PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TESIS
Oleh
JANNER P. SIMAMORA 097032163/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JANNER P. SIMAMORA 097032163/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Nama Mahasiswa : Janner P. Simamora Nomor Induk Mahasiswa : 097032163 Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) ( Ketua Anggota
Dra. Syarifah, M.S)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S
)
Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada Tanggal : 31 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : Dra. Syarifah, M.S : drh. Rasmaliah, M.Kes : drh. Hiswani, M.Kes
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
JANNER P. SIMAMORA 097032163
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan penyakit tidak menular terbanyak dan salah satu kelompok penderitanya adalah dewasa madya. Jumlah prevalensi hipertensi sebanyak 2631 dan prevalensi pada kelompok dewasa madya sebanyak 36%. Ini terkait dengan karakteristik (pendidikan dan pekerjaan) dan gaya hidup (pola makan, kebiasaan istirahat, aktifitas fisik, dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan matched case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua golongan umur kelompok dewasa madya berjumlah 2856 orang. Sampelnya adalah 131 kasus dan 131 kontrol, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara convinience sampling dan dianalisis dengan regresi logistic ganda pada α = 5%. Hasil penelitian secara statistik menunjukkan pekerjaan (p value 0,001 dengan OR 5,549), pola makan (p value 0,000 dengan OR 5,699), istirahat (p value 0,026 dengan OR 1,932) dan riwayat merokok (p value 0,000 dengan OR 4,923) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi sedangkan pendidikan dan aktifitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan. Disarankan bagi petugas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan tentang hipertensi dengan pendekatan personal dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menderita hipertensi, bagi masyarakat terkhusus kelompok dewasa madya diharapkan mencegah faktor resiko dengan memperbaiki pola makan untuk mencegah kejadian hipertensi dan pada laki-laki agar dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi seperti kebiasaan merokok, kebiasaan istirahat kurang serta kurang berolah raga.
Kata Kunci : Karakteristik, Gaya Hidup, Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan disease is not contagious and one of the most sufferers are middle adulthood. Total prevalence of hypertension, and the prevalence in 2631 as a group of middle adulthood as much as 36%. This is related to the characteristics (education and occupation) and lifestyle (diet, rest habits, physical activity, and smoking history) middle adult groups.
This study aimed to analyze the influence of education, occupation, physical activity, diet, rest and smoking history middle adult groups on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan. This research is an analytic survey with matched case-control approach. The population in this study were all middle class adult age group numbered 2856 people. The samples were 131 cases and 131 controls, taken with cluster sampling techniques and sample a selection of the sampling convinience and analyzed by multiple logistic regression at α = 5%.
The results showed statistically job (p value 0.001 with OR 5.549), diet (p value 0.000 with OR 5.699), rest (p value 0.026 with OR 1.932) and a history of smoking (p value 0.000 with OR 4.923) effect on the prevalence of hypertension while education and physical activity had no effect on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan.
Suggested for officers working in the area of health center Matiti to increase knowledge about hypertension community through counseling and personal approach to providing services to people who suffer from hypertension, for the people especially my middle adult groups are expected to prevent the risk factors by improving the diet to prevent the prevalence of hypertension and in men in order to reduce habits that can increase the incidence of hypertension such as smoking, lack of resting habits and lack of exercise
Keywords: Characteristics, Lifestyle, Hypertension
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Karakteristik
dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbanga Hasundutan.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat
dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak
pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M. Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H sebagai ketua komisi pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
6. Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
7. drh. Rasmaliah, M.Kes dan drh. Hiswani, M.Kes sebagai komisi penguji atau
pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
8. Kepala Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada
penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.
9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
10. Rasa hormat kepada orang tua dan abang saya yang penuh pengertian, kesabaran,
pengorbanan dan do’a dan selalu memotivasi dan memberikan dukungan agar
bisa menyelesaikan pendidikan ini.
11. Teristimewa buat istri tercinta yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan
dan do’a serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan
dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi tahun 2009 yang telah
memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister
IKM FKM-USU.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2012 Penulis
Janner P. Simamora 097032163/IKM
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Janner P. Simamora, lahir pada tanggal 08 Januari 1986 di Doloksanggul anak
paling bungsu dari empat belas bersaudara dari pasangan ayahanda (alm) D.
Simamora dan ibunda L. br. Simanullang.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri
4 Doloksanggul, selesai Tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1
Doloksanggul, selesai tahun 2001, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Doloksanggul, selesai Tahun 2004, Akademi Keperawatan Teladan Bahagia Medan,
selesai Tahun 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Prima Indonesia,
selesai Tahun 2009.
Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Kebidanan dan
Keperawatan Kesehatan Baru Doloksanggul tahun 2009 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan
menyelesaikan studi tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABASTRAK ........................................................................................... i ABSTRACT ........................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vi DAFTAR ISI .......................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................. x DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................... 1 1.2. Permasalahan ..................................................................... 9 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 9 1.4. Hipotesis ............................................................................ 9 1.5. Manfaat Penelitian ........................................................... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 11
2.1. Hipertensi ......................................................................... 11 2.1.1. Definisi Hipertensi .................................................. 10
2.1.2. Patofisiologi ............................................................ 15 2.1.3. Manifestasi Klinis ................................................... 16 2.1.4. Komplikasi .............................................................. 17 2.1.5. Penatalaksanaan ...................................................... 19 2.1.6. Epidemiologi Hipertensi ........................................ 21
2.1.7. Faktor Resiko Hipertensi ........................................ 22 2.1.8. Pencegahan Hipertensi ............................................ 29
2.2. Gaya Hidup ........................................................................ 30 2.2.1. Pengertian Gaya Hidup ........................................... 30 2.2.2. Pola Makan ............................................................ 31 2.2.3. Aktifitas Fisik ......................................................... 35 2.2.4. Kebiasaan Istirahat ................................................. 38 2.2.5. Kebiasaan Merokok ............................................... 39 2.3. Masa Dewasa Madya ........................................................ 43 2.3.1. Pengertian Masa Dewasa Madya ........................... 43 2.3.2. Tahap-tahap Perkembangan Dewasa Madya ......... 46 2.4. Landasan Teori ................................................................. 47 2.5. Kerangka Konsep ............................................................. 50
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................... 51 3.1. Jenis Penelitian ................................................................ 51 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 52 3.2.1. Lokasi Penelitian .................................................. 52 3.2.2. Waktu Penelitian .................................................. 52 3.3. Populasi dan Sampel ........................................................ 52 3.3.1. Populasi .................................................................. 52 3.3.2. Sampel .................................................................... 53 3.3.3. Tekhnik Pengambilan Sampel ................................ 54 3.3.4. Kriteria Sampel ....................................................... 56 3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................. 56 3.4.1. Jenis Data ................................................................ 56 3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................. 57 3.5. Variabel dan Definisi Operasional .................................... 60
3.5.1. Variabel Bebas ....................................................... 60 3.5.2. Variabel Terikat . .................................................... 62 3.6. Metode Pengukuran ......................................................... 63 3.7. Metode Analisis Data ....................................................... 64 3.7.1. Analisis Univariat .................................................. 64 3.7.2. Analisis Bivariat .................................................... 64 3.7.3. Analisis Multivariat .............................................. 65 BAB 4. HASIL PENELITIAN ......................................................... 66 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................ ̀ 66 4.2. Analisa Univariat ............................................................. 66 4.2.1. Karakteristik Kelompok Dewasa Madya ............... 66 4.3. Analisa Bivariat ............................................................... 69 4.4. Analisa Multivariat .......................................................... 73 4.5. Population Attribute Risk (PAR) ..................................... 76 BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................... 78 5.1. Pengaruh karakteristik Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi ......................................................................... 78 5.1.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ............................................. 78 5.1.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ............................................ 80 5.2. Pengaruh Gaya Hidup Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi ......................................................................... 81
Universitas Sumatera Utara
5.2.1. Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ......................... 81 5.2.2. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan .......................... 83 5.2.3. Pengaruh Kebiasaan Istirahat terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan .......................... 85 5.2.4. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan .......................... 86 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 89 6.1. Kesimpulan ..................................................................... 89 6.2. Saran ............................................................................... 89 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 91 LAMPIRAN ........................................................................................... 94
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
Klasifikasi Hipertensi ……..……………………………….. Besar Sampel Berdasarkan Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu………………………………………... Pembagian Sampel Berdasarkan Wilayah Penelitian………. Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat) ………………………….. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat)…………………………... Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur………………. Kelompok Matching dalam Penelitian……………………. Distribusi Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan) dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat, Kebiasaan Merokok) di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ………………………………………………...
Hubungan Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan…………………………………………………
Pengaruh Karakteristik (Pekerjaan) dan Gaya Hidup (Pola Makan, Istirahat dan Kebiasaan Merokok) terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan………………………..
11
54
55
58
59
63
67
68
72
75
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Manusia …… 49
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ……..………………………… 50
3.1. Desain Case Control………………………………………... 51
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian………………………………... 94
1 Master Data Penelitian ……………………………...
97
2 Hasil Uji Statistik ………………………………….
103
3. Master Validitas dan Reliabilitas Data…………….
117
4
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data………….. 118
5 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kuesioner……...
121
6 Master Data Kuesioner, Pola Makan, Istirahat, Aktifitas Fisik………………………………………
127
7 Surat Izin Penelitian dari FKM USU ……………...
134
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan
masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal, dari data yang disimpulkan bahwa masalah kesehatan akan
dipengaruhi pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olahraga dan stress.
Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya
prevalensi penyakit degeneratif, salah satunya hipertensi (Gunawan, 2005).
Seiring berubahnya gaya hidup diperkotaan mengikuti era globalisasi, kasus
hipertensi terus meningkat, gaya hidup yang gemar makan makanan fast food yang
kaya lemak, malas berolahraga, stress, alkohol atau garam yang lebih dalam makanan
bisa memicu terjadinya hipertensi. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan
darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya
akan kembali normal (M. Shadine, 2010).
Hipertensi dikenal sebagai silent killer, terbukti sering muncul tanpa gejala,
berarti gejala bukan merupakan tanda untuk diagnostik dini. Hipertensi ringan justru
sebagian besar jumlahnya dibandingkan stadium berat, dan harus diwaspadai karena
ternyata sebagian besar menyebabkan kematian dibandingkan kanker. Meski terapi
ringan akan banyak mengurangi risiko komplikasi kardiovaskuler, termasuk kematian
dini (Armilawaty, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau
esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi
sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit
jantung, gangguan ginjal. Menurut JNC VII Report 2003, diagnosis hipertensi
ditegakkan apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam waktu
yang berbeda (Indrayani, 2009).
Menurut data WHO (2000), hipertensi merupakan salah satu penyebab utama
kematian. Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 25,41%
(tahun 1980) menjadi 48,53% (tahun 2001). Hipertensi sebagai salah satu pencetus
terjadinya penyakit jantung dan stroke, ikut andil dalam peningkatan proporsi
kematian penyakit tidak menular tertentu seperti proporsi kematian karena penyakit
kardiovaskular meningkat dari 9,1% (tahun 1986) menjadi 26,3% (tahun 2001),
jantung iskemik dari 2,5% (tahun 1980) menjadi 14,9% (tahun 2001), dan stroke dari
5,5% (tahun 1986) menjadi 11,5% (tahun 2001).
Hipertensi merupakan masalah yang sering ditemukan dan termasuk masalah
kesehatan masyarakat yang perlu segera ditangani sebelum komplikasi dan akibat
buruk lainnya. Di negara berkembang, sekitar 80% penduduk mengidap hipertensi.
