PENERAPAN STRATEGI PQ3R
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
INTENSIF
Disusun untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Membaca
Intensif dan Ekstensif
Disusun Oleh:
Citra Rizky Lestari2101411079
Rombel 4
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Membaca dan Pengajaran Membaca
2.1.1.Hakikat Pendekatan
2.1.2.Tujuan
2.1.3.Manfaat
2.1.4.Pendekatan Membaca
2.1.4.1.Pendekatan Empirikal
2.1.4.2.Pendekatan Eksperimental
2.1.4.3.Pendekatan Konseptual
2.1.5.Proses Membaca
2.2. Membaca Intensif
2.2.1. Membaca Telaah Isi2.2.1.1 Membaca Teliti2.2.1.2 Membaca Pemahaman2.2.1.3 Membaca Kritis2.2.1.4 Membaca Ide
2.2.2. Membaca Telaah Bahasa
2.2.2.1 Membaca Bahasa2.2.2.2 Membaca Sastra
2.3 Strategi Pembelajaran Membaca
2.4 Strategi Belajar PQ3R dan Ruang Lingkupnya
2.5 Membaca Intensif dalam Strategi PQ3R
2.6 Mengukur Kemampuan dan Pemahaman Membaca
2.7 Tes Kemampuan Membaca
2.1. Teori Membaca dan Pengajaran Membaca
2.1.1. Pendekatan Membaca
Apa pendekatan itu? Dalam pembelajaran, pengertian pendekatan sering kali
disamakan atau disinonimkan dengan pengertian metode dan pengertian metode
disinonimkan dengan teknik. Sebenarnya ketiga istilah tersebut adalah berbeda, hanya saja
perbedaannya tidak terlalu jelas jika kita kurang cermat dalam menggunakan istilah-istilah
tersebut. Oleh karenanya, dalam pemakaian ketiga istilah itu terjadi tumpang tindih.
Ketumpangtindihan terjadi pada tataran persepsi dan tataran produksi.
Untuk mengatasi ketumpangtindihan itu, Antony (dalam Subiyakto 1993:8)
membedakan istilah pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan (approach) adalah tingkat
asumsi atau pendirian mengenai bahasa dan pembelajaran bahasa (termasuk keterampilan
berbahasa). Atau bisa dikatakan bahwa pendekatan merupakan falsafah tentang pembelajaran
bahasa dan keterampilan berbahasa. Pendekatan mengacu pada tesis, asumsi, dan paramater
yang diturunkan dari teori-teori tertentu yang kebenarannya sudah diuji sehingga tidak perlu
diragukan lagi. Pendekatan mempunyai sifat aksiomatis.
Metode (method) merupakan tingkat penerapan teori-teori yang ada pada tingkat
pendekatan. Penerapan dilakukan dengan cara melakukan pemilihan keterampilan khusus
yang akan dibelajarkan, materi yang harus diajarkan, dan sistematika urutannya. Metode
mengacu pada pengertian tahap-tahap secara prosedural dalam mengolah kegiatan belajar
mengajar bahasa yang dimulai dari merencanakan, melaksanakan sampai mengevaluasi.
Penerapan metode harus sesuai atau relevan dengan pendekatan yang dipilih karena metode
merupakan penerapan dari pendekatan.
Teknik (technique) merupakan implementasi dari metode dalam kegiatan belajar
mengajar. Teknik bersifat implementasional, individual, dan situasional. Teknik mengacu
pada siasat guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, baik di kelas maupun di luar
kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar, teknik merupakan siasat yang digunakan guru dalam
melaksanakan fungsinya dengan tujuan memperoleh hasil yang optimal. Teknik ditentukan
berdasarkan metode yang digunakan.
2.1.2. Tujuan Membaca
Tujuan membaca dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup sistem dan memahami makna bacaan. Anderson (dalam Tarigan 1987:9)
mengemukakan beberapa tujuan membaca yaitu :
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan
oleh sang tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memcahkan
masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca
untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading detail’s or fact) .
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik,
masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau dialami sang tokoh, dan
merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya.
Membaca seperti ini disebut untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
c. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita
apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga atau seterusnya. Setiap tahap
dibuat untuk memecahkan suatau masalah, adegan-adegan dan kejadian buat dramatisasi.
Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau organisasi cerita (reading for
squance of organization).
d. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan cara itu,
apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada pembaca, mengapa para
tokoh berubah, kualitas-kualitas apa yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi
(reading for inference).
e. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar
mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar-benar
atau tidak. Ini disebut membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak
biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam ceita, atau apakah cerita
itu benar atau tidak benar, ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify).
f. Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-
ukuran tertentu, apakah ingin berbuat seperti yang ingin diperbuat sang tokoh, atau
bekerja seperti sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai,
membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
g. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana
hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai
persamaan, bagaimana tokoh yang menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk
memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
Nurhadi (2004:14) mengemukakan bermacam-macamvariasi tujuan membaca, yaitu :
a. Membaca untuk tujuan studi (telaah ilmiah)
b. Membaca untuk menagkap garis besar bacaan
c. Membaca untuk tujuan menagkap garis besar bacaan
d. Membaca untuk menikmati karya sastra
e. Membaca untuk mengisi waktu luang
f. Membaca untuk mencari keterngan tentang suatu istilah ini disebut membaca untuk
memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast) Anderson
dalam Tarigan (1994:9-10).
Berbeda dengan pendapat Tarigan dan Anderson di atas, Mulyati (1998:55)
menyebutkan bahwa pada dasarnya, tujuan membaca ialah mamahami apa yang dibaca/isi
bacaan, selain memahami masalah atau topiknya, selanjutnya memahami mengapa, siapa,
bagaimana, kapan, dan dimana terjadi suatu peristiwa.
Secara lebih khusus mulyati, masih dari sumber yang sama beliau menyebutkan bahwa
tujuan membaca ada empat macam, yaitu :
1) Untuk mengisis waktu luang;
2) Untuk mencari hiburan;
3) Untuk kepentingan studi ;
4) Untuk mencari informasi dan menambah pengetahuan;
Sementara itu Supriyadi (1996:128) memberikan tambahan atas tujuan membaca yang
dikemukakakn oleh Mulyati. Menrut beliau membaca dilakukan seseorang dengan tujuan
sebagai berikut.
1) Untuk mengisis waktu luang;
2) Untuk mencari hiburan;
3) Untuk kepentingan studi ;
4) Untuk mencari informasi dan menambah pengetahuan;
5) Memperkaya perbendaharaan kosa kata;
6) Memupuk perkembangan keharuan dan keindahan;
Tujuan orang membaca menurut Subyakto dan Nababan (1993:164) adalah :
a Untuk mengerti atau memahami isi atau pesen yang terkandung dalam suatu bacaan
seefisien mungkin;
b Untuk mencari informasi yang: kognitif dan intelektual, yakni digunakan seseorang
untuk menambah keilmiahhannya sendiri; referensial dan faktual, yakni yang digunakan
seseorang untuk menegetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini; aktif dan emisional,
yakni yang digunakan seseorang untuk mencarai kenikmatan dalam membaca.
Sedangkan tujuan membaca menurut Widyamurta (1992:140) adalah membuat seseorang
menjadi arif dengan alasan :
a Dengan membaca orang akan menjadi luas cakrawala hidupnya;
b Dengan membaca buku, pembaca dibawa dalam dunia pikiran dan renungan;
c Dengan membaca orang menjadi memesona dan merasa nikmat dalam tutur katanya
Dari beberpa tujuan membaca di atas, yang dimaksud tujuan membaca dalam penelitaian
ini adalah untuk kepentingan studi, untuk mencari informasi dan menambah pengetahuan,
memperkaya perbendaharaan kosa kata, dan untuk memahami makna bacaan.
Demikian adalah beberapa hal tentang tujuan seseorang melakukan aktifitas membaca.
2.1.3. Manfaat Membaca
Suatu teori membaca mempunyai nilai dan fungsi tersendiri dalam studi dan
pengajarannya. Pertama, suatu teori membaca dalam kelebuhan atau kekurangannya banyak
sekali membantu pihak-pihak yang bermaksud mempelajari masalah membaca dan
pengajarannya memperoleh gambaran tentang apa yang disebut membaca. Atau setidak-
tidaknya mereka memiliki suatu konsep tentang membaca yang tentunya akan memudahkan
mereka untuk berbicara lebih banyak lagi tentang membaca itu. Kedua, khusus bagi
pengajaran pembuna membaca, suatu teori tentang membaca sangat diperlukannya dalam
membaca dan melaksanakan tugas-tugasnya membina siswa dalam membaca. Berdasrkan
teori membaca yang akan dilaksanakan, menyususn macam-macam programnya, dan
mengarahkan kegiatan belajar-mengajarnya dalam rangka mencapai tujuan yang akan
dicapainya. Ketiga, mereka yang bermaksud melakukan suatu penelitian tertentu mengenai
masalah membaca dan pengajarannya, suatu teori membaca tertentu mutlak dibutuhkan.
Teori membaca ini mesalnya diperlukan sebagai kerangka acuan kerja, sebagai dasar
pembatasan masalah, dan sebagai nalar pemusatan penelitiannya.
2.1.4. Pendekatan Membaca
2.1.4.1. Pendekatan Konseptual
Pendekatan ini meliputi macam–macam metodoloagi pendekatan yang semuanya
berangkat dari suatu konsepsi tentang membaca dan berkesudahan dengan satu model
tertentu tentang prose membaca.
Tokoh dalam pendekatan ini adalah Kennet s godman. Ia menyatakan bahwa
membaca pada hakekatnya merupakn proses komunikasi yaitu antara pembaca dengan
tuturan tertulis yang dibacanya. Hal tersebut melatar belakangi pendekatan konseptual.
2.1.4.2. Pendekatan Empirikal
Pendekatan ini mencakup bermacam–macam pendekatan yang bertolak dari pengalaman
serta penghayatan proses membaca., baik dari penyusunan teori itu sendiri maupun orang lain
yang dijadikan banyak penelitian.
Teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir sebagai seperangkat
keterampilan membaca sebagai prose mempersepsi, sebagai kegiatan visual, dan membaca
sebagai pengalaman bahasa.
Teori yang pertama yaitu teori yang memandang membaca sebagai proses berpikir,
dirintis pengembanganny oleh Edward L Thorndike.
Teori kedua yang berdasarkan pendekatan empirikal adalah teori yang memandang prose
membaca sebagai penerapan keterampilan.
