7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
1/21
1
PERCIKAN PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Studi Kritis atas Kitab Ayyuh al-Walad
ABSTRAK:
Kajian tentang al-Quran dan al-Sunnah telah banyak dilakukan, baik yang bersifattematik maupun sejarah pemikiran tokoh, baik masa klasik maupun kontemporer, terutamayang berkaitan dengan al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam. Namun kajianatas kedua sumber ajaran Islam itu, yang dikaitkan dengan pemikiran tokoh di bidangpendi-dikan Islam, nampak tidak banyak dilakukan para ahli dewasa ini.
Penelitian ini mencoba menyandingkan kedua sumber ajaran Islam itu dalamperspektif pemikiran Imam al-Ghazali, yang dikenal luas sebagai ulama terkemuka pembelaIslam (hujjah al-Islam), sehingga pemikirannya terus dikaji oleh khususnya umat Islam hinggadewasa ini. Pemikiran al-Ghazali yang demikian luas itu tentu berasal dari pendalamannya
tentang kedua sumber ajaran itu. Dan pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan itudiketahui terdapat dalam kitabAyyuh al-Walad, yang menurut para ahli, kitab ini merupakanpenyem-purnaan dalam tema itu yang terdapat dalam kitabIhya al-Ulum al-Din, yangterkenal itu.
Oleh karena itu, masalah utama penelitian ini adalah bagaimana menarik pemikiranal-Ghazali yang bersumber dari kedua ajaran Islam itu bagi pengembangan pendidikanIslam. Permasalahan ini, juga sekaligus merupakan tujuan yang hendak diketahui dalampenelitian ini.
Adapun yang mendasari pemikiran dari masalah tersebut, antara lain bahwa pendi-dikan merupakan suatu bentuk perekayasaan sosial (social engeneering) dalam upaya memaju-kan kehidupan yang lebih bermartabat. Dan dalam konsep Islam orientasi peningkatankualiatas SDM itu harus berangkat dari ajaran al-Quran dan al-Sunnah. Di lain pihak, dik-
etahui bahwa pemikiran al-Ghazali yangreligiousitu sesungguhnya berasal dari pendalamanbeliau atas kedua sumber ajaran Islam itu. Terbukti misalnya, al-Ghazali dalam memaparkantentang prinsip-prinsip pengembangan pendidikan Islam itu dikaitkan dengan sumber-sumber yang terdapat dalam al-Quran maupun sabda-sabda Nabi.
Atas penelusuran pemikiran pendidikan menurut al-Ghazali itu, maka ditarik bebe-rapa kesimpulan, antara lain bahwa secara umum tujuan pendidikan Islam itu untuk mem-bentuk insan-insankamil, yang memiliki kemampuan lebih dalam mendekatkan diri kepadaAllah, dan bergaul dengan sesamanya dengan tanpa cacat, dalam arti mampu memegangprinsip akhlak yang telah diajarkan oleh Islam.
Oleh karena itu, berpegang pada tujuan pendidikan seperti itu, maka metode pendi-dikan menurut al-Ghazali itu, misalnya menempatkan guru sebagai figur sentral keteladananpeserta didik, yang dibatasi oleh 10 kewajiban bagi peserta didik dan 8 kewajiban bagi
pendi-dik, yang disebutnya sebagai wazhifah, yakni kewajiban yang berlandaskan nilai-nilaiIslam.Sementara dari segi materi pendidikan, al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu
agama dan ilmu umum yang dikotomis seperti sekarang ini, yang penting ilmu itu dapatmembawa kemaslahatan kehidupan selama di dunia maupun di akhirat kelak. Namun yangditekankan kuat dalam materi pembelajaran itu adalah menguasaan akhlak Islam, sebagaidasar pijakan berprilaku, baik ketika jadi murid maupun hidup di masyarakat.
Pandangan-pandangan pendidikan yang dikemukakan oleh al-Ghazali itu nampaksangat relevansi dengan kebutuhan bagi pengembangan pendidikan Islam, khususnya di In-
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
2/21
2
donesia yang selalu terombang-ambing oleh berbagai kebijakan Pemerintah yang cenderungsekuler.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
3/21
3
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada siswa, peserta didik
atau manusia lainnya, dengan harapan agar dengan pendidikan ini mereka kelak menjadi
manusia yang shaleh yang berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi
dengan apa yang tidak patut dilakukannya.
Dengan pendidikan, maka manusia dapat menjadi makhluk Allah SWT yang
istimewa. Walaupun saat dilahirkan dari kandungan ibunya belum tahu apa-apa, namun ia
dibekali potensi berupa pendengaran, penglihatan serta akal, dan hati. Sebagaimana
firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut
ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sedikit apapun, dan Dia memberi kamu,
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.
Dengan potensi yang diberikan oleh Allah SWT itu manusia diberikan
kemampuan untuk melakukan kegiatan pendidikan, tentunya pendidikan itu harus
berdasar atas kehendak yang penuh dengan tanggung jawab, karena hal ini menyangkut
masa depan anak didik, masa depan masyarakat, masa depan suatu bangsa.
Islam adalah agama yang begitu memperhatikan tentang penggunaan akal dan
pendalaman dunia pendidikan. Islam mengajak kepada setiap individu untuk merasakan
betapa beratnya tanggung jawab dalam pendidikan akal seorang anak manusia. Mengajak
setiap manusia untuk turut serta berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebu-
dayaan.
Dari dasar inilah maka kita diajak untuk sadar, bahwa pendidikan itu menempati
posisi yang sangat dominan dalam kegiatan dan aktivitas manusia. Sebab pendidikan
merupakan bagian yang tak akan terpisahkan dari kehidupan manusia.
Pendidikan dalam prinsip Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam
kerangka meningkatkan kepribadian siswa, dengan jalan membina potensi-potensi yang
ada padanya, baik itu potensi mental (rohani) maupun potensi fisik (jasmani).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Noor Syam dkk., bahwa pendidikan adalahaktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budhi nurani) dan
jasmani (panca indra serta keterampilan).
Apabila pendidikan itu berjalan dengan baik dan lancar serta sesuai dengan apa
yang ada dalam al-Quran, maka hasil yang dicapainyapun akan sesuai dengan yang
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
4/21
4
dicita-citakan. Sebaliknya apabila pendidikan itu dilaksanakan dengan tanpa adanya
program dan keseriusan, maka hasilnyapun akan kita rasakan. Melalui pendidikan para
pendidik Islam menghasilkan pribadi-pribadi yang nanti menjadi pendidik pula,
menyebarkan Islam kepada generasi yang akan datang.
