PERILAKU POLITIK DAN KEKUASAAN POLITIK
(Studi Perpindahan Partai Politik Basuki Tjahaja Purnama
Dalam Perpolitikan di Indonesia)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Denayu Swami Vevekananda
1112112000055
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Slaipsi yang bet'udul :
PERILAKU POLITIK DAN KEKUASAAN POLITIK
(STUDI PERPINDAI{AN PARTAI POLITIK BASUKI TJAHAJA PURNAMADALAM PERPOLITIKAN DI INDONESIA)
1. Menrpakan karya asli saya yaag diajukan rmtuk memelruhi salah satr
persyaratan memperoleh gelar Stmta I di Universitas Islam Negeri OfN)Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan kEtEntuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Of$ Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jipl"kan dari karya omng lai4 maka saya
bersedia meirerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (urN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, 10 Juni 2017ffiDenayu Swami Vevekananda
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi me,nyatakan bahwa matrasiswa:
Nama
NIM
Program Studi
: Denayu Swami Vevekananda
:1112112000055
: Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
PERILAKU POLITIK DAN KEKUASAAN POLITIK
(STUDI PERPINDAHAN PARTAI POLITIK BASUKI TJAHAJA PURNAMADALAM PERPOLITIKAN DI INDONESIA)
Telah diuji pada tanggal 20lunt2017
Tangerang,zO Jluri2017
Mengetahui,Ketua Program Studi
Dr. Iding Rosyidin, M.SiNIP: 19701013 200501 I 003
ilt
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PERILAKU POLITIK DAN KEKUASAAN POLITIK
(Studi Perpindahan Partai Politik Basuki Tjahaja Purnama Dalam Perpolitikan di Indonesia)
Oleh
Denayu Swami Vevekanauda
1112112000055
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni 2Ol7 . Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi
Ilmu Politik.
etaris Program Studi,
Dr. Iding Rosyidin Hasan, M.SiNIP. 19701013 200501 I 003 NIP. 19770424 2007 t0 2 003
A. Bakir Ihsan, MANIP. 197204122003121 042 NIP.
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 20 Juni 2017
Ketua Program Studi Ilmu PolitikFISIP UIN Jakarta
I __-
\-//r"Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 19701013 200501 I 03
t/"^
lv
NIP.
v
ABSTRAK
Skripsi menganalisa perpindahan kader partai politik ke partai politik lain,
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan pendekatan
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, wawancara
langsung, dan studi dokumentasi Basuki Tjahja Purnama dimana penulis
melakukan pengidentifikasian secara sistematis dari sumber yang berkaitan
dengan objek kajian yaitu perilaku politik Basuki Tjahaja Purnama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang
mempengerahui perpindahan Basuki Tjahaja Purnama.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi Basuki Tjahaja Purnama dalam berpindah-pindah partai politik
ditinjau dari teori-teori perilaku politik dan kekuasan politik.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa fenomena perpindahan Basuki
Tjahaja Purnama dari beberapa partai politik diperngaruhi oleh faktor internal
partai yaitu dinamika kaderisasi partai politik, dan faktor perilaku politik Basuki
yang berpola dari pengalaman masa kecil, ideologi, harapan dan tujuan yang
bersangkutan dalam menjalani karier politik.
Kata kunci:
Basuki Tjahaja Purnama, Perilaku Politik, Kekuasaan, Perpindahan Partai
Politik
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, selaku pencerah
pertama dalam Islam yang telah membawa umat manusia dari gelapnya
ketidaktahuan menuju cerahnya ilmu pengetahuan, sebagai tauladan terbaik dalam
kepemimpinan.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat kehendak yang Maha
Kuasa dan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil.
Oleh karena itu dengan tulus penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Alm. Bapak H. Tumidjan Soepono
B.A. M.Si dan Ibu Darmini yang telah memberikan segalanya tanpa kenal lelah
demi anaknya mendapat gelar sarjana, keduanya adalah pahlawan nyata bagi
penulis. Kepada kakak-kakak tersayang Pandamdari AAM S.si, Dyah Kurotanur
Rembulandini S.E, Sy , Kusumaninghayu Sihpudyastuti S.pd, dan adik tersayang
Qulub Sidiq Permonojati seluruh keluarga yang menjadi inspirasi penulis untuk
selalu menjadi yang terbaik. Salam sayang untuk mereka.
Ucapan terima kasih kepada segenap civitas akademika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf dan jajarannya. Kepada Prof. Dr. Zulkifli,
MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) beserta staf dan
jajaranya. Kepada Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik
vii
dan Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik, beserta segenap
staf dan dosen FISIP UIN Jakarta yang tak bisa penuliskan sebutkan satu-satu.
Rasa terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Idris Thaha, M.Si selaku
dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan
saran selama penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir.
Kepada Anwar Ende selaku Wakil Sekretariat Jenderal Partai Gerindra dan
Hakim Kamarudin selaku Wakil Sekretariat Jenderal Partai Golkar yang dengan
terbuka mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan telah memberikan
informasi yang penulis butuhkan.
Teruntuk khusus ucapan terima kasih dan rasa bangga penulis untuk Fariz
Abdul Rohman S.E, Sy yang telah menemani penulis dalam multi-kondisi dan
tidak pernah henti untuk mengajarkan penulis dengan penuh kesabaran,
memberikan dukungan, inspirasi, meluangkan waktu, meluangkan pikiran,
dorongan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi
ini dan selalu setia menemani sampai terselesainya skripsi ini sampai selesai.
Untuk Kakak Tersayang Elva Farhi Qolbina dan Faisal Husein yang selalu
siap mendengarkan keluh kesah adinda yang tak kenal waktu. Terima kasih
karena telah menemani perjuangan ini.
Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada teman seperjuangan Ilmu
Politik angkatan 2012 para Biang Uler, Rizki Ahmad Zaenuri, Irsan Ardiansyah,
Putri Lalla Tanjung, Putri Nurafifah, Fajar Fachrian, Tadzkira, Hervi, Robiatul,
Rizki Ramadhan, Eko Adi, Sofyan Hadi, Ahmad Setiadi, dan Syahrizal Ahmad
viii
dan teman-teman lainnya yang telah menemani penulis dalam menghadapi
dinamika perkuliahan dengan berdiskusi, berdialog, dan memberikan pengalaman
yang tak terlupakan.
Semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan khususnya bagi penuis sendiri.
Tangerang, 10 Juni 2017.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv
ABSTRAK ..... ....................................................................................................v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Masalah .................................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 9
E. Kerangka Teori ......................................................................................... 10
F. Metode Penelitian ..................................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 15
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Perilaku Politik ................................................................................. 17
A.1. Definisi Perilaku Politik ..................................................................... 17
B. Teori Kekuasaan Politik ............................................................................. 23
B.1. Definisi Kekuasaan ............................................................................ 23
B.2. Dimensi-Dimensi Kekuasaan ............................................................. 27
B.3. Pengunaan Sumber-Sumber Kekuasaan ............................................. 28
C. Partai Politik ................................................................................................ 30
C.1. Batasan dan Pengertian Partai Politik .................................................. 32
D. Pendekatan Kelembagaan (Institusionalisme) ............................................ 35
x
BAB III BIOGRAFI BASUKI TJAHAJA PURNAMA
A. Profil Basuki Tjahaja Purnama .................................................................. 38
A.1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama ..................................................... 38
B. Karier Politik Basuki: Dari Partai PIB hingga Partai Gerindra ................. 43
BAB IV ANALISA PERPINDAHAN BASUKI DALAM PERPOLITIKAN DI
INDONESIA
A. Analisa Basuki Tjahaja Purnama ............................................................... 52
A.1. Analisa Figur dan Komunikasi Politik Basuki 54
A.2. Analisa Kaderisasi Partai Politik Sebagai Faktor Internal ...............59
A.3. Analisa Partai Politik Sebagai Faktor Eksternal ................................ 61
B. Perpindahan Basuki dari Partai PIB ke Partai Golkar ............................... 66
C. Perpindahan Basuki dari Partai Golkar ke Partai Gerindra........................ 72
D. Keluarnya Basuki dari Partai Gerindra ...................................................... 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Basuki dilahirkan di
wilayah Belitung, kini menjadi salah satu sosok pemimpin yang eksistensinya
mulai diperhitungkan. Namanya mulai dikenal tepatnya setelah mencalonkan diri
sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 dan berhasil keluar
sebagai pemenang pemilihan umum bersama rekannya Joko Widodo. Bersama
Joko Widodo, ia menjadi salah satu sosok pemimpin yang eksistensinya mulai
diperhitungkan dan mendapat tempat di hati rakyat. Sebelum menjabat sebagai
seorang Wakil Gubernur DKI Jakarta, ia telah menjabat sebagai Bupati Belitung
Timur pada periode 2009-2014. Basuki kerap muncul di layar televisi dan dikenal
sebagai pejabat yang vokal. Gaya bicaranya yang ceplas-ceplos di mana saja,
membuatnya mendapatkan perhatian publik.
Awal mula Basuki terjun kedalam dunia politik dan memilih menjadi
pejabat yang berpolitik daripada menjadi seorang pengusaha. Merupakan sebuah
keinginan untuk memberikan suatu perubahan yang lebih baik bagi rakyat di
kampung halamanya yaitu Belitung. Basuki memutuskan untuk masuk ke dunia
politik di tahun 2003 dan bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan
Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr.Sjahrir. Pada pemilu 2004,
ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat
terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu hanya dengan
2
mencetak buku, dan menolak memberikan uang kepada rakyat. Basuki terpilih
menjadi anggota Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Belitung
Timur periode 2004-2009.1
Selama menjadi anggota DPRD, ia berhasil menunjukan integritasnya
dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang Surat
Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dan menjadi dikenal masyarakat karena ia
satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu
dengan masyarakat untuk mendengar keluhan langsung masyarakat kecil,
sementara anggota DPRD lain lebih sering memilih untuk mangkir.2
Munculnya dukungan dari rakyat yang mendorong Basuki menjadi
seorang bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Basuki
mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani
langsung rakyat dengan memberikan nomor telephone genggamnya yang juga
adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan
cara ini, ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan
rakyat. Terbukti dengan gaya kampanye yang tanpa mengutamakan politik uang
mampu membawa Basuki berhasil mengantongi suara 37,13% dan menjadi Bupati
Belitung Timur periode 2005-2010. Padahal pada saat itu Belitung Timur dikenal
sebagai daerah basis Masyumi.3
Bermodalkan pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD
yang mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu
1 Radis Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Getar, Demi Rakyat (Yogyakarta: Palapa,
2013), h.29. 2 “Ahok Mantan Bupati Belitung Timur (4), https://youtu.be/X5dUQx_I5tA, 2015.
3 “Biografi Basuki Tjahaja Purnama, http://bio.or.id/biografi-ahok-basuki-tjahaja-
purnama/
3
singkat menjadi Bupati Belitung Timur, Basuki mampu melaksanakan program
kerakyatan, dari rakyat untuk rakyat dan kembali kepada rakyat, seperti pelayanan
kesehatan gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke
pelosok-pelosok daerah, perbaikan pelayanan publik bahkan transparasi dalam
pengelolaan keuangan selalu ditonjolkan Basuki dalam memimpin Belitung
Timur.4 Selama menjadi bupati, ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan baik
di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Basuki memotong
semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20%, dengan
demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki
kesejahteraan masyarakat.5
Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah
muncul suara-suara untuk mendorong Basuki maju sebagai gubernur di tahun
2007. Kesuksesannya tercermin dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung
ketika 63% pemilih memilih Basuki. Langkahnya pun harus terhenti karena
banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara yang
membuat dirinya gagal memimpin Provinsi Bangka Belitung, ia dikalahkan oleh
rivalnya Eko Maulana Ali dan Syamsudin Basri. Setelah kekalahannya dari
pemilihan gubernur, ia memutuskan untuk tidak berpartai lagi sampai 2008.6
Pada 2009, Basuki bergabung masuk menjadi anggota Partai Golkar dalam
pemilihan legislatif 2009, untuk terus berkiprah dan membawa aspirasi
4 Nurulloh, Ahok untuk Indonesia (Jakarta: PT.Gramedia, 2014),h.37.
5 “Biografi Basuki Tjahaja Purnama, http://bio.or.id/biografi-ahok-basuki-tjahaja-
purnama/ 6 “Ahok Ungkap Alasan Mengapa Dulu Gabung Gerindra”,
http://sidomi.com/324610/ahok-ungkap-alasan-mengapa-dulu-gabung-gerindra/, 22 September
2014
4
masyarakat Belitung Timur ke Senayan Jakarta. Basuki mencoba maju sebagai
calon legislatif dari Partai Golkar.7 Meski awalnya ditempatkan pada nomor urut
keempat dalam daftar caleg, ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan
memperoleh kursi di DPR karena adanya perubahan sistem pembagian kursi dari
nomor urut menjadi suara terbanyak.8
Terpilihnya Basuki sebagai anggota DPR komisi II fraksi dari Partai
Golkar periode 2009-2014. Basuki dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur
yang apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat
kiprahnya di DPR ia mencipatkan standard baru bagi anggota-anggota DPR lain
dalam anti-korupsi, transparansi, dan profesionalisme. Basuki bisa dikatakan
sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses
pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja, (semua
laporan dapat diakses di web nya).
Sementara itu, staf ahli Basuki bukan hanya sekedar bekerja menyediakan
materi undang-undang tetapi juga secara aktif ditugaskan mengumpulan informasi
dan mengadvokasi kebutuhan masyarakat. Salah satu hal fundamental yang
diperjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala
daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pilkada dan membuka
peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di
daerah. Basuki berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada
apakah individu-individu idealis berani masuk ke politik dan berani
7 Nurulloh, Ahok untuk Indonesia , 36.
8 “Biografi Basuki Tjahaja Purnama, http://bio.or.id/biografi-ahok-basuki-tjahaja-
purnama/
5
mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi yang baik dan yang
jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut kepemimpinan politik.
Pada 2011, Basuki berniat untuk mencalonkan diri menjadi calon
Gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen. Langkah ini dilakukan karena
tidak adanya dukungan Partai Golkar dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta
2012 terhadap Basuki. Polemik antara Basuki dengan Partai Golkar terjadi,
manakala Partai Golkar lebih mempercayakan Alex Noerdin dan Nono Sampono
untuk bertarung memperebutkan kursi DKI 1. Peluang untuk menjadi kepala
daerah di DKI Jakarta terbuka, setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) mencalonkan Joko Widodo sebagai calon Gubernur dan Partai Gerindra
mengusung Basuki menjadi calon wakil Gubernur di DKI Jakarta.
Ketertarikan Basuki bergabung dengan Partai Gerindra, dikarenakan partai
politik bentukan Prabowo Subianto itu tidak meminta uang kepada calon kepala
daerah yang diusungnya. Berpindahnya Basuki dari Partai Golkar ke Gerindra
karena ia melihat Partai Gerindra mau mengusungnya sebagai calon Wakil
Gubernur DKI Jakarta tanpa meminta mahar. Mantan Bupati Belitung Timur ini
ingin membuktikan bahwa, ia bisa menjadi kepala daerah tanpa harus setor uang
ke partai meskipun Basuki tidak tahu apakah benar-benar tulus atau tidak.9
Kepercayaan penuh masyarakat terhadap dua sosok fenomenal dari Solo
dan Bangka Belitung ini mampu meraih simpati masyarakat dengan perolehan
suara 1.847.157 atau sebesar 42,60% menggunguli pasangan Fauzi Bowo-
9 “Ahok Ungkap Alasan Mengapa Dulu Gabung Gerindra”,
http://sidomi.com/324610/ahok-ungkap-alasan-mengapa-dulu-gabung-gerindra/ 22 September
2014.
6
Nachrowi Ramli yang di prediksi menang satu putaran, ternyata hanya mampu
meraih posisi kedua dengan jumlah suara 1.476.648 atau sebesar 34.05%.10
Namun, polemik Basuki dengan Partai penggusungnya yaitu Partai
Gerindra terjadi. Basuki memutuskan keluar dari Partai Gerindra karena adanya
suatu sikap Partai Gerindra yang sudah tidak sesuai dengan konstitusi yang
mengutamakan kepentingan rakyat. Hal itu berbeda jauh dari visi misi Partai
Gerindra ketika partai itu menariknya dari Partai Golkar.
Basuki adalah bagian sejarah perpolitikan regional-nasional yang
fenomenal. Ketika menjadi anggota DPRD dari Partai PIB ia memutuskan untuk
berhenti dan tidak berpartai lagi, berpindahnya Basuki dari Partai PIB ketika tidak
mungkin masuk kursi Senayan Jakarta dengan pembatasan yang tidak mungkin
dicapai partai lamanya itu. Maka, ketika digandeng Partai Golkar untuk berlaga ke
kursi Senayan Jakarta, ia melihat kemungkinan yang ada dan tidak mungkin
disediakan wahana yang lain. Sehingga menjadi tanggung jawab timbal balik,
ketika partai dan personal figur politik saling membutuhkan.
Berpindahnya Basuki dari Partai Golkar ke Partai Gerindra dan akhirnya
memutuskan keluar dari Partai Gerindra ini menunjukan bahwa kekuasaan, dan
uang bukanlah tujuannya terjun ke dunia politik, melainkan ia hanya ingin
mewujudkan mimpi untuk melayani rakyat dan memberikan pendidikan politik
kepada masyarakat.
Namun, bila dilihat dari perilaku politik Basuki sejak awal karier
politiknya, Basuki kerab kali berpindah-pindah partai politik dan menjadikan
10
Nurulloh, Ahok untuk Indonesia, 36.
7
partai politik sebagai kendaraannya untuk dapat meraih kekuasaan. Pertama,
perilaku politik Basuki cenderung berubah berbalik secara ekstrim. Kedua,
terdapat sebuah keadaan dimana sewaktu-waktu dapat mempengaruhi seorang
figur politik berganti peran untuk menyesuaikan kepentingan. Ketiga, prinsip dan
motivasi amat penting sehingga menentukan setiap langkah dan strategi.
