PREPARASI KATALIS CaO-ZEOLIT TERAKTIVASI KOH
SEBAGAI KATALIS BASA HETEROGEN DALAM REAKSI
TRANSESTERIFIKASI
SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
AYU DIARAHMAWATI
NIM. 135061101111016
DIAN PUSPITAWATI
NIM. 135061101111001
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Scanned by CamScanner
IDENTITAS TIM PENGUJI
1. Dosen Penguji I
Nama : Ir. Bambang Poerwadi, MS.
NIP/NIK : 19600126 198603 1 001
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat rumah : Jl. Pelabuhan Tanjung Priok No. 1015, Malang
No. Telp/HP : (0341) 803241 / 08125229840
Email : [email protected]
2. Dosen Penguji II
Nama : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, MS.
NIP/NIK : 195205041980022001
Jenis Kelamin : Perempuan
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat rumah : Jalan Terusan Dieng No. 55, Malang
No. Telp/HP : (0341) 574948 / 08123301368
Email : [email protected]
3. Dosen Penguji III
Nama : A.S. Dwi Saptati Nur Hidayati, ST., MT.
NIP/NIK : 201201 830827 2 001
Jenis Kelamin : Perempuan
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat rumah : Villa Bukit Tidar B1-205, Malang
No. Telp/HP : 081553591660
Email : [email protected] / [email protected]
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mahasiswa 1
AYU DIARAHMAWATI
Tempat, tanggal lahir : Malang, 12 Oktober 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Kepuh VI Nomor 27-A, Malang
Nomor Telepon : +62 89 679 275 031
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
SD SMP SMA S1
Nama Institusi MI Islamiyah
Kebonsari
Malang
MTs Negeri 1
Malang
SMA Negeri 3
Malang
Universitas
Brawaijaya
Jurusan
- - IPA Teknik Kimia
Tahun masuk-
lulus
2001-2007 2007-2010
2010-2013
2013-2017
Pendidikan Informal/Training/Seminar
2016
2016
2016
2017
2017
2017
Training “Aspen HYSYS for Professional Engineering”, Teknik
Kimia Universitas Brawijaya
International Conference “Improves Human Resources In
Industrial Skill for ASEAN Economic Community”, Teknik
Kimia Universitas Riau
English Academy, di Mercury Education Center
Pelatihan Public Communication and Leadership, Teknik Kimia
Universitas Brawijaya
“Awareness of Quality Environmental Health & Safety”
Training Program, Teknik Kimia Universitas Brawijaya
Plant Simulation Workshop, “Application of Aspentech Hysys
in Oil and Gas Production Facility Project”, Universitas
Pertamina Jakarta
Pengalaman Organisasi
2015/2016
2016/2017
Staff Departemen Akademik Himpunan Mahasiswa Teknik
Kimia
Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia
Pengalaman Pekerjaan
2016
2016
2016
2016
2016
2017
Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia
Universitas Brawijaya
Tutor mata kuliah Termodinamika
Tutor mata kuliah Teknik Reaksi Kimia
Tutor mata kuliah Perpindahan Panas
Magang PT. Petrowidada
Asisten Laboratorium Kimia Analisis Teknik Kimia Universitas
Brawijaya
Penghargaan & Prestasi
2016
2016
2016
PKM-P didanai Kemenristek DIKTI
Top 10 Plant Design Competition ICheC ITB
Publikasi Jurnal Internasional terindeks SCOPUS, dalam
International Conference EIC Uneversitas Negeri Semarang
Profesional Skill
Microsoft Office (Word, Excel dan Powerpoint, Visio)
Hysys
Corel Draw
ISO 9001; ISO 14001; OHSAS 18001 (Training Program)
Bahasa
Indonesia (native)
Inggris (intermediet)
Mahasiswa 2
DIAN PUSPITAWATI
Tempat, tanggal lahir : Banyuwangi, 5 November 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Borobudur No. 27, Banyuwangi
Nomor Telepon : +6285746415429
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
SD SMP SMA S1
Nama Institusi SDN 1
Kepatihan
Banyuwangi
SMPN 1
Banyuwangi
SMAN 1
Glagah
Banyuwangi
Universitas
Brawaijaya
Jurusan
- - IPA Teknik Kimia
Tahun masuk-
lulus
2001-2007 2007-2010
2010-2013
2013-2017
Pendidikan Informal/Training/Seminar
2015
2017
2017
2017
2017
2017
Pelatihan asisten praktikum Mikrobiologi Industri
Public Communication & Leadership Training Program,
Teknik Kimia Universitas Brawijaya
Alumni Sharing & Recruitment PARAGON Technology
and Innovation
“Awareness of Quality Environmental Health & Safety”
Training Program, Teknik Kimia Universitas Brawijaya
Equivalent TOEFL Unit Pengembangan Bahasa
Brawijaya Languange Center
Workshop : Astra Credit Companies Looking For
Business Partner
Pengalaman Organisasi
2016-2017 Staff Dep. Akademik Himpunan Mahasiswa Teknik
Kimia Universitas Brawijaya
Pengalaman Pekerjaan
2015
2015
2015
2016
2016
2017
Tutor Semester Ganjil Teknik Reaksi Kimia 1 Teknik
Kimia Universitas Brawijaya
Tutor Pra-UAS Teknik Reaksi Kimia 1 Teknik Kimia
Universitas Brawijaya
Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik
Kimia Universitas Brawijaya
Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik
Kimia Universitas Brawijaya
Magang di Pertamina RU IV Cilacap
Asisten Laboratorium Kimia Analisis Teknik Kimia
Universitas Brawijaya
Penghargaan & Prestasi
2015
2016
2016
Asisten laboratorium Teknik Bioproses praktikum
Mikrobiologi Industri
Asisten laboratorium Teknik Bioproses praktikum
Mikrobiologi Industri
Peserta Plant Design Competition Institut Teknologi
Bandung
Profesional Skill
Microsoft Office (Word, Excel dan Powerpoint)
Hysys
ISO 9001; ISO 14001; OHSAS 18001 (Training Program)
Bahasa
Indonesia (native)
Inggris (intermediet)
Puji Syukur Kami Panjatkan kepada:
Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya
Shalawat & salam Kami sampaikan kepada:
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, keluarga, & sahabat beliau
Teriring Ucapan Terima Kasih Kami kepada:
Ibunda & Ayahanda tercinta,
Serta Ibu & Bapak Dosen yang telah membimbing kami,
Tak Lupa teruntuk teman seperjuangan,
Keluarga Teknik Kimia 2013,
Yang telah melukiskan warna dan cerita
xi
RINGKASAN
Ayu Diarahmawati dan Dian Puspitawati, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, Juni 2017, Preparasi Katalis CaO-Zeolit Teraktivasi KOH sebagai
Katalis Basa Heterogen dalam Reaksi Transesterifikasi, Dosen Pembimbing: Bambang
Poerwadi dan Rama Oktavian.
Biodiesel merupakan salah satu energi alternatif yang perlu dikembangkan guna
menciptakan kemandirian energi di masa mendatang. Secara umum, biodiesel dapat
disintesis melalui reaksi transesterifikasi antara gugus trigliserida dengan alkohol rantai
pendek seperti metanol dengan bantuan katalis. Penelitian mengenai penggunaan katalis
heterogen dalam reaksi transesterifikasi saat ini sedang dikembangkan karena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan katalis homogen, diantaranya kemudahan dalam proses
pemisahan serta dapat digunakan kembali (reuse). Salah satu contoh katalis heterogen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit alam dengan loading CaO. Sebelum
digunakan, zeolit alam perlu mengalami proses pre-treatment untuk mengaktivasi katalis
karena zeolit alam memiliki banyak kandungan impurities. Penggunaan aktivator basa
seperti KOH dapat melarutkan impurities yang menutup pori-pori zeolit sehingga dapat
meningkatkan aktivitas katalitiknya.
Penelitian ini mempelajari variasi konsentrasi KOH (1M, 1,5M, 2M, 2,5M, dan 3M)
dalam proses aktivasi zeolit alam sebagai support untuk katalis CaO terhadap konversi
metil ester (FAME) yang dihasilkan. Proses pengembanan CaO pada zeolit dilakukan
dengan metode irradiasi microwave. Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan metode
konvensional dengan menggunakan waterbath selama 120 menit pada temperatur 65°C.
Rasio molar minyak kelapa sawit dengan metanol adalah 1:8, dan jumlah katalis yang
digunakan adalah 5% dari berat minyak. Biodiesel yang dihasilkan akan diuji kualitasnya
dengan menggunakan Gas Chromatography untuk mengetahui kadar metil ester di
dalamnya. Sedangkan karakteristik fisik biodiesel yang diuji meliputi densitas, bilangan
asam, kadar FFA, viskositas, dan kadar air. Sementara untuk mengetahui karakteristik
katalis dilakukan dengan analisis FT-IR.
Hasil penelitian menunjukkan konversi metil ester (FAME) yang dihasilkan pada
biodiesel dengan menggunakan zeolit yang diaktivasi dengan larutan KOH pada
konsentrasi 1M, 1,5M, 2M, 2,5M, dan 3M berturut-turut adalah 14,51%, 37,04%, 10,25%,
9,89%, dan 6,61%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konversi optimum dihasilkan pada
variabel konsentrasi molar KOH 1,5M. Sedangkan dari karakterisasi sifat fisik biodiesel,
biodiesel yang dihasilkan masih memiliki persen FAME yang rendah dan memiliki
viskositas yang tinggi sehingga belum memenuhi syarat mutu biodiesel berdasarkan SNI
7182:2015.
Kata kunci: Biodiesel, katalis heterogen, zeolit alam, CaO, molaritas larutan KOH
xii
SUMMARY
Ayu Diarahmawati and Dian Puspitawati, Department of Chemical Engineering, Faculty of
Engineering University of Brawijaya, June 2017, Preparation of Catalyst CaO-Natural
Zeolite Activated by KOH as Heterogenous Catalyst in Transesterification Reaction,
Supervisor: Bambang Poerwadi and Rama Oktavian.
Biodiesel is one of the alternative energy which can be developed to create energy
sustainability in the future. In general, biodiesel is synthesized by transesterification
reaction between triglyceride and short-chain alcohol such as methanol with the aid of a
catalyst. Many researches about heterogenous catalyst in transesterification are currently
being developed because it has several advantages compared to the homogenous one,
including ease of separation and able to be reused. Natural zeolite loaded with CaO is
heterogenous catalyst used in this research. Prior to use, natural zeolite needs to undergo a
pre-treatment. This is due to the many impurities which it contains. Chemical activation
using alkaline like KOH is an effective way to increase the catalityc activity of catalyst
because it can dissolve the impurities which cover zeolite pores.
This research studied KOH concentration variation (1M, 1,5M, 2M, 2,5M, and 3M) in
natural zeolite activation process as support for CaO catalyst to convert methyl ester
(FAME). CaO was loaded on zeolite by microwave irradiation method. The reaction was
carried out by conventional heating method using waterbath for 120 minutes at 65°C. The
molar ratio of palm oil to methanol is 1:8, and the amount of catalyst used is 5% by the
weight of oil. The quality of biodiesel produced is tested by using Gas Chromatography to
know the percentage of methyl ester contained. While the physical characteristics of
biodiesel tested include density, acid number, FFA content, viscosity, and water content.
The characteristic of catalyst is done by FT-IR analysis.
The results showed the conversion of methyl ester (FAME) produces by using
activated zeolite with KOH solution at concentrations of 1M, 1.5M, 2M, 2.5M, and 3M
respectively were 14.51%, 37.04%, 10.25%, 9.89%, and 6.61%. These results indicate that
the optimum conversion is generated on the KOH solution with concentration 1.5M. From
the physical characterization of biodiesel, it was known that the biodiesel produced had
low FAME content and high viscosity, so it is not meet the requisite quality of biodiesel in
SNI 7182:2015 yet.
Keywords: biodiesel, heterogenous catalyst, natural zeolite, CaO, molarity of KOH
PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta`ala atas segala
limpahan nikmat, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penyusunan naskah Skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada
junjungan kami, beliau Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Penyusunan naskah skripsi yang berjudul “PREPARASI KATALIS CaO-ZEOLIT
TERAKTIVASI KOH SEBAGAI KATALIS BASA HETEROGEN DALAM REAKSI
TRANSESTERIFIKASI” ini ditujukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana teknik. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu, membimbing, dan mendukung atas terselesaikannya skripsi ini,
yaitu:
1. Ir. Bambang Poerwadi, MS., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FT-UB dan Dosen
Pembimbing I Skripsi Bidang Minat Rekayasa Energi Jurusan Teknik Kimia FT-UB,
yang telah membimbing kami dalam proses pelaksanaan skripsi.
2. Rama Oktavian, ST., MSc., Dosen Pembimbing II Skripsi Bidang Minat Rekayasa
Energi Jurusan Teknik Kimia FT-UB, yang telah membimbing kami dalam proses
pelaksanaan skripsi.
3. Dr. Rizka Zulhijah, ST. MT., dan Supriono, ST., MT., selaku Dosen Pendamping
Skripsi Bidang Minat Rekayasa Energi Jurusan Teknik Kimia FT-UB yang telah
mendampingi kami dalam proses pelaksanaan skripsi.
4. Evi Sulviani Nengseh., A.Md, selaku PLP Laboratorium OTK Jurusan Teknik Kimia
yang telah membantu dalam proses penelitian skripsi.
5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Kimia FT-UB yang telah memberikan bekal ilmu,
wawasan, serta pengalaman selama mengikuti perkuliahan hingga akhir penyusunan
skripsi.
6. Seluruh staf Jurusan Teknik Kimia FT-UB serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi.
Tidak lupa, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang
telah memberikan semua perhatian dan kasih sayang sehingga naskah Skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik., serta rekan-rekan Teknik Kimia FT-UB yang turut mendukung dan
memberikan semangat pada kami.
Terakhir, penulis berharap naskah Skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi
bagi para pembacanya. Setiap saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh
penulis demi kebaikan penelitian ini. Demikian, penulis menyampaikan terima kasih.
Malang, 12 Agustus 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... viii
DAFTAR SIMBOL .............................................................................................................. ix
RINGKASAN ........................................................................................................................ x
SUMMARY.......................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ......................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 5
2.1. Biodiesel ..................................................................................................................... 5
2.2. Minyak Kelapa Sawit .................................................................................................. 6
2.3. Transesterifikasi .......................................................................................................... 8
2.4. Metanol ..................................................................................................................... 11
2.5. Mekanisme Reaksi Katalis Heterogen ...................................................................... 11
2.6. Zeolit ......................................................................................................................... 13
2.6.1. Sifat Katalitik Zeolit ........................................................................................... 13
2.6.2. Jenis Zeolit ......................................................................................................... 14
2.6.3. Metode Aktivasi Zeolit...................................................................................... 16
2.7. Katalis CaO ............................................................................................................... 17
2.8. Homogenisasi ............................................................................................................ 20
2.8.1. Homogenisasi dengan tekanan (Pressure Homogenizing) ................................. 20
2.8.2. Homogenisasi mekanik (Mechanical Homogenizing) ....................................... 20
vi
2.8.3. Homogenisasi ultrasonik (Ultrasonic Homogenizing) ....................................... 21
2.9. Analisis FT-IR (Fourier-transform Infrared) ........................................................... 22
2.10. Gas Chromatography .............................................................................................. 23
2.11. Penelitian terdahulu ................................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 27
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 27
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................................... 27
3.2.1. Bahan Penelitian ................................................................................................. 27
3.2.2. Alat Penelitian .................................................................................................... 28
3.3. Variabel Penelitian .................................................................................................... 30
3.4. Tahapan Penelitian .................................................................................................... 30
3.4.1. Preparasi Zeolit Alam ......................................................................................... 30
3.4.2 Aktivasi Zeolit Alam .......................................................................................... 31
3.4.3. Preparasi CaO-Zeolit Teraktivasi ....................................................................... 32
3.4.4. Reaksi Transesterifikasi ...................................................................................... 34
3.4.5. Pemisahan dan Pemurnian Produk Biodiesel ..................................................... 34
3.4.6. Karakterisasi Biodiesel (FAME) ........................................................................ 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 40
4.1. Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap yield biodiesel ............................................... 41
4.2. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap konversi biodiesel .......................................... 42
4.3 Karakterisasi biodiesel ............................................................................................... 46
4.4. Analisis FT-IR Katalis CaO-Zeolit Teraktivasi KOH............................................... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 57
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 63
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Syarat Mutu dan Metode Uji Biodiesel (SNI 7182:2015) .................................. 6
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak dari Minyak Kelapa Sawit ......................................... 7
Table 2.3. Baku Mutu Minyak Kelapa Sawit ...................................................................... 8
Tabel 2.4. Sifat Fisika dan Kimia Metanol ........................................................................ 11
Tabel 2.5. Karakteristik zeolit alam Indonesia .................................................................. 15
Tabel 2.6. Komposisi kimiawi zeolite alam Malang. ........................................................ 16
Tabel 3.1. Bahan dalam penelitian dan kegunaan ............................................................. 28
Tabel 4.1. Konversi FAME (%) pada biodiesel tiap variabel ........................................... 42
Tabel 4.2. Kadar FAME (%) pada biodiesel tiap variabel ................................................ 46
Tabel 4.3. Karakteristik biodiesel dari minyak kelapa sawit (variabel 2) ......................... 47
Tabel 4.4. Analisis gugus fungsi pada katalis sebelum dan setelah reaksi ........................ 50
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Reaksi transesterifikasiantara trigliserida dan metanol .................................. 8
Gambar 2.2. Skema reaksi transesterifikasi......................................................................... 9
Gambar 2.3. Tahapan reaksi katalitik dengan menggunakan katalis heterogen ............... 12
Gambar 2.4. Gambar struktur modernit............................................................................. 15
Gambar 2.5. Siklus katalitik katalis .................................................................................. 18
Gambar 2.6. Perbandingan Energi Aktivasi dengan dan tanpa katalis .............................. 18
Gambar 2.7. Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis CaO .............................. 20
Gambar 2.8. Komponen dasar spektrometer FT-IR .......................................................... 23
Gambar 2.9. Blok diagram Gas Chromatography ............................................................ 23
Gambar 3.1. Rangkaian Alat Filtrasi Vakum .................................................................... 29
Gambar 3.2. Rangkaian alat transesterifikasi dengan waterbath ...................................... 29
Gambar 3.3. Diagram alir preparasi katalis zeolit alam .................................................... 31
Gambar 3.4. Diagram alir aktivasi zeolit alam .................................................................. 32
Gambar 3.5. Diagram alir preparasi CaO dengan support zeolit alam .............................. 33
Gambar 3.6. Prosedur proses transesterifikasi biodiesel ................................................... 34
Gambar 3.7. Prosedur pemisahan dan pemurnain produk biodiesel ................................. 35
Gambar 4.1. Diagram pengaruh konsentrasi molar KOH terhadap yield biodiesel .......... 41
Gambar 4.2. Diagram pengaruh konsentrasi molar KOH terhadap konversi FAME ....... 43
Gambar 4.3. Mekanisme reaksi aktivasi zeolit oleh basa .................................................. 44
Gambar 4.4. FT-IR katalis (a) sebelum reaksi (b) sesudah reaksi ..................................... 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama beberapa dekade, peranan energi fosil masih mendominasi pemanfaatan
energi di Indonesia. Namun sebagai bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui,
ketersediaan dan cadangan bahan bakar fosil semakin menurun setiap tahun. Untuk
mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, pemerintah telah mengeluarkan
Kebijakan Energi Nasional dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 mengenai
pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam penggunaan energi nasional
minimal sebesar 23% pada tahun 2025 (BPPT, 2015:21).
