PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE
GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
IRVAN SOPIAN
1111082000077
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1436 H/2015 M
ii
PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE
GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Irvan Sopian
NIM: 1111082000077
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Rini, Ak., CA. Atiqah, SE., MS., Ak
NIP. 19760315 200501 2 002 NIP. 19820120 200912 2 004
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Kamis, 9 April 2015 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
1. Nama : Irvan Sopian
2. NIM : 1111082000077
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate
Governance, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap
Praktik Environmental Disclosure.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melaksanakan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 April 2015
1. Dr. Lukman, M.Si. ( _____________________)
NIP. 19640607 200302 1 001 Penguji I
2. Putriesti Mandasari, SP., M.Si. ( ______________________ )
NIP. 19840608 201101 2 010 Penguji II
3. Dr. Rini, Ak., CA. ( _____________________ )
NIP. 19760315 200501 2 002 Penguji III
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 21 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Irvan Sopian
2. NIM : 1111082000077
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate
Governance, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap
Praktik Environmental Disclosure.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut
di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 September 2015
1. Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., MH ( _____________________)
NIP.19750101 200501 1 008 Ketua
2. Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA ( ______________________ )
NIP. 19760924 200604 2 002 Sekertaris
3. Fitri Damayanti, SE.,M.Si ( ______________________ )
NIP. 19810731 200604 2 003 Penguji Ahli
4. Dr. Rini, Ak., CA ( _____________________ )
NIP. 19760315 200501 2 002 Pembimbing I
5. Atiqah, SE., MS., Ak ( _____________________ )
NIP. 19820120 200912 2 004 Pembimbing II
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Irvan Sopian
Nomor Induk Mahasiswa : 1111082000077
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya ilmiah orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa menyebut pemilik karya
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 21 September 2015
Yang menyatakan,
(Irvan Sopian)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Irvan Sopian
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Oktober 1992
3. Alamat : Jl. Kembang Kerep Rt.002/02 No.10
Kembangan Selatan, Kembangan,
Jakarta Barat, 11610
4. Telepon : 089637080240
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Kembangan Utara 03 Pagi Tahun 1999-2005
2. SMP Negeri 215 Jakarta Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri 85 Jakarta Tahun 2008-2011
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-2015
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
Nama Ayah : H. Dadang S.
Nama Ibu : Hj. Rohaya
Alamat Orang Tua : Jl. Kembang Kerep Rt.002/02 No.10
Kembangan Selatan, Kembangan, Jakarta Barat,
11610
Anak ke-, dari : 1 dari 2 bersaudara
vii
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Futsal SMAN 85 Jakarta (2005 - 2008)
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013 - 2014)
3. Lab. Bursa Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2014 - 2015)
4. Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012 - 2015)
viii
THE INFLUENCE OF ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD
CORPORATE GOVERNANCE AND COMPANY CHARACTERISTICS
ON ENVIRONMENTAL DISCLOSURE PRACTICES
ABSTRACT
This research aims to examine the influence of environmental performance,
good corporate governance and corporate characteristics on environmental
disclosure practices. Good corporate governance is represented by a variable
board size, the proportion of independent board and audit committee size.
Meanwhile, the company characteristics is represented by the variable size,
leverage, and profitability.
This research is quantitative. The data taken is secondary data. The data in
this study were obtained using the library research. The research population was
companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the period 2011 -
2013. The samples taken are companies in the manufacturing sector and collected
using purposive sampling method. Total 24 companies are determined as a
sample. The analytical method used is multiple regression analysis which consists
of classical assumption (normality test, multicollinearity, heteroscedasticity test
and autocorrelation test) and test hypotheses (coefficient of determination, t test,
F test)
The results showed that the adjusted R2 value of 35.1%, which means
disclosure of environmental variables can be described by seven independent
variables, namely environmental performance (PROPER), board size (DKOM),
the proportion of independent directors (DKOM_IND), the size of the audit
committee (AUDT), size (SIZE), leverage (LEV), and profitability (PROFIT). The
results of this research show that: (1) environmental performance, board size,
and size has significant influence on environmental disclosure practices. (2) The
proportion of independent board, audit committee size, leverage, and profitability
no significant influence on environmental disclosure practices. (3) environmental
performance, board size, proportion of independent board, audit committee size,
size, leverage, and profitability has simultaneously and significant influence on
environmental disclosure practices. While the F test results of this research prove
that the environmental performance, board size, the proportion of independent
directors, audit committee size, size, leverage, and profitability simultaneously
influence on environmental disclosure.
Keywords : good corporate governance, corporate characteristics, and
environmental disclosure
ix
PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE, GOOD CORPORATE
GOVERNANCE, DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh environmental
performance, good corporate governance, dan karakteristik perusahaan terhadap
praktik environmental disclosure. Good corporate governance diwakili dengan
variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan
ukuran komite audite. Sedangkan, karakteristik perusahaan diwakili dengan
variabel size, leverage, dan profitabilitas.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang diambil
merupakan data sekunder. Data pada penelitian ini diperoleh menggunakan
penelitian pustaka. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2011 - 2013. Sampel
penelitian yang diambil adalah perusahaan yang termasuk dalam sektor
manufaktur dan dikumpulkan menggunakan metode purposive sampling. Total 24
perusahaan ditentukan sebagai sample penelitian. Metode analisis data dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan keilmuan statistika. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis regresi berganda yang terdiri dari uji asumsi klasik (uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi) dan
uji hipotesis (koefisien determinasi, uji t, uji F).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 sebesar 35,1%
yang berarti variabel environmental disclosure dapat dijelaskan oleh ke tujuh
variabel independen, yaitu environmental performance (PROPER), ukuran dewan
komisaris (DKOM), proporsi komisaris independen (DKOM_IND), ukuran
komite audit (AUDT), size (SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas (PROFIT).
Hasil uji t dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) environmental
performance, ukuran dewan komisaris, dan size berpengaruh signifikan terhadap
praktik environmental disclosure. (2) Proporsi dewan komisaris independen,
ukuran komite audit, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan
terhadap praktik environmental disclosure. (3) environmental performance,
ukuran dewan komisaris, Proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite
audit , size, leverage, dan profitabilitas berpengaruh secara simultan dan
signifikan terhadap praktik environmental disclosure. Sedangkan hasil uji F dari
penelitian ini membuktikan bahwa environmental performance, ukuran dewan
komisaris, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, size, leverage,
dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap environmental disclosure.
Kata kunci : good corporate governance, karakteristik perusahaan, dan
environmental disclosure
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate
Governance, dan Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Environmental
Disclosure”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, sebagai uswatun khasanah yang telah menuntun umatnya
dari kegelapan munuju jalan yang terang benderang.
Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat guna meraih gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan atas izin
Allah SWT skripsi ini dapat selesai. Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis
menyadari telah banyak mendapat arahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yang dengan ikhlas dan penuh kasih sayang
selalu mencurahkan perhatian, cinta, kasih sayang, nasihat, dan dukungan
moril maupun materil serta doa tiada henti kepada penulis.
2. Adikku Nurkholisah yang telah menyemangati dan memberikan banyak
motivasi serta do’a terbaiknya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
4. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan SE, Ak, M.M, selaku Sekertaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Rini, Ak., CA. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia menyediakan waktunya yang sangat bergarga untuk membimbing
penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna
penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah
diberika selama ini.
7. Ibu Atiqah, SE., MS., Ak selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan dan
konsultasi yang telah diberikan selama ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan yang sangat luas kepada penulis selama perkuliahan, semoga
menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita
semua.
9. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
xii
10. Sahabat-sahabat terdekat penulis, Arif, Opi, Fahmi, Andi, Rizki, dan
Wahyu yang selalu memberikan support dan perhatian terbaiknya kepada
penulis.
11. Teman-teman seperjuangan kuliah maupun organisasi, Sella, Fitria, Ical,
Mumu, Oji, Fazril, Ilfi, Wanda, Eva, Hadi, serta teman-teman Akuntansi C
dan seluruh mahasiswa Akuntansi angkatan 2011 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Semangat dan sukses selalu untuk kita semua.
12. Pengurus dan Pengawas serta anggota Kopma UIN Syahid yang telah
memberikan pengalaman luar biasa selama ini.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
di karenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 21 September 2015
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 12
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 15
A. Tinjauan Teoritis ................................................................................................... 15
1. Teori Agensi (Agency Theory) .......................................................................... 15
2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) .............................................................. 16
3. Teori Stakeholder .............................................................................................. 18
4. Environmental Disclosure................................................................................. 18
5. Environmental Performance ............................................................................. 21
6. Good Corporate Governance (GCG) ............................................................... 26
7. Karakteristik Perusahaan................................................................................... 34
B. Penelitian Sebelumnya .......................................................................................... 38
C. Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 42
D. Hipotesis ............................................................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 58
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 58
B. Metode Penentuan Sampel .................................................................................... 58
xiv
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 59
D. Metode Analisis Data ............................................................................................ 60
1. Uji Statistik Deskriptif ...................................................................................... 60
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................................. 60
3. Analisis Regresi Berganda ................................................................................ 63
4. Pengujian Hipotesis .......................................................................................... 64
E. Operasionalisasi Variabel ..................................................................................... 66
1. Variabel Independen ......................................................................................... 66
2. Variabel Dependen ............................................................................................ 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 74
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................... 74
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .............................................................................. 77
1. Statistik Deskriptif ............................................................................................ 77
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................................................... 82
3. Hasil Uji Hipotesis ............................................................................................ 87
C. Pembahasan ........................................................................................................... 96
1. Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure. ... 96
2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Environmental Disclosure ....... 97
3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Environmental
Disclosure. ................................................................................................................ 99
4. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Environmental Disclosure. ........... 100
5. Pengaruh Size terhadap Environmental Disclosure. ........................................ 102
6. Pengaruh Leverage terhadap Environmental Disclosure. ............................... 103
7. Pengaruh Profitabilitas terhadap Environmental Disclosure. ......................... 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 106
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 106
B. Saran ................................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 109
LAMPIRAN........................................................................................................ 108
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Tabel Penelitian Sebelumnya.....................................................................42
3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel................................................................73
4.1 Proses Seleksi Sampel................................................................................75
4.2 Sampel Data Penelitian..............................................................................76
4.3 Hasil Uji Statistik Deskriptif......................................................................78
4.4 Hasil Uji Multikolinieritas.........................................................................82
4.5 Hasil Uji Autokorelasi...............................................................................84
4.6 Hasil Uji Normalitas..................................................................................86
4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi................................................................87
4.8 Hasil Uji Signifikasi Simultan...................................................................89
4.9 Hasil Uji Signifikasi Parameter Individal (Uji t) ......................................90
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran...................................................................................49
4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas.....................................................................85
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3) dari
kegiatan penambangan minyak bumi yang terjadi di Indonesia memerlukan
perhatian yang lebih serius. Kasus pencemaran seperti yang terjadi di Tarakan
(Kalimantan Timur), Riau, Sorong (Papua), Indramayu serta terakhir kasus
pencemaran di Bojonegoro (Jawa Timur) seharusnya menjadi catatan penting bagi
para pengelola penambangan minyak akan pentingnya pengelolaan pencemaran
minyak di Indonesia. Tumpahan minyak akibat kebocoran pipa di kawasan sumur
bor Tanjung Miring Timur Kabupaten Ogan Ilir yang dikelola oleh Perusahaan
Rekanan Pertamina yakni PT.Gold Water masih dipandang sebelah mata oleh
manajemen perusahaan. Meski sudah tergolong pencemaran lingkungan, namun
pihak perusahaan masih separuh hati memperbaiki kerusakan pipa yang
mengakibatkan tanah terkontaminasi minyak dan merusak lingkungan serta
menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan
Kep. MenLH 128 Tahun 2003 (Posmetro Prabu, 2013).
Selain itu pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan
pertambangan pasir di Desa Pontang, Serang, Banten, menyebabkan warga
merusak sejumlah fasilitas milik perusahaan tersebut. Kejadian tersebut terjadi
karena pertambangan pasir yang dilakukan perusahaan tersebut mencemari aliran
1
2
Sungai Ciujung karena air yang berasal dari sungai tersebut biasa digunakan
warga untuk kebutuhan sehari-hari (detikTV, 2014).
Bahkan karena banyaknya pelanggaran lingkungan hidup, membuat
Pemprov Jabar menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penegakan
Hukum Lingkungan Terpadu (PHLT). Tim yang melibatkan kepolisian dan
kejaksaan itu bertugas mulai dari perizinan hingga penindakan. Tugas penting
Satgas ini adalah mulai dari perizinan lingkungan hidup, penindakan hukum bagi
yang melakukan pencemaran atau merusak alam, serta pencegahan tindak pidana
korupsi dan pencucian uang yang berkaitan dengan lingkungan (Nurmatari, 2015).
Pencemaran lingkungan akibat dari aktivitas yang dilakukan perusahaan,
menimbulkan tekanan dari berbagai pihak khususnya masyarakat terhadap
perusahaan agar perusahaan memberikan informasi yang transparan mengenai
aktivitas lingkungannya di dalam laporan tahunan perusahaan (Anggraini, 2006).
Ikbal (2012) mengatakan secara umum, laporan tahunan perusahaan terdiri
dari pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran
masyarakat akan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak pada laba
semata tetapi juga ditentukan dengan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat
di sekitar perusahaan.
Pengungkapan sukarela sebenarnya juga di atur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK No. 1 Paragraf 12, 2009), yang menyatakan bahwa
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan, seperti laporan mengenai
lingkungan hidup, laporan nilai tambah, khususnya bagi industri di mana faktor-
3
faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang
menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang
peranan penting”.
Sun, dkk., (2010) menyatakan bahwa pengungkapan sukarela dalam
annual report seperti pengungkapan lingkungan perusahaan atau yang sering
disebut dengan corporate environmental disclosure dipandang perlu untuk
menunjukkan kepada stakeholders akan kesadaran perusahaan dari kepentingan
yang lebih luas dan akuntabilitas dengan cara berperilaku tanggung jawab sosial.
Semakin banyaknya bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan perusahaan
terhadap lingkungannya, maka image perusahaan menurut pandangan masyarakat
menjadi meningkat atau citra perusahaan menjadi baik.
Peraturan mengenai praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan juga diatur dalam Undang-Undang R.I. No. 40 tahun 2007 pasal 74
tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan” menyebutkan bahwa
“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan”.
Pemerintah pada dasarnya sudah serius untuk menanggapi berbagai
masalah lingkungan. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya program-
program yang berkaitan dengan tata kelola lingkungan seperti : Adipura,
Adiwiyata, dan Langit Biru. Beberapa program tersebut masih memiliki
kekurangan dari segi sasaran peserta. Salah satu program lingkungan yang
4
pesertanya adalah perusahaan adalah Program Pemeringkatan Kinerja Perusahaan
(PROPER) (Wiranata dan Wirajaya, 2014).
Darlis, dkk, (2009) mengatakan bahwa pengungkapan atas kinerja
lingkungan tersebut kini sudah banyak dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan
baik melalui media laporan tahunan dan media lainnya seperti website atau
laporan secara terpisah yang disebut "sustainability report" (laporan
keberlanjutan) yang memuat tiga aspek pokok yaitu: kinerja lingkungan, kinerja
sosial, dan kinega ekonomi. Pengungkapan informasi lingkungan hidup ini
mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang meliputi pengendalian
polusi dalam menjalankan operasi bisnis perusahaan, pencegahan-pencegahan
atau perbaikan kerusakan lingkimgan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konservasi sumber daya alam. Informasi lingkungan hidup dapat berupa data,
keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan
hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui
masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup,
laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan
penataan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana
tata ruang.
Corporate Social Responsibilty (CSR) adalah basis teori tentang perlunya
sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan
lingkungan tempat beroperasi. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai
tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholders, terutama
komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya. Sebuah
5
perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu
perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah mengedepankan prinsip moral dan
etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat
lainnya (Suaryana dan Febriana, 2012).
Penerapan Corporate Social Responsibility merupakan bagian dari
komponen GCG. GCG (Good Corporate Governance) secara definitif adalah
konsep yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2003 dalam Kaihatu,
2006). GCG dapat tercapai apabila perusahaan memenuhi asas-asas transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran dan kesetaraan
(Pratama dan Rahardja, 2013).
Berbagai faktor yang menjadi penyebab perusahaan melakukan
pengungkapan informasi lingkungan dalam annual report seperti corporate
governance dan karakteristik perusahaan. Corporate governance merupakan
kunci atau alat untuk mengawasi kinerja perusahaan oleh stakeholder termasuk
investor. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan transparasi
dan akuntabilitas perusahaan, sehingga tanggung jawab lingkungan hidup akan
diungkapkan dalam annual report (Suhardjanto, 2010).
Menurut Mirfazil dan Nurdiono (2007) dalam Suhardjanto (2010)
besarnya dampak lingkungan hidup tergantung pada karakteristik perusahaan.
Dengan kata lain, karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap penurunan
6
kualitas lingkungan misalnya semakin besar perusahaan semakin besar pula
dampaknya terhadap kualitas lingkungan hidup.
Berbagai penelitian yang terkait pengaruh Environmental Performance,
Good Corporate Governance (GCG), dan karakteristik perusahaan dengan
environmental disclosure telah banyak dilakukan. Penelitian Pratama dan
Rahardja (2013) menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh terhadap
pengungkapan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Hal tersebut membuktikan
bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik akan mengungkapkan
laporan lingkungan. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012)
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan mengungkapkan bahwa pengungkapan tanggung jawab tidak
dipengaruhi oleh kinerja lingkungan.
