
dengan kata, klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan
paragraf.35
Menurut Fatimah Djajasudarma, Konjungsi adalah kata sambung yang
berfungsi menghubungkan dua unsur atau lebih pada tataran sintaksis (frase, klausa,
dan kalimat).36
Dalam buku lain, kojungsi atau kata sambung adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih.37
Jadi dapat disimpulkan, konjungsi adalah kata atau ungkapan yang
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan
frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat.
c. Preposisi
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang
mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.38
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional.39
34
Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, h.66 35
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka cipta, 2009) hal. 81 36
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h.51 37
Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h. 235 38
Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h.154 39 Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, hal.223
24
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lainnya, terutama
nomina sehingga berbentuk frase eksosentris direktif.40
Preposisi dapat diartikan sebagai kategori yang terletak di sebelah kiri nomina
sehingga terbentuk sebuah frase eksosentrik untuk mengisi fungsi keterangan dalam
sebuah klausa atau kaliamat.41
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang
mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.42
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional.43
Jadi, preposisi adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau bagian kalimat
dan biasanya diikuti oleh kata kerja. Preposisi bisa berbentuk kata, misalnya di dan
untuk, atau gabungan kata, misalnya bersama atau sampai dengan.
C. Pembagian kelas kata dari morfologi
1. Fonem
Fonem adalah suatu bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras
makna.44
Fonem merupakan satuan hasil penyarian atau abstraksi dari bunyi-
bunyi ujaran yang diucapkan oleh para penutur.45
40
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h. 49 41
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 108 42
Abdul Mutholib, dkk, Tata Bahasa Mandar, h. 154 43 Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, hal.223 44
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.205
25
Jadi, fonem dapat diartikan sebagai bunyi makna yang bermakna satuan.
2. Leksem
Leksem adalah morfem yang mempunyai makna dasar. Leksem merupakan
satuan terkecil dari leksikon. Leksem adalah unsur terkecil yang memiliki
makna leksikal. Leksem secara gramatikal adalah penyesuaian jenis pada
kasusnya.
Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai
bentuk inflektif suatu kata atau satuan bermakna yang membentuk kata dan
satuan terkecil dari leksikon. Leksem dapat diartikan sebagai suatu kata yang
terkecil dalam kamus yang berbentuk abstrak. Jadi, leksem adalah satuan dasar
dari leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Leksem ini
merupakan bahasa dasar yang setelah mengalami proses gramatikal.
3. Kata
Kata secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar
dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis.
Kata adalah unsur terkecil yang memiliki makna yang utuh dan memiliki kelas
dan fungsi.46
Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk
dasar (yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan
morfem) melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi atau komposisi.
45
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami
linguistic, Jakarta: PT. Gramedia pustaka utama, 2007, h. 161 46
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 38
26
Kata adalah kata dapat digolongkan atas dua jenis besar, yaitu partikel dan kata
penuh. Partikel adalah kata yang jumlahnya terbatas, biasanya tidak mengalami
proses morfologi. Kata penuh adalah kata yang mempunyai ciri yang
berlawanan dengan partikel, yang terutama adalah maknanya bersifat
leksikal.47
Jadi, kata adalah unsur terkecil yang masih berdiri sendiri. Satuan kata yang
terbesar dalam morfologi dan satuan kata yang terkecil dalam sintaksis.
4. Frase
Frase adalah satuan lingustik yang secara potensial merupakan gabungan dua
kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (cook, 1971:91; elson
dan pickett, 1969:73). Ramlan (1996:151) mengatakan, bahwa frase adalah
satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampui
batas fungsi unsur klausa.48
Frasa dapat digolongkan berdasarkan macam strukturnya, yaitu frasa
eksosentris yaitu frasa yang salah satu pembentuknya berbentuk preposisi dan
frasa endosentris yaitu frasa yang mempunyai induk.49
Jadi, frasa adalah rangkaian kata yang tidak mengandung unsur predifikasi.
Frasa juga sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat atau bersifat non-predikatif.
47
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami
linguistic, h. 130 48
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 49
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami
linguistic, h. 131
27
5. Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat Cook,
1971:65; Elson dan pickett, 1969:162). Ramlan (1996:89) dan Kridalaksana
(1985:151) mengemukakan, bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa
gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dapat pula
dikatakan, bahwa klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi
bagian dari kaliamt majemuk.50
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di
bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikat.51
Klausa dapat digolongkan berdasarkan distribusi satuannya yaitu klausa bebas
adalah kalusa yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat. Dan klausa terikat
yakni klausa yang tidak dapat bersendiri sebagai kalimat.52
Jadi, klausa adalah rangkaian dua kata atau lebih yang menganndung
predifikasi.
6. Kalimat
Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan
pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.53
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook, 1971:39-40;
50
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 51
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 41 52
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami
linguistic, h. 131 53
Anton M. Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo Tata bahasa baku bahasa Indonesia
Jakarta: Balai Pustaka dan Yogyakarta: Gajah mada, 1988) h. 254, cet.1
28
Elson dan Pickett 1969:82) Ramlan (1996:27) mengatakan bahwa, kalimat
adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada turun atau naik.54
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final.55
Jadi, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konsituen dasar yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi bila diperlukan serta disertai
dengan intonasi final karena kalimat merupakan satuan bahasa yang langsung
digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya
dilakukan oleh manusia.
D. Makna Konjungsi dalam Bahasa Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ada beberapa konjungsi, yaitu:56
1. Sehingga
Sehingga artinya kata penghubung untuk menandai akibat.
2. Sampai
1) Sampai artinya mencapai; datang; tiba.
Contoh: Akhirnya perahu kami sampai di pantai dengan selamat
Kami sampai di Bandung malam hari
54
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 55
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h.44 56
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), h. 890
29
2) Sampai artinya mencapai; terlaksana.
Contoh: Mudah-mudahan cita-citamu sampai
3) Sampai artinya cukup
Contoh: Gaji kami tidak sampai untuk hidup satu bulan57
3. Bahkan
Bahkan artinya kata penghubung kalimat dengan kalimat untuk menyatakan
penguatan.
Contoh: Serangannya bukan bekurang bahkan lebih genjar58
4. Supaya
Supaya artinya kata penghubung untuk menandai tujuan atau harapan.
Contoh: Ia minum obat supaya lekas sembuh59
5. Agar/supaya
Agar
Agar artinya kata pnghubung untuk menandai harapan, supaya.
Contoh: Kita sebaiknya banyak makan sayuran agar selalu sehat60
Supaya
Supaya artinya kata penghubung untuk menandai tujuan atau harapan ,
maksudnya, hendaknya.
Contoh: Ia minum obat supaya lekas sembuh61
57
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 871-
872 58
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 78 59
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 977 60
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 10
30
6. Kecuali
a. Kecuali artinya tidak termasuk (di golongan, aturan, dsb yang umum)
yang selain dari yang lain dari pada tidak ada yang menghiraukannya.
Contoh: kecuali keluarganya sendiri
b. Kecuali artinya hanya melainkan (hanya) yang lain tidak perlu di garap
sekarang.
Contoh: kecuali yang perlu-perlu saja62
7. Sebelum
Sebelum artinya ketika belum terjadi; lebih dahulu dari (suatu pekerjaan,
keadaan) semasih belum.
