Makalah PKn
EFEKTIFITAS ETIKA PERS DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA
Guru Pembimbing:
Ibu Hj. Musti Kadjatwati, S.Pd
Nama Kelompok:
Aswindya Farih Dalila (XII IPA 1/ 04)
Azaria Dewi Purnama S. (XII IPA 1/ 05)
Deny Putra Hutama (XII IPA 1/ 08)
Indriyanti Agustina Putri (XII IPA 1/ 15)
Rizqy Wahyu R. (XII IPA 1/ 28)
SMA NEGERI 1 BOJONEGORO
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan “Makalah Efektifitas Etika
Pers dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja” dengan baik dan lancar.
Kami membuat makalah ini dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan semester 2 tahun ajaran 2013/2014.
Selama pembuatan makalah ini kami mendapat bimbingan dan kerjasama
dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Drs. H. Puji Widodo, MM selaku Kepala SMA Negeri 1 Bojonegoro
yang telah menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang
dapat membantu menyelesaikan buku ini.
2. Ibu Hj. Musti Kadjatwati, S.Pd. selaku guru mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang telah sudi membimbing kami
dalam mengerjakan dan menyusun buku ini.
Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang
telah mendukung hingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa manusia tidak luput dari salah dan lupa. Dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan lebih lanjut.
Bojonegoro, 20 Januari 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................... 3
Pendahuluan
Latar Belakang..................................................................................4
Rumusan Masalah............................................................................5
Tujuan Pembahasan.........................................................................5
Isi
Pengertian Pers................................................................................6
Etika dan Hukum Pers......................................................................7
Efektifitas.......................................................................................13
Penutup........................................................................................ 17
Daftar Pustaka...............................................................................18
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pers merupakan jembatan komunikasi dan informasi bagi sebuah
bangsa. Keberadaanya memberikan solusi atas berbagai infromasi terkini
yang dibutuhkan oleh manusia segala bangsa. Dalam melaksanakan
kegiatannya, pers dibekali oleh kaidah-kaidah dan etika sebagai norma awal
untuk mengawal segala tindak-tanduk dalam mengolah sebuah informasi dan
menghimpunnya untuk selanjutnya disampaikan pada masyarakat. Kaidah-
kaidah atau norma pers ada yang berlaku secara International maupun
ditentukan oleh sebuah negara sendiri. Kaitannya adalah mengenai etika dan
dan tanggung jawab profesi, jadi tidak hanya dokter dan advokat saja yang
memiliki etika dan tanggung jawab profesi, pers dan perangkat-perangkatnya
juga memiliki yang serupa.
Di dalam hukum pidana pers, kita mengenal adanya beberapa prinsip
etika jurnalistik seperti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)
yang merupakan manfestasi terhadap asas praduga bersalah (presumption of
guilt) dalam kaitannya peristiwa hukum pidana, pemberitaan yang berlanjut
atau biasa disebut dengan continuiting release, cover both side yaitu pers
haruslah mengambil dua sisi pemberitaan terhadap para pihak, asas
kesusilaan dan sebagainnya.
Pelanggaran terhadap norma mengakibatkan beberapa konsekuensi
logis. Kita tentu mengenal beberapa norma seperti agama, susila, hukum dan
sebagainnya. Dalam kaitannya dengan pers, apabila pers melanggar etika
misalnya, maka dapatlah diadukan kepada dewan yang berhak memberikan
rekomendasi atas tindakan pers yang dinilai melanggar tersebut, dalam hal
ini adalah Dewan Kehormatan Pers. Jika pers melanggar norma hukum positif
4
yang ada dalam suatu negara, maka pers akan mendapatkan sebuah sanksi
lahir dan memaksa.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana etika pers di Indonesia?
b. Apakah etika pers di Indonesia efektif dalam meningkatkan
profesionalisme kerja?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui etika pers di Indonesia
b. Untuk mengetahui efektifitas etika pers dalam meningkatkan
profesionalisme kerja
5
ISI
a. Pengertian Pers
Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara
berkala. Secara etimologis, kata Pers (Belanda), atau Press (inggris), atau
presse (prancis), berasal dari bahasa latin, perssare dari kata premere, yang
berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa
cetak” atau “media cetak”. Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah
bagian komunikasi antara manusia (human communication), dalam arti,
media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh
jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia.
Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media
cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Menurut Ana Nadya Abrar keberhasilan pers belum lengkap jika belum
berhasil melaksanakan fungsinya secara proporsional. Dalam bab II pasal 3
ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang pers disebutkan bahwa “Pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa “ Pers Nasional
dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi
6
b. Etika dan Hukum Pers
Kebebasan pers sebagai manifestasi dari kebebasan berpendapat dan
mendapatkan informasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Namun hal
itu tidak berlaku mutlak karena hak itu dibatasi oleh hak orang lain. Hal
tersebut sesuai dengan sistem pers tanggung jawab sosial yang dianut pers
indonesia.
