PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAANDI INDONESIA
BERDASARKAN MODEL ALTMAN, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI
Oleh:
Fiska Rostria Widenda
NIM: 125020307111076
Dosen Pembimbing:
Putu Prima Wulandari, SE., MSA., Ak.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kesulitan keuangan merupakan tahapan awal suatu perusahaan dalam proses
menuju kebangkrutan, Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, akan ada
banyak pihak yang dirugikan, jadi untuk itulah diperlukan model prediksi
kebangkrutan yang dapat memberikan peringatan dini bagi perusahaan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan model Altman,
Springate dan Zmijewski dalammemprediksi financial distress. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan menggunakan teknik
purposive sampling dalam pemilihan sampel datanya. Sampel data yang terpilih
adalah 8 perusahaan manufaktur delisting dari Bursa Efek Indonesia dalam
periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. Hasil penelitian terhadap sampel
menunjukkan bahwa ketiga model tersebut dapat memprediksi financial
distressdengan tingkat ketepatan sama untuk model Altman Z-Score dan
Springate S-Score, yaitu 87,5%, serta75% untuk model Zmijewski X-Score.
Kata Kunci : Kesulitan Keuangan, Altman Z-Score, Springate S-Score,
Zmijewsi X-Score, delisting
ABSTRACT
Financial distress is the first stage of a company’s process to go bankrupt. If a
company goes bankrupt, there are many people who will be harmed, thus
bankruptcy prediction models are needed to provide an early warning for the
company. The purpose of this study is to determine the accuracy of Altman,
Springate and Zmijewski Models to predictfinancial distress. This research is a
quantitative descriptive study using a purposive sampling technic for choosing
data sample. The sample data choosen are 8 manufacturing companies delisting
from the Indonesia Stock Exchange for the period of 2009-2015. The result
showsthat the three models can predict the financial distress with same level of
accuracy for Altmant Z-Score model and Springate S-Score which accuracy level
is87.5%, while Zmijewski X-Score model shows accuracy of 75%.
Keywords: Financial Distress, Altman Z-Score, Springate S-Score, and
Zmijewski X-Score, Delisting
PENDAHULUAN
Kebangkrutan merupakan salah satu kondisi yang dapat terjadi pada setiap
perusahaan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kesulitan ekonomi
(economics distress) dan kesulitan keuangan (financial distress). Kesulitan
ekonomi berkaitan dengan ketidakseimbangan pendapatan dan pengeluaran,
sedangkan kesulitan keuangan merupakan kondisi dimana biaya modal
perusahaan lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi. Selain itu,
Darsono dan Ashari (2005: 104) menyatakan bahwa penyebab kebangkrutan
dapat dikategorikan menurut faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan, sedangkan
faktor eksternal dapat berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan
operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Namun, satu
penyebab pasti adanya kebangkrutan adalah karena financial distress. Kesulitan
keuangan (financial distress) dapat terjadi ketika laporan keuangan perusahaan
mengindikasikan bahwa perusahaan akan tidak dapat memenuhi kewajibannya
(Mastuti, dll: 2013).
Berbagai analisis harus sedini mungkin dilakukan untuk menghadapi resiko
kebangkrutan, terutama analisis yang menyangkut financial distress di
perusahaan. Bagi perusahaan, memprediksi kebangkrutan melalui analisis laporan
keuangan menjadi sangat penting, mengingat semakin awal tanda-tanda financial
distress diketahui, semakin cepat pula pihak perusahaan membuat strategi untuk
memperbaiki potensi-potensi kesulitan keuangan tersebut. Hal ini juga sangat
penting untuk berbagai pihak, karena sesungguhnya jika perusahaan mengalami
kebangkrutan, bukan hanya perusahaan tersebut yang rugi namun pihak-pihak lain
yang terlibat, seperti bank, mitra kerja, kreditor, dll. Selain itu, yang terpenting
pedoman pengambilan keputusan keuangan juga dapat ditinjau dari analisis
laporan keuangan ini.
Analisis financial distress untuk memprediksi kebangkrutan melalui laporan
keuangan perusahaan semakin dikenal semenjak Altman (1968) menemukan suatu
model prediksi dari perhitungan rasio-rasio keuangan tertentu. Model yang juga
disebut Z-Score ini menghasilkan lima rasio yang dianggap paling berpengaruh.
Selain Altman, ada beberapa model analisis financial distress, misalnya The
Springate Model (S-Score) dan The Zmijewski Model (X-Score).
