PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, CAPITAL ADEQUACY RATIO
(CAR) DAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) TERHADAP
ALOKASI PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
(UMKM)
PADA BANK UMUM SYARIAH PERIODE 2015 - 2017
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana (S.E.)
Dalam Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam
Oleh
DEWI SULASTRI
NPM : 1451020034
Program Studi : Perbankan Syariah
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1439 H / 2018 M
PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, CAPITAL ADEQUACY RATIO
(CAR) DAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) TERHADAP
ALOKASI PEMBIAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
(UMKM)
PADA BANK UMUM SYARIAH PERIODE 2015 - 2017
Skripsi
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam
Oleh
DEWI SULASTRI
NPM : 1451020034
Program Studi : Perbankan Syariah
Pembimbing I : Budimansyah, S.Th.I., M.Kom.I.
Pembimbing II : Agus Kurniawan, S.E., M.S.Ak.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1439 H / 2018 M
ABSTRAK
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha
yang mampu bertahan setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Namun,
disisi lain UMKM masih juga dihadapkan pada persoalan dalam memperoleh
modal, guna ekspansi usaha yang lebih maju. Sektor Perbankan Syariah sebagai
lembaga keuangan yang mengemban misi bisnis dan juga sosial sudah
seyogyanya mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor UMKM.
Dilihat dari besarnya aset Bank Umum Syariah pada tiga tahun terakhir
mengalami pertumbuhan aset yang cukup signifikan. Hal ini bisa ditinjau dengan
indikator dana pihak ketiga (DPK), capital adequacy ratio (CAR) dan non
performing financing (NPF).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK), Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Financing (NPF) terhadap
alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah.
Penelitian ini menggunakan statistik Bank Umum Syariah di Inonesia
yang tercatat dalam laporan keuangan Statistik Perbankan Syariah yang di
terbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai obyek penelitian.
Peneltian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, data yang digunakan
merupakan data sekunder yaitu laporan keuangan statistik perbankan syariah, data
bulanan Bank Umum Syariah yang di peroleh dari situs resmi Otoritas Jasa
Keuangan.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Metode analisis data
yang digunakan adalah analisis regresi liniear berganda dengan melakukan uji
asumsi klasik Uji hipotesis dilakukan dengan uji F, uji t, dan koefisien Adjusted
R2, dengan taraf signifikansi sebesar 5% pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan SPSS 23.
Dari hasil analisis secara simultan dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05
(5%) diketahui dpk car dan npf mempengaruhi secara signifikan terhadap alokasi
pembiayaan UMKM. Kedua variabel dalam penelitian ini mampu menjelaskan
perubahan sebesar 98,5% dan sisanya 1,5% dipengaruhi variabel lainnya. Secara
parsial dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 (5%) variabel dana pihak ketiga
(DPK) berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada
Bank Umum Syariah, Variabel capital adequacy ratio (CAR) tidak berpengaruh
signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah di
Indonesia, dan non performing financing (NPF) berpengaruh negatif signifikan
terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Sehingga H1diterima, H2 ditolak dan H3 diterima.
Kata kunci : DPK, CAR, NPF, UMKM.
MOTTO
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia
akan memperoleh pahala yang banyak.” (Q.S. Al- Hadid : 11)1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 538.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1. Orang tua tercinta, Ibu Dasini dan Bapak Sukandar yang senantiasa memberikan
kasih sayang tanpa batas, do‟a tanpa henti, dukungan baik secara materi maupun
moral, memberikan semangat yang terus menerus, sehingga skripsi ini selesai.
Serta kedua adikku Devi Nurlita dan Muhammad Damar Ramadhan yang sangat
saya sayangi. Terima kasih, kalian penyemangat paling hebat.
2. Bibiku Lia Lestari (calon S.Pd) yang merangkap sebagai teman, sahabat bahkan
mbak sebagai tempat curhat seputar skripsi dan saling menyemangati serta
membantu satu sama lain.
3. Mbahku Wiri yang senantiasa berdoa dan menggebu-gebu agar cepet lulus dan
dapat pekerjaan supaya kelak bisa urip ayem.
4. Mamasku Rudi Setiawan, S.Sos. yang telah memberikan energi cintanya untuk
selalu siap siaga kala diri ini melemah serta menjadi penyemangat sampai pada
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Sahabat Kecilku Rahmiati, Iin Oktaviani dan Agnes maria yang selalu
menghibur kala duka malanda dan remote support system. Meski kini beda
provinsi tapi tetap bersama menjalin silaturahmi sangat baik, walau lautan
memisahkan kita namun kalian selalu bersama-sama memberikan dukungan,
semangat, dan doa dalam proses penulisan skripsi ini.
6. Sahabat tercinta dan seperjuangan Sevi Selviana, Sri Wahyuningtyas, Marina
Suci Handayani, Linda Fatmawati, Rizka Komala Asri, Olga Corry
Ayuningtyas, Atika Mardiana, Tiara Azizah, Shella Sujita, Oktavia Rosana
Dewi, Eka Laila Fitriani, Eka Nur Safitri, Rifka Nazilatur Rahmah, Maya Sari,
Refan Yunandar dan Ananda Kurniawan Husein. Tanpa kalian aku kesepian dan
tanpa kalian aku bukanlah siapa siapa, big thanks untuk persahabatan selama 4
tahun ini semoga selalu terjaga hingga akhir hayat.
7. Sahabat ku Yani di Padang yang senantiasa menyemangatiku lewat video call di
kala suka maupun duka.
8. Almamater tercinta Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, tempat
menimba ilmu serta tempat bertemunya orang-orang hebat.
RIWAYAT HIDUP
Dewi Sulastri, dilahirkan di Bandar Lampung pada1 Oktober 1996, anak
pertama dari 3 bersaudara, lahir dari pasangan Bapak Sukandar dan Ibu Dasini.
Pendidikan dimulai dari TK Aisyiyah Bustanul Athfal Serbajadi Hajimena
Kecamatan Natar dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan sekolah di
SDN 1 Hajimena Natar Lampung Selatan dan selesai pada tahun 2008. Setelah
itu melanjutkan sekolah di SMPS Muhammadiyah 3 Bandar Lampung dan
selesai pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan sekolah di SMAS
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2014. Kemudian
melanjutkan pendidikan S1 di Perguruan Tinggi UIN Raden Intan Lampung
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam jurusan Perbankan Syariah pada tahun 2014
dan selesai pada tahun 2018.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayaah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Alokasi
Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada Bank Umum
Syariah di Indonesia Perode 2015 – 2017 ” dapat diselesaikan. Shalawat serta
salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan pengikut-
pengikutnya yang setia.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi pada program Strata Satu (S1) Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Raden Intan Lampung guna memperoleh
penyelesaian skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa
adanya bantuan, kerjasma, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Moh. Bahrudin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan mahasiswa.
2. Budimansyah, S. Th.I., M.Kom.I selaku pembimbing I yang telah
meluangkan banyak waktunya untuk mengarahkan penulis sehingga
penulisan skripsi ini selesai.
3. Agus Kurniawan, S.E., M.S.Ak. selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Bapak Ahmad Habibi, S.E., M.E. dan bapak Muhammad Kurniawan
M.E.Sy selaku ketua jurusan dan sekretaris jurusan Perbankan
Syari‟ah yang senantiasa sabar dalam memberikan arahan serta
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan ilmu
serta motivasi yang bermanfaat kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan studi.
6. Pimpinan dan karyawan perpustakaan pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam dan Institut yang telah memberikan informasi, data,
referensi, dan lain-lain.
7. Seluruh teman – teman angkatan 2014, Khususnya Perbankan Syariah
kelas E dan teman – teman KKN Sidoreno Waypanji Lampung
Selatan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih
atas persahabatan yang tidak akan pernah penulis lupakan.
8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikan
skripsi ini dengan lancar.
Semoga bantuan dan keberkahan dari Allah SWT sesuai dengan amal
ibadah kita. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti sendiri
dan pihak-pihak yang membutuhkannya. Aamiin yaa robbal „alaamiin.
Bandar Lampung, 28 November
2018
Penulis
Dewi Sulastri
1451020034
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
PERSETUJUAN ............................................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................ iv
MOTTO ............................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ...................................................................................... 1
B. Alasan Memilih Judul ............................................................................. 4
C. Latar Belakang ........................................................................................ 6
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 17
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 17
F. Kegunaan Penelitian................................................................................ 18
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Syariah ........................................................................................... 19
B. Pembiayaan ............................................................................................ 29
C. Dana Pihak Ketiga .................................................................................. 43
D. Capital Adequacy Ratio ......................................................................... 52
E. Non Performing Financing .................................................................... 64
F. Usaha Mikro Kecil dan Menengah ........................................................ 67
G. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 78
H. Hubungan Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis ...................... 82
I. Kerangka Berfikir ................................................................................... 87
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian ....................................................... 90
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 91
C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 92
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 93
E. Definisi Operasional Penelitian............................................................... 94
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 98
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ....................................................... 105
B. Analisis Data ........................................................................................... 109
C. Hasil Penelitian ....................................................................................... 115
D. Pembahasan ............................................................................................. 120
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 133
B. Saran ........................................................................................................ 135
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 137
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Agar tidak terdapat kesalahan terhadap judul skripsi ini, maka perlu untuk
memberikan pengertian serta penjelasan terhadap judul “Pengaruh Dana
Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performance
Financing (NPF) terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) pada Bank Umum Syariah Periode 2015-2017” sebagai
berikut:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah akibat asosiatif yang mencari pertautan nilai antara satu
variabel dengan variabel lain.2 Atau pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang.3
2. Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga merupakan salah satu sumber dana yang dihimpun
dari masyarakat yang akan digunakan oleh bank sebagai modal dalam
melakukan pendanaan atau pembiayaan. Pertumbuhan setiap bank sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana dari
masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa
2 Sugiyono, Penelitian Administratif (Bandung: Alfabeta, 2001), h. 39.
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ke-2 (Jakarta: Balai
Pustaka, 2009), h. 102.
pengendapan yang memadai.4 Dana Pihak Ketiga adalah dana-dana yang
berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan
yang dimiliki oleh bank.5
3. Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko
kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank tersebut untuk
menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.6
4. Non Performance Financing (NPF)
NPF adalah Pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya
masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan,
dan pembiayaan macet, pembiayaan dimana pembayaran kembalinya
dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali
yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali
pembiayaan, sehingga belum memenuhi target yang diinginkan oleh
bank.7
4 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 165.
5 Kuncoro, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: BPFE, 2002),
dikutip oleh Hani Oktarina Nursyarifah, Pengaruh DPK, FDR, dan ISR Terhadap Kinerja
Keuangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2010-2015 (Skripsi Program Perbankan Syariah
Universitas Islam Negeri Rden Intan Lampung, 2017), h. 13.
6 Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h. 37.
7 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Hand Book, Teori,
Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktisi Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 475.
5. Alokasi Dana
Alokasi Dana adalah menjual kembali dana yang diperoleh dari
penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Tujuan bank dari
pengalokasian dana adalah memperoleh keuntungan semaksimal
mungkin. Dalam mengalokasikan dana pihak perbankan membaginya ke
dalam preosentase-prosentase tertentu sesuai dengan kondisi yang terjadi
di dalam perekonomian pada saat sekarang ini.8
6. Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang di persamakan.9
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan baik dilakukan sendiri maupun djalankan oleh orang lain.
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada
nasabah.10
Istilah pembiayaan pada intinya adalah menaruh kepercayaan,
yang artinya kepercayaan berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul
mal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan
amanah yang diberikan. Dan tersebut harus digunakan dengan benar,
8 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), h. 84.
9 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005),
h. 40.
10
Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Yogyakarta; Ekonisia, 2005), h. 260.
adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas, dan
saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.11
7. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Usaha Mikro dan Kecil Menengah adalah unit usaha produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
di semua sektor ekonomi.12
B. Alasan Memilih Judul
Adapun alasan dipilihnya judul penelitian ini berdasarkan alasan secara
objektif dan secara subjektif adalah sebagai berikut:
1. Secara Objektif
Bank merupakan sarana intermediasi antara pihak yang kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana. Bank akan menerima dana dari
masyarakat (DPK) dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk
menyimpan dananya pada bank, semakin banyak pula dana yang akan
dikelola oleh bank salah satunya adalah dalam pembiayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan konsep seperti ini memberi
peluang bagi usaha UMKM untuk mengembangkan usahanya berdasarkan
asas kemitraan sebagaimana yang diusung oleh perbankan syariah.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM adalah masalah
permodalan, terkadang dalam memperoleh modal dari bank mereka
11 Veitzhal Rivai , Manajemen Kelembagaan Keuangan ( Jakarta : Rajawali Pers, 2013),
h. 4.
12
Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia (Jakarta: LP3ES,
2012), h. 11.
mengalami kesulitan. Namun disisi lain hal ini juga sebagai momok bagi
pihak bank apabila terjadi kendala bila ada nasabah lalai dalam
pemenuhan kewajibannya terhadap pihak bank, atau yang sering di sebut
pembiayaan macet/pembiayaan bermasalah (Non Performance Financing).
Maka dari itu penulis tetarik untuk meneliti dana pengaruh pihak ketiga
(DPK) , Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performance Financing
(NPF) pada Bank Umum Syariah periode 2015-2017.
2. Secara Subjektif
a. Memberikan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai
pengaruh Dana Pihak ketiga, Capital Adequacy Ratio dan Non
Performing Financing terhadap alokasi pembiayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah, selain itu juga memberikan wawasn bagi pihak
bank syariah agar lebih meningkatkan alokasi pembiaayaan kepada
pelaku UMKM. Serta memberikan wawasan kepada calon nasabah
pembiayaan UMKM tentang analisis pembiayaan di Perbankan
Syariah sehingga bisa menjadi panduan dalam melakukan pembiayaan.
b. Memberikan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai
perbankan syariah, selain itu juga pokok bahasan skripsi ini sesuai
dengan ilmu yang dipelajari penulis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam program study Perbankan Syariah. Bahasan tesebut juga
merupakan kajian keilmuan yang berkaitan dengan Bank dan Lembaga
Keuangan lainnya, khususnya Manejemen Perbankan Syariah. Pokok
bahasan skripsi ini sesuai dengan disiplin ilmu yang penyusun pelajari
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Intan Lampung serta
literaturnya tersedia di perpustakaan, jurnal, artikel dan data yang
diperlukan.
C. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu membuktikan
eksistensinya pada perekomomian global. Terbukti dengan terjadinya krisis
moneter pada tahun 1997, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah lebih mampu
bertahan dan relatif stabil dibandingkan dengan perusahaan perusahaan besar.
Ada beberapa alasan mengapa UMKM dapat bertahan di tengah krisis
moneter 1997 dan krisis tahun 2008 lalu yang merenggut banyak
perekonomian di berbagai Negara Eropa bahkan Asia. Pertama, sebagian
besar UMKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas
permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-
rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang
dihasilkan. Sebaliknya, kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh
pada permintaan. Kedua, sebagian besar UMKM tidak mendapat modal dari
bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga,
tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Di Indonesia, UMKM
mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan aksesnya terhadap
perbankan sangat rendah.
Jumlah UMKM yang ada meningkat dengan pesat, dari sekitar 7 ribu pada
tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001 dan mencapai 52,28 juta
pada tahun 2011. Industri ini berkontribusi terhadap PDB sebesar 55,6% atau
Rp 673,9 T, devisa sebesar 20,2% atau Rp 183,8 T, investasi Rp 640,4 T atau
sekitar 52,9% serta penyerapan tenaga kerja 101,7 orang. Melihat
sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UMKM
seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil
kebijakan. Khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas
perkembangan UMKM.
Adapun permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMKM adalah
berupa permodalan, dimana terkadang dalam memperoleh modal dari bank
mengalami kesulitan. Salah satu hal yang menyebabkan adanya hal ini adalah
adanya suku bunga kredit yang tinggi dan diperlukannya jaminan kebendaan
(collateral minded) yang sukar dipenuhinya. Selain itu juga permasalahan
yang muncul kaitannya dengan hal ini adalah mengenai jenis pembiayaan apa
yang cocok untuk UMKM dan bagaimana sebaiknya bank syariah menyikapi
kebutuhan dari UMKM.
Sektor perbankan syariah sebagai lembaga keuangan yang mengemban
misi bisnis (tijarah) sekaligus misi sosial (tabarru‟) sudah seyogyanya
mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor UMKM. Untuk
kepentingan UMKM suatu bank syariah hendaknya mampu secara cermat
mengetahui kebutuhan nyata yang ada pada UMKM yang bersangkutan. Hal
ini penting karena karakteristik produk pembiayaan yang ada pada perbankan
syariah bervariasi dan masing-masing hanya menjawab pada kebutuhan
tertentu. Adapun beberapa motif dan kebutuhan yang ada pada nasabah
debitur yang dalam hal ini adalah UMKM dan produk perbankan syariah
yang sesuai dapat dikategorikan antara lain sebagai berikut.
Pembiayaan-pembiayaan inilah yang harus dioptimalkan oleh perbankan
syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam
memajukan dan mengembangkan UMKM dengan cara memberikan pinjaman
dengan modal usaha yang mana pembiayaan atas usaha tersebut ditujukan
untuk membangun usaha yang produktif, jelas, transparan, dan halal, baik
dari segi pengelolaannya hingga kepada hasil usahanya. Tidak cukup dengan
hanya memberikan pembiayaan modal usaha, tetapi perbankan syariah juga
harus berperan aktif sebagai lembaga pengawas dan konsultan guna
menyokong dan memastikan sampai dimana perkembangan UMKM yang
bersangkutan.
Dengan ruang-lingkup usaha yang dominan beraktifitas di lingkungan
ekonomi domestik, tidak mengherankan sektor UMKM selalu tampil menjadi
“pahlawan” bagi perekonomian negeri ini, ketika ekonomi nasional
berhadapan dengan badai krisis keuangan yang juga kerap menghantam
ekonomi global. Oleh sebab itu, sangat beralasan sekali jika pemerintah dan
pihak-pihak terkait mengambil posisi terdepan dalam mendorong sektor ini
berkembang dengan lebih baik. Bagaimana dengan kontribusi industri
perbankan syariah nasional terhadap pertumbuhan sektor UMKM? Dengan
data perkembangan UMKM yang tadi telah diungkapkan, ditambah dengan
kenyataan bahwa populasi mayoritas penduduk indonesia beragama Islam
yang merefleksikan pula kondisi populasi mayoritas dunia usaha di sektor
UMKM, sepatutnya perbankan syariah bisa memberikan kontribusi yang
signifikan pada sektor tersebut. Apalagi, diyakini praktek perbankan syariah
beserta produknya sangat sesuai dengan nature dunia usaha sector UMKM.
Peranan Bank Umum Syariah (BUS) dalam mendorong pertumbuhan
sektor riil dalam dua dimensi, yaitu peranaan dari sisi BUS sendiri dan dari
sisi nasabahnya. Pembahasan di sisi BUS akan lebih ditekankan pada dua
aspek, yaitu: Pertama, menganalisis peranan BUS dalam mendorong
perkembangan sektor riil dengan fokus analisis pada pola pembiayaan
menurut golongan pengguna, sektor dan jenis akad yang digunakan. Kedua,
menganalisis kinerja dan pola pembiayaan BUS pada level operasional di
salah satu kantor cabang. Sementara itu, penekanan analisis di sisi nasabah
BUS akan lebih diarahkan pada aspek-aspek tentang motivasi nasabah,
prosedur pembiayaan, pola pembiayaan, proses pengawasan dan pembinaan
serta perkembangan usaha. Pembahasan di sisi nasabah sekaligus sebagai
upaya untuk melihat apakah ada gap yang terjadi antara sisi kebijakan bank
dengan implementasi di tingkat operasional.
Kontribusi Bank Umum Syariah dalam mendorong perkembangan sektor
riil di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Hal
ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu : Pertama, indikator
penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja
dan investasi yang terus bertambah. Kedua, porsi penyaluran pembiayaan
modal kerja dan investasi Bank Umum Syariah terhadap total kredit Bank
Umum untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar.
Pada masa yang akan datang diharapkan lebih banyak pihak mampu
memberikan kontribusinya yang signifikan dalam mendorong peran
perbankan syariah di sektor UMKM ini. Pada sisi sektor UMKM, diperlukan
upaya perbaikan sarana atau infrastruktur, baik berupa infrastruktur yang
bersifat fisik maupun non-fisik, agar sektor tersebut mampu berproduksi dan
berkinerja dengan efisien. Perbaikan atau pembenahan sektor UMKM pada
gilirannya diharapkan mampu menekan persepsi risiko tinggi yang melekat
pada sektor tersebut. Sedangkan pada sisi perbankan syariah diperlukan
peningkatan pengetahuan dan keahlian bankir syariah pada dunia UMKM di
semua sektornya. Dengan begitu, diharapkan kontribusi perbankan syariah
dapat lebih maksimal, misalnya pembiayaan perbankan syariah tidak hanya
terkonsentrasi pada sektor retail, jasa usaha dan perdagangan saja dari
UMKM tetapi juga sektor potensial lainnya, khususnya sektor produktif
seperti sektor pertanian dan manufaktur.
Sejauh ini dengan kekuatan 13 bank umum syariah (BUS), 34 unit usaha
syariah (UUS) dan 167 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS), yang
memiliki jaringan kantor mencapai 3.173 unit, perbankan syariah nasional
telah menunjukkan perannya. Pembiayaan BUS dan UUS pada sektor
UMKM diakhir tahun 2017 telah mencapai Rp 280.631 Miliar atau porsinya
(share) sebesar 77,1% dari seluruh pembiayaan yang diberikan BUS dan UUS
ke sektor usaha. Pada awal februari tahun 2018 itu, pertumbuhan aset Bank
umum Syariah naik sebesar 20,65% atau sama dengan 429.99 Triliun bagi
UMKM tersebut mencapai 46,8% atau pertumbuhannya melebihi
pertumbuhan total pembiayaan industri perbankan syariah itu sendiri.
