7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
1/28
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau
penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Penyakit jantung koroner adalah
ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot
jantung dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan
gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor.1
Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi, tegangan ventrikel yang
meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan dari otot-otot
jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah
koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang mempersempit
saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain
sebagainya.
Tindakan operasi non-jantung cukup sering dilakukan pada pasien yang menderita penyakit
jantung atau yang beresiko. Penyakit jantung dapat menjadi kontraindikasi relatif atau absolut
terhadap anestesia. bat-obatan anestesia dapat memperberat bahkan memicu timbulnya
penyakit jantung. Perubahan hemodinamika selama anestesia dapat menimbulkan gangguan
sirkulasi dalam mensuplai nutrisi pada jantung dan jaringan perifer.
Dalam bidang anesthesia, pasien dengan penyakit jantung koroner dengan operasi non jantung
harus mendapat perhatian khusus mengenai pemantauan hemodinamika, asesment yang adekuat
terhadap perfusi regional dan menyeluruh serta manajemen farmakologi dan suport mekanik
terhadap sirkulasi tubuh.
1
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
2/28
BAB II
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di
jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada pembuluh darah tersebut. !al itu
terjadi karena adanya atheroma atau atherosclerosis "pengerasan pembuluh darah#, sehingga
suplai darah ke otot jantung menjadi berkurang.1
Epidemiologi
P$% tidak hanya menyerang laki-laki saja, &anita juga berisiko terkena P$% meskipun kasusnya
tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur '( tahun ke atas, ditemukan )* + P$%
pada laki-laki dan 1) + pada &anita. Pada tahun )**), ! memperkirakan bah&a sekitar 1
juta orang meninggal tiap akibat penyakit kardiovaskuler, terutama P$% ",) juta# dan stroke "(,(
juta#.
Secara umum angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah "P$PD# di ndonesia belum
diteliti secara akurat. Di /merika Serikat pada tahun 100' dilaporkan kematian akibat P$PD
mencapai 0(0.) penderita, yakni 1, + dari seluruh kematian. Setiap hari )'** penduduk
meninggal akibat penyakit ini. 2eskipun berbagai pertolongan mutakhir telah diupayakan,
namun setiap 33 detik tetap saja seorang &arga /merika meninggal akibat penyakit ini. Dari
jumlah tersebut '.1) kematian disebabkan oleh Penyakit $antung %oroner.1
Etiologi
Penyakit $antung %oroner disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh
darah jantung "pembuluh koroner#, dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses sepertipenimbunan jaringan ikat,perkapuran, pembekuan darah yang semuanya akan mempersempit
atau menyumbat pembuluh darah tersebut. !al ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah
tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup
serius dari /ngina Pektoris "nyeri dada# sampai nfark $antung, yang dalam masyarakat di kenal
dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Pembuluh arteri ini akan
2
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
3/28
menyempit dan bila parah terjadi penghentian darah. Setelah itu terjadi proses penggumpalan
dari berbagai substansi dalam darah sehingga menghalangi aliran darah dan terjadi
atherosklerosis.1
Mnifestsi Klinis
Penyakit jantug koroner terbentuk secara perlahan-lahan dan dalam &aktu yang
lama,kebanyakan orang tidak tahu bah&a mereka sudah memiliki penyakit yang parah ini.
4iasanya gejala yang paling a&al adalah nyeri dada atau /ngina serta sesak napas. Tidak semua
nyeri dada disebabkan oleh penyakit jantung koroner. /ngina atau nyeri dada karena penyakit
jantung koroner timbul setelah melakukan aktifitas dan hilang ketika beristirahat.5asa nyeri
timbul karena otot jantung tidak mendapat oksigen cukup. /ngina biasanya berlangsung selama
)-3 menit dan tidak lebih dari 1* menit. Tiga cara mengenali nyeri dada karena penyakit jantung
koroner adalah6
a. 5asa nyeri yang tidak bertambah parah saat menarik napas
b. 4iasanya terasa di tengah dada, bisa menyebar kesisi kiri, kedua lengan, atau ke leher dan
rahang
c. Dada terasa seperti sesak, terbakar, tertusuk-tusuk, atau tertekan
d. 7ejala lain6 8afas pendek, berkeringat dingin, terasa kelemahan yang menyeluruh atau
kelelahan.1
Ptofisiologi Pem!ent"#n Pl# dn Pen$#it Jnt"ng Ko%one%
9apisan endotel pembuluh darah dapat mengalami kerusakan dengan adanya faktor resiko
seperti: hipertensi, ;at < ;at vasokonstriktor, mediator dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,
peningkatan kadar gula darah, dan oksidasi dari 9D9.
%erusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion moleculeseperti : sitokin
"interleukin -1: T8= >, kemokin dan gro&th factor.Basic fibroblast growth facto.Sel inflamasi
seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endothelium ke
subendotel. 2onosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil 9D9
teroksidasi sehingga terbentuk sel busa(foam cell).
9D9 yang teroksidasi juga menyebabkan kerusakan dan kematian sel endotel sehingga terjadi
3
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
4/28
respon protektif dan terbentuk lesi fibrofatty, yang kemudian dapat menyebabkan gangguan
suplai oksigen sehingga menimbulkan manifestasi penyakit jantung koroner.3,
Pentl#snn
Penatalaksanaan penyakit jantung koroner dapat dilakukan secara farmakologis dan
revaskularisasi miokard. 8amun tidak satu carapun diatas yang bersifat menyembuhkan. Dengan
kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyebab agar progresi
penyakit dapat dihambat.