Biodiesel merupakan suatu bentuk energi alternatif yang perlu mendapatkan
perhatian lebih dalam proses pengembangannya guna menciptakan kemandirian energi
di masa mendatang. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, biodiesel memiliki
kelebihan diantaranya bersifat dapat diperbaharui dan lebih ramah lingkungan karena
tidak mengandung sulfur. Secara umum, biodiesel dapat disintesis melalui reaksi
transesterifikasi antara gugus trigliserida dengan alkohol rantai pendek seperti metanol
dengan bantuan katalis. Terdapat dua macam katalis yang digunakan dalam reaksi
transesterifikasi, yaitu katalis homogen maupun heterogen. Penggunaan katalis
homogen memiliki kelemahan yaitu sulit dipisahkan dari produk yang dihasilkan.
Untuk mengatasi kelemahan katalis homogen, katalis heterogen dapat digunakan
sebagai alternatif untuk memudahkan dalam proses pemisahan serta mengurangi biaya
produksi karena katalis heterogen dapat digunakan kembali (reuse) (Kusuma, et al.,
2013: 121).
Jenis katalis heterogen yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi meliputi
oksida logam (CaO, MgO, ZnO), hidroksida atau garam yang tidak larut (KF, KI,
K2CO3), serta zeolit (Wu, et al, 2013:13). Di Indonesia, terdapat cadangan zeolit alam
yang melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan. Pada tahun 2015, jumlah sumber
daya zeolit di Indonesia adalah sebesar 432 juta ton (Kementrian ESDM, 2015:24).
Zeolit alam dapat dimodifikasi hingga memiliki luas permukaan spesifik yang besar
hingga 200 m2/gram. Namun, penggunaan zeolit alam memiliki keterbatasan yaitu
masih mengandung banyak impurities sehingga belum optimal untuk diaplikasikan
2
sebagai katalis (Weitkamp, 2000: 175). Selain itu, zeolit memiliki ukuran pori yang
besar sehingga secara umum memiliki luas permukaan per unit volume yang lebih
kecil.
Untuk meningkakan efektivitas dari katalis zeolit dalam transesterifikasi, CaO
dapat digunakan sebagai loading katalis. CaO memiliki sifat basa yang kuat serta tidak
larut di dalam metanol sehingga ideal untuk digunakan dalam proses transesterifikasi.
Keuntungan lain dari penggunaan katalis CaO adalah life time katalis yang lama serta
memiliki aktivitas yang tinggi (Correia, et al., 2016:2). Salah satu masalah yang dapat
ditimbulkan oleh katalis heterogen adalah deaktivasi katalis karena adanya leaching
gugus aktif ke dalam medium reaksi. Ditinjau dari masalah tersebut, intensitas
leaching CaO cukup rendah sehingga dapat digunakan kembali (reuse) hingga delapan
kali dengan yield 73-81% (Boey, et al., 2011:16,20).
Sebelum digunakan sebagai katalis, zeolit alam perlu mengalami proses pre-
treatment untuk mengaktivasi katalis. Hal ini dilakukan karena zeolit alam memiliki
banyak impurities yang dapat menurunkan aktivitas katalitiknya. Proses aktivasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara, seperti hidrotermal dan aktivasi kimia. Proses
hidrotermal memiliki kekurangan karena kondisi operasi yang tinggi (sekitar 550°C)
dan bersifat eksotermik. Sedangkan penggunaan metode aktivasi kimia dapat
melarutkan impurities yang menutup pori zeolit pada kondisi operasi yang rendah.
Pelarutan impurities terjadi akibat sifat asam/basa dari struktur aluminosilikat dengan
adanya ion H+ dan OH
- dalam larutan (Margeta, et al., 2013: 91). Penggunaan
aktivator basa seperti KOH memiliki kelebihan dibandingkan dengan asam karena
reaksi transesterifikasi lebih optimum dilakukan dengan menggunakan katalis yang
bersifat basa.
Proses produksi biodiesel dengan menggunakan katalis heterogen yaitu zeolit,
CaO, atau keduanya, dalam transesterifikasi telah dikembangkan dan diteliti
sebelumnya. Supamathanon et al. (2011) meneliti mengenai penggunaaan katalis K-
Zeolit NaY untuk reaksi transesterifikasi minyak Jatropha. Yield maksimum yang
dihasilkan adalah 73,4%. Wu et al. (2012) menyebutkan bahwa zeolit akan memiliki
aktivitas katalitik yang cukup tinggi jika diembankan dengan NaOH, KNO3, KF, KI,
atau K2CO3 sehingga dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi sebagai katalis.
Pada tahun 2013, Kusuma et al. melakukan penelitian mengenai pemanfaatan zeolit
alam Indonesia sebagai support katalis KOH. Pada penelitian tersebut, yield FAME
3
yang dihasilkan mencapai 95,09%. Selain sebagai katalis, KOH juga berfungsi dalam
proses aktivasi zeolit alam serta untuk membuka pori.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa zeolit alam
memiliki potensi untuk digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi dengan
dilakukan proses aktivasi katalis. Untuk mengoptimalkan kerja dari katalis, digunakan
oksida logam berupa CaO yang diembankan pada zeolit. Dengan demikian, pada
penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh proses preparasi katalis zeolit alam dan
CaO dengan metode microwave irradiation dan aplikasinya dalam proses
transesterifikasi untuk pembentukan biodiesel.
1.2. Rumusan Masalah
Zeolit alam diperlukan sebagai support katalis heterogen dalam reaksi
transesterifikasi. Untuk meningkatkan sifat katalitik zeolit, dilakukan proses aktivasi
dengan menggunakan larutan KOH. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mempelajari
pengaruh konsentrasi larutan KOH pada proses aktivasi terhadap konversi metil ester
(FAME) dan karakteristik biodiesel yang dihasilkan, serta performa katalis CaO-zeolit
teraktivasi KOH yang dihasilkan dengan metode microwave irradiation.
1.3. Batasan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini, akan dibatasi oleh beberapa hal, yaitu:
Bahan baku yang digunakan adalah minyak kelapa sawit dengan kadar asam
lemak bebas 0,320 ± 0,020 %.
Katalis zeolit alam-CaO diaplikasikan di dalam reaksi transesterifikasi biodiesel
antara minyak kelapa sawit dan metanol dengan pemanasan konvensional pada
temperatur 65°C selama 2 jam.
Zeolit alam-CaO dipreparasi dengan menggunakan metode iradiasi microwave.
Karakterisasi katalis dilakukan dengan pengujian FT-IR.
Karakterisasi fisik biodiesel dilakukan dengan pengujian densitas, viskositas,
bilangan asam, kadar air, dan kadar asam lemak bebas (FFA).
Analisis kualitatif biodiesel dilakukan dengan pengujian Gas Chromatography
(GC).
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa katalis CaO-zeolit
teraktivasi KOH yang dihasilkan dengan metode microwave irradiation dan pengaruh
4
konsentrasi molar larutan KOH terhadap konversi metil ester (FAME) yang
dihasilkan, serta mengetahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakter katalis dan pengaruh konsentrasi molar KOH terhadap efektivitas katalis
CaO-zeolit alam teraktivasi KOH dalam reaksi transesterifikasi serta mengetahui
karakteristik biodiesel yang dihasilkan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan biodiesel menjadi perhatian sebagai
bahan bakar alternatif terbarukan. Biodiesel merupakan campuran alkil ester yang dapat
digunakan sebagai minyak pemanas ataupun bahan bakar mesin diesel yang dihasilkan dari
minyak nabati dan lemak hewani (Manzanera, 2011:3). Biodiesel bersifat larut dalam
petrodiesel dalam berbagai rasio. Hal ini menyebabkan di beberapa negara, biodiesel
dijadikan sebagai campuran bahan bakar petrodiesel.
Biodiesel dapat diproduksi dari berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang paling
banyak digunakan diantaranya adalah minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak
kelapa sawit, dan minyak kelapa. Selain dari tumbuhan, bahan baku lain seperti lemak
hewan dan minyak bekas juga dapat digunakan. Pemilihan jenis bahan baku sebagian besar
didasarkan pada kondisi geografis. Dengan bahan baku yang berbeda, proses yang terjadi
dalam sintesis biodiesel juga akan berbeda (Knothe, et al., 2005:1). Biodiesel dapat
diproduksi dari proses esterifikasi asam lemak bebas dan atau transesterifikasi trigliserida,
bergantung dari spesifikasi bahan baku yang digunakan. Proses transesterifikasi digunakan
untuk bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas (FFA) yang rendah,
sedangkan proses esterifikasi dibutuhkan jika bahan baku mengandung kadar FFA yang
tinggi.
Penggunaan biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Hal ini menjadikan biodiesel bersifat kompetitif dengan petrodiesel jika ditinjau dari
beberapa aspek, diantaranya (Knothe, et al., 2005:10):
1. Dihasilkan dari bahan baku yang dapat diperbaharui sehingga mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
2. Bersifat mudah diuraikan atau biodegradable.
3. Dapat mengurangi sebagian besar emisi dari proses pembakaran (kecuali NOx).
4. Memiliki flash point yang lebih tinggi sehingga aman dalam penggunaan dan
proses penyimpanan.
Standar mutu biodiesel di Indonesia ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI
7182:2015 tentang biodiesel. Standar tersebut menetapkan persyaratan mutu dan
6
metode uji biodiesel sebagai substitusi atau campuran dengan petrodiesel. Persyaratan
tersebut disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Syarat Mutu dan Metode Uji Biodiesel (SNI 7182:2015)
No Parameter Uji Satuan
Min/Maks Persyaratan
1 Massa jenis pada 40°C kg/m3 850-890
2 Viskositas kinematik pada 40°C mm2/s (cSt) 2,3-6,0
3 Angka setana Min 51
4 Titik nyala (mangkok tertutup) °C, min 100
5 Titik kabut °C, maks 18
6 Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
7 Gliserol bebas % massa, maks 0,02
8 Gliserol total % massa, maks 0,24
9 Kadar metil ester % massa, min 96,5
Sumber: SNI 7182:2015 (2015:2)
2.2. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan sebagai penghasil minyak makanan,
minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Di Indonesia, kelapa sawit
tersebar di beberapa daerah seperti Aceh, Pantai Timur Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan
Kalimantan. Budidaya kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang besar, sehingga
banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Badan
Penelitian & Pengembangan Pertanian, 2008:1).
Kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Aracaceae atau famili palma yang digunakan
untuk pertanian komersil dengan produksi minyak kelapa sawitnya, serta spesies Elaies
guineensis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki ketinggian mencapai 13-
18 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan
apabila masak berwarna merah kehitaman. Kelapa sawit tumbuh di daerah tropis, sehingga
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi kelapa sawit terbesar kedua
di dunia setalah Malaysia (Lubis & Widanarko, 2011:13-17).
Pada kelapa sawit, bagian utama yang sering diolah yaitu bagian buah. Daging buah
kelapa sawit dapat menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi produk
penting, salah satunya yaitu biodiesel (Hariyadi, 2014:10). Minyak kelapa sawit
7
merupakan trigliserida yang tersusun oleh berbagai asam lemak, baik asam lemak jenuh
maupun asam lemak tak jenuh. Selain itu, minyak kelapa sawit mengandung komponen
non-trigliserida dalam jumlah kecil seperti karoten, tokoferol, sterol, phospatida, besi,
tembaga, air, dan pengotor. Komposisi minyak kelapa sawit yang berperan penting dalam
pembuatan biodiesel yaitu trigliserida (Tambun, 2007:23-24). Komposisi asam lemak
dalam minyak kelapa sawit ditunjukkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak dari Minyak Kelapa Sawit
Jenis Asam Lemak Komposisi (%)
Asam laurat 0,1 – 1
Asam miristat 0,9 – 1,5
Asam palmitat 41,8 – 45,8
Asam palmitoleat 0,1 – 0,3
Asam stearat 4,2 – 5,1
Asam oleat 37,3 – 40,8
Asam linoletat 9,1 – 11
Asam linolenat
Asam arakidonat
0 – 0,6
0,2 – 0,7
Sumber : Hariyadi (2014:12)
Secara spesifik, sifat fisik dan kimiawi dari minyak kelapa sawit berdasarkan SNI
7709:2012 tentang Minyak Goreng Sawit ditunjukkan pada tabel 2.3.
8
Tabel 2.3. Baku Mutu Minyak Kelapa Sawit
No. Kriteria Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Merah/kuning
4 Kadar air dan bahan menguap Maks. 0,1 %
5 Asam lemak bebas Maks. 0,3 %
6 Bilangan peroksida Maks. 10 mek O2/kg
7 Cemaran logam, yaitu :
Kadmium (Cd) Maks. 0,2 mg/Kg
Timbal (Pb) Maks. 0,1 mg/Kg
Raksa (Hg) Maks. 0,05 mg/Kg
Timah (Sn) Maks. 250 mg/Kg
Arsen Maks. 0,1 mg/Kg
2.3. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasanya disebut sebagai alkoholisis) merupakan reaksi
pembentukan alkil ester dari reaksi antara alkohol dengan trigliserida yang terkandung di
dalam minyak atau lemak. Alkohol yang umum digunakan sebagai sumber gugus alkil
adalah metanol (Manzanera, 2011:4). Untuk meningkatkan laju reaksi dan yield, digunakan
bantuan katalis selama reaksi transesterifikasi. Skema reaksi umum proses transesterifikasi
ditunjukkan pada gambar 2.1, dimana R merupakan gugus rantai asam lemak.
Gambar 2.1. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol
Sumber: Manzanera (2011:4)
Transesterifikasi merupakan reaksi yang reversible atau bolak-balik. Meskipun
demikian, reaksi balik dapat diabaikan karena gliserol yang terbentuk sebagai produk
samping bersifat tidak larut dengan produk sehingga menghasilkan dua lapisan. Untuk
Trigliserida Metanol Gliserol
Metil Ester
(Biodiesel)
9
menjaga reaksi kesetimbangan reaksi agar berjalan ke arah produk, maka metanol perlu
ditambahkan dalam jumlah yang berlebih. Rasio molar antara trigliserida dengan metanol
dalam reaksi adalah 1:3. Dengan demikian, dalam reaksi transesterifikasi biasanya
digunakan rasio 1:6 hingga 1:1000 untuk meningkatkan pembentukan produk. Selain itu,
penambahan katalis serta pengambilan produk samping berupa gliserol juga dapat
dilakukan untuk menjaga reaksi berjalan ke arah produk (Manzanera, 2011:5).
