PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN SOSIAL GURU BAHASA INDONESIA TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA
INDONESIA DI KELAS VIII SMP NEGERI 31 MAKASSAR
OLEH
ROSMAWATI 04.07.824.2012
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
ABSTRAK ROSMAWATI, 2014. Pengaruh Kompetensi Kepribadian dan Sosial Guru Bahasa Indonesia terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia di Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar (Dibimbing oleh M. Ide Said DM dan Irwan Akib).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh kompetensi kepribadian guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar, dan (2) mengetahui pengaruh kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan angket tentang kompetensi kepribadian guru, dan kompetensi sosial guru, serta dokumen dari nilai hasil belajar siswa yang diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar yang berjumlah 230 orang, sedangkan sampel yang diambil sebanyak 70 orang melalui rumus Slovin. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan kompetensi kepribadian guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar dengan nilai t hitung dan (1,673 >1,995 ) nilai P = (0,050 > ,0,012) ߙ dan (2) terdapat pengaruh positif dan signifikan kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar dengan nilai t hitung (2,466 > 1,995) dan nilai P =( 0,016 < 0,05). Kata kunci: Kompetensi kepribadian guru, kompetensi sosial guru, hasil
belajar siswa.
ABSTRACT
Rosmawati, 2014, The Influence of Personality and Social Competence of Indonesian Teachers towards the Indonesian Learning Outcomes in the eighth Grade of Junior High School 31 Makassar, (guided by H. M Ide Said DM, and Irwan Akib)
This study aims (1) to determine the effect of personal competence of teachers on learning outcomes of Indonesian language in the eighth grade of Junior High School 31 Makassar, and (2) to determine the effect of the social competence of teachers on learning outcomes in the eighth grade of Indonesian Junior High School 31 Makassar.
Data analysis techniques in this study using a questionnaire about teachers' personal competence and social competence, as well as documents from the value of student learning outcomes were processed using multiple linear regressive analysis.
The population of this research is the eighth grade students of SMP Negeri 31 Makassar, amounting to 230 people, while the sample taken 70 people through Slovin formula.
The analysis showed that: (1) there is a positive and significant impact on the teachers' personal competence on learning outcomes of Indonesian language in eighth grade of junior high school 31, Makassar by t-test value of 2.593 and P = 0.012, and (2) there is a positive and significant impact of teacher's social competence on learning outcomes of Indonesian language at eighth gra^lrTjunior High School 31, Makassar by t-test value of 2.466 and P = 0.016.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah swt. atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari berbagai kendala dan
hambatan, tetapi berkat rahmat Allah swt. segala sesuatu dapat diatasi
dengan baik. Semuanya tidak terlepas dari bantuan yang sangat berharga
dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan rasa syukur, terima kasih serta penghargaan yang
tak terhingga kepada semua pihak yang telah membimbing dan
membantu penulis.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said DM., M.Pd., Direktur Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar sekaligus
pembimbing I.
Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar sekaligus pembimbing II, Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum.,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia atas segala arahan
dan bimbingan yang diberikan sejak masa perkuliahan sampai pada
proses penyelesaian tesis ini.
Terima kasih kepada seluruh keluarga dan kerabat yang telah
membantu, khususnya kepada kedua orang tua tercinta, kepada saudara-
saudara penulis yang tidak hentinya memberi motivasi dan mendukung
penulis selama menempuh pendidikan. Kawan-kawan seperjuangan,
mahasiswa S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia Angkatan 2012 atas kerja
sama dan perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa meskipun tesis ini telah dibuat dengan
usaha yang maksimal, masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran untuk penyempurnaan tesis ini senantiasa penulis harapkan.
Penulis mengharapkan tesis yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia. Amin.
Makassar, Oktober 2014
Penulis,
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii
ABSTRAK ......................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................... 15
A. Tinjauan Pustaka .................................................................... 15
1. Pengertian tentang Kompetensi Kepribadian, Sosial, dan Profesional Guru .............................................................. 16
2. Fungsi-Fungsi Kompetensi Kepribadian, Sosial, dan Profesional Guru ............................................................... 44
3. Pengelolaan Kelas ............................................................ 51
4. Ruang Lingkup Kompetensi Kepribadian dan Sosial Guru 52
B. Kerangka Pikir ........................................................................ 59
C. Hipotesis ................................................................................ 60
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 62
A. Variabel dan Desain Penelitian .............................................. 62
1. Variabel Penelitian ............................................................ 62
2. Desain Penelitian .............................................................. 62
B. Definisi Operasional Variabel ................................................. 63
C. Populasi dan Sampel ............................................................. 64
1. Populasi ............................................................................ 64
2. Sampel .............................................................................. 64
D. Instrumen Penelitian ............................................................... 65
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 66
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 68
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 68
1. Deskripsi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar ................................................. 68
2. Deskripsi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ............ 68
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian dan Indikatornya ......... 72
1. Deskripsi Variabel Kompetensi Kepribadian Guru ............ 73
2. Deskripsi Variabel Kompetensi Sosial Guru ..................... 76
3. Analisis Regresi Berganda ................................................ 78
C. Pembahasan .......................................................................... 81
1. Pengaruh Kompetensi Kepribadian Guru terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa ....................................... 81
2. Pengaruh Kompetensi Sosial Guru terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa ................................................... 83
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 87
A. Simpulan ................................................................................ 87
B. Saran ...................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 89
LAMPIRAN ........................................................................................ 90 RIWAYAT HIDUP
NILAI HASIL BELAJAR SISWA
No Nis JK Nilai 1 012910 L 82 2 012913 L 74 3 012922 L 94 4 012923 L 89 5 012925 L 90 6 012928 P 96 7 012931 P 84 8 012933 P 88 9 012935 P 82
10 012938 P 87 11 012927 L 76 12 012948 L 91 13 012950 L 88 14 012952 L 78 15 012954 L 84 16 0121128 P 83 17 01121139 P 85 18 012964 P 93 19 012965 P 89 20 012970 P 82 21 012960 L 76 22 01287 L 84 23 012990 L 74 24 012991 L 81 25 012993 L 77 26 012974 P 89 27 012976 P 85 28 012977 P 85
No Nis JK Nilai 29 0121003 P 84 30 012962 L 87 31 0121000 L 78 32 0121001 L 80 33 0121019 L 80 34 0121021 L 80 35 0121022 L 75 36 0121010 P 84 37 0121911 P 85 38 0121014 P 95 39 0121015 P 84 40 0121043 P 82 41 0121029 L 78 42 0121031 L 80 43 0121035 L 79 44 0121059 L 76 45 0121044 P 83 46 0121045 P 80 47 0121046 P 82 48 0121054 P 84 49 0121074 P 82 50 01211144 P 84 51 0121066 L 76 52 0121068 L 77 53 0121073 L 76 54 0121077 P 80 55 0121079 P 89 56 0121083 P 82 57 0121083 P 82 58 0121089 P 88
No Nis JK Nilai 59 0121113 P 79 60 0131381 P 79 61 0121093 P 75 62 0121100 L 77 63 0121101 L 80 64 0121102 L 79 65 0121116 P 79 66 0121118 P 80 67 0121119 P 81 68 01211120 P 84 69 0121122 P 83 70 0121123 P 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi
adalah era baru setelah era orde baru. Era reformasi ditandai dengan
pelaksanaan hak asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-hak
manusia dihargai dan dijunjung tinggi dengan memperhatikan hak-hak
orang lain. Namun hal ini disalah-artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak
seseorang diminta untuk dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa
memperhatikan hak-hak orang lain serta norma dan aturan yang berlaku.
Akibatnya, banyak terjadi masalah-masalah sosial di masyarakat. Sebagai
contoh adalah adanya tindak kekerasan yang terjadi di mana-mana,
tawuran antar-pelajar, kurangnya rasa hormat dan sopan santun kepada
orang yang lebih tua dan lain-lain.
Predikat guru pada zaman lampau merupakan predikat yang sangat
terhormat, baik di tengah-tengah masyarakat pendidikan maupun
masyarakat umum. Karena guru adalah gudangnya ilmu, figur kebajikan,
suri teladan, masagi dalam segala hal, dan pantas untuk ditiru. Seiring
dengan perubahan zaman, predikat guru kian lama kian memudar. Kata
“guru” terdengar tawar dan punya konotasi miskin. Kini guru bukan lagi
“ratu”, akan tetapi manusia biasa seperti pada umumnya manusia. Karena
guru seperti halnya manusia lain yang tidak luput dari kesalahan,
kekurangan, kelemahan yang manusiawi. “Guru juga manusia” dan itulah
1
2
sebuah apologi yang senantiasa diungkapkan oleh guru manakala
terancam kredibilitasnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah tidak bisa
seperti guru dahulu? Puaskah jika selamanya mengharapkan
pemakluman dari masyarakat tentang lemahnya sebagai manusia?
Kenapa guru bisa? (Syarbini, 2012: 31-32).
Purwanto (1990: 2) mengemukakan bahwa persoalan guru di
Indonesia adalah masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang
terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan penyebarannya
yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa
daerah. Semua persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya
beberapa sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.
Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah
ketidakmampuan sumber daya manusia untuk cepat melakukan
penyesuaian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masalah pendidikan senantiasa muncul karena adanya tuntutan agar
institusi pendidikan termasuk guru menyesuaikan dengan segala
perkembangan yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya, dikatakan pula
oleh Bafadal (2003: 20) bahwa idealnya guru yang didambakan adalah
guru yang memiliki kemampuan mewujudkan kinerja yang dapat
mengimplementasikan fungsi dan peranannya secara optimal melalui
keunggulan dalam mengajar, hubungan dengan siswa, hubungan sesama
guru, pihak lain, sikap, dan keterampilan profesionalnya yang dapat
terwujud apabila didukung kompetensi intelektual, sosial pribadi, moral,
spiritual, dan fisik.
3
Nurdin dalam (Getteng, 2011: 2) mengatakan bahwa guru sebagai
salah satu komponen dalam kegiatan pembelajaran (KBM) memiliki
kompetensi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena
fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran. Kedudukan guru dalam kegiatan
pembelajaran juga sangat strategis dan menentukan. Pendidikan guru
strategis karena guru yang memiliki dan memilih bahan pelajaran yang
akan diajarkan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan tugas guru ialah kinerja dalam merancang,
melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran.
Guru harus memiliki standar kompetensi, sehingga dalam mengajar
melakukan pengembangan silabus yang menjadi persiapan pengajaran
yang implementatif dengan kemampuan komprehensip yang dapat
menghantarkan guru menjadi tenaga profesional, sehingga mewujudkan
mutu yang berkualitas (Majid, 2011:4).
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi peserta didik guru sering
dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh
karena itu, guru seyogyanya memiliki perilaku yang kompetensi yang
memadai untuk mengembangkan peserta didik secara utuh. Untuk
melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang
dimilikinya, guru perlu menguasai berbagai hal terutama kompetensi
kepribadian, sosial, dan profesional.
4
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti
kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan
kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu
bidang tertentu. Menurut Nana Syaodih (2005) kompetensi adalah
performan yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas
menuju kondisi yang diinginkan.
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan
kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Indonesia dalam
menjalankan profesinya di masyarakat baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota masyarakat, kompetensi profesional menyiratkan adanya
suatu keharusan memiliki kompetensi agar profesi itu berfungsi dengan
sebaik-baiknya.
Terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai
seseorang, baik siswa atau guru dalam kehidupan proses belajar
mengajar maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Keempat
keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut
menjadi landasan pembelajaran sejak SD hingga perguruan tinggi. Setiap
pebelajar diberdayakan kompetensinya untuk menguasai keempat aspek
tersebut (meskipun sulit mencari orang yang menguasai keempatnya).
Guru bahasa Indonesia dalam mengajarkan pelajaran bahasa
Indonesia, mengharuskan siswanya menguasai keterampilan berbahasa
dimulai dari mendengarkan, kemudian berbicara, lalu membaca kemudian
5
menulis atau mengarang. Tahapan awal yang sederhana adalah
mendengarkan, berbicara, selanjutnya tahapan yang setingkat lebih tinggi
adalah membaca, dan yang paling rumit adalah menulis atau mengarang
dalam bentuk tulis. Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dan
dikuasai dengan jalan praktik atau banyak berlatih (Tarigan, 2008: 2).
Membaca adalah kegiatan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan
teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks
yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya,
teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami sehingga terjadi
interaksi antara pembaca dan teks. Selain itu, Oka (2010: 21)
berpendapat bahwa membaca adalah proses pengolahan bacaan secara
kritis-kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang
bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan,
nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu.
Menulis adalah rangkaian proses berpikir. Proses berpikir berkaitan
erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran yang baik dapat menghasilkan
tulisan yang baik pula. Bahkan, tanpa penalaran tidak akan ada
pengetahuan yang benar. Salah satu substansi menulis adalah penalaran"
yang baik. Hal ini berarti untuk menghasilkan simpulan yang benar harus
dilakukan penalaran secara cermat dengan berdasarkan pikiran yang
logis. Penalaran yang salah akan menuntun kepada simpulan yang salah.
