1BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Potensi Aneka Usaha Kehutanan
Mendukung Pembangunan di Kalimantan
2 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Pembaca yang budiman, pada edisi Volume 3 Nomor 1 Tahun 2015 Majalah Bekantan mengangkat topik Aneka Usaha Kehutanan untuk Mendukung Nawacita Kabinet Kerja. Salah satu fokus Kabinet Kerja yang tercantum dalam Nawacita adalah upaya membangun Indonesia dari pinggiran dan mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Salah satu program sektor kehutanan yang terkait dengan
upaya tersebut adalah pengembangan Aneka Usaha Kehutanan (AUK). Aneka Usaha Kehutanan adalah kegiatan usaha di bidang kehutanan yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber pendapatan masyarakat yang berkesinambungan dan ramah lingkungan, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat. Komoditi AUK yang potensial untuk dikembangkan adalah tanaman pangan (Hutan Cadangan Pangan), tanaman obat (pemanfaatan lahan di bawah tegakan), tanaman kehutanan penghasil buah dan biji, tanaman penghasil getah-getahan dan resin, dan tanaman penghasil minyak atsiri.
Pengembangan AUK didasarkan kepada potensi lokal dan aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu, diperlukan adanya identifikasi dan inventarisasi yang mencakup potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, sarana dan prasarana produksi, pasar, serta kelembagaan dan permodalan. Selain itu, pengembangan AUK tidak dapat dibangun melalui pendekatan produksi saja (supply driven), tetapi juga harus mempertimbangkan peningkatan kompetensi lokal melalui pendekatan sistem agribisnis yang efisien dan berdaya saing tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam rangka mendorong tumbuh kembangnya AUK di Kalimantan, Majalah Bekantan khususnya pada Rubrik Lansekap, Fokus dan Artikel akan membahas topik terkait dengan pengembangan AUK di Kalimantan. Pada Rubrik Lansekap akan dibahas dua (2) topik, yakni: (1) Kontribusi Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Adam Pada Pengembangan AUK di Kalsel dan (2) Potensi Buah Lokal Kalimantan Untuk Mendukung AUK. Pada Rubrik Fokus akan dibahas empat (4) topik, yakni; (1) Potensi dan Tantangan Pengembangan AUK di Kalimantan, (2) Potensi Bioprospeksi Jamur Hutan Tropis Untuk Mendukung Aneka Usaha Kehutanan, (3) Potensi Pengembangan Woodpellet di Kalimantan, dan (4) Potensi Perdagangan Karbon di Kalimantan. Pada Rubrik Artikel akan menampilkan dua (2) tulisan, yakni: (1) Potensi Pengembangan Lebah Propolis Trigona di Kalimantan dan (2) Model Pengembangan Gaharu di Kalimantan.
Semoga tema Aneka Usaha Kehutanan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan hutan dan kehutanan untuk terwujudnya visi “Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera”.
SALAM REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB:
Ir. Tjuk Sasmito Hadi, MSc
DEWAN REDAKSI:
Dr. Acep Akbar
Marinus K. Harun, MSc
Adnan Ardana, S.Sos
REDAKSI PELAKSANA:
Winingtyas W, S.Hut, MT, MSc
Fauziah, S. Hut
Agus Fitrianto, S. Hut
DESAIN GRAFIS DAN LAYOUT:
Purwanto Budi S., S.Hut, MSc.
Sukma Alamsyah
Henda Ambo Basiang
ALAMAT REDAKSI:
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin
Banjarbaru - Kalimantan Selatan 70721
Phone. (0511) 4707872,
Fax. (0511) 4707872
E-mail : [email protected]
DIPA BPK Banjarbaru 2015
Potensi Aneka Usaha Kehutanan
Mendukung Pembangunan di Kalimantan
3BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015 3BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
LANSEKAP:KONTRIBUSI PENGELOLAAN TAHURA SULTAN ADAM PADA PENGEMBANGAN ANEKA USAHA KEHUTANAN DI KALIMANTAN SELATAN ......... 4
LANSEKAP:“POTENSI BUAH LOKAL KALIMANTAN” INDUSTRI PANGAN ALTERNATIF DARI HUTAN ............ 9
PROFIL:ST12: SEMANGAT TANAM DAN PELIHARA POHON ... 13
FOKUS:PEMBANGUNAN MODEL ANEKA USAHA KEHUTANAN DI KALIMANTAN ................................. 17
POTENSI BIOPROSPEKSI JAMUR HUTAN TROPIS UNTUK MENDUKUNG ANEKA USAHA KEHUTANAN ........................................................... 23
PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI WOOD PELLET UNTUK MENDUKUNG ANEKA USAHA KEHUTANAN ........................................................... 26
MERAJUT ASA BERDAGANG KARBON DI KALIMANTAN SELATAN ....................................... 29
ARTIKEL:PENGEMBANGAN BISNIS GAHARU DI KALIMANTAN SELATAN ....................................... 33
ARTIKEL:PROSPEK BUDIDAYA LEBAH PROPOLIS TRIGONA ..... 38
LINTAS BERITA ........................................................ 43
DAFTAR ISI
4 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
LANSEKAP
Akhir-akhir ini kawasan
Tahura Sultan Adam
sering disebut-sebut
di media lokal mau-
pun nasional. Hal ini terkait dengan
berbagai potensi pemanfaatan
jasa lingkungan yang dimilikinya
mau-pun dengan berbagai perma-
salahan besar yang dihadapi dalam
pengelolaannya. Kawasan Tahura
Sultan Adam dengan luas 113.617
Ha merupakan kawasan konservasi
yang sejak era otonomi daerah
pengelolaannya dilimpahkan ke
pemerintah daerah. Sejak 2009
pengelolaan Tahura Sultan Adam
dilaksanakan oleh sebuah UPTD di
bawah Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan. Kawasan
KONTRIBUSI PENGELOLAAN TAHURA SULTAN ADAM PADA PENGEMBANGAN ANEKA USAHA KEHUTANAN DI KALIMANTAN SELATANOleh : Alip Winarto, S.Hut., M.Si.Kepala Seksi Pemanfaatan Tahura Sultan Adam
konservasi ini merupakan salah satu
dari kawasan hutan yang tersisa di
Kalimantan Selatan setelah kawasan
hutan produksi tidak lagi menjadi
primadona dan ditinggalkan oleh
para pemilik HPH.
Pengelolaan Tahura Sultan
Adam memiliki beberapa tujuan
sebagai berikut. Pertama, guna
terjaminnya kelestarian kawasan
Tahura dengan segala plasma
nutfah yang terkandung di
dalamnya. Kedua, terbinanya koleksi
tumbuhan dan satwa serta potensi
Tahura. Ketiga, mengoptimalkan
pemanfaatan Tahura untuk koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang
dimanfaatkan untuk kepentingan
penelitian, pendidikan dan pelatihan,
ilmu pengetahuan, penyuluhan,
menunjang budaya, pariwisata dan
rekreasi. Keempat, tempat wisata
alam sebagai sarana bina cinta alam,
memelihara keindahan alam dan
menciptakan iklim yang baik. Kelima,
meningkatkan fungsi hidrologis
Sub DAS Riam Kanan. Keenam,
meningkatkan pendapatan asli
daerah.
Selama berpuluh-puluh tahun,
sektor kehutanan di Kalimantan
Selatan terfokus pada hasil hutan
kayu. Hal ini ditandai dengan
ekspolitasi secara besar-besaran
terhadap hutan produksi oleh HPH
dan hadirnya beberapa industri
plywood skala besar dan turunannya.
Di era kejayaannya kehadiran usaha
perkayuan baik di hulu maupun di
hilir banyak memberikan kontribusi
yang signifikan dalam mendukung
Dam PLTA IR. PM NOOR
4 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
5BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015 5BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
pembangunan melalui pungutan
PSDH dan DR maupun penyediaan
lapangan kerja di Kalimantan
Selatan. Pemanfaatan jasa
lingkungan yang sebenarnya ketika
itu juga merupakan potensi yang
dapat dikelola dan dikembangkan
pada sektor kehutanan menjadi
terabaikan. Setelah potensi kayu di
hutan produksi semakin menyusut
dan tidak ekonomis diusahakan
seiring dengan kerusakan hutan di
Kalimantan Selatan, baru disadari
bahwa potensi non kayu harus
dikelola dan dimanfaatkan dengan
baik, sambil kembali membangun
hutan yang terlanjur rusak.
Pemanfaatan jasa lingkungan
merupakan suatu bentuk usaha
yang memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan baik tidak merusak
lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya. Kegiatan pemanfaatan
jasa lingkungan dapat berupa:
Hasilnya secara finansial adalah
sejak 2011 pengelolaan wisata alam
Tahura Sultan Adam Mandiangin
memberikan kontribusi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) meningkat dari
tahun ke tahun. PAD ini berupa
pungutan retribusi yang dikenakan
kepada para pengunjung, kendaraan
bermotor, pemakaian fasilitas yang
dibangun oleh pengelola (outbond,
Rumah Banjar, gedung informasi
dan warung wisata). Mekanisme
pemungutan diatur dalam Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No.
038 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Tempat
Pembayaran Retribusi Jasa Usaha
pada Tahura Sultan Adam. Lebih
dari 12.000 pengunjung tiap tahun
mengunjungi obyek Wisata Alam
Tahura Sultan Adam Mandiangin.
Selain memberikan kontribusi PAD
bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan, pengelolaan wisata alam
usaha wisata alam, usaha olahraga
tantangan, usaha pemanfaatan air,
usaha perdagangan karbon (carbon
trade) atau usaha penyelamatan
hutan dan lingkungan. Sejak tahun
2011 pengelola Tahura Sultan Adam
dengan segala keterbatasannya
mulai melakukan pengelolaan
pemanfaatan jasa lingkungan. Salah
satunya adalah berupa pengelolaan
wisata alam Tahura Sultan Adam
Mandiangin. Kegiatan ini sebenarnya
telah lama dilakukan oleh pengelola
sebelumnya. Tetapi pasca penyerahan
pengelolaan ke daerah, pengelolaan
wisata alam Tahura Sultan Adam
Mandiangin mati suri. Beberapa
fasilitas pendukung yang ada tidak
terpelihara dengan baik sehingga
mengalami kerusakan. Beberapa
upaya membenahi fasilitas yang ada
dan menambah fasilitas baru untuk
mendukung pengelolaan wisata
alam terus dilakukan.
Belajar kepada alam.
5BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
6 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Penangkaran rusa sambar.
6 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
juga memberikan kontribusi
kepada masyarakat lokal berupa
alternatif penghasilan bagi mereka.
Beberapa kelompok masyarakat
memanfaatkan ramainya kunjungan
wisata ke Tahura Sultan Adam
Mandiangin dengan membuat kios-
kios makanan, pengelolaan parkir,
penyewaan perlengkapan berenang,
dan sebagainya.
Di lokasi Wisata Alam Tahura
Sultan Adam Mandiangin, para
pengunjung dimanjakan dengan
beberapa view (pemandangan) yang
Fasilitas yang ada akan semakin
ditingkatkan untuk mendukung
pengelolaan wisata alam Mandiangin
ini.
Pengelolaan potensi wisata
alam Tahura Sultan Adam akan
terus dikembangkan dari waktu
ke waktu. Tidak hanya di wilayah
Mandiangin saja, potensi wisata
alam juga banyak ditemukan di
Waduk Riam Kanan dan sekitarnya.
Keberadaan perairan Waduk Riam
Kanan, Pulau Pinus I, Pulau Pinus
II, Bukit Batas, Air Terjun Lembah
Kahung, Air Terjun Pahiyangan dan
sebagainya sudah lama dikenal.
Meskipun belum ada pengelolaan
secara intensif termasuk pengenaan
retribusi terhadap pengunjung
Obyek Wisata Alam Tahura Sultan
Adam di Riam Kanan, tempat-tempat
tersebut sudah ramai dikunjungi.
Potensi ini jika dikelola, baik secara
murni oleh pengelola Tahura Sultan
indah seperti hamparan hutan tropis
yang masih terpelihara dengan baik,
view “tengger Mandiangin”, situs
bangunan bersejarah, air terjun,
agrowisata, penangkaran rusa dan
sebagainya. Pengunjung juga dapat
menikmati serunya outbond di lokasi
Wisata Alam Tahura Sultan Adam
Mandiangin, hiking, bersepeda
gunung, mandi di Kolam Belanda,
camping di beberapa camping ground
yang tersedia, melihat dari dekat
kegiatan konservasi rusa Sambar
(Cervus unicolor) dan sebagainya.
Tabel 1. Penerimaan Retribusi Wisata Alam Tahura Sultan Adam Mandiangin Sampai dengan bulan Maret 2015
No. Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Keterangan
1. 2011 - 94.852.500,00
2. 2012 100.000.000,00 115.427.500,00
3. 2013 150.000.000,00 181.105.000,00
4. 2014 150.000.000,00 150.877.500,00
5. 2015 150.000.000,00 49.705.000,00
Sumber : Laporan Tahunan Tahura Sultan Adam, 2014
7BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Wisata pulau pinus.
Mandiangin.
Sultan Adam dalam pengem-bangan
aneka usaha kehutanan di Kali-
mantan Selatan.
Tahura Sultan Adam juga
berkontribusi memberikan menye-
diakan sumber air baku bagi PDAM
Bandarmasih maupun Intan Banjar
yang kemudian diusahakan secara
komersial oleh
P D A M .
7BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Adam maupun berkolaborasi
dengan berbagai pihak yang terkait
dipastikan juga mampu memberikan
kontribusi bagi PAD Provinsi
Kalimantan Selatan. Pengelolaan ini
diharapkan akan berimbas positif
terhadap keberadaan masyarakat di
sekitar Waduk Riam Kanan sehingga
mereka akan terpanggil untuk tidak
mengganggu hutan, ikut menjaga
dan melestarikan kawasan Tahura
Sultan Adam.
Potensi air yang bermanfaat luar
biasa untuk kepentingan komersial
dan non komersial juga tidak
terlepas dari keberadaan kawasan
Tahura Sultan Adam. Waduk Riam
Kanan yang merupakan bagian
dari kawasan Tahura Sultan Adam
luasnya mencapai kurang lebih
68 km2 dengan volume air kurang
lebih 492.000.000 m3. Melalui
pemanfaatan air permukaan ini telah
menggerakkan roda perekonomian
baik yang dilakukan dengan skala
perusahaan maupun oleh kelompok-
kelompok masyarakat.
Salah satu perusahaan yang
memanfaatkan air permukaan Tahura
Sultan Adam adalah PT. PLN Persero
Wilayah Kalselteng. PLTA Ir. PM Noor
sebagai bagian dari PT. PLN Persero
telah sejak lama menghasilkan
listrik sebesar 30 MW dimana secara
operasional PLTA ini sangat
tergantung pada
debit air
Waduk Riam Kanan yang tidak
lain adalah merupakan bagian dari
Tahura Sultan Adam. Perusahaan
milik negara ini membayar pajak
daerah yang berupa pajak air
permukaan kepada Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan kurang
lebih berkisar Rp 600.000.000 –
Rp 900.000.000 per bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa besar
kontribusi penge-lolaan Tahura
8 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/20158 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Sementara ini PDAM memanfaatkan
air baku dari Waduk Riam Kanan
meskipun saat ini pengambilannya
tidak langsung di kawasan Tahura
Sultan Adam tetapi mengambil
melalui jaringan irigasi Riam Kanan.
Wacana ke depan PDAM akan
mengambil air baku langsung dari
Waduk Riam Kanan dan wacana
tersebut sudah mulai direalisasikan
dengan membangun jaringan pipa
induk PDAM ke Waduk Riam Kanan.
PDAM selama ini juga memberikan
kontribusi kepada Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan dengan
membayar pajak air permukaan.
Sayangnya sampai saat ini kontribusi
PT. PLN Persero maupun PDAM
yang memanfaatkan air permukaan
Air Terjun Mandiangin.
Tahura Sultan Adam belum diakui
sebagai bagian dari kontribusi atau
pendapatan yang dihasilkan dari
kawasan Tahura Sultan Adam.