Hipertensi dapat terjadi oleh karena beberapa faktor risiko, faktor risiko tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu faktor keturunan, ciri perorangan
dan life style (gaya hidup). Faktor keturunan di dapat dari keturunan orang tuanya
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi atau dengan kata lain seseorang akan
mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita penyakit hipertensi apabila
orang tuanya penderita hipertensi. Ciri perorangan yang memengaruhi timbulnya
penyakit hipertensi yaitu umur, jenis kelamin, dan ras (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2000 hipertensi
telah di derita 26,4% populasi dunia dengan perbandingan 26,6% pada pria dan
26,1% pada wanita. Berdasarkan laporan The Thirt National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2000 insidensi hipertensi orang dewasa
mencapai 29-31% atau 58-65 juta orang di Amerika. Sementara menurut WHO
(2006) prevalensi hipertensi di negara berkembang seperti Vietnam (2004) sebesar
43,5%, Singapura (2004) sebesar 24,9% dan prevalensi di Indonesia terbanyak
berkisar antara 6 sampai dengan 15%.
Menurut Suyono (2001), Satu dari 11 orang di dunia mengidap darah tinggi
dan umumnya setengah pasien hipertensi tidak sadar akan kondisi, 20% populasi
dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi
esensial (primer) yang tidak diketahui penyebabnya.
Meski ancamannya menakutkan, masih banyak anggota masyarakat yang
mengabaikan hipertensi. Pengabaian ini dikarenakan sifat dari hipertensi itu sendiri.
Ketika belum merusak organ tubuh penyakit hipertensi tidak menunjukkan gejala
spesifik. Akibatnya pada tahap ini, orang masih merasa nyaman dengan kondisi
tubuhnya dan tidak merasa perlu untuk memeriksa dirinya. Penanganan menjadi lebih
Universitas Sumatera Utara
sulit dan mahal karena penderita darah tinggi baru mengeluh dan memeriksa dirinya
ketika sudah komplikasi dengan sakit ginjal, jantung, pembuluh darah diotak, buta
dan menyebabkan kematian. Kematian akibat hipertensi paling besar pada usia 50-60
tahun (Bustan, 2007).
Menurut laporan Kemenkes (2010), bahwa hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya
mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia.
Melalui gaya hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Perubahan gaya hidup seperti komsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak
baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang serba
praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti
diabetes mellitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung dan stroke.
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat
badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena
hipertensi (Arief, 2007).
Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10
penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap
tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini
karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin
lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan
tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada
Universitas Sumatera Utara
akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan
darah tinggi, penyakit jantung dan stroke (Dennysantoso, 2011).
Pengobatan hipertensi ikut berperan dalam kematian ribuan orang lain karena
penyakit komplikasinya yang lebih berbahaya, seperti stroke, serangan jantung, gagal
ginjal terminal. Negara maju seperti Amerika, penderita hipertensi yang diobati
sebanyak 59% dan yang terkontrol sebanyak 34%. Di berbagai negara Eropa,
penderita yang diobati hanya sebesar 27% dan dari jumlah tersebut, 70% tidak
terkontrol (Wikipedia, 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Kemenkes RI bahkan menunjukkan prevalensi hipertensi
nasional sebesar 31,7%. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada
stroke, sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Prevalensi
hipertensi di Indonesia terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka
prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah
Baliem Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka
prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Riskesdas, 2007). Penyebab
terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan darah adalah merokok, kelebihan berat badan, konsumsi
garam dan lemak, alkohol, tingkat stres, rendahnya aktivitas fisik. Faktor predisposisi
yang sulit terkontrol adalah keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Predisposisi
genetik, misalnya, kalau kedua orang tua hipertensi, kemungkinan hipertensi terjadi
adalah 45%. Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan usia, pria mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada wanita (Armilawaty
dkk, 2007).
Satu dari lima pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang
tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun.
Separuh dari mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-
74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi.
Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas
usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih
besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya
hipertensi dikalangan wanita usia lanjut (Lumbantobing, 2008).
Dari 10 penyakit terbanyak di RSUD DR. Soedarso Tahun 2005 hipertensi
menduduki peringkat pertama dengan jumlah pasien 6.441 (0,058%) dari 110.995
kunjungan.
Pada tahun 2005 Menurut data Medikal Record di RSUD Labuang Baji
Makassar, 10 penyakit terbanyak yang rawat inap, hipertensi menduduki peringkat
kesembilan dengan jumlah pasien 294 (1,75%) dari jumlah pasien selama setahun
yaitu 12.691 orang. Dan pada tahun 2006 jumlah pasien hipertensi yang rawat jalan
mengalami peningkatan dari 2797 orang ( pada tahun 2005) menjadi 5701 orang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng dan
Sulistyowati Tuminah Tahun 2009 dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan
Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur
Universitas Sumatera Utara
(aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam
mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di
Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak
jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR =
2,01 dan 95% CI = 1,10 – 3,66.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Yeni Laela (2008) di Puskesmas
Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, Yogyakarta dimana hasil
penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap
kejadian hipertensi dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,003 dan disarankan
kepada petugas kesehatan agar melakukan penanggulangan yang lebih serius
terhadap penyaki-penyakit tidak menular (PTM).
Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, penderita Hipertensi
(Penyakit Darah Tinggi) pada tahun 2010 mencapai 75.895 jiwa, bahkan pada tahun
2011 penyakit tersebut menempati urutan ketiga dalam daftar 10 penyakit paling
menonjol di kota Medan (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Hubungan antara gaya hidup dengan mekanisme timbulnya hipertensi
khususnya belum diketahui secara pasti. Garam merupakan hal yang sangat penting
pada mekanisme timbulnya hipertensi. Obesitas atau kegemukan yang berkaitan
dengan kebiasaan mengomsumsi lemak tinggi khususnya lemak jenuh juga
merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Orang yang kurang
Universitas Sumatera Utara
berolahraga mempunyai resiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi jika
dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Oleh karena penyakit
hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh
faktor yang telah disebutkan di atas, faktor mana yang lebih berperan terhadap
timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka
pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan
gaya hidup sehat menjadi sangat penting (Arief, 2007).
Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah hipertensi perlu
mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang
tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih
tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana faktor gaya hidup
dapat menimbulkan penyakit hipertensi dan faktor mana dari gaya hidup tersebut
yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Matiti
didapatkan bahwa dari 10 Puskesmas yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan,
Puskesmas Matiti merupakan Puskesmas yang paling banyak menerima pasien
dengan hipertensi yaitu sebanyak 2631 penderita dan jumlah penderita hipertensi
pada kelompok dewasa madya sebanyak 937 penderita (36%). Hal inilah yang
membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya
Hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) terhadap kejadian
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi pada kelompok Dewasa Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti
Kecamatan Doloksanggul Tahun 2011.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah tingginya prevalensi hipertensi pada
kelompok dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik (umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan,
istirahat riwayat merokok) kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012.
1.4. Hipotesis
Karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup
(aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya
memengaruhi kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul Tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Matiti dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit hipertensi dan dapat
memberikan pendidikan kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga
dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi pada kelompok dewasa madya.
1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya kelompok dewasa madya agar
membiasakan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah
terjadinya penyakit hipertensi.
1.5.3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khusunya yang terkait
dengan penyakit hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi Hipertensi
WHO (World Health Organization), (2003) memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95
mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan
jenis kelamin (Depkes RI, 2003).
Tabel 2.1. Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah dari International Society of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO tahun 2003
Klasifikasi Hipertensi TDS* (mmHg) TDD**(mmHg)
Normal <120 <80 Pre-hipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥160 100
*TDS, Tekanan Darah Sistolik **TDD, Tekanan darah Diastolik Tekanan darah di ukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5
menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi
diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada
pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur
kembali dan kemudian diukur sebanyak dua kali pada dua hari berikutnya untuk
meyakinkan adanya hipertensi (Muhammadun, 2010).
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
namun hanya ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran
tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat
selama 5 menit dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutup 80%
lengan) dengan tensimeter dengan sfignomanometer (Lumbantobing, 2008).
Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, akan
tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis
ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah,
jantung, otak, dan ginjal (Muhammadun, 2010).
Dikatakan tekanan darah tinggi atau hipertensi jika pada saat duduk tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih,
atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik
dan diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah,
tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun sampai drastis (Muhammadun, 2010).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi tak ubahnya bom
waktu. Dia tidak mengirimkan sinyal-sinyal bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai
Universitas Sumatera Utara
pengidap tekanan darah tinggi datang begitu saja. Karena tidak mengirimkan alarm
bahaya, orang kerap mengabaikannya. Hipertensi kini ditengarai sebagai penyebab
utama stroke dan jantung. Orang juga sering tidak sadar dengan karakter penyakit ini
yang timbul tenggelam. Ketika si penderita hipertensi dinyatakan bisa berhenti
minum obat karena tekanan darahnya sudah normal, dia sering mengganggap
kesembuhannya permanen. Padahal, sekali kita divonis hipertensi, penyakit itu tidak
akan bisa kita sembuhkan. Yang bisa anda lakukan mengontrolnya dengan
mengkonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat (Marliani
dkk, 2007).
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis
(yaitu peningkatan secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah
arteri sistolik dan diastolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor (Wolff, 2005).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah keadaan yang ditandai dengan
terjadinya tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi merupakan penyakit yang
umumnya tidak menunjukkan gejala, atau bila ada, gejalanya tidak jelas, sehingga
tekanan yang tinggi di dalam arteri sering tidak di rasakan oleh penderita. Ukuran
tekanan darah (tensi) dinyatakan dengan dua angka; angka yang di atas diperoleh
pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang di bawah diperoleh ketika
jantung berileksi diastolik (Arief, 2007).
Penyebab hipertensi yang sering kali menjadi penyebab diantaranya adalah
atherosclerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas
Universitas Sumatera Utara
pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung,
penyakit ginjal, kelenjar adrenalin, dan sistem saraf simpatis. Pada ibu hamil
kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, alkohol atau garam dalam makanan,
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang
diturunkan. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal
(Muhammadun, 2011).
Hipertensi dipengaruhi oleh suatu zat yang dihasilkan oleh ginjal, yakni renin.
Zat ini akan berubah menjadi angiotensin (zat penyebab arteri kecil menyempit).
Penyebab inilah yang mengakibatkan hipertensi. Karena itu, hipertensi sangat erat
kaitannya dengan penyakit ginjal. Penyebab lainnya adalah produksi adrenalin atau
noradrenalin yang berlebihan. Keadaan ini terjadi pada orang mengalami kelainan
kelenjar adrenalin dan sistem saraf otonom (Yundini, 2006).
Menurut penyebabnya, hipertensi terbagi dua, yaitu :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%).
b. Hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit
lain dari kelainan pembuluh ginjal dan gangguan kelenjar tiroid (10%). Faktor ini
biasanya juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang
baik seperti kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi,
merokok, dan minum beralkohol (Indrayani, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Patofisiologi
Pengaturan tekanan arteri meliputi sistem persarafan yang kompleks dan
hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah jantung
dan tahanan vaskular perifer. Curah jantung ditentukan frekuensi jantung. Tahanan
perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun (vasokontriksi),
tahanan perifer meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer
akan menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroresptor pada
sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf
simpatis di medula. Impuls tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf
simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan
teregang. Sehingga bangkit menghambat pusat simpatis (Muttaqin, 2009).
Tekanan arteri sistemik adalah hasil perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan denyut jantung. Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular. Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, diuresis tapi juga
dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui
mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulus parasimpatis) dan
Universitas Sumatera Utara
vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Perubahan volume cairan
memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air,
tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah
aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan penurunan tekanan darah. Kondisi
patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam
dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik (Udjianti, 2010).
2.1.3. Manifestasi Klinis
Berbagai tingkatan tekanan darah dan gejala-gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang
bisa saja baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal (Muhammadun, 2010).
Gejala-gejala tersebut mulai bisa dirasakan oleh para penderita hipertensi
dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan
penderita hipertensi adalah pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur,
sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan,
muka pucat, suhu tubuh rendah (M. Shadine, 2010).
Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan sering
disebut (silent killer). Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara
lain : sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting,
ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur
atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta kesulitan tidur (Udjianti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Komplikasi
Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan
peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Organ-organ yang paling
sering rusak, antara lain otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Organ-organ ini disebut target organ hipertensi.
a. Otak. Hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan. Berdasarkan
penelitian, sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi. Apabila
hipertensinya dapat dikendalikan resikonya pun menjadi menurun. Selain stroke,
komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini adalah demensia atau pikun. Ini
adalah penyakit kehilangan daya ingat dan kemampuan mental yang lain. Resiko
demensia dapat diturunkan dengan pengobatan hipertensi.
b. Mata. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah halus mata.
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh-pembuluh darah halus pada retina
(bagian belakang mata) robek. Darah merembes kejaringan sekitar sehingga dapat
menimbulkan kebutaan. Kejadian ini dapat dihindari dengan pengendalian
hipertensi secara benar.
c. Jantung :
a. Hipertrofi bilik kiri jantung. Bilik kiri jantung atau serambi kiri jantung adalah
ruang pompa utama jantung. Akibat otot yang bekerja terlalu berat ketika
memompakan darah ke aorta karena hipertensi, akhirnya terjadi hipertropi
atau penebalan otot serambi kiri tersebut sehingga mengakibatkan semakin
Universitas Sumatera Utara
besar ruang serambi kiri jantung. Semakin besarnya serambi menyebabkan
semakin bertambahnya pasokan darah. Di lain pihak penyempitan pembuluh
darah karena hipertensi menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan darah
tersbut sehingga jantung akan rusak dan akan bekerja lebih kuat lagi dalam
memompa darah.
b. Gagal jantung. Suatu keadaan ketika jantung tidak kuat memompa darah
keseluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak karena kekurangan darah
dan tidak kuatnya otot jantung dalam memompa darah kembali ke jantung.
d. Pembuluh darah arteri
a. Arterisklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri. Pengerasan pada dinding
arteri ini terjadi karena terlalu besarnya tekanan. Karena hipertensi, lama
kelamaan dinding arteri menjadi tebal dan kaku.
b. Aterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding pembuluh darah
arteri. Penumpukan lemak dalam jumlah besar disebut plak. Pembentukkan
plak dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah sehingga organ-organ tubuh akan kekurangan
pasokan darah. Aterosklerosis paling terjadi pada arteri yang melewati jantung,
otak, dan ginjal, juga pada pembuluh darah besar yang disebut aorta
abdominalis di dalam perut dan tungkai.
e. Ginjal. Komplikasi hipertensi timbul karna pembuluh darah dalam ginjal
mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga aliran
Universitas Sumatera Utara
darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya
(Marliani dkk, 2007).
2.1.5. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Sedangkan terapi tanpa
obat meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a.1. Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5
gram perhari
a.2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
a.3. Penurunan berat badan
b. Menghentikan merokok
c. Mengurangi minuman beralkohol dan kafein
d. Menghindari stres
e. Diet tinggi kalium
Universitas Sumatera Utara
f. Makanan dengan jumlah kalori yang tidak berlebihan
b. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
(Joint National Committee On Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood
Pressure, USA, 1998) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita
(JNC, 2003).
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan
cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan
darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan
darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
Universitas Sumatera Utara
d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan
darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui
dengan menggunakan alat tensimeter
e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
h. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga
dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi, efek samping dan
masalah-masalah yang mungkin terjadi
j. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti
obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
k. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
l. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
m. Hubungi segera penderita bila tidak datang pada waktu yang ditentukan (Marliani
dkk, 2007).
2.1.6. Epidemiologi Hipertensi
Stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab
kematian, dimana stroke menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu 15,4%, kedua
hipertensi 6,8%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung 4,6%
(Riskesdas, 2007). Data Riskesdas 2007 juga disebutkan prevalensi hipertensi di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskuler lebih
banyak pada perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%).
Surveilans rutin penyakit tidak menular pada puskesmas sentinel di Sulawesi
Selatan pada tahun 2008, ditemukan sebanyak 99.862 kasus penyakit tidak menular,
yang terdiri dari perempuan (50.862) kasus dan laki-laki (48.449) kasus. Jumlah
kematian karena PTM sebanyak 666 orang (0,7%)
Lima penyakit urutan terbesar ditemukan pada puskesmas sentinel antara lain
hipertensi (57,48%), kecelakaan lalu lintas (16,77%), asma (13,23%), diabetes
mellitus (7,95%), dan osteoporosis (1,20%). Tetapi 5 urutan penyebab kematian
karena PTM yang ditemukan pada puskesmas sentinel antara lain hipertensi
(63,66%), kecelakaan lalu lintas (14,86%), asma (9,91%), diabetes mellitus
(9,76%),dan tumor genital (1,50%).
Secara hipertensi prevalensi hipertensi tahun 2004 berkisar antara 15-20%.
Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9%
pada wanita sedangkan pada Amerika Serikat prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%.
2.1.7. Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat Diubah/Dikontrol
a.1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
Universitas Sumatera Utara
prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan
kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Dengan bertambahnya umur, risiko
terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia,
namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
a.2. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari penelitian yang dilakukan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Menurut MN. Bustan
bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
a.3. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika seorang dari orang tua kita
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan
mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor yang dapat Diubah/Dikontrol
b.1. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya,
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari
pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.
b.2. Konsumsi Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Garam merupakan faktor yang
sangat penting dalam pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah,
sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi
Universitas Sumatera Utara
meningkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
b.3. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.
b.4. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi mereka yang tidak
menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan
minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol
yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu
terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b.5. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak
memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan
konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus
hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari
meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.
b.6. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >
25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu
faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi
penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi
yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas
tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi
dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur
(aktivitas fisik aerobik selama 30-60 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Menurut Alison Hull dalam
penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila
berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga
meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan
ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini
mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
b.7. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
Universitas Sumatera Utara
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
b.8. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Stres
adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah
diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif.
Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari
luar. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan
bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stres
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.
b.9. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada
data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari
dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (±12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah pada perempuan. Oleh karena
hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh
Universitas Sumatera Utara
faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap
timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka
pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya
hidup sehat menjadi sangat penting.
2.1.8. Pencegahan Hipertensi
a. Pencegahan Primer
a.1. Pencegahan primordial: meningkatkan derajat kesehatan dengan gizi dan
perilaku hidup sehat misalnya mengkonsumsi gizi yang seimbang dan
menjaga polo makan yang baik
a.2. Promotif: promosi kesehatan, misalnya dengan melaksanakan dan mengikuti
penyuluhan gizi dan pola makan untuk menghindari faktor resiko hipertensi
a.3. Proteksi spesifik: turunkan atau hindari faktor resiko dengan menjaga pola
makan, tidak merokok, istirahat yang cukup dan rajin berolahraga.
b. Pencegahan Sekunder
b.1. Diagnosa awal: screening, pemeriksaan check-up
b.2. Pengobatan yang tepat: segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan
kausal awal keluhan.
c. Pencegahan Tersier
c.1. Rehabilitasi: upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati
untuk menghindari komplikasi daripada hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau
keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi. Usaha pencegahan
juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah,
tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang ditentukan oleh dokter
(Gunawan, 2005).
2.2. Gaya Hidup
2.2.1. Pengertian Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia
yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor
dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher,
2009).
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan
memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.
Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan
individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu
saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang
memengaruhi pola perilakunya. Tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup
yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda,
menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).
Menurut Darmojo (1999), gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan
praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai
dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial
dan lingkungan fisik.
Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup adalah:
a. Pola makanan yang baik
b. Aktifitas fisik
c. Olahraga
d. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari
e. Tidak merokok
f. Tidak minum-minuman keras
g. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003).
2.2.2. Pola Makan
Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan
mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologi,
budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa pola konsumsi
pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekwensi bahan makanan yang
dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok
masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2002).
Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat),
lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Pola makanan yang
tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan
darah meningkat dan kadar gula yang meningkat (Sediaoetama, 2000).
Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir,
kacang merah dan kedelai juga perlu untuk tubuh. Selain sebagai sumber serat, buah
dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan
buah sangat penting untuk tubuh untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu
konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan
terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak
minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,
makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang
Universitas Sumatera Utara
terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,
2003).
Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik
jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang
mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi
kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).
Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola
makan seimbang, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat
jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi
masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda
(Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup
karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makan tradisional yang
mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat
barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam
tetapi rendah serat (Depkes RI, 2008).
Sedangkan menurut WHO (2003) meningkatnya industrialisasi, urbanisasi,
mekanisasi yang terjadi di sebagian besar negara di dunia, berhubungan dengan
perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak
dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktifitas bisa dibantu
dengan peralatan yang tidak banyak mengeluarkan energi. Tingginya kandungan
sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan
Universitas Sumatera Utara
tensi normal yang kemudian memberikan efek meningkatkan penyerapan NaCl
(natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi.
Sukrosa mungkin dapat menurunkan kadar lemak darah dan memiliki efek merugikan
pada toleransi glukosa. Konsumsi lemak mempunyai pengaruh kuat pada resiko
penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada
lipid darah, trombosis, tekanan darah tinggi (Tamher, 2009).
Menurut Willet (1990), efek dari protein dan jenis protein pada manusia
belum jelas dan hubungan jenis protein dengan resiko PJK (Penyakit Jantung
Koroner) diterima dengan sedikit perhatian pada studi-studi epidemiologi
(Wirakartakusumah, 2002).
Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya
hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman
kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak,
makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan
kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga
tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di
Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak
jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR =
2,01 dan 95% CI = 1,10 – 3,66.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).
Melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian
banyak hal yang dikategorikan ke dalam pengobatan non farmakologis. Aktivitas
fisik yang cukup dan teratur terbukti dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Pada zaman sekarang, dengan berbagai kemudahan membuat orang enggan
melakukan kegiatan fisik dalam kegiatan sehari-hari mereka. Inilah penyebab
mengapa hipertensi lebih banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan daripada
masyarakat di lingkungan pedesaan. Banyaknya sarana transportasi dan berbagai
fasilitas lain bagi masyarakat perkotaan menyebabkan penurunan aktivitas fisik
mereka. Padahal, aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah.
Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih
kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha. Semakin
ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga
tekanan darah akan menurun (Marliani, 2007)
Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap
penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat membantu mengurangi
berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita
hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang
Universitas Sumatera Utara
terbakar sedikitnya 150 kalori perhari. Salah satu yang bisa dilirik adalah aerobik.
Suatu aktivitas, baik itu kegiatan sehari-hari ataupun olahraga, dikatakan aerobik jika
dapat meningkatkan kemampuan kerja jantung, paru-paru, dan otot-otot (Marliani,
2007).
Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik
yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar
pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan gizi seseorang dan
selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara
teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan
penyakit jantung (Sunita, 2003).
Gaya hidup juga bisa memengaruhi kerentanan fisik terutama karena
kurangnya aktifitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain
diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau
keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah mendorong orang
mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau
pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern
seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu,
bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan
jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita
menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan
penyakit (Marliani, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita lakukan tidak
boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi
sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal
itu sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2008).
Olahraga dapat digolongkan dalam bentuk statis dan dinamis. Olahraga
dinamis mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan
jantung dan sistem pernafasan. Sedangkan olahraga apapun baik untuk kesehatan kita
seperti senam, berenang, jalan kaki, yoga, waitangkung, karena dapat bersosialisasi,
berjumpa dengan teman-teman, dan mendapat kenalan baru, mengadakan kegiatan
lainnya seperti bisa berwisata dan makan bersama. Kebanyakan olahraga dilakukan
pada pagi hari setelah subuh. Dimana udara masih bersih. Berolahraga dapat
menurunkan kecemasan dan mengurangi perasaan depresi dan merasa rendah diri.
