Karya Ilmiah
PENERAPAN FUZZY SET DALAM MEMUTUSKAN HASIL PERBANDINGAN KARAKTER
Oleh :
Fahmi Kurniawan, S.Kom., M.Kom.
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN ILMU KOMPUTER TRIGUNADARMA
MEDAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pengolahan citra digital dewasa ini tidak hanya berkisar antara pengeditan
citra digital dengan menggunakan filter-filter efek yang ada, banyak penelitian
dilakukan terhadap objek berupa citra, yang mana informasi atau knowledege yang di
dapat dari citra tersebut dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi dunia
pendidikan, inovasi teknologi dan pengeloaan informasi. Perkembangannya bahkan
mungkin sudah banyak digunakan baik langsung maupun tidak langsung, mulai
permainan hingga sampai aspek keamaman seperti : jigsaw, face recognition, hand
recognation, fingerprint dan lain sebagainya. Selain itu, pengolahan citra dapat juga
meliputi teknik pengenalan karakter seperti karakter alfanumerik, karakter tulisan
tangan, karakter huruf arab, karakter huruf kanji, dan lain-lain. Teknik pengenalan
karakter ini sering disebut secara umum sebagai teknologi Optical Character
Recognition (Odeyemi Olajumoke Janet, 2010). Teknologi ini bukanlah hal baru
dalam ruang lingkup teknologi informasi. Teknologi Optical Character Recognition
(OCR) ini banyak ditawarkan dalam produk-produk scanner pada masa terkini.
Selain pada produk scanner, teknologi OCR juga terdapat pada Handphone, Smart
Phone, dan PDA (Personal Digital Assistant) yang sudah mengimplementasikan
teknologi layar sentuh dan memiliki fitur handwriting recognition.
1
Penelitian mengenai handwriting recognition sudah pernah dilakukan
sebelumnya, salah satunya dalam hal penanganan masalah banjir di kabupaten kudus
(Arif Setiawan, 2007). Penelitian mengenai handwriting recognition ini dilakukan
dengan tujuan agar dokumen penting yang rusak karena banjir dapat dibaca dengan
menggunakan proses scaning.
Masalah yang sering terjadi dalam teknologi OCR hasil tulisan tangan adalah
ketidakpastian dalam pola untuk membuat suatu karakter tersebut. Ketidakpastian ini
bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya kebiasaan, asal, cara dan
kepribadian dari orang yang menuliskan karakter tersebut. Model dari ketidak pastian
ini dapat diselesaikan melalui pendekatan Fuzzy dengan menentukan (membership
function) dari masing-masing variabelnya (Sudrajat, 2008) .
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang di atas adalah:
1. Bagaimana merancang aplikasi untuk mengenali pola karakter tulisan tangan
yang diinputkan langsung oleh user. 2. Bagaimana merancang sistem perangkat lunak yang dapat membandingkan pola
karakter input dengan pola karakter yang ada pada sistem. 3. Bagaimana memetakan hasil perbandingan pola input karakter dengan sampel pola
yang ada pada sistem kedalam himpunan fuzzy.
1.3. Batasan Masalah
Dalam karya ilmiah ini permasalahan hanya difokuskan pada pembahasan
metode yang digunakan dan model karakter yang menjadi input:
2
a. Pengenalan dilakukan per-karakter b. Pada sekali proses peng-input-an hanya ada satu jenis karakter c. Hanya karakter hasil tulis tangan yang langsung di-input secara digital melalui
fasilitas tablet.
d. Karakter yang di-input mencakup alphabet latin (uppercase dan lowercase), dan
angka (0-9).
e. Karakter alphabet uppercase dan lowercase yang tidak memiliki perbedaan
mencolok akan diabaikan salah satunya (C dengan c, O dengan o, P dengan p, S
dengan s, U dengan u, V dengan v, W dengan w, X dengan x, Z dengan z)
f. Karakter yang di-input merupakan karakter tulisan cetak. g. Perbandingan pola karakter direpresentasikan dalam bentuk matrik pixel 10 x 10. h. Sampel pola karakter yang menjadi pembamding didalam sistem adalah pola
karakter hasil tulisan tangan penulis.
i. Output dari sistem merupakan karakter yang paling mendekati melalui
perbandingan pola karakter input dengan pola karakter yang ada dalam sistem
yang telah dipetakan kedalam Fuzzy Set.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Merancang aplikasi untuk mengenali pola karakter tulisan tangan yang
diinputkan langsung oleh user.
2. Merancang sistem perangkat lunak yang dapat membandingkan pola karakter input
dengan pola karakter yang ada dalam sistem
3
3. Menerapkan Fuzzy Set untuk memutuskan hasil perbandingan karakter sehingga
menghasilkan suatu output kesamaan pola karakter berdasarkan perbandingan
tersebut.
Manfaat yang dapat diperoleh dari karya ilmiah ini, dapat menjadi kontribusi
untuk pengembangan selanjutnya ke tingkat yang lebih luas, misalkan untuk
pengenalan kalimat atau teks yang lebih panjang.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tulisan Tangan
Tulisan tangan terdiri dari urutan waktu dari stroke, yaitu gerakan mulai pena
ke bawah menyentuh permukaan alat menulis (contohnya kertas) sampai pena ke atas
meninggalkan permukaan. Pada pengenalan karakter secar tablet, karakter yang
dituliskan pada screen akan otomatis menjadi sebuah image. Abjad bahasa latin
mempunyai 26 karakter huruf dan setiap karakter huruf mempunyai dua bentuk, yaitu
karakter huruf kapital dan karakter huruf kecil. Bahasa Inggris mempunyai dua gaya
menulis dasar yaitu cetak dan sambung. Karakter huruf kapital biasanya terdiri lebih
dari satu stroke per karakter huruf, sedangkan huruf kecil terdiri dari satu stroke per
karakter huruf. Tulisan sambung hanya memiliki satu stroke per karakter hurufnya
(Tappert C.,Suen C., and Wakahara T.,1990).
2.2. Citra Digital
Citra atau image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan
informasi berbentuk visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh
data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Ada sebuah peribahasa yang berbunyi
sebuah gambar bermakna lebih dari seribu kata ”a picture is more than a thousand
words”. Maksudnya tentu sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih
banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata (tekstual).
