II-1
PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)
(Studi kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Serpong, Tangerang)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
HERMAN DWI PRANOWO I 1304012
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
II-2
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL
DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) (Studi kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN),
Serpong, Tangerang)
Ditulis oleh:
Herman Dwi Pranowo I 1304012
Mengetahui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Ir. Lobes Herdiman, MT Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19641007 199702 1 001 NIP 19701030 199802 1 001
Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik UNS
Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1 001
Pembantu Dekan I Ketua Jurusan Fakultas Teknik Teknik Industri UNS Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT NIP 19561112 198403 2 007 NIP 19641007 199702 1 001
II-3
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Herman Dwi Pranowo
Nim : I 1304012
Judul tugas akhir : Perancangan Perakitan Alat Produksi Biodiesel Dengan Metode Design for Assembly (DFA) (Studi Kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Serpong, Tangerang)
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak
mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa
Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan
batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau
dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, Juli 2010
Herman Dwi Pranowo I 1304012
II-4
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin
suri tauladan kita.
Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati
dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibuku yang telah memberikan doa, kasih
sayang dan dukungan kupersembahkan karyaku untuk kedua orang tuaku
tercinta.
2. Ir. Noegroho Djarwanti, M.T. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT. dan Taufiq Rochman STP, MT selaku dosen
pembimbing yang telah sabar dalam memberikan pengarahan dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
5. Retno Wulan Damayanti, STP, MT selaku dosen penguji skripsi I dan Ilham
Priadhytama, ST, MT selaku dosen penguji skripsi II yang berkenan
memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini.
6. Bapak Eko Liquiddanu, ST, MT selaku pembimbing akademis. Terima kasih
atas bimbinganya selama ini.
7. Dosen-dosen Teknik Industri yang memberikan ilmu dan nilai yang bagus
selama ini.
8. Para staf dan karyawan Jurusan Teknik Industri (mba’ Yayuk, mba’ Rina, pak
Agus, mba’Tutik), atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam
memberikan bantuan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
9. Para staf dan karyawan PTBIN yang telah menerima saya dengan baik dan
memberikan bantuan beserta fasilitas selama melakukan penelitian.
II-5
10. Kedua saudaraku tersayang, Achid dan Izhar yang selalu memberiku semangat
untuk terus berkarya dan berbuat yang lebih baik.
11. ”Neng” (Tika Widyana Pratiwi) yang selalu memberikan semangat, perhatian,
dan ajaran tentang pentingnya tanggungjawab terhadap diri sendiri.
12. Teman kos ”Dewantoro” Masruri (Culuq), Mas Esti, Novian, Doni, Tomi,
Thitut, Ebbi, Supri, Mas Indro, Baskoro, Yudi, Mas Aries, Nova, Lek Kunto,
Koplo dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu tetep berjuang
kawan ”keep on spirit” dan tetap ”sombong”.
13. Teman sekelas dan seperjuangan Teknik Industri ekstensi angkatan ’04
Vicky, Nova, Brama, Danang, Angga Megantoro, Gloria, Miono, Ike, Indri,
Siti Dewi, Yaning, Adi, Julius, Hajar, Dhita, Bambang, Fuad, Aam, Seto,
Sakun, Darno, Hirmanto, bangga bisa kenal dengan kalian. Kalianlah bagian
penting dari semua kisah sedih dan bahagia perjalananku di kota Solo yang tak
akan terlupakan.
14. Seluruh teman Teknik Industri angkatan ’04 UNS yang bersama berjuang
dalam menyelesaikan studi Strata-1. Atas semua bantuannya saya
mengucapkan banyak terima kasih.
15. B 5429 QH motor Honda Grand tersayangku terima kasih berkatmu aku
melangkah sampai sejauh ini, tetap kuatkan kakimu.
16. Celeron 2.0 Ghz dan Pentium 4 2.4 Ghz komputerku tercepat dalam aksess,
biarkan orang lain menghinamu tetapi bagiku kau tetap komputer tercepatku.
17. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan dalam kata pengantar ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun
siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir
ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
II-6
ABSTRAK Herman Dwi Pranowo, NIM: I1304012. PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA). (STUDI KASUS: PUSAT TEKNOLOGI BAHAN INDUSTRI NUKLIR (PTBIN), SERPONG, TANGERANG). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, April 2010.
Desain produk yang kurang tepat menyebabkan perancangan menjadi tidak efisien, sehingga mengurangi keandalan dari produk tersebut dan meningkatkan biaya proses perakitan. Oleh karena itu, industri perlu mendesain produk sebaik mungkin baik agar dapat meningkatkan daya saing produknya. Metode design for assembly (DFA) dengan memperhatikan terhadap masalah biaya produksi suatu produk yang dapat disederhanakan tanpa mengurangi fungsi produk. Desain yang awalnya rumit dan tidak mobile, menjadi lebih sederhana dan mampu digunakan ditempat manapun.
Penelitian ini merupakan pengembangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dengan mempertimbangkan metode design for assembly. Perancangan ulang mengarah pada penggunaan teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. Teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel digunakan pada proses reaction dan proses washing. Penggunaan teknologi ultrasonik dapat mengeliminasi penggunaan boiler pada alat pengolah minyak nabati desain awal.
Analisis DFA pada alat pengolah minyak nabati, total waktu perakitan untuk desain awal memerlukan waktu 204 menit dengan nilai efisiensi 0.44 dan biaya perancangan Rp 305.100.000, total waktu perakitan untuk desain perancangan ulang adalah 36 menit dengan nilai efisiensi 0.83 dan biaya perancangan Rp 74.100.000.
Kata kunci: Metode design for assemby (DFA), biodiesel, boiler, teknologi
ultrasonik. xvii + 128 halaman, 38 tabel, 33 gambar, 3 lampiran Daftar pustaka: 26 (1944-2008)
II-7
ABSTRACT Herman Dwi Pranowo, NIM: I1304012. ASSEMBLING DESIGN PROCESSING BIODIESEL EQUIPMENT WITH METHOD OF DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA). (CASE STUDY: PUSAT TEKNOLOGI BAHAN INDUSTRI NUKLIR (PTBIN), SERPONG, TANGERANG). THESIS. Surakarta : Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, April 2010.
Product design that is less precise cause of design is not efficient, thus reducing the reliability of these products and increase the assembly cost. Therefore, the industry needs to design the best possible products both in order to improve the competitiveness of its products. Method of design for assembly (DFA) with attention to the problem of the production costs of a product which can be simplified without reducing the functionality of the product. Initially complicated design and are not mobile, it becomes more simple and can be used in place anywhere.
This research is the development of vegetable oil processing equipment to biodiesel by considering the method of design for assembly. Redesign leads to the use of ultrasonic technology in the processing of vegetable oils into biodiesel. Ultrasonic technology in the processing of vegetable oil into biodiesel is used in the process of reaction and washing process. The use of ultrasonic technology can eliminate the use of boilers in vegetable oil processing devices initial design.
DFA analysis of edible oil processing devices, the total assembly time for the initial design takes 204 minutes to 0.44 and cost-efficiency value of design Rp 305.100.000, total assembly time for the design redesign is 36 minutes with an efficiency score of 0.83 and design costs Rp 74.100. 000. Keywords: Method of design for assemby (DFA) method, biodiesel, boiler,
ultrasonic technology. xvii + 128 pages, 38 table, 33 drawings, 3 attachments Bibliography: 26 (1944-2008)
II-8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
LEMBAR VALIDASI..................................................................................
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH...............
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH......................
KATA PENGANTAR..................................................................................
ABSTRAK....................................................................................................
ABSTRACT..................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................
1.5 Batasan Masalah..............................................................................
1.6 Asumsi Penelitian............................................................................
1.7 Sistematika Penulisan .....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Design For Assembly (DFA)...........................................................
2.1.1 Langkah-langkah pengerjaan DFA........................................
2.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam DFA.........................
2.1.3 Macam-macam perakian........................................................
2.2 Panduan Design For Assembly (DFA)............................................
2.3 Model Pemilihan Alternatif.............................................................
2.3.1 Perbandingan pasangan (pairwise comparison).....................
2.3.2 Skala persepsi alternatif.........................................................
2.4 Rekayasa Nilai.................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xiii
xv
xvii
I-1
I-2
I-3
I-3
I-3
I-4
I-4
II-1
II-2
II-5
II-7
II-7
II-9
II-10
II-14
II-15
II-9
2.5 Bioenergi..........................................................................................
2.5.1 Biodiesel.................................................................................
2.6 Biodiesel Sebagai Energi Alternatif.................................................
2.6.1 Perbandingan biodiesel dengan minyak solar........................
2.6.2 Syarat mutu biodiesel.............................................................
2.7 Alat Pengolah Minyak Nabati Menjadi Biodiesel...........................
2.7.1 Diagram alir proses (process flow diagram)..........................
2.7.2 Spesifikasi peralatan..............................................................
2.7.3 Prosedur pengoperasian.........................................................
2.8 Boiler................................................................................................
2.8.1 Jenis boiler.............................................................................
2.8.2 Komponen utama dalam boiler..............................................
2.9 Ultrasonik Untuk Proses Pengolahan Biodiesel...............................
2.10 Penelitian Penunjang........................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Studi Pendahuluan............................................................................
3.2 Pengumpulan Data...........................................................................
3.3 Pengolahan Data..............................................................................
3.4 Analisa dan Interpretasi Hasil..........................................................
3.5 Kesimpulan dan Saran.....................................................................
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data...........................................................................
4.1.1 Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler.......................
4.1.2 Identifikasi komponen alat pengolah minyak nabati.............
4.1.3 Permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati.........................................................................
4.1.4 Pemilihan komponen assembly alat pengolah minyak nabati.....................................................................................
4.1.5 Bill of material (BOM)..........................................................
4.2 Pengolahan Data..............................................................................
4.2.1 Membangkitkan alternatif atas fungsi alat pengolah minyak nabati......................................................................................
4.2.2 Morfologi chart alat pengolah minyak nabati........................
II-17
II-18
II-24
II-24
II-27
II-28
II-28
II-32
II-35
II-40
II-41
II-45
II-47
II-48
III-2
III-3
III-4
III-7
III-7
IV-1
IV-1
IV-2
IV-8
IV-10
IV-12
IV-19
IV-19
IV-23
II-10
4.2.3 Mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi alat pengolah minyak nabati.........................................................
4.2.4 Stimulasi atas waktu penyelesaian.........................................
4.2.5 Performansi alat perancangan ulang......................................
4.2.6 Menentukan biaya design for assembly (DFA) ....................
4.2.7 Pemilihan alternatif alat pengolah minyak nabati..................
4.2.8 Rekayasa nilai alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel.................................................................................
4.2.9 Spesifikasi komponen alat pengolah minyak nabati..............
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Hasil Penelitian..................................................................
5.1.1 Analisis identifikasi komponen alat pengolah minyak nabati......................................................................................
5.1.2 Analisis pembangkitan alternatif atas fungsi alat pengolah minyak nabati.........................................................................
5.1.3 Analisis evaluasi komponen dalam fungsi alat pengolah minyak nabati.........................................................................
5.1.4 Analisis pemilihan alternatif alat pengolah minyak nabati....
5.2 Interpretasi Hasil Penelitian.............................................................
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan......................................................................................
6.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
IV-25
IV-28
IV-31
IV-36
IV-44
IV-54
IV-55
V-1
V-1
V-1
V-2
V-2
V-3
VI-1
VI-2
II-11
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan manfaat penelitian
yang dilakukan. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi dalam
permasalahan dan sistemastika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG
Desain produk yang kurang tepat menyebabkan perancangan menjadi
tidak efisien, sehingga mengurangi keandalan dari produk dan meningkatkan
biaya proses perakitannya (Wahjudi D., 1999). Suatu industri perlu mendesain
produk dengan baik agar dapat meningkatkan daya saingnya. Menggunakan
metode design for assembly (DFA), biaya produksi produk dapat disederhanakan
tanpa mengurangi fungsi produk. Desain yang pada awalnya rumit dan tidak
mobile, menjadi lebih sederhana dan mampu digunakan ditempat. Analisis DFA
mengacu pada meminimasi komponen pada produk.
Alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel saat ini telah berkembang
seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan bahan bakar alternatif
karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi dunia. Salah satu contoh alat
pengolah minyak nabati yang ada di Indonesia yaitu alat pengolah minyak nabati
menjadi biodiesel yang dimiliki oleh Balai Rekayasa Desain dan Sistem
Teknologi – BPPT, Serpong. Alat pengolah minyak nabati dioperasikan secara
kontinu dan mampu memproduksi lebih dari 1 ton biodiesel per hari. Alat ini
memiliki dimensi ukuran 3 x 3 m, sehingga kesulitan untuk dipindahkan
mendekati bahan bakunya. Proses pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel
dilakukan melalui 4 tahap proses yaitu proses pretreatment, proses reaction,
proses washing, dan proses drying. Tiap tahap proses dilakukan menggunakan
komponen yang berbeda yang terdiri dari 7 komponen untuk proses pretreatment,
9 komponen untuk proses reaction, dan 7 komponen untuk proses washing dan
drying. Alat pengolah minyak nabati menggunakan boiler sebagai penghasil uap
air untuk menguapkan excess metanol yang masih tercampur dari hasil reaksi.
Biaya pengadaan alat pengolah minyak nabati berkisar antara 300 – 310 juta
II-12
rupiah. Faktanya alat pengolah minyak nabati memerlukan biaya yang mahal baik
dalam pengadaan alat ataupun pengoperasiannya, sehingga petani penghasil
minyak nabati sebagai pengguna alat menjadi kesulitan dalam memproduksi
biodiesel.
Berdasarkan gambaran permasalahan diperlukan perancangan ulang alat
pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel yang mampu dioperasikan di
lingkungan petani penghasil minyak nabati. Alat perancangan ulang pengolah
minyak nabati menjadi biodiesel harus menjawab permasalahan pada alat
sebelumnya. Perancangan ulang ini mengarah pada objek penggunaan teknologi
ultrasonik dalam pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel.
Teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel
digunakan dalam proses reaction antara minyak nabati dengan katalis, selain itu
digunakan dalam proses washing. Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
dengan menggunakan ultrasonik dapat dirancang lebih sederhana dalam 1 alat
dapat mengerjakkan 2 proses secara serentak. Teknologi ultrasonik mengkonversi
penggunaan boiler pada alat sebelumnya, penggunaan bahan metanol yang lebih
sedikit menyebabkan excess metanol yang tercampur berkurang. Keuntungan lain
dari teknologi ultrasonik dalam perancangan ulang alat pengolahan minyak nabati
meliputi proses reaksi lebih cepat, digunakan untuk produksi skala kecil, dan
mudah untuk dipindah-pindahkan (mobile). Pengadaan alat pengolah minyak
nabati menggunakan teknologi ultrasonik tidak memerlukan biaya yang besar
berkisar 60 – 70 juta rupiah.
Penggunaan metode design for assembly (DFA) dalam perancangan ulang
alat pengolah minyak nabati bertujuan untuk mengevaluasi alternatif rancangan
agar mendapatkan desain alat pengolah minyak nabati yang lebih efisien
dioperasikan untuk skala kecil.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah
bagaimana merancang ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel
menggunakan metode design for assembly (DFA), agar diperoleh spesifikasi
ukuran dimensi alat yang dioperasikan dilingkungan petani dan mobile.
II-13
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati merupakan
pengembangan alat sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
1. Mengidentifikasi fungsi alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain
awal dengan bill of material (BOM).
2. Menentukan simplikasi dan kombinasi komponen perancangan ulang alat
pengolah minyak nabati dengan morfologi chart.
3. Menentukan nilai tambah (added value) rancangan alat pengolah minyak
nabati menjadi biodiesel.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati diharapkan dapat
memberikan manfaat, yaitu:
1. Menghasilkan rancangan alat pengolah minyak nabati yang lebih efisien
digunakan untuk skala kecil.
2. Memperoleh ukuran alat yang lebih rigidtable.
3. Memperoleh desain rancangan yang dapat digunakan dilingkungan petani
penghasil minyak nabati.
1.5 BATASAN MASALAH
Dalam upaya memperjelas tujuan yang dicapai, maka batasan masalah ini
dirancang untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut:
1. Alat perancangan ulang memiliki kapasitas 100 liter/batch.
2. Spesifikasi alat pengolah minyak nabati digunakan untuk bahan baku minyak
goreng bekas yang memiliki kandungan FFA < 0,5 %.
3. Menggunakan proses pengolahan transesterifikasi dengan pemisahan FFA
secara penyabunan.
4. Frekuensi gelombang ultrasonik memiliki rentang 20 kHz sampai 100 kHz.
5. Kualitas biodiesel memenuhi spesifikasi SNI 04-7182-2006.
6. Waktu operasi perakitan diukur dari waktu handling dan insertion.
7. Biaya perancangan ditentukan dari biaya bahan baku dan biaya operasi
perakitan.
II-14
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi-asumsi yang digunakan pada perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati, sebagai berikut:
1. Volume bahan baku ekuivalen terhadap waktu.
2. Bahan baku tidak dipengaruhi oleh masa simpan.
3. Komponen dalam perancangan ulang memiliki fungsi yang sama.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan tugas akhir ini terbagi menjadi beberapa bab yang
berisi uraian yang dibagi lagi dalam beberapa sub bab. Secara garis besar
mengenai isi bab-bab tersebut disajikan dalam sistematika.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika
penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang
penelitian yang dilakukan sehingga dapat memberikan manfaat sesuai
dengan tujuan penelitian dengan batasan-batasan dan asumsi yang
digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang uraian teori, landasan konseptual dan informasi
yang diambil dari literatur yang ada serta hasil penelitian lain yang
berhubungan dengan laporan tugas akhir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian-uraian tahapan yang dilakukan dalam
melakukan penelitian mulai dari identifikasi masalah hingga diperoleh
kesimpulan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan uraian mengenai data-data penelitian yang digunakan
dalam proses pengolahan data dan hasil pengolahan yang digunakan
sebagai rekomendasi.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil terhadap
pengumpulan dan pengolahan data.
II-15
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang
diperoleh dari pembahasan sebelumnya berupa pembahasan kesimpulan
hasil yang diperoleh dan memberikan saran perbaikan yang dilakukan
untuk penelitian selanjutnya.
II-16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati diperlukan dasar
teori untuk menunjang pembahasan masalah. Pengetahuan mengenai konsep dan
definisi dari perancangan produk diperlukan untuk memperoleh informasi tentang
dasar perancangan produk. Perancangan pengembangan alat pengolah minyak
nabati dilakukan dengan metode design for assembly (DFA), sehingga membantu
dalam meminimasi penggunaan komponen dan memperkecil dimensi ukuran yang
secara simultan akan mempersingkat waktu proses dan mengurangi biaya
pengembangan.
2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)
Design for assembly (DFA) yaitu sebuah proses untuk meningkatkan
desain produk agar mudah dirakit dan dengan biaya perakitan rendah, terfokus
pada aspek fungsional dan perakitan suatu produk. DFA memperkenalkan adanya
kebutuhan dalam analisis desain komponen dan produk untuk berbagai masalah
perakitan yang sering terjadi (Bootroyd G., 1994).
Tujuan dari DFA yaitu untuk menyederhanakan suatu produk sehingga
biaya perakitan akan berkurang. Disamping itu konsekuensi dari pemakaian DFA
termasuk peningkatan kualitas dan reabilitas produk dan reduksi dalam peralatan
produksi dan komponen produk. Ada dua alasan digunakan metode DFA dalam
perancangan produk, yaitu:
1. Biaya perubahan desain.
Adanya iklim pasar yang kompetitif telah mengubah pasar yaitu dengan
semakin pendeknya umur produk dengan harga murah. Tujuan dari DFA
adalah desain dengan komponen yang minimal sehingga biaya produksi yang
rendah.
II-17
Gambar 2.1 Grafik perubahan design vs cost
Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
2. Konsekuensi dari komponen yang berorientasi pada desain.
Banyaknya komponen dalam suatu produk mengindikasikan besarnya biaya
dan lamanya proses perakitan dari suatu produk. Desain yang minimal
memberikan proses perakitan yang cepat dan mudah.
2.1.1 Langkah-Langkah Pengerjaan DFA
Menurut Boothroyd G. (1994), dalam pengerjaan DFA ada beberapa
langkah-langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut:
1. Tahap identifikasi produk.
Pada tahap ini rancangan produk awal diidentifikasi dengan menggunakan
histogram untuk mencari penyebab yang paling dominan sehingga dapat
memprioritaskan penyelesaian masalah. Histogram adalah sebuah grafik yang
mengelompokkan data-data ke dalam sel atau kategori tertentu dengan tujuan
untuk mengetahui lokasi data dan penyebaran karakteristik. Histogram
berbentuk diagram grafik balok yang dibentuk dari distribusi frekuensi untuk
menggambarkan penyebaran atau distribusi data yang ada. Histogram terdiri
dari dua tipe yaitu frequency count histogram dan relative frequency atau
proportion histogram.
2. Tahap pemilihan komponen assembly.
Pada tahap ini masalah yang telah teridentifikasi kemudian di pilih
berdasarkan komponen assembly (perakitan) rancangan produk awal
menggunakan bill of material (BOM). BOM adalah daftar jumlah komponen,
II-18
campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu
produk. BOM tidak hanya menspesifikasikan kebutuhan produksi, tetapi juga
berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan
yang harus dikeluarkan oleh karyawan produksi atau perakitan.
3. Tahap membangkitkan alternatif atas fungsi.
Pada tahap ini mencari alternatif rancangan produk yang baru dengan cara
mengeliminasi komponen yang tidak fungsional pada rancangan awal
sehingga dapat mengurangi jumlah komponen yang digunakan ketika
perakitan. Maksud dari tidak fungsional adalah komponen tersebut tidak
mempengaruhi feature yang ada dalam membangun suatu produk.
4. Tahap mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi.
Pada tahap ini mengevaluasi efisiensi rancangan awal dengan rancangan baru
menggunakan metode design for assembly (DFA), dimana pada metode ini
didasarkan pada hubungan antara karakteristik bagian-bagian kerja (seperti:
volume, berat, permukaan area, dan sebagainya) dan parameter biaya proses
spesifik, yang pada akhirnya merupakan perkiraan biaya manufaktur dengan
dasar informasi atas komponen. Rumus metode design for assembly (DFA).
TMNMx
E3
= ……...................….......……………persamaan 2.1
dengan; NM = Total banyaknya komponen yang dibutuhkan secara teoritis
TM = Total waktu operasi handling dan insertion
Menghitung efisiensi (E) tersebut dapat dilakukan dengan menemukan kode
dan waktu baik handling dan insertion, yang kemudian dimasukkan dalam
suatu tabel analisis DFA. Formulasi efisiensi perakitan tersebut pada dasarnya
adalah rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal
diatas ditentukan oleh banyaknya komponen minimum yang menjadi faktor
dalam meminimalkan biaya.
II-19
Tabel 2.1 Analisis DFA
No
kom
pone
n
Ban
yakn
ya
Kom
pone
n
Kod
e H
andl
ing
Wak
tu H
andl
ing
Kod
e in
sert
ion
Wak
tu in
sert
ion
Wak
tu o
pera
si
(2)(
(4)+
(6))
Bia
ya o
pera
si
Kom
pone
n ya
ng
dibu
tuhk
an
seca
ra t
eori
tis
Nam
a ko
mpo
nen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
2
3
N
Jumlah : TM CM NM E=TMxNM3
Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
Mendapatkan jumlah komponen minimum, ada tiga pertanyaan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Apakah komponen tersebut bergerak relatif terhadap komponen lain yang
telah dirakit selama operasi normal produk akhir ?
b. Haruskah komponen tersebut mempunyai bahan bahan atau terisolasi dan
seluruh komponen lain yang telah dirakit ?
c. Haruskah komponen tersebut dipisahkan dari komponen terakit lainnya?
Jika ada paling tidak satu jawaban “ya” dari pertanyaan-pertanyaan tersebut,
maka komponen tersebut dipertahankan sebagai komponen terpisah,
sebaliknya, jika seluruhnya dijawab dengan “tidak” maka komponen tersebut
dapat dihilangkan atau digabungkan dengan komponen lain. Hal ini akan
menjadi dasar untuk mengarahkan perancangan ulang dan produk dengan
pengurangan komponen.
5. Tahap stimulasi atas waktu penyelesaian.
Pada tahap ini hasil rancangan baru dianalisis berdasarkan waktu
penyelesaiannya. Mengetahui dampak dari eliminasi komponen pada
rancangan awal, kemudian waktu penyelesaian pada rancangan baru dan
rancangan awal dibandingkan.
II-20
6. Tahap analsis biaya yang dikeluarkan.
Tahap analisis biaya dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya
analisis DFA akan menjadikan biaya pembuatan produk berkurang atau tidak.
Didalam analisis biaya yang diperhatikan yaitu biaya produksi anatara lain
berupa biaya bahan baku dan pengadaan komponen yang digunakan.
7. Tahap pemilihan alternatif.
Pada tahap ini alternatif rancangan dipilih dengan memperhatikan tingkat
efisiensi pada perancangan produk baik dari waktu penyelesaian, biaya
produksi, serta fungsional produk. Pemilihan alternatif dapat menggunakan
model pengambilan keputusan yang ada saat ini.