1. UU No. 40 dan KEJ (2006).
Dimana kebebasan pers diindonesia mengemban kewajiban-
kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang pers.1[8] dalam
penjelasan UU No.40 Tahun 1999 pasal 4 ayat 1 ditegaskan “
kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran
pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh
pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode
etik junalistik.”
Masih dalam pers dipertegas dengan pasal 6 butir C yang
menyebutkan bahwa “pers nasional melaksanakan peranan untuk
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar.” Dan pasal 5 kode etik jurnalistik persatuan
wartawan indonesia (KEJ PWI ) disebutkan “wartawan Indonesia
menyajikan data secara seimbang dan adil mengutamakan
kecermatan dan kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan
opini sendiri.
UU No. 40/1999 hanya mengatur mengenai media massa
cetak, sedangkan media massa elektronik diatur dalam UU No.
32/2002 tentang Penyiaran. Namun khusus mengenai kegiatan
1
7
wartawan, baik wartawan cetak, elektronik, maupun online mengacu
pada UU No. 40/1999, utamanya pasal 17 ayat (2).
UU ini memuat 20 pasal disertai penjelasan tiap pasal
tersebut. Secara garis besar isi UU ini menjelaskan dan atau
mengatur tentang:
a) lembaga /perusahaan pers
b) peran dan fungsi lembaga pers
c) kewajiban lembaga pers
d) pelaksanaan tugas wartawan
e) rambu-rambu yang harus dipatuhi wartawan
f) pengawasan terhadap wartawan
g) sanksi terhadap pelanggaran.
2. Kode etik jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Mengenai tanggung jawab pers juga disebutkan dalam KEJ PWI
pasal 2 yang menegaskan bahwa, “ wartawan indonesia dengan
penuh tanggungg jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut
tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat
membahayakan keselamatan dan keamanan bangsa dan kesatuan
negara.
Kode etik jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
adalah suatu kode etik profesi wartawan Indonesia yang harus
dipatuhi oleh para wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai pekerja pers.
Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-
tanduk seorang wartawan. Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari
satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran lain.
Namun secara umum dia berisi jaminan tentang terpenuhinya
tanggung-jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
8
Makna membahayakan keselamatan dan keamanan negara
pada pasal 2 adalah memaparkan rahasia negara atau militer dan
berita bersifat fluktuatif seperti berita tentang devaluasi yang bersifat
spekulatif.
3. Hak Jawab
Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi
atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan
atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama
kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya
kepada pers yang memublikasikan.Hak Jawab berasaskan keadilan,
kepentingan umum, proporsionalitas, dan profesionalitas. Pers wajib
melayani setiap Hak Jawab.
Fungsi Hak Jawab adalah:
a) Memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang akurat
b) Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa
dirugikan akibat pemberitaan pers
c) Mencegah atau mengurangi munculnya kerugian yang lebih
besar bagi masyarakat dan pers
d) Bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers.
Tujuan Hak Jawab untuk:
a) Memenuhi pemberitaaan atau karya jurnalistik yang adil dan
berimbang;
b) Melaksanakan tanggung jawab pers kepada masyarakat
c) Menyelesaikan sengketa pemberitaan pers;
d) Mewujudkan iktikad baik pers.
Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang
dirugikan. Hak Jawab diajukan langsung kepada pers yang
9
bersangkutan, dengan tembusan ke Dewan Pers. Dalam hal
kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak Jawab diajukan
oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai statuta organisasi, atau
badan hukum bersangkutan. Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara
tertulis (termasuk digital) dan ditujukan kepada penanggung jawab
pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi
dengan menunjukkan identitas diri. Pihak yang mengajukan Hak
Jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan
dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data
pendukung. Pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya.
4. Hak Tolak
Definisi dari hak tolak sendiri berdasarkan UU No 40 Tahun
1999 adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita
yang harus dirahasiakannya. Dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang
pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu
wujud dari kedaulatan rakyat yang berasaskan pada prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2). Ketentuan ini
harus dibaca senafas dengan Pasal 4 yang menyebutkan bahwa
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Untuk itu salah satu dari fungsi Hak Tolak adalah agar pers
dapat berperan untuk mampu memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta
menghormat kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum
10
berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum dan memperjuangkan keadilan
dan kebenaran.
Penggunaan hak tolak tidak bisa dicabut begitu saja oleh
pengadilan atas nama penegakkan hukum dengan kata lain hak tolak
ini bersifat mutlak karena berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 tentang
Pers dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan
mendapat perlindungan hukum (Pasal 8). Jadi jika pada satu kasus
seorang wartawan berhasil mewawancarai seorang koruptor yang
buron misalnya dan menolak untuk memberikan info atasnya,
wartawan tersebut tidak terkena sanksi hokum atas
menyembunyikan boronan karena sudah dilindungi UU Pers dengan
hak tolaknya.