Ardian dan Rahardja (2013) serta Nugroho dan Purwanto (2013)
melakukan penelitian mengenai pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perusahaan.
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ukuran Dewan Komisaris
berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Kondisi ini terjadi karena semakin banyak dewan komisaris, maka bidang
yang dikerjakan semakin beragam, sehingga bisa memberikan masukan yang
terbaik bagi tingkat pengungkapan triple bottom line perusahaan. Semakin besar
jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk
mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif
7
(Nugroho dan Purwanto, 2013). Namun hasil tersebut berbeda dengan penelitian
Wijaya (2012), Pratama dan Rahardja (2013) serta Suaryana dan Febriana (2012)
mengenai pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap praktik Environmental
Disclosure yang mengungkapkan bahwa ukuran Dewan Komisaris tidak
berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure.
Penelitian lainnya adalah penelitian Frendy dan Kusuma (2011) yang
meneliti hubungan Proporsi Komisaris Independen terhadap praktik
Environmental Disclosure. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
proporsi Komisaris Independen sesuai dengan peraturan BAPEPAM yaitu
minimal 30% dari jumlah komisaris berpengaruh terhadap environmental
disclosure. Hal tersebut karena komisaris independen mempunyai pengaruh yang
besar dalam mendorong manajemen untuk mengungkapakan informasi sukarela
dibanding komisaris non-independen. Tetapi sebaliknya, penelitian Suhardjanto
(2010) serta Pratama dan Rahardja (2013) mengenai pengaruh proporsi dewan
komisaris independen terhadap environmental disclosure mengungkapkan bahwa
proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap environmental
disclosure.
Penelitian mengenai pengaruh Good Corporate Governance (GCG)
terhadap praktik Environmental Disclosure juga dilakukan oleh Nugroho dan
Purwanto (2013) yang meneliti mengenai pengaruh ukuran Komite Audit
terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan. Kondisi ini terjadi karena dengan adanya
8
komite audit, pengawasan manajemen menjadi lebih baik. Sehingga shareholder
sebagai prinsipal dalam hal ini diwakili oleh dewan komisaris akan lebih mudah
dalam mengkontrol manajemen. Oleh karena itu, biaya agensi yang ditimbulkan
oleh adanya moral hazard akan lebih diminimalkan.
Namun penelitian Pratama dan Rahardja (2013) mengungkapkan
sebaliknya, bahwa pengaruh ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan
lingkungan tidak dapat dibuktikan. Hal ini menunjukan ukuran Komite Audit
tidak berpengaruh terhadap praktik pengungkapan lingkungan perusahaan.
Selanjutnya adalah penelitian-penelitian mengenai hubungan karakteristik
perusahaan dengan Environmental Disclosure. Stanton (2012), Suhardjanto
(2010), Hadjoh dan Sukartha (2013) serta Frendy dan Kusuma (2011) yang
melakukan penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap
pengungkapan tanggung jawab lingkungan yang dilakukan oleh persusahaan.
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa size perusahaan berpengaruh
terhadap praktik environmental disclosure.
Perusahaan besar akan cenderung mengungkapkan informasi lebih banyak
karena ia memiliki sumber daya yang besar sehingga mampu membiayai
penyediaan informasi yang lebih lengkap dibandingkan perusahaan kecil. Selain
itu, perusahaan besar merasa bahwa mereka merupakan target perhatian sehingga
perlu untuk membuat suatu usaha nyata dalam menciptakan kepercayaan dalam
hal pertanggung jawaban sosial. Mengungkapkan informasi mengenai aktivitas
perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup menjadi salah satu upaya
9
perusahaan untuk mewujudkan pertanggungjawaban sosial (Hadjoh dan Sukartha,
2013).
Namun penelitian Sameera dan Wirathunga (2013) serta Suhardjanto dan
Choiriyah (2010) tidak dapat membuktikan bahwa pengungkapan lingkungan
dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ukuran
perusahaan (size) tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure.
Karakteristik perusahaan lain yang mempengaruhi environmental
disclosure adalah leverage. Penelitian Nugroho dan Purwanto (2013) serta Djoko
Suhardjanto dan Choiriyah (2010) membuktikan bahwa leverage mempengaruhi
tingkat pengungkapan tanggung jawab lingkungan perusahaan.
Penelitian Suhardjanto (2010) mengenai karakteriskrik perusahaan
terhadap environmental disclosure menyatakan bahwa leverage berpengaruh
negatif terhadap environmental disclosure. Hal ini dikarenakan perusahaan yang
memiliki leverage yang tinggi akan mengurangi disclosure perusahan dengan
tujuan untuk mengurangi sorotan dari bondholder .Semakin tinggi rasio
utang/modal semakin rendah pengungkapannya karena semakin tinggi tingkat
leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar
perjanjian kredit. Sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi
saat sekarang dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat
menyajikan laba yang lebih tinggi, maka perusahaan harus mengurangi biayabiaya
(termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi). Itulah alasan leverage
berpengaruh negatif terhadap pengungkapan lingkungan atau environmental
disclosure.
10
Sebaliknya penelitian Sameera dan Weerathunga (2013), Suaryana dan
Febriana (2012) serta Frendy dan Kusuma (2011) membuktikan bahwa Leverage
tidak berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure yang dilakukan
oleh perusahaan.
Hal lain yang mempengaruhi praktik Environmental Disclosure adalah
profitabilitas perusahaan. Profitabilitas merupakan indikator kinerja yang
dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Hubungan antara
profitabilitas dan pengungkapan merupakan refleksi yang menunjukkan bahwa
diperlukan respon sosial untuk membuat perusahaan memperoleh keuntungan.
Dengan begitu pengungkapan tanggung jawab lingkungan dipercaya sebagai
pendekatan manajemen untuk mengurangi tekanan sosial dan merespon
kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996 dalam Suhardjanto, 2010).
Berdasarkan penelitian Hadjoh dan Sukartha (2013) profitabilitas berpengaruh
positif terhadap environmental disclosure.
Namun, penelitian yang dilakukan Stanton (2012), Suhardjanto (2010),
serta Suaryana dan Febriana (2012) menemukan bahwa profitabilitas perusahaan
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggungjawab lingkungan atau
environmental disclosure perusahan. Hal itu terjadi karena ketika perusahaan
memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu
melaporkan hal – hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan
tersebut (Suaryana dan Febriana, 2012).
11
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-
perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2011 - 2013.
Penggunaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel
karena BEI merupakan satu-satunya bursa efek di Indonesia sehingga diharapkan
akan memperoleh sampel yang representatif. Maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah Environmental Performance, Good Corporate Governance,
dan Karakteristik Perusahaan secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap
Praktik Environmental Disclosure, di samping untuk mengetahui faktor manakah
dari faktor-faktor tersebut yang berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
terdahulu adalah:
1. Variabel yang digunakan
Pada penelitian ini variabel yang digunakan Environmental Performance,
Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Ukuran
Komite Audit, Size, Leverage, dan Profitabilitas yang merupakan variabel
independen. Sedangkan variabel dependen yaitu Environmental Disclosure.
2. Periode yang digunakan
Pada penelitian ini menggunakan periode data dari tahun 2011 sampai 2013.
3. Item Environmental Disclosure
Pada penelitian ini item environmental disclosure mengacu pada Indeks
Global Reporting Initiative (GRI) 4.
12
Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena pada perusahaan-
perusahaan tersebut, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Environmental Performance, Good Corporate Governance
dan Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Environmental Performance berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure?
2. Apakah Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure?
3. Apakah Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure?
4. Apakah Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure?
5. Apakah Size Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure?
6. Apakah Leverage Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure?
7. Apakah Profitabilitas Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure?
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Environmental Performance terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
2. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
3. Untuk mengetahui pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap
Praktik Environmental Disclosure.
4. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
5. Untuk mengetahui pengaruh Size Perusahaan terhadap Praktik Environmental
Disclosure.
6. Untuk mengetahui pengaruh Laverage Perusahaan terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
7. Untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas Perusahaan terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan penelitian ini
bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan, manajemen, kalangan akademisi,
pembaca dan penulis dengan penjelasan sebagai berikut:
14
1. Manfaat Praktis
a. Bagi pengguna laporan keuangan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi
acuan tambahan dalam menganalisis informasi terkait dengan pengukuran
kinerja perusahaan.
b. Bagi manajemen, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan
dalam penentuan kebijakan mengenai environmental disclosure yang akan
dilakukan.
c. Bagi kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi
terhadap literatur penelitian akuntansi yang berhubungan dengan
environmental disclosure.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh environmental performance, good corporate
governance dan karekteristik perusahaan terhadap praktik environmental
disclosure.
b. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat membantu serta menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai praktik environmental disclosure di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) mengungkapkan adanya hubungan
antara principal (pemilik perusahaan atau pihak yang memberikan mandat)
dan agent (manajer perusahaan atau pihak yang menerima mandat) yang
dilandasi dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian
perusahaan, pemisahan penanggung risiko, pembuatan keputusan dan
pengendalian fungsi-fungsi. Pihak principal juga dapat membatasi divergensi
kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agent
dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan untuk mencegah kecurangan
yang dilakukan oleh agent (Jensen and Meckling, 1976).
Adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi
pengendalian (control) dalam hubungan keagenan sering menimbulkan
masalah-masalah keagenan (agency problems). Masalah-masalah keagenan
tersebut timbul karena adanya konflik atau perbedaan kepentingan antara
principal dan agent. Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan
penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau
masalah keagenan. Teori keagenan juga berperan dalam menyediakan
informasi sehingga akuntansi memberikan umpan balik (feedback) selain nilai
prediktifnya (Jensen and Meckling, 1976).
15
16
Selain itu, teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri
informasi (information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan
mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai internal perusahaan dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasi yang
disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.
Adanya asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik memberikan
kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis guna memaksimalkan
keuntungan pribadi (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).
2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan definisi teori legitimasi
sebagai suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai
perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di
mana perusahaan merupakan bagiannya. Dalam teori legitimasi suatu
perusahaan akan berusaha secara terus-menerus untuk meyakinkan bahwa
mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan norma yang ada dalam
masyarakat maupun aturan yang berlaku. Proses untuk mendapatkan
legitimasi berkaitan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Legitimasi
dapat dikatakan sebagai pengakuan perusahaan oleh masyarakat. Pengakuan
perusahaan oleh masyarakat merupakan hal yang paling penting karena
dengan begitu keberlangsungan hidup perusahaan akan terus berlanjut.
17
Legitimasi merupakan sebuah pengakuan akan legalitas sesuatu. Suatu
legitimasi organisasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial
bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Dowling dan Preffer, 1975, dalam
Ghozali dan Chariri, 2007). Dengan demikian legitimasi organisasi dapat
dipandang sebagai sesuatu yang diberikan oleh masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat.
Menurut Yulfaidah dan Zulaika (2012), teori legitimasi (legitimacy
theory) menyatakan bahwa hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan
yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap
batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku dengan
memperhatikan lingkungan. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk
meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat.
Teori Legitimasi menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu akan
beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat
di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Proses
untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial antara yang
dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja
perusahaan tidak hanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan,
tetapi ukuran kinerja lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang
berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki insentif
untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di sekitar
kegiatan operasional perusahaan (Harsanti, 2011).
18
3. Teori Stakeholder
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan
menfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan
sangat dipengaruhi oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan
Chariri, 2007).
Sari (2012) menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya
bertanggungjawab terhadap para pemilik (shareholder) dengan sebatas pada
indikator ekonomi (economic focused) namun bergeser menjadi lebih luas
yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholder) dengan
memperhitungkan faktorfaktor sosial (social dimentions), sehingga muncul
istilah tanggung jawab sosial (social responsibility).
4. Environmental Disclosure
Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai
alat kendali utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab
manajemen tidak terbatas pada pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada
investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh
perusahaan terhadap lingkungan hidup (Suhardjanto dan Sari, 2010).
Environmental Disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan
dengan lingkungan hidup dalam laporan keuangan tahunan perusahaan
(Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006). Environmental disclosure
meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap
kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang
19
berhubungan dengan lingkungan hidup. Melalui environmental disclosure
masyarakat dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan
(Zeghal dan Ahmed, 1990).
Bethelot, (2002) dalam Al Tuwaijri, (2004) mendefinisikan
environmental disclosure sebagai kumpulan informasi yang berhubungan
dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh perusahaan di masa lalu,
sekarang dan yang akan datang. Informasi ini dapat diperoleh dengan banyak
cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta kuantitatif, bentuk laporan
keuangan atau catatan kaki. Bidang environmental disclosure meliputi hal-hal
sebagai berikut: pengeluaran atau biaya operasi untuk fasilitas dari peralatan
pengontrol polusi di masa lalu dan sekarang.
Global Reporting Initiatives (GRI) G4, 2013, merekomendasikan
beberapa aspek lingkungan yang seharusnya diungkapkan. Terdapat 12 aspek
yang direkomendasikan oleh GRI G4. Aspek-aspek tersebut adalah Material,
Energi, Air, Keanekaragaman Hayati, Emisi, Efluen dan Limbah, Produk dan
Jasa, Kepatuhan, Transportasi, Keseluruhan, Penilaian Pemasok dengan
Kriteria Lingkungan, dan Mekanisme Pengaduan Lingkungan. Dari 12 aspek
tersebut dibagi lagi menjadi 34 indikator lingkungan yang harus diungkapkan.
Sementara itu, Wiseman (1982) dalam Patten (2002) berpendapat
bahwa pengungkapan sosial dan lingkungan biasanya berisi informasi
tentang: diskusi tentang regulasi dan prasyarat tentang dampak lingkungan,
kebijakan lingkungan atau kepedulian perusahaan tentang lingkungan,
20
konservasi sumber alam, penghargaan atas kepedulian terhadap lingkungan,
usaha melakukan daur ulang, pengeluaran yang dilakukan perusahaan
berkaitan dengan penanganan lingkungan, aspek hukum (litigasi) atas kasus
berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan perusahaan.
Zeghal & Ahmed (1990) mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan
dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu:
a. Lingkungan
Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian
lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap polusi, pencegahan
atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan
pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.
b. Energi
Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam
hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi
terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi,
dll.
c. Praktik bisnis yang wajar
Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan
terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
21
d. Sumber daya manusia
Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber
daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas.
Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan
ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang
memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja,
pelayanan kesehatan, pendidikan, seni, dll.
e. Produk
Meliputi keamanan, pengurangan polusi, dll.
Teori tentang pengungkapan lingkungan hidup (environmental
disclosure) sebenarnya bersumber dari pengungkapan yang dilakukan dalam
praktik akuntansi. Secara teoritis, basis teoritis bersumber dari berbagai sisi,
tergantung perspektif pakar yang melakukan kajian. Paten, misalnya melihat
pengungkapan lingkungan terkait dengan teori legitimasi yaitu perusahaan
memiliki tanggung jawab sosial politik terhadap masyarakat. Teori legitimasi
bermuara pada pengungkapan sosial. Pengungkapan sosial yangbaik memuat
tentang pengungkapan lingkungan hidup (Sudaryono, 2006).
5. Environmental Performance
Kinerja lingkungan menurut Suratno dkk, (2006) adalah kinerja
perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green). Kinerja
lingkungan ini dikeluarkan untuk melihat tingkat ketaan perusahaan
berdasarkan peraturan yang berlaku (Anindito dan Ardiyanto, 2012).
22
Berry dan Rondinelli (1998) dan Pfleiger et al (2005) dalam Ja’far dan
Arifah (2006) menyatakan bahwa kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh
sejauh mana dorongan terhadap pengelolaan lingkungan dilakukan oleh
berbagai instansi khusunya instansi pemerintah. Kinerja lingkungan juga akan
tercapai pada level yang tinggi jika perusahaan secara proaktif melakukan
berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali.
Berry dan Rondinelly (1998) dalam Ja’far dan Arifah (2006)
mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk
melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan
muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan
tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah
sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen
lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-
program kesehatan dan keamanan lingkungan.
b. Cost factors, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan
membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang
tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu
dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada
munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku,
biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konseksensi
perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya
23
berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan
mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan.
c. Stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen
lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni
mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga
respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan
akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang
bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen
lingkungan yang proaktif.
d. Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan
munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada
munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan.
Ja’far dan Arifah (2006) menyatakan sebagai ukuran keberhasilan
perusahaan dalam melaksanakan menejemen lingkungan proaktif, maka dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kinerja lingkungan proaktif. Penerapan
manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip
dasar kedalam strategi perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi
berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan
mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para
stakeholder.
24
b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.
c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaan-
perusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan
benchmarking dan menetapkan praktik terbaik (best practice).
d. Menetapkan budaya perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan
tanggung jawab seluruh karyawan.
e. Menganalisis dampak berbagai isue lingkungan dalam kaitannya dengan
permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.
f. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan,
khususnya melalui rapat pimpinan.
g. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.
h. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban
lingkungan.
Meskipun demikian, selama ini pengukuran terhadap kinerja
lingkungan masih belum ada kesepakatan final. Hal ini karena setiap negara
memiliki cara pengukuran sendiri tergantung situasi dan kondisi lingkungan
negara masing-masing. Sebagai contoh, Kementrian Lingkungan Hidup
Indonesia telah menerapkan PROPER sebagai alat untuk memeringkat kinerja
lingkungan perusahaan-perusahaan yaang ada di Indonesia. (Ja’far dan
Arifah, 2006).
