i
Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas XI Teknik
Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga
Artikel Ilmiah
Oleh : Adzkal Anam
NIM : 702011012
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Oktober 2015
ii
iii
iv
v
vi
vii
Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning
Pada Kelas XI Teknik Sepeda Motor 3
Di SMK Negeri 3 Salatiga
1.)Adzkal Anam, 2.)Adriyanto Juliastomo Gundo
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia 1.)[email protected] , 2.)[email protected]
Abstract
The problems in this study is only 10% from 80 teachers in SMK 3 Salatiga to implement
learning according to the criteria that apply learning curriculum of 2013. An example is
the a scientifically learning with the use of learning technology. The purpose for this study
to implement a learning approach Challenge-based Learning to identifying the
implementation stage "create" in bloom taxonomy as well as testing results and processes
created by the students useful for the environment. The approach used in this study is the
Challenge-based Learning. The results using Challenge-based learning approach in the
cognitive, affective and psychomotor student has increased, reaching over 80% in every
aspect. Challenge-based approach so that the learning is able to increase the learning
process in the classroom.
Keywords : Curriculum of 2013, Challenge-based Learning
Abstrak
Masalah dalam penelitian ini adalah hanya 10% dari 80 guru di SMK 3 Salatiga yang telah
menerapkan pembelajaran yang memenuhi kriteria Kurikulum 2013. Contohnya adalah
pembelajaran secara ilmiah dengan penggunaan teknologi pembelajaran. Penelitian ini
bertujuan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning, untuk
mengidentifikasi penerapan tahapan “create” dalam taksonomi bloom serta pengujian hasil
dan proses yang dibuat oleh siswa berguna bagi lingkungan sekitar. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Challenge-based Learning. Hasil penelitian dengan
menggunakan pendekatan Challenge-based Learning pada aspek kognitif, afektif serta
psikomotorik siswa telah meningkat yaitu mencapai diatas 80% pada setiap aspeknya.
Sehingga pendekatan Challenge-based Learning mampu untuk meningkatkan proses
belajar mengajar dalam kelas.
Kata Kunci : Kurikulum 2013, Challenge-based Learning
1. Mahasiswa Fakultas Teknologi Informatika Jurusan Pendidikan Teknik Informatika
dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana 2. Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana
1
1. Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia ini tidak akan terlepas oleh suatu kurikulum yang
telah ditentukan oleh pemerintah. Perangkat pendidikan merupakan jawaban
terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat [1]. Pada saat ini kurikulum yang
sedang berjalan dan dalam tahap perbaikan secara terus menerus di Indonesia ini
dapat kita kenal dengan nama Kurikulum 2013. Di Indonesia sudah ada beberapa
sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 ini, terutama dari sekolah kejuruan
atau dikenal dengan nama SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
Penerapan Kurikulum 2013 sekarang ini sudah diimplementasikan dengan
pembelajaran abad 21 yang menyebabkan banyak perubahan terkait dengan peran
siswa dan guru dalam pembelajaran yang akan dicapai. Hal-hal penting yang
dibutuhkan oleh siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran abad 21 yaitu [2]: (1)
Berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) Kolaborasi dan kepemimpinan, (3)
Kelincahan dan adaptasi, (4) Inisiatif dan wirausaha, (5) Efektifitas komunikasi
lisan dan tertulis, (6) Mengakses dan menganalisa informasi, dan (7) Rasa ingin
tahu dan imajinasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Wakil Kepala Sekolah bidang
Kurikulum tentang Evaluasi Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 di SMK 3
Salatiga pada tahun 2014-2015, dari 80 Guru yang mengajar di SMK N 3 Salatiga
hanya 10% yang menerapkan pembelajaran dalam kurikulum 2013 secara
menyeluruh. Contohnya adalah pembelajaran secara ilmiah dengan menggunakan
teknologi pembelajaran, sedangkan 27,5% hanya penilaian yang diterapkan,
sisanya 62,5% masih belum menerapkan sesuai kriteria pada kurikulum 2013. Dari
hasil wawancara dengan beberapa guru, bahwa kebutuhan Guru saat ini di SMK N
3 Salatiga adalah untuk mengetahui proses penerapan pembelajaran pada
Kurikulum 2013, sehingga masalah yang terjadi proses pembelajaran di dalam kelas
yang dilakukan oleh guru kurang memenuhi pembelajaran pada kurikulum 2013,
selain itu beberapa guru kurang menambah pengetahuan mereka tentang
pembelajaran dalam penerapan proses pembelajaran pada Kurikulum 2013. Untuk
meningkatkan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, pendekatan
pembelajaran Challenge-based Learning akan digunakan sebagai solusi untuk
menjawab kriteria dari Kurikulum 2013 tentang pembelajaran secara ilmiah dengan
menggunakan teknologi pembelajaran.
Mengacu pada latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut: (1) bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam pembelajaran
abad 21 di SMK 3 Salatiga? (2) bagaimana cara penerapan metode Challenge-based
Learning dalam kurikulum 2013 di Sekolah? (3) apakah metode Challenge-based
Learning dapat merubah proses pembelajaran?. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk menerapakan proses pendekatan pembelajaran Challenge-based
Learning, mengidentifikasi penerapan tahapan “create” dalam taksonomi bloom,
dan untuk menguji hasil dan proses yang dibuat oleh siswa berguna bagi lingkungan
sekitar.
2
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan dua penelitian
yang revelan. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Stephanie Bell tentang
“Project-based Learning pada abad 21 : Ketrampilan Untuk Masa Depan” [3].
Berdasarkan penelitian tersebut telah didapat bagaimana sistem pembelajaran abad
21 dengan menggunakan pendekatan Project-based Learning. Instruksi Project-
based Learning dapat membantu siswa dalam menjembatani kesenjangan yang ada
dalam pengetahuan dan ketrampilan, sehingga tugas mudah untuk dikelola.
Penelitian kedua yang telah dilakukan oleh Veneranda Hajrulla tentang
“Memfasilitasi Problem-based Learning melalui e-portofolio di EFL (English as a
Foreign Language)”[4]. Penelitian tersebut menyimpulkan tentang mengubah cara
belajar dan mengajar dalam abad 21 dengan menggunakan Problem-based
Learning. Potensi bahwa problem-based Learning dan e-portofolio bagus selama
membimbing siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penelitian dan jurnal yang berkaitan tentang pembelajaran
abad 21. Pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang akan
diimplementasikan pada Kurikulum 2013 di SMK N 3 Salatiga. Challenge-based
Learning mempunyai tujuan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Stephani Bell dan Venranda Hajrulla yaitu pembelajaran pada abad 21, tetapi yang
membedakan pendekatan ini adalah dimana nanti siswa akan melakukan sebuah
temuan masalah seperti Problem-based Learning dan sebuah penelitian terstruktur
seperti Project-based Learning yang akan dibantu oleh seorang pakar yang ahli
dalam bidangnya sesuai masalah dan penelitian yang akan diangkat oleh siswa.
Maka dari itu penelitian akan dilakukan oleh siswa, dan siswa sendiri dapat
berperan aktif karena berhubungan langsung dengan pakar dan teknologi
pembelajaran. Siswa akan terjun langsung ke lapangan untuk mencari suatu
masalah yang ada di lingkungan sekitar dan guru bisa menempatkan diri sebagai
fasilitator yang akan membimbing siswa. Jadi siswa akan tetap terpantau pada saat
proses pembelajaran berlangsung.