1. Pengobatan farmakologik
/spirin dosis rendah
/spirin menghambat sintesis trombo?an /) "T@/)# di dalam trombosit dan protasiklin
"P7)# di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel en;im siklooksigenase
"akan tetapi sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel#. Penghambatan
en;im siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi en;im tersebut. /spirin dosis
kecil dapat menekan pembentukan trombo?an /), sehingga dapat mengurangani agregasi
trombosit. Dari beberapa studi telah dapat dibuktikan bah&a pemberian aspirin
merupakan obat utama untuk pencegahan thrombosis. leh karena itu disarankan untuk
diberikan pada semua pasien P$% kecuali bila ditemui %ontraindikasi.
Ticlopidine dan clopidogrel
Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh /DP. nhibisi maksimal
agregasi trombosit baru terlihat setelah A-11 hari terapi, berbeda dari aspirin, tiklodipin
tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara acak di laporkan
adanya manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien T/,
stroke dan angina pektoris tidak stabil. kombinasi aspirin dan clopidogrel harus diberikan
pada pasien PB dengan pemasanganstent.
bat penurun kolestrol "statin#
Pengobatan dengan statin dapat digunakan untuk menurunkan kolestrol dalam darah
4
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
5/28
selain itu statin juga mempunyai mekanisme lain yang dapat berperan sebagai anti
inflamasi, antitrobotik.
/BC < inhibitor /54
/BC- digunakan sebagai kardioproteksi untuk mencegah terjadinya remodeling jantung,
apabila pasien mengalami resisten terhadap /BC- dapat diberikan /54"/ngiotensin
5eseptor 4locker#.
8itrat
8itrat dapat menyebabkan vasodilatasi pmbuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek
mengurangipreload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutruhan
oksigen. 8itrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral.
-blocker
4eta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan
frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat
karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat
diastol. Semua E-bloker harus dihindari oleh penderita sama karena dapat memprovokasi
bronchospasm.
/ntagonis %alsium
4anyak digunakan dalam terapi angina dan memiliki lebih sedikit efek samping serius di
bandingkan dengan E-bloker. Fat-;at ini memblokir calcium-channels di otot polos
arterial dan menimbulkan relaksasi dan vasodilatasi perifer. Tekanan darah arteri dan
frekuensi jantung menurun, sehingga dapat menurunkan pengunaan oksigen. Selain itu,
pemasukan darah di perbesar karena vasodilatasi miokard. Senya&a antagonis kalsium
terbagi atas dua kelompok besar6 dihidropiridin "nifedipin# dan nondihidropiridin
"veramil,diltia;em#. Derivat dihidropiridin mempunyai efek yang lebih kuat terhadap otot
polos daripada otot jantung atau sistem konduksi.
5
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
6/28
). 5evaskularisasi 2iokardium
5evaskularisasi yang telah terbukti baik pada P$% stabil yang disebabkan aterosklerotik
koroner yaitu tindakan Coronary Artery Bypass Surgery (CAB) dan !ercutaneous
Coronary "nter#ention (!C").
ndikasi dilakukan revaskularisasi pada pasien yaitu6
a# 7ejala-gejala angina tidak terkontrol atau sangat kurang terkontrol oleh obat-obatan
b# 7angguan arteria koronaria pada tiga pembuluh darah
c# Penyumbatan bermakna pada arteri koroner utama kiri
!ercutaneous Coronary "nter#ention (!C")
Suatu teknik untuk menghilangkan thrombus dan melebarkan pembuluh darah koroner
yang menyempit dengan memakai kateter balon dan bahkan seringkali dilakukan
pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera,
sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung
dapat dihindari. Tindakan ini dapat menurunkan mortalitas sampai diba&ah )+
Coronary Artery Bypass Surgery (CAB)
Pembuluh standar yang dipakai dalam melakukan B/47 adalah vena safena magna
tungkai dan arteri mamria interna kiri. Pada pencangkokan vena ini, salah satu ujung
disambungkan ke aorta asenden dan ujung yang lain ditempelkan pada bagian pembuluh
darah yang terletak disebelah distal sumbatan. $adi saluran ini untuk menyuplai pembuluh
darah yang mengalami penyempitan, sehingga darah dapat mengalir ke miokardium.1,
6
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
7/28
BAB III
PENATALAK&ANAAN ANE&TE&I
PADA PA&IEN PENYAKIT JANTUNG KORONER
Pe%sipn P% Anest'esi
Pasien yang akan menjalani anesthesia dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus
dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anesthesia dan pembedahan sangat dipengaruhi
oleh persiapan pra anesthesia. %unjungan pra anesthesia pada bedah elektif umumnya dilakukan
1-) hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat &aktu yang tersedia lebih singkat.
T"("n #"n("ngn p% nest'esi
1. 2empersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan lain
). 2erencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anesthesia yang sesuai keadaan fisik
dan kehendak pasien. Dengan demikian komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan
seminimal mungkin
3. 2enentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini dipakai
klasifikasi /S/ (American Society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis
pasien secara umum.