Pendidikan yang baik merupakan modal utama dalam kemajuan peradaban
manusia, terutama dalam hal pengembangan nilai-nilai yang normatif, sehingga
pendidikan tidak hanya menciptakan manusia-manusia yang pintar akan tetapi juga
menciptakan manusia yang tahu akan tanggungjawabnya sebagai makhluk pribadi dan
makhluk sosial.
Pendidikan harus tetap berjalan, berkembang dan maju sesuai dengan
perkembangan zaman, namun tetap tak terbawa arus oleh gejolak-gejolak zaman, sebab
perkembangan zaman manusia tidak selamanya membawa kebaikan, namun juga
terkadang membawa kepada kejelekan. Untuk itulah maka diperlukan pengontrol dan
pengantisipasi, yaitu yang disebut dengan pendidikan.
Pendalaman tentang pendidikan Islam yang dipelajari oleh para siswa,
memerlukan adanya pemahaman dan pengamatan yang mendalam pula, dengan demikian
pendidikan tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek kognitif
saja, melainkan juga menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek afektif dan
psikomotor. Walaupun untuk hal ini memang diperlukan usaha-usaha yang besar dan
serius. Ilmu memang tidak mudah didapat tapi bila sudah dapat melaksanakannya, banyak
manfaat yang kita peroleh.
Dalam pengembangan tentang pendidikan agama Islam yang kita harapkan
bersama, yaitu pendidikan yang mampu memberi nilai yang baik dan mulia, maka
memang perlu diperhatikan segala hal yang bersangkut paut dengan apa yang ada dalam
al-Quran. Dalam hal ini pendidikan disempurnakan dan dipenuhi dengan hal-hal yang
sifatnya nyata dalam bentuk pengalaman.
Dalam melaksanakannya, pendidikan merupakan suatu proses yang terdiri daribeberapa komponen, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling
komplementer atau saling pengaruh mempengaruhi kepada tujuan.
Dalam kaitan antara pendidikan agama Islam dengan hal-hal yang menyangkut
penerapan moral atau akhlak, dalam hal ini yang terangkum dalam al-Quran, maka kita
akan menemukan permasalahan-perma-salahan itu dalam permasalahan atau pembahasan
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
5/21
5
yang selalu digeluti oleh Ulama besar Hujatul Islam Abi Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali. Dialah tokoh umat Islam yang tidak sedikit waktunya dicu-
rahkan untuk kegiatan-kegiatan dan penelaahan-penelaahan yang masih ada sangkut
pautnya dengan permasalahan yang ada di dalam al-Quran terutama dalam bidang
pendidikan. Wawasan keilmuannya yang se-demikian luas dan mendalam serta sikap
hidupnya sebagai hamba Allah yang konsisten, terbaca dalam karya-karyanya yang
jumlahnya sekitar seratus buah, serta transfaran pula dalam pola perilakunya sehari-hari.
Mengingat betapa pentingnya mengetahui pemikiran Imam al-Ghazali untuk
pengembangan pendidikan Islam, maka secara spesifik perumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dasar pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali?
2.
Bagaimana al-Ghazali meletakkan al-Quran dan Sunnah sebagai dasar dalam
penentuan tujuan pendidikan Islam itu?
3.
Bagaimana pandangan al-Ghazali tentang al-Quran dan Sunnah sebagai dasar dalam
penentuan metode dan materi pendidikan Islam itu?
4. Kualifikasi apa yang menjadi prioritas bagi al-Ghazali dalam pendidikan Islam?
B. LANGKAH-LANGKAH DAN METODE PENELITIAN
Setelah diketahuinya permasalahan yang ada, yakni berkenaan dengan al-Quran dan
Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun atau merumuskan permasalahan-permasalahan tersebut
secara sistematis sesuai dengan prosedur yang berlaku.
1. Menginventarisasi Data.
Upaya untuk mengetahui secara mendalam mengenai pembahasan al-Quran dan Sunnah
sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali diperlukan
berbagai sumber data, baik data yang bersifat kewahyuan seperti al-Quran dan Sunnah,
ataupun data yang berhasil dihimpun dari berbagai buku-buku, sesuai dengan penelitian ini.
2. Teknik PenelitianTeknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu studi kepustakaan (books survey),
yakni berupa penelitian yang menitikberatkan pada penelaahan buku-buku karangan para ahli
yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Dilihat dari teknik analisisnya, penulis
menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
6/21
6
a. Teknik Induktif, yaitu penelitian dengan menggunakan premise dari fakta yang bersifat
khusus menuju ke arah yang bersifat umum sebagai kesimpulannya.
b. Teknik Dedutif, yaitu penelitian dengan menggunakan premise dari fakta yang bersifat
umum menuju ke arah yang bersifat khusus sebagai kesimpulannya.
c. Teknik Konvergentif, yaitu suatu teknik penelitian dengan memadukan kedua unsur teknik
yang bersifat kualitatif di atas.
3. Pengolahan atau Analisis Data
Hal ini berarti membuat suatu formulasi dari data yang telah di dapat secara variabel,
sehingga menghasilkan suatu rumusan mengenai al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi
pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali secara kualitatif.
4. Membuat Kesimpulan
Dari sejumlah uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, kemudian ditarik
suatu kesimpulan dari penelitian yang berkenaan dengan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini, yakni al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam
menurut Imam al-Ghazali. Dengan terselesaikannya langkah ini diharapkan akan terjadinya
suatu deskripsi tentang al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan
Islam, sebagai sebuah sumbangan pemikiran dari Imam al-Ghazali.
C. TEMUAN DALAM PENELITIAN
1. Konsep dan Tujuan Pendidikan dalam al-Quran dan al-Sunnah
Jargon bahwa al-Quran sebagai sumber pokok ilmu pengetahuan dan al-Sunnah
sebagai sumber inspirasi bagi kebangkitan umat, yang intinya menempatkan bahwa al-
Quran sebagai petunjuk global dan al-Sunnah sebagai petunjuk praktis bagi kehidupan
umat Islam, maka nilai-nilai universalitasnya masih memungkinkan untuk dapat dipakai
hingga akhir zaman. Oleh karena itu, kedua sumber ajaran Islam tersebut dapat dijadikan
dasar bagi pendidikan Islam.