Selain fisik sehat jiwa juga terisi, membuat kita merasa muda dan sehat (Hutapea,
1993).
Sejumlah studi menunjukkan bahwa olahraga teratur, mengurangi faktor
resiko terhadap penyakit jantung koroner, termasuk hipertensi. Kemampuan aktifitas
fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan memengaruhi kemampuan tubuh
untuk berfungsi secara baik, komponen tersebut antara lain efisiensi kardiovaskuler,
kelenturan, pengendalian gerak badan dan pengurangan stress (Mien, 1998).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng dan
Sulistyowati Tuminah dari Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indomesia Tahun 2009 dengan judul
penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa
melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari)
diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai
19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah pada
usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%. Penelitian ini
mendapatkan hasil yang sejalan, yaitu adanya risiko hipertensi pada mereka yang
kurang aktifitas fisik.
2.2.4. Kebiasaan Istirahat
Menurut Hutapea (1993), istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri
atau diam tidak melakukan aktifitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat
dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai
tertidur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal
setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur
untuk tubuh adalah 6-8 jam sehari. Tidur terlalu lama akan cenderung mengganggu
kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidurpun tubuh butuh nutrisi. Bila
tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa
malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi
kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks.
Penelitian di Universitas de Lille, Perancis, mengindikasikan bahwa otak
memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang
Universitas Sumatera Utara
kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang
bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti
kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah.
Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur
jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di
Chicago membuktikan, 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam
memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan
resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3
hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya
pada orang muda dan orang dewasa (Santoso, 2004).
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini
bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan
penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas
tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh
mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar
dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk
kesehatan (Depkes RI, 2008).
2.2.5. Riwayat Merokok
Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat mengganggu kerja
paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida
daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka
Universitas Sumatera Utara
akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh Oksigen yang kurang dari
biasanya. Kandungan Nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat
memengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20
kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu
kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan
menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah (Bustan, 2007).
Rokok sangat berisiko karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 10 mmHg.
Berbagai penelitian membuktikan, sesudah merokok selama kurang lebih 30 menit,
tekanan darah akan meningkat secara signifikan. Rokok meningkatkan tekanan darah
lewat zat nikotin yang terdapat dalam tembakau. Zat nikotin yang terisap beredar
dalam pembuluh darah sampai ke otak. Otak kemudian bereaksi dengan memberikan
sinyal pada kelenjar adrenalin untuk melepaskan hormon epinefrin/ adrenalin.
Hormon adrenalin ini akan membuat pembuluh darah menyempit dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih kuat untuk memompa darah. Hal inilah yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Disamping itu zat-zat yang terdapat dalam
rokok dapat mempengaruhi dinding arteri sehingga lebih peka terhadap penumpukan
lemak (plak) dan dapat memicu dilepaskannya natrium yang bersifat menahan air.
Volume plasma pun meningkat sehingga tekanan darah naik. Untuk itulah berhenti
merokok sangat penting untuk menurunkan dan mengendalikan tekanan darah.
Universitas Sumatera Utara
Menghindari rokok dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh
darah lain (Marliani, 2007).
Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok.
Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri,
banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi
kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian
terbesar di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan Promosi
Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki
tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produksi dan harga
rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen
sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Depkes, 2003).
a. Kategori Perokok
a. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak
merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada
perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh
perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali
lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Marliani, 2007).
Universitas Sumatera Utara
b. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap
utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang merokok dan langsung menghisap
rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun
lingkungan sekitar (Marliani, 2007).
b. Jumlah Rokok yang di Hisap
Jumlah rokok yang di hisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari.
Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
a. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang
per hari.
b. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.
c. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang
(Bustan, 2007).
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka
dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan
mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang
berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya
akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan
(Muttaqin, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto (2007) di
Kabupaten Karanganyar dikatakan bahwa kebiasaan merokok, untuk perokok berat
terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p=0,001; OR =
2,47; 95% CI = 1,44 – 4,23.
2.3. Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)
2.3.1. Pengertian Masa Dewasa Madya (Middle Adulthood)
Tahap tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang.
Untuk tujuan pengorganisasian dan pemahaman, kita umumnya menggambarkan
perkembangan dalam pengertian periode atau fase perkembangan.
Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas digunakan meliputi urutan
sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi, masa awal anak anak, masa
pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan
dewasa dan masa akhir dewasa (M. Baitul, 2009).
Perkiraan rata rata rentang usia menurut periode berikut ini memberi suatu
gagasan umum kapan suatu periode mulai dan berakhir. Berikut adalah penjelasan
lebih lanjut mengenai setiap periode tahap tahap perkembangan manusia dalam buku
Life-Span Development oleh John Santrock (2000).
a. Periode prakelahiran (prenatal period) ialah saat dari pembuahan hingga
kelahiran. Periode ini merupakan masa pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel
tunggal hingga menjadi organisme yang sempurna dengan kemampuan otak dan
perilaku, yang dihasilkan kira kira dalam periode 9 bulan.
Universitas Sumatera Utara
b. Masa bayi (infacy)
c.
ialah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran
hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada
orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan
seperti bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial.
Masa awal anak anak (early chidhood)
d.
yaitu periode pekembangan yang
merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya
disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini, anak anak kecil belajar
semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan
kesiapan bersekolah (mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf), dan
meluangkan waktu berjam jam untuk bermain dengan teman teman sebaya. Jika
telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara umum mengakhiri masa
awal anak anak.
Masa pertengahan dan akhir anak anak (middle and late childhood) ialah periode
perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga sebelas tahun,
yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini biasanya
disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan keterampilan
fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara
formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaan. Prestasi
menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai
meningkat.
Universitas Sumatera Utara
e. Masa remaja (adolescence)
f.
ialah suatu periode transisi dari masa awal anak anak
hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun
dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada
perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis,
perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti
pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara.
Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol
(pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak
menghabiskan waktu di luar keluarga.
Masa awal dewasa (early adulthood)
g.
ialah periode perkembangan yang bermula
pada akhir usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir
pada usia tigapuluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi
dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan
pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan
mengasuh anak anak.
Masa pertengahan dewasa (middle adulthood) ialah periode perkembangan yang
bermula pada usia kira kira 35 hingga 55 tahun dan merentang hingga usia
enampuluhan tahun. Ini adalah masa untuk memperluas keterlibatan dan tanggung
jawab pribadi dan sosial seperti membantu generasi berikutnya menjadi individu
yang berkompeten, dewasa dan mencapai serta mempertahankan kepuasan dalam
berkarir.
Universitas Sumatera Utara
h. Masa akhir dewasa (late adulthood)
Teori perkembangan Havighurst (1972), telah diringkas dalam tujuh tugas
perkembangan untuk orang dewasa tengah. Tugas perkembangan tersebut meliputi:
ialah periode perkembangan yang bermula
pada usia enampuluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian. Ini
adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap
kembali kehidupannya, pensiun, dan penyesuaian diri dengan peran peran sosial
baru.
a. Pencapaian tanggung jawab sosial orang dewasa
b. Menetapkan dan mempertahankan standar kehidupan
c. Membantu anak-anak remaja
d. Mengembangkan aktivitas luang
e. Berhubungan dengan pasangannya sebagai individu
f. Menerima dan menyesuaikan perubahan fisiologis pada usia pertengahan
g. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang telah lansia.
2.3.2. Tahap-Tahap Perkembangan Dewasa Madya
a. Perkembangan fisiologis
Perubahan yang paling terlihat adalah rambut beruban, kulit mulai mengerut
dan pinggang membesar. Kebotakan biasanya terjadi selama masa usia pertengahan,
tetapi juga dapat terjadi pada pria dewasa awal. Penurunan ketajaman penglihatan dan
pendengaran sering terlihat pada periode ini.
Universitas Sumatera Utara
b. Perkembangan kognitif
Perubahan kognitif pada masa dewasa tengah jarang terjadi kecuali karena
sakit atau trauma. Dewasa tengah dapat mempelajari keterampilan dan informasi
baru. Beberapa dewasa tengah mengikuti program pendidikan dan kejuruan untuk
mempersiapkan diri memasuki pasar kerja atau perubahan pekerjaan.
c. Perkembangan psikosial
Perubahan psikososial pada masa dewasa tengah dapat meliputi kejadian yang
diharapkan, perpindahan anak dari rumah, atau peristiwa perpisahan dalam
pernikahan atau kematian teman. Perubahan ini mungkin mengakibatkan stress yang
dapat memengaruhi seluruh tingkat kesehatan dewasa (Winanti, 2009).
2.4. Landasan Teori
Menurut Blum (1986) dalam buku Notoatmodjo (2005), bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan seseorang/masyarakat dipengaruhi oleh
4 faktor, yaitu ;
a. Environment (lingkungan). Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik natural
atau buatan manusia), dan sosiokultur (ekonomi, pendidikan, pekerjaan dll).
b. Perilaku (Life Styles), gaya hidup individu/masyarakat sangat memengaruhi derajat
kesehatan. Dalam masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya hidup pada
masyarakat tersebut yang akan memengaruhi derajat kesehatan. Misalnya; pada
masyarakat tradisonal dimana sarana transportasi masih sangat minim maka
Universitas Sumatera Utara
masyarakat terbiasa berjalan kaki dalam beraktivitas, sehingga
individu/masyarakat senantiasa menggerakkan anggota tubuhnya (berolah raga).
Pada masyarakat modern dimana sarana transportasi sudah semakin maju, maka
individu/masyarakat terbiasa beraktifitas dengan menggunakan transportasi
seperti kendaraan bermotor sehingga individu/masyarakat kurang menggerakkan
anggota tubunya (berolah raga). Kondisi ini dapat beresiko mengakibatkan
obesitas pada masyarakat modern karena kurang berolah raga ditambah lagi
kebiasaan masyarakat modern mengonsumsi makanan cepat saji yang kurang
mengandung serat. Fakta di atas akan mengakibatkan transisi epidemiologis dari
penyakit menular ke penyakit degeneratif.
c. Heredity, faktor genetik ini sangat berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal ini
karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik. Faktor hereditas
sulit untuk diintervensi karena hal ini merupakan bawaan dari lahir dan jika dapat
diintervensi maka harga yang dibayar sangat mahal.
d. Health Care Sevices, pelayanan kesehatan juga memengaruhi derajat kesehatan.
Pelayanan kesehatan disini adalah pelayanan kesehatan yang paripurna dan
integratif antara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Semakin mudah
akses individu/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan maka derajat kesehatan
masyarakat akan semakin baik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan
Landasan teori menurut HL.Blum (1986), dari faktor-faktor yang dapat
memengaruhi derajat kesehatan manusia, tidak semuanya akan diteliti pada penelitian
ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi di lapangan bahwa variabel
yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut
peneliti. Variabel yang diambil adalah variabel karakteristik kelompok dewasa madya
(umur, pendidikan, jenis kelamin dan pekerjaan) dan gaya hidup kelompok dewasa
madya (aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat dan riwayat merokok).
Lingkungan: a. Fisik b. Biologis c. Sosiokultural
Pelayanan Kesehatan: a. Promotif b. Preventif c. Kuratif d. Rehabilitatif
Perilaku: a. Gaya hidup b. Sikap
Herediter/ Genetik
Derajat Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Gaya Hidup Dewasa Madya:
- Aktifitas Fisik - Pola Makan - Kebiasaan Istirahat - Kebiasaan
Merokok
Kejadian Hipertensi
Karakteristik Kelompok Dewasa Madya:
- Umur - Pendidikan - Jenis Kelamin - Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan disain studi
Matched Case Control dengan memilih kasus yang menderita hipertensi pada
kelompok dewasa madya dan kontrol yang tidak menderita hipertensi pada kelompok
dewasa madya. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan hipertensi
(retrospektif) melalui survey dan pemeriksaan secara langsung kepada pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup (aktifitas fisik, pola
makan, istirahat dan riwayat merokok) terhadap kejadian Hipertensi pada Dewasa
Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul.