Barsky, et al (2003) menyatakan bahwa Altman merupakan model financial
distress yang paling populer dan paling banyak digunakan dalam penelitian
terkait. Penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Anggraeni (2008) yang berjudul,
“Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik (Perbandingan antara The Zmijewski
Model, The Altman Model, dan The Springate Model) juga menunjukkan bahwa
model Altman merupakan prediktor delisting yang terbaik. Sedangkan menurut
Sari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Model Zmijewski,
Springate, Altman Z-Score, dan Grover dalam Memprediksi Kepailitan pada
Perusahaan Transportasi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” menunjukkan
bahwa model Springate merupakan prediktor kebangkrutan yang paling baik
karena model tersebut memiliki tingkat akurasi terbaik setelah Altman Z-score
dan memiliki tingkat error yang paling rendah.
Disamping itu, menurut Husein dan Pambekti (2014) dalam penelitiannya
yang berjudul “Precision of The Models of Altman, Springate, Zmijewski, and
Grover for Predicting The Financial Distress” membuktikan bahwa Zmijewski
merupakan model yang paling sesuai untuk memprediksi financial distress karena
memiliki tingkat signifikansi yang tinggi dibandingkan dengan model lainnya.
Ketiga model tersebut cukup bersaing untuk membuktikan keakuratan dalam
memprediksi financial distress di perusahaan. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui tingkat ketepatan model Altman Z-Score, model Springate S-
Score, dan model Zmijewski X-Score dalam memprediksi financial distress
perusahaan-perusahaan manufaktur delisting dari Bursa Efek Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA
1. Kebangkrutan
Secara terminologi, kebangkrutan (bankrupty) berasal dari bahasa Perancis
banque dan ruptus. Banque memiliki arti bangku dan ruptus memiliki arti
keretakan, (Rao, 1995: 501). Istilah ini muncul sejak abad ke-16 ketika fungsi
bank dikenal di masyarakat. Saat itu bank identik dengan suatu ruangan yang
dipenuhi bangku (meja dan kursi) dan jika suatu unit usaha tertimpa kesulitan
keuangan, maka dianalogikan sebagai bangku yang mengalami kerusakan.
Menurut Martin (1999) dalam Nugraheni (2005) kebangkrutan merupakan
suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam
beberapa pengertian, yaitu:
1. Kesulitan Ekonomi (Economic Distress)
Kesulitan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan, perusahaan tidak mampu menutupi
biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal
atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.
Kegasulitan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh
dibawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kesulitan juga dapat berarti
bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil
daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk sebuah investasi
tersebut.
2. Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Pengertian financial distress adalah kesulitan dana baik dari segi kas atau
segi modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan
dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distress.
Beaver (1966: 71) mendefinisikan kebangkrutan sebagai berikut: “The
inability of a firm to pay its financial obligations as they mature”
(Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar utang pada saat utang tersebut
jatuh tempo). Menurut Hadi (2008), “kebangkrutan merupakan likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.” Brealey, Myers, dan
Marcus (2007: 19) juga mengungkapkan bahwa kebangkrutan hanyalah
mekanisme hukum yang mengizinkan kreditor (yaitu, peminjam) mengambil alih
perusahaan ketika penurunan nilai asetnya memicu kegagalan pembayaran utang
yang ada. Jika perusahaan tidak dapat membayar hutangnya, perusahaan diambil
alih oleh kreditor yang menjadi pemilik baru; pemegang saham lama tidak
mendapat apa-apa. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebangkrutan merupakan suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu untuk
melunasi kewajibannya.
Kebangkrutan merupakan hasil dari penurunan nilai perusahaan. Selain itu,
kebangkrutan juga dapat menimbulkan biaya kebangkrutan. Biaya kebangkrutan
sendiri terdiri atas dua, yaitu biaya langsung seperti biaya hukum dan administrasi
serta biaya tidak langsung seperti biaya operasional ketika kesulitan menjalankan
perusahaan saat proses kebangkrutan.
2. Model Altman Z-Score
Pada tahun 1968, Edward Altman, seorang profesor keuangan di New York
University’s Stern Scholl of Business memperkenalkan sebuah model prediksi
financial distress yang disebut sebagai Z-Score. Model yang dikemukakan Altman
ini, kemudian menjadi model yang paling populer untuk melakukan prediksi
financial distress suatu perusahaan.