Sementara jumlah rekening pembiayaan bagi UMKM mencapai lebih dari
600 ribu rekening atau porsinya mencapai 69,3% dari total rekening
pembiayaan perbankan syariah.13
Dari data fakta tersebut bisa dilihat bahwa kendala yang paling besar yaitu
kesulitan para pelaku UMKM dalam memperoleh sumber modal. Hal tersebut
dikarenakan lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank
yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan umumnya tidak dapat
menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggungan risiko, biaya
operasi, identifikasi usaha serta pemantauan penggunaan kredit yang layak
usaha. Melihat kendala yang ada, bank sentral mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 17/12/PBI/2015 tentang Pemberian Kredit oleh Bank
Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, dengan ketentuan pemberian plafon pembiayaan
UMKM sebagai berikut : 14
13 www.bi.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 10.42 wib.
14
www.bps.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 10.43 wib.
Tabel 1.1
Presentase Plafon Pembiayaan UMKM 2013-2017
Tahun Presentase Plafon Pembiayaan UMKM
2015 Paling rendah 5% dari total pembiayaan
2016 Paling rendah 10% dari total pembiayaan
2017 Paling rendah 15% dari total pembiayaan
Sumber: PBI No. 17/12/PBI/2015
Pada tahun 2015, plafon Pembiayaan dinaikkan menjadi 5% dan setiap
tahunnya akan dinaikkan sebesar 5%.15
Bank Umum Syariah (BUS)
mempunyai peranan penting dalam penelitian ini karena Bank Umum Syariah
(BUS) juga berfokus pada pembiayaan mikro (UMKM) dibanding pada
sektor non-UMKM. Selain itu, Bank Indonesia memberikan fasilitas berupa
pembiayaan likuiditas bagi BUS dalam bentuk Pembiayaan Modal Kerja
(PMK-BUS) dan Pembiayaan bagi Pengusaha Kecil dan Mikro (PPKM)
terutama untuk memenuhi permintaan pembiayaan usaha modal kerja dari
nasabah pengusaha kecil dan mikro, sesuai arah dan sasaran yang hendak
dicapai untuk pengembangan usahaekonomi produktif yang dikembangkan
pengusaha kecil dan mikro dipedesaan.16
15 www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 Pukul 10.58 wib
16
Citra, Cahya Masturina. “Pengaruh NPF, DPK, Dan Inflasi Terhadap Penyaluran
Pembiayaan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Pada BPRS di Indonesia”. Skripsi Fakultas
Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan, (2013), h. 14.
Tabel 1.2
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan dan Kategori Usaha
Bank Umum Syariah (Rp Miliar)
Bulan Tahun
2015 2016 2017
Januari 145.976 152.200 173.466
Februari 145.817 151.752 174.625
Maret 147.136 152.967 178.081
April 147.245 153.433 178.124
Mei 148.021 155.722 180.632
Juni 150.709 158.143 185.570
Juli 149.059 156.573 183.623
Agustus 149.287 156.623 184.354
September 151.157 171.979 186.152
Oktober 150.389 173.299 186.122
November 150.867 174.552 186.366
Desember 153.968 177.482 189.789
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tahun 2015-2017
Secara garis besar, pembiayaan UMKM pada BUS setiap tahunnya
mengalami peningkatan . Pada tahun 2015 tercatat 153.968 miliar dana pihak
ketiga. Pada tahun 2016 mengalami kenaikan yakni sebanyak 23.514 Miliar
menjadi 177.482 Miliar. Pada tahun 2017 kembali meningkat hingga dana
yang tersalurkan sebesar 189.789 Miliar Rupiah. Keadaan ini menandakan
pembiayaan umkm membaik dan mulai meningkat.
Pengembangan pembiayaan UMKM pada BUS tergantung dari beberapa
faktor. Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel yang mempengaruhi
pembiayaan UMKM pada BUS. Faktor yang pertama yaitu besar kecil modal
sendiri yang dimiliki oleh BUS. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/15/PBI/2008 Pasal 2 ayat 1 tercantum bank wajib menyediakan modal
sebesar 8% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR) yang bisa dilihat dari
Capital Adequancy Ratio (CAR).17
Menurut Pratiwi, semakin tinggi nilai
CAR maka semakin besar modal yang dimiliki oleh bank. Maka pembiayaan
yang termasuk didalamnya pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang disalurkan kepada masyarakat akan semakin banyak.18
Tabel 1.3
Persentase Capital Adequancy Ratio (CAR)
pada Bank Umum Syariah
Tahun 2015-2017
Tahun Persentase
2015 15,02%
2016 16,63%
2017 17,91%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tahun 2015-2017
Secara garis besar, perkembangan CAR tiap tahunnya meningkat. Tahun
2015 menunjukkan angka 15,02%. Tahun 2016 mengalami kenaikan dibanding
tahun 2015 sebesar 1,61% menjadi 16,63%. Tahun 2017 pun mengalami
kenaikan dibanding tahun 2016 sebesar 1,28% menjadi 17,91%.
Selain modal sebagai salah satu faktor penentu pengembangan
pembiayaan UMKM pada BUS, dana pihak ketiga (DPK) atau sering disebut
dana dari masyarakat juga menjadi faktor penentu. Penghimpunan DPK yang
dilakukan oleh BUS berbentuk tabungan dan deposito dan giro. Menurut
Kasmir, sumber dana yang berasal dari masyarakat merupakan sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasi dan merupakan ukuran keberhasilan lembaga
keuangan jika mampu membiayai operasinya dari sumber DPK, termasuk
17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 Pasal 2 ayat 1.
18
Pratiwi, Susan., & Lela Hindasah. (2014). “ Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital
Adequacy Ratio, Return On Asset, Net Interest Margin, dan Non Perfoming Loan
TerhadapPenyaluran Kredit Bank Umum di Indonesia” . Jurnal Manajemen dan Bisnis . Volume 5
No. 2 September 2014 . Progam Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
dalam Pembiayaan UMKM. Berikut jumlah perkembangan jumlah DPK tahun
2013 hingga 2017.19
Tabel 1.4
Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Umum Syariah
Tahun 2015-2017
Tahun Jumlah (dalam milyar)
2015 174.895
2016 206.407
2017 238.225
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tahun 2015-2017
Secara garis besar, jumlah dana pihak ketiga setiap tahunnya mengalami
kenaikan cukup signifikan. Hal ini merupakan implikasi bahwa banyak
masyarakat yang mulai tertarik menginvestasikan dana yang dimiliki di BUS.
Pembiayaan UMKM pada BUS setiap tahunnya mengalami kenaikan. Hal
itu disesbabkan karena faktor penentu pengembangan pembiayaan UMKM
seperti CAR dan DPK juga menunjukkan peningkatan yang siginifikan. Selain
itu, ada faktor lain yang perlu di perhatikan dalam pengembangan pembiayaan
UMKM yaitu pembiayaan bermasalah (Non Perfoming Financing). Karena
pembiayaan yang disalurkan BUS kepada masyarakat tidak semuanya dalam
kategori sehat atau dengan kata lain dalam kategori bermasalah. Pembiayaan
bermasalah dalam istilah perbankan disebut Not Perfoming Financing (NPF).
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013, bahwa secara netto
lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit dan penyelesaiannya berifat
kompleks Jika pembiayaan bermasalah melampaui batas, maka akan menjadi
masalah serius yang akan mengganggu profitabilitas bank syariah yang
19 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2007), h. 139.
berujung pada berhentinya operasional terutama pada bank syariah yang
memiliki asset kecil.20
Tabel 1.5
Persentase Non Perfoming Financing (NPF) pada Bank Umum Syariah
Tahun 2015-2017
Tahun Persentase
2015 4,84%
2016 4,42%
2017 4,77%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tahun 2015-2017
Secara garis besar, persentase NPF cukup fluktuatif. Hingga terjadi
kenaikan dan penurunan persentase NPF yang signifikan di tahun 2015 hingga
tahun 2017 dikarenakan jumlah Pembiayaan yang diberikan semakin besar.
Pemaparan latar belakang di atas telah menjelaskan bagaimana
perkembangan UMKM dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Hal
tersebut mempunyai dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, variabel
independen yang menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada
pembiayaan UMKM dan waktu penelitian yang digunakan. Sehingga peneliti
akan memfokuskan pada pengaruh CAR, DPK, dan NPF dengan judul,
”Pengaruh DPK, CAR dan NPF Terhadap Pembiayaan UMKM Pada
Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2015-2017”.
20 Nurul Huda, Current Issue Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h.
176.
D. Rumusan Masalah
1. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh terhadap Pembiayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bank Umum Syariah di
Indonesia Tahun 2015-2017?
2. Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap
Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bank Umum
Syariah di Indonesia Tahun 2015-2017?
3. Apakah Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap
Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bank Umum
Syariah di Indonesia Tahun 2015-2017?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga terhadap pembiayaan
UMKM.
2. Untuk mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap
pembiayaan UMKM.
3. Untuk mengetahui pengaruh Non Performance Financing terhadap
pembiayaan umkm.
4. Untuk mengetahui pengaruh DPK, CAR dan NPF secara simultan
terhadap pembiayaan umkm.
F. Kegunaan Penelitian
Adanya suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terutama
bagi bidang ilmu yang diteliti. Kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah:
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan,
serta informasi mengenai pengaruh DPK, CAR, dan NPF terhadap
penyaluran pembiayaan pada Bank Umum Syariah se Indonesia.
b. Kegunaan Praktis
Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan
sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan perbankan
syariah, khususnya dalam hal penyaluran pembiayaan kepada
masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank berasal dari kata banque (bahasa Perancis) dan dari kata banco
(bahasa Italia) yang berarti peti / lemari atau bangku. Peti/ lemari dan
bangku menjelaskan fungsi dasar dari bank komersial, yaitu :pertama,
menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman (safe keeping
function), kedua, menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan
jasa (transaction function).21
Pengertian bank syariah atau bank Islam dalam bukunya Edy Wibowo
adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Bank ini tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-
Quran dan hadits.22
Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam beroperasinya itu
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara
bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsur riba, untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar
bagi hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik usaha yang
21 M. Syafi‟i Antonio, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka
Alfabeta, cet ke-4, 2006), h. 2.
22
Edy Wibowo, dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah? (Bogor: Ghalia Indonesia cet.I,
2005), h. 33.
dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada
sebelumnya, tetapi tidak dilarang oleh beliau.23
Sedangkan menurut Sutan Remy Sjahdeini Bank Syariah adalah
lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yaitu mengerahkan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan tanpa
berdasarkan prinsip bunga, melainkan berdasarkan prinsip syariah.24
Seperti yang termaktub dalam Q.S An-nisa ayat 29:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu25
; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (Q.S. An-nisa:29)26
Dalam artian ini bisa ditafsirkan bahwasannya bank syariah dalam
melaksanakan tugasnya tidak boleh menyeleweng dari ajaran islam (batil)
namun harus selalu tolong menolong demi menciptakan suatu
kesejahteraan. Kita tahu banyak sekali tindakan-tindakan ekonomi yang
tidak sesuai dengan ajaran islam hal ini terjadi karena beberapa pihak tidak
tahan dengan godaan uang serta mungkin mereka memiliki tekanan baik
23 Ibid.
24
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam (Jakarta: PT . Pustaka Utama Grafiti, cet ke-
3 , 2007), h. 1.
25
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
26
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 83.
kekurangan dalam hal ekonomi atau yang lain, maka bank syariah harus
membentengi mereka untuk tidak berbuat sesuatau yang menyeleweng dari
islam. Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008, bank syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.27
Adapun Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia
yaitu:
Jadi, penulis berkesimpulan bahwa bank syariah adalah bank yang
operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kepada masyarakat berupa pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang
berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat Islam.
2. Tujuan Bank Syariah
Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan
bank konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi
komersial dan kewajiban moral yang disandangnya. Selain bertujuan
meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada
umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut :
a. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana
meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Pengumpulan modal dari masyarakat dan pemanfaatannya kepada
masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial guna
tercipta peningkatan pembangunan nasional yang semakin mantap.
27 M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 98.
Metode bagi hasil akan membantu orang yang lemah
permodalannya untuk bergabung dengan bank syariah untuk
mengembangkan usahanya. Metode bagi hasil in akan
memunculkan usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang
telah ada sehingga dapat mengurangi pengangguran.
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses
pembangunan karena keengganan sebagian masyarakat untuk
berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap
menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode
perbankan yang efisien dan adil akan menggalakkan usaha
ekonomi kerakyatan.
c. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan
berperilaku bisnis untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
d. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat
beroperasi, tumbuh, dan berkembang melalui bank-bank dengan
metode lain.28
3. Fungsi Bank Syariah
Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai berikut:29
a. Penghimpunan Dana Masyarakat
Fungsi bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari
28 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2008),
h. 43.
29
Ismail Op.cit, h. 39.
masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-
wadiah dan dalam bentuk investasi menggunakan akad almudharabah.
b. Penyaluran Dana Kepada Masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Masyarakat dapat
memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi
semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
c. Pelayanan Jasa Bank
Bank syariah, disamping menghimpun dana dan menyalurkan dana
kepada masyarakat, juga memberikan pelayanan jasa perbankan.
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Produk
pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa
pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat
berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan
jasa bank lainnya.
4. Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
Menurut Zainuddin Ali, “pada dasarnya sistem perbankan syariah
memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu: a. Prinsip keadilan, b.
Menghindari kegiatan yang dilarang, dan c. Memperhatikan aspek
kemanfaatan.30
Sedangkan prinsip dasar operasional Bank Islam menurut
Veithzal Rivai dan Arifin, yaitu:
30 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Jakarta: SinarGrafika, 2008), h. 20.
Islam mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Oleh karena itu juga, Islam disebut sebagai agama fitrah atau yang sesuai
dengan sifat dasar manusia. Bagi masyarakat modern, membawa kepada
setidaknya dua ajaran dalam Al-Qur‟an:
a. Prinsip Al- Ta‟awun, merupakan prinsip untuk saling membantu dan
bekerja sama antara anggota masyarakat dalam berbuat kebaikan.
b. Prinsip menghindari Al-Ikhtinaz, seperti membiarkan uang
menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi
masyarakat umum. Dalam perbankan Islam dilarang keras untuk
melakukan transaksi apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
- Gharar, adanya unsur ketidak pastian atau tipu muslihat dalam
transaksi
- Maysir, yaitu unsur judi yang transaksinya bersifat spekulatif yang
dapat menimbulkan kerugian satu pihak dan keuntungan bagi pihak
lain.
- Riba, transaksi menggunakan sistem bunga.31
Menurut Bambang Tri Cahyono terdapat tiga prinsip bank syariah
yaitu:
a. Menjalankan operasional perbankan sejalan dengan syariah atau
kaidah-kaidah agama islam.
b. Menyelenggarakan pembiayaan hanya untuk proyek yang halal.
c. Tidak memungut atau memberi imbalan bunga melainkan bagi
31 Veitzhal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.
296.
hasil.32
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bank dalam menjalankan
operasionlanya harus berdasarkan syariah atau aturan-aturan Islam
sehingga pembiayaan hanya pada proyek yang halal dan pengambilan
keuntungan tidak boleh riba. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008, kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) meliputi: a.
Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi‟ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
a. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
b. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
c. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna‟, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
32 Bambang Tri Cahyono, Analisis Bank Syariah (Jakarta: IPWI, 1994), h. 33.
e. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
Bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk muntahiya bittamlik aatau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsi syariah.
f. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Melakukan
usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah.
g. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga
pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
h. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
i. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga
berdasarkan Prinsip Syariah.
j. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah.
k. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah.
l. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah.
m. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad
wakalah.
n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
Prinsip Syariah.
o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan
dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akad yang digunakan
pada penghimpunan dana adalah akad wadi‟ah dan mudharabah,
menyalurkan pembiayaan bagi hasil dengan akad mudharabah,
musyarakah dan pembiayaan dengan akad lainnya adalah murabahah,
salam, isthisna, ijarahmuntahiya bitamlik, dan qardh.
5. Landasan Syariah Bank Islam
Bank Syariah sebagai salah satu bank Islam yang menjalankan
usahanya berdasarkan prinsip syariah memiliki produk giro, tabungan dan
deposito dalam menghimpun dana dari masyarakat. Produk penghimpunan
tersebut menggunakan akad wadi‟ah dan mudharabah yang pada
prakteknya berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Hadits. Ayat Al-Qur‟an
tersebut, ialah:
a. QS. Annisa ayat 29
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]33
; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Q. S. An-Nisaa: 29)34
Ayat di atas merupakan firman Allah SWT yang melarang kepada
umatnya yaitu orang-orang yang beriman untuk memakan,
memanfaatkan, menggunakan (segala bentuk transaksi lainnya) orang
lain dengan jalan yang batil yaitu yang tidak dibenarkan oleh syariat.
Kita diperbolehkan melakukan transaksi terhadap harta orang lain
dengan jalan perdagangan atau perniagaan dengan asas saling ridha
dan saling ikhlas. Sama halnya dengan transaksi pada perbankan harus
dilakukan dengan jalan yang dibenarkan oleh syariat atau berdasarkan
prinsip syariah dan kesepakatan antara kedua belah pihak dengan akad
wadi‟ah dan mudharabah.
b. QS. Al-Maidah ayat 1
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu[388]35
. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
33
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
34
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 83.
35
Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian
yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (Q.S. Al-
Maidah : 1)36
Ayat tersebut menerangkan bahwa akad mengindikasikan suatu
perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih untuk mengikatkan diri
mengenai suatu hal yang khusus termasuk dalam hal bermuamalah.
Akad diwujudkan dalam ijab qabul. Maka proses penghimpunan dana
pada bank syariah harus sesuai dengan syariah, yaitu dengan adanya
kesepakatan diawal transaksi yang berupa akad. Akad yang digunakan
dalam penghimpunan dana pihak ketiga adalah wadi‟ah dan
mudharabah.
B. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan dalam perbankan syari‟ah atau istilah teknisinya aktiva
produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana bank
syari‟ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,
piutang, qard, surat berharga syari‟ah, penempatan, penyertaan modal,
penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening
administratif serta sertifikasi wadiah Bank Indonesia.37
Istilah pembiayaan pada intinya adalah menaruh kepercayaan, perkataan
pembiayaan yang artinya kepercayaan berarti lembaga pembiayaan selaku
shahibul maal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk
melaksanakan amanah yang diberikan. Dan tersebut harus
digunakandengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-
36 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 106.
37
Muhammad, Manajemen dana bank syariah (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), h. 302.
syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.38
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al- Ma‟idah: 1
Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimubinatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu)dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-
hukum menurut yang dikehendakiNya.39
(Q.S. Al- Maidah:1)
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara lembaga keuangan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu,
dengan imbalan atau bagi hasil.40
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan baik dilakukan sendiri maupun djalankan oleh orang lain.
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefiisikan pendanaan
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada
nasabah.41
Sedangkan menurut M. Syafi‟I Antonio, menjelaskan bahwa
pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian
fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
38 Veithzal Rivai, Op.Cit, h. 41.
39
A. Hasan, Al-Furqan Tafsir Qur‟an (Jakarta: Universitas Al-Azhar Indonesia, 2010),
h. 134.
40
Veithzal Rivai, Loc.Cit.
41
Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Yogyakarta; Ekonisia, 2005) h. 260.
deficit unit.42
Menurut Undang-undang perbankan No 10 tahun 1998
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mengewajibkan pihak yang dibiayai tertentu mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil.43
Berdasarkan UU no. 7 th. 1992, yang dimaksud dengan
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihakpeminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
ditambah dengan sejumlah harga, imbalan ataui pembagian
hasil.44
Sedangkan menurut Undang-Undang Perbankan Syariah (UUPS)
No. 21 Tahun 2008, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan
istishna‟.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang dan qardh.
42 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), h. 160.
43
Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 73.
44
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta: UII PRESS,
2004), h. 163.
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multi jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau unit usaha syariah (UUS) dan pihak lain yang
mewajibkan Pihak-pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan Ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.45
Dalam pengelolaan dana yang dilakukan oleh lembaga keuangan harus
dilakukan dengan penuh ketelitian. Hal ini ditujukan agar dalam proses
pengelolaan dana oleh pengelola (peminjam) dapat terkontrol dengan baik
dan juga untuk meminimalisir terjadiinya kerugian-kerugianseperti kredit
macet. Dengan demikian, maka sebuah lembaga keuangan harus memiliki
tiga aspek penting dalam pembiayaan, yakni aman, lancar dan
menguntungkan :
a. Aman, yaitu keyakinan bahwa dana yang telah dilempar ke masyarakat
dapat ditarik kembali sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.
b. Lancar, yaitu keyakinan bahwa dana tersebut dapat berputar oleh
lembaga keuangan dengan lancar dan cepat.
c. Menguntungkan, yaitu perhitungan dan proyeksi yang tepat.46
2. Jenis-Jenis Pembiayaan
Dalam menjelaskan jenis-jenis pembiayaan dapat dilihat dari
tujuannya, jangka waktunya, jaminan serta orang yang menerima dan
45 Undang-undang Perbankkan Syariah No. 21 Tahun 2008 pasal 25 ketentuan umum,
dalam www.scribs.com. Diakses 15 april 2018.
46
Ibid, Muhammad Ridwan ..... h. 164.
memberi pembiayaan. Pembiayaan menurut sifat penggunaan dapat dibagi
menjadi dua hal, sebagai berikut:
1) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan
usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang umumya perorangan.47
3. Fungsi pembiayaan
Pembiayaan yang diselenggarakan oleh Bank Syariah maupun Lembaga
Keuangan Syariah secara umum berfungsi sebagai :
a. Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank maupun lembaga keuangan
dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.Uang tersebut dalam
persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya untuk bank maupun
lembaga keunagan guna suatu usaha peningkatan produktivitas. Dengan
demikian dana yang mengendap di bank maupun lembaga keuangan
(yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baiknkemanfaatan bagi
pengisaha maupun masyarakat.