Ketiga hal tersebut merupakan variabel-variabel yang melekat dalam diri
Basuki. Sebagai wakil rakyat terpilih Basuki meyakini menjadi seorang pejabat
adalah pekerjaan yang mulia karena mengayomi masyarakat. Namun, pandangan
itu berbanding terbalik dengan kenyataannya bermula dari kepemimpinannya
menjabat sebagai Bupati Belitung Timur, belum setahun menjabat Basuki sudah
meninggalkan rakyat Belitung. Hal ini menunjukan ketidakkonsistenan dan loyal
kepada konstituenya. Terkesan pragmatis, sekedar mengejar kedudukan yang
lebih tinggi dari pada berpegang teguh pada komitmen untuk menjalankan
amanah rakyat.
Melihat fenomena yang terjadi menunjukan bahwa proses kaderisasi partai
politik tidak berjalan dengan baik. Atas dasar tersebut, kader partai politik
melakukan pilihannya yang didasari oleh dua faktor. Pertama, faktor internal dan
kedua, faktor eksternal. Faktor internal sangat dipengaruhi oleh mekanisme
organisasi kepartaian yang belum mampu memfasilitasi kadernya untuk berkarya
dan berkarier baik pada tingkat internal partai maupun tingkat nasional.
Selanjutnya, faktor eksternal lebih mengarah kepada pilihan pribadi individu-
individu kader. Artinya, kader memiliki hak dan tanggung jawab serta mengetahui
sepenuhnya atas pilihan yang dipilihnya.
8
Dengan demikian hanya sebuah sistem kepartaian yang profesional yang
menjadikan partai politik akan bertahan dan berkembang menjadi sebuah partai
politik yang modern dan mampu diakui oleh masyarakat luas.11
Kegagalan
kaderisasi partai politik, hal ini terkait dengan mekanisme internal partai yang
kerap tidak berjalan karena lemahnya fungsi-fungsi organisasi dalam membentuk
dan menyalurkan kader ideologis. Penulis menilai dalam tahapan kaderisasi yang
baik partai seharusnya tidak hanya mampu merekrut, tetapi juga membina kader
loyalis dan ideologis.
Melihat fenomena diatas, maka peneliti menetapkan judul yang akan
diteliti adalah “Perilaku Politik dan Kekuasaan Politik (Studi Perpindahan
Basuki Tjahaja Purnama dalam Partai Politik di Indonesia)”
B. Pertanyaan Penelitian
Berkenaan dengan judul diatas, maka permasalahan yang diajukan adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi Basuki Tjahaja Purnama berpindah-pindah
partai politik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini pertama, untuk mengetahui faktor-faktor yang
mendasari Basuki Tjahaja Purnama partai untuk berpindah partai politik. Kedua,
untuk mengetahui faktor-faktor internal partai politik yang menyebabkan kader
partai berpindah ke partai politik lain.
11
Beni Azhar Assadam, “Partai Politik dan kaderisasi Partai studi:
PerpindahanYuddyChrisnandi, LiliChadijah Wahid dan Patrice Rio Capella (Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta,2014), h.5.
9
C.1. Manfaat Penelitian Bagi Akademisi
Pengembangan Ilmu Politik di bidang kajian Partai Politik dalam
pemilihan umum yang sangat marak terjadi di Indonesia.
a) Menjadi referensi dan sarana penilaian bagi kalangan akademisi
maupun praktisi dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan
bermanfaat bagi penelitian yang lain.
b) Memperkaya studi tentang ilmu politik lokal terutama mengenai
Pemilihan Kepala Daerah.
c) Memahami faktor-faktor pendorong yang mendasari para politisi
untuk berpindah dari satu partai politik ke partai politik lain.
C.2. Manfaat Penelitian Bagi Praktisi
a) Menambah wawasan penulis dalam bidang sosial dan politik,
khususnya mengenai Sistem Pemilihan di Indonesia
b) Menambah Informasi bagi penulisan skripsi yang serupa di waktu
yang akan datang
D. Tinjauan Pustaka ( Literatur Review)
Pertama, penulisan skripsi oleh Beni Azhar Assadam, Program Studi Ilmu
Politik FISIP UIN Jakarta, pada tahun 2014. Dengan judul skripsi, Partai Politik
dan Kaderisasi Partai Politik (Studi Kasus: Perpindahan Yuddy Chrisnandi, Lily
Chadijah Wahid, dan Patrice Rio Capella). Penelitian ini memfokuskan fenomena
berpindahnya kader partai politik ke partai politik lain, dengan studi beberapa
tokoh politik, yaitu Yuddy Chrisnandi, Lily Chadidjah Wahid, dan Partrice Rio
Capella. Persamaannya dengan penelitian ini, sama sama membahas perpindahan
10
seseorang dari partai politik satu ke yang lain. Namun, dengan objek yang
berbeda.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Wardi dalam tesisnya, mengenai
Oligarki Partai Politik di Indonesia, Studi: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Periode 1999-2004. Penelitian tersebut menunjukan bahwa PDIP di bawah
kepemimpinan Megawati Soekarno Putri terkesan oligarkis, hal ini disebabkan
banyaknya dominasi oleh Megawati, bukan kepemimpinan yang bersandar pada
prosedur dan aturan internal partai, yang mengakibatkan keluarnya beberapa
kader dari partai.12
E. Kerangka Teoritis
A. Perilaku Politik
Perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan yang berkenaan dengan
proses pembuatan dan keputusan politik. Perilaku politik yaitu interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan
penegakan keputusan politik. 13
Dalam pelaksanaan pemilihan umum di suatu Negara ataupun dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung, perilaku politik dapat berupa
perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan. Dengan demikian hal
ini yang membuat digunakannya teori perilaku politik dalam penelitian ini.14
1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.
12
Wardi, Oligarki Partai Politik di Indonesia, Studi: Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Periode 1999-2004 (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010) 13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Grasindo, 1992), h.131. 14
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 15-16.
11
2. Perilaku politik warga negara biasa (baik individu maupun kelompok)
yang pertama, bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan
menegakan keputusan politik. Sedangkan yang kedua berhak
mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksankan fungsinya
karena apa yang dilakukan pihak pertama menyangkut kehidupan
pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga negara biasa
(individu maupun kelompok) disebut partisipasi politik.
Dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, dapat dipilih tiga unit analisis
yaitu:
a) Aktor politik (meliputi aktor politik, aktivitas politik, dan individu
warga negara biasa)
b) Agregasi politik (yaitu individu aktor politik secraa kolektif seperti
partai politik birokrasi, lembaga-lembaga pemerintahan)
c) Topologi kepribadian politik ( yaitu kepribadian pemimpin, seperti
Otoriter, Machiavelist, dan Demokrat).
Menurut Alan Ware, ada tiga hal yang menyebabkan kader partai politik
berpindah ke partai politik lainnya. Pertama, adanya pengaruh atau dorongan
materi (material incentives), Kedua, pengaruh atau dorongan rasa kesatuan
(solidarity incentives), Ketiga, pengaruh atau dorongan tujuan (purposive
inentives) adanya kekuatan yang mendasari keyakinan ideologi.15
15
Alan Ware, Political Partice and Party Sistem(New York: Oxford University Press,
1996), h. 74-78.
12
Selain Teori Perilaku Politik dan Teori Kekuasaan Politik, keberadaan
partai politik terletak pada sejauh mana mereka dapat melakukan rekrutmen
politik dan kaderisasi terhadap anggota-anggotanya. Tujuan menggunakan teori
ini adalah untuk meneliti sejauh mana internal partai politik menfasilitasi
kadernya untuk adanya sirkulasi kader.
B. Kekuasaan Politik
Pada dasarnya kekuasaan politik adalah kemampuan individu atau
kelompok untuk memanfaatkan sumber-sumber kekuataan yang bisa menunjang
sektor kekuasaannya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sumber-sumber
tersebut bisa berupa media massa, media umum, mahasiswa, elit politik, tokoh
masyarakat atau pun militer.16
Jenis-jenis kekuasaan yang kita ketahui pada umumnya sekiranya dapat
dibagi beberapa jenis kekuasaan sebagai berikut:
a) Kekuasaan eksekutif, yaitu yang dikenal dengan kekuasaan
pemerintahan dimana mereka secara teknis menjalankan roda
pemerintahan
b) Kekuasaan legislatif, yaitu sesuatu yang berwenang membuat, dan
mengesahkan perundang-undangan sekaligus mengawasi roda
pemerintahan
16
Imam Hidayat, Teori-Teori Politik (Malang: Setara Press, 2009), h.31.
13
c) Kekuasaan yudikatif, yaitu sesuatu kekuasaan penyelesaian hukum,
yang di dukung demi menjamin law enforcement pelaksanaan
hukum.17
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan penelitian analisis kualitatif. Pendekatan analisis
kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan
mendalam tentang hal-hal yang diteliti. Penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang lebih menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini harus
mengumpulkan data berupa cerita rinci pada responden dan diungkapkan dengan
apa adanya sesuai bahasa dan bertolak pada penggalian data sehingga
menimbulkan sifat mengembangkan teori.18
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta, sedangkan waktu
penelitian dilakukan secara bertahap hingga selesai penelitian tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
a) Wawancara, merupakan salah satu teknik pengambilan data dan
informasi melalui percakapan langsung kepada responden dengan
menggunakan format tanya jawab yang terencana.
17
Hidayat, Teori-Teori Politik, 29. 18
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2007), h.89.
14
b) Observasi dokumen sebagai instrument yang digunakan dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah pedoman wawancara,
recorder dan buku, jurnal, artikel. Pedoman wawancara digunakan
agar peneliti dapat menyaring apa saja yang seharusnya ditanyakan
agar fokus pada permasalahan yang diteliti. Recorder digunakan
untuk merekam subjek yang difokuskan atau narasumber lainya. .
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data diperoleh peneliti melalui wawancara yang akan dilakukan
oleh peneliti serta data-data diperoleh dari dokumen-dokumen yang peneliti
masukan. Sebelum digunakan dalam proses analisis, data dikelompokan dulu
sesuai jenis dan karakteristiknya. Berdasarkan pengambilan data dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah suatu
subjek objek atau dokumen original material mentah dari pelaku yang yang
disebut first hand information dan orang pertama.19
Sedangkan data sekunder
adalah data yang 20
Dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber-sumber lain
yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data untuk mengelola data yang sudah dikumpulkan penulis
menggunakan metode analisis deskripstif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
19
UlberSilalahi, MetodePenelitianSosial (Bandung: PT. RefikaAditama, 2010), h. 289. 20
Samad Umarama, Strategi Pemenangan Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu
Legislatif 2004 (Studi di kabupaten Sula Provinsi maluku Utara)(Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2009).
15
yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-
kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat tertentu.21
Tahap pengelolaan data ini kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dan
menginterpretasikan data. Analisis data merujuk kepada kegiatan
pengorganisasian data kedalam susunan-susunan tertentu dalam rangka
interpretasi data untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dengan menggunakan
teknik analisis ini penulis berharap mampu memberikan gambaran suatu
fenomena atau permasalahan yang terjadi secara sistematis, faktual, aktual, akurat,
dan jelas berdasarkan data yang diperoleh mengenai problematika yang terjadi
dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dengan menggunakan teori perilaku
politik dan kekuasaan politik.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi lima bab, dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab pertama berisi tentang pendahuluan, penulis menjelaskan
permasalahan yang melatar belakangi pembahasan dan perumusan masalah serta
manfaat dan tujuan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan dari penulisan itu. Menjelaskan tentang perpindahan partai politik
Basuki Tjahaja Purnama dalam perpolitikan di Indonesia.
Bab kedua penulis menjelaskan kontekstualisasi teori. Pembahasan tentang
teori perilaku politik dan kekuasaan politik Basuki sehingga mampu menjelaskan
21
Prof. H Pupuh Fathurahman,Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2011), h.47.
16
faktor-faktor yang mendorong berpindahnya kader partai politik baik dari sisi
internal partai maupun pilihan Basuki Tjahaja Purnama.
Bab ketiga penulis memaparkan Profil Basuki Tjahaja Purnama dari awal
bergabungnya dalam Partai Politik hingga keluarnya dalam partai politik.
Bab keempat ini, merupakan inti dari penelitian penulis dari skripsi ini,
pada bab ini penulis memaparkan temuan-temuan pokok penelitian yang
menjelaskan latar belakang perpindahan Basuki Tjahaja Purnama dari partai yang
satu ke partai yang lain dilihat dari sisi internal partai atau dari sisi pilihan
individu Basuki Tjahaja Purnama sebagai kader partai politik. Dengan
menggunakan kacamata teori perilaku politik dan kekuasaa politik.
Bab kelima, penulis berusaha menyimpulkan skripsi sekaligus menjadi
penutup pada pokok masalah yang akan diangkat, terkait dengan perpindahan
Basuki Tjahaja Purnama dari perpolitikan di Indonesia.
17
BAB II
KERANGKA TEORI
Perilaku politik Basuki Tjahaja Purnama menunjukan sikap
ketidakkonsistenan untuk meraih kekuasaan dengan berpindah-pindah partai politik
sebagai kendaraannya. Fenomena berpindahnya Basuki dari partai politik ke partai
politik lain dapat ilihat dari sekedar kepentingan pragmatisme atau bisa juga karena
kepentingan untuk meraih kekuasaan, hal ini menjadi fokus penelitian yang akan
diteliti.
Oleh karena itu, untuk memahami teori dan konsep dari arti penting perilaku
politik dan kekuasaan politik yang bertujuan untuk membangun struktur dari skripsi
penulis, maka pada bab ini akan dijelaskan mengenai kajian teori-teori, dan
konseptualisasi yang akan digunakan dalam penelitian, sehubungan dengan tema
skripsi ini.
A. Perilaku Politik
A.1. Pengertian Perilaku Politik
Perilaku politik adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan
dan pelaksanaan keputusan politik, yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua, yaitu fungsi-fungsi
pemerintah yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-fungsi politik yang dipegang
18
oleh masyarakat.1 Terdapat dua fungsi politik yang menjelaskan tentang siapa yang
melakukan kegiatan politik. Individu ataukah struktur kelembagaan? Pendekatan
kelembagaan dalam ilmu politik menyatakan bahwa lembaga (struktur) yang
melakukan kegiatan politik sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut,
sehingga yang perlu dipelajari bukan perilaku individu tetapi perilaku lembaga-
lembaga politik dan pemerintah (kelembagaan). Sedangkan jika dilihat melalui
pendekatan behavioralisme, bahwa individulah yang secara aktual melakukan
kegiatan politik karena perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan kumpulan
perilaku individu yang berpola tertentu.2
Dalam pandangan kaum behavioralis, pemahaman terhadap kehidupan politik
tergantung pada pemahaman terhadap tingkah laku aktor-aktor politik. Hal ini
disebabkan karena individu dengan segala kecenderungan psikologis dan nilai-nilai
budaya yang dianutnya memainkan peranan yang penting dalam menentukan tingkah
laku individu. Pada umumnya pendekatan perilaku tidak hanya menjelaskan
mengenai tingkah laku seseorang, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan
tersebut seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan. Berdasarkan
anggapan perilaku politik hanya salah satu dari keseluruhan perilaku, maka
pendekatan ini cenderung untuk bersifat interdisipliner.3
1Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu-Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 167.
2Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 168.
3Yoyoh Rohaniah dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik ( Malang: Intrans Publishing, 2015), h.
42.
19
Abdul Munir Mulkhan melihat perilaku politik sebagai fungsi dari kondisi
sosial dan ekonomi serta kepentingan, maka perilaku politik sebagian di antaranya
adalah produk dari perilaku sosial ekonomi dan kepentingan suatu masyarakat atau
golongan dalam masyarakat tersebut. Teori perilaku politik adalah sebagai salah satu
aspek dari ilmu politik yang berusaha untuk mendefinisikan, mengukur, dan
menjelaskan pengaruh terhadap pandangan politik seseorang, ideologi, dan tingkat
partisipasi politik. Perilaku politik juga bisa dipahami sebagai tanggapan-tanggapan
internal (seperti: persepsi, sikap, dan keyakinan) dan juga tindakan-tindakan yang
nampak (seperti: suara, gerak protes, lobying, kaukus, kampanye, dan demonstrasi).4
Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri tetapi
mengandung keterkaitan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditunjukan oleh
individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor, baik faktor internal maupun
faktor eksternal yang menyangkut lingkungan alam maupun lingkungan sosial
budaya. Diperlukan unit dasar analisis untuk melihat perilaku politik, yaitu :
1. Individu sebagai aktor politik lebih memiliki pengaruh dalam proses
politik adalah pemimpin dan pemerintah
2. Individu sebagai agregasi politik adalah kelompok individu yang
tergabung dalam suatu organisasi seperti partai politik, kelompok
kepentingan, birokrasi, dan lembaga-lembaga pemerintahan
4 Perilaku Politik,http://muhammadazzikra15.blogspot.co.id/2016/08/perilaku-politik.html,
7 Agustus 2016
20
3. Tipologi kepribadian politik adalah tipe-tipe kepribadian pemimpin,
seperti otoriter, demokratis, leissfer5
Hubungan teori perilaku politik dalam kasus ini dapat menjelaskan beberapa
hal, pertama Basuki dalam berperilaku politik dipengaruhi oleh beberapa faktor dan
latar belakang, dilihat dari unit analisis individu sebagai aktor politik yang memiliki
pengaruh dalam sistem politik yang bertugas sebagai perencana, pengambilan
keputusan, dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latar
belakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya.
Lebih tepat diteliti melalui pendekatan behavioralisme yang menunjukan
eksistensi Basuki sebagai individu yang dapat membuat keputusan-keputusan politik
dalam menjalankan pemerintahan dan latar belakang Basuki yang secara aktual tidak
dapat diatur oleh lembaga melainkan sebaliknya Basuki dapat mengendalikan
lembaga pemerintahan.
