PRAKTIK JURNALISME DAMAI DALAM PEMBINGKAIAN BERITA
KONFLIK POSO III ANTARUMAT ISLAM DAN KRISTEN DI HARIAN
UMUM REPUBLIKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos.)
oleh:
DIMAS BAGUS LAKSONO
NIM : 1113051000114
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H./2017 M.
i
ABSTRAK
Dimas Bagus Laksono, NIM 1113051000114
Praktik Jurnalisme Damai Dalam Pembingkaian Berita Konflik Poso III
Atarumat Islam dan Kristen Di Harian Umum Republika di bawah bimbingan
Dr. Rully Nasrullah, M.Si
Media sangat berperan penting dalam pembentukan opini publik. Apa
yang ditampilkan media secara otomatis mengkonstruksi pola pikir masyarakat.
Ketika suatu pemberitaan di media tidak memberi kebaikan untuk masyarakat
misalnya, karena cara pemberitaannya yang kurang mempertimbangkan
bagaimana menyelesaikan konflik, atau malah cara pemberitaan itu berpotensi
membuat konflik jadi semakin berkepanjangan maka di situ muncul jurnalisme
damai (peace journalism). Yaitu, upaya mengembalikan jurnalisme ke ruh atau
tujuan dasarnya, yaitu kepentingan publik. Perdamaian dan berakhirnya konflik
adalah kepentingan publik.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk menganalisis
praktik Jurnalisme Damai dan praktik analisis framing Robert Ethmen, pada berita
Konflik Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Jurnalisme Damai
yang digagas oleh Johan Galtung pada tahun 1970-an. Teori ini menyatakan
bahwa Jurnalisme Damai, sebagai usaha besar dalam mendefinisikan ulang dan
merekonstruksi ulang tujuan jurnalis dalam peliputan konflik. Secara singkat
TRANSCEND Media Service merumuskan Jurnalisme Damai sebagi praktik
jurnalisme yang menunjukan latar belakang dan sisi kontekstual konflik;
mendengarkan semua pihak; mengungkapkan agenda terselubung; menyoroti ide-
ide dan inisiatif perdamaian dari mana pun dan kapan pun.
Metodologi yang digunakan adalah analisis framing Robert N. Entmen,
konsep framing Entmen digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan
menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Dengan pendekatan kualitatif
yang memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang
mendasariperwujudan sebuah makna dari gejala-gejala social didalam masyarakat.
Hasil analisis menunjukan bahwa Republika menampilkan Kasus Poso
III sebagai konflik antarumat Islam dan Kristen. Republika cenderung berat
sebelah dalam segi penyajian berita. Dimana, selalu menampilkan frame, jika
umat Islam adalah korban, dan umat Kristen adalah tersangka yang harus
bertanggung jawab atas konflik yang sudah terjadi selama beberapa periode
tersebut. Hal ini, diperkuat dari empat berita yang dianalisis oleh peneliti,
dimana hampir sebagain besar berita yang menyangkut umat Islam, Republika
selalu menuliskan dengan lengkap penyebab kejadian, narasumber, hingga
korban yang jatuhpun diuraikan secara detail. Hal ini, kemudian berbanding
terbalik dengan frame berita Republika terhadap umat Kristen, padahal pada
kasus Poso III kedua belah pihak sama-sama dirugikan. Namun, dari segi
pemberitaan, Republika selalu menampilkan frame umat Islam-lah yang
paling dirugikan atas kasus tersebut.
ii
Kata kunci: jurnalisme damai, analisis framing entman, konflik islam dan
Kristen, Kasus Poso III ‘Harian Umum Republika’.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT dengan segala
kasih dan sayang-Nya senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah kepada
penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini di waktu yang tepat. Sholawat
sebagai ucapan salam dan penghormatan atas rahmat dan kesejahteraan
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, karena dengan usaha beliau saat ini
umat Islam memiliki pedoman hidup di dunia sebagai bekal menuju surga
(AlQuran).
Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana di Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan
skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, semangat dan doa dari berbagai
pihak. Maka dalam lembaran kertas ini, penulis dengan senang hati ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto M.Ed, Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. H.
Roudhonah, MA Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan Dr.
Suhaimi, M.Si Wakil Dekan Bidang Akademik.
2. Kholis Ridho, M.Si, sebagai Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Dra. Hj.
Musfirah Nurlaily, MA., sebagai Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik. Serta
dosen-dosen Konsentrasi Jurnalistik yang telah memberi banyak ilmu
kepada penulis.
3. Tantan Hermansyah, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.
4. Dr. Rully Nasrullah, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan saran, waktu, serta bantuan dan kesabaran kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan lancar.
iv
5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama ini
telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang diberikan
bermanfaat.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Yang telah melayani penulis dalam mempergunakan
buku-buku dan literature selama penyusunan skripsi ini.
7. Segenap pimpinan dan karyawan Harian Umum Republika, yang telah
melayani penulis dalam kegiatan wawancara dan mencari data literature
ysng dibutuhkan selama penyusunan skripsi ini.
8. Kedua orang tua tercinta, atas segala kasih saying, perhatian, dukungan,
yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah serta doa yang
selalu dipanjatkan untuk penulis.
9. Seluruh keluarga besar, kakak tercinta, adik, keponakan, yang telah
banyak memotivasi untuk cepat menyelesaikan pendidikan studi S1.
10. Seluruh teman-teman Jurnalistik B 2013, yang selalu menemani dan
berdiskusi dalam belajar dan menemani dikala suka maupun duka.
11. Seluruh teman-teman Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM Ciputat) Komisariat Dakwah, 107,9 MHz RDK FM UIN Jakarta,
dan KKN 155 ‘Canopus’ 2016, yang banyak memberikan motivasi dan
selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT lah penulis menyerahkan, semoga
senantiasa mendapatkan limpahan pahala yang berlipat ganda. Harapan
penulis, semoga skripsi ini bisa menjadi tuntunan yang baik untuk dibaca
dan dijadikan panduan untuk diteliti di kemudian hari. Oleh karena itu,
sangat disarankan saran dan kritik juga ralat dari para pembaca untuk
mncapai kesempuranaan dalam penulisan.
Sekian dan terimakasih.
v
Tangerang, 22 Juli 2017
Penulis,
Dimas Bagus Laksono
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ...................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
D. Metodologi Penelitian ........................................................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 16
BAB II KAJIAN TEORITIS ................................................................................................... 20
A. Jurnalisme Damai ................................................................................................. 20
B. Pengertian Berita ................................................................................................... 23
C. Framing Robert Ethmen ........................................................................................ 34
BAB III GAMBARAN UMUM ............................................................................................... 41
A. Profil Republika .................................................................................................... 41
B. Visi dan Misi Republika ....................................................................................... 46
BAB IV ANALISIS DATA ...................................................................................................... 48
1. Analisis Framing Berita Konflik Poso III Antarumat Islam dan Kristen di
Harian Umum Republika Robert Entman .......................................................................... 48
2. Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Konflik Poso III Antarumat
Islam dan Kristen di Harian Umum Republika ............................................................. 95
BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 117
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 117
B. Saran ................................................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 122
LAMPIRAN
vii
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Berita dan Artikel Terkait 51
Tabel 4.2 Analisis Praktik Framing Ethmen Pada Berita Al Khairat : Penyebab
Konflik Poso Bukan Politik 57
Tabel 4.3 Analisis Elemen Unsur Nilai Pada Berita Al Khairat : Penyebab
Konflik Poso Bukan Politik 58
Tabel 4.4 Analisis Praktik Framing Ethmen Pada Berita Ribuan Korban
Konflik Poso Belum Dievakuasi 64
Tabel 4.5 Analisis Elemen Unsur Nilai Pada Berita Ribuan Korban Konflik
Poso Belum Dievakuasi 65
Tabel 4.6 Analisis Praktik Framing Ethmen Pada Berita Konflik Poso Akan
Diselesaikan Dalam 6 Bulan 72
Tabel 4.7 Analisis Elemen Unsur Nilai Pada Berita Konflik Poso Akan
Diselesaikan Dalam 6 Bulan 73
Tabel 4.8 Analisis Praktik Framing Ethmen Pada Berita Jangan Rugikan Umat
Islam Dalam Konflik Poso 79
Tabel 4.9 Analisis Elemen Unsur Nilai Pada Berita Jangan Rugikan Umat
Islam Dalam Konflik Poso 80
Tabel 4.10 Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Al Khairat :
Penyebab Konflik Poso Bukan Politik 101
Tabel 4.11 Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Ribuan Korban
Konflik Poso Belum Dievakuasi 106
Tabel 4.12 Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Konflik Poso Akan
Diselesaikan Dalam 6 Bulan 112
Tabel 4.13 Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Jangan Rugikan
Umat Islam Dalam Konflik Poso 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konflik antar suku, agama, ras dan golongan (SARA) merupakan
isu hangat beberapa dekade belakangan ini. Salah satu unsur SARA yang
sering memicu dan menyebabkan konflik adalah agama. Agama yang
dipahami oleh para pemeluknya kerap dianggap sebagai ukuran tertinggi
dari sebuah kebenaran. Hal ini kemudian, dikontraskan dengan melihat
agama lain memiliki kekurangan atau tidak ideal. Standar ganda itu juga
digunakan sebagai alasan pembenar untuk segala bentuk tindak kekerasan
bernuansa agama.
Tindak kekerasan terhadap kelompok agama di Indonesia bukan
merupakan hal baru. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM) mengumumkan bahwa jumlah pengaduan dugaan pelanggaran
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) meningkat, sejak 2014
hingga 2016. Tahun 2014 tercatat 74 pengaduan, kemudian di 2015
meningkat menjadi 89 pengaduan. Bahkan, di enam bulan pertama 2016
sudah tercatat 34 kasus pelanggaran KKB. 1 Jumlah ini, kemungkinan
akan bertambah mengingat sikap inklusif dari masing-masing pengikut
agama dan sulitnya tercipta pluralitas antar pemeluk agama di Indonesia.
1 “Kasus Pelanggaran Agama di Indonesia” artikel diakses pada 21 September 2016 dari
http://www.rappler.com/indonesia/138315-kasus-intoleransi-agama-indonesia-meningkat
2
Banyak kelompok agama minoritas yang sering mendapatkan
tindakan diskriminasi ataupun pengusiran terhadap aktivitas ibadahnya
seperti salah satunya kelompok Ahmadiyah. Sejak awal kemunculan
Ahmadiyah sebagai salah satu kelompok dan aliran agama di Indonesia,
kelompok ini sudah mengundang pro-kontra di berbagai kalangan
masyarkat. MUI bahkan, sejak 1980 telah menetapkan Aliran ini sebagai
aliran sesat dan berada di luar islam. 2 Lalu, pernyataan ini dipertegas
dengan dikeluarkannya Fatwa MUI 2005 tentang “Aliran Ahmadiyah, baik
Qodriyah ataupun Lahore, sebagai keluar dari Islam, sesat dan
menyesatkan” . 3 Berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI,
tokoh lintas agama seperti Gus Dur, jutru menyesalkan fatwa haram yang
dikeluarkan MUI tersebut. 4 Gus Dur menganggap, fatwa yang dikeluarkan
oleh MUI tersebut salah. Sebab, fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI,
hanya akan membawa perpecahan dan konflik antaragama khususnya oleh
umat islam. Gus Dur beranggapan, masyarakatlah yang akhirnya akan
menilai dan memutuskan, apakah mereka akan ikut dengan aliran
Ahmadiyah atau menolaknya.
2 Ahmadiyah Qadariyah, Fatwa Majelis Ulama Indonesa dalam Musyawarah Nasional II tanggal
11-17 Rajab 1400 H/ 26 Mei – 1 Juni 1980.
3 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomer : 11 / Munas VII / MUI / 15 / 2005 Tentang Aliran
Ahmadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19 – 22
Jumadil Akhir 1426 H / 26 – 29 Juli 2005 M.
4 “Pro-Kontra Ahmadiyah di Indonesia” artikel diakses pada tanggal 21 September 2016 dari
http://pemikirandangerakanislam.blogspot.co.id/2011/02/pendapat-pro-kontra-alirah-
ahmadiyah.html
3
Masih segar dalam ingatan kita konflik antar agama yang terjadi di
Indonesia beberapa waktu lalu, pembakaran Masjid di Tolikara,
pembantaian umat beragama minoritas seperti di Rohingya, Afrika,
Gujarat, dan lainnya. Mulai dari pergesekan ideologi hingga penistaan
simbol-simbol agama yang berujung pada tindakan kekerasan,
menimbulkan kerugian baik jiwa maupun materi.
Mencapai kerukunan umat beragama dengan jalan dialog adalah
salah satu upaya untuk menemukan solusi yang tepat mengatasi konflik
antar agama secara adil. Dalam hal ini, dialog harus dipahami sebagai
media untuk berpikir bersama memecahkan masalah konflik.
Dialog bukan sebagai ajang justifikasi keyakinan siapa yang paling
benar. Sehingga, masing-masing agama harus mengesampingkan terlebih
dahulu misi-misi teologisnya dan fokus pada persoalan menyelesaikan
konflik. Paradigma yang perlu dibangun dalam semua agama adalah
bahwa perdamaian dibutuhkan oleh setiap agama dimanapun. Dengan
demikian, setiap agama akan mencoba menggali konsep-konsep
perdamaian yang dapat diterapkan dalam kehidupan dan menuai
kerukunan umat beragama.
Namun, kerukunan umat beragama itu justru tidak mencerminkan
keindahan menurut sebagian orang. Bagaimana tidak, mereka saling
mengelu-elukan rasnya, dan mendiskriminasi ras lain. Pun dengan agama,
budaya dan lain-lain.
4
Bahkan, yang lebih parahnya adalah terjadi perang sesama hanya
karena perihal „SARA‟. Misal, orang Sunda memusuhi orang Jawa atau
sebaliknya dengan alasan karena suku mereka berbeda, orang Kristen dan
Islam saling bermusuhan hanya karena agama mereka berbeda dan
seterusnya. Memang konflik semacam ini bukanlah hal yang baru di dalam
lanskap sosial kita, hanya saja konflik semacam ini masih
berlanjut hingga hari ini.
Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beragam jenis
budaya dan agama. Oleh karena itu sikap toleransi harus dimiliki
masyarakatnya untuk menghindari timbulnya potensi konflik. Salah satu
konflik yang akhir akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah konflik
agama.
Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mengungkapkan
betapa besarnya kontribusi agama dalam perjuangan kemerdekaan, dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak pahlawan
yang terlahir dan turut berjuang karena panggilan agamanya.
Agama di Indonesia memiliki posisi yang terhormat, dan indonesia
menanamkan karakter saling menghormati dalam kehidupannya lewat
budaya dan agamanya. Namun ironisnya, konflik yang mengatasnamakan
agama mulai timbul di Indonesia, dan meningkat tajam dengan semakin
berkembangnya gerakan ekstremis agama di Indonesia.
5
Ketika suatu pemberitaan tidak memberi kebaikan untuk
masyarakat misalnya, karena cara pemberitaannya yang kurang
mempertimbangkan bagaimana menyelesaikan konflik, atau malah cara
pemberitaan itu berpotensi membuat konflik jadi semakin berkepanjangan
maka di situ muncul jurnalisme damai (peace journalism). Yaitu, upaya
mengembalikan jurnalisme ke ruh atau tujuan dasarnya, yaitu kepentingan
publik. Perdamaian dan berakhirnya konflik adalah kepentingan publik.
Jurnalisme damai tidak memihak pada salah satu pihak yang
bertikai, tetapi lebih menyorot aspek-aspek apa yang mendorong bagi
penyelesaian konflik. Dari tujuan tersebut, maka yang diangkat adalah hal-
hal yang sifatnya mendukung ke arah perdamaian. Dalam suatu konflik,
selalu ada pihak-pihak tertentu yang mengharap ke arah damai.
Jake Lynch dan Annabel McGoldrick, menjelaskan bahwa
jurnalisme damai terwujud ketika para redaktur dan reporter menetapkan
“pilihan-pilihan bersifat damai” tentang berita apa yang akan dilaporkan,
dan bagaimana cara melaporkannya. Yang dimaksud dengan “bersifat
damai” itu adalah bentuk pemberitaan, yang menciptakan peluang bagi
sebagian besar masyarakat, untuk mempertimbangkan dan menghargai
tanggapan tanpa-kekerasan terhadap konflik bersangkutan. 5
5 “Jurnalisme Damai” artikel diakses pada Sabtu, 15 Oktober 2016 dari http://damai.id/jurnalisme-
damai-peace-journalism/
6
Jurnalisme damai memberi perhatian pada sebab-sebab struktural
dan kultural dari kekerasan, karena hal itu membebani kehidupan orang di
daerah konflik, sebagai bagian dari penjelasan terjadinya kekerasan.
Jurnalisme damai bertujuan menempatkan konflik sebagai sesuatu yang
melibatkan banyak pihak, dan mengejar banyak tujuan, ketimbang sekadar
dikotomi sederhana antara dua pihak yang berperang.
Tujuan eksplisit jurnalisme damai adalah untuk mempromosikan
prakarsa perdamaian dari kubu manapun, dan untuk memungkinkan
pembaca membedakan antara posisi-posisi yang dinyatakan oleh para
pihak tersebut dan tujuan-tujuan mereka yang sebenarnya.
Selain itu dalam perspektif jurnalisme damai, sikap
ketidakberpihakan dalam konflik yang terjadi mengandung nilai yang
mendukung terwujudnya perdamaian. 6 Terlebih satu dari sembilan elemen
jurnalisme juga menegaskan untuk tidak memihak manapun dan harus
menjaga proporsi dan komprehensif. 7
Konflik yang terjadi diberbagai daerah seperti di Bangka Belitung,
Poso, Tasikmalaya hanyalah satu dari sekian banyak konflik penolakan
6 Annabel McGoldRich dan Jack Lynch, “What is peace journalism?,” Active, (Winter 2001) : h. 7
7 Sembilan elemen jurnalisme itu adalah : Kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran, loyaitas
jurnalisme kepada warga, intisari jurnalisme : disiplin dalam verifikasi, pelaku jurnalisme harus
menjaga independensi terhadap sumber berita, jurnalisme berlaku sebagai pemantau kekuasaan,
jurnalime harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga, jurnalisme
harus membuat hal yang menarik dan relevan, jurnalisme harus menjaga berita yang
komperehensif dan proposional, dan para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani
mereka.
7
terhadap keberadaan kelompok agama minoritas di Indonesia. Bahkan,
konflik yang berawal, dari ketidak jelasan atas status kewarganegaraan ini,
merebutkan wilayah bisa merembet ke berbagai permasalahan, dan
memecah belah persatuan NKRI. Menurut Bantz dalam Iswandi
Syahputra, jurnalis tempat medianya bekerja menjadi titik silang paling
startegis untuk mengupayakan berakhirnya konflik atau memperpanjang,
bahkan memperluas konflik. 8
Menyadari realitas itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
bagaimana praktik jurnalisme damai diterapkan pada pembingkaian berita
konflik antarumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika. Peneliti
menganggap penelitian ini, dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi
keilmuan jurnalistik dan kebijakan jurnalisme, khususnya untuk keilmuan
seputar penerapan jurnalisme damai. Peneliti memilih Harian Umum
Republika karena Harian Umum Republika lahir dari kalangan komunitas
muslim bagi rakyat Indonesia. 9 Sebagai harian umum yang pernah
mendapatkan gelar sebagai Koran Terbaik menurut Dewan Pers selama
dua tahun berturut-turut yaitu dalam kurun waktu 2005-2006 dan
konsisten dalam pemberitaan yang bernafaskan islami. 10
Maka, peneliti
tertarik untuk mengangkat judul:Praktik Jurnalisme Damai Dalam
8 Iswandi Syahputra, Jurnallisme Damai, Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik. (Yogyakarta
: P_IDEA, 2006) h, 65.
9 Company Profile/Arsip perusahaan
10
Harian Umum Republika artikel diakses pada 13 Sepetember 2016 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar)
8
Pembingkaian Berita Konflik Poso III Antarumat Islam dan Kristen
di Harian Umum Republika.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Penelitian
Penelitian ini dibatasi hanya pada berita mengenai “Konflik
Antarumat Islam dan Kristen Pada Kasus Poso III” di Harian Umum
Republika pada tanggal 16 Mei hingga 15 Juni 2000. Yang menjadi
alasan pemilihan berita adalah karena pada kurun satu bulan tersebut,
Konflik antarumat Islam dan Kristen di Poso kembali memanas dan
hampir seluruh media memberitakannya.
2. Perumusan Masalah
Untuk mengelaborasi konteks diatas, ada beberapa poin yang akan
menjadi pembahasan tulisan ini.
1. Bagaimanakah praktik Jurnalisme Damai pada berita Konflik
Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum
Republika?
2. Bagaimanakah praktik pembingkaian pada berita Konflik Poso
III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkenaan dengan pokok permasalahan diatas, maka tujuan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimanakah praktik Jurnalisme Damai pada
berita Konflik Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian
Umum Republika.
b. Untuk mengetahui bagaimanakah praktik pembingkaian pada
berita Konflik Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian
Umum Republika.
2. Manfaat Penelitiaan
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan manfaat dari
segi akademis dan praktis, yaitu :
a. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
para wartawan atau jurnalis, terlebih mahasiswa yang belajar ilmu
jurnalistik, baik yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun mahasiswa lain yang menekuni ilmu
tersebut, khususnya yang terkait dengan jurnalisme damai.
b. Secara praktis memberikan informasi bagi jurnalis mengenai
implementasi jurnalisme damai dalam media cetak khususnya
seputar pemberitaan konflik.
10
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam paradigma konstruktivis.
Paradigma konstruktivis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri
terhadap media dan teks yang dihasilkannya. Konstruktivis
memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural,
tetapi hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi hasil analisis pada
paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau
realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.
11
2. Pendekatan Penelitian
Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian
pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna
dari gejala-gejala sosial didalam masyarakat. Obyek analisis dalam
pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi
tertentu. 12
11
Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS), cet
ke-5 h.15 12
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi Dimasyarakat (Jakarta : Kencana, 2007), cet. Ke-2 h.302
11
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah analisis framing.
Analisis framing adalah, analisis yang digunakan untuk mengetahui
bagaimana realitas (aktor, kelompok, atau apa saja) dikonstruksi oleh
media. 13
Yang menjadi titik penelitian adalah bukan apakah media
memberitakan positif atau negatif, melainkan bagaimana bingkai yang
dikembangkan oleh media. Sikap mendukung, positif, atau negatif
hanyalah efek dari bingkai yang dikembangkan oleh media.
4. Sumber Data
Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini
adalah :
a. Data Primer
Data primer adalah data langsung yang dikumpulkan
langsung oleh peneliti pada saat penelitian. Untuk itu peneliti
mengambil data dari pemberitaan Harian Umum Republika.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang
diperoleh tidak secara langsung. Data sekunder bisa berupa
dokumen, arsip perusahaan, ataupun laporan-laporan tertentu yang
didapat oleh peneliti dari berbagai sumber.
13
Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS), cet
ke-5 H.3
12
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah :
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan,
dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan,
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan (seperti
gambar, kutipan, dan bahan lain) . 14
Pada tahap dokumentasi peneliti akan mengumpulkan file
berita Harian Republika yang memuat berita mengenai kasus
konflik poso III antarumat beragama islam dan Kristen pada
tanggal 16 Mei hingga 15 Juni 2000.
b. Wawancara
Dalam sesi wawancara penulis berusaha mengumpulkan
data dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber
yaitu, Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika yaitu,
Bapak Stevy Maradona untuk mengetahui bagaimana
pembingkaian di Harian Umum Republika, serta penerapan
Jurnalisme Damai pada Konflik Poso III.
14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pusat Bahasa (Jakarta : PT.
Gramedia, 2008), h.1025
13
c. Studi Kepustakaan (Library Research)
Peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui
literature dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan
dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian.
6. Teknik Analisi Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif
dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti
di lapangan biaik melalui observasi, wawancara mendalam, maupun
dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklasifikasikan kedalam
kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan keshahihan dan
memperhatikan kompetensi subjek penelitian, tingkat audiensinya dan
melakukan triangulasi berbagai sumber data. 15
Penelitian mengenai Konflik Poso III pada Harian Republika
memusatkan pada penelitian kulitatif yang menggunakan teknik
analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukann
untuk mengetahui bagaimana pembingkaian Harian Umum Republika
terhadap Konflik Antarumat Islam dan Kristen pada kasus Poso III
serta penerapan Jurnalisme Damai. Hasil dari pengumpulan data baik
dari dokumntasi, wawancara, serta studi kepustakaan, diolah dengan
mengacu pada model framing Robert N. Entman.
15
Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Praneda Media Group :
2006), H. 192-193
14
Untuk mempermudah pengolahan data, terlebih dahulu penulis
menguraikan unit analisis (berita per-edisi) yang ditabulasikan
kedalam tabel, kemudian penulis menguraikan isi atau inti pemberitaan
yang juga ditabulasikan kedalam sebuah tabel. Unit analisis dari unit
masing-masing subject penelitian ditabulasikan kedalam sebuah tabel
yang memuat kecendrungan framingnya, yang pada model Robert N.
Entman dilakukan empat aspek, yaitu : pertama, identifikasi masalah
(Problem Identification), kedua, identifikasi penyebab masalah (causal
interpretatition), ketiga, evaluasi moral (moral evaluation), keempat,
saran penanggulangan masalah (treatment recommendation).
Tabel 1
Konsep Framing Model Robert N. Entman 16
Problem Identification
(pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa
dilihat? Sebagai apa? Atau
sebagai masalah apa?
Causal Interpretation
(memperkirakan masalah atau
sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan
oleh apa? Apa yang dianggap
sebagai penyebab dari suatu
masalah? Siapa (aktor) yang
16
Eriyanto, Analisis Framin :Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS), cet ke-
5 h.223-224
15
dianggap sebagai penyebab
masalah?
Moral Evaluation
(membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan
untuk menjelaskan masalah? Nilai
moral apa yang dipakai untuk
melegitimasi atau
medeletigitimasi suatu tindakan?
Treatment recommendation
(menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan
untuk mengatasi masalah/ isu?
Jalan apa yang ditawarkan dan
harus ditempuh untuk mengatasi
masalah?
7. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid
Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeqDa (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014.
16
E. Tinjauan Pustaka
Penulis telah melakukan tinjauan pustaka sebelum menentukan judul
penelitian ini. Tinjauan pustaka dilakukan di Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga di Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan hasil tinjauan yang telah
dilakukan peneliti, terdapat lima judul skripsi yang memiliki perbedaan
dengan judul penelitian yang ditulis ini. Diantaranya:
1. Skripsi Tofan Effendi, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2008
dengan judul “BINGKAI HARIAN UMUM KOMPAS SEBAGAI
JURNALISME DAMAI ATAS PEMBERITAAN KONFLIK
PALESTINA-ISRAEL”. Tofan Effendi melihat sisi perdamaian teks berita
media cetak KOMPAS. Penelitian ini hampir sama dengan saya dalam
subyek penelitian, yaitu mengenai Jurnalisme Damai. Adapun
perbedaannya, Saya akan meneliti Harian Umum Republika dalam
mengimplementasikan indikator-indikator Jurnlalisme Damai dan melihat
kecnderungannya, sedangkan Tofan pada Harian Umum Kompas. Selain
itu, konflik yang menjadi fokus penelitian Tofan pada konflik Israel-
Palestina, sedangkan saya pada konflik Ahmadiyah di Bangka Belitung.
2. Skripsi Ulul Azmi, mahasiswi jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2008 dengan judul “KONSTRUKSI
ISLAM DI MEDIA MASSA : ANALISIS FRAMING, KONFLIK
PALESTINA ISRAEL DI HARIAN KOMPAS DAN REPUBLIKA”
17
Kesimpulannya, Ulul Azmi melakukan subyek penelitian mengenai
konflik, sedangkan saya melakukan penelitian seputar Jurnalisme Damai.
Dalam penggunaan metode penelitian, seperti Ulul Azmi saya juga
menggunakan Analis Framing. Namun, object yang saya teliti berbeda
dengan skripsi tersebut.
3. Skripsi karya Gema Mawardi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas
Indonesia, Depok dengan judul “PEMBINGKAIAN BERITA MEDIA
ONLINE (ANALISIS FRAMING BERITA MUNDURNYA SURYA
PALOH DARI PARTAI GOLKAR DI MEDIAINDONESIA.COM DAN
VIVANEWS.COM TANGGAL 07 SEPTEBER 2011) Skripsi ini
menggunakan Analisis Framing model Zhongdan Pan dan Gerald M.
Kosicki, sedangkan saya menggunakan analisis framing model Robert N.
Entman.
4. Buku berjudul “ANALISIS WACANA KONFLIK ANTAR AGAMA
DALAM NOVEL LAJJA KARYA TASLIMA NASRIN” Oleh Soraya
Bunga Larasati Tahun 2010. Kesamaan dengan penelitian saya adalah
pada model analisis data yaitu analisis wacana yang digunakan untuk
meneliti konflik. Meskipun, terkadang konflik Ahmadiyah adalah konflik
antar suku ataupun agama, tapi konteksnya berbeda dengan penelitian
yang saya kerjakan.
18
5. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan penulisan laporan penelitian ini, maka peneliti
memaparkan sistematika penulisan skripsi yang disusun dalam lima bab,
dan pada masing-masing bab terdapat sub-sub judul yang menjelaskan
lebih dalam isi dari setiap bab tersebut. Adapun sistematika penulisan
skripi ini tersusun sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian serta mencakup tinjauan pustaka.
2. BAB II KAJIAN TEORITIS
Bab ini berisi mengenai pandangan teoritis tentang Jurnalisme
Damai, Analisis Framing Robert Ethmen, serta pengertian berita.