2.1.2 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam DFA
Perakitan menurut jenisnya dibagi dua yaitu: perakitan manual dan perakitan
otomatis. Dalam DFA terdapat pembedaan aturan dalam dua model perakitan ini,
sebagai berikut:
1. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan manual, yaitu:
a. Menghilangkan masalah yang membuat pekerja harus membuat keputusan
atau perbaikan
b. Perhatikan akesibilitas dan visibilitas rancangan
c. Menghilangkan kebutuhan akan peralatan yang lain.
d. Komponen dapat dirakit dengan tool standar.
e. Minimasi jumlah komponen dalam produk.
f. Gunakan komponen yang mudah dibawa dengan tangan.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan otomatis, yaitu:
a. Mengurangi jumlah komponen yang berbeda dengan
· Membuat agar komponen satu dan yang lain saling berhubungan.
· Komponen yang diisolasi disendirikan
· Bagian yang tersebar untuk perakitan perlu diperhatikan.
b. Menggunakan pengaturan proses perakitan dengan memperhatikan jalur
komponen dan memperhatikan digunakanya sekrup atau tidak.
II-21
c. Menggunakan bagian paling besar dan penting dari komponen produk
sebagai basis perakitan.
Perakitan sebenarnya memerankan posisi utama/kunci dalam proses
fabrikasi dari suatu produk. Pada fase perakitan ini seluruh elemen akan
digabungkan dan seluruh kesalahan ataupun kelemahan dari proses proses
terdahulu akan terlihat. Contoh, jika rancangan tidak baik maka perakitan akan
sulit dilakukan. Jika toleransi dari komponen tidak ditepati, komponen tidak akan
dapat dirakit dengan komponen, penerapan DFA dapat menghasilkan penurunan
jumlah komponen rata rata lebih dan 50 % (Boothroyd G., 1994), sehingga biaya
perancangan dan pengembangan produk dan fabrikasinya dapat diturunkan.
Pada gambar 2.2, terlihat bahwa DFA dilakukan pertama kali dalam
perancangan ulang suatu produk. Setelah analisis DFA tersebut baru dilakukan
estimasi awal dan biaya-biaya yang dibutuhkan, meliputi pemilihan material dan
DFM. Analisis DFA akan menentukan rancangan dasar dan struktur produk dan
kemudian baru analisis DFM menentukan rancangan rinci komponen.
Konsep Rancangan
Design For Assembly
Pemilihan proses bahandan Estimasi Biaya Awal
Konsep RancanganTeknik
Design For Manufacture
Prototype
Produk
Saran untuk penyederhanaanStruktur produk
Saran untuk proses dan bahanyang lebih hemat
Rancangan rinci untuk biayamanufaktur minimum
Gambar 2.2 Alur proses perancangan ulang suatu produk Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
II-22
2.1.3 Macam-Macam Perakitan
Secara umum operasi perakitan dapat dibedakan menjadi tiga tipe yang
diklasifikasikan berdasarkan level automasinya, yaitu perakitan manual (manual
assembly), perakitan terotomasi (automatic assembly), dan perakitan robotik
(robotic assembly). Ketiga tipe perakitan akan mempengaruhi metode yang
dipakai yaitu pada analisis cara perakitan dan evaluasi biaya. Oleh karena itu,
analisis DFA akan berbeda untuk masing-masing tipe perakitan.
Pemilihan metode perakitan umumnya didasarkan pada aspek ekonomi
dengan dasar volume, payback periods, biaya peralatan, alat dan tenaga kerja.
Perakitan manual terlihat mendekati independen terhadap volume, sedangkan
perakitan terotomasi sangat mahal untuk kasus volume produksi yang rendah.
Berdasarkan studi empirik dari operasi perakitan, Boothroyd G.
mengembangkan suatu metode analisis DFA. Metode ini ditujukan untuk
mendefinisikan parameter operasional yang akan berpengaruh pada waktu dan
biaya perakitan yang dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu total banyaknya
komponen dalam suatu produk dan kemudahan dalam handling, insertion, dan
fastening. Tujuan lain dari DFA adalah untuk mendapatkan suatu ukuran yang
mengekspresikan kedua faktor tersebut untuk penilaian akhir suatu produk. Waktu
penanganan komponen sangat dipengaruhi oleh ke-simetri-an komponen, ukuran,
ketebalan, berat, fleksibelitas, kelicinan, fragility, keharusan menggunakan 2
tangan, keharusan menggunakan alat pemegang (grasping tool). Sedangkan
kategori insertion dan fastening akan dipengaruhi oleh pengaksesan lokasi
perakitan, kemudahan operasi alat perakitan, pandangan ke lokasi perakitan,
kemudahan penggabungan dan positioning selama perakitan dan kedalaman
insertion.
2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)
Dalam design for assembly (DFA) biaya perakitan ditentukan oleh
banyaknya komponen yang bisa ditangani dan disisipi dalam perakitan.
Mengurangi jumlah komponen yang digunakan dapat diperoleh dengan
mengeliminasi komponen, contoh, menggantikan sekrup dan washers dengan
II-23
snap atau press fits, dan dengan mengkombinasikan beberapa komponen menjadi
satu komponen. Mengurangi handling dan insertion dapat dicapai dengan
perancangan komponen yang sederhana dan perancangan komponen yang
simetris. Komponen tidak membutuhkan orientasi utama end-to-end untuk
insertion, seperti sekrup dapat digunakan bila dibutuhkan. Komponen yang
mampu berotasi penuh disekitar poros dari insertion adalah yang paling baik.
Untuk mengurangi insertion komponen dapat dilakukan dengan menggunakan
chamfers atau recesses dalam mengurangi kelurusan dan melakukan pemeriksaan
yang teliti dalam mengurangi perakitan. Self-locating feature sangat penting
sebagai penyedia ruang untuk tangan mengakses. Panduan dalam penggunaan
metode DFA, yaitu:
1. Minimalkan total jumlah part (minimize the total number of parts).
Menghilangkan komponen yang tidak dibutuhkan oleh desain yaitu komponen
yang tidak butuh untuk dirakit. Buatlah daftar komponen dalam perakitan dan
identifikasi komponen yang penting dan cocok dalam fungsi produk. Kriteria
untuk komponen yang penting, adalah:
· Komponen harus menunjukkan hubungan yang penting dengan komponen
lain.
· Ada alasan penting kenapa komponen dibuat menggunakkan material yang
berbeda dari komponen lain.
· Tidak mungkin untuk merakit atau membongkar komponen lain kecuali
dengan memisahkan komponen tersebut.
· Komponen digunakan untuk mengikat dan menghubungkan komponen
lain yang akan dihilangkan.
2. Minimalkan pemasangan permukaan (minimize the assemble surfaces).
Menyederhanakan desain sehingga permukaan yang harus dipersiapkan dalam
proses lebih sedikit dan menyelesikan semua pekerjaan yang dilakukan pada
satu permukaan sebelum berpindah pada tahap selanjutnya.
3. Menghindari pengancingan terpisah (avoid separate fasteners).
Penggunaan snap fits seharusnya memungkinkan digunakan kapan saja karena
penggunaan sekrup yang mahal. Ketika sekrup harus digunakan, kualitas dari
II-24
resiko dapat dikurangi dengan minimasi jumlah, ukuran, dan variasi dari
pengaitan dan dengan menggunakan pengaitan standar.
4. Minimalkan arah perakitan (minimize assembly direction).
Komponen seharusnya didesain sehingga dapat dirakit dari satu arah.
Kebutuhan rotasi dalam perakitan membutuhkan waktu dan gerak tambahan
dan mungkin membutuhkan perpindahan stasiun dan peralatan tambahan.
Situasi terbaik dalam perakitan adalah ketika komponen ditambahkan dalam
cara top-down untuk menghasilkan tumpukan z-axis.
5. Maksimalkan pemenuhan perakitan (maximize compliance in assembly).
Perakitan yang berlebihan mungkin dibutuhkan ketika komponen tidak identik
atau tidak sempurna. Satu komponen dari produk dapat didesain sebagai
komponen untuk setiap komponen yang ditambahkan (komponen base) dan
sebagai peralatan dalam perakitan.
6. Minimalkan penanganan perakitan (minimize handling in assembly).
Komponen seharusnya didesain untuk membuat kebutuhan posisi mudah
untuk dicapai. Sejak jumlah posisi dibutuhkan dalam menyamakan perakitan
untuk mengurangi peralatan dan dampak resiko, kualitas komponen harus
dibuat dalam simetris sebagai fungsi yang mengikutinya. Orientasinya dapat
dibantu oleh feature desain yang menolong untuk memandu dan
menempatkan komponen dalam posisi yang sesuai.
2.3 MODEL PEMILIHAN ALTERNATIF
Pemilihan alternatif yang ada saat ini cukup beragam diantaranya, yaitu:
1. Electre dikembangkan oleh Bernard Roy pada tahun 1968 sampai 1991.
2. Promethee dikembangkan oleh Alexandre Cvetkovic dan Guy Arsenault.
3. AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an.
Pada metode electre, memerlukan pihak luar sebagai expert untuk
melakukan subjective mapping, tidak ada penetapan skala perbandingan alternatif
terhadap kriteria bagi pengambil keputusan (dalam pemberian nilai indifference
threshold, preference threshold, dan veto threshold) sehingga pengambil
keputusan akan mengalami kesulitan dalam penentuan skala dan dalam grup
pengambilan keputusan harus memberikan satu ketetapan nilai indifference
II-25
threshold, preference threshold, dan veto threshold melalui konsensus yang dapat
diterima oleh grup tersebut serta tidak bersifat resiprokal.
Metode promethee (preference ranking organization method for
enrichment evaluations) digunakan untuk memfasilitasi hasil keputusan setiap
pengambil keputusan dalam grup. Jadi, setiap pengambil keputusan harus
memiliki kriteria penilaian masing-masing kemudian digabungkan dengan metode
promethee. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil akhir akan lama
selain itu hasil ranking setiap alternatif diukur dengan kriteria yang berbeda-beda.
AHP (analytical hierarchy process), merupakan satu bentuk model
pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua
kekurangan dari model-model sebelumnya. Dengan AHP, suatu masalah yang
kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam, kelompok-kelompoknya dan
kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Model AHP (analitycal hierarchy process) menggunakan persepsi
manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert di sini
adalah orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat
suatu masalah atau yang memiliki kepentingan masalah tersebut. Prosedur normal
AHP dalam mengembangkan keputusan dengan menggunakan skala perbandingan
yang jelas (1-9).
2.3.1 Perbandingan Pasangan (Pairwise Comparison)
Perbandingan pasangan (pairwise comparison) merupakan bagian dari
metode AHP dalam membandingkan tiap-tiap alternatif keputusan. Perbandingan
pasangan (pairwise comparisons) dapat memberikan judgement dalam
memecahkan problem terhadap adanya komponen yang tidak terukur yang
mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan.
Karena tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen
yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap
pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan
antara judgement dengan skala-skala yang tersedia.
Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen dalam suatu level
dengan elemen lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap
II-26
intensitasnya, yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga
berarti melihat faktor-faktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan
teknik perbandingan pasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai
dengan judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n).
Adapun langkah-langkah perbandingan pasangan (pairwise comparison), sebagai
berikut:
1. Menyusun kriteria masalah,
Kriteria disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang
memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Dalam
menyusun suatu kriteria tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus
diikuti, semuanya tergantung kepada kemampuan dari penyusun dalam
memahami masalah.
2. Penyusunan prioritas,
Setiap kriteria harus diketahui prioritasnya dengan cara menyusun
perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan
seluruh kriteria. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam
bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik.
Misalkan terdapat suatu kriteria C dan sejumlah n kriteria dibawahnya,
Ai sampai An. Perbandingan antar kriteria tersebut dapat dibuat dalam bentuk
matriks n x n, seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Matriks perbandingan berpasangan
C A1 A2 A3 .... An
A1 a11 a12 a13 .... a1n
A2 a21 a22 a23 .... a2n
A3 a31 a32 a33 .... a3n
.... .... .... .... .... ....
An an1 an2 an3 .... ann
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
Nilai a11 adalah nilai Ai (baris) terhadap Aj (kolom) yang menyatakan
hubungan, yaitu:
II-27
a. Seberapa jauh kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan
dengan A1 (kolom) atau,
b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau,
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan
dengan A1 (kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari
skala perbandingan pada tabel 2.4. Angka-angka absolut pada skala tersebut
merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen
Ai terhadap elemen Aj.
3. Eigenvalue dan eigenvektor,
Apabila seseorang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan
antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level atau yang dapat
diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai
atau paling penting disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini
adalah simetris atau disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada tiga
kriteria dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk
adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan pasangan
(pairwise comparison) adalah kriteria diagonalnya dari kiri ke kanan bawah
adalah satu karena yang dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain
itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matriks perbandingan
yang dibentuk bersifat matriks resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai
dengan skala 3 dibandingkan kriteria B maka kriteria B lebih disukai dengan
skala 1/3 dibandingkan A.
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk
maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kritcria
tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukkan dalam
matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan
suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteria-
kriteria dalam satu kelompok sama dengan satu. Penghitungan bobot prioritas
dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan
operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal
dengan nama eigenvektor.
II-28
Eigenvektor adalah sebuah vektor apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya
adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau
parameter yang tidak lain adalah eigenvalue, persamaannya sebagai berikut:
wwA .. l= ....................................................................persamaan 2.2
dengan; w = Eigenvektor
l = Eigenvalue
A = Matriks bujursangkar
Eigenvektor disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks
bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks
tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alai pengukur bobot prioritas setiap
matriks perbandingan pasangan karena sifatnya lebih akurat dan
memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan
metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya
terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program
komputer untuk memecahkannya.
4. Konsistensi,
Matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) yang memakai
persepsi responden sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin
terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam persepsinya secara
konsistcn. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas
eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Bentuk persamaannya
sebagai berikut:
)1(
)(--
=n
nCI makl
..................................................................persamaan 2.3
dengan; CI = Indeks konsistensi
l mak = Eigenvalue maksimum
n = Orde matriks
Eigenvalue dan n merupakan ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu
matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI
II-29
yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks
maka makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka
matriks tersebut konsistensi 100 %, atau inkonsistensi 0 %. Dalam pemakaian
sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena persaman 2.3
di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.
Indeks inkonsistensi di atas kemudian dirubah ke dalam bentuk rasio
inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks
random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran
1 sampai 10.
Tabel 2.3 Pembangkitan Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
RICI
CR = ......................................................................persamaan 2.4
dengan; CI = Rasio konsistensi
RI = Indeks random
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.
Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan
respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR
(consistency ratio) yang diijinkan adalah CR < 0,1.
2.3.2 Skala Persepsi Alternatif
Perbandingan dua hal merupakan proses perhitungan paling mudah yang
mampu dilakukan manusia dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kondisi seseorang harus memilih antara dua elemen, misalnya w1 dan w2 dengan
dasar suatu kriteria maka otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio
antara w1 dan w2 atau w1/w2. Bentuk skala rasio inilah yang menjadi input dasar
perbandingan pasangan yang sekaligus menyatakan bagaimana persepsi seseorang
dalam menghadapi suatu masalah pengambilan keputusan. Karena otak manusia
pun ada batasnya, maka skala rasio itu juga harus mempunyai batas tertentu yang
tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Dalam
II-30
perbandingan pasangan digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup
mewakili persepsi manusia.
Tabel 2.4 Skala penilaian untuk perbandingan pasangan
Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Kedua elemen/kriteria mempunyai pengaruh yang sama.
3 Sedikit lebih
penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen/kriteria dibandingkan dengan pasangannya.
5 Lebih penting Satu elemen/kriteria sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat dibandingkan dengan elemen nyata, pasangannya.
7 Sangat penting Satu elemen/kriteria terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9 Mutlak lebih
penting
Satu elemen/kriteria terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.
2,4,6,9 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian diantara dua tingkat kepentingan yang berdekatan.
Aji = 1/aij Kebalikan Diberikan apabila elemen/kriteria pada kolom j lebih disukai dibandingkan pasangannya.
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
2.4 REKAYASA NILAI
Nilai adalah kegunaan dari suatu produk atau jasa. Sehingga nilai dapat
berupa kegunaan (use value), kebanggan (esteem value), nilai tukar (exchange
value), dan biaya (cost value). Nilai juga sering diartikan sebagai rasio antara
performansi produk dengan biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan
performansi, persamaannya sebagai berikut:
CP
V = .........................................................................persamaan 2.5
dengan; P = Performansi produk
C = Biaya produk
Performansi yang baik dari suatu produk belum tentu akan menghasilkan
nilai yang tinggi jika biaya yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut
sangat tinggi. Sehingga untuk meningkatkan nilai dari suatu produk dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
II-31
1. Mengurangi biaya dengan tetap menjaga performansi.
2. Meningkatkan performansi dengan tetap mempertahankan biaya.
3. Meningkatkan performansi dan menurunkan biaya.
Dengan pengertian nilai tersebut maka usaha untuk meningkatkan nilai
(added value) merupakan inti yang dibahas dalam rekayasa nilai. Rekayasa nilai
menurut Lawrence D. (1972) adalah suatu pendekatan yang bersifat kreatif dan
sistematis dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan biaya yang tidak
diperlukan. Zimmerman dan Hart (1982) mendefinisikan bahwa rekayasa nilai
adalah suatu teknik manajemen yang menggunakan pendekatan untuk mencapai
keseimbangan fungsional terbaik antara biaya, keandalan, dan penampilan dari
suatu sistem atau produk. Sedangkan Seller mendefinisikan rekayasa nilai sebagai
suatu penerapan sistematik dari sejumlah teknik untuk mengidentifikasi fungsi
suatu benda atau jasa dengan memberikan nilai terhadap masing-masing fungsi
serta mengembangkan sejumlah alternatif yang memungkinkan tercapainya fungsi
dengan biaya minimum.
Dari beberapa definisi tersebut rekayasa nilai dapat diartikan sebagai suatu
teknik manajemen yang kreatif dan sistematis dengan mengidentifikasi dan
mengembangkan fungsi suatu benda atau jasa untuk mencapai keseimbangan
antara biaya, keandalan, dan penampilan suatu sistem atau produk.
Berdasarkan definisi diatas maka Zimmerman dan Hart (1982)
menyatakan karakteristik dari rekayasa nilai, yaitu:
1. Berorientasi pada fungsi. Fungsi adalah apapun yang membuat sesuatu dapat
bekerja atau bernilai sehingga rekayasa nilai menempatkan fungsi sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dalam mencapai nilai yang diinginkan.
2. Berorientasi pada sistem. Segala proses perbaikan yang dilakukan mengikuti
suatu rencana kerja formal untuk mengidentifikasi dan menghilangkan biaya
yang tidak perlu.
3. Berorientasi pada siklus hidup produk. Rekayasa nilai berkembang mulai dari
perancangan produk, produk mulai diperkenalkan, produk dewasa sampai
produk mengalami masa kemunduran sehingga perlu dipertimbangkan biaya
dan pengoperasian peralatan terlibat.
II-32
4. Multi disiplin. Pelibatan semua elemen perusahaan dalam suatu tim menjadi
suatu keharusan untuk menyukseskan perancangan produk tersebut.
5. Rekayasa nilai merupakan suatu teknik manajemen yang dapat dibuktikan dan
mengakomodasi pola pikir kreatif terhadap hal baru dan bersifat inovatif.
6. Bukan merupakan review desain atau perbaikan kalkulasi yang dilakukan oleh
perancang.
7. Pengurangan biaya proses tidak berarti mengorbankan realibilitas dan
keandalan.
Disamping rekayasa nilai juga dikenal istilah analisis nilai (value
analysis). Perbedaan antara keduanya terletak pada penggunaannya. Rekayasa
nilai digunakan untuk produk/rancangan baru sedangkan analisis nilai digunakan
untuk mengevaluasi dan mengembangkan produk atau rancangan yang telah ada.
2.5 BIOENERGI
Bioenergi adalah energi alternatif terbarukan yang dapat digunakan
sebagai pengganti energi fosil yang diperkirakan akan habis dalam waktu
20 hingga 30 tahun mendatang. Terbatasnya ketersediaan energi fosil membuat
bioenergi menjadi salah satu energi alternatif yang banyak dikembangkan.
Ketersediaan energi fosil di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Ketersediaan energi fosil di Indonesia
Energi Fosil Minyak Bumi Gas Batu Bara
Sumber daya 86,9 miliar barel 384,7 TSCF*) 57 miliar ton
Cadangan (proven+possible) 9 miliar barel 182 TSCF*) 19,3 miliar ton
Produksi per tahun 500 juta barel 3,0 TSCF*) 130 juta ton
Ketersediaan (tanpa eksplorasi cadangan/ produksi) per tahun
23 miliar barel 62 TSCF*) 146 miliar ton
*) TSCF (Trillion Standard Cubic Feet) Sumber: Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, 2007
Bioenergi yaitu material yang dihasilkan oleh makhluk hidup (tanaman,
hewan, dan mikroorganisme). Kelebihan bioenergi selain dapat diperbaharui
adalah bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek
rumah kaca, dan kontinuitas bahan baku terjamin. Bioenergi mempunyai dua
bentuk, yaitu tradisional dan modern. Bioenergi tradisional yang sering kita temui
II-33
yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi yang lebih modern di antaranya bioetanol,
biodiesel, PPO atau SVO, dan biogas. Jalur konversi biomassa ditunjukkan di
gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jalur konversi biomassa menjadi bioenergi Sumber: Soerawidjaja Tatang H., 2006
2.5.1 Biodiesel
Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ”biodiesel” mencakup sembarang
(dan semua) bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau
biomassa. Sekalipun demikian, definisi pengertian biodiesel yang lebih sempit
dan telah diterima luas di dalam industri, yaitu bahwa “biodiesel adalah bahan
bakar mesin atau motor diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak”
(Soerawidjaja Tatang H., 2006), yaitu:
1. Sumber bahan baku biodiesel.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang.
Biasanya bahan baku pembuatan biodiesel yang lazim digunakan adalah
minyak nabati, karena sumber minyak nabati mudah untuk diperoleh.
a. Minyak kelapa.
II-34
Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua yakni diperoleh dari daging
buah kelapa yang diekstrak melalui pembuatan santan dan akhirnya
menjadi minyak. Atau, dihasilkan melalui proses pengeringan buah kelapa
menjadi kopra dan selanjutnya diolah untuk mendapatkan minyaknya.
Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke
dalam minyak asam laurat karena komposisi asam tersebut paling besar
dibandingkan dengan asam lemak lainnya.
b. Minyak kelapa sawit.
Dari kelapa sawit dapat dihasilkan minyak kelapa sawit (biasa disebut
dengan palm oil) yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pengganti
bahan bakar diesel. Keunggulan palm oil sebagai bahan baku biodiesel
adalah kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga akan
menghasilkan angka setana yang tinggi. Selain itu palm oil mempunyai
perolehan biodiesel yang tinggi per hektar kebunnya.
Kelapa sawit merupakan sumber bahan baku penghasil minyak terefisien
dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Secara
garis besar, buah kelapa sawit terdiri dari daging buah yang dapat diolah
menjadi CPO (crude palm oil) dan inti (kernel) yang dapat diolah menjadi
PKO (palm kernel oil). Minyak CPO dan PKO memiliki perbedaan, baik
dalam komposisi asam lemak yang terkandung maupun sifat fisiko-
kimianya. Selain dari dua jenis minyak sawit yang telah disebutkan diatas,
terdapat juga fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan
yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Perbedaannya
adalah pada RBDPO kandungan asam lemak bebas sudah sangat kecil,
sehingga tidak diperlukan lagi tahap pre-esterifikasi.
II-35
Gambar 2.4 Beberapa gambar kelapa sawit (elaeis guineensis)
Sumber: Zandy A., 2007
c. Minyak jarak.
Minyak jarak dihasilkan dengan mengekstrak biji jarak. Biasanya, cara
yang digunakan adalah pengepresan mekanik. Cara ekstraksi ini paling
sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyaknya di
atas 10 %. Pengepresan mekanik menggunakan dua teknik, yaitu
pengepresan hidrolik dan pengepresan berulir. Minyak jarak memiliki
komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat.
d. Minyak goreng bekas (minyak jelantah).
Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan,
baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat
menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan,
meninggalkan warna cokelat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan
yang digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak
goreng, ketersediaan minyak jelantah kian hari kian melimpah.
Sampai saat ini, minyak jelantah belum dimanfaatkan dengan baik dan
hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun industri.
Meningkatnya produksi dan konsumsi nasional minyak goreng, akan
berkorelasi dengan ketersediaan minyak jelantah yang semakin meningkat
meningkat pula. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak goreng bekas
sebagai bahan baku biodiesel akan memberikan nilai tambah bagi minyak
jelantah.
II-36
2. Proses pengolahan biodiesel.
Proses pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel dapat dilakukan melalui
dua proses yaitu esterifikasi dan transesterifikasi.
a. Esterifikasi.
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis
yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat,
asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan
katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja
Tatang H., 2006). Agar reaksi dapat berlangsung ke konversi yang
sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120o C), reaktan
metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya
lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi
harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-
kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran
air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat
dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.
b. Transesterifikasi.
