PENERAPAN PANEL VECTOR ERROR CORRECTION MODEL
PADA KONSUMSI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO DI INDONESIA
SKRIPSI
oleh:
WINA SARI
145090501111043
PROGRAM STUDI S1 STATISTIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
PENERAPAN PANEL VECTOR ERROR CORRECTION MODEL
PADA KONSUMSI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO DI INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam
bidang Statistika
oleh:
WINA SARI
145090501111043
PROGRAM STUDI S1 STATISTIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENERAPAN PANEL VECTOR ERROR CORRECTION MODEL
PADA KONSUMSI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO DI INDONESIA
oleh:
WINA SARI
145090501111043
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 27 Desember 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains dalam bidang Statistika
Pembimbing
Ir. Heni Kusdarwati, MS
NIP. 196112081987012001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Matematika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si., M.Si., Ph.D
NIP. 197509082000031003
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wina Sari
NIM : 145090501111043
Jurusan : Matematika
Program Studi : Statistika
Penulis Skripsi Berjudul : Penerapan Panel Vector Error
Correction Model pada Konsumsi
dan Produk Domestik Regional
Bruto di Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari Skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya
sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-
nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka
dalam Skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi yang saya tulis
terbukti hasil jiplakan, maka saya bersedia menanggung
segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 27 Desember 2017
Yang menyatakan,
Wina Sari
NIM. 145090501111043
iv
PENERAPAN PANEL VECTOR ERROR CORRECTION MODEL
PADA KONSUMSI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO DI INDONESIA
ABSTRAK
Data panel merupakan penggabungan data cross section dan deret
waktu. Data panel sering digunakan dalam penelitian bidang ekonomi.
Dalam praktiknya, hubungan antar peubah ekonomi tidak hanya
berlangsung satu arah, tetapi juga dapat berlangsung dua arah serta
memiliki hubungan jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis
Panel Vector Error Correction Model (PVECM) merupakan metode
yang sesuai untuk memodelkan hubungan antar peubah yang memiliki
hubungan dua arah serta menjelaskan fenomena ekonomi jangka
pendek maupun jangka panjang dengan menggunakan data panel.
Tujuan penelitian ini yaitu memodelkan data panel PDRB dan
konsumsi 31 provinsi di Indonesia tahun 2002-2016 menggunakan
PVECM. Kedua peubah terintegrasi pada orde yang sama yaitu I(1),
saling berkointegrasi dan memiliki hubungan dua arah sehingga dapat
dimodelkan dengan PVECM. Pada penelitian ini, pemodelan PVECM
dilakukan sebanyak tiga pemodelan, yaitu PVECM untuk provinsi
dengan perekonomian tinggi, sedang dan rendah. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pada provinsi dengan perekonomian tinggi,
terjadi hubungan sebab akibat dalam satu arah, yaitu pengaruh
konsumsi terhadap PDRB terjadi dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Pada provinsi dengan perekonomian sedang, terjadi
hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi dalam
jangka panjang. Pada provinsi dengan perekonomian rendah, tidak
terjadi hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kata Kunci : PVECM, PDRB, Konsumsi, Kointegrasi, Hubungan Dua
Arah
v
THE APPLICATION OF PANEL VECTOR ERROR
CORRECTION MODEL ON CONSUMPTION AND GROSS
REGIONAL DOMESTIC PRODUCT IN INDONESIA
ABSTRACT
Panel data is a combination of cross section and time series data. Panel
data is generally used in economic researches. Practically, the
relationship between economic variables does not happen instantly in
one way, but it can also be two-way and has both short and long run
relationship. Panel Vector Error Correction Model (PVECM) analysis
is a suitable method for modeling the relationship between variables
that have two-way relationship and as well as short and long run
economic phenomena using panel data. The aim of this research is to
model the panel data of GRDP and consumption of 31 provinces in
Indonesia for 2002-2016 using PVECM. The two variables are
integrated in the same order, that is I(1), cointegrated, and have two-
way relationship so that PVECM can be modeled. In this research,
PVECM modeling is done thrice, those are PVECM for provinces with
high, medium and low economy. The result of analysis shows that in
provinces with high economy, there are unidirectional causality
running from consumption to GRDP in the short and long run. In
provinces with medium economy, there are bidirectional causality
between GRDP and consumption in the long run. In provinces with
low economy, there are no bidirectional causality between GRDP and
consumption both in the short and long run.
Keywords : PVECM, GRDP, Consumption, Cointegration, Two Ways
Relationship
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penerapan Panel Vector Error Correction Model pada Konsumsi dan
Produk Domestik Regional Bruto di Indonesia”.
Dalam penyelesaian skripsi, penulis tidak lepas dari banyak
pihak yang telah memberikan masukan dan bantuan kepada penulis.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ir. Heni Kusdarwati, MS selaku dosen pembimbing dengan
sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Nurjannah, S.Si., M.Phil., Ph.D selaku dosen penguji I atas
waktu dan bimbingan yang telah diberikan.
3. Dr.Ir. Solimun, MS selaku dosen penguji II atas
waktu dan bimbingan yang telah diberikan.
4. Ratno Bagus Edy Wibowo, S.Si., M.Si., Ph.D selaku Ketua
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Brawijaya.
5. Rahma Fitriani, S.Si., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi
S1 Statistika Jurusan Matematika FMIPA Universitas
Brawijaya.
6. Seluruh dosen Program Studi Statistika Universitas Brawijaya
yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
7. Papa, Mama, Kak Willy, Kak Sari, Adik Zafran serta keluarga
atas kasih sayang, doa dan dukungan yang selalu diberikan.
8. Kaniggia Peratama atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
9. Saffira, Meilina, Frisa serta teman-teman Statistika 2014 atas
doa dan dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap adanya saran dan
kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini memberi manfaat bagi semua pihak.
Malang, 27 Desember 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI......................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................. v
KATA PENGANTAR.................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ........................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 5
2.1 Data Panel ................................................................. 5
2.2 Stasioneritas Data Panel ............................................ 5
2.3 Kointegrasi Data Panel .............................................. 8
2.4 Identifikasi Hubungan Dua Arah ............................... 10
2.5 Matrix Autocorrelation Function (MACF) ................ 13
2.6 Matrix Partial Autocorrelation Function (MPACF) .. 14
2.7 Vector Autoregressive (VAR) .................................... 16
2.8 Panel Vector Autoregressive (PVAR) ....................... 17
2.9 Vector Error Correction Model (VECM) .................. 18
2.10 Panel Vector Error Correction Model (PVECM) ...... 20
2.11 Metode Pendugaan Parameter Fully Modified Ordinary
Least Squares (FMOLS) ............................................ 24
2.12 Pengujian Signifikansi Parameter .............................. 26
2.13 Diagnostik Sisaan Model ........................................... 27
2.13.1 Asumsi Non Autokorelasi ............................. 27
2.13.2 Asumsi Normalitas Multivariat ..................... 27
viii
2.14 Tinjauan Non Statistika ............................................. 29
2.14.1 Produk Domestik Regional Bruto ................. 29
2.14.2 Konsumsi ...................................................... 31
2.14.3 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto
dan Konsumsi ............................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ............................................. 33
3.1 Sumber Data ................................................................ 33
3.2 Metode Analisis ........................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... 39
4.1 Plot Data ...................................................................... 39
4.1.1 Plot Data Produk Domestik Regional Bruto ........ 39
4.1.2 Plot Data Konsumsi............................................. 41
4.1.3 Plot Data Produk Domestik Regional Bruto dan
Konsumsi............................................................. 44
4.2 Uji Stasioneritas Data Panel ......................................... 46
4.3 Uji Kointegrasi Data Panel ........................................... 47
4.4 Identifikasi Hubungan Dua Arah ................................. 48
4.5 Penentuan Panjang Lag Optimum ................................ 49
4.6 Pendugaan dan Pengujian Signifikansi Parameter
PVECM........................................................................ 52
4.6.1 PVECM untuk Provinsi dengan Perekonomian
Tinggi .................................................................. 53
4.6.2 PVECM untuk Provinsi dengan Perekonomian
Sedang ................................................................. 56
4.6.3 PVECM untuk Provinsi dengan Perekonomian
Rendah ................................................................ 58
4.7 Diagnostik Sisaan Model ............................................. 61
4.7.1 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan
Perekonomian Tinggi ......................................... 61
4.7.2 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan
Perekonomian Sedang ........................................ 64
4.7.3 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan
Perekonomian Rendah ....................................... 66
4.8 Interpretasi PVECM (1) ............................................... 68
4.8.1 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Tinggi .......................................... 68
ix
4.8.2 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Sedang ......................................... 69
4.8.3 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Rendah ......................................... 70
BAB V PENUTUP ....................................................................... 71
5.1 Kesimpulan .................................................................... 71
5.2 Saran .............................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 73
LAMPIRAN ................................................................................. 75
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Diagram Alir Analisis PVECM ........................... 35
Gambar 4.1.a. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Tinggi
di Indonesia .......................................................... 39
Gambar 4.1.b. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Sedang
di Indonesia .......................................................... 40
Gambar 4.1.c. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Rendah
di Indonesia .......................................................... 40
Gambar 4.2.a. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi
Tinggi di Indonesia ............................................... 42
Gambar 4.2.b. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi
Sedang di Indonesia .............................................. 42
Gambar 4.2.c. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi
Rendah di Indonesia ............................................. 43
Gambar 4.3.a. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
DKI Jakarta .......................................................... 44
Gambar 4.3.b. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
Sulawesi Selatan ................................................... 45
Gambar 4.3.c. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
Maluku ................................................................. 45
Gambar 4.4. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Tinggi ................. 62
Gambar 4.5. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Sedang ................ 65
Gambar 4.6. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Rendah ............... 67
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Arti Simbol dari Matriks Autokorelasi ......................... 14
Tabel 4.1. Hasil Uji IPS pada Data PDRB dan Konsumsi ............. 47
Tabel 4.2. Hasil Uji IPS pada Data PDRB dan Konsumsi dengan
Pembedaan Pertama ...................................................... 47
Tabel 4.3. Hasil Uji Kointegrasi Data Panel .................................. 48
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kausalitas Granger pada Data PDRB
dan Konsumsi ............................................................... 49
Tabel 4.5. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi (MACF) dari
Peubah PDRB dan Konsumsi ....................................... 50
Tabel 4.6. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi Parsial (MPACF)
dari Peubah PDRB dan Konsumsi ................................ 51
Tabel 4.7. Pendugaan dan Signifikansi Parameter Model Jangka
Panjang untuk Provinsi dengan Perekonomian Tinggi . 53
Tabel 4.8. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1)
untuk Provinsi dengan Perekonomian Tinggi ............... 54
Tabel 4.9. Pendugaan dan Signifikansi Parameter Model Jangka
Panjang untuk Provinsi dengan Perekonomian Sedang 56
Tabel 4.10. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1)
untuk Provinsi dengan Perekonomian Sedang .............. 57
Tabel 4.11. Pendugaan dan Signifikansi Parameter Model Jangka
Panjang untuk Provinsi dengan Perekonomian Rendah 59
Tabel 4.12. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1)
untuk Provinsi dengan Perekonomian Rendah.............. 60
Tabel 4.13. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian Tinggi
...................................................................................... 62
Tabel 4.14. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Tinggi ......................... 63
xii
Tabel 4.15. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian
Sedang .......................................................................... 64
Tabel 4.16. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Sedang ........................ 66
Tabel 4.17. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian
Rendah.......................................................................... 66
Tabel 4.18. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Rendah ....................... 68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Tahunan PDRB dan Konsumsi dari 31 Provinsi
di Indonesia pada Tahun 2002 sampai 2016 ........... 75
Lampiran 2. Hasil Pengelompokan Berdasarkan Provinsi yang
Memiliki PDRB Tinggi, Rendah dan Sedang ......... 77
Lampiran 3. Hasil Pengelompokan Berdasarkan Provinsi yang
Memiliki Konsumsi Tinggi, Rendah dan Sedang .... 79
Lampiran 4. Uji Stasioneritas Data Panel Menggunakan Uji IPS 81
Lampiran 5. Uji Stasioneritas Data Panel dengan Pembedaan
Pertama Menggunakan Uji IPS ............................... 82
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Data Panel dengan Uji Kao ............ 83
Lampiran 7. Pengujian Kausalitas Granger ................................. 84
Lampiran 8. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi (MACF) .... 85
Lampiran 9. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi Parsial
(MPACF) ................................................................ 87
Lampiran 10. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Tinggi ................... 89
Lampiran 11. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Sedang .................. 92
Lampiran 12. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Rendah .................. 95
Lampiran 13. Skematik MACF Sisaan PVECM (1) ...................... 98
Lampiran 14. Uji Normalitas Multivariat Menggunakan Uji Jarque-
Bera......................................................................... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada pemodelan deret waktu sering dijumpai peubah-peubah
deret waktu yang tidak stasioner akibat adanya trend. Regresi yang
diterapkan pada dua peubah deret waktu yang tidak stasioner
kemungkinan besar dapat menghasilkan regresi yang bersifat lancung
(spurious regression). Salah satu metode yang dapat mengatasi regresi
lancung adalah Error Correction Model (ECM). ECM mampu
memodelkan dua atau lebih peubah deret waktu yang tidak stasioner
serta menjelaskan adanya hubungan jangka panjang antar peubah
deret waktu yang disebut dengan hubungan kointegrasi.
ECM sering digunakan untuk pemodelan data deret waktu yang
memiliki hubungan sebab akibat dalam satu arah. Namun,
permasalahan yang sering ditemukan dalam bidang ekonomi adalah
pemodelan data deret waktu yang memiliki hubungan sebab akibat
dalam dua arah atau hubungan saling mempengaruhi antar peubah,
sehingga model yang digunakan berupa sistem persamaan simultan.
Salah satu model persamaan simultan yang dapat digunakan dalam
pemodelan multivariat time series adalah model Vector
Autoregressive (VAR). Model VAR merupakan alat analisis yang
sangat berguna dalam memahami adanya hubungan saling
mempengaruhi antar peubah. Namun, salah satu kelemahan model
VAR adalah tidak menjelaskan adanya hubungan jangka panjang antar
peubah yang disebut dengan hubungan kointegrasi. Sementara pada
fenomena ekonomi, sering terjadi hubungan jangka pendek maupun
jangka panjang antar peubah. Vector Error Correction Model
(VECM) dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan jangka
pendek maupun jangka panjang antar peubah deret waktu yang
memiliki hubungan sebab akibat dalam dua arah.
Pemodelan dengan menggunakan VECM hanya terfokus pada
penggunaan data deret waktu, tanpa adanya lebih dari satu unit
individu yang menyertai. Oleh karena itu, terdapat pengembangan
VECM dengan melakukan penggabungan dua jenis data yaitu data
deret waktu dan data cross section menjadi data panel. Menurut
Gujarati (2009), kelebihan menggunakan data panel adalah data panel
mampu memberikan data yang lebih informatif dan keheterogenan
antar individu dapat secara eksplisit diakomodasi. Pengembangan
2
VECM dengan menggunakan data panel ini disebut dengan Panel
Vector Error Correction Model (PVECM) (Engle dan Granger, 1987
dalam Hsiao, 2014).
Berkaitan dengan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi,
Apergis dan Payne (2011) meneliti hubungan antara konsumsi energi
terbarukan dan pertumbuhan ekonomi pada enam negara di Amerika
Tengah tahun 1980 sampai dengan 2006. Hasil dari pemodelan
menunjukkan adanya hubungan dua arah antara konsumsi energi
terbarukan dan pertumbuhan ekonomi baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hu, dkk. (2015)
tentang hubungan antara konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi
berdasarkan sektor industri China. Data panel dari 37 sektor industri
di China pada tahun 1998 sampai dengan 2010 digunakan dalam
penelitian ini. Hasil empiris menunjukkan bahwa konsumsi energi dan
pertumbuhan ekonomi masing-masing terintegrasi pada orde satu dan
saling berkointegrasi. Peneliti menemukan terdapat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap konsumsi energi dalam jangka
pendek. Namun dalam jangka panjang, terdapat pengaruh konsumsi
energi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Mallick, dkk. (2016) menerapkan PVECM pada data
pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pendidikan 14 negara besar di
Asia pada tahun 1973 sampai dengan 2012. Pemodelan PVECM
menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap
pengeluaran pendidikan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Selanjutnya, pengeluaran pendidikan hanya mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Teori makroekonomi yang dikembangkan oleh Keynes yaitu di
mana terjadinya kenaikan pada pengeluaran konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan net ekspor akan mengakibatkan
peningkatan terhadap pendapatan. Teori tersebut menjelaskan
mengenai hubungan antara pendapatan dan konsumsi. Model Keyness
lain juga menjelaskan bahwa konsumsi merupakan fungsi dari
pendapatan yang berarti bahwa konsumsi dapat ditentukan oleh
pendapatan. Penelitian dalam bidang ekonomi dapat terjadi hubungan
dua arah antara pendapatan dan konsumsi. Ningsih, dkk. (2013) pada
penelitiannya menjelaskan bahwa pendapatan dan konsumsi
mempunyai hubungan dua arah atau saling mempengaruhi.
3
Indikator penting untuk dapat mengetahui kondisi ekonomi
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu ialah menggunakan nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan
sebagai jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang
dihasilkan dari semua kegiatan perekonomian dalam suatu wilayah.
PDRB dapat menggambarkan pendapatan masyarakat dalam suatu
daerah dan menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara umum
sebagai ukuran kemajuan suatu daerah.
Konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah
tangga. Pengeluaran konsumsi merupakan salah satu faktor penentu
pertumbuhan ekonomi, karena peningkatan konsumsi berarti terjadi
peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga akan
menyebabkan peningkatan terhadap PDRB. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS), struktur perekonomian di Indonesia pada triwulan II
tahun 2017 didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah
tangga dengan kontribusi sebesar 55.61 persen.
Berdasarkan penelitian terdahulu dan alasan yang telah
dijelaskan mengenai hubungan antara PDRB dan konsumsi bahwa
kemungkinan terdapat hubungan sebab akibat dalam dua arah serta
adanya hubungan kointegrasi antara PDRB dan konsumsi, di mana
kedua peubah tersebut akan disajikan dalam bentuk data panel, maka
penerapan PVECM dapat digunakan sebagai alternatif pemodelan
yang tepat. Hasil dari penerapan PVECM diharapkan dapat digunakan
untuk menganalisis hubungan dua arah serta fenomena ekonomi
jangka pendek maupun jangka panjang pada data panel PDRB dan
konsumsi di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana
memodelkan data panel PDRB dan konsumsi di Indonesia tahun 2002-
2016 dengan menggunakan Panel Vector Error Correction Model
(PVECM)?
4
1.3 Batasan Masalah
Terdapat beberapa batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Pemodelan PVECM dilakukan sebanyak tiga pemodelan, yaitu
pemodelan PVECM untuk provinsi dengan perekonomian
tinggi, sedang dan rendah, di mana masing-masing pemodelan
diasumsikan pooled model.
2. Pendugaan parameter PVECM menggunakan FMOLS
dilakukan pada masing-masing persamaan secara terpisah,
tidak secara bersama-sama.
3. Tidak dilakukan penanganan terhadap pelanggaran asumsi
normalitas multivariat dan non autokorelasi.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
memodelkan data panel PDRB dan konsumsi di Indonesia tahun 2002-
2016 dengan menggunakan Panel Vector Error Correction Model
(PVECM).
1.5 Manfaat Penelitian
Diharapkan manfaat yang akan diperoleh berdasarkan hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penerapan Panel
Vector Error Correction Model (PVECM) sebagai salah satu model
alternatif yang dapat digunakan untuk memodelkan data panel yang
memiliki hubungan dua arah dan kointegrasi. Manfaat secara terapan
yaitu mengetahui pemodelan yang tepat untuk hubungan jangka
pendek maupun jangka panjang dalam dua arah antara PDRB dan
konsumsi di Indonesia pada tahun 2002-2016.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data Panel
Data panel merupakan penggabungan data cross section dan
time series. Data cross section diperoleh dari pengamatan satu atau
lebih peubah dari beberapa unit sampel pada satu periode waktu.
