PENGARUH PEMBERIAN SALEP SUBFRAKSI ETIL
ASETAT DAUN MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)
KONSENTRASI 10% TERHADAP PENYEMBUHAN
LUKA EKSISI PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Oleh :
WELI HASTUTI
NIM : 1504098
PROGAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2021
i
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Weli Hastuti
NIM : 1504098
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
(Phyllathus niruri L.) Konsentrasi 10% Terhadap Penyembuhan
Luka Eksisi Pada Tikus Putih Jantan.
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Skripsi yang saya tulis merupakan hasil karya saya sendiri, terhindar dan
unsure plagiarism, dan data beserta seluruh isi skripsi tersebut adalah
benar adanya.
2. Saya menyerahkan hak cipta dari skripsi tersebut Universitas Perintis
Indonesia Padang untuk dapat dimanfaatkan dalam kepentingan akademis.
Padang, 26 Maret2021
Weli Hastuti
ii
Lembar Pengesahan Skripsi
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Weli Hastuti
NIM : 1504098
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
(Phyllathus niruri L.) Konsentrasi 10% Terhadap Penyembuhan
Luka Eksisi Pada Tikus Putih Jantan.
Telah diuji dan disetujui skripsinya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) melalui ujian sarjana yang diadakan tanggal 01Maret
2021 berdasarkan ketentuan yang berlaku
Ketua Sidang
apt. Mimi Aria, M.Farm
Pembimbing I Anggota Penguji I
apt. Sanubari Rela Tobat, M. Farm apt. Verawati, M. Farm
Pembimbing II Anggota Penguji II
apt. Diza Sartika, M. Farm apt. Noni Rahayu Putri, M. Farm
Mengetahui :
Ketua Program Studi S1 Farmasi
apt. Revi Yenti , M.Si
iii
KATA PERSEMBAHAN
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sesungguh-sungguh (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap
(Qs. Alam Nasyarh : 7,9)
Allhamdulillah sebuah langkah usai sudah satu cita telah ku gapai Namun…
Itu bukan dari akhir perjalanan Melainkan awal dari satu perjuangan,sepercik ilmu telah engkau karuniakan kepadaku hanya untuk mengetahui sebagian kecil dari engkau muliakan..
Syukur allhamdulillah ku ucapkan kepada Allah S.W.T
Sebuah Perjalanan telah ku tempuh dengan izinmu ya Allah
Walau Terkadang tersandung dan terjatuh…
Ya Rabbi… sujudku padamu
Sepercik ilmu telah aku dapat atas ridhaMu ya Allah
Semoga hari-hari yang cerah membentang di depanku
Bersama rahmat dan ridhaMu ya Allah
Ayah… Ibu…
Telah ku lalui hari-hari ini…
Ini berkat do’a dan air mata disetiap sujudmu…
Kini telah ku gapai sebuah cita-cita yang akan aku persembahkan
untukmu Ayah… Ibu… ku tercinta…
Ibu…
Tiada yang dapat membalas jasamu…
Kau melahirkan dan membesarkanku…
Do’a mu menjadikan ku bersamangat…
Kasih saying mu yang membuatku menjadi kuat…
Kau yang selalu membimbingku…
Kau yang member penyejuk dalam hidupku…
Terimakasih ibu…
iv
Ayah…
Tiada sejati yang pernah ku temui selain tulus suci kasihmu untukku…
Kau yang selalu mengiringiku dengan pengorbanan, doa dan air mata…
Kau yang membangunkanku di setiap kegelapanku…
Kau yang member semangat tanpa henti untuk perjuanganku…
Terimakasih Ayah ku tercinta…
Buat Abang,Uni, dan Adikku (Abang BRIPTU Rozi Wisnandar, S.H, Uni Era
Mayasari, A. Md. Keb, Adikku Nana Maharani dan Nani Agustin) Terimakasih
atas segala kasih sayang serta dukungan yang engkau berikan kepadaku…Engkau
menjadikan ku kuat disetiap langkah ku….
Teruntuk semua dosen dan staf STIFI Perintis Padang, terimakasih untuk
ilmu yang sangat berarti semoga berguna dimasa depan. Teristimewa
kepada ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M. Farm, ibu apt, Diza Sartika, M.
Farm sebagai pembimbingku serta bapak Sandra Tri Juli Fendri, M.Si
sebagai pembimbing akademik yang sudah sangat membantu,
membimbing serta menasehati selama ini.
‘’Untuk Orang Yang Terbaik dan Tersayang’’
Untuk sahabat serta keluarga ke-2 ku, ‘’Rempong Squad’’ (Naziva, Lisa, Ica, Ami,
Ike, dan Winda) untuk kos hijau (Adek Ratih dan Risa) dan Grup peneltian 2020,
terimakasih atas semangat, dukungan, canda dan tawa kalian yang berikan
untukku, terimakasih telah mau menjadi tempat bersandar mendengarkan,
melindungi dan selalu berada di garis terdepan, I love you guys. Untuk Pratu
Frendy yang terkasih terimakasih telah memberi dukungan, motivasi, nasehat,
canda dan tawa.
Suka duka kita lalui bersama, semua kenangan itu takkan kulupakan dan
juga buat semua angkatan 15 Quindecim yang tak bisa disebutkan satu persatu,
perjalanan panjang telah kita lalui bersama, semoga kita semua bisa
mendapatkan apa yang kita cita-citakan.
Aamiin ya robbal’alamin.
Once again thanks for all who have helped and supported all this time…
From Weli Hastuti, S. Farm
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini serta penulisan skripsi ini dengan judul
“PENGARUH PEMBERIAN SALEP SUBFRAKSI ETIL ASETAT DAUN
MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) KONSENTRASI 10% TERHADAP
PENYEMBUHAN LUKA EKSISI PADA TIKUS PUTIH JANTAN”. Skripsi
ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program
pendidikan strata satu di Universitas Perintis Indonesia.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini sungguh jauh dari kata
sempurna dan tidak akan terwujud tanpa partisipasi dan dukungan yang tak
terhingga dari berbagai pihak, untuk mengucapkan terimakasih yang tidak
terhingga kepada :
1. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat,M.Farm selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu
apt. Diza Sartika,M.Farm selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, ilmu, inspirasi, petunjuk, arahan dan
pertolongan yang tulus sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Sandra Tri Juli Fendri, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak membantu dalam kelancaran studi akademik penulis.
3. Bapak Prof. Dr. apt. Elfi Sahlan Ben selaku Rektor Universitas Perintis
Indonesia Padang.
4. Ibu Dr.Apt. EkaFitrianda,M.Farm selaku Dekan Universitas Perintis
Indonesia.
vi
5. Bapak dan ibu Dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis selama menjalankan perkuliahan di Universitas Perintis Indonesia
Padang beserta Staf Karyawan/karyawati, Analis Labor yang selalu
membantu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan
tidak terlepas dari kekurangan baik dari isi maupun penulisan. Dengan penuh
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
menyempurnakan skripsi ini.
Padang, 15 Januari 2021
Hormat saya
Penulis
vii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian salep subfraksi etil asetat
daun meniran (Phyllanthus niruri l.) konsentrasi 10% terhadap penyembuhan luka
eksisi pada tikus putih jantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian salep subfraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.)
kosentrasi 10% terhadap penyembuhan luka eksisi pada tikus putih jantan.
Penelitian ini terdiri dari 3 kelompok tikus dan masing-masing kelompok terdiri
dari 3 ekor tikus dimana kelompok 1 sebagai kontrol dengan basis salep,
kelompok 2 dengan pembanding (salep T®) dan kelompok 3 perlakuan dengan
pemberian salep subfraksi etil asetat daun meniran konsentrasi 10%. Setiap
kelompok diamati dan diukur tiga parameter yaitu, persentase penyembuhan luka,
waktu epitelisasi, kadar hidroksiprolin. Hasil dari parameter persentase
penyembuhan luka yang baik terdapat pada kelompok pembanding (salep T®
) dan
tidak jauh berbeda dari kelompok perlakuan, dan terakhir adalah kelompok
kontrol. Dari hasil analisa data menggunakan (ANOVA) satu arah dilanjutkan uji
duncan (SPSS 23.0) untuk waktu epitelisasi dan kadar hidroksiprolin didapatkan
hasil subfraksi konsentrasi 10% antara kelompok pembanding(salep T®) dan
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terhadap parameter waktu
epitelisasi dan kadar hidroksiprolin signifikan (p<0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa sediaan salep subfraksi etil asetat daun meniran dengan
konsentrasi 10% lebih efektif dalam proses penyembuhan luka eksisi.
Kata kunci : Daun meniran (Phyllanthus niruri L.), Subfraksi etil asetat, Luka
eksisi, Penyembuhan luka.
viii
ABSTRACT
Research on the effect of ethyl acetate subfraction ointment of meniran
(Phyllanthus niruri l.) Leaves with a concentration of 10% on the healing of
excision wounds in male white rats has been carried out. This study aims to
determine the effect of ethyl acetate subfraction ointment of meniran (Phyllanthus
niruri L.) leaves with a concentration of 10% on the healing of excision wounds in
male white rats. This study consisted of 3 groups of mice and each group
consisted of 3 rats where group 1 was the control based on ointment, group 2 was
the control group (ointment T®) and group 3 was treated with 10% concentration
of meniran leaf ethyl acetate subfraction ointment. . Each group was observed and
measured for three parameters, namely, percentage of wound healing,
epithelialization time, and hydroxyproline levels. The results of the parameter of
the percentage of good wound healing were found in the comparison group (T®
ointment) and were not much different from the treatment group, and finally the
control group. From the results of data analysis using one-way (ANOVA)
followed by the duncan test (SPSS 23.0) for epithelialization time and
hydroxyproline levels, the results showed a subfraction of 10% concentration
between the comparison group (T® ointment) and the control group with the
treatment group on the parameters of epithelialization time and hydroxyproline
levels. significant (p <0.05), so it can be concluded that the ethyl acetate
subfraction ointment of meniran leaves with a concentration of 10% is more
effective in the healing process of the excision wound.
Key words : Meniran (Phyllanthus niruri L.) leaves, ethyl acetate subfraction,
excision wound, wound healing.
ix
DAFTAR ISI
Daftar Isi Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PENYERAHAN HAK CIPTA ...... i
PENGESAHAN ................................................................................................... ii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSRACT............................................................................................................viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Tinjauan Tanaman Meniran (Phyllantus niruri L.) .................................. 5
2.1.1 Klasifikasi ...................................................................................... 5
2.1.2 Sinonim .......................................................................................... 6
2.1.3 Nama Daerah ................................................................................. 6
2.1.4 Nama Asing ................................................................................... 6
2.1.5 Deskripsi Tanaman ........................................................................ 6
2.2 Tinjauan FarmakologiDaun Meniran (Phyllantus niruri L.) ................... 7
2.3 Tinjauan Kimia ........................................................................................ 8
2.4 Tinjauan Farmasetik ................................................................................. 9
2.5 Tinjauan Umum Salep ............................................................................. 10
2.5.1 Pengertian Salep ............................................................................. 10
2.5.2 Penggolongan Sediaan Setengah Padat ......................................... 10
2.6 Tinjauan Umum Kulit .............................................................................. 12
2.6.1 Pengertian Kulit ............................................................................. 12
2.6.2 Fungsi Kulit ................................................................................... 12
2.6.3 Bagian-bagian Kulit ....................................................................... 12
2.7Tinjauan Umum Luka ............................................................................... 18
2.7.1 Pengertian Luka ............................................................................. 18
2.7.2Jenis-jenis Luka .............................................................................. 18
2.7.3 Klasifikasi Luka ............................................................................. 19
2.7.4 Fase Penyembuhan Luka ............................................................... 22
2.7.5 Faktor yang mempengaruhi Penyembuhan Luka .......................... 24
2.8 Ekstraksi Simplisia ................................................................................... 27
2.8.1 Pengertian Simplisia ...................................................................... 27
2.8.2 Ekstraksi ......................................................................................... 27
2.8.3 Fraksinasi ....................................................................................... 27
2.8.4 Subfraksinasi .................................................................................. 28
2.9 Hidroksiprolin .......................................................................................... 29
x
2.10 Kromatografi .......................................................................................... 30
2.11 Spektrofotometer UV-Vis ...................................................................... 32
2.12 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis ............................................... 32
BAB III. METODA PENELITIAN ................................................................... 34
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 34
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 34
3.2.1 Alat ................................................................................................ 34
3.2.2 Bahan............................................................................................. 34
3.3 Persiapan Hewan Percobaan ................................................................... 35
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................. 35
3.4.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 35
3.4.2 IdentifikasiSampel………………………………………………. 35
3.4.3 PembuatanEkstrak Etanol Etil Asetat Daun Meniran.................... 35
3.4.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Etil Asetat Daun Meniran .................... 35
3.4.5 Subfraksinasi Etil Asetat Daun Meniran ....................................... 36
3.4.6 Evaluasi Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran ............................... 36
3.4.7 Pembuatan Salep Subfraksi Daun Meniran...................................39
3.4.8 Evaluasi Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran .................... 39
3.4.9 Pemeriksaan pH Salep………………………………………… ... 40
3.4.10 Uji Kualitatif Semyawa Dalam Ekstrak ....................................... 40
3.4.11 Penyiapan Hewan Percobaan ....................................................... 40
3.4.12Pembuatan Luka............................................................................ 40
3.4.13 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka ..................................... 41
3.5 Parameter Penyembuhan Luka ............................................................... 42
3.5.1 Persentase Luas Penyembuhan Luka ............................................. 42
3.5.2 Waktu Epitelisasi ........................................................................... 42
3.5.3 Penetapan Kadar Hidroksiprolin ................................................... 43
3.5.4 Penetapan Kadar Hidroksiprolin dalam Jaringan
Bekas LukaKulit Tikus .................................................................. 45
3.6 Analisis Data ........................................................................................... 46
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 47
4.1 Hasil ....................................................................................................... 47
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 65
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 65
5.2 Saran ........................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66
LAMPIRAN ......................................................................................................... 70
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi Penelitian ................................................................................. 70
2. Identifikasi Sampel ........................................................................................ 75
3. Ethical Clearance ........................................................................................... 76
4. Ekstraksi, Fraksi, dan Subfraksi ..................................................................... 77
5. Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap Penyembuhan Luka ........................ 80
6. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Hidroksiprolin ............ 81
7. Penentuan Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan Bekas Luka Kulit Tikus .. 82
8. Hasil Karakterisasi Fraksi dan Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran ............. 83
9. Evaluasi Salep Subfraksi Daun Meniran ....................................................... 84
10. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Hidroksiprolin .............. 86
11. Persamaan Regresi Larutan Standar Hidoksiprolin ....................................... 88
12. Data Mentah (Sampel Jaringan Bekas Luka Kulit Tikus) ............................. 90
13. HasilPerhitungan Statistic PersentasePenyembuhan Luka ............................ 91
14. Waktu Epitelisasi ........................................................................................... 93
15. Hasil Perhitungan Statistic Persentase Kadar Hidroksiprolin........................96
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Efek Farmakologi Daun Meniran .................................................................. 7
2. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka pada Hari ke-5................ 56
3. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka pada Hari ke-10.............. 56
4. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka pada Hari ke-15.............. 57
5. Hasil Waktu Epitelisasi .................................................................................. 59
6. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-5 ...................... 61
7. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-10 .................... 61
8. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-15 .................... 62
9. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ............... 83
10. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran.......... 83
11. Hasil Penentuan Rendemen Fraksi Etil asetat Daun Meniran ....................... 83
12. Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan Subfraksi Etil Asetat
Daun Meniran ................................................................................................ 83
13. Hasil Pemeriksaan Uji Fitokimia Subfraksi Etil Asetat
Daun Meniran ................................................................................................ 84
14. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Salep Subfraksi 10%
Daun Meniran ................................................................................................ 84
15. pH Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran .............................................. 85
16. Hasil Pengukuran Absorban Larutan Standar Hidroksiprolin
pada = 559 nm ............................................................................................ 87 17. Perhitungan Persamaan Regresi Larutan Standar Hidroksiprolin
Pada = 559 nm ............................................................................................ 88
18. Data Mentah (Absorban pada hari ke-5, hari ke-10, dan har ke-15) ............. 90
19. Hasil Perhitungan Persentase Penyembuhan Luka Analisa
Varian (ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00 ......................................... 91
20. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Penyembuhan Luka ............................. 92
21. Hasil Perhitungan Stastistik Waktu Epitelisasi Analisa
Varian (ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00........................................95
22. Hasil Uji lanjut Duncan Waktu Epitelisasi...................................................96
23. Hasil Perhitungan Statistik Kadar Hidroksiprolin Analisa
Varian (Anova) Dua Arah Spss 23.00..........................................................96
24. Hasil Uji lanjut Duncan Kadar Hidroksiprolin.............................................97
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman Meniran .......................................................................................... 5
2. Struktur Kimia Flavonoid .............................................................................. 8
3. Struktur Kimia Steroid ................................................................................... 9
4. Histologi Kulit................................................................................................ 16
5. Anatomi Kulit ................................................................................................ 18
6. Fase inflamasi ................................................................................................ 22
7. Fase proliferasi ............................................................................................... 23
8. Fase remodeling ............................................................................................. 24
9. Struktur Hidroksiprolin .................................................................................. 29
10. Diagram Skematis Spektrofotometer UV-Vis ............................................... 33
11. Diagram Batang Persentase Penyembuhan Luka........................................... 57
12. Diagram Batang Persentase Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan
Bekas Luka Kulit Tikus ................................................................................. 62
13. Gambar Meniran ............................................................................................ 70
14. Seperangkat Alat Rotary Evaporator ............................................................. 70
15. Seperangkat Alat Spektrofotometer UV-Vis ................................................. 71
16. Fraksi Etil Asetat Daun Meniran ................................................................... 71
17. Gambar Sediaan Salep ................................................................................... 72
18. Gambar pH Salep Subfraksi Etil Asetat 10% ................................................ 72
19. Gambar Subfraksi 3 Etil Asetat ..................................................................... 72
20. Gambar Plat Kromatografi Lapis Tipis .......................................................... 73
21. Gambar Kromatografi Kolom ........................................................................ 74
22. Surat Identifikasi Tumbuhan .......................................................................... 75
23. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik .................................................................. 76
24. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol Kental Daun Meniran.................... 77
25. Skema Kerja Pembuatan Subfraksi Etil Aseta Daun Meniran ....................... 78
26. Skema Kerja Pemeriksaan Uji Fitokimia Subfraksi Daun Meniran .............. 79
27. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap Penyembuhan
Luka ............................................................................................................... 80
28. SkemaKerjaPenentuan Panjang Gelombang SerapanMaksimum
Hidroksiprolin ................................................................................................ 81
29. Skema KerjaPenentuan Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan
Bekas LukaKulitTikus ……………………………………………………....82
30. Spektrum Kurva Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Hidroksiprolin Pada Konsentrasi 3 ppm Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis .............................................................................. 86
31. Kurva Kalibrasi Larutan Hidroksiprolin pada = 559 nm ............................ 87
32. Kelompok kontrol (a) hari ke-1(b)hari ke-5, (c) waktu epitelisasi hari ke-10,
(d)hari ke-15…………………………………………………………….........93
33. Kelompok pembanding salep T® (a) hari ke-1(b) hari ke-5,(c)hari ke-10,
(d)hari ke-15 ................................................................................................... 94
34. Kelompok perlakuan subfraksi 10% (a) hari ke-1(b) hari ke-5,(c) hari ke-7,
(d) hari ke-15…………………………………………..................................94
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka adalah kerusakan fisik yang disebabkan oleh mikroba,
traumamekanik, kimia, atau suhu yang mengenai jaringan yang mengakibatkan
terbukanya atau hancurnya kulit serta ketidak seimbangan fungsi dan anatomi
kulit normal. (Nagori BD et al., 2011) Salah satu jenis luka adalah luka eksisi,
dimana luka eksisi adalah luka yang disebabkan oleh terpotongnya jaringan oleh
goresan benda yang tajam, biasanya seperti pisau dan lain sebagainya. Pada luka
eksisi, perumakaan kulit dan lapisan bawah akan terputus sampai kedalaman
bervariasi namun tepi luka teratur (Priyandari & Maulidah, 2015).