Contoh: Sebelum tidur periksalah pintu dan jendela63
61
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 977 62
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h. 460 63
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 113
31
BAB III
GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENERJEMAHAN AL-QUR’ AN
MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
A. Penerjemahan Al-Qur’an Mahmud Yunus
1. Riwayat Hidup Mahmud Yunus
Mahmud Yunus lahir pada hari Sabtu 10 Febuari 1899 M di desa
Surigayang, Batusangkar, dan Sumatra Barat. Pendidikan Mahmud Yunus
dimulai sejak kecil ketika berumur 7 tahun. Beliau mulai belajar membaca Al
Qur‟an di bawah bimbingan kakeknya M. Thahir (Engku Gandang). Kemudian
setelah menamatkan Al-Qur‟an ia menggantikan kakeknya sebagai guru. Dua
tahun berikutnya ia melanjutkan studi ke Sekolah Desa dan kemudian
meneruskan ke madras school dan mulai memperbaharui sistem kegiatan belajar
mengajar dengan menambah sistem halaqoh.
Di samping sebagi guru, Mamud Yunus juga melakukan kegiatan-kegiatan
penting lainnya seperti mewakili Syekh HM. Thalib (pemimpin madrasah)
menghadiri rapat akbar alim ulama seluruh Minagkabau (tahun 1919). Selain itu
beliau juga mendirikan Perkumpulan Pelajar-pelajar Islam Batu Sangkat dengan
nama „‟Sumatra Thawalib‟‟, dan pada tahun 1920 perkumpulan ini telah
menerbitkan Majalah Islam al-Basyir di bawah asuhan Mamud Yunus. Dari
semua kegiatan tersebut timbul semangat untuk belajar ke Mesir, namun gagal
32
karena tidak memperoleh visa dari konsul Inggris, tetapi pada bulan Maret 1923
Mahmud Yunus menunaikan ibadah haji lewat Penang, Malaysia.
Ketika berusia 25 tahun beliau melanjutkan studinya ke Universitas Kairo
dan berhasil memperoleh Syahadah Alamiyah. Kemudian pada tahun 1926
sampai 1930 belajar di madrasah Darul Ulum Ulya. Sebagia orang Indonesia yang
pertama kali memasuki Madrasah ini beliau harus bersusah payah untuk dapat
bersekolah di Madrasah ini. Beliau mengambil takhashush (spesialis) tadris
sampai memperoleh ijasah tadris.64
Setelah di Mesir dan Kairo beliau kembali ke Indonesia untuk
memperbarui madrasah yang pernah dipimpinnya di Sungayang dengan nama al-
Jam‟iyah al-Islamiyah, kemudian beliau mendirikan sebuah sekolah yang
mendahulukan ilmu pengetahuan agama dan umum yakni Normal Islam.
Madrasah inilah yang pertama kali memiliki laboratorium untuk fisika dan kimia
di Sumatera Barat. Selain itu, Mahmud juga berkecimpung di bidang jurnalistik,
yakni mempelopori berdirinya berbagai majalah di Sumatra Barat, seperti al-
Basyir.
2. Karya Tulis Mahmud Yunus
Selain sebagai seorang mufassir, Mahmud Yunus juga banyak menulis
buku, terutama buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak, termasuk pula tafsir
dan terjemah Al-Qur‟an, di antaranya yaitu:
64
Dipoloma guru atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah akta 4
33
1. Tafsir Al-Qur‟an tamat 30 juzz, tahun 1938.
2. Terjemahan Al-Qur‟an Tanpa Tafsir, untuk memudahkan membaca Al-
Qur‟an.
3. Marilah Sembahyang, pelajaran solat untuk anak-anak SD, 4 jilid.
4. Puasa dan Zakat untuk anak-anak SD.
5. Haji ke Mekkah, cara mengerjakan haji untuk anak-anak SD.
6. Keimanan dan Akhlak, untuk anak-anak SD 4 jilid.
7. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak SD.
8. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, bersama Rasyidin dan Zubair Usman.
9. Lagu-lagu Baru/Not Angka-angka, bersama Kasim st M.Syah
10. Beriman dan Berbudi Pekerti, untuk anak SD.
11. Pemimpin Pelajaran Agama, 3 jilid, untuk murid-murid SMP.
12. Hukum Warisan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.
13. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah.
14. Kumpulan Doa, untuk tingkat Aliyah
15. Doa-doa Rasulullah, untuk tingkat Aliyah.
16. Marilah ke Al-Qur‟an, untuk tingkat Tsanawiyah, bersama H. Ilyas M. Ali
17. Moral pembangunan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.
18. Akhlak (Bahasa Indonesia), untuk tingkat Aliyah.
19. Pelajaran Sembahyang (Sholat), untuk Aliyah, Mahasiswa dan Umum.
20. Hukum Perkawinan dalam Islam, 4 mazhab.
21. Soal jawab dalam hukum Islam, 4 mazhab.
34
22. Ilmu Mustholah Hadits, bersama H. Mahmud Aziz.
23. Sejarah Islam di Minangkabau, dalam penyelidikan baru.
24. Kesimpulan isi Al-Qur‟an, untuk mubaligh dan umum.
25. Allah dan Makhluk-Nya, Ilmu Tauhid, menurut Al-Qur‟an.
26. Pengetahuan Umum Ilmu Mendidik, bersama st.M.Said.
27. Pokok-pokok Pendidikan atau Pengajaran Fakultas Tarbiyah.
28. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah.
29. Metodik Khusus Bahasa Arab (bahasa Al-Qur‟an), Fakultas Tarbiyah.
30. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia.
31. Sejarah Pendidikan Islam (umum).
32. Pendidikan Modern di Negara-negara Islam atau Pendidikan Barat.
33. Ilmu Jiwa Kanak-kanak, kuliah untuk kursus-kursus.
34. Pedoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk dakwah.
35. Dasar-dasar Negara Islam.
36. Juz‟Amma dan Terjemahannya.
37. Pokok-pokok Pemikiran dan Pengajaran.
38. Pelajaran Bahasa Arab (Durusa al-Lughotil „arabiyah)
39. Tafsir Ayati Al-Akhlak
40. Metodik Khusus Pendidikan, Metode Mengajarkan Agama SD.
41. Kitab Pemimpin Pengajaran Agama di SD.
42. Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari
Pendidikan Barat.
35
Dan 27 judul buku lainnya dalam Bahasa Arab, di antaranya, yaitu:
1. Kitabu al-Tarbiyah wa al-Ta‟lim
2. Fiqhu al-Wadih, dan lain sebagainya.65
3. Metode yang digunakan oleh Mahmud Yunus
Metode pemikiran penafsiran Mahmud Yunus cenderung ke arah
penafsiran model bil riwayah, yakni metode penafsiran yang menggunakan
riwayah-riwayah para sahabat dan para tabi‟in sebagai dasar pijakan. Metode ini
kurang memberikan porsi yang besar terhadap akal dan lebih banyak berpegang
pada artian harfiah.
Metode penulisan Mahmud Yunus ditinjau dari segi cara penafsiran, ayat
demi ayat surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf, dan dilakukan
secara singkat dan global, tanpa urutan yang panjang lebar. Maka penafsiran yang
dilakukan Mahmud Yunus adalah tergolong ijmali. Yang dimaksud dengan tafsir
ijmali adalah penafsiran Al-Qur‟an berdasarkan urutan-urutan ayat dengan suatu
uraian yang di ringkas tapi jelas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga
dapat dikonsumsi baik oleh masyarakat awam maupun intelektual.
Teknik penafsiaran yang digunakan Mahmud Yunus sebagian besar masih
bersifat sederhana. Hal ini terlihat pada penyajian tafsirnya. Penafsiran dilakukan
pertama kali dengan memberi arti dari ayat-ayat Al-Qur‟an, kemudian langsung
memberi penafsiran global, tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata. Padahal
65
Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim, (Jakarta: Hida Karya Agung), cet.ke-72, h.1-8
36
memberi penjelasan terlebih dahulu tentang arti kata amat bermanfaat bagi
pemahaman Al-Qur‟an sebab satu kata pada suatu ayat, seiring pula di jumpai al-
Munir, al-Manar di Padang Panjang, al-Bayan di Bukit Tinggi, dan al-Itqan di
Maninjau.