5
Secara harafiah, citra atau image adalah gambar pada bidang dwimatra (dua
dimensi). Gambar 2.1 adalah citra seorang anak yang bernama Gideon, dan gambar di
sebelah kanannya adalah citra batu Malin Kundang. Ditinjau dari sudut pandang
matematis, citra merupakan fungsi continue dari intensitas cahaya pada bidang
dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian
dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik,
misalnya mata pada manusia, kamera, scanner dan sebagainya, sehingga bayangan
objek yang disebut citra tersebut terekam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem
perekaman data dapat bersifat : optik berupa foto
a. analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi
b. digital yang dapat langsung disimpan pada media penyimpan magnetik
(a). Citra Gideon (b). Citra Batu Malin Kundang
Gambar 2. 1. Citra Gideon dan Citra Batu Malin Kundan
Citra digital merupakan citra yang disimpan dalam format digital (bentuk
file). Hanya citra digital yang dapat diolah menggunakan komputer. Jenis citra lain
jika akan diolah dengan komputer harus diubah dulu menjadi citra digital. Citra juga
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
6
1. Citra Tampak seperti foto, gambar, lukisan, apa yang nampak di layar
monitor/televisi , dan hologram.
2. Citra Tidak Tampak seperti data foto, gambar dalam file, citra yang
direpresentasikan dalam fungsi matematis.
Citra didefenisikan sebagai fungsi intensitas cahaya dua dimensi f (x, y) di mana
x dan y menunjukkan koordinat spasial dan nilai f pada suatu titik (x, y)
sebanding dengan kecerahan(brightness) yang biasanya dinyatakan dalam
tingkatan gray level dari citra di titik tersebut.
Di dalam bidang komputer, ada tiga bidang studi yang berkaitan dengan data
citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:
1. Grafika Komputer (computer graphics). 2. Pengolahan Citra (image processing). 3. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation). Hubungan
antara ketiga bidang dapat ditunjukkan pada gambar 2.2
Gambar 2.2. Tiga Bidang Studi yang Berkaitan dengan Citra
7
Dalam pendeteksian tepi gambar berkaitan dengan bidang yang ke tiga dari
bidang komputer tersebut yaitu pengenalan pola.
Citra digital adalah citra dengan f (x, y) di mana nilainya dilakukan
diskritisasi koordinat spasial (sampling) dan diskritisasi tingkat kecemerlangannya /
keabuan (kwantisasi). Citra digital merupakan suatu matriks di mana indeks baris dan
kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang
disebut sebagai elemen gambar / piksel / pixel / picture element pels) menyatakan
tingkat keabuan pada titik tersebut. Citra digital berukuran N x M, di mana N adalah
baris atau tinggi sedangkan M adalah kolom atau lebar M
Citra digital yang tingginya N dan lebarnya M memiliki L derajat keabuan
dapat dianggap sebagai fungsi :
0 x M
f (x, y) 0 y N ............................................................................... (2.1)
f L
0
Citra digital yang berukuran N x M dinyatakan dengan matriks yang berukuran N
baris dan M kolom yang dituliskan dengan fungsi :
f (0,0) f (0,1) ..... f (0, M )
f (1,0) f (1,1) ..... f (1, M )
f (x, y)= . . . . ................. (2.2)
. . . .
f (N 1,1) ..... f (N 1, M
f (N 1,0) 1)
8
Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada
citra, sedangkan f (i, j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titk (i, j).
Sebagai contoh, misalkan sebuah citra digital berukuran 256 x 256 pixel dan
dipresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 baris (indeks 0-
255) dan 256 buah kolom (indeks 0-255) seperti contoh berikut :
0 134 145 ..... ..... 231
0 167 201 ..... ..... 197 ...........................................
(2.3)220 187 189 ..... ..... 120
: : : ..... ..... :
221 219 210 ..... ..... 156
Pixel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti
warna pixel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai intensitas
134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih dan seterusnya.
2.3. Pengenalan Pola
Pengenala pola merupakan pengelompokan data numerik dan simbolik
(termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan
pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa
mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi
objek-objek di dalam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek
lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh mesin.
9
Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi,
memproses citra tersebut, dan memberikan output berupa deskripsi objek di dalam
citra. Untuk melakukan pengenalan pola terhadap citra gambar digital, maka
dilakukan terhadap pixels dari citra seperti pada gambar 2.3
Citra Pengenalan Pola Informasi/
Deskripsi Objek
Gambar 2. 3 Pengenalan Pola Citra Digital
Terdapat dua pendekatan yang dilakukan dalam pengenalan pola yaitu
pendekatan secara statistik dan pendekatan secara sintaktik atau struktural.
2.3.1. Pengenalan Pola secara Statistik
Pendekatan ini menggunakan teori-teori ilmu peluang dan statistik. Ciri-ciri
yang dimiliki oleh suatu pola ditentukan distribusi statistiknya. Pola yang berbeda
memiliki distribusi yang berbeda pula. Dengan menggunakan teori keputusan di
dalam statistik, kita menggunakan distribusi ciri untuk mengklasifikasikan pola.
Pola
Preprocessing Feature Extraction classification
Pengenalan(Recognition)
Pelatihan(training)
Pola terokan Feature Selection Learning
Gambar 2. 4 Sistem Pengenalan Pola dengan Pendekatan Statistik
10
Sistem pengenalan pola dengan pendekatan statistik ditunjukkkan oleh
diagram di bawah ini. Ada dua fase dalam sistem pengenalan pola:
1. Fase pelatihan
Pada fase pelatihan, beberapa contoh citra dipelajari untuk menentukan ciri yang
akan digunakan dalam proses pengenalan serta prosedur klasifikasinya.
2. fase pengenalan.
Pada fase pengenalan, citra diambil cirinya kemudian ditentukan kelas
kelompoknya. Ada beberapa fase yang dapat dilakukan dalam pengenalan pola
a. Preprocessing
Proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra (edge
enhancement) dengan menggunakan teknik-teknik pengolahan citra yang
sudah diejelaskan pada bab-bab sebelum ini.
b. Feature Extraction
Proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek di dalam citra. Pada
proses ini objek di dalam citra mungkin perlu dideteksi seluruh tepinya, lalu
menghitung properti-properti objek yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa
proses ekstraksi ciri mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra
biner, melakukan penipisan pola, dan sebagainya.
c. Classification
Proses mengelompokkan objek ke dalam kelas yang sesuai.
d. Feature Selection
11
Proses memilih ciri pada suatu objek agar diperoleh ciri yang optimum, yaitu
cirri yang dapat digunakan untuk membedakan suatu objek dengan objek
lainnya.
e. Learning
Proses belajar membuat aturan klasifikasi sehingga jumlah kelas yang
tumpang tindih dibuat sekecil mungkin.
