Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Analisis Penggunaan Hasil Audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi:
Studi Kasus Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum
Penulis Pertama : Sonia Natassia AfifiPenulis Kedua : Robert Porhas TobingProgram Studi : Ekstensi AkuntansiFakultas : Ekonomi
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan analisis penggunaan hasil tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hasil pemeriksaan investigatif terdapat perhitungan potensi kerugian negara. Namun untuk kepastian nilai kerugian negara yang sebenarnya, harus dilengkapi lagi dengan laporan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif dari BPK, KPK akan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Agar kinerja BPK dan KPK lebih efektif, perlu ditingkatkan kerjasamanya terutama di bidang pemeriksaan investigatif.
Kata Kunci : pemeriksaan investigatif, BPK, kerugian negara, analisis KPK
This study aims to analyze the investigative examination by the The Audit Board of The Republic of Indonesia and the analysis of the use of audit results by the Corruption Eradication Commission. In the investigative examination includes the calculation of potential state loss. However, for the exact value of the actual loss, must be complemented with the loss calculation report, which is performed by BPKP (Development and Financial Supervisory Board). Based on the investigative examination from BPK, KPK conducts an inquiry, investigation and prosecution. In order for the effectiveness of performance between BPK and KPK, they need to improve their cooperation especially in investigative examination.
Keywords : investigative examination, BPK, potential state loss, KPK analysis
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
PendahuluanLatar Belakang
Korupsi saat ini makin banyak dilakukan oleh berbagai kalangan dan menjadi suatu isu
hangat yang masih dibicarakan hingga saat ini. Korupsi berdampak negatif pada kehidupan
pribadi bangsa, menghambat kemajuan, dan tidak efisiennya perekonomian. Terdapat banyak
kasus korupsi yang terjadi, dan terdapat anggapan di masyarakat bahwa korupsi akan sulit
untuk diberantas karena adanya opini bahwa pelaksanaan hukum di Indonesia masih
dipengaruhi oleh permainan uang dan kekuasaan.
Audit memberikan kontribusi dalam strategi memerangi korupsi. Kerugian negara
dapat ditemukan oleh penerapan audit yang efektif seperti audit forensik dan audit
investigatif. Wadah akuntan untuk melawan korupsi sangatlah luas. Akuntan bisa menjadi
auditor pemerintah dalam bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), inspektorat jenderal departemen/lembaga. Auditor di lembaga tinggi negara yaitu
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK menyelenggarakan tiga fungsi yaitu: fungsi
operasional (fungsi pemeriksaan), fungsi rekomendasi (memberikan pertimbangan dan saran),
dan fungsi yudikasi (melaksanakan proses tuntutan perbendaharaan dan memberikan
pertimbangan kepada pemerintah dalam proses tuntutan rugi). Secara lebih jauh, tugas dan
wewenang BPK diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973.
Terdapat tiga jenis pemeriksaan BPK RI sebagaimana diatur dalam Undang-undang no.
15 tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pasal 4, yaitu pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah (Pusat, daerah, BUMN maupun BUMD),
dengan tujuan pemeriksaan memberikan pernyataan pendapat/opini tentang tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat/ daerah.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang
berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem
pengendalian internal pemerintah. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu sering juga
dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan laporan keuangan yang telah dilakukan
sebelumnya. Sebagai contoh adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang direncanakan
dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu/ pemeriksaan investigatif, setelah BPK RI
memberikan pendapat disclaimer. Di kalangan auditor eksternal pemerintah (BPK), istilah
audit operasional merupakan suatu hal yuang sudah biasa seperti jenis audit lainnya., seperti
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
audit keuangan dan audit kinerja. Pemeriksaan investigatif ini muncul dalam Undang-Undang
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
dan dalam penjelasan Undang-undang tersebut. Pemeriksaan investigatif ini termasuk dalam
pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus,
di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja.
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan ini, BPK melakukan pekerjaan investigatif.
Seperti diketahui, istilah investigasi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan
yang berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran dengan tingkat
kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai suatu permasalahan yang
ditemukan. Tujuan dari audit investigatif ini adalah untuk mengungkap adanya indikasi
kerugian Negara/ daerah/ unsur pidana. Hal ini berbeda dengan jenis audit lain yang di BPK,
yaitu pemeriksaan keuangan (audit keuangan) dan pemeriksaan kinerja (audit kinerja).
