Tugas
Perekonomian Indonesia
Transisi Demografi Tahun 1994-2014
Nama kelompok 9 :
1. Febby Annisa Saraswati B1C1 12 0762. Abdul Razak B1C1 12 1263. Dwi Nugroho S B1C1 12 0814. Lisda Dwiwahyuni B1C1 12 085
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Jurusan Akuntansi
Universitas Haluoleo
Kendari
2014
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang karena berkat rahmat dan ridho-Nya, makalah ini dapat penulis selesaikan.
Makalah ini dibuat sebagai wujud rasa peduli terhadap dunia pendidikan dan sekaligus
melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ”Perekonomian
Indonesia”.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Transisi Demografi Tahun
1994-2014 yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.Kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian makalah ini penulis susun.
Semoga bermanfaat.
Penulis
2
Daftar isi
Kata pengantar.............................................................................................. 2
Daftar isi ....................................................................................................... 3
Bab I pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 41.2 Tujuan....................................................................................................... 41.3 Rumusan masalah..................................................................................... 5
Bab II Pembahasan
2.1 Data Fertilitas dan Moralitas sulawesi tenggara tahun 1994-2004........ . 6
2.2 Transisi Demografi................................................................................. 10
Bab III Penutup
Kesimpulan................................................................................................. 23
Daftar Pustaka............................................................................................. 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia adalah mereka yang tinggal di Indonesia pada saat dilakukan
sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan. Masalah kependudukan merupakan
masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini. Secara umum, masalah
kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam hal
kuantitas/jumlah penduduk dan kualitas penduduknya. Data tentang kualitas dan
kuantitas penduduk tersebut dapat diketahui melalui beberapa cara, diantaranya
melalui metode sensus, registrasi, dan survei penduduk.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan
distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih spesifik,
yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak
menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat dengan kenyataan
bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai
beban daripada modal pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan
sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Secara
mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu
keluarga melakukan pengaturan pembatasan jumlah anak.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah kependudukan,
dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran
kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di awal program keluarga
berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR)
menjadi separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila
program keluarga berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh target-target kuantitatif.
Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.
2.1 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
4
1. Untuk mengetahui Transisi Demografi tahun 1994-20042. Untuk mengetahui Transisi Demografi tahun 2005-2014
2.3 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu Transisi demografi tahun 1994 sampai 2014.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DATA FERTILITAS DAN MORALITAS SULAWESI TENGGARA TAHUN 1994-2004
A. DATA FERLITAS
1994 1997 1998 1999 2000 2002 20070.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Angka Kelahiran
Angka Kelahiran
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
6
Angka Fertilitas Total Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 1994, 1997, 1998, 1999, 2000, 2002, dan 2007
Provinsi 1994 1997 1998 1999 2000 2002 2007
Sulawesi Tenggara 3,50 3,31 3,00 2,87 3,14 3,60 3,30
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Dapat kita lihat, pada tabel diatas tahun 1994 angka kelahiran provinsi sulawesi tenggara mencapai 3,50 %, angka kelahiran pada tahun 1997 mencapai sebesar 3,31 %. Dapat dibandingkan antara tahun 1994 dan 1997 mengalami penurunan angka kelahiran. Tahun1998, angka kelahiran mencapai 3,00 %. Tahun 1999, angka kelahiran mencapai 2,87%. Dapat kita lihat tshun 1998 dan 1997 agka kelahiran menurun sebeesar 0,13%. Pada tahun 2000 angka kelahiran mencapai 3.14%. tahun 2002 angka kelahiran mencapai 3,6%. Dan tahun 2007 angka kelahiran mencapai 3,30%. Tahun 2000 dan 2002 mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan angka kelahiran.
KELAHIRAN (FERTILITAS)
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.
Kelahiran dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran penduduk yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi. Pengertian ini digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah penduduk. Fertilitas disebut juga dengan natalitas. Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting untuk diketahui adalah:
a. Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk melahirkan anak.
b. Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk menghasilkan suatu kelahiran.
c. Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan penduduk.
d. Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan lamanya di kandungan, walaupun akhirnya meninggal dunia.