Standar kompetensi menulis yang menarik tersebut adalah menulis
pengalaman dalam bentuk cerpen. Cerpen adalah cerita prosa yang fiktif
6
dengan mempunyai panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak
serta adegan kehidupan nyata yang refresentatif dalam suatu keadaan
yang agak kacau atau kusut. Cerpen adalah sebuah karya sastra, namun
dalam memahaminya secara mendalam kita tidak boleh berhenti pada
penguraiannya, pengertiannya akan tetapi hendaknya selalu didasari
bahwa terciptanya sebuah cerpen ada yang melatarbelakangi dan
mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadi ukuran atau standar diterima
atau tidaknya sebuah cerpen yang benar-benar bernilai sastra.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat
mendasar. Mengapa arah pendidikan berubah secara mendasar, karena
yang menjadi ujung tombak pendidikan di lapangan adalah guru dan
Permen No. 19 tersebut mengatur tentang Standar Nasional Pendidikan
yang menyatakan guru adalah profesi ini. Inti Permen No. 19 Tahun 2005
tersebut harus dipedomani oleh guru dan pengelola pendidikan. Permen
tersebut tentang delapan standar pendidikan, meliputi: Standar Isi,
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar
Pengelolaan, dan Standar Penilaian.
Khususnya untuk kualitas guru bahasa Indonesia, terutama dalam
hubungannya dengan kompetensi dalam menyusun perencanaan
pembelajaran, dirasakan masih banyak yang belum memenuhi standar
7
profesionalisme guru. Guru menurut Undang-Undang Guru dan Dosen
Nomor 14 Tahun 2005 adalah wajib memiliki loyalitas dan dedikasi,
kualifikasi akademik, sertifikat pendidikan, tanggung jawab, sehat jasmani
dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 28, dijelaskan bahwa guru yang profesional
adalah pendidik sebagai agen pembelajaran yang harus memiliki empat
jenis kompetensi yakni, kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional,
dan sosial. Masalah kompetensi sosial dan kompetensi profesionalisme
guru. Dalam hal ini, masih banyak guru bahasa Indonesia tidak memenuhi
kedua kualifikasi kompetensi tersebut. Ini terlihat dalam praktek hidup,
sudah banyak orang yang nilai akademiknya bagus tetapi prestasi
kerjanya tidak bagus, sudah banyak orang yang punya pengalaman kerja
bertahun-tahun tetapi hasil kerjanya belum mencerminkan
pengalamannya. Kalau mempergunakan ukuran kompetensi, maka dapat
dipastikan bahwa guru tersebut belum memiliki kompetensi yang baik
sehingga pada akhirnya hasil pendidikan yang mampu diberikan juga
relatif berkualitas rendah.
Dari kenyataan-kenyataan ini, sudah saatnya kompetensi guru
bahasa Indonesia ditingkatkan. Peningkatan kompetensi guru akan
memberi hasil pendidikan yang baik termasuk kompetensinya dalam
menyusun rencana pembelajaran yang baik. Sebab itu, dalam kaitannya
8
dengan pencapaian proses menuju guru profesional yang memiliki
kepedulian sosial, maka peran kompetensi guru bahasa Indonesia dalam
proses perencanaan pembelajaran adalah sangat penting.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru berdasarkan
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 adalah
Kompetensi Kepribadian, Paedagogik, Professional, kompetensi
kepribadian adalah perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan
penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja. Kompetensi
guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini
dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang
berperan sebagai alat pendidikan, dan dapat disimpulkan bahwa
kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-
kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya.
Kompetensi sosial artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan
berkomuniksai sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan
sesama teman guru, kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Hal
tersebut diuraikan dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang
sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk berkomunikasi secara
lisan, tulisan, dan isyarat.
9
Berdasarkan amanat Undang-Undang tentang pendidikan ini bahwa
pendidik atau guru harus berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar Kompetensi sosial artinya
bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomuniksai sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang mencakup potensi
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan. Untuk
menjadikan peserta didik berpotensi, maka guru haruslah lebih berpotensi.
Potensi guru yang dimaksud mencakup 5 (lima) kompetensi guru
berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, maka kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
Kompetensi guru harus mempunyai karakteristik tertentu. Lardirabal
(dalam Saud, 2010: 67) mengungkapkan bahwa kompetensi keguruan
meliputi kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam
proses belajar mengajar bahasa Indonesia, guru harus memiliki
kompetensi tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam
melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar
pada khususnya. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina
diri secara baik karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan
10
mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional di dalam
proses belajar mengajar.
Kompetensi profesional yang merupakan kemampuan dasar guru
menurut Cooper (1984:15) terbagi dalam empat komponen, yakni:
1. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia,
2. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang study yang di binanya,
3. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang study yang di binanya,
4. Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Kemampuan profesional yang harus dimiliki guru dalam proses
belajar mengajar secara rinci dapat diuraikan dalam komponen-komponen
kompetensi profesional.
Guru profesional memerlukan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi; antara lain menyangkut dimilikinya kompetensi yang diperlukan.
Pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 atau yang lebih dikenal dengan UU Guru
dan Dosen secara eksplisit menyebutkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Mengacu substansi Pasal 8 No. 14 Tahun 2005 tersebut di atas jelas
sekali bahwa kepemilikan kompetensi itu hukumnya wajib; artinya bagi
guru yang tidak mampu memiliki kompetensi akan gugur keguruannya.
Khusus tentang kompetensi ini dijelaskan pada Pasal 10 ayat (1) yang
menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
11
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi. Sementara itu pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan
ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud
akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Kompetensi merupakan kebulatan pengusaan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang ditampilkan saat untuk kerja. Kepmendiknas
Nomor: 045/U/2002 menyebutkan bahwa kompetensi sebagai tindakan
cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan
perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur
sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya
berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi
model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik. Depdiknas menyebut kompetensi ini dengan
kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan
kemampuan melakukan penilaian.
12
Kompetensi penyusunan rencana pembelajaran melipti:
1. Mampu mendeskripsikan tujuan 2. Mampu memilih materi 3. Mampu mengorganisir materi 4. Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran 5. Mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga
pembelajaran
Dalam menjalankan tugas pembelajaran, seorang guru dituntut
memiliki kompleksitas kompetensi, salah satunya adalah kompetensi
sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan
guru dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial di
sekitarnya, baik dengan peserta didik, sesama guru, tenaga kependidikan
orangtua/wali murid, dan masyarakat. Kompetensi sosial rnerupakan
prasyarat dan menjadi bagian penting dalam menun jang pelaksanaan
tugas guru, di samping kompetensi lainnya.
Tuntutan itu wajar, mengingat kedudukan guru sebagai orang yang
diharapkan dapat menjadi panutan, berkepribadian baik, bertindak dan
berkelakuan baik, mewujudkan interaksi dan komunikasi yang akrab dan
harmonis dalam berhubungan dengan orang lainnya.
Kompetensi pedagogik mengharuskan guru memiliki jiwa pendidik
yang mendarah daging. Artinya, nilai-nilai pendidikan tidak sekadar dihafal
secara teoretis, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku dirinya. Begitu
pula dengan kompetensi kepribadian, mengisyaratkan adanya
kepemilikan pribadi yang paripurna (insan kamil). Dengan demikian,
diharapkan pribadi guru menjadi personifikasi nilai-nilai, bukan sekadar
kamuflase, sehingga menjadi contoh nyata yang dapat diteladani siswa.
13
Kompetensi sosial tentu bermakna lebih luas lagi. Guru dituntut mampu
berperan maksimal dan ideal dalam berbagai tatanan pergaulan dengan
berbagai kalangan dan variasi pandangan. Kompetensi profesional
mengarah pada bidang profesi sehingga relatif mudah mengukurnya
mengingat indikatornya relatif jelas, yakni diukur dari kadar kemampuan
menyangkut bidang profesinya. Misalnya, guru Bahasa Indonesia harus
mampu membuat desain pembelajaran bahasa Indonesia,
mengajarkannya, mengadakan pengamatan proses, dan
mengevaluasinya.
Kompetensi tidak muncul begitu saja, tetapi perlu adanya
pembinaan, pelatihan, dan pengembangan, Guru merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan setiap usaha pendidikan dengan pengajaran.
Hal tersebut menunjukkan bahwa guru dituntuk untuk senantiasa berperan
aktif dan eksis dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut, ditetapkan judul dalam tulisan ini
“Pengaruh Kompetensi Kepruibadian Guru terhadap Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dikaji-urai dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Apakah kompetensi kepribadian guru berpengaruh terhadap hasil
belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar?
14
2. Apakah kompetensi sosial guru berpengaruh terhadap hasil belajar
bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Secara rinci tujuan penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi kepribadian guru terhadap
hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar.
2. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi sosial guru terhadap hasil
belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis manfaat penelitian ini yaitu:
a. Sebagai informasi bagi guru dalam proses pengenalan
pembelajaran.
b. Dapat memperkaya pengetahuan, wawasan siswa, guru, maupun
peneliti dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis,
yaitu:
a. Untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan
pembelajaran.
b. Untuk memecahkan permasalahan tentang strategi pembelajaran
yang dirasakan sulit untuk mencapai keberhasilannya secara
maksimal.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian yang Relevan
Peneliti yang pernah meneliti tentang kompetensi kepribadian sosial
guru antara lain, pertama, Rahmat (2010) dengan judul Strategi
Peningkatan Kompetensi Guru sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten
Tojo Una-Una provinsi sulawesi Tengah. Hasil penelitian ini adalah
strategi utama peningkatan kompetensi guru SMK di Kabupaten Tojo Una-
una Provinsi Sulawesi Tengah adalah strategi intensif yakni peningktan
kompetensi guru secara optimal dan memberdayakan potensi guru yang
ada. Adapun strategi operasionalnya adalah studi lanjut ke jenjang S1 dan
S2, meningkatkan kegiatan pelatihan materi ajar dan metodologi
pembelajaran berbasis multimedia, meningkatkan pelatihan penggunaan
internet, memperbanyak belajar sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, memperbanyak kegiatan magang, pelatihan
pemamfaatan alat baru di laboratorium/bengkel bagi guru yang bertugas
di lab/bengkel.
Kedua, Nukman (2010) dengan judul Studi tentang Pengaruh
Kompotensi Profesional Guru Bahasa Indonesia terhadap Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Turatea Kabupaten
Jeneponto. Hasil penellitian menunjukkan bahwa kompotensi professional
guru Bahasa Indonesia berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar
15
16
Bahasa Indonesia siswa kelas IX SMP Negeri 1 Turatea Kabupaten
Jeneponto. Semakin baik tingkat kompotensi professional guru, maka
akan semakin baik pula prestasi belajar siswa. Pengaruh signifikan ini
terlihat dari adanya kompotensi profesional guru yang berada pada
kategori “baik”, ternyata paralel prestasi belajar siswa yang juga berada
pada kategori “tinggi”, hal ini didukung oleh hasil perhitungan statistic
dengan rumus analisis “product moment” yaitu hasil r hitung (0,713) > r
table (0,47). Dengan demikian hipotesis yang diajukan yaitu: “kompotensi
professional guru Bahasa Indonesia berpengaruh terhadap prestasi
belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IX SMP Negeri 1 Turatea
Kabupaten Jeneponto”. “Hipotesis” dapat diterima”.
Ketiga, Jamaluddin (2010) dengan judul Pengaruh Kompetensi Guru
Bahasa Indonesia terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa SMA
Negeri 1 Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kompetensi pedagogik guru bahasa Indonesia memberikan
pengaruh signifikan dalam meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia
siswa, yaitu berkontribusi 61,96% dan kompetensi profesional guru
bahasa Indonesia juga memberikan pengaruh signifikan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu berkontribusi 60,75%.
2. Pengertian tentang Kompetensi Kepribadian, Sosial, dan
Profesional Guru
Kompetensi merupakan kebulatan pengusaan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang ditampilkan saat untuk kerja. Kepmendiknas
17
Nomor: 045/U/2002 menyebutkan bahwa kompetensi sebagai tindakan
cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas
sesui dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dipahami
sebagai tindakan kebulatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang
berwujud tindakan cerdas dan tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pembelajaran (Muslich, 2007: 12).
Menurut Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah serta pendidikan dini meliputi:
a. Kompetensi Pedagogik
b. Kompetensi Kepribadian
c. Kompetensi professional
d. Kompetensi sosial
Menurut Roqib dan Nurfuadi (2009:119) bahwa guru yang kompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga
belajar siswa berada pada tingkat optimal.
a. Pengertian Kompetensi Kepribadian Guru
Theodore dkk (dalam Agung, 2012: 76) mengemukakan, kepribadian
merupakan predisposisi dalam perwujudan tingkah laku. Kepribadian
dapat merupakan unsur bawaan sejak seorang dilahirkan, tetapi juga
dibentuk karena pengaruh unsur-unsur di luar diri.
Terutama yang terakhir itu, kepribadian diperoleh seseorang sebagai
bagian dalam masyarakat, sehingga dirinya menginternalisasi dan
18
mensosialisasikan nilai-nilai yang berkembang di lingkungan sosialnya.
Melalui kepribadian itu pula seorang individu menjadikan predisposisi
dalam berhubungan dengan individu/kelompok lain.