2.1.4.3. Pendekatan Eksperimental
Pendekatan eksperimental meliputi bermacam-macam studi dan penelitian yang
dilaksanakan dengan eksperimental untuk mengkaji bagaimana pemahaman
berlangsung.jenis-jenis kemampuan intelektual apa saja yang bekerja dalam peoses
pemahaman itu, dan faktor apa saja yang berpengaruh dalam pemahaman itu.
a Eksperimental Pemahaman
Eksperimentasi tentang masalah pemahaman dalam proses membaca yang telah
dilakukan selama ini banyak sekali jumlah dan jenisnya. Masalah yang dikaji pada dasrnya
berkisar disekitar proses pemahaman atau penangkapan makna dari tuturan tertulis yang
dibaca (bacaan). Teori yang dimanfaatkannya sebagai proses atau kegiatan menangkap
makna dari bacaan.beberapa penemuannya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pengajaran membaca sebagai proses atau kegiatan menangkap makna dari bacaan. Beberapa
penemuan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengajaran membaca, pertama adalah
penemuan-penemuan mengenai proses mempersepsi maknayang antara lain meliputi (1)
persepsi atau pengenalan/pemahaman akan makna material bahasa bacaan (kata-kata dan
kalimat) berdasarkan pengalaman pembaca langsung berhubungan dengan material bahasa
itu, (2) dalam memahami atau mepersepsi makna, pembaca cenderung memenfaatkan kunci-
kunci penanda makna (cues), atau menganalisis pola bentukan bahasa bacaan, dan (3)
persepsi yang kuat atu baik terhadap makna bahasa bacaan sebagai hasil menghayati dan
menganalisis bahasa bacaan itu akan membuat pembaca memiliki ingatan yang baik pula
terhadap makna bacaan itu. Kedua adalah penemuan-penemuan mengenai pembentukan
konsep dalam membaca, yaitu simbolik tentang hal-hal yang direspon pembaca dari bacaan.
Eksperimentasi dalam bidang ini antara lain menemukan (1) persepsi yang baik terhadap
makna bahasa bacaan menghasilkan konsep yang baik pula tentang makna bahsa bacaan itu,
(2) konsep yang abstrak sifatnya tentang makna material bahasa bacaan terbentuk
berdasarkan konsep-konsep yang kongrit dan tingkat intelegensi membaca, dan (3)
pengembangan konsep tentang makna bahasa bacaan dapat dibina dengan mengyiapkan
program pengajaran yang baik. Ketiga adalah penemuan-penemuan mengenai peranan
penguasaan bahasa pembaca dalam proses memahami makna pada waktu membaca.
Eksperimentasi dalam bidang ini anara lain menemukan bahwa pemahaman bacaan
tergantung pada (1) jumlah kosa kata yang dikuasai, (2) luas dan dalamnya ragam makna kata
yang dikuasainya, (3) mapannya penguasaanya terhadap kaidah-kaidah bahasa, dan (4)
baiknya penguasaan tentang tata penulisan bahasa
b. Jenis Kemampunan Intelektual
Pemanfaatan kedua dari pendekatan eksperimental dapat ditelusuri jejak-jejaknya
pada studi dan penelitian yang mengkaji jenis-jenis kemampuan intelektual yang bekerja
dalam proses pemahaman pada waktu pelaksanaan membaca. Kebanyakan studi dan
penelitian ini menggunakan analisis faktor dimana bermacam-macam jenis tes (seperti
misalnya tes kemampuan membaca, tes pemakaian bahasa, dam tes itelegensia) disajikan
kepada sekelompok siswa, dan kemudian hasilnya dianalisis serta diuji kembali sehingga
diperoleh kesimpulan tentang komponen-komponen kemampuan kejiwaan yang dominant
sifatnya dalam pemahaman pad waktu membaca. Salah seorang tokoh terkemuka dalam
bidang ini ialah F.B. Davis (1968, 1971, 1972) menganalisis tes batera membaca yang
jumlahnya cukup besar yang disajikan kepada siswa SMA di Amerika. Dengan menerapkan
analisis faktor, Davis menyimpulkan bahwa ada 4 jenis keterampilan intelektual yang
diterapkan pembaca dalam membaca komprhessif, yaitu (1) megingart makna kata da menari
kesimpulan tentang makna suatu kata dari konteks bacaan, (2) menangkap makna tersurat
dari bagian-bagian bacaan dan mengkerangkakan ide-ide dalam bacaan, (3) menarik
kesimpulan tentang isi bacaan, dan (4) menangkap tujuan atau maksud pengarang bacaan,
sikapnya seleranya, dan teknik pemaparannya. Data Davis kemudian dianalisis kembali oleh
Spearritt (1972) dengan prosedur analisis yang berbeda tyang akhirnya juga menghasilkan 4
jenis keterampilan intelektual, yaitu (1) menarik kesimpulan tentang isi bacaan, (2)
mengingat makna kata, (3) mengikuti stuktur bacaan, dan (4) menangkap maksud dan tujuan
pengarang bacaan, sikap, dan seleranya. Disamping itu, disimpulkannya pula bahwa dalam
membaca komprehensif, kemampuan bernalar memainkan peranan yang penting sekali.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses membaca
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses membaca adalah faktor intelegensia,
sikap, perbedaan jenis kelamin, penguasaan bahasa, status ekonomi sosial, bahan bacaan, dan
guru. Intelegensia yang dikonsep sebagai kemampuan mental atau potensi belajar teleh
dibuktikan berpengaruh terhadap proses pemahaman dalam membaca hampir pada setiap
jenjang pendidikan.
Pengaruhnya dibuktikan dengan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil
tes intelegensia memiliki korelasi positif yang cukup tinggi dengan hasil tes membaca
komprehensif, seperti misalnya: (1) penelitian Bond bersama Dykstra (1967) pada siswa
kelas 1 SD, (2) penelitian Allen (1944) pada siswa kelas IV SD, dan penelitian Thorndike
(1963) pada mahasiswa tingkat permulaan.
Sikap sebagai kecenderungan jiwa (predisposisi) yang prediktif sifatnya dalam
mereaksi sesuatu, oleh sementara ahli bidang studi membaca telah dikaji pengaruhnya
terhadap kemampuan membaca. McKillop (1952) misalnya menemukan bahwa sikap siswa
kelas XI (3 SMA) berpengaruh pada kemampuanya menampilkan pendapat atau penilaian
(judgement) terhadap masalah-masalah yang terdapat dalam bacaan. Groff (1962)
menemukan gejala yang sama pada siswa kelas 5 dan 6 SD, yaitu sikap siswa mempengaruhi
kemampuannya dalam membaca isi bersirat dari suatu bacaan. Selain itu ditemukan pula
bahwa sikap tidak berpengaruh pada kemampuan membaca yang tersurat.
Pebedaan kelamin atau seks, taitu antara laki-laki dan perempuan, juga telah diteliti
secara eksperimental sebagai factor yang berpengaruh dalam belajar membaca. Tokoh-tokoh
terkemuka dalam penelitian ini ialah (1) Stroud bersama Lindquist (1942) yang mengkaji
pengaruh perbedaan kelamin dalam belajar membaca pada siswa kelas III sampai VIII SD,
Pauley (1951) pada siswa yang baru masuk sekolah, (3) Hughes (1953) yang
membandingkan prestasi membaca komprehensif siswa laki-laki dengan perempuan dari
kelas II sampai kelas VIII SD, dan Fabiah (1955) yang mengkaji pengaruh perbedaan
kelamin dalam kemampuan membaca pada siswa yang telah menamatkan pelajarannya di
SD.
Penguasaan bahasa sebagai faktor yang berpengaruh dalam proses memahami bacaan
telah banyak dibuktikan dengan studi dan penelitian yang menerapkan pendekatan konseptual
dan pendekatan empirikal. Teori membaca sebagai proses berpikir yang dirintleh Thorndike,
Teori Substrata-Faktor dari Holmes, dan teori-teori kunci penanda makna (cues) dari Godman
dan Smith, dan teori-teori lainnya, pada dasarnya hampir semuanya menyepakati bahwa
penguasaan bahasa siswa merupakan faktor yang menentukan sifatnya dalam proses
membaca. Walaupun demikian, sementara serjana penganut pendekatan eksperimental masih
belum merasa puas dengan kesepakatan itu. Mereka lalu melaksanakan studi dan penelitian
eksperimentif untuk lebih dapat melaksanakan studi dan penelitian eksperimentif untuk
meyakinkan didrinya akan besarnya pengaruh faktor penguasaan bahasa siswa.
Kedudukan orang tua anak didik di tengah-tengah masyarakat, keadaan ekonomi
rumah tangga, dan lingkungan hidup anak didik adalah beberapa faktor yang tergolong SES.
Factor-faktor ini telah dibuktikan pula lewat penelitian eksperimental berpengaruh terhadap
kemampuan membaca anak didik. Peneletian Hill dan Geameto (1963) misalnya menemukan
bahwa siswa kelas III SD yang kondisi SESnya kurang baik,
Bahan bacaan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap proses pemahaman bacaan
telah banyak dibuktikan dengan penelitian eksperimental. Tentang pengaruh isi bacaan serta
penyajiannya, William Eller bersama Judith G. Wolf (1965) mengetengahkan Hoviand dan
kawan-kawannya (1953) sebagai kelompok sarjana yang menemukanbahwa (1) bahan yang
disajikan secara dua arah (two-sided presentation) lebih efekti pengaruhnya dari pada yang
satu arah (one-sided presentation), jika pembaca diajak menanggapi propaganda ataukah
kalau pembaca kurang menyepakati gagasan yang terdapat dalam bacaan, (2) penyajian satu
arah lebih efektif dari yang dua arah sepanjang yang pembaca menyepakati sejak semula
gagasan yang terdapat dalam bacaan.
Hasil belajar siswa yang berupa keterampilan dalam membaca, pengetahuan tentang
membaca, dan sikap terhadap membacapada dasarnya adalah produk dari pengajaran
membaca. Dalam pelaksanaan pengajaran ini, guru dianggap sebagai faktor yang paling
menentukan sifatnya. Ada sejumlah penelitian eksperimental yang selama ini telah
dilaksanakan yang mengkaji peranan faktor guru ini. Penelitian Sears (1963), dan Spaulding
(1963) menemukan bahwa perilaku guru dalam membina anak didik dalam belajar membaca
ternyata berpengaruh besar dalam perilaku membaca siswa. Termasuk perilaku keadaan
mengajar yang ditemukan berpengaruh positif antara lain adalah (1) usaha memahami sudut
pandang siswa, (2) memvariasi situasi yang memotivasi belajar siswa, (3) mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang efektif kepada siswa, (4) menajamkan pemahaman siswa, dan
(5) mencobakan gagasan-gagasan baru dalam pelaksanaan pengajaran membaca.