3. BAB III GAMBARAN UMUM
Dalam bab tiga ini penelitian akan digambarkan mengenai
company profile Harian Umum Republika, sejarah, visi-misi,
segmentasi, jangkauan area, struktur organsasi, dan pemegang saham.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab keempat dalam laporan penelitian ini berisi, Analisis
praktik Jurnalisme Damai pada berita Konflik Poso III antaraumat
19
Islam dan Kristen di Harian Umum Republika dan Analisis praktik
Framing Robert Ethmen pada berita Konflik Poso III antaraumat Islam
dan Kristen di Harian Umum Republika
5. BAB V PENUTUP
Bab terakhir peneliti menyajikan kesimpulan, dari hasil penelitian,
dan saran kepada Harian Umum Republika dan juga kepada
Jurusan Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berkaitan
dengan penemuan penelitian.
20
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. JURNALISME DAMAI
Jurnalisme Damai menurut Jake Lynch dan Annabel McGoldrick
adalah “manakala editor dan reporter membuat pilihan akan yang dilaporkan,
dan bagaimana melaporkannya yang membentuk peluang masyarakat luas
untuk mempertimbangkan dan membuat respon konflik tanpa kekerasan. 1
Sedangkan oleh Samuel Peleg, Jurnalisme Damai diartikan sebagai
usaha besar dalam mendefinisikan ulang dan merekonstruksi ulang tujuan
jurnalis dalam peliputan konflik. 2
Secara singkat TRANSCEND Media Service merumuskan beberapa
praktik kerja jurnalisme yang menunjukan penerapan Jurnalisme Damai pada
peliputan berita konflik;
1. Latar belakang dan sisi kontekstual konflik,
2. Mendengarkan semua pihak,
3. Mengungkapkan agenda terselubung,
4. Menyoroti ide-ide dan inisiatif perdamaian dari mana pun dan
kapan pun. 3
1 Jake Lynch dan Annabel McGoldrick, Peace Journalism. (Stroud:Hawtorn Prss, 2005).
2 Samuel Peleg, “Peace Journalism through the Lense of Conflict Theory:Analysis and Practice, “
Conflict and Communication Online V, no. 2 (2006): h.1
21
Istilah Jurnalisme Damai mulai dipakai oleh Johan Galtung pada 1970-
an. 4 Jurnalisme Damai kini sudah menyebar luas sebagai reformasi reporter,
akademisi, dan aktivis mulai dari Afrika hingga belahan dunia lain. Sebagai
mata kuliah, Jurnalisme Damai kini sudah diajarkan di Inggris, Australia,
Amerika Serikat, Meksiko, Afrika Selatan, Costa Rica, Norwegia, Swedia,
dan banyak negara lain.
Dasar pemikiran Jurnalisme Damai adalah bahwa, jika belakangan ini
media cenderung memainkan peran negatif dalam meningkatkan tegangan
antar-aktor konflik dan antara sisi-sisi konflik, maka mereka juga bisa
memainkan peran positif dengan mempromosikan perdamaian dan
rekonsiliasi.
Pandangan tersebut didukung oleh temuan Annabel McGoldrick dan
Jake Lynch, bahwa di negara-negara berbahasa Inggris di Barat, ada
kepercayaan yang telah melekat bahwa jurnalis “hanya menyampaikan fakta”/
permasalahan yang muncul adalah tak pelak lagi, banyak orang mengetahui
bagaimana menulis dan menyusun fakta untuk para jurnalis dilaporkan 5 (tapi
tidak memahami nilai-nilainya).
Menurut mereka, klaim bahwa jurnalis hanya melaporkan fakta
merupakan perhitungan yang tidak tepat terhadap peran jurnalis. Jurnalisme
3 http : //www.peacejournalism.org diakses tanggal 16 November 2016.
4 Sueyman Irvan, “Peace Journalism as a Normative Theory:Premises and Obstacles,”
Mediterranean Editions I, no. 2 (2006): h.34
5 Annabel Mcgoldrick dan Jake Lynch, “What is peace Journalism?” Active, (Winter 2001): h. 6.
22
adalah sebuah intervensi antara sumber cerita dan audiens, dan jurnalisme
membuat pilihan-pilihan tentang etika masing-masing intervensi.
Konsep jurnalisme damai dikembangkan berdasarkan penawaran
bahwa membekali reporter dengan keahlian resolusi konflik akan
memungkinkan reporter tersebut menjadi profesional yang lebih efektif.
Jurnalisme damai berusaha menampilkan framing cerita dan penggambaran
yang lebih luas, adil, dan akurat, dalam memahami analisa dan transformasi
konflik.
Di tengah komplesitas konflik antarkelopok agama di Indonesia,
banyak pihak menyangsikan proses negosiasi akan dilakukan secepatnya.
Sedikit banyak, pandangan tersebut merupakan akibat konstruksi media yang
berorientasi ekonomi, bukan perdamaian. Bagi jurnalis yang telah dibekali
keahlian mencari resolusi konflik, akan lebih mudah melihat peluang
perdamaian, sepelik apapun permasalahannya.
Jurnalisme Damai dibentuk untuk meminimalisir keretakan
antarkelompok dengan tidak mengulang “fakta” atau meyediakan “panggung
konflik”. Oleh karena itu, pertanyaan mendasar para jurnalis perdamaian
adalah “apa yang dapat saya lakukan dengan intervensi saya untuk
memperbesar peluang perdamaian?”
Lynch merumuskan tiga bagian utama yang mencul dalam setiap
pembahasan mengenai diskursus Jurnalisme Damai. Ketiga pembahasan
tersebut adalah, pertama, proporsi konflik, kedua, mengenai segitiga berita,
23
jurnalisme, dan media. Terakhir yang bersifat praktikal adalah tentang media
analisis dan media kritis, yaitu tentang bagaimana menganalisis dan
mengkritisi media yang tidak memiliki peran positif dalam peliputan konflik.
B. PENGERTIAN BERITA
a. Pengertian Berita
Secara etimologis dalam bahasa inggris, berita (news)
berasal dari kata new (baru). Jadi berita adalah peristiwa-peristiwa
atau hal yang baru. Prof. Michael V. Charnley dalam bukunya
“Reporting” mendefinisikan berita sebagai berikut :
“... News is the timely reports of facts or opinion of either
interest or importance, or both, to a considerable number of
people “ (Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau
opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting,
atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk...” 6
Paul de Messenener dalam buku here’s the news. Unesco
Associate menyatakann, news atau berita adalah sebuah informasi
penting dan menarik khalayak serta minat pendengar. Charley dan
James M. Neal menuturkan, berita adalah laporan tentang suatu
peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi, yang
penting menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan
kepada khlayak.
6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2003), h. 131
24
Doug Newton dan James A. Wollwert dalam media writing :
News for The Mass Media (1985 ; 11) mengemukakan, dalam
definisi sederhana, berita adalah apa saja yang perlu dan ingin
diketahui orang atau lebih luas lagi masyarakat. Dengan
melaporkan berita media massa memeberitakan informasi
kepada masyarakat mengenai apa yang dibutuhkan. 7
Berdasarkan definisi berita menurut para ahli, maka disini
peneliti mernagkum bahwa berita adalah peristiwa yang memiliki
nilai, menarik, memiliki dampak, serta informasi penting.
b. Jenis-Jenis Berita
a. Straight News Report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Laporan kejadian-kejadian yang menarik dan penting, tanpa
mengandung pendapat-pendapat penulis berita. Straight news harus
singkat, ringkas, dalam pelaporannya, namun tetap tidak mengabaikan
kelengkapan data dan objectivitas.
b. Dept news report adalah laporan yang sedikit berbeda dengan staright
news report. Wartawan menghimpun informasi mngenai peristiwa itu
sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut.
c. Comperehansive News merupakan laporan yang berisi fakta secara
menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh sebenarnya
adalah jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat dalam
berita langsung (Straight News).
7 Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006) cet. Ke-2
hal. 64
25
d. Interpretative Report, biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau
peritiwa kontroversial.
e. Feature story, jenis berita ini penulis mencari fakta untuk menarik para
pembacanya. Penulis menyajikan suatu pengalaman pembaca yang
bergantung pada pengalaman gaya menulis dan humor daripada
pentingnya informasi yang disajikan.
f. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam,
tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.
g. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda
dengan laporan interpretative.
h. Editorial Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
sidang pendapat umum. 8
c. Nilai Berita
Nilai berita (news values), menurut Downie JR dan Kaiser,
merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan. Istilah ini,
meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsikan.
Ketinggian nilainya tidak mudah di konkretkan. Nilai berita juga
8 Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2006) cet. Ke-2
hal. 69-71
26
menjadi tambahan rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat
konsep apa yang disebut berita. 9
“Nilai berita bukan saja menentukan peristiwa apa saja yang
diberitakan, melaikan juga bagaimana peristiwa tersebut
dikemas. Nilai jurnalistik menentukan bagaimana peristiwa
didefinisikan. Ketika seorang wartawan mengatakan sebagai
berita, peristiwa diseleksi menurut aturan-aturan tertentu.
Hanya peristiwa-peristiwa dengan ukuran tertentu saja yang
layak dan bisa disebut sebagai berita. Tidak semua aspek dari
peristiwa dilaporkan, tetapi harus dinilai terlebih dahulu,
bagaimana peristiwa yang mempunyai nilai berita, tinggi-
bagian itulah yang ditekankan untuk terus-menerus
dilaporkan.” 10
Nilai berita menurut pandangan lama,
Pertama, tanda-tanda yang tidak lazim, benda-benda ganjil,
hasil kerja atau produk alam, dan seni yang hebat dan tidak biasa,
gempa bumi, sesuatu yang aneh dan muncul tiba-tiba di langit, dan
penemuan-penemuan baru yang pada abad itu sudah banyak
terjadi.
Kedua, berbagai jenis keadaan, perubahan, perubahan-
perubahan pemerintah, masalah perang dan damai, sebab-sebab
perang dan keinginan-kenginan perang, pertempuran, rencana-
rencana para pemimpin militer, undang-undang baru,
pertimbangan-pertimbanagan yang disetujui, pegawai negeri,
kelahiran, kematian para pangeran, ahli waris tahta, upacara
9 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 17
10
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LkiS, 2008 ),
cet. Ke-5, hal. 104
27
pelantikan dan upacara-upacara resmi serupa itu, kematian orang-
orang terkenal, dll.
Ketiga, masalah-masalah gereja dan keterpelajaran,
misalnya, asal-usul agama ini dan agama itu, pendirinya,
kemajuannya, sekte-sekte baru, dogma-dogma yang diputuskan,
ritual-ritual, perpecahan agama, penyiksaan, mukhtamar
keagamaan, keputusan-keputusan yang diambil, karya tulis para
sarjana, peselisihan ilmiah, karya baru kaum terpelajar, keberanian
berusaha, bencana dan kematian serta hal-hal yang berhubungan
dengan alam, warga masyarakat, gereja, atau sejarah keagamaan. 11
Walter Lippmann, wartawan amerika yang terkenal
pada awal abad lalu. Ia menggunakan istilah nilai berita untuk
pertama kalinya dalam bukunya Public Opinion pada tahun 1992.
Ia menyebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak berita jika
di dalamnya ada unsur kejelasan (Clarity) tentang kejadiannya ada
unsur kejutannya (Surprise), ada unsur kedekatannya (Proximity)
secara geografis, serta ada dampak (Impact) dan konflik
personalnya. Jika diringkas nilai berita itu tidak lebih daripada
11
Hikmat Kusumangingrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori, Praktik, (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 2006) cetk. Ke-2, h. 58
28
asumsi -asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi
khalayak tertentu, yakni apaa yang mendapat perhatian mereka. 12
Berkaitan dengan nilai berita ada beberapa pendapat
sesuatu dikategorikan mempunyai tentang kriteria nilai berita. John
Galtung dan Marie Holmboe Ruge 1965 ( dalam Nurudin 2009:52
) pernah memberikan kriteria yaitu frekuensi, negative bad news is
good news, tak terduga, Personalisasi peristiwa, Kepenuhartian
atau cultural proximity, Berkaitan dengan pemimpin Negara,
Berkaitan dengan individu, Konflik, Prediksi, penting, besar,
aktulitas, kedekatan, tenar, human interest. Sedangkan pendapat
lain disebutkan oleh Curtis D. MacDougall dalam
bukunya Interpretative Reporting menyebutkan lima syarat
yaitu Timlines, Proximity, Prominence, Human Interest dan
Consequence. Dengan Kriteria tersebut maka nilai beita dapat
ditarik jika mempunyai elemen-elemen nilai berita.
Elemen nilai berita yaitu sebagai berikut :
1. Immediacy, kerap disitilahkan dengan timelines atau aktualitas.
Artinya terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita
sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi. Bila
peristiwanya terjadi beberapa waktu lalu, hal ini dinamakan sejarah. Unsur
waktu amat penting disini.
12
Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, PT Remaja Rosdakarya
Bandung,2005 hlm 58
29
2. Proximity, jarak. khalayak berita akan tertarik dengan berbagai
peristiwa yang terjadi didekatnya, disekitar kehidupan sehari-harinya.
Proximity ialah keterdekatan peristiwa dengan pembaca atau pemirsa
dalam hidup mereka. Orang-orang akan tertarik dengan berita-berita yang
meyangkut kehidupan mereka, seperti keluarga atau kawan-kawan mereka
atau kota-kota mereka beserta klub-klub olahraga, stasiun, terminal, dan
tempat-tempat yang mereka kenali setiap hari.
3. Consequence, akibat. berita yang mengubah kehidupan pembaca
adalah berita yang mengandung nilai konsekuensi. Misalnya dengan lewat
berita kenaikan gaji pegawai atau kenaikan harga BBM, masyarakat
dengan segera akan mengikutinya karena terkait dengan konsekuensi
kalkulasi ekonomi sehari hari yang harus mereka hadapi.
4. Conflict, peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi atau criminal
merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan. Perseteruan antar
individu, antar tim atau kelompok, sampai antar Negara, merupakan
elemen-elemen natural dari berita-berita yang mengandung konflik.
5. Oddity, peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan
diperhatikan segera oleh masyarakat. Kelahiran bayi kembar lima, goyang
gempa berskala richter tinggi, pencalonan tukang sapu sebagai kandidat
calon gubernur dan sebagainya, merupakan hal-hal yang akan jadi
perhatian masyarakat.
6. Sex, sex kerap menjadi satu elemen utama dari sebuah pemberitaan,
tapi seks sering pula menjadi lemen tambahan bagi pemberitaan tertentu,
30
sperti pada berita sport, selebritis, atau criminal. Berbagai brerita artis
hiburan banya dibumbui dengan elemen sek. Berita politik impeachment
as Bill Clinton banyak terkait dengan unsur seksnya.
7. Emotion, elemen ini kadang dinamakan elemen human interest
elemem ini menyangkut kisah-kisah yang mengandung kesedihan,
kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, atau humor. Elemen
emotion dengan komedi, atau tragedy. Unsur human interest dalam berita
: Ketegangan ( suspense ). Ex pembacaan sidang, Ketidaklaziman (
unsualness ) bayi kembar lima, Minat pribadi ( personal interest ) tukang
urut bisa bikin langsing, Konflik, Simpaty, Kemajuan , Seks, Usia, Humor.
8. Prominence, cuatan ketermukaan. elemen ini adalah unsur yang
menjadi dasar istilah “names make news” nama membuat berita. Ketika
seseorang menjadi terkenal maka ia akan selalu diburu oleh pencari berita .
unsur keterkenalan ini tidak bisa dibatasi atau hanya ditujukan kepada
status VIP semaa. Beberapa pendapat, tempat, dan peristiwa termasuk ke
dalam elemen ini.
9. Suspense, ketegangan elemen ini menunjukan sesuatu yang
ditunggu-ditunggu, terhadap sebuah peristiwa, oleh masyarakat. Adanya
ketegangan menunggu pecahnya perang ( invasi ) AS ke Irak adalah salah
satu contohnya. Namun, elemen ketegangan ini tidak terkait dengan
paparan kisah berita yang berujung pada klimaks kemisterian. Kisah berita
yang menyampaiakan fakta-fakta tetap merupakan hal yang penting.
31
Kejelasan fakta dituntut masyarakat. Contoh pada kasus bom bali tetap
mengandung kejelasan fakta.
10. Progress, kemajuan elemen ini merupakan elemen “perkembangan”
peristiwa yang ditunggu masyarakat. Contoh kesudahan invasi militer
Amerika di Irak masih ditunggu masyarakat atau terdapat virus yang
berkembangan misal sars maka beritanya akan tetap ditunggu oleh
masyarakat. 13
a. Kategori Berita dan Unsur Layak Berita
Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam produksi berita adlah apa yang
disebut kategori berita. Secara umum seperti dicatat Tuchman, wartawan
memakai lima kategori berita ; harnews, softnews, spotnews, developing
news, dan continuing news. Kategori tersebut dipakai untuk membedakan
isi jenis berita dan subject peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 14
13
Setyawan Santana, op, cit. hlm 18
14
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta : LkiS, 2008
), cet. Ke-5, hal. 109-110
32
Tabel 2.1
Kategori Berita
Hard News Hard news adalah suatu bentuk berita penting yang harus
disampaikan langsung ke publik. Hard News ini tidak bisa
ditunda pemberitaanya karena akan cepat basi. Hard news
isinya menyangkut hal hal penting yang langsung terkait
dengan kehidupan pembaca pendengar, atau pemirsa,
biasanya adalah hal hal yang di anggap penting dan karena
itu segera dlaporkan oleh koran radio ataupun TV.
Soft News Soft news adalah berita yang dari segi struktur penulisan
relatif lebih luwes, dan dari segi isi tidak terlalu berat. Soft
news umumnya tidak terlalu lugas, tidak kaku, atau ketat,
khususnya dalam soal waktunya.
Spot News Spotnews adalah subklasifikasi berita dari hardnews, dalam
spot news berita yang diliput tidak bisa direncanakan,
peristiwa kebakaran, kecelakaan, pembunuhan, gempa bumi
adalah jenis-jenis berita yang tidak bisa di prediksikan.
Developing News Developing News adalah subkalsifikasi lain dari hardnews,
baik spot news maupun developing news umumnya
berkaitan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi di
developing news, dimasukan elemen lain, peristiwa yang
diberitakan adalah rangkaian dari beriita yang akan
dilajutkan keesokan atau selanjutnya.
33
Continuing News Continuing News adalah subkalsifikasi dari berita hard news,
dalam continuing news peristiwa-peristiwa berita bisa
diprediksikan dan direncanakan. Proses dan peristiwa setiap
hari berlangsung secara kompleks, tetapi tetap berada dalam
wilayah pembahasan yang sama.
Selain kategori berita, beberapa hal yang menjadi unsur layak berita, yaitu :
1. Berita Harus Akurat
Pembaca biasanya sangat memperhatikan soal akurasi. Kredibilitas sebuah
media cetak maupun elektronik, ditentukan oleh aurasi beritanya sebagai
konsekuensi kehati-hatian dari para wartawannya dalam membuat berita.
2. Berita Harus Lengkap Adil dan Berimbang
Keakuratan suatu fakta tidak menjamin kekuatan suatu arti. Yang
dimaksud sikap adil dan beribang adalah bahwa seorang wartwan harus
melaporkan apa yang sebenarnya terjadi. Berita yang dikatakan adil dan
berimbang adalah berita yang dihadirkan wartawan setelah semua upaya ia
lakukan.
3. Berita Harus Objectif
Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objectif dalam menulis. Dengan
sikap objectifnya, berita yang ia buatpun akan objectif, artinya berita yang
dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari
prasangka.
34
Dalam pengertian objectif ini, wartawan harus menulis dalam konteks
peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan
subjectif.
4. Berita harus ringkas dan jelas
Berita yang disampaikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Artinya,
harus berupa tulisan yang ringkas, jelas, dan sederhana. Tulisan berita
tidak banyak menggunakan kata-kata, harus langsung, dan padu.
5. Berita harus Hangat
Karena konsumen berita menginginkan informasi segar, informasi hangat,
kebanyakan berita berisi laporan-laporan peristiwa “hari ini” (dalam harian
sore), atau paling lama “tadi malam” atau “kemarin” (dalam harian pagi).
Media berita sangat spesifik tentang faktor-faktor waktu ini untuk
menunjukan bahwa berita-berita mereka bukan hanya “hangat” tetapi juga
paling sedikitnya yang terakhir. 15
C. FRAMING
1. Definisi
Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan
secara sederhana sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana
realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh
15
Hikmat Kusumangingrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori, Praktik, (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 2006) cetk. Ke-2, h. 47-57
35
media. 16 Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Disini
realitas sosial dimaknai dan dikontruksi dengan makna tertentu.
Peristiwa dimaknai dengan bentukan tertentu. Hasilnya,
pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan
orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya elemen
dari teknik Jurnalistik, tetapi menandai bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditampilkan. Praktisnya, ia digunakan untuk melihat
aspek tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media.
Penonjolan atau penekanan dari aspek dan realitas tersebut
haruslah dicermati lebih jauh. Karena penekanan atau penonjolan
aspek tertentu dari realitas tersebut akan membuat (hanya) begian
tertentu saja yang lebih bermakna, lebih mudah diingat, dan lebih
mengena dalam pikiran khalayak.
Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali
adalah, melihat bagaimana media mengkontrusi realitas. Peristiwa
dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya,
wartawan dan medialah yang secara aktif memebentuk realitas.
Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi
peristiwa yang kemudian hadir dihadapan khalayak. Jadi, dalam
penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana
realitas peristiwa dikontruksi oleh media. Lebih spesifik,
bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu.
16
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta : LkiS, 2008
), cet. Ke-5, hal. 3
36
Sehingga, yang menjadi titik perhatian bukan apakah media
memberikan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai
yang dikembangkan oleh media. 17
Framing terutama melihat pesan/ peristiwa dikonstruksi
oleh media. Bagaimana wartawan mengkontruksi peristiwa dan
menyajikannya kepada khalayak pembawa.
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks
yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Beberapa
definisi framing dari para ahli :
Tabel 2.2
Definisi Framing
Robert N. Entman Entman melihat framing dalam dua dimensi
besar : seleksi isu dan penekanan atau
penonjolan aspek-aspek tertentu dari
realitas. Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan
fakta. Dari realitas yang kompleks dan
beragam, aspek mana yang diseleksi untuk
ditampilkan. Dari proses ini selalu terkandung
di dalamnya ada bagian berita yang
dimasukkan, tetapi ada juga berita yang
dikeluarkan. Tidak semua aspek atau bagian
dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek
tertentu dari suatu isu.
Penonjolan aspek tertentu dari isu berkaitan
17
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta : LkiS, 2008
), cet. Ke-5, hal. 7
37
dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu
di suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek
tersebut ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan
pemakaian kata, kalimat, gambar dan citra
tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.
Zhongdan
Pan & Gerald M.
Kosicki
Dalam tulisan mereka Framing Analysis: An
Approach to News Discourse, Pan & Kosicki
mengoperasionalisasikan empat dimensi
struktural teks berita sebagai
perangkat framing, yaitu: sintaksis, skrip,
tematik dan retoris. Keempat dimensi struktural
tersebut membentuk semacam tema yang
mempertautkan elemen-elemen semantik narasi
berita dalam suatu koherensi global.
Model ini berasumsi bahwa setiap berita
mempunyai frame yangberfungsi sebagai pusat
organisasi ide.
Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan
dengan elemen yang berbeda dalam teks
berita—kutipan sumber, latar informasi,
pemakaian kata atau kalimat tertentu kedalam
teks secara keseluruhan.
Frame berhubungan dengan makna.
Bagaimana seseorang memaknai suatu
peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda
yang dimunculkan dalam teks.
Wiliam Gamson Menurut Gamson dan Modigliani, frame adalah
cara bercerita atau gugusan ide-ide yang
terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan
konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang
38
berkaitan dengan objek suatu wacana.
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk
ditampilkan kepada khalayak pembaca.
Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan
menarik perhatian khalayak pembaca. Itu
dilakukan dengan seleksi, pengulangan,
penekanan, dan presentasi aspek tertentu
dengan realitas.
David Snow and
Robert Benford
Pemberian makna untuk menafsikan peristiwa
dan kondisi yang relevan. Frame
mengorganisasikan system kepercayaan dan
diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak
kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan
kalimat tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh
individu untuk menempatkan, menafsirkan,
mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara
langsung atau tidak langsung. Frame
mengorganisir peristiwa yang kompleks ke
dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami
dan membantu individu untuk mengerti makna
peristiwa.
2. Analisis Framing Model Robert N. Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang
meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media.
Konsep mengenal framing ditulis dalam sebuah artikel untuk
39
Journal Of Political Communication dan tulisan lain yang
memraktikan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan
media.
Konsep Framing digunakan Entman, untuk
menggambarkan proses seleksi dan menunjukan aspek tertentu dari
realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan
informasi-informasi konteks yang khas sehingga issue tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar dari isu yang lain.
Framing memberikan tekanan lebih pada teks komunikasi
yang ditampilkan atau bagian teks mana yang lebih menonjol. Kata
penonjolan itu sendiri dapat diartikan : membuat informasi menjadi
lebih jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah di-ingat oleh
khalayak.
Robert N. Entmen menekankan pada dua dimensi besar
yaitu, seleksi isu dan penekanan pada aspek-aspek tertentu dari
realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi
lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih di-ingat oleh
khalayak. 18
18
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta : LkiS, 2008
), cet. Ke-5, hal. 186
40
Tabel 2.3
Konsep Framing Model Robert N. Entman 19
Problem Identification
(pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa
dilihat? Sebagai apa? Atau
sebagai masalah apa?
Causal Interpretation
(memperkirakan masalah atau
sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan
oleh apa? Apa yang dianggap
sebagai penyebab dari suatu
masalah? Siapa (aktor) yang
dianggap sebagai penyebab
masalah?
Moral Evaluation
(membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan
untuk menjelaskan masalah? Nilai
moral apa yang dipakai untuk
melegitimasi atau
medeletigitimasi suatu tindakan?
Treatment recommendation
(menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan
untuk mengatasi masalah/ isu?
Jalan apa yang ditawarkan dan
harus ditempuh untuk mengatasi
masalah?
19
Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS), cet
ke-5 H.223-224
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Republika
Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan
komunitas muslim bagi publik di Indonesia. Harian umum Republika diterbitkan
atas kehendak mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi
kritis dan berkualitas, yaitu bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain
di dunia, memegang nilai – nilai spritualitas dengan wujud pancasila sebagai filsafat
bangsa, serta memiliki arah gerak seperti digariskan UUD 1945.
Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat
Islam, khususnya para wartawan profesional muda yang dipimpin oleh
mantan wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah menempuh berbagai langkah
sesuai dengan tujuan, cita –cita dan program Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) yang dibentuk pada 5 Desember 1990. Salah satu program ICMI yang
disebarkan ke seluruh Indonesia, antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui program peningkatan 5K, yaitu Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kulitas
Kerja, Kualitas Karya, dan Kualitas Pikir. Pada saat itu ICMI yang diketuai oleh BJ
Habibie dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan yang
memungkinkan upaya-upaya tersebut dapat berbuah.Untuk mewujudkan cita – cita,
dan program ICMI diatas, beberapa tokoh pemerintah dan masyarakat yang
berdedikasi dan berkomitmen pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia
yang beragama islam, membentuk yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992.
Yayasan ini kemudian menyusun 3 program utamanya, yaitu pengembangan
42
Islamic center, pengembangan CIDES (Center for Information and Development
Studies), dan penerbitan Harian Umum Republika.
Koran Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993 di bawah bendera
perusahaan PT Abdi Bangsa, setelah BJ Habibie tak lagi menjadi presiden dan
seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas PT
Abdi Bangsa. Pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang yang terdiri dari
beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta
pengusaha. Mereka antara lain Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H. Harmoko, Ibnu
Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Presiden Soeharto berperan sebagai
pelindung Yayasan dan Prof. Dr. Ing B.J Habibie yang juga menjabat sebagai ketua
ICMI dipercaya sebagai Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Negara.
Untuk mewujudkan programnya menerbitkan sebuah koran harian, pada
tanggal 28 November 1992 Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT. Abdi Bangsa
melalui proses Yayasan kemudian memperoleh SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan
Pers) dari Departemen Penerangan Indonesia, sebagai modal awal penerbitan
Harian Umum Republika. SIUP itu bernomor 283/SK/MENPEN//SIUPP/A.7/1992
tertanggal 19 Desember 1992.
Nama Republika sendiri berasal dari ide Presiden Soeharto yang
disampaikan saat beberapa pengurus ICMI pusat menghadap padanya untuk
menyampaikan rencana peluncuran harian umum tersebut. Sebelumnya koran ini
akan diberi nama “Republik”.
43
PT. Abdi Bangsa didirikan pada 20 November 1992 di Jakarta. Perusahaan
yang berada di bawah Yayasan Abdi Bangsa ini begerak dalam bidang usaha
penerbitan dan percetakan pers. Pengelolaan perseroan dilakukan oleh Direksi di
bawah Dewan Komisaris yang anggotanya dipilih oleh Rapat Umum Pemegang
Saham. Direksi dalam mengelola Perseroan dibantu oleh Pembina Manajemen. PT.
Abdi Bangsa dalam upaya penggalian dana untuk pengembangan
ushanya, melakukan penjualan saham kepada masyarakat tampaknya akan
menjadi perusahaan terbesar di dunia dalam konteks jumlah pemilikan saham.
Penjualan saham PT. Abdi Bangsa sangat unik, satu lembar saham hanya
boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2.9 juta lembar saham
kepada masyarakat, berarti PT. Abdi Bangsa akan dimiliki oleh 2.9 juta kepala
keluarga atau pemegang saham.