7
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
8/28
I) Pe%sipn mentl dn fisi# psien
a. /namnesis
/namnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri "autoanamnesis# atau melalui
keluarga pasien "alloanamnesis#. Dengan cara ini kita dapat mengadakan
pendekatan psikologis serta berkenalan dengan pasien. Gang harus diperhatikan
pada anamnesis, antara lain6
1. dentifikasi pasien, misal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll
). 5i&ayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain6
a. Penyakit alergib. Diabetes mellitus
c. Penyakit paru kronik6 asma bronchial, pneumonia, bronchitis
d. Penyakit jantung dan hipertensi6 infark miokard, angina pectoris,
dekompensatio kordis
e. Penyakit hati
f. Penyakit ginjal
/spek penting dari ri&ayat penyakit pasien dengan penyakit jantung
koroner sebelum dilakukannya operasi non jantung antara lain cardiac
reser#e, karakteristik angina pektoris, adanya tanda dan gejala infark
miokardium dan secara medis adanya intervensi kardiologis serta terapi
bedah jantung untuk kondisi tersebut. nteraksi medis yang berpotensi
dulu digunakan sebagai tatalaksana penyakit jantung koroner dengan
penggunaan obat sebagai fungsi anesthesia. /danya penyakit nonkardiak
yang menyertai antara lain hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer,
penyakit paru obstruksi kronik oleh karena rokok, disfungsi renal yang
berhubungan dengan hipertensi kronik dan diabetes mellitus. Cvaluasi
lanjut diperlukan untuk mengenali pasien dengan gejala asimtomatik (*-
*+ yang mengalami stenosis pada arteri koronaria.
/danya keterbatasan pada kegiatan sehari-hari tanpa adanya penyakit paru
8
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
9/28
yang signifikan merupakan salah satu gejala adanya penurunan fungsi
jantung. %etidakmampuan untuk berbaring rata, terbangun malam hari
dengan angina atau sesak nafas, atau angina pada saat istirahat atau
dengan aktivitas ringan merupakan bukti adanya gangguan jantung yang
signifikan. $ika pasien dapat menaiki tangga ) sampai 3 anak tangga tanpa
gejala, kemampuan jantung masih mungkin adekuat.
/ngina pektoris dikatakan stabil ketika tidak ada perubahan yang terjadi
minimal dalam '* hari dengan faktor pencetus, frekuensi dan durasi. 8yeri
dada atau sesak nafas dirasakan minimal pada saat beraktivitas normal
atau istirahat, atau bertahan untuk &aktu yang lama, merupakan
karakteristik dari angina pektoris tidak stabil dan mungkin merupakan
tanda-tanda dari impending infark miokardium. Dyspnea yang merupakan
onset dari angina pektoris merupakan tanda kemungkinan terjadinya
disfungsi ventrikel kiri akut oleh karena iskemia miokardium. /ngina
pektoris oleh karena spasme arteri koronaria "varian dari /ngina
Prin;metal# berbeda dengan angina pektoris klasik yang dapat terjadi pada
saat istirahat dan hilang saat beraktivitas. skemia miokardium
asimptomatik biasanya terjadi pada denyut nadi dan tekanan darah arteri
sistemik yang lebih lambat dan rendah daripada yang muncul ketika
melakukan aktivitas yang memicu iskemia miokardium. Denyut nadi atau
tekanan darah sistolik pada pasien angina pektoris atau iskemia
miokardium dapat dideteksi melalui C%7, yang berperan sebagai
preoperatif informatif. Peningkatan tekanan darah seperti hipertensi dapat
dijadikan tanda sebagai terjadinya iskemia miokardium. Takikardia
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium namun secara bersamaan
menurunkan durasi diastolik, yang dapat menurunkan aliran darah koronerdan pasokan oksigen ke ventrikel kiri. Sebaliknya, hipertensi
meningkatkan konsumsi oksigen, dan secara simultan meningkatkan
perfusi koroner bersamaan dengan ateroskelrosis arteri koronaria.
3. 5i&ayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
9
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
10/28
menimbulkan interaksi "potensiasi, sinergis, antagonis, dll# dengan obat-obat
anestetik. 2isalnya, kortikosteroid, obat antihipertensi, obat-obat antidiabetik,
antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti digitalis,
diuretika, obat anti alergi, tranHuili;er, monoamino o?idase inhibitor,
bronkodilator
. 5i&ayat operasi dan anesthesia yang pernah dialami di &aktu yang lalu,
berapa kali dan selang &aktunya. /pakah pasien mengalami komplikasi saat
itu seperti kesulitan pulih sadar, pera&atan intensif pasca bedah
(. %ebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya
anesthesia seperti6
a. 2erokok6 perokok berat "di atas )* batanghari# dapat mempersulit
induksi anesthesia karena merangsang batuk-batuk, sekresi jalan nafas
yang banyak atau memicu atelektasis dan pneumonia pasca bedah. 5okok
sebaiknya dihentikan minimal ) jam sebelumnya untuk menghindari
adanya B dalam darah.
b. /lkohol6 pecandu alkohol umumnya resisten terhadap obat-obat
anesthesia khususnya golongan barbiturate. Peminum alkohol dapat
menderita sirosis hepatic
c. 2eminum obat-obat penenang atau narkotik
Intuk mengurangi rasa gelisah dan takut yang mungkin ada pada pasien atau
orangtuanya, perlu diberi penerangan tentang tindakan apa yang akan dilakukan serta
pera&atan pasca bedahnya, terutama bila pasien direncanakan dira&at di unit terapi
intensif. Dokter anestesiologi harus dapat member penerangan ini secara berhati-hati.
%alau perlu untuk mengurangi perasaan gelisah dan takut pasien diberi sedasi pada
malam hari sebelum dilakukan pembedahan.
b. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pemeriksaan fisik dan laboratorium dilakukan dengan teliti, bila terdapat indikasi
lakukan konsultasi dengan bidang keahlian lain seperti ahli penyakit jantung,
10
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
11/28
paru, penyakit dalam untuk mendapatkan ekspertise yang memadai tentang pasien
tersebut.