Pendekatan eksperimental meliputi bermacam - macam studi dan penelitian yang
dilaksanakan dengan eksperimental untuk mengkaji bagaimana pemahaman berlangsung
pendekatan eksperimental dibagi menjadi dua yaitu :
a. Eksperimental Pemahaman
Eksperiomental tentang masalah pemahaman dalam prose membaca yang telah dilakukan
selama ini banyak sekali jumlah dan jenisnya.Beberapa penemuannya dapat digunakan untuk
kepentingan pengajaran membaca sebagai proses ata kiegiatan menangkap makna dari
bacaan.
b. Kemampuan Intelektual
Jenis kemampuan intelektual :
1. menarik kesimpulan tentang isi baAcaan
2. mengingat makna kata
3. mengikuti struktur bacaan
4. menangkap maksud dan tujuan isi bacaan
Pendekatan yang melatar belakangi teori membaca ada tiga, yaitu pendekatan
konseptual, empirical, dan pendekatan eksperimental.
2.1.4.4. Pendekatan Konseptual
Pendekatan ini meliputi macam-macam metodologi pendekatan yang kesemuanya
berangkat dari satu konsepsi tentang membacadan berkesudahan dengan suatu model tertentu
tentang proses membaca. Tokoh dalam pendekatan ini adalah Kenneth S. Godman. Ia
menyatakan bahwa membaca pada hakikatnya merupakan proses komunikasi, yaitu
komunikasi antara pembaca dengan tuturan tertulisyang dibacanya. Hal tersebut merupakna
yang melatarbelakangi pendekatan konseptual.
Menurut Godman untuk memahami proses diperlukan suatu pengertian dasar tentang
membaca. Kerengka berpikir Godman dalam menemukan pengertian dasar membaca agar
dapat digunakan sebagai berikut, yaitu :
a. Membaca dimulai dengan menghadapi bahasa tulis.
b. Tujuan membaca adalah merekontruksi makna.
c. Dalam system penulisan alphabet ada hubunga langsung antar bahasa lisan dengan
bahasa tulis.
d. Persepsi visual termasuk dalam proses membaca.
e. Bentuk huruf, urutannya, serta kelompok-kelompoknya tidak sama sekali membaca
makna dalam dirinya sendiri.
f. Maknanya ada dalam jiwa pengarang dan pembaca.
g. Pembaca umumnya mampu merekontruksi makna atau pesan yang ditekankan oleh
pengarang.
Dari kerangka berpikir tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian membaca adalah
suatu proses yang rumit dimana pembaca melakukan rekontruksi dalam tingkatan tertentu
terhadap pesan yang dituangkan oleh pengarang dalam bahasa tulis.
Berdasarkan pandangan ini dikemukakan sejumlah prinsip pengajaran membaca
sebagai berikut: membaca selalu berlibat dengan level pemahaman tertentu karena setiap
bahan bacaan selalu mengungkapkan sesuatu; (2) paparan bahasa yang mewadahi sesuatu itu
harus diperhatikan dengan teliti. Termasuk kedalamannya yang patut diperhatikan ialah
perubahan-perubahan bentuknya, pola tatnan katanya, dan kata-kata fungsinya; (3) dalam
memulai pengajaran membaca (membaca permulaan), guru tidak pada tempatnya
menyediakan kosa kata yang terlalu besar, walaupun siswa bersangkutan telah memiliki
pemahaman yang baik mengenai struktur bahasanya. Pengajaran membaca sebaiknya
ditekankan pada masalah kelompok kata, tatanan kata, tanda-tanda baca, dan lain sebagainya;
(4) bahan pengajaran yang disajikan sebaiknya bahasa yang sudah dikenal baik oleh siswa,
dan jangan menyajikan bahasa yang bersifat artifial, atau yang tidak wajar; (5) hidari
pemakaian gambar sebagai kunci untuk menangkap makna; (6) sajikan ragam bahasa baku
yang informal, dan bukan bahasa buku; (7) isi bacaan hendaknya sesuai dengan pengalaman
siswa; (8) perkenalkan dengan segera kata-kata fungsi dalam berbagai kelompok kata; (9)
sediskan peluang yang cukup luas bagi siswa untuk mengembangkan level kemampuan
membacanya sehingga ada perimbangan yang harmonis dengan level bahasa yang mampu
didengarnya; (10) usahakan pengalaman yang sejajar antara membaca dengan berbicara,
menyimak, dan menulis.
Pendekatan linguistic yang semula diterapkan Godman untuk memerikan proses
membaca kemudian direvisinya karena disadarinya banyak kelemahannya. Sebagai pengganti
dipilihnya teori Transformasi Generatif penemuan Noam Chomsky sebagai acuan kerja untuk
memerikan proses membaca dalam bentuk suatu model yang dikenal sebagai Model
Membaca Goodman (The Goodman Model of Reading). Model ini menekankan bahwa
membaca pada hakekatnya adalah seperangkat proses “recoding, decoding, dan encoding”
yang berakhir pada pemahaman atau komprehensi. Bagaimana proses membaca itu
berlangsung menurut model membaca Goodman akan lebih mudah dipahami dengan
mengikuti pokok-pokok pikirannya seperti yang dipaparkan berikut.
2.1.5. Proses Membaca
Membaca merupakan suatu proses diri mulai mata terangsang oleh tulisan/bacaan/simbol
tetulis sampai merespon rangsangan yang diterima. Proses membaca rangsangan yang
diterima . proses membaca dapat dibanyangkan sebagai berikut.
Proses pertama adalah proses mata terangsang oleh bacaan atau mata mencari
rangsangan yang berbentu tulisan. Proses kedua adalah saat yang ada dimata menerima
Bacaan Respon
kritis
Otak syarafmata
Maemaha
Menafsirkan tampa
Tak tampak
rangsangan melalui mata. Syarat menyampaikan rangsangan kepada otak merupakan proses
ketiga. Proses keempat adalah otak memproses rangsangan tersebut dalam bentuk
pemahaman (memahami bacaan) atau justru otak menafsirkan rangsangan yang diterimanya.
Proses terakhir adalah otak merespon informasi untuk dikritisi secara aktif dan pasif.
Respons pasif adalah respon yang ada didalam individu dalam bentuk memikirkan
(respon tertampak), sedangkan respon aktif adalah respon yang terlahirkan dalam bentuk
tulisan atau lisan (respon tampak).
1 Jenis Proses Membaca
Menurut Harjasujana dan Mulyati (1997:26). Proses membaca ada lima macam, yaitu
proses psikologis, sensoris, perceptual, perkembangan, dan proses pengembangan
keterampilan.
a. Membaca Sebagai Suatu Proses Psikologis
Membaca dengan proses psikologis ialah membaca yang melibatkan unsur psikis atau
mental dalam mamahami suatu informasi. Unsur psikologi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
1 Intelegensi
2 Usia mental
3 Jenis kelamin
4 Tingkat social ekonomi
5 Bahasa
6 Ras
7 Kepribadian
8 Sikap
9 Pertumbuhan fisik
10 Kemampuan persepsi
11 Tingkat kemampuan membaca
b. Membaca Sebagai Suatu Proses Sensoris
Membaca dengan proses sensoris adalah mambaca yang melibatkan syaraf otak
sebagai fokus. Isyarat dan rangsangan masuk melalui telinga dan mata, sedangkan
rangsangan huruf Braille masuk lewat syaraf-syaraf jari. Proses membaca ini juga
dipengaruhi berbagai faktor, misalnya kepenatan, kegelisahan, kebimbangan, dan rasa tidak
percaya diri.
c. Membaca Sebagai Proses Perseptual
Proses perceptual mempunyai ikatan erat dengan proses sensoris. Secar umum
persepsi dimulai dengan melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan meraba. Namun
demikian dalam kegiatan membaca cukup memperhatikan pada indera pengelihatan dan
pendengaran. Menurut Vernon dalam Harjasujana (1997:15), mengatakan bahwa proses
perseptual dalam membaca itu terdiri dari empat bagian, yaitu :
1. Kesadaran akan rangsangan visual
2. Kesadaran akan persamaan pokok untuk mengadakan klarifikasi umum kata-
kata
3. Klasifikasi lambang-lambang visual untuk kata-kata yang ada di dalam kelas
umum
4. Identifikasi nkata-kata yang dilakukan dengan jalan mennyebutkannya.
Pada umumnya orang sepakat bahwa persepsi itu mengandug stimulus asosiasi makna
dan interprestasinya berdasrkan pengalaman tentang stimulus itu, serta respon yang
menghubungkan makna dengan stimulus atau lambing.
d. Membaca Sebagai Proses Perkembangan
Mambaca pada dasarnya merupakan proses perkembangan yang terjadi sepanjang
hajat sesorang. Meski mebaca merupakan proses perkembangan, geraknya tidaklah berada
dalam jarak-jaarak yang beraturan dan tidak perlu tertentu waktunya.
Dalam upaya mencamkan membaca sebagai proses perkembangan ada dua hal yang
perlu diperhatikan.
1 Membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan bukan sesuatu yang terjadi secara
insidental.
Contoh : seorang anak tidak akan dapat membaca dengan jalan menonton orang lain
membaca.
2 Membaca merupakan suatu proses.
e. Membaca Sebagai Suatu Proses Perkembangan Keterampilan
Membaca merupakan latihan yang sangat kompleks yang sangat bergantung pada
bermacam- macam faktor. Sifat perkembangan ini antara lain.
1 Keterampilan obyektif
Perkembangan keterampilan membaca itu bersufat obyektif kareana dalam
perkembangannya tidak tergantung pada materi, metode atuapun tingkatan-tingkatan
akademis.
2 Keterampilan itu mempunyai sifat berlanjut
3 Keterampilan itu biasa digeneralisasikan, artinya keterampilan itu bersifat
tergeneralisasikan sehingga anak yang telah menguasai keterampilan tersebut dituntut
untuk dapat meneruskannya kapan saja dan dimana saja jika situasinya menghendaki
penggeneralisasian itu.
Contoh : jika seorang anak mamahami kata secara mandiri, baginya tidak akan tetjadi
masalah kata itu berada baik dalam teks matematika, geografi, atau sebuah novel.
Dalam perkembangan selanjutnya keterampilan ini mempunyai tahapan-tahapan yaitu :
1 Dasar proses perkembangan keterampilan ialah perkembangan konsep. Hal tersebut
mulai dengan pengalaman anak yang mula-mula sekali yang terus berkembang seumur
hidupnya. Perkembangan konsepini merupakan prasyarat untuk membaca, sama juga
halnya untuk menyimak dan berbicara. Pengembangan konsep itu merupakan bank
pengetahuan yang bagi anak berfungsi sebagai tempat menyimpan dan mengambil
informasisecara terus menerus. Dalam pertumbuhannya anak0anak tumbuh dan
berubah, demikian juga perbendaharaan kosepnya akan terus tumbuhdan berubah-ubah.