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber belajar
[1]. Definisi tersebut memiliki komponen-komponen : 1.) teori dan pratek; 2.)
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian; 3.) proses dan
sumber; dan 4.) untuk kepentingan belajar. Komponen teori dan praktek merujuk
pada teknologi pembelajaran yang memiliki landasan pengetahuan dari hasil kajian
melalui riset dan pengalaman. Kegiatan praktek merupakan penerapan pengetahuan
dalam pembelajaran tertentu, terutama dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Teori dan praktek merupakan suatu hal terpenting dalam proses pembelajaran yang
akan menentukan tahap dari pembelajaran. Komponen desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian merupakan sistem dalam pembelajaran.
Komponen proses dan sumber adalah serangkaian kegiatan yang memanfaatkan
sumber belajar untuk mencapai hasil belajar. Belajar adalah sebuah program belajar
oleh peserta didik yang ditujukan terjadinya belajar pada diri sendiri, sehingga
masalah belajar dapat terpecahkan [1].
Desain pembelajaran sebagai suatu sistem yang menyeluruh,
mengindahkan teori dan hasil penelitian terkait dengan bagaimana seseorang
3
belajar dari lingkungan [5]. Selain itu, materi ajar sebagai informasi yang dikelola
untuk menetukan struktur dan penyajiannya, penerapan konsep sistem dan
keterkaitan komponen didalamnya beserta keefektifan dan efisiensi bekerjanya
komponen sistem, serta penyertaan kemampuan manajerial dan jasa konsultasi
membuahkan suatu desain pembelajaran yang mendalam dan dinamis. Desainer
pembelajaran tidak hanya berpikir tentang mendesain suatu pembelajaran, namun
berperan pula dalam mengelola seluruh kegiatan desain pembelajaran. Jika
diperlukan, juga mampu berperan sebagai agen perubahan untuk menyampaikan
inovasi yang terkandung dalam hasil atau produk dari desain pembelajaran.
Kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no. 54 tahun 2013 tentang
Standart Kelulusan Nasional di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri
dari 3 aspek [6] : (1) Sikap memiliki (melalui menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, mengamalkan) perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,
berakhlak mulia (jujur, santun, peduli, disiplin, demokratis, patriotik), percaya diri,
dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan dirinya sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia. (2) Ketrampilan memiliki (melalui mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak
yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan
dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri (pada bidang kerja spesifik) sesuai
dengan bakat dan minatnya. (3) Pengetahuan memiliki (melalui mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi) pengetahuan prosedural dan
metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena
dan kejadian (pada bidang kerja spesifik) sesuai bakat dan minatnya.
Menurut Permendikbud no. 65 tahun 2013 terkait standart proses
pendidikan terdapat 14 prinsip pembelajaran agar standart kelulusan nasional dapat
tercapai [7] : (1.) Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
(2.) Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar; (3.) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah; (4.) Dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasis kompetensi; (5.) Dari pembelajaran parsial menuju
pembelajaran terpadu; (6.) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal
menuju 2 pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7.)
dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8.) Peningkatan dan
keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental
(softskills); (9.) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10.)
Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani); (11.) Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di
masyarakat; (12.) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah
guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. (13.) Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
4
pembelajaran; dan (14.) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik.
Pembelajaran abad 21 adalah suatu pembelajaran yang terdapat dalam
Kurikulum 2013. Pengorganisasian pembelajaran pada abad 21 yaitu keterampilan,
pengetahuan, sikap, nilai, dan etika ke dalam empat kategori berikut [8] : (1) Cara
Berpikir : kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, dan belajar untuk belajar (atau metakognisi). (2) Cara Kerja: komunikasi
dan kerja sama tim. (3) Alat Kerja: pengetahuan dan informasi umum literasi
teknologi komunikasi (ICT). (4) Kehidupan di Dunia: kewarganegaraan, kehidupan
dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan
kompetensi.
Challenge-based Learning merupakan salah satu pendekatan modern yang
dapat diterapkan pada struktur pembelajaran abad 21. CBL adalah pendekatan
multidisiplin yang menarik untuk pengajaran dan pembelajaran yang mendorong
siswa untuk memanfaatkan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan
sehari-hari mereka untuk memecahkan masalah dunia nyata melalui upaya di rumah
mereka, sekolah dan masyarakat [9]. CBL juga menganut pembelajaran kolaboratif
yang meminta siswa untuk bekerja dengan siswa lain, guru-guru mereka, dan ahli
dalam komunitas mereka dan di seluruh dunia untuk mengembangkan pengetahuan
yang lebih, terutama dalam belajar pelajaran siswa, menerima dan mengatasi
tantangan, mengambil tindakan, berbagi pengalaman mereka, dan masuk ke dalam
diskusi global tentang isu-isu penting yang terjadi dimasyarakat. CBL mempunyai
prioritas sendiri dalam hasil pembelajaran yang mereka buat yaitu [9] : (1) Sebuah
kerangka kerja yang fleksibel untuk belajar dengan beberapa entry point. (2)
Sebuah model scalable tanpa sistem proprietary atau langganan. (3) Menempatkan
siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka. (4) Berfokus pada tantangan
global dengan solusi lokal. (5) Mempromosikan penggunaan otentik teknologi. (6)
Mengembangkan keterampilan abad ke-21. (7) Mendorong refleksi mendalam pada
pengajaran dan pembelajaran.
Menurut CBL terdapat tujuh kerangka penting untuk melakukan proses
pembelajaran. Kerangka yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran
berlangsung, yang pertama adalah : (1) Ide Besar menurut penjelasan CBL
ditekankan Ide besar adalah suatu konsep umum yang bisa dieksplorasi dalam
berbagai cara, menarik, dan memiliki kepentingan untuk siswa, dan masyarakat
yang lebih besar. (2) Pertanyaan penting berdasarkan desain, ide besar
memungkinkan untuk bertahap dari berbagai pertanyaan penting yang
mencerminkan kepentingan siswa dan kebutuhan masyarakat mereka. Setiap
kelompok akan mempersempit pikiran mereka untuk satu pertanyaan penting.