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara
alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok
gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena
harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Gambar 2.5 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi biodiesel
Sumber: Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004
II-37
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum tetapi reaksi berjalan
dengan lambat (Mittlebatch, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada
reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat
mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap, sebagai berikut:
Gambar 2.6 Tahapan reaksi transesterifikasi Sumber: Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil
asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke
arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi,
b. Memisahkan gliserol,
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm).
3. Hal-hal yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi.
Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang
maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta
perolehan biodiesel melalui transesterifikasi (Freedman, 1984), sebagai
berikut:
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas,
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Semua bahan
yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi
dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus
II-38
terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan
uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah,
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah
3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester
dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1
dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw dan Meuly, 1944). Secara
umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang
digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah.
Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah
98% - 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74% - 89%. Nilai perbandingan
yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang
maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol,
Pada rasio 6 : 1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis,
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis crude dan refined Minyak Nabati,
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur.
II-39
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30° C – 65° C
(titik didih metanol sekitar 65° C). Untuk waktu 6 menit, pada temperatur
60o C konversi telah mencapai 94 % sedangkan pada 45o C yaitu 87 % dan
pada 32o C yaitu 64 %. Temperatur yang rendah akan menghasilkan
konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama.
4. Asam lemak bebas (free fatty acid).
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi
juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor (www.journeytoforever.com).
2.6 BIODIESEL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF
Biodiesel sebagai energi alternatif pengganti solar memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih
baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global.
2. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibandingkan dengan minyak kasar.
3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable).
4. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbaharui.
5. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal.
II-40
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses
pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi
minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95 %).
2.6.1 Perbandingan Biodiesel Dengan Minyak Solar
Biodiesel memiliki sifat fisis yang sama dengan solar sehingga bisa
dipergunakan sebagai bahan bakar pengganti untuk kendaraan bermesin diesel.
Secara komposisi kimia, biodiesel berbeda dengan minyak solar. Pada umumnya
minyak solar terdiri atas 30-35% senyawa hidrokarbon aromatik dan 65-70%
parafin disertai sedikit olefin. Sementara biodiesel sebagian besar terdiri atas
C16-C18 fatty acid methyl ester dengan 1-3 ikatan rangkap untuk setiap
molekulnya. Karakteristik yang menjadi kelebihan biodiesel bila dibandingkan
dengan minyak solar adalah pada emisi gas buang, kadar sulfur, angka setana,
keteruraian dan stabilitas, serta pelumasan dan pembersihan mesin.
1. Emisi gas buang,
Secara kimia, pembakaran adalah proses oksidasi yang memerlukan oksigen
cukup agar tercapai pembakaran sempurna yang menghasilkan gas karbon
dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Pembakaran yang tidak sempurna akan
menghasilkan gas karbon monoksida (CO) atau residu (C).
Biodiesel adalah oxygenated fuel, yaitu bahan bakar yang mengandung
oksigen yang kemudian ikut terbakar selama proses oksidasi sehingga
menghasilkan emisi yang lebih baik karena ada tambahan pasokan oksigen
tersebut. Pemakaian biodiesel melalui pencampuran dengan minyak solar
dalam jumlah tertentu (misalnya sampai dengan 30% biodiesel atau dikenal
dengan sebutan B30) akan memperbaiki emisi gas buang secara signifikan,
seperti ditunjukkan pada tabel 2.6 dan tabel 2.7.
Tabel 2.6 Penurunan emisi regulasi B30
Emisi Regulasi Penurunan Emisi Rata-rata (%)
CO (g/km) 25,35
NOx+THC 10,82
Partikulat 42,02
II-41
Opasitas 23,5
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, 2005
Tabel 2.7 Emisi senyawa aromatik dengan solar dan B30
Jarak 0 km Jarak 20.000 km Parameter (µg/gram) Solar B30 ∆% Solar B30 ∆%
Benzene 113 99 -12 186 168 -10
Toluene 83 56 -33 274 260 -5
Xylene 31 19 -39 113 96 -15
Ethyl Benzena 22 13 -41 86 73 -15
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, 2005
2. Kadar sulfur,
Seperti ditunjukkan pada tabel 2.8, kadar sulfur dalam biodiesel lebih rendah
daripada minyak solar. Kadar sulfur ini berpengaruh terhadap kandungan SOx
dalam gas buang hasil pembakaran.
Tabel 2.8 Perbandingan spesifikasi minyak solar dan biodiesel
No Parameter Minyak solar Biodiesel 1 Massa jenis pada (kg/m3) 820-870
(15º C) 850-890 (15º C)
2 Viskositas kinematik pada 40º C, mm2/s (cSt) 1,6-5,8 2,3-6,0
3 Angka setana min. 45 min. 51 4 Titik nyala (mangkok tertutup), (o C) min. 60 min. 100 5 Titik kabut (o C) - maks. 18 Titik tuang (o C) maks. 18 - 6 Korosi bilah tembaga (3 jam, 50o C) maks. No. 1 maks. No. 3 7 Residu karbon, %-berat,
· Dalam contoh asli · Dalam 10 % ampas distilasi
maks. 0,1
maks. 0,05 (maks 0,03)
8 Air dan sedimen, % vol. maks. 0,05 maks. 0,05 9 Temperatur distilasi 90 %, (o C) - maks. 360
10 Temperatur distilasi 95 %, (o C) maks. 370 - 11 Abu tersulfatkan (% massa) maks. 0,01 maks. 0,02 12 Belerang, (ppm (mg/kg)) maks. 5000 maks. 100 13 Fosfor, (ppm (mg/kg)) - maks. 10 14 Angka asam (mg-KOH/g) maks. 0,6 maks. 0,8 15 Gliserol bebas (% massa) - maks. 0,02 16 Gliserol total (% massa) - maks. 0,24
II-42
17 Kadar ester alkyl (% massa) - min. 96,5 18 Angka iodium (% massa) - maks. 115 19 Uji Halphen - negatif
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
3. Angka setana,
Angka setana merupakan ukuran kualitas pembakaran bahan bakar. Angka
setana yang lebih tinggi akan menghasilkan pembakaran dengan kualitas lebih
baik. Biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak solar dapat dilihat pada tabel 2.8.
4. Keteruraian dan stabilitas,
Biodiesel terurai 4 kali lebih cepat dibandingkan dengan minyak solar.
Pencampuran biodiesel dengan minyak solar dapat mempercepat keteruraian
campuran tersebut dibandingkan dengan minyak solar murni.
5. Pelumasan dan pembersihan mesin,
Biodiesel secara alami lebih kental daripada minyak solar sehingga sifat
pelumasan (lubrikasi) terhadap mesin lebih baik daripada minyak solar.
Biodiesel juga memiliki kemampuan untuk membersihkan ruang pembakaran
dan komponen mesin.
2.6.2 Syarat Mutu Biodiesel
Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam
SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi
Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja Tatang H., 2006). Tabel
2.9 menyajikan persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan.
Tabel 2.9 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006
Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Metode setara
Massa jenis pada 40o C, kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675
Viskositas kinematik pada 40º C, mm2/s (cSt) 2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104
Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165 Titik nyala (mangkok tertutup), o C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
Titik kabut, o C maks. 18 ASTM D 2500 - Korosi bilah tembaga (3 jam, 50o C) maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160
Residu karbon, %-berat, · Dalam contoh asli
· Dalam 10 % ampas distilasi
maks. 0,05 (maks 0,03)
ASTM D 4530 ISO 10370
II-43
Air dan sedimen, % vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 - Temperatur distilasi 90 %, o C maks. 360 ASTM D 1160 -
Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987 Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884
Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AO CS Ca 12 FBI-A05-03 Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AO CS Cd 3 FBI-A01-03
Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AO CS Ca 14 FBI-A02-03 Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AO CS Ca 14 FBI-A02-03
Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 dihitung*) FBI-A03-03 Angka iodium, g-I2/(100 g) maks. 115 AO CS Cd 1-25 FBI-A04-033
Uji Halphen negatif AO CS Cb 1-25 FBI-A06-0 *) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus
perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 Sumber: Soerawidjaja Tatang H., 2006
Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat
dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan
0,02%-b) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi.
Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel
menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah
yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan.
2.7 ALAT PENGOLAH MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL
Acuan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang digunakan
sebagai subjek penelitian adalah alat hasil pengembangan di Balai Rekayasa
Desain dan Sistem Teknologi-BPPT, Serpong. Proses pengolahan biodiesel dalam
alat pengolahan minyak nabati menggunakan proses transesterifikasi dengan
pemisahan FFA secara penyabunan. Alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel tersebut dapat memproduksi biodiesel murni mencapai 1 ton per hari
dengan kapasitas 150 liter/batch dan waktu proses 8 sampai 9 jam/batch. Tiap
tahap proses dalam alat pengolahan minyak nabati dilakukan dengan beberapa
peralatan utama.
2.7.1 Diagram Alir Proses (Process Flow Diagram)
Diagram alir proses (process flow diagram) pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel,
sebagai berikut:
II-44
1. Proses persiapan awal (pretreatment) minyak goreng bekas yang berada dalam tangki minyak
kotor adalah dengan melakukan penyaringan, yaitu dipompa dan dilewatkan ke sebuah filter
tekan (press filter). Proses ini membersihkan minyak goreng bekas dari komponenikel-
komponenikel pengotor seperti sisa-sisa makanan. Hasil penyaringan disimpan di dalam
tangki minyak bersih. Jika bahan baku yang dipergunakan adalah minyak nabati kasar,
seperti CPO atau CJO, maka persiapan awalnya adalah melalui proses degumming dengan
cara mencampurkan CPO dengan bentonit dan asam fosfat (H3PO4) di dalam tangki
degumming. Asam fosfat akan mengikat fosfor gum/getah yang terkandung dalam CPO.
Ikatan asam fosfat dengan gum ini kemudian ditangkap oleh bentonit. Proses ini dilakukan
di dalam tangki minyak kotor yang didesain mampu melakukan proses degumming. Hasil
degumming kemudian disaring dengan memakai filter tekan. Setelah melewati penyaring,
minyak nabati kasar yang telah bersih (degummed vegetable oil) ini kemudian ditampung di
dalam tangki minyak bersih dan siap untuk direaksikan di dalam reaktor.
2. Katalis natrium hidroksida (NaOH) dilarutkan dengan metanol di dalam tangki
pencampuran katalis (catalyst mixing tank) dengan cara diaduk dan disirkulasikan dengan
bantuan pompa. Pencampuran katalis tidak dilakukan langsung di dalam reaktor karena
NaOH yang berbentuk serpihan tidak akan larut dengan bahan baku minyak. Mengingat
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah reaksi dapat balik (reversible) maka
jumlah metanol dibuat berlebih dari kebutuhan sebenarnya agar reaksi dapat terns
berlangsung ke arah kanan (pembentukan biodiesel).
3. Bahan baku minyak bersih direaksikan dengan campuran metanol dan NaOH dengan cara
diaduk dan disirkulasikan dengan bantuan pompa sambil dipanaskan pada temperatur
sekitar 70 oC di dalam tangki reaktor. Reaksi ini akan menghasilkan biodiesel (fatty acid
methyl ester, FAME), gliserin, dan sedikit sabun. Selain itu, terdapat sisa metanol yang tidak
bereaksi (excess methanol) karena jumlah metanol dalam reaktor sengaja dibuat berlebih.
Setelah pengadukan dalam reaktor, campuran dalam reaktor didiamkan (settling) selama
beberapa saat sampai terbentuk beberapa lapisan cairan di dalam tangki reaktor. Lapisan
yang paling dominan jumlahnya adalah biodiesel yang terletak di bagian paling atas,
kemudian diikuti oleh gliserin di bagian paling bawah reaktor. Selain itu, terdapat sedikit
lapisan sabun di antara lapisan biodiesel dan gliserin. Lapisan paling bawah (gliserin
bercampur metanol) dikeluarkan dari reaktor dan dimasukkan ke tangki penguapan 1
(evaporator 1), sedangkan lapisan paling atas yaitu biodiesel dialirkan ke tangki
penguapan 2 (evaporator 2). Setelah reaktor dikosongkan, bisa diisi lagi dengan bahan
baku untuk proses batch berikutnya.
4. Larutan gliserin dan metanol kemudian dipanaskan dengan menggunakan uap air di
dalam evaporator 1 sehingga excess metanol yang masih tercampur akan teruapkan
II-45
untuk kemudian dikondensasikan dalam kondenser dan dialirkan kembali ke mixing catalyst
tank untuk proses batch berikutnya. Sementara larutan gliserin bercampur sedikit dengan
sabun yang tidak teruapkan ditampung di dalam tangki gliserin (crude glycerine tank)
sebagai produk samping.
5. Bersamaan dengan proses No. 4, kemudian biodiesel yang juga masih tercampur dengan
excess metanol dipanaskan di dalam evaporator 2 untuk dipisahkan dari metanol. Biodiesel
ini kemudian dipompakan ke tangki pencuci (washing tank) untuk dicuci.
6. Pencucian (washing) biodiesel dilakukan menggunakan air panas yang berasal dari tangki air
panas. Biodiesel diaduk dengan air dan kemudian didiamkan (settling) selama beberapa saat
sehingga akhirnya terbentuk dua lapisan cairan di dalam tangki reaktor. Lapisan bagian
atas adalah biodiesel yang relatif bersih, sedangkan lapisan bagian bawah adalah waste water
yang berupa campuran antara air dengan sisa-sisa metanol, gliserin, dan sabun. Lapisan
bagian bawah ini kemudian dialirkan ke unit pengelolaan limbah (waste water treatment,
WWT), sedangkan biodieselnya kemudian dialirkan ke tangki pengering vakum (vacuum
dryer tank).
7. Biodiesel dipanaskan sambil disirkulasikan di dalam vacuum dryer tank yang secara
kontinu divakum dengan mempergunakan pompa oakum. Tujuan pemanasan yaitu untuk
menguapkan air sisa pencucian yang masih tercampur dengan biodiesel. Uap air sisa
pencucian ini dibuang ke luar dengan pompa vakum.
8. Biodiesel dari vacuum dryer tank dipompakan melewati penyaring (filter) biodiesel untuk
menghilangkan komponenikel-komponenikel fisik yang mungkin masih tersisa sehingga
diperoleh biodiesel yang benar-benar bersih.
9. Biodiesel bersih ini ditampung di dalam tangki penyimpanan (storage tank).
II-31
Gambar 2.7 Diagram alir proses produksi biodiesel
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
II-32
2.7.2 Spesifikasi Peralatan
Spesifikasi peralatan utama alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel, sebagai
berikut:
a. Boiler. Diperlukan dengan kapasitas minimal 150 kg uap per jam, tekanan
maksimal 8 kgf/cm2, dan bahan bakar solar. Boiler dilengkapi dengan pompa
air umpan (feedwater pump), katup pengaman, level control, pressure gauge,
pressure switch, panel box, dan cerobong.
b. Pompa. Spesifikasi pompa ditentukan berdasarkan fluida kerja dan kebutuhan
debit. Elemen-elemen pompa yang terbuat dari baja tahan karat (SUS,
stainless steel) dipakai untuk fluida yang bersifat korosif. Sementara untuk
fluida nonkorosif dipakai bahan besi biasa (CS, carbon steel). Untuk bahan
mudah terbakar, dipakai pompa jenis explosion proof.
c. Tangki. Tangki-tangki proses dibuat berdasarkan kebutuhan volume fluida
yang diproses. Untuk fluida korosif, dipakai bahan tangki/plat baja tahan karat.
Sementara untuk fluida nonkorosif, dipakai carbon steel. Mengingat tekanan
operasi yang berada pada kisaran 1 bar Berta volume fluida yang relatif sedikit
(bobotnya relatif ringan) maka cukup dipakai plat dengan ketebalan 3 mm.
Untuk tangki penyimpanan, cukup menggunakan tangki fiber untuk air yang
tersedia di toko-toko bangunan. Mengingat metanol biasa dijual dalam
kemasan drum maka tidak diperlukan tangki khusus, cukup dituang langsung
dari drumnya. Produk samping gliserin cukup disimpan di dalam drum-drum
yang bisa dengan mudah ditemui di pasaran.
II-33
Tabel 2.10 Spesifikasi pompa pabrik biodiesel
Spesifikasi Motor Spesifikasi Motor Tag
P&ID Nama Fluida Kerja Jenis
Head (m)
Debit (m3/j)
Temp (oC)
Casing Impeller Seal Phase
P-101 Pompa minyak Minyak goreng bekas
Gear pump 20 1,0 25-100 Cast iron - - 3
P-102 Pompa pencam-
pur katalis Metanol katalis Sentri-fugal
explosion proof 10 1,0 35 SUS 304 SUS 304 Viton 3
P-201 Pompa reaktor Biodiesel metanol gliserin
Sentri-fugal explosion proof
10 1,0 80-90 SUS 304 SUS 316 Viton 3
P-202 Pompa evapora-tor 1
Gliserin metanol Sentrifugal 10 1,0 90-100 Cast iron SUS 316 Viton 3
P-301 Pompa evapora-
tor 2 Biodiesel metanol Sentrifugal 15 2,0 90-100 Cast iron SUS 316 Viton 3
P-302 Pompa pencuci Biodiesel air Sentrifugal 10 1,0 90-100 Cast iron SUS 304 Viton 3
P-401 Pompa pengering
Biodiesel Sentrifugal 20 1,0 100-120 Cast iron SUS 304 Viton 3
P-402 Pompa vakum Udara, uap air,
uap metanol Liquid ring Min 33 mbar
vakum 100 Cast iron - -
P 601 Pompa air pen-dingin
Air Sentrifugal 30 5,0 35 Cast iron Cast iron E 3
P 602 Pompa air panas Air Sentrifugal 10 1,0 90 Cast iron Cast iron E 3 Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
IV-34
Tabel 2.11 Spesifikasi tangki-tangki pabrik biodiesel
No Tag P&ID
Nama Bahan Volume (liter)
1 V-101 Tangki minyak kotor CS 300 2 V-102 Tangki minyak bersih CS 300 3 V-103 Tangki pencampur katalis SUS 304 200 4 V-201 Tangki reaktor SUS 304 300 5 V-202 Evaporator 1 SUS 304 300 6 V-301 Evaporator 2 SUS 304 200 7 V-302 Tangki pencucian SUS 304 200 8 V-401 Tangki pengering vakum SUS 304 300 9 V-601 Tangi air panas CS 300 10 - Tangki gliserin Drum - 11 - Tangki metanol Drum - 12 - Tangki penyimpanan biodiesel Fiber -
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
d. Pengaduk. Agar proses reaksi dapat berlangsung baik maka tangki
degumming, pencampuran katalis, dan reaktor dilengkapi dengan pengaduk.
Tabel 2.12 Spesifikasi pengaduk
No Tag P&ID Nama Putaran (rpm) 1 MX-101 Oil mixer + Motor 200 2 MX-102 Catalyst mixer + Motor 100 3 MX-201 Reactor mixer + Motor 200
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
e. Filter. Filter bahan baku CPO mempergunakan tipe tekan (press filter) yang
berupa lembaran-lembaran kain screen yang disusun secara seri. Untuk filter
produk biodiesel, dipakai filter dengan porositas 0,2 mikrometer.
f. Penukar panas (HE, heat exchanger)
Tabel 2.13 Spesifikasi alat penukar panas
No Tag P&ID Nama Tipe 1 E-101 Pemanas minyak Double pipe 2 E-102 Pemanas minyak bersih Double pipe 3 E-103 Kondensor pencampur katalis Shell-coil 4 E-201 Kondensor reaktor Shell-coil 5 E-202 Kondensor evaporator 1 Shell-tube 6 E-301 Kondensor evaporator 2 Shell-tube 7 E-401 Pendingin pompa vakum Shell
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Pemanas double pipe adalah pipa dengan diameter kecil (1") yang diletakkan
di dalam pipa dengan diameter besar (2") yang kemudian diberi insulator di
IV-35
bagian luar pipa diameter besar. Fluida kerja berada di dalam pipa kecil,
sedangkan fluida pemanas—yaitu uap air—berada di dalam anulus. Pemanas
ini digunakan jika bahan baku yang dipergunakan adalah minyak nabati
kasar (CPO/CJO) yang akan membeku pada suhu kamar. Untuk bahan baku
minyak goreng bekas, E-10l dan 102 dapat tidak dipergunakan.
g. Pendistribusi uap (steam header). Steam header dipakai untuk
mendistribusikan uap dari boiler ke peralatan-peralatan proses. Tekanan
operasi pada steam header ini adalah sekitar 3 bar sehingga dipakai plat besi
carbon steel dengan ketebalan 4 mm.
2.7.3 Prosedur Pengoperasian
Prosedur pengoperasian alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dari
persiapan bahan baku sampai menjadi biodiesel disusun, sebagai berikut:
1. Sistem penyiapan minyak,
Sistem ini berfungsi untuk menyiapkan bahan baku minyak goreng bekas
(sebelum direaksikan dengan metanol) yang berupa pemanasan dan
penyaringan/filtrasi, kemudian mengalirkannya ke tangki minyak bersih (clean
oil tank). Adapun tahapannya, sebagai berikut:
a. Masukkan minyak goreng bekas dari tangki penampung ke dalam V-101
tangki minyak melalui VL-117.
b. Buka VL-502 dan VL-515 untuk mengalirkan steam ke dalam V-101 dan
perhatikan TI-101. Atur bukaan VL-515 untuk mengatur suhu dalam
V-101 hingga suhunya mencapai 90o C.
c. Matikan MX-101, buka VL-101 dan VL-106.
d. Nyalakan P-101 pompa minyak (oil pump) untuk menyaring kotoran
dalam minyak goreng bekas dengan F-101 filter tekan. Buka VL-511
untuk memanaskan double pipe E-101. Lakukan sirkulasi selama 10 menit
dan pastikan pada PI-101 terbaca 0,4 MPa. Buka VL-107 mulai dari
VL-107 I—VL-107 A. VL-107 A—VL-107 I adalah katup-katup tempat
keluar minyak bersih yang terdapat di filter tekan dan jumlahnya
bervariasi. Katup A terletak dekat dengan inlet fluida (minyak kotor),
sedangkan katup paling akhir, yaitu katup I terletak di ujung yang lainnya.
IV-36
e. Dari F-101, minyak bersih akan mengalir ke V-102 clean oil tank hingga penuh. Buka
VL-513 untuk mengalirkan steam ke V-102. Atur bukaan VL-513 supaya suhu pada
TI-102 terjaga 40o C.
f. Buka VL-512 untuk mengalirkan steam ke pipa double pipe E-102.
g. Buka VL-203 dan VL-205. Nyalakan P-201 pompa reaktor untuk
mengalirkan minyak bersih dari V-102 ke V-201 reaktor, kemudian
matikan P-201, tutup VL-203, dan VL-205.
h. Kembali ke langkah a-h untuk persiapan bahan baku pada batch operasi
berikutnya.
2. Sistem penyiapan metanol,
Sistem ini berfungsi untuk menyiapkan larutan methoxide dengan
menambahkan metanol sesuai dengan perbandingan stoikiometri reaksi
transesterifikasi dengan penambahan flakes NaOH. Adapun langkahnya,
sebagai berikut:
a. Pastikan air pendingin pada E-103 mengalir.
b. Masukkan NaOH flakes (98%) sebanyak 1,5 kg melalui nozzle N2 pada
V-103.
c. Buka VL-110 dan VL-112, sambungkan selang dari drum metanol, lalu
nyalakan P-102 miring catalyst pump untuk memasukkan metanol dari
metanol drum ke dalam V-103 mixing catalyst tank hingga mencapai
volume 75 liter.
d. Tutup VL-110 dan buka VL-111 untuk melakukan sirkulasi.
e. Nyalakan motor pengaduk MX-01 selama 30 menit untuk melarutkan
NaOH dalam metanol.
3. Sistem reaksi dan pencucian (washing),
Sistem ini berfungsi untuk mereaksikan minyak bersih dengan larutan
methoxide (metanol + NaOH). Biodiesel (methyl ester) yang dihasilkan akan
membentuk lapisan atas pada waktu settling, sedangkan gliserin akan
membentuk lapisan bawah.
a. Reaksi.
Adapun proses reaksinya, sebagai berikut:
IV-37
· Pastikan air pendingin pada E-201, E-202, dan E-301 mengalir.
· Buka VL-208.
· Setelah P- 201 menyala untuk mengisikan clean oil ke dalam V-201
hingga terisi 150 liter (dalam keadaan VL-201 tertutup), buka VL-507
dan VL-516 untuk mengalirkan steam ke dalam coil pemanas hingga
suhunya sekitar 50o C.
· Buka VL-113, lalu tutup VL-112 untuk mengalirkan larutan metanol dan NaOH
ke dalam V-201 hingga habis, kemudian matikan P 102.
· Setelah larutan metanol–NaOH masuk ke reaktor, nyalakan motor
pengaduk MX-201 untuk mengaduk campuran dalam V- 201.
· Buka VL-201, VL-202, dan VL-205, lalu nyalakan P-201 untuk
sirkulasi.
· Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya tetap 65o C dengan
memperhatikan TI-201.
· Tutup VL-208.
· Lakukan reaksi selama 1 jam (catat waktunya), dimulai saat suhu
pertama kali mencapai 65o C.
· Setelah 1 jam, tutup VL-201, matikan MX-201 dan P-201.
· Tambahkan air panas sebanyak + 10 liter dengan membuka VL-6o8
dan VL-611, kemudian menyalakan pompa P-602 (VL-610 terbuka).