25
Menurut Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2013, Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PROPER) adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun. Penilaian tersebut diberikan dalam bentuk peringkat kinerja yang
terdiri atas:
a. Hitam, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang
mengakibatkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan serta
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak
melaksanakan sanksi administrasi;
b. Merah, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai
dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangundangan;
c. Biru, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang
telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan;
d. Hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan
dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem
26
manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan
melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik; dan
e. Emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan
yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan
(environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa,
melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap
masyarakat.
6. Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Monks (2003) dalam Kaihatu (2006) Good Corporate
Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added)
untuk semua stakeholder.
Forum for Corporate Governance (FCGI) dalam publikasi yang
pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu:
"seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan” (Retno dan Priantinah, 2012).
Haidar (2009) dalam Pertiwi dan Pratama (2012) menjelaskan Good
Corporate Governance (Tata kelola perusahaan) adalah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang memengaruhi pengarahan,
27
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola
perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak
utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen dan
dewan direksi. Tata Kelola Perusahaan adalah suatu subyek yang memiliki
banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah
menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab, khususnya
implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik
dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah
efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan
harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi dengan penekanan
kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subyek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang
pemangku kepentingan yang menun-juk perhatian dan akuntabilitas lebih
terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karya-wan atau
lingkungan.
Kaen (2003) dan Shaw (2003) dalam Kaihatu (2006) menjelaskan ada
empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate
governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good
corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
28
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan.
Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini
relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance
baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung
dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan
Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999 (Kaihatu, 2006).
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate
Governance yaitu:
a. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
c. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
d. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
29
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
e. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara
di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku (Kaihatu, 2006).
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas
dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan
bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan
bagi mereka, manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan
berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer
dan Vishny, 1997 dalam Putri, 2012).
a. Dewan Komisaris
Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan
Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Indonesia menganut two
board system yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan
terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan
yaitu dewan komisaris (Herwidayatmo, 2000 dalam Suhardjanto, 2010).
Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent director pada
30
single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan
komisaris pada two-board system. Oleh karena itu sistem pengawasan
yang ada pada perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris.
Keefektifan peran pengawasan dewan komisaris ini didukung dengan
keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya
(Suhardjanto, 2010).
Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG),
menyatakan bahwa Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas
dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan
melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut
serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing
anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara.
Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas
Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-
prinsip berikut:
1) Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
2) Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
31
baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
3) Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris
mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada
pemberhentian sementara.
b. Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen memiliki peran yang sangat penting dalam
penerapan corporate governance karena keberadaan dewan komisaris
belum dapat memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip corporate
governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap investor. Untuk
mendorong implementasi corporate governance, dibentuk sebuah organ
tambahan dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan
dapat meningkatkan penerapan corporate governance di dalam
perusahaan-perusahaan di Indonesia (Surya dan Yustiavandana, 2006)
Surya dan Yustiavandana (2006) menjelaskan bahwa komisaris
independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen,
pemegang saham mayoritas, pejabat atau berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan
tersebut. Dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat
terjadinya keseimbangan dalam perusahaan antara manajemen perusahaan
dan para stakeholder-nya.
32
Keberadaan komisaris independen berdasarkan peraturan Bursa Efek
Indonesia (BEI) Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 mewajibkan perusahaan
yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memiliki
komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jajaran
anggota dewan komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris
independen berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-
29/PM/2004 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite
audit Nomor IX.I5 adalah sebagai berikut:
1) Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun
tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik;
2) Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegang
Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik;
3) Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik;
4) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.
c. Komite Audit
Dalam Surat Edaran Ketua Bapepam No. Kep-29/PM/2004 tentang
“Komite Audit” menyatakan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib
memiliki Komite Audit. Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh
Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan
fungsinya, sehingga Komite Audit bertanggungjawab kepada Dewan
33
Komisaris. Komite Audit tidak hanya harus terdapat di dalam perusahaan
publik saja, tetapi menurut KNKG (2006), perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas,
serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit
(Pratama dan Rahardja, 2013).
Komite Audit terdiri dari minimal 3 (tiga) orang dengan diketuai
oleh seorang Komisaris Independen. Anggota Komite Audit diharapkan
dapat bertindak secara independen karena fungsinya sebagai penguhubung
antara Dewan Komisaris dengan internal auditor. Struktur anggota Komite
Audit diharapkan sesuai dengan besar dan kecil organisasi serta tanggung
jawab yang diemban (Pratama dan Rahardja, 2013).
Menurut Surya dan Yustiavanda (2006) dalam Pratama dan Rahardja
(2013), Komite Audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan GCG. Hal ini disebabkan karena peran pengawasan dan
akuntabilitas Dewan Komisaris belum memadai. Komite Audit bertugas
dalam pemeriksasaan dan penelitian yang dianggap perlu terhadap
pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan
serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan
keuangan.
34
7. Karakteristik Perusahaan
Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size),
profitabilitas, jumlah pemegang saham, status pendaftaran perusahaan di
pasar modal, leverage, rasio likuiditas, basis perusahaan, jenis industri, serta
profil dan karakteristik lainnya (Marwata, 2001, dalam Suhardjanto, 2010)
a. Size
Menurut Ferry dan Jones (1979) dalam Panjaitan dan Desinta (2004)
ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva,
penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan lain lain yang
semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva, penjualan, log
size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula
ukuran perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya
terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan
menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm). Ardian dan
Rahardja (2013) mengatakan variabel ukuran perusahaan diproksikan
dengan menggunakan log (total asset).
Menurut Sawir (2004) dalam Sudartono (2006) ukuran perusahaan
dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap
studi untuk alasan yang berbeda:
1) ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan
memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk
35
obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya
peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi
penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas
perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga
membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor
mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara
signifikan.
2) ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih
pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial
yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan
kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar
kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai
dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak
standar hutang.
3) ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba.
Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang
mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti
perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan
rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi
mereka menjadi suatu sistem manajemen.
36
b. Leverage
Sutrisno (2000) mendefinisikan leverage sebagai penggunaan aktiva
tetap atau sumber dana dimana atas penggunaan dana tersebut, perusahaan
harus menanggung biaya tetap atau membayar beban tetap.
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio
leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,
karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih
tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Berdasarkan teori agensi (agency
theory) yang diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1976), perusahaan
dengan proporsi hutang yang lebih banyak dalam struktur permodalannya
akan mempunyai biaya pengawasan (monitoring cost) yang lebih besar.
Biaya pengawasan (monitoring cost) ini timbul karena kepentingan
investor dalam perusahaan tersebut untuk mengawasi tindakan manajemen
dalam mengelola dana dan fasilitas yang diberikan oleh investor untuk
menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai
leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi
kebutuhan informasi yang memadai bagi investor atau kreditur. Leverage
mencerminkan risiko keuangan perusahaan karena dapat menggambarkan
struktur modal perusahaan dan mengetahui resiko tak tertagihnya suatu
utang.
Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan
memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi sorotan dari para
debtholders (Sari, 2012).
37
c. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan indikator kinerja dalam perusahaan yang
digunakan oleh manajemen untuk mengelola kekayaan. Profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dengan keuntungan atau laba
yang lebih besar mempunyai kemampuan yang semakin besar dalam
membayarkan devidennya. Hal ini berpengaruh terhadap kempemilikan
manajerial yang nantinya manajer memperoleh power yang lebih besar
dalam menentukan kebijakannya. Sehingga, profitabilitas dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi investor dalam pengambilan keputusan.
Beberapa penelitian yang menguji pengaruh profitabilitas didasarkan pada
stakeholder theory yang mengakui adanya hubungan antara kebijakan
pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dengan
profitabilitas perusahan yang bersangkutan (Sun et al., 2010).
Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), profitabilitas adalah
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu
tahun. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Kurnianingsih (2013),
berpandangan bahwa hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan
dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, alangkah baiknya
diekspresikan dengan pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta
dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat
suatu perusahaan memperoleh laba. Seperti yang dinyatakan oleh
Alexander dan Bucholdz (1978) dalam Belkaoui dan Karpik (1989) dalam
38
Kurnianingsih (2013) bahwa manajemen yang sadar dan memperhatikan
masalah sosial juga akan mengajukan kemampuan yang diperlukan untuk
menggerakkan kinerja keuangan perusahaan.
B. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai “Pengaruh Environmental Performance, Good
Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Praktik
Environmental Disclosure” ini menggunakan beberapa acuan penelitian
sebelumnya.
Penelitian Frendy dan Kusuma (2011) dengan sampel perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2008
membuktikan bahwa board of commissioners structure, size, dan profitabilitaas
berpengaruh terhadap praktik Environmental Disclosure sedangkan leverage tidak
berpengaruh dalam praktik Environmental Disclosure.
Sedangkan dalam penelitian Suhardjanto (2010) yang menggunakan sampel
380 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007
membuktikan bahwa size dan leverage perusahaan berpengaruh terhadap praktik
environmental disclosure serta proporsi dewan komisaris independen dan
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure.
Selanjutnya adalah penelitian Ardian dan Rahardja (2013) yang
menggunakan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa ukuran dewan komisaris dan
size perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan pengungkapan
tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan. Sedangkan leverage dan
39
profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap kebijakan pengungkapan
tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian Suhardjanto dan Choiriyah (2010)
yang menggunakan sampel 50 orang yang termasuk dalam kelompok Broader
Based Stakeholder dan 100 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia
membuktikan bahwa ukuran perusahaan (size) dan profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap luas pengungkapan lingkungan hidup, sedangkan leverage
berpengaruh terhadap luas pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan
perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hadjoh dan Sukartha (2013) dengan sampel
30 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006-2010
membuktikan bahwa size dan profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap
besarnya praktik pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) dalam
laporan tahunan perusahaan.
Penelitian Suaryana dan Febriana (2012) menggunakan sampel perusahaan
yang termasuk kategori Manufaktur dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009
mengungkapkan bahwa size berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan. Sedangkan ukuran dewan komisaris, leverage, dan
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan
perusahaan.
Penelitian Nugroho dan Purwanto (2013) menggunakan sampel 175
perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011
membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit dan leverage
40
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Triple Bottom Line, sedangkan
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Triple Bottom
Line.
Penelitian Pratama dan Rahardja (2013) dengan sampel perusahaan yang
terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan termasuk dalam kualifikasi PROPER
Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2009-2011 mengungkapkan bahwa
environmental performance berpengaruh terhadap praktik Environmental
Disclosure, sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
independen, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap praktik
Environmental Disclosure.
Penelitian Sameera dan Weerathunga (2013) dengan sampel 36 perusahaan
manufaktur yang terdaftar dalam Colombo Stock Exchange tahun 2011
membuktikan bahwa size, leverage, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
praktik environmental disclosure.
Selanjutnya penelitian Lu dan Abeysekera (2014) mengungkapkan bahwa
size dan profitbilitas mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan sosial dan
lingkungan perusahaan. Sedangkan leverage tidak pengaruh terhadap
pengungkapan sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.
Selain itu penelitian Stanton (2012) yang menggunakan sampel 75
perusahaan yang terdaftar dalam Stock Exchange of Thailand (SET)
mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh terhadap
Environmental Disclosure sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
Environmental Disclosure dalam laporan tahunan perusahaan.
41
Penelitian Wijaya (2012) dengan sampel perusahaan Manufaktur yang
terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan termasuk kedalam kualifikasi PROPER
membuktikan bahwa size berpengaruh terhadap pengungkapan tanggunga jawab
sosial perusahaan, sedangkan environmental performance, ukuran dewan
komisaris, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggunga jawab sosial perusahaan.
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
“Mengenai Environmental Performance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Size, Leverage, dan
Profitabilitas terhadap praktik Environmental Disclosure”
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
1 Frendy dan
Indra Wijaya
Kusuma
(2011)
The Impact of Financial,
Non-Financial, and
Corporate Governance
Attributes on The Practice of
Global Reporting Initiative
(GRI) Based Environmental
Disclosure
Variabel Independen: Board of
Commissioners Structure, Size,
Profitabilitas, dan Leverage.
Variabel Dependen:
Environmental Disclosure
Variabel Independen: Business
Complexity, Extent of
International Operation,
Industry Sensitivity, dan Stock
Block-Holder Structure
Tahun Data: 2005 - 2008
Board of Commissioners
Structure , Size, dan Profitabilitas
Perusahaan berpengaruh terhadap
Praktik Environmental
Disclosure. Sedangkan Leverage
tidak berpengaruh terhadap
Praktik Environmental Disclosure
2 Djoko
Suhardjanto
(2010)
Corporate Governance,
Karakteristik Perusahaan Dan
Environmental Disclosure
Variabel Independen: Size,
Leverage, Proporsi Dewan
Komisaris Independen, dan
Profitabilitas
Variabel Dependen:
Environmental Disclosure
Variabel Independen: Jumlah
Rapat Komisaris, Latar
Belakang Culture atau Etnic
Komisaris Utama, Latar
Belakang Pendidikan Komisaris
Utama, Proporsi Auditor
Independen dan Cakupan
Operasional Perusahaan.
Tahun data: 2007
Size dan Leverage berpengaruh
terhadap Environmental
Disclosure.
Proporsi Dewan Komisaris
Independent dan Profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap
praktik Environmental Disclosure.
42
43
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
3
Hary Ardian
dan Surya
Rahardja
(2013)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kebijakan
Pengungkapan
Tanggungjawab Sosial dan
Lingkungan (Studi Empiris
pada Seluruh Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2010
Variabel Independen: Ukuran
Dewan Komisaris Size, Leverage
dan Profitabilitas
Variabel Independen: Status
Perusahaan BUMN
Variabel Dependen:
Pengungkapan tanggungjawab
sosial dan lingkungan
perusahaan
Tahun Data: 2010
Ukuran Dewan Komisaris dan
Size Perusahaan berpengaruh
positif terhadap kebijakan
pengungkapan tanggungjawab
sosial dan lingkungan perusahaan.
Sedangkan Leverage dan
Profitabilitas tidak berpengaruh
positif terhadap kebijakan
pengungkapan
tanggungjawab sosial dan
lingkungan perusahaan.
4 Djoko
Suhardjanto
dan Umi
Choiriyah
(2010)
Information GAP: Demand
Supply Environmental di
Indonesia
Variabel Independen: Leverage,
Profitabilitas dan Size
Variabel Dependen: Luas
pengungkapan tanggung jawab
lingkungan perusahaan
Variabel Independen: Pofile,
Cakupan Operasional
Perusahaan, dan Latar Belakang
Pendidikan Komisaris Utama.
Tahun Data: 2008
Leverage berpengaruh terhadap
luas pengungkapan tanggung
jawab lingkungan perusahaan.
Profitabilitas dan Size tidak
berpengaruh terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab
lingkungan perusahaan.
44
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
5 Rinny Amelia
Hadjoh dan I
Made Sukartha
(2013)
Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan dan
Eksposur Media pada
Pengungkapan Informasi
Lingkungan
Variabel Independen: Ukuran
perusahaan dan profitabilitas
Variabel Dependen:
Pengungkapan Informasi
Lingkungan
Variabel Independen: Eksposur
Media
Tahun Data: 2006-2010
Ukuran perusahaan dan
profitabilitas berpengaruh
terhadap besarnya pengungkapan
lingkungan dalam laporan tahunan
perusahaan.
6
Adhy Karyo
Nugroho dan
Agus
Purwanto
(2013)
Pengaruh Karakteristik
Perusahaan, Struktur
Kepemilikan, dan Good
Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan
Triple Bottom Line Di
Indonesia
Variabel Independen: Ukuran
Dewan Komisaris, Ukuran
Komite Audit, Leverage, dan
Profitabilitas
Variabel Independen: Likuiditas,
Jenis Industri, Kepemilikan
Asing, Kepemilikan
Institusional, Kepemilikan
Manajemen, Penjualan dan
Karyawan
Variabel Dependen:
Pengungkapan Triple Bottom
Line
Tahun Data: 2008-2011
Ukuran Dewan Komisaris,
Ukuran Komite Audit, dan
Leverage berpengaruh terhadap
tingkat Pengungkapan Triple
Bottom Line.
Sedangkan Profitabilitas tidak
berpengaruh positif terhadap
tingkat Pengungkapan Triple
Bottom Line.
45
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
7 Agung
Suaryana dan
Febriana
(2012)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kebijakan
Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Dan
Lingkungan pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia
Variabel Independen: Size,
Ukuran Dewan Komisaris,
Leverage dan Profitabilitas
Sampel: Perusahaan Manufaktur
di BEI
Variabel Independen:
Kepemilikan Manajerial
Variabel Dependen:
Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan
Tahun Data: 2009
Size berpengaruh terhadap
Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan.
Sedangkan Ukuran Dewan
Komisaris, Leverage dan
Profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap Pengungkapan Sosial
dan Lingkungan.
8 Agny Gallus
Pratama dan
Rahardja
(2013)
Pengaruh Good Corporate
Governance Dan Kinerja
Lingkungan Terhadap
Pengungkapan Lingkungan
(Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur dan
Tambang yang Terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) dan Termasuk dalam
PROPER Tahun 2009-2011
Variabel Independen:
Environmental Performance,
Ukuran Dewan Komisaris,
Proporsi Dewan Komisaris
Independen,dan Ukuran Komite
Audit
Variabel Dependen:
Environmental Disclosure
Sampel: perusahaan yang
terdaftar PROPER Kementerian
Lingkungan Hidup
Variabel Independen: Jumlah
Rapat Dewan Komisaris
Tahun data: 2009 - 2011
Environmental Performance
berpengaruh terhadap praktik
Environmental Disclosure.
Ukuran Dewan Komisaris,
Proporsi Dewan Komisaris
Independen,dan Ukuran Komite
Audit tidak berpengaruh terhadap
praktik Environmental Disclosure.