Jadi audit investigatif merupakan lanjutan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu
masalah tertentu untuk mendapatkan bukti-bukti pendukung yang lebih tinggi derajat
kebenarannya. Hal inilah yang menjadikan audit investigatif lain dengan jenis audit keuangan
dan audit kinerja karena sebelum dilaksanakan audit, di awal proses audit telah diindikasikan
adanya penyimpangan yang dapat/ berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan
negara dan perekonomian di pihak yang akan diaudit.
Dengan maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama korupsi yang
dilakukan di lingkungan pemerintah, maka penelitian ini mengambil judul yaitu Pemeriksaan
Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Analisis
Penggunaan Hasil Audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Kasus Pengadaan
Tinta Sidik Jari Pemilu Tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum).
Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah memfokuskan pada penggunaan hasil pemeriksaan
investigatif Badan Pemeriksa Keuangan RI yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam menangani suatu kasus.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimana proses audit investigatif oleh BPK dan KPK dalam mendeteksi korupsi?
- Bagaimana hasil pemeriksaan audit investigatif BPK digunakan oleh KPK dalam mendeteksi
korupsi pada kasus pengadaan tinta sidik jari Pemilu tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum?
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah:
- Menganalisis kinerja BPK dan KPK dalam mendeteksi korupsi
- Menganalisis upaya KPK dalam mendeteksi korupsi dalam kasus pengadaan tinta sidik jari Pemilu
tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum.
Tinjauan Teoritis
Pengertian Korupsi
Berdasarkan Tuanakotta (2007), korupsi umumnya didefinisikan sebagai
penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan (misuse of public office) untuk keuntungan
pribadi. Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi, misalnya, penjualan kekayaan negara
secara tidak sah oleh pejabat, kickbacks dalam pengadaan di sektor pemerintahan, penyuapan,
dan ”pencurian” (embezzlement) dana-dana pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang no. 31/1999 jo. No. 20/2001, menyebutkan bahwa
pengertian korupsi mencakup perbuatan:
- Melawan hukum, memperkaya diri orang/ badan lain yang merugikan keuangan/
perekonomian negara (pasal 2)
- Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan
keuangan/ kedudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal 3)
Alasan Melakukan Korupsi
Menurut Association of Certification Fraud Examiner (ACFE) occupational fraud
dapat digambarkan sebagai Fraud Tree. Tiga cabang utama tree ini adalah corruption, asset
misapproriation, dan fradulent statements. Karena korupsi merupakan salah satu cabang dari
occupational fraud, seseorang melakukan korupsi dapat dijelaskan dengan teori Fraud
Triangle yang diperkenalkan Cressey (n.d), sebagai berikut:
- Tekanan atau dorongan (pressure)
Insentif dapat berupa mendapatkan kekayaan yang luar biasa sehingga dengan kekayaan
ini nanti bisa menyuap para aparat agar lolos dari jerat hukuman atau hukumannya ringan
sehingga masih dapat menikmati harta jarahannya selama beberapa keturunan. Pressure
misalnya terjerat hutang yang besar akibat judi.
- Kesempatan atau peluang (opportunity)
Kesempatan timbul karena adanya kelemahan dalam pengendalian internal. Misal tidak
adanya supervisi atau review, tidak adanya pemisahan fungsi, tidak adanya persetujuan
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
manajemen atas pengeluaran biaya-biaya dan tidak adanya SOP (standard operating
procedure).
- Pembenaran (rationalization)
Rationalization adalah kecenderungan seseorang untuk membenarkan tindakannya. Pada
umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan
kecurangan tetapi adalah sesuatu yang memang merupakan haknya bahkan kadang pelaku
merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasinya.
Pengertian Audit Investigatif
Menurut Tuanakotta (2007) investigasi secara sederhana dapat didefiniskan sebagai
upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum
(acara) yang berlaku. Terminologi pemeriksaan investigatif itu sendiri muncul dalam Undang-
undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Pendekatan Audit Investigatif
Berikut ini adalah pendekatan dalam audit investigatif:
a. Reaktif
Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan audit setelah
menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai kemungkinan adanya
tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat reaktif umumnya
dilaksanakan setelah auditor menerima atau mendapatkan informasi dari berbagai sumber
informasi misalnya dari auditor lain yang melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi
tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan.
b. Proaktif
Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif mengumpulkan
informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk menemukan kemungkinan adanya
tindak kecurangan dan kejahatan sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara
aktif mencari, mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi-informasi yang
diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya kecurangan atau kejahatan.
Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan Investigatif
Garis besar pemeriksaan investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir,
sebagai berikut:
a. Pra Pemeriksaan Investigatif
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif biasanya berasal dari salah satu
atau gabungan dari beberapa sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain berasal dari
pengaduan masyarakat, pihak aparat penegak hukum atau hasil audit reguler.
Menyusun hasil telaahan informasi awal, berupa gambaran umum organisasi, indikasi
bentuk-bentuk penyimpangan dan rekomendasi penanganan.
b. Persiapan Pemeriksaan Investigatif
Sasaran dan ruang lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan hasil penelaahan
informasi awal. Audit investigatif memerlukan program kerja audit, yang berisi langkah-
langkah kerja audit yang akan dijadikan arah/ pedoman bagi auditor yang bersangkutan.
Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti,
menentukan tempat/ sumber bukti, analisis hubungan bukti dengan pihak terkait, dan
penyusunan program pemeriksaan investigatif.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang kompeten, memiliki
integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang
memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Pada tahapan pelaksanaan dilakukan:
pengumpulan bukti-bukti pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisis dan pengujian
dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas kerja. Dalam rangka
mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus memahami jenis fraud
dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang dikumpulkan harus
memadai untuk membuktikan identitas pelakunya, mekanisme pelaksanaan fraud, dan
jumlah kerugian finansial yang diderita.
d. Pelaporan
Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat:
unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan
akibat penyimpangan/ tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan
melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/ tindakan melawan
hukum yang terjadi, dan bentuk kerjasama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/
tindakan melawan hukum khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan
laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya
sebagai berikut: penyusunan konsep awal laporan, presentasi hasil pemeriksaan
investigatif di BPK, melengkapi bukti-bukti fase terakhir, finalisasi laporan dan
pengandaan laporan.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Alat bukti yang kuat dalam kasus korupsi
Tugas auditor dalam membantu penyidik adalah melakukan audit forensik,
menentukan perbuatan melawan hukum terutama hukum material yang memang merupakan
salah satu keahlian akuntan, mempelajari modus operandinya, menghitung kerugian negara
dan memperoleh alat bukti surat yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari hukum
material sesuai perkara korupsi yang sedang ditangani sebagai bukti tersangka berindikasi
melakukan korupsi yang termasuk dalam bukti surat butir d.
Dengan memperhatikan pasal 183 KUHAP, alat bukti yang kuat dalam perkara tindak
pidana korupsi dalam penanganan kasus yang diduga korupsi adalah bukti keterangan ahli dan
surat dengan alasan:
- Sepanjang akuntan yang menjadi saksi ahli masuk pokok perkara sedikit mengetahui
hukum yang berkaitan dengan korupsi termasuk batasan ahli baik yang diatur dalam
KUHP maupun KUHAP, menguasai permasalahan kasus yang diperiksa, dalam sidang
pengadilan dapat menjelaskan kepada hakim dengan bahasa yang sederhana, sehingga
hakim yakin telah terjadi tindak pidana.
- Korupsi dan dapat dengan cepat mengerti arah pertanyaan pembela sehingga selalu dapat
menjawab pertanyaan pembela dengan tepat.
- Akuntan sesuai keahliannya bekerja sama dengan penyidik, dapat mengumpulkan alat
bukti surat termasuk butir d untuk mendukung keterangan ahlinya. Bukti surat merupakan
benda mati, sehingga tidak dapat diartikan lain, selain yang diuraikan dalam bukti surat
tersebut
Mekanisme kerja yang dilakukan oleh KPK:
a. Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang berasal dari masyarakat umum yang
melaporkan ke KPK. Jika terdapat pengaduan dari masyarakat, maka penyidik KPK dapat
langsung menyelidiki apakah terbukti adanya korupsi. Khusus untuk informasi yang
bersumber dari pengaduan masyarakat, namun memerlukan penelahaan lebih mendalam
untuk menentukan apakah cukup alasan untuk dilakukan audit investigatif.
b. Permintaan dari penyidik adalah yang langsung berasal dari KPK sendiri. Jika KPK
menemukan ada sesuatu yang mengindikasikan korupsi, maka KPK dapat langsung
meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif.