Dalam penelitiannya, Altman melakukan apa yang Beaver (1966) sarankan
di akhir tulisannya, yaitu melakukan analisis multivariat. Altman menggunakan
metode MDA (Multivariate Discriminant Analysis) dalam mempertimbangkan
karakteristik umum dan interaksi antar perusahaan-perusahaan terkait. Selain itu,
metode yang diterapkan pada Z-Score ini juga menghasilkan keakuratan 95%
pada perusahaan selama 12 bulan. Kemudian pengujian lain dilakukan lagi
dengan beberapa sampel perusahaan dan dari pengujian tersebut menghasilkan
keakuratan 82% - 85% dalam periode 24 bulan.
Sampel yang digunakan Altman dalam penelitiannya berjumlah 66
perusahaan manufaktur selama 20 tahun (1946-1965). Sampel tersebut dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu 33 perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan
33 lainnya tidak bangkrut. Perusahaan manufaktur dipilih karena alasan yang
sama dengan Beaver (1966), yaitu karena data yang tersedia hanya berasal dari
Moody’s Industrial Manual yang hanya memuat data perusahaan manufaktur.
Penelitian ini pada awalnya mengumpulkan 22 rasio keuangan perusahaan
yang memungkinkan untuk dapat memprediksi kebangkrutan. Pada akhirnya
hanya lima rasio yang dinyatakan paling berkontribusi. Pemilihan tersebut dilihat
dari signifikansi statistik, korelasi antar rasio, kemampuan prediksi rasio, serta
pendapat dari peneliti sendiri.
Lima rasio yang terpilih dimasukkan ke dalam analisis MDA dan
menghasilkan model sebagai berikut:
Z = 0.012X1 + 0.014X2 + 0.033X3 + 0.006X4 + 0.999X5
Dimana :
X1 : Working Capital to Total Assets
X2 : Retained Earnings to Total Assets
X3 : Earning before interest and taxes to Total Assets
X4 : Market value of Equity to Book Value of Dept
X5 : Sales to Total Assets
Z : Overall Index
Altman menggunakan nilai cut-off 2.675 dan 1.81. Artinya jika nilai Z yang
diperoleh lebih dari 2.675, maka perusahaan tersebut diprediksi tidak mengalami
financial distress di masa datang atau dinyatakan perusahaan sehat. Jika nilai Z
kurang dari 1.81, maka perusahaan diprediksi akan mengalami kesulitan keuangan
bahkan kebangkrutan. Lalu, perusahaan yang berada dalam grey area jika hasil
nilai Z berada diantara 1.81 dan 2.675, artinya perusahaan tersebut mengalami
masalah keuangan namun tidak berpotensi untuk bangkrut atau dapat dikatakan
masih rawan.
Namun perkembangan selanjutnya, Altman (1968) mengalami perubahan
pada Zeta Score, terutama pada variabel X4, karena variabel tersebut hanya dapat
dihitung pada perusahaan manufaktur terbuka (public manufacture), sehingga
Altman (2000) merumuskan model Z-Score baru yang dapat digunakan oleh
seluruh perusahaan manufaktur baik publik maupun privat. Model Altman (2000)
dirumuskan sebagai berikut:
Z = 0.717X1 + 0.874X2 + 3.107X3 + 0.420X4 + 0.998X5
Dimana :
X1 : Working Capital to Total Assets
X2 : Retained Earnings to Total Assets
X3 : Earning before interest and taxes to Total Assets
X4 : Book value of Equity to Book Value of Dept
X5 : Sales to Total Assets
Z : Overall Index (Z-Score)
Adapun titik cut off yang dihasilkan adalah, jika Z < 1,21 menunjukkan
perusahaan dalam kondisi financial distress; jika 1,21 ≤ Z ≤ 2,90 , menunjukkan
perusahaan dalam kondisi kritis/ rawan bangkrut; jika Z >2,90 , menunjukkan
perusahaan dalam kondisi sehat.
3. Model Springate S-Score
Model Springate (1978) mengacu Altman (1968) dalam penggunaan metode
Multiple Discriminant Analysis (MDA) dalam penelitiannya. Springate juga
mengumpulkan berbagai rasio keuangan yang dapat digunakan dalam
memprediksi financial distress. Pada awalnya, terdapat 19 rasio keuangan yang
diujikan pada 40 perusahaan sebagai sampel penelitiannya yang menghasilkan 4
rasio yang dipercaya dapat membedakan antara perusahaan yang mengalami
distress dan yang tidak distress dengan tingkat akurasi hingga 92,5%.
