PERENCANAAN LANSKAP BEKAS TAMBANG BATUBARA
SEBAGAI KAWASAN WANA WISATA DI DESA MANDIN
KECAMATAN PULAU SEBUKU KALIMANTAN SELATAN
ACHMAD FIRMAN MAULANA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin
Kecamatan Pulau Sebuku Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Achmad Firman Maulana
NIM A44090058
ABSTRAK
ACHMAD FIRMAN MAULANA. Perencanaan Lanskap Bekas Tambang
Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau
Sebuku Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI.
Tambang batubara dengan sistem penambangan terbuka dapat merubah
bentukan lanskap, mengubah susunan lapisan tanah, menimbulkan erosi,
menghilangkan vegetasi, penurunanan kualitas tanah yang mengakibatkan
degradasi lahan. Disisi lain, kegiatan pertambangan dapat menimbulkan dampak
positif seperti meningkatkan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, penyediaan
sumber energi dan pertumbuhan ekonomi. Kawasan bekas tambang pit Tanah
Putih terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Provinsi Kalimantan
Selatan. Analisis deskriptif dilakukan pada semua aspek. Analisis daya dukung
pada tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003),
dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang. Kawasan tersebut
sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan wana wisata berbasis edukatif,
rekreatif dan konservatif dengan memanfaatkan kondisi sekitar tapak seperti
danau, high wall bekas tambang sebagai objek wisata yang dilengkapi dengan
fasilitas pelayanan pengunjung dengan suasana lanskap yang alami, aman dan
nyaman untuk mendukung keberlanjutan reklamasi. Perencanaaan lanskap ini
terbagi menjadi 4 zona ruang yaitu ruang penerimaan seluas 1.57 ha wisata edukasi
seluas 6.37 ha ruang rekreasi seluas 2.32 ha dan ruang konservasi 170.74 ha.
Aktivitas yang dikembangkan pada tapak terdiri dari wisata edukasi indoor,
wisata edukasi outdoor, rekreaasi dan wisata pendukung.
Kata kunci: perencanaan lanskap, bekas tambang, reklamasi, wisata
ABSTRACT
ACHMAD FIRMAN MAULANA. Landscape Planning of Post Coal Mining for
Ecotourism (Wana Wisata) at Mandin Village, Subdistrict of Sebuku Island,
South Borneo. Supervised by SETIA HADI
Coal mining with open pit mining systems can change landscape form and
soil layers, causing erosion, deprive of vegetation, and land degradation. On the
other hand, mining activities have some positive impacts, such as increase
national income, improve providing job, provision of energy and economic
growth. Refering to such changes need to be made efforts of reclamation. This
study located in a post mining areas in Sebuku Island, South Kalimantan
Province.The method of this study based on planning process by Gold (1980),
consist of preparation, site inventory, site analysis, synthesis, and landscape
planning. Descriptive analysis conducted in all aspects, such as land use,
topography, and hydrology. Analysis of carrying capacity according to Boulon in
Nurisjah, Pramukanto, and Sukijat (2003), calculated based on the average standar
of individual within m2/person. The area is suitable to be developed as ‘wana
wisata’ based on educative, recreative and conservative by utilizing site-
surrounding condition such as lake and post mining high wall which equipped
with services facilities for visitors with the sense of natural landscape that are safe
and convinient to support the sustainability of the reclamation. The result is a
landscape planning that divided the site into 4 zones: welcome area with space
covering an area of 1.57 ha, educational tourism zone 6.37 ha, recreation zone
2.32 ha, and conservation zone 170.74 ha. The activity developed on the site
consist of indoor and outdoor educational tourism, recreation, and supporting
tourism.
Keywords: Landscape planning, post mining, reclamation, tourism
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
PERENCANAAN LANSKAP BEKAS TAMBANG BATUBARA
SEBAGAI KAWASAN WANA WISATA DI DESA MANDIN
KECAMATAN PULAU SEBUKU KALIMANTAN SELATAN
ACHMAD FIRMAN MAULANA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skrpsi : Perencanaan Lanskap Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan
Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau Sebuku
Kalimantan Selatan
Nama : Achmad Firman Maulana
NIM : A44090058
Disetujui oleh
Dr Ir Setia Hadi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judui Skripsi : P Wan3
~ ,. p Bekas Tambang Batubara Sebagai Kawasan
i Desa Mandin Kecamatan Pulau Sebuku
Kal iman an ... an
Nama : Achmad Finnan _1aulana NIM : A44090058
Disetujui oleh
Dr Ir Setia Radio MS Pembimbing
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: lJ JAN 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
Perencanaan lanskap, dengan judul Perencanaan Lanskap Bekas Tambang
Batubara Sebagai Kawasan Wana Wisata di Desa Mandin Kecamatan Pulau
Sebuku Kalimantan Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS. Selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Joko
sebagai kepala teknik tambang PT BCS, Bapak Guritno dan Bapak Lukas sebagai
staff divisi ENVIRO PT BCS, terima kasih atas bimbingan di lapang. Terima
kasih kepada seluruh keluarga besar baik karyawan dan staff PT BCS yang telah
membantu selama proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Aba, Umi, Dian Nita Hikmahwati, Landscaper 46, dan
seluruh keluarga besar Css Mora IPB, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Achmad Firman Maulana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Perumusan Masalah 3
Kerangka Pikir Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Lanskap 5
Pertambangan dan Lanskap Bekas Tambang 5
Reklamasi Lahan Bekas Tambang 6
Perencanaan Lanskap 7
Wisata 7
Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata 8
Sumberdaya untuk Kegiatan wisata 8
Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan wisata 9
Wana Wisata 10
METODOLOGI 11
Batasan Penelitian 11
Alat dan Bahan 11
Metode Penelitian 12
Tahapan Perencanaan Lanskap 12
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 15
Administrasi dan Geografis 15
Aksesibilitas 16
Kependudukan dan Sumber Penghasilan 16
Pendidikan dan Agama 17
Topografi dan Bentuk Lahan 18
Penggunaan Lahan 19
Kawasan Hutan 19
Izin Usaha Pertambangan 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 28
Aspek Fisik 28
Lokasi dan Aksesibilitas 28
Kondisi Eksisting Tapak 30
Jenis dan Karakteristik Tanah 34
Topografi dan Kemiringan Lahan 38
Hidrologi 43
Iklim 47
Kualitas Visual Lanskap 49
Aspek Biofisik 51
Vegetasi 51
Satwa 52
Aspek Sosial 54
Demografi 54
Perilaku dan Keinginan Penduduk 55
Aspek Wisata 56
Aspek Legal 56
Analisis dan Sintesis 58
Konsep 67
Konsep Dasar 67
Konsep Pengembangan 67
Konsep Ruang 67
Konsep Wisata 68
Konsep Fasilitas 69
Konsep Sirkulasi 69
Konsep Vegetasi 70
Perencanaan Lanskap 71
Rencana Ruang 72
Rencana Sirkulasi 74
Rencana Vegetasi 76
Rencana Daya Dukukng 77
Rencana Fasilitas 77
Rencana Pengelolaan 78
Rencana Lanskap 78
SIMPULAN DAN SARAN 91
Simpulan 91
Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 92
LAMPIRAN 94
RIWAYAT HIDUP 96
DAFTAR TABEL
1 Bentuk dan sumber data 11
2 Kriteria penilaian dan skor 13
3 Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku tahun 2010 16
4 Jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Pulau Sebuku 17
tahun 2011
5 Jumlah sekolah, kelas, murid dan guru tahun 2010 18
6 Kondisi pendidikan di Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011 18
7 Luas penggunan lahan di Pulau Sebuku 19
8 Luas kawasan hutan di Pulau Sebuku 20
9 Luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku 20
10 Luas area Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku 21
11 Luas kawasan hutan di dalam Perjanjian Karya Pengusahaan 30
Pertambangan Batubara (PKP2B), PT BCS.
12 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983) 35
13 Hasil analisis sifat fisisk tanah 36
14 Luas area tiap persentase (%) kemiringan lahan tapak 38
15 Jenis pohon yang ditanam di area reklamasi PT BCS 51
16 Jenis mamalia yang berada di kawasan tambang PT BCS 52
17 Jenis reptil yang berada di kawasan tambang PT BCS 53
18 Jenis burung yang berada di kawasan tambang PT BCS 53
19 Jenis amfibi yang berada di kawasan tambang PT BCS 53
20 Jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011 54
21 Matapencaharian utama masyarakat Pulau Sebuku 55
22 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak 60
23 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak (lanjutan) 61
24 Analisis dan sintesis aspek fisik tapak (lanjutan) 62
25 Analisis dan sintesis aspek bioisik tapak 63
26 Analisis dan sintesis aspek sosial tapak 64
27 Analisis dan sintesis aspek wisata tapak 65
28 Matriks hubungan sumberdaya dengan aktivitas pada tapak 68
29 Program ruang, fungsi, dan luas yang direncanakan pada tapak. 71
30 Rencana sirkulasi pada tapak 73
31 Rencana daya dukung tiap ruang 78
32 Rencana ruang, fasilitas, aktivitas dan luas yang digunakan pada tapak 73
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 4
2 Lokasi penelitian 11
3 Tahapan perencanaan (Gold 1980) 12
4 Peta batas administrasi desa Kecamatan Pulau Sebuku 22
5 Peta aksesibilitas menuju lokasi tambang pit Tanah Putih 23
6 Peta sumber penghasilan utama Kecamatan Pulau Sebuku 24
7 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pulau Sebuku 25
8 Peta status kawasan hutan Kecamatan Pulau Sebuku 26
9 Peta Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kecamatan Pulau Sebuku 27
10 Kondisi jalan menuju tapak 28
11 Peta analisis lokasi penelitian 29
12 Kondisi eksisting tapak 21
13 Peta kondisi eksisting tapak 32
14 Peta analisis kondisi eksisting tapak 33
15 Kondisi tanah pada tapak 34
16 Segitiga tekstur tanah 36
17 Peta lokasi pengambilan sampel tanah 37
18 Kondisi kemiringan lahan di lokasi tambang pit Tanah Putih 39
19 Peta topografi 40
20 Peta klasifikasi kelas kemiringan lahan 41
21 Peta analisis kemirirngan lahan 42
22 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih 43
23 Peta hidrologi 45
24 Peta analisis hidrologi 46
25 Grafik hurah hujan bulanan daerah Pulau Sebuku periode 2004 47
26 Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro (Brooks 1988) 48
27 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih 49
28 Peta analisis visual lanskap 50
29 Kondisi vegetasi pada tapak 52
30 Satwa pada tapak 54
31 Peta analisis komposit 59
32 Block plan 66
33 Diagram konsep ruang 67
34 Diagram konsep sirkulasi 70
35 Matriks hubungan antar ruang dalam tapak 72
36 Rencana ruang 73
37 Rencana sirkulasi 75
38 Rencana vegetasi 79
39 Rencana lanskap 82
40 Detail plan area wisata edukasi indoor 83
41 Detail plan area wisata edukasi outdoor 84
42 Detail plan area wisata edukasi pendukung 85
43 Detail plan area rekreasi 86
44 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi intdoor 87
45 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi outdoor 88
46 Ilustrasi area dan fasilitas wisata edukasi pendukung 89
47 Ilustrasi area dan fasilitas area rekreasi 90
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis sifat kimia tanah 94
2. Hasil analisis sifat fisik tanah 95
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki komoditas pertambangan
batubara terbesar di dunia. Kalimantan Selatan merupakan kawasan yang kaya
akan lahan tambang khususnya tambang batubara. Produksinya mencapai 10%
dari produksi total batubara nasional. Salah satu penambangan batubara di
Kalimantan Selatan terletak di Pulau Sebuku, Kecamatan Pulau Sebuku Provinsi
Kalimantan Selatan. Kegiatan penambangan ini bersifat legal dan dikelola oleh PT
Bahari Cakrawala Sebuku (BCS).
Pulau Sebuku merupakan pulau kecil dengan luas wilayah sekitar 245.5 km2
sesuai dengan karakteristik ekosistem pulau-pulau kecil pada umumnya. Pulau
Sebuku mempunyai tingkat kerentanan ekosistem yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah daratan lainnya di Pulau Kalimantan. Oleh karena itu, kegiatan
pembangunan maupun pertambangan yang dilakukan di Pulau Sebuku harus lebih
hati-hati dan mempertimbangkan aspek lingkungan secara lebih sistematis.
Masalah ketersediaan air bersih, kerusakan ekosistem mangrove dan pencemaran
lingkungan merupakan permasalahan pulau kecil yang harus diperhatikan.
Kegiatan pembangunan dan pertambangan yang telah berlangsung di wilayah
Pulau Sebuku, antara lain penambangan batubara dan biji besi, pembangunan
pabrik baja dan pembangunan pelabuhan khusus yang diperkirakan akan
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di wilayah Pulau
Sebuku.
Kerusakan lahan adalah berkurangnya atau hilangnya fungsi ekologis lahan
sebagai akibat terjadinya gangguan dan perubahan yang terjadi. Gangguan dan
perubahan tersebut dapat terjadi karena sebab alamiah maupun akibat dari
kegiatan manusia terhadap suatu lahan. Salah satunya perubahan kondisi atau
kerusakan lahan yang terjadi di Pulau Sebuku akibat dari kegiatan pertambangan.
Ada dua aktivitas kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan swasta
di Pulau Sebuku, yaitu tambang batubara yang dikelola oleh PT Bahari Cakrawala
Sebuku (BCS) dan tambang biji besi yang dikelola oleh PT Sebuku Iron Lateristic
Ore (SILO). Keduanya merupakan tambang terbuka yang menyebabkan
perubahan lahan baik dari aspek fisik maupun biofisik.
Pertambangan batubara yang dilakukan dengan sistem pertambangan secara
terbuka menyebabkan perubahan bentang lahan yang ekstrim. Penggalian lapisan
batubara yang terletak di bawah lapisan tanah menyebabkan timbulnya lubang-
lubang galian yang tidak dapat sepenuhnya ditutup kembali serta mengakibatkan
perubahan komposisi dan struktur lapisan tanah. Selain itu, upaya penimbunan
lubang galian bekas tambang dengan menggunakan prinsip pengembalian lapisan
tanah sebagai penutup terakhir pada waktu penataan lahan, namun tetap saja
menghasilkan kondisi lahan dengan material yang berbeda dibanding aslinya.
Lapisan tanah yag dikembalikan sebagai lapisan penutup sudah tercampur aduk
antara lapisan tanah atas dan bawah atau lapisan dari horizon A, B, bahkan C,
sehingga secara kimia terjadi pencampuran sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-
masing horizon tersebut. Sehingga secara fisik jelas sangat berbeda dari kondisi
2
awalnya karena terjadi perusakan struktur pada tanah tersebut. Dengan kata lain,
tanah hasil penutupan kembali pada lokasi pertambangan batubara memiliki
tingkat kesuburuan yang rendah baik dari sifat fisik maupun kimia. Seperti Bobot
Isi (BI) yang rendah, dalam hal ini maka porositas lapisan tanah hasil penutupan
kembali menjadi sangat kecil dengan akibat permeabilitas dan aerasi menjadi
sangat buruk. Potensi kerusakan lahan lain yang mungkin terjadi di areal
pertambangan batubara adalah terpotongnya drainase alamiah akibat perubahan
bentang lahan. Dalam penataan kembali maka hal ini perlu dipertimbangkan.
Kerusakan lahan lainnya adalah berupa erosi dan kemungkinan longsor. Oleh
sebab itu stabilisasi lereng dan recontouring merupakan bagian dari perencanaan
penutupan tambang.
Kondisi lahan pasca tambang biasanya sudah tidak lagi produktif. Selain itu,
memungkinkan adanya kandungan akumulasi polutan atau unsur logam berat
yang berbahaya melebihi ambang batas kesehatan dan lingkungan. Masalah utama
yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan dan
kimiawi yang berdampak pada air tanah dan air permukaan, kemudian berlanjut
secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Kegitan Pertambangan
batubara memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan nasional.
Namun, dilain pihak pertambangan batubara juga memberikan dampak negatif
berupa penurunan kualitas fisik, kimia dan biologi bagi lingkungan. Penambangan
batubara dalam skala besar khususnya penambangan batubara dengan sistem
terbuka (open mining system) telah menyebabkan perubahan bentang alam,
peningkatan laju erosi, sedimentasi, degradasi tanah dan penurunan kualitas
perairan.
Bentuk upaya dalam perbaikan lingkungan pada area pertambangan adalah
kegiatan reklamasi. Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu: (1) pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya, (2)
mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya (Direktorat Pengelolaan Lahan 2006).
Perbaikan lingkungan khususnya reklamasi lanskap bekas tambang batubara
sudah menjadi suatu kewajiban setiap perusahaan. Pihak PT BCS mempunyai
komitmen tinggi dalam pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakt, salah
satunya adalah pemanfaatan lahan bekas tambang sebagai kawasan wana wisata.
Bentuk wisata yang akan dikembangkan pada lokasi studi adalah wana wisata
yang bersifat edukatif, rekreatif dan konservatif yang bernuansa alami serta dapat
menarik minat pengunjung sekaligus memberikan pengetahuan tentang
pentingnya kepedulian terhadap lingkungan. Lokasi ini didukung oleh potensi
bentukan lahan bekas tambang yang mempunyai bentuk lahan yang bervariatif
dan pepohonan rimbun sekitar tapak.
Dinas pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan memiliki misi
yaitu mendukung terselenggaranya pengelolaan kegiatan pertambangan dan energi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Reklamasi lanskap bekas
tambang harus terus dilakukan untuk memulihkan kondisi lahan dengan penataan
pemanfaatan lahan agar tetap mendukung keberlanjutan reklamasi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya perencanaan lanskap bekas
tambang sebagai area wana wisata untuk mendukung keberlanjutan lanskap yang
sudah didilakukan proses reklamasi.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. menganalisis aspek fisik dan biofisik untuk mengetahui area potensial wisata
serta menunjang keberlanjutan area reklamasi;
2. menganalisis aspek sosial untuk preferensi dan pola wisata yang diinginkan
masyarakat;
3. merencanakan lahan bekas tambang yang berfungsi sebagai kawasan
konservasi dan wana wisata yang bersifat edukatif, rekreatif dan konservatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk:
1. memberi masukan bagi pihak PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS) mengenai
kegiatan pengelolaan lanskap bekas tambang sebagai area wana wisata yang
berbasis konservasi dan berkelanjutan;
2. menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam proses perencanaan
lanskap bekas tambang.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini didasarkan pada
dampak dari kegiatan pertambangan terhadap kerentanan pulau kecil seperti Pulau
Sebuku. Proses pengembalian lahan bekas tambang harus dipertimbangkan dan
disesuaikan dengan kondisi fisik, biofisik dan sosial budaya yang berbasis
konservasi dan berkelanjutan. Optimalisasi kegiatan reklamasi menjadi salah satu
pertimbangan penting dalam menentukan keberhasilan pengembalian lahan bekas
tambang, dalam penelitian ini diusulkan dalam bentuk wana wisata. Lokasi studi
ini dilakukakan pada lahan bekas tambang yang sudah terjadi penurunan kualitas
lingkungan.