Rancangan Penelitian Case Control yang diajukan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Desain Case Control
Terpapar Faktor Resiko
Tidak Terpapar Faktor Resiko
Retrospektif Responden yang
menderita Hipertensi
Kasus
Terpapar Faktor Resiko
Tidak Terpapar Faktor Resiko
Retrospektif Responden yang tidak menderita
Hipertensi Kontrol
Universitas Sumatera Utara
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul. Alasan memilih lokasi ini karena penderita hipertensi khususnya
kelompok dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan
Doloksanggul lebih tinggi jika dibandingkan dengan Puskesmas lain yang ada di
Kabupaten Humbang Hasundutan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan Januari-Agustus 2012 dari melakukan
penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis
data dan penyusunan laporan akhir.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
a. Populasi Kasus
Populasi kasus adalah seluruh penderita hipertensi pada kelompok dewasa
madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti.
b. Populasi Kontrol
Populasi kontrol adalah seluruh masyarakat kelompok dewasa madya yang
tidak menderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti. Keseluruhan populasi
kasus dan kontrol adalah sebanyak 2856 orang.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Sampel
a. Sampel kasus adalah penderita hipertensi pada kelompok dewasa madya di
wilayah kerja Puskesmas Matiti yang di dapat melalui survei dan pemeriksaan
langsung kepada pasien yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti.
b. Sampel kontrol adalah yang bukan penderita Hipertensi pada kelompok dewasa
madya yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti. Dengan menjadikan kasus dan
kontrol berpasang-pasangan dilihat dari jenis kelamin responden, umur responden
dan tempat tinggal responden (Matching).
Besar sampel dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut (Sudigdo,
2008) :
2
2
2/1
)2/1(
)1(2
−
−+
=
−
P
PPzz
mβ
α
2
2)2/155,0(
)55,01(55,028,1296,1
−
−+
=m
q₁ = 1 – P₁ = 1- 0,32 = 0,67
q₀= 1 – P₀ = 1- 0,48 = 0,52
Keterangan : α = Tingkat kemaknaan 5%
Z1-α = Nilai devisi normal pada α 5% = 1,96
Universitas Sumatera Utara
Z1-β = Nilai devisi normal pada β 10% = 1,28
OR = Odd rasio = 1,25 (penelitian terdahulu)
P0 = Proporsi kontrol yang mempunyai faktor positif/terpajan = 0,48
P1 = Proporsi kasus yang mempunyai faktor positif/terpajan = 0,32
Tabel 3.1. Besar Sampel Berdasarkan Beberapa Variabel dari Penelitian Terdahulu
Variabel OR n Status Merokok Pola Makan Aktifitas
1,25 1,32 1,62 4,35 2,01 2,33
155 154 152 95
120 115
Setelah dilakukan penghitungan sampel dengan mengambil OR terkecil dari
penelitian terdahulu yaitu OR status merokok (1,25) maka diperoleh jumlah sampel
131. Sehingga total sampel sebanyak 262 responden, dimana sampel kasus sebanyak
131 dan sampel kontrol sebanyak 131, sehingga perbandingan kasus dan kontrol
adalah 1:1. Variabel lain yang belum diketahui nilai OR yaitu kebiasaan istirahat,
maka menggunakan OR minimal sebesar 2. Dengan mengambil OR terkecil yaitu
1,25 dari variabel status merokok, maka sudah dianggap mewakili keseluruhan
variabel yang diteliti.
3.3.3. Tekhnik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dua (2) tahap
yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap pertama dengan menggunakan teknik cluster sampling yaitu
pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Cluster adalah
kelurahan dan desa yang terdapat di Kecamatan Doloksanggul yaitu sebanyak 1
kelurahan dan 17 desa. Pusat cluster adalah kantor kelurahan dan kantor kepala
desa dan pemilihan sampel yang diambil yaitu berdasarkan arah mata angin
(Utara, Timur, Selatan, Barat) dari pusat cluster.
b. Tahap kedua merupakan pemilihan anggota sampel yang dilakukan secara
convinience sampling dimana subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai
di tempat dan waktu secara bersamaan pada pengumpulan data.
Tabel 3.2. Pembagian Sampel Berdasarkan Wilayah Penelitian
No Wilayah Sampel yang diinginkan 1 Doloksanggul 284/2856 x 131 = 13 responden 2 Pasaribu 189/2856 x 131 = 9 responden 3 Bonanionan 89/2856 x 131 = 4 responden 4 Hutaraja 167/2856 x 131 = 8 responden 5 Sosorgonting 165/2856 x 131 = 8 responden 6 Sirisi-risi 182/2856 x 131 = 8 responden 7 Simangaronsang 171/2856 x 131 = 8 responden 8 Pariksinomba 184/2856 x 131 = 8 responden 9 Silaga-laga 183/2856 x 131 = 8 responden 10 Janji 152/2856 x 131 = 7 responden 11 Sihite 234/2856 x 131 = 11 responden 12 Hutabagasan 105/2856 x 131 = 5 responden 13 Matiti 184/2856 x 131 = 8 responden 14 Hutagurgur 115/2856 x 131 = 5 responden 15 Sosortombak 132/2856 x 131 = 6 responden 16 Sampean 96/2856 x 131 = 5 responden 17 Sirogos 114/2856 x 131 = 5 responden 18 Lumbanluhut 110/2856 x 131 = 5 responden
Total 131 responden
Universitas Sumatera Utara
3.3.4. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi untuk Kasus
a.1. Responden yang menderita hipertensi pada kelompok dewasa madya setelah
dilakukan pemeriksaan dengan tensimeter
a.2. Responden bersedia diwawancarai
b. Kriteria Inklusi untuk Kontrol
b.1. Responden yang tidak menderita hipertensi pada kelompok dewasa madya.
b.2. Responden bersedia diwawancarai.
c. Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol
c.1. Responden tidak bersedia diwawancarai.
c.2. Subjek kasus yang menderita hipertensi sekunder
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner dan pengukuran tekanan darah. Alat ukur yang digunakan:
a.1. Kuesioner untuk mendapatkan variabel independent (karakteristik dan gaya
hidup kelompok dewasa madya) melalui kuesioner yang sudah di uji coba.
a.2. Tekanan darah, diukur dengan satuan mmHg dengan menggunakan alat
spygnomanometer dengan merek yang sudah di standarisasi. Pengukuran
tekanan darah dilakukan dalam 2 kali pengukuran dalam waktu yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
setelah responden duduk atau berbaring selama 5 menit. Tekanan darah yang
paling rendah dalam 2 kali pengukuran menjadi ukuran untuk mendapatkan
variabel dependent.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
dokumen atau catatan yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Doloksanggul dan dari
dokumen pencatatan di Puskesmas Matiti, yaitu tentang gambaran umum lokasi
penelitian.
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji
dengan menggunakan uji t, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya. Uji validitas
bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukan tingkat
kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara
variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai correlation corrected item,
dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya
(Hidayat, 2010).
Berdasarkan hasil uji validitas variabel gaya hidup (pola makan, aktifitas fisik,
kebiasaan istirahat) terlihat hasil korelasi diketahui bahwa semua item mempunyai
korelasi > 0,361, maka dapat dikatakan bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat
digunakan dalam pengumpulan data penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat)
No Variabel Corrected Item-Total Corelation Keterangan 1 Aktifitas Fisik
Item1 0,967 Valid Item2 0,880 Valid Item3 0,920 Valid Item4 0,824 Valid 2 Pola Makan Item1 0,707 Valid Item2 0,587 Valid Item3 0,725 Valid Item4 0,587 Valid Item5 0,744 Valid Item6 0,626 Valid Item7 0,744 Valid
Item8 0,615 Valid 3 Kebiasaan Istirahat Item1 0,974 Valid Item2 0,859 Valid Item3 0,890 Valid Item4 0,824 Valid
b. Reliabilitas
Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat
ukur dapat dipergunakan atau tidak. Dalam mengukur reliabilitas ini dengan
menggunakan rumus Cronbach’s Alpha.
Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden terhadap pertanyaan
(kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas
menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya,
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan,
maka berapa kali diambil tetap akan sama (Riwidikdo
Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel
(Riyanto 2009).
, 2009).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel gaya hidup kelompok dewasa madya
terlihat nilai Cronbach’s Alpha > 0,361, maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel.
Tabel 3.4. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat)
No Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan 1 Aktifitas Fisik 0,846 Reliabel 2 Pola Makan 0,775 Reliabel 3 Kebiasaan Istirahat 0,849 Reliabel
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Puskesmas Saitnihuta dengan 30
orang penderita hipertensi pada kelompok dewasa madya. Dengan asumsi bahwa
karakteristik masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Saitnihuta dengan
Puskesmas Matiti relatif sama.
Universitas Sumatera Utara
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Bebas
A. Karakteristik Responden
a. Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara yang di hitung
dari ulang tahun terakhir (dibulatkan pada yang lebih mendekati).
Kategori umur : 0. 35-45 tahun
1. >45-55 tahun
b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan
diselesaikan oleh responden dengan memperoleh ijazah.
Kategori pendidikan : 0. Dasar : SD/SMP dan Menengah : SMA
1. Tinggi : Diploma/S1
(Kemendiknas, 2009)
c. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis
sejak seseorang lahir.
Kategori jenis kelamin : 0. Laki-laki
1. Wanita
d. Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan responden untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Kategori pekerjaan : 0. Bekerja
1. Tidak bekerja.
Universitas Sumatera Utara
B. Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik adalah kegiatan yang biasa dilakukan setiap hari yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan.
Kategori aktifitas fisik: 0. Tidak Cukup
1. Cukup
Pengukuran variabel aktifitas fisik disusun dengan 4 pertanyaan yang
diajukan dengan jawaban “<30 menit (bobot nilai 0), >30 menit (bobot nilai 1)”,
dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Tidak Cukup, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 2
1. Cukup, jika responden memperoleh skor > dari 50% yaitu 3-4
b. Pola makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, jenis dan frekwensi
makan sehari-hari.
Kategori pola makan: 0. Tidak baik
1. Baik
Pengukuran variabel pola makan disusun dengan 8 pertanyaan yang
diajukan. Untuk pertanyaan nomor 1 sampai 6, menjawab ”1 kali (bobot nilai 5),
2 kali (bobot nilai 4), 3 kali (bobot nilai 3), 4 kali (bobot nilai 2), 5 kali (bobot
nilai 1)”, dan untuk pertanyaan nomor 7 sampai 8 apabila menjawab ”1 kali
(bobot nilai 1), 2 kali (bobot nilai 2), 3 kali (bobot nilai 3), 4 kali (bobot nilai 4), 5
kali (bobot nilai 5)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Tidak baik, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu ≤ 20
Universitas Sumatera Utara
1. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu >20
c. Istirahat adalah kebiasaan istirahat/tidur yang dilakukan baik siang maupun malam
hari.
Kategori istirahat: 0. Tidak cukup
1. Cukup
Pengukuran variabel istirahat disusun dengan 4 pertanyaan yang diajukan.
Untuk pertanyaan nomor 1 sampai 2 apabila menjawab 1 kali (bobot nilai 5), 2
kali (bobot nilai 4), 3 kali (bobot nilai 3), 4 kali (bobot nilai 2), 5 kali (bobot nilai
1)”, dan untuk pertanyaan 3 sampai 4 apabila menjawab 1 kali (bobot nilai 1), 2
kali (bobot nilai 2), 3 kali (bobot nilai 3), 4 kali (bobot nilai 4), 5 kali (bobot nilai
5), dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Tidak cukup, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 1-10
1. Cukup, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 11-20
d. Riwayat Merokok adalah kebiasaan menghisap rokok yang dapat merugikan
kesehatan. Kategori riwayat merokok: 0. Ya
1. Tidak
Pengukuran variabel riwayat merokok disusun dengan 1 pertanyaan yang
diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 0)” dan ”tidak (bobot nilai 1)”.