Model Springate (1978) dirumuskan sebagai berikut:
S = 1,03A+ 3,07B + 0,66C + 0.4D
Dimana :
A : Working Capital to Total Assets
B : Net Profit Before Interest and Taxes to Total Assets
C : Net Profit Before Taxes to Current Liabilities
D : Sales to Total Assets
S : Overall Index (S-Score)
Nilai cutoff dalam model ini adalah, jika S-Score:
< 0,082 : maka dinyatakan berpotensi bangkrut
> 0,082 : maka dinyatakan berpotensi tidak bangkrut
4. Model Zmijewski X-Score
Zmijewski (1984) menggunakan teknik random sampling dalam pemilihan
sampelnya berkaca dari model prediksi financial distress Ohlson (1980). Berbeda
dengan Altman (1968) dan Springate (1978), Zmijewski memilih teknik
penyampelan ini karena teknik yang digunakan dua pendahulunya tersebut, yaitu
matched-pair sampling, dianggap cenderung memunculkan bias dalam hasil
penelitian.
Sampel yang digunakan Zmijewski berjumlah 840 perusahaan, dimana 800
perusahaan mewakili perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan, dan 40
perusahaan sisanya mewakili perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Dalam
penelitiannya, Zmijewski menekankan pada penentuan proporsi dari sampel dan
populasi di awal penelitian untuk mendapatkan nilai frekuensi kebangkrutan.
Frekuensi ini didapat dengan cara membagi jumlah sampel yang mengalami
kebangkrutan dengan jumlah sampel secara keseluruhan.
Metode penelitian yang digunakan Zmijewski adalah metode regresi logit.
Metode tersebut menghasilkan rumusan X-Score sebagai berikut:
Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 + 0,004X3
Dimana :
X1 : Return on Assets (Net Income to Total Assets)
X2 : Leverage/ Debt to Equity Ratio (Total Liability to Total Assets)
X3 : Liquidity/ Current Ratio (Current Assets to Current Liability)
Zmijewski (1984) menyatakan bahwa perusahaan dianggap bangkrut jika
probabilitasnya lebih besar dari 0, dengan kata lain nilai Xnya adalah 0. Maka dari
itu, nilai cutoff yang berlaku dalam model ini adalah 0.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif
Kuantitatif, dimana penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan metode kuantitatif. Deskriptif kuantitatif dapat disimpulkan menjadi
suatu metode penggambaran hasil dari angka-angka yang sudah diproses dari data
dalam sampel penelitian. Sampel penelitian yang dianalisis dapat berupa
penggambaran dari tabel, grafik, diagaram, perhitungan prosentase, dll.
2. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2014: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang delisting di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sugiyono (2014: 81) juga mengungkapkan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristk yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel penelitian
ditentukan dengan metode penyampelan bertujuan (purposive sampling).
Purposive sampling adalah tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang
informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu dan
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo,
2002: 131). Metode ini ditujukan untuk mendapatkan sampel yang representatif
sesuai dengan kriteria yang ditentukan, yaitu sebagai berikut:
TABEL 3.1
KRITERIA PEMILIHAN SAMPEL
No. Kriteria Jumlah
Perusahaan
1. Perusahaan delisting di BEI tahun 2009 s.d tahun 2015. 28
2. Perusahaan termasuk dalam kategori industri manufaktur. 11
3. Perusahaan menyediakan laporan keuangan sebelum tahun
delisting. 8
4. Perusahaan menyediakan data yang lengkap untuk penelitian. 8
Total Sampel 8
Alasan memilih perusahaan manufaktur didasarkan pada penelitian Altman
(1968), Springate (1978), dan Zmijewski (1984), yakni saat itu data yang paling
lengkap dan mudah didapatkan adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur
dan variabel-variabel faktor yang diteliti hanya terdapat dalam laporan keuangan
perusahaan manufaktur saja. Selain itu, menurut Altman (1968) laporan keuangan
sebelum tahun delisting dipilih karena dalam penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa data laporan keuangan satu tahun sebelum tahun prediksi atau tahun
financial distress memiliki keakuratan tertinggi. Altman (1968) menyatakan
model prediksinya memiliki tingkat akurasi sebesar 98% pada satu tahun pertama
dan menurun menjadi 82%-85% di tahun kedua sebelum tahun financial distress.