Sedangkan data time series diperoleh dari pengamatan satu atau lebih
peubah selama beberapa periode waktu. Dengan demikian, data panel
adalah penggabungan data cross section dan time series dengan setiap
unit data cross section diulang dalam beberapa periode waktu
(Gujarati, 2009).
Data panel memberikan keuntungan kepada peneliti untuk
melakukan analisa terhadap permasalahan ekonomi yang tidak dapat
diselesaikan dengan data cross section atau time series. Penggabungan
data time series dan cross section membuat data panel menjadi lebih
informatif, lebih bervariasi, memperbanyak derajat bebas dan lebih
efisien. Dengan menggunakan data panel keheterogenan antar
individu dapat secara eksplisit diakomodasi.
Terdapat beberapa jenis data panel yaitu panel seimbang
(balanced panel), panel tidak seimbang (unbalanced panel), panel
pendek (short panel) dan panel panjang (long panel). Data panel
dikatakan seimbang apabila masing-masing subyek memiliki banyak
pengamatan yang sama. Sedangkan apabila masing-masing subyek
memiliki banyak pengamatan yang berbeda maka disebut panel tidak
seimbang. Pada panel pendek, banyaknya unit individu (𝑁) lebih besar
dari banyaknya periode waktu (𝑇), sedangkan panel panjang
banyaknya unit individu (𝑁) lebih kecil dari banyaknya periode waktu
(𝑇).
2.2 Stasioneritas Data Panel
Menurut Cryer dan Chan (2008) suatu deret waktu dikatakan
stasioner apabila perilaku proses tidak berubah menurut waktu atau
dapat dikatakan proses berada dalam kesetimbangan. Kestasioneran
berarti bahwa tidak terdapat peningkatan atau penurunan pada data
dari waktu ke waktu. Dikatakan stasioner apabila data berfluktuasi di
sekitar rataan yang konstan.
6
Uji stasioneritas dilakukan untuk mengetahui apakah data deret
waktu yang diamati telah stasioner dengan nilai pengamatan
berfluktuatif di sekitar nilai tengah. Regresi yang diterapkan pada dua
deret waktu yang tidak stasioner kemungkinan besar dapat
menyebabkan regresi yang bersifat lancung (spurious regression)
(Gujarati, 2009). Data deret waktu hanya mencakup satu unit cross
section, sedangkan data panel adalah data dengan banyak unit deret
waktu (𝑇) dan cross section (𝑁) lebih dari satu.
Pada pemodelan PVECM, perlu dilakukan uji stasioneritas pada
data deret waktu. Terdapat beberapa uji untuk melihat sifat stasioner
data panel. Im, Pesaran dan Shin (2003) memperkenalkan suatu
metode pengujian stasioneritas data panel yang dinamakan uji IPS. Im,
Pesaran dan Shin menggunakan prosedur pengujian alternatif
berdasarkan rata-rata statistik uji dari akar unit individu.
Menurut Baltagi (2005), hipotesis yang digunakan pada uji IPS
adalah:
𝐻0: 𝜙𝑖 = 1 dengan 𝑖 = 1,2,… ,𝑁 (data tidak stasioner) vs
𝐻1: 𝜙𝑖 < 1 dengan 𝑖 = 1,2, … , 𝑁 (data stasioner).
Dalam perhitungan statistik uji dari IPS (𝑡𝐼𝑃𝑆), perlu dilakukan
terlebih dahulu perhitungan statistik uji ADF data deret waktu pada
masing-masing unit individu pada data cross section (𝑡𝑝𝑖) dengan 𝑖 =
1, … , 𝑁 dan 𝑁 adalah banyaknya unit cross section dengan
diilustrasikan pada model AR(1):
𝑌𝑖,𝑡 = 𝜇 + 𝜙𝑖𝑌𝑖,𝑡−1 + 휀𝑖,𝑡 , 𝑖 = 1,2… ,𝑁; 𝑡 = 1,2, … , 𝑇 (2.1)
di mana,
𝑖 : unit cross section ke- 𝑖 𝑡 : unit waktu ke- 𝑡 𝑁 : banyaknya unit cross section
𝑇 : banyaknya unit waktu
𝑌𝑖,𝑡 : nilai peubah endogen untuk unit cross section ke- 𝑖 pada waktu
ke- 𝑡
𝑌𝑖,𝑡−1 : nilai peubah endogen untuk unit cross section ke- 𝑖 pada waktu
ke-(𝑡 − 1)
𝜇 : nilai parameter konstanta
𝜙𝑖 : nilai duga parameter AR (1)
휀𝑖,𝑡 : nilai galat untuk unit cross section ke- 𝑖 pada waktu ke- 𝑡
7
Sedangkan pendugaan Ordinary Least Squares (OLS) untuk 𝜙 pada
masing-masing unit individu cross section adalah sebagai berikut:
�̂�𝑖 =∑ 𝑌𝑖,𝑡−1𝑌𝑖,𝑡
𝑇𝑡=1
∑ 𝑌𝑖,𝑡−12𝑇
𝑡=1 (2.2)
Pengujian ADF pada masing-masing unit individu pada data cross
section dengan menggunakan statistik uji 𝑡𝑝𝑖 dengan rumus sebagai
berikut.
𝑡𝑝𝑖 =�̂�𝑖−1
𝑆�̂�𝑖
(2.3)
dengan :
𝑆�̂�𝑖= √
𝜎𝑒2𝑖
∑ 𝑌𝑖,𝑡−12𝑇
𝑡=1 (2.4)
dan
𝜎𝑒2𝑖 = ∑
𝑌𝑖,𝑡−�̂�𝑖𝑌𝑖,𝑡−1
𝑇−1𝑇𝑡=1 (2.5)
Setelah dilakukan perhitungan statistik uji 𝑡𝑝𝑖 pada setiap unit cross
section, maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan untuk statistik
uji IPS sebagai berikut:
𝑡𝐼𝑃𝑆 = 𝑡̅ =1
𝑁∑ 𝑡𝑝𝑖
𝑁𝑖=1 (2.6)
dengan 𝑡𝑝𝑖 adalah statistik uji ADF pada masing-masing unit cross
section. Kriteria pengambilan keputusan adalah 𝐻0 ditolak apabila
statistik uji 𝑡𝐼𝑃𝑆 lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis tabel
Dickey-Fuller sesuai dengan nilai 𝛼 atau taraf nyata yang digunakan,
yang berarti bahwa data panel telah stasioner.
Apabila data panel tidak stasioner, maka dilakukan proses
pembedaan (differencing). Pembedaan berarti pengonversian data
deret waktu menjadi stasioner, yaitu deret asli diganti dengan deret
selisih. Bentuk pembedaan pertama untuk masing-masing unit
individu cross section adalah sebagai berikut:
Δ𝑌𝑖,𝑡 = 𝑌𝑖,𝑡 − 𝑌𝑖,𝑡−1 (2.7)
8
di mana,
Δ𝑌𝑖,𝑡 : peubah pembeda pertama untuk individu ke- 𝑖 waktu ke- 𝑡
𝑌𝑖,𝑡 : peubah untuk individu ke- 𝑖 waktu ke- 𝑡
𝑌𝑖,𝑡−1 : peubah untuk individu ke- 𝑖 waktu ke-(𝑡 − 1)
Apabila telah dilakukan pembedaan pertama namun data deret
waktu pada masing-masing unit individu cross section belum
stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua dengan bentuk:
Δ2𝑌𝑖,𝑡 = Δ𝑌𝑖,𝑡 − Δ𝑌𝑖,𝑡−1 (2.8)
di mana,
Δ2𝑌𝑖,𝑡 : peubah pembeda kedua untuk individu ke- 𝑖 waktu ke- 𝑡
Δ𝑌𝑖,𝑡 : peubah pembeda pertama untuk individu ke- 𝑖 waktu ke- 𝑡
Δ𝑌𝑖,𝑡−1 : peubah pembeda pertama untuk individu ke- 𝑖 waktu ke-
(𝑡 − 1)
Namun, pada praktiknya jarang ditemukan pembedaan lebih dari dua
kali, karena data asli pada umumnya tidak stasioner dengan hanya satu
atau dua tingkat.
2.3 Kointegrasi Data Panel
Apabila peubah-peubah tidak stasioner dan terintegrasi pada
orde yang sama, maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Kointegrasi
adalah kombinasi linier dari peubah-peubah yang tidak stasioner
menjadi deret waktu yang stasioner dan memiliki derajat integrasi
yang sama. Kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang antara peubah-peubah yang
diamati (Enders, 2004). Apabila data deret waktu pada setiap individu
data cross section yang tidak stasioner kemudian telah mengalami
pembedaan (differencing) sebanyak 𝑑 kali hingga mencapai keadaan
stasioner, maka data deret waktu tersebut dikatakan telah terintegrasi
dengan ordo 𝑑 atau dinotasikan dengan 𝐼(𝑑).
Kao (1999) memperkenalkan uji akar unit Augmented Dickey
Fuller (ADF) sebagai uji kointegrasi data panel. Misalkan uji
kointegrasi data panel akan diterapkan pada peubah 𝑋 dan 𝑌 dengan
𝑁 unit cross section dan 𝑇 unit deret waktu untuk mengetahui apakah
terdapat kointegrasi antara peubah 𝑋 dan 𝑌. Diawali dengan model
regresi panel pada persamaan berikut:
𝑌𝑖,𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑋𝑖,𝑡 + 휀𝑖,𝑡 , 𝑖 = 1,… ,𝑁, 𝑡 = 1,… , 𝑇 (2.9)
9
dengan adanya perubahan panjang lag pada sisaan:
휀�̂�,𝑡 = 𝜌휀�̂�,𝑡−1 + ∑ 𝜑𝑘∆휀�̂�,𝑡−𝑘𝑝𝑘=1 + 𝑣𝑖,𝑡,𝑝 (2.10)
𝑘 = 1,… , 𝑝
di mana,
휀�̂�,𝑡 : penduga galat 휀𝑖,𝑡 persamaan (2.9)
휀�̂�,𝑡−1 : penduga galat untuk individu ke-𝑖 waktu ke-(𝑡 − 1)
∆휀�̂�𝑡−𝑘 : penduga pembeda pertama galat untuk individu ke-𝑖 waktu
ke-(𝑡 − 𝑘)
𝑣𝑖,𝑡,𝑝 : galat dari persamaan (2.10)
𝜌 : koefisien penduga galat
𝜑𝑘 : koefisien penduga penduga pembeda pertama galat
Dengan mendeskripsikan matriks 𝑿𝑖𝑝 dan 𝑿𝑖𝑝∗ sebagai berikut:
𝑿𝑖𝑝 = [∆�̂�𝑖,𝑡−1, ∆�̂�𝑖,𝑡−2, … , ∆�̂�𝑖,𝑡−𝑝]
𝑿𝑖𝑝∗ = [∆�̂�𝑖,𝑡−1
∗ , ∆�̂�𝑖,𝑡−2∗ , … , ∆�̂�𝑖,𝑡−𝑝
∗ ]
di mana masing-masing 𝜺𝑖 dan 𝜺𝑖∗ sama dengan vektor observasi dari
�̂�𝑖,𝑡−1 dan �̂�𝑖,𝑡−1∗ , sehingga dapat didefinisikan matriks sebagai berikut:
𝑸𝑖 = 𝑰 − 𝑿𝑖𝑝(𝑿′𝑖𝑝𝑿𝑖𝑝)−1
𝑿′𝑖𝑝
𝑸𝑖∗ = 𝑰 − 𝑿𝑖𝑝
∗ (𝑿𝑖𝑝∗ ′𝑿𝑖𝑝
∗ )−1
𝑿𝑖𝑝∗ ′
Hipotesis dan statistik uji yang digunakan dalam pengujian
kointegrasi data panel adalah sebagai berikut (Baltagi, 2005):
𝐻0: 𝜌 = 1 (tidak terdapat kointegrasi) vs
𝐻1: 𝜌 < 1 (terdapat kointegrasi)
Statistik uji t pada uji ADF adalah sebagai berikut:
1/2
1
1N
i i i
i
ADF
v
'
ts
Qρ
(2.11)
di mana �̂� adalah penduga OLS dari 𝜌:
(�̂� − 1) = [∑(𝜺𝑖′𝑸𝑖𝜺𝑖)
𝑁
𝑖=1
]
−1
[∑(𝜺𝑖′𝑸𝑖𝒗𝑖)
𝑁
𝑖=1
]
(2.12)
10
sehingga, perhitungan untuk statistik uji ADF:
𝐴𝐷𝐹 =𝑡𝐴𝐷𝐹 +
√6𝑁�̂�𝑣
2�̂�𝑣
√�̂�𝑣
2
2�̂�𝑣2 +
3�̂�𝑣2
10�̂�𝑣2
(2.13)
dengan:
�̂�𝑣2 = 𝑠𝑣
2 =1
𝑁𝑇∑ ∑ �̂�𝑖,𝑡,𝑝
2𝑇𝑡=1
𝑁𝑖=1 (2.14)
di mana 𝑡𝐴𝐷𝐹 adalah statistik uji t dari 𝜌 pada persamaan (2.10).
Sebaran dari ADF konvergen secara asimtotik pada sebaran normal
baku 𝑁(0,1) (Baltagi, 2005). Kriteria pengambilan keputusan
didasarkan apabila nilai-p dari statistik uji ADF lebih kecil dari taraf
nyata 𝛼, maka tolak 𝐻0 yang berarti bahwa terdapat kointegrasi antar
peubah.
2.4 Identifikasi Hubungan Dua Arah
Penentuan arah sebab akibat penting digunakan untuk
mengetahui arah pengaruh dua peubah yang digunakan dalam analisis.
Arah sebab akibat dapat berupa hubungan satu arah ataupun dua arah.
Untuk mengetahui arah sebab akibat dari dua peubah dapat
menggunakan uji Kausalitas Granger. Sebelum melakukan uji
Kausalitas Granger data harus telah stasioner (Gujarati, 2009).
Misalkan uji Kausalitas Granger akan diterapkan pada data panel yaitu
pada peubah 𝑋 dan 𝑌 dengan 𝑁 unit cross section dan 𝑇 unit deret
waktu untuk mengetahui apakah peubah 𝑋 mempengaruhi 𝑌 dengan
persamaan sebagai berikut:
, , , , , ,
1 1
p p
i t i i k i t k i k i t k i t
k k
Y Y X
(2.15)
dengan 𝛼𝑖 adalah efek dari setiap individu yang tetap di setiap waktu,
𝑖 = 1,2,… ,𝑁 dan 𝑡 = 1,2,… , 𝑇. Dengan 𝑘 = 1,… , 𝑝 merupakan
panjang lag, diasumsikan bahwa 𝑝 adalah sama untuk setiap unit
individu pada data cross section dan data merupakan panel seimbang.
Di dalam model juga terdapat parameter autoregressive yaitu 𝛽𝑖 dan
11
slope koefisien regresi yaitu 𝛾𝑖 yang berbeda untuk setiap grup atau
individu. Parameter 𝛽𝑖 dan 𝛾𝑖 adalah konstan berdasarkan waktu.
Hipotesis yang digunakan dalam uji kausalitas data panel
adalah sebagai berikut (Dumitrescu dan Hurlin, 2012):
𝐻0 : 𝜸𝑖 = 0 vs
𝐻1 : paling tidak terdapat satu 𝜸𝑖 ≠ 0
dengan 𝜸𝑖 = [ 𝛾𝑖,1 𝛾𝑖,2 … 𝛾𝑖,𝑝]′.
Statistik uji yang digunakan dalam uji kausalitas data panel
menggunakan statistik uji Wald dari setiap unit individu pada data
cross section dengan banyaknya pengamatan 𝑇 periode pada setiap
unit individu pada data cross section. Untuk memperoleh bentuk
umumnya, dilakukan penggabungan pengamatan dalam 𝑇 periode
yang bersesuaian dengan setiap unit individu masing-masing peubah
𝑋 dan 𝑌 sebagai berikut:
,1
,
( 1)
,
i k
i k
T
i T k
Y
Y
Y ;
,1
,
( 1)
,
i k
i k
T
i T k
X
X
X ;
,1
,
( 1)
,
i k
i k
T
i T k
,1 ,2 ,i i i i p
T p
Y Y Y Y dan
,1 ,2 ,i i i i pT p
X X X X
Dengan mendeskripsikan sebuah matriks 𝒁𝑖 dengan 𝒂 adalah matriks
ordo (𝑇 × 1) yang berisi angka 1, �̂�𝑖 adalah vektor dari parameter
model (2.15) dan matriks 𝑹 sebagai berikut:
𝒁𝑖(𝑇 × 2𝑝+1)
=[𝒂 𝒀𝑖 𝑿𝑖]
�̂�𝑖(2𝑝+1 × 1)
=[�̂�𝑖 �̂�𝑖
�̂�𝑖]′
𝑹(𝑝 × 2𝑝+1)
= [0 𝑰𝑝]
Statistik uji Wald dari setiap unit cross section (𝑊𝑖,𝑇) adalah sebagai
berikut:
𝑊𝑖,𝑇 = �̂�𝑖′𝑹′[�̂�𝑖
2𝑹(𝒁𝑖′𝒁𝑖)
−1𝑹′]−1
𝑹�̂�𝑖 (2.16)
12
di mana �̂�𝑖2 = (�̂�𝑖
′�̂�𝑖)/(𝑇 − 2𝑝 − 1). Sedangkan untuk menghitung
statistik uji kausalitas data panel dapat dilakukan dengan menghitung
rata-rata dari statistik uji Wald dari setiap unit individu pada data cross
section (𝑊𝑖,𝑇) dengan rumus sebagai berikut:
, ,
1
1 NHnc
N T i T
i
W WN
(2.17)
Kriteria pengambilan keputusan adalah apabila nilai 𝑊𝑁,𝑇𝐻𝑛𝑐 lebih besar
dibandingkan nilai 𝜒𝑝2 atau nilai-p dari statistik uji lebih kecil dari taraf
nyata yang digunakan, maka tolak 𝐻0 yang berarti bahwa peubah 𝑋
mempengaruhi 𝑌.
Selanjutnya, uji Kausalitas Granger dilakukan kembali untuk
mengetahui apakah peubah 𝑌 mempengaruhi 𝑋 dengan persamaan
sebagai berikut:
, * , , , , , *
1 1
p p
i t i i k i t k i k i t k i t
k k
X Y X
(2.18)
Hipotesis yang digunakan adalah:
𝐻0 : 𝝀𝑖 = 0 vs
𝐻1 : paling tidak terdapat satu 𝝀𝑖 ≠ 0
dengan 𝝀𝑖 = [𝜆𝑖,1 𝜆𝑖,2 … 𝜆𝑖,𝑝]′
Statistik uji dan kriteria pengambilan keputusan yang digunakan sama
seperti persamaan (2.17). Perbedaannya adalah pada perhitungan 𝑊𝑖,𝑇
pada persamaan (2.16) karena terdapat beberapa komponen matriks
dalam perhitungan 𝑊𝑖,𝑇 yang berbeda yaitu:
𝒁𝑖(𝑇 × 2𝑝+1)
=[𝒂 𝑿𝑖 𝒀𝑖]
�̂�𝑖(2𝑝+1 × 1)
=[�̂�𝑖∗ �̂�𝑖 �̂�𝑖]′
dan �̂�𝑖2 = (�̂�𝑖∗
′ �̂�𝑖∗)/(𝑇 − 2𝑝 − 1).
Hubungan satu arah antara peubah 𝑋 dan 𝑌 terjadi apabila salah
satu dari hasil pengujian Kausalitas Granger tersebut menghasilkan
keputusan tolak 𝐻0. Sedangkan hubungan kausalitas dua arah terjadi
apabila kedua hasil pengujian menghasilkan keputusan tolak 𝐻0, yang
berarti bahwa kedua peubah 𝑋 dan 𝑌 saling mempengaruhi.