Proses transesterifikasi terdiri atas tiga tahapan reaksi bolak-balik seperti yang
ditunjukkan gambar 2.2. Tahapan pertama merupakan konversi trigliserida menjadi
digliserida, kemudian konversi digliserida menjadi monogliserida, dan tahapan terakhir
merupakan konversi monogliserida menjadi gliserol (Ferrari, et al., 2011:223). Setiap
tahapan diikuti dengan pembentukan satu mol metil ester, sehingga reaksi total akan
menghasilkan tiga mol metil ester.
Gambar 2.2. Skema reaksi transesterifikasi
Sumber: Manzanera (2011:5)
Terdapat beberapa faktor yang memperngaruhi jalannya reaksi transesterifikasi,
diantaranya adalah sebagai berikut (Ferrari, et al., 2011:224):
1. Spesifikasi bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses transesterifikasi harus memenuhi
beberapa spesifikasi, diantaranya adalah kelembaban dan kandungan asam lemak
bebasnya. Keberadaan air selama proses transesterifikasi dapat menyebabkan
adanya reaksi saponifikasi untuk membentuk sabun. Kandungan asam lemak bebas
(FFA) pada bahan baku juga perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan kandungan
FFA yang tinggi pada minyak dapat bereaksi dengan katalis basa untuk
membentuk sabun. Oleh karena itu, kandungan FFA dalam minyak perlu dijaga di
bawah 0,5%. Terbentuknya sabun selama reaksi dapat meningkatkan viskositas,
memicu pembentukan gel yang dapat menurunkan yield, dan menyulitkan dalam
proses pemisahan gliserol.
Trigliserida + CH3OH Digliserida + RCOOCH3
Digliserida + CH3OH Monogliserida + RCOOCH3
Monogliserida + CH3OH Gliserol + RCOOCH3
10
2. Rasio molar metanol dan trigliserida
Rasio molar metanol dan trigliserida dapat menentukan yield biodiesel yang
dihasilkan. Semakin tinggi rasio molarnya, maka yield biodiesel yang dihasilkan
akan semakin tinggi dalam jangka waktu yang lebih pendek (Gondra, 2010:16).
Rasio stoikiometri pada transesterifikasi adalah tiga mol alkohol dengan satu mol
trigliserida menghasilkan tiga mol fatty acid ester dan satu mol gliserol. Molar
rasio juga dapat dipengaruhi oleh jenis katalis yang digunakan. Jika menggunakan
katalis asam, dibutuhkan rasio molar yang tinggi hingga 30:1, sedangkan untuk
mencapai yield ester yang sama hanya dibutuhkan rasio molar 6:1 dengan
menggunakan katalis basa.
3. Katalis
Katalis yang digunakan pada proses produksi biodiesel dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu katalis homogen dan heterogen. Katalis homogen merupakan
katalis yang berada dalam satu fase dengan minyak dan alkohol, sedangkan katalis
heterogen memiliki fase yang berbeda dengan medium reaksi. Katalis homogen
dapat dibedakan menjadi katalis asam dan basa, dan katalis heterogen dapat
dikelompokkan menjadi golongan oksida logam, kompleks logam, dan enzim
lipase. Jenis katalis yang berbeda akan membutuhkan konsentrasi yang berbeda
pula dalam pengaplikasiaannya ke dalam reaksi transesterifikasi.
4. Waktu reaksi
Secara umum, konversi minyak menjadi biodiesel dapat meningkat dengan
meningkatnya waktu reaksi. Jika reaksi dilakukan dalam waktu yang singkat, yield
ester yang dihasilkan dapat menjadi rendah karena terdapat beberapa bagian
trigliserida yang belum bereaksi.
5. Temperatur reaksi
Temperatur dapat memengaruhi reaksi transesterifikasi karena semakin tinggi
temperatur, kecepatan reaksi dapat meningkat sehingga menurunkan waktu reaksi
yang dibutuhkan. Namun, temperatur reaksi harus dijaga tidak melebihi titik didih
alkohol agar tidak terjadi penguapan alkohol yang dapat menyebabkan turunnya
yield yang dihasilkan. Temperatur optimum untuk reaksi transesterifikasi berkisar
antara 50-60°C.
11
2.4. Metanol
Metanol merupakan senyawa hidrokarbon dari golongan alkohol (CnH2n+2O) dengan
gugus hidroksil (-OH). Pada kondisi atmosferik, metanol berbentuk cairan yang ringan,
mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan bersifat toxic dengan bau yang khas
(Cheng & Kung, 1994:23). Metanol dapat disintesis dari reaksi antara hidrogen dan karbon
monoksida atau karbon dioksida pada tekanan dan temperatur yang tinggi dengan
menggunakan katalis. Metanol juga dapat diproduksi dari oksidasi parsial hidrokarbon
(Pritchard, 2007:2). Sifat fisik dan kimia metanol ditunjukkan pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Sifat Fisika dan Kimia Metanol
Parameter Nilai
Berat molekul 32,04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Densitas 792 kg/m3
Flash point 11°C
Titik didih 65°C
Kelarutan Larut dalam air, etanol, eter,
aseton, dan kloroform
Sumber: Valtech (2013:5)
Dalam pembuatan biodiesel, jenis alkohol yang sering digunakan yaitu metanol dan
etanol. Kedua jenis alkohol ini sering digunakan karena memiliki berat molekul yang
rendah dibandingkan dengan jenis alkohol lainnya, sehingga berpotensi untuk digunakan
dalam pembuatan biodiesel. Dibandingkan dengan etanol, metanol sering digunakan dalam
pembuatan biodiesel karena berat molekul yang lebih rendah, mudah bereaksi, stabil dan
murah. Namun, metanol bersifat toxic dan berbahaya. Dalam pembuatan biodiesel melalui
reaksi transesterifikasi, alkohol berperan sebagai pemecah molekul minyak (trigliserida)
secara kimia menjadi alkil ester dan gliserol (Knothe, et al., 2005:34).
2.5. Mekanisme Reaksi Katalis Heterogen
Reaksi dengan menggunakan katalis heterogen terdiri atas tahapan reaksi kimia dan
fisika. Pada saat terjadinya proses katalitik, reaktan ditransportasikan pada katalis.
Selanjutnya pada katalis akan terjadi beberapa peristiwa seperti difusi, adsorpsi, dan
desorpsi selama proses reaksi hingga reaksi selesai. Tahapan mekanisme yang terjadi pada
12
saat reaksi katalitik dengan menggunakan katalis heterogen digambarkan pada gambar 2.3
dengan tahapan sebagai berikut (Hagen, 2006:99):
1. Difusi reaktan (starting materials) melalui boundary layer pada permukaan
katalis.
2. Difusi reaktan (starting materials) ke dalam pori katalis (pore diffusion).
3. Adsorpsi reaktan menuju permukaan bagian dalam pori.
4. Terjadinya reaksi kimia pada permukaan katalis.
5. Desorpsi produk hasil reaksi dari permukaan katalis.
6. Difusi produk keluar dari pori katalis.
7. Difusi produk melewati boundary layer dan menuju ke medium reaksi.
Gambar 2.3. Tahapan reaksi katalitik dengan menggunakan katalis heterogen
Sumber: Hagen (2006:99)
Tahapan adsorpsi pada permukaan katalis heterogen merupakan tahapan penting dalam
proses reaksi, sehingga tahapan keempat yang merupakan proses terjadinya reaksi kimia
tidak dapat dipisahkan dari tahapan adsopsi dan desorpsi (tahap ke-3 dan ke-5). Proses
adsorpsi dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi
fisika, terjadi gaya van der Waals dan tidak terjadi mekanisme transfer elektron di
dalamnya. Sedangkan pada adsorpsi kimia, akan terbentuk ikatan kimia antara katalis dan
reaktan dan terjadi transfer elektron. Luas permukaan katalis merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam proses adsorpsi. Proses katalisis dengan menggunakan katalis
heterogen melibatkan proses adsopsi secara kimia. Peristiwa ini ditandai dengan adanya
reaksi kimia antara molekul reaktan dengan atom-atom pada permukaan katalis yang
terdapat pada sisi aktif katalis (Hagen, 2006:104).
Katalis
Pori
Layer difusi film
13
Perhitungan laju reaksi efektif, reff, dalam suatu reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi
yang paling lambat. Tahapan yang menentukan laju reaksi pada mekanisme katalisis
heterogen adalah tahap 3-5, yakni adsorpsi reaktan, reaksi kimia, dan desorpsi produk.
Laju reaksi tersebut ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya phase boundary, bulk
density katalis, struktur pori, dan laju difusi terhadap boundary layer (Hagen, 2006:99).
2.6. Zeolit
Zeolit merupakan aluminosilikat yang berbentuk kristal yang tersusun atas SiO4 dan
AlO4 tetrahedral yang bergabung dan berikatan pada atom oksigen yang sama. Susunan
molekul zeolit membentuk pori-pori yang memungkinkan adanya molekul lain dapat
terpenetrasi. Alumunium yang menyusun rangka zeolit menyebabkan adanya muatan
negatif sehingga perlu diseimbangkan dengan adanya kation yang dapat dipertukarkan
(Ruthven, 1984:9).
Karakteristik dari molekul zeolit ditentukan dari senyawa penyusunnya. Senyawa
penyusun zeolit diantaranya adalah molekul air dan ion logam alkali yang bersifat mobile,
sehingga dapat dipertukarkan dengan kation lain. Bagian dalam pori zeolit merupakan
bagian sisi aktif katalitik dari zeolit. Struktur pori ini bergantung pada komposisi, tipe
zeolit, dan tipe kation. Secara umum, formula molekul zeolit adalah:
MIM
II[(AlO2)x . (SiO2)y . (H2O)z]
Dengan MI dan M
II adalah logam alkali dan alkali tanah. Variabel x dan y
menunjukkan jumlah oksida, dan z menunjukkan jumlah molekul air yang terhidrasi.
Komposisi zeolit dapat disimbolkan dari rasio atomik Si/Al atau perbandingan rasio molar
SiO2 dengan Al2O3 (Hagen, 2006:239).
2.6.1. Sifat Katalitik Zeolit
Pada tahun 1962, zeolit diperkenalkan oleh Mobil Oil Corporation sebagai katalis
dalam proses perengkahan pada industri pengeboran minyak. Hal ini dikarenakan
zeolit memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi dalam proses cracking dan
hydrocracking. Di akhir tahun 1960-an, konsep shape-selective catalysis dengan
menggunakan zeolit mulai banyak dikembangkan baik untuk penelitian maupun
aplikasinya di dunia industri, khususnya industri petrokimia. Penggunaan zeolit yang
semakin meningkat dikarenakan secara umum zeolit memiliki keunggulan,
diantaranya adalah (Hagen, 2006:243):
14
a. Memiliki struktur kristalin dalam susunan SiO4 dan AlO4- tetrahedral. Hal ini
mengakibatkan zeolit memiliki kemampuan yang baik untuk direproduksi
kembali.
b. Memiliki sifat shape selectivity, yang mengakibatkan hanya molekul yang memiliki
ukuran diameter pori yang lebih kecil dari zeolit yang dapat bereaksi.
c. Ion logam aktif lain dapat diaplikasikan ke dalam katalis zeolit dengan
menggunakan metode pertukaran ion atau impregnasi.
d. Katalis zeolit bersifat stabil terhadap panas hingga temperatur 600°C.
e. Katalis zeolit dapat diaplikasikan untuk reaksi pada temperatur 150°C, dimana pada
temperatur tinggi secara umum terdapat kecenderungan kesetimbangan
termodinamika berjalan ke arah reaksi pembentukan produk samping.
2.6.2. Jenis Zeolit
Berdasarkan pembentukannya, zeolit dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu zeolit
alam dan zeolit sintesis. Perbedaan dari kedua jenis zeolit tersebut adalah:
a. Zeolit alam
Zeolit alam pertama kali ditemukan pada tahun 1756 di rongga batuan basalt.
Pada akhir abad ke-19, zeolit juga dapat ditemukan pada batuan sedimen.
Terbentuknya zeolit alam dapat disebabkan karena adanya aktivitas hidrotermal dan
endapan yang terbentuk akibat adanya letusan gunung berapi yang berada pada
tempat yang basa. Pengkajian terhadap zeolit alam telah banyak dilakukan. Hingga
saat ini, sekitar lebih dari 40 jenis zeolit telah ditemukan (Xu, et al., 2007:2).
Zeolit alam banyak digunakan pada proses pengeringan, pemisahan gas dan
liquid, pelunakan air, maupun pengolahan limbah. Di samping itu, zeolit alam juga
dapat digunakan sebagai katalis ataupun support katalis. Keberadaan zeolit alam
yang melimpah menyebabkan permintaan zeolit alam cukup tinggi. Hal ini
didukung dengan penanganannya yang mudah sehingga dapat menurunkan biaya
operasi (Xu, et al., 2007:3).
Di Indonesia terdapat cadangan zeolit alam yang melimpah dan berpotensi
untuk dikembangkan. Karakteristik zeolit alam tersebut ditunjukkan pada tabel 2.5.
15
Tabel 2.5. Karakteristik zeolit alam Indonesia
Sumber Perbandingan
Si/Al
Volume Rongga
(m3/gram)
Luas permukaan
(m2/gram)
Malang 2,86 0,5 183,78
Cikalong 3,14 0,6 211,92
Banten 4,01 0,5 163,69
Lampung 3,78 0,4 170,81
Bogor 2,84 0,6 285,72
Sumber: Zulfa (2011:78)
Berdasarkan tabel 2.5, dapat diketahui bahwa zeolit alam Malang memiliki
luas permukaan yang relatif besar dibandingkan dengan zeolit alam lainnya. Zeolit
alam Malang memiliki struktur modernit (Zulfa, 2011:79). Modernit merupakan
jenis zeolit yang memiliki rasio Si/Al mendekati 5,0. Kandungan alumunium di
dalamnya dapat menurun akibat adanya leaching dengan asam tanpa menyebabkan
adanya perubahan yang signifikan pada susunan kristalitasnya. Gambar 2.4
merupakan struktur dari modernit.
Gambar 2.4. Gambar struktur modernit
Sumber: Ruthven (1984:16)
Secara spesifik, komposisi kimiawi zeolit alam Malang terdapat pada tabel 2.6.
16
Tabel 2.6. Komposisi kimiawi zeolit alam Malang
Rumus Kimia Jumlah (% massa)
MgO 1,5965
Al2O3 10,2816
SiO2 53,2322
S 0,1267
K2O 1,5275
CaO 27,6908
TiO2 0,3802
MnO 0,1886
Fe2O3 4,8386
SrO 0,1374
Sumber: Setiadi & Astri Pertiwi (2007:3)
b. Zeolit sintesis
Zeolit sintesis merupakan zeolit yang disintesis dengan mengatur rasio Si dan
Al di dalamnya. Sintesis zeolit diawali dari pencampuran senyawa aluminium dan
silikon dalam fase cair. Reaksi tersebut dapat terjadi pada tekanan atmosferik,
namun seringkali dilakukan pada tekanan tinggi. Setelah proses pencampuran pada
fase cair dan terbentuk gel, akan terjadi fase transisi dari fasa gel menjadi fasa cair
dan akan terbentuk partikel zeolit kristalin yang amorf (Hagen, 2006:242).
Struktur zeolit dapat dimodifikasi kembali setelah proses sintesis dengan cara
pertukaran spesies di dalam framework. Rasio Si/Al dapat diubah dengan proses
dealuminasi dengan cara perlakuan dengan asam, steaming, dan pertukaran dengan
ion ammonium (Hagen, 2006:242). Dibandingkan dengan zeolit alam, zeolit
sintesis memiliki beberapa kelebihan diantaranya kemurnian yang tinggi, ukuran
pori yang seragam, dan memiliki kapasitas pertukaran ion yang lebih baik.