Dalam kenyataannya suatu tindakan dan keputusan politik tidak hanya
ditentukan oleh fungsi (tugas dan kewenangan) yang melekat pada lembaga yang
mengeluarkan keputusan, sedangkan fungsi itu sendiri merupakan upaya mencapai
tujuan masyarakat negara atau nilai-nilai politik, tetapi juga dipengaruhi oleh
kepribadian (keinginan dan dorongan, persepsi dan motivasi, sikap dan orientasi,
5 Sudjiono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang,: IKIP Semarang Press,2005),h.10-11.
21
harapan dan cita-cita, ketakutan dan pengalaman masa lalu) individu yang membuat
keputusan tersebut.
Kedua, perilaku politik dapat dilihat dari pengalaman masa lalu Basuki yang
membuatnya bekerja keras untuk dapat membangun sebuah interaksi yang baik antara
pemerintah dan masyarakat, antara lembaga, dan antara kelompok dan individu di
dalam masyarakat, dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan
keputusan politik yang pada dasarnya merupakan perilaku politik.6
Ketiga, perilaku politik Basuki pada umumnya dipengaruhi dan ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
muncul dari individu itu sendiri seperti idealisme, tingkat kecerdasan, kehendak hati.
Faktor eksternal yang muncul dari kondisi lingkungan seperti kehidupan beragama,
sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya yang mengelilingnya.
Keempat, perilaku politik Basuki yang cenderung berpindah-pindah partai
politik Keadaan itu dapat mempengaruhi seorang figur politik berganti peran untuk
menyesuaikan kepentingan yang ingin dicapai. Berkenaan dengan kebijakan untuk
mencapai tujuan suatu masyarakat, serta memegang suatu sistem kekuasaan yang
memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah
pencapaian tujuan tersebut. Mengupayakan agar kebutuhan pokok rakyat dapat
terpenuhi secara baik menjadi suatu tujuan yang harus dilaksanakan.
6 Sastroatmodjo, Perilaku Politik., 3.
22
Menurut model ini, terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik
seorang aktor politik.
a) Pertama, lingkungan sosial politik langsung, seperti sistem politik, sistem
ekonomi, sistem budaya, dan media massa.
b) Kedua, lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan
membentuk kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan
kelompok pergaulan.
c) Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu, yang
terdapat tiga basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri,
eksternalisasi, dan pertahanan diri.
d) Keempat, faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu
sebuah keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak
melakukan suatu kegiatan, seperti: cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang,
kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala
bentuknya.
Pengertian teori di atas dapat dikatakan bahwa perilaku politik merupakan
objek yang dapat di analisis dalam kehidupan politik suatu negara. Untuk melihat
fenomena tersebut peneliti memandang pentingnya mengambil fokus mengenai
perpindahan Basuki dari partai ke partai politik lain dengan menggunakan kacamata
teori perilaku politik.
23
B. Kekuasaan
B.1. Pengertian Kekuasaan
Politik dianggap identik dengan kekuasaan, sehingga telah memunculkan
begitu banyak definisi. Dalam politik kekuasaan diperlukan untuk mendukung dan
menjamin jalanya sebuah keputusan politik dalam kehidupan masyarakat. Keterkaitan
logis antara politik dan kekuasaan menjadikan setiap pembahasan tentang politik,
selalu melibatkan kekuasaan didalamnya. Itulah sebabnya perlunya membahas
sekularisasi kekuasaan. Sekularisasi politik secara implisit bertujuan untuk
mendesakralisasi kekuasaan untuk tidak dilegitimasi sebagai sesuatu yang bersifat
sakral dan suci.
Perumusan yang umumnya dikenal yaitu, kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau
kelompok lain sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan
dari orang yang mempunyai kekuasaan.7 Berdasarkan definisi ini kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang
kekuasaan, baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa.
Menurut Nicollo Machiavelli kekuasaan merupakan sesuatu yang harus diraih
karena tidak datang begitu saja. Kekuasaan haruslah diambil lalu dipertahankan, dan
dalam mempertahankannya seorang penguasa harus serentak dicintai dan ditakuti
warganya. Demi sebuah kekuasaan pertimbangan-pertimbangan moral menjadi tidak
7Rohaniah dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik, 167.
24
relevan, karenannya ditakuti oleh segenap warga bagi sang penguasa adalah yang
esensial.8
Pada dasarnya kekuasaan politik adalah kemampuan individu atau kelompok
untuk memanfaatkan sumber-sumber kekuatan yang bisa menunjang sektor
kekuasaannya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Jenis-jenis kekuasaan yang
kita ketahui pada umumnya sekiranya dapat dibagi beberapa jenis kekuasaan sebagai
berikut: (a) kekuasaan eksekutif, yaitu yang dikenal dengan kekuasaan pemerintahan
dimana mereka secara teknis menjalankan roda pemerintahan, (b) kekuasaan
legislatif, yaitu sesuatu yang berwenang membuat, dan mengesahkan perundang-
undangan sekaligus mengawasi roda pemerintahan, (c) kekuasaan yudikatif, yaitu
sesuatu kekuasaan penyelesaian hukum yang didukung oleh kekuasaan kepolisian,
demi menjamin law enforcement pelaksanaan hukum. 9
Max Weber mengemukakan beberapa bentuk wewenang manusia yang
menyangkut juga kepada hubungan kekuasaan. Wewenang yang dimaksud adalah
kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diterima secara formal oleh
anggota-anggota masyarakat.10
Jenis authority yang disebutnya dengan rational legal
authority sebagai bentuk hierarki wewenang yang berkembang di dalam kehidupan
8 Rohaniah dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik ,169.
9Imam Hidayat, Teori-Teori Politik (Malang: Setara Press, 2009), h. 31- 32.
10 Hotman Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1986),
h.201.
25
masyarakat modern. Wewenang sedimikian ini dibangun atas dasar legitimasi
(keabsahan) yang menurut pihak yang berkuasa merupakan haknya.11
Perjuangan kekuasaan (power strunggle) mempunyai tujuan yang
menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi
keinginan besar Basuki menjadi seorang pejabat pemerintah dengan kekuasaan yang
tinggi. Hal ini menarik dikaji bukan hanya memusatkan perhatian pada perjuangan
untuk memperoleh kekuasaan, tetapi bagaimana Basuki mempertahankan kekuasaan,
melaksanakan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, ataupun bahkan menentang
pelaksanaan kekuasaan.
Kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan
sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya
ataupun masyarakat pada umumnya. Dalam setiap situasi hubungan kekuasaan
terdapat tiga unsur. Ketiga unsur itu meliputi tujuan yang ingin dicapai, cara
penggunaan sumber-sumber pengaruh, dan hasil penggunaan sumber-sumber
pengaruh. Kekuasaan yang beraspek politik merupakan penggunaan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses politik.12
Terkait dengan masalah tersebut (pelaksanaan kekuasaan politik atau
penggunaan sumber-sumber kekuasaan) dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
salah satu unsur mengenai sumber kekuasaan jabatan, keahlian, status sosial,
11
George Ritzer & Douglad J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2007),
h.37. 12
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 73.
26
popularitas pribadi, dan massa yang terorganisir.13
Sumber kekuasaan menurut
Soerjono Soekanto dirangkum bersama dengan kegunaaannya, yaitu birokrasi yang
berfungsi mengontrol, mengatur, menstabilkan, dan menjaga kontinuitas yang
berkenaan dengan segala aspek kehidupan dan domain. Dilihat dari segi politik yaitu
pengambilan keputusan.14
Dasar-dasar kekuasaan atau sumber-sumber kekuasaan adalah faktor-faktor
tempat berpijaknya kekuasaan. Salah satu dasar kekuasaan adalah kepercayaan
seseorang terhadap kekuasaan sang aktor. Sumber kekuasaan dapat berupa
kedudukan. Ada beberapa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan, yaitu
authority (otoritas, wewenang) dan legitimate (keabsahan). Seperti yang dikatakan
Harold D Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society bahwa
wewenang adalah kekuasaan formal. Dianggap bahwa yang mempunyai wewenang
berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak
untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya.15
Menurut Talcott Parson, kekuasaan merupakan suatu kemampuan untuk
menjamin pelaksanaan kewajiban yang mengikat terhadap tujuan-tujuan kolektif
yang telah disepakati dari satuan-satuan yang ada di dalam suatu sistem organisasi
kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif.16
Pernyataan
tersebut cenderung melihat kekuasaan sebagai senjata yang ampuh untuk mencapai
13
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 133. 14
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h.299. 15
Miriam Budiharjo, Demokrasi di Indonesia:Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.90. 16
Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 17.
27
tujuan-tujuan kolektif dengan jalan membuat keputusan-keputusan yang mengikat
didukung dengan sanksi negatif.
Menurut Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, kekuasaan diartikan
suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan.17
Menurut Charles F. Andrain kekuasaan dimengerti sebagai
penggunaan sejumlah sumber daya yaitu berupa asset maupun kemampuan untuk
memperoleh kepatuhan atau tingkah laku menyesuaikan dari orang lain.18
Karena
pada hakikatnya kekuasaan merupakan suatu hubungan antara pemegang kekuasaan
yang memegang kontrol atas sejumlah orang lain.
B.2. Dimensi-Dimensi Kekuasan
Untuk memahami gejala politik kekuasaan secara tuntas maka kekuasaan
dapat ditinjau dari empat dimensi kekuasaan, yang dinyatakan oleh Charles F
Andrain yaitu potensial dan aktual, konsensual dan paksaan, jabatan dan pribadi,
positif dan negatif.19
Dalam setiap situasi, hubungan kekuasaan politik mempunyai
tiga unsur yang selalu terkait di dalamnya. Ketiga unsur itu meliputi: tujuan, cara
penggunaan sumber-sumber pengaruh, dan hasil penggunaan sumber-sumber
pengaruh.
17
Abdul Syani, Sosiologi Skematik, Teori, dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.136. 18
Prof. Dr. Damsar, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Prenada Media, 2010), h. 72. 19
Haryanto, Kekuasaan Elite: Suatu Bahasan Pengantar (Yogyakarta: PLOD, 2005), h.25.
28
Apabila dijabarkan lebih lanjut, maka dapat disebutkan sejumlah ciri yang
berkaitan dengan hubungan kekuasaan politik adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan merupakan hubungan antar manusia
2. Pemegang kekuasaan memengaruhi pihak lain
3. Pemegang kekuasaan dapat seorang individu, kelompok, organisasi, ataupun
pemerintah (negara dalam hubungan luar negeri)
4. Sasaran kekuasaan (yang dipengaruhi) dapat berupa individu, kelompok
organisasi, atau pemerintah (negara)
5. Suatu pihak yang memiliki sumber kekuasaan belum tentu mempunyai
kekuasaan karena bergantung pada kemampuannya menggunakan sumber
kekuasaan secara efektif
6. Penggunaan sumber-sumber kekuasaan mungkin melibatkan paksaan,
konsensus, atau kombinasi keduanya
7. Hal ini bergantung pada perspektif moral yang digunakan yakni tujuan yang
hendak dicapai itu baik atau buruk?
8. Hasil penggunaan sumber-sumber pengaruh itu dapat menguntungkan seluruh
masyarakat atau dapat juga menguntungkan kelompok kecil masyarakat
9. Pada umumnya kekuasaan politik mempunyai makna bahwa sumber-sumber
itu digunakan atau dilaksanakan untuk masyarakat umum, sedangkan
kekuasaan yang bersifat pribadi digunakan untuk kepentingan sebagian kecil
masyarakat
29
10. Kekuasaan yang beraspek politik merupakan penggunaan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses politik20
B.3. Penggunaan Sumber-Sumber Kekuasaan
Dalam mempelajari kehidupan politik, kekuasaan tidak hanya diartikan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku individu ataupun kelompok
individu yang lain sehingga mereka bersedia bertindak menurut pemegang
kekuasaan. Akan tetapi kekuasaan juga dipandang sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi proses pembuatan kebijaksanaan yang mengikat seluruh anggota
masyarakat. Pemahaman tentang kekuasaan lebih sering diarahkan untuk mengetahui
pengaruh individu ataupun sekelompok atas kebijaksanaan pemerintah yang mengikat
dan berlaku umum. Pencapaian yang sudah didapat Basuki hingga saat ini harus
dilihat dari segi penggunaan sumber-sumber kekuasaan.
Menurut Charles F. Andrain terdapat empat faktor yang menjadi sebuah
pertimbangan oleh pemilik sumber kekuasaan dalam menggunakan sumber untuk
mempengaruhi proses politik meliputi kuatnya motivasi untuk mencapai tujuan
tertentu, harapan akan keberhasilan mencapai tujuan, persepsi mengenai biaya dan
resiko yang timbul dalam mencapai tujuan, dan pengetahuan mengenai cara-cara
mencapai tujuan tersebut.
Penjabaran tentang kekuasaan dapat dinyatakan menempati posisi sentral
dalam ilmu politik. Dengan kekuasaan, pihak yang memiliki dapat menggunakannya
20
Rohaniah dan Efriza, Pengantar Ilmu Politik, 202.
30
untuk mempengaruhi pihak-pihak lain agar tunduk dan patuh kepada keinginan dan
perintahnya. Dengan kekuasaan sangat dimungkinkan proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan yang mengikat warga masyarakat dapat dipengaruhi
sedemikian rupa sehingga sang penguasa dapat mewujudkan kepentingan-
kepentingannya melalui kebijakan tersebut.
C. Partai Politik
Dinamika perpolitikan suatu bangsa ditentukan oleh partai politiknya,
sehingga partai politiknya memiliki peran yang sangat besar sebagai sarana atau
media ataupun alat untuk memperoleh kekuasaan. Dengan adanya gagasan untuk
melibatkan rakyat dalam proses politik (kehidupan dan aktifitas ketatanegaraan),
maka secara spontan partai politik berkembang menjadi penghubung antara rakyat
disatu pihak dan pemerintahan di pihak lain.21
Sistem demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya partai politik.
Pembuatan keputusan secara teratur hanya mungkin dilakukan jika ada
pengorganisasian berdasarkan tujuan-tujuan kenegaraan. Tugas partai politik adalah
untuk menata aspirasi rakyat untuk dijadikan opini publik yang lebih sistematis
sehingga dapat menjadi dasar pembuatan keputusan yang teratur.22
21
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1977),h.159. 22
Jimlly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006), h. 115-116
31
Pada dasarnya partai politik merupakan sarana bagi orang atau kelompok
untuk berpartisipasi dalam pengelolaan negara. Carl J. Frederich mendefinisikan
partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan pengawasan ini memberikan kemanfaatan pada
anggota partainya yang berupa materil dan ideal.23
Partai politik dianggap sebagai tempat berkumpulnya orang-orang dengan
perhatian terhadap kehidupan politik, baik tingkat nasional maupun lokal selalu
membawa kepentingan dirinya dan kepentingan masyarakat umum. Kompetensi dan
kapabilitas orang yang ada di dalamnya akan sangat menentukan sampai seberapa
jauh partai politik mampu mengawal demokratisasi. Namun kepentingan individual
di partai politik menjadi titik dominan dalam setiap perpolitikan Indonesia.
Partai politik dapat dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi, sehingga
kompetensi dan kapabilitas orang yang ada di dalamnya akan sangat menentukan
sampai seberapa jauh partai politik mampu mengawal demokratisasi. Namun
kepentingan individiual di dalam kehidupan politik di partai politik menjadi titik
dominan dalam setiap perpolitikan Indonesia.
Perkembangan partai politik di Indonesia ini merupakan gambaran wajah
peran rakyat dalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan
23
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), h. 148.
32
cerminan tingkat pertisipasi politik masyarakat. Oleh karena itu, partai politik
mempunyai posisi dan peranan yang penting dalam sistem politik demokratis. Partai
memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses
pemerintahan dengan warga negara.
Secara teoritikal, makin banyak partai politik memberikan kemungkinan yang
lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk
memperjuangkan hak-haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga
negara. Banyaknya alternatif pilihan dan meluasnya ruang gerak partisipasi rakyat
memberikan indikasi yang kuat bahwa sistem pemerintahan di tangan rakyat sangat
mungkin untuk diwujudkan.24
C.1. Batasan dan Pengertian Partai Politik
1. Carl J. Friedrick: Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut dan mempertahankan penguasa terhadap pemerintahan bagi
pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada
anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.
2. Miriam Budiarjo: suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-
anggotannya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan
tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, dengan
cara konstitusional guna melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
24
Alfian, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1991), h. 25.
33
3. Roy C. Macridis: berpendapat bahwa partai politik merupakan keharusan
dalam kehidupan politik moderen yang demokratis. Sebagai organisasi partai
politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi
rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi
pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi
kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.
Menurut Roy C. Macridis, partai politik merupakan suatu assosiasi yang
mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakili kepentingan tertentu, memberikan
jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan memunculkan
kepemimpinan politik. Oleh karena itu partai politik menjadi fenomena umum dalam
kehidupan politik di dalam masyarakat moderen. Partai politik adalah alat untuk
memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah.25
Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, kita dapat mengetahui antara satu
dengan lainnya saling terkait. Paling tidak terdapat empat hal yang dapat dijadikan
sebagai pemahaman politik. Pertama, partai politik merupakan sebuah media untuk
aktif dalam konstelasi politik. Kedua, partai politik sebagai instrument perjuangan
untuk mencapai kekuasaan di lembaga pemerintah. Ketiga, partai politik sebagai
gudang ide yang mampu memperbaharui kehidupan sosial politik yang berorientasi
pada kesejahteraan rakyat. Keempat, jika dilihat hubungan pendapat yang satu
25
Ichsan Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1996),
h.17.
34
dengan yang lain, yaitu bahwa tujuan partai politik itu didirikan adalah untuk merebut
ataupun mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh masing-masing partai politik.
Relasi antara partai politik dengan kekuatan politik yang lain tercermin di
dalam bentuk-bentuk kerjasama yang dijalin atas dasar kesamaan sistem nilai yang
melandasi cita-cita, visi ataupun ideologi partai (platform) dan persaingan, serta
pilihan bentuk dan derajat partisipasi dalam mempengaruhi jalannya pemerintahan
melebihi kemampuannya menerapkan prosedur demokrasi di dalam mekanisme
internal partai politik. Hal ini berarti, signifikansi partai politik dalam mekanisme
sistem politik demokratis bukan saja akan ditentukan oleh platform serta pilihan
bentuk persaingan dan kerjasama yang ditampilkan, tetapi juga bergantung kepada
kemampuan.