c. Informasi awal yang didapatkan KPK dalam penyelidikan, berupa siapa yang menjadi
tersangka, tindak pidana jenis apa, siapa saja yang diuntungkan dalam suatu kasus korupsi,
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
serta dilengkapi dengan adanya perhitungan kerugian negara. Namun dalam melengkapi
keempat unsur ini, KPK berhak meminta BPK atau BPKP untuk menghitung kerugian
negara. Dengan adanya perhitungan kerugian ini maka dapat dijadikan acuan dalam
penyelidikan dan penuntutan.
d. Dari hasil audit investigatif, maka dari hasil pemeriksaan dan temuan langsung diselidiki
oleh KPK. Dalam hal ini KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Metodologi Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan berfokus pada proses pemeriksaan investigatif oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan analisis penggunaan hasil audit oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dalam penelitian ini akan berfokus pada kasus pengadaan tinta sidik
jari Pemilu tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum
Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metodologi
penelitian dengan cara:
1. Studi Literatur;
2. Wawancara
Pembahasan
Pemberantasan korupsi oleh BPK RI
Ada berbagai peran yang dilakukan oleh BPK untuk ikut memberantas korupsi dalam
menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara. Secara
garus besar peranan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a. Peningkatan kualitas pemeriksaan
Peningkatan kualitas pemeriksaan merupakan salah satu peran BPK dalam bidang
pemberantasan korupsi. Hal ini bisa dilihat dari laporan hasil pemeriksaan BPK, baik
untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun dalam pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK memiliki peran yang signifikan
dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi. Apabila dilihat dari proses
pelaksanaannya maka ini termasuk pemberantasan korupsi dengan cara represif.
b. Partisipasi aktif dalam reformasi pengelolaan keuangan negara
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Seperti telah disebutkan, BPK ikut berpartisipasi dalam melakukan perombakan sistem
keuangan negara. Peran ini termasuk peran yang bersifat preventif dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
c. Melakukan reformasi birokrasi
Peran terakhir yang dilakukan BPK dalam upaya untuk mencegah dan memberantas
korupsi adalah dengan melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi ini dilakukan
untuk memperbaiki tata kerja, serta SDM (dari sisi internal), maupun reformasi eksternal
yaitu untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan pihak lainnya. Pihak lain
tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, KPK serta PPATK. Peran ini bisa dkategorikan
sebagai upaya represif dan preventif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan Korupsi oleh KPK
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, dikatakan bahwa
perbuatan korupsi mengandung lima unsur:
a. melawan hukum atau pertentangan dengan hukum
b. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
c. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
d. menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan
e. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, dalam menguraikan suatu kasus
korupsi, ada beberapa hal yang diidentifikasi oleh KPK dalam menyelidiki kasus, antara lain:
- siapa tersangka dalam kasus korupsi
- tindak pidana yang terdapat pada kasus tersebut
- siapa saja yang diuntungkan atas kasus korupsi tersebut
- kerugian negara yang ditimbulkan berapa besar jumlahnya
Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Pasal 44:
a. Jika penyidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup
adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik
melaporkan kepada KPK
b. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-
kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang
diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau
optic
c. Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang
cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada KPK dan
KPK menghentikan penyelidikan
d. Dalam hal KPK berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan
penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik
kepolisian atau kejaksaan.
e. Dalam hal penyelidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan
melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK
Hasil Penelitian
Fakta dan Proses Kejadian
Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif yang dijalankan oleh BPK RI, pada laporan
pemeriksaan investigative terdapat beberapa poin fakta dan proses kejadian mengenai
pengadaan tinta sidik jari Pemilu 2004 yang diuraikan, antara lain:
No. Proses Kejadian Fakta
1 Panitia Pengadaan Tinta menetapkan jumlah
kebutuhan tinta melebihi dari yang ditetapkan
Penetapan jumlah kebutuhan
tinta per TPS sebanyak 2 botol
dan tidak sesuai Berdasarkan
Keputusan KPU No. 4 Tahun
2004 tanggal 23 Januari 2004
2 Prakualifikasi calon konsorsium pelaksana
pengadaan tinta Pemilu 2004 dilaksanakan tidak
memadai
- Tidak adanya Berita Acara
Prakualifikasi
- Konsorsium yang tidak
memenuhi syarat lulus
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
prakualifikasi
- Prakualifikasi pengadaan tinta
Pemilu tidak dilakukan secara
khusus.