Tujuan utama dari penatalaksanaan luka adalah bertujuan untuk
mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi proteksi dan fungsi penting lain dari
kulit. Regenerasi dan perbaikan merupakan dua proses penting dalam
penyembuhan luka. Luka yang mengalami komplikasi akan menghambat proses
penyembuhan luka dan bahkan memperburuk kondisi luka (Theoret 2017). Dalam
penatalaksanaan luka adalah untuk mencapai penyembuhan yang cepat dengan
fungsi utama dan hasil yang bagus. Hal ini dapat dicapai dengan cara mencegah
infeksi dan trauma selanjutnya dengan tersedianya lingkungan yang dapat
mengoptimalkan penyembuhan luka tersebut (Singer & Dagum, 2008).
Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat
adalah meniran (Phyllantus niruri Linn). Bagian tanaman yang diambil yaitu daun
dan akarnya. (Imran,dkk, 2011). Kandungan kimia yang terkandung didalam
meniran (Phyllanthus niruri L.) yaitu berbagai senyawa lignan seperti
2
Phyllanthin, hyphophyllanthin, phyltetralin dan nitanthin(Arbain,dkk, 2014).
Filantin yang merupakan senyawa lignin utama pada Phyllanthus niruri L.yang
menunjukkan aktivitas hepatoprotektif (Nurhayati, 2020). Herbameniran juga
memilikiaktivitasfarmakologisebagaiantiinflamasi, antihistamin, antijamur, dan
antimikroba(Kaur, 2017).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan (Gusriyani, 2019) uji salep fraksi etil
asetat daun meniran(Phyllantus niruri L) dengan menggunakan konsentrasi 5%,
10% dan 20% dapat memberikan pengaruh terhadap penyembuhan luka eksisi
pada tikus putih jantan yang terlihat pada persentase penyembuhan luka, waktu
epitelisasi dan persentase kadar hidroksiprolin, dimana kelompok perlakuan
dengan konsentrasi 10% memiliki efek penyembuhan luka yang lebih baik
(Gusriyani, 2019). Sedangkan hasil penelitian pada pengaruh pemberian salep
fraksi etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap gambaran
histopatologi luka eksisi tikus putih jantan selama 20 hari, didapatkan hasil bahwa
sediaan salep fraksi etil asetat daun meniran dengan konsentrasi 10% lebih efektif
dalam proses penyembuhan luka eksisi selama 20 hari (Trinithatis, 2020).
Daun pegagan merupakan alternatif perawatan luka yang terkontaminasi
karena mengandung triterpen yang berfungsi sebagai antiinflamasi, antibakteri
dan mendorong pembentukan kolagen serta mengandung minyak esensial yang
berfungsi sebagai antibakteri (Amaliyaet al., 2013).
Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa belum banyak penelitian
yang menguji efek meniran terhadap proses penyembuhan luka eksisi. Oleh
3
karena itu, perlu dilakukan penelitian pengaruh pemberian Salep Subfraksi etil
asetat meniran (Phyllanthus niruri L.) konsentrasi 10% terhadap proses
penyembuhan luka yang dilakukan pada tikus putih jantan. Pada penelitian ini
dilakukan pengamatan secara biokimia terhadap jaringan kulit, yakni dengan
mengukur kadar hidroksiprolin. Hasilnya semakin tinggi kandungan
hidroksipirolin dapat mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan sintesis
kolagen yang berkorelasi dalam proses penyembuhan luka (Rismana, 2013) serta
mengamati pengaruh pemberian subfraksi etil asetat daun meniran terhadap
proses penyembuhan luka pada tikus putih jantan yang dibuat dalam formulasi
suatu sediaan topikal berupa salep.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian salep subfraksi etil asetat daun meniran
(Phyllanthus niruri L.) dengan konsentrasi 10% terhadap persentase
penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin pada tikus
putih jantan.
2. Bagaimana perbedaan aktivitas penyembuhan luka dari berbagai perlakuan
yang diberikan pada tikus putih jantan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep subfraksi etil asetat daun
meniran (Phyllanthus niruri L.) dengan konsentrasi 10% terhadap
persentase penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin
pada tikus putih jantan.
4
2. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas penyembuhan luka dari berbagai
perlakuan yang diberikan pada tikus putih jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian subfraksi etil
asetat ekstrak daun meniran terhadap proses penyembuhan luka.
2. Dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan bagi peneliti sendiri.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Meniran (Phyllantus niruri L.)
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.) menurut Aspan (2010) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Gambar 1. Tanaman Meniran (Feriska, 2020)
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub-class : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllanthus
Species : Phyllanthus niruri L.
6
2.1.2 Sinonim
Phyllanthus urinaria L., phyllanthus alatus BI., phyllanthus cantonensis
Hornem., Phyllanthus echinatus Wall., phyllanthus lepidocarpus Sieb. Et Zucc.,
phyllanthus leptocarpus Wight., phyllanthus asperulata (Arbain dkk, 2014).
2.1.3 Nama Daerah
Sidukuang anak (Minang); Memeniran, meniran (Jawa); Gosau ma dungi
(Maluku); dudukuang anak,baket sikolop (Sumatera)(Arbain dkk, 2014).
2.1.4 Nama Asing
Lagoon spurge, niruri child pick a back (inggris); Amarus, zhen zhu cao,
hsieh hsia chu (Cina); Di[eej]p h[aj] ch[aa]u y[ees]u (Vietnam). 3 Bhoomi
amalaki, bhui-amla (India); Phyllanto (Barzil); Ya-tai-bai (Thailand); Yerba de
san pablo (Filipina) (Arbain dkk, 2014).
2.1.5 Deskripsi Tanaman
Merupakan semak semusim yang tegak, tinggi 30-100 cm hingga 1 m.
Batang hijau, bulat, licin, tak berambut, diameter ±3 mm. Daun tunggal tapi
tersusun seperti daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, bulat telur, ujung
tumpul, pangkal membulat, panjang ±1,5 mm, lebar ±7 mm, tepi rata, hijau.
Bunga tunggal, dekat tangkai daun, menggantung, putih, daun kelopak bentuk
bintang, benang sari dan putik tidak tampak jelas, mahkota kecil, putih. Buah
kotak, bulat, pipih, diameter ±2 mm, hijau keunguan. Biji kecil, keras, bentuk
ginjal, coklat. Akar tunggang, putih kotor (Arbain dkk, 2014).
7
2.2 Tinjauan Farmakologi
Efek farmakologis meniran (Phyllanthus niruri L.) diantaranya peluruh air
seni (diuretik), pembersih hati, antiradang, pereda demam, peluruh dahak, peluruh
haid, penerang penglihatan, penambah nafsu makan, astringent, obat dysuria,
gonorrhoe, sifilis, nyeri ginjal, tetanus, pembersih darah dan diare, sedangkan akar
meniran untuk nyeri perut dan sakit gigi (Arief, 2011). Selain itu meniran juga
memiliki efek sebagai imunomodulator, antispasmodik, antilitik (untuk batu ureter
dan empedu), penghilang rasa nyeri, antihipertensi, antiviral, antibakteri,
antimutagenik dan juga efek hipoglikemia (Lestari, 2015).
Kandungan daun meniran yang memiliki efek dalam proses penyembuhan
luka diantaranya (Kaur, 2017):
Tabel 1.Efek farmakologi daun meniran
Kandungan Kimia Efek Terapi
Cyanidin Antioksidan, antiinflamasi, photoprotective, anti-
neurodegenerative skin
Flavonoid, alkaloid,
lignan, delphidin
Antioksidan
Malvidin Antiinflamasi dan antikarsinogenik
Kaempferol Antioksidan,antiinflamasi, antibakteri, antikanker
Flavonol Antioksidan,antikarsinogenik, antiviral, dan
antiplatelet.
Antosianidin Antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba.
Quercetin Antivirus, antibakteri, antikanker, antiinflamasi
Saponin,
triterpenoid
Antimikroba
Lignan(filantin dan
hipofilantin)
Aktivitas hepatoprotektif(memiliki efek teurapeutik,
untuk memulihkan, memelihara, dan mengobati
kerusakan dari fungsi hati).
8
2.3 Tinjauan Kimia
Kandungan kimia meniran berupa Terpen (cymene, limonene, lupeol,
lupeolacetate); flavonoid (quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine,
physetinglucoside); lipid (ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid,
linolenic acid); benzenoid seperti halnya curcuma (methilsalisilate); alkaloid
(norsecurinine, 4-metoxinor securinine, entnor securinina, nirurine); steroid
(betasitosterol); alcanes(triacontanal, triacontanol); dan zat lain (vitamin C,
tannin, saponin) (Sunarno dan Fitriani, 2012).
1. Flavonoid
Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid (Arifin dkk, 2018)
Flavonoid merupakan suatu senyawa polar dengan adanya beberapa gugus
hidroksil bebas, sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti methanol, etanol,
butanol dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid
lebih mudah larut dalam air, sedangkan aglikon yang kurang polar seperti flavon
yang termetoksilasi cendrung lebih mudah larut dalam pelarut non polar seperti
eter dan kloroform (Arifin dkk, 2018).
9
2. Steroid
Gambar 3. Struktur Kimia Steroid (Arifin dkk., 2018)
Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya system cincin
siklopentanoperhidropenantren. Senyawa ini tersebar luas di alam dan mempunyai
fungsi biologis yang sangat penting misalnya untuk antiinflamasi (Arifin dkk.,
2018).
Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam dunia obat-obatan
antara lain estrogen merupakan jenis steroid hormon seks yang digunakan untuk
kontrasepsi sebagai penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik
digunakan untuk mencegah keguguran dan uji kehamilan, glikokortikoid sebagai
antiinflamasi, alergi, demam, leukemia, dan hipertensi serta kardenolida
merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat
jantung (Arifin dkk, 2018).
2.4 Tinjauan Farmasetik
Meniran (Phyllanthus niruri L.) digunakan masyarakat sebagai bahan
baku obat tradisional dan dikembangkan dalam bentuk sediaan farmasi, dewasa
ini meniran dibuat dalam berbagai sediaan farmasi seperti contoh obat paten
dalam bentuk tablet effervescent dengan nama sediaan Promuno®, dalam bentuk
kapsul dan juga sirup dengan nama sediaan Stimuno® yang khasiatnya membantu
10
merangsang tubuh memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh agar daya tahan tubuh bekerja optimal dan membantu sistem
imun tubuh agar bekerja lebih aktif sehingga kekebalan tubuh meningkat (Sari,
2013).
2.5 Tinjauan Umum Salep
2.5.1 Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditunjukkan untuk pemakaian
pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep
obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. (FI ed. V, 2014)
2.5.2 Penggolongan Sediaan Setengah Padat
Menurut Farmakope Edisi V, 2014 penggolongan salep terdiri dari empat,
antara lain:
1. Dasar salep hidrokarbon (FI ed. V, 2014)
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin
putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.
Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar
dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri
11
atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok dua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah
larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai
emolien. (FI ed. V, 2014)
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepat disebut “krim” (cremores). Dasar ini juga dinyatakan sebagai
“dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah,
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik. (FI ed. V, 2014)
4. Dasar salep larut dalam air
Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini
lebih tepat disebut “gel”. (FI ed. V, 2014)
12
2.6 Tinjauan Umum Kulit
2.6.1 Pengertian kulit
Kulit adalah suatu organ yang membungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Berat seluruh kulit
sekitar 16% dari bobot tubuh. Ketebalan kulit tergantung dari letak, umur, jenis
hewan, dan jenis kelamin. Secara embriologis, kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel dan berasal
dari ektodermis, sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesodermis adalah
dermis atau korium dan merupakan suatu lapisan jaringan ikat. ( Wahyuni,2016)
2.6.2 Fungsi kulit
Kulit berfungsi sebagai :
1. Proteksi : lapisan epidermis tebal, bersama dengan selubung anti-airnya, serta
kandungan pigmen, melindungi terhadap sinar ultraviolet (UV), stress
mekanis, termal dan kimia. Serta mencegah dehidrasi dan invasi oleh
mikroorganisme
2. Sensasi : melalui reseptor untuk raba, tekan, nyeri, dan suhu.
3. Termoregulasi : perubahan sirkulasi perifer darah untuk mengatur suhu tubuh,
begitu pula untuk kelenjar keringat, rambut dan jaringan adiposa.
4. Fungsi metabolik : area kulit melakukan fotosintesis vitamin D, dan lipid,
termasuk trigliserida (lipid netral) (Peckham, 2014).
2.6.3 Bagian-bagian kulit
Semua regio kulit berisi ketiga lapisan dasar yang sama yaitu lapisan luar
(epidermis), lapisan dermis dibawahnya, dan lapisan terdalam yaitu
13
hipodermis(Peckham, 2014).
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan luar tipis kulit. Epidermis merupakan epitel
gepeng berlapis dan berkeratin, yang berisi empat lapis sel (kadang-kadang
lima pada area kulit yang tebal). Epidermis tidak memiliki pembuluh darah.
Sel-sel pada lapisan yang berbeda berubah tampilannya saat sel-sel bergerak
keatas dari stratum basale dan berdiferensiasi.
a. Stratum germinativum atau stratum basale
Lapisan ini terdiri dari 1 lapis sel, tyang terletak paling dekat dengan
dermis dibawahnya. Sel-sel melekat erat satu sama lain melalui desmosom,
dan ke membran basal dibawahnya melalui adhesi fokal (hemidesmosom).
Stratum basale berisi beberapa jenis sel.
Sel-sel punca : yang membelah dan memperbaharui populasi sel punca serta
menghasilkan sel anak (keratinosit). Sel-sel ini memiliki kapasitas besar
untuk memperbaharui diri: lapisan luar kulit mengalami pembaharuan
lengkap setiap 2 minggu.
Keratinosit : sel paling banyak pada lapisan ini. Sel ini membelah 3 – 6 kali
sebelum bergerak keatas menuju stratum spinosum, berbentuk kuboid dengan
sitoplasma merah muda serta nukleus ungu muda.
Melanosit : sel-sel penghasil pigmen (melanin) berasal dari krista neuralis
pada embrio. Terdapat satu melanosit untuk setiap 4-10 keratinosit bassal.
Jumlah melanosit sama pada setiap orang, namun aktifitasnya jauh lebih
tinggi pada orang berkulit gelap. Melanosit dapat diidentifikasi oleh
14
sitoplasmanya yang pucat/jernih dan nukleus ungu gelap (basofilik). Pigmen
dikemas dalam fesikel ( melanosom) menuju ujung penonjolan panjang yang
berpenetrasi kedalam lapisan sel berspina, dan melanosom ini kemudian
ditelan (difagositosis) oleh keratinosit. Melanin yang di fagositosis kemudian
membentuk lapisan didepan nukleus, untuk melindungi terhadap sinat UV.
Sel-sel merkel : sel-sel neuroendokrin yang jarang ada, yang berperan
sebagai mekanoreseptor „taktil‟ yang beradaptasi lambat. Sel-sel ini paling
banyak dibibir dan dilidah, namun sulit diidentifikasi karena memiliki
tampilan serupa dengan melanosit. Selain itu, terdapat ujung saraf bebas
(tidak bermielin) yang erespons terhadap nyeri dan suhu.
b. Stratum Spinosum
Regio ini terdiri dari beberapa lapis keratinosit dan beberapa sel
Langerhans.
Keratinosit: mengubah ekspresi keratin dari tipe 5 dan 14 menjadi tipe 1 dan
10 saat berdiferensiasi. Filamen-filamen keratin didalam sel terhubung
dengan desmosom untuk memperkuat hubungan sel-sel dan membuat
hubungan erat antar sel. Hubungan ini kadang-kadang dapat terlihat pada
potongan histologis sebagai „duri‟ pada mikroskop cahaya yang
menyebabkan tampilan „berduri‟ pada sel-sel ini.
Sel-sel Langerhans : merupakan sel penyaji antigen khusus (sel dendritik)
yang menyusun sekitar 3-6% sel pada lapisan stratum spinosum. Sel ini
mengandung penonjolan panjang ( dendrit) yang bercabang-cabang diantara
keratinosit dan berkontak dengan sel-sel langerhans lainnya untuk
15
membentuk suatu jalinan kontinu. Saat sel ini terpapar oleh benda
asing/antigen, sel-sel ini bermigrasi keluar epitel dan menuju kelenjar getah
bening regional untuk menginisiasi respons imun. Sel-sel langerhans dapat
dikenali berdasarkan badan selnya yang bulat, tampilan sitoplasmanya yang
lebih pucat dan nukleus berbentuk oval.
c. Stratum granulosum
Lapisan ini terletak pada bagian atas stratum spinosum. Lapisan ini berisi
keratinosit yang telah bergerak ke atas dan selanjutnya berdiferensiasi
menjadi sel bergranul. Sel-sel ini menekan lipid khusus pada granula
intraselular menuju celah antar sel-sel mati (skuama) pada lapisan diatasnya.
Protein pada sel-sel ini menjadi berikatan silang untuk membentuk perancah
(scaffold) protein yang kuat. Saat bergerak ke atas, sel-sel ini mulai
kehilangan nukleus dan organel sitoplasmanya, kemudian mati. Sel-sel mati
menjadi „skauma‟ berkeratin dari lapisan teratas.
d. Stratum lusidum
Ini merupakan lapisan kelima yang kadang-kadang ditemukan pada kulit
tebal di antara lapisan stratum granulosum dan stratum korneum. Lapisan ini
tipis dan transparan sert sulit teridentifikasi pada potongan histologis rutin.
e. Stratum korneum
Lapisan ini merupakan lapisan teratas dan terluar, dan terdiri dari sel-sel
mati, yang menjadi datar seperti pengelupasan kulit (skauma). Sel-sel ini
berisi lapisan keratin yang kuat yang berikatan silang, pada bagian dalam
terikat pada lipid khusus, dan pada bagian luar membentuk sawar anti-air
16
yang kuat. Skuama akhirnya mengelupas (membentuk kandungan inti debu
rumah tangga).
Ketebalan kulit bervariasi sekitar dari 0,5 mm pada kelopak mata, hingga
sekitar 4,0 mm pada telapak kaki. Sebagian besar perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan ketebalan epitel dan khususnya lapisan sel
bertanduk/berkeratin
Gambar 4.Histologi Kulit (Sumber: Mescher, 2013)
2. Dermis
Lapisan ini berfungsi untuk proteksi, sensasi dan termoregulasi. Lapisan
ini berisi saraf, pembuluh darah, dan fibroblas yang menyekresi matriks
ekstraselular, dan serat (kolagen dan elastin). Lapisan ini juga berisi kelenjar
keringat (pada bagian tepi dengan hipodermis), yang membuka keluar menuju
permukaan kulit.
Lapisan bassal epidermis terlipat menjadi rigi epidermis dan diantara rigi-
rigi ini terdapat regio yang terlipat pada regio dermis dibawahnya, yang disebut
papil dermis. Papil dermis khususnya menonjol pada kulit tebal (ujung jari dan
telapak kaki) berfungsi untuk meningkatkan adhesi antara lapisan dermis dan
17
epidermis , meningkatkan keseluruhan area permukaan dari lapisan bassal
epidermis dan menyediakan area kontak yang luas antara epidermis dan pembuluh
darah didermis.
Dermis dibagi dalam dua regio utama. Regio superfisial disebut lapisan
papilar dermis dan regio yang lebih dalam disebut dermis retikularis.
a. Lapisan papilar dermis merupakan regio dermis yang ditemukan pada dan
dekat dengan papil dermis. Regio ini menyusun sekitar 20% dermis. Regio ini
beris jaringan ikat longgar, kapiler dan saraf, keduanya meluas menuju
epidermis diantara papil dermis.
b. Lapisan retikular dermis merupakan regio dermis sisanya, kecuali lapisan
papilar dermis. Regio ini berisi selapis jaringan ikat pada ireguler yang
mengandung serabut kolagen, terjalin dalam satu jalinan padat, serta elastin.
Kedua serabut ini di sekresi oleh fibroblas pada lapisan ini. Serabut-serabut
ini memberikan kekuatan dan daya regang pada kulit. Lapisan ini juga
mengandung sel-sel imun seperti makrofag dan sel-sel lemak (adiposit) serta
kelenjar keringat, yang ditemukan pada lapisan dalam pada regio ini dan pada
hipodermis.
3. Hipodermis
Regio kulit ini terutama berisikan jaringan adiposa dan kelenjar keringat.
Jaringan adiposa ini penting untuk fungsi metabolisme seperti produksi
trigliserida dan vitamin D.
18
Gambar 5. Anatomi Kulit (Abi, 2017)
2.7 Tinjauan Umum Luka
2.7.1 Pengertian Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan
sebagai akibat dari ruda paksa. Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ lain. Luka dapat sengaja dibuat untuk tujuan
tertentu, seperti luka sayat (incise) pada operasi, atau luka akibat trauma, seperti
luka akibat kecelakaan (Wahyuni, 2016).
2.7.2 Jenis-jenis Luka
1. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka (Nasution, 2015):
a. Luka Insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misalnya yang terjadi akibat pembedahan.
19
b. Luka Memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
pendarahan dan bengkak.
c. Luka Lecet (Abraded Wound), terjadi akibat bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka Tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda. Seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka Gores (Lacerated Wound), terjadi karna tergores benda yang tajam,
seperti tergores kaca atau kawat.
f. Luka Tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada
bagian ujung lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio Wound).
h. Luka Gigitan Hewan, disebabkan karena adanya gigitan dari hewan liar
atau hewan piaraan. Hewan liar yang biasanya menggigit adalah hewan
yang ganas dan memakan daging, yaitu dalam usaha untuk membela diri.
i. Luka Eksisi (Excised Wound), luka yang diakibatkan terpotongnya
jaringan oleh goresan benda tajam.
2.7.3 Klasifikasi Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka
itu dan menunjukkan derajat luka (Wahyuni, 2016).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
20
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka (Wahyuni, 2016).
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
21
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. (Wahyuni, 2016).
3. Berdasarkan proses penyembuhan
dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Penyembuhan primer (healing by primary intention) Tepi luka bisa menyatu
kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang. Biasanya terjadi
setelah suatu insisi. Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal.
b. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention) Sebagian jaringan
hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan
granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung
lambat, sering disertai infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
(Kartika, 2015)
4. Berdasarkan lama penyembuhan
Bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6
minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal, tetapi bisa juga
dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat (delayed healing) atau
22
jikamenunjukkan tanda-tanda infeksi (Kartika, 2015)
2.7.4 Fase Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu: (Kartika, 2015)
1. Fase inflamasi
a. Hari ke-0 sampai 5.
b. Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah.
c. Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
d. Fase awal terjadi hemostasis.
e. Fase akhir terjadi fagositosis.
f. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
Gambar 6. Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi
kerusakan jaringan dan fase awal hemostasis (Kartika, 2015).
2. Fase proliferasi atau epitelisasi
a. Hari ke-4 sampai 21.
b. Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan
23
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
c. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
d. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka.
e. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
Gambar 7. Fase proliferasi penyembuhan luka pada hari ke-4 sampai 21 setelah
terjadi kerusakan jaringan/luka. Selama fase ini, jaringan granulasi menutup
permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk membantu penutupan luka dengan
jaringan epitel baru (Kartika, 2015)
3. Fase maturasi atau remodelling
a. Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
b. Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength).
c. Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya.
24
d. Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan
Gambar 8. Fase remodeling penyembuhan luka pada hari ke-21 sampai 1 tahun
setelah terjadi kerusakan jaringan/ luka. Fase ini merupakan fase terlama
penyembuhan luka, di mana fibrolas dan jaringan kolagen akan memperkuat
penyembuhan luka (Kartika, 2015).
2.7.5 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan
mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien
yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
25
supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan
dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat.
Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah
merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
26
nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor
internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
27
(Baririet, 2011)
2.8 Ekstraksi Simplisia
2.8.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman, simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan
utuh bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat
kimia murni, sedangkan simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari
bumi, baik telah diolah ataupun belum, tidak berupa zat kimia murni (Dirjen
POM, 1997:30).
2.8.2 Estraksi
Ekstrak adalah sediaan padat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan . (FI Ed.V, 2014)
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama sesedikit mungkin terkena panas.
(FI Ed. V, 2014)
2.8.3 Fraksinasi
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu
28
ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan
metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil
asetat untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan metanol untuk menarik
senyawa-senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa
yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang
bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa-
senyawa yang bersifat polar akanlarut dalam pelarut yang bersifat polar juga
(Mutiasari, 2012).
2.8.4 Subfraksinasi
Hasil ekstraksi dan fraksinasi biasanya masih berupa campuran beberapa
senyawa yang harus dipisahkan menjadi komponen-komponen yang lebih
sederhana dan tunggal.Umumnya untuk pemisahan senyawa dapat dilakukan
dengan teknik kromatografi.Kromatografi adalah suatu teknik analisis yang
banyak diterapkan untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran.Semua metoda kromatografi didasarkan atas komponen diantara dua
fasa yang tidak bercampur yaitu fasa diam dan fasa bergerak. Mekanisme
terdistribusinya komponen-komponen yang ada pada kedua fasa itu dapat
disebabkan oleh peristiwa absorbsi, partisi, reaksi penukar ion dan difusi dari
komponen ke dalam pori-pori fasa diam sehingga terjadi pemisahan (Harbrone,
1987).
29
2.9 Hidroksiprolin
Salah satu parameter dari proses penyembuhan luka eksisi adalah dengan
pengamatan secara biokimia terhadap jaringan kulit yaitu mengukur kadar
hidroksiprolin. Kadar hidroksiprolin dalam jaringan dapat digunakan sebagai
indeks parameter kadar kolagen dalam kulit. Kolagen menjadi parameter
terbentuknya jaringan atau regenerasi kulit yang tersusun atas dua jenis asam
amino yakni hidroksilisin dan hidroksiprolin. Semakin tinggi kandungan
hidroksiprolin dapat diindikasikan bahwa terjadi peningkatan sintesis kolagen
yang berkorelasi dalam kecepatan proses penyembuhan luka (Rismana dkk,
2013).
Gambar 9. Struktur Hidroksiprolin (Wilbraham & Matta, 1984)
Hidroksilasi asam amino prolin oleh enzim prolil hidroksilase bersama
dengan sintesis protein yang menghasilkan hidroksiprolin dan lumen dari
retikulum endoplasma menjadi tempat dimana reaksi enzim katalis
terjadi.Kolagen mengandung kira-kira 35% glisindan kira-kira 11% alanin
persentasi asam amino ini agak luar biasa tinggi.Yang lebih terlihat adalah
kandungan prolin dan hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang
ditemukan pada protein selain pada kolagen dan elastin.Bersama-sama, prolin dan
30
hidroksiprolin mencapai kira-kira 21% dari residu asam amino pada kolagen
(Lehninger, 1993).