46
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
9 T. K. G.
Sameera dan
P. R.
Weerathunga
(2013)
Environmental Disclosure
Practices Of Manufacturing
Industry –Evidence From
Listed Companies In The
Colombo Stock Exchange
(CSE) In Sri Lanka
Variabel Independen: Size,
Leverage, dan Profitabilitas
Variabel Dependen:
Environmental Disclosure
Variabel Independen:
Shareholder Power, Goverment
Power, Environmental Concern,
ISO 14001 Certification, dan
Firm Age
Tahun Data: 2011
Size, Leverage, dan Profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap
Praktik Environmental
Disclosure.
10 Yingjun Lu
dan Indra
Abeysekera
(2014)
Stakeholders’ Power,
Corporate Characteristics,
and Social and
Environmental Disclosure
Variabel Independen: Size,
Profitabilitas, dan Leverage.
Variabel Independen:
Goverment Power, Shareholder
Power, Auditor Power, Industry
Classification, dan Overseas
Listing
Variabel Dependen:
Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan
Tahun Data: 2008
Size dan Profitabilitas mempunyai
pengaruh terhadap Pengungkapan
Sosial dan Lingkungan.
Leverage mempunyai tidak
berpengaruh terhadap
Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan.
47
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
11 Patricia
Stanton
(2012)
Determinants of
Environmental Disclosure in
Thai Corporate Annual
Reports
Variabel Independen: Size dan
Profitabilitas
Variabel Independen: Type of
Industry, Ownership Status, dan
Country of Origin.
Tahun data: 2007
Size berpengaruh terhadap
Environmental Disclosure.
Profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap luas Environmental
Disclosure perusahaan.
12 Maria Wijaya
(2012)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial pada
Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
Variabel Independen:
Environmental Performance,
Ukuran Dewan Komisaris,
Leverage, Profitabilitas, dan Size
Sampel: perusahaan Manufaktur
yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia dan termasuk kedalam
kualifikasi PROPER
Variabel Dependen:
Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial
Tahun data: 2008 - 2010
Size berpengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan.
Environmental Performance,
Ukuran Dewan Komisaris,
Leverage, dan Profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan.
Diolah dari berbagai sumber
C. Kerangka Pemikiran
Gambar dibawah ini menunjukkan kerangka penelitian yang dibuat
dalam model penelitian mengenai pengaruh Environmental Performance
(X1), Good Corporate Governance, dalam hal ini dilihat dari variabel Ukuran
Dewan Komisaris (X2), Proporsi Dewan Komisaris Independen (X3), serta
Ukuran Komite Audit (X4), dan Karakteristik Perusahaan yang dilihat dari
variabel Size (X5), Leverage (X6), serta Profitabilitas (X7) terhadap
Environmental Disclosure (Y).
48
49
Ukuran Dewan Komisaris (X2)
Proporsi Dewan
Komisaris Independen (X3)
Ukuran Komite Audit (X4)
Size (X5)
Leverage (X6)
Profitabilitas (X7)
ENVIRONMENTAL
DISCLOSURE
Variabel Dependen
Variabel Independen
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Good Corporate Governance
Karakteristik Perusahaan
Environmental Performance (X1)
Metode Analisis Regresi Berganda
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
2. Uji Hetereskedastisitas
3. Uji Normalitas
Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien
Determinasi
2. Uji Regresi Secara
Parsial dan Simultan
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
50
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, model tersebut menggambarkan
pengaruh antara Environmental Performance, Good Corporate Governance yang
terdiri dari Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen,
dan Ukuran Komite Audit serta Karakteristik Perusahaan yang terdiri dari Size,
Leverage, dan Profitabilitas (variabel independen) terhadap Praktik
Environmental Disclosure Perusahaan (variabel dependen). Oleh karena itu,
sesuai permasalahan penelitian dan tujuan penelitian ini, hipotesis yang diajukan
untuk diuji adalah:
1. Pengaruh Environmental Performance terhadap Praktik Environmental
Disclosure
Menurut Berry dan Rondinelle (1998) dalam Pratama dan Rahardja
(2013), perusahaan yang maju sekarang melihat kinerja lingkungan sebagai
alat untuk menambah nilai etika di masyarakat, memenuhi perlindungan
terhadap pekerja, respon atas kebijakan pemerintah dan stakeholder, dan
membangun kebijakan bisnis baru dalam rangka untuk tetap kompetitif di
dalam persaingan pasar dunia. Hal ini menyebabkan perusahaan harus
meningkatkan kualitas kinerja lingkungannya, agar perusahaan dapat terus
hidup berkelanjutan.
Perusahaan yang menerapkan kinerja lingkungan dapat dipastikan akan
melakukan pengungkapan lingkungan. Pengungkapan lingkunganpun akan
semakin luas akibat dari peran kinerja perusahaan yang besar. Selain sebagai
kepatuhan terhadap undang-undang, pengungkapan lingkungan digunakan
51
sebagai peningkatan nilai di mata masyarakat sehingga perusahaan dikatakan
legitimate (Pratama dan Rahardja, 2013). Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis yang diajukan yaitu:
H1 : Environmental Performance berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Praktik Environmental
Disclosure
Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan
untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan atau pihak
manajemen. Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk
meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan Dewan
Komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen (FCGI, 2002
dalam Setiawan, 2012 dalam Pratama dan Rahardja, 2013).
Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar atau minimal sama dengan
Dewan Direksi bertujuan agar tidak terdapat tekanan terhadap Dewan
Komisaris apabila terjadi permasalahan terhadap Dewan Direksi. Salah satu
permasalahan timbul ketika terbitnya UU No 40 Tahun 2007 tentang
“Perseroan Terbatas” pasal 74 ayat 4 yang mewajibkan perusahaan untuk
mengungkapkan sosial dan lingkungan. Hal ini dikarenakan masih terdapat
pro dan kontra mengenai UU tersebut. Permasalahan dapat terjadi ketika
Dewan Komisaris menginginkan perusahaan untuk mengungkapkan
lingkungan atas dasar kinerja lingkungannya, sementara Dewan Direksi
memfokuskan pada berkurangnya keuntungan perusahaan (Pratama dan
52
Rahardja, 2013). Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan
yaitu:
H2 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure.
3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap Praktik
Environmental Disclosure
Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun
2006, Dewan Komisaris dapat terdiri dari pihak terafiliasi dan tidak terafiliasi
atau yang sering disebut Komisaris Independen. Maksud dari pihak yang
tidak terafiliasi adalah pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan
kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan
Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Sesuai dengan
penerapan prinsip GCG dalam perusahaan, maka perusahaan memerlukan
Komisaris Independen dalam susunan Dewan Komisaris. Istilah independen
pada Komisaris Independen maupun direksi bukan menunjukan bahwa
komisaris atau direksi lain tidak independen. Istilah ini hanya menunjukan
keberadaan sebagai wakil dari pemegang saham independen (saham
minoritas) (Surya dan Yustiavandana, 2006).
Menurut Rifa’i (2009) dalam Pratama dan Rahardja (2013), Komisaris
Independen sangat dibutuhkan agar tata kelola perusahaan lebih baik
sehingga kemungkinan perusahaan melakukan kecurangan lebih sedikit.
Selain itu juga diharapkan Komisaris Independen tidak hanya sekedar simbol,
hiasan, atau shock terapy bagi orang yang bermaksud tidak baik terhadap
53
perusahaan. KNKG (2006) menyatakan bahwa jumlah Komisaris Independen
harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang sumber daya alam,
Komisaris Independen sebagai bagian Dewan Komisaris diharapkan dapat
memberikan pengaruh besar dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial
lingkungan. Hal ini dikarenakan pelaksanaan tanggung jawab sosial
lingkungan harus tercantum dalam rencana kerja tahunan perusahaan yang
membutuhkan persetujuan Dewan Komisaris. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan yang menyatakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
sumber daya alam diharuskan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dan mengungkapkanya dalam laporan tahunan perusahaan
(Pratama dan Rahardja, 2013). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3 : Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
4. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Praktik Environmental
Disclosure
Menurut Surya dan Yustiavanda (2006), Komite Audit adalah organ
tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan GCG. Hal ini disebabkan
karena peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris belum
memadai. Komite Audit bertugas dalam pemeriksasaan dan penelitian yang
54
dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan
pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan
sistem pelaporan keuangan.
Pratama dan Rahardja (2013) menyatakan bahwa eberadaan Komite
Audit dalam perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola
perusahaan, sehingga perusahaan dapat terhindar dari resiko yang dapat
memperburuk kinerja perusahaan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang
lingkungan juga dapat terhindar dari sanksi yang diberikan pemerintah
apabila melaksanakan perundang-undangan salah satunya adalah PP No 47
tahun 2012 tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Sehingga hal
tersebut dapat sesuai dengan penelitian Focker (1992, dalam Setiawan, 2012,
dalam Pratama dan Rahardja, 2013) yang menyebutkan bahwa Komite Audit
dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan,
sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas
pengungkapan informasi perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis yang diajukan yaitu:
H4 : Ukuran Komite Audit Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik
Environmental Disclosure.
5. Pengaruh Size terhadap Praktik Environmental Disclosure
Perusahaan besar akan cenderung mengungkapkan informasi lebih
banyak karena ia memiliki sumber daya yang besar sehingga mampu
membiayai penyediaan informasi yang lebih lengkap dibandingkan
perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar merasa bahwa mereka
55
merupakan target perhatian sehingga perlu untuk membuat suatu usaha nyata
dalam menciptakan kepercayaan dalam hal pertanggung jawaban sosial.
Mengungkapkan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang berkaitan
dengan lingkungan hidup menjadi salah satu upaya perusahaan untuk
mewujudkan pertanggungjawaban sosial (Hadjoh dan Sukartha, 2013).
Menurut Cowen et. al. (1987) dalam Sembiring (2005), perusahaan
besar berada dalam tekanan untuk mengungkapkan aktivitas mereka untuk
melegitimasi bisnis mereka karena perusahaan besar melakukan aktivitas
yang lebih banyak, memiliki pengaruh yang lebih besar kepada masyarakat,
memiliki pemegang saham yang mungkin peduli dengan program lingkungan
yang dilakukan oleh perusahaan, dan laporan tahunannya lebih efisien dalam
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada stakeholder. Sehingga
perusahaan besar senantiasa terdorong untuk melakukan pengungkapan
informasi lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang
diajukan yaitu:
H5 : Size Perusahaan berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure.
6. Pengaruh Leverage terhadap Praktik Environmental Disclosure
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage
yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya
keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi
Perusahaan dengan proporsi hutang yang lebih banyak dalam struktur
permodalannya akan mempunyai biaya pengawasan (monitoring cost) yang
lebih besar. Biaya pengawasan (monitoring cost) ini timbul karena
56
kepentingan investor dalam perusahaan tersebut untuk mengawasi tindakan
manajemen dalam mengelola dana dan fasilitas yang diberikan oleh investor
untuk menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai
leverage yang tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan
informasi yang memadai bagi investor atau kreditur (Jensen & Meckling,
1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan
pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur
(Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dalam Ardian dan Rahardja, 2013).
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan yaitu:
H6 : Leverage berpengaruh terhadap Praktik Environmental Disclosure.
7. Pengaruh Profitabilitas terhadap Praktik Environmental Disclosure
Profitabilitas merupakan indikator kinerja yang dilakukan manajemen
dalam mengelola kekayaan perusahaan. Hubungan antara profitabilitas dan
pengungkapan merupakan refleksi yang menunjukkan bahwa diperlukan
respon sosial untuk membuat perusahaan memperoleh keuntungan. Dengan
begitu pengungkapan tanggung jawab lingkungan dipercaya sebagai
pendekatan manajemen untuk mengurangi tekanan sosial dan merespon
kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996 dalam Suhardjanto, 2010).
Nugroho dan Purwanto (2013) menjelaskan bahwa sebagai bentuk
pertanggung jawaban dari agen yang memegang kendali pada perusahaan
maka perusahaan pasti melakukan pengungkapan ekonomi, sosial dan
lingkungan serta pelaporannya. Konsep legitimasi juga menghubungkan
antara laba yang dihasilkan perusahaan dengan pengungkapan triple bottom
57
line. Jika perusahaan memiliki laba yang tinggi, manajemen juga harus
memberikan akstifitas sosial dan lingkungannya sebagai perwujudan kontrak
sosial yang terjadi dalam interaksi dimasyarakat. Seperti dalam penelitian
Sandra (2011) dalam Nugroho Purwanto (2013) menyatakan bahwa, entitas
dengan kinerja ekonomi yang rendah cenderung tidak memiliki kemampuan
finansial untuk mengungkapkan informasi lebih lanjut. Berdasarkan uraian di
atas maka hipotesis yang diajukan yaitu:
H7 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Praktik Environmental
Disclosure
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penggunaan perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia sebagai sampel karena BEI merupakan satu-satunya bursa
efek di Indonesia sehingga diharapkan akan memperoleh sampel yang
representatif. Perusahaan-perusahaan di BEI juga mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan laporan tahunan kepada stakeholders, sehingga memungkinkan
data laporan tahunan tersebut diperoleh dalam penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini memiliki
batasan pengambilan data dalam kurun waktu selama 3 tahun yaitu sejak tahun
2011-2013. Dilihat dari dimensi waktu yang digunakan, penelitian ini masuk
dalam kelompok data time series dengan menggunakan annual report periode
2011-2013.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dengan periode pengamatan tahun 2011-2013. Sampel yang
diambil adalah perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Periode 3 tahun dipilih karena merupakan data terbaru yang bisa
diperoleh dan diharapkan dengan periode waktu 3 tahun akan diperoleh hasil yang
baik dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan
58
59
lingkungan. Perusahaan manufaktur dipilih karena merupakan perusahaan yang
relatif lebih banyak memiliki dampak pada lingkungan dibandingkan dengan
perusahaan jasa atau dagang dan merupakan jumlah perusahaan dalam satu
populasi yang cukup besar (Wijaya, 2012). Sampel dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling yaitu metode pengumpulan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria
pertimbangan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:
1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum 31 Desember
2011 dan tidak delisting selama periode 31 Desember 2011 sampai dengan 31
Desember 2013.
2. Annual report perusahaan tersedia dapat diakses melalui website
www.idx.co.id tiga tahun secara berturut-turut selama 2011 - 2013.
3. Perusahaan termasuk dalam sektor Manufaktur 2011-2013.
4. Perusahaan terdaftar dalam PROPER selama 2011 – 2013.
5. Perusahaan melakukan pembukuan dengan menggunakan mata uang rupiah.
6. Seluruh data perusahaan yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia.
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian
pustaka (library research). Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan data
laporan tahunan (annual report) perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia dengan melakukan download langsung melalui situs resmi Bursa Efek
60
Indonesia yaitu www.idx.co.id dan juga situs resmi Kementrian Lingkungan
Hidup yaitu www.menlh.go.id.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan keilmuan
statistika yaitu analisis regresi linear berganda. Penelitian ini melakukan
serangkaian tahap untuk menghitung dan mengolah data-data, agar dapat
mendukung hipotesis yang telah diajukan. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Uji Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi atas
variabel-variabel penelitian secara statistik. Statistik deskriptif dapat dilihat
dari nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, nilai maksimum,
dan nilai minimum (Ghozali, 2013)
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian regresi berganda, perlu dilakukan suatu
pengujian asumsi klasik agar model regresi menjadi suatu model yang lebih
representatif. Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji
normalitasdata, uji multikoloniearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi yang digunakan karena data yang digunakan dalam penelitian ini
lebih dari satu tahun.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
61
Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi normal atau
mendekati normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji
statistik. Uji normalitas dilakukan dengan analisa grafik, dengan dasar
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas
residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S)
Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:
H0 : Data residual berdistribusi normal
HA : Data residual tidak berdistribusi normal. (Ghozali, 2013).
b. Uji Multikoliniearitas
Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika
terjadi korelasi, maka terdapat problem multikoliniearitas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independennya. Ada tidaknya multikoliniearitas di dalam model regresi
adalah dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance.
Regresi yang terbebas dari problem multikolinearitas apabila nilai VIF <
62
10 dan nilai tolerance > 0,10, maka data tersebut tidak ada
multikolinearitas (Ghozali, 2013).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan”
pada seseorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi
“gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi
(Ghozali, 2013).
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi perlu digunakan uji
Durbin-Waston, dimana hipotesis yang akan diuji adalah (Santoso,
2014):
1) Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
3) Angka D-W di atas +2, berarti autokorelasi negatif.
63
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedstisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan
kepengamatan yang lain dengan menggunakan grafik Scatteplot. Model
regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2013).
Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu seperti
titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan bahwa telah
terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
3. Analisis Regresi Berganda
Uji regresi berganda ini bertujuan untuk memprediksi besarnya keterkaitan
dengan menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya
(Santoso, 2014). Untuk melakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan
untuk memprediksi besar variabel tergantung dengan menggunakan data
variabel bebasnya. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan
model berikut:
64
Dimana: Y = Praktik Environmental Disclosure
α = Konstanta, harga Y bila X = 0
β = Koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
ataupun penurunan variabel terikat (Y) yang didasarkan
pada variabel bebas (X)
X1 = Environmental Performance
X2 = Ukuran Dewan Komisaris
X2 = Proporsi Dewan Komisaris Independen
X3 = Ukuran Komite Audit
X4 = Size
X5 = Leverage
X6 = Profitabilitas
e = Error
4. Pengujian Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Hasil uji koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa besar
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6+ β7X7 +e
65
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang hampir mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2013)
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/ terikat.
Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter
dalam model sama dengan nol, atau:
H0 : b1 = b2 = .......... = bk = 0
Artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (HA) tidak semua parameter secara simultan sama dengan
nol, atau:
HA : b1 # b2 # ...........# bk # 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji hipotesis digunakan statistik F dengan kriteria
pengambilan keputusan bila nilai F lebih besar daripada 4 maka H0 dapat
ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain menerima hipotesis
alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara
serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, dapat
dilakukan pula dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan
66
nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel,
maka H0 ditolak dan menerima HA (Ghozali, 2013).
c. Uji Statistik t
Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen. Apabila t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel berarti t
hitung signifikan yang berarti hipotesis diterima. Sebaliknya apabila t
hitung yang diperoleh lebih kecil dari t tabel maka berarti hipotesis ditolak.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05
(α=5%). Penerimaan dan penolakan hipotesis dapat dilihat dari masing-
masing variabel. Apabila nilai t > 0,05 maka hipotesis ditolak dan
sebaliknya jika t < 0,05 maka hipotesis diterima (Ghozali, 2013).
E. Operasionalisasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi 7 yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Variabel independen terdiri atas Environmental
Performance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris Independen,
Ukuran Komite Audit, Size, Leverage, dan Profitabilitas. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah Praktik Environmental Disclosure.
1. Variabel Independen
a. Environmental Performance
Menurut Berry dan Rondinelli (1998) dan Pfleiger et al (2005) dalam
Ja’far dan Arifah (2006), kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh
adanya faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah dan tekanan media
67
yang mendorong bagi pengelolaan lingkungan, serta faktor internal seperti
kemauan manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan secara
proaktif. Lebih jauh, manajemen perusahaan juga akan terdorong untuk
melakukan pengungkapan environmental disclosure dalam annual report
sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan.
Kinerja lingkungan perusahaan diukur dari PROPER yang
diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). PROPER
merupakan program KLH untuk menilai prestasi perusahaan dalam
pengelolaan lingkungannya. PROPER menggunakan peringkat untuk
mengukur kinerja lingkungan perusahaan. Terdapat lima (5) kategori yang
ditandai dengan warna-warna sebagai pemeringkatnya. Urutan peringkat
dari yang terkecil ke yang terbesar dalam PROPER adalah hitam, merah,
biru, hijau, dan emas. Dalam penelitian ini digunakan data ordinal yaitu
pengukuran kinerja lingkungan menggunakan skor 1 hingga 5 PROPER
(Pratama dan Rahardja, 2013).
b. Ukuran Dewan Komisaris
Teori agensi menyatakan bahwa dewan komisaris bertugas
melakukan mekanisme untuk mengatasi masalah keagenan yang muncul
dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen selaku agen.
68
Karena mungkin fungsi pengawasan dan pemonitoran dewan komisaris
sangat efektif dilakukan (Nugroho dan Purwanto, 2013).
Dewan komisaris sebagai organ puncak pengelolaan internal
perusahaan memiliki peran terhadap aktivitas pengawasan (Ardian dan
Rahardja, 2013). Dewan komisaris adalah salah satu mekanisme yang
banyak dipakai untuk memonitor manajer. Ukuran dewan komisaris diukur
dengan jumlah dewan komisaris (Suaryana dan Febriana, 2012).
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Menurut Herwidayatmo (2000) dalam Suhardjanto (2010),
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuanya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan.
Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan
Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-A
tentang Ketentuan Umum Pencatatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di
Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di
BEI wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara
proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
69
independen 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Suhardjanto,
2010).
Indikator yang digunakan adalah indikator yang digunakan dalam
penelitian Eng dan Mak (2005) dalam Suhardjanto (2010), yaitu
persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan
dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
d. Ukuran Komite Audit
Adanya komite audit dalam struktur organisasi perusahaan,
pengawasan manajemen menjadi lebih baik dan terperinci. Komite audit
sebagai wakil dari dewan komisaris yang langsung mengawasi operasi
perusahaan, sehingga shareholder dalam hal ini diwakili oleh dewan
komisaris menjadi lebih mudah dalam mengontrol manajemen. Sehingga
biaya agensi yang ditimbulkan oleh adanya moral hazard lebih dapat
diminimalkan (Nugroho dan Purwanto, 2013).
Keberadaan Komite Audit dalam perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan, sehingga perusahaan dapat
terhindar dari resiko yang dapat memperburuk kinerja perusahaan
(Pratama dan Rahardja, 2013). Ukuran komite audit dihitung dengan
70
jumlah anggota komite audit yang ada dalam perusahaan (Nugroho dan
Purwanto, 2013).
e. Size Perusahaan
Size perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu melalui
total aset, total penjualan, maupun nilai pasar saham. Perusahaan yang
memiliki total aset besar menunjukan bahwa perusahaan tersebut telah
mencapai tahap kedewasaan umumnya arus kas perusahaan sudah positif
dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang
relatif lama, selain itu mencerminkan juga bahwa perusahaan relatif lebih
stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan
total aset kecil (Sudaryono, 2006). Size perusahaan diukur menggunakan
logaritma total aset (Alexander, 2006, dalam Suaryana dan Febriana,
2012). Perhitungan size perusahaan berdasarkan logaritma total aset
adalah sebagai berikut:
f. Leverage
Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai
dengan utang (Suhardjanto, 2010). Leverage juga memberikan gambaran
tentang mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga
71
dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Dalam penelitian
ini, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage adalah
Debt to Equity Ratio (DER) (Nugroho dan Purwanto, 2013). Berikut
adalah rumus perhitungan leverage:
g. Profitabilitas
Tingkat profitabilitas perusahaan merupakan ukuran kemampuan
mendapatkan laba melalui semua kemampuan perusahaan dan sumber
daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan,
dan jumlah cabang (Sudaryono, 2006).
Kemampuan menghasilkan laba dalam penelitian ini adalah
kemampuan menghasilkan laba menggunakan aset yaitu Return on Assets
(ROA). ROA diukur dengan membandingkan antara laba bersih dengan
total aktiva (Suhardjanto dan Choiriyah, 2010). Pengukuran profitabilitas
menggunakan ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
2. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Environmental Disclosure dalam laporan tahunan perusahaan. Item
Environmental Disclosure yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur
72
tingkat pengungkapan adalah menggunakan item-item pengungkapan
lingkungan hidup yang terdapat dalam Global Reporting Initiative (GRI) G4
2013. Item pengungkapan lingkungan hidup yang terdapat dalam Global
Reporting initiative (GRI) G4 2013 dipilih karena GRI merupakan standar
internasional yang diakui dan telah diterapkan oleh perusahaan internasional
dalam menganalisa pengungkapan perusahaan, sehingga GRI bisa dijadikan
pedoman yang memadai dalam menganalisis pengungkapan perusahaan pada
umumnya serta pengungkapan lingkungan hidup pada khususnya
(Suhardjanto dan Choiriyah, 2010).
Tingkat pengungkapan informasi lingkungan hidup dapat dihitung
berdasarkan indeks pengungkapan. Dalam menentukan indeks pengungkapan
dibuat teknik tabulasi untuk setiap perusahaan berdasarkan daftar atau
checklist pengungkapan lingkungan. Skor 1 akan diberikan jika item tersebut
diungkapkan, sedangkan skor 0 diberikan jika item tersebut tidak
diungkapkan (Darlis, dkk, 2009).
Keterangan :
ENVj : Environmental Disclosure perusahaan j
∑Xij : Jumlah item yang diungkapkan oleh perusahaan j
nj : Jumlah item untuk perusahaan j
73
Tabel 3.1
Pengukuran Operasionalisasi Variabel
No. Variabel Pengukuran Skala
1 Environmental Disclosure
(Darlis, dkk, 2009)
Rasio
2 Environmental Performance
(Pratama dan Rahardja, 2013)
Rasio
3 Ukuran Dewan Komisaris
(Suaryana dan Febriana, 2012) Rasio
4
Proporsi Dewan Komisaris
Independen
(Suhardjanto, 2010)
Rasio
5 Ukuran Komite Audit
(Nugroho dan Purwanto, 2013) Rasio
6 Size
(Suaryana dan Febriana, 2012)
Rasio
7 Leverage
(Nugroho dan Pruwanto, 2013)
Rasio
8 Profitabilitas (Suhardjanto dan Choiriyah, 2010)
Rasio
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data laporan
keuangan yang telah diaudit dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2011-2013. Pengelolaan data pada penelitian ini
menggunakan fasilitas elektronik dengan menggunakan SPSS Versi 22 untuk
memudahkan pengolahan data sehingga dapat menjelaskan variabel yang
diteliti.
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
melakukan penentuan sampel dengan purposive sampling pada seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
Jumlah seluruh populasi dalam penelitian ini adalah 428 perusahaan. Dari
hasil pengambilan sampel secara purposive sampling didapatkan hasil sampel
berjumlah 24 perusahaan. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan tampak dalam tabel 4.1 berikut:
74
75
Tabel 4.1
Proses Seleksi Sampel
No. Kriteria Jumlah
1 Perusahaan yang terdaftar selama periode penelitian 2011-
2013 dan tidak delisting selama periode tersebut. 428
2 Perusahaan yang termasuk dalam sektor Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia (BEI) 2011-2013 127
3 Perusahaan yang mengikuti kualifikasi PROPER 2011-2013 65
4
Perusahaan yang memiliki data lengkap sesuai dengan yang
dibutuhkan dan melakukan pembukuan dengan mata uang
rupiah
24
Jumlah Sampel Total 3 Periode 72
Sumber: data sekunder diolah
Berdasarkan Tabel 4.1 pengambilan sampel secara purposive sampling
diatas, sampel perusahaan yang memenuhi kriteria pertama yaitu perusahaan
yang terdaftar selama periode penelitian berjumlah 428 perusahaan.
Perusahaan yang memenuhi kriteria kedua yaitu perusahaan yang termasuk
dalam sektor manuffaktur selama periode penelitian berjumlah 127
perusahaan, untuk kriteria ketiga yaitu perusahaan sektor manufaktur yang
mengikuti kualifikasi PROPER selama periode penelitian berjumlah 65
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang memiliki data lengkap sesuai
dengan yang dibutuhkan dan melakukan pembukuan dengan mata uang
rupiah berjumlah 24 perusahaan. Dari hasil pembatasan sampel maka dapat
diperoleh sampel penelitian yaitu 72 perusahaan yang dijelaskan dalam tabel
4.2 dengan nama perusahaan sebagai berikut:
76
Tabel 4.2
Sampel Data Penelitian
No Nama Perusahaan Kode
1 Asahimas Flat Glass AMFG
2 Argo Pantes ARGO
3 Budi Acid Jaya BUDI
4 Charoen Pokphand Indonesia CPIN
5 Fajar Surya Wisesa FASW
6 Gudang Garam GGRM
7 HM. Sampoerna HMSP
8 Indofood CBP Sukses Makmur ICBP
9 Indofood Sukses Makmur INDF
10 Indocement Tunggal Perkasa INTP
11 Jaya Pari Steel JPRS
12 Kimia Farma KAEF
13 Kertas Basuki Rachmat Indonesia KBRI
14 Kalbe Farma KLBF
15 Martina Berto MBTO
16 Prasidha Aneka Niaga PSDN
17 Holcim Indonesia SMCB
18 Semen Indonesia SMCB
19 Suparma SPMA
Bersambung ke halaman selanjutnya
77
No Nama Perusahaan Kode
20 Indo Acidatama SRSN
21 Tirta Mahakan Resources TIRT
22 Surya Toto Indonesia TOTO
23 Ultra Jaya Milk Industry ULTJ
24 Unilever Indonesia UNVR
Sumber: data sekunder diolah
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi
berganda. Tujuannya untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai pengaruh variabel independen (environmental performance, ukuran
dewan komisaris, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, size,
leverage, dan profitabilitas) terhadap variabel dependen yaitu environmental
disclosure.
1. Statistik Deskriptif
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Environmental Performance, Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan
Komisaris Independen, Ukuran Komite Audit, Size, Leverage, dan
Profitabilitas sebagai veriabel independen. Dan Environmental Disclosure
sebagai variabel dependen.
Variabel-variabel tersebut akan diuji secara statistik deskriptif.
Pengujian dengan statistik deskriptif akan memberikan gambaran atau
78
deskripsi data yang dilihat melalui nilai minimum, maksimum, rata-rata
(mean) dan standar deviasi. Berikut merupakan tabel hasil pengujian
statistik deskriptif atas variabel-variabel di atas:
Tabel 4.3
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PROPER 72 1 5 3,14 ,775
DKOM 72 2 9 4,97 1,891
DKOM_IND 72 ,33 ,80 ,4187 ,12173
AUDT 72 2 5 3,18 ,565
SIZE 72 5,56 7,89 6,6038 ,67487
LEV 72 ,04 11,25 1,1593 1,80822
PROFIT 72 -,19 ,42 ,1032 ,11982
ENV 72 ,21 1,00 ,3791 ,17422
Valid N (listwise) 72
a. Variabel Independen
1) Environmental Performance
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
environmental performance (PROPER) dari jumlah sampel (N) 72
memiliki nilai minimum sebesar 1 dan nilai maksimum sebesar 5.
Ini berarti environmental performance atau kinerja lingkungan
yang diukur berdasarkan hasil Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Kementrian Lingkungan Hidup dalam perusahaan sampel yang
diteliti paling rendah mendapat nilai 1, yaitu peringkat PROPER
dengan warna hitam dan paling tinggi mendapat nilai 5, yaitu
79
peringkat PROPER dengan warna emas. Rata-rata (mean) nilai
PROPER sebesar 3,14, yang merupakan peringkat PROPER
dengan warna biru. Sedangkan standar deviasi variabel
environmental performance sebesar 0,775.
2) Ukuran Dewan Komisaris
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
ukuran dewan komisaris (DKOM) dari jumlah sampel (N) 72
memiliki nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 9.
Ini berarti jumlah dewan komisaris dalam perusahaan sampel yang
diteliti paling sedikit terdiri dari 2 orang dewan komisaris dan
paling banyak terdiri dari 9 orang dewan komisaris. Rata-rata
(mean) ukuran dewan komisaris sebesar 4,97, sedangkan standar
deviasi sebesar 1,891.
3) Proporsi Dewan Komisaris Independen
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
proporsi dewan komisaris independen (DKOM_IND) dari jumlah
sampel (N) 72 memiliki nilai minimum sebesar 0,33 dan nilai
maksimum sebesar 0,80. Ini berarti persentase dewan komisaris
independen dalam perusahaan sampel yang diteliti paling sedikit
sebesar 33% dari ukuran dewan komisaris dan paling banyak
sebesar 80% dari ukuran dewan komisaris. Rata-rata (mean)
80
proporsi dewan komisaris independen sebesar 0,4187, sedangkan
standar deviasi sebesar 0,12173.
4) Ukuran Komite Audit
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
ukuran komite audit (AUDT) dari jumlah sampel (N) 72 memiliki
nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 5. Ini berarti
jumlah komite audit dalam perusahaan sampel yang diteliti paling
sedikit terdiri dari 2 orang dan paling banyak terdiri dari 5 orang
komite audit. Rata-rata (mean) ukuran komite audit sebesar 3,18,
sedangkan standar deviasi sebesar 0,565.
5) Ukuran Perusahaan (Size)
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
ukuran perusahaan (SIZE) dari jumlah sampel (N) 72 memiliki
nilai minimum sebesar 5,56 dan nilai maksimum sebesar 7,89. Ini
berarti ukuran perusahaan dalam perusahaan sampel yang diteliti
paling sedikit sebesar 5,56 dan paling banyak sebesar 7,89. Rata-
rata (mean) ukuran perusahaan (size) sebesar 6,6038, sedangkan
standar deviasi sebesar 0,67487.
6) Leverage
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
leverage (LEV) dari jumlah sampel (N) 72 memiliki nilai
minimum sebesar 0,04 dan nilai maksimum sebesar 11,25. Ini
81
berarti tingkat leverage dalam perusahaan sampel yang diteliti
paling sedikit sebesar 0,04 dan paling banyak sebesar 11,25. Rata-
rata (mean) leverage sebesar 1,1593, sedangkan standar deviasi
sebesar 1,80822
7) Profitabilitas
Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel
profitabilitas (PROFIT) dari jumlah sampel (N) 72 memiliki nilai
minimum sebesar -0,19 dan nilai maksimum sebesar 0,42. Ini
berarti tingkat profitabilitas dalam perusahaan sampel yang diteliti
paling sedikit sebesar -19% dan paling banyak sebesar 42%. Rata-
rata (mean) profitabilitas sebesar 0,1032, sedangkan standar deviasi
sebesar 0,11982.
b. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah environmental
disclosure. Hasil uji statistik pada tabel 4.3 menunjukan bahwa
variabel environmental disclosure (ENV) dari jumlah sampel (N)
72 memiliki nilai minimum sebesar 0,21 dan nilai maksimum
sebesar 1. Ini berarti tingkat environmental disclosure dalam
perusahaan sampel yang diteliti paling sedikit melakukan
pengungkapan sebesar 21% dan paling banyak sebesar 100%.
Rata-rata (mean) environmental disclosure sebesar 0,3791 atau
sebesar 37,91%, sedangkan standar deviasi sebesar 0,17422.
82
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas ini dilihat dari nilai tolerance (T) dan
variance inflation factor (VIF). Uji multikolonieritas dilakukan untuk
menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independen yaitu
environmental performance (PROPER), ukuran dewan komisaris
(DKOM), proporsi dewan komisaris independen (DKOM_IND), size
perusahaan (SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas (PROFIT).