Pertumbuhan dan konsep anak banyak bergantung pada latar belakang pengalamannya.
2 Tahap perkembangan yang kedua merupakan pengenalan dan identifikasi. Pada wktu
anak-anak membina dasr-dasr konsep yang pertama dia mulai pulamenghubungkan
konsep-konsepnya itu dengan stimulus tertentu. Contohnya ialah pengenalan huruf dan
kataatau kombinasi keduanyadengan konsep-konsep yang bermakna baginya. Jika
berhasil mengkombinasikan keduanya (stimulus dan kosep) maka akan memperoleh
makna dari pengalaman itu.
3 Tahap perkembangan itu merupakan interprestasi mengenai informasi. Dalam hal ini
interpretasi dibedakan menjadi dua hal yaitu, literta dan intersial. Interprestasi literal
adalah interprestasi fakta ketiaka fakta itu dihadapkan, sedangkan interprestasi infersial
ialah interprestasi hal-hal yang bersifat tersirat pada suatu fakta.
4 Tahap perkembangan keempat ialah aplikasi dan generalisasi. Contohnya pada awalnya
anak mengenal cirri-ciri melati, ros, dan kenanga sebagai bunga kecil, c kecil, C capital
dan c tulisan tangan itu dibunyikan sama . kemampuan anak itu belum cukup jika
berhenti pada pengenalan. Dia baru noleh dianggap menguasai informasi itu jika sudah
mengenalnya mampu pula mengaplikasikannya dan menggemeralisasikannya.
2.2 Membaca Intensif
Membaca intensif adalah membaca secara cermat untuk memahami suatu teks secara
tepat dan akurat. Kemampuan membaca intensif adalah kemampuan memahami detail secara
akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep, gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan
perasaan yang ada pada wacana tulis.
Membaca Intensif adalah suatu aktivitas membaca yang sangat membutuhkan
kecermatan dan ketajaman piker dan merupakan kunci mendapatkan ilmu pengetahuan.1
Membaca intensif sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar. Dengan
keterampilan membaca intensif pembaca dapat memahami baik pada tingkatan lateral,
interpretatif, kritis, dan evaluatif.
Aspek kognitif yang dikembangkan dengan berbagai teknik membaca intensif tersebut
adalah kemampuan membaca secara komprehensif. Membaca komprehensif merupakan
proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan gambaran makna dalam
bacaan dengan skemata pembaca guna memahami informasi dalam bacaan secara
menyeluruh.
Kemampuan membaca intensif mencakup
a. kemampuan pemahaman literal,
b. pemahaman inferensial,
c. pemahaman kritis,
d. pemahaman kreatif.
1 Suyatmi dan Mujiyanto 1989:85-86
Karakteristik membaca intensif mencakup
a. membaca untuk mencapai tingkat pemahaman yang tinggi dan dapat mengingat dalam
waktu yang lama,
b. membaca secara detail untuk mendapatkan pemahaman dari seluruh bagian teks,
c. cara membaca sebagai dasar untuk belajar memahami secara baik dan mengingat
lebih lama,
d. membaca intensif bukan menggunakan cara membaca tunggal (menggunakan
berbagai variasi teknik membaca seperti scanning, skimming, membaca komprehensif,
dan teknik lain),
e. tujuan membaca intensif adalah pengembangan keterampilan membaca secara detail
dengan menekankan pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga
pemahaman keseluruhan isi wacana,
f. kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa membaca kalimat-kalimat dalam teks
secara cermat dan penuh konsentrasi. Kecermatan tersebut juga dalam upaya menemukan
kesalahan struktur, penggunaan kosakata, dan penggunaan ejaan/tanda baca,
g. kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif,
h. kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa mengubah/menerjemahkan wacana-
wacana tulis yang mengandung informasi padat menjadi uraian (misalnya: membaca
intensif tabel, grafik, iklan baris, dan sebagainya).
1.2.1 Membaca Telaah Isi
Membaca telaah isi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menelaah
isi bacaan. Membaca teliti atau pemahaman ialah kegiatan membaca yang bertujuan untuk
memperoleh pengertian atau memahami bahan bacaan secara cepat dan tepat.
Dalam membaca pemahaman ada beberapa aspek yang diperlukan, antara lain
a. Seorang pembaca harus mempunyai kosa kata yang banyak.
b. Memiliki kemampuan menafsirkan makna kata
c. Memiliki kemampuan ide pokok
d. Memiliki kemampuan menangkap urutan peristiwa.
1.2.1.1 Membaca Teliti
Membaca teliti adalah membaca yang dilakukan secara seksama dan dalam membaca
ini memerlukan keterampilan-keterrampilan. Keterampilan-keterampilan itu diantaranya:
a. Survey cepat untuk melihat organisasi dan pendekatan umum.
b. Membaca seksama dan membaca ulang paragraft untuk menentukan kalimat judul.
c. Penemuan hubungan paragraft dengan keseluruhan tulisan membaca teliti mencakup
membaca paragraft dengan pengertian membac pilihan yang lebih panjang, membuat catatan,
dan meneelaah tugas.
Dalam metode membaca menelaah ini terdiri atas lima tahap:
a. Survey
adalah kegiatan membaca sepintas sepintas hal-hal yang pokok dalam table. Manfaat
mensurvey juduladalaah untuk memahami pesan secar utuh dan menyeluruh. Pembaca harus
meresapi judul yang disurvey karena judul merupakan ringkasan yang padat tentang
informasi yang disampaikan penulis.
b. Question
adalah tahap kedua dari SQ3R yang berupa kegiatan pembaca menyusun pertanyaan-
pertanyaan. Pertanyaan dibuat berdasarkan perkiraan-perkiraan pembaca sewaktu melakukan
survey. Pertanyaan muncul karena keinginan pembaca untuk mengetahui sesuatu hal yang
diperkirakan terdapat dalam bacaan. Sebaiknya pertanyaan-pertanyaan itu dicatat agar tidak
lupa dan tidak membebani pembaca untuk mengingat-ingat pertanyaan yang dapat
menganggu konsentrasi pada waktu membaca.
c. Reading
adalah tahap ketiga dari SQ3R yang berupa kegiatan untuk membaca bacaan. Tahap ini
merupakan tahap terpenting dari metode ini. Pada tahap ini pembaca melakukan kegiatan
membaca secara menyeluruh yaitu membaca bab demi bab dan bagian demi bagian. Untuk
memperlancar proses membaca pembaca memfokuskan pada kata-kata kunci, pikiran-pikiran
pokok yang terdapat dalam bacaan dan simpulan yang dibuat penulis. Dalam membaca
d. Recite
adalah tahap keempat dari metode SQ3R yang berupa kegiatan membaca untuk
menceritakan kembali isi bacaan yang telah dibaca dengan kata-kata sendiri. Tahap ini
dilakukan apabila pembaca sudah merasa yakin bahwa pertanyaan yang telah dirumuskan
pada tahap question bias dijawab dan dapat menceritakan dengan benar mengenai bacaan
yang telah dibacanya. Tingkat kesulitan dan panjang pendeknya bacaan menjadi
pertimbangan dalam melakukan recite. Sebaiknya recite dilakukan secara tulis, bukan lisan,
dan recite berupa ikhtisar.
e. Review
adalah tahap akhir dari metode SQ3R yang berupa membaca kegiatan membaca untuk
memeriksa ulang bagian-bagian yang telah dipahami dan dibaca. Meninjau ualan tidak sama
dengan membaca ulang. Membaca ulang merupakan kegiatan membaca untuk mengulang
membaca bacaan yang telah dibaca secara teliti. Sedangkan meninjau ulang merupakan
merupakan kegiatan untuk melihat-lihat bagian-bagian bacaan secara cepat kilat. Bagian yang
ditinjau ulang adalah misalnya Judul, Sub Judul, gambar, diagram, dan pertanyaan-
pertanyaaan yang ada dibuku.
1.2.1.2 Membaca Pemahaman
Membaca pemahan merupakan suatu kegiatan membaca yang tujuan utamanya
adalah memahami bacaan secara tepat dan cepat. Sejumlah aspek yang perlu diperlukan
pembaca dalam membaca pemahaman adalah:
a. memiliki kosa kata yang banyak
b. memiliki kemampuan menafsirkan makna kata, frasa, kalimat, dan wacana
c. memiliki kemampuan menangkap ide pokok dan ide penunjang
d. memiliki kemampuan menangkap garis besar dan rincian
e. memiliki kemampuan menangkap urutan peristiwa dalam bacaan2
1.2.1.3 Membaca Kritis
Membaca kritis ialah kegiatan membaca dilakukan dengan bijaksana, penuh tenggang
rasa, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan ingin mencari kesalahan penulis.
Membaca kritis berusaha memahami makna tersirat sebuah bacaan. Dalam membaca kritis,
pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis.
Aspek membaca kritis yang dikaitkan dengan ranah kognitif dalam taksonomi Bloom,
sebagai berikut ini.
2 Kamijan 1966
1. Kemampuan mengingat dan mengenali ditandai dengan
a. mengenali ide pokok paragraf
b. mengenali tokoh cerita dan sifatnya
c. menyatakan kembali ide pokok paragraf
d. menyatakan kembali fakta bacaan
e. menyatakan kembali fakta perbandingan, hubungan sebab-akibat, karakter tokoh, dll.
2. Kemampuan menginterpretasi makna tersirat ditandai dengan
a. menafsirkan ide pokok paragraf
b. menafsirkan gagasan utama bacaan
c. membedakan fakta/detail bacaan
d. menafsirkan ide-ide penunjang
e. memahami secara kritis hubungan sebab akibat
f. memahami secara kritis unsur-unsur pebandingan.
3. Kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep ditandati dengan
a. mengikuti petunjuk-petunjuk dalam bacaan
b. menerapkan konsep-konsep/gagasan utama bacaan ke dalam situasi baru yang
problematis
c. menunjukkan kesesuaian antara gagasan utama dengan situasi yang dihadapi
4. Kemampuan menganalisis ditandai dengan
a. memeriksa gagasan utama bacaan
b. memeriksa detail/fakta penunjang
c. mengklasifikasikan fakta-fakta
d. membandingkan antar gagasan yang ada dalam bacaan
e. membandingkan tokoh-tokoh yang ada dalam bacaan
5. Kemampuan membuat sintesis ditandai dengan
a. membuat simpulan bacaan
b. mengorganisasikan gagasan utama bacaan
c. menentukan tema bacaan
d. menyusun kerangka bacaan
e. menghubungkan data sehingga diperoleh kesimpulan
f. membuat ringkasan
6. Kemampuan menilai isi bacaan ditandai dengan
a. menilai kebenaran gagasan utama/ide pokok paragraf/bacaan secara keseluruhan
b. menilai dan menentukan bahwa sebuah pernyataan adalah fakta atau opini
c. menilai dan menentukan bahwa sebuah bacaan diangkat dari realitas atau fantasi
pengarang
d. menentukan relevansi antara tujuan dan pengembangan gagasan
e. menentukan keselarasan antara data yang diungkapkan dengan kesimpulan yang
dibuat
f. menilai keakuratan dalam penggunaan bahasa, baik pada tataran kata, frasa, atau
penyusunan kalimatnya.3
1.2.1.4 Membaca Ide
Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh,
serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan
1.2.2 Membaca Telaah Bahasa
Membaca telaah bahasa adalah suatu keterampilan membaca dengan cara membaca
dari segi isi dan bahasa suatu bacaan sehingga mencerminkan keindahan.