7
e. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang dari 28 minggu.
f. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
B. DATA MORALITAN
`Angka Kematian Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 1994, 1997, 1999 dan 2007
ProvinsiAngka Kematian Bayi
Angka Kematian Dibawah Usia Lima Tahun
1994 1997 2000 2002 2007 1994 1997 1999 2007
Sulawesi Tenggara 79 78 53 67 41 105 62
Catatan :
SDKI = Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Angka Kematian Dibawah Usia Lima Tahun tidak tersedia untuk 1998
Sumber : Sensus Penduduk SDKI 1994 dan 1997
1994 1997 2000 2002 20070
20
40
60
80
100
120
angka kematian bayiAngka Kematian Dibawah Usia Lima Tahun
Pada tahun 1994, angka kematian bayi mencapai 79, sedangkan angka kematian dibawah usia lima tahun mencapai 105. Pada tahun 1997, angka kematian bayi mencapai 78. Tahun 2000 angka kematian bayi mencapai 53. Pada tahun 2002, angka kematian bayi mencapai 67. Pada tahun 2007 angka kelahiran mencapai 41, sedangkan angka kematian dibawah usia lima tahun mencapai 62.
8
Moralitas
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still
birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah
kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai
macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk
atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu
wilayah.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:
a. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur satu
bulan.
b. Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death) adalah
kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada saat
dilahurkan tanpa melihat lamanya dalam kandungan.
c. Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan sampai
dengan kurang dari satu tahun.
d. Infant death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu
tahun.
1. FAKTOR PENGARUH
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian dibagi menjadi dua yaitu:
1. Faktor langsung (faktor dari dalam)
a. Umur,
b. Jenis kelamin,
c. Penyakit,
d. Kecelakaan, kekerasan, bunuh diri.
2. Faktor tidak langsung (faktor dari luar)
a. Tekanan, baik psikis maupun fisik,
b. Kedudukan dalam perkawinan,
c. Kedudukan sosial-ekonomi,
d. Tingkat pendidikan,
e. Pekerjaan,
9
f. Beban anak yang dilahirkan,
g. Tempat tinggal dan lingkungan,
h. Tingkat pencemaran lingkungan,
i. Fasilitas kesehatan dan kemampuan mencegah penyakit,
j. Politik dan bencana alam.
2.2Transisi Demografi
Transisi demografi adalah perubahan terhadap fertilitas dan mortilitas yang besar.
Perubahan atau transisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada gambar diatas terlihat transisi penduduk ada posisi stabil pada tingkat
kelahiran tinggi, menjadi turun ke stabil pada kelahiran dan kematian rendah.
1. Pada keadaan I
Tingkat kelahiran dan kematian tinggi antara 40 sampai 50. Keadaannya masih
alami tingkat kelahiran tinggi/ tidak terkendali dan tingkat ekonomi yang rendah,
sehingga kesehatan dan gizi lingkungan kurang mendukung. Akibatnya kelaparan dan
kejadian penyakit tinggi sehingga tingkat kematian pun tinggi (kondisi pra
intervensi/pembangunan).
2. Pada keadaan II
10
Angka kematian turun lebih dahulu akibat peningkatan pembangunan dan
teknologi, misalnya dibidang kesehatan, lingkungan, perumahan dan lain-lain. Kondisi
ekonomi makin membaik akibat pembangunan dan pendapatan penduduk meningkat
sehingga kesehatan semakin baik. Akibatnya tingkat kelahiran tetap tinggi (makin
sehat) tetapi angka kematian menurun (akibat kesehatan dan lain- lain). Pada kondisi
ini akan terasa tingginya laju pertumbuhan penduduk alami, seperti dialami indonesia
pada periode tahun 1970 sampai 1980 dengan angka pertumbuhan 2,32 % per tahun.
3. Pada keadaan III
Terjadi perubahan akibat pembangunan dan juga upaya pengendalian penduduk,
maka sikap terhadap fertilitas berubah menjadi cenderung punya anak sedikit, maka
turunnya tingkat kematian juga diikuti turunnya tingkat kelahiran sehingga
pertumbuhan penduduk menjadi tidak tinggi lagi. Keadaan tersebut dapat dilihat pada
pertumbuhan penduduk indonesia periode 1980 sampai 1990 yang turun menjadi 1,85
%.
4. Pada keadaan IV
Bila penurunan tingkat kelahiran dan kematian berlangsung terus menerus, maka
akan mengakibatkan pertumbuhan yang stabil pada tingkat yang rendah indonesia
sedang menuju/mengharap tercapainya kondisi ini yaitu penduduk bertambah sangat
rendah atau tanpa pertumbuhan. Demikian lah gambaran transisi demografi yang dapat
dipercepat dengan peningkatan pembangunan terutama bidang ekonomi, kesehatan,
pendidikan, dan kb.