Hasil uji multikolinieritas pada penelitian ini tampak pada tabel 4.4
berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
PROPER ,711 1,407
DKOM ,710 1,409
DKOM_IND ,736 1,359
AUDT ,743 1,345
SIZE ,562 1,779
LEV ,810 1,234
PROFIT ,538 1,857
Berdasarkan tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai tolerance
untuk setiap variabel independen berkisar antara 0,538 sampai 0,810.
Sedangkan nilai VIF berkisar antara 1,234 sampai 1,857. Dengan
83
demikian, dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
model persamaan regresi tidak terdapat problem multikolinieritas dan
dapat digunakan dalam penelitian.
Dari hasil perhitungan nilai tolerance (T) diatas menunjukkan
tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance (T)
kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen yang nilainya lebih dari 95%. Tabel 4.4 juga
menunjukkan hal yang sama bahwa tidak ada satu variabel
independen yang memiliki nilai variance inflation factor (VIF) lebih
dari 10. Berdasarkan hasil uji multikolonieritas tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dalam model persamaan regresi penelitian ini
tidak terdapat masalah pada uji multikolonieritas dan model
persamaan regresi dapat digunakan pada penelitian ini.
b. Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki
masalah autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan
tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai untuk
memprediksi. Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya
autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW).
Nilai Durbin Watson yang berada di antara -2 sampai +2
menunjukkan model yang tidak terkena masalah autokorelasi. Adapun
84
hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin –
Watson (DW test) yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,644a ,415 ,351 ,14039 1,466
a. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE
b. Dependent Variable: ENV
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa hasil uji
autokorelasi pada nilai Durbin-Watson adalah 1,466. Nilai tersebut
berada di antara nilai -2 sampai +2 sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tidak mengandung gejala autokorelasi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan
melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID. Hasil uji heteroskedastisitas
dengan menggunakan grafik scatterplot dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
85
Grafik 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik 4.3 uji heteroskedastisitas menggunakan grafik
scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa pada model regresi ini tidak terjadi
heteroskedastisitas, sehingga model regresi ini layak dipakai untuk
memprediksi environmental disclosure berdasarkan variabel-variabel
yang mempengaruhinya yaitu environmental performance (PROPER),
ukuran dewan komisaris (DKOM), proporsi dewan komisaris
independen (DKOM_IND), ukuran komite audit (AUDT), size
(SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas (PROFIT).
86
d. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Untuk menguji normalitas atas suatu data dilakukan pengujian melalui
uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Adapun
hasil uji normalitas menggunakan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan tabel 4.6 di atas terlihat bahwa nilai Kolmogorov-
Smirnov adalah 0,091 dan signifikan pada 0,200. Nilai signifikan
0,200 menunjukan nilai signifikan diatas 0,05 yang berarti
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 72
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,13328557
Most Extreme Differences Absolute ,091
Positive ,091
Negative -,076
Test Statistic ,091
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
87
disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini telah terdistribusi dengan
normal normal dan model regresi memenuhi asumsi normalitas.
3. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model analisis
regresi berganda. Untuk menguji apakah terjadi kesesuaian pada model
persamaan regresi berganda dan untuk menguji signifikansi atau tidak
signifikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen maka
dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji
koefisien determinasi, uji signifikasi simultan (uji statistik F) dan uji
signifikasi parameter individual (uji statistik t).
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pada penelitian ini, pengujian koefisien determinasi (R2)
dilakukan untuk mengukur variabel independen yaitu variabel
environmental performance (PROPER), ukuran dewan komisaris
(DKOM), proporsi komisaris independen (DKOM_IND), ukuran
komite audit (AUDT), size (SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas
(PROFIT).
Tabel 4.7
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,644a ,415 ,351 ,14039
a. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE
b. Dependent Variable: ENV
88
Berdasarkan tabel 4.6 mengenai hasil uji koefisien determinasi
(R2) besarnya nilai adjusted R2 square adalah 0,351, hal ini berarti
35,1% variabel environmental disclosure dapat dijelaskan oleh
ketujuh variabel independen, yaitu environmental performance
(PROPER), ukuran dewan komisaris (DKOM), proporsi komisaris
independen (DKOM_IND), ukuran komite audit (AUDT), size
(SIZE), leverage (LEV), dan profitabilitas (PROFIT). Sedangkan
sisanya yaitu 64,9% (100% − 35,1%) dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dijelaskan dalam model ini. Variabel-variabel tersebut
antara lain cakupan operasional perusahaan, struktur kepemilikan,
jumlah rapat komisaris, eksposur media, likuiditas, usia perusahaan,
dll.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji signifikasi simultan (uji statistik F) dilakukan untuk menguji
apakah semua variabel independen dalam model persamaan regresi
mempunyai pengaruh secara bersama-sama atas variabel dependen.
Uji signifikasi simultan (uji statistik F) dilakukan pada tingkat
signifikasi 0,05. Apabila nilai probability F lebih besar dari 0,05 maka
H0 diterima dan Ha ditolak, sebaliknya jika nilai probability F lebih
kecil daripada 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berikut ini
merupakan hasil uji signifikasi simultan (uji statistik F):
89
Tabel 4.8
Hasil Uji Signifikasi Simultan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,894 7 ,128 6,478 ,000b
Residual 1,261 64 ,020
Total 2,155 71
a. Dependent Variable: ENV
b. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE
Berdasarkan tabel 4.7 mengenai tabel uji signifikasi simultan
(uji statistik F) atau uji ANOVA dapat diketahui bahwa didapat nilai F
hitung sebesar 9.843 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas
0,000 lebih kecil dari 0,05 maka model persamaan regresi ini dapat
digunakan untuk memprediksi environmental disclosure (ENV) atau
dapat dikatakan bahwa environmental performance (PROPER),
ukuran dewan komisaris (DKOM), proporsi komisaris independen
(DKOM_IND), ukuran komite audit (AUDT), size (SIZE), leverage
(LEV), dan profitabilitas (PROFIT) bersama-sama berpengaruh
terhadap environmental disclosure (ENV).
c. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh
variabel independen secara individual mempengaruhi variabel
dependen. Maksudnya untuk menjelaskan apakah variabel independen
tersebut signifikan terhadap variabel dependen. Adapun tingkat
90
signifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,05. Berikut ini
adalah hasil uji signifikan parameter individual (uji statistik t):
Tabel 4.9
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Tabel 4.8 mengenai uji signifikan parameter individual (uji
statistik t) menunjukkan bahwa tiga dari tujuh variabel independen
yang dimasukkan ke dalam model regresi berpengaruh terhadap
environmental disclosure. Hal ini terlihat dari tingkat signifikansi
untuk variabel environmental performance (PROPER) sebesar 0,000
dengan tingkat signifikansi di bawah 0,05. Variabel ukuran dewan
komisaris dengan tingkat signifikansi sebesar 0,023 berpengaruh
terhadap environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi
tersebut di bawah 0,05. Dan variabel ukuran perusahaan (size) dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,005 berpengaruh terhadap
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,546 ,208 -2,624 ,011
PROPER ,119 ,026 ,530 4,677 ,000
DKOM -,024 ,010 -,265 -2,336 ,023
DKOM_IND ,021 ,160 ,015 ,135 ,893
AUDT ,021 ,034 ,069 ,622 ,536
SIZE ,095 ,033 ,368 2,888 ,005
LEV -,009 ,010 -,093 -,871 ,387
PROFIT -,221 ,189 -,152 -1,165 ,248
a. Dependent Variable: ENV
91
environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi tersebut di
bawah 0,05. Sedangkan keempat variabel lainnya, yaitu porporsi
dewan komisaris independen (DKOM_IND), ukuran komite audit
(AUDT), leverage (LEV) dan profitabilitas (PROFIT) tidak
berpengaruh terhadap environmental disclosure karena memiliki
tingkat signifikansi di atas 0,05. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) pada tabel 4.8
sebagai berikut:
1) Environmental Performance (PROPER)
Berdasarkan tabel 4.8, environmental performance
(PROPER) memiliki nilai t hitung sebesar 4,677 dan tingkat
signifikasi 0,000. Tingkat signifikasi 0,000 menunjukkan tingkat
signifikasi lebih kecil dari 0,05 yang berarti environmental
performance berpengaruh terhadap environmental disclosure.
2) Ukuran Dewan Komisaris (DKOM)
Berdasarkan tabel 4.8, ukuran dewan komisaris (DKOM)
memiliki nilai t hitung sebesar -2,336 dan tingkat signifikasi 0,023.
Tingkat signifikasi 0,023 menunjukkan tingkat signifikasi lebih
kecil dari 0,05 yang berarti ukuran dewan komisaris berpengaruh
terhadap environmental disclosure.
92
3) Proporsi Dewan Komisaris Independen (DKOM_IND)
Berdasarkan tabel 4.8, proporsi dewan komisaris independen
(DKOM_IND) memiliki nilai t hitung sebesar 0,135 dan tingkat
signifikasi 0,893. Tingkat signifikasi 0,893 menunjukkan tingkat
signifikasi lebih besar dari 0,05 yang berarti proporsi dewan
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap environmental
disclosure.
4) Ukuran Komite Audit (AUDT)
Berdasarkan tabel 4.8, ukuran komite audit (AUDT) memiliki
nilai t hitung sebesar 0,622 dan tingkat signifikasi 0,536. Tingkat
signifikasi 0,536 menunjukkan tingkat signifikasi lebih besar dari
0,05 yang berarti ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap
environmental disclosure.
5) Size (SIZE)
Berdasarkan tabel 4.8, size memiliki nilai t hitung sebesar
2,888 dan tingkat signifikasi 0,005. Tingkat signifikasi 0,005
menunjukkan tingkat signifikasi lebih kecil dari 0,05 yang berarti
size berpengaruh terhadap environmental disclosure.
6) Leverage (LEV)
Berdasarkan tabel 4.8, leverage (LEV) memiliki nilai t hitung
sebesar -0,871 dan tingkat signifikasi 0,387. Tingkat signifikasi
93
0,387 menunjukkan tingkat signifikasi lebih besar dari 0,05 yang
berarti leverage tidak berpengaruh terhadap environmental
disclosure.
7) Profitabilitas (PROFIT)
Berdasarkan tabel 4.8, profitabilitas (PROFIT) memiliki nilai
t hitung sebesar -1,165 dan tingkat signifikasi 0,248. Tingkat
signifikasi 0,248 menunjukkan tingkat signifikasi lebih besar dari
0,05 yang berarti profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
environmental disclosure.
Berdasarkan tabel 4.8, maka model persamaan regresi berganda
yaitu sebagai berikut:
Persamaan regresi di atas dapat diinterpretasikan sebagai
berikut:
1) Koefisien konstanta sebesar - 0,546 menjelaskan bahwa
environmental disclosure akan bernilai – 0,546 apabila masing-
masing variabel environmental performance, ukuran dewan
komisaris, proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite
audit, size, leverage, dan profitabilitas bernilai 0.
ENV = - 0,546 + 0,119 PROPER – 0,024 DKOM + 0,021 DKOM_IND + 0,021 AUDT +
0,095 SIZE – 0,009 LEV – 0,221 PROFIT
94
2) Variabel environmental performance memiliki koefisien regresi
sebesar 0,119. Nilai koefisien regresi positif menunjukkan bahwa
environmental performance berpengaruh positif terhadap
environmental disclosure. Hal ini menggambarkan bahwa jika
setiap kenaikkan satu persen variabel environmental performance,
dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menaikkan
environmental disclosure sebesar 0,119.
3) Variabel ukuran dewan komisaris memiliki koefisien regresi
sebesar -0,024. Nilai koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa
environmental performance berpengaruh negatif terhadap
environmental disclosure. Hal ini menggambarkan bahwa jika
setiap kenaikkan satu persen variabel ukuran dewan komisaris,
dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menurunkan
environmental disclosure sebesar 0,024.
4) Variabel proporsi dewan komisaris independen memiliki koefisien
regresi sebesar 0,021. Hal ini menggambarkan bahwa jika setiap
kenaikkan satu persen variabel proporsi dewan komisaris
independen, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan
menaikkan environmental disclosure sebesar 0,021.
5) Variabel ukuran komite audit memiliki koefisien regresi sebesar
0,021. Hal ini menggambarkan bahwa jika setiap kenaikkan satu
persen variabel ukuran komite audit, dengan asumsi variabel lain
95
tetap maka akan menaikkan environmental disclosure sebesar
0,021.
6) Variabel size memiliki koefisien regresi sebesar 0,095. Nilai
koefisien regresi positif menunjukkan bahwa size berpengaruh
positif terhadap environmental disclosure. Hal ini menggambarkan
bahwa jika setiap kenaikkan satu persen variabel size , dengan
asumsi variabel lain tetap maka akan menaikkan environmental
disclosure sebesar 0,095.
7) Variabel leverage memiliki koefisien regresi sebesar -0,009. Hal ini
menggambarkan bahwa jika setiap kenaikkan satu persen variabel
leverage, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menurunkan
environmental disclosure sebesar 0,009.
8) Variabel profitabilitas memiliki koefisien regresi sebesar -0,221.
Hal ini menggambarkan bahwa jika setiap kenaikkan satu persen
variabel profitabilitas, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan
menurunkan environmental disclosure sebesar 0,221.
96
C. Pembahasan
1. Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental
Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H1 diterima
apabila koefisien environmental performance berpengaruh terhadap
variabel environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di
bawah 0,05 dan bertanda positif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat
signifikansi environmental performance berada di bawah 0,05, yaitu
sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H1 diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Pratama dan Raharja (2013) yang menyatakan bahwa kinerja
lingkungan berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan yang
dilakukan perusahaan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012) yang mengungkapkan
bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak
dipengaruhi oleh kinerja lingkungan.
Adanya pengaruh ini dapat disebabkan oleh kinerja lingkungan yang
baik, sehingga perusahaan akan mengungkapkan laporan lingkungan
(Pratama dan Rahardja (2013). Kinerja lingkungan yang baik ini dapat
dilihat dari hasil skor PROPER yang memperlihatkan rata-rata perusahaan
mendapatkan nilai 3. Skor 3 ini merupakan standar yang harus dimiliki
perusahaan dalam tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
97
Menurut Berry dan Rondinelle (1998) dalam Pratama dan Rahardja
(2013), perusahaan yang maju sekarang melihat kinerja lingkungan
sebagai alat untuk menambah nilai etika di masyarakat, memenuhi
perlindungan terhadap pekerja, respon atas kebijakan pemerintah dan
stakeholder, dan membangun kebijakan bisnis baru dalam rangka untuk
tetap kompetitif di dalam persaingan pasar dunia. Hal ini menyebabkan
perusahaan harus meningkatkan kualitas kinerja lingkungannya, agar
perusahaan dapat terus hidup berkelanjutan.
Perusahaan yang menerapkan kinerja lingkungan dapat dipastikan
akan melakukan pengungkapan lingkungan. Pengungkapan lingkunganpun
akan semakin luas akibat dari peran kinerja perusahaan yang besar. Selain
sebagai kepatuhan terhadap undang-undang, pengungkapan lingkungan
digunakan sebagai peningkatan nilai di mata masyarakat sehingga
perusahaan dikatakan legitimate (Pratama dan Rahardja, 2013).
2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Environmental
Disclosure
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H2 diterima
apabila koefisien ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap variabel
environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di bawah
0,05 dan bertanda negatif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat
signifikansi ukuran dewan komisaris berada di bawah 0,05, yaitu sebesar
0,023, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H2 diterima.
98
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ardian dan Raharja (2013) serta Nugroho dan Purwanto (2013) yang
menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap praktik
environmental disclosure yang dilakukan perusahaan. Namun, hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijaya (2012), Pratama dan Rahardja (2013), serta Suaryana dan Febriana
(2012) yang mengungkapkan bahwa environmental disclosure tidak
dipengaruhi oleh ukuran dewan komisaris.
Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar atau minimal sama
dengan Dewan Direksi bertujuan agar tidak terdapat tekanan terhadap
Dewan Komisaris apabila terjadi permasalahan terhadap Dewan Direksi.
Salah satu permasalahan timbul ketika terbitnya UU No 40 Tahun 2007
tentang “Perseroan Terbatas” pasal 74 ayat 4 yang mewajibkan perusahaan
untuk mengungkapkan sosial dan lingkungan. Hal ini dikarenakan masih
terdapat pro dan kontra mengenai UU tersebut. Permasalahan dapat terjadi
ketika Dewan Komisaris menginginkan perusahaan untuk mengungkapkan
lingkungan atas dasar kinerja lingkungannya, sementara Dewan Direksi
memfokuskan pada berkurangnya keuntungan perusahaan (Pratama dan
Rahardja, 2013).
Namun, hasil dari pengujian tidak mendukung pernyataan tersebut.
Hasil penelitian ini menemukan ketidakefektifan dewan komisaris dalam
menekan manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggungjawab
sosial dan lingkungan (Suaryana dan Febriana, 2012).
99
3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap
Environmental Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H3 diterima
apabila koefisien proporsi dewan komisaris independen berpengaruh
terhadap variabel environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi
berada di bawah 0,05 dan bertanda positif. Dari hasil pengujian didapatkan
tingkat signifikansi proporsi dewan komisaris independen berada di atas
0,05, yaitu sebesar 0,893, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H3
ditolak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Suhardjanto (2010) serta Pratama dan Rahardja (2013) yang
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure yang dilakukan
perusahaan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Frendy dan Kusuma (2011) yang
mengungkapkan bahwa environmental disclosure dipengaruhi oleh
proporsi dewan komisaris independen.