Kumpulan ciri dari suatu pola dinyatakan sebagai vektor ciri dalam ruang
bahumatra (multi dimensi). Jadi, setiap pola dinyatakan sebagai sebuah titik dalam
ruang bahumatra. Ruang bahumatra dibagi menjadi sejumlah uparuang (sub-ruang).
Tiap ruang dibentuk berdasarkan pola–pola yang sudah dikenali kategori dan ciri-
cirinya (melalui fase pelatihan). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2. 5. Contoh Pembagian Kelas Pola
12
2.3.2. Pengenalan Pola secara Sintaktik
Pendekatan ini menggunakan teori bahasa formal. Ciri-ciri yang terdapat pada
suatu pola ditentukan primitif dan hubungan struktural antara primitif kemudian
menyusun tata bahasanya. Dari aturan produksi pada tata bahasa tersebut kita dapat
menentukan kelompok pola. Gambar 2. 6 memperlihatkan sistem pengenalan pola
dengan pendekatan sintaktik.
Pengenalan pola secara sintaktik lebih dekat ke strategi pengenalan pola yang
dilakukan manusia, namun secara praktek penerapannya relatif sulit dibandingkan
pengenalan pola secara statistik.
Pola
Preprocessing Primitive classification
Extraction
Pengenalan(Recognition)
Pelatihan(training)
Primitive Learning
Pola terokan Selection
Gambar 2. 6 Sistem pengenalan pola dengan pendekatan sintaktik
2.4. Elemen –Elemen Dasar Citra
Citra digital mengandung elemen-elemen dasar. Citra tersebut dimanipulasi
dalam pengolahan citra dan eksploitasi lebih lanjut dalam Computer Vision. Elemen-
elemen dasar citra di antaranya adalah
13
1. Brightness (Kecerahan)
Intensitas cahaya yang terjadi pada citra. 2. Contrast (Kontras)
Menyatakan sebaran terang dan gelap pada citra. 3. Acuity (Ketajaman)
Kemampuan mata manusia untuk merinci secara detail bagian-bagian pada suatu
citra.
4. Countour (Kontur)
Keadaan pada citra di mana terjadi perubahan intensitas dari suatu titik ke titik
tetangganya
5. Color (Warna)
Reaksi yang dirasakan oleh visual mata manusia terhadap perubahan panjang
gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek
6. Shape (Bentuk)
Citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dua dimensi (2D), sedangkan
objek yang diamati adalah tiga dimensi (3D)
7. Texture (Tekstur)
Sistem visual manusia untuk tidak menerima citra secara terpisah pada setiap titik
tetapi suatu citra dianggap sebagai satu kesatuan.
14
2. 5. Operasi Pengolahan Citra
Secara umum operasi pengolahan citra dapat diklasifikasi dalam beberapa
jenis yaitu :
1. Perbaikan kualitas citra
Operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan teknik
memanipulasi parameter-parameter yang ada pada citra. Ada beberapa operasi
yang dapat dilakukan untuk perbaikan citra antara lain:
a. Perbaikan kontras citra(gelap / terang)
b. Perbaikan tepian objek citra
c. Penajaman
d. Pemberian warna semu
e. Peapisan derau
2. Pemugaran citra
Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan kecatatan pada
citra, contoh operasi-operasi pemugaran pada citra
a. Menghilangkan kesamaran
b. Menghilangkan derau
3. Pemampatan Citra
Operasi ini dilakukan untuk memampatkan citra dengan tujuan memperkecil
ukuran memory yang digunakan, tanpa mengurangi kualitas citra
15
4. Segmentasi Citra
Berkaitan dengan pengenalan pola, di mana operasi ini bertujuan untuk memecah
suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan satu kriteria tertentu. 5. Pergorakan Citra
Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik ini digunakan untuk mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Contoh beberapa operasi
pergorakan citra
a. Pendeteksian tepi objek
b. Ekstraksi batas
c. Representasi daerah 6. Rekontruksi Citra
Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil
proyeksi. Operasi rekontruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis
misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk
ulang gambar organ tubuh.
2.6. Pemrosesan Citra
Pemrosesan citra adalah ilmu untuk memanipulasi gambar, yang melingkupi
teknik-teknik untuk memperbaiki atau mengurangi kualitas gambar, menampilkan
bagian tertentu dari gambar, membuat sebuah gambar yang baru dari beberapa bagian
gambar yang sudah ada, mengembalikan gambar yang rusak pada saat pengambilan,
dan beberapa teknik manipulasi gambar lainnya.
16
2.6.1. Representasi Warna
Karena persepsi manusia akan warna berdasarkan respon dari tiga cones yang
berada pada bola mata manusia, maka representasi warna didasarkan pada hal
tersebut, yang biasanya disebut sebagai tristimulus value. Salah satu model
representasi warna berdasarkan tristimulus value adalah representasi warna RGB
yang nantinya dapat dijadikan representasi grayscale untuk memudahkan pemrosesan
citra.
a. Reperesentasi Warna RGB
Representasi warna ini terdiri dari tiga unsur utama yaitu Red, Green dan
Blue. Gabungan ke tiga warna ini membentuk warna-warna lainnya berdasarkan
intensitas dari masing-masing warna tersebut, misalnya warna putih adalah gabungan
dari ke tiga warna tersebut dengan intensitas maksimal(1) dan warna hitam
merupakan gabungan dari ke tiga warna tersebut dengan intensitas minimal(0).
b. Reperesentasi Grayscale
Dengan menggunakan representasi warna RGB gambar yang berwarna dapat
diubah menjadi gambar yang terdiri dari warna putih dan gradiasi warna hitam yang
biasanya disebut gambar grayscale. Untuk mengubah warna RGB menjadi grayscale
dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Grayscale = 0.299R + 0.587G + 0.114B ................................ (2.4) atau
Grayscale = 0.333R + 0.333G + 0.333B ................................ (2.5)
17
2.6.2. Metode Pemrosesan Citra
Data citra(image) umumnya disimpan dalam bentuk array 2 dimensi yang
berisi angka yang mengacu pada salah satu representasi warna. Berdasarkan
kedalaman warna, maka penyimpanan data pada citra umumnya terbagi atas 4 yaitu:
24 bit (true color), 8 bit color, 8 bit grayscale dan 2 bit(white/black). Pada 24 bit, data
citra disimpan pada setiap titik(pixel) pada citra menjadi 3 byte pada saat
penyimpanan dalam array yang berisi nilai R, G, B. Pada 8 bit color data disimpan
pada 1 byte yang mengacu pada intensitas warna grayscale. Dan pada 1 bit setiap 8
pixel disimpan pada 1 byte data.