Pada akhir 2000 mayoritas saham koran ini dimiliki oleh kelompok Mahaka
Media, yang mayoritas sahamnya dikuasai oleh keluarga Erick Tohir. PT Abdi
Bangsa selanjutnya menjadi perusahaan induk, dan Republika berada di bawah
bendera PT Republika Media Mandiri, salah satu anak perusahaan PT Abdi Bangsa.
Di bawah bendera Mahaka Media, kelompok ini juga menerbitkan Majalah Golf
Digest Indonesia, Majalah Parents Indonesia, stasiun radio Jak FM, radio Gen FM,
Delta FM, FeMale Radio, Prambors, Jak tv, dan Alif TV. Walau berganti
kepemilikan, Republika tak mengalami perubahan visi maupun misi. Namun harus
diakui, ada perbedaan gaya dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan bisnis dan
independensi Republika menjadi lebih kuat. Karena itu, secara bisnis, koran ini
terus berkembang. Republika menjadi makin profesional dan matang sebagai koran
nasional untuk komunitas muslim. Direktur utama Republika saat ini adalah Erick
Tohir yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia
(ATVSI) periode 2010-2013.
44
Ideologi Republika adalah ideologi pemiliknya, PT. Abdi Bangsa, yaitu:
kebangsaan, kerakyatan dan keislaman; dengan tujuan mempercepat terbentuknya
“civil society”. Orientasi inilah yang sehari-hari dituangkan Republika dalam
bentuk informasi dan sajian lainnya. Republika menampilkan islam dengan wajah
moderat. 1 Sejak pertama kali terbit pada 4 januari 1993, penjualan oplah terus
meningkat. Hanya dalam waktu sepuluh hari sejak edisi perdana, oplah koran ini
sudah mencapai 100.000 ekslempar. Pada desember 1993 oplah Republika sudah
mencapai 130.000 per hari. Pada tahun 2010 oplah Republika 115.000 ekslempar.
Harian Republika tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Di Jakarta sebanyak
50,31%, Jawa Barat 17,30%, Jawa Tengah 6,90%, Jawa Timur 4,36%, sisanya
tersebar di daerah lain. Walaupun masih seumur jagung di kancah industri media
cetak di Indonesia, Republika telah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi.
Pada pertengahan Oktober 1993 Republika berhasil menjadi juara pertama dalam
lomba perwajahan media cetak.
Sebagai upaya pemenuhan tuntutan khalayak, Republika telah melakukan
berbagai penyempurnaan. Hal tersebut di wujudkan dengan menyempurnakan
desain penampilan koran, dan meningkatkan porsi berita maupun artikel yang
berkaitan dengan bisnis lebih banyak dan menempatkannya hampir di setiap
halaman.
Republika pun menampilkan corak jurnalisme yang khas. Republika
menyajikan berita cenderung aktraktif, jelas, dan tuntas. Republika
mengembangkan corak jurnalisme yang “enak dibaca” (readable). Bahasa dan gaya
penuturannya diupayakan popular, renyah, tidak kaku tanpa mengabaikan kaidah
bahasa. Visualisasi dan desain menarik disajikan dengan menonjolkan bentuk grafis
yang informatif (berupa gambar , foto, tabel) serta eksploitasi cetakan warna. Topik
1 Ibnu hamad, Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis. (Jakarta: Granit,
2004), h. 122
45
yang memperoleh perhatian lebih adalah topik-topik yang dekat dan berdampak
langsung terhadap pembaca. Topik-topik tersebut disegmentasikan sebagai berikut:
Resonansi, Hikmah, Solikui, Wacana, Tajuk, Tekad, Rekor, Manajer, Trend
Teknologi, Diolag Jum’at, Koran Kecil, dan Selasar.
Sebagai wujud tanggungjawab sosial, khususnya kepada kaum dhuafa, pada
Juli 1993, Harian Umum Republika mendirikan program “Dompet Dhuafa” yang
menghimpun, mengelola, dan menyalurkan zakat pembacanya. Program ini juga
diwujudkan sebagai bentuk partisipasi dalam menyukseskan program pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
Republika adalah sebuah surat kabar yang lahir ditengah Indonesia yang
berubah secara cepat. Dalam perubahan yang melanda hampir semua aspek
kehidupan, seperti politik, ekonomi, iptek, sosial, dan budaya, “keterbukaan”
menjadi kata kunci. Republika memilih posisi untuk turut mempersiapkan
masyarakat Indoensia memasuki masa dinamis, tanpa perlu kehilangan segenap
kualitas yang telah dimiliki. Republika memiliki beberapa visi, yaitu :
1) Menegakkan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
2) Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat
3) Mengkritisi tanpa menyakiti
4) Mencerdaskan, mendidik dan mencerahkan
5) Berwawasan kebangsaan
Motto Republika “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” menunjukkan semangat
mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Keterbukaan dan perubahan telah dimulai
dan tidak ada langkah kembali, karena telah bersepakat mencapai kemajuan, meski
demikian, berupaya juga untuk melakukan perubahan atau pembaharuan, tidak mesti terus
mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun.
Keberlimpahan Republika terarah kepada besarnya penduduk negeri yang
46
mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Media massa seperti
Republika hanya menjadi penopang agar langkah tersebut bermanfaat bagi kesejahteraan
bersama. Dengan latar belakang tersebut, misi republika dibagi kedalam beberapa bidang,
yaitu :
1) Dalam bidang Politik, Republika mendorong atau mengembangkan demokrasi dan
optimalisasi peran lembaga-lembaga negara, mendorong partisipasi politik semua
lapisan masyarakat dan mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik,
penghargaan terhadap hak-hak sipil, mendorong terbentuknya pemerintah yang bersih.
2) Dalam bidang ekonomi, mendukung terbukanya demokrasi ekonomi, mempromosikan
profesionalisme, pemerataan sumber-sumber ekonomi, mempromosikan moral dan
etika dalam berbisnis.
3) Dalam bidang budaya, Republika mendukung sikap yang terbuka, kritis dan apresiatif
terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat,
mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan,
menghaluskan perasaan dan mempertajam kepekaan nurani. menolak pornografi dan
pornoaksi.
4) Dalam bidang agama, Republika menyiarkan agama islam, mempromosikan semangat
toleransi, mewujudkan „islam rahmatan lil alamin’ dalam segala ilmu, serta membela,
melindungi, dan melayani kepentingan umat.
5) Dalam bidang hukum, Republika mendorong terwujudnya masyarakat secara hukum,
menjunjung tinggi supremasi hukum, mengembangkan mekanisme checks and
balances pemerintah masyarakat, serta mennjunjung tinggi HAM dan mendorong
pemberantasan KKN secara tuntas.
6) Dalam bidang ekonomi, mendukung terbukanya demokrasi ekonomi, mempromosikan
profesionalisme, pemerataan sumber-sumber ekonomi, mempromosikan moral dan
etika dalam berbisnis.
7) Dalam bidang budaya, Republika mendukung sikap yang terbuka, kritis dan apresiatif
terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat,
47
mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan,
menghaluskan perasaan dan mempertajam kepekaan nurani. menolak pornografi dan
pornoaksi.
8) Dalam bidang agama, Republika menyiarkan agama islam, mempromosikan semangat
toleransi, mewujudkan „islam rahmatan lil alamin’ dalam segala ilmu, serta membela,
melindungi, dan melayani kepentingan umat.
9) Dalam bidang hukum, Republika mendorong terwujudnya masyarakat secara hukum,
menjunjung tinggi supremasi hukum, mengembangkan mekanisme checks and
balances pemerintah masyarakat, serta mennjunjung tinggi HAM dan mendorong
pemberantasan KKN secara tuntas.
48
BAB IV
ANALISIS DATA
1. Analisis Praktik Framing Robert Ethmen Pada Berita Konflik Poso III
Antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika Periode
Agustus 2001 – Agustus 2002
TRAGEDI POSO III diawali dengan penyerangan sekelompok orang (
15 orang ) yang berpakaian ala ninja pada tanggal 23 Mei 2000 dini hari.
Peristiwa ini menewaskan 3 orang yang bernama, Serma, Polisi Kamaruddin
Ali, Abdul Syukur dan Baba. Dan 7 orang mengalami luka ringan dan satu
orang luka berat. Akibat serangan ini massa Islam turun dan mengejar para
penyerang tersebut. Tanggal 24 Mei 2000, Para penyerang berlindung di
komplek Gereja Katholik Moengko. Baru Akirnya massa (Islam) dapat
menangkap tiga ninja dan menghakiminya serta membakar komplek gereja
dan beberapa rumah yang ada disekitarnya.
Tanggal 25 Juli 2000, Peristiwa pembakaran tersebut mengakibatkan
kemarahan orang-orang kristen. Kota Poso di serang dari empat penjuru yang
mengambil strategi pennyerangan hit and run. Masa yang berasal dari Lore
Utara, Napu, Tentena dan sekitarnya membakar perkampungan(desa ) muslim.
Massa Kristen mengurung kota Poso dengan cara memblokade jalur darat
dengan menutup badan jalan dengan gelondongan kayu serta menghancurkan
jembatan yang menghubungkan ke Kota Palu.
49
Tanggal 25 Juli 2000, Satuan Intel Kodam dicegat massa Tentena dan
berhasil merampas senjata. Warga Muslim kota Poso melakukan exsodus ke
Ampana. Sehari setelahnya, Pejabat Pemda Poso ikut mengungsi sehingga
warga Poso yang berlindung di Kodim dan Polres Poso sempat Panik. Warga
Ampana kota mengirim 500 misi perdamaian yang dipimpin Ustadz Abu
Bakar Bahmid dan Ustadz Ar-Talamoa yang menyerukan kepada warga untuk
menghentikan pertikaian. Kemudian, Massa Muslim Palu berkumpul di Al-
Khairat Palu.
Tanggal 28 Juli 2000, Ribuan massa pelajar Islam Indonesia, PII, HMI,
Laskar Mahasiswa, Mahasiswa STAIN, UNISMUH melakukan aksi
demonstrasi ke Kantor DPRD Sulteng. Kemudian, Beredar isu bahwa
penyerang (Kristen) akan memasuki dan menguasai Kota Poso, kemudian
warga muslim dalam Kota Poso mengadakan perlawanan, satuan Brimob dan
TNI dari Korem 7 Wirabuana melakukan siaga penuh di Kota Poso. Tanggal
31 Mei 2000 Beredar isu bahwa pada hari Paskah Isa Al-Masih, ribuan massa
akan kembali menyerang kota Poso dan akan membumihanguskannya. Jalan-
jalan menuju Kota Poso diblokade oleh warga Kristen. Arus lalu lintas macet
total dan bantuan massa serta logistik dari luar kota Poso tidak dapat masuk.
Massa Muslim mengungsi melalui laut ke Parigi dan ke Ampana.
Sebuah mobil Ambulance dicegat massa Muslim di Desa Palawa Parigi yang
disinyalir membawa senjata untuk massa Kristen di Kota Poso. Kerusuhan
merembet keluar Kota Poso setidaknya 8 orang tewas dan ribuan orang luka-
luka. Aksi bentrok itu terjadi sejak Sabtu pekan lalu di Desa Sepe, Batugincu,
50
Silangka dan Toyado. Diduga kuat mereka yang tewas terkena senjata api. Di
desa Saninora Poso Pesisir, aksi pembakaran rumah-rumah Muslim dilakukan
oleh massa Kristen. Aksi serupa juga terjadi di desa Toini Ladangan, massa
dari dua desa tersebut menggunkan senjata rakitan untuk menyerang
Kelurahan Sayo.
Pasukan Brimob yang menjemput para pengungsi dihadang para
kelompok penyerang Kristen. Ribuan pengungsi Muslim ditampung di tempat
darurat antara lain, Mess Pemda Tk. II Poso, di Kota Parigi, di Kota Ampana
dan di perguruan Al-Khairat Palu serta pondok pesantren dan Masjid yang ada
di Kota Palu dan Parigi. Massa Kristen telah menguasai kota Poso dan Poso
Pesisir dan terus melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah yang
ditinggalkan oleh penduduk. Berita mengenai konflik poso III antarumat Islam
dan Kristen, di Harian Umum Republika terdapat 6 berita di bulan Agustus
2001 hingga Agustus 2002, yaitu :
Tabel 4.1
Berita Terkait Dengan Kasus Konflik Poso III Antaraumat
Islam dan Kristen di Harian Umum Republika
NO. TANGGAL JUDUL RUBRIK
1. 11 Agustus 2001 Al Khairat : Penyebab Konflik
Poso Bukan Politik
Nasional
2. 14 Agustus 2001 Ribuan Konflik Poso Belum
Dievakuasi
Nasional
51
3. 07 Desember 2001 Konflik Poso Akan Diselesaikan
Dalam Enam Bulan
Nasional
4. 18 Desember 2001 Jangan Rugikan Umat Islam
Dalam Konflik Poso
Nasional
2. Analisis Framing Robert Ethman Pada Berita Konflik Poso III
Antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika
2.1 Republika Tanggal 11 Agustus 2001
Judul : Al Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan Politik
Penempat : Nasional
Ketua PB Al Khairat, Umar Awal Alamrie, mengatakan, setiap pihak
harus jujur dalam melihat konflik Poso, Sulawesi Tengah, agar konflik ini bisa
diatasi. Persoalan Poso tidak bisa tuntas karena selama ini kita tidak jujur
melihat akar persoalannya. Kalau kita jujur, yang terjadi di Poso saat ini
adalah konflik agama, bukan politik. Masalah politik hanya mendompleng
agama.
Selama ini, kata Umar, pemerintah dan aparat keamanan serta
masyarakat pada umumnya melihat konflik Poso murni soal politik atau
kecemburuan kekuasaan. Akibatnya, pendekatan yang dilakukan pun bersifat
politis seperti dilakukannya power sharring.
Problem Identifications, Pada edisi 11 Agustus 2001 Republika yang berjudul
“Al-Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan Poliitik” Republika, menuliskan
52
beritanya mengenai kerusuhan Poso yang terjadi disebabkan bukan karena
konflik Politik, melainkan karena konflik agama. Hal tersebut berdasarkan
hasil wawancaranya dengan Ketua PB Al Khairat, Umar Awal Alamrie.
"Persoalan Poso tidak bisa tuntas karena selama ini kita tidak jujur melihat
akar persoalannya. Kalau kita jujur, yang terjadi di Poso saat ini adalah
konflik agama, bukan politik. Masalah politik hanya mendompleng agama," 1
Pada edisi yang berjudul “Al Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan
Politik” diidentifikasikan bahwa persoalan poso tidak dapat terselesaikan
karena banyak pihak yang menutupi kasus tersebut dan tidak melihat pada
akar persoalan yang terjadi. Bahwa, yang terus diangkat ke permukaan adalah,
konflik poso disebabkan oleh masalah politik, padahal realita yang terjadi di
lapangan adalah konflik agama antarumat Islam dan Kristen yang
menimbulkan banyaknya korban jiwa dari kedua belah pihak yang bertikai.
Causal Interpretations, Sebagai bukti bahwa konflik poso adalah konflik
agama, Umar mengungkap bukti pembunuhan terhadap Hanafi Manganti, di
Desa Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso, pada akhir Juli lalu.
Karyawan PU itu bermaksud mengirimkan bantuan pada saudara-saudaranya
yang Kristen. Namun, karena Hanafi beragama Islam, dan hendak
memberikan bantuan untuk kelompok Kristen, maka terjadilah pembunuhan
pada dirinya.
1 Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
53
"Tapi karena dia sendiri Islam, karena beda akidah, maka dia dibunuh,"
tuturnya. 2
Peneliti menganalisis jika penyebab konflik Poso III terus meluas
seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Al Khairat : Penyebab
Konflik Poso Bukan Politik” diidentifikasikan bahwa telah terjadi tindakan
main hakim sendiri serta pembunuhan terhadap seorang warga di Desa
Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso. Dalam kejadian tersebut,
kelompok Islam membunuh seorang warga yang hendak memberikan
bantuan kepada seorang kerabatnya, namun karena kerabatnya ini
beragama Kristen, maka kelompok Islam menyalahkan tindakan yang
dilakukannya tersebut, hingga berujung pada pembunuhan yang
sebetulnya masih satu kelompok dengan umat Islam itu sendiri.
Moral Evaluations, Wakil Ketua DPRD Sulteng Kolonel Inf Muchlis Agung,
mengemukakan pendapat yang senada dengan Umar. Menurutnya, konflik
Poso merupakan konflik agama.
"Konflik ini bukan lagi tindakan kriminal murni seperti pernah diungkap
Komnas HAM beberapa waktu lalu," 3
2 Kolonel Inf Muchlis Agung, Wakil Ketua DPRD Sulteng, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
54
Umar juga mengeluhkan sikap anggota DPR/MPR asal Poso maupun
Sulawesi Tengah yang hampir tidak pernah menyuarakan kesengsaraan
masyarakat Poso. Ia mengakui, saat ini situasi di Poso sudah relatif aman
namun tetap mencekam. Letupan-letupan masih sering muncul, juga
pembantaian.
Peneliti menganalisis jika nilai moral yang digunakan untuk
menjelaskan kasus konflik Poso III di Republika dengan judul “Al Khairat :
Penyebab Konflik Poso Bukan Politik” diidentifikasikan bahwa konflik yang
terjadi tersebut, bukan disebabkan oleh tindakan krimanal yang sempat
diutarakan oleh pihak KOMNAS HAM beberapa waktu silam. Bahkan, Wakil
Ketua DPRD Sulteng memberikan pernyataan yang sama dengan Ketua PB
Al-Khairat, bahwa konflik tersebut sudah makin meluas pada pembantaian
terhadap kelompok umat beragama Islam maupun umat beragama Kristen di
Poso. Namun, di judul yang sama, peneliti juga menangkap adanya rasa
kekecewaan dari pihak PB Al-Khairat terhadap konflik Poso, dimana, sikap
DPRD setempat yang seolah menanggap kasus ini sudah tuntas dipermukaan.
Padahal konflik-konflik kecil, masih sering terjadi, seperti yang ada di Desa
Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso, menurutnya kasus kecil seperti
ini, bisa meluas jika tidak ditangani secara serius oleh berbagai pihak yang
bertanggung jawab pada kasus tersebut. Karena, baik dari pihak umat Islam
dan pihak umat Kristen, bisa saja sudah menyiapkan perlawanan atas tragedi
yang dialami oleh pengikut dari kalangan umat Islam itu sendiri.
3 Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
55
"Konflik bukan berarti telah tuntas. Insiden kecil saja terjadi, bisa merebak
menjadi kerusuhan besar. Semua pihak tampaknya tengah menyusun kekuatan
masing-masing," 4
Treatment Recommendations, Menurut Umar, rekonsiliasi dapat dilakukan
lewat pendekatan agama dengan mengedepankan peran pimpinan agama
Islam, Kristen, maupun agama lain untuk duduk bersama.
"Mereka terutama harus saling menyadarkan karena setiap agama pasti tidak
menginginkan bentrokan, pembunuhan, dan konflik terjadi lebih mengganas,"
5
Dalam rekonsiliasi itu, Umar juga mengingatkan tak terlepas dari
penanganan pengungsi. Masyarakat Poso yang mengungsi di Palu saja
jumlahnya mencapai 30 ribu jiwa. Sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Pengungsi Poso, kata Umar, harus kembali ke tempat tinggal semula.
Pemerintah berkewajiban membangun rumah sederhana untuk mereka
meskipun biayanya cukup besar.
Peneliti menganalisis jika penyelesaian yang ditawarkan pada konflik
Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Al Khairat :
Penyebab Konflik Poso Bukan Politik” diidentifikasikan bahwa adanya
pernyataan yang dikeluarkan oleh PB. Al-Khairat untuk melakukan
4 Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
5 Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
56
rekonsiliasi damai lewat pendekatan agama dengan mengedepankan peran
pimpinan agama Islam, Kristen, maupun agama lain untuk duduk bersama.
Serta pemerintah Poso memberikan jaminan keamanan dari aparat kepada
masyarakat Poso yang mengungsi di Palu dengan jumlah pengungsi mencapai
30 ribu jiwa.
"Tentunya dengan mendapatkan jaminan kemanan dari aparat," katanya.
TABEL 4.2
Berita : Al Khairat : Konflik Poso Bukan Konflik Politik
Problem
Identification
Ketua PB Al Khairat, Umar
Awal Alamrie, Mengatakan,
Jika kerusuhan Poso yang
terjadi disebabkan bukan
karena konflik Politik,
melaikan karena konflik
agama.
Persoalan Poso tidak bisa
tuntas karena selama ini
kita tidak jujur melihat
akar persoalannya. Kalau
kita jujur, yang terjadi di
Poso saat ini adalah
konflik agama, bukan
politik. Masalah politik
hanya mendompleng
agama
Causal
Interpretation
Bukti bahwa konflik poso
adalah konflik agama, Umar
mengungkap bukti
pembunuhan terhadap Hanafi
Manganti, di Desa Taripa,
Kecamatan Tentana,
Kabupaten Poso, pada akhir
Juli lalu.
Tapi karena dia sendiri
Islam, karena beda akidah,
maka dia dibunuh
Moral Evaluation Umar juga mengeluhkan sikap
anggota DPR/MPR asal Poso
maupun Sulawesi Tengah yang
hampir tidak pernah
menyuarakan kesengsaraan
masyarakat Poso.
Konflik bukan berarti telah
tuntas. Insiden kecil saja
terjadi, bisa merebak
menjadi kerusuhan besar.
Semua pihak tampaknya
tengah menyusun kekuatan
masing-masing
Treatment
Recommendation
Menurut Umar, rekonsiliasi
dapat dilakukan lewat
pendekatan agama dengan
mengedepankan peran
Mereka terutama harus
saling menyadarkan
karena setiap agama pasti
tidak menginginkan
57
pimpinan agama Islam,
Kristen, maupun agama lain
untuk duduk bersama.
bentrokan, pembunuhan,
dan konflik terjadi lebih
mengganas
Dalam berita yang dimuat di Republika dengan judul “Al Khairat :
Penyebab Konflik Poso Bukan Politik” Peneliti juga menganalisis unsur nilai
elemen berita yang terdapat di dalamnya kedalam tabel berikut ;
TABEL 4.3
Berita : Al Khairat : Konflik Poso Bukan Konflik Politik
NO. ELEMEN BERITA ANALISIS
1. Immediacy Republika langsung mengabarkan kejadian
konflik poso makin meluas dan penyebabnya
bukan disebabkan oleh politik melainkan agama
tepat setelah kejadian pembunuhan terhadap salah
seorang pengikut agama Islam di Desa Taripa,
Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso yaitu pada
tanggal 11 Agustus 2001.
2. Proximity Republika mengangkat judul tersebut, dengan
menampilkan kasus pembunuhan yang dialami
oleh seorang pengikut agama Islam di dalamnya.
Tentu akan menarik perhatian, dimana dalam
kasus tersebut, memang jumlah korban yang jatuh
lebih banyak berasal dari umat Islam itu sendiri.
3. Consequence Republika berusaha semakin mengubah cara
pandang pembaca, bahwa dimana pada kasus
Poso III konflik tersebut murni terjadi karena
adanya konflik antarumat agama Islam dan
Kristen bukan konflik politik.
4. Conflict Republika menampikan kasus pembunuhan yang
dialami oleh seorang pengikut yang berasal dari
golongan Islam, pada berita yang diangkat, untuk
menegaskan konflik yang sebenarnya terjadi.
5. Oddity Republika tidak menyampaikan kejadian berbeda
ataupun sudut pandang lain dalam berita tersebut.
Yang menjadi fokus perhatiannya adalah, konflik
yang terjadi antarumat Islam dan Kristen pada
58
kasus Poso III.
6. Sex Republika dalam beritanya, menuliskan bahwa
korban akibat konflik Poso III lebih banyak
perempuan dan anak-anak.
7. Emotion Republika juga menuliskan desakan kepada
pemerintah setempat melalui pernyataan yang di
keluarkan oleh Wakil DPRD setempat dan
Kelompok Ormas PD Al-Khairat, untuk
memberikan perlindungan keamanan kepada para
pengungsi konflik Poso III yang ada di Palu.
8. Prominence Republika menampilkan beberapa unsur terkenal
dalam beritanya tersebut, seperti, munculnya
Ketua ormas PB. Al-Khairat dan Wakil DPRD
setempat untuk memberikan tanggapan terhadap
kasus tersebut.
9. Suspense Republika sudah menyampaiakan fakta-fakta
tetap tentang hal yang penting. Serta kejelasan
fakta yang dituntut oleh masyarakat pada kasus
Poso III.
10. Progress Republika belum menampilkan kemajuan elemen
perkembangan peristiwa yang terjadi pada kasus
konflik Poso III dalam berita tersebut.
2.2 Republika Tanggal 14 Agustus 2001
Judul : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi
Rubrik : Nasional
Ribuan warga Muslim korban konflik horisontal bernuansa SARA di
Poso, Sulawesi Tengah, belum berhasil dievakuasi. Menurut ketua Tim
Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam,
faktor dana dan tempat pembantaian umat Islam yang masih dikuasai
kelompok Kristen merupakan kendalanya. Selama ini, lanjut Jabar, tim baru
berhasil menemukan banyak mayat yang sebagian besar tidak utuh.
59
Problem Identifications, Pada edisi 14 Agustus 2001 Republika yang berjudul
“Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi” Republika, menuliskan
beritanya mengenai banyaknya jumlah mayat korban kerusuhan poso yang
belum dievakuasi karena berbagai kendala, salah satunya karena sulitnya
medan yang ditempuh oleh team Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim
Poso (PBKMP).
"Kita sudah mengetahui beberapa titik lokasi pembantaian. Tapi karena
lokasinya masih dikuasai Kelompok Merah maka kita belum bisa melakukan
evakuasi," 6
Pada edisi yang berjudul “Ribuan Korban Konflik Poso Belum
Dievakuasi” diidentifikasikan bahwa Republika menuliskan berita seputar
hambatan yang muncul dalam persoalan kasus konflik Poso III pada proses
evakuasi korban. Hal tersebut diperjelas dengan, pernyataan yang dikeluarkan
oleh team Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) soal
sulitnya medan yang ditempuh. Disini, peneliti menganalisis bahwa Republika
hanya menampilkan sisi umat Islam saja yang mengalami kesulitan, atas
konflik yang terjadi. Karena pada berita tersebut, tidak ditampilkan
wawancara dari pihak umat Kristen seputar kesulitan yang dialami selama
konflik berlangsung, terutama soal evakuasi korban. Padahal, dalam kasus
tersebut tidak hanya kelompok Muslim saja yang menjadi korban, pihak
6 Jabar Salam, Ketua Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), Wawancara,
Poso, 14 Agustus 2001
60
Kristen pun demikian, hanya saja dalam berita tersebut, Republika hanya
menampilakan pada satu sudut pandang sajah yaitu umat Islam.
Causal Interpretations, Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban
Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam, memperkirakan, lokasi pembantaian
akan banyak ditemukan di Bukit Bambu, Padang Merauri, Lembah Kelei, atau
Bukit Buyung Katedo yang merupakan tempat ditemukan 13 mayat anak-anak
yang dibantai dengan sadis. Memang, lanjut Jabar, belum diperoleh data yang
pasti mengenai jumlah korban konflik Poso dari pihak Muslim.
"Dari catatan yang ada sekitar 800 orang,"7
Peneliti menganalisis jika penyebab sulitnya evakuasi korban konflik
Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Ribuan Korban
Konflik Poso Belum Dievakuasi” adalah sulitnya Team Evakuasi Pencari
Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), yang harus melakukan penelusuran ke
beberapa tempat seperti Bukit Bambu, Padang Merauri, Lembah Kelei, atau
Bukit Buyung Katedo yang merupakan tempat ditemukan 13 mayat anak-anak
yang dibantai dengan sadis. Dalam hal ini, kembali Republika tidak
menampilkan penyebab ataupun kesulitan yang dialami oleh pihak umat
Kristen pada saat proses evakuasi korban konflik Poso III. Bahkan, di berita
7 Jabar Salam, Ketua Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), Wawancara,
Poso, 14 Agustus 2001
61
tersebut, Republika hanya menampilkan keadaan dan jumlah korban tewas
dari pihak umat Islam sajah, tanpa menampilkan berapa jumlah korban tewas
dari pihak umat Kristen.
Moral Evaluations, Jumlah korban tersebut, belum termasuk ratusan mayat
yang hanyut di Sungai Poso pada kerusuhan Jilid III sekitar Mei 2000. Jabar,
menjelaskan seorang penduduk di pinggir kali menghitung sekitar lebih dari
170 mayat mengapung di sungai antara pukul 07.00-17.00 WITA.
"Belum mayat yang hanyut setelah dan sesudah jam itu. Kita tidak sempat
melakukan evakuasi karena situasinya masih perang." 8
Peneliti menganalisis jika nilai moral yang digunakan untuk
menjelaskan sulitnya evakuasi korban konflik Poso III seperti yang dimuat di
Republika dengan judul “Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi”
adalah penemuan seorang warga di Sungai Poso pada kerusuhan Jilid III
sekitar Mei 2000. Bahwa ada sekitar lebih dari 170 mayat mengapung di
sungai antara pukul 07.00-17.00 WITA, disini Republika tidak menjelaskan
secara spesifik, 170 Mayat korban konflik Poso III tersebut, berasal dari umat
8 Jabar Salam, Ketua Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), Wawancara,
Poso, 14 Agustus 2001
62
Islam saja, atau ada dari kelompok umat Kristen yang mayatnya hanyut di
sungai Poso pada periode tersebut.
Treatment Recommendations, Melihat jumlah korban yang cukup banyak,
Jabar mengungkapkan akan sangat sulit melakukan rekonsiliasi di Poso
sebelum umat Kristen memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan umat
Islam.