Pemeriksaan fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi, berat, suhu badan, keadaan
umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan
frekuensi pernafasan, Perhatian yang khusus dan terarah ditujukan pada6
1. %eadaan psikis: gelisah, takut, kesakitan
). %eadaan gi;i: malnutrisi atau obesitas
3. Tanda-tanda penyakit saluran pernafasan: batuk-batuk, sputum kental atau
encer, sesak nafas, tanda-tanda sumbatan jalan nafas atas, bising mengi
"&hee;ing#, hemoptisis, dll
. Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler: dyspnea atau ortopnea,
sianosis, jari clubbing, nyeri dada, oedema tungkai, hipertensi, anemia, syok,
murmur "bising katup#
(. Sistem-sistem6
a. 2ulut: gigi palsu, gigi goyah, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kebersihan mulut
b. 2andibula: sikatrik, fraktur, perhatikan sendi temporomandibular, dagu
kecil, trismus
c. !idung: obstruksi jalan nafas oleh polip, tonsil dan adenoid, hipertrofi,
perdarahan dan deviasi septum
d. 9eher: pendek atau panjang, struma, sikatrik, mobilitas dari sendi-sendi
servikal
'. %ulit: perabaan hangat, dingin, berkeringatan, tanda-tanda infeksi di region
vertebrae lumbalis atau sakralis
. Sistem persarafan: hemiparesis atau paralisis, distrofi otot, neuropati tepi,
besar hidrosefalus
11
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
12/28
A. Pemeriksaan laboratorium dan uji lain:
Pemeriksaan laboratorium ada ), yaitu pemeriksaan rutin dan khusus.
- Pemeriksaan laboratorium rutin6
1. Darah: !b, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa
pembekuan, masa perdarahan
). Irine: protein, reduksi, sedimen
3. =oto thoraks: terutama untuk bedah mayor
. C%7: terutama untuk pasien-pasien berumur di atas * tahun, karena
ditakutkan adanya iskemia miokard
- Pemeriksaan khusus6Dilakukan bila ada ri&ayat atau indikasi, misalnya6
1. C%7 pada anak
). Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
3. =ungsi hati pada pasien ikterus
. =ungsi ginjal pada pasien hipertensi
(. /nalisis gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruktif atau bedah
mayor
Intuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau katerisasi
jantung dapat diperlukan konsultasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan
penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.
II) Pe%en*nn nest'esi
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan dan memperoleh gambaran tentang keadaan
mental pasien beserta masalah-masalah yang ada, selanjutnya dibuat rencana
mengenai obat dan teknik anesthesia yang akan digunakan. 2isalnya pada diabetes
mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat menimbulkan
hiperglikemia. /tau premedikasi untuk pasien dengan ri&ayat tiroktosikosis tidak
memakai atropine.
12
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
13/28
Pada penyakit paru kornik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik
analgesia regional daripada anesthesia umum mengingat kemungkinan komplikasi
paru pasca bedah. Dengan perencanaan anesthesia yang tepat, kemungkinan
terjadinya komplikasi se&aktu pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.
III) Menet"#n p%ognosis
4erdasarkan status fisik pasien pra anesthesia, /S/ (American Society of
Anesthesiology)membuat klasifikasi yang membagi pasien ke dalam ( kelompok atau
kategori sebagai berikut6
/S/ 6 pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
/S/ 6 pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lainnya
/S/ 6 pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
karena berbagai penyebab. Bontoh: pasien appendicitis perforasi dengan
septicemia atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium
/S/ J 6 pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya. Bontoh: pasien dengan syok atau dekompensatio kordis
/S/ J 6 pasien tidak diharapkan hidup setelah ) jam &alaupun dioperasi atau
tidak. Bontoh: pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok
haemoragik karena ruptur hepatica
%lasifikasi /S/ juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat "C K emergency#, misalnya /S/ C atau C.),'
13
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
14/28
Pe%sipn pd '%i ope%si+
1. Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan6
Pengosongan lambung sebelum anesthesia penting untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi dan muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan
lambung dilakukan dengan puasa: pasien de&asa '-A jam, bayianak 3-( jam.
Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan lebih aktif
dengan cara merangsang muntah, memasang pipa nasogastrik atau member obat
yang menyebabkan muntah seperti apomorphin, dll.
Bara-cara ini tidak menyenangkan untuk pasien sehingga jarang sekali dilakukan.
Bara lain yang dapat ditempuh adalah menetralkan asam lambung dengan
14
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
15/28
member antasida "magnesium trisilikat# atau antagonis resptor !) "simetidin dan
ranitidine#. Puasa yang cukup lama pada kasus akut kadang-kadang tidak
menjamin lambung kosong secara sempurna, misalnya pada stress mental yang
hebat, kehamilan, rasa nyeri atau pasien D2.
Pemberian obat pencahar umumnya dilakukan pada laparotomi eksplorasi.