Sementara itu yang tidak kalah
pentingnya adalah bahwa masyarakat
lokal yang tinggal di sekitar Waduk
Riam Kanan memanfaatkan air
permukaan Tahura Sultan Adam
untuk berbagai kepentingan. Mereka
mengembangkan usaha budidaya
ikan air tawar, memanfaatkan
sebagai media transportasi antar
desa, sumber air bersih dan
sebagainya. Secara langsung dan
tidak langsung mereka mendapatkan
manfaat ekonomi maupun non
ekonomi dengan keberadaan Tahura
Sultan Adam. Air yang dimanfaatkan
masyarakat sangat erat kaitannya
dengan keberadaan Tahura Sultan
Adam. Jala apung sebagai salah
satu bentuk pemanfaatan air
permukaan Tahura Sultan Adam
dapat ditemukan di perairan Waduk
Riam Kanan maupun sepanjang
aliran saluran irigasi Waduk Riam
Kanan. Transportasi antar desa di
sekitar Waduk Riam Kanan juga
yang menggunakan klotok, ketinting
dan alat sejenis lainnya juga sangat
tergantung pada air permukaan
Tahura Sultan Adam.
www.absoluterevo.wordpress.com
9BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Hutan di Kalimantan termasuk kawasan
hutan tropika basah yang memiliki
keanekaragaman hayati sangat tinggi
di dunia. Selain sebagai penghasil kayu,
hutan di Kalimantan juga dikenal dengan kekayaan
keanekaragaman jenis dan plasma nutfah buah-buahan
dan merupakan pusat persebaran beberapa komoditas
buah-buahan tropis yang bernilai ekonomi tinggi. Data
hasil penelitian LIPI mengungkapkan terdapat 226 jenis
tanaman penghasil buah yang biasa dimakan (edible fruit)
yang ada di Kalimantan, dimana 58 jenis diantaranya telah
dibudidayakan dan sisanya masih tumbuh liar di hutan-
hutan.
“POTENSI BUAH LOKAL KALIMANTAN” INDUSTRI PANGAN ALTERNATIF DARI HUTANOleh: Junaidah
Buah Lokal Kalimantan
Musim buah di Kalimantan biasanya terjadi pada
bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Pada bulan-
bulan tersebut, dapat kita jumpai dengan sangat mudah
buah-buah tropis maupun buah-buahan lokal Kalimantan.
Buah-buahan Kalimantan ada yang berasal dari lahan
kering dan ada yang berasal dari lahan basah (lahan rawa).
Buah yang berasal dari lahan kering antara lain: durian
(Durio Sp.), manggis (Garcinia mangostana), cempedak
(Artocarpus integra), nangka (Artocarpus heterophyllus),
langsat (Lansium domesticum), rambutan (Nephelium
sp.), mangga (Mango sp.), sampai dengan buah-buahan
lokal khas Kalimantan seperti : kasturi (Mangifera casturi),
ramania (Bouea macrophylla Griffith), kapul (Baccaurea
sp.), dan kalangkala (Litsea sebifera).
Buah-buahan yang tumbuh di lahan rawa sebagian
besar satu marga dengan buah-buahan yang berasal
dari lahan kering, namun biasanya memiliki beberapa
sifat unggul, antara lain : (1) Kerabat durian liar (Durio
lowianus) dengan sifat unggul resisten terhadap pathogen
Phytopthora, daging buah tebal, citra rasa enak dan aroma
tidak menyengat; (2) kerabat manggis liar (Garcinia sp.),
seperti manggis ganal yang mempunyai bentuk dan
ukuran buah yang eksotik, daging buah berwarna putih
dengan cita rasa yang manis, sedangkan bundar/mundar
Buah local khas Kalimantan (a) Bundar, (b) Cempedak (c) Durian Pontianak, (d) Kalangkala, (e) Kasturi, (f) Rambutan
a
d
b
e
c
f
9BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
LANSEKAP
10 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
(Garcinia forbessi) mempunyai warna merah cerah
menarik, disertai rasa daging buah yang asam-manis; (3)
Kerabat srikaya (Anona sp.), yang mempunyai ukuran buah
lebih besar daripada srikaya biasa; (4) Kerabat mangga
rawa (Mangifera sp.) seperti mangga hambuku, kasturi
dan kueni yang tumbuh dan bertahan hidup meskipun
dalam keadaan terendam harian dan kemasaman tanah
yang cukup ekstrim (pH 4).
Awal mulanya buah-buah lokal Kalimantan diperoleh
masyarakat dari hutan. Lama kelamaan, beberapa jenis
mulai dibudidayakan dan dikembangkan masyarakat
dalam bentuk kebun buah campuran. Masyarakat lokal
menyebut kebun buah campuran tersebut dengan
sebutan “Dukuh” atau “Pulau Buah”.
Dukuh diperoleh secara turun temurun dan masih
dikelola secara tradisional. Di dalamnya, masyarakat
menanam tanaman penghasil kayu, tanaman penghasil
buah dan tanaman semusim seperti empon-empon
(kencur, jahe, kunir), serei, kacang tanah dan pisang secara
bersama-sama.
Sedangkan di lahan rawa, pohon buah-buahan
ditanam dengan system surjan dan galengan.
Potensi Buah Lokal Kalimantan
Di Kalimantan, dapat kita temukan 226 jenis tanaman
penghasil buah-buahan. Berdasarkan perawakannya, dari
226 jenis dikelompokkan menjadi berupa pohon sebanyak
201 jenis, liana 12 jenis, perdu 8 jenis, semak 3 jenis dan
terna 2 jenis. Sedangkan dari 35 suku yang tercatat, 5 suku
yang dominan masing-masing adalah suku Euphorbiaceae
(31 jenis), Anacardiaceae (27 jenis),
Moraceae (25 jenis), Sapindaceae (18
jenis) dan Clusiaceae (16 jenis).
Buah lokal di Kalimantan
memiliki tingkat keaneka-ragaman
jenis dan genetik yang cukup tinggi
Misalnya saja jenis durian (Durio
Sp) dilaporkan sekitar 30 jenis, 14
jenis endemik di Kalimantan 3 jenis
endemik di Semenjung Malaya
dan 1 jenis di Sumatera. Tingginya
jumlah jenis Durio yang endemik di
Kalimantan memberikan gambaran
bahwa Kawasan ini merupakan
salah satu pusat terpenting
untuk keanekaragaman buah-
buahan kerabat durian. Dikawasan
Kalimantan ini juga dapat ditemukan berbagai jenis Durio
mulai dari yang ukuran buahnya sebesar bola tenis sampai
buah kelapa ataupun yang arilusnya berwarna keputihan
sampai merah tua, dengan rasa yang manis sampai
sangat manis.
Buah lokal Kalimantan sebenarnya tidak kalah dengan
buah-buahan tropis lainnya. Buah-buah lokal Kalimantan
banyak yang memiliki kandungan vitamin C yang tinggi,
bermanfaat sebagai antioksidan dan memiliki cita rasa
yang cukup enak.
Sebut saja manggis, buah ini dikenal sebagai ratu
buah yang memiliki kadar antioksidan tertinggi di dunia.
Selain itu ada buah kasturi yang memiliki rasa dan aroma
yang sangat lezat sehingga sangat digemari masyarakat,
bundar dan ramania yang memiliki kandungan vitamin
C yang cukup tinggi serta buah kalangkala sangat cocok
dibikin asinan dan sebagai pelengkap sambal.
Buah-buah lokal Kalimantan dijual dengan harga
yang relative cukup murah. Buah-buah tersebut ada
yang dijual per ikat, per biji, per kilo atau per wadah.
Pada musim buah, kasturi dijual harga300-500/biji, buah
manggis dijual 1000-2000/biji tergantung dari ukurannya,
buah ramania dijual 500-700/biji, buah bundar dijual
dengan harga 200/biji, kapul dijual 5.000-4.000 /ikat dan
rambutan dijual 1.000-5.000/ikat dimana 1 ikat terdiri
dari 10-15 biji, cempedak dijual 5000-15.000/biji dan
durian dijual 10.000-30.000/biji. Buah-buah tersebut
menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi rumah
tangga petani di pedesaan.
10 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
11BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Peluang Industri Berbasis Buah
Lokal
Buah-buahan lokal Kalimantan
selama ini belum dimanfaatkan
secara maksimal. Buah-buah lokal
banyak dikonsumsi dalam bentuk
buah segar atau dijadikan kue untuk
jajanan, sayur, asinan, misalnya:
godoh cempedak, asinan kalang
kala, sambal kalangkala dan mandai
empedak.
Pemanfaatan yang masih belum
maksimal ini menyebabkan pada
musim buah, banyak buah lokal
yang akhirnya busuk dan terbuang
percuma. Padahal sebenarnya, buah
lokal punya potensi besar untuk
dikelola lebih lanjut, diantaranya
diolah menjadi keripik buah.
Pengolahan buah lokal menjadi
keripik buah merupakan salah satu
bentuk alternative pemanfaatan
buah lokal yang sangat efektif,
khususnya pada musim buah dimana
jumlah buah sangat berlimpah.
Keripik buah mengandung
potensi untuk digali dan dikembang-
kan karena belum begitu dikenal
oleh masyarakat luas, sehingga
mengundang daya tarik masyarakat
untuk mencoba rasanya.
Keripik buah memiliki beberapa
daya tarik, antara lain: terbuat dari
bahan alami, aman untuk dikonsumsi,
rasa yang khas dan mengandung
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Daya tarik tersebut meningkatkan
nilai tambah bagi produk keripik
buah.
Pengolahan buah menjadi
keripik akan meningkatkan harga
jual dari buah tersebut. Seperti:
usaha keripik aneka di malang yang
memproduksi keripik apel, salak dan
nangka. Salak pondoh yang harganya
cuma 5.000-10.000/kg, bila telah
diolah menjadi keripik harganya bisa
meningkat menjadi 80.000/kg. Begitu
juga dengan beberapa jenis buah
lainnya, seperti: nangka segar yang
harganya 1.500/kg bila telah menjadi
keripik bisa mencapai 50.000/kg.
Selain meningkatkan nilai
ekonomi buah, keberadaan industri
pengolahan buah lokal akan
mampu menyerap tenaga kerja
dan menjadi sumber pendapatan
bagi pemilik usaha tersebut yang
diharapkan juga dapat berpengaruh
dalam meningkatkan ekonomi
masyarakat lokal.Buah-buahan lokal
yang mempunyai peluang untuk
dikembangkan sebagai indutri keripik
antara lain :cempedak, rambutan dan
kasturi.
Kendala dan Tantangan
Pengembangan Usaha Pedesaan
Berbasis Buah Lokal
Kendala yang dihadapi dalam
pengembangan buah lokal adalah
kualitas buah masih rendah, harga
yang murah, produktifitasnya
tidak kontinyu, budidaya masih
bersifat tradisionil dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang
teknologi pengolahan hasil lanjutan.
Buah-buah lokal Kalimantan
sebagian besar dibudidayakan
masyarakat dalam bentuk kebun
buah campuran “dukuh”. Sistem
dukuh di Kalimantan, khususnya
wilayah Kalimantan Selatan
pengelolaannya masih bersifat
“seadanya”. Dalam sistem dukuh
pemeliharaan tanaman sangat
kurang, penataan dan kombinasi
jenis yang sangat tidak beraturan
dan kurangnya upaya untuk
meningkatkan kualitas produk. Hal
inilah yang menyebabkan rendahnya
kualitas buah yang dihasilkan dari
sistem dukuh sehingga harganyapun
sangat murah di pasaran.
Kurangnya pengetahuan masya-
rakat tentang budidaya kebun
campuran yang baik dan tingkat
pendidikan yang masih sangat
rendah merupakan salah satu pokok
permasalahan utama yang harus
diperhatikan. Masyarakat pedesaan
pemilik kebun campuran umumnya
mempunyai tingkat pendidikan SD,
bahkan banyak yang tidak sekolah.
Pemerintah daerah setempat
perlu mengupayakan adanya
penyuluhan-penyuluhan tentang
budidaya kebun campuran yang baik
dan benar. Ini menjadi tantangan
11BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
12 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/201512 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Produk keripik buah. Sumber foto: mistercrips.wordpress.com
bagi pemda setempat untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat pedesaan
dalam hal budidaya dukuh.
Kendala lain yang cukup
penting untuk diselesaikan adalah
buah-buah lokal memiliki proses
pembusukan yang sangat cepat.
Ini menjadi tantangan bagaimana
caranya menciptakan teknologi
pengolahan hasil lanjutan sehingga
buah-buah tersebut bisa dikonsumsi
untuk jangka waktu yang lebih lama.
Sebenarnya pengolahan lanjutan
buah lokal sudah ada, misalnya:
asinan kalangkala dan asinan bundar.
Namun masih dalam skala kecil dan
pengemasan produk kurang menarik
sehingga banyak tidak dikenal oleh
masyarakat luas. Pengolahan hasil
buah lokal lanjutan yang lebih variasi
akan sangat mendukung upaya
pengembangan usaha pe-desaan
berbasis buah lokal.
Beberapa upaya yang bisa dila-
kukan untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas buah lokal antara
lain: intensifikasi dukuh melalui
kegiatan pemeliharaan
yang lebih efektif
seperti penyiangan,
p e m u p u k a n ,
pemangkasan
dan penjarangan pohon yang
terkena hama penyakit. Selain itu ada
kegiatan yang bisa dikembangkan
untuk jangka panjang seperti
penanaman tanaman baru dengan
pola yang lebih teratur dan
penggunaan benih buah lokal yang
unggul dan berkualitas.Benih unggul
buah lokal bias diperoleh melalui
program pemuliaan.
Penutup
Kalimantan memiliki potensi
buah lokal yang sagat tinggi. Jenis
buah yang sangat beragam dan
lahan penanaman yang masih cukup
luas akan sangat mendukung industri
berbasis buah lokal. Industri ini juga
akan mendukung peningkatan
sumber pangan alternatif.
Pengembangan industri
buah lokal kalimantan
sebagai industri
alternatif pangan
dari hutan
akan mampu
menjadi bentuk
alternatif pemanfaatan hasil hutan
di wilayah sekitar hutan. Namun
pengembangan industri ini, perlu
dukungan dari pemerintah daerah
setempat dan instansi-instansi
terkait. Dengan adanya industri ini
diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di
pedesaan, khususnya disekitar hutan
dan mendukung program ketahanan
pangan (JND)***.
Sumber PustakaTahan Uji. 2005. Keanekaragaman Jenis, Plasma
Nutfah dan Potensi Buah-buahan Asli
Kalimantan. Biosmart Volume 6 No. 2 Hal.
117-125.
Junaidah. 2015. Survei, Wawancara dan
Dokumentasi pribadi.
12 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
ww
w.k
amba
tikpa
rk.b
logs
pot.
com
13BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Mendengar kata ST12, yang terpikir adalah nama group musik/
band. Namun ini bukan band ST12 melainkan satu komunitas
yang bercita-cita memun-culkan orang-orang yang peduli
terhadap lingkungan. Harapannya dari komunitas ini lahir
kesadaran untuk menanam pohon, yang pada akhirnya tercipta lingkungan
yang sehat dan lestari. Untuk lebih jelasnya lagi tentang komunitas ST12 ini,
berikut hasil wawancara tim redaksi majalah bekantan dengan pendiri dan
penggiat ST 12. Mereka adalah Kusnowadi, Akhmad rifani, dan Rijali Anwar.
Bisa diceritakan apa itu ST 12?
Berawal dari obrolan di warung mengkritisi keadaan lingkungan yang
semakin rusak, namun upaya dari pemerintah kesannya hanya bersifat
ceremonial, belum membentuk kesadaran masyarakat untuk menanam pohon.
Kelompok pertama terbentuk di kelurahan Sungai Besar, kecamatan Banjarbaru
Selatan, kota Banjarbaru. Harapannya berawal dari 12 orang di sungai besar
ini, akan terbentuk minimal 12 orang lagi di tempat yang lain, yang tiap sabtu
pagi jam 8-11 menanam, memupuk, menyulam pohon. Cita-citanya di setiap
kabupaten di Indonesia terbentuk 12 orang yang menanam secara rutin dan
serempak setiap sabtu pagi jam 8-11.
ST 12 adalah
singkatan dari Serbu tanam
per kelompok 12 orang.
ST12: SEMANGAT TANAM DAN PELIHARA POHON
P R O F I L
13BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
14 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Kapan ST12 berdiri?
Terbentuk pertengahan tahun 2011. Setelah itu
pada hari ulang tahun lintas Forum Lintas paguyuban
Banjarbaru tgl 31 Desember 2011, ST12 dikukuhkan oleh
Walikota Banjarbaru. Pada tanggal tersebut perwakilan
semua etnis menanam mahoni dan tanjung di Jl. Aneka
Tambang Banjarbaru.
Siapa saja yang menjadi pemprakarsa berdirinya
ST12?
Pemprakarsanya adalah 12 orang pertama yaitu
Kusnowadi, Dedi, Setiaman, Basuki, Sautin, Tugini,
Suprihadi, Herman, Sucipto, Bahri, Rijali Anwar, dan
Akhmad Rifani.