· Diamkan atau lakukan settling selama 1 jam. Tutup VL-205.
· Setelah dilakukan settling (settling 0), buka VL-201, VL-202, dan
VL-206.
· Buka VL-208. Nyalakan P-201 untuk mengalirkan fase bawah reaktor
ke evaporator 1 tank V-202. Jika ketinggian interface telah mencapai
batas bawah tangki (perhatikan sight glass), segera matikan P-201.
· Tutup VL-206.
· Buka VL-207, kemudian nyalakan P-201 untuk mengalirkan fase atas
reaktor (fase biodiesel) ke evaporator tank 2 V-301.
· Setelah kosong, matikan P-201, lalu tutup VL-201, VL-202, dan
VL-207.
IV-38
b. Evaporasi Tahap I.
Evaporasi tahap I dilakukan dengan langkah, sebagai berikut:
· Panaskan isi dalam evaporator tank 1 hingga mencapai suhu 80o C
dengan mengatur VL-517, sambil dilakukan sirkulasi dengan
menyalakan pompa P-202 dan membuka VL-209 dan VL-210.
· Lakukan sirkulasi selama 1 jam (catat waktunya).
· Setelah 1 jam, tutup VL-210 dan buka VL-212 untuk mengeluarkan
gliserol menuju kontainer.
c. Evaporasi tahap II.
Evaporasi tahap II dilakukan dengan langkah, sebagai berikut:
· Panaskan isi dalam evaporator tank 2 hingga mencapai suhu 80o C
dengan mengatur VL-518 sambil dilakukan sirkulasi dengan
menyalakan pompa P-301 dan membuka VL-302 dan VL-303.
· Lakukan sirkulasi selama 1 jam (catat waktunya).
· Setelah 1 jam, tutup VL-303 dan buka VL-305 untuk mengalirkan
biodiesel ke washing tank V-302.
d. Pencucian tahap I.
Pencucian tahap I dilakukan dengan langkah, sebagai berikut:
· Perhatikan sight glass pada V-302 dan catat volume cairan yang tersisa
di dalamnya (dalam keadaan VL-306 tertutup).
· Buka VL-608, VL-610, dan VL-612.
· Nyalakan P-602 hot water pump untuk mengalirkan hot water ke dalam
V-201 sebanyak 75 liter, kemudian matikan P-602 dan tutup kembali
VL-612.
· Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya tetap 80º C.
· Diamkan atau lakukan settling selama 1/2 jam (settling 1).
· Setelah dilakukan settling, buka VL-306, VL-307, dan VL-310.
· Nyalakan P-302 untuk mengalirkan fase bawah ke drain. Jika
ketinggian interface telah mencapai batas bawah tangki (perhatikan
sight glass), segera tutup VL-307 dan matikan P-302.
· Tutup VL-306, VL-307, dan VL-310.
IV-39
e. Pencucian tahap II.
Pencucian tahap II dilakukan dengan langkah, sebagai berikut:
· Perhatikan sight glass pada V-201 dan catat volume cairan yang tersisa
di dalamnya (dalam. keadaan VL-201 tertutup).
· Buka VL-608, VL-610, dan VL-612.
· Nyalakan P-602 hot water pump untuk mengalirkan hot water ke
dalam V-201 sebanyak 150 liter, kemudian matikan P-602 Berta tutup
kembali VL-608, VL-610, dan VL-612.
· Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya 80o C.
· Diamkan atau lakukan settling selama 1/2 jam (settling 2).
· Setelah dilakukan settling, buka VL-306, VL-307, dan VL-310.
· Nyalakan P-302 untuk mengalirkan fase bawah ke drain. Jika
ketinggian interface telah mencapai batas bawah tangki (perhatikan
sight glass), segera tutup VL-307 dan matikan P-302.
· Tutup VL-310.
· Buka VL-311. Nyalakan P-302 untuk mengalirkan biodiesel ke
drying tank V-401.
· Jika tak ada fluida yang lewat, matikan P-302, tutup VL-306, VL-307,
dan VL-311.
f. Sistem pemurnian biodiesel.
Sistem ini dimaksudkan untuk memurnikan/memisahkan biodiesel dari
gliserin, metanol yang masih tersisa, air, dan impurities sehingga sesuai
dengan standar SNI 04-7182-2006. Adapun tahapannya, sebagai berikut:
· Setelah V-401 drying tank terisi biodiesel dari V-302, buka
VL-401, VL-404, dan VL-406.
· Nyalakan P-401 drying circulation pump untuk mensirkulasi
biodiesel dalam V-401.
· Buka VL-519 dan VL-520. Atur bukaan VL-519 untuk menjaga
suhunya > 90 OC dengan memperhatikan TI-301.
· Buka VL-606. Atur bukaan value tersebut hingga ketinggian air dalam
E-401 di atas nozzle outlet cooling water.
· Buka VL-407, lalu nyalakan P-402 vacuum pump.
IV-40
· Tutup VL 406 sedikit demi sedikit hingga tekanan pada PI-401 tercapai
–70 cmHg dan pastikan sirkulasi melalui P-401 tetap berjalan.
· Lakukan drying selama 1 jam pada tekanan –70 cmHg, catat
waktunya.
· Tutup VL-407, matikan P-402 dan VL-606. Buka VL-406
hingga tekanan dalam V-401 kembali atmosferik dengan
memperhatikan PI-301.
· Buka VL-402 untuk mengambil sampel biodiesel dan uji kadar airnya
secara berkala.
· Tutup VL-519 dan VL-520, kemudian buka VL-609 dan VL-610 untuk
mendinginkan cairan dalam V-401. Atur bukaan VL-609 untuk
mengatur aliran tersebut hingga suhunya 50o C dengan memperhatikan
TI-301.
· Setelah suhu tercapai, tutup VL-609 dan VL-610.
· Buka VL-401 dan VL-405, lalu nyalakan P-401 untuk memfilter
biodiesel dengan F-401 filter biodiesel dan langsung mengalirkan
biodiesel ke biodiesel storage.
· Operator mengamati sight glass. Jika sudah tak ada fluida yang
lewat, matikan P-301, lalu tutup VL-301 dan VL-305.
· Drying tank siap melakukan proses drying berikutnya, lalu kembali ke
langkah 1.
· Amati PI-402, jika tekanan yang ditunjukkan lebih besar dari 4 bar
maka sudah waktunya F-401 dibersihkan.
2.8 BOILER
Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air
sampai terbentuk steam. Steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk
mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah
untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi
steam, volumnya akan meningkat sekitar 1.600 kali, menghasilkan tenaga yang
menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan
peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik.
IV-41
Sistem boiler terdiri dari, sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan
bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai
dengan kebutuhan steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan
dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam
dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada
keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan
alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang
digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang
dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada
jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem.
Air yang disuplai ke boiler untuk dirubah menjadi steam disebut air
umpan. Dua sumber air umpan adalah: kondensat atau steam yang mengembun
yang kembali dari proses dan air makeup (air baku yang sudah diolah) yang harus
diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi
boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air
umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.
2.8.1 Jenis Boiler
Bagian ini menerangkan tentang berbagi jenis boiler: Fire tube boiler, Water
tube boiler, paket boiler, fluidized bed combustion boiler, atmospheric fluidized
bed combustion boiler, pressurized fluidized bed combustion boiler, circulating
fluidized bed combustion boiler, stoker fired boiler, pulverized fuel boiler, boiler
pemanas limbah (waste heat boiler) dan pemanas fluida thermis, yaitu:
1. Fire tube boiler,
Pada fire tube boiler, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler ada
didalam shell untuk dirubah menjadi steam. Fire tube boilers biasanya
digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam
rendah sampai sedang. Fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan steam
sampai 12.000 kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire tube boilers
dapat menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas atau bahan bakar padat
dalam operasinya.
IV-42
2. Water tube boiler,
Pada water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk
kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar
membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika
kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler
untuk pembangkit tenaga. Water tube boiler yang sangat modern dirancang
dengan kapasitas steam antara 4.500 – 12.000 kg/jam, dengan tekanan sangat
tinggi.
3. Paket boiler,
Disebut boiler paket sebab sudah tersedia sebagai paket yang lengkap. Pada
saat dikirim ke pabrik, hanya memerlukan pipa steam, pipa air, suplai bahan
bakar dan sambungan listrik untuk dapat beroperasi. Paket boiler biasanya
merupakan tipe shell and tube dengan rancangan fire tube dengan transfer
panas baik radiasi maupun konveksi yang tinggi.
4. Boiler pembakaran dengan fluidized bed (FBC),
Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) muncul sebagai alternatif yang
memungkinkan dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistim
pembakaran yang konvensional dan memberikan banyak keuntungan
rancangan boiler yang kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi
pembakaran yang tinggi dan berkurangnya emisi polutan yang merugikan
seperti SOx dan NOx. Bahan bakar yang dapat dibakar dalam boiler ini adalah
batubara, barang tolakan dari tempat pencucian pakaian, sekam padi, bagas,
dan limbah pertanian lainnya. Boiler fluidized bed memiliki kisaran kapasitas
yang luas yaitu antara 0.5 T/jam sampai lebih dari 100 T/jam.
5. Atmospheric fluidized bed combustion (AFBC) boiler,
Kebanyakan boiler yang beroperasi untuk jenis ini adalah atmospheric
fluidized bed combustion (AFBC) Boiler. Alat ini hanya berupa shell boiler
konvensional biasa yang ditambah dengan sebuah fluidized bed combustor.
Sistim seperti telah dipasang digabungkan dengan water tube boiler atau
boiler pipa air konvensional.
IV-43
6. Pressurized fluidized bed combustion (PFBC) boiler,
Pada tipe pressurized fluidized bed combustion (PFBC), sebuah kompresor
memasok udara forced draft (FD), dan pembakarnya merupakan tangki
bertekanan. Laju panas yang dilepas dalam bed sebanding dengan tekanan bed
sehingga bed yang dalam digunakan untuk mengekstraksi sejumlah besar
panas. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pembakaran dan peyerapan sulfur
dioksida dalam bed. Steam dihasilkan didalam dua ikatan pipa, satu di bed dan
satunya lagi berada diatasnya. Gas panas dari cerobong menggerakan turbin
gas pembangkit tenaga. Sistim PFBC dapat digunakan untuk pembangkitan
kogenerasi (steam dan listrik) atau pembangkit tenaga dengan siklus gabungan
atau combined cycle. Operasi combined cycle (turbin gas & turbin uap)
meningkatkan efisiensi konversi keseluruhan sebesar 5 hingga 8 %.
7. Atmospheric circulating fluidized bed combustion boilers (CFBC),
Boiler CFBC pada umumnya lebih ekonomis daripada boiler AFBC, untuk
penerapannya di industri memerlukan lebih dari 75 – 100 T/jam steam. Untuk
unit yang besar, semakin tinggi karakteristik tungku boiler CFBC akan
memberikan penggunaan ruang yang semakin baik, komponenikel bahan
bakar lebih besar, waktu tinggal bahan penyerap untuk pembakaran yang
efisien dan penangkapan SO2 yang semakin besar pula, dan semakin mudah
penerapan teknik pembakaran untuk pengendalian NOx daripada pembangkit
steam AFBC.
8. Stoker fired boilers,
Stokers diklasifikasikan menurut metode pengumpanan bahan bakar ke tungku
dan oleh jenis grate nya. Klasifikasi utama nya adalah spreader stoker dan
chain-gate atau traveling-gate stoker.
9. Spreader stokers,
Spreader stokers memanfaatkan kombinasi pembakaran suspensi dan
pembakaran grade. Batubara diumpankan secara kontinu ke tungku diatas bed
pembakaran batubara. Batubara yang halus dibakar dalam suspensi;
komponenikel yang lebih besar akan jatuh ke grade, dimana batubara ini akan
dibakar dalam bed batubara yang tipis dan pembakaran cepat. Metode
pembakaran ini memberikan fleksibilitas yang baik terhadap fluktuasi beban,
IV-44
dikarenakan penyalaan hampir terjadi secara cepat bila laju pembakaran
meningkat. Karena hal ini, spreader stoker lebih disukai dibanding jenis
stoker lainnya dalam berbagai penerapan di industri.
10. Chain-grate atau traveling-grate stoker,
Batubara diumpankan ke ujung grade baja yang bergerak. Ketika grade
bergerak sepanjang tungku, batubara terbakar sebelum jatuh pada ujung
sebagai abu. Diperlukan tingkat keterampilan tertentu, terutama bila menyetel
grate, damper udara dan baffles, untuk menjamin pembakaran yang bersih
serta menghasilkan seminimal mungkin jumlah karbon yang tidak terbakar
dalam abu.
11. Pulverized fuel boiler,
Teknologi ini berkembang dengan baik dan diseluruh dunia terdapat ribuan
unit dan lebih dari 90 % kapasitas pembakaran batubara merupakan jenis ini.
Untuk batubara jenis bituminous, batubara digiling sampai menjadi bubuk
halus, yang berukuran +300 micrometer (µm) kurang dari 2 persen dan yang
berukuran dibawah 75 microns sebesar 70% - 75%. Harus diperhatikan bahwa
bubuk yang terlalu halus akan memboroskan energi penggilingan. Pembakaran
berlangsung pada suhu dari 1300° - 1700° C, tergantung pada kualitas
batubara. Waktu tinggal komponenikel dalam boiler biasanya 2 detik hingga
5 detik, dan komponenikel harus cukup kecil untuk pembakaran yang
sempurna.
Sistim ini memiliki banyak keuntungan seperti kemampuan membakar
berbagai kualitas batubara, respon yang cepat terhadap perubahan beban
muatan, penggunaan suhu udara pemanas awal yang tinggi dan lain-lain.
12. Boiler limbah panas,
Dimanapun tersedia limbah panas pada suhu sedang atau tinggi, boiler limbah
panas dapat dipasang secara ekonomis. Jika kebutuhan steam lebih dari steam
yang dihasilkan menggunakan gas buang panas, dapat digunakan burner
tambahan yang menggunakan bahan bakar. Jika steam tidak langsung dapat
digunakan, steam dapat dipakai untuk memproduksi daya listrik menggunakan
generator turbin uap. Hal ini banyak digunakan dalam pemanfaatan kembali
panas dari gas buang dari turbin gas dan mesin diesel.
IV-45
13. Pemanas fluida thermis,
Pemanas fluida thermis modern berbahan bakar minyak terdiri dari sebuah
kumparan ganda, konstruksi tiga pass dan dipasang dengan sistim jet tekanan.
Fluida termis, yang bertindak sebagai pembawa panas, dipanaskan dalam
pemanas dan disirkulasikan melalui peralatan pengguna. Disini fluida
memindahkn panas untuk proses melalui penukar panas, kemudian fluidanya
dikembalikan ke pemanas. Aliran fluida termis pada ujung pemakai
dikendalikan oleh katup pengendali yang dioperasikan secara pneumatis,
berdasarkan suhu operasi. Pemanas beroperasi pada api yang tinggi atau
rendah tergantung pada suhu minyak yang kembali yang bervariasi tergantung
beban sistim.
2.8.2 Komponen Utama Dalam Boiler
Bagian ini menerangkan beberapa komponen utama dalam boiler, yaitu:
1. Water system,
a. Economizer : peralatan pada system boiler yang di gunakan untuk
pemanasan awal air dari BFWP (boiler feed water pump) sebelum masuk
kedalam siklus pemasakan air dalam boiler.
b. Steam drum : tempat penampung siklus pemanasan air dalam boiler
system, yang digunakan untuk memisahkan wujud fluida, antara yang
berwujud air dengan yang berwujud uap (steam).
c. Down comer : pipa dari steam drum yang di gunakan untuk mengalirkan
air ke water wall dalam siklus pemanasan air boiler.
d. Header : pipa penampung pipa-pipa yang lebih kecil penampangnya.
e. Water wall : dinding yang berupa deretan pipa tegak yang mengelilingi
ruang bakar (furnace), sebagai tempat pemanasan air boiler.
2. Air and flue gas flow system,
a. Furnace : ruangan tempat berlangsungnya pembakaran bahan bakar (batu
bara atau solar).
b. Air preheater : alat penukar panas yang memanfaatkan flue gas (gas hasil
pembakaran), yang digunakan untuk memanaskan udara dari FDF “forced
draft fan” sebelum di gunakan untuk proses pembakaran dalam furnace.
IV-46
c. ESP (electro-static presipitator) : alat yang di gunakan untuk menangkap
debu-debu batu bara yang terikut dalam hasil pembakaran di furnace batu
bara sebelum di buang ke udara bebas.
d. Cerobong : alat untuk membuang gas hasil pembakaran ke udara bebas.
3. Fuel system,
a. Coal system.
· Coal bunker : tempat penampungan batu bara sebelum di masukkan ke
proses penggilingan.
· Feeders : tempat masuknya batu bara, dengan kapasitas yang telah di
tentukan.
· Fan mill : alat yang digunakan untuk proses penggilingan batu bara.
· Separator : tempat yang digunakan untuk memisahkan antara ukuran
batu bara yang dapat di masukkan ke furnace dengan, batu bara yang
tidak dapat terbawa hembusan udara panas sehingga akan tergiling
kembali di fan mill.
b. Oil system.
· Oil gun : alat yang di gunakan untuk menembakkan solar dengan cara
dikabutkan ke dalam furnace.
· Ignition Gun : alat yang di gunakan untuk memantikkan api pada kabut
solar dalam proses pembakaran awal.
4. Steam system,
a. Superheter : tempat berupa jalur pipa-pipa sebagai proses lanjut dalam
pengolahan steam yang memanfaatkan flue gas hasil pembakaran,
sehingga di dapat steam untuk proses ke turbin yang sesuai dengan
standard yang telah di tentukan.
b. First superheter : langkah awal proses pengolahan steam.
c. Spraying water desuperheater : alat yang di gunakan untuk mengabutkan
air dalam proses pengolahan steam, agar di peroleh temperatur steam yang
sesuai dengan ketentuan.
d. Secondary superheater : proses lanjut pengolahan steam setelah di
semprot dengan air di spraying water desuperheater sehingga temperatur
yang disyaratkan supply ke turbin yaitu pada temperatur 420o C - 440o C.
IV-47
2.9 ULTRASONIK UNTUK PROSES PENGOLAHAN BIODIESEL
Suara dapat digunakan untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses
transesterifikasi tanpa pemanasan, sehingga dihasilkan produk biodiesel yang
lebih berkualitas karena proses lebih sempurna dan hasil biodiesel lebih besar.
Suara dapat digunakan untuk proses kimia dikenal sebagai gelombang ultrasonik
dengan rentang frekuensi antara 20 kHz s/d 100 kHz. Gelombang ultrasonik
menghasilkan efek kimia dan fisika diakibatkan oleh meledaknya gelembung
kavitasi mikro yang disebabkan getaran ultrasonik. Penggunaan ultrasonik dalam
produksi biodiesel selain untuk proses transesterifikasi dapat digunakan untuk
proses pemisahannya.
Tabel 2.14 Perbandingan proses konvensional dengan ultrasonik
KONDISI KONVENSIONAL ULTRASONIK
Waktu Reaksi 1-6 jam 5-10 menit
Agitasi Perlu Tidak perlu
% Methanol 15-20 wt-% 12.5-15 wt-%
% Katalis 1.5-3.0 wt-% 0.5-1.5 wt-%
Sumber: Untoro P., 2008
Teknologi ultrasonik dalam produksi biodiesel memiliki banyak
keuntungan yaitu, proses reaksi lebih cepat, proses dingin (tanpa pemanasan),
bahan baku yang digunakan lebih sedikit, dan menggunakan energi yang lebih
kecil. Secara keseluruhan akan berdampak pada proses produksi yang lebih
ekonomis.
Proses ultrasonik dalam reaksi transesterifikasi digunakan untuk
mempercepat proses menghomogenkan minyak nabati dengan katalis melalui efek
kavitasi akibat frekuensi gelombang ultrasonik. Proses pengolahan biodiesel
secara konvensional untuk menghomogenkan minyak nabati dengan katalis
dilakukan dalam tangki reaktor berpengaduk.
Gelombang ultrasonik menciptakan gelembung kecil atau kavitasi mikro
yang digunakan untuk menghancurkan komposisi dioksin dan racun mematikan
lainnya ketika kavitasi pecah. Pecahnya kavitasi akibat frekuensi tinggi terjadi
pada temperatur lebih dari 1.000o C dan tekanan 100 bar. Temperatur dan tekanan
yang sangat tinggi dapat menjadi sarana inti untuk mengubah suatu material jauh
lebih cepat dibandingkan dengan proses kovensional menggunakan panas dan
IV-48
tekanan tinggi. Teknologi ultrasonik dalam pembuatan biodiesel memerlukan
waktu sekitar 10 menit, sedangkan dengan teknik konvensional berlangsung
selama 5 jam.
Penggunaan reaktor ultrasonik bentuk pipa menyebabkan aliran dan reaksi
bahan dapat dilakukan secara kontinyu. Kelebihan tersebut dapat digunakan untuk
memproduksi jumlah biodiesel yang sama sehingga dimensi sistem fabrikasi
biodiesel dapat direduksi beberapa kali dari sistem yang ada. Proses
transesterifikasi bahan-bahan yang memiliki nilai FFA tinggi dapat dilakukan
secara berulang ulang dalam bentuk siklus tertutup dan dalam banyaknya siklus
yang diinginkan.
2.10 PENELITIAN PENUNJANG
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Danardono AS, Nandy Putra dan
Rita Maria Veranika dalam perancangan dan pengembangan produk vaccine
carrierbox dengan mempertimbangkan metode product design dan design for
assembly (DFA) pada perancangannya yang bertujuan untuk mendapatkan
sejumlah perubahan desain yang secara tidak langsung dapat mengurangi biaya
dan waktu, sekaligus memenuhi kebutuhan pelanggan. Hasil perancangan dan
analisa DFA pada produk vaccine carrier box, didapatkan total waktu perakitan
untuk desain awal adalah sekitar 519 detik dengan nilai efisiensi sekitar 18 %
sedangkan total waktu perakitan untuk produk redesain adalah sekitar 405 detik
dengan nilai efisiensi 24%.
Pada tahun 2008, Adi Pracoyo K. mengembangkan desain sepeda fleksibel
atau yang dikenal dengan sepeda flexi. Evaluasi dari desain sepeda flexi
sebelumnya memiliki banyak kelemahan yaitu jumlah komponen penyusun terlalu
banyak, sehingga bila dilakukan proses perakitan masih membutuhkan waktu
yang cukup lama, hal ini mengakibatkan biaya produksi keseluruhan menjadi
tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut dilakukan perancangan ulang
komponen tertentu dengan menggunakan metode design for assembly (DFA).
Hasil penelitian ini didapatkan sebuah desain sepeda flexi yang memiliki jumlah
komponen 53 komponen, total waktu operasi 447.43 detik, total biaya operasi
operator untuk perakitan Rp 1033.29 dan efisiensi desain sebesar 0.315.
IV-49
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang Susilo, Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang,
menerangkan efek aplikasi gelombang ultrasonik untuk transesterifikasi minyak
nabati. Dengan menurunkan persamaan simultan laju perubahan trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan metil ester sebagai fungsi dari waktu, maka
prediksi konversi minyak tanaman menjadi biodiesel pada proses transesterifikasi
dengan gelombang ultrasonik bisa didapatkan. Model kinetika yang dibangun
cukup baik untuk digunakan sebagai model untuk memprediksi konversi minyak
sawit menjadi biodiesel. Pengujian dengan data hasil percobaan menunjukkan
koefisien determinasi sebesar 97%, di mana nilai tersebut menunjukkan nilai yang
cukup baik dari suatu model yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan
gelombang ultrasonik meningkatkan laju transesterifikasi minyak tanaman
menjadi biodiesel. Konversi minyak tanaman menjadi biodiesel dengan
penggunaan gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
pengaduk mekanis. Konversi bisa mencapai 100% dengan waktu proses 1 menit.
Konversi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk
mekanis yang hanya mampu pada kisaran konversi sekitar 96% dan waktu proses
antara 30 menit hingga 2 jam. Laju reaksi transesterifikasi penggunaan gelombang
ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis.
IV-50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini merupakan proses yang terkait satu sama lain
secara sistematis dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi penelitian
3.1 STUDI PENDAHULUAN
IV-51
Pada tahap ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, studi pustaka, dan studi lapangan yang dijelaskan,
yaitu:
1. Latar belakang,
Latar belakang permasalahan pada perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati menjadi biodiesel yaitu agar dihasilkan rancangan yang mampu
dioperasikan secara mobile dan dalam skala kecil. Pemilihan perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati disebabkan karena alat pengolah minyak
nabati menjadi biodiesel berukuran besar sehingga sangat sulit untuk
dipindahkan mendekati bahan baku. Selain itu biaya pengadaan maupun
pengoperasiannya alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang mahal
membuat pengguna alat ini yaitu kalangan petani penghasil minyak nabati
mengalami kesulitan dalam memproduksi biodiesel. Dalam perancangan ulang
alat pengolah minyak nabati ini menggunakan teknologi ultrasonik sehingga
dapat meminimasi penggunaan komponen dan dapat menyederhanakan proses
perakitan alat.
2. Perumusan masalah,
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah
bagaimana merancang ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel
menggunakan metode design for assembly (DFA), agar diperoleh spesifikasi
ukuran dimensi alat yang dapat dioperasikan dilingkungan petani dan lebih
mobile sehingga dapat digunakan di lingkungan petani.