Partai politik dalam menginternalisasikan cita-citanya sehingga menjiwai
keseluruhan aktivitas partai dan kemampuannya memasyarakatkan cita-cita tersebut
kepada para anggota sehingga terbangun komitmen bersama untuk mewujudkannya
melalui aktivitas partai.
Ideologi memegang peranan penting dalam dunia perpolitikan karena ideologi
merupakan ciri paling utama yang membedakan suatu partai dengan partai lain karena
setiap partai memiliki ideologi yang berbeda-beda. Secara istilah sebagai suatu sistem
sebaran ide, kepercayaan (beliefs), yang membentuk sistem nilai dan norma serta
35
sistem peraturan (regulation) ideal yang diterima sebagai fakta dan kebenaran oleh
kelompok tertentu.26
Ideologi merupakan suatu visi yang komprehensif dalam memandang segala
sesuatu yang diformulasikan secara sistematik dan ilmiah dari seseorang atau
sekelompok orang mengenai tujuan yang akan dicapai dengan segala metode
pencapaian.27
D. Pendekatan Kelembagaan (Institusionalisme)
Dalam kajian politik studi pada lembaga-lembaga pemerintah. Dalam
pandangan ini, kegiatan-kegiatan politik secara umum berpusat disekitar lembaga-
lembaga pemerintah misalnya kepresidenan, pengadilan, pemerintah daerah, dan
partai politik.28
Kegiatan yang dilakukan individu maupun kelompok secara umum
diarahkan kepada lembaga-lembaga pemerintah dan kebijakan publik secara otoratif
dan dilaksanakan lembaga-lembaga pemerintah.
Hubungan antar kebijakan publik dan lembaga pemerintah dilihat sebagai
hubungan yang sangat erat dan saling mendukung. Lembaga pemerintah memberi dua
karakteristik yang berbeda terhadap kebijakan publik sebagai berikut:29
26
Firmanzah, Mengelola Partai Politik (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.
96. 27
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Majelis Pertimbangan Pusat. Platform Kebijakan
Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, 2007.h. 30-31. 28
Budi Winarno, Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi) (Yogyakarta: CAPS, 2011), h.
55. 29
Winarno, Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi), 56.
36
1. Pemerintah memberi legitimasi kepada kebijakan-kebijakan, kebijakan
pemerintah secara umum dipandang sebagai kewajiban-kewajiban
yang sah yang menuntut loyalitas warga negara.
2. Kebijakan-kebijakan pemerintah membutuhkan universalitas,
kebijakan-kebijakan pemerintah yang menjangkau dan dapat
menghukum secara sah orang-orang yang melanggar kebijakan
tersebut.
Meski studi lembaga pada awalnya mempunyai fokus sempit bukan berarti
pendekatan ini tidak produktif sama sekali. Lembaga-lembaga pemerintah sebenarnya
merupakan pola-pola perilaku yang tersusun dari individu-individu. Perlu diingat
bahwa dampak aturan-aturan lembaga pada kebijakan merupakan suatu pertanyaan
empirik yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut, dan seringkali para pembuat
kebijakan bersemangat bahwa suatu kebijakan khusus dalam struktur lembaga akan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam kebijakan publik tanpa melihat dan
menyelidiki hubungan sebenarnya antara struktur dengan kebijakan.
Karakteristik kepemimpinan Basuki menggambarkan bahwasanya
karakteristik Basuki yang kuat terlihat lebih dominan dari pada lembaga itu sendiri.
Perjalanan politik Basuki dari awal masuk ke lembaga legislatif di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Belitung Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) menunjukan kelemahan-kelemahan kelembagaan itu. Hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya anggota legislatif baik tingkat daerah, provinsi,
37
maupun pusat yang terlibat permainan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan.
Basuki sebagai individu dalam lembaga mencoba mengubah dan mengkritisi
kelemahan tersebut dengan perjuangan yang ideal menurutnya, guna menjadikan
DPRD dan DPR RI lembaga yang bersih dan berjuang demi rakyat secara efektif dan
efisien. Sehingga pada waktu itu Basuki sangat terkenal vokal dan bersih.
Karakteristik kepimpinan Basuki semakin terlihat ketika ia memimpin di
lembaga eksekutif yaitu menjadi Bupati Belitung Timur, Wakil Gubernur DKI
Jakarta, dan terakhir menjadi Gubernur DKI Jakarta. Banyak sekali kebijakan-
kebijakan Basuki selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta khususnya, yang
semata-mata hanya berorientasi kepada kepentingan rakyat. Hal ini berpengaruh
dengan makin terlihatnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi lembaga yang
kredibel, transparan, dan efektif kinerjanya.
38
BAB III
BIOGRAFI DAN SEJARAH PERPOLITIKAN
BASUKI TJAHAJA PURNAMA
Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering disapa Ahok, merupakan politikus
asal Belitung. Basuki adalah seseorang yang memilih politk sebagai jalan
pengabdiannya. Seorang tokoh publik beretnis Tionghoa yang namanya cukup
dikenal di masyarakat. Mempunyai prestasi yang gemilang membuat namanya
menjadi sorotan publik. Karena ketegasan dan keberanianya untuk menegakkan
kebenaran meski berbicara ceplas-ceplos justru membuatnya menjadi populer dan
menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan.
Untuk itu, pada bab ini peneliti akan menjelaskan lebih mendalam yang akan
membahas mengenai perpolitikan Basuki yang bertujuan agar kita dapat mengetahui
secara utuh, lebih dekat, dan menyeluruh mengenai Basuki.
A. Profil Basuki Tjahaja Purnama
A.1. Biografi Basuki
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M adalah putra pertama dari pasangan Indra
Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsih (Bun Nen Caw). Lahir di
Manggar, Belitung Timur pada 29 Juni 1966. Ia memiliki tiga orang adik, yang
masing-masing bernama dr. Basuri Tjahaja Purnama, M.Gizi.Sp.Gk, Fifi Lety, S.H.,
L.L.M, dan Harry Basuki, M.B.A. Berasal dari keluarga dari keturunan Tionghoa-
39
Indonesia dari suku Hakka (Kejia). Keluarga Nim Nam merupakan keluarga
Tionghoa yang termansyur namanya di Pulau Belitung karena kedermawananya. Kim
Nam adalah tokoh masyarakat Belitung, pembela masyarakat miskin bahkan mau
berhutang pada orang lain untuk memberi uang kepada orang susah.1
Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan
Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Basuki lahir dari keluarga berkecukupan dan
lebih berada dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Basuki dididik dan
dibesarkan oleh kedua orangtuanya dengan keras, diajarkan tidak boleh sombong dan
harus menjadi seseorang yang berguna untuk masyarakat khususnya Belitung.
Kehidupan Basuki yang serba berkecukupan tidak selalu membuat hatinya senang,
Basuki harus dapat bergaul dengan teman-temannya.
Basuki terlahir dari etnis Tionghoa tidak dididik sebagai orang Tionghoa,
melainkan sebagai anak Indonesia dari kampung Manggar, namun bukan berarti
membuat Basuki tidak lepas dari tindakan diskriminasi, etnis minoritas yang selalu
ditindas di negeri mayoritas non-Tionghoa yang kerap terjadi. Diskriminasi yang
terjadi bermula ketika Basuki dilarang menjadi penggerek bendera di sekolah ketika
upacara bendera. Ketertarikannya yang ingin belajar membaca Al-Quran lebih dalam
membuat Basuki ingin dapat bisa membaca. Sempat tidak diperbolehkan masuk kelas
1Radis Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat (Yogyakarta: Palapa,
2013), h. 16-17.
40
agama Islam untuk belajar Al-Quran. Meskipun begitu, Basuki tetap tumbuh dan
berkembang sebagai warga Belitung.2
Menempuh pendidikan di SD Negeri dan SMP Negeri di daerah Gantung,
Belitung Timur. Kim Nam menyadari potensi anaknya yang tergolong cerdas dan
selalu menjadi juara kelas dengan kondisi ekonomi yang baik, setelah menamatkan
pendidikan sekolah menengah pertama di kampung halamannya. Kim Nam
memutuskan untuk mengirim Basuki ke Jakarta. Ia melanjutkan pendidikannya di
SMA PSKD (Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta) III, itulah pertama kali ia
menginjakan kakinya di Jakarta. Dengan demikian, jika Basuki menjadi pemimpin
Jakarta, maka Basuki bukanlah orang baru di Jakarta.3
Basuki yang diharapkan Ayahnya untuk menjadi seorang dokter, akhirnya
melanjutkan perkuliahan di perguruan tinggi Universitas Kristen Indonesia (UKI)
Fakultas Kedokteran, namun itu tidak bertahan lama. Basuki hanya menjalani
perkuliahan selama satu minggu dan kemudian pindah kuliah ke Universitas Trisakti
Fakultas Teknologi Mineral JurusanTeknik Geologi Trisakti. Keputusan Basuki kala
itu disambut kecewa oleh Kim Nam, mana kala Basuki lebih memilih menjadi
seorang Insinyur yang dapat bekerja di dunia pertambangan.
Setelah menamatkan pendidikan di Universitas Trisakti Jakarta pada 1989,
dengan menyandang gelar Insinyur, Basuki pulang dan menetap di kampung halaman
dengan mendirikan sebuah perusahan CV. Panda. Bergerak di bidang kontraktor
2Bastian, Ahok:Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 17-18.
3Bastian, Ahok:Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 19.
41
pertambangan PT. Timah. Keputusannya pulang kampung karena ingat akan pesan
ayahnya “Jangan pernah lupa kampung halaman. Kamu boleh kemana saja asal
jangan lupa pulang membangun kampung halaman”. Nasihat ini merupakan pesan
yang diikuti oleh Basuki dan adik-adiknya. Setelah menyelesaikan studi mereka
pulang untuk berbakti dan berkarya dikampung halamannya.
Basuki sempat menggeluti dunia kontraktor tambang timah selama dua tahun.
Ia menyadari betul bahwa hal ini tidak akan mampu mewujudkan visi untuk
membangun daerah yang ada dibenaknya, poleh karena itu untuk menjadi pengelola
mineral selain diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang
profesional. Pada 1991, ia memutuskan melanjutkan kuliah S-2 dengan mendalami
bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta
(STMP). Setelah mendapat gelar MBA (Master in Bussiness Administrasi) atau M.M
(Magister Manajemen) mengantarkan Basuki bekerja di PT Simaxindo Primadaya di
Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkitan
listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek.4
Pada 1992, Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan
membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) diharapkan dapat menjadi proyek
percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder juga diharapkan dapat
memberikan konstribusi bagi pendapatan asli daerah Belitung Timur dengan
memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Tiga tahun berlalu Basuki
4 Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia, 121.
42
memutuskan berhenti bekerja di PT. Simaxindo Primadaya5 Bagi Basuki, pabrik ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung
Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas.
Tiga tahun berlalu Basuki memutuskan untuk berhenti bekerja dari PT.
Simaxindo Primadaya dan ia kemudian mendirikan pembangunan pabrik di Dusun
Burung Mandi, Desa Mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Pabrik
pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memanfaatkan teknologi
Amerika dan Jerman. Lokasi pembangunan pabrik ini adalah menjadi cikal bakal
tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK
(Kawasan Industri Air Kecil) di Belitung Timur. 6
Perusahan yang telah dibangun membuatnya harus kecewa karena akhirnya
terpaksa ia tutup, karena terbentur kebijakan korup pejabat. Kekecewaan inilah yang
membuat Basuki berniat untuk meninggalkan negara ini dan berkarier di luar negeri.
Namun, hal ini dilarang oleh ayahnya. Kim Nam berpesan, “jika tidak setuju jadilah
orang yang mampu mengubahnya, orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya
jangan lawan pejabat”. Setinggi apapun orang kaya bisa menolong orang miskin,
tetapi yang bisa membantu mereka secara hakiki adalah pejabat melalui kebijakanya.
Kegelisahan Basuki untuk pergi bukanlah tanpa alasan, untuk dapat menghindari
diskriminasi terhadap kaum minoritas Tionghoa. Namun, ia diingatkan oleh ayahnya
untuk bertahan di Indonesia, karena ayahnya meyakini kalau Basuki dibutuhkan
5Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia, 121.
6 Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 25.
43
warga Indonesia, terutama untuk membela warga minoritas.7 Ia bergerak memikirkan
bagaimana caranya agar bisa membantu mensejahterakan rakyat banyak.
Menurutnya, salah satu cara adalah dengan menjadi seorang pejabat negara.
B. Karier Politik Basuki: Dari PIB hingga Partai Gerindra
Awal karier politik Basuki dimulai pada tahun 2003. Pertama-tama Basuki
bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) dari partai
inilah awal mula Basuki menjajaki dunia politik untuk pertama kalinya. Partai PIB ini
didirikan oleh Sjahrir, di dalam Partai PIB Basuki berperan sebagai sebagai ketua
DPC Kabupaten Belitung Timur. Pada 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota
legislatif, dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari
yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat.
Langkahnya di dunia politik semakin mantap, karena berhasil terpilih menjadi
anggota legislatif DPRD Kabupaten Belitung Timur untuk periode 2004-2009.
Selama di DPRD, ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak mengambil
uang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat
karena sering bertemu dengan masyarakat. Hal itu dilakukan untuk mendengar
keluhan masyarakat secara langsung.8
Menjadi seorang wakil rakyat di DPRD, tidaklah cukup bagi Basuki untuk
ikut mensejahterakan rakyat. Belum lagi persoalan tidak sejalannya pemikiran, ide,
7Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 23.
8 Biografi Basuki Tjahaja Purnama, bio.or.id/biografi-ahok-basuki-tjahaja-purnama/
44
sikap dengan anggota dewan yang lain mengenai pola kerja penggunaan anggaran
APBD oleh pemerintah daerah yang tidak memihak kepada rakyat. Hal itulah yang
membuat Basuki dikucilkan dan dimusuhi oleh rekan-rekan DPRD lainnya. Melalui
rapat internal yang dilakukan oleh anggota DPRD, ia tidak diperkenankan menjabat
sebagai pimpinan dalam alat kelengkapan DPRD, baik dari komisi maupun fraksi.9
Tetapi ia menghadapinya dengan penuh keberanian dan penuh keyakinan. Ia
membuktikan diri sebagai pelayan untuk kepentingan rakyat. Ketika menjadi wakil
rakyat di DPRD Kabupaten Belitung Timur, ia dikenal sebagai seorang politisi yang
bersih, jujur dan mengedepankan kesejahteran rakyat. Namun, kariernya menjadi
anggota legislatif hanya bertahan selama tujuh bulan, sampai akhirnya memutuskan
untuk maju menjadi calon bupati. Munculnya banyak dukungan dari masyarakat yang
mendorong Basuki terus maju.
Oleh sebab itu, setahun kemudian Basuki maju mengikuti pilkada langsung
Bupati Belitung Timur 2005, maju sebagai calon Bupati Belitung Timur dengan
mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan cara mengajar dan melayani
langsung rakyat dengan memberikan nomor handphone genggamnya yang juga
adalah nomor pribadi yang digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Basuki meyakini dengan cara ini ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi
dan kebutuhan rakyat. Tekad kuatnya membangun Belitung Timur mengiringi Basuki
menjadi seorang pemimpin pertama yang beretnis Tionghoa, berpasangan dengan
Khairul Effendi B.Sc yang berasal dari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9Biografi Basuki Tjahaja Purnama, bio.or.id/biografi-ahok-basuki-tjahaja-purnama/
45
(PNBK) sebagai pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-
2010. Pasangan Basuki Tjahaja Purnama- Khairul Effendi ini, kemudian mampu
mengantongi suara mayoritas 37,13% suara. Mereka mampu menjadi pasangan
dengan suara mayoritas, bahkan di wilayah yang awalnya dikuasai oleh Partai Bulan
Bintang (PBB).10
Bermodalkan gaya kampanye dengan selalu mengedepankan kepercayaan
masyarakat tanpa politik uang dan dipercaya untuk menjadi wakil rakyat, Basuki
tampil menunjukan integritas dengan menjadi wakil rakyat yang berani secara
langsung bertemu dengan masyarakat. Saat menjabat menjadi Bupati Belitung Timur,
ia menolak semua bentuk penyuapan, upeti-upeti, sumbangan-sumbangan, dan
memilih hanya hidup dari gaji pokoknya sebagai bupati untuk menghidupi diri dan
keluarganya.11
Bermodalkan pengalamanya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang
mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu singkat
sebagai bupati ia mampu melaksanakan berbagai gebrakan dan terobosan yang
menyentuh dan dapat dirasakan masyarakat secara langsung telah dilakukan.
Terutama berkaitan dengan kebutuhan mendasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Tidak hanya itu, lingkungan birokrasi pemerintah daerah pun ikut dibenahi untuk
10
Bastian, Ahok:Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 29. 11
Pitter Randan Bua, Berkaca Pada Kepemimpinan Ahok: Sang Pemimpin yang Berjiwa
Melayani (Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2013), h. 29.
46
menciptakan pola kerja aparatur yang profesional, anti korupsi, kolusi, dan
nepotisme.12
Pada masa kepemimpinannya, Pemerintah Kabupaten Belitung Timur
membebaskan biaya pendidikan sehingga sampai SMA/SMK dan berobat gratis
sampai dengan rumah sakit tingkat provinsi, dalam program jaminan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Mengirim empat siswa berprestasi dari keluarga kurang
mampu untuk melanjutkan belajar gratis di Universitas Trisakti Jakarta serta sepuluh
orang siswa berprestasi di Universitas Bangka Belitung. Selain pendidikan dan
kesehatan, yang mendapatkan porsi 40% dari jumlah APBD, Pemerintahan Daerah
Kab. Belitung Timur menyediakan dana santunan kematian Rp. 500.000,-, dengan
syarat membuat akte kematian. Subsidi pembangunan rumah juga diberikan untuk
keluarga kurang mampu. Beberapa penghargaan yang telah diterima oleh Basuki,
merupakan penghargaan yang berintegritas dan prestisius.13
Namun, kiprahnya menjadi Bupati Belitung Timur tidak bertahan lama
Basuki mengajukan pengunduran dirinya pada 11 Desember 2006 untuk maju dalam
pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007. Terhitung hanya satu tahun enam bulan
(Agustus 2005- Desember 2006) masa jabatanya sebagai Bupati Belitung Timur.