Setelah siswa dapat menemukan ide besar siswa berlanjut untuk membuat
pertanyaan terkait ide besar yang siswa munculkan,yang selanjutnya untuk
membimbing gagasan besarnya. (3) Tantangan dari pertanyaan penting, tantangan
ringkas diartikulasikan meminta peserta didik untuk menciptakan solusi spesifik
yang akan menghasilkan solusi, dan tindakan yang berarti. (4) Membimbing
pertanyaan, aktivitas pertanyaan, mencari sumber. Pertanyaan membimbing
mewakili pengetahuan yang dibutuhkan untuk berhasil mengembangkan solusi dan
menyediakan peta untuk proses pembelajaran. Peserta didik mengidentifikasi
5
pelajaran, simulasi, kegiatan, dan sumber daya konten, untuk menjawab pertanyaan
membimbing dan mengatur dasar bagi mereka untuk mengembangkan solusi
inovatif, berwawasan, dan realistis. Membimbing pertanyaan, guru yang berperan
sebagai fasilitator diharapkan untuk mengarahkan siswa agar solusi dari mereka
tetap relevan dan dapat dipertanggung jawabkan. Aktivitas pertanyaan, guru tetap
mengarahkan aktivitas yang dilakukan oleh siswa agar solusi yang mereka dapat
adalah real/kenyataan, yang tetap inovatif dan berwawasan. Mencari sumber, disini
guru bisa menambah wawasan siswa dengan mengundang pakar atau siswa terjun
langsung untuk menemui seseorang yang berada pada lingkungan sekitar yang
mereka anggap lebih tahu untuk mendapatkan informasi yang lebih jauh. (5) Solusi
setiap pertanyaan tantangan harus bisa mengandung sesuatu yang kongkrit, yang
dapat dipertanggung jawabkan, dapat ditindaklanjuti dan dapat disajikan dalam
bentuk video dokumenter secara singkat. (6) Penilaian setiap tantangan dinyatakan
cukup luas untuk memungkinkan berbagai solusi untuk dicapai. Setiap solusi harus
bijaksana, sesuatu yang kongkrit, jelas diartikulasikan dan ditindaklanjuti di
masyarakat setempat. Selain solusi, proses yang individu serta tim melalui
pencarian informasi dalam mendapatkan solusi yang juga dapat dinilai, menangkap
pengembangan keterampilan kunci abad ke-21. (7) Penerbitan pelaksanaan
memungkinkan peserta didik untuk menguji solusi mereka di lingkungan yang
otentik. Ruang lingkup pelaksanaan dapat sangat bervariasi tergantung pada waktu
dan sumber daya, tapi bahkan upaya terkecil untuk menempatkan rencana ke dalam
tindakan dalam pengaturan kehidupan nyata sangat penting. Proses Tantangan
memungkinkan beberapa kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman dan
mempublikasikan lingkungan yang lebih luas. Siswa didorong untuk
mempublikasikan hasil mereka secara online, dan meminta tanggapan. Ini
digunakan untuk memperluas diskusi siswa agar dapat memantapkan solusi.
Semua elemen secara garis besar Challenge-based Learning dimulai dengan
ide besar kemudian memunculkan sebuah pertanyaan penting, tantangan,
membimbing pertanyaan, membimbing kegiatan, menambah sumber daya,
menentukan dan mengartikulasikan solusi, mengambil tindakan dengan
menerapkan solusi, dan mengevaluasi hasil. Proses ini juga mengintegrasikan
kegiatan yang sedang berlangsung seperti refleksi, penilaian, dan dokumentasi.
Sehingga proses yang akan dikeluarkan diharapakan memenuhui tuntutan
kebutuhan dalam proses pembelajaran di abad 21 ini.
3. Metode Penelitian
Penelitian tentang penerapan pendekatan Challenge-based Learning ini
akan menggunakan metode Kualitatif Deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah
berdasar pada pondasi penelitian, kriteria penelitian, perumusan masalah, tahap-
tahap penelitian, kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis penafsiran data
[10]. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu,
tetapi hanya menggambarkan yang sebenarnya tentang suatu variabel, gejala, atau
keadaan yang terjadi [11].
Rancangan penelitian ini akan langsung menerapkan pendekaatan
pembelajaran Challenge-based Learning dan menggunakan tahapan penelitian
6
Creswell yang diharapkan akan menunjang kognitif, afektif, dan psikomotorik
siswa didalam kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara
memberi pertanyaan dalam wawancara, observasi secara langsung, serta
dokumentasi. Wawancara digunakan untuk mengukur proses pembelajaran dalam
kelas dan observasi digunakan untuk mengamati proses siswa ketika pembelajaran
dalam penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning berlangsung
dan untuk mengetahui penerapan proses pembelajarn abad 21 serta dokumentasi
guna mendukung proses wawancara dan observasi secara langsung.
Penelitian ini dilaksanakan melalui 6 tahapan seperti yang dikutip dari
Creswell dalam Semiawan [12] . Berikut ini adalah tahapan penelitian
Gambar 1 Tahapan Penelitian Creswell
Sesuai pada gambar proses penelitian yang pertama adalah proses identifikasi
masalah, identifikasi masalah menyangkut spesifikasi isu atau gejala yang hendak
dipelajari. Bagian ini juga memuat penegasan bahwa isu tersebut layak diteliti.
Berdasarkan identifikasi masalah yang terjadi di SMK N 3 Salatiga dengan
observasi terlebih dahulu dengan mengamati terjadinya proses pembelajaran yang
berlangsung. Proses pengamatan selanjutnya akan dilakukan wawancara pra
penelitian untuk memperkuat identifikasi masalah yang terjadi. Sumber wawancara
akan dipilih sebagai informan, seperti Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum,
beberapa guru Produktif serta guru Simulasi Digital.
Penelusuran kepustakaan, bagian ini akan mencari bahan bacaaan, jurnal
yang memuat bahasan dan teori tentang topik yang akan diteliti. Bagian kedua
menuntut sebuah penelitian dimana akan mencari sebuah ulasan pada kajian teori
untuk memperkuat suatu masalah. Penelurusan kepustakaan berguna agar
menjawab sebuah hal yang akan diangkat.
Maksud dan tujuan penelitian ini sebagai acuan atau pedoman saat dilakukan
penelitian agar tidak keluar dari batasan masalah. Tujuan dilakukan penelitian ini
sebagai solusi dari masalah yang muncul dalam proses pembelajaran dalam kelas
pada Kurikulum 2013. Kebutuhan guru yang semakin meningkat pada tuntutan
Kurikulum 2013 sebagai alasan dilakukannya penelitian ini.
1• Identifikasi Masalah
2• Penulusuran Keputusan
3• Maksud dan Tujuan penelitian
4• Pengumpulan Data
5• Analisa dan Penafsiran Data
6• Pelaporan
7
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh suatu informasi.
Memperoleh informasi dibutuhkan partisipan, agar penelitian ini berjalan dengan
baik, sebelum pengumpulan data karena ini sebuah implemetasi pembelajaran, akan
dilakukan pembuatan desain strategi pembelajaran.