3. Tujuan dan manfaat penelitian,
Tujuan penelitian yang telah ditetapkan berdasarkan permasalahan yaitu,
mengidentifikasi fungsi alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain
awal dengan bill of material (BOM), menentukan simplikasi dan kombinasi
komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan morfologi
chart, dan menentukan nilai tambah (added value) rancangan alat pengolah
minyak nabati menjadi biodiesel.
Manfaat penelitian dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
yang ingin dicapai yaitu, menghasilkan rancangan alat pengolah minyak
nabati yang lebih efisien digunakan untuk skala kecil, memperoleh ukuran alat
IV-52
yang lebih rigidtable, dan memperoleh desain rancangan yang dapat
digunakan dilingkungan petani penghasil minyak nabati.
4. Studi pustaka,
Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi pada tahap identifikasi
masalah, maka kemudian dilakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan
dengan membaca dan mempelajari literatur yang relevan dengan
permasalahan yang ada. Studi pustaka dilakukan agar dapat digunakan sebagai
panduan informasi untuk mendukung penyelesaian pengolahan data penelitian
terhadap studi lapangan. Informasi studi pustaka sangat diperlukan untuk
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
5. Studi lapangan,
Studi lapangan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel dilakukan selama penelitian, yang dilaksanakan di Balai Rekayasa
Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Studi lapangan ini bertujuan
untuk mendapatkan data parameter kuantitatif yang digunakan pada
pengolahan data selanjutnya, dan juga untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap mengenai alat pengolah minyak nabati.
3.2 PENGUMPULAN DATA
Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data yang digunakan
untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang dijelaskan, yaitu:
1. Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler,
Perbandingan dilakukan dengan menganalisa teknologi ultrasonik dan boiler
dalam proses pengolahan biodiesel hasil pengujian di laboratorium, sehingga
akan diketahui teknologi terbaik yang digunakan dalam perancangan ulang
alat pengolah minyak nabati.
2. Identifikasi komponen,
Identifikasi komponen dilakukan dengan mengamati alat pengolah minyak
nabati desain awal yang digunakan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem
Teknologi – BPPT, Serpong beserta serangkaian proses operasinya yang
kemudian diidentifikasi sebagai acuan dalam perancangan ulang.
IV-53
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data tentang komponen yang
digunakan dalam desain awal dan komponen yang dibutuhkan dalam
perancangan ulang, mengukur waktu yang dibutuhkan dalam proses
perakitannya, dan mencari besarnya prioritas waktu perakitan per komponen.
3. Histogram,
Histogram digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada
dalam alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel, sehingga akan diketahui
masalah apa yang paling dominan. Permasalahan-permasalahan tersebut
dibagi dalam 4 parameter, yaitu komponen alat pengolah minyak nabati,
kapasitas input alat pengolah minyak nabati, proses dari waktu pengolahan,
dan pengolah bahan baku minyak nabati.
4. Pemilihan komponen assembly,
Pemilihan komponen assembly digunakan untuk mengidentifikasi komponen
yang dapat kerjakan untuk mencapai tujuan penelitian dalam perancangan
ulang. Intinya adalah mendefinisikan secara jelas komponen apa saja yang
dibutuhkan dalam perancangan.
5. Bill of material (BOM),
Bill of material dibutuhkan untuk mengidentifikasi komponen alat pengolah
minyak nabati menjadi biodiesel desain awal dengan cara
mengelompokkannya menjadi beberapa kepentingan peralatan.
3.3. PENGOLAHAN DATA
Pada tahap ini diuraikan mengenai proses pengolahan data dalam
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan metode design for
assembly (DFA), yaitu:
1. Membangkitkan alternatif atas fungsi,
Fungsi operasional yang dibutuhkan selanjutnya dibentuk dari beberapa
alternatif perancangan ulang. Alternatif dibentuk dari ide-ide atau kombinasi
dari ide-ide. Ide-ide yang tidak memenuhi prasyarat perancangan dibuang.
Kombinasi dari ide menghasilkan beberapa alternatif desain perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati yang dapat melaksanakan fungsi untuk
mengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
IV-54
2. Morfologi chart,
Morfologi chart digunakan untuk merumuskan kombinasi yang mungkin dari
beberapa komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, sehingga
akan memunculkan alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati.
3. Mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi,
Desain awal yang telah teridentifikasi dibandingkan dengan desain
perancangan ulangnya dengan metode design for assembly (DFA). Metode
design for assembly (DFA) digunakan untuk menghitung efisiensi desain
rancangan, sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi desain rancangan.
Persamaan tersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu perakitan ideal
dan waktu perakitan riil. Waktu ideal ditentukan oleh banyaknya komponen
minimum pada rancangan yang baru dalam meminimalkan biaya.
4. Stimulasi atas waktu penyelesaian,
Stimulasi atas waktu penyelesaian membandingkan waktu proses penyelesaian
perakitan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel
dan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal, sehingga
dapat diketahui waktu penyelesaian perakitan rancangan yang lebih cepat.
5. Performansi,
Performansi diukur berdasarkan atas tingkat kelebihan dan kekurangan dari
alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel yang dipilih.
6. Menentukan biaya design for assembly (DFA),
Pada tahap menentukan biaya design for assembly (DFA) dilakukan dengan
membandingkan biaya perancangan alat pengolah minyak nabati desain awal
dan alternatif perancangan ulangnya. Biaya perancangan meliputi biaya bahan
baku dan biaya operasi perakitan.
7. Pemilihan alternatif,
Ukuran performansi fungsi dan masing-masing alternatif alat pengolah
minyak nabati dapat diketahui dengan menggunakan efisiensi, selanjutnya
dapat dihitung nilai (value) dan masing-masing alternatif alat pengolah
minyak nabati. Tahap ini diperlukan informasi tambahan untuk memperkuat
IV-55
ide-ide kreatif dan membuat evaluasi dari seorang pakar. Pemilihan alternatif
tersebut menggunakan matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison),
Langkah-langkah dalam tahap pemilihan alternatif, sebagai berikut:
a. Menyusun kriteria desain,
Krieria desain disusun berdasarkan hasil penelitian yang disetujui pihak
pakar. Pihak pakar adalah orang ahli dalam bidang pengolahan minyak
nabati menjadi biodiesel dari Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir –
BATAN, Serpong. Penyusunan kriteria digunakan sebagai pertimbangan
dalam pemilihan desain alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
b. Menyusun matrik perbandingan pasangan kriteria desain,
Penyusunan matrik perbandingan pasangan dengan menilai tiap pasangan
kriteria desain berdasarkan data kuesioner dari pihak pakar. Penilaian
menggunakan ukuran skala 1 sampai 9 yang ditransformasikan dalam
bentuk matrik untuk analisis numerik. Analisis numerik dilakukan dengan
menghitung bobot dan uji konsistensi matrik tersebut.
Perhitungan bobot melalui beberapa langkah yaitu, menjumlahkan tiap
kolom matrik, mencari matrik normalisasi, dan mencari nilai eigenvector.
Uji konsistensi matrik melalui beberapa langkah yaitu, menghitung λmak,
menghitung CI, dan menghitung CR. Matrik dinyatakan konsisten bila
nilai CR kurang dari 10%.
c. Menyusun matrik perbandingan pasangan alternatif,
Penyusunan matrik perbandingan pasangan dengan menilai tiap pasangan
alternatif berdasarkan kriteria desain yang telah disusun. Penilaian
menggunakan ukuran skala 1 sampai 9 yang ditransformasikan dalam
bentuk matrik untuk analisis numerik. Analisis numerik dilakukan dengan
menghitung bobot dan uji konsistensi matrik tersebut.
Perhitungan bobot melalui beberapa langkah yaitu, menjumlahkan tiap
kolom matrik, mencari matrik normalisasi, dan mencari nilai eigenvector.
Uji konsistensi matrik melalui beberapa langkah yaitu, menghitung λmak,
menghitung CI, dan menghitung CR. Matrik dinyatakan konsisten bila
nilai CR kurang dari 10%. Nilai bobot alternatif tersebut kemudian
diringkas dalam matrik preferensi.
IV-56
d. Menghitung bobot keseluruhan alternatif,
Menghitung bobot keseluruhan untuk mencari nilai performansi alternatif
dengan cara mengalikan bobot kriteria desain dengan matriks preferensi
alternatif.
e. Merangking alternatif keputusan,
Bobot keseluruhan alternatif diketahui maka selanjutnya merangking
alternatif berdasarkan nilai terbesar ke nilai terkecil, sehingga didapatkan
alternatif desain dengan nilai performansi terbaik. Desain tersebut
selanjutnya dipilih sebagai desain rancangan alat pengolah minyak nabati.
8. Rekayasa nilai,
Perancangan produk terbaik selesai dalam pengertian bahwa tahap rancangan
akan memasuki tahap implementasi, maka dilakukan estimasi dan analisa
nilai. Estimasi nilai ini dilakukan untuk menaksir seberapa besar tingkat nilai
tambah (added value) rancangan yang dipilih untuk memenuhi efisiensi.
3.4 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian untuk
menelaah hasil yang telah diperoleh dari penelitian. Analisis dan interpretasi hasil
penelitian dilakukan terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data pada
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang telah
dilakukan.
3.5 KESIMPULAN DAN SARAN
Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasil pengolahan data
dengan memperhatikan tujuan penelitian dan saran yang disampaikan untuk alat
pengolah minyak nabati dan praktisi yang tertarik dalam bidang pengembangan
alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
IV-57
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data perbandingan
teknologi ultrasonik dan boiler, identifikasi komponen alat pengolah minyak
nabati, permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati, dan
pemilihan komponen assembly alat pengolah minyak nabati. Pengumpulan data
dijelaskan lebih jelas pada sub-sub bab berikut.
4.1.1 Perbandingan Teknologi Ultrasonik Dan Boiler
Berdasarkan pada metodologi penelitian langkah awal dalam perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati, terlebih dahulu melakukan perbandingan
teknologi ultrasonik dan boiler dalam proses pengolahan biodiesel. Perbandingan
teknologi ultrasonik dan boiler selanjutnya akan menentukan teknologi terbaik
yang akan digunakan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati.
Adapun data teknologi ultrasonik dan boiler diperoleh dari hasil penelitian
pada proses pengolahan dan produk biodiesel skala laboratorium yang dilakukan
di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Data
perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler
Kondisi Ultrasonik Boiler
Waktu reaksi 5-10 menit 1-5 jam
% Metanol 12.5-15 wt-% 15-20 wt-%
% Katalis 0.5-1.5 wt-% 1.5-3.0 wt-%
Proses reaksi Dingin Panas
Agitasi Tidak perlu Perlu
Kebutuhan daya 500 W 5 kW
Energi yang dikeluarkan 20 kHz 150 kg uap/jam Kualitas biodiesel yang dihasilkan:
· Nilai viskositas · Angka asam · Gliserol total · Gliserol bebas
5.218 cSt 0.0963 mg
0.24 % 0.018 %
5.745 cSt 0.501 mg 0.24 %
0.019 % Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
IV-58
Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa teknologi ultrasonik memiliki keunggulan
dari boiler diantaranya yaitu, teknologi ultrasonik memiliki waktu reaksi yang
lebih singkat, penggunaan metanol dan katalis yang lebih sedikit, kebutuhan daya
yang lebih kecil, dan kualitas biodiesel yang dihasilkan lebih baik. Sedangkan
parameter keunggulan kualitas biodiesel yang dihasilkan dengan teknologi
ultrasonik dapat dilihat dari nilai viskositas, angka asam, dan gliserol bebasnya.
4.1.2 Identifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati
Identifikasi komponen yang menjadi dasar dalam penentuan langkah
penelitian dengan mendeskripsikan komponen pada alat pengolah minyak nabati
desain awal dan menentukan komponen yang digunakan pada perancangan alat
pengolah minyak nabati, sebagai berikut:
1. Boiler,
Boiler ditempatkan dalam ruangan yang terpisah dari alat utama karena harus
dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar, seperti metanol. Sedangkan uap air
yang diproduksi boiler didistribusikan melalui pipa ke steam header yang
selanjutnya didistribusikan ke peralatan-peralatan proses. Boiler yang
digunakan memiliki kapasitas minimal 150 kg uap/jam, tekanan maksimal
8 kgf/cm2, dan bahan bakar solar. Boiler dilengkapi dengan pompa air umpan
(feedwater pump), katup pengaman, level control, pressure gauge, pressure
switch, panel box, dan cerobong.
Pada diagram alir proses (proses flow diagram) pada bab 2, alat pengolah
minyak nabati yang digunakan sebagai acuan adalah alat yang dikembangkan di
Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Gambar
struktur alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.1 dan
gambar 4.2.
IV-59
Gambar 4.1 Struktur alat pengolah minyak nabati desain awal (tampak
depan) Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Gambar 4.2 Struktur alat pengolah minyak nabati desain awal (tampak belakang) Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Keterangan gambar 4.1 dan gambar 4.2 beserta fungsinya, yaitu:
1. Tangki minyak kotor, berfungsi sebagai tempat penyimpanan minyak nabati
yang masih kotor.
2. Pompa minyak, berfungsi untuk mengalirkan minyak pada proses
pretreatment minyak nabati.
3. Press filter, berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran dalam minyak
nabati yang masih kotor.
IV-60
4. Tangki minyak bersih, berfungsi sebagai tempat penyimpanan minyak
nabati setelah melalui press filter.
5. Tangki katalis, berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pencampuran
katalis (metanol dan NaOH).
6. Pompa katalis, berfungsi untuk mengalirkan katalis pada proses
pretreatment katalis.
7. Kondenser katalis, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada
tangki katalis.
8. Tangki reaktor, berfungsi sebagai tempat berlangsungnya reaksi antara
minyak nabati dan katalis yang menghasilkan biodiesel dan gliserol.
9. Pompa reaktor, berfungsi untuk mengalirkan minyak dan katalis pada
proses reaction.
10. Kondenser reaktor, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada
tangki reaktor.
11. Tangki evaporator 1, berfungsi sebagai tempat penguapan excess metanol
yang masih terbawa oleh gliserol.
12. Pompa evaporator 1, berfungsi untuk mengalirkan gliserol pada proses
evaporasi tahap 1.
13. Kondenser evaporator 1, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi
pada tangki evaporator 1.
14. Tangki evaporator 2, berfungsi sebagai tempat penguapan excess metanol
yang masih terbawa oleh biodiesel.
15. Pompa evaporator 2, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses
evaporasi tahap 2.
16. Kondenser evaporator 2, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi
pada tangki evaporator 2.
17. Tangki pencuci, berfungsi sebagai tempat pencucian biodiesel. Pencucian
dilakukan menggunakan air panas.
18. Pompa pencuci, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses
washing.
19. Tangki pengering, berfungsi sebagai tempat pengeringan biodiesel setelah
melalui proses washing.
IV-61
20. Pompa pengering, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses
drying.
21. Pompa vakum, berfungsi untuk mengalirkan air yang tercampur dalam
biodiesel ke kondenser vakum.
22. Kondenser vakum, berfungsi sebagai alat pelepas butiran-butiran air ke
udara dari proses drying.
23. Product filter, berfungsi untuk membersihkan biodiesel hasil proses
sebelum ditampung dalam tangki penyimpanan biodiesel.
24. Tangki air panas, berfungsi sebagai tempat penyimpanan air panas.
25. Pompa air panas, berfungsi untuk mengalirkan air panas pada proses
washing.
26. Steam header, berfungsi untuk mendistribusikan uap air dari boiler ke
peralatan proses.
Waktu perakitan tiap komponen alat pengolah minyak nabati didapatkan dari
waktu riil perakitan di tempat penelitian dengan menggunakan alat ukur
stopwatch. Kemudian dicari prioritas waktu perakitan tiap komponen agar
diketahui komponen mana yang memiliki prioritas waktu perakitan yang
terbesar. Waktu riil perakitan diukur dari waktu handling sampai waktu
insertion tiap komponen. Komponen dan waktu perakitan alat pengolah minyak
nabati dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Komponen dan waktu perakitan alat pengolah minyak nabati desain awal
No Komponen Waktu perakitan (menit)
Prioritas waktu perakitan per komponen
1 Boiler 25.35 0.12 2 Rangka utama 25.35 0.12 3 Tangki minyak kotor 4.55 0.02 4 Tangki minyak bersih 4.55 0.02 5 Filter tekan 4.55 0.02 6 Pompa minyak 2.15 0.01
7 Tangki pencampuran katalis 4.55 0.02
8 Kondensor pencampur katalis 2.15 0.01
9 Pompa pencampur katalis 2.15 0.01
10 Tangki reaktor 4.55 0.02 11 Kondensor reaktor 2.15 0.01
IV-62
Lanjutan tabel 4.2
12 Pompa reaktor 2.15 0.01 13 Tangki evaporator 1 4.55 0.02 14 Pompa evaporator 1 2.15 0.01 15 Kondensor evaporator 1 2.15 0.01 16 Tangki evaporator 2 4.55 0.02 17 Pompa evaporator 2 2.15 0.01 18 Kondensor evaporator 2 2.15 0.01 19 Tangki pencuci 4.55 0.02 20 Pompa tangki pencuci 2.15 0.01
21 Tangki pengering vakum 4.55 0.02
22 Pompa pengering 2.15 0.01 23 Pompa vakum 2.15 0.01 24 Kondensor vakum 2.15 0.01 25 Filter produk 4.55 0.02 26 Tangki air panas 4.55 0.02 27 Pompa air panas 2.15 0.01 28 Pompa air pendingin 2.15 0.01 29 Steam header 2.15 0.01 30 Pemipaan 43.70 0.21 31 Subdistribution panel 25.35 0.12
Total : 204 1
Perhitungan prioritas waktu perakitan per komponen didapatkan dari hasil
pembagian waktu operasi perakitan per komponen dengan total waktu
perakitan.
Contoh perhitungan:
Prioritas waktu operasi perakitan per komponen = tan
tanperakiwaktuTotal
boilerperakiWaktu
= 204
35.25
= 0.12
2. Ultrasonik,
Konsep desain perancangan alat pengolah minyak biodiesel dengan ultrasonik
bekerja secara kontinyu mulai dari tangki bahan hingga pemisahan produk
(biodiesel) dengan gliserol dan sisa-sisa bahan katalis dengan kapasitas
produksi 100 liter/batch. Konsep desain perancangan alat pengolah minyak
nabati dapat dilihat pada gambar 4.3.
IV-63
Gambar 4.3 Konsep desain perancangan alat pengolah minyak nabati
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa konsep desain alat pengolah minyak
nabati mengeliminasi penggunaan boiler pada alat sebelumnya dan
menggantikannya dengan teknologi ultrasonik. Sehingga komponen-komponen
tangki evaporator, pompa evaporator, kondensor, dan steam header dapat
dihilangkan. Penggunaan teknologi ultrasonik dapat juga digunakan dalam
proses washing dan proses drying sehingga komponen pada proses tersebut
dapat dihilangkan.
Berbeda dengan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dengan
menggunakan boiler, dalam sistem ini energi terkonsentrasi pada volume bahan
baku dalam reaktor sehingga dalam waktu yang sama produk yang dihasilkan
berlipat. Dalam pengoperasian maksimum panas yang dihasilkan tidak lebih
dari 80o C.
Bagian utama perancangan alat pengolah minyak nabati adalah reaktor
ultrasonik. Energi kavitasi yang dihasilkan ultrasonik pada frekuensi hingga 20
kHz dapat membuat bahan minyak dengan katalisator secara cepat bereaksi
membentuk biodiesel dan gliserol yang kemudian dipisahkan pada proses
selanjutnya.
IV-64
Berdasarkan konsep desain perancangan ulang alat pengolah minyak nabati,
komponen-komponen yang digunakan dideskripsikan menjadi 4 macam
meliputi mekanik, kontrol, elektrik, dan plumbing. Deskripsi komponen
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Komponen perancangan alat pengolah minyak nabati dengan ultrasonik
Mekanik Kode Kontrol Kode Elektrik Kode Plumbing KodeFeedstock tank M1 Sight glass indicator C1 Distribution panel E1 Selang P1Catalyst tank M2 Termokopel C2 Adaptor E2 Pipa SS P2Ultrasonik reaktor M3 Kontrol motor DC C3 Motor DC E3 Shock sambungan P3Pompa M4 Kontrol motor AC C4 Heater E4 Shock L P4Static stirrer M5 Pressure gauge C5 Trafo step down E5 Shock T P5Rangka M6 Kontrol fluida C6 Motor AC E6 Kran P6
Tranduser ultrasonik E7
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa komoponen mekanik terdiri dari komponen
tangki minyak, tangki katalis, reaktor ultrasonik, pompa, stirrer, dan rangka
utama. Untuk komponen kontrol terdiri dari komponen sight glass indicator,
termokopel, kontrol motor DC, kontrol motor AC, pressure gauge, dan kontrol
fluida. Untuk komponen elektrik terdiri dari komponen distribution panel,
adaptor, motor DC, heater, trafo step down, motor AC, dan tranduser
ultrasonik. Sedangkan untuk komponen plumbing terdiri dari komonen selang,
pipa, shock sambungan, shock L, shock T, dan kran.
4.1.3 Permasalahan Dalam Proses Perancangan Alat Pengolah Minyak Nabati
Sebelum sampai pada tahap perancangan, sebaiknya dibuat tabel
permasalahan yang mendukung untuk perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati, agar diketahui permasalahan yang terjadi dalam pengoperasian alat
pengolah minyak nabati. Parameter permasalahan dalam alat pengolah minyak
nabati, yaitu:
IV-65
1. Komponen alat pengolah minyak nabati,
· Kesulitan dalam pengoperasian, penggunaan komponen yang berbeda
dalam tiap proses pengolahan pada alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel membuat alat rumit untuk dioperasikan karena pengaturan tiap
komponen tidak mudah.
· Tidak mobile, ukuran alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang
besar membuat alat ini tidak mudah dipindah-pindahkan.
· Pengadaan peralatan tidak murah, pengadaan alat pengolahan minyak
nabati menjadi biodiesel membutuhkan biaya sebesar 300 – 310 juta
rupiah.
2. Kapasitas input alat pengolah minyak nabati ,
· Membutuhkan energi besar, pengoperasian alat pengolah minyak nabati
menjadi biodiesel membutuhkan daya listrik sebesar 15 kW.
3. Proses dari waktu pengolahan,
· Proses pengolahan panjang, proses pengolahan biodiesel pada alat
pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini membutuhkan waktu selama
8-9 jam/batch.
· Proses perakitan lama, penggunaan komponen proses yang banyak
membuat proses perakitan pada alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel ini menjadi lama.
4. Pengolah bahan baku minyak nabati,
· Bahan baku tidak mudah diperoleh, lokasi pabrik pengolah biodiesel yang
tidak berdekatan dengan lingkungan petani pengolah minyak nabati.
Permasalahan pada alat pengolah minyak nabati ditinjau dari segi kemudahan
dirakit dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Daftar tingkat masalah pada perancangan alat pengolah minyak nabati
No Parameter Resistensi Alat Terhadap Memudahkan Alat Dalam
Perakitan 1 Komponen alat pengolah minyak nabati 3
2 Kapasitas input alat pengolah minyak nabati 1
3 Proses dari waktu pengolahan 2
4 Pengolah bahan baku minyak nabati 1
IV-66
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa permasalahan pada perancangan
alat pengolah minyak nabati ditinjau dari segi kemudahan perakitan yang paling
dominan adalah parameter komponen alat pengolah minyak nabati dengan
3 resistensi, sedangakan parameter proses dari waktu pengolahan berada di urutan
kedua dengan 2 resistensi yang diikuti oleh parameter kapasitas input alat
pengolah minyak nabati dan parameter pengolah bahan baku minyak nabati di
urutan ketiga dan keempat dengan 1 resistensi. Pada gambar 4.4 ditampilkan
grafik histogram permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak
nabati untuk memperjelas dan mempermudah pembacaan data.
Permasalahan Dalam Proses Perancangan Alat Pengolah Minyak Nabati
0
1
2
3
4
Komponen Kapasitas input Proses dariwaktu
Bahan baku
Parameter
Fre
kuen
si
Gambar 4.4 Histogram permasalahan alat pengolah minyak nabati
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa permasalahan tertinggi pada perancangan
alat pengolah minyak nabati yaitu pada komponen alat pengolah minyak nabati
dengan 3 resistensi. Data permasalahan tersebut digunakan untuk menentukan
langkah penyelesaian dalam perbaikan perancangan alat pengolah minyak nabati.
4.1.4 Pemilihan Komponen Assembly Alat Pengolah Minyak Nabati
Berdasarkan identifikasi komponen perancangan alat pengolah minyak
nabati yang telah terdeskripsi, langkah selanjutnya adalah menganalisa dan
memilih komponen dalam suatu perakitan (assembly). Pemilihan komponen
assembly perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada
tabel 4.5.
IV-67
Tabel 4.5 Pemilihan komponen assembly perancangan alat pengolah minyak nabati
IV-68
Sebelum melakukan tahap perancangan alat pengolah minyak nabati
sebaiknya mengetahui hubungan tiap komponen dalam perancangan, sehingga
akan didapatkan komponen yang sesuai untuk dikembangkan. Keputusan
pemilihan berdasarkan perakitan (assembly) antar komponen, dengan
pertimbangan apakah komponen tersebut memiliki hubungan dengan komponen
lain ketika dirakit. Contoh untuk komponen tangki minyak ketika dirakit dengan
komponen kontrol pemanas, komponen heater, dan komponen kran memiliki
hubungan yang kuat sehingga keputusan yang diambil adalah ”dipilih”.