Al-Quran sebagai sumber nilai dari pedoman bagi ummat Islam memiliki sistem
kehidupan yang sempurna, karenanya dalam persoalan pendidikan yang merupakan aspek
pokok dalam kehidupan hampir dua pertiga dibicarakan dalam al-Quran.
Di dalam al-Quran didapatkan pembahasan mengenai pendidikan bagi manusia.
Kata Rabbul Alamin dalam ayat Alhamdu lillahi robbil Alamin memiliki arti
murobbil Alamin (pendidikan alam semesta). Term Tarbiyah yang sering dipakai
dalam kalangan pendidikan Islam merupakan bantuan dari kata kerja rabba yurobbi
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
7/21
7
tarbiyatan; yang memiliki arti pendidikan dan pemeliharaan. Hal ini digambarkan di
dalam surat al-Isra: 24, yang artinya: Ya Tuhanku kasihanilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku semasa kecil.
Karena al-Quran memberikan pandangan yang mengacu kepada kehidupan di
dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam.
Adalah mustahil jika seseorang berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil
al-Quran sebagai rujukannya.
Dengan demikian dapat diperoleh suatu kejelasan bahwa pendidikan menurut al-
Quran adalah merupakan konsekuensi logis dari usaha pemenuhan kebutuhan hidup
manusia, baik dilihat dari kebutuhan fisiologis maupun psikologis yang memungkinkan
tercapainya perbaikan dan kualitas hidup manusia berdasarkan ajaran Islam melalui upaya
pendidikan yang bersumber dari ajarannya yang asli, yaitu al-Quran. Lebih dari itu al-
Quran juga merupakan tuntunan dan pedoman hidup manusia dalam berbagai bidang dan
aspek hubungan, termasuk di dalamnya hubungan yang berfungsi untuk membudidaya-
kan sumber daya manusia, yaitu melalui pendidikan. Adapun term yang selalu dipakai
untuk istilah pendidikan ini, al-Quran menyebutnya dengan istilah Tarbiyah
(memelihara dan mendidik), meskipun oleh beberapa ahli pendidikan penggunaan istilah
ini kurang tepat. Namun yang pasti, al-Quran dengan segenap konsep yang paripurna dan
komprehensif telah memberikan dasar-dasar pokok bagi acuan dan usaha pendidikan
yang mesti dilakukan umat manusia menuju kebaikan di dunia dan di akhirat kelak. Hal
ini berarti memastikan manusia agar menjalani proses kehidupannya dengan usaha
pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan hidupnya, yang memiliki falsafah
dasar yang kuat serta tidak berubah-ubah, yakni landasan al-Quran sebagai acuan
nilainya.
Pembinaan manusia, ataudengan kata lainpendidikan al-Quran terhadap,
anak didiknya dilakukan secara bersamaan. Satu contoh sederhana adalah sikap al-Quran
ketika menggambarkan puncak kesucian jiwa yang dialami oleh seorang Nabi pada saat iamenerima wahyu. Di sana al-Quran mengaitkan pelaku yang mengalami puncak
kesucian tersebut dengan suatu situasi yang bersifat material.
Dengan demikian, konsep pendidikan yang dikehendaki oleh al-Quran dan al-
Sunnah itu adalah pendidikan sepanjang hayat. Misalnya sifat pendidikan al-Quran
adalah rabbani, yakni yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT, yang oleh
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
8/21
8
al-Quran dijelaskan cirinya antara lain mengajarkan Kitab Allah, baik yang tertulis (al-
Quran), maupun yang tidak tertulis (alam raya), serta mempelajarinya secara terus
menerus.
Adapun tujuan Pendidikan dalam al-Quran dan al-Sunnah adalah dapat
dijelaskan bahwa setiap usaha pendidikan tentunya akan memiliki prinsip-prinsip yang
mendasari pendidikan itu berlangsung. Dasar pendidikannya sudah barang tentu harus
sesuai dengan model, proses dan orientasi pendidikan yang direncanakan.
Demikian pula halnya dengan pendidikan dalam Islam, dengan melihat namanya
saja (pendidikan Islam) sudah nampak jelas bahwa pendidikan itu didasarkan pada
sumber ajaran Islam, yakni al-Quran sebagai sumber pokoknya, dan al-Sunnah dan
ditambah beberapa pemikiran para ahli di bidangnya.
Dalam hubungan ini, Abdurrahman Shaleh Abdullah menjelaskan bahwa jika al-
Quran memberikan pandangan yang mengacu kepada kehidupan di dunia ini, maka asas-
asas dasarnya harus dapat memberikan petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang
tidak mungkin dapat berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil al-Quran
sebagai satu-satunya rujukan.
Kutipan beberapa ayat-ayat al-Quran dan dua sabda Nabi di atas, yang dijadikan
rujukan dalam merumuskan suatu tujuan pendidikan yang terkandung dalam al-Quran
dan al-Sunnah itu, antara lain:
1. Mengenalkan manusia akan peranannya di antara sesama makhluk Allah dan tanggung
jawab pribadinya di dalam hidup ini.
2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat.
3. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah
diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil
manfaat dari alam tersebut.
4.
Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadahkepada-Nya.
5. Membimbing manusia agar berakhlak baik, dan melarang berakhlak munafik.
6.
Membimbing manusia agar menjadi orang yang pintar dan mampu menjadi pemimpin
yang tidak menyesatkan masyarakat.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
9/21
9
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan dalam al-Quran
dan al-Sunnah itu adalah menumbuhkan kemampuan dalam mengembangkan tiga
kekuatan rohaniah pokok pada manusia (trichotomi), yaitu untuk dapat berkomunikasi
secara baik dengan Tuhannya, dengan sesamanya, maupun dengan alam sekitarnya.
Kemampuan berkomunikasi dengan Tuhan, manusia dan alam sekitarnya yang
bermakna demikian luas itulah tampak yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan
dalam al-Quran dan al-Sunnah. Dan dalam proses berkomunikasi dengan tiga aspek itu,
al-Quran dan al-Sunnah dilandasi dengan akhlak yang baik.