Pada 22 Desember 2006, ia resmi menyerahkan jabatanya kepada wakilnya Khairul
12
Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia, 118. 13
Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia,127.
47
Effendi, untuk dapat maju dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung pada 22
Februari 2007.14
Dalam pencalonanya pada pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007-2012,
Basuki berpasangan dengan Dr.Ir. Eko Cahyono., M.Eng. Basuki dan Eko
memperoleh suara 63% pemilih, tetapi karena diwarnai kecurangan dalam
perhitungan suara, sehingga pasangan ini hanya memperoleh suara pada urutan kedua
dengan persentase 32,62%, kalah dengan jumlah 14.000 suara. Dalam hal ini, Basuki
merasa keberatan dengan perolehan suara yang diperoleh dan telah menyampaikan
kepada Mahkamah Agung. Namun hasil putusan dari Mahhkamah Agung menolak
keberatan yang diajukan Basuki, karena hal tersebut bukan kewenangan Mahkamah
Agung. Ia harus mengurungkan niatnya memimpin Provinsi Bangka Belitung
(Babel), ia dikalahkan oleh rivalnya Eko Maulana Ali dan Syamsudin Basri.15
Tidak terpilihnya Basuki dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur
Bangka Belitung, ia terus menekuni usahanya dan mengembangkan karier politiknya
dengan menepati kedudukan sebagai Sekretaris Jenderal Partai PIB. Namun, hal itu
tidak berlangsung lama dikarenakan pada September 2007, Basuki mengundurkan
diri dari Partai PIB dengan alasan persoalan internal partai dan tidak berpartai lagi
sampai tahun 2008. Kemudian mendirikan yayasan/ LSM dengan nama Center For
14
Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 33. 15
http://sidomi.com/324610/Ahok-ungkap-alasan-mengapa-dulu-gabung-gerindra/
48
Democracy and Traparency dengan visi mewujudkan tokoh-tokoh yang BTP (Bersih,
Transparan, dan Profesional) menjadi pejabat publik melalui pilkada langsung.16
Setahun kemudian, Basuki begabung menjadi anggota Partai Golkar dan
mencoba maju sebagai calon anggota DPR RI pada pemilu 2009. Terpilihnya Basuki
sebagai anggota DPR RI Komisi II dari Fraksi Golkar masa jabatan 2009-2014, untuk
berkiprah dan membawa aspirasi masyarakat dari Belitung Timur ke Senayan.
Kesempatan ini tidak pernah disia-siakan oleh Basuki dalam kiprahnya di DPR RI.
Gebrakan dan naluri ketegasan Basuki terus terasah. Basuki menjadi sosok yang
vokal dan bicara apa adanya sesuai dengan fakta, sehingga ia mampu menjadi pionir
penggerak anti korupsi, transparansi, dan profesional dalam bekerja menjadi wakil
rakyat di pusat.17
Pada 2011, Basuki berniat untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI
Jakarta melalui jalur independen dengan cara mengumpulkan KTP dari warga
Jakarta.Namun, usahanya gagal pada awal tahun 2012, ia mengaku pesimistis akan
memenuhi syarat dukungan dan berfikir untuk menggunakan jalur melalui partai
politik.18
Sampai akhirnya pada tahun 2012, Basuki mengundurkan diri agar bisa
mencalonkan diri sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dan demi mewujudkan
politik yang bersih dan meninggalkan politik uang dalam pemilihan kepala daerah.19
16
Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia, 124. 17
Nurulloh, Ahok untuk Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), 36. 18
Ahok: Pesimis Lolos Cagub Independen DKI Jakarta. Pada tanggal 15 November 2014 19
Nurulloh, Ahok untuk Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), 42.
49
Permasalahan di Partai Golkar dengan Basuki pun terjadi, manakala Golkar telah
mendeklarasikan dan lebih memercayakan Alex Nurdin dan Nono Sampono untuk
bertarung memperebutkan kursi DKI 1. Peluang untuk menjadi kepala daerah di DKI
Jakarta terbuka, setelah partai PDIP mencalonkan Jokowi sebagai Calon Gubernur
DKI dan partai Gerindra mengusung Basuki menjadi Calon Wakil Gubernur DKI
Ketertarikan Basuki bergabung dengan Partai Gerindra, dikarenakan partai
politik bentukan Prabowo Subianto itu tidak meminta uang kepada calon kepala
daerah yang diusungnya. Basuki pun ingin membuktikan bahwa, ia bisa menjadi
kepala daerah tanpa harus setor uang ke partai. Bergabungnya Basuki mengantarkan
ia pada kemenangan, pasangan Jokowi-Basuki pun mampu meraih simpati
masyarakat dengan perolehan suara sebesar 42,60% mengungguli pasangan Fauzi
Bowo-Nara yang hanya mampu meraih posisi kedua dengan jumlah suara 34,05%.20
Namun tantangan Basuki dengan Gerindra pun terjadi, dan memutuskan untuk
keluar dari partai yang menjadikannya sebagai Wakil Gubernur periode 2012-2017.
Basuki menilai sikap Gerindra sudah tidak lagi sesuai dengan konstitusi semula, yang
mengutamakan kepentingan rakyat. Karena apabila kepala daerah dipilih oleh DPRD,
mereka hanya akan mementingkan anggota dewan dan mengesampingkan urusan
rakyat. Hal itu berbeda jauh dari visi misi Gerindra ketika partai itu menariknya dari
Partai Golkar.
Hijrahnya Basuki dari PIB kemudian ke Partai Golkar dan terakhir ke Partai
Gerindra yang dinilainya berjalan dari zona nyaman ke jalan penuh resiko dan
20
Nurulloh, Ahok untuk Indonesia, 37.
50
ketidakpastian membuktikan bahwa ia bukanlah politisi kutu loncat. Sikap Basuki ini
menunjukan bahwa kenyamanan dalam status quo, kekuasaan, dan uang bukanlah
tujuannya terjun ke dunia poltiik. Melainkan ia hanya ingin mewujudkan mimpinya
melayani rakyat dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Dalam pemilihan umum kepala daerah pada 2017, sikap yang sama pun
ditunjukan oleh Basuki, ia berniat untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI
Jakarta melalui jalur independen dengan cara mengumpulkan KTP bersama Teman
Basuki. Pengumpulan KTP dukungan yang dilakukan Teman Basuki memang
diarahkan untuk memastikan calon petahana ini maju dalam pilkada DKI 2017.
Namun usahanya gagal, peluang untuk menjadi kepala daerah di DKI Jakarta melalui
jalur independen tertutup setelah Partai Nasdem, Partai Hanura, Partai Golkar, yang
disusul Partai PDIP menerbitkan SK memastikan dukungan dan siap mengusung
Basuki, calon gubernur DKI incumbent ini pun tak ada keraguan lagi menyatakan
siap diusung partai politik.
Keputusan Basuki mantap di jalur partai politik, konsistensinya pun mulai
dipertanyakan. Basuki dianggap tergiur dengan godaan partai politik, padahal ada
sejuta amanah warga DKI Jakarta yang mendukungnya di jalur independen. Di akhir
Februari 2016, Basuki kembali menegaskan dirinya maju lewat jalur independen.
Pengumpulan KTP dukungan untuk Basuki mencapai hasil yang ditentukan. Namun,
Basuki telah menentukan sikapnya untuk maju melalui jalur partai politik sebagai
51
kendaraannya melaju di ajang kontes lima tahunan. Alasanya, keputusan itu untuk
menghormati partai politik yang telah mendukung dan menghormatinya.21
21
Panasnya Pilgub DKI, pernyataan Ahok dari masa ke masa soal independen atau partai,
http://news.detik.com/berita/3241362/pernyataan-Ahok-dari-masa-ke-masa-soal-independen-atau-
parpol, 24 Juni 2016.
52
BAB IV
ANALISIS PERPINDAHAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA
DALAM PERPOLITIKAN DI INDONESIA
Perpindahan Basuki dari partai politik satu ke partai politik lain merupakan
fenomena yang sangat sering terjadi di kalangan politisi. Basuki bukanlah satu-
satunya politisi yang berpindah partai dalam aktifitas politik nya, Beberapa contoh
politisi seperti Dede Yusuf yang berpindah dari Partai Amanat Nasional (PAN) ke
Partai Demokrat, Muhammad Zainul Madji yang berpindah dari Partai Bulan Bintang
(PBB) ke Partai Demokrat, Ali Mochtar Ngabalin berpindah dari PBB ke Partai
Golkar, dan Ruhut Sitompul dari Partai Golkar ke Partai Demokrat kemudian keluar
dari Partai Demokrat.1
Tentu akan lebih banyak apabila dirunut lebih jauh tentang contoh-contoh
nyata politisi yang berpindah-pindah partai tersebut. Pertanyaan yang kemudian
mengemuka adalah bagaimana menjelaskan fenomena perilaku politik poitisi yang
berpindah-pindah partai dan apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi politisi itu
dalam berpindah-pindah partai.
Penulis mencoba mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi Basuki dalam
berpindah-pindah partai dari beberapa faktor; faktor internal yang merupakan
1 “Ketika Politikus dan Pejabat jadi Pejabat Kutu Loncat” lipi.go.id/berita/single/Ketika-
Politikus-dan-Pejabat-jadi-Kutu-Loncat/6335, 27 April 2011.
53
mekanisme kaderisasi partai politik, dan faktor eksternal yang merupakan perilaku
politik Basuki sebagai politikus yang dapat dikaji dari teori-toeri perilaku politik,
Faktor internal sangat dipengaruhi oleh mekanisme organisasi kepartaian yang
belum mampu memfasilitasi kadernya untuk berkarya dan berkarier baik pada tingkat
internal partai maupun tingkat nasional. Faktor eksternal lebih mengarah kepada
pilihan pribadi individu-individu kader. Artinya, Basuki sebagai kader partai politik
memiliki hak dan tanggung jawab serta mengetahui sepenuhnya atas pilihan yang
dipilihnya.
Perpindahan Basuki dari partai politik yang menaunginya tidak hanya
disebabkan oleh kepentingan individunya sebagai kader partai untuk menentukan
pilihannya dalam partai politik, melainkan dipengaruhi oleh faktor lain yaitu faktor
internal partai politik yang mengharuskan Basuki untuk memutuskan pindah ke partai
politik lain. Fenomena itu menunjukan kekuatan individualisme lebih menonjol
ketimbang kekuatan partai poltiik yang bersifat institusional dan koletif.
Selanjutnya sebagai penunjang analisa tentang faktor-faktor perpindahan
Basuki dari partai politik satu ke partai politik lain penulis menilai perlu
menggambarkan analisa figur Basuki Tjahaja Purnama sebagai aktor utama sebagai
objek kajian penelitian.
54
A. Analisis Basuki Tjahaja Purnama
A.1. Analisis Figur dan Komunikasi Politik Basuki
Basuki merupakan salah satu pemimpin yang memiliki karakteristik
kepemimpinan agak berbeda jika dibandingkan dengan kepemimpinan kepala daerah
lainnya. Karateristik kepemimpinan Basuki yang kuat sangat khas dan sering sekali
dipuji sekaligus ditakuti oleh bawahannya. Ketika banyak orang ingin menjadi
pemimpin dengan harapan mendapatkan kekuasaan dan setelah itu digunakan untuk
kepentingan kemakmuran pribadinya. Basuki justru menggunakan otoritas
kepemimpinan yang dimilikinya berjuang untuk kepentingan rakyat. Penulis melihat
kebijakan-kebijakan Basuki selama menjabat sebagai kepala daerah membuktikan itu,
seperti program Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan masih
banyak lagi kebijakan-kebijakan kepemimpinannya yang berorientasi untuk melayani
rakyat.
Di saat banyak pemimpin lebih ingin dilayani karena merasa merekalah
pemilik otoritas, Basuki berusaha untuk menerapkan bahwa menjadi seorang
pemimpin merupakan amanat dari rakyat untuk kemudian ketika terpilih, tentu saja
seharusnya wajib berjuang dan melayani kepentingan rakyat yang telah memilihnya.
Pemimpin jabatan publik bukanlah pemimpin perusahaan sehingga harus dilayani dan
bukan melayani. Basuki memiliki sebuah pemahaman tentang konsep pemimpin
publik yang seharusnya melayani rakyat:
Kalau dulu saya liat orang miskin terlalu banyak, tidak bisa sekolah, tidak bisa
berobat datang ke rumah saya. Menurut Bapak saya katakan “ Punya uang 1 miliar di
55
sedekahin 500 ribu untuk 2000 orang habis, jika kita jadi pejabat kita bisa membuat
semua orang miskin punya penghasilan 500 ribu” setelah bapak saya meninggal saya
tidak sanggup lagi nolong orang miskin.2
Jadi pengalaman ini yang mempengaruhi saya, saya berfikir saya tidak bisa bantu
rakyat begitu banyak kecuali saya masuk kedalam sistem. Saya akan masuk ke
DPRD dengan mengatur APBD yang baik, dengan ini kita akan membuat pemimpin
yang pro rakyat supaya rakyat menikmati pendidikan, kesehatan, dan usaha.
Pemimpin yang memegang jabatan publik seharusnya memang melayani
kepentingan publik dalam hal ini masyarakat yang memilihnya. Di saat pemimpin
lainya ketika terpilih berusaha untuk menampilkan dirinya seolah-olah bekerja untuk
rakyat, namun yang terjadi justru sebaliknya yaitu bekerja untuk memperkaya diri
sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan banyakmya pejabat eksekutif ataupun legislatif
yang terkena kasus-kasus korupsi akibat penyalahgunaan anggaran dan otoritas
kekuasaannya.
Penulis menilai penyebabnya karena untuk mengembalikan modal kampanye,
juga karena menganggap jabatan itu merupakan kekuasaan yang harus dipertahankan
bagaimanapun caranya sehingga tidak melakukan perubahan-perubahan positif
dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran
nantinya akan berdampak terhadap kepemimpinannya, selain juga berusaha untuk
menjaga peluang agar tetap dapat terpilih kembali untuk masa periode pemilihan
berikutnya. Hal serupa disampaikan oleh Basuki;
Ketika mencalonkan diri menjadi Bupati Belitung Timur, saya berkampanye
menempelkan 3 kata “Beri Kami Kesempatan” lalu saya katakan harus ada debat
publik, saya jual saya siap menjadi seorang pelayan, pelayan masyarakat yang pro
bukan oknum rakyat. Kalau kita gunakan hukum dagang dengan niat menjadi
2 “Ahok Ungkap Alasan Mengapa Dulu Gabung dengan Gerindra”,
http://www.youtobe.com/watch?v=v057u1 , 23 September 2014
56
seorang pejabat/bupati untuk memperkaya hidup pribadi pasti begitu teorinya untung
rugi. Tapi saya kan tidak, saya terlahir dari keluarga yang ingin membantu rakyat.
Saya sudah hitung, yang saya lakukan saya bantu orang. 3
Penulis menilai Basuki adalah figur pemimpin yang berani melakukan
terobosan-terobosan baru yang positif. Ia berani merubah kebijakan-kebijakan lama
dan menggantinya dengan kebijakan-kebijakan baru yang dapat menunjang kinerja
pemerintahan yang efektif dan efisien. Etos kerja Basuki dalam memimpin
pemerintahan DKI ditunjang dengan karakteristik kepenimpinannya yang kuat yang
membuat kepemimpinan itu menjadi efektif dan tepat sasaran dalam menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Sehingga kebijakan pemerintahan dapat
terukur dan dapat dirasakan oleh masyarakat seluruhnya.
Hal ini seperti dua mata uang yang punya kelebihan dan kekurangan,
ketegasan Basuki dalam menjalankan pemerintahannya dapat membuat kinerja
pemerintahan efektif, tapi di sisi lain karena ketegasan dan komunikasi politik Basuki
yang dianggap cendrung kasar mengakibatkan kebijakan-kebijakan Basuki dianggap
tidak pro rakyat. Terlihat jelas pada kebijakan penggusuran di DKI Jakarta yang
dianggap tidak pro rakyat. Hal ini diperkeruh dengan penyampaian Basuki di media-
media masa yang terkesan arogan terhadap kebijakannya.
Pemimpin tentu saja menjadi faktor penting dalam perubahan sebuah kota.
Akan tetapi, tanpa dukungan dari masyarakat itu sendiri seorang pemimpin tidak akan
mampu mengontrol dan mempimpin kota untuk mencapai tujuan yang diinginkan
bersama. Demi mencapai sebuah tujuan yang utama dengan masyarakat, dibutuhkan
3“Ahok Mantan Bupati Belitung Timur (3)”, https://youtu.be/GCZLWI7qYsE, 25 April 2015
57
sebuah komunikasi politik yang baik antara pemimpin dengan masyarakat yang
dipimpin. Hal ini tentu saja tidak mudah direalisasikan, apalagi Basuki bukan
masyarakat asli DKI Jakarta, bahkan ia juga adalah kaum minoritas beretnis
Tionghoa kristen dimana masyarakat Jakarta yang dipimpinya mayoritas adalah etnis
Betawi dengan agama muslim. Menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi Basuki
sebagai bagian minoritas, dapat menjabat menjadi pemimpin di daerah yang
mayoritasnya berbeda secara etnis maupun agama.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, seseorang dilihat berdasarkan dirinya
sebagai seorang figur pemimpin dan juga fungsi kepemimpinan yang dilakukannya.
Tipe kepemimpinan Basuki yang taat pada norma atau aturan dalam menindak jika
ada masyarakat atau pegawai negeri yang melakukan pelanggaran terhadap aturan.