2.10 Kromatografi
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran yang berdasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campurannya. Kromatografi
terdiri dari dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berfungsi sebagai
absorben atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi
antara fase diam dan fase gerak. Fase gerak berupa pelarut yang berfungsi
membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut laiinya.
Adapun macam-macam kromatografi yaitu :
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu kromatografi kromatografi yang
menggunakan lempeng gelas atau aluminium yang dilapisi dengan lapisan tipis
alumina, silica gel, atau bahan serbuk lainnya. Sampel yang berupa campuran
senyawa organic yang diteteskan pada salah satu sisi lempeng dengan pipakapiler.
Noda yang telah ditetesi dengan senyawa organic dielusi dengan eluen yang
sesuai. Pelarut bergerak keatas sepanjang lapis tipis zat padat dan bersamaan
dengan noda senyawa yang dielusi (Poole dkk., 1991).
Metode KLT menggunakan nilai Retardation factor (Rf) yang memiliki
persamaan seperti dibawah ini :
Rf =
(Sastrohamidjojo,2002)
31
2. Kromatografi Cair Vacum (KCV) merupakan salah satu jenis kromatografi
kolom yang didasarkan pada metode pemisahan campuran larutan dengan
perbandingan pelarut dan kerapatan dengan menggunakan bahan kolom (Skoog
dkk., 1980). Prinsip dasar KCV adalah pemisahan secara adsorbs dan partisi yang
dipercepat dengan pompa vacuum. Kromatografi cair vacuum menggunakan
tekanan yang rendah untuk meningkatkan laju aliran fase gerak. Kolom dihisap
perlahan-lahan kedalam wadah penampung fraksi sampai kering memvacumnya
(Hosttettman dkk., 1994).
3. Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG) adalah kromatografi yang menggunakan
kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran.
Prinsip kerjanya berdasarkan pada distribusi kelarutan daya adsorpsi fasa diam
berupa adsorben dan fasa gerak berupa eluen. Penambahan eluen secara terus-
menerus mengakibatkan masing-masing komponen akan bergerak turun melalui
dan pada bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara adsorben,
komponen campuran pelarut dalam berbagai komposisiturun melalui kolom
hingga tercapai pemisahan sempurna sedangkan laju alir yang terjadi dipengaruhi
oleh gaya gravitasi (Hostettmann dkk., 1994).
4. Kromatografi Sistem Radal (Kromatotron) memiliki prinsip sama seperti
kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang dipercepat oleg gaya
sentrifugasi. Kromatografi jenis ini mengunakan rotor yang dimiringkan dan
terdapat dalam ruang tertutup oleh plat kaca yang dilapisi oleh silica gel. Plat
tersebut dipasang pada motor listrik dan diputar dengan kecepatan 800 rpm.
Pelarut pengelusi dimasukkan ke bagian tengah pelaut melalui pompa
32
toraksehingga dapat mengalir dan merambat melalui lapis tipis karena gaya
sentrifugal. Untuk mengetahui jalannya proses elusi dimonitor dengan lampu UV.
Pemasukkan sampel itu diikuti dengan pengelusian menghasilkan pita-pita
komponen berupa lingkaran sepusat. Pada tepi plat, pita-pita akan terputar keluar
dengan gaya sentrifugal dan ditampung dalam botol fraksi dan kemudian
dimonitoring dengan KLT (Hostettman dkk., 1994).
2.11 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energy
cahaya oleh suatusi stemkimia pada panjang gelombang tertentu.Sinar ultraviolet
(UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinartampak
(visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm.Pengukuran
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energy
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif.Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bias ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
hokum Lambert-Beer(Harmita, 2015).
2.12 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum
ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800
33
nm.Suatu diagram sederhana spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan oleh gambar
3 dengan komponen-komponennya meliputi sumber-sumber sinar,
monokromator,dan sistem optik(Gholib, 2007).
Komponen dari spektrofotometer UV-Vis :
Gambar 10. Diagram skematis spektrofotometer UV-Vis(Gholib, 2007)
i. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV
pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen
kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang
gelombang antara 350 – 900).
ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombang yang selanjutnya akan dipilih
oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
instrumen melewati spektrum.
iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber
sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer
berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam
satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel.
34
BAB III. METODA PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 5 bulan (Agustus 2020–
Desember 2020) di Laboratorium Farmakologi Farmasi Penelitian Universitas
Perintis (UPERTIS), Laboratorium Herbarium UNAND Padang.
Tabel 2. Tabel Pelaksanaan Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Kandang tikus, kapas, pencukur bulu, gunting, tabung reaksi, pipet tetes,
penggaris, silet (tiger), rotary evaporator, timbangan digital, timbangan hewan,
sarung tangan, masker, oven, batang pengaduk, krus, pisau, pinset, kamera,
erlenmeyer, kertas saring, gelas ukur, beaker glass, penjepit, spatel, corong pisah,
botol maserasi, ktomatografi kolom, kromatografi lapis tipis, lumpang, stamfer,
labu ukur 10 mL, labu ukur 100 mL, labu ukur 250 mL, plat tetes, kaca objek,
mikroskop, stik pH universal, spektrofotometer UV-Vis.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah makanan dan
minuman tikus, daun meniran, etanol 70%, etanol 96%, norit, kloroform,
ammonia 10%, H2SO4 pekat, H2SO4 2N, reagen mayer, serbuk Mg, HCl pekat,
besi (III) Klorida, akuades, salep tekasol, vaselin flavum, eter, CuSO4, NaOH,
asam asetat anhidrat, H2O2, Hidroksiprolin (Merck), HCl 6 N, H2SO4 3M, 4-
dimetilaminobenzaldehid, air, n-heksan dan etil asetat.
35
3.3 Persiapan Hewan Percobaan
Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan berumur 2-3 bulan
dengan berat badan ±200 gram memiliki galur wistar sebagai hewan percobaan.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah daun meniran kering (Phyllanthus niruri
L.) yang diambil di daerah Kubu Padang Manis, Kecamatan V, Koto Kampung
Dalam, Kabupaten Padang Pariaman.
3.4.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Andalas Padang (UNAND).
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruri L. )
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 70%.
Satu bagian serbuk kering herba meniran dimasukkan ke dalam maserator,
ditambah 10 bagian etanol 70%, direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk,
kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan
diuapkan dengan rotary evaporator, setelah etanol tidak menetes diperoleh ekstrak
kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Aspan, 2010).
3.4.4 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Meniran ( Phyllantus niruri L. )
Ekstrak etanol kental daun meniran diencerkan dengan aquadest (1:5), lalu
dimasukkan kedalam corong pisah. Fraksinasi dengan pelarut heksan (2:1) secara
36
berulang hingga diperoleh fraksi terakhir heksan yang sudah tidak berwarna lagi.
Semua fraksi heksan diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh fraksi non polar daun meniran. Selanjutnya fasa air difraksinasi dengan
etil asetat (2:1) secara berulang seperti prosedur diatas sehingga diperoleh fraksi
kental semi polar (Aldi, 2013).
Pada penelitian ini selanjutnya digunakan fraksi semi polar, yaitu fraksi
etil asetat yang kemudian dibuat untuk subfraksinasi.
3.4.5 Subfraksinasi Etil Asetat Daun Meniran ( Phyllantus niruri L. )
Berdasarkan jurnal penelitian (Aldi, 2013)sebanyak 2,7 kg sampel kering
meniran dirajang halus, kemudian dimaserasi dengan menggunakan pelarut
etil asetat dalam botol coklat selama 5 hari sehingga didapat ekstrak. Ekstrak
disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 dan maserasi diulangi kembali
sampai tiga kali. Gabungan filtrat maserat kemudian dikentalkan secara in-
vacuo dengan menggunakan alat rotary evaporator. Kemudian hasil ekstrak
kental dikromatografi kolom flash dengan menggunakan berbagai
perbandingan pelarut yaitu :
1. Heksan : etil asetat (9:1)
2. Heksan : etil asetat (4:1)
3. Heksan : etil asetat (2:1)
3.4.6 Evaluasi Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran( Phyllantus niruri L. )
1. Pemeriksaaan Organoleptis
Pemeriksaan dilakukan dengan cara visual yaitu dengan mengamati
bentuk, warna dan bau (Depkes, 1995).
37
2. Penentuan Rendemen Subfraksi
Rendamen subfraksi dihitung dengan cara persamaan:
% Rendemen
x 100 %
3. Pemeriksaan Susut Pengeringan
Keringkan krus porselen dan tutupnya di dalam oven pada suhu 105ºC
selama 30 menit dan biarkan dingin, lalu timbang beratnya. Masukkan
subfraksi ke dalam krus tersebut hingga beratnya 1 gram diluar berat krus
dengan penutup yang telah diketahui sebelumnya.Dengan perlahan goyang
krus agar ekstrak merata dan masukkan kembali ke dalam oven, buka tutupnya
dan biarkan tutup tetap berada di dalam oven.Krus yang berisi subfraksi
dipanaskan dalam oven dengan suhu 105ºC sampai berat konstan.Setelah itu
krus dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Lakukan
pengulangan seperti cara di atas hingga diperoleh berat yang konstan (Depkes,
1995).
Hitung susut pengeringan dengan rumus :
% Susut pengeringan = ( ) ( )
( )
Keterangan :
A = Berat Krus Kosong
B = Berat Krus + Subfraksinasi Etil Asetat Sebelum Pengeringan
C = Berat Krus + Subfraksinasi Etil Asetat setelah Pengeringan
38
4. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia
Subfraksi etil asetat dari daun Meniran (Phyllanthus niruri L.) dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform asetat,
dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan (Harbrone, 1987).
a. Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Lapisan air diambil 1-2 tetes dan diteteskan pada plat tetes, lalu
ditambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna orange - merah
menunjukkan adanya flavonoid.
b. Uji Fenolik
Lapisan air diambil 1-2 tetes dan diteteskan pada plet tetes, lalu
ditambahkan pereaksi FeClз, terbentuknya warna biru menandakan adanya
senyawa fenolik dalam sampel.
c. Uji Saponin
Lapisan air dimbil dan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
dikocok kuat.Terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menandakan
adanya saponin.
d. Uji Terpenoid dan Steroid
Untuk pemeriksaan terpenoid dan steroid, pada lapisan kloroform,
disaring dengan norit, filtrat dibiarkan kering pada plat tetes dan
ditambahkan asam asetat anhidrat dan H2SO4 pekat.Adanya terpenoid
dengan memberikan warna merah, sedangkan adanya steroid memberikan
warna biru-hijau.
e. Uji Alkaloid (Metode “Culvenore Fritgerald”)
39
Diambil sedikit lapisan kloroform kemudian ditambahkan 10 mL
kloroform amoniak 0,05 N, diaduk perlahan laluditambahkan beberapa tetes
H2SO4 2 N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam
ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai
dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih.
3.4.7 Pembuatan Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi
subfraksi etil asetat daun meniran 10% dan sediaan salep yang akan dibuat
sebanyak 25 g. Masukkan subfraksi daun meniran (Phyllanthus niruri L.) yang
telah di timbang sebanyak 2,5 g kedalam lumpang kemudian timbang dasar salep
sebanyak 22,5 g masukkan kedalam lumpang kemudian digerus hingga homogen.
Keluarkan dari lumpang, masukkan kedalam wadah yang disiapkan.
3.4.8 Evaluasi Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
a. Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan dilakukan dengan cara visual yaitu dengan
mengamatibentuk, warna dan bau (Depkes, 1995).
b. Pemeriksaan Homogenitas
Pemeriksaan dilakukan dengan cara: 0,1 gram masa sediaan dioleskan
pada kaca objek, diratakan dengan kaca objek lain dengan kemiringan 45o,
ditarik dengan cepat dengan tekanan yang sama. Susunannya diamati
dibawah mikroskop tidak terlihat butir-butir kasar (Depkes, 1995).
40
3.4.9 Pemeriksaan Ph
Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH universal yang
dicelupkan ke dalam 0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 ml aquadest.
Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia
(Depkes, 1995).
3.4.10 Uji Kualitatif Senyawa Dalam Ekstrak
Uji kualitatif senyawa dalam ekstrak menggunakan metode KLT dengan
pereaksi semprot FeCl3 (fenolik) dengan asam galat sebagai standar dan sitoborat
(flavonoid) dengan kuersetin sebagai standar. Pada uji fenolik tiap ekstrak dan
asam galat dengan kadar 0,1 % ditotolkan dalam KLT sebanyak 2 µL kemudian
disemprot dengan FeCl3. Diamati warna yang terjadi setelah disemprot pada sinar
tampak. Sedangkan pada uji flavonoid tiap ekstrak dan kuersetin dengan kadar
0,1 % ditotolkan dalam KLT sebanyak 2 µL kemudian diuapi dengan
NH3kemudian disemprot dengan sitroborat. Lempeng dioven padasuhu 105 °C
selama 10 menit. Lempeng diamati pada UV366(Astrina., et al 2000).
3.4.11 Penyiapan Hewan Percobaan
Pengujian pengaruh pemberian subfraksi etil asetat pada meniran terhadap
penyembuhan luka dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan tikus putih
jantan dengan bobot 200-250 gram. Sebanyak 27 ekor tikus dibagi menjadi 3
kelompok besar, masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor.Dari 3 kelompok
besar tersebut dikelompokkan lagi berdasarkan hari pemeriksaan efek
penyembuhan luka. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada hari ke 5, 10, 15 setelah
tikus diberi luka eksisi.Sebelum tikus diberi perlakuan terlebih dahulu
41
diaklimatisasi selama 7 hari.Hewan dinyatakan sehat dimana selama aklimatisasi
tidak menunjukkan penyimpangan berat badan lebih dari 10% dan secara visual
tidak terdapat gejala penyakit.
3.4.12 Pembuatan Luka
Sehari sebelum pembuatan luka, hewan percobaan dicukur bulunya pada
bagian punggung yang akan dibuat sayatan kemudian dibersihkan dengan
menggunakan kapas yang diberi alkohol 70%, dan dilakukan anastesi pada tikus
dengan menggunakan kloroform. Selanjutnya dibuat luka yang berbentuk
lingkaran dengan diameter ± 2 cm dengan kedalaman ± 1 mm dengan cara
mengangkat kulit tikus pada bagian punggung dengan pinset lalu dilukai dengan
gunting bedah (Cahaya, 2017).
Pada penelitian ini, tikus dibagi menjadi tiga kelompok dimana masing-
masing tikus diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Pembagian kelompok
tersebut yaitu :
1. Kelompok I (kontrol) merupakan kelompok tikus yang akan diberi luka
tanpa diberikan pengobatan dan hanya dioleskan basis salep pada luka dan
diperiksa luas diameter penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar
hidroksiprolin pada tikus putih jantan di hari ke 5, 10, dan 15.
2. Kelompok II (pembanding) merupakan kelompok tikus yang akan
dioleskan sediaan salep yang beredar yaitu T®pada luka dan diperiksa luas
diameter penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin
pada tikus putih jantan di hari ke 5, 10, dan 15.
42
3. Kelompok III (perlakuan) merupakan kelompok tikus yang dioleskan salep
subfraksi dengan konsentrasi 10 % pada luka dan diperiksa luas diameter
penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin pada tikus
putih jantan di hari ke 5, 10, dan 15.
3.4.13 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka
1. Sediaan salep dioleskan pada bagian punggung tikus sebanyak 2 kali
pengolesan/hari.
2. Sediaan salep diberikan pada kelompok tikus yang telah
dikelompokkan.