2. Percikan Pemikiran Imam Al-Ghazali
Pandangannya terhadap dunia pendidikan, Imam al-Ghazali lebih banyak
berorientasi pada penekanan bathiniyah (aspek afektif) daripada berorientasi pada
pengetahuan inderawi belaka. Hal ini tampak dari buah karyanya seperti Fatihat al-
Kitab, Ayyuh al-Walad dan Ihya Ulumuddin.
Imam al-Ghazali memandang pendidikan sebagai sarana atau media untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Sang Pencipta (Allah), dan untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak yang lebih utama dan abadi. Hal ini terlihat dari
tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni: (1) Insan Purna yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan (2) Insan Purna yang bertujuan untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Di samping itu, terdapat hal yang penting mendapat perhatian dalam mengkaji
pemikiran Imam al-Ghazali dalam bidang pendidikan ini, yaitu pandangannya tentang
hidup dan nilai-nilai kehidupan yang sejalan dengan filsafat hidupnya, meletakkan dasar
kurikulum sesuai dengan proporsinya serta minatnya yang besar terhadap ilmu
pengetahuan.
Dengan demikian, corak pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan itu cenderung
sufistik dan lebih banyak bersifat rohaniah. Karena menurutnya ciri khas pendidikan
Islam itu lebih menekankan pentingnya menanamkan nilai moralitas yang dibangun darisendiri-sendi akhlak Islam.
Namun demikian, al-Ghazali menekankan pula pentingnya penguasaan ilmu
pengetahuan untuk kepentingan hidup manusia. Ilmu pengetahuan menurut Imam al-
Ghazali adalah sebagai kawan di waktu sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk jalan
kepada agama, merupakan pendorong ketabahan di saat dalam kekurangan dan
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
10/21
10
kesukaran. Sedemikian agung Imam al-Ghazali memandang ilmu pengetahuan sebagai
tolok ukur keberhasilan pendidikan Islam pada masa kini dan yang akan datang, sehingga
Abdul Razak Naufal menyebut Imam al-Ghazali sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan
tentang kejiwaan (Psikologi) di dunia ini. Hal ini sejalan dengan corak dan filsafat
pendidikannya yang bersifat sufistik atau kerohanian itu.
Lebih spesifiknya pandang al-Ghazali tentang pendidikan itu antara lain
dinyatakan: Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan mendekatkan diri kepada
Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan
berhampiran dengan malaikat tinggi Dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu
yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu yang beku yang tidak
berkembang.
Menurut analisis Abidin Ibnu Rusn, Kata hasil, seperti tertera dalam kutipan
pertama di atas, adalah menunjukkan pada proses, dan kata mendekatkan diri kepada
Allah menunjukkan pada tujuan. Dan kata ilmu menunjukkan pada alat. Sedangkan
pada kutipan kedua di atas merupakan penjelasan mengenai alat, yakni disampaikannya
dalam bentuk pengajaran.
Dengan demikian pandangan al-Ghazali mengenai pendidikan Islam itu adalah
sarana bagi pembentukan manusia yang mampu mengenal Tuhannya dan berkakti
kepadaNya. Sehingga dalam pandangan al-Ghazali dinyatakan bahwa manusia yang
dididik dalam proses pendidikan hingga pintar, namun tidak bermoral, maka orang
tersebut dikategorikan sebagai orang bodoh, yang dalam hidupnya akan susah. Demikian
pula orang yang tidak mengenal dunia pendidikan, dipandangnya sebagai orang yang
binasa. Pandangan ini berdasarkan penyataan Abu Darda, salah seorang sahabat Nabi,
yang dikutip oleh al-Ghazali dalam bukunya:
Orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu berserikat pada kebaikan.
Dan manusia lain adalah bodoh dan tak bermoral. Hendaklah engkau menjadi orang
yang berilmu atau belajar atau mendengar, dan jangan engkau menjadi orang keempat(tidak masuk salah seorang dari ketiga itu), maka binasalah engkau.
Berdasarkan pernyataan ini al-Ghazali menekankan betapa pentingnya manusia
itu berilmu dan ilmu itu harus diajarkan kepada yang lainnya. Dengan kata lain, al-
Ghazali menghendaki bahwa pendidikan itu menjadi suatu kebutuhan pokok umat Islam.
Karena Islam menghendaki pendidikan itu berlangsung sepanjang hayat manusia. Dan
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
11/21
11
dengan pendidikan itu pula umat Islam dapat berproses hingga mencapai predikat sebagai
insan kamil, yakni manusia yang memiliki integritas moral yang tinggi, yang dibangun
dari nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh Islam.
3. Pandangan al-Ghazali tentang al-Quran dan al-Sunnah sebagai Sumber
Pendidikan Islam
Pendidikan yang boleh dikatakan sebagai bentuk rekayasa sosial (social
engeneering) yang telah dicanangkan oleh ajaran Islam dalam pembentukan masyarakat
yang bermartabat sebagai kebalikan dari masyarakat Jahiliyah, maka sudah tentu
sumbernya adalah dari ajaran Islam itu sendiri, yakni dari al-Quran dan al-Sunnah telah
disepakati oleh umat Islam (ijma jamai) sebagai sumber pokok ajaran Islam.
Berangkat dari pemikiran ini, al-Ghazali yang dikenal luas sebagai Hujjah al-
Islam, dan telah bergumul langsung dengan pendidikan Islam itu, pemikirannya tentang
pendidikan dapat dicermati dalam kedua bukunya:Ihya Ulum al-Din dan Ayyuh al-
Walad.
Dalam kedua buku ini, al-Ghazali menekankan pemikiran pendidikan itu harus
mengedepankan pembersihan jiwa dari noda-noda akhlak dan sifat tercela. Sebab, ilmu
itu merupakan bentuk ibadah hati, shalatnya nurani dan pendekatan jiwa menuju Allah
SWT. Pandangan sufistik demikian itu, tampak berangkat dari krisis kepercayaan al-
Ghazali terhadap ilmu-ilmu rasional sebelumnya yang digumuli oleh al-Ghazali, seperti
kalam dan filsafat yang tidak memuaskan aspek religinya.
Al-Ghazali memformulasikan teori kependidikannya dalam karya Ayyuh al-
Walad. Namun prinsip-prinsip pokok pendidikan di karya ini banyak yang sudah
diungkapannya dalam karyaIhya', sehingga sebagian yang ada dalamAyyuh al-Walad itu
hanya merupakan pengulangan terhadap apa yang telah ada dalamIhya'.