Sesuai kedudukan (status) yang dimiliki seseorang, kerapkali dituntut
untuk memiliki kepribadian tertentu dan mewujudkan dalam peran-peran
sosial yang diharapkan (roles expectation) dalam berhubungan dengan
orang lainnya. Kedudukan seorang anak misalnya, diharapkan memiliki
kepribadian tertentu yang sopan, santun, taat, patuh, rajin, saleh, dan
sebagainya, agar melalui kepribadiannya itu dapat digunakan sebagai
acuan menjalankan peran dan tingkah lakunya dalam berhubungan
dengan orang lainnya. Penyimpangan terhadap harapan tersebut akan
memunculkan label/cap sebagai anak berkepribadian buruk, nakal, tidak
tahu di adat, dan sebagainya dari lingkungan sosial di sekitarnya.
Tidak terlepas dengan kedudukan pendidik/guru diharapkan dapat
mendukung kepribadian tertentu, baik terkait dengan profesi kerja maupun
berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan diberikan dalam pembelajaran
tentang kepribadian pendidik/guru, antara lain:
1) Profesi dan Etos kerja Guru
Seorang guru haruslah memahami kedudukan strategis guru dalam
mengembangkan dan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang
tinggi. Pemahaman yang baik menuntut pula dukungan terhadap etos
kerja pendidik/guru yang tinggi. Dalam etos kerja ini terkandung
19
seperangkat nilai yang perlu menjadi bagian integral dalam kepribadian
diri, seperti nilai protagonis, kejujuran, kerja keras, disiplin, dan lainnya.
Pengalaman negara maju membuktikan, bahwa etos kerja yang tinggi
telah membawa ke arah kemakmuran dan kesejahteraan hidup
masyarakatnya. Dengan etos kerja guru yang tinggi, guru merupakan
unsur potensial dalam menyebarkan, menanamkan, dan menularkan ke
peserta didik, sehingga dapat membawa ke arah pencapaian hasil belajar
peserta didik yang tinggi pula. Pemahaman guru mengenai etos kerja
dapat membangkitkan kesadaran diri dan menjadikan nilai-nilai tersebut
sebagai pedoman atau acuan dalam mewujudkan perilaku pelaksanaan
tugas bagi dirinya maupun memotivasi orang lain. Oleh karenanya, etos
kerja dan penjabarannya merupakan bahan ajar/materi yang perlu
diberikan dalam bridging program.
2) Perilaku individual
Guru merupakan unsur terdepan berlangsungnya kegiatan
pembelajaran. Sebagai pihak yang berhadapan langsung dengan peserta
didiknya, guru tidak hanya berperan sebagai penyampai bahan/materi
ajar, tetapi juga dituntut untuk mampu mewujudkan perilaku yang terpuji di
depan peserta didiknya. Bukan itu semata, bahkan perilaku individual
tersebut harus menyelimuti segenap jalinan hubungan dan interaksi guru
dengan orang lainnya, baik dengan rekan sejawat/kolega maupun pihak-
pihak lainnya.
Oleh karenanya, bahan ajar/materi perilaku individual dalam upaya
membentuk dan mengembangkan kepribadian guru dinilai perlu diberikan
20
dalam bridging program, terutama terkait dengan makna konsep self-
awareness (kesadaran diri), pengendalian emosi diri, motivasi, dan
sebagainya.
3) Kepemimpinan
Secara sederhana kepemimpinan dapat diartikan sebagai
kemampuan seorang pemimpin dalam menggerakan orang lainnya untuk
bertindak sesuai dengan kemauannya untuk mencapai tujuan tertentu.
Melalui pengertian ini, seorang guru dapat dianggap sebagai pemimpin
yang perlu memiliki kemampuan dalam mempengaruhi dan meng-
gerakkan peserta didiknya (siswa) untuk berbuat sesuatu (belajar,
menjalankan tugas, mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain-lainnya) guna
mencapai tujuan hasil belajar tertentu.
Atas dasar itu berbagai konsep kepemimpinan pun merupakan
bahan/materi ajar yang perlu diberikan dalam bridging program, baik
teoritis maupun peraktis, agar guru dapat memahami sepenuhnya tentang
arti penting kepemimpinan, mewujudkan type gaya dan perilaku
kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, memahami
pentingnya pemilikan visi ke depan untuk mencapai tujuan dan hasil
belajar lebih baik, kemampuan merancang, merencanakan, meng-
implementasikan langkah-langkah yang diperlukan guna mewujudkan visi;
memahami peran penting guru sebagai agen perubahan/pembaharuan
(agent of change); memahami makna pentingnya keberanian untuk
mengambil resiko untuk perubahan dan kemajuan; dan lain-lainnya.
21
4) Kemampuan komunikatif
Sebagai pihak yang langsung berhadapan dengan peserta didik
dalam menjalankan kegiatan belajar-mengajar, seorang guru dituntut
untuk memiliki kemampuan komunikasi dalam melak-sanakan tugasnya.
Bahkan kemampuan berkomunikasi dapat mempengaruhi dan menjadi
penentu keberhasilan atau kekurangberhasilan penyampaian dan
penyerapan bahan/materi ajar kepada peserta didiknya. Komunikasi yang
searah, kaku, monoton, kurang variatif, dan lain sejenisnya, tentu akan
membawa kejenuhan pada peserta didik dalam menerima pembelajaran,
sehingga penyerapan bahan/materi ajar kurang berjalan maksimal,
bahkan sulit dipahami oleh peserta didik. Sebaliknya, dengan kemampuan
yang baik, bukan hanya akan membawa kegairahan peserta didik/ siswa
dalam belajar, tetapi juga kemudahan, keingintahuan, dan penyerapan
bahan/materi ajar sesuai dengan tujuan dan hasil yang diharapkan.
Teori, jenis, teknik/metode, dan lain-lainnya mengenai komunikasi
kiranya menjadi salah satu bahan/materi ajar yang perlu diberikan dalam
bridging program, yang tidak terbatas dari segi teoritis, tetapi juga peraktis
berupa peraktek lapangan, simulasi, latihan, eksperimen, dan sebagainya.
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan
perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur
sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya
berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi
model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
22
Noddings (dalam Stronge, 2013: 25-26) menjelaskan bahwa
kebahagiaan guru dapat memengaruhi iklim kelas, dan dengan demikian
memengaruhi para murid. Selain itu, pengaruh psikologis guru pada para
murid telah dikaitkan dengan prestasi murid pada berbagai studi
efektivitas.
Di Indonesia sikap pribadi yang dijiwai oleh filsafat Pancasila yang
mengagungkan budaya bangsanya yang rela berkorban bagi kelestarian
bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi kepribadian guru.
Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi kepribadian guru
harus dimaknai sebagai suatu wujud sosok manusia yang utuh.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,
memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang
mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik
terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil
sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat/ucapan/perintahnya)
dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru
merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.
Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat (dalam Syah, 2000: 225-226)
menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah
akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya
terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka
yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
23
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru
dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan
keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta
merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara
simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada
umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi.
Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan
ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan. Dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian
adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (dalam Uno,
2008:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi
personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar
dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup
kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri.
Gumelar dan Dahyat (dalam Sagala, 2009:127) merujuk pada
pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan
kompetensi pribadi meliputi: (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik
sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3)
pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5)
memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar
terhadap pengetahuan dan pekerjaan, dan (7) setia terhadap harkat dan
martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi
24
adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan
mampu menilai diri pribadi. Johnson dalam Anwar (2004:63)
mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup: (1) penampilan
sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan
terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2)
pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
dianut oleh seorang guru, dan (3) kepribadian, nilai, sikap hidup
ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan
teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan
kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang
mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subjek didik, dan patut
diteladani oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian
guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.
b. Pengertian Kompetensi Sosial Guru
Dalam menjalankan tugas pembelajaran, seorang guru dituntut
memiliki kompleksitas kompetensi, salah satunya adalah kompetensi
sosial. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan
guru dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial di
sekitarnya, baik dengan peserta didik, sesama guru, tenaga kependidikan
orangtua/wali murid, dan masyarakat. Kompetensi sosial rnerupakan
prasyarat dan menjadi bagian penting dalam menun jang pelaksanaan
tugas guru, di samping kompetensi lainnya.
25
Tuntutan itu wajar, mengingat kedudukan guru sebagai orang yang
diharapkan dapat menjadi panutan, berkepribadian baik, bertindak dan
berkelakuan baik, mewujudkan interaksi dan komunikasi yang akrab dan
harmonis dalam berhubungan dengan orang lainnya, dan sebagainya.
Di bawah ini dikemukakan sejumlah hal yang perlu dikuasai dan
dimiliki oleh guru terkait dengan kompetensi sosial, dan perlu menjadi
bahan/materi ajar dalam penerapan bridging program.
(1) Kemampuan adaptif dengan lingkungan sekitar
Seorang guru selayaknya memiliki kemampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial yang dihadapi, baik dengan peserta didik
maupun masyarakat di sekitarnya. Dalam berhadapan dengan peserta
didik di kelas, seorang guru perlu menganggapnya sebagai komunitas
sosial kecil, dan kemudian mengembangkan strategi adaptif terhadap
lingkungan tersebut. Kelas dapat dianggap sebagai arena sosial di mana
interaksi dan komunikasi sosial berlangsung. Seorang guru perlu
melakukan penyesuaian diri dengan cara menggunakan gaya bahasa
yang mudah diterima dan dicerna oleh peserta didik misalnya, sehingga
membentuk dan menciptakan suasana akrab dengan diselinggi guyonan
segar misalnya. Kreativitas guru dibutuhkan untuk mengembangkan
suasana kelas yang kondusif yang dapat memberikan rasa senang, rasa
nyaman, mengasyikkan, penuh keakraban, bersemangat, dan lain-lain
nya, sehingga menimbulkan sikap riang dan gairah siswa dalam menerima
pembelajaran.
26
Sebaliknya, guru yang kurang memiliki kemampuan
mengembangkan sikap adaptif hanya akan menimbulkan kehidupan sosial
komunitas kelas yang kurang berkembang, monoton, interaksi searah, dan
lain sejenisnya, sehingga akan dianggap kurang mengasyikkan tetapi juga
kurang membawa semangat belajar siswa. Simak saja, guru yang hanya
mengajar dengan menjejalkan bahan ajar/materi pelajaran, siswa yang
bersikap pasif, kurang komunikatif, otoriter, kaku, dan sebagainya hanya
akan membosankan dan menurunkan semangat belajar siswa.
Penerimaan bahan ajar/materi pelajaran kurang menimbulkan perhatian
dan memotivisir siswa. Siswa bukannya menerima pelajaran dengan riang
dan bergairah, tetapi sebaliknya berharap pembelajaran yang diberikan
oleh guru cepat usai. Untuk itu seorang guru harus mampu
mengadaptasikan diri, berkeasi, berinteraksi dan berkomunikasi, dan
mengembangkan jalinan hubungan yang harmonis dan sinergis.
Tidak terkecuali dengan lingkungan sosial lainnya, misalnya dengan
orang tua/wali murid, seorang guru diharapkan memiliki kemampuan
menyesuaikan diri yang tinggi. Di sekolah mungkin guru menghadapi
peserta didik yang tergolong kurang lancara dalam menerima dan
menyerap bahan/materi belajar yang diberikan, sehingga perlu perhatian
keluarga untuk membantu proses belajar siswa di rumah. Guru harus
mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan secara baik kepada
orangtua siswa yang bersangkutan, agar mereka tergugah dan mau
memberikan perhatian ekstra dalam proses belajar anak (siswa) di rumah.
Sebaliknya dengan siswa yang tergolong pintar, mungkin guru dapat
27
memberikan pujian dan mengharapkan orangtua untuk tetap memberi-kan
perhatian belajar anak di rumah, mempertahankan dan bahkan
meningkatkan prestasi belajar yang dicapainya.
Pengembangan kemampuan adaptif oleh guru amat dibutuhkan
dalam menghadapi lingkungan masyarakat sekitarnya. Terutama guru
yang berasal dari luar masyarakat, diperlukan pengembangan strategi
adaptif tertentu agar dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. la bukan
hanya perlu memerankan diri dan mewujudkan interaksi dan komunikasi
yang baik, tetapi juga turut berpartisipasi aktif dalam acara atau kegiatan
sosial. Melalui usaha adaptifnya, cepat atau lamban seorang guru dapat
diterima oleh lingkungannya, serta menjadi bagian yang dianggap penting
dan dibutuhkan dalam kehidupan masyarakatnya. Sebaliknya, seorang
guru yang tidak dapat mengembangkan strategi adaptifnya cenderung
ditolak dan dijauhkan dari lingkungan masyarakatnya.
(2) Kemampuan pengendalian diri
Seseorang yang berprofesi sebagai pendidik tidak terlepas dari
harapan ling-kungan di sekitarnya untuk me wujudkansikap danperilaku
tertentu, bukanhanya sikap dan perilaku yang dapat ditauladani/panutan
tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi diri.