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini akan melihat karakter dan kondisi lanskap bekas tambang
yang baru dihentikan kegiatan pertambangannya dan masih dalam proses
reklamasi. Menganalisis aspek fisik, biofisik agar dapat mengetahui kesesuaian
lahan untuk wana wisata serta menentukan beberapa aktivitas wisata yang bisa
dikembangkan. Perencanaan ini juga menganalisis aspek wisata seperti objek atau
daya tarik pada tapak dan aspek sosial yang menyangkut demografi, preferensi
masyarakat dan aspek legal pemerintah dalam perencanaan kawasan bekas
tambang. Diagaram kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini mencakup
survei pendahuluan dan observasi lapang untuk menentukan lingkup lokasi
penelitian. Setelah itu, dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun
sekunder dan penyusunan data secara terstruktur dalam bentuk deskriptif
kualitatif, kuantitaif, tabular dan spasial. Kegiatan analisis dilakukan untuk
menganalisis aspek fisik, biofisik, sosial budaya, dan aspek legal untuk
menentukan potensi dan kendala, serta kesesuaian kondisi tapak untuk
dikembangkan sebagai kawasan wana wisata yang dapat menunjang keberlanjutan
kegiatan reklamasi.
Aspek sosial dan budaya
- Demografi, preferensi
masyarakat, dan aspek legal
Aspek fisik dan biofisik
- Lokasi dan aksesibilitas,
kondisi eksisting, jenis dan
karakteristik tanah, topografi
dan kemiringan lahan,
hidrologi, iklim, kualitas visual
lanskap
Rencana lanskap bekas tambang sebagai kawasan wana wisata
Aspek wisata
- Objek dan
atraksi
Potensi dan kendala
Pemanfaatan kawasan reklamasi
Reklamasi lanskap bekas tambang batubara
Konsep
Zonasi
Lanskap bekas tambang batubara
Analisis kesesuaian lahan Analisis aspek legal dan preferensi
masyarakat
5
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap
Menurut Simonds (1983), lanskap adalah suatu bentang alam dengan
karakter tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Dalam suatu
lanskap karakter harus menyatu secara harmonis dan alami untuk memperkuat
karakter dari lanskap tersebut. Eckbo dan Laurie (1986) mendefinisikan bahwa
lanskap adalah bagian dari kawasan lahan yang dibangun atau dibentuk oleh
manusia terutama diluar bangunan termasuk jalan, utilitas dan alam yang
dirancang untuk tempat tinggal manusia.
Gold (1980) membedakan elemen lanskap atas tiga elemen yaitu: elemen
lanskap makro, mikro dan buatan manusia. Elemen lanskap makro meliputi iklim
(curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah angin dan kecepatan angin) serta
kualitas visual tapak. Elemen lanskap mikro meliputi topografi (kontur,
kemiringan lahan, dan pola drainase), jenis dan keadaan tanah, vegetasi, satwa,
dan hidrogafi. Sedangkan elemen lanskap buatan manusia meliputi jaringan
transportasi, tataguna lahan, dan struktur bangunan.
Pertambangan dan Lanskap Bekas Tambang
Penambangan merupakan proses pemindahan timbunan tanah penutup
overburden seperti topsoil, subsoil, dan batuan lainnya yang didalamnya terdapat
simpanan mineral yang dapat dipindahkan. BAPPEDA (2011) mengemukakan
bahwa kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut.
1. Eksplorasi
2. Pembangunan infrastruktur, jalan akses dan sumber energi
3. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
4. Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan
5. Pengolahan biji dan operasional
6. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
Menurut Sitorus (2000), kegiatan penambangan terdapat dua jenis yaitu
Penambangan permukaan (surface atau shallow mining) dan Penambangan dalam
(subsurface atau deep mining). Menurut Feriansyah (2009), kegiatan
penambangan terbuka open mining dapat mengakibatkan gangguan seperti:
1. menimbulkan lubang besar pada permukaan tanah
2. penurunan muka tanah atau bentuk cadangan pada sisa bahan galian yang
dikembalikan ke dalam lubang galian.
3. mengganggu proses penanaman kembali vegetasi pada galian tambang yang
ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat bahan beracun,
kurang bahan organik, humus atau unsur hara yang tercuci.
4. bahan galian tambang apabila ditumpuk atau disimpan dapat mengakibatkan
bahaya longsor, dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.
6
5. penanaman kembali vegetasi pada galian tambang yang ditutupi atau yang
ditelantarkan. Penambangan yang dibiarkan terlantar akan mengakibatkan
permasalahan.
Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Salah satu kegiatan pengakhiran tambang adalah reklamasi. Reklamasi
merupakan upaya penataan kembali kawasan bekas tambang agar bisa menjadi
kawasan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan jangka
pendek reklamasi lahan bekas tambang adalah membentuk bentang alam yang
stabil terhadap erosi. Selain itu reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan
kawasan bekas tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan
tataguna lahan bekas tambang dan tergantung pada berbagai faktor, diantaranya:
potensi ekologis lokasi tambang, keinginan masyarakat, dan peraturan pemerintah.
Kawasan bekas tambang yang telah direklamasi harus dipertahankan agar tetap
terintegrasi dengan bentang alam dan ekosistem sekitarnya.
Menurut Soelarno (2007), tujuan utama dari perencanaan penutupan
tambang adalah harus memenuhi hal-hal sebagai berikut.
1. Pemulihan fungsi lahan menjadi lahan yang produktif dan dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan.
2. Melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
3. Meminimumkan kerusakan lingkungan.
4. Melakukan konservasi terhadap beberapa objek yang dilindungi.
5. Melakukan tindakan pencegahan terhadap kemiskinan akibat dampak sosial
ekonomi.
Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk
melakukan upaya reklamasi sesuai dengan rencana awal reklamasi, perusahaan
pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang besarnya sesuai
dengan rencana biaya reklamasi yang telah mendapat persetujuan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati dan Walikota sesuai kewenangannya. Jaminan reklamasi dapat
berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi
(accounting reserve). Jaminan tersebut harus ditempatkan oleh perusahaan
pertambangan sebelum perusahaan tersebut memulai usaha produksi atau
eksploitasi pertambangan (ESDM 2008). Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral (ESDM) No. 18 Tahun 2008 juga menyebutkan bahwa
dalam melaksanakan reklamasi dan penutupan tambang wajib memenuhi prinsip-
prinsip lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi
bahan galian. Prinsip-prinsip lingkungan hidup meliputi:
1. perbaikan kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara
sesuaibaku mutu lingkungan
2. adanya stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan
bekas tambang serta struktur buatan (man-made structure) lainnya
3. memperhatikan keanekaragaman hayati
4. melakukan pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya
5. peningkatan aspek sosial, budaya, dan ekonomi.
7
Perencanaan Lanskap
Proses perencanaan lanskap ditujukan pada penggunaan volume dan ruang.
Setiap volume memiliki bentuk, ukuran, bahan, tekstur, warna dan kualitas yang
berbeda, semuanya dapat diekspresikan dan dimanfaatkan dengan baik agar
fungsi-fungsi yang direncanakan tercapai (Simonds 1983). Menurut Laurie (1985)
perencanaan merupakan suatu awal proses yang dapat mengalokasikan kebutuhan
manusia serta menghubungkan satu sama lain di dalam maupun di luar tapak.
Kegiatan perencanaan diawali dengan pemahaman terhadap kondisi tapak,
manusia sebagai pengguna tapak dengan aktivitasnya, aturan atau kebiasaan yang
diinginkan.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat sistematis yang
digunakan untuk menentukan saat awal dan keadaan yang diharapkan serta cara
terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan. Perencanaan lanskap dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain sebagai berikut.
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe cara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Dalam merencanakan suatu kawasan terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar
2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan
3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan masa lalunya.
Wisata
Wisata adalah pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari
50-150 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat
tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada ditempat
yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan
mereka (Gunn 1993). Menurut Pendit (2002), wisata adalah salah satu jenis
industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan
lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-
sektor produktif lainnya. Menurut Holden (2000), wisata tidak sekedar
mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan
menggunakan sumberdaya yang ada.
8
Brunn (1995) mengkategorikan wisata menjadi 3 jenis yaitu:
1. ecotourism, green tourism, atau alternative tourism, merupakan wisata yang
berorientasi pada lingkungan untuk menghubungkan kepentingan industri
kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan
2. wisata budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya
sebagai objek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan
3. wisata alam, aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi
alam atau daya tarik panoramanya.
Menurut Gunn (1993), sumberdaya wisata mencakup objek dan atraksi
wisata, aksesibilitas dan amenitas. Suatu kawasan wisata memiliki kemampuan
untuk mendukung aktivitas pengguna, hal ini disebut daya dukung wisata.
Menurut Gold (1980), daya dukung wisata merupakan kemampuan suatu kawasan
wisata secara alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung pengguna aktivitas
wisata dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan.
Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata
Menurut Booth dan Hiss (2004), lanskap yang mengelilingi suatu kawasan
merupakan lingkungan yang paling penting. Lanskap ini menyediakan berbagai
kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi bagi yang pengunjung,
pengelola, dan orang-orang yang melintasinya. Merencanakan penataan lanskap
untuk kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu
areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan
lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan, tetapi pada saat yang
bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan.
Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah
merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap
untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan
lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan
aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan
kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan
karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan
wisata (Knudson 1980). Adapun pendekatan perencanaan kawasan wisata di
sekitar penggunan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid run off. Erosi,
pengendapan air, banjir, kekeringan, dan perencanaan, serta memastikan bahwa
kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi,
dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus
direncanakan dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari
keistimewaan air dengan tetap mempertahankan integritas atau keutuhannya
(Simonds 1983)
Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata
Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi setiap orang
yang melakukan wisata, merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat
9
menarik keinginan untuk berwisata. Menurut Gold (1980), ketersediaan
sumberdaya untuk aktivitas wisata dapat dapat dilihat dari jumlah dan kualitas
dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk
mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dapat dilakukan inventarisasi,
kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Klasifikasi sumberdaya menurut
tujuannya dapat dibagi menjadi tiga yaitu tujuan komersil untuk kepuasan
pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian
sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson 1980).
Suatu kawasan wisata memiliki dua macam sumberdaya utama yang dpat
dijadikan potensi dari suatu kawasan wisata (Widada 2008), yaitu:
1. Sumberdaya non-hayati, yaitu air dimana sangat berperan penting bagi
kehidupan baik di dalam kawasan maupun kehidupan masyarakat disekitar
kawasan
2. Sumberdaya hayati, yaitu flora dan fauna yang terdaapat dikawasan.
Masalah mengenai penyebaran tanaman eksotis, lokal yang sangat tinggi
dan keberadan satwa endemik diperlukan pengendalian agar keberadaannya
tetap terjamin.
Menurut Simonds (1983), sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki
potensi penggunaan rejreasi baik diwilayah perairannya sendiri maupun di
sepanjang tepiannya. Badan air memiliki nilai keindahan, dimana pemandangan
dan suara air membangkitkan perasaan yang menyenangkan sekaligus
menenangkan.
Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata
Menurut Marsono (2004), konservasi sumberdaya alam hayati adalah
pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memlihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Aspek-aspek konservasi
meliputi: (1) kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka
alam, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, seperti pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata alam, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan budaya, dan (4) biaya pelestarian
suaka adalah sangat tinggi.
Tindakan konservasi memastikan sumberdaya alam hayati tersedia untuk
dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terdapat
dua pendekatan dasar untuk mengkonservasi menurut Melchias (2001), yaitu:
1. konservasi insitu, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan dalam
habitat aslinya.
2. konservasi ex-situ, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan di luar
habitat asli, seperti di kebun raya dan kebun binatang.
10
Wana Wisata
Menurut Sari (2007), objek wisata alam adalah sumberdaya alam yang
berpotensi dan mempunyai daya tarik bagi wisatawan yang ditujukan untuk
pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupum pembudidayaan.
Sementara itu, bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam
yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan dan tata lingkungannya disebut
wisata alam. Pada umumnya yang menjadi daya tarik utama wisata alam adalah
kondisi alamnya. Definisi wisata menurut Gunn (1994) adalah suatu pergerakan
temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa mereka tinggal dan
bekerja, selama mereka tinggal di tujuan tersebut mereka melakukan kegiatan dan
diciptakan fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mereka. Kelly (1998)
mengutarakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada
bentuk utama atraksi (attractions) atau daya tarik yang kemudian ditekankan pada
pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain berupa ekowisata (ecotourism),
wisata alam (nature tourism), wisata petualangan (adventure tourism), wisata
berdasarkan waktu (getaway and stay), dan wisata budaya (cultural ecotourism).
Wana wisata adalah objek-objek wisata alam yang dibangun dan
dikembangkan oleh Perum Perhutani di dalam kawasan hutan produksi atau hutan
lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi pokoknya. Ruang lingkup
pengusahaan wisata alam Perum Perhutani mencakup wana wisata yang dikelola
oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, wisata alam, dan olah raga. Bentuk
aktivitas rekreasi yang dapat dilakukan di wana wisata berdasarkan waktu yang
dibutuhkan, dapat dibagi atas (Perum Perhutani 1987):
1. Wisata bermalam merupakan kegiatan bermalam di lingkungan hutan,dalam
upaya mendekati dan lebih menghayati keadaan alam sekitar.
2. Wisata harian merupakan kegiatan rekreasi siang hari di kawasan hutan untuk
mencari kesegaran dan mendekatkan diri pada alam.
Menurut Nadiar (1994), wana wisata dapat dibedakan sebagai wana wisata
harian, wana wisata bermalam yang dilengkapi sarana penginapan berupa pondok
wisata atau pesangrahan dan bumi perkemahan. Menurut Luthfi H dan Andi
(1996), sebagai salah satu komponen wisata terdapat beberapa kelebihan dari
wana wisata yaitu sifatnya yang alami, udara yang bersih dan sejuk, objek yang
menarik dan luas. Kelebihan ini menjadikan wana wisata memiliki prospek yang
baik pada masa yang akan datang.
Perum Perhutani (1989) mengungkapakan secara garis besar sasaran usaha
pembangunan dan pengembangan wana wisata di Perum Perhutani antara lain:
1. menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi masyarakat luas dengan me
ikmati keindahan, keunikan serta kenyamanan suasana lingkungan yang alami;
2. menyediakan tempat bagi sarana pengembangan ilmu pengetahuan flora, fauna,
ekologis hutan serta pembinaan rasa cinta alam bagi generasi muda;
3. memperluas kesempatan berusaha untuk membantu meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitar;
4. menunjang usaha pemerintah dalam memajukan pembangunan sektor
pariwisata.
11
Gambar 2 Lokasi penelitian
Sumber: http://www.google.com dan AMDAL PT BCS tahun 2006
1. Kalimantan Selatan 2. Pulau Sebuku 3. pit Tanah Putih
METODOLOGI
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada area bekas tambang di pit Tanah
Putih yang terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Kalimantan
Selatan. Pengambilan data dan survei lapang dilakukan selama dua minggu yaitu
pada April 2013 sampai Mei 2013.
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi hingga tahap perencanaan tapak dan diwujudkan
berupa gambar rencana lanskap (site plan) dan beberapa gambar penunjang lain.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System
(GPS), kamera digital, papan jalan, alat gambar dan peta. Beberapa software
pendukung untuk mengolah data terdiri dari AutoCAD 2010, Adobe Photoshop
CS3, Arc Gis 9.3 dan Adobe Ilustrator CS5. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari peta dan data-data primer maupun sekunder. Data,
sumber data dan cara pengambilan data yang diambil dalam penelitian ini bisa
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bentuk dan sumber data
Data Sumber data Cara pengambilan data
Data kondisi umum
Letak, luas dan batastapak Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Aspek fisik dan biofisik
Kondisi eksisting tapak Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Tanah Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Hidrologi Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
12
Gambar 3 Tahapan perencanaan (Gold 1980)
Tabel 1 Bentuk dan sumber data (lanjutan)
Data Sumber data Cara pengambilan data
Topografi dan kemiringan Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Iklim dan kenyamanan Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Vegetasi dan satwa Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Kualitas visual lanskap Primer Survei lapang
Aspek wisata
Objek dan atraksi Primer dan sekunder Survei lapang dan studi pustaka
Aspek legal
RTRW Sekunder Studi pustaka
Hukum legalitas Sekunder Studi pustaka
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang dikemukakan
oleh Gold (1980). Tahap perencanaannya meliputi kegiatan inventarisasi, analisis,
sintesis dan perencanaan lanskap.
Tahapan Perencanaan Lanskap
Proses perencanaan lanskap sebagai kawasan wana wisata pada lahan bekas
tambang batubara di desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Provinsi
Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut.
1. Persiapan
Persiapan awal meliputi perumusan masalah dan penetapan tujuan
penelitian. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data-data sekunder terkait topik
dan lokasi penelitian. Hasil pada tahap ini berupa proposal penelitian dan
perizinan.
13
*baik=1, sedang=2, buruk=3
Sumber: De Chiara dan Koppleman (1990), USDA (1968) dalam Hardjowigeno
dan Widiatmaka (2007).
2. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui survei atau pengamatan langsung pada tapak, baik
berupa survei atau wawancara. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Data
terkait aspek sumberdaya didapat berdasarkan studi pustaka, dokumen-dokumen
PT BCS berupa peta-peta spasial, data kualitatif, data kuantitatif serta survey
lapang berupa foto-foto kondisi lapang dan wawancara.
3. Analisis
Pada tahap analisis dilakukan setelah data dan informasi yang dibutuhkan
sudah lengkap seperti aspek fisik, biofisik dan aspek sosial. Kegiatan analisis ini
dilakukan untuk menentukan potensi dan kendala, serta pemecahan masalah pada
tapak. Aspek fisik dianalisis secara spasial dan menghasilkan peta kondisi
eksisting, kemiringan lahan dan hidrologi. Analisis aspek sosial dilakukan untuk
mengetahui keinginan, preferensi masyarakat terhadap pengembangan kawasan
bekas tambang sebagai kawasan wana wisata. Analisis ini melihat hasil
wawancara dan data sekunder.
Analisis sumberdaya wisata melihat potensi-potensi pada tapak yang dapat
menjadi objek wana wisata. Menurut Nurisjah (2007) objek wisata adalah andalan
utama bagi pengembangan kawasan wana wisata dan didefinisikan sebagai suatu
keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta
sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Potensi
yang memiliki ciri khas dan estetika yang baik, dapat menjadi objek wisata utama
pada kawasan wana wisata yang secara spasial berupa peta kualitas visual
lanskap.
Tabel 2 Kriteria penilaian dan skor
Aspek Standar kesesuaian Kriteria kesesuaian Skor*
Kondisi
eksisting
Kemiringan
lahan
Hidrologi
- Tapak didominasi oleh lahan terbuka,
tidak terdapat struktur bangunan dan
vegetasi selain ground cover.
- Tapak cukup didominasi oleh
penggunaan lahan terbuka, terdapat
beberapa vegetasi dan struktur
bangunan. Beberapa area reklamasi
masuk pada kriteria ini.
- Tapak dominan dengan bangunan dan
vegetasi.