Pembicaraan al-Ghazali mengenai pendidikan yang terdapat dalamIhya' berkisar
pada tiga hal pokok:
1.
Penjelasan tentang keutamaan ilmu pengetahuan atas kebodohan2.
Pengklasifikasian ilmu-ilmu yang termasuk ke dalam program kurikuler.
3. Kode etik bagi pendidik (guru) dan peserta didik.
Terkait dengan hal pertama, al-Ghazali memaparkan serangkaian ar-gumen-
argumen naqli dan aqli. Argumen-argumen naqli yang dikemukakan-nya mempunyai
kesamaan dengan argumen-argumen naqliyang dikemukakan oleh para ahli pendidikan
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
12/21
12
Muslim lain dalam karya-karya mereka, karena memang bersumber dari al-Quran, Hadis
dan pendapat para pakar yang sama.
Adapun argumen-argumen naqli yang dikemukakannya banyak ber-beda dengan
ahli pendidikan lain; argumen-argumen naqlinya berorientasi pada tujuan tunggal berupa
pengarahan individu menuju kedekatan diri dengan Allah. Dikatakannya, karena
dunia merupakan sawah ladang bagi akhirat; ia adalah wahana pengantar menuju Allah
bagi orang-orang yang memang menjadikannya sebagai alat dan sarana, tidak
menjadikannya sebagai tempat tinggal dan tujuan.
Dengan kerangka pikir semacam itu, al-Ghazali melihat ilmu pengetahuan itu
merupakan keutamaan bernilai manfaat yang bersifat internal, sehingga ia dicari karena
manfaat internalnya dan ia merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.
Selain itu, ia juga merupakan jalan utama yang mengantarkan seseorang dekat dengan
Allah semulia-mulianya segala sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang dekat dengan-
Nya. Untuk bisa dekat dengan Allah seseorang perlu beramal dan seseorang tidak dapat
beramal dengan baik dan benar kecuali dengan ilmu pengetahuan mengenai bagaimana
cara beramal. Jadi, pangkal kebahagiaan di dunia dan di akhir adalah ilmu, sehingga
merupakan amal yang terbaik. Sesuatu dapat diketahui kadar keutamaannya melalui
akibat (manfaat) yang ditimbulkan; sementara sudah dimaklumi bahwa manfaat ilmu
adalah kedekatan diri dengan Allah, para malaikat dan kalangan orang-orang mulia
lainnya di akhirat. Adapun di dunia, (hal yang bisa diraih dengan ilmu) adalah kemuliaan,
kahormatan dan kewibawaan, bahkan dari kalangan masyarakat pun, menghormati dan
memuliakan guru-guru mereka lantaran keilmuan yang dimiliki. Tidak hanya itu, hewan
pun tunduk kepada manusia lantaran memandang manusia lebih tinggi tingkatannya.
Inilah keutamaan ilmu secara umum. Memang ada perbedaan dan hirarki keilmuan yang
berimplikasi pada variasi keutamaan masing-masing.
Bila ilmu merupakan hal yang paling mulia, maka mempelajari ilmu berarti
menuntut sesuatu yang utama, dan mengajar tujuan pokok hidup kita bermuara padalingkup agama dan dunia. Harmoni agama memerlukan har-moni sawah ladang akhirat
(dunia) yang merupakan sarana menuju Allah yang menjadikannya sebagai alat dan
media, bukan bagi orang yang menjadi-kannya sebagai orientasi dan tujuan hidup. Dan
urusan dunia hanya dapat diatur bila ada karya usaha (amal) manusia.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
13/21
13
Dan pemikiran al-Ghazali tentang keutamaan orang yang berilmu itu, terdapat
relevansinya dengan firman Allah, misalnya ayat yang menyatakan, artinya:Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Q.S. al-Mujadalah, 58: 11).
Bahkan orang yang mengabdikan dirinya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, dipandang oleh Allah sebagai bentuk inventasi masa depan di akhirat kelak.
Allah menyatakan: Barangsiapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak (Q.S. al-Hadid, 57: 11).
Itu sebabnya, karya usaha (profesi) termulia setelah profesi kenabian adalah
mengajarkan ilmu, membersihkan jiwa manusia dari akhlak tercela dan merusak dan
membimbing mereka menuju akhlak terpuji dan menyejah-terakan. Profesi inilah yang
disebut al-Ghazali dengan talim.(pengajaran). Menurut Muhammad Jawwad Ridha,
mengurai alasan profesi ini sebagai profesi termulia menurut al-Ghazali itu adalah
berdasar tiga hal. Yang merupakan parameter penilaian suatu profesi:
1. Intrumen daya insani yang dipergunakannya. Ilmu pengetahuan intelektual lebih
utama dibandingkan ilmu pengetahuan kebahasaan, karena yang pertama
menggunakan instrumen daya insani akal, sedangkan yang kedua menggunakan
instrumen daya insani sama. Akal lebih utama dibandingkan dengan sama
2. Scop kemanfaatannya seperti keutamaan pertanian atas penyablonan.
3. Objek yang digarapnya, seperti keutamaan penyepuhan atas penyamakan, karena
yang pertama objeknya adalah emas, sedangkan yang kedua objeknya adalah kulit.
Jelaslah bahwa ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan menuju akhirat
hanya dapat diperoleh dengan menggunakan kesempurnaan akal dan kejernihan pikir.
Akal adalah instumen daya insani yang termulia karena dengannyalah manusia menerima
amanat dari Allah dan dengannya juga manusia mendekatkan diri kepadaNya.Dalam hubungannya dengan kurikulum, al-Ghazali membagi ragam ilmu (sebagai
program kurikuler) menjadi dua bagian: Ilmu yang pardu ain dan Ilmu yang pardu
kifayah. Sedangkan dalam hubungannya dengan ilmu yang pardu ain, ia membaginya
menjadi: Ilmu muamalah (empiris praktis) dan Ilmu mukasyafah.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
14/21
14
Dalam kitab Ihya, al-Ghazali menuturkan beberapa kewajiban pendidik dan
peserta didik yang disebutnya sebagai kode etik pendidikan ditemukan ada beberapa
konklusi edukatif yang mencirikan pola umum pemikiran al-Ghazali dalam
pendidikannya, antara lain sebagai berikut:
1. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada pencapaian ridla Allah. Karena,
ilmu berfungsi membersihkan jiwa manusia dari ambisi dan tujuan yang rendah. Ilmu
menyeru pada keluhuran jiwa dan kemuliaan rohani.