4.1.5 Bill of Material (BOM)
Material penyusun produk (bill of material) pada alat pengolah minyak
nabati desain awal terdiri dari komponen boiler, peralatan utama, peralatan
pendukung, komponen kelistrikan, pemipaan, dan rangka utama. Seluruh
komponen tersebut dirangkai menjadi satu. Bill of material alat pengolah minyak
nabati dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Bill of material alat pengolah minyak nabati
IV-69
Gambar 4.5 bill of material alat pengolah minyak nabati dijelaskan dari
setiap komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu:
1. Alat pengolah minyak nabati, serangkaian gabungan beberapa komponen
penyusun yang berfungsi sebagai alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel.
2. Rangka utama, berfungsi sebagai penyangga komponen penyusun alat
pengolah minyak nabati. Rangka utama alat pengolah minyak nabati dapat
dilihat pada gambar 4.5.
3. Pemipaan, serangkaian gabungan beberapa komponen yang berfungsi sebagai
penghubung antar peralatan proses.
4. Kelistrikan, serangkaian komponen yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga
listrik ke peralatan-peralatan proses dari sumber listrik.
5. Boiler, berfungsi sebagai komponen penghasil uap air dalam proses. Bill of
material boiler dapat dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Rangka utama alat pengolah minyak nabati
6. Peralatan utama, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun alat
pengolah minyak nabati digunakan secara langsung dalam proses. Peralatan
utama terbagi dalam 4 macam yaitu, pretreatment system, reaction system,
washing system, dan drying system. Bill of material dari komponen
pretreatment system dapat dilihat pada gambar 4.8. Bill of material dari
komponen reaction system dapat dilihat pada gambar 4.9. Bill of material dari
komponen washing system dan drying system dapat dilihat pada gambar 4.10.
7. Peralatan pendukung, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
alat pengolah minyak nabati yang digunakan sebagai pendukung peralatan
utama. Bill of material peralatan pendukung dapat dilihat pada gambar 4.11.
IV-70
Gambar 4.7 Bill of material boiler
Gambar 4.7 bill of material boiler dijelaskan dari masing-masing
komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu:
1. Water system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler
yang berfungsi dalam penanganan air.
2. Air and flue system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
boiler yang berfungsi untuk mengeluarkan udara panas.
3. Fuel system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang
berfungsi dalam penanganan bahan bakar.
4. Steam system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler
yang berfungsi dalam penanganan uap air.
5. Safety system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler
yang berfungsi untuk keamanan.
IV-71
Gambar 4.8 Bill of material pretreatment system
IV-72
Gambar 4.9 Bill of material reaction system
IV-17
Gambar 4.8 bill of material pretreatment system dijelaskan dari masing-
masing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu:
1. Oil system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun pretreatment
system yang berfungsi dalam penanganan bahan baku minyak nabati.
2. Catalyst system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
pretreatment system yang berfungsi dalam penanganan bahan baku katalis
metanol dan NaOH.
Gambar 4.9 bill of material reaction system dijelaskan dari masing-masing
komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu:
1. Reaction system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
reaction system yang berfungsi dalam proses reaksi minyak nabati dan katalis.
2. Evaporasi 1 system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
reaction system yang berfungsi dalam penanganan excess metanol yang masih
tercampur dalam gliserol.
3. Evaporasi 2 system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun
reaction system yang berfungsi dalam penanganan excess metanol yang masih
tercampur dalam biodiesel.
Gambar 4.10 Bill of material washing system dan drying system
IV-18
Gambar 4.11 Bill of material peralatan pendukung
Gambar 4.11 bill of material peralatan pendukung dijelaskan dari masing-
masing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu:
1. Storage system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung yang
berfungsi sebagai tampat penyimpanan bahan baku dan biodiesel.
2. Hot water system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung yang
berfungsi dalam penanganan hot water dari penyimpanan sampai
distribusinya.
3. Cooling water system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung
yang berfungsi dalam penanganan cooling water dari penyimpanan sampai
distribusinya.
4. Steam header system, komponen pendukung yang berfungsi untuk
mendistribusikan uap air ke peralatan-peralatan proses.
IV-19
4.2 PENGOLAHAN DATA
Pada tahap ini diuraikan mengenai proses pengolahan data dalam
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan metode design for
assembly (DFA).
4.2.1 Membangkitkan Alternatif Atas Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati
Alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati selanjutnya
diseleksi. Pencarian alternatif ini dilakukan dengan mengadakan diskusi dengan
pakar alat pengolah minyak nabati. Setelah dilakukan penelitian di lapangan,
diperoleh pembangkitan alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Pembangkitan alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
Komponen Solusi Kapasitas dan bahan tangki minyak Tangki minyak 1 100 liter stainless steel
Komponen Solusi Kapasitas dan bahan tangki katalis Tangki katalis 1 25 liter stainless steel
Komponen Solusi Klasifikasi dan bahan pompa 1 Sentrifugal kapasitas rendah stainless steel Pompa 2 Sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel
Komponen Solusi Model dan bahan reaktor ultrasonik 1 Single pipe stainless steel Reaktor ultrasonik
2 Double pipe stainless steel
Komponen Solusi Model dan bahan stirrer Stirrer 1 Static stirrer stainless steel
Komponen Solusi Bahan pipa 1 Stainless steel Pipa
2 Galvanis
Komponen Solusi Bahan rangka
Rangka 1 Apollo steel
Komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati disesuaikan
dengan kondisi di lingkungan petani. Pembangkitan alternatif komponen
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dijelaskan, sebagai berikut:
1. Komponen tangki minyak
Komponen tangki minyak diperlukan sebagai tempat penyimpan minyak
nabati yang diproses menjadi biodiesel. Konstruksi tangki yang dipilih terbuat
IV-20
dari pelat stainless steel dengan kapasitas maksimum tangki sebesar 100 liter
ini disebabkan karena pelat stainles steel dapat tahan terhadap karat dan
mudah untuk dibentuk. Agar menjamin suhu optimal minyak nabati sebelum
dicampur dengan katalis didalam tangki dipasangkan sebuah pemanas (heater)
yang dikontrol secara otomatis dengan temperatur berkisar 70o C hingga
80o C.
2. Komponen tangki katalis
Komponen tangki katalis didesain sama dengan tangki minyak dengan
konstruksi tangki terbuat dari pelat stainless steel dengan kapasitas maksimum
tangki sebesar 25 lt ini disebabkan karena pelat stainles steel dapat tahan
terhadap karat dan mudah untuk dibentuk. Berbeda dengan tangki minyak,
didalam tangki katalis ini tidak dilengkapi dengan pemanas ini disebabkan
karena katalis yang digunakan dapat bereaksi dengan suhu panas.
Homogenisasi campuran katalis didalam tangki dilakukan dengan
menggunakan dinamik stirrer yang dapat dikontrol baik mode gerakan
maupun kecepatan rotasinya.
3. Komponen pompa
Komponen pompa yang diusulkan dalam perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati ini yaitu jenis pompa sentrifugal stainless steel dengan dua
klasifikasi pilihan meliputi kapasitas rendah dan tinggi. Keuntungan
menggunakan pompa sentrifugal dibandingkan jenis pompa lain yaitu harga
lebih murah, operasional paling mudah, aliran fluida seragam dan halus,
kehandalan dalam operasi, dan biaya pemeliharaan rendah. Alasan
penggunaan bahan stainless steel karena bahan ini mempunyai sifat kuat,
tahan lama, dan tidak mudah berkarat. Tetapi bahan stainless steel mempunyai
berat yang hampir sama dengan besi. Komponen pompa yang diusulkan dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Pompa sentrifugal kapasitas rendah,
Komponen dalam pompa sentrifugal kapasitas rendah ini didesain dari
bahan stainless steel, sehingga cocok digunakan untuk fluida yang bersifat
korosit. Pompa ini memiliki kapasitas untuk mengalirkan fluida kurang
dari 20 m3/jam sehingga daya listrik yang dibutuhkan pompa ini kecil.
IV-21
b. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi,
Komponen dalam pompa sentrifugal kapasitas tinggi ini didesain dari
bahan stainless steel sehingga cocok digunakan untuk fluida yang bersifat
korosit. Kelebihan pompa ini, yaitu dapat lebih banyak mengalirkan fluida
dengan kapasitas lebih dari 60 m3/jam. Tetapi pompa ini memerlukan daya
listrik yang besar untuk mengoperasikannya.
4. Komponen reaktor ultrasonik
Komponen reaktor ultrasonik dalam perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati sangat penting karena berfungsi dalam proses reaksi minyak nabati
dengan katalis yang merupakan proses utama dari alat ini. Komponen reaktor
ultrasonik yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Reaktor ultrasonik single pipe,
Reaktor ini hanya terdiri dari satu pipa tunggal yang merupakan konstruksi
utama dalam komponen ini. Pada bagian ini terjadi proses kavitasi dalam
minyak yang diakibatkan oleh getaran ultrasonik pada ujung probe yang
tidak lain adalah proses reaksi pembentukan biodiesel.
Kelebihan reaktor ultrasonik single pipe adalah proses reaksi lebih cepat
karena tidak melalui pipa pendingin. Kekurangannya adalah biodiesel
yang dihasilkan memiliki suhu yang berbeda-beda.
b. Reaktor ultrasonik double pipe,
Reaktor ini terdiri dari dua bagian yang memiliki fungsi tertentu. Bagian
bawah merupakan konstruksi dua pipa stainless steel yang dipasangkan
secara konsentris. Pipa terluar membentuk heat exchanger dengan aliran
fluida pendingin berlawanan arah dengan aliran minyak. Bagian kedua
terdiri dari pipa tunggal berfungsi dalam proses kavitasi yang diakibatkan
oleh getaran ultrasonik merupakan proses pembentukan biodiesel..
Kelebihan reaktor ultrasonik double pipe adalah biodiesel yang dihasilkan
memiliki suhu yang seragam. Kekurangan reaktor ultrasonik double pipe
adalah reaksi lebih lama karena melalui pipa pendingin terlebih dahulu.
5. Komponen stirrer
Komponen stirrer yang diusulkan yaitu terbuat dengan bahan stainless steel
dengan ketebalan 1,5 mm ini disebabkan karena bahan stainless steel tahan
IV-22
terhadap karat dan mudah untuk dibentuk. Stirrer ini didesain khusus dimana
dalam operasinya tidak menggunakan energi dari luar (static). Keunggulan
penggunaan static stirrer adalah proses pencampuran bahan baku dapat
mencapai lebih dari 75 % dan dilengkapi dengan kain screen yang berfungsi
sebagai filter, tetapi dalam proses pembuatannya sangat sulit serta
memerlukan suatu ketelitian dan ketepatan.
6. Komponen pipa
Komponen pipa yang diusulkan terbuat dari bahan stainless steel atau
galvanis. Alasan penggunaan bahan ini adalah karena besi mudah berkarat,
tidak tahan lama, dan untuk segi kosmetik tidak bagus. Pipa stainless steel
mempunyai sifat kuat, tahan lama, dari segi kosmetik bagus (mengkilap) dan
tidak mudah berkarat, tetapi disamping itu bahan ini mempunyai berat yang
hampir sama dengan besi. Pipa galvanis mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pipa stainles steel, yaitu lebih tahan terhadap suhu panas dan
mempunyai berat yang lebih ringan, tetapi disamping itu bahan ini
mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan stainless steel. Komponen
pipa yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Pipa,
Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan
panjang 13 cm, diameter 1.5 inchi, schedule 18, dan pada bagian ujung
pipa dibuat ulir dengan panjang 1.5 cm agar mudah dipasangkan dengan
shock.
b. Shock T,
Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan
diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock digunakan sebagai sambungan
pipa agar mudah dirakit yang berbentuk T.
c. Shock L,
Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan
diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock ini digunakan sebagai
penghubung pipa agar mudah dirakit yang berbentuk L.
IV-23
d. Shock sambungan,
Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan
diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock sambungan digunakan sebagai
sambungan pipa agar mudah untuk dirakit.
7. Rangka
Komponen rangka yang diusulkan dalam perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati terbuat dari bahan apollo steel. Alasan penggunaan bahan ini
adalah karena apollo steel mudah untuk dibentuk sesuai dengan kebutuhan,
kuat menahan beban yang berat, dan mudah untuk didapat selain itu harganya
cukup terjangkau bagi para petani.
4.2.2 Morfologi Chart Alat Pengolah Minyak Nabati
Alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang
telah dimunculkan tersebut kemudian dikombinasikan sehingga akan didapatkan
alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang baru.
Kombinasi dari alternatif-alternatif tersebut akan menghasilkan
1 x 1 x 2 x 2 x 1 x 2 x 1 = 8 alternatif desain pengembangan alat pengolah minyak
nabati dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Alternatif desain pengembangan alat pengolah minyak nabati
No Alternatif Keterangan 1 Alternatif I Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless
steel- rangka apollo steel 2 Alternatif II Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless
steel-rangka apollo steel 3 Alternatif III Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless
steel-rangka apollo steel 4 Alternatif IV Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless
steel-rangka apollo steel 5 Alternatif V Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanis-
rangka apollo steel
IV-24
Lanjutan tabel 4.7
6 Alternatif VI Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless
galvanis-rangka apollo steel 7 Alternatif VII Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanis-
rangka apollo steel 8 Alternatif VIII Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel
-pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanis-
rangka apollo steel
Setelah kedelapan alternatif tersebut diperoleh maka langkah selanjutnya
adalah memilih alternatif mana yang dapat direalisasikan dalam pembuatan desain
baru alat pengolah minyak nabati.
Pemilihan alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
menggunakan morfologi chart.
Tabel 4.8 Morfologi chart
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari delapan alternatif
pengembangan alat pengolah minyak nabati dipilih empat alternatif yang mungkin
untuk direalisasikan yaitu alternatif III, IV, VII, dan VIII. Alternatif
IV-25
pengembangan diterima adalah alternatif yang menggunakan desain reaktor
double pipe sedangkan alternatif tidak diterima adalah alternatif yang
menggunakan desain reaktor single pipe. Pemilihan alternatif dipengaruhi oleh
beberapa faktor pertimbangan, yaitu:
a. Desain reaktor ultrasonik double pipe mudah difabrikasikan.
b. Suhu dalam reaktor ultrasonik double pipe dapat dikontrol karena terdapat
pipa pendingin.
Untuk alternatif yang tidak diterima dipengaruhi aleh beberapa faktor, yaitu:
a. Desain reaktor ultrasonik single pipe sulit difabrikasikan.
b. Suhu dalam reaktor ultrasonik single pipe tidak dapat dikontrol karena tidak
terdapat pipa pendingin.
4.2.3 Mengevaluasi Elemen Komponen Dalam Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati
Perhitungan efisiensi komponen menggunakan metode design for assembly
(DFA) seperti yang telah dijelaskan pada bab 2. Metode ini dikembangkan oleh
Boothroyd dan Dewhurst, dimana pada metode ini didasarkan pada hubungan
antara karakteristik bagian-bagian kerja (seperti: volume, berat, permukaan area,
dan sebagainya) dan parameter biaya proses spesifik, yang pada akhirnya
merupakan perkiraan biaya manufaktur dengan dasar informasi atas komponen.
Tahap mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi alat pengolah minyak
nabati, sebagai berikut:
1. Boiler,
Komponen dalam alat pengolah minyak nabati desain awal yang telah
terdeskripsi kemudian dianalisis dengan metode design for assembly (DFA)
untuk mencari nilai efisiensi rancangan. Analisis komponen alat pengolah
minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.9.
IV-26
Tabel 4.9 Analisis komponen alat pengolah minyak nabati desain awal
No
kom
pone
n
Ban
yakn
ya
Kom
pone
n
Kod
e H
andl
ing
Wak
tu H
andl
ing
Kod
e in
sert
ion
Wak
tu in
sert
ion
Wak
tu o
pera
si
Bia
ya o
pera
si
Kom
pone
n ya
ng
dibu
tuhk
an
seca
ra t
eori
tis
Nam
a ko
mpo
nen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 10.25 15.1 25.35 633.8 1 Boiler
2 1 10.25 15.1 25.35 633.8 1 Rangka utama
3 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki minyak kotor
4 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki minyak bersih
5 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Filter tekan
6 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa minyak
7 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki pencampuran katalis
8 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Kondensor pencampur katalis
9 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa pencampur katalis
10 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki reaktor
11 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Kondensor reaktor
12 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa reaktor
13 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki evaporator 1
14 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa evaporator 1
15 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Kondensor evaporator 1
16 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki evaporator 2
17 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa evaporator 2
18 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Kondensor evaporator 2
19 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki pencuci
20 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa tangki pencuci
21 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki pengering vakum
22 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa pengering
23 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa vakum
24 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Kondensor vakum
25 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Filter produk
26 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki air panas
27 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa air panas
IV-27
Lanjutan tabel 4.9
28 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa air pendingin
29 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Steam header
30 190 0.08 0.15 43.70 1093 0 Pemipaan
31 1 10.25 15.1 25.35 633.8 1 Subdistribution panel
Jumlah : 204 5100 30 0.44
Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai efisiensi alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel desain awal adalah sebesar 0.44. Menghitung nilai efisiensi dengan
menggunakan persamaan 2.1, dengan demikian nilai E dapat dicari:
TMNMx
E3
=
204303 x
E =
= 0.44
2. Ultrasonik,
Nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati digunakan
sebagai pembanding dalam pemilihan rancangan.
Tabel 4.10 Analisis komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
No
kom
pone
n
Ban
yakn
ya
Kom
pone
n
Kod
e H
andl
ing
Wak
tu
Han
dlin
g
Kod
e in
sert
ion
Wak
tu in
sert
ion
Wak
tu o
pera
si
Bia
ya o
pera
si
Kom
pone
n ya
ng
dibu
tuhk
an
seca
ra t
eori
tis
Nam
a ko
mpo
nen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki minyak
2 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Tangki katalis
3 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Reaktor ultrasonik
4 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Pompa
5 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Stirrer
6 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Adaptor
7 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Tranduser ultrasonik
8 1 0.65 1.5 2.15 53.75 1 Trafo step down
9 12 0.08 0.15 2.76 69 0 Pemipaan
10 1 2.05 2.5 4.55 113.8 1 Distribution panel
11 1 2.5 4.5 7 175 1 Rangka utama
Jumlah : 36 900 10 0.83
IV-28
Tabel 4.10 diketahui bahwa nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati menjadi biodiesel adalah sebesar 0.83. Menghitung nilai
efisiensi dengan menggunakan persamaan 2.1, dengan demikian nilai E dapat
dicari:
TMNMx
E3
=
36103 x
E =
= 0.83
Tabel 4.9 dan 4.10 dapat dilihat nilai efisiensi (E) untuk perancangan ulang
alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel memiliki hasil yang lebih besar
yaitu 0.83 dibandingkan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain
awal yaitu 0.44, menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan komponen yang lebih
baik.
4.2.4 Stimulasi Atas Waktu Penyelesaian
Pada tahap ini membandingkan waktu penyelesaian alat pengolah minyak
nabati desain awal dan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan
menganalisa waktu operasi perakitan tiap komponen, sebagai berikut:
1. Boiler,
Proses perakitan alat pengolah minyak nabati desain awal memerlukan waktu
yang lama karena komponen yang digunakan banyak. Estimasi waktu proses
alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Estimasi waktu proses alat pengolah minyak nabati desain awal
Nama komponen Jumlah Proses
Estimasi waktu per proses
Total waktu proses per komponen
Boiler 1 25.35 25.35
Rangka utama 1 25.35 25.35
Tangki minyak kotor 1 4.55 4.55
Tangki minyak bersih 1 4.55 4.55
Filter tekan 1 4.55 4.55
Pompa minyak 1 2.15 2.15
Tangki pencampuran katalis 1 4.55 4.55
IV-29
Lanjutan tabel 4.11
Kondensor pencampur katalis
1 2.15 2.15
Pompa pencampur katalis 1 2.15 2.15
Tangki reaktor 1 4.55 4.55
Kondensor reaktor 1 2.15 2.15
Pompa reaktor 1 2.15 2.15
Tangki evaporator 1 1 4.55 4.55
Pompa evaporator 1 1 2.15 2.15
Kondensor evaporator 1 1 2.15 2.15
Tangki evaporator 2 1 4.55 4.55
Pompa evaporator 2 1 2.15 2.15
Kondensor evaporator 2 1 2.15 2.15
Tangki pencuci 1 4.55 4.55
Pompa tangki pencuci 1 2.15 2.15
Tangki pengering vakum 1 4.55 4.55
Pompa pengering 1 2.15 2.15
Pompa vakum 1 2.15 2.15
Pendingin pompa vakum 1 2.15 2.15
Filter produk 1 4.55 4.55
Tangki air panas 1 4.55 4.55
Pompa air panas 1 2.15 2.15
Pompa air pendingin 1 2.15 2.15
Steam header 1 2.15 2.15
Pemipaan 190 0.23 43.7
Subdistribution panel 1 25.35 25.35
Total waktu penyelesaian : 204
Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa waktu total operasi perakitan alat pengolah
minyak nabati desain awal sebesar 204 menit. Pemipaan merupakan
komponen yang memerlukan waktu operasi perakitan lama dibandingkan
komponen lainnya yaitu 43.7 menit.
2. Ultrasonik,
Analisis waktu proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
terlebih dahulu mengetahui proses perakitannya. Proses operasi perakitan
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada
gambar 4.12.
IV-30
Gambar 4.12 Peta proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
Gambar 4.12 dapat dilihat dalam perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati memerlukan tiga kali proses perakitan yaitu perakitan rangka, perakitan
peralatan, dan perakitan kelistrikan. Peta proses operasi ini dibutuhkan untuk
menyusun estimasi waktu proses perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati.
Berdasarkan peta proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati estimasi waktu proses alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada
tabel 4.12.
IV-31
Tabel 4.12 Estimasi waktu proses perancangan alat pengolah minyak nabati
Nama komponen Jumlah Proses
Estimasi waktu per proses
Total waktu proses per komponen
Tangki minyak 1 4.55 4.55
Tangki katalis 1 4.55 4.55
Reaktor ultrasonik 1 2.15 2.15
Pompa 1 2.15 2.15
Stirrer 1 2.15 2.15
Adaptor 1 2.15 2.15
Tranduser ultrasonik 1 2.15 2.15
Trafo step down 1 2.15 2.15
Pemipaan 12 0.23 2.76
Distribution panel 1 4.55 4.55
Rangka utama 1 7 7
Total waktu penyelesaian : 36
Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa waktu total operasi perakitan perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati adalah sebesar 36 menit. Rangka
merupakan komponen yang membutuhkan waktu operasi perakitan paling
lama dibandingkan komponen-komponen lain yaitu 7 menit.
Tabel 4.11 dan tabel 4.12 dapat dilihat total waktu operasi penyelesaian
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati memiliki nilai yang lebih kecil
sebesar 36 menit dibandingkan desain awal alat pengolah minyak nabati sebesar
204 menit, ini menunjukkan bahwa alat pengolah minyak nabati memiliki waktu
proses perakitan yang lebih cepat.
4.2.5 Performansi Alat Perancangan Ulang
Alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang dipilih,
diukur berdasarkan performansinya. Performansi diukur dari nilai kelebihan dan
kelemahan alternatif perancangan yang diterima. Tahap performansi alat
dijelaskan, sebagai berikut:
1. Alternatif III.
Desain alternatif III merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki
minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal
kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
IV-32
static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel.
Keterangan komponen-komponen alternatif III, yaitu:
1. Komponen tangki minyak stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 100 cm
c. Diameter tangki : 50 cm
d. Volume tangki : 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 50 cm
c. Diameter tangki : 20 cm
d. Volume tangki : 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel,
· Kapasitas pompa : < 20 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
5. Static stirrer stainless steel,
6. Pipa stainless steel,
a. Diameter pipa : 1.5 inchi
b. Panjang pipa : 13 cm
c. Panjang ulir : 1.5 cm
7. Rangka,
· Ukuran rangka : 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif III mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
Kelebihan
a. Daya yang dibutuhkan kecil
b. Tahan karat
c. Mudah dipindah-pindahkan
d. Mudah untuk diopersikan
e. Proses perakitan cepat
f. Harga lebih murah dari alternatif-
alternatif yang lain
Kelemahan
a. Biodiesel yang dihasilkan sedikit
b. Proses reaksi lama
c. Tidak tahan api
d. Pengoperasian alat di tempat
terbuka
IV-33
2. Alternatif IV.
Desain alternatif IV merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki
minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal
kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel.