“Umat Kristen harus mengakui secara terbuka bahwa mereka yang
melakukan pembantaian; umat Kristen harus menunjukkan tempat-tempat
atau lokasi pembantaian; dan mereka harus meminta maaf secara resmi
kepada umat Islam”
Peneliti menganalisis jika penyelesaian yang ditawarkan pada konflik
Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Ribuan Korban
Konflik Poso Belum Dievakuasi” diidentifikasikan bahwa akan sangat sulit
melakukan rekonsiliasi di Poso sebelum umat Kristen memenuhi beberapa
persyaratan yang diajukan oleh umat Islam. Disini, Republika-pun tidak
menjelaskan secara detail data seputar, apa sajakah persyaratan yang diajukan
oleh pihak umat Islam untuk mencapai sebuah rekonsiliasi perdamaian. Selain
itu, Republika juga tidak menampilkan data dan pernyataan dari pihak umat
63
Kristen seputar ajasajakah, syarat yang mereka inginkan untuk sama-sama
mencari jalan tengah atas permasalahan yang terus bergulir dan memakan
jumlah korban jiwa dalam Kasus Poso III tersebut.
TABEL 4.3
Berita : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Divakuasi
Problem
Identification
Banyaknya jumlah mayat
korban kerusuhan poso yang
belum dievakuasi karena
berbagai kendala, salah
satunya karena sulitnya medan
yang ditempuh oleh team
Evakuasi Tim Pencari Bukti
Korban Muslim Poso
(PBKMP).
Kita sudah mengetahui
beberapa titik lokasi
pembantaian. Tapi karena
lokasinya masih dikuasai
Kelompok Merah maka
kita belum bisa melakukan
evakuasi
Causal
Interpretation
Ketua Tim Evakuasi Tim
Pencari Bukti Korban Muslim
Poso (PBKMP) Jabar Salam,
memperkirakan, lokasi
pembantaian akan banyak
ditemukan di Bukit Bambu,
Padang Merauri, Lembah
Kelei, atau Bukit Buyung
Katedo yang merupakan
tempat ditemukan 13 mayat
anak-anak yang dibantai
dengan sadis.
Dari catatan yang ada
sekitar 800 orang
Moral Evaluation Jumlah korban tersebut, belum
termasuk ratusan mayat yang
hanyut di Sungai Poso pada
kerusuhan Jilid III sekitar Mei
2000.
Belum mayat yang hanyut
setelah dan sesudah jam
itu. Kita tidak sempat
melakukan evakuasi
karena situasinya masih
perang.
64
Treatment
Recommendation
Melihat jumlah korban yang
cukup banyak, Jabar
mengungkapkan akan sangat
sulit melakukan rekonsiliasi di
Poso sebelum umat Kristen
memenuhi beberapa
persyaratan yang diajukan
umat Islam.
Umat Kristen harus
mengakui secara terbuka
bahwa mereka yang
melakukan pembantaian;
umat Kristen harus
menunjukkan tempat-
tempat atau lokasi
pembantaian; dan mereka
harus meminta maaf
secara resmi kepada umat
Islam
Dalam berita yang dimuat di Republika dengan judul “Ribuan Korban
Konflik Poso Belum Dievakuasi” Peneliti juga menganalisis unsur nilai elemen
berita yang terdapat di dalamnya kedalam tabel berikut ;
TABEL 4.4
Berita : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi
NO. ELEMEN BERITA ANALISIS
1. Immediacy Republika langsung mengabarkan kesulitan yang
dialami oleh Team Evakuasi Pencari Bukti
Korban Muslim Poso (PBKMP), pada tanggal 14
Agustus 2001.
2. Proximity Republika mengangkat judul tersebut, dengan
menampilkan jumlah korban dari kelompok umat
Islam pada kasus Poso III. Tentu akan menarik
perhatian, dimana dalam kasus tersebut, memang
jumlah korban yang jatuh lebih banyak berasal
dari umat Islam itu sendiri.
3. Consequence Republika berusaha mengubah cara pandang
pembaca, bahwa pada kasus Poso III konflik
tersebut memakan korban jiwa yang tidak sedikit,
terutama korban dari kalangan umat Islam.
4. Conflict Republika menampikan kasus penemuan ratusan
mayat di Sungai Poso yang diakibatkan oleh
65
konflik dan pembantaian antarumat Islam dan
Kristen pada kasus Poso III.
5. Oddity Republika tidak menyampaikan kejadian berbeda
ataupun sudut pandang lain dalam berita tersebut.
Yang menjadi fokus perhatiannya adalah, korban
yang jatuh dari kalangan kelompok umat Islam
saja.
6. Sex Republika dalam beritanya, menuliskan bahwa
banyaknya mayat yang ditemukan di Sungai Poso.
Namun, tidak memberikan pemaparan secara
detail terkait korban tersebut.
7. Emotion Republika juga menuliskan bahwa akan sangat
sulit proses rekonsiliasi terhadap kasus konflik
antarumat Islam dan Kristen pada kasus Poso III,
hal tersebut dikarenakan persyaratan yang
diajukan oleh umat Islam cukup banyak, untuk
mencapai kesepakatan damai.
8. Prominence Republika menampilkan beberapa unsur terkenal
dalam beritanya tersebut, seperti, munculnya
Ketua ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti
Korban Muslim Poso (PBKMP) untuk
menyampaikan kesulitan yang dihadapi selama
proses evakuasi korban dari kelompok umat Islam
pada kasus Poso III dan jumlah korban dari
kelompok Islam yang jatuh akibat konflik
tersebut.
9. Suspense Republika sudah menyampaiakan fakta-fakta
tetap tentang hal yang penting. Serta kejelasan
fakta yang dituntut oleh masyarakat pada kasus
Poso III. Walupun, hanya sepihak menyampaikan
fata dan datanya tersebut, yaitu dari kelompok
umat Islam saja.
10. Progress Republika belum menampilkan kemajuan elemen
perkembangan proses evakuasi pada kasus konflik
Poso III dalam berita tersebut, baik dari pihak
umat Islam, maupun dari pihak umat Kristen.
2.3 Republika Tanggal 07 Desember 2001
66
Judul : Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam 6 Bulan
Penempat : Nasional
Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan operasi
pemulihan keamanan di daerah konflik Poso dalam tempo enam bulan. Hal
tersebut disampaikan, usai mengunjungi daerah konflik di Poso, Yudhoyono
mengatakan untuk meyelesaikan konflik komunal di Kabupaten Poso,
Sulawesi Tengah, pemerintah akan melakukan tiga hal yakni; pemulihan
keamanan, penegakkan hukum, serta rehabilitasi sosial/fisik.
Khusus pemulihan keamanan, kata Yudhoyono, dalam operasinya,
aparat keamanan tetap berdasarkan pada prosedur dan mekanisme yang diatur
dalam perundang-undangan.
Problem Identifications, Pada edisi 07 Desember 2001 Republika yang
berjudul “Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam Enam Bulan” Republika,
menuliskan beritanya mengenai janji Menkpolkam, yang akan menyelesiakan
konflik di Poso dalam jangka waktu enam bulan.
"Dalam tempo enam bulan ke depan kondisi keamanannya sudah pulih
kembali," tutur Yudhoyono saat berdialog dengan para tokoh masyarakat di
Palu, “ 9
Pada edisi yang berjudul “Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam 6
Bulan” diidentifikasikan bahwa Republika menuliskan berita tentang janji
Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan memberikan
9 Susilo Bambang Yudhoyono, Menkopolkam, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
67
penyelesaian atas Konflik Poso yang sudah berlangsung selama beberapa jilid,
dan belum ada penyelesaian pasti atas permasalahan tersebut. Peneliti
menganalisis adanya usaha dari Harian Umum Republika, untuk
menjembatani konflik yang sedang berlangsung di Poso. Dimana, desakan
dari Presiden Megawati Soekarno Puteri untuk segera membereskan konflik
tersebut, ditulis sebagai bentuk desakan kepada pemerintah maupun oknum-
oknum yang seharusnya bertanggung jawab atas konflik Poso III.
Causal Interpretations, Sebagai bukti bahwa konflik poso adalah adanya
keterlibatan oknum sipil yang ikut campur dalam konflik tersebut. Sebaliknya,
Menkopolkam, Yudhoyono mengingatkan untuk mencegah terulangnya
bentrokan antarkelompok, pemerintah akan menindak tegas siapapun yang
melakukan perlawanan dan pembangkangan terhadap niat baik pemerintah itu.
“Pemerintah untuk membela yang benar dan tidak membela yang tidak
benar.” 10
Peneliti menganalisis jika penyebab konflik Poso belum selesai dan
berkelanjutan seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Konflik Poso
Akan Diselesaikan Dalam Enam Bulan” adalah akibat adanya campur tangan
dan keterlibatan oknum sipil dalam kasus konflik antarumat Islam dan umat
Kristen di Poso. Peneliti juga menganalisi dalam berita tersebut, Republika
sudah cukup memaparkan penyebab-penyebab konflik antarumat Islam dan
10
Susilo Bambang Yudhoyono, Menkopolkam, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
68
Kristen di Poso, dimana Republika juga menuliskan kegiatan Menkopolkam
yang melakukan perundingan damai dengan kelompok Kristen. Jika, biasanya
Republika hanya menuliskan penyebab konflik dari satu sisi saja yaitu umat
Kristen sebagai tersangka dan Umat Islam sebagai korban. Namun, pada edisi
ini, Republika juga menuliskan penyebab-penyebab konflik Poso III terjadi
dari dua pihak yang melakukan perseteruan, yaitu pihak umat Islam dan umat
Kristen.
Moral Evaluations, Dunia internasional memang menyoroti kesungguhan
pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik di daerah, termasuk Poso.
Menurut Matori, upaya penyelesaian itu bukan karena tekanan pihak luar.
Dalam dialog dengan masyarakat pun pemerintah diminta mengajukan
sejumlah pertanyaan, di antaranya soal jaminan penegakan hukum dan
tuntutan pengadilan untuk mereka yang bersalah, diadakan razia senjata, serta
mengusut asal usul 727 pucuk senjata yang berada di 'kelompok merah'.
"Kalau kita menyelesaikan konflik saja dikatakan ditekan Amerika, lalu
bangsa Indonesia ini budayanya kaya apa," 11
Peneliti menganalisis jika nilai moral yang digunakan untuk
menjelaskan penyebab sulitnya menyelesaikan konflik Poso III seperti yang
dimuat di Republika dengan judul “Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam
11
Matori Abdul Djalil, Menhan, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
69
Enam Bulan” adalah adanya sorotan dari dunia internasional yang mendukung
kesungguhan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik di daerah,
termasuk Poso. Namun, pada edisi ini, Republika hanya menuliskan berita
tentang tuntutan dari pihak umat Islam yang menuntut untuk adanya soal
jaminan penegakan hokum, tuntutan pengadilan untuk mereka yang bersalah,
diadakan razia senjata, serta mengusut asal usul 727 pucuk senjata yang
berada di 'kelompok merah'. Disini, Republika tidak menuliskan tuntutan dari
pihak umat Kristen yang pada dasarnya sama-sama dirugikan pada kasus
tersebut. Republika hanya menuliskan kerugian yang dialami, hanya terjadi
pada satu pihak saja. Sementara, pihak yang menjadi korban lain, adalah
tersangka yang harus bertanggung jawab atas pecahnya konflik yang sudah
memakan banyak jiwa baik dari pihak umat Islam maupun umat Kristen itu
sendiri.
Treatment Recommendations, Untuk memulihkan keamanan, TNI AD
kembali menambah kekuatan. KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto
mengatakan dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel) dua hari lalu telah
diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon itu berasal dari batalyon 711 yang
berkedudukan di Palu dan Batalyon 713 dari Gorontalo.
"Dalam kaitan dengan perkembangan sekarang, memang sudah ada perintah
dari panglima untuk mengerahkan kembali dua batalyon," 12
12
Endriartono Sutarto, KSAD Jendral TNI, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
70
Memenuhi tuntutan warga muslim, Kapolda Sulawesi Tengah
(Sulteng) Brigjen Zaenal Ishak berjanji akan merazia senjata dan
memulangkan para pendatang. Untuk merazi senjata, Polda Sulteng telah
menyiapkan empat batalyon satuan TNI-Polri dan satu batalyon pasukan
pemukul TNI.
Sedangkan Kodam VII/Wirabuana Makassar, berencana menurunkan
tim khusus untuk menyelidiki keterlibatan anggota TNI dalam kasus
penculikan delapan warga muslim di desa Toyado, sekitar 17 km arah Timur
Poso, Minggu (2/12).
"Kalau perlu dipecat dari TNI," tegas Kasrem 132 Tadulako itu. Penculikan
terjadi 2 Desember saat korban sedang makan sahur di dapur umum
pengungsi yang lokasinya berdekatan dengan pos jaga satuan Brimob. 13
Peneliti menganalisis jika penyelesaian yang ditawarkan pada konflik
Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Konflik Poso Akan
Diselesaikan Dalam Enam Bulan” diidentifikasikan berdasarkan berita yang
dituliskan, bahwa ada dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel) yang
telah diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon itu berasal dari batalyon 711 yang
berkedudukan di Palu dan Batalyon 713 dari Gorontalo. Selain itu pemerintah
bekerjasama dengan TNI berencana menurunkan tim khusus untuk
menyelidiki keterlibatan anggota TNI dalam kasus penculikan delapan warga
13
Letkol Inf Dede K Atmawijaya, KSAD Jendral TNI Kasrem 132 Tadulako, Wawancara, Poso,
07 Desember 2001
71
muslim di desa Toyado. Namun, kembali Republika, dalam berita tersebut,
hanya menuliskan tuntutan warga muslim, seperti yang diinginkan oleh,
Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Zaenal Ishak berjanji akan
merazia senjata dan memulangkan para pendatang. Untuk merazia senjata,
Polda Sulteng telah menyiapkan empat batalyon satuan TNI-Polri dan satu
batalyon pasukan pemukul TNI. Disini, Republika kembali tidak menuliskan
tuntutan dan keiinginan dari pihak umat Kristen yang juga terlibat dan
dirugikan pada kasus konflik Poso III.
TABEL 4.5
Berita : Konflik Politik Konflik Poso Akan Diselesaikan 6 Bulan
Problem
Identification
Menkopolkam, yang akan
menyelesiakan konflik di Poso
dalam jangka waktu enam
bulan.
Dalam tempo enam bulan
ke depan kondisi
keamanannya sudah pulih
kembali
Causal
Interpretation
Keterlibatan oknum sipil yang
ikut campur dalam konflik
tersebut. Sebaliknya,
Menkopolkam, Yudhoyono
mengingatkan untuk mencegah
terulangnya bentrokan
antarkelompok, pemerintah
akan menindak tegas siapapun
yang melakukan perlawanan
dan pembangkangan terhadap
niat baik pemerintah itu.
Pemerintah untuk membela
yang benar dan tidak
membela yang tidak benar
Moral Evaluation Dunia internasional memang
menyoroti kesungguhan
pemerintah Indonesia dalam
menyelesaikan konflik di
daerah, termasuk Poso.
Kalau kita menyelesaikan
konflik saja dikatakan
ditekan Amerika, lalu
bangsa Indonesia ini
budayanya kaya apa
72
Treatment
Recommendation
Untuk memulihkan keamanan,
TNI AD kembali menambah
kekuatan. KSAD Jenderal TNI
Endriartono Sutarto
mengatakan dua batalyon
pasukan (sekitar 1.600
personel) dua hari lalu telah
diberangkatkan ke Poso. Dua
batalyon itu berasal dari
batalyon 711 yang
berkedudukan di Palu dan
Batalyon 713 dari Gorontalo.
Dalam kaitan dengan
perkembangan sekarang,
memang sudah ada
perintah dari panglima
untuk mengerahkan
kembali dua batalyon,"
kata Sutarto kepada
wartawan di sela-sela
acara buka puasa bersama
di markas Kodam Jaya,
Kamis (06/12). Dengan
demikian, TNI sudah
mengerahkan tiga
batalyon.
TABEL 4.6
Berita : Konflik Politik Konflik Poso Akan Diselesaikan 6 Bulan
NO. ELEMEN BERITA ANALISIS
1. Immediacy Republika langsung mengabarkan tentang janji
Menkopolkam, Susilo Bambang Yudhoyono,
yang akan menyelesaikan Konflik Poso III dalam
waktu enam bulan, pada tanggal 07 Desember
2001.
2. Proximity Republika mengangkat judul tersebut, dengan
menampilkan tuntutan dari kelompok umat Islam
pada kasus Poso III. Tentu akan menarik
perhatian, dimana dalam kasus tersebut, memang
jumlah korban yang jatuh lebih banyak berasal
dari umat Islam itu sendiri.
3. Consequence Republika berusaha mengubah cara pandang
pembaca, bahwa pada kasus Poso III konflik
disebabkan adanya oknum TNI yang terlibat,
sehingga kasus tersebut tidak selesai dengan
tuntas. Dimana ada pihak yang berusaha mencari
keuntungan dan adanya indikasi melindungi
kelompok umat tertentu.
4. Conflict Republika menampikan kasus Konflik Poso III,
diakibatkan adanya sikap keberpihakan
73
pemerintah dan oknum TNI terhadap suatu
kelompok. Padahal, Menkopolkam sendiri
menegaskan, tetap akan melakukan proses
terhadap siapa saja yang bersalah dalam kasus
konflik antarumat Islam dan umat Kristen
tersebut.
5. Oddity Republika pada edisi ini, menampilkan hal
berbeda, yaitu menuliskan berita berupa desakan
yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati, untuk
segera membereskan konflik tersebut. Disini,
Republika berusaha menjadi jembatan antara
keinginan Presiden dan keluhan masyarakat Poso
selama konflik yang terus berkepanjangan
tersebut.
6. Sex Republika dalam beritanya, tidak menuliskan
bahwa banyaknya mayat yang ditemukan dalam
karung di Sungai Poso tersebut adalah laki-laki
atau perempuan, maupun korban dari pihak umat
Islam atau umat Kristen.
7. Emotion Republika juga menuliskan bahwa adanya
desakan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia)
menyerukan warga Sulut agar proaktif mencegah
melebarnya konflik Poso ke Sulut. Hal tersebut,
berawal dari gegernya warga atas temuan
sekarung mayat di pinggir Sungai Poso, dan
dengan kondisi mengenaskan, dimana kepala dan
tubuh korban terpotong secara terpisah.
8. Prominence Republika menampilkan beberapa unsur terkenal
dalam beritanya tersebut, seperti, munculnya
nama Presiden Republik Indonesia, ke lima, yaitu
Megawati Soekarno Putri yang mendesak
Menkopolkam pada saat itu, yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono untuk segera
menyelesaikan Konflik Poso III dalam waktu
enam bulan.
Selain itu, munculnya nama-nama besar lain
seperti KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto,
Komandan Operasi Cinta Damai Poso , Letkol Inf
Dede K Atmawijaya, Ketua Umum PGI, Pdt DR
Natan Setiabudi membuat berita tersebut semakin
menarik karena adanya pendapat dari berbagai
pihak atas kasus tersebut.
9. Suspense Republika sudah menyampaiakan fakta-fakta
tetap tentang hal yang penting. Serta kejelasan
fakta yang dituntut oleh masyarakat pada kasus
74
Poso III. Walupun, hanya sepihak menyampaikan
fakta dan datanya tersebut, yaitu dari kelompok
umat Islam saja.
10. Progress Republika belum menampilkan kemajuan elemen
perkembangan atas janji Menkopolkam, yang
bersedia membereskan konnflik tersebut dalam
waktu enam bulan.
2.4 Republika Tanggal 18 Desember 2001
Judul : Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso
Rubrik : Nasional
Tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH Nur Muhammad Iskandar
SQ mendesak pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk tidak
menciptakan kegelisahan baru di tengah-tengah masyarakat dengan memberi
informasi yang belum jelas. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah
dengan disebut-sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso.
Problem Identifications, Pada edisi 18 Desember 2001 yang berjudul “Konfik
Poso Umat Islam Jangan Dirugikan” Republika, menuliskan beritanya
mengenai penyebab kerusuhan Poso, yang hingga kini belum jelas informasi
penyebabnya. Bahkan sempat beredar issue, jika konflik di Poso ada kaitannya
dengan jaringan Al-Qaida.
"Saya berharap umat Islam jangan dijadikan korban. Saya juga berharap
tentara hati-hati. Jangan bermain api seperti dulu lagi. Artinya menjadikan
75
umat mayoritas bukan sebagai musuh, jangan. Justru jadikan umat mayoritas
sebagai patner," 14
Pada edisi yang berjudul “Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik
Poso” diidentifikasikan bahwa Republika secara terang-terangan menuliskan
berita kesimpang-siuran informasi yang belum jelas terkait penyebab konflik
Poso III. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah dengan disebut-
sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso. Peneliti
menganalisis disini, Republika secara tegas berusaha meyakinkan kepada
pembaca bahwa pemerintah haruslah memberikan perlindungan khusus
terhadap umat Islam pada kasus Poso III.
Causal Interpretations, Sebagai bukti ketidaakjelasan penyebab konflik di
poso adalah pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat konflik Poso. Hal
tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan tokoh Islam dan DPR.
Belakangan, Hendro membantah sendiri ucapannya, soal keterlibatan Al
Qaidah tersebut.
"Pernyataan tentang keterlibatan radikal Islam di Poso merupakan bukti
masih adanya pejabat yang dihinggapi phoby," 15
14
Dr KH Nur Muhammad Iskandar SQ, Tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU), Wawancara, Poso,
18 Desember 2001
15
H Rusdy Hamka, Anggota DPR dari dari Fraksi PPP, Wawancara, Poso, 18 Desember 2001
76
Peneliti menganalisis jika ketidak jelasan informasi seputar penyebab
konflik Poso seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Jangan Rugikan
Umat Islam Dalam Konflik Poso” adalah akibat adanya pernyataan Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono yang menuding jaringan Al
Qaidah terlibat konflik Poso. Hal tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan
tokoh Islam dan DPR. Peneliti, menganalisis dalam berita tersebut, Republika
berusaha menampilkan realita dan opini yang disampaikan oleh berbagai
pihak secara detai. Namun, dalam situasi konflik, berita seperti ini, bisa makin
menimbulkan ketakutan kepada masyarakat Poso. Sebab, dalam berita tersebut
Republika justru secara gambalang manampikan pernyataan, pernyataan
kontroversial seputar penyebab konflik Poso III.
Moral Evaluations, Imran dan Latif, pemuda dari kalangan sipil, sebelumnya
diculik bersama enam rekannya yang lain saat tengah makan sahur pada 16
Ramadhan 1422 Hijriah, di rumah mereka masing-masing di desa Toyado.
Dua di antara korban penculikan itu yakni Syarifuddin dan Iwan berhasil
meloloskan diri dari penyanderaan kelompok penculik. Namun seorang lagi
bernama Syuaib Lamaranti (18) sehari kemudian ditemukan polisi sudah
menjadi mayat dan diisi dalam karung setelah dihanyutkan di Sungai Poso.
“Pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum anggota TNI yang tengah
ditugaskan mengamankan kontak senjata antara kedua kelompok bertikai di
desa Sepe dan Silanca (tetanga Toyado). Seorang di antaranya berinisial
Serda Lks”
77
Peneliti menganalisis jika nilai moral yang digunakan untuk
menjelaskan penyebab umat Islam merasa dirugikan atas ketidak jelasan
informasi soal penyebab konflik Poso III seperti yang dimuat di Republika
dengan judul “Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso” adalah
dengan ditemukannya karung yang berisi mayat korban Konflik Poso III di
Sungai Poso. Peneliti menganalisis disini, Republika justru semakin
mendorong dan memposisikan umat Islam makin dirugikan atas konfik
tersebut. Padahal, seharusnya Republika bisa menampilkan data dengan jelas
dan detail terkait temuan di Sungai Poso tersebut, agar tidak muncul spekulasi
maupun adanya pihak ataupun kelompok yang merasa dirugikan di kasus
tersebut.
Treatment Recommendations, Setelah melakukan operasi pencarian secara
tertutup selama sepekan terakhir, aparat keamanan di Poso kembali
menemukan dua sosok mayat korban penculikan di desa Toyado, kecamatan
Lage.
"Mayat warga sipil yang teridentifikasi bernama Imran dan Latif itu
ditemukan petugas di desa Tagolu (8 km arah selatan kota Poso) pada Ahad
petang (16/12)," 16
Peneliti menganalisis jika belum ada penyelesaian yang ditawarkan
pada konflik Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Konflik
Poso Jangan Rugikan Umat Islam” diidentifikasikan berdasarkan berita yang
16
Muhammad Iqbal, Warga Poso, Wawancara, Poso, 18 Desember 2001
78
dituliskan. Republika hanya menuliskan penemuan-penemuan korban, itupun
Republika mengklaim bahwa korban tersebut berasal dari kelomopok umat
Islam. Republika, dalam berita tersebut, hanya berusaha memberikan
penegasan bahwa umat Islam-lah yang menjadi korban. Selain itu, jangan
kaitkan konflik di Poso dengan kelompok Al-Qaidah. Republika tidak
berusaha memberikan solusi sebagai media, hanya menampilkan sisi-sisi
kerugian yang ditimbulkan pasca konflik Poso III, terutama yang menipa umat
Islam.
TABEL 4.7
Berita : Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso
Problem
Identification
Penyebab kerusuhan Poso,
yang hingga kini belum jelas
informasi penyebabnya.
Bahkan sempat beredar issue,
jika konflik di Poso ada
kaitannya dengan jaringan Al-
Qaida.
Saya berharap umat Islam
jangan dijadikan korban.
Saya juga berharap tentara
hati-hati. Jangan bermain
api seperti dulu lagi.
Artinya menjadikan umat
mayoritas bukan sebagai
musuh, jangan. Justru
jadikan umat mayoritas
sebagai patner
Causal
Interpretation
Sebagai bukti ketidaakjelasan
penyebab konflik di poso
adalah pernyataan Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN)
AM Hendropriyono yang
menuding jaringan Al Qaidah
terlibat konflik Poso. Hal
tersebut, menimbulkan
kecaman di kalangan tokoh
Islam dan DPR.
Pernyataan tentang
keterlibatan radikal Islam
di Poso merupakan bukti
masih adanya pejabat yang
dihinggapi phoby
Moral Evaluation Pemuda dari kalangan sipil,
sebelumnya diculik bersama
enam rekannya yang lain saat
tengah makan sahur pada 16
Pelaku penculikan disebut-
sebut beberapa oknum
anggota TNI yang tengah
ditugaskan mengamankan
79
Ramadhan 1422 Hijriah, di
rumah mereka masing-masing
di desa Toyado. Dua di antara
korban penculikan itu yakni
Syarifuddin dan Iwan berhasil
meloloskan diri dari
penyanderaan kelompok
penculik. Namun seorang lagi
bernama Syuaib Lamaranti
(18) sehari kemudian
ditemukan polisi sudah
menjadi mayat dan diisi dalam
karung setelah dihanyutkan di
Sungai Poso.
kontak senjata antara
kedua kelompok bertikai di
desa Sepe dan Silanca
(tetanga Toyado). Seorang
di antaranya berinisial
Serda Lks
Treatment
Recommendation
Setelah melakukan operasi
pencarian secara tertutup
selama sepekan terakhir, aparat
keamanan di Poso kembali
menemukan dua sosok mayat
korban penculikan di desa
Toyado, kecamatan Lage.
Mayat warga sipil yang
teridentifikasi bernama
Imran dan Latif itu
ditemukan petugas di desa
Tagolu (8 km arah selatan
kota Poso) pada Ahad
petang (16/12)
TABEL 4.8
Berita : Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso
NO. ELEMEN BERITA ANALISIS
1. Immediacy Republika langsung mengabarkan tentang
pernyataan sejumlah pihak yang mengatakan
bahwa, konflik Poso III ada kaitannya dengan
Kelompok Al-Qaidah, pada tanggal 18 Desember
2001.
2. Proximity Republika mengangkat judul tersebut, dengan
menampilkan tuntutan umat Islam atas kejelasan
informasi soal penyebab Konflik Poso III. Tentu
akan menarik perhatian, dimana dalam kasus
tersebut, memang jumlah korban yang jatuh lebih
banyak berasal dari umat Islam itu sendiri.
3. Consequence Republika berusaha mengubah cara pandang
pembaca, bahwa pada kasus Poso III konflik
80
disebabkan adanya keterlibatan kelompok Al-
Qaidah, yang dinyatakan oleh beberapa pihak,
walaupun pada akhirnya pihak tersebut
membenarkan pernyataan yang sebelumnya
pernah dikeluarkan terkait penyebab Konflik Poso
III.
4. Conflict Republika menampikan kasus Konflik Poso III,
dengan adanya kerugian dari pihak umat Islam
secara lebih besar, karena umat Islam tidak pernah
mengetahui berapa jumlah korban pasti akibat
konflik dan penyebabnya.
5. Oddity Republika pada edisi ini, tidak menampilkan hal
berbeda, dimana Republika masih saja,
menempatkan umat Islam sebagai korban, dan
tidak menampilkan korban dari pihak umat
Kristen secara berimbang.
6. Sex Republika dalam beritanya, tidak menuliskan
secara spesifik terkait gender korban yang muncul
akibat konflik Poso III dalam berita tersebut.
Republika hanya menampilkan golongan yang
merasa dirugikan secara general pada kasus
tersebut.
7. Emotion Republika menuliskan secara detail prosesi
penculikan dan pembunuhan yang dialami oleh
kelompok umat Islam, pada kasus Poso III.
Namun, disini Republika tidak menuliskan detail
yang sama terhadap umat Kristen.
8. Prominence Republika menampilkan beberapa unsur terkenal
dalam beritanya tersebut, seperti, munculnya
nama tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH
Nur Muhammad Iskandar SQ, yang mendesak
pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk
tidak menciptakan kegelisahan baru di tengah-
tengah masyarakat dengan memberi informasi
yang belum jelas.