Kalau hak tolak ini diabaikan, maka mudharatnya akan lebih
banyak dibanding manfaatnya, kita bisa melihat bagaimana
pengadilan memutuskan tentang pemberitaan bohong ketika
wartawan tetap memegang teguh tentang hak tolak. Demikian juga
dengan pengungkapan kasus korupsi ke publik akan lebih sulit
disamping tidak ada whistle blower act (tidak ada tindakan), orang
yang mengadukan korupsi ke media menjadi takut, karena hak tolak
wartawan akan dengan semena-mena dicabut oleh pengadilan.
5. Pembocoran Rahasia Negara dan Rahasia Keamanan Negara
Tindakan pembocoran rahasia Negara adalah suatu tindakan
yang bisa merusak stabilitas suatu Negara. Tindakan itu juga bisa
mengancam keamanan Negara, maka dari itu hal ini di antisipasi
dengan serius dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara, intelijen Negara bertugas menjaga
11
keamanan dan stabilitas Negara, dalam hal ini Negara Indonesia.
Tindakan pembocoran rahasia Negara atau rahasia keamanan Negara
akan diberi sanksi hokum sesuai UU No. 17 tahun 2011 tentang
inteijen negara.
Kasus terkait hal ini adalah kasus Munir beberapa waktu lalu.
Munir dianggap mengetahui rahasia intelijen dan dianggap dapat
membahayakan stabilitas nasional, maka dalam hal ini bisa dikatakan
Negara mengorbankan seorang Munir demi stabilitas dan keamanan
Negara. Bagi siapa saja, baik orang maupun badan hukum dilarang
membocorkan rahasia negara. Dalam hukum pidana yang berkaitan
dengan pelanggaran terhadap larangan, terdapat beberapa jenis
delik.
Jenis delik tersebut adalah sebagai berikut:
a) Delik commisionis, yaitu delik yang berupa pelanggaran
terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang,
seperti pencurian, penggelapan, penipuan.
b) Delik ommisionis, yaitu delik berupa pelanggaran terhadap
perintah, ialah tidak melakukan sesuatu yang
diperintahkan/diharuskan, contohnya: tidak menghadap
sebagai saksi di pengadilan (Pasal 522 KUHP), tidak
memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan
pertolongan.
c) Delik commissionis per omissionen comissa, yaitu delik yang
berupa pelanggaran, akan tetapi dapat dilakukan dengan
cara tidak berbuat, contohnya seorang ibu yang membunuh
anaknya karena tidak memberi susu.
Wartawan atau awak media lainnya, berdasarkan UU Intelijen
ini, dilarang membocorkan rahasia negara meskipun tugas dan
wewenang pers adalah untuk menyampaikan informasi kepada
12
masyarakat. Selain dalam UU Intelijen ini, mengenai rahasia negara
juga terdapat pembatasan yang cukup tegas dalam Undang-Undang
No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang
menerangkan bahwa hal yang bersifat rahasia merupakan hal yang
dikecualikan diakses publik. Dengan demikian, bagi saya dari segi
formulasi dan inti rumusan pasal berdasarkan kaidah hukum pidana
tidak ada masalah yang berarti.
c. Efektifitas Etika dan Hukum Pers
Efektifitas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
Berkaitan Dengan Kemerdekaan Pers, Fungsi Dan Peranan Pers Kepada
Masyarakat dan dilihat dari substansinya maka Undang-Undang Nomor 40
tahun 1999 tentang Pers yang didalamnya menjamin Kemerdekaan Pers
mengalami perbaikan dari pada aturan sebelumnya pada masa orde baru
dimana kebebasan pers sangat dikekang.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4
ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa
untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat
bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun
1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28 F bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dari ketentuan hokum
13
tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai landasan hukum yang kuat
terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers maka Bidang Pers diharapkan berkembang dengan benar. SIUPP
(Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) yang dahulu pada masa orde baru
dipersulit kini dipermudah sehingga ijin terbit sangat mudah untuk diperoleh.
Walaupun kebebasan pers dijamin oleh undang undang tatapi harus diartikan
kebebasan yang bertanggung jawab sehingga dikategorikan sebagai pers
yang sehat.
Akan tetapi pada praktiknya terjadi banyak penyimpangan dan
penyalahgunaan atas kebebasan pers yang dimaksud tersebut diatas. Sebagai
contoh adalah dalam pemberitaannya seringkali kita menemukan Publik bisa
menjadi leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah figure publik. Serta,
hampir tidak ada lagi rahasia atau privasi. Tabloid-tabloid yang sangat sarat
berita kekerasan sangat marak. Judul-judulnya pun sensasional, menakutkan
dan bahkan menggemparkan (scare headline).