3. Lalu dilakukan pengamatan parameter penyembuhan luka (Cahaya,
2017).
3.5 Parameter Penyembuhan Luka
3.5.1 Persentase Penyembuhan Luka
Menurut (Kusmiati, 2006), persentase luas penyembuhan luka
denganmenghitung luas luka pada hari pertama setelah dilukai dan pada hari ke-
5 dan ke- 10 pada masing-masing kelompok.
Dicari persentase penyembuhan lukanya dihitung dengan rumus :
x 100%
3.5.2 Waktu Epitelisasi
Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya epitel baru yang sempurna
menutupi daerah luka. Dalam hal ini dicatat hari pengelupasan jaringan keropeng
dari luka tanpa meninggalkan sisa luka diarea eksisi (Amanda, 2017).
43
3.5.3 Penetapan Kadar Hidrokiprolin
1. Pembuatan Reagensia
a. HCl 6 N, V=100 mL
Dibuat dengan cara mengencerkan 5o mL HCl pekat dengan aquadest
100 mL.
b. CuSO4 0.01 M, V=100 mL
Timbang 0,25 gram CuSO4, lalu larutkan dengan aquadest 100 mL.
c. NaOH 2,5 N, V=100 mL
Timbang 10 gram NaOH, larutkan dengan aquadest 100 mL.
d. H2O2 6%, V=100 mL
Dibuat dengan cara mengecerkan 20 mL H2O2 30% dengan aquadest
hingga 100 mL.
e. H2SO4 3N, V=200 mL
Dibuat dengan cara mengencerkan H2SO4 pekat sebanyak 16,6 mL
dengan aquadest hingga 200 mL.
a. 4-dimetilaminobenzaldehid 5%
Serbuk 4-dimetilaminobenzaldehid ditimbang sebanyak 5 gram
dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL.Tambahkan alkohol 95%, hingga
tanda batas dan kocok hingga homogen.
b. Buffer pH 7
NH4Cl 0,2 M : Larutan NH4Cl ditimbang sebanyak 1,07 gram masukkan
ke dalam labu ukur 100 mL. Tambahkan aquadest hingga tanda batas dan
kocok sampai homogen.
44
NH4OH 0,2 M : Larutan NH4OH 25% dipipet sebanyak 15 tetes kemudian
dimasukkan kedalam beaker. Tambahkan aquadest hingga 25 Ml.
Kedua larutan dicampurkan dalam beaker glass dengan cara :masukkan
90 mL larutan NH4Cl 0,2 M. Ukur pH larutan menggunakan pH meter,
tambahkan larutan NH4OH 0,2 M sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai didapatkan pH 7.
2. Pembuatan Larutan Induk Hidroksiprolin 500 ppm
Dibuat dengan cara menimbang 50 mg serbuk hidroksiprolin
standar lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan dengan
aquadest.
3. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Hidroksiprolin
Larutan induk 500 ppm dipipet sebanyak 0,12 mL ditambahkan
aquabidest ad 1 mL lalu ditambah 1 mL CuSO4 0,01 M, 1 mL NaOH 2,5
N, dan 1 mL H2O2 6%. Larutan kemudian diaduk dan diinkubasi pada
suhu 80oC selama 5 menit. Setelah proses inkubasi selesai, larutan
didinginkan dan ditambahkan 4 mL H2SO4 3 N dan 2 mL 4-
dimetilaminobenzaldehid 5%. Larutan diinkubasi kembali pada suhu 70oC
selama 16 menit, didinginkan pada suhu 20oC dan diukur serapan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-800
dan ditentukan panjang gelombang maksimum (Shila & natasa, 2008).
4. Pembuatan Kurva kalibrasi
Dari larutan induk 500 ppm, dibuat 5 variasi konsentrasi larutan
berbeda didalam labu ukur 10 ml, sebagai berikut:
45
- 0,04 mL, mengandung 2 ppm hidroksiprolin
- 0,08 mL, mengandung 4 ppm hidroksiprolin
- 0,12 mL, mengandung 6 ppm hidroksiprolin
- 0,16 mL, mengandung 8 ppm hidroksiprolin
- 0,2 mL, mengandung 10 ppm hidroksiprolin
Dipipet larutan induk 500 ppm sebanyak 0,04 mL; 0,08 mL; 0,12 mL; 0,16
mL; 0,2 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml ditambah aquabidest
hingga 1 ml, lalu ditambah 1 mL CuSO4 0,01 M, 1 mL NaOH 2,5 N, dan 1 mL
H2O2 6%. Larutan kemudian diaduk dan diinkubasi pada suhu 80oC selama 5
menit. Setelah proses inkubasi selesai, larutan didinginkan dan ditambahkan 4
mL H2SO4 3 N dan 2 mL 4-dimetilaminobenzaldehid 5%. Larutan diinkubasi
kembali pada suhu 70oC selama 16 menit, didinginkan pada suhu 20
oC.
Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimun 559 nm
kemudian di buat kurva kalibrasi hingga diperoleh persamaan regresi y =
a+bx. Persamaan ini digunakan untuk menentukan kadar hidroksiprolin dalam
jaringan kulit (Shila & natasa, 2008).
3.5.4 Penetapan Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan Bekas LukaKulit
Tikus.
Pada bagian kulit tikus bekas luka dilakukan biopsi pada hari ke-5, ke-10,
dan ke-15. Jaringan kulit kemudian dikeringkan pada suhu 60°C selama 12 jam
dan dihidrolisa dengan HCI 6N selama 24 jam pada suhu 110°C. Selanjutnya
dinetralkan dengan penambahan 2 ml NaOH, 1 ml Buffer dan 1 ml aquabidest
dengan total volume penetralannya yaitu 4000 µl. Kemudian diambil sebanyak
46
200 µl dan di adkan dengan aquabidest hingga 1000 µl dicampur hingga 1 ml
CusO4, 0,01 M, 1 ml NaOH 2,5 N , dan 1 ml H2O2 6 % , Larutan kemudian
diaduk dan diinkubasi pada suhu 80°C selama 5 menit. Setelah proses inkubasi
selesai, larutan didinginkan dan ditambahkan 4 ml H2SO4 3N dan 2 ml 4-
dimetilaminobenzaldehid 5 % . Sehingga didapatkan larutan total 10 ml ,
kemudian sampel diinkubasi kembali pada suhu 70°C selama 16 menit,
didinginkan pada suhu 20°C dan diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum 559 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Jumlah
hidroksiprolin dalam sampel dihitung terhadap kurva standar hidroksiprolin (Shila
& natasa, 2008).
3.6 Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisa ANOVA yang digunakan adalah
ANOVA dua arah dan ANOVA satu arah, Jika hasil yang diperoleh signifikansi
(p < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan yang bertujuan untuk mengetahui
kebermaknaan perbedaan hasil antara masing-masing kelompok perlakuan.
Statistik dengan pengujian anova dua arah karena pengujian ini didasarkan pada
pengamatan dua kriteria.Ada dua faktor yang mempengaruhi dalam proses
penyembuhan luka yaitu kelompok hari dan kelompok jenis salep.
47
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian salep subfraksi
etil asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.), maka didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil identifikasi sampel menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan merupakan tanaman meniran (Phyllanthus niruri L.) dengan
family phyllanthaceae dengan nomor 230/K-ID/ANDA/VII/2020
(Lampiran 2, Gambar 22).
2. Berdasarkan keterangan lolos kaji etik dengan nomor 41/UN.16.2/KEP-
FK/2020 telah menyetujui protokol pada penelitian ini (lampiran 3, Gambar
23).
3. Hasil pemeriksaan organoleptis subfraksi etil asetat daun meniran
(Phllanthus niruri L.) berbentuk kristal, berwarna hijau tua, berbau
menyengat dan tajam (Lampiran 8, Tabel 10).
4. Dari berat sampel kering5000 gram daun meniran diperoleh ekstrak kental
daun meniran 505,257 gram ekstrak etanol daun meniran dengan persentase
rendeman 10,10%.
5. Hasil 505,257 gram ekstrak etanol daun meniran diperoleh fraksi etil asetat
87,54 gram dengan persentase rendemen 17,32% (Lampiran 8, Tabel 11).
6. Hasil 87,54 gram fraksi etil asetat yag dipisahkan menjadi 50 vial
didapatkan 3 macam subfraksi. Subfraksi 1 sebanyak 7,6 gram, subfraksi 2
48
sebanyak 4,2 gram, dan subfraksi 3 sebanyak 2,75 gram, subfraksi 4
sebanyak 89,5 gram, subfraksi 5 sebanyak 99,4 gram. Dari ke-5 subfraksi
yang didapat diambil subfraksi 3 sebanyak 2,75 gram dengan persentase
rendemannya adalah 3,141%.
7. Hasil pemerikasaan uji fitokimia subfraksi 3 etil asetat daun meniran positif
terhadap adanya kandungan flavonoid dan fenolik (Lampiran 8, Tabel 13).
8. Hasil pengamatan organoleptis salep subfraksi 3 etil asetat daun meniran
konsentrasi 10% menunjukkan berupa sediaan semisolid, berwarna hijau
pekat, berbau khas (Lampiran 9, Tabel 14).
9. Hasil pemeriksaan pH salep subfraksi 3 etilasetat daun meniran
menunjukkan pH 5 pada sediaan salep dengan konsentrasi 10% (Lampiran
9, Tabel 15).
10. Hasil pengukuran persentase penyembuhan luka rata-rata pada hari ke-5
kelompok kontrol, pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah
10% ; 13,697% dan 11,436%. Pada hari ke-10 adalah untuk kelompok
kontrol, pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah 22,190% ;
46,333% dan 43,313%. Sedangkan pada hari ke-15 untuk kelompok
kontrol, pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah 27,956% ;
56,113% ; dan 51.126% (Gambar 11).
11. Waktu epitelisasi rata-rata pada kelompok kontrol, pembanding, dan
konsentrasi 10% berturut-turut adalah hari ke-10, hari ke-8, hari ke-7(Tabel
5).
49
12. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum hidroksiprolin
pada konsentrasi 6 ppm yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-
vis dengan panjang gelombang 400-800 nm didapatkan hasilnya yaitu 559
nm dengan absorbansi 0,545(Lampiran 10, Gambar30).
13. Hasil pengukuran absorban kurva kalibrasi Pada konsentrasi 2 ppm =
0,290; 4 ppm = 0,406; 6 ppm = 0,530; 8 ppm = 0,633; dan 10 ppm = 0,779
dari absorban tersebut di dapatkan persamaan regresi linier y = 0,1661 +
0,06025 x dengan koefisien korelasi (r) = 0,99878. (Lampiran 7, Tabel 17).
14. Hasil perhitungan persentase kadar hidroksiprolin rata-rata pada hari ke-5
kelompok kontrol, pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah
0,292% ; 0,399% ; dan 0,751%. Pada hari ke-10 untuk kelompok kontrol,
pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah 0,568% ; 0,831%
dan 1,188%. Sedangkan pada hari ke-15 untuk kelompok kontrol,
pembanding, dan konsentrasi 10% berturut-turut adalah 0,730%; 1,121%;
dan 1,465% (Gambar 12).
4.2 Pembahasan
Telah dilakukan penelitian tentangpengaruh pemberian salep subfraksi etil
asetat daun meniran (Phyllanthus niruri L.) konsentrasi 10% terhadap
penyembuhan luka eksisi pada tikus putih jantan, sampel meniran (Phyllanthus
niruri L.) diambildi daerah Kubu Padang Manis, Kecamatana V, Koto kampung
dalam, kabupaten padang pariaman. Sampel diidentifikasi di herbarium ANDA,
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas. Berdasarkan identifikasi
50
sampel diperoleh hasil bahwa benar sampel yang digunakan adalah daun meniran
(Phyllanthus niruri L.) Family Phyllanthaceae.
Pada penelitian ini sampel daun meniran segar dilakukan pengeringan
guna untuk menghilangkan kadar air dan mencegah terjadinya kerusakan senyawa
yang terkandung dalam sampel, selanjutnya sampel tersebut diserbukkan dengan
tujuan untuk memperluas permukaan sampel, sehingga pelarut lebih mudah
masuk ke dalam jaringan daun. Kemudian sampel tersebut diekstraksi
menggunakan etanol 70% dengan metode maserasi selama 2x24 jam,metode ini
merupakan metode ekstraksi dingin dengan perendaman sampel pada temperatur
kamar sehingga menghindari terjadinya penguraian zat aktif yang terkandung
didalam sampel akibat adanya pengaruh suhu dan senyawa yang termolabil.
(Depkes RI, 2009). Pelarut yang digunakan adalah etanol karena bersifat selektif
dan inert serta dapat mengekstraksi hampir semua bahan alam yang terdapat pada
tumbuhan. Setelah maserat pertama di dapatkan, pengulangan maserasi dilakukan
3-4 kali sampai maserat yang didapatkan jernih. Maserat yang didapat
dikumpulkan kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak
kental daun meniran didapatkan Sebanyak 505,257 gram dengan diperoleh
rendemennya yaitu 10,10%,dimana standarisasi dari ekstrak kental etanol daun
meniran yaitu tidak kurang dari 26,7 % (Farmakope Herbal, 2008), dari hasil
rendemen yang didapat hasil rendemen memenuhi persyaratan. Penentuan
rendemen ini bertujuan untuk mengetahui berapa berat sampel yang telah
diekstraksi dari berat sampel segar.
51
Kemudian ekstrak kental yang diperoleh difraksinasikan dengan n-heksan
dan etil asetat dengan tujuan untuk memisahkan senyawa menjadi kelompok yang
lebih kecil berdasarkan sifat kepolarannya. Ekstrak dilarutkan dengan aquades ,
sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan paling bawah adalah air karena air
memiliki bobot jenis tinggi dan n-heksan berada dilapisan atas, dan pemisahan
dilakukan dengan memindahkan lapisan paling bawah. Kemudian lapisan fasa air
di partisi kembali dengan pelarut organik semipolar yaitu etil asetat, pemisahan ini
dilakukan secara fraksi cair-cair menggunakan 2 pelarut yang tidak bercampur
dan berbeda kepolarannya. Penguapan pelarut dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 60ºC bertujuan untuk mendapatkan hasil fraskinasi etil
asetat sebanyak 87,54 gram.
Hasil yang didapatkan dari fraksi etil asetat sebesar 87,54 gram dan hasil
rendemen adalah 17,32%. Hasil subfraksi etil asetat didapatkan 2,75 gram dan
hasil rendemen adalah 3,141%. Sedangkan menurut literatur (Depkes RI, 2000)
rendemen tidak kurang dari 26,7%.
Penentuanrendemenbertujuanuntukmengetahuiberapaberat sampel yang telah
difraksinasi dari berat ekstrak.
Fraksi etil asetat tersebut selanjutnya diisolasi menggunakan kromatografi
kolom flash. Sebelumnya dibuat sediaan preabsorbsi dengan cara melarutkan 10
gram fraksi kental etil asetat , ditambah dengan 20 gram silica gel 60 (0,063-0,200
mm), kemudian dipanaskan diatas waterbatch 100oC. Setelah itu masukkan silica
gel 60(0,063-0,200 mm) 700gram kedalam kolom dan dibasahi dengan n-heksan
yang bertujuan untuk agar permukaan silica menjadi datar dan padat. Lalu sediaan
52
preabsorbsi dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam kolom agar permukaannya
datar dan tidak berongga. Kemudian dilakukan elusi menggunakan kombinasi
pelarut-pelarut n-heksan dan etil asetat (Putri, 2010). Isolasi dilakukan menurut
metoda SGP (Step Gradien Polarity) menggunakan eluen n-heksan:etil asetat, H:E
(2:1), H:E (6:4), H:E(3:7), etil asetat 100%, MeOH 100%.