Tabel 1 Kegiatan Pembelajaran Challenge-based Learning
Deskripsi Kegiatan
Pertemuan 1
Pembentukan kelompok
Guru menjelaskan tentang aturan selama pembelajaran Challenge-based
Learning berlangsung
Guru memberikan sebuah video yang berhubungan dengan kelistrikan
sepeda motor
Guru mempersilahkan siswa untuk berdiskusi untuk mencari sebuah
masalah yang berkaitan tentang video yang sudah diperlihatkan dan
membuat pertanyaan untuk mengatasi masalah tersebut yang
berhubungan dengan kelistrikan pada sepeda motor (Ide Besar)
Guru meminta siswa membuat solusi sementara
Pertemuan 2
Guru berdiskusi dengan siswa terkait indikator penilaian
Guru akan membimbing siswa dari pertanyaan yang telah dibuat dan
mengaplikasikan sumber yang telah didapat oleh kelompok (Menyusun
Pertanyaan Penting)
Guru meminta siswa agar membuat solusi yang sudah untuk diuji coba ke
lingkungan sekitar
Pertemuan 3
Guru memberi sebuah tantangan kepada siswa yaitu membatasi
perlengkapan yang dipakai harus dari barang yang sudah tidak terpakai
dan harus meminimalkan biaya project (Tantangan)
Siswa menyusun pengerjaan project akhir
Siswa melakukan presentasi
Guru mengkoreksi sementara hasil dari presentasi (Membimbing
Pertanyaan dan Aktivitas Pertanyaan)
Guru meminta siswa untuk membuat sebuah blog untuk
mendokumentasikan kegiatan
Pertemuan 4
Guru memberikan tantangan yang kedua berupa project yang dibuat
harus bisa dimanfaatkan bagi lingkungan sekitar (Tantangan)
Guru meminta siswa untuk berkelompok secara acak
Guru meminta siswa mencari sumber terkait (Mencari Sumber)
Siswa dipersilahkan langsung ke tempat uji coba untuk
mengimplementasikan solusi yang dibuat
Pertemuan 5
Guru langsung meminta siswa untuk terjun ke lapangan untuk membuat
project dan melakukan uji coba
Guru meminta siswa untuk mengevaluasi project (Refleksi)
8
Guru meminta siswa untuk selalu memposting hasil dari setiap kegiatan
Guru meminta siswa untuk bertanya kepada seorang pakar yang lebih
mengerti tentang apa yang akan dibuat oleh siswa (Mencari Sumber)
Pertemuan 6
Guru membimbing siswa dalam proses evaluasi dan pembuatan
makalah (Solusi dari Aktivitas Pertanyaan)
Pertemuan 7
Guru melihat hasil dari makalah yang telah dibuat oleh siswa pada blog
kelompok masing-masing (Penerbitan)
Guru memperlihatkan progres siswa selama melakukan kegiatan
pembelajaran (Penilaian)
Pertemuan 8
Guru memberikan sedikit evaluasi tentang apa yang dibuat oleh siswa
Guru memberikan sedikit penjelasan tentang materi listrik dasar otomotif
yang berhubungan apa yang dibuat oleh siswa
Tahap kelima, analisis dan penafsiran data. Data yang diperoleh dari
pengumpulan data akan dianalisis. Bagian analisis ini biasanya menyangkut
klasifikasi dan pengkodean data. Data yang begitu banyak diringkas, diklasifikasi,
dan dikategorikan. Ide-ide yang memiliki pengertian yang sama disatukan.
Tahap keenam, tahap terakhir ini adalah pelaporan. Pelaporan digunakan
sebagai sajian akhir dari sebuah penelitian untuk dipertanggung jawaban dari hasil
penelitian. Laporan hasil penelitian akan dipaparkan dan dijelaskan sehingga
bermanfaat bagi semua orang.
Lokasi untuk mengimplementasikan pendekatan pembelajaran akan
dilaksanakan di SMK N 3 Salatiga pada kelas XI Teknik Sepeda Motor 3, ini
dikarenakan SMK N 3 Salatiga merupakan sekolah yang masih tergolong baru
berkembang. Penerapan kurikulum 2013 juga sebagai alasan pemilihan lokasi
penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari 3 kelas yaitu XI TSM 1 nilai rata-
rata dikelas adalah 79 sedangkan kelas XI TSM 2 nilai rata-rata kelas adalah 81 dan
kelas XI TSM 3 nilai rata-rata adalah 77. Alasan memilih kelas tersebut
dikarenakan nilai rata-rata kelas yang tergolong rendah. Sesuai topik yang diajukan
yaitu “Penerapan Pendekatan Challenge-based Learning pada Kelas XI Teknik
Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga” diharapkan mampu untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan antara lain [13] : (1)
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait kebutuhan guru
dalam tahapan proses pembelajaran. Selain itu wawancara juga dilakukan untuk
mengetahui analisa kebutuhan yang dibutuhkan murid, sehingga kegiatan proses
belajar mengajar sesuai metode dan pendekatan pembelajaran. (2) Lembar
observasi, data yang diperoleh dari penerapan pendekatan Challenge-based
Learning akan mengarah pada aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik. Adapun
lembar observasi yang digunakan untuk aspek kognitif mengacu pada buku
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen dan mengembangkan Analisa Konsep
Sketsa Pembelajaran Nutrisi dalam tabel Taksonomi Bloom, dan untuk aspek
Afektif serta Psikomotorik mengacu pada buku Pengembangan dan Implementasi
9
Kurikulum 2013. (3) Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam
penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, dan lain sebagainya. Teknik
pengumpulan ini digunakan untuk memperoleh data visi dan misi dari sekolah,
daftar siswa, catatan pelengkap sebagai acuan untuk hasil penelitian yang dilakukan
di SMK N 3 Salatiga. Dokumentasi juga dapat berupa sebuah foto atau video untuk
dipertanggungjawabkan.
Teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain : (1) Reduksi data. (2)
Penyajian data. (3) Penarikan kesimpulan. Selain itu juga menggunakan teknik
analisis data Trianggulasi.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan lembar observasi, kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Challenge-based Learning dilaksanakan selama delapan
pertemuan. Tahapan dari Challenge-based Learning ini memiliki 9 proses ilmiah
dari ide besar, penyusunan penilaian, tantangan, membimbing pertanyaan,
membimbing kegiatan, pengembangan solusi, menerapkan dan menilai, refleksi,
penerbitan. Adapun hasil dari tahapan tersebut mendapat kendala dan solusi.
Tahapan yang pertama adalah memunculkan ide besar. Sebelum
memunculkan ide besar siswa, guru menjelaskan bagaimana proses tahapan
Challenge-based Learning kepada siswa, jadi pada pertemuan pertama guru
tidak melakukan proses penilaian. Tahapan untuk memunculkan ide besar
dilaksanakan pada pertemuan pertama, dengan siswa sebelumnya telah dibentuk
kelompok. Guru memperlihatkan sebuah video tentang kelistrikan pada sebuah
sepeda motor serta gambaran tentang gangguan pada sepeda motor yang sering
mengakibatkan sebuah kecelakaan. Siswa setelah melihat video diminta oleh guru
untuk memunculkan sebuah ide besar dan berdiskusi dengan kelompok masing
masing untuk memunculkan ide besar. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilaksanakan oleh guru ide-ide setiap kelompok bermacam-macam seperti mencegah agar motor tidak mati tiba-tiba karena CDI (Capacitor Discharge
Ignition) tidak berfungsi, kemudian pembuatan lampu peringatan, serta
penduplikasian yang ada pada motor automatic.
Tahapan pertama kendala yang dialami siswa adalah kebingungan untuk
menentukan sebuah ide. Peran guru sebagai fasilitator untuk mengatasi masalah
tersebut yaitu dengan cara membimbing dan memberi arahan pada setiap
kelompok yang belum mengerti serta menjelaskan lagi gambaran proses
pendekatan Challenge-based Learning. Hasil dari penjelasan yang telah diberikan
oleh guru bagi siswa sudah dapat dimengerti hal ini dibuktikan dengan seorang
murid dari salah satu kelompok ikut membantu guru untuk memberikan penjelasan
kepada teman yang lainnya sehingga teman yang lainnya lebih mengerti.
Tahap kedua adalah menyusun sebuah pertanyaan penting yang
berguna untuk menemukan sebuah jawaban ataupun solusi. Kegiatan untuk
menyusun pertanyaan penting dilaksanakan pada pertemuan kedua. Pelaksanaan
penyusunan pertanyaan penting kendala yang terjadi adalah pasifnya proses
pembelajaran, siswa kurang berani untuk bertanya lagi. Untuk mengatasi masalah
tersebut guru berdiskusi dengan siswa terkait pencapaian indikator. Kesepakatan
10
penilaian membuat siswa terpacu dengan apa yang diharapkan oleh siswa secara
individu ataupun kelompok. Siswa yang pada awalanya masih terlihat pasif dalam
proses pembelajaran setelah siswa mengetahui indikator penilaian siswa merubah
pola pikir mereka untuk selalu aktif dalam berkelompok dan berdiskusi dengan
guru.