- Datar dan landai
- Agak curam
- Curam dan terjal
- Tidak terdapat area inlet, outlet
ataupun drainase
- Terdapat inlet, outlet dan drainase
- Area inlet, outlet utama yang rentan
terhadap daya dukung
Sesuai
Cukup sesuai
Tidak sesuai
Sesuai
Cukup sesuai
Tidak sesuai
Sesuai
Cukup sesuai
Tidak sesuai
1
2
3
1
2
3
1
2
3
14
Analisis dilakukan menggunakan metode spasial dan metode deskriptif
kuantitatif. Metode spasial dilakukan terhadap aspek kondisi eksisting,
kemiringan lahan dan hidrologi. Peta analisis yang akan dihasilkan ditentukan
sesuai dengan penilaian dan skor. Kemudian dilakukan overlay untuk
mendapatkan peta komposit. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan pada semua
aspek untuk mengetahui potensi dan kendala pada tapak, kemudian dilakukan
pembahasan mengenai solusi untuk pengembangan potensi dan kendala. Analisis
daya dukung pada tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan
Wibowo (2003), dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
DD = Daya dukung
A = Area yang digunakan wisatawan
S = Standar rata-rata individu
T = Total hari kunjungan yang diperkenankan
K = Koefisien rotasi
N = Jam kunjungan per area yang diijinkan
R = Rata-rata waktu kunjungan
4. Sintesis
Tahap sintesis diperoleh pengembangan tapak yang berdasarkan hasil
analisis spasial maupun deskriptif. Hasil dari sintesis berupa block plan yang
menunjukkan zona pengembangan kawasan, kemudian ditentukan konsep dasar
dan pengembangan konsep. Pengembangan konsep terdiri dari konsep ruang,
konsep aktivitas, konsep fasilitas, konsep sirkulasi dan vegetasi. Penentuan
konsep dasar dan pengembangan konsep ini akan dijadikan sebagai acuan dalam
perencanan kawasan tersebut.
5. Perencanaan Lanskap
Pada tahap ini adalah pengembangan dari rencana blok (block plan) menjadi
rencana lanskap (landscape plan) yang meliputi rencana ruang, sirkulasi, rencana
fasilitas, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan rencana daya dukung. Setelah
diperoleh rencana ruang maka dihitung daya dukung tiap ruang agar jumlah
pengunjung pada kawasan wana wisata tidak melebihi dari kapasiatas yang telah
dihitung dan direncanakan, sehingga dapat menjaga kelestarian dan mendukung
keberlanjutan reklamasi. Tahap ini merupakan kelanjutan dari konsep yang akan
dikembangkan menjadi suatu bentuk perencanaan lanskap yang menggambarkan
berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan atau aktivitas, tata letak dan elemen
lanskap yang sesuai dengan tujuan perencanaannya sebagai kawasan wana wisata.
DD = A/S
T = DD x K
K = N/R
15
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Administrasi dan Geografis
Pulau Sebuku adalah sebuah pulau kecil yang mempunyai luas wilayah
245.5 km2 dengan panjang sekitar 25 km dan lebar sekitar 12 km. Pulau Sebuku
termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Pulau
Sebuku juga merupakan satu wilayah administrasi kecamatan yaitu kecamatan
Pulau Sebuku dengan ibukota kecamatan terletak di Sungai Bali, yang terdiri dari
8 desa yaitu Desa Sekapung, Kanibungan, Mandin, Belambus, Sarakaman, Sungai
Bali, Rampa, dan Tanjung Mangkuk. Selain itu, di daerah Pulau Sebuku juga
terdapat pulau-pulau kecil yang eksotis, antara lain: Pulau Manti, Pulau Samber
Gelap, dan Pulau Lari-larian. Pulau Sebuku terkenal dengan deposit batubara, biji
besi dan minyak bumi yang saat ini sudah dieksploitasi oleh beberapa perusahaan
swasta, antara lain PT Baharai Cakrawala Sebuku (BCS) yang mengelola
pertambangan batubara dan PT Sebuku Iron Lateric Ores (SILO) yang mengelola
biji besi. Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tapak penelitian terletak di kawasan tambang pit Tanah Putih yang berada
pada kordinat 116020’43’’BT dan 3
031’20’’LS. Secara administratif lokasi
tambang pit Tanah Putih terletak di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku,
Provinsi Kalimantan. Secara administratif lokasi tambang pit Tanah Putih terletak
di Desa Mandin, Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Provinsi
Kalimantan. Tambang pit Tanah Putih mulai beroperasi dan secara resmi
mendapatkan izin oleh Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No.
519178.K/25013/DDJP/19986) sekaligus pemegang Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan telah disetujui oleh Menteri
Pertambangan dan Energi pada tanggal 24 September 1996 melalui surat No.
3378.0115/SJ.T/1996. Pada saat ini lokasi pada tapak penelitian sedang dilakukan
proses hydroseeding dan recountouring, yang bertujuan untuk pemulihan kondisi
fisik tanah menggunakan vegetasi penutup tanah dan meminimalkan area dengan
kelerengan yang curam. Lokasi tambang pit Tanah Putih berada di bagian tengah,
sebelah barat Pulau Sebuku dan mempunyai luas sekitar 5 871 ha. Luas area yang
digunakan untuk tapak penelitian pada pit Tanah Putih adalah 181 ha dengan luas
daratan sekitar 130 ha dan luas danau sekitar 51 ha. Danau tersebut terbentuk
akibat dari kegiatan pasca tambang yang mengakibatkan lubang atau cekungan
besar dan terisi air ketika hujan. Danau pada tapak penelitian mempunyai
kedalaman yang bervariasi. Peta batas administrasi desa kecamatan Pulau Sebuku
dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel luas wilayah dan persentase desa di Pulau
Sebuku tahun 2010 bisa dilihat pada Tabel 3. Batas keliling tapak penelitian
antara lain:
1. utara : tambang aktif
2. selatan : hutan produksi
3. timur : area reklamasi
4. barat : hutan produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku
16
Tabel 3 Luas wilayah dan persentase desa di Pulau Sebuku tahun 2010
No Desa Luas (Km2) Persentase (%)
1 Sekapung 37.00 15.07
2 Kanibungan 46.00 18.74
3 Mandin 29.00 11.81
4 Belambus 12.00 4.89
5 Sarakaman 34.00 13.85
6 Sungai Bali 34.00 13.85
7 Rampa 17.00 6.92
8 Tanjung Mangkuk 36.50 14.87
Total 245.50 100.00
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011
Aksesibilitas
Akses menuju ke lokasi tapak penelitian dapat dicapai dengan speed boat
selama 2 jam dari Kotabaru menuju Dermaga Tanjung Kepala (dermaga khusus
yang dibangun oleh PT BCS ). Kemudian dari dermaga Tanjung Kepala ke lokasi
tambang pit Tanah Putih dapat diakses dengan menggunakan kendaraan yang
disediakan oleh perusahaan melalui jalan pengangkutan tambang. Lokasi tambang
PT BCS juga dapat ditempuh dengan pesawat Twin Otter HC-06, Seri 300 selama
55 menit dari Kota Balikpapan.
Sebagian besar akses jalan pada kawasan tambang PT BCS dibangun pada
tahun 1997. Seiring dengan dimulainya kegiatan penambangan, rata-rata kondisi
jalan tersebut mengikuti alur-alur jalan setapak yang telah ada sebelumnya. Pada
kawasan tambang pit Tanah Putih terdiri dari dua tipe jalan, yaitu jalan akses
kegiatan utama tambang yang dilalui oleh kendaraan pengangkutan batubara dan
jalan akses untuk kegiatan observasi yang hanya bisa dilalui kendaraan patroli.
Kondisi jalan menuju tapak penelitian masih dalam bentuk padatan tanah, hal ini
mengakibatkan kondisi jalan berdebu ketika panas dan licin ketika hujan.
Sarana transportasi yang digunakan oleh karyawan untuk menuju lokasi
tapak berupa mobil atau minibus yang telah disediakan oleh pihak perusahaan.
Sedangkan bagi masyarakat untuk sementara ini tidak bisa mengakses secara
langsung menuju lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan lokasi tapak penelitian
yang berada di pit Tanah Putih masih dalam kawasan zona aktif pertambangan.
Desa Mandin adalah desa terdekat dengan jarak sekitar 0.5 km dari lokasi
penelitian. Peta aksesibilitas menuju lokasi tambang Pit Tanah Putih dapat dilihat
pada Gambar 5.
Kependudukan dan Sumber Penghasilan
Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari BAPPEDA Kotabaru,
jumlah penduduk Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011 mencapai 7 832 jiwa.
Penduduk terbanyak di Desa Sekapung yaitu 1 495 jiwa dan wilayah terpadat
terletak di Desa Rampa mencapai 88 jiwa/km2. Desa Mandin, Sarakaman dan
Belambus adalah desa yang letaknya tidak jauh dengan lokasi penelitian. Jumlah
penduduk dari tiga desa tersebut adalah 1 671 jiwa. Rata-rata mata pencaharian
17
selain dalam bidang pertambangan adalah berkebun, dengan komoditas utamanya
adalah karet alam. Peta sumber penghasilan utama kecamatan Pulau Sebuku dapat
dilihat pada Gambar 6. Tabel jumlah dan kepadatan penduduk di kecamatan Pulau
Sebuku bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011
No Desa Penduduk
(Jiwa)
Luas wilayah
(Km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km2)
1 Sekapung 1495 37 40
2 Kanibungan 674 46 15
3 Mandin 533 29 18
4 Belambus 329 12 27
5 Sarakaman 809 34 24
6 Sungai Bali 1354 34 40
7 Rampa 1493 17 88
8 Tanjung Mangkuk 695 36 19
Total 7 832 245 30
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011
Selain dibidang pertambangan, matapencaharian utama penduduk
kecamatan Pulau Sebuku sebagian besar adalah bergerak di bidang pertanian.
Pertanian terbagi menjadi dua, yaitu perkebunan dan perikanan. Komoditas utama
perkebunannya adalah karet alam, sedangkan untuk perikanan komoditas
utamanya adalah perikanan tangkap.
Pendidikan dan Agama
Keberhasilan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
dan kemajuan pembangunan. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi sesuatu
yang wajib bagi masyarakat di Kecamatan Pulau Sebuku. Namun hal tersebut
harus diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dan tenaga
guru yang memadai terlebih lagi karena wilayah Pulau Sebuku merupakan pulau
kecil.
Bentuk upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan di wilayah Pulau
Sebuku terlihat dari fasilitas pendidikan yang ada di kecamatan Pulau Sebuku.
Data dari dinas pendidikan Kotabaru tahun 2011 menyebutkan bahwa terdapat
Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 2 bangunan sekolah dengan dengan jumlah
murid 118 dan 12 guru, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 7 bangunan sekolah dengan
jumlah murid 917 dan 66 guru, SMP sebanyak 2 bangunan dengan jumlah murid
258 dan 26 guru, SMU/SMK sebanyak 2 bangunan dengan jumlah murid 217 dan
21 guru. Jumlah sekolah, kelas, murid dan guru tahun 2010 dapat dilihat pada
tabel 2, sedangkan kondisi pendidikan di kecamatan Pulau Sebuku pada Tabel 3.
Menurut Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pulau Sebuku (2011),
mayoritas penduduk Pulau Sebuku adalah penganut agama Islam yang tercatat
sebanyak 7 159 jiwa dan Kristen 53 jiwa. Terdapat sarana peribadatan seperti 12
masjid, 13 musola, dan 5 pura di kecamatan Pulau Sebuku. Jumlah sekolah, kelas
18
murid, guru dan kondisi pendidikan di kecamatan Pulau Sebuku dapat dilihat pada
Tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Jumlah sekolah, kelas, murid dan guru tahun 2010
No Jenis sekolah Sekolah Ruang
kelas Murid Guru
1 Taman kanak-kanak 2 4 118 12
2 Sekolah dasar 7 45 917 66
3 SLTP 2 12 258 26
4 SMU/SMK 2 7 217 21
Total 13 68 1510 125
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011
Tabel 6 Kondisi pendidikan di Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011
No Desa Tingkat Pendidikan
TK SD SLTP SMU/SMK
1 Sekapung - 1 1 1 2 Kanibungan - 1 - - 3 Mandin - 1 - - 4 Belambus - 1 - - 5 Sarakaman 1 1 - - 6 Sungai Bali 1 1 1 1 7 Rampa - - - - 8 Tanjung Mangkuk - 1 - -
Total 2 7 2 2
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011
Topografi dan Bentuk Lahan
Kondisi topografi wilayah Pulau Sebuku mempunyai beda variasi tinggi dan
permukaan laut yang tidak terlalu besar yaitu >10 mdpl dibagian barat, serta
wilayah tertinggi sekitar 207 mdpl di bagian timur Pulau Sebuku. Karena Pulau
ini relatif sempit maka perbedaan ketinggian dibeberapa tempat terjadi pada jarak
yang dekat sehingga menciptakan beda tinggi yang signifikan. Akibatnya Pulau
ini dijumpai bentuk wilayah yang bervariasi seperti dataran datar, dataran
berombak, bergelombang, dan perbukitan. Menurut analisis (Kajian Lingkungan
Hidup Strategis Pulau Sebuku 2011) bentuk wilayah dataran datar dengan
kemiringan lahan dibawah 3% didominasi oleh dataran lumpur pasang surut
bervegetasi mangrove dan nipah yang menyebar di sisi barat hingga di ujung utara
dan selatan pulau. Bagian tengah pulau didominasi oleh bentuk wilayah dataran
berombak hingga bergelombang dicirikan oleh kemiringan lereng 3-15%. Sebelah
utara pada bagian tengah pulau merupakan bentuk wilayah dataran berbukit
dengan dominasi lereng 15-25%. Sedangkan bentuk wilayah perbukitan dijumpai
dibagian timur Pulau Sebuku yang memiliki lereng terjal >25% terutama di
sepanjang sisi timur pulau yang berbatasan langsung dengan garis pantai.
19
Penggunaan Lahan
Berdasarkan (Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pulau Sebuku 2011),
lahan di Pulau Sebuku sebagian besar merupakan hutan sekunder yang luasnya
8 501 ha. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah alang-alang seluas 5 334 ha
kemudian semak dengan luas 3 700 ha. Bagian wilayah ini lebih banyak
didominasi berupa hutan sekunder bercampur (hutan) karet dengan tingkat
intensitas yang rendah. Penggunaan lahan untuk aktivitas budidaya tidak terlalu
banyak ditemui, terutama kondisi lahan yang kurang sesuai untuk budidaya
tanaman pangan, terutama lahan basah. Sebagaian area termasuk dalam kawasan
konservasi, yaitu hutan lindung. Pusat-pusat permukiman penduduk cenderung
tersebar di daerah yang relatif datar. Sedangkan wilayah yang datar di dominasi
oleh kawasan Cagar Alam Selat Sebuku dengan vegetasi utama berupa mangrove
yang berada pada sisi bagian barat pulau. Peta penggunaan lahan kecamatan Pulau
Sebuku dapat dilihat pada Gambar 7. Sedangkan luas penggunaan lahan di Pulau
Sebuku dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas penggunan lahan di Pulau Sebuku
No Penggunaan Lahan Luas
ha %
1 Alang-alang 5 334.00 21.77
2 Bandara 18.00 0.08
3 Danau 308.00 1.26
4 Hutan bakau 3 770.00 15.39
5 Hutan sekunder 8 501.00 34.70
6 Kebun 226.00 0.92
7 Permukiman 330.00 1.35
8 Rawa 21.00 0.09
9 Semak 3 700.00 15.10
10 Tambak 252.00 1.03
11 Tambang (Operasi produksi) 2 040.00 8.32
Total 24 500.00 100.00
Sumber: Kajian lingkungan hidup strategis Pulau Sebuku tahun 2011
Kawasan Hutan
Kawasan hutan yang ada di Pulau Sebuku ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.453/Menhut-II/2009. Status kawasan hutan
yang ada di Pulau Sebuku yang berupa Areal Penggunaan Lain (APL) atau area
yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas selain perlindungan dan kehutanan
sebesar 2 881 hektar yang berada di bagian utara dan selatan Pulau Sebuku. Luas
APL ini tidak menutup kemungkinana berpotensi untuk pembangunan
infrastruktur, karena Pulau Sebuku banyak memiliki bahan galian tambang.
Bagian barat merupakan cagar alam dengan luas 2 547 ha. Pada bagian timur
merupakan hutan lindung dengan luas 2 063 ha. Cagar alam dan hutan lindung
merupakan wilayah konservasi yang peruntukkan pemanfaatannya harus tetatp
20
Sumber: Kajian lingkungan hidup strategis Pulau Sebuku tahun 2011
menjaga fungsi lindung. Peta status kawasan hutan dan luas kawasan hutan
kecamatan Pulau Sebuku dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 8.
Tabel 8 Luas kawasan hutan di Pulau Sebuku
No Kawasan hutan Luas (ha)
1 Areal penggunaan lain 2 881
2 Cagar Alam 2 563
3 Hutan lindung 2 063
4 Hutan produksi 10 872
5 Hutan produksi konversi 6 171
Jumlah 24 550
Sumber: Kajian lingkungan hidup strategis Pulau Sebuku Tahun 2011
Izin Usaha Pertambangan
Pertambangan yang berlangsung di Pulau Sebuku pada tahun 2011 adalah
pertambangan batubara dan biji besi. Menurut data dari Dinas Pertambangan
Kabupaten Kotabaru pada tahun 2011, terdapat 7 perusahaan pertambangan yang
memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Sebuku, antara lain:
1. PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS)
2. PT Karbon Mahakam (KM)
3. PT Metalindo Bumi Raya (MBR)
4. PT Sebuku Iron Lateristic Ore (SILO)
5. PT Banjar Asri (BA)
6. PT Karya Bumi Sebuku (KBS)
7. PT Cahaya Sebuku Coalindo (CSC)
Beberapa perusahaan diatas telah memiliki izin eksplorasi dan sebagian
sudah memiliki izin eksploitasi. Luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan
di Pulau Sebuku dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan bahan galian yang
ditambang, perusahaan tersebut dapat dibagi menjadi perusahaan tambang
batubara yaitu PT BCS, PT MBR, PT KM, sedangkan perusahaan biji besi yaitu
PT BA dan PT SILO. Selain itu terdapat perusahaan yang sudah memiliki IUP
tetapi statusnya tidak aktif melakukan kegiatan pertambangan yaitu PT KBS dan
PT CSC.