Dampak negatif lainnya dalam kebebasan pers.adalah merebaknya
fenomena pornografi di masyarakat indonesia. Hal tersebut di tandai dengan
maraknya tabloid-tabloid dan tayangan televisi yang mengangkat seks
sebagai tema utama. Bahkan, tabloid-tabloid tersebut dapat kita temukan di
jual bebas di pinggir jalan. Pers dinilai hanyut oleh gelombang eforia
kebebasan dan keterbukaan. Pers sekedar menjadi komoditas komersial yang
tidak segan-segan mengekploitasi segala hal yang laku. Bukan hanya sensasi
tetapi sensasionalisme. Bukan saja transparansi tetapi melanggar hak privasi.
Bukan saja buka-bukaan bicara tentang seks tetapi pornografi. Pers dikritik
sebagia tidak akurat, tidak cek dan ricek, tidak sensitif, tidak proporsional,
sepihak, arogan, mau benarnya sendiri.
Pada Akhirnya kebebasan pers itu sendiri justru bertentangan dengan
kultur hukum kita dan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
14
dalam masyarakat khususnya kultur bangsa Indonesia yang sangat
menghormati hak-hak masyarakat, dan sebagai bangsa Timur yang
menghormati serta menghargai nilai nilai keagamaaan, kesusilaan,
kesopanan, dan tata krama.
Pada perkembangannya kebebasan pers diberi makna libertarian
dimana lebih menekankan aspek kebebasan dan memberi arti yang lemah
terhadap rasa tanggung jawab oleh sebagian besar insane pers. Kebebasan
pers lebih diangkat tanpa mempertimbangkan tanggung jawab dan fungsi
serta peranan pers itu sendiri dimana telah diatur dalam pasal 33 Undang-
Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dimana fungi pers ialah sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial .
Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang
tepat, akurat, dan benar melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Kebebasan pers memang menjadi syarat mutlak dalam
perkembangan pers namun harus didukung oleh sendi- sendi lainnya dan
harus ada kerjasama yang baik serta pengembangan hubungan fungsional
antara pelaku pers, masyarakat dan pemerintah. Sehingga menciptakan
sebuah kebebasan yang bertanggung jawab bukan dalam makna libertarian
saja tetapi antara aspek kebebasan dan tanggung jawab dalam pemberitaan
seimbang. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk ikut menciptakan
kebebasan pers yang bertanggung jawab melalui Mekanisme secara formal
melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan penegakkan etika profesi
oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga
15
kehormatan profesinya. cara kedua ini mungkin lemah dan kekuatannya
hanya merupakan moral prefosi.
Sejarah membuktikan, mengharapkan Dewan Pers berdaya
menegakkan etika profesi wartawan adalah sesuatu yang otopis. Sedangkan
cara pertama, penegakkan hukum di pengadilan itu lebih efektif karena
bersifat memaksa sehingga penyalahgunaan kebebasan pers dapat segera
ditindak.
Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999
tentang Pers adalah kebebasan pers yang bertanggung jawab bukan
kebebasan pers yang kebablasan. kebebasan- pers bukan berarti sebebas-
bebasnya tanpa norma apapun dan merupakan kebebasan yang merupakan
hak asasi setiap warga negara Indonesia tanpa kecuali namun juga dibarengi
dengan kewajiban untuk menghormati hak warga negara Indonesia yang
lainnya secara seimbang. Namun karena kurangnya kontrol dan pengawasan
dari pemerintah di bidang pers maka pers berkembang menjadi pers yang
kebablasan sehingga dalam perkembangannya justru seringkali bertentangan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat khususnya hokum kebiasaan
atau adat sebagian besar bangsa indonesia yang menjunjung tinggi
penghormatan hak warganegara. Agar kebebasan pers di Indonesia
berkembang dengan baik maka perlu adanya pembenahan diri baik oleh para
insan media atau pers, masyarakat maupun pihak pemerintah.
16
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami kerjakan. Semoga dapat menambah
pengetahuan anda, dan bermanfaat untuk para pembaca. Dan kami mohon kritik
dan sarannya dari masyarakat khususnya para pembaca terutama yang bersifat
membangun agar kami dapat menyempurnakan makalah kami ini. Bila ada
kekurangan dalam makalah yang kami kerjakan ini, kami mohon maaf dan
mohon di maklumi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Etika Pers (khususnya di Indonesia). 13 Januari 2014. http://fannylesmana4communication.wordpress.com/2011/09/21/teknik-mencari-berita/
Sekilas tentang Hukum dan Etika Pers. 18 Januari 2014. http://nitayulianty99.blogspot.com/
13 Januari 2014. http://kompasiana.com/
18
Top Related