13
2.5 Matrix Autocorrelation Function (MACF)
Menurut Wei (2006), fungsi matriks autokorelasi (MACF)
dapat didefinisikan sebagai berikut:
𝝆(𝑘) = 𝑫−1
2𝚪(𝑘)𝑫−1
2 = [�̂�𝑖𝑗(𝑘)]𝑚𝑥𝑚
(2.19)
untuk 𝑖 = 1,2,… ,𝑚 , 𝑗 = 1,2, … , 𝑚 di mana 𝑚 adalah banyaknya
peubah dan 𝑫 adalah matriks diagonal dengan elemen diagonal ke- 𝑖
adalah varian dari proses ke- 𝑖. Matriks 𝑫 dapat dinyatakan sebagai
berikut:
𝑫 = 𝑑𝑖𝑎𝑔[𝛾11(0), 𝛾22(0),… , 𝛾𝑚𝑚(0)] (2.20)
Elemen diagonal ke- 𝑖 dari 𝝆(𝑘), 𝝆𝑖𝑖(𝑘) adalah fungsi autokorelasi ke-
𝑖 dari komponen deret 𝑌𝑖,𝑡. Fungsi matriks autokorelasi untuk sampel
adalah sebagai berikut:
�̂�(𝑘) = [�̂�𝑖𝑗(𝑘)] (2.21)
dengan �̂�𝑖𝑗(𝑘) merupakan korelasi silang contoh dari komponen data
ke-i dan ke-j yaitu,
, ,
1
1/22 2
, ,
1 1
T k
i ji t j t k
tij
T T
i ji t j t
t t
Y Y Y Y
k
Y Y Y Y
ρ (2.22)
di mana �̅�𝑖 dan �̅�𝑗 merupakan rata-rata sampel dari komponen data
yang bersesuaian. Dalam pengidentifikasian orde, apabila dimensi
matriksnya besar maka akan ditemui kesulitan, sehingga untuk
mempermudah masalah tersebut Tiao dan Box (1981) dalam Wei
(2006) memberikan metode dengan menggunakan symbol (+), (-) dan
(.) pada posisi (i,j) berdasarkan matriks korelasi sampelnya.
Pengertian ketiga simbol tersebut dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut.
14
Tabel 2.1. Arti Simbol dari Matriks Autokorelasi
Simbol Keterangan
+ Nilai korelasi lebih besar dari 2 kali simpangan baku
- Nilai korelasi lebih kecil dari -2 kali simpangan baku
. Nilai korelasi di dalam selang 2 kali simpangan baku
2.6 Matrix Partial Autocorrelation Function (MPACF)
Identifikasi orde model pada analisis data deret waktu
multivariat dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi matriks
autokorelasi parsial (MPACF) dalam mendeskripsikan karakteristik
suatu model. Demikian pula pada proses analisis data panel
multivariat dapat menggunakan MPACF. Identifikasi orde model
dengan MPACF dalam analisis data panel dilakukan pada data deret
waktu di beberapa unit individu pada data cross section yang diambil
sebagai sampel sebanyak n dari N unit cross section. Teknik
pengambilan sampel disesuaikan dengan memperhatikan struktur
data.
Tiao dan Box (1981) dalam Wei (2006) mendefinisikan matriks
autokorelasi parsial (MPACF) pada lag ke-s dan dinotasikan dengan
𝓟(𝒔). MPACF merupakan perluasan dari definisi Box dan Jenkins
yaitu tentang definisi fungsi autokorelasi parsial (PACF) untuk data
deret waktu univariat. Fungsi matriks autokorelasi parsial didapatkan
berdasarkan persamaan Yule-Walker sebagai berikut (Wei, 2006):
,1
,2
,
(0) (1) ( 1) (1)
(1) (0) ( 2) (2)
( 1) ( 2) (0) ( )
s
s
s s
'' ' s
'' s
's s s
ΦΓ Γ Γ Γ
ΦΓ Γ Γ Γ
ΦΓ Γ Γ Γ
(2.23)
di mana,
𝚪(𝑠) = 𝐸(𝒀𝑡 , 𝒀𝑡+𝑠′ ) : matriks kovarian lag ke-s dengan ukuran
𝑚 × 𝑚
𝚽𝑠,𝑠 : matriks parameter dengan ukuran 𝑚 × 𝑚
dengan 𝑙 = 1,2, … , 𝑠
15
Berdasarkan persamaan (2.23) dapat diperoleh penyelesaian
dari 𝚽𝑠,𝑠′ dan fungsi matriks autokorelasi parsial. Apabila 𝑠 ≥ 2, maka
persamaan (2.23) dapat dijabarkan sebagai berikut:
1 1
(0) (1) ( 2)
(1) (0) ( 3)
( 2) ( 3) (0)
s s
' ' s
' ss
s s
Γ Γ Γ
Γ Γ ΓA
Γ Γ Γ
,
1 1
1
2
1
s
' s
' ss
'
Γ
Γb
Γ
,
1 1
1
2
1
s
s
s
Γ
Γc
Γ
,
,1
,2
1 1
, 1
. 1
s
s
s
s s
'
'' s
'
Φ
ΦΦ
Φ
sehingga persamaan (2.23) dapat ditulis menjadi bentuk matriks
sebagai berikut:
,
. 1
0 s s
s s ' s s
' s ' s
A b Φ c
b Γ Φ Γ (2.24)
Persamaan (2.24) dapat menjadi persamaan sebagai berikut:
𝐀(𝑠)𝚽′. (𝑠 − 1) + 𝐛(𝑠)𝚽𝑠,𝑠′ = 𝐜(𝑠) (2.25)
𝐛′(𝑠)𝚽′. (𝑠 − 1) + 𝚪(0)𝚽𝑠,𝑠′ = 𝚪(𝑠) (2.26)
Berdasarkan persamaan (2.25) dapat diperoleh persamaan berikut:
𝚽′. (𝑠 − 1) = [𝐀(𝑠)]−1𝐜(𝑠) − [𝐀(𝑠)]−1𝐛(𝑠)𝚽𝑠,𝑠′ (2.27)
Selanjutnya substitusi persamaan (2.27) ke dalam persamaan (2.26)
sehingga diperoleh 𝚽𝑠,𝑠′ .
16
𝚽𝑠,𝑠′ = {𝚪(0) − 𝐛′(𝑠)[𝐀(𝑠)]−1𝐛(𝑠)}−1{𝚪(𝑠) − 𝐛′(𝑠)[𝐀(𝑠)]−1𝐜(𝑠)}
(2.28)
Fungsi matriks autokorelasi parsial (MPACF) 𝓟(𝒔) dapat
didefinisikan sebagai berikut:
𝓟(𝒔) = {𝚪′(1)[𝚪(0)]−1 , 𝑠 = 1
{𝚪′(𝑠) − 𝐜′(𝑠)[𝐀(𝑠)]−1𝐛(𝑠)}{𝚪(0) − 𝐛′(𝑠)[𝐀(𝑠)]−1𝐛(𝑠)}−1, 𝑠 > 1
(2.29)
Fungsi matriks autokorelasi parsial (MPACF) 𝓟(𝒔) dapat
didefinisikan apabila model analisis deret waktu adalah VAR(p),
maka:
𝓟(𝒔) = {𝚽𝑝, 𝑠 = 𝑝
0, 𝑠 > 𝑝 (2.30)
Untuk menentukan model tentatif atau model sementara dari
pemodelan PVECM dapat dilihat dari plot MPACF yang akan cuts off
setelah lag ke-p. Dalam pengidentifikasian orde, apabila dimensi
matriksnya besar maka akan ditemui kesulitan, sehingga untuk
mempermudah masalah tersebut Tiao dan Box (1981) dalam Wei
(2006) memberikan metode dengan menggunakan symbol (+), (-) dan
(.) pada posisi (i,j) berdasarkan matriks korelasi sampelnya seperti
yang dijelaskan pada Tabel 2.1.
2.7 Vector Autoregressive (VAR)
Model Vector Autoregressive (VAR) pertama kali
diperkenalkan oleh Christoper Sims pada tahun 1980. Pemodelan data
deret waktu dengan menggunakan model VAR adalah salah satu
pemodelan deret waktu multivariat yang sering digunakan terutama
dalam bidang ekonomi (Tsay, 2014). Menurut Gujarati (2009),
pemodelan analisis VAR umumnya tidak perlu membedakan antara
peubah endogen dan peubah eksogen karena semua peubah yang
digunakan dalam model merupakan peubah endogen, sehingga model
VAR merupakan sistem persamaan simultan.
Model VAR merupakan model yang melibatkan beberapa
peubah endogen secara bersama-sama, akan tetapi setiap peubah
endogen dijelaskan oleh nilai peubah itu sendiri di masa lalu serta nilai
saat ini dan masa lalu peubah-peubah endogen lainnya. Misal 𝒀𝒕 =
17
[𝑌1,𝑡 , 𝑌2,𝑡 , … , 𝑌𝑚,𝑡]′ merupakan vektor berdimensi-m, maka model
umum proses VAR(p) adalah sebagai berikut Wei (2006):
𝒀𝑡 = 𝚽1𝒀𝑡−1 + 𝚽2𝒀𝑡−2 + ⋯+ 𝚽𝑝𝒀𝑡−𝑝 + 𝜺𝑡 (2.31)
di mana,
𝒀𝑡 : vektor peubah endogen dengan ukuran 𝑚 × 1
𝚽 : matriks parameter autoregressive dengan ukuran 𝑚 × 𝑚
𝜺𝑡 : vektor peubah galat dengan ukuran 𝑚 × 1
𝑚 : banyaknya peubah endogen
𝑝 : panjang lag
Sebagai contoh, dari persamaan (2.31) persamaan VAR(p)
untuk tiga peubah endogen yaitu 𝑌1,𝑡, 𝑌2,𝑡 dan 𝑌3,𝑡 dapat ditulis dalam
bentuk persamaan matriks sebagai berikut.
1, 1,11 1,12 1,13 1, 1 2,11 2,12 2,13 1, 1
2, 1,21 1,22 1,23 2, 1 2,21 2,22 2,23 2, 1
3, 1,31 1,32 1,33 3, 1 2,31 2,32 2,33 3, 1
t t t
t t t
t t t
Y Y Y
Y Y Y
Y Y Y
,11 ,12 ,13 1, 1,
,21 ,22 ,23 2, 2,
,31 ,32 ,33 3, 3,
p p p t p t
p p p t p t
p p p t p t
Y
Y
Y
(2.32)
Pendugaan parameter dalam model VAR merupakan pendugaan yang
sederhana, yaitu metode OLS dapat diaplikasikan pada setiap
persamaan secara terpisah (Gujarati, 2009).
2.8 Panel Vector Autoregressive (PVAR)
Model VAR telah menjadi sebuah metode yang sering
digunakan dalam bidang ekonomi sebagai alternatif model deret
waktu multivariat yang berupa persamaan simultan. Melalui model
VAR dalam suatu data panel, maka Panel Vector Autoregressive
(PVAR) dapat digunakan sebagai alternatif pemodelan yang
menggunakan data gabungan antara data deret waktu dan cross
section. Menurut Holtz-Eakin, dkk. (1988) dalam Hsiao (2014),
bentuk model umum Panel VAR m peubah dengan lag sampai p
adalah:
18
𝒀𝑖,𝑡 = 𝚽1𝒀𝑖,𝑡−1 + ⋯+ 𝚽𝑝𝒀𝑖,𝑡−𝑝 + 𝜺𝑖,𝑡 (2.33)
𝑖 = 1,2,… ,𝑁; 𝑡 = 1,2,… , 𝑇
di mana,
𝒀𝑖,𝑡−𝑘 : vektor dari m peubah di mana 𝑘 = 0, … , 𝑝
𝜺𝑖,𝑡 : vektor galat
𝚽𝑝 : matriks 𝑚 × 𝑚 dari parameter model yang akan diduga
dengan 𝑘 = 1, … , 𝑝
Persamaan (2.33) dapat dituliskan dalam bentuk matriks
sebagai berikut:
[
𝑌1,𝑖,𝑡
⋯𝑌𝑚,𝑖,𝑡
] = [
𝜙1,11 ⋯ 𝜙1,1𝑚
⋯ ⋱ ⋯𝜙1,𝑚1 ⋯ 𝜙1,𝑚𝑚
] [
𝑌1,𝑖,𝑡−1
⋯𝑌𝑚,𝑖,𝑡−1
] + ⋯+
[
𝜙𝑝,11 ⋯ 𝜙𝑝,1𝑚
⋯ ⋱ ⋯𝜙𝑝,𝑚1 ⋯ 𝜙𝑝,𝑚𝑚
] [
𝑌1,𝑖,𝑡−𝑝
⋯𝑌𝑚,𝑖,𝑡−𝑝
] + [
휀1,𝑖,𝑡
⋯휀𝑚,𝑖,𝑡
] (2.34)
2.9 Vector Error Correction Model (VECM)
Model VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna
dalam memahami adanya hubungan saling mempengaruhi antar
peubah. Namun, salah satu kelemahan model VAR adalah tidak
menjelaskan adanya hubungan jangka panjang antar peubah yang
disebut dengan hubungan kointegrasi. Sementara pada fenomena
ekonomi, sering terjadi hubungan jangka pendek maupun jangka
panjang antar peubah. Vector Error Correction Model (VECM) dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan jangka pendek maupun
jangka panjang antar peubah deret waktu yang memiliki hubungan
sebab akibat dalam dua arah. VECM digunakan apabila peubah deret
waktu tidak stasioner dan memiliki hubungan kointegrasi (Enders,
2004).
Menurut Harris dan Sollis (2003), VECM mampu menganalisis
fenomena ekonomi dan menguji kekonsistenan model empirik dengan
teori ekonometrika yang mencakup multivariable dan juga mampu
mengatasi terjadinya spurious regression (regresi lancung). Regresi
yang diterapkan pada dua deret waktu yang tidak stasioner akan
menyebabkan spurious regression (regresi lancung).
19
Model umum VECM dengan panjang lag (𝑝 − 1) untuk 𝑚
peubah sebagai berikut (Lutkepohl, 2005):
0 1 2t t-1 t-1 t-2 p-1 t- p+1 t Y Y Y Y Y
(2.35)
dengan:
∆𝒀𝑡 =
[ ∆𝑌1,𝑡
∆𝑌2,𝑡
⋮∆𝑌𝑚,𝑡]
∆𝒀𝑡−1 =
[ ∆𝑌1,𝑡−1
∆𝑌2,𝑡−1
⋮∆𝑌𝑚,𝑡−1]
∆𝒀𝑡−𝑝+1 =
[ ∆𝑌1,𝑡−𝑝+1
∆𝑌2,𝑡−𝑝+1
⋮∆𝑌𝑚,𝑡−𝑝+1]
𝜺𝑡 = [
휀1,𝑡
휀2,𝑡
⋮휀𝑚,𝑡
] 𝛅0 = [
𝛿01
𝛿02
⋮𝛿0𝑚
]
𝚷 = [
Π11 Π12
Π21 Π22
⋯⋯
Π1𝑚
Π2𝑚
⋮ ⋮ ⋱ ⋮Π𝑚1 Π𝑚2 ⋯ Π𝑚𝑚
] 𝚪𝑘 =
[ Γ11,𝑘 Γ12,𝑘
Γ21,𝑘 Γ22,𝑘
⋯⋯
Γ1𝑚,𝑘
Γ2𝑚,𝑘
⋮ ⋮ ⋱ ⋮Γ𝑚1,𝑘 Γ𝑚2,𝑘 ⋯ Γ𝑚𝑚,𝑘]
di mana,
∆𝒀𝑡 : vektor pembeda pertama peubah endogen dengan ukuran
𝑚 × 1
𝒀𝑡−1 : vektor peubah endogen lag ke-(𝑡 − 1) dengan ukuran
𝑚 × 1
∆𝒀𝑡−𝑘 : vektor pembeda pertama peubah endogen lag ke-(𝑡 − 𝑘)
dengan ukuran 𝑚 × 1
𝜺𝑡 : vektor galat dengan ukuran 𝑚 × 1
𝛅0 : vektor intersep dengan ukuran 𝑚 × 1
𝚷 : matriks koefisien kointegrasi dengan elemen Π𝑗𝑙 yang
merupakan vektor keseimbangan jangka panjang dengan
ukuran 𝑚 × 𝑚
𝚪𝑘 : matriks koefisien pembeda pertama peubah endogen
dengan lag ke-𝑘 yang merupakan vektor keseimbangan
jangka pendek dengan ukuran 𝑚 × 𝑚
Π𝑗𝑙 : koefisien kointegrasi persamaan ke-j peubah endogen ke-l
20
Γ𝑗𝑙,𝑘 : koefisien persamaan ke-j pembeda pertama peubah
endogen ke-l dengan lag ke-k
𝑘 : 1,2,… , 𝑝 − 1
𝑗, 𝑙 : 1,2,… ,𝑚
𝑡 : 1,2,… , 𝑇
𝑝 : panjang lag
𝑚 : banyaknya peubah endogen
𝑇 : banyaknya pengamatan
Sebagai contoh, apabila terdapat dua peubah endogen yaitu 𝑌1,𝑡
dan 𝑌2,𝑡 dengan VECM panjang lag 1, maka bentuk VECM dapat
ditulis sebagai berikut.
0 1t t-1 t-1 tY Y Y (2.36)
Persamaan (2.36) dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut.
1, 1, 1 11,1 12,1 1, 1 1,01 11 12
2, 2, 1 21,1 22,1 2, 1 2,02 21 22
t t t t
t t t t
Y Y Y
Y Y Y
(2.37)
Bentuk matriks tersebut juga dapat diuraikan menjadi persamaan
berikut.
1, 01 11 1, 1 12 2, 1 11,1 1, 1 12,1 2, 1 1,t t t t t tY Y Y Y Y
2, 02 21 1, 1 22 2, 1 21,1 1, 1 22,1 2, 1 2,t t t t t tY Y Y Y Y
(2.38)
2.10 Panel Vector Error Correction Model (PVECM)
Model Vector Error Correction Model (VECM) sering
digunakan dalam penelitian di bidang ekonomi sebagai alternatif
pemodelan multivariat deret waktu yang berupa persamaan simultan.
Dengan diperkenalkannya model VECM dalam suatu data panel,
maka PVECM dapat digunakan dalam berbagai aplikasi yang
menggunakan data gabungan antara data deret waktu dan cross
section.
21
Menurut Engle dan Granger (1987) dalam Hsiao (2014),
pemodelan dilakukan dengan prosedur dua langkah, yaitu pertama
menduga parameter model jangka panjang pada persamaan (2.9)
untuk mendapatkan penduga sisaan. Selanjutnya, model umum sistem
persamaan linier PVECM dapat dituliskan sebagai berikut.