Subfraksi dari tumbuhan meniran yang dipakai sebagai fase diam adalah
Silica gel 60(0,063-0,200 mm) dan fase gerak pelarut n-hexana.Setelah dilakukan
isolasi didapatkan hasil dari masing-masing subfraksi sebagai berikut:
1) Subfraksi 1 (n-hexana:etil asetat) 2:1 sebanyak = 7,6 gram
2) Subfraksi 2 (n-hexana:etil asetat) 6:4 sebanyak = 4,2 gram
3) Subfraksi 3 (n-hexana:etil asetat) 3:7 sebanyak = 2,75 gram
4) Subfraksi 4 (etil asetat) 100% sebanyak = 89,5 gram
5) Subfraksi 5 (MeOH) 100% sebanyak = 99,4 gram
Sampel tersebut dikarakterisasi dengan organoleptis menunjukkan bahwa
sampel subfraksi meniran berwarna hijau kehitaman, bentuk kristal, memiliki bau
yang menyengat dan tajam, dan rasa sangat pahit. Pengujian KLT subfraksi
sampel dilakukan dengan menggunakan fasa diam silica gel dan fasa gerak-n-
heksan : etil asetat (3:7) = 2,75 gram (Gambar 20).Pada penelitian ini diambil
subfraksi 3 karena senyawa yang ada didalam subfraksi 3(3:7) adalah senyawa
semi polar yaitu fraksi n-heksan sudah terpisah kepolaran dari fraksi etil asetat
yang ditampung dari vial-vial yang memiliki Rf yang sama digabungkan yaitu di
mulai dari nomor 20-30 Setelah semua monitoring KLT, diperoleh subfraksi 3
(3:7) dapat dilihat pada (Lampiran 1. Gambar 20).
53
Setelah didapat subfraksi etil asetat, kemudian dilakukan pemeriksaan
pendahuluan, yang meliputi uji organoleptis yang menunjukkan bentuk sediaan
berupa bentuk kristal, berbau menyengat dan tajam, dan berwarna hijau
kehitaman. Pemeriksaan kandungan kimia subfraksi etil astat daun meniran
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan metabolik pada suatu
tanaman. Pada penelitian kandungan kimia yang terdapat didalam subfraksi etil
asetat daun meniran adalah fenolik, senyawa ini sangat berguna untuk
menentukan golongan utama dari senyawa aktif dari subfraksi etil asetat daun
meniran yang mendukung proses penyembuhan luka.
Subfraksi etil asetat yang didapat dibuat dalam bentuk sediaan setengah
padat (salep) dengan basis salep vaselin flavum karena daya penetrasinya cukup
bagus, sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi bakteri, lebih mudah
digunakan dan kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
Evaluasi salep subfraksi etil asetat daun meniran yaitu uji organoleptis.Hasil
pengamatan secara organoleptis terhadap salep fraksi etilasetat daun meniran
menunjukkan bentuk berupa sediaan setengah padat, bau yang khas, dan bewarna
kehijauan.Hasil organoleptis dari sediaan menunjukkan bahwa sediaan homogen
yang ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan. Hasil uji
pH salep menunjukkan salep konsentrasi 10% memiliki pH 5, salep tersebut
memiliki nilai pH yang baik karena sesuai dengan nilai pH kulit manusia yaitu 4,5
- 6,5 (Lampiran 9, Tabel15).
54
Setelah mendapatkan fraksi kental etil
asetat,kemudiandilakukanpemeriksaanpendahuluan, meliputi uji organoleptis
yang menunjukkanbentukberupa cairan kental, bau yang khas, dan
bewarnacoklatkehijauan.
Sebelum diberikan sediaan, hewan percobaan sebelumnya diaklimatasi
selama 1 minggu. Hewan percobaan sebanyak 27 ekor tikus dibagi menjadi 3
kelompok besar, masing-masingkelompok utama yaitu kelompok kontrol yang
diberi basis salep, kelompok pembanding yang diberi sediaan salep yang beredar
T®, dan kelompok perlakuan dengan memberi salep subfraksi etil asetat 10%
daun meniran.Kelompok terdiri dari 9 ekor. Dari 3 kelompok besar tersebut
dikelompokkan lagi berdasarkan hari pemeriksaan efek penyembuhan
luka.Pemeriksaan tersebut dilakukan pada hari ke 5, 10, dan 15 setelah tikus putih
jantan diberi luka eksisi.
Tujuan pemilihan pemeriksaan efek penyembuhan luka pada hari ke-5, hari
ke-10 dan hari ke-15 adalah untuk melihat efek kesembuhan luka eksisi pada fase
proliferasi. Fase proliferasi berlangsung pada hari ke 3- 21 setelah luka.Pada fase
ini terjadi pembentukan fibroblas.Fibroblas adalah sel-sel mesenkim yang
berbentuk serat-serat kolagen yang berperan dalam penyembuhan luka, dimana
kolagen merupakan parameter terbentuknya jaringan atau regenerasi
kulit.Kolagen ditemukan pada lapisan dermis pada kulit. Fibroblas yang terbentuk
akan bergerak menuju daerah luka dan akan memproduksi matriks kolagen dalam
jumlah besar sehingga luka terisi fibroblas dan luka menutup.
55
Dari hasil pengukuran persentase penyembuhan luka pada hari ke-5, hari ke-
10 dan hari ke-15 bahwa kelompok pembanding yang dioleskan dengan sediaan
salep T® memberikan hasil rata-rata persentase penyembuhan luka yang paling
besar dibandingkan semua kelompok, lalu diikuti oleh kelompok salep subfraksi
etil asetat 10%. Sedangkan kelompok kontrol memberikan hasil rata-rata
persentase penyembuhan luka yang paling kecil diantara semua kelompok.
Pemberian sediaan pada masing-masing kelompok secara topikal sebanyak
2 kali sehari pada pagi hari dan sore hari diberikan selama15 hari dengan tujuan
untuk melihat penyembuhan luka pada fase proliferasi. Pengukuran diameter luka
dilakukan hari ke-5,hari ke-10, dan hari ke-15 untuk menghitung persentase
penyembuhan luka. Persentase penyembuhan luka yang diamati adalah
pengukuran luas luka awal dengan pengukuran luas luka akhir pada hari ke-5,hari
ke-10,dan hari ke-15, persentase yang tinggi ditandai dengan semakin
mengecilnya ukuran luka maka penyembuhan luka semakin membaik.
56
Tabel2. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka pada Hari ke-5
KELOMPOK HP %
Penyembuhan Rata – rata
Luka Hari ke-5 ± SD
1 10 10
Kontrol 2 10.24 ± 0.282
3 10.24
1 12.88 13.69666667
Pembanding 2 13.77
± 0.782
3 14.44
1 10.8 11.43666667
Subfraksi 10% 2 11.41
± 0.650
3 12.1
Keterangan :
HP = (Hewan Percobaan)
SD = (Standar Deviasi)
Tabel 3. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka pada Hari ke-10
KELOMPOK HP
%
Penyembuhan Rata – rata
Luka Hari ke-
10 ± SD
1 21 22.19
Kontrol 2 22.14
±1.215
3 23.43
1 43.75 46.33333333
Pembanding 2 47.1
± 2.298
3 48.15 1 38.27 43.31333333
57
Subfraksi 10% 2 45.45
± 4.384
3 46.22
Tabel 4. Hasil Pengukuran Persentase Penyembuhan Luka Hari ke-15
KELOMPOK HP
%
Penyembuhan Rata – rata
Luka Hari ke-
15 ±SD
1 25.41 27.9567
Kontrol 2 25.41
±4.410
3 33.05
1 53.76 56.1133
Pembanding 2 55.55
±2.679
3 59.03 1 50.17 51.1267
Subfraksi 10% 2 50.48
±1.397
3 52.73
Keterangan :
HP = (Hewan Percobaaan)
SD = (Standar Deviasi)
58
Gambar 11. Diagram Batang Persentase Penyembuhan Luka
Keterangan :
K = Kontrol (basis salep)
P = Pembanding (salep T®)
S = Subfraksi 10%
Hasil persentase penyembuhan luka kelompok perlakuan yang dioleskan
dengan sediaan salep T®dan salep fraksi etil asetat konsentrasi 10% menunjukkan
persentasi penyembuhan luka paling baik. Hal ini dapat dilihat dari pengukuran
diameter luka selama 15 hari menunjukkan luas luka yang semakin mengecil.
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji ANOVA dua arah didapatkan
nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan dari hasil perentase penyembuhan luka berdasarkan kelompok jenis
sediaan yang diberikan dan lama pemberian sediaan uji berdasarkan
pengelompokan hari (Lampiran 13, Tabel 19).
hari ke-5 hari ke-10 hari ke-15
kontrol 24 45.31667 49.70667
pembanding 55.59667 63.33667 73.22
subfraksi 10% 54.20333 56.58 69
0
10
20
30
40
50
60
70
80
%P
enyem
bu
han
Lu
ka
Kelompok Uji y
x
59
Parameter kedua adalah waktu epitelisasi, waktu epitelisasi adalah waktu
yang dicatat dari hari pertama pengelupasan keropeng tanpa meninggalkan sisa
luka.Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 15 hari pada hewan percobaan
kelompok perlakuan sediaan salep subfraksi etil asetat 10% rata-rata waktu
epitelisasi pada hari ke-7. Kemudian diikuti kelompok pembanding rata-rata
waktu epitelisasi pada hari ke-8, dan terakhir kelompok kontrol waktu epitelisasi
pada hari ke-10.
Tabel 5. Waktu Epitelisasi
Kelompok HP Waktu Epitelisasi
Kelompok hari ke-10
Waktu
Epitelisasi
Kelompok
hari ke-15
Rata-rata
± SD
Kontrol 1 11 10 10
±0,8944 2 11 9
3 10 9
Pembanding 1 8 8 8
±0,8333 2 8 8
3 9 9
Subfraksi 10% 1 7 8 7
±0,5477 2 7 8
3 7 8
Keterangan :
HP = (Hewan Percobaan)
SD = (Standar Deviasi)
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji Anova 23.0 didapatkan
nilai signifikani sebesar 0,000 (p<0,05), artinya dapat disimpulkan terdapat atau
ada perbedaan yang signifikan antara kelompok jenis sediaan yang diberikan dan
60
lama pemberian sediaan uji bedasarkan pengelompokan hari. Dari hasil uji
lanjutan Duncan terlihat bahwa kelompok kontrol memiliki waktu epitelisasi yang
lama. Kelompok subfraksi 10% berbeda nyata dibandingkan kelompok kontrol
dan kelompok pembanding (Lampiran 14. Tabel 21).
Parameter ketiga adalah penentuan kadar hidroksiprolin yang pertama kali
dilakukan adalah menentukan panjang gelombang serapan maksimum
hidroksiprolin, pada penelitian ini didapatkan panjang gelombang maksimum 559
nm (Lampiran 10, Gambar 30). Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva kalibrasi
untuk mendapatkan persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh
darikurva kalibrasi yang menggunakan sederetan larutan standar adalah y =
0,1661 + 0,06025x, dengan koefisien korelasi (r)=0,99878 (Lampiran 11. Tabel
17).
Penetapan kadar hidroksiprolin dilakukan pada hari ke-5, hari ke-10, dan
hari ke-15 sesudah luka, karena hari hari tersebut sudah masuk fase proliferasi
dimana fase proliferasi ini terjadi pembentukan fibrolas. Fibrolas akan mensintesis
kolagen yang merupakan unsur utama matriks ekstra seluler yang berguna untuk
membentuk kekuatan jaringan parut pada luka. Jumlah kolagen dikulit dapat
diketahui dengan mengukur kadar hidroksiprolin. Dari hasil perhitungan
persentase kadar hidroksiprolin bahwa kelompok salep subfraksi 10%
memberikan hasil rata-rata persentase kadar hidrokiprolin yang paling besar
dibandingkan semua kelompok, lalu diikuti kelompok pembanding yang
dioleskan dengansalep T®memberikan hasil persentase kadar hidroksiprolin yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dioleskan dengan
61
vaselin flavum memberikan hasil rata-rata persentase kadar hidroksiprolin paling
kecil diantara semua kelompok. Berdasarkan hasil perhitungan persentase kadar
hidroksiprolin pada penelitian ini dilihat dari panjang gelombang maksimum,
penetuan persamaan regresi dan kurva kalibrasi dari beberapa larutan.
Tabel6. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-5
Kelompok
HARI KE-5
Absorban % Kadar Rata-rata
± SD
0.386 0.31 0.292
±0.085
kontrol 0.349 0.27
0.354 0.29
0.425 0.376
0.399
±0.203
pembanding 0.473 0.469
0.404 0.351
0.448 0.740 0.751
±0.196 subfraksi 10% 0.475 0.738
0.462 0.776
62
Tabel7. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-10
Kelompok
HARI KE-10
Absorban % Kadar Rata-rata
± SD
0.480 0.631 0.568
±0.037
kontrol 0.478 0.545
0.447 0.529
0.561 0.868
0.831
±0.156
pembanding 0.597 0.846
0.556 0.779
0.741 1.135 1.188
±0.018
subfraksi 10% 0.781 1.312
0.766 1.118
Keterangan :
SD = (Standar Deviasi)
Tabel 8. Hasil Perhitungan Persentase Kadar Hidroksiprolin hari ke-15
Kelompok
HARI KE-15
Absorban % Kadar Rata-rata
± SD
0.624 0.804 0.730
±0.179
kontrol 0.521 0.668
0.556 0.719
0.623 1.149
1.121
±0.067
pembanding 0.673 1.1685
0.601 1.048
0.891 1.554 1.465
±0.142
subfraksi 10% 0.836 1.398
0.872 1.444
Keterangan :
SD = (Standar Deviasi)
63
Gambar12. Diagram Batang Persentase Kadar Hidroksiprolin Dalam
Jaringan Bekas LukaKulit Tikus.
Keterangan :
x = %Kadar Hidroksiprolin
y = Waktu Uji
Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji ANOVA dua arah didapatkan
nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), artinya dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan dari hasil pemeriksaan kadar hidroksiprolin berdasarkan
kelompok jenis sediaan yang diberikan dan lama pemberian sediaan uji
berdasarkan pengelompokan hari. Dimana semakin tinggi kandungan kadar
hidroksiprolin dapat diindikasikan adanya peningkatan sintesis kolagen yang
berkorelasi dalam kecepatan proses penyembuhan luka (Lampiran 15. Tabel23).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari uji ekstrak daun meniran,
hasil berbeda dapat dipengaruhi oleh adanya senyawa flavonoid, tanin, dan
0.292
0.568 0.73
0.399
0.831
1.121
0.751
1.188
1.465
hari ke-5 hari ke-10 hari ke-15
Kelompok Uji
kontrol pembanding subfraksi 10%
x
y %
Kad
ar H
idro
ksi
pro
lin
64
saponin dalam daun meniran. Hal ini dikarenakan ekstrak daun meniran itu
sendiri mempunyai efek antiinflamasi dan analgesik. Pada uji skrining fitokimia
menunjukkan adanya flavonoid pada ekstrak etanol daun meniran berperan
sebagai antiinflamasi, dimana COX-2 dihambat selanjutnya menghambat
pembentukan prostaglandin E2 sehingga proses inflamasi berkepanjangan dapat
dicegah dan respon peradangan seperti nyeri dan bengkak dapat dihentikan (Ozaki
et al. 1989).
Luka yang lebih cepat mengering juga disebabkan karena adanya
kandungan tanin pada ekstrak daun meniran yang berfungsi sebagai astringent.
Astringent merupakan bahan pengencang yang mempunyai daya untuk
mengerutkan dan menciutkan jaringan kulit, sehingga pendarahan pada luka dapat
berhenti dengan cepat, dan luka lebih cepat mengering (Samuelsson,Gunnar.