2.6.3. Metode Aktivasi Zeolit
Proses aktivasi zeolit dilakukan untuk membentuk struktur yang lebih stabil. Hal
ini dikarenakan setiap zeolit memilki framework, komponen penyusun, serta bentuk
dan ukuran pori tertentu yang dapat membentuk struktur yang baru jika dilakukan
proses hidrotermal ataupun dengan menggunakan pelarut tertentu (Xu, et al.,
2007:345). Metode yang dapat digunakan untuk aktivasi zeolit antara lain:
17
2.6.3.1. Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia dapat dilakukan dengan menggunakan garam inorganik
(NaCl, CaCl2, BaCl2, NH4Cl, FeCl3), asam (HCl, HNO3), ataupun basa inorganik
(NaOH, KOH, Ca(OH)2). Perlakuan dengan menggunakan asam merupakan proses
yang paling umum dan sederhana untuk modifikasi zeolit. Efektivitas dari perlakuan
dengan menggunakan asam bergantung pada komposisi kimia, struktur, dan
kemurnian. Larutan asam akan melarutkan senyawa-senyawa yang menutup pori
zeolit. Menurut teori Bronsted-Lewis, pelarutan zeolit alam di dalam larutan terjadi
akibat sifat asam atau basa dari struktur aluminosilikat dengan adanya ion H+ dan OH
-
dalam larutan (Margeta, et al., 2013: 91). Penggunaan basa inorganik kuat seperti
NaOH, KOH, dan LiOH dalam proses aktivasi dapat menyebabkan terjadinya
pertukaran lebih lanjut antara kation pengotor dalam zeolit dengan kation Na+, K
+,
atau Li+ yang terdapat pada larutan (Koohsaryan & Anbia, 2016:454).
2.6.3.2. Aktivasi Hidrotermal
Proses modifikasi seacara termal pada temperatur yang tinggi dilakukan untuk
menghilangkan molekul air dan untuk mengoksidasi senyawa organik dari pori.
Adanya air di dalam saluran pori zeolit memiliki berat 10-25% dari total massa zeolit.
Temperatur yang biasa digunakan adalah sekitar 550°C dan bersifat eksotermik.
Untuk memilih kondisi operasi yang dapat dilakukan, maka perlu diketahui sifat dari
zeolit. Hal ini dikarenakan penanganan yang salah dapat menyebabkan rusaknya
struktur dari zeolit (Xu, et. al., 2007:345).
2.7. Katalis CaO
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi kimia tanpa mempengaruhi
kesetimbangan reaksi. Katalis tidak mengalami perubahan selama reaksi berlangsung.
Dalam suatu reaksi, katalis terlibat dalam ikatan kimia dengan reaktan. Reaktan dan katalis
saling berikatan sehingga akan dihasilkan produk reaksi. Setelah produk terbentuk, katalis
akan diregenerasi seperti keadaan awal (Hagen, 2006:1). Fenomena tersebut dikenal
sebagai siklus katalitik yang ditunjukkan pada gambar 2.5.
18
Gambar 2.5. Siklus katalitik katalis
Sumber: Hagen (2006:2)
Di dalam reaksi kimia, katalis memberikan mekanisme reaksi alternatif dengan energi
aktivasi yang lebih rendah dibandingkan dengan reaksi tanpa katalis. Dengan energi
aktivasi yang lebih rendah, katalis dapat meningkatkan laju reaksi sehingga reaksi dapat
berjalan lebih cepat (Page, 1978 :7). Berikut ini perbandingan energi aktivasi dengan dan
tanpa katalis.
Gambar 2.6. Perbandingan Energi Aktivasi dengan dan tanpa katalis
Sumber: Masterton (2012:353)
Di dalam reaksi transesterifikasi, katalis yang digunakan memiliki beberapa syarat
yaitu tidak terdeaktivasi dengan air, stabil, tidak mudah leaching, aktif dalam temperatur
R (Reaktan)
Katalis Katalis - R
P (Produk)
Energi
Jalur Reaksi
19
yang rendah, serta memiliki selektivitas yang tinggi (Refaat, 2011:204). Dalam pembuatan
biodiesel, katalis dibutuhkan dalam reaksi transesterifikasi karena laju reaksi cenderung
rendah (lambat). Umumnya, katalis yang digunakan berupa katalis basa homogen. Namun,
katalis homogen memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan kembali, sulit dipisahkan
serta membutuhkan proses pemurnian lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan biaya
produksi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka dapat digunakan katalis heterogen
(Manzanera, 2011: 6-7).
Katalis heterogen diklasifikasikan menjadi dua, yaitu katalis asam dan basa. Sifat dari
katalis mempengaruhi laju reaksi transesterifikasi. Semakin kuat sifat basanya, maka
keberadaan sisi aktif dapat meningkatkan performa katalis dalam reaksi transesterifikasi.
Oleh sebab itu, umumnya pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa dalam reaksi
transesterifikasi (Manzanera, 2011: 7-8).
Beberapa jenis katalis basa heterogen yang sering digunakan dalam reaksi
transesterifikasi antara lain logam alkali karbonat, logam alkali tanah karbonat, oksida
logam alkali tanah dan oksida lainnya (Manzanera, 2011: 8). Salah satu contoh katalis basa
heterogen yaitu kalsium oksida (CaO). CaO merupakan oksida logam yang berbentuk
padatan atau kristal berwarna putih yang berpotensi sebagai katalis dalam reaksi
transesterifikasi. Kelebihan CaO sebagai katalis basa heterogen antara lain memiliki
alkalinitas dan aktivitas yang tinggi, lifetime yang lama, dan tidak mudah larut dalam
metanol. Hal ini sesuai dengan syarat katalis basa padat pada proses produksi biodiesel
(Wu, et al., 2013:13).
Berat molekul dari CaO yaitu 56,08 gram/mol. CaO memiliki sifat fisik berupa titik
didih dan titik leleh sebesar 2.850 °C dan 2.573 °C. Penggunaan CaO perlu diperhatikan
karena CaO berpotensi menyebabkan iritasi bila mengenai mata, kulit, pernafasan serta
pencernaan (Sciencelab, 2012:3).
Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis CaO dijelaskan pada gambar 2.7.
Metanol akan terionisasi menjadi ion metoksida (CH3O-) dan ion H
+ yang menempel pada
permukaan katalis. Ion metoksida kemudian akan menyerang gugus karbonil dari molekul
trigliserida (tahap 1). Dari proses tersebut, akan terbentuk senyawa intermediet yang
berbentuk tetrahedral (tahap 2). Selanjutnya intermediet tersebut akan membentuk anion
digliserida dan melepaskan satu mol metil ester (tahap 3). Anion digliserida kemudian akan
distabilkan dengan proton dari permukaan katalis untuk membentuk digliserida dan dalam
waktu yang sama, katalis akan teregenerasi. Siklus ini berjalan secara kontinyu hingga
20
ketiga gugus karbonil pada trigliserida bereaksi dengan ion metoksida untuk membentuk
satu mol gliserol dan tiga mol metil ester (Boey, et al., 2011:20).
Gambar 2.7. Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis CaO
Sumber: Boey, et al (2011:20)
2.8. Homogenisasi
Proses homogenisasi merupakan kegatan untuk menghasilkan suatu keadaan
homogen. Suatu material dikatakan mencapai keadaan homogen apabila memiliki
komposisi, struktur, atau karakter yang seragam. Proses homogenisasi dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Secara umum, metode homogenisasi dikelompokkan menjadi 3
bagian, yaitu dengan menggunakan tekanan, mekanik, dan ultrasonik (Dhankhar, 2014:1).
2.8.1. Homogenisasi dengan tekanan (Pressure Homogenizing)
Proses homogenisasi dengan menggunakan tekanan tinggi telah digunakan
beberapa tahun untuk berbagai macam varietas bakteri, yeast, dan miselia. Proses
homogenisasi tipe ini dilakukan dengan mendesak suspensi untuk melalui saluran yang
sempit atau orifice yang bertekanan. Proses homogenisasi terjadi akibat adanya
kombinasi antara perbedaan tekanan yang besar, terbentuknya tipe aliran yang turbulen,
serta adanya gaya gesek dengan dinding yang kuat. Beberapa parameter operasi yang
mempengaruhi efektivitas dari homogenizer bertekanan adalah tekanan, temperatur,
jumlah passes, desain valve atau katup, dan laju alir (Dhankhar, 2014:2).
2.8.2. Homogenisasi mekanik (Mechanical Homogenizing)
Homogenisasi secara mekanik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dengan
rotor-stator dan blade. Pada rotor-stator homogenizer, rotor digerakkan secara mekanik
dan hidraulik untuk dapat berkontak dengan suatu material. Rotor terpasang pada stator
(1) (2) (3)
21
yang memiliki slot. Karena rotor berputar dengan kecepatan rpm yang tinggi, ukuran
material akan berkurang akibat adanya kombinasi dari turbulensi aliran dan gaya
gesekan yang terjadi. Variabel yang dapat meningkatkan efisiensi dari rotor-stator
homogenizer diantaranya adalah desain rotor dan stator, kecepatan rotor, ukuran
sampel, viskositas medium, laju alir, konsentrasi sampel, bentuk vessel, dan posisi
rotor-stator. Namun, pada proses ini sampel yang telah terhomogenisasi dapat
terkontaminasi dengan partikel kaca atau stainless steel, serta dapat mengakibatkan
adanya kavitasi. Kavitasi adalah terbentuknya vapor bertekanan rendah di dalam aliran
liquid. Proses kavitasi dapat terjadi akibat perpindahan objek padatan di dalam liquid
pada kecepatan yang tinggi (Dhankhar, 2014:3).
Tipe kedua dari proses homogenisasi mekanik adalah dengan menggunakan blade
homogenizer. Alat ini dilengkapi dengan blade di bagian atas atau bawah yang berputar
dengan kecepatan 6.000 sampai 50.000 rpm, dengan jumlah sampel liquid mulai 0,1
mL hingga multi-galon. Namun, tipe ini kurang efisien jika dibandingkan dengan tipe
rotor-stator (Dhankhar, 2014:3).
2.8.3. Homogenisasi ultrasonik (Ultrasonic Homogenizing)
Gelombang ultrasonik merupakan spektrum audio dengan frekuensi di atas 20
kHz. Frekuensi ini berada di atas spektrum standar pendengaran manusia yang berkisar
antara 20 Hz sampai 20 kHz. Gelombang ultrasonik memiliki aplikasi yang luas dalam
berbagai disiplin ilmu dan industri seperti fisika, biologi, oseanografi, seismologi,
industri makanan dan obat-obatan. Luasnya pengaplikasian gelombang ultrasonik
disebabkan karena gelombang ultrasonik memiliki kecepatan rambat yang rendah,
sekitar 100.000 kali lebih rendah dibandingkan dengan gelombang elektromagnetik.
Hal ini akan mendukung dalam penyajian data atau informasi dalam variabel waktu
tertentu. Di samping itu, gelombang ultrasonik dapat berpenetrasi melalui material
yang tidak tembus cahaya atau opaque (Cheeke, 2002:16).
Energi yang dipancarkan oleh gelombang ultrasonik dapat memengaruhi aktivitas
kimia dari suatu sistem. Hal ini diakibatkan adanya produksi panas, terciptanya
pencampuran serta kontak yang intim antarmaterial, dispersi layer, dan produksi
senyawa kimia radikal. Produksi senyawa radikal diakibatkan adanya temperatur yang
tinggi dan tegangan yang disebabkan oleh gelombang akibat kavitasi (Ensminger &
Bond, 2012:563)
22
Dalam proses homogenisasi ultrasonik, terjadi pembentukan gelombang sonik
pada media liquid. Gelombang tersebut akan menyebabkan terbentuknya aliran pada
liquid dan pada kondisi tertentu, akan terbentuk gelembung-gelembung yang berukuran
mikro dengan sangat cepat. Gelembung ini disebut sebagai gelembung kavitasi.
Gelembung kavitasi tersebut akan tumbuh dan saling bergabung hingga mencapai
ukuran resonansi tertentu, dan pada akhirnya akan terpecah. Pecahnya gelembung-
gelembung akan menghasilkan shockwave dengan energi tertentu untuk memutus
ikatan kovalen (Dhankhar, 2014:1). Selain itu, pecahnya gelembung kavitasi akan
menyebabkan terbentuknya arus dan turbulensi aliran yang akan mengganggu ikatan
partikel dan menyebabkan terjadinya tumbukan antarpartikel (Advance Equipment
Engineering, 2015:7).
Keuntungan dari penggunaan ultrasonic homogenizer adalah minimumnya jumlah
bagian alat yang bergerak (moving parts) dan terbasahi. Hal ini dapat menurunkan
waktu pembersihan dan perawatan peralatan. Keuntungan lain yang dapat diperoleh
adalah adanya sistem kontrol terhadap parameter operasi yang memengaruhi proses
kavitasi, seperti amplitudo dan tekanan (Advance Equipment Engineering, 2015:7).
2.9. Analisis FT-IR (Fourier-transform Infrared)
Spektroskopi FT-IR merupakan suatu instrumentasi yang dapat mengidentifikasi jenis
frekuensi gugus tertentu dengan cara menginterpretasikan spektrum yang muncul akibat
adanya sumber radiasi sinar inframerah. Prinsip kerja dari Infrared stresptoscopy adalah
berdasarkan vibrasi atom di dalam molekul. Spektrum inframerah yang muncul didapatkan
dari besarnya fraksi radiasi infra merah yang diserap sampel pada besaran energi tertentu.
Secara umum, molekul yang dapat menunjukkan absorpsi inframerah adalah molekul yang
dapat mengalami perubahan momen dipol selama terjadinya vibrasi pada molekul (Stuart,
2004:5).
Komponen dasar dari spektrometer FT-IR digambarkan pada gambar 2.8. Radiasi
inframerah yang dipancarkan dari sumber radiasi akan melewati interferometer dan menuju
sampel. Sumber radiasi yang biasa digunakan adalah lampu merkuri untuk daerah serapan
inframerah yang jauh, atau lampu tungsten-halogen untuk daerah serapan uang dekat.
Sedangkan jenis interferometer yang biasa digunakan dalam FT-IR adalah interferometer
Michelson, yang terdiri atas dua kaca datar yang saling tegak lurus. Diantara kedua kaca
tersebut, diletakkan beamsplitter, yang berfungsi untuk mengatur dan membagi sinar ke
interferometer. Sinar yang mengenai interferometer akan dipantulkan kembali dan
23
ditransimikan menuju beamsplitter untuk dikumpulkan sehingga terjadi interferensi dan
menuju sampel. Besarnya sinar yang diserap sampel akan diterima oleh detektor. Sinyal
yang diterima oleh detektor kemudian akan dikonversi menjadi sinyal digital dalam yang
dapat dibaca oleh komputer (Stuart, 2004:18-23).
Gambar 2.8. Komponen dasar spektrometer FT-IR
Sumber: Stuart (2004:18)
2.10. Gas Chromatography
Gas Chromatography merupakan suatu metode pemisahan komponen dalam sampel,
yang akan mengalami partisi diantara dua fasa. Fasa tersebut adalah fasa stationer yaitu bed
dengan permukaan yang luas, dan fasa bergerak (mobile phase) yang berupa gas yang
bergerak melewati fasa stationer. Gas Chromatography dapat digunakan untuk
menganalisis komposisi dari suatu campuran. Bagian-bagian pada instrumentasi GC dapat
dilihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Blok diagram Gas Chromatography
Sumber: Jeffery, et al. (1989:235)
Silinder berisi gas pembawa yang akan digunakan untuk membawa sampel ke dalam
kolom. Gas pembawa dapat berupa helium, nitrogen, hidrogen, atau argon. Gas pembawa
harus bersifat inert dan tidak bereksi secara kimia dengan sampel. Dasar pemilihan gas
pembawa bergantung pada berbagai faktor, diantaranya ketersediaan, kemurnian yang
dibutuhkan, dan tipe detektor yang digunakan. Silinder gas ini terhubung dengan flowmeter
yang berfungsi untuk mengontrol dan memonitor laju alir dari gas pembawa. (Jeffery, et
al., 1989:236). Laju alir yang konstan dibutuhkan dalam analisis kualitatif untuk
memperoleh retention time dari suatu komponen sehingga identifikasi senyawa dapat lebih
mudah dilakukan (Mc Nair & Miller, 2009:12).
Silinder Gas
Flowmeter
Kolom
GLC
Sampel
Detektor
Chart
Recorder
Sumber Interferometer Sampel Detektor
r
Converter Komputer
24
Gas pembawa kemudian akan membawa sampel yang diinjeksikan dari bagian atas
kolom dengan menggunakan microsyringe. Proses pemisahan komponen secara aktual
terjadi pada kolom. Kolom tersebut merupakan kolom dengan sistem pemanasan terkontrol
dengan rentang temperatur yang dijaga dalam kondisi isothermal. Temperatur operasi pada
kolom bervariasi, mulai dari temperatur ruang hingga 400°C. Efektivitas pemisahan pada
kolom ditentukan oleh berbagai macam faktor, diantaranya support yang digunakan, tipe
dan jumlah fasa liquid, jenis packing, panjang kolom, dan temperatur operasi. Sampel akan
dievaporasi dan dibawa oleh gas menuju kolom. Di kolom, sampel akan mengalami partisi
ke dalam fasa stationer berdasarkan kelarutannya pada temperatur tertentu. Komponen-
komponen dalam sampel akan memisah satu sama lain berdasarkan tekanan uap relatif dan
afinitasnya terhadap fasa stationer (Mc Nair & Miller, 2009:2).