Pada tabel 3.1 tersebut ditunjukkan terdapat 28 perusahaan yang delisting
dari Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. Kemudian
dari 28 perusahaan tersebut diseleksi berdasarkan jenis perusahaan yaitu jenis
manufaktur dan hasilnya terdapat 11 perusahaan manufaktur. Dari 11 perusahaan
tersebut, terdapat satu perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan
keuangannya, kemudian dua perusahaan lainnya tidak menyediakan laporan
keuangan sebelum tahun delisting, sehingga perusahaan tersebut langsung
dihilangkan dari sampel penelitian karena tidak memenuhi kriteria pemilihan
sampel. Adapun daftar nama perusahaan terpilih adalah sebagai berikut:
TABEL 3.2
DAFTAR NAMA PERUSAHAAN MANUFAKTUR TERPILIH
No. Nama Perusahaan
Kode
Perusa-
haan
Sub Sektor
Tanggal
Pencatat-
an (IPO)
Tanggal
Pengha-
pusan
(Delisting)
1 Davomas Abadi Tbk DAVO Makanan dan
Minuman 22-Des-94 21-Jan-15
2 Unitex Tbk UNTX Tekstil dan Garmen 16-Jun-89 07-Des-15
3 Panasia Filamen Inti Tbk PAFI Tekstil dan Garmen 01-Jan-00 14-Mar-13
4 Surabaya Agung Industri
Pulp dan Kertas Tbk SAIP Pulp dan Kertas 03-Mei-93 31-Okt-13
5 Multibreeder Adirama
Indonesia Tbk MBAI Pakan Ternak 28-Feb-94 02-Jul-12
6 Surya Intrindo Makmur
Tbk SIMM Alas Kaki 28-Mar-00 03-Des-12
7 Aqua Golden Mississipi
Tbk AQUA
Makanan dan
Minuman 01-Mar-90 01-Apr-11
8 Dynaplast Tbk DYNA Plastik dan
Kemasan 05-Ag-91 27-Jul-11
.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumbernya
merupakan data sekunder. Data sekunder tersebut didapatkan dari laporan
keuangan perusahaan yang menjadi sampel penelitian.
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berupa angka-angka, dalam hal
ini data tersebut berasal dari laporan keuangan perusahaan sampel. Sedangkan
data kualitatif merupakan data yang berupa informasi non angka atau berupa kata-
kata seperti teori-teori yang mendukung, gambaran tentang perusahaan, kebijakan
manajemen, laporan terdahulu, dan sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggukanan teknik pengumpulan data dokumenter dengan cara
sebagi berikut:
1. Dokumentasi, yakni dengan memelajari, mengelompokkan, dan mengolah
data perusahaan yang dijadikan sampel dari penelitian melalui laporan
keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan diperoleh dari situs
resmi Bursa Efek Indonesia, yaitu www.idx.co.id dan dari berbagai sumber
online lainnya, seperti www.sahamok.com, www.yahoofinance.co.id, dan
situs perusahaan-perusahaan terkait. Sedangkan untuk beberapa data yang
tidak dapat diakses via online, peneliti memperoleh dari Galeri Investasi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
2. Studi literatur, yakni memelajari buku-buku, jurnal ekonomi, dan jurnal
ilmu sosial serta artikel-artikel tambahan yang terkait dengan pembahasan
topik setiap perusahaan sampel.
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk
menjelaskan hasil prediksi financial distress perusahaan-perusahaan manufaktur
yang delisting di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2015
menggunakan model Altman, model Springate, dan model Zmijewski. Selain itu,
penelitian ini juga memberikan gambaran tentang tingkat ketepatan model
Altman, model Springate, dan model Zmijewski dalam memprediksi financial
distress.
Prediksi potensi kebangkrutan perusahaan dalam penelitian ini dihitung
dalam model sebagai berikut:
1. Model Altman Z-Score
Z = 0.717X1 + 0.874X2 + 3.107X3 + 0.420X4 + 0.998X5
2. Model Springate S-Score
S = 1,03A+ 3,07B + 0,66C + 0.4D
3. Model Zmijewski X-Score
Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 + 0,004X3
Setelah itu, hasil prediksi dari masing-masing model tersebut dihitung
tingkat ketepatannyanya dengan menggunakan perhitungan menurut Nurcahyanti
(2015), yaitu :
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
Perhitungan tersebut dapat menjelaskan tentang tingkat ketepatan dalam
memprediksi financial distress. Penelitian ini menggunakan perhitungan tersebut
pada perusahaan-perusahaan sampel manufaktur yang delisting di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2015.