Tabel 9 Luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku
No Izin usaha pertambangan Luas (ha) 1 PT Banjar Asri 3 312 2 PT Bahari Cakrawala Sebuku 14 207 3 PT Cahaya Sebuku Coalindo 1 007 4 PT Karya Bumi Sebuku 1 095 5 PT Karbon Mahakam 168 6 PT Metalindo Bumi Raya 1 173 7 PT Sebuku Iron Lateristic Ore 8 085
Jumlah 29 047
21
Berdasarkan data dari tabel diatas, menunjukkan bahwa PT BCS
mempunyai IUP terbesar dan yang kedua adalah PT SILO. Izin usaha
pertambangan yang diberikan ternyata ada beberapa perusahaan yang memiliki
wilayah tumpang tindih satu sama lain, namun wilayah yang tumpang tindih
tersebut tidak menjadi masalah bagi masing-masing perusahaan. Hal ini karena
dilihat dari segi bahan galian tambangnya hanya berpotensi untuk satu jenis dan
tidak terlalu berpotensi untuk jenis bahan galian yang lain. Misalkan pada daerah
Tanah Putih berpotensi besar untuk Batubara (PT KM), tetapi kandungan biji
besinya (PT SILO) kurang berpotensi. Peta izin usaha pertambangan kecamatan
Pulau Sebuku dapat dilihat pada Gambar 9. Sedangkan Luas area izin usaha
pertambangan perusahaan di Pulau Sebuku dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas Area Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan di Pulau Sebuku
No Izin usaha pertambangan Luas (ha)
1 PT BCS dan PT SILO 1 560 2 PT CSC dan PT BA 1 3 PT CSC dan PT SILO 926 4 PT KBS dan PT BA 1 5 PT KBS dan PT SILO 1 027 6 PT KM dan PT SILO 1 7 PT MBR dan PT SILO 29
*Jumlah 25 504
*Jumlah total lebih luas dari Pulau Sebuku karena adanya tumpang tindih (IUP)
Sumber: Kajian lingkungan hidup strategis Pulau Sebuku tahun 2011
22
Gambar 4 Peta batas administrasi desa Kecamatan Pulau Sebuku
23
Gambar 5 Peta aksesibilitas menuju lokasi tambang pit Tanah Putih
24
Gambar 6 Peta sumber penghasilan utama Kecamatan Pulau Sebuku
25
Gambar 7 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pulau Sebuku
26
Gambar 8 Peta status kawasan hutan Kecamatan Pulau Sebuku
27
Gambar 9 Peta izin usaha pertambangan Kecamatan Pulau Sebuku
28
Gambar 10 Kondisi jalan menuju tapak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Fisik
Lokasi dan Aksesibilitas
Lokasi penelitian terletak di kawasan tambang pit Tanah putih yang berada
pada kordinat 116020’43’’BT dan 3
031’20’’LS. Saat ini lokasi tapak penelitian
sedang dilakukan proses hydroseeding dan recountouring yang bertujuan untuk
meminimalkan area dengan kelerengan yang curam dan pemulihan kondisi fisik
tanah dengan penanaman vegetasi penutup tanah. Desa Mandin adalah desa yang
letaknya paling dekat dari tapak penelitian sekitar 0.5 km. Keberadaan
pemukiman yang dekat dengan lokasi penelitian dapat menjadi mata pencaharian
baru bagi masyarakat sekitar dan sebagai daya tarik bagi pengunjung. Namun,
bagi masyarakat untuk sementara ini tidak bisa mengakses secara langsung
menuju lokasi. Hal ini disebabkan tapak penelitian masih dalam kawasan zona
aktif pertambangan.
Akses menuju lokasi penelitian dapat dicapai dengan menggunakan speed
boat selama 2 jam dari Kotabaru menuju Dermaga Tanjung Kepala (dermaga
khusus yang dibangun oleh PT BCS). Kemudian dari dermaga dilanjutkan dengan
menggunakan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan melalui jalan
pengangkutan tambang. Selain itu, lokasi tambang PT BCS juga dapat ditempuh
dengan pesawat selama 55 menit dari Kota Balikpapan.
Kondisi jalan dari dermaga menuju lokasi penelitian kurang baik dengan
kondisi berupa tanah dan batuan, sehingga kondisi jalan tersebut ketika panas
berdebu, dan licin apabila sedang hujan. Pada musim kemarau dilakukan
penyiraman sepanjang jalan oleh pihak perusahaan untuk mengurangi kadar debu
yang ditimbulkan oleh kendaraan tambang yang melintas. Namun, di sisi lain
jalan ini mempunyai kualitas visual yang cukup baik karena di sepanjang jalan
terdapat pemandangan yang alami seperti rimbunan pohon, rawa dan bentukan
lahan yang berbukit-bukit. Selain itu, biasanya terdapat beberapa ekor binatang
liar yang melintas atau hanya berada di sisi jalan yang ditemui pada titik-titik
tertentu sepanjang jalur jalan menuju lokasi tapak. Oleh karena itu, hal tersebut
sangat potensial sebagai salah satu objek atau daya tarik wisata. Agar dapat
menunjang dalam merencanakan suatu kawasan wana wisata di Pulau Sebuku,
perlu adanya perbaikan kualitas jalan seperti pemadatan tanah, pemberian rambu -
rambu dan penerangan pada jalan untuk mengedepankan faktor keamanan dan
kenyamanan pengguna. Kondisi jalan menuju tapak dan peta analisis lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
29
Gam
bar
11 P
eta
anal
isis
lokas
i pen
elit
ian
30
Kondisi Eksisting Tapak
Menurut laporan RTRW Kabupaten Kotabaru Tahun 2002 (Perda
Kabupaten Kotabaru No. 03 Tahun 2002), areal penambangan PT BCS termasuk
dalam kawasan budidaya tanaman tahunan (perkebunan) dan sebagian areal
kegiatan pertambangan berada di kawasan hutan produksi tetap. Lahan yang
berada di wilayah PT BCS berdasarkan peta status kawasan hutan sebagaimana
yang disajikan dalam AMDAL PT BCS tahun 2006, sebagian merupakan
kawasan hutan dengan rician sebagai berikut (Tabel 11).
Tabel 11 Luas kawasan hutan di dalam Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) PT BCS
No Fungsi Luas (ha)
1 Areal Penggunaan Lain (APL) 869
2 Hutan produksi 1799
3 Hutan produksi konversi 2112
4 Kawasan suaka dan pelestarian alam 936
Sumber: Amdal PT BCS tahun 2006
Berdasarkan SK Menhut No. 453/Kpts-II/1999 semua kawasan tambang di
pit Tanah Putih adalah hutan produksi tetap dan hutan produksi konversi.
Penambangan di pit Tanah Putih berada pada kawasan rawa yang didominasi oleh
semak dan pada sisi bagian barat merupakan Cagar Alam Selat Sebuku. Lahan
bekas tambang tidak selalu dikembalikan seperti peruntukan semula. Hal ini
tergantung pada penetapan tataguna lahan wilayah tersebut. Tataguna lahan bekas
tambang umumnya dijadikan hutan sekunder dengan akses tertutup dan
meninggalkan lubang besar yang semakin lama akan menjadi danau.
Kondisi eksisting pada tapak penelitian meliputi area reklamasi, jalan,
kolam pengendapan (settling pond) dan danau (void). Danau pada tapak
merupakan lubang yang ditimbulkan dari bekas kegiatan pertambangan. Luas
danau adalah 51 ha. Hal ini merupakan suatu potensi daya tarik visual pada tapak
karena danau tersebut sangat luas serta memiliki aliran air yang tenang, dengan
kualitas warna yang cukup bening. Danau tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
irigasi pertanian dan habitat satwa ketika baku mutu air sudah mencapai standar
yang telah ditentukan. Namun pada saat sekarang air danau mempunyai nilai pH
yang tergolong cukup masam. Sehingga memerlukan perlakuan khusus untuk
menurunkan nilai pH agar menjadi normal dan bisa dimanfaatkan secara
maksimal untuk daerah sekitarnya maupun pengembangan aktivitas di atas danau.
Pada bagian barat tebing danau terdapat kontruksi tiang pancang yang
merupakan bekas kegiatan pertambangan dan mempunyai fungsi untuk mencegah
erosi atau longsor sekaligus juga dapat sebagai pembatas antara area tambang
dengan hutan produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku. Pada tapak penelitian
masih menggunakan kolam pengendapan (settling pond) untuk mengurangi
kandungan logam berat dan menurunkan nilai pH yang terkandung pada air danau
bekas tambang sebelum air di alirkan ke perairan umum.
Kondisi jalan pada tapak mempunyai lebar sekitar 10 meter, jalan ini
biasanya digunakan hanya untuk keperluan observasi atau pemantauan kondisi
sekitar tapak oleh pihak karyawan. Kondisi jalan ini sudah cukup baik, namun
ketika hujan kondisi jalan menjadi licin. Hal ini disebabkan karena kegiatan
31
1. Danau dan hutan produksi 2. Kolam pengendapan
3. Jalan tambang pit Tanah Putih 4. Area reklamasi
Gambar 12 Kondisi eksisting tapak
pertambangan pada pit Tanah Putih belum di tutup total sehingga perlu rencana
dan perbaikan kondisi jalan dengan pemadatan lapisan tanah, pemberian rambu-
rambu dan penerangan jalan untuk mendukung faktor keamanan dan kenyamanan
pengguna. Kondisi di sekitar tapak masih dalam proses pemulihan kesuburan
tanah dengan penanaman vegetasi menggunakan metode hidroceeding, sebagian
sudah mulai tumbuh tanaman penutup tanah. Pada bagian timur terdapat area yang
sudah direklamasi dan sudah berumur 3 tahun. Kondisi area reklamasi tersebut
masih terdapat beberapa tanaman yang tumbuh kurang baik, sehingga perlu
dilakukan pemupukan dan penyulaman. Pada area reklamasi ini juga sudah
dilakukan penyisipan tanaman lokal. Peta kondisi eksisting dan analisis kondisi
eksisting pada tapak dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
Pada tahap ini dilakukan analisis hidrologi dengan metode skoring untuk
mengetahui kesesuain dan potensi sebagai pengembangan wana wisata pada tapak
dengan kriteria, yaitu: (1) Sesuai, dengan skor 1 serta standar kesesuainnya adalah
tapak didominasi oleh lahan terbuka, tidak terdapat struktur bangunan dan
vegetasi selain groundcover. Pada area tersebut berpotensi sebagai pengembangan
aktivitas dan fasilitas pada tapak. (2) Cukup sesuai, dengan skor 2 serta standar
kesesuainnya adalah tapak cukup didominasi oleh penggunaan lahan terbuka,
terdapat beberapa vegetasi dan struktur bangunan. Pada area tersebut berpotensi
sebagai pengembangan aktivitas dan fasilitas pada tapak, namun lebih
memperhatikan kondisi eksisting yang bisa dipertahankan. (3) Tidak sesuai,
dengan skor 3 dan standar kesesuainnya adalah tapak didominasi oleh bangunan
maupun vegetasi. Pada area ini berpotensi untuk dijadikan area konservasi untuk
mendukung area sekitarnya. Pada area high wall berpotensi sebagai daya tarik
visual karena mempunyai ciri khas lahan bekas tambang. Kondisi eksisting pada
tapak dapat dilihat pada Gambar 12.
32
Gam
bar
13 P
eta
kondis
i ek
sist
ing t
apak
33
Gam
bar
14 P
eta
anal
isis
kondis
i ek
sist
ing t
apak
34
Gambar 15 Kondisi tanah pada tapak
Jenis dan Karakteristik Tanah
Berdasarkan dokumen AMDAL PT BCS tahun 2005, Jenis tanah di daerah
pit Tanah Putih termasuk entisol atau tanah rawa. Secara umum, tanah tersebut
termasuk dalam jenis tanah yang memiliki kejenuhan basa bervariasi dan nilai pH
berkisar asam hingga alkalin. Jenis tanah entisol cenderung memiliki tekstur kasar
dengan kadar organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan
udara. Tanah entisol mempunyai kelembapan dan pH yang selalu berubah, hal ini
karena tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan. Tanah ini
biasanya sering disebut dengan tanah sulfat masam (cat clay) karena banyak
mengandung asam sulfat yang tinggi sehingga dapat menjadi racun bagi tanaman.
Selain itu, pH masam juga dapat mempengaruhi mudah atau tidaknya unsur hara
yang diserap oleh tanaman, sehingga menyebabkan unsur-unsur hara mikro
menjadi mudah larut. Tanah yang mengandung pH terlalu masam dapat dikurangi
dengan penambahan kapur.
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan lima titik sampel tanah pada
tapak. Metode yang digunakan adalah metode komposit, yaitu dengan
mencampurkan hasil dari pengambilan kelima sampel tanah. Kondisi tanah pada
tapak penelitian telah mengalami perbedaan struktur dari awal sebelum sampai
sesudah proses penambangan. Tanah ini telah terkomposit (overburden) dan
bahan batuan lain selama proses penambangan berlangsung. Sehingga perlu
penambahan tanah pucuk (top soil) pada area yang digunakan sebagai tempat
tumbuh tanaman. Kondisi tanah dan peta pengambilan sampel tanah pada tapak
bisa dilihat pada Gambar 15 dan 17.
Lokasi tambang pit Tanah Putih merupakan area bekas tambang yang baru
saja ditutup sebagian, oleh karena itu, vegetasi pada tapak sangat minim dan hanya
ada pada area yang sudah direvegetasi sebagian, yang terletak di bagian barat.
Kondisi tapak juga masih didominasi oleh hamparan tanah urukan (overburden).
Serta terdapat beberapa titik yang mempunyai kelerengan yang relatif curam serta
rawan akan terjadinya longsor, sehingga perlu proses (recountouring) atau
perataan kondisi tanah sehingga membentuk bentukan yang landai. Lapisan tanah
yang ada di lokasi penelitian sudah tercampur aduk antara lapisan tanah atas dan
bawah atau lapisan dari horizon A, B bahkan C, sehingga secara kimia terjadi
35
pencampuran sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing horizon tersebut.
Secara fisik jelas sangat berbeda dari kondisi awalnya karena terjadi perusakan
struktur pada tanah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa tanah hasil penutupan
kembali pada lokasi pertambangan batubara memiliki tingkat kesuburuan yang
rendah baik dari sifat fisik maupun kimia. Hasil analisis sifat kimia dan fisik tanah
bisa dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.
Tabel 12 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Tanah Sangat
Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
Ph 4,5-5,5 *5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
C
organik
<1,00 *1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00
N Total *<0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 >0,75
Rasio
C/N
<5 5-10 11-15 16-25 *>25
Kation dapat ditukar
Ca <2 2-5 6-10 *11-20 >20
Mg <0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 *>8-0
K <0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 *>1,0
Na <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 *>1,0
KTK <5 *5-16 17-24 25-40 >40
Al-Hdd
Al 3+
*<10 10-20 21-30 31-60 >60
*range angka hasil uji laboratorium analisis tanah
Hasil laboratorium analisis tanah menunjukkan bahwa nilai pH H20 sebesar
6. Hal ini bisa dikatakan bahwa pH bersifat agak masam dan banyak mengandung
konsentrasi mion H+ di dalam tanah. pH dapat menentukan mudah tidaknya unsur
hara dapat diserap oleh tanaman baik unsur hara mikro maupun makro. Unsur
hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dengan jumlah tidak
terlalu banyak. Jika terlalu banyak maka akan menjadi racun bagi tanaman. pH
diatas bersifat agak masam mengakibatkan unsur hara mikro agak mudah larut,
sehingga ditemukan unsur hara mikro yang tidak terlalu banyak dan masih bisa
diterima dengan baik oleh tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan
sifat kimia yang selalu terkait dengan tingkat kesuburan tanah. Tanah yang
mempunyai KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik
dari pada tanah dengan KTK rendah. Nilai KTK pada tabel diatas termasuk dalam
kriteria tinggi dan didominasi oleh kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na
(kejenuhan basa tinggi) yang dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Berdasarkan analisis tanah yang diukur dengan segitiga tekstur tanah
menunjukkan bahwa tanah di wilayah tambang pit Tanah Putih umumnya
bertekstur liat dengan tingkat kesuburan rendah. Ditinjau dari fraksi tanah di
wilayah studi merupakan tekstur tanah yang ideal karena tanah bertekstur liat
mempunyai daya lekat (kohesif) yang sangat tinggi. Tanah bertekstur liat yang
tinggi, dalam keadaan basah mudah menjadi lumpur tetapi dalam keadaan kering
menjadi keras dan berbongkah. Segitiga struktur tanah bisa dilihat pada Gambar
16.
36
Gambar 16 Segitiga tekstur tanah
Tabel 13 Hasil analisis sifat fisik tanah
Bulkdensity
(g/cm3)
Porositas
(%)
Kadar Air (% Volume) pada PF Air
Tersedia
Permeabilitas
(cm/jam) PF1 PF2 PF
2,54
PF 4,2
0.96 63.68 50.46 42.31 34.26 15.21 19.05 54.26
Bobot isi merupakan indikator kepadatan tanah. Makin tinggi nilai bobot isi
pada tanah maka makin sulit akar tanaman untuk menembus. Pada umumnya
bobot isi berkisar 1.1–1.6 g/cc. (Hardjowigeno Sarwono 2013). Pada hasil analisis
laboratorim pada tabel diatas, nilai bulk density pada tapak adalah 0.96 g/cm3.
Nilai tersebut tergolong rendah sehingga tanah mudah ditembus oleh akar
tanaman.
Nilai porositas tanah pada tapak tergolong tinggi yaitu 63.68 %, sehingga
sangat baik untuk mendukung daya serap tanah terhadap air permukaan tanah.
Kadar air pada PF yang ideal untuk tanaman terletak pada kondisi PF 2.54%
dengan nilai 34.26%. Hal ini disebabkan karena kandungan air yang ada di dalam
tanah cukup untuk diserap oleh tumbuhan. Namun pada kondisi PF 4.2 dengan
nilai 15.21% tanaman akan mengalami fase layu permanen jika keseterdiaan air
pada tanah kurang dari 15.21 % dari volume, dan mengakibatkan kematian pada
tanaman. Menurut Hammer (1978), nilai permeabilitas >25.4 cm/jam masuk pada
kriteria cepat. Permeabilitas adalah laju aliran air ke dalam tanah baik secara
vertikal maupun horisontal yang diserap oleh tanaman. Permeabilitas tanah pada
tapak masuk dalam kriteria cepat dengan nilai 54.26 cm/jam.
Karakter fisik tanah pada lahan bekas tambang sangat berbeda dengan
karakteristik fisik tanah pada umumnya. Tanah pada lahan bekas tambang sudah
mengalami kerusakan baik secara fisik maupun kimia. Dari uraian diatas bahwa
kondisi tanah pada tapak masih kurang subur akibat dari kegiatan bekas tambang,
sehingga memerlukan beberapa usaha untuk meningkatkan kualitas tanah tersebut.
Restorasi lahan bekas tambang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah
yang sudah rusak. Upaya restorasi lahan dapat dilakukan dengan cara rekontruksi
lahan, pengelolahan tanah pucuk maupun penanaman tanaman penutup tanah.
37
Gam
bar
17 P
eta
lokas
i p
engam
bil
an s
ampel
tan
ah
38
Topografi dan Kemiringan Lahan
Kondisi topografi pada wilayah tambang pit Tanah Putih mempunyai variasi
ketinggian dari permukaan laut yang tidak terlalu besar yaitu 10 mdpl. Hal ini
disebabkan karena pasca kegiatan penambangan hasil penimbunan overburden.
Kemiringan lereng paling curam pada tapak ditunjukkan pada batas antara danau
(void) dengan hutan produksi serta cagar alam yang dibatasi oleh tembok yang
terdiri dari deretan tiang pancang (retaining wall) yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya longsor. Kondisi hidrologi pada tapak dapat dilihat pada Gambar 18.