Pengendalian emosi bagi diri sendiri maupun berhadapan dengan orang
lain pada dasarnya dapat dilatih dengan mengembangkan impulse-
impulse kontrol yang dapat menekan hawa nafsu maupun keinginan untuk
bersikap dan berperilaku yang kurang diharapkan oleh lingkungan
28
sekitarnya, seperti ketersinggungan, cepat marah, kasar, arogansi, dan
sebagainya. Kemampuan pengendalian diri amat dibutuhkan bagi guru
sebagai pihak yang berhadapan dengan peserta didik dan lingkungan
sosial di sekitarnya dengan berbagai perbedaan karakteristik individual.
(3) Hubungan sesama profesi
Jalinan hubungan berlangsung antar sesama profesi guru, baik di
dalam maupun di luar sekolah, terkait dengan pelaksanaan tugas
pembelajaran maupun dalam bentuk lainnya. Berhubungan dengan
pelaksanaan tugas, pemerintah sejak lama menganjurkan untuk
membentuk Kelompok Kerja Guru atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(KKG/MGMP) sebagai wadah pertemuan guru. KKG/ MGMP merupakan
wadah di mana guru dapat bertukar pengalaman, sharing pengetahuan,
memecahkan permasalahan pelaksanaan tugas secara bersama, dan
sebagainya, sehingga tahap demi tahap diharapkan guru dapat
meningkatkan wawasan, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
mengajar, kompetensi, dan profesionalisme kerja.
Namun, gejala yang muncul tidak jarang wadah KKG/MGMP
mekanismenya belum cukup mampu melibatkan partisipasi guru
sebagaimana yang diharapkan. Tujuan pembentukan wadah iniseringkali
belum berjalan optimal sehingga upaya peningkatan kemam-puan,
keterampilan' kompetensi, dan profesional guru belum mencapai seperti
yang diharapkan, apalagi mengimbas terhadap peningkatan hasil belajar
peserta didiknya. Berbagai permasalahan dan kendala masih dihadapi
29
baik berasal dari guru sendiri maupun penyelenggaraan KKG/MGMP. Dari
sisi guru, rendahnya motivasi pengembangan diri menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi rendahnya keterlibatan aktif dalam kegiatan
KKKG/MGMP. Bahkan keikutsertaan dalam kegiatan wadah ini tidak
jarang terdorong oleh keterpaksaan karena instruksi atasan, takut ditegur,
akan terkena sanksi, dan lain-lainnya.
Rendahnya motivasi pengembangan diri menyebabkan guru
cenderung mendukung sikap pasif stagnan, kurang kreatif, dan
sebagainya, sehingga rendah pula keinginan untuk meningkatkan
wawasan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, kompetensi dan
profesional kerja. Sebaliknya, wadah KKG/MGMP akan aktif, kreatif, dan
mampu melibatkan partisipatif apabila diikuti oleh guru yang senantiasa
termotivasi untuk melakukan pengembangan diri. Oleh karenanya
pembelajaran mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik serta proses
pelatihan dan pembiasaan pengembangan diri, perlu diajarkan dan dilatih
dalam bridging program, yang nantinya akan berguna bagi calon guru
sendiri setelah diangkat dan bertugas menjadi guru, tetapi juga dapat
menyemarakkan keaktifan kegiatan wadah profesi guru.
(4) Keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dan keagamaan
Guru merupakan salah satu kedudukan (status) yang ada di dalam
masyarakat dengan sejumlah peran sesuai kedudukannya itu. Sebagai
bagian dalam masyarakat, seorang guru tidak hanya menjalankan peran
mengajar kepada peserta didiknya di satuan pendidikan tempat bekerja,
30
tetapi juga peran-peran sosial di lingkungan sosialnya. Bahkan di
lingkungan masyarakat tidak jarang kedudukan guru mendapat tempat
terhormat, disegani, ditauladani, dan lain sejenisnya.
Namun perlakuan atau label sedemikian rupa baru akan diperoleh
seorang guru apabila dirinya dinilai memiliki kepribadian, sikap, dan
perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan masyarakatnya.
Nilai protagonis, demokratis, populis, humanis, dan sebagainya perlu
benar-benar didukung oleh seorang guru dalam mewujudkan kedudukan
dan peran sosial, serta digunakan sebagai acuan tindakan dan perilaku
sosialnya.
Berbagai peran sosial dapat diwujudkan oleh guru di lingkungan
sosialnya, antara lain keterlibatan aktif dalam organisasi kemasyarakatan
maupun keagamaan. Guru dapat berpartisipasi dan berperan aktif menjadi
pengurus dalam organisasi kemasyarakatan nonformal, seperti Rukun
Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Badan Pertimbangan Desa (BPD),
Keolahragaan, Kesenian, dan sebagainya. Demikian halnya, seorang guru
dapat berpartisipasi dan berperan aktif dalam organisasi maupun kegiatan
keagamaan, seperti pengurus Majelis Taklim, Panitya Pembangunan
Sarana Ibadah, menghadiri acara peringatan hari besar keagamaan, dan
lain-lainnya. Bahkan perilaku keibadahan seorang guru kerapkali menjadi
sorotan dan penilaian diri dari lingkungan sosialnya.
Kemampuan melibatkan diri dalam organisasi dan kegiatan di
lingkungan sosialnya, secara langsung maupun tidak langsung dapat
31
mendukung kelancaran dan kekuranglancaran guru dalam menjalankan
tugas pembelajaran di tempat bekerja. Seorang guru yang dinilai memiliki
sikap dan perilaku baik oleh lingkungannya, tentu menjadi mudah untuk
mendekati orangtua dari siswa yang tergolong kurang atau lamban
menyerap materi pelajaran, agar dapat memberikan perhatian ekstra
terhadap proses belajar anak di rumah. Sebaliknya, seorang guru yang
jarang atau kurang bergaul, kurang bersahabat, arogan, dan lain
sejenisnya, akan menghadapi kendala untuk mendekati orangtua/wali dari
siswa yang dinilainya terkategori kurang atau lamban menyerap materi
pelajaran dan membutuhkan perhatian ekstra belajar di rumah.
Mengingat kompetensi sosial menjadi salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru, pembekalan yang memadai perlu
diberikan/diajarkan dalam bridging program kepada mahasiswa LPTK
(calon guru). Pembekalan yang diajarkan bukan hanya berhubungan
dengan pentingnya pemahaman bentuk, metode/teknik berkomunikasi,
dan lain-lainnya, tetapi juga mengenai pengetahuan dan pemahaman
kemasyarakatan, mulai dari teori/konsep/paradigma tentang masyarakat,
sistem pengorganisasian dalam masyarakat, pola hubungan dan interaksi
sosial, bentuk kegiatan, dan lain-lainnya. Melalui pengetahuan dan
pemahaman ini seorang mahasiswa LPTK dapat menggunakannya
sebagai pedoman pengembangan strategi adaptif dalam menghadapi
lingkungan sosial di mana dirinya ditempatkan dan bekerja sebagai guru,
serta menghindarkan diri menjadi social deviants yang berada dalam
keadaan konflik dengan lingkungannya.
32
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar
sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara
guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik
tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan
guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan
mendidik adalah tugas memanusiakan manusia. Guru harus mempunyai
kompetensi sosial karena guru adalah Penceramah Zaman (Langeveld,
1955), lebih tajam lagi ditulis oleh Ir. Soekarno dalam tulisan ” Guru dalam
masa pembangunan” menyebutkan pentingnya guru dalam masa
pembangunan adalah menjadi masyarakat. Oleh karena itu, tugas guru
adalah tugas pelayanan manusia.
Guru di mata masyarakat pada umumnya dan para peserta didik
merupakan panutan dan anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri
teladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan tokoh dan tipe
makhluk yang diberi tugas dan beban membina dan membimbing
masyarakat ke arah norma yang berlaku. Guru perlu memiliki kompetensi
sosial untuk berhubungan dengan masyarakat dalam rangka
menyelenggarakan proses belajar mengajar yang efektif karena dengan
dimilikinya kompetensi sosial tersebut, otomatis hubungan sekolah
dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar sehingga jika ada
keperluan dengan orang tua peserta didik atau masyarakat tentang
masalah peserta didik yang perlu diselesaikan tidak akan sulit
menghubunginya.
33
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kompetensi sosial guru
merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan
tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi
kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru.
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya
dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas
merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut
Undang-Undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar”. Surya (dalam Uno, 2008:138) mengemukakan
kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang
agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi
sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Gumelar dan Dahyat
(dalam Sagala, 2009:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah
satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik,
membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang
34
akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan,
guru harus memiliki kompetensi, yaitu: (1) aspek normatif kependidikan,
yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada
bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik
sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam
melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru,
dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan
kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana
dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial
mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan
peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan
dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi
sosial guru tercermin melalui indikator, yaitu: (1) interaksi guru dengan
siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan
rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi
guru dengan masyarakat.
c. Pengertian Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi menurut Spencer (1993:9):
“A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior
35
performance in a job situation. Underlying characteristic means the competency is a fairly deep and enduring part of a person’s personality and can predict behavior in a wide variety situations and job task. Competencies are underlying characteristic of people and indicate “ways of behaving or thinking, generalizing across situations, and enduring for a reasonably long period of time.” Artinya:
Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang yang kausal berkaitan dengan kriteria direferensikan dan/atau kinerja yang unggul efektif dalam situasi pekerjaan. Karakteristik Underlying berarti kompetensi adalah bagian yang cukup mendalam dan abadi kepribadian seseorang dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai situasi dan pekerjaan tugas yang luas. Kompetensi yang mendasari karakteristik orang dan menunjukkan "cara berperilaku atau berpikir, generalisasi menemukan situasi, dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama". (Spencer, 1993:9) Karakteristik-karakteristik kompetensi dari Spencer sebagai berikut:
1) Motif, sesuatu yang membuat seseorang tergerak untuk melakukan tindakan, 2) Tindakan, yaitu respons dengan tindakan secara terus menerus terhadap situasi atau informasi, 3) Konsep kepribadian, yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang, 4) Pengetahuan yang dimiliki mengenai bidang tersebut, 5) Skill atau keterampilan, yaitu keahlian yang membentuk baik pikiran ataupun tindakan. Dari pengertian dan karakteristik yang dikemukakan oleh Spencer
bahwa kompetensi merupakan kemampuan atau keahlian yang harus
dimiliki oleh seseorang untuk suatu bidang pekerjaan yang ia tekuni
secara resmi. Kompetensi ini diperoleh dalam waktu yang lama. Ciri dari
kompetensi tersebut tidak hanya niat dan kemampuan yang ada, tetapi
keahlian dan keterampilan ini diwujudkan dalam sikap dan nilai sehari-hari
dalam melakukan pekerjaannya.
Sagala (2009:23) mengatakan bahwa makna kompetensi adalah
perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
36
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Ia menambahkan bahwa
kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan,
kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi, dan harapan yang
mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas
dalam pekerjaan nyata.
Dengan demikian, kompetensi guru adalah perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang ia miliki, hayati dan
kuasai. Kemudian perpaduan dari pengetahuan dan keterampilan, juga
dan sikap yang ia miliki, hayati serta mampu diwujudkan dalam tugasnya
sehari-hari secara profesional.
Saud (2010:44) mendefinisikan bahwa kompetensi itu adalah: 1)
kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu atau pekerjaan,
2) kompetensi merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang
(kompeten) yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas
(kewenangan), kemahiran (keterampilan), dan pengetahuan. 3)
kompetensi ini menunjukkan kepada tindakan (kinerja) rasional yang
dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi
(prasyarat yang diharapkan).
Usman (2010:14) mengatakan bahwa kompetensi merupakan
perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai
dengan kondisi yang diharapkan. Kompetensi guru merupakan
37
kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak.
Dari pengertian kompetensi beberapa pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa kompetensi adalah kecapakan/keahlian atau
kemampuan yang dibekali dengan pengetahuan disertai tindakan dalam
mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Keahlian tersebut ditempuh
melalui proses dan waktu yang lama sehingga keahlian itu melekat dalam
diri seseorang (menjadi karakteristik) dan dengan pengetahuan serta
keahlian tersebut ia bisa mengambil manfaatnya.
Kompetensi guru berarti juga kecapakan/keahlian atau kemampuan
yang dibekali dengan pengetahuan untuk proses instruksional atau belajar
mengajar dan dilakukan dengan proses sadar serta penuh tanggung
jawab. Sadar yang dimaksud adalah selain mengetahui materi dan
keterampilan yang akan diberikan. Tanggung jawab yang dimaksud
adalah seorang guru memantau perkembangan kelas dari awal hingga
akhir dan ia berusaha agar seluruh isi kelas terstimulasi, paham, dan turut
berperan aktif dalam memperoleh pengetahuan dan kompetensi yang
diajarkan.
Guru dan dosen adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi
tunjangan profesional. Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra
yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat
bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.
Danim (2011: 103-104) menjelaskan bahwa kata profesional merujuk
kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti
38
“Toni seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan
pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa
disertai dengan rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu.
Istilah otonom di sini bukan berarti menafikan kolegalitas, melainkan harus
diberi makna bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang
profesi ini benar-benar sesuai dengan keahliannya.