9. Suspense Republika sudah menyampaiakan fakta-fakta
tetap tentang hal yang penting. Serta kejelasan
fakta yang dituntut oleh masyarakat pada kasus
Poso III. Walupun, hanya sepihak menyampaikan
fakta dan datanya tersebut, yaitu dari kelompok
umat Islam saja.
10. Progress Republika belum menampilkan kemajuan elemen
perkembangan atas tuntutan dari tokoh Ulama
Nadhatul Ulama, yang menginkan informasi yang
jelas terkait penyebab Konflik Poso III.
81
3. Interpretasi Analisis Framing Berita Konflik Poso III Antarumat Islam
dan Kristen di Harian Umum Republika Robert Entman
Pemahaman yang harus dipahami dalam menganalisis resolusi konflik
dan anarkisme agama adalah agama tidaklah mengajarkan kekerasan kepada
umatnya. Agama justru mengabarkan adanya perdamaian dan cinta kasih baik
kepada sesama umat maupun umat lain yang mempunyai keyakinan berbeda.
Adanya konflik berbau anarkisme agama sendiri justru dipertanyakan agama
karena telah menjadi distorsi dalam ajaran agama tersebut. Agama hanya
menjadi identitas artifisial dalam suatu konflik untuk memberikan legitimasi
moral untuk berbuat kekerasan terhadap pihak lainnya. Selain halnya
legitimasi moral dan indentitas, menyulutnya kekerasan atas nama agama juga
disebabkan oleh kesalahan dalam penafsiran ajaran agama sehingga
menimbulkan pemahaman sempit dan sikap chauvinistik. Maka dalam konteks
ini, konflik anarkisme agama sejatinya tidak ada. Yang ada justru adalah
konflik berupa rivalitas sumber ekonomi dan politik maupun persaingan
memperebutkan jabatan publik dalam pemerintahan. 17
Agama bukanlah menjadi faktor utama (core conflict) dalam konflik
anarkisme, namun hanya menjadi faktor konsideran maupun pendukung
(supporting conflict). Dalam berbagai kasus konflik mengatasnamakan agama
seperti konflik Islam-Kristen di Poso maupun Maluku, agama justru
terpolitisasi menjadi identitas konflik yang sebenarnya hanya menjadi topeng
17
S. Rizal Panggabean, Pola-pola Konflik Keagamaan di Indonesia (1990-2008), (Jakarta: Asia
Foundation, 2009), h. 7.
82
atas rivalitas perebutan sumber ekonomi, politik maupun birokrasi antar
masyarakat. Tereskalasinya agama menjadi bagian sirkuler konflik anarkis
merupakan implikasi panjang dari kebijakan kerukunan beragama yang tidak
afirmatif. Dalam berbagai hal, ada proses diskrimasi dan pengistimewaan
terhadap kelompok tertentu yang kemudian menimbulkan potensi konflik
laten. Sebenarnya membincangkan masalah konflik di ranah lokal bermuara
pada marjinalisasi dan ketertindasan sehingga agama kemudian menjadi
stimulus dalam melakukan konflik.
Pluralitas agama bisa mendorong terjadinya konflik-konflik kelompok
berbasis keagamaan. Sebagai sesuatu yang sakral dan sumber kepercayaan dan
moralitas, sangat dimungkinkan dalam ranah agama, secara sosiologis, muncul
praktek-praktek eksklusif sosial. Praktek eksklusi bermotif agama ini
menyebabkan pengabaian, pengasingan dan pencabutan hak atas orang atau
sekelompok orang disebabkan oleh pemahaman tentang agama. Praktek
eksklusif ini sering menimpa kelompok minoritas yang memiliki aliran
kepercayaan dan kelompok sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah
ditentukan negara. Dalam banyak kasus konflik keagamaan, tidak jarang yang
terjadi adalah bentuk-bentuk kriminalisasi satu kelompok keagamaan terhadap
kelompok-kelompok yang dianggap menyimpang dan telah melakukan
penodaan dan penistaan terhadap agama dominan.
Dalam perspektif hak asasi manusia (HAM) konflik sosial berbasis
agama yang terjadi di Indonesia seringkali dibaca sebagai bentuk intoleransi
keberagamaan yang menyeret relasi mayoritas dan minoritas. Apalagi kalau
83
persoalan ini dihadapkan pada hak-hak dasar warga negara yang dijamin
undang-undang. Secara legal formal, kebebasan beribadah dan memeluk
kepercayaan yang diyakininya dijamin konstitusi sebagaimana termaktub
dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi: “setiap warga negara
memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan mendapat
perlindungan dari negara”.
Konflik keagamaan yang terkadang berwujud tindak kekerasaan ini
seolah mewarnai perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara pasca Orde
Baru. Tindak kekerasan atas nama penodaan agama, seperti yang terjadi di
Poso, Ambon, larangan menjalankan ibadah bagi kelompok minoritas
Kristiani, propaganda dalam RUU Pendidikan Agama di Sokolah, konflik
Sunni-Syiah sebagaimana yang terjadi di Sampang Madura, adalah sebagian
kecil contoh yang pernah terjadi di Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut
menjelaskan bahwa potensi kemajemukan di Indonesia bisa memicu dan
menimbulkan disintegrasi dalam masyarakat.
Disetiap edisinya, Republika menyebutkan bahwa terjadi kekerasan
dan konflik antarumat beragama Islam dan Kristen yang terjad di Poso, dalam
kurun waktu beberapa tahun, sejak konfik Poso I dimulai 25 hingga 29
Desember 1998, Poso II yang berlangsung pada tanggal 17 hingga 21 April
2000, dan Poso III yang berlangsung pada tanggal 16 Mei hingga 15 Juni
2000. Sebagai Koran dengan komunitas Muslim, Republika selalu konsisten
menempatkan muslim di Indonesia sebagai korban atas konflik yang terjadi di
Poso. Sedangkan, pemerintah dan kelompok „merah‟ atau kelompok Kristen
84
menjadi object yang dinilai bersalah dan harus bertanggung jawab atas tiap
konflik yang timbul di daerah tersebut.
Republika menyebut pemerintah melakukan pelanggaran HAM,
dimana masih bersikap diskriminatif dan melakukan kekerasan terhadap
sejumlah kelompok muslim. Sedangkan beberapa kelompok muslim, seperti
yang terjadapat di Poso sebagai target dari pemusnahan dari etnis lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh YLBHI diataranya adalah,
sejumlah orang yang termuat di media massa yang menyatakan bahwa
pembakaran yang terjadi di sejumlah tempat, seperti Desa Soya atau
peledakan yang terjadi di Lapangan Merdeka, maupun Jalan Yaan Paais itu
dilakukan oleh kelompok 'Coker' dalam kerja sama dengan aparat keamanan
Kopassus.
Konflik di Poso juga telah memakan korban ribuan jiwa serta
meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut, ternyata hanya
disulut dari persoalan-persoalan sepele berupa perkelahian antarpemuda.
Solidaritas kelompok memang muncul dalam kerusuhan itu, namun
konteksnya masih murni seputar dunia remaja, yakni: isu miras, isu tempat
maksiat. Namun justru persoalan sepele ini yang akhirnya dieksploitasi oleh
petualang politik melalui instrumen isu pendatang vs penduduk asli dengan
dijejali oleh sejumlah komoditi konflik berupa kesenjangan sosio-kultural,
ekonomi, dan jabatan-jabatan politik. Bahkan konflik diradikalisasi dengan
bungkus ideologis keagamaan, sehingga konflik Poso yang semula hanya
berupa tawuran berubah menjadi perang saudara antar komponen bangsa.
85
Akar penyebab konflik Poso sangat kompleks. Ada persoalan yang
bersifat kekinian, namun ada pula yang akarnya menyambung ke problema
yang bersifat historis. Dalam politik keagamaan misalnya, problemanya
bisa dirunut sejak era kolonial Belanda yang dalam konteks Poso
memfasilitasi penyebaran Kristen dalam bentuk dukungan finansial.
Keberpihakan pemerintah kolonial itu sebenarnya bukan dilandaskan pada
semangat keagamaan, tetapi lebih pada kepentingan politik, terutama
karena aksi pembangkangan pribumi umunya memang dimobilisir Islam.
Republika menuliskan beritanya mengenai konflik yang terjadi
antarpenganut agama Islam dan Kristen di Poso, yang diakibatkan oleh
pemahaman masyarakat yang salah, dalam hal memahami agama dan
menempatkannya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Akibatnya, sikap-
sikap intolerah kerap muncul diantara umat beragama itu sendiri. Menurut
Moeslim Abdurrahman, perbedaan penafsiran tentang agama juga
merupakan faktor yang membuat agama menjadi sumber konflik.
Konflik antarpenganut agama yang terjadi di Indonesia, awalnya
disebabkan oleh pemberian label radikal yang diidentifikasi dengan ciri-
ciri fisik suatu kelompok tertentu. Seperti yang dikatakan Direktur
Eksekutif Maarif Institute for Culture and Humanity Jakarta, Moeslim
Abdurrahman, Pemberian label radikal tersebut, justru menimbulkan
kecurigaan dan perilaku tidak nyaman bagi kelompok yang bersangkutan.
Sikap saling curiga dan minimnya informasi terkait suatu kelompok
ataupun perkumpulan, membuat kelompok lain melakukan spekulasi dan
86
pengambilan pendapat secara sepihak. Kejadian saling curiga inilah cikal-
bakal terbentuknya konfllik, apalagi dengan masyarakat yang majemuk,
namun dikuasai oleh beberapa kelompok agama mayoritas, maka dengan
profokatif kelompok mayoritas tersebut bisa bertindak sesuai dengan
keinginan kelompok tersebut tanpa melihat peraturan maupun akibat yang
ditimbulkan dari perilakunya.
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan Asisten Redaktur
Pelaksana Umum, Harian Republika yaitu Bapak Stevy Maradona,
mengatakan, Republika menempatkan Islam sebagai sesuatu yang
universal. Maksudnya adalah, Republika menempatkan Islam yang
universal. Dimana misalnya, ketika pemerintah yang melakukan sebuah
program kerja yang baik, narasumber yang baik itu merupakan sebuah
kebaikan yang harus diberitakan. Republika menempatkan atau
menerapkan nilai-nilai Islami, selain dari dasar-dasar Jurnalisme yang
biasa dilakukan media, Republika juga menuangkan nilai-nilai Islam
tersebut. Misalnya media lain mengangkat isi yang sama, tapi tentu kita
akan berbeda penyikapnya. Republika dengan Koran lain misalnya, itu
akan mungkin berbeda walupun isinya sama. Jurnalisme Islam yang
Universal, Republika juga tidak menyebut dirinya sebagai Jurnalisme
Islam. Pihak Republika lebih menempatkan posisi pada Jurnalisme Islam
yang Universal.
Untuk berita konflik agama, merupakan berita yang sensitive di
republika, karena itu Republika sangat berhati-hati dalam mengemasnya,
87
dan mengambil anglenya. Pihak Republika harus melihat, memapaparkan
terlebih dahulu fakta dan kejadiannya seperti apa. Biasanya yang banyak
terjadi, Republika menerapkan jurnalisme telat. Yang dimaksud jurnalisme
adalah, dimana pihak republika mengirim reporter ke lokasi kejadian.
Setelah itu, mereka (reporter) melakukan wawancara satu per-satu di
lokasi, kasusnya seperti apasih berapa lama, dua minggu misalnya. Jalan
kemudian, republika perintahkan reporter ke lapangan selama dua minggu,
kita harus mendapatkan gambaran yang menyeluruh. Karena kami tahu
jika gambaran yang menyeluruh itulah yang tidak bisa ditangkap oleh
media online menurut penuturannya.
Media ikut berperan dalam pembentukan opini masyarakat, apa
yang ditampilkan media mempengaruhi penilaian masyarakat akan suatu
peristiwa. Media memiliki ideology yang menjadi acuan dari setiap
penulisan berita. Berita diangkat dari sudut pandang yang sesuai dengan
ideology sebuah media.
Republika mengungkapkan diri sebagai Koran komunitas muslim.
Selain menyoroti konflik antar kelompok agama dari sisi kemanusiaan,
Republika juga merasa bertanggung jawab untuk melakukan pembelaan
karena merupakan Koran bagi komunitas Muslim. Penindasan ini
merupakan penindasan Muslim, maka sudah sepatutnya Koran bagi
komunitas muslim, lebih menonjolkan, dan Republika sudah
melakukannya sesuai dengan ideology yang dianutnya.
88
Meskipun banyak data yang menyebutkan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap kelompok
agama minoritas, tetapi konflik ini tetap merupakan konflik internal
Pemerintah. Sehingga untuk penyelesaiannya juga merupakan wewenang
Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat hanya bisa melakukan penekanan
agar pemerintah daerah mengawasi kelompok yang bersifat anarkis dan
menindas, serta melakukan perubahan kebijakan dan memberikan status
yang sama terhadap kelompok minoritas di Indonesia.
Dengan demikian, frame Republika terhadap konflik antaraumat
beragama Islam, merupakan tindakan kekerasan, penindasan, dan
pengusiran terhadap muslim minoritas. Kelompok Merah „Kristen‟ serta
Pemerintah Daerah dan Pusat ditempatkan sebagai pelaku kekerasan dan
muslim ataupun kelompok minoritas sebagai korban kekerasan yang
dilakukan pemerintah dan kelompok merah.
Kekerasan dan penindasan dilakukan karena pemerintah Daerah
tidak mengakui muslim dan kelompok minoritas, sehingga tindakan
tersebut dilakukan sebagai bentuk pengusiran terhadap umat muslim.
Berbagai penawaran penyelesaian konflik yang utama adalah pemberian
status kewarganegaraan yang sama. Karena dengan adanya status
kewargangaraan muslim dan kelompok minoritas bisa mendapatkan
perlindungan dari Negara. Selain itu, permintaan lainnya adalah seluruh
pihak menghentikan kekerasan terhadap muslim dan kelompok agama
minoritas di Indonesia.
89
Dalam terori konstruksi social, realitas adalah hasil dari bentukan
masyarkat. Media memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan
pemikiran masyarakat terhadap peristiwa. Tahap konstruksi social media
massa yang pertama adalah menyiapkan materi konstruksi. Disini redaksi
republika menyiapkan materi konstruksi sesuai visinya. Isu mengenai
konflik muslim dan kelompok minoritas diambil dengan angle sesuai
dengan visi serta ideology Republika. Republika yang mengungkapkan
sebagai Koran komunitas muslim, merasa perlu mengangkat konflik
muslim dan kelompok minoritas karena mereka muslim. Sebenarnya
bukan karena alasan sesama muslim tapi karena adanya pelanggaran HAM
juga. Disini republika menyiapkan berbagai materi untuk dikonstruksi
bahwa terjadi penindasan terhadap muslim etnis minoritas, hal yang belum
tentu dilakukan juga media lain yang tidak berlandaskan islam.
Hal lainnya dalam penyampaian materi konstruksi yaitu
memberikan efek empati serta simpati bagi para pembaca. Konflik muslim
dan kelompok minoritas dikemas dengan kata-kata seperti „penindasan‟
„pembersihan etnis‟ „kekerasan‟ dan sebagainya merupakan salah satu cara
menimbulkan empati dan simpati pembaca yang bisa menaikan rating.
Tahap konstruksi social selanjutnya yaitu tahap sebaran konstruksi
dengan perinsip real time. Selama kurang lebih 10 tahun terakhir, konflik
muslim dan kelompok minoritas di Indonesia memang sedang memanas,
hampir setiap hari harian Republika menyajikan berita mengenai konflik
tersebut. Penyajian berita menimbulkan komunikasi satu arah. Republika
90
menghadirkan narasumber sesuai dengan angle berita yang diambilnya,
seperti Direktur HAM dan kemanusiaan, agar pembaca terkontruksi sesuai
dengan angle republika bahwa terjadi pelaggaran HAM.
Selanjutnya adalah tahap pembentukan Konstruksi Realitas. Disini
pembaca bisa melakukan pilihan apakah membenarkan apa saja yang ada
di media sebagai suatu realitas atau tidak. Seperti yang diungkapkan Ade
Armando dalam bukunya “Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar
Umat Beragama” media pada dasarnya memang tidak pernah menyajikan
realitas apa adanya. Mereka mengedit, menyusun narasi, menonjolkan satu
aspek seraya mengabaikan yang lain.
Dengan demikian disini Republika berusaha mengontruksi bahwa
terjadi pelanggaran HAM dan pembersihan terhadap kelompok muslim
pada kasus Poso. Republika berusaha mengajak masyarakat Indonesia
yang mayoritas juga muslim agar tidak diam melihat pelanggaran HAM
yang terjadi pada muslim yang ada di Poso.
Problem Identification dalam Konflik Antarumat Bergama Islam
di Indonesia pada Harian Republika selama bulan Agustus – Desember
2001 dan di Bulan Desember 2002 antara lain :
Ketua PB Al Khairat, Umar Awal Alamrie, Mengatakan, Jika
kerusuhan Poso yang terjadi disebabkan bukan karena konflik
Politik, melaikan karena konflik agama.
91
Banyaknya jumlah mayat korban kerusuhan poso yang belum
dievakuasi karena berbagai kendala, salah satunya karena
sulitnya medan yang ditempuh oleh team Evakuasi Tim Pencari
Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP).
Menkopolkam, yang akan menyelesiakan konflik di Poso dalam
jangka waktu enam bulan.
Penyebab kerusuhan Poso, yang hingga kini belum jelas
informasi penyebabnya. Bahkan sempat beredar issue, jika
konflik di Poso ada kaitannya dengan jaringan Al-Qaida.
Bila ditarik kesimpulan dari beberapa identifikasi masalah tersebut
bahwa terjadi kerusahan antaraumat Islam dan Kristen di Poso bukan
karena unsur politis, namun karena memang adanya konflik antar
penganut kedua agama tersebut.
Causal Interpretation, atau yang menjadi penyebab atau sumber
masalah antara lain :
Bukti bahwa konflik poso adalah konflik agama, Umar
mengungkap bukti pembunuhan terhadap Hanafi Manganti, di
Desa Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso, pada akhir
Juli lalu.
Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso
(PBKMP) Jabar Salam, memperkirakan, lokasi pembantaian
akan banyak ditemukan di Bukit Bambu, Padang Merauri,
Lembah Kelei, atau Bukit Buyung Katedo yang merupakan
92
tempat ditemukan 13 mayat anak-anak yang dibantai dengan
sadis.
Keterlibatan oknum sipil yang ikut campur dalam konflik
tersebut. Sebaliknya, Menkopolkam, Yudhoyono mengingatkan
untuk mencegah terulangnya bentrokan antarkelompok,
pemerintah akan menindak tegas siapapun yang melakukan
perlawanan dan pembangkangan terhadap niat baik pemerintah
itu.
Sebagai bukti ketidaakjelasan penyebab konflik di poso adalah
pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat
konflik Poso. Hal tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan
tokoh Islam dan DPR.
Moral Evaluation atau nilai moral yang disajikan untuk
menjelaskan masalah antara lain :
Umar juga mengeluhkan sikap anggota DPR/MPR asal
Poso maupun Sulawesi Tengah yang hampir tidak pernah
menyuarakan kesengsaraan masyarakat Poso.
Presiden Megawati, memutuskan sebuah "langkah tegas"
untuk menghentikan konflik di Poso. Langkah itu bisa jadi
dengan menerapkan hukum darurat sipil atau bahkan
darurat militer di Poso.
93
Dunia internasional memang menyoroti kesungguhan
pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik di
daerah, termasuk Poso.
Pemuda dari kalangan sipil, sebelumnya diculik bersama
enam rekannya yang lain saat tengah makan sahur pada 16
Ramadhan 1422 Hijriah, di rumah mereka masing-masing
di desa Toyado. Dua di antara korban penculikan itu yakni
Syarifuddin dan Iwan berhasil meloloskan diri dari
penyanderaan kelompok penculik. Namun seorang lagi
bernama Syuaib Lamaranti (18) sehari kemudian ditemukan
polisi sudah menjadi mayat dan diisi dalam karung setelah
dihanyutkan di Sungai Poso.
Penilaian yang disajikan terhadap penyebab masalah adalah
karena adanya pengacau ataupun provocator yang mempunyai
agenda khusus terhadap konfllik di Poso, selain itu pemerintah
Indonesia yang dinilai lamban dalam menyelesaikan konflik,
menjadi salah satu faktor sehingga semakin banyak korban
berjatuhan. Padahal, PBB sudah memberikan perhatian khusus
terhadap kasus tersebut.
Treatment Recommendation atau penyelesaian yang ditawarkan
untuk mengatasi masalah atau isu adalah :
Menurut Umar, rekonsiliasi dapat dilakukan lewat
pendekatan agama dengan mengedepankan peran pimpinan
94
agama Islam, Kristen, maupun agama lain untuk duduk
bersama.
Dalam Rapat jajaran polkam, Megawati telah menyetujui
langkah operasi pemulihan keamanan terpadu di Poso,
dengan lebih banyak mengerahkan lagi aparat polisi dan
TNI ke wilayah konflik.
Untuk memulihkan keamanan, TNI AD kembali menambah
kekuatan. KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto
mengatakan dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel)
dua hari lalu telah diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon
itu berasal dari batalyon 711 yang berkedudukan di Palu
dan Batalyon 713 dari Gorontalo.
Setelah melakukan operasi pencarian secara tertutup selama
sepekan terakhir, aparat keamanan di Poso kembali
menemukan dua sosok mayat korban penculikan di desa
Toyado, kecamatan Lage.
Banyak desakan agar pemerintah Indonesia memberikan
kebebasan Bergama khususnya bagi kaum muslim di daerah Poso.
Desakan lainnya adalah agar pemerintah Indonesia segera
menghentikan tidakan anarkisme yang terus menerus dilakukan
oleh sejumlah kelompok hingga saat ini.
95
4. Analisis Praktik Jurnalisme Damai Pada Berita Konflik Poso III
Antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika Periode
Agustus 2001 – Agustus 2002
4.1 Republika Tanggal 11 Agustus 2001
Judul : Al Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan Politik
Penempat : Nasional
Ketua PB Al Khairat, Umar Awal Alamrie, mengatakan, setiap pihak
harus jujur dalam melihat konflik Poso, Sulawesi Tengah, agar konflik ini bisa
diatasi. Persoalan Poso tidak bisa tuntas karena selama ini kita tidak jujur
melihat akar persoalannya. Kalau kita jujur, yang terjadi di Poso saat ini
adalah konflik agama, bukan politik. Masalah politik hanya mendompleng
agama.
Selama ini, kata Umar, pemerintah dan aparat keamanan serta
masyarakat pada umumnya melihat konflik Poso murni soal politik atau
kecemburuan kekuasaan. Akibatnya, pendekatan yang dilakukan pun bersifat
politis seperti dilakukannya power sharring.
Latar Belakang Konflik, Pada edisi 11 Agustus 2001 Republika yang
berjudul “Al-Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan Politik” Republika,
menuliskan beritanya mengenai kerusuhan Poso yang terjadi disebabkan
bukan karena konflik Politik, melainkan karena konflik agama. Hal tersebut
berdasarkan hasil wawancaranya dengan Ketua PB Al Khairat, Umar Awal
Alamrie.
96
"Persoalan Poso tidak bisa tuntas karena selama ini kita tidak jujur melihat
akar persoalannya. Kalau kita jujur, yang terjadi di Poso saat ini adalah
konflik agama, bukan politik. Masalah politik hanya mendompleng agama," 18
Pada edisi yang berjudul “Al Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan
Politik” diidentifikasikan bahwa persoalan poso tidak dapat terselesaikan
karena banyak pihak yang menutupi kasus tersebut dan tidak melihat pada
akar persoalan yang terjadi. Bahwa, yang diangkat Republika dalam beritanya,
adalah, konflik poso disebabkan oleh masalah politik, padahal realita yang
terjadi di lapangan adalah konflik agama antarumat Islam dan Kristen yang
menimbulkan banyaknya korban jiwa dari kedua belah pihak yang bertikai.
Mendengarkan Semua Pihak, Sebagai bukti bahwa konflik poso adalah
konflik agama, Umar mengungkap bukti pembunuhan terhadap Hanafi
Manganti, di Desa Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso, pada akhir
Juli lalu. Karyawan PU itu bermaksud mengirimkan bantuan pada saudara-
saudaranya yang Kristen. Namun, karena Hanafi beragama Islam, dan hendak
memberikan bantuan untuk kelompok Kristen, maka terjadilah pembunuhan
pada dirinya.
"Tapi karena dia sendiri Islam, karena beda akidah, maka dia dibunuh,"
tuturnya. 19
18
Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001 19
Kolonel Inf Muchlis Agung, Wakil Ketua DPRD Sulteng, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
97
Peneliti menganalisis dalam point penerapan Jurnalisme Damai,
dalam hal ini, mendengarkan semua pihak, Republika, berusaha mencari
pendapat dari beberapa pihak diantaranya, adalah Ketua PB Al Khairat,
Umar Awal Alamrie, yang meminta agar setiap pihak harus jujur dalam
melihat konflik Poso, Sulawesi Tengah, agar konflik ini bisa diatasi.
Selain itu, Republika juga menghadirkan narasumber lain yaitu, Wakil
Ketua DPRD Sulteng Kolonel Inf Muchlis Agung, mengemukakan
pendapat yang senada dengan Umar. Menurutnya, konflik Poso
merupakan konflik agama. Walaupun, kriteria untuk menghadirkan
narasumber yang bertanggung jawab terhadap konflik tersebut sudah
dimasukan, Namun, dalam konsep keberimbangan, Republika tidak
melakukan hal tersebut. Dimana Republika hanya mengahdirkan satu
pihak sajah dalam beritanya. Mengacu pada teori yang ada, harusnya
Republika bisa menghadirkan atau mendengarkan semua pihak pada kasus
Konflik Poso III antarumat Islam dan Kristen tersebut, agar informasi
yang disampaikan memang bisa menjadi jalan tengah atas konflik yang
sedang berlangsung. Bukan justru, berat dan mengangkat satu pihak saja
sebagai korban.
98
Mengungkapkan Agenda Terselubung, Wakil Ketua DPRD Sulteng Kolonel
Inf Muchlis Agung, mengemukakan pendapat yang senada dengan Umar.
Menurutnya, konflik Poso merupakan konflik agama.
"Konflik ini bukan lagi tindakan kriminal murni seperti pernah diungkap
Komnas HAM beberapa waktu lalu," 20
Umar juga mengeluhkan sikap anggota DPR/MPR asal Poso maupun
Sulawesi Tengah yang hampir tidak pernah menyuarakan kesengsaraan
masyarakat Poso. Ia mengakui, saat ini situasi di Poso sudah relatif aman
namun tetap mencekam. Letupan-letupan masih sering muncul, juga
pembantaian.
Peneliti menganalisis jika Republika, sudah berusaha mengangkat
agenda terselubung, pada kasus Konflik Poso III antarumat Islam dan Kristen,
dimana ditemukannya fakta baru yang berusaha ditampilkan. Hal tersebut
ditulis secara lugas, melalui pernyataan Wakil Ketua DPRD Sulteng Kolonel
Inf Muchlis Agung, mengemukakan pendapat yang senada dengan Umar.
Menurutnya, konflik Poso merupakan konflik agama.
Inisiatif Perdamaian, Menurut Umar, rekonsiliasi dapat dilakukan lewat
pendekatan agama dengan mengedepankan peran pimpinan agama Islam,
Kristen, maupun agama lain untuk duduk bersama.
20
Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
99
"Mereka terutama harus saling menyadarkan karena setiap agama pasti tidak
menginginkan bentrokan, pembunuhan, dan konflik terjadi lebih mengganas,"
21
Dalam rekonsiliasi itu, Umar juga mengingatkan tak terlepas dari
penanganan pengungsi. Masyarakat Poso yang mengungsi di Palu saja
jumlahnya mencapai 30 ribu jiwa. Sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Pengungsi Poso, kata Umar, harus kembali ke tempat tinggal semula.
Pemerintah berkewajiban membangun rumah sederhana untuk mereka
meskipun biayanya cukup besar.
Peneliti menganalisis jika pada tahap, inisiatif perdamaian,
penyelesaian yang ditawarkan pada konflik Poso III seperti yang dimuat di
Republika dengan judul “Al Khairat : Penyebab Konflik Poso Bukan Politik”
Republika, menuliskan, pernyataan yang dikeluarkan oleh PB. Al-Khairat.
Dimana, untuk melakukan rekonsiliasi damai bisa lewat pendekatan agama
dan dengan mengedepankan peran pimpinan agama Islam, Kristen, maupun
agama lain untuk duduk bersama. Selain itu, Republika juga mendesak
pemerintah Poso untuk memberikan jaminan keamanan dari aparat kepada
masyarakat Poso yang mengungsi di Palu dengan jumlah pengungsi mencapai
30 ribu jiwa.
21
Umar Awal Alamrie, Ketua PB Al Khairat, Wawancara, Palu, 11 Agustus 2001
100
TABEL 4.10
Berita : Al Khairat : Konflik Poso Bukan Konflik Politik
NO. TRANSCED MEDIA SERVICE ANALISIS
1. Latar Belakang Konflik Republika dalam beritanya,
menuliskan, bahwa latar
belakang, konflik poso
disebabkan oleh konflik agama
antarumat Islam dan Kristen
yang menimbulkan banyaknya
korban jiwa dari kedua belah
pihak yang bertikai.
2. Mendengarkan Semua Pihak Republika, berusaha mencari
pendapat dari beberapa pihak
diantaranya, adalah Ketua PB Al
Khairat, Umar Awal Alamrie,
dan Wakil Ketua DPRD Sulteng
Kolonel Inf Muchlis Agung.