%omplikasi penting yang harus dihindari karena puasa adalah hipoglikemia atau
dehidrasi, terutama pada bayi, anak dan pasien geriatri
). 7igi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditanggalkan dan bahan
kosmetik seperti lipstick, cat kuku, harus dibersihkan agar tidak mengganggu
pemeriksaan selama anesthesia , misalnya sianosis
3. %andung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan katerisasi. Intuk
membersihkan jalan nafas, pasien diminta batuk kuat-kuat dan mengeluarkan
lendir jalan nafas
. Penderita dimasukkan ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian khusus,
diberikan tanda atau label terutama untuk bayi. Periksa sekali lagi apakah pasien
atau keluarga sudah member i;in pembedahan secara tertulis (informed consent)
(. Pemeriksaan fisik yang penting dapat diulang sekali lagi di kamar operasi karena
mungkin terjadi perubahan bermakna yang dapat menyulitkan perjalanan
anesthesia, misalnya hipertensi mendadak, dehidrasi atau serangan akut asma
'. Pemberian obat premedikasi secara intramuskular atau oral dapat diberikan L-1
jam sebelum dilakukan induksi anesthesia atau beberapa menit bila diberikan
secara intravena.),'
E,l"si K%dio,s#"l%
Inf%# Mio#%di"m &e%ngn Pe%tm
nsidensi reinfark miokardium pada periode perioperatif berhubungan dengan &aktu terjadinya
semenjak infark miokardium sebelumnya. nsidensi reinfark miokardium perioperatif tidak
stabil, berkisar antara (+-'+ hingga ' bulan setelah infark miokardium pertama. 8amun,
15
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
16/28
operasi elektif, terutama bedah thoraks, abdomen atas, atau operasi lain dengan prosedur mayor
akan menundanya hingga )-' bulan setelah kejadian infark miokardium. 4ahkan setelah ' bulan,
(+-'+ insidensi reinfark miokardium (* kali lebih sering dibandingkan *.13( insiden infark
miokardium perioperatif pada pasien dengan rencana operasi sama namun tidak memiliki
ri&ayat miokardium infark serangan pertama. 5einfrark miokardium perioperatif paling banyak
terjadi pada A-) jam pertama post operatif. 8amun, ketika iskemia diinisiasi oleh adanya
tekanan saat operasi, resiko infark miokardium meningkat pada beberapa bulan setelah operasi.
4eberapa faktor yang dapat mempengaruhi insiden infark miokardium pada periode perioperatif.
Sebgai contoh, insiden reinfark miokardium meningkat pada pasien yang sedang menjalani
operasi intrathorakal atau intraabdominal yang &aktunya lebih dari 3 jam. =aktor yang tidak
menjadi predisposisi terjadinya reinfark miokardium antara lain6
1# 9okasi dari infark miokardium sebelumnya
)# 5i&ayat operasi bypass aortakoronaria
3# Prosedur operasi ketika durasi operasi diba&ah 3 jam
# Teknik anesthesia yang digunakan.
Pemberian E-blocker -3* hari sebelum operasi dan dilanjutkan 3* hari postperasi dapat
menurunkan resiko morbiditas jantung "infark miokardium atau kematian jantung# hingga 0*+.
2emberikan E-blocker sebelum operasi dan dilanjutkan selama hari dapat menurunkan resiko
mortalitas hingga (*+. Pemberian Blonidine perioperatif dapat menurunkan 3* hari dan ) tahun
reisko kematian. Terapi statin dengan =luvastatin selama 3* hari sebelum dan setelah operasi,
ditambah dengan E-blocker, menurunkan resiko infark miokardium dan kematian hingga (*+.
Pemantauan hemodinamika secara intensif menggunakan kateter intra arterial dan intervensi
farmakologi atau infus cairan untuk mempertahanakan fisiologi hemodinamika tubuh dapat
menurunkan resiko morbiditas jantung perioperatif pada pasien dengan resiko tinggi.
O!t-o!tn $ng Dig"n#n
bat-obatan yang sering digunakan pasien dengan penyakit jantung koroner antara lain E-
blocker, nitrat, calcium channel blocker, /BC inhibitor, obat yang dapat menurunkan lemak
16
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
17/28
darah, diuretika, antihipertensi dan antiplatelet. /danya ad#erse interaction dari obat-obatan ini
dengan anesthesia merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat perioperatif. Semua pasien
dengan penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, atau dengan ) faktor resiko
terkena penyakit jantung koroner "usia lanjut, hipertensi, diabetes, ri&ayat merokok atau
hiperlipidemia# harus menerima perioperatif E-blocker kecuali memang ada kontraindikasi
spesifik. alaupun PP% bukan merupakan kontraindikasi pemberian perioperatif E-blocker,
namun iya untuk asthma yang reaktif. Pada pasien yang tidak bisa toleransi dengan E-blocker,
agonis >) clonidine dapat digunakan. Pasien dengan penyakit jantung koroner atau penyakit
pembuluh darah harus menerima statin kecuali ada kontraindikasi spesifik. Di samping adanya
interaksi obat-obatan, pengobatan jantung yang dilakukan perioperatif harus dilanjutkan tanpa
adanya interupsi saat periode perioperatif. Terhentinya E-bloker, calcium channel bloker, nitrat,
statin, atau /BC inhibitor pada periode perioperatif dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas perioperatif dan hal tersebut harus dihindari.$%&%'
Perioperative Cardiac Risk Reduction Therapy
5ekomendasi pada pemberian profilaksis pada pasien stabil dengan penyakit jantung koroner
atau resiko pada penyakit jantung lain.
1. Seluruh pasien yang memiliki penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darahperifer, atau ) faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Pasien dengan gagal
ginjal atau insufisinsi juga mendapatkan keuntungan dari terapai ini
). $ika pasien memiliki kontraindikasi absolute pada pemberian bloker, Blondine dapat
digunakan sebagai alternatif. Blonidine haris diberikan
1. Blonidine *.) mg Ppada malam hari sebelum operasi.
$. ea#e the patch on for a week.
3. -blocking drugs harus diberikan secepatnya ketika pasien teridentifikasi memiliki
ri&ayatCA% !*% dan faktor resiko lain. %etika pasien tidk terindentigikasi sampai
keesokan pagi pasca operasi, diberikan atenololol dan metoprolol.