47 Ibid, Syafii Antonio ..... h. 37.
b. Meningkatkan daya guna barang
1) Produsen dengan bantuan pembiayaan bank maupun lembaga
keuangan dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi
sehingga utility bahan tersebut meningkat.
2) Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang
dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih
bermanfaat.
c. Meningkatkan peredaran uang
Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran
pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan
sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dsb. Melalui
pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih
berkembang, karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan
berusaha sehinnga penggunaan uang akan bertambah, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
d. Menimbulkan kegairahan berusaha
Pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank maupun lembaga
keuangan kemudian digunakan memperbesar volume usaha dan
produktivitasnya.
e. Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilitasnya
diarahkan pada usaha-usaha:
1) Pengendalian inflasi
2) Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat untuk menekan arus inflasi dan
untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan memegang
peranan penting.
3) Rehabilitasi prasarana.
4) Pemenuhan kebutuhan- kebutuhan pokok rakyat.
f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara
kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam
struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.
g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional
Bank sebagai lembaga pembiayaan tidak saja bergerak didalam negri
tapi juga diluar negri.Amerika serikat yang telah sedemikian maju
organisasi dan sistem perbankannya telah melebarkan sayap
perbankannya ke seluruh pelosok dunia, demikian pula beberapa negara
maju lainnya.48
4. Tujuan Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi bank syariah.tujuan
pembiayaan yang dilaksanakan perbankan syariah terkait dengan
stakeholder yakni :49
a. Pemilik
48 Ibid, h.307-308.
49
Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: Teras, 2014),
h. 303.
Dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan
memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank
tersebut.
b. Pegawai
Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank
yang dikelolanya.
c. Masyarakat
1) Pemilik dana
Sebagaimana pemilik, mereka mengharapkan dana yang
diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil
2) Debitur yang bersangkutan
Para debitur, dengan penyediaan dana baginya mereka terbantu guna
menjalankan usahanya atau terbantu untuk pengadaan barang yang
diinginkannya
3) Masyarakat umumnya- konsumen
Mereka dapat memperoleh barang- barang yang dibutuhkannya
d. Pemerintah
Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah terbantu dalam pembiayaan
pembangunan Negara, disamping itu akan diperoleh pajak (berupa
pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga
peusahaan- perusahaan).
e. Bank
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan,
diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar
tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semkain banyak
masyarakat yang dilayaninya.50
5. Pembiayaan Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Sejak awal pada masa Rasululullah Saw, praktik pembiayaan atau lebih
di kenal dengan peminjaman uang telah dipraktikkan dikalangan Sahabat
Rasululullah Saw. Dengan konsentrasi pada pinjaman modal kerja berbasis
bagi hasil. Dengan konsekuensi mengembalikan pinjaman secara utuh.51
Dalam perspektif Islam, pembiayaan lebih ditekankan pada pinjaman
(qard) yang mana pihak yang meminjamkan tidak diperbolehkan
mengambil tambahan dari nilai pinjaman dalam bentuk apapun, termasuk
bunga yang di bebankan. Bahkan dalam Al-Qur‟an mengajarkan untuk
menerima pengembalian pinjaman dalam jumlah tetap atau sama dengan
nilai pokok.52
Selain itu, Muhammad dalam bukunya “Manajemen Pembiayaan Bank
Syari‟ah”, lebih menekankan pelaksanaan pembiayaan dalam aspek syar‟i
dan aspek ekonomi. Dalam aspek syar‟i, lebih dikedepankan pada syari‟at
Islam dengan menghindari unsur-unsur maisir, gharar, dan riba serta
50Ibid h. 304.
51
Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqh dan keuangan (Jakarta: IIIT Indonesia
Edisi I, Cet. ke I, 2003), h. 20.
52
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga studi kritis larangan riba dan interprestasi
kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 2004), h. 33.
usaha yang tidak halal. Sedangkan pada aspek ekonomi, keuntungan juga
harus di perhatikan, dalam artian bagi hasil dari perolehan keuntungan.53
Dengan demikian, praktik pembiayaan dalam pandangan Islam
diperbolehkan, dengan konsekuensi tidak adanya unsur kecurangan dalam
hal riba, maisir dan gharar. serta praktek ini juga telah di lakukan pada
zaman Rasulullah Saw dan para sahabat, yang pada waktu itu lebih di
tekankan pada pembiayaan modal kerja investasi, dengan prinsip bagi
hasil.
Sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional tahun
2003, bahwa landasan syari‟ah pembiayaan, yang pada fatwa tersebut
tercantum pembiayaan mudharabah, musyarakah dan ijarah adalah
sebagai berikut:
al-Qur‟an Surat al-Baqarah 283.
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang54
(oleh yang berpiutang). akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
53 Muhammad, op.cit. h. 16.
54
Barang tanggungan itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-
Baqarah: 283).55
Al-Qur‟an surat Al-Hadid ayat 11:
Artinya: Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang
baik, maka Allah akan mengembalikan berlipat ganda untuknya, dan
baginya pahala yang mulia. (Q.S. Al-Hadid : 11)56
Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 280.
Artinya: “Dan jika ia (orang yang berutang) itu dalam kesulitan, berilah
tangguh sampai ia berkelapangan...”. (QS. al-Baqarah: 280).57
Hadis Rasulullah Saw. Yang artinya:
“Perdamaian dapat di lakukan diantara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Au).
Menurut kaidah fiqh juga di sebutkan bahwa: “Pada dasarnya semua
bentuk muammalah boleh dilakukannya, kecuali ada dalil yang
mengharamkanya”.58
6. Pembiayaan UMKM Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam prinsip ekonomi syariah, penopang utama perekonomian adalah
sektor rill, sedangkan sektor moneter hanya sebagai pendukung. Prinsip
ekonomi Syariah menekankan perlunya menggerakkan sektor riil yang
55 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 49.
56
Ibid
57
Ibid
58
Syekh H. Abdul halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
258.
minus kegiatan maisir (spekulasi/judi), gharar (ketidakjelasan), riba, serta
berbasis halal haram dan manfaat mudarat. Perekonomian yang dibangun
di atas kekuatan sektor riil bertumpu pada produktivitas seluruh level
masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya sehingga
menciptakan keseimbangan ekonomi yang adil dan proposional, hingga
membentuk mata rantai perekonomian yang stabil dan tidak mudah
goyah/mengalami tekanan, khususnya ketika dia membesar. Berbeda
halnya jika penopang utama perekonomian adalah sektor keuangan yang
rentan melibatkan unsur maisir, gharar, riba dan mengabaikan
pertimbangan halal haram serta manfaat mudarat. Bangunan perekonomian
tersebut akan sangat rentan mengalami tekanan ketika besar, karena mata
rantai ekonomi yang terbentuk tidak memiliki persenyawaan komprehensif
dikarenakan tidak berkontribusi secara riil dengan seluruh unsur ekonomi,
yang meliputi konsumen, produsen, barang/jasa riil, kejelasan transaksi,
nilai moral dan etika yang sejalan dengan halal haram serta manfaat
mudarat.
Prinsip ekonomi syariah sangat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan UMKM, yang merupakan jumlah mayoritas dimana umat
berada di dalamnya. Melalui denyut nadi kegiatan usaha yang digerakkan
oleh rakyat lah, bangunan ekonomi sebuah negara akan mengukuhkan
kekuatan, kestabilan, kemandirian dan kedaulatannya. Dan bukan melalui
denyut nadi UMKM negara lain/perusahaan besar negara lain yang
menditribusikan produk/jasanya di pasar milik rakyat Indonesia. Hal ini
sejalan dengan prinsip ekonomi syariah pada dasarnya berpedoman pada
Falsafah Ekonomi Syariah yang memiliki satu tujuan, tiga pilar dan empat
pondasi. Satu tujuan yaitu tercapinya kesuksesan yang hakiki dalam
berekonomi berupa tercapainya kesejahteraan yang mencakup kebahagiaan
(spiritual) dan kemakmuran (material). Tiga Pilar Ekonomi Syariah yaitu:
a. aktifitas ekonomi yang berkeadilan dengan menghindari eksploitasi
berlebihan, excessive hoardings/ unproductive, spekulatif, dan
kesewenang-wenangan,
b. adanya keseimbangan aktivitas di sektor riil-finansial, pengelolaan
risk-return, aktivitas bisnis-sosial, aspek spiritual, material dan azas
manfaat, kelestarian lingkungan,
c. Orientasi pada kemaslahatan yg berarti melindungi keselamatan
kehidupan beragama, proses regenarasi, serta perlindungan
keselamatan jiwa, harta dan akal. Adapun empat fondasi ekonomi
syariah yaitu meletakkan tata hubungan bisnis dalam konteks
kebersamaan universal untuk mencapai kesuksesan bersama, Kaidah-
kaidah hukum muamalah di bidang ekonomi yang membimbing
aktivitas ekonomi sehingga selalu sesuai dengan syariah, Akhlak yang
membimbing aktivitas ekonomi senantiasa Fondasi mengedepankan
kebaikan sebagai cara mencapai tujuan. Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan yang menimbulkan kesadaran bahwa setiap aktivitas
manusia memiliki akuntabilitas ketuhanan sehingga menumbuhkan
integritas yang sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance
dan market discipline. Lebih jelas tentang falsafah ekonomi islam
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini: 59
Gambar 2.1 Falsafah Ekonomi Syariah sebagai Landasan Filosofis Keuangan dan
Perbankan Syariah60
7. Dasar Hukum Pembiayaan UMKM Bank Syariah
Pelaksanaan Pembiayaan UMKM pada Bank Syariah berlandaskan
pada :
1) Undang-undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
59
Machmud Amir, “ Bank Syariah Sebagai Alternatif Pembiayaan Usaha Kecil dan
Menengah di Indonesia”. Jurnal Indonesia Membangun Vol 7 No.1 Maret-Juni 2008, ISSN 1412-
6907, h. 34.
60
Sumber : Suryomurti (2011)
2) Keputusan menteri Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah
Nomor91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk pelaksanaan
Kegiatan UsahaKoperasi Jasa Keuangan Syariah, yang bertindak
sebagai peraturan pelaksana sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang LembagaKeuangan Mikro.
3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro,kecil
danmenengah.
4) Al-Qur‟an dan Al-Hadist yang berkaitan dengan Pembiayaan.
Pembiayaan UMKM adalah pembiayaan yang diberikan kepada
pengusaha menengah, kecil dan mikro yang dilakukan bank syari‟ah dalam
membantu pangsa pasar yang masih sangat rendah. Dengan adanya
pembiayaan seperti itu, masyarakat mulai melirik bank syari‟ah sebagai
salah satu alternatif .Salah satu penyebab besarnya persentase pembiayaan
bank syari‟ah terhadap UMKM diduga karena dibandingkan bank
konvensional, lembaga ini lebih mengutamakan kelayakan usaha
ketimbang agunan. Mereka yang tidak dapat dilayani oleh bank
konvensional inilah yang merupakan calon nasabah bank syari‟ah.61
C. Dana Pihak Ketiga
1. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga (simpanan) berdasarkan UU Perbankan No. 10 tahun
1998 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
61 Rizki Tri Anugrah B, Mochamad Bakri.dkk. Op.Cit, h. 79.
sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lainnya.62
Dana pihak ketiga yang
dihimpun dari masyarakat luas merupakan sumber dana terpenting bagi
operasional bank.
Menurut Ismail, dana pihak ketiga biasanya lebih dikenal dengan dana
masyarakat, merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari
masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat individu, maupun badan
usaha.63
Pentingnya sumber dana dari masyarakat luas, disebabkan sumber
dana dari masyarakat luas merupakan sumber dana yang paling utama bagi
bank. Sumber dana yang disebut juga sumber dana pihak ketiga ini disamping
mudah untuk mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat. Kemudian
persayaratan untuk mencarinya juga tidak sulit.64
Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para nasabah.
Jumlah dan sumber dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara
pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni simpanan
lancar (tabungan) dan simpanan tidak lancar (deposito). Dana pihak ketiga
merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat yang terhimpun
melalui produk giro wadiah, tabungan wadiah,tabungan mudharabah dan
depositi mudharabah. Dana pihak ketiga yang dimiliki akan disalurkan ke
berbagai jenis pembiayaan.
62 Veithzal Rivai dkk, Bank dan Financial Institution Managemen Conventional &
Syaria System (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 413.
63
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori menuju Aplikasi (Jakarta: Prenada Media,
Edisi Pertama, Cet. Pertama, 2010), h. 43.
64
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan-Edisi Revisi 2014 (Jakarta: Rajawali Pers, cet. Ke-12,
2014), h. 71.
Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang
dihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada lembaga
keuangan syariah, seperti: giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan
mudharabah, deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa
digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan. Sehingga semakin meningkat
sumber dana yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan
semakin meningkat pula.65
2. Jenis-jenis Produk Penghimpunan DanaPihak Ketiga
Pada hakikatnya, proses penghimpunan dana dari masyarakat yang
dilakukan oleh bank syariah hampir sama dengan bank konvensional,
artinya dalam sistem perbankan syariah juga dikenal produk-produk berupa
giro,tabungan dan deposito sebagai sarana untuk menghimpun dana
masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah
tidak dikenal adanya bunga sebagai kontrasepsi terhadap nasabah depossan,
melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang bergantumg pada
jenis produk yang dipilih oleh nasabah.66
Dengan demikian produk penghimpunan dana (funding) yang ada
dalam sistem perbankan syariah adalah:
a. Tabungan
Sama seperti bank konvesional, pada bank syariah terdapat produk
tabungan. Meski sama, tentu saja ada perbedaan yang ada pada tabungan
syariah dimana tidak menggunakan sistem bunga. Berdasarkan Fatwa
65 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP, 2005), h. 272.
66
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press , 2007), h. 79.
DSN nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 bahwa terdapat dua jenis tabungan
yang dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah, yaitu berdasarkan prinsip
wadiah dan mudharabah.
1) Tabungan Wadiah
Kata Wadiah dalam Bahasa Indonesia memiliki arti simpanan,
yaitu penempatan sesuatu di tempat yang bukan pemiliknya
untukdipelihara.67
Adiwarman Karim sendiri berpendapat tabungan
wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad
wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan
setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwasannya tabungan
wadiah merupakan produk simpanan masyarakat pada bank yang
hanya bersifat titipan semata. Oleh karena itu, pihak bank selayaknya
tidak mempergunakan dana dari tabungan wadiah ini baik itu untuk
investasi maupun kebutuhan operasional. Begitu juga sebaliknya,
pihak nasabah tidak berhak mendapat tambahan (uang hasil investasi
yang dilakukan pihak bank pada pihak tertentu) karena dana yang
disetorkan nasabah hanya untuk dititipkan dan disimpan di bank saja
untukkemudian bisa dipergunakan sewaktu–waktu. Akan tetapi, pihak
bank diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabahnya. Hal
ini biasanya dilakukan mereka untuk menunjukkan apresiasi terhadap
nasabah yang telah loyal menggunakan jasa bank tersebut. Tentu saja
67 Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah (Jakarta: Bank
Indonesia, 2006), h.85.
bonus yang diberikan pihak bank kepada nasabahnya ini tidak ada
sangkut pautnya terhadap transaksi investasi bank (mudharabah)
terhadap pihak lain.
2) Tabungan Mudharabah
Merujuk pada Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dapat diketahui bahwasannya
mudharabah berarti usaha yang berisiko, yakni akad kerjasama usaha
antar pihak pemilik dana dengan pihak pengelola dana yang mana
keuntungan dibagi sesuai dengannisbah yang disepakati, sedangkan
kerugian ditanggung oleh pemilik dana. Syafi‟i Antonio berujar
alasan diterapkannya tabungan mudharabah selainadanya peran
pemilik modal (nasabah) dengan pengelola modal (bank), dikarenakan
adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian
keuntungan, sebab dibutuhkan waktu yang cukup untuk melakukan
investasi.
Melihat penjelasan diatas dapat diketahui bahwa produk tabungan
mudharabah pada bank syariah bukan bersifat titipan semata, melainkan
turut adanya kontrak kerjasama (dalam hal ini bagi hasil) antara pihak
pemilik dana (nasabah) dengan pihak pengelola dana (bank). Oleh karena
itu, melalui produk ini bank syariah dapat mempergunakan dananya untuk
diinvestasikan kembali ke pihak tertentu untuk kemudian keuntungan dan
kerugiannya ditanggung kedua belah pihak. Selain itu, sama seperti
tabungan wadiah, pada tabungan mudharabah pihak nasabah diperkenankan
untuk melakukan penarikan kapan pun di waktu mereka membutuhkannya.
b. Deposito
Melihat Fatwa DSN nomor 03/DSN-MUI/IV/2000, deposito yang
dibenarkan sesuai dengan prinsip syariah harus berdasarkan akad
mudharabah. Secara teori, deposito mudharabah tidak begitu jauh
berbeda dengan tabungan mudharabah. Hanya saja, simpanan di bank
penarikannya hanya dapat dilakukan di waktu–waktu tertentu menurut
perjanjian antara pihak penyimpan dengan bank yang bersangkutan,
sedangkan tabungan mudharabah tidak.68
Biasanya, waktu penyimpanan dana deposito dilakukan dalam
periode bulanan sebagaimana deposito di bank konvensional. Maka dari
itu, nasabah dapat melakukan penarikan dana hanya saat tanggal jatuh
tempo. Pada tanggal yang bersamaan juga bagi hasil sesuai dengan
nisbah dari hasil investasi yang telah dilakukan oleh bank dibagikan.69
c. Giro
Berdasarkan Undang – Undang no. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6
disebutkan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
68 Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998, “Tentang Perubahan Atas Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 1992”, dalam Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi
Keempat (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 351.
69
Wiroso, Produk Perbankan Syariah Dilengkapi UU Perbankan Syariah dan Kodefikasi
Produk Bank Indonesia (Jakarta: LPFE Usakti, 2009), h. 149.
pemindahbukuan.70
Jadi, melalui produk giro, nasabah memungkinkan
melakukan perintah kepada pihak bank untuk melakukan pemindah
bukuan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening yang
dituju dalam surat tersebut.
Dalam Fatwa DSN nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 dinyatakan bahwa
terdapat dua jenis giro berdasarkan prinsip syariah yang dibenarkan,
yakni giro wadiah dan giro mudharabah.
1) Giro Wadiah
Pada Undang – Undang nomor 21 tahun 2008, pasal 1 menjelaskan
bahwa giro adalaha simpanan berdasarkan akad wadiah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindah
bukuan. Sedangkan yang dimaksud dengan giro wadiah berdasarkan
Fatwa DSN adalah bersifat titipan, titipan bisa diambil kapan saja (on
call), tidak ada imbalan yang diisyaratkan (kecuali dalam bentuk
pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank).71
Jadi, melalui penjelasan tersebut diketahui bahwa rekening nasabah
bank penerima dapat melakukan penarikannya setiap saat melalui
beberapa fasilitas, baik itu cek, bilyet giro atau pemindahbukuan. Hanya
saja dana tersebut tidak berhak untuk dipergunakan oleh pihak bank
70 Undang – Undang no. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6, dalam Wiroso, Produk Perbankan
Syariah Dilengkapi UU Perbankan Syariah dan Kodefikasi Produk Bank Indonesia (Jakarta:
LPFE Usakti, 2009), h. 118.
71
Dewan Syariah Nasional MUI – Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Edisi Revisi Tahun 2006 Jilid I (Ciputat: CV. Gaung Persada, 2006), h.6.
mengingat sifat danatersebut hanya sebuah titipan semata. Tetapi, pihak
bank diperbolehkan untuk memberikan permberian yang bersifat sukarela
(bonus) sebagai bentuk apresiasi kepada nasabahnya yang selama ini
telah setia menggunakan produk bank tersebut.
2) Giro Mudharabah
Hampir sama dengan giro wadiah, hanya saja bedanya pada giro
mudharabah ini terlibat dua pihak, yaitu pemilik dana (nasabah) dan
penghimpun / pengelola dana (bank) yang mana uang (modal) dalam
giro mudharabah ini boleh untuk diinvestasikan kembali untuk
kemudia hasil yang diperoleh dibagi untuk kedua belah pihak,
sehingga produk giro disini bukan sekedar titipan semata.72
Maka,
dalam produk giro mudharabah ini terdapat dua pelaku, yaitu
shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (penghimpun dana),
serta adanya ketentuan nisbah antara kedua belah pihak sebagaimana
yang terdapat pada produk tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah.
Sehingga, dalam deposito mudharabah ini nasabah dapat
melakukan penarikan sewaktu – waktu melalui fasilitas cek, bilyet
giro, dan pemindah bukuan sebagaimana yang telah disebutkan
diatas. Bedanya, melalui produk ini pihak nasabah dimungkinkan
memperoleh imbalan (bagi hasil) karena melalui produk giro
72 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Keempat (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h.342.
mudharabah ini memungkinkan pihak bank untuk mempergunakan
dana yang diperolehnya untuk diinvestasikan kembali.
3. Hubungan Dana Pihak Ketiga Dengan Pembiayaan
Secara teknis yang dimaksud dengan simpanan adalah seluruh dana
yang dihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada
bank syariah, seperti: giro wadiah, tabungan wadiah dan deposito
mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk
menyalurkan pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin meningkat
sumber dana yang ada maka akan dapat meningkatkan peyaluran
pembiayaan kepada masyarakat. Seperti teori pembiayaan yang
menyebutkan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk
pembiayaan (financing) adalah modal sendiri (equity), sehingga semakin
besar sumber dana yang terkumpul maka bank dapat menyalurkan
pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. Pembiayaan
merupakan salah satu aktiva produktif yang merupakan lawan daripada
Dana Pihak Ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan penawaran terhadap
pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), karena dengan semakin
meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dikumpulkan maka
kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana
yang akan diberikan bank kepada masyarakat.