Gambar 2. 7 Mode Penyimpanan Citra
2.6.3. Konvolusi
Operasi yang mendasar dalam pengelolaan citra adalah operasi konvolusi.
Konvolusi terdapat pada operasi pengolahan citra untuk mengalikan nilai matrik
sebuah citra dengan sebuah mask atau kernel. Konvolusi terdiri dari 2 buah fungsi
yang didefenisikan sebagai berikut:
18
a. Fungsi Malar
h(x, y) f (x, y) * g(x, y) f (a,b)g(x a, y b)dadb .......... (2. 6)
b. Fungsi Diskrit
h(x, y) f (x, y) * g(x, y) f (a,b)g(x a, y b) ........... (2. 7) a b
Fungsi penapis g(x,y) disebut juga convolution filter, Convolution mask, convolution
kernel, atau template. Kernel konvolusi dinyatakan dalam bentuk matriks, di mana
ukuran matriks ini biasanya lebih kecil dari ukuran matriks citra. Umumnya kernel
konvolusi berukuran 3x3, 2x2, 2x1 atau 1x2, dan setiap elemen matriks disebut
koefisien konvolusi. Untuk lebih jelasnya, ilustrasi konvolusi ditunjukkan pada
gambar 2. 8
f(i,j) P1 P2 P3
P4 P5 P6
P7 P8 P9
A B C
D E F
G H I
kernel
f (i, j) A. P1 B. P2 C. P3 D. P4 E. P5 F. P5 G. P6 H. P7 I. P8
Gambar 2. 8. Ilustrasi Konvolusi
19
Operasi konvolusi dilakukan dengan menggeser kernel konvolusi pixel per
pixel dan hasil konvolusi disimpan di dalam matriks yang baru.
2.7. Pengenalan Karakter Hasil Tulisan Tangan
Secara umum, proses pengenalan karakter secara sederhana dilakukan dengan
mengubah pola karakter masukan kedalam matrik piksel dan matrik bit yang
kemudian akan diambil nilai nilainya untuk dibandingkan dengan pola yang sudah
ada dalam sistem.
Masukan Penentuan Penentuan Pengambilan
Karakter Matrik Matrik Bit nilai biner Pixel
20
Perbandinga
n oleh
sistem
Hasil Perbandinga
Gambar 2.9 Tahapan Perbandingan Pola Karakter
Dalam program pengenalan karakter ini, huruf yang akan di testing harus di
trainng terlebih dahulu secara berulang-ulang, dalam proses training area buffer akan
menunjukkan area yang bernilai 0 dan daerah yang bernilai 1, area inilah yang
digunakan sebagai input untuk menentukan bobot sesuai dengan algoritma yang
digunakan.
20
Gambar 2.10 Proses Training program dengan input huruf “A”
Dalam proses training input program merupakan vektor dengan 100
komponen yang merepresentasikan pola karakter 2 dimensi (10x10). Misalkan ketika
user menggambar huruf A maka akan diproleh matrik Bit dari proses training input
yang dapat dilihat pada gambar 2. 11.
Gambar 2.11. Huruf A sebagai matrik bit 10 x 10
Komponen vektor bernilai 1, menandakan bahwa kotak yang diwakilinya
berwarna hitam, sedangkan vektor bernilai 0, menandakan bahwa kotak yang
diwakilinya bewarna putih. Sehingga vektor (Input Vektor) yang bersesuaian yang
terbentuk adalah :
00001100000001111000000111100000011111000011001100001100111001111111
1011111111001100000110110000011 (Arif Setiawan, Diana Laily Fitri, Nanik
Susanti, 2007).
21
2.8. Fuzzy Logic
Profesor Lotfi A. Zadeh adalah guru besar pada University of California yang
merupakan pencetus sekaligus yang memasarkan ide tentang cara mekanisme
pengolahan atau manajemen ketidakpastian yang kemudian dikenal dengan logika
fuzzy. Dalam penyajiannya vaiabel-variabel yang akan digunakan harus cukup
menggambarkan ke-fuzzy-an tetapi di lain pihak persamaan-persamaan yang
dihasilkan dari variable-variabel itu haruslah cukup sederhana sehingga komputasinya
menjadi cukup mudah. Karena itu Profesor Lotfi A Zadeh kemudian memperoleh ide
untuk menyajikannya dengan menentukan “derajat keanggotaan” (membership
function) dari masing-masing variabelnya.
Fungsi keanggotaan (membership function), Sudradjat adalah suatu kurva
yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (sering
juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
1. Derajat Keanggotaan (membership function) adalah : derajat di mana nilai
crisp dengan fungsi keanggotaan ( dari 0 sampai 1 ), juga mengacu sebagai
tingkat keanggotaan, nilai kebenaran, atau masukan fuzzy.
2. Label adalah nama deskriptif yang digunakan untuk mengidentifikasikan sebuah
fungsi keanggotaan.
3. Fungsi Keanggotaan adalah mendefinisikan fuzzy set dengan memetakkan
masukan crisp dari domainnya ke derajat keanggotaan.
4. Masukan Crisp adalah masukan yang tegas dan tertentu.
22
5. Lingkup/Domain adalah lebar fungsi keanggotaan. Jangkauan konsep, biasanya
bilangan, tempat di mana fungsi keanggotaan dipetakkan.
6. Daerah Batasan Crisp adalah jangkauan seluruh nilai yang dapat diaplikasikan
pada variabel sistem.
Pada teknik digital, Dubois dan Prade [5], dikenal dua macam logika yaitu 0
dan 1 serta tiga operasi dasar yaitu NOT, AND dan OR. Logika semacam ini disebut
dengan crisp logic. Logika ini sering dipergunakan untuk mengelompokan sesuatu
himpunan. Sebagai contoh, akan dikelompokkan beberapa macam hewan, yaitu ‘hiu’,
‘kakap’, ‘pari’, ‘kucing’, ‘kambing’, ‘ayam’ ke dalam himpunan ikan. Sangat jelas
bahwa hiu, kakap dan pari adalah anggota himpunan ikan sedangkan kucing,
kambing, ayam adalah bukan anggotanya.