Setelah terpisah menjadi komponen-komponen tertentu, komponen tersebut akan
menuju detektor yang akan mendeteksi dan mengukur jumlah komponen yang terdapat
pada aliran gas pembawa yang keluar dari kolom. Output dari pembacaan detektor
kemudian akan disalurkan menuju recorder yang akan mengolah data dalam bentuk
diagram kromatrogram (Jeffery, et al., 1989:240).
Analisis dengan menggunakan GC memiliki beberapa keuntungan, diantaranya proses
analisis yang cepat, akurat, dan membutuhkan sampel dalam jumlah yang relatif kecil. GC
juga dapat dipadukan dengan instrumentasi lain seperti mass spectrometer sehingga proses
analisis data menjadi lebih mudah dan akurat. Meskipun demikian, penggunaan GC
terbatas untuk sampel-sampel yang mudah menguap dan labil terhadap panas (Mc Nair &
Miller, 2009:6).
2.11. Penelitian terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang mempelajari mengenai penggunaan katalis zeolit
alam, CaO, ataupun keduanya di dalam reaksi transesterifikasi pembentukan biodiesel.
Patil et al. (2011) mempelajari mengenai laju reaksi dan yield biodiesel yang dihasilkan
dari reaksi antara minyak Camelina sativa dengan metanol dengan menggunakan katalis
oksida logam (BaO, SrO, CaO, dan MgO), baik dengan pemanasan konvensional dan
menggunakan microwave. Hasil yang diperoleh yaitu katalis heterogen yang digunakan
dalam reaksi ini memiliki selektivitas yang berbeda bergantung dari sifat asam-basa dan
luas permukaan spesifiknya. BaO memiliki performa yang paling baik dibandingkan
dengan SrO, CaO, dan MgO.
25
Nuttinee S. et al. (2011) melakukan penelitian mengenai preparasi katalis K-NaY
dengan metode impregnasi NaY pada larutan buffer CH3COOK/CH3COOH. Reaksi
dilakukan dengan pemanasan konvensional pada suhu 65°C. Hasil penelitian yang
diperoleh yaitu yield biodiesel optimum yang diperoleh adalah 73,4% dengan jumlah
catalyst loading 12%, waktu reaksi 3 jam dan rasio molar metanol:minyak adalah 16:1.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wu et al. (2013) dengan melakukan preparasi
katalis CaO yang diberi pengemban (support) berupa zeolit tipe NaY, KL, dan NaZSM-5,
dengan menggunakan metode microwave irradiation. Katalis tersebut kemudian
diaplikasikan ke dalam reaksi transesterifikasi antara soybean oil dengan metanol. Dari
penelitian didapatkan bahwa yield biodiesel terbesar (95%) diperoleh pada katalis yang
diberi pengemban zeolit NaY dengan rasio 30% CaO di dalam zeolit NaY. Kondisi
tersebut dicapai pada rasio molar metanol dan soybean oil yaitu 9:1, temperatur reaksi
65°C, waktu reaksi 3 jam, dan konsentrasi katalis 3%.
Kusuma et al. pada tahun 2013 mempelajari mengenai proses transesterifikasi antara
minyak kelapa sawit dan metanol dengan menggunakan katalis KOH/zeolit. Katalis
KOH/zeolit dibuat dengan metode impregnasi basah. Variabel tetap yang ditetapkan adalah
temperatur reaksi 60°C, konsentrasi katalis 3%, dan rasio molar trigliserida metanol 1:7.
Dari penelitian didapatkan yield maksimum yang dihasilkan adalah 95,09% pada variabel
waktu reaksi 2 jam.
Penelitian terbaru pada 2016 yang dilakukan oleh Wei Ye et al., dilakukan dengan
menggunakan minyak sawit dan metanol, serta katalis CaO. Reaksi dijaga pada temperatur
konstan 65°C selama 60 menit. Kemudian pemisahan biodiesel dilakukan dengan
menggunakan centrifuge. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa kondisi optimum
untuk reaksi adalah daya microwave 150 W, rasio molar alkohol dengan minyak adalah
9:1, kecepatan pengadukan 450 rpm, dan jumlah katalis 5% dengan yield metil ester adalah
89,9%.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2016 hingga Maret 2017 di
Laboratorium Operasi Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya Malang. Untuk karakterisasi katalis CaO-zeolit alam teraktivasi KOH dilakukan
dengan pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) di Laboratorium
Kimia Analisis, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan untuk
mengetahui kandungan metil ester (FAME) dalam biodiesel yang dihasilkan, dilakukan uji
kualitatif menggunakan Gas Chromatography di Laboratorium Kimia Analisis Politeknik
Negeri Malang.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah minyak kelapa sawit dengan kadar
asam lemak bebas 0,320 ± 0,020 %, metanol (grade p.a. dengan kemurnian >99,9%),
CaO (grade p.a dengan kemurnian >96%), zeolit alam, padatan KOH (grade p.a.
dengan kemurnian >99%), etanol (grade p.a. dengan kemurnian >99,9%), indikator
fenolftalein, dan asam oksalat (grade p.a. dengan kemurnian >99,9%). Zeolit alam
diperoleh dari wilayah Malang. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian serta
kegunaannya dijelaskan pada tabel 3.1.
28
Tabel 3.1. Bahan dalam penelitian dan kegunaan
Bahan Penelitian Kegunaan
Minyak kelapa sawit Sebagai reaktan (sumber trigliserida) dalam
reaksi transesterifikasi
Metanol Sebagai reaktan (penyuplai gugus metil) dalam
reaksi transesterifikasi
CaO Sebagai penyedia sisi aktif katalis heterogen
Zeolit alam Sebagai support katalis CaO
Padatan KOH Dalam bentuk larutannya digunakan dalam
aktivasi zeolit alam dalam beberapa konsentrasi
molar. KOH 0,1 N juga diperlukan sebagai
titran pada proses pengujian bilangan asam dan
kadar FFA pada biodiesel
Etanol Digunakan dalam uji bilangan asam dan kadar
FFA pada biodiesel
Indikator Fenolftalein Indikator pada proses titrasi bilangan asam dan
kadar FFA
Asam oksalat Digunakan dalam proses standarisasi larutan
KOH pada proses pengujian bilangan asam dan
FFA pada biodiesel
3.2.2. Alat Penelitian
Garis besar penelitian ini terdiri atas empat tahapan utama, yaitu tahap preparasi
katalis, reaksi transesterifikasi, pemurnian biodiesel, dan uji fisik pada biodiesel yang
dihasilkan. Peralatan yang digunakan pada tahapan preparasi katalis diantaranya adalah
hammer mill, mortar dan pestle, neraca analitik, ayakan 200 mesh, ultrasonic cleaner,
oven, hot plate & stirrer, microwave, furnace, dan rangkaian alat filtrasi vakum yang
terdiri atas corong buchner, vacuum jet ejector, filtering flask, dan kertas saring. Skema
rangkaian peralatan dalam proses filtrasi vakum terdapat pada gambar 3.1.
29
30
Peralatan yang digunakan dalam proses pemurnian biodiesel terdiri atas corong
pisah, centrifuge, dan rangkaian peralatan refluks. Rangkaian refluks ini terdiri atas
heating mantle, pompa air, dan kondensor alilihn. Untuk pengujian secara fisik pada
biodiesel, digunakan beberapa peralatan yaitu piknometer dan buret.
3.3. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel yaitu variabel tetap, variabel bebas, dan
variabel terikat.
a. Variabel tetap, merupakan variabel yang nilainya telah ditetapkan dan tidak berubah
pada setiap percobaan. Variabel tetap pada penelitian ini antara lain adalah:
Rasio massa zeolit : larutan KOH = 1:4
Jenis minyak = Minyak kelapa sawit
Jenis alkohol = Metanol grade p.a.
Temperatur reaksi transesterifikasi = 65°C
Rasio molar metanol:minyak = 8:1
Konsentrasi katalis (w/w%) = 5%
Persen CaO dalam katalis (w/w%) = 30%
Waktu reaksi transesterifikasi = 120 menit
b. Variabel bebas, yaitu variabel yang nilainya tidak bergantung pada variabel lain dan
divariasikan nilainya untuk setiap percobaan. Variabel bebas pada penelitian ini adalah
konsentrasi larutan KOH (M), yang divariasikan dalam lima variabel yaitu konsentrasi
1M; 1,5M; 2M ; 2,5M; 3M.
c. Variabel terikat, merupakan variabel yang nilainya bergantung pada variabel lain. Pada
penelitian ini, variabel terikat yang dihasilkan yaitu kadar metil ester (FAME) yang
dihasilkan dalam biodiesel.
3.4. Tahapan Penelitian
3.4.1. Preparasi Zeolit Alam
Tahap preparasi ini bertujuan untuk memperoleh ukuran zeolit alam yang sesuai
dengan ukuran yang dibutuhkan. Tahap ini melibatkan proses milling dengan
menggunakan hammer mill serta penumbukan dengan menggunakan mortar dan pestle
untuk mereduksi ukuran zeolit serta menyeragamkan ukuran partikel sehingga dapat
melewati ayakan 200 mesh. Diagram alir proses preparasi zeolit alam ditunjukkan pada
gambar 3.3.
31
Gambar 3.3 Diagram alir preparasi katalis zeolit alam
3.4.2 Aktivasi Zeolit Alam
Dalam proses aktivasi zeolit alam, terdapat dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu fisik (hidrotermal) dan kimia. Pada penelitian ini digunakan metode
aktivasi kimia yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada permukaan pori
serta mengatur tata letak atom (Djaeni, et al., 2010:2-3). Hal ini dilakukan karena
penggunaan zeolit alam masih memiliki kelemahan diantaranya mengandung banyak
pengotor seperti kation-kation Na+, Ca
2+, Mg
2+, dan Fe
3+. Molekul air juga dapat
terjerap pada struktur kristal zeolit dengan kadar berkisar antara 1-35% (Arif, 2011:5).
Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas zeolit karena dapat
menyebabkan penyumbatan pori dan penutupan sisi aktif (Mustain, et al., 2014:138).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya proses aktivasi, salah
satunya adalah dengan menggunakan basa yaitu larutan KOH.
Pada tahap ini, aktivasi dilakukan secara kimia menggunakan larutan KOH
dengan molaritas yang divariasikan yakni 1M; 1,5M; 2M; 2,5M; 3M. Zeolit alam
undersize 200 mesh diimpregnasi dengan larutan KOH dengan rasio massa 1:4. Proses
impregnasi dilakukan selama 4 jam pada temperatur ruang dengan pengadukan pada
Pengecilan ukuran dengan
hammer mill
Penumbukan dengan mortar
dan pestle
Zeolit Alam
Zeolit alam
undersize 200 mesh
Ukuran
≤ 200
Ya
Tidak
Pengayakan
32
kecepatan konstan (Al-Jammal, et al., 2015:450). Setelah proses impregnasi, kemudian
dilakukan proses pemisahan katalis dari larutan dengan proses filtrasi pada tekanan
vakum. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan akuades hingga pH filtrat sama
dengan pH akuades. Tahapan aktivasi yang dilakukan ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Diagram alir aktivasi zeolit alam
3.4.3. Preparasi CaO-Zeolit Teraktivasi
Setelah mengalami tahap aktivasi dengan larutan KOH, zeolit alam dicampurkan
dengan CaO menggunakan ultrasonic cleaner selama 1 jam pada temperatur ruang.
Tahapan ini berfungsi untuk menghomogenkan campuran. Selanjutnya, campuran
Proses impregnasi dalam larutan KOH
(rasio massa zeolit:larutan KOH = 1:4)
Pengadukan menggunakan
hotplate-magnetic stirer, t = 4jam
Pencucian dengan akuades
Filtras
i
Pengeringan pada T = 110oC
Zeolit alam
undersize 200 mesh
Filtrat
Zeolit teraktivasi
Larutan pencuci,
pH = pH akuades
Zeolit teraktivasi KOH
Massa
konstan
Tidak
Ya
33
diiradiasi menggunakan microwave selama 45 menit. Proses iradiasi ini bertujuan untuk
menempelkan CaO pada permukaan zeolit alam, serta meningkatkan sifat basa dari
CaO. Microwave memiliki efek coupling dielectric heating yang akan menghasilkan
medan listrik untuk mempolarisasi muatan dalam suatu material (Wu, et al., 2013:13-
14).
Selanjutnya, katalis CaO-zeolit teraktivasi KOH mengalami proses kalsinasi pada
temperatur 300°C selama 120 menit. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan
air dan CO2 yang dapat meracuni katalis, khususnya CaO. Selain itu, adanya proses
kalsinasi akan menyebabkan inti aktif katalis (CaO) akan terikat lebih kuat kepada
support zeolit dan tidak mudah lepas serta dapat meningkatkan kristalinitas dari katalis
(Manzanera, M., 2011:7). Proses kalsinasi dilakukan pada temperatur 300°C karena
dibawah titik leleh CaO yaitu 2572°C (Sciencelab, 2013:3). Selain itu, pada temperatur
300°C tidak merusak struktur zeolit alam, karena zeolit alam memiliki ketahanan
terhadap panas hingga 800-900°C.
Katalis CaO-Zeolit yang telah teraktivasi kemudian akan diaplikasikan ke dalam
reaksi transesterifikasi. Selanjutnya, katalis yang menunjukkan konversi metil ester yang
paling optimum akan dikarakterisasi dengan menggunakan FT-IR (Fourier Transform
Infrared Spectroscopy). Diagram alir untuk proses preparasi katalis terdapat pada
gambar 3.5.
Gambar 3.5 Diagram alir preparasi CaO dengan support zeolit alam
Aktivasi katalis menggunakan furnace
T= 300°C, t= 120 menit
Iradiasi menggunakan microwave
t= 45 menit
Pencampuran dengan katalis zeolit teraktivasi
KOH (loading CaO 30% dari berat katalis)
menggunakan ultrasonic cleaner, t=1jam
CaO
CaO – zeolit teraktivasi KOH
34
3.4.4. Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dari minyak kelapa sawit
dan gugus metil dari metanol sehingga menghasilkan fatty acid methyl ester (FAME)
atau biodiesel. Dalam penelitian ini, katalis yang digunakan yaitu CaO yang
diembankan dalam zeolit yang telah diaktivasi dengan larutan KOH. Katalis
divariasikan berdasarkan molaritas larutan KOH yang digunakan selama proses aktivasi
zeolit alam yaitu 1M, 1,5M, 2M, 2,5M dan 3M. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh molaritas larutan aktivasi (KOH) terhadap kadar FAME yang
dihasilkan.
Reaksi transesterifikasi dilakukan di dalam waterbath sebagai pemanas secara
konvensional. Selama reaksi berlangsung, temperatur operasi dijaga tetap konstan pada
65°C. Desain rangkaian peralatan untuk reaksi dilengkapi dengan kondensor yang
bertujuan untuk menghindari penguapan metanol secara berlebihan selama proses
berlangsung.
Prosedur pertama yang dilakukan adalah penuangan minyak kelapa sawit ke
dalam labu leher tiga alas datar, kemudian dipanaskan menggunakan waterbath hingga
mendekati temperatur reaksi pada 65°C. Setelah mencapai temperatur tersebut, metanol
dengan rasio molar 8:1 terhadap minyak kelapa sawit, serta katalis sebanyak 5% dari
berat minyak dimasukkan ke dalam labu leher tiga alas datar. Setelah temperatur reaksi
yang diinginkan tercapai, pengadukan dilakukan selama proses reaksi berlangsung yaitu
selama 120 menit. Proses transesterifikasi di atas dapat digambarkan pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Prosedur proses transesterifikasi biodiesel
3.4.5. Pemisahan dan Pemurnian Produk Biodiesel
Proses pemisahan dilakukan untuk memisahkan produk biodiesel (FAME) dari
produk samping yaitu gliserol serta sisa reaktan yang tidak bereaksi dan katalis. Seperti
pada gambar 3.7, proses pemisahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu sentrifugasi dan
Minyak Kelapa Sawit
Reaksi Transesterifikasi
T = 65°C, t=2 jam
Crude biodiesel
Metanol
(rasio mol metanol/minyak = 8:1)
Katalis (5% w/w minyak)
35
dekantasi. Prinsip dari proses sentrifugasi adalah adanya kecepatan sentripetal yang
menyebabkan zat yang lebih berat akan terendapkan, sehingga dapat terpisah dari zat
yang lebih ringan. Proses sentrifugasi dilakukan selama 30 menit di dalam centrifuge
yang berputar pada kecepatan 4000 rpm. Dalam proses sentrifugasi, akan terjadi proses
pemisahan katalis padat dengan fraksi cair. Katalis padat akan mengendap di bagian
bawah tabung centrifuge. Di bagian atas endapan katalis, terdapat dua fraksi cair yang
memisah yaitu gliserol dan biodiesel. Gliserol yang memiliki densitas 1,26 g/cm3
(Sciencelab, 2013:3) berada di atas endapan katalis, sedangkan produk biodiesel dengan
densitas sekitar 0,85-0,89 g/cm3 berada di bagian atas lapisan gliserol.