1.2.2.1 Membaca Bahasa
Membaca bahasa adalah suatu keterampilan membaca suatu bahasa bersifat
khusus, misal: bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan lain-lain. Tujuan utama membaca
bahasa adalah
a. Memperbesar Daya Kata
Ragam bahasa (bahasa formal, informal, percakapan, vulgar, slang, dan bahasa teknis)
Makna kata dari konteks(pragmatik)
Bagian kata (nomina, verba, adjektiva, keterangan)
Penggunaan kamus
Makna varian (semantik)
Idiom (ungkapan)
Sinonim dan antonim
Konotasi dan denotasi
Derivasi (asal usul kata)
b. Mengembangkan Kosakata Kritik
3 Nurhadi 1987
Bahasa kritik sastra, menggunakan kata-kata yang tepat dan mengandung penilaian
sehingga menguatarakan informasi khusus kepada orang lain agar mengetahui
beberapa alternatif dari suatu kata
Memetik makna dari konteks, makna designatif yaitu sejumlah karakteristik harus
dimiliki oleh sesuatu yang dirujuk, denotasi, dan konotasi
Petunjuk konteks, melalui a. Definisi, b. Contoh, c. Uraian baru (tanda baca kurung
atau tanda pisah), d. Mempergunakan pengubah (memperkenalkan secara langsung
suatu istilah dengan menggunakan tanda baca koma), e. Mempergunakan koma
(mempertentangkan)
1.2.2.2 Membaca Sastra
Membaca sastra adalah suatu keterampilam membaca hasil karya sastra seperti
cerpen, novel, novelet, dan lain sebagainya. Seorang pembaca sastra harus mengetahui hal
berikut
a. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Sastra
Bahasa ilmiah umumnya menggunakan kata yang bersifat denotatif, sedangkan
bahasa sastra biasanya menggunakan bahasa yang bersifat konotatif
b. Gaya Bahasa
Perbandingan
o Metafora, Nani jinak-jinak merpati
o Kesamaan, Mereka bak batu-batu yang tandus
o Analogi, Agama sejati dibendung, aliran-aliran politik dibandung
Hubungan
o Metonimia, Karet bagi penghapus pensil terbuat dari karet
o Sinekdoke, Berjuta mulut yang harus diberi makan oleh pemerintah
Pernyataan
o Hiperbola
o Litotes, Datanglah ke gubuk kami ini
o Ironi, suaramu bagaikan petir yang menggelegar
2.2.1 Model Membaca Atas Bawah (MMAB)
Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini
dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai
bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-
menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses
membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung
hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari
bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan. Proses
membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian
memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.
Inti dari model membaca atas bawah adalah pembaca memulai proses pemahaman
teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca
prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin
ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya. Untuk
membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang
didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan
makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi
berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja
memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan.
Jadi menurut model membaca atas-bawah dapat disimpulkan bahwa pengetahuan,
pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.
Model membaca atas bawah ini berpijak pada teori psikolinguistik, mengenai
interaksi antara pikiran dan bahasa. Goodman (1967) bependapat bahwa membaca itu
merupakan proses yang meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih dari masukan
yang diperoleh melalui persepsi pembaca. Pemilihannnya itu dilakukan dengan kemampuan
memperkirakan. Ketika informasi itu di proses, terjadilah keputusan-keputusan sementara
untuk menerima, menolak atau memperhalus. MMBA menggunakan informasi grafis itu
hanya untuk mengukung atau menolak hipotesis mengenai makna.
Makna diperoleh dengan menggunakan informasi yang perlu saja dari system isyrat
semantik, sintaksis, dan grafik. Isyarat grafik diturunkan dari media cetak, isyarat-isyarat
lainnya berasal dari kebahasaan pembaca, pembaca mengembangkan berbagai strategi untuk
memillih isyarat grafis yang paling berguna, setelah pembaca menjadi semakin terampil,
informasi grafis itu semakin berkurang pula perlunya, sebab pembaca telah memiliki
perbendaharaan kata dan konsep-konsep yang semakin kaya. Strategi-strategi untuk membuat
perkiraan yang didasarkan pada penggunaan isyarat semantic dan sintaksis, memungkinkan
pembaca untuk memahami materi dan umtuk mengantisipasi apa yang tampak berikutnya di
dalam materi cetak yang sedang dibaca.
2.2.2 Model Membaca Bawah Atas (MMBA)
Pada model membaca bawah atas stuktur-struktur yang ada dalam teks itu dianggap
sebagai unsure yang memainkan peran utama, sedangkan struktur-struktur yang ada dalam
pengetahuan sebelumnya merupakan hal yang sekunder. MMBA pada dasarnya merupakan
proses penerjemahan dekode dan encode. Decode adalah kegiatan mengubah tanda-tanda
menjadi berita. Encode ialah kegiatan mengubah berita menjadi lambing-lambang. Pada
MMBA pembaca mulai dengan huruf – huruf atau unit-unit yang lebih besar, dan setelah itu
barulah ia melakukan antisipasi terhadap kata-kata yang diejanya itu.
Teori proses informasi (cough) bepandapat bahwa membaca itu pada dasarnya adalah
penerjenahan lambang grafik kedalam bahasa lisan. Mempelajari apa yang dikatakan
lambang tercetak merupakan kegiatan satu-satunya dalam proses membaca. Menrut MMBA,
tugas pertama seorang pembaca ialah mendekode lambang-lambang tertulis itu menjadi
bunyi-bunyi bahasa. Peran pembaca bersifat relative pasif dalam proses penerjemahan itu.
Satu-satunya pengetahuan yang didiapkan ialah pengetahuan tentang hubungan antara
lambang dan bunyi. Jelaslah bahwa menurut MMBA teks bacaan itu diproses okeh pembaca
tanpa informasi yang mendahuluinya yang ada hubungannya dengan isi bacaan.
Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol
tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses
yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-
kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya. Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah
mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996).
Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu
mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa,
petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang
masuk akal, koheren dan bermakna. Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca
membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan
dalam teks.
Fries (1962), mendefinisikan membaca debagai kegiatan mengembangkan kebisaan
merespon kepada seperangkat pola yang terdiri atas lambang-lambang grafis. Model-model
pemikiran yang sejalan dengan MMBA itu, menimbulkan metode-metode membaca yang
disebut metode alphabet, metode fonik. Metode alphabet meruakan metode pengajaran
membaca yang tertua. Dalam zaman keemasan Yunani dan Roma orang mengajarkan
membaca dengan metode alphabet. Dalam metode ini, huruf-huruf yang di ajarkan itu
diucapkan sama dengan ucapan alphabet. Dengan demikian, huruf ‘d’ diucapkan /de/, huruf
‘k’ diucapkan /ka/, huruf ‘l’ diucapkan /el/, huruf ‘m’ diucapkan /em/ dan selanjutnya.
Menghubungkan ucapan ‘ka’ /ka/ dan ‘I’ /i/ menjadi ‘ki’ /ki/ ternyata merupakan hal
yang tidak mudah bagi anak-anak yang baru mulai belajar membaca. Itulah sebabnya dalam
metode fonik, konsonan-konsonan itu tidak diucapkan seperti ucapan alphabet. Huruf ‘k’
tidak di ucapkan /ka/ tetapi /kh/, huruf ‘d’ tidak di ucakan /de/ tetapi /dh/, demikian
seterusnya.
Model membaca sangat berkaitan dengan proses membaca. Studi yang sintesis
tentang proses membaca dimulai sejak tahun 1880-an. Pada waktu itu proses membaca
merupakan pusat perhatian para ahli psikologi eksperimental. Di antara tahun 1950-an dan
tahun 1960-an perhatian para ahli diarahkan pada definisi dan penjelasan tentang membaca.
Semenjak tahun 1970-an tumbul model-model dan teori membaca yang bertitik tolak dari
pandangan ahli psikologi perkembangan dan psikologi kognitif, proses informasi,
psikolinguistik dan linguistik.
Gambar di bawah ini melukiskan perbedaan pokok antara MMBA dan MMAB.
Salah seorang tokoh MMBA Gough (1972) mencoba menunjukkan proses membaca itu
dalam sebuah model berurut lanjut, tidak interaktif. Menurut pandangannya, proses tersebut
meliputi urutan-urutan berikut:
(1) Informasi grafemik diserap melalui system visual dan disimpan secara singkat di dalam
“ikon”.
(2) Image tersebut dikilas dan diolah di dalam perlengkapan pengenal pola yang dapat
mengenali huruf-huruf.
(3) Huruf-huruf ini kemudian dikirim ke pencatat huruf yang menahan huruf-huruf itu,
sementara pendekod mengubah huruf-huruf tersebut menjadi gambaran fonem.
(4) Gambaran fonem ini masuk ke dalam “librarian” yang mencarikan leksikon, dan
mencocokkan untaian fonemik dengan entri yang sudah ada dalam leksikon.
(5) Untaian leksikal yang dihasilkan oleh librarian itu masuk ke dalam memori pertama.
(6) Memori pertama itu dapat menangkap satuan leksikal itu sampai lima buah, dan hal ini
merupakan masukan bagi “merlin”.
(7) Merlin menggunakan pengetahuannya tentang sintaksis dan semantic untuk menentukan
“struktur dalam” atau mungkin makna masukan itu.
(8) Akhirnya, struktur dalam atau pernyataan-pernyataan tentang makna itu masuk ke
dalam “Tempat Tujuan Kalimat-kalimat (TTKSMD), setelah maknanya dipahami.
Dengan demikian, kegiatan membaca itu selesai setelah semua masukan teks itu dapat
melewati sederetan transformasi dan mencapai (TTKSMD).
Gambar di bawah ini membantu menjelaskan proses membaca menurut MMBA.
2.2.3 Model Membaca Timbal Balik
Model Membaca Timbal-Balik (MMTB) dicanangkan oleh teoris Rumelhart (1977).