Hal ini dapat dibuktikan dengan antusias siswa untuk melanjutkan diskusi
tentang penyusunan pertanyaan yang sekarang lebih sering bertanya dengan guru.
Proses kegiatan belajar mengajar pada kelas XI TSM 3 ini terdapat dua guru untuk
mengisi kegiatan pembelajaran, jadi siswa dapat berdiskusi dengan lancar. Tahap
Ketiga adalah berdiskusi terkait indikator penilaian selama proses Challenge-
based Learning berlangsung.
Tahap Keempat adalah pemberian sebuah tantangan yang terkait
dengan ide besar yang siswa munculkan. Proses ini adalah kunci dari pendekatan
Challenge-based Learning. Tahapan pemberian tantangan ini ada pada pertemuan
ketiga dan keempat. Tantangan yang pertama yang diberikan kepada siswa oleh
guru adalah siswa diminta membuat sebuah project dengan menekankan biaya
seminimal mungkin dan pembuatan project harus menggunakan barang yang
sudah tidak terpakai lagi ataupun tidak digunakan lagi. Tantangan kedua
adalah bagaimana sebuah project itu bisa dimanfaatkan oleh lingkungan agar
project yang dibuat oleh siswa ini juga bermanfaat dan dapat dirasakan oleh
orang lain.
Berdasarkan wawancara siswa merasa tertantang dengan menggunakan
barang yang sudah tidak terpakai lagi untuk dijadikan sebuah project, kemudian
siswa berdiskusi dengan kelompok untuk membuat rancangan tentang pembuatan
project untuk dipresentasikan. Tentang tantangan yang kedua menurut
beberapa kelompok tergolong sulit karena tidak semua orang membutuhkannya,
tetapi dengan yakin dan motivasi yang diberikan oleh guru project yang akan dibuat
oleh siswa ini bisa dimanfaatkan oleh orang banyak. Berdasarkan hasil
wawancara siswa merasa tertantang karena pembuatan dari barang yang sudah
tidak terpakai itu lebih sulit ditambah dengan menggunakan biaya yang dibatasi
maksimal Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Selain dengan biaya yang diminimalkan
dan penggunaan barang yang sudah tidak terpakai menurut salah satu anggota
kelompok 6 mengutarakan tantangan lain bagi kelompok adalah bagaimana agar
project ini bisa dirasakan manfaatnya oleh lingkungan sekitar.
Hasil dari presentasi rancangan yang akan dibuat oleh siswa adalah
pembuatan lampu hazard, pembuatan lampu dim (kasus motor jantan/sport),
duplikasi standart samping (kasus pada sepeda motor automatic honda), serta
pembuatan double CDI (kasus pada motor CB 100). Rancangan yang dibuat oleh
setiap kelompok ini memiliki tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Kendala yang
terjadi pada tahap ini adalah permasalahan barang yang tidak terpakai untuk
digunakan kembali sebagai tambahan perancangan.
Guru untuk mengatasi kendala ini adalah dengan cara setiap kelompok
diberikan saran oleh guru terkait apa yang akan dibuat seperti menggunakan kabel-
kabel yang sudah tidak terpakai lagi. Hal ini sangat bermanfaat bagi siswa selain
solusi yang sudah siswa punya. Dua guru yang bertindak sebagai fasilitator
11
sangat membantu karena setiap guru mempunyai saran masing-masing jadi
kelompok bisa berdiskusi dan mempertimbangkannya.
Tahap kelima dan keenam yaitu tahapan membimbing pertanyaan,
aktivitas pertanyaan, dan mencari sumber. Kegiatan pada tahapan ini
dilaksanakan pada pertemuan ketiga dan keempat. Membimbing pertanyaan dan
aktivitas pertanyaan siswa diminta oleh guru untuk melakukan presentasi terkait
rancangan project yang sudah kelompok persiapkan.
Hasil dari presentasi kelompok adalah berupa rancangan, gambaran
rangkaian listrik, alat dan bahan yang akan digunakan oleh siswa. Guru yang
berperan sebagai fasilitator akan memberi sebuah pertanyaan terkait rancangan
yang sudah dibuat oleh siswa setelah presentasi. Kegiatan dalam pencarian
sumber siswa diminta oleh guru untuk mencari sumber di perpustakaan, internet,
ataupun yang lainnya seperti seorang pakar. Bertanya kepada pakar adalah salah
satu pencarian sumber yang harus dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran
Challenge-based Learning. Ketika sumber-sumber telah terkumpul siswa akan
diminta untuk uji coba rangkaian yang telah dipresentasikan.
Tahap ketujuh adalah melakukan tahapan “creat” dengan melakukan
pembuatan project saat uji coba. Uji coba akan dilakukan dua kali, dan sesudah uji
coba yang pertama setiap kelompok akan melakukan refleksi agar uji coba yang
kedua hasilnya akan lebih baik dari hasil uji coba yang pertama. Refleksi ini
berguna untuk menganalisis, menjelaskan atau menyimpulkan yang terjadi pada uji
coba pertama dan memperbaiki pada uji coba yang kedua. Hasil dari uji coba
pertama yang dilakukan oleh kelompok masih terjadi banyak kesalahan
pemasangan sistem pengkabelan. Penerapan yang kurang sesuai menjadi masalah
pada setiap kelompok walaupun sudah ada kelompok yang sudah siap untuk
diterapkan. Hasil dari beberapa kelompok pada saat uji coba pertama masih gagal
guru menyarankan untuk mencari sumber tambahan agar pada saat uji coba kedua
dapat dilaksanakan dengan baik.
Uji coba kedua yang sudah dilakukan setelah proses refleksi hasilnya semua project sudah jadi. Semua kelompok dapat memangsakan kabel dengan
benar dan project yang yang diharapkan sudah tergambar. Hasil dari uji coba
kedua adalah merupakan sebuah solusi dari ide besar yang dikemukakan oleh
setiap kelompok. Implementasi yang sudah diterapkan diantaranya adalah
duplikasi standart samping yang coba diterapkan oleh kelompok 5 yang bisa
terpasang dengan baik. Mesin motor yang awalnya hidup akan mati jika standart
samping pada sepeda motor ini diturunkan. Kelompok 2 dan kelompok 4 yang
membuat lampu hazard juga sesuai dengan rencana. Lampu hazard dapat hidup
dengan baik sesudah saklar on dihidupkan. Kelompok 1 dan kelompok 3 yang telah
membuat lampu dim juga berjalan dengan baik. Saat saklar ditekan dan dilepas
lampu secara otomatis akan naik dan kembali turun, ini seperti prinsip pada sebuah
sepeda motor jantan ataupun mobil yang sudah menggunakan sistem dim, tetapi
siswa ini membuatnya pada sepeda motor bebek standart. Kelompok terakhir yaitu
kelompok 6 telah membuat double CDI pada motor tahun 90-an. Pembuatan double
CDI ini bermanfaat jika sepeda motor yang dipakai berjalan dengan jarak jauh dan
jika salah satu CDI itu mati secara otomatis CDI yang lain akan mengganti CDI
yang telah mati.