Sebenarnya, apa tujuan didirikannya ST12?
Banjarbaru yang dulu hutan berubah menjadi kota
pemukiman. Penduduk semakin banyak, memerlukan air
dan oksigen yang lebih banyak. Sementara pohon yang
berperan dalam ketersediaan air dan oksigen semakin
habis. Sehingga harus ada upaya untuk mengembalikan
hijaunya Banjarbaru. Selain itu ST12 ingin membentuk
kesadaran masyarakat untuk mencintai pohon dengan
cara rutin menanam dan memeliharanya setiap sabtu pagi.
Terlebih kota Banjarbaru pernah mengalami banjir
ketika hujan terus menerus beberapa hari, yang disebabkan
semakin berkurangnya daerah resapan air. Karenanya
melalui Akhmad Rifani, anggota ST12 yang sekaligus Lurah
Sungai Besar, memberikan arahan kepada pengembang
perumahan di Sungai Besar untuk menyediakan fasiltas
umum untuk dapat ditanami. Menjelaskan kepada mereka
juga jenis-jenis yang cocok untuk ditanam.
Kegiatan apa saya yang sudah dilaksanakan ST12?
Melakukan penanaman di pinggi jalan-jalan umum,
di halaman tempat ibadah, di fasilitas umum sebagai
peneduh kota. ST12 juga membuat Mou dengan TNI
Polri dalam hal bantuan tenaga untuk penanaman. Selain
itu ST12 juga bekerjasama dengan sekolah-sekolah dari
TK, SMP dan SMA dalam kegiatan penanaman pohon.
Akhirnya tanggal 31 Januari ditetapkan oleh Pemerintah
Kota Banjarbaru sebagai Hari Gerakan Siswa Menanam.
15BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Kendala apa saja yang dhadapi
ST12 dalam mencapai tujuannya?
Kendala yang dihadapi antara
lain, tanaman yang ditanam di
pinggir jalan harus direlakan ketika
terjadi pelebaran jalan. Kemudian
pohon yang ditanam di lahan
kosong, karena tanahnya dimiliki
individu dan dijual akhirnya direlakan
juga diratakan untuk dibangun
perumahan. Selain itu ST12 juga
terbatas dalam mendapatkan bibit
tanaman buah, padahal masyarakat
khususnya di perumahan menyukai
tanaman buah.
Selain itu terdapat kendala juga
dari sisi keengganan masyarakat
bergabung di komunitas ini. Salah
satu alasannya adalah adanya
anggapan ST12 mendukung partai
atau calon kepala daerah tertentu.
Atau dengan bahasa lain ST12 ikut
berpolitik praktis. Hal itu telah coba
dibantah dengan prakarsa dari ST12
mengundang semua partai untuk
menanam bersama.
Dari mana pendanaan ST12?
Semua kegiatan ST12 dibiayai
secara swadaya. Kalaupun dapat dari
pihak lain, ST 12 tidak menerima
sumbangan berupa uang, tapi
berupa barang. Misalkan ada
sumbangan berupa mobil pick up
dari politisi PPP. Springle air untuk di
persemaian dari Ibu Soraya Zulkifli
(Mantan Menhut). Sumbangan bibit
dari BPTH dan BPDAS. Sumbangan
tenaga dari TNI Polri dan dari
masyarakat umum berupa air mineral
dan makanan ringan dalam setiap
kegiatan mingguan.
Siapa saja yang menjadi anggota
ST12?
ST12 terbuka umum untuk siapa
saja, apa pun profesinya, rimbawan,
swasta, ibu rumah tangga, PNS,
pemuka agama dan lain sebagainya.
Tidak tertutup untuk etnis manapun.
Karenanya ketika seorang yang telah
menjadi anggota ST12, kemudian
orang tersebut mencalonkan diri
menjadi anggota dewan atau kepala
daerah, nah ST12 akhirnya dianggap
mendukung calon tertentu, padahal
jauh sebelumnya sudah aktif di ST12.
Syarat menjadi anggota ST12?
Syarat anggota ST12 hanya dua
yaitu ‘gila’pohon dan cinta pohon.
Dalam artian senang menanam dan
memelihara pohon. Alhamdulillah
sekarang di banjarbaru sudah ada 50
orang anggota ST12 dua diantaranya
bergelar Doktor yaitu Dr. Acep Akbar,
peneliti utama di BPK banjarbaru dan
Dr. Ijwi. Setiap minggu anggota di-
sms, yang mengingatkan tempat dan
waktu penanaman atau pemeliharaan
yang akan dilaksanakan.
Pandangan ST12 terhadap
kegiatan rehabilitasi dan
penghijauan yang ada saat ini?
Menurut kami kegiatan reha-
bilitasi dan penghijauan saat ini
belum maksimal, karena kegiatan
tersebut hanya dicanangkan setahun
sekali dan dengan biaya yang cukup
besar. ST12 pernah melaksanakan
yang serupa bekerjasama dengan
TNI Polri dengan biaya yang jauh
lebih kecil.
Kira-kira berapa batang pohon
yang telah ditanam dan jenisnya
apa saja?
Kira-kira selama ini telah kami
tanam 20.000 pohon. Jenis yang
ditanaman seperti trembesi, mahoni,
bentawas, tanjung dan sedikit
tanaman buah-buahan seperti
kelengkeng dan rambutan.
15BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
16 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Penghargaan apa saja yang telah
didapatkan oleh ST12?
Penghargaan langsung untuk
ST12 yang didapat adalah dari
Jawa Post Award sebagai program
unggulan partisipasi publik. Namun
penghargaan untuk anggota ST12
seperti yang didapatkan oleh H.
Rukimin mendapat kenaikan pangkat
luar biasa di TNI karena kiprahnya
di ST12. Kemudian Kelurahan
Sungai Besar yg dipiesar mendapat
penghargaan Kelurahan Peduli
Kehutanan di Istana Negara. Namun,
yang perlu dicatat ST12 melakukan
kegiatannya bukan untuk mendapat
penghargaan. Namun penghargaan
tersebut hanyalah buah dari kegiatan
yang telah dilakukan dan bukan
menjadi tujuan.
Pesan atau informasi dari ST12
untuk pembaca Majalah Bekantan?
Kami ingin mengucapkan
terimaksih kepada Pimpinan BPTH,
BPDAS, BPKH, Bakorluh yang sudah
memberikan dukungan dan bantuan
dalam kegiatan ST12. ST12 tidak
pernah mengajak, namun hanya
menyampaikan bahwa ST12 ada di
Indonesia. Bila ada dari pembaca
majalah ini yang mau menjadi
bagian komunitas ini, dan siap turun
ke lapangan setiap sabtu pagi jam
08.00- 11.00 dapat menghubungi
kontak person ST12 yaitu Kusnowadi
di Nomer HP 08125100160. Tidak
lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada BPK Banjarbaru karena telah
mengangkat ST12 di rubrik profil
dalam majalah bekantan. Semoga
melalui majalah ini semakin banyak
lagi orang-orang yang mau ikut
dalam serbu tanam per kelompok 12
orang.... ST12.
17BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
F O K U S
PENDAHULUAN
Aneka Usaha Kehutanan (AUK) merupakan
usaha bidang kehutanan yang berbasis hasil
hutan bukan kayu (HHBK). Pengelolaan
AUK berorientasi pada peningkatan
produktivitas hutan dan lahan dengan memperhatikan tiga
(3) azas, yaitu: ekonomi, sosial dan ekologi (lingkungan).
Upaya pengembangan AUK dilakukan melalui
pemberdayaan kelompok tani berbasis spesifik komoditas.
Pengembangan AUK memerlukan adanya perhatian dari
pemerintah dan para pihak terkait dengan melakukan
pembinaan melalui aturan (regulasi), pendampingan
(supervisi) dan fasilitasi, yang diwujudkan dalam bentuk
pembangunan infrastruktur baik fisik maupun sosial
(kelembagaan masyarakat). Upaya pemberdayaan tersebut
dilakukan melalui proses pendidikan yang berkelanjutan,
PEMBANGUNAN MODEL ANEKA USAHA KEHUTANAN DI KALIMANTANOleh: Acep Akbar dan Marinus K. Harun
sehingga mereka mempunyai akses terhadap sumber
daya hutan, teknologi, dan modal. Pengembangan AUK
dilaksanakan dengan pola kemitraan dan diarahkan
pada pengembangan komoditi HHBK yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif tinggi sehingga
pengembangannya dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) dan devisa negara. Pengembangan
AUK diharapkan dapat mendukung pembangunan di
Kalimantan dan mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik.
Komoditas AUK yang berpotensi untuk dikembangkan
antara lain buah-buahan, getah-getahan dan resin,
tanaman obat, tanaman pangan, biji-bijian dan minyak
atsiri. Berbagai jenis tersebut dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia bahkan dapat dijadikan komoditas
yang mempunyai nilai ekonomi. Jenis komoditas HHBK
sangat banyak dan beragam. Masing-masing komoditas
mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik, seperti
tempat tumbuh, teknik budidaya, penanganan pasca
panen, manfaat dan kegunaan serta nilai ekonominya,
sehingga dalam pengembangan usahanya diperlukan
adanya prioritas sesuai dengan kondisi setempat. Tulisan
18 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
(c) (d)
(a) (b)
Beberapa contoh usaha bidang kehutanan yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu antara lain (a) cendana, (b) budidaya lebah madu, (c) budidaya jamur, (d) budidaya ulat sutera, dan lain sebagainya.
Sumber foto: www.pusdiklathut.org
ini bertujuan untuk membahas
tentang HHBK di Kalimantan yang
berpotensi untuk dikembangkan
melalui pembangunan model AUK.
PEMBANGUNAN MODEL ANEKA
USAHA KEHUTANAN
Pembangunan Model AUK
adalah salah satu program
pengembangan usaha Perhutanan
Sosial (Persos), sehingga usaha
kelopok tani hutan (KTH) dalam
skala kecil dan menengah berbasis
hutan pada kawasan hutan maupun
di luar kawasan hutan (lahan milik)
berkembang dengan baik. Masyarakat
ditempatkan sebagai pelaku utama
dan diarahkan pada pembangunan
ekonomi kerakyatan, sehingga
petani secara bertahap akan mampu
mengelola hutan secara mandiri dan
berkelanjutan yang berazaskan pada
keseimbangan lingkungan (ekologi),
sosial-budaya dan ekonomi. Sesuai
dengan amanat Undang-undang
(UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Pemda) dan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengaturan atas Penyelenggaraan
Pemda, sebagian urusan kehutanan
termasuk pengembangan AUK
diserahkan pengelolaannya
kepada pemerintah kabupaten/
kota. Peran Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam
pengembangan AUK adalah
memberikan arahan dan bimbingan
kepada pemerintah kabupaten/kota,
antara lain dengan cara memberikan
kriteria dan standar teknis dan
pengembangan kelembagaan.
Kriteria dan standar tersebut akan
berbeda untuk masing-masing
kabupaten/kota tergantung kondisi
biofisik, sosekbud masing-masing
daerah. Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh data empiris dalam
perumusan rekomendasi serta
kriteria dan standar pengembangan
AUK yang sesuai dengan kondisi
setempat. Pembangunan Model AUK
perlu dilakukan secara berkelanjutan
dari waktu ke waktu seiring dengan
perkembangan biofisik dan sosial
ekonomi pada masing-masing
kabupaten, khususnya terhadap
perkembangan teknologi, sosial dan
ekonomi yang dapat berpengaruh
baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kriteria dan
standar teknis dalam pembangunan
AUK tersebut. Model pengembangan
kelembagaan dan pemberdayaan
kelompok perlu mendapat perhatian
dalam pengembangan model AUK,
sehingga dari model tersebut akan
berkembang menjadi unit usaha
yang mandiri dan berkelanjutan.
Strategi yang ditawarkan sebagai
solusi permasalahan pengembangan
AUK di Kalimantan untuk faktor
kebijakan dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi kunci intervensi
pengembangannya, mulai dari kunci
pemasaran, kebijakan, kapasitas
usaha, sampai dengan kepemimpinan
dan akses finansial. Pengembangan
AUK memerlukan dua hal penting
sebagai kunci intervensi. Pertama,
informasi dan peningkatan kapasitas
melalui pengelolaan informasi dan
pembelajaran yang terus-menerus.
Kedua, kepemimpinan sebagai
ketokohan untuk melakukan berbagai
terobosan dalam memanfaatkan
peluang pasar, memaksimumkan
potensi dan menemukan strategi
yang tepat untuk menanggapi
berbagai situasi yang menghambat.
Kepemimpinan ini diperlukan dengan
berbagai kualitas di tingkat kebijakan/
kepemerintahan, pemerintah daerah,
lembaga bisnis di tingkat unit
usaha, dan pada aktor pendamping
masyarakat (LSM). Intervensi yang
dilakukan harus mempertimbangkan
kondisi terkini (existing) pengusahaan
HHBK yang akan dikembangkan
dengan karakteristik adanya
keterbatasan-keterbatasan perilaku
industri hilir yang masih dikuasai
negara pengimpor, kentalnya peran
19BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Selain diambil manfaatnya, sudah selayaknya kelestarian hutan juga patut dijaga dari kerusakan.Sumber foto: www.mongabay.co.id
pengepul (agen) di negara produsen,
belum mantapnya standardisasi
dan pengembangan hanya dapat
dilakukan pada produk bahan
mentah dan industri primer saja.
Intervensi kebijakan yang akan
dilakukan perlu memperhatikan
lokasi dimana komoditas HHBK
akan dibudidayakan. Berdasarkan
lokasi tempat tumbuh komoditas
HHBK yang akan dikembangkan
maka komoditas HHBK berasal dari
kawasan hutan dan luar kawasan
hutan (lahan milik) atau hutan rakyat.
Komoditas HHBK yang berasal dari
pohon yang tumbuh di kawasan
hutan negara dibedakan menjadi
dua, yakni: (a) komoditas HHBK
yang berasal dari hutan lindung dan
dikenal dengan nama pemungutan,
(b) komoditas HHBK yang berasal
dari hutan produksi baik hutan alam
maupun hutan tanaman dikenal
dengan istilah pemanfaatan.
Langkah-langkah yang perlu
dilakukan sehubungan dengan
pengelolaan pemanfaatan HHBK
pada pengembangan AUK dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1)
inventarisasi dan pemetaan potensi
komoditas HHBK yang akan
dikembangkan di dalam dan luar
kawasan hutan. Hal ini dimaksudkan
untuk memperoleh sebaran
potensinya pada setiap kabupaten/
kota. (2) penyusunan/perumusan
kebijakan yang mendukung
pengelolaan komoditas HHBK yang
akan dikembangkan menjadi HHBK
Unggulan Provinsi. Kebijakan ini
diharapkan dapat menjadi dasar bagi
pelaku usaha dan masyarakat yang
akan melaksanakan pengembangan
komoditas tersebut. Langkah ini
bersifat lintas sektor, antara lain: (a)
alokasi lahan produksi (alam dan
tanaman) untuk pengembangan
komoditas HHBK dimaksud, (b)
insentif bagi pelaku usaha dan
(c) insentif bagi masyarakat yang
akan mengembangkan komoditas
tersebut.
Faktor pendukung yang
diperlukan bagi pengembangan
komoditas HHBK yang akan
dikembangkan dalam AUK dapat
dijelaskan sebagai berikut (Dephut,
2009).
Pertama, pemantapan kawasan
yang mencakup aspek: (a) pening-
katan kelengkapan, keakuratan
dan keterkinian hasil inventarisasi
potensi komoditas HHBK yang akan
dikembangkan di dalam setiap
kegiatan inventarisasi hutan, (b)
percepatan proses pengukuhan,
penyelesaian konflik kawasan, proses
penyesuaian tata ruang, rekontruksi
(tinjau ulang) dan realisasi tata batas,
(c) percepatan proses pembentukan
unit-unit KPH pada seluruh kawasan
hutan (konservasi, lindung dan
produksi) dengan mengarus-
utamakan kelas perusahaan HHBK,
(d) implementasi dari perencanaan
pengembangan HHBK sebagai
bagian dari sistem perencanaan
kehutanan menuju terwujudnya
rencana kehutanan yang hirarkis
dan terintegrasi mulai dari tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/
kota dan unit pengelolaan, yang
meliputi jangka waktu panjang dan
pendek pada seluruh kawasan hutan
(konservasi, lindung dan produksi).
Kedua, mitigasi perubahan
iklim, yang mencakup aspek: (a)
terselenggaranya secara optimum
peran kawasan hutan di dalam
mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim dan diterimanya imbalan
yang seimbang dari peran tersebut.