Rumeljart mereaksi dua model membaca yang telah kita singgung di muka. Dia beranggapan
bahwa model-model yang terdahulu itu tidak memuaskan, karena pada umumnya model-
model tersebut bertitik tolak pada pandangan formalisme model-model perhitungan yang
linear. Model-model itu mempunyai sifat-sifat berurut-berlanjut, tidak interaktif.
Secara sederhana, konsep MMTB dapat dilukiskan sebagai berikut.
MMTB melukiskan MMBA dan MMAB berlangsung simultan pada pembaca yang
mahir. Artinya, proses membaca tidak lagi menunjukkan suatu proses yang bersifat linier,
tidak menjukkan proses yang berturut-berlanjut, melainkan suatu proses timbal balik yang
bersifat simultan. Pada suatu saat MMBA berperan dan pada saat lain justru MMAB yang
berperan. Para penganut paham MMTB percaya bahwa pemahaman itu tergantung pada
informasi grafis atau informasi visual dan informasi nonvisual atau informasi yang sudah
tersedia dalam pikiran pembaca. Oleh karenanya, pemahaman bisa terganggu jika ada
pengetahuan yang diperlukan untuk memahami bacaan yang dibacanya tidak bisa digunakan,
baik disebabkan pembaca lupa akan informasi tersebut atau mungkin juga karena skemanya
terganggu.
Paradigma yang diajukan Rumelhart untuk melukiskan proses membaca itu berlainan
dengan paradigma-paradigma yang pernah ada sebelumnya. Dalam kompultasi paralel selalu
terjadi interaksi di antra proses-proses yang berlangsung berkelanjutan dan akhirnya sampai
pada suatu kesimpulan. Rumelhart mengajukan pendapat yang menyatakan bahwa membaca
sebagai kegiatan yang meliputi berbagai tipe pemrosesan informasi dan unit-unit
pemrosesan itu bersifat sangat interaktif dan berlanjut. Dengan menggunakan formalisme
yang dikembangkan dengan komputer, Rumelhart dapat menjelaskan secara tepat aspek-
aspek membaca yang bersifat parallel dan yang bersifat interaktif. Aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Rumelhart itu sudah dijelaskan oleh para ahli yang terdahulu. Akan
tetapi, penjelasan yang disampaikan para pendahulunya tidak mencapai tingkat kejelasan
seperti yang dijelaskan oleh Rumelhart.
MMTB sukar dilukiskan dalam diagram dua dimensi. Dalam gambar yang berikut ini
penyimpan informasi visual (PIV) mencatat informasi grafis. PIV itu disentuh oleh alat
penyadap ciri (APC). Ciri-ciri yang disadap itu digunakan sebagai masukan untuk pemadu
pola (PP).
PP merupakan komponen yang utama dalam model ini. Ke dalamnya bisa masuk
informasi sensoris, informasi tentang kemungkinan-kemungkinan sintaksis, semantik,
leksikal, dan struktur ortografis tentang berbagai untaian huruf. PP membuat keputusan
berdasarkan informasi-informasi yang masuk ke dalamnya itu.
Mari kita perhatikan paradigma Rumelhart dalam gambar berikut.
Model yang dilukiskan dalam diagram di atas, menunjukkan adanya pengaruh berbgai
tahapan (grafik, semantic, dan sebagainya) terhadap kegiatan membaca dalam bentuk
interaktif. Yang tidak dijelaskan dalam proses tersebut ialah bagaimana komponen-
komponen itu berinteraksi. Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pemikiran ahli lain,
seperti Goodman dan Ruddel. Yang tidak ada di dalam model itu ialah gambaran tentang
kerja pemandu polanya sendiri.
Pengembangan gambaran proses membaca yang dibuat oleh Rumelhart merupakan
sumbangan utama terhadap model-model membaca. Rumelhart menampilkan suatu model
membaca yang menunjukkan komponen-komponen sensori, semantik, sintaksis, dan
pragmatik yang diperoleh dalam bentuk interaktif untuk memperoleh pemahaman tentang
bahasa tulis. Berbagai jenis informasi masuk ke dalam pusat berita; berbagai hipotesis
dirumuskan, kemudian disetujui, ditentukan, dikukuhkan atau ditolak oleh sumber informasi
yang layak. Hipotesis baru digeneralisasikan hingga pada akhirnya tercapailai hipotesis yang
paling layak. Interaksi antara hipotesis dan sumber informasi dapat ditandai secara
matematis dalam model probabilitas. Dengan demikian, membaca itu dipandang sebagai
formulasi hopotesis, pengujian probabilitas dengan menggunakan serangkaian sumber
informasi, dan akhirnya dibuatlah keputusan tentang hipotesis yang terbaik yang diterima
sebagai makna.
Rumelhat telah melengkapi kita dengan pengetahuan tentang sebuah model yang
cukup canggih. Dengan menggunakan model tersebut kita dapat mengatasi masalah yang
berkenaan dengan proses kebahasaan seperti yang tampak pada perilaku pola membaca.
Model ini mempunyai ciri yang esensial yang menjelaskan betapa proses kebahasaan
peringkat yang lebih tinggi (semantik dan makna) mempermudah proses kebahasaan
peringkat rendah (huruf, kata), dan betapa penguasaan atas peringkat yang lebih tinggi itu
mempermudah penguasaan atas peringkat yang lebih rendah.
Model membaca yang dikemukakan oleh Rumelhart itu mengingatkan pembaca agar
informasi yang dimilikinya (meskipun jumlahnya sangat terbatas) dapat dimanfaatkan pada
saat melakukan kegiatan membaca. Dilihat dari bidang pengajaran, hal tersebut
menunjukkan adanya kemungkinan besar bagi guru untuk menolong para siswanya menjadi
pembaca yang fleksibel, ialah pembaca yang mampu mengatur kecepatan tempo bacanya
sesuai dengan sifat, manfaat, tujuan, kebutuhan dan relevansi dari materi bacaan tersebut.
Pembaca harus dialihkan perhatiannya dari struktur lahir bahasa (kata, huruf, kalimat, dan
sebagainya) ke struktur batin, ke bagian yang menghendaki prakiraan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan memprakirakan dan menemukan
makna bacaan itu ialah strategi pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan
bahasa yang dimilikinya serta informasi pragmatik yang telah dimilikinya dalam proses
menyimak dan berbicara. Guru dituntut untuk mengembangkan strategi yang mendorong
siswa supaya bersikap aktif-kognitif agar dapat menjadi pembaca yang mahir.
Yang dapat kita lakukan sebagai guru adalah menciptakan lingkungan yang kondusif,
yang mendorong menumbuhkan minat baca yang positif. Perlu diutamakan keyakinan bahwa
dalam hal ini bukanlah kehadiran guru dalam lingkungan itu yang pertama dan utama,
melainkan kehadiran siswa itu sendiri. Kemampuan membaca akan meningkat hanya dengan
jalan melakukan kegiatan membaca itu sendiri. Melakukan aktifitas baca sama dengan
berlatih membaca. Latihan tersebut akan mendorong mereka meningkatkan kemampuan
membaca serta menemukan sendiri strategi yang paling tepat untuk dirinya dalam
menghadapi bacaan.
Dalam praktek pengajaran membaca, hal tersebut menunjukkan kita pada berbagai
konsep dan pandangan tentang berbagai metode pengajaran membaca. Kiranya kita perlu
meninggalkan berbagai asumsi yang pernah menguasai metode pengajaran pada masa-masa
silam. Sebagai contoh, guru tidak perlu lagi terlalu memikirkan adanya kebolongan
kosakata yang mungkin belum diketahui siswa. Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut,
kemudian guru berpikir bahwa pengajaran membaca tidak mungkin dilakukan. Para guru
lebih baik meyakinkan para siswanya bahwa bagaimanapun para siswa tidak perlu berkecil
hati dan frustasi dengan bacaan yang sarat dengan kosakata sukar yang tidak dapat
dipahaminya. Yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka dapat memanfaatkan
informasi nonvisual. Informasi ini akan membantu siswa untuk merekontruksi makna dari
lambang-lambang yang berupa cetakan. Perubahan sikap seperti itu akan membuat mereka
percaya diri dan bergantung pada kemampuan sendiri. Hambatan kosakata yang dialaminya
akan diatasi sendiri dengan jalan memproses masukan linguistik dan memadukannya dengan
aspek kognitif yang dimilikinya. Dengan demikian, para siswa tidak lagi akan bergantung
kepada guru atau pun sumber-sumber lainnya yang datang dari luar pada waktu mereka
menghadapi masalah-masalah dalam membaca.
Model yang dianjurkan oleh Rumelhart itu mendukung salah satu keyakinan yang
secara intuitif telah diterima oleh banyak orang, ialah bahwa pembaca akan lebih merasa
terlayani jika kita membekali mereka dengan kesiapan untuk membaca materi yang disajikan
kepada mereka. Banyak hal yang bisa dilakukan guru dalam upaya membekali pengetahuan
siap mereka. Prosedur-prosedur tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan berikut: diskusi,
pertunjukan film, karyawisata, bercerita, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini bermanfaat
bagi para siswa dalam upaya membantu mereka untuk menggunakan latar belakang
informasi (pengetahuan) yang dimilikinya. Pengetahuan siap ini akan mempermudah proses
memahami bacaan dengan lebih layak dan lebih baik.
Cara lama yang masih banyak digunakan para guru ialah pemberian tugas membaca.
Pemberian tugas ini kadang-kadang merupakan tugas prasyarat untuk tugas berikutnya
berupa diskusi. Tampaknya, meskipun metode pemberian tugas ini tidak terlalu jelek dan
merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk membangkitkan motivasi siswa,
namun cara ini tampaknya sudah “ketinggalan zaman”. Bagaimanapun hal-hal yang dibawa
pembaca tersebut dari proses yang dijalaninya itu. Oleh karena itu, guru boleh berkeyakinan
bahwa proses membaca akan berlangsug lebih baik jika prosedur penugasan itu dibalikkan,
diskusi dulu, baru kemudian membaca.
Dalam bidang metode pengajaran, model Rumelhart itu dipandang sebagai model
yang sudah membaur dengan berbagai strategi pengajaran yang telah menunjukkan
keberhasilannya. SQ3R misalnya, memberikan dorongan kepada siswa untuk menyurvai,
bertanya dan bertanya, membuat prakiraan, dan membaca untuk menguji hipotesis. Model
membaca yang baik harus dapat menjelaskan teori berbagai pendekatan yang baik untuk
membaca dan belajar. Model yang baik harus pula memberikan penjelasan terhadap
langkah-langkah pengajaran yang baru.
Model Rumelhart berguna sekali untuk pengajaran membaca pada peringkat sekolah
menengah, baik sekolah mengengah pertama maupun peringkat di atasnya. Model ini sangat
baik untuk mengakrabkan dan mendorong mereka dalam pengujian cara dan strategi
membaca yang biasa mereka lakukan sendiri.