Kedua, kinerja atau performance guru dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja ini dimuati
unsur-unsur kiat atau seni yang menjadi ciri tampilan profesional seorang
penyandang profesi. Seni atau kiat itu umumnya tidak dapat dipelajari
secara khusus, meski dapat saja diasah melalui latihan. Misalnya, seni
guru dalam mengolah pertanyaan siswa, memberikan umpan balik, dan
mengemas humor secara tepat selama mengajar. Termasuk di sini ialah
kemampuan intuitif, di mana seorang profesional sungguhan sering kali
tidak perlu mengumpulkan data terlalu banyak dan lama untuk mengambil
simpulan atas sebuah fenomena yang dihadapinya. Intuisi biasanya
muncul karena pengalaman yang berulang-ulang.
Sifat profesional berbeda dengan sifat paraprofesional atau tidak
profesional sama sekali. Sifat dimaksud adalah seperti apa yang dapat
ditampilkan dalam perbuatan, bukan yang dikemas dalam kata-kata yang
diklaim oleh pelaku secara individual. Untuk menunjukkan bahwa “saya
adalah seorang profesional”, karenanya, bukan dengan kata-kata,
melainkan dengan perbuatan.
39
Menurut Saud (2010:23) profesional menunjuk pada dua hal.
Pertama penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang
seharusnya, tapi bisa juga menunjuk pada orangnya. Profesionalisme
menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional melalui
pendidikan prajabatan dan/atau dalam jabatan. Proses pendidikan dan
latihan ini biasanya lama dan intensif.
Walter Johnson (dalam Rusman, 2011:17) mengatakan bahwa
profesional adalah seseorang yang menampilkan tugas khusus yang
mempunyai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu
persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian
kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang berkadar tinggi. Tilaar
masih dalam Rusman (2011:18) menjelaskan profesional adalah
seseorang yang menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan
profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan
profesionalisme, bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan
dengan amatirisme.
Mengacu dari beberapa definisi di atas, makna profesionalisme
adalah suatu pekerjaan atau aktivitas yang dikerjakan berdasarkan
profesinya, pekerjaan ini merupakan suatu pekerjaan yang dijalani dengan
sungguh-sungguh bukan amatiran dan tentu saja pekerjaan tersebut
harus memenuhi syarat tertentu untuk bisa mengikuti standar profesinya.
Syarat-syarat tertentu tersebut bisa syarat waktu pendidikan yang cukup
lama, keterampilan, dan pengetahuan.
40
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seorang guru yang
profesional adalah seorang guru yang ahli, bukan amatiran, sambilan,
atau sementara dalam menjalankan tugasnya sebagai guru karena makna
profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang guru
profesional akan bertindak secara sungguh-sungguh dan akan terus-
menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar melalui pendidikan
dan pelatihan.
Yamin dan Maisah (2010:28) mengatakan bahwa guru profesional
adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanan produknya.
Layanan guru harus memenuhi standardisasi kebutuhan masyarakat,
bangsa, dan penggunaannya serta memaksimalkan kemampuan peserta
didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing
individu.
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (dalam Uno, 2008:138)
mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan
yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional.
Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam
bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta
metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan
dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (dalam Ahmadi,
2003:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,
41
yang mengemukakan bahwa kompetensi profesional guru mencakup
kemampuan dalam hal: (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan
pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan
menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku
peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi
yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode
mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran
dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi
belajar, dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
Johnson (dalam Anwar, 2004:63) mengemukakan kemampuan
profesional mencakup: (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar
keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan
penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3)
penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran
siswa.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional
mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan
metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode
yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
42
Depdiknas (2004: 9) mengemukakan kompetensi profesional
meliputi: (1) pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan
penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi: (1)
mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui
berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya
ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis
makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku
pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan
penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna,
(11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13)
mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi,
dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman
wawasan meliputi: (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan
pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar
dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi
permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, dan
(6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar
sekolah.
Penguasaan bahan kajian akademik meliputi: (1) memahami struktur
pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi
kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari
indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan
43
penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan
profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.
Danim (2011: 105-108) mengemukakan bahwa guru profesional
memiliki ciri-ciri sebagai profesional sungguhan. Ciri-ciri itu terefleksi dari
perilaku kesehariannya sebagai guru profesional. Jika pendidikan
merupakan salah satu instrumen utama pengembangan sumber daya
manusia, berarti guru memiliki tanggung jawab untuk mengemban tugas
itu. Siapa saja yang menyandang profesi sebagai guru, dia harus secara
kontinu menjalani profesionalisasi. Namun, masalah esensial yang
dihadapi dalam pengelolaan guru di Indonesia saat ini tidak lagi semata-
mata terletak pada bagaimana menghasilkan guru yang bermutu melalui
lembaga pendiikan tenaga kependidikan, tetapi sejauh mana profesi itu
dapat diakui oleh negara sebagai profesi yang sesungguhnya. Hasil studi
beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik profesi, yang secara
taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh guru profesional, menghasilkan
simpulan sebagai berikut:
1) Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.
2) Memiliki pengetahuan spesialisasi.
3) Menjadi anggota organisasi profesi.
4) Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh
orang lain atau klien.
5) Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable.
6) Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-
organization.
44
7) Mementingkan kepentingan orang lain (altruism).
8) Memiliki kode etik.
9) Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas.
10) Mempunyai sistem upah.
11) Budaya profesional
12) Melaksanakan pertemuan profesional tahunan.
3. Fungsi-Fungsi Kompetensi Kepribadian, Sosial, dan Profesional
Guru a. Fungsi Kompetensi Kepribadian Guru
Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing
mempunyai ciri dan sifat bawaan serta latar belakang kehidupan. Banyak
masalah psikologis yang dihadapi peserta didik, banyak pula minat,
kemampuan, motivasi dan kebutuhannya. Semua memerlukan bimbingan
guru yang berkepribadian dapat bertindak sebagai pembimbing, penyuluh
dan dapat menolong peserta didik agar mampu menolong dirinya sendiri.
Di sinilah letak kompetensi kepribadian guru sebagai pembimbing dan suri
teladan. Guru adalah sebagai panutan yang harus digugu dan ditiru dan
sebagai contoh pula bagi kehidupan dan pribadi peserta didiknya.
Dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam sistem Amongnya yaitu guru
harus:
Ing ngarso sungtulodo Ing madyo mangun karso Tut wuri handayani
Artinya bahwa guru harus menjadi contoh dan teladan,
membangkitkan motif belajar siswa serta mendorong/memberikan
45
motivasi dari belakang. Dalam arti Anda sebagai seorang guru dituntut
melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan
orang-orang yang di pimpinnya. Dalam hal ini siswa-siswa di sekolahnya,
juga sebagai seorang guru dituntut harus mampu membangkitkan
semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang
dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-orang yang di
asuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga
sebagai cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi
interpersonal antar guru dan subjek didik tercipta situasi didik yang
memungkinkan subjek didik dapat belajar menerapkan nilai-nilai yang
menjadi contoh dan memberi contoh. Guru mampu menjadi orang yang
mengerti dari siswa dengan segala problematikanya, guru juga harus
mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya. Hakikat guru
pendidik adalah bahwa ia digugu dan ditiru.
Berdasarkan uraian di atas, fungsi kompetensi kepribadian guru
adalah memberikan bimbingan dan suri teladan, secara bersama-sama
mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta
dorongan untuk maju kepada anak didik.
b. Fungsi Kompetensi Sosial Guru
Guru ada dan hidup di masyarakat. Masyarakat dalam proses
pembangunan sekarang ini menganggap guru sebagai anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan, keterampilan yang cukup luas,
yang mau ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan.
46
Posisi Anda sebagai seorang/calon guru perlu menyadari bahwa
guru tidak mungkin lepas dari kondisi sosial di masyarakat yang sifatnya
kompleks. Untuk itu peran dan fungsi guru yang perlu Anda pelajari
adalah sebagai berikut:
1) Motivator dan Inovator dalam Pembangunan Pendidikan
Sebagai ilustrasi guru yang berada di desa berperan sebagai
agen perubahan di masyarakat berusaha aktif dalam mencerdaskan
kehidupan masyarakat desa dengan senantiasa memberikan motivasi
kepada masyarakat untuk ikut serta menyukseskan program wajib
belajar dan mendorong mereka untuk tetap menyekolahkan anaknya
ke jenjang yang lebih tinggi.
2) Perintis dan Pelopor Pendidikan
Sebagai contoh kepeloporan yang dilakukan guru dalam kegiatan
penggalangan dana dari masyarakat mampu untuk memberikan
beasiswa bagi siswa berprestasi yang kurang mampu di sekolahnya,
keaktifan guru sebagai tutor di balai desa dalam menunjang program
kejar paket A dan paket B.
3) Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Sebagai seorang guru yang memiliki kemampuan dalam ilmu
pengetahuan dituntut untuk senantiasa berusaha melakukan berbagai
penemuan khususnya berkaitan dengan permasalahan pendidikan
yang ada di masyarakat sehingga diharapkan dengan penemuannya
dapat dilakukan pencarian solusinya baik secara individu maupun
47
kelembagaan. Hasil dari penelitian guru dapat dipublikasikan secara
luas kepada masyarakat pendidikan.
4) Pengabdian
Menyadari akan tuntutan yang demikian besar terhadap tanggung
jawab guru di masyarakat, maka anda sebagai salah satu ujung
tombak dunia pendidikan perlu melibatkan diri dalam kegiatan di
masyarakat yang relevan dengan dunia pendidikan terutama dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Misalnya anda dapat melakukan
pengabdian di masyarakat dengan memberikan penerangan mengenai
wajib belajar kepada masyarakat dalam kegitan kelurahan,
memberikan diklat mengenai berbagai keeterampilan praktis yang
dapat meningkatkan kewirausahaan dikalangan pemuda putus sekolah
menjadi narasumber dalam kegiatan latihan kepemimpinan di karang
taruna dan lain-lain.
c. Fungsi Kompetensi Profesional Guru
Ada 4 kompetensi profesional guru:
1) Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.
2) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang di
binanya.
3) Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman
sejawat, dan biudang studi yang dibinanya.
4) Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
48
4. Pengelolaan Kelas
a. Penguasaan Bahan Bidang Studi
Kompetensi pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah
penguasaan bahan bidang studi. Penguasaan ini menjadi landasan pokok
untuk keterampilan mengajar. Yang dimaksud dengan kemampuan
menguasai bahan bidang studi menurut Cece (1994) adalah kemampuan
mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menyintesiskan
dan mengevaluasi sejumlah pengetahuan keahlian yang diajarkannya.
Ada dua hal dalam mengausai bahan bidang studi:
1) Menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah.
Untuk menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah
dapat dilakukan dengan cara:
a) Mengkaji bahan kurikulum bidang studi.
b) Mengkaji isi buku-buku teks bidang studi yang bersangkutan.
c) Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang disarankan dalam kurikulum
bidang studi yang bersangkutan.
2) Menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi. Hal ini dilakukan
dengan cara:
a) Mempelajari ilmu yang relevan.
b) Mempelajari aplikasi bidang ilmu ke dalam bidang ilmu lain (untuk
progam-progam studi tertentu).
c) Mempelajari cara menilai kurikulum bidang studi.
49
b. Kemampuan mengelola progam belajar mengajar
Kemampuan mengelola progam belajar mengajar mencakup
kemampuan merumuskan tujuan instruksional, kemampuan mengenal dan
menggunakan metode mengajar, kemampuan memilih dan menyusun
prosedur instruksional yang tepat, kemampuan melaksanakan progam
belajar mengajar, kemampuan mengenal potensi (entry behavior) peserta
didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran
remedial.
Secara rinci, menurut Sciever (dalam Spencer, 1993:33) kemampuan
mengelola program belajar mengajar dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Merumuskan tujuan instruksional. Kemampuan ini dilakukan dengan
cara:
a) Mengkaji kurikulum bidang studi
b) Mempelajari ciri-ciri rumusan tujuan instruksional.
c) Mempelajari tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan.
d) Merumuskan tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan.
2) Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar. Kemampuan ini
dapat dilakukan dengan cara:
a) Mempelajari macam-macam metode mengajar.
b) Menggunakan macam-macam metode mengajar.
3) Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat. Kemampuan
ini dapat dilakukan dengan cara:
a) Mempelajari kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar.
50
b) Menggunakan kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar.
c) Merencanakan program pelajaran.
d) Menyusun satuan pelajaran.
4) Melaksanakan program belajar mengajar. Kemampuan ini dapat
dilakukan dengan cara:
a) Mempelajari fungsi dan peran guru dalam proses belajar mengajar.
b) Menggunakan alat bantu belajar mengajar.
c) Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
d) Memonitor proses belajar peserta didik.
e) Menyesuaikan rencana program pengajaran dengan situasi kelas.
5) Mengenal kemampuan (entry behaviour) anak didik. Kemempuan ini di
lakukan dengan cara:
a) Mempelajari tingkat perkembangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian prestasi belajar.
b) Mempelajari prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi
kemampuan peserta didik.
c) Menggunakan prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi
kemampuan peserta didik.
6) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial. Kemampuan
ini dapat di lakukan dengan cara:
a) Mempelajari faktor-faktor kesulitan belajar.
b) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.
c) Menyusun rencana pengajaran remedial.