Namun kadang kala ditemui pengelompokan yang tidak mudah. Misalkan
variabel umur dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
Muda : umur < 35 tahun Parobaya
: 35 ≤ umur ≤ 55 tahun
Tua : umur > 55 tahun
1. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan muda (μmuda [34] = 1) 2. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan tidak muda (μmuda [35]=
0)
3. Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan tidak muda
(μmuda [35th
– 1 hr] = 0)
23
4. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan parobaya (μparobaya [35]
= 0)
5. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan tidak parobaya
(μparobaya [34] = 0)
6. Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang 1 hari, maka ia dikatakan tidak
parobaya (μparobaya [35th – 1 hr] = 0)
Dari sini bisa dikatakan bahwa pemakaian himpunan crisp untuk menyatakan
umur sangat tidak adil, adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan
perbedaan kategori yang cukup signifikan. Himpunan fuzzy digunakan untuk
mengantisipasi hal tersebut.
2.8.1. Crisp set vs. Fuzzy set
Gambar 2. 12 Perbedaan antara Himpunan Fuzzy dan Himpunan Crisp
Contoh variabel dalam suatu sistem fuzzy misalkan berat suhu dan tinggi
badan. Kemudian variable tersebut dibagi menjadi beberapa himpunan fuzzy
dimisalkan : Variabel suhu terbagi menjadi 3 himpunan fuzzy, yaitu : panas, hangat,
dingin, Variabel Tinggi Badan terbagi menjadi : tinggi, sedang, rendah.
24
Himpunan Fuzzy memiliki 2 attribut :
1. Linguistik, yaitu penamaan suatu group yang mewakili suatu kondisi, misalnya
panas, hangat, dingin .
2. Numeris, yaitu ukuran dari suatu variabel seperti : 17,19, 21, 33, dst
Selain itu suatu himpunan fuzzy juga harus memiliki himpunan semesta, yaitu
merupakan keseluruhan nilai yang boleh dioperasikan dalam suatu variable fuzzy.
Contoh:
1. Semesta untuk variabel berat badan : [1, 150] 2. Semesta untuk variabel suhu : [0,100].
Sedangkan Domain himpunan Fuzzy merupakan keseluruhan nilai yang
diijinkan dalam Semesta dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
1. Contoh : DINGIN = [0,60]
2. HANGAT = [50,80]
3. PANAS = [70, + )
1
0 50 100
Gambar 2. 13 Fuzzyfication
25
Jika diketahui suhu = 65 maka jika dipetakan ke dalam derajat keanggotaan di atas
maka akan diproleh :
1
0.8
0.3
0 50 100
Gambar 2. 14 Pemetaan Fuzzy
2.9. Algoritma
Kata algoritma berasal dari kata-kata di bawah ini :
Al Khuwarizmi algorism algorithm (diserap dalam bahasa Indonesia
menjadi algoritma). Penjelasan dari transformasi kata tersebut adalah:
1. Abu Ja’far Muhammad Ibnu Musa Al Khuwarizmi adalah seorang penulis buku
Arabyang berjudul Kitab Al Jabar Wal Muqabala (Buku Pemugaran dan
Pengurangan).
2. Kata Al Khuwarizmi dibaca orang Barat menjadi algorism. Kata algorism berarti
proses menghitung dengan angka Arab. Seseorang dikatakan algorist jika orang
tersebut menggunakan angka Arab.
3. Kata algorism lambat laun menjadi algorithm disebabkan kata algorism sering
dikelirukan dengan kata arithmetic sehingga akhiran –sm berubah menjadi –thm. Kata
algorithm diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi algoritma.
26
Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis penyelesaian masalah yang
disusun secara sistematis. Kata logis disini berarti benar sesuai dengan logika
manusia. Untuk menjadi sebuah algoritma, urutan langkah yang ditempuh untuk
menyelesaikan masalah harus memberikan hasil yang benar. Contoh Algoritma :
Algoritma MEMBUAT_MINUMAN_KOPI-1
1. Masukkan satu sendok makan gula ke dalam cangkir. 2. Masukkan satu sendok teh kopi ke dalam cangkir. 3. Tuangkan air panas ke dalam cangkir hingga penuh. 4. Aduk isi cangkir selama 30 detik.
Algoritma MEMBUAT_MINUMAN_KOPI-2
1. Masukkan satu sendok teh kopi ke dalam cangkir. 2. Tuangkan air panas ke dalam cangkir hingga penuh. 3. Aduk isi cangkir selama 30 detik. 4. Jika ingin berasa manis maka masukkan satu sendok makan gula ke dalam cangkir
kemudian aduk isi cangkir selama 30 detik.
Dari dua contoh di atas, tampak bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah
yang sama, masing-masing orang dapat membuat algoritma yang berbeda.
2.10. Kajian Pustaka
Dalam pemilihan judul, penulis banyak mendapatkn masukan yang
berhubungan dengan judul. Kajian pustaka yang menjadi masukan bagi penulis
diantaranya adalah sebagai berikut :
27
2.9.1 Pengenalan karakter untuk Pembacaan Dokumen yang Rusak Karena
Banjir
Tujuan dari paper yang ditulis oleh Arif Setiyawan (Universitas Muria Kudus)
ini adalah untuk menghasilkan analisa sistem pengenalan karakter menggunakan
jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pembacaan Dokumen Yang Rusak Karena Banjir pada
instansi di Kabupaten Kudus. Dengan dirancangnya sistem ini diharapkan dapat
dikembangkan menjadi suatu system character recognition dan text recognition yang
dapat digunakan untuk membaca hasil scaning dokumen yang rusak karena terkena
hujan dan banjir.
2.9.2 Pengenalan Karakter Alfabet menggunakan JST
Paper yang ditulis oleh Andi Prasojo (Universitas Diponegoro) ini membahas
mengenai pengenalan pola secara automatis adalah masalah yang banyak menyita
perhatian sekarang ini, baik pengenalan pola wajah, sidik jari, tulisan tangan maupun
pola karakter hasil cetakan. Yang menjadi alasan penulisan adalah kemampuan untuk
mengenali secara efektif dengan menggunakan pola contoh yang sedikit. Satu
pendekatan yang menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengenalan pola adalah
dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan telah dikembangkan
sebagai generalisasi model matematik dari pembelajaran otak manusia.