D. Capital Adequacy Ratio (Kecukupan Modal)
Kekayaan suatu bank terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang
merupakan penjamin solvabilitas bank, sedangkan dana (modal) bank
dipergunakan untuk modal kerja dan penjamin likuiditas bank bersangkutan.
Dana bank adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam
kegiatan operasionalnya. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/21/PBI/2001, bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari
aktiva tertimbang menurut risiko yang dinyatakan dalam rasio Capital
Adequacy Ratio (CAR).
1. Pengertian Capital Adequacy Ratio
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana
modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.73
Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang
dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi
potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit.
Modal merupakan faktor yang penting bagi perkembangan dan
kemajuan bank sebagai upaya untuk tetap menjaga keparcayaan
masyarakat. Modal bank harus dapat digunakan untuk menjaga
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sebagai akibat dari pergerakan
73
Dendawijaya Lukman, Manajemen Perbankan (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007), h.
59.
aktiva bank yang sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga atau
masyarakat.
Modal bank terdiri dari dua komponen yaitu modal inti dan modal
pelengkap. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank,
terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan
laba ditahan.Sedangkan modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi
aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman
dan pinjaman subordinasi. Kebutuhan modal minimum bank dihitung
berdasarkan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang merupakan
penjumlahan ATMR aktiva neraca dan ATMR aktiva administrasi. ATMR
aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang
bersangkutan dengan bobot risiko masing-masing aktiva. ATMR aktiva
administrasi diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal rekening
administratif yang bersangkutan dengan risiko. Setiap bank yang
beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk memelihara Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio
(CAR).
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Rasio ini dinyatakan sebagai persentase yang diukur dari
kemampuan bank untuk menopang dirinya sendiri terhadap risiko kerugian
yang timbul dari risiko kredit, risiko keuangan dan risiko operasional yang
terkait dengan usahanya.Setiap negara memiliki nilai CAR berbeda dan
perlu dipertahankan.Menurut perjanjian internasional (perjanjian Basel),
banyak negara sepakat untuk mempertahankan persentase CAR pada
tingkat tertentu.Sebagai buntut dari resesi ekonomi, pembatasan tambahan
dikenakan pada bank untuk memastikan bahwa mereka lebih terlindung
dari risiko ekonomi ekstrim yang muncul secara berkala).
Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut
untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif. Jika nilai
CAR tinggi, maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional
dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi bank. Capital Adequacy
Ratio (CAR) dapat dihitung dengan rumus:
CAR = 𝑴𝒐𝒅𝒂𝒍 𝑩𝒂𝒏𝒌
AT𝑴𝑹 x 100%
Bank Indonesia menetapkan kebijakan bagi setiap bank untuk
memenuhi rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal 8%. Ketentuan
Capital Adequacy Ratio (CAR) pada prinsipnya disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu standar Bank for
International Settlement (BIS).
Berdasarkan definisi di atas dengan kata lain, capital adequacy ratio
adalah rasio kinerja bank yang dapat digunakan dalam mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang kegiatan atau operasional bank
serta mengcover kerugian dari seluruh risiko usaha yang dihadapi oleh bank.
Modal yang memadai akan membantu bank untuk dapat menyalurkan dana
yang lebih besar kepada pihak ketiga sehingga dengan modal tersebut mampu
memberikan keuntungan bagi pihak bank dari dana yang disalurkan.
a. Fungsi Modal
Bagi suatu bank, modal memiliki fungsi yang spesifik dibandingkan
dengan perusahaan industri maupun perdagangan. Fungsi modal dalam
bisnis perbankan adalah:74
1) Fungsi melindungi (protective function)
Bahwa modal berfungsi untuk melindungi kerugian para penyimpan/
penitip uang apabila terjadi likuidasi, sehingga kerugian tersebut tidak
dibebankan kepada penyimpan (deposannya), tetapi menjadi beban
dan tanggung jawab pemegang saham.
2) Menarik dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Bank merupakan lembaga kepercayaan sehingga suatu kepercayaan
menjadi aset tersendiri bagi bank yang perlu dipelihara dan
dikembangkan. Untuk itu dalam rangka mempertahankan,
mengembangkan dan melindungi kepercayaan masyarakat bank perlu
mempunyai modal sendiri.
3) Fungsi operasional (operational function)
Adanya modal membuat suatu bank dapat bekerja, dengan kata lain
bank tidak dapat bekerja jika tidak ada modal.
Pengeluaranpengeluaran pendahuluan seperti pengurusan izin
74 Frianto Pandia, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank (Jakarta: Rhineka Cipta,
2012), h. 29-30.
pendirian, pembuatan akta notaris, biaya-biaya organisasi, pembelian
tanah dan bangunan/kantor, peralatan inventaris, sewa tempat serta
pengeluaran lainnya yang harus dibayar dengan modal sendiri dan
tidak bisa dibayar dengan simpanan masyarakat.
4) Menangung risiko kredit (buffer to absorb occcasional operating
losses)
Kredit atau pinjaman yang diberikan bank sebagian besar dananya
bersumber dari simpanan masyarakat. Sehingga kemungkinan akan
timbul suatu risiko di kemudian hari yakni jika nasabah tidak dapat
mengembalikan kredit tersebut sesuai dengan waktu yang
diperjanjikan atu dengan perkataan lain macet. Maka jika hal itu
terjadi pihak bank yang harus menanggung risiko kerugian tersebut.
Dalam hal ini modal bank berfungsi sebagai penanggung risiko kredit.
5) Sebagai tanda kepemilikan (owner)
Modal merupakan salah satu tanda kepemilikan bank, misalnya
saham. Seperti yang telah dijelaskan bahwa modal adalah faktor
penting bagi suatu bank dalam rangka mengembangkan usaha dan
menanggung risiko yang dialami. Agar mampu berkembang dan
bersaing secara kompetitif dan sehat maka sisi permodalannya perlu
disesuaikan dengan ukuran internasional yang dikenal dengan BIS
(Bank for International Settlement). BIS menentukan kewajiban
modal minimum bank adalah berdasarkan pada risiko, termasuk dalam
risiko kredit.75
Penilaian kuantitatif dan kualitatif dari faktor
permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap komponen berikut:76
a) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
b) Komposisi permodalan;
c) Tren kedepan/proyeksi KPMM; Aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank;
d) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan (laba ditahan);
e) Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
f) Akses kepada sumber permodalan; dan
g) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan
permodalan bank.
b. Jenis-Jenis Modal Bank
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia melalui Surat Edaran BI (SEBI)
Nomor 7/53/DPbS tanggal 22 November 2005 perihal Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum sebagaimana telah diubah dengan SE Nomor
8/10/DPbS tanggal 7 Maret 2006, maka aspek permodalan bank syariah,
adalah sebagai berikut :77
75 Veitzhal Rivai, Andria Permata Veitzhal dan Ferry N. Idroes. Bank dan Financial
Institution Management (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 709.
76
Ibid, h. 709.
77
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia (Jakarta:
Salemba Empat, 2013), h. 281.
1. Modal inti (tier 1)
Bank wajib menyediakan modal inti paling rendah 5% (lima persen)
dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan
perusahaan anak.78
Modal inti terdiri atas modal disetor dan cadangan-
cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh
setelah perhitungan pajak. Secara rinci, modal inti dapat berupa:79
a) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya sebesar nominal saham;
b) Agio saham, yaitu selisih lebih antara setoran modal yang diterima
oleh bank dengan nilai nominal saham yang diterbitkan;
c) Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari
sumbangan. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang
diterima oleh bank yang berbentuk hukum koperasi juga termasuk
dalam pengertian modal sumbangan;
d) Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan
laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak dan
mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham/rapat anggota
sesuai dengan ketentuan pendirian/anggaran dasar masing-masing
bank;
e) Cadangan tujuan, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan
laba ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak yang
78 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011), h. 70.
79
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia (Jakarta:
Salemba Empat, 2013), h. 281.
disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan
rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.
f) Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak
yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
diputuskan untuk tidak dibagikan.80
g) Laba tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, yaitu seluruh laba
bersih tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum
ditetapkan penggunaannya dengan rapat umum pemegang sahan
atau rapat anggota.
h) Laba tahun berjalan, yaitu 50% dari laba tahun buku berjalan
setelah dikurangi pajak. Apabila pada tahun berjalan bank
mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi
pengurang bagi modal inti.
i) Dana setoran modal, yaitu dana yang telah disetor penuh untuk
tujuan penambahan modal, namun belum didukung dengan
kelengkapan persyaratan untuk dapat digolongkan sebagai modal
disetor seperti pelaksanaan oleh rapat umum pemegang saham dan
atau pengesahan dari instasi yang berwenang. Adapun yang
menjadi pengurang bagi modal inti, yaitu good will yang ada dalam
pembukuan bank dan kekurangan jumlah penyisihan penghapusan
80 Khaerul Umam, op.cit, h. 252.
aktiva produktif dan jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia.81
2) Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk
dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan
dengan modal. Adapun rincian modal pelengkap dapat berupa:82
a) Cadangan revaluasi aktiva, yaitu cadangan yang dibentuk dari
selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah membuat
persetujuan direktor jendral pajak.
b) Cadangan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang
dibentuk dengan cara membebani laba rugi berjalan, dengan
maksud untuk menampung kemungkinan timbul sebagai akibat dari
tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.
c) Modal kuasi yang menurut Bank for International Settlements
disebut hybrid (debt/equity) capital instrument, yaitu modal yang
didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti
modal atau hutang.
d) Modal pinjaman yang memenuhi kriteria BI, yaitu pinjaman yang
didukung dengan instrumen atau warkat yang mempunyai ciri-ciri:83
(1) Berdasarkan prinsip qardh.
81 Ibid, h. 252.
82
Frianto Pandia, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank (Jakarta: Rineka Cipta, 2012),
h. 34-35.
83
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia
(Jakarta:Salemba Empat, 2013), h. 283.
(2) Tidak dijamin oleh bank penerbit (issuer) dan sifatnya
dipersamakan dengan modal serta telah dibayar penuh.
(3) Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa
persetujuan BI.
(4) Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank.
e) Pinjaman Subordinasi, yaitu pinjaman yang mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut:84
(1) Berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah;
(2) Ada perjanjian tertulis antara bank dengan investor;
(3) Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia.
Dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan
persetujuan, bank syariah harus mengajukan program
pembayaran kembali investasi subordinasi tersebut;
(4) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor
penuh;
(5) minimal berjangka waktu lima tahun;
(6) pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan
dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut
permodalan bank tersebut tetap sehat;
(7) hak tagihannya dalam hal terjadi likuiditas berlaku paling akhir
dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan
84 Ibid.
modal). Jumlah investasi subordinasi yang dapat
diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap
maksimum sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal
inti.85
3) Modal pelengkap tambahan (tier 3)
Modal ini terdiri dari pinjaman subordinasi jangka pendek. Adapun
modal pelengkap tambahan terdiri dari:86
a) Berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah87
b) Pinjaman subordinasi atau obligasi subordinasi jangka pendek;
c) Modal pelengkap yang tidak dialokasikan untuk menutup beban
modal untuk Risiko Kredit dan/atau beban modal untuk Risiko
Operasional, namun memenuhi syarat sebagai modal pelengkap;
dan
d) Bagian dari modal pelengkap level bawah (lower tier 2) yang
melebihi batasan pelengkap modal bawah (lower tier 2).
Sebelum mengadakan modal pelengkap tambahan (tier 3) tersebut,
maka modal pelengkap tambahan (tier 3) harus memenuhi syarat sebagai
berikut:88
a) Diterbitkan dan telah dibayar penuh;
b) Memiliki jangka waktu perjanjian paling kurang 2 (dua) tahun dan
hanya dapat dilunasi setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia;
85 Ibid, h. 284.
86
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2011), h. 72.
87
Bambang, op.cit, h. 284.
88
Ibid.
c) Tersedia untuk menyerap kerugian pada saat likuidasi dan bersifat
subordinasi, yang secara jelas dinyatakan dalam dokumentasi
penerbitan/perjanjian, pembayaran pokok dan/atau imbal hasil
ditangguhkan dan diakumulasikan antarperiode (cummulative), termasuk
pembayaran pada saat jatuh tempo.
Dalam hal faktor permodalan, semua bank diwajibkan untuk memenuhi
tingkat kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio -CAR) yang
memadai untuk dapat menjaga likuiditasnya. Untuk menghitung rasio CAR
maka terlebih dahulu harus diketahui nilai dari Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR). Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai
total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing
bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot
0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100% . Dengan demikian,
ATMR menunjukan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal
dalam jumlah yang cukup.89
Capital adequacy ratio merupakan rasio
kecukupan modal yang mengukur tingkat kecukupan modal atau capital
adequacy ratio pada bank, dapat digunakan rumus, yakni:90
CAR = Modal
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) X 100%
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/13/PBI/2005 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip
89 Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013),
h.251.
90
Veitzhal Rivai, Andria Permata Veitzhal dan Ferry N. Idroes. Bank dan Financial
Institution Management (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 712.
Syariah Pasal 2 menyebutkan bahwa bank wajib menyediakan modal
minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut
risiko.65 Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tersebut maka bank yang
dinyatakan sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR minimal 8% .
2. Hubungan Capital Adequacy Ratio Terhadap Pembiayaan
CAR adalah ratio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang
dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan faktor internal
dalam bank dalam menentukan penyaluran kredit perbankan. Jika CAR
tinggi makan akan meningkatkan sumber daya finansial untuk
pengembangan usaha perusahaan, dan mengantisipasi kerugian yang akan
diterima dari penyaluran jumlah kredit. Jumlah CAR yang tinggi akan
membuat kepercayaan diri pada bank dalam melakukan penyaluran kredit.
Oleh sebab itu, jika kecukupan modal yang dimiliki suatu bank tinggi maka
jumlah penyaluran kredit yang diberikan dapat meningkat.
E. Non Perfoming Financing (NPF)
1. Pengertian Non Performing Financing
Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak
terbayarnya pembiayaan yang telah diberikan atau sering disebut resiko
pembiayaan. Resiko pembiayaan umumnya timbul dari berbagai
pembiayaan yang masuk dalam kategori bermasalah atau Non Performing
Financing(NPF). Ada beberapa pengertianpembiayaan bermasalah, yaitu:91
a) Pembiayaan yang didalam pelaksanaannya belum mencapai atau
memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank.
b) Pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko dikemudian
haribagi bank dalam arti luas.
c) Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya,
baikdalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran
bunga,denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi
beban nasabahyang bersangkutan.
d) Pembiayaan dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama
apabilasumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan
diperkirakan tidakcukup untuk membayar kembali pembiayaan,
sehingga belum memenuhitarget yang diinginkan oleh bank.
e) Pembiayaan dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali
sesuaiperjanjian, sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian
diperusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya
resiko dikemudian hari bagi bank dalam arti luas.
f) Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya
terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya,
pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi
beban nasabah yang bersangkutan.
91 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Hand Book, Teori,
Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktisi Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 475
g) Pembiayaan golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan
macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
Untuk mengetahui besarnya NPF suatu bank, BI menginstruksikan
perhitungan NPF dalam laporan keuangan perbankan nasional sesuai surat
edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, tentang perhitungan Rasio
Keuangan Bank yang dirumuskan sebagai berikut:
NPF = Pembiayaan Bermasalah X 100%
Total Pembiayaan
Rasio tersebut ditujukan untuk mengukur tingkat permasalahan
pembiayaan yang dihadapi bank syariah. Dimana semakin tinggi rasio ini
menunjukkan kualitas pembiayaan bank syari‟ah semakin buruk. Nilai
rasio ini kemudian dibandingkan dengan kriteria kesehatan NPF bank
syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia seperti yang tertera dalam
tabel berikut:
Tabel 2.1.
Kriteria Kesehatan Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah
No. Nilai NPF Predikat
1. NPF = 2% Sehat
2. 2% ≤ NPF < 5% Sehat
3. 5% ≤ NPF < 8% Cukup Sehat
4. 8% ≤ NPF < 12% Kurang Sehat
5. NPF ≥ 12% Tidak Sehat
Sumber: www.bi.go.id.
Menurut Syafi‟i Antonio pengendalian biaya mempunyai hubungan
terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat
NPF (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan
yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan
kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat
NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat
turun.92
2. Hubungan Non Performinf Financing (NPF) dengan Pembiayaan
Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari resiko
pembiayaan bermasalah (Non Performance Financing). Semakin tinggi
Non PerformanceFinancing maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi
bank tersebut. Rasio NonPerformance Financing (NPF) pada bank yang
tinggi dapat mengakibatkan fungsi intermediasi bank tidak bekerja secara
optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran dana bank,
sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. Apabila
dana yang tersedia di bank berkurang maka juga berdampak pada
pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat yang otomatis akan
berkurang.
F. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
1. Definisi UMKM
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentangUsaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yangmemenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.93
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
92 Muhammad Syafi‟I Antonio, Loc.Cit.
93
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil ,
Mikro dan Menengah pasal 1 ayat 1
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.94
Usaha
Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki,dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan
bersih atauhasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.95
2. Kriteria UMKM
Berdasarkan rumusan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro dan Menengah pasal 6 ayat 1-3
menurut UU ini yang dimaksud usaha kecil, mikro dan menengah dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok adalah sebagai berikut:
a. kriteria usaha mikro
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
94 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil ,
Mikro dan Menengah pasal 1 ayat 2
95
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil ,
Mikro dan Menengah pasal 1 ayat 2
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
b. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau96
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)97
c. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).98
96 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil,
Mikro dan Menengah pasal 6 ayat 1.
97
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil,
Mikro dan Menengah pasal 6 ayat 2.
98
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil,
Mikro dan Menengah pasal 6 ayat 3.
Tabel 2.2
Kriteria UMKM
NO. URAIAN KRITERIA
ASSET OMZET
1. USAHA MIKRO Maks 50 Juta Maks 300 Juta
2. USAHA KECIL >500 Juta – 500 Juta >300 Juta – 2,5 Miliar
3. USAHA MENENGAH >500 Juta – 10 Miliar >2,5 Miliar – 50 Miliar
Sumber: www.depkop.go.id
3. Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memainkan
peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya
di negara – negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara – negara
maju (NM). Di Negara sedang berkembang, UMKM sangat penting, tidak
hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja
dibandingkan usaha besar (UB), seperti halnya di Negara sedang
berkembang, tetapi juga kontribusinya terhadap pembentukan atau
pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) paling besar dibandingkan
kontribusi dari usaha besar. Di Negara sedang berkembang khususnya di
Asia, Afrika, Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting,
khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber dari pendapatan bagi
kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta
pembangunan ekonomi pedesaan.99
Di dalam literature diakui secara luas bahwa di Negara sedang
berkembang, UMKM sangat penting karena karakteristik – karakteristik
utama mereka yang berbeda dengan usaha besar, yakni:100
99 Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia Isu – isu penting cet
ke-1 (Jakarta : LP3ES, 2012), h. 1.
100
Ibid, h. 2.
a. Jumlah perusahaan sangat banyak (jauh melebihi jumlah usaha besar),
terutama dari kategori usaha mikro (UMI) dan usaha kecil (UK). Berbeda
dengan usaha besar dan usaha menengah , usaha mikro dan usaha kecil
tersebar di seluruh pelosok perdesaan, termasuk di wilayah – wilayah
yang relative terisolasi.
b. Karena sangat padat karya, yang berarti mempunyai potensi pertumbuhan
kesempatan kerja sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukan
sebagai elemen penting dari kebijakan national untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat
miskin.
4. Masalah – masalah Utama UMKM
Perkembangan UMKM di Negara sedang berkembang dihalangi oleh
banyak hambatan. Hambatan – hambatan tersebut (atau intensitasnya) bias
berbeda antara satu daerah dan daerah lain, atau antara perdesaan dan
perkotaan, atau antar sektor, atau antar sesame perusahaan di sektor yang
sama. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk semua
UMKM di Negara manapun juga, khususnya di dalam kelompok Negara
sedang berkembang. Rintanga – rintangan yang umum tersebut adalah :
a. Keterbatasan modal kerja
b. Keterbatasan investasi
c. Kesulitan dalam pemasaran
d. Distribusi dan pengadaan bahan baku
e. Kualitas SDM rendah
f. Keterbatasan teknologi
Permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar adalah keterbatasan
modal dan kesulitan pemasaran dan rendahnya produktivitas di UMKM di
Indonesia dan di Negara sedang berkembang umumnya adalah keterbatasan
teknologi dan sumber daya manusia.
5. UMKM dalam Perspektif Syariah
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait
konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun di antara
keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa yang
sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam
Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak
cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat Al-Qur‟an maupun Hadis yang
dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian
ini. Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja
keras, menurut Wafiduddin, adalah suatu langkah nyata yang dapat
menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui proses yang penuh
dengan tantangan (reziko). Dengan kata lain, orang yang berani melewati
resiko akan memperoleh peluang rizki yang besar. Kata rizki memiliki
makna bersayap, rezeki sekaligus reziko. Dalam sejarahnya Nabi
Muhammad, istrinya dan sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang
dan entrepre mancanegara yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan
sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika
dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat Islam
itu sendiri. Bukanlah Islam adalah agama kaum pedagang, disebarkan ke
seluruh dunia setidaknya sampai abad ke -13 M, oleh para pedagang
muslim.101
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar
sahabat telah meubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan
terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi,
atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan. Keberadaan Islam di
Indonesia juga disebarkan oleh para pedagang. Di samping menyebarkan
ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian berdagang
khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah Pantura, misalnya,
sebagian besar masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang kuat,
kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu istilah yang sangat
akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang
(ngaji dan dagang). Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh Islam terkenal
yang juga sebagai pengusaha tangguh, Abdul Ghani Aziz, Agus Dasaad,
Djohan Soetan, Perpatih, Jhohan Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji
Syamsuddin, Niti Semito, dan Rahman Tamin. Apa yang tergambar di atas,
setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh
umat Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang
ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan
oleh Nabi, “Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90
persen pintu rizki” Jika ditinjau dari asal katanya, Entrepreneurship
merupakan istilah bahasa perancis yang memiliki arti „between taker‟ atau
101 http://wirausahanet.tripod.com/ diakses pada 3 juni 2018, pukul 21.42 wib.