4. Corak Tafsir Mahmud Yunus
Berdasarkan pernyataan Mahmud Yunus dalam muqadimah tafsir
Qur‟annya, yang menyatakan bahwa: “………tafsir serta kesimpulan isi Qur‟an
bukan terjemahan dari kitab bahasa Arab, tapi hasil penyelidikan pengarang lebih
kurang selama 20 tahun sampai berusia 73 tahun…….”, maka Penulis
mengkategorikan tafsir tersebut menggunakan tafsir ra‟yi, yaitu penafsiran Al-
Qur‟an dimana seorang mufassir menafsirkan Al-Qur‟an dengan kekuatan
penalaran dan unsur-unsur keilmuan yang berkembang di dunia Islam yang
berkaitan dengan Al-Qur‟an. Dikatakan tafsir ra‟yi karena yang lebih dominan
adalah penalaran atau ijtihad mufassir itu sendiri.66
Tafsir ra‟yi muncul di kalangan ulama-ulama muta‟akhirin sekitar abad
ke-3 H, sehingga di abad modern akhir lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologi
dan sastra arab tafsir Al-Manar; dan dalam bidang sains muncul pula karya
Jawahir Tanthawi dengan judul Tafsir Al-Jawahir. Melihat perkembangan tafsir
bi al-Ra‟yi yang demikian pesat, maka tepatlah apa yang dikatakan Manna al-
66
Kajian deskriptif tafsir Ibnu Katsir, h.28.
37
Qathan bahwa tafsir bi al-Ra‟yi mengalahkan perkembangan tafsir bi al-
Ma‟tsur.67
Meskipun tafsir bi al-Ra‟yi berkembang dengan pesat, namun dalam
menerimanya para ulama terbagi dua dan ada pula yang melarangnya. Tapi
setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat
lafzhi, maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang
berdasarkan pemikiran (ra‟yi) semata tanpa memindahkan kaidah-kaidah yang
mu‟tabarat (diakui sah secara bersama-sama).68
Begitu pula yang dialami oleh Mahmud Yunus, beliau pernah beberapa
kali mendapat kecaman dari beberapa ulama, seperti ulama dari Yogyakarta dan
Ulama dari Jatinegara yang menyatakan bahwa tafsir Qur‟annya dinyatakan
haram untuk dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat. Namun dengan gigih
beliau menentang keras pendapat para Ulama‟ tersebut dan tetap terus berkiprah
meneruskan usaha penerjemahan Al-Qur‟an sampai selesai.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, meskipun tafsir Qur‟ an
Mahmud Yunus termasuk dalam kategori tafsir bi al-Ra‟yi, namun beliau tetap
memindahkan kaidah-kaidah dan kriteria yang berlaku sebagimana yang
dikatakan dalam Mukadimah Tafsirnya yaitu, berdasarkan Al-Qur‟ an dan Hadits.
Dua penekanan dalam pembaruan Mahmud Yunus di lembaga
pendidikannya yakni pengenalan pengetahuan umum dan pengajaran umum di
67
Manna al-Qathan, Mabahis fii Ulumil Quran Masyurat Al-Asr, (Al-Hadits, 1973), h. 342 68
Nasrudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Pelajar), cet. ke-1, h.202
38
sekolahnya sebenarnyah tidaklah baru. Tahun 1909, Abdullah Ahmad sudah
mengajarkan berhitung dan bahasa Eropa di Adabiyah School. Sementara
Mahmud Yunus menambah beberapa pelajaran umum semisal, ilmu alam, hitung
dagang, dan tata buku.
B. Penerjemahan Al-Qur’an H.B. Jassin
1. Riwayat Hidup H.B. Jassin
Jassin memulai dan meneruskan karirnya dari banyak membaca. Lahir 31
Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, anak kedua dari enam bersaudara ini
berayahkan seorang bekas kerani BPM yang “kutu buku”. Jassin mulai gemar
membaca tidak lama setelah duduk di bangku HIS (SD). ''Waktu itu, cara
membangkitkan minat baca murid sangat bagus,'' tuturnya tentang sekolah yang
mengajarkannya teknik mengarang dan memahami puisi. Teknik mengarang dan
memahami posisi sudah dipelajarinya sejak masih duduk di HIS (SD). Di HBS
Medan -- saat ikut ayahnya yang pindah ke BPM Pangkalanbrandan, Sumatera
Utara -- ia mulai menulis kritik sastra, dan dimuat di beberapa majalah.
Bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo seusai HBS -- tanpa gaji-
memberinya kesempatan mempelajari dokumentasi secara baik. Tetapi,
belakangan Jassin menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana, waktu itu
redaktur Balai Poestaka, bekerja di badan penerbitan Belanda itu, 1940. Di sana ia
juga berkarya sebagai penulis cerpen dan sajak.
Tak lama kemudian ia beralih ke bidang kritik serta dokumentasi sastra.
Adalah Armijn Pane yang mengajarinya membuat timbangan buku dengan lebih
39
baik. Inilah awal jabatannya sebagai redaktur berbagai majalah sastra dan budaya,
seperti Pandji Poestaka dan Pantja Raja, lalu setelah Indonesia merdeka, di
Mimbar Indonesia, Zenith, Kisah, Sastra, Bahasa dan Budaya, Buku Kita, Medan
Ilmu Pengetahuan, dan Horison.
Bekas Lektor Sastra Indonesia Modern Fakultas Sastra UI ini tetap belajar
sambil mengajar. Gelar sarjana sastra diraihnya pada 1957, dan doktor honoris
causa, delapan belas tahun kemudian -- keduanya di FS UI. Ia juga sempat
mendalami ilmu perbandingan sastra di Universitas Yale, AS. Ia menguasai
bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman.
Nama lengkap Jassin adalah Hans Bague Jassin, lahir 31 juli 1917 di
Gorontalo (Sulawesi Utara), dan wafat pada tanggal 11 Maret tahun 2000.
Berpendidikan Guovernements. H.I.S. Gorontalo (tamat 1932), H.B.S-B 5 tahun
di Medan (tamat 1939), Fakultas Sastra Universitas Indonesia (tamat 1957),
kemudian memperdalam pengetahuaan dalam bidang Ilmu perbandingan
Kesusataraan di Universitas Yale, Amerika Serikat (1953-1959), dan terkhir
menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1957).69
2. Karya Tulis H.B. Jassin
Dalam opini umum yang berkembang saat ini, salah satu unsur penting
yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas keilmuan seorang tokoh
69
Pamusuk Eneste, Leksikon Kesusastaraan Indonesia Modern, (Jakarta: PT. Jambatan,
1990), edisi baru, h. 73-75
40
adalah berupa banyaknya jumlah dan sejauh mana bobot karya tulis yang
dihasilkannya.
Di antara berbagai karya hasil terjemahannya antara lain saat ini telah
terkumpul di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. jassin adalah: Chushingura karya
Sakat Syioya, Renungan Indonesia karya Syahrasad (1947), Terbang Malam
Karya A. De St Exupery, Kisah-kisah dari Rumania, Api Islam karya Syed Ameer
Ali, Cerita Panji dalam Perbandingan, bersama Zuber Usman karya
R.M.Ng.Poerbatjaraka, Max Havelar karya Multatuli (1972), Kian Kemari
Indonesia dan Belanda dalam Sastra, The Complette Poems of Chairil Anwar
dikerjakan bersama Liau Yoek fang, Al-Qur‟an Bacaan Mulia yang telah di
terbitkan beberapa kali (1978, 1982, dan 1990).