Pengembangan komoditas HHBK
sebagai komoditas AUK ditempatkan
sebagai salah satu elemen pendukung
percepatan pembentukan KPH untuk
diposisikan sebagai register area
dalam mekanisme perdagangan
karbon, (b) identifikasi lokasi-lokasi
yang potensial memasuki skema
pasar karbon dan membangun model
implementasi skema perdagangan
karbon dengan lebih menitikberatkan
pemanenan HHBK serta lebih banyak
menunda pemanenan kayu untuk
memperbesar cadangan karbon,
20 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Rotan adalah hasil hutan non kayu yang dapat memberi konstribusi kepada masyarakat dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
(c) Penyelenggaraan penelitian
kemampuan/kapasitas penyerapan
dan penyimpanan karbon (CO2) oleh
tegakan hutan dan pengembangan
sistem perhitungannya, ketika
tegakan lebih diarahkan untuk
produksi HHBK.
Ketiga, pemanfaatan hutan yang
mencakup aspek: (a) penyempurnaan
pedoman dan percepatan tata hutan
baik untuk hutan konservasi, lindung
dan produksi sebagai dasar arahan
bentuk pemanfaatan hutan dalam
sistem KPH yang meliputi kayu
dan bukan kayu serta penyusunan
rencana pengelolaan hutan pada
setiap unit KPH, (b) peningkatan
kegiatan inventarisasi sumberdaya
hutan sehingga dapat dikuasai data/
informasi potensi hutan sebagai
dasar pemanfaatan kayu dan
HHBK yang lestari, (c) intensifikasi
pemanfaatan lahan hutan,
peningkatan produktifitas melalui
perbaikan teknik silvikultur yang
disesuaikan dengan tipologi hutan
setempat dan berprinsip SMART
(Start Managing All Resources Today),
joint production, sehingga dalam satu
tapak hutan dapat dimanfaatkan
dengan berbagai tujuan misalnya
hasil hutan kayu, HHBK dan
sekaligus jasa lingkungan hutan, (d)
pemanfaatan hutan guna produksi
HHBK diselenggarakan oleh usaha
skala kecil untuk menciptakan dunia
usaha kehutanan yang tahan (lentur)
menghadapi perubahan lingkungan
strategis yang sangat dinamis,
(e) peningkatan pemberdayaan
masyarakat di dalam pemanfaatan
hutan, antara lain melalui
peningkatan kapasitas dan akses
masyarakat terhadap sumberdaya
hutan termasuk di dalamnya HHBK,
dengan memanfaatkan secara
maksimal instrumen pemberdayaan
(pola kemitraan, HKm dan Hutan
Desa) serta pelibatan dalam usaha
kehutanan skala kecil anatara lain
melalui HTR.
Keempat, rehabilitasi yang
mencakup aspek: (a) meningkatkan
pertimbangan pengembangan jenis
HHBK Unggulan pada percepatan
pembangunan hutan tanaman (HTI
dan HTR), pembangunan hutan
rakyat, GERHAN, dan gerakan
menanam lainnya sehingga lebih
dapat terjamin adanya laju rehabilitasi
yang lebih besar dari laju degradasi,
(b) percepatan rehabilitasi pada DAS
prioritas dengan memaksimumkan
kelas perusahaan HHBK untuk
meningkatkan daya dukung ruang
hidup, (c) kegiatan rehabilitasi
dipersiapkan kemungkinannya
untuk memasuki skema voluntary
carbon market, pemanfaatan air, dan
wisata alam yang dapat memberikan
manfaat langsung kepada
masyarakat.
Kelima, perlindungan dan
pengamanan hutan yang men-
cakup aspek: (a) penguatan
peraturan perundangan dan
kelembagaan untuk meningkatkan
efektifitas upaya pencegahan dan
pemberantasan gangguan terhadap
hutan dan kawasan hutan melalui
berbagai insentif yang melekat pada
pengembangan komoditas getah
jelutung (HHBK), (b) penyadaran dan
penguatan kelembagaan masyarakat
untuk ikut berperan dalam kegiatan
perlindungan dan pengamanan
hutan melalui berbagai insentif
pemanfaatan komoditas HHBK, (c)
penegakan hukum (law enforcement)
yang adil dan transparan.
Keenam, konservasi alam yang
mencakup aspek: (a) pemanfaatan
HHBK tidak dapat dilepaskan dari
upaya peningkatan konservasi
keanekaragaman hayati melalui
konservasi ekosistem in-situ dan
konservasi ex-situ, (b) penguatan
pengelolaan kawasan konservasi
ekosistem, jenis dan genetik
melalui kolaborasi pengelolaan,
profesionalisme sumber daya
manusia, penerapan good forest
governance serta pengembangan
sistem insentif konservasi yang
21BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Biodiesel merupakan salah satu hasil produk olahan yang dihasilkan dari hasil hutan bukan kayu.
kondusif, (c) memperluas pelaku dan
jumlah jenis pemanfaatan HHBK di
kawasan konservasi.
Ketujuh, penelitian dan
pengembangan yang mencakup
aspek: (a) pemanfaatan hasil litbang
dan teknologi dalam pemanfaatan
HHBK untuk meningkatkan efisiensi
serta nilai tambah pemanfaatan
hutan, (b) membangun kegiatan
penelitian yang lebih integratif;
melibatkan berbagai disiplin
ilmu dan berorientasi kepada
kebutuhan pengguna (user-oriented);
menghasilkan produk olahan HHBK
dan teknologi pengembangannya
yang inovatif, bernilai tambah tinggi,
berorientasi pasar, ramah lingkungan
dan berdaya saing tinggi.
Kedelapan, kelembagaan yang
mencakup aspek: (a) kelembagaan
pengurusan HHBK dibangun
kembali dengan sumberdaya
manusia yang berorientasi pada
kompetensi program dan kerja,
dengan dukungan organisasi dan
tata hubungan kerja serta sumber
dana, SDM yang berkualitas dalam
jumlah dan penyebaran yang
memadai, (b) penguatan SDM
melalui pengembangan Sistem
Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
berbasis kompetensi usaha HHBK;
pengembangan standardisasi
kompetensi, peningkatan jumlah
dan distribusi SDM profesional
kehutanan; serta pembinaan SDM
kehutanan untuk pengembangan
HHBK, (c) penyuluhan kehutanan
dilakukan secara terintegrasi (pusat
dan daerah). Peningkatan penyuluhan
terpadu, bimbingan teknis dan
pendampingan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan hutan. Bisnis
dan pemasaran HHBK. Penyesuaian
program penguatan kelembagaan
penyuluhan kehutanan guna
melayani kebutuhan pengembangan
HHBK, termasuk perluasan
sasaran penyuluhan kehutanan,
(d) pengawasan yang menjamin
terselenggaranya pengurusan hutan
sesuai dengan mandat undang-
undang, sebagai umpan balik yang
menjadi bahan penyempurnaan
kebijakan pengurusan hutan dari
waktu ke waktu. Optimalisasi peran
pengawasan kinerja pembangunan
kehutanan oleh unsur masyarakat,
(e) pengembangan kebijakan/
regulasi tentang HHBK yang dapat
memfasilitasi terselenggaranya
kebijakan yang lebih bersifat insentif
daripada disinsentif serta penerapan
pemerintahan yang baik (good
governance).
Kesembilan, pengembangan
insentif yang mencakup: (a)
membangun pilot project
pengembangan komoditas HHBK
Unggulan dengan Pola BOT (Built,
Operate, Transfer) dalam hal ini
pemerintah membangun unit
pengembangan komoditas tersebut
secara langsung mulai dari produksi
bahan baku sampai unit-unit
industri pengolahannya. Selain itu
menyiapkan SDM, sarana prasarana
kemudian secara bertahap diserahkan
ke Kelompok Tani untuk dikelola
lebih lanjut, (b) menyiapkan sarana
prasarana produksi untuk diberikan
kepada kelompok-kelompok yang
akan membentuk unit pengembang
komoditas HHBK unggulan, sarana
produksi dapat berupa: bibit HHBK
yang akan dikembangkan (hasil
pemuliaan), mesin pemroses,
pupuk, dan lain-lain, (c) membantu
penguatan kelembagaan antara
lain melalui: penyiapan pedoman,
pelatihan teknis, pelatihan manajerial,
studi banding, pertemuan, seminar,
diskusi dan pemasaran, (d)
promosi dengan mempromosikan
program-program yang berkaitan
dengan pengembangan komoditas
HHBK Unggulan melalui: aktivitas
penyuluhan, penyebarluasan
informasi dan penguatan jejaring
kerja.
Kesepuluh, kredit usaha rakyat
(KUR). Pengembangan HHBK
Unggulan memerlukan adanya
22 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Adanya Kredit Usaha Rakyat memberikan angin segar bagi pelaku industri mikro agar dapat memiliki pinjaman modal uuntuk mengembangkan lini usaha produktifnya. Sumber foto: blog.duitpintar.com
permodalan yang dapat dibiayai oleh
perbankan. Namun hal ini terkendala
oleh sifat pengusahaan HHBK yang
belum bankable (belum memenuhi
persyaratan kredit/pembiayaan
bank) untuk dapat mengakses kredit/
pembiayaan dari bank. Kendala
tersebut dapat dicarikan solusinya
melalui KUR yang merupakan
implementasi dari Inpres Nomor
6 Tahun 2007 tentang Kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor
Riil dan Pemberdayaan UMKMK.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) meru-
pakan kredit atau pembiayaan yang
diberikan oleh bank pemberi kredit/
pembiayaan kepada Usaha Mikro,
Kecil, Menengah, dan Koperasi
(UMKMK) baik individu atau kelompok
koperasi yang mempunyai usaha
produktif yang layak namun belum
bankable. Agunan yang diperlukan
lebih ringan dibandingkan kredit
komersial karena jika UMKM gagal
mengembalikan pinjaman, maka 70%
dari sisa kredit/pembiayaan yang
diberikan oleh bank pemberi kredit/
pembiayaan dijamin oleh perusahaan
penjamin. Imbal jasa penjaminan
menjadi beban pemerintah, khusus
untuk sektor Pertanian, Kelautan dan
Perikanan, Kehutanan, Industri Kecil
serta TKI dijamin pemerintah sebesar
80%. Penyaluran KUR, khususnya
KUR Mikro, dilaksanakan oleh bank
yang memiliki banyak cabang hingga
ke tingkat kecamatan/desa serta
lembaga linkage sehingga mudah
dijangkau oleh UMKM. Mekanisme
penyaluran KUR melalui tiga cara,
yakni: (a) langsung dari bank
pelaksana ke UMKMK, (b) dari bank
pelaksana tidak langsung ke UMKMK
tetapi melalui lembaga linkage
dengan pola executing, (c) dari bank
pelaksana tidak langsung ke UMKMK
tetapi melalui lembaga linkage
dengan pola channeling.
Contoh pembangunan Model
AUK yang sedang dilakukan di
Provinsi Kalimantan Selatan adalah
Sentra Lebah Madu di Kabupaten
Tanah Laut (Pleihari), Sentra Lebah
Trigona (Kalulut) di Barabai dan
Tapin. Kegiatan Pembangunan Model
AUK tersebut dilakukan dengan
membentuk Kelompok Usaha
Produktif (KUP). Hal ini seperti yang
terdapat di KUP Gapoktan Langsat
Membangun yang berlokasi di Desa
Telaga Langsat, Kecamatan Takisung,
Kabupaten Tanah Laut.
PENUTUP
Pengembangan Model AUK
di Kalimantan memerlukan adanya
keterpaduan unsur-unsur yang
membentuk sistem pengembangan,
yakni: (a) subsistem hulu, yang
mencakup: penyiapan lahan,
penyiapan bibit, penanaman,
penyediaan pupuk, pemberantasan
hama dan penyakit; (b) subsistem
hilir, yang mencakup: pemanenan,
pengangkutan, pengolahan dan
pemasaran serta (c) subsistem
pendukung, yang mencakup:
kebijakan pemerintah, riset dan
pengembangan, pendidikan dan
pelatihan, tranportasi, infrastruktur,
skema kredit dan asuransi.
Ketiga subsistem tersebut
memerlukan investasi yang besar,
peluang penyerapan tenaga kerja
yang besar dan penerimaan asli
daerah yang besar. Oleh karena itu,
seluruh sektor harus memainkan
peran sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya masing-masing agar
pengembangan AUK dapat berhasil.
Koordinasi dan integrasi yang baik di
antara para pihak diharapkan dapat
membawa AUK menjadi industri
yang secara nyata mendukung
Pembangunan di Kalimantan.
Semoga!
DAFTAR BACAAN[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu
Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial. 2004. Pedoman
Pembangunan Model Aneka Usaha
Kehutanan. Jakarta.
23BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
PENDAHULUAN
Pemanfaatan hasil hutan telah dilakukan dengan cakupan yang lebih luas seperti minyak atsiri, wood pellet, dan senyawa dari hasil hutan non-kayu, termasuk dari jamur. Kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang digambarkan di atas merupakan salah satu contoh dari kegiatan bioprospeksi. Bioprospeksi didefinisikan sebagai kegiatan mengeksplorasi, mengoleksi, meneliti, memanfaatkan sumberdaya genetik dan biologi secara sistematis untuk memperoleh sumber-sumber baru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alami lainnya yang memiliki nilai ilmiah dan/atau komersil. Kegiatan bioprospeksi saat ini banyak dilakukan dengan bantuan bioteknologi untuk menemukan manfaat dari suatu jenis yang memiliki potensi komersial tinggi. Kegiatan bioprospeksi yang banyak dilakukan saat ini adalah bioprospeksi terhadap mikroorganisme yang ada di alam, salah satunya adalah jamur. Jamur dikenal memiliki peran sebagai dekomposer pada rantai makanan. Jamur juga berperan sebagai penghasil senyawa yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan baku farmasi dan bahan baku pembuatan produk biofertilizer serta biofungisida untuk pertanian. Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang potensi jamur di hutan tropis sebagai material bioprospeksi untuk mendukung Aneka Usaha Kehutanan (AUK).
BIOPROSPEKSI JAMUR UNTUK BAHAN BAKU OBAT-OBATAN
Jamur saat ini menjadi primadona baru sebagai sumber bahan pembuatan obat-obatan, seiring dengan perkembangan ekstraksi bahan alam (herbal). Hal ini dikarenakan setiap jamur memiliki kemampuan untuk memproduksi senyawa yang secara alami diproduksi untuk kelangsungan hidupnya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa senyawa tersebut bermanfaat. Salah satunya untuk bahan baku industri farmasi. Mycophenolic acid merupakan senyawa pertama dari jamur yang berhasil diidentifikasi pada tahun 1896. Penelitian berikutnya terus berkembang sehingga saat ini banyak jenis obat-obatan yang bahan bakunya berasal dari senyawa yang dihasilkan oleh jamur. Gambar 1 menampilkan obat-obatan berbahan baku senyawa dari jamur.
Penisilin merupakan senyawa yang paling dikenal dari beberapa jenis obat-obatan yang berasal dari jamur. Penisilin
merupakan antibiotik
y a n g
POTENSI BIOPROSPEKSI JAMUR HUTAN TROPIS UNTUK MENDUKUNG ANEKA USAHA KEHUTANANOleh: Safinah S. Hakim dan Reni S. Wahyuningtyas
F O K U S
23BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
banyak dilakukan saat ini adalah bioprospeksi terhadap mikroorganisme yang ada di alam, salah satunya adalah jamur. Jamur dikenal memiliki peran sebagai dekomposer pada rantai makanan. Jamur juga berperan sebagai penghasil senyawa yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan baku farmasi dan bahan baku pembuatan produk biofertilizer serta biofungisida untuk pertanian. Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang potensi jamur di hutan tropis sebagai material bioprospeksi untuk mendukung Aneka Usaha Kehutanan (AUK).
Penisilin merupakan senyawa yang paling dikenal dari beberapa jenis obat-obatan yang berasal dari jamur. Penisilin
merupakan antibiotik
y a n g
23BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
www.absoluterevo.wordpress.com
23BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
24 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
berasal dari jamur Penicillum chrysogenum. Penisilin merupakan jenis metabolit yang dikeluarkan jamur Penicillum sp. pada kondisi stres. Penemuan ini merupakan suatu ketidaksengajaan. Alexander Flemming pada tahun 1929 melihat adanya jamur kontaminan yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphy sp. Flemming selanjutnya mendalami fenomena tersebut sampai akhirnya berhasil menemukan penisillin sebagai antibiotik. Tabel 1 menjelaskan beberapa senyawa yang diambil dari jamur untuk bahan baku obat selain penisilin.