„go-between‟. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan
pengertian „gobetween‟ atau „perantara‟ ini adalah pada saat Marcopolo
yang mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh.
Untuk melakukan perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual
barangnya sendiri. Dia hanya membawa barang seorang pengusaha melalui
penandatanganan kontrak Dia setuju menandatangani kontrak untuk
menjual barang dari pengusaha tersebut. Dalam kontrak ini dinyatakan
bahwa si pengusaha memberi pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari
penjualan barang tersebut, Marcopolo mendapat bagian 25%, termasuk
asuransi. Sedangkan pengusaha memperoleh keuntungan lebih dari 75%.
Segala macam resiko dari perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang,
dalam hal ini Marcopolo. Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan
sebagai usaha, dalam hal contoh ini perdagangan, yang menggunakan
modal orang lain, dan memperoleh bagian ( yang lebih kecil daripada
pemilik modal ) dari usaha tersebut. Di sini, segala resiko usaha tersebut
menjadi tanggungan wiraswastawan. Pemilik modal tidak menanggung
resiko apa pun. Jika kita ikuti perkembangan makna pengertian
entrepreneur, memang mengalami perubahan-perubahan. Namun, sampai
saat ini, pendapat Joseph Schumpeter pada tahun 1912 masih diikuti
banyak kalangan, karena lebih luas. Menurut Schumpeter, seorang
entrepreneur tidak selalu seorang pedagang (businessman) atau seorang
manager; ia adalah orang yang unik yang berpembawaan pengambil resiko
dan yang memperkenalkan produk-produk inovatif dan tehnologi baru ke
dalam perekonomian. Namun secara pribadi, entrepreneur menurut saya
adalah seorang yang memiliki dorongan untuk menciptakan sesuatu yang
lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan, disertai modal dan resiko,
serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi atas
usahanya tersebut. Namun perlu diingat bahwa pengertian dari
entrepreneurship memang terlihat lebih mudah dari padajika anda
melaksanakannya langsung.
UMKM sangat erat kaitannya dengan berdagang, Berusaha atau
berdagang suatu anjuran kepada umat islam. Menurut penulis, Allah
menciptakan Rasul Nya sebagai pedagang adalah suatu sindiran keras
kepada ummat-Nya agar meniru Rasulullah. Berdagang adalah profesi
yang mulia dalam Islam. Buktinya Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam sendiri adalah pedagang dan beliau memuji serta mendoakan
para pedagang yang jujur. Rasulullah adalah pedagang ketika berusia 25
tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan membawa modal
dari Khadijah radhiallahu‟anha yang ketika itu belum menjadi istri beliau.
Ibnu Ishaq berkata: “Khadijah binti Khuwailid ketika itu adalah pengusaha
wanita yang memiliki banyak harta dan juga kedudukan terhormat. Ia
mempekerjakan orang-orang untuk menjalankan usahanya dengan sistem
mudharabah (bagi hasil) sehingga para pekerjanya pun mendapat
keuntungan. Ketika itu pula, kaum Quraisy dikenal sebagai kaum
pedagang. Tatkala Khadijah mendengar tentang Rasulullah
Shallallahu‟alaihi Wasallam (yang ketika itu belum diutus menjadi Rasul,
pent.) mengenai kejujuran lisannya, sifat amanahnya dan kemuliaan
akhlaknya, maka ia pun mengutus orang untuk menemui Rasulullah.
Khadijah menawarkan beliau untuk menjual barang-barangnya ke negeri
Syam, didampingi seorang pemuda budaknya Khadijah yang bernama
Maisarah. Khadijah pun memberi imbalan istimewa kepada beliau yang
tidak diberikan kepada para pedagangnya yang lain. Rasulullah
Shallallahu‟alaihi Wasallam pun menerima tawaran itu dan lalu berangkat
dengan barang dagangan Khadijah bersama budaknya yaitu Maisarah
sampai ke negeri Syam”102
Para sahabat Nabi adalah pedagang mungkin kita semua ingat kisah
„Abdurrahman bin „Auf radhiallahu‟anhu, bagaimana kehebatan beliau
dalam berdagang,
بع قدم عبد الرحوي بي عوف الودة، فآخى الب صلى هللا عله وسلن به وبي سعد بي الر
صاري فعرض عله أى اصفه أهله وهاله، فقال لل ف أهلل وهالل : األ عبد الرحوي بارك هللا
على اللسوو، فرب يئا هي أق وسوي ل
Artinya: “Abdurraman bin Auf ketika datang di Madinah,
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam mempersaudarakannya dengan Sa‟ad
bin Ar Rabi‟ Al Anshari. Lalu Sa‟ad menawarkan kepada Abdurrahmah
wanita untuk dinikahi dan juga harta. Namun Abdurrahman berkata:
„semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu, tapi cukup
tunjukkan kepadaku dimana letak pasar‟. Lalu di sana ia mendapatkan
untung berupa aqith dan minyak samin” (HR Al Bukhari 3937).103
Dan juga para sahabat Nabi yang lain, banyak yang merupakan
pedagang. Abu Bakar radhiallahu‟anhu adalah pedagang pakaian. Umar
radhiallahu‟anhu pernah berdagang gandum dan bahan makanan pokok.
„Abbas bin Abdil Muthallib radhiallahu‟anhu adalah pedagang. Abu
102Al-Muafiri, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam
Terbitan: (2004), Sirah Nabawiyyah Ibnu Hisyam Ibnu Hisyam (Pandeglang: Ar Rahiqul
Makhtum, 2004), h. 187-188.
103
Syekh H. Abdul halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006), h.
258
Sufyan radhiallahu‟anhu berjualan udm (camilan yang dimakan bersama
roti).104
Sudah seharusnya peran dari usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) dengan segala keterbatasannya mendapat apresiasi dari
pemerintah dengan membuat kebijakan yang pro kepada UMKM.
Kebijakan yang benar-benar dirasakan langsung oleh pelaku UMKM,
bukan hanya sebuah retorika yang selalu menjadi angin surga dan
komoditas politik ketika ingin mendapatkan kekuasaan.S ebab UMKM
sudah terbukti menjadi penopang ekonomi bangsa kita.Sejarah
membuktikan ketika hantaman badai krisis melanda Indonesia tahun 1998,
perusahaan konglomerat berguguran satu persatu, tapi UMKM mampu
bertahan dan memberi konstribusi besar pada penyelamatan ekonomi
bangsa ini.
Membangun UMKM harusnya menjadi pilihan mutlak bagi pemerintah
baik di pusat maupun daerah.Membangun kemandirian UKM adalah
sebuah kewajiban.Ada berapa alasan dan referensi yang mewajibkan kita
harus melaksanakannya.Dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 7:
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka
adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang
104 Al Bayan Fi Madzhab Asy Syafi‟i, Kajian Hadits Kontemporer (Bandung: Ar Rahiqul
Makhtum, 2002), h. 10.
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Q.S. Al-Hasyr : 7).105
Menurut para pakar, disebutkan bahwa Allah SWT melarang
berputarnya harta (modal) hanya di kalangan orang-orang kaya saja. Dari
ayat ini kita bisa belajar bahwa aktivitas perekonomian hendaknya
melibatkan partisipasi aktif dari kelompok masyarakat menengah – bawah,
yang notabenenya mayoritas penduduk di suatu negara. Rasulullah SAW
dalam sabdanya menyatakan; “kalian akan ditolong oleh sebab kaum
dhuafa di antara kalian”. Oleh karenanya kita mempunyai kewajiban
menolong kaum lemah di negeri ini dengan mengembangkan UMKM
secara bersama-sama. Sebuah studi yang dilakukan oleh Michigan State
University, AS, di sejumlah negara, ternyata ditegaskan bahwa UMKM
telah memberikan kontribusi nyata yang sangat berharga didalam
menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.106
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil-hasil
penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian
yaitu mengenai Pengaruh DPK, CAR, dan NPF Terhadap Pembiayaan
UMKM.
105 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 546.
106
M. Umer Chapra.Islamic and Economic Deveplopment. (Yogyakarta: Media Persindo,
2009), h. 21.
1. Pada tahun 2011 telah ditulis skripsi atas nama Irma Anindita dengan
judul Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR
Terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi pada Bank Umum Swasta
Nasional Periode 2003-2010). Hasil dari penelitian ini adalah secara
simultan bahwa CAR, LDR, NPL dan Suku Bunga dengan uji F
berpengaruh secara signifikan. Hasil secara parsial dengan uji t, diperoleh
hasil bahwa variabel CAR, NPL dan tingkat suku bunga berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM dengan tingkat
signifikansi 0,000 dan 0,035, sedangkan variabel LDR tidak berpengaruh
signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM. 107
Persamaan dalam
penelitian ini yaitu sama-sama menganalisis penyaluran pembiayaan
UMKM. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu peneliti terdahulu
menganalisis tingkat suku bunga, CAR, NPL, dan LDR. Sedangkan
penelitian ini meneliti variabel DPK,CAR dan NPF.
2. Pada tahun 2016 telah ditulis jurnal atas nama Rina Destiana dengan
judul Analisis Faktor-faktor Internal Yang Mempengaruhi Pembiayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Syariah di
Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil uji regresi
menunjukkan bahwa faktor internal yang berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan syariah adalah DPK dan
likuiditas, sedangkan faktor lain seperti modal, laba dan risiko tidak
memiliki signifikansi pada pembiayaan UMKM. Persamaan dalam
107 Irma Anindita, “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR
Terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi pada Bank Umum Swasta Nasional Periode 2003-
2010)” (Semarang: Universitas Diponegoro, 2011).
penelittian ini ialah sama-sama menganalisis pembiayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM). Perbedaan dalam penelitian ini ialah
penelitian terdahulu menganalisis faktor-faktor internal.108
3. Pada Tahun 2004 telah ditulis skripsi atas nama Cokro Wahyu Sujati
dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Kredit Usaha
Kecil (KUK) Pada Bank Umum di Indonesia periode 2004-2007. Hasil
dari penelitian ini, bahwa jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun bank
berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi KUK. Pada tingkat
suku bunga deposito ternyata variabel inflasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap volume alokasi KUK, dan tingkat laju inflasi di
Indonesia ternyata berpengaruh negatif signifikan terhadap volume
alokasi KUK.109
Persamaan dalam penelittian ini ialah sama-sama
menganalisis pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
pada dasarnya, hanya saja pada bank umum konvensional lebih dikenal
dengan Kredit Usaha Kecil. Perbedaan dalam penelitian ini ialah
penelitian terdahulu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
KUK dengan parameter variabel independen yakni Jumlah DPK, Inflasi,
dan Suku Bunga Riil Pinjaman, sedangkan pada penelitian ini variabel
independennya yakni DPK, CAR dan NPF.
108 Rina Destiana, “Analisis Faktor-faktor Internal Yang Mempengaruhi Pembiayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Syariah di Indonesia”, JRKA, Vol. 2 Isue
1 (Februari 2016).
109
Cokro Wahyu Sujati (2004),“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi
KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (Padatahun2004-2007)”, skripsi UIIS Yogyakarta,
2007.
4. Telah ditulis jurnal atas nama Wuri Arianti dan Harjum Muharam dengan
judul Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF) dan Return On Asset
(ROA) terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus pada
Bank Muamalat Indonesia Periode 2001-2011. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif signifikan terhadap
pembiayaan, sedangkan CAR, NPF, dan ROA tidak memiliki pengaruh
terhadap pembiayaan. Secara simultan DPK, CAR, NPF dan ROA tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan, dapat dilihat dengan uji F dengan
nilai 0,000 lebih kecil dari 5%. Dapat diprediksi dari empat variabel
terhadap pembiayaan adalah 98,9% yang ditunjukkan oleh adjusted R2
sedangkan sisanya 1,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk
dalam model penelitian. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-
sama menganalisis Dana Pihak Ketiga (DPK). Perbedaan dalam
penelitian ini ialah penelitian terdahulu meneliti tentang pembiayaan
pada Perbankan Syariah.110
5. Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian oleh Tito Aditya Galih.
Penelitiannya menguji Pengaruh DPK, CAR, NPL ROA dan LDR
Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit Pada Bank di Indonesia. Hasil
penelitiannya bahwa DPK, ROA dan LDR berpengaruh positif
signifikan. Sedangkan CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan
110 Wuri Arianti dan Harjun Muharam, “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF) dan Return On Asset (ROA)
terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah (Studi Kasus pada Bank Muamalat Indonesia
Periode 2001-2011”.
terhadap jumlah penyaluran kredit.111
. Persamaan dalam penelitian ini
adalah sama-sama meneliti penyaluran pembiayaan. Perbedaan dalam
penelitian ini ialah variabel yang diteliti yakni DPK, CAR dan NPF.
H. Hubungan Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu proporsi, kondisi atau prinsip yang untuk
sementara waktu benar agar dapat ditarik suatu konsekuensi yang logis dan
melalui cara ini kemudian diadakan pengujian (testing) mengenai
kebenarannya dengan menggunakan data empiris (emprical data) hasil
penelitian.112
Dengan kata lain, hipotesis adalah pernyataan yang menjadi
arah penelitian yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan melalui
suatu pengujian dari data penelitian. Berdasarkan landasan teori dan kerangka
pemikiran di atas maka hipotesis yang diajukan, adalah:
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Alokasi Pembiayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut Lintang Nurul Annisa dan Rizal Yaya dalam jurnal, Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.113
Dalam jurnal Lintang
Nurul Annisa dan Rizal Yaya menurut teori Syafi‟I Antonio salah satu
111 Tito Aditya Galih , “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non
Performing Loan, Return On Assets, dan Loan To Deposit Ratio Tarhadap Jumlah Penyaluran
Kredit Pada Bank di Indonesia”, Skripsi Universitas Diponegoro Semarang, 2011.
112
Supranto, Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran (Jakarta: PT. Rhineka Cipta,
Cet. Kedua Edisi Ketujuh, 2003), h. 49.
113
Lintang Nurul Annisa dan Rizal Yaya, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil dan Non Performing Financing Terhadap Volume dan Porsi Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
Pada Perbankan Syariah di Indonesia”, jurnal ekonomi, Vol 4 No. 1 (Januari-juni 2015), h. 91.
sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan DPK.
Meningkatnya DPK lalu juga berpengaruh terhadap porsi pembiayaan.114
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasannya apabila Dana Pihak
Ketiga mengalami peningkatan maka pembiayaan akan meningkat pula.
Menurut Rina Destiana dalam jurnal penelitian yang berjudul “Analisis
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) Pada Bank Syariah di Indonesia” dapat disimpulkan
bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan
UMKM.115
Menurut Wuri arianti dan Harjum Muharam dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK),
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Permorming Financing (NPF), dan
Return On Asset (ROA) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”
dapat disimpulkan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pembiayaan. Menurut Lintang Nurul Annisa dan Rizal Yaya
dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil Dan Non Performing Financing Terhadap Volume Dan Porsi
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah di Indonesia”
dapat disimpulkan bahwa DPK berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap porsi pembiayaan berbasis bagi hasil.116
Berdasarkan kajian teori
dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
114 Muhammad Antonio Syafi‟I, Bank Syariah dari Teori dan Praktik (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001).
115
Rina Destiana, Loc.Cit., h. 15.
116
Lintang Nurul Annisa dan Rizal Yaya, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil Dan Non Performing Financing Terhadap Volume Dan Porsi Pembiayaan Berbasis Bagi
Hasil Pada Perbankan Syariah di Indonesia”, SHARE, Vol. 4 No. 1 (Januari - Juni 2015).
1. Ho: Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak berpengaruh signifikan terhadap
Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2. H1: Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan terhadap
Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Pembiayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang
mengukur tingkat modal yang dimiliki bank. Modal yang kuat akan
memberikan peluang yang lebih besar bagi bank untuk menyalurkan
pembiayaan kepada masyarakat, nantinya dari pembiayaan yang diberikan
tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi bank dan akan
dibagihasilkan kepada nasabah simpanan. Dapat dikatakan bahwa,
semakin tinggi rasio CAR pada bank maka dalam menyalurkan
pembiayaan akan semakin baik, karena dana yang disalurkan terutama
pada sektor riil akan dapat menghasilkan keuntungan dari bagi hasil yang
telah disepakati. Hal tersebut menandakan bahwa CAR memiliki pengaruh
yang positif terhadap alokasi pembiayaan bank syariah. Hal ini juga
didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Luh Gedhe
Meydianawathi. Hasil penelitiannya bahwa secara variabel, DPK, ROA
dan CAR dan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran
kredit investasi dan kredit modal kerja Bank Umum kepada sektor UMKM
di Indonesia.117
Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ho: Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhaadap Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM).
2. H2: Capital Adequacy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh signifikan
terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM).
3. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Alokasi
Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut Wuri Arianti N.P dan Harjum Muharam NPF adalah rasio antara
pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh
bank syariah. Dalam jurnalnya menurut Syafi‟I Antonio pengendalian
biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan,
sehingga semakin tinggi tingkat NPF maka akan semakin kecil jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank atau semakin ketat kebijakan
kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat
NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat
turun. Sebaliknya, apabila tingkat NPF rendah maka pembiayaan yang
disalurkan akan tinggi.118
117 Luh Gedhe Meydianawathi, “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada
Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006), Skripsi Universitas Udayana Denpasar Bali, 2006.
118
Wuri Arianti N.P dan Harjum Muharam, Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF) dan Return On Asset
(ROA) Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah (studi kasus pada Bank Muamalat
Indonesia Periode 2001-2011), h. 7
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa apabila Non performing
Financing rendah maka penyaluran pembiayaan akan tinggi. Sebaliknya
jika NPF tinggi maka penyaluran pembiayaan akan rendah. Menurut Wuri
Arianti dan Harjum Muharam dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Dana
Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing
Financing (NPF) dan Return On Asset (ROA) Terhadap Pembiayaan Pada
Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada bank Muamalat Indonesia Periode
2001-2011)” dapat disimpulkan bahwa NPF berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap pembiayaan. Menurut Novia Nurbiaty dalam jurnal
yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran
Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada Bank Syariah Mandiri Indonesia
Periode 2003-2015” dapat disimpulkan bahwa NPF berpengaruh negatif
terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil.119
Menurut Nurimansyah Setivia Bakti dalam jurnal yang berjudul “Analisis
DPK, CAR, ROA dan NPF Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan
Syariah” dapat disimpulkan bahwa NPF mempunyai pengaruh negatif
signifikan terhadap pembiayaan. Berdasarkan kajian teori dan hasil
penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ho : Non Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh signifikan
terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM).
119 Novia Nurbiaty, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Pembiayaan
Berbasis Bagi Hasil Pada Bank Syariah Mandiri Indonesia Periode 2003-2015”, JOM Fekon, Vol
4 No. 1 (Februari 2017).
2. H3: Non Performing Financing (NPF) tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM).
I. Kerangka Berfikir
Dalam kerangka berpikir di atas penulis mencoba untuk menguraikan
apakah terdapat hubungan antara variabel X (dana pihak ketiga capital
adequacy ratio dan non performing financing) terhadap variabel Y (Alokasi
pembiayaan UMKM) sehingga dari kerangka berpikir di atas dapat dibuat
menjadi hipotesis penelitian.
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah simpanan dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Dalam skema diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apa pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap alokasi pembiayaan usaha
mikro kecil dan menengah. Dalam teori Syafi‟I Antonio mengatakan bahwa
salah satu sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan
DPK. Meningkatnya DPK lalu juga berpengaruh terhadap porsi pembiayaan.
Karena Dana Pihak Ketiga merupakan salah satu simpanan yang
mempengaruhi terhadap alokasi pembiayaan UMKM.
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang
mengukur tingkat modal yang dimiliki bank. Modal yang kuat akan
memberikan peluang yang lebih besar bagi bank untuk menyalurkan
pembiayaan kepada masyarakat, nantinya dari pembiayaan yang diberikan
tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi bank dan akan dibagihasilkan
kepada nasabah simpanan. Dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi rasio CAR
pada bank maka dalam menyalurkan pembiayaan akan semakin baik, karena
dana yang disalurkan terutama pada sektor riil akan dapat menghasilkan
keuntungan dari bagi hasil yang telah disepakati. Hal tersebut menandakan
bahwa CAR memiliki pengaruh yang positif terhadap alokasi pembiayaan
bank syariah. Hal ini didukung dengan penelitian dari Sri Windarti, Kartika
dan Pupik yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap
profitabilitas bank dengan indikator penyaluran pembiayaan umkm.
Rasio Non Performing Financing (NPF) merupakan indikator dari
penilaian risiko pembiayaan bank, dimana risiko tersebut terjadi akibat
kegagalan nasabah mengembalikan cicilan pokok, bagi hasil ataupun
keuntungan terhadap pihak bank. Itu artinya jika rasio NPF tinggi maka risiko
pembiayaan juga akan tinggi dan penyaluran pembiayaan suatu bank akan
menurun. Hal tersebut menandakan bahwa NPF memiliki pengaruh yang
negatif terhadap alokasi pembiayaan umkm bank syariah. Hal ini didukung
dengan penelitian Ferly Ferdyant yang menemukan bahwa Non Performing
Financing memiliki pengaruh yang negatif terhadap pembiayan bank syariah.