Luas area tiap presentase kemiringan lahan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Luas area tiap persentase (%) kemiringan lahan tapak
No Tingkat kemiringan Persentase (%) Luas area (Ha)
1 Datar 0-8 96.6
2 Landai 8-15 24.8
3 Agak curam 15-30 5.6
4 Curam 30-45 2.2
5 Terjal >45 0.8
Sumber: Peraturan direktur jenderal bina pengelolaan daerah aliran sungai dan
perhutanan sosial. No. P.4/V-SET/2013
Tingkat kemiringan lahan pada tapak beragam dan keadaan topografi pada
tapak umumnya relatif datar. Pada persentase kemiringan 0-8% memiliki luas
terbesar pada tapak, dan pada area ini termasuk dalam kategori kemringan datar.
Oleh karena itu, area ini berpotensi dan sesuai untuk pengembangan aktivitas dan
fasilitas pada tapak. Persentase kemiringan 8-15% memiliki luas terbesar kedua
pada tapak dengan kategori kemiringan agak curam. Pada area ini berpotensi dan
sesuai untuk pengembangan aktivitas dan fasilitas pengunjung yang tidak terlalu
padat. Persentase kemiringan 15-30% memiliki luas terbesar ketiga pada tapak
yang termasuk dalam kategori agak curam dan berpotensi sebagai area
pengembangan aktivitas pengunjung, tetapi harus lebih mengedepankan faktor
keamanan bagi pengunjung. Persentase kemiringan antara 30-45% pada tapak
yang termasuk dalam kategori curam, area ini masih dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan tapak, yaitu berpotensi dengan dijadikan sebagai area konservasi
untuk memperkuat area dengan dinding tebing yang curam sekaligus dapat
dimanfaatkan sebagai daya tarik visual lanskap. Sedangkan pada persentase
kemiringan >45% merupakan area dengan luas terkecil pada tapak yaitu 0.8 yang
termasuk dalam kategoti tingkat kemiringan terjal. Pada area tersebut dapat
dimanfaatkan khususnya pada high wall yang berpotensi sebagai daya tarik visual
lanskap serta mempunyai karakter kuat sebagai ciri kekhasan area bekas tambang
tambang. Perlu adanya perlakuan khusus pada daerah high wall untuk mencegah
terjadinya erosi atau longsor dengan metode penanaman vegetasi seperti
hydroseeding.
Hydroseeding adalah metode revegetasi atau penanaman kembali pada lahan
yang kritis seperti lahan bekas tambang dengan menggunakan media air yang
dicampur dengan berbagai macam biji seperti sorgum, kacanga-kacangan dan
padi. Metode tersebut biasanya digunakan pada lahan kritis seperti lahan bekas
tambang yang berfungsi untuk pemulihan kondisi tanah agar cepat kembali
39
1. Kondisi datar dan landai 2. Kondisi agak curam
3. Kondisi curam dan terjal
Gambar 18 Kondisi kemiringan lahan di lokasi tambang pit Tanah Putih
menjadi stabil sebelum ditanami pohon. Secara umum kondisi tapak relatif datar
dan terdapat beberapa titik yang memliki lahan relatif bergelombang sehingga
dapat menjadi potensi visual serta mencegah kemonotonan pada tapak. Pada area
yang bergelombang sebaiknya dimanfaatkan untuk aktivitas atau kegiatan yang
bersifat pasif karena memiliki kemiringan yang relatif curam sehingga dapat
membahayakan pengguna dan rawan longsor. Peta topografi dan klasifikasi kelas
kemiringan lahan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
Bentuk topografi dan kelas kemiringan lahan merupakan salah satu faktor
penting untuk menganalisis kesesuaian aktivitas dan fasilitas yang akan
dikembangkan pada tapak. Selain itu, hal tersebut juga terkait dengan faktor yang
menentukan kenyamanan dan keamanan pengunjung pada tapak. Oleh karena itu
pada tahap ini dilakukan analisis kemiringan lahan dengan metode skoring untuk
mengetahui kesesuain dan potensi pada tapak dengan kriteria, yaitu: (1) Sesuai,
dengan skor 1 serta standar kesesuainnya adalah datar dan landai. Pada area
tersebut berpotensi sebagai pengembangan aktivitas dan fasilitas dengan tingkat
pengunjung yang tidak terlalu padat. (2) Cukup sesuai, dengan skor 2 serta standar
kesesuaiannya adalah agak curam. Pada area tersebut masih berpotensi sebagai
pengembangan aktivitas pada tapak, namun lebih mengedepankan faktor
keamanan para pengunjung. (3) Tidak sesuai, dengan skor 3 dan standar
kesesuainnya curam dan terjal. Pada area ini berpotensi untuk dijadikan area
konservasi untuk memperkuat area yang curam agar tidak terjadi erosi atau
longsor, kemudian pada area high wall berpotensi sebagai daya tarik visual yang
mempunyai ciri khas lahan bekas tambang.
40
Gam
bar
19 P
eta
topogra
fi
41
Gam
bar
20 P
eta
kla
sifi
kas
i kel
as k
emir
ingan
lah
an
42
Gam
bar
21 P
eta
anal
isis
kem
irir
ngan
lah
an
43
1. Outlet utama danau 2. Kondisi perairan danau
3. Kolam pengendapan
Gambar 22 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih
Hidrologi
Pertambangan batubara yang menggunakan sistem pertambangan terbuka
akan menimbulkan lubang besar pada tanah, ketika hujan lubang tersebut dapat
menampung air sehingga membentuk suatu danau. Danau pada tapak penelitian
juga ditimbulkan akibat dari kegiatan pasca tambang yang dilakukan oleh pihak
perusahaan. Lokasi tapak penelitian mempunyai danau dengan luas 51 ha dan
kedalaman mencapai -85 m. Air pada danau berasal dari curah hujan yang
tertampung dan tinggi maksimum air berada pada titik 10 mdpl. Outlet dari danau
menuju ke arah utara yang mengalir melalui parit dan menuju ke Sungai
Sarakaman. Terdapat beberapa inlet kecil yang berasal dari air permukaan (run
off) sekitar tapak. Inlet kecil yang berasal dari aliran permukaan tersebut perlu
diperhatikan karena alirannya melalui area yang masih belum padat tanahnya
sehingga memungkinkan terjadinya erosi atau longsor kecil pada beberapa bagian
area tersebut.
Menurut (AMDAL PT BCS 2006), ada tiga sungai yang mempunyai
peran sangat penting sehubungan dengan adanya kegiatan penambangan di pit
Tanah Putih yaitu: Sungai kanibungan, Sungai Tarusan, dan Sungai Sarakaman.
Namun dari ketiga sungai tersebut, Sungai Sarakaman merupakan sungai yang
jaraknya paling dekat dengan lokasi penelitian, sehingga Sungai Sarakaman dapat
tercemar dari kegiatan penambangan di daerah pit Tanah Putih karena merupakan
badan air penerima air limbah yang paling dekat dari lokasi pertambangan.
Kondisi hidrologi pada tapak bisa dilihat pada Gambar 22. Peta hidrologi bisa
dilihat pada Gambar 23.
44
Sistem pengelolaan hidrologi yang diterapkan pada lokasi penelitian
adalah menggunakan kolam pengendapan (settling pond), sistem ini bertujuan
untuk menampung air hasil pompa yang berasal dari danau kemudian masuk ke
kolam pengendapan dengan pemberian kapur, kemudian mengalir menuju kolam
berikutnya. Setelah air berada pada kolam terakhir, air harus di lakukan
pengamatan kandungan pH dan logam berat sesuai dengan ketentuan nilai yang
telah ditetapkan baku mutunya sebelum air dialirkan ke perairan umum.
Sementara ini saluran pembuangan air dari danau masih dilakukan secara
mekanik dengan menggunakan mesin pompa yang disalurkan menuju kolam
pengendapan (settling pond). Penggunaan mesin pompa selain mengalirkan air
dari danau menuju ke kolam pengendapan juga untuk menjaga kestabilan
ketinggian air agar tetap sesuai pada titik ketinggian yang diharapkan, sehingga
tidak mengganggu dan membahayakan kegiatan pertambangan yang masih aktif
yang berada disebelah utara lokasi penelitian.
Kualitas air pada danau masih dalam kategori buruk, hasil laboratorim
penilaian kandungan pH dan zat kimia seperti Fe, Mn, dan Al pada kolam
pengendapan lebih rendah dibandingkan dengan air yang ada di danau. Nilai pH
airnya adalah 4 dan tergolong masam. Hal ini disebabakan karena tingginya kadar
ion H+ dalam air danau. pH yang bersifat asam mempunyai pengaruh kurang baik
untuk tanaman atau tanah yang ada disekitar tapak. Salah satu perlakuan untuk
menaikkan nilai pH agar menjadi pH netral, pihak PT BCS membuat kolam
pengendapan yang terdiri dari 4 baris kolam dan menambahkan kapur untuk
menaikkan nilai pH menjadi netral sebelum air mengalir ke perairan umum
disekitar tapak. Sedangakan untuk mengurangi kandungan logam berat yang ada
dalam air bisa menggunakan metode filtrasi dengan jenis tanaman seperti eceng
gondok (Eichornia crassipes), tifa (Typha angustifolia) dan apu-apu (Pistia
stratiotes) yang ditanam di kolam pengendapan. Namun hal ini juga perlu
pemeliharaan dan pengendalian secara intensif terhadap pertumbuhan tanaman
tersebut agar tidak menjadi hama atau juga bisa menjadi penghambat laju aliran
air karena banyaknya tumbuhan yang tumbuh pada kolam pengendapan. Namun
pemantauan harus tetap dilakukan untuk menjaga baku mutu nilai pH dan
kandungan logam air agar tetap stabil sebelum dialirkan ke perairan umum.
Pada tahap ini dilakukan analisis hidrologi dengan metode skoring untuk
mengetahui kesesuain dan potensi untuk pengembangan wana wisata pada tapak
dengan kriteria, yaitu: (1) Sesuai, dengan skor 1 serta standar kesesuainnya adalah
tidak terdapat inlet, outlet, ataupun drainase. Pada area tersebut berpotensi sebagai
pengembangan aktivitas dan fasilitas pada tapak. (2) Cukup sesuai, dengan skor 2
serta standar kesesuainnya adalah terdapat inlet, outlet, ataupun drainase. Pada
area tersebut berpotensi sebagai pengembangan aktivitas dan fasilitas pada tapak.
Pada area tersebut masih berpotensi sebagai pengembangan aktivitas pada tapak,
namun lebih mengedepankan faktor keamanan para pengunjung. (3) Tidak sesuai,
dengan skor 3 dan standar kesesuainnya adalah terdapat inlet, outlet yang rentan
terhadap daya dukung. Pada area ini berpotensi untuk dijadikan area konservasi
untuk memperkuat area yang curam agar tidak terjadi erosi atau longsor,
kemudian pada area high wall berpotensi sebagai daya tarik visual yang
mempunyai ciri khas lahan bekas tambang. Peta analisis hidrologi dapat dilihat
pada Gambar 24.
45
Gam
bar
23 P
eta
hid
rolo
gi
46
Gam
bar
24 P
eta
anal
isis
hid
rolo
gi
47
Gambar 25 Grafik curah hujan bulanan daerah Pulau Sebuku periode 2004
(sumber: AMDAL PT BCS Tahun 2006)
Iklim
Berdasarkan (AMDAL PT BCS 2006) daerah sekitar Pulau Sebuku
merupakan daerah hujan tropis. Hal ini ditandai dengan adanya pergantian dua
musim, yaitu musim penghujan pada bulan Desember – Mei dan musim kemarau
pada bulan Juni – November. Intensitas hujan bervariasi dari rendah sampai tinggi
dengan durasi waktu pendek sampai panjang. Daerah tropis faktor iklim
terpenting yang menentukan besarnya tanah tererosi adalah hujan. Menurut
(Kohnke 1968), Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi adalah intensitas
hujan, lama hujan, total curah hujan, energi kinetik hujan, ukuran butir, kecepatan
dan bentuk jatuhnya hujan serta distribusi hujan.
Grafik di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata hujan bulanan periode
2004. Rata-rata hujan bulanan pada grafik tersebut adalah 184 mm/bulan dengan
curah hujan tertinggi pada bulan Maret sebesar 387 mm/bulan dan curah hujan
terendah pada bulan Agustus 3 mm/bulan. Menurut klasifikasi Oldeman, bulan
basah adalah bulan dengan curah hujan >200 mm dan bulan kering adalah bulan
dengan curah hujan <100 mm. Berdasarkan curah hujan bulanan daerah Pulau
Sebuku periode 2004, terdapat 4 bulan kering dan 8 bulan basah. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap masyarakat dalam memenuhi ketersediaan air pada bulan-
bulan kering.
Kondisi Suhu udara pada siang hari di daerah sekitar tambang PT BCS
berkisar antara 29oC - 33
oC dan kelembapan juga pada siang hari berkisar antara
47.5% - 68%. Suhu tertinggi dan kelembapan terendah terjadi di lokasi tambang
pit Tanah Putih. Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah yang
terbuka. Lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan September dan
terendah pada bulan Desember. Kondisi sinar matahari yang panas pada siang hari
dapat dikurangi dengan pemanfaatan vegetasi untuk menciptakan iklim mikro
yang nyaman. Menurut Brooks (1998), untuk mengontrol intensitas sinar matahari
dapat digunakan vegetasi yang dapat menghasilkan bayangan dan dapat
mengurangi radiasi matahari. Rata-rata lama penyinaran matahari termasuk
050100150200250300350400450
Januari
Februari
Maret
April M
eiJuni Ju
li
Agustus
September
Oktober
November
Desember
48
Pengaruh vegetasi terhadap intensitas penyinaran
Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro (Brooks 1988)
Gambar 26 Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro (Brooks 1988)
sedang yaitu 50.78%, sehingga daerah ini sering berawan. Lama penyinaran
matahari <50% terjadi antara bulan November sampai dengan April. Angin
terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara, angin bergerak dari yang
bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Hal ini bisa disebabkan
karena pengaruh lokasi Pulau Sebuku terletak dekat garis khatulistiwa. Pengaruh
vegetasi terhadap iklim mikro menurut (Brooks, 1988) dapat dilihat pada Gambar
26.
49
Gambar 27 Kondisi hidrologi di lokasi tambang pit Tanah Putih
Kualitas Visual Lanskap
Area lanskap bekas tambang pit Tanah Putih merupakan area yang
berbatasan langsung dengan hutan produksi dan cagar alam, sehingga daerah ini
sangat rentan terjadi perubahan ekosistem. Pada sisi bagian barat yang berbatasan
langsung dengan hutan produksi dan cagar alam, pihak perusahaan membangun
retaining wall yang berupa deretan tiang pancang untuk memisahkan area
tambang dengan cagar alam dan berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi atau
longsor pada sisi-sisi dinding tebing danau. Hal tersebut dapat menciptakan suatu
bentukan lanskap yang unik pada dinding tepi danau. Vegetasi eksisiting yang
berada di kawasan cagar alam dan hutan produksi adalah vegetasi mangrove.
Kumpulan vegetasi tersebut membentuk suatu greenbelt dengan panjang sekitar 1
km. Pada bagian timur tapak terdapat area reklamasi yang sudah berumur 3 tahun.
Area tersebut sudah dilakukan program penyisipan tanaman lokal seperti alaban
(Viteks pubescens), karet alam (Hevea brasiliensis), dan gamal (Glerisidia
maculate). Lokasi tapak penelitian ini juga terdapat danau yang cukup luas akibat
dari kegiatan penambangan, sehingga berpotensi dapat mendatangkan satwa untuk
singgah atau bisa menjadi habitatnya. (Gambar 27).
4. Area reklamasi bagian timur
tapak
1. Retaining wall pada tebing danau 2. Vegetasi mangrove bagian barat
3. Bentukan linier vegetasi mangrove
50
Gam
bar
28 P
eta
anal
isis
vis
ual
lan
skap
51
Aspek Biofisik
Vegetasi
Revegetasi perlu dilakukan pada area bekas tambang dengan lahan terbuka,
hal ini mempunyai tujuan untuk mengembalikan penutupan lahan serta pemulihan
kesuburan tanah. Pemilihan vegetasi terhadap lahan pasca tambang sangat penting
baik berupa syarat tumbuh maupun fungsi dari vegetasi tersebut. Peran vegetasi
sangat penting bagi pemuliaan kesuburan tanah maupun kestabilan lereng.
Vegetasi dengan perakaran yang memencar dalam topsoil akan melindungi tanah
dari erosi karena pengikatan partikel-partikel tanah oleh akar. Selain itu, vegetasi
juga dapat menyerap dan menyimpan air dengan daya serap tinggi dan tingkat
transpirasi rendah sehingga dapat mengkonservasi tanah dan air.
Pada bagian timur tapak terdapat sebagian area yang sudah direklamasi dan
sudah berumur 3 tahun dengan ketinggian pohon rata-rata 7-15 m. Pohon yang
ditanam diantaranya akasia, johar, lamtoro dan trembesi. Beberapa tanaman lokal
sudah disisipkan pada area tersebut. Perlu adanya perlakuan khusus terhadap
tanaman lokal dengan pemberian pupuk dan penyulaman terhadap tanaman yang
mati. Pada area reklamasi banyak terdapat jenis tanaman cepat tumbuh, sehingga
perlu adanya variasi tanaman lain untuk saling mendukung pertumbuhan dan
menambah nilai estetika, serta lebih dikhususkan pada tanaman lokal.
Sebagain besar wilayah tambang pit Tanah Putih adalah daerah rawa dan
banyak terdapat semak-semak serta hanya sedikit vegetasi lain yang tersebar pada
tempat tertentu. Diantaranya rumput bluntas (Pluchea indica), genjoran (Digitaria
sanguinalia), nipah (Nipa fruticans) dan pakis rawa (Ceratopteris thalictroides).
Pada daerah hutan produksi didominasi oleh vegetasi mangrove, kemudian pada
bagian timur terdapat area reklamasi yang sudah dilakukan proses penyisipan
tanaman lokal seperti alaban (Viteks pubescens), karet alam (Hevea brasiliensis),
dan gamal (Glerisidia maculate). Kondisi vegetasi pada tapak bisa dilihat pada
Gambar 29.
Tabel 15 Jenis pohon yang ditanam di area reklamasi PT BCS
No Nama lokal Spesies Jenis
1 Madang bakau Madang Bakau Lokal
2 Pulantan Alstonia scholaris Lokal
3 Karet Hevea brasiliensis Lokal
4 Sungkai Peronema canescens Non lokal
5 Kemiri Aleurites moluccana Lokal
6 Sengon Paraserianthes falcataria Non lokal
7 Rambutan Nephelium lappaceum Lokal
8 Mangga Mangifera indica Lokal
9 Gamal Glerisidia maculate Lokal
10 Jambu mente Anacardium occidentale Lokal
11 Jambu hutan Eugenia sp. Lokal
12 Akasia Accacia mangium Non lokal
13 Cempedak Arthocarpus cempeden Lokal
14 Alaban Viteks pubescens Lokal
Sumber: Rencana pentutpan lahan PT BCS tahun 2012
52
Gambar 29 Kondisi vegetasi pada tapak
Satwa
Satwa yang berada pada lokasi tambang pit Tanah Putih terdiri dari 4 jenis
species yaitu: mamalia, reptil, amphibi dan aves. Jenis spesies mamalia yang
dilihat di sekitar tapak adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), babi
hutan (Sus barbatus), tupai (Sundasciurus lowii) dan bekantan (Nasalis larvatus).