Menurut blacker (1947) ada 5 phase dalam teori transisi demografi, dimana
khususnya phase 2 dan 3 adalah phase transisi.
a. Tahap-tahap dalam transisi demografi
a) Tahap stasioner tinggi
b) Tingkat kelahiran: tinggi
c) Tingkat kematian: tinggi
d) Pertumbuhan alami: nol/sangat rendah
Contoh: eropa abad 14
b. Tahap awal perkembangan
a) Tingkat kelahiran: tinggi (ada budaya pro natalis)
b) Tingkat kematian: lambat menurun
c) Pertumbuhan alami: lambat
11
Contoh: india sebelum pd ii
c. Tahap akhir perkembangan
a) Tingkat kelahiran: menurun
b) Tingkat kematian: menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran
c) Pertumbuhan alami: cepat
Contoh: australia, selandia baru tahun ‘30an
d. Tahap stasioner rendah
a) Tingkat kelahiran: rendah
b) Tingkat kematian: rendah
c) Pertumbuhan alami: nol/sangat rendah
Contoh: perancis sebelum pd ii
e. Tahap menurun
a) Tingkat kelahiran: rendah
b) Tingkat kematian: lebih tinggi dari tingkat kelahiran
c) Pertumbuhan alami: negatif
Contoh: jerman timur & barat tahun ‘75
Ada beberapa masalah dalam mengaplikasikan teori transisi demografi bagi
negara-negara berkembang. Bila di eropa, penurunan mortalitas lebih dikarenakan
pembangunan sosio ekonomi, namun penurunan mortalitas dan fertilitas di negara-
negara berkembang lebih karena pengaruh faktor-faktor lain seperti: peningkatan
pemakaian kontrasepsi, peningkatan perhatian pemerintah, modernisasi, pembangunan
dll.
1.1. Faktor-Faktor Demografik Yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk
a. Angka Kelahiran (fertilitas)
Fertilitas dalam pengertian demografi adalah kemampuan seorang wanita secara
riil untuk melahirkan yang diwujudkan dalam jumlah bayi yang senyatanya dilahirkan.
Tinggi rendahnya kelahiran erat hubungannya dan tergantung Pada struktur umur,
banyaknya kelahiran, banyaknya perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi,
tingkat pendidikan, status pekerjaan, serta pembangunan.
Berikut ini faktor pendorong dan faktor penghambat kelahiran.
Faktor pendorong kelahiran (pronatalitas)
- anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
- sifat alami manusia yang ingin melanjutkan keturunan.
12
- pernikahan usia dini (usia muda).
- adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih tinggi nilainya, jika dibandingkan
dengan anak perempuan, sehingga bagi keluarga yang belum memiliki anak laki-
laki akan berusaha untuk mempunyai anak laki-laki.
- adanya penilaian yang tinggi terhadap anak, sehingga bagi keluarga yang belum
memiliki anak akan berupaya bagaimana supaya memiliki anak.
Faktor penghambat kelahiran (antinatalitas)
- adanya program keluarga berencana (kb).
- kemajuan di bidang iptek dan obat-obatan.
- adanya peraturan pemerintah tentang pembatasan tunjungan anak bagi pns.
- adanya uu perkawinan yang membatasi dan mengatur usia pernikahan.
- penundaan usia pernikahan karena alasan ekonomi, pendidikan dan karir.
- adanya perasaan malu bila memiliki banyak anak
b. Angka Kematian (Mortalitas)
Angka kematian dibedakan menjadi tiga macam yaitu angka kematian kasar, angka
kematian khusus, dan angka kematian bayi.
Tinggi rendahnya angka kematian penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor pendorong dan faktor penghambat.
1) faktor pendorong kematian (promortalitas)
- adanya wabah penyakit seperti demam berdarah, flu burung dan sebagainya.
- adanya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan sebagainya.
- kesehatan serta pemenuhan gizi penduduk yang rendah.
- adanya peperangan, kecelakaan, dan sebagainya.
- tingkat pencemaran yang tinggi sehingga lingkungan tidak sehat.
- faktor penghambat kematian (antimortalitas)
- tingkat kesehatan dan pemenuhan gizi masyarakat yang sudah baik.