, 0 1 ,1 1 ,2 2 1 1 ,i t i i,t- i i,t- i i,t- i,p- i,t- p+ i t Y Y Y Y Y
(2.39)
dengan:
∆𝒀𝑖,𝑡 =
[ ∆𝑌1,𝑖,𝑡
∆𝑌2,𝑖,𝑡
⋮∆𝑌𝑚,𝑖,𝑡]
𝒀𝑖,𝑡−1 = [
𝑌1,𝑖,𝑡−1
𝑌2,𝑖,𝑡−1
⋮𝑌𝑚,𝑖,𝑡−1
]
∆𝒀𝑖,𝑡−1 =
[ ∆𝑌1,𝑖,𝑡−1
∆𝑌2,𝑖,𝑡−1
⋮∆𝑌𝑚,𝑖,𝑡−1]
∆𝒀𝑖,𝑡−𝑝+1 =
[ ∆𝑌1,𝑖,𝑡−𝑝+1
∆𝑌2,𝑖,𝑡−𝑝+1
⋮∆𝑌𝑚,𝑖,𝑡−𝑝+1]
𝜺𝑡 = [
휀1,𝑖,𝑡
휀2,𝑖,𝑡
⋮휀𝑚,𝑖,𝑡
] 𝛅0 = [
𝛿01
𝛿02
⋮𝛿0𝑚
]
𝚷𝑖 = [
Π11,𝑖 Π12,𝑖
Π21,𝑖 Π22,𝑖
⋯⋯
Π1𝑚,𝑖
Π2𝑚,𝑖
⋮ ⋮ ⋱ ⋮Π𝑚1,𝑖 Π𝑚2,𝑖 ⋯ Π𝑚𝑚,𝑖
]
𝚪𝑖,𝑘 =
[ Γ11,𝑖,𝑘 Γ12,𝑖,𝑘
Γ21,𝑖,𝑘 Γ22,𝑖,𝑘
⋯⋯
Γ1𝑚,𝑖,𝑘
Γ2𝑚,𝑖,𝑘
⋮ ⋮ ⋱ ⋮Γ𝑚1,𝑖,𝑘 Γ𝑚2,𝑖,𝑘 ⋯ Γ𝑚𝑚,𝑖,𝑘]
di mana,
∆𝒀𝑖,𝑡 : vektor pembeda pertama peubah endogen untuk unit
individu ke- 𝑖 pada waktu ke- 𝑡 dengan ukuran 𝑚 × 1
𝒀𝑖,𝑡−1 : vektor peubah endogen untuk unit individu ke- 𝑖 pada
waktu ke- (𝑡 − 1) dengan ukuran 𝑚 × 1
22
∆𝒀𝑖,𝑡−𝑘 : vektor pembeda pertama peubah endogen untuk unit
individu ke- 𝑖 pada waktu ke- (𝑡 − 𝑘) dengan ukuran
𝑚 × 1
𝜺𝑖,𝑡 : vektor galat untuk unit individu ke- 𝑖 pada waktu ke- 𝑡
dengan ukuran 𝑚 × 1
𝛅0 : vektor intersep berukuran 𝑚 × 1
𝚷𝑖 : matriks koefisien kointegrasi untuk unit individu ke- 𝑖 dengan elemen Π𝑗𝑙,𝑖 yang merupakan vektor keseimbangan
jangka panjang dengan ukuran 𝑚 × 𝑚
𝚪𝑖,𝑘 : matriks koefisien pembeda pertama peubah endogen untuk
unit individu ke- 𝑖 pada waktu ke- (𝑡 − 𝑘) yang merupakan
vektor keseimbangan jangka pendek dengan ukuran
𝑚 × 𝑚
Π𝑗𝑙,𝑖 : koefisien kointegrasi persamaan ke-j peubah endogen ke-l
untuk unit individu ke- 𝑖 Γ𝑗𝑙,𝑖,𝑘 : koefisien persamaan ke-j pembeda pertama peubah
endogen ke-l untuk unit individu ke- 𝑖 dengan lag ke-k
𝑘 : 1,2,… , 𝑝 − 1
𝑗, 𝑙 : 1,2,… ,𝑚
𝑖 : 1,2,… ,𝑁
𝑡 : 1,2,… , 𝑇
𝑝 : panjang lag
𝑚 : banyaknya peubah endogen
N : banyaknya unit individu
𝑇 : banyaknya unit waktu
Sebagai contoh, diilustrasikan pada PVECM dengan
menggunakan dua peubah endogen yaitu 𝑌1,𝑖,𝑡 dan 𝑌2,𝑖,𝑡 dan panjang
lag 1, maka persamaan dalam bentuk matriks dapat dituliskan sebagai
berikut:
, 0 1 ,1 1 ,i t i i,t- i i,t- i t Y Y Y (2.40)
Persamaan (2.40) dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut.
1, , 11, 12, 1, , 1 11, ,1 12, ,1 1, , 1 1, ,01
2, , 21, 22, 2, , 1 21, ,1 22, ,1 2, , 1 2, ,02
i t i i i t i i i t i t
i t i i i t i i i t i t
Y Y Y
Y Y Y
(2.41)
23
Persamaan (2.41) dalam bentuk matriks dapat diuraikan menjadi
persamaan sebagai berikut.
1, , 01 11, 1, , 1 12, 2, , 1 11, ,1 1, , 1 12, ,1 2, , 1 1, ,i t i i t i i t i i t i i t i tY Y Y Y Y
2, , 02 21, 1, , 1 22, 2, , 1 21, ,1 1, , 1 22, ,1 2, , 1 2, ,i t i i t i i t i i t i i t i tY Y Y Y Y
(2.42)
Apergis dan Payne (2011) mengkaji hubungan antara konsumsi
energi terbarukan dan pertumbuhan ekonomi untuk enam negara di
Amerika Tengah selama periode 1980-2006. Uji kointegrasi panel
menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara PDB,
konsumsi energi terbarukan, pembentukan modal tetap bruto dan
angkatan kerja dengan koefisien masing-masing positif dan signifikan
secara statistik. Hasil dari pemodelan PVECM menunjukkan adanya
hubungan kausalitas dua arah antara konsumsi energi terbarukan dan
pertumbuhan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Hu, dkk. (2015) meneliti hubungan antara konsumsi energi dan
pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor industri China. Data panel
dari 37 sektor industri di China pada tahun 1998 sampai dengan 2010
digunakan dalam penelitian ini. Hasil empiris menunjukkan bahwa
konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi terintegrasi pada orde satu
dan saling berkointegrasi. Peneliti menemukan bahwa pertumbuhan
ekonomi berpengaruh terhadap konsumsi energi dalam jangka
pendek. Namun dalam jangka panjang, konsumsi energi berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penelitian mengenai PVECM dilakukan oleh Mallick, dkk.
(2016) mengenai dinamika pengeluaran untuk pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi di 14 negara Asia yang terpilih dengan
menggunakan data panel seimbang dari tahun 1973 sampai dengan
2012. Hasil dari uji kointegrasi menyatakan adanya hubungan
keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran untuk pendidikan
dan pertumbuhan ekonomi di semua negara (Bangladesh, China,
Hongkong, India, Jepang, Nepal, Pakistan, Malaysia, Filipina, Arab
Saudi, Singapura, Sri Lanka, Thailand dan Turki). Selanjutnya,
pemodelan menggunakan PVECM menjelaskan bahwa terdapat
hubungan satu arah dari pertumbuhan ekonomi terhadap pengeluaran
pendidikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tetapi,
pengeluaran untuk pendidikan hanya mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang di semua negara.
24
2.11 Metode Pendugaan Parameter Fully Modified Ordinary
Least Squares (FMOLS)
Phillips dan Hansen (1990) dalam Hsiao (2014)
memperkenalkan sebuah ide pendugaan parameter berbasis Ordinary
Least Squares (OLS) dengan modifikasi penuh pada kointegrasi data
panel yang dinamakan Fully Modified Ordinary Least Squares
(FMOLS). Metode tersebut dapat digunakan untuk mengoreksi efek
endogenitas. Pendugaan parameter PVECM dapat dilakukan dengan
menggunakan OLS dan FMOLS. Prinsip dari metode OLS adalah
meminimumkan jumlah kuadrat galat dari model sehingga diperoleh
penduga parameter model.
Dengan mendeskripsikan kointegrasi antara 𝑌1,𝑖,𝑡 dan �̃�𝑖,𝑡′ , 𝛃,
dan intersep 𝛿01 dapat dibentuk persamaan sebagai berikut
𝑌1,𝑖,𝑡 = �̃�𝑖,𝑡′ 𝛃 + 𝛿01 + 휀1,𝑖,𝑡 (2.43)
di mana,
𝑌1,𝑖,𝑡 : peubah endogen
�̃�𝑖,𝑡′ : vektor peubah endogen lainnya yang menjadi peubah penjelas
휀1,𝑖,𝑡 : galat
𝛿01 : intersep
𝛃 : vektor koefisien peubah endogen lainnya yang menjadi
peubah penjelas
sehingga vektor kointegrasi 𝛃 dapat diduga dengan menggunakan
metode OLS sebagai berikut:
�̂�𝑂𝐿𝑆 = [∑∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)′
𝑇
𝑡=1
𝑁
𝑖=1
]
−1
[∑∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)(𝑌1,𝑖,𝑡 − �̅�1,𝑖)
𝑇
𝑡=1
𝑁
𝑖=1
]
(2.44)
dengan �̅�𝑖′ =
1
𝑇∑ 𝒀𝑖,𝑡
′𝑇𝑡=1 .
Namun pada model panel terkointegrasi seperti PVECM,
pendugaan parameter menggunakan OLS tidak sebaik FMOLS,
karena OLS dapat menghasilkan penduga yang bias pada kasus
peubah dengan integrasi, misal integrasi pada orde satu ~ 𝐼(1)
(Mallick, dkk., 2016). Prinsip FMOLS mirip seperti OLS, namun
perbedannya adalah FMOLS melakukan transformasi peubah
endogen dan korelasi galat pada penduga parameter menggunakan
25
OLS. Dengan adanya kointegrasi data panel, keuntungan
menggunakan FMOLS adalah dapat mengoreksi penduga parameter
yang bias, sehingga memungkinkan diperoleh penduga yang konsisten
dan efisien.
Pendugaan parameter menggunakan FMOLS oleh Phillips dan
Hansen (1990) dapat diaplikasikan untuk mengoreksi efek
endogenitas. Persamaan (2.43) menjadi persamaan (2.45) sebagai
berikut.
𝑌1,𝑖,𝑡∗ = �̃�𝑖,𝑡
′ 𝛃 + 𝛿01 + 휀1,𝑖,𝑡∗ (2.45)
di mana 𝑌1,𝑖,𝑡∗ adalah transformasi peubah 𝑌1,𝑖,𝑡 dan 휀1,𝑖,𝑡
∗ adalah
transformasi galat, masing-masing dapat dituliskan dalam persamaan
berikut.
𝑌1,𝑖,𝑡∗ = (𝑌1,𝑖,𝑡 − �̅�1,𝑖) − (
Ω̂21,𝑖
Ω̂22,𝑖)Δ�̃�𝑖,𝑡 (2.46)
휀1,𝑖,𝑡∗ = (휀1,𝑖,𝑡 − �̅�1,𝑖) − (
Ω̂21,𝑖
Ω̂22,𝑖)Δ�̃�𝑖,𝑡 (2.47)
Dalam melakukan pendugaan parameter menggunakan
FMOLS, terlebih dahulu parameter pada persamaan (2.43) diduga
menggunakan metode OLS sehingga diperoleh nilai penduga sisaan
휀1̂,𝑖,𝑡. Kemudian dari nilai penduga sisaan tersebut dapat dibentuk
vektor 𝛏𝑖,𝑡 = [휀1̂,𝑖,𝑡 �̃�𝑖,𝑡′ ]
′, sehingga vektor 𝛏𝑖,𝑡 dapat digunakan
untuk menghitung matriks varian kovarian 𝛀𝑖. Dalam menduga 𝛀𝒊
dapat digunakan rumus sebagai berikut.
�̂�𝑖 = �̂�𝑖 + �̂�𝑖 + �̂�𝑖′ (2.48)
di mana,
�̂�𝑖 =1
𝑇∑𝛏𝑖,𝑡𝛏𝑖,𝑡
′
𝑇
𝑡=1
(2.49)
�̂�𝑖 = +1
𝑇∑[
1 − 𝑠
(𝐾𝑖 + 1)] ∑ 𝛏𝑖,𝑡𝛏𝑖,𝑡−𝑠
′
𝑇
𝑡=𝑠+1
𝐾𝑖
𝑠=1
(2.50)
𝐾𝑖 biasanya dipilih sebagai pecahan dari sampel, sebagaimana 𝐾𝑖 =4(𝑇𝑖 100⁄ )2/9 (Newey dan West, 1994 dalam Qiao, 2010).
26
Diketahui bahwa 𝛀𝑖 dihitung pada persamaan (2.48) dan
hasilnya dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut.
𝛀𝑖 = [Ω11,𝑖 Ω12,𝑖
Ω21,𝑖 Ω22,𝑖]
𝛀𝑖 adalah matriks varian kovarian, di mana Ω11,𝑖 adalah ragam dari
휀1̂,𝑖,𝑡; Ω12,𝑖 = Ω21,𝑖 adalah kovarian 휀1̂,𝑖,𝑡 dan Δ�̃�𝑖,𝑡; Ω22,𝑖 adalah
kovarian antara Δ�̃�𝑖,𝑡.
Pendugaan parameter dengan menggunakan metode FMOLS
dengan rumus sebagai berikut (Hsiao, 2014):
�̂�𝐹𝑀𝑂𝐿𝑆 = [∑∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�i)(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)′
𝑇
𝑡=1
𝑁
𝑖=1
]
−1
[∑(∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)𝑌1,𝑖,𝑡∗ − 𝑇∆∆�̃�𝜀
𝑇
𝑡=1
)
𝑁
𝑖=1
]
(2.51)
di mana ∆∆�̃�𝜀= ∑ 𝐸(Δ�̃�𝑖,𝑡−𝑗 , 휀1,𝑖,𝑡)∞𝑗=0 .
2.12 Pengujian Signifikansi Parameter
Pengujian signifikansi parameter digunakan untuk mengetahui
pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon. Uji parsial dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah
penjelas terhadap peubah respon. Hipotesis dan statistik uji yang
digunakan dalam pengujan signifikansi parameter secara parsial
adalah sebagai berikut:
𝐻0 : 𝜷 = 0 vs
𝐻1 : 𝜷 ≠ 0
dengan statistik uji:
𝒕ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =�̂�
𝑠𝑒(�̂�) (2.52)
di mana �̂� adalah hasil pendugaan parameter dan 𝑠𝑒(�̂�) adalah salah
baku nilai penduga parameter.
𝑉𝑎𝑟(�̂�) = Ω̂11,𝑖 ∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)′
𝑇
𝑡=1
𝑠𝑒(�̂�) = √Ω̂11,𝑖 ∑(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)(�̃�𝑖,𝑡 − �̅̃�𝑖)′
𝑇
𝑡=1
27
Kriteria pengambilan keputusan adalah 𝐻0 ditolak apabila nilai
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih besar dari 𝑡𝛼2⁄ (𝑁𝑇−1) dengan taraf nyata 𝛼 atau dengan
membandingkan nilai-p dari statistik uji t dengan taraf nyata sebesar
𝛼, apabila nilai-p ≤ 𝛼 maka 𝐻0 ditolak, yang artinya bahwa peubah
penjelas secara signifikan berpengaruh terhadap peubah respon.
2.13 Diagnostik Sisaan Model
Diagnostik sisaan model dilakukan untuk menguji kelayakan
model apakah asumsi yang mendasari model terpenuhi. Asumsi yang
dimaksud adalah kelayakan model dan normalitas multivariat.
2.13.1 Asumsi Non Autokorelasi
Menurut Gujarati (2009), autokorelasi adalah suatu kejadian
ketika kovarian dan korelasi antar sisaan tidak sama dengan nol.
Autokorelasi sering terjadi pada data deret waktu, karena urutan
pengamatan mempunyai makna, sisaan pada satu periode
mempengaruhi sisaan pada periode berikutnya, dan terutama pada
periode dengan jarak pendek. Sedangkan pada data cross section
jarang terjadi karena urutan pengamatan tidak dipertimbangkan.
Model yang layak adalah model yang tidak terdapat
autokorelasi pada sisaan. Untuk mengetahui apakah tidak terdapat
korelasi atau pola tertentu pada sisaan, dapat dilihat dari plot matriks
autokorelasi (MACF) dari sisaan pada model. Apabila elemen-elemen
sisaan tidak menunjukkan pola tertentu dan tidak signifikan, dapat
dinyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antar sisaan. Dalam
mengetahui apakah sisaan tidak menunjukkan pola tertentu dan tidak
signifikan akan sulit apabila dimensi matriks besar, sehingga untuk
mempermudah permasalahan tersebut Tiao dan Box (1981) dalam
Wei (2006) memberikan suatu metode dengan menggunakan simbol
(+), (-) dan (.) pada posisi (𝑖, 𝑗) dari matriks korelasi sampelnya seperti
yang dijelaskan pada Tabel 2.1.
2.13.2 Asumsi Normalitas Multivariat
Pengujian asumsi normalitas multivariat pada vektor sisaan
dapat dilakukan untuk mengetahui apakah sisaan menyebar normal
multivariat atau tidak. Pengujian menggunakan statistik uji Jarque-
Bera dengan hipotesis sebagai berikut:
𝐻0 : sisaan menyebar normal multivariat vs
𝐻1 : sisaan tidak menyebar normal multivariat.
28
Misal 𝜺 = (𝜺1, 𝜺2, … , 𝜺𝑛) adalah sisaan sampel berukuran 𝑛 yang
memiliki dimensi 𝑚 × 1. Dimisalkan pula �̅� dan 𝑺 merupakan vektor
rata-rata sampel dan matriks varian kovarian sampel masing-masing
yaitu:
1
1 n
j
jn
ε ε (2.53)
dan
1
1 n
j j
j
'n
ε ε ε εS (2.54)
Selanjutnya Mardia (1970) dalam Koizumi, dkk. (2009)
mendefinisikan skewness dan kurtosis sampel masing-masing sebagai
berikut:
3
1
,1 21 1
1 n n
M i j
i j
'n
ε ε ε εb S (2.55)
2
1
,2
1
1 n
M i i
i
'n
ε ε ε εb S (2.56)
di mana ukuran skewness multivariat dan kurtosis multivariat sampel
masing-masing dengan ,1 ,1
6M M
nZ b berdistribusi
2 secara
asimtotik dengan derajat bebas 1 2
6
m m mf
dan
,2 ,2 1
8 2M M
nZ b m m
m m
berdistribusi
2 asimtotik
0,1N .
Mardia (1970) dalam Koizumi, dkk. (2009) menganggap statistik uji
,1MZ dan ,2MZ , masing-masing dapat diubah menjadi persamaan
berikut:
29
*
,1 ,1
1 1 3
6 1 1 6M M
m n nnZ b
n n m
(2.57)
berdistribusi 2
f dan
,2*,2
3 5 1 2 1
8 2 3 1 1
M
M
n n n b m m nZ
m m n n m n p
(2.58)
berdistribusi 0,1N . Dengan demikian, statistik uji Jarque-Bera
multivariat untuk uji asumsi normal multivariat:
2* * *,1 ,2M M MMJB Z Z (2.59)
berdistribusi 2
1f secara asimtotik.
Kriteria pengambilan keputusan pada pengujian normalitas
multivariat menggunakan uji Jarque-Bera dilakukan dengan
membandingkan nilai statistik uji Jarque-Bera multivariat *
MMJB
dengan 2
1f . Apabila * 2
1M fMJB maka terima 0H yang berarti
bahwa sisaan menyebar normal multivariat, sedangkan apabila * 2
1M fMJB maka tolak 0H yang berarti bahwa sisaan tidak
menyebar normal multivariat.
2.14 Tinjauan Non Statistika
2.14.1 Produk Domestik Regional Bruto
Indikator penting untuk dapat mengetahui kondisi ekonomi
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu ialah menggunakan nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Istilah yang sering
digunakan untuk menerangkan pendapatan nasional adalah Produk
Domestik Bruto (PDB). Namun dalam konsep regional, PDB dikenal
sebagai PDRB, sehingga PDRB dapat digunakan untuk menerangkan
pendapatan daerah. PDRB didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan
nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari semua kegiatan
perekonomian dalam suatu wilayah (BPS, 2017). Nilai tambah adalah
selisih antara harga jual barang dan harga beli bahan baku, bahan
30
penolong, suku cadang, dan jasa, yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang tersebut.
Perhitungan PDRB menggunakan tiga macam pendekatan,
yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan
pendapatan.
1. Pendekatan Produksi
Dengan pendekatan produksi, PDRB diperoleh dengan
menjumlahkan nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah daerah dalam jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut
dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: (1)
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan
dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air
bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7)
pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, dan (9) jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
2. Pendekatan Pengeluaran
Dengan pendekatan pengeluaran, PDRB diperoleh dengan
cara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir (final
demand) atas output yang dihasilkan dalam perekonomian, diukur
pada harga pasar yang berlaku. Dengan kata lain, PDRB adalah
penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk
barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor
bisnis barang-barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk
barang dan jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk
kegiatan ekspor dan impor (X-M).
Menurut teori Keynes, pendapatan dapat terbentuk dari
empat faktor pengeluaran yang mempengaruhinya, yaitu konsumsi
(C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan neto ekspor (X-
M), sehingga pendapatan daerah berupa nilai PDRB juga dapat
terbentuk dari empat faktor pengeluaran tersebut. Perhitungan
PDRB dengan pendekatan pengeluaran dijelaskan dalam
persamaan (2.60) berikut.
𝑌 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑋 − 𝑀) (2.60)
di mana,
Y : PDRB
C : konsumsi
31
I : investasi
G : pengeluaran pemerintah
X : ekspor
M : impor
3. Pendekatan Pendapatan
Dengan pendekatan pendapatan, PDRB diperoleh dengan
cara menjumlahkan pendapatan dari berbagai faktor produksi yang
menyumbang terhadap proses produksi di suatu daerah dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yaitu upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal, di mana semuanya sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini,
PDRB juga mencakup penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
2.14.2 Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan oleh rumah tangga yang
terdiri dari barang tahan lama dan barang tidak tahan lama serta jasa
yang meliputi barang tidak berwujud, seperti pendidikan dan
pelayanan kesehatan (Mankiw, 2006). Konsumsi dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan setiap individu. Dalam lingkup ekonomi makro,
pengeluaran seluruh individu dalam perekonomian dijumlahkan
membentuk peubah konsumsi agregat yang mencerminkan
kesejahteraan suatu bangsa.