Kemudian pada reptil ditemukan biawak (Veranus salvator), kadal hijau (Mabuia
multifasciata), ular hijau (Hemalophagus hannak). Pada species amphibi hanya
ditemukan katak hujan (Rana.sp). Sedangkan pada aves ditemukan elang bondol
(Haiantus indus). Namun keberadaan satwa tersebut akan terganggu seiring
dengan berjalannya perluasan daerah pertambangan. Hal ini bisa di kendalikan
dengan proses reklamasi lahan bekas tambang dengan memperhatikan jenis
vegetasi dan disesuaikan dengan habitat dan kebutuhan satwa yang ada di sekitar
tapak, sehingga satwa-satwa tersebut dapat kembali ke dalam habitat asalnya.
Satwa di lokasi tambang pit Tanah Putih bisa dilihat pada Gambar 26
Tabel 16 Jenis mamalia yang berada di kawasan tambang PT BCS
No Nama lokal Nama ilmiah
1 Tikus besar lembah Sundamys muelleri
2 Babi hutan Sus barbatus
3 Rusa Cervus unicolor
4 Kera kecil Hylobates muelleri
5 Monyet ekor panjang Cynogale bennetti
6 Berang-berang Paradoxurus hermaphroditus
7 Musang Sundasciurus lowii
8 Tupai Callosciunus orates
9 Bajing Nycticebus coucang
10 Bekantan Nasalis larvatus
Sumber: Rencana penutupan lahan PT BCS tahun 2012
1. Tanaman akasia pada tapak 2. Kondisi vegetasi bagian barat
53
Tabel 17 Jenis reptil yang berada di kawasan tambang PT BCS
No Nama lokal Nama ilmiah
1 Kadal tanah Calotus jubatus
2 Biawak Veranus salvator
3 Kadal hijau Mabuia multifasciata
4 Ular tadung Ophiophagus hannak
5 Ular air Hemalophagus hannak
6 Ular hijau Leptophis ahaetulla
7 Ular sawah Bangarus fasciatus
Sumber: Rencana pentupan lahan PT BCS tahun 2012
Tabel 18 Jenis burung yang berada di kawasan tambang PT BCS
No Nama lokal Nama ilmiah
1 Bondol rawa Lonchura malacca
2 Layang-layang batu Hirundo tahitia
3 Cinenen kelabu Orthomus rufficeps
4 Merbah gunung Pycnonotus flavescens
5 Kucica kampung Copsychus saularis pluto
6 Madu bakau Nectarinia calcostetha
7 Elang bondol Halantus indus
Sumber: Rencana pentupan lahan PT BCS tahun 2012
Tabel 19 Jenis amfibi yang berada di kawasan tambang PT BCS
No Nama lokal Nama ilmiah
1 Katak hujan Rana sp
2 Katak hijau Rana limnocharis
3 Katak coklat Rana erythraea
4 Timpakul Periopthalmus
5 Kura-kura Novemradiatus Orilitia sp
Sumber: Rencana pentupan lahan PT BCS tahun 2012
Kondisi tapak untuk sekarang ini masih merupakan lahan bekas tambang
yang baru, sehingga pada tapak sangat sulit dijumpai satwa yang dulu merupakan
habitat aslinya. Hal ini disebabkan oleh faktor habitat yang rusak, ketersediaan
makanan berkurang khususnya vegetasi yang sebagai sumber makanan dan tempat
beristirahat sudah tidak ada akibat dari kegiatan pertambangan. Seiring dengan
berjalannya proses reklamasi pada tapak, satwa-satwa tersebut akan kembali lagi
ke habitat awalnya dengan syarat proses reklamasi juga memperhitungkan aspek
fisik dan biofisik sehingga dapat mengembalikan lahan seperti semula dengan
menyediakan vegetasi yang bisa menjadi habitat, tempat istirahat dan bisa
meningkatakan ketersediaan makanan bagi satwa-satwa tersebut.
54
Gambar 30 Satwa pada tapak
Sumber: BAPPEDA Kotabaru Kalimantan Selatan tahun 2011
Aspek Sosial
Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011 mencapai 7 832
jiwa dengan kepadatan lebih kurang 30 jiwa/ Km2. Penduduk terbanyak di Desa
Sekapung yaitu 1 495 jiwa dan wilayah tambang pit Tanah Putih sebagai tapak
penelitian berada di Desa Mandin. Jumlah dan kepadatan penduduk Pulau Sebuku
bisa dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan Pulau Sebuku tahun 2011
No Desa Penduduk
(Jiwa)
Luas
Wilayah
(Km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km2)
1 Sekapung 1495 37 40
2 Kanibungan 674 46 15
3 Mandin 533 29 18
4 Belambus 329 12 27
5 Sarakaman 809 34 24
6 Sungai Bali 1354 34 40
7 Rampa 1493 17 88
8 Tanjung Mangkuk 695 36 19
Total 7832 245 30
2. Monyet ekor panjang
(Cynogale bennetti) 1. Bondol rawa
(Lonchura malacca )
3. Bekantan
(Nasalis larvatus)
55
Lokasi penelitian terletak di Desa Mandin, sedangkan Desa Sarakaman dan
Belambus adalah desa yang jaraknya kurang lebih 1-2 km dari tapak penelitian.
Jumlah dan penduduk Desa Mandin adalah 533 jiwa, Belambus 329 jiwa,
Sarakaman 809 jiwa. Rata-rata mata pencaharian penduduk dua desa tersebut
selain menjadi karyawan PT BCS adalah berkebun salah satu komoditasnya adalah
karet alami dan perikanan tangkap.
Perilaku dan Keinginan Penduduk
Perilaku dan kebiasaan masyarakat sebuku selain melaut adalah berkebun.
Hal ini dipengaruhi oleh letak geografis Pulau Sebuku yang berada di tengah laut.
Selain di bidang pertambangan, matapencaharian utama penduduk Kecamatan
Pulau Sebuku sebagian besar bergerak di bidang pertanian. Pertanian terbagi
menjadi dua, yaitu perkebunan dan perikanan. Komoditi utama perkebunannya
adalah karet alam, sedangkan untuk perikanan komoditi utamanya adalah
perikanan tangkap. Klasifikasi wilayah dengan matapencaharian utama penduduk
di Kecamatan Pulau Sebuku dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Matapencaharian utama masyarakat pulau sebuku
No Desa Sumber penghasilan utama Komiditi utama
1 Sekapung Pertambangan Perikanan Tangkap
2 Kanibungan Pertambangan Karet
3 Mandin Pertanian Karet
4 Belambus Pertanian Karet
5 Sarakaman Pertanian Karet
6 Sungai Bali Pertanian Karet
7 Rampa Pertanian Perikanan
8 Tanjung Mangkuk Pertanian Karet
Sumber: BAPPEDA Kotabaru, Kalimantan Selatan tahun 2011
Desa Mandin, Sarakam dan Belambus adalah desa yang jaraknya paling
dekat dengan lokasi penelitian. Kegiatan pada waktu luang yang biasanya
dilakukan oleh penduduk ketiga desa tersebut adalah berkebun, dan memancing.
Hasil wawancara tertutup di dua desa yaitu Desa Mandin dan Belambus bahwa
masyarakat mengetahui tentang program penutupan lahan pasca tambang
(reklamasi), sebagian pendapat masyarakat setuju jika pada area bekas tambang di
jadikan suatu kawasan wana wisata. Hal ini didasari keinginan masyarakat tentang
adanya kawasan wisata di daerah Pulau Sebuku, karena kebanyakan masyarakat
Pulau Sebuku melakukan kegiatan rekreasi ke Kotabaru yang membutuhkan waktu
sekitar 2 jam dengan biaya transportasi yang relatif mahal. Rencana tersebut
didukung dengan keikutsertaan dan partisipasi masyarakat seperti menyediakan
alat transportasi, penginapan dan menjaga area reklamsi dengan cara ikut menanam
bibit karet dan durian pada area reklamsi. Rencana perencanaan wana wisata ini
selain memberikan dampak ekonomi terhadap wilayah Kecamatan Pulau Sebuku
juga secara tidak langsung dapat mempercepat pemulihan lahan bekas tambang
menjadi lahan yang stabil, baik aspek fisik dan biofisiknya serta mendukung dari
keberlanjutan proses reklamasi.
56
Aspek Wisata
Kegiatan pertambangan menimbulkan bentukan lahan yang berbeda dengan
bentuk sebelumnya baik secara fisik maupun kimia. Dampak dari kegiatan
pertambangan yang paling terlihat jelas adalah perubahan pada bentuk permukaan
lahan (landform) seperti lubang dan dinding tebing yang terjal. Namun hal
tersebut dapat menjadi suatu daya tarik kekhasan tambang. Beberapa potensi
peninggalan bekas tambang yang dapat dikembangkan dan mendukung rencana
wana wisata yaitu:
1. Danau (Void)
Danau merupakan salah satu ciri khas peninggalan bekas kegitan
pertambangan terbuka, luas danau pada tapak adalah 51 ha. Luas pada danau
dapat menghasilkan dan menciptakan kualitas visual lanskap yang menarik,
namun perlu perhatian dan perlakuan khusus untuk meningkatkan kualitas air agar
dapat dimanfaatkan sebagai aktivitas wisata di atas danau.
2. Dinding Terjal (High wall)
Area highwall terdapat pada sisi bagian barat tapak, sebagian area tersebut
terdiri dari deretan tiang pancang. Tiang pancang tersebut dibangun oleh
perusahaan untuk mencegah terjadinya erosi karena bagian tersebut berbatasan
langsung dengan hutan produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku. Pada bagian
lainnya khususnya pada pinggir danau juga terdapat beberapa tebing-tebing
curam.
3. Hutan Produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku
Kawasan hutan produksi dan Cagar Alam Selat Sebuku keberadaanya
sangat penting bagi kawasan pit Tanah Putih khususnya pada tapak penelitian.
Kawasan tersebut dapat menunjang rencana kegiatan wana wisata dengan
mendatangkan persebaran flora dan fauna disekitar tapak dan bisa menjaga
keseimbangan ekosistem. Keberadaan hutan produksi dan Cagar Alam Selat
Sebuku juga dapat menjadi potensi visual tapak yang bentuknya seperti greenbelt
mempunyai pola linier dengan kombinasi tanaman yang hijau.
4. Area Revegetasi
Area revegetasi merupakan bagian dari area reklamasi yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas lahan yang telah mengalami degradasi akibat dari kegiatan
pertambangan agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukkan seperti
semula.Jenis tanaman yang dipilih untuk area revegetasi adalah tanaman yang
toleran terhadap lingkungan yang telah terdegradasi dan mempunyai laju
pertumbuhan relatif cepat sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah.
Aspek Legal
Kebijakan Nasional Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau kecil diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pengertian pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil (terdiri dari sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya
buatan, dan jasa-jasa lingkungan) antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah
57
daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek berikut ini.
1. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung ekosistem,
fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu,
dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan;
2. Keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika
lingkungan, dan kualitas lahan pesisir; dan
3. Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam
pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai fungsi
sosial dan ekonomi.
Rencana zonasi membuat suatu jaringan spasial di atas lingkungan pesisir
dan laut. Rencana ini memisahkan pemanfaatan sumber daya yang saling
bertentangan dan menentukan yang mana kegiatan-kegiatan yang dilarang dan
diijinkan ditunjukkan untuk setiap zona peruntukan. Ini merupakan suatu upaya
untuk menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan
pembangunan dan konservasi. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang adalah wujud dari struktur dan pola ruang dimana struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan parasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi masayarakat
yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Menurut laporan RTRW Kabupaten Kotabaru Tahun 2002 (Perda
Kabupaten Kotabaru No. 03 Tahun 2002), areal penambangan PT BCS termasuk
dalam kawasan budidaya tanaman tahunan perkebunan. Berdasarkan peta
kehutanan terbaru, SK Menhut No. 453/Kpts-II/1999 semua kawasan tambang di
pit Tanah Putih adalah hutan produksi tetap dan hutan produksi konversi.
Penambangan di pit Tanah Putih berada pada kawasan rawa yang didominasi oleh
semak dan pada sisi bagian barat merupakan Cagar Alam Selat Sebuku.
Tapak penelitian telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi.
Ketetapan hutan produksi pada area ini akan mendukung pengembangan kawasan
ini sebagai kawasan wana wisata. Tapak penelitian juga dapat berfungsi sebagai
penyangga dari area hutan produksi dan cagar alam selat sebuku yang berada
disebelah barat tapak, sehingga membutuhkan perhatian lebih untuk
mengkonservasi dan dapat menjaga keseimbangan ekosistem.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Pasal 28 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan hutan, dinyatakan bahwa pemanfaatan hutan produksi dapat berupa
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan
kayu maupun bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan wana wisata dapat termasuk dalam
pemanfaatan jasa lingkungan.
58
Analisis dan sintesis
Pada tahap analisis mempunyai beberapa alternatif kegiatan atau aktivitas
yang berpotensi untuk dikembangkan pada tapak. Alternatif kegiatan tersebut
terbagi menjadi aktivitas darat dan air dengan memperhatikan kondisi fisik dan
biofisik pada tapak. Setelah membuat peta-peta tematik seperti peta analisis
kemiringan lereng, peta analisis hidrologi, dan peta analisis kondisi eksisting
tapak kemudian dioverlay sehingga menghasilkan peta komposit (Gambar 31).
Selanjutnya akan ditentukan program ruang pada tapak dengan hubungan antar
ruang yang tepat. Tapak dibagi menjadi 3 zona kesesuaian ruang untuk wana
wisata yaitu zona sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Analisis deskriptif
dilakukan pada semua aspek untuk mengetahui potensi dan kendala pada tapak
yang kemudian ditentukan solusinya. Hasil analisis dan sintesis dapat dilihat pada
tabel 9.
Berdasarkan hasil analisis perlu dibuat area yang dapat menunjang fungsi
wana wisata dengan memperhatikan nilai edukasi, keselamatan pengunjung dan
nilai konservasi pada tapak. Oleh karena itu, pada sintesis akan dibuat rencana
blok atau block plan yang terbagi menjadi tiga zona ruang yaitu ruang aktif, semi
aktif, dan ruang pasif. Gambar block plan dapat dilihat pada Gambar 32.
1. Zona Aktif
Zona aktif adalah area yang sangat potensial untuk pengembangan aktivitas
pada tapak. Zona ini terbagi menjadi empat yaitu ruang penerimaan, ruang wisata
edukasi indoor, outdoor dan ruang rekreasi. Ruang penerima sebagai pintu masuk
ke dalam tapak (welcome area), ruang pelayanan sebagai ruang pelayanan
pengunjung, sedangkan ruang wisata edukasi indoor, outdoor dan rekreasi sebagai
area aktivitas pengunjung.
2. Zona Semi Aktif
Zona semi aktif adalah area yang cukup potensial untuk pengembangan
aktivitas pada tapak, namun perlu berbagai pertimbangan dalam proses
pengembangan aktivitas pada area tersebut. Zona ruang ini adalah ruang wisata
edukasi pendukung.
3. Zona Pasif
Zona pasif adalah area yang memiliki fungsi utama sebagai area konservasi.,
Namun, pada beberapa area tertentu masih ada sedikit aktivitas sebatas bersantai
dan duduk-duduk.
59
Gam
bar
31 P
eta
anal
isis
kom
posi
t
60
Tab
el 2
2 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
fis
ik t
apak
61
Tab
el 2
2 A
nal
isis
dan
Sin
tesi
s A
spek
Fis
ik T
apak
Tab
el 2
3 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
fis
ik t
apak
(la
nju
tan)
62
Tab
el 2
4 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
fis
ik t
apak
(la
nju
tan)
63
Tab
el 2
5 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
bio
isik
tap
ak
64
Tab
el 2
6 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
sosi
al t
apak
65
Tab
el 2
7 A
nal
isis
dan
sin
tesi
s as
pek
wis
ata
tap
ak
66
Gam
bar
32 B
lock
pla
n
67
Gambar 33 Diagram konsep ruang
Konsep
Konsep Dasar
Konsep dasar dalam perencanaan lanskap ini adalah menjadikan area
bekas tambang sebagai kawasan wana wisata yang berbasis edukatif, rekreatif dan
konservatif.
Konsep Pengembangan
Konsep Ruang
Konsep ruang dalam perencanaan ini memiliki tujuan untuk menata ruang
yang akan dikembangkan pada tapak. Pembagian ruang disesuaikan dengan aspek
fisik, biofisik dan sosial. Pembagian ruang pada tapak dibagi menjadi empat zona
ruang berdasarkan aktivitas yang akan dikembangkan yaitu ruang penerimaan,
ruang wisata edukasi, ruang rekreasi, dan ruang konservasi.
Ruang outdoor terdiri dari wisata edukasi outdoor, wisata edukasi
pendukung yang mempunyai fungsi edukasi dan area rekreasi yang bersifat
rekreatif dengan kegiatan atau aktivitas lebih banyak dilakukan di luar ruangan.
Sedangkan ruang indoor terdapat pada area wisata edukasi indoor yang
mempunyai fungsi edukasi dengan aktivitas lebih dominan dilakukan dalam
ruangan. Pada ruang konservasi berfungsi untuk mendukung keberlanjutan proses
reklamasi dan menjaga kelestarian kawasan wana wisata. Diagram konsep ruang
dapat dilihat pada Gambar 33.
Konsep Wisata
Konsep wana wisata dalam perencanaan ini adalah bersifat edukatif, rekreatif
dan konservatif dengan tingkatan aktif dan pasif. Wisata edukasi dikelompokkan
menjadi wisata edukasi di dalam ruangan (indoor), wisata edukasi di luar ruangan
(outdoor) dan wisata edukasi pendukung. Aktivitas wisata edukasi indoor
68
dipusatkan pada museum tambang yang kegiatannya terdiri dari proses
pertambangan, mengenal alat-alat pertambangan, sejarah tambang, mengenal
vegetasi dan satwa serta budaya lokal. Aktivitas wisata edukasi outdoor dipusatkan
di luar ruangan, kegiatannya meliputi bird watching, melihat pemandangan,
interpretasi satwa dan vegetasi. Aktivitas wisata edukasi pendukung merupakan
pelengkap dari wisata edukasi outdoor yang mempunyai fungsi edukasi yaitu
belajar serta mengetahui bagaimana proses pengolahan bahan produksi seperti
getah karet serta dapat menikmati buah durian hasil dari kebun produksi. Pada area
rekreasi terdapat area piknik dan outbound dengan berbagai fasilitas penunjang.
Selain itu, terdapat dek kayu yang berada ditepi danau dan perahu untuk
berkeliling mengitari danau dengan tujuan dapat menikimati pemandangan dengan
suasana lanskap yang alami dan khas tambang. Pada area konservasi aktivitas yang
bisa dilakukan hanya bisa jalan-jalan, duduk-duduk dan sangat minim aktivitas, hal
ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan akibat adanya aktivitas manusia dan
melindungi area konservasi agar dapat mendukung keberlanjutan dari proses
reklamasi.