Jika dilihat dari teori yang diungkapkan Weber dalam “The Theory of Social and
Economic Organization” menyatakan bahwa berdasarkan sumber kekuasaan,
kepemimpinan dibagi menjadi tiga yaitu kepemimpinan rasional, kepemimpinan
tradisional dan kepemimpinan kharismatik. Dari ketiga tipe tersebut, Basuki termasuk
dalam tipe kepemimpinan rasional yaitu kepemimpinan yang bersumber pada
kewenangan legal yang beranjak dari legalitas pola-pola peraturan normatif.4
Fungsi tugas seorang pemimpin yaitu pemimpin yang mampu memberikan
arahan dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Perubahan yang terjadi yang
dilakukan Basuki dari penindakan PKL Tanah Abang, serta pembangunan rumah
susun, pembangunan waduk di daerah Pluit Jakarta Utara menguatkan Basuki
4 Nurhadi, Teori Sosiologi (Bantul: Kreasi Wacana Offset, 2008), h. 56.
58
merupakan figur pemimpin yang membantu masyarakat dalam mencapai tujuannya.
Dibuktikan bahwa Basuki bekerja untuk kepentingan masyarakat demi terciptanya
kesejahteraan masyarakat DKI Jakarta lebih baik. Bagi seorang pemimpin merupakan
keharusan untuk menaati peraturan yang telah dibuat dan bukannya melanggarnya.
Oleh karenanya salah satu pernyataan yang pernah dilontarkan Basuki dalam
situsnya.5 menanggapi protes pedagang dan dianggap tidak memihak masyarakat
kecil ialah “Saya lebih taat pada konstitusi dan bukan konstituen”.
Basuki dilihat dari gaya komunikasi dalam menyampaikan pesan kepada
masyarakat, gaya komunikasi yang dikenal adalah gaya komunikasi mengendalikan
dan gaya komunikasi dua arah, dimana gaya komunikasi ini membatasi, mengatur,
perilaku bawahan dalam hal ini masyarakat DKI Jakarta untuk mengikuti aturan dan
norma yang disepakati sedangkan komunikasi dua arah ialah dalam mengungkapkan
pendapat melalui tindakan informal.6
Gaya komunikasi Basuki sebagai seorang pemimpin yang tegas dalam
melakukan kebijakan serta taat akan norma dapat disebut sebagai gaya komunikasi
mengendalikan. Akan tetapi, gaya komunikasi Basuki yang tekesan arogan dalam
menyampaikan suatu kebijakan kepada masyarakat cenderung kasar, dengan nada
tinggi dan blak-blakan dalam menyampaikan kebijakan ternyata menurut masyarakat
DKI Jakarta merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan
harus dirubah oleh Basuki sebagai seorang pemimpin. Meski Basuki dipandang
5 www.Ahok.org.
6 Stewart L Tubss dan Slyvia Moss, Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset, 1996), h.169.
59
sebagai figur yang tegas dan melakukan terobosan dalam komunikasi politik oleh
masyarakat DKI Jakarta, akan tetapi Basuki perlu untuk memperbaiki cara bicarannya
dalam menyampaikan suatu kebijakan. Sebagai seorang pemimpin, Basuki tentu
mempunyai kewajiban mengayomi dan memberikan kenyamanan terhadap semua
golongan masyarakat.7
A.2. Analisis Kaderisasi Partai Politik Sebagai Faktor Internal
Di dalam ilmu politik, partai politik menjalankan fungsi kaderisasi politik
sebagai fungsi strategis untuk merekrut, mendidik, dan melatih anggota partai politik
yang mempunyai bakat untuk menjadi kader partai politik yang nantinya dipersiapkan
untuk menduduki jabatan-jabatan politik dalam publik atau untuk regenerasi
kepemimpinan.8 Selain sistem kepartaian, peran dan fungsi yang dimiliki dan
dimainkan oleh partai politik juga ikut menentukan kualitas demokrasi suatu negara.
Melalui fungsi rekrutmen,9 partai politik bertanggung jawab dalam
melaksanakan pendidikan politik melalui kaderisasi politik. Fungsi rekrutmen politik
inilah yang kemudian menjamin terciptanya perluasaan partisipasi politik masyarakat.
Dengan demikian keberhasilan dan kegagalan partai politik melakukan peran dan
7 “Politika: Jurnal Ilmu Politik, Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan
Komunikasi Politik Basuki”,
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/download/8895/7224. Oktober 2014 8Beni Azhar Assadam, “Partai Politik dan kaderisasi Partai studi:
PerpindahanYuddyChrisnandi, LiliChadijah Wahid dan Patrice Rio Capella (Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta,2014), h.9. 9Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia, 1988), h.169.
60
fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan demokrasi itu
sendiri. Partai politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian
memimpin proses pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik
untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur
jalannya pemerintahan. Dalam proses internal partai itulah, salah satu fungsi partai
politik urgen dibahas yakni fungsi perkaderan. Kegagalan partai politik dalam
menyiapkan calon-calon figur pemimpin yang berkualitas tidak lepas dari sistem
perkaderan yang dijalankan.
Kurang maksimalnya kaderisasi politik akan menghambat kemajuan partai
politik, hal ini terlihat ketika menghadapi pemilihan umum kepala daerah maupun
calon legislatif. Dimana hampir setiap partai politik banyak mencari kandidat
didasarkan pada popularitas dan bukan pada keahlian personal kader. Berpindahnya
Basuki dan beberapa politisi dari partai politik ke partai politik lain merupakan
sebuah salah satu akibat dari gagalnya kaderisasi politik.
Urgensi masalah kaderisasi dan rekrutmen, baik kontinuitas kaderisasi,
pemeliharaan, pengembangan materi kaderisasi, maupun proses rekrutmen pada
partai politik sangat terlihat masih belum maksimal. Secara umum, persoalan
kaderisasi dan rekrutmen di partai ini merupakan kombinasi antara kepentingan
sesaat dan mekanisme baku yang ada. Tidak jarang anggota baru partai lebih
disokong dan dapat lebih berkiprah dibanding anggota lama, termasuk dalam
pengisian jabatan publik.
61
Hal ini berpengaruh kepada banyaknya pemimpin politik yang melawan
kebijakan garis partai karena memang dia tidak ideologis dalam proses kaderisasi
partai. Kecendrungan ini bisa terlihat pada perilaku Basuki dan beberapa politisi lain
yang menggambarkan fenomena politisi kutu loncat. Para politisi itu berpandangan
bahwa paradigma partai politik sebelumnya dan partai politik barunya sama saja
sehingga mereka memandang tidak ada masalah ideologis dalam perpindahan partai
Keberhasilan sebuah partai politik sangat dipengaruhi oleh proses rekrutmen.
Anggota merupakan aset dari sebuah partai politik yang sangat berharga, karena
selain dapat diproyeksikan regenerasi kepemimpinan kedepannya.10
Kemajuan
sebuah partai politik akan tergantung pada pola kaderisasi politik yang menjadikan
kader sebagai kekuatan yang menentukan dan meneruskan arah perjuangan partai
politik.
A.3. Analisis Perilaku Politik Sebagai Faktor Eksternal
Kegiatan politik dalam suatu lembaga/negara selalu dipengaruhi oleh dasar
seseorang melakukan aktifitas politik dan melakukan keputusan politik. Pemerintah
dan masyarakat adalah satu kesatuan yang melakukan aktivitas-aktivitas politik,
dimana fungsi-fungsi pemerintahan diserahkan kepada pemerintah, dan fungsi-fungsi
politik yang dipegang pada masyarakat.11
10
Tarwin, Analisa Kaderisasi Kepemimpinan Organisasi Partai (Tesis Universitas Indonesia,
2010), h. 20. 11
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT.Grasindo, 2010), h.167.
62
Pada umumnya teori perilaku politik adalah rumusan kegiatan dan
pelaksanaan aktifitas dan keputusan politik yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
struktur legitimasi kekuasaan dan masyarakat sebagai satuan individu yang bisa
melihat sesuatu keputusan politik baik atau buruk. Dalam kajian tentang model
perilaku politik dapat dibagi kepada tiga unit bahasan analisa; pertama individu
sebagai aktor politik, kedua adalah agregasi politik yaitu individu sebagai aktor
politik secara kolektitif, seperti kelompok kepentingan, birokrasi, kader partai politik,
ketiga tipologi kepribadian politik yang oleh penulis sudah banyak dipaparkan
sebelumnya.
Perdebatan yang sering muncul tentang siapa sebenernya yang sesunguhnya
melakukan aktifitas politik secara umum terbagi menjadi dua pandangan, pertama
pendekatan kelembagaan yang menjelaskan bahwa lembaga yang menjalankan
kegiatan politik sesuai fungsinya, sedangkan individu yang menduduki jabatan di
lembaga itu akan mengikuti keputusan lembaga, dan kedua pendekatan
behavioralisme yang menjelaskan bahwa individulah yang sebenarnya melakukan
aktifitas politik walaupun individu tidak bisa terlepas dari lembaga politik itu sendiri.
Fenomena perpindahan Basuki dari partai politik satu ke lain partai seakan
menunjukan kecondongan Basuki kepada pendekatan behavioralisme. Eksistensi
Basuki sebagai individu agregasi politik lebih dominan dari pada partai politik itu
sendiri. Kekuatan kepribadian Basuki yang banyak dipengaruhi oleh pengalaman
hidup, motivasi, dan pandangan ideologis Basuki sendiri lah yang diperjuangkan.
63
Hal ini pun sejalan dengan pandangan umum tentang apa yang harus
diperjuangkan oleh aktor politik dalam pemerintahan seharusnya, yaitu semata-mata
bertujuan untuk kesejahteraan rakyat dalam membentuk tatanan masyarakat yang
baik. Partai politik sebagai pilar demokrasi sebagai wadah aktualisasi ide calon
pemimpin politik yang harus konsisten mengawal kehidupan sosial politik yang
berorientasi kesejahteraan rakyat.
Kelembagaan partai yang sering mengalami distorsi dari tujuan dan ideologi
partai tak jarang menghasilkan kebijakan yang tidak berorientasi kepada
kesejahteraan rakyat, hal ini membuat sedikit banyak konflik pada anggota partai
yang tidak sependapat dan merasa tidak harus mematuhi kebijakan partai yang tidak
pro rakyat. Pada kasus-kasus perpindahan partai Basuki begitu menjelaskan
fenomena distorsi partai politik pada umumnya.
Hal ini kemudian seakan membuat kesan pada masyarakat bahwasanya
Basuki lebih besar dari pada partai itu sendiri, kemudian diperparah dengan makin
tidak percayanya masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan partai sehingga ada
gerakan-gerakan sosial yang menghukum partai itu sendiri seperti gerakan
deparpolisasi pemerintah12
yang sempat terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017.
12
Istilah Deparpolisasi pemerintah penulis dengar dari Ketua Umum Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Megawati Soekarno Poetri dalam pidato politik di acara Kongres PDI
Perjuangan ke IV di Bali yang berarti upaya menghilangkan peran partai politik di dalam proses
pemerintahan.
64
Menurut, Ikrar Nusa Bakti, dalam perspektif perilaku politik, fenomena
perpindahan kader partai ke partai lain dapat dijelaskan dalam beberapa hal, pertama
realitas subjektif sebagai push factor, yaitu daya dorong internal yang merupakan
hasil pembacaan dan konstruksi dari realitas politik yang ada. Dalam konteks inilah,
selaras dengan pemikiran Berger dan Luckman, perilaku politik kutu loncat tentu
telah melalui proses konstruksi yang matang dan perhitungan untung rugi politik
yang saling terkait. Persoalannya adalah, dalam proses konstruksi realitas politik
subjektif yang demikian, faktor loyalitas dan ideologi politik menjadi tidak penting
lagi.13
Kedua, realitas objektif sebagai pull factor yaitu daya tarik eksternal berupa
stimulus kekuasaan. Proses objektivasi senantiasa berkaitan dengan interaksi sosial
terhadap kekuatan-kekuatan politik yang ada. Keterbukaan dalam partisipasi politik
publik sebagai buah reformasi, partai politik dipandang sebagai peluang untuk
mendapatkan kader-kader politik potensial tanpa harus melalui perkaderan.14
Ketiga,cermin kegagalan partai politik dalam menjalankan peran internalnya
yaitu membangun komunikasi politik dan menciptakan kondusifitas kelompok. Partai
politik seharusnya mampu memainkan peran penting dalam proses edukasi,
kaderisasi dan melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian
partai politik. Tersumbatnya saluran komunikasi dan munculnya perasaan teralienasi
13
Ikrar Nusa Bakti ,Ketika Politikus dan Pejabat jadi Kutu Loncat, lipi.go.id , 1 Mei 2017. 14
Ikrar Nusa Bakti ,Ketika Politikus dan Pejabat jadi Kutu Loncat, lipi.go.id , 1 Mei 2017.
65
dari kelompok, mendorong kader partai politik mencari saluran komunikasi dan
sandaran kekuatan politik lain.15
Penulis menilai ketiga faktor tersebut menjelaskan apa yang harus dilakukan
oleh partai politik sebagai wadah perjuangan dan politisi sebagai individu atau aktor
politik sehingga perjuangan partai politik dapat berjalan beriringan dengan individu-
individu aktor politik di dalamnya. Idealnya, seorang politisi menetapkan dulu
idealisme perjuangannya seperti apa, dan partai apa yang paling cocok untuk wadah
perjuangannya. Setelah masuk partai, ia masuk ke dalam sistem dan garis perjuangan
partai, maka kebijakan dan garis partai lah yang harus diperjuangkan selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial. Dengan begitu, partai politik dan
politisi adalah satu kesatuan yang tidak dipisahkan dalam menjalankan perjuangan.
Setelah menjelaskan analisa figur, dan analisa faktor-faktor internal dan
eksternal berpindahnya Basuki dari partai politik satu ke partai politik lainnya,
penulis memandang perlu mengurai analisa faktor-faktor yang menyebabkan Basuki
dalam berpindah-pindah partai dari kasus-kasus perpindahan partai Basuki.
Penulis mencoba menganalisa kasus-kasus perpindahan partai politik Basuki
dengan menggunakan pendapat Ikrar Nusa Bakti yaitu; yaitu pertama daya dorong
internal yang merupakan hasil pembacaan dan konstruksi dari realitas politik yang
ada, kedua daya tarik eksternal berupa stimulus kekuasaan, dan ketiga cermin
15
Ikrar Nusa Bakti ,Ketika Politikus dan Pejabat jadi Kutu Loncat, lipi.go.id , 1 Mei 2017.
66
kegagalan partai politik dalam menjalankan peran internalnya yaitu membangun
komunikasi politik dan menciptakan kondusifitas kelompok.
B. Perpindahan Basuki Tjahaja Purnama dari Partai Perhimpunan Indonesia
Baru ke Partai Golkar
Basuki Tjahaja Purnama merupakan politisi yang berbakat. Basuki merupakan
tipikal yang reaktif. Gayanya yang lugas dan berani marah dinilai sebagai pemantik
permusuhan dan terkesan tidak sopan dalam berbicara. Berasal dari latar belakang
yang kental dengan nuansa minoritas kian membuatnya jadi sasaran kelompok
mayoritas. Awal karier Basuki dimulai dengan masuknya Basuki kedalam partai
politik. Hal itu pun disampaikan oleh Basuki, menurutnya;
Saya dulu masuk politik karena melihat orang miskin yang datang kerumah yang
mengeluh tidak bisa berobat, tidak bisa sekolah susah dan saya bersama Ayah saya
tidak bisa bantu. Sehingga, kita memutuskan untuk mulai bantu partai politik untuk
bisa merubah memperbaiki kehidupan rakyat miskin. Namun, apa yang terjadi.
Pemilihan Bupati-Bupati yang terus melalui DPRD hanya menghasilkan Bupati yang
menservice DPRD. Ayah saya dulu salah satu tokoh Partai Golkar di Belitung
Timur, saya menyaksikan itu langsung. Ketika Ayah meninggal, saya tidak sanggup
lagi menolong masyarakat sehingga memutuskan untuk bergabung dengan partai
baru yaitu Partai PIB.
Bergabungnya saya dengan Partai PIB dengan harapan partainya menang lalu
memilih seorang Pegawai Negeri Sipil yang baik untuk menjadi Bupati yang baik
dan dapat memberikan Jaminan Kesehatan dan Pendidikan kepada rakyat miskin.
Namun, apa yang terjadi? Yang terjadi Partai PIB mengalami kekalahan, karena
rakyat sudah antipati dengan partai politik. Untuk dapat membantu orang lain saya
membutuhkan panggung politik, beruntung saya mendapatkan kursi sisa sehingga
mengantarkan saya duduk di kursi legislatif. Setelah mendapat kursi saya sempat
mengalami frustasi tapi saya merasa bersyukur, kemudian pemerintah dan para tokoh
politik menyadari kalau DPRD yang memilih akan masa bodoh terhadap rakyat,
67
tidak mau kenal rakyat dan hanya memikirkan keluar negeri bersama-sama dengan
DPRD.16
Awal karier politik Basuki ini lah dimulai dengan bergabung bersama Partai
PIB dengan langsung menduduki jabatan sebagai ketua DPC kabupaten Belitung
Timur.17
Langkahnya pun di dunia politik semakin mantap dan terus berkembang,
setahun menjabat Basuki mendapatkan kepercayaan sebagai wakil rakyat di DPRD
Kabupaten Belitung Timur masa bakti 2004-2009. Namun, menjadi anggota di DPRD
tidaklah cukup bagi seorang Basuki untuk dapat mensejahterakan rakyat.
Saya terpilih kurang lebih dari 300 suara dan mendapatkan kursi sisa, duduklah saya
di kursi DPRD. Sempat frustasi bekerja bersama anggota DPRD Fraksi PBB yang
didominasi kursi 55% karena pemilihan tidak langsung.