Berdasarkan uraian dari landasan teori diatas maka dapat peneliti
gambarkan, kerangka berfikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
= Parsial
= Simultan
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
Dana Pihak Ketiga (X1)
Capital Adequacy Ratio (X2)
Non Performance Financing (X3)
Pembiayaan UMKM (Y)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan secara kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan angka-angka
baik yang secara langsung diambil dari hasil penelitian maupun data yang
di olah dengan menggunakan analisis statistik.120
Dalam hal ini penulis
menggunakan pendekatan kuantitatif dikarenakan data yang digunakan
adalah data yang berupa angka-angka yang berasal dari laporan statistik
dan nantinya akan diolah mengunakan alat analisis statistik untuk
mendapatkan jawaban atas hipotesis yang diajukan. Penulis menggali data
yang bersumber dari laporan statistik perbankan syariah yang terdapat di
Otoritas Jasa Keuangan dengan runtut waktu perbulan Bank Umum
Syariah periode 2015-2017.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif. Penelitian jenis
kuantitatif merupakan metode penelitian yang dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
120 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2013), h. 12.
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.121
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini akan menggunakan jenis data yang bersifat
kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang disajikan berupa angka-angka
baik yang secara langsung diperoleh dari hasil penelitian maupun data
kualitatif yang diolah menjadi kuantitatif. Data kualitatif sendiri adalah
serangkaian informasi yang digali dari hasil penelitian yang masih
berbentuk fakta-fakta verbal atau hanya berupa keterangan saja. Data
tersebut dapat menjadi kuantitatif setelah dilakukan pengelompokan dan
dinyatakan dalam satuan angka.122
Selain itu, dalam penelitian ini dimensi waktu data penelitian
menggunakan data Time Series. Time Series adalah nilai-nilai suatu
variabel yang berurutan menurut waktu (misal: hari, minggu, bulan,
tahun).123
Dalam penelitian ini data kuantitatif yang digunakan berupa
laporan statistik perbankan syariah tahun 2015-2017.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
121 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method) (Bandung: Alfabeta,2004),
h. 7.
122
Muhammad Teguh, Metodologi Penulisan Ekonomi Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), h. 118.
123
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi ( Yogyakarta:
Pustaka Baru Press, 2015), h. 39.
langsung melalui media perantara (data yang diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). Data sekunder umumnya dapat berupa bukti, catatan atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) baik
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan.124
Dalam hal ini peneliti memperoleh data sekunder dari laporan statistik
perbankan syariah sebagai data dalam penyaluran pembiayaan, yang
diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, serta literatur-literatur yang
relevan dengan bahasan penulis.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Penelitian populasi
hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subjeknya tidak terlalu
banyak. Objek pada populasi diteliti, hasilnya dianalisis, disimpulkan dan
kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi.125
Populasi dalam
penelitian ini adalah laporan keuangan statistik perbankan syariah yang di
publikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri dari Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian.126
Adapun cara untuk
124 Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metode Penelitian Bisnis (Yogyakarta: BPFE
Cetakan Keenam, 2014), h. 147.
125
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rhineka
Cipta, 2013), h. 183.
126
V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi (Yogyakarta: Pustaka
Baru Press, 2015), h. 81.
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Penentuan sampel ini berdasarkan kriteria yang harus dipenuhi. Populasi
Dari 3 macam Perbankan Syariah di Indonesia yakni Bank Umum Syariah,
Unit Usaha Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Peneliti
memilih Bank Umum Syariah karena total assetnya yang lebih besar.
Dari penjelasan populasi di atas sehingga sampel yang diambil dari
seluruh jumlah populasi tersebut adalah laporan statistik perbankan syariah
khusus bank umum syariah yang diambil runtut waktu perbulan dari tahun
2015-2017. Jadi sampel yang yang digunakan sebanyak 36 sampel dari
laporan bulanan statistik perbankan syariah khusus bank umum syariah.
D. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Metode ini
merupakan suatu cara untuk mendapatkan atau mencari data mengenai hal-hal
atau variabel berupa catatan, laporan keuangan, transkio, buku-buku, surat
kabar, jurnal, majalah dan lain sebagainya.127
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah data yang telah
dikumpulkan, diolah dan dipublikasikan oleh pihak lain, yakni berupa laporan
Statistik Perbankan Syariah bulanan tahun 2015-2017 yang dipublikasikan
melalui situs resmi SPS OJK dan Bank Indonesia.
127 Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metode Penelitian Bisnis .... h. 329.
E. Definisi Operasional Penelitian
Menurut Sugiyono menyatakan bahwa variabel bebas (independent)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (terikat).128
Adapun definisi operasional
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi variabel independen.129
Variabel terikat dalam penelitian ini
berupa pembiayaan yang proksikan dengan penyaluran Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM). UMKM yakni penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengambalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.130
2. Variabel Independen (X)
Menurut Sugiyono menyatakan bahwa variabel bebas (independen)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).131
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas, yakni:
128 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D)
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 61.
129
Nur Indriantoro dan Bmbang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Manajemen (Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPPFE, Edisi Pertama, 2002), h. 63.
130
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 92.
131
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D)
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 61.
a. Variabel X1 adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) yakni dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Data
diperoleh dari laporan keuangan Perbankan Syariah pada Statistik
Perbankan Syariah (SPS) pada Otoritas Jasa Keuangan.
b. Variabel X2 adalah tingkat kecukupan modal yang diukur dengan
indikator Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu rasio kecukupan modal
bank atau merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada
untuk menutupi kemungkinan kerugian di dalam perkreditan atau dalam
perdagangan surat-surat berharga.132
menurut Lukman Dendawijaya,133
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva
bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri bank, di
samping memperoleh dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti
dana masyarakat, pinjaman (utang), dan sebagainya. Dengan kata lain,
Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit
yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank
untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-
kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang mempunyai risiko.
132 Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013),
h. 342.
133
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.
122.
c. Non Performing Financing (NPF) (X3) yaitu rasio yang menunjukkan
tingkat resio pembiayaan bermasalah, yakni resiko akibat kegagalan
nasabah atau pihak lain dalam hal memenuhi kewajibannya kepada
bank berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.134
Melalui rasio NPF
maka dapat dilihat tingkat pembiayaan bermasalah pada suatu bank.
Semakin tinggi rasio NPF maka semakin tinggi pula risiko tidak
tertagihnya piutang terhadap pinjaman yang diberikan dan akan
berdampak terhadap menurunnya keuntungan bank.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat
perubahan jumlah pembiayaan UMKM yang di salurkan oleh Bank
Umum Syariah (BUS). Perubahan tersebut dipengaruhi oleh DPK, CAR
dan NPF. Adapun definisi operasional variabel yang akan digunakan
dalam penelitian ini diringkas dalam tabel berikut:
134 Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia
(Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 55.
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Skala Pengukur (Indikator)
Dana Pihak
ketiga
Sumber dana yang berasal
dari masyarakat yang
terhimpun melalui produk
giro wadiah, tabungan
wadiah, tabungan
mudharabah, dan deposito
mudharabah. Dana pihak
ketiga yang dimiliki akan
dosalurkan ke berbagai jenis
pembiayaan.
Simpanan DPK
= Total dana pihak ketiga
Total Asset
Capital
Adequacy
Ratio (CAR)
Rasio kecukupan modal bank
yang dihitung dengan
membandingkan modal
terhadap aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR)
CAR
= Modal
X 100%
ATMR
Non
Performing
Financing
(NPF)
Merupakan rasio antara
pembiayaan yang bermasalah
dengan total pembiayaan
yang disalurkan oleh bank,
atau bisa juga dikatakan
jumlah dana pembiayan
bermasalah yang tidak
mampu dibayarkan oleh
pihak peminjam kepada pihak
perbankan dari total dana
pembiayaan yang berhasil di
salurkan lepada masyarakat,
dan dinyatakan dalam persen.
NPF
= Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan X 100%
Usaha Mikro
Kecil dan
Menengah
(UMKM)
UMKM yakni penyediaan
uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk
mengambalikan uang atau
tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Miliar (Rp)
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Regresi yang baik adalah regresi yang memiliki data yabf
berdistribusi normal. Uji normalitas perlu dilakukan untuk melihat
data dari setiap variabel yang akan di analisis berdistribusi secara
normal. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji
Kolmogrov-Smirnov.135
Uji Kolmogrov-Smirnov dilakukan dengan
membuat hipotesis:
H0 : data residual berdistribusi normal
Ha : data residual tidak berdistribusi normal.
Artinya apabila nilai signifikansi < α = 0,05 menunjukkan data
tersebut terdistribusi secara tidak normal.sebaliknya apabila nilai
signifikansi > α = 0,05artinya data tersebut terdistribusi secara normal.
b. Heterokedositas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain.136
Jika variance dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang tetap, maka disebut
Homokedastisitas dan jika berbeda Heterokedastisitas. Untuk
menguji ada tidaknya heterokedastisitas digunakan uji scatterplot
135 Noor, Juliansyah, Analisis Data Penelitian Ekonomi dan Manajemen (Jakarta: PT.
Grasindo, 2014), h. 47.
136
Santoso, Aplikasi SPSS Pada Statistic Multivariant, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2012), h. 36.
regresi yaitu dengan melihat titik sebar dengan pola yang tidak jelas
di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Apabila model regresi
sesuai dengan kriteria yang ada maka dapat dikatakan tidak terjadi
masalah Heterokedastisitas.
c. Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual
satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih
mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi data pada masa-
masa sebelumnya.salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya
masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Runs (Runs
Test). Dikatakan tidak terjadi autokorelasi apabila nilai Asymp. Sig
atau probabilitas diatas 0,05. 137
.
d. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
regresi ditemukan korelasi antara variabel independen yang
kuat/tinggi.138
Pendeteksian terhadap multikolinearitas dalam model
regresi berganda dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dari hasil analisis regresi. Ukuran ini menunjukkan
setiap variabel independen manakah yabg dapat dijelaskan oleh
variabel independen lainnya.139
Multikolinearitas terjadi jika nilai
137 Ibid, h. 133.
138
Noor, op.cit, h. 63.
139
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Cetakan Ke-Tujuh, 2013), h. 105.
tolerance < 0,10 atau samadengan VIF > 10. Jika VIF > 10, maka
dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini
menggunakan metode regresi lancar berganda adalah hubungan secara
linier antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2, X3,...Xn) dengan
variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-
masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel
independen mengalami kenaikan atau penurunan.Data yang digunakan
biasanya berskala interval atau rasio. Dengan rumus sebagai berikut:140
Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + e.....
Y = α + β1DPK + β2CAR + β3NPF +e.....
Keterangan :
Y =Variabel dependen (Pembiayaan UMKM)
X1 = Variabel independen (DPK)
X2 = Variabel independen (CAR)
X3 = Variabel independen (NPF)
α = Konstanta yaitu (nilai Y bila X1,X2,X3) = 0
β = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
e = Error
140 Moh. Pabundu Tika, op.cit, h. 94.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Untuk mengetahui ketetapan atau kecocokan garis regresi yang
terbentuk dalam meakili kelompok data hasil observasi, perlu dilihat
sampai seberapa jauh model yang terbentuk mampu menerangkan
kondisi yang sebenarnya. Dalam analisis regresi dikenal suatu ukuran
yang dipergunakan untuk keperluan tersebut, dikenal dengan nama
Koefisien Determinasi (R2). Selain itu koefisiean determinasi
menunjukkan ragam (variasi) naik turunnya Y yang diterangkan oleh
pengaruh linier X (berapa bagian keragaman dalam variabel Y yang
dapat dijelaskan oleh beragamnya nilai-nilai variabelm X).
Uji koefisien determinasi dimana nilai yang mendekati angka satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan variasi variabel
dependen.141
Namun, model koefisien determinasi memiliki kelemahan
yakni bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model.142
Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan nilai
dari Adjusted R2 untuk mengevaluasi mana model regresi terbaik.
Koefisien Adjusted determinasi (∆R2)
ini digunakan untuk
menggambarkan kemampuan model menjelaskan variasi yang terjadi
dalam variabel dependen. Dengan pengukran koefisien determinasi ini
akan dapat diketahui seberapa besar variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh
141 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Cetakan Ke-Tujuh, 2013), h. 97.
142
Ibid,
faktor lain diluar model. Koefisien Adjusted determinasi (∆R2)
dinyatakan dalampersentase. Nilai koefisien Adjusted determinasi (∆R2)
ini berkisar antara 0 < ∆R2 < 1.
143 Nilai koefisien determinasi adalah nol
atau satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel-variabel dependen.144
Koefisien determinasi yaitu
untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel independen (DPK,
CAR dan NPF) terhadap variabel dependen (Pembiayaan UMKM Bank
Umum Syariah).
4. Uji Hipotesis
Adapun uji hipotesis dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Uji F (Simultan)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara serentak. Dalam menguji variabel
independen terhadap variabel dependen pada uji F yang dapat
dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan F
tabel.
1) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi
variabel independen secara parsial memiliki pengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
143 Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, (Yogyakarta:Media
Pressindo,2009), h. 21.
144
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivaraite dengan program BM SPSS 19, Edisi 5
(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), h. 97.
2) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Jadi
variabel independen secara parsial tidak memiliki pengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
Selain itu uji F dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat
nilai signifikansi dengan nilai α = 0,05. Dalam penelitian ini
menggunakan perbandingan antara nilai signifikansi dengan
nilai α = 0,05. Pengambilan kesimpulannya adalah dengan
melihat nilai signifikan dan nilai α = 5% dengan ketentuan
sebagai berikut:145
1) Jika nilai Sig > α maka H0 diterima
2) Jika nilai Sig < α maka Ha diterima
b. Uji t (Parsial)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh
pengaruh variabel independen secara (parsial) dalam
menerangkan variasi variabel dependen.146
Uji t dapat
dilaksanakan dengan langkah membandingkan t hitung denga t
tabel dengan derajat keabsahan 5%.
1) Jika t hitung > t tabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jadi
variabel independen secara parsial memiliki pengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
145 Ibid.
146
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
h.98.
2) Jika t hitung < t tabel , maka H0 diterima dan Ha ditolak. Jadi
variabel independen secara parsial tidak memiliki pengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi yang
dibandingkan dengan nilai α = 0,05 (5%). Pengambilan
kesimpulan pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi dari hasil uji t pada variabel independen dengan
kriteria sebagai berikut:147
1) Jika nilai sig. > α maka H0 diterima
2) Jika nilai sig. < α maka Ha diterima
Atau Pengambilan kesimpulannya adalah dengan melihat nilai
signifikan yang dibandingkan dengan nilai α (5%) dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Jika nilai Sig < α maka H0 ditolak
2) Jika nilai Sig > α maka H0 diterima
Rumusan yang digunakan sebagai berikut:
H0: Tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
H1: Ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen.
147 Imam Ghozali, op.cit, h. 96.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983.Pada tahun tersebut, BI
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga.
Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan
tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam
menopang perekonomian. Pada tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia
pernah berencana menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan yang
merupakan konsep dari perbankan syariah.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi
Perbankan 1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya
kepada bisnis perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang
pembangunan (liberalisasi sistem perbankan). Meskipun lebih banyak bank
konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat
daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.
Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada tahun 1980 melalui
diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang
relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan
di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok
kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18 – 20
Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan
lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil
lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan
amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan
diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua
pihak yang terkait. Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah
berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat
Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1
Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan
modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,- . Pada awal masa operasinya,
keberadaan bank syariah belumlah memperolehperhatian yang optimal
dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasanhukum operasi bank
yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah
satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil"pada UU No. 7 Tahun
1992; tanpa rincianlandasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang
diperbolehkan. Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat
melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebutmenjadi UU No. 10
Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwaterdapat dua sistem
dalam perbankan di tanah air (dual banking system),yaitu sistem perbankan
konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat
masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank
Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN,
Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.
Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian
hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU
No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun
2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang
dan Jasa. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka
pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki
landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya
secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif,
yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam
lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin
signifikan.Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah
BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari
dua tahun (2009-2010).
Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia,
dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak
pencapaian kemajuan, baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur
penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness
dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Sistem
keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang
diakui secara internasional. Per Juni 2015, industri perbankan syariah
terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki
oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar
Rp. 273,494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%. Khusus untuk wilayah
Provinsi DKI Jakarta, total aset gross, pembiayaan, dan Dana Pihak
Ketiga(BUS dan UUS) masing-masing sebesar Rp. 201,397 Triliun, Rp.
85,410 Triliun dan Rp. 110,509 Triliun. Pada akhir tahun 2013, fungsi
pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan
syariah juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus
menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor
keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah
Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah 2014.
Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan yang berisi
insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang
ditetapkan.148
148 Sejarah tersedia di Statistik Perbankan Syariah ( online ) www.ojk.co.id di lihat pada
Tanggal 21 Juli 2018.
B. Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum,
merupakan ukuran untuk melihat apakah variabel terdistribusi secara
normal atau tidak. Analisis statistik deskriptif pada populasi yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu Bank Umum Syariah selama tahun
2015 sampai dengan 2017.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sedangkan variabel independennya Dana Pihak
Ketiga, Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Finance
(NPF).
Tabel 4.1
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel N Mean Std. Dev Maximum Minimum
DPK 36 12,1516 0,13360 12,38 12,00
CAR 36 15,5486 1,00476 17,91 14,09
NPF 36 5,0875 0,44271 6,17 4,41
UMKM 36 12,0047 0,09216 12,15 11,89
Sumber: Data sekunder yang diolah oleh SPSS 23, 2018.
Berdasarkan hasil dari analisis deskriptif pada tabel di atas
menunjukkan bahwa terdapat jumlah 36 sampel (N) pada tiap-tiap
variabel yang diteliti. UMKM sebagai variabel dependen memiliki rata-
rata (mean) sebesar 12,0047 dan nilai standar deviasi sebesar 0,09216
dengan nilai minimum 11,89 dan nilai maximum 12,15.
Pada variabel Dana Pihak Ketiga menunjukkan nilai terkecil
(minimum) 12,00 sedangkan nilai maksimum12,38, nilai standar deviasi
sebesar 0,13360 dan nilai rata-rata 12,1516.
Pada variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan bahwa
terdapat jumlah 36 sampel (N) pada tiap-tiap variabel yang diteliti.
Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) pada tabel diatas menunjukkan
bahwa CAR pada data perbulan selama periode 2015-2017 memiliki nilai
terkecil (minimum) sebesar 14,09% yang terdapat pada bulan Desember
tahun 2015, sedangkan untuk nilai terbesar (maksimum) sebesar 17,91%
yakni pada bulan Desember tahun 2017. Nilai rata-rata (mean) yang
dimiliki CAR adalah sebesar 15,5486 dan memiliki standar deviasinya
sebesar 1,00476. Nilai standar deviasi menunjukkan nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai mean, hal ini menunjukkan bahwa
simpangan data pada variabel CAR tidak terlalu besar, dengan begitu
dapat dikatakan bahwa variasi antara nilai minimum dan maksimum pada
periode pengamatan relatif rendah, sehingga dapat dikatakan baik, karena
tidak ada kesenjangan yang relatif besar antara nilai maksimum dan
miminum pada CAR.
Variabel Non Perfoming Financing (NPF), pada tabel diatas
menunjukkan bahwa NPF pada data perbulan selama periode 2015-2017
memiliki nilai minimum sebesar 4,41% yang terdapat pada bulan
September periode 2017, sedangkan untuk nilai maksimum NPF sebesar
6,17% yakni pada bulan Mei tahun 2016. Nilai rata-rata (mean) yang
dimiliki NPF adalah 5,0875 dengan standar deviasi 0,44271. Nilai
standar deviasi menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan
dengan nilai mean, hal ini menunjukkan bahwa simpangan data pada
variabel NPF tidak terlalu besar. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
variasi antara nilai minimum dan maksimum pada periode pengamatan
relatif rendah, sehingga dapat dikatakan baik, karena tidak ada
kesenjangan yang relatif besar antara nilai maksimum dan minimum pada
NPF.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas data untuk melihat
apakah data dari variabel-variabel yang digunakan berdistribusi
normal. Berikut adalah tabel hasil uji normalitas menggunakan SPSS
23.
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas
Sampel Kolmogorov-Smirnov Signifikansi Keterangan
36 0,073 0,200 Normal
Sumber : Data sekunder yang diolah SPSS 23, 2018.
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan model
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan angka sebesar 0,073 dan nilai
signifikansi yang ditunjukkan sebesar 0,200. Untuk melihat data yang
digunakan berdistribusi normal atau tidak, maka dapat diketahui
dengan melihat nilai signifikansi. Data tabel uji normalitas di atas
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,200. Nilai tersebut lebih
besar dari α = 0,05, artinya bahwa data variabel independen berasal
dari data yang berdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terdapat kesamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik
mensyaratakan tidak adanya masalah heterokedastisitas.
Heterokedastisitas menyebabkan penaksiran atau estimator menjadi
sangat tinggi untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dengan
melihat pola titik-titik pada scatterplot regresi.
Sumber: Hasil Output SPSS 23, data diolah 2018
Gambar 4.1
Hasil Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan kriteria scatterplot regresi diketahui bahwa:
1. Titik-titik data penyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka
0.
2. Titik-titik tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah sja.
3. Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang
melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.
Dari kriteria scatterplot regresi di atas dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas, karena
model regresi yang baik dan ideal dapat terpenuhi dan sesuai dengan
kriteria.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual
satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih
mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi data pada masa-
masa sebelumnya. Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya
masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Runs (Runs
Test). Dikatakan tidak terjadi autokorelasi apabila nilai Asymp. Sig
atau probabilitas diatas 0,05. Hasil uji Runs Test ditunjukkan dengan
tabel dibah ini sebagai berikut:
Tabel 4.3
Uji Autokorelasi
Sampel Runs Test Keterangan
36 0,063 Tidak terjadi autokorelasi
Sumber: Data sekunder yang diolah SPSS 23, 2018.