Keterangan komponen-komponen alternatif IV, yaitu:
1. Komponen tangki minyak stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 100 cm
c. Diameter tangki : 50 cm
d. Volume tangki : 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 50 cm
c. Diameter tangki : 20 cm
d. Volume tangki : 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel,
· Kapasitas pompa : > 60 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
5. Static stirrer stainless steel,
6. Pipa stainless steel,
a. Diameter pipa : 1.5 inchi
b. Panjang pipa : 13 cm
c. Panjang ulir : 1.5 cm
7. Rangka,
· Ukuran rangka : 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif IV mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
IV-34
Kelebihan
a. Proses reaksi cepat
b. Biodiesel yang dihasilkan banyak
c. Tahan karat
d. Proses perakitan cepat
e. Mudah dipindah-pindahkan
f. Mudah untuk dioperasikan
Kelemahan
a. Daya yang dibutuhkan besar
b. Tidak tahan api
c. Biaya pengadaan pompa mahal
d. Pengoperasian alat di tempat
terbuka
3. Alternatif VII.
Desain alternatif VII merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki
minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal
kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Keterangan
komponen-komponen alternatif VII, yaitu:
1. Komponen tangki minyak stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 100 cm
c. Diameter tangki : 50 cm
d. Volume tangki : 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 50 cm
c. Diameter tangki : 20 cm
d. Volume tangki : 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel,
· Kapasitas pompa : < 20 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
5. Static stirrer stainless steel,
6. Pipa galvanis,
a. Diameter pipa : 1.5 inchi
b. Panjang pipa : 13 cm
c. Panjang ulir : 1.5 cm
IV-35
7. Rangka,
· Ukuran rangka : 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif VII mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
Kelebihan
a. Daya yang dibutuhkan kecil
b. Tahan karat
c. Tahan api
d. Mudah dipindah-pindahkan
e. Mudah untuk dioperasikan
f. Biaya pengadaan pompa murah
g. Dapat diopersikan didalam
ruangan
Kelemahan
a. Biodiesel yang dihasilkan sedikit
b. Proses reaksi lama
c. Proses persiapan pipa rumit
d. Biaya pengadaan pipa mahal
4. Alternatif VIII.
Desain alternatif VII merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki
minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal
kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Keterangan
komponen-komponen alternatif VII, yaitu:
1. Komponen tangki minyak stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 100 cm
c. Diameter tangki : 50 cm
d. Volume tangki : 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel,
a. Tebal tangki : 1.5 mm
b. Tinggi tangki : 50 cm
c. Diameter tangki : 20 cm
d. Volume tangki : 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel,
· Kapasitas pompa : > 60 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
5. Static stirrer stainless steel,
IV-36
6. Pipa galvanis,
a. Diameter pipa : 1.5 inchi
b. Panjang pipa : 13 cm
c. Panjang ulir : 1.5 cm
7. Rangka,
· Ukuran rangka : 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif VIII mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
Kelebihan
a. Proses reaksi cepat
b. Biodiesel yang dihasilkan banyak
c. Tahan karat
d. Tahan api
e. Mudah dipindah-pindahkan
f. Mudah untuk diopersikan
g. Dapat diopersikan didalam
ruangan
Kelemahan
a. Daya yang dibutuhkan besar
b. Proses persiapan pipa rumit
c. Harga lebih mahal dari alternatif-
alternatif lain
Keempat alternatif tersebut merupakan penyelesaian yang dapat
direalisasikan dalam pembuatan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel,
mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan desain awal, baik dari segi efisiensi
dan mobilitas.
4.2.6 Menentukan Biaya Design For Assembly (DFA)
Biaya yang dianalisis merupakan biaya bahan baku dan biaya operasi
perakitan alat pengolah minyak nabati. Tahap ini menganalisa biaya alat pengolah
minyak nabati desain awal dan alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati yang diterima, sebagai berikut:
1. Boiler,
Harga material alat pengolah minyak nabati didapat dari harga material alat
yang berlaku pada bulan Desember 2009. Biaya alat pengolah minyak nabati
desain awal dapat dilihat pada tabel 4.13.
IV-37
Tabel 4.13 Biaya alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal
Komponen Material Kebutuhan Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya bahan baku Boiler Boiler 150 kg/jam 1 unit 50,000,000.00 50,000,000.00
Besi siku 800 kg 50,000.00 40,000,000.00 Rangka utama Baut 100 buah 15,000.00 1,500,000.00 Pelat CS (4'x8') 1 lembar 2,000,000.00 2,000,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak kotor
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat CS (4'x8') 1 lembar 2,000,000.00 2,000,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak bersih
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Filter tekan 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Filter tekan Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa minyak Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Pelat SUS 304 (4'x8') 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki pencampuran katalis Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Kondensor pencampur katalis Shell coil 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa pencampur katalis Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Pelat SUS 304 (4'x8') 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki reaktor
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Kondensor
reaktor Shell coil 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa reaktor Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Pelat SUS 304 (4'x8') 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki evaporator 1
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa
evaporator 1 Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Kondensor
evaporator 1 Shell tube 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pelat SUS 304 (4'x8') 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki evaporator 2
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa
evaporator 2 Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Kondensor
evaporator 2 Shell tube 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Tangki pencuci Pelat SUS 304 (4'x8') 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00
IV-38
Lanjutan tabel 4.13
Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa tangki pencuci Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00
Tangki pengering vakum
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa
pengering Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa vakum Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Kondensor
vakum Shell 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 1,800,000.00 1,800,000.00 Filter 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Filter produk
Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat CS (4'x8') 1 lembar 2,000,000.00 2,000,000.00 Tangki air
panas Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa air
panas Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa air
pendingin Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Steam header 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Steam header Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Steam trap SS 15 unit 260,000.00 3,900,000.00 Valve SS 60 unit 100,000.00 6,000,000.00 Flange SS 60 unit 100,000.00 6,000,000.00 Reducer SS 5 unit 500,000.00 2,500,000.00 Tee SS 5 unit 500,000.00 2,500,000.00
Pemipaan
Elbow SS 60 unit 100,000.00 6,000,000.00 Kabel NYY (4x6) mm2
100 meter 22,500.00 2,250,000.00
Kabel NYYHY (4x2.5) mm
100 meter 25,000.00 2,500,000.00
Kontaktor 3 Phase 13 unit 50,000.00 650,000.00 Tombol tekan 14 unit 50,000.00 700,000.00 Pengaman MCB 3 Phase
1 unit 50,000.00 50,000.00
Pengaman MCCB 3 Phase
13 unit 50,000.00 650,000.00
Subdistribution panel
TOR 14 unit 50,000.00 700,000.00 Jumlah biaya bahan baku : 300,000,000.00
Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan 204 menit 25,000.00 5,100,000.00
Jumlah biaya operasi : 5,100,000.00 Total biaya bahan baku + biaya operasi : 305,100,000.00
Tabel 4.13 dapat dilihat biaya alat pengolah minyak nabati desain awal yaitu
sebesar Rp 305.100.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp
300.000.000 dan biaya operasi sebesar Rp 5.100.000.
IV-39
2. Ultrasonik,
Harga material perancangan ulang alat pengolah minyak nabati didapat dari
harga material alat yang berlaku pada bulan Desember 2009. Analisis biaya
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dibuat berdasarkan empat
alternatif yang diterima, yaitu:
a. Alternatif III,
Alternatif III merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless
steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah
stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer
stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Biaya
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif III dapat dilihat
pada tabel 4.14.
Tabel 4.14 Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (alternatif III)
Komponen Material Kebutuhan Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya bahan baku Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki katalis
Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00 Reaktor ultrasonik
Double pipe SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa sentrifugal kapasitas rendah
Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Stirrer Static stirrer SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Adaptor Adaptor 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Tranduser ultrasonik
Tranduser ultrasonik 1 unit 20,000,000.00 20,000,000.00
Trafo step down
Trafo step down 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Selang 5 meter 20,000.00 100,000.00 Pipa SS 13 cm 12 unit 50,000.00 600,000.00 Shock sambungan SS 8 unit 50,000.00 400,000.00 Shock siku SS 12 unit 50,000.00 600,000.00 Shock T SS 1 unit 50,000.00 50,000.00 Kran 3 unit 50,000.00 150,000.00
Pemipaan
Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Distribution panel
Kabel NYY (4x6) mm2
10 meter 22,500.00 225,000.00
IV-40
Lanjutan tabel 4.14
Kabel NYYHY (4x2.5) mm
17 meter 25,000.00 425,000.00
Kontaktor 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00 Tombol pengaman 1 unit 50,000.00 50,000.00 Termokpel 1 unit 500,000.00 500,000.00 Ampere rmeter 1 unit 500,000.00 500,000.00 Volt meter 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kontrol motor 1 unit 1,000,000.00 1,000,000.00
Pengaman MCB 3 Phase
3 unit 50,000.00 150,000.00
Besi apollo 100 kg 25,000.00 2,500,000.00 Rangka utama Baut besi 60 unit 5,000.00 300,000.00
Jumlah biaya bahan baku : 68,200,000.00 Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan 36 menit 25,000.00 900,000.00
Jumlah biaya operasi : 900,000.00 Total biaya bahan baku + biaya operasi : 69,100,000.00
Tabel 4.14 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati alternatif III yaitu sebesar Rp 69.100.000 yang didapat dari biaya
bahan baku sebesar Rp 68.200.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000.
b. Alternatif IV,
Alternatif IV merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless
steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi
stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer
stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Biaya
perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif IV dapat dilihat
pada tabel 4.15.
Tabel 4.15 Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (alternatif IV)
Komponen Material Kebutuhan Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya bahan baku Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki katalis
Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00 Reaktor ultrasonik Double pipe SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Casing 1 unit 5,500,000.00 5,500,000.00 Pompa sentrifugal kapasitas tinggi Motor AC 1 unit 7,000,000.00 7,000,000.00
IV-41
Lanjutan tabel 4.15
Stirrer Static stirrer SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Adaptor Adaptor 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Tranduser ultrasonik
Tranduser ultrasonik 1 unit 20,000,000.00 20,000,000.00
Trafo step down Trafo step down 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Selang 5 meter 20,000.00 100,000.00
Pipa SS 13 cm 12 unit 50,000.00 600,000.00 Shock sambungan SS
8 unit 50,000.00 400,000.00
Shock siku SS 12 unit 50,000.00 600,000.00
Shock T SS 1 unit 50,000.00 50,000.00
Kran 3 unit 50,000.00 150,000.00
Pemipaan
Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kabel NYY (4x6) mm2
10 meter 22,500.00 225,000.00
Kabel NYYHY (4x2.5) mm
17 meter 25,000.00 425,000.00
Kontaktor 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00
Tombol pengaman 1 unit 50,000.00 50,000.00
Termokpel 1 unit 500,000.00 500,000.00
Ampere rmeter 1 unit 500,000.00 500,000.00
Volt meter 1 unit 500,000.00 500,000.00
Kontrol motor 1 unit 1,000,000.00 1,000,000.00
Distribution panel
Pengaman MCB 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00
Besi apollo 100 kg 25,000.00 2,500,000.00 Rangka utama
Baut besi 60 unit 5,000.00 300,000.00
Jumlah biaya bahan baku : 73,200,000.00
Biaya operasi Pemasangan peralatan Perkakas perakitan 36 menit 25,000.00 900,000.00
Jumlah biaya operasi : 900,000.00
Total biaya bahan baku + biaya operasi : 74,100,000.00
Tabel 4.15 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati alternatif IV yaitu sebesar Rp 74.100.000 yang didapat dari biaya
bahan baku sebesar Rp 73.200.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000.
c. Alternatif VII,
Alternatif VII merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless
steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah
stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer
stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Biaya alat pengolah
minyak nabati alternatif VII dapat dilihat pada tabel 4.16.
IV-42
Tabel 4.16 Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (alternatif VII)
Komponen Material Kebutuhan Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya bahan baku Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki katalis
Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00 Reaktor ultrasonik Double pipe SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Casing 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pompa sentrifugal kapasitas rendah Motor AC 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Stirrer Static stirrer SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Adaptor Adaptor 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Tranduser ultrasonik
Tranduser ultrasonik
1 unit 20,000,000.00 20,000,000.00
Trafo step down Trafo step down 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Selang 5 meter 20,000.00 100,000.00 Pipa galvanis 13 cm 12 unit 200,000.00 2,400,000.00 Shock sambungan galvanis
8 unit 200,000.00 1,600,000.00
Shock siku galvanis 12 unit 200,000.00 2,400,000.00 Shock T galvanis 1 unit 200,000.00 200,000.00 Kran 3 unit 100,000.00 300,000.00
Pemipaan
Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kabel NYY (4x6) mm2
10 meter 22,500.00 225,000.00
Kabel NYYHY (4x2.5) mm
17 meter 25,000.00 425,000.00
Kontaktor 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00 Tombol pengaman 1 unit 50,000.00 50,000.00 Termokpel 1 unit 500,000.00 500,000.00 Ampere rmeter 1 unit 500,000.00 500,000.00 Volt meter 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kontrol motor 1 unit 1,000,000.00 1,000,000.00
Distribution panel
Pengaman MCB 3 Phase
3 unit 50,000.00 150,000.00
Besi apollo 100 kg 25,000.00 2,500,000.00 Rangka utama Baut besi 60 unit 5,000.00 300,000.00
Jumlah biaya bahan baku : 73,300,000.00 Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan 36 menit 25,000.00 900,000.00
Jumlah biaya operasi : 900,000.00 Total biaya bahan baku + biaya operasi : 74,200,000.00
IV-43
Tabel 4.16 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati alternatif VII yaitu sebesar Rp 74.200.000 yang didapat dari biaya
bahan baku sebesar Rp 73.300.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000.
d. Alternatif VIII,
Alternatif VIII merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless
steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi
stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer
stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Biaya perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati alternatif VIII dapat dilihat pada tabel
4.17.
Tabel 4.17 Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (alternatif VIII)
Komponen Material Kebutuhan Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Biaya bahan baku Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Heater 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00
Tangki minyak
Temperature gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Pelat SUS 304 1 lembar 2,500,000.00 2,500,000.00 Pengaduk 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00
Tangki katalis
Motor DC 1 unit 2,000,000.00 2,000,000.00 Reaktor ultrasonik Double pipe SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00
Casing 1 unit 5,500,000.00 5,500,000.00 Pompa sentrifugal kapasitas tinggi Motor AC 1 unit 7,000,000.00 7,000,000.00 Stirrer Static stirrer SS 1 unit 5,000,000.00 5,000,000.00 Adaptor Adaptor 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Tranduser ultrasonik
Tranduser ultrasonik
1 unit 20,000,000.00 20,000,000.00
Trafo step down Trafo step down 1 unit 2,500,000.00 2,500,000.00 Selang 5 meter 20,000.00 100,000.00 Pipa galvanis 13 cm 12 unit 200,000.00 2,400,000.00 Shock sambungan galvanis
8 unit 200,000.00 1,600,000.00
Shock siku galvanis 12 unit 200,000.00 2,400,000.00 Shock T galvanis 1 unit 200,000.00 200,000.00 Kran 3 unit 100,000.00 300,000.00
Pemipaan
Pressure gauge 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kabel NYY (4x6) mm2 10 meter 22,500.00 225,000.00
Kabel NYYHY (4x2.5 )mm
17 meter 25,000.00 425,000.00
Kontaktor 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00 Tombol pengaman 1 unit 50,000.00 50,000.00 Termokpel 1 unit 500,000.00 500,000.00
Distribution panel
Ampere rmeter 1 unit 500,000.00 500,000.00
IV-44
Lanjutan tabel 4.17
Volt meter 1 unit 500,000.00 500,000.00 Kontrol motor 1 unit 1,000,000.00 1,000,000.00 Pengaman MCB 3 Phase 3 unit 50,000.00 150,000.00
Besi apollo 100 kg 25,000.00 2,500,000.00 Rangka utama Baut besi 60 unit 5,000.00 300,000.00
Jumlah biaya bahan baku : 78,300,000.00 Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan 36 menit 25,000.00 900,000.00
Jumlah biaya operasi : 900,000.00 Total biaya bahan baku + biaya operasi : 79,200,000.00
Tabel 4.17 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak
nabati alternatif VII yaitu sebesar Rp 79.200.000 yang didapat dari biaya
bahan baku sebesar Rp 78.300.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000.
Dari keempat alternatif biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati,
alternatif VIII memiliki biaya yang paling mahal yaitu Rp 79.200.000 dan
alternatif III memiliki biaya yang paling murah yaitu Rp 69.100.000.
4.2.7 Pemilihan Alternatif Alat Pengolah Minyak Nabati
Beberapa alternatif perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel telah diterima, maka perlu dilakukan penyelidikan untuk setiap alternatif
perancangan alat pengolah minyak nabati secara menyeluruh. Tahap pemilihan
alternatif menggunakan matrik perbandingan pasangan (pairwise comparison)
dijelaskan, sebagai berikut:
1. Menyusun kriteria desain,
Krieria desain disusun berdasarkan hasil penelitian yang disetujui pihak pakar.
Terdapat 3 kriteria desain yang digunakan sebagai pertimbangan, sebagai
berikut:
a. Kemudahan dalam pengoperasian,
b. Kecepatan waktu pengoperasian,
c. Pelaksanaan proses,
Pihak pakar adalah orang ahli dalam bidang pengolahan minyak nabati
menjadi biodiesel dari Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN,
Serpong.
IV-45
2. Menyusun matrik perbandingan pasangan kriteria desain,
Matrik perbandingan pasangan diperoleh dari penilaian pihak pakar melalui
kuesioner mengenai tingkat kepentingan beberapa pasangan kriteria desain.
Skala penilaian untuk perbandingan pasangan dapat dilihat pada tabel 2.4.
Nilai yang diperoleh dari hasil perbandingan ditabelkan dalam matrik.
Tabel 4.18 Matrik perbandingan pasangan kriteria desain
Kriteria Desain Kemudahan dalam pengopersian
Kecepatan waktu pengoperasian
Pelaksanaan proses
Kemudahan dalam pengopersian 1 2 3
Kecepatan waktu pengoperasian 0.5 1 2
Pelaksanaan proses 0.33 0.5 1
Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan tiap kolom matrik kemudian
mencari matrik normalisasi dengan membagi tiap matrik dengan nilai jumlah
kolom tersebut. Matrik normalisasi digunakan untuk mencari nilai eigenvector
dengan merata-ratakan baris dari matrik normalisasi tersebut.
a. Menjumlahkan tiap kolom matrik,
Penjumlahan tiap kolom matriks kriteria desain.
1 2 3 0.5 1 2
0.333 0.5 1
1.833 3.5 6
b. Mencari matrik normalisasi,
Matriks normalisasi untuk kriteria desain.
1/1.83 = 0.545 2/3.5 = 0.571 3/6 = 0.5 0.5/1.83 = 0.273 1/3.5 = 0.286 2/6 = 0.333 0.33/1.83 = 0.182 0.5/3.5 = 0.143 1/6 = 0.167
c. Mencari nilai eigenvector,
Nilai eigenvector untuk kriteria desain.
0.545 0.571 0.5 0.539 0.273 0.286 0.333 0.297 0.182 0.143 0.167 0.164
1
IV-46
Matrik perbandingan pasangan dipertimbangkan sebagai cukup konsisten jika
CR (rasio konsistensi) kurang dari 10%. Untuk mendapatkan CR terlebih
dahulu harus diketahui λmak. λmak didapatkan dari hasil jumlah kolom matrik
perbandingan pasangan dengan nilai eigenvector tiap kriteria desain.
λmak = (1.83x0.539) + (3.5x0.297) + (6x0.164)
= 3.011
Berdasarkan hasil perhitungan λmak diperoleh nilai 3.01, sehingga nilai indeks
konsistensi (CI) yang diperoleh:
CI =
= 13
3011.3--
= 0.005
Batas inkonsistensi diukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR) yaitu
perbandingan indeks konsistensi dengan nilai pembangkitan random (RI) yang
ditabelkan pada tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada orde matrik n. Nilai
matrik n = 3 maka nilai RI = 0.58, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh:
CR = RICI
= 58.0
005.0
= 0.0086 (konsisten)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.0086, bahwa data hasil
kuesioner konsisten. Bobot kriteria desain dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19 Bobot kriteria desain
Kriteria Desain Bobot
Kemudahan dalam pengopersian 0.539
Kecepatan waktu pengoperasian 0.297
Pelaksanaan proses 0.164
3. Menyusun matrik perbandingan pasangan alternatif,
Alternatif perancangan alat pengolah minyak nabati yang dipilih adalah desain
awal, alternatif III, alternatif IV, alternatif VII, dan alternatif VIII. Perhitungan
IV-47
dilakukan seperti pada langkah 2 dalam menghitung bobot kriteria desain.
Perhitungan bobot alternatif berdasarkan kriteria desain, sebagai berikut:
· Kemudahan dalam pengoperasian
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak
pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut:
1. Desain awal memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang lebih rumit
dibandingakan semua alternatif desain.
2. Alternatif VIII memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang lebih
mudah dibandingkan desain awal.
3. Alternatif III, IV, dan VII memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang
lebih mudah dibandingkan alternatif VIII. Sedangakan ketiga alternatif
tersebut memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang sama.
Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kemudahan
dalam pengoperasian dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kemudahan dalam pengoperasiaan
Desain Desain awal
Alternatif III
Alternatif IV
Alternatif VII
Alternatif VIII
Desain awal 1 0.2 0.2 0.2 0.333
Alternatif III 5 1 1 1 2
Alternatif IV 5 1 1 1 2
Alternatif VII 5 1 1 1 2
Alternatif VIII 3 0.5 0.5 0.5 1
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks,
Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria kemudahan dalam
pengoperasian.
1 0.2 0.2 0.2 0.333 5 1 1 1 2 5 1 1 1 2 5 1 1 1 2 3 0.5 0.5 0.5 1 19 3.7 3.7 3.7 7.333
b. Mencari matriks normalisasi,
Matriks normalisasi untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian.
IV-48
1/19 = 0.053 0.2/3.7 = 0.054 0.2/3.7 = 0.054 0.2/3.7 = 0.054 0.333/7.333 = 0.045 5/19 = 0.263 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 2/7.333 = 0.273 5/19 = 0.263 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 2/7.333 = 0.273 5/19 = 0.263 1.0/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 2/7.333 = 0.273 3/19 = 0.158 0.5/3.7 = 0.135 0.5/3.7 = 0.135 0.5/3.7 = 0.135 1/7.333 = 0.136
c. Mencari nilai eigenvector,
Eigenvector untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian.
0.053 0.054 0.054 0.054 0.045 0.052 0.263 0.270 0.270 0.270 0.273 0.269 0.263 0.270 0.270 0.270 0.273 0.269 0.263 0.270 0.270 0.270 0.273 0.269 0.158 0.135 0.135 0.135 0.136 0.140
1
λmak = (19x0.052) + (3.7x0.269) + (3.7x0.269) + (3.7x0.269) + (7.333x0.14)
= 5.001
Berdasarkan hasil perhitungan λmak diperoleh nilai 5.001, sehingga nilai indeks
konsistensi (CI) yang diperoleh:
CI =
= 15
5001.5--
= 0.00025
Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh:
CR = RICI
= 12.1
00025.0
= 0.00022 (konsisten)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.00022, bahwa data untuk
kriteria kemudahan dalam pengoperasian konsisten.
· Kecepatan waktu pengoperasian
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak
pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut:
1. Desain awal memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang lebih lama
dibandingakan semua alternatif desain.
IV-49
2. Alternatif III dan VII memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang lebih
cepat dibandingkan desain awal. Sedangakan kedua alternatif tersebut
memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang sama.
3. Alternatif IV dan VIII memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang
lebih cepat dibandingkan alternatif III dan VII. Sedangakan kedua
alternatif tersebut memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang sama.
Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kecepatan waktu
pengoperasian dapat dilihat pada tabel 4.21.
Tabel 4.21 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kecepatan waktu pengoperasiaan
Desain Desain awal
Alternatif III
Alternatif IV
Alternatif VII
Alternatif VIII
Desain awal 1 0.333 0.2 0.333 0.2
Alternatif III 3 1 0.6 1 0.6
Alternatif IV 5 1.667 1 1 1
Alternatif VII 3 1 1 1 0.6
Alternatif VIII 5 1.667 1 1.667 1
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks,
Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria kecepatan waktu
pengoperasian.
1 0.333 0.2 0.333 0.2 3 1 0.6 1 0.6 5 1.667 1 1 1 3 1 1 1 0.6 5 1.667 1 1.667 1 17 5.667 3.8 5 3.4
b. Mencari matriks normalisasi,
Matriks normalisasi untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian.
1/17 = 0.059 0.333/5.67 = 0.059 0.2/3.8 = 0.053 0.333/5 = 0.067 0.2/3.4 = 0.059 3/17 = 0.176 1/5.667= 0.176 0.6/3.8= 0.158 1/5 = 0.2 0.6/3.4 = 0.176 3/17 = 0.294 1.67/5.667= 0.294 1/3.8 = 0.263 1/5 = 0.2 1/3.4 = 0.294 3/17 = 0.176 1/5.667 = 0.176 1/38 = 0.263 1/5 = 0.2 0.6/3.4 = 0.176 5/17 = 0.294 1.67/5.667= 0.294 1/3.8 = 0.263 1.667/5 = 0.333 1/3.4 = 0.294
c. Mencari nilai eigenvector,
Eigenvector untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian.