51
d) Melaksanakan pengajaran remedial.
c. Pengelolaan Kelas
Kemempuan ini menggambarkan keterampilan guru dalam
merancang, menata dan mengatur sumber-sumber belajar, agar tercapai
suasana pengajaran yang efektif, dan efisien. Jenis kemampuan yang
perlu dimiliki guru adalah:
1) Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran. Kemampuan ini dapat
dikuasai dengan cara berikut:
a) Mempelajari macam-macam pengaturan tempat duduk dan setting
ruangan kelas sesuai dengan tujuan-tujuan instruksinal yang
hendak dicapai.
b) Mempelajari kriteria penggunaan macam-macam pengaturan
tempat duduk dan setting ruangan.
2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif. Kemampuan ini
dapat dikuasai dengan cara berikut:
a) Mempelajari faktor-faktor yang mengganggu iklim belajar mengajar
yang kondusif.
b) Mempelajari strategi dan prosedur pengelolaan kelas yang bersifat
preventif.
c) Menggunakan strategi dan prosedur pengelolaan kelas yang
bersifat preventif.
d) Menggunakan ptosedur pengelolaan kelas yang bersifat kuratif.
52
5. Ruang Lingkup Kompetensi Kepribadian dan Sosial Guru
a. Ruang Lingkup Kompetensi Kepribadian
Untuk meningkatkan kompetensi, guru dituntut untuk menatap dirinya
dan memahami konsep dirinya. Guru harus mampu berkaca pada dirinya
sendiri. Bila ia berkaca ia akan melihat bukan satu pribadi, tetapi ada tiga
pribadi yaitu:
1) Saya dengan konsep diri saya (self concept)
2) Saya dengan ide saya (self idea)
3) Saya dengan realita diri saya (self reality)
Ruang lingkup kompetensi kepribadian guru tidak lepas dari falsafah
hidup, nilai-nilai yang berkembang di tempat guru berada, tetapi ada
beberapa hal yang bersifat universal yang mesti dimiliki oleh guru dalam
menjalankan fungsinya sebagai makhluk individu (pribadi) yang
menunjang keberhasilan tugas pendidikan yang diembannya.
Kemampuan pribadi menurut Sanusi (Sagala, 2009: 23) mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan situasi pendidikan
beserta unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogiyanya dianut oleh seseorang guru.
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan
teladan bagi siswanya.
Kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai
berikut:
53
1) Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban
untuk meningkatkan iman dan ketaqwaannya kepada Tuhan, sejalan
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Dalam hal ini guru
mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya. Contoh:
seorang guru laki-laki yang beragama Islam pada hari jumat
melaksanakan ibadah sholat Jumat di tempat dia tinggal atau di
sekolah yang ada masjidnya bersama warga sekolah yang lainnya dan
sebaliknya agar dihindari perilaku untuk menyuruh orang lain
beribadah sementara dia malah bermain catur dengan orang yang
tidak pernah beribadah.
2) Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu
di kembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab
bahwa ia memiliki potensi yang besar dalam bidang keguruan dan
mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya.
Contoh: seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode
CBSA berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar
di kelas dan mengevaluasi serta menyosialisasikan hasilnya kepada
rekan guru-guru yang lain dan mengajak untuk mengembangkan
metode yang telah dicobanya. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang
ragu-ragu untuk mencoba apa yang telah dimiliki dan takut merasa
gagal dengan apa yang dicobanya.
3) Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan
beragam keunikan dari peserta didik dan masyarakatnya maka guru
perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam
54
menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan
peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi belajar
mengajar di kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata
pelajaran tertentu dan memberikan kesempatan kepada murid untuk
menyampaikan pendapatnya bahkan mau pendapat yang yang
berbeda dari murid dengan alasan yang rasional dan sebaliknya agar
dihindari perilaku yang ingin menang sendiri dan menganggap dirinya
paling benar serta tidak mau menerima masukan dari siapapun
termasuk dari murid-murid.
4) Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh
kembangkan budaya berpikir kritis di masyarakat, saling menerima
dalam perbedaan pendapat dan menyepakatinya untuk mencapai
tujuan bersama maka dituntut seorang untuk bersikap demokratis
dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai
permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka
dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada di luar dirinya.
5) Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan,
baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisnya.
b. Ruang Lingkup Kompetensi Sosial Guru
Sanusi (dalam Sagala, 2009: 28) mengungkapkan kompetensi sosial
mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja
dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
55
Menurut Amijaya (dalam Siddik, 2009) kompetensi kemasyarakatan
atau kompetensi sosial guru, berkaitan dengan kompetensi
profesionalnya. Ia terwujud dalam bentuk partisipasi sosial seseorang guru
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat dimana ia berada, baik secara
formal maupun informal.
Jenis-jenis kompetensi sosial yang harus dimiliki guru (menurut
Cece, 1994) adalah sebagai berikut:
1) Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta
didik
Keterampilan berkomunikasi dengan orang tua peserta didik, baik
melalui bahasa lisan maupun tertulis, sangat diperlukan oleh guru.
Penggunaan bahasa lisan dan tertulis yang baik dan benar diperlukan
agar orang tua peserta didik dapat memahami bahan yang
disampaikan oleh guru, dan lebih dari itu agar guru dapat menjadi
teladan bagi siswa dan masyarakat dalam menggunakan bahasa
secara baik dan benar. Guru dalam hal ini menciptakan suasana
kehidupan sekolah sehingga terjalin pertukaran informasi timbal balik
untuk kepentingan peserta didik dan senantiasa menerima dengan
lapang dada setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua
terhadap sekolahnya.
Sebagai ilustrasi pada waktu rapat dengan orang tua peserta
didik, guru menyampaikan sambutan dengan tata bahasa yang baik
56
dan tidak bertele-tele dalam menyampaikan program sekolah serta
berusaha untuk menampung permasalahan yang dihadapi orang tua,
tentang perkembangan pendidikan anak-anaknya dengan penuh
perhatian. Dalam menyampaikan informasi tentang pendidikan di
sekolah, pihak sekolah menerbitkan buletin yang berisi kegiatan
pendidikan dan artikel mengenai dunia pendidikan dari para guru yang
di kemas dalam bahasa yang mudah di pahami dan menarik perhatian
pembacanya.
2) Bersikap simpatik
Mengingat peserta didik dan orang tuanya berasal dari latar
belakang pendidikan dan sosial ekonomi keluarga yang berbeda, guru
dituntut untuk mampu menghadapinya secara individual dan ramah. Ia
diharapkan dapat menghayati perasaan peserta didik dan orang tua
yang dihadapinya sehingga dapat berhubungan dengan mereka
secara luwes. Mereka selalu siap memberikan bantuan kepada guru
secara individual dengan kondisi sosial psikologis guru dan sesuai
dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikannya.
Sebagai ilustrasi, anda dapat merasakan bagaimana senyuman
ibu guru saat kali pertama Anda ditanya tentang nama, alamat dan
orang tua Anda ketika di SD dahulu, dan sejumlah pengalaman lain
yang Anda rasakan tentang perilaku simpatik guru-guru Anda sehingga
merasa dekat dengan mereka dan tidak ada perasaan takut apalagi
membencinya.
57
3) Dapat Bekerja Sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah
Guru harus dapat menampilkan dirinya sedemikian rupa,
sehingga kehadirannya diterima di masyarakat. Dengan cara demikian,
dia akan mampu bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite
Sekolah baik di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu guru perlu
memahami kaidah-kaidah psikologis yang melandasi perilaku manusia,
terutama yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Sebagai
ilustrasi, guru yang ada di sekolah harus mengetahui karakteristik
lingkungan sosial budaya masyarakat ditempat guru bekerja dan di
tempat tinggalnya sehingga adaptasi yang dilakukan akan lebih
diterima oleh masyarakat. Apalagi berkaitan dengan program sekolah
yang secara tidak langsung memerlukan dukungan dari pihak orang
tua, dalam hal ini lembaga Dewan Pendidikan/Komite Sekolah yang
merupakan wakil dari orang tua peserta didik dan masyarakat
(stakeholder).
Contoh guru yang ditinggal di daerah religius (pesantren), untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dia harus mengikuti berbagai bentuk
pertemuan majlis taklim agar dapat berhubungan dengan tokoh-tokoh
masyarakat yang dianggap karismatik dan memiliki fatwa di dalam
kehidupan masyarakat agar mereka dapat dijadikan sebagai
penasehat dalam lembaga Dewan Pendidikan/Komite Sekolah. Dari
hasil hubungan yang harmonis tersebut diharapkan tercipta suatu
anggapan bahwa kemajuan bersama antara pihak sekolah dan
masyarakat.
58
4) Pandai Bergaul dengan Kawan Sekerja dan Mitra Pendidikan
Guru diharapkan dapat menjadi tempat mengadu oleh sesama
kawan sekerja dan orang tua peserta didik, dapat diajak berbicara
mengenai berbagai kesulitan yang di hadapi guru lain atau orang tua
berkenaan dengan anaknya, baik di bidang akademis ataupun sosial.
Sebagai ilustrasi kehidupan di sekolah merupakan gambaran
kehidupan di masyarakat yang penuh dinamika. Oleh karena itu, guru-
guru dan murid-murid yang ada di dalamnya memiliki sifat yang
berbeda, ada yang pendiam, pemalu, pemarah, penakut, agresif dan
sebagainya. Untuk itu terutama guru-guru harus mampu menjalin
hubungan yang harmonis di antara mereka sendiri dan tidak segan
untuk saling berbagai pengalaman sehingga merupakan satu kesatuan
yang utuh dalam membina pendidikan di sekolah.
Sebagai contoh seorang guru yang sedang mengalami musibah
akan merasa ringan dan terbantu karena rekan guru yang lain
memperhatikan dan membantunya dalam mengatasi persoalan yang
dihadapi.
5) Memahami Dunia Sekitarnya (Lingkungannya)
Sekolah ada dan hidup dalam suatu masyarakat. Masyarakat
yang ada di sekitar sekolah selalu mempengaruhi perkembangan
pendidikan di sekolah, karena itu guru wajib mengenal dan menghayati
dunia sekitar sekolah, minimal masyarakat kelurahan/desa dan
kecamatan dimana sekolah dan guru berada. Dunia lingkungan
59
sekolah mungkin dunia industri, dunia pertanian, dunia perkebunan,
dunia perikanan dan lain-lain tentunya dunia lingkungan di sekitar
sekolah tersebut memiliki adat istiadat, kepercayaan, tata cara, sikap
dan tingkah laku masyarakatnya yang berada. Guru menyebarkan dan
turut merumuskan program-program pendidikan kepada dan dengan
masyarakat sekitarnya sehingga sekolah tersebut berfungsi sebagai
pusat pembinaan dan pengembangan kebudayaan di tempat itu. Guru
berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur
pembaruan bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya. Untuk lebih
memahami dunia sekitarnya, guru turut bersama-sama masyarakat
sekitarnya dalam berbagai aktivitas dan mengusahakan terciptanya
kerja sama yang sebaik-baiknya antara sekolah, orang tua dan
masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar
kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antar pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat.
B. Kerangka Pikir
Kompetensi kepribadian dan sosial guru sangat penting dalam
menghasilkan output pendidikan yang berkualitas, berkompetensi, dan
berdaya saing di dalam masyarakat.
Kompetensi kepribadian guru adalah kompetensi yang berkaitan
dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-
nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan
60
sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru
menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
Kompetensi sosial guru dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat
dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di
sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan
dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki
karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain
yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan.
Apabila guru memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial
yang baik, maka diharapkan hasil belajar siswa juga meningkat. Guru
sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat
apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa hasil belajar siswa
yang ia ajar memiliki nilai yang tinggi.
Adapun bagan kerangka pikir dapat dilihat berikut ini:
Gambar 1. Bagan kerangka pikir
C. Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Kompetensi Kepribadian Guru yang Baik
Kompetensi Sosial Guru yang Baik
Visi dan Misi SMP Negeri 31
Makassar
Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Siswa yang Meningkat
61
1. Kompetensi kepribadian guru berpengaruh positif dan signifikan
terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri
31 Makassar.
2. Kompetensi sosial guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap
hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 31
Makassar.
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini ada tiga yaitu kompetensi kepribadian guru
sebagai variabel bebas (X1) dan kompetensi sosial guru sebagai variabel
bebas (X2) serta hasil belajar bahasa Indonesia sebagai variabel terikat
(Y).
2. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi atau penelitian yang
ingin mengetahui hubungan pengaruh antara tiga variabel. Oleh karena
itu, untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan masalah penelitian
ini dirancang secara deskriptif kuantitatif yang desain atau model
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
yang bersifat korelasi dengan pola sebagai berikut:
X1 : Kompetensi kepribadian guru (variabel bebas)
X2 : Kompetensi sosial guru (variabel bebas)
Y : Hasil belajar bahasa Indonesia siswa (variabel terikat)
X1
X2
Y
62
63
B. Definisi Operasional Variabel
Untuk menjelaskan penelitian ini perlu dijelaskan variabel yang
terdapat dalam penelitian ini. Namun, terlebih dahulu dijelaskan beberapa
istilah berikut.