Hasil uji autokorelasi dengan model Runs Test menunjukkan angka
sebesar 0,063, sementara jumlah data (n) pada penelitian ini berjumlah
36. Berdasarkan ketentuan uji Runs Test yang apabila nilai
probabilitas (Asymp Sig.) > dari 0,05 maka dapat dinyatakan data pada
penelitian ini tidak terjadi autokorelasi.
d. Uji Multikolineatitas
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat korelasi antar
variabel independen. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya gejala multikolinearitas dengan melihat nilai tolerance < 0,10
atau sama dengan nilai VIF > 10. Hasil uji multikolinearitas pada
penelitian ini ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4
Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Keterangan
DPK 0,180 5,554 Tidak terjadi multikolinearitas
CAR 0,202 4,958 Tidak terjadi multikolinearitas
NPF 0,459 2,180 Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber: Data sekunder yang diolah oleh SPSS 23, 2018.
Hasil uji multikolinearitas ditunjukkan oleh tabel 4.4 dengan
melihat nilai tolerance atau VIF (variance inflation factor). Penelitian
ini menggunakan variabel DPK, CAR dan NPF. Nilai VIF dari
variabel independen DPK sebesar 5,554, CAR sebesar 4,985 dan NPF
sebesar 2,180. Nilai-nilai tersebut lebih kecil dari 10. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
C. Hasil Penelitian
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Model pengujian regresi linier berganda merupakan model regresi
yang memiliki lebih dari satu variabel independen. Dalam penelitian ini
analisis regresi berganda bertujuan untuk melihat pengaruh antara DPK,
CAR dan NPF terhadap alokasi pembiayaan UMKM Bank Umum
Syariah. Adapun hasil yang digunakan dari uji regresi liniear berganda
pada variabel-variabel dalam penelitian ini dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Ringkasan Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Variabel Prediksi Koefisien thitung Signifikansi Kesimpulan
(Constant) 3,918 11,145 0,000
UMKM
DPK Positif 0,679 21,506 0,000 Diterima
CAR Positif -0,005 -1,351 0,186 Ditolak
NPF Negatif -0,017 -2,832 0,008 Diterima
Fhitung = 871,962
Signifikansi = 0,000
Adjusted R2 = 0,987
Sumber: Data sekunder yang diolah oleh SPSS 23, 2018.
Hasil persamaan regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.5.
berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan terhadap variabel-
variabel penelitian ini maka persamaan model regresi yang diperoleh
adalah:
Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + e.....
Y = α + β1DPK + β2CAR + β3NPF +e.....
UMKM = 3,918 + 0,679DPK – 0,005CAR – 0,017NPF
Persamaan regresi di atas menunjukkan nilai konstanta 3,918 menyatakan
bahwa jika variabel DPK, CAR dan NPF dianggap konstan, maka rata-
rata alokasi pembiayaan UMKM adalah sebesar 3,918. Sementara itu,
persamaan regresi tersebut mempunyai makna beberapa hal dibawah in:
a. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa DPK berpengaruh terhadap
UMKM dikarenakan nilai signifikansi DPK sebesar 0,000 lebih kecil
dibanding nilai α = 0,05 dan koefisien DPK 0,679. menggambarkan
bahwa DPK mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
terhadap alokasi pembiayaan UMKM. Artinya, setiap kenaikan 1
point DPK, dengan asumsi variabel independen lainnya konstan, akan
meningkatkan pembiayaan sebesar 67,9%.
b. Koefisien regresi pada variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) (X2)
sebesar -0,005 dengan signifikansi 0,186 lebih besar dari α = 0,05
menggambarkan bahwa CAR mempunyai hubungan yang negatif dan
tidak signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM. Artinya, setiap
kenaikan 1 point CAR dengan asumsi variabel independen lainnya
konstan, akan menurunkan pembiayaan UMKM sebesar 0,5%.
c. Koefisien regresi pada variabel Non Performing Financing (NPF)
(X3) Sebesar -0,017 dengan signifikansi 0,008 lebih kecil dari α =
0,05. Hal ini menggambarkan bahwa NPF mempunyai hubungan
yang negatif signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM.
Artinya, setiap kenaikan 1 point NPF dengan asumsi variabel
independen lainnya konstan, akan menurunkan alokasi pembiayaan
UMKM 0,17%.
2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada dasarnya adalah untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan suatu model dalam menerangkan variasi dari
variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan
satu. Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi dependen amat terbatas. Nilai
yang mendekati angka satu berarti variabel-variabel independen
memberikn hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variasi variabel dependen.149
Model koefisien determinasi memiliki kelemahan yakni bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model.150
dalam
penelitian ini menggunakan Adjusted R2 untuk mengevaluasi mana
model regresi terbaik.
Berdasarkan hasil perhitungan uji koefisien determinasi atau Adjusted
R2
diperoleh nilai sebesar 0,987 atau 98,7%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa 98,7% variasi UMKM dapat dijelaskan oleh variabel DPK, CAR
dan NPF. Sedangkan sisanya (100% - 98,7% = 1,3%) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak termasuk dalam model.
149 Imam Ghozali, op.cit. h, 97.
150
Ibid.
3. Uji Hipotesis
a. Uji F (Simultan)
Uji statistik F pada dasarnya bertujuan untuk menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
independen. Berdasarkan uji ANOVA atau uji F yang dilakukan pada
variabel DPK, CAR dan NPF terhadap pembiayaan UMKM, didapat
nilai Fhitung sebesar 871,962 dan nilai Ftabel sebesar 2,90 (dF1 = k - 1, 4
-1 = 3) sedang (dF2 = n – k, 36 – 4 = 32) dengan signifikansi 0,000.
Nilai signifikansi 0,000 < 0,05 itu artinya nilai signifikansi uji F
jauh lebih kecil dari α = 5%, maka model regresi dapat digunakan
untuk meprediksi pembiayaan UMKM, atau dengan kata lain bahwa
DPK, CAR dan NPF secara bersama-sama berpengaruh secara
simultan terhadap alokasi pembiayaan UMKM.
b. Uji t (Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya digunakan untk menunjukkan seberapa
jauh pengaruh variabel independen secara individual dapat
mempengaruhi variasi variabel dependen. Dalam penelitan ini uji
hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen yang dalam
penelitian ini adalah pengaruh DPK, CAR dan NPF terhadap alokasi
pembiayaan UMKM.
Ketentuan yang digunakan dalam uji statistik t adalah jika nilai
signifikansi < dari α = 0,05 (5%), maka H0 ditolak dengen demikian
Ha diterima pun sebaliknya juka nilai signifikansi > dari α = 0,05
(5%), maka Ha ditolak dengan demikian H0 diterima. Sehingga dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial apabila sign. < α = 0,05 (5%).
Berikut hasil uji t pada variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen:
a. Pengujian Dana Pihak Ketiga (DPK)
Hasil Uji t pada tabel 4.5 di atas untuk variabel DPK terhadap
alokasi pembiayaan UMKM, menunjukkan bahwa DPK
berpangaruh terhadap alokasi pembiayaan UMKM. Hal ini
dikarenakan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu 0,000.
Sedangkan nilai koefisien regresi DPK benilai positif 0,679. Maka
dapat dikatakan bahwa hipotesis pertama dari variabel DPK yang
menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan
terhadap alokasi pembiayaan UMKM diterima.
b. Pengujian Capital Adequacy Ratio (CAR)
Hasil uji t pada tabel 4.5 untuk variabel CAR terhadap alokasi
pembiayaan UMKM, menunjukkan bahwa CAR berpengaruh
negatif terhadap pembiayaan UMKM. Hal ini dikarenakan nilai
signifikansi lebih besar dari α = 0,05 yaitu sebesar 0,186.
Sedangkan nilai koefisien dari CAR yakni sebesar -0,005, maka
dapat dikatakan bahwa hipotesis kedua dari variabel CAR yang
menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikansi
terhadap alokasi pembiayan UMKM ditolak.
c. Pengujian Non Performing Financing (NPF)
Hasil uji t pada tabel 4.5 untuk variabel NPF terhadap
pembiayaan UMKM, menunjukkan bahwa NPF berpengaruh
negatif dan signifikan. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi lebih
kecil dari α = 0,05 yakni sebesar 0,008 sedangkan nilai koefisien
dari NPF bernilai negatif yakni sebesar -0,017. Maka dikatakan
bahwa hipotesis ketiga dari variabel NPF yang menyatakan bahwa
NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi
pembiayaan UMKM diterima.
D. Pembahasan
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang sangat bergantung
pada kepercayaan masyarakat. Penilaian yang dilakukan pada alokasi
pembiayaan UMKM sangat diperlukan untuk melihat seberapa efiseien dan
efektif dalam penggunaan penyaluran dana yang dimiliki oleh bank guna
perkembangan dan kelangsungan hidup perusahaan. Melalui analisis rasio
keuangan dapat diketahi besarnya penyaluran dana bank syariah dari sisi
proporsi alokasi pembiayaan umkm.
Berdasarkan hasil uji signifikansi secara simultan (Uji F) menyatakan
bahwa nilai Fhitung sebesar 871,962 lebih besar dari Ftabel yakni 2,90 dengan
nilai signifikansi 0,000 yang artinya bahwa variabel DPK, CAR dan NPF
secara bersamaan mempengaruhi alokasi pembiayaan UMKM. Sejalan
dengan hasil uji koefisien determinasi Adjusted R2
diperoleh nilai sebesar
0,987 atau 98,7% yang berarti nilai 98,7% variasi pembiayaan UMKM
dapat dijelaskan oleh variabel DPK, CAR dan NPF. Sedangkan sisanya
1,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada dalam model. Adapun
pembahasan mengenai pengaruh DPK, CAR dan NPF berdasarkan hasil uji
secara parsial akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Alokasi
Pembiayaan UMKM
Dana pihak ketiga merupakan dana dari masyarakat dapat berupa
giro, tabungan, dan deposito berjangka yang berasal dari nasabah
perorangan atau badan usaha dan kemudian kegiatan yang dilakukan
bank setelah itu adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini
dikenal dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat
diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit
atau pembiayaan dalam bank syariah.
Pada analisis data kuantitatif yang telah dihitung dengan
menggunakan SPSS 23 dapat diketahui bahwa DPK berpengaruh
terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah di
Indonesia, dijelaskan bahwa variabel bebas bahwa DPK berpengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel terikat yakni alokasi pembiayaan
UMKM pada Bank Umum Syariah periode 2015-2017, hal ini didukung
oleh hasil uji t = 21,506 dengan tingkat signifikan 0,000 (signifikan <
5%). Artinya, terdapat pengaruh hubungan antara dana pihak ketiga
terhadap pembiayaan UMKM.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan UMKM.
Sejalan dengan hipotesis yang diajukan, yang menyatakan bahwa dana
pihak ketiga berpengaruh positif dan signifikan terhadap UMKM.
Kenaikan dan penurunan alokasi pembiayaan UMKM sangat
dipengaruhi oleh jumlah dana yang tersimpan pada perbankan syariah.
semakin besar jumlah dana pihak ketiga yang terdapat pada perbankan
syariah maka akan semakin besar pula jumlah alokasi pembiayaan
UMKM. penyaluran pembiayaan menjadi prioritas utama bank syariah
dalam pengalokasian dananya, terlebih lagi bank syariah lebih
memperhatikan kepada sektor riil nya. Sehingga pihak bank
memerlukan dana, dan salah satu sumber dananya adalah dari sumber
dana pihak ketiga. Dana ini didapat dari setoran-setoran yang dilakukan
oleh para nasabah bank tersebut setelah mendapatkan suntikan dana.
salah satunya dari pihak ketiga, maka bank dapat menyalurkan dana –
dana tersebut kepada masyarakat, namun proporsi antara dana pihak
ketiga yang di alokasikan ke dalam pembiayaan harus diatur.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Cokro Wahyu Sujati, Herry Hardianto dan Luh Gede Meilianawati
dimana terdapat pengaruh antara jumlah dana pihak ketiga terhadap
kredit usaha kecil dan menengah (UKM).
2. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap alokasi
pembiayaan UMKM
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal
yang menjadi faktor penting bagi perbankan untuk mengembangkan
usaha serta menampung risiko kerugian yang akan dihadapi bank. Selain
itu, modal bank juga berfungsi untuk menyalurkan dana kepada nasabah
dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Ketersediaan modal yang
mencukupi dapat membantu bank syariah untuk menentukan berapa
besar pembiayaan yang bisa disalurkan kepada masyarakat serta modal
juga digunakan untuk menjaga likuiditasnya. Modal merupakan aspek
yang dapat digunakan untuk memperlancar aktivitas bank. Sumber
modal pada perbankan harus dikelola sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan return yang maksimal bagi semua pihak yang terkait.
Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para
pemegang saham.
Pada neraca bank sumber modal akan terlihat di sisi pasiva bank, yaitu
rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para
pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari
keuntungan yang sengaja tidak dibagikan oleh pemegang saham, yang
digunakan untuk kepentingan perusahaan, seperti untuk ekspansi usaha
dan untuk menjaga likuiditas bank karena adanya kredit-kredit/
pembiayaan yang diragukan yang berpotensi menjadi kredit/pembiayaan
macet.151
Capital Adequacy Ratio merupakan indikator penting bagi
permodalan bank. Bank Indonesia telah menetapakan kewajiban
penyediaan modal perbankan minimum 8%. Bank yang memiliki tingkat
kecukupan modal yang sesuai standar menunjukan indikator sebagai
bank yang sehat. Bank Umum Syariah di Indonesia juga memiliki
kewajiban untuk mematuhi peraturan mengenai permodalan tersebut.
Adapun rasio CAR yang dimiliki oleh Bank Umum Syariah dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6
Rasio CAR Bank Umum Syariah periode 2015-2017
TAHUN CAR (%)
2015 15,02 %
2016 15,95 %
2017 17,91 %
Sumber: SPS OJK, 2018.
Dari data CAR pada Bank Umum Syariah di atas, dapat dilihat bahwa
tingkat CAR yang dimiliki oleh Bank Umum Syariah jauh di atas standar
minimum CAR yang ditentukan oleh BI yakni sebesar 8%. Perkembangan
CAR BUS pun menunjukan trend yang meningkat. Hal tersebut ditunjukan
hingga tahun 2016 CAR BUS sebesar 15,95% meningkat dari tahun
sebelumnya yakni sebesar 0,93% pada tahun 2015, dan pada tahun 2017
menunjukkan angka lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yakni
17,91%. Tingkat CAR yang tinggi mengindikasikan permodalan yang kuat
151 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 135.
dan peluang untuk menyalurkan pembiayaan dari modal yang digunakan
juga besar. Namun hal tersebut perlu didukung dengan manajemen
permodalan bank yang baik sehingga dapat mengelola permodalan bank
secara efisien. Firman Allah SWT mengenai hal tersebut yaitu:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al-Hasyr : 18)152
Ayat tersebut menjelaskan hendaknya suatu kegiatan dapat dilakukan
melalui suatu perencanaan yang baik agar dapat mencapai tujuan dari
kegiatan tersebut, khususnya pada manajemen perbankan syariah. Jika
dilihat dari pencapaian Bank Umum Syariah dalam mengelola
permodalannya untuk menyalurkan pembiayaan belum dapat dikatakan
maksimal, namun dalam mencapai permodalan yang kuat untuk menopang
risiko Bank Umum Syariah sudah dapat dikatakan sejalan dengan ayat
diatas mengenai perencanaan dalam manajemen.
Berdasarkan hasil uji regresi pada uji t, menunjukkan bahwa CAR tidak
berpengaruh signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang dimiliki CAR lebih besar dari α
= 0,05 yaitu sebesar -0,186 dan nilai thitung -1,351 lebih kecil dari ttabel
1,69389 serta koefisien regresi dari CAR bernilai negatif yakni -0,017.
152 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta Timur:
PT. Insan Media Pustaka, 2012), h. 548.
Sehingga Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan
negatif dan tidak berpengaruh signifikan antara CAR dengan alokasi
pembiayaan UMKM.
Artinya semakin tinggi rasio CAR maka akan terjadi penurunan
pembiayaan UMKM. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kebijakan
manajemen bank yang fokus untuk mempertahankan atau meningkatkan
permodalannya diatas CAR minimum 8% yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sehingga cederung menahan dananya untuk memenuhi
kebutuhan permodalan (CAR) dan membatasi pemberian pembiayaan.
Menurut Billy, tingginya CAR mengindikasikan ada sumber daya finansial
(modal) yang idle. Padahal melalui tabel 4.7 rata-rata CAR Bank Umum
Syariah pada periode 2015-2017 berkisar cukup tinggi yakni 15,02%-
17,91%, jauh di atas ketentuan minimal yang disyaratkan oleh Bank
Indonesia sebesar 8%. Hal ini dimungkinkan akibat pulihnya
perekonomian dan perbankan syariah berangsur-angsur telah mendorong
optimalisasi kegunaan sumber daya finansial (modal) melalui alokasi
pembiayaan UMKM. Alokasi pembiayaan UMKM Bank Umum Syariah
mengalami peningkatan seiring dengan penurunan CAR. Hal ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan oleh Alinda Agustina (2012) yang
menyatakan CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
penyaluran kredit UMKM.
Ketentuan pemenuhan rasio modal (CAR) yang memadai bertujuan
untuk menjaga likuiditas bank dan untuk menghindari penyaluran
pembiayaan tanpa analisa atau pertimbangan yang tepat terutama pada
pihak atau individu yang terafiliasi dengan bank yang bersangkutan.
Sesuai konsep bisnis perbankan yakni kepercayaan dan kehati-hatian.
Maka sebesar apapun modal yang dimiliki, bank harus dapat mengelola
manajemen bank dengan baik, karena masyarakat akan semakin percaya
pada bank jika manajemen bank tersebut baik.
Jika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat maka
dana yang akan terhimpun dari masyarakat oleh bank pun meningkat
sehingga bank dapat melakukan kegiatan operasionalnya tidak bergantung
pada modal pemilik semata. Berdasarkan hal tersebut bank harus
membangun dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank agar
penghimpunan dana bank ikut meningkat dan penyaluran pembiayaan pun
lancar.
Salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan antara jumlah sumber
dana yang masuk dan jumlah dana yang disalurkan kepada masyarakat
karena adanya faktor ketidakpercayaan masyarakat kepada bank untuk
mengelola dana mereka dalam kegiatan operasional bank seperti
pemberian pembiayaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat
masih belum percaya sepenuhnya kepada bank untuk menyimpan dan
mengelola dananya karena adanya rasa khawatir apabila sewaktu-waktu
pihak bank tidak mampu mengembalikan dana yang telah dipercayakan
kepada bank atau bank mengalami kebangkrutan.153
3. Pengaruh Non Performimg Financing (NPF) Terhadap Alokasi
Pembiayaan UMKM
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dari total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank
Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan
kurang lancar, diragukan dan macet. Sebagai indikator yang
menunjukkan kerugian akibat resiko kredit adalah tercermin dari
besarnya Npf Performing Financing (NPF). Adapun rasio NPF pada
Bank Umum Syariah dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.7
Rasio NPF PT. Bank Umum Syariah periode 2015-2017
TAHUN NPF (%)
2015 4,84 %
2016 4,41 %
2017 4,76 %
Sumber: SPS OJK, 2018.
Dari tabel 4.7 dapat dilihat perkembangan rasio NPF pada Bank
Umum Syariah, dimana sampai pada tahun 2017 rasio NPF Bank Umum
Syariah sebesar 4,76% angka tersebut turun 0,8% dari tahun 2015
sebesar 4,84%, namu di tahun 2016 mengalami penurunan yakni 4,41%
153 Sukma Yoli Lara. “ Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Kecukupan Modal dan Risiko
Kredit terhadap Profitabilitas (Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI) (Skripsi Program
Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, 2009), h. 10.
dari pada tahun 2017. Artinya tingkat pembiayaan bermasalah pada Bank
Umum Syariah masih dalam kategori aman. Dimana berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia bahwa standar aman rasio Non Performing
Financing yaitu minimum 5%, lebih dari angka 5% maka bank dalam
kondisi bahaya.
Tingkat NPF yang semakin tinggi mengindikasikan risiko pembiayaan
yang tinggi dan akan menurunkan perolehan kepercayaan suatu bank
dalam menyalurkan dana kepada masyarakat. Pihak bank dapat
melakukan tahap-tahap dalam pemberian pembiayaan kepada
masyarakat, agar pembiayaan yang diberikan tepat sasaran dan dapat
memberikan keuntungan bagi perbankan.
Dari tabel 4.7 perkembangan Non Performing Financing mengalami
fluktuasi dari tahun 2015 sampai 2017. Hasil uji parsial ini menggunakan
alat uji statistik menggunakan SPSS 23 menghasilkan bahwa Non
Performing Financing berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi
pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah di Indonesia dengan nilai
koefisien -0,017 signifikansi < α =0,05 yakni 0,008. Maka dapat
dikatakan bahwa hipotesis ketiga dari variabel Non Performing
Financing yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum
Syariah di Indonesia diterima.
Hal ini didukung teori Muhammad Syafi‟i Antonio yang menyatakan
bahwa pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja
lembaga perbankan, sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa
semakin besar nilai NPF maka semakin buruk pula kinerja bank
terutama dalam penyaluran pembiayaan, dikarenakan peningkatan jumlah
pembiayaan bermasalah maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan
yang disalurkan oleh bank. Bahkan dimungkinkan terjadi potensi
pembiayaan yang tidak tertagih, sehingga semakin besar pula risiko
pembiayaan yang ditanggung oleh pihak bank. Tingginya NPF juga
mengakibatkan munculnya pencadangan yang lebih besar, sehingga pada
akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat
mempengaruhi besarnya ekspansi pembiayaan. Dengan demikian
besarnya NPF menjadi salah satu penghambat tersalurnya pembiayaan
oleh perbankan syariah di Indonesia. Akibatnya bank lebih bekerja ekstra
demi menekan pencadangan yang lebih besar sehingga pihak perbankan
lebih berhati-hati (selektif) dalam menyalurkan pembiayaan kepada
masyarakat. Sebaliknya apabila NPF rendah maka bank akan terus
melakukan ekspansi pembiayaan. Namun NPF pada penelitian ini
bersifat signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM, hal ini dapat
disebabkan oleh nilai kecukupan modal yang tinggi sehingga membantu
mengcover risiko pembiayaan yang disebabkan oeleh pembiayaan yang
bermasalah. Sehingga niali NPF yang cukup tinggi tidak langsung
mengakibatkan penurunan pembiayaan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wuri
Arianti dan Harjum Muharam yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh
negatif namun signifikan terhadap pembiayaan UKM. Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novia Nurbiaty (2017)
dan Nurimansyah Setivia Bakti (2017) yang menyatakan bahwa NPF
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pembiayaan berbasis bagi
hasil.