- negara dalam keadaan aman dan tidak terjadi peperangan.
- adanya kemajuan iptek di bidang kedokteran sehingga berbagai macam penyakit
dapat diobati.
- adanya pemahaman agama yang kuat oleh masyarakat sehingga tidak
melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain, karena ajaran agama
melarang hal tersebut.
13
c. Migrasi
Migrasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi angka pertumbuhan
penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk. Orang dikatakan telah melakukan
migrasi apabila orang tersebut telah melewati batas administrasi wilayah lain.
Jenis-jenis migrasi:
- ransmigrasi (perpindahan dari satu daerah (pulau) untuk menetap ke daerah
lain di dalam wilayah republik indonesia).
- urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota besar)
- emigrasi (perpindahan penduduk dari dalam negeri kemudian menetap di luar
negeri).
- Imigrasi (kebalikan dari emigrasi)
- Re-emigrasi (kembali ke tempat asal)
migrasi keluar adalah keluarnya penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dan
bertujuan untuk menetap di wilayah yang didatangi.
migrasi masuk adalah masuknya penduduk dari wilayah lain ke suatu wilayah dengan
tujuan menetap di wilayah tujuan. Migrasi keluar adalah orang yang melakukan migrasi
ditinjau dari daerah asalnya, sedangkan migrasi masuk adalah orang yang melakukan
migrasi ditinjau dari daerah tujuannya.
d. Transisi Demografi di Indonesia
Sumber:sensus penduduk
- Analisis Mortalitas per kasus
14
1971 1980 1990 1994 1997 2000 2002 2007 2010 20120
50
100
150
200
250
300
350
400
145
109
71 65 52 47 43 39 26 34
218
158
99 9371
60 56 5047 43
Angka Kematian di Indonesia
Angka Kematian di Bawah Usia 5 TahunAngka Kematian Bayi
1. Kasus pertama “Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu Melahirkan
Tinggi”
Pada tahun 2012, angka kematian ibu melahirkan di Kabupaten Karangnyar
mencapai 127 per 100.000 kelahiran. Jumlah ini masih tergolong tinggi untuk wilayah
Provinsi Jawa Tengah.
Selama tiga tahun angka kematian di kabupaten Karanganyar memang fluktuatif
namun masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi disebabkan
oleh penyebab langsung dan tidak langsung selama masa kehamilan dan melahirkan
ibu. Penyebab langsung ini berhubungan dengan dengan komplikasi obstetrik selama
masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum) dan penyebab tidak langsung
berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu sejak sebelum kehamilan seperti
penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.
2. Kasus Kedua “Kematian Ibu Dan Bayi Kurang Diperhatikan”
Data calon ibu dan bayi di Kabupaten Kaur tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan. Akibatnya terjadi keterlambatan dalam penanganan terhadap proses
persalinan ibu. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga medis dan kesadaran
masyarakat yang kurang untuk melaporkan kehamilan. Begitu juga dengan kasus
kekurangan gizi, tidak adanya data yang valid juga menyebabkan keterlambatan
penanganan.
3. Kasus Ketiga “Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa Diturunkan”
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi menggalakkan kampanye Keluarga Berencana.
Karena merupakan suatu terobosan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi. Untuk mewujudkan hal itu Menkes meminta Dinkes bekerja sama
dengan BKKBN. Target MDG’s tahun 2015 adalah untuk menurunkan angka kematian
bayi 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup.
4. Kasus Keempat “PemKab Kulon Progo Turunkan Angka Kematian Ibu dan
Bayi”
Dalam menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, Pemerintah melakukan
berbagai upaya termasuk dengan penyuluhan dan pelayanan kesehatan serta SDM yang
ada. Di antaranya melalui MPS online serta SMS gateway. Namun demikian sebenarnya
upaya untuk menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan harus dilakukan oleh
semua, bukan hanya institusi kesehatan saja.
15
Dari keempat kasus diatas bisa disimpulakan penyebab-penyebab kematian Ibu
dan Bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Pendidikan
Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan
para ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang
pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di
Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak
30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu
yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan
tinggi.
Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan sangat
berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan
maupun tindakannya.
Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu akan
mampu merncanakan kehamilan dangan baik sehingga bisa terhindar dari 4 Terlalu
yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu
dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Seperti pada kasus “Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa Diturunkan”.
Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun pendidikan akan sangat penting
agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan
di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula
kesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca kehamilannya, sehingga
untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa kehamilan maka ibu tersebut pasti akan
melaporkan dan memeriksakan dirinya kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya.
Dan sebaliknya, jika pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di
Indonesia, maka kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh
sebab itu banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran
akan kesehatan yang rendah.
2. Lingkungan
16
Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek
yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam
hubungannya dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas),
lingkungan yang dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri. Kondisi
lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana transportasi
tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk menjangkau
daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut akan
terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan, dan banyak ibu yang
mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan juga nifas, sehingga
angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.
3. Ekonomi
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil,
melahirkan dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh
sebab itu, mereka cenderung tidak memeriksakan kesehatan dirinya pra kehamilan
hingga pasca kehamilan. Akibatnya, banyak ibu yang meniggal saat melahirkan karena
penyakit yang baru diketahui ketika akan melahirkan.
4. Minimnya Tenaga Medis
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif
masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen
dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Dengan cukupnya tenaga medis
diharapkan persoalan berupa kevalidan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat
dikurangi sehingga dapat mengurangi angka AKI.
5. Adat Istiadat
Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang berpengaruh
terhadap tingginya angka kematian ibu adalah kecenderungan bagi ibu di perdesaan
dan keluarga miskin untuk melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan
bantuan petugas medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang
17
mengharuskan ibu nifas ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan kurang
higienis.
Masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi dapat ditanggulangi dengan
berbagai cara yaitu:
1. Menggalakkan kampanye KB
Dengan mengkampanyekan KB dan "Dua Anak Cukup", maka kesehatan ibu hamil
dan melahirkan akan menjadi lebih baik sehingga bisa meminimalisasi faktor "empat
terlalu" yang menjadi penyebab terbanyak AKI dan AKB.
2. Penyuluhan
Penyuluhan ini dilakukan oleh institusi kesehatan dengan cara sms gateway dan
MPS Online. Dengan adanya upaya penyuluhan ini diharapkan kesadaran ibu hamil
akan kesehatan dan keselamatan dirinya dan bayinya dapat ditingkatkan.
3. Perbaikan layanan kesehatan dan infrastruktur
Perbaikan layanan kesehatan ini berkaitan dengan pengadaan peralatan medis yang
memadai serta lebih diutamakan kepada administrasi layanan kesehatan itu sendiri.
Perbaikan ini bertujuan agar masyarakat mau memeriksakan kesehatan pada layanan
kesehatan yang ada tanpa terbelit dengan proses administrasi yang lama dan panjang
serta peralatan medis lain yang kurang memadai.
Perbaikan infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan
seperti transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak
yang menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
4. Meningkatkan Jumlah Tenaga Medis
Meningkatkan jumlah tenaga medis di sini diutamakan pada desa-desa terpencil
yang aksesnya sulit menuju tempat pemeriksaan kesehatan dan sebagainya. Adanya
18
bidan masuk desa merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah tenaga medis
di daerah terpencil.
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Penurunan fertilitas menunjukkan adanya pergeseran nilai anak. Dahulu sebagian
besar masyarakat, menilai anak sebagai sumber rezeki dengan pameo “banyak anak
banyak rezeki”, maka sekarang pameo itu berubah menjadi “banyak anak banyak
beban”. Keuntungan finansial (materi) dan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tua
apabila mempunyai anak, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam
membesarkan anak. Jika jumlah anak dalam keluarga itu besar, maka biaya dan waktu
alokasi untuk anak akan besar pula dan hal tersebut dapat membebani orang tuanya.
Dari beberapa hasil penelitian tentang fertilitas, dilihat dari segi ekonomi yang
menjadi sebab utama tinggi rendahnya fertilitas adalah beban ekonomi keluarga. Dalam
hal ini ada dua pandangan yang saling bertentangan. Pandangan pertama beranggapan
bahwa dengan mempunyai jumlah anak yang banyak dapat meringankan beban
ekonomi yang harus ditanggung orang tua. Di sini anak dianggap dapat membantu
(meringankan) beban ekonomi orang tua bila mereka sudah bekerja. Pandangan kedua,
yang dapat dikatakan pandangan yang agak maju, beranggapan bahwa anak banyak bila
tidak berkualitas justru menambah dan bahkan akan memperberat beban orangtua
19
19711980
19851990
19911994
19971998
19992000
20022007
20102012
0
1
2
3
4
5
65.61
4.68
4.06
3.333.022.85
2.342.652.59
2.272.32.6 2.412.6
Angka Kelahiran di Indonesia
Angka fertilitas total
kelak. Dengan anggapan seperti ini, mereka menginginkan (mengharapkan) jumlah
anak sedikittetapi berkualitas. Untuk memiliki anak yang berkualitas sudah jelas
diperlukan waktu, tenaga, perhatian, dan biaya yang tidak sedikit yang pada akhirnya
akan menjadi beban orang tua. Berkaitan dengan ini, agar beban tidak terlalu berat,
orang tua cenderung ingin memiliki anak sedikit.