1. Kompetensi kepribadian guru merupakan kompetensi yang berkaitan
dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-
nilai luhur sehingga terpancar dari perilaku sehari-hari. Indikator yang
harus diteliti yaitu: (a) penampilan sikap dalam menjalankan tugas, (b)
pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) kepribadian, nilai, sikap
hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai
panutan dan teladan bagi para siswanya.
2. Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk
memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota
masyarakat dan warga negara. Indikator yang harus diteliti yaitu: (a)
interaksi guru dengan siswa, (b) interaksi guru dengan kepala sekolah,
(c) interaksi guru dengan rekan kerja, (d) interaksi guru dengan orang
tua siswa, dan (e) interaksi guru dengan masyarakat.
3. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh murid
dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan yang diwujudkan dengan hasil belajar
yang didapat oleh siswa.
64
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2003: 55), populasi atau universe adalah jumlah
keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Berdasarkan
pengertian ini, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
semua siswa kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar sebanyak 230 orang.
Tabel 1. Keadaan Populasi
No Kelas Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. VIII.A 15 17 32 2. VIII.B 17 15 32 3. VIII.C 15 19 34 4. VIII.D 16 20 36 5. VIII.E 16 15 31 6. VIII.F 15 18 33 7. VIII.G 17 15 32
Jumlah 111 119 230 Sumber: Dokumentasi SMP Negeri 31 Makassar
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2003: 56), sampel adalah sebagian yang
diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut dan mengingat jumlah populasi dalam
penelitian ini cukup banyak, serta keterbatasan penulis baik dari segi dana
dan waktu, maka penelitian ini hanya menggunakan penelitian sampel.
Karena populasinya sudah diketahui, maka untuk mendapatkan
sampel (n) dalam populasi, akan digunakan rumus Slovin (Sugiyono,
2003:56), sebagai berikut:
65
21NnNe
di mana : n = Ukuran sampel minimum yang akan diambil N = Ukuran populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian yang digunakan karena
kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (error) antara ±1% s.d ±10%. Dalam penelitian ini digunakan 10% (0,10).
Dari rumus tersebut dapat diketahui besaran sampel dari siswa kelas
VIII SMP Negeri 31 Makassar yang menjadi responden adalah sebagai
berikut:
= 230
1 + 230. (0,1)ଶ
= 230
1 + 230(0,1)ଶ
= 230
1 + 230(0,01)
= 230
1 + 2,3
= 2303.3
= 69.70
Jadi, n = 69,70 atau dibulatkan menjadi 70 siswa dari semua kelas
VIII. Jadi, sampel yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 70 orang
siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Angket atau
kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara
66
tidak langsung karena peneliti tidak bertanya jawab secara langsung
(Syaodih, 2005). Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab atau direspons oleh siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data melalui penelitian lapangan dilakukan dengan
cara observasi ke lokasi penelitian. Teknik yang digunakan dengan cara
ini adalah:
1. Angket (kuesioner), teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
penyebaran angket kepada siswa yang menjadi sampel. Angket ini
berisi pertanyaan-pertanyaan tentang identitas responden dan
variabel-variabel penelitian untuk mencari informasi yang lengkap dari
permasalahan yang dibahas. Sasaran yang diharapkan dari penelitian
ini adalah menghasilkan jawaban responden yang terstruktur untuk
diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk menguji hipotesis penelitian.
Variabel yang diukur adalah kompetensi kepribadian guru, kompetensi
sosial guru, dan hasil belajar siswa.
2. Tes, menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil
belajar siswa.
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengolah hasil penelitian guna memperoleh simpulan. Adapun metode
analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
67
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh kompetensi guru (X1) dan kompetensi sosial guru (X2) terhadap
hasil belajar bahasa Indonesia siswa (Y).
= + ଵ ଵ + ଶଶ +
Keterangan:
Y : Hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
X1 : Kompetensi kepribadian guru
X2 : Kompetensi sosial guru
b1 : Koefisien regresi kompetensi kepribadian guru
b2 : Koefisien regresi kompetensi sosial guru
a : Konstanta
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menjawab rumusan untuk memberikan jawaban
atas rumusan masalah pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pengaruh kompetensi kepribadian guru terhadap hasil
belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar,
mendeskripsikan pengaruh kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar
bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar, dan
mendeskripsikan penerapan kompetensi kepribadian dan sosial guru
terhadap hasil belajar siswa kelas VIII terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar. Setelah data terkumpul,
maka selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif
dan inferensial untuk mengetahui gambaran setiap variabel.
1. Deskripsi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 31 Makassar
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada siswa
kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar yang berjumlah 70 orang, maka
peneliti dapat mengumpulkan data hasil belajar bahasa Indonesia siswa
melalui dokumentasi nilai. Adapun data hasil belajar bahasa Indonesia
siswa kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar adalah sebagai berikut:
68
69
Tabel 4.1 Distribusi dan Presentase Skor Hasil Belajar Keterampilan Menyimak Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar
Interval nilai Kategori Frekuensi presentase
0 - 55 Sangat Rendah 9 12,86
56 - 65 Rendah 22 31,43
66 - 75 Sedang 10 14,29
76 - 85 Tinggi 22 31,43
86 - 100 Sangat Tinggi 7 10
Jumlah 70 100
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa hasil belajar menyimak dari 70
siswa kelas VIII Negeri 31 Makassar, sekitar 9 orang atau 12,86% yang
berada dalam kategori sangat rendah, 22 orang atau 31,43% nilainya
berada dalam kategori rendah, 10 orang atau 14,29% nialainya berada
dalam kategori sedang, 22 orang atau 31,42% nilainya berada dalam
kategori tinggi dan 9 orang atau 12,86% yang nilainya berada dalam
kategori sangat tinggi. Untuk hasil belajar keterampilan berbicara dapat
dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi dan Presentase Skor Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar
Interval nilai Kategori Frekuensi presentase
0 - 55 Sangat Rendah 20 28,57
56 - 65 Rendah 18 25,71
66 - 75 Sedang 13 18,57
76 - 85 Tinggi 19 27,14
86 - 100 Sangat Tinggi 0 0
Jumlah 70 100
70
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa hasil belajar berbicara dari 70
siswa kelas VIII Negeri 31 Makassar, sekitar 20 orang atau 28,57% yang
berada dalam kategori sangat rendah, 18 orang atau 25,71% nilainya
berada dalam kategori rendah, 13 orang atau 18,57% nialainya berada
dalam kategori sedang, 19 orang atau 27,14% nilainya berada dalam
kategori tinggi dan tak seorangpun yang nilainya berada dalam kategori
sangat tinggi. Untuk hasil belajar membaca cerpen dapat dilihat pada
tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi dan Presentase Skor Hasil Belajar Membaca Cerpen Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar
Interval nilai Kategori Frekuensi presentase
0 - 55 Sangat Rendah 9 12,86
56 - 65 Rendah 12 17,14
66 - 75 Sedang 32 45,71
76 - 85 Tinggi 9 12,86
86 - 100 Sangat Tinggi 8 11,43
Jumlah 70 100
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa hasil kegiatan membaca
cerpen dari 70 siswa kelas VIII Negeri 31 Makassar, sekitar 9 orang atau
12,86% yang berada dalam kategori sangat rendah, 12 orang atau
17,14% nilainya berada dalam kategori rendah, 32 orang atau 45,71%
nialainya berada dalam kategori sedang, 9 orang atau 12,86% nilainya
berada dalam kategori tinggi dan 8 orang atau 11,43% yang nilainya
berada dalam kategori sangat tinggi.
71
Untuk hasil belajar keterampilan menulis cerpen dapat dilihat pada
tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Distribusi dan Presentase Skor Hasil Belajar Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar
Interval nilai Kategori Frekuensi presentase 0 - 55 Sangat Rendah 0 0
56 - 65 Rendah 4 5,71 66 - 75 Sedang 48 68,57 76 - 85 Tinggi 16 22,86
86 - 100 Sangat Tinggi 2 2,86
Jumlah 70 100
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa hasil kegiatan menulis cerpen
dari 70 siswa kelas VIII Negeri 31 Makassar, tak seorangpun siswa yang
berada dalam kategori sangat rendah, 4 orang atau 5,71% nilainya berada
dalam kategori rendah, 48 orang atau 68,57% nialainya berada dalam
kategori sedang, 16 orang atau 22,86% nilainya berada dalam kategori
tinggi dan 2 orang atau 2,86% yang nilainya berada dalam kategori sangat
tinggi.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar Interval Frekuensi Persentase 74 - 77 11 15,7 78 - 81 18 25,7 82 - 85 26 37,1 86 - 89 9 12,9 90 - 93 3 4,3 94 - 97 3 4,3 Jumlah 70 100
72
Tabel distribusi frekuensi data hasil belajar bahasa Indonesia siswa
di atas, menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi berada pada interval 82 –
85 dengan frekuensi 26 orang dan persentase 37,1%, sedangkan
frekuensi terendah pada interval 90 – 93 dan 94 – 97 dengan frekuensi
masin-masing 3 orang dan persentase sebesar 4,3%.
2. Deskripsi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil Lampiran 2 maka dapat diketahui karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Laki-laki 30 42,8
Perempuan 40 57,2
Total 70 100
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah responden (siswa) dengan
jenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 30 orang (42,8%) dan jumlah
responden jenis kelamin perempuan yakni sebanyak 40 orang (57,2%).
Jumlah responden keseluruhan sebanyak 70 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa responden yang paling banyak adalah perempuan.
B. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian dan Indikatornya
Analisis deskriptif variabel penelitian dan indikatornya dikelompokkan
(dikategorikan) berdasarkan nilai rata-rata (mean) dari kualitas variabel
penelitian dan indikatornya. Adapun pengelompokannya dapat dilihat
pada tabel berikut.
73
Tabel 4.7 Kategori Nilai Rata-rata (Mean) Instrumennya
No. Rata-rata Kategori
1 1 ≤ rata-rata < 1,85 Sangat tidak kompeten
2 1,85 ≤ rata-rata < 2,65 Tidak kompeten
3 2,65 ≤ rata-rata < 3,45 Cukup kompeten
4 3,45 ≤ rata-rata < 4,25 Kompeten
5 4,25 ≤ rata-rata ≤ 5,00 Sangat kompeten Adapun deskripsi tersebut akan diuraikan berikut ini.
1. Deskripsi Variabel Kompetensi Kepribadian Guru
Variabel kompetensi kepribadian terdiri atas 5 item pernyataan
(unsur). Adapun deskripsi item pernyataan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8 Deskripsi Item Pernyataan Variabel Kompetensi Kepribadian
Guru
Item Pertanyaan Tanggapan responden Rata
-rata Kategori STS TS C
S S SS
Bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia (X1.1)
0 0 5 55 10 4,07 Kompeten
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat (X1.2)
0 0 7 48 15 4,11 Kompeten
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa (X1.3)
0 0 4 55 11 4,10 Kompeten
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri (X1.4)
0 0 1 58 11 4,14 Kompeten
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru (X1.5) 0 0 4 57 9 4,07 Kompeten
Sumber: Lampiran 3 (diolah)
74
Dari tabel di atas dapat diuraikan tanggapan responden siswa kelas
VIII SMP Negeri 31 Makassar terhadap kuesioner kompetensi kepribadian
guru yang diberikan sebagai berikut:
a. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 1
bahwa guru “Bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia”, tidak ada responden yang
menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 5 orang menyatakan
cukup setuju, 55 orang menyatakan setuju dan 10 orang menyatakan
sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden terhadap pernyataan 1
adalah 4,07, ini berarti guru dalam hal item pernyataan 1 berada dalam
kategori kompeten.
b. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 2
bahwa guru “Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat”, tidak ada
responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 7
orang menyatakan cukup setuju, 48 orang menyatakan setuju dan 15
orang menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden
terhadap pernyataan 2 adalah 4,11, ini berarti guru dalam hal item
pernyataan 2 berada dalam kategori kompeten.
c. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 3
bahwa guru “Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa”, tidak ada responden yang menyatakan
sangat tidak setuju dan tidak setuju, 4 orang menyatakan cukup setuju,
55 orang menyatakan setuju dan 11 orang menyatakan sangat setuju.
75
Rata-rata tanggapan responden terhadap pernyataan 3 adalah 4,10, ini
berarti guru dalam hal item pernyataan 3 berada dalam kategori
kompeten.
d. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 4
bahwa guru “Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi,
rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri”, tidak ada responden
yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 1 orang
menyatakan cukup setuju, 58 orang menyatakan setuju dan 11 orang
menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden terhadap
pernyataan 4 adalah 4,14, ini berarti guru dalam hal item pernyataan 4
berada dalam kategori kompeten.
e. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 5
bahwa guru “Bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia”, tidak ada responden yang
menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 4 orang menyatakan
cukup setuju, 57 orang menyatakan setuju dan 9 orang menyatakan
sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden terhadap pernyataan 5
adalah 4,07, ini berarti guru dalam hal item pernyataan 5 berada dalam
kategori kompeten.
Dari uraian di atas di tunjukkan bahwa dari 5 unsur yang digunakan
untuk mengukur variabel kompentensi kepribadian guru, yang paling tinggi
nilai rata-ratanya adalah “Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang
tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri” sebesar 4,14
dengan kategori kompeten.