. E-4locker harus dilanjutkan selama kira-kira 3* hari postoperative.8amun jika tidak
17
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
18/28
pasti, pasien dengan penyakit jantung koroner atau penyakit vaskuler perifer. Pada pasien
dengna hanya 1 faktor resiko, hari diperbolehkan
(. aktu yang optimal untuk memulai E bloker adalah pada saat &aktu mengidentifikasi
faktor resiko. Pendekatann yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal
adalah6
1. Dokter bedah harus memberikan E bloker pada pasien dengan ri&ayat B/D, PJD
atau ) faktor resiko. /tenolol )( mg P daily merupakan dosis a&al yang tepat
). %etika kardiologis konsultan akan melaksanakan operasi, masukan yang paling
sering adalah6 mulailah membeirkan E bloker.
3. Preoperatif anesthesia mengkroscek pasien resiko tinggi apakah menerima E
bloker. Dosis ditambahakan ketika kurang adeHuate.
. Pada saat hari dilakukannya operasi, tatalaksana denga meningkatkan dosis
intravena E bloker harus dilakukan, ntravenous metoprolol in (-mg bolus. Dosis
standar 1* mg intravena. Dosis intraoperatif digunankan ketika dibutuhkan.
Pasien harus menerima dosis tambahan pada pera&atan postanesthesia sesuai
yang dibutuhkan.
(. Pasien menerima obat postoperative selama 3* hari. $ika pasien 8P, pasien
menerima 2etoprolol intravena kecuali tekanan sistolik di ba&ah 1** mm!g atau
denyut nadi diba&ah (* kali menit. $ika pasien minum obat oral, pasien
menerima atenolol 1** mg jika denyut nadi lebih cepat, di atas '( kali menit dan
tekanan darah sistolok lebih dari 1** mm!g. $ika denyut nadi di antara ((-'(
kali menit, dosisnya (* mg.
'. Pasien menerima obat untuk 3* hari postoperatif
. 4anyak pasien yang harus meminum obat seumur hidup "pasien dengan B/D,
PJD, dan hipertensi#
'. Iji preoperatif dan revaskularisasi harus dilakukan pada indikasi spesifik dan
dibutuhkan, bukan sebagai profilaksis. $ika pasien teridentifikasi dengan onset baru
18
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
19/28
angina, unstable angina, perubahan gejala dan tanda angina, gagal jantung, dan
stratifikasi resiko yang sesuai. $ika pasien stabil dengan B/D, PJD atau ) faktor resiko
lain untuk B/D, pasien harus menerima E adrenergik bloker
. Perhatian tambahan harus diberikan pada pasien dengan gagal jantung, stenosis aorta,
stent intrachoronary dengan antiplatelet, atau gagal ginjal. Pasien yang memiliki gagal
jantung harus dievaluasi oleh kardiologis untuk diberikan terapi E bloker.
A. Pasien dengan indikasi statin dan terutama pada pasien penyakit jantung koroner dan
perifer. Terapi dimulai 3* hari sebelum operasi dan dilanjutkan 3* hari setelah operasi.),'
19
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
20/28
20
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
21/28
4erikut merupakan contoh format evaluasi preanesthesia pada pasien dengan kelainan jantung
dengan operasi non jantung.
21
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
22/28
Cardiac +isk Stratificationadalah sebagai berikut6
Mn(emen Anestesi
Pera&atan anastesi dengan pasien < pasien yang diketahui mengalami penyakit jantung koroner
atau memiliki dua faktor resiko penyakit jantung koroner "usia M '* tahun, hipertensi, diabetes,
perokok berat, dan hiperlipidemia#, harus diidentifikasi segera apabila pasien membutuhkan
operasi. Pasien pasien tersebut harus dirujuk ke bagian radiologi. Pasien dengan angina pectoris
stabil tanpa disertai dengan gagal jantung atau stenosis aorta dapat dia&ali dengan pemberian
terapi-blockeroral "atenolol )( mghari# dan pengobatan menggunakan statin. Dosis -blocker
harus ditingkatkan sesuai dengan toleransi yang terjadi pada pasien. Pemberian -blocker harusdihindari pada pasien yang mengalami atreioventrikular block. Pemberian -blocker dapat
dimulai sesegera mungkin saat pasien telah diidentifikasi membutuhkan tindakan bedah
"optimalnya diberikan < 3* hari sebelum pembedahan#. $ika pasien baru teridentifikasi pada
saat hari dilakukan operasi dapat diberikan atenolol atau metoprolol 1* mg "J# jika nadi M
((?menit atau tekanan sistole M 1**mm!g dan diberikan lagi setelah post operasi. Pemberian-
22
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
23/28
blockerperioperatif dilanjutkan selama hari setelah postoperatif. 8amun pada pasien dengan
resiko terjadinya penyakit jantung koroner-blockerdiberikan selam 3* hari postoperatif. Pada
pasien yang mengalami toleransi terhadap -blocker, pemberian >)-agonist "clonidine# dapat
diberikan selama 3* hari. Blonidin diberikan dengan dosis *,)mghari diminum malam hari
sebelum dilakukan operasi dan pada pagi hari sebelum menjalani operasi. Pemberian -blocker
dengan dosis yang sesuai dapat mencegah terjadinya hipotensi dan bradikardi.
2anajemen intraoperatif pada pasien dengan penyakit jantung koroner yaitu dengan modulasi
sistem saraf simpatis dan pengendalian variabel hemodinamik secara teliti. 2anajemen anastesi
berdasarkan pada evaluasi fungsi ventrikel dan mengatur keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen miokardium untuk mencegah terjadinya iskemia miokard. Takikardi yang lama, sistol
hipertensi, atau diastolic hipotensi dapat mengganggu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen miokard.