PEMBAHASAN
1. Hasil Nilai Prediksi Financial Distress
Pada bab berikut ini akan dijabarkan tingkat akurasi model Altman Z-Score,
model Springate S-Score, dan model Zmijewski X-Score dalam memprediksi
potensi kebangkrutan perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2015. Berikut merupakan nilai-
nilai yang dihasilkan dalam masing-masing model, yaitu:
TABEL 4.1
HASIL NILAI PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
No. Nama
Perusahaan
Altman Springate Zmijewski
Z-
Score Ket. S-Score Ket. X-Score Ket.
1 DAVO 0,620 bangkrut -0,349 bangkrut 0,043 bangkrut
2 UNTX -1,766 bangkrut -1,292 bangkrut 6,399 bangkrut
3 PAFI -1,755 bangkrut -0,402 bangkrut 5,617 bangkrut
4 SAIP -0,338 bangkrut -0,555 bangkrut -1,916 sehat
5 MBAI 1,267 grey area 0,493 Sehat -1,509 sehat
6 SIMM -5,305 bangkrut -2,700 bangkrut 7,721 bangkrut
7 AQUA 3,300 sehat 1,922 Sehat -1,924 sehat
8 DYNA 1,579 grey area 0,677 Sehat -0,692 sehat
(Sumber: Data diolah)
2. Analisa Tingkat Ketepatan Model Prediksi Financial Distress
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009 sampai dengan 2015 terbukti dapat diprediksi oleh ketiga model
tersebut, yaitu model model Altman Z-Score, model Springate S-Score, dan
model Zmijewski X-Score. Selanjutnya hasil prediksi dari masing-masing model
tersebut dinilai menurut tingkat ketepatannya dengan rumus:
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini:
DIAGRAM 4.1
TINGKAT KETEPATAN MODEL PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
(Sumber: Data diolah)
Dalam rentang angka prosentase 0 sampai dengan 100, Altman Z-Score
memiliki tingkat ketepatan hingga 87,5%; Springate S-Score sebesar 87,5%; dan
Zmijewski X-Score sebesar 75%. Diagram tersebut, menunjukkan hasil yang sama
antara model Altman Z-Score dan Springate S-Score yaitu memiliki tingkat
ketepatan sebesar 87,5%. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan terdapat
ketidaktepatan hasil prediksi model pada beberapa perusahaan sampel.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Model Prediksi Financial Distress
Z-Score
S-Score
X-Score
Pada model Altman, ketidaktepatan prediksi terjadi pada perusahaan
Dynaplast Tbk. DYNA diprediksi masuk kedalam kategori grey area, sedangkan
kenyataanya perusahaan tersebut masih dalam kondisi yang sehat walaupun sudah
delisting dari Bursa Efek Indonesia. Kondisi DYNA yang sehat tersebut
dibenarkan Eddy Sugito, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia
dalam wawancaranya dengan jpnn.com. Eddy menyayangkan keputusan DYNA
untuk delisting karena menurutnya perseroan tersebut memiliki reputasi dan
prospek yang bagus.
DYNA delisting dari Bursa Efek Indonesia dikarenakan permohonan
perseroan untuk menjadikannya sebagai perusahaan privat. Permohonan ini
diakibatkan karena rendahnya likuiditas perdagangan sehingga membuat DYNA
memutuskan untuk go private.
Selanjutnya Springate juga memiliki tingkat ketepatan 87,5% yang
menandakan 12,5% merupakan ketidakuratan model ini dalam memprediksi
financial distress. Springate kurang tepat memprediksikan perusahaan
Multibreeder Adirama Indonesia (MBAI) bahwa perusahaan tersebut akan
bangkrut sama seperti yang diprediksikan Zmijewski. Sedangkan pada
kenyataannya, perusahaan tersebut tidak sepenuhnya sehat namun juga tidak
bangkrut.
MBAI merupakan perusahaan ternak ayam terbesar kedua di Indonesia, oleh
karena itu keberadaan MBAI cukup diperhitungkan dalam pasar modal, sampai
MBAI delisting dari Bursa Efek Indonesia. MBAI delisting karena melakukan
merger dengan JAPFA, merger ini dilakukan karena salah satu pemegang saham
terbesar MBAI menjual seluruh sahamnya dan mengakibatkan perusahaan ini
menerima kerjasama dengan JAPFA sebagai bantuan keuangan. Hal tersebut
membuat peneliti lebih setuju dengan hasil prediksi dari model Altman Z-Score
yaitu MBAI berada dalam kondisi grey area yang artinya masih belum dapat
diprediksi antara bangkrut atau tidak bangkrut.