Secara teoritis, Komisaris Independen harus dapat menjamin
perusahaan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Kehadiran Komisaris Independen sebagai bagian dalam Dewan
Komisaris diharapakan dapat memberikan pengaruh besar dalam
pelaksanaa tanggung jawab sosial lingkungan (Pratama dan
Rahardja,2013).
100
Namun, hasil dari pengujian tidak mendukung pernyataan tersebut.
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa pengaruh proporsi komisaris
independen terhadap environmental disclosure tidak dapat dibuktikan. Hal
ini menunjukan bahwa proporsi komisaris independen tidak
mempengaruhi environmental disclosure.
Hal tersebut dapat terjadi karena ketidak idealan proporsi Komisaris
Independen dan terlambatnya pengeluaran peraturan yang mewajibkan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Secara statistik deskriptif, rata-rata
proporsi Komisaris Independen hanya 0,4187. Walaupun diatas standar
minimal ketentuan BAPEPAM, tetapi proporsi ini belum dapat dikatakan
ideal. Peran penting dari Komisaris Independen, sebaiknya menjadikan
proporsi diatas 50%. Hal ini akan menunjukan proporsi ideal dalam
Dewan Komisaris. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang
mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan baru diatur tahun 2012 dengan PP No 47 tentang “Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan”(Pratama dan Rahardja, 2013).
4. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Environmental Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H4 diterima
apabila koefisien ukuran komite audit berpengaruh terhadap variabel
environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di bawah
0,05 dan bertanda positif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat
signifikansi ukuran komite audit berada di atas 0,05, yaitu sebesar 0,536,
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H4 ditolak.
101
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Pratama dan Rahardja (2013) yang menyatakan bahwa ukuran komite
audit tidak berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure yang
dilakukan perusahaan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho dan Purwanto (2013) yang
mengungkapkan bahwa environmental disclosure dipengaruhi oleh
proporsi dewan komisaris independen.
Secara teoritis dengan adanya komite audit, pengawasan manajemen
menjadi lebih baik. Sehingga shareholder sebagai prinsipal dalam hal ini
diwakili oleh dewan komisaris akan lebih mudah dalam mengkontrol
manajemen. Oleh karena itu, biaya agensi yang ditimbulkan oleh adanya
moral hazard akan lebih diminimalkan (Nugroho dan Purwanto, 2013).
Namun, hasil dari pengujian tidak mendukung pernyataan tersebut.
Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa pengaruh ukuran komite audit
terhadap environmental tidak dapat dibuktikan. Hasil pengujian tersebut
menunjukan bahwa ukuran komite audit tidak mempengaruhi
environmental disclosure. Hal ini disebabkan karena peraturan perundang-
undangan yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan baru diatur tahun 2012 dengan PP No 47
tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Sehingga pada tahun-
tahun sebelum terbitnya peraturan tersebut perusahaan tidak memfokuskan
pada pengungkapan lingkungan ini. Komite Audit sebagai bagian dari
102
pengawas perusahaan juga tidak akan fokus dalam hal ini (Pratama dan
Rahardja, 2013).
5. Pengaruh Size terhadap Environmental Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H5 diterima
apabila koefisien size berpengaruh terhadap variabel environmental
disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di bawah 0,05 dan bertanda
positif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat signifikansi size berada di
bawah 0,05, yaitu sebesar 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis
H5 diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Stanton (2012), Suhardjanto (2010), Hajoh dan Sukartha (2013), serta
Frendy dan Kusuma (2011) yang menyatakan bahwa size berpengaruh
terhadap praktik environmental disclosure yang dilakukan perusahaan.
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sameera dan Wirathunga (2013) serta Suhardjanto dan
Choiriyah (2010) yang mengungkapkan bahwa environmental disclosure
tidak dipengaruhi oleh size perusahaan.
Hal ini menjelaskan bahwa perusahaan besar akan cenderung
mengungkapkan informasi lebih banyak karena ia memiliki sumber daya
yang besar sehingga mampu membiayai penyediaan informasi yang lebih
lengkap dibandingkan perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar
merasa bahwa mereka merupakan target perhatian sehingga perlu untuk
103
membuat suatu usaha nyata dalam menciptakan kepercayaan dalam hal
pertanggung jawaban sosial. Mengungkapkan informasi mengenai
aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup menjadi
salah satu upaya perusahaan untuk mewujudkan pertanggungjawaban
sosial (Hadjoh dan Sukartha, 2013).
6. Pengaruh Leverage terhadap Environmental Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H6 diterima
apabila koefisien leverage berpengaruh terhadap variabel environmental
disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di bawah 0,05 dan bertanda
negatif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat signifikansi leverage
berada di atas 0,05, yaitu sebesar 0,387, maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis H4 ditolak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sameera dan Weerathunga (2013), Suaryana dan Febriana (2012)
serta Frendy dan Kusuma (2011) yang menyatakan bahwa leverage tidak
berpengaruh terhadap praktik environmental disclosure yang dilakukan
perusahaan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto (2010), Nugroho dan
Purwanto (2013) serta Djoko Suhardjanto dan Choiriyah (2010) yang
mengungkapkan bahwa environmental disclosure dipengaruhi oleh
leverage.
104
Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi
akan mengurangi disclosure perusahan dengan tujuan untuk mengurangi
sorotan dari bondholder. Semakin tinggi rasio utang/modal semakin
rendah pengungkapannya karena semakin tinggi tingkat leverage maka
semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit.
Sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi saat
sekarang dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat
menyajikan laba yang lebih tinggi, maka perusahaan harus mengurangi
biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi) (Suhardjan
to, 2010).
7. Pengaruh Profitabilitas terhadap Environmental Disclosure.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan bahwa hipotesis H7 diterima
apabila koefisien profitabilitas berpengaruh terhadap variabel
environmental disclosure, dimana tingkat signifikansi berada di bawah
0,05 dan bertanda negatif. Dari hasil pengujian didapatkan tingkat
signifikansi profitabilitas berada di atas 0,05, yaitu sebesar 0,248, maka
dapat disimpulkan bahwa hipotesis H4 ditolak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Stanton (2012), Suhardjanto (2010), serta Suaryana dan Febriana
(2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
praktik environmental disclosure yang dilakukan perusahaan. Namun,
hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
105
oleh Hadjoh dan Sukartha (2013) yang mengungkapkan bahwa
environmental disclosure dipengaruhi oleh profitabilitas.
Profitabilitas merupakan indikator kinerja yang dilakukan
manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Hubungan antara
profitabilitas dan pengungkapan merupakan refleksi yang menunjukkan
bahwa diperlukan respon sosial untuk membuat perusahaan memperoleh
keuntungan. Dengan begitu pengungkapan tanggung jawab lingkungan
dipercaya sebagai pendekatan manajemen untuk mengurangi tekanan
sosial dan merespon kebutuhan sosial (Hackston dan Milne, 1996 dalam
Suhardjanto, 2010).
Namun, hasil dari pengujian tidak mendukung adanya pengaruh
signifikan antara profitabilitas dengan environmental disclosure. Hal
tersebut terjadi karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang
tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hal – hal yang
dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut (Suaryana
dan Febriana, 2012).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh environmental
performance, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, size, leverage,
dan profitabilitas. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel yaitu sebanyak
24 perusahaan dengan periode antara tahun 2011 sampai 2013. Berdasarkan
hasil analisa dan pembahasan yanng telah dilakukan terhadap permasalahan
dengan menggunakan analisis regresi berganda, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Environmental performance berpengaruh signifikan terhadap praktik
environmental disclosure yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Pratama dan Rahardja (2013). Namun tidak
sejalan dengan hasil penelitian Wijaya (2012).
2. Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap praktik
environmental disclosure yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Ardian dan Raharja (2013) serta Nugroho
dan Purwanto (2013). Namun tidak sejalan dengan hasil penelitian Wijaya
(2012), Pratama dan Rahardja (2013), serta Suaryana dan Febriana (2012).
3. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap praktik environmental disclosure yang dilakukan perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suhardjanto (2010)
106
107
serta Pratama dan Rahardja (2013). Namun tidak sejalan dengan hasil
penelitian Frendy dan Kusuma (2011).
4. Ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik
environmental disclosure yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Pratama dan Rahardja (2013). Namun tidak
sejalan dengan hasil penelitian Nugroho dan Purwanto (2013).
5. Size berpengaruh signifikan terhadap praktik environmental disclosure
yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Stanton (2012), Suhardjanto (2010), Hadjoh dan Sukartha
(2013), serta Frendy dan Kusuma (2011). Namun tidak sejalan dengan
hasil penelitian Sameera dan Wirathunga (2013).
6. Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik environmental
disclosure yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Sameera dan Wirathunga (2013), Suaryana dan Febriana
(2012), serta Frendy dan Kusuma (2011). Namun tidak sejalan dengan
hasil penelitian Suhardjanto (2010), Nugroho dan Purwanto (2013), serta
Suhardjanto dan Choiriyah (2010).
7. Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik environmental
disclosure yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Stanton (2012), Suhardjanto (2010), serta Suaryana dan
Febriana (2012). Namun tidak sejalan dengan hasil penelitian Hadjoh dan
Sukartha (2013).
108
B. Saran
Sekalipun penelitian ini telah dirancang dengan baik, namun penelitian
ini masih memiliki berbagai keterbatasan dan mungkin mempengaruhi hasil
dari penelitian. Berikut adalah saran-saran yang diajukan oleh peneliti
berdasarkan keterbatasan yang di dapat dalam penelitian ini:
1. Penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan semua perusahaan
yang terdaftar di BEI, baik industri manufaktur maupun industri lainnya
serta menambah sempel tahun pengamatan karena dengan pengamatan
yang lebih lama mungkin akan meningkatkan hasil yang lebih baik.
2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan cara menyempurnakan
instrumen pengukuran indeks pengungkapan lingkungan, sehingga
dimungkinkan digunakan metode pengukuran yang lebih baik. Dengan
dilakukan perbaikan terhadap instrumen luas pengungkapan lingkungan
ini, diharapkan hasil yang diperoleh juga bisa lebih akurat.
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan indikator
karakteristik perusahaan lainnya seperti cakupan operasional
perusahaan, status kepemilikan, dan lainnya.
109
DAFTAR PUSTAKA
Al-Tuwaijri, Sulaiman A., Christensen. Theodore E., dan Hughes II K.E. ”The
Relations among Environmental Disclosure, Environmental Performance,
and Economic Perfomance: a Simultaneous Equations Approach”,
Accounting, Organizations and Society, 29, 447-471, 2004.
Anggraini, Fr. R. R. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan
Tahunan”, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus
2006.
Anindito, Tito dan Moh. Didik Ardiyanto. “Pengaruh Kinerja Lingkungan
Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) dan Kinerja Finansial
Perusahaan Kimia dan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar
dalam BEI tahun 2007 sampai 2010)”, Diponegoro Journal of Accounting,
Vol.2 No.1. Hal 1 – 12, 2012.
Ardian, Hary dan Surya Rahardja. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Pengungkapan Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan (Studi Empiris pada
Seluruh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010”,
Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2 No.2 page 1 – 13, 2013.
Darlis, Edfan, Zirman, dan Nizar Zulmi. “Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris,
Tingkat Leverage Dan Tingkat Profitabilitas Terhadap Pengungkapan
Informasi Lingkungan Hidup”, Jurnal Ekonomi Vol. 17 No.3 pp 77-89,
2009.
DetikTV. “Mencemari Lingkungan, Warga Mengamuk dan Rusak Fasilitas
Pertambangan Pasir”. http://tv.detik.com/readvideo/2014/10/30/080628/
141030003/061009681/mencemari-lingkungan-warga-mengamuk-dan-
rusak-fasilitas-pertambangan-pasir?nd771104fvt. 30 Oktober 2014. Diakses
tanggal 8 Maret 2015
Frendy dan Indra Wijaya Kusuma. “The Impact of Financial, Non-Financial, and
Corporate Governance Attributes on The Practice of Global Reporting
Initiative (GRI) Based Environmental Disclosure”, Simposium Nasional
Akuntansi XIV Aceh, page 1 – 13, 2011.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2013.
Ghozali, Imam. dan A. Chariri. “Teori Akuntansi”, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2007.
110
Hadjoh, Rinny Amelia dan I Made Sukartha. “Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan dan Eksposur Media pada Pengungkapan Informasi
Lingkungan”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol.4, No.1, page
1-18, Juli 2013.
Harsanti, P. “Corporate Social Responsibility dan Teori Legitimasi”. Jurnal
Mawas, Vol. 3(1): 3-5 Juni 2011, Universitas Muria Kudus, 2011.
Ikbal, Muhammad. “Hubungan Karakter Perusahaan Dan Profitabilitas Dengan
Praktek Pengungkapan Sosial Dan Lingkungan; (Suatu Telaahan Empiris
Dan Teoritis)”, Jurnal Kinerja. Vol. 9 No. 2, 2012.
Ja’far, Muhammad S. Dan Dista Amalia Arifah. “Pengaruh Dorongan
Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif, dan Kinerja
Lingkungan Terhadap Public Environmental Reporting”, Simposium
Nasional Akuntansi IX Padang, 2006.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. "Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Costs and Ownership Structure", Journal of Financial Economic, 3,
305—360, 1976.
Kaihatu, Thomas S. “Good Corporate Governance dan Penerapanya di
Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 8 No 1, 2006.
Kurnianingsih, Heni Triastuti. “Pengaruh Profitabilitas dan Size Perusahaan
Terhadap Corporate Social Responsibility”. Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis. Vol. 13 No. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, 2013.
Lu, Y. & Abeysekera, I. “Stakeholders’ Power, Corporate Characteristics, and
Social and Environmental Disclosure”, Journal of Cleaner Production, Vol.
64, No.1, pp. 426–436. 2014
Nurmatari, Avita. “Cegah Kerusakan Lingkungan Berlanjut, Pemrov Jabar
Bentuk Satgas Terpadu”. http://news.detik.com/bandung/read/2015/01/06/
152352/2795389/486/cegah-kerusakan-lingkungan-berlanjut-pemprovjabar-
bentuk-satgas-terpadu. 6 Januari 2015. Diakses pada tanggal 8 Maret 2015
Nugroho, Adhy Karyo dan Agus Purwanto. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan,
Struktur Kepemilikan, dan Good Corporate Governance Terhadap
Pengungkapan Triple Bottom Line Di Indonesia”, Diponegoro Journal of
Accounting. Vol. 2 No. 2, 2013.
Panjaitan, Yunia, Dewinta Oky dan K, Sri Desinta. “Analisis Harga Saham,
Ukuran Perusahaan dan Risiko Terhadap Return Yang Diharapkan Investor
Pada Perusahaan Saham Aktif”, Balance, Vol. 1, h. 56-72, 2004.
111
Patten, Dennis M. “The Relation Between Environmental Performance and
Environmental Disclosure: A Research Note”, Journal Accounting,
Organizations and Society, Vol. 27 Issue 8 Pages 763-773, 2002.
Pertiwi, Tri Kartika dan Ferry Madi Ika Pratama. “Pengaruh Kinerja Keuangan
Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Food and
Beverage”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 14 No. 2, 2012.
Posmetro Prabu. “Limbah Minyak PT Gold Water Cemari
Lingkungan”.http://www.posmetroprabu.com/2013/03/limbah-minyak-gold-
water-cemari.html. 29 Maret 2013. Diakses pada tanggal 8 Maret 2014
Pratama, Aguy Gallus dan Rahardja. “Pengaruh Good Corporate Governance
Dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Lingkungan (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur dan Tambang yang Terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Termasuk dalam PROPER Tahun 2009-
2011)”, Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 3. Hal. 1 – 14, 2013.
Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija. “Pengaruh Kebijakan Deviden dan Good
Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”, Buletin Studi
Ekonomi, Vol. 17. No. 2, 2012.
Rachmanda, Andi dan Fuad. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Kebijakan Pengungkapan Informasi Sosial dan
Lingkungan”. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3 No. 2, Hal. 1 – 12,
2014.
Retno, Reny Diah dan Denies Priantinah. “Pengaruh Good Corporate
Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap
Nilai Perusahaan”, Jurnal Nominal, Vol. 1 No. 1, 2012.
Sameera, T. K. G. Dan P. R. Wirathunga. “Environmental Disclosure Practices
Of Manufacturing Industry –Evidence From Listed Companies In The
Colombo Stock Exchange (CSE) In Sri Lanka”. SSRN Electronic Journal
02/2013. http://ssrn.com/abstract=2216628, 2013.
Santoso, Singgih. “Statistik Parametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS (Edisi
Revisi)”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2014.
Sari, Rizkia A. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Nominal, Vol. 1 No. 1, Yogyakarta, 2012.
Sembiring, Eddy Rismanda. “ Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 2005.
112
Stanton, Patricia. “Determinant of Environmental Disclosure in Thai Corporate
Report”, International Journal of Accounting and Financial Reporting, Vol.
2 No. 1, 2012.
Suaryana, Agung dan Febriana. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Ilmiah dan Akuntansi, Vol. 7
No. 1, 2012.
Sudaryono, Bambang. “Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Lingkungan (Environmental Disclosure) Perusahaan Publik
di BEJ pada Tahun 2004-2005”, Media Riset Akuntansi, Auditing, dan
Informasi, Vol. 3. No.2 & 3, 2006.
Suhardjanto, Djoko. “Corporate Governance, Karakteristik Perusahaan Dan
Environmental Disclosure”, Jurnal Prestasi, Vol. 6, No.1, Juni, page 39 –
69, 2010.
Suhardjanto, Djoko, dan Novita Dian Permata Sari. “Pengaruh Corporate
Governance, Etnis, dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap
Environmental Disclosure : Studi Empiris pada Perusahaan Listing di
Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Kinerja, Vol.14 No. 2 Hal. 151-164, 2010.