Teori fungsi konsumsi paling dikenal adalah teori Keynes,
seperti yang disebutkan dalam Sachs dan Larrain (1993), yaitu hukum
Psychological Law of Consumption. Isi dari hukum tersebut adalah:
1. Konsumsi seseorang akan meningkat seiring dengan peningkatan
pendapatan, tetapi tidak melebihi kenaikan pendapatan tersebut.
2. Tambahan pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk
konsumsi dan juga tabungan.
3. Naiknya pendapatan jarang menyebabkan penurunan konsumsi
juga tabungan.
Model Keynes yang dapat menjelaskan mengenai hubungan antara
konsumsi dan pendapatan adalah sebagai berikut.
𝐶 = 𝑎 + 𝑐𝑌 (2.61)
dengan
𝐶 : konsumsi
32
𝑌 : pendapatan, di mana pendapatan daerah dapat menggunakan
nilai PDRB
𝑎 : besarnya konsumsi pada tingkat Y=0
𝑐 : kecenderungan konsumsi marginal (Keynes mengasumsikan
<1)
2.14.3 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dan
Konsumsi
Hubungan antara PDRB dan konsumsi dapat dijelaskan oleh
persamaan (2.60). Hubungan tersebut menjelaskan bahwa PDRB
dapat ditentukan salah satunya oleh konsumsi masyarakat di daerah
yang bersangkutan. Sebaliknya, berdasarkan persamaan (2.61) dapat
dijelaskan bahwa konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan yang
berarti bahwa konsumsi dapat ditentukan oleh pendapatan
(McEachern, 2000), di mana pendapatan daerah dapat dijelaskan oleh
nilai PDRB.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data
tersebut adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan
pengeluaran konsumsi provinsi di Indonesia tahun 2002 sampai
dengan 2016 yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data yang digunakan berupa data panel yang terdiri dari unit
cross section dan unit waktu. Unit cross section yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 31 provinsi yang diambil dari 34 provinsi di
Indonesia. Pemilihan 31 provinsi dari 34 provinsi didasarkan pada
banyaknya provinsi yang sudah ada di Indonesia sejak tahun 2002.
Unit waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2002
sampai dengan 2016. Pada penelitian ini, sumber data yang digunakan
dari website BPS. Berikut adalah peubah-peubah yang digunakan
dalam penelitian:
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi ke-i
pada tahun ke-t (dalam triliun rupiah)
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 : Pengeluaran konsumsi provinsi ke-i pada tahun ke-t
(dalam triliun rupiah)
dengan 𝑖 = 1,… ,31 dan 𝑡 = 2002, … ,2016.
3.2 Metode Analisis
Metode dan tahapan analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat plot data deret waktu dan menganalisis statistika
deskriptif pada setiap unit cross section (provinsi) untuk peubah
PDRB dan konsumsi selama 15 tahun yaitu tahun 2002 sampai
dengan 2016, di mana masing-masing peubah dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu provinsi yang memiliki PDRB tinggi,
sedang dan rendah serta konsumsi tinggi, sedang dan rendah.
2. Pengujian stasioneritas data panel dengan menggunakan uji IPS
seperti pada persamaan (2.6). Apabila data panel belum
stasioner maka dilakukan pembedaan.
3. Melakukan uji kointegrasi data panel menggunakan uji Kao
berdasarkan persamaan (2.13). Apabila terdapat kointegrasi
maka selanjutnya dilakukan pengujian kausalitas Granger.
34
Apabila tidak terdapat kointegrasi maka dapat dilakukan
pemodelan regresi data panel.
4. Melakukan uji kausalitas Granger pada data panel untuk
mengetahui arah hubungan dari dua peubah. Apabila hubungan
yang terjadi adalah dua arah maka pendugaan parameter
PVECM dapat dilakukan, sedangkan apabila hubungan yang
terjadi adalah satu arah maka dapat dilakukan pemodelan Panel
Error Correction Model (PECM).
5. Menentukan panjang lag optimum berdasarkan identifikasi
orde model panel VAR dengan cara melihat dari skematik
Fungsi Matriks Autokorelasi (MACF) dan Fungsi Matriks
Autokorelasi Parsial (MPACF) dari data PDRB dan konsumsi
menggunakan rumus pada persamaan (2.22) dan (2.29).
Perhitungan MACF dan MPACF yang dilakukan pada semua
provinsi tidak efektif dan efisien karena akan membutuhkan
waktu lebih lama dalam melakukan identifikasi orde, sehingga
perlu dilakukan pengambilan sampel. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah memisahkan unsur-unsur
populasi ke dalam kelompok dan kemudian memilih sampel
secara acak dari setiap kelompok. Pada penelitian ini dibentuk
tiga kelompok berdasarkan provinsi yang memiliki PDRB
tinggi, sedang dan rendah.
6. Sebelum menduga perameter PVECM, model jangka panjang
terlebih dahulu diduga menggunakan metode OLS. Kemudian
melakukan pendugaan parameter pada PVECM menggunakan
metode FMOLS seperti pada persamaan (2.51).
7. Melakukan pengujian signifikansi parameter PVECM secara
parsial seperti pada persamaan (2.52).
8. Melakukan diagnostik pada sisaan model yaitu dengan melihat
skematik MACF sisaan dengan rumus pada persamaan (2.22).
Apabila asumsi non autokorelasi terpenuhi maka model dapat
dikatakan layak digunakan. Selanjutnya pendeteksian sisaan
menyebar normal multivariat dilakukan secara grafis melalui
probability plot sisaan dan pengujian normalitas multivariat
dapat dilakukan menggunakan uji Jarque-Bera seperti pada
persamaan (2.59). Apabila keputusan adalah terima 𝐻0 maka
asumsi normalitas multivariat terpenuhi.
9. Melakukan interpretasi dari PVECM yang terbentuk.
35
Tahapan analisis PVECM menggunakan software EViews 8,
Microsoft Excel 2016, Minitab dan SAS. Microsoft Excel 2016
digunakan untuk membuat plot data dan analisis statistika deskriptif.
EViews 8 digunakan untuk uji stasioneritas, uji kointegrasi, uji
kausalitas Granger, pendugaan parameter PVECM dan uji
signifikansi. Minitab digunakan untuk membuat probability plot
sisaan dan menguji asumsi normal multivariat. SAS digunakan untuk
identifikasi orde dengan MACF dan MPACF. Langkah-langkah dari
analisis PVECM dapat digambarkan dalam diagram alir pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alir Analisis PVECM
Data
Analisis Statistika
Deskriptif dan Plot Data
Stasioner pada
Nilai Tengah Dilakukan Pembedaan
Uji Stasioneritas
Data Panel
1
Mulai
Tidak
derajat pembedaan sama
Ya
36
Gambar 3.1. (lanjutan)
1
Kointegrasi
Data Panel
Model Regresi
Data Panel
Tidak
Ya
Uji Hubungan
Dua Arah
Terdapat
Hubungan
Dua Arah
Panel Error
Correction Model
(PECM)
Tidak
Penentuan Panjang Lag Optimum
Berdasarkan Skematik MACF dan MPACF
dari Sampel Provinsi Terpilih
Pendugaan Parameter PVECM
2
Ya
Uji Kointegrasi
Data Panel
Ya
37
Gambar 3.1. (lanjutan)
Selesai
Diagnostik Sisaan PVECM
Interpretasi pada PVECM
2
Uji Signifikansi Parameter PVECM
38
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Plot Data
Langkah pertama yang penting dilakukan dalam pemodelan
menggunakan data panel adalah dengan melakukan plot data deret
waktu pada setiap unit individu data cross section untuk mengetahui
pola data deret waktu. Pola data deret waktu dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk menentukan model yang akan digunakan.
4.1.1 Plot Data Produk Domestik Regional Bruto
Gambar 4.1.a, 4.1.b dan 4.1.c menunjukkan plot data deret
waktu tahunan PDRB dari 31 provinsi di Indonesia pada tahun 2002
sampai 2016. Plot data deret waktu dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan provinsi yang memiliki PDRB tinggi, rendah dan sedang,
di mana nilai PDRB yang digunakan sebagai tahun dasar adalah
PDRB tahun 2002. Hasil pengelompokan provinsi-provinsi yang
memiliki PDRB tinggi, rendah dan sedang dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Gambar 4.1.a. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Tinggi di
Indonesia
40
Gambar 4.1.b. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Sedang di
Indonesia
Gambar 4.1.c. Plot Data Tahunan Provinsi dengan PDRB Rendah di
Indonesia
41
Plot data tahunan PDRB 31 provinsi di Indonesia pada Gambar
4.1.a, 4.1.b dan 4.1.c menunjukkan bahwa PDRB semua provinsi dari
tahun ke tahun cenderung meningkat dengan pola membentuk
kecenderungan (trend) naik. Secara grafis, dapat dilihat bahwa nilai
PDRB dalam satu kelompok yang sama memiliki intersep (nilai awal)
PDRB yang relatif sama, namun terdapat perbedaan intersep (nilai
awal) PDRB antar kelompok. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan dilakukan pemodelan menggunakan data panel yang dibagi
menjadi tiga, yaitu pemodelan untuk provinsi dengan perekonomian
tinggi, sedang dan rendah, di mana pemodelan pada masing-masing
kelompok tersebut dilakukan dengan asumsi pooled model, yaitu
diasumsikan bahwa setiap provinsi memiliki koefisien regresi yang
sama dalam satu kelompok, yang berarti bahwa tidak terdapat
perbedaan antar provinsi dalam kelompok yang sama.
Secara umum, dapat dilihat bahwa PDRB masing-masing
provinsi mengalami kenaikan yang cukup berbeda dari tahun-tahun
lainnya yaitu pada tahun 2010. Hal ini disebabkan sebagai dampak
dari rendahnya tingkat suku bunga acuan yang dipertahankan oleh
Bank Indonesia sehingga sektor kredit mengalami peningkatan tajam
dan sukses memompa pertumbuhan ekonomi. Plot data tahunan
PDRB pada Gambar 4.1.a, 4.1.b dan 4.1.c juga menunjukkan bahwa
PDRB terendah antara tahun 2002 sampai 2016 sebesar 2.03516
triliun rupiah terjadi di Provinsi Maluku Utara tahun 2002, sedangkan
PDRB tertinggi di Indonesia antara tahun 2002 sampai 2016 sebesar
2177.11988 triliun rupiah terjadi di Provinsi DKI Jakarta tahun 2016.
4.1.2 Plot Data Konsumsi
Gambar 4.2.a, 4.2.b dan 4.2.c menunjukkan plot data deret
waktu tahunan konsumsi dari 31 provinsi di Indonesia pada tahun
2002 sampai 2016. Plot data deret waktu konsumsi juga dibagi
menjadi tiga kelompok, di mana pembagian kelompok berdasarkan
provinsi yang memiliki konsumsi tinggi, rendah dan sedang. Nilai
konsumsi yang digunakan sebagai tahun dasar adalah konsumsi tahun
2002. Hasil pengelompokan provinsi-provinsi yang memiliki
konsumsi tinggi, rendah dan sedang dapat dilihat pada Lampiran 3.
42
Gambar 4.2.a. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi Tinggi
di Indonesia
Gambar 4.2.b. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi Sedang
di Indonesia
43
Gambar 4.2.c. Plot Data Tahunan Provinsi dengan Konsumsi Rendah
di Indonesia
Plot data tahunan konsumsi 31 provinsi di Indonesia pada
Gambar 4.2.a, 4.2.b dan 4.2.c menunjukkan bahwa konsumsi setiap
provinsi dari tahun ke tahun cenderung meningkat dengan pola
membentuk kecenderungan (trend) naik. Secara umum, seperti PDRB
bahwa konsumsi masing-masing provinsi juga mengalami kenaikan
yang cukup berbeda dari tahun-tahun lainnya yaitu pada tahun 2010.
Hal ini disebabkan sebagai dampak dari stabilnya harga BBM dari
tahun 2009 yang tidak mengalami kenaikan harga hingga tahun 2010
serta harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga BBM pada
tahun 2008, sehingga masyarakat cenderung mengonsumsi BBM
dalam jumlah yang lebih besar. Plot data tahunan konsumsi pada
Gambar 4.2.a, 4.2.b dan 4.2.c juga menunjukkan bahwa konsumsi
terendah antara tahun 2002 sampai 2016 sebesar 1.31015 triliun rupiah
terjadi di Provinsi Gorontalo tahun 2002, sedangkan konsumsi
tertinggi di Indonesia antara tahun 2002 sampai 2016 sebesar
1277.88947 triliun rupiah terjadi di Provinsi DKI Jakarta tahun 2016.
44
4.1.3 Plot Data Produk Domestik Regional Bruto dan Konsumsi
Selanjutnya, untuk melihat plot data tahunan PDRB dan
konsumsi, dapat dipilih satu provinsi secara acak sebagai perwakilan
dari masing-masing kelompok. Gambar 4.3.a, 4.3.b dan 4.3.c
merupakan plot data deret waktu tahunan PDRB dan konsumsi dari
provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Maluku pada tahun 2002
sampai 2016.
Gambar 4.3.a. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
DKI Jakarta
45
Gambar 4.3.b. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
Sulawesi Selatan
Gambar 4.3.c. Plot Data Tahunan PDRB dan Konsumsi Provinsi
Maluku
46
Berdasarkan Gambar 4.3.a, 4.3.b dan 4.3.c dapat dilihat bahwa
dari tahun ke tahun PDRB dan konsumsi memiliki pola yang sama
yaitu kecenderungan (trend) naik. Hal ini mengindikasikan bahwa
terdapat hubungan kointegrasi antara PDRB dan konsumsi, karena
PDRB dan konsumsi memiliki pergerakan yang sama atau beriringan
dengan pola yang sama yaitu cenderung naik terus menerus.
Hubungan kointegrasi dapat menunjukkan adanya hubungan atau
keseimbangan jangka panjang antara PDRB dan konsumsi. Dalam
jangka pendek terdapat kemungkinan bahwa antara PDRB dan
konsumsi terjadi ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan yang
dimaksud adalah apabila suatu ketika pola pada kedua peubah tersebut
saling menjauh, maka dengan adanya keseimbangan dalam jangka
panjang dapat menyeimbangkan hubungan jangka pendeknya dengan
melakukan koreksi untuk saling mendekatkan kedua peubah tersebut.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan
menggunakan PVECM untuk mengestimasi parameter koreksi pada
hubungan jangka pendek dan juga mengestimasi parameter pada
hubungan jangka panjang.
4.2 Uji Stasioneritas Data Panel
Data panel merupakan penggabungan data cross section dan
deret waktu dengan setiap unit individu pada data cross section
diulang dalam beberapa periode waktu. Pada penelitian ini, dilakukan
pengujian stasioneritas terhadap rata-rata, tetapi tidak dilakukan
pendeteksian stasioneritas terhadap ragam. Stasioneritas terhadap
ragam tidak dilakukan karena berdasarkan Gambar 4.1.a, 4.1.b, 4.1.c
dan Gambar 4.2.a, 4.2.b, 4.2.c dapat dilihat bahwa pola data deret
waktu menunjukkan adanya fluktuasi dengan ragam konstan, di mana
pola kecenderungan (trend) naik memiliki fluktuasi dengan ragam
yang konstan.
Uji stasioneritas data panel yang digunakan adalah uji IPS. Uji
stasioneritas pada data panel dilakukan untuk mengetahui apakah data
data deret waktu pada setiap unit individu yang diamati telah stasioner
dengan nilai pengamatan berfluktuasi di sekitar nilai tengah. Hipotesis
uji IPS sebagai berikut.
47
𝐻0: 𝜙𝑖 = 1 dengan 𝑖 = 1,2,… ,𝑁 (data tidak stasioner) vs
𝐻1: 𝜙𝑖 < 1 dengan 𝑖 = 1,2, … , 𝑁 (data stasioner).
Hasil pengujian stasioneritas pada peubah PDRB dan konsumsi
dapat dilihat pada Lampiran 4 yang diringkas pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji IPS pada Data PDRB dan Konsumsi
Peubah Statistik Uji (𝑡̅) nilai-p Kesimpulan
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 1.55106 1.0000 Tidak stasioner
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 1.73840 1.0000 Tidak stasioner
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa peubah PDRB
dan konsumsi masing-masing memiliki nilai-p > 𝛼 = 0.05, maka
terima 𝐻0 yang berarti kedua peubah belum stasioner. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pembedaan pada data panel yaitu dengan melakukan
pembedaan pada data deret waktu untuk masing-masing unit individu
pada data cross section. Proses pembedaan pertama seperti pada
persamaan (2.7). Selanjutnya, peubah yang telah dilakukan
pembedaan pertama dilakukan pengujian stasioneritas kembali
menggunakan uji IPS. Hasil pengujian stasioneritas pada peubah
PDRB dan konsumsi dengan pembedaan pertama dapat dilihat pada
Lampiran 5 yang diringkas pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Uji IPS pada Data PDRB dan Konsumsi dengan
Pembedaan Pertama
Peubah Statistik Uji (𝑡̅) nilai-p Kesimpulan
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 -2.87033 0.0000 Stasioner
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 -2.89202 0.0000 Stasioner
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa peubah PDRB
dan konsumsi masing-masing memiliki nilai-p ≤ 𝛼 = 0.05, maka
tolak 𝐻0 sehingga peubah PDRB dan konsumsi masing-masing telah
stasioner pada pembedaan pertama.
4.3 Uji Kointegrasi Data Panel
Apabila peubah-peubah tidak stasioner dan terintegrasi pada
orde yang sama, maka perlu dilakukan uji kointegrasi. Pengujian
kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang antar peubah yang diamati.
48
Peubah PDRB dan konsumsi tidak stasioner pada data awal, kemudian
stasioner dengan orde integrasi yang sama yaitu 𝐼(1), sehingga perlu
dilakukan uji kointegrasi data panel untuk mengetahui apakah terdapat
kointegrasi antara PDRB dan konsumsi.
Uji kointegrasi data panel yang digunakan adalah uji Kao
dengan hipotesis sebagai berikut.
𝐻0: 𝜌 = 1 (tidak terdapat kointegrasi antara PDRB dan konsumsi) vs
𝐻1: 𝜌 < 1 (terdapat kointegrasi antara PDRB dan konsumsi).
Pengujian kointegrasi antara peubah PDRB dan konsumsi
dilakukan pada semua provinsi. Hasil pengujian kointegrasi data panel
dapat dilihat pada Lampiran 6. Secara ringkas uji Kao disajikan dalam
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Uji Kointegrasi Data Panel
Statistik Uji (ADF) nilai-p
-6.384351 0.0000
Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui bahwa nilai-p dari statistik uji
ADF ≤ 𝛼 = 0.05, maka tolak 𝐻0. Jadi, dengan taraf nyata 5% dapat
disimpulkan bahwa terdapat kointegrasi antara PDRB dan konsumsi,
yang artinya terdapat keseimbangan jangka panjang antara PDRB dan
konsumsi, di mana apabila suatu ketika pola pada kedua peubah
tersebut saling menjauh, maka dengan adanya keseimbangan dalam
jangka panjang dapat menyeimbangkan hubungan jangka pendeknya
dengan melakukan koreksi untuk saling mendekatkan kedua peubah
tersebut.
4.4 Identifikasi Hubungan Dua Arah
Pengujian untuk mengetahui adanya hubungan dua arah antara
satu peubah dengan peubah lain dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Kausalitas Granger. Hipotesis dari uji Kausalitas
Granger seperti pada subbab 2.4 halaman 11 dan statistik uji yang
digunakan pada persamaan (2.17). Hasil pengujian uji Kausalitas
Granger dapat dilihat pada Lampiran 7 dan secara ringkas disajikan
pada Tabel 4.4 sebagai berikut.