Selain MBAI, satu perusahaan lagi yang kurang tepat diprediksikan oleh
model Zmijewski X-Score, yaitu Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas Tbk
(SAIP). Nilai X-Score menghasilkan angka yang menunjukkan perusahaan
tersebut dalam kategori sehat, namun pada kenyataannya perusahaan tersebut
resmi delisting karena bangkrut. Selain itu, beberapa rasio keuangan SAIP juga
menunjukkan nilai yang negatif. Oleh karena itu, Zmijewski memiliki tingkat
ketepatan sebesar 75%.
Ketidaktepatan prediksi masih terdapat dalam ketiga model, yaitu Altman Z-
Score sebesar 12,5%; Springate S-Score sebesar 12,5%; dan Zmijewski X-Score
sebesar 25%. Ketidaktepatan tersebut dimungkinkan karena adanya data yang
menceng dari data normal, sehingga membuat hasil prediksi salah. Namun hal
tersebut belum dapat dibuktikan dalam penelitian ini karena penelitian ini hanya
sebatas penelitian deskriptif dan tidak menguji normalitas data yang digunakan.
Walaupun memiliki rasio keuangan yang berbeda-beda pada setiap model
prediksi, namun sebenarnya ketiga model prediksi tersebut cukup baik dalam
memprediksi perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan 2015. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tingkat ketepatan ketiga model prediksi yang lebih dari 50%. Angka lebih dari
50% dapat mewakili bahwa ketiga model prediksi financial distress tersebut, yaitu
Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score dapat memprediksi
financial distress setidaknya lebih dari setengah dari sampel perusahaan yang
diteliti.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
a. Model Altman, model Springate, dan model Zmijewski memprediksi
potensi kebangkrutan perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 dengan
akurat. Hal ini dibuktikan dengan tingkat ketepatan oleh ketiga model
prediksi tersebut lebih dari 50%.
b. Model prediksi financial distress yang paling tepat dilihat dari data
perusahaan-perusahaan manufaktur yang delisting di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan oleh model
prediksi dari Altman Z-Score dan Springate S-Score yang mencapai angka
ketepatan 87,5%, sedangkan model Zmijewski X-Score memiliki tingkat
ketepatan 75%.
2. Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian ini hanya menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini memungkinkan hasil penelitian
tidak dapat digeneralisasikan untuk semua jenis perusahaan.
b. Metode pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling
menjadikan sampel yang terpilih berjumlah sedikit. Berdasarkan kriteria
yang digunakan, hanya terdapat 8 perusahaan yang memenuhi kriteria dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. Jumlah tersebut mungkin kurang
dapat menggambarkan keadaan populasi yang sesungguhnya.
c. Penelitian ini menggunakan tiga model prediktor dengan kriteria kategori
yang berbeda. Altman Z-Score yang membagi hasil prediksi kedalam tiga
kategori yaitu sehat, grey area, dan bangkrut, sedangkan Springate S-Score,
dan Zmijewski X-Score menggunakan dua kategori saja, yaitu sehat dan
bangkrut. Oleh karena itu, hasil prediksi sulit dikelompokkan menurut
tingkat ketepatan masing-masing model. Hal ini membuat ketiga model
prediktor tersebut cukup sulit untuk dibandingkan satu sama lain.
d. Penelitian ini hanya sebatas menilai tingkat ketepatan antar model prediksi,
bukan menciptakan model prediksi yang baru.
3. Saran
a. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah menambahkan jumlah sampel
dengan cara memperluas populasi jenis perusahaan lain dan jika
memungkinkan dapat menambahkan perusahaan listing sebagai
pembanding, agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada seluruh
perusahaan.
b. Mengganti metode pemilihan sampel dari metode purposive sampling
dengan metode lainnya atau tetap menggunakan metode purposive sampling
namun memilih kriteria lain yang sesuai dengan tujuan penelitian masing-
masing, agar menghasilkan sampel yang terpilih berjumlah lebih banyak
dan dapat menjelaskan keadaan populasi yang sebenarnya.
c. Kemudian juga diharapkan dapat mencari model prediksi financial distress
dengan indikator financial distress yang sama, sehingga dapat memudahkan
dalam menyetarakan perbandingan antara satu model dengan model lainnya.