76
2. Deskripsi Variabel Kompetensi Sosial Guru
Variabel kompetensi sosial terdiri atas 4 item pernyataan. Adapun
deskripsi item pernyataan sebagaimana tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 4.9 Deskripsi Item Pernyataan Variabel Kompetensi Sosial Guru
Item Pernyataan Tanggapan responden Rata
-rata Kategori STS TS C
S S SS
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi (X2.1)
0 0 7 59 4 3,96 Kompeten
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat (X2.2)
0 0 9 53 8 3,99 Kompeten
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya (X2.3)
0 0 7 53 10 4,04 Kompeten
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan dalam bentuk lain (X2.4)
0 0 12 51 7 3,93 Kompeten
Sumber: Lampiran 3 (diolah)
Dari tabel di atas dapat diuraikan tanggapan responden siswa kelas
VIII SMP Negeri 31 Makassar terhadap kuesioner kompetensi sosial guru
yang diberikan sebagai berikut:
77
a. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 1
bahwa guru “Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi
fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi”, tidak ada
responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 7
orang menyatakan cukup setuju, 59 orang menyatakan setuju dan 4
orang menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden
terhadap pernyataan 1 adalah 3,96, ini berarti guru dalam hal item
pernyataan 1 berada dalam kategori kompeten.
b. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 2
bahwa guru “Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat”,
tidak ada responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak
setuju, 9 orang menyatakan cukup setuju, 53 orang menyatakan setuju
dan 8 orang menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan
responden terhadap pernyataan 2 adalah 3,99, ini berarti guru dalam
hal item pernyataan 2 berada dalam kategori kompeten.
c. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 3
bahwa guru “Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya”, tidak ada
responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 7
orang menyatakan cukup setuju, 53 orang menyatakan setuju dan 10
orang menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden
78
terhadap pernyataan 3 adalah 4,04, ini berarti guru dalam hal item
pernyataan 3 berada dalam kategori kompeten.
d. Dari 70 responden yang memberikan tanggapan tentang pernyataan 4
bahwa guru “Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan tulisan dalam bentuk lain”, tidak ada
responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju, 12
orang menyatakan cukup setuju, 51 orang menyatakan setuju dan 7
orang menyatakan sangat setuju. Rata-rata tanggapan responden
terhadap pernyataan 4 adalah 3,93, ini berarti guru dalam hal item
pernyataan 4 berada dalam kategori kompeten.
Dari uraian di atas ditunjukkan bahwa dari 4 unsur yang digunakan
untuk mengukur variabel kompentensi sosial, yang paling tinggi nilai rata-
ratanya adalah “Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya” sebesar 4,04
dengan kategori kompeten.
3. Analisis Regresi Berganda
Untuk mengetahui pengaruh kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri
31 Makassar, maka dilakukan uji regresi linear berganda. Analisis regresi
linier berganda digunakan karena variabel bebas dalam penelitian ini lebih
dari satu, yaitu kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Berikut
hasil uji regresi linier berganda yang dilakukan.
79
Tabel 4.10. Rangkuman Hasil Analisis Regresi Berganda Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 21.073 6.968 3.024 .004
Menulis .310 .699 .036 .443 .659
Membaca -.618 .356 -.137 -1.736 .087
Berbicara .391 .357 .090 1.095 .278
Menyimak -.060 .333 -.015 -.180 .858
Kepribadian 1.673 .610 .435 2.743 .008
Kompetensi Sosial 1.711 .743 .368 2.301 .025 a. Dependent Variable: Hasil Belajar
Sumber : Data primer diolah, 2014
Berdasarkan hasil uji regresi yang dilakukan, dapat dibuat
persamaan sebagai berikut:
Y = 21,073 + 1,673X1 + 1,711X2
Artinya:
a = 21,073, artinya apabila kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial guru dalam keadaan konstan/tetap, maka hasil belajar bahasa
Indonesia siswa adalah sebesar 21,07.
b1 = 1,673, artinya apabila kompetensi kepribadian meningkat 1
persen, maka hasil belajar bahasa Indonesia siswa akan meningkat
sebesar 1,673 persen.
b2 = 1,711, artinya apabila kompetensi sosial meningkat 1 persen,
maka hasil belajar bahasa Indonesia siswa akan meningkat sebesar 1,711
persen.
Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat diketahui bahwa nilai
koefisien regresi untuk kompetensi kepribadian guru bernilai positif 1,673.
80
Pengaruh positif yang diberikan kompetensi kepribadian guru terhadap
hasil belajar bahasa Indonesia siswa adalah signifikan. Hal ini dapat
diketahui dari nilai t hitung > t tabel (3,024 > 0,610) dan nilai p = 0,008 (<
0,05). Hal ini berarti bahwa kompetensi kepribadian guru dapat
meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa. Nilai koefisien regresi
untuk kompetensi sosial guru bernilai positif 1,711. Pengaruh positif yang
diberikan kompetensi sosial guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia
siswa adalah signifikan. Hal ini dapat diketahui dari nilai t hitung > t tabel
(2,301 > 1,995) dan nilai p = 0,025 (< 0,05). Hal ini berarti bahwa
kompetensi sosial guru dapat meningkatkan hasil belajar bahasa
Indonesia siswa.
Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini terbukti, yaitu
“Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kompetensi kepribadian
guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia siswa positif dan
kompetensi kepribadian guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia
siswa”.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel kompetensi
kepribadian guru (X1) dan kompetensi sosial guru (X2) dengan hasil
belajar bahasa Indonesia siswa (Y), maka dilakukan uji korelasi. Dari
Tabel 4.6 di atas didapat nilai korelasi (R) sebesar 0,611 dengan nilai P =
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat dan signifikan
antara variabel kompetensi kepribadian guru (X1) dan kompetensi sosial
guru (X2) dengan hasil belajar bahasa Indonesia siswa (Y).
81
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar kontribusi variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat.
Dari tabel 4.6 di atas diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,611
(61,1%). Ini berarti bahwa variasi variabel terikat hasil belajar bahasa
Indonesia siswa (Y) dapat dijelaskan oleh variabel kompetensi kepribadian
guru (X1) dan kompetensi sosial guru (X2) sebesar 58,4%, sedangkan
sisanya 41,6% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar variabel yang
diteliti.
C. Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara kompetensi kepribadian guru dan kompetensi sosial
guru terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar.
Berikut adalah pembahasan masing-masing untuk variabel kompetensi
kepribadian guru dan kompetensi sosial guru.
1. Pengaruh Kompetensi Kepribadian Guru terhadap Hasil Belajar
Bahasa Indonesia Siswa
Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan program SPSS 22
diperoleh nilai beta untuk variabel kompetensi kepribadian guru sebesar
0,435 (atau 43,5%). Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian
guru memberi kontribusi sebesar 43,5% dalam meningkatkan hasil belajar
bahasa Indonesia siswa di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar. Semakin
baik atau kompeten guru dalam kompetensi kepribadiannya maka
diharapkan semakin baik pula hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
82
Hal ini sejalan dengan pendapat Roqib dan Nurfuadi (2009:119)
bahwa guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan
belajar yang efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola
kelasnya, sehingga belajar siswa berada pada tingkat optimal. Hal ini
sejalan pula dengan pendapat Noddings (dalam Stronge, 2013: 25-26)
bahwa kebahagiaan guru dapat memengaruhi iklim kelas, dan dengan
demikian memengaruhi para murid. Selain itu, pengaruh psikologis guru
pada para murid telah dikaitkan dengan prestasi murid pada berbagai
studi efektivitas.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,
memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang
mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik
terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil
sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat/ucapan/perintahnya)
dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan
faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.
Zakiah Darajat (dalam Syah, 2000: 225-226) menegaskan bahwa
kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak
atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik
yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami
kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
83
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru
dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan
keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta
merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara
simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada
umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi.
Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan
ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan. Surya
(dalam Uno, 2008:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai
kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang
diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini
mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri.
2. Pengaruh Kompetensi Sosial Guru terhadap Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Siswa
Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan program SPSS 22
diperoleh nilai beta untuk variabel kompetensi sosial guru sebesar 0,368
(atau 36,8%). Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi sosial guru
memberi kontribusi sebesar 38,6% dalam meningkatkan hasil belajar
bahasa Indonesia siswa di kelas VIII SMP Negeri 31 Makassar. Semakin
baik atau kompeten guru dalam kompetensi sosialnya maka diharapkan
semakin baik pula hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk
memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat
84
dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan
warga negara. Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup
kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Kompetensi sosial guru berkaitan erat dengan kemampuan guru
dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru
berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri
yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi
yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik
adalah tugas memanusiakan manusia. Guru harus mempunyai
kompetensi sosial karena guru adalah Penceramah Zaman (Langeveld,
1955). tugas guru adalah tugas pelayanan manusia.
Guru perlu memiliki kompetensi sosial untuk berhubungan dengan
masyarakat dalam rangka menyelenggarakan proses belajar mengajar
yang efektif karena dengan dimilikinya kompetensi sosial tersebut,
otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan
lancar sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik atau
masyarakat tentang masalah peserta didik yang perlu diselesaikan tidak
akan sulit menghubunginya. Guru yang efektif adalah guru yang mampu
membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran.
Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses
komunikasi.
85
Menurut Gumelar dan Dahyat (dalam Sagala, 2009:127) kompetensi
sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik
serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat
melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki
kompetensi, yaitu: (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi
guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan
kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan
dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya,
(2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai
program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan
kemajuan pendidikan. Johnson (dalam Anwar, 2004:63) mengemukakan
kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru.
Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Arikunto (1993:239)
bahwa kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan
komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala
sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator, yaitu: (1) interaksi guru
dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru
86
dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5)
interaksi guru dengan masyarakat.
87
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan, maka
dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel kompetensi
kepribadian guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII
SMP Negeri 31 Makassar, hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung
yang lebih besar pada nilai t tabel (1,673 > 1,995) dan nilai P yang
lebih kecil pada α (0,012 < 0,05). Semakin baik atau kompeten guru
dalam kompetensi kepribadiannya maka diharapkan semakin baik pula
hasil belajar bahasa Indonesia siswa.
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel kompetensi sosial
guru terhadap hasil belajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri
31 Makassar, hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung yang lebih besar
pada nilai t tabel (2,466 > 1,995) dan nilai P yang lebih kecil daripada
α (0,016 < 0,05). Semakin baik atau kompeten guru dalam kompetensi
sosialnya maka diharapkan semakin baik pula hasil belajar bahasa
Indonesia siswa.
B. Saran
Dalam rangka peningkatan kompetensi guru, maka dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
87
88
1. Pemerintah memberi kesempatan yang semakin luas kepada guru
untuk meningkatkan kompetensinya termasuk menambah beasiswa
dan fasilitas pendukung.
2. Pemerintah dan sekolah bermitra dengan perguruan tinggi untuk
meningkatkan kompetensi guru, baik untuk meningkatkan pendidikan
maupun kualitasnya.
3. Para guru agar memberdayakan dan memanfaatkan kompetensi yang
dimiliki dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
89
DAFTAR PUSTAKA Agung, Iskandar. 2012. Menghasilkan Guru Kompeten dan Profesional.
Jakarta: Bee Media Indonesia. Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Anwar, Arifin. 2004. Profil Baru Guru & Dosen Indonesia. Jakarta: Pustaka
Indonesia & Pokja Diknas. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka
Cipta. Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah
Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Cece, Wijaya. 1994. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cooper, James, M. 1984. Peranan Guru dalam Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya. Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru: dari Pra-Jabatan,
Induksi, ke Profesional Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jamaluddin. 2010. Pengaruh Kompetensi Guru Bahasa Indonesia
terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa SMA Negeri 1 Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Tesis. Makassar: PPs Unismuh Makassar.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik.
Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Pemerintah No.19 Th. 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional, Pasal 28 ayat 3. Purwanto,M. Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Roqib, Moh & Nurfuadi. 2009. Kepribadian Guru (Upaya Mengembangkan
Kepribadian Guru yang Sehat di Masa Depan). Purwakarto: Grafindo Litera Media.
89
90
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Saud, Udin Syaefudin. 2010. Pengembangan Profesi Guru. Bandung:
Alfabeta. Siddik. 2009. Pengaruh Kreativitas dan Motivasi Berprestasi terhadap
Profesionalisme Guru pada Sekolah Dasar di Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Tesis tidak dipublikasikan PPs Universitas Muhammadiyah Makassar.
Spencer, Lyle M. 1993. Competence at Work: Models for Superior
Performance. USA: John Wiley & Sons, Inc. Stronge. 2013. Kompetensi Guru-Guru Efektif. Edisi Kedua. Jakarta: PT
Indeks. Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Cetakan Kelima. Bandung:
CV Alfabeta. Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Syaodih S., Nana. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Syarbini, Amirulloh. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter: Panduan
Lengkap Mendidik Karakter Anak di Sekolah, Madrasah, dan Rumah. Jakarta: Asa Prima Pustaka.
Uno, Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Moh. Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Yamin, Martinis dan Maisah. 2010. Standardisasi Kinerja Guru. Jakarta:
Gaung Persada Pers.
Top Related