49
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kausalitas Granger pada Data PDRB dan
Konsumsi
Peubah Statistik
Uji nilai-p Kesimpulan
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 terhadap
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 4.53391 0.0058
Konsumsi
mempengaruhi
PDRB
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 terhadap
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 4.05673 0.0401
PDRB
mempengaruhi
Konsumsi
Berdasarkan Tabel 4.4, didapatkan bahwa kedua pengujian
masing-masing memiliki nilai-p ≤ 𝛼 = 0.05, maka keputusan tolak
𝐻0 untuk kedua pengujian. Jadi dapat disimpulkan bahwa peubah
PDRB dan konsumsi memiliki hubungan saling mempengaruhi,
sehingga untuk memodelkannya dapat menggunakan Panel Vector
Error Correction Model (PVECM).
4.5 Penentuan Panjang Lag Optimum
Sebelum melakukan pemodelan PVECM, terlebih dahulu
melakukan penentuan panjang lag optimum. Penentuan panjang lag
optimum pada PVECM dilakukan dengan cara menentukan orde
menggunakan skematik MACF dan MPACF. Identifikasi orde model
menggunakan MACF dan MPACF dalam analisis data panel dapat
dilakukan pada data deret waktu pada beberapa unit individu data
cross section yang diambil sebagai 𝑛 sampel dari sebanyak 𝑁 unit
cross section.
Perhitungan MACF dan MPACF yang dilakukan pada semua
provinsi tidak efektif dan efisien karena akan membutuhkan waktu
lebih lama dalam melakukan identifikasi orde, sehingga perlu
dilakukan pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah memisahkan unsur-unsur populasi ke dalam
kelompok dan kemudian memilih sampel secara acak dari setiap
kelompok. Pada penelitian ini dibentuk tiga kelompok berdasarkan
provinsi yang memiliki PDRB tinggi, sedang dan rendah. PDRB
dipilih karena PDRB dapat menjadi petunjuk perekonomian sebagai
ukuran kemajuan suatu daerah, sehingga pembagian menjadi tiga
50
kelompok lebih sesuai. Pengambilan sampel dengan cara tersebut
sesuai digunakan dalam penelitian ini karena sampel yang terpilih
akan tersebar lebih merata pada provinsi-provinsi yang memiliki
PDRB tinggi, sedang dan rendah, sehingga kemungkinan besar akan
menghasilkan sampel yang representatif dan efisien.
Sampel yang diambil secara acak adalah 20% dari populasi,
karena menurut Gay dan Diehl (1992) bahwa pada penelitian
deskriptif minimum sampel yang digunakan adalah 10% sampai 20%
dari banyaknya populasi. Sampel yang terpilih dari masing-masing
kelompok sebanyak dua provinsi, sehingga sampel untuk provinsi
dengan PDRB tinggi adalah DKI Jakarta dan Sumatera Utara.
Kemudian sampel yang terpilih untuk provinsi dengan PDRB sedang
adalah Papua dan Sulawesi Selatan. Sampel yang terpilih untuk
provinsi dengan PDRB rendah adalah Kepulauan Bangka Belitung
dan Maluku. Hasil skematik MACF pada data PDRB dan konsumsi
dengan pembedaan pertama dapat dilihat pada Lampiran 8 dan secara
ringkas disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi (MACF) dari
Peubah PDRB dan Konsumsi
Lag
Provinsi 0 1 2 3 4 5
DKI Jakarta [+ ++ +
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sumatera
Utara [+ ++ +
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Papua [+ .. +
] [. .. +] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sulawesi
Selatan [+ ++ +
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Kep. Bangka
Belitung [+ ++ +
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Maluku [+ ++ +
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
51
Sedangkan hasil skematik MPACF pada data PDRB dan
konsumsi dengan pembedaan pertama berturut-turut dapat dilihat pada
Lampiran 9 dan secara ringkas disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi Parsial (MPACF)
dari Peubah PDRB dan Konsumsi
Provinsi 1 2 3 4 5
DKI Jakarta [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sumatera
Utara [. .+ .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Papua [. .. +] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sulawesi
Selatan [+ .. .
] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .]
Kep. Bangka
Belitung [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Maluku [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Berdasarkan skematik MACF dan MPACF dengan penjelasan
arti simbol skematik pada Tabel 2.1 bahwa simbol (+) atau (-)
menunjukkan nilai korelasi lebih besar atau lebih kecil dari 2 kali
simpangan baku yang berarti berpengaruh signifikan. Sedangkan
simbol (.) menunjukkan nilai korelasi berada di dalam selang 2 kali
simpangan baku yang berarti tidak berpengaruh signifikan. Terdapat
MPACF dari beberapa sampel provinsi yang tidak signifikan pada
semua lag, yaitu provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Bangka Belitung
dan Maluku. Hal ini dapat disebabkan karena data yang digunakan
adalah data tahunan, di mana rentang waktu ini termasuk jauh antar
pengamatannya, sehingga kemungkinan dapat menyebabkan adanya
MPACF yang tidak signifikan pada semua lag untuk beberapa sampel
provinsi. Berdasarkan Tabel 4.6, skematik MPACF dari beberapa
sampel provinsi data deret waktu PDRB dan konsumsi dapat
disimpulkan signifikan pada lag ke-1, sehingga dapat dilakukan
pemodelan PVECM (1) dengan persamaan sebagai berikut.
52
, 01 11, , 1 12, , 1 11, ,1 , 1i t i i t i i t i i tPDRB PDRB KONS PDRB
12, ,1 , 1 1, ,i i t i tKONS
, 02 21, , 1 22, , 1 21, ,1 , 1i t i i t i i t i i tKONS PDRB KONS PDRB
22, ,1 , 1 2, ,i i t i tKONS
(4.1)
4.6 Pendugaan dan Pengujian Signifikansi Parameter PVECM
Data panel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan provinsi
yang memiliki perekonomian tinggi, sedang dan rendah, di mana
perekonomian dikategorikan dengan melihat nilai PDRB. PDRB
dipilih karena dapat menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara
umum sebagai ukuran kemajuan suatu daerah. Pada penelitian ini,
pemodelan PVECM dibagi menjadi tiga, yaitu PVECM untuk provinsi
dengan perekonomian tinggi, sedang dan rendah. Pemodelan PVECM
pada masing-masing kelompok tersebut dilakukan dengan asumsi
pooled model, yaitu diasumsikan bahwa setiap provinsi memiliki
koefisien regresi yang sama dalam satu kelompok, yang berarti bahwa
tidak terdapat perbedaan antar provinsi dalam kelompok yang sama.
Pemodelan PVECM dengan asumsi pooled model dibagi
menjadi tiga dilakukan karena koefisien intersep (nilai awal) PDRB
relatif sama dalam satu kelompok, namun antar kelompok berbeda.
Hal tersebut dapat dilihat secara grafis pada Gambar 4.1.a, 4.1.b, 4.1.c,
dan Gambar 4.2.a, 4.2.b, 4.2.c bahwa plot data deret waktu untuk
setiap kelompok data tahunan PDRB dan konsumsi di Indonesia
memiliki intersep (nilai awal) yang relatif sama dalam satu kelompok,
tetapi berbeda antar kelompok, sehingga pemodelan PVECM dengan
asumsi pooled model pada masing-masing kelompok dapat
mengakomodir adanya perbedaan provinsi antar kelompok.
53
4.6.1 PVECM untuk Provinsi dengan Perekonomian Tinggi
Sebelum menduga parameter PVECM, terlebih dahulu
dilakukan pendugaan parameter pada model jangka panjang untuk
provinsi dengan perekonomian tinggi seperti pada persamaan (4.2)
dan (4.3) sebagai berikut.
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 𝛼1 + 𝛽1 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 + 휀1,𝑖,𝑡 (4.2)
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 𝛼2 + 𝛽2 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 + 휀2,𝑖,𝑡 (4.3)
Hasil pendugaan parameter model jangka panjang dapat dilihat
pada Lampiran 10, yang selanjutnya disajikan secara ringkas pada
Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Pendugaan dan Signifikansi Parameter Model Jangka
Panjang untuk Provinsi dengan Perekonomian Tinggi
Model Peubah Koefisien Nilai-p
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 C 119.5445 0.0000***
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 1.4694 0.0000***
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 C -57.0193 0.0000***
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 0.6407 0.0000***
Keterangan :
*** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.01
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh model jangka panjang sebagai
berikut.
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 119.5445 + 1.4694 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.4)
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = −57.0193 + 0.6407 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.5)
Persamaan (4.4) dan (4.5) menjelaskan bahwa konsumsi berpengaruh
positif terhadap PDRB secara signifikan sebesar 1.4694 triliun rupiah
dan PDRB berpengaruh positif terhadap konsumsi secara signifikan
sebesar 0.6407 triliun rupiah. Dari hasil pendugaan parameter model
jangka panjang dapat diperoleh persamaan Error Correction Term
(ECT) sebagai berikut.
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡 = −119.5445 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 − 1.4694 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.6)
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡 = 57.0193 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 − 0.6407 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.7)
54
Selanjutnya, hasil pendugaan parameter PVECM (1) untuk
provinsi dengan perekonomian tinggi menggunakan FMOLS dapat
dilihat pada Lampiran 10 yang disajikan secara ringkas dalam Tabel
4.8.
Tabel 4.8. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Tinggi
Model Peubah Koefisien Nilai-p
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡−1 -0.0697 0.0968*
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 0.4539 0.0061***
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.8 0.00448***
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡−1 0.0683 0.1135
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 0.1517 0.1733
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.719 0.0003***
Keterangan :
* signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.1
** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.05
*** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.01
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa koefisien 𝐸𝐶𝑇 yang
menunjukkan koefisien pada keseimbangan jangka panjang dan
∆𝐾𝑂𝑁𝑆 yang menunjukkan koefisien pada keseimbangan jangka
pendek dari model ∆𝑃𝐷𝑅𝐵 masing-masing signifikan, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsumsi memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap PDRB dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Selanjutnya, koefisien 𝐸𝐶𝑇 dan ∆𝑃𝐷𝑅𝐵 dari model ∆𝐾𝑂𝑁𝑆 masing-
masing tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB
memiliki pengaruh secara tidak signifikan terhadap konsumsi dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa terjadi hubungan sebab akibat dalam satu arah yaitu konsumsi
mempengaruhi PDRB dalam jangka pendek dan jangka panjang.
55
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
tinggi sebagai berikut.
1. Persamaan PDRB
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + �̂�𝑖(𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡−1) + Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = (−0.0697(−119.5445 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 −
1.4694 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1)) + 0.4539 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.8 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + Π̂11,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂12,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 8.3323 − 0.0697 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.1024 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.4539 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.8 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.8)
2. Persamaan Konsumsi
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + �̂�𝑖(𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡−1) + Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = (0.0683(57.0193 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 −
0.6407 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1)) + 0.1517 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.719 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + Π̂21,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂22,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 3.8944 − 0.0437 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0683 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.1517 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.719 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.9)
Interpretasi PVECM (1) dilakukan pada koefisien yang
signifikan dan sesuai dengan hubungan yang terjadi, di mana untuk
provinsi dengan perekonomian tinggi terjadi hubungan sebab akibat
dalam satu arah yaitu konsumsi mempengaruhi PDRB dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Interpretasi pemodelan PVECM (1) untuk
provinsi dengan perekonomian tinggi akan dibahas pada subbab 4.8.1.
56
4.6.2 PVECM untuk Provinsi dengan Perekonomian Sedang
Pendugaan parameter pada model jangka panjang dilakukan
seperti pada persamaan (4.2) dan (4.3) untuk provinsi dengan
perekonomian sedang. Hasil pendugaan parameter model jangka
panjang dapat dilihat pada Lampiran 11 dan disajikan secara ringkas
pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pendugaan dan Signifikansi Parameter Model Jangka
Panjang untuk Provinsi dengan Perekonomian Sedang
Model Peubah Koefisien Nilai-p
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 C 7.0893 0.0000***
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 1.6785 0.0000***
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 C -2.4423 0.0037***
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 0.5765 0.0000***
Keterangan :
*** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.01
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh model jangka panjang sebagai
berikut.
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 7.0893 + 1.6785 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.10)
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = −2.4423 + 0.5765 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.11)
Persamaan (4.10) dan (4.11) menjelaskan bahwa konsumsi
berpengaruh positif terhadap PDRB secara signifikan sebesar 1.6785
triliun rupiah dan PDRB berpengaruh positif terhadap konsumsi
secara signifikan sebesar 0.5765 triliun rupiah. Dari hasil pendugaan
parameter model jangka panjang dapat diperoleh persamaan Error
Correction Term (ECT) sebagai berikut.
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡 = −7.0893 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 − 1.6785 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.12)
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡 = 2.4423 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 − 0.5765 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.13)
Selanjutnya, hasil pendugaan parameter PVECM (1) untuk
provinsi dengan perekonomian sedang menggunakan FMOLS dapat
dilihat pada Lampiran 11 yang disajikan secara ringkas dalam Tabel
4.10.
57
Tabel 4.10. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Sedang
Model Peubah Koefisien nilai-p
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡−1 0.1324 0.0953*
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 0.2739 0.0841*
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.1877 0.4097
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡−1 0.0985 0.0739*
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 -0.0244 0.8328
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.3413 0.0317**
Keterangan :
* signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.1
** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.05
Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa dari model ∆𝑃𝐷𝑅𝐵,
koefisien 𝐸𝐶𝑇 yang menunjukkan koefisien pada keseimbangan
jangka panjang signifikan dan koefisien ∆𝐾𝑂𝑁𝑆 yang menunjukkan
koefisien pada keseimbangan jangka pendek tidak signifikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap PDRB dalam jangka panjang, tetapi memiliki
pengaruh secara tidak signifikan dalam jangka pendek. Selanjutnya
dari model ∆𝐾𝑂𝑁𝑆, koefisien 𝐸𝐶𝑇 signifikan dan koefisien ∆𝑃𝐷𝑅𝐵
tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap konsumsi dalam jangka panjang,
tetapi memiliki pengaruh secara tidak signifikan dalam jangka pendek.
Oleh karena itu, terdapat hubungan dua arah atau hubungan saling
mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi dalam jangka panjang.
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
sedang sebagai berikut.
1. Persamaan PDRB
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + λ̂𝑖 𝐸𝐶𝑇𝑖,𝑡−1 + Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = (0.1324(−7.0893 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 −
1.6785 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1)) + 0.2739 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.1877 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
58
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + Π̂11,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂12,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = −0.9386 + 0.1324 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 − 0.2222 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.2739 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.1877 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.14)
2. Persamaan Konsumsi
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + λ̂𝑖 𝐸𝐶𝑇𝑖,𝑡−1 + Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = (0.0985(2.4423 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 −
0.5765 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1)) − 0.0244 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.3413 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + Π̂21,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂22,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 0.2406 − 0.0568 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0985 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 −
0.0244 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.3413 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.15)
Interpretasi PVECM (1) dilakukan pada koefisien yang
signifikan dan sesuai dengan hubungan yang terjadi, di mana untuk
provinsi dengan perekonomian sedang terdapat hubungan dua arah
atau hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi
dalam jangka panjang. Interpretasi pemodelan PVECM (1) untuk
provinsi dengan perekonomian sedang akan dibahas pada subbab
4.8.2.
4.6.3 PVECM untuk Provinsi dengan PDRB Rendah
Pendugaan parameter pada model jangka panjang dilakukan
seperti pada persamaan (4.2) dan (4.3) untuk provinsi dengan
perekonomian rendah. Hasil pendugaan parameter model jangka
panjang dapat dilihat pada Lampiran 12 dan disajikan secara ringkas
pada Tabel 4.11.
59
Tabel 4.11. Pendugaan dan Signifikansi Model Jangka Panjang untuk
Provinsi dengan Perekonomian Rendah
Model Peubah Koefisien Nilai-p
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 C 0.1872 0.8796
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 1.8712 0.0000***
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 C 1.6951 0.0048***
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 0.46 0.0000***
Keterangan :
*** signifikan pada taraf nyata 𝛼 = 0.01
Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh model jangka panjang
sebagai berikut.
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 0.1872 + 1.8712 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.16)
𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 1.6951 + 0.46 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.17)
Persamaan (4.16) dan (4.17) menjelaskan bahwa konsumsi
berpengaruh positif terhadap PDRB secara signifikan sebesar 1.8712
triliun rupiah dan PDRB berpengaruh positif terhadap konsumsi
secara signifikan sebesar 0.46 triliun rupiah. Dari hasil pendugaan
parameter model jangka panjang dapat diperoleh persamaan Error
Correction Term (ECT) sebagai berikut.
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡 = −0.1872 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 − 1.8712 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 (4.18)
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡 = −1.6951 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 − 0.46 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 (4.19)
Selanjutnya, hasil pendugaan parameter PVECM (1) untuk
provinsi dengan perekonomian rendah menggunakan FMOLS dapat
dilihat pada Lampiran 12 dan secara ringkas disajikan dalam Tabel
4.12.
60
Tabel 4.12. Pendugaan dan Signifikansi Parameter PVECM (1) untuk
Provinsi dengan Perekonomian Rendah
Model Peubah Koefisien nilai-p
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇1,𝑖,𝑡−1 -0.0099 0.8852
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 0.1648 0.3387
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.3613 0.3162
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡
𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡−1 0.0617 0.3847
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 0.0386 0.6462
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 0.2049 0.2692
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa koefisien 𝐸𝐶𝑇 yang
menunjukkan koefisien pada keseimbangan jangka panjang dan
koefisien ∆𝐾𝑂𝑁𝑆 yang menunjukkan koefisien pada keseimbangan
jangka pendek dari model ∆𝑃𝐷𝑅𝐵 masing-masing tidak signifikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi memiliki pengaruh secara
tidak signifikan terhadap PDRB dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Selanjutnya koefisien 𝐸𝐶𝑇 dan ∆𝑃𝐷𝑅𝐵 dari model ∆𝐾𝑂𝑁𝑆
masing-masing tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa
PDRB memiliki pengaruh secara tidak signifikan terhadap konsumsi
dalam jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi
antara PDRB dan konsumsi dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
rendah sebagai berikut.
1. Persamaan PDRB
Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + λ̂𝑖 𝐸𝐶𝑇𝑖,𝑡−1 + Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = (−0.0099(−0.1872 + 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 −
1.8712 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1)) + 0.1648 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.3613 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = �̂�01 + Π̂11,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂12,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂11,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂12,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
61
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 0.0019 − 0.0099 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0185 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.1648 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.3613 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.20)
2. Persamaan Konsumsi
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + λ̂𝑖 𝐸𝐶𝑇2,𝑖,𝑡−1 + Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = (0.0617(−1.6951 + 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 −
0.46 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1)) + 0.0386 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 +
0.2048 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
sehingga diperoleh sesuai persamaan (4.1):
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = �̂�02 + Π̂21,𝑖 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Π̂22,𝑖 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
Γ̂21,𝑖 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + Γ̂22,𝑖 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = −0.1046 − 0.46 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0617 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.0386 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.2048 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.21)
Interpretasi PVECM (1) dilakukan sesuai dengan hubungan
yang terjadi, di mana untuk provinsi dengan perekonomian rendah
tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan
konsumsi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Interpretasi
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian rendah
akan dibahas pada subbab 4.8.3.
4.7 Diagnostik Sisaan Model
4.7.1 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan Perekonomian
Tinggi
Untuk mengetahui apakah tidak terdapat korelasi atau pola
tertentu pada sisaan, dapat dilihat pada skematik matriks autokorelasi
(MACF) dari sisaan pada model. Sisaan pada model berupa data panel.
Oleh karena itu, perhitungan MACF pada data panel juga diperlukan
pengambilan sampel seperti pada MPACF agar lebih efektif dan
efisien. Teknik pengambilan sampel dan sampel yang digunakan
untuk perhitungan MACF pada penelitian ini adalah sama seperti pada
subbab 4.5 halaman 50, sehingga sisaan PVECM (1) untuk provinsi
dengan perekonomian tinggi dapat dilihat pada MACF DKI Jakarta
dan Sumatera Utara yang disajikan dalam Tabel 4.13 berikut.