Selain itu cara ini juga dapat memperkaya variabel penelitian dan dapat
digunakan untuk mengetahui rasio-rasio keuangan lain yang diduga
memiliki pengaruh terhadap potensi kebangkrutan.
d. Penelitian selanjutnya bukan lagi bersifat menilai ketepatan antar model,
namun bisa diarahkan kepada membuat model prediksi financial distress
baru yang dapat diaplikasikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, Sawir. 2008. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan.
Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Altmant, Edward I. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and Prediction
of Corporate Bankcruptcy. Journal The American Finance Association.
Bambang, Riyanto. 2010. Dasar-dasar pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:
BPFE.
Barsky, M.P, et all. 2003. Analytical Tools for Detecting Financial Reporting
Fraud. Commercial Lending Review.
Beaver, W. 1966. Financial Ratios as Predictors of Failure. Journal Accounting
Research 4.
Brealey, Myers, dan Marcus. 2007. Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Perusahaan. Terjemahan Yelvi Andri Zaimur. 2008. Jakarta: Erlangga.
Darsono Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Jakarta:
Andi.
Djarwanto. 2001. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE
Hadi, Syamsul dan Anggraeni Atika. 2008. Pemilihan Prediktor Delisting
Terbaik. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Hanafi, Mamduh M dan Halim, Abdul. 2003. Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Harahap, Sofyan S. 2002. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Pt.
Raja Grafindo Persada.
Harahap, Sofyan S. 2007. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Pt.
Raja Grafindo Persada.
Husein M. Fakhri dan Pambekti, Galuh Tri. 2014. Precision of The Models of
Altmant, Springate, Zmijewski, and Grover for Predicting The Financial
Distress. Journal Economics, Business, and Accountancy Ventura Vol. 17,
No. 3, December 2014.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Indriantoro dan Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Indriyo, Gitosudarmo. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman. Yogyakarta. BPFE
John J.W.,K.R Subramanyan Dan Robert F. Hasley. 2011. Analisis Laporan
Keuangan. Terjemahan: Dewi Yanti. Jakarta: Salemba Empat
Martin, John D, et all. 1999. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan:
Nugraheni. 2005. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mastuti, Saifi, dan Azizah. 2013. Altman Z-Score sebagai Salah Satu Metode
dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Munawir S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Nurcahyanti, Wahyu. 2015. Studi Komparatif Model Z-Score Altman, Springate,
dan Zmijewski dalam Mengindikasi Kebangkrutan Perusahaan yang
Tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Rao, Ramesh KS. 1995. Financial Management, Concept, and Application. Ohio:
South Western College Publishing
Rico, Lesmana. 2003. Pedoman Menilai Kinerja Untuk Perusahaan Tbk,
Yayasan, BUMN, BUMD, dan Organisasi Lainnya. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Sari, Enny Wahyu P. 2014. Penggunaan Model Zmijewski, Springate, Altman Z-
Score, dan Grover dalam Memprediksi Kepailitan pada Perusahaan
Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
BPFE
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business. Terjemahan Kwan Men
Yon. 2007. Jakarta: Salemba Empat.
Springate, Gordon L.V. 1978. Predicting the Possibility of Failure in Canadian
Project. Journal Simon Fraser University.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tambunan, Dwiatmanto, dan NP Endang. 2014. Analisis prediksi Kebangkrutan
Perusahaan dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score.
Zmijewski, M.E. 1984. Methodological Issues Related to The Estimation of
Financial Distress Prediction Models. Journal Accounting Research 24.
Sumber Online:
CNN. Delisting Unitex Naikkan Harga Tebusan Saham.
(http://www.cnnindonesia.com). Diakses 16 Mei 2016
JPNN. Dynaplast Tinggalkan Lantai Bursa. (http://m.jpnn.com). Diakses 24 Juli
2016.
Metronews. Hanya Bergerilya 20 hari saham DAVO delisting.
(http://ekonomi.metronews.com) 21 januari 2015, diakses 16 Mei 2016
Neraca. BEI Delisting Saham Panasia Filamen Inti. (http://www.neraca.co.id
PAFI). Diakses 16 Mei 2016
Saham OK. Saham Delisting di Bursa Efek Indonesia.
(http://www.sahamok.com), diakses 16 Mei 2016.
Top Related