3 HPS disusun tidak secara keahlian dan tidak
berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan
- Panitia Pengadaan tidak
mempunyai data HPS yang
disusun oleh ahli
- Panitia Pengadaan tidak
menggunakan HPS untuk
menilai kewajaran penawaran
harga dari rekanan
4 Penetapan harga kontrak pengadaan tinta impor
dengan menggunakan harga rata-rata dari harga
penawaran
Panitia pengadaan tidak
menetapkan harga terendah
untuk masing-masing zona
kepada konsorsium pelaksana
pengadaan tinta impor, dan
menetapkan harga rata-rata dari
penawaran harga setiap zona
tersebut, menguntungkan
konsorsium dan merugikan
keuangan negara sebesar Rp
959.288.200
5 Penetapan harga kontrak pengadaan tinta lokal
disamakan dengan harga tinta impor
- Kualitas pengadaan tinta lokal
harus setara dengan tinta
impor
- Panitia pengadaan untuk
menetapkan harga kontrak
pengadaan tinta lokal
disetarakan dengan harga tinta
impor dengan alasan
preferensi harga yang tidak
didukung bukti dan hasil rapat
Pleno.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
6 Pemberian rekomendasi pembebasan bea masuk
menyimpang dari kontrak pengadaan tinta impor
dan negara
Ketua KPU meminta pemberian
pembebasan bea masuk atas
impor tinta Pemilu Legislatif
2004.
Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI (telah doilah kembali)
Proses Analisis Laporan BPK di KPK
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya
penyelidikan dilakukan.
Pada tahap ini Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:
- Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana
- Mencari keterangan dan barang bukti
- Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri
Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki
ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling
bersesuaian satu sama lain, maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana.
Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari
penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik melaporkan
kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan.
Aktivitas Penyelidikan
Tindakan
1. KPK menerima hasil pemeriksaan investigatif dari BPK. Pemeriksaan investigatif BPK
dilakukan atas dasar permintaan koalisi LSM Laporan yang diberikan antara lain adalah
Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif atas Pengadaan Logistik Pemilu Legislatif Tahun
2004 – April 2004 dan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Anggaran Pemilu Legislatif
Tahun 2004 (No. 75/S/I-V.XIII.3/05/2005).
2. Koalisi LSM melaporkan kepada KPK adanya dugaan korupsi di KPU
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
3. Laporan hasil audit investigatif diserahkan ke KPU.
4. KPK mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kasus.
5. Menentukan 5W+1H
Who: tersangka (Kepala Bagian Penyusunan Rencana Kebutuhan Perlengkapan Biro
Logistik)
What: penyelewengan dalam kasus pengadaan tinta Pemilu 2004
When: Tahun 2004
Where: Komisi Pemilihan Umum
Why: terdapat kesempatan yang diakibatkan pengendalian internal yang masih kurang
How: menyelewengkan dana APBN 2004 dan tidak menetapkan HPS sesuai aturan
KPK meminta bantuan BPKP untuk melakukan perhitungan kerugian negara. Hal ini
sesuai dengan fungsi BPKP yaitu melaksanakan pengawasan terhadap keuangan dan
pembangunan yang tercantum pada pasal 52 Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen). Jadi, yang menilai/ menetapkan kerugian negara, adalah BPK
dan BPKP. Adapun perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis atau dilihat per
kasus.
Unsur Tindak Pidana Korupsi
Unsur Melawan Hukum
Kejadian Bentuk Pelanggaran
Berdasarkan persyaratan teknis
pengadaan tinta sidik jari Pemilu
2004 (Surat Keputusan KPU No.
09.A/SK/KPU/Tahun 2004 tentang
Penetapan Spesifikasi Teknis dan
Cara Penunjukan Langsung
Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu
2004, salah satu persyaratan adalah
Dalam hal tidak memiliki izin impor, juga
terjadi pelanggaran ketentuan pasal 32 ayat
(3) Keputusan Presiden Nomor: 80 Tahun
2003, sehingga telah melakukan perbuatan
melawan hukum dalam pengertian formil.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
perusahaan memiliki pengalaman di
bidang impor dan distribusi. Akan
tetapi dari empat perusahaan yang
diluluskan panitia, ada salah satu
yang tidak mempunyai ijin impor
Dalam pelaksanaan pengadaan tinta
sidik jari untuk Pemilu tahun 2004,
panitia melakukan zoning atau
rayonisasi dengan membagi
wilayah Indonesia menjadi 4
wilayah. Kemudian harga
penawaran dari 4 perusahaan
dijumlahkan untuk masing-masing
zona lalu dibagi empat sehingga
diperoleh harga rata-rata masing-
masing zona.