BIOPROSPEKSI JAMUR UNTUK PERTANIAN
Pemanfaatan jamur untuk kegiatan pertanian telah banyak diteliti, salah satunya adalah mikoriza. Mikoriza merupakan hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisma) antara jamur dan tanaman tingkat tinggi. Simbiosis tersebut dapat memberikan berbagai pengaruh positif bagi tanaman, antara lain meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan penyerapan nutrisi tanaman, membantu tanaman dalam kondisi lingkungan yang kritis, dan lain-lain.
Gambar 2 menjelaskan tentang jamur ektomikoriza Schleroderma sp. yang bermanfaat sebagai biofertilizer. Selain sebagai penyubur tanaman atau fertilizer, jamur juga dikembangkan sebagai biopestisida yang ramah lingkungan. Penelitian pertama tentang penggunaan jamur sebagai pestisida yang ramah
Tabel 1. Beberapa senyawa jamur yang dimanfaatkan untuk bahan baku obat
No Nama Senyawa Jenis Jamur Nama Dagang Manfaat
1 Micafungin Coleophoma empetrii
Mycamin® Mengobati penyakit Candidemia yakni penyakit yang ditimbulkan oleh adanya jamur yang tumbuh di dalam darah
2 Cefditorrel Pivoxin
Cephalos-porium sp.
Spectracef ® Meiact ® Tablet 100
Antibiotik
3 Asparaginase Penicillium sp. Asparaginase Elspar S-Aspar®
Mengobati leukemia, sudah dikategorikan oleh WHO sebagai obat yang penting dalam dunia kesehatan
4 Statin Penicillum sp dan Aspergillus sp.
Lipitor®Zocor®Pravachol®
Menurunkan Kolestrol dengan menghambat produksi enzim HMG CoA-Reductase yang memproduksi kolestrol dalam liver
5 Cyclosporin Tolypocladium inflatum
Sandimmune ®Atopex Neoral®
Immunosuprresan (obat untuk menekan sisitem kekebalan tubuh) yang digunakan pada saat transplantasi organ
6 Griseofulvin Penicillium griseofulvum.
Grifulvin V®Fulvin 500Grison ®250
Antijamur pada rambut dan kulit
7 Ergocalciferol Claviceps sp. Calciferol ®Calcidol®Ddrops™
Sumber vitamin D2
Tabel 2. Beberapa jenis jamur yang dimanfaatkan untuk bahan baku biofertilizer dan biopestisida
No Jenis Nama dagang Manfaat1 Beauveria bassiana Ago Biocontrol
Bassiana 50Mycotrol WPOstrinil
Biopestisida pengendali hama pada tanaman-tanaman pertanian
2 Chondrostereum purpureum Biochon Biospetisaida untuk tanaman berkayu
3 Legenidium Giganteum Laginex Biopestisida 4 Trichoderma harzianum AgoBiocontrol
Trichoderma 50 Biopestisida untuk fungi patogen
5 Verticiliuma leccanii Vertalec Biopestisida untuk jenis-jenis aphids pada tanaman pertanian
6 Penicillium bilaiae Jumpstart ® Biofertilizer untuk meninggatkan berat kering tanaman, dan penyerapan P
7 Ketomium ® C. globosum and C. cupreum
Mikofungisida dan growth stimulant
8 AgBio-Endos Fungi Ektomiriza
Biofertilizer
9 Promote® Pisolithus tinctorius
Biofertilizer
10 Mycomax AM fumgi (Glomous intraradices)
Biofertilizer
24 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Gambar 1. Obat-obatan berbahan baku senyawa dari jamur
25BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
lingkungan dilakukan pada tahun 1879 oleh Metchinkoff dan Pasteur. Mereka menggunakan jamur Metharhizium anisopliae untuk mengendalikan hama pada tanaman gandum dan jagung. Pada tahun 1932, aplikasi jamur Trichoderma sp. juga sudah digunakan untuk pengendalian jamur patogen tular tanah (soil-borne disease).
Gambar 2. Jamur ektomikoriza Schleroderma sp.
sebagai biofertilizer.
Faktor lain yang mendukung produksi teknologi mikroba adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan melalui penggunaan produk yang ramah lingkungan. Saat ini, banyak produk yang sudah dipatenkan dan diperdagangkan di pasaran. Tabel 2. Contoh-contoh jenis jamur yang dimanfaatkan untuk bahan baku biofertilizer dan biopestisida.
PELUANG DAN TANTANGAN PEMANFAATAN JAMUR HUTAN TROPIS
Diperkirakan, ada sebanyak 1,5 juta jenis jamur yang ada di seluruh dunia, namun hanya 10% saja jenis yang sudah diketahui. Dari jumlah yang ada, jenis fungi yang ada di hutan tropis dipastikan jumlahnya sangat besar. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan hutan tropis memiliki suhu yang relatif lembab dan hangat. Kondisi ini, sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Terlebih lagi, hutan tropis m e m i l i k i b a n y a k keragaman
tumbuhan sehingga diperkirakan variasi asosiasiasi jenis jamur dan tanaman lebih beragam. Namun sangat disayangnya, hanya sedikit saja jenis jamur yang diketahui dan diteliti lebih lanjut. Potensi keanekaragaman jamur akan diikuti oleh banyaknya senyawa yang dihasilkan jamur, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk diantaranya sebagai bahan baku farmasi dan produk pertanian yang ramah lingkungan. Hingga saat ini terdapat kurang lebih 6.450 senyawa bioaktif yang berhasil diambil dari fungi dan sebagain besar bermanfaat untuk keperluan medis dan juga keperluan pertanian. Jumlah ini tentu saja akan meningkat jika penelitian terhadap jamur terus ditingkatkan dan pemanfaatan jamur untuk berbagai kebutuhan dipenuhi. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan besar bagi para peneliti dan pelaku industri.
PENUTUPBerbagai tahap kegiatan harus dilakukan untuk membuat suatu
mikooorganisme bisa dimanfaatkan dan diproduksi dalam skala besar. Tahapan-tahapan tersebut antara lain eksplorasi, uji efektivitas, uji lapangan skala kecil, produksi skala laboratorium, analisis produksi, standardisasi hingga akhirnya bisa diproduksi massal. Proses ini harus dilewati untuk memastikan produk yang dipasarkan layak untuk digunakan masyarakat. Proses yang panjang ini tentu saja memakan waktu yang tak sedikit. Proses yang panjang dan biaya yang tidak sedikit inilah yang menjadi hambatan dalam pembuatan massal produk-produk berbahan baku mikroorganisme. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan ini diperlukan kolaborasi dan komitmen besar dari sektor riset, industri dan pemerintah.
DAFTAR BACAANKaewchai, S., Soytong, K. and Hyde, K.D. (2009). Mycofungicides and fungal biofertilizers. Fungal
Diversity 38: 25- 50.Riyadi I. 2008. Potensi Pengelolaan Bioprospeksi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal
Litbang Pertanian 27(2) : 69-73Suryanarayanan TS, Thirunavukkarasu N, Govindarajulu MB, Sasse F, Jansen R, Murali TS. 2009. Fungal
endophytes and Bioprospecting . Fungal Ecology Reviews 23 :9-19Suwahyono U. 2010. Biopestisida : Cara membuat dan Petunjuk Penggunaan. Jakarta : Penebar
Swadaya http://www.fungaldiversity.org/fdp/sfdp/FD38-2.pdfhttp://web.singnet.com.sg/~linlj/pharmace.htm
ww
w.c
hubi
echu
rubi
e.w
ordp
ress
.com
25BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
26 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Pendahuluan
Wood pellet (WP) merupakan sumber energi alternatif yang ketersediaan bahan bakunya sangat melimpah di Kalimantan. WP merupakan bahan bakar ramah lingkungan dengan emisi karbon 0% yang telah diakui oleh United Nation (UN). Produk
ini telah digunakan oleh beberapa negara maju seperti Cina, Korea, dan Jepang sebagai sumber energi pembangkit listrik untuk mengurangi emisi gas CO2. WP dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam menanggapi permasalahan kelangkaan bahan bakar fosil akhir – akhir ini.
Bahan baku pembuatan WP berasal dari limbah industri penggergajian, limbah tebangan, dan limbah industri kayu lainnya. Limbah–limbah tersebut diolah dan dikemas dalam bentuk pellet berdiameter 6–10 mm dan panjang 10–30 mm. WP dicirikan dengan kapsul berkepadatan rata–rata 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Kadar abu WP relatif rendah, yaitu sekitar 0,5%; kandungan energinya mencapai 4,7 kWh/kg atau 19,6 Gj./od Mg. Rasio energi WP antara output dan input tergolong tinggi, yaitu 19 : 1 – 210 : 1. WP cocok digunakan sebagai bahan bakar kebutuhan rumah tangga, pertanian, dan industri besar, bahkan juga bisa digunakan sebagai sumber energi pada industri pembangkit tenaga. Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang prospek pengembangan WP untuk mendukung aneka usaha kehutanan (AUK) dan mandiri energi di Kalimantan.
Proses Produksi Wood PelletProses pembuatan WP terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) tahap
perlakuan pendahuluan bahan baku, (2) pelletisasi, dan (3) perlakuan akhir pembuatan pellet. Tahapan tersebut bisa dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Pertama, Tahap Perlakuan Pendahuluan. Tahap ini tergantung pada karakteristik dimensi bahan baku. Bahan baku dengan dimensi yang lebih besar memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang lebih besar pula. Jika bahan bakunya berupa serbuk kayu, maka tidak diperlukan perlakuan pendahuluan. Lain halnya jika bahan baku masih berupa log, maka perlu dilakukan pengulitan. Penghilangan kulit ini dimaksudkan untuk meminimalkan
PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI WOOD PELLET UNTUK MENDUKUNG ANEKA USAHA KEHUTANAN
kadar abu yang nantinya dikandung dalam pellet. Jika biomassa kayu dengan karakteristik dimensi yang berbeda, misalnya kombinasi kayu serutan, serpihan kayu, kayu log akan digunakan sebagai bahan baku, maka perlu dikenakan proses pemesinan kayu berupa penyerpihan. Penyerpihan yang pertama kali digunakan adalah penggilingan kasar (coarse grinding) dengan hasil berupa partikel – partikel kasar kayu. Untuk dapat dijadikan pellet, diperlukan partikel kayu berukuran 4 – 6 mm, sehingga perlu dilakukan proses penggilingan lanjutan (fine grinding) terhadap partikel – partikel kayu tersebut agar dihasilkan ukuran partikel kayu yang sesuai. Pengayakan menggunakan saringan ukuran 60 mesh atau 80 mesh dilakukan agar diperoleh ukuran partikel yang lebih seragam. Proses densifikasi/pemadatan bahan baku yang efisien sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel kayu dan kadar air partikel kayu. Setelah ukuran partikel disesuaikan, partikel – partikel halus kayu tersebut dikeringkan dalam rotary dryer dengan suhu 80 – 110ºC hingga diperoleh kadar air sekitar 16%.
Oleh: Dewi Alimah
F O K U S
ww
w.a
shm
elt.
eu
26 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
27BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Kedua, Proses Pembentukan Pellet. Alat yang digunakan untuk membuat pellet adalah alat pres hidrolik yang dilengkapi electric heater dan lubang – lubang kecil berdiameter 15 mm, panjang 220 mm dengan tekanan kempa 1.500 psi. Bahan baku berupa partikel – partikel halus kayu dimasukkan ke dalam lubang – lubang alat tersebut dan dikempa sambil dipanaskan pada suhu kempa 150 – 250ºC. Pembuatan wood pellet tidak membutuhkan bahan perekat karena di dalam partikel – partikel kayu telah terkandung zat perekat alami, yaitu lignin. Saat ini telah dikembangkan mesin pembuat wood pellet dengan prinsip operasi die dan roller. Mesin pembuat pellet ini terdiri atas ring die yang berputar mengelilingi roll tetap (fixed roller). Bahan wood pellet yang dimasukkan terjebak dalam ruang yang berada di antara roller dan die dan ditekan hingga masuk ke lubang – lubang (die holes).
Gambar 1. Desain dan prinsip operasi mesin pellet ring die.(Sumber: Protic et.all., 2011)
Selain mesin pellet ring die di atas, ada juga mesin pellet flat die, dimana roller berputar mengelilingi axisnya sekaligus axis flat die. Flat die berada dalam posisi horisontal dan bahan wood pellet berada di atasnya. Wood pellet yang dihasilkan keluar meninggalkan mesin dalam bentuk tali sehingga diperlukan pisau khusus yang diposisikan pada perimeter mesin pellet untuk memotong tali tersebut menjadi pellet – pellet kayu berukuran pendek (±40 mm).
Gambar 2. Desain dan prinsip operasi mesin pellet flat die(Sumber: Protic et.all., 2011)
Ketiga, Perlakuan akhir pembuatan pellet. Setelah meninggalkan mesin pellet, biasanya suhu wood pellet berkisar antara 80 – 130ºC. Produk dengan suhu tinggi tidak layak untuk dikemas sehingga proses pendinginan perlu dilakukan. Selain itu, proses pendinginan dapat memperbaiki keawetan mekanis dan menurunkan kadar air yang terkandung dalam wood pellet hingga mencapai 2 wt%. Wood pellet biasanya dipindahkan dari mesin pellet menuju alat pendingin melalui bucket elevator.
Pada prinsipnya, mesin pendingin pellet ini bekerja dengan mengalirkan udara dingin yang bersifat kering ke dalam mesin pendingin melalui bagian bawah mesin. Sementara itu, wood pellet yang akan didinginkan dimasukkan ke dalam mesin melalui bagian atas. Udara dingin mengumpulkan panas dan kelembaban yang dilepaskan dari pellet dan meninggalkan pendingin. Wood pellet yang telah dingin akan turun ke bawah mesin dan selanjutnya dibawa menuju ke bagian pengemasan. Kemasan wood pellet dapat berupa kantong kemas dengan berbagai ukuran. Kantong pellet dengan ukuran lebih kecil biasanya memuat sekitar 10 – 25 kg pellet sedangkan kan tong yang lebih besar memuat 1 – 1,5 m3 pellet. Untuk menjaga kualitas produk, dapat ditambahkan pembungkus berbahan alumunium foil mengingat wood pellet sangat higroskopis sehingga mudah menyerap air.
Gambar 3. Desain dan prinsip operasi mesin pellet flat die(Sumber : Protic et.all., 2011)
Prospek Pengembangan Wood Pellet Peluang mengembangkan bahan bakar ini sangat
terbuka luas mengingat limbah hasil hutan kita sangat besar baik dari limbah industri kayu maupun dari hutan tanaman. Sampai tahun 2007, Indonesia baru mampu menghasilkan wood pellet sebanyak 40.000 ton, sedangkan produksi dunia telah menembus angka 10
28 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
juta ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai 12,7 juta ton. Di pasar Eropa saja, konsumsi wood pellet dari tahun 2000 – 2010 semakin meningkat, yaitu mencapai 13 juta ton pada tahun 2010. Hal ini mengingat adanya kebijakan Uni Eropa tentang energi bersih, dimana mulai tahun 2005 telah ditetapkan 20% pengurangan gas rumah kaca (GRK) dan minimum 20% konsumsi energi terbarukan pada tahun 2020.
Sementara itu, di pasar domestik, industri di Indonesia seperti garmen, peternakan, bahan bangunan, industri kreatif, dan lain-lain terus berkembang, dan tentunya akan disertai dengan peningkatan konsumsi listrik dan konsumsi energi terbarukan. Hal ini perlu diimbangi dengan pasokan energi dari sektor energi biomassa dan ini juga untuk mendukung kebijakan Kemenhut tentang produksi 5 juta ton energi ramah lingkungan agar bisa tercapai di tahun 2020.
Untuk pengembangan industri biomassa ini, Indonesia dan korea Selatan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Korea Forest Service telah menandatangani kerjasama pada Maret 2009. Sebelumnya pengusaha asal Korea Selatan ini telah membangun pabrik wood pellet di Wonosobo, Jawa Tengah, yaitu PT. Solar Park yang bekerjasama dengan Perum Perhutani mengolah limbah kayu sengon (Albizia falcataria) dan kaliandra (Calliandra callothyrsus). Perusahaan ini memiliki 3 (tiga) mesin pellet dan 1 (satu) mesin rotary. Produksi perbulan berkisar antara 20 – 30 kontainer dan masing-masing kontainer berisi 18 ton pellet. Produk yang dihasilkan diekspor ke Korea sebagai bahan bakar tungku pemanas ruangan, bahan bakar PLTU bekerjasama dengan perusahaan Samsung dan LG.