Dan beberapa karya di mana ia betindak sebagian editor karya-karya
tersebut di antaranya, adalah: Pancaran Cita (1946), Kesusastraan Indonesia di
Masa Jepang (1948), Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962),
Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963), Angkatan 66; Prosa dan puisi (1968),
Kontroversi Al-Qur‟an Berwajah puisi (1995).
Di tengah berbagai kesibukan dan aktifitasnya sebagai seorang penulis
akademis dan lain sebagainya, ternyata Jassin memiliki beberapa catatan menarik,
selain untuk kegiatan dalam dunia pendidikan seperti pada tahun 1939 ia bekerja
di Kantor Asisten Gorontalo, kemudian di Balai Pustaka ia bergelut cukup lama,
41
sekitar tujuh tahun (1940-1947), dan terakhir pada Lenbaga Bahasa dan Budaya
pada tahun 1953-1975.70
3. Cara kerja H.B. Jassin dalam menerjemahkan Al-Qur’an
a. Dengan cara mempelajari berbagi terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Asing.
b. Cara menyusun baris-baris sajak dipertimbangkan. Dari sudut irama yang
bertalian dengan pengaturan nafas, dari sudut keteraturan bunyi demi
kenikmatan pendengaran dan juga dari sudut kesatuan isi kalimat atau
bagian-bagian kalimat.
c. Adakalanya demi irama persajakan ia menerjemahkan menurut akibat dari
apa yang diterbitkan oleh kata.
d. Dengan mempergunakan berbagai kamus Arab dengan keterangan dalam
Bahasa Asing, daftar kata, dan buku-buku ilmu bantu untuk menyokong
pengertian, sebagimana dinyatakan sendiri oleh HB. Jasiin.71
4. Hambatan-hambatan dan Tanggapan Tokoh Penerjemah Al-Qur’an
Terhadap Terjemahan Al-Qur’an HB. Jassin
Usaha-usaha menerjemahkan Al-Qur‟an ke dalam Bahasa Indonesia
bukanlah tugas mudah dan tanpa hambatan. Berbagai tanggapan dan respon
70
Kusman K dan Mahmud SU, Sastra Indonesia dan Daerah (Sejumlah masalah), (Bandung :
CV. Angkasa, 1997), h.17 71
Ismail Lubis, Falsifkasi tejemahan (Al-Qur‟ an Depag 1990). h. 121
42
datang dari berbagi pihak yang disampaikan melalui berbagi media dan instansi
pada waktu itu.
Apa yang menjadi kekhawatiran H.B. Jassin mengenai isi terjemahannya
benar-benar menjadi kenyataan, meski H.A. Mukti Ali dan Hamka, masing-
masing sebagai Menteri Agama dan ketua Majelis Ulama Indonesia, telah
memberikan sambutan atas terbitnya terjemahan Al-Qur‟an tersebut.
Di antara hambatan yang paling bermasalah menurut H.B. Jassin adalah:
1) Kekakuan terjemahan
Kekakuan dalam terjemahan mungkin timbul karena terlalu dipengaruhi oleh
susunan kalimat dalam Bahasa Arab dengan tidak memperhatikan susunan
menurut rasa Bahasa Indonesia atau pengambilan suatu ungkapan dalam
kontruksi kalimat Bahasa Arab tanpa menggantinya dengan ungkapan Bahasa
Indonesia.
2) Tidak adanya tanda-tanda baca yang jelas, sehingga masing-masing orang
dapat menggunakan tanda baca yang beda, akibatnya akan menimbulkan
pengertian yang berbeda pula.
3) Jenis kata sambung yang terbatas dan masing-masing mempunyai fungsi
yang dapat berbeda-beda.
Apabila diperhatikan reaksi masyarakat atas terjemahan H.B. Jassin yang
pada umumnya disampaikan melalui surat kepada Menteri Agama, Ketua Majelis
Ulama Indonesia, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, atau ditulis dalam
berbagai media cetak seperti surat kabar, sudah selayaknya penerbitan karya
43
tersebut ditangguhkan. Kenyataannya tetap diterbitkan sebagaimana diharapkan
oleh H.B. Jassin dan sebagian masyarakat yang cara pandangnya terhadap karya
tersebut berbeda dengan mereka yang bereaksi.
Ketika hal izin penerbitan ini ditanyakan ke Departemen Agama, secara
tegas dijawab bahwa selain naskah itu sudah dikoreksi oleh tim, tetap saja
penyempurnaan-penyempurnaan di kemudian hari seperti yang dialami oleh
terjemahan-terjemahan Al-Qur‟an lainnya. Jadi, dapat dikatakan selalu ada
permasalahan-permasalahan yang akan muncul sesuai dengan perkembangan
pemikiran para pembaca dan perkembangan bahasa penerima sebagai
konsekuensi dari karya terjemahan yang mengandung nilai subyektif.
44
BAB IV
ANALISIS PREPOSISI حتى MENURUT MAHMUD YUNUS DAN H.B.
JASSIN DALAM SURAH ALI-IMRAN DAN AN-NISA
Ayat yang mengandung preposisi حتى dalam Al-Qur’an terjemahan Mahmud
Yunus dan H.B Jassin
Dalam penelitian ini penulis menemukan 11 ayat yang mengandung
preposisi hatta, yaitu:
1. Q.S. Ali-Imran 92
Terjemahan M.Yunus:
“Kamu tiada akan mendapatkan kebajikan, kecuali kalau kamu nafkahkan
sebagian barang yang kamu kasihi. Barang sesuatu yang kamu nafkahkan,
sungguh Allah maha mengetahui”.
Terjemahan HB Jassin:
“Tiadalah kamu menyampaikan kebaktian (yang sempurna), sebelum
menafkahkan sebagian yang kamu cintai . dan apapu yang kamu nafkahkan
sungguh Allah mengetahui”.
Dalam dua terjemahan yang Penulis temukan di atas terdapat perbedaan
dalam menerjemahkan hatta. M. Yunus menggunakan konjungsi kecuali, sedangkan
45
H.B. Jassin menggunakan konjungsi sebelum,. Menurut Abdul Chaer yang Penulis
kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki
perbedaan yang signifikan dalam penggunaannya.
Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah
konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga
berlaku sebagai adverbia pembatasan.
Sebelum, merupakan konjungsi pengurutan yaitu, konjungsi yang digunakan
untuk menghubungkan klausa dengan klausa dalam urutan beberapa kejadian atau
peristiwa secara kronologis. Yang termasuk konjungsi pengurutan ini, adalah kata-
kata sesudah, sebelum, lalu, mula-mula, kemudian, selanjutnya, dan setelah itu.
Contohnya:
Sebelum makan, dia mencuci tangan dulu,
Sesudah sarapan, kami berangkat ke sekolah.
Konjungsi sebelum juga bisa digunakan sebagai konjungsi antarkalimat.
Konjungsi antarkalimat anatara lain adalah konjungsi sebelum itu, setelah itu,
selanjutnya, seterusnya, kemudian dari itu, dan sesaat kemudian.
Contohnya:
Mula-mula dai mengambil selembar kertas dan sebuah pensil lalu
ditulisnya beberapa catatan. Setelah itu disimaknya kembali catatan itu.
46
Setelah makan, kami mencuci piring dan gelas-gelas kotor. Sesaat
kemudian kami mendengar suara ketukan di pintu depan. 72
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungsi ini tidak dapat
saling menggantikan dalam sebuah kalimat. Sebelum bukanlah, sinonim dari kecuali.
Penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata yang saling sepadan dengan kata
asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus menentukan terjemahan dari hatta
tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى tersebut terlebih dahulu dan حتى
menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Dalam kamus Al-Munawir, hatta حتى dapat diterjemahkan sebagai berikut:
hatta
diartikan hingga atau sampai الى ان =حتى
الى متى = حتا م diartikan sampai kapan
diartikan bahkan juga ايضا =حتى
diartikan agar, supaya = حتى كي يكي
Dalam kamus Al-Munawwir ternyata tidak ditemukan penerjemahan hatta
dengan sebelum ataupun kecuali. Menimbang hal tersebut kita perlu menganalisa
jenis kalimat yang terdapat dalam ayat di atas. Dan menentukan konjungsi yang tepat.
73
Ayat di atas berbentuk kalimat pembatasan, konjungsi yang tepat digunakan
adalah: kecuali. Tidak dapat digunakan sebelum karena merupakan konjungsi
72
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92 73
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997) h. 236
47
kesewaktuan. Tidak dapat digunakan dalam kalimat pembatasan sebagimana ayat di
atas.
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah kecuali, yaitu terjemahan dari Mahmud Yunus.
.
2. Q.S. Ali-Imran 152
Terjemahan M. Yunus:
“Sesungguhnya Allah telah menepati janjiNya kepadamu, ketika kamu
membunuh oarng-orang kafir (dipertempuran Uhud) dengan izinNya,
sehingga apabila kamu gagal (kalah) dan mendurhakai perintah (Rasul)
sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai.”
Terjemahan HB. Jassin:
“Dan sungguh Allah memenuhi janji-Nya kepadamu , ketika kamu membunuh
(musuh-musuhmu) dengan seizing-Nya sampai kamu menjadi lemah dan
mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa
yang kamu sukai.”
48
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan
dalam menerjemahkan حتى HB. Jassin menggunakan konjungsi sampai, sedangkan
M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Menurut Abdul Chaer yang dikutip dari
bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang
signifikan dalam penggunaannya.
Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah
konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau
keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.
Selain sampai, kojungsi jenis yang lain adalah akibatnya. Perbedaan
antara keduanya. Bedanya akibatnya untuk menghubungkan dua buah kalimat yang
berturutan.
Sedangkan konjungsi sehingga, sama dengan konjungsi sampai.
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan
dalam menerjemahkan حتى HB. Jassin menggunakan konjungsi sampai, sedangkan
M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Menurut Abdul Chaer yang dikutip dari
bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang
signifika dalam penggunaannya.
Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah
konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau
keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
49
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.
Selain sampai, kojungsi jenis yang lain adalah akibatnya. Perbedaan
antara keduanya. Bedanya akibatnya untuk menghubungkan dua buah kalimat yang
berturutan.
Sedangkan konjungsi sehingga, sama dengan konjungsi sampai.
Contohnya:
Saya banyak mengeluarkan uang untuk keperluan ini itu sehingga,
tabungan saya ludes.74
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungsi ini (sehingga dan
sampai) dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. Sehingga, sinonim dari
sampai. Sedangkan penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata yang saling
sepada dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus menentukan
terjemahan dari hatta حتى tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى tersebut terlebih
dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Ayat di atas berbentuk kalimat pengakibatan karena konjungsi ini
menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya kejadian, peristiwa atau tindakan
yang terjadi pada klausa utama terhadap kejadian peristiwa. Sehingga konjungsi yang
digunakan adalah: sampai, maupun sehingga, sehingga dapat digunakan, karena
74
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 107
50
merupakan konjungsi yang sama. Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang
seharusnya digunakan adalah sampai maupun sehingga, yaitu terjemahan dari
Mahmud Yunus dan H. B. Jassin.
Demikian juga pada Q.S. An-Nissa ayat 6 dan surat Ali Imran ayat 179
3. Q.S. An-Nissa 6
Terjemahan M. Yunus:
“Ujilah olehmu anak-anak yatim itu, sehingga sampai umurnya (baliq)”.
Terjemahan H.B. Jassin:
“Dan ujilah anak yatim sampai mereka mencapai (usia) untuk kawin”
4. Q.S. Ali-Imran 179
Terjemahan M. Yunus:
“Allah tiada membiarkan orang-orang yang beriman menurut keadaan kamu
(sekarang), sehingga ia membedakan orang yang jahat dari orang yang
baik”
Terjemahan HB. Jassin:
51
“Allah tiada hendak membiarkan orang-orang mukmin dalam keadaan kamu
sekarang. Sampai ia memisahkan yang jahat dari yang baik”.
Pada kasus ayat yang ketiga pada surah Ali-Imran mempunyai kasus yang
sama dengan Q.S. An-Nissa ayat 6 ayat yang diatas. Antara kata sampai dan
sehingga, Ayat di atas berbentuk kalimat pengakibatan karena konjungsi ini
menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya kejadian, peristiwa atau tindakan
yang terjadi pada klausa utama terhadap kejadian peristiwa. jadi tidak ada perbedaan
kata hatta حتى dalam terjemahan versi H.B. Jassin dan M. Yunus.
5. Q.S. Ali-Imran 183
Terjemahan M. Yunus:
“(Yaitu) orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah telah menjanjikan
kepada kami, bahwa kami tiada akan beriman kepada Rasul, kecuali jika
Rasul itu mendatngkan kepada kami kurban yang dimakan api‟.
Terjemahan HB Jassin:
“Dan terhadap mereka yang berkata, Allah telah memerintahkan kepada
kami, jangan beriman kepada seorang Rasul sebelum ia membawa kami
korban yang dimakan api”
52
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan
dalam menerjemahkan hatta. M. Yunus menggunakan konjungsi kecuali. H.B. Jassin
menggunakan konjungsi sebelum. Menurut Abdul Chaer yang penulis kutip dari
bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang
signifikan dalam penggunaannya. 75
Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah
konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga
berlaku sebagai adverbia pembatasan.
Contohnya:
Semua pertanyaan dapat kujawab; kecuali pertanyaan mengenai jumlah
penduduk miskin itu.
Semua bangunan hancur dilanda gempa, kecuali rumah beliau
Selain kecuali, konjungsi jenis yang lain adalah hanya. Perbedaan antara
keduanya. Bedanya hanya untuk mnghubungkan „membatasi‟ pada dasarnya sama
dengan adverbia pembatasan hanya.
Sedangkan konjungsi sebelum, merupaka konjungsi pengurutan yaitu,
konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kluasa dengan klausa dalam urutan
beberapa kejadian atau peristiwa secara kronologis. Yang termasuk konjungsi
pengurutan ini, adalah kata-kata sesudah, sebelum, lalu, mula-mula, kemudian,
selanjutnya, dan setelah itu.
75
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92
53
Contohnya:
Sebelum makan, dia mencuci tangan dulu,
Sesudah sarapan, kami berangkat ke sekolah.
Konjungsi sebelum juga bisa digunakan sebagai konjungsi antarkalimat. Konjungsi
antarkalimat anatara lain adalah konjungsi sebelum itu, setelah itu, selanjutnya,
seterusnya, kemudian dari itu, dan sesaat kemudian.
Contohnya:
Mula-mula dai mengambil selembar kertas dan sebuah pensil lalu
ditulisnya beberapa catatan. Setelah itu disimaknya kembali catatan itu.
Setelah makan, kami mencuci piring dan gelas-gelas kotor. Sesaat
kemudian kami mendengar suara ketukan di pintu depan.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungi ini (kecuali dan
sebelum) tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. Sebelum bukanlah,
sinonim dari kecuali. Sedangkan penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata
yang saling sepada dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus
menentukan terjemahan dari hatta حتى tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى
tersebut terlebih dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah sebelum, yaitu terjemahan dari H. B. Jassin.
.
54
6. Demikian juga dalam Q.S, An-Nissa 18
Terjemahan M. Yunus:
“Tiadalah (diterima) taubat mereka yang mengerjakan kejahatan, sehingga
apabila seorang di antara mereka hampir mati”
Terjemahan H.B. Jassin:
“Tapi tiada taubat bagi orang yang (terus) melakukan kejahatan, sampai,
bila maut datang kepada salah seorang dari mereka”.