1999).
Inflamasi merupakan tahap dari proses penyembuhan luka, dimana ketika
inflamasi berkurang atau dihambat, maka mediator nyeri, yaitu prostaglandin
tidak dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah atau tidak terjadinya
rangsangan terhadap nyeri,sehingga tahap penyembuhannya akan dipercepat
menuju proliferasi dan maturasi (remodelling). Pada steroid yang terdapat dalam
ekstrak daun piladang kemungkinan juga dapat menghambat enzim fosfolipase
sehingga asam arachidonat dan prostaglandin tidak terbentuk dengan cara
merintangi bebasnya enzim, menstabilkan membran lisosom, menghambat
65
pelepasan mediator-mediator inflamasi dan menghambat migrasi serta infiltrasi
leukosit(Aria et al., 2015).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian terdahulu.Menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Siahaan et al., 2017) bahwa pemberian gel ekstrak
daun meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat meningkatkan epitelisasi jaringan luka
pada tikus wistar jantan. Sementara (Kurhasi dan Fuji, 2015) karena melindungi
jaringan kulit dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh pemberian subfraksi etil asetat 10% daun meniran yang
lebih baik dalam proses penyembuhan luka eksisi, dengan parameter yang
diamati adalah persentase penyembuhan luka eksisi, waktu epitelisasi dan
kadar hidroksiprolin.
2. Penyembuhan luka dilihat dari 3 parameter (persentase penyembuhan luka,
waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin). Parameter persentase
penyembuhan luka yang baik terdapat pada kelompok pembanding (salep T®)
dan tidak jauh berbeda dari kelompok perlakuan, dankelompok kontrol. Dari
hasil analisa data menggunakan (ANOVA) satu arah dilanjutkan uji duncan
(SPSS 23.0) terdapat 2 parameter yang baik yaitu waktu epitelisasi dan kadar
66
hidroksiprolin dengan hasil yang signifikan (p<0,05), bahwa sediaan salep
subfraksi etil asetat daun meniran dengan konsentrasi 10% lebih efektif dalam
proses penyembuhan luka.
5.2 Saran
Dari penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat
menggunakan metoda lain seperti histopatologi untuk melihat kerapatan
serabut kolagen dari bekas luka tersebut. Disarankan jugauntuk
dapatmelanjutkan pengujian penyembuhan luka dengan mengisolasi senyawa
aktif pada tumbuhan meniran yang paling berperan dalam proses
penyembuhan luka.
67
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, N. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Piladang
(Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Secara Topikal
Penyembuhan Luka Eksisi Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Padang:
STIFI.
Arbain, D., Amri Bakhtiar, Deddi Prima Putra dan Nurainas. 2014. Tumbuhan
Obat Sumatera. Kampus Unand Limau Manis Padang: UPT Sumber
Daya Hayati Sumatera Universitas Andalas.
Aria, M., Arel, A., & Monika, 2015, Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Daun Piladang
(Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Terhadap Mencit Putih
Betina,Jurnal Scientia, 5(2): 84–91
Arifin, B., dan Sanusi Ibrahim. 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan
Flavonoid. Jurnal Zarah, 6(1), 21-29.
Aspan, R. 2010. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Monografi
Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (volume 2). Jakarta: Badan POM.
Cahaya., Herson, H., Pramono., Dwi, AR. 2017. Uji Farmakologis Ekstrak Kental
Daun Meniran (Phyllanthus niruru L.) Untuk Membantu
Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih Jantan. Jurnal
Farmamedika. 2(1): 25-31.
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia (edisi 2). Jakarta: Trubus
Agriwidya, Anggota IKAPI PT. Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia IV..
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional.
Diarini, N.N., 2014, Aktivitas Imunostimulan Kombinasi Ekstrak Etanolik Umbi
Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme(Lodd.) Blume), Herba
Meniran (Phyllanthus niruriL.), dan .) Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz. & Pav.) Terhadap Proliferasi Limfosit pada
Mencit Balb/C yang Diinduksi Vaksin Hepatitis B, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
68
FeriskaRama p. 2020. Uji pengaruh pemberian salep fraksi etil asetat daun
meniran (phyllanthus niruri l.) Terhadap gambaran histopatologi luka
eksisi tikus putih jantan selama 10 hariSkripsi. Padang: STIFI.
Gholib, Ibnu Gandjar., Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gusriyani Sri. 2019. pengaruh pemberian fraksi etil asetat ekstrak daun meniran
terhadap proses penyembuhan luka terhadap luas diameter
penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan kadar hidroksiprolin pada
tikus putih jantan. Skripsi. Padang: Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.
Hakim, K., Obydul, H. 2016.A review on ethnomedicinal, phytochemical and
pharmacological properties of Phyllanthus niruri.Journal of Medicinal
Plants Studies.4(6): 173-180.
Harborne, J., 1987. Metoda Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB.
Harmita. 2015. Analisis Fisikokimia Potensiometri & Spektroskopi. Jakarta:
Erlangga.
Hostettmann, K., & Marston, A. 1994. Search for Nem Antifungal Compounds
from Higher Plants. Pure and Appl, 232-234.
Karakata, S. dan Bachsinar B.1995. Bedah Minor. Jakarta: Hipokrates.
Kardinan A dan Rahman F. (2004). Meniran menambah daya tahab tubuh alami,
Jakarta; Agromedia Pustaka.
Kartika. R. W. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. Jakarta:RS
Gading Pluit. DK-230/ vol. 42 no. 7, th. 2015.
Kaur, Navneet, Baljinder Kaur and Geetika Sirhindi. 2017. Phytochemistry and
Pharmacology of Phyllanthus niruri L. Review Phytotherapy
Research. DOI:10.1002.
Kusmiati., Rachmawati, F., Siregar, S.,Nuswantara, S., Malik, A. 2006. Produksi
Beta 1-3 Glukan dari Agrobakterium dan Aktifitas Penyembuhan
Luka Terbuka Pada tikus Putih.Makara Sains. 1(10): 24-29.
Lestari, I. A. S., 2015. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Tanaman
Meniran (Phyllanthus niruri L.). Medan: Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Lestari, I. A. S., 2015. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Tanaman
Meniran (Phyllanthus niruri L.). Medan: Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Maharani, A. 2015.Penyakit Kulit, Perawatan, Pencegahan dan
69
Pengobatan.Pustaka Baru Press.Yogyakarta.
Nagori BD, Solanki, R. Role of medicinal plants in wound healing. Research
Journal of Medicinal Plant. 2011;5(4):392-405.
Nasution, N. 2015. Uji aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia
esculenta (L.) Schoot var. antiquorum) terhadap Penyembuhan Luka
terbuka pada Tikus Putih (rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague
Dawley. UIN Syarif Hidayatullah.
Ozaki, Y., Sekita, S., Soedigdo, S., Harada, M., 1989, Antiinflammatory effect of Graptophyllum pictum (L.) Griff., Chem Pharm. Bul.l (Tokyo), 37
(10), 2799-802.
Poole, C., & Salwa, K.1991. Chromatography Today. Amsterdam: Elsevier
Scien62ce Publisher.
Pramudiarja, A.N Uyung. Penyebab Luka Penderita Diabetes Susah Sembuh.
Artikel Detik Health. 2010. 21.
Priyandari Y, Maulidah SAT. Getah Pohon Jarak (Jatropha Curcas) Topical
Mempercepat Lama Penyembuhan Luka Eksisi Mencit (Effect Of
Jarak Tree Topical Increase Wound Healing Excision Period Of
Mice). Journals Ners Community. 2015;6(2).
Rut, T.G. 2019. Pengaruh Pemberian Salep Fraksi Etil Asetat DaunMeniran
(Phyllanythus niruri L.) Terhadap Gambaran Histopatologi Luka
Eksisi Tikus Putih Jantan Selama 20 Hari. Skripsi. Padang: STIFI.
Samuelsson, Gunnar, 1999, Drug Of Natural Origin A Teexbook Of
Pharmacognosy, Swedish Pharmacetical Press, Sweden.
Shila, G & Natasa, S. B. 2008. Wound Healing Properties of Carica Pepaya
Laetex: In Vivo Evaluation in Mice Burn Model. Journal of
Ethnopharmacology 121,338-341.
Singer, A.J & Dagum, A.B. 2008.Current Management of Acute Cutaneous
Wounds. N Eng I Med, 359(10): 1037-46.
Soni H, Singhai AK. A recent update of botanicals for wound healing activity. Int
Res J Pharm. 2012;3:1-6.
Thakur, R., Jhain, N., Phatak, R., and Shandu, S. S.2011. Practices in Wound
Healing Studies Plants.India: Jurnal Hindawi Publishing Corporation.
Theoret C. 2017. Chapter 1 Physiology of wound healing in Equine Wound
Management. 3thEd. John Wiley and Sons Inc.
70
Wahyuni, S. 2016. Pengaruh Pemberian Salep Fitoplankton Chlorella Vulgaris
Terhadap Penyembuhan Luka Sayat (Incisi) Pada Mencit (Mus
Musculus Albinus). Skripsi. Makasar: Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
Wilbraham, A. C., & Matta, M. S. 1984. Introduction to Organic and Biological
Chemistry. Menlo Park, Calif.: Benjamin/Cummings Pub. Co.
Yufri Aldi, 2013. Uji Aktifitas Beberapa Subfraksi Etil Asetat Dari Herba
Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) Terhadap Reaksi Hipersensitivitas
Kutan Aktif.Unand:Padang.
Zulfa, E., Nurkhasanah dan L.H. Nurani. 2014. Aktivitas antioksidan kea J.Ilmu
Farmasi.Vol.2(1) pp:7-14.
71
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
Gambar 13. Gambar Meniran
1
3
2
Gambar 14. Gambar Seperangkat Alat Rotary Evaporator
Keterangan :
1. Kondensor
2. Labupelarut
3. Labu rotary
72
Lampiran 1. (lanjutan)
2
1
Gambar 15. Gambar Seperangkat Alat Spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu)
Keterangan
1. Tempat Kuvet
2. Monitor
Gambar 16. Fraksi Etil Asetat Daun Meniran (Phyllanthus niruri L.)
73
Lampiran 1. (lanjutan)
(a) (b) (c)
Gambar 17. (a)sediaan salep subfraksi etil asetat 10%,(b)sediaan basis salep
kontrol,(c)sediaan pembanding (Salep T®).
Gambar 18. pH Salep konsentrasi subfraksi etil asetat daun meniran 10%.
Gambar 19. Subfraksi3 Etil Asetat
74
Lampiran 1. (lanjutan)
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 20. Plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Keterangan :a) eluen n-heksan:etil asetat(2:1)=ekstrak:fr.heksan:fr.etil,tinggi
plat=5,5cm,panjang lintasan=5cm,tampak noda=sinar UV 254
nm.
b) eluen n-heksan:etil asetat(2:1)=fr.heksan:fr.etil:sub
no.20:I:II,tinggi plat=5,5cm,panjang lintasan=5cm,tampak
noda=sinar UV 254 nm.
c) eluen n-heksan:etil asetat(2:1)=subfraksi etil asetat no.01-19,
tinggi plat=5,5cm, panjang lintasan=5cm, tampak noda=sinar
UV 254 nm.
d) eluen n-heksan:etil asetat(3:7)=ekstrak:fr.heksan:fr.etil, tinggi
plat 5,5cm, panjang lintasan=5cm, tampak noda=sinar UV 254
nm.
75
(e) eluen n-heksan:etil asetat(3:7)=subfraksi etil asetat no.20-30,
tinggi plat=5,5cm, panjang lintasan=5cm, tampak noda=sinar
UV 254 nm.
Lampiran 1. (Lanjutan)
Gambar 21. Kromatografi Kolom
76
Lampiran 2. Identifiikasi Sampel
Gambar 22. Surat Identifikasi Tumbuhan
77
Lampiran 3. Ethical Clearance
Gambar 23. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
78
Lampiran 4. Ekstraksi, Fraksi,dan Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
Gambar 24. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol Kental Daun Meniran
(Phyllanthus niruri L.)
Sampel meniran (Phyllanthus niruri L.)
Serbuk daun meniran
Filtrat 1 Ampas
Gabungan semua filtrat
Ampas
Ekstrak etanol
kental
Dibersihkan dan dirajang halus
sebanyak 5 kg
Dikeringkan dan diserbukkan
Dimaserasi dengan etanol 70%
selama 24 jam
Dimaserasi kembali
dengan etanol 70%
selama 2X24 jam
Lakukan hingga
diperoleh filtrat terakhir
yang sudah berwarna
agak pucat
Rotary Evaporator
Filtrat 2
79
Lampiran 4.(Lanjutan)
Gambar 25. Skema Kerja Pembuatan Subfraksi Etil AsetatDaun Meniran
(Phyllanthus niruri L.)
Ekstrak kental
Terbentuk 2 lapisan
Fraksi n-heksana Fraksi air
Fraksi etil asetat Fraksi air
Encerkan dengan aquadest (1:5)
Fraksinasi dengan pelarut n-heksana (2:1)
secara berulang hingga diperoleh fraksi n-
heksana yang tidak berwarna lagi
Pisahkan
Fraksinasi dengan etil asetat
(2:1) secara berulang, hingga
diperoleh fraksi etil yang
tidak berwarna lagi
Rotary
Evaporator
Subfraksi
Fraksi etil asetat
kental Evaluasi
Pemeriksaan
kandungan
kimia
Pembuatan
salep
masukan ke kromatografi kolom,
menggunakan pelarut Heksan :
Etil Asetat (2:1) sebagai fase
gerak, dan silica gel sebagai fase
diam, tampung hasi kromatografi
menggunakan vial 100 ml
80
Lampiran 4. (Lanjutan)
Gambar 26. Skema KerjaPemeriksaan Uji Fitokimia Subfraksi Daun
Meniran(Phyllanthus niruri L.)
Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran (Phillanthus niruri L.)
Pemeriksaan
Flavonoid
Pereaksi :
Lapisan air +
Mg dan
HCL(p)
Timbulnya
warna
orange
+
Pemeriksaan
Fenolat
Pemeriksaan
Saponin
Pemeriksaan
Steroid/Terpenoid
Pemeriksaan
Alkaloid
Pereaksi :
Lapisan air +
FeCl3
Timbulnya
warna biru
+
Pereaksi :
Lapisan air +
dikocok kuat
Terbentuknya
busa
permanen
(±15 menit)
Pereaksi :
Lapisan
kloroform+norit
, as.asetat
anhidrat,
H2SO4(p)
Steroid warna
biru-hijau
- -
Pereaksi :
Lapisan
kloroform+klor
oform
ammonia,H2SO4
2 N,Mayer
Pereaksi :
Adanya kabut
putih hingga
gumpalan putih
-
81
Pembuatan Luka
Sayat
Pemberian sediaan pada masing-masing kelompok secara
topikal dengan 2x pengolesan dalam sehari yai tu pagi dan
sore pada kelompok hari ke-5, ke-10, dan hari ke-15
Pengukuran Parameter Uji:
% Luas penyembuhan luka
Waktu epitelisasi
Kadar hidroksiprolin
Analisa Data
Lampiran 5. Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap Penyembuhan Luka
Gambar 27. Skema Kerja Pengaruh Pemberian Sediaan Terhadap
Penyembuhan Luka.
Tikus Putih jantan
Kelompok I
(kontrol) diberikan
basis salep vaselin
Kelompok III
(perlakuan) diberikan
salep subfraksi etil
asetat daun meniran
10%
Kelompok II
(pembanding) diberikan
sediaan salep yang
beredar yaitu tekasol
Aklimatisasi
selama 7 hari
Dicukur bulu pada punggung tikus
Bersihkan dengan kapas yang
diberi alcohol 70%
Anastesi dengan eter
Lukai dengan diameter ±2 dan
kedalaman ±1 mm
Tikus dibagi 3 kelompok
82
Lampiran 6.Penentuan Panjang Gelombang SerapanMaksimum Hidroksiprolin.