Pengembangan Wood Pellet di Kalimantan SelatanKalimantan Selatan memiliki potensi besar dalam pengembangan wood
pellet. Berdasarkan data Dishut Kalimantan Selatan tahun 2011 diketahui bahwa limbah kayu dari industri penggergajian terutama untuk serbuk kayu di tahun 2009 dan 2010 berturut – turut dapat mencapai 4.307 m3 dan 2.659,5 m3. Selain itu, limbah industri kelapa sawit, khususnya cangkang dan serabut kelapa sawit yang melimpah di Kalimantan Selatan juga berpotensi sebagai bahan baku wood pellet. Dari area perkebunan kelapa sawit sekitar 37.038 ha diperoleh 256.200 ton tandan buah segar pertahun dan dari hasil pengolahannya dapat diperoleh limbah produksi sekitar 15.552 ton cangkang dan 31.104 ton serabut. Cangkang dan serabut kelapa sawit ini diolah menjadi wood pellet melalui proses torrefikasi, yaitu pembakaran parsial tanpa oksigen.
Di Pelaihari, Kalimantan Selatan, saat ini telah berdiri perusahaan wood pellet, yaitu PT. SL Agro Industri yang berkerja sama dengan PT. Inhutani III. PT SL Agro Industri ini merupakan perusahaan yang dibangun dari penanaman modal asing asal Korea Selatan dan telah beroperasi sejak Agustus 2013. Kapasitas produksi wood pellet perusahaan ini mencapai 30.000 ton/tahun. Bahan baku wood pellet dipasok dari HTI PT. Inhutani III berupa log – log kecil dan limbah industri kayu sekitar 60.000 ton/tahun. Pada tahun 2015 ini, perusahaan tersebut menargetkan produksi wood pellet sekitar 300.000 ton kubik. Semua wood pellet hasil produksi PT SL Agro Industri ini diekspor ke Korea Selatan, dimana konsumsi wood pellet di negara ini sangat tinggi dan diperkirakan akan mencapai 5 juta ton pada tahun 2020.
Daftar BacaanAnonim. 2011. Indonesia Berpeluang Suplay Wood Pellet. Media Informasi dan Komunikasi DEN.
Majalah Dewan Energi Nasional Edisi I : 8 – 9. HMS Bergbau AG. 2011. From Coal to Biomass. Heat and Power Generation With Renewable Energy.
Dublin.Kusuma, I.P. 2010. Studi Pemanfaatan Biomassa Limbah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar Pembangkit
Listrik Tenaga Uap Di Kalimantan Selatan : Studi Kasus Kabupaten Tanah Laut. Proceeding Seminar Tugas Akhir ITS. Surabaya. Tidak diterbitkan.
Protic, M., D. Mitic, dan V.F. Stefanovic. 2011. Wood Pellets Production Technology. Journal Safety Engineering Vol 1(1) : 23 – 26.
Rachman, E., Tati R, dan Sofyan B. 2014. Prospek Ekonomi Wood Pellet: Untuk Bisnis Energi Terbarukan. Badan Litbang Kehutanan. Kementerian Kehutanan.
Slette, J and I.B. Wiyono. 2013. Indonesia Biofuels Annual. Gain Report. USDA Foreign Agricultural Service.
Sutapa, J.P.G. 2014. Energetic and Industrial or Use of Wood in Indonesia – an Overview. Universitas Gadjah Mada.
Sylviani dan E.Y. Suryandari. 2013. Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu Sebagai Bahan Bakar Terbarukan : Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol 10(4): 235 – 246.
Wood Pellet Sumber Energi dari Limbah Kayu. 2010. Siaran Pers No.: S.108/PIK-1/2010. Pusat Informasi Kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Gambar 4. Profil WP dengan proses normal (a) dan WP hasil torrefikasi (b). Sumber : a) Sutapa, 2014 ; b) HMS Bergbau AG, 2011 )
29BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Perdagangan karbon sangat identik dengan perubahan iklim. Konsep ini sudah sangat akrab dan sering kita dengar sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir. Perdagangan karbon
merupakan salah satu bentuk komitmen dunia untuk menurunkan emisi karbon pada masing-masing negara. Dunia merespon perubahan iklim tersebut dengan membentuk United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Saat ini, konvensi tersebut telah diadopsi lebih dari 190 negara dan Indonesia telah meratifkasi konvensi tersebut dengan Undang-undang No. 6/1994.
Lompatan besar konsep perdagangan karbon ini terjadi pada COP-3 (Conference of the Parties) di Kyoto Jepang tahun 1997 dan dihasilkan kesepakatan yang dikenal dengan “Kyoto Protocol”. Dalam Protokol Kyoto dimandatkan bahwa Negara-negara maju dan industry (Negara Annex -1) berkewajiban membantu Negara-negara berkembang (Negara non-annex) untuk melaksanakan proyek-proyek (usaha-usaha) penurunan emisi. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar dari UNFCCC yakni Common but differentiated berarti semua Negara mempunyai tanggung jawab yang sama tetapi berbeda bentuk tanggung jawabnya. Lebih lanjut, dokumen Protokol Kyoto
menyebutkan bahwa mekanisme perdagangan karbon itu sangat flexible (flexible mechanism) yang memungkinkan Negara-negara industri/maju untuk bekerjasama dengan Negara lain dalam upaya penurunan emisinya. Mekanisme tersebut terdiri dari Joint Implementation (Implementasi bersama), Clean Development mechanism (CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih), dan Emission Trading.
Mekanisme-mekanisme perdagangan karbon tersebut dapat didekati dengan dua pendekatan yakni mitigasi dan adapatasi perubahan iklim. Usaha mitigasi lebih banyak bentuk kegiatannya dibandingkan dengan kegiatan adaptasi. Menurut DNPI (2013) mitigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperlambat perubahan iklim global sedangkan adaptasi merupakan kegiatan menyesuaikan diri dengan dampak/risiko yang telah atau mungkin terjadi. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya mitigasi perubahan iklim yakni pemilihan moda transportasi umum, penggunaan energi biogas atau biomas yang sifatnya terbarukan, mengurangi penggunaan energi berbahan dasar fosil, penghematan pemakaian semua bentuk energi, pendaurulangan sampah, pemeliharaan hutan, dan lain-lain (DNPI, 2013). Berdasarkan Peraturan Presiden No.46 tahun 2008, perdagangan karbon berarti “kegiatan jual beli sertifikat
Oleh: Muhammad Abdul QiromBalai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
MERAJUT ASA BERDAGANG KARBON DI KALIMANTAN SELATAN
F O K U S
29BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
30 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim”. Berdasarkan data DNPI sampai dengan September 2013, sebanyak 245 proyek CDM telah diusulkan ke UNFCCC dengan status 212 proyek telah mendapatkan persetujuan dari Komnas MPB dan sebanyak 33 proyek telah mendapat CER (Certified Emission Reduction) setara dengan 9,2 juta ton CO2 yang sebagian merupakan proyek-proyek geothermal dan sangat sedikit dari proyek-proyek lain seperti kehutanan.
Kondisi ini tentu saja bertolak belakang dengan potensi sektor kehutanan yang sangat besar dalam menyerap CO2. Beberapa hasil studi dari National Strategy Study (NSS) menunjukkan sektor kehutanan berpotensi menyerap CO2 sebesar 2,75 Giga ton CO2 dari luasan 16 juta ha untuk melakukan kegiatan aforestasi dan reforestasi. Minimnya kontribusi sektor kehutanan disinyalir akibat rumitnya mekanisme perdagangan lewat CDM dimana dipersyaratkan lahan yang masuk dalam mekanisme reforestasi atau aforestasi harus termonitor penyerapan dan pelepasan karbon termasuk riwayat dari lahan tersebut harus jelas karakteristiknya serta ada jaminan tanaman tersebut dalam kondisi baik dalam rentang waktu tertentu seperti di tegaskan oleh Peneliti bidang ekologi dari LIPI Dr Herwint Simbolon.
Melihat rumitnya mekanisme perdagangan karbon dalam skema CDM, maka Indonesia melalui COP 13 di Bali menawarkan mekanisme perdagangan karbon yang lain dengan skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). REDD akan membantu negara-negara dalam beberapa fase yakni persiapan (fase “Readiness”) dan pendanaan karbon. Pada Fase “Readiness”, bentuk
bantuan t e r s e b u t antara lain penye-diaan bantuan teknis, alih teknologi, dan bantuan finansial dalam penyiapan perhitungan potensi karbon, sumber-sumber emisi hutan, biaya peluang pelaksanaan REDD dan perancangan strategi REDD. Pada fase pendanaan, pembayaran dilakukan terhadap negara-negara yang memapu menurunkan emisi karbon melalui pelaksanaan REDD. Dana-dana tersebut dapat digunakan untuk membiayai program-program pengelolaan dan konservasi hutan, penanggunalangan dan pencegahan kebakaran hutan, insentif untuk petani hutan, masyarakat atau organisasi yang mencegah konversi hutan menjadi lahan pertanian (ITTO, 2013).
Forest Watch Indonesia (2011) pernah melaporkan bahwa laju deforestasi Indonesia cukup tinggi dengan mencapai angka 1,5 juta ha/tahun. Akan tetapi, berdasarkan data dari Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, trend laju deforestasi hutan Indonesia mengalami penurunan sampai dengan 24 ribu ha/tahun dalam periode 2011-2012 dan merupakan laju paling rendah diantara periode-periode waktu yang lain. Trend ini juga berlaku di tingkat provinsi, tingkat deforestasi provinsi Kalimantan Selatan pada periode 1985 – 1997 mencapai 66.393 ha/tahun dan menurun menjadi 42.049 ha/tahu dalam periode 2004 -2008 (Data MP3EI). Berdasarkan data-data tersebut, perdagangan karbon melalui skema REDD (REDD+) sangat mungkin diterapkan di Indonesia bahkan sampai pada tingkat provinsi.
Secara umum, Provinsi Kalimantan Selatan saat ini masih jauh tertinggal dalam rangka persiapan pelaksanaan REDD atau REDD+ apabila dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan yang lain karena belum adanya dokumen RAD-GRK di BP-REDD+ (sebelum dibubabarkan dengan Perpres 16 tahun 2015 dan fungsinya diambil alih ke Kementerian LHK) sampai dengan tahun 2014 dan tidak ada satupun Demonstration Activity (DA) dilaksanakan di Kalimantan Selatan (Gambar 1).
pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim”. Berdasarkan data DNPI sampai dengan September 2013, sebanyak 245 proyek CDM telah diusulkan ke UNFCCC dengan status 212 proyek telah mendapatkan persetujuan dari Komnas MPB dan sebanyak 33 proyek telah mendapat CER
)
dan sangat sedikit dari proyek-proyek
Kondisi ini tentu saja bertolak belakang dengan potensi sektor kehutanan yang sangat besar dalam
. Beberapa hasil studi (NSS)
menunjukkan sektor kehutanan sebesar
dari luasan 16 juta ha untuk melakukan kegiatan aforestasi dan reforestasi. Minimnya kontribusi sektor kehutanan
bantuan t e r s e b u t antara lain penye-diaan bantuan teknis, alih teknologi, dan bantuan finansial dalam penyiapan perhitungan potensi karbon, sumber-sumber emisi hutan, biaya peluang pelaksanaan REDD dan
www.seputarukm.com
31BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Dokumen RAD-GRK ataupun DA ini sangat penting dilakukan di suatu daerah sebelum REDD+ dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. 68/Menhut-II/2008. Percepatan penyiapan dokumen-dokumen tersebut mutlak diperlukan, jika provinsi ini berkeinginan ambil bagian dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Percepatan-percepatan tersebut dilakukan dengan menelaah kembali dokumen-dokumen yang telah tersedia dengan melibatkan banyak
kebakaran hutan dan lahan. Berkaitan dengan penanganan lahan kritis ini, luas areal lahan kritis mengalami peningkatan menjadi 786.911 Ha pada tahun 2011. Areal kritis ini sangat potensial dimasukkan dalam mekanisme REDD+ jika areal ini mampu ditingkatkan statusnya menjadi areal hutan.
Hasil kajian Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru pada tahun 2014 menunjukkan perubahan areal alang-alang (kritis) menjadi hutan sekunder akan meningkatkan potensi simpanan karbon sebesar 30,7%, sedangkan perubahan areal alang-alang menjadi hutan tanaman akan meningkatkan potensi simpanan karbon sebesar 14%. Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai hutan lindung yang sangat luas dengan luasan mencapai 526.425 Ha (SK Menhut No. 435/Menhut-II/2009). Hutan lindung ini sangat potensial dalam upaya menekan deforestasi dan degradasi hutan di Kalimantan Selatan. Pengelolaan hutan lindung harus berkolaborasi dengan pihak-pihak lain seperti pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) sepeti yang sudah dilakukan
pihak. Penyiapan dan telaah dokumen tersebut dengan mengajak seluruh akademisi, praktisi, birokrat, LSM, dan masyarakat dalam penyusunan dokumen-dokumen tersebut.
Selain itu, penyusunan program-program strategis mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mutlak diperlukan. Program-program strategis tersebut antara lain: 1) penanganan areal lahan kritis; 2) pengelolaan hutan lindung; 3) reklamasi tambang; 4) pengelolaan hutan mangrove; dan 5) pencegahan
Gambar 1. Jumlah Demonstration Activity beberapa provinsi di Pulau Kalimantan
Potensi simpanan karbon di Kalimantan Selatan tersimpan pada Hutan Mangrove dengan luasan mencapai 116 ribu hektar.
31BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Waw
an H
alw
any
32 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
oleh Dinas Kehutanan terutama dalam pengelolaan Tahura Sultan Adam. Dalam pengelolaan kolaboratif tersebut, Tahura menyediakan lahan sebagai areal penanaman untuk memenuhi kewajiban dari pemegang IUP. Namun demikian, data-data peningkatan kualitas hutan sebagai akibat dari penanaman tersebut belum ada sehingga upaya yang dapat dilakukan yakni penyusunan database dan dokumen penurunan degradasi hutan dari usaha pengelolaan hutan lindung tersebut.
Kegiatan lain yang berpotensi besar dalam rangka upaya penurunan emisi karbon di Kalimantan Selatan adalah reklamasi tambang. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, luas tambang di Kalimantan Selatan mencapai 317.794,66 yang terdiri dari pertambangan batu bara, bijih besi, dan batuan. Keseluruh pemegang ijin tersebut mempunyai kewajiban melakukan reklamasi tambang sesuai dengan Perda Kalimantan Selatan No 6 tahun 2014 dan Perda No 1 tahun 2013. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan dalam areal reklamasi menunjukkan potensi simpanan karbon dapat mencapai lebih dari 120 ton/ha. Apabila memakai asumsi 50% dari areal bekas
tambang tersebut direklamasi, maka potensi simpanan karbon pada areal reklamasi mencapai lebih dari 19 juta ton karbon.
Potensi simpanan karbon lain di Kalimantan Selatan tersimpan pada Hutan Mangrove dengan luasan mencapai 116 ribu hektar. Data dari Balai Pengelolaan DAS-Barito menunjukkan sekitar 105 ribu hektar mengalami kerusakan. Kerusakan mangrove tersebut menyebabkan hilangnya karbon sebesar 109 juta ton karbon. Hal ini didasarkan pada penelitian CIFOR yang menunjukkan hutan mangrove menyimpan karbon sebesar 1.023 ton/ha. Strategi pengelolaan yang cepat terhadap ekosistem ini harus dilakukan sehingga kehilangan karbon akibat kerusakan ekosistem ini dapat dihindarkan. Dalam kerangka perdagangan karbon, penyelamatan dan peningkatan kualitas mangrove dapat dimasukkan sebagai salah satu prioritas perdagangan karbon di Kalimantan Selatan.
Kehilangan karbon terbesar di provinsi ini juga diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Hal ini disebabkan kebakaran hutan dan lahan ini selalu terjadi di Kalimantan Selatan setiap tahun. Studi CIFOR
menyatakan kebakaran hutan dan lahan ini menyebabkan emisi 13 – 40% di atas emisi fosil. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan akan menjadi potensi yang besar dalam skema REDD+ karena hilangnya kebakaran akan mengurangi degradasi hutan di Kalimantan Selatan.