Rasio NPF yang tinggi akan mempengaruhi Alokasi Pembiayaan
UMKM, apabila rasio NPF tinggi maka pembiayaan yang disalurkan
oleh bank kepada nasabah akan rendah. Karena bank tidak ingin
menerima resiko lebih tinggi. Tentu ini sangat berpengaruh terhadap
UMKM yang ingin mengajukan pembiayaan. Karena sejatinya mereka
sangat membutuhkan modal untuk meneruskan usahanya. Pengaruhnya
terhadap bank yaitu dapat mengurangi modal perusahaan, karena bank
diwajibkan membuat Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP)
serta akan berdampak pada bagi hasil kepada nasabah simpanan. Apabila
ini terjadi terus menerus maka bank syariah akan sulit bersaing dengan
bank konvensional.
Dengan demikian manajemen bank harus bisa mengelola sistem
perbankan dengan baik untuk meningkatkan modal bank terkait dengan
risiko pembiayaan yang dihadapi. Dari sisi manajemen risiko
pembiayaan dituntut untuk dapat lebih mengontrol serta memonitor
risiko terhadap pembiayaan yang ada di bank syariah. Penelitian ini
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferly Ferdyant yang
menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap
pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah.
Dalam perspektif ekonomi islam, Non Performing Financing (NPF)
merupakan pembiayaan bermasalah yang ada di perbankan syariah. NPF
timbul karena masalah yang terjadi dalam proses persetujuan pembiayaan
di internal bank, atau setelah pembiayaan diberikan. Pembiayaan tidak
boleh mengandung riba, bersifat gharar dan maysir, riba atau bunga yang
ditetapkan dimuka terlepas apakah usaha menguntungkan atau merugi,
jelas menambah resiko bisnis. Sebagai pengganti bunga, bank syariah
memfokuskan diri pada perolehan keuntungan dari transaksi bersama
nasabahnya. Dalam perspektif ekonomi islam dilihat dari salah satu
aspek yaitu Ma‟ad atau return, setiap kegiatan dan perbuatan dari
seorang muslim pasti menghasilkan efek pada dirinya maupun orang lain.
Dalam orientasi return bagi seorang muslim adalah melihat aspek dunia
akhirat. Dalam NPF ini bank syariah tidak memakai persentase atau
bunga. Melainkan denda, dimana denda tersebut nantinya akan masuk ke
dana sosial bukan masuk sebagai modal untuk pembiayaan.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Analisis secara parsial pada penelitian dan pembahasan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Variabel Dana Pihak Ketiga selama periode pada penelitian ini diperoleh
hasil nilai signifikansinya sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05
(5%). Dan nilai koefisiennya sebesar 0,679, maka dapat disimpulkan
bahwa dari hasil penelitian ini dana pihak ketiga berpengaruh positif
signifikan terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada perbankan syariah
di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan DPK tiap tahunnya
meningkat, itu artinya makin terpercaya oleh masyarakat bahwa
menyimpan dana di bank syariah aman bahkan menaruh dananya kepada
Bank Syariah dalam bentuk pola kerjasama antara nsabah dan bank. Hal
ini sejalan dengan Fungsi bank syariah yaitu menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Dengan demikian
Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan
dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
2. Variabel Capital Adequacy Ratio selama periode pengamatan penelitian
diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,186 yang artinya lebih besar
dari 0,05 (5%). Dan nilai koefisiennya sebesar -0,005. Sehingga dapat
dikatakan tidak berpengaruh terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada
Bank Umum Syariah. Hal tersebut dikarenakan bahwa meskipun
terbilang baik dalam mengelola modal bank tetapi apabila tidak
diimbangi dengan manajemen penyaluran pembiayaan yang efektif,
maka bank pun akan terhambat. Hal tersebut dapat terjadi karena alokasi
dana yang terhimpun pada bank belum sepenuhnya dapat dioptimalkan
untuk menghasilkan return yang maksimal bagi semua pihak yang terkait
sehingga mengakibatkan terjadinya pengendapan dana. Seperti untuk
ekspansi usaha karena adanya pembiayaan-pembiayaan yang diragukan
berpotensi pembiayaan macet.
3. Variabel Non Performing Financing selama periode penelitian ini
diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,008 yang artinya lebih kecil
dari 0,05 (5%). Dan nilai koefisiennya sebesar -0,017. Maka dapat
dikatakan bahwa NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
alokasi pembiayaan UMKM pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Hal
ini disebabkan karena apabila terjadi peningkatan pada NPF maka alokasi
pembiayaan UMKM akan mengalami penurunan dan juga semakin besar
resiko pembiayaan yang ditanggung oleh bank. Bila berlangsung terus
menerus akan mengurangi modal bank.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, keterbatasan penelitian
yang ada, maka saran yang dapat diberikan adalah kepada:
1. Perusahaan, untuk memperhatikan nilai Dana Pihak Ketiga karena
perubahan pada variabel diatas terbukti berpengaruh terhadap alokasi
pembiayaan UMKM, dan faktor lainnya CAR dan NPF dapat diabaikan
karena memiliki pengaruh yang sangat kecil bagi alokasi pembiayaan
UMKM.
2. UMKM, untuk dapat mempertimbangkan fasilitas pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah dalam memajukan usaha UMKM, karena saat
ini alokasi pembiayaan untuk UMKM sedah menjadi suatu kewajiban bagi
perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya dan sudah semakin
banyak perbankan syariah yang mengadakan program pembiayaan.
3. Akademisi, agar penelitian selanjutnya dapat menambah periode atau
objek penelitian, sehingga hasil penelitian lebih tergeneralisasi dan tepat.
Selain itu, akademisi dapat menambah variabel penelitian, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Sehingga penelitian yang ada lebih valid
dan beragam, mengingat dunia perekonomian merupakan dunia yang
dinamis.
4. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saran untuk peneliti selanjutnya sebaiknya tidak hanya
meneliti faktor-faktor internal yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan,
akan tetapi juga meneliti faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
penyaluran pembiayaan. Dengan demikian mampu menjelaskan dan
memberikan gambaran tentang kondisi penyaluran pembiayaan umkm pada
BUS secara lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur Buku :
Al-Qur‟an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah,
Jakarta Timur: Insan Media Pustaka, 2012.
Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Al-Arif Rianto Nur M, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis
Praktis, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
Anshori Ghofur Abdul, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007.
Arifin Arviyan dan Rivai Veithzal, Islamic Banking, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Asiyah Nur Binti, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Teras,
2014.
Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Jakarta:
Bank Indonesia, 2006.
Binjai Hasan Halim Abdul Syekh, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
Cahyono Tri Bambang, Analisis Bank Syariah, Jakarta: IPWI, 1994.
Karim A. Adiwarman, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007.
Karim A. Adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT.
Raja Grafindo, 2007.
Karim A. Adiwarman, Bank Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Karim A. Adiwarman, Bank Islam analisis fiqh dan keuangan, Edisi I, Cet. ke
I, Indonesia, Jakarta, 2003.
Karim A. Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Keempat,
Jakarta: Rajawali Pers, 201.
Antonio Syafi‟i Muhammad, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta:
Pustaka Alfabeta, cet ke-4, 2006.
Antonio Syafi‟i Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani. 2001.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ke-2, Jakarta:
Balai Pustaka, 2009.
Dewan Syariah Nasional MUI – Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI Edisi Revisi Tahun 2006 Jilid I, Ciputat: CV.
Gaung Persada, 2006.
Hasan A, Al-Furqan Tafsir Qur‟an, Universitas Al-Azhar Indonesia, 2010.
Huda Nurul , Current Issue Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.
Suharso dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, Semarang : CV.Widya
Karya, 2009.
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori menuju Aplikasi, Edisi pertama,
Cetakan pertama, Jakarta: Prenadamedia Group, 2010.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.
John M. Ivancevich, Robert Konopaske,dkk, Perilaku dan Manajemen
Organisasi, Penerbit : Erlangga, 2006.
Ghozali Imam, Aplikasi Analisis Multivaraite dengan Program BM SPSS 19,
Edisi 5, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Julianita dan Sarjono, Spss Vs Lisrel Sebuah Pengantar Aplikasi Untuk Riset,
Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Linnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan-Edisi Revisi 2014, Cetakan kedua belas,
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Moehar Daniel, Metodologi Penelitian Social Ekonomi, Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2002.
Muhammad, Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2014.
Muhammad, Manajemen Bank syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2005.
Muhammad, Manajemen Bank syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2015.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta : Rajawali Pers, 2015.
Priyatno Duwi , Paham Analisis Data dengan SPSS, Yogyakarta: Mediakom,
2010.
Prayitno Duwi, SPSS Analisis Statistik Data Lebih Cepat, Efisien, dan Akurat,
Yogyakarta: Mediakom, 2011.
Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta: UII
PRESS, 2004.
Saefullah Asep dan Sudaryono, Statistik Deskriptif – Langkah-langkah Mudah
Analisis Data, Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2004.
Sjahdeini Remy Sutan , Perbankan Islam, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, cet
ke-3 , 2007.
Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia,
2008.
Sunyoto Danang, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, Yogyakarta: Media
Pressindo ,2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta,
2004.
Rivai Veithzal dkk, Bank dan Financial Institution Managemen Conventional &
Syaria System, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Rivai Veitzhal , Manajemen Kelembagaan Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
Saeed Abdullah, Bank Islam dan Bunga studi kritis larangan riba dan
interprestasi kontemporer, Cet. II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Sugiono, Penelitian Administratif, Bandung: Alfa Beta, 2001.
Chapra Umer M, .Islamic and Economic Deveplopmen, Yogyakarta: Media
Persindo, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2011.
Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitaif dan Kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Santoso, Aplikasi SPSS Pada Statistic Multivariant, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo,2012.
Sujarweni Wiratna V, Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi , Yogyakarta:
Pustaka Baru Press, 2015).
Noor Juliansyah, Metodologi Penelitian, Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.
Veithzal Permata Andria dan Rivai Veithzal, Credit Management Hand Book,
Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktisi Mahasiswa,
Bankir, dan Nasabah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Wibowo Edy dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor: Ghalia Indonesia
cet.I, 2005.
Winarno Wahyu Wing, Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan SPSS
edisi-4, Yogyakarta: UPP STIM YPKN, 2015.
Wiroso, Produk Perbankan Syariah Dilengkapi UU Perbankan Syariah dan
Kodefikasi Produk Bank Indonesia, Jakarta: LPFE Usakti, 2009.
Literatur Jurnal dan Skripsi :
Aditya Galih, Tito. “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non
Performing Loan, Return On Assets, dan Loan To Deposit Ratio Terhadap
Jumlah Penyaluran Kredit Pada Bank di Indonesia”, Skripsi Universitas
Diponegoro Semarang, 2011.
Agustina, Alinda. “Pengaruh CAR, ROA, dan NPL Terhadap Penyaluran Kredit
UKM di Indonesia”, Skripsi Universitas Negeri Medan,2012.
Anindita, Irma.”Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga,CAR,NPL dan LDR
Terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi Pada Bank Umum Swasta
Nasional Periode 2003-2010)”,Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang , 2011.
Citra, Cahya Masturina. “Pengaruh NPF, DPK, Dan Inflasi Terhadap
Penyaluran Pembiayaan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Pada BPRS
di Indonesia”. Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tidak Dipublikasikan, 2013.
Chorida, Luluk. “Pengaruh Jumlah Dana Dihak Ketiga, Inflasi, Dan Tingkat
Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (studi
pada bank-bank syariah di indonesia)”, Skripsi UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang, 2010.
Danistryo, Gerry. ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan
Penawaran Kredit UMKM di Indonesia”, Skripsi Fakultas Ekonomi Dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2009.
Gede Meydianawathi, Luh “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan
Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006), Skripsi universitas
Udayarna Denpasar Bali, 2006.
Hani Oktarina Nursyarifah, Pengaruh DPK, FDR, dan ISR Terhadap Kinerja
Keuangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2010-2015, Skripsi
Program Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Rden Intan
Lampung, 2017.
Hadiyatul maula, Khodijah. “Pengaruh Simpanan (Dana Pihak Ketiga), Modal
Sendiri, Marjin Keuntungan dan NPF (Non Performing Financing)
Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri”, Skripsi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
Hardiyanto, Hery. “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing
Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Yang Disalurkan Serta
Implikasinya Pada Return On Assets (ROA) di Bank Muamalat
Indonesia”, Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon,2010.
Hayati. “Analisis pengaruh suku bunga kredit bank umum terhadap permintaan
kredit usaha kecil di kota manado”, skripsi Universitas Sam Ratulangi
Manado,2006.
Ulfah Muharramah, Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Perfoming
Financing, dan Size terhadap Kinerja Keuangan PT. Bank Syariah
Mandiri, Skripsi Program Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri
Redn Intan Lampung, 2017.
Machmud, Amir, “Bank Syariah Sebagai Alternatif Pembiayaan Usaha Kecil
dan Menengah di Indonesia”. Jurnal Indonesia Membangun Vol 7 No.1
Maret-Juni 2008, ISSN 1412-6907. 2008.
Perwtaatmadja, Karnaen.”Istiqomah dalam menjalankan operasional Bank
Syariah”, kertas kerja seminar bank syariah,24 september 1997.
Purnama Alam, Pram.“Ananlisis Faktor- Faktor yang menyebabkan Peningkatan
Non Performing Loan (NPL) dan Dampaknya TerhadapPenyaluran Kredit
di Sektor UMKM (Studi Kasus di bank BRI), Skripsi Institut Pertanian
Bogor,2008.
Pratiwi, Susan., & Lela Hindasah. “ Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital
Adequacy Ratio, Return On Asset, Net Interest Margin, dan Non
Perfoming Loan TerhadapPenyaluran Kredit Bank Umum di
Indonesia” . Jurnal Manajemen dan Bisnis. Volume 5 No. 2
September 2014. Progam Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2014.
Sahara, Ratna dan Nunung Nurul Hidayah, “Analisis Perbandingan Kinerja
Keuangan Bank Muamalat Periode 1992-1998 dan 1999-2006”,
Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia, 2015.
Sukma Yoli Lara. “ Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Kecukupan Modal dan Risiko
Kredit terhadap Profitabilitas (Perusahaan Perbankan yang terdaftar di
BEI, Skripsi Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang, 2009.
wahyu ningsih, Sri.“Peranan UKM Dalam Perekonomian Indonesia”, Jurnal
Mediagro vol 5 no.1 2009.
Wahyu Sujati, Cokro.“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK
Pada Bank- Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004- 2007)”, skripsi
UIIS Yogyakarta, 2007.
Wahyudi, Fajar.”Kelebihan dan Kelemahan Pembiayaan kepada BPR dengan
Pola Executing”,Makalah pada Workshop/Knowledge Sharing Linkage
Program Kepada Pejabat Bank .Pembangunan Daerah, diselenggarakan
Oleh Tim Arsitektur Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, Bali,26-28
Maret 2008.
Wijono,”Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar
Sistem Keuangan Nasional:Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai
Kemiskinan”, jurnal kajian ekonomi dan keuangan,edisi khusus (november
2005).
Citra, Cahya Masturina. “Pengaruh NPF, DPK, Dan Inflasi Terhadap Penyaluran
Pembiayaan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Pada BPRS di
Indonesia”. Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tidak Dipublikasikan, 2013.
Kuncoro, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: BPFE, 2002)
dikutip oleh Hani Oktarina Nursyarifah, Pengaruh DPK, FDR, dan ISR
Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2010-
2015 (Skripsi Program Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, 2017.
Literatur Undang- Undang
Undang – UndangNomor 10 tahun 1998, “Tentang Perubahan Atas Undang –
Undang Nomor 7 Tahun 1992.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
UU No 21 Tahun 2008 Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008
pasal 25 ketentuan umum.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 Pasal 2 ayat 1.
Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK. 06/2003.
Internet
http://www.bi.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 10.42 wib.
http://www.bps.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 10.43 wib.
http://www.ojk.go.id, diakses pada tanggal 7 Januari 2018 Pukul 10.58 wib.
http://www.depkop.go.id diakses pada tanggal 7 Maret 2018 Pukul 05.42 wib.
http://www.scribs.com. Diakses 15 april 2018.
http://www.Koperasisyariah.com diakses pada tanggal 21 Mei 2018 Pukul 09.57
wib.
http://wirausahanet.tripod.com diakses pada tanggal 3 Juni Pukul 10.02 wib.
DAFTAR VARIABEL Y DAN X LAPORAN STATISTIK PERBANKAN
SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN
(BANK UMUM SYARIAH DATA PERBULAN)
PERIODE 2015 - 2017
Bulan/Thn X1
(DPK)
X2
(CAR)
X3
(NPF)
Y
(UMKM)
LN_X1
(LN_DPK)
LN_Y
(LN_UMKM)
Jan-15 164.291 14,16 5,56 145.976 12,01 11,89
Feb-15 163.159 14,38 5,83 145.817 12 11,89
Mar-15 165.034 14,43 5,49 147.136 12,01 11,9
Apr-15 164.400 14,50 5,20 147.245 12,01 11,9
Mei-15 164.375 14,37 5,44 148.021 12,01 11,91
Jun-15 162.817 14,09 5,09 150.709 12 11,92
Jul-15 165.378 14,47 5,30 149.059 12,02 11,91
Agt-15 164.561 15,05 5,30 149.287 12,01 11,91
Sep-15 166.433 15,15 5,14 151.157 12,02 11,93
Okt-15 165.857 14,96 5,16 150.389 12,02 11,92
Nov-15 167.150 15,31 5,13 150.867 12,03 11,92
Des-15 174.895 15,02 4,84 153.968 12,07 11,94
Jan-16 173.230 15,11 5,46 152.200 12,06 11,93
Feb-16 173.834 15,44 5,59 151.752 12,07 11,93
Mar-16 174.779 14,90 5,35 152.967 12,07 11,94
Apr-16 174.135 15,43 5,48 153.433 12,07 11,94
Mei-16 174.354 14,78 6,17 155.722 12,07 11,96
Jun-16 177.051 14,72 5,68 158.143 12,08 11,97
Jul-16 178.768 14,86 5,32 156.573 12,09 11,96
Agt-16 178.934 14,87 5,55 156.623 12,09 11,96
Sep-16 198.976 15,43 4,67 171.979 12,2 12,06
Okt-16 199.462 15,27 4,80 173.299 12,2 12,06
Nov-16 202.332 15,78 4,68 174.552 12,22 12,07
Des-16 206.407 15,95 4,42 177.482 12,24 12,09
Jan-17 205.783 16,99 4,72 173.466 12,23 12,06
Feb-17 208.429 17,04 4,78 174.625 12,25 12,07
Mar-17 213.199 16,98 4,61 178.081 12,27 12,09
Apr-17 218.944 16,91 4,82 178.124 12,3 12,09
Mei-17 220.392 16,88 4,75 180.632 12,3 12,1
Jun-17 224.420 16,42 4,47 185.570 12,32 12,13
Jul-17 228.080 17,01 4,50 183.623 12,34 12,12
Agt-17 225.440 16,42 4,49 184.354 12,33 12,12
Sep-17 232.349 16,16 4,41 186.152 12,36 12,13
Okt-17 229.957 16,14 4,91 186.122 12,35 12,13
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Ln_X1 36 12,00 12,38 12,1516 ,13360 Capital Adequacy Ratio 36 14,09 17,91 15,5486 1,00476 Non Performing Financing 36 4,41 6,17 5,0875 ,44271 Ln_Y 36 11,89 12,15 12,0047 ,09216 Valid N (listwise) 36
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 36 Normal Parameters
a,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,01013093 Most Extreme Differences Absolute ,073
Positive ,073 Negative -,073
Test Statistic ,073 Asymp. Sig. (2-tailed) ,200
c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Tabel 4.3
Hasil Uji Autokorelasi
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -261,14224
Cases < Test Value 18 Cases >= Test Value 18 Total Cases 36 Number of Runs 13 Z -1,860 Asymp. Sig. (2-tailed) ,063
a. Median
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 3,918 ,352 Ln_X1 ,679 ,032 ,985 ,180 5,554
Capital Adequacy Ratio -,005 ,004 -,058 ,202 4,958
Non Performing Financing -,017 ,006 -,081 ,459 2,180
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Tabel 4.5
Hasil Uji Linear Berganda
Koefiseien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 ,994a ,988 ,987 ,01060
a. Predictors: (Constant), Non Performing Financing, Capital Adequacy Ratio, Ln_X1 b. Dependent Variable: Ln_Y
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,294 3 ,098 871,962 ,000b
Residual ,004 32 ,000 Total ,297 35
a. Dependent Variable: Ln_Y b. Predictors: (Constant), Non Performing Financing, Capital Adequacy Ratio, Ln_X1
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Hasil Uji t (Parsial)
Hasil Uji t
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Gambar 4.1 Hasil Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.1
Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber: Hasil Output SPSS 23 data sekunder yang diolah, 2018.
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig. B Std. Error
1 (Constant) 3,918 ,352 11,145 ,000
Ln_X1 ,679 ,032 21,506 ,000
Capital Adequacy Ratio -,005 ,004 -1,351 ,186
Non Performing Financing -,017 ,006 -2,832 ,008
Top Related