28
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Mengidentifikasi Ruang Lingkup Masalah.
Ruang lingkup masalah yang utama dalam karya ilmiah ini, yaitu bagaimana
cara merancang aplikasi untuk mengenali pola karakter, kemudian bagaimana cara
membandingkannya dengan pola karakter yang menjadi pola rujukan dari sistem, lalu
memetakannya kedalam himpunan fuzzy sehingga diperoleh hasil pencocokan
karakter tersebut.
3.2. Analisa Masalah yang Dirumuskan
Untuk Membandingkan pola input dengan pola karakter yang menjadi
rujukan, maka sebelumnya perlu terlebih dahulu dilakukan penyimpanan pola
karakter yang menjadi rujukan pola perbandingan, sehingga setiap pola yang di
inputkan selalu bisa untuk dibandingkan. Hasil perbandingan tersebut akan dipetakan
kedalam domain dari himpunan fuzzy, yang sudah ditentukan terlebih dahulu
sehingga menghasilkan output yang berisi persentase kecocokan pola karakter dan
asumsi karakter yang paling cocok dengan pola yang sudah diinputkan.
3.3. Analisa
Tujuan utama dari pembahasan ini adalah merancang suatu aplikasi yang bisa
membandingkan pola karakter input dengan pola karakter yang ada dalam sitem dan
memetakannya kedalam fuzzy set sehingga didapatkan kecocokan karakter hasil
perbandingan tersebut.
29
3.4. Analisa Literatur yang digunakan
Pada pelaksanaan kerangka kerja keempat ini, penulis melakukan kajian dan
analisa terhadap teori-teori pendukung yang dianggap penulis bisa membantu penulis
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, sehingga hasil kajian yang diselesaikan
nantinya tidak bertentangan denga kaedah-kaedah ilmu pengetahuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
3.5. Analisa Pengumpulan data
Pengumpulan data yang secara langsung dilakukan oleh penulis adalah
pengumpulkan pola karkter yang akan menjadi rujukan perbandingan nantinya di
dalam sistem. Pola karakter yang dikumpulkan adalah pola karakter 26 huruf alphabet
beserta kesepuluh angka decimal. Hasil dari pengumpulan pola tersebut akan
disatukan kedalam satu file txt yang berisi nilai matrik bit dari setiap pola karakter
yang dikumpulkan.
3.6. Analisa Sistem
Tulisan tangan yang direpresentasikan dalam bentuk matrik memiliki dimensi
yang besar dengan baris dan kolom pada citra serta kesesuaian nilai elemen matrik
tersebut. Proses komputasi dimensi matrik yang besar membutuhkan waktu proses
yang lama sehingga diperlukan reduksi dimensi matrik untuk meminimalisir waktu
proses.
Identifikasi tulisan tangan didasari pada pengenalan pola yang sudah ada dan
disimpan sebelumnya yang representasikan dalam bentuk himpunan.
30
3.6.1. Proses Pengolahan Tulisan Tangan
Data yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah beberapa pola dari huruf
dan angka untuk pengujian dimana tulisan tangan yang digunakan merupakan hasil
input langsung pada picture box yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas tablet
pada note book atau laptop, selanjutnya tulisan tangan tersebut akan mengalami
proses perubahan menjadi citra berbentuk matrik pixel 10 x 10 untuk
memempermudah pembentukan pola dan menyesuaikannya dengan sampel pola yang
sudah ada sebelumnya. Adapun flow process diagram pengolahan data citra yang
akan digunakan dalam karya ilmiah ini ditunjukkan pada gambar 4.1
Tulisan Tangan
Proses pencocokan pola
Asumsi Kesamaan
pola
Gambar 3.1 Flow Process Pengenalan Karakter
3.6.2. Pola Input
Pola input merupakan tulisan tangan yang dikonversi menjadi matrik pixel 10
x 10 untuk masing-masing karakter yang di-input-kan. Adapun algoritma yang
digunakan untuk mengkonversi citra ke dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut:
1. Tuliskan sebuah pola karakter 2. Inisialisasikan Larik matrik dari citra
Lebar citra/pola karakter=10 Panjang citra/pola karakter=10 For i=1 to Lebar_Citra
For j= 1 to Panjang_Citra Matrik Pixel[Xi,Yj]= GetPixel(i,
j)) Next panjang Next lebar
3. Selesai
31
Contoh pola dari huruf A yang dikonversi ke dalam bentuk matrik pixel
sebagai berikut:
Tulisan Tangan Matik Pixel Matrik Bit
0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Gambar 3. 2. Matrik Pixel untuk A
3.6.3. Proses Pencocokan Pola karakter dengan Fuzzy Set
Proses Pencocokan Pola Karakter dengan Fuzzy Set merupakan suatu
pemrosesan terhadap input (karakter tulisan tangan) untuk membandingkan nilai dari
matrik bit yang ada pada pola karakter yang tersimpan dalam sistem dengan marik bit
citra input yang dituliskan.
Adapun langkah kerja sistem Pengenalan Karakter tulisan tangan yang akan
dirancang oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Masukkan contoh pola karakter satu persatu kedalam sistem kemudian jika
karakter belum terdeteksi dalam sistem, simpan pola tersebut ke dalam sistem.
Langkah-langkah penginputan pola karakter kedalam sistem adalah sebagai
berikut:
Langkah I : Gambarkan suatu pola karakter hasil tulisan tangan, misalkan huruf
A
32
Gambar 3.3. Contoh Pola Tulisan Tangan Karakter A
Langkah II : Mampatkan pola karakter yang diinput kedalam bentuk matrik
pixel 10 x 10
Gambar 3.4. Hasil Pemampatan Pola Tulisan Tangan Kedalam
Matrik Pixel 10 x 10
Langkah III : Untuk Mempermudah proses perbandingan pola nantinya maka
matrik pixel tersebut di ubah kedalam bentuk matrik bit 10 x 10
dengan cara jika isi dari matrik pixel = hitam, maka isi dari
matrik bit = 1. Jika matrik pixel = putih, maka matrik bit = 0.