3.5.2. Variabel Terikat
a. Kejadian Hipertensi adalah keadaan yang menunjukkan tekanan darah lebih tinggi
dari normal.
Universitas Sumatera Utara
Kategori Hipertensi: 0. Penderita Hipertensi
1. Tidak Menderita Hipertensi
Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan mengacu pada
kriteria WHO dimana penderita hipertensi adalah ≥ 1 30 mmHg sistol dan
diastolnya ≥ 80 mmHg.
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 3.5. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Variabel Bebas 1. Karakteristik
Dewasa Madya a. Umur
b. Pendidikan
Wawancara (Kuesioner) Wawancara (Kuesioner)
Ordina Ordinal
0. 35-45 tahun 1. >45-55 tahun 0. Dasar : SD/SMP dan
Menengah 1. Tinggi : Diploma/S1
c. Jenis Kelamin
d. Pekerjaan
Wawancara (Kuesioner) Wawancara (Kuesioner)
Ordinal Ordinal
0. Laki-laki 1. Wanita 0. Tidak bekerja 1. Bekerja
2. Gaya Hidup a. Aktifitas Fisik Wawancara
(kuesioner) Ordinal 0. Tidak Cukup
1. Cukup b. Pola Makan Wawancara
(kuesioner) Ordinal 0. Tidak baik
1. Baik c. Istirahat Wawancara
(kuesioner) Ordinal 0. Tidak Cukup
1. Cukup d. Riwayat
Merokok Wawancara (Kuesioner)
Ordinal 0. Ya 1. Tidak
Variabel Terikat 2. Kejadian Hipertensi
Tensi Meter Ordinal 0. Penderita Hipertensi 1. Tidak Penderita Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
3.7. Metode Analisis Data
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran
pada masing-masing variabel independen yang meliputi karakteristik (umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan), gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan
riwayat merokok) dan variabel dependen yaitu kejadian hipertensi.
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan
karakteristik kelompok dewasa madya (umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin)
dan gaya hidup kelompok dewasa madya (aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan
istirahat, dan riwayat merokok) terhadap kejadian hipertensi pada kelompok dewasa
madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan dengan
menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
3.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik dewasa
madya yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan gaya hidup
yang terdiri dari aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok terhadap
kejadian hipertensi pada kelompok dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti
dengan menggunakan uji statistik Regresi Logistik Berganda. Analisis multivariat
dilakukan pada variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat. Alasan
Universitas Sumatera Utara
pemilihan uji statistik dengan menggunakan uji Regresi Logistik Ganda pada analisis
multivariat adalah :
a. Variabel bebas berskala ordinal dan > 1 variabel
b. Variabel terikat berskala ordinal dan 1 variabel (Nursalam, 2010).
c. Variabel terikat dikotomi (Sastro asmoro, 2008).
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Matiti terletak di kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kecamatan Pollung
2. Sebelah Selatan : Desa Saitnihuta
3. Sebelah Barat : Kecamatan Parlilitan
4. Sebelah Timur : Kecamatan Lintong Nihuta
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas
yaitu : karakteristik kelompok dewasa madya (umur, pendidikan, jenis kelamin dan
pekerjaan) dan gaya hidup dewasa madya (aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan
istirahat dan kebiasaan merokok) dan variabel terikat yaitu kejadian hipertensi.
4.2.1. Karakteristik Kelompok Dewasa Madya Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Kelompok dewasa madya berdasarkan umur dan jenis kelamin di matching
dalam penelitian ini. Untuk melihat umur dan jenis kelamin yang di matching dapat
dilihat pada Tabel 4.1:
Berdasarkan tabel 4.1. dapat di lihat bahwa umur responden dengan kategori
35-45 tahun pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak 56 orang dan pada umur
Universitas Sumatera Utara
responden dengan kategori >45-55 tahun pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak
75 orang dengan jenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak
84 orang dan jenis kelamin wanita pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak 47
orang.
Tabel 4.1. Kelompok Matching dalam Penelitian (Umur dan Jenis Kelamin)
Variabel Kasus Kontrol 1 Karakteristik n % n % a Umur 35-45 tahun 56 42,7 56 42,7 >45-55 tahun 75 57,3 75 57,3 Total 131 100,0 131 100,0 b Jenis Kelamin Laki-laki 84 64,1 84 64,1 Wanita 47 35,9 47 35,9 Total 131 100,0 131 100,0
Berdasarakan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa variabel pendidikan pada
kelompok kasus lebih banyak pendidikan dasar/menengah sebanyak 94 orang
(71,8%) dimana responden yang berpendidikan dasar (SD) sebanyak 58 orang
(44,2%), pendidikan menengah sebanyak 36 orang (27,4%), dan pada kelompok
kontrol juga lebih banyak pada pendidikan dasar/menengah yaitu sebanyak 103
(78,6%), dimana responden yang berpendidikan dasar sebanyak 64 orang (48,8%),
pendidikan menengah sebanyak 49 orang (37,4%). Pada variabel pekerjaan pada
kelompok kasus lebih banyak pada responden yang bekerja sebanyak 122 orang
(93,1%), dan pada kelompok kontrol juga lebih banyak pada responden yang bekerja
sebanyak 111 orang (84,7%). Pada variabel aktifitas fisik pada kelompok kasus lebih
banyak pada responden dengan aktifitas yang tidak cukup sebanyak 66 orang (50,4%)
Universitas Sumatera Utara
dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden dengan aktifitas yang cukup
sebanyak 85 orang (64,9%). Pada variabel pola makan pada kelompok kasus lebih
banyak pada responden dengan pola makan yang tidak baik sebanyak 103 orang
(78,6%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden dengan pola makan
yang baik sebanyak 74 orang (56,5%). Variabel kebiasaan istirahat pada kelompok
kasus lebih banyak pada responden dengan kebiasaan istirahat yang tidak cukup
sebanyak 87 orang (66,4%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden
dengan kebiasaan istirahat yang cukup sebanyak 76 orang (58,0%). Variabel
kebiasaan merokok pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan
kebiasaan merokok sebanyak 84 orang (64,1%) dan pada kelompok kontrol lebih
banyak pada responden yang tidak merokok sebanyak 88 orang (67,2%).
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan) dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat, Kebiasan Merokok) di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
No Variabel Kasus Kontrol
n % n % 1. Karakteristik a Pendidikan Dasar/Menengah 94 71,8 103 78,6 Tinggi 37 28,2 28 21,4 Total 131 100,0 131 100,0 b Pekerjaan Bekerja 122 93,1 111 84,7 Tidak bekerja 9 6,9 20 15,3 Total 131 100,0 131 100,0 2. Gaya Hidup
a Aktifitas fisik Tidak cukup 66 50,4 46 35,1 Cukup 65 49,6 85 64,9 Total 131 100,0 131 100,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. (Lanjutan)
b Pola Makan Tidak baik 103 78,6 57 43,5 Baik 28 21,4 74 56,5 Total 131 100,0 131 100,0
c Kebiasaan istirahat Tidak cukup 87 66,4 55 42,0 Cukup 44 33,6 76 58,0 Total 131 100,0 131 100,0
d Kebiasaan Merokok Ya 84 64,1 43 32,8 Tidak 47 35,9 88 67,2 Total 131 100,0 131 100,0 4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan variabel bebas
yaitu : karakteristik kelompok dewasa madya (pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup
dewasa madya (aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan
merokok) dengan variabel terikat yaitu kejadian hipertensi.
Hasil analisis pengaruh pendidikan responden dengan kejadian hipertensi
diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 94 orang (71,8%) dengan pendidikan
dasar (SD/SMP) dan menengah (SMA), sedangkan pada kelompok kontrol ada
sebanyak 103 orang (78,6%) dengan pendidikan dasar (SD/SMP) dan menengah
(SMA). Kemudian dari kelompok kasus ada sebanyak 37 orang (28,2%) dengan
pendidikan tinggi (Diploma/S1), sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 28
orang (21,4%) dengan pendidikan tinggi (Diploma/S1). Hasil uji statistik chi square
diperoleh nilai p=0,252 > 0,05, dengan OR sebesar 0,691 (95%CI = 0,393-1,215),
Universitas Sumatera Utara
artinya tidak ada pengaruh antara variabel pendidikan responden dengan kejadian
hipertensi.
Hasil analisis pengaruh pekerjaan responden dengan kejadian hipertensi
diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 122 orang (93,1%) yang bekerja,
sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 111 orang (84,7%) yang bekerja.
Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 9 orang (6,9%) yang tidak bekerja,
sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 20 orang (15,3%) yang tidak
bekerja. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,049 < 0,05 artinya ada
pengaruh antara variabel pekerjaan responden terhadap kejadian hipertensi dengan
OR sebesar 2,442 (95%CI = 1,068-5,588), menunjukkan bahwa responden yang
menderita hipertensi 2,4 kali kecenderungan bekerja dibanding dengan yang tidak
menderita hipertensi.
Hasil analisis pengaruh aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi diperoleh
bahwa kelompok kasus ada sebanyak 66 orang (50,4%) dengan aktifitas fisik tidak
cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 46 orang (35,1%) dengan
aktifitas fisik tidak cukup. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 65 orang
(49,6%) dengan aktifitas fisik cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak
85 orang (64,9%) dengan aktifitas fisik cukup. Hasil uji statistik chi square diperoleh
nilai p=0,018 < 0,05, artinya ada pengaruh antara variabel aktifitas fisik dengan
kejadian hipertensi dengan OR sebesar 1,876 (95%CI = 1,143-3,081), menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa responden yang menderita hipertensi 1,8 kali kecenderungan dengan aktifitas
tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.
Hasil analisis pengaruh pola makan dengan kejadian hipertensi diperoleh
bahwa kelompok kasus ada sebanyak 103 orang (78,6%) dengan pola makan tidak
baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 57 orang (43,5%) dengan pola
makan tidak baik. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 28 orang (21,4%) dengan
pola makan baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 74 orang (56,5%)
dengan pola makan baik. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 <
0,05, artinya ada pengaruh antara variabel pola makan dengan kejadian hipertensi,
dengan OR sebesar 4,776 (95%CI = 2,777-8,212), menunjukkan bahwa responden
yang menderita hipertensi 4,7 kali kecenderungan dengan pola makan tidak baik
dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi. Hasil analisis pengaruh
istirahat dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak
87 orang (66,4%) yang tidak cukup istirahat, sedangkan pada kelompok kontrol ada
sebanyak 55 orang (42,0%) yang tidak cukup istirahat. Kemudian kelompok kasus
ada sebanyak 44 orang (33,6%) yang cukup istirahat, sedangkan pada kelompok
kontrol ada sebanyak 76 orang (58,0%) yang cukup istirahat. Hasil uji statistik chi
square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara variabel istirahat
dengan kejadian hipertensi dengan OR sebesar 2,732 (95%CI = 1,654-4,513),
menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi 2,7 kali kecenderungan
dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang menderita hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis pengaruh riwayat merokok dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa
kelompok kasus ada sebanyak 84 orang (64,1%) dengan riwayat merokok, sedangkan
pada kelompok kontrol ada sebanyak 43 orang (32,8%) dengan riwayat merokok.
Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 47 orang (35,9%) dengan tidak riwayat
merokok, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 88 orang (67,2%) dengan
tidak riwayat merokok. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05,
artinya ada pengaruh antara variabel riwayat merokok dengan kejadian hipertensi
dengan OR sebesar 3,658 (95%CI = 2,196-6,093), menunjukkan bahwa responden
yang menderita hipertensi 3,6 kali kecenderungan dengan riwayat merokok dibanding
dengan responden yang tidak menderita hipertensi.