2. Kode etik tersebut memperkuat teori ilmu ilhami yang oleh al-Ghazali dijadikan
sebagai landasan teori pendidikannya. Pada banyak tempat ia menandaskan, bahwa
ilmu adalah cahaya yang dilimpahkan Allah ke dalam hati manusia.
3.
Peneguhan tujuan agamawi dalam kegiatan menuntut ilmu. Bahkan tujuan agamawi
merupakan tujuan puncak kegiatan menuntut ilmu.
4.
Terdapat poin penting berupa pembatasan term al-ilmhanya pada ilmu tentang Allah.
Al-Ghazali menegaskan, Ilmu merupakan keutamaan pada dirinya sendiri tanpa
syarat. Sebab, ia adalah atribut kesempurnaan yang dimiliki Allah dan dengannya
pula para Malaikat dan para Nabi menjadi mulia.
Al-Ghazali juga berpandangan idealistik terhadap profesi guru. Idealisasi guru,
menurutnya, adalah orang yang berilmu, beramal dan mengajar. Orang seperti ini adalah
gambaran orang yang terhormat di kolong langit. Dari sini al-Ghazali menekankan
perlunya keterpaduan ilmu dengan amal. Ia menyerupakan guru sejati dengan matahari
yang menyinari sekelilingnya, dan dengan minyak wangi (misk) yang membuat harum di
sekitarnya. Adapun orang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya, maka ia ibarat
lembar kertas yang bermanfaat bagi lainnya, namun dirinya sendiri kosong. Atau ibarat
jarum yang menjahit baju untuk yang lain, sementara dirinya sendiri justru telanjang. Atau
ibarat lilin yang menerangi lainnya, namun dirinya sendiri justru meleleh terbakar.
Berangkat dari perspektif idealistik profesi guru tersebut, al-Ghazali menandaskan
bahwa orang yang sibuk mengajar merupakan orang yang bergelut dengan sesuatu yangamat penting. Sehingga ia perlu menjaga etiket dan kode etik profesinya.
Demikianlah prinsip-prinsip umum yang dikemukakan al-Ghazali ber-kenaan
dengan teori pendidikannya dalam kitab Ihya. Namun demikian, konsep filosofis
pendidikannya tampak lebih banyak tertuang dalam kitabAyyu al-Walad. RisalahAyyuh
al-Walad, dalam bentuknya yang ringkas itu, terdiri dari pengantar dan enam bagian
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
15/21
15
pembahasan. Bagian pengantar merupakan prolog yang berisi seputar nasihat dan
perdebatan para filosof tentang tujuan ilmu, kaitan ilmu dengan amal, ilmu sebagai
ketaatan dan ibadah sebagai pelaksanaan tuntunan syara.
Bagian pertama meliputi pembahasan tentang kebenaran itikad, taubat, usaha
menjauhi debat kusir dalam masalah ilmu dan perolehan ilmu syari. Sementara bagian
kedua berisi seputar amal salih, pelatihan jiwa, remehnya dunia, pembersihan jiwa dari
sifat rakus (tamak) dan perlawanan terhadap syetan.
Adapun bagian ketiga berisi tentang seputar pendidikan, yaitu terkait dengan
pentingnya pengikisan akhlak tercela dan penanaman akhlak terpuji. Bagian keempat
mengulas tentang etika peserta didik yang banyak kesamaan-nya dengan paparan al-
Ghazali dalam kitabIhya. Sementara bagian kelima memuat topik perihal penganut sufi
sejati, syarat-syarat keistiqamahanber-sama Allah dan ketenangan (al-sukun) bersama
makhluk. Sedangkan bagian keenam oleh al-Ghazali diisi dengan beberapa nasihat
penting bagi para peserta didik. Keharusan mereka memadukan antara ilmu dan amal;
larangan berdebat kecuali untuk tujuan mencari kebenaran; larangan terlalu intim
dengan para penguasa; larangan untuk menerima hadiah dari mereka, karena keintiman
yang seharusnya hanyalah dengan Allah dan dengan sesuatu yang diridlai-Nya melalui
ketekunan dalam berbuat kebaikan.
4. Relevansi Pandangan al-Ghazali bagi Kebutuhan Pengembangan Pendidikan
Islam Dewasa Ini
Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dapat dinilai
dari out put-nya, yakni orang-orang sebagai produk pendidikan. Bila pendidikan
menghasilkan orang-orang yang dapat bertanggung jawab atas tugas-tugas kemanusiaan
dan tugas-tugasnya kepada Tuhan, bertindak lebih bermanfaat baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi orang lain, maka pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil. Sebalilknya,
bila out put-nya adalah adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas
hidupnya, pendidikan tersebut dianggap mengalami kegagalan.Ciri-ciri utama dari kegagalan suatu proses itu ialah, manusia-manusia produk
pendidikan itu lebih cenderung mencari kerja dibandingkan dengan orang yang dapat
menciptakan lapangan kerja sendiri. Kondisi demikian itu seperti terlihat dewasa ini,
kemudian melahirkan berbagai budaya yang tidak sehat bagi masyarakat luas. Hanya
karena ingin mendapat kerja yang layak, kemudian secara kondisional orang terpaksa
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
16/21
16
menyuap. Sebaliknya, orang yang tidak dapat bekerja yang dianggap sesuai dengan
pendidikannya, juga melakukan tindak budaya yang lebih tidak sehat lagi, misalnya,
mencuri dan tindakan negatif lainnya.
Secara inplisit al-Ghazali menekankan bahwa tujuan pendidikan itu adalah dalam
upaya membentuk insan yang paripurna, yakni insan yang tahu akan kewajibannya baik
sebagai hamba Allah, maupun sebagai sesama manusia. Hal ini misalnya terlihat dalam
nasihat yang diberikan oleh al-Ghazali, yang diungkapkannya dalam uraian akhir buku
Ayyuh al-Walad.
Untuk mewujudkan insan sempurna (insan kamil) seperti itulah tampaknya yang
menjadi tujuan pendidikan dalam pandangan al-Ghazali, yakni melalui pendidikan akal,
pendidikan kejiwaan (afeksi) dan pendidikan jasmani atau lebih dikenal dengan sebutan
pendidikan keterampilan.