Dari uraian di atas, Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi yang besar dalam rangka penurunan emisi karbon dari sektor kehutanan. Namun demikian, potensi dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang sudah dilakukan belum terdokumentasikan. Kondisi ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan perdagangan karbon di Kalimantan Selatan. Kedepan, pendokumentasian dan penyusunan data base mutlak harus dilakukan terutama terkait upaya-upaya yang telah dilaksanakan dan besarnya penyerapan karbon dari upaya-upaya tersebut. Hal ini akan menjadi tonggak dan langkah awal dalam rangka peran aktif Kalimantan Selatan untuk berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah sampai dengan 41% pada tahun 2020.
ww
w.a
rtab
anua
.blo
gspo
t.co
m
32 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
33BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015 33BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Pendahuluan
Gaharu merupakan komoditas hasil hutan
yang bernilai tinggi. Gaharu merupakan
sebuah produk yang berbentuk gumpalan
padat berwarna coklat kehitaman sampai
hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu
atau akar tanaman pohon inang yang telah mengalami
proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh
jamur. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.35/
Menhut-II/2007, gaharu merupakan salah satu komoditi
hasil hutan bukan kayu yang menjadi urusan Kementerian
Kehutanan.
Gaharu saat ini sudah ditetapkan sebagai salah satu
prioritas pengembangan HHBK Kementerian Kehutanan
bersama komoditi lainnya yaitu rotan, bambu, lebah, dan
sutera. Di Pulau Kalimantan, masyarakat mengenal gaharu
dengan sebutan garu mengkaras atau garu takaras
(Heyne, 1987) Dan khusus di provinsi Kalimantan Selatan,
masyarakat menyebut gaharu dengan nama gumbil dan
garu.
Kesesuaian Tempat Tumbuh
Tumbuhan penghasil gaharu di indonesia hingga saat
ini ditemukan lebih kurang 25 jenis. Pulau Kalimantan
mempunyai jenis tumbuhan penghasil gaharu terbanyak
dibanding dengan pulau-pulau lain di Indonesia.
Penyebaran tumbuhan penghasil gaharu di Kalimantan
(12 jenis), Sumatera (10 jenis), Kepulauan Nusa Tenggara
(3 jenis), Papua (2 jenis), Sulawesi (2 jenis), Jawa (2 jenis)
dan Kepulauan Maluku (1 jenis). Gaharu sebagian besar
dihasilkan oleh pohon anggota famili Thymelaeaceae.
Salah satu genus yang banyak dikenal dari famili ini adalah
Aquilaria. Sebaran tumbuhan Aquilaria spp. tersebar
secara luas di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah (Siran, 2010).
Genus Aquilaria yang terdapat di Kalimantan adalah A.
Oleh: Beny Rahmanto
PENGEMBANGAN BISNIS GAHARU DI KALIMANTAN SELATAN
Buah A. microcarpa.
ARTIKEL
33BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
34 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/201534 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
malaccensis, A. becariana, A. hirta dan
A. microcarpa. Tumbuhan penghasil
gaharu dapat tumbuh pada kisaran
suhu 24o-32oC, kelembaban udara
antara 80-90% dengan curah hujan
antara 1.000-1.500 mm/tahun.
Kondisi lahan tempat tumbuh pohon
penghasil gaharu sebagian besar
tergolong tanah podsolik dengan
struktur tanah liat berpasir atau
lahan marginal dengan altitude 10-
400 mdpl (Mucharromah, 2010).
Beragamnya jenis tumbuhan
penghasil gaharu alam di Kalimantan
menunjukkan bahwa gaharu cocok
untuk dikembangkan di Kalimantan
Selatan.
Pemanfaatan dan Peluang Pasar
Gaharu
Gaharu dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan penggunaan yaitu
pengobatan, incense dan parfum
(Barden, et al., 2000). Incense gaharu
digunakan dalam upacara-upacara
keagamaan sebagai perlengkapan
sembahyang, pengharum ruangan
serta benda-benda rohani (Barden, et
al., 2000). Beberapa hasil penelitian
menghasilkan manfaat gaharu
sebagai obat antibatuk, antitumor,
antimikroba, dan antialergi (Konishi,
et al., 1998; Cui et al., 2011), antijamur
(Novriyanti, et al., 2010), antiasma
(Malviya, et al., 2011), antikanker
(Gunasekerta, et al., 1981), dan
antioksidan (Owen dan Johns, 2002).
Pentingnya manfaat gaharu
dalam berbagai penggunaan
mendorong tingginya kebutuhan
gaharu di pasar dunia. Menurut
perhitungan Asosiasi Pengusaha
Ekspor Gaharu Indonesia (ASGARIN)
kebutuhan gaharu di pasar global
(dapat dilihat dalam tabel berikut)..
mencapai 3000 ton/tahun dengan
nilai berkisar Rp 3-4 triliun. Gaharu
Indonesia menguasai hampir 70%
pangsa pasar gaharu di dunia (Siran dan Turjaman, 2010). Data dari UNEP-
WCMC CITES menunjukkan bahwa lebih dari 95% perdagangan A. malaccensis
bersumber dari Indonesia dan Malaysia. Jumlah kuota ekspor dan realisasi
ekspor gaharu Indonesia ditunjukkan pada tabel 1. Namun, Singapura
memainkan peran utama sebagai importir dan mengekspor kembali gaharu
dari Indonesia dan Malaysia ke berbagai negara tujuan akhir yaitu Taiwan, Uni
Emirat Arab, Arab Saudi dan Jepang.
Teknologi Budidaya Gaharu
Semakin menurunnya kuota maupun realisasi ekspor gaharu alam seperti
ditunjukkan pada tabel 1 dan tingginya permintaan mendorong dilakukannya
pengembangan gaharu hasil budidaya. Tingginya eksploitasi gaharu alam telah
menyebabkan dua genus utama penghasil gaharu yaitu Aquilaria dan Gyrinops
termasuk dalam daftar Appendix II CITES yang perdagangannya diatur melalui
kuota untuk mempertahankan kelestariannya di alam. Dalam mekanisme CITES
Produk berbasis Gaharu
Pabrik penyulingan Gaharu.
34 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
35BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015 35BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
harus dibedakan antara gaharu hasil
budidaya dan gaharu alam. Gaharu
yang berasal dari hasil budidaya
diharapkan perdagangannya tidak
berdasarkan kuota sepanjang ada
kepastian bahwa gaharu berasal
dari hasil budidaya (propagasi). Hal
tersebut merupakan angin segar
bagi para pengusaha maupun
petani gaharu dari hasil budidaya
akan hasil panen gaharu yang tidak
dibatasi oleh kuota perdagangan.
Pedoman gaharu hasil budidaya
terdapat dalam SNI 7897:2013
Tanaman penghasil gaharu yang
berasal dari hasil propagasi
(budidaya)- panduan Penelusuran.
Dalam SNI tersebut menetapkan
panduan penelusuran tanaman
penghasil gaharu yang berasal dari
hasil propagasi (budidaya) meliputi
informasi penanaman, perlakuan/
pemeliharaan, pemanenan, dan
peredaran dalam perdagangan.
Teknologi budidaya gaharu
sudah dikembangkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan khususnya oleh
Badan Penelitian Pengembangan
dan Inovasi. Teknologi yang
dikembangkan meliputi pembibitan
sampai inokulasi pohon penghasil
gaharu. Beberapa teknologi
pembibitan gaharu disajikan dalam
tabel 2.
Selain teknologi pembibitan,
Badan Litbang Kehutanan juga sudah
mengembangkan teknologi inokulasi
gaharu. Teknologi inokulasi meliputi
koleksi isolat jamur pembentuk
gaharu maupun teknik inokulasi.
Saat ini Badan Litbang Kehutanan
sudah mengoleksi 36 isolat jamur
pembentuk gaharu yang diperoleh
dari 17 provinsi di Indonesia.
Beberapa isolat sudah diuji secara
laboratorium maupun aplikasi
lapangan dalam pembentukan
gaharu. Isolat Fusarium spp Gorontalo (FORDA CC-00509) mempunyai daya
infeksi paling tinggi pada arah vertikal maupun horizotal dibanding isolat
Sumbar, Jambi maupun Kalbar (Santoso dan Turjaman, 2011). Beberapa hasil
pengujian inokulan gaharu juga sudah dilakukan pemanenan. Dari hasil uji
coba panen pada pohon penghasil gaharu Aquilaria malaccensis hasil budidaya
berdiameter 15 cm diperoleh 4,5 kg berat kering di Sanggau (Kalimantan
Barat) dengan nilai USD 200 per kg. Dalam satu pohon penghasil gaharu
Aquilaria malaccensis yang tumbuh di alam di Kandangan (Kalimantan Selatan)
berdiameter 40 cm dapat menghasilkan 13 kg berat kering gaharu yang
bernilai USD 500 per kg setelah 18 bulan diinokulasi (Turjaman dan Santoso,
2012). Teknik inokulasi Badan Litbang Kehutanan disajikan dalam tabel 3.
Permasalahan inokulan adalah saat ini banyak beredar inokulan gaharu
yang menawarkan pem-bentukan gaharu (perubahan warna kayu) dengan
waktu singkat, namun hasil panen gaharunya tidak laku dipasaran. Hal yang
perlu diingat adalah pengembangan inokulan gaharu membutuhkan sarana
labora-torium yang memadai dan pengujian inokulan sehingga menjamin
kualitas gaharu yang dihasilkan.
Tabel 1. Kuota dan realisasi ekspor gaharu
Tahun Kuota (ton) Total Ekspor (ton)
Malaccensis group Filaria group
2001 200 197,426 72,426 125,000
2002 180 175,000 50,000 125,000
2003 175 174,085 49,585 124,500
2004 175 175,000 50,000 125,000
2005 175 171,424 49,919 121,505
Sumber : Dirjen PHKA
Tabel 2. Teknologi pembibitan gaharu
Penelitian Hasil Sumber
Persen kecambah dari hasil uji penyimpanan biji
Biji gaharu langsung dikecambahkan: 82%
Biji gaharu disimpan (kondisi ruang) selama 8 minggu: 48%
Subiakto, A.
Persen tumbuh bibit cabutan
Menggunakan sungkup plastik: 80%
Tanpa menggunakan sungkup: 40%
Subiakto, A.
Media stek gaharuCampuran cocopeat
dan sekam padi (1:1) menghasilkan persen tumbuh: 69%.
Subiakto, A.
Media tanam dan pupuk NPK
Media pembibitan terbaik adalah tanah : kompos : pasir =1 : 1 : 1
Sumarna, Y.
Kelayakan Pengusahaan Gaharu
Permintaan gaharu yang sema-kin meningkat membuka peluang yang
besar bagi bisnis gaharu di Kalimantan Selatan. Untuk mem-peroleh gambaran
kelayakan usaha gaharu budidaya, berikut adalah hasil penelitian Suharti (2009)
tentang analisis finansial budidaya gaharu dengan menggunakan batasan
sebagai berikut :
35BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
36 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/201536 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
1. Asumsi tingkat keberhasilan
60%
2. Pengusahaan gaharu dila-
kukan pada luasan 1 ha
dengan jumlah pohon 400
batang/ha
3. Pohon yang bertahan hidup
dan menghasilkan gaharu
diasumsikan 60% dengan
tingkat produksi 2 kg per
pohon sehingga total
produksi 480 kg/ha dengan
3 kelas yaitu kemedangan I
=10%, kemedangan II=40%
dan kemedangan III=50%.
4. Harga jual gaharu kelas
kemedangan I=5 juta/kg,
kemedangan II=2 juta/kg
dan kemedangan III=500
ribu/kg.
5. Upah tenaga kerja sebesar
50.000/HK, sedangkan upah
tenaga inokulasi 30.000/
pohon.
6. Harga inokulan 50.000/
pohon, sehingga total biaya
inokulan 20 juta/ha.
7. Analisis finansial menggu-
nakan tingkat diskonto
sebesar 15%.
Berdasarkan asumsi dan
batasan tersebut, biaya yang
dibutuhkan untuk pengusahaan 1
ha gaharu adalah sebesar 141,350
juta. Biaya tersebut meliputi biaya
pra investasi dan persiapan lahan,
serta penanaman sebesar 26,5 juta,
biaya bahan dan peralatan 40,35
juta dan biaya tenaga kerja 74,5
juta. Beban biaya yang relatif besar
adalah pembelian inokulan, tenaga
kerja inokulasi dan tenaga panen
yang mencapai 77 juta (54,47% dari
total biaya). Hasil analisis finansial
menunjukkan pengusahaan gaharu
layak dengan keuntungan bersih nilai
kini (NPV) sebesar Rp 147,74 juta/ha,
IRR :48,53% dan B/C:3,32.
Model pengusahaan Gaharu
Salah satu permasalahan dalam
budidaya gaharu di Kalimantan
Selatan adalah permodalan yang
besar. Salah satu cara untuk
mengatasi hal tersebut adalah
pengusahaan gaharu dengan pola
kemitraaan. Kemitraan adalah
suatu strategi bisnis yang dilakukan
oleh dua pihak atau lebih dalam
jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan (Hafsah, 2000).
Evaluasi pembentukan gaharu.
36 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Kartasasmita (1996) mengemukakan
bahwa kemitraan usaha, terutama
dalam dunia usaha adalah hubungan
antara pelaku usaha yang didasarkan
pada ikatan usaha yang saling
menguntungkan dalam hubungan
kerjasama yang sinergis, yang
hasilnya bukanlah suatu zero-sum-
game melainkan positive-sum-
game atau win-win situation. Pola
kemitraan pengusahaan gaharu
dapat dilakukan oleh petani dan
pengusaha atau petani, pengusaha
dan instansi pemerintah. Masing-
Tabel 3. Teknik inokulasi Badan Litbang Kehutanan
No. Teknik inokulasi Deskripsi
1 Pohon gaharu Diameter minimum 15cm (dbh)Pohon sehat
2 InokulanDiproduksi oleh laboratorium yang kompeten dan
tenaga ahli di bidang mikrobiologiJamur telah diidentifikasi dengan pasti (analisa DNA)Jamur mempunyai batas kadaluarsa
3 Lingkungan Penyuntikan dilakukan saat tidak hujan
4 AlatGenerator Set, Blender, Alat Bor, KabelMata bor (dibuat dari jari-jari sepeda motor)Alat suntik
5 Penyuntikan
Pola penyuntikan dengan ukuran 20x5cm atau 15x5cm
Inokulan diblender selama 5 menit sebelum digunakan
Kedalaman pengeboran dilakukan maksimal 1/3 diameter batang ( jangan melewati batas kedalaman)
Pastikan alat suntik bersih/sterilInokulan disuntikkan ke dalam lubang sejumlah 0,5-
1cc per lubang
6 Evaluasi
Dilakukan setiap 3 bulanCara : kulit batang disekitar lubang suntik disayat
dengan bentuk bujur sangkar Kayu yang berwarna coklat/kehitaman diambil
sampelnya dan dikeringkan. Setelah itu dibakar.Apabila tercium bau khas gaharu maka proses
pembentukan gaharu sudah terjadi
37BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
masing pihak yang terlibat dalam
pola kemitraan dapat berpartisipasi
dalam pengusahaan gaharu sesuai
dengan kemampuan dan peran
masing-masing. Dengan pola
kemitraan, keterbatasan petani dari
segi permodalan dan pemasaran
dapat diatasi oleh peran pengusaha.
Keterbatasan dari aspek teknologi
dan regulasi juga dapat diatasi
apabila pemerintah ikut terlibat di
dalamnya.
Penutup
Kalimantan Selatan sebagai
propinsi yang memiliki penyebaran
habitat tanaman penghasil gaharu
memiliki keunggulan sebagai
lokasi pengembangan bisnis
gaharu. Dukungan teknologi dari
pemerintah mulai dari teknologi
Inokulasi Gaharu.
Proses pembuatan inokulan Litbang Kehutanan
Pohon Gaharu.
pembibitan sampai teknologi
inokulasi semakin memperkuat
posisi Kalimantan Selatan sebagai
lokasi pengembangan bisnis gaharu.
Pangsa pasar yang masih terbuka
lebar juga merupakan kesempatan
emas yang perlu ditangkap sebagai
sebuah peluang. Peran aktif
pemerintah dan pemilik modal /
pengusaha juga diperlukan untuk
mengatasi keterbatasan yang dimiliki
petani dalam mengembangkan
bisnis gaharu di Kalimantan Selatan.
- TOGETHER WE MAKE DREAMS
COME TRUE -
ReferensiAnonim. 2013. Tanaman penghasil gaharu yang
berasal dari hasil propagasi (budidaya)-Panduan Penelusuran. SNI 7897:2013. Pusat standardisasi dan lingkungan. Kementerian Kehutanan.