7. Q.S. An-Nissa 15
Terjemahan M. Yunus:
“Kalau mereka itu mempersaksikan, penjarakanlah perempuan itu dalam
rumahmu, sampai mereka mati atau Allah mengadakan jalan yang lain bagi
meraka (ganti hukuman itu)”
Terjemahan H.B. Jassin:
“Dan jika mereka ini memberikan kesaksiaan kurunglah (istri-istrimu itu)
dalam rumah, sampai maut menagambil nyawanya, atau Allah menentukan
jalan baginya”
55
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas tidak ada perbedaan
dalam menerjemahkan hatta. M. Yunus menggunakan konjungsi sampai, sedangkan
H.B. Jassin menggunakan konjungsi sampai,. Menurut Abdul Chaer yang Penulis
kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini tidak memiliki
perbedaan yang signifika dalam penggunaannya.
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah sampai, yaitu terjemahan dari H. B. Jassin dan Mahmud Yunus
8. Q.S An-Nissa 43
Terjemahan M. Yunus:
“Hai orang-orang yang beriaman, janganlah kamu kerjakan sembayang,
ketika kamu sedang mabuk, kecuali jika kamu telah mengetahui apa-apa
yang kamu katakana dan jangan pula sedang junub (sudah campur dengan
isterimu), sehingga kamu mandi lebih dahulu”
Terjemahan H.B. Jassin:
“Hai orang yang beriman, jangan kamu lakukan salat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu katakan. (jangan
pula hampiri tempat salat dalam keadaan junub kecuali jika kamu (hanya)
lewat di jalan sampai kamu bersuci diri”.
56
Dalam dua tejemahan yang Penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam
menerjemahkan hatta. M. Yunus menggunakan konjungsi kecuali, dan sehingga
sedangkan H.B. Jassin menggunakan konjungsi sampai,. Menurut Abdul Chaer yang
Penulis kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki
perbedaan yang signifika dalam penggunaannya.
Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah
konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga
berlaku sebagai adverbia pembatasan.
Contohnya:
Semua pertanyaan dapat kujawab; kecuali pertanyaan mengenai jumlah
penduduk miskin itu.
Semua bangunan hancur dilanda gempa, kecuali rumah beliau
Selain kecuali, konjungsi jenis yang lain adalah hanya. Perbedaan antara keduanya.
Bedanya hanya untuk mnghubungkan „membatasi‟ pada dasarnya sama dengan
adverbia pembatasan hanya.
Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah
konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau
keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.
57
Selain sampai, kojungsi jenis yang lain adalah akibatnya. Perbedaan
antara keduanya. Bedanya akibatnya untuk menghubungkan dua buah kalimat yang
berturutan.
Sedangkan konjunngsi sehingga, sama dengan konjungsi sampai.
Contohnya:
Saya banyak mengeluarkan uang untuk keperluan ini itu sehingga,
tabungan saya ludes.76
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah kecuali, dan sehingga yaitu terjemahan dari Mahmud Yunus,
padahal antara Mahmud Yunus dan H. B. Jasin mempunyai persamaan arti yang
sama, tapi pada ayat yang sebelumnya memiliki artian hatta yang berbeda. Mahmud
Yunus memakai konjungsi kecuali sedangkan H.B. Jassin menggunakan konjungsi
sampai.
9. Q.S. An-Nissa 65
Terjemahan M. Yunus:
“Tidak, demi Tuhanmu, mereka tiada juga beriman (kepada engkau),
sehingga mereka mengatakan engkau menjadi hakim, untuk mengurus
perselisihan antara mereka”
76
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92
58
Terjemahan H.B. Jassin:
“Tapi tidak, demi Tuhanmu, mereka tiada beriman, kecuali jika mereka
(rela) menjadikan kau hakim dalam segala perselisihan di antara mereka”
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam
menerjemahkan hatta حتى. M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Sedangkan
H.B. Jassin menggunakan konjungsi kecuali, sedangkan Menurut Abdul Chaer yang
penulis kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki
perbedaan yang signifikan dalam penggunaannya.
Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam
menerjemahkan hatta. H.B. Jassin menggunakan konjungsi kacuali, sedangkan M.
Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Menurut Abdul Chaer yang penulis kutip
dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan
yang signifikan dalam penggunaannya.
Sehingga merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan
adalah konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya,
peristiwa, atau keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.
Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah
konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga
berlaku sebagai adverbia pembatasan.
59
Contohnya:
Semua pertanyaan dapat kujawab; kecuali pertanyaan mengenai jumlah
penduduk miskin itu.
Semua bangunan hancur dilanda gempa, kecuali rumah beliau
Selain kecuali, konjungsi jenis yang lain adalah hanya. Perbedaan antara
keduanya. Bedanya hanya untuk mnghubungkan „membatasi‟ pada dasarnya sama
dengan adverbia pembatasan hanya.77
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungsi ini (kecuali dan
sehingga) tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. kecuali bukanlah,
sinonim dari sehingga. Sedangkan penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata
yang saling sepada dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus
menentukan terjemahan dari hatta حتى tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى
tersebut terlebih dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Ayat di atas berbentuk kalimat pengurutan. Sehingga konjungsi yang tepat
digunakan adalah: sehinngga. Tidak dapat digunakan kecuali karena merupakan
konjungsi pengurutan. Tidak dapat digunakan dalam kalimat pembatasan sebagimana
ayat di atas.
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah sehingga, yaitu terjemahan dari Mahmud Yunus.
77
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92
60
10. Q.S An-Nissa 89
Terjemahan M. Yunus:
“Sebab itu janganlah kamu angkat mereka jadi wali, kecuali jika mereka
telah berhijrah pada jalan Allah”
Terjemahan H.B. Jassin:
“Maka janganlah ambil mereka sebagai sahabat, sampai mereka hijrah di
jalan Allah”
Dalam dua tejemahan yang Penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam
menerjemahkan حتى M. Yunus menggunakan konjungsi kecuali sedangkan H.B.
Jassin menggunakan konjungsi sampai. Menurut Abdul Chaer yang dikutip dari
bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang
signifikan dalam penggunaannya.
Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah
konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau
keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukuli orang banyak sampai mukanya babak belur.
61
Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah
konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga
berlaku sebagai adverbia pembatasan.
Contohnya:
Semua pertanyaan dapat kujawab; kecuali pertanyaan mengenai jumlah
penduduk miskin itu.
Semua bangunan hancur dilanda gempa, kecuali rumah beliau
Selain kecuali, konjungsi jenis yang lain adalah hanya. Perbedaan antara
keduanya. Bedanya hanya untuk mnghubungkan „membatasi‟ pada dasarnya sama
dengan adverbia pembatasan hanya.78
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungsi ini (sampai dan
kecuali) tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. sampai bukanlah,
sinonim dari kecuali. Sedangkan penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata
yang saling sepada dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus
menentukan terjemahan dari hatta حتى tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى
tersebut terlebih dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Ayat di atas berbentuk kalimat pembatasan yang menghubungkan membatasi.
Sehingga konjungsi yang tepat digunakan adalah: kecuali. Sampai Tidak dapat
digunakan, karena merupakan konjungsi pengakibatan.