62
Tabel 4.13. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian
Tinggi
Lag
Provinsi 1 2 3 4 5
DKI Jakarta [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sumatera Utara [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Berdasarkan skematik MACF sisaan dengan penjelasan arti
simbol seperti pada Tabel 2.1 bahwa simbol (.) menunjukkan nilai
korelasi berada di dalam selang 2 kali simpangan baku atau tidak
berpengaruh signifikan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 4.13 bahwa
tidak ada lag yang signifikan pada skematik MACF sisaan PVECM
(1) untuk provinsi dengan perekonomian tinggi. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi atau pola tertentu pada
sisaan dan asumsi non autokorelasi pada sisaan model terpenuhi.
Dengan demikian pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan
perekonomian tinggi dapat dikatakan layak.
Selanjutnya pendeteksian sisaan menyebar normal multivariat
dapat dilakukan secara grafis terlebih dahulu melalui probability plot.
Sisaan yang diperoleh dari persamaan (4.8) dan (4.9) menghasilkan
probability plot sebagai berikut.
Gambar 4.4. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Tinggi
63
Berdasarkan plot pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa
PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian tinggi tidak
memiliki sisaan yang menyebar normal multivariat, karena terdapat
titik-titik sisaan yang tidak berada di sekitar garis miring pada plot.
Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pencilan pada data panel
PDRB dan konsumsi, yaitu misal pada provinsi DKI Jakarta dan Jawa
Timur tahun 2010. Dalam menangani masalah tersebut, dapat
menerapkan Panel Vector Error Correction Model (PVECM) yang
dapat mengakomodir adanya pencilan, sehingga model mampu
memberikan informasi yang lebih maksimal dalam menjelaskan
fenomena ekonomi secara jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun, untuk memberikan hasil yang lebih objektif terdapat
suatu pengujian hipotesis, yaitu uji Jarque-Bera. Pengujian tersebut
dapat menguatkan kesimpulan secara grafis yang ditunjukkan melalui
probability plot pada Gambar 4.4. Hipotesis yang digunakan pada uji
Jarque-Bera adalah:
𝐻0 : sisaan menyebar normal multivariat vs
𝐻1 : sisaan tidak menyebar normal multivariat.
Hasil uji normalitas multivariat terhadap sisaan dapat dilihat pada
Lampiran 14 dan disajikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Tinggi
Nilai Statisitik Uji Jarque-Bera Nilai-p
161.9598 0.000***
Keterangan:
*** signifikan pada 𝛼 = 0.01
Berdasarkan hasil uji asumsi normal multivariat, menunjukkan
bahwa nilai-p ≤ 𝛼 = 0.05, sehingga dapat diambil keputusan tolak
𝐻0. Jadi, dengan taraf nyata 5% dapat disimpulkan bahwa sisaan
PVECM (1) pemodelan provinsi dengan perekonomian tinggi, tidak
menyebar normal multivariat.
64
4.7.2 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan Perekonomian
Sedang
Selanjutnya sampel yang digunakan untuk perhitungan MACF
sisaan pada penelitian ini adalah sama seperti pada subbab 4.5
halaman 50, sehingga MACF sisaan PVECM (1) untuk provinsi
dengan perekonomian sedang dapat dilihat pada provinsi Papua dan
Sulawesi Selatan yang disajikan dalam Tabel 4.15 berikut.
Tabel 4.15. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian
Sedang
Lag
Provinsi 1 2 3 4 5
Papua [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Sulawesi Selatan [. .. .] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Berdasarkan skematik MACF sisaan dengan penjelasan arti
simbol seperti pada Tabel 2.1 bahwa simbol (.) menunjukkan nilai
korelasi berada di dalam selang 2 kali simpangan baku atau tidak
berpengaruh signifikan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 4.15 bahwa
tidak ada lag yang signifikan pada skematik MACF sisaan PVECM
(1) untuk provinsi dengan perekonomian sedang. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi atau pola tertentu pada
sisaan dan asumsi non autokorelasi pada sisaan model terpenuhi.
Dengan demikian pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan
perekonomian sedang dapat dikatakan layak.
Selanjutnya pendeteksian sisaan menyebar normal multivariat
dapat dilakukan secara grafis terlebih dahulu melalui probability plot.
Sisaan yang diperoleh dari persamaan (4.14) dan (4.15) menghasilkan
probability plot sebagai berikut.
65
Gambar 4.5. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Sedang
Berdasarkan plot pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa
PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian tinggi tidak
memiliki sisaan yang menyebar normal multivariat, karena terdapat
titik-titik sisaan yang tidak berada di sekitar garis miring pada plot.
Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pencilan pada data panel
PDRB dan konsumsi, di mana titik terjauh adalah Provinsi Banten
pada tahun 2010. Dalam menangani masalah tersebut, dapat
menerapkan Panel Vector Error Correction Model (PVECM) yang
dapat mengakomodir adanya pencilan, sehingga model mampu
memberikan informasi yang lebih maksimal dalam menjelaskan
fenomena ekonomi secara jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun, untuk memberikan hasil yang lebih objektif terdapat
suatu pengujian hipotesis, yaitu uji Jarque-Bera. Pengujian tersebut
dapat menguatkan kesimpulan secara grafis yang ditunjukkan melalui
probability plot pada Gambar 4.5. Hipotesis yang digunakan pada uji
Jarque-Bera adalah:
𝐻0 : sisaan menyebar normal multivariat vs
𝐻1 : sisaan tidak menyebar normal multivariat.
Hasil uji normalitas multivariat terhadap sisaan dapat dilihat pada
Lampiran 14 dan disajikan pada Tabel 4.16.
66
Tabel 4.16. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Sedang
Nilai Statisitik Uji Jarque-Bera Nilai-p
10177.2386 0.0000***
Keterangan:
*** signifikan pada 𝛼 = 0.01
Berdasarkan hasil uji asumsi normal multivariat, menunjukkan
bahwa nilai-p ≤ 𝛼 = 0.05, sehingga dapat diambil keputusan tolak
𝐻0. Jadi, dengan taraf nyata 5% dapat disimpulkan bahwa sisaan
PVECM (1) pemodelan provinsi dengan perekonomian sedang, tidak
menyebar normal multivariat.
4.7.3 Diagnostik Sisaan PVECM Provinsi dengan Perekonomian
Rendah
Selanjutnya sampel yang digunakan untuk perhitungan MACF
sisaan pada penelitian ini adalah sama seperti pada subbab 4.5
halaman 50, sehingga MACF sisaan PVECM (1) untuk provinsi
dengan perekonomian rendah dapat dilihat pada provinsi Kepulauan
Bangka Belitung dan Maluku yang disajikan dalam Tabel 4.17
berikut.
Tabel 4.17. Skematik Matriks Autokorelasi (MACF) dari Sisaan
PVECM (1) untuk Provinsi dengan Perekonomian
Rendah
Lag
Provinsi 1 2 3 4 5
Kepulauan
Bangka Belitung [− −. −] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Maluku [− −− −] [
. .
. .] [. .. .] [
. .
. .] [. .. .]
Berdasarkan skematik MACF sisaan dengan penjelasan arti
simbol seperti pada Tabel 2.1 bahwa simbol (.) menunjukkan nilai
korelasi berada di dalam selang 2 kali simpangan baku atau tidak
berpengaruh signifikan dan simbol (-) menunjukkan nilai korelasi
lebih kecil dari 2 kali simpangan baku yang berarti berpengaruh
signifikan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 4.17 bahwa terdapat nilai
67
autokorelasi yang signifikan yaitu pada lag ke-1. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa masih terdapat korelasi pada sisaan dan asumsi
non autokorelasi pada sisaan model tidak terpenuhi. Dengan demikian
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian rendah
dapat dikatakan tidak layak. Pemodelan untuk provinsi dengan
perekonomian rendah dapat dilakukan perbaikan model agar model
layak, misal melalui pemodelan panel dinamis lainnya untuk
memodelkan peubah PDRB dan konsumsi.
Selanjutnya pendeteksian sisaan menyebar normal multivariat
dapat dilakukan secara grafis terlebih dahulu melalui probability
Pplot. Sisaan yang diperoleh dari persamaan (4.20) dan (4.21)
menghasilkan probability plot sebagai berikut.
Gambar 4.6. Probability Plot Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Rendah
Berdasarkan plot pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa
PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian rendah tidak
memiliki sisaan yang menyebar normal multivariat, karena terdapat
titik-titik sisaan yang tidak berada di sekitar garis miring pada plot.
Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pencilan pada data panel
PDRB dan konsumsi, di mana titik terjauh adalah provinsi Papua
Barat pada tahun 2010. Dalam menangani masalah tersebut, dapat
menerapkan Panel Vector Error Correction Model (PVECM) yang
dapat mengakomodir adanya pencilan, sehingga model mampu
memberikan informasi yang lebih maksimal dalam menjelaskan
fenomena ekonomi secara jangka pendek maupun jangka panjang.
68
Namun, untuk memberikan hasil yang lebih objektif terdapat
suatu pengujian hipotesis, yaitu uji Jarque-Bera. Pengujian tersebut
dapat menguatkan kesimpulan secara grafis yang ditunjukkan melalui
probability plot pada Gambar 4.6. Hipotesis yang digunakan pada uji
Jarque-Bera adalah:
𝐻0 : sisaan menyebar normal multivariat vs
𝐻1 : sisaan tidak menyebar normal multivariat.
Hasil uji normalitas multivariat terhadap sisaan dapat dilihat pada
Lampiran 14 dan disajikan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18. Hasil Uji Jarque-Bera terhadap Sisaan PVECM (1)
Provinsi dengan Perekonomian Rendah
Nilai Statisitik Uji Jarque-Bera Nilai-p
6781.808 0.000***
Keterangan:
*** signifikan pada 𝛼 = 0.01
Berdasarkan hasil uji asumsi normal multivariat, menunjukkan
bahwa nilai-p ≤ 𝛼 = 0.05, sehingga dapat diambil keputusan tolak
𝐻0. Jadi, dengan taraf nyata 5% dapat disimpulkan bahwa sisaan
PVECM (1) pemodelan provinsi dengan perekonomian rendah, tidak
menyebar normal multivariat.
4.8 Interpretasi PVECM (1) 4.8.1 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Tinggi
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
tinggi sebagai berikut.
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 8.3323 − 0.0697 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.1024 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.4539 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.8 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.22)
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 3.8944 − 0.0437 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0683 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.1517 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.719 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.23)
Berdasarkan pembahasan subbab 4.6.1 dan 4.7.1 bahwa
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian tinggi
terjadi hubungan sebab akibat dalam satu arah yaitu konsumsi
mempengaruhi PDRB dalam jangka pendek dan jangka panjang serta
69
merupakan model yang layak, sehingga dapat dilakukan interpretasi
pada persamaan (4.22).
Koefisien pada peubah 𝐾𝑂𝑁𝑆 persamaan (4.22) menyatakan
koefisien pada keseimbangan jangka panjang. Ketika terjadi
ketidakseimbangan pada jangka pendek, PDRB akan cenderung naik
untuk merespon ketidakseimbangan yang diakibatkan oleh konsumsi
satu tahun sebelumnya, di mana sebesar 0.1024 triliun rupiah
ketidakseimbangan yang terjadi akan dikoreksi oleh konsumsi satu
tahun sebelumnya, sehingga akan dicapai kondisi keseimbangan
dalam jangka panjang, karena koefisien tersebut akan terus melakukan
koreksi untuk saling mendekatkan apabila suatu ketika pola pada
kedua peubah tersebut saling menjauh.
Koefisien pada peubah ∆𝐾𝑂𝑁𝑆 persamaan (4.22) menyatakan
koefisien pada keseimbangan jangka pendek sehingga
ketidakseimbangan pada periode sebelumnya dapat dikoreksi.
Kecepatan sistem untuk memperbaiki ketidakseimbangan dari periode
sebelumnya dalam jangka pendek sebesar 80% antara peubah 𝑃𝐷𝑅𝐵
dan 𝐾𝑂𝑁𝑆, yang berarti bahwa secara jangka pendek apabila terjadi
ketidakseimbangan antar peubah, maka sistem akan melakukan
penyesuaian untuk mencapai keseimbangan jangka pendek dengan
kecepatan 80% per tahun.
4.8.2 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Sedang
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
sedang sebagai berikut.
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = −0.9386 + 0.1324 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 − 0.2222 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.2739 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.1877 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.24)
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = 0.2406 − 0.0568 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0985 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 −
0.0244 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.3413 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.25)
Berdasarkan pembahasan subbab 4.6.2 dan 4.7.2 bahwa
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian sedang,
terjadi hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi
dalam jangka panjang serta merupakan model yang layak, sehingga
dapat dilakukan interpretasi pada persamaan (4.24) dan (4.25).
70
Koefisien pada peubah 𝑃𝐷𝑅𝐵 persamaan (4.24) dan 𝐾𝑂𝑁𝑆
persamaan (4.25) menyatakan koefisien pada keseimbangan jangka
panjang. Ketika terjadi ketidakseimbangan pada jangka pendek,
PDRB akan cenderung turun untuk merespon ketidakseimbangan
yang diakibatkan oleh konsumsi satu tahun sebelumnya, di mana
sebesar 0.2222 triliun rupiah ketidakseimbangan yang terjadi akan
dikoreksi oleh konsumsi satu tahun sebelumnya. Selanjutnya,
konsumsi akan cenderung turun untuk merespon ketidakseimbangan
yang diakibatkan oleh PDRB satu tahun sebelumnya, di mana sebesar
0.0568 triliun rupiah ketidakseimbangan yang terjadi akan dikoreksi
oleh PDRB satu tahun sebelumnya, sehingga akan dicapai kondisi
keseimbangan antara PDRB dan konsumsi dalam jangka panjang,
karena koefisien tersebut akan terus melakukan koreksi untuk saling
mendekatkan apabila suatu ketika pola pada kedua peubah tersebut
saling menjauh.
4.8.3 Interpretasi PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Rendah
Pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian
rendah sebagai berikut.
∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡 = 0.0019 − 0.0099 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0185 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.1648 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.3613 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.26)
∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡 = −0.1046 − 0.46 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.0617 𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 +
0.0386 Δ𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡−1 + 0.2048 Δ𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡−1 (4.27)
Berdasarkan pembahasan subbab 4.6.3 dan 4.7.3 bahwa
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian rendah
tidak terjadi hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan
konsumsi dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta
merupakan model yang tidak layak. Karena tidak layak, maka
pemodelan PVECM (1) untuk provinsi dengan perekonomian rendah
tidak dilakukan interpretasi pada model.
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada data panel PDRB dan konsumsi
31 provinsi di Indonesia pada tahun 2002 sampai dengan 2016, dapat
disimpulkan terbentuk tiga pemodelan PVECM yaitu PVECM (1)
untuk provinsi dengan perekonomian tinggi, sedang dan rendah.
1. Pada provinsi dengan perekonomian tinggi, terjadi hubungan
satu arah, yaitu konsumsi mempengaruhi PDRB dalam jangka
panjang dan jangka pendek. PDRB akan cenderung naik untuk
merespon ketidakseimbangan yang diakibatkan oleh konsumsi
satu tahun sebelumnya, di mana sebesar 0.1024 triliun rupiah
ketidakseimbangan yang terjadi akan dikoreksi oleh konsumsi
satu tahun sebelumnya, sehingga akan dicapai kondisi
keseimbangan dalam jangka panjang. Secara jangka pendek
apabila terjadi ketidakseimbangan antara PDRB dan konsumsi,
maka sistem akan melakukan penyesuaian untuk mencapai
keseimbangan jangka pendek dengan kecepatan 80% per tahun.
2. Pada provinsi dengan perekonomian sedang, terdapat hubungan
saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi hanya dalam
jangka panjang. PDRB akan cenderung turun untuk merespon
ketidakseimbangan yang diakibatkan oleh konsumsi satu tahun
sebelumnya, di mana sebesar 0.2222 triliun rupiah
ketidakseimbangan yang terjadi akan dikoreksi oleh konsumsi
satu tahun sebelumnya. Selanjutnya, konsumsi akan cenderung
turun untuk merespon ketidakseimbangan yang diakibatkan
oleh PDRB satu tahun sebelumnya, di mana sebesar 0.0568
triliun rupiah ketidakseimbangan yang terjadi akan dikoreksi
oleh PDRB satu tahun sebelumnya, sehingga akan dicapai
kondisi keseimbangan antara PDRB dan konsumsi dalam
jangka panjang.
3. Pada provinsi dengan perekonomian rendah, tidak terjadi
hubungan saling mempengaruhi antara PDRB dan konsumsi
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
72
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa saran
yang dapat diberikan, antara lain:
1. Penelitian selanjutnya dapat menerapkan Panel Vector Error
Correction Model (PVECM) yang dapat mengakomodir adanya
pencilan, sehingga model mampu memberikan informasi yang
lebih maksimal dalam menjelaskan fenomena ekonomi secara
jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Pada penelitian ini dilakukan tiga pemodelan PVECM, di mana
masing-masing pemodelan PVECM dengan pooled model. Hal
ini dilakukan untuk mengakomodir adanya efek individu pada
data panel PDRB dan konsumsi di Indonesia. Namun, untuk
lebih mengefisienkan analisis dan efek individu muncul pada
setiap provinsi, maka penelitian selanjutnya dapat dilakukan
pemodelan PVECM dengan fixed effect model untuk melihat
efek individu bahwa terdapat perbedaan masing-masing unit
individu, yaitu provinsi.
3. Pada provinsi dengan perekonomian rendah dapat dilakukan
perbaikan model agar model layak, misal melalui pemodelan
panel dinamis lainnya untuk memodelkan peubah PDRB dan
konsumsi.
73
DAFTAR PUSTAKA
Apergis, N. dan J.E. Payne. 2011. The Renewable Energy
Consumption-Growth Nexus in Central America. Applied
Energy, 88, Hal. 343-347.
Bank Indonesia. 2014. Produk Domestik Regional Bruto.
www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sekda/Documents/Produk_
Domestik_Regional_Bruto_PDRB_2014.pdf diakses pada
tanggal 26 September 2017.
Baltagi, B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. 3rd edition.
John Wiley and Sons. Chichester.
Cryer, J.D. dan K.J. Chan. 2008. Time Series Analysis with
Application in R Second Edition. Springer. New York.
Dumitrescu, E.I. dan Hurlin, C. 2012. Testing for Granger
NonCausality in Heterogeneous Panels. Journal of Economic
Modeling 29: 1450-1460.
Gay, L. R., and P. L. Diehl. 1992. Research Methods for Business and Management. Macmillan Publishing Company. New York.
Gujarati, D. 2009. Basic Econometrics Fifth Edition. McGraw-Hill.
New York.
Enders, W. 2004. Applied Econometrics Time Series Second Edition.
John Wiley and Sons. Canada.
Harris, R. dan R. Sollis. 2003. Applied Time Series Modelling and
Forecasting. John Wiley and Sons Inc. Canada.
Hsiao, C. 2014. Analysis of Panel Data Third Edition. Cambridge
University Press. New York.
Holtz-Eakin, D., W. Newey dan H.S. Rosen. 1988. Estimating Vector
Autoregressions with Panel Data. Journal of The Econometrics
56(6): 1371-1395.
Hu, Y., D. Guo, M. Wang, X. Zhang, dan S. Wang. 2015. The
Relationship between Energy Consumption and Economic
Growth: Evidence from China’s Industrial Sectors. Journal of
Energies, Hal. 9392-9406.
74
Im, K., M.H. Pesaran, dan Y. Shin. 2003. Testing for Unit Roots in
Heterogeneous Panels. Journal of Econometrics 115: 53–74.
Kao, C. 1999. Spurious Regression and Residual-Based Tests For
Cointegration in Panel data. Journal of Econometrics 90: 1-44.
Koizumi, K., N. Okamoto, dan T. Seo. 2009. On Jarque-Bera Tests
for Assessing Multivariate Normality. Journal of Statistics:
Advances in Theory and Applications, 1(2), 207-220.
Lutkepohl, H. 2005. New Introduction to Multiple Time Series
Analysis. Springer. New York.
Mallick, L., P.K. Das, dan K.C. Pradhan. 2016. Impact of Educational
Expenditure on Economic Growth in Major Asian Countries :
Evidence from Econometric Analysis. Theoritical and Applied
Economics, Vol. 23, No. 2, Hal. 173-186.
Mankiw, N.G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Alih bahasa: Sigit
Triandaru. Salemba Empat. Jakarta.
McEachern, A.A. 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer.