3. Mengungkapkan Agenda Terselubung Republika, sudah berusaha
mengangkat agenda terselubung,
pada kasus Konflik Poso III
antarumat Islam dan Kristen,
dimana ditemukannya fakta baru
yang berusaha ditampilkan. Hal
tersebut ditulis secara lugas,
melalui pernyataan Wakil Ketua
DPRD Sulteng Kolonel Inf
Muchlis Agung, mengemukakan
pendapat yang senada dengan
Umar. Menurutnya, konflik Poso
merupakan konflik agama.
4. Inisiatif Perdamaian Republika, menuliskan,
pernyataan yang dikeluarkan
oleh PB. Al-Khairat. Dimana,
untuk melakukan rekonsiliasi
damai bisa lewat pendekatan
agama dan dengan
mengedepankan peran pimpinan
agama Islam, Kristen, maupun
agama lain untuk duduk
bersama. Selain itu, Republika
juga mendesak pemerintah Poso
untuk memberikan jaminan
keamanan dari aparat kepada
101
masyarakat Poso yang
mengungsi di Palu dengan
jumlah pengungsi mencapai 30
ribu jiwa.
4.2 Republika Tanggal 14 Agustus 2001
Judul : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi
Rubrik : Nasional
Ribuan warga Muslim korban konflik horisontal bernuansa SARA di
Poso, Sulawesi Tengah, belum berhasil dievakuasi. Menurut ketua Tim
Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam,
faktor dana dan tempat pembantaian umat Islam yang masih dikuasai
kelompok Kristen merupakan kendalanya. Selama ini, lanjut Jabar, tim baru
berhasil menemukan banyak mayat yang sebagian besar tidak utuh.
Latar Belakang Konflik, Pada edisi 14 Agustus 2001 Republika yang
berjudul “Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi” Republika,
menuliskan beritanya mengenai banyaknya jumlah mayat korban kerusuhan
poso yang belum dievakuasi karena berbagai kendala, salah satunya karena
sulitnya medan yang ditempuh oleh team Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban
Muslim Poso (PBKMP).
102
"Kita sudah mengetahui beberapa titik lokasi pembantaian. Tapi karena
lokasinya masih dikuasai Kelompok Merah maka kita belum bisa melakukan
evakuasi," 22
Pada edisi yang berjudul “Ribuan Korban Konflik Poso Belum
Dievakuasi” diidentifikasikan bahwa Republika menuliskan latar belakang
berita seputar hambatan yang muncul dalam persoalan kasus konflik Poso III
pada proses evakuasi korban. Hal tersebut diperjelas dengan, pernyataan yang
dikeluarkan oleh team Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso
(PBKMP) soal sulitnya medan yang ditempuh. Disini, peneliti menganalisis
bahwa Republika hanya latar belakang, berita seputar kesulitan yang dihadapi
dari sisi umat Islam saja. Karena pada berita tersebut, tidak ditampilkan latar
belakang dari sudut pandang lain soal kesulitan yang dialami selama konflik
berlangsung, terutama soal evakuasi korban. Padahal, dalam kasus tersebut
tidak hanya kelompok Muslim saja yang menjadi korban, pihak Kristen pun
demikian, hanya saja dalam berita tersebut, Republika hanya menampilakan
pada satu sudut pandang sajah yaitu umat Islam.
Mendengarkan Semua Pihak, Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti
Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam, memperkirakan, lokasi
pembantaian akan banyak ditemukan di Bukit Bambu, Padang Merauri,
Lembah Kelei, atau Bukit Buyung Katedo yang merupakan tempat ditemukan
13 mayat anak-anak yang dibantai dengan sadis. Memang, lanjut Jabar, belum
22
Jabar Salam, Ketua Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), Wawancara,
Poso, 14 Agustus 2001
103
diperoleh data yang pasti mengenai jumlah korban konflik Poso dari pihak
Muslim.
"Dari catatan yang ada sekitar 800 orang,"23
Peneliti menganalisis pada point penerapan Jurnalisme Damai, dalam
hal ini, mendengarkan semua pihak, Republika, berusaha mencari pendapat
dari beberapa pihak diantaranya, adalah ketua Tim Evakuasi Tim Pencari
Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam. Disini Republika justru
menuliskan kalimat yang justru bisa menimbulkan konflik baru, dimana
Republika menuliskan bahwa faktor dana dan tempat pembantaian umat Islam
yang masih dikuasai kelompok Kristen merupakan kendala dari proses
evakuasi korban Konflik Poso III. Padahal dalam berita yang sama Republika
tidak berusaha mencari narasumber lain, untuk melakukan konfirmasi, apakah
benar jika tempat pembantaian umat Islam dikuasai oleh umat Kristen di Poso.
Mengungkapkan Agenda Terselubung, Republika menuliskan pernyataan
dari Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP)
Jabar Salam, dimana umat Kristen harus mengakui secara terbuka bahwa
mereka yang melakukan pembantaian; umat Kristen harus menunjukkan
tempat-tempat atau lokasi pembantaian; dan mereka harus meminta maaf
secara resmi kepada umat Islam.
23
Jabar Salam, Ketua Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP), Wawancara,
Poso, 14 Agustus 2001
104
"Umat Kristen harus mengakui secara terbuka bahwa mereka yang
melakukan pembantaian; umat Kristen harus menunjukkan tempat-tempat
atau lokasi pembantaian; dan mereka harus meminta maaf secara resmi
kepada umat Islam."
Peneliti menganalisis jika Republika, sudah berusaha mengangkat
agenda terselubung, pada kasus Konflik Poso III antarumat Islam dan Kristen,
dimana dituliskan pernyataan Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban
Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam, dimana umat Kristen harus mengakui
secara terbuka bahwa mereka yang melakukan pembantaian; umat Kristen
harus menunjukkan tempat-tempat atau lokasi pembantaian; dan mereka harus
meminta maaf secara resmi kepada umat Islam.
Inisiatif Perdamaian, Melihat jumlah korban yang cukup banyak, Jabar
mengungkapkan akan sangat sulit melakukan rekonsiliasi di Poso sebelum
umat Kristen memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan umat Islam.
“Akan sangat sulit melakukan rekonsiliasi di Poso sebelum umat Kristen
memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan umat Islam”
Peneliti menganalisis jika Republika tidak menuliskan berita soal
inisiatif penyelesaian pada konflik Poso III di berita tersebut, Republika
sebaliknya malah menuliskan pernyataan Ketua Tim Evakuasi Tim Pencari
105
Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam, yang menyatakan bahwa,
akan sangat sulit melakukan rekonsiliasi di Poso sebelum umat Kristen
memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan umat Islam.
TABEL 4.11
Berita : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi
NO. TRANSCED MEDIA SERVICE ANALISIS
1. Latar Belakang Konflik Republika menuliskan latar
belakang berita seputar
hambatan yang muncul dalam
persoalan kasus konflik Poso III
pada proses evakuasi korban.
2. Mendengarkan Semua Pihak Republika, berusaha mencari
pendapat dari beberapa pihak
diantaranya, adalah ketua Tim
Evakuasi Tim Pencari Bukti
Korban Muslim Poso (PBKMP)
Jabar Salam.
3. Mengungkapkan Agenda Terselubung Republika, sudah berusaha
mengangkat agenda terselubung,
pada kasus Konflik Poso III
antarumat Islam dan Kristen,
dimana dituliskan pernyataan
Ketua Tim Evakuasi Tim
Pencari Bukti Korban Muslim
Poso (PBKMP) Jabar Salam,
dimana umat Kristen harus
mengakui secara terbuka bahwa
mereka yang melakukan
pembantaian; umat Kristen harus
menunjukkan tempat-tempat
atau lokasi pembantaian; dan
mereka harus meminta maaf
secara resmi kepada umat Islam.
4. Inisiatif Perdamaian Republika tidak menuliskan
berita soal inisiatif penyelesaian
pada konflik Poso III di berita
tersebut, Republika sebaliknya
106
malah menuliskan pernyataan
Ketua Tim Evakuasi Tim
Pencari Bukti Korban Muslim
Poso (PBKMP) Jabar Salam,
yang menyatakan bahwa, akan
sangat sulit melakukan
rekonsiliasi di Poso sebelum
umat Kristen memenuhi
beberapa persyaratan yang
diajukan umat Islam.
4.3 Republika Tanggal 14 Agustus 2001
Judul : Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam 6 Bulan
Penempat : Nasional
Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan operasi
pemulihan keamanan di daerah konflik Poso dalam tempo enam bulan. Hal
tersebut disampaikan, usai mengunjungi daerah konflik di Poso, Yudhoyono
mengatakan untuk meyelesaikan konflik komunal di Kabupaten Poso,
Sulawesi Tengah, pemerintah akan melakukan tiga hal yakni; pemulihan
keamanan, penegakkan hukum, serta rehabilitasi sosial/fisik.
Khusus pemulihan keamanan, kata Yudhoyono, dalam operasinya,
aparat keamanan tetap berdasarkan pada prosedur dan mekanisme yang diatur
dalam perundang-undangan.
Latar Belakang Konflik, Pada edisi 07 Desember 2001 Republika yang
berjudul “Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam Enam Bulan” Republika,
menuliskan beritanya mengenai janji Menkpolkam, yang akan menyelesiakan
konflik di Poso dalam jangka waktu enam bulan.
107
"Dalam tempo enam bulan ke depan kondisi keamanannya sudah pulih
kembali," tutur Yudhoyono saat berdialog dengan para tokoh masyarakat di
Palu, “ 24
Pada edisi yang berjudul “Konflik Poso Akan Diselesaikan Dalam 6
Bulan” diidentifikasikan bahwa Republika menuliskan latar belakang berita
tentang janji Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono, yang akan
memberikan penyelesaian atas Konflik Poso yang sudah berlangsung selama
beberapa jilid, dan belum ada penyelesaian pasti atas permasalahan tersebut.
Peneliti menganalisis adanya usaha dari Harian Umum Republika, untuk
menjembatani konflik yang sedang berlangsung di Poso. Karena, Republika
menuliskan latar belakang, yang mengarah pada unsur jalan tengah atas
konflik yang terjadi melalui berita yang dituliskan.
Mendengarkan Semua Pihak, Republika menuliskan, pernyataan dari Tokoh
ulama Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH Nur Muhammad Iskandar SQ mendesak
pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk tidak menciptakan kegelisahan
baru di tengah-tengah masyarakat dengan memberi informasi yang belum
jelas. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah dengan disebut-
sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso.
Selain itu, Republika pada edisi tersebut juga menuliskan pernyataan
Anggota DPR dari dari Fraksi PPP H Rusdy Hamka yang menilai pernyataan
24
Susilo Bambang Yudhoyono, Menkopolkam, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
108
Hendropriyono, seputar keterlibatan jaringan Al-Qaidah pada konflik Poso,
membuktikan bahwa umat Islam Indonesia masih dihinggapi Islamophoby.
“Pernyataan tentang keterlibatan radikal Islam di Poso merupakan bukti
masih adanya pejabat yang dihinggapi phoby,”25
Peneliti menganalisis pada point penerapan Jurnalisme Damai, dalam
hal ini, mendengarkan semua pihak, Republika, berusaha mencari pendapat
dari beberapa pihak diantaranya, adalah dari Tokoh ulama Nahdlatul Ulama
(NU) Dr KH Nur Muhammad Iskandar SQ. Dalam edisi ini juga, Republika
juga menghadirkan pernyataan dari Anggota DPR dari Fraksi PPP yaitu H
Rusdy Hamka, Republika terkesan hanya mendengarkan pihak umat Islam
saja pada kasus Konflik Poso III pada edisi tersebut. Dimana, narasumber dan
pernyataan yang dimuat pada edisi tersebut, kebayakan berisi seputar tuntutan
terhadap perlindungan umat Islam di Poso, padahal pada konflik tersebut,
harusnya Republika juga bisa mengahadirkan narasumber dari pihak umat
Kristen, untuk menyuarakan tuntutannya pada kasus konflik tersebut, agar
berita yang disajikan berimbang dan tidak menyebabkan konflik baru serta ada
kesan keberpihakan untuk pihak lain saat membaca berita tersebut.
Mengungkapkan Agenda Terselubung, Republika menuliskan pernyataan
dari yang sempat diucapkan oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat konflik Poso.
Pernyataan tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan tokoh Islam dan
25
H Rusdy Hamka, Anggota DPRD dari Fraksi PPP, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
109
DPR. Walaupun, belakangan, Hendro membantah sendiri ucapannya tersebut,
soal keterlibatan Al Qaidah itu. Selain itu, Republika juga menuliskan, adanya
pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum anggota TNI yang tengah
ditugaskan mengamankan kontak senjata antara kedua kelompok bertikai di
desa Sepe dan Silanca.
“Pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum anggota TNI yang tengah
ditugaskan mengamankan kontak senjata antara kedua kelompok bertikai di
desa Sepe dan Silanca (tetanga Toyado), seorang di antaranya berinisial
Serda Lks.”
Peneliti menganalisis jika Republika, sudah berusaha mengangkat agenda
terselubung, pada kasus Konflik Poso III antarumat Islam dan Kristen, dimana
dituliskan pernyataan dari Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono, yang menyatakan bahwa adanya jaringan Al-Qaidah pada
kasus Konflik Poso III. Selain itu, Republika juga menyampaikan fakta baru
berupa adanya pelaku penculikan baru, yang disebut-sebut beberapa oknum
anggota TNI yang tengah ditugaskan mengamankan kontak senjata antara
kedua kelompok bertikai di desa Sepe dan Silanca.
Inisiatif Perdamaian, Untuk memulihkan keamanan, TNI AD kembali
menambah kekuatan. KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto mengatakan
dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel) dua hari lalu telah
110
diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon itu berasal dari batalyon 711 yang
berkedudukan di Palu dan Batalyon 713 dari Gorontalo.
"Dalam kaitan dengan perkembangan sekarang, memang sudah ada perintah
dari panglima untuk mengerahkan kembali dua batalyon," 26
Peneliti menganalisis jika inisatif penyelesaian yang ditawarkan pada
konflik Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Konflik Poso
Akan Diselesaikan Dalam Enam Bulan” diidentifikasikan berdasarkan berita
yang dituliskan, bahwa ada dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel)
yang telah diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon itu berasal dari batalyon 711
yang berkedudukan di Palu dan Batalyon 713 dari Gorontalo. Selain itu
pemerintah bekerjasama dengan TNI berencana menurunkan tim khusus untuk
menyelidiki keterlibatan anggota TNI dalam kasus penculikan delapan warga
muslim di desa Toyado. Namun, kembali Republika, dalam berita tersebut,
hanya menuliskan tuntutan warga muslim, seperti yang diinginkan oleh,
Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Zaenal Ishak berjanji akan
merazia senjata dan memulangkan para pendatang. Untuk merazia senjata,
Polda Sulteng telah menyiapkan empat batalyon satuan TNI-Polri dan satu
batalyon pasukan pemukul TNI. Disini, Republika kembali tidak menuliskan
tuntutan dan keiinginan dari pihak umat Kristen yang juga terlibat dan
dirugikan pada kasus konflik Poso III.
26
Endriartono Sutarto, KSAD Jendral TNI, Wawancara, Poso, 07 Desember 2001
111
TABEL 4.12
Berita : Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi
NO. TRANSCED MEDIA SERVICE ANALISIS
1. Latar Belakang Konflik Republika menuliskan latar
belakang berita tentang janji
Menkopolkam Susilo Bambang
Yudhoyono, yang akan
memberikan penyelesaian atas
Konflik Poso yang sudah
berlangsung selama beberapa
jilid, dan belum ada
penyelesaian pasti atas
permasalahan tersebut.
2. Mendengarkan Semua Pihak Republika, berusaha mencari
pendapat dari beberapa pihak
diantaranya, adalah
Menkopolkam, Susilo Bambang
Yudhoyono.
3. Mengungkapkan Agenda Terselubung Republika menuliskan
pernyataan dari Kapolda
Sulawesi Tengah (Sulteng)
Brigjen Zaenal Ishak yang
berjanji akan merazia senjata
dan memulangkan para
pendatang.
4. Inisiatif Perdamaian Republika, menuliskan untuk
inisiatif perdamaian, TNI
mengirimkan dua batalyon
pasukan (sekitar 1.600 personel)
yang telah diberangkatkan ke
Poso. Dua batalyon itu berasal
dari batalyon 711 yang
berkedudukan di Palu dan
Batalyon 713 dari Gorontalo.
Selain itu pemerintah
bekerjasama dengan TNI
berencana menurunkan tim
khusus untuk menyelidiki
keterlibatan anggota TNI dalam
kasus penculikan delapan warga
muslim di desa Toyado.
112
4.4 Republika Tanggal 18 Desember 2001
Judul : Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso
Rubrik : Nasional
Tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH Nur Muhammad Iskandar
SQ mendesak pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk tidak
menciptakan kegelisahan baru di tengah-tengah masyarakat dengan memberi
informasi yang belum jelas. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah
dengan disebut-sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso.
Latar Belakang Konflik, Pada edisi 18 Desember 2001 yang berjudul “Konfik
Poso Umat Islam Jangan Dirugikan” Republika, menuliskan beritanya
mengenai latar belakang kerusuhan Poso, yang hingga kini belum jelas
informasi penyebabnya. Bahkan sempat beredar issue, jika konflik di Poso ada
kaitannya dengan jaringan Al-Qaida.
"Saya berharap umat Islam jangan dijadikan korban. Saya juga berharap
tentara hati-hati. Jangan bermain api seperti dulu lagi. Artinya menjadikan
umat mayoritas bukan sebagai musuh, jangan. Justru jadikan umat mayoritas
sebagai patner," 27
Pada edisi yang berjudul “Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik
Poso” diidentifikasikan bahwa Republika menuliskan latar belakang, belum
selesainya konflik di Poso akibat, informasi yang belum jelas terkait penyebab
27
Dr KH Nur Muhammad Iskandar SQ, Tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU), Wawancara, Poso,
18 Desember 2001
113
konflik. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah dengan disebut-
sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso. Peneliti
menganalisis disini, Republika secara tegas berusaha meyakinkan kepada
pembaca bahwa pemerintah haruslah memberikan perlindungan khusus
terhadap umat Islam pada kasus Poso III, dan tidak memberikan informasi
yang belum jelas terkait penyebab konflik, termasuk soal keterlibatan jaringan
Al-Qaidah.
Mendengarkan Semua Pihak, Sebagai bukti ketidaakjelasan penyebab
konflik di poso adalah pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat konflik Poso. Hal
tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan tokoh Islam dan DPR.
Belakangan, Hendro membantah sendiri ucapannya, soal keterlibatan Al
Qaidah tersebut.
"Pernyataan tentang keterlibatan radikal Islam di Poso merupakan bukti
masih adanya pejabat yang dihinggapi phoby," 28
Peneliti menganalisis jika ketidak jelasan informasi seputar penyebab
konflik Poso seperti yang dimuat di Republika dengan judul “Jangan Rugikan
Umat Islam Dalam Konflik Poso” adalah akibat adanya pernyataan Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono yang menuding jaringan Al
28
H Rusdy Hamka, Anggota DPR dari dari Fraksi PPP, Wawancara, Poso, 18 Desember 2001
114
Qaidah terlibat konflik Poso. Hal tersebut, menimbulkan kecaman di kalangan
tokoh Islam dan DPR. Peneliti, menganalisis dalam berita tersebut, Republika
berusaha menampilkan realita dan opini yang disampaikan oleh berbagai
pihak secara detai. Namun, dalam situasi konflik, berita seperti ini, bisa makin
menimbulkan ketakutan kepada masyarakat Poso. Sebab, dalam berita tersebut
Republika justru secara gambalang manampikan pernyataan, pernyataan
kontroversial seputar penyebab konflik Poso III.
Mengungkapkan Agenda Terselubung, Republika, menungkapkan adanya
agenda terselubung lewat pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
AM Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat konflik Poso.
Walaupun setelah itu, menimbulkan kecaman di kalangan tokoh Islam dan
DPR. Selain itu, adanya pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum
anggota TNI yang tengah ditugaskan mengamankan kontak senjata antara
kedua kelompok bertikai di desa Sepe dan Silanca.
“Pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum anggota TNI yang tengah
ditugaskan mengamankan kontak senjata antara kedua kelompok bertikai di
desa Sepe dan Silanca (tetanga Toyado). Seorang di antaranya berinisial
Serda Lks”
Peneliti menganalisis jika adanya agenda terselubung, dibalik berita
tersebut adalah, Republika berusaha menyampaikan bahwa adanya oknum
TNI yang terlibat pada kasus penculikan di desa Sape dan Silanca dengan
korban umat Islam. Disini, peneliti juga menganalisis, bahwa Republika justru
115
semakin mendorong dan memposisikan umat Islam makin dirugikan atas
konflik tersebut. Padahal, seharusnya Republika bisa menampilkan data
dengan jelas dan detail terkait temuan korban penculikan dan mayat yang
ditemukan di Sungai Poso tersebut, agar tidak muncul spekulasi maupun
adanya pihak ataupun kelompok yang merasa dirugikan di kasus tersebut.
Inisiatif Perdamaian, Setelah melakukan operasi pencarian secara tertutup
selama sepekan terakhir, aparat keamanan di Poso kembali menemukan dua
sosok mayat korban penculikan di desa Toyado, kecamatan Lage.
"Mayat warga sipil yang teridentifikasi bernama Imran dan Latif itu
ditemukan petugas di desa Tagolu (8 km arah selatan kota Poso) pada Ahad
petang (16/12)," 29
Peneliti menganalisis jika belum ada inisatif perdamaian yang
ditawarkan pada konflik Poso III seperti yang dimuat di Republika dengan
judul “Konflik Poso Jangan Rugikan Umat Islam” diidentifikasikan
berdasarkan berita yang dituliskan. Republika hanya menuliskan penemuan-
penemuan korban, itupun Republika mengklaim bahwa korban tersebut
berasal dari kelomopok umat Islam. Republika, dalam berita tersebut, hanya
berusaha memberikan penegasan bahwa umat Islam-lah yang menjadi korban.
Selain itu, jangan kaitkan konflik di Poso dengan kelompok Al-Qaidah.
Republika tidak berusaha memberikan solusi sebagai media, hanya
29
Muhammad Iqbal, Warga Poso, Wawancara, Poso, 18 Desember 2001
116
menampilkan sisi-sisi kerugian yang ditimbulkan pasca konflik Poso III,
terutama yang menipa umat Islam.
TABEL 4.13
Berita : Jangan Rugikan Umat Islam Dalam Konflik Poso
NO. TRANSCED MEDIA SERVICE ANALISIS
1. Latar Belakang Konflik Republika, menuliskan beritanya
mengenai latar belakang
kerusuhan Poso, adalah akibat
informasi yang belum jelas.
Bahkan sempat beredar issue,
jika konflik di Poso ada
kaitannya dengan jaringan Al-
Qaida.
2. Mendengarkan Semua Pihak Republika menuliskan
pernyataan dari Tokoh ulama
Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH
Nur Muhammad Iskandar SQ,
mendesak pemerintah,
khususnya aparat keamanan,
untuk tidak menciptakan
kegelisahan baru di tengah-
tengah masyarakat dengan
memberi informasi yang belum
jelas.
3. Mengungkapkan Agenda Terselubung Republika berusaha
menyampaikan bahwa adanya
oknum TNI yang terlibat pada
kasus penculikan di desa Sape
dan Silanca dengan korban umat
Islam.
4. Inisiatif Perdamaian Republika belum menuliskan
inisiatif damai pada konflik
tersebut, Republika hanya
menuliskan penemuan-
penemuan korban, itupun
Republika mengklaim bahwa
korban tersebut berasal dari
kelomopok umat Islam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai “Praktik
Jurnalisme Damai dan Analisis Framing Robert Ethmen pada berita Konflik
Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika” dapat
ditarik kesimpulan serta jawaban dari rumusan masalah penelitian pada BAB
I. Dari hasil analisis tersebut peneliti akan menjelaskan hasil penemuan
berdasarkan kondisi yang sebenarnya sesuai dengan analisis data dan teori
yang digunakan pada penelitian. Secara garis besar penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Pada praktik, pembingkaian dari empat berita seputar Konflik Poso
III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum Republika. Republika
selalu menampilkan tuntutan dari pihak umat Islam dengan porsi lebih besar
dibandingkan dengan umat Kristen. Dimana, dari empat berita tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa frame Republika selalu menempatkan umat
Islam sebagai korban dari konflik tersebut. Hal tersebut di dukung dengan
narasumber yang dihadirkan pada tiga berita tersebut, lebih banyak
menampilkan dari sisi umat Islam saja. Hanya ada satu berita dimana
Republika menuliskan tuntutan dari pihak umat Kristen, itupun tidak
dituliskan secara lengkap tuntutanya tersebut. Berbeda dengan pihak Islam,
yang secara lengkap dijabarkan jumlah korban yang jatuh akibat konflik,
hingga tuntutan yang dihadirkan untuk mencapai rekonsiliasi damai.
117
118
Sedangkan, pada Pada praktik, Jurnalisme Damai dari empat berita
seputar Konflik Poso III antaraumat Islam dan Kristen di Harian Umum
Republika, Maka terjawab bahwa penerapan Jurnalisme Damai belum
diterapkan pada Harian Umum Republika karena beberapa kesimpulan
analisis, sebagai berikut :
1. Pada oreintasi perdamaian, Republika mendefinisikan konflik
antarumat Islam dan Kristen di Kasus Poso III sebagai masalah
SARA yang kemudian melebar ke arah konflik antara penindasan
dan pelanggaran HAM. Fokus pemberitaan Republika berusaha
menyampaikan konflik ini merupakan sesuatu yang sistematis dan
terorganisir bukan bentuk balas dendam. Selain itu Republika
lebih menampilkan frame dari pihak Kristen-lah yang harus
bertanggung jawab atas tiap kerusuhan dan konflik, dimana
penyebutan ‘Kelompok Merah’ beberapa kali dituliskan dalam
berita Konflik di Poso.
2. Pada orientasi kebenaran dan masyarakat, pemilihan diksi
Republika cenderung membela suatu kelompok atau komunitas
yang menjadi target pasaran mereka. Republika mengemas berita
konflik antarumat Islam dan Kristen pada kasus Poso III sebagai
tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia. Frame
republika memposisikan kelompok agama lain dan pemerintah
Indonesia sebagai pihak yang tidak bertanggung jawab dan cenderung
masif dalam penanganan konflik yang terjadi, khususnya konflik
119
yang mengatasnamakan agama.
3. Pada orientasi penyelesaian, Republika memberitakan bahwa
terjadi penekanan dari beberapa ormas maupun kelompok agama
Kristen pada kasus Poso III, Republika dalam empat berita yang
peneliti analisis, selalu berusaha menyampaikan tuntutan dari
umat Islam kepada Negara untuk mengambil sikap tegas dan
mengakhiri tiap konflik yang terjadi di Indonesia dengan arif agar
tidak terulang kejadian yang sama di tahun-tahun berikutnya.
Meskipun tidak semua dari orientasi jurnalisme damai
diterapkan pada Republika, seperti opini subyektif, penyebutan
nama tokoh konflik dan menampilkan kerugian konflik. Secara
garis besar Republika memang belum menerapkan prinsip
jurnalisme damai dengan enam hal penting, yaitu: memberitakan
pernyataan bias dimana kelompok muslimlah yang paling
menderita dari kasus konflik Poso III, tidak fokus pada tersangka
dibalik kasus Poso yang terulang dalam beberapa dekade, hanya
fokus pada jumlah korban dan kerugian yang harus diterima oleh
kelompok dari kalangan muslim di Poso.
B. Saran
Setelah membaca dan menganalisis 4 berita Republika, maka peneliti
berkeinginan memberi saran-saran sebagai berikut
120
1. Untuk Media
Diharapkan media mampu memberikan pengarahan atau
pelatihan bagi praktisinya yang hendak terjun ke medan konflik, terutama
isu SARA. Karena isu SARA ini sangat sensitif jika pemahaman,
kepandaian, sikap kritis dan rasa empati jurnalis rendah. Dalam konflik,
jurnalis harus berada pada posisi tengah dan tidak mudah menerima segala
sumber berita tanpa chek dan richek terlebih dahulu. Jurnalis konflik harus
mampu bersikap kritis dan berfikir betapa tidak ada manfaatnya konflik
yang sedang berlangsung. Rasa empati jurnalis harus ditanamkan untuk
mengusahakan inisiatif perdamaian pada konflik. Jurnalis tidak boleh
memposisikan konflik sebagai lahan berita untuk memenuhi kejar target
dalam deadline atau kepentingan pasar.
2. Untuk Pembaca Berita
Untuk pembaca berita diharapkan mampu bersikap kritis dan
menelaah kalimat-kalimat berita. Pembaca berita tidak boleh mudah
terprovokasi akibat pemberitaan yang tidak seimbang, provokatif dan
memihak. Karena setiap laporan berita dari media, mempunyai misi
tersendiri yang dikonstruk dalam suatu frame berita.
3. Untuk Penelitian Selanjutnya
Peneliti menyadari ada banyak kekurangan dari hasil
penelitian ini, maka peneliti menyarankan kepada penelitian selanjutnya
untuk mengambil contoh kasus lain atau media lain untuk melihat seberapa
121
besar penerapan jurnalisme damai itu diterapkan, selain itu metode analisis
framing yang dipakai dalam penelitian ini merupakan analisis framing
yang peneliti ambil dari buku Eriyanto bukan langsung dari Robert N
Entman, dan beberapa buku Jurnalisme Damai diambil dari Iswandi
Syahputra, Simon Cottle, Eni Setiati, dan J Anto. Peneliti belum berhasil
menemukan pemikiran langsung yang ditulis oleh Johan Galtung atau
Robert N Entman.