Perbedaan pendapat yang terjadi semakin nampak manakala Basuki mencoba
pesta demokrasi yang dilakukan dengan pemilihan langsung. Pendapat itu pun
disampaikan oleh Basuki:
Ketika ada pemilihan langsung saya coba ikut, padahal di sana waktu itu Fraksi PBB
menguasai 55% dengan total mayoritas kalau pemilihan tidak langsung mereka
otomatis yang langsung menang. Ketika pemilihan langsung berlangsung, tanpa
pemikiran yang lain saya coba mengikutinya. Walaupun pada saat itu Fraksi PBB
memiliki 55% yang menjadi total mayoritas. Keuntungan yang didapat adalah
pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat, jadi dengan pemilihan dilakukan
langsung saya hanya memiliki 10% kursi di DPRD dari Partai PIB”.18
Tujuh bulan menjabat sebagai anggota DPRD, saya mengikuti pemilihan Bupati
Belitung Timur dengan suara mayoritas muslim 93% di Belitung Timur kala itu,
16
“Full Pengakuan Alasan Ahok keluar dari Gerindra”, https://youtu,be/uo57VL4k5Dg. 13
September 2014 17
Piter Randan Bua,Berkaca pada kepemimpinan Ahok (Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka
Kristen Indonesia, 2013), h.71. 18
“Satu Jam bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cheryl Tanzil, RTV”,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js. 23 Februari 2015
68
terpilihnya saya menjadi Bupati merupakan pemberian suara dari partai pemenangan
yaitu Masyumi memutuskan untuk memeberikan suara 37,13%.19
Keinginan menjadi bupati muncul agar dapat mengalahkan suara DPRD yang
mayoritas kursi dipegang oleh PBB. Berjalanan nya waktu terdapat pemilihan
langsung terpilihnya saya menjadi Bupati dan segera memberikan jaminan kesehatan,
pendidikan gratis. Namun, langkah pun terhenti manakala untuk membuat jaminan
asuransi, semakin besar baru bisa mengcover, nah dana dekonsentrasi itu semua
berpusat di gubenur. Lalu saya tawarkan pada gubernur untuk bikin, apalagi untuk
menghadapi AFTA 2015, kita jadikan Bangka Belitung seperti itu namun saya
ditolak. Saya mau jadi gubernur saja melawan dia, jadilah cita-cita menjadi gubernur.
Saya menjadi bupati dipilih rakyat, bagaimana saya bisa mengkhianti suatu sistem
yang membuat rakyat terpuruk.
Harapan menjadi seorang Bupati pun tercapai Basuki memanfaatkan
kekuasaanya untuk kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kesehatan gratis yang dapat
dirasakan masyarakat yang membutuhkan. Namun, hanya menjabat selama enam
belas bulan lamanya, sebelum masa berakhirnya sebagai Bupati, Basuki mencoba
keberuntungan maju menjadi Gubernur Bangka Belitung, ia berharap kekuasaanya
dapat mengubah dalam skala yang lebih luas yaitu provinsi. Namun, sayang upaya itu
gagal karena masyarakat belum siap dalam perbedaan yang ada pada diri Basuki.20
Banyaknya persoalan tidak sejalannya pemikiran, ide, sikap dengan anggota
kader partai yang lain mengenai pola kerja penggunaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara oleh pemerintah daerah yang tidak memihak kepada rakyat.21
Basuki
memutuskan mengundurkan diri dari Partai PIB dengan alasan persoalan internal
19
“Satu Jam bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cheryl Tanzil, RTV”,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js. 23 Februari 2015 20
Nurulloh, Ahok Untuk Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), h.114-115. 21
Nurulloh, Ahok Untuk Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2014), 45.
69
partai yang sudah tidak sejalan dan memutuskan tidak berpartai lagi sampai tahun
2008.22
Penulis menilai faktor yang mendorong keluarnya Basuki dari Partai PIB ini
bisa dilihat dari dua faktor; pertama realitas subjektif sebagai push factor atau faktor
Internal sebagai daya dorong. Konstruksi dan realitas politik yang ada membuat
Basuki lebih mengedepankan penghitungan untung rugi politik dan ideologi
individunya dibanding dengan ideologi partai. Kedua penulis melihat adanya
kegagalan partai politik dalam melakukan komunikasi politik dan menjaga
kohesivitas kelompok, sehingga menyebabkan Basuki mencari saluran komunikasi,
aspirasi dan sandaran kekuatan politik lain.
Hal ini sejalan dengan fungsi dalam perilaku politik dengan pendekatan
kelembagaan yang menyatakan bahwa lembaga (struktur) yang melakukan kegiatan
politik sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga tersebut yang dipergunakan
sebesar-besarnya untuk mengedepankan kepentingan rakyat, maka keputusan Basuki
untuk keluar dari PIB dan anggota DPRD waktu itu bisa dimaklumi.
Basuki menjadikan partai politik sebagai kendaraannya untuk terus
mengembangkan diri. Pengembangan diri itu tidak cukup sampai menjadi kader
Partai PIB. Setelah keluar dari Partai PIB, Basuki masuk ke dalam Partai Golkar.
Masuknya Basuki ke Partai Golkar merupakan sebuah amanah dari seorang ayah
22
Basuki Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia (Bangka Belitung: Center For Democracy
and Traparency, 2008), h. 59.
70
Indra Tjahaja Purnama, untuk Basuki terus berjuang agar ia masuk ke dalam sistem.
Langkah itu pun diambil Basuki untuk mengambil jalur politik dan bergabung dengan
Partai Golkar dan mencoba maju sebagai calon anggota DPR RI untuk berkiprah dan
membawa aspirasi masyarakat dari Belitung Timur ke Senayan.
Terpilihnya Basuki menjadi anggota DPR RI dari Golkar mampu membawa
Basuki menjadi sosok yang terkenal kritis, tegas, didalam situasi parlemen dengan
komposisi orang yang tidak satu visi dengannya.23
Hal itu dibuktikan dengan
penolakan Basuki mengenai RUU Pilkada “saya menolak adanya RUU Pilkada dan
saya tidak akan mundur dari DPR tapi saya menunggu dipecat karena yang memilih
saya adalah rakyat saat saya berada di Komisi II”.24
Bergabungnya Basuki dengan
Partai Golkar pun diungkapkan oleh Hakim Kamarudin;
Bergabungnya Basuki kedalam Partai Golkar merupakan amanah dari sang ayah,
sang ayah merupakan kader Partai Golkar kala itu. Berpindahnya Basuki dari Partai
PIB ke dalam Partai Golkar disambut dengan hangat oleh Partai Golkar yang kala itu
memberikan peluang untuk siapa pun calon pemimpin untuk terus berkembang demi
bangsa yang lebih maju”25
Kesempatan yang didapat pun tidak disia-siakan oleh Basuki, gebrakan dan naluri
ketegasan Basuki terus terasah. Basuki merupakan sosok pemberani dan cerdik,
memikirkan dengan matang segala tindakannya. Sosok pemimpin yang tidak
mempan disuap, tidak mudah digertak dan cepat bereaksi ketika berhadapan dengan
23
Nurulloh, Ahok Untuk Indonesia, 89. 24
“Satu Jam bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cheryl Tanzil, RTV”,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js. 23 Februari 2015 25
Wawancara pribadi dengan Hakim Kamarudin, Kantor DPP Partai Golkar, Tanggal 27
maret 2017.
71
kelompok yang tidak segaris dengan perjuanganya mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan untuk semua.26
Selama setahun di DPR, Basuki mengatakan melihat banyak contoh kongkret
tentang permainan penggunaan anggaran negara, maupun pembiayaan pembahasan
RUU yang sering tidak transparan. Ditambah lagi, pengambilan kelebihan uang reses,
peningkatan uang kunjungan secara diam-diam, dan tidak jelasnya potongan pajak
penghasilan DPR.27
Perseteruan Basuki dan Partai Golkar pun muncul manakala
Basuki berniat untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta melalui jalur
independen tanpa dukungan Partai Golkar. Pada pemilihan Gubernur DKI 2012
Partai Golkar lebih mempercayakan Alex Noerdin–NonoSampono sebagai kandidat
Gubernur DKI Jakarta. Langkah Basuki pun tidak terhenti sampai disitu, Basuki siap
mengundurkan diri dari Partai Golkar untuk tetap maju mencalonkan diri.28
Menurut Basuki, untuk memperbaiki bangsa dan mengubah bangsa lebih tepat
menjadi seorang kepala daerah/pemimpin untuk memimpin suatu bangsa dibutuhkan
sebuah motivasi untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa orang jujur,
bersih, transparan, dan profesional mempunyai kesempatan untuk memimpin.29
Namun, hal itu tidak sejalan dengan apa yang diharapkan Basuki terhadap Partai
Golkar. Pandangan berbeda yang disampaikan Hakim Kamarudin, menurutnya;
26
Wawancara pribadi dengan Hakim Kamarudin, Kantor DPP Partai Golkar, Tanggal, 27
Maret 2017. 27
Radis Bastian, Ahok: Tegas, Displin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 52. 28
Radis Bastian, Ahok: Tegas, Displin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat , 43. 29
Radis Bastian, Ahok: Tegas, Displin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, 44.
72
Partai Golkar melihat Basuki terlebih dahulu bergerak untuk maju dalam pemilihan
gubernur melalui independen pada saat menjadi kader Partai Golkar. Pada saat itu
tidak ada aturan partai yang melarang kader partai untuk maju melalui independen.
Konsekuensinya karena aturan internal partai mengatakan bahwa apabila maju
melalui independen atau partai lain maka harus mengundurkan diri dari semua
jabatan partai dan pada saat itu secara sportif Basuki menyatakan mundur dari
jabatan di partai dan jabatan di DPR dan menyatakan untuk maju melalui
independen.
Hakim Kamarudin melihat sikap yang dilakukan oleh Basuki yaitu berpindah
dari Partai Golkar ke Partai Gerindra merupakan bentuk dari pilihan pribadi Basuki
karena setiap kader Partai Golkar mendapatkan hak dan tanggung jawab terhadap
Partai Golkar termasuk mempertahankan Partai Golkar atau melepaskannya dengan
pindah ke partai politik yang lain. Sejalan dengan pernyataan di atas menjadi sebuah
legitimasi hukum setiap partai politik untuk menindak tegas kader yang tidak sejalan
dengan garis ideologi atau kebijakan partai.30
Penulis menilai, kesalahpahaman antara Basuki dan Partai Golkar menjadikan
alasan kuat berpisahnya Basuki dan Partai Golkar karena dinamika politik yang ada
menjelang Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta waktu itu. Hal ini harusnya tidak perlu
terjadi apabila antara Basuki dan Partai Golkar tempat Basuki bernaung melakukan
komunikasi politik yang baik sehingga garis partai dapat dijalankan oleh semua
elemen partai politik.
C. Perpindahan Basuki Tjahaja Purnama dari Partai Golkar ke Partai
Gerindra
30
Wawancara pribadi dengan Hakim Kamarudin, Kantor DPP Partai Golkar, Tanggal 27
Maret 2017
73
Semangat Basuki dalam berpolitik mengantarkannya duduk dalam anggota
DPR RI 2009-2014 Komisi II dari Fraksi Golkar. Basuki mempunyai kesempatan
lebih banyak untuk merealisasikan kepentingan masyarakat melalui kebijakan-
kebijakan di DPR. Namun, tidak selamanya semangat berpolitik Basuki memberi
berkah. Basuki sering kali berbeda pendapat dengan kader partai lain ketika
menyelesaikan masalah di parlemen.
Perbedaan pendapat tersebut dan tidak adanya dukungan yang diberikan Partai
Golkar terhadap pencalonan Basuki dalam pemilihan Gubernur DKI 2012, berujung
pada pengunduran diri Basuki dari Fraksi Golkar. Saat menjadi wakil gubernur, ia
termasuk tokoh yang berintegritas dalam hal menyuarakan aspirasi dan menjelaskan
proses legislasi. Seluruh perkembangan diulasnya secara transparan dan dapat diakses
publik melalui situs pribadinya.31
Pasca pengunduran diri Basuki dari Partai Golkar, Basuki memutuskan maju
melalui independen untuk terus maju membangun bangsa. Kesempatan baik pun
datang ketika Partai Gerindra menyatakan mengusung Basuki menjadi calon Wakil
Gubernur DKI dan dipasangkan dengan Jokowi calon Gubernur DKI yang diusung
PDI Perjuangan. Sedangkan, pencalonan Basuki ke partai lain, dipersoalkan pihak
Partai Golkar. Sebab dalam aturan partai, jika ada kader Partai Golkar diusung partai
lain, harus melepaskan keanggotaan dan atribut kepartaian. Akhirnya, dengan tegas
31
Gubernurdki.wordpress.com
74
dan yakin, Basuki pun melepaskan keanggotaan Partai Golkar.32
Pendapat berbeda
diutarakan oleh Hakim Kamarudin,
Keinginan Basuki untuk maju melalui independen sebelumnya sudah disampaikan
kepada pimpinan fraksi pimpinan partai dan mempersilahkan tanpa ada persoalan.
Partai Golkar mempersilahkan kader untuk terus berkembang dan maju selagi kader
mau maju melalui independen, pada saat itu posisi partai belum menentukan calon
untuk diusung. Namun, belakangan saya mengetahui Basuki malah maju melalui
Partai Gerindra. Partai Golkar menggangap bahwa proses perpindahan Basuki
merupakan keputusan yang baik. Saya menanggapi hal itu dengan positif, Basuki
melihat peluang politik yang lebih besar dengan berpasangan bersama Jokowi. Tidak
ada konflik internal partai yang terjadi, justru Golkar mendorong Basuki untuk terus
maju membangun bangsa lebih baik. Tidak dipungkiri bahwa faktor pemimpinlah
yang menjadi prioritas dalam mengubah keadaan dan kekuasaan harus berada di
tangan orang yang tepat dan benar. Menurut Hakim, Gerindra meminta Basuki untuk
bergabung dengan Gerindra.33
Fenomena berpindahnya Basuki dari Partai Golkar ke Partai Gerinda yang
lebih dikarenakan alasan subjektif nya yang tidak diusung menjadi calon Gubernur
DKI Jakarta seperti apa yang digambarkan oleh penulis di bahasan sebelumnya
sungguh menggambarkan bahwa Basuki memiliki alasan subjektif sehingga penulis
dapat memetakan faktor yang mempengaruhinya;
Pertama,realitas subjektif sebagai faktor pendorong, yaitu gagalnya partai
politik dalam melakukan konsolidasi dan komunikasi organisasi dalam mencapai
tujuan organisasi, sehingga ada perasaan dari anggota partai dalam hal ini Basuki
tidak terwakili keinginan dan aspirasinya. Hal ini selaras dengan pemikiran Berger
dan Luckman yang telah menjelaskan perilaku politik kutu loncat tentu telah melalui
proses kalkulasi yang matang dan perhitungan untung rugi politik yang saling terkait
32
Radis Bastian, Ahok: Tegas, Displin, Tanpa Getar, Demi Rakyat, 45-46 33
Wawancara pribadi dengan Hakim Komarudin, Kantor DPP Partai Golkar, Tanggal 27
Maret 2017
75
Kedua dapat dilihat dari realitas objektif sebagai faktor pendorong eksternal,
yaitu motivasi mendapatkan kekuasaan hasil dari keterbukaan partisipasi publik
dengan realita bisa mendapatkan kekuasaan tanpa harus mempertimbangkan
kaderisasi partai. Hal ini dapat dibuktikan dengan diterimanya Basuki oleh Partai
Gerindra dengan diusung menjadi Calon Wakil Gubernur Jokowi di Pilgub DKI
2014.
Selanjutnya, Basuki menilai perjuangan politik harus melalui partai politik,
untuk itu Basuki memutuskan terjun lagi ke politik dan masuk ke Partai Gerindra.
Dalam perjalanannya bukan dengan mudah Basuki memutuskan untuk gabung
dengan Partai Gerindra melainkan dengan pertimbangan dan alasan Partai Gerindra
tidak meminta uang sebagai mahar politik kepada calon kepala daerah yang
diusungnya, biaya kampanye di pemilihan Gubernur DKI 2014 juga menjadi urusan
partai. Basuki berpendapat bahwa kami hanya diwajibkan menjaga integritas bersih
dan melayani rakyat. Basuki pun ingin membuktikan bahwa, untuk menjadi seorang
kepala daerah/pemimpin melalui partai tidak harus setor uang ke partai. Basuki
berpendapat, Menurutnya;
Keputusan hijrah ke Partai Gerindra merupakan sebuah ketertarikan, setelah
mengetahui Partai Gerindra menawarkan sebuah konsep yang lebih memikirkan
kesejahteraan rakyat banyak. Dengan mengutamakan dan menjual rekam jejak yang
baik akan mampu mengalahkan orang yang punya uang dengan konsep inilah
membutuhkan seorang “Aktor” yang mampu dan mau berkorban yang masuk
kedalam skenario konsep ini. Namun dengan ini walaupun hanya sebagai candangan,
76
cadangan dari wakil Jokowi dan candangan Dedy Mizwar saya merasa senang
makanya saya mengorbankan kursi DPR RI di Partai Golkar. 34
Dan hari ini saya membuktikan tuduhan lawan politik saya, bahwa Ahok bukan
seorang yang ambisius ini membuktikan, kalo saya ambisius saya baik-baik
menikmati dulu jadi Bupati 10 tahun baru jadi gubernur.
Pada awalnya, ide Prabowo mendapat tanggapan negatif dari para pengamat
dan partai-partai lain. Namun, Prabowo tetap yakin bahwa Basuki sebagai kader
Gerindra mempunyai peluang besar menduduki kursi jabatan Wakil Gubernur DKI
Jakarta. Keputusan yang diambil Probowo merupakan sebuah apresiasi, dari menilai,
menyimak, dan melihat potensi besar ada dalam diri Basuki. Orang baik dan memiliki
kemauan serta cerdas adalah salah satu kriteria yang wajib disandang oleh kader
Gerindra untuk didudukan dalam satu jabatan publik. Keberanian dan kemampuan
memecahkan masalah bisa beliau sumbangkan dengan leluasa sesuai dengan
kewenangan untuk membenahi kota Jakarta.35
Dukungan Gerindra memberikan semangat lebih, bahwa Basuki tidak bekerja
sendirian. Dengan tetap setia pada prinsip pribadinya, jujur, bersih, tegas, transparan,
demi rakyat. Basuki pun berhasil memenangkan pilkada 2012 tersebut. Bersama
Jokowi, Basuki mulai melancarkan gebrakan-gebrakan dahsyatnya berupa program-
program yang berorientasi kepada rakyat seperti KJP dan KJS untuk membangun
platform Jakarta Baru. Kepiawaian Jokowi-Basuki dalam membidani lahirnya
platform Jakarta Baru pun dapat dirasakan, meski kepemimpinanya masih seumur
34
“Satu Jam bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cheryl Tanzil, RTV”,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js. 23 Februari 2015 35
Nurulloh, Ahok Untuk Indonesia, 120-121.