Mucharromah. 2010. Mengenal Gaharu dan proses Pembentukannya. Badan penerbitan Fakultas Pertanian UNIB. Bengkulu
Siran, S.A., dan M.Turjaman. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor
Susmianto, A., dan M.Turjaman, P. Setio. 2013. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi Badan Litbang Kehutanan. FORDA Press. Bogor
38 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Oleh: Marinus Kristiadi Harun dan Mustofa
PROSPEK BUDIDAYA LEBAH PROPOLIS TRIGONAPENDAHULUAN
Para ahli perlebahan membagi lebah menjadi
dua kelompok besar yaitu lebah bersengat
dan lebah tidak bersengat yang tidak
membahayakan manusia. Meskipun lebah
bersengat lebih populer, namun kajian ahli taksonomi
menyimpulkan bahwa lebah tidak bersengat (trigona)
merupakan lebah tertua yang pernah ditemui. Lebah
trigona bentuk tubuhnya mirip lebah bersengat,
ukurannya sangat kecil dengan fungsi sebagai penyerbuk
bunga-bunga kecil. Serangga ini mempunyai 3 pasang
kaki yang semuanya beruas-ruas. Sepasang kaki belakang
memiliki duri-duri yang sangat banyak sehingga mampu
memegang erat nektar bunga yang diambil dari tumbuhan.
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata yang sangat
lebar, mirip mata belalang, mempunyai sepasang antena,
dengan mulut muncung panjang sehingga memudahkan
lebah trigona untuk menghisap madu. Ia juga mempunyai
sepasang sayap di punggungnya berukuran lebih panjang
yang membuatkannya dapat bergerak bebas dengan
lincah di udara. Profil lebah trigona seperti pada Gambar
1. Lebah trigona mempunyai nama lokal klanceng/lanceng
dan kelulut. Selain madu, lebah ini juga menghasilkan
propolis yang bernilai ekonomis tinggi. Species lebah
trigona di seluruh dunia terdapat 150 spesis, diantaranya
Trigona scaptotrigona, Trigona laeviceps, Trigona
apicalis, Trigona thorasica, dan Trigona itama. Indonesia
mempunyai 37 species lebah trigona. Tulisan ini bertujuan
untuk membahas prospek budidaya lebah propolis trigona
untuk menjadi salah satu alternatif kegiatan menambah
pendapatan keluarga.w
ww
.jam
iun.
com
ARTIKEL
38 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
39BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
KEISTIMEWAAN LEBAH PROPOLIS
TRIGONA
Lebah propolis trigona
mempunyai beberapa keistimewaan
dalam pembudidayaannya.
Pertama, pemeliharaannya tidak
rumit. Pada dasarnya lebah trigona
adalah lebah liar, sehingga dapat
mengurus seluruh kebutuhan
hidupnya (nektar, polen dan nutrisi
lainnya) sendiri. Bahkan pada
kondisi dengan ketersediaan sumber
pakan yang minim, lebah trigona
mampu bertahan dan tidak mudah
kabur. Namun demikian, yang perlu
diperhatikan dalam budidaya lebah
trigona adalah ketersediaan pohon
penghasil getah, seperti pohon
nangka, dan cempedak. Trigona
lebih banyak menghasilkan propolis
dibandingkan madu, sehingga lebah
ini membutuhkan pepohonan yang
menghasilkan getah.
Kedua, tidak perlu digembalakan.
Trigona bukan merupakan lebah yang
hasil utamanya madu melainkan
propolis, sehingga kebutuhan nektar
dan polen tidak terlalu besar. Lebah
trigona lebih membutuhkan banyak
getah dibandingkan bunga. Produksi
getah pohon tidak mengenal musim,
selalu tersedia sepanjang hari selama
pohon tersebut masih hidup.
Ketiga, tidak perlu peralatan
khusus. Untuk membudidayakan
jenis madu bersengat (Apis mellifera,
A. cerana, A. dorsata, dll) dibutuhkan
sejumlah peralatan, seperti: masker,
alat pengasap, pisau, sikat lebah,
pengungkit, kotak eram, kotak kawin,
kotak starter, polen trap, tempat air,
cadangan makanan (feeder frame),
serta ekstraktor. Namun, untuk
trigona, peralatan tersebut tidak
diperlukan.
Keempat, tidak perlu takut
disengat. Trigona adalah lebah
berukuran sangat kecil dan tidak
memiliki sengat. Jika trigona merasa
terganggu, ia akan menggigit,
tetapi gigitannya tidak menyakitkan.
Trigona juga mempunyai kebiasaan
mengerumuni rambut di kepala
seseorang yang dianggapnya
mengancam keberadaan koloni.
Saat itulah, trigona mengeluarkan
propolis yang lengket.
Kelima, kemudahan pengem-
bangan koloni. Pengembangan
koloni lebah trigona memerlukan
polen sebagai sumber protein.
Sumber protein terbaik bagi koloni
lebah adalah bunga tanaman jagung.
Keenam, produktivitas propolis
lebih tinggi. Kemampuan trigona
dalam memproduksi propolis lebih
tinggi dibandingkan A. mellifera,
sehingga lebah ini sering disebut
sebagai lebah propolis.
Ketujuh, tahan hama dan
penyakit. Hama dan penyakit yang
menyerang lebah trigona sangat
sedikit. Hal ini disebabkan oleh
sarang yang tertutup dengan lubang
yang sempit, sehingga menyulitkan
predator untuk masuk. Hama yang
kadang ditemukan pada sarang
trigona adalah semut. Inipun jarang
terjadi.
Gambar 1. Profil lebah trigona, lebah propolis, lebah tanpa sengat. (Sumber foto: www.lebahkelulut.com)
40 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Kedelapan, tidak mengenal
masa paceklik. Trigona adalah lebah
berbadan mini, sehingga kebutuhan
terhadap nektar dan polen tidak
sebesar lebah bersengat. Trigona
tidak memproduksi madu dalam
jumlah banyak, sehingga tidak perlu
nektar dalam jumlah banyak pula.
Trigona mampu mengambil nektar
dari berbagai bunga yang berukuran
kecil, sehingga sumber nektar bagi
trigona lebih beragam dan luas
dibandingkan dengan jenis lebah
bersengat. Lebah trigona lebih suka
memproduksi propolis dibandingkan
madu. Modal membuat propolis
adalah air liurya sendiri ditambah
getah dari pepohonan.
Kesembilan, keuntungan
yang menggiurkan. Modal yang
diperlukan untuk budidaya lebah
trigona lebih sedikit dengan harga
jual madu dan propolis yang lebih
mahal dibandingkan dengan lebah
bersengat.
TEKNIK BUDIDAYA
LEBAH PROPOLIS TRIGONA
Lokasi
Lebah trigona menyukai
daerah dengan suhu 26-340C.
Lebah ini pada suhu di bawah
Gambar 2. Profil sarang lebah trigona. Bangunan yang ditunjuk merupakan kantong madu.
100C tidak dapat terbang. Lebah
trigona menyukai udara sejuk dan
suasana teduh, terhindar dari sinar
matahari langsung. Lebah ini juga
tidak menyukai tempat yang ramai
dan bising. Lebah trigona sensitif
terhadap polusi yang berasal dari
gas buangan kendaraan bermotor,
asap, dan penyemprotan pestisida/
herbisida di lahan pertanian. Lebah
trigona menyukai tempat yang
banyak terdapat vegetasi, terutama
jenis tanaman berbunga dan
bergetah.
Mengenal sarang lebah trigona
Secara alami lebah trigona
membuat sarang di lubang-lubang
pohon, celah-celah dinding dan
lubang bambu dari dalam rumah
yang agak gelap. Untuk keamanan,
tempat keluar masuk berbentuk
lubang kecil sepanjang 1 cm yang di
selimuti zat perekat. Sarang memiliki
beberapa bagian struktur yang
terdiri dari: pintu masuk (entrance),
struktur lorong sempit, bagian
dalam, batumen dan cerumen. Pintu
masuk koloni ditandai oleh beragam
material yang hanya dapat dikenali
oleh kawanannya. Pintu masuk
biasanya terdiri dari getah, resin dan
material lainnya seperti serpihan
kayu, pasir dan atau tanah. Pintu
masuk inilah yang awal mulanya
disebut sebagai propolis. Lorong
sempit adalah rangkaian propolis
yang dibuat oleh kawanan lebah
dalam rangka pertahanan koloninya,
lorong tersebut dibuat dalam banyak
lubang-lubang kecil pada satu
kesatuan struktur yang unik, dan
hanya dimiliki oleh lebah trigona.
Lorong ini disimpan di bagian dalam
sarang, biasanya tersambung dengan
pintu masuk dan di bagian akhir dari
41BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
bagian sarang. Pintu masuk dan
lorong tersebut merupakan bagian
terpenting dalam sarang alami koloni
lebah trigona. Sarang tersusun atas
beberapa bagian untuk menyimpan
madu, tepung sari, tempat bertelur
dan tempat larva. Di bagian tengah
terdapat karangan bola berisi telur,
tempayak dan kepompong. Di bagian
sudut terdapat bola-bola kehitaman
sebagai penyimpan madu dan
tepung sari. Gambar 2 menampilkan
profil sarang koloni lebah trigona.
Cara memperoleh bibit
Bibit lebah trigona bisa diperoleh
dari alam. Biasanya sarang trigona
terdapat pada ruas bambu yang
agak lapuk, di pohon karet, nangka,
kelapa, cempedak, durian bahkan
sarang trigona dapat dijumpai di
pematang sawah, di bawah tanah
yang berbatu, pondasi rumah dan di
lubang paralon jamban (septitank).
Tahapan pemindahan sarang trigona
dari alam ke dalam kotak budidaya
seperti uraian berikut: (1) potong
lubang masuk sarang trigona dan
tempelkan ke lubang kotak yang telah
kita siapkan. Gambar 3 menampilkan
beberapa bentuk pintu masuk
sarang lebah trigona; (2)
ambil sarang lebah
trigona beserta
isinya (telur,
lebah pekerja
dan ratunya)
dengan
ww
w.m
yhom
eim
prov
emen
t.or
g
hati-hati agar tidak merusak struktur
sarang dan mematikan tempayak
atau trigona dewasa.; (3) tempatkan
kotak yang telah berisi sarang dan
koloni trigona ke tempat yang teduh
dan terbebas dari gangguan semut.
Kecepatan pembentukan sarang
beserta isinya, dipengaruhi oleh
ketersediaan sumber pakan dan
getah dari pepohonan di sekitarnya.
PENUTUP
Budidaya lebah propolis trigona
diharapkan dapat menambah
penghasilan. Produksi madu rata-
rata 100 hingga
250 ml
41BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Gambar 3. Bentuk pintu masuk sarang lebah trigona
42 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
ww
w.ja
miu
n.co
m
42 BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
per 3 bulan (tergantung vegetasi),
produktivitas propolis rata-rata 2 kg/
tahun untuk setiap koloni (tergantung
vegetasi). Dibandingkan harga madu
lebah lain, madu lebah trigona jauh
lebih mahal. Setiap koloni lebah
trigona menghasilkan 1-2 kilogram
madu pertahun, atau 2-3 botol
ukuran 630 ml. Tiap botolnya petani
menjual dengan harga Rp 200.000. Di
toko-toko umum atau koperasi biasa
menjual dengan harga Rp 65.000 per
botol ukuran 140 ml.
Kandungan vitamin pada madu
lebah propolis meliputi : thiamin (B1),
riboflavin (B2), (B3), asam askorbat
(C), (B5), piridoksin (B6), niasin,
asam pantotenat, biotin, asam folat
dan vitamin K. Kandungan mineral
meliputi : natrium (Na), kalsium
(Ca), magnesium (Mg), alumunium
(Al), besi (Fe), fosfor (P), kalium
(K), pottassium, sodium, klorin dan
sulfur. Enzim-enzim utama meliputi:
diatase, invertase, glukosa oksidase,
fruktosa, peroksidase, lipase. Dan
juga mengandung
sejumlah kecil
hormon, tembaga,
iodium dan
zinc yang mana
dari keseluhan yang dikandung
dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Kahsiat madu trigona diantara-
nya dapat mening-katkan daya
tahan tubuh, mencegah stroke,
memperlancar pendarahan, me-
ningkatkan hormon, memperkuat
fungsi otak dan jantung, memperbaiki
sel tubuh yang rusak, recovery
tubuh, mengendurkan bagian syaraf
yang tegang, menghilangkan rasa
letih, meningkatkan kecerdasan
anak, dapat dikonsumsi penderita
diabetes, membantu penyembuhan
pasca operasi, mencegah kanker.
Madu trigona bersifat mudah
dicerna, rendah kalori, berdifusi
dengan darah lebih cepat, membantu
pembentukan darah dan membunuh
bakteri sehingga cocok dalam
berbagai penyembuhan penyakit.
Madu ini sangat dianjurkan untuk
dewasa dan manula.
Kandungan Propolis trigona
meliputi : resin yang mengandung
senyawa flavonoid, asam dan ester
fenol (45 – 55 %), lilin lebah
dan plant
origin (25-35 %), minyak volatil (10
%), Polen yang terdiri dari protein (16
asam amino bebas > 1%), arginine
dan proline berjumlah 46 % dari
total (5 %). 14 mineral mikro (Fe dan
Zn yang terbanyak), keton,lacton,
quinon, steroid, asam benzoat,
vitamin, karbohidrat (5%).
Kasiat dari propolis yaitu sebagai
antibiotil alami, antibakteri, antifungal,
antivirus, antioksidan, memperkuat
kekebalan tubuh, antiseptik, immu-
nostimulan, antitoksin, berperan
sebagai anestetik, memperkuat
dan mempercepat regenerasi
sel, dengan kasiat ini propolis
banyak dimanfaatkan dalam
bidang kesehatan, kecantikan,
terapi penyakit, pengawet dan lain
sebagainya.
Selamat mencoba membudida-
yakan lebah tanpa sengat, lebah
propolis, TRIGONA.
Semoga Berhasil.
43BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
MENGENAL HUTAN DAN TANAMAN SEJAK DINI
Pada tanggal 12 Maret 2015 134 anak dan 14 guru pendamping TK. Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Landasan Ulin berkunjung khusus ke BPK Banjarbaru untuk mengenal hutan, tanaman dan lingkungan sejak dini. Dalam kegiatan ini anak-anak tersebut diajak menyemai bibit, melihat cara menanam pohon dan mengenal satwa. Harapannya mereka akan mencintai hutan dan pohon sejak dini.
Kunjungan TK. ABA di BPK Banjarbaru.
ADVIS TEKNIS ”PENGENDALIAN KEBAKARAN DAN HAMA PENYAKIT HUTAN” DI KHDTK RIAM KIWA
Kegiatan praktek mata kuliah perlindungan hutan fahutan Unlam masih terus dilanjutkan. Khusus untuk praktek ”Pengendalian Kebakaran dan Hama Penyakit Hutan” dilaksanakan di KHDTK Riam Kiwa, pada tanggal 18 April 2015. Kegiatan ini diikuti oleh 58 Mahasiswa Fahutan UNLAM. Para mahasiswa antusias mempraktekkan memadamkan api dengan kepyok dan pompa gendong hasil prekayasaan dari BPK Banjarbaru.
Praktik pengendalian kebakaran hutan di KHDTK Riam Kiwa.
PRAKTEK MATA KULIAH PERLINDUNGAN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM
Sebagai bentuk kerjasama BPK Banjarbaru dengan Fakultas Kehutanan UNLAM, telah dilaksanakan Praktek mata kuliah Perlindungan Hutan di Arboretum Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru tanggal 14 April 2015. Kegiatan ini diikuti oleh 167 mahasiswa kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) yang didampingi dosen mata kuliah tersebut. Turut juga berhadir Mantan Menristek kabinet Indonesia Bersatu, Prof. M. Hatta selaku salah satu dosen dari Fakultas Kehutanan Unlam. Praktik perlindungan hutan.
ADVIS TEKNIS “PENGENALAN HUTAN RAWA GAMBUT DI KHDTK TUMBANG NUSA
SMA Kanaan sudah 2 tahun terakhir mengajak siswa nya praktek lapang di KHDTK BPK Banjarbaru. Kali ini pada tanggal 28-30 April 2015, 69 Peserta didik dan 10 guru pendamping mengikuti kegiatan Pengenalan Hutan Rawa Gambut di KHDTK Tumbang Nusa. Kegiatan ditutup dengan pelepasan burung liar yang saat ini keberadaannya mulai berkurang.
Advis teknis pengenalan hutan rawa gambut di KHDTK Tumbang Nusa.
LINTAS BERITA
43BEKANTAN Vol. 3/No. 1/2015
Top Related