Gambar 3.7. Prosedur pemisahan dan pemurnian produk biodiesel
Setelah proses sentrifugasi, maka pemisahan biodiesel dilanjutkan dengan proses
dekantasi menggunakan corong pisah selama 24 jam. Proses dekantasi dilakukan untuk
mengoptimalkan pemisahan sehingga diperoleh biodiesel yang lebih murni. Hal ini
dikarenakan setelah proses sentrifugasi, masih terdapat sisa katalis yang tersuspensi di
dalam biodiesel.
Refluks
T=110°C, t = 60 menit
Crude Biodiesel
Crude Biodiesel
Sentrifugasi, t=30 menit,
ω=4000 rpm
Katalis padat + Gliserol Crude Biodiesel
Dekantasi t =24 jam
Crude Biodiesel Sisa gliserol
36
Setelah proses pemisahan selesai, tahapan selanjutnya adalah pemurnian
biodiesel. Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan kejernihan dari biodiesel dengan
mengurangi sisa senyawa seperti metanol dan air. Proses pemurnian ini dilakukan
dengan proses refluks pada temperatur 110°C selama 60 menit. Hasil akhir dari tahapan
refluks ini adalah biodiesel yang lebih jernih. Selanjutnya, biodiesel akan diuji
menggunakan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui kadar metil ester (FAME)
di dalamnya, serta dilakukan pengujian fisik pada biodiesel.
3.4.6. Karakterisasi Biodiesel (FAME)
Untuk mengetahui karakteristik dari biodiesel yang dihasilkan, maka perlu
dilakukan pengujian secara fisik pada biodiesel. Terdapat tujuh jenis pengujian pada
produk biodiesel, yaitu pengujian yield biodiesel, konversi reaksi, densitas, bilangan
asam, kadar FFA, kadar air, dan viskositas.
3.4.6.1 Pengujian Yield Crude Biodiesel
Pengujian yield biodiesel dilakukan secara kuantitatif dengan membandingkan
massa minyak awal dan massa biodiesel yang telah dimurnikan. Yield biodiesel
dihitung berdasarkan pada persamaan 3.1.
massa biodiesel
massa minyak mula-mula
x 100% (3.1) Yield crude biodiesel (%) =
3.4.6.2 Konversi Reaksi
Perhitungan konversi reaksi bertujuan untuk mengetahui jumlah trigliserida
dalam minyak kelapa sawit yang terkonversi menjadi FAME. Untuk mengetahui
jumlah FAME yang dihasilkan, maka dibutuhkan data berupa kadar FAME dalam
biodiesel yang diperoleh melalui instrumen Gas Chromatography (GC). Persamaan
3.2 merupakan persamaan untuk menghitung konversi reaksi.
mol minyak bereaksi
mol minyak mula-mula x 100% (3.2) Konversi reaksi (%) =
3.4.6.3. Pengujian Densitas
Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan piknometer. Prosedur
pengukuran diawali dengan penimbangan piknometer 10 mL kosong untuk
mendapatkan massa piknometer. Kemudian, piknometer diisi dengan aquades dan
dilakukan penimbangan untuk mendapatkan massa piknometer berisi aquades.
37
Selisih antara massa piknometer kosong dan massa piknometer berisi aquades
menunjukkan massa aquades yang selanjutnya akan digunakan untuk kalibrasi
volume piknometer sebenarnya.
Setelah mendapatkan volume piknometer sebenarnya, tahapan selanjutnya
adalah menentukan densitas biodiesel. Sebelum dilakukan pengujian, biodiesel
dipanaskan hingga 40°C karena standar densitas biodiesel pada SNI 7182:2015
dihitung pada temperatur tersebut. Kemudian, biodiesel dimasukkan ke dalam
piknometer dan dilanjutkan dengan penimbangan. Massa biodiesel diperoleh dari
selisih antara massa piknometer yang berisi biodiesel dengan piknometer kosong.
Dari data massa biodiesel dan volume piknometer yang sebenarnya, dapat dihitung
densitas biodiesel sesuai dengan persamaan 3.3.
m1-m0
Vp
(3.3) Densitas biodiesel (ρ) =
Keterangan:
ρ = densitas biodiesel (g/mL)
m1 = massa piknometer berisi biodiesel (g)
mo = massa piknometer kosong (g)
Vp = volume piknometer sebenarnya (mL)
3.4.6.4. Pengujian Bilangan Asam
Pengujian bilangan asam mengacu pada SNI 01-3555-1998. Prinsip yang
dilakukan adalah dengan pelarutan lemak atau minyak ke dalam pelarut organik
tertentu (alkohol 95% netral) dan dilanjutkan dengan penitraan dengan basa
(KOH/NaOH). Prosedur yang dilakukan adalah menimbang 5 gram biodiesel ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian, ditambahkan 50 mL etanol 95% netral dan
diteteskan 3-5 tetes indikator fenolftalein. Selanjutnya, larutan dititrasi dengan
larutan KOH 0,1 N yang telah ditandarisasi. Proses titrasi dilakukan hingga titik
akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda (stabil selama
15 detik). Proses ini diulang sebanyak tiga kali dan nilai bilangan asam dapat
dihitung dengan persamaan 3.4.
BM KOH x Normalitas KOH x Volume KOH (ml)
massa sampel (g)
Bilangan asam (mg KOH/g minyak) = (3.4)
38
3.4.6.5. Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Pengujian kadar FFA mengacu pada SNI 01-3555-1998. Sebanyak 5 gram
biodiesel dicampurkan ke dalam 50 ml larutan etanol. Setelah itu ditambahkan 3-5
tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan menggunakan KOH 0,1 N. Titik
akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada sampel menjadi
merah muda (warna stabil hingga 15 detik). Setelah terjadi perubahan warna, proses
titrasi dihentikan dan dicatat volume larutan KOH yang dibutuhkan. Setelah itu,
dilakukan pengulangan prosedur sebanyak tiga kali. Kadar asam lemak bebas pada
biodiesel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.5.
BM asam lemak x volume KOH (ml) x Normalitas KOH (N)
10 x berat sampel (g) Kadar FFA (%) = (3.5)
Kandungan asam lemak yang terbanyak pada minyak sawit adalah asam palmitat
(40-46%) dengan rumus molekul C16H32O2, sehingga berat molekulnya sebesar
256,42 g/mol (Sciencelab, 2013:3).
3.4.6.6. Pengujian Kadar Air
Pengujian kadar air pada biodiesel dilakukan dengan metode oven
menggunakan prinsip pada SNI 01-2891-1992. Pengujian ini diawali dengan
penimbangan cawan porselen kosong, dan dilanjutkan dengan pengisian cawan
dengan biodiesel sebanyak 5 gram. Sampel kemudian dipanaskan pada temperatur
105°C selama 1 jam di dalam oven. Selanjutnya, sampel ditempatkan di dalam
desikator selama 20 menit untuk menjaga kelembabannya. Setelah proses
pendinginan selesai, cawan porselen dan biodiesel ditimbang. Pemanasan dan
pendinginan diulang hingga memperoleh berat konstan. Kadar air pada biodiesel
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.6.
mb0-mb1
mb0 x 100% (3.6) Kadar air (%) =
Keterangan:
mbo = massa biodiesel awal (gram)
mb1 = massa biodiesel setelah pemanasan (gram)
39
3.4.6.7. Pengujian Viskositas
Pengujian viskositas pada biodiesel dilakukan dengan menggunakan
Viskometer Ostwald. Pengujian ini dilakukan dengan prinsip yang mengacu pada,
SNI 7182 dengan akuades digunakan sebagai pembanding yang dibutuhkan dalam
perhitungan. Pengujian viskositas biodiesel dan akuades dilakukan pada temperatur
40°C, karena standar viskositas biodiesel pada SNI 7182 (2015:2-3) dalam kondisi
temperatur tersebut. Sebanyak 10 ml akuades dimasukkan ke dalam Viskometer
Ostwald pada bagian kapiler besar. Kemudian, akuades dihisap menggunakan bola
hisap dari bagian kapiler kecil. Akuades dihisap hingga melalui batas bawah dan
batas atas kapiler kecil. Selanjutnya, akuades dibiarkan mengalir dari batas atas
hingga batas bawah dan dihitung waktu yang dibutuhkan. Prosedur ini diulang
sebanyak tiga kali. Untuk menghitung viskositas dari biodiesel, maka dilakukan
prosedur yang sama. Viskositas biodiesel dapat diketahui dari persamaan 3.7.
ρ biodiesel x t biodiesel
ρ akuades x t akuades
X η akuades (3.7) η biodiesel (cSt) =
Keterangan:
ρ = densitas (g/ml)
t = waktu alir (detik)
η = viskositas (cp atau cSt)
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini difokuskan pada proses preparasi katalis CaO-zeolit teraktivasi KOH
dan aplikasinya pada proses transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan metanol untuk
menghasilkan produk biodiesel (FAME). Produk biodiesel yang dihasilkan kemudian diuji
sifat fisiknya yaitu densitas, bilangan asam, kadar FFA, kadar air, dan viskositas. Selain
itu, dilakukan pengujian kualitas biodiesel dengan uji Gas Chromatography (GC) untuk
mengetahui kandungan metil ester di dalamnya. Untuk karakterisasi katalis, dilakukan
dengan pengujian FT-IR.
1.1. Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap yield crude biodiesel
Yield crude biodiesel merupakan analisis secara kuantitatif yang dilakukan dengan
membandingkan massa antara produk crude biodiesel yang dihasilkan dengan bahan baku
minyak kelapa sawit. Biodiesel yang diperoleh setelah proses pemurnian masih tergolong
pada crude biodiesel karena pada biodiesel masih terdapat komponen lain seperti
trigliserida yang masih belum bereaksi. Hal ini dapat diketahui dari hasil karakterisasi pada
biodiesel yang dijelaskan pada subbab 4.3.
Yield crude biodiesel dipengaruhi oleh penggunaan konsentrasi molar KOH yang
divariasikan, yaitu 1M; 1,5M; 2M; 2,5M; 3M. Gambar 4.1 menunjukkan yield crude
biodiesel yang dihasilkan pada masing-masing variabel.
Gambar 4.1. Diagram pengaruh konsentrasi molar KOH terhadap yield crude
biodiesel
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 1,5 2 2,5 3
74,37
89,10 88,90
54,27
85,74
Yield
(%
)
Konsentrasi KOH (M)
42
Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa yield crude biodiesel tertinggi
dihasilkan pada variabel konsentrasi molar KOH 1,5M dengan nilai 89,1%, dan terendah
dihasilkan pada variabel konsentrasi molar KOH 2,5M dengan nilai 54,3%. Meskipun
demikian, yield biodiesel yang tinggi tidak dapat menunjukkan kualitas dari biodiesel yang
dihasilkan. Hal ini dikarenakan perhitungan yield didasarkan pada massa crude biodiesel
dan tidak berdasarkan massa senyawa metil ester di dalamnya. Dengan demikian, pada
pengukuran massa crude biodiesel dimungkinkan adanya pengaruh dari komponen lain
seperti reaktan yang belum bereaksi.
4.2. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap konversi biodiesel
Konsentrasi katalis KOH yang digunakan dalam proses preparasi katalis memiliki
pengaruh terhadap performa katalis pada reaksi transesterifikasi. Konsentrasi molar KOH
divariasikan yaitu 1M; 1,5M; 2M; 2,5M; 3M. Adanya variasi pada molaritas larutan KOH
bertujuan untuk mengetahui pengaruh molaritas terhadap performa katalis yang diketahui
dari konversi FAME yang dihasilkan pada biodiesel. Persentase konversi FAME untuk
setiap variabel ditunjukkan pada tabel 4.1 dan gambar 4.2.
Tabel 4.1. Konversi FAME (%) pada biodiesel tiap variabel
Variabel Ke- Konsentrasi
Larutan KOH (M)
Konversi FAME
(%)
1 1 14,51
2 1,5 37,04
3 2 10,25
4 2,5 9,89
5 3 6,61
43
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
1 1,5 2 2,5 3
14,51
37,04
10,25 9,90 6,61
Ko
nve
rsi (
%)
Konsentrasi KOH (M)
Gambar 4.2. Diagram pengaruh konsentrasi larutan KOH terhadap konversi FAME
Dari gambar 4.2, dapat diketahui bahwa konversi FAME terbesar dihasilkan pada
variabel konsentrasi molar KOH 1,5M, dengan persen konversi 37,04%. Nilai konversi
dari variabel KOH 1M menuju variabel KOH 1,5M cenderung mengalami peningkatan.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari perbedaan jumlah KOH yang digunakan
dalam proses aktivasi zeolit.
Zeolit memiliki ikatan yang mudah lepas dan mudah digantikan oleh kation lain.
Kerangka struktur alumunium (Al) dan silikon (Si) saling berhubungan melalui pemakaian
bersama atom oksigen (O). Unit SiO4 bersifat netral, sedangkan unit AlO4 menghasilkan
muatan negatif (Goenadi, 2004:46). Mekanisme yang terjadi pada proses aktivasi zeolit
dengan basa dijelaskan pada gambar 4.3. Dalam bentuk larutan, KOH akan terdisosiasi
menjadi ion K+ dan OH
-. Anion hidroksida, OH
-, akan menyerang gugus silanol Si-OH
pada zeolit. Adanya muatan negatif pada tetrahedral AlO4 menyebabkan terjadinya tolakan
dengan ion OH- sehingga penyerangan ikatan Si-O-Si akan lebih mudah jika dibandingkan
dengan ikatan Si-O-Al pada proses aktivasi dengan menggunakan larutan basa. Masuknya
OH- akan memberikan muatan negatif sehingga pada struktur tetrahedral perlu
diseimbangkan dengan adanya kation. Kemampuan zeolit dalam menukarkan kation
bergantung pada jumlah Si4+
yang digantikan Al3+
di dalam strukturnya (Ming & Dixon,
1987: 463).
Di dalam rongga struktur zeolit, terdapat kation-kation pengotor seperti kation-
kation Na+, Ca
2+, Mg
2+, dan Fe
3+ (Lestari, 2010:2). Menurut Koohsaryan dan Anbia,
(2016:454), penggunaan basa inorganik kuat seperti NaOH, KOH, dan LiOH dalam proses
44
aktivasi dapat menyebabkan terjadinya pertukaran lebih lanjut antara kation dalam zeolit
dengan kation Na+, K
+, atau Li
+ yang terdapat pada larutan. Dalam penelitian ini digunakan
larutan KOH, maka kation yang berperan dalam menggantikan kation di dalam rongga
zeolit adalah K+. K
+ akan menetralkan muatan sekaligus menggantikan kation yang juga
bersifat sebagai kation pengotor pada zeolit, seperti Ca2+
, Mg2+
, dan Fe3+
.
Gambar 4.3. Mekanisme reaksi aktivasi zeolit oleh basa
Sumber: Koohsaryan E. & Anbia M. (2016:463)
Dari mekanisme reaksi di atas, maka molaritas atau jumlah KOH yang digunakan
selama proses aktivasi akan menentukan sifat dari struktur zeolit. Dengan semakin besar
molaritas KOH yang digunakan, maka jumlah OH- yang masuk ke dalam struktur zeolit
akan meningkat sehingga dapat meningkatkan sifat basa dari zeolit. Menurut Manzanera
(2011:7), dengan semakin kuat sifat basa dari katalis, maka akan semakin banyak gugus
aktif yang dapat meningkatkan performa reaksi transesterifikasi. Meskipun demikian,
kenaikan konversi ini hanya terjadi pada konsentrasi molar KOH 1M hingga 1,5M yaitu
dari 14,51% menjadi 37,04%. Setelah variabel tersebut, konversi FAME pada variabel
selanjutnya cenderung mengalami penurunan.
Dengan konsentrasi molar KOH yang lebih tinggi, maka semakin banyak jumlah
KOH yang digunakan dalam proses aktivasi, namun dengan hal ini menjadikan konversi
FAME cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena dengan molaritas
KOH yang lebih tinggi, maka gugus -OH yang masuk ke dalam framework zeolit akan
semakin banyak sehingga muatan akan menjadi semakin negatif. Terbentuknya muatan
negatif akan dinetralkan dengan adanya ion bebas K+
dari ionisasi larutan KOH. K+ akan
menetralkan muatan dengan berada pada rongga-rongga pori. Namun, dengan semakin
banyaknya K+ yang masuk ke dalam pori, maka dapat mengurangi luas permukaan dan
volume pori zeolit sehingga akan mengurangi permukaan sebagai tempat bagi CaO untuk
45
terembankan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Jammal, et al. (2016: 456), bahwa dengan
semakin banyaknya jumlah KOH, dapat menyebabkan terjadinya aglomerasi yang dapat
menutupi sisi aktif sehingga menyebabkan adanya penurunan konversi pada variabel
konsentrasi KOH 2M, 2,5M, dan 3M.