Fawcett (1986) mengemukakan bahwa ada enam nilai anak bagi orang tua, yaitu
(1) perekat cinta kasih, (2) sumber tenaga kerja, (3) asuransi di hari tua, (4) pelangsung
keturunan, (5) sumber rezeki, (6) anak sebagai teman, penolong dan pelindung.
Persepsi tentang nilai anak akan dapat mempengaruhi jumlah anak yang
diinginkan atau dimiliki. Sebagian orang berpendapat bahwa jumlah anak banyak dapat
merupakan asset keluarga yang menguntungkan karena dapat diharapkan untuk
membantu keluarga, khususnya di bidang ekonomi. Akan tetapi sebagian orang lain
berpendapat sebaliknya, yaitu anak banyak hanyalah merupakan beban ekonomi
keluarga yang tidak ringan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyaknya jumlah anak akan
menyebabkan juga banyaknya waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan sebagai
kewajiban dan rasa tanggung jawab orang tua.
Penurunan fertilitas tentu memberikan kenyataan bahwa jumlah anak yang
dimiliki seorang wanita semakin sedikit. Akibatnya, wanita semakin mempunyai banyak
waktu, selain mengasuh anaknya. Terlebih lebih bagi perempuan yang sudah memiliki
anak yang sudah beranjak dewasa. Maka banyak wanita yang memanfaatkan tenaga dan
waktu
luang yang dimiliki untuk melakukan aktivitas di luar tugas domestik mereka, terutama
aktivitas ekonomi.
Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, pasal 31, menyatakan bahwa
wanita mempunyai kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Dengan jumlah anak yang
rendah, maka tugas-tugas wanita sebagai ibu rumah tangga, khususnya dalam
mengasuh, memelihara, dan membesarkan anak akan berkurang (Ediastuti, 1995).
Dengan demikian,
dapat diartikan pula bahwa fertilitas yang rendah akan menyebabkan banyaknya tenaga
dan waktu luang bagi wanita, yang seharusnya untuk mengurus anak. Didukung oleh
semakin banyaknya wanita yang memiliki anak sedikit, maka banyak wanita yang
memanfaatkan tenaga dan waktu luang. Hal tersebut memberikan peluang besar
kepada wanita untuk memasuki dunia kerja.
20
Dibandingkan dengan penduduk laki-laki maka wanita yang masuk dalam dunia
kerja berjumlah lebih sedikit. Namun peningkatan partisipasi angkatan kerja justru
lebih banyak terjadi pada wanita. Tjiptoherijanto (1999) mengemukakan bahwa antara
tahun 1980 dan 1990 angkatan kerja wanita meningkat sebesar sekitar 7% yaitu dari
32,6% menjadi 39,6%. Sementara pada periode yang sama, angkatan kerja laki-laki
meningkat hanya 1,8% yaitu dari 68,8% menjadi 70,6%. Pada kelompok pendidikan
rendah, jumlah wanita yang bekerja relatif sama dengan lakilaki. Untuk tingkat
pendidikan yang lebih tinggi angka ini relatif lebih rendah dan semakin tinggi tingkat
pendidikan nampak bahwa proporsi wanita yang bekerja semakin kecil. Akan tetapi di
masa depan wanita dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih banyak masuk ke pasar
kerja. Selain karena jumlahnya meningkat, juga karena lapangan kerja membutuhkan
keahlian tertentu, terutama di bidang-bidang jasa seperti misalnya tenaga penjualan,
kesehatan, pendidikan, pelayanan dan lain sebagainya.