Tabel 4.3. Hubungan Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
No
Variabel
Kejadian hipertensi Nilai p
OR
(95% CI) Penderita Hipertensi
(kasus)
Tidak Penderita Hipertensi (kontrol)
n % n % 1 Karakteristik a Pendidikan Dasar/Menengah 94 71,8 103 78,6 0,252 0,691 Tinggi 37 28,2 28 21,4 0,393-1,215 Total 131 100,0 131 100,0 b Pekerjaan Bekerja 122 93,1 111 84,7 0,049 2,442 Tidak bekerja 9 6,9 20 15,3 1,068-5,588 Total 131 100,0 131 100,0 2 Gaya Hidup a Aktifitas fisik Tidak cukup 66 50,4 46 35,1 0,018 1,876 Cukup 65 49,6 85 64,9 1,143-3,081 Total 131 100,0 131 100,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. (Lanjutan) b Pola Makan Tidak baik 103 78,6 57 43,5 0,000 4,776 Baik 28 21,4 74 56,5 2,777-8,212 Total 131 100,0 131 100,0 c Kebiasaan
istirahat
Tidak cukup 87 66,4 55 42,0 0,000 2,732 Cukup 44 33,6 76 58,0 1,654-4,513 Total 131 100,0 131 100,0 d Kebiasaan
Merokok
Ya 84 64,1 43 32,8 0,000 3,658 Tidak 47 35,9 88 67,2 2,196-6,093 Total 131 100,0 131 100,0 4.4. Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui 5 variabel (lima) yaitu pekerjaan,
aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok berhubungan
dengan kejadian hipertensi, maka dapat diidentifikasi secara keseluruhan 5 (lima)
variabel tersebut dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena nilai pada
bivariat dengan binary logistik hasil output pada tabel block 1 didapatkan hasil
omnibus test pada bagian bloc dengan p value nya <0,25 sehingga kelima variabel
dapat dilanjutkan ke analisis multivariat. Analisis multivariat merupakan analisis
untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu : pekerjaan, aktivitas fisik, pola
makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok dengan variabel terikat yaitu
kejadian hipertensi, serta mengetahui variabel dominan yang memengaruhi.
Dari hasil uji multivariat dengan mempergunakan regresi logistik ganda
diperoleh bahwa variabel bebas yaitu pekerjaan, pola makan, istirahat dan kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
merokok berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu kejadian hipertensi. Sedangkan
variabel aktifitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
Hasil analisis uji regresi logistik ganda juga menunjukkan bahwa variabel
karakteristik kelompok dewasa madya yaitu pekerjaan dengan p value 0,001
(p<0,05) dan gaya hidup yaitu pola makan dengan p value 0,000 (p<0,05), istirahat
dengan p value 0,026 (p<0,05) dan kebiasaan merokok dengan p value 0,000
(p<0,05) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas
Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan. Hasil analisis uji regresi logistik ganda
menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian hipertensi
di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan adalah variabel
pola makan dengan nilai OR sebesar 5,699 (95% CI = 3,067-10,591) artinya bahwa
responden yang menderita hipertensi 5,6 kali kecenderungan mempunyai pola makan
tidak baik dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi. Hal ini
menunjukkan variabel tersebut memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap
kejadian hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang
Hasundutan.
Variabel pola makan bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut
mempunyai hubungan yang searah (positif) terhadap kejadian hipertensi di wilayah
Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan dengan OR sebesar 5,699.
Jadi dapat ditafsirkan secara teoritis bahwa kejadian hipetensi akan meningkat jauh
lebih banyak pada pola makan tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.4. juga terlihat bahwa variabel pekerjaan, istirahat dan kebiasaan
merokok bernilai positif, menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh
yang searah (positif) terhadap kejadian hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Matiti
Kabupaten Humbang Hasundutan.
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda, variabel pekerjaan diperoleh
nilai OR sebesar 5,549 (95% CI = 2,054-14,988), artinya dapat disimpulkan bahwa
responden yang menderita hipertensi 5,5 kali kecenderungan bekerja di banding
dengan yang tidak menderita hipertensi, variabel istirahat diperoleh nilai OR sebesar
1,932 (95% CI = 1,081-3,452), menunjukkan bahwa responden yang menderita
hipertensi 1,9 kali kecenderungan mempunyai istirahat tidak cukup dibanding dengan
responden yang tidak menderita hipertensi dan variabel kebiasaan merokok diperoleh
nilai OR sebesar 4,923 (95% CI = 2,625-9,231), menunjukkan bahwa responden yang
menderita hipertensi 4,9 kali kecenderungan memiliki kebiasaan merokok dibanding
dengan responden yang tidak menderita hipertensi.
Tabel 4.4. Pengaruh Pekerjaan, Pola Makan, Istirahat dan Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
Variabel Independen Nilai B
Nilai P
Exp (B) 95% C.l.for Exp (B)
Lower Uppr Pekerjaan 1,714 0,001 5,549 2,054 14,988 Pola Makan 1,740 0,000 5,699 3,067 10,591 Istirahat 0,659 0,026 1,932 1,081 3,452 Kebiasaan merokok Constant
1,594 -1,974
0,000 0.000
4,923 0.139
2,625
9,231
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan
model persamaan regresi logistik ganda yang dapat menafsirkan variabel bebas yaitu
karakteristik kelompok dewasa madya (pekerjaan), gaya hidup kelompok dewasa
madya (pola makan, istirahat dan kebiasaan merokok) berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi di Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai
berikut :
1 f (Z) = 1 + e
f(Z) = Probabilitas Kejadian Hipertensi
–(-1,974 + 1,714 (X1) + 1,740 (X2) + 0,659 (X3) + 1,594 (X4)
α = Konstanta ß1- ß4
= Koefisien regresi
X1
X
= Pekerjaan
2
X
= Pola makan
3
X
= Istirahat
4
E = Error (tingkat kesalahan)
= Kebiasaan merokok
4.5. Population Attribute Risk (PAR)
Rumus untuk menghitung PAR :
x 100%
p , p= ,= 0,43
Universitas Sumatera Utara
x 100%
= 0,66 = 66%
Dimana, p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan = 0,43
r = Rasio odd variabel yang paling dominan (pola makan) = 5,6
Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil
kesimpulan bahwa hampir 66% kasus dengan hipertensi dapat dicegah dengan
memperbaiki faktor resiko yaitu pola makan yang tidak baik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Karakteristik Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi 5.1.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan Hasil penelitian tentang variabel pendidikan pada kelompok kasus dengan
proporsi tertinggi pada pendidikan dasar (SD/SMP) dan menengah (SMA) sebesar
71,8%, sedangkan kelompok kontrol proporsi tertinggi juga pada kelompok
pendidikan dasar (SD/SMP) dan menengah (SMA) sebesar 78,6%. Uji statistik
menunjukkan variabel pendidikan tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil nilai p value > 0,05 (0,252 > 0,05) dengan
OR sebesar 0,691 (95%CI = 0,393-1,215), sehingga dapat dijelaskan semakin tinggi
tingkat pendidikan responden belum tentu tidak mengalami hipertensi, namun bukan
berarti variabel pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap hipertensi, tetapi
mungkin variabel lain yang lebih dominan berpengaruh.
Pendidikan penting karena merupakan dasar dari mengertinya orang dalam
hal menerima informasi dapat lebih mudah diterima dan diadopsi pada orang yang
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari pada pendidikan rendah. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok kasus dan kelompok kontrol sama-
sama lebih banyak dengan pendidikan dasar (SD/SMP) dan menengah (SMA),
Universitas Sumatera Utara
keadaan inilah yang menimbulkan variabel pendidikan yang dimiliki oleh responden
tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Gerungan (1986) bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan akan jelas memengaruhi seorang pribadi dalam berpendapat,
berpikir, bersikap, lebih mandiri dan rasional dalam mengambil keputusan dan
tindakan. Hal ini juga akan memengaruhi secara langsung seseorang dalam hal
pengetahuannya akan orientasi hidupnya termasuk dalam mencegah terjadinya
hipertensi.
Penelitian ini juga tidak sesuai dengan Rebeca, 2007 yang menyatakan bahwa
orang dengan pendidikan Perguruan Tinggi mempunyai risiko sepersepuluh kali
lebih kecil dibanding dengan yang berpendidikan SD/Tidak Sekolah. Menurut
Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa tingkat pendidikan
seseorang memengaruhi
kemampuan seseorang dalam menerima informasi dan mengolahnya sebelum
menjadi perilaku yang baik atau buruk sehingga berdampak terhadap status
kesehatannya.
Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Cekti, (2008) mengatakan bahwa
pendidikan individu memengaruhi kesadaran terhadap perilaku pencegahan
hipertensi, dengan kata lain makin tinggi tingkat pendidikan individu, maka individu
akan cenderung menghindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya hipertensi, seperti
perilaku merokok, minum kopi, dan obesitas.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
Hasil penelitian tentang variabel pekerjaan diperoleh bahwa kelompok kasus
dengan proporsi tertinggi pada yang bekerja sebesar 93,1%, sedangkan pada
kelompok kontrol proporsi tertinggi dengan bekerja sebesar 84,7%.
Hasil uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value 0,001
(p<0,05), artinya variabel pekerjaan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi
dengan OR sebesar 5,549 (95% CI = 2,054-14,988), menunjukkan bahwa responden
yang menderita hipertensi 5,5 kali kecenderungan bekerja di banding dengan yang
tidak menderita hipertensi. Responden yang bekerja rentan terhadap hipertensi
mungkin karena faktor capek dan stress.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa pekerjaan berbanding
lurus dengan kejadian hipertensi, artinya responden semakin tidak bekerja maka
kejadian hipertensi juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika responden bekerja
maka kejadian hipertensi juga akan meningkat. Hal ini dapat dibuktikan bahwa
persentasi responden yang tidak bekerja lebih banyak dengan responden kelompok
kontrol sebesar 15,3%.
Pekerjaan yang dimiliki oleh responden akan memengaruhi mereka terkena
kejadian hipertensi.
Hal ini sesuai dengan Muhammadun (2010), dimana stress pada pekerjaan
cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat, misalnya pemegang jabatan
dituntut akan tanggung jawab yang tinggi dibanding dengan rekan-rekan mereka yang
Universitas Sumatera Utara
jabatannya lebih longgar tanggung jawabnya. Dengan kesibukan pada pekerjaan
secara tidak langsung memengaruhi pengaturan terhadap pola makan dan gaya hidup
seseorang.
5.2. Pengaruh Gaya Hidup Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi 5.2.1. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan Hasil penelitian tentang variabel aktifitas fisik diperoleh bahwa responden
pada kelompok kasus dengan proporsi tertinggi pada aktifitas fisik yang tidak cukup
sebesar 50,4% dan aktifitas cukup sebesar 49,6%. Hasil tersebut menunjukkan pada
kelompok kasus hampir tidak ada perbedaan proporsi aktifitas fisik kategori cukup
dan tidak cukup hanya selisih 0,4%. Sedangkan pada kelompok kontrol persentase
tertinggi dengan aktifitas fisik dengan cukup sebesar 64,9%. Dimana nilai p value
0,150 dengan OR sebesar 0,541 (95% CI = 0,235-1,247). Uji statistik menunjukkan
variabel aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Mengacu pada
hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik
yang tidak cukup belum tentu akan lebih memungkinkan untuk mengalami kejadian
hipertensi, sebaliknya bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik yang cukup
belum tentu akan mengurangi kemungkinan untuk mengalami kejadian hipertensi.
Hal ini mungkin dapat disebabkan faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi.