Konversi trigliserida menjadi produk metil ester pada kelima variabel di atas masih
cukup rendah (<50%). Konversi yang rendah ini disebabkan karena masih banyak
trigliserida yang belum bereaksi untuk membentuk produk, yaitu metil ester dan gliserol.
Menurut Wu et al. (2013:17), perubahan konversi sebagai fungsi waktu reaksi dibagi
menjadi 3 periode, yaitu periode induksi, reaksi cepat, dan periode penyelesaian. Pada
periode induksi, metanol dan minyak tidak dapat bercampur satu sama lain dan reaktan
membentuk sistem tiga fasa, yaitu padatan (katalis), cair (minyak), dan cair (metanol).
Pada periode ini, laju reaksi berlangsung lambat dan transfer massa sulit terjadi. Seiring
dengan berlangsungnya reaksi, intermediet digliserida dan monogliserida akan terbentuk
dan mengemulsifikasikan sistem. Pada tahap ini, laju reaksi akan meningkat dan sistem
memasuki periode reaksi cepat. Setelah itu, sistem akan menuju pada periode penyelesaian.
Pada periode ini jumlah metil ester dan produk samping berupa gliserol akan meningkat
dan bersifat tidak saling larut, yang akan membentuk sistem tiga fase, yaitu padat (katalis),
cair (biodiesel), dan cair (gliserol). Berdasarkan teori tersebut, maka reaksi yang terjadi
pada pembentukan biodiesel ini diasumsikan masih berada pada periode induksi sehingga
laju reaksi berlangsung lambat dan setelah 2 jam reaksi, konversi trigliserida menjadi metil
ester masih rendah. Hal ini didasarkan pada pengamatan kondisi fisik biodiesel pada akhir
reaksi, yaitu terbentuknya produk samping gliserol yang sedikit.
Rendahnya konversi trigliserida tersebut dapat disebabkan berbagai faktor, salah
satunya adanya deaktivasi katalis. Deaktivasi dapat disebabkan karena adanya adsorpsi
hidrokarbon seperti trigliserida dari medium reaksi ke dalam sisi aktif zeolit. Adanya
molekul yang teradsorpsi akan dapat menurunkan availability dari gugus aktif, yang dapat
menurunkan aktivitas katalitik katalis (Intrapong, et al., 2013:699). Hal ini didukung
dengan analisis FT-IR yang dijelaskan pada subbab 4.4.
Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Wu et al. (2013) mengenai
penggunaan zeolit sintetis sebagai support katalis CaO, konversi reaksi yang dihasilkan
pada penelitian tersebut mencapai 90% setelah 2 jam reaksi. Sedangkan konversi optimum
pada penelitian ini yang dihasilkan pada penggunaan zeolit alam yang telah diaktivasi
adalah 37,04%. Dengan demikian, aktivasi zeolit alam dengan larutan KOH masih belum
46
mampu meningkatkan sifat katalitik hingga dapat menyamai performa yang dihasilkan
oleh zeolit sintetis.
Nilai konversi biodiesel yang dihasilkan berhubungan dengan presentase
kandungan FAME pada biodiesel yang dapat diketahui dengan analisis kualitatif dengan
menggunakan Gas Chromatography. Kadar FAME pada tiap variabel ditunjukkan pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2. Kadar FAME (%) biodiesel tiap variabel
Variabel Ke- Konsentrasi Larutan
KOH (M) Kadar FAME (%)
1 1 6,23
2 1,5 13,27
3 2 3,68
4 2,5 5,82
5 3 2,46
Berdasarkan standar SNI 7182:2015, biodiesel dapat digunakan sebagai bahan
bakar substitusi atau campuran dengan bahan bakar fosil apabila memiliki kadar metil ester
minimal 96,5%. Dari kelima variabel, biodiesel yang dihasilkan memiliki kadar metil ester
kurang dari nilai tersebut sehingga belum bisa digunakan sebagai bahan bakar substitusi.
4.3 Karakterisasi biodiesel
Pada penelitian ini, produk utama yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi
adalah biodiesel. Untuk mengetahui kualitas dari biodiesel yang dihasilkan, maka perlu
dilakukan karakterisasi secara fisik maupun kimia pada produk biodiesel. Biodiesel yang
dikarakterisasi merupakan biodiesel dengan kadar FAME tertinggi, yaitu pada variabel 2
dengan konsentrasi larutan KOH 1,5 M pada proses aktivasi katalis. Hasil karakterisasi
biodiesel akan dibandingkan dengan standar kualitas biodiesel yang terdapat pada SNI
biodiesel serta standar minyak goreng sawit (bahan baku) pada SNI minyak goreng sawit.
Tabel 4.3 menunjukkan hasil karakterisasi biodiesel pada variabel 2.
47
Tabel 4.3 Karakteristik biodiesel dari minyak kelapa sawit (variabel 2)
Parameter Hasil Uji
Biodiesel SNI Biodiesel
a
SNI
Minyakb
Satuan
Kadar FAME 13,27 Min. 96,5 - % (w/w)
Densitas 884,50 850 – 890 Maks. 952 kg/m3
Bilangan asam 0,4 Maks. 0,6 - mg KOH/ g minyak
%FFA 0,2 Maks. 0,4 Maks. 0,3 %
Kadar air 0,03 Maks. 0,05 Maks. 0,1 %
Viskositas 16,7 2,3 – 6,0 24,5 mm2/s (cSt)
Sumber : aSNI 7182 (2015:2-3) dan
bSNI 7709 (2012:1-2)
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa pada parameter densitas, bilangan
asam, kadar FFA (asam lemak bebas), dan kadar air, biodiesel yang dihasilkan telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) biodiesel. Namun, pada parameter kadar
FAME dan viskositas, produk biodiesel belum memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) biodiesel. Kadar FAME biodiesel berdasarkan SNI minimal sebesar 96,5%,
sedangkan kadar FAME dari biodiesel yang dihasilkan hanya sebesar 13,27%. Standar
viskositas biodiesel menurut SNI 7182 2015 adalah 2,3 – 6,0 mm2/s (cSt), sedangkan
viskositas dari biodiesel yang dihasilkan adalah sebesar 16,7 mm2/s (cSt) sehingga tidak
memenuhi rentang viskositas tersebut. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan dua
parameter tersebut tidak memenuhi SNI biodiesel, maka perlu dilakukan perbandingan
karakteristik antara produk biodiesel dengan bahan baku minyak kelapa sawit.
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa karakteristik minyak kelapa sawit dan biodiesel
terjadi perbedaan, baik pada parameter densitas, kadar asam lemak bebas (FFA), kadar air,
maupun viskositas. Berdasarkan parameter tersebut, karakteristik biodiesel yang dihasilkan
memiliki nilai yang berbeda dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Pada semua
parameter, minyak kelapa sawit memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan
karakteristik biodiesel. Densitas biodiesel yang dihasilkan lebih rendah menunjukkan
bahwa telah terdapat pemutusan ikatan pada trigliserida menjadi senyawa dengan berat
molekul yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa trigliserida dari minyak kelapa sawit
telah terkonversi. Namun, data analisis kualitatif GC menunjukkan kadar FAME yang
48
dihasilkan cukup rendah sehingga dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil trigliserida
yang terkonversi menjadi FAME. Hal ini dapat dilihat dari viskositas biodiesel yang
dihasilkan sebesar 16,7 mm2/s (Cst). Nilai ini berada di atas standar SNI untuk biodiesel
yaitu 2,0-6,0 Cst, dan cenderung mendekati karakteristik minyak kelapa sawit yaitu 24,5
mm2/s (Cst). Dengan demikian, dapat disimpulkan masih terdapat trigliserida yang belum
terkonversi di dalam biodiesel sehingga dapat meningkatkan viskositas biodiesel yang
dihasilkan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka biodiesel yang dihasilkan hanya
memenuhi empat parameter dari enam parameter yang diujikan.
4.4. Analisis FT-IR Katalis CaO-Zeolit Teraktivasi KOH
Analisis FT-IR dilakukan unruk mengetahui jenis gugus fungsi pada katalis. Katalis
yang dianalisis merupakan katalis yang menghasilkan konversi metil ester (FAME)
optimum, yaitu variabel 2 dengan konsentrasi molar KOH 1,5M. Analisis dilakukan
dengan membandingkan persen transmitansi dari katalis sebelum dan sesudah digunakan
dalam reaksi transesterifikasi. Hasil analisis tersebut ditampilkan pada gambar 4.4.
Transmitansi merupakan perbandingan antara daya radiasi yang ditransmisikan
oleh sampel dengan daya radiasi yang diberikan pada sampel. Persen transmitansi (%T)
menunjukkan jumlah cahaya yang dipancarkan atau yang tidak diserap oleh sampel
(Skoog, et al., 2007:431). Berdasarkan gambar 4.4, dapat diketahui bahwa dengan semakin
panjang lekukan lembah yang terbentuk pada panjang gelombang tertentu maka %T akan
semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak cahaya yang diserap oleh
sampel sehingga intensitas gugus fungsi semakin meningkat dan sebaliknya. Jenis gugus
fungsi serta panjang gelombang yang dihasilkan pada analisis FT-IR ini ditunjukkan pada
tabel 4.4.
49
(a)
(b)
Gambar 4.4. FT-IR katalis (a) sebelum (b) sesudah reaksi transesterifikasi
C-H
C-H C=O
C-O
C-O
50
Tabel 4.4. Analisis gugus fungsi pada katalis sebelum dan setelah reaksi
Gugus fungsi
Panjang gelombang
(cm-1
)
Katalis
Sebelum
reaksi
Sesudah
reaksi
Ca-O oksida logam 250-600
Vibrasi tekuk Si-O / Al-O 420-500
K-O oksida logam 790,81-887,26
Si-O-Si (siloxane) 1000-1130
C-O alkohol 1000-1300 -
C-O ester 1100-1300 -
C=O ester 1730-1750 -
C-H alkana (metilen) 2930, 2850 -
C-H alkana (metil) 2960, 2870, 1470, 1380 -
O-H alkohol 3600
Si-OH (silanol) 3200-3700
Dari tabel 4.4, diketahui bahwa terdapat beberapa gugus fungsi yang menunjukkan
kesamaan karakter pada katalis sebelum dan sesudah reaksi. Gugus fungsi tersebut adalah
Si-OH (silanol), Si-O-Si (siloxane), vibrasi tekuk Si-O/Al-O, dan oksida logam seperti Ca-
O maupun K-O. Gugus fungsi Si-OH (silanol), Si-O-Si (siloxane), dan vibrasi tekuk Si-
O/Al-O merupakan gugus fungsi yang terdapat pada zeolit alam secara umum (Al-Jammal,
2016: 454). Gugus fungsi K-O pada panjang gelombang 876,38 cm-1
, baik pada katalis
sebelum dan sesudah reaksi menunjukkan adanya ion K+
yang terikat dengan atom oksigen
sehingga terdeteksi sebagai gugus oksida logam. Taslim, dkk (2017:15) menyatakan bahwa
hasil FT-IR pada zeolit alam yang diaktivasi dengan larutan KOH menunjukkan gugus
fungsi oksida logam yang diidentifikasikan sebagai kalium pada panjang gelombang
887,26 cm-1
. Almjedlah, et al. (2014:336) juga menyatakan bahwa pada panjang
gelombang 750,31 cm-1
terdapat vibrasi ulur simeteris oksida logam yang merupakan
ikatan dari pertukaran kation K+. Oleh karena itu, pada panjang gelombang 876,38 cm
-1
dapat diidentifikasikan sebagai ion K+
yang berasal dari proses aktivasi zeolit alam melalui
metode impregnasi dengan larutan KOH. Selain gugus fungsi K-O, terdapat gugus fungsi
Ca-O sebagai oksida logam. Pada katalis sebelum reaksi dengan panjang gelombang
465,58 cm-1
dan panjang gelombang 469,43 cm-1
pada katalis setelah reaksi menunjukkan
gugus fungsi oksida logam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasrazadani &
51
Eureste (2008:7), ikatan oksida logam CaO terletak paada panjang gelombang 250-600
cm-1
. Oleh sebab itu, oksida logam ini dapat diidentifikasi sebagai CaO yang berasal dari
proses pengembanan CaO pada zeolit alam yang telah teraktivasi KOH.
Sampel katalis sesudah reaksi memiliki beberapa perbedaan gugus fungsi yang
cukup signifikan dibandingkan gugus fungsi pada katalis sebelum reaksi. Perbedaan gugus
fungsi ini bertujuan untuk mengetahui adanya gugus fungsi bersifat non polar yang
teradsorp pada permukaan katalis. Gugus fungsi tersebut dapat digunakan untuk
mengindikasikan adanya sisa trigliserida yang belum terkonversi menjadi FAME.
Perbedaan gugus fungsi dapat dilihat berdasarkan %T dan panjang gelombang pada
gambar 4.4(b). Panjang gelombang 1032,61 cm-1
menunjukkan adanya stretching ikatan C-
O yang merupakan gugus karboksil dari alkohol. Nilai dari %T pada gugus ini kecil,
sehingga jumlah gugus ini cukup banyak pada katalis sesudah reaksi. Panjang gelombang
2926,57 cm-1
menunjukkan adanya stretching ikatan C-H yang merupakan gugus metil (-
CH3). Pada panjang gelombang 2855,21 cm-1
menunjukkan stretching ikatan C-H yang
merupakan gugus metilen (-CH2-). Ketiga gugus ini memiliki %T yang lebih kecil
dibandingkan transmitansi yang dihasilkan pada katalis sebelum reaksi, sehingga dapat
diidentifikasi bahwa jumlah gugus karboksil, metil, dan metilen meningkat setelah reaksi.
Kemudian terdapat stretching ikatan C=O dari gugus ester pada panjang gelombang
1746,22 cm-1
. Gugus ester ini memliki %T sekitar ± 20%. Selain ikatan C=O, stretching
ikatan C-O pada gugus ester ditunjukkan pada panjang gelombang 1163,76 cm-1
dengan
%T sebesar ± 30%. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka gugus yang muncul dalam
intensitas tinggi pada katalis sesudah reaksi yaitu gugus karboksil (alkohol), gugus metil,
gugus metilen, dan gugus ester.
Berdasarkan sifat kepolarannya, menurut Hornback (2006:166) dan Rudnick
(2013:63), gugus karboksil (alkohol) dan gugus ester bersifat polar. Menurut Tissue
(2013:115), gugus metil dan gugus metilen bersifat non-polar karena termasuk dalam
golongan alkana. Pada reaktan metanol terdapat gugus fungsi yaitu gugus metil (CH3),
gugus karboksil (CO) dan gugus hidroksil (OH). Sedangkan pada produk samping berupa
gliserol, memiliki gugus fungsi berupa gugus metilen (CH2), gugus karboksil (CO), dan
gugus hidroksil (OH). Metanol dan gliserol memiliki rantai alkana yang pendek sehingga
sifat polar dari gugus karboksil dan hidroksil cenderung lebih dominan daripada sifat non-
polar dari alkana (gugus metil ataupun metilen). Oleh sebab itu, metanol dan gliserol
bersifat polar (Hornback, 2006:166, dan Ameta, 2013:176).
52
Pada reaktan berupa trigliserida (minyak) terdapat gugus fungsi berupa gugus
metilen (CH2), gugus ester (COOR), dan gugus karboksil (CO) dari golongan ester.
Sedangkan pada produk FAME, terdapat gugus fungsi yaitu gugus metil (CH3), gugus ester
(COOR), dan gugus karboksil (CO) dari golongan ester. Pada trigliserida maupun FAME
memiliki rantai alkana yang panjang. Hal ini menyebabkan sifat non-polar dari alkana
(gugus metil maupun metilen) lebih dominan dibandingkan sifat polar dari gugus ester
sehingga trigliserida maupun FAME cenderung bersifat non-polar (Tissue, B.M. 2013:115
dan Folkson, R., 2014:56).
Dari gambar 4.4(b), dapat dilihat bahwa gugus metil dan gugus metilen memiliki
nilai %T yang lebih kecil, dibandingkan dengan nilai %T yang dihasilkan oleh gugus ester.