IV-50
0.059 0.059 0.053 0.067 0.059 0.059 0.176 0.176 0.158 0.2 0.176 0.177 0.294 0.294 0.263 0.2 0.294 0.269 0.176 0.176 0.263 0.2 0.176 0.199 0.294 0.294 0.263 0.333 0.294 0.296
1
λmak = (17x0.059) + (5.667x0.177) + (3.8x0.269) + (5x0.199) + (3.4x0.296)
= 5.032
Berdasarkan hasil perhitungan λmaks diperoleh nilai 5.032, sehingga nilai
indeks konsistensi (CI) yang diperoleh:
CI =
= 15
5032.5--
= 0.008
Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh:
CR = RICI
= 12.1008.0
= 0.007 (konsisten)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.007, bahwa data untuk
kriteria kecepatan waktu pengoperasian konsisten.
· Pelaksanaan proses
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak
pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut:
1. Desain awal memiliki pelaksanaan proses yang lebih rendah
dibandingakan semua alternatif desain.
2. Alternatif III dan VII memiliki pelaksanaan proses yang lebih tinggi
dibandingkan desain awal. Sedangakan kedua alternatif tersebut memiliki
pelaksanaan proses yang sama.
3. Alternatif IV dan VIII memiliki pelaksanaan proses yang lebih tinggi
dibandingkan alternatif III dan VII. Sedangakan kedua alternatif tersebut
memiliki pelaksanaan proses yang sama.
IV-51
Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria pelaksanaan
proses dapat dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria pelaksanaan proses
Desain Desain awal
Alternatif III
Alternatif IV
Alternatif VII
Alternatif VIII
Desain awal 1 0.333 0.2 0.333 0.2
Alternatif III 3 1 0.6 1 0.6
Alternatif IV 5 1.667 1 1 1
Alternatif VII 3 1 1 1 0.6
Alternatif VIII 5 1.667 1 1.667 1
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks,
Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria pelaksanaan proses.
1 0.333 0.2 0.333 0.2 3 1 0.6 1 0.6 5 1.667 1 1 1 3 1 1 1 0.6 5 1.667 1 1.667 1 17 5.667 3.8 5 3.4
b. Mencari matriks normalisasi,
Matriks normalisasi untuk kriteria pelaksanaan proses.
1/17 = 0.059 0.333/5.67 = 0.059 0.2/3.8 = 0.053 0.333/5 = 0.067 0.2/3.4 = 0.059 3/17 = 0.176 1/5.667= 0.176 0.6/3.8= 0.158 1/5 = 0.2 0.6/3.4 = 0.176 3/17 = 0.294 1.67/5.667= 0.294 1/3.8 = 0.263 1/5 = 0.2 1/3.4 = 0.294 3/17 = 0.176 1/5.667 = 0.176 1/38 = 0.263 1/5 = 0.2 0.6/3.4 = 0.176 5/17 = 0.294 1.67/5.667= 0.294 1/3.8 = 0.263 1.667/5 = 0.333 1/3.4 = 0.294
c. Mencari nilai eigenvector,
Eigenvector untuk kriteria pelaksanaan proses.
0.059 0.059 0.053 0.067 0.059 0.059 0.176 0.176 0.158 0.2 0.176 0.177 0.294 0.294 0.263 0.2 0.294 0.269 0.176 0.176 0.263 0.2 0.176 0.199 0.294 0.294 0.263 0.333 0.294 0.296
1
λmak = (17x0.059) + (5.667x0.177) + (3.8x0.269) + (5x0.199) + (3.4x0.296)
= 5.032
IV-52
Berdasarkan hasil perhitungan λmaks diperoleh nilai 5.032, sehingga nilai
indeks konsistensi (CI) yang diperoleh:
CI =
= 15
5032.5--
= 0.008
Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh:
CR = RICI
= 12.1008.0
= 0.007 (konsisten)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.007, bahwa data untuk
kriteria pelaksanaan proses konsisten.
Bobot alternatif kemudian diringkas dalam matrik preferensi. Matrik
preferensi alternatif berdasarkan kriteria desain dapat dilihat pada tabel 4.23.
Tabel 4.23 Matrik preferensi alternatif berdasarkan kriteria desain
Kriteria Desain Desain Kemudahan dalam
pengopersian Kecepatan waktu
pengoperasian Pelaksanaan
proses Desain awal 0.052 0.059 0.059 Alternatif III 0.269 0.177 0.177 Alternatif IV 0.269 0.269 0.269 Alternatif VII 0.269 0.199 0.199 Alternatif VIII 0.140 0.296 0.296
4. Menghitung bobot keseluruhan alternatif,
Menghitung bobot keseluruhan alternatif dengan cara mengalikan bobot
kriteria desain (tabel 4.19) dengan matrik preferensi (tabel 4.23) kemudian
menjumlahkan bobot keseluruhannya.
Desain awal = (0.539x0.052) + (0.297x0.059) + (0.164x0.059) = 0.0552
Alternatif III = (0.539x0.269) + (0.297x0.177) + (0.164x0.177) = 0.2267
Alternatif IV = (0.539x0.269) + (0.297x0.269) + (0.164x0.269) = 0.2692
Alternatif VII = (0.539x0.269) + (0.297x0.199) + (0.164x0.199) = 0.2369
Alternatif VIII = (0.539x0.140) + (0.297x0.296) + (0.164x0.296) = 0.2119
IV-53
Grafik hasil perhitungan bobot keseluruhan alternatif dapat dilihat pada
gambar 4.13.
Gambar 4.13 Bobot keseluruhan alternatif
Gambar 4.13 menunjukkan bahwa alternatif IV memiliki bobot keseluruhan
tertinggi dengan nilai 0.2692 dan desain awal memiliki bobot keseluruhan
terendah dengan nilai 0.0552.
5. Merangking alternatif keputusan,
Bobot keseluruhan alternatif diketahui maka selanjutnya merangking alternatif
berdasarkan nilai terbesar ke nilai terkecil. Rangking alternatif desain dapat
dilihat pada tabel 4.24.
Tabel 4.24 Rangking alternatif desain
Desain Bobot Keseluruhan
Alternatif IV 0.2692
Alternatif VII 0.2369
Alternatif III 0.2267
Alternatif VIII 0.2119
Desain awal 0.0552
Berdasarkan tabel 4.24 diatas dapat dilihat bahwa alternatif IV berada di
rangking pertama dengan skor 0.2692, diikuti oleh alternatif VII dengan skor
0.2369 pada rangking kedua, alternatif III dengan skor 0.2267 pada rangking
ketiga, alternatif VIII dengan skor 0.2119 pada rangking keempat, dan desain
awal dengan skor 0.0552 pada rangking terakhir. Alternatif yang dipilih dalam
perancangan ulang adalah alternatif IV.
IV-54
4.2.8 Rekayasa Nilai Alat Pengolah Minyak Nabati Menjadi Biodiesel
Perancangan alat pengolah minyak nabati terbaik selesai dalam pengertian
bahwa tahap perancangan akan memasuki tahap implementasi, maka dilakukan
estimasi dan analisa nilai. Estimasi nilai untuk menaksir tingkat nilai tambah
(added value) desain alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut:
1. Boiler,
Manfaat fungsi performansi, keuntungan atau kebanggaan yang dinyatakan
dengan nilai moneter alat pengolah minyak nabati desain awal, yaitu:
Manfaat fungsi performansi = 0.0552
V = CP
= 305100000
0552.0
= 1.81 x 10-10
2. Ultrasonik,
Manfaat fungsi performansi, keuntungan atau kebanggaan yang dinyatakan
dengan nilai moneter alternatif desain alat pengolah minyak nabati, yaitu:
Manfaat fungsi performansi = 0.2692
V = CP
= 74100000
0.2692
= 3.63 x 10-9
Pada perhitungan diatas alat pengolah minyak nabati desain awal (boiler)
mendapat nilai 1.81 x 10-10. Sedangakan alternatif desain alat pengolah minyak
nabati (ultrasonik) mendapat nilai 3.63 x 10-9. Sehingga tingkat nilai tambah
alternatif desain alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) lebih baik daripada
desain awal (boiler). Perbandingan added value alat pengolah minyak nabati
menjadi biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.13.
IV-55
Gambar 4.14 Perbandingan added value alat pengolah minyak nabati
Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa alternatif desain alat pengolah minyak
nabati (ultrasonik) lebih tinggi dibandingkan desain awal (boiler) dengan nilai
3.63 x 10-9.
4.2.9 Spesifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati
Spesifikasi komponen penyusun alternatif desain alat pengolah minyak
nabati yang dipilih dijelaskan, sebagai berikut:
1. Tangki minyak
Fungsi : Menyimpan bahan baku minyak nabati
Bentuk : Tangki silinder tegak berpengaduk, berpenutup datar,
dan berdasar torispherical dengan dilengkapi heater
Bahan material : Pelat stainless SUS 304
Jumlah : 1 unit
Tinggi tangki : 100 cm
Diameter : 50 cm
Kapasitas tangki : 100 liter
Jenis heater : electric heater
Daya heater : 1500 Watt
Temperatur operasi : 70o C – 80o C
Pengontrol suhu : programmable temperature control Autronics
Jenis pengaduk : dinamik stirrer dengan penggerak motor
Kecepatan putaran : 10 rpm
IV-56
Gambar 4.15 Spesifikasi tangki minyak
Keterangan gambar 4.15 beserta fungsinya, yaitu:
1. Motor, digunakan sebagai penggerak pengaduk dan berdaya listrik.
2. Pengaduk, digunakan untuk menghomogenkan minyak dalam tangki.
3. Kontrol suhu, digunakan untuk mengatur suhu dalam tangki.
4. Pemanas (heater), digunakan sebagai pemanas dan berdaya listrik.
5. Kontrol fluida, digunakan untuk mengendalikan banyaknya minyak yang
masuk dalam tangki.
6. Baling-baling pengaduk, digunakan untuk mengaduk minyak dalam
tangki.
7. Inlet fluida, digunakan untuk memasukkan minyak dalam tangki.
8. Pipa keluar (outlet pipe), digunakan untuk mengeluarkan minyak dari
tangki.
2. Tangki katalis
Fungsi : Menyimpan dan mencampur bahan baku katalis
(metanol dan NaOH)
Bentuk : Tangki silinder tegak berpengaduk, berpenutup datar,
dan berdasar torispherical dengan dilengkapi heater
Bahan material : Pelat stainless SUS 304
Jumlah : 1 unit
1
2
3
4
5 6 7 8
IV-57
Tinggi tangki : 50 cm
Diameter : 30 cm
Kapasitas tangki : 25 liter
Jenis pengaduk : dinamik stirrer dengan penggerak motor
Kecepatan putaran : 10 rpm
Gambar 4.16 Spesifikasi tangki katalis
Keterangan gambar 4.16 beserta fungsinya, yaitu:
1. Motor, digunakan sebagai penggerak pengaduk dan berdaya listrik.
2. Pengaduk, digunakan untuk menghomogenkan minyak dalam tangki.
3. Kontrol fluida, digunakan untuk mengendalikan banyaknya minyak yang
masuk dalam tangki.
4. Baling-baling pengaduk, digunakan untuk mengaduk minyak dalam
tangki.
5. Inlet fluida, digunakan untuk memasukkan minyak dalam tangki.
6. Pipa keluar (outlet pipe), digunakan untuk mengeluarkan minyak dari
tangki.
3. Pompa
Fungsi : Mempercepat pengaliran fluida dalam komponen proses
Jenis : Pompa sentrifugal
Jumlah : 1 unit
Daya pompa : 220 V, 4.3 A
1
2
3
4 5 6
IV-58
Kecepatan putaran : 1500 rpm
Kapasitas pompa : > 60 m3 /jam
Gambar 4.17 Spesifikasi pompa
4. Reaktor ultrasonik
Fungsi : Tempat terjadinya proses reaksi.
Jenis : Double pipe
Bahan material : Stainless SUS 304
Jumlah : 1 unit
Daya ultrasonik : 500 W
Frekuensi ultrasonik : 20 kHz
Amplitudo : 220 V
Gambar 4.18 Spesifikasi reaktor ultrasonic
3
2
1
4
IV-59
Keterangan gambar 4.18 beserta fungsinya, yaitu:
1. Inlet pipe, digunakan untuk memasukkan minyak dalam reaktor.
2. Pipa pendingin, digunakan untuk mendinginkan minyak dalam reaktor.
3. Pipa kavitasi, digunakan untuk proses kavitasi oleh ultrasonik yang tidak
lain adalah proses reaksi pembentukkan biodiesel.
4. Outlet pipe, digunakan untuk mengeluarkan minyak dalam reaktor.
5. Stirrer
Fungsi : Tempat pencampuran bahan baku minyak nabati dan
katalis
Jenis : Static stirrer
Bahan material : Plat stainless SUS 304
Jumlah : 1 unit
Efisiensi campuran : 75 %
Gambar 4.19 Spesifikasi stirrer
6. Pipa
Fungsi : Menghubungkan dan mengalirkan fluida ke komponen
proses
Bahan material : Pipa Stainless SUS 304
Jumlah : 12 unit
IV-60
Gambar 4.20 Spesifikasi pipa
7. Shock siku
Fungsi : Menghubungkan dan mengalirkan fluida ke komponen
proses
Bahan material : Pipa Stainless SUS 304
Jumlah : 12 unit
Gambar 4.21 Spesifikasi shock siku
8. Shock T
Fungsi : Menghubungkan dan mengalirkan fluida dari tangki
minyak dan tangki katalis ke stirrer
Bahan material : Pipa Stainless SUS 304
Jumlah : 1 unit
Gambar 4.22 Spesifikasi shock T
IV-61
9. Kran
Fungsi : Mengatur banyaknya fluida yang masuk dan keluar
Bahan material : Stainless SUS 304
Jumlah : 3 unit
Sistem kerja : Manual dengan tuas
Gambar 4.23 Spesifikasi kran
10. Rangka
Fungsi : Tempat penyangga komponen-komponen proses
Bentuk : Persegi panjang dengan dilengkapi roda
Bahan material : Besi apollo
Jumlah : 1 unit
Tebal rangka : 5 cm
Diameter roda : 6 cm
Ukuran siku : 4 x 6 cm
Alas : Triplek dengan ketebalan 1 cm
IV-i
Gambar 4.24 Spesifikasi rangka
Penyesuaian dimensi disesuaikan kebutuhan alat pengolah minyak nabati
dengan ultrasonik. Alternatif desain alat pengolah minyak nabati dapat dilihat
pada gambar 4.25.
Gambar 4.25 Alternatif desain alat pengolah minyak nabati
IV-ii
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini membahas tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian yang
telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis dan interprestasi
hasil tersebut diuraikan dalam sub bab dibawah ini.
5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Analisis hasil penelitian perlu dilakukan untuk menelaah hasil yang telah
diperoleh dari penelitian. Pada sub bab ini diuraikan mengenai analisis terhadap
hasil pengumpulan dan pengolahan data penelitian.
5.1.1 Analisis Identifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati
Pada tahap identifikasi alat pengolah minyak nabati desain awal (boiler)
terdapat 31 komponen dengan total waktu perakitan 204 menit dan total prioritas
waktu perakitan 1. Sedangkan untuk identifikasi perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati menghasilkan 4 macam komponen yaitu komponen mekanik,
komponen kontrol, komponen elektrik, dan komponen plumbing.
Tahap mengidentifikasi komponen perancangan ulang alat pengolah
minyak nabati dilakukan dengan mensubtitusi penggunaan boiler dan ultrasonik
sehingga komponen yang berfungsi menguapkan excess metanol dalam minyak
seperti, tangki evaporator, pompa evaporator, kondensor, dan steam header
dihilangkan. Komponen proses washing dan proses drying juga dihilangkan
karena ultrasonik dapat digunakan dalam proses washing dan proses drying.
5.1.2 Analisis Pembangkitan Alternatif Atas Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati
Pembangkitan alternatif atas fungsi menghasilkan alternatif komponen
perancangan alat pengolah minyak nabati. Alternatif komponen dibangkitkan dan
disesuaikan dengan teknologi yang digunakan dalam perancangan ulang.
Tahap pembangkitan alternatif atas komponen dalam penelitian
menghasilkan 7 alternatif komponen dan bahan yang dapat dikembangkan yaitu,
komponen tangki minyak, komponen tangki katalis, komponen pompa, komponen
reaktor ultrasonik, komponen stirrer, komponen pipa, dan komponen rangka.
IV-iii
5.1.3 Analisis Evaluasi Komponen Dalam Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati
Nilai efisiensi untuk alat pengolah minyak desain awal (boiler) yaitu 0.44
dan nilai efisiensi untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
(ultrasonik) yaitu 0.83. Nilai ini menunjukkan bahwa desain perancangan ulang
lebih baik dari desain awal berdasarkan nilai efisiensinya.
Metode design for assembly nilai efisiensi rancangan didapat dengan
mempertimbangkan waktu operasi dan komponen yang ada. Waktu operasi
diperoleh dari hasil pengukuruan waktu handling dan waktu insertion secara
manual dengan menggunakan alat ukur waktu (stopwatch).
Implementasi penggunaan metode design for assembly untuk penelitian
ini kurang efektif karena perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel ini masih bersifat usulan sehingga dalam menentukkan waktu operasi
dengan diseragamkan waktu operasi pada desain awal dan mempertimbangkan
bentuk dan ukuran komponen.
Biaya perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain
awal (boiler) yaitu sebesar Rp 305.100.000. Biaya perancangan ulang alat
pengolah minyak nabati menjadi biodiesel (ultrasonik) alternatif III yaitu sebesar
Rp 69.100.000, untuk alternatif IV yaitu sebesar Rp 74.100.000, untuk alternatif
VII yaitu sebesar Rp 74.200.000, dan untuk alternatif VIII yaitu sebesar
Rp 79.200.000.
5.1.4 Analisis Pemilihan Alternatif Alat Pengolah Minyak Nabati
Ada 3 kriteria yang menjadi dasar dalam pemilihan alternatif alat pengolah
minyak nabati menjadi biodiesel yaitu, kemudahan dalam pengoperasian,
kecepatan waktu pengoperasian, dan pelaksanaan proses. Kriteria kemudahan
dalam pengoperasian merupakan kriteria yang paling dominan dengan nilai bobot
0.539. Alternatif IV menempati peringkat pertama dengan nilai bobot keseluruhan
0.2692, alternatif VII dengan nilai bobot keseluruhan 0.2369 pada rangking
kedua, alternatif III dengan nilai bobot keseluruhan 0.2267 pada rangking ketiga,
alternatif VIII dengan nilai bobot keseluruhan 0.2119 pada rangking keempat, dan
desain awal dengan nilai bobot keseluruhan 0.0552 pada rangking terakhir.
Alternatif yang dipilih dalam perancangan ulang adalah alternatif IV.
IV-iv
Implementasi penggunaan matriks perbandingan pasangan (pairwise
comparison) dalam penelitian ini belum sesuai karena hanya menggunakan satu
responden. Dasar dari matrik perbandingan pasangan itu sendiri adalah
membandingakan tiap alternatif keputusan berdasarkan beberapa responden untuk
mencari alternatif keputusan yang konsistensi. Hal ini bukan masalah serius
karena sedikit nilai konsistensi masih dapat diterima selama memenuhi syarat CR
kurang dari 10%.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Hasil perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan ultrasonik
dapat memudahkan pengoperasian, mempercepat waktu pengoperasian, dan
memudahkan pelaksanaan proses. Nilai efisiensi (E) alat pengolah minyak desain
awal adalah 0.44 dengan waktu perakitan 204 menit dan biaya perakitan
Rp 5.100.000. Nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
adalah 0.83 dengan waktu perakitan 36 menit dan biaya perakitan Rp 900.000.
Hal ini menunjukkan bahwa perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
memiliki tingkat kemudahan pengoperasian, waktu pengoperasian, dan
pelaksanaan proses yang lebih baik dibandingkan desain awal.
Biaya perancangan alat pengolah minyak nabati desain awal sebesar
Rp 305.100.000 sedangkan biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
alternatif IV sebesar Rp 74.100.000. Hal ini menunjukkan bahwa perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel memiliki biaya perancangan
lebih murah.
Interpretasi hasil perhitungan added value untuk alat pengolah minyak desain awal (boiler) adalah 1.81 x 10-10 sedangkan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) adalah 3.63 x 10-9. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penambahan nilai untuk desain perancangan ulang alat pengolah minyak nabati lebih baik dari desain awal.
IV-v
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian terakhir yang membahas tentang kesimpulan
yang diperoleh serta usulan atau saran untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut. Penjelasan dari kesimpulan dan saran tersebut diuraikan pada pada sub
bab di bawah ini.
6.1 KESIMPULAN
Bagian kesimpulan ini merupakan jawaban atas tujuan penelitian yang
telah ditetapkan sebelumnya, berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan, dan
analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Alat yang dirancang dalam penelitian ini adalah alat pengolah minyak nabati
menjadi biodiesel menggunakan metode design for assembly (DFA). Dengan
metode design for assembly (DFA) penggunaan komponen yang banyak
dalam desain awal dapat diminimasi, sehingga biaya perancangan lebih murah
dan waktu perakitan lebih singkat. Dalam metode design for assembly (DFA)
ini juga mensubtitusi penggunaan boiler dengan teknologi ultrasonik.
2. Pada desain awal alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel didapatkan
nilai efisiensi yaitu 0.44, waktu perakitan 204 menit, dan biaya perancangan
Rp 305.100.000. Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel didapatkan nilai efisiensi yaitu 0.83, waktu perakitan 36 menit, dan
biaya perancangan Rp 74.100.000. Alternatif desain pengembangan alat
pengolah minyak nabati yang dipilih yaitu desain alternatif IV, karena desain
tersebut memiliki nilai performansi yang lebih baik dibandingkan desain
alternatif lainnya dengan nilai performansi 0.2692 sedangkan desain awal
memiliki nilai performansi 0.0552. Hasil perhitungan added value didapatkan
nilai (V) untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi
biodiesel yaitu 3.63 x 10-9 sedangakan untuk desain awal yaitu 1.81 x 10-10.
6.2 SARAN
IV-vi
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk langkah
pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut:
1. Perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini masih bersifat
usulan, sehingga masih perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut
terhadap alat ini setelah diaplikasikan.
2. Penelitian selanjutnya disarankan merancang alat pengolah minyak nabati
menjadi biodiesel yang lebih detail mengenai spesifikasi peralatan, proses
pengoperasian, dan mekanisme alat tersebut.
IV-vii
DAFTAR PUSTAKA
Adi Kurniawan P., 2008. Pengembangan Sepeda Flexi Dengan Metode DFA. Thesis Sarjana-2: Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Danardono AS., dkk, 2008. Perancangan dan Pengembangan Vaccine Carrier Box Menggunakan Model Design For Assembly (DFA). Jurnal Teknologi: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta.
Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, 2005. Laporan Akhir Kajian Strategi Pengembangan Industri Biodiesel dalam Rangka Pemenuhan Target Penggunaan Biodiesel Sebagai Landmark Energi. Jakarta: Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, BPPT.
Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, 2008. Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Jakarta: Penebar Swadaya.
Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994. Product Design for Manufacture and Assembly, Wakefield: Marcel Dekker.
Bradshaw G.B. dan Meuly W.C., 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office 2,360,844.
Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, 2007. Kebijakan Subtitusi BBM dengan Biofuel. Presentasi Seminar Biofuel Expedition 2007, Yogyakarta.
Freedman B., Pryde E.H., dan Mounts T.L., 1984. Variables Affecting The Yields of Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils.
Lewis W. dan Samuel A., 1989. Fundamentals of Engineering Design, Tokyo: Prentice Hall.
Miles Lawrence D., 1972. Techniques of Value Analysis and Engineering, 2nd Edition. New York: Mc Graw – Hill Book Company.
Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004. Biodiesel, The Comprehensive Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.b.H.
Paramita D., 2007. Usulan Perancangan Pada Desain Knee Ankle Foot Orthosis (KAFO) Dengan Pendekatan Metode FAST (Function Analysis System Technique). Skripsi Sarjana-1: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
IV-viii
Roy Bernard, 1991. The Outrangking Approach The Foundations of Electre Methods. Journal Theory and Decision: Springer Netherlands.
Saaty Thomas L., 1991. The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Alocation, 2nd Edition. Pennsylvania: RWS Publications.
Soerawidjaja Tatang H., 2006. Fondasi - Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional “Biodesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan”: Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Susilo Bambang, 2008. Model Kinetik Aplikasi Gelombang Ultrasonik untuk Produksi Biodiesel. Makalah Oral: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Susilo Bambang, 2008. Aplikasi Gelombang Ultrasonik Untuk Pengolahan Biodiesel Dari Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Malang: Bayumedia Publishing.
Untoro P., Teknologi Ultrasonik Untuk Biodiesel, URL: http:// (http://pudjiuntoro.wordpress.com/). [Online, accessed 3 April 2009].
Wahjudi D., 1999. Penilaian Desain Produk Dengan Assembly Analysis and Line Balancing Spreadsheet dan Ullman 13 Guidelines Untuk Meningkatkan Kinerja Perakitan. Jurnal Teknik Mesin 1: Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Widodo I.D., 2005. Perencanaan Dan Pengembangan Produk. Yogyakarta: UII Press.
Zandy A., dkk, 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang Energi Penghargaan PT. Rekayasa Industri, Bandung.
Zimmerman L.W., dan Hart G.D., 1982. Value Engineering: Apractical Approach For Owwer, Designers and Contractors. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Standar Nasional Indonesia SNI 04-7182-2006
http://www.energyefficiencyasia.org/
http://www.journeytoforever.com/
http://www.ulrich-eppinger.net/
Top Related