Hal ini bertentangan dengan Keputusan
Presiden Nomor: 80 tahun 2003 Lampiran
I Bab 1 huruf c.
Diperoleh fakta bahwa untuk
pengadaan tinta sidik jari Pemilu
2004 Sekretaris Panitia Pengadaan
Tinta Pemilu menyusun Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) setelah
tanggal 6 Februari 2004 yaitu
setelah para rekanan mengajukan
harga penawaran.
Fakta bahwa terdapat penyusunan HPS
yang asal saja, tidak dilakukan dengan
keahlian dan tidak berdasarkan data yang
dapat dipertanggungjawabkan bertentangan
dengan Keputusan Presiden Nomor: 80
Tahun 2003 pasal 13 ayat 1.
Setiap rapat dengan calon rekanan,
KPU tidak pernah memberitahukan
nilai total HPS kepada calon-calon
rekanan dengan alasan HPS bersifat
rahasia sehingga tidak pernah
diumumkan.
Hal ini bertentangan dengan pasal 13 ayat
(4) Keputusan Presiden Nomor: 80 Tahun
2003 dinyatakan bahwa nilai total HPS
terbuka dan tidak bersifat rahasia.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Unsur Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi
Kejadian Bentuk Unsur
Hanya terdapat satu rekanan yang
menyerahkan ijin impor sedangkan
tiga rekanan lainnya tidak
Hal ini bertentangan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003
Seharusnya hanya PT MIM yang
ditunjuk sebagai rekanan, namun
tiga perusahaan lainnya yaitu PT
FJ, PT LPS dan PT WI ditunjuk
juga menjadi rekanan.
Hal ini bertentangan dengan Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Hal ini
terbukti dengan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi.
Untuk pengadaan tinta lokal Panitia
Pengadaan menunjuk PT AU, PT
CTU, dan PT PI sebagai tiga rekanan
tinta lokal. Namun PT PI yang
mengajukan penawaran terendah jadi
seharusnya hanya PT PI yang menjadi
rekanan pengadaan tinta lokal 2004.
Hal ini bertentangan dengan Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Hal ini
terbukti dengan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi.
Kesimpulan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan investigatif
oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan analisis penggunaan hasil audit oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Selain itu juga melihat hasil pemeriksaan investigatif yang dilakukan
oleh BPK terhadap salah satu kasus korupsi yaitu pengadaan tinta pemilu 2004 serta analisis
yang dilakukan oleh KPK atas kasus tersebut.
BPK dan KPK merupakan dua lembaga yang berdiri sendiri yang melakukan
kerjasama dalam pemberantasan korupsi. Kerjasama BPK dengan APH dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan korupsi dituangkan dalam bentuk MoU atau kesepakatan
bersama antara BPK dengan APH yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan KPK.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Antara dua lembaga ini kesepakatan antara BPK dan KPK dituangkan dalam
Kesepakatan Bersama BPK dengan KPK Nomor: 01/KB/I-VIII.3/09/2006, Nomor: 22/KPK-
BPK/IX/2006 tentang Kerjasama dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Kerjasama dengan KPK dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan adanya MoU maka keefektifan dan
keefisienan kerjasama antara KPK dan BPK dapat terjalin.
BPK melakukan pemeriksaan investigatif dengan cara memperoleh informasi awal,
pengumpulan bukti, menyusun hipotesis dan membuat laporan hasil audit investigatif. Dari
hasil audit investigatif ini diserahkan kepada aparat penegak hukum yaitu KPK. Dalam hal ini
KPK melakukan analisis dan menelaah hasil laporan audit investigatif tersebut.
Tugas yang dilakukan oleh KPK dalam mengindikasikan suatu perkara korupsi antara
lain penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Penyelidikan yang dilakukan oleh KPK
terlebih dalam penekanan ke segi hukum (Undang-undang dan KUHAP). Dalam proses
penyelidikan, KPK dapat meminta bantuan baik dari BPK maupun BPKP untuk menghitung
kerugian negara. Dari hasil kerugian ini kemudian dijadikan sebagai bukti pelengkap oleh
KPK.