Dalam sudut pandang Ilmu Pendidikan Islam, aspek pendidikan akal ini harus
mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini dimaksudkan untuk melatih dan mendidik
akal manusia agar dapat berpikir dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk dari Allah
dan Rasul-Nya. Sebaliknya, akal yang tidak mendapatkan pendidikan akan berakibat
langsung ataupun tidak langsung kepada pemiliknya untuk melakukan hal-hal diluar
kemampuannya. Adapun mengenai pendidikan hati seperti dikemukakan oleh al-Ghazali
di atas, adalah merupakan suatu keharusan bagi setiap insan.
Dengan demikian keberadaan pendidikan bagi manusia yang meliputi berbagai
aspeknya adalah mutlak diperlukan bagi kesempurnaan hidup manusia dalam upaya
membentuk wujud pribadi manusia paripurna, berbahagia di dunia dan di akhirat kelak.
Hal ini berarti bahwa tujuan yang telah ditetapkan oleh Imam al-Ghazali memiliki
koherensi yang dominan dengan upaya pendidikan yang melibatkan kepada pembentukan
seluruh aspek pribadi manusia secara utuh.
Demikian pula secara umum, pandangan al-Ghazali tentang pendidikan Islam,
tampak perlu dicermati. Keutuhan pandangan al-Ghazali tentang ilmu misalnya, nampaktidak dikotomi seperti sekarang ini ada ilmu agama dan ilmu umum seperti itu. Sehingga
dari segi kualitas intelektual, secara umum umat Islam jauh tertinggal dari umat yang lain.
Hal ini barangkali salah satu dari akibat sempitnya pandangan umat terhadap ilmu
pengetahuan yang dikotomis seperti itu.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
17/21
17
D. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1.
Pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali adalah sarana perekayasaan sosial bagi
umat Islam yang berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah untuk menuju kesempurnaan
hidup manusia hingga mencapai insan kamil, yang bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah (taqarrub) dalam arti kualitatif, dan kesempurnaan manusia yang
bertujuan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Pencapaian
kesempurnaan hidup melalui proses pendidikan itu juga merupakan tujuan dari
pendidikan Islam itu sendiri.
2.
Materi pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali yang berdasarkan al-Quran dan al-
Sunnah itu ialah berisikan tentang berbagai macam ilmu pengetahuan sebagai sarana
yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya, dengan itu ia mendekatkan diri secara
kualitatif kepada-Nya, dan dengan begitu si penuntut ilmu dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.Namun yang menjadi prioritas materi yang
terpenting dari pendidikan Islam itu adalah bidang akhlak.
3.Metode pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali yang berdasarkan al-Quran dan
al-Sunnah ialah mengandung pengertian yang sangat luas. Tidak hanya di tafsirkan
sebagai kegiatan mengajar saja kepada anak didik, namun lebih dari itu yang dimak-
sudkan dengan metode pendidikan menurut Imam Al-Ghazali ini adalah juga menjadi-
kan guru (al-muallim) sebagai figur sentral untuk dapat dijadikan teladan bagi anak
didiknya. Dalam hal ini, metode pendidikan yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali
adalah sejenis pendidikan guru atau pelatihan guru (teacher education or trainning).
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, berikut ini beberapa implikasi bagi
pengembangan pendidikan Islam, antara lain sebagai sebagai berikut:
1. Pendidikan agama Islam sebagai suatu sistem hendaklah diinterpretasikan sebagai
satu kesatuan yang utuh dan bulat terdiri dari berbagai komponen yang saling
menunjang, tidak dipisah-pisahkan.2.
Untuk memahami tentang sistem pendidikan agama Islam dengan baik dan benar
hendaknya merujuk kepada acuan nilai yang mendasarinya, yaitu al-Quran dan al-
Sunnah supaya terhindar dari kekeliruan yang dibuat.
3.
Di samping penelaahan terhadap acuan nilai tersebut, diperlukan pula acuan lainnya,
seperti para pemikir pendidikan muslim lainnya, seperti Imam al-Ghazali. Oleh
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
18/21
18
karena itu pemikiran Imam al-Ghazali mengenai pendidikan Islam hendaknya dapat
juga dijadikan sandaran bagi pengembangan pendidikan itu, baik pendidikan yang
bersirikan agama maupun non agama. Dan bahkan al-Ghazali tidak membedakan
sama sekali ilmu-ilmu itu. Karena baginya ilmu adalah alat untuk mencapai
keridhaan Allah.
4.
Upaya untuk mengaktualisasikan pemikiran Imam al-Ghazali mengenai pendidikan
hendaknya diambil dari sumber rujukannya yang asli untuk menjaga keorsinilan
pemikiran tersebut.
Dengan demikian, pemikiran Imam al-Ghazali ini hendaknya dijadikan rujukan
bagi pengembangan ilmu pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang, terutama
pengembangan pendidikan bagi masyarakat Islam, yang kualitasnya tidak pernah bisa
mencapai ukuran berhasil yang memadai.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Shaleh.,Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-
Quran serta Implementasinya, Bandung: Duponegoro, 1991.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad., al-Lulu wal Marjan jilid 2, terjemahan Indonesia
oleh H. Salim Bahresy, Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Ahmad As-Sayid, Mahmud., Mendidik Generasi Qurani, Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1991.
Ahmad Hidayat, Pengembangan Pendidikan Islam Menurut Imam Ghazali,
Bandung: Puslit, 1997.
Ahmad, Jamil., Seratus Tokoh Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.
Ahmadi Rn., Ali., Artikel: Bimbingan Akhlak Muslim dalam Majalah Media
Dawah, Jakarta: DDII, 1987.
Ali, Hamdani., Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka kembang, 1987.
An-Nahlawi, Abdurrahman., Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam,Bandung: Diponegoro, 1989.
Anshari, H.E. Saefudin., Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1986.
Al-Asqalani, Ibnu Hajjar., Fath al-Bari, juz VI & XII, T.tp.: Dar al-Fikr wa
Maktabah al-Salafiyah, T.tp.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
19/21
19
Al-Ghanimi al-Taftazani, Abu al-Wafa., Sufi dari Zaman ke zaman, Bandung:
Pustaka, 1974.