Edisi ketiga. Alih bahasa: Chriswan Sungkono. Salemba
Empat. Jakarta.
Ningsih, E., S. Amar, dan Idris. 2013. Analisis Pertumbuhan
Ekonomi, Konsumsi dan Tabungan di Sumatera Barat. Jurnal
Kajian Ekonomi, Vol. I, No. 02, Hal. 261-282.
Sachs, J.D. dan F.B. Larrain. 1993. Macroeconomics In The Global
Economy. Harvester Wheatsheaf. New York.
Tsay, R.S. 2014. Multivariate Time Series Analysis. John Wiley and
Sons Inc. Canada.
Wei, W.W.S. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate
Methods Second Edition. Pearson Education, Inc. New York.
Qiao, Z. 2010. Cross Country Consumption Risk Sharing, a Long-Run
Perspective. International Monetary Fund Working Paper, Hal
1-46.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Tahunan PDRB dan Konsumsi dari 31
Provinsi di Indonesia pada Tahun 2002 sampai
2016
Provinsi Tahun Konsumsi
(triliun rupiah)
PDRB
(triliun rupiah)
Aceh
2002 43.70567 10.24610
2003 48.61915 11.07197
2004 50.35726 12.19177
⋮ ⋮ ⋮ 2014 127.89707 74.18522
2015 128.98013 79.85113
2016 137.27742 85.63917
Sumatera
Utara
2002 89.67015 52.40687
2003 103.40137 57.95434
2004 118.10051 63.41073
⋮ ⋮ ⋮ 2014 521.95495 281.43138
2015 571.72201 306.07186
2016 628.39416 333.51173
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
DKI Jakarta
2002 299.96760 152.74246
2003 334.33130 170.35792
2004 375.56152 192.02942
⋮ ⋮ ⋮ 2014 1762.31640 1065.08814
2015 1989.32954 1162.05823
2016 2177.11988 1277.88947
Jawa Barat
2002 241.46894 161.02982
2003 275.72168 177.75906
2004 305.70340 200.79378
⋮ ⋮ ⋮ 2014 1385.82508 881.10940
2015 1524.83220 983.71423
2016 1652.58944 1083.45179
76
Lampiran 1. (lanjutan)
Provinsi Tahun Konsumsi
(triliun rupiah)
PDRB
(triliun rupiah)
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
Bali
2002 24.79622 13.21540
2003 27.20181 14.41816
2004 30.12147 15.38311
⋮ ⋮ ⋮ 2014 156.39573 76.46802
2015 177.15634 86.21950
2016 195.37631 94.35893
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
Maluku Utara
2002 2.03516 1.45937
2003 2.17501 1.49448
2004 2.36887 1.56614
⋮ ⋮ ⋮ 2014 24.04208 13.95715
2015 26.64079 15.53300
2016 29.16523 16.98118
Papua Barat
2002 4.79640 3.38542
2003 5.55560 3.65987
2004 6.57654 4.26256
⋮ ⋮ ⋮ 2014 58.18096 14.71700
2015 62.88989 16.57331
2016 66.63551 18.54508
Papua
2002 22.54830 9.38922
2003 23.89008 10.61050
2004 24.84290 12.28783
⋮ ⋮ ⋮ 2014 133.32998 65.39376
2015 151.20150 71.69921
2016 178.37034 80.06223
77
Lampiran 2. Hasil Pengelompokan Berdasarkan Provinsi yang
Memiliki PDRB Tinggi, Rendah dan Sedang
Provinsi yang
Memiliki PDRB Provinsi
Tinggi
DKI Jakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Timur
Sumatera Utara
Riau
Sedang
Banten
Sumatera Selatan
Aceh
Sulawesi Selatan
Sumatera Barat
Lampung
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Papua
Daerah Istimewa Yogyakarta
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Tengah
Jambi
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
Rendah
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Bengkulu
Papua Barat
Maluku
Gorontalo
Maluku Utara
78
Lampiran 2. (lanjuutan)
Keterangan :
PDRB Tinggi : > 80 triliun rupiah
PDRB Sedang : 10 – 80 triliun rupiah
PDRB Rendah : < 10 triliun rupiah
79
Lampiran 3. Hasil Pengelompokan Berdasarkan Provinsi yang
Memiliki Konsumsi Tinggi, Rendah dan Sedang
Provinsi yang
Memiliki Konsumsi Provinsi
Tinggi
Jawa Timur
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Sumatera Utara
Sedang
Riau
Banten
Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan
Sumatera Barat
Lampung
Kalimantan Timur
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Aceh
Daerah Istimewa Yogyakarta
Papua
Jambi
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Utara
Rendah
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Bengkulu
Papua Barat
Maluku
Maluku Utara
Gorontalo
80
Lampiran 3. (lanjutan)
Keterangan :
Konsumsi Tinggi : > 50 triliun rupiah
Konsumsi Sedang : 5 - 50 triliun rupiah
Konsumsi Rendah : < 5 triliun rupiah
81
Lampiran 4. Uji Stasioneritas Data Panel Menggunakan Uji IPS
1. Uji Stasioneritas Data Panel Peubah PDRB (𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡)
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: PDRB
Date: 11/22/17 Time: 09:56
Sample: 2002 2016
Exogenous variables: Individual effects
Total (balanced) observations: 434
Cross-sections included: 31 Method Statistic Prob.**
Im, Pesaran and Shin W-stat 17.4772 1.0000
Im, Pesaran and Shin t-bar 1.55106
T-bar critical values ***: 1% level -1.94344
5% level -1.81192
10% level -1.74520 ** Probabilities are computed assuming asympotic normality
*** Critical values from original paper
2. Uji Stasioneritas Data Panel Peubah Konsumsi (𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡)
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: KONSUMSI
Date: 11/22/17 Time: 10:01
Sample: 2002 2016
Exogenous variables: Individual effects
Total (balanced) observations: 434
Cross-sections included: 31 Method Statistic Prob.**
Im, Pesaran and Shin W-stat 18.5461 1.0000
Im, Pesaran and Shin t-bar 1.73840
T-bar critical values ***: 1% level -1.94344
5% level -1.81192
10% level -1.74520 ** Probabilities are computed assuming asympotic normality
*** Critical values from original paper
82
Lampiran 5. Uji Stasioneritas Data Panel dengan Pembedaan
Pertama Menggunakan Uji IPS
1. Uji Stasioneritas Data Panel Peubah PDRB dengan Pembedaan
Pertama (∆𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖,𝑡)
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: D(PDRB)
Date: 11/22/17 Time: 10:00
Sample: 2002 2016
Exogenous variables: Individual effects
Total (balanced) observations: 403
Cross-sections included: 31 Method Statistic Prob.**
Im, Pesaran and Shin W-stat -7.64544 0.0000
Im, Pesaran and Shin t-bar -2.87033
T-bar critical values ***: 1% level -1.95048
5% level -1.81544
10% level -1.74720 ** Probabilities are computed assuming asympotic normality
*** Critical values from original paper
2. Uji Stasioneritas Data Panel Peubah Konsumsi dengan
Pembedaan Pertama (∆𝐾𝑂𝑁𝑆𝑖,𝑡)
Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process)
Series: D(KONSUMSI)
Date: 11/22/17 Time: 10:05
Sample: 2002 2016
Exogenous variables: Individual effects
Total (balanced) observations: 403
Cross-sections included: 31 Method Statistic Prob.**
Im, Pesaran and Shin W-stat -7.76735 0.0000
Im, Pesaran and Shin t-bar -2.89202
T-bar critical values ***: 1% level -1.95048
5% level -1.81544
10% level -1.74720 ** Probabilities are computed assuming asympotic normality *** Critical values from original paper
83
Lampiran 6. Uji Kointegrasi Data Panel dengan Uji Kao
Kao Residual Cointegration Test
Series: PDRB KONSUMSI
Date: 11/22/17 Time: 10:47
Sample: 2002 2016
Included observations: 465
Null Hypothesis: No cointegration
Automatic lag length selection based on SIC with a max lag of 3
Newey-West automatic bandwidth selection and Bartlett kernel t-Statistic Prob.
ADF -6.384351 0.0000 Residual variance 197.6102
HAC variance 274.8915
84
Lampiran 7. Pengujian Kausalitas Granger
Pairwise Dumitrescu Hurlin Panel Causality Tests
Date: 11/22/17 Time: 10:52
Sample: 2002 2016
Lags: 2 Null Hypothesis: W-Stat. Zbar-Stat. Prob. KONSUMSI does not homogeneously cause PDRB 4.53391 2.75676 0.0058
PDRB does not homogeneously cause KONSUMSI 4.05673 2.05225 0.0401
85
Lampiran 8. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi (MACF)
1. Sampel ke-1 (DKI Jakarta)
2. Sampel ke-2 (Sumatera Utara)
3. Sampel ke-3 (Papua)
86
Lampiran 8. (lanjutan)
4. Sampel ke-4 (Sulawesi Selatan)
5. Sampel ke-5 (Kepulauan Bangka Belitung)
6. Sampel ke-6 (Maluku)
87
Lampiran 9. Skematik Fungsi Matriks Autokorelasi Parsial
(MPACF)
1. Sampel ke-1 (DKI Jakarta)
2. Sampel ke-2 (Sumatera Utara)
3. Sampel ke-3 (Papua)
88
Lampiran 9. (lanjutan)
4. Sampel ke-4 (Sulawesi Selatan)
5. Sampel ke-5 (Kepulauan Bangka Belitung)
6. Sampel ke-6 (Maluku)
89
Lampiran 10. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Tinggi
Pendugaan Parameter Model Jangka Panjang
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 12:25
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 105
PDRB=C(1)+C(2)*KONSUMSI Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) 119.5445 16.58549 7.207775 0.0000
C(2) 1.469407 0.036119 40.68191 0.0000 R-squared 0.941411 Mean dependent var 610.3565
Adjusted R-squared 0.940842 S.D. dependent var 479.4725
S.E. of regression 116.6189 Akaike info criterion 12.37456
Sum squared resid 1400796. Schwarz criterion 12.42511
Log likelihood -647.6646 Hannan-Quinn criter. 12.39505
F-statistic 1655.018 Durbin-Watson stat 0.263709
Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: KONSUMSI
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 12:42
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 105
KONSUMSI=C(1)+C(2)*PDRB Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) -57.01926 12.20108 -4.673297 0.0000
C(2) 0.640674 0.015748 40.68191 0.0000
90
Lampiran 10. (lanjutan)
R-squared 0.941411 Mean dependent var 334.0204
Adjusted R-squared 0.940842 S.D. dependent var 316.6003
S.E. of regression 77.00455 Akaike info criterion 11.54447
Sum squared resid 610759.2 Schwarz criterion 11.59502
Log likelihood -604.0847 Hannan-Quinn criter. 11.56495
F-statistic 1655.018 Durbin-Watson stat 0.182249
Prob(F-statistic) 0.000000
Pendugaan Parameter PVECM (1)
Dependent Variable: D(PDRB)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 13:05
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 84
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method
Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT1(-1) -0.069706 0.041493 -1.679968 0.0968
D(PDRB(-1)) 0.453874 0.161269 2.814389 0.0061
D(KONSUMSI(-1)) 0.800031 0.276053 2.898106 0.0048 R-squared 0.089193 Mean dependent var 83.46601
Adjusted R-squared 0.066704 S.D. dependent var 67.19864
S.E. of regression 64.91877 Sum squared resid 341370.2
Durbin-Watson stat 3.115468 Long-run variance 1659.524
91
Lampiran 10. (lanjutan)
Dependent Variable: D(KONSUMSI)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 13:18
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 84
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method
Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT2(-1) 0.068294 0.042685 1.599956 0.1135
D(PDRB(-1)) 0.151658 0.110393 1.373803 0.1733
D(KONSUMSI(-1)) 0.719019 0.191376 3.757093 0.0003 R-squared 0.118705 Mean dependent var 46.89464
Adjusted R-squared 0.096945 S.D. dependent var 42.50656
S.E. of regression 40.39365 Sum squared resid 132163.4
Durbin-Watson stat 3.238759 Long-run variance 769.4770
92
Lampiran 11. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Sedang
Pendugaan Parameter Model Jangka Panjang
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 13:40
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 255
PDRB=C(1)+C(2)*KONSUMSI Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) 7.089294 1.375193 5.155126 0.0000
C(2) 1.678505 0.019274 87.08473 0.0000 R-squared 0.967716 Mean dependent var 92.61165
Adjusted R-squared 0.967589 S.D. dependent var 85.38757
S.E. of regression 15.37246 Akaike info criterion 8.310845
Sum squared resid 59787.11 Schwarz criterion 8.338620
Log likelihood -1057.633 Hannan-Quinn criter. 8.322017
F-statistic 7583.750 Durbin-Watson stat 0.465463
Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: KONSUMSI
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 13:48
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 255
KONSUMSI=C(1)+C(2)*PDRB Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) -2.442315 0.833206 -2.931228 0.0037
C(2) 0.576534 0.006620 87.08473 0.0000
93
Lampiran 11. (lanjutan)
R-squared 0.967716 Mean dependent var 50.95149
Adjusted R-squared 0.967589 S.D. dependent var 50.04330
S.E. of regression 9.009378 Akaike info criterion 7.242221
Sum squared resid 20535.73 Schwarz criterion 7.269996
Log likelihood -921.3832 Hannan-Quinn criter. 7.253393
F-statistic 7583.750 Durbin-Watson stat 0.438792
Prob(F-statistic) 0.000000
Pendugaan Parameter PVECM (1) Dependent Variable: D(PDRB)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 13:51
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 204
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT1(-1) 0.132403 0.078968 1.676663 0.0953
D(PDRB(-1)) 0.273915 0.157731 1.736600 0.0841
D(KONSUMSI(-1)) 0.187712 0.227176 0.826283 0.4097 R-squared 0.308707 Mean dependent var 13.75789
Adjusted R-squared 0.237324 S.D. dependent var 14.05828
S.E. of regression 12.27729 Sum squared resid 27734.65 Durbin-Watson stat 2.841664 Long-run variance 98.26693
94
Lampiran 11. (lanjutan)
Dependent Variable: D(KONSUMSI)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 13:57
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 17
Total panel (balanced) observations: 204
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method
Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT2(-1) 0.098519 0.054811 1.797433 0.0739
D(PDRB(-1)) -0.024416 0.109479 -0.223020 0.8238
D(KONSUMSI(-1)) 0.341352 0.157680 2.164833 0.0317 R-squared 0.236222 Mean dependent var 7.638364
Adjusted R-squared 0.157354 S.D. dependent var 9.393991
S.E. of regression 8.623287 Sum squared resid 13682.44
Durbin-Watson stat 2.698941 Long-run variance 47.34081
95
Lampiran 12. Pendugaan Parameter PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Rendah
Pendugaan Parameter Model Jangka Panjang
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 14:15
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 105
PDRB=C(1)+C(2)*KONSUMSI Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) 0.187181 1.233031 0.151806 0.8796
C(2) 1.871224 0.074164 25.23101 0.0000 R-squared 0.860736 Mean dependent var 24.12036
Adjusted R-squared 0.859384 S.D. dependent var 21.52690
S.E. of regression 8.072324 Akaike info criterion 7.033624
Sum squared resid 6711.729 Schwarz criterion 7.084175
Log likelihood -367.2653 Hannan-Quinn criter. 7.054108
F-statistic 636.6039 Durbin-Watson stat 0.309856
Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: KONSUMSI
Method: Panel Least Squares
Date: 12/17/17 Time: 14:19
Sample: 2002 2016
Periods included: 15
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 105
KONSUMSI=C(1)+C(2)*PDRB Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) 1.695099 0.588153 2.882071 0.0048
C(2) 0.459986 0.018231 25.23101 0.0000
96
Lampiran 12. (lanjutan)
R-squared 0.860736 Mean dependent var 12.79011
Adjusted R-squared 0.859384 S.D. dependent var 10.67310
S.E. of regression 4.002283 Akaike info criterion 5.630471
Sum squared resid 1649.881 Schwarz criterion 5.681022
Log likelihood -293.5997 Hannan-Quinn criter. 5.650955
F-statistic 636.6039 Durbin-Watson stat 0.338426
Prob(F-statistic) 0.000000
Pendugaan Parameter PVECM Dependent Variable: D(PDRB)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 14:26
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 84
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method
Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT1(-1) -0.009942 0.068644 -0.144828 0.8852
D(PDRB(-1)) 0.164798 0.171152 0.962876 0.3387
D(KONSUMSI(-1)) 0.361319 0.358065 1.009088 0.3162 R-squared 0.111827 Mean dependent var 4.002776
Adjusted R-squared 0.003806 S.D. dependent var 4.068709
S.E. of regression 4.060958 Sum squared resid 1220.362
Durbin-Watson stat 2.752028 Long-run variance 9.957239
97
Lampiran 12. (lanjutan)
Dependent Variable: D(KONSUMSI)
Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)
Date: 12/17/17 Time: 14:58
Sample (adjusted): 2005 2016
Periods included: 12
Cross-sections included: 7
Total panel (balanced) observations: 84
Panel method: Pooled estimation
Coefficient covariance computed using default method
Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT2(-1) 0.061718 0.070581 0.874429 0.3847
D(PDRB(-1)) 0.038585 0.083708 0.460940 0.6462
D(KONSUMSI(-1)) 0.204874 0.184026 1.113286 0.2692 R-squared 0.118383 Mean dependent var 2.091074
Adjusted R-squared 0.011159 S.D. dependent var 1.932105
S.E. of regression 1.921295 Sum squared resid 273.1616
Durbin-Watson stat 2.792576 Long-run variance 2.441579
98
Lampiran 13. Skematik MACF Sisaan PVECM (1)
1. Skematik MACF Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Tinggi
MACF Sisaan (DKI Jakarta)
MACF Sisaan (Sumatera Utara)
99
Lampiran 13. (lanjutan)
2. Skematik MACF Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Sedang
MACF Sisaan (Papua)
MACF Sisaan (Sulawesi Selatan)
100
Lampiran 13. (lanjutan)
3. Skematik MACF Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi dengan
Perekonomian Rendah
MACF Sisaan (Kepulauan Bangka Belitung)
MACF Sisaan (Maluku)
101
Lampiran 14. Uji Normalitas Multivariat Menggunakan Uji
Jarque-Bera
1. Uji Normalitas Multivarian Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Tinggi
Statistik Uji : 2* * * 2
,1 ,2 (20.2808) (11.9029 ) 161.9598M M MMJB Z Z
Nilai statistik uji dibandingkan dengan chi-square dengan 𝑑𝑏 = 𝑓 +
1, di mana 𝑓 =𝑚(𝑚+1)(𝑚+2)
6=
2(2+1)(2+2)
6= 4. Nilai 𝜒5,0.05
2 dapat
dilihat dengan menggunakan tabel di bawah ini.
Tabel chi-square
db 𝛼
0.1 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001
1 2.706 3.841 5.024 6.635 7.879 10.828
2 4.605 5.991 7.378 9.210 10.597 12.816
3 6.251 7.815 9.348 11.345 12.838 16.266
4 7.779 9.488 11.143 13.277 14.860 18.4677
5 9.236 11.070 12.833 15.086 16.750 20.515
6 10.645 12.592 14.449 16.812 18.548 22.458
102
Lampiran 14. (lanjutan)
2. Uji Normalitas Multivarian Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Sedang
Statistik Uji : 2* * * 2
,1 ,2 (943.816) (96.0907 ) 10177.2386M M MMJB Z Z
Nilai statistik uji dibandingkan dengan chi-square dengan 𝑑𝑏 = 𝑓 +
1, di mana 𝑓 =𝑚(𝑚+1)(𝑚+2)
6=
2(2+1)(2+2)
6= 4.
Nilai 𝜒5,0.052 = 11.07
103
Lampiran 14. (lanjutan)
3. Uji Normalitas Multivarian Sisaan PVECM (1) untuk Provinsi
dengan Perekonomian Rendah
Statistik Uji : 2* * * 2
,1 ,2 (898.243) (76.7044 ) 6781.808M M MMJB Z Z
Nilai statistik uji dibandingkan dengan chi-square dengan 𝑑𝑏 = 𝑓 +
1, di mana 𝑓 =𝑚(𝑚+1)(𝑚+2)
6=
2(2+1)(2+2)
6= 4.
Nilai 𝜒5,0.052 = 11.07
Top Related