KPK membutuhkan bantuan ahli untuk menghitung kerugian negara dan melakukan
audit investigatif dari BPK ataupun BPKP karena penyelidiknya tidak memiliki kemampuan
cukup untuk melakukan audit investigatif. Berdasarkan hasil audit investigatif yang diperoleh
KPK maupun perhitungan kerugian negara, kemudian KPK menghubungkannya dengan
Undang-undang yang terkait dan dari segi mana adanya pelanggaran hukum.
Terdapat tiga hal yang harus dilihat KPK dalam menentukan apakah terindikasi
korupsi atau tidak, antara lain terdapat unsur melawan hukum, unsur memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, unsur dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Jika KPK dalam penyelidikan dapat menelaah ketiga unsur tersebut,
maka suatu kasus dapat diteruskan ke bagian penuntutan dan dilanjutkan ke proses hukum.
Dengan adanya perhitungan kerugian negara ini dijadikan sebagai bukti pelengkap
bagi KPK untuk melakukan penyelidikan dan apabila terbukti melanggar hukum maka
diproses menjadi penuntutan. KPK juga melihat berapa besarnya peluang untuk
memenangkan perkara di pengadilan. Hal ini berkenaan dengan kekuatan bukti dan barang
bukti yang disajikan di persidangan, yang kemudian menjadi alat bukti bagi pertimbangan
majelis hakim.
Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu
dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara
yang didalamnya terdapat bukti-bukti. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Hasil pemeriksaan investigatif yang dilakukan oleh BPK dalam kasus pengadaan tinta
Pemilu tahun 2004 di KPU setelah dianalisis KPK belum dapat digunakan untuk proses
penyelidikan karena belum adanya hasil perhitungan kerugian negara
- KPK meminta bantuan ahli, yaitu BPKP, untuk menghitung kerugian negara yang terdapat
pada kasus pengadaan tinta Pemilu tahun 2004 di KPU
- Dalam MoU antara KPK dan BPK tidak diatur mengenai perhitungan kerugian negara
- Informasi tambahan yang dipersiapkan KPK untuk proses penyelidikan kebanyakan data
administratif yang juga ada dalam kertas kerja BPK.
Saran
Dengan melihat hasil penelitian ini maka diberikan saran-saran sebagai berikut untuk BPK:
- Karena pemeriksaan investigatif dan perhitungan kerugian negara merupakan dua hal yang terpisah
dilakukan, sebaiknya pada saat pemeriksaan langsung dilakukan perhitungan kerugian negara agar
tidak memakan waktu yang lama dalam penyelidikan suatu kasus.
- Sebaiknya ditambahkan jumlah auditor kompeten untuk pembuktian kerugian negara sebab masih
minim. Dengan adanya penambahan auditor yang kompeten, maka audit investigatif dapat
dilakukan oleh efektif dan efisien sehingga pada saat pelaporan kepada aparat penegak hukum,
proses hukum dapat diproses lebih cepat
- Adanya koordinasi yang lebih mendalam dengan KPK dengan melakukan pengumpulan bukti-bukti
yang lebih efektif agar kasus dapat ditangani dengan lebih cepat.
- BPK perbanyak tugas pemeriksaan investigatif agar dapat lebih cepat mendapatkan temuan
sehingga dapat diproses ke KPK.
Dengan melihat hasil penelitian ini maka diberikan saran-saran sebagai berikut untuk KPK:
- Sebaiknya KPK juga memiliki penyelidik yang memiliki wawasan dalam hal audit agar proses
penyelidikan dapat berjalan secara efisien.
- Melakukan pemantapan mekanisme kerja KPK, baik tata kerja internal maupun tata hubungan kerja
dengan lembaga/ instansi lain
- Sebaiknya penyelidik di KPK juga diberikan pengetahuan dan pelatihan mengenai kerugian negara
agar dalam mengamati suatu kasus dengan perhitungan kerugian negara dapat langsung dianalisis
dengan cepat.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
- KPK menentukan informasi standar yang diperlukan dalam penyelidikan KPK untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam perjanjian kerjasama dengan KPK. Maka KPK dapat menghemat waktu.