12
Tahap kedelapan adalah hasil dari tahap terakhir uji coba, yaitu guru
memberikan penilaian terkahir dan menunjukan kepada siswa. Semua kelompok
sudah diperlihatkan terkait hasil penilaian selama delapan pertemuan. Hasil dari
wawancara salah satu kelompok sudah sangat puas terkait hasil penilaian yang
telah guru berikan terhadap kelompok maupun individu.
Tahap kesembilan adalah publikasi, siswa dibantu dengan fungsionaris
TIK membuat sebuah blogger untuk mempublikasikan hasil yang telah dibuat
oleh siswa. Pembuatan blogger telah dilakukan mulai pertemuan ketiga. Setiap hasil
yang telah kelompok peroleh guru meminta langsung untuk mempublikasikan.
Publikasi ini bertujuan agar semua pengguna internet yang ingin tahu ataupun
memberi saran bisa membuka blogger yang telah dibuat oleh siswa.
Menurut salah satu siswa tahapan publikasi ini cukup menyenangkan karena
berhubungan dengan komputer dan internet. Sebagai siswa dengan adanya
fungsionaris TIK hal ini cukup membantu peran siswa untuk tahu apa yang mereka
buat bisa bermanfaat bagi orang lain melaui media online seperti blogger. Salah
satu blogger siswa dapat dilihat di http://kelompok6smk3.blogspot.com/
Berdasarkan lembar observasi yang berhubungan dengan indikator
keberhasilan menurut Kurikulum 2013, dibawah ini adalah hasil grafik dari
pelaksanan selama delapan pertemuan. Adapun grafiknya yang pertama adalah
aspek afektif
Grafik 1. Aspek Afektif Delapan Pertemuan
Grafik 1 menunjukan indikator proses afektif siswa selama delapan kali pertemuan.
Indikator yang pertama yaitu pengumpulan project terjadi pada dua
pertemuan akhir yaitu pertemuan ketujuh dan delapan dan semua hasil menunjukan
100%. Indikator yang kedua tidak terlambat untuk mengikuti pembelajaran.
Ditunjukan pada grafik pada pertemuan kedua mengalami penurunan karena ada 2
siswa yang terlambat, dengan mengetahui alasan dan memberikan sedikit
pemberitahuan, pada pertemuan ketiga dan selanjutnya tidak ada yang terlambat
untuk mengikuti pembelajaran. Indikator ketiga adalah aktif dalam bertanya.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Per
sen
tase
Indikator
Aspek Afektif Delapan Pertemuan
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
Pertemuan 5
Pertemuan 6
Pertemuan 7
Pertemuan 8
13
Grafik yang telah menunjukan pada pertemuan kedua persentase keaktifan bertanya
dibawah 65% yaitu 59%. Guru yang mengetahui kendala ini, berdiskusi dengan
siswa untuk menentukan indikator keberhasilan selama menggunakan pendekatan
Challenge-based Learning. Pertemuan ketiga dan selanjutnya siswa menjadi aktif
untuk bertanya dan hingga pertemuan kedelapan menyentuh persentase 97% dalam
keaktifan bertanya.
Indikator yang keempat adalah semangat untuk mengikuti pembelajaran.
Terlihat dari grafik masalah yang sama seperti indikator keaktifan bertanya yaitu
belum mengetahui indikator penilaian. Pada pertemuan ketiga dan seterusnya
indikator semangat untuk mengikuti pembelajaran selalu meningkat hingga
menyentuh persentase 100%. Indikator yang kelima adalah berani untuk bersaing.
Kelompok-kelompok yang telah dibentuk siap untuk mempertahankan argumentasi
masing-masing. Setiap pertemuan indikator berani bersaing sampai pertemuan
kedelapan telah menyentuh persentase 100%. Indikator yang keenam adalah rasa
ingin tahu. Rasa ingin tahu siswa ditujukan pada grafik mengalami peningkatan
selama delapan pertemuan yaitu mencapai 100%.
Indikator yang ketujuh adalah adaptasi kelompok. Terlihat pada grafik
terjadi penurunan setelah terjadi peningkatan. Penurunan terjadi pada
pertemuan keempat pada saat siswa diacak kembali untuk menemukan solusi dari
kelompok yang lain. Guru yang menyadari penurunan ini memberikan sebuah
pengertian kepada siswa agar setiap siswa untuk bisa beradaptasi dengan anggota
dari kelompok lain. Pengertian yang diberikan oleh guru nampaknya memberikan
dampak positif, sampai anggota dikembalikan ke kelompok masing-masing
persentase pada setiap pertemuan kembali meningkat yaitu mencapai 100%.
Indikator yang kedelapan adalah berbagi tugas. Sudah menjadi kebiasaan
oleh setiap siswa sangat sulit untuk berbagi tugas individu dalam kelompok.
Terbukti saat pertemuan kedua sangat rendah nilai persentase yaitu 63% dibawah
65%. Guru mengetahui ini sebagai masalah, dengan pengalaman yang dimiliki
oleh guru siswa diberikan sebuah contoh motivasi pengerjaan yang dilakukan
secara berkelompok dan pada pertemuan selanjutnya grafik selalu meningkat
bahkan sampai pertemuan kedelapan mencapai 100% dalam berbagi tugas individu
dalam sebuah kelompok. Indikator terakhir adalah menerima perbedaan
pendapat. Pertemuan kedua ke pertemuan ketiga yang ditunjukan oleh grafik telah
terjadi peningkatan tetapi pada pertemuan keempat pada saat siswa diacak
kelompoknya untuk saling berargumen terjadi penurunan. Guru yang mengetahui
masalah tersebut memberikan pengertian ke masing individu untuk saling
menerima perbedaan pendapat, dan hal tersebut disadari oleh siswa. Pada
pertemuan keempat setiap kelompok diacak kembali bermaksud untuk memperoleh
sebuah solusi dari teman kelompok yang lain agar semakin banyak solusi yang
dihasilkan untuk menerapkan sebuah project. Pertemuan kelima dan seterusnya
sudah kembali stabil yaitu mencapai 97%.
Pada tahap selanjutnya terkait indikator pencapaian aspek psikomotorik
akan dijelaskan dengan grafik aspek psikomotorik delapan pertemuan dibawah ini
14
Grafik 2. Aspek Psikomotorik Delapan Pertemuan
Adapun indikator pertama adalah kualitas pekerjaan. Indikator kualitas pekerjaan
ini selama delapan pertemuan menunjukan persentase 100%. Menurut hasil dari
wawancara kepada siswa, siswa lebih suka praktik secara langsung karena hasilnya
pasti akan lebih maksimal, dan terbukti pada indikator kualitas pekerjaan pada
setiap pertemuan. Indikator kedua adalah ketrampilan menggunakan alat.
Ketrampilan menggunakan alat dipraktikan mulai pada pertemuan ketiga dimana
siswa sudah menggunakan trainer untuk melatih ketrampilan membaca sebuah
rangkaian pada saat melakukan presentasi. Ditunjukan pada grafik hasil meningkat
pada pertemuan selanjutnya yang awalnya 83% menjadi 100%.
Indikator ketiga. Siswa mulai dengan analisis pada pertemuan pertama
pada grafik tidak ada hasil dikarenakan analisis ide besar belum dimulai untuk
penilaian. Pertemuan kedua adalah awal dari penilaian, siswa telah menganalisis
dan merencanakan hasil project akhir dimana setiap pertemuan hasil penilaiannya
selalu meningkat hingga mencapai 100% yang pada awal hanya 97%. Indikator
keempat adalah pengambilan keputusan. Setiap kelompok memiliki ketua untuk
melaksanakan pengambilan keputusan yang telah didiskusikan bersama anggota.