0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Gambar 3.5. Hasil Perubahan Matrik Pixel menjadi Matrik Bit
33
Langkah IV : Selanjutnya Matrik bit tersebut akan membentuk suatu deret
bilangan seperti berikut : 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0
0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 0 0 0 0
0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1.
Langkah V : Simpan hasil inputan pola karakter tersebut kedalam tempat
penyimpanan pola yang berbentuk file txt dengan nama
DATA.famy.
2. Untuk melakukan pendeteksian pola karakter, dilakukan perbandingan terhadap
pola input karakter dengan pola karakter yang sudah tersimpan dalam system.
Hasil dari perbandingan di masukkan kedalam himpunan fuzzy. Untuk itu perlu
ditentukan terlebih dahulu
a. Variabel Fuzzy
Yang menjadi variabel dari Himpunan Fuzzy ini adalah Derajat kesamaan
Pola
b. Fuzzy Set
Derajat kesamaan Pola di bagi menjadi 3 himpunan yaitu A, B, dan C, yang
akan diuraikan lebih lanjut pada derajat keanggotan Domain Fuzzy.
c. Himpunan Semesta
Dalam hal ini, yang menjadi semesta pembicaraan untuk variable Derajat
Kesamaan Pola adalah : [0,100]
34
d. Domain
Domain himpunan fuzzy dibagi 3 yaitu himpunan A yaitu hasil yang dianggap
tidak memiliki kesamaan antara pola input dengan pola yang ada dalam
system, dinotasikan sebagai Berikut :
A=[0,60]
Nilai Crisp 0 diambil dari awal atau batas bawah dari himpunan semesta dan
nilai 60 di asumsikan sebagai batas atas dari rentang ketidak miripan pola
karakter yang diinput. Himpunan yang kedua adalah Himpunan B, yaitu
himpunan yang memiliki kemiripan antara pola input dengan pola yang ada di
dalam sistemnya, tetapi masih perlu ditinjau kembali keputusan akan
kesamaan yang telah diidentifikasi. Nilai Crisp dari himpunan ini ditentukan
sendiri oleh penulis dari rentang 50 sampai 70,dinotasikan sebagai berikut :
B=[50,70]
Himpunan yang terakhir adalah himpunan yang memiliki banyak
kemiripan atau bahkan sama dengan pola yang sudah ada dalam system,
sehingga bisa dianggap perbandingannya bisa dipastikan kesamaan antara
pola input dan pola yang sudah ada dalam system, nilai Crisp dari
kemiripan ini ditentukan oleh penulis mulai dari rentang 60 sampai dengan
batas akhir himpunan semesta, yaitu 100 yang dinotasikan dengan
C=[60,100]
Sehingga Fuzzy berasosiasi dengan derajat keanggotaan pada himpunan
di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
35
Gambar 3.6. Derajat Keanggotaan Himpunan Fuzzy untuk Pengenalan Pola Karakter
Derajat keanggotaan inilah yang akan digunakan nantinya untuk pemetaan dari
hsil perbandingan untuk menghasilkan output dari setiap pola karakter yang
diinput.
3. Pada tahap akhir dilakukan Pemetaan Hasil perbandingan kedalam derajat
keanggotaan fuzzy. Dari grafik derajat keanggotaan himpuan fuzzy di atas,
disesuaikan dengan aturan domain himpunan fuzzy yang sudah ditetapkan diatas
maka diperoleh bahwa grafik berwarna kuning termasuk pada kategori himpunan
fuzzy A yang berarti diasumsikan bahwa anggota himpunan terssebut tidak sama
dengan himpunan dari pola input. Himpunan B (warna merah) diasumsikan
himpunan bahwa himpunan tersebut memiliki kesamaan dengan pola karakter
hasil input, tetapi masih memiliki banyak ketidakcocokannya, sedangkan
Anggota himpunan C dianggap memiliki kecocokan yang paling identik,
sehingga diasumsikan memiliki pola yang sama.
36
Contoh kasus, misalkan diinputkan sebuah pola karakter hasil tulisan tangan seperti
berikut :
Gambar 3.7. Contoh Pola Tulisan Tangan yang dimasukkan
Dari pola tulisan tangan tersebut didapat matrik pixel seperti gambar 4.7 :
Gambar 3.8. Matrik Pixel dari contoh pola
Setelah didapat marik pixelnya maka akan diproleh juga matrik bitnya, kemudian
matrik bit tersebut akan dibandingkan dengan matrik bit yang telah disimpan
sebelumnya pada system.
37
0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0
A B
Gambar 3.9. Perbandingan Matrik Bit Pola Tulisan Tangan yang sudah
Tersimpan Sebelumnya (A) dengan Pola Tulisan Tangan Input (B)
Dari pola tulisan tangan yang sudah tersimpan sebelumnya (A), diketahui ada
44 pixel hidup (berinilai 0), sedangkan pada pola karakter hasil input (B) diproleh 43
pixel hidup. Dari perbandingan pixel hidup tersebut, dapat dilihat hanya ada 35 pixel
yang cocok, sehingga persentase kecocokan yang diperoleh adalah
(35 / 44) * 100 % = 79,5 %
Proses pemetaan hasil perbandingan ke dalam domain fuzzy:
Peranan fuzzy set dalam perancangan sistem pengenalan karakter ini adalah untuk
memetakan hasil perbandingan pola karakter ke dalam domain himpunan fuzzy
sehingga bisa disimpulkan derajat kecocokan pola untuk memutuskan apakah pola
karakter tersebut dapat dikenali ataupun dicocokkan terhadap salah satu pola karakter
yang ada di dalam sistem. Berikut merupakan langkah-langkah pemetaan hasil
perbandingan ke dalam domain himpunan fuzzy:
38
Hasil dari perbandingan tersebut akan dipetakan kedalam domain dari himpunan
fuzzy, yaitu himpunan A[0,60], himpunan B[50,70], dan himpunan C[60,100]. Hasil
perbandingan tersebut menempatkan himpunan C[60,100] sebagai domain dari hasil
perbandingan pola tersebut. Sehingga jika dimasukkan ke dalam derajat keanggotaan
himpunan fuzzy diperoleh seperti gambar 3.9. Berikut :
79,5 Gambar 3.9. Derajat Kecocokan pada Himpunan Fuzzy
Sehingga diasumsikan bahwa pola yang diinputkan adalah pola tulisan tanga
untuk karakter A.