$enis pemeriksaan normal gangguan
%ejadian infark miokardium
sebelumnya
Tidak Ga
5i&ayat gagal jantung Tidak Ga
Cjection fraction N*,(( O*,
9eft ventricular end diastolic
pressure
O1)mm!g N1Amm!g
Bardiac inde? N).(9minm) O) 9minm)
/rea of ventricular dyskinesia Tidak Ga
2enjaga nadi dan tekanan darah )*+ dari nilai normal sangat dianjurkan selama tindakan
operasi berlangsung. 2onitoring dengan kateter intra arterial dapat digunakan untuk mengontrol
tekanan darah sistemik. alaupun begitu sekitar satu setengah dari kejadian ischemik tidak
dapat terdeteksi dengan peningkatan nadi ataupun tekanan darah. Setiap satu menit episode
iskemik miokard dideteksi dengan elevasi atau depresi 1mm segmen ST. takikardi diatas
1)*?menit yang berlangsung selama ( menit dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian
23
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
24/28
sepuluh kali lipat. Satu < satunya cara untuk mengurangi resiko iskemia miokard yaitu dengan
pemberian-blockeratau dengan pemberian >)-agonist "clonidin#
Monito%ing
/ntisipasi masalah dan menghindari potensi kerusakan organ adalah komponen kunci dalam
manajemen anestesi pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Pemberian terapi profilaksis
dan monitoring secara ketat dapat mengurangi resiko terjadinya kematian dan kerusakan organ.
2onitoring tekanan intra arterial secara berkelanjutan dapat mengurangi resiko terjadinya
gangguan hemodinamik, selain itu dapat mengidentifikasi lebih dini apabila terdapat gangguan.
2onitoring menggunakan C%7 secara cepat dapat mengidentifikasi terjadinya aritmia, takikardi
dan iskemik miokard. alaupn operasi sudah selesai monitoring harus terus dilakukan di ruang
pemulihan atau di BI. Pemantauan juga harus terus dilakukan pada saat pasien ditransfer dari
ruang operasi ke ruang BI. 2onitoring menggunakan transesophageal echocardiography dapat
menjadi indicator yang paling sensitive mendeteksi infark miokard namun monitoring
menggunakan ini sangat mahal dan membutuhkan pelatihan kusus untuk pemasanganya. Dengan
pemantauan kardiak output yang baik akan dapat membantu meningkatkan manajemen cairan
pada pasien.
Ind"#si Anstesi
/n?ietas selama preoperative dapat memicu terjadinya infark miokard oleh karena itu pasien
haruds diberikan obat sedatifa untuk memberikan efek sedasi juga dapat mengurangi kecemasan
pasien. %arena kecemasan dapat memicu sekresi dari katekolamin yang dapat meningkatakan
kebutuhan oksigen . pemberian dia;epam peroral sangat efektif untuk mengurangi kecemasan.
nduksi anastesi yang dapat diberikan adalah induksi intravena dengan kerja cepat. Pemberian
pheyelprhine "*,) < *, gkg44menit# dapat menstabilkan tekanan darah dan dapat
mengurangi perubahan hemodinamik saat induksi. Ctomidate merupakan obat anastesi induksi
yang paling sering digunakan karena memiliki hambatan simpatis dan efek hemodinamik yang
paling sedikit. namun kekurangan dari etomidat adalah kurangnya efek inhibisi dari autonom,
sehingga dapat memicu terjadinya hipertensi pada pemasangan laryngoskop dan CT. Propofol
24
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
25/28
merupakan induksi kedua yang paling sering dipakai karena memiliki efek antiemetic dan &aktu
pemulihan yang cepat, namun dosis yang diberikan harus dikurangi untuk mencegah terjadinya
hipotensi. =entanyl dan mida;olam dikombinasikan dengan phenylephrine drip dan muscle
rela?ant nondepolarisasi dapat meminimalkan perubahan tekanan darah dan nadi.
%etamin tidak diberikan pada pasien dengan gangguan koroner karena dapat meningkatkan nadi
dan tekanan darah, yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Pemberian desfluren
dapat meningkatkan pernafasan secara perlahan dan dapat menyebabkan rangsangan simpatis
dan dapat menyebabkan takikardi, hipertensi pulmonal, iskemik miokard dan bronkospasme.
skemik miokard, takikardi dan hipertensi dapat terjadi sebagai akibat rangsangan pada saat
dilakukan pemasangan CT dengan menggunakan laringoskop. Pemberian anastesi yang adekuat
dan pemasangan CT secara singkat sangat penting untuk meminimalisir gangguan sirkulasi.
/pabila tidak dapat dilakukan pemasangan CT secara cepat dapat diberikan laringotrakeal
lidocain sebanyak )mgkg44 diberikan hanya sebelum pemasangan CT.
Pemberian E-blocker sangat efektif untuk menurunkan nadi pada saat pasien dilakukan
pemasangan intubasi dengan CT. Takikardi harus dicegah pada semua pasien dengan gangguan
coroner dan gangguan vascular lain atau pada pasien < pasien dengan resiko P$%.