Kegiatan wana wisata pada tapak direncanakan agar dapat mengakomodasi
kebutuhan wisata dari segala usia dan golongan ekonomi. Wana wisata ini juga
diharapkan tidak hanya dapat dinikmati oleh pengunjung, tetapi masyarakat lokal
dan pegawai tambang juga dapat menikmatinya. Selain itu, wana wisata ini dapat
dimanfaatkan dan digunakan sebagai kawasan untuk melakukan penelitian terkait
kawasan bekas tambang. Kegiatan wana wisata dalam perencanaan ini harus tetap
terbatas pemanfaatannya sesuai dengan daya dukung kawasan agar tetap terjaga
kelestariannya serta mendukung keberlanjutan dari proses reklamasi. Matrik
hubungan sumberdaya dengan aktivitas pada tapak bisa dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Matriks hubungan sumberdaya dengan aktivitas pada tapak
69
Konsep Fasilitas
Konsep fasilitas dalam perencanaan lanskap bekas tambang ini adalah
menyediakan fasilitas yang dapat menunjang aktivitas dan fungsi dalam setiap
ruang yang bersifat edukatif, rekreatif dan konservatif.
Wisata edukasi dikelompokkan menjadi wisata edukasi di dalam ruangan
(indoor) dan wisata edukasi di luar ruangan (outdoor). Fasilitas pada area wisata
edukasi outdoor salah satunya adalah museum tambang yang didalamnya terdapat
berbagai miniatur seperti peralatan tambang, foto kondisi sebelum dan pasca
tambang, sejarah, budaya dan lain-lain. Sedangkan edukasi di luar ruangan
(outdoor) terdiri dari wisata edukasi outdoor dan edukasi pendukung. Pada wisata
edukasi outdoor terdapat fasilitas seperti papan interpretasi dan menara pandang
yang digunakan untuk aktivitas bird watching serta interpretasi satwa maupun
vegetasi. Pada wisata edukasi pendukung terdapat fasilitas ruang pengolahan bahan
produksi seperti getah karet dan buah durian untuk memberi pengetahuan tentang
bagaimana proses pengolahan bahan produksi seperti getah karet serta dapat
menikmati buah durian hasil dari kebun produksi. Pada area rekreasi terdapat
fasilitas dek kayu yang berada ditepi danau dan perahu untuk mengelilingi danau
dengan tujuan dapat menikimati pemandangan dengan suasana lanskap yang alami
dan khas tambang. Sedangkan pada area konservasi terdapat fasilitas seperti
gazebo.
Penempatan fasilitas pada setiap ruang disesuaikan dengan kondisi fisik,
biofisik serta standar yang ada dan daya dukung pada tapak. Luas bangunan
disesuaikan dengan standar yang ada dan penempatannya tidak bersifat masal atau
berkelompok, sehingga dapat menambah kesan alami pada tapak. Fasilitas yang
direncanakan pada tapak khususnya pada elemen hardscape bersifat ramah
lingkungan, terutama dari bahan atau material yang digunakan adalah dari bahan
kayu dan mempunyai bentuk yang sesuai serta identik dengan budaya lokal.
Fasilitas pelayanan yang direncanakan diantaranya gerbang, loket tiket, ruang
pengelola, ruang informasi, ruang rescue, tempat parkir, pos jaga, mushola, kios,
kantin, toko cinderamata, toilet, gazebo, dek dan terminal perahu, museum
tambang, area outbound, menara pandang, papan informasi, jaring apung, gazebo,
area piknik dan tempat duduk.
Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi dalam perencanaan lanskap bekas tambang ini memiliki
fungsi memberi kemudahan dan kenyamanan bagi pengunjung sebagai
penghubung antar ruang dalam tapak atau dalam ruang itu sendiri. Konsep jalur
sirkulasi dibagi menjadi tiga, yaitu jalur sirkulasi primer, sekunder dan tersier.
Jalur sirkulasi primer berupa jalur yang menghubungkan antara jalur utama dengan
jalur penerimaan yang dapat dilalui kendaraan bermotor. Jalur sirkulasi sekunder
berupa jalur yang menghubungkan antar objek rekreasi di dalam tapak yang hanya
dapat dilalui oleh pejalan kaki dan jalur tersier merupakan jalur yang terdapat
dalam objek rekreasi serta ditambah jalur sirkulasi air. Sirkulasi ini akan
direncanakan mengelilingi sebagian area danau. Gambar diagram konsep sirkulasi
dapat dilihat pada Gambar 34.
70
Gambar 34 Diagram konsep sirkulasi
Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi dalam perencanaan lanskap bekas tambang ini bertujuan
untuk mendukung proses reklamasi, mengkonservasi tanah dan air, serta
menciptakan iklim mikro pada tapak. Konsep vegetasi disesuaikan dengan
aktivitas dan fungsi tiap ruang pada tapak. Vegetasi yang digunakan pada area
wisata edukasi indoor lebih dominan menggunakan vegetasi estetik, karena
aktivitas yang dilakukan lebih banyak di dalam ruangan dan area tersebut dekat
dengan ruang penerimaan yang mempunyai kesan menarik. Pada area wisata
edukasi outdoor vegetasi yang digunakan adalah vegetasi edukasi yang dibagi
menjadi tiga tipe yaitu (1) area tanaman pembibitan, vegetasi yang
dikembangbiakkan adalah seluruh vegetasi yang digunakan pada tapak untuk
proses reklamasi. Pada area ini lebih mengutamakan proses perbanyakan dan cara
perkembangbiakkan tanaman yang digunakan untuk reklamasi area bekas
tambang. (2) area tanaman lokal yang terdiri dari vegetasi lokal yang ditanam pada
tapak untuk mendukung proses reklamasi, pada area ini memberitahukan koleksi
tanaman serta bentuk atau morfologi tanaman lokal yang digunakan untuk
reklamasi lahan bekas tambang. (3) area tanaman reklamasi, yaitu koleksi vegetasi
yang digunakan untuk proses reklamasi pada tapak baik lokal maupun non lokal.
Area ini memberitahukan koleksi atau jenis vegetasi lokal maupun non lokal serta
bentuk morfologi tanaman yang ditanam pada tapak dengan tujuan reklamasi lahan
bekas tambang. Pada area reklamasi, vegetasi yang digunakan lebih dominan
peneduh dan estetik, hal ini untuk membuat kesan menarik dan menciptakan
kenyamanan untuk pengunjung dalam melakukan aktivitas.Pada area kebun
produksi, vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang dapat dimanfaatkan dalam
bentuk non kayu, vegetasi yang digunakan adalah karet alam dan durian yang
71
dapat diproduksi seperti getah karet dan buah durian. Pada area konservasi,
vegetasi yang digunakan adalah vegetasi fast growth dan pioneer baik lokal
maupun non lokal. Terdapat beberapa tipe vegetasi seperti bambu yang digunakan
pada area tertentu (sempadan danau) yang mempunyai fungsi konservasi yaitu
dapat mengikat air dan tanah lebih baik.
Konsep vegetasi dalam perncanaan lanskap bekas tambang ini dibagi
menjadi enam fungsi, yaitu sebagai berikut.
1. Fungsi konservasi
Pemanfaatan vegetasi yang berfungsi untuk mengkonservasi tanah, habitat
satwa dan air. Vegetasi konservasi di dalam tapak terutama dikembangkan di area
sempadan danau dan area yang memiliki kemiringan yang curam sampai sangat
curam. Pemilihan jenis vegetasi diutamakan yang mempunyai fungsi konservasi
tanah dan air khususnya vegetasi lokal untuk menjadi habitat satwa lokal.
2. Fungsi Penyangga
Pemanfaatan vegetasi berfungsi untuk peneduh dan pembatas antar aktivitas
yang memerlukan border. Vegetasi penyangga terutama dikembangkan di sekitar
area reklamasi.
3. Fungsi Estetika
Pemanfaatan vegetasi berfungsi sebagai elemen keindahan pada tapak, yang
mampu menghadirkan suasana visual yang baik. Vegetasi estetika dikembangkan
di area penerimaan, sekitar bangunan dan area rekreasi.
4. Fungsi Pengarah
Pemanfaatan vegetasi berfungsi untuk mengarahkan pada area sirkulasi dan
objek tertentu. Vegetasi dikembangkan di sepanjang jalur sirkulasi.
5. Fungsi Edukasi
Pemanfaatan vegetasi berfungsi untuk memberi pengetahuan kepada
pengunjung mengenai pemilihan tanaman yang digunakan dalam proses reklamasi
lahan pasca tambang. Vegetasi edukasi terutama dikembangkan di area edukasi
outdoor.
6. Fungsi Produksi
Pemanfaatan vegetasi berfungsi untuk menghasilkan produk hasil non kayu
seperti getah dan buah untuk dikelola lebih lanjut. Hal ini dapat memberikan
pengetahuan dan meningkatkan ekonomi wilayah dengan hasil pemanfaatan
produksi hasil non kayu.
Perencanaan lanskap
Perencanaan lanskap merupakan pengembangan dari konsep menjadi
rencana dalam tapak. Pada tahap ini konsep yang telah dibuat kemudian
dikembangkan menjadi bentuk perencanaan lanskap yang menggambarkan seluruh
fungsi, aktivitas, dan fasilitas yang direncanakan dalam tapak. Rencana lanskap ini
meliputi rencana ruang, rencana aktivitas, rencana vegetasi, rencana fasilitas,
rencana sirkulasi dan rencana daya dukung.
72
Gambar 35 Matriks hubungan antar ruang dalam tapak
Rencana Ruang
Perencanaan ruang dalam tapak dibuat dengan mempertimbangkan
kebutuhan masing-masing ruang yang dikembangkan dalam tapak. Rencana ruang
dibagi menjadi beberapa tipe ruang dan sub ruang. Program rencana ruang, fungsi,
dan luas ruang yang direncanakan dalam tapak dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Program ruang, fungsi, dan luas yang direncanakan pada tapak.
Zona (ruang) Sub ruang Fungsi Luas (ha)
Ruang Penerimaan Penerimaan Penerimaan 0.34
Pelayanan Pelayanan 1.23
Ruang Wisata Edukasi Indoor Edukasi 0.16
Outdoor Edukasi 51.3
Pendukung Pengolahan dan edukasi 1.08
Ruang Rekreasi Alternatif Rekreasi 2.32
Ruang Konservasi Hutan produksi Produksi 19.23
Konservasi Konservasi 151.51
Penempatan ruang terhadap aktivitas dan fasilitas harus diikuti dengan
perhitungan daya dukung ruang. Perhitungan daya dukung disesuaikan dengan
rencana fasilitas. Perhitungan daya dukung fasilitas terhadap tapak ini bertujuan
agar pengunjung dalam suatu ruang tidak melebihi kapasitas ruang tersebut,
sehingga tapak tersebut akan tetap terjaga kelestariannya selama tidak melampaui
daya dukung.
Setiap ruang di dalam tapak memiliki jarak dan hubungan yang berbeda
antara ruang yang satu dengan lainnya. Hubungan ruang pada tapak dibagi
menjadi tiga bagian. Pertama, hubungan yang erat menunjukkan bahwa antar
ruang tersebut saling berdekatan dan saling menunjang. Kedua, hubungan yang
cukup erat menunjukkan hubungan antar ruang yang tidak harus berdekatan tetapi
saling menunjang. Ketiga, hubungan yang tidak erat menunjukkan hubungan
ruang yang tidak saling berdekatan dan tidak saling menunjang. Matrik hubungan
antar ruang dan rencana ruang tapak dapat dilihat pada Gambar 34 dan 35.
73
Gam
bar
36 R
enca
na
ruan
g
74
Rencana Sirkulasi
Sirkulasi merupakan sarana penghubung anatar ruang dan berbagai fasilitas
penunjang yang terdapat pada suatu kawasan. Sirkulasi yang akan direncanakan
yaitu mengakomodasi kebutuhan pengunjung yang berjalan kaki dan berperahu
menikmati pemandangan atau menuju suatu ruang. Selain itu terdapat juga jogging
track bagi para pengunjung yang ingin jogging dan bersantai. Selain itu jalur
sirkulasi juga akan direncanakan bagi masyarakat sekitar yang menggunakan
kendaraan bermotor berupa jalur akses atau sirkulasi umum.
Jalur sirkulasi pada tapak dibagi menjadi tiga (Tabel 30), yaitu jalur sirkulasi
primer, sekunder, dan tersier. Jalur primer berupa jalur utama yang
menghubungkan jalan utama dengan ruang penerimaan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor. Jalur ini direncanakan pada area gerbang utama tapak dengan
lebar 10 m untuk akses keluar masuk.
Jalur sirkulasi sekunder merupakan jalur yang menghubungkan antar ruang
di dalam tapak yang hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki. Jalur ini
mengakomodasi pengunjung menikmati keindahan sekitar tapak dengan berjalan
atau jogging. Material yang digunakan pada jalur ini berupa bahan bekas galian
tambang (overburden) yang dipadatkan. tambang paving dengan lebar 2 m. Hal ini
digunakan untuk menambah suasana rekreasi tambang yang khas.
Jalur sirkulasi tersier merupakan jalur yang terdapat dalam objek rekreasi
dan hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki, ditambah dengan jalur sirkulasi air yang
difungsikan untuk mengakomodasi pengunjung yang ingin melakukan rekreasi
berperahu. Rencana sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 36.
Tabel 30 Rencana sirkulasi pada tapak
No Sirkulasi Pengguna Panjang
(m)
Lebar
(m)
Material Penempatan
1 Primer
Jalur utama
tapak
Kendaraan
dan sepeda
7 072.19 10.00
Aspal
Area
Penerimaan
2 Sekunder
Pedestrian Pejalan kaki 7 137.65 2.00 Overburden
dan pasir
Antar objek
rekreasi
3 Tersier
Jalur
pedestrian
Pejalan kaki 2 513.08 2.00 Overburden
dan pasir
Pembatas
ruang
Jalur
rekreasi air
Perahu - - - Danau
75
Gam
bar
37 R
enca
na
sirk
ula
si
76
Rencana Vegetasi
Rencana vegetasi yang direncanakan adalah setelah lahan pasca tambang
telah dilakukan upaya reklamasi dengan ditanami tanaman pioneer atau fast
growing seperti pohon akasia (Acacia mangium) dan sengon (Paracerianthes
falcataria) untuk membentuk lingkungan yang dapat mendukung vegetasi lain.
Rencana vegetasi dikembangkan berdasarkan konsep vegetasi yang telah
ditentukan berdasarkan fungsi vegetasi tersebut antara lain fungsi konservasi,
penyangga, estetika, dan pengarah. Rencana vegetasi dapat dilihat pada Gambar
38.
1. Vegetasi Konservasi
Vegetasi konservasi pada tapak akan dikembangkan terutama pada ruang
konservasi dengan luas 203 ha. Salah satu fungsi vegetasi ini adalah untuk
mengkonservasi tanah dan air serta mencegah erosi. Vegetasi tersebut harus
memiliki bentuk perakaran yang dalam dan mampu menyimpan dalam waktu yang
lama. Contoh vegetasi tersebut adalah beringin (Ficus benjamina), bambu
(Bambussa sp.). Selain pada area konservasi vegetasi tersebut dapat ditanam pada
area yang curam.
Vegetasi konservasi juga mempunya fungsi sebagai habitat satwa dan
melestarikan tanaman lokal. Pembentukan habitat satwa dilakukan dengan
pemilihan tanaman lokal atau tanaman eksisting pada tapak sebelum dilakukan
proses pertambangan. Berdasarkan AMDAL PT BCS tahun 2006, pada kawasan
pit Tanah Putih dan sekitarnya terdapat jenis-jenis vegetasi seperti durian (Durio
zibethinus), ulin (Eusyderoxylon), bangkirai (Dipterocarpus caudiferus), alaban
(Vitex pubescens), kemiri (Aleurites moluccana) dan karet alam (Havea
brasiliensis).
2. Vegetasi Penyangga
Penggunaan vegetasi penyangga berfungsi untuk membatasi tapak dengan
lingkungan luar atau pemisah antar aktivitas pada tapak yang memerlukan border.
Ciri-ciri vegetasi pada daerah penyangga adalah mempunyai tajuk yang cukup
rindang, tidak menghasilkan buah yang besar, menarik, dan tajuknya dapat
berfungsi sebagai tabir. Pada ruang konservasi dipilih beberapa tanaman lokal
sehingga dapat menyangga habitat satwa. Vegetasi yang dapat ditanam pada area
ini adalah ulin (Eusyderoxylon), jabon (Anthocephalus cadamba), sengon (Albizia
falcataria), dan akasia (Acacia mangium).
3. Vegetasi Estetika
Vegetasi estetika berfungsi untuk memperlihatkan aspek keindahan tanaman
baik dari segi bentuk, warna, bunga, batang dan tajuk. Vegetasi estetika
dikembangkan pada area penerimaan, pelayanan, area piknik dan beberapa area
rekreasi. Tanaman estetika juga juga berfungsi sebagai kenyamanan, peneduh,
penahan aingin dan dapat ditanam secara kelompok dan acak agar terlihat dinamis.
Contoh vegetasi yang dapat ditanam pada kawasan ini adalah ketapang
(Terminalia catappa), flamboyan (Delonix regia), kecrutan (Spathodea
campanulata), dan bungur (Lagerstromia indica).
77
4. Vegetasi Pengarah
Penggunaan vegetasi pengarah berfungsi untuk mengarahkan sirkulasi
kendaraan dan pejalan kaki. Vegetasi pengarah diletakkan disepanjang jalur
sirkulasi yang berfungsi untuk mengarahkan dan sebagai peneduh. Pemilihan jenis
tanaman diutamakan mempunyai tajuk vertikal seperti kolumnar dan kerucut
sehingga memberi kesan luas dan jauh (Lestari dan Kencana 2008). Tanaman
bertajuk menyebar juga dapat digunakan untuk meningkatkan kenyamanan.
Contoh vegetasi pengarah yang dapat ditanam pada area ini adalah kihujan
(Samanea saman), bunga kupu-kupu (Bauhinia sp.), dan flamboyan (Delonix
regia).
5. Vegetasi Edukasi
Vegetasi dengan fungsi edukasi selain memberikan kenyamanan juga dapat
sebagai objek edukasi memberikan pengetahuan tentang jenis tanaman yang
digunakan pada area reklamasi untuk memperbaiki kualitas lahan. Kriteria
vegetasi yang ditanam adalah vegetasi pioneer atau fast growing, toleran dengan
lahan kurang subur yang terdiri dari jenis vegetasi lokal maupun non lokal.
Vegetasi lokal yang dibudidayakan antara lain: durian (Durio zibethinus), ulin
(Eusyderoxylon), bangkirai (Dipterocarpus caudiferus), alaban (Vitex pubescens),
kemiri (Aleurites moluccana) dan karet alam (Havea brasiliensis). Sedangkan
vegetasi non lokal yang dapat dibudidayakan antara lain: sengon (Albizia
falcataria), akasia (Acacia mangium), dan johar (Cassia siamea).