- Kerjasama dengan BPK untuk mengetahui rencana audit BPK yang menurut pengalaman dan
analisis risiko BPK berpotensi terjadinya korupsi
Kepustakaan
Abbott, L.J., Y. Park & S. Parker (2000). The Effects of Audit Committee Activity and
Independence on Corporate Fraud. Tennessee: MCB UP Ltd
Agustina, Gemalia Dwi. (2008). Pemahaman Strukturisasi atas Praktik Audit Investigatif pada
Kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya (Studi Kasus Tindak Pidana Korupsi).
Malang: Universitas Brawijaya.
Amiruddin. (2012). Analisis Pola Pemberantasan Korupsi dalam Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No. I Mei 2012: 026-037
Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley. (2012). Auditing: Integrated
Approach. New Jersey: Prentince Hall.
Asare, Thomas. (2009). International Journal on Governmental Financial Management. Vol.
IX No. 1 2009.
Basri, Muhamad. (2010, Januari). Audit Investigatif. November 29, 2012.
http://blog.djarumbeasiswaplus.org/muhamadbasri/2010/01/13/rmk-audit-investigatif/
Donsanto, Craig C. & Nancy L. Simmons. (2007). Federal Prosecution of Election Offenses
(7th ed). US Department of Justice.
Fraud dan Audit Investigatif. (2011, February 21). Disampaikan dalam Workshop Auditing
for Internal Audit Forum Komunikasi SPI Jabar & Banten.
Harahap, M. Yahya. (1993). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan. Jakarta: Penerbit
Pustaka Kartini.
Herbert, Leo. (1979). Guide to Solving The Cases in Auditing The Performance of
Management. Michigan: Lifetime Learning Publications.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Huefnur, Ronald J. (2011). The Forensic Audit: An Example from the Public Sector. Journal
of Forensic and Investigative Accounting Vol 2 Issue 1
Korupsi dan Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktek. Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Khan. Muhammad Akram. (2006). Role of Audit In Fighting Corruption. St. Petersburg.
Maldonado, Nicole. (May 29-30, 2010). The World Bank’s Evolving Concept of Good
Governance and Its Impact on Human Rights. Stockholm: Doctoral Workshop on
Development and International Organizations.
Meidhasari, Gemilang Tri. (2009). Cara Efektif Mendeteksi Kecurangan. 12
September2012.http://gemilangtrimeidhasari.wordpress.com/2009/11/02/cara-efektif-
mendeteksi-kecurangan-dalam-upaya-memberantas-korupsi-di-negeri-ini-dengan-
audit-investigasi/
Michael, Bryane. (2010). What Do We Know About Corruption (and Anti-Corruption) in
Customs?. Volume 4 No. 1
Navran, Frank J. (2010). The Psychology of Fraud – Why Good People Do Bad Things and
What You Can Do About It. December 1, 2012. http://www.navran.com/article-
psychology-of-fraud.html.
Pickett, Spencer, Picket. (2002). Financial Crime Investigation and Control. New York:
Wiley.
Prasetyo, Whedy. (2009). Ada Apa dengan Bank Century. Jember: Universitas Jember.
Volume 7 No. 2 Desember 2009 ISSN: 1693-2420
Purjono. (2011). Peran Audit Forensik dalam Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Instansi
Pemerintah ‘Suatu Tinjauan Teoritis’. Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan. (2009, June 10). Fraud Auditing. 25 Desember 2012.
http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/filenya/namafile/353/FA.pdf.
Rai, I Gusti Agung. Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Perbaikan Pengelolaan
Keuangan Negara.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Salman, Chairiansyah, (2005), Audit Investigatif: Metode Efektif dalam Pengungkapan
Kecurangan, Economics Business Accounting Review, Edisi I, November, hlm 5-17
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (2007). Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 Pasal 6.
Subekti (1983). Hukum Pembuktian. Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita.
Tuanakotta, Theodorus M. (2007). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Umar, Haryono. (2011). Peran Akuntan dalam Pemberantasan Korupsi. Jakarta.
Sosiohumaniora, Volume 13, No. 1, Maret 2011: 108-126
Treadway, James C. (1987). National Commission on Fraudulent Financial Reporting. USA.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Vinod, Pavarala. (1996). Interpreting Corruption Elite Perspectives in India. India: Sage
Publications.
Wahito, M. Najib. (2011, Juni). Mengenal Akuntansi Forensik. New South Wales, Australia.
University of Wollongong.
Wallace, Peter, and John Zinkin. (2005). Mastering Business In Asia (MBA) Corporate
Governance. Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte.Ltd.
Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013
Top Related