MaintenanceAnstesi
Pengendalian depresi miokard dapat dilakukan dengan pemberian agen anastesi dengan atau
tanpa disertai pemberian 8), merupakan tujuan utama untuk mencegah terjadinya peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Imumnya 8)-opioid diberikan bersama dengan agen inhalasi
untuk mecegah terjadi peningkatan tekanan darah secara akut pada saat dilakukan tindakan
pembedahan. /gen inhalasi yang diberikan adalah sevoflurane karena agen ini sangat afektif
mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, hipertensi pulmonal dan
iskemik miokard. Pemberian agen inhalasi dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan
gangguan koroner karena pemberian agen inhalasi dapat mengurangi kebutuhan oksigen miokard
dan dapat mengurangi daerah yang iskemik. 8amun disisi lain pemberian agen inhalasi dapat
merugikan karena dapat menurunkan perfusi ke coroner "isoflurans# dan dapat menyebabkan
25
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
26/28
takikardi "desflurans#. Pemberian short acting -blockerpada saat operasi tidak efektif untuk
mengurangi angka kejadian P$%. Pencegahan perioperatif dengan memberikan long acting -
blockerlebih efektif menurnunkan resiko.
Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel tidak dapat diberikan agen inhalasi karena dapat
menyebabkan depresi miokard. Pada pasein dengan gangguan fungsi ventrikel lebih baik
diberikan opioid kerja pendek disertai dengan pemberian 8)*.
/nastesi regional merupakan teknik anastesi yang paling baik dilakukan pada pasien dengan
gangguan koroner. 5egional anastesi untuk tindakan bedah pada regio diba&ah abdomen
sangatlah aman dilakukan pada pasien dengan resiko jantung yang tinggi. Penurunan tekanan
darah yang disebabkan oleh regional anastesi dapat dicegah dengan pemberian cairan intrevena
"kristaloid# atau dapat diberikan vasoconstrictor seperti phenylephrine. %arena phenylephrine
meningkatkan perfusi koroner tetapi dapat meningkatkan afterload dan kebutuhan oksigen
miokardium. 8amun efek peningkatan perfusi ke koroner jauh lebih tinggi dibandingkan
peningkatan kebutuhan oksigen. E-blocker atau klonidin dapat diberikan pada pasien yang akan
menjalani tindakan bedah dengan menggunakan anastesi regional.),,(,'
Postope%tif *%e
Pera&atan post operatif pada pasien dengan gangguan koroner adalah berdasarkan pada
pemberian antiiskemik pada saat perioperatif, analgesia dan jika dibutuhkan dapat diberikan
sedatifa untuk menumpulkan rangsang simpatis. 2onitoring secara intensif dan
berkesinambungan sangat bermanfaat untuk medeteksi adanya iskemik miokard, yang biasanya
terjadi secara asimptomatik. Pasien dengan resiko rendah dapat diberikan -blocker selama
hari setelah operasi. Dan pasien yang diketahui memiliki gangguan koroner atau gangguan
pembuluh darah dapat diberikan selama 3* hari apabila tidak ada kontra indikasi. Pasien yangmemiliki toleransi terhadap-blockerdapat diberikan >)/gonis "clonidin#.
),(
BAB I.
26
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
27/28
KE&IMPULAN
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau
penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Pada pasien de&asa dengan P$%
yang akan menjalani operasi memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Cvaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan penderita sangat penting dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya keruskan miokard lebih lanjut, baik yang terjadi selama intraoperatif
maupun yang terjadi pada pasca pembedahan.gangguan hemodinamik mudah terjadi, baik berupa
hipertensi, takikardi ataupun inark miokard yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
jantung. !al ini harus diantisipasi dengan perlunya pemahaman tentang teknik anestesia yang
benar, penatalaksanaan perioperatif yang tepat, pengetahuan farmakologi obat-obat yang
digunakan. Dengan manajemen perioperatif yang benar terhadap penderita-penderita P$% yang
akan menjalani pembedahan, diharapkan bisa menurunkan atau meminimalkan angka morbiditas
maupun mortalitas.
27
7/22/2019 penatalaksanaan anastesi pasien PJK dengan operasi non jantung.doc
28/28
BAB .
DA/TAR PU&TAKA
1. Trisnohadi, !4. n6 Sudoyo /, Setiyohadi 4, /l&i , Simadibrata 2, and Setiati S, editors.
4uku /jar llmu Penyakit Dalam6 /ngeina Pektoris Tak Stabil, (th ed. $akarta6 nterna
Publishing: )**0: p.1)A-''.
). 2iller 5D, Pardo 2B. 4asics of /nesthesia 'thCd. Philadelphia; Clsevier Q Saunder. )*11:
p. 3A3-1.
3. Price S/, ilson 92. Patofisiologi6 %onsep %linis Proses-Proses Penyakit 'th ed. $akarta6
C7B: )**': p. (' < 00.
. 2irtha 5. Patofisiologi Sindrom %oroner /kut. /vailable at6 &&&.kalbemed.com. /ccessed
on $an )th, )*1.
(. Cllis, C$. 2anagement schemia and Post perative 2anagement. Bhichago: Iniversity of
Bhichago. )**'.
'. Dachlan 5. Persiapan Pra /nesthesia. Dalam6 /nestesiologi. Cditor6 2uhiman 2, Thaib 25,
Sunatrio S. 4agian /nastesiologi dan Terapi ntensif =akultas %edokteran Iniversitas
ndonesia $akarta, 10A0. P. 3-A
. /cute Boronary Syndromes Pathophysiology, diagnosis, and risk stratification. !amm, B,
heeschen B, =alk C, et al. /vailable at 6&&&.mst.nlaccesed on $une )'th, )*13.
28
http://www.kalbemed.com/http://www.mst.nl/http://www.mst.nl/http://www.mst.nl/http://www.kalbemed.com/http://www.mst.nl/