Kondisi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita di Sulawesi Selatan
tidak jauh berbeda dengan kondisi di daerah lain. TPAK di Sul-Sel, perbedaan antara
laki-laki dan wanita cukup menyolok, tapi beberapa tahun ini terjadi peningkatan TPAK
pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Pada tahun 1996 TPAK laki-laki sekitar 71%
dan wanita 29%, kemudian pada tahun 1998 terjadi peningkatan, TPAK laki-laki
menjadi 73% dan wanita 32%.Kemudian pada tahun 2001, TPAK laki-laki 72% dan
wanita 31%. Data tersebut menunjukkan bahwa selama 5 tahun (tahun 1996-2001)
TPAK wanita lebih tinggi peningkatannya yaitu sekitar 2-3% sedangkan TPAK laki-laki
sekitar 1-2% (BPS, 2002). Walaupun peningkatan TPAK wanita di Sul-Sel tidak terlalu
tajam, tetapi dengan
semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi keluarga dan adanya keinginan untuk
mengaktualisasikan diri dan adanya peluang besar kepada wanita untuk masuk ke
dunia kerja sehingga semakin banyak wanita yang ingin memiliki anak sedikit, terutama
untuk kondisi wanita di Kota Makassar.
Fenomena yang terjadi berdasarkan pada fakta di atas, yaitu semakin menurunnya
fertilitas serta semakin besarnya peluang wanita untuk masuk ke dunia kerja. Dengan
kondisi demikian, memunculkan ketertarikan untuk mengetahui bagaimana gambaran
persepsi nilai anak dan kecenderungan permintaan anak pada wanita terutama wanita
dari
21
pasangan usia muda. Persepsi tentang nilai anak dan berapa jumlah anak yang
diinginkan atau dimiliki berbeda antara satu orang dengan lainnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi persepsi nilai dan permintaan anak bagi seseorang, diantaranya tingkat
pendidikan, penghasilan, status kerja, usia perkawinan, kematian anak, kondisi
pemukiman, status migrasi, umur, dan agama.
22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penurunan fertilitas menunjukkan adanya pergeseran nilai anak. Dahulu sebagian besar masyarakat, menilai anak sebagai sumber rezeki dengan pameo “banyak anak banyak rezeki”, maka sekarang pameo itu berubah menjadi “banyak anak banyak beban”. Keuntungan finansial (materi) dan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tua apabila mempunyai anak, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam membesarkan anak. Jika jumlah anak dalam keluarga itu besar, maka biaya dan waktu alokasi untuk anak akan besar pula dan hal tersebut dapat membebani orang tuanya.
Pada tahun 2012, angka kematian ibu melahirkan di Kabupaten Karangnyar mencapai 127 per 100.000 kelahiran. Jumlah ini masih tergolong tinggi untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selama tiga tahun angka kematian di kabupaten Karanganyar memang fluktuatif namun masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung selama masa kehamilan dan melahirkan ibu. Penyebab langsung ini berhubungan dengan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum) dan penyebab tidak langsung berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu sejak sebelum kehamilan seperti penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.
Kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Dapat kita lihat, pada tabel diatas tahun 1994 angka kelahiran provinsi sulawesi tenggara mencapai 3,50 %, angka kelahiran pada tahun 1997 mencapai sebesar 3,31 %. Dapat dibandingkan antara tahun 1994 dan 1997 mengalami penurunan angka kelahiran. Tahun1998, angka kelahiran mencapai 3,00 %. Tahun 1999, angka kelahiran mencapai 2,87%. Dapat kita lihat tshun 1998 dan 1997 agka kelahiran menurun sebeesar 0,13%. Pada tahun 2000 angka kelahiran mencapai 3.14%. tahun 2002 angka kelahiran mencapai 3,6%. Dan tahun 2007 angka kelahiran mencapai 3,30%. Tahun 2000 dan 2002 mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan angka kelahiran.
Pada tahun 1994, angka kematian bayi mencapai 79, sedangkan angka kematian dibawah usia lima tahun mencapai 105. Pada tahun 1997, angka kematian bayi mencapai 78. Tahun 2000 angka kematian bayi mencapai 53. Pada tahun 2002, angka kematian bayi mencapai 67. Pada tahun 2007 angka kelahiran mencapai 41, sedangkan angka kematian dibawah usia lima tahun mencapai 62.
23
Daftar Pustaka
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=52%20¬ab=2
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=52%20¬ab=2
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=74
http://berbagh.blogspot.com/2013/05/makalah-fertilitas-mortalitas-dan.html
24
Top Related