78
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92
62
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah kecuali, karena kecuali merupakan kalimat pembatas yang
menghubungkan membatasi, walaupun di dalam kamus al munawir tidak ada
penerjemahan kecuali, maka penulis penulis mengambil sebuah kesimpulan pada ayat
di atas, jadi dalam penerjemah sebuah teks itu berkaitan pada penerjemahan yang
sesudahnya dan yang sebelumnya karena keduanya mempunyai kaitan yang sama
dalam alurnya. yaitu terjemahan dari Mahmud Yunus
11. Q.S. An-Nissa 140
Terjemahan M. Yunus:
“Sehingga mereka masuk dalam perkataan yang lain (jika kamu duduk
bersama mereka), niscaya kamu seumpama mereka”
Terjemahan H.B. Jassin:
“Sebelum mereka beralih kepada pembicara yang lain (jika kamu tetap
duduk bersama mereka).
. Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam
menerjemahkan hatta حتى. M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga, sehingga
H.B. Jassin menggunakan konjungsi sebelum. Menurut Abdul Chaer yang penulis
kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki
perbedaan yang signifikan dalam penggunaannya.
63
Sebelum, merupakan konjungsi kesewaktuan yang merupakan konjungsi
yang menghubungkan menyatakan waktu antara dua buah peristiwa, atau tindakan
antara dua buah klausa pada sebuah kalimat majemuk atau antara dua kalimat dalam
sebuah paragraf.
Konjungsi sebelum juga menyatakan waktu kejadian, peristiwa, atau tidakan
pada klausa utama terjadi „sebelum‟ terjadinya kejadian, pristiwa, atau tindakan pada
klausa bawahan.
Contoh:
Dia mandi dulu sebelum makan pagi
Beliau sudah hadir sebelum kami tiba
Sehingga merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah
konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau
keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.
Contohnya:
Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.79
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungi ini (sebelum dan
sehingga) tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. sebelum bukanlah,
sinonim dari sehingga. Sedangkan penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata
yang saling sepada dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus
79
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92
64
menentukan terjemahan dari hatta حتى tersebut dengan mengetahui tipe hatta حتى
tersebut terlebih dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.
Ayat di atas berbentuk kalimat kesewaktuan yang merupaka konjungsi
menyatkan kejadian, peristiwa, terjadi sebelum kejadian. Sehingga konjungsi yang
tepat digunakan adalah: sebelum. sehingga Tidak dapat digunakan, karena merupakan
konjungsi pengakibatan.
Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya
digunakan adalah sampai, yaitu terjemahan dari H. B. Jassin
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dalam bab 1 telah disebutkan bahawa analisis kasus yang diteliti adalah Al-
Qur‟an surah Ali-Imran dan An-Nisa.
Pemilihan analisis ini dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup penilitian
mengenai preposisi. Secara khusus, pemilihan kasus ini dimaksudkan untuk lebih
mengenal sifat dan bentuk terjemahan Al-Qur‟an dilihat dari sudut preposisi.
Setelah Penulis melakukan analisis terhadap ayat-ayat pada surah An- Nisa
dan Ali-Imran, maka dari kerangka teori dan analisa yang telah Penulis uraikan, dapat
diambil kesimpulan bahwa preposisi حتى merupakan salah satu partikel huruf yang
berfungsi menghubungkan kata-kata atau bagian-bagian kalimat yang satu dengan
kata atau kalimat yang lain.
Preposisi (kata depan) di dalam bahasa Arab disebut juga dengan harfu jarr,
karena harfu jarr dapat berfungsi sebagi kata depan atau kata sambung disamping
fungsi-fungsi lainya, dan tentu saja hal ini dilihat dari segi makna, dan terlepas dari
segi analisis peran gramatika arab.
Ketika preposisi hatta berfungsi sebagai harfu jarr, harfu nashab dan harfu
athaf, terdapat adanya perbedaan dalam mengartikan ke dalam bahasa Indonesia.
Jadi, makna dalam ketiga fungsi dalam preposisi hatta sangat berpengaruh dalam
66
penerjemahan bahasa Indonesia, yang dalam hal ini makna ketiga contoh fungsi
tersebut berbeda-beda.
Dari penelitian yang Penulis lakukan, hatta dapat diterjemahkan dengan
beberapa kata: sehingga, sampai, bahkan, supaya, agar supaya, kecuali, sebelum.
Pada beberapa kasus hatta dapat diterjemahkan dengan sehingga dan sampai.
Artinya, keduanya dapat saling menggantikan. Namun, pada kasus berbeda hatta
dapat diterjemahkan dengan sebelum tetapi tidak bisa digunakan terjemahan sesudah.
Karena perbedaan penggunaan secara sintaksis dan kolokasi.
Jika dianalisis dari 11 data pada surat Ali-Imran dan An-Nisa, pada terjemahan M.
Yunus, ditemukan ada 7 ayat yang berisi tentang hatta yang di terjemahkan dengan
tepat yaitu pada surah Ali-Imran ayat 92, 152 dan 179.
Penulis menemukan kesalahan preposisi hatta, dalam penerjemahan Mahmud
Yunus. Terdapat dua kesalahan yaitu, pada surah An-Nisa ayat 140 dan Ali-Imran
ayat 183. Mahmud Yunus menerjemahkan hatta pada surah An-nisa: 140 yang berarti
sehingga tetapi yang paling tepat adalah sebelum, dan pada surah Ali-Imran ayat 183
prepesisi hatta diartikan kecuali tetapi yang paling tepat adalah sebelum.
Jika dianalisas dari 11 data pada surat Ali-Imran dan An-Nissa, pada
terjemahan H.B. Jassin, ditemukan ada 5 ayat yang berisi tentang hatta, yang
diterjemahkan dengan baik sesuai kaidah yaitu pada surah Ali-Imran 183, 179 dan
surah An-Nisa 15,18, 152, 140. Penulis menemukan kesalahan hatta, dalam
penerjemahan H.B. Jassin terdapat empat kesalahn yaitu , pada surah An-Nisa ayat
43, 65, 89, dan 92. Kesalahan dalam menerjemahkan hatta, H.B. Jassin
67
menerjemahkan hatta, sampai, dan sampai, tapi yang benar adalah kecuali, dan
sehingga pada surah An-Nissa 43, kecuali tapi yang benar adalah sehingga, surah An-
Nissa ayat 65, sampai, tapi yang benar adalah kecuali, pada surah An-Nissa 89,
sebelum tapi yang benar adalah kecuali pada surah An-Nissa 92.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka Penulis memberikan saran-saran,
kepada para mahasiswa agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai penerjemahan Al-Qur‟an.
Melihat argumen tentang persamaan dan perbedaan diatas, agaknya
merupakan tantangan besar bagi para penerjemah Indonesia untuk menciptakan suatu
terjemahan Indonesia dalam menerjemahkan Al-Qur‟an dalam arti yang sesunguhnya,
sehingga tidak lagi menelan bulat-bulat gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran
penerjemahan timur tengah melainkan harus disesuaikan dengan budaya bangsa kita
yang amat majemuk. Hal ini sangat diperlukan karena budaya dan adat istiadat
bangsa Indonesia jauh sekali bedanya dengan budaya dan tradisi Timur Tengah.
Ayat-ayat Al-Qur‟an berlaku secara universal, di semua tempat di seluruh
dunia. Dengan demikian, diperlukan hal-hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi zamannya, selama ini tidak menyimpang dari garis norma, dan
kaidah ketatabahasaan yang berlaku.
Penulis menghimbau agar penterjemah dalam menerjemahkan sebuah teks
Arab atau ayat-ayat Al-Qur‟an hendaknya menguasai dan memahami kaidah-kaidah
ketatabahasaan dan selain itu dibutuhkan pula rujukan mufassirin.