Setiap pelaksanaan pengambilan keputusan ketua sangat baik untuk memilih solusi
terbaik dari setiap diskusi, hal ini terbukti dari wawancara salah satu ketua
kelompok yang menyatakan bahwa setiap pengambilan keputusan adalah hal yang
sulit karena harus selalu berpikir bahwa project akhir adalah hal terpenting
ditambah dengan tantangan yang telah diberikan juga harus tidak kalah penting.
Hasil dari grafik menunjukan bahwa setiap pengambilan keputusan pada setiap
pertemuan telah mencapai hasil 100%.
Indikator yang terakhir adalah Kemampuan membaca menggunakan
diagram, gambar, dan simbol. Kemampuan untuk membaca gambar ataupun simbol
meningkat pada setiap pertemuannya. Hasil dari grafik pada pertemuan ketiga
persentasenya adalah 90% begitupula pada pertemuan keempat. Pertemuan kelima
tingkat persentase naik menjadi 93%, ini terjadi karena siswa semakin mengerti
tentang rangkaian listrik yang ada pada sepeda motor. Pertemuan keenam dan
ketujuh naik menjadi 97% karena pada tahapan kelima dan keenam siswa telah
20%
40%
60%
80%
100%
Per
sen
tase
Indikator
Aspek Psikomotorik Delapan PertemuanPertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
Pertemuan 5
Pertemuan 6
Pertemuan 7
Pertemuan 8
15
melakukan refleksi pada tahap uji coba dan hasilnya semakin membaik. Pertemuan
terakhir adalah bagian dimana sebuah hasil akhir telah dipublish dan semua
kelompok dapat menyelesaikan hasil project akhir dengan maksimal.
Hasil pada grafik afektif dan psikomotorik akan dirata-rata setiap
indikatornya pada semua pertemuan. Untuk aspek kognitif pengambilan lembar
observasi dilaksanakan secara langsung dikarenakan indikator yang dinilai tidak
selalu ada pada setiap pertemuan, jadi hasil dari aspek kognitif langsung dirata-rata
selama delapan pertemuan. Adapun hasil rata-rata dari ketiga aspek adalah sebagai
berikut :
Aspek pertama adalah aspek kognitif yang akan dijelaskan melalui grafik
aspek kognitif dibawah ini
Grafik 3. Aspek Kognitif
Terlihat pada Grafik 3 ditunjukan bagaimana siswa telah menjalani serangkaian
indikator proses kognitif. Siswa rata-rata mencapai persentase pada setiap indikator
lebih dari 65%. Berdasarkan grafik aspek kognitif, siswa masih kesulitan untuk
membuat contoh rangkaian listrik. Kesulitan saat pembuatan contoh rangkaian
yaitu 79% disebabkan siswa terlalu menganggap mudah. Guru langsung
mensiasati dengan uji coba secara langsung agar siswa mudah mengerti. Kegiatan
uji coba secara langsung digunakan untuk meminimalkan kesalahan saat pembuatan
contoh rangkaian listrik pada sepeda motor. Indikator tertinggi salah satunya adalah
menerapkan hasil yaitu 100%. Semua kelompok setelah melakukan tahap uji coba
kedua telah berhasil menerapkan hasil dari rancangan setiap kelompok karena
telah malakukan refleksi. Hasil rata-rata dari semua indikator adalah 95%.
Aspek kedua setelah penjelasan terkait grafik aspek kognitif adalah aspek
afektif. Berikut ini adalah aspek afektif yang hasil dari delapan pertemuan telah
dirata-rata penilaiannya
0%
50%
100%93% 100%
79% 90% 100% 93% 100% 90% 83%100% 93% 100%
Per
sen
tase
Aspek Kognitif
16
Grafik 4. Aspek Afektif
Ditunjukan pada Grafik 4 grafik aspek afektif pada setiap indikatornya lebih dari
65%. Gambar grafik diatas merupakan rata-rata pada setiap pertemuannya. Rata-
rata pada setiap pertemuan paling rendah adalah aktifitas bertanya siswa yaitu
86%. Berdasarkan grafik lembar observasi aspek afektif indikator akftifitas
bertanya pada pertemuan kedua sangat rendah, tetapi setelah guru mengatasi
kendala aktifitas bertanya pada pertemuan selanjutnya semakin bertambah. Grafik
menunjukan setelah delapan kali pertemuan aktifitas bertanya sudah melebihi 65%
yaitu sebesar 86%. Indikator tertinggi adalah pengumpulan project yaitu 100%.
Siswa telah mengumpulkan project tepat pada waktunya setelah melakukan
tahapan uji coba yang kedua. Bedasarkan grafik diatas menunjukan rata-rata pada
indikator mencapai 98% selama delapan pertemuan.
Aspek ketiga setelah aspek afektif adalah aspek psikomotorik. Dibawah ini
adalah grafik aspek psikomotorik yang hasil penilaiannya telah dirata-rata
Grafik 5. Aspek Psikomotorik
Berdasarkan dari Grafik 5 selama delapan pertemuan yang dirata-rata siswa sangat
antusias dengan pembelajaran model praktik. Data grafik menunjukan persentase
90%
95%
100%
KualitasPekerjaan
KetrampilanMenggunakan
Alat
Analisis danPerencanaan
Prosedur
MengambilKeputusan
Kemampuanmembaca
menggunakandiagram,
gambar, dansimbol
100%97%
99%100%
95%
Per
sen
tase
Aspek Psikomotorik
70%80%90%
100%
100% 99%
86%95% 98% 96% 98%
89%95%
Per
sen
tase
Aspek Afektif
17
terendah adalah 95%. Beberapa siswa yang kesulitan membaca simbol atau
rangkaian dapat diatasi dengan guru memberikan sebuah contoh lain dari
rangkaian sepeda motor. Indikator tertinggi yaitu kualitas pekerjaan 100%.
Berdasarkan wawancara dengan guru setiap hasil dari pekerjaan yang ditunjukan
siswa sangat bagus, sehingga setiap hasilnya memuaskan. Hasil rata-rata indikator
dalam delapan pertemuan pada aspek psikomotorik adalah 98%. Menurut
wawancara kepada siswa praktik secara langsung merupakan aktifitas yang siswa
sukai.
Selain dengan lembar observasi penelitian ini juga menggunakan
wawancara. Wawancara dibantu oleh kedua guru selaku pengajar di kelas XI
TSM 3 dan telah menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning
dan siswa yang telah merasakan dan menggunakan pendekatan Challenge-based
Learning.
Berdasarkan wawancara kepada Guru yang telah dideskripsikan,
mendapatkan hasil, setelah menggunakan pendekatan Challenge-based Learning
kesulitan dalam pembelajaran kurikulum 2013 dapat diminimalkan. Guru yang
telah menerapkan pembelajaran ini dapat sebuah pengalaman baru yang belum
pernah beliau terapkan pada pembelajaran sebelumnya. Hasil dari pembelajaran
menggunakan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning ini sudah
memenuhi harapan guru dimana siswa telah menciptakan sebuah duplikasi dan hal
baru yang bisa diterima oleh masyarakat dengan biaya minimal dan memanfaatkan
barang yang sudah tidak terpakai lagi. Pembelajaran Challenge-based Learning
memberikan sedikit perbedaan dengan pembelajaran yang lain, dimana siswa
belajar dibantu oleh pihak luar untuk mendapat solusi yang mereka cari.