77
jagung. Terbukti, tidak sedikit program kerja unggulan Jokowi-Basuki yang sudah
terealisasi dan mampu mengubah Jakarta. 36
D. Keluarnya Basuki Tjahaja Purnama dari Partai Gerindra
Keputusan Basuki keluar dari Partai Gerindra setelah menyatakan
kekecewaannya terhadap sikap partai pengusungnya yg mendukung RUU Pilkada
tidak langsung atau melalui DPRD. Namun sikap ini memunculkan kontroversi, ada
yang menyambut baik sikapnya namun berbeda dengan sikap para kader Partai
Gerindra yang menggangap Basuki tidak tahu terimakasih atau pengkhianat partai
dengan menolak RUU Pilkada37
yaitu usulan pemilihan kepala daerah yang dipilih
oleh DPRD. Usulan pilkada tidak langsung (pemilihan kepala daerah melalui DPRD),
ini didukung oleh anggota DPR RI dari partai-partai dalam Koalisi Merah Putih38
atau KMP yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.39
Keputusan KMP mendukung pilkada melalui DPRD bukan berarti partai-
partai yang bernaung di KMP tidak demokratis, keputusan ini karena KMP menilai
36
Radis Bastian, Ahok: Tegas, Disiplin, Tanpa Getar, Demi Rakyat, 55. 37
RUU Pilkada adalah Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah pengganti dari
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Pilkada diusulkan
berdiri sendiri. Dalam perjalanannya RUU Pilkada menghasilkan keputusan Pilkada melalui DPRD
alias Pilkada tidak langsung melalui mekanisme voting di DPR yang dimenangi oleh Koalisi Merah
Putih, namun Susilo Bambang Yudhoyono yang masih menjabat Presiden RI mengeluarkan Perppu
atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang no 1 tahun 2014. Selanjutnya melalui
mekanisme lobbying di DPR akhirnya Perppu no 1 tahun 2014 yang diterbitkan oleh Presiden SBY
disahkan menjadi RUU yang akhirnya disetujui menjadi Undang-undang Pilkada. 38
Partai-partai pendukung Prabowo-Hatta di Pilpres 2014 terdiri dari Partai Gerindra, PAN,
Partai Golkar, PKS, PPP, dan PBB. Lihat Nur Rohim Yunus, KMP VS KIH; Implikasi ketatanegaraan
perseteruan dua kubu dalam dimensi etika politik. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 39
Wawancara pribadi dengan Anwar Ende (Wakil Sekretariat Jenderal DPP Gerindra)
Tanggal 29 Maret 2017
78
Pilkada langsung sangat boros anggaran dan tidak menciptakan pemimpin yang baik,
dapat terlihat dari banyaknya kepala daerah hasil pemilihan langsung yang terjerat
kasus korupsi karena mereka beranggapan biaya politik mahal. 40
Pendapat ini disampaikan oleh Anwar Ende selaku Wakil Sekretaris Jendral
Partai Gerindra. Menurutnya,“Anggaran yang seharusnya dipakai untuk kesejahteraan
rakyat dan pembangunan infrastruktur harusnya dapat dihemat apabila pilkada
diselenggarakan secara tidak langsung atau melalui DPRD. Karena sejatinya DPRD
pun dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum legislatif, jadi
DPRD adalah representatif sebagai wakil gubernur rakyat”.41
Keputusan Basuki yang resmi mengundurkan diri dari Gerindra cukup
beralasan, menurutnya,
keluarnya saya dari Partai Gerindra merupakan sikapnya yang konsisten. Alasan saya
dulu masuk politik karena melihat saya tidak mampu membantu rakyat miskin lalu.
Semua tindakan yang akan diambil harus mempunyai sebuah tujuan yang beralasan
dan mementingan kepentingan orang banyak bukan hanya memperkaya diri sendiri.
Tanpa melupakan kewajiban harus taat pada AD/ART partai dan mendukung semua
keputusan partai. Persoalannya masalah substansi, saya tidak mau menjadi budak
DPRD, yang saya mau jadi budak rakyat dan taat pada konstitusi. Rakyat yang
50%+1 bukan semua rakyat”. Keputusan yang diambil dengan keluar dari partai
dipandang sebagai resiko politik yang harus saya tempuh, dengan menggunakan
nurani mampu mewujudkan keadilan sosial dan dengan kekuasaan saya mampu
memeriksa para anggota DPR. 42
40
Wawancara pribadi dengan Anwar Ende (Wakil Sekretariat Jenderal DPP Gerindra)
Tanggal 29 Maret 2017 41
Wawancara pribadi dengan Anwar Ende (Wakil Sekretariat Jenderal DPP Gerindra)
Tanggal 29 Maret 2017 42
“Satu Jam bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cherly Tanzil, RTV”,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js.23 Februari 2015
79
Permasalahan yang timbul jika RUU Pilkada yang membahas tentang
pemilihan kepala daerah itu disetujui, maka ada kemungkinan hal ini akan
menyebabkan kepala daerah akan lebih tunduk dengan DPRD bukan lagi sebagai
pelayan masyarakat yang seharusnya dan seterusnya akan menimbulkan politik
transaksional antara lembaga eksekutif dan DPRD. Basuki sadar bahwa jabatan
seorang pejabat publik adalah amanah dari masyarakat yang sudah mempercayainya
dan Tuhan yang sudah merestuinya, maka melayani masyarakat adalah tujuan utama
dari pejabat publik itu.
Penulis menilai hal ini sejalan dengan perjuangan kekuasaan (power
strunggle) dalam teori kekuasaan yang mempunyai tujuan yang menyangkut
kepentingan seluruh masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi keinginan besar
Basuki menjadi seorang pejabat pemerintah dengan kekuasaan yang tinggi. Hal ini
menarik dikaji bukan hanya memusatkan perhatian pada perjuangan untuk
memperoleh kekuasaan, tetapi bagaimana Basuki mempertahankan kekuasaan,
melaksanakan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, ataupun bahkan menentang
pelaksanaan kekuasaan.
Penulis menilai fenomena keluarnya Basuki dari Partai Gerindra dapat dilihat
dari fungsi teori perilaku politik dengan pendekatan behavioralisme yaitu eksistensi
Basuki sebagai individu yang dapat membuat keputusan-keputusan politik dalam
menjalankan pemerintahan dan latar belakang Basuki yang secara aktual tidak dapat
80
diatur oleh lembaga melainkan sebaliknya Basuki dapat mengendalikan lembaga
pemerintahan.
Lebih jauh penulis menggambarkan fenomena keluarnya Basuki dari Partai
Gerindra dikarenakan faktor kegagalan partai politik dalam menjalankan peran
internalnya yaitu membangun komunikasi politik dan menciptakan kondusifitas
kelompok. Partai politik gagal menjalankan fungsi representasi menjadi bagian yang
paling menjadi sorotan. Kegagalan partai politik karena kualitas representasi partai
politik yang buruk cenderung semu. Untuk menghindari jebakan loyalitas personal
semu yang dapat memperburuk kualitas partai politik maka partai perlu menyusun
sistem pengelolaan sumber daya manusia dalam partai politik. Sistem pengelolaan
keanggotaan partai tersebut mengatur tentang: rekrutmen, kaderisasi dan pencalonan
menjadi pejabat publik.
Penulis melihat persoalan representasi tersebut disebabkan buruknya
pengelolaan keanggotaan dimulai dari rekrutmen, kaderisasi, dan pencalonan pejabat
publik dan diabaikannya ideologi partai. Fenomena berpindanya keanggotaan partai
dari partai satu ke partai lain juga menunjukan bahwa keanggotaan partai tidak solid
dan berorientasi pada pragmatisme menjadi pejabat publik. Seringkali terjadi
pertemuan kepentingan antara pragmatisme seseorang menjadi pejabat publik dan
pragmatisme partai atas resources yang dimiliki seorang calon.
81
BAB V
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan serta uraian-uraian sebelumnya
mengenai studi perpindahan Basuki Tjahaja Purnama dari partai politik di Indonesia,
ditinjau dari teori perilaku politik dan kekuasaan politik, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut; Secara umum perpindahan Basuki dari partai politik satu
ke partai politik yang lain dipengaruhi oleh dua faktor, pertama faktor internal yang
dipengaruhi oleh mekanisme organisasi kepartaian yang belum mampu memfasilitasi
kadernya untuk berkarya dan berkarier baik pada tingkat internal partai maupun
tingkat nasional. Kedua faktor eksternal yang lebih mengarah kepada pilihan pribadi
individu-individu kader. Artinya, Basuki sebagai kader partai politik memiliki hak
dan tanggung jawab serta mengetahui sepenuhnya atas pilihan yang dipilihnya.
Perpindahan kader partai politik ke partai politik lain dapat dilihat dari tiga
faktor: pertama,realitas subjektif sebagai push factor, yaitu daya dorong internal yang
merupakan hasil pembacaan dan konstruksi dari realitas politik yang ada. Kedua,
realitas objektiv sebagai pull factor, yaitu daya tarik eksternal berupa stimulus
kekuasaan. Proses objektivasi senantiasa berkaitan dengan interaksi social terhadap
kekuatan-kekuatan politik yang ada. Ketiga, cermin kegagalan partai politik dalam
menjalankan peran internalnya yaitu membangun komunikasi politik dan
menciptakan kondusifitas kelompok faktor-faktor tersebut dapat ditelaah dari
82
beberapa fenomena perpindahan Basuki dari partai satu ke partai yang lain. Penulis
menganalisis sebagai berikut;
Perpindahan Basuki dari Partai PIB ke Partai Golkar dapat dilihat dari dua
faktor; Pertama, realitas subjektif sebagai push factor atau faktor internal sebagai
daya dorong. Konstruksi dan realitas politik yang ada membuat Basuki lebih
mengedepankan kalkulasi untung rugi politik dan ideologi individunya dibanding
dengan ideologi partai. Kedua, penulis melihat ada faktor kegagalan partai politik
dalam melakukan komunikasi politik dan menjaga kondisifitas kelompok, sehingga
menyebabkan Basuki mencari saluran komunikasi, aspirasi dan sandaran kekuatan
politik lain.
Perpindahan Basuki dari Partai Golkar ke Partai Gerindra dapat dilihat dari
dua faktor penyebab; pertama realitas subjektif sebagai faktor pendorong, yaitu
gagalnya partai politik dalam melakukan konsolidasi dan komunikasi organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi, sehingga ada perasaan dari anggota partai dalam
hal ini Basuki yang tidak terwakili keinginan dan aspirasinya. Hal ini selaras dengan
pemikiran Berger dan Luckman, yang telah menjelaskan perilaku politik kutu loncat
tentu telah melalui proses kalkulasi yang matang dan perhitungan untung rugi politik
yang saling terkait. Kedua dapat dilihat dari realitas objektif sebagai faktor pendorong
eksternal, yaitu motivasi mendapatkan kekuasaan hasil dari keterbukaan partisipasi
publik dengan realita bisa mendapatkan kekuasaan tanpa harus mempertimbangkan
kaderisasi partai. Hal ini dapat dibuktikan dengan diterimanya Basuki oleh Partai
83
Gerindra dengan diusung menjadi calon wakil gubernur JokoWidodo di pemilihan
Gubernur DKI 2014.
Keluarnya Basuki dari partai Gerindra dapat diakibatkan oleh beberapa faktor,
penulis menggambarkan kegagalan partai politik dalam menjalankan peran dalam
internalnya yaitu membangun komunikasi politik dan menciptakan kondusifitas
kelompok. Partai politik seharusnya mampu dalam melakukan edukasi, kaderisasi
dan konsolidasi anggota partai dalam melakukan keputusan-keputusan yang telah
digariskan dan harus ditaati oleh seluruh anggota partai.
Melihat fenomena itu menunjukan kekuatan individualisme lebih menonjol
ketimbang kekuatan partai politik yang bersifat institusional dan kolektif. Pindahnya
Basuki dari satu partai ke partai lain lebih karena motif penguatan status quo
kepentingan pribadi dan konflik pemahaman ideologi. Sehingga membuat partai
politik tidak lebih sebagai kereta tumpangan yang lemah dalam melakukan kontrol
terhadap para kadernya. Fenomena ini memperlihatkan sistem rekrutmen partai
politik masih lemah dan harus dibenahi, maka sangat penting mencari kader yang
loyal, dan mempunyai tujuan yang sama dengan partai karena itu merupakan sebuah
bagian dari etika kepemimpinan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alfian, M.Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama,2009.
Alfian. Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama,1991.
Amal, Ichsan.Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT.Tiara
Wacana,1996
Anwar, Ichhlausal. Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara
Mutiara,1996.
Bastian, Radis. Ahok: Tegas, Displin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat. Yogyakarta:
Palapa,2013.
Bua, Pitter Randan. Berkaca Pada Kepemimpinan Ahok: Sang Pemimpin yang
Berjiwa Melayani. Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen
Indonesia,2013.
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama,2009.
Budiarjo, Miriam. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan
Demokrasi Pancasila. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1994.
Fathurahman, Porf. H.Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV.
Pustaka Setia,2011.
85
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia,2010.
Haryanto. Kekuasaan Elite: Suatu Bahasan Pengantar. Yogyakarta: Plod,2005.
Hidayat, Imam. Teori-Teori Politik. Malang: Setara Press,2009.
Labolo, Dr. Muhadam dan Ilham Teguh. Partai Politik dan Sistem Pemilihan
Umum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press,2005.
Nurhadi. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana Offset,2008.
Nurulloh. Ahok untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia,2014.
Purnama, Basuki Tjahaja Purnama. Merubah Indonesia. Bangka Belitung: Center
For Democracy and Traparancey,2008.
Rohaniah, Yoyoh, dan Efriza. Pengantar Ilmu Politik. Malang: Intrans
Publishing, 2015.
Sastroatmodjo, Drs. Sudjiono. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang
Press,2005.
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama,2010.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo,1992.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo,2010.
Tubss Stewart L dan Slyvia Moss. Human Communication: Konteks-Konteks
Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya Offset,1996.
Ware, Alan. Political Partice and Party Sistem. New York: Oxford University
Press,1996.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.
Jakarta: PT. Bumi Aksara,2007.
86
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Anwar Ende (Wakil Sekretariat Jenderal Partai
Gerindra, di DPP Partai Gerindra) Pada tanggal 29 Maret 2017
Wawancara pribadi dengan Hakim Kamarudin (Wakil Sekretariat Jenderal Partai
Golkar, di DPP Partai Golkar) Pada tanggal 27 Maret 2017
Jurnal
Asshiddiqie, Jimly.“Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”. Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI,2006.
Bakti, Ikrar Nusa.“Ketika Politikus dan Pejabat jadi Kutu Loncat”, lipi.go.id,
pada tanggal 1 Mei 2017,2010.
Beni Azhar Assadam. “Partai Politik dan kaderisasi Partai Studi: Perpindahan
Yuddy Chrisnandi, Lili Chadijah Wahid dan Patrice Rio Capella”. Skrispsi
S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univeristas Negeri Jakarta,2014.
Nur Rohim Yunus. “KMP vs KIH: Implikasi Ketatanegaraan Perseteruan dua
kubu dalam dimensi Etika Politik”. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tarwin. “Analisa Kaderisasi Kepemimpinan Organisasi Partai.” Tesis
Univeristas Indonesia,2010.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Majelis Pertimbangan Pusat Platform
Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera,2007.
87
Riyono, Bagus. “Kepemimpinan Transformasional Kebangkitan Kembali Studi
Tentang Kepemimpinan” Jurnal I-Lib UGM ,Juni 1999
Umarama, Samad. “Strategi Pemenangan Partai Keadilan Sejahtera pada Pemilu
Legilatif 2004, studi: Kabupaten Sula Provinsi Maluku Utara” UIN Sunan
Kalijaga,2009.
Wardi. “Oligarki Partai Politik di Indonesia, studi: Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Periode 1999-2004”. Universitas Indonesia,2010.
Internet
Ahok Ungkap dulu Alasan Mengapa Gabung dengan Partai Gerindra,
http://sidomi.com/324610/ahok-ungkap-alasan-mengaoa-dulu-gabung-
d=gerindra/, 23 September 2014
Ahok, Mantan Bupati Belitung Timur (3), https://youtu.be/GCZLW17qYsE, 25
April 2015
Ahok: Pesimis Lolos Cagub Independen DKI Jakarta,
https://www.google.co.id/url?http%3A%2F%2Fwww.beritasatu.com%2Fm
egapolitan%2F29121-a-hok-pesimis-lolos-cagub-independen-dki-jakarta.15
November 2015
Full Pengakuan Alasan Ahok Keluar dari Gerindra,
https://youtu.be/uo57VL4k%Dg, 13 September 2014
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/download/8895/722774
oktober 2014
88
http://news.detik.com/berita/3241362/pernyataan-Ahok-dar-masa-ke-masa-soal-
independen-atau-parpol, 24 Juni 2016
Panasnya PilGub DKI Jakarta, Pernyataan Ahok dari masa ke masa soal
independen atau partai politik,
Perilaku Politik, http://muhammadazzikra15.blogspot.co.id/2016/08/perilaku-
politik.html, 7 Agustus 2016.
Politika: Jurnal Ilmu Politik, Persepsi Masyarakat DKI Jakarta terhadap Figur
dengan komunikasi politik Basuki Tjahaja Purnama,
Satu Jam Bersama Basuki Tjahaja Purnama dengan Cherly Tanzil, RTV,
https://youtu.be/ax9-GYXF8js. 23 Februari 2015
www.Ahok.org
Top Related