Setelah Anda mempelajari dengan seksama konsep-konsep MMTB yang diprakarsai
Rumelhart, bagaimana pendapat dan komentar anda terhadap prinsip-prinsip yang ada di
dalamnya? Ya, mungkin anda tergolong orang yang berpendapat bahwa model Rumelhart itu
tidak menarik karena di dalamnya sesungguhnya tidak ada hal-hal yang baru bagi anda.
Sebagai guru, anda mungkin sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
terbuka yang biasa timbul dalam pikiran anda selagi membaca. Bukankah pertanyaan-
pertanyaan yang muncul selagi kita membaca merupakan cerminan dari proses interaktif dari
kerja mata dan kerja kognisi pada saat kita merespon bacaan. Sebagai guru anda pun sudah
terbiasa dengan pemberian rangsangan-rangsangan kepada para siswa anda agar mereka
membuat prakiraan-prakiraan, hipotesis, antisipasi, klasifikasi, yang memungkinkan mereka
untuk berfikir secara divergen. Mungkin, kita telah melakukan sesuatu yang tidak kita
ketahui landas pijaknya. Dengan pengetahuan ini, mudah-mudahan apa yang telah kita
lakukan tersebut dapat kita yakini sebagai sebuah kebenaran dan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat yang lebih baik.
Dalam model Rumelhart, mungkin Anda tidak melihat adanya pembicaraan tentang
aplikasi. Memang, Rumelhart boleh dikatakan tidak menyinggung masalah aplikasi itu. Dia
tidak pula menyinggung masalah pramembaca, yakni suatu kondisi sebelum seseorang
sampai pada halaman-halaman bercetak. Dia memulai konsepnya dari halaman bercetak, dan
dari situ kemudian bergerak ke depan dengan konsep-konsep interaksi.
MMTB sangat berbeda dengan MMBA seperti yang dikemukakan oleh Gough, La
Berge dan Samuel (1974). MMBA bersifat linear dan berjenjang, dimulai dari pemrosesan
unit linguistik yang paling kecil, yakni huruf-huruf, kemudian bergerak menuju pemrosesan
kelompok huruf, kata-kata, kelompok kata, kalimat, hingga akhirnya sampai ke makna.
Sebaliknya MMTB membenarkan proses yang dimulai dari peringkat yang lebih tinggi
MMTB mulai dengan semantik atau makna kata. Pada peringkat yang lebih tinggi itu ada
bank data yang bekerja secara simultan. Kita memiliki sintaksis, semantik, ortografi, dan
leksikon yang bekerja secara serentak, tidak bekerja secara berurutan seperti halnya dalam
MMBA.
Kemampuan membaca dapat dikembangkan secara baik melalui pengayaan
pengalaman membaca. Siswa perlu sekali membaca materi sebanyak-banyaknya sehingga
mereka dapat memahami kata dalam konteks yang berbeda-beda. Guru dapat membantu
muridnya mempertinggi dan meningkatkan keterampilannya dalam membaca dengan jalan
membimbing mereka untuk terus membaca sebanyak-banyaknya. Yang perlu diperhatikan
benar dalam hal ini ialah sikap murid. Guru yang terlalu sering memberi tugas yang berada
di luar jangkauan kemampuan muridnya akan membuat siswa terbunuh minat dan
motivasinya. Salah satu upaya untuk membangkitkan minat baca siswa ialah dengan jalan
menyediakan bahan bacaan yang kira-kira dapat menarik perhatian mereka.
2.2.4 Perbedaan MMAB, MMBA, MMTB
Perbedaan MMAB, MMBA, dan MMTB
Aspek MMBA MMAB MMTB1.Yang berperan -Primer: Struktur bacaan
-Sekunder: Struktur Pengetahuan-Primer: Struktur Pengetahuan-Sekunder: Struktur Bacaan
-Campuran Primer:Otak- bacaan-Campuran Sekunder:bacaan-otak
2. Proses Otak-Mata-Otak Otak-Mata-Bacaan Simultan3.Jenis Intensif Ekstensif Relatif/campuran4.Bacaan Sulit,Ilmiah Mudah, Popular, Sastra Campuran5.Tujuan Pemahaman secara mendalam Hal-hal yang penting/pokok Campuran (detail)6.Kendala Bergantung pada peran mata
Praktik Penggunaan Metode PQ3R
Ponsel Tertinggal, Pesawat Kembali Mendarat
JAKARTA, KOMPAS.com — Sebuah pesawat Air France dengan nomor
penerbangan AF639, Selasa (3/1/2012) kemarin, terpaksa kembali mendarat di Bandara
Houston, Amerika Serikat, setelah terbang selama 30 menit.
Hal ini setelah awak pesawat menemukan sebuah telepon genggam, tanpa diketahui
pemiliknya. Meski diduga telepon genggam itu dimiliki penumpang dari penerbangan
sebelumnya, tetapi Air France tak ambil risiko dengan memutuskan untuk mendarat.
Demikian dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu (4/1/2012). Air France
mengatakan, setelah diperiksa kembali oleh aparat keamanan Amerika Serikat, pesawat
tersebut boleh kembali lepas landas. Meski pesawat tersebut mendarat terlambat enam jam
dari jadwal di Bandara Charles de Gaulle.
Bulan Oktober 2011 lalu, Kompas menaiki pesawat KLM dari Bandara Schiphol
menuju Hamburg. Namun penerbangan tersebut ditunda dua jam, juga karena ditemukan
kopor tanpa pemilik di dalam pesawat.
TEKS 2:
Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia Pra Dan Pasca Runtuhnya Orde
Baru
Prof. DR. SYAMSIAH BADRUDDIN, M.Si
Semenjak gejolak dan kerusuhan sosial merebak di berbagai daerah, kesenjangan
sosial banyak dibicarakan. Beberapa pakar dan pengamat masalah sosial menduga bahwa
kerusuhan sosial berkaitan dengan kesenjangan sosial. Ada yang sependapat dengan dugaan
itu, tetapi ada yang belum yakin bahwa penyebab kerusuhan sosial adalah kesenjangan sosial.
Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif.
Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial
dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama
ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan
sosial.
Untuk mempermudah pembahasan, kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan
(ketimpangan) atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber
daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan,
kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat berupa kebutuhan sekunder, seperti
sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan
pengembangan karir, dan lain-lain.
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga
mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-
kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang kurangnya ada dua faktor yang dapat
menghambat. Pertama, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal).
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan (keterampilan)
atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial
dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang
itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak
mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam
penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu
terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
Kedua, faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini dapat
terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat
membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang
yang tersedia. Dengan kata lain, kesenjangan sosial bukan terjadi karena seseorang malas
bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat keterbatasan atau rendahnya
kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan
struktural. Kesenjangan sosial ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan
structural. Alfian, Melly G. Tan dan Selo Sumarjan (1980:5) mengatakan, bahwa yang
dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-
sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi
kekurangan fasilitas pemukiman, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikatif,
kekurangan fasilitas untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan peluang kerja dan
kekurangan perlindungan hukum.
Faktor mana yang paling dominan menyebabkan kesenjangan sosial. Kendati faktor
internal dan kebudayaan (kebudayaan kemiskinan) mempunyai andil sebagai penyebab
kesenjangan sosial, tetapi tidak sepenuhnya menentukan. Penjelasan itu setidaknya
mengandung dua kelemahan. Pertama, sangat normatif dan mengundang kecurigaan dan
prasangka buruk pada orang miskin serta mengesampingkan norma-norma yang ada (Baker,
1980:6). Kedua, penjelasan itu cenderung membesar-besarkan kemapanan kemiskinan.
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa kaum miskin senantiasa bekerja keras, mempunyai
aspirasi tentang kehidupan yang baik dan mempunyai motivasi untuk memperbaiki
kehidupan mereka. Mereka mampu menciptakan pemenuhan tutuntan kehidupan mereka
(periksa misalnya kajian Bromley dan Chris Gerry, 1979; Papanek dan Kuncoroyakti, 1986;
dan Pernia, 1994). Setiap saat orang miskin berusaha memperbaiki kehidupan dengan cara
bersalin dan satu usaha ke usaha lain dan tidak mengenal putus asa (Sethuraman, 1981;
Steele, 1985).
Jika demikian halnya, maka ihwal kesenjangan sosial tidak semata-mata karena faktor
internal dan kebudayaan, tetapi lebih disebabkan oleh adanya hambatan structural yang
membatasi serta tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan
yang tersedia. Breman (1985:166) menggambarkan bahwa bagi yang miskin “jalan ke atas
sering kali dirintangi”, sedangkan: “jalan menuju ke bawah terlalu mudah dilalui”. Dengan
kata lain, gejala kesenjangan sosial dan kemampuan kemiskinan lebih disebabkan adanya
himpitan structural. Perlu dipertanyakan mengapa masyarakat dan kaum miskin pasrah
dengan keadaan itu? Ketidakberdayaan (politik) dan kemiskinan kronis menyebabkan mereka
mudah ditaklukkan dan dituntun untuk mengikuti kepentingan dan kemauan elit penguasa
dan pengusaha. Apalagi tatanan politik dan ekonomi dikuasai oleh elit penguasa dan
pengusaha.
6.1.2 Retorika Membaca yang Digunakan dalam Membaca Teliti dan Pemahaman
TEKS 1:
Pada saat melakukan proses membaca berita yang berjudul “Ponsel Tertinggal,
Pesawat Kembali Mendarat” saya menggabungkan beberapa jenis retorika membaca.
Berhubung belum adanya pengetahuan atau dasar-dasar pemahaman terkait dengan artikel
tersebut, awalnya saya menggunakan Metode Membaca Bawah Atas (MMBA). Setelah
mendapat gambaran dan sedikit pemahaman mengenai artikel tersebut, saya mulai
menerapkan Metode Membaca Timbal Balik (MMTB). Artinya saya menggunakan dua
metode dalam proses membaca artikel tersebut, yaitu Metode Membaca Bawah Atas
(MMBA) dan Metode Membaca Atas Bawah (MMAB). Dengan menggunakan kedua
metode tersebut, artikel lebih mudah saya pahami.
Model Membaca Timbal Balik (MMTB) yang digunakan dalam proses membaca
artikel di atas juga disertai dengan menerapkan metode kalimat. Merupakan cara membaca
bacaaan dengan menelaah kalimat demi kalimat. Saya mengayunkan pandangan matan dari
kaalimat satu ke kaliamat berikutnya dan sekaligus memahami maknanya. Metode ini
diterapakan untuk menyampaikan gagasan-gagasan dalam bentuk kalimat. Dengan
menerapkan metode ini, saya dapat membaca lebih efisien dan efektif. Selain itu, saya juga
menerapkan teknik close reading yaitu membaca dengan teliti dan cermat, teknik ini saya
pilih karena saya ingin mencari dan memperoleh informasi yang mencakup pemahaman
terhadap isi dan makna bacaan secara eksplisit.