Suhardjanto, Djoko dan Umi Choiriyah . “Information GAP: Demand Supply
Environmental di Indonesia”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14,
No.1, Januari 2010, page 36 – 51, 2010.
Sujoko dan Ugy Soebiantoro. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
Faktor Intern, dan Faktor Ekstern Teradap Nilai Perusahaan”, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9 No.1 Hal. 41-48, 2007.
Sun, N., Salama, A., Hussainey, K., and Habbash, M. “Corporate Environmental
Disclosure, Corporate Governance, and Earnings Management”,
Managerial Auditing Journal, Vol.25 No.27 pp 679-700, 2010.
Suratno, I.B, Darsono, dan Mutmainah. “Pengaruh Environmental Performance
terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta Periode 2001-2004”, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang,
2006.
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana. “Penerapan Good Corporate Governance
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha”,
Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
Sutrisno. “Manajemen Keuangan: Teori, Konsep dan Aplikasi”, Penerbit
EKONISIA, Yogyakarta, 2000.
113
Ujiyantho, Muh. Arief., dan Bambang Agus Pramuka. “Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada
Perusahaan go publik Sektor Manufaktur)”, Jurnal Simposium Nasional
Akuntansi X, Makasar, 2007.
Wijaya, Maria. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol.1, No.1, 2012.
Wiranata, I Wayan Eka dan I Gede Ary Wirajaya. “Reaksi Pasar Atas
Pengumuman Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan
Lingkungan”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 8.3 Hal 408-422,
2014.
Yulfaidah, Dewi dan Zhulaikha. “Pengaruh Size, Profitabilitas, Profile, Leverage
dan Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Pengungkapan Tanggungjawab
Sosial pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”, Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro, Semarang, 2012.
Zeghal, D. & Ahmed, S.A. “Comparison of Social Responsibility Information
Disclosure Used by Canadian Firms”, Accounting, Auditing and
Accountability Journal, 3 (1), 38-53, 1990.
114
LAMPIRAN
115
LAMPIRAN 1
INDIKATOR
GRI G4
116
Lampiran: Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 2013
Aspek No Indikator
Bahan
G4-EN1 Bahan yang digunakan berdasarkan berat atau volume
G4-EN2 Persentase bahan yang digunakan yang merupakan
bahan input daur ulang
Energi
G4-EN3 Konsumsi energi dalam organisasi
G4-EN4 Konsumsi energi di luar organisasi
G4-EN5 Intensitas energi
G4-EN6 Pengurangan konsumsi energi
G4-EN7 Pengurangan kebutuhan energi pada produk dan jasa
Air
G4-EN8 Total pengambilan air berdasarkan sumber
G4-EN9 Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi oleh
pengambilan air
G4-EN10 Persentase dan total volume air yang didaur ulang dan
digunakan kembali
Keanekaragaman Hayati
G4-EN11
Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa,
dikelola di dalam, atau yang berdekatan dengan,
kawasan lindung dan kawasan dengan nilai
keanekaragaman hayati tinggi di luar kawasan lindung
G4-EN12
Uraian dampak signifikan kegiatan, produk, dan jasa
terhadap keanekaragaman hayati di kawasan lindung
dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati
tinggi di luar kawasan lindung
G4-EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan
G4-EN14
Jumlah total spesies dalam iucn red list dan spesies
dalam daftar spesies yang dilindungi nasional dengan
habitat di tempat yang dipengaruhi operasional,
berdasarkan tingkat risiko kepunahan
117
Aspek No Indikator
Emisi
G4-EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK) langsung (cakupan 1)
G4-EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung (cakupan
2)
G4-EN17 Emisi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung lainnya
(cakupan 3)
G4-EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK)
G4-EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)
G4-EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO)
G4-EN21 NOx, SOx, dan emisi udara signifikan lainnya
Efluen dan Limbah
G4-EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan
G4-EN23 Bobot total limbah berdasarkan jenis dan metode
pembuangan
G4-EN24 Jumlah dan volume total tumpahan signifikan
G4-EN25
Bobot limbah yang dianggap berbahaya menurut
ketentuan konvensi basel2 lampiran I, II, III, dan VIII
yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah, dan
persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman
internasional
G4-EN26
Identitas, ukuran, status lindung, dan nilai
keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat
terkait yang secara signifikan terkena dampak dari air
buangan dan limpasan dari organisasi
Produk dan Jasa
G4-EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingungan
produk dan jasa
G4-EN28 Persentase produk yang terjual dan kemasannya yang
direklamasi menurut kategori
Kepatuhan G4-EN29
Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi
non-moneter karena ketidakpatuhan terhadap undang-
undang dan peraturan lingkungan
118
Aspek No Indikator
Transportasi G4-EN30
Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan
produk dan barang lain serta bahan untuk operasional
organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja
Lain-lain G4-EN31 Total pengeluaran dan investasi perlindungan
lingkungan berdasarkan jenis
Asesmen Pemasok atas
Lingkungan
G4-EN32 Persentase penapisan pemasok baru menggunakan
kriteria lingkungan
G4-EN33
Dampak lingkungan negatif signifikan aktual dan
potensial dalam rantai pasokan dan tindakan yang
diambil
Mekanisme Pengaduan
Masalah Lingkungan G4-EN34
Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan yang
diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui
mekanisme pengaduan resmi
119
LAMPIRAN 2
DAFTAR SAMPEL
DAN
PERHITUNGAN
120
LAMPIRAN 1: Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
Sampel Data Penelitian
No Nama Perusahaan Kode
1 Asahimas Flat Glass AMFG
2 Argo Pantes ARGO
3 Budi Acid Jaya BUDI
4 Charoen Pokphand Indonesia CPIN
5 Fajar Surya Wisesa FASW
6 Gudang Garam GGRM
7 HM. Sampoerna HMSP
8 Indofood CBP Sukses Makmur ICBP
9 Indofood Sukses Makmur INDF
10 Indocement Tunggal Perkasa INTP
11 Jaya Pari Steel JPRS
12 Kimia Farma KAEF
13 Kertas Basuki Rachmat Indonesia KBRI
14 Kalbe Farma KLBF
15 Martina Berto MBTO
16 Prasidha Aneka Niaga PSDN
17 Holcim Indonesia SMCB
18 Semen Indonesia SMCB
19 Suparma SPMA
20 Indo Acidatama SRSN
21 Tirta Mahakan Resources TIRT
22 Surya Toto Indonesia TOTO
23 Ultra Jaya Milk Industry ULTJ
24 Unilever Indonesia UNVR
121
LAMPIRAN 2: Data Diolah
Keterangan:
PROPER = Environmental Performance
DKOM = Ukuran Dewan Komisaris
DKOM_IND = Proporsi Dewan Komisaris Independen
AUDT = Ukuran Komite Audit
SIZE = Ukuran Perusahaan
LEV = Leverage
PROFIT = Profitabilitas
ENV = Environmental Disclosure
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
1 AMFG
2013 3 6 0,33 4 6,55 0,28 0,0956 0,35
2012 3 6 0,33 4 6,49 0,27 0,1113 0,38
2011 3 6 0,33 4 6,43 0,25 0,1252 0,44
2 ARGO
2013 3 5 0,4 3 6,37 6,17 0,0349 0,24
2012 3 5 0,4 3 6,26 7,17 -0,0657 0,21
2011 3 6 0,33 3 6,23 3,75 -0,0821 0,21
3 BUDI
2013 3 3 0,33 3 6,38 1,69 0,0045 0,41
2012 3 3 0,33 3 6,36 1,69 0,0022 0,5
2011 3 3 0,33 3 6,33 1,62 0,0278 0,44
122
123
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
4 CPIN
2013 2 6 0,33 5 7,2 0,58 0,161 0,26
2012 3 5 0,4 5 7,09 0,51 0,2174 0,21
2011 1 5 0,4 5 6,95 0,43 0,2662 0,29
5 FASW
2013 3 3 0,33 3 6,76 2,65 -0,0438 0,59
2012 3 3 0,33 3 6,75 2,09 0,0009 0,62
2011 3 3 0,33 3 6,69 1,74 0,0268 0,71
6 GGRM
2013 3 3 0,33 3 7,71 0,73 0,0853 0,29
2012 3 4 0,5 3 7,62 0,56 0,0967 0,38
2011 2 4 0,75 3 7,59 0,59 0,1268 0,35
124
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
7 HMSP
2013 3 6 0,5 3 7,44 0,94 0,3948 0,21
2012 3 5 0,4 3 7,42 0,97 0,3789 0,29
2011 4 5 0,4 3 7,29 0,88 0,4173 0,26
8 ICBP
2013 3 7 0,43 3 7,33 0,6 0,1046 0,38
2012 3 8 0,38 4 7,25 0,48 0,1228 0,29
2011 3 8 0,38 4 7,18 0,42 0,1298 0,32
9 INDF
2013 3 8 0,38 3 7,89 1,04 0,0321 0,26
2012 3 8 0,38 4 7,77 0,74 0,055 0,32
2011 3 9 0,33 4 7,73 0,7 0,0574 0,32
125
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
10 INTP
2013 4 7 0,43 3 7,42 0,16 0,1884 0,5
2012 4 7 0,43 3 7,36 0,17 0,2092 0,59
2011 3 7 0,43 3 7,26 0,15 0,1982 0,53
11 JPRS
2013 3 2 0,5 3 5,58 0,04 0,04 0,26
2012 3 2 0,5 3 5,6 0,15 0,0241 0,21
2011 3 2 0,5 3 5,64 0,3 0,0861 0,29
12 KAEF
2013 3 5 0,4 3 6,39 0,52 0,0868 0,24
2012 3 5 0,4 3 6,32 0,44 0,0988 0,24
2011 3 5 0,4 4 6,25 0,43 0,0957 0,26
126
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
13 KBRI
2013 3 3 0,33 3 5,9 0,14 -0,0307 0,53
2012 3 3 0,67 3 5,87 0,04 0,0494 0,59
2011 3 3 0,67 3 5,87 0,1 -0,025 0,5
14 KLBF
2013 3 6 0,33 3 7,05 0,33 0,1696 0,38
2012 3 6 0,33 3 6,97 0,28 0,1841 0,38
2011 3 6 0,33 3 6,92 0,27 0,1791 0,41
15 MBTO
2013 3 3 0,33 2 5,79 0,36 0,0264 0,24
2012 3 3 0,33 2 5,78 0,4 0,0747 0,29
2011 3 3 0,33 2 5,73 0,35 0,0788 0,29
127
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
16 PSDN
2013 2 6 0,33 3 5,83 0,63 0,0116 0,21
2012 3 6 0,33 3 5,83 0,67 0,0206 0,21
2011 3 6 0,33 3 5,62 1,04 0,0305 0,24
17 SMCB
2013 5 6 0,5 3 7,17 0,7 0,0639 0,56
2012 5 6 0,5 3 7,09 0,45 0,111 0,65
2011 5 7 0,57 3 7,04 0,45 0,0971 0,59
18 SMGR
2013 5 6 0,33 4 7,49 0,41 0,1744 0,85
2012 5 6 0,5 4 7,42 0,46 0,1824 0,85
2011 3 6 0,33 3 7,29 0,35 0,1997 1
128
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
19 SPMA
2013 3 5 0,6 3 6,25 1,34 -0,0135 0,21
2012 3 5 0,4 3 6,22 0,73 0,024 0,29
2011 3 5 0,4 3 6,19 0,47 0,0213 0,26
20 SRSN
2013 3 8 0,38 3 5,62 0,34 0,038 0,21
2012 3 9 0,33 3 5,6 0,49 0,0422 0,21
2011 3 9 0,33 3 5,56 0,43 0,0664 0,26
21 TIRT
2013 2 3 0,33 3 5,86 11,25 -0,1907 0,26
2012 2 2 0,5 3 5,83 5,45 -0,0474 0,35
2011 3 2 0,5 3 5,84 4,02 0,006 0,24
129
NO KODE TAHUN PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT ENV
22 TOTO
2013 2 4 0,5 3 6,24 0,69 0,1355 0,24
2012 2 3 0,33 3 6,18 0,7 0,155 0,35
2011 3 3 0,33 3 6,13 0,76 0,1628 0,32
23 ULTJ
2013 3 3 0,33 3 6,45 0,4 0,1157 0,29
2012 4 3 0,33 3 6,38 0,44 0,1458 0,35
2011 3 3 0,33 3 6,34 0,61 0,0589 0,26
24 UNVR
2013 5 5 0,8 3 7,13 2,14 0,401 0,56
2012 5 5 0,8 3 7,08 2,02 0,4038 0,68
2011 4 5 0,8 3 7,02 1,85 0,3972 0,5
130
LAMPIRAN 3
HASIL OUTPUT
SPSS 22 for Windows
131
LAMPIRAN 3: Hasil Output SPSS 22 for Windows
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PROPER 72 1 5 3,14 ,775
DKOM 72 2 9 4,97 1,891
DKOM_IND 72 ,33 ,80 ,4187 ,12173
AUDT 72 2 5 3,18 ,565
SIZE 72 5,56 7,89 6,6038 ,67487
LEV 72 ,04 11,25 1,1593 1,80822
PROFIT 72 -,19 ,42 ,1032 ,11982
ENV 72 ,21 1,00 ,3791 ,17422
Valid N (listwise) 72
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,644a ,415 ,351 ,14039 1,466
a. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE
b. Dependent Variable: ENV
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,894 7 ,128 6,478 ,000b
Residual 1,261 64 ,020
Total 2,155 71
a. Dependent Variable: ENV
b. Predictors: (Constant), PROFIT, AUDT, LEV, PROPER, DKOM, DKOM_IND, SIZE
Variables Entered/Removeda
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 PROFIT, AUDT,
LEV, PROPER,
DKOM,
DKOM_IND,
SIZEb
. Enter
a. Dependent Variable: ENV
b. All requested variables entered.
132
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -,546 ,208 -2,624 ,011
PROPER ,119 ,026 ,530 4,677 ,000 ,711 1,407
DKOM -,024 ,010 -,265 -2,336 ,023 ,710 1,409
DKOM_IND ,021 ,160 ,015 ,135 ,893 ,736 1,359
AUDT ,021 ,034 ,069 ,622 ,536 ,743 1,345
SIZE ,095 ,033 ,368 2,888 ,005 ,562 1,779
LEV -,009 ,010 -,093 -,871 ,387 ,810 1,234
PROFIT -,221 ,189 -,152 -1,165 ,248 ,538 1,857
a. Dependent Variable: ENV
Coefficient Correlationsa
Model PROFIT AUDT LEV PROPER DKOM DKOM_IND SIZE
1 Correlations PROFIT 1,000 -,065 ,358 -,104 ,018 -,334 -,406
AUDT -,065 1,000 ,028 ,281 -,241 ,041 -,271
LEV ,358 ,028 1,000 ,072 ,130 -,155 -,111
PROPER -,104 ,281 ,072 1,000 -,197 -,276 -,195
DKOM ,018 -,241 ,130 -,197 1,000 ,195 -,260
DKOM_IND -,334 ,041 -,155 -,276 ,195 1,000 ,030
SIZE -,406 -,271 -,111 -,195 -,260 ,030 1,000
Covariances PROFIT ,036 ,000 ,001 -,001 3,482E-5 -,010 -,003
AUDT ,000 ,001 9,978E-6 ,000 -8,615E-5 ,000 ,000
LEV ,001 9,978E-6 ,000 1,871E-5 1,390E-5 ,000 -3,729E-5
PROPER -,001 ,000 1,871E-5 ,001 -5,244E-5 -,001 ,000
DKOM 3,482E-5 -8,615E-5 1,390E-5 -5,244E-5 ,000 ,000 -8,952E-5
DKOM_IND -,010 ,000 ,000 -,001 ,000 ,025 ,000
SIZE -,003 ,000 -3,729E-5 ,000 -8,952E-5 ,000 ,001
a. Dependent Variable: ENV
133
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) PROPER DKOM DKOM_IND AUDT SIZE LEV PROFIT
1 1 6,569 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00
2 ,894 2,711 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,44 ,10
3 ,326 4,489 ,00 ,00 ,02 ,00 ,00 ,00 ,43 ,56
4 ,109 7,762 ,00 ,02 ,45 ,17 ,00 ,00 ,10 ,04
5 ,050 11,514 ,01 ,24 ,24 ,07 ,17 ,01 ,01 ,03
6 ,037 13,329 ,00 ,45 ,22 ,70 ,00 ,00 ,01 ,02
7 ,012 23,734 ,14 ,29 ,01 ,03 ,82 ,11 ,01 ,01
8 ,003 43,608 ,85 ,00 ,05 ,03 ,00 ,88 ,00 ,23
a. Dependent Variable: ENV
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value ,1641 ,6667 ,3791 ,11219 72
Std. Predicted Value -1,916 2,564 ,000 1,000 72
Standard Error of Predicted
Value ,020 ,096 ,045 ,014 72
Adjusted Predicted Value ,1099 ,6530 ,3785 ,11610 72
Residual -,22352 ,61670 ,00000 ,13329 72
Std. Residual -1,592 4,393 ,000 ,949 72
Stud. Residual -1,752 4,537 ,001 1,004 72
Deleted Residual -,27338 ,65795 ,00055 ,14952 72
Stud. Deleted Residual -1,781 5,466 ,015 1,071 72
Mahal. Distance ,409 31,985 6,903 5,369 72
Cook's Distance ,000 ,172 ,016 ,028 72
Centered Leverage Value ,006 ,450 ,097 ,076 72
a. Dependent Variable: ENV
134
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 72
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,13328557
Most Extreme Differences Absolute ,091
Positive ,091
Negative -,076
Test Statistic ,091
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Top Related