DAFTAR PUSTAKA
Alam datuk tombak sei. H, Metode Menerjemahkan Al-Quran Karim 100 kali
Pandai, Jakarta: Rineka cipta, 1992
Al-Batawi, Syarif Mursal, Deskripsi Salat dan Qada, Bogor: Persilaan Assafinah,
2010, Cet-1
Al-Dzahabi, Muhammad Husayn, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun, t, k; t, p, 1976
Ali-Sultan, Muhammad, Al-Adawat An-Nahwiyah, Suria: Dasar Ash-Shamani, 2000
Al-Munawar, Kamus Al-Munawir
Al-Qathan, Manna Mabahis fii Ulumil Quran Masyurat Al-Asr, al-Hadits, 1973
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2001
Asrori, Imam, Sintaksis Bahasa Arab, Malang: Miskat, 2004
Baidan, Nasrudin, Metode Penafsiran Al-Quran, (Jakarta:Pustaka Pelajar),cet.ke-1
Bek Muhammad, Mustofa Tomum Mahmud Afandi Umar Sulthon, Kaidah Tata
Bahasa Arab, Jakarta: Daruul Ulum Press
Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994
Chaer, Abdul, Sintaksis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Djajasudarma, T. Fatimah, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian, Bandung: PT Refika Aditama:, 2006, cet ke-2
Hidayatullah, Moch. Syarif, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2007
Keraf, Gorys, Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Nusa Indah, 1969
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik, Jakarta:
Gramedia, 2007
Lubis, Ismail, Falsifkasi tejemahan, Jakarta: Al-Qur’ an Depag 1990
Mahmud SU, dan Kusman K, Sastra Indonesia dan Daerah (Sejumlah masalah),
Bandung : PT. Angkasa Bandung, 1997
Moeliono, Anton M, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia., Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pusat, 1988
Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997
Muthalib, Abdul dkk, Tata Bahasa Mandar, Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1992, cet. ke-1
Pamusuk, Eneste, Leksikon kesusastaraan Indonesia Modern, Jakarta: PT. Jambatan,
1990, edisi baru
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Putrayasa,Ida Bagus, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), Bandung: PT.
Refika Aditama, 2007
Ramlan, M, Ilmu bahasa Indonesia “Sintaksis”, Yogyakarta: CV.Karyono, Cet. Ke-
3
Rudolf, M, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, cet
ke 1
Sayogie, Frans, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008.
Sayogie, Frans, Teori dan Praktek Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa
Indonesia, Tanggerang: Pustaka Anak Negri, 2009
Soenjono Dardjowidjojo, Anton M. Moeliono, Tata bahasa baku bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka dan Yogyakarta: Gajah mada, 1988
Suwani M. S, Ruswan, Dkk Struk Bahasa Bonai,. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,1985
Syihabuddin, Penerjemahan Arab- Indonesia (Teori dan praktek), Bandung:
Humaniora, 2005
Tariga, Henry Guntur, Pengajaran Sintaksis Bandung: Angkasa, tt
Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, (Jakarta: Pusat Pembinaaan dan
Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pusat
Pembinaan Bahasa Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan, 1989
Verhaar, J, W. M. Pengantar Lingustik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1995
Yunus, Mahmud, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: Hida Karya Agung), cet.ke-72
Yuwono, Kushartanti Untung, Langkah awal Memahami linguistic penerbit pt
gramedia pustaka utama Jakarta, 2007
Lampiran
Perbandingan Terjemahan حتى dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran dan An-Nisa
Terjemahan H.B Jassin dan Mahmud Yunus
No. Surat Ayat
Terjemahan
H.B. Jassin Mahmud Yunus
1 Ali-
Imran
Tiadalah kamu
menyampaikan kebaktian
(yang sempurna), sebelum
menafkahkan sebagian yang
kamu cintai . dan apapun
yang kamu nafkahkan
sungguh Allah mengetahui.
Kamu tiada akan
mendapatkan kebajikan,
kecuali kalau kamu
nafkahkan sebagian
barang yang kamu kasihi.
Barang sesuatu yang kamu
nafkahkan, sungguh Allah
maha mengetahui.
2 Ali-
Imran
Dan sungguh Allah
memenuhi janji-Nya
kepadamu , ketika kamu
membunuh (musuh-
musuhmu) dengan
seizing-Nya sampai kamu
Sesungguhnya Allah telah
menepati janjiNya
kepadamu, ketika kamu
membunuh oarng-orang
kafir (dipertempuran
Uhud) dengan iziNya,
menjadi lemah.
sehingga apabila kamu
gagal (kalah).
3 Ali-
Imran
Allah tiada hendak
membiarkan orang-orang
mukmin dalam keadaan
kamu sekarang. Sampai ia
memisahkan yang jahat
dari yang baik
Allah tiada membiarkan
orang-orang yang beriman
menurut keadaan kamu
(sekarang), sehingga ia
membedakan orang yang
jahat dari orang yang baik.
4 Ali-
Imran
Dan terhadap mereka yang
berkata, Allah telah
memerintahkan kepada
kami, jangan beriman
kepada seorang Rasul
sebelum ia membawa
kami korban yang
dimakan api
(Yaitu) orang-orang
yang berkata:
Sesungguhnya Allah
telah menjanjikan
kepada kami, bahwa
kami tiada akan beriman
kepada Rasul, kecuali
jika Rasul itu
mendatngkan kepada
kami kurban yang
dimakan api
5 An-
Nissa
Dan ujilah anak yatim
sampai mereka mencapai
(usia) untuk kawin
Ujilah olehmu anak-anak
yatim itu, sehingga
sampai umurnya (baliq)
6 An-
Nissa
Dan jika mereka ini
memberikan kesaksiaan
kurunglah (istri-istrimu
itu) dalam rumah, sampai
maut menagambil
nyawanya, atau Allah
menentukan jalan baginya.
Kalau mereka itu
mempersaksikan ,
penjarakanlah perempuan
itu dalam rumahmu,
sampai mereka mati atau
Allah mengadakan jalan
yang lain bagi meraka
(ganti hukuman itu)
7 An-
Nissa
Tapi tiada taubat bagi
orang yang (terus)
melakukan kejahatan,
sampai, bila maut datang
kepada salah seorang dari
mereka
Tiadalah (diterima) taubat
mereka yang mengerjakan
kejahatan, sehingga
apabila seorang diantara
mereka hampir mati.
8 An-
Nissa
Hai orang yang beriman,
jangan kamu lakukan
salat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sampai
kamu mengerti apa yang
kamu katakan. (jangan
pula hampiri tempat salat
dalam keadaan junub
kecuali jika kamu (hanya)
lewat di jalan sampai
kamu bersuci diri.
Hai orang-orang yang
beriaman, janganlah kamu
kerjakan sembayang,
ketika kamu sedang
mabuk, kecuali jika kamu
telah mengetahui apa-apa
yang kamu katakana dan
jangan pula sedang junud
(sudah campur dengan
isterimu), sehingga kamu
mandi lebih dahulu.
9 An-
Nissa
Tapi tidak, demi
Tuhanmu, mereka tiada
beriman, kecuali jika
mereka (rela) menjadikan
Tidak, demi Tuhanmu,
mereka tiada juga beriman
(kepada engkau),
sehingga mereka
kau hakim dalam segala
perselisihan di antara
mereka.
mengatakan engkau
menjadi hakim, untuk
mengurus perselisihan
antara mereka
10 An-
Nissa
Maka janganlah ambil
mereka sebagai sahabat,
sampai mereka hijrah di
jalan Allah.
Sebab itu janganlah kamu
anggkat mereka jadi wali,
kecuali jika mereka telah
berhijrah pada jalan Allah.
11 An-
Nissa
Sebelum mereka beralih
kepada pembicara yang
lain (jika kamu tetap
duduk bersama mereka)
Sehingga mereka masuk
dalam perkataan yang lain
(jika kamu duduk bersama
mereka), niscaya kamu
seumpama mereka.
Top Related