3.7. Analisa Perancangan dan Pembangunan Sistem
Pada bagian ini, dilakukan analisa terhadap perancangan dan desain
sistem yang akan dibangun yang melingkupi arsitektur dan desain sistem
pengenalan karakter beserta desain interface dari sistem.
a. Arsitektur Sistem Pengenalan Karakter
Arsitektur sistem pengenalan karakter merupakan gambaran umum ataupun
kerangka kerja dari sistem pengenalan karakter yang dibangun. Pada gambar 4.7
digambarkan skema desain arsitektur pengenalan karakter yang menjelaskan
39
kerangka kerja sistem pengenalan karakter mulai dari proses awal sampai proses
akhir.
User
Input pola karakter
Simpan Kenali pola
Pola Karakter
Bandingkan Simpan pola pola
karakter
Hasil Perbandingan
Output kecocokan pola berdasarkan defuzzyfication fuzzy
set
Gambar 3.10. Skema Desain Arsitektur Sistem Pengenalan Karaker
Pada skema desain arsitektur sistem pengenalan karakter di atas dapat dilihat
skema kerja sistem mulai dari input sampai pada output akhir dari sistem. Proses
defuzzyfication pada gambar 4. 10 menjelaskan bahwa fuzzy set yang digunakan
hanya untuk pemetaan hasil perbandingan kedalam fuzzy domain yang telah
dirancang sebelumnya.
40
b. Desain Sistem
Desain Sistem merupakan gambaran bagaimana dan seperti apa rancangan
sistem yang akan dibangun untuk dijadikan sebagai antarmuka sistem (intreface)
Pengenalan Karakter. Adapun desain sistem yang dirancang ditunjukkan pada
Gambar 3.11. berikut :
Gambar 3.11. Desain Interface Form Splash
Form Splash berguna sebagai Form pembuka pada aplikasi pengenalan karakter
tulisan tangan. Form inilah akan terbuka pertama sekali pada saat user menjalankan
aplikasi pengenalan karakter ini. Form splash pada umumnya berguna sebagai
welcome screen pada setiap aplikasi.
41
Gambar 3.11. Desain Interface Main Form Pengenalan Karakter
Fungsi dari setiap masing-masing objek yang didesain dalam desain sistem
Pengenalan Karakter adalah sebagai berikut:
Area Input : Tempat memasukkan / menuliskan karakter tulisan tangan
Area Buffer Data : Tempat Buffer Matrik Pixel dari pola citra pada Area Input
Area Database : Tempat Matrik Pixel hasil pencocokan pola yang paling
sesuai dengan area input
Buka : Untuk melihat contoh pola yang ada dalam system
42
Input Pola Baru : Untuk memasukkan pola karakter baru kedalam system
Kenali : Untuk mengenali pola yang ada pada Area Input
Bersihkan Area : Untuk membersihkan area kerja kebentuk default
Keluar : Untuk Keluar dari Program
Gambar 3. 12. Desain Inter face Input Form Pengenalan Karakter
Form ini sebenarnya satu form dengan main form, tetapi tampilan form ini
keluar hanya jika user akan memasukkan pola karakter baru. Komponen tambahan
pada form ini antara lain :
Konfirmasi : Untuk memasukkan karakter dalam system.
Batal : Untuk membatalkan penginputan pola karakter.
43
Gambar 4. 13. Desain Interface Main Form Confirmation Pengenalan Karakter
Form Confirmation merupakan form yang digunakan pada saat kita akan keluar
dari program. Fungsi dari bagian-bagian yang ada pada form ini adalah :
Yes : Untuk keluar dari program
No : Untuk Kembali pada main program
44
BAB IV
PENUTUP
1. Dimensi matrik piksel memiliki pengaruh yang cukup besar pada proses input
pola karakter.
2. Penggunaat teknik lain yang dapat digabungkan dengan sistem pengenalan
karakter ini, seperti jaringan saraf tiruan.
3. Untuk mengembangkan sistem dan menghasilkan pola yang lebih beragam
hendaknya digunakan dimensi matrik yang lebih besar.
4. Proses fuzzyfication yang digunakan lebih mendalam, misalkan fuzzy Tsukimoto. 5. Pengenalan Karakter tidak hanya tulisan cetak tetapi juga tulisan sambung. 6. Tidak hanya karakter yang dikenali tetapi tulisan tangan yang lebih kompleks.
45
DAFTAR PUSTAKA
Andi Prasajo., “Pengenalan Karakter Alphabet menggunakan JST”, Jurnal
Informatika Universitas Diponegoro
Arif Setiawan, Diana, Nanik, “Pengenalan karakter Untuk Pembacaan Dokumen
Rusak Karena Banjir”, Jurnal Informatika Universitas Muria Kudus
Awcock. G.J., and Thomas. R., “Applied Image Processing”, McGraw-Hill, New
York, 1996.
Chui, C. K., 1997 “Wavelets: A Mathematical Tool forSignal Analysis”, SIAM
Daubechies. I., 1995, “Ten Lectures on Wavelets”, Capital City Press, Montpelier,
Vermont.
Fausett. L., 1994, “Fundamentals of Neural Networks: Architectures, Algorithms, and
Applications”, Prentice-Hall, New Jersey.
Firebaugh. M.W., 1988, Artificial Intelligence A Knowledge Based Approach,PWS
Kent Publishing Company, Boston
Gopinath. R. A., Burrus. C. S., dan Guo. H., 1998, “Introduction to Wavelets and
Wavelets Transform”, Prentice-Hall International Inc.
Kusworo. A., 2002, “ Ekstraksi Ciri Berbasis Filter Gabor sebagai Sistem Verifikasi
Maltoni. D., Maio. A.K., Jain. S, 2003, “Handbook of Fingerprint Recognition”,
Springer, New York
Nurliani, Lulu, Sarifuddin, Michel,”Pengkodean entuk Segmen Menggunakan Kode Rantai Sebagai Dasar Pengenalan Bentuk Karakter Tulisan Tangan Secara OnLine”, Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM, 2009.
Resmana Lim., “Pengenalan Karakter Tulisan Tangan Menggunakan Ekstraksi Fitur
PCA & LDA”,Jurnal Teknik Elektro Universitas Kristen Petra.
Rinaldi Munir, “Algoritma dan Pemrograman dalam Bahasa Pascal dan C”,
Informatika Bandung.
Sudrajat, 2008, Dasar-dasar Fuzzy Logic, Universitas Padjajaran.
46
Top Related