Berdasarkan nilai %T tersebut, golongan alkana (gugus metil dan gugus metilen) lebih
banyak menempel pada permukaan katalis sesudah reaksi dibandingkan dengan gugus
ester. Hal ini menunjukkan bahwa katalis CaO-zeolit teraktivasi KOH cenderung
mengadsorpsi senyawa non-polar dibandingkan dengan senyawa polar. Senyawa non-polar
yang terdapat pada permukaan katalis sesudah reaksi dapat diidentifikasikan sebagai
trigliserida ataupun FAME. Kedua senyawa ini menjadi sulit dibedakan karena memiliki
sifat kepolaran dan gugus fungsi yang sama. Menurut Rabelo, S.N et al. (2015:967),
perbedaan antara trigliserida dan metil ester dapat ditunjukkan melalui ikatan antara
oksigen dengan metilen, O-CH2 (mono-, di-, trigliserida). Gugus metilen hanya terdapat
pada trigliserida dan produk samping berupa gliserol. Namun, gliserol yang terbentuk
setelah reaksi transesterifikasi dalam jumlah yang kecil sehingga gugus metilen yang ada
cenderung milik trigliserida. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa karakter katalis
sesudah reaksi menunjukkan sifat yang lebih dekat pada reaktan. Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak trigliserida yang belum terkonversi pada permukaan katalis, yang
menjelaskan bahwa reaksi masih berjalan pada tahapan adsorpsi reaktan, dan cenderung
belum pada desorpsi produk reaksi. Adanya sisa trigliserida ini menyebabkan hasil
biodiesel hanya membentuk satu fase sehingga produk samping berupa gliserol hampir
tidak terlihat. Selain itu, sisa trigliserida juga menyebabkan besarnya massa biodiesel yang
diperoleh sehingga yield biodiesel yang dihasilkan tinggi sedangkan konversi reaksi dan
kadar FAME yang dihasilkan rendah. Dari analisa ini, diketahui bahwa peran katalis dalam
reaksi transesterifikasi masih belum optimal.
Selain munculnya gugus fungsi baru, katalis sesudah reaksi juga mengalami
perubahan intensitas gugus fungsi yang ditunjukkan oleh perubahan %T. Perubahan nilai
%T yang cukup signifikan pada katalis sebelum dan sesudah reaksi terjadi pada gugus
53
fungsi oksida logam CaO. Pada katalis sebelum reaksi, gugus Ca-O dengan panjang
gelombang 465,58 cm-1
memiliki nilai %T sebesar ±12%. Pada katalis sesudah reaksi,
gugus Ca-O dengan panjang gelombang 469,43 cm-1
memliki nilai %T sebesar ±33%.
Berdasarkan perbandingan tersebut, nilai %T dari gugus oksida logam CaO mengalami
peningkatan pada katalis sesudah reaksi. Peningkatan nilai %T menunjukkan bahwa
intensitas dari gugus oksida logam CaO mengalami penurunan pada katalis sesudah reaksi.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa terdapat sejumlah CaO yang mengalami leaching dari
permukaan zeolit alam aktif. Menurut Marinkovic D.M. et al. (2016:17), aktivitas katalitik
dari CaO dalam sintesis biodiesel dapat ditingkatkan dengan penambahan support atau
pencampuran dengan oksida lain. Sebaliknya, jika tidak dilakukan peningkatan aktivitas
katalitik maka CaO mudah mengalami leaching ke dalam medium reaksi. Pada penelitian
ini, telah dilakukan pengembanan pada support zeolit, namun dari hasil analisis FT-IR
menunjukkan adanya penurunan jumlah CaO pada katalis sesudah reaksi yang disebabkan
terjadinya leaching CaO ke dalam medium reaksi. Hal ini berhubungan dengan metode
preparasi katalis yang digunakan, yaitu metode pencampuran kering dengan metode
microwave irradiation. Dalam hal ini, CaO bertindak sebagai penyedia gugus aktif,
sedangkan zeolit berfungsi untuk menstabilkan gugus aktif di permukaannya. Namun
dengan adanya leaching CaO ke medium reaksi, menunjukkan bahwa pencampuran secara
kering menyebabkan tidak terjadi protonasi ion-ion penyusun CaO, yang menyebabkan
hanya terjadi interaksi secara fisika dengan support berupa zeolit sehingga CaO mudah
lepas dari permukaan zeolit.
Dari hasil analisis FT-IR, terjadi peningkatan transmitansi yang dianalisa sebagai
trigliserida. Hal ini menunjukkan bahwa katalis masih belum optimum untuk digunakan
karena performa katalis masih pada tahap adsorpsi reaktan trigliserida. Adanya adsorpsi
oleh zeolit ini juga menunjukkan bahwa zeolit yang berfungsi sebagai support memiliki
peran yang lebih dominan dalam katalisis dibandingkan dengan CaO. Hal ini dikarenakan
adanya leaching CaO dan adanya kekurangan dari proses pencampuran secara kering yaitu
material yang diembankan dimungkinkan memiliki distribusi pori yang tidak seseragam
pada proses yang dihasilkan dari impregnasi basah. Hal ini dikarenakan dimungkinkan
beberapa bagian katalis yang memiliki ukuran pori besar akan memiliki konsentrasi
material aktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya (Ross, J., 2012:84).
5
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi molar KOH yang paling optimum untuk digunakan dalam proses
aktivasi zeolit alam dalam proses preparasi katalis CaO-zeolit alam teraktivasi KOH
adalah 1,5 M, dengan konversi metil ester (FAME) adalah 37,04%.
2. Biodiesel yang dihasilkan dari kelima variabel memiliki kadar FAME yang rendah
dan viskositas yang tinggi sehingga belum memenuhi syarat mutu biodiesel
berdasarkan SNI 7182-2015.
3. Hasil analisis FT-IR, katalis CaO-zeolit teraktivasi KOH yang dihasilkan dengan
metode preparasi katalis microwave irradiation belum optimal untuk digunakan
dalam reaksi transesterifikasi karena terjadinya leaching CaO ke medium reaksi.
5.2 Saran
Dalam penelitian selanjutnya, perlu dikaji mengenai proses preparasi katalis CaO
dengan zeolit alam dengan metode impregnasi basah untuk mengetahui perbandingan
efektivitas metode yang digunakan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Advance Equipment Engineering. 2015. Ultrasonic Homogenizer. India: Adeeco.
http://www.adeeco.ir (Diakses: 1 Desember 2016)
Al-Jammal, N., Al-Hamamre, Z., & Alnaief M. 2015. Manufacturing of Zeolite Based
Catalyst From Zeolite Tuft for Biodiesel Production From Waste Sunflower Oil.
Journal of Renewable Energy 93 (2016):449-459
Almjedlah, Mohammad., Sameer Alasheh., & Ibrahim Raheb. 2014. Use of Natural and
Modified Jordanian Zeolitic Tuff for Removal of Cadmium(II) from Aqueous
Solutions. Jordan Journal of Civil Engineering Vol 8, No.3, 2014:332-343
Ameta, Suresh C. & Rakshit Ameta. 2013. Green Chemistry: Fundamentals and
Applications. USA: Apple Academic Press, Inc.
Arif, Z. 2011. Karakterisasi dan Modifikasi Zeolit Alam Sebagai Bahan Media Pendeteksi
Studi Kasus: Kromium Heksavalen. Tesis dipublikasikan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Badan Penelitian & Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Jakarta: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Boey, Peng L., Gaanty P.M., & Shafida A.H. 2011. Performance of Calcium Oxide as a
Heterogenous Catalyst in Biodiesel Production: A Review. Chemical Engineering
Journal 168 (2011):15-22.
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). 2015. Outlook Energi Indonesia
2015: Pengembangan Energi untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan.
Jakarta: PTPSE. http://www.bppt.go.id (diakses 22 September 2016).
Cheeke, J., N. 2002. Fundamentals and Aplications of Ultrasonic Waves. Montreal: CRC
Press LLC
Cheng, W. & Kung, H.H. 1994. Methanol Production and Use. New York: Marcel Dekker
Inc.
Correia, L.M., Cecilia, J.A., Castellon, E.R., Cavalcante, C.L., & Vieira, R.S. 2016.
Relevance of the Physicochemical Properties of Calcined Quail Eggshell (CaO) as a
catalyst for Biodiesel Production. Journal of Chemistry Vol. 2017:1-12.
Dhankhar, Poonam. 2014. Homogenization Fundamentals. IOSR Journal of Engineering
(IOSRJEN), ISSN(e): 2250-3021 vol. 04, Issue 05 (May 2014):1-8.
Djaeni, Mohamad, Laelu Kurniasari, & Aprilina Purbasari. 2010. Activation of Natural
Zeolite as Water Adsorbent for Mixed-Adsorption Drying. Semarang: Universitas
Diponegoro
58
Ensminger, D. & Bond67 L, J. 2012. Ultrasonics Fundamental, Technologies, and
Applications Third Edition. Boca Raton: CRC Press
Ferrari, RA., Anna LM., Turtelli P., & Kil Jin P. 2011. Biofuel’s Engineering Process
Technology. Brazil: InTech. http://intechopen.com (diakses 27 September 2016)
Folkson, Richard. 2014. Alternative Fuels and Advanced Vehicle Technologies for
Improved Environmental Performance. USA: Woodhead Publishing Limited.
Goenadi, D.H. 2004. Teknologi Pengolahan Zeolit Menjadi Bahan yang Memiliki Nilai
Ekonomi Tinggi. Jurnal Zeolit Indonesia Vol. 3 No. 1. ISSN: 1411-6723
Gondra, Zaloa Ares. 2010. Study of Factors Influencing The Quality and Yield of Biodiesel
Produced by Transesterification of Vegetable Oils. Unpublished Master Thesis.
Gavle: University of Gavle.
Hagen, Jens. 2006. Industrial Catalysis: A Practical Approach Second Extended Edition.
Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA
Hariyadi, Purwiyatno. 2014. Mengenal Minyak Kelapa Sait Dengan Beberapa Karakter
Unggulnya. Jakarta: GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia).
Hornback, Joseph M. 2006. Organic Chemistry 2nd
edition. USA : Thomson Corporation.
Intrapong. Pisitpong., Sotsanan I., Pitchaya, P., Apanee L., & Samai J.I. 2013. Activity
and Basic Properties of KOH/Modernite for Transesterificaton of Palm Oil. Journal
of Energy Chemistry 22(2013):690-700.
Jeffery, G.H., J. Basset, J. Mendham, & Denney, RC. 1989. Vogel’s Textbook Of
Quantitative Chemical Analysis Fifth Edition. New York: Longman Scientific &
Technical
Kementrian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). 2015. Executive Summary
Pemutakhiran Data dan Neraca Sumber Daya Mineral. Jakarta: Badan Geologi
Kementrian ESDM
Knothe, G., Gerpen JV., & Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook. USA: AOCS Press
Koohsaryan E. dan Anbia M. 2016. Nanosized and Hierarchial Zeolites: A Short Review.
Elsevier Chinese Journal of Catalysis 37 (2016): 447-467
Kusuma, Ricky I., Hadinoto, JP., Ayucitra, A., Soetaredjo FE., & Ismadji, S. 2013. Natural
Zeolite From Pacitan Indonesia, as Catalyst Support For Transesterification of Palm
Oil. Journal of Applied Clay Science 74 (2013):121-126.
Lestari, Dewi Y. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari Berbagai
Negara. Jurdik Kimia UNY, prosiding seminar nasional Kimia dan Pendidikan Kimia
2010: 1-6
Lubis, Rustam E. & Widanarko, A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta: PT
AgroMedia Pustaka
Manzanera, Maximino. 2011. Alternative Fuel. Croatia: Intech Open Access Publisher
59
Margeta, K., Natasa Z. L., Mario S., & Anamarija F. 2013. Natural Zeolites in Water
Treatment- How Effective is Their Use. Serbia: InTech. http://intechopen.com
(diakses 23 Oktober 2016).
Marinkovic, Dalibor M., Miroslav V. S.., Ana V. V., Jelena M. A., Marija R.M., Olivera
O.S., Vlada R.V., & Dusan M.J. 2016. Calcium Oxide as A Promising
Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production: Current State and Perspective.
Renewable and Suitable Energy Reviews 56 (2016):1387-1408.
Masterton, William L. 2012. Chemistry: Principle and Reaction Seventh Edition. USA:
Brooks/Cole Cengage Learning
Mc Nair, H.M. & Miller, J.M. 2009. Basic Gas Chromatography. New Jersey: John Wiley
& Sons, Inc Publication.
Ming, Douglas & Dixon, Joe. 1987. Quantitative Determination of Clinoptilolite in Soils
By A Cation-Exchange Capacity Method. Journal of Clay dan Clay Minerals. Vol. 35,
No. 6, 463-468. The Clay Minerals Society
Mustain, Asalil, Wibawa G., Nais MF., & Falah M. 2014. Synthesis of Zeolite NaA From
Low Grade (High Impurities) Indonesian Natural Zeolite. Indo J. Chem., 2014, 14
(2):138-142
Nasrazadani, Seifollah., & Esteban Eureste. 2008. Application of FTIR for Quantitative
Lime Analysis. Texas: University of North Texas.
Noriko, N., Elfidasari, D., Perdana AT., Wulandari N., & Wijayanti W. 2012. Analisis
Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng pada Penjaja Makanan di Food Court
UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi Vol.1 No. 3:147-154
Page, J. F. 1978. Applied Heterogeneous Catalysis: Design Manufacture Use of Solid
Catalysts. Paris: Imprimerie Nouvelle.
Patil, P., Veera G.G., Saireddy P., & Shuguang D. 2011. Transesterification Kinetics of
Camelian Sativa Oil on Metal Oxyde Catalysts Under Conventional and Microwave
Heating Conditions. Chemical Engineering Journal 168 (2011):1296-1300.
Pritchard, J.D. 2007. Methanol: General Information. USA: Health Protection Agency
Rabelo, S.N., Ferraz V. P., Oliveira L.S., Franca, A.S. 2015. FTIR Analysis for
Quantification of Fatty Acid Methyl esters in Biodiesel Produced by Microwave-
Assisted Transesterification. International Journal of Environmental Science and
Development, Vol. 6 No. 12
Refaat, A.A. 2011. Biodiesel Production Using Solid Metal Oxyde Catalyst. International
Journal of Environment, Science, Technology, 8(1):203-221
Ross, Julian. 2012. Heterogenous Catalysis: Fundamentals and Apllication. Amsterdam:
Elsevier
Rudnick, Leslie R. 2013. Synthetics, Mineral Oils, and Bio-Based Lubricants 2nd
edition.
USA: Taylor & Francis Group, LLC.
60
Ruthven, Douglas M. 1984. Principles of Absorption and Adsorption Processes. USA:
John Wiley & Sons Inc.
Sciencelab. 2012. Material Safety Data Sheet Calcium Oxide. USA: International
CHEMTREC
Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet Glycerine. USA: International CHEMTREC
Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet Palmitic Acid. USA: International
CHEMTREC
Setiadi & Astri Pertiwi. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Alam Untuk Konversi
Senyawa ABE Menjadi Hidrokarbon. Prosiding Kongres dan Simposium Nasional
Kedua MKICS 2007. ISSN0216-4138:1-6.
Skoog, Douglas A., F. James H., & Stanley R.C. 2007. Principles of Instrumental
Analaysis. Canada : Thomson Corporation.
SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional (BSN)
SNI 01-3555-1998.1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Jakarta: Badan Standar Nasional
SNI 7182:2015. 2015. Biodiesel. Jakarta: Badan Standar Nasional.
SNI 7709:2012. 2012. Minyak Goreng Sawit. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Stuart, Barbara. 2004. Infrared Sprectroscopy: Fundamentals and Application. USA: John
Wiley & Sons Ltd.
Supamathanon, N., Wuttayakun, J., & Prayoonpokarach S. 2011. Properties of Jatropha
Seed Oil From Northeastern Thailand and Its Transesterification Catalyzed by
Potassium Suppoerted on NaY Zeolite. Journal of Industrial and Engineering
Chemistry 17(2011):182-185.
Tambun, Rondang. 2007. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Taslim., Sri Zahrani D.M.P., & Putri Retno W.N. 2017. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak
Dedak Padi dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis Heterogen Zeolit
Alam Yang Dimodifikasi Dengan KOH. Jurnal Teknik Kimia USU Vol.6, No.1, 2017:
12-18.
Tissue, Brian M. 2013. Basics of Analytical Chemistry and Chemical Equilibria. Canada:
John Wiley & Sons, Inc.
Valtech. 2013. Methanol Safety Data Sheet. California: Valtech Diagnostics Inc.
http://www.labchem.com (diakses 26 September 2016)
Weitkamp, Jens. 2000. Zeolites and Catalysis. Journal of Solid State Ionics 131 (2000):
175-188
Wu, H., Zhang, J, Wei, Q., Zheng, J., & Zhang, J. 2013. Transesterification of Soybean Oil
to Biodiesel Using Zeolite Supported CaO as Stong Base Catalyst. Journal of Fuel
Processing Technology 109(2013):13-18.
61
Xu, R., Wenqin P., Jihong Y., Qisheng H., & Jiesheng C. 2007. Chemistry of Zeolites and
Related Porous Materials: Synthesis and Structure. China: John Wiley & Sons Inc
(Asia)
Ye, W., Yujie G., Hui D., Mingchao L., Shejiang L., Xu H., & Jinlong Qi. 2016. Kinetics
of Transesterification of Palm Oil Under Conventional Heating and Microwave
Irradiation, using CaO as Heterogeneous Catalyst. Journal of Fuel 180 (2016):574-
579
Zulfa, Aditya. 2011. Uji Adsorpsi Gas Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Zeolit Alam
Malang dan Lampung. Skripsi tidak dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia
Top Related