Pada penelitian ini dapat kita lihat pada kelompok kasus lebih banyak
responden tidak cukup melakukan aktifitas fisik dari > 30 menit setiap hari, hal ini
Universitas Sumatera Utara
membuktikan responden masih kurang dalam melakukan kegiatan olah raga setiap
hari, gerak jalan dan melakukan kegiatan aktifitas sehari-hari, namun responden lebih
banyak melakukan kegiatan berladang atau berkebun dalam sehari. Aktivitas fisik
sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dapat
membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih
banyak darah dengan hanya sedikit usaha. Semakin ringan kerja jantung, semakin
sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga tekanan darah akan menurun.
Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap
penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat membantu mengurangi
berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita
hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng
dan Sulistyowati Tuminah dari Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan
Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indomesia Tahun 2009
dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia
dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama
30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi
hingga mencapai 19% sampai 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio
respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar
50%.
Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Sunita (2003) bahwa latihan fisik
Universitas Sumatera Utara
secara teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah
hipertensi dan penyakit jantung.
5.2.2. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
Hasil penelitian tentang variabel pola makan diperoleh bahwa responden pada
kelompok kasus dengan persentase tertinggi pada pola makan yang tidak baik sebesar
78,6% dan pola makan baik sebesar 21,4%, sedangkan pada kelompok kontrol
persentase tertinggi pada pola makan yang baik sebesar 56,5% dan pola makan tidak
baik sebesar 43,5%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value
= 0,000 (p<0,05), artinya variabel pola makan berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi dengan OR sebesar 5,699 (95% CI = 3,067-10,591). Mengacu pada hasil
uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 5,6 kali
kecenderungan dengan pola makan tidak baik dibanding dengan responden yang
tidak menderita hipertensi.
Pola makan yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena
pengkonsumsian makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak,
makanan dan minuman yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan
makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan mengandung banyak
bahan pengawet, pola makan tersebut dapat memicu terjadinya hipertensi.
Hal ini sesuai dengan Sediaoetama (2000) pola makanan yang tidak baik akan
menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat
dan kadar gula yang meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nugroho (2008) untuk menjaga agar menu harian tidak monoton,
tetapi bervariasi maka perlu menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau
penukar bagi kelompok makanan yang akan disajikan. Variasi dalam menu harian
sangat diperlukan karena dapat menghindari rasa bosan dan baik bagi kelengkapan
zat gizi (komplementasi zat gizi). Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada
kelompok kasus lebih banyak dengan pola makan tidak baik, hal ini menunjukkan
bahwa responden pada kelompok kasus banyak yang makan daging, makan yang
berlemak, makanan gorengan, makanan yang mengandung garam ≥ 3 kali dalam
seminggu sebesar 78,6%. Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi.
Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita
menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan
rentan penyakit (Depkes RI, 2008).
Pada kelompok kontrol lebih banyak dengan pola makan baik, hal ini
menunjukkan bahwa responden membatasi makan daging, makan yang berlemak,
makanan gorengan, makanan yang mengandung garam kesehariannya dan mereka
lebih banyak dengan mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buhan. Pola makanan
yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis
makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang mengonsumsi sayuran,
buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa
menyebabkan obesitas atau kegemukan.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3. Pengaruh Kebiasaan Istirahat terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
Hasil penelitian tentang variabel kebiasaan istirahat diperoleh bahwa
responden pada kelompok kasus dengan persentase tertinggi dengan kebiasaan
istirahat tidak cukup sebesar 66,4% dan kebiasaan istirahat cukup sebesar 33,6%,
sedangkan pada kelompok kontrol persentase tertinggi dengan kebiasaan istirahat
cukup sebesar 58,0% dan kebiasaan istirahat yang tidak cukup sebesar 42,0%. Uji
statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value = 0,026 (p<0,05) artinya
variabel kebiasaan istirahat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dengan OR
sebesar 1,932 (95% CI = 1,081-3,452). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat
dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 1,9 kali kecenderungan
dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita
hipertensi.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih
banyak terbangun pada waktu tidur malam, mengalami susah tidur, istirahat yang
kurang pada siang hari dan kurang tidur secara teratur sebanyak 82 orang (63%).
Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi. Sepertiga dari waktu dalam
kehidupan manusia adalah untuk tidur. Kita percaya bahwa tidur sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat
untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses
penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh
Universitas Sumatera Utara
yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi
istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).
Pada kelompok kontrol lebih banyak tertidur pada waktu tidur malam, tidak
mengalami susah tidur, istirahat yang cukup pada siang hari dan tidur secara teratur.
Keadaan ini akan memacu pada kelompok kontrol tidak menimbulkan kejadian
hipertensi. Hal ini sesuai menurut Santoso (2009), bahwa istirahat yang cukup sangat
dibutuhkan badan kita. Hasil penelitian Fredick 2010 di Chicago dengan desain case
control membuktikan 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam
memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan
resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut Fresick, tidur tidak nyenyak selama 3
hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya
pada orang muda dan orang dewasa.
5.2.4. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan
Hasil penelitian tentang variabel kebiasaan merokok diperoleh bahwa
responden pada kelompok kasus dengan persentase tertinggi dengan kebiasaan
merokok sebesar 64,1% dan kebiasaan tidak merokok sebesar 35,9%, sedangkan pada
kelompok kontrol persentase tertinggi dengan kebiasaan tidak merokok sebesar
67,2% dan kebiasaan merokok sebesar 32,8%. Uji statistik regresi logistik berganda
menunjukkan nilai p value 0,000 (p<0,05), artinya variabel kebiasaan merokok
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dengan nilai OR sebesar 4,923 (95% CI =
2,625-9,231). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden
Universitas Sumatera Utara
yang menderita hipertensi 4,9 kali kecenderungan dengan kebiasaan merokok
dibanding dengan responden yang tidak menderita.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih
banyak yang merokok dan > 20 batang dalam sehari, sedangkan pada kelompok
kontrol lebih banyak yang tidak merokok. Keadaan ini akan memacu timbulnya
kejadian hipertensi. Rokok sangat berisiko karena dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah sebesar
10 mmHg. Berbagai penelitian membuktikan, sesudah merokok selama kurang lebih
30 menit, tekanan darah akan meningkat secara signifikan.
Rokok meningkatkan tekanan darah lewat zat nikotin yang terdapat dalam
tembakau. Zat nikotin yang terisap beredar dalam pembuluh darah sampai ke otak.
Otak kemudian bereaksi dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenalin untuk
melepaskan hormon epinefrin/ adrenalin.
Hal ini sesuai dengan penelitian Nawi (2006), dengan menggunakan desain
case control, menunjukkan mengkonsumsi rokok merupakan faktor risiko hipertensi.
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat memengaruhi tekanan
darah yang dapat mengakibatkan hipertensi. Pada keadaan merokok pembuluh darah
dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh
dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat,
sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo,1996). Rokok yang
Universitas Sumatera Utara
dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan
meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20
kali per menit dan lama kelamaan akan mengakibatakan hipertensi (Mangku
Sitepoe, 1997).
Penelitian Primatesta mengungkapkan data studi potong lintang selama tiga
tahun berturut-turut (1999-2002) dari survei kesehatan tahunan di Inggris. Survei
tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah antara
kelompok perokok dan bukan perokok. Penelitian itu mengemukakan terdapat
perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada laki-laki yang tidak merokok (139,9
mmHg) dan merokok (140,7 mmHg).
Menurut Tantan (2007), bahwa berhenti merokok sangat penting untuk
menurunkan dan mengendalikan tekanan darah. Menghindari rokok dapat
menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Terdapat pengaruh pola makan, pekerjaan, kebiasaan merokok dan kebiasaan
istirahat terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti
Kabupaten Humbang Hasundutan.
6.1.2. Tidak terdapat pengaruh pendidikan dan aktifitas fisik terhadap kejadian
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang
Hasundutan.
6.1.3. Kasus hipertensi dapat dicegah sebesar 66% dengan memperbaiki faktor resiko
yaitu pola makan yang tidak baik.
6.2. Saran
6.2.1. Bagi petugas Puskesmas yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Matiti
Kabupaten Humbang Hasundutan agar dapat meningkatkan pengetahuan
kepada masyarakat melalui penyuluhan tentang hipertensi dengan pendekatan
personal dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menderita
hipertensi untuk mengurangi kejadian hipertensi.
6.2.2. Bagi masyarakat khususnya kelompok dewasa madya yang ada di wilayah
Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memperbaiki
pola makan terutama mengurangi daging dan makanan yang berlemak seperti
Universitas Sumatera Utara
pada saat acara adat dan pesta pernikahan. Bagi laki-laki agar mengurangi
kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi seperti
kebiasaan merokok, istirahat yang kurang serta kurang berolah raga.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Aswar, 1994, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.
Hidayat Alimul A, 2007, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta.
Aisyiyah, 2009, Hipertensi dan Faktor Resikonya, Laporan Ilmiah IPB, Bogor
Notoatmodjo Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
__________________, 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
___________________, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
_____________________, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta
Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
, Jakarta.
Riyanto Agus, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta.
Riwidikdo, Handoko, 2009, Statistik Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta.
Sastroasmoro Sudigdo, 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3, Sagung Seto, Jakarta.
Sugiharto Aris, 2007, Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat di Kabupaten Karanganyar, Tesis Undip, Semarang.
JNC, 2003, The Seventh Of Joint National Comitte. Diakses tanggal 19 Januari 2012;
Repository.ipb.ac.id.
Marliani dan Tantan, S, 2007, 100 Question & Answer Hipertensi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Baitul Alim. M, 2009, Fase-Fase Perkembangan Pada Manusia, Diakses tanggal 24 Januari 2012; http://www.psikologizone.com.
Winanti, 2009, Usia Dewasa: Tinjauan Psikologis Perkembangan, Diakses tanggal 10 Februari 2012; http://www.
Wine, 2011, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Derajat Kesehatan Manusia, Diakses tanggal 10 Februari 2012;
esaunggul.ac.id.
Bustan MN, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka, Jakarta.
http://www.wordpress.com.
Shadine M, 2010, Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, PT. Gramedia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003, Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Depkes, Jakarta.
__________________, 2008, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Depkes, Jakarta.
Suyono, 2001, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II, FKUI, Balai Pustaka, Jakarta.
Gunawan, 2005, Hipertensi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hull Alinson, 1996, Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Khomsan Ali, 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Arief I, 2007, Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
_____, 2007, Jagalah Tekanan Darah anda pada Batas Yang Aman, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hutapea MA, 1993, Menuju Gaya Hidup Sehat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yundini, 2006, Faktor Resiko Hipertensi dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, PT. Gramedia, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Dennysantoso, memilih makanan sehat untuk masyarakat, 2011, Diakses tanggal 10 Februari 2012; http//www.dennysantoso.com.
Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia, 2008, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Rahardja EM, 2004, Faktor Gizi dalam Regulasi Tekanan Darah, Salemba Medika, Jakarta.
Armilawaty dkk, 2007, Hipertensi, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.
Santoso Soegeng, 2004, Kesehatan dan Gizi, PT. Asti Mahasatya, Jakarta.
Iskandar, 2010, Helath Triad (Body, Mind and System), Elexmedia Komputindo, Jakarta.
Muttaqin, 2009, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler, Salemba, Jakarta.
Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.
Udjianti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Salemba Medika, Jakarta.
Tamher S, 2009, Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Hadywinoto dkk, 1999, PanduanGerontologi, PT. Gramedia, Jakarta.
Darmojo, 1999, Buku Ajar Geriatri, FKUI, Jakarta.
Supariasa dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.
Sediaoetama Achmad, 2000, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta Timur.
Rimbana, dkk, 2004, Indeks Glikemik Pangan, Swadaya, Jakarta.
Sunita Almatsier, 2003, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Koswara, Psikologi Usia, Diakses Tanggal 12 Februari 2012; http;//www.e-psikologiusia.com.
Mien A, Rifai, dkk, 1998 Widya Pangan dan gizi VI, LIPI, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Top Related