6. Vegetasi Produksi
Penggunaan vegetasi produksi berfungsi untuk menghasilkan produk hasil
non kayu seperti getah dan buah untuk dikelola lebih lanjut. Vegetasi yang
digunakan adalah durian (Durio zibethinus) dan karet alam (Havea brasiliensis).
Rencana Daya Dukung
Daya dukung dilakukan untuk keberlanjutan dan kelestarian kawasan agar
tetap terjaga, alami dan minim kerusakan alam dengan memberi pembatasan pada
pengunujung. Daya dukung kawasan merupakan kemampuan suatu kawasan untuk
mendukung segala aktivitas atau kegiatan yang berlangsung di dalamnya, dengan
tujuan dapat meminimalkan kerusakan terutama yang disebabkan oleh manusia.
Daya dukung dihitung dengan melihat jumlah dan luasan fasilitas yang ada pada
tiap ruang, kemudian dibagi dengan standar kebutuhan ruang tiap orang untuk
mendapatkan daya dukung tiap ruang. Kemudian nilai daya dukung keseluruhan
kawasan didapat dari nilai daya dukung terendah pada tiap ruang. Hal ini dilakukan
untuk menghindari penumpukan jumlah pengunjung pada tiap ruang. Rencana
daya dukung dapat dilihat pada Tabel 31.
Rencana Fasilitas
Rencana fasilitas yang akan direncanakan pada tapak disesuaikan dengan
kondisi fisik, biofisik dan aktivitas pada tapak. Fasilitas yang akan direncanakan
harus dapat menunjang tujuan pengembangan tapak dan mampu mengakomodasi
kebutuhan pengunjung maupun pihak pengelola. Rencana ruang, fasilitas, aktivitas
dan luas yang digunakan pada tapak dapat dilihat pada Tabel 32.
78
Rencana Pengelolaan
Perencanaan suatu kawasan wana wisata perlu adanya pengelolaan yang
bertujuan untuk mendukung kelestarian dari kawasan tersebut. Status kawasan
lokasi penelitian pada perencanaan ini termasuk dalam kawasan budidaya.
Sedangkan dalam konteks tata ruang, tapak penelitian merupakan area hutan
produksi yang dapat dimanfaatkan baik kayu maupun non kayu. Saat ini lahan
pada tapak penelitian merupakan lahan pinjam pakai yang masih dalam tanggung
jawab pihak PT BCS dan bersifat legal. Setelah selesai proses kegiatan
pertambangan pihak PT BCS wajib mengembalikan lahan tersebut kepada
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia sesuai dengan fungsi dan status awal
kawasan tersebut dengan proses reklamasi sesuai dengan standar yang ditentukan.
Apabila rekomendasi dalam perencanaan yang dirumuskan dalam penelitian ini
untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan wana wisata disetujui oleh
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan para pihak terkait seperti
perusahaan dan masyarakat. Maka seluruh tanggung jawab kegiatan pengelolaan
dipegang penuh oleh pihak Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)
dibawah naungan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan bekerja sama
dengan masyarakat untuk berpartisipasi dalam melakukan pengelolaan
perencanaan kawasan wana wisata yang dirumuskan dalam penelitian ini.
Rencana Lanskap
Rencana lanskap merupakan produk akhir dari penelitian ini. Rencana
lanskap dikembangkan berdasarkan rencana ruang, rencana fasilitas, rencana
sirkulasi dan rencana vegetasi. Rencana lanskap dapat dilihat pada Gambar 38
yang dilengkapi dengan beberapa gambar perspektif.
79
Gam
bar
38 R
enca
na
veg
etas
i
80
Tabel 31 Rencana daya dukung tiap ruang
Ruang Fasilitas Satuan Luas
total
(m2/orang)
Standar
(m2/orang)
Daya
Dukung
(orang)
Koefisien
Rotasi
Data
Dukung
Total
(orang/hari)
E Luas
(m2)
Penerimaan Pusat informasi 1 220 220 4 55 8 220
Pelayanan Kantor pengelola 1 80 80 4 20 4 80
Kantin 2 25 50 1,5 33 4 132
Toilet 4 20 80 2 40 4 160
Musholla 1 60 60 1.5 40 3 120
Klinik 1 60 60 4 15 4 60
Kios 1 20 20 2 10 4 40
Guest house 1 450 450 12 37 4 148
Gazebo 2 16 32 2 16 16 256
Bangku 4 1.25 5 1 5 16 80
Total 271
Edukasi Indoor Museum tambang 1 1 600 1 600 4 100 4 400
Jalur pedestrian 1 544.52 544.52 10 100 4 540
Edukasi outdoor Area pembibitan
Area tanaman lokal
Area tanaman reklamasi
Jalur interpretasi
Aula
Menara pandang
Gudang peralatan
Gazebo
Mushola
Toilet
1
1
1
1
1
2
1
3
1
2
23 942.61
9 202.51
18 439.04
1 335.48
112
16
100
16
60
20
23 942.61
9 202.51
18 439.04
1 335.48
112
32
100
48
60
40
8
8
8
10
4
2
8
2
1.5
2
2 992
1 150
2 304
133
28
16
12
24
40
20
5
4
4
4
4
8
4
16
3
4
14 960
4 600
9 216
532
112
128
48
384
120
80
Total 6 919
Edukasi
Pendukung
Aula
Gudang peralatan
Jalur pedestrian
Gazebo
Mushola
Toilet
1
2
1
2
1
2
112
100
606,1
16
60
20
112
200
606,1
16
60
40
4
8
10
2
1.5
2
28
25
60
16
40
20
4
4
4
16
3
4
112
100
240
256
120
80
Total 189
Rekreasi Deck boat
Jalur pedestrian
Lapangan
Area piknik
Area outbond
Gazebo
Mushola
Menara pandang
1
1
1
1
1
5
2
1
100
1 122.52
17 072.63
4 455.4
4 068.22
16
20
16
100
1 122.52
17 072.63
4 455.40
4 068.22
80
40
16
4
10
30
20
30
1.5
2
1.5
25
112
569
222
135
53
20
10
4
4
5
2
2
3
4
3
100
448
2 845
444
270
159
80
30
Total 1 146
Konservasi Hutan produksi
Jalur pedestrian
Gudang
Gazebo
1
1
2
13
192 327.52
7 576.17
60
16
192 327.52
7 576.17
120
208
-
10
1,5
1,5
-
757
80
138
-
4
3
3
-
3000
240
414
Total 975
81
Tabel 32 Rencana ruang, fasilitas, aktivitas dan luas yang digunakan pada tapak
Zona (ruang) Sub ruang Fungsi Aktivitas Fasilitas Luas
(ha)
Ruang
Penerimaan
Penerimaan Penerimaan Keluar masuk area,
parkir dan membeli
tiket
Pintu gerbang dan
Loket tiket, Pusat
Informasi
0.34
Pelayanan Pelayanan Pengelolaan, informasi
dan P3K
Membeli oleh-oleh
Beribadah,
Memarkir kendaraan,
Keamanan
Membersihkan diri
Menginap
Ruang pengelola
(menyatu dengan
informasi, rescue)
Kios
Musholla
Tempat parkir
Pos jaga
Toilet
penginapan
1.23
Ruang Wisata
Edukasi
Indoor Edukasi Melihat dan
mengetahui proses
penambangan,
Mengenal alat-alat
tambang.
Mengenal lahan yang
belum dan sudah
ditambang.
Mengenal vegetasi dan
satwa pada tapak.
Mengenal budaya lokal
Indoor Museum
Tambang
0.16
Outdoor Edukasi Melihat pemandangan
Mempelajari tanaman
Berperahu
Interpretasi satwa dan
vegetasi
Bird Watching
Menara pandang,
dek kayu,
Hutan reklamasi,
papan informasi
Perahu
Dek perahu
Jalur interpretasi
Menara pandang,
5.13
Pendukung Edukasi Pengolahan hasil
tanaman karet dan
durian
Duduk-duduk
Menikmati
pemandangan
Bangku, Gazebo
Tempat duduk
1.08
Ruang
Rekreasi
Alternatif
Rekreasi Menikmati
pemandangan,
Jalan-jalan
Olahraga
Fotografi
Piknik
Outbound
Gazebo, dek kayu
Jalur pedestrian,
jalan setapak
Lapangan,
Jalan setapak
Dek apung
Viewing
Lapangan
2.32
Ruang
Konservasi
Hutan Produksi Produksi Pemanenan hasil hutan Gudang Peralatan
dan Penyimpanan,
Gazebo
19.23
Konservasi Konservasi Riset, jalan-jalan Bangku, Gazebo
Menara pandang
151.51
82
Gam
bar
39 R
enca
na
lansk
ap
83
Gam
bar
40 D
etail
pla
n a
rea
wis
ata
edukas
i in
doo
r
84
Gam
bar
41 D
etail
pla
n a
rea
wis
ata
edukas
i outd
oor
85
Gam
bar
42 D
etail
pla
n a
rea
wis
ata
edukas
i pen
dukung
86
Gam
bar
43 D
etail
pla
n a
rea
rekre
asi
87
Gam
bar
44 I
lust
rasi
are
a dan
fas
ilit
as w
isat
a ed
uk
asi
indoor
88
Gam
bar
45 I
lust
rasi
are
a dan
fas
ilit
as w
isat
a ed
uk
asi
outd
oor
89
Gam
bar
46 I
lust
rasi
are
a dan
fas
ilit
as w
isat
a ed
uk
asi
pen
dukung
90
Gam
bar
47 I
lust
rasi
are
a dan
fas
ilit
as a
rea
rekre
asi
91
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kawasan bekas tambang pit Tanah Putih terletak di Desa Mandin,
Kecamatan Pulau Sebuku, Provinsi Kalimantan Selatan. Kawasan tersebut sesuai
untuk dikembangkan menjadi area wana wisata berbasis edukatif, rekreatif dan
konservatif dengan memanfaatkan kondisi sekitar tapak seperti danau, high wall
bekas tambang sebagai objek wisata yang dilengkapi dengan fasilitas pelayanan
pengunjung dengan suasana lanskap alami yang aman, nyaman untuk mendukung
keberlanjutan reklamasi. Perencanaaan lanskap ini terbagi menjadi 4 zona ruang
yaitu ruang penerimaan seluas 1.57 ha, wisata edukasi seluas 6.37 ha, ruang
rekreasi seluas 2.32 ha dan ruang konservasi 170.74 ha. Aktivitas yang
dikembangkan pada tapak terdiri dari wisata edukasi indoor dan outdoor,
rekreaasi, dan wisata pendukung.
Saran
Perlu dilakukan penelitian labih lanjut terkait kualitas tanah dan air pada
tapak, fasilitas, dan vegetasi yang dipakai lebih mengutamakan sesuatau yang
kaitannya erat dengan budaya lokal. Selain itu, diperlukan implementasi dan
koordinasi antar-pemangku kepentingan (stakeholders), seperti pemerintah,
perusahaan, dan masyarakat agar perencanaan ini dapat dimanfaatkan oleh semua
pihak. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan membuat perancangan detail
mengenai program wana wisata di area bekas tambang batubara.
92
DAFTAR PUSTAKA
[BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2011. Aspek
lingkungan dalam amdal bidang pertambangan. Jakarta (ID).
Brooks RG. 1988. Site Planning: Environmental Process and Development. New
Jersey (US): Prentice Hall Inc.
Booth NK dan Hiss JE. 2005. Residential Landscape Architecture. New Jersey
(US): Pearseon Education
Bruun M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by
Exclusion. Proceeding the 33rd
IFLA World Congress; Bangkok, 21-24
Oktober 1995. Bangkok (TH): IFLA.
Chiara JD dan Koppleman LE. 1989. Standar Perencanaan Tapak. Terjemahan.
Oleh Ir. Januar Hakim. Site Planning Standars. Jakarta (ID): Erlangga.
[DESDM] Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. 2008. Peraturan Menteri
Energi dan Sumberdaya Mineral No. 18 Tahun 2008 Tentang Reklamasi
dan Penutupan Tambang. Jakarta (ID).
Direktorat Pengelolaan lahan. 2006. Pedoman Teknis Reklamasi Lahan.
[Internet]. Diakses pada 2013 Juni 21. Tersedia pada: www.google.com
Eckbo G. 1964. Urban Landscape Design. New York (US): McGraw-Hill Book
Company.
Feriansyah C. 2009. Pelaksanaan Proyek Reklamasi Lanskap Pasca Penambangan
Batubara di PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Site Mangkalapi,
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design.. New York (US): McGraw-Hill
Book.
Gunn CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concepts, Cases. Third Edition.
Lodon (UK): Taylor dan Francis Ltd.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Bogor (ID): IPB Pr.
Holden A. 2000. Environment and Tourism. London (UK): Routledge.
Knudson DM. 1980. Outdoor Recreation. New York (US): Mac Millan Publ. Co.
Inc
Laurie M. 1986. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (Terjemahan).
Bandung (ID): Intermatra.
Lestari G, Kencana IP. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta (ID):
Penerbit Swadaya.
Lutfi H, Adrian A. 1996. Agro-Ecowisata Coban Rondo. Duta Rimba 191-
192/XX: 50-54.
93
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2013. Petunjuk Teknis Penyusunan Data
Spasial Lahan Kritis Nomor P.4/V-SET/2013. Jakarta (ID).
Marsono. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta (ID): BIGRAF Publ.
Melchias G. 2001. Biodiversity and Conservation. New York (US): Science
Publisher, Inc.
Nadiar S. 1994. Pesona Wana Wisata. Duta Rimba 167-168/XX:56.
Nurisjah S, Pramukanto S, Wibowo S. 2003. Daya Dukung dalam Perencanaan
Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Bogor
(ID).
Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap.
Departemen Arsitektur lanskap. [tidak dipublikasikan]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Pendit NS. 1967. Ilmu Pariwisata. Jakarta (ID): Prandja Paramita.
Perum Perhutani. 1987. Pengelolaan Wana Wisata Kehutanan Indonesia. Jakarta
(ID): Perum Perhutani.
Perum Perhutani. 1989. Objek Rekreasi Hutan Wana Wisata. Jakarta (ID): Perum
Perhutani Wilayah Kerja Unit I Jawa Tengah.
PT Bahari Cakrawala Sebuku. 2006. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Sebuku (ID): PT BCS.
PT Bahari Cakrawala Sebuku. 2012. Rencana Penutupan Tambang PT Bahari
Cakrawala Sebuku. Sebuku (ID): PT BCS.
Sari DF. 2007. Analisis Dampak Multiplier Ekonomi Sektor Pariwisata dalam
Perekonomian Provinsi jawa Tengah dengan Pendekatan Input-Output.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soelarno SW. 2007. Perencanaan Pasca Tambang unyuk Menunjang
Pembangunan Berkelanjutan, Studi kasus pada pertambangan Batubara PT
Kaltim Prima Coal di Kabupaten Kutai Provinsi Kalimantana Timur.
[Disertasi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
[P4W] Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. 2011.
Laporan Akhir Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pulau Sebuku-
Kabupaten Kotabaru. Bogor (ID): IPB Pr.
Sitorus SRP. 1998. Evaluaasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID): Tarsito.
Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional yang Efektif melalui
Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi yang Sejahtera. Jakarta (ID):
JICA.
94
LAMPIRAN
Lampiran 1 hasil analisis sifat kimia tanah
No Parameter Satuan Jenis tanah
OB Soil
1 pH
H2O 6,0 4,0
CaCl2 5,9 3,6
2 Salinitas ‰ 5 2
3 C Org % 1,59 0,86
4 N Total % 0,99 0,11
5 Rasio C/N 17,7 7,8
6 P Tersedia ppm 83,2 0,3
Kation dapat ditukar
7 Ca cmol/kg 18,47 1,38
8 Mg cmol/kg 9,31 1,26
9 K cmol/kg 1,44 0,18
10 Na cmol/kg 6,21 2,54
11 Total cmol/kg 35,43 5,36
12 KTK cmol/kg 12,29 12,13
13 KB % 100 44,19
Al-Hdd
14 Al3+
mol/100g 0,11 2,51
15 H+ mol/100g 0,02 0,08
Sebaran Butir (Tekstur 3 Fraksi)
16 Pasir % 4,3 7,1
17 Debu % 33,3 34,2
18 Liat % 62,4 58,7
Logam Total
19 Cu Total ppm 39,0 29,3
20 Zn Total ppm 368,7 45,0
21 Mn Total ppm 1100,3 131,9
22 Fe2O3 Total % 7,72 9,63
95
Per
mea
bil
ita
s (c
m/j
am)
54
.26
42
.23
33
.28
28
.26
Air
Ter
sed
i
a (%
)
19
.05
16
.14
14
.41
13
.31
Po
ri D
rain
ase
(%v
olu
me)
Lam
bat
8.0
5
4.5
2
8.8
7
5.6
8
Cep
at
8.1
5
7.1
4
10
.72
9.0
5
San
gat
Cep
at
13
.22
9.9
7
6.2
6
14
.56
Kad
ar A
ir (
%v
olu
me)
pad
a P
F
PF
4.2
15
.21
20
.23
18
.27
14
.25
PF
2.5
4
34
.26
36
.37
32
.68
27
.56
PF
2
42
.31
40
.89
41
.55
33
.24
PF
1
50
.46
48
.03
52
.27
42
.29
Po
rosi
tas
(%)
63
.68
58
.00
58
.53
56
.85
Bu
lk
den
sity
(g/c
m3)
0.9
6
1.1
1
1.1
0
1.1
4
Lo
kas
i
Cel
l 2
1
Cel
l 2
0
Cel
l 2
0
Cel
l 2
1
Jen
is
OB
TS
TS
OB
No
1
2
3
4
Lam
pir
an 2
Has
il a
nal
isis
sif
at f
isik
tan
ah
96
RIWAYAT HIDUP
Achmad Firman Maulana dilahirkan di Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur
pada tanggal 21 November 1991. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak M. Musta’in Mahdlari dan Ibu Lilik Muslichah. Penulis
mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai 1998 di Taman kanak-kanak
(TK) Dharma Wanita, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1
Winongan, Pasuruan sampai tahun 2004. Penulis memasuki jenjang pendidikan
berikutnya di SLTPN 1 Winongan, dan pada tahun 2010 penulis lulus dari Pondok
Pesantren MBI. Nurul Ummah, Pacet, Mojokerto.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa
Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 2009/2010 sebagai
mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama
menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai keorganisasian,
seperti menjadi sekretaris divisi sosial dan lingkungan di Himpunan Mahasiswa
Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) periode 2011/2012.
Penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat dan lingkungan
yang diadakan oleh Kementrian Agama RI, serta aktif mengikuti beberapa lomba
dan kompetisi baik di bidang akademik maupun di luar akademik seperti Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada pengabdian masyarakat tahun 2012. Penulis
pernah menjadi salah satu peserta yang didanai dalam kegiatan Gerakan
Kewirausahaan Nasional (GKN) oleh Kementerian Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia. Penulis juga pernah menyelesaikan beberapa proyek lanskap
baik individu maupun kelompok. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten
mata kuliah Rekayasa Tapak dan Komputer Grafik.
Top Related