Al-Ghazali, Imam., al-Munqidz min al-Dhalal, Istambul: Darussafeka, T.th.
-----------, Ihya Ulum al-Din,jilid I, al-Nasir Se-rikat an-Nur Asia, T.tp., T.th.
-----------,Ayyuh al-Walad, Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, T.th.,
Al-Jurjani, Ali., al-Tarifat., Singapore: al-Haramain T.th.
Al-Mawla, Mohammad Jad., al-Khuluq al-Kamil, Kairo: al-Maktabah, 1971
Al-Thohar Ben Asyur, Syaikh Muhammad., Tafsr al-Tahrr wa al-Tanwr.
Tunis: al-Dar al-Tunisiyyah, 1984.
Al-Utsaimin,Muhammad Ibn Shalih., Mushthalah al-Hadis, Saudi Arabia: Dar
al-Fatah al-Syariqah, 1994
Al-Suyuthi, Imam., al-Jami al-Shaghir jilid V, diterjemahkan oleh H. Nadjih
Ahjad, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996.
Ar-Rosi, Abdurrahman., Keberadaan Manusia di Muka Bumi, Bandung:
Rosdakarya,1988.
Ash-Shiddieqy, TM. Hasby., Pengantar Ilmu Tafsir/al-Quran, Jakarta: Bulan
Bintang, 1986.
-----------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Asyraf, Ali.,Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.
Barnadib, Sutari Imam.,Ilmu Pendidikan Teoritis, Jakarta: Kalam Mulia, 1987.
Chalil, Munawar., Kembali kepada al-Quran dan As-Sunnah,Jakarta: Bulan
Bintang, 1989.
Daen Indrakusuma, Amir., Pengantar Ilmu Pendidikan, Bandung: Usaha
Nasional, T.th.
Effendi, Usman., Pengantar Psikologi, Bandung: Angkasa, 1984.
Fatah Jalal, Abdul.,Azas-azas Pendidikan Islam, Bandung: Diponegoro,1987.
Fadhil al-Jamali, Muhammad., Filsafat Pendidikan dalam al-Quran, Jakarta:Kalam Mulia, 1986.
Faturrahman, Fuh., Wawasan Ilmu Pendidikan, Bandung: Fak. Tarbiyah IAIN
SGD, 1985.
Farida,Susan Noor.,Makalah: Hadits-hadis tentang Pendidikan, Program
Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 1999.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
20/21
20
Feisal, Yusuf Amir., Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press,
1995, hlm. 118-119.
------------,Makalah: Pokok-pokok tentang Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:
Yayasan Ulul Albab, 1992
Fikry, Ali., al-Insan, Beirut: Dar al-Fikr, T.th.
Ghazali, M. Bahri., Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, cet.II, 1996.
Hasan Sulaeman, Fathiyah., Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan,
Bandung: Diponegoro, 1989
------------, Konsep Pendidikan al-Ghazali, Bandung: Diponegoro, 1986.
Hidayat, A., al-Quran sebagai Konsep Dasar dalam Sistem Pendidikan Islam,
Bandung: Puslit IAIN, 1998.
Ibn Hanbal, Ahmad.,Musnad Ahmad Ibn Hanbal,jilid III, dengan Hasyiah oleh
Ali Ibn Hisam al-Din al-Mutqi, Beirut: al-Maktab al-Islam, 1978.
Ibnu Rusn, Abidin., Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998.
Jawwad Ridha, Muhammad., Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan, Terjemah
Mahmud Arif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.
Jabir al-Alwani, Thoha., The Quran and the Sunnah: The Time-Space Factor,
USA: International In-stitute of Islamic Thought (IIIT), 1991.
Jaya, Yahya., Spiritualisasi Islam dalam Mengembangkan Kepribadian dan
Kesehatan Mental, Jakarta: Ruhama, 1994
Langgulung, Hasan.,Asas-asas Pendidikan Islam,Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989.
--------------,Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Almaarif,
1980.
--------------,Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986.
Madjid, Nurcholish.,Masyarakat Religius, Jakarta Paramadina, 1997Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Almaarif,
1989.
Mudhar, Atho., Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Budhy Munawar-
Rachman (ed.) Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1994.
Naufal, Abdul Razak., Umat Islam dan Sains Modern, Bandung: Husaini, 1987.
7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali
21/21
21
Quesem,Etika al-Ghazali, Bandung: Pustaka, 1998
Ramdhan al-Buthi, Muhammad., Fiqh al-Sirah, Beirut: Dar al-Fikr, 1980.
Razak, Nasrudin.,Dienul Islam, Bandung: Almaarif, 1986.
Schimmel, Annemarie.,Dimensions of Islam, terjemahan Sapardi Djoko Damono,
dan diberi judul:Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000
Shaleh Abdullah, Abd al-Rahman., Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut
al-Quran serta Implemen-tasinya, Bandung: Diponegoro, 1991
Shihab, M.Quraisy.,Membumikan al-Quran, Bandung: Mi-zan, 1994.
Soetari Ad., H. Endang., Problematika Hadis, Bandung: Gunung Djati Press,
1997.
------------,Ilmu Hadis, Bandung: Gunung Djati Press, 1998.
Soenarjo, dkk., al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI. 1993.
Sudjana, Nana., dan Daeng Arifin, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,
Bandung: Sinar Baru, 1988.
Supardi, Ahmad., Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Fak. Tarbiyah
IAIN SGD 1986.
Syaefullah, Ali., Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Surabaya: Pustaka al-
Ikhlas, 1982.
Syafii, Imam., al-Risalah, terjemahan Ahmadi Toha, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1987.
Umdirah, Abdurrahman., Metoda al-Quran dalam Pendidikan, Surabaya:
Mutiara Ilmu, T.th.
Vondeffer, Ahmad.,Ilmu al-Quran Pengenalan Dasar, Jakarta: Rajawali Press,
1988.
Wahab, Salwa.,Membina Muslim Sejati, Jakarta: Karya Indonesia, 1989.
Yahya, Mukhtar., dan Fathurrahman Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam
Bandung: Almaarif, 1986.Yaqub, Hamzah., Filsafat Ketuhanan, Bandung: Almaarif, 1987.
Zainuddin, Seluk beluk Pendidikan al-Ghazali, Jakarta: Bumi Angkasa, 1991.
Zuhairini dkk.,Methodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional,
1983.
Top Related