TEKS 2:
Pada saat melakukan proses membaca artikel yang berjudul Sekilas “Kesenjangan
dan Kemiskinan di Indonesia Pra dan Pasca Runtuhnya Orde” saya menggabungkan
beberapa jenis retorika membaca. Berhubung belum adanya pengetahuan atau dasar-dasar
pemahaman terkait dengan artikel tersebut, awalnya saya menggunakan Metode Membaca
Bawah Atas (MMBA). Setelah mendapat gambaran dan sedikit pemahaman mengenai artikel
tersebut, saya mulai menerapkan Metode Membaca Timbal Balik (MMTB). Artinya saya
menggunakan dua metode dalam proses membaca artikel tersebut, yaitu Metode Membaca
Bawah Atas (MMBA) dan Metode Membaca Atas Bawah (MMAB). Dengan menggunakan
kedua metode tersebut, artikel lebih mudah saya pahami.
Model Membaca Timbal Balik (MMTB) yang digunakan dalam proses membaca
artikel di atas juga disertai dengan menerapkan metode SQ3R, yaitu metode membaca yang
ditujukan untuk kepentingan studi yang terdiri dari lima tahap yaitu suvey, question ,reading,
recite, review. Yang pertama saya lakukan adalah meninjau, meneliti, mengkaji cara
membaca bagian-bagian dari artikel. Bagian-bagian yang disurvey adalah bagian awal,
bagian isi, dan bagian akhir. Setelah itu, saya menyusun pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan
disusun berdasarkan perkiraan pembaca sewaktu mensurvey. Selanjutnya adalah kegiatan
pembacaan artikel. Tahap ini adalah tahap yang paling penting. Saya melakukan kegiatan ini
secara menyeluruh, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Setelah itu adalah kegiatan
umemceritakan kembali isi bacaan yang telaah dibaca dengan menggunakan kata-kata saya
sendiri, yaitu recite. Kegiatan recite dilakukan secara tertulis. Sebab recite berupa ikhtisar.
Selanjutnya adalah review. Saya memeriksa ulang bagian yang telah dibaca dan dipahami.
Meninjau ulamg tidak sama dengan membaca ulang. Membaca ulang adalah kegiatan
membaca ulang bacaan yang telah dibaca. Dengan menerapkan metode ini, saya dapat
membaca lebih efisien dan efektif. Selain itu, saya juga menerapkan teknik close reading
yaitu membaca dengan teliti dan cermat, teknik ini saya pilih karena saya ingin mencari dan
memperoleh informasi yang mencakup pemahaman terhadap isi dan makna bacaan secara
eksplisit.
6.1.3 Proses Membaca Teliti dan Pemahaman
TEKS 1:
Proses membaca berita yang berjudul “Ponsel Tertinggal, Pesawat Kembali
Mendarat” dapat saya runtutkan sebagai berikut:
a. mempersiapkan bacaan
b. menerapkan model membaca timbal balik
c. menerapkan model membaca kalimat dan close reading
d. menatap seluruh bacaan dengan pandangan lebar dan menyeluruh
e. mulai memfokuskan pandangan mata ke kalimat pertama, kemudian ke kalimat-
kalimat selanjutnya hingga kalimat terakhir
f. menangkap dan memahami informasi secara intensif
g. mengingat dan mencatat informasi penting
Setelah melakukan proses membaca berita, saya menemukan beberapa informasi
yang terdapat dalam berita tersebut. Informasi-informasi itu di antaranya:
a. Sebuah pesawat Air France dengan nomor penerbangan AF639, terpaksa kembali
mendarat di Bandara Houston, Amerika Serikat
b. Kejadian itu terjadi pada Selasa, 3 Januari 2012
c. Pesawat berhenti selama 30 menit
d. Pesawat mendarat setelah ditemukannya sebuah telepon genggam yang diduga milik
penumpang sebelumnya
e. Sebagai dampak atas kejadian tersebut, pesawat terlambat 6 jam dari jadwal
semestinya
f. Kejadian tersebut bukan yang pertama, sebab pada Oktober 2011 lalu terjadi hal yang
serupa, pada saat itu yang tertinggal adalah sebuah kopor
Berdasarkan informasi yang berhasil saya tangkap, saya mencoba mengkritisi dan
memberikan gagasan baru mengenai berita tersebut, di antaranya:
a. Kejadian tersebut sangat langka terjadi di Indonesia mengingat watak ‘oknum
manusia’ Indonesia yang cenderung kurang bertanggung jawab
b. Jika kejadian tersebut terjadi di Indonesia, kemungkinan besar yang terjadi adalah
ponsel diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
c. Di Amerika sistem dan kinerja di bandara sangat bagus, yaitu dengan menggunakan
prosedur-prosedur yang baik, walaupun terjadi pendaratan darurat, prosedur yang
sesuai tetap dilaksanakan, seperti ketepatan waktu dan pemeriksaan keamanan
Selain beberapa informasi yang saya dapat dari berita tersebut, saya juga akan
memberikan kritik terhadap penulisan bertita, kritik tersebut di antaranya:
a. Di dalam berita tidak terdapat pernyataan dari salah seorang saksi yang terlibat dalam
kejadian tersebut, sehingga fakta yang terjadi terkesan kurang kuat
b. Paragraf terakhir dalam berita tidak padu, seharusnya diberi kalimat atau paragraf
penghubung agar antara satu paragraf terakhir dengan paragraf sebelumnya saling
berkaitan
TEKS 2:
Proses membaca artikel yang berjudul “Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di
Indonesia Pra Dan Pasca Runtuhnya Orde” dapat saya runtutkan sebagai berikut:
a. mempersiapkan bacaan
b. menerapkan model membaca timbal balik
c. menerapkan model membaca SQ3R dan close reading
d. menatap seluruh bacaan dengan pandangan lebar dan menyeluruh
e. meninjau, meneliti, mengkaji cara membaca bagian-bagian dari artikel
f. menyusun pertanyaan-pertanyaan
g. membaca artikel secara intensif dan menyeluruh
h. menceritakan kembali isi bacaan yang telaah dibaca dengan menggunakan kata-kata
sendiri
i. memeriksa ulang bagian yang telah dibaca dan dipahami
j. membaca ulang adalah kegiatan membaca ulang bacaan yang telah dibaca
k. menangkap dan memahami informasi secara intensif
l. mengingat dan mencatat informasi penting
Setelah melakukan proses membaca artikel, saya menemukan beberapa informasi
yang terdapat dalam berita tersebut. Informasi-informasi itu di antaranya:
a. Kerusuhan sosial yang terjadi di masyarakat, menurut para pakar sosial, disebabkan
karena adanya kesenjangan sosial
b. Kesenjangan sosial merupakan ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau
memanfaatkan sumber daya yang tersedia
c. Kesenjangan sosial terjadi karena dua faktor, yaitu internal (dari dalam diri manusia0
hal ini berupa rendahnya sumber daya manusia, yang kedua adalah faktor eksternal
(luar diri manusia) misalnya mengenai kebijakan pemerintah dan birokrasi
d. Masih terjadi perdebatan antara faktor mana yang paling kuat menjadi penyebab
kemiskinan, hal ini disebabkan karena banyaknya pihak-pihak yang mengungkapkan
hal ini atas dasar kepentingan subjektif
e. Munurut beberapa ahli, kesenjangan sosial juga disebabkan karena adanya himpitan
struktural, yaitu ‘si miskin’ cenderung stagnan berada di ‘garisnya’ hal ini bukan
karena mereka tidak berusaha, tetapi seolah seperti ada sistem terstruktur yang
mengahalangi ‘si miskin’ untuk berkembang
Berdasarkan informasi yang berhasil saya tangkap, saya mencoba mengkritisi dan
memberikan gagasan baru mengenai berita tersebut, di antaranya:
a. Seharusnya para pakar ekonomi dan sosial, khusunya sarjana-sarjana muda, memiliki
ide-ide baru yang dapat menanggulangi kesenjangan sosial
b. Para pakar tidak mengeluarkan pernyataan profokatif dan subjektif agar tidak
memperkeruh suasana
c. Perlu dibentuk birokrasi khusus untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan
kesenjangan sosial di Indonesia, karena kemiskinan dan kesenjangan sosial di
Indonesia sudah terlalu ‘mendarah daging’
d. Perlunya perlindungan riil kepada si miskin, karena perlindungan berupa undang-
undang hanya merupakan formalitas belaka, pemerintah daerah seharusnya lebih
memerhatikan hal tersebut
e. Pembenahan sumber daya manusia perlu dilakukan dengan baik tanpa intervensi dari
kepentingan pihak apapun
Selain beberapa informasi yang saya dapat dari berita tersebut, saya juga akan
memberikan kritik terhadap penulisan bertita, kritik tersebut di antaranya:
a. Paragraf awal kurang mengungkapkan latar belakang penulisan, sehingga pembaca
kurang memiliki kerangka berpikir
b. Penyertaan sumber cukup jelas, yaitu berdasar pernyataan para ahli
6.1.4 Kendala dan Solusi dalam Membaca Teliti dan Pemahaman
TEKS 1:
Selama proses membaca, saya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Hanya karena
bacaan saya peroleh dari internet, dan saya baca melalui layar notebook, jadi agak sulit untuk
mengoptimalkan pandangan mata secara menyeluruh untuk menatap seluruh bacaan.
Agar mudah memahami suatu bacaan, yang pertama pada dasarnya adalah kita
menyukai tema atau topik bacaan yang akan dibaca, setelah itu, kondisikan suasana
senyaman mungkin. Setelah hal-hal tersebut, kita juga harus menyesuaikan bacaan yang kita
baca dengan tujuan kita membaca. Apabila tujuan membaca kita adalah membaca teliti,
sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam, maka lebih baik jika menggunakan Metode
Membaca Timbal Balik (MMTB) dengan model kalimat. Metode kalimat dipilih mengingat
kita membaca intensif, jadi kita memusatkan perhatian pada kalimat demi kalimat agar
mendapat informasi mengenai artikel secara optimal.
TEKS 2:
Selama proses membaca, saya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Hanya karena
bacaan saya peroleh dari internet, dan saya baca melalui layar notebook, jadi agak sulit untuk
mengoptimalkan pandangan mata secara menyeluruh untuk menatap seluruh bacaan.
Sedikit kesulitan adalah menerapkan metode PQ3R pada artikel tersebut, hal ini
disebabkan karena sulitnya memprediksi pertanyaan yang jawabannya terdapat pada bacaan.
Top Related