Gambar 28. SkemaKerjaPenentuan Panjang Gelombang SerapanMaksimum
Hidroksiprolin.
Hidroksiprolin
Diinkubasi pada suhu 80˚C selama 5 menit
Larutan inkubasi
Ukur masing-masing panjang gelombang pada kelima
konsentrasi untuk pembuatan kurva kalibrasi, panjang
gelombang maksimum diambil pada konsentrasi 6 ppm
Larutan induk 500 ppm
2 ppm 10 ppm 8 ppm 6 ppm 4 ppm
Didapatkan panjang
gelombang maksimum 559 nm
Timbang 50 mg hidroksiprolin
masukkan dalam labu ukur 100
ml larutkan dengan aquabidest
Dilakukan pengenceran
menjadi 5 konsentrasi
ad aquabidest hingga 1 ml masukkan
kedalam labu ukur 10 ml ditambah 1 ml
CuSO4 0,01 N, 1ml NaOH 2,5 N dan 1
ml H2O2 6%
Dinginkan, tambahkan 4 ml
H2SO4 3 N dan 4-
dimetilaminobenzaldehid 5%
Inkubasi kembali pada suhu 70 ˚C
selama 16 menit.
Dinginkan pada suhu 20 ˚C
83
Lampiran 7.Penentuan Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan Bekas
LukaKulit Tikus.
1 ml NaOH 2,5
Gambar 29. Skema KerjaPenentuan Kadar Hidroksiprolin Dalam Jaringan
Bekas LukaKulit Tikus.
Sampel netral
Diinkubasi pada suhu 80˚C selama 5 menit
Ukur serapannya dengan
Spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 559 nm
Kulit tikus bekas luka
Biopsi pada hari ke-5
Keringkan pada subu 60˚C selama
12 jam
Hidrolisa dengan HCL 6N selama
24 jam pada suhu 110˚C
Dipipet 200 μl ad aquadest hingga 1 ml,
diencerkan dengan 1 ml CuSO4 0,01 N
ml NaOH 2,5N dan 1 ml H2O2 6%
Dinginkan, tambahkan 4 ml
H2SO4 3 N dan 2 ml 4-
dimetilaminobenzaldehid 5%
Inkubasi kembali pada suhu 70 ˚C selama 16 menit.
Dinginkan pada suhu 20˚C
84
Lampiran 8. Hasil Karakterisasi Fraksi dan Subfraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Tabel9. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Organoleptis Hasil Pengamatan
Bentuk Cairan Kental/Setengah Padat
Warna Hijau Kehitaman
Bau Khas
Tabel10. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Subfraksi Etil Asetat Daun
Meniran
Organoleptis Hasil pengamatan
Bentuk Kristal
Warna Hijau Tua
Bau Menyengat dan Tajam
Tabel 11. Hasil Penentuan Rendemen Fraksi Etil Asetat Daun Meniran
Berat Ekstrak Etanol
Daun Meniran
Berat Fraksi Etil Asetat
Daun Meniran
% Rendemen
505,257 gr 87,545 gr 17,32 %
% Rendemen =
x 100%
=
x 100%
= 17,32 %
Tabel 12. Hasil Penentuan Rendemen Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
Berat Fraksi Kental Daun
Meniran
Berat Subfraksi Daun
Meniran
% Rendemen
87,54 g 2,75 g 3,141 %
85
= 3,141 %
Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Uji Fitokimia Subfraksi Etil Asetat Daun
Meniran
No Kandungan
Kimia
Pereaksi Hasil
Pengamatan
Kesimpulan
1. Flavonoid Lapisan air + Mg dan
HCl (p)
Merah muda +
2. Fenolik Lapisan air + FeCl3 Biru +
3. Saponin Lapisan air dikocok
kuat
Tidak terbetuk
busa
-
4. Terpenoid/Steroid Lapisan kloroform +
norit, as.
Asetatanhidrat,
H2SO4 pekat
Tidak terbentuk
warna
merah/biru
-/-
5. Alkaloid Lapisan kloroform +
kloroform amoniak ,
H2SO4 2N, mayer
Tidak terdapat
kabut/gumpalan
putih
-
Keterangan : + = Terjadi Reaksi
- = Tidak Terjadi Reaksi
Lampiran 9.Evaluasi Salep Subfraksi Daun Meniran
Tabel14. Hasil Pengamatan Secara Organoleptis Salep Subfraksi 10% Daun
Meniran
Organoleptis Hasil Pengamatan
K0 K1 (10%)
Bentuk Semisolid Semisolid
Warna Kuning Hijau pekat
Bau Khas vaselin Khas meniran
Keterangan :
K0 = Sediaan Basis Salep
K1= Perlakuan Subfraksi 10%
86
Tabel 15. pH Salep Subfraksi Etil Asetat Daun Meniran
No Formula pH
1. K1 (10%) 5
Keterangan :
K1 = Perlakuan Subfraksi 10%
Contoh perhitungan persentase penyembuhan luka :
% Luas Penyembuhan Luka = ( Luas luka awal- Luas luka akhir ) X 100%
Luas luka awal
Kontrol HP 1
Diameter luka awal = 2,5cm
Diameter luka akhir = 1,8cm
Jari-jari (r) awal
Jari-jari (r) =
r =
= 1,25 cm
Jari-jari (r) akhir
Jari-jari (r) =
r =
= 1,9 cm
π = 3,14
Luas luka awal :
L = π x r²
L = 3,14 x (1,25) 2cm
L = 4,906 cm²
87
Luas luka akhir :
L = π x r²
L = 3,14 x (0,9) 2 cm
L = 2,543 cm²
% Luas Penyembuhan Luka
% Luas Penyembuhan Luka =
= –
= 48,16%
Lampiran10. Hasil Pengkuran Panjang Gelombang Maksimum
Hidroksiprolin.
Gambar 30.Spektrum Kurva Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Hidroksiprolin Pada Konsentrasi 3 ppm Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
88
Tabel 16. Hasil Pengukuran Absorban Larutan Standar Hidroksiprolin
pada = 559 nm
No Konsentrasi
( g/mL) Absorban
1 2 0.29
2 4 0.406
3 6 0.53
4 8 0.633
5 10 0.779
Lampiran 10. (Lanjutan)
Gambar 31. Kurva Kalibrasi Larutan Hidroksiprolin pada = 559 nm
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 2 4 6 8 10 12
abso
rban
konsentrasi µg/mL
Kurva Kalibrasi y
x
89
Lampiran 11. PersamaanRegresi Larutan Standar Hidroksiprolin
Tabel 17 . Perhitungan Persamaan Regresi Larutan Standar Hidroksiprolin
Pada = 559 nm
No X Y X2 Y
2 X.Y
1
2
3
4
5
2
4
6
8
10
0,29
0,406
0,53
0,633
0,779
4
16
36
64
100
0,0841
0,164836
0,2809
0,400689
0,606841
0,58
1,624
3,18
5,064
7,79
∑X = 30 ∑Y = 2,638 ∑X2 = 220 ∑ Y
2 =
1,537366
∑ X.Y =
18,238
Keterangan :
x = Konsentrasi Hidroksiprolin g/mL
y = Serapanpada = 559 nm.
Persamaan Regresi : y = a + bx
a. Koefisien Korelasi (r)
r =
√ ( ) ( ) ( ( ) )
= 5(18.238) – (30) (2,638)
√ ) ( ) ( )( ) ( ) )
= 91,2 – 79,14
√ ( )( )
= 12,06
√( )( )
= 12,06
√
90
= 12,06
12,197
= 0,99878
b. KoefisienRegresi
b = n ∑ xy - ∑ x ∑ y
n ∑ x2 – (∑x)
2
= 5 (18,24) – (30) (2,638)
5(220)–(30)2
= 91,2 – 79,14
1100– 900
= 12,06
200
= 0,06025
a = ∑y – b ∑ x
n
= 2,638 – (0,06025) (30)
5
= 2,638 – 1,8075
5
= 0,8305
5
= 0,1661
Jadi, persamaan regresi yang didapat adalah y = 0,1661 + 0,06025x
91
Contoh Perhitungan Kadar Hidroksiprolin
Rumus Perhitungan % Kadar Hidroksiprolin :
x volume sampel seluruhnya x X
Berat Jaringan Awal
Kontrol HP 1
Volume sampel netral = 4 ml = 4000 µL
Volume sampel yang dipipet = 200 µL
Volume sampel seluruhnya = 10 ml
Berat jaringan awal = 0,1650 g
Absorban dari HP1 = 0,653
Persamaan regresi = 0,1661 + 0,06025x
y = a + bx
x=
=
= 8,0813 µg/ml= 8,0813 x 10
-6g/ml
% Kadar Hidroksiprolin
Lampiran 12. Data Mentah (Sampel Jaringan Bekas Luka Kulit Tikus)
Tabel 18. Absorban pada hari ke-5, hari ke-10, dan hari ke-15.
No Kelompok HP Absorban
Hari ke-5
Absorban
Hari ke-10
Absorban
Hari ke-15
1 Kontrol 1 0,386 0,480 0,624
2 2 0,349 0,478 0,521
3 3 0,354 0,447 0,556
4 Pembanding 1 0,425 0,561 0,623
5 2 0,473 0,597 0,673
6 3 0,404 0,556 0,601
7 Subfraksi 10% 1 0,670 0,741 0,891
8 2 0,653 0,781 0,836
9 3 0,693 0,766 0,872
Keterangan : HP= (Hewan Percobaan)
x 100%
92
Lampiran 13.Perhitungan Statistic PersentasePenyembuhan Luka
Tabel19. Hasil Perhitungan Persentase Penyembuhan Luka Analisa Varian
(ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00
Descriptive Statistics
Dependent Variable: persentasepenyembuhanluka
Kelompoksalep kelompokhari Mean Std. Deviation N
kontrol Hari ke-5 10.0767 .28290 3
Hari ke-10 22.1900 1.21577 3
Hari ke-15 27.9567 4.41096 3
Total 20.0744 8.22884 9
pembanding Hari ke-5 13.6967 .78258 3
Hari ke-10 43.0733 5.44662 3
Hari ke-15 56.1133 2.67978 3
Total 37.6278 19.06280 9
subfraksi 10% Hari ke-5 11.4367 .65041 3
Hari ke-10 41.5900 4.13373 3
Hari ke-15 51.1267 1.39715 3
Total 34.7178 18.07759 9
Total Hari ke-5 11.7367 1.66930 9
Hari ke-10 35.6178 10.67202 9
Hari ke-15 45.0656 13.28389 9
Total 30.8067 17.16019 27
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: penyembuhanluka
F df1 df2 Sig.
1.740 8 18 .157
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + hari + salep + hari * salep
93
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: persentasepenyembuhanluka
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 7500.398a 8 937.550 108.267 .000
Intercept 25624.369 1 25624.369 2959.058 .000
salep 1593.044 2 796.522 91.981 .000
hari 5311.148 2 2655.574 306.661 .000
salep * hari 596.205 4 149.051 17.212 .000
Error 155.873 18 8.660
Total 33280.640 27
Corrected Total 7656.271 26
a. R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .971)
Lampiran 13. (Lanjutan)
Tabel20. Hasil Uji Lanjut Duncan Persentase Penyembuhan Luka
Persentasepenyembuhanluka
Kelompoksalep N
Subset
1 2
Duncana,b kontrol 9 20.0744
subfraksi 10% 9 34.7178
pembanding 9 37.6278
Sig. 1.000 .050
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8.660.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = ,05.
94
Persentasepenyembuhanluka
kelompokhari N
Subset
1 2 3
Duncana,b
Hari ke- 5 9 11.7367
Hari ke-10 9 35.6178
Hari ke-15 9 45.0656
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8.660.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = ,05.
Lampiran 14. Waktu Epitelisasi
(a) (b) (c) (d)
Gambar 32.Kelompok kontrol (a) hari ke-1(b)hari ke-5, (c) hari ke-10, (d)
hari ke-15.
95
Lampiran 14. (Lanjutan)
(a) (b) (c) (d)
Gambar 33.Kelompok pembanding salep T® (a) hari ke-1(b) hari ke-5, (c)
hari ke-10, (d) hari ke-15.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 34. Kelompok perlakuan subfraksi 10% (a) hari ke-1(b) hari ke-5,
(c)hari ke-10, (d) hari ke-15.
96
Lampiran14. (Lanjutan)
Tabel21.Hasil Perhitungan Stastistik Waktu Epitelisasi Analisa Varian
(ANOVA) Satu Arah dengan SPSS 23.00
Descriptives
Waktuepitelisasi
N Mean
Std.
Deviati
on Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Mini
mum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol 6 10.00 .894 .365 9.06 10.94 9 11
pembanding 6 8.33 .516 .211 7.79 8.88 8 9
subfraksi 10% 6 7.50 .548 .224 6.93 8.07 7 8
Total 18 8.61 1.243 .293 7.99 9.23 7 11
Test of Homogeneity of Variances
Waktuepitelisasi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.812 2 15 .462
ANOVA
Waktuepitelisasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.444 2 9.722 21.341 .000
Within Groups 6.833 15 .456
Total 26.278 17
97
Tabel22. Hasil Uji lanjut Duncan Waktu Epitelisasi
Waktuepitelisasi
Kelompoksalep N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Duncana subfraksi 10% 6 7.50
pembanding 6 8.33
kontrol 6 10.00
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Lampiran 15. Perhitungan Statistic Persentase Kadar Hidroksiprolin
Tabel 23. Hasil Perhitungan Statistik Kadar Hidroksiprolin Analisa Varian
(Anova) Dua Arah Spss 23.00
Descriptive Statistics
Dependent Variable: kadarhidroksiprolin
Kelompoksalep Kelompokhari Mean Std. Deviation N
kontrol Hari ke-5 .2920 .01800 3
Hari ke-10 .5683 .05486 3
Hari ke-15 .7303 .06870 3
Total .5302 .19712 9
pembanding Hari ke-5 .3987 .06218 3
harike 10 .8310 .04636 3
harike 15 1.1218 .06468 3
Total .7838 .31915 9
subfraksi 10% Hari ke-5 .7513 .02139 3
Hari ke-10 1.1883 .10744 3
Hari ke-15 1.4653 .08016 3
Total 1.1350 .31905 9
Total Hari ke-5 .4807 .21096 9
Hari ke-10 .8626 .27715 9
Hari ke-15 1.1058 .32445 9
Total .8164 .37212 27
98
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: kadarhidroksiprolin
F df1 df2 Sig.
2.176 8 18 .081
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + salep + hari + salep * hari
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: kadarhidroksiprolin
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.527a 8 .441 108.179 .000
Intercept 17.994 1 17.994 4415.301 .000
salep 1.660 2 .830 203.689 .000
hari 1.788 2 .894 219.318 .000
salep * hari .079 4 .020 4.854 .008
Error .073 18 .004
Total 21.594 27
Corrected Total 3.600 26
a. R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .971)
Tabel24. Hasil Uji lanjut Duncan Kadar Hidroksiprolin
Kadarhidroksiprolin
Kelompokhari N
Subset
1 2 3
Duncana,b Hari ke-5 9 .4807
Hari ke-10 9 .8626
Hari ke-15 9 1.1058
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .004.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = ,05.
99
Kadarhidroksiprolin
Kelompoksalep N
Subset
1 2 3
Duncana,b kontrol 9 .5302
pembanding 9 .7838
subfraksi 10% 9 1.1350
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .004.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
b. Alpha = ,05.
1
Top Related