122
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, Ana Nadhya, Bila Fenomena Jurnalisme Direfleksikan, Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1997
Armando, Ade, dkk. Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antarumat Beragama,
Jakarta : Center for Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Berger, Petter L dan Luckman, Thomas, Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Jakarta :
LP3ES, cet ke-9.
Bisri, Cik Hasan, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi
(Bidang Ilmu Agama Islam), Pamulang : LOGOS Wacana Ilmu, 1999 cet ke-2
Bungin, Burhan, Konstruksi Sosial Media Massa ; Kekuataan Pengaruh Media
Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L.
Berger dan Thomas Luckman, Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2008
Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Masyarakat.
Jakarta : kencana, 2007
Company profile Harian Republika
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT
Citra Aditya Bakti, 2003.
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta :
LKis Pelangi Aksara, 2008, cet ke-5
Harian Umum Republika
123
Kusumaningrat, Hikmat & Kusumaningrat, Purnama, Jurnalistik, Teori dan
Praktik, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006, cet ke-dua.
Mulyadi Saputra, “Asumsi Dasar Teori Konstruksi Sosial”, artikel diakses pada 20
Juli 2017 dari terinspirasikomunikasi.blogspot.com
Morissan, Teori Komunikasi Massa, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
Sumandiria, Haris, Jurnalistik Indonesia, Bandung:Simbiosa Rekatama Media,
2006 cey.ke-2
Santana, Septiawan, Jurnalisme Kontmporer, Jakarta :Yayasa Obor Indonesia,
2005
Sejarah Harian Umum Republika
Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh
kalangan komunitas muslim bagi publik di Indonesia. Harian umum
Republika diterbitkan atas kehendak mewujudkan media massa yang
mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas, yaitu bangsa
yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain di dunia, memegang nilai –
nilai spritualitas dengan wujud pancasila sebagai filsafat bangsa, serta
memiliki arah gerak seperti digariskan UUD 1945.
Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan
umat Islam, khususnya para wartawan profesional muda yang
dipimpin oleh mantan wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah
menempuh berbagai langkah sesuai dengan tujuan, cita –cita dan program
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dibentuk pada 5
Desember 1990. Salah satu program ICMI yang disebarkan ke seluruh
Indonesia, antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program
peningkatan 5K, yaitu Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kulitas Kerja,
Kualitas Karya, dan Kualitas Pikir. Pada saat itu ICMI yang diketuai oleh
BJ Habibie dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin
penerbitan yang memungkinkan upaya-upaya tersebut dapat berbuah.
Untuk mewujudkan cita – cita, dan program ICMI diatas, beberapa
tokoh pemerintah dan masyarakat yang berdedikasi dan berkomitmen pada
pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia yang beragama islam,
membentuk yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992. Yayasan ini
kemudian menyusun 3 program utamanya, yaitu pengembangan
Islamic center, pengembangan CIDES (Center for Information and
Development Studies), dan penerbitan Harian Umum Republika.
Koran Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993 di bawah bendera
perusahaan PT Abdi Bangsa, setelah BJ Habibie tak lagi menjadi presiden
dan seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham
mayoritas PT Abdi Bangsa. Pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48
orang yang terdiri dari beberapa menteri, pejabat tinggi negara,
cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha. Mereka antara lain Ir. Drs.
Ginanjar Kartasasmita, H. Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu
Tien Soeharto, Presiden Soeharto berperan sebagai pelindung Yayasan dan
Prof. Dr. Ing B.J Habibie yang juga menjabat sebagai ketua ICMI dipercaya
sebagai Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Negara.
Untuk mewujudkan programnya menerbitkan sebuah koran harian,
pada tanggal 28 November 1992 Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT.
Abdi Bangsa melalui proses Yayasan kemudian memperoleh SIUP (Surat
Izin Usaha Penerbitan Pers) dari Departemen Penerangan Indonesia, sebagai
modal awal penerbitan Harian Umum Republika. SIUP itu bernomor
283/SK/MENPEN//SIUPP/A.7/1992 tertanggal 19 Desember 1992.
Nama Republika sendiri berasal dari ide Presiden Soeharto yang
disampaikan saat beberapa pengurus ICMI pusat menghadap padanya untuk
menyampaikan rencana peluncuran harian umum tersebut. Sebelumnya
koran ini akan diberi nama “Republik”.
PT. Abdi Bangsa didirikan pada 20 November 1992 di Jakarta.
Perusahaan yang berada di bawah Yayasan Abdi Bangsa ini begerak dalam
bidang usaha penerbitan dan percetakan pers. Pengelolaan perseroan
dilakukan oleh Direksi di bawah Dewan Komisaris yang anggotanya dipilih
oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Direksi dalam mengelola Perseroan
dibantu oleh Pembina Manajemen. PT. Abdi Bangsa dalam upaya
penggalian dana untuk pengembangan ushanya, melakukan penjualan
saham kepada masyarakat tampaknya akan menjadi perusahaan terbesar di
dunia dalam konteks jumlah pemilikan saham.
Penjualan saham PT. Abdi Bangsa sangat unik, satu lembar saham
hanya boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2.9 juta
lembar saham kepada masyarakat, berarti PT. Abdi Bangsa akan dimiliki
oleh 2.9 juta kepala keluarga atau pemegang saham.
Pada akhir 2000 mayoritas saham koran ini dimiliki oleh kelompok Mahaka
Media, yang mayoritas sahamnya dikuasai oleh keluarga Erick Tohir. PT
Abdi Bangsa selanjutnya menjadi perusahaan induk, dan Republika berada
di bawah bendera PT Republika Media Mandiri, salah satu anak perusahaan
PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera Mahaka Media, kelompok ini juga
menerbitkan Majalah Golf Digest Indonesia, Majalah Parents Indonesia,
stasiun radio Jak FM, radio Gen FM, Delta FM, FeMale Radio, Prambors,
Jak tv, dan Alif TV. Walau berganti kepemilikan, Republika tak mengalami
perubahan visi maupun misi. Namun harus diakui, ada perbedaan gaya
dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan bisnis dan independensi
Republika menjadi lebih kuat. Karena itu, secara bisnis, koran ini terus
berkembang. Republika menjadi makin profesional dan matang sebagai
koran nasional untuk komunitas muslim. Direktur utama Republika saat ini
adalah Erick Tohir yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Televisi
Swasta Indonesia (ATVSI) periode 2010-2013.
Ideologi Republika adalah ideologi pemiliknya, PT. Abdi Bangsa,
yaitu: kebangsaan, kerakyatan dan keislaman; dengan tujuan mempercepat
terbentuknya “civil society”. Orientasi inilah yang sehari-hari dituangkan
Republika dalam bentuk informasi dan sajian lainnya. Republika
menampilkan islam dengan wajah moderat. 1 Sejak pertama kali terbit
pada 4 januari 1993, penjualan oplah terus meningkat. Hanya dalam waktu
sepuluh hari sejak edisi perdana, oplah koran ini sudah mencapai 100.000
ekslempar. Pada desember 1993 oplah Republika sudah mencapai 130.000
per hari. Pada tahun 2010 oplah Republika 115.000 ekslempar. Harian
Republika tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Di Jakarta sebanyak
50,31%, Jawa Barat 17,30%, Jawa Tengah 6,90%, Jawa Timur 4,36%,
sisanya tersebar di daerah lain. Walaupun masih seumur jagung di kancah
industri media cetak di Indonesia, Republika telah mendapatkan berbagai
penghargaan bergengsi. Pada pertengahan Oktober 1993 Republika berhasil
menjadi juara pertama dalam lomba perwajahan media cetak.
Sebagai upaya pemenuhan tuntutan khalayak, Republika telah
melakukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut di wujudkan dengan
menyempurnakan desain penampilan koran, dan meningkatkan porsi berita
maupun artikel yang berkaitan dengan bisnis lebih banyak dan
menempatkannya hampir di setiap halaman.
Republika pun menampilkan corak jurnalisme yang khas. Republika
menyajikan berita cenderung aktraktif, jelas, dan tuntas. Republika
mengembangkan corak jurnalisme yang “enak dibaca” (readable). Bahasa
dan gaya penuturannya diupayakan popular, renyah, tidak kaku tanpa
mengabaikan kaidah bahasa. Visualisasi dan desain menarik disajikan
dengan menonjolkan bentuk grafis yang informatif (berupa gambar , foto,
tabel) serta eksploitasi cetakan warna. Topik yang memperoleh perhatian
lebih adalah topik-topik yang dekat dan berdampak langsung terhadap
pembaca. Topik-topik tersebut disegmentasikan sebagai berikut: Resonansi,
Hikmah, Solikui, Wacana, Tajuk, Tekad, Rekor, Manajer, Trend Teknologi,
1 Ibnu hamad, Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis. (Jakarta: Granit, 2004), h. 122
Diolag Jum’at, Koran Kecil, dan Selasar.
Sebagai wujud tanggungjawab sosial, khususnya kepada kaum
dhuafa, pada Juli 1993, Harian Umum Republika mendirikan program
“Dompet Dhuafa” yang menghimpun, mengelola, dan menyalurkan zakat
pembacanya. Program ini juga diwujudkan sebagai bentuk partisipasi
dalam menyukseskan program pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Republika adalah sebuah surat kabar yang lahir ditengah Indonesia
yang berubah secara cepat. Dalam perubahan yang melanda hampir semua
aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, iptek, sosial, dan budaya,
“keterbukaan” menjadi kata kunci. Republika memilih posisi untuk turut
mempersiapkan masyarakat Indoensia memasuki masa dinamis, tanpa perlu
kehilangan segenap kualitas yang telah dimiliki. Republika memiliki
beberapa visi, yaitu :
1. Menegakkan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar
2. Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat
3. Mengkritisi tanpa menyakiti
4. Mencerdaskan, mendidik dan mencerahkan
5. Berwawasan kebangsaan
Motto Republika “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” menunjukkan
semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Keterbukaan dan
perubahan telah dimulai dan tidak ada langkah kembali, karena telah
bersepakat mencapai kemajuan, meski demikian, berupaya juga untuk
melakukan perubahan atau pembaharuan, tidak mesti terus mengganggu
stabilitas yang telah susah payah dibangun.
Keberlimpahan Republika terarah kepada besarnya penduduk negeri
yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Media
massa seperti Republika hanya menjadi penopang agar langkah tersebut
bermanfaat bagi kesejahteraan bersama. Dengan latar belakang tersebut,
misi republika dibagi kedalam beberapa bidang, yaitu :
1) Dalam bidang Politik, Republika mendorong atau mengembangkan
demokrasi dan optimalisasi peran lembaga-lembaga negara,
mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat dan
mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik, penghargaan
terhadap hak-hak sipil, mendorong terbentuknya pemerintah yang
bersih.
2) Dalam bidang ekonomi, mendukung terbukanya demokrasi
ekonomi, mempromosikan profesionalisme, pemerataan sumber-
sumber ekonomi, mempromosikan moral dan etika dalam berbisnis.
3) Dalam bidang budaya, Republika mendukung sikap yang terbuka,
kritis dan apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya
yang berkembang di masyarakat, mengembangkan bentuk-bentuk
kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan
perasaan dan mempertajam kepekaan nurani. menolak pornografi
dan pornoaksi.
4) Dalam bidang agama, Republika menyiarkan agama islam,
mempromosikan semangat toleransi, mewujudkan „islam rahmatan
lil alamin’ dalam segala ilmu, serta membela, melindungi, dan
melayani kepentingan umat.
5) Dalam bidang hukum, Republika mendorong terwujudnya
masyarakat secara hukum, menjunjung tinggi supremasi hukum,
mengembangkan mekanisme checks and balances pemerintah
masyarakat, serta mennjunjung tinggi HAM dan mendorong
pemberantasan KKN secara tuntas.
6) Dalam bidang ekonomi, mendukung terbukanya demokrasi ekonomi,
mempromosikan profesionalisme, pemerataan sumber-sumber ekonomi,
mempromosikan moral dan etika dalam berbisnis.
7) Dalam bidang budaya, Republika mendukung sikap yang terbuka, kritis
dan apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang
berkembang di masyarakat, mengembangkan bentuk-bentuk kesenian
dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan dan
mempertajam kepekaan nurani. menolak pornografi dan pornoaksi.
8) Dalam bidang agama, Republika menyiarkan agama islam,
mempromosikan semangat toleransi, mewujudkan „islam rahmatan lil
alamin’ dalam segala ilmu, serta membela, melindungi, dan melayani
kepentingan umat.
9) Dalam bidang hukum, Republika mendorong terwujudnya masyarakat
secara hukum, menjunjung tinggi supremasi hukum, mengembangkan
mekanisme checks and balances pemerintah masyarakat, serta
mennjunjung tinggi HAM dan mendorong pemberantasan KKN secara
tuntas.
Proses Kerja Redaksi
Proses Kerja Pracetak
Proses Kerja Cetak
Proses Kerja Distribusi
Pembaca
Rencana Redaksi untuk Terbitan Berikutnya Naskah Redaksi
Rencana Halaman Redaksi
Rencana Halaman
Iklan
Setting
Peste Up / Lay Out Dummy / partitur
Halaman Reprografi
Rencana Halaman Koran
Cetak
Distribusi
Materi Foto Materi Foto
Pembaca
1.
2.
Teks
Gambar
Gambar 3.1. Diagram Alur Proses Kerja Redaksi Hingga Pembaca
Proses Kerja Redaksi
Proses Kerja Desain Visual
Gambar 3.2 Struktur Redaksi Republika
Pemimpin Redaksi
Wakil Pemimpin Redaksi
Sekretaris Redaktur
Redaktur Pelaksana
Wakil Redaktur Pelaksana
Wakil Redaktur Pelaksana
Wakil Redaktur Pelaksana Foto, design,
ilustrasi, grafik
Asisten Redaktur Pelaksana
Asisten Redaktur Pelaksana
Mengenai kolom koran, halaman koran, tulisan dll
Spesial Produksi
Asisten Redaktur Pelaksana
Asisten Redaktur Pelaksana
Membahas tentang politik, hukkum,
nusantara, olahraga
Tentang agama, weekend, iptek, dialog jum‟at, islam, dll
TABEL 3.1
Struktur Organisasi Harian Republika
Pemimpin Redaksi Nasihin Masha
Wakil Pemimpin Redaksi Arys Hilman Nugraha
Redaktur Pelaksana Elba Damhuri
Redaktur Pelaksana Newsroom Maman Sudiaman
Redaktur Pelaksana ROL M. Irwan Ariefyanto
Wakil Redaktur Pelaksana Irfan Junaidi
Syahruddin El-Fikri
Kumara Dewatasari
Asisten Redaktur Pelaksana Fikrah Fansuri
Heri Ruslan
Johar Arief
Joko Sadewo
Nur Hasan Murtiaji
Subroto
Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf
Kepala Quality Control dan Bahasa Rakhmat Hadi Sucipto
Reporter Senior Harun Husein
Muhammad Subarkah
Nurul S, Hamami Selamat
Ginting
Siwi Tri Puji Budiwiyati
Teguh Setiawan
Kepala Desain Sarjono
Staf Redaksi Agus Yulianto, Alwi Shahab, EH Ismail, Ferry
Kisihandi, Fitryan Zamzami, Heri Purwata, Indira
Rezkisari, Irwan Kelana, Israr, M. Ikhsan Shidieqy,
Nashih Nasrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia
Zuraya, Nina Chairani Ibrahim, Priantono Oemar,
Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reni Dwinanda, R
Hiru Muhammad, Stevy Maradona, Taufiqurahman
Bachdari, Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah,
Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rustiyani, Yodi Agi
Cahyadi, Yusuf Ashidiq, Zaki Al Hamzah, Edwin
Dwiputranto, Abdullah Sammy, Agus Raharjo
Direktur Utama Daniel JP Wewengkang
Direktur Pemberitaan Ikhwanul Kiram Mashuri
Direktur Operasional Mira R Djarot
Direktur Business Development Tommy Tamtomo
Komisaris Utama Adi Sasono
Wakil Komisaris Utama Erick Thohir
Komisaris R Harry Zulnardy
Komisaris Adrian Syarkawi
GM Keuangan Didik Irianto
GM Marketing dan Sales Yulianingsih
Manajer Iklan Indar Wisnu Wardhana
Manejer Produksi Nurrokhim
Manejer Sirkulasi Darkiman Ruminta
Manejer Keuangan Heri Setiyawan
Surat Izin Penerbitan Pers : SK Menpen No. 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 Alamat : Jl. Warung Buncit Raya No. 37 Jakarta Selatan 12510, telp: (021) 7803747, faks (021) 7983623, Email : [email protected]
HASIL WAWANCARA
Nama Narasumber : Stevy Maradona
Jabatan : Asisten Redaktur Pelaksana Harian Umum Republika
Tanggal Wawancara : Jum’at, 09 Juni 2017
Lokasi Wawancara : Kantor Harian Umum Republika
1. Bagaimana nilai-nilai yang dianut oleh Harian Umum Republika?
Kita menempatkan atau menerapkan nilai-nilai Islam, selain dari dasar-dasar Jurnalisme
yang biasa dilakukan media kita juga menuangkan nilai-nilai Islam itu. Misalnya media
lain mengangkat isi yang sama, tapi tentu kita akan berbeda penyikapnya. Republika
sama Koran lain misalnya, itu akan mungkin berbeda walupun isinya sama. Jurnalisme
Islam yang Universal, jika kami menyebut Jurnalisme Islam. Nanti, akan muncul
Jurnalisme Kristen, atau apalah.. Kami lebih menempatkan posisi pada Jurnalisme Islam
yang Universal.
2. Apakah setiap berita yang diangkat, selalu dari sudut pandang Islam?
Kita punya pandangan sendiri yang penting sesuai dengan landasan Republika, nilai-nilai
yang kita anut, prinsip-prinsip yang kita anut. Kita sudah menempatkan diri sebagai
Koran bagi masyarkat Komunitas Muslim, kita akan memposisikan diri yang sesuai
dengan mereka, semacam itu. Seperti termasuk konflik Agama, akan sangat berbeda
perspektifnya dengan Koran lain. Setiap orang akan melakukan pemihakan pastinya, kita
juga melakukan pemihakan yang sesuai dengan apa yang ada dilapangan dan sesuai
dengan sikap serta pandangan kita. Selain itu, misalnya di Koran Republika, pada rubric
Politik. Disana kita, tidak hanya mengabarkan berita-berita dari Partai Politik yang
berlandaskan Islam saja. Ketika, parpol lain diluar parpol Islam berbuat kebaikan, maka
tentunya kami akan memberikan porsi yang sama. Islam yang dianut Republika bukan
Islam simbolis seperti itu, kita tetap akan mengangkat berita tersebut sesuai dengan visi
dan misi republika sendiri tentunya. Salah satu prinsip Jurnalisme di Repubika yaitu
Jurnalisme Profentik. Yaitu dimana kami mengabarkan berita atau nilai-nilai yang baik.
Kita mengabarkan, hal-hal yang bisa menginspirasi umat, menginspirasi bangsa.
Kalaupun memang ada hal-hal yang diluar seharusnya, kami akan tetap mengabarkan
dengan cara kami sendiri. Disini kami berusaha menjelaskan beginilah konsep Jurnalisme
Islam yang Universal dan bisa diterima oleh semua kalangan dan golongan.
3. Bagaimana dengan sikap netralitas produksi berita Harian Umum Republika?
Dalam Republika, kami tidak menggunakan kata netral. Karena netral dalam Jurnalisme
akan selalu bersebrangan dengan padanan kata seperti, netral, adil dan seimbang. Dan
yang harus dingat, sebelum anda, ada banyak mahasiswa yang datang ke Republika.
Misalnya dalam kasus Ahok. Mereka akan bertanya, apakah republika akan netral dalam
pemberitaan kasus Ahok. Menurut saya, anda salah datang. Karena, yang saat ini anda
datangi adalah Koran dengan komunitas muslim. Kasus Ahok adalah kasus penistaan
agama Islam. Walupun ada, dari kalangan umat Muslim yang tidak merasa terhina
dengan kasus tersebut. Tapi, sebagian besar umat muslim merasa terhinakan dengan
kasus tersebut. Dan kami Republika menangkap hal tersebut. Jika republika dianggap
tidak netral. Maka disini kami tegaskan, bahwa sikap kami mewakili umat yang menjadi
komunitas pembaca kami. Dimana, sebagian besar muslim merasa terhinakan dengan
kasus tersebut. Dan itulah sikap kami, Koran sebetulnya tidak bisa bersikap netral.
Namun, hal itulah tidak menjadikan kami tidak bisa berimbang. Banyak teori seputar
keberimbangan, apakah berimbang dalam hal memberikan hak bicara, berimbang dalam
hal memberikan konten, disinilah Republika memberikan sikap. Sikap dimana Republika
sebagai Koran yang mewakili komunitas muslim. Karena dalam Jurnalisme, ada prinsip
keberimbangan dimana, semua punya porsi dan hak bicara yang sama. Memang porsinya
ada yang besar ada yang sedikit. Namun, kami tidak menghitung dari seberapa banyak
dan sedikit diberikan hak berbicara. Disini kami memberikan porsi dan kesempatan yang
sama terhadap semua pihak dalam menyikapi suatu pemberitaan.
4. Apakah pengaruh kebijakan redaksional dengan ideologi di Harian Umum Republika
selalu berkaitan?
Yaa..Kebijakan redaksi dan kebijakan halaman selalu berpijak pada ideologi serta selalu
berdasarkan visi dan misi republika,.
5. Jika dihitung dalam jumlah persentase, seberapa kuat ideologi yang dianut,
mempengaruhi isi berita? Apakah 100% mempengaruhi?
Kami bisa pastikan kebijakan redaksional sangat terpengaruh oleh ideologi yang sesuai
dengan Republika. Bisa kami pastikan 100% mempengaruhi.
6. Kesimpulannya, apakah 100% berita yang di produksi harus sesuai ideologi?
Ya tentunya.
7. Sedangkan, untuk judul berita. Apa saja, yang melatarbelakangi pemilihan judul berita?
Untuk pengangkatan judul, ada beberapa faktor. Yang pertama menentukan judul, adalah
reporter. Karena repoter adalah yang mengetahui kondisi di lapangan dan yang
menentukan pilihan yang pas untuk judul berita. Baru kemudian diterima oleh editor,
kemudian editor membaca secara konstektual, apakah yang diliput oleh repoter,
konteksnya seperti apa, baru kemudian redaktur menimbang judul yang pas seperti apa.
Judul yang diangkat reporter, serta angle yang diangkat, juga paragraph pertama yang
ditulis. Karena paragraph pertamalah yang akan menggambarkan isi beritanya seperti
apa. Tepat atau tidak, kalo memang tidak. Redaktur bisa merubah, Redaktur bisa
merubah. Misalnya, berita A dengan judul B, tidak tepat karena angle yang akan diangkat
adalah C, maka redaktur akan memberikan masukan, bahwa Berita akan lebih tepat
dengan judul C karena sesuai dengan angle yang diangkat, kemudian reporter diminta
untuk melengkapi beritanya tersebut agar sesuai dengan angle yang diangkatnya. Yang
kedua misalnya, judul yang diangkat reporter kurang tajam, redaktur bisa memperbaiki,
misalnya menjadi bahasa yang lebih langsung, bahasa yang lebih tajam, lebih lugas, lebih
to the point, jadi orang yang membaca bisa menyimpulkan bahwa. Oh yang ingin
disampaikan oleh reporter adalah ini. Kira-kira seperti itu, baru masuk ke redaktur
pelaksana, asisten redaktur pelaksana kemudian melihat seluruh isi berita, apakah
beritanya seimbang atau tidak, prinsip jurnalisme ada di asisten redaktur pelaksana,
saringan kedua istilahnya, setelah diedit oleh redaktur halaman. Redaktur pelaksana,
apakah narasumber dan beritanya berimbang atau tidak, faktanya bagaimana, atau fact
checkernya bagaimana, narasumbernya betul atau tidak. Apa yang harus diperbaiki,
apakah narasumbernya kurang atau ternyata pihak yang dihubungi kurang atau seperti
apa. Begitu, bahkan bisa sampai mengatur judul.
Bahkan, untuk berita-berita tertentu yang bersifat sensitive, sensitive terhadap umat islam
misalnya, atau sensitive terhadap kondisi politik ekonomi bangsa, redaktur bisa ikut.
Bahkan pemred pun bisa ikut, bahkan ketika di reporter judulnya apa, sampai ke pemred
judulnya bisa apa jika memang ingin ikut. Jika dikalangan reporter dan redaktur, terkait
perubahan judul tidak menjadi sebuah permasalahan yang besar. Namun, dimata pemred
ketika ada perubahan judul antara pihak pemred dan redaktur, maka akan muncul
perdebatan. Tetapi itu dalam beberapa berita yang berisifat sensitive sajah, jika tidak ada
permasalah atau normal dan lancer-lancar sajah. Maka pemilihan judul sampai di tangan
redaktur sajah sudah cukup tanpa ada perdebatann yang lebih panjang.
8. Boleh dijelaskan, secara singkat pak. Bagaimana visi dan misi Harian Umum Republika?
Visinya kita bisa memberikan manfaat bagi masyarakat terutama melalui berita-berita
yang kita muat.
9. Sejauh ini, dari sisi pemberitaan, apakah sudah sesuai dengan visi dan misi Harian Umum
Republika? Jika di persentasekan sudah berapa persen ya?
Saya tidak akan bilang 100% pemberitaan di republika sudah sempurna. Namun, sejauh
ini untuk kearah yang sesuai dengan visi-misi kita kami sudah berusaha maksimal.
Bahwa Koran republika, yang sudah dianut sejak awal, yaitu Islam yang Universal, Kita
ingin mengahasilkan berita yang menyejukan, memberi inspirasi, menggembirakan, dan
positif. Saya bisa bilang 80 hingga 90 persen kita sudah bisa bilang sesuai dengan visi
dan misi republika.
10. Untuk mengangkat berita Indept News, Apakah berdasarkan keinginan pembaca?
Untuk pengangkatan berita khusus kita bisa melihat dari banyak faktor, misalnya reporter
memberitakan suatu peristiwa dan menurut kita bagus. Tema dan angle beritanya bagus.
Maka kita harus kembangkan berita tersebut, kita kembangkan dari mana, misalnya kita
kembangkan dari narasumbernya. Dari A ke B, sampai A ke Z, potensi dari arah
narasumber A kemana, narasumber B kemana, kalo kami biasanya mengistilahkan
diagram gambar. Temanya akan berjalan berdasarkan narasumber dilapangan atau
berdasarkan temanya seperti apa. Nah, disitu reporter bisa diajak berdiskusi, karena
reporterlah yang mengetahui kondisi di lapangan. Jadi kami akan selalu berkordinasi, dan
memberikan arahan, jika memang berita tersebut bagus untuk permulaan, kemudian kami
memberikan saran, dan kami juga menerima masukan dari mereka terkait narasumber
yang cocok untuk diangkat pada permaslahan tersebut. Agar tidak terjadi pengulangan
berita, kami selalu melakukan kordinasi dengan reporter-reporter yang sedang kami
tugaskan dilapangan. Atau mungkin, biasanya berita yang sudah bergulir. Misalnya berita
soal sembako, itukan sudah bergulir lama, namun kami menangkap masih seperti itu
sajah dan tidak ada perubahan. Kemudian, kami membandingkan, dengan beberapa berita
yang sudah terbit di media yang sudah ada. Karena biar bagaimanapun itu bisa kita
jadikan sebgai parameter kami. Media lain sudah memberitakan apa, dan kita ingin
memberitakan tentang apa. Apakah kita sama seperti pemberitaan yang sudah ada, atau
ingin mengcreate berita baru tentang sembako ini, atau kita ingin lebih maju. Majunya
kearah mana, tentunya harus ada komparasi dengan berita lain, bahkan misalnya dengan
media televisi. Misalnya kami mengajukan tentang A, tapi dari pihak reporter
mengabarkan, kalo angle A sudah sering diangkat, jadi kami akan selalu membuat
kesepakatan. Baru kemudian jika memang sudah menemui titik temu soal angle yang
akan diangkat, baru kami menungaskan reporter untuk terjun kelapangan. Setelah itu,
kami juga melakukan kesepakatan terkait waktu liputan. Misalnya, untuk tiga hari
kedepan, kita lihat progresnya bagaimana, jika memang bagus kita teruskan, dan jika
memang kita sudah menemukan titik temu dari permasalahan tersebut berdasarkan
sumber-sumber yang dipercaya barulah oke kita stop pemberitaan tersebut.
11. Untuk parameter pemberitaan tersebut bagus atau tidak seperti apa sih pak?
Untuk bagus atau tidak tentunya sangat relative ya. Bagus versi republika, tentu tidak
akan sama dengan media lain.
12. Kalo di Republika sendiri Pak, terutama seperti apa ya versi bagusnya?
Kalo di republika misalnya, contoh soal berita sembako, parameter utama yang kita
ajukan adalah, bagaimana harga sembako ini, di setiap ramadhan selalu stabil.