Hasil dari wawancara kepada seluruh siswa XI TSM 3 yang sudah
dideskripsikan, menunjukan siswa sangat antusias dengan pendekatan
pembelajaran yang memadukan pembelajaran dan teknologi. Siswa juga senang
dengan hasil yang mereka ciptakan dengan berkelompok dan bantuan dari pihak
masyarakat. Siswa juga dapat menerima pendekatan Challenge-based Learning
sebagai salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran.
Penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang
dilaksanakan pada kelas XI TSM 3 di SMK 3 Salatiga telah berjalan sesuai
rencana. Pembelajaran yang awalnya terpusat pada guru sekarang telah berubah
dengan pembelajaran berpusat pada siswa. Guru yang berperan sebagai fasilitator
merasa lebih mudah untuk melakukan tugasnya. Hasil dari wawancara, lembar
observasi, dan dokumentasi membantu penelitian untuk mengetahui bagaimana
proses pembelajaran abad 21 pada kurikulum 2013.
Pendekatan Challenge-based Learning dapat meningkatkan proses
pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013 oleh guru sebagai salah satu
solusi pendekatan pembelajaran abad 21. Wawancara, lembar observasi, dan
dokumentasi menunjukan hasil bahwa Challenge-based Learning bisa diterima,
dan dengan dukungan dari proses yang ada pada pendekatan Challenge-based
Learning seperti pencarian masalah, proses pembelajaran dengan pakar dari luar
lingkungan sekolah, interaksi sosial yang dilakukan merupakan salah satu yang
harus dipertimbangkan pada pembelajaran kurikulum 2013 Mulyasa (2013) [14].
18
Pemilihan pendekatan Challenge-based Learning merupakan bagian dari
desain pembelajaran yang dapat dilakukan melalui 9 proses dengan tahapan ilmiah,
ini senada dengan pembelajaran secara lebih ilmiah dan lebih sempurna Arifin
(2012) [15]. Desain pembelajaran bertujuan untuk mewujudkan pola yang jelas
mengenai proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Desain pembelajaran
merupakan suatu tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik.
Lembar observasi menunjukan bahwa ada indikator pada proses afektif
yang rendah adalah indikator keaktifan siswa. Pada pertemuan kedua siswa masih
dalam tahap untuk memahami proses pembelajaran, tetapi indikator keaktifan
berubah setelah pertemuan ketiga, hal ini menunjukan bahwa siswa bisa menerima
pembelajaran Challenge-based Learning, pernyataan ini didukung dengan
wawancara terhadap siswa yang memaparkan bahwa pendekatan pembelajaran ini
dapat diterima oleh semua siswa kelas XI TSM 3. Pada hasil rekap lembar observasi
kognitif, afektif, dan psikomotorik menunjukan bahwa hasil persentase dari semua
tujuan indikator telah mencapai lebih dari 65%, hal ini menunjukan ketercapaian
tujuan pembelajaran. Tahap keberhasilan project mencapai 100% yang
menandakan keberhasilan kelas dalam proses pembelajaran yang minimal 65%,
sekurang-kurangnya 85% menurut Mulyasa (2013) [14].
Berdasarkan proses yang telah berlangsung dan output yang sudah
mencapai tujuan dapat dilihat bahwa siswa kelas XI TSM 3 telah mencapai
tahapan taksonomi “create” dalam penerapan proses pembelajaran Challenge-
based Learning. Tahapan dalam proses Challenge-based Learning dalam
wawancara kepada siswa dan guru, lembar observasi dan didukung dokumentasi
proses ini telah melibatkan rencana untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi
spesifikasi tertentu, sebagaimana disebut dalam kategori Mencipta Lorin dan David
[16].
Hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh siswa, pembuatan project
bermanfaat untuk lingkungan sekitar contohnya adalah pemasangan lampu dim,
lampu hazard. Hal ini terbukti mulai dari lingkungan sekolah, banyak siswa lain
yang sudah menggunakan hasil dari apa yang dibuat oleh siswa kelas XI TSM 3.
Siswa yakin dengan perlahan hasil ini bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh
lingkungan sekitar.
5. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan Challenge-based
Learning dapat diterapkan pada Kurikulum 2013 sesuai dengan pembelajaran abad
21. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan Challenge-based Learning telah
merubah proses belajar mengajar dalam kelas yang telah dilaksanakan oleh guru
seperti yang ditunjukan dari kriteria Kurikulum 2013 dan kriteria pembelajaran
abad 21. Hasil dari siswapun telah memenuhi tahapan “create” dalam taksonomi
bloom dengan pembuatan project akhir. Selain itu hasil siswa dapat diterapkan
dilingkungan sekitar walaupun belum maksimal melalui siswa-siswa dikelas
lainnya.
19
6. Saran
Untuk menyempurnakan penelitian ini disarankan agar penelitian
selanjutnya menggunakan metode penelitian eksperimen, sehingga pendekatan
Challenge-based Learning bisa lebih terlihat dibandingkan dengan pendekatan
pembelajaran yang lain. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk selanjutnya dapat
membandingkan dengan Problem-based Learning dan Project-based Learning.
7. Daftar Pustaka
[1] _____, (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan : Bagian 2 – Ilmu Pendidikan
Praktis. Jakarta : Grasindo.
[2] Wagner, T. (2008). The global achievement gap: Why even our best schools
don’t teach the new survival skills our children need—and what we can do
about it. New York, NY: Basic Books.
[3] Bell, S. (2010). Project-based learning for the 21st century: Skills for the
future.The Clearing House, 83(2), 39-43. Diambil pada 3 Maret 2015 pada
teacherscollegesj.edu
[4] Hajrulla, V. (2014). FACILITATING PROBLEM BASED LEARNING
THROUGH E-PORTOFOLIOS IN EFL. European Scientific Journal, 10(7).
Diambil pada 2 Maret 2015 pada eujournal.org
[5] Prawiradilaga, D.S. (2012). Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada.
[6] Permendiknas no. 54 tahun 2013.
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbud54-2013SKL.pdf
[7] Permendikbud no. 65 tahun 2013. http://bsnp-indonesia.org/id/wp-
content/uploads/2009/06/03.-A.-Salinan-Permendikbud-No.-65-th-2013-ttg-
Standar-Proses.pdf
[8] Rosefsky, S. A. & Darleen, O. V. (2012). Teaching and Learning 21st
Century Skills : Lessons from the Learning Sciences. RAND Corporation.
[9] https://www.challengebasedlearning.org/pages/about-cbl
[10] Suprayogi, I. & Tobroni (2001). Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung :
Rosdakarya.
[11] Alafgani, A. P. (2013). Analisis Faktor-Faktor Kesulitan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI dalam Penyelesaian
Skripsi (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Diambil
pada 22 Juni 2015 pada Repository.upi.edu
[12] Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik ,
dan Keunggulannya. Jakarta : Grasindo
[13] Soegiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung : Alfabeta.
[14] Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung : Rosda. [15] Arifin, Z. A. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain sampai
Implementasi. Yogyakarta : Pedagogia.
[16] Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Top Related