PENGANTAR KAJIAN
SISTEM KESEHATAN DAERAH
Isu desentralisasi di Indonesia dimulai pasca reformasi sekitar tahun 1999 –
2000. Hal itu ditandai dengan lahirnya UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang membawa angin baru bagi dunia pemerintahan di
Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Keluarnya undang-undang
tersebut membawa implikasi yang luas terhadap pelaksanaan tugas dan
wewenang pihak penyelenggara pemerintah kabupaten dan kota baik untuk
badan eksekutif maupun legislatif. Pihak eksekutif sebagai pelaksana kebijakan
akan memiliki tugas dan wewenang yang semakin besar dan di sisi lain pihak
legislatif dituntut untuk mengoptimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan
eksekutif.
Identifikasi struktur dan penyelenggaraan sistem kesehatan secara
keseluruhan terlihat pelaku-pelaku yang berperan sesuai dengan peraturan di
dalam sistem kesehatan tersebut. Pemahaman peran masing-masing di dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan diharapkan pemerintahan daerah
dapat mempunyai rasa memiliki sektor kesehatan. Rasa kepemilikan yang tinggi
untuk peningkatan status kesehatan masyarakat dapat diwujudkan secara lebih
baik dibanding bila hanya bertumpu pada pemerintah pusat saja.
Desentralisasi mempunyai salah satu sektor yang sangat penting terutama
bagi peran tenaga kesehatan, yaitu sistem kesehatan daerah di mana
pemerintahan daerah diberikan wewenang dalam mengaturnya. Hakikat
desentralisasi adalah perubahan paradigma pembangunan kesehatan. Hal ini
sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat luas yang meliputi nilai
efisiensi, efektivitas, dan keadilan dalam pelaksanaannya.
Seiring dengan berkembangnya era otonomi daerah dan untuk mewujudkan
keberhasilan pembangunan kesehatan daerah maka perlu dikembangkan Sistem
Kesehatan Daerah (SKD) yang merupakan bagian integral dari sistem
kesehatan. SKD menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya kesehatan,
pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan sesuai dengan potensi
dan kondisi daerah. SKD merupakan acuan pembangunan kesehatan di daerah,
acuan bagi berbagai pihak dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
daerah.
SKD disusun untuk menyesuaikan sistem kesehatan di daerah dengan
berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kesehatan di daerah sebagai
bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional. SKD adalah suatu
tatanan yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta di daerah secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Wiludjeng dalam Sistem
Kesehatan, 2006).
Kedudukan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan suprasistem dari
SKD. SKD menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya obat dan
perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan
sesuai dengan potensi dan daerah. SKN sebagai wujud penyelenggaraan
kesehatan nasional terdiri dari keseluruhan Sistem Kesehatan Provinsi (SKP)
dan masing-masing SKP terdiri dari berbagai Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
(SKK) dalam wilayah Provinsi. Oleh karena itu, SKN merupakan suprasistem dari
SKD atau sebagai bagian integral dari SKN. SKD menguraikan subsistem dalam
SKN secara spesifik sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. SKN yang ada
merupakan fasilitator bagi pengembangan SKD dengan mengacu pada SKN dan
mempertimbangkan kondisi, dinamika, dan masalah spesifik daerah.
Penyusunan SKD tersebut perlu memperhatikan komitmen dilaksanakannya
Standard Pelayanan Minimal di bidang kesehatan dan juga komitmen global
dalam pembangunan kesehatan, seperti pencapaian Millenium Development
Goals, Macro-economic and Health, Sistainable Development, Proverty
Reduction Strategic Paper, dan A World Fit for Children (Depkes, 2004c).
Menurut Wiludjeng (2006) fungsi SKD sebagai berikut:
1. Acuan setiap individu maupun kelompok atau lembaga yang terkait dengan
kesehatan dalam penyelenggaraan kebijakan, program, maupun
kegiatannya;
2. Pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta
pembangunan berwawasan kesehatan;
3. Sistem terbuka yang berinteraksi dengan berbagai sistem lainnya, bersifat
dinamis, dan selalu mengikuti perkembangan;
4. Keberhasilan pelaksanaan SKD sangat tergantung pada semangat, dedikasi,
ketekunan, kerja keras, kemampuan, dan ketulusan para penyelenggara
demikian pula diperlukan komitmen dan kemauan dari seluruh stakeholder
dalam menyikapi SKD.
SKD dipergunakan sebagai acuan pembuatan kebijakan dan pedoman
pelaksanaan pembangunan berwawasan kesehatan dengan mengembangkan
kreativitas, inovasi dan kemampuan daerah. SKD merupakan sistem yang dapat
berinteraksi dengan sistem yang lain. Pengembangan SKD dilaksanakan secara
bertahap, komprehensif disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah
serta perkembangan di luar sistem kesehatan yang diproyeksikan. Pelaksanaan
sistem kesehatan ditujukan untuk menangani masalah kesehatan dan untuk
mendukung terwujudnya kesejahteraan dengan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
SKD merupakan bukti secara tidak langsung adanya keinginan Bangsa
Indonesia untuk mengganti pola sistem kesehatan nasional yang sentralistik.
Pembangunan baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial diakui mengalami
peningkatan. Namun, hal itu sebenarnya belum mampu membuat pemerataan
yang berkeadilan untuk semua kawasan. Di sisi lain diakui setelah beberapa
tahun sistem desentralisasi berjalan ternyata permasalahan disparitas kesehatan
masih terjadi, baik dari aspek sosial ekonomi, antarkawasan, maupun
antarperkotaan-pedesaan yang masih tinggi. Upaya sistematis yang berorientasi
desentralisasi harus dilakukan untuk fungsi-fungsi desentralisasi yang berkorelasi
sistem kesehatan dapat tersentuh oleh kebijakan yang ada di daerah. Dukungan
sistem kesehatan daerah yang bagus, secara sinergis, dan dilakukan oleh
seluruh pemerintah di daerah akan membentuk jaringan sistem kesehatan
nasional yang handal, terkendali, dan sesuai dengan sistem negara kesatuan.
Malang, 27 April 2012
Nur Laily Agustina Sekbid Kastrat ISMKI Wilayah 4
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Rajawali Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes. Jakarta.
Miils, A., J.P. Vaughan, D.L. Smith, dan I. Tabibzadeh. Desentralisasi Sistem Kesehatan: Konsep-konsep, Isu-isu, dan Pengalaman di Berbagai Negara (diterjemahkan oleh Trisnantoro, L). Gajah Mada University Press, 1989.
Saefullah, Avip. 2006. Relevansi Pembangunan Kesehatan Daerah terhadap Kebijakan Kesehatan Nasional di Era Otonomi Daerah. FK Unpad. Bandung.
Siagian, Albiner. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Kesehatan (Suatu Kajian Kesiapan Daerah Menghadapi Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010). Makalah Pengantar Falsafah Sains. IPB. Bandung.
Trisnantoro, Laksono. 2010. Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007. BPFE. Yogyakarta.
www.desentralisasi-kesehatan.net
www.depkes.go.id
Top Related