Sesederhana itu, dalam kasus tersebut misalnya, dimana pedagang tetap diuntungkan,
konsumen tetap diuntungkan, gak adalagi tuh tengkulak yang bermain harga, pemerintah
bisa enggak mewujudkan hal yang sesederhana itu, pemerintah mengklaim bisa. Jalannya
seperti apa, kemudian kami kaji, mengklaimnya seperti apa nih, kebijakannya seperti apa,
departemen perdagangan seperti apasih kebijakannya. Oh kebijakan ini tidak mempan,
misalnya ya, kita bisa kritisi, bahwa kebijakan ini tidak mempan bahwa kebijakan ini
sudah dijalankan sejak zaman SBY dari 2014, atau bahkan dari awal zaman SBY di 2009,
tidak berhasil. Misalnya lagi harga daging, harga dari sapi di pasaran sekarang 120rb
sampai 140rb perkilogram. Harga daging segini, sudah berjalan sejak tahun 2013. Sudah
ganti menteri perdagangan sebanyak empat orang, namun, tidak bisa menurunkan harga
daging ke 80rb di zaman SBY terkahir. Masalahnya ada dimana, malahan impor daging
semakin banyak, misalnya impor daging dari India bahkan daging kerbau. Bahkan, impor
daging dari Australia semakin banyak, dari New Zealand masuk, namun harga daging di
pasaran masih tetap 120rb sampai 140rb kita bilang kebijakan pemerintah masih ada yang
salah. Nah, ini kami bilang sebagai berita bagus, kenapa? Karena toh petanya seperti ini
dan pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Harusnya bisa dong, karena sebenarnya
pemerintah punya tools untuk mengendalikan harga. Dia punya alat untuk menentukan
harga daging di pasaran, dia punya kebijakan, dan dia tahu nih orang-orang yang bisa
membuat harga daging ini stabil. Tapi, tidak bisa faktanya, kira-kira apa yang membuat
berat. Ini menurut kami berita yang bagus.
13. Sejauh ini, dari sisi pemberitaan, apakah sudah sesuai dengan visi dan misi Harian Umum
Republika? Jika di persentasekan sudah berapa persen ya?
Saya tidak akan bilang 100% pemberitaan di republika sudah sempurna. Namun, sejauh
ini untuk kearah yang sesuai dengan visi-misi kita, kami sudah berusaha maksimal.
Bahwa Koran republika, yang sudah dianut sejak awal, yaitu Islam yang Universal, Kita
ingin mengahasilkan berita yang menyejukan, memberi inspirasi dan menggembirakan,
dan positif. Saya bisa bilang 80 hingga 90 persen kita sudah bisa bilang sesuai dengan
visi dan misi republika.
14. Untuk memberitakan seputar konflik Agama, terutama antara penganut agama Islam
sendiri, bagaimana Harian Umum Republika menempatkan diri?
Untuk berita konflik agama, merupakan berita yang sensitive di republika, karena itu
kami harus hati-hati dalam mengemasnya, dan mengambil anglenya. Kita harus melihat,
kita harus paparkan terlebih dahulu fakta dan kejadiannya seperti apa. Kita bisa lihat
siapa saja pihak yang terlibat, nah baru nih, nanti kita lihat siapa sih yang jadi korban,
dalam konflik Bergama dalam tanda kutip ya disini. Bisa yang menjadi korban, agama
lain, bisa umat islam, atau umat nasrani dan bisa macem-macem. Nah, baru kita lihat,
baru kita ambil. Biasanya yang banyak terjadi, kita ingin menerapkan jurnalisme telat.
Late Journalism, karena seperti yang kita tahu, bahwa jurnalisme online begitu cepat.
Contohnya pada kasus di Sumatera Utara seputar pembakaran vihara. Jadi pada faktanya
adalah, ada permukiman yang sebelumnya tidak pernah ada konflik. Permukiman ini
tidak pernah ada konflik, apalagi konflik seputar agama, disitu hidup orang melayu,
orang tionghoa, orang batak, orang macam-macam suku. Sangat heterogen, tiba-tiba
suatu saat ada perempuan tionghoa, nyeletuk ‘Aduh Itu Adzannya Terlalu Kenceng,
Kecilin Dong’ dia berbelanja ke warung, dan ternyata ayahnya adalah salah satu pengurus
masjid. Padahal masjid ini, berhadapan dengan rumah si perempuan tionghoa tersebut.
Nah celetukan tersebut terdengar oleh publik atau masyarakat, entah bagaimana
situasinya berkembang di masyarakat seperti bola liar. Malam harinya, langsung terjadi
pembakaran belasan vihara di lokasi yang sama. Besoknya reda, kemudian dikesokan
harinya umat tionghoa dan islam bekerjasama untuk membersihkan lokasi-lokasi bekas
pembakaran. Namun, pemberitaan terutama di media online nusantara terus bergulir
secara liar. Nah, menurut republika, ini berita menarik, tapi kita jangan mengikuti
kecepatan berita online, kita tetapkan sajah tetap Late Journalism. Yang kita bilang
jurnalisme telat lah ya, kita kirim reporter ke lokasi kejadian. Udah kita suruh mereka
untuk wawancara satu per-satu di lokasi, kasusnya seperti apasih berapa lama, dua
minggu misalnya. Jalan kemudian, kami perintahkan reporter ke lapangan selama dua
minggu, kita harus mendapatkan gambaran yang menyeluruh. Karena kami tahu jika
gambaran yang menyeluruh itulah yang tidak bisa ditangkap oleh media online. Kenapa?
Karena media online memberitakan fakta yang terjadi saat itu, nah, setelah fakta terjadi,
biasanya ada jeda waktu kan. Nah, disini baru orang-orang mulai ngomong dan situasinya
agak dingin. Nah, baru republika masuk, nah kami mencari tahu kejadian yang
sebenarnya seperti apasih, kita wawancara pemilik warung yang pertama kali denger, kita
wawancara ketua ulamanya, kita wawancara pengurus mesjidnya, kita wawancara si
tetangga orang tionghoa, karena si orang tionghoanya sedang mengungsilah dibawa oleh
keluarganya keluar kota. Supaya mengademkan situasi, kita wawancara ketua agama
konghuchu, kita wawancara ketua agama Kristen, dan mencari tahu kejadian yang
sebenarnya seperti apa. Jadi kami mendapat gambaran yang menyeluruh serta, oh
ternyata tidak ada kejadian yang sangat mengkhawatirkan loh. Walaupun memakan
waktu yang cukup lama, tapi kami memberitakan fakta yang ada di lapangan seperti apa,
dan terasa lebih damai-loh ternyata.
15. Nah, disini berarti Republika, tidak berusaha memperpanas konflik yang sedang terjadi.
Bahkan pihak republika benar-benar mengirimkan reporternya langsung kelapangan
untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya seperti apa. Tapi, tidak bisa dipungkiri juga
saat ini, media cetak justru ikut memperkeruh situasi konflik yang terjadi, tanpa
melakukan investigasi. Itu tidak berlaku di republika ya pak?
Tentunya tidak, karena kami sangat selektif terutama terkait issue seputar konflik agama,
karena begitu ada konflik agama dimana begitu, itu buat kami seperti sebuah alert.
Karena biasanya kan konflik agama lebih sering terjadi di Luar Jawa ya. Karena itu
sumber beritanya, memang saat ini, republika tangannya belum sampai kesana.
Beritanya, berdasarkan kantor berita Antara misalnya, dan Koran lokal misalnya, kita
ingin melakukan pendekatan yang berbeda kepada mereka. Sangat santay, kita ambil
permasalahannya dari atas, kemudian kami paparkan, kemudian kami bisa. Oh ternyata
kami bisa memberitakan dari sudut pandang yang berbeda. Tanjung Balai, misalnya, oh
ternyata berbeda, dengan prinsip Late Journalism yang kami terapkan, ternyata bisa
mengahasilkan produk yang berbeda. Sama jurnalime online yang dengan kecepatannya
begitu luar biasa. Ketika kami tugaskan reporter kelapangan, ternyata ya hasilnya jauh
berbeda dengan pemberitaan kebanyakan dan yang sedang berkembang di beberapa
media. Dan kami bisa mendaptkan fakta dan pendekatan dengan prinsip jurnalisme damai
seperti ini.
Contoh lain misalnya, ada penolakan pembangunan rumah ibadah di Bitung. Kami dapet
hasilnya dari Tribun dan Antara dan ternyata oh menarik nih. Kami penasaran,
bagaimana sih sebenarnya. Yaudah, Late Journalism kami terapkan. Karena kita tahu,
kita tidak bisa menerapka jurnalisme yang begitu cepat, kayak snap-shoot begitulah. Kalo
kita gak bisa, kita harus memotret satu per-satu kejadian, kemudian kami masuk ke
dalamnya, makanya kita kirim orang dari Makasar. Oke berangkat ke Bitung, udah
berapa lama. Kita tungguin sajah proses peliputannya di lapangan.
16. Tapi, sebenarnya, terkait investigasi yang dikerjakan republika terutama seputar
pemberitan konflik agama dan penerapan jurnalisme damai yang bisa dibilang saat ini
hampir 80% diterapkan. Tidak adakah ketakutan tersendiri, ketika media lain sudah jauh
memberitakan terhadap suatu kasus namun republika masih menganalisis permasalahan
yang sama?
Ehm buat kita, kita tidak menghitung media lain, sudah memberitakan sejauh apa, kita
tahu, kelebihan republika dalam kasus konflik agama, kita tidak bisa melihat parameter
media lain sudah masuk sejauh mana. Ini tentunya sangat berbeda, apalagi yang
menuliskan republika. Republika adalah Koran islam terbesar di Indonesia. Jadi kita gak
bisa cepet, walaupun kita tahu, media online di lokal sudah cepat, media nasional sudah
cepat, beberapa media cetak sudah pernah memberikatak bahkan, buat kita, oke yang
yang itu baca sajah. Untuk kita jadikan bahan kesana, kita harus benar-benr meliput
kelapangan, kita harus wawancara semuanya, kita harus tahu masalahnya. Jadi kita
memulai segala sesuatunya dari nol. From zero to hero, jadi istilahnya ketika kita meliput
konflik seputar agama, yang lainnya harus kita tinggalkan.
Kasus di Singkil misalnya, media aceh kan seperti yang kita tahu kental sekali framing
agamanya. Yang itu jangan kamu ikutin, saya katakana kepada reporter saya. Yang harus
kamu lakukan adalah, kamu harus datang kesana dan faktanya berbicara seperti apa.
17. Nah, berarti disini Republika tetap menerapka jurnalisme universal yang tadi bapak
jelaskan. Bahkan, ketika melakukan di wilayah yang kental dengan ajaran agama Islam
misalnya. Berangkat dengan tetap seragam Islam Universalnya tersebut?
Ya bisa kita pastikan, kita zero pada saat ingin meliput berita tersebut. Terutama kasus
soal konflik agama ya. .
18. Jadi tidak intervensi ya pak, Misalnya di Aceh. Ya harus mengikuti frame yang sama
dengan media lokal di daerah tersebut?
Tentunya tidak, misalnya Koran aceh, serambi Indonesia atau serambi aceh atau radar
aceh, tentu editor di Jakarta harus tahu, bahwa Koran serambi aceh itu, anglenya lebih
kearah mana misalnya, radar aceh, atau Koran lokal anglenya lebih kemana, online lokal
anglenya kemana, kita harus tahu, dan dengan pengetahuan tersebut kita bisa memetakan,
bahwa berita tersebut akan kerah mana nantinya. Kami tegaskan ke reporter kami, baca,
tetapi jangan terpengaruh frame yang ada, frame kamu adalah nol. Kamu datang kesana,
sebagus-bagusnya wartawan, adalah kamu datang kesana. Kamu wawancara tiap
narasumber yang kamu temui, datang ke lokasinya, kemudian kamu wawancara-
wawancara. Sampai kamu mendapatkan gambaran yang paling lengkap. Informasi yang
lengkap didapat dari narasumber di lapangan, bukan dari baca Koran lain. Begitu saya
tegaskan kepada setiap reporter saya.
Dan itu tentunya sangat lama dan susah, karena tidak semua repoter memiliki
kemampuan tersebut. Tapi, ya itu harus kami kerjakan, karena ketika kami lakukan
liputan selama dua minggu. Kita lihat datanya, kita lihat hasilnya, oh ternyata beda kok.
Punya kita hasilnya lebih tajam, dan kita tahu, lebih tajam dalam arti, kita tahu, siapa
sajah yang terlibat. Kita tahu peta masalahnya seperti apa, kemudian latar belakangnya
apa. Sudah. Karena kita tahu, informasi seperti ini akan sangat jarang anda temui ketika
anda mengklik berita di online, anda membaca berita dari HP. You cann’t do that. Karena
ini produk yang kami buat lama. Informasinya sangat banyak dan padat.
19. Berarti, terakhir nih pak. Republika akan terus menerapkan hal-hal tersebut dalam setiap
peliputannya. Terutama dalam peliputan pada kasus konflik antar agama?
Ya tentu! Karena, seperti yang saya bilang tadi, bahwa pertama republika menempatkan
konflik Bergama adalah sesuatu yang sensitive, sangat sensitive buat kita, karena itu kita
tidak bisa, meliputnya dengan cara yang biasa, kita ingin cara liputan yang kita atur, kita
sesuaikan, tastenya, apayaa.. lambat cepatnya berdasarkan keinginan kita, kita gak
menghitung terkait waktu yang dikeluarkan, sedangkan, media lainkan cepet masuk,
cepet keluarnya. Kita gak bisa seperti itu. Karena itu konfllik beragama, di Negara yang
mayoritas penduduknya Bergama Islam, bahkan salah satunya terbesar di dunia. Begitu
anda salah memberitakannya tentang Islam, tentunya akan berbuntut permaslaahan yang
panjang. Kita sudah lihat di Ambon, di Sampit, segala macam, supaya hal tersebut tidak
terjadi, kita harus memberlakukannya system seperti ini. Slow Journalism, nah itu kita
terapkan terutama untuk kasus-kasus konflik Bergama. Nah, tapi tentunya ini gak bisa
kita terapkan semuanya di pemberitaan di republika, di beberapa kasus ya beritanya kita
mengikuti alurnya sajah, tapi untuk hal-hal yang sensitive seperti ini, harus ada perlakuan
khusus, dan itu kita lakukan, dan ternyata hasilnya memuaskan.
20. Dan sejauh ini, republika akan terus menerapkan prinsip tersebut ya pak?
Sejauh ini tetap kami akan selalu sesuai dengan Ideologi dan Visi, Misi Harian
Republika, dan selalu untuk penanganan kasus sensitive ini kami akan terus
mempertahankan system Journalism Slow seperti ini kedepan.
Jakarta, 13 Juni 2017
Narasumber
Stevy Maradona
(Redaktur Umum Harian Republika)
Al Khairat: Penyebab Konflik Poso Bukan Politik Saturday, 11 Aug 2001
PALU -- Ketua PB Al Khairat, Umar Awal Alamrie, mengatakan, setiap pihak harus jujur dalam melihat konflik Poso, Sulawesi Tengah, agar konflik ini bisa diatasi. "Persoalan Poso tidak bisa tuntas karena selama ini kita tidak jujur melihat akar persoalannya. Kalau kita jujur, yang terjadi di Poso saat ini adalah konflik agama, bukan politik. Masalah politik hanya mendompleng agama," tuturnya kepada Republika, di Palu, Jumat (10/8) pagi.
Selama ini, kata Umar, pemerintah dan aparat keamanan serta masyarakat pada umumnya melihat konflik Poso murni soal politik atau kecemburuan kekuasaan. "Akibatnya, pendekatan yang dilakukan pun bersifat politis seperti dilakukannya power sharring," katanya.
Sebagai bukti bahwa ini adalah konflik agama, Umar mengungkap bukti pembunuhan terhadap Hanafi Manganti, di Desa Taripa, Kecamatan Tentana, Kabupaten Poso, pada akhir Juli lalu. Karyawan PU itu bermaksud mengirimkan bantuan pada saudara-saudaranya yang Kristen. "Tapi karena dia sendiri Islam, karena beda akidah, maka dia dibunuh," tuturnya.
Wakil Ketua DPRD Sulteng Kolonel Inf Muchlis Agung, mengemukakan pendapat yang senada dengan Umar. Menurutnya, konflik Poso merupakan konflik agama. "Konflik ini bukan lagi tindakan kriminal murni seperti pernah diungkap Komnas HAM beberapa waktu lalu," ujarnya.
Pemahaman yang salah terhadap konflik, kata Umar, juga diakibatkan oleh informasi yang keliru. "Crisis Center yang dibuat kelompok agama lain sering memutarbalikkan fakta. Informasi itu disebarkan lewat media massa maupun internet," katanya.
Umar juga mengeluhkan sikap anggota DPR/MPR asal Poso maupun Sulawesi Tengah yang hampir tidak pernah menyuarakan kesengsaraan masyarakat Poso. Ia mengakui, saat ini situasi di Poso sudah relatif aman namun tetap mencekam. Letupan-letupan masih sering muncul, juga pembantaian. "Konflik bukan berarti telah tuntas. Insiden kecil saja terjadi, bisa merebak
menjadi kerusuhan besar. Semua pihak tampaknya tengah menyusun kekuatan masing-masing," katanya.
Belum ada data pasti berapa korban jiwa dari umat Islam maupun Kristen. "Banyak informasi pembantaian tapi beberapa pihak menutupi," kata Umar. Akhirnya, masyarakat muslim di Sulsel membentuk Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso serta tim evakuasi untuk mendata dan mengangkat mayat yang ditemukan.
Tim evakuasi yang dipimpin Jabar Salim berhasil menemukan sekitar 200 mayat yang sebagian besar tidak utuh.
Menurut Umar, rekonsiliasi dapat dilakukan lewat pendekatan agama dengan mengedepankan peran pimpinan agama Islam, Kristen, maupun agama lain untuk duduk bersama. "Mereka terutama harus saling menyadarkan karena setiap agama pasti tidak menginginkan bentrokan, pembunuhan, dan konflik terjadi lebih mengganas," katanya.
Dalam rekonsiliasi itu, Umar juga mengingatkan tak terlepas dari penanganan pengungsi. Masyarakat Poso yang mengungsi di Palu saja jumlahnya mencapai 30 ribu jiwa. Sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Pengungsi Poso, kata Umar, harus kembali ke tempat tinggal semula. Pemerintah berkewajiban membangun rumah sederhana untuk mereka meskipun biayanya cukup besar. "Tentunya dengan mendapatkan jaminan kemanan dari aparat," katanya.
Ribuan Korban Konflik Poso Belum Dievakuasi Tuesday, 14 Aug 2001
POSO -- Ribuan warga Muslim korban konflik horisontal bernuansa SARA di Poso, Sulawesi Tengah, belum berhasil dievakuasi. Menurut ketua Tim Evakuasi Tim Pencari Bukti Korban Muslim Poso (PBKMP) Jabar Salam, faktor dana dan tempat pembantaian umat Islam yang masih dikuasai kelompok Kristen merupakan kendalanya.
Selama ini, lanjut Jabar, tim baru berhasil menemukan banyak mayat yang sebagian besar tidak utuh. "Kita sudah mengetahui beberapa titik lokasi pembantaian. Tapi karena lokasinya masih dikuasai Kelompok Merah maka kita belum bisa melakukan evakuasi," kata Jabar, di Poso, Senin (13/8).
Jabar memperkirakan, lokasi pembantaian akan banyak ditemukan di Bukit Bambu, Padang Merauri, Lembah Kelei, atau Bukit Buyung Katedo yang merupakan tempat ditemukan 13 mayat anak-anak yang dibantai dengan sadis.
Memang, lanjut Jabar, belum diperoleh data yang pasti mengenai jumlah korban konflik Poso dari pihak Muslim. "Dari catatan yang ada sekitar 800 orang," ujarnya. Jumlah itu belum termasuk ratusan mayat yang hanyut di Sungai Poso pada kerusuhan Jilid III sekitar Mei 2000. Ia menjelaskan seorang penduduk di pinggir kali menghitung sekitar lebih dari 170 mayat mengapung di sungai antara pukul 07.00-17.00 Wita. "Belum mayat yang hanyut setelah dan sesudah jam itu. Kita tidak sempat melakukan evakuasi karena situasinya masih perang."
Melihat jumlah korban yang cukup banyak, Jabar mengungkapkan akan sangat sulit melakukan rekonsiliasi di Poso sebelum umat Kristen memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan umat Islam. Antara lain, umat Kristen harus mengakui secara terbuka bahwa mereka yang melakukan pembantaian; umat Kristen harus menunjukkan tempat-tempat atau lokasi pembantaian; dan mereka harus meminta maaf secara resmi kepada umat Islam.
Teror bom Sekitar pukul 20.00 Wita, rumah kediaman Habib Saleh, pimpinan Majelis Dzikir, Al-Khairaat, menerima sebuah ancaman telepon. Penelepon mengatakan, Masjid Nurul Sahada yang terletak di Jl Pulau Nias, Poso Kota, telah dipasangi bom. Akibat ancaman itu, masyarakat dan aparat TNI/Polri berjaga-jaga.
Konflik Poso akan Diselesaikan 6 Bulan Jumat, 07 Des 2001 PALU -- Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan operasi pemulihan keamanan di daerah konflik Poso dalam tempo enam bulan. "Dalam tempo enam bulan ke depan kondisi keamanannya sudah pulih kembali," tutur Yudhoyono saat berdialog dengan para tokoh masyarakat di Palu, Kamis (6/12). Usai mengunjungi daerah konflik di Poso, Yudhoyono mengatakan untuk meyelesaikan konflik komunal di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pemerintah akan melakukan tiga hal yakni; pemulihan keamanan, penegakkan hukum, serta rehabilitasi sosial/fisik. Khusus pemulihan keamanan, kata Yudhoyono, dalam operasinya, aparat keamanan tetap berdasarkan pada prosedur dan mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan. Dalam kunjungan ke Poso, Yudhoyono ditemani; Menko Kesra Jusuf Kalla, Menhan Matori Abdul Djalil, Mendagri Hari Sabarno, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono, dan Ka Bais Ian Santoso. Di Poso, tim pemerintah mengadakan pertemuan dengan 'kelompok merah' (kristen), di Tentena, Kecamatan Pamona Utara. Menko Polkam mengatakan, keputusan Presiden Megawati tentang operasi pemulihan keamanan terpadu di Poso dilakukan setelah mendapat masukan dari menteri terkait, kepala BIN, kapolri, maupun panglima TNI. Masyarakat pun menyarankan diadakan pemulangan orang-orang luar (bukan warga Poso atau Sulteng) ke tempat asalnya. Usul lainnya, menempatkan aparat teritorial yang netral di daerah konflik. Sebaliknya, Yudhoyono mengingatkan untuk mencegah terulangnya bentrokan antarkelompok, pemerintah akan menindak tegas siapapun yang melakukan perlawanan dan pembangkangan terhadap niat baik pemerintah itu.
Saat bertemu dengan 'kelompok putih' (muslim), Rabu (5/12), Yudhoyono pun menegas sikap pemerintah untuk membela yang benar dan tidak membela yang tidak benar. Diakuinya, saat ini dunia internasional memang menyoroti kesungguhan pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan konflik di daerah, termasuk Poso. Menurut Matori, upaya penyelesaian itu bukan karena tekanan pihak luar. "Kalau kita menyelesaikan konflik saja dikatakan ditekan Amerika, lalu bangsa Indonesia ini budayanya kaya apa," ujarnya. Dalam dialog, masyarakat pun mengajukan sejumlah pertanyaan, di antaranya soal jaminan penegakan hukum dan tuntutan pengadilan untuk mereka yang bersalah, diadakan razia senjata, serta mengusut asal usul 727 pucuk senjata yang berada di 'kelompok merah'. Sebelumnya, tiga orang anggota Komnas HAM, yaitu BN Marbun, Mayjen TNI (Pur) Soegiri, dan Andi N Nurusman, jugamengadakan kunjungan ke Poso, Rabu (5/12). Untuk memulihkan keamanan, TNI AD kembali menambah kekuatan. KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto mengatakan dua batalyon pasukan (sekitar 1.600 personel) dua hari lalu telah diberangkatkan ke Poso. Dua batalyon itu berasal dari batalyon 711 yang berkedudukan di Palu dan Batalyon 713 dari Gorontalo. "Dalam kaitan dengan perkembangan sekarang, memang sudah ada perintah dari panglima untuk mengerahkan kembali dua batalyon," kata Sutarto kepada wartawan di sela-sela acara buka puasa bersama di markas Kodam Jaya, Kamis (06/12). Dengan demikian, TNI sudah mengerahkan tiga batalyon. Memenuhi tuntutan warga muslim, Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Zaenal Ishak berjanji akan merazia senjata dan memulangkan para pendatang. Untuk merazi senjata, Polda Sulteng telah menyiapkan empat batalyon satuan TNI-Polri dan satu batalyon pasukan pemukul TNI. Sedangkan Kodam VII/Wirabuana Makassar, berencana menurunkan tim khusus untuk menyelidiki keterlibatan anggota TNI dalam kasus penculikan delapan warga muslim di desa Toyado, sekitar 17 km arah Timur Poso, Minggu (2/12). "Tim beranggotakan staf intel dan POM Kamis ini mulai menyelidiki kasus tersebut," kata Letkol Inf Dede K Atmawijaya, komandan Operasi Cinta Damai
Poso, seperti dikutip Antara, di Poso, Kamis. Diindikasikan ada dua anggota TNI yang terlibat konflik di daerah itu. Jika tim itu menyatakan yang bersangkutan bersalah, pasti akan dihukum sesuai aturan di TNI. "Kalau perlu dipecat dari TNI," tegas Kasrem 132 Tadulako itu. Penculikan terjadi 2 Desmber saat korban sedang makan sahur di dapur umum pengungsi yang lokasinya berdekatan dengan pos jaga satuan Brimob. Menurut pengakuan warga, menjelang penculikan itu terdengar beberapa mobil Brimob dan salah satu dari truk itu menurunkan personelnya sekitar 20 orang. Dua dari delapan korban penculikan tersebut, yaitu Saharuddin Sangkali alias Kede (26) dan Riyadi berhasil meloloskan diri. Pada 4 Desember sekitar pukul 18:00 Wita warga Gebang Rejo, geger dengan penemuan karung berisi mayat di Sungai Poso. Setelah diidentifikasi ternyata mayat Syuaib (16), satu dari enam korban penculikan di Toyado. Kondisi mayat dalam keadaan tercincang dengan kepala terpisah dari badan. Lima mayat lainnya belum jelas nasibnya. Sementara itu, PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) menyerukan warga Sulut agar proaktif mencegah melebarnya konflik Poso ke Sulut. Ketua Umum PGI, Pdt DR Natan Setiabudi menghimbau warga Sulut bersikap proaktif dalam pengantisipasi tragedi kemanusiaan di Sulteng. Himbauan tersebut dikatakan Natan Setiabudi, Rabu (5/12) malam di sela-sela pembukaan Semiloka 'Peranan gereja dalam menanggulangi masalah kekerasan dan bahaya narkotik' di Bitung.
Jangan Rugikan Umat Islam dalam Konflik Poso
Tuesday, 18 Dec 2001 JAKARTA -- Tokoh ulama Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH Nur Muhammad Iskandar SQ mendesak pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk tidak menciptakan kegelisahan baru di tengah-tengah masyarakat dengan memberi informasi yang belum jelas. Salah satu informasi yang belum jelas itu adalah dengan disebut-sebutnya jaringan Al Qaidah terlibat dalam pertikaian di Poso. "Saya berharap umat Islam jangan dijadikan korban. Saya juga berharap tentara hati-hati. Jangan bermain api seperti dulu lagi. Artinya menjadikan umat mayoritas bukan sebagai musuh, jangan. Justru jadikan umat mayoritas sebagai patner," tandas kiai Nur di sela-sela silaturahmi hari raya Idul Fitri di kediamannya kemarin. Ulama asal Banyuwangi Jawa Timur itu meminta, kalaupun misalnya ada informasi yang menyebutkan adanya keterlibatan pihak asing di Poso agar jangan terlebih dulu di-blow up. "Kalau kemudian muncul tudingan jangan-jangan anak buah Usamah bin Ladin benar-benar ikut bermain di sana, itu yang rugi bukan hanya umat Islam, Indonesia juga sebagai bangsa dan negara ikut rugi," tegas ulama yang juga anggota DPR RI dari PKB ini. Anggota DPR dari dari Fraksi PPP H Rusdy Hamka menilai pernyataan Hendropriyono membuktikan bahwa umat Islam Indonesia masih dihinggapi Islamophoby (ketakutan terhadap Islam, red). Pernyataan itu dikemukakannya ketika berkhutbah pada hari raya Idul Fitri, Ahad di Masjid Agung Al Azhar. "Pernyataan tentang keterlibatan radikal Islam di Poso merupakan bukti masih adanya pejabat yang dihinggapi phoby,"katanya di hadapan sekitar 30 ribu jamaah shalat Idul Fitri. Sebelumnya pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono yang menuding jaringan Al Qaidah terlibat konflik Poso, juga telah menimbulkan kecaman di kalangan tokoh Islam dan DPR. Belakangan, Hendro membantah sendiri ucapannya, soal keterlibatan Al Qaidah itu. Dua diculik
Setelah melakukan operasi pencarian secara tertutup selama sepekan terakhir, aparat keamanan di Poso kembali menemukan dua sosok mayat korban penculikan di desa Toyado, kecamatan Lage. "Mayat warga sipil yang teridentifikasi bernama Imran dan Latif itu ditemukan petugas di desa Tagolu (8 km arah selatan kota Poso) pada Ahad petang (16/12)," kata Muhammad Iqbal, warga Poso, Senin. Imran dan Latif, pemuda dari kalangan sipil, sebelumnya diculik bersama enam rekannya yang lain saat tengah makan sahur pada 16 Ramadhan 1422 Hijriah (2/12), di rumah mereka masing-masing di desa Toyado. Dua di antara korban penculikan itu yakni Syarifuddin dan Iwan berhasil meloloskan diri dari penyanderaan kelompok penculik. Namun seorang lagi bernama Syuaib Lamaranti (18) sehari kemudian ditemukan polisi sudah menjadi mayat dan diisi dalam karung setelah dihanyutkan di Sungai Poso. Pelaku penculikan disebut-sebut beberapa oknum anggota TNI yang tengah ditugaskan mengamankan kontak senjata antara kedua kelompok bertikai di desa Sepe dan Silanca (tetanga Toyado), seorang